<<

KEBEBASAN BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF

Damrizal Program Studi Filsafat Agama Pascasarjana IAIN Bengkulu Jl. Raden Fatah Kel. Pagar Dewa Kota Bengkulu, 56144 Email: [email protected]

Abstract: Violence in the name of religion over the past decades continues to rise. Not only conflict involving inter-religious, but also occurs in internal religious communities that exist in . The recognition of absolute truth (truth claims) in the propagation of religion, or a unilateral claim to the most correct opinion, assuming the other is wrong, in interpreting the sacred text of a religion is the seeds that at any moment can trigger the outbreak of the conflict. Awareness of nationality, including the reality of plurality, which framed the Unitary Republic of Indonesia based on Pancasila continue to be degraded in the midst of society that can no longer be a unifying pillar. The conditions there should be a serious concern by all parties in order to reduce collisions that occur in the community because of their difference in value or the existing norms. Few people pay attention to this issue is one of them, Abdurrahman Wahid. As a former NU chairman and former president, Abdurrahman Wahid, known as the protector of minorities, as part of its implementation in maintaining freedom. It is interesting to know what you think Abdurrahman Wahid on religious freedom. In this study, researchers used a qualitative approach. The method in analyzing the data with descriptive analysis, a method that addresses the issue by presenting findings from the research subjects to get a conclusion on the basis of theoretical studies that have been done before. Techniques of collecting data is with the research literature, namely the search for materials in the form of books, articles freelance or search the data by using the internet. The results of this study show religious freedom offered Abdurrahman Wahid is a consciousness that recognizes the diversity of Muslims and human diversity. Where each religion run sound belief. Islam as a religion of grace lil Alamin applied in real life, in which every citizen has the right to show their identity without any discrimination of any party. Understanding the implications of Religious Freedom was initiated by Abdurrahman Wahid Dapa felt by religious communities in Indonesia today. When religious people can coexist harmoniously and peacefully. Even against marginalized religious groups such as Shiite, Ahamadiyah and Confucian. Even Confucian become a religion of its own in the era of its leadership and make the Lunar day as a national holiday, as the implications of religious freedom that he woke up. Keywords: Religious Freedom, Gus Dur

Abstrak: Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade terakhir ini terus meningkat. Bukan hanya konflik yang melibatkan antar pemeluk agama saja, tapi juga terjadi pada internal umat beragama yang ada di Indonesia. Pengakuan akan kebenaran mutlak (truth claim) dalam mendakwahkan agama, atau klaim sepihak terhadap pendapatnya yang paling benar, dengan menganggap yang lain salah, dalam menafsirkan teks suci agama merupakan benih-benih yang setiap saat bisa menjadi pemicu meletusnya konflik. Kesadaran akan kebangsaan, termasuk adanya realitas pluralitas, yang dibingkai NKRI berdasar Pancasila terus mengalami degradasi ditengah-tengah masyarakat sehingga tidak mampu lagi menjadi pilar pemersatu. Kondisi yang ada tersebut seharusnya menjadi perhatian serius oleh semua pihak dalam rangka mengurangi benturan-benturan yang terjadi ditengah masyarakat karena adanya perbedaan nilai atau norma yang ada. Sedikit orang yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya, K.H. Abdurrahman Wahid. Sebagai mantan ketua PBNU dan mantan Presiden, Gusdur dikenal sebagai pelindung kaum minoritas, sebagai bagian implementasinya dalam menjaga kebebasan. Maka menarik untuk mengetahui apa pendapat Gusdur tentang kebebasan beragama. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode dalam menganalisis data dengan analisis deskriptif, yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan memaparkan temuan data

117

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016

dari subjek penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dengan berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan sebelumnya. Tehnik pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan, yaitu dengan mencari bahan-bahan dalam bentuk buku,artikel lepas atau pencarian data dengan menggunakan media internet. Hasil penelitian ini menunjukkan kebebasan beragama yang ditawarkan Gus Dur adalah kesadaran yang mengakui adanya keragaman kaum Muslim dan keragaman manusia. Di mana masing-masing agama menjalankan akidahnya. Islam sebagai agama rohmatan lil alamin diaplikasikan dalam kehidupan nyata, di mana setiap warga masyarakat berhak menunjukan identitasnya tanpa ada diskriminasi dari pihak mana pun. Implikasi pemahaman Kebebasan Beragama yang digagas oleh Gus Dur dapa dirasakan oleh umat beragama di Indonesia saat ini. Di mana umat beragama dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Bahkan terhadap kelompok agama yang termarginalkan seperti Syi’ah, Ahamadiyah dan Konghuchu. Bahkan Konghuchu menjadi sebuah agama tersendiri pada era kepemimpinanya serta menjadikan hari Imlek sebagai hari libur nasional sebagai implikasi kebebasan beragama yang beliau bangun. Kata Kunci:Kebebasan Beragama, Gus Dur

A. Pendahuluan demokrasi dari tiga pilar revolusi di dunia. Ketiga HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu pilar tersebut adalah persamaan, persaudaraan 2 konsep etika politik modem dengan gagasan dan kebebasan. pokok penghargaan dan penghormatan terhadap Kebebasan adalah hak setiap individu manusia dan kemanusiaan. Konsep HAM berakar selama kebebasan itu tidak merugikan orang pada penghargaan terhadap manusia sebagai lain. Manusia yang keberadaannya tidak bisa di makhluk berharga dan bermartabat. Konsep pisahkan dari aktivitas berfikirnya yang bertujuan HAM menempatkan manusia sebagai subyek, untuk menyesuaikan diri dan lingkungan di mana bukan obyek dan memandang manusia sebagai dia berada. Dari keadaan ini memunculkan makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa berbagai ide, baik itu berupa gagasan yang ia membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, tuangkan dalam bentuk tulisan maupun sikap. jenis gender, suku bangsa, bahasa, maupun yang kesemuanya itu tidak mungkin terpenuhi 1 agamanya. tanpa adanya sikap toleransi dari lingkungan Sebagai makhluk bermartabat, manusia me- dimana ia berada. Jadi, toleransi dan kebebasan miliki sejumlah hak dasar yang wajib dilindungi, adalah dua hal yang mesti ada dan saling seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, berhubungan yang tak dapat dipisahkan. serta hak beragama dan hak berkepercayaan. Salah satu masalah yang cukup sering diper- Nilai-nilai HAM mengajarkan agar hak-hak dasar debatkan umat manusia saat ini adalah kebebasan yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. beragama.Berbeda dengan yang terjadi di masa HAM mengajarkan prinsip persamaan dan ke- lalu, kebebasan beragama sekarang ini bersifat bebasan manusia sehingga tidak boleh ada aktif.Sekarang agama-agama saling bertemu, diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan terhadap berhadap-hadapan, dan berdampingan. Siapa manusia dalam bentuk apa pun dan juga tidak yang tidak memperdulikan realitas ini akan boleh ada pembatasan dan pengekangan apa pun tergilas. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk bahwa kebebasan beragama menjadi tantangan 3 di dalamnya hak kebebasan beragama. serius bagi setiap umat beragama pada saat ini. Kebebasan beragama merupakan kebebasasan Kebebasan beragama menjadi tantangan yang melekat pada setiap individu untuk memilih bagi kehidupan beragama, karena secara par- suatu kepercayaan atau agama yang menurut tikular agama-agama hidup dan berkembang mereka paling benar dan membawa keselamatan dalam konteksnya yang homogen. Konteks itu tanpa ada yang memaksa atau menghalanginya, menjadikan agama mempunyai kesadaran diri kemerdekaan telah menjadi salah satu pilar sebagai “anak tunggal” dan hidup terisolasi

