E03098 Memoar-Of-Jed
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
MEMOAR OF JEDDAH How Can I Not Love Jeddah? Sanksi Pelanggaran Pasal ]2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan per buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan danfatau denda paling sedikit Rp1.ooo.ooo,oo (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.ooo.ooo.ooo,oo (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, meng-edarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama s (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.ooo.ooo,oo(lima ratus juta rupiah). MEMOAR OF JEDDAH How Can I Not Love Jeddah? Jihan Davincka Penerbit PT Elex Media Komputindo � KOMPAS GRAMEDIA MEMOAROF JEDDAH How Can I Not Love Jeddah? Jihan Davincka © 2013, PT Elex Media Komputindo,Jakarta Hakcipta clilindungi undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Elex KomputindoMedia Kompas - Gramedia, Anggoca IKAPI,Jakarta 2013 998131779 ISBN: 978-602-02-2097-0 Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, acau memperbanyak sebagian acau seluruh isi buku ini canpa izin cerculis daripenerbic. Dicecak oleh Percecakan PTGramedia, Jakarta lsi di luar tanggung jawab percecakan Daftar lsi Prakata Penulis : Bahagia Meski Mungkin Tak Sebebas Merpati. .. .. .. .. .. .. .. .. vii Chapter 1 : Tak Kenai maka TakSayang ................ 1 Chapter 2 : Saar Ka'bah Hanya Berjarak Satu Jam. 5 Chapter 3 : Never Judge a Book by Its Cover ........ 11 Chapter 4 : Ngabuburit ala Orang Arab ................ 21 Chapter 5 : Bunda of Arabia (Behind the Scene) ... 27 Chapter 6 : Naik Haji via Jeddah .......................... 35 Chapter 7 : Bergaya dengan Abaya ........................ 55 Chapter 8 : People We Haven't Met Yet................. 61 Chapter 9 : Perut Terjamin Lahir Batin di Jeddah.. 73 Chapter 10 : Melahirkan di Jeddah ......................... 83 Chapter 11 : Berakhir Pekan di Negeri Paman Syam 89 Chapter 12 : Ru pa-Rupa Wajah Kota Jeddah .......... 97 Chapter 13 : Yanbu-Badr, dari Pantai ke Padang Pasir .................................. 107 Chapter 14 : Thaif, Musim Semi di Gurun Saudi .... 119 vi Memoarof Jedd ah Chapter 15 : Al Hijr, Warisan Budaya Dunia di Saudi............................................. 131 Chapter 16 : Berlibur Bersama Anak-anak di Pantai Thuwal.. .. .. .... .. 141 Chapter 17 : Tunjukkan pada Saudi, Indonesia!...... 147 Chapter 18 : When One Door Closes, Another Opens .................................. 153 Daftar Pustaka..................................... .......................... 159 Riwayat Penulis....................................... .. .. 161 PRAKATA PENULIS: ia Meski Mungkin bebasMerp " ah, rasanya seperti di TravalgarSquare ya, Bang," ucap Wsaya kepada suami hampir tiga tahun lalu. Ketika itu kami sedang menuju Masjidil Haram di Mekkah sambil menggandeng anak sulung saya. Anak kedua saya masih di dalam kandungan. Kami dikepung sekawanan burung merpati yang sibuk menikrnati makanan yang dilemparkan oleh orang-orang ke atas tanah. Namun, mereka langsung beterbangan begitu langkah kami makin mendekat. "Tuuuh! Ngapain jauh-jauh ke Eropa? Di sini juga ada," kata suami menggoda. lya, dia sangat tahu saya begitu ngebet ke Eropa. Burung merpati bukan ha! langka di Saudi. Mereka mengepakkan sayap hampir di seluruh penjuru Saudi. Selalu asyik berputar-putar di udara. Tidak perlu payah-payah berburu makanan. Hampir tiap saat ada saja orang yang melemparkan makanan pada mereka. Hidup hanya untuk terbang dan makan. Whata life. Seminggu pertama di Saudi bosannya minta ampun. "Jangan lama-lama, dong, di sini," saya merajuk pada suami. "Aku ini harusnya udah ngambil S2 di kampus. Mau viii Memoar of Jeddah ngapain di sini? Serba dilarang. Bete, ah, lama-lama di sini. Enggak berkembang." Saat pertama menapakkan kaki, turun dari pesawat, saya sudah tidak suka dengan perlakuan orang-orang sekitar. Ber lagak cuek tapi memandangi saya dari ujung rambut ke ujung kaki. Sesekali bertanya, "Indonezi? Malayzi?" Saya malas mela deninya. Saya hanya berdua dengan anak sulung ketika pertama kali mendarat di Jeddah. Suami menjemput setelah bagian imigrasi terlewati. *** Saya ingin sekali tinggal di luar negeri. Bermukim, maksudnya. Kalau untuk liburan, terus terang tidak terlalu ingin. Tempat liburan terbaik dari pantai hingga gunung hanya ada di Indonesia. Buat apa berlibur ke luar negeri? Salah satu pantai terbaik itu ada di Losari, tempat kelahiran saya nun di kota Makasar sana. Sudah pernah ke sana? Luar negeri dalam benak saya dulu adalah memandangi perkasanya Menara Eiffel, berjalan-jalan dan sibuk berfoto saat bunga bermekaran di Keukenhof, atau sibuk melempar bola salju dengan anak