EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH KERITING DI KABUPATEN KARO

TESIS

Oleh

MERRY CHRISTINA KABAN 187039026/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

i

Universitas Sumatera Utara

EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH KERITING DI KABUPATEN KARO

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

MERRY CHRISTINA KABAN 187039026/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

ii

Universitas Sumatera Utara

Judul : Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo Nama : Merry Christina Kaban NIM : 187039026 Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

( Ir. Iskandarini, MM, Ph.D ) ( Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S. ) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

( Dr. Ir. Rahmanta, M.Si ) ( Dr. Ir. Hasanuddin, M.S. )

iii

Universitas Sumatera Utara Telah diuji dan dinyatakan L U L U S di depan Tim Penguji pada Selasa, 29 Desember 2020

Tim Penguji : Ketua : Ir. Iskandarini, MM, Ph.D Anggota : Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S Dr. Ir. Rahmanta, M.Si Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA

iv

Universitas Sumatera Utara LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH KERITING DI KABUPATEN

KARO

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber – sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Desember 2020 Yang membuat pernyataan

Merry Christina Kaban

v

Universitas Sumatera Utara EFISIENSI PEMASARAN CABAI MERAH KERITING DI KABUPATEN KARO

ABSTRAK

Merry Christina Kaban (187039026) dengan judul tesis “Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo”. Penulisan tesis ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing. Penelitian ini bertujuan untuk a) mendeskripsikan gambaran terkini sistem saluran pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo. b) menganalisis efisiensi masing-masing saluran pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo berdasarkan marjin pemasaran dan farmer’s share. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2020. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan 89 responden petani cabai merah keriting dan 11 responden pedagang. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dimana data kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran pemasaran yang telah ditetapkan dan data kuantitatif digunakan dalam menganalisis efisiensi operasional pemasaran dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan tabulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 3 saluran pemasaran cabai merah keriting yang biasa dilalui petani di Kabupaten Karo yaitu : 1. Petani → Pedagang Perantara (desa) → Pedagang pengumpul → Pedagang Pengecer → Konsumen Akhir, 2. Petani → Pedagang Pengumpul → Pedagang Pengecer → Konsumen Akhir, 3. Petani → Pedagang Perantara → Pedagang Pengumpul → Pengecer → Konsumen Akhir. Saluran yang paling banyak digunakan petani cabai merah keriting adalah saluran 2 sebesar 52,81%, disusul saluran 1 sebesar 28,09% dan saluran 3 sebesar 19,10%. Secara operasional, saluran 2 lebih efisien karena digunakan oleh 52,81% petani.

Kata kunci : cabai merah keriting, pemasaran, efisiensi

vi

Universitas Sumatera Utara MARKETING EFFICIENCY OF CURLY RED CHILI IN

ABSTRACT

Merry Christina Kaban (187039026) with the title of thesis "Marketing Efficiency of Curly Red Chili in Karo Regency". This thesis writing was supervised by Mrs. Ir. Iskandarini, MM, Ph.D as Chairman of the Advisory Commission and Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S as Member of the Advisory Commission. This study aims to a) describe the current description of the Curly Red Chili marketing channel system in Karo Regency. b) to analyze the efficiency of each marketing channel of Curly Red Chili in Karo Regency based on marketing margin and farmer's share. This research was conducted from July to August 2020. This study used a purposive sampling method with 89 respondents of curly red chili farmers and 11 merchant respondents. The data analysis method used is descriptive analysis, where qualitative data is used to analyze predetermined marketing channels and quantitative data is used to analyze the efficiency of marketing operations using Microsoft Excel 2007 and data tabulation. The results showed that there were 3 marketing channels. red curly chilies that are usually passed by farmers in Karo District, namely: 1. Farmers → Broker (village) traders → Collectors → Retailers → End Consumers, 2. Farmers → Collectors → Retailers → Final Consumers, 3. Farmers → Traders Intermediaries → Traders Collectors → Retailers → End Consumers. The channel most used by curly red chili farmers is channel 2 with 52.81%, followed by channel 1 at 28.09% and channel 3 at 19.10%. Operationally, channel 2II is more efficient because it is used by 52.81% of farmers.

Keywords : currly red chili, marketing, efficiency

vii

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

MERRY CHRISTINA KABAN, lahir di Medan Sumatera Utara pada tanggal 29 Desember 1979, dari Bapak Benar Kaban dan Ibu Tiang br Ginting.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1986 masuk Sekolah Dasar Negeri 3 , tamat tahun 1992.

2. Tahun 1992 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Kabanjahe,

tamat tahun 1995.

3. Tahun 1995 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri I Kabanjahe, tamat

tahun 1998.

4. Tahun 1998 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, tamat tahun

2003.

5. Tahun 2019 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis

Universitas Sumatera Utara.

viii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Iskandarini, MM, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr.

Ir. Tavi Supriana, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

5. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA selaku

Komisi Penguji, atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diberikan

kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Magister

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

ix

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...... x DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Identifikasi Masalah ...... 6 1.3. Tujuan Penelitian ...... 6 1.4. Manfaat Penelitian ...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 8 2.1. Budidaya Cabai Merah ...... 8 2.2. Landasan Teori ...... 10 2.2.1. Saluran Pemasaran...... 10 2.2.2. Efisiensi Pemasaran ...... 14 2.2.3. Margin Pemasaran ...... 17 2.2.4. Farmer’s Share ...... 19 2.3. Review Penelitian Terdahulu ...... 21 2.4. Skema Kerangka Pemikiran ...... 26 2.5. Perumusan Hipotesa ...... 28

BAB III METODA PENELITIAN ...... 29 3.1. Metode Penentuan Lokasi ...... 29 3.2. Populasi dan Sampel ...... 29 3.3. Data dan Sumber Data ...... 30 3.4. Metode Analisis Data ...... 30 3.4.1. Analisis Efisiensi Operasional Berdasarkan Marjin Pemasaran ...... 31 3.4.2. Analisis Efisiensi Operasional Berdasarkan Farmer’s Share ...... 32 3.5. Defenisi Operasional Variabel ...... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 35 4.1. Karakteristik Responden Petani dan Pedagang ...... 35 4.2. Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting ...... 37 4.3. Analisis Margin Pemasaran ...... 41 4.4. Analisis Farmer’s Share ...... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 45 4.1. Kesimpulan ...... 45 4.2. Saran ...... 45

DAFTAR PUSTAKA ...... 47

LAMPIRAN ...... 49

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Cabai Menurut Kecamatan di Kabupaten Karo tahun 2018-2019 ...... 3

Tabel 2. Perkembangan Harga Cabai Merah di Tingkat Produsen dan Pengecer di 4 (empat) daerah Indek Harga Konsumen (IHK) di Sumatera Utara periode Januari 2020-Mei 2020 ...... 6

Tabel 3. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia di Kabupaten Karo...... 35

Tabel 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Karo ...... 36

Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karo ...... 36

Tabel 6. Identitas Pedagang dalam Saluran Pemsaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo Tahun 2020 ...... 37

Tabel 7. Persentase Petani Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo sesuai Tipe Saluran Pemasaran yang Dipilih ...... 41

Tabel 8. Margin Pemsaran dari 3 Saluran Pemsaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo ...... 42

Tabel 9. Efisiensi Pemasaran dari 3 Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo ...... 44

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo ...... 27

xii

Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L) termasuk salah satu komoditi sayuran yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi sehingga menjadi komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan. Cabai merah bagi masyarakat

Indonesia merupakan bumbu utama dalam masakan, cita rasa pedas cabai sudah menjadi ciri khas masakan Nusantara, hampir semua masakan Nusantara menyertakan cabai sebagai bumbu masak. Agribisnis cabai merah merupakan sumber pendapatan yang menjanjikan bagi masyarakat khususnya petani, mengingat nilai jualnya yang relatif tinggi serta potensi serapan pasar yang terus meningkat (Ditjen Hortikultura, 2008).

Permintaan cabai cukup tinggi dan relatif kontinyu, yaitu rata-rata sebesar

4,6 kg per kapita per tahun (Setiadi, 2000). Waktu yang dibutuhkan untuk penanaman juga relatif singkat dan adanya berbagai alternatif teknologi yang tersedia serta relatif mudahnya teknologi tersebut diadopsi petani merupakan rangsangan tersendiri bagi petani (Hutabarat&Rahmanto, 2002). Belum lagi kebutuhan cabai untuk masyarakat pedesaan atau kota-kota kecil serta untuk bahan baku olahan. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan cabai tersebut diperlukan pasokan cabai yang mencukupi. Apabila pasokan cabai kurang atau lebih rendah dari konsumsi maka akan terjadi kenaikan harga. Sebaliknya apabila pasokan cabai melebihi kebutuhan maka harga akan turun.

Sistem pemasaran cabai mulai dari produsen (petani) hingga cabai sampai pada konsumen akhir (rumah tangga), melibatkan pihak yang sangat banyak yaitu

1

Universitas Sumatera Utara petani sebagai produsen, pengumpul, bandar, pedagang pasar tradisional, pedagang pasar induk, pedagang pasar eceran besar, pedagang eceran kecil, industri. Kekuatan penentu harga berada di tingkat bandar yang berada di pasar induk (terminal agribisnis). Faktor modal menjadi kekuatan mempengaruhi harga.

Selain faktor modal yang besar sebagai entry barrier pasar cabai, juga ada faktor pasokan cabai tidak mudah diprediksi (Farid dan Subekti, 2012). Selain harga yang fluktuatif juga terdapat perbedaan harga yang tidak seimbang antara harga di tingkat petani produsen dengan harga ditingkat konsumen. Hal ini disebabkan karena mata rantai tataniaga yang dilalui hingga ke tangan konsumen cukup panjang. Panjangnya mata rantai ini menyebabkan biaya tataniaga menjadi beban biaya proses pemasaran yang akhirnya akan mengurangi profit mata rantai pemasaran.

