TEMA PUISI INDONESIA MODERN PERIODE AWAL the Modern Indonesian Poetry Theme of Early Period
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
TEMA PUISI INDONESIA MODERN PERIODE AWAL The Modern Indonesian Poetry Theme of Early Period Amir Mahmud Peneliti Sastra Balai Bahasa Surabaya, Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo Telp./Faks. 031—8051752, Pos-el: [email protected] (Makalah diterima tanggal 4 Januari 2011–Disetujui tanggal 12 April 2011) Abstrak: Dunia puisi Indonesia modern terus mengalami perkembangan yang cukup baik sejak tahun 1800-an melalui terbitan majalah-majalah, seperti Bianglala (1870), Tjahaja Siang (1896), atau Pandji Poestaka (1923). Media seperti itu memunculkan nama-nama besar penyair Indonesia, seperti Or. Mandank, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah. Perkembangan itu telah me- munculkan berbagai pemikiran generasi muda untuk meneliti dan menginventarisasikannya. Sampai saat ini banyak yang melakukan penelitian terhadap puisi Indonesia modern dari segi struktur, estetika, atau makna. Secara tidak langsung penelitian itu akan bersentuhan dengan masalah budaya dan penyairnya. Tidaklah lengkap kalau berbicara masalah perpuisian di Indonesia tanpa melibatkan penyair, sosial, dan budayanya. Namun, tulisan ini tidak melibatkan penyair, sosial, dan budayanya secara khusus, kajian ini hanya terfokus pada aspek tema, seperti tema cita-cita merdeka, keagamaan, kesatuan, nasihat, alam lingkungan, atau kritik sosial. Kata-Kata Kunci: puisi, tema, penyair, media massa, pribumi, dan Hindia Belanda Abstract: The world of modern Indonesian poetry has continued to have a fairly good development since the year of 1800s via magazine publications such as Bianglala (1870), Tjahja Siang (1986), or Pandji Poestaka (1923). Such medias had brought out great Indonesian poets like Or. Mandank, Sanusi Pane, and Amir Hamzah. The development has raised various ideas of the young generation to study and inventory them. Until now, there have been many studies on modern Indonesian poetry from the aspect of structure, aesthetic, and meaning. Indirectly, the studies would be involved with cultural issues and the poets. It is incomplete to discuss the Indonesian poetry issues without involving the poets and their social and culture in particular. Nevertheless, this study does not involve the poets and their social and culture in particular. Instead, this study focuses on the aspect of theme, such as the theme of desire for independence, religion, unity, advice, environment, or social critic. Key Words: poetry, theme, poet, mass media, native, and Netherlands East Indies PENGANTAR (1908—1913), Soeling Hindia (1910), Perkembangan puisi Indonesia modern Persekoetoean (1910), Penghiboer periode awal atau sebelum kemerdekaan (1914), Jong Sumatra (1919—1921), Sri RI tidak terlepas dari terbitan media Poestaka (1922), Al-Itqan (1922), Pandji massa. Media ini telah menjadi bacaan Poestaka (1923), Bintang Islam (1924), utama bagi masyarakat pribumi dan In- Berani (1925), Asjraq (1925), Zaman do-Belanda. Dalam Suyatno et al Baroe (1926), Warna Warta (1927), Ka- (2000:202) disebutkan media massa kala madjoean (1927), Panorama (1927), itu, antara lain: Bianglala (1870), Bin- Daroel Oeloem (1928), Tjaja Timoer tang Djohar (1873), Sahabat Baik (1928), Soeloeh Ra’jat (1928), Sri Poes- (1891), Bintang Hindia (1903—1927), taka (1929), Bintang Pagi (1929), Persa- Putri Hindia (1909), Soeloeh Peladjar toean (1929), Rasa (1929), Pandji 41 Poestaka (1930—1942), dan Poedjang- disuarakan dalam bentuk lirik dan nara- ga Baroe (1933—1939). tif. Terbitan tersebut tidak hanya mela- Perkembangan sastra pada masa itu hirkan penulis-penulis terkenal, tetapi ju- dipacu oleh pemikiran-pemikiran inte- ga memunculkan pembaruan gagasan lektual melalui dunia penerbitan media dan bentuk dalam puisi Indonesia. Pem- cetak. Karena itu, cukup berhasil sikap baruan gagasan terlihat pada tema uta- balas budi Belanda terhadap bangsa In- ma, yakni tema perjuangan. Karena itu, donesia masa itu karena telah membuka munculnya terbitan media massa tidak cakrawala pemikiran intelektual anak ne- hanya menguntungkan dunia sastra se- geri ini. Otomatis peta kekuatan pikiran mata, tetapi juga mendorong lahirnya anak-anak bangsa telah diketahui oleh masalah kebangsaan dan cita-cita bang- pemerintah Belanda sehingga terjadilah sa. Tidaklah sedikit jasa media massa seleksi karya yang akan diterbitkan me- terhadap cita-cita terwujudnya negara lalui Balai Pustaka. Pada umumnya, pe- kesatuan RI. nulis-penulis puisi masa itu adalah inte- Terbitnya majalah Pandji Poestaka lektual muda yang cukup terkenal sam- tahun 1923 menambah dorongan besar pai sekarang, seperti A. Hasjmy, J.E. bagi pengembangan budaya Indonesia Tatengkeng, Amir Hamzah, M. Jamin, dan peningkatan kreativitas bangsa In- Roestam Effendi, H.B. Jassin, dan donesia karena majalah itu telah memuat