ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON DAUN celebica L DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA (MCF-7)

SKRIPSI

AMBAR ILAFAH RAMADHAN

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

ISOLASI SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ASETON DAUN Garcinia celebica L DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER PAYUDARA (MCF-7)

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

AMBAR ILAFAH RAMADHAN 11140960000063

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

ABSTRAK

AMBAR ILAFAH RAMADHAN. Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Aseton Daun Garcinia celebica L dan Uji Aktivitas Antikanker Payudara (MCF-7). Dibimbing oleh SRI HARTATI dan SITI NURBAYTI.

Tumbuhan Garcinia celebica merupakan salah satu dari sekitar 450 spesies Garcinia yang mengandung senyawa triterpenoid, depsidon, xanton, dan benzofenon yang berpotensi sebagai terapi kanker. Uji pendahuluan antikanker payudara (MCF-7) terhadap ekstrak aseton daun G .celebica telah dilakukan dengan nilai aktivitas sebesar 94,36% dalam konsentrasi 200 µg/mL dan 83,12% dalam konsentrasi 50 µg/mL. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan mengidentifikasi struktur metabolit sekunder dari ekstrak aseton daun G. celebica serta aktivitas antikankernya. Tahapan yang dilakukan adalah fraksinasi menggunakan metode kromatografi, identifikasi struktur dengan spektroskopi UV- Vis, FTIR, LCMS, dan NMR serta uji aktivitas antikanker payudara (MCF-7) dengan metode MTT assays. GC-2 yang diperoleh berupa gum putih sebanyak 20 mg dari 47,7 g ekstrak kasar. Hasil analisis UV-Vis menunjukkan adanya gugus kromofor C=C (λmax 222 nm) dan C=O (λmax 272 nm). Analisis FTIR menunjukkan vibrasi dari gugus fungsi O-H karboksilat (3378,47 cm-1), C-O (1262,46 cm-1), C=O (1686,82 cm-1) dan C=C (1640,33 cm-1). Analisis LCMS menghasilkan puncak + + dominan m/z [M H] 453,4 (BM=452) dengan rumus molekul C30H44O3 diduga merupakan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)- trien-26-oat. Analisis 1H NMR dan 13C NMR menunjukkan sinyal khas triterpenoid yaitu C=O keton (δc 211,2 C-3), -C=O karbonil karboksilat (δc 173,2 C-26), tiga C=C (δc 145,7 (C-14), 145,5 (C-25), 144,2 (C-9), 126,5 (C-25), 125,0 (C-8) dan 120,3 (C-15), 7 sinyal metil, 2 metin, 9 metilen dan 4 karbon kuartener. Hasil uji antikanker menunjukkan GC-2 memiliki aktivitas antikanker payudara yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 µg/mL.

Kata kunci : Aktivitas antikanker, Garcinia celebica, isolasi, karakterisasi

ABSTRACT

AMBAR ILAFAH RAMADHAN. Isolation of Triterpenoid Compounds from Garcinia celebica L Leaf Acetone Extract and Breast Anticancer (MCF-7) Activity Test. Advisor by SRI HARTATI and SITI SURBAYTI.

The Garcinia celebica is one of about 450 Garcinia species containing triterpenoid compounds, depsidone, xanthone and benzophenone which have the potential as cancer therapy. Preliminary test of breast anticancer (MCF-7) on the acetone extract of G .celebica leaf was carried out with an activity value of 94.36% in a concentration of 200 µg / mL and 83.12% in a concentration of 50 µg / mL. The purpose of this study was to isolate and identify secondary metabolite structure of G. celebica acetone extract and its anticancer activity. The steps taken were fractionation using chromatography method, structural identification with UV-Vis spectroscopy, FTIR, LCMS, and NMR as well as breast anticancer (MCF-7) activity test using MTT assays method. GC-2 obtained in the form of 20 mg of white gum from 47.7 g of crude extract. UV-Vis analysis shows that there is a chromophore C=C (λmax 222 nm) and C=O (λmax 272 nm). FTIR analysis showed the vibration of OH carboxylic functional groups (3.378,47 cm-1), C-O (1.262,46 cm-1), C=O (1.686,82 cm-1), and C=C (1.640,33 cm-1). The molecular formula C30H44O3 thought to be an acid compound (24E)-3-oxo-17,14-friedolanosta- 8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat. The 1H NMR and 13C NMR analysis showed a typical triterpenoid signal, namely C=O ketone (δc 211,2 C-3), -C=O carboxylic carbonyl (δc 173,2 C-26), three C = C (δc 145,7 (C-14), 145,5 (C-25), 144,2 (C-9), 126,5 (C- 25), 125 (C-8) and 120,3 (C-15), 7 methyl signals, 2 metin, 9 methylene and 4 quaternary carbon.The results of anticancer tests showed GC-2 had very strong breast anticancer activity with IC50 value is 24,97 µg / mL.

Keywords: Anticancer activity, Garcinia celebica, isolation, characterization

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Isolasi Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak Aseton Daun Garcinia celebica L dan Uji Aktivitas Antikanker Payudara (MCF-7)” Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan dan peranan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Sri Hartati, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan serta bimbingannya baik dalam teknis di lapangan maupun dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing II dan Pembimbing Akademik

yang telah memberikan pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Tarso Rudiana, M.Si sebagai Penguji I yang telah memberikan saran serta

masukan yang bermanfaat.

4. Nurhasni, M.Si sebagai Penguji II yang telah memberikan saran serta

masukan yang bermanfaat.

5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Isalmi Aziz, M.T selaku Sekretaris Program Studi Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

v

8. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta atas segala doa, pengorbanan, nasihat dan

motivasinya kepada penulis.

9. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan pegalaman

hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada penulis.

10. Sahabat tersayang Esti, Ayu, Kak Yeni, Lucyta, Isni, Chinta, Nur Fauziyah,

Nurlathifah, Afriana, Nur Azizah, Nur Ana, Indah, dan Nadhia yang

senantiasa memberi bantuan, dukungan, nasihat dan motivasinya kepada

penulis.

11. Teman–teman Kimia Angkatan 2014 yang senantiasa memberi dukungan,

motivasi, dan keceriaan kepada penulis.

12. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan umumnya bagi kemajuan ilmu dan teknologi.

Jakarta, Oktober 2018

Ambar Ilafah Ramadhan

vi DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR TABEL ...... xii DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 5

1.3 Hipotesis ...... 5

1.4 Tujuan Penelitian ...... 6

1.5 Manfaat Penelitian ...... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 7 2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia celebica L ...... 7

2.1.1 Fitokimia Tumbuhan Garcinia ...... 8

2.1.3 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder dari Garcinia ...... 18

2.2 Metode Isolasi Senyawa Aktif ...... 20

2.2.1 Ekstraksi ...... 20

2.2.2 Kromatografi Lapis Tipis ...... 21

2.3.3 Kromatografi Kolom ...... 22

2.3 Karakterisasi Struktur dengan Metode Spektroskopi ...... 23

2.4.1 Spektroskopi UV-Vis ...... 24

2.4.2 Spektroskopi FTIR ...... 25

2.4.3 Spektroskopi Massa (MS) ...... 26

2.4.4 Spektroskopi 1H NMR dan 13C NMR ...... 27

vii

BAB III METODE PENELITIAN ...... 29 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 29

3.2 Alat dan Bahan ...... 29

3.2.1 Alat ...... 29

3.2.2 Bahan...... 29

3.3 Diagram Alir Penelitian ...... 30

3.4 Cara Kerja ...... 31

3.4.2 Uji Fitokimia ...... 31

3.4.3 Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton daun G. celebica ...... 33

3.4.5 Karakterisasi Struktur Senyawa Aktif ...... 36

3.4.6 Uji Aktivitas Antikanker ...... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 39 4.1 Hasil Uji Fitokimia ...... 39

4.2 Hasil Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton Daun G. celebica ...... 40

4.3 Hasil Uji Kemurnian dengan KLT 2 dimensi (2D) ...... 48

4.4 Hasil Analisis Data UV-Vis...... 48

4.5 Hasil Analisis Data FTIR...... 49

4.6 Hasil Analisis data LCMS ...... 51

4.7 Hasil Analisis data NMR ...... 54

4.7.1 Hasil Analisis data 1H NMR ...... 54

4.7.2 Hasil Analisis data 13C NMR ...... 59

4.8 Biosintesis Senyawa Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta- 8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ...... 62

4.9 Hasil Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Kanker Payudara (MCF-7) .. 64

viii

BAB V PENUTUP ...... 68 5.1 Simpulan ...... 68

5.2 Saran ...... 68

DAFTAR PUSTAKA ...... 69 LAMPIRAN ...... 78

ix DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Herbarium tumbuhan daun dan buah Garcinia celebica L ...... 7 Gambar 2. Struktur senyawa golongan xanton (1-12) dari tumbuhan Garcinia . 11 Gambar 3. Struktur senyawa golongan benzofenon (13-22) dari tumbuhan Garcinia ...... 13

Gambar 4. Struktur senyawa golongan flavonoid (23-29) dari tumbuhan Garcinia ...... 15

Gambar 5. Struktur senyawa golongan triterpenoid (30-41) dari tumbuhan Garcinia ...... 17

Gambar 6. Struktur senyawa golongan depsidon (42-43) dari tumbuhan Garcinia ...... 18

Gambar 7. Kromatografi cair vakum ...... 23 Gambar 8. Komponen utama spektroskopi massa ...... 27 Gambar 9. Diagram alir penelitian ...... 30 Gambar 10. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum ...... 41 Gambar 11. Hasil KLT F13 dengan eluen n-heksana:etil asetat (6:4) ...... 43 Gambar 12. Hasil KLT kolom sephadex LH-20 ...... 44 Gambar 13. Hasil KLT Kromatografi Kolom Gravitasi pada F13.3c ...... 45 Gambar 14. Hasil KLT F13.3c (a) 2D dan (b) uji tiga pelarut ...... 46 Gambar 15. Hasil KLT F13.3c dengan eluen diklorometan : aseton (85:15) ..... 47 Gambar 16. Hasil KLT 2D dari GC-2 ...... 48 Gambar 17. Spektrum UV-Vis GC-2 ...... 49 Gambar 18. Hasil spektrum FTIR GC- ...... 50 Gambar 19. Kromatogram hasil LCMS GC-2...... 51 Gambar 20. Struktur senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta- 8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-hidroksi- 17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44) ...... 53

Gambar 21. Hasil analisis 1H NMR GC-2 ...... 55 Gambar 22. Perbesaran spektrum 1H NMR ...... 56 Gambar 23. Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2 ...... 59

x

Gambar 24. Perbesaran spektrum 13C NMR ...... 61 Gambar 25. Mekanisme reaksi pembentukan farnesil pirofosfat (FPP) ...... 63 Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ...... 64

xi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia ...... 8 Tabel 2. Distribusi senyawa xanton pada tumbuhan Garcinia ...... 10 Tabel 3. Distribusi senyawa benzofenon pada tumbuhan Garcinia ...... 12 Tabel 4. Distribusi senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia ...... 14 Tabel 5. Distribusi senyawa triterpenoid pada tumbuhan Garcinia ...... 16 Tabel 6. Distribusi senyawa depsidon pada tumbuhan Garcinia ...... 18 Tabel 7. Daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia ...... 26 Tabel 8. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak aseton daun G. celebica ...... 39 Tabel 9. Berat fraksi hasil kolom kromatografi cair vakum ...... 40 Tabel 10. Berat fraksi hasil kolom kromatografi gravitasi ...... 45 Tabel 11. Berat fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi F13.3c ...... 47 Tabel 12. Interpretasi Bilangan Gelombang FTIR GC-2 ...... 50 Tabel 13. Data spektrometer 1H NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam (24E) -3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ...... 57

Tabel 14. Data spektrometer 13C NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat ...... 60

Tabel 15. Hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7) ...... 66

xii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Nilai IC50 dari GC-2 ...... 78 Lampiran 2. Hasil Analisis LCMS GC-2 ...... 79 Lampiran 3. Spektrum 1H NMR dari GC-2 ...... 81 Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari GC-2 ...... 87

xiii BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat dan memiliki potensi untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, 55% merupakan spesies endemik, dimana 90% nya merupakan jenis tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat (Arifin dan Nakagoshi, 2011). Sekitar 80% tumbuhan ini sudah lama dipergunakan oleh penduduk lokal sebagai obat-obatan tradisional, namun belum diusahakan secara optimal untuk pengembangan obat. Data tersebut menandakan jika tanaman yang memiliki potensi sebagai obat dikembangkan secara optimal maka akan dapat membantu menanggulangi masalah kesehatan

(Nurdin et al., 2009).

Allah subhanahu wata’ala telah menunjukkan kekuasannya kepada manusia melalui firman yang Allah turunkan dalam Q.S Asy-Syu’ara (26): 7-9

Artinya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami tumbuhkan di bumi berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik? (7). Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman (8). Dan sungguh, Tuhanmu Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang (9).”

1

Ath-Thabari (2009) menafsirkan maksud dari ayat tersebut adalah orang- orang beriman dituntut untuk mempergunakan akal pikiran mereka untuk memperhatikan dan mengamati apa yang terjadi di alam ini seperti berbagai macam tumbuh-tumbuhan, karena pada setiap tumbuhan walau tumbuh di tanah yang sama dan diairi dengan aliran yang sama pasti akan mempunyai kekhususan sendiri baik dari bentuk dan warna buahnya, daunnya, bunganya hingga kandungan yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut. Kandungan senyawa tersebut secara ilmiah memiliki khasiat yang berguna bagi kesehatan dan dapat dijadikan sebagai tanaman obat.

Eksplorasi bahan alam hayati untuk menemukan obat yang dapat menghambat atau menyembuhkan kanker secara selektif, efektif, dan tidak menimbulkan efek samping masih tetap dilakukan sampai saat ini. Kanker merupakan penyebab utama kematian di dunia (Suzery dan Cahyono, 2014).

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita dengan perkiraan 1,67 juta kasus kanker baru didiagnosis pada tahun 2012 (25% dari semua kanker) (Ferlay et al., 2015). Pengobatan kanker umumnya seperti pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi memiliki efek samping toksik pada jaringan normal dan resistensi sel kanker seringkali terjadi dengan cara pengobatan ini (Tyagi et al.,

2004). Pengembangan tanaman sebagai obat antikanker khususnya kanker payudara terus dikembangkan hingga saat ini.

Tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat adalah tanaman dari genus

Garcinia. Genus Garcinia merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk ke dalam famili dan memiliki sekitar 450 spesies yang umumnya tersebar pada daerah tropis seperti Afrika, Amerika, Polinesia, dan Asia. Uji fitokimia

2

mengungkapkan bahwa spesies dari Garcinia kaya akan metabolit sekunder termasuk flavonoid, biflavonoid, triterpenoid, dan xanton. Senyawa-senyawa yang dihasilkan menunjukkan sejumlah aktivitas biologis sebagai antimikroba, antikanker, antioksidan, anti-hyperlipidemic, dan antiinflamasi (Chen et al., 2010;

Chang dan Yang, 2012; Sukatta et al., 2013; Suttirak dan Manurakchinakorn, 2014;

Sharma dan Handique, 2015; Stark et al., 2014; Kritsanawong et al., 2016).

Penelitian dari genus Garcinia telah dilakukan diantaranya adalah senyawa epigarcinol dan isogarcinol yang diperoleh dari ekstrak metanol akar G. ovalifolia memiliki aktivitas penghambatan kanker leukimia dengan nilai IC50 < 10 μg/mL

(Pieme et al., 2015). Isolasi ekstrak aseton dari daun G. oblongifolia diperoleh 2 senyawa baru xanton terprenilasi yaitu oblongixanton D dan E yang memiliki kemampuan menghambat sel kanker esophagus yang sangat kuat dengan nilai IC50

<100 μg/mL (Zhang et al., 2016). Senyawa-senyawa baru dari golongan xanton berhasil diisolasi dari ekstrak aseton daun G. nujiangensis dan memiliki aktivitas antikanker serviks yang sangat kuat dengan nilai IC50 <10 μg/mL (Tang et al.,

2015). Hasil isolasi ekstrak aseton daun G. cowa menghasilkan senyawa cowaxanton dengan aktivitas antikanker liver yang sangat kuat yaitu IC50 8,09

μg/mL (Xia et al., 2015).