Masing - masing saluran pemasaran memiliki price spread dan share margin yang berbeda-beda. Untuk mengetahui saluran mana yang dianggap paling baik dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah penjualan/pembelian barang pada setiap masing - masing saluran. Melihat kenyataan tersebut maka peran pemasaran menjadi sangat penting untuk keberlangsungan usahatani cabai merah agar harga yang layak dapat diterima oleh produsen.

Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah sentra produksi Cabai

Merah Keriting di Sumatera Utara. Pada tahun 2019, produksi Cabai di Kabupaten

Karo sebesar 47,587 ton sedangkan untuk luas panen cabai seluas 5.988 ha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

2

Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Cabai Menurut Kecamatan di Kabupaten Karo tahun 2018- 2019 Luas Panen (Ha) Produksi (ton) No Kecamatan 2018 2019 2018 2019 1 Mardingding 221 475 1.300,00 2.859 2 Lau Baleng 20 438 220,00 264 3 Tigabinanga 32 9 164,30 75 4 Juhar 83 44 685,70 467 5 Munte 51 139 548,90 892 6 Kutabuluh 144 57 310,20 756 7 Payung 432 306 2.486,40 2.217 8 Tiganderket 388 384 3.310,50 1.980 9 Simpang Empat 501 459 6.699,40 3.179 10 805 1.071 12.831,60 7.210 11 Merdeka 152 157 662,80 719 12 Kabanjahe 625 437 2.030,30 1.641 13 163 91 1.435,90 863 14 Tigapanah 820 835 7.486,50 7.499 15 Dolat Rayat 388 194 3.067,70 1.700 16 Merek 1.307 790 8.097,00 9.196 17 Barusjahe 346 502 3.366,90 6.071 Jumlah 6.478 5.988 54.704,10 47.587 Sumber : BPS Karo, Statistik Pertanian Hortikultura SPH-SBS

Petani di Kabupaten Karo sangat berminat dengan komoditi cabai merah keriting. Tanaman ini telah sejak lama ditanam baik secara tradisional maupun melalui penemuan baru teknologi penanamannya. Pengembangan komoditi ini di

Kabupaten Karo dinyatakan potensial karena dukungan petani dan ketersediaan lahan, dari Tabel 1 diatas dapat dilihat seluruh kecamatan di Kabupaten Karo sebagai daerah penghasil cabai merah keriting. Untuk jenis cabe merah keriting sangat baik adaptasinya dengan iklim di Kabupaten Karo sehingga menambah minat petani dalam membudidayakannya.

Petani cabai di Kabupaten Karo tidak menjual sendiri produknya ke konsumen akhir. Pada musim panen biasa, terdapat cukup pilihan dalam menjual

3

Universitas Sumatera Utara hasil cabai dan pasar di Kabupaten Karo didatangi oleh pedagang dari luar daerah/wilayah seperti Medan, Aceh, Padang dan Pakan Baru. Cabai Merah asal daerah sentra produksi Kabupaten Karo sudah demikian meluas, baik pasar domestik (Medan, Aceh, Padang, Pakanbaru, Batam, Jakarta, Bandung, dan lain- lain) dan secara temporal juga memasok untuk pasar luar negeri (Malaysia,

Singapura), segmen pasarnya juga luas baik konsumen rumah tangga, hotel, restoran/rumah makan, dan rumah sakit, dan perusahaan-perusahaan perkebunan.

Meskipun demikian posisi petani Cabai Merah dalam bargaining potition masih lemah karena penguasaan lahan yang kecil dan tersebar serta permodalan yang lemah.

Petani membutuhkan satu atau lebih perantara agar produknya sampai ke konsumen. Perantara-perantara tersebut antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar dan pengecer. Biasanya petani cabai di Kabupaten Karo membawa produknya ke pasar tradisional di wilayah Kabupaten Karo seperti

Pajak Roga, Pajak Tiga Panah, Pajak Singa dan Pajak Lau Gendek, kemudian dibawa oleh pedagang ke berbagai pasar di luar Kabupaten Karo dengan tujuan utama seperti Pasar Induk di Medan, Binjai, Rantau Parapat, Tanjung Balai, Pulau

Batam, Langkat, Aceh, Riau dan Siantar.

Pajak Roga yang terletak di Kecamatan Berastagi beroperasi setiap hari kecuali hari Minggu, petani yang menjual cabai merah keriting berasal dari beberapa kecamatan disekitarnya seperti Kecamatan Kabanjahe, Berastagi, Dolat

Rayat, Merdeka dan Barusjahe.

4

Universitas Sumatera Utara Pajak Tiga Panah terletak di Kecamatan Tigapanah beroperasi setiap hari dimana petani yang menjual cabai merah berasal dari Kecamatan Tigapanah,

Barusjahe dan Merek.

Pajak Singa di Kecamatan Kabanjahe juga beroperasi setiap hari, petani yang menjual cabai merah keriting berasal dari kecamatan disekitarnya seperti

Kecamatan Kabanjahe, Simpang Empat dan Naman Teran.

Pajak Lau Gendek di Kecamatan Dolat Rayat hanya beroperasi seminggu sekali yaitu hari Minggu. Kebanyakan petani yang menjual cabai merahnya berasal dari Kecamatan Dolat Rayat, Merdeka, Barusjahe, Berastagi dan

Kabanjahe.

Petani cabai merah keriting di Kabupaten Karo menghadapi risiko harga yang berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Fluktuasi harga yang tinggi menyebabkan penerimaan dan keuntungan usaha yang diperoleh petani dari hasil kegiatan usahataninya sangat berfluktuasi. Bahkan harga harian cabai merah keriting disetiap pasar tradisional di Kabupaten Karo (Pajak Roga, Pajak

Tigapanah, Pajak Singa dan Pajak Lau Gendek) dapat berbeda-beda. Namun, dengan adanya keempat pasar tradisonal ini memudahkan petani karena memiliki banyak pilihan pasar untuk menjual hasil panennya yang dapat disesuaikan dengan jarak/lokasi bahkan perbedaan harga komoditi menjadi alasan petani dalam memilih pasar tradisonal yang dituju.

Keterlibatan pedagang perantara akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen dan yang dibayarkan konsumen jauh berbeda. Hal ini disebabkan adanya fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh perantara (Gitosudarmo, 1994) yaitu fungsi pertukaran (exchange), fungsi penyediaan fisik dan logistik, dan

5

Universitas Sumatera Utara fungsi pemberian fasilitas (facilitating function) sehingga menimbulkan adanya

biaya pemasaran. Biaya pemasaran biasanya oleh perantara akan dibebankan

kepada konsumen maupun kepada produsen. Karena itu penelitian ini perlu

dilakukan untuk melihat pola pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo

serta melihat efisiensi operasionalnya dari sisi farmer’s share dan marjin

pemasarannya.

Tabel 2. Perkembangan Harga Cabai Merah di Tingkat Produsen dan Pengecer di 4 (empat) daerah Indek Harga Konsumen (IHK) di Sumatera Utara periode Januari 2020 – Mei 2020

Harga Produsen (Rp) Harga Pengecer (Rp) No Tujuan Pasar Feb- Mar- Apr- Mei- Feb- Mar- Apr- Mei- Jan-20 20 20 20 20 Jan-20 20 20 20 20 1. Kota Medan 21.550 26.200 27.400 18.150 16.700 31.050 37.800 29.550 22.400 18.300 Kota Padang 2. Sidempuan 22.000 20.500 30.000 20.000 12.000 42.500 40.000 45.000 33.000 29.000 Kota Pematang 3. Siantar 0 28.000 28.000 20.000 19.000 30.500 36.500 31.500 24.500 17.500 4. Kota Sibolga 0 0 0 0 0 35.000 35.500 38.500 29.500 19.500 Sumber : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, 2020.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana gambaran sistem saluran pemasaran Cabai Merah Keriting di

Kabupaten Karo saat ini?

2. Bagaimana efisiensi masing-masing saluran pemasaran Cabai Merah Keriting

di Kabupaten Karo berdasarkan marjin pemasaran dan farmer’s share?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan gambaran terkini sistem saluran pemasaran Cabai

Merah Keriting di Kabupaten Karo.

6

Universitas Sumatera Utara 2. Untuk menganalisis efisiensi masing-masing saluran pemasaran Cabai Merah

Keriting di Kabupaten Karo berdasarkan marjin pemasaran dan farmer’s share.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi petani, pedagang dan industri, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan rujukan serta sebagai bahan informasi mengenai sistem pemasaran cabai

merah di Kabupatem Karo.

2. Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan dan kebijaksanaan yang

terkait dalam pengembangan potensi cabai merah terutama bagi Dinas

Pertanian Kabupaten Karo.

3. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penelitian selanjutnya terutama

penelitian tentang Cabai Merah.

7

Universitas Sumatera Utara II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annuum L) terdiri dari cabai merah biasa (lombok merah), cabai keriting dan cabai taiwan (hot beauty). Cabai merah umumnya dapat ditanam di daerah rendah maupun pegunungan (Setiadi, 2006). Cabai merah keriting memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan cabai merah lainnya, tetapi rasanya lebih pedas dan aromanya lebih tajam dikarenakan kandungan Capsaicin cabai merah keriting yang tinggi. Kandungan capsaicin cabai merah keriting menempati urutan kedua setelah cabai rawit putih (Sukrasno et al., 1997).