Sanoesi Pane. tulisan-tulisan kebudayaan secara umum dan juga memuat rubrik sastra, khu- TEORI susnya puisi. Tidak sedikit putra Indone- Puisi memiliki elemen-elemen yang ber- sia yang puisi-puisinya dimuat dalam bentuk struktur, baik struktur dalam majalah itu, seperti Or. Mandank, Sanusi maupun struktur luar. Struktur dalam ter- Pane, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. jelma menjadi bentuk struktur semantik, Majalah itu telah mendorong semangat penataan kata yang berirama atau tak bangsa Indonesia untuk menulis sastra, berirama, dan ada keterkaitan maknawi khususnya puisi. antarkata (Zaidan, 1991:133). Struktur Majalah Pujangga Baru tersebut ju- luar berkaitan dengan penciptaan dan so- ga membangkitkan semarak pemikiran sial kehidupan masyarakat. Kata-kata untuk memunculkan budaya dan kaum yang disusun dalam sebuah puisi kemu- intelektual di Indonesia pada masa itu, dian membentuk unit bunyi dan makna yang kemudian melahirkan polemik ke- yang merupakan penentu estetis. Peng- budayaan untuk mempersoalkan iden- olahan kata untuk mencapai efek estetis titas kebudayaan Indonesia yang sedang disebut struktur. Struktur ini mencakupi dalam masa pencarian dan pembentukan isi dan bentuk, sejauh mempunyai fungsi identitas diri sebagai bangsa Indonesia. estetis. Dengan demikian, karya sastra Pada saat itu pula muncul majalah-ma- dapat dilihat sebagai suatu sistem tanda jalah yang didirikan oleh lembaga-lem- yang utuh, struktur tanda memiliki fung- baga keagamaan dengan menampilkan si dan tujuan estetis tertentu (Wellek dan tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan Austin Warren, 1989:158—159). karya sastra yang bercorak keagamaan Karya sastra merupakan struktur (Suyatno, 2000:1). Damono dan Melani yang otonom, yang dapat dipahami seba- Budianta (2009:2) menyatakan bahwa gai suatu kesatuan yang bulat dengan un- puisi yang ditulis pada periode awal ba- sur-unsur pembangunannya yang saling nyak bercorak keagamaan, di samping berjalinan (Pradopo et al, 1985:6). Untuk berbagai tema sosial dan personal yang memahami maknanya, karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya, lepas dari 42 latar belakang sejarah, lepas dari niatan dan pelapor hasil penelitian (Moeliong, penulis, dan lepas pula dari efeknya pada 1998:121). Hasil penelitian ini berupa pembaca. Jadi, dalam kajian struktur, sebuah deskripsi yang disertai dengan yang penting adalah pembacaan secara kutipan-kutipan data yang berasal dari mikroskopi dari karya sebagai ciptaan puisi, yang telah diinterpretasi sesuai bahasa (Teeuw, 1984:134). dengan teknik kajian sastra. Perihal struktur, lebih lanjut Teeuw Teknik yang digunakan adalah tek- (1984:141) menyatakan bahwa penger- nik kajian pustaka. Maksudnya, setiap tian struktur mengandung tiga gagasan analisis data yang berupa kata, frase, utama. Pertama, gagasan keseluruhan atau wacana dalam puisi, peneliti di- (wholeness), maksudnya adalah bagian- pandu dengan teori kajian sastra. Dengan bagian atau anasirnya menyesuaikan diri teori itu diharapkan ada perpautan antara dengan seperangkat kaidah intrinsik dunia imajinasi dan dunia ilmiah karena yang menentukan, baik keseluruhan sastra dapat dikaji secara ilmiah melalui struktur maupun bagian-bagiannya, se- pendekatan sastra. perti aspek tematisnya saja. Kedua, ga- Sumber data penilitian ini adalah ti- gasan transformasi, maksudnya adalah ga buah buku antologi puisi periode struktur itu menyanggupi prosedur trans- awal, yakni: (1) buku J.S. Badudu berju- formasi yang terus-menerus memung- dul Perkembangan Puisi Indonesia Ta- kinkan pembentukan bahan-bahan baru. hun 20-an hingga Tahun 40-an terbitan Ketiga, gagasan mandiri, maksudnya Pusat Pembinaan dan Pengembangan adalah tidak memerlukan hal-hal dari Bahasa tahun 1984, (2) buku antologi luar dirinya untuk mempertahankan pro- puisi, yang dikumpulkan oleh Suyono sedur transformasinya. Tulisan ini ber- Suyatno et al berjudul Antologi Puisi In- pijak pada gagasan yang pertama dengan donesia Periode Awal terbitan Pusat Ba- fokus pada tema atau pokok pikiran yang hasa tahun 2000, dan (3) buku Sapardi dijadikan dasar mengarang. Fowler Djoko Damono dan Melani Budianta (1987:248) mengatakan bahwa tema berjudul Meneer Perlentee: Antologi Pu- adalah dasar pemikiran (rationale) dari isi Periode Awal terbitan Pusat Bahasa citra dan simbol, bukan kuantitasnya. tahun 2009. Tema mengisyaratkan kelinearan atau perluasan sebuah karya yang tidak dibe- HASIL DAN PEMBAHASAN rikan oleh istilah-istilah pokok persoalan Tema Perjuangan untuk Merdeka yang lain. Perjuangan untuk meraih cita-cita ke- merdekaan adalah tema paling menonjol METODE pada puisi periode awal. Hal itu terjadi Metode yang digunakan dalam melaku- karena kesempatan untuk menyuarakan kan analisis adalah metode struktur, khu- cita-cita merdeka terasa telah terbuka le- susnya kajian tema. Kajian struktur me- bar. Kumandang kemerdekaan, khusus- ngutamakan