2 Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (: Bulan 1 Fendy Cess, Hak Asasi Manusia Dan Kebebasan Beragama, Bintang, 2003), h. 22 http://iptekindonesiaef.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 11 3 Sumartana, Theologia Religionum, (Jakarta: Tim Balitbang Juli 2016 PGI , 2007) h. 19

118

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid dari umat yang lain. Akibatnya, agama-agama saya mengatakan, semua agama adalah tepat mempunyai bentuk yang dominan dan tidak berada pada jalan seperti itu, jalan panjang toleran terhadap keberadaan agama lain, ter- menuju Yang Maha Benar.” masuk di dalamnya menyangkut kebenaran Gus Dur menjelaskan dalam memahami ayat agama. Kebebasan beragama pada giliran- 120 surat al-Baqarah di atas. “Bagi saya makna nya menempatkan agama-agama dalam apa “tidak rela” itu jangan didramatisir, dipahami yang disebut “plural shock” atau “Cognitive biasa-biasa saja, karena sebaliknya kita orang dissonance” yaitu suatu kebingungan yang Islam tidak pernah rela pada keyakinan mereka. mendekati kekacauan yang terjadi di dalam Sama saja kan? “Tidak rela” bukan berarti diri penganutnya.4 Hal ini disebabkan karena mau menyakiti atau membunuh. Contohnya para pemeluk agama dipaksa untuk menghadapi Siti Nurbaya tidak rela menikah dengan Datuk kontra dalam dirinya. Apa yang semula diyakini Maringgih. Yaaa Siti tidak rela saja, bukan lantas sebagai yang sunguh benar dan taken for granted, dia ingin menyakiti atau membunuh Datuk kini diperhadapkan dengan sikap yang sama Maringgih, buktinya Siti Nurbaya melahirkan anak- dalam agama yang berbeda. Ternyata umat yang anak Datuk Maringgih.” Orang-orang yang hadir lain juga mempunyai kepercayaan, klaim, dan kembali tertawa lebar mendengar tamsil Gus Dur keyakinan yang utuh. soal “tidak rela” itu. Ketika ia menjawab soal Kebebasan beragama diartikan sebagai suatu saya tentang “Islamrahmatanlilalamin” Gus Dur ungkapan yang menunjukkan hak setiap individu mengutip wejangan KH Ahmad Siddiq bahwa dalam memilih keyakinan suatu agama. Di Islam harus merawat tiga ikatan persaudaraan Indonesia dalam peraturan Undang-Undang Dasar yaitu “ukhuwahIslamiyah” (persaudaraan ke- disebutkan pada pasal 29 ayat 2 yang menyata- islaman), “ukhuwah wathaniyah” (persaudaraan kan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap kebangsaan) dan “ukhuwahbasyariyah” (per- penduduk untuk memeluk agamanya masing- saudaraan kemanusiaan), jika Islam mampu masing dan untuk beribadat menurut agamanya merawat tiga ikatan persaudaraan ini maka, Islam dan kepercayaannya itu”. Hal ini jelas bahwa itu akan menjadi berkah bagi alam semesta. negara sendiri menjamin penduduknya dalam Perjuangannya dalam menanamkan nilai memilih dan memeluk agama/keyakinannya kebebasan beragama di Indonesia menjadi masing-masing serta menjamin dan melindungi istimewa dan mendapat perhatian banyak pihak penduduknya di dalam menjalankan peribadatan lantaran Gus Dur merupakan mantan ketua menurut agama dan keyakinannya masing- PBNU.Organisasi Islam terbesar Indonesia yang masing. didirikan ulama-ulama pesantren sebagai basis Membicarakan perkembangan kebebasan dari Islam tardisional. Apalagi Gus Dur sendiri beragama di Indonesia tentu tidak bisa di adalah cucu pendiri NU KH. Hasyim Asyari, lepaskan dari seorang tokoh KH. Abdurrahman modal terbesarnya untuk diakui sebagai kyai Wahid yang akrab dengan panggilan Gus Dur. tradisional dengan kredibilitasnya yang tinggi Pembelaannya yang konsisten terhadap kaum dalam ilmu-ilmu agama. Tentu saja kita tidak minoritas tertindas menjadi perhatian dan per- mengesampingkan tokoh-tokoh lain semacam juangannya selama ini. Meski banyak pihak Cak Nur atau Syafi’i Ma’arif serta beberapa tokoh yang menjulukinya sebagai tokoh kontroversial lainnya. namun itu tidak mengurangi sedikitput akan Minoritas etnis China yang selama pe- nilai kebenaran yang ia yakini. merintahan ORBA terkibiri hak-haknya sebagai Dalam memahami ayat Ayat Inna al-dina warga negara seakan mendapat kebebasannya ‘ind allah al-Islam (QS 3: 19), Gus Dur lebih setelah Gus Dur naik menjadi presiden.Belum cenderung menerjemahkan, “Sesungguhnya jalan lagi permintaan maaf Gus Dur atas kesalahan religiusitas yang benar adalah proses yangtak sejarah yang dipelopori warga NU ketika terjadi pernahselesai menuju ketundukan (kepada Yang pembantaian massal terhadap orang- orang yang Maha Benar). Dengan tanpa sungkan dan kikuk, dianggap bagian dari komunis. Disaat orang-orang masih khawatir akan kembalinya komunis, Gus

4 Martin L. Sinaga, “ Meretas Jalan Teologi Agama – Agama di Dur ketika menjabat sebagai presiden justru Indonesia”, (Jakarta: Tim Balitbang PGI , 2007), h. 3. mengusulkan agar tap MPRS no.XXV tahun 1966