Hasil penelusuran pustaka di atas menunjukkan bahwa tumbuhan genus

Garcinia khususnya yang memiliki aktivitas antikanker sudah banyak dilaporkan, namun penelitian untuk spesies G. celebica masih sedikit dilaporkan. G. celebica merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia dengan nama lokal di Indonesia adalah beruwas (Dahlan et al., 2009). Menurut penelitian Subarnas et al. (2012), ekstrak etanol daun G. celebica berpotensi sebagai obat tradisional antikanker yang

3

ditunjukkan dengan penghambatan yang kuat terhadap proliferasi sel MCF-7

(IC50<100 μg/mL). Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Subarnas et al. (2016) untuk menentukan senyawa aktif yang berperan sebagai agen antikanker tersebut, diperoleh senyawa golongan triterpenoid yaitu metil-3α,23-dihidroksi-17,14 friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat.

Isolasi ekstrak etil asetat dari kulit batang G. celebica diperoleh 19 senyawa, diantaranya adalah 1 senyawa baru dari depsidon yaitu garcinisidon H, 6 senyawa baru dari golongan triterpenoid serta 12 senyawa yang sudah diketahui yaitu 8 xanton, 3 friedolanostan dan 1 sikloartan. Uji sitotoksisitas terhadap sel kanker payudara (MCF-7) diperoleh bahwa senyawa makluraxanton dari golongan xanton memiliki aktivitas penghambatan yang kuat dengan nilai penghambatan IC50 2,4

μg/mL serta beberapa senyawa triterpenoid memiliki aktivitas yang sangat kuat dengan nilai IC50<100 μg/mL (Bui et al., 2016). Elfita et al. (2009) melalui penelitiannya memperoleh beberapa senyawa hasil isolasi ekstrak etil asetat dari daun G. celebica antara lain friedelin dan asam 3β-hidroksi-23-okso-9,16- lanostadien-26-oat (garcihombronan D).

Penelitian-penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya menyatakan bahwa tumbuhan G. celebica banyak menghasilkan senyawa triterpenoid yang memiliki aktivitas antikanker payudara yang sangat kuat, namun belum pernah dilakukan penelitian mengenai isolasi dan elusidasi struktur senyawa aktif menggunakan ekstrak aseton daun G. celebica. Isolasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan ekstrak aseton karena senyawa-senyawa yang dihasilkan memiliki aktivitas antikanker yang sangat kuat. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada ekstrak aseton daun G. celebica terhadap uji aktivitas sel kanker payudara

4

(MCF-7) menunjukkan aktivitas yang cukup bermakna dengan nilai aktivitas penghambatan sel kanker payudara sebesar 94,36% dalam konsentrasi 200 µg/mL dan 83,12% dalam konsentrasi 50 µg/mL. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak aseton daun G. celebica memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara. Maka dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan fraksinasi dan identifikasi struktur senyawa dari ekstrak aseton daun G. celebica dan uji aktivitas antikankernya terhadap sel kanker payudara (MCF-7).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana struktur kimia senyawa triterpenoid dari ekstrak aseton daun G.

celebica?

2. Apakah isolat dari ekstrak aseton daun G. celebica memiliki aktivitas

antikanker payudara (MCF-7)?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Struktur kimia senyawa triterpenoid dari ekstrak aseton daun G. celebica

dapat ditentukan struktur kimianya menggunakan spektroskopi UV-Vis,

FTIR, MS dan NMR.

2. Isolat dari ekstrak aseton daun G. celebica mengandung senyawa

triterpenoid yang memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7).

5

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengisolasi dan mengkarakterisasi struktur senyawa triterpenoid yang

terkandung dalam ekstrak aseton daun G. celebica dengan spektroskopi

UV-Vis, FTIR, MS dan NMR.

2. Menguji aktivitas antikanker payudara (MCF-7) dari isolat ekstrak aseton

daun G. celebica.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang potensi dan struktur senyawa triterpenoid yang terkandung dalam ekstrak aseton daun G. celebica sebagai antikanker payudara (MCF-7).

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia celebica L

Garcinia celebica merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili

Clusiaceae atau Guttiferae (Hemshekhar et al., 2011). Tumbuhan Garcinia

(Gambar 1) sering disebut sebagai “Asam Kandis” atau “Kandis Gajah”,

G. celebica memiliki nama lokal di Indonesia adalah “Beruwas” (Dahlan et al.,

2009). Menurut Hemshekhar et al. (2011) klasifikasi taksonomi dari tumbuhan G. celebica adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Phylum : Tracheophyta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Famili : Clusiaceae/Guttiferae Subfamili : Clusioideae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia celebica

Gambar 1. Herbarium tumbuhan daun dan buah Garcinia celebica L

7

Diperkirakan dari 450 jenis tumbuhan Garcinia tersebar secara luas di Asia,

Afrika selatan dan Polinesia (Kumar dan Pandey, 2013). G. celebica tersebar luas di Indonesia seperti Jawa, Makasar, Bangka, dan Sumatera Selatan (Dahlan et al.,

2009).

2.1.1 Fitokimia Tumbuhan Garcinia

Kajian fitokimia yang telah dilakukan terhadap genus Garcinia menunjukkan bahwa tumbuhan ini mengandung beberapa metabolit sekunder diantaranya golongan xanton, benzofenon, flavonoid, triterpenoid, dan depsidon yang dapat dilihat pada Tabel 1. Metabolit sekunder utama yang terdapat pada genus Garcinia adalah xanton dan benzofenon.

Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia Bagian Golongan Pustaka Spesies Ekstrak Asal tanaman senyawa Subarnas et G. celebica Daun Etanol Triterpenoid Indonesia al., 2016 Etil Elfita et al., Daun Triterpenoid Indonesia asetat 2009 Kulit Etil Depsidon Bui et al., Vietnam kayu asetat Triterpenoid 2016 Trisuwan Benzofenon dan G. cowa Bunga Aseton Thailand Xanton Ritthiwigro m., 2012 Auranwiwat Buah Aseton Xanton Thailand et al., 2014 Xia et al., Daun Aseton Xanton China 2015 Mahamodo Benzofenon Madagas G. goudotiana Daun Aseton et al., 2014 Xanton kar

G. Han et al., xipshuanbanna Ranting Aseton Xanton China 2008 ensis Kulit Xanton Zhang et G. oblongifolia Aseton China kayu Benzofenon al., 2014 Xanton Zhang et Daun Aseton China Benzofenon al., 2016

8

Tabel 1. Profil fitokimia genus Garcinia (Lanjutan)

Bagian Golongan Pustaka Spesies Ekstrak Asal tanaman senyawa Liu et al., G. multiflora Ranting Aseton Benzofenon China 2010 Tang et G. nujiangensis Ranting Aseton Xanton China al., 2015 Xanton Xia et al., Daun Aseton China Benzofenon 2012 Sales et G. dulcis Daun Aseton Flavonoid Thailand al., 2015 Benzofenon Aravind et G. travancorica Daun Metanol India Flavonoid al., 2016 n-heksana, Arwa et G. brasiliensis Daun Flavonoid Brazil etanol al., 2015 Sun et al., G. lancilimba Daun Etanol Xanton China 2016 Flavonoid Jia et al., G. pauciervis Daun Etanol China Triterpenoid 2017 Parveen et G. nervosa Daun Etanol Flavonoid Nigeria al., 2017 Benzofenon Pailee et G. speciose Daun Kloroform Thailand Xanton al., 2018 Lannang G. polyantha Daun Diklorometan Depsidone Kamerun et al., 2017 Petroleum Tang et G. oligantha Daun Xanton Thailand eter, etanol al., 2016

Xanton

Xanton adalah golongan senyawa fenolik polifrenilasi dengan kerangka xanton-9-on. Sistem cincin dapat diganti dengan berbagai kelompok yang memberikan berbagai macam kemungkinan struktur seperti berbagai gugus isoprena, fenolik dan metoksi. Xanton alami dapat dibagi berdasarkan sifat substituennya menjadi xanton teroksigenasi sederhana, glikosida xanton dan xanton terprenilasi, dan turunannya seperti dimer xanton, xantonolignois dan miscellaneous (Pinto et al., 2005).

9

Genus Garcinia banyak menghasilkan senyawa golongan xanton dan turunannya. Aktivitas farmakologis dari xanton dan turunannya sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat seperti antioksidan, antikanker, antihistamin, antimikroba, antifungi, antivirus dan antinflamasi (Hemshekhar et al., 2011).

Distribusi dan struktur senyawa dari golongan xanton pada tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Distribusi senyawa xanton pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka Trisuwan dan Garcinianon A (1) G. cowa Ritthiwigrom, 2012 1,3,7-trihidroksi-2- Mahamodo et al., G. goudotiana isoprenilxanton (2) 2014 Auranwiwat et Garcicowanon A (3) G. cowa al., 2014 Cowaxanton H (4) G. cowa Xia et al., 2015 Bannaxanton A (5) G. xipshuanbannaensis Han et al., 2008 Huang et al., Oblongixanton A (6) G. oblongifolia 2009 Zhang et al., Oblongixanton D (7) G. oblongifolia 2016 Nujiangexanton A (8) G. nujiangemsis Xia et al., 2012 Nujiangexanton C (9) G. nujiangensis Tang et al., 2015 Garcinexanton G (10) G. lancilimba Sun et al., 2016 Pailee et al., Makluraxanton (11) G. speciose 2018 Oligantin H (12) G. oligantha Tang et al., 2016

10

O OH O OH H CO O 3

HO O OH HO O (1) (2) (3)

O OH O OH HO O OH HO O O OH HO O O OH OH HO O OH (4) (5) (6)

O OH OH O OH O OH OH OH

HO O OCH3 O O OH HO HO O O OH OH

OH (7) (8) (9)

O OH O OH O OH O HO O O HO O O OH HO HO O O OH OH

(10) (11) (12) Gambar 2. Struktur senyawa golongan xanton (1-12) dari tumbuhan Garcinia

11

Benzofenon

Penelusuran terhadap tumbuhan Garcinia, benzofenon dan turunannya merupakan golongan senyawa yang cukup banyak dihasilkan dari tumbuhan ini.

Berbagai macam substituen menghasilkan kerangka struktur yang berbeda-beda.

Senyawa benxofenon yang dihasilkan dari tumbuhan garcinia banyak memiliki aktivitas biologis yang berpotensi dikembangkan sebagai obat seperti Garcinol (14) yang memiliki aktivitas antikanker usus, antiinflamasi, anti HIV, antiulcer, dan antioksidan yang sangat kuat (Padhye et al., 2009) Distribusi senyawa benzofenon pada tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 3 dan struktur senyawanya dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 3. Distribusi senyawa benzofenon pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka Trisuwan dan Cowanon (13) G. cowa Ritthiwigrom, 2012 Mahamodo et Garcinol (14) G. goudotiana al., 2014 Huang et al., Oblongifolin E (15) G. oblongifolia 2009 Zhang et al., Oblongifolin V (16) G. oblongifolia 2016 Garciosone A (17) G. multiflora Liu et al., 2010 guttiferone F (18) Nujiangefolin A (19) G. nujiangemsis Xia et al., 2012 Goudotianon 1 (20) Aravind et al., G. travancorica 7-epi-nemoroson (21) 2015 Pailee et al., 18-hydroxygarcimultiflorone D (22) G. speciose 2018

12

HO HO O O O HO O O O OH

(13) (14) O

O O

O OH

(15) (16)

OH HO O O OH

H3CO OH

O OH HO O OCH3 (17) (18)

HO OH

O OH (19) (20)

OH

OH OH HO

O HO O O

O

O O OH

(21) (22)

Gambar 3. Struktur senyawa golongan benzofenon (13-22) dari tumbuhan Garcinia

13

Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa berberat molekul rendah yang tersusun dari tiga struktur cincin dengan berbagai substitusi. Flavonoid umumnya terbagi menurut substituennya menjadi tiga kelompok, flavanol, antosianidin dan flavon, dan kalkon. Flavonoid telah lama dikenal dan memiliki sifat anti-inflamasi, antioksidan, antialergi, antiviral, dan antikarsinogenik (Hemshekhar et al., 2011).

Turunan flavonoid yang banyak ditemukan pada genus Garcinia adalah biflavonoid dan isoflavon, distribusi dan struktur senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Tabel 4. Distribusi senyawa flavonoid pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka Biflavonoid Biflavonoid terprenilasi: Sales et al., G. dulcis dulcisbiflavonoid A (23) 2015 Morelloflavon (24) Aravind et al., morelloflavon-7” -O- β -D-glikosida or G. travancorica 2015 fukugisida (25) Amentoflavon (26) Arwa et al., G. brasiliensis Podocarpusflavon (27) 2015 Paucinervin K (28) G. pauciervis Jia et al., 2017 Isoflavon 5,7-dihidroksi-3-(3’-hidroksi-4’,5’- Parveen et al., dimetoksifenil)-6-metoksi-4H-chromen- G. nervosa 2016 4-on (29)

14

OH H OH HO O OH OH OH HO O O HO H OH O R1O O OH O OH O OH O (23) (24,25)

R1 (24) = H; R1 (25) = Glukosa

OH OCH3

OH OH O O HO O HO O O O

HO OH HO OH OH O OH O (26) (27)

HO O

OH OH HO O OH O HO O OH H3CO OH O OCH3 OH O OCH3 (28) (29) Gambar 4. Struktur senyawa golongan flavonoid (23-29) dari tumbuhan Garcinia Triterpenoid

Turunan senyawa golongan triterpenoid yang ditemukan dari tumbuhan

Garcinia adalah lanostan dan friedolanostan dan berdasarkan penelusuran ditemukan pada ekstrak etil asetat dan etanol dari jenis G. celebica. Distribusi dan struktur senyawa triterpenoid dari tumbuhan Garcinia dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 5.

15

Tabel 5. Distribusi senyawa triterpenoid pada tumbuhan Garcinia

Asal Senyawa Pustaka spesies Lanostan Asam (E)-3β,9α- dihidroksilanosta-24- G. celebica Bui et al., 2016 en-26-oat (30) Asam 3,23-diokso-9,16-lanostadien-26- oat (31) Asam 3β-hidroksi-23-okso-9,16- Elfita et al., 2009 lanostadien-26-oat atau garcihombronan D (32) Friedolanostan Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta- G. celebica Bui et al., 2016 8,14,24-trien-26-oat (33) Asam (22Z,24E)-9α- hidroksi-3-okso- 17,13-friedolanosta- 12(13),22(23),24(25)-trien-26-oat (34) Asam (22Z,24E)-3-okso-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),22(23),24(25)- tetraen-26-oat (35) Asam (22Z,24E)-3-okso-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),22(23),24(25)- tetraen-26-oat (36) Asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3-okso- 13α,30-siklo- 17,13-friedolanosta- 22(23),24(25)-dien-26-oat (37) Asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3-okso- 17,14-friedolanosta- 14(15),22(23),24(25)-trien-26-oat (38) Asam (24E)-3β asetoksi-9α-hidroksi- 17,14,4-friedolanosta-14(15),24(25)- dien-26-oat (39) Asam (22Z,24E)- 3β asetoksi-9α- hidroksi-17,14-friedolanosta- 14(15),22(23),24(25)-trien-26-oat (40) metil-3α, 23-dihidroksi-17,14- friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien- Subarnas et al., 2016 26-oat (41)

16

(30) (31)

(32) (33)

(34) (35)

(36) (37)

(38) (39)

(40) (41) Gambar 5. Struktur senyawa golongan triterpenoid (30-41) dari tumbuhan Garcinia

17

Depsidon

Senyawa golongan depsidon dari tumbuhan Garcinia ditemukan dalam kulit kayu G. celebica yaitu Garcinidon H (42) dan daun G. polyantha poliantadepsidon A (43) yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 6.