Bertanam cabai dimulai dari persemaian terlebih dahulu sebelum menjadi bibit. Campuran tanah dan pupuk kandang umumnya digunakan sebagai media persemaiannya (Prajnanta, 2007). Banyak petani menggunakan mulsa untuk menutupi lahannya dengan tujuan menjaga unsur hara agar tidak terbawa erosi dan untuk menjaga kelembaban tanah. Mulsa yang memiliki dua warna yaitu hitam dan abu-abu memilliki fungsi masing-masing, yaitu warna abu-abu untuk memantulkan sinar matahari yang terlau terik, sedangkan yang berwarna hitam untuk menahan panas, sehingga akan terjaga kehangatan dan kelembaban pada lahan tanam (Warisno dan Dahana, 2010).

Tanaman cabai bisa ditanam secara monokultur maupun polikultur dengan jarak tanam tertentu untuk memberikan ruang bagi cabang-cabang tanaman cabai

(Suryana, 2013). Pada luasan lahan dan teknik budidaya yang sama, penggunaan

8

Universitas Sumatera Utara varietas berdaya hasil tinggi bisa memberikan hasil panen yang lebih optimal.

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia salah satunya adalah penggunaan benih yang kurang bermutu. Bibit juga memegang peranan penting dalam usahatani cabai merah keriting. Bibit yang ditanam adalah bibit yang seragam, baik tinggi, jumlah daun, dan besar batang

(Alif, 2017). Penyebab bibit rusak atau mati adalah stres pada saat pindah tanam, tidak dapat beradaptasi dengan lahan, dan serangan hama dan penyakit (Warisno dan Dahana, 2010).

Tanaman cabai juga menjadi tanaman favorit bagi serangan hama dan penyakit. Masalah utama yang dihadapi petani cabai adalah serangan hama dan penyakit (Baru, 2015). Penyakit yang sering menyerang yaitu patek, keriting daun, layu bakteri, layu fusarium, bercak alternaria, serta penyakit fisiologis

(Setiawan, 2017). Pengendalian hama dan penyakit sebaiknya memperhatikan waktu penggunaan, dosis yang tepat, luas area yang terserang dan jenis obat yang akan diaplikasikan (Alif, 2017).

Selain serangan hama dan penyakit, gulma juga menjadi ancaman bagi usaha budidaya cabai merah keriting. Gulma yang mengganggu tanaman cabai merah keriting berupa tumbuhan liar seperti rumput dan sisa tanaman periode sebelumnya. Gulma menyerap zat hara yang dibutuhkan tanaman yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu (Warisno dan Dahana, 2010).

Gulma dapat dibasmi dengan cara disemprot obat-obatan atau dengan cara manual yaitu dicabut.

9

Universitas Sumatera Utara 2.2. Landasan Teori

2.2.1. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau di konsumsi. Suatu barang dapat berpindah melalui beberapa tangan sejak dari produsen sampai kepada konsumen (Kotler, 1997).

Aliran produk dari petani hingga sampai ke konsumen dalam proses pemasaran hasil pertanian akan menciptakan suatu rangkaian yang disebut saluran pemasaran. Saluran pemasaran ini sangat penting bagi produsen, sebab produsen tidak akan sanggup menyalurkan hasil produksinya sampai ke tangan konsumen.

Pada umumnya untuk menyalurkan produk sampai ke tangan konsumen, produsen memerlukan perantara pemasaran. Saluran pemasaran adalah suatu jalan yang diikuti dalam mengalihkan pemilikan secara langsung atau tidak langsung atas suatu produk dan produk akan berpindah tempat dari produsen kepada konsumen akhir atau pemakai industri (Clindiff & Still 1998). Saluran pemasaran tersebut ada yang panjang ada pula yang pendek.

Adiyoga dan Soetiarso (1995), berpendapat didaerah produsen pada umumnya terdapat tiga macam saluran pemasaran cabai, yakni : a. Petani Produsen Pedagang Pengumpul Pedagang antar daerah b. Petani Produsen Pedagang antar daerah c. Petani Produsen Pedagang Grosir

Sedangkan di daerah konsumen terdapat tiga macam saluran distribusi, yakni : a. Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen

10

Universitas Sumatera Utara b. Pedagang Grosir Pedagang Grosir Pembantu Pedagang Pengecer

Konsumen c. Pedagang Grosir Leveransir Konsumen lembaga

Keterlibatan pedagang perantara akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen dan yang dibayarkan konsumen jauh berbeda. Hal ini disebabkan adanya fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh perantara (Gitosudarmo,1994) yaitu fungsi pertukaran (exchange), fungsi penyediaan fisik dan logistik dan fungsi pemberian fasilitas (facilitating function) sehingga menimbulkan adanya biaya pemasaran.

Biaya pemasaran biasanya oleh perantara akan dibebankan kepada konsumen maupun kepada produsen.

Limbong dan Sitorus (1987) secara garis besar mengelompokkan fungsi pemasaran sebagai berikut :

1. Fungsi pertukaran merupakan fungsi yang mencakup perpindahan hak milik

barang atau jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi ini terdiri atas fungsi

pembelian dan penjualan.

a. Fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan

dibeli yang sesuai dengan kebutuhannya baik untuk dikonsumsi langsung

maupun untuk kebutuhan produksi. Kegiatan utama dari fungsi ini adalah

menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian, serta cara pembelian

barang dan jasa yang akan dibeli.

b. Fungsi penjualan diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat

untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan

konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan mutunya.

11

Universitas Sumatera Utara 2. Fungsi fisik merupakan fungsi yang mencakup aktivitas penanganan,

pergerakan dan perubahan fisik dari komoditas pemasaran. Fungsi ini

mencakup fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.

a. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk penyimpanan barang selama belum

dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu

sebelum diolah. Fungsi penyimpanan ini terutama sangat penting bagi hasil

pertanian yang biasanya dihasilkan secara musiman tetapi dikonsumsi

sepanjang tahun. Pelaksanaan penyimpanan akan memberikan kegunaan

waktu dan selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan

untuk menjgaga mutu, hal ini terutama bagi hasil pertanian yang

mempunyai sifat mudah busuk.

b. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di

daerah konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Fungsi

pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkutan yang

digunakan, volume yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang

yang akan diangkut.

c. Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang

bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun

meningkatkan nilainya serta untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

3. Fungsi fasilitas merupakan fungsi yang mencakup aktivitas yang memperlancar

atau sebagai perantara antara fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang terjadi

antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas mencakup fungsi standarisasi

dan grading, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi

informasi pasar, dan fungsi pembiayaan.

12

Universitas Sumatera Utara a. Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang

seperti warna, susunan kimia, ukuran bentuk, kekuatan dan ketahanan, kadar

air, tingkat kematangan, rasa dan kriteria lainnya.

Sedangkan grading merupakan tindakan menggolongkan atau

mengklasifikasi hasil pertanian menurut standarisasi yang diinginkan

sehingga kelompok-kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu

ukuran standar. Fungsi standarisasi dan grading akan mempermudah

memberikan nilai terhadap barang bersangkutan, mudah pelaksanaan jual

beli, mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan dan dapat

memperluas pasaran. b. Fungsi penanggungan risiko, risiko yang mungkin terjadi di dalam proses

pemasaran dapat dibedakan atas dua macam yaitu risiko fisik berupa

kebakaran, kehilangan, susut dan lainnya serta risiko ekonomi atau risiko

penurunan harga akibat kebijakan moneter dan adanya perubahan harga. c. Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta

menafsirkan data informasi pasar tersebut. Dengan mendapat informasi

pasar yang lengkap, maka akan dapat lebih terarah pelaksanaan proses

produksi baik dilihat dari jumlah yang diinginkan, kapan dibutuhkan, barang

apa yang diinginkan dan dimana diinginkan. d. Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses

pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut. Biaya ini dapat

berupa kontan maupun kredit. Dengan sistem pemberian kredit bagi para

pembeli akan dapat memperluas pasar dari suatu barang maupun jasa yang

dipasarkan.

13

Universitas Sumatera Utara 2.2.2. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran merupakan maksimasi rasio antara luaran dan masukan yang digunakan dalam kegiatan pemasaran. Masukan yang dimaksud adalah sumberdaya ekonomi yang digunakan sedangkan luaran jasa-jasa pemasaran yang dihasilkan dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang seperti penyimpanan, sortasi dan grading, pengemasan, pengangkutan dan sebagainya. Namun pengukuran tersebut sulit dilakukan karena jasa-jasa pedagang sulit diukur secara kuantitatif. Indikator empirik yang sering digunakan dalam kajian efisiensi pemasaran diantaranya marjin pemasaran dan transmisi harga dari pasar konsumen kepada petani atau ke pasar produsen (Irawan, 2007)

Menurut Sudiyono (2002) output dari pemasaran adalah kepuasan atas harga yang diterima oleh produsen, balas jasa yang diterima oleh para perantara serta terlaksananya peraturan dengan baik yang ditetapkan oleh pemerintah sedangkan input dari pemasaran adalah semua pengorbanan yang berupa tenaga kerja, modal dan terlaksana dalam proses pemasaran. Dengan demikian, efisiensi pemasaran dapat diukur dari input-output ratio. Pemasaran yang efisien apabila biaya pemasaran lebih rendah dari pada nilai produk yang dipasarkan, semakin rendah biaya pemasaran dari nilai produk yang dipasarkan semakin efisien melaksanakan pemasaran.

Efisiensi pemasaran produk agribisinis digunakan untuk mengukur kinerja pemasaran. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan utama dari petani, perusahaan pemasaran produk agribisnis atau lembaga-lembaga pemasaran (pedagang, pengolah dan pabrik), konsumen dan masyarakat umum. Pengukuran efisiensi menggunakan rasio input output. Input pemasaran terdiri dari kebutuhan Efisiensi

14

Universitas Sumatera Utara pemasaran bertujuan untuk memaksimalisasi dari rasio output dengan input pemasaran. Nilai input dari pemasaran adalah penjumlahan dari semua biaya yang dikeluarkan yang dipergunakan selama proses pemasaran (Kohls dan Uhl, 2002).