119

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016 tentang larangan penyebaran ajaran komunis ‘intervensi’ terhadap kebebasan individu harus dicabut. Semua yang dilakukan adalah bagian memperhatikan asas proporsionalitas untuk meng- upayanya untuk melakukan rekonsiliasi sesama hindari praktik-praktik yang diskriminatif. Oleh anak bangsa. Dengan memahami dan menyakini karena itu, kebebasan untuk memiliki semua hak betul bahwa setiap tumpah darah indonesia di yang telah diatur didalam hak asasi manusia harus 5 dalam kedudukan hukum sama sederajat. diberikan oleh negara kepada semua individu 6 Menjadi menarik seorang kyai yang tumbuh yang ada didalam wilayah kedaulatannya. dalam lingkungan tradisional memiliki garis Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan perjuangan yang egaliter sekaligus sikap toleran bahwa ‘kebebasan’ adalah sebagai ‘kemerdekaan, yang sangat tinggi terhadap segala perbedaan. meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, Kalau kebanyakan da’i masih berkutat untuk semua orang bebas untuk tidak melakukan atau terus mempromosikan kebencian dan kecurigaan melakukan suatu hal. Pengertian yang lebih yang tinggi terhadap perbedaan agama. Maka banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat Gus Dur hadir dengan memberi warna yang lain, dari definisi ‘kebebasan’ dari Kamus Hukum dalam memandang perbedaan justru sebagai Marwan, M & Jimmy P. Menurut Marwan, M & pilar kekuatan kita sebagai bangsa yang besar. Jimmy P, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah Dengan memandang sangat penting atas usaha kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan Gus Dur dalam membumikan nilai kebebasan kecuali larangan yang telah diatur didalam beragama di dalam kehidupan bermasyarakat. undang-undang. Kesimpulannya adalah manusia Sebagai bagian dari upaya membangaun mempunyai hak untuk bebas selama hak-hak kesadaran bahwa sesungguhnya perbedaan itu tersebut tidak bertentangan dengan larangan yang adalah rahmat yang di karuniakan Allah dalam ada didalam hukum.Berkaitan dengan pendapat mewujudkan kehidupan yang damai. Maka mau sebelumnya bahwa larangan atau intervensi tidak mau dakwah dalam konteks kekinian hanya boleh dilakukan dengan memperhatikan 7 juga harus mempertimbangkan cara-cara yang asas proporsionalitas dan non diskriminasi. simpatik. Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas,

kebebasan didalam hak asasi manusia adalah B. Pembahasan kebebasan untuk meninggalkan atau mengerjakan 1. Pengertian Kebebasan Beragama sesuatu hal seperti yang telah diatur didalam Ada banyak pengertian ‘kebebasan’ dan instrumen-instrumen internasional tentang pengertian yang paling sederhana dan klasik hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan adalah ‘tidak adanya larangan.’ Meskipun kebebasan beragama, setiap individu mempunyai demikian, konsep dasar ‘kebebasan’ juga kebebasan seperti yang diatur didalam instrumen harus memperhatikan ‘tidak adanya intervensi’ internasional seperti hak untuk menganut, dari kebebasan yang telah dilakukan tersebut berpindah, mempertahankan atau tidak memeluk terhadap kebebasan orang lain. Jadi ada dua suatu keyakinan apapun seperti yang telah diatur kebebasan yang seimbang, yakni bebas untuk didalam instrumen internasional tentang hak 8 melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi atas kebebasan beragama. oleh tindakan tersebut. Memang kebebasan manusia harus diatur didalam perundang-undangan. Tetapi jika ternyata Di dalam konteks hubungan antara pemerintah dan warga negara, kebebasan ini lebih me- sebuah produk perundang-undangan tersebut nekankan pada tidak adanya intervensi atau mengandung intervensi yang diskriminatif, maka larangan dari negara terhadap kebebasan warga selayaknya perundang-undangan itu tidak bisa negaranya. Kebebasan warga negara tidak boleh diterapkan. Ini dikarenakan dimensi kebebasan diintervensi baik oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah maupun produk perundang-undangan 6 Ali Usman, Kebebasan Dalam Perbincangan Filsafat, Pendidikan, dan Agama, (: Pilar Media, 2006), h. 12. sekalipun.Praktik-praktik yang mengandung unsur 7 Marwan, M & Jimmy P. Kamus Hukum.(Surabaya: Realiti

Publisher, 2009), h. 24. 5 Benny G. Setiono,Puncak Kekerasan Anti Tionghoa di 8 John Dewey, Budaya dan Kebebasan: ketegangan antara Indonesia, diakses dari http://web.budaya-tionghoa.net/index. kebebasan individu dan aksi kolektif, (Jakarta: Yayasan Obor php/item/656-peristiwa-13, pada tanggal 11 Juli 2016 Indonesia, 1998), h. 43.

120

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid tersebut akan terbatasi oleh peraturan-peraturan Maka kalau kita hubungkan antara pengertian yang bisa menghilangkan kebebasan manusia. agama menurut bahasa dengan pengertian asal Isaiah Berlin membedakaan ‘kebebasan’ perkataan agama itu sendiri dapat disimpulkan dalam dua bentuk, yaitu kebebasan dalam bentuk yaitu: “Peraturan-peraturan yang tidak kocar- yang positif dan kebebasan dalam bentuk yang kacir”. Dengan kata lain “Peraturan-peraturan negatif.Kebebasan dalam bentuk yang positif yang tersusun dengan harmonis, rapi teratur 10 artinya ‘apa atau siapa’ yang bertindak sebagai untuk pedoman hidup ummat manusia”. sumber hukum, yang bisa menentukan seseorang Oxford Student Dictionary (1978) men- untuk menjadi, melakukan atau mendapatkan difinisikan agama(relegion) dengan“The belief sesuatu ‘kebebasan.’ Sedangkan kebebasan in the existence of supranatural ruling power, the dalam bentuknya yang negatif bersinggungan creator and controller of the universe”, yaitu suatu dengan ruang lingkup dimana seseorang harus kepercayaan akan keberadaan sesuatu kekuatan dihormati atau dilindungi untuk menjadi atau pengatur supranatural yang menciptakan dan melakukan sesuatu seperti yang dikehendakinya mengendalikan alam semesta. Agama (relegion) tanpa ada paksaan atau larangan dari pihak lain. dalam pengertiannya yang paling umum diartikan Kebebasan dalam arti yang negatif ini sesuai sebagai sistem orientasi dan obyek pengabdian. dengan pengertian kebebasan dari Kamus Kersey Dalam pengertian ini semua orang adalah sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang makhluk relegius, karena tak seorangpun dapat positif lebih condong ke pengertian yang diajukan hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya dan oleh Kamus Hukum Marwan, M & Jimmy P. tetap dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang Sedangkan agama adalah sebuah realitas berkembang di tengah manusia adalah produk yang senantiasa melingkupi manusia. Agama dari tingkah laku keberagamaan manusia. muncul dalam kehidupan manusia dalam ber- Sebuah agama biasanya melingkupi tiga bagai dimensi dan sejarahnya.Maka memang persoalan pokok, yaitu: tidak mudah mendifinisikan agama. Termasuk 1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan mengelompokkan seseorang apakah ia terlibat adanya sesuatu kekuatan supranatural yang dalam suatu agama atau tidak. Mungkin seseorang diyakini mengatur mengatur dan mencipta dianggap termasuk pengikut suatu agama tetapi alam. ia mengingkarinya. Mungkin sebaliknya seseorang 2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku mengaku memeluk sebuah agama, padahal manusia dalam berhubungan dengan kekuatan seseungguhnya sebagian besar pemeluk agama supranatural tersebut sebagai konsekuensi tersebut mengingkarinya. atau pengakuan dan ketundukannya. Di bawah ini akan dijelaskan pengertian 3. Sistem nilai yang mengatur hubungan agama secara umum, yaitu sebagai berikut: manusia dengan manusia lainnya atau alam 1. Agama menurut pengertian bahasa banyak semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya 11 sekali, antara lain diartikan: Peraturan, tersebut. undang-undang, tata cara, syari’at, ta’at dan Dalam kerangka Ilmu Sosial, kebebasan lain sebagainya. beragama adalah sebuah kerangka di mana 2. Agama menurut pengertian istilah umum ialah: ada interaksi beberapa kelompok-kelompok “Pengakuan manusia tentang adanya yang yang menunjukkan rasa saling menghormati dan dianggap suci, kemudian manusia itu insyaf, toleransi antara satu sama lain. Mereka hidup bahwa yang dianggap suci itu mempunyai bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil 12 kekuatan yang melebihi dari segala kekuatan tanpa konflik asimilasi. yang ada. Kebebasan beragama agama dapat dipahami 3. Kemudian perkataan “Agama” itu berasal