Tabel 6. Distribusi senyawa depsidon pada tumbuhan Garcinia

Senyawa Asal spesies Pustaka Garcinidon H (42) G. celebica Bui et al., 2016 poliantadepsidon A (43) G. polyantha Lannang et al., 2017

O OH

O

O OCH3

HO OH

(42) (43)

Gambar 6. Struktur senyawa golongan depsidon (42-43) dari tumbuhan Garcinia

2.1.3 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder dari Garcinia

Garcinol (21) diperoleh dari tumbuhan G. Indica menunjukkan efek penghambat pertumbuhan sel kanker usus, dengan nilai IC50 berkisar antara 1,95-

13,03 μg/mL setelah perlakuan 72 jam. Garcinol juga diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi, anti HIV, antiulcer, dan antioksidan yang sangat kuat (Padhye et al.,

2009). Hasil penetuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) pada ekstrak G. nobilis menunjukkan aktivitas antituberkulosis yang baik yaitu 128 μg/mL dan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu 64 μg/mL (Fouotsa et al.,

2013). Biflavanoid G. kola telah terbukti aktif secara farmakologis dengan beberapa keunggulan farmakokinetik. Biji G. kola memiliki beberapa aktivitas biologis

18

seperti antioksidan, antidiabetes, dan antimikrobial terhadap Helicobacter pylori

(Farombi dan Owoeye, 2011; Njume et al., 2011; Oyenihi et al., 2015)

Berdasarkan skrining fitokimia yang telah dilakukan terhadap beberapa tanaman termasuk ekstrak G. celebica menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung polifenol dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker (Cai et al., 2004; Ren et al., 2003). Ekstrak etanol daun G. celebica memiliki aktivitas penghambatan proliferasi sel MCF-7 yang sangat kuat dengan nilai IC50 87 μg/mL (Subarnas et al., 2012). Menurut Subarnas et al. (2016) berdasarkan nilai IC50, tingkat sitotoksisitas ekstrak bisa dibagi menjadi kuat (<100

μg/mL), sedang (101-200 μg/mL), dan lemah (>200μg/mL). Pengujian sitotoksisitas lebih lanjut dilakukan oleh Subarnas et al. (2016) terhadap senyawa metil-3α,23-dihidroksi-17,14-friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (41) dari ekstrak metanol daun G. celebica, senyawa tersebut menghambat proliferasi sel MCF-7 dengan nilai IC50 39,68 dan 33,88 μg/mL untuk perlakuan 24 dan 48 jam.

Ekstrak metanol dari G. ovalifolia menunjukkan bahwa epigarcinol dan isogarcinol menghambat proliferasi sel HL-60 (leukimia) dan PC-3 dengan IC50 yang bervariasi antara 4 dan 76 μg/mL (Pieme et al., 2015). Uji sitotoksisitas ekstrak etil asetat kulit batang G. celebica terhadap sel kanker payudara (MCF-7) menunjukkan bahwa senyawa makluraxanton (11) memiliki aktivitas penghambatan yang paling kuat dengan nilai penghambatan IC50 24 μg/mL (Bui et al., 2016).

19

2.2 Metode Isolasi Senyawa Aktif

2.2.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa aktif dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan pelarut yang selektif. Hasil dari ekstrasi biasa disebut dengan ekstrak (Handa et al., 2008). Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat- zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

(Harbone, 1987).

Teknik ekstraksi yang biasa digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif dalam tanaman terdiri dari beberapa macam, namun yang sering dilakukan adalah maserasi. Pelarut yang sering digunakan untuk maserasi adalah n-heksana, aseton, etil asetat, klorofom atau pelarut lain sesuai dengan kebutuhan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut tertentu selama beberapa hari, biasanya dibutuhkan waktu kurang lebih 3 hari. Pada saat proses perendaman, senyawa aktif dalam tanaman akan berdifusi melewati dinding sel untuk melarutkan konstituen dalam sel dan juga memacu larutan dalam sel untuk berdifusi keluar

(Handa et al., 2008).

Ekstrak awal yang dihasilkan dari proses ekstrasi masih merupakan campuran dari berbagai senyawa. Untuk mengisolasi senyawa tunggal, ekstrak awal

20

sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama. Fraksinasi dapat dilakukan dengan metode ektraksi cair-cair atau dengan kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), size-exclution chromatography (SEC), dan solid-phase extraction (SPE) (Sarker et al., 2006).

2.2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau kromatografi planar merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memisahkan campuran dengan mengelusinya melalui pelat kromatografi planar kemudian memvisualisasikan komponen yang dipisahkan dengan pewarnaan. Pelat KLT ditempatkan dalam chamber dan kromatogram yang dihasilkan dielusi secara visual (Braithwaite et al., 1996).

Secara luas KLT digunakan untuk analisis dalam bidang biokimia, klinis, farmasi, forensik baik analisis kualitatif atau kuantitatif dengan cara membandingkan nilai Rf larutan dengan nilai Rf standar. KLT secara umum digunakan untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, memantau jalannya suatu reaksi, identifikasi suatu senyawa, menentukan efektivitas pemurnian suatu senyawa, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom (Ganjar dan Rohman, 2007).

Larutan sampel dalam pelarut yang mudah menguap ditotolkan menggunakan pipa kapiler (1-2 cm) ke batas bawah dari pelat KLT (0,5 cm), setelah pelarut menguap atau kering, pelat KLT dimasukkan ke dalam chamber dengan tepi bawahnya terbenam dalam fase gerak yang ditentukan. Sampel akan terelusi dibawa oleh fase gerak melalui fase diam hingga mencapai batas atas pelat KLT. Senyawa- senyawa dalam sampel akan terjadi pemisahan yang ditunjukkan dengan

21

munculnya noda-noda pada pelat KLT berdasarkan sifat afinitas senyawa pada fase tersebut (Braithwaite et al., 1996). Pelat KLT dikeluarkan dari chamber dan kemudian diamati menggunakan sinar UV. Komponen terdeteksi pada panjang gelombang pendek (254 nm) dan panjang gelombang (365 nm) atau disemprot dengan zat pewarna bercak yang umum digunakan adalah larutan H2SO4 5-10% dalam metanol kemudian dipanaskan pada suhu 110-120oC sampai timbul warna bercak (Sherma dan Fried, 2003).

2.3.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi yang digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kromatografi kolom merupakan kromatografi dimana fase diam ditempatkan dalam kaca berbentuk silinder pada bagian bawahnya tertutup dengan katup atau kran dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah karena adanya gaya gravitasi (Gritter et al., 1991). Kromatografi kolom membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui fase diam sehingga zat terlarut akan terpisah sesuai dengan kepolaran fase gerak (Harborne, 1987).

Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan modifikasi dari kromatografi kolom gravitasi. KCV (Gambar 7) banyak digunakan untuk fraksinasi sampel dalam jumlah besar (10-50 g). Penggunaan vakum atau tekanan bertujuan agar laju aliran eluen meningkat sehingga meminimalkan terjadinya proses difusi karena ukuran fase diam silika gel yang biasa digunakan pada lapisan kromatografi KLT dalam kolom yang halus yaitu 200-400 mesh (Braithwaite et al., 1996)

22

Gambar 7. Kromatografi cair vakum Kolom dibuat dengan metode kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan yang maksimum. Sampel yang akan dipisahkan biasanya sudah diadsorbsikan ke dalam silika kasar terlebih dahulu (impreg) dengan ukuran silika kasarnya adalah 30-70 mesh. Pelarut yang digunakan ditingkatkan kepolarannya, dimulai dari pelarut non-polar hingga pelarut yang polar. Pelarut dituangkan ke permukaan penyerap yang sebelumnya sudah dimasukkan sampel terimpregnasi.

Kolom diberi tekanan vakum sehingga akan menarik pelarut melewati sampel hingga masuk ke penampung eluen (Braithwaite et al., 1996).

2.3 Karakterisasi Struktur dengan Metode Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi antara energi cahaya dan materi. Teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui (Fessenden dan Fessenden, 1981).

Tahapan terpenting dalam menentukan struktur molekul organik adalah elusidasi struktur menggunakan analisis spektroskopi modern. Metode spektroskopi yang biasa digunakan untuk karakterisasi struktur adalah spektroskopi

23

ultraviolet (UV-Vis), inframerah (FTIR), Nuclear Magnet Resonance (NMR) dan spektroskopi massa (MS).

2.4.1 Spektroskopi UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik yang paling sering digunakan dalam analisis farmasi, melibatkan pengukuran jumlah radiasi ultraviolet atau sinar tampak yang diserap oleh zat dalam larutan (Behera et al.,

2012). Sumber Radiasi untuk spektroskopi UV adalah lampu deuterium. Cahaya yang dipancarkan sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik

UV akan melewati monokromator yaitu suatu alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang (Day dan Underwood,

1989). Teknik spektrofotometri sederhana, cepat, cukup spesifik dan berlaku untuk sejumlah kecil senyawa. Hukum dasar yang mengatur analisis spektrofotometri kuantitatif adalah hukum Lambert-Beer (Behera et al., 2012).

Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas sinar radiasi monokromatik paralel menurun secara eksponensial dengan jumlah molekul yang menyerap.

Dengan kata lain, absorbansi sebanding dengan konsentrasi. Hukum Lambert menyatakan bahwa intensitas sinar radiasi monokromatik paralel menurun secara eksponensial saat melewati media dengan ketebalan yang homogen. Kombinasi kedua hukum ini menghasilkan hukum Lambert-Beer. Sehingga Hukum Lambert-

Beer menyatakan bahwa saat seberkas cahaya dilewatkan melalui sel transparan yang mengandung larutan, pengurangan intensitas cahaya dapat terjadi, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel (Behera et al., 2012).

Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital

24

keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian dilepaskan sebagai cahaya. Absorpsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul, artinya energi yang diberikan oleh foton-foton memungkinkan elektron-elektron itu pindah ke luar ke orbital baru yang lebih tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah

UV-Vis karena mengandung elektron, baik berpasangan maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Ganjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Spektroskopi FTIR

Spektroskopi IR adalah satu-satunya metode analisis yang memiliki kemampuan yang secara langsung memantau getaran gugus fungsi yang mencirikan struktur molekul. Istilah "inframerah" umumnya mengacu pada radiasi elektro- magnetik yang jatuh di wilayah 0,7 µm sampai 1000 µm. Namun, wilayah antara

2,5 µm dan 25 µm (4000 sampai 400 cm-1) paling menarik untuk analisis kimia.

Daerah ini mencakup frekuensi yang sesuai dengan vibrasi semua gugus fungsi molekul organik (Doyle, 1992).

Suatu molekul bila menyerap radiasi infra merah, maka energi yang diserap menyebabkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul berada dalam keadaan tereksitasi. Energi yang diserap akan dilepaskan dalam bentuk panas jika molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang yang diabsorpsi suatu ikatan bergantung pada jenis getaran dari ikatan tersebut, ikatan yang berlainan akan menyerap pada panjang gelombang yang berlainan.

Dengan demikian, spekroskopi infra merah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi infra merah yang diserap oleh suatu molekul beraneka ragam yang disebabkan

25

perubahan momen dipol pada saat energi diserap. Ikatan non polar seperti C-H atau

C-C menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar seperti O-H, N-H dan

C=O menyebabkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010).

Serapan antara 4000 cm-1 hingga 1400 cm-1 dikenal sebagai daerah vibrasi pokok, kebanyakan senyawa dapat dicatat pada serapan tersebut. Pada daerah vibrasi pokok terdapat serapan-serapan yang berasal dari gugus fungsi. Pada daerah antara 1400 cm-1 hingga 900 cm-1 terdapat serapan-serapan kompleks yang sering disebut sebagai daerah finger print, memiliki kegunaan untuk menentukan keidentikan dua senyawa yang sedang dianalisis. Serapan yang terdapat pada daerah 900 cm-1 hingga 400 cm-1 dikenal sebagai daerah vibrasi bengkok keluar bidang out of plane. Kegunaan serapan pada daerah ini dapat mendukung serapan- serapan yang terdapat pada daerah vibrasi pokok (Sastrohamidjojo, 2013). Berikut merupakan tabel daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia:

Tabel 7. Daerah serapan inframerah beberapa ikatan kimia (Supratman, 2010) Tipe ikatan Daerah serapan (cm-1) C-C,C-O, C-N 1.300 – 800 C=C, C=O, C=N, N=O 1.900 – 1.500 C≡C, C≡N 2.300 – 2.000 C-H, O-H, N-H 3.800 – 2.700

2.4.3 Spektroskopi Massa (MS)

Spektroskopi massa merupakan teknik analisis yang mendasarkan pemisahan ion-ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan muatan dan pengukuran intensitas dari ion-ion tersebut. Dalam spektroskopi massa, molekul– molekul senyawa organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk), yang

26

dapat terpecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan). Lepasnya elektron dari molekul akan menghasilkan radikal kation (Khopkar, 2002).

Gambar 8. Komponen utama spektroskopi massa (Supratman, 2010)

Suatu diagram dari tipe spektrometer massa yang lazim dipaparkan pada

Gambar 8 yang terdiri dari sistem pemasukan cuplikan, kamar pengion dan pemercepat, analisator, kolektor ion, penguat dan pencatat. Sampel dimasukkan dan diuapkan dalam suatu aliran yang berkesinambungan ke dalam kamar pengion.

Sampel melewati suatu aliran elektron berenergi tinggi tinggi yang menyebabkan ionisasi beberapa molekul sampai menjadi ion-ion molekul. Setelah terbentuk, sebuah ion molekul dapat mengalami fragmentasi dan penataan ulang. Dari lempeng pemercepat (accelerator plates), partikel bermuatan positif menuju ke tabung analisator (Supratman, 2010).

2.4.4 Spektroskopi 1H NMR dan 13C NMR

NMR merupakan teknik spektroskopi yang mengandalkan sifat magnetik dari inti atom. Informasi yang didapatkan dari NMR yaitu informasi secara magnetis tentang sejumlah atom yang dimiliki senyawa tersebut (Pavia et al.,

2009). Spektroskopi NMR proton memberikan informasi mengenai atom-atom hidrogen dalam molekul organik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengintepretasikan spektrum 1H NMR adalah luas puncak (peak area) yang

27

menunjukkan jumlah inti 1H pada puncak tersebut, pemecahan puncak (splitting) yang menjelaskan lingkungan dari sebuah proton dengan proton tetangganya, serta geseran kimia (chemical shift) yang menunjukkan jenis proton tersebut. Spektrum

1H NMR biasanya diperoleh dengan cara sampel senyawa yang akan dianalisis

1 dilarutkan dalam pelarut inert yang tidak memiliki inti H. Sebagai contoh CCl4 atau pelarut dengan hidrogen yang digantikan oleh deuterium, seperti CDCl3

(deuteri kloroform) dan CD3COCD3 (heksa-deuterioaseton) (Hart et al., 2003).

Spektroskopi 1H NMR memberikan informasi tentang susunan hidrogen dalam molekul sedangkan spektroskopi 13C NMR memberikan informasi tentang kerangka karbon. Spektrum 13C NMR berbeda dari spektrum 1H NMR dalam beberapa hal, antara lain pergeseran kimia 13C NMR terjadi pada kisaran yang lebih lebar dibandingkan kisaran pergeseran kimia inti 1H NMR. Keduanya diukur terhadap senyawa standar yang sama yaitu TMS (tetrametil silana), yang semua karbon metilnya ekuivalen dan memberikan sinyal yang tajam. Pergeseran kimia untuk 13C dinyatakan dalam satuan ppm yang lazim sekitar 0-200 ppm di bawah medan TMS. Kisaran pergeseran kimia yang lebar ini cenderung menyederhanakan spektrum 13C NMR terhadap spektrum 1H NMR (Hart et al., 2003)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong.

Analisis 1H NMR dan 13C NMR di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Juli 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, destilator, chamber CAMAG, plat KLT, hotplate, alu dan mortar, alumunium foil, kromatografi kolom vakum, kromatografi kolom gravitasi, botol dan botol vial. Tmbangan analitik Ohaus Scout

Pro, rotary evaporator Buchi R-215 dan R-214, lampu UV CAMAG dengan λ 254 dan 365 nm, pipa kapiler, microplate reader Varioskan Flash, spektrofotometer

UV-Vis Agilent, FTIR Shimadzu, LCMS Mariner, dan NMR Jeol Resonance.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun Garcinia celebica yang berasal dari

Kebun Raya Bogor. Pelarut-pelarut yang digunakan adalah aseton, n-heksana, etil asetat, metanol teknis, diklorometan, etanol, HCl 2N, akuades, pereaksi

Bouchardant, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, FeCl3 3%, asam asetat, vanillin sulfat, asam sulfat, silika gel Kieselgel 60 (35 – 75 mesh ASTM, Merck), silika gel 60 GF254 (Merck), sephadex LH-20.