Terdapat dua indikator efisiensi pemasaran pada produk agribisnis yaitu: efisiensi operasional dan efisiensi harga.

Efisiensi operasional adalah perubahan dalam nisbah efisiensi pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran

(pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan risiko, informasi pasar dan harga) (Kohls dan Uhl, 2002).

Menurut Asmarantaka (2014), pemasaran agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator sebagai berikut :

1. Menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yang tinggi

terhadap produk agribisnis.

2. Menghasikan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran yang terlibat sesuai

dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan).

3. Marketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan

fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen

akhir.

4. Memberikan bagian yang diterima produsen (farmer’s share) yang relatif akan

merangsang petani berproduksi ditingkat usaha tani. Sehingga proses

pemasaran yang efisien adalah memberikan kontribusi (share) yang adil bagi

semua komponen yang terlibat dalam pemasaran tersebut dan sesuai dengan

korbanannya.

15

Universitas Sumatera Utara Efisiensi pemasaran untuk komoditi pertanian dalam suatu system pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran (Mubyarto dalam Haryunik, 2002).

Efisiensi pemasaran perlu diketahui untuk mengidentifikasi apakah saluran pemasaran suatu produk sudah tergolong efisien atau tidak. Untuk menghitung efisiensi saluran pemasaran dapat menggunakan empat metode yaitu :

1. Metode Acharya dan Aggarwal

Nilai efisiensi pada metode ini diperoleh dari perbandingan harga yang diterima oleh produsen dengan biaya pemasaran ditambah marjin keuntungan tiap lembaga pemasaran. Saluran dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran pemasaran yang paling efisien.

2. Metode Shepperd

Pada metode ini efisiensi pemasaran di tinjau dari perbandingan yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran kemudian dikurang satu. Saluran pemasaran dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sebaliknya.

퐵푖푎푦푎 푇푎푡푎 푁푖푎푔푎 Efisiensi = x 100 persen 푁푖푙푎푖 푃푟표푑푢푘 푦푎푛푔 푑푖푝푎푠푎푟푘푎푛

Pasar yang tidak efisien jika biaya tata niaga yang dikeluarkan terlalu besar,

sedangkan nilai produk yang dipasarkan tidak terlalu besar.

16

Universitas Sumatera Utara 3. Composite Index Methode

Metode ini melihat dari tiga indikator yaitu share produsen, biaya pemasaran

dan marjin pemasaran lembaga pemasaran. Untuk nilai share produsen diberi

1-3 mulai dari yang paling tinggi sampai tertinggi karena semakin rendah biaya

pemasaran dan marjin keuntungan maka semakin baik suatu pemasaran.

Saluran dengan nilai index yang paling rendah merupakan saluran paling

efisien.

4. Marketing Efficiency Index Method

Metode ini efisiensi pemasaran ditunjukkan dari perbandingan biaya

pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran dengan marjin keuntungan

yang mereka peroleh di tambah satu. Nilai efisiensi yang tinggi menunjukkan

saluran pemasaran yang efisien.

5. Metode Soekartawi

Pada metode ini efisiensi pemasaran dilihat dari persentase perbandingan biaya

pemasaran dengan nilai produk yang dipasarkan atau harga konsumen.

Dengan kaidah keputusan bila Share Price (SP) > 50% (Efisien) dan bila Share

Price (SP) < 50% (Tidak Efisien).

2.2.3. Margin Pemasaran

Asmarantaka (2014) menjelaskan konsep marjin pemasaran merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau tingkat retail. Definisi marjin adalah pendekatan keseluruhan dari sistem pemasaran produk pertanian, mulai dari tingkat petani sebagai produsen primer sampai produk tersebut sampai di tangan konsumen akhir sehingga sering dikatakan sebagai Marjin Pemasaran Total (MT). Marjin memberikan gambaran

17

Universitas Sumatera Utara terhadap aktivitas yang dilakukan pelaku usaha dalam sistem pemasaran, yaitu kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif (menambah atau menciptakan nilai guna) dalam mengalirnya produk-produk agribisnis mulai dari tingkat petani sampai konsumen akhir. Tidak hanya dipakai sebagai indikator efisiensi sistem pemasaran, marjin dapat pula mengevaluasi fungsi-fungsi pemasaran yang terjadi dan kepuasan konsumen atau produk akhir harus setara.

Margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan (cabai merah keriting).

Nilai dari marjin pemasaran adalah selisih harga antara konsumen dengan petani dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Rumus sederhana dari value of the marketing margin (VMM) = (Pr-Pf)*Qrf. VMM dibagi ke dalam komponen-komponen yang berbeda, yaitu sebagai balas jasa terhadap input-input pemasaran dapat berupa upah, bunga, sewa dan keuntungan, maupun aspek balas jasa terhadap kelembagaan pemasaran, yaitu pengecer, pengolah, dan pengumpul

(Dahl dan Hammond, 1977).

Irawan (2007), menyatakan bahwa besarnya marjin pemasaran merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya inefisiensi pemasaran yang disebabkan oleh kekuatan pasar yang tidak sempurna, namun marjin pemasaran yang tinggi tidak selalu mencerminkan adanya kekuatan monopsoni yang secara teoritis ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagang yang berlebihan (non zero profit) karena marjin pemasaran pada dasarnya

18

Universitas Sumatera Utara merupakan total biaya pemasaran yang meliputi biaya operasional pemasaran dan keuntungan pedagang, sementara biaya operasioanl pedagang dapat bervariasi menurut sifat komoditas yang dipasarkan, risiko modal pedagang dan fungsi- fungsi pemasaran lain yang harus dilakukan pedagang untuk memenuhi preferensi konsumen seperti sortasi dan grading. Jarak pemasaran antara daerah produsen dan daerah konsumen memiliki pengaruh signifikan karena akan mempengaruhi besarya sewa alat pengangkutan, biaya pengepakan, dan tingkat kerusakan selama proses pengangkutan.

2.2.4. Farmer’s Share

Farmer Share menurut Hudson (2007), merupakan rasio antara harga ditingkat petani terhadap harga ditingkat pedagang. Soekartawi (2002), mengemukakan bahwa untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai harga dasar (Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang ditingkat konsumen akhir (Pr) dikalikan dengan 100 persen. Perhitungan farmer’s share secara matematis adalah sebagai berikut :

푃푓 FS = x 100 persen 푃푟

Dimana :

FS : Bagian harga yang diterima petani cabe (Rp/kg)

Pf : Harga cabe ditingkat petani (Rp/kg)

Pr : Harga cabe ditingkat konsumen (Rp/kg)

Besar farmer share dipengaruhi oleh tingkat pemrosesan, biaya transportasi, keawetan produk dan jumlah produk. Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan

19

Universitas Sumatera Utara bahwa hubungan antara farmer’s share dan marjin pemasaran adalah negatif, semakin tinggi marjin pemasaran maka farmer’s share akan semakin rendah.

Penghitungan Farmer share berguna untuk mengetahui porsi harga yang dinikmati oleh petani, bagian keuntungan yang diperoleh petani yang merupakan sumbangan pendapatan bagi kesejahteraan keluarga petani. Asmarantaka (2012) menjelaskan bahwa marjin pemasaran yang tinggi atau farmer’s share yang rendah tidak selalu menunjukkan kondisi harga di tingkat petani, penerimaan petani, efisiensi pemasaran atau nilai dari pangan di konsumen.

Analisis marjin pemasaran yang tinggi, farmer’s share yang rendah, serta panjangnya saluran pemasaran tidak selalu menunjukkan bahwa pemasaran tidak efisien. Efisiensi pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-biaya dan atribut produk. Jika rantai pemasaran panjang dan mampu meningkatkan kepuasan konsumen dapat dikatakan bahwa sistem pemasaran tersebut efisien.

20

Universitas Sumatera Utara 2.3. Review Penelitian Terdahulu

No Judul/Tahun/Peneliti Masalah Metode Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Efisiensi a. Apakah sistem a. Analisis data aa. Sistem Pemasaran Pemasaran Cabai Merah pemasaran cabai kualitatif cabai merah keriting Keriting Di Kecamatan merah keriting di digunakan untuk di Kecamatan Cikajang Kabupaten Kecamatan menganalisis Cikajang belum Garut, Jawa Barat Cikajang sudah saluran pemasaran, efisien (Tampubolon, 2016) efisien secara fungsi-fungsi secara operasional. operasional? pemasaran, struktur pasar serta perilaku pasar bb. Apakah sistem bb. FS = Pf/Pr bb. Sistem Pemasaran pemasaran cabai X 100 persen, cabai merah keriting merah keriting di Rasio keuntungan di Kecamatan Kecamatan dan biaya = π / c Cikajang belum Cikajang sudah efisien dari segi efisien secara harga. harga? c. Integrasi yang terjadi antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang grosir Pasar Induk Kramatjati bersifat lemah

2. Analisis Efisiensi aa. Bagaimanakah aa. Metode Deskriptif aa. Terdapat 4 (empat) Pemasaran Cabai Merah gambaran terkini mengenai saluran saluran pemasaran di Kabupaten Batubara sistem saluran pemasaran cabai merah di (Nurhidayana, 2012) pemasaran cabai Kabupaten Batu Bara merah di Kabupaten Batu Bara?

bb. Apakah sistem bb. Analisis Margin bb. Saluran 3 (tiga) pemasaran cabai Pemasaran sebagai saluran merah di pemasaran cabai Kabupaten Batu merah yang paling Bara sudah efisien di tinjau dari efisien secara segi margin margin pemasaran yang pemasarannya? paling kecil yakni sebesar Rp 4500/kg.