dari bahasa Sansekerta, yang tersusun dari Isu Kontemporer (Malang: UMM Pres. 2009), h. 273. dua perkataan: A= tidak dan gama = kocar- 10 Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama (Jakarta: 9 PSAP Muhammadiyah, 2005), h. 3. kacir. AtaupunA = yang dan gama = suci. 11 Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama..., h. 12. 12 Anis Malik Taha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: 9 Syamsul Arifin, Studi Agama Perspektif Sosiologis dan Isu- Perspektif, 2002), h. 45.

121

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016 dalam beberapa perspektif, diantaranya: Kebebasan beragama agama adalah sebuah 1. Perspektif sosial. Dalam pengertian ini, kenyataan sejarah yang ditarik berdasarkan situasi kebebasan beragama agama berarti “semua nyata manusia di muka bumi ini.Agama sudah agama berhak untuk ada dan hidup”. Secara betul-betul menyadari bahwa ada beragam agama sosial, kita harus belajar untuk toleran dan di muka bumi ini.Meskipun ada pergeseran atau bahkan menghormati iman atau kepercayaan perpindahan agama, tetapi skalanya sangat kecil dari penganut agama lainnya. terutama pada agama-agama besar.Terhadap kenyataan ini, agama harus mengambil sikap, 2. Perspektif etika atau moral. Dalam hal ini dalam mengambil sikap itu muncul fakta yang kebebasan beragama agama berarti bahwa menarik bahwa sebetulnya kebanyakan agama “semua pandangan moral dari masing- sudah mengakui kebebasan beragama, barangkali masing agama bersifat relatif dan sah”. Jika tidak dalam praktik, tapi masih dalam ajaran kita menganut kebebasan beragama agama normatif. dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi penganut agama lain yang Dalam kaitanya dengan Abdurrahman Wahid, memiliki pandangan moral yang berbeda, Kebebasan beragama dipahami dengan dalil misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, tidak ada paksaan dalam agama, adalah prinsip hukuman gantung, eutanasia, dll. yang sangat penting dalam sekularisme dan harus dipahami makna dan konsekuensinya, 3. Perspektif teologi-filosofi. Secara sederhana baik oleh negara maupun masyarakat.Oleh sebab berarti “agama-agama pada hakekatnya itu, prinsip ini perlu diwujudkan ke dalam suatu setara, sama-sama benar dan sama-sama undang-undang (UU) yang memayungi kebebasan menyelamatkan”. Mungkin kalimat yang dalam keberagamaan. lebih umum adalah ”banyak jalan menuju Roma”. Semua agama menuju pada Allah, Maksud UU ini adalah, pertama agar bisa hanya jalannya yang berbeda-beda. Selanjut- membatasi otoritas negara sehingga tidak me- nya, dalam tulisan ini, setiap kali kita nimbulkan campur tangan negara dalam hal menyebut kebebasan beragama agama, yang akidah (dasar-dasar kepercayaan), ibadah, dimaksudkan adalah kebebasan beragama maupun syariat agama (code) pada umumnya. 13 agama dalam kategori teologi-filosofi ini. Kedua, di lain pihak, ia memberi kesadaran kepada setiap warganegara akan hak-hak asasi- Lahirnya gagasan mengenai kebebasan nya dalam berpendapat, berkeyakinan, dan ber- beragama dikutip dari Al-Islam sesungguh- agama. UU semacam itu harus mendefinisikan nya didasarkan pada sejumlah faktor. Dua di 15 kebebasan beragama secara lebih detail. antaranya adalah: Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep Pertama, kebebasan beragama berarti ke- ketuhanannyalah yang paling benar dan bebasan untuk memilih agama atau menentu- agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. kan agama yang dipeluk, serta kebebasan untuk Masing-masing pemeluk agama juga meyakini melaksanakan ibadah menurut agama dan bahwa merekalah umat pilihan. Kedua, faktor keyakinan masing-masing. kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk Kedua, kebebasan beragama berarti juga melanggengkan dominasinya di dunia. Selain kebebasan untuk berpindah agama, yang setara isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan dengan berpindah pilihan dari satu agama tertentu kebebasan serta perdamaian dunia, kebebasan ke agama lain. Berpindah agama tidak berarti beragama agama adalah sebuah gagasan yang murtad, melainkan menemukan kesadaran baru terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang dalam beragama.Berpindah agama juga tidak bisa Amerika Serikat untuk menghalangi kebangkitan disebut kafir, karena istilah kafir bukan berarti Islam.Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, mempunyai agama lain, melainkan menentang faktor pertama bisa diakui sebagai alasan awal perintah Tuhan. Perpindahan agama harus munculnya gagasan kebebasan beragama dianggap peristiwa biasa dan sering disambut 14 agama.