29

3.3 Diagram Alir Penelitian

Ekstrak aseton daun G. celebica

- Kromatografi Cair Vakum Uji Aktivitas Uji Fitokimia 11 fraksi, Antikanker diambil F7 Payudara - Kromatografi Kolom Gravitasi 17 fraksi, diambil F13 - Kromatografi Kolom Gravitasi (Sephadex LH-20)

5 fraksi, diambil F3

- Kromatografi Kolom Gravitasi

12 fraksi, diambil F3 dan F5

Uji Kemurnian Uji Beberapa Pelarut KLT 2D

Pemisahan lebih lanjut - Kromatografi Kolom Gravitasi Isolat

- Uji Kemurnian KLT 2D

Uji Aktivitas Antikanker Karakterisasi Struktur:

Payudara (MCF-7) metode Spektroskopi UV-Vis, FTIR, MTT assays LCMS dan NMR

Gambar 9. Diagram alir penelitian

30

3.4 Cara Kerja

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi ekstraksi dengan cara pemisahan dengan fraksinasi secara gradien dengan menggunakan kromatografi cair vakum, kromatografi kolom gravitasi, uji kemurnian dengan kromatografi lapis tipis 2D dan uji tiga pelarut, uji aktivitas terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dengan metode MTT assay dan elusidasi struktur dengan menggunakan instrument

UV-Vis, FTIR, LCMS dan NMR.

3.4.2 Uji Fitokimia (Arief et al., 2017)

Uji Fitokimia merupakan screening awal untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam sampel. Uji fitokimia yang dilakukan adalah alkaloid, flavonoid, tannin, saponin dan terpenoid.

Uji Alkaloid

Sebanyak 50 mg ekstrak kasar yang telah sedikit dilarutkan ditambahkan dengan 0,1 mL HCl 2 N dan 0,9 mL akuades. Kemudian dipanaskan dalam penangas air lalu didinginkan dan disaring. Sampel uji kemudian diuji dengan 3

Pereaksi berikut: a) Pereaksi Bourchardant: 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi

Bourchardant. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan hitam. b) Pereaksi Mayer: 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer. Uji positif

ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang menggumpal atau kuning

yang dapat larut dalam metanol. c) Pereaksi Dragendroff. 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes pereaksi

Dragendroff. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna jingga cokelat.

31

Uji Flavonoid

Sebanyak 4 mg ekstrak kasar ditambahkan dengan 3 mL etanol, kemudian diambil 1,5 mL sampel uji dan ditambahkan dengan 0,1 mg serbuk Mg serta 10 tetes HCl pekat. Jika menghasilkan warna merah jingga-merah ungu maka positif mengandung flavonoid, jika warna kuning jingga maka positif mengandung flavon, calkon dan atau auron.

Uji Tanin

Beberapa mg ekstrak ditambahkan 15 mL akuades panas kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Sampel uji ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%, uji positif mengandung tanin jika sampel uji menjadi berwarna hijau violet.

Uji Saponin

Sebanyak 5 mg ekstrak dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan sambil dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Uji positif mengandung saponin jika buih stabil 1-10 cm selama kurang lebih

10 menit dan ketika ditambahkan beberapa tetes HCl 2 N buih tidak hilang.

Uji Terpenoid

Sebanyak 5 mg ekstrak pekat ditambahkan 3 mL diklorometan lalu diuapkan dalam cawan penguap. Residu hasil penguapan ditambahkan 6 tetes asam asetat dan 3 tetes H2SO4 pekat. Uji positif mengandung terpenoid jika menghasilkan warna merah-hijau atau violet-biru.

32

3.4.3 Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton daun G. celebica

Isolasi senyawa aktif merupakan tahapan pemisahan senyawa dari suatu campuran hingga diperoleh senyawa murni. Isolasi senyawa aktif dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi. Metode kromatografi yang digunakan adalah

Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Vakum dan Kromatografi

Kolom Gravitasi.

3.4.3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Braithwaite et al., 1996)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk mengetahui profil senyawa, menentukan eluen terbaik yang akan digunakan pada kromatografi kolom dan memantau jalannya pemisahan senyawa menggunakan kromatografi kolom.

Selain itu dari noda yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk menentukan kromatografi kolom yang tepat. Caranya adalah pada plat KLT dibuat batas atas dan bawah dengan lebar masing-masing 0,5 cm. Kemudian ditotolkan sampel tepat pada garis bagian batas bawah kemudian dielusi dengan berbagai perbandingan eluen. Eluen yang digunakan bisa berupa pelarut tunggal atau campuran dua pelarut. Setelah eluen naik sampai batas atas, diangkat plat KLT dan dikeluarkan dari chamber kemudian dikeringanginkan. Selanjutnya dideteksi dengan menggunakan lampu UV dengan λ 254 dan 365 nm. Setelah dipendar pada lampu

UV, plat KLT disemprot dengan H2SO4 10% kemudian dipanaskan untuk mendeteksi keberadaan senyawa triterpenoid. Profil yang dihasilkan digunakan untuk menentukan kromatografi kolom yang akan digunakan dan untuk memantau jalannya kromatografi kolom.

33

3.4.3.2 Kromatografi Cair Vakum (KCV) (Santoni et al., 2010)

Pada tahap fraksinasi, kromatografi kolom pertama yang digunakan adalah kromatografi cair vakum karena pada hasil KLT, noda yang dihasilkan cukup banyak, hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat dalam sampel cukup banyak sehingga membutuhkan kromatografi kolom yang dapat dengan cepat memisahkan senyawa-senyawa tersebut. Hal yang pertama kali dilakukan adalah preparasi sampel. Sampel ekstrak kasar ditimbang dalam cawan penguap, kemudian ditambahkan silika gel kasar Kieselgel 60 (35 – 75 mesh ASTM) Merck.

Tahap ini disebut dengan impregnasi, impregnasi menggunakan silica gel kasar bertujuan untuk mengikat sampel. Selanjutnya sampel dan silika gel diaduk hingga homogen.

Setelah preparasi sampel, tahap selanjutnya adalah preparasi kolom. Kolom yang digunakan adalah kolom vakum. Silika gel halus 60 GF254 Merck dimasukkan ke dalam kolom. Silika gel yang sangat halus digunakan sebagai fase diam karena untuk mempercepat proses pemisahan. Silika gel dipastikan rapat dan padat agar silika gel tidak pecah pada saat proses pemisahan berlangsung. Sampel terimpregnasi ditambahkan di atas silika gel halus dan ditutup dengan kapas.

Selanjutnya ditambahkan dengan pelarut n-heksana 100%. Metode yang digunakan adalah metode gradien. Eluen atau fase gerak yang digunakan ditingkatkan kepolarannya dari n-heksana, n-heksana:etil asetat yang ditingkatkan kepolarannya, etil asetat 100%, etil asetat : metanol yang ditingkatkan kepolarannya hingga metanol 100%. Hasil kolom ditampung dalam botol 100 mL, masing-masing botol yang berisi hasil kolom di evaporasi menggunakan rotary evaporator Buchi

R-215 dan R-21 kemudian dipindahkan ke dalam botol vial 7 mL, kemudian

34

dimonitoring menggunakan KLT. Fraksi yang menunjukkan bercak noda yang sama disatukan dalam satu fraksi. Fraksi-fraksi tersebut dibiarkan pelarutnya menguap hingga kering dan selanjutnya ditimbang.

3.4.3.3 Kromatografi Kolom Gravitasi (Rauf et al., 2012)

Fase diam yang digunakan ialah Kieselgel 60 (0,063-0,200 mm) sebanyak dengan fase gerak yang digunakan ialah pelarut yang ditingkatkan kepolarannya.

Fraksi-fraksi yang dihasilkan ditampung dalam botol 100 mL kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator, fraksi-fraksi yang telah dipekatkan dipindahkan ke dalam vial 7 mL. Fraksi-fraksi tersebut dimonitoring dengan kromatografi lapis tipis.

Untuk memisahkan klorofil yang terdapat dalam senyawa campuran maka dilakukan pemisahan dengan menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan adsorben sephadex LH-20 dan dimonitoring dengan menggunakan KLT. Kolom sephadex digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan perbedaaan berat molekul (BM) khususnya untuk memisahkan klorofil. Sampel dilarutkan dalam 1 mL metanol : CH2Cl2, kemudian dielusikan ke dalam kolom sephadex LH-

20 menggunakan metanol:diklorometan (1:1). Hasil pemisahan ditampung dalam vial kemudian dibiarkan hingga pelarutnya menguap. Pemisahan dilakukan pengulangan 3x, kemudian fraksi yang memiliki bercak noda yang sama disatukan.

3.4.4 Uji Kemurnian GC-2

3.4.4.1 Uji Kemurnian KLT 2 Dimensi (Paturusi et al., 2014)

Pengerjaan KLT 2 dimensi dilakukan dengan cara sampel ditotolkan pada lempeng 5 cm x 5 cm lalu dikembangkan dengan satu sistem eluen sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng

35

diangkat, dikeringkan dan diputar 90° dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi eluen kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak di bagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi.

3.4.4.2 Uji Kemurnian Tiga Pelarut (Widorini dan Ersam, 2014)

Pada uji tiga pelarut, eluen yang digunakan adalah (1) diklorometana : aseton (9.5:0.5), (2) diklorometana : aseton (9:1) dan (3) aseton 100%.

3.4.5 Karakterisasi Struktur Senyawa Aktif

3.4.5.1 Analisis dengan Spektroskopi UV-Vis (Widorini dan Ersam, 2014)

Spektroskopi UV-Vis diatur pada λ 200-400 nm dan dicatat λ maks yang diserap dalam bentuk spektrum antara λ dan absorbansi. Hasil isolat yang diperoleh dari hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian isolat dilarutkan ke dalam blanko yaitu

10 mL metanol p.a. Larutan metanol sampel dimasukkan ke dalam kuvet.

Selanjutnya sampel dilakukan uji pengukuran panjang gelombang UV.

3.4.5.2 Analisis dengan Spektroskopi FTIR (Ashokkumar dan Ramaswamy, 2014)

Hasil isolasi diambil 1 mg, kemudian dicampurkan dengan KBr dan digerus sampai homogen. Campuran dimasukkan kedalam alat pembuat pellet, sehingga didapatkan pellet dengan ketebalan ± 1 mm. Plat diletakkan pada wadah plat kemudian diukur serapannya dengan alat FTIR-8400 Shimadzu dengan tampilan spektrum menunjukkan puncak-puncak yang menunjukkan gugus-gugus tertentu dengan grafik perbandingan serapan bilangan gelombang terhadap transmitan

(%T).

36

3.4.5.3 Analisis dengan Spektroskopi NMR (Wei et al., 2016)

Hasil isolasi diambil ±17 mg, kemudian dilarutkan dalam 0,5 ml pelarut bebas proton yaitu CDCl3. Larutan sampel senyawa 1 dimasukkan kedalam tabung injeksi kemudian diletakkan dalam spektrometer NMR Joul Resonance (400 mHz dan 100 mHz).

3.4.5.4 Analisis dengan Spektroskopi LCMS (Maharani et al., 2016)

Sebanyak 1 mg hasil isolasi yang diperoleh dilarutkan dalam metanol.

Sebanyak 5 µL larutan sampel dimasukkan dalam syringe kemudian diinjeksikan pada LCMS melalui kolom C-8 (15 mm x 2 mm) dengan kecepatan alir 0,1 mL/menit.

3.4.6 Uji Aktivitas Antikanker (Jenie et al., 2017)

Uji antikanker dilakukan dengan metode MTT assays. MCF-7 cell lines dikultur menggunakan medium RPMI (Gibco) yang mengandung 10% Fetal

Bovine Serum (Gibco), dan 1% antibakteri-antifungi (Gibco). Cells line dikultur pada densitas 104 cell/well di dalam 96-welll plates dan ditambahkan sampel dengan berbagai variasi konsentrasi. Setelah diinkubasi dalam CO2 5% selama 24 jam, kemudian masing-masing sel ditambahkan dengan 0,5 mg/mL senyawa 3-(4,5-

Dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) dan diinkubasi selama 4 jam. Selama inkubasi, reaksi antara MTT dan enzim dihidrogenasi yang dihasilkan oleh sel yang hidup akan terjadi sehingga menghasilkan senyawa formazan berwarna ungu. Reaksi MTT dihentikan dengan menggunakan DMSO untuk melarutkan kristal formazan. Absorbansi diiukur dengan menggunakan microplate reader (Varioskan) pada panjang gelombang 550 nm.

37

Setelah diperoleh nilai absorbansi, kemudian dilakukan perhitungan berdasarkan persamaan 1 dan 2 untuk menentukan persen sel hidup sel kanker payudara (MCF-7), dengan persamaan sebagai berikut:

…………..(1)

%inhibisi = 100 - %viability……………………………………………………..(2)

IC50 sampel dihitung dengan analisis regresi linier antara persen kelangsungan hidup dan konsentrasi sampel (Lancester dan Fields, 1996; Kiso et al., 2001).

38 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Fitokimia

Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak aseton daun G. celebica.

Penapisan fitokimia yang dilakukan ialah identifikasi golongan Alkaloid,

Flavonoid, Tanin, Saponin dan Terpenoid. Adapun hasil dari uji penapisan fitokimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak aseton daun G. celebica

Golongan Hasil Keterangan Alkaloid Pereaksi Bouchardant Tidak ada perubahan Negatif Pereaksi Mayer Tidak ada perubahan Negatif Pereaksi Dragendorf Endapan jingga Positif Flavonoid Tidak ada perubahan warna Negatif Tanin Bening menjadi kuning kehijauan Negatif Saponin Busa cepat hilang Negatif Terpenoid Hijau coklat Positif Berdasarkan hasil pengamatan uji fitokimia dapat dilihat bahwa hasil positif hanya terdapat pada hasil uji golongan alkaloid dan terpenoid. Pereaksi Dragendorff merupakan hasil dari campuran bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam bismuth (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat. Uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff yang positif ditunjukkan oleh adanya endapan jingga

(Asmara, 2017). Perubahan warna menjadi hijau coklat menunjukkan bahwa ekstrak aseton daun G. celebica mengandung senyawa golongan terpenoid yaitu senyawa steroid dan triterpenoid (Harbone, 1987). Senyawa-senyawa yang

39

dihasilkan dari isolasi tumbuhan G. celebica menggunakan pelarut semipolar-polar seperti etanol dan etil asetat cukup banyak menghasilkan senyawa golongan triterpenoid (Bui et al., 2016; Elfita et al., 2009; Subarnas et al., 2016).

4.2 Hasil Isolasi Senyawa dari Ekstrak Aseton Daun G. celebica

Isolasi merupakan tahapan yang dilakukan untuk memisahkan senyawa- senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar sehingga diperoleh senyawa yang lebih murni. Ekstrak kasar sebanyak 47,7 g difraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom cair vakum. Pemilihan kolom cair vakum dilakukan untuk memisahkan senyawa secara cepat. Fase gerak yang digunakan adalah perbandingan eluen dengan kepolaran yang bertingkat (n-heksana, n-heksana : etil asetat, etil asetat : metanol hingga metanol 100%). Hal tersebut dilakukan agar senyawa-senyawa dalam sampel dapat terpisah sesuai dengan kepolaran eluennya.

Fraksi-fraksi yang diperoleh dikumpulkan dalam vial dan diperoleh 43 fraksi.

Noda-noda dari fraksi yang memiliki pola yang sama disatukan dalam 1 fraksi sehingga diperoleh 11 fraksi. Berat masing-masing fraksi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9:

Tabel 9. Berat fraksi hasil kolom kromatografi cair vakum

Fraksi Berat (g) F1 0,5481 F2 1,6547 F3 0,5079 F4 0,5586 F5 11,9724 F6 15,5178 F7 1,8147 F8 2,4738 F9 5,6379 F10 8,6105 F11 6,5763

40

Masing-masing fraksi diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan fase gerak yaitu n-heksana : etil asetat (9:1 dan 5:5). Hal ini dilakukan supaya menghasilkan pola pemisahan yang baik sesuai dengan kepolaran eluennya. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum dapat dilihat pada Gambar 10.

H:EA (9:1) H:EA (5:5) Senyawa target

1 2 3 4 5 4 5 6 7 8 9 10 11 λ 254 nm Senyawa target H:EA (9:1) H:EA (5:5)

1 2 3 4 5 4 5 6 7 8 9 10 11

λ 365 nm

Gambar 10. Hasil KLT 11 fraksi dari kolom kromatografi cair vakum

Berdasarkan hasil KLT tersebut dapat dilihat bahwa noda yang dihasilkan di setiap fraksinya cukup banyak. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak aseton sehingga F4 dan F5 kemungkinan mengandung senyawa semipolar yang menyebabkan pada eluen nonpolar n-heksana:etil asetat (9:1) tidak terelusi dengan baik, dapat dilihat ketika kepolaran eluen ditingkatkan menjadi n-heksana:etil asetat

(5:5) fraksi tersebut dapat terelusi lebih baik. F9-11 kemungkinan mengandung senyawa polar sehingga dapat terelusi dengan eluen yang polar. Fraksi yang dipilih untuk pemisahan selanjutnya adalah fraksi yang memiliki noda yang dominan dan mudah untuk dipisahkan. F5, F6, dan F7 mengandung noda dari senyawa dominan

41

sehingga dari ketiga fraksi tersebut memiliki potensi untuk dilanjutkan pemisahan selanjutnya. Namun F7 memiliki noda yang lebih baik pemisahannya dan lebih sederhana dibanding F5 dan F6. Hal ini dapat dilihat juga pada UV 365 nm dari F7 bercak merah muda yang berpendar tidak terlalu terlihat sehingga yang dipilih untuk dilanjutkan ke tahap pemisahan berikutnya adalah F7.