21

Universitas Sumatera Utara cc. Sistem c. Analisis Efisiensi c. Saluran 3 merupakan pemasaran cabai Pemasaran saluran pemasaran merah apakah cabai merah yang yang paling paling efesien di efisien di Kabupaten Batu Kabupaten Batu Bara. Bara ?

3. Efisiensi Pemasaran Cabai a. Bagaimanakah a. Mendeskripsikan a. Terdapat tiga saluran Merah Keriting di saluran semua lembaga pemasaran cabai Kecamatan Ngemplak pemasaran, pemasaran yang merah keriting di Kabupaten Sleman margin terlibat dalam Kecamatan (Istiyanti, 2010) pemasaran, pemasaran cabai Ngemplak bagian harga merah keriting di yang diterima Kecamatan petani pada Ngemplak masing-masing saluran pemasaran, dan efisiensi keriting di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman? b. Secara teknis saluran I yang pedagang pengecernya menjual cabai merah keriting ke pasar Beringharjo lebih efisien dibandingkan pada pedagang menjual ke pasar Pakem

4. Analisis Efisiensi a. Bagaimanakah a. Metode deskriptif a. Terdapat empat Pemasaran Wortel gambaran untuk saluran pemasaran (Daucus Carota. L.) Di lembaga menggambarkan wortel yang terjadi di Desa Tulungrejo, pemasaran yang semua lembaga Desa Tulungrejo dan Kecamatan Bumiaji, Kota terlibat dalam pemasaran yang pembagian fungsi Batu (Ardi Angga pemasaran terlibat dalam lembaga pemasaran Kusuma, 2015) wortel dan pemasaran wortel Batu berjalan sesuai fungsi-fungsi dan fungsi-fungsi dengan fungsinya. pemasaran yang pemasaran yang dilakukan pada dilakukan pada wortel di desa wortel di desa Tulungrejo? Tulungrejo

22

Universitas Sumatera Utara b. Analisis marjin b. Secara keseluruhan pemasaran dan saluran pemasaran, analisis efisiensi saluran I juga yang pemasaran paling efisien jika di bandingkan dengan saluran lainnya

5. Efisiensi pemasaran cabai a. Bagaimanakah a. Analisis Saluran a. Terdapat lima saluran rawit merah di Desa saluran Pemasaran pemasaran cabai Cidatar Kecamatan pemasaran, rawit merah di Desa Cisurupan Kabupaten margin Cidatar, Kecamatan Garut (Puspita dan pemasaran dan Cisurupan, Wardhani, 2013) farmer’s share Kabupaten Garut cabai rawit merah di desa Cidatar Kec. Cisurupan Kab.Garut? b. Analisis Margin b. Pemasaran Margin pemasaran terkecil terdapat pada saluran pemasaran II sebesar 52,3 persen. c. FS = Pf/Pr x 100%, c. Farmer’s share Rasio keuntungan terbesar adalah 48 dan biaya = π / c persen pada saluran pemasaran II dan rasio πi / Ci terbesar adalah 5,64 pada saluran pemasaran III.

6. Efisiensi pemasaran cabai a. Bagaimanakah a. Analisis pangsa a. Sistem pemasaran merah di Kecamatan efisiensi produsen cabai merah di Adiluwuh Kabupaten pemasaran (Produsen Kecamatan Adiluwih Pringsewu Provinsi cabai merah di Share/PS) Kabupaten Lampung (Prayitno et al, Kecamatan PS = Pf/Pr x 100% Pringsewu Privinsi 2013) Adiluwih Lampung sudah Kabupaten efisien dilihat dari Pringsewu pangsa produsen (PS Provinsi >70%) Lampung?

23

Universitas Sumatera Utara b. Analisis marjin dan b. Keragaan pasar rasio profit marjin menunjukkan (RPM), terdapat tiga saluran pemasaran dengan penyebaran marjin dan Rasio Profit Margin yang tidak merata antar lembaga pemasaran

c. Analisis korelasi c. Korelasi harga relatif harga, dan analisis sedang (r= 0,728), elastisitas transmisi dan nilai elastisitas harga. transmisi harga lebih besar dari satu (Et>1).

a. Bagaimanakah a. Metode deskriptif a. Pada kegiatan Analisis Efisiensi struktur pasar, analisis struktur pemasaran jagung Pemasaran Jagung (Zea perilaku pasar pasar dan perilaku hibrida di Kabupaten 7. mays) di Kabupaten dan kinerja pasar pasar Wonogiri terdapat 4 Wonogiri (Dewi et al, Wonogiri ? tipe saluran 2018) pemasaran b. Terdapat kecenderungan yang mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Perilaku pasar (market conduct) menunjukkan bahwa nilai elastisitas transmisi harga (β1)sebesar 0,785 maka β1 lebih kecil dari 1 (pasar tidak efisien).

8. Analisis Rantai Pasok a. Bagaimanakah a. Metode Deskriptif a. Rantai pasok cabai Cabai Merah Keriting gambaran rantai mengenai saluran merah kriting yang (Capsicum Annuum L) di pasok cabai pemasaran ada di Pasar Induk DKI Jakarta (Maharani, merah keriting di Kramat Jati terdapat 2019) DKI Jakarta? dua saluran terdapat di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

24

Universitas Sumatera Utara b. Apakah sistem b. Analisis Marjin b. Semua saluran pemasaran cabai Pemasaran, Share pemasaran yang merah di DKI Pemasaran, terdapat pada pasar Jakarta sudah Efisiensi Induk Kramat Jati efisien secara Pemasaran dikatakan efisien. margin pemasarannya?

9. Analisis Efisiensi a. Apakah a. Metode Analisis a. Terdapat dua saluran Pemasaran Pisang Kepok pemasaran pola saluran pemasaran di Desa (Musa paradisiaca Pisang Kepok di pemasaran Aji Kuning formatypica) di Desa Aji Desa Aji Kuning Institute, margin Kecamatan Sebatik Kuning Kec. Sebatik sudah efisien? pemasaran, dan Tengah dan pola Tengah Kab. Nunukan pergeseran berbagi yang paling efisien (Ulan dan Jumiati, 2018) analisis adalah pola Channel II b. Berbagi pergeseran yang efisien dalam penelitian ini adalah pola pemasaran II karena Ski jumlah 1,95% dan Sbi jumlah 44,6%.

10. Analisis Pemasaran a. Bagaimana a. Metode Analisis a. Terdapat 2 saluran Kentang (Solanum gambaran efisiensi pemasaran pemasaran Kentang tuberosum) di Kec. Sinjai saluran berdasarkan margin di Kec. Sinjai Barat Barat Kab. Sinjai (Ahmad, pemasaran pemasaran, 2016) kentang di Kec. farmer's share dan Sinjai Barat? pendapatan petani

b. Apakah sistem b. Saluran pemasaran pemasaran yang efisien adalah kentang di Kec. saluran pemasaran II Sinjai Barat (Petani – Pedagang sudah efisien Pengecer) dengan secara margin margin Rp. 967 dan pemasarannya? farmer share yang diterima petani adalah 88,31% dan tiap lembaga pemasaran memperoleh keuntungan yang layak dan dapat meningkatkan pendapatan

25

Universitas Sumatera Utara 2.4. Skema Kerangka Pemikiran

Peningkatan produksi cabai belum tentu memberikan sumbangan

penuh terhadap pendapatan petani, karena pendapatan ditentukan oleh aspek

pemasaran. Efisien tidaknya sistem pemasaran akan sangat menentukan

besarnya harga dan pendapatan yang diterima petani. Pendapatan petani, di

samping ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan, juga ditentukan

oleh tingkat harga yang diterima petani, yang hanya mampu diberikan oleh

sistem pemasaran yang baik dan efisien. Sistem pemasaran yang tidak

efisien akan merugikan petani cabai, sedangkan lembaga pemasaran akan

mendapatkan keuntungan tinggi. Pada umumnya tingkat harga yang

diterima oleh petani cenderung rendah. Hal ini disebabkan oleh sebagian

besar petani kurang mengetahui informasi pasar, dan rantai pemasaran yang

terlalu panjang.

Banyaknya lembaga perantara pemasaran yang ikut serta dalam proses

pemasaran akan mengakibatkan saluran pemasaran tidak efisien dan biaya

pemasaran akan bertambah besar, karena jasa lembaga perantara pemasaran

tersebut terlampau banyak. Bila jumlah perantara lebih sedikit dan masing-

masing melakukan usahanya dengan biaya persatuan yang lebih rendah,

maka hal tersebut dapat mengurangi besarnya biaya pemasaran, sekaligus

juga berarti memperbesar efisiensi pemasaran.

Analisis mengenai organisasi pasar terdiri dari struktur, perilaku dan

keragaan pasar sering digunakan untuk mengetahui apakah suatu sistem

pemasaran efisien atau tidak. Selain itu, analisis marjin pemasaran juga

26

Universitas Sumatera Utara digunakan sebagai indikator dalam menentukan efisiensi pemasaran, antara lain ditandai dengan meratanya distribusi marjin antar lembaga pemasaran serta besarnya bagian yang diterima oleh petani produsen.

Produksi Cabai Merah Keriting

Harga Harian

Struktur Pasar Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo : a. Petani b. Pedagang Pengumpul Desa c. Pedagang Kecamatan d. Pedagang Pengecer I dan II e. Konsumen

 Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting  Efisiensi Operasional Pemasaran Cabai Merah Keriting berdasarkan : - Margin Pemasaran - Farmer’s Share

Efisiensi Pemasaran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo

27

Universitas Sumatera Utara 2.5. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis pada penelitian ini adalah

diduga pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo belum efisien

berdasarkan saluran pemasaran, margin pemasaran dan farmer’s sharenya.