15 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, 13 Anis Malik Taha, Tren Pluralisme Agama…, h. 56-59. dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content 14 Anis Malik Taha, Tren Pluralisme Agama…, h. 78. &cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014

122

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid hangat oleh kalangan agama yang baru dipeluk, anti-Tuhan harus dilarang oleh negara, karena sebagaimana tampak dalam penayangan orang- bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila orang mualaf atau pemberian zakat kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam lingkup ateisme mualaf yang sering kali sebelumnya memeluk ini, juga dilarang mencela dan menghina suatu 16 agama lain. agama. Namun tulisan yang berpandangan ateis, Ketiga, kebebasan beragama berarti pula sebagai diskursus ilmiah, tidak perlu dilarang, bebas untuk menyebarkan agama (berdakwah), namun sebaiknya dibantah secara ilmiah pula. asal dilakukan tidak melalui kekerasan maupun Kelima, atas dasar kebebasan beragama dan paksaan secara langsung ataupun tidak langsung. kebebasan beragama, negara harus bersikap Kegiatan untuk mencari pengikut, dengan adil terhadap semua agama. Suatu peraturan pembagian bahan makanan, beasiswa kepada pemerintah yang bersifat membendung penye- anak-anak dari keluarga miskin, atau pelayanan baran agama atau membatasi kegiatan beribadah kesehatan gratis dengan syarat harus masuk agama tertentu, dianggap bertentangan dengan ke dalam agama tertentu, adalah usaha yang UU.Konsekuensinya, pencantuman agama tidak etis, karena bersifat merendahkan martabat dalam kartu identitas, misalnya di Kartu Tanpa manusia, dengan cara ‘membeli’ keyakinan Penduduk (KTP), tidak diperlukan, karena bisa seseorang. Namun program bantuan semacam membuka peluang favoritisme dan diskriminasi itu boleh dilakukan oleh suatu organisasi ke- yang menguntungkan agama yang dipeluk oleh agamaan, asal tidak disertai syarat masuk agama mayoritas penduduk atau mereka yang ber- 17 18 tertentu. pengaruh di pemerintahan. Penyebaran agama dengan cara menawarkan Keenam, negara harus memperbolehkan iman dan keselamatan secara langsung dari perkawinan antara dua orang yang berbeda orang ke orang atau dengan cara kunjungan agama, jika hal itu sudah menjadi keputusan dari rumah ke rumah dengan tujuan proliterasi pribadi dan keluarga yang bersangkutan. Otoritas adalah tindakan yang tidak sopan dan sangat agama boleh saja mengeluarkan fatwa yang mengganggu, karena itu harus dilarang. Kegiatan mengharamkan perkawinan lintasagama, atau penyebaran agama, sebagai pewartaan, tidak keluarga dan individu boleh menganggap haram dilarang, tetapi upaya kristenisasi atau islamisasi pernikahan antara pemeluk agama yang berbeda. sebagai proliterasi tidak diperkenankan. Jika Namun, fatwa itu tidak mengikat negara dan tata cara penyebaran agama bisa diatur, tidak pandangan keluarga dan individu itu hanya akan ada lagi tuduhan Kristenisasi, Islamisasi, berlaku pada dirinya sendiri. atau pemurtadan. Ketujuh, dalam pendidikan, setiap siswa Atas dasar tanpa kecurigaan dan semangat atau mahasiswa diberi hak untuk menentukan untuk hidup rukun antarpemeluk agama, maka agama yang dipilih untuk dipelajari. Pilihan tidak pendirian rumah ibadah maupun penggunaan boleh berlaku otomatis menurut agama orang rumah sebagai tempat ibadah tidak dilarang, asal tua, walaupun orang tua bisa memengaruhi, tidak melanggar peraturan tata kota, mengganggu bahkan menentukan pilihan anak-anaknya. Hak lalu lintas, atau menimbulkan gangguan lainnya. itu mencakup pilihan untuk tidak mengikuti Peraturan semacam Surat Keputusan Bersama pelajaran agama tertentu. Namun minimal ada (SKB) Dua Menteri, 1969, yang mengatur keharusan bagi setiap siswa atau mahasiswa pendirian rumah ibadah, atau UU Kerukunan untuk mengikuti pelajaran budi pekerti atau etika, Antar Umat Bergama yang bernuansa politisasi misalnya berdasarkan Pancasila, karena pelajaran agama, tidaklah diperlukan. itu penting bagi pembentukan warganegara yang 19 Keempat, ateisme sebagai paham yang baik. dipropagandakan, yang bersifat antiagama dan Kedelapan, dalam perkembangan hidup

16 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, 18 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content &cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014 &cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014 17 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, 19 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content &cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014 &cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014

123

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016 beragama, setiap warga berhak membentuk maupun multikulturalisme bukanlah ide yang aliran keagamaan tertentu, bahkan mendirikan menyatakan semua agama sama dengan agama baru, asal tidak mengganggu ketenteram- ajaran/aqidah yang dianut.22 Namun kita an umum dan melakukan praktik-praktik yang semua menyadari dan mengakui, bahwa setiap melanggar hukum dan tata susila, atau menipu agama mempunyai ajaran yang berbeda-beda. dengan kedok agama. Kebebasan itu berlaku Karena perbedaan pendapat itu penting, tetapi pula bagi mereka yang ingin mendirikan per- pertentangan dan keterpecah-belahan adalah kumpulan untuk maksud kesehatan atau ke- sebuah malapetaka. Dengan demikian, nampak cerdasan emosional dan spiritual berdasarkan bahwa perbedaan yang menjadi inti sikap dan ajaran beberapa agama, sesuai dengan pilihan pandangan perorangan harus dibedakan dari anggota atau peserta, selama tidak mengharuskan peretentangan dan keterpecah-belahan dari 23 keimanan kepada suatu akidah agama sebagai sebuah totalitas masyarakat. syarat. Oleh karena itu, perbedaan tersebut bukanlah Kesembilan, negara maupun suatu otoritas alasan untuk menebarkan benih konflik dan keagamaan, jika ada, tidak boleh membuat perpecahan.Perbedaan justru dapat dijadikan keputusan hukum (legal decition) yang me- sebagai alat untuk mempercepat pemahaman nyatakan suatu aliran keagamaan sebagai sesat anugerah Tuhan yang begitu nyata untuk 24 dan menyesatkan, kecuali jika aliran itu telah senantiasa merajut keharmonisan dan toleransi. melakukan praktik-praktik yang melanggar hukum Pemahaman Abdurrahman Wahid tersebut sejalan dan tata susila. Namun otoritas keagamaan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Josh bisa memberi penerangan dan bimbingan McDowell yang menyatakan “respecting others yang berkenaan dengan soal ibadah, akidah, beliefs and practices without sharing them” dan syariat, tapi tidak mengikat siapa pun, baik (menghormati keimanan dan praktik ibadah 20 25 negara maupun warga negara. pihak lain tanpa ikut serta bersama mereka).