Pemisahan F7 (1,839 g) dengan kromatografi kolom gravitasi. Fase gerak yang digunakan berupa campuran eluen (n-heksana : etil asetat) dengan perbandingan yang ditingkatkan kepolarannya. Kromatografi kolom gravitasi dipilih karena merupakan cara pemisahan yang sederhana dimana sampel akan ditempatkan di atas permukaan fase diam yang berupa silika gel yang kemudian dielusi dengan menggunakan fase gerak berupa eluen dengan perbandingan kepolaran tertentu. Pemisahan tejadi karena adanya perbedaan interaksi antara sampel dengan fase gerak dan fase diamnya serta dengan adanya gaya gravitasi

(Hermanto, 2008).

Pemisahan F7 menghasilkan 33 fraksi yang ditampung dalam vial 7 mL.

Fraksi-fraksi yang memiliki pola pemisahan yang sama disatukan dalam satu fraksi sehingga diperoleh 17 fraksi. Dari fraksi tersebut diambil fraksi yang paling banyak yaitu F13 dengan berat 0,867 g. Hasil KLT F13 dapat dilihat pada Gambar 11.

42

λ 254 nm λ 365 nm Pewarnaan dengan H2SO4 Gambar 11. Hasil KLT F13 dengan eluen n-heksana:etil asetat (6:4) Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa pada fraksi 13 terdapat noda dominan yang ditandai dengan noda hitam berbentuk oval dan membentuk warna coklat kemerahan ketika disemprotkan dengan larutan H2SO4 dalam metanol. Hal ini menunjukkan bahwa noda tersebut merupakan golongan senyawa triterpenoid (Harborne, 1987). Hasil KLT pada λ 365 nm terdapat bercak merah muda yang lemah yang menunjukkan bahwa dalam F13 masih terdapat klorofil sehingga harus dipisahkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni

(Khasanah et al., 2013).

Kromatografi kolom yang tepat digunakan untuk memisahkan klorofil dari senyawa-senyawa dalam sampel adalah kromatografi kolom gravitasi dengan adsorben berupa Sephadex LH-20 sebagai fase diam. Prinsip dari Kromatografi kolom tersebut adalah memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan perbedaan berat molekulnya. Fase diamnya terdiri dari partikel yang memiliki pori-pori tertentu.

Dalam hal ini senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul lebih besar dari fase diamnya akan terelusi terlebih cepat terbawa fase gerak melewati fase diam sedangkan senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul lebih rendah dari pori-

43

pori fase diam akan tertahan dalam fase diam sehingga waktu elusinya lebih lama

(Hermanto, 2008). Klorofil merupakan senyawa yang memiliki berat molekul yang besar sehingga ketika proses elusi berlangsung senyawa klorofil akan terelusi terlebih dahulu.

Pemisahan klorofil dari senyawa dalam F13 (0,867 g) menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan adsorben Sephadex LH-20. Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi kolom ini adalah diklorometana : metanol (1:1).

Proses elusi dilakukan 3x pengulangan dengan masing-masing bobot sampel yang dielusi ialah 250 mg, 250 mg, dan 367 mg. Hal ini dilakukan agar proses pemisahan dapat terjadi dengan baik serta mengumpulkan bobot fraksi yang cukup banyak.

Fraksi-fraksi tersebut digabungkan kemudian diidentifikasi kembali dengan menggunakan KLT. Hasil KLT dapat dilihat pada Gambar 12.

H:EA (6:4) H:EA (6:4)

F13.3 F13.2

F13.1

λ 365 nm Pewarnaan dengan larutan H2SO4 Gambar 12. Hasil KLT kolom sephadex LH-20 Hasil penggabungan fraksi tersebut menunjukkan bahwa hasil elusi kolom sephadex LH-20 mengandung senyawa dominan yang digabungkan menjadi F13.3.

Pengamatan hasil KLT pada λ 365 nm tidak menunjukkan bercak berwarna merah muda, hal ini menunjukkan bahwa sampel sudah tidak mengandung klorofil.

Selanjutnya pemisahan F13.3 menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan

44

fase gerak yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat (8:2). Total fraksi yang dihasilkan adalah 12 fraksi, berat masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Berat fraksi hasil kolom kromatografi gravitasi

Fraksi Berat (g) F1 0,0041 F2 0,0431 F3 0,0893 F4 0,0189 F5 0,0657 F6 0,0535 F7 0,0230 F8 0,0303 F9 0,0587 F10 0,0430 F11 0,0297 F12 0,0229

Hasil fraksi tersebut kemudian diidentifikasi dengan menggunakan KLT dengan menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (7:3). Hasil KLT F3 dan F5 memiliki noda yang lebih sedikit pengotornya dari fraksi yang lain, selain itu F3 dan F5 jika digabungkan memiliki berat yang paling banyak sehingga digabung menjadi F13.3c sehingga beratnya menjadi 0,155 g. Hasil KLT dapat dilihat pada

Gambar 13.

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

λ365 nm Pewarnaan dengan H2SO4 Gambar 13. Hasil KLT kromatografi kolom gravitasi pada F13.3c

Berdasarkan hasil KLT tersebut noda yang dihasilkan F13.3c pada λ 254 nm lebih bersih dari pengotor jika dibandingkan dengan fraksi lainnya, namun

45

ketika disemprot dan dipanaskan pengotornya menjadi terlihat. Oleh karena itu dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT 2D dan uji tiga pelarut. Pada uji KLT 2D eluen yang digunakan adalah n-heksana : etil asetat (7:3 dan 6:4). Pada uji tiga pelarut, eluen yang digunakan adalah (1) diklorometana : aseton (9.5:0.5),

(2) diklorometana : aseton (9:1) dan (3) aseton (100%). Hasil KLT 2D dan uji tiga pelarut dapat dilihat pada Gambar 14.

DC:AC DC:AC AC H:EA (7:3) H:EA (6:4) (9,5:0,5) (9:1) (100%)

F13.3c F13.3c (a) F13.3c F13.3c(b)

Gambar 14. Hasil KLT F13.3c (a) 2D dan (b) uji tiga pelarut

Berdasarkan hasil KLT 2D (a) noda yang dihasilkan berupa 1 noda, namun tidak berbentuk bulat melainkan berbentuk oval yang memiliki ekor atau noda berbayang, kemungkinan senyawa tersebut belum murni. Selain itu noda yang dihasilkan masih berada di bawah dekat dengan batas bawah plat KLT yang menunjukkan bahwa eluen yang dipakai kurang polar sehingga noda tidak terelusi dengan baik. Untuk menguji kemurniannya, maka dilakukan uji tiga pelarut (b).

Dari hasil uji beberapa pelarut menunjukkan bahwa senyawa dalam sampel masih belum murni. Pada eluen 1 senyawa tidak terpisah, kemudian pada eluen 2 senyawa sudah terpisah dengan baik. Oleh karena itu dilakukan pemurnian lebih lanjut pada

F13.3c dengan menggunakan fase gerak berupa eluen diklorometana : aseton dalam kromatografi kolom gravitasi.

46

Pemisahan pada F13.3c (0,155 g) dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom gravitasi. Fase gerak yang digunakan adalah diklorometana : aseton yang ditahan pada perbandingan 92:8, hal ini bertujuan untuk mengambil senyawa pada noda pertama terlebih dahulu, diperoleh 4 fraksi. Fraksi hasil gabungan tersebut diidentifikasi kembali dengan KLT. Berat masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 11 dan hasil KLT dapat dilihat pada Gambar 15.

Tabel 11. Berat fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi F13.3c Fraksi Berat (mg) F1 29,9 F2 20 F3 29 F4 8,6

F1 F1 F2 F2

Gambar 15. Hasil KLT F13.3c dengan eluen diklorometan : aseton (85:15) Jika dibandingkan antara hasil KLT F1 dan F2 dengan blanko menunjukkan bahwa senyawa telah terpisah, ditandai dengan noda F1 dan F2 berada sejajar dengan noda pertama pada blanko. Hasil dari penyemprotan dengan menggunakan

H2SO4 dalam metanol menunjukkan bahwa pada F1 masih terdapat pengotor, sehingga yang dilanjutkan tahap uji kemurnian selanjutnya adalah F2 yang kemudian dinamai GC-2.

47

4.3 Hasil Uji Kemurnian dengan KLT 2 dimensi (2D)

GC-2 yang diperoleh kemudian diuji kemurnian dengan KLT 2D. Eleun pertama yang digunakan adalah diklorometana : aseton (7:3) dan eluen kedua yang digunakan adalah diklorometana : aseton (6:4). Hasil KLT 2D dapat dililat pada

Gambar 16.

DC:AC (7:3) DC:AC (6:4)

(a) (b) Gambar 16. Hasil KLT 2D dari GC-2 Berdasarkan hasil KLT 2D menunjukan noda yang dihasilkan berupa satu noda yang berbentuk bulat namun masih terdapat noda berbayang, noda berbayang semakin terlihat jelas ketika menggunakan eluen kedua. Hal ini dapat diduga bahwa senyawa target belum terpisah dengan baik, diduga senyawa tersebut memiliki kemiripan sifat dan kepolaran. Oleh karena itu dilakukan pengujian instrumentasi menggunakan UV-Vis, FTIR, LCMS, 1H NMR dan 13C NMR serta dilakukan uji antikanker payudara dengan menggunakan metode MTT assays.

4.4 Hasil Analisis Data UV-Vis

Hasil analisis pada panjang gelombang 200-400 nm (Gambar 17) menunjukkan adanya 2 serapan, yaitu pada panjang gelombang maksimum (λmaks)

222 nm (pita 1) dan 272 nm (pita 2). Puncak serapan pada λmaks 222 nm menunjukkan adanya eksitasi elektron π π* dari gugus kromofor C=C dan

48

puncak serapan pada λmaks 272 nm menunjukkan adanya eksitasi elektron dari n π* dari gugus kromofor C=O (Sastrohamidjojo, 2013).

272 222

Gambar 17. Spektrum UV-Vis GC-2 Berdasarkan penelitian Bui et al. (2016) dan Subarnas et al. (2016), senyawa-senyawa triterpenoid yang berhasil diisolasi dari tumbuhan G.celebica menghasilkan serapan panjang gelombang UV-Vis di sekitar 200-400 nm. Rita

(2010) menyatakan bahwa senyawa golongan triterpenoid asam karboksilat pada rimpang temu putih muncul serapan maksimum pada panjang gelombang 242 nm diduga akibat adanya eksitasi elektron dari π π* yang disebabkan oleh adanya suatu kromofor C=C. Serapan landai pada panjang gelombang 280 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya eksitasi elektron dari n π* yang disebabkan adanya ikatan rangkap C=O.

4.5 Hasil Analisis Data FTIR

Analisis FTIR dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat pada GC-2. Hasil analisis spektroskopi FTIR tersebut menunjukkan adanya serapan dari beberapa gugus fungsi. Spektrum FTIR dapat dilihat pada Gambar 18.

49

Gambar 18. Hasil spektrum FTIR GC-

Adapun hasil interpretasi bilangan gelombang FTIR GC-2 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Interpretasi Bilangan Gelombang FTIR GC-2

Bilangan gelombang Perkiraan gugus fungsi (cm-1) 3.378,47 O-H karboksilat 1.262,46 C-O ulur asam karboksilat 1.686,82 C=O karbonil 1.640,53 C=C (sp2) 1.378,20 Metil, CH3 ; gem dimetil, -C(CH3)2 1.450,53 -CH2- metilen 2.975,33 hingga 2.824,87 -C-H sp3 ulur 1.923,11 ; 915,26 Vinil

Hasil spektrum Inframerah (IR) dari GC-2 pada daerah 4.000-500 cm-1 memperlihatkan serapan pita O-H asam karboksilat yang khas yaitu pada rentang

3.378,47 cm-1. Serapan 1.262,46 cm-1 memperlihatkan serapan vibrasi ulur C-O untuk asam karboksilat. Serapan kuat 1.686,82 cm-1 menyatakan adanya gugus karbonil C=O. Selanjutnya serapan lemah pada daerah bilangan gelombang

50

1.640,53 cm-1 menunjukkan adanya ikatan antara karbon sp2 (C=C). Serapan tajam pada daerah panjang gelombang 1.378,20 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil –

CH3 dan gugus–C(CH3)2 (geminal atau gem dimetil, dua gugus metil pada karbon yang sama) dan ini merupakan ciri khas dari senyawa golongan triterpenoid

(Supratman, 2010).

Serapan pada daerah 2.975,33 cm-1 hingga 2.824,87 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur –C-H (C sp3) yang dikuatkan dengan adanya serapan pada

-1 -1 1.450,53 cm akibat adanya gugus metilen –CH2- dan pada serapan 1.378,20 cm

-1 akibat adanya gugus metil –CH3. Serapan kuat pada 915,26 cm bersamaan dengan munculnya serapan lemah pada bilangan gelombang 1.923,11 cm-1 timbul dari gerakan keluar bidang atom-atom hidrogen pada ikatan rangkap dan ini merupakan karakteristik dari gugus vinil (Sastrohamidjojo, 2013).

4.6 Hasil Analisis Data LCMS

Analisis LCMS pada GC-2 dilakukan untuk mengetahui puncak area, berat molekul, serta kemurnian senyawa dalam fraksi tersebut. Kemurnian senyawa dapat dilihat dari banyaknya puncak area yang dihasilkan, senyawa murni hanya akan menghasilkan satu puncak area. Kromatogram hasil LCMS GC-2 dapat dilihat pada

Gambar 19.

BPI=>NR(2.00) T2.7 100 75.5 90 T2.9 80 T3.5

70 60 50 40 T1.2

% Intensity % 30 20 10 0 0 0 2 4 6 8 10 Retention Time (Min) Gambar 19. Kromatogram hasil LCMS GC-2

51

Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan LCMS pada GC-2 dengan ionisasi ESI positif [M+H]+ diperoleh tiga puncak area dengan waktu retensi (Rt) dan ion molekul [M+H]+ berturut-turut adalah 2,66 menit (453,4) ; 2,89 menit

(455,5) ; dan 3,50 menit (455,5) yang menandakan bahwa berat molekul masing- masing adalah 452, 454, dan 454. Dengan adanya tiga puncak area yang terdapat pada GC-2 menunjukkan adanya tiga senyawa dalam fraksi tersebut, selain itu pada hasil KLT 2D bercak noda yang dihasilkan masih berupa noda tunggal yang berbayang, sehingga dapat disimpulkan bahwa GC-2 tidak murni. Senyawa- senyawa tersebut kemungkinan memiliki kepolaran yang hampir sama sehingga sulit terpisah dengan baik.

Berdasarkan kromatogram hasil LCMS GC-2 dapat dilihat bahwa terdapat puncak yang dominan dibanding dengan puncak lainnya, yaitu pada puncak pertama dengan waktu retensi 2,66 menit dan % intensitasnya yaitu 76%. Senyawa tersebut merupakan senyawa dengan berat molekul 452 dan memiliki rumus molekul C30H44O3. Berat dan rumus molekul tersebut memiliki kesamaan dengan senyawa golongan triterpenoid asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-

8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) yang memiliki m/z 475,3186 [M+Na]+ yang menandakan bahwa berat molekul senyawa tersebut adalah 452. Senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) merupakan senyawa baru dari golongan triterpenoid yang berhasil diisolasi dari kulit kayu tumbuhan Garcinia celebica (Bui et al., 2016).

Puncak lainnya yang memiliki m/z 455,55 [M+H]+ dengan berat molekul

454 diduga merupakan senyawa triterpenoid asam (24E)-3α-hidroksi-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44). Senyawa tersebut merupakan

52

senyawa yang pernah diisolasi dari daging buah G. hombroniana (Rukachaisirikul

et al., 2000). Puncak pada waktu retensi 2,89 dan 3,50 menit memiliki kesamaan

berat molekul dan pola fragmentasi, hal ini kemungkinan 2 senyawa tersebut

merupakan senyawa isomer. Adapun struktur senyawa dari asam (24E)-3-okso-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(26)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-

hidroksi-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44) dapat dilihat

pada Gambar 20.