28

Universitas Sumatera Utara III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) dengan pertimbangan Kabupaten Karo sebagai salah satu daerah sentra produksi

Cabai Merah Keriting di Sumatera Utara. Waktu pelaksanaan Juli 2020 sampai dengan Agustus 2020.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang sedang melakukan kegiatan menanam cabai merah keriting sebanyak 780 orang petani dengan kriteria responden adalah petani yang dominan melakukan usahatani cabai merah keriting dibandingkan komoditi sayuran lainnya, memiliki pengalaman menanam cabai merah minimal 5 tahun serta luas pertanaman minimal 0,5 ha .

Ukuran sampel penelitian dihitung dengan menggunakan rumus Slovin

(Unam, 2012) dengan marjin kesalahan 10%, dan diperoleh sampel penelitian sebanyak 89 petani responden.

Sementara penentuan sampel pedagang menggunakan metode snowball sampling. Metode ini digunakan dengan alasan populasi tidak diketahui dan sampel diambil merupakan sampel yang ditunjuk dari pedagang awal saat produk

Cabai Merah Keriting pertama kali dilepas dari produsen. Sampel pedagang yang ditunjuk adalah pedagang yang benar-benar terlibat langsung dalam tataniaga

29

Universitas Sumatera Utara Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo dan mengetahui proses aliran Cabai

Merah Keriting dari produsen hingga sampai ke konsumen berjumlah 11 orang yang terdiri dari 6 orang pedagang perantara, 3 orang pedagang pengumpul dan 2 orang pedagang pengecer di pasar tradisional kabupaten.

3.3. Data dan Sumber Data

No. Data yang dibutuhkan Sumber data

1. Identitas Petani dan Pedagang Data Primer (Kuisioner dan wawancara)

2. Data harga harian tingkat Petani dan Data Sekunder (Dinas Pertanian Pengecer Karo)

3. Jumlah Produksi Cabai Merah Data Sekunder (Dinas Pertanian Keriting Kabupaten Karo, Dinas TPH Provinsi Sumatera Utara, Kementerian Pertanian, BPS Karo)

4. Tempat Pemasaran Dokumentasi Pasar Tradisional di Kabupaten Karo

3.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode penelitian yang memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang

(aktual), mula-mula data dikumpulkan lalu disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Nazir, 2003).

Data yang dianalisis meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran pemasaran yang terbentuk dalam proses penyampaian Cabai Merah Keriting sampai ke tangan konsumen akhir.

Jalur pemasaran ini menggambarkan pola saluran pemasaran yang terjadi.

Sementara data kuantitatif digunakan dalam menganalisis efisiensi pemasaran

30

Universitas Sumatera Utara secara operasional berdasarkan pada margin pemasaran dan farmer’s share dari masing-masing saluran pemasaran yang terbentuk dengan menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan tabulasi data.

3.4.1. Analisis Efisiensi Operasional Berdasarkan Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran akan dilakukan secara kuantitatif. Analisis ini berdasarkan pada data primer yang dikumpulkan dari setiap tingkat lembaga pemasaran mulai dari produsen sampai dengan konsumen. Tomek dan Robinson

(1990) menyatakan bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen.

Besarnya marjin pemasaran dipengaruhi oleh panjang tidaknya saluran pemasaran. Selain itu, sebagai ukuran efisiensi pemasaran beberapa indikator yang dapat digunakan dan cara perhitungan dari Marjin pemasaran total (MT), marjin tiap lembaga tertentu yaitu Mi sehingga secara matematik akan diperoleh perhitungan sebagai berikut (Asmarantaka, 2014).

MT = Pr - Pf ...... (1)

MT = Ci + πi...... (2)

Dengan demikian diperoleh :

Pr - Pf = Ci + πi...... (3)

Maka Besarnya marjin pemasaran dengan mempergunakan (1) dan (2) adalah sebagai berikut :

MT = ∑ni Mi...... (4)

Dengan deimikian marjin tingkat lembaga pemasaran ke-i adalah

Mi = Pji – Pbi ...... (5)

31

Universitas Sumatera Utara Keterangan :

MT : Margin pemasaran total cabe merah keriting

Pr : Harga cabe merah keriting di tingkat konsumen (Rp/kg)

Pf : Harga cabe merah keriting di tingkat petani (Rp/kg)

Ci : Biaya tataniaga pada lembaga pemasaran ke-i

πi : Keuntungan lembaga akibat adanya sistem pemasaran

Mi : Marjin pemasaran pada tingkat pemasaran ke-i, i = 1,2,..., n

Pji : Harga penjualan cabe merah keriting untuk lembaga pemasaran ke-i

Pbi : Harga pembelian cabe merah keriting untuk lembaga pemasaran ke-i

3.4.2. Analisis Efisiensi Operasional Berdasarkan Farmer’s Share

Farmer Share menurut Hudson (2007) merupakan rasio antara harga ditingkat petani terhadap harga ditingkat pedagang. Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa untuk mengukur efisiensi pemasaran digunakan harga jual petani sebagai harga dasar (Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang ditingkat konsumen akhir (Pr) dikalikan dengan 100 persen. Perhitungan farmer’s share secara matematis adalah sebagai berikut :

푃푓 FS = x 100 persen 푃푟 dimana:

FS : Bagian harga yang diterima petani cabe (Rp/kg)

Pf : Harga cabe ditingkat petani (Rp/kg)

Pr : Harga cabe ditingkat konsumen (Rp/kg)

32

Universitas Sumatera Utara 3.5. Defenisi Operasional Variabel

1. Harga Cabai Merah di tingkat petani adalah harga yang diterima oleh

petani produsen yang sudah dideflasi dengan cara membagi nilai yang

didapat dengan indeks harga konsumen pada periode yang bersesuaian

(Rp/Kg).

2. Harga Cabai Merah di tingkat konsumen adalah harga cabai merah yang

dibayarkan oleh konsumen yang sudah dideflasi (Rp/Kg)

3. Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh

konsumen akhir denga harga yang diterima produsen. Dengan kata lain

selisih harga ditingkat pengecer dan harga di tingkat petani.

4. Pemasaran adalah proses pertukaran barang dengan tujuan satu pihak

memperoleh keuntungan dan pihak lain memperoleh kepuasan.

5. Lembaga Pemasaran adalah seluruh pihak yang terkait dalam kegiatan

pemasaran yang dimulai dari produsen hingga ke tangan konsumen.

6. Petani cabai merah adalah pelaku usahatani yang memproduksi cabai

merah sebagai usahanya.

7. Pedagang pengumpul adalah orang atau lembaga kecil yang menerima

barang dari tangan petani cabai merah secara langsung dan jumlahnya

yang relatif kecil.

8. Pedagang besar adalah orang yang membeli cabai merah dari petani atau

pedagang pengumpul secara langsung dan menjual cabai merah kepada

pedagang pengecer.

9. Pedagang Pengecer I adalah orang atau lembaga yang menjual cabai merah

langsung kepada pengecer lain dan konsumen akhir.

33

Universitas Sumatera Utara 10. Pedagang Pengecer II adalah orang atau lembaga yang menjual cabai

merah langsung kepada konsumen akhir.

11. Konsumen adalah pemakai atau orang yang mengkonsumsi cabai merah

tidak untuk diperdagangkan.

12. Saluran pemasaran adalah rantai pemasaran dengan melibatkan pihak-

pihak yang berkaitan dengan proses penjualan barang dari tangan produsen

hingga ke tangan konsumen.

13. Pasar adalah tempat terjadinya proses penjualan dan pembelian.

14. Efisiensi adalah suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dengan

membandingkan pengorbanan (faktor produksi, biaya, dan lain-lain) yang

telah di keluarkan.

34

Universitas Sumatera Utara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden Petani dan Pedagang

Responden petani dalam penelitian ini adalah petani cabai merah keriting dengan luasan pertanaman cabe merah keriting minimal 0,5 ha dan secara umum terus menerus menanam cabai merah keriting di lahannya. Jumlah sampel sebanyak 89 orang petani yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Karo.

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 1, menunjukkan bahwa umur petani responden berkisar antara 25 - 60 tahun dengan kelompok usia tertinggi terdapat pada usia 25 – 55 tahun yaitu sebanyak 83 petani (93,26 persen). Kelompok usia ini termasuk dalam usia produktif atau usia kerja. Selain itu terdapat juga petani dengan kelompok usia ≥ 55 sebanyak 6 orang. Namun demikian petani yang berusia relatif tua (≥ 55 tahun) juga masih mampu untuk mengelola lahan.

Tabel 3. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia di Kabupaten Karo

Kelompok Jumlah Persentase Usia (tahun) responden 25 - 55 83 93,26 > 55 6 6,74

Total 89 100 Sumber: Data Primer (2020) diolah

Petani responden sudah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang cukup baik dimana 67,42 persen petani responden berpendidikan SMA bahkan ada petani yang pendidikan terakhir setara perguruan tinggi. Tingkat pendidikan petani ditampilkan pada Tabel 4.

35

Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Karo

Tingkat Jumlah Persentase Pendidikan responden SMP 17 19,10 SMA 60 67,42 Perguruan Tinggi 12 13,48

Total 89 100 Sumber : Data Primer (2020) diolah

Kebanyakan petani responden berjenis kelamin laki-laki (93,26 persen) dan hanya terdapat lima petani yang berjenis kelamin perempuan (5,62 persen).

Aktivitas dalam usahatani cabai merah keriting memang cukup berat sehingga banyak membutuhkan tenaga kerja laki-laki. Usaha tani cabai merah keriting banyak dijadikan sebagai mata pencaharian pokok karena menjanjikan pendapatan yang tinggi.

Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karo Tingkat Jumlah Persentase Pendidikan responden Laki - Laki 84 94,38 Perempuan 5 5,62

Total 89 100 Sumber: Data Primer (2020) diolah

Pedagang Responden yang diwawancarai terdiri atas pedagang pengumpul di pasar tradisional sebanyak 5 orang, pedagang pengumpul desa 4 orang dan pedagang pengecer 2 orang. Responden pedagang didominasi dalam usia produktif pada rentang usia 30-50 tahun (45,45%), pengalaman usaha berkisar 10-

20 tahun (72,73%). Sebagian besar pedagang didominasi oleh Perempuan.

36

Universitas Sumatera Utara Seluruh pedagang termasuk dalam kategori umur produktif yang berarti sudah cukup dewasa dan dapat mengambil sikap dan keputusan sendiri dalam usahanya.

Tabel 6. Identitas Pedagang dalam Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo Tahun 2020

Pedagang Pengumpul di pasar Pedagang Pedagang Keterangan tradisional Pengumpul Desa Pengecer Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (orang) (orang) Umur (tahun) 30 - 50 5 45,45 4 36,36 1 9,09 > 50 0 0,00 0 0,00 1 9,09

Pengalaman Usaha (tahun) 10 - 20 4 36,36 4 36,36 2 18,18 > 20 1 9,09 0 0,00 0 0,00

Jenis Kelamin Laki - laki 0 00,00 4 36,36 0 0,00 Perempuan 5 45,45 0 0,09 2 18,18

Sumber : Data Primer (2020) diolah

4.2. Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran cabai merah keriting di

Kabupaten Karo yaitu pedagang pengumpul di pasar tradisional, pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo dimulai dari petani yang menjual produknya langsung ke pasar. Di Kabupaten Karo terdapat 4 (empat) pasar tradisional yang buka setiap hari yaitu pasar Roga di Kecamatan Berastagi, Pasar Tigapanah di Kecamatan

Tigapanah, pasar Singa di Kecamatan Kabanjahe dan Pasar Lau Gendek di

Kecamatan Dolat Rayat (hanya buka sekali dalam seminggu). Selain itu ada beberapa kecamatan yang jaraknya cukup jauh dengan ke empat pasar tersebut,

37

Universitas Sumatera Utara sehingga petani menjual ke pedagang pengumpul yang datang ke desa dengan alasan adanya kemudahan yang menghemat biaya pemasaran. Selain itu, petani menjual cabai merah keriting ke pedagang pengumpul melalui pedagang perantara di desa karena volume panen tidak terlalu banyak untuk langsung dijual ke pasar.

Terdapat tiga saluran pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo yaitu :

1. Petani → Pedagang Perantara (desa) → Pedagang pengumpul → Pedagang

Pengecer → Konsumen Akhir

2. Petani → Pedagang Pengumpul → Pedagang Pengecer → Konsumen Akhir

3. Petani → Pedagang Perantara → Pedagang Pengumpul → Pengecer →

Konsumen Akhir.

Saluran I dimulai dari Petani menjual cabai merah keriting ke pedagang perantara yang ada di desanya. Saluran I relatif banyak diminati petani yakni sebesar 28,09%, mengingat saluran I ini banyak digunakan petani cabai merah di desa yang jaraknya cukup jauh dengan pasar. Secara umum petani tidak membawa cabainya ke pasar tetapi mengumpulkannya di pedagang perantara yang ada di desa sebelum diangkut oleh Pedagang pengumpul pada sore hari berkisar jam 17.00 - 19.00 wib dan selanjutnya membawa ke Pasar Induk Medan,

Binjai dan Aceh.

Pedagang perantara tidak menentukan harga ke petani, yang menentukan harga adalah pedagang pengumpul. Pedagang perantara hanya mendapat komisi/jasa dari Pedagang pengumpul sebagai pengumpul komoditi pertanian di desa sesuai pesanan dari pedagang pengumpul sebesar Rp. 200.000 sampai Rp.

300.000 per hari untuk semua komoditi yang dikumpulkan bukan hanya cabai merah seperti Kentang, Tomat, Kubis, dan sayuran lainnya yang ada di desa

38

Universitas Sumatera Utara tersebut. Harga cabai merah dan komoditi lainnya pada saluran I ini lebih rendah dibanding saluran II dan III. Per harinya pedagang pengumpul ini akan mengangkut komoditi pertanian berkisar 2,5 ton - 3 ton menggunakan angkutan

Pickup L300.

Saluran II merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani yakni sebesar 52,81 %, dimulai dari Petani membawa cabai merah ke pasar dan menjual ke pedagang pengumpul yang ada di pasar seperti pasar Roga, Pasar

Tigapanah, Pasar Singa dan Pasar Lau Gendek. Umumnya pedagang pengumpul tersebut merupakan padagang kecamatan setempat dan biasanya tinggal tidak jauh dari rumah petani.

Pedagang pengumpul membeli cabai merah langsung dari petani dalam jumlah yang besar (dari beberapa petani) berkisar 100 kg - 800 kg dan menjual kembali ke pedagang besar dengan tujuan pasar Induk Medan, Aceh, Asahan dan

Rantau Prapat Pedagang besar tidak bertemu langsung dengan petani, sehingga cabai merah yang dibeli dari pedagang pengumpul lebih tinggi dari harga di petani karena pedagang pengumpul mengambil bagian/keuntungan dengan menaikkan harga cabai sebesar Rp. 500 - Rp. 1.000 per kg. Secara umum, pedagang pengumpul sudah mengenal dan berlangganan tetap dengan pedagang besar tersebut, sehingga pedagang pengumpul akan memenuhi cabai merah sebanyak yang diminta oleh Pedagang besar tersebut setiap harinya.

Saluran III dimulai dari Petani membawa cabai merah ke pasar dan menjual ke pedagang perantara yang ada di pasar seperti pasar Roga, Pasar Tigapanah,

Pasar Singa dan Pasar Lau Gendek. Umumnya pedagang perantara ini hanya mengharapkan komisi/jasa dari pedagang pengumpul dengan kata lain pedagang

39

Universitas Sumatera Utara perantara ini tidak memiliki modal untuk membeli cabai merah. Pedagang perantara akan membawa cabai merah ke pedagang pengumpul yang telah memberinya modal untuk mengumpulkan cabai merah sesuai jumlah dan harga yang disetujui dan umumnya dalam jumlah kecil sekitar 20 kg - 50 kg cabai merah.

Pedagang pengumpul pada saluran III ini tidak hanya membeli cabai merah dari pedagang perantara, tetapi membeli beberapa komoditi hortikultura lainnya seperti Kentang, Tomat, Kol Bunga, Brokoli, Buncis, Wortel dan sayuran lainnya dalam jumlah sedikit. Per harinya pedagang pengumpul ini akan mengangkut komoditi hortikultura berkisar 2,5 ton - 3 ton menggunakan angkutan

Pickup L300 untuk tujuan pasar induk Medan, Siantar, Tanjung Balai, Bagan

Siapi-api, Rantau Parapat dan kebutuhan pasar dalam Kabupaten Karo.

Menurut Gitosudarmo (1994), keterlibatan pedagang perantara akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen dan yang dibayarkan konsumen jauh berbeda. Hal ini disebabkan adanya fungsi-fungsi yang harus dilakukan oleh perantara yaitu fungsi pertukaran (exchange), fungsi penyediaan fisik dan logistik dan fungsi pemberian fasilitas (facilitating function) sehingga menimbulkan adanya biaya pemasaran.

Pedagang perantara pada saluran I dan III menjalankan fungsi fasilitas dalam hal ini mencakup aktivitas memperlancar atau sebagai perantara antara fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang terjadi antara produsen dan konsumen.

Pedagang pengumpul selain menjalankan fungsi pembelian dan penjualan, juga melaksanakan fungsi pengangkutan dan fungsi fasilitasi mencakup fungsi

40

Universitas Sumatera Utara grading, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko (kerusakan fisik dan kehilangan bobot/susut) dan fungsi informasi pasar serta fungsi pembiayaan.

Tabel 7. Persentase Petani Cabai Merah di Kabupaten Karo sesuai Tipe Saluran Pemasaran yang Dipilih.

Saluran I Saluran II Saluran III Jumlah Petani 25 47 17 Persentase 28,09% 52,81% 19,10% Sumber : Data Primer (2020) diolah

4.3. Analisis Marjin Pemasaran

Hasil perhitungan analisis marjin pemasaran dari 3 saluran pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 8.

Saluran I digunakan 28,09% petani karena lokasi petani yang jauh dari pasar

(terkendala di transportasi) dan didukung dengan adanya jalan lintas Kabupaten

Karo dan Binjai sehingga pedagang dari Medan dan Binjai langsung bisa menuju ke lokasi lahan petani. Yang menjadi kendala pada saluran I adalah perbedaan harga cukup jauh di tingkat petani dan konsumen. Namun, kendala ini tidak membuat petani berpaling karena pedagang pengumpul yang langsung datang ke desa dianggap bisa menjamin membeli hasil panen khususnya cabai merah milik petani tanpa harus mengejar waktu dan mengeluarkan biaya transportasi membawa ke pasar.

Saluran II digunakan oleh mayoritas petani cabai merah keriting yaitu sebesar 52,81% mengingat lokasi petani yang dekat dengan pasar dan saluran III digunakan oleh 19,10% petani. Tabel 8 menunjukan margin pemasaran yang paling besar ada pada saluran I sebesar Rp. 8.000/kg. Sedangkan margin yang paling kecil ada pada saluran II dan III sebesar Rp. 6.000,-.