Abdurrahman Wahid sebagaimana dikutip 2. Konsep Kebebasan Beragama Abdurrahman Ja’far Nashir dalam tulisanya Respon Islam Wahid Terhadap Multikulturalisme mengatakan demi Masyarakat Indonesia yang plural, dengan tegaknya pluralisme masyarakat bukan hanya ragam budaya, suku, etnis dan agama serta terletak pada suatu pola hidup berdampingan idiologi merupakan kekayaan tersendiri.Oleh secara damai, karena hal itu masih rentan karena itu, keragaman agama, etnis, idiologi terhadap munculnya kesalahpahaman antar- ataupun budaya membutuhkan sikap arifdan kelompok masyarakat yang pada saat tertentu kedewasaan berpikir dari berbagai lapisan bisa menimbulkan disintegrasi. Latar belakang masyarakat, tanpa memandang agama, warna faham keislaman tradisional—faham ahlussunnah kulit, status sosial dan etnis. Tanpa ada wal jama’ah—serta pemikiranya yang liberal, sikap saling curiga dan berprasangka buruk Islam menurut Abdurrahman Wahid harus terhadap kelompok lain, kita sebagai bangsa tampil sebagai pemersatu bangsa dan pelindung sudah terlanjur majemuk dan konsekuensinya keragaman dan mampu menjawab tantangan adalah adanya penghormatan atas pluralitas modernitas sehingga Islam lebih inklusif, toleran, masyarakat itu. Abdurrahman Wahid merupakan egaliter dan demokratis. Nilai Islam yang universal penyerupluralitas, toleransi, pembela kelompok dan esensial lebih diutamakan dari pada legal- minoritas cina Indonesia, dengan kata lain simbolis, Islam mewarnai kehidupan berbangsa Abdurrahman Wahid adalah non-chouvinis sebagai figur yang memperjuangkan diterimanya 22 21 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, kenyataan sosial budaya yang ada. (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), h. 135 Menurut Gus Dur kebebasan beragama 23 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita..., h. 28. 24 Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan Canda Gus Dur, 20 M. Dawam Rahardjo, Dasasila Kebebasan Beragama, (Jakarta: Kompas,2010), h. 149 dikutip dari http://islamlib.com/?site=1&aid=110&cat=content& 25 Ja’far Nashir. Respon Islam Terhadap cid=9&title=dasasila-kebebasan-beragama pada 16 April 2014 Multikulturalisme. Diakses melaluisitushttp://nashir6768.multiply. 21 Greg Barton, “Memahami Abdurrahman Wahid” com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fite dalam Prisma Pemikiran Gus Dur (Yogyakarta: LkiS, 2000), h. xxii. m,pada 20 Juni 2016.

124

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid

26 28 dan bernegara tanpa membawa “embel-embel.” beragama dan berkeyakinan. Indonesia adalah negara yang berlandaskan Menurut Gus Dur agama adalah sebagai pancasila, dan dalam salah satu silanya berbunyi suatu hal yang bersifat membebaskan. Hal itu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, jadi Indonesia adalah dimaksudkan sebagai usaha meninjau agama negara yang berketuhanan, konsekuensinya setiap (Islam) kembali dari sudut historis, dimana warga negara harus memeluk satu agama yang Islam lahir sebagai sebuah proses ketidak diyakininya. Dan seperti kita ketahui di Indonesia adilan ditengah masyarakat komersial arab. ada 6 agama besar yaitu Islam, Kristen, Khatolik, Setiap agama menurut Gus Dur, dalam pertama Budha, Hindu, dan Khonghucu. Dengan adanya lahirnya memiliki kekhususanya sendiri, yang perbedaan ini dapat menimbulkan konflik akibat secara mendasar harus ditundukan kepada ajaran ekslusif masing-masing agama, tapi di satu persoalan umum. sisi akan terjadi keindahan dan keharmonisan Agar mencapai nilai-nilai umum tersebut, apabila masing-masing pemeluk agama dapat agama harus dirumuskan kembali pandangan- hidup rukun dan berdampingan. pandangannya mengenai martabat manusia, Menurut “Gus Dur” (dalam Douglas E. kesejajaran kedudukan manusia di muka bumi, Ramage, Ph.D) kesejajaran di atas undang-undang dan solidaritas “Pancasila adalah serangkaian prinsip-prinsip hakiki antara sesama ummat manusia. Dengan yang bersifat lestari.Ia memuat ide yang upaya ini menurutnya, diharapkan tiap-tiap agama baik tentang hidup bernegara yang mutlak dapat berintegrasi dengan keyakinan-keyakinan diperjuangkan. Saya akan mempertahankan lain dalam pencapaian sejumlah nilai-nilai Pancasila yang murni dengan jiwa raga saya, universal yang menghubungkan antara agama terlepas dari kenyataan bahwa ia tidak jarang pada tataran baru. Tataran baru tersebut yaitu dikebiri atau dimanipulasi, baik oleh segelintir tahap pelayanan agama terhadap masyarakat 27 tentara maupun sekelompok umat Islam.” tanpa pandang bulu, dalam bentuknya yang kongkrit seperti penanggulangan kemiskinan, Dari pernyataan ini dapat terlihat bahwa penegakan kedaulatan hukum dan kebebasan Gus Dur akan membela mati-matian nilai-nilai menyatakan pendapat. Apabila suatu agama pancasila yang memang sudah tertanam sejak telah masuk dataran ini, ia barulah berfungsi dulu. Pancasila yang di dalamnya terdapat 29 melakukan pembebasan. keragaman agama, jadi harus mengakui kalau di Indonesia bukan negara Islam. Harus membela Konsep Kebebasan Beragama yang diusung hak-hak orang selain Islam dan dapat hidup Gus Dur tidak hanya pada tataran pemikiran rukun dengan mereka. saja, melainkan menjadi sebuah tindakan sosial- politik. Ketika menjabat sebagai presiden RI Ada tiga ayat Alquran yang selalu dikutip “Gus ke-4, Gus Dur memulihkan hak politik etnis Dur”, yaitu: “Tidak ada paksaan dalam agama; Tionghoa. Gus Dur memperlakukan kelompok- Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”; dan kelompok minoritas sebagai warga negara yang Agama (yang diridai) di sisi Allah adalah Islam”. mempunyai hak yang sama di mata hukum. Gus Dari ketiga ayat yang sering disampaikan tersebut Dur menegaskan bahwa kelompok minoritas menunjukkan bahwa “Gus Dur” memegang teguh mempunyai hak yang sama untuk menunjukan dan bersikap konsisten terhadap agamanya. 30 identitasnya. Namun dalam kehidupan berbangsa dan ber- negara, “Gus Dur” menunjukkan sikap yang Gagasan Kebebasan Beragama Gus Dur berbeda. Dia menunjukkan sikap menghormati dimulai dari kesadaran tentang pentingnya terhadap pilihan agama dan keyakinan orang perbedaan dan keragaman. Perbedaan harus lain sebagai kenyataan prinsip kebebasan dalam