Gambar 20. Struktur senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta- 8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) dan asam (24E)-3α-hidroksi- 17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (44) Berdasarkan penelitian Bui et al. (2016) senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-

friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) merupakan senyawa golongan

triterpenoid dengan rumus molekul C30H44O3 dan berat molekul 452. Senyawa asam

(24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat memiliki

panjang gelombang maksimum UV-Vis 215 dan 249 nm, selain itu terdapat serapan

pada 1.699 cm-1 yang menandakan terdapatnya serapan karbonil (C=O) pada hasil

analisis dengan FTIR. Namun belum ada yang melaporkan aktivitas dari senyawa

tersebut.

Kemiripan senyawa dominan dari GC-2 dengan senyawa asam (24E)-3-

okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat diperkuat dengan adanya

53

serapan-serapan gugus fungsi yang dihasilkan dari identifikasi menggunakan FTIR, hasil tersebut sangat dekat dengan keberadaan gugus fungsi yang terdapat dalam kerangka senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)- trien-26-oat. Serapan-serapan tersebut adalah gugus O-H karboksilat, C=O karbonil, gem dimetil, C-O ulur dari asam karboksilat, dan C=C sp2. Selain itu diperkuat juga dengan adanya kemiripan terhadap pergeseran kimia dari hasil analisis menggunakan 1H NMR dan 13C NMR.

4.7 Hasil Analisis Data NMR

Analisis menggunakan NMR merupakan analisis terpenting dalam penentuan senyawa organik. Analisis NMR dapat menentukan tipe dan jumlah proton. Selain itu dapat juga menentukan kerangka karbon. Analisis NMR yang dilakukan adalah analisis 1H NMR dan analisis 13C NMR.

4.7.1 Hasil Analisis Data 1H NMR

Analisis data 1H NMR dilakukan untuk menentukan tipe dan jumlah proton serta lingkungan kimianya dalam suatu molekul. Tipe proton yang berbeda memiliki lingkungan kimia yang berbeda dan lingkungan kimia yang berbeda menentukan letak/serapan sebuah proton dalam spektrum (Sastrohamidjojo, 2013).

Hasil analisis 1H NMR pada GC-2 dapat dilihat pada Gambar 21.

54

Gambar 21. Hasil analisis 1H NMR GC-2 Hasil analisis menggunakan 1H NMR pada Gambar 21 memberikan informasi umum bahwa pergeseran kimia < δ 3 ppm menunjukkan keberadaan proton dari ikatan karbon sp3 dalam rangka dasar triterpenoid dan sinyal-sinyal proton pada daerah “downfield” (δ 5 – 7) merupakan sinyal-sinyal proton alkena

(doublebond). Kebanyakan gugus metil muncul di dekat δ 1 ppm jika gugus metil tersebut terikat pada karbon-karbon sp3 yang lain. Proton-proton gugus metilen,

3 -CH2- (terikat pada karbon sp ) muncul pada pergeseran kimia yang lebih besar

(dekat δ 1,2 – 1,4 ppm) daripada proton-proton gugus metil. Proton-proton metin tersier muncul pada pergeseran kimia yang lebih besar daripada proton-proton sekunder. Proton-proton yang cukup dekat dengan alkena akan memberikan pengaruh kecil terhadap gejala “deshielding” dari elektron-elektron pi (π) hingga serapan terjadi di sekitar “downfield” dari proton-proton alkil umumnya, yaitu pada

δ >2 ppm (Sastrohamidjojo, 2013).

55

Sinyal-sinyal proton alkena (double bond) muncul pada medan lemah

“downfield” (δ 5-6 ppm) diakibatkan adanya efek anistropi pada proton alkena

(Supratman, 2009). Pada kebanyakan senyawa triterpenoid, sinyal proton yang dihasilkan pada daerah “downfield” (δ 6-7,8 ppm) menunjukkan adanya proton alkena pada C-24 yang berdekatan dengan karbon yang tersubstitusi dengan substituen elektronegatif (C-26) seperti pada karbonil karboksilat atau aldehida

(Bui et al., 2016; Elfita et al., 2009; Klaiklay et al., 2013; Rukachaisirikul et al.,

2000; Rukachaisirikul et al., 2005; Subarnas et al., 2016; Wu et al., 2016).

Sinyal pada daerah δH 5,32 (1H, s) dan 6,91 ppm (1H, t) merupakan sinyal dari proton double bond yang terikat pada C-15 dan C-24. Pada C-24 diduga merupakan sinyal dari proton double bond yang berdekatan dengan karbon yang tersubstitusi dengan substituen elektronegatif (C-26) yaitu karbonil karboksilat, sehingga akan berada pada daerah ”downfield” dengan pergeseran kimia yang lebih besar. Munculnya multiplisitas triplet pada C-24 dikarenakan karbon tersebut berikatan dengan C-23 yang memiliki 2 proton, sinyal proton pada C-24 dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Perbesaran spektrum 1H NMR

56

Hasil interpretasi data pergeseran kimia pada spektrum 1H NMR dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel tersebut merupakan perbandingan pergeseran kimia spektrum 1H NMR dari senyawa GC-2 dengan senyawa prediksi asam (24E)-3- okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat.

Tabel 13. Data spektrometer 1H NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat δH (ppm); multiplisitas (J) Senyawa asam (24E)-3-okso-17,14- Posisi Senyawa GC-2 (a) friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26- oat (Bui et al., 2016) (b) 1,64; m 1,64; m C-1 2,07; m 2,09; m C-2 2,35; m 2,48; m 2,62; m C-3 - - C-4 - - C-5 1,74; m 1,70; m C-6 1,58; m 1,60; m 1,74; m 1,71; m C-7 2,09; m 2,11; m 2,41; m C-8 - - C-9 - - C-10 - - C-11 2,15; m 2,15; m C-12 1,61; m 1,61; m 1,66; m C-13 - - C-14 - - C-15 5,32; s 5,33; s C-16 1,91; d 1,96; dd (16,3 & 3,5) 2,29; m 2,29; d (16,3) C-17 - - C-18 0,77; s 0,77; s C-19 1,25; s 1,13; s C-20 1,815; m 1,84; m C-21 0,87; d (5,6) 0,90 d (6,7) C-22 1,66; m 1,64; m C-23 2,20; m 2,13; m 2,33; m 2,32; m C-24 6,91; t (7,2) 6,93; t (7,5) C-25 - - C-26 - - C-27 1,84; s 1,86; s C-28 1,12; s 1,11; s C-29 1,05; s 1,08; s C-30 0,86; s 0,83; s (a) Keterangan : 400 MHz dalam CDCl3 (b) 500 MHz dalam CDCl3

57

Adanya puncak-puncak yang menumpuk pada pergeseran kimia dibawah δH

3 ppm pada Gambar 21 menunjukkan adanya ikatan karbon sp3 baik itu metil, metilen maupun metin. Sinyal pada daerah δH 1,84 ppm (1H, s) menunjukkan adanya ikatan karbon sp3 dari metil alilik yang terikat pada C-27. Selanjutnya lima sinyal pada daerah δH 1,25; 1,12; 1,05; 0,86; dan 0,77 ppm (1H, s) menunjukkan adanya metil yang masing-masing terikat pada C-19, C-28, C-29, C-30 dan C-18.

Sinyal-sinyal proton metil tersebut muncul dengan multiplisitas singlet karena gugus metil terikat dengan karbon kuartener atau yang tidak mengikat proton.

Sedangkan sinyal pada daerah δH 0,87 ppm (1H, d) menunjukkan adanya metil yang terikat pada C-21 dengan multisplitas doublet karena gugus metil terikat dengan metin atau yang mengikat 1 proton. Proton-proton metil tersebut merupakan proton metil khas yang terdapat pada senyawa triterpenoid.

3 Selanjutnya terdapat sembilan sinyal metilen (CH2) dari ikatan karbon sp yang muncul pada pergeseran kimia δH 2,35 (m); 2,20 (m); 2,15 (m); 2,09 (m); 1,91

(d); 1,66 (m); 1,64 (m); 1,61 (m); dan 1,58 (m). Masing-masing sinyal proton tersebut berikatan dengan C-2, C-23, C-11, C-7, C-16, C-22, C-1, C12 dan C-6.

Pada sinyal metilen tersebut rata-rata menghasilkan multiplisitas triplet, hal ini disebabkan proton pada gugus metilen tersebut berikatan dengan karbon-karbon yang memiliki banyak proton sehingga menghasilkan puncak multiplet. Sinyal dari proton metin (CH) muncul pada pergeseran kimia δH 1,815 dan 1,74 (m) yang terikat pada C-20 dan C-5. Multiplisitas yang muncul adalah mutiplet, dikarenakan gugus metin tersebut berikatan dengan karbon-karbon yang mengikat lebih dari 2 proton.

58

4.7.2 Hasil Analisis Data 13C NMR

Analisis data 13C NMR pada GC-2 dilakukan untuk menentukan kerangka karbon yang terdapat dalam senyawa tersebut. 13C NMR dapat memberikan informasi mengenai jumlah sinyal karbon dalam senyawa organik, pemecahan sinyal karbon yang tergantung dari jumlah atom hidrogen yang terikat (metin, metilena, metil, dan karbon kuartener) serta jenis karbon (sp, sp2, dan sp3)

(Supratman, 2010). Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2 dapat dilihat pada

Gambar 23.

Gambar 23. Spektrum hasil analisis 13C NMR pada GC-2

Serapan pada pergeseran sekitar δc 200 dan 170 ppm merupakan ciri khas terdapatnya karbonil keton pada C-3 dan asam karboksilat pada C-26 dari senyawa- senyawa triterpenoid yang dihasilkan dari tumbuhan Garcinia. Sedangkan pada pergeseran sekitar δc 120-140 ppm menunjukkan adanya karbon-karbon double bond (C=C) pada kerangka triterpenoid (Bui et al., 2016; Danh et al., 2014). Hasil interpretasi data pergeseran kimia pada spektrum 13C NMR dapat dilihat pada

Tabel 14.

59

Tabel 14. Data spektrometer 13C NMR senyawa GC-2 dengan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat δc (ppm) Senyawa asam (24E)-3-okso-17,14- Posisi Senyawa GC-2 (a) friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien- 26-oat (Bui et al., 2016) (b) C-1 37,0 35,2 C-2 34,4 34,6 C-3 211,2 217,7 C-4 49,2 47,5 C-5 53,9 51,3 C-6 19,8 19,7 C-7 26,6 26,9 C-8 123,0 124 C-9 144.2 140,3 C-10 37,7 37,8 C-11 22,2 22,9 C-12 29,4 30,1 C-13 45,2 48,2 C-14 145,7 148,2 C-15 120,3 117,2 C-16 45,0 45,7 C-17 49,4 50,7 C-18 15,4 15,8 C-19 18,8 18,8 C-20 38,9 38,2 C-21 15,3 15,5 C-22 31,4 31,6 C-23 27,2 27,6 C-24 145,5 145,5 C-25 126,5 126,9 C-26 173,2 172,5 C-27 12,2 12,2 C-28 25,7 26,7 C-29 20,9 21,5 C-30 17,9 17,5 (a) Keterangan : 400 MHz dalam CDCl3 (b) 500 MHz dalam CDCl3

Sinyal pada daerah δc 211,2 ppm memberikan informasi adanya sinyal dari karbon karbonil keton pada C-3. Adanya karbon karbonil keton dikuatkan dengan adanya spektrum FTIR yaitu serapan kuat pada 1.686,82 cm-1 menyatakan adanya gugus karbonil C=O. Selanjutnya serapan δc 173,2 ppm menunjukkan adanya sinyal dari karbonil asam karboksilat. Dugaan tersebut diperkuat dengan data FTIR yaitu serapan pada panjang gelombang 1.262,46 cm-1 yang memperlihatkan serapan

60

vibrasi ulur C-O untuk asam karboksilat serta serapan khas O-H karboksilat pada

-1 panjang gelombang 3.378,47 cm . Sinyal pada daerah δc 211,2 dan 173,2 ppm dapat dilihat pada Gambar 24.

COOH C=O

Gambar 24. Perbesaran spektrum 13C NMR

Adanya sinyal-sinyal di sekitar δc 120 – 145 ppm menunjukkan adanya

2 karbon sp double bond (C=C). Sinyal-sinyal tersebut adalah δc 145,7 (C-14); 145,5

(C-24); 144,2 (C-9); 126,5 (C-25); 123 (C-8); dan 120,3 (C-15). Adanya dugaan sinyal karbon sp2 dikuatkan dengan spektrum FTIR pada panjang gelombang

1.640,53 cm-1. Selanjutnya terdapat 4 sinyal dari karbon kuartener yaitu sinyal pada daerah δc 49,4 (C-17); 49,2 (C-4); 45,2 (C-13); dan 37,7 (C-10). Selain itu sinyal pada daerah δc 53,9 dan 38,9 ppm menunjukkan adanya gugus metin pada posisi

C-5 dan C-20. Adanya 9 sinyal dari gugus metilen muncul pada daerah δc 45,0 (C-

16); 37,0 (C-1); 34,4 (C-2); 31,4 (C-22); 29,4 (C-12); 27,2 (C-23); 26,6 (C-7); 22,2

(C-11); dan 19,8 (C-6). Sinyal dari gugus metilen ini diperkuat dengan adanya serapan FTIR pada bilangan gelombang 2.975,33 cm-1 serta 1.450,53 cm-1 yang merupakan serapan khas akibat adanya gugus metilen –CH2-.

61

Selanjutnya terdapat 7 gugus metil khas dari senyawa triterpenoid. Sinyal pada daerah δc 12,2 ppm menunjukkan adanya gugus metil alil pada C-27, hal ini diperkuat dengan sinyal δH 1,84 ppm dengan multiplisitas singlet. Sinyal pada daerah δc 15,3 ppm menunjukkan adanya gugus metil pada C-21 dan diperkuat dengan sinyal δH 0,87 dengan multiplisitas doublet. Kemudian sinyal dari 5 gugus metil lain muncul pada daerah δc 25,7 (C-28); 20,9 (C-29); 18,8 (C-19); 17,9 (C-

30); dan 15,4 (C-18). Masing-masing dugaan sinyal tersebut diperkuat dengan adanya sinyal δH 1,12 (C-28); 1,05 (C-29); 1,25 (C-19); 0,86 (C-30); dan 0,77 (C-

18) yang memiliki multiplisitas singlet. Sinyal dari C-28 dan C-29 diperkuat juga dengan adanya serapan FTIR pada daerah pergeseran gelombang 1378,20 cm-1 akibat adanya gugus gem dimetil –C(CH3)2 yang merupakan ciri khas dari kerangka struktur triterpenoid (Supratman, 2010).

4.8 Biosintesis Senyawa Asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta- 8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat

Biosintesis senyawa triterpenoid dapat dilihat pada Gambar 25, asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A akan melakukan kondensasi Claisen menghasilkan asetoasetil koenzim A (45). Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi Aldol menghasilkan asam mevalonat (46).

Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat, dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat (IPP) (47) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP) (48) oleh enzim isomerase.

IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala-ke-ekor dengan DMAPP.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti penyingkiran ion

62

pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranl pirofosfat (GPP) (49). Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama seperti antara IPP dan DMAPP akan menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) (50) yang merupakan senyawa antara triterpenoid (Achmad, 1986).

Gambar 25. Mekanisme reaksi pembentukan farnesil pirofosfat (FPP) (Achmad, 1986) Sebanyak 2 unit farnesil pirofosfat (FPP) pada Gambar 26 bergabung secara ekor-ekor membentuk senyawa skualen yang segera diubah menjadi 2,3- epoksiskualen (51). Siklisasi diawali oleh protonasi gugus epoksi dan diikuti oleh pembukaan lingkar epoksida. Kemudian tejadi migrasi metil yang selanjutnya pembentukan ikatan rangkap. Oksidasi pada C-3 dan C-26 menghasilkan gugus

63

keton dan karboksilat sehingga dihasilkan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) (Achmad, 1986; Herbert, 1989).