41

Universitas Sumatera Utara Menurut Ramkumar (2001) apabila dalam saluran pemasaran memiliki bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan konsumen tinggi serta saluran pemasaran dengan biaya pemasaran dan marjin pemasaran rendah, maka akan menjadi saluran pemasaran yang paling efisien.

Margin pemasaran lebih kecil diperoleh dari perbedaan harga yang kecil antara harga ditingkat petani dan harga ditingkat pengecer (harga beli konsumen), sehingga dari segi margin pemasaran, saluran II dan III merupakan saluran pemasaran cabai merah yang efisien di Kabupaten Karo. Namun, jika dilihat dari jumlah petani yang memilih menggunakan saluran II, sehingga secara operasional dapat dikatakan saluran II lebih efisien.

Tabel 8. Margin Pemasaran dari 3 Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo

No Uraian Harga (Rp/Kg) Margin (Rp/Kg) A. Saluran I 1. Harga Jual Petani 14.000 Fee untuk banyak 2. Pedagang Perantara komoditi 3. Pedagang Pengumpul - Harga Pembelian 14.000 - Harga Penjualan 17.000 3.000 4. Pedagang Pengecer - Harga Pembelian 17.000 - Harga Penjualan 22.000 5.000

B. Saluran II 1. Harga Jual Petani 19.000 2. Pedagang Pengumpul - Harga Pembelian 19.000 - Harga Penjualan 21.000 2.000 3. Pedagang Pengecer - Harga Pembelian 21.000 - Harga Penjualan 25.000 4.000

C. Saluran III 1. Harga Jual Petani 19.000

42

Universitas Sumatera Utara Fee untuk banyak 2. Pedagang Perantara komoditi 3. Pedagang Pengumpul - Harga Pembelian 19.000 - Harga Penjualan 21.000 2.000 4. Pedagang Pengecer - Harga Pembelian 21.000 - Harga Penjualan 25.000 4.000

Sumber : Data Primer (2020) diolah

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan panjang pendeknya saluran rantai pemasaran menentukan marjin yang dihasilkan. Besar marjin yang dihasilkan untuk setiap saluran pemasaran juga ditentukan oleh jarak lokasi pemasaran.

4.4. Analisis Farmer’s Share

Farmer’s Share atau bagian harga yang diterima petani merupakan persentase perbandingan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir dapat dilihat pada Tabel 9, dimana dari hasil perhitungan diperoleh efisiensi pemasaran saluran II dan III sebesar 76% dan saluran I sebesar 63,64%. Artinya bagian harga yang diterima petani melalui saluran II dan III lebih besar dari saluran I. Walaupun ketiga saluran pemasaran tersebut efisien berdasarkan masing-masing perolehan farmer’s share yang berada diatas 50 persen, namun jika dilihat persentase petani cabai merah keriting yang menggunakan saluran pemasaran, maka saluran II dianggap lebih efisien dari saluran III dan saluran I tentunya.

Mubyarto dalam Haryunik (2002) menyatakan efisiensi pemasaran untuk komoditas pertanian dalam suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila 1)

43

Universitas Sumatera Utara mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran.

Tabel 9. Efisiensi Pemasaran dari 3 Saluran Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo

Efisiensi No Uraian Harga Tk. Harga Tk. Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/kg) (%) 1. Saluran I 14.000 22.000 63,64 2. Saluran II 19.000 25.000 76,00 3. Saluran III 19.000 25.000 76,00 Sumber : Data Primer (2020) diolah

44

Universitas Sumatera Utara V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat 3 saluran pemasaran cabai merah keriting di Kabupaten Karo.

Saluran II digunakan oleh mayoritas petani Cabai Merah Keriting sebesar

52,81% petani, diikuti saluran I sebanyak 28,09% dan saluran III hanya

19,10%.

2. Margin pemasaran pada saluran I adalah Rp 8.000, sedangkan margin

pemasaran pada saluran II dan III sama dengan Rp 6.000. Dan share harga

yang diterima petani di masing-masing saluran pemasaran adalah 63,64%

untuk saluran I dan 76% untuk saluran II dan III. Sehingga secara operasional,

saluran II lebih efisien karena digunakan oleh 52,81% petani, margin

pemasaran lebih rendah dan Farmer’s share yang lebih tinggi.

3. Saluran I terjadi di desa-desa dimana pengepul datang ke desa tersebut untuk

membeli cabai merah keriting beserta komoditas hortikultura lainnya. Saluran

II dan III umumnya terjadi di 4 pasar di Kabupaten Karo yaitu Pasar Roga,

Pasar Tigapanah, Pasar Singa dan Pasar Lau Gendek.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

45

Universitas Sumatera Utara 1. Saluran Pemasaran yang paling optimum disarankan untuk digunakan oleh

petani adalah saluran II karena rantai pemasarannya tidak terlalu panjang dan

marjin pemasarannya kecil.

2. Kabupaten Karo memiliki 4 pasar tradisional yang dengan mudah dapat

diakses oleh petani, walaupun ada beberapa kecamatan yang memiliki akses

lain yaitu jalan langsung terhubung dengan daerah-daerah tujuan pasar.

Namun, diharapkan Pemerintah daerah dapat memprioritaskan infrastruktur

baik di sentra produksi agar jalur distribusi dan transportasi semakin lancar

maupun lokasi pasar tradisional sehingga dapat menekan biaya pemasaran

dan menaikkan harga jual cabai merah keriting serta diharapkan dapat

memfasilitasi petani dalam kemudahan akses informasi harga harian komoditi

hortikultura khususnya Cabai merah keriting.

3. Pemerintah daerah diharapkan dapat memperkenalkan kepada petani metode

pemasaran baru berupa e-commerce dalam bentuk kemitraan petani dan pihak

swasta dalam pemasaran cabai merah di Kabupaten Karo.

46

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W dan T. A Soetiarso. 1995. Aspek Agroekonomi Cabai. Makalah Seminar. Agribisnis Club 27-28 Juli. Jakarta.

Alif, S.M. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Keriting. Bio Genesis, Yogyakarta.

Asmarantaka RW. 2014. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Baru, H.G. 2015. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai di Desa Antapan. Program Sarjana Fakultas Pertanian. Universitas Mahasaraswati, Denpasar (Skripsi).

Biro Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2019. Laporan Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Semusim (Komoditas Cabai Besar).

Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. McGraw-Hill Company, New York.

Dinas Pertanian Kabupaten Karo. 2019. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Karo.

Edward W. Clindiff dan Richard R. Still. 1998. Dasar-dasar Marketing Modern. Terjemahan Norman A.P. Govoni. Liberty, Yogyakarta.

Farid M dan NA Subekti. 2012. Tinjauan Terhadap Produksi, Konsumsi, Distribusi dan Dinamika Harga Cabe di Indonesia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan 6(2): 211-233. Ditjen Hortikultura. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian, Jakarta.

Gitosudarmo, Indriyo, Manajemen Pemasaran, Yogyakarta: BPFE, 2014.

Hartuti, N. dan R. M. Sinaga. 1997. Pengeringan Cabai. Monograf No.8. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Hudson D. 2007. Agricultural Markets And Prices. Blackwell Publishing Ltd.USA, UK and Australia. 256 pp.

Irawan, B. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian 5(4):358-373.

Kohls, Richard L., and Joseph N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products: MacMillan Publishing Company. New York.

47

Universitas Sumatera Utara Kotler P dan Keller KL. 1997. Manajemen Pemasaran. Terjemahan Edisi 13. Jakarta: Erlangga

Limbong WH dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Nazir. M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Prajnanta, Final. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, 2020. Perkembangan Harga Komoditas Cabai Merah Keriting. Jakarta.

Ramkumar. 2001. Costs and Margin in Coconut Marketing: Some Evidence from Kerala. Indian Journal of Agriculture Economic 56 (4): 668-682.

Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiawan, H. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Bio Genesis, Yogyakarta.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM_Press. Malang.

Sukrasno, S Kusmardiyani, S, Tarini & Sugiarso, NL 1997, ‘Kandungan kapsaisin dan dihidrokapsaisin pada berbagai buah Capsicum’, J. Matematik & Sains, vol.2, no.1, hlm.28-34.

Suryana, D. 2013. Menanam Cabe. Dayat Suryana Book, Bogor.

Warisno dan K. Dahana. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

48

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1

Jumlah Populasi dan Petani Sampel Cabai Merah Keriting di Kabupaten Karo (luas lahan 0,5 ha/petani dan perwakilan desa berdasarkan luas lahan terluas tiap kecamatan)

No Kecamatan Desa Sampel Jumlah Populasi Jumlah Sampel 1 Dolat Rayat Bukit 81 9 2 Barusjahe Sukanalu 50 6 3 Tigapanah Seberaya 80 9 4 Merek Sukamandi 26 3 5 Kabanjahe Kacaribu 43 5 6 Merdeka Cinta Rayat 15 2 7 Simpang Empat Lingga 174 20 8 Payung Batu Karang 85 10 9 Naman Teran Kebayaken 120 14 10 Tiganderket Mardingding 12 1 11 Munte Kuta Gerat 32 4 12 Juhar Pasar Baru 20 2 13 Lau Baleng Kuta Mbelin 20 2 14 Mardingding Kuta Pengkih 22 2

780 89

Catatan : 1. Kecamatan Berastagi secara umum komoditi Capcay (sayuran daun) yang lebih dominan 2. Kecamatan Tigabinanga secara umum daerah sentra jagung 3. Kecamatan Kutabuluh secara umum sentra padi dan jagung

Populasi petani dengan kepemilikan lahan ≥ 0,5 ha sebanyak 780 petani yang tersebar di 14 Kecamatan dan 14 Desa.

Taraf Kepercayaan 90%.

49

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2

50

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3

51

Universitas Sumatera Utara