ketika musirn dingin tiba. Saudi? Maaf, hanya untuk haji dan umrah. Tidak lebih! Jadi, ketika tak ada pilihan selain memboyong anak dan tinggal di Jeddah menyusul suami, saya enggak nyaman banget. *** ProlcalaPenulis ix Ternyata saya belajar banyak dari kesempatan yang diberikan Tuhan kepada saya, kesempatan untuk mencicipi kehidupan di kota Jeddah. Mungkin mustahil bertemu salju di sini. Hujan pun bisa tak muncul dalam setahun penuh. Mungkin saya akan menghabiskan waktu dengan meman dang iri pada kawanan merpati yang wira-wiri di udara. Jangan-jangan mereka sedang melihat ke arah saya sembari mengejek, "Kasihan, deh, lo." Teman-teman saya pun sering memberondong saya dengan pertanyaan: • Enak tidak, sih, pakai baju hitam di bawah teriknya matahari? • Gimana lo di sana kalau mau keluar-keluar? • Eh, ada berita penyiksaan TKW tuh, Say. Bagaimana di sana? Aman? • Baju apa yang dijual di sana? Kasihan, ya. Abaya doang, ya? Kan nggak boleh macam-macam bajunya. • Gue mah Jee, uang nomor kesekianlah. Yang penting kebahagiaan. Enggak usah suami sampai mesti kerja ke Saudi segala. • Gue nggak bisa ngebayangin dari pagi sampe malam di rumah terus. Suami kan kerja dari pagi sampai sore. Apa iya benar seperti itu? Sesungguhnya, sengitnya mentari dan kakunya kehidupan tak boleh diberi celah sedikit pun untuk menghalau keinginan berbahagia. Bahagia itu bisa diciptakan. Tidak tepat jika kita sibuk mencari akar permasalahan pada sesuatu di luar kuasa kita. As we've heard, happines... isnot given. It ismade. x Memoar of Jeddah Percaya atau tidak, ada banyak hal lain di sini yang mungkin tak akan saya jumpai dan alami di belahan bumi mana pun. Ada banyak alasan untuk tersenyum sembari menjalani kehidupan di Saudi, khususnya di kota Jeddah. Seperti kata pepatah lama, "Bila kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan, mungkin saja itu keberuntunganmu!" *** Tentu saja, hidup di Jeddah juga banyak tantangannya. Tapi namanya juga manusia, tempat salah dan lupa. Seringnya kita terlalu sibuk mencari-cari yang tidak ada. Mengeluh soal dikekanglah, soal sekolah anaklah, soal jauh dari orangtualah, keterbatasan soal menyetirlah .... Sama. Saya pun kadang tak lepas dari pikiran-pikiran seperti itu. Saya seperti ingin terbang ketika akhirnya ada kesempatan untuk tinggal di salah satu wilayah yang saya impi-impikan. Saya berdiri di barisan paling depan buat menyemangati kala suami saya menunjukkan keraguan untuk pindah dari sini. Lucunya, ketika beberapa hari lalu suami berkata, "Nih, tiket tanggal segini. Mulai packing-packing, gih," tanggapan saya cak lain dan tak bukan adalah ... menangis! Begitulah. You don'tknow what you'vegot until it'sgone. Siapa bilang bersabar dan bersyukur itu mudah? Namun untuk rasa syukur yang memang berharga mahal itu, Allah sudah menjanjikan ganjaran yang tidak sedikit. "Dan (ingatlah juga) tatkala Tu hanmu memaklumkan, 'Sesungguhnyajika kamu bersyukur, pasti Kamiakan menambah {nikmat} kepadamu, danjika kamu mengingkari {nikmat-Ku}, PralcalaPenulis xi maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. "'(QS. Ibrahim [14]: 7) Saya persembahkan kumpulan kenangan yang saya ikat dalam tulisan-tulisan ringan ini. Memoar ofjeddah. Kenangan tentang sebuah masa yang mengajarkan banyak hal menarik dalam hidup saya. Tiga puluh bulan yang indah di kota Jeddah. Semoga bermanfaat pula untuk pembaca sekalian. *** IRAQ • Amman a1 J Buraydah. Dai YPT .Medina * • Yan bu Ri� SAUDI ARABIA • Mecca · Jedd ah raif SUDAN Ab ha. Jizan. harto�r:n ERITREA Sana'a • • Asmara Yf � "' � g 2 Memoar of Jeddah A pa kira-kira respons pertama Anda jika suatu hari suami .r\.berkata, "Bunda, Ayah dapat tawaran kerja di kota Jeddah, nih! Ayah udah bilang oke. Kita pindah ke Jeddah, ya?" Saya kaget. "Jeddah? Kok ke sana? Ngeri, ah. .." Seharusnya saya senang. Dari dulu saya pengin banget ngerasain tinggal di luar negeri. Kalau mendengar kata luar negeri, yang terlintas di benak saya pastilah kota-kota di negara negara maju di Eropa, Arnerika, dan Australia, dan Asia. Entah kenapa, tidak satu pun kota di Timur Te ngah pernah saya masukkan ke daftar I should live there someday. Kalau untuk liburan bolehlah. Saya pengin ke Dubai, Abu Dhabi, dan mungkin Doha. Ta pi Saudi? Hanya untuk berhaji dan umrah. Tidak lebih! Jeddah? Duh, saya jarang mendengar tentang kota satu ini. Selain itu, tidak pernah ada alasan untuk menaruh kata "Jeddah" di kolom pencarian di berbagai mesin pencari yang ada di internet. Yang saya sering dengar dari teman, saudara, dan kenalan yang pernah melaksanakan ibadah umrah atau haji adalah kota Mekkah dan Madinah. Selain pengalaman religius yang menyentuh kalbu, ada pula beberapa selentingan seperti,