Gambar 26. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa asam (24E)-3-okso-17,14- friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (33) (Achmad, 1986; Herbert, 1989)

4.9 Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Kanker Payudara (MCF-7)

Senyawa-senyawa triterpenoid yang dihasilkan dari tumbuhan G. celebica memiliki aktivitas antikanker payudara yang sangat kuat dengan nilai IC50 <100

μg/mL. Pada penelitian Subarnas et al. (2016) senyawa metil-3α-23-dihidroksi-

64

17,14-friedolanstan-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat (41) memiliki nilai IC50 sebesar 39,68 μg/mL dalam 24 jam dan 33,88 μg/mL dalam 48 jam terhadap sel kanker payudara (MCF-7). Selain itu pada penelitian Bui et al. (2016) menghasilkan 4 senyawa triterpenoid yang memiliki aktivitas antikanker yang sangat kuat terhadap sel kanker payudara yaitu asam (22Z,24E)-9α-hidroksi-3- okso-13α,30-siklo-17,13-friedolanosta-22(23),24(24)-dien-26-oat (37); asam

(22Z,24E)-9α hidroksi-3-okso-17,14-friedolanosta-14(15),22(23),24(25)-trien-26- oat (38); asam (24E)-3β asetoksi 9α-hidroksi-17,14,4-friedolanosta-14(15),24(25)- dien-26-oat (39); dan asam (22Z,24E)-3β asetoksi-9α-hidroksi-17,14- friedolanosta-14(15),22(23),24(25) -trien-26-oat (40) yang memiliki nilai IC50 berturut-turut adalah 51,3; 27,4; 31,3; dan 31,7 μg/mL.

GC-2 yang diperoleh dilakukan uji sitotoksik terhadap sel kanker payudara

(MCF-7). Uji sitotoksik dilakukan untuk mengetahui potensi suatu sampel dalam menghambat pertumbuhan sel. Dalam penelitian ini dilakukan uji sitotoksik menggunakan pendekatan MTT assay. Prinsip metode MTT assay didasarkan pada jumlah sel yang masih hidup dengan reaksi yang terjadi adalah reaksi enzimatis antara sel yang hidup dengan senyawa MTT. Dalam hal ini, sel yang hidup akan menghasilkan enzim dehidrogenasi yang akan mereduksi senyawa MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu (Suzery dan Cahyono, 2014). Ketika sampel mengandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan sel atau mematikan sel maka sel yang bertahan hidup akan semakin sedikit, sehingga enzim dehidrogenasi yang dihasilkan sel untuk mereduksi senyawa MTT menjadi senyawa formazin yang berwarna ungu pun akan semakin sedikit. Intensitas warna akan sebanding dengan jumlah sel yang hidup. Intensitas warna ungu tersebut

65

diukur dengan menggunakan Spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang 550 nm. Data hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil uji sitotoksik GC-2 terhadap sel kanker payudara (MCF-7)

GC-2 %sel hidup rata-rata IC50 (μg/mL) (μg/mL) 1x 2x 3x %sel hidup 0 102.89 98.62 98.48 100 1 102.63 96.35 126.25 108.41 5 79.54 88.34 84.34 84.075 24.97 10 70.86 68.19 68.59 69.22 25 41.50 48.97 49.78 46.75 50 2.40 2.40 13.08 5.96

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase sel hidup semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi sampel yang ditambahkan. Hal ini menunjukkan senyawa dalam sampel mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara. Aktivitas sitotoksik dinyatakan dengan nilai IC50, nilai IC50 menunjukkan kadar sampel uji yang dapat menghambat 50% pertumbuhan sel kanker (Fitria et al., 2011). Nilai IC50 dari aktivitas sitotoksis GC-2 terhadap sel kanker payudara

(MCF-7) sebesar 24,97 μg/mL. Nilai IC50 diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu jika nilai IC50 <100 μg/mL menunjukkan sampel tersebut memiliki aktivitas yang sangat kuat terhadap penghambatan sel. Jika nilai IC50 101-200 μg/mL menunjukkan aktivitas yang baik, sedangkan jika nilai IC50 >200 μg/mL menunjukkan aktivitas yang lemah dalam menghambat pertumbuhan sel (Subarnas et al., 2012). Berdasarkan tingkatan nilai IC50 tersebut senyawa GC-2 memiliki potensi penghambatan sel kanker payudara yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 μg/mL.

Beberapa gugus fungsi seperti hidroksil, karboksil, dan ikatan rangkap dalam senyawa triterpenoid dapat berkontribusi terhadap kapasitas penghambatan

66

proliferasi sel kanker (Petronelli et al., 2009). Senyawa dugaan yang kemungkinan memiliki peran utama dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara adalah senyawa yang memiliki gugus hidroksil pada C-3, yaitu asam (24E)-3α-hidroksi-

17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-26-oat. Senyawa polar berinteraksi dengan substansi fosfolipid dalam lapisan hidrofilik membran sel, kemudahan senyawa tersebut masuk ke dalam membran dipengaruhi oleh jumlah dan posisi gugus hidroksil. Jumlah dan posisi gugus hidroksil dalam senyawa triterpenoid mempengaruhi aktivitas antikankernya (Qi et al., 2010). Aktivitas antikanker payudara dari senyawa triterpenoid bekerja dengan cara menginduksi apoptosis sel

(Subarnas et al., 2016).

67 BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Salah satu senyawa yang terkandung dalam isolat GC-2 adalah senyawa

golongan triterpenoid dengan rumus molekul C30H44O3 (BM=452), yaitu

senyawa asam (24E)-3-okso-17,14-friedolanosta-8(9),14(15),24(25)-trien-

26-oat.

2. Isolat GC-2 memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7) yang sangat

kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,97 μg/mL

5.2 Saran

Perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan senyawa- senyawa dalam GC-2 yang memiliki aktivitas antikanker payudara (MCF-7) serta dilakukan identifikasi struktur lanjutan dengan uji NMR 2D.

68

DAFTAR PUSTAKA

Achmad SA. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Kartinika

Aravind AP, Asha KRT, Rameshkumar. 2016. Phytochemical analysis and antioxidant potential of the leaves of Garcinia travancorica Natural Product Research. 30(2):232–236. doi: org/10.1080/14786419.2015.1043551.

Arief DA, Sangi MS, Kamu VS. 2017. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Biji Aren (Arenga pinnata MERR.). Jurnal MIPA Unsrat. 6(2):12– 15.

Arifin HS dan Nakagoshi N. 2011. Landscape ecology and urban biodiversity in tropical Indonesian cities. Landscape and Ecological Engineering. 7(1): 33– 43.

Arwa P, Zeraik ML, Farias XV, Fonseca L M, Silva BV, Siqueira SDH. 2015. Redox-active biflavonoids from Garcinia brasiliensis as inhibitors of neutrophil oxidative burst and human erythrocyte membrane damage. Journal of Ethnopharmacology. 174:410–418. doi: org/10.1016/j.jep.2015.08.041.

Ashokkumar R dan Ramaswamy M. 2014. Phytochemical screening by FTIR spectroscopic analysis of leaf extracts of selected Indian Medicinal . International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 3(1):395–406.

Asmara AP. 2017. Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Metanol Bunga Turi Merah (Sesbania grandiflora L. Pers). Al-Kimia. 5(1): 48–59. doi:org/10.24252/al-kimia.v5i1.2856

Ath-Thabari AJM. 2009. Tafsir Ath-Thabari Surah An-Nuur, Al Furqaan, Asy- Syu’araa’, dan An-Naml. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam.

Auranwiwat C, Trisuwan K, Saiai A, Pyne SG, Ritthiwigrom T. 2014. Antibacterial tetraoxygenated xanthones from the immature fruits of G. cowa. Fitoterapia. 98:179–183. doi: org/10.1016/j.fitote.2014.08.003.

Behera S, Ghanty S, Ahmad F, Santra S, Banerjee S. 2012. UV-Visible Spectrophotometric Method Develepment and Validation of Assay of Paracetamol Tablet Formulation. Analytical & Bioanalytical Techniques. 3(6):1–6.

Braithwaite A, Smith F, Stock R. 1996. Chromatographic Methods. Kluwer Academic Publisher: London

69

Bui TQ, Bui AT, Nguyen KT, Nguyen VT, Trinh BTD, Nguyen LD. 2016. A depsidone and six triterpenoids from the bark of G. celebica. Tetrahedron Letters. doi: org/10.1016/j.tetlet.2016.04.104.

Cai Y, Luo Q, Sun M, Corke H. 2004. Antioxidant activity and phenolic compounds of 112 traditional Chinese medicinal plants associated with anticancer. Life Sciences. 74(17):2157–2184. doi: 10.1016/j.lfs.2003.09.047.

Chang H dan Yang L. 2012. Gamma-Mangostin, a Micronutrient of Mangosteen Fruit, Induces Apoptosis in Human Colon Cancer Cells. Molecules. 6(3): 8010–8021. doi: 10.3390/molecules17078010.

Chen Y, Fan H, Yang G, Jiang Y, Zhong F, He H. 2010. Prenylated Xanthones from the Bark of Garcinia xanthochymus and Their 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) Radical. Molecules. 15:7438–7449. doi: 10.3390/molecules15107438.

Dahlan Z, Hanum L, Zahar E. 2009. Eksplorasi dan studi keragaman Garcinia l. berdasarkan sumber bukti makromorfologi dan pemanfaatannya bagi perkuliahan morfologi tumbuhan. Forum Kependidikan. 28(2):164–172.

Danh Q, Bui A, Vu MK, Nguyen HD, Nguyen LT, Dang SV, Nguyen LD. 2014. A protostane and two lanostanes from the bark of Garcinia ferrea. Phytochemistry Letters. 762:19–22. doi: org/10.1016/j.phytol.2014.08.019

Day RA dan AL Underwood. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-empat. Erlangga : Jakarta. Hal. 390.

Doyle WM. 1992. Principles and applications of Fourier transform infrared (FTIR) process analysis. 2. 11–41. Technical Note AN–906 Rev. C.

Elfita E, Muharni M, Latief M, Darwati D, Widiyantoro A, Supriyatna S. Pieters L. 2009. Phytochemistry Antiplasmodial and other constituents from four Indonesian Garcinia. Phytochemistry. 70(7):907–912. doi: 10.1016/j.phytochem.2009.04.024.

Farombi EO dan Owoeye O. 2011. Antioxidative and chemopreventive properties of Vernonia amygdalina and Garcinia kola. International Journal of Environmental Research and Public Health. 8(6):2533–2555. doi: org/10.3390/ijerph8062533.

Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Eser S, Mathers C, Rebelo M, Bray F. 2015. Cancer incidence and mortality worldwide : Sources, methods and major patterns in GLOBOCAN 2012. International Journal of Cancer. 136:359– 386. doi: org/10.1002/ijc.29210.

Fessenden RJ dan Fessenden JS. 1981. Kimia Organik, jilid 1. Jakarta: Erlangga

70

Fitria M, Armandari I, Septhea D, Ikawati A, Meiyanto E. 2011. Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) Berefek Sitotoksik Dan Menginduksi Apoptosis Pada Sel Kanker Payudara Mcf-7. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayatik dan Fisik. 13(2): 101–107.

Fouotsa H, Mbaveng AT, Mbazoa CD, Nkengfack AE, Farzana S, Iqbal CM, Kuete V. 2013. Antibacterial constituents of three Cameroonian medicinal plants: Garcinia nobilis, Oricia suaveolens and Balsamocitrus camerunensis. BMC Complementary and Alternative Medicine. 13(81):1–10. doi:org/10.1186/1472-6882-13-81.

Ganjar I, Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gritter RJ dan Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi Terjemahan dari Introduction to Cromatoghraphy (Padwinata K dan Soediro I, Penerjemah). Bandung: ITB Press.

Han Q, Bin, Yang NY, Tian HL, Qiao CF, Song JZ, Chang DC, Xu HX. 2008. Xanthones with growth inhibition against HeLa cells from Garcinia xipshuanbannaensis. Phytochemistry. 69(11):2187–2192. doi: org/10.1016/j.phytochem.2008.05.019.

Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Italy: ICS-UNIDO

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Hart H, Craine LE, Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Achmadi, S.S., penerjemah; Safitri, A., editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemaha n dari: Organic Chemistry. A Short Course. Ed ke-11.

Hemshekhar M, Sunitha K, Santhosh MS, Devaraja S, Kemparaju K, Vishwanath BS, Girish KS. 2011. An overview on genus Garcinia: Phytochemical and therapeutical aspects. Phytochemistry Reviews. 10(3):325–351. doi: 10.1007/s11101-011-9207-3.

Herbert RB. 1989. Biosintesis Metabolit SekunderTerjemahan dari The Biosynthesis of Secondary Metabolites (Srigandono B, Penerjemah). Semarang: IKIP Semarang Press.

Hermanto S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisis Kromatografi dan Spektrofotometri. Jakarta (ID): Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah.

71

Jenie RI, Handayani S, Susidarti RA, Udin Z, &Meiyanto, E. 2017. Cytotoxic and Antimetastasis Effect of Ethyl Acetate Fraction from Caesalpinia sappan L. on MCF-7 / HER2 Cells. Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention. 8: 42–50.

Jia CC, Han T, Xu J, Li SG, Sun YT, Li DH, Hua HM. 2017. A new biflavonoid and a new triterpene from the leaves of G. paucinervis and their biological activities. Journal of Natural Medicines. 71(4):642–649. doi: org/10.1007/s11418-017-1092-7.

Khasanah N, Wuryanti, Suci N. 2013. Isolasi Dan Penentuan Aktifitas Spesifik Klorofilase Dari Daun Mahoni (Swietenia mahagoni). Cheminfo. 1(1): 386– 395.

Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik penerjemah A. Saptorahardjo. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Basic concept of analytical chemistry.

Kiso T, Usuki Y, Ping X, Fujita K, Taniguchi M, Cathepsin B. 2001. L-2.5- Dihydrophenylalanine, an Inducer of Cathepsin-dependent Apoptosis in Human Promyelocytic Leukemia Cells (HL-60). Journal of Antibiotics, 54(10):810–817.

Klaiklay S, Sukpondma Y, Rukachaisirikul V, Phongpaichit S. 2013. Phytochemistry Friedolanostanes and xanthones from the twigs of Garcinia hombroniana. Phytochemistry. 85:161–166. doi: org/10.1016/j.phytochem.2012.08.020.

Kritsanawong S, Innajak S, Imoto M, Watanapokasin R. 2016. Antiproliferative and apoptosis induction of α-mangostin in T47D breast cancer cells. International Journal of Oncology. 48:2155–2165. doi: 10.3892/ijo.2016.3399.

Kumar S dan Pandey AK. 2013. Chemistry and Biological Activities of 1,8- Naphthyridines. The Scientific World. 73(7):637–669.

Lancester MV dan Fields RD. 1996. Antibiotic and cytotoxic drug suspectibility assays using resazurin and poising agents. U.S. Patent No. 5. 501.959.

Lannang AM, Sema DK, Tatsimo SJN, Tankeu VFT, Tegha HF, Wansi JD, Sewald N. 2017. A new depsidone derivative from the leaves of G. polyantha. Natural Product Research. 6419:1–6. doi: org/10.1080/14786419.2017.1378201.

Liu X, Yu T, Gao XM, Zhou Y, Qiao CF, Peng Y, Xu HX. 2010. Apoptotic effects of polyprenylated benzoylphloroglucinol derivatives from the twigs of G. multiflora. Journal of Natural Products. 73(8):1355–1359. doi: org/10.1021/np100156w.

72

Mahamodo S, Rivi C, Neut C, Abedini A, Ranarivelo H, Duhal N, Andriamihaja, B. 2014. Antimicrobial prenylated benzoylphloroglucinol derivatives and xanthones from the leaves of G. goudotiana. Phytochemistry. 102:162–168. doi: org/10.1016/j.phytochem.2014.03.006.

Maharani T, Sukandar D, Hermanto S. 2016. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi dari Ekstrak Etil Asetat Daun Namnam (Cynometra Cauliflora L.) yang Memiliki Aktivitas Antibakteri. Jurnal Kimia Valensi. 2(1):55–62.

Njume C, Jide AA, Ndip RN. 2011. Aqueous and organic solvent-extracts of selected South African medicinal plants possess antimicrobial activity against drug-resistant strains of Helicobacter pylori: Inhibitory and bactericidal potential. International Journal of Molecular Sciences. 12(9):5652–5665. doi: org/10.3390/ijms12095652.

Nurdin, Kusharto CM, Tanziha I. 2009. Kandungan Klorofil Berbagai Jenis Daun Tanaman Dan Cu-Turunan Klorofil Serta Karakteristik Fisiko-Kimianya, Jurnal Gizi dan Pangan. 4(1):13–19.

Oyenihi OR, Brooks NL, Oguntibeju OO. 2015. Effects of kolaviron on hepatic oxidative stress in streptozotocin induced diabetes. BMC Complementary and Alternative Medicine. 15(1):1–7. doi: org/10.1186/s12906-015-0760-y.

Padhye S, Ahmad A, Oswal N, Sarkar FH. 2009. Emerging role of Garcinol, the antioxidant chalcone from Garcinia indica Choisy and its synthetic analogs. Journal of Hematology and Oncology. 2:1–13. doi: org/10.1186/1756-8722- 2-38.

Pailee P, Kuhakarn C, Sangsuwan C, Hongthong S, Piyachaturawat P, Suksen K, Reutrakul V. 2018. Anti-HIV and cytotoxic biphenyls, benzophenones and xanthones from stems, leaves and twigs of Garcinia speciosa. Phytochemistry. 147:68–79. doi: org/10.1016/j.phytochem.2017.12.013.

Parveen M, Azaz S, Zafar A, Ahmad F, Silva MR, Silva PSP. 2017. Structure elucidation, DNA binding specificity and antiproliferative proficiency of isolated compounds from G. nervosa. Journal of Photochemistry and Photobiology.167. doi: org/10.1016/j.jphotobiol.2016.12.035.

Paturusi AAE, Nurafianty, Rusli, Rahim A. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri Ekstrak n-heksana Daun Jati (Tectona grandis L.F). JF FIK UINAM. 2(1):18–23.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009: Introduction to Spectroscopy; Fourth Edition. Belmont. USA.

Petronelli A, Pannitteri G, Testa U. 2009. Triterpenoids as new promising anticancer drugs. Anti-Cancer Drugs. 20(10): 880–892. doi:

73

org/10.1097/CAD.0b013e328330fd90 Pieme CA, Ambassa P, Yankep E, Saxena AK. 2015. Epigarcinol and isogarcinol isolated from the root of Garcinia ovalifolia induce apoptosis of human promyelocytic leukemia (HL-60 cells). BMC Research Notes. 1–10. doi: org/10.1186/s13104-015-1596-8.

Pinto MM, Sousa ME, Nascimento MS. 2005. Xanthone derivatives: new insights in biological activities. Current Medicinal Chemistry. 12(21):2517–2538. doi: org/10.2174/092986705774370691.

Qi L, Wang C, Yuan C. 2010. American ginseng : Potential structure – function relationship in cancer chemoprevention. Biochemical Pharmacology. 80:947– 954. doi:org/10.1016/j.bcp.2010.06.023

Rauf R, Santoso U, Suparmo. 2012. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Gambir yang Dipurifikasi menggunakan Kromatografi Kolom Sephadex LH-20. Jurnal Agritech. 32(2): 167–172.

Ren W, Qiao Z, Wang H, Zhu L, Zhang L. 2003. Flavonoids: Promising anticancer agents. Medicinal Research Reviews. 23(4):519–534. doi: 10.1002/med.10033.

Rita WS. 2010. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibakeri Senyawa Golongan Triterpenoid pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe). Jurnal Kimia. 4(1):20-26

Rukachaisirikul V, Adair A, Dampawan P, Taylor WC, Turner PC. 2000. Lanostanes and friedolanostanes from the pericarp of Garcinia hombroniana. Phytochemistry. 55(2000): 183–188.

Rukachaisirikul V, Saelim S, Karnsomchoke P, Phongpaichit S. 2005. Friedolanostanes and Lanostanes from the Leaves of Garcinia hombroniana. Journal Natural Product. 68:1222–1225.

Sales L, Pezuk JA, Borges KS, Brassesco M, Scrideli CA, Tone LG, Oliveira JC. 2015. Anticancer activity of 7-epiclusianone,a benzophenone from Garcinia brasiliensis,in glioblastoma. BMC Complementary and Alternative Medicine. 15(1):1–8. doi: org/10.1186/s12906-015-0911-1.

Santoni A, Nurdin H, Manjang Y, Achmad SA. 2010. Isolasi dan Elusidasi Struktur Triterpenoid Kulit Batang Surian Toona sinensis dan Uji Terhadap Hama Crosidolomia pavonana. J. Ris. Kim. 3(2):103-111.

Sarker D, Latif Z, Gray I, Alexander. 2006. Natural Product Isolation. New Jersey (US): Humana Press.

Sastrohamidjojo H. 2013. Dasar-Dasar Spektroskopi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

74

Sharma PB dan Handique PJ. 2015. Antioxidant properties, physico-chemical characteristics and proximate composition of five wild fruits of Manipur, India. Journal of Sci Technol. 52:894–902. doi: 10.1007/s13197-013-1128-2.

Sherma J dan Fried B. 2003. Handbook of Thin-Layer Chromatography edisi ketiga. New York: Marcell Dekker.

Stark TD, Salger M, Frank O, Balemba OB, Wakamatsu J, Hofmann T. 2014. Antioxidative Compounds from G. buchananii Stem Bark. Journal of Natural Products. doi: 10.1021/np5007873.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun ADE, Nugraha PA, Hadisaputri YE, Puspitasari IM. 2016. Apoptosis-mediated antiproliferative activity of friedolanostane triterpenoid isolated from the leaves of Garcinia celebica against MCF-7 human breast cancer cell lines. Biomedical report. 79–82. doi: org/10.3892/br.2015.532.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun A, Yamazaki C, Nakazawa M,Koyama H. 2012. Antiproliferative activity of primates-consumed plants against MCF-7 human breast cancer cell lines. Biomedical report. 1(4):38–43.

Sukatta U, Takenaka M, Ono H, Okadome H, Sotome I, Nanayama K, ISobe S. 2013. Distribution of Major Xanthones in the Pericarp, Aril, and Yellow Gum of Mangosteen (G. Mangostana Linn.) Fruit and Their Contribution to Antioxidative Activity. 77(5):984–987. doi: 10.1271/bbb.120931.

Sun Y, Li D, Jia C, Xue C, Bai J, Li Z, Hua H. 2016. Three new xanthones from the leaves of G. lancilimba. Journal of Natural Medicines. 70(2):173–178. doi: org/10.1007/s11418-015-0950-4.

Supratman U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjajaran.

Suttirak W dan Manurakchinakorn S. 2014. In vitro antioxidant properties of mangosteen peel extract. Journal Food Sci Technol. 51:3546–3558. doi: 10.1007/s13197-012-0887-5.

Suzery M dan Cahyono B. 2014. Evaluation of Cytotoxicity Effect of Hyptis pectinata Poit (Lamiaceae) extracts using BSLT and MTT methods. Jurnal Sains dan Matematika. 22(3): 84–88.

Tang YX, Fu WW, Wu R, Tan HS, Shen ZW, Xu HX. 2016. Bioassay-Guided Isolation of Prenylated Xanthone Derivatives from the Leaves of G. oligantha. Journal of Natural Products. 79(7):1752–1761. doi: org/10.1021/acs.jnatprod.6b00137.

75

Tang ZY, Xia ZX, Qiao SP, Jiang C, Shen GR, Cai MX, Tang XY. 2015. Four new cytotoxic xanthones from G. nujiangensis. Fitoterapia. 102:109–114. doi: org/10.1016/j.fitote.2015.02.011.

Trisuwan K dan Ritthiwigrom T. 2012. Benzophenone and xanthone derivatives from the inflorescences of G. cowa. Archives of Pharmacal Research. 35(10):1733–1738. doi: org/10.1007/s12272-012-1004-z.

Tyagi AK, Agarwal C, Chan DC, Agarwal R. 2004. Synergistic anti-cancer effects of silibinin with conventional cytotoxic agents doxorubicin, cisplatin and carboplatin against human breast carcinoma MCF-7 and MDA-MB468 cells. Oncology. 11:493–499.

Wei L, Lin M, Han B, Deng X, Hou W, Liao Q, Xie Z. 2016. The Comparison of Cinnamomi Cortex and Cinnamomum burmannii Blume Using1H NMR and GC-MS Combined with Multivariate Data Analysis. Food Analytical Methods. 9(9):2419–2428. doi: org/10.1007/s12161-016-0418-5.

Widorini O dan Ersam T. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa 1-hidroksi-6,7- dimetoksi-(3’,3’:2,3)-dimetilpiranosanton dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Garcinia cylindrocarpa. Sains Dan Seni Pomits. 1(1):1–6.

Wu W, Chen X, Liu Y, Wang Y, Tian T, Zhao X, Ruan H. 2016. Phytochemistry Triterpenoids from the branch and leaf of Abies fargesii. Phytochemistry. 130: 301–312. doi: org/10.1016/j.phytochem.2016.07.001

Xia ZX, Zhang DD, Liang S, Lao YZ, Zhang H, Tan HS, Xu HX. 2012. Bioassay- guided isolation of prenylated xanthones and polycyclic acylphloroglucinols from the leaves of G. nujiangensis. Journal of Natural Products. 75(8):1459– 1464. doi: org/10.1021/np3003639.

Xia Z, Zhang H, Xu D, Lao Y, Fu W, Tan H, Xu H. 2015. Xanthones from the leaves of G. cowa induce cell cycle arrest, apoptosis, and autophagy in cancer cells. Molecules. 20(6):11387–11399. doi:org/10.3390/molecules200611387.

Zhang H, Dan Z, Ding Z, Lao Y, & Tan H. 2016. UPLC-PDA-QTOFMS-guided isolation of prenylated xanthones and benzoylphloroglucinols from the leaves of G. oblongifolia and their migration-inhibitory activity. Nature Publishing Group. 6:1–12. doi: 10.1038/srep39369.

Zhang H, Tao L, Fu WW, Liang S, Yang YF, Yuan QH, Xu HX. 2014. Prenylated benzoylphloroglucinols and xanthones from the leaves of G. oblongifolia with antienteroviral activity. Journal of Natural Products. 77(4):1037–1046. doi: org/10.1021/np500124e.

76

77

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Nilai IC50 dari GC-2

%sel hidup rata- rata GC-2 (μg/mL) IC50 (μg/mL) 1x 2x 3x %sel hidup 0 102.89 98.62 98.487 100 1 102.63 96.352 126.25 108.407 5 79.54 88.345 84.342 84.0747 24.97 10 70.86 68.19 68.594 69.2171 25 41.504 48.977 49.778 46.7527 50 2.4021 2.4021 13.078 5.96085

GC

120 100

80 y = -1.9027x + 97.513 60 R² = 0.9525

40

Cells viability Cells viability (%) 20 0 0 10 20 30 40 50 60 GC (µg/ml)

Perhitungan nilai IC50: y = -1,9027x + 97,513 50 = -1,9027x + 97,513 50 – 97,513 = -1,9027x

−47,513 x = −1,9027 x = 24,9713

78

Lampiran 2. Hasil Analisis LCMS GC-2 Waktu Retensi (Berat Molekul) = 2.66 (452) Mariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78] 453.39 100 78.1 90 80 70 60 50 40

% Intensity % 30 20 435.39 10 186.48 306.43 0 0 99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0 Mass (m/z) Mariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78] 453.39 100 78.1 90 80 70 60 50 454.43 40

% Intensity % 30 454.06 20 10 436.37 275.62 313.19 488.50 0 0 257 317 377 437 497 557 Mass (m/z)

Mariner Spec /70:72 (T /2.63:2.71) -55:64 (T -2.63:2.71) ASC=>NR(2.00)[BP = 453.4, 78] 453.39 100 78.1 90 80 70 60 50 453.64 40

% Intensity % 30 454.06 20 435.39 10 435.58 455.52 431.26 438.20 445.49 488.50 493.55 0 0 428 442 456 470 484 498 Mass (m/z)

Waktu Retensi (Berat Molekul) = 2.89 (454) Mariner Spec /76:77 (T /2.86:2.90) -73:75 (T -2.86:2.90) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 51] 455.45 100 50.8 90 80 70 60 50 40

% Intensity % 30 20 10 457.46 177.04 246.80 492.67 662.01 912.02 0 0 99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0 Mass (m/z) Mariner Spec /76:77 (T /2.86:2.90) -73:75 (T -2.86:2.90) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 51] 455.45 100 50.8 90 80 70 60 50 455.20 40

% Intensity % 30 455.86 20 457.46 10 438.20 452.30 490.37 0 0 421.0 439.8 458.6 477.4 496.2 515.0 Mass (m/z)

79

Waktu Retensi (Berat Molekul) = 3.50 (454) Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55] 455.46 100 55.5 90 80 70 60 50 437.40 40

% Intensity % 30 20 456.70 10 490.51 177.03 292.79 383.75 571.50 0 0 99.0 319.2 539.4 759.6 979.8 1200.0 Mass (m/z) Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55] 455.46 100 55.5 90 80 70 60 50 437.40 456.41 40

% Intensity % 30 20 438.24 456.70 495.48 10 496.42 571.50 426.77 472.52 0 0 403.0 439.6 476.2 512.8 549.4 586.0 Mass (m/z) Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55] 455.46 100 55.5 90 80 455.40 70 60 50 437.40 456.41 40

% Intensity % 30 20 438.24 456.70 495.48 10 437.88 457.69 496.42 432.68 447.42 472.52 483.30 488.58 0 0 429.0 444.8 460.6 476.4 492.2 508.0 Mass (m/z)

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55] 455.46 100 55.5 90 80 455.40 70 60 50 437.40 456.41 40

% Intensity % 30 20 438.24 456.70 10 437.88 457.69 432.68 447.42 0 0 430.0 437.6 445.2 452.8 460.4 468.0 Mass (m/z)

Mariner Spec /93:94 (T /3.51:3.55) -85:88 (T -3.51:3.55) ASC=>NR(2.00)[BP = 455.5, 55] 495.48 100 6.5 90 80 70 490.51 60 50 40

496.42 % Intensity % 30 491.50 20 497.03 10 492.25 483.30 488.58 0 0 480.0 484.6 489.2 493.8 498.4 503.0 Mass (m/z)

80

Lampiran 3. Spektrum 1H NMR dari GC-2

81

82

83

84

85

86

Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari GC-2

87

88

89

90

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Ambar Ilafah Ramadhan

Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 16 Februari 1996

NIM : 11140960000063

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Alamat Rumah Jl. Pancasila V Kp. Parung Tanjung : RT.02/12 Desa Cicadas Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor

Telp/HP : 089625799445

Email : [email protected]

Hobby/Keahlian (softskill) :

PENDIDIKAN FORMAL

Sekolah Dasar SDN 01 Wanaherang Lulus tahun : 2008

Sekolah Menengah Pertama SMPN 01 Gunung Putri Lulus : tahun 2011

SLTA/SMK SMK Farmasi Annisa, Citeureup : Lulus tahun 2014

Perguruan Tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Masuk tahun 2014

91

PENDIDIKAN NON FORMAL

Kursus/Pelatihan

1. Tahsin Al-Qur’an Metode Qira’ati : No. Sertifikat -

2. Program Tahfidz LTTQ Fatullah : No. Sertifikat -

3. Pelatihan Keamanan dan No. Sertifikat - Kesalamatan Kerja di : Laboratorium Kimia

4. Pelatihan Kalibrasi dan Perawatan No. Sertifikat - : Ph Meter dan Analytic Balance

5. Training and Workshop of Perfect No. Sertifikat - : Weighing Technology

6. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah : No. Sertifikat - “Berkarya Tanpa Plagiarisme”

Pengalaman Organisasi

1. Himpunan Mahasiswa Kimia Staff Ahli Kerohanian Islam Tahun : (HIMKA) 2015/2016

2. Himpunan Mahasiswa Kimia Staff Ahli Kerohanian Islam Tahun : (HIMKA) 2016/2017

3. Komisariat Dakwah (KOMDA) : Staff Ahli PSDM Tahun 2015/2016 FST LDK SYAHID

4. Komisariat Dakwah (KOMDA) : Bendahara Umum Tahun FST LDK SYAHID 2016/2017

5. Lembaga Dakwah Kampus (LDK) : Koordinator Biro Keuangan Tahun SYAHID UIN Syarif Hidayatullah 2017/2018

6. 1000 Peduli Pendidikan Volunteer dan Sekretaris Tahun : 2014-sekarang

92

PENGALAMAN KERJA

PT. Tirta Investama (Danone Aqua) 1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : (Bogor/2016)

Bimbingan belajar di rumah (Bogor/2017) 2. Bimbel : Ludjeng Master Bimbel (Tangerang Selatan/2018)

RQ Al Jannah (Bogor/2017- 3. Guru Tahfidz : sekarang)

SEMINAR/LOKAKARYA

1. Seminar Syahid Expo 19 “Creation, Mei/2015 Sertifikat Pemakalah : Passion and Nation” (ada)

2. Seminar Nasional “Strengthening April/2018 Sertifikat Pemakalah Halal Industry toward Indonesia as : (ada) the Leading of Global Lifestyle Center”

93