28 Moh. Dahlan, Paradigma Ushul Fiqh Multikultural Gus dur, 26 Ja’far Nashir. Respon Islam Terhadap Multikulturalisme. Diakses (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2013), h. 26. melaluisitushttp://nashir6768.multiply.com/journal/item/1?&show_int 29 Abdurrahman Wahid, Mengurai Hubungan Agama dan erstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem,pada 20 Juni 2016. Negara, PT Grasindo, Jakarta, 1999, hal. 167 – 168. 27 Douglas E. Ramage “Pemahaman Abdurrahman Wahid 30 Zuhairi Misrawi, Kebebasan Beragama Pasca Gus Dur, tentang Pancasila Dan Penerapannya” dalam Ellyasa KH. dalam pengantar Irwan Suhanda, Gus Dur Santri Par Excellence Dharwis, Gus Dur, NU, dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: LkiS, Teladan Sang Guru Bangsa, PT. Kompas Media Nusantara, 1997), h. 101. Jakarta, 2010, h. 95

125

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016 dipahami sebagai fitrah yang harus dirayakan dan cendekiawan, lalu ketua organisasi massa Islam dirangkai menjadi kekuatan untuk membangun terbesar di tanah air—Nadhlatul Ulama—hingga keselarasan. Gus Dur adalah figur yang selalu Presiden Republik Indonesia, meninggalkan jejak- memperjuangkan untuk dapat diterimanya jejak yang masih bisa kita lihat dan rasakan 31 kenyataan sosial bahwa Indonesia itu beragam. hingga hari. Jejak yang paling dikenang terkait Kebebasan Beragama dalam padangan Gus kebebasan beragama. Dur bukanlah menganggap bahwa semua agama Pasca Gus Dur banyak orang yang mulai sama, sebagaimana yang diungkapkan oleh Gus sadar pentingnya kebebasan beragama di Dur: tengah keragaman agama, budaya, dan suku Kebebasan Beragama bukan masalah agama, di Indonesia. Tokoh-tokoh pun ‘latah’ membawa tetapi masalah sosiologis dan kemasyarakatan. misi bermacam-macam dengan menggaungkan Masing-masing agama menjalankan akidahnya, toleransi di tengah berkecamuknya sikap main tetapi hubungan antar agama harus tetap hakim sendiri. Pada tataran elit, kita melihat terjalin dengan baik. Secara teologis dalam toleransi itu baru sebatas menghargai visi dan setiap keyakinan tidak dibenarkan adanya misi kekuasaan.Toleransi mereka memusat pada anggapan agama adalah sama, akan tetapi pudarnya ideologi, tapi yang jelas—para elit agama menjadi dasar untuk setiap umat politik—sangat toleran terhadap hegemoni asing beragama menjalin hubungan baik dengan yang mengacak-acak ekonomi dan martabat siapa pun. Kebebasan Beragama adalah kebudayaan Indonesia. Pada kalangan pemikir bagian penting dalam usaha mencita-citakan toleransi masih sebatas permukaan baju, cara bangsa ini hidup rukun dan aman dalam berfikir mereka lebih banyak kehilangan kesadaran kebhinekaannya, ini menjadi fondasi penting menggali kembali kekayaan ‘local genius’ yang dalam kehidupan dan kemanusiaan, sebab beratus-ratus tahun dimiliki nusantara, bahkan sebuah bangsa yang begitu majemuk seperti mereka sangat permisif dengan ide-ide asing Indonesia ini jika salah dalam mengelola yang membingungkan rakyat kita. berbagai perbedaan paham keagamaan, Pada kalangan agama kebebasan beragama aliran, suku, dan lain-lain akan memunculkan nyaris di ujung tanduk, permasalahan yang ketegangan, permusuhan, dan kekerasan muncul bukan semakin tumpul malah semakin sosial yang mengarah pada disintregasi meruncing seiring dengan hadirnya aliran- 32 bangsa. aliran yang bermacam-macam dan semakin menumbuhkan konflik yang kian parah. Di

3. Implikasi Pemahaman Kebebasan Beragama generasi muda toleransi itu kian ‘tiarap’ bahkan Abdurrahman Wahid Bagi Kehidupan Umat menghilang. Dengan fakta semakin banyak Beragama Di Indonesia tawuran pelajar di jalanan dan aksi brutal demo- demo yang berbuntut kerusakan fasilitas umum. Dalam konteks keindonesiaan Gus Dur adalah sosok agamawan yang menerapkan teologi untuk Gus Dur memberi tauladan untuk terus mencapai jalan kemanusiaan tanpa memandang melakukan dialog antara ilmu spirit dengan status sosial dan keagamaan orang lain. Hingga ilmu materi yang harus termanifestasi dalam akhir hayatnya Gus Dur adalah sosok Muslim yang kehidupan. Baginya, kehidupan merupakan gigih memperjuangkan dan menamankan panji- kemampuan menghubungkan spirit Ketuhanan panji kebebasan beragama dalam kehidupan dengan tindakan, namun dalam pelaksanaan- masyarakat Indonesia.Dalam kehidupan negara nya harus disertai dengan kesabaran, demi Indonesia yang majemuk, maka perlindungan terhindarnya kekerasan yang akan menodai pada setiap warga masyarakat harus diutamakan harkat kemanusiaan. Dalam istilahnya, dalam dalam menghadapi pergesekan-pergesekan yang kehidupan harus selalu mencari keseimbangan kapan saja bisa terjadi. antara “normatif (ajaran agama)” dengan “kebebasan berpikir”. Perjuangan Gus Dur sebagai seorang aktivis, Kekerasan yang menjadi masalah serius bangsa ini, dicerna Gus Dur dengan wacana- 31 Irwan Suhanda, Gus Dur Santir Par Excellence…, h. xi. 32 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita...., h. wacana non-mainstream. Gus Dur membangun 134. logika terbalik, tentang agama yang harusnya

126

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid membawa kedamaian. Toleransi adalah tradisi Akibat tindakan rasisme itulah, etnis Tionghoa Gus Dur yang genial tidak hanya dalam tataran sangat merindukan hadirnya lentera penerangan pemikiran tapi menjadi laku Gus Dur dalam dalam setiap gerak langkahnya di negeri ini. transformasi humoris “gitu aja kok repot”. Selama bertahun-tahun apa yang diimpikan Gus Dur seolah menebak masa depan zaman etnis Tionghoa akhirnya terwujud. Tepat pada untuk tidak menggunakan agama sebagai tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman sikap emosional. Wajah agama yang garang Wahid mengambil keputusan bersejarah dan direkonstruksi menjadi konsep berfikir yang monumental.Gus Dur mengeluarkan Instruksi egaliter.Sebagaimana tradisi Hasan Hanafi “Al Presiden (Inpres) No. 6/2000 yang isinya turast wa al tajdid”, pemikiran Gus Durian— mencabut Inpres No. 14/1967.Kebijakan Gus Dur gerakan penerus pemikiran Gus Dur—kemudian itu melahirkan kebebasan etnis Tionghoa dalam mengibarkan panji intelektual ‘Menggerakkan menjalankan ritual keagamaan, adat istiadat, Tradisi Meneguhkan Indonesia’. Gus Dur seakan serta memperbolehkan pengek-spresian terhadap optimis spirit agama akan menjaga tradisi-tradisi kebudayaannya di Indonesia. baik dan juga terbuka terhadap modernisme. Pascalengsernya Gus Dur, para pemimpin Dengan ini toleransi—keterbukaan pemikiran— di negeri ini juga sadar akan pentingnya meng- menjadi jalan terbaik untuk memberi kesempatan hormati kebebasan ras atas etnis Tionghoa. siapapun menemukan kebenaran atas sikap Terbukti pada 9 April 2002, Keputusan Presiden membangun pelestarian kebudayaan dan pem- Megawati Soekarnoputri dengan Keppres No. baharuan pemikiran. 19/2002 meresmikan Imlek sebagai libur nasional Buah perjuangan Abdurrahman Wahid dalam yang berlaku mulai Tahun Imlek 2003. Sehingga konteks kebebasan Beragama dirasakan oleh keberadaan tahun, baru Imlek di negeri ini sama berbagai kalangan. Sebagaimana dijelaskan halnya dengan tahun baru lainnya. dalam bab sebelumnya, Gus Dur merupakan Kebahagiaan etnis Tionghoa serasa semakin tokoh yang kontroversial. Di mana ada merasa lengkap ketika di era kepemimpinan Presiden diuntungkan dan adapula yang tidak sepakat . Saat itu pemerintah bahakan mencemooh pemikiran beliau. Di dan DPR membuat kebijakan spektakuler yang antara kelompok yang merasakan dampak positif termaktub dalam UU No. 12/2006 tentang dari pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam kebebasan beragama adalah: undang-undang itu dinyatakan bahwa etnis

Tionghoa yang lahir di negeri ini termasuk a) Tionghoa dan Kong Hu Cu di Indonesia. orang Indonesia asli. Undang-undang tersebut Gus Dur adalah seorang yang konsisten dalam dengan tegas mendefinisikan “orang-orang membela hak-hak kaum minoritas yang tertindas. bangsa Indonesia asli”. Artinya, orang Indonesia Jasa besar Gus Dur dalam pembelaannya ter- yang menjadi warga negara Indonesia sejak hadap diakuinya agama Kong Hu Cu di Indonesia kelahirannya dan tidak bersedia menjadi kewar- tidak akan pernah terlupakan untuk masyarakat negaraan lain atas kehendak sendiri. Untuk itu, Indonesia, khususnya masyarakat Tionghoa. Gus kehadiran undang-undang itu dengan tujuan Dur memulai langkah penting dalam kehidupan untuk menghapus diskriminasi kewarganegaraan negara bahwa semua warga negara mesti di- etnis Tionghoa. lakukan dengan adil dan setara. Bagi etnis Tionghoa yang sudah menjadi b) Gus Dur dan Ahmadiyah. warga Indonesia, peringatan tahun baru Imlek, Selanjutnya jasa Gus Dur dalam menegakan mengingatkan kepada kebijakan otoriter dan kebebasan beragama di Indonesia adalah pem- represif atas keberingasan rezim Orde Baru. belaannya terhadap kelompok aliran Ahmadiyah. Melalui Inpres No. 14/1967 yang subtansinya Warga Ahmadiyah sangat menghormati jasa mengarah pada pelarangan bentuk apa pun yang besar Gus Dur terhadap mereka.Gus Dur dengan berbau Cina, mulai dari huruf, simbol, kesenian lantang menyatakan, “Selama saya masih hidup, (barongsai dan Hong) sekaligus perayaaan Imlek. saya akan pertahankan gerakan Ahmadiyah”. Semua itu dilarang diekspresikan dalam bentuk Pernyataan itulah yang dilontarkan Gus Dur apa pun di nusantara. ketika aliran Ahmadiyah menjadi bulan-bulanan

127

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016 kelompok radikal. Bahkan ia menawarkan Dengan kata lain, perjuangan mereka secara rumahnya di Ciganjur untuk berlindung, jika verbal begitu getol untuk kepentingan umat pemerintah dianggap tidak lagi bisa melindungi Islam, tetapi kenyataannya justru menjerumuskan 33 mereka. umat Islam. Dalam kasus pembelaan terhadap Gus Dur juga menegaskan, “Kalau ada kelompok minoritas, para penganut liberalisme yang berpendapat Ahmadiyah salah silahkan. begitu gigih dan getol, namun berujung me- Tapi UUD 1945 memberi mereka kebebasan mojokkan dan mendiskreditkan umat Islam. menyatakan pendapat.” Gus Dur tidak membela Dalam kasus perusakan gereja misalnya, mereka keyakinan Ahmadiyah, tetapi membela hak membela dengan gigih untuk mengembalikan warga minoritas yang harus tetap dilindungi dan menegakkan hak-hak kelompok minoritas oleh negara. Menurutnya, itu adalah amanat itu. Namun sebaliknya, ketika hal itu terjadi pada konstitusi sebagaimana tercantum dalam Undang- komunitas muslim yang diserbu dan diserang Undang Dasar 1945 dan UndangUndang Negara saat melaksanakan ibadah, sebagaimana yang Republik Indonesia Tahun 1945.Akan tetapi, terjadi di Tolikara. kenyataannya Ahmadiyah terus-menerus menjadi Dalam banyak kasus, mereka menganggap sasaran kekerasan dan persekusi. Menteri Agama kebebasan beragama yang digagas Gus Dur justru Suryadharma Ali bahkan secara diskriminatif membela faham-faham yang berujung merusak mengeluarkan pernyataan agar Ahmadiyah konsep Islam, seperti mendukung pemimpin 34 dibubarkan. perempuan, kesetaraan gender, bolehnya memilih Kasus Ahmadiyah yang berkembang di pemimpin kafir, dukungan terhadap kelompok Indonesia menurut Gus Dur adalah sebagian LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). tantangan dari begitu banyak hal-hal rumit yang Bahkan dalam banyak kesempatan, kelompok ini harus dihadapi oleh umat Islam. Tetapi merespon lebih permisif dan toleran terhadap faham yang dengan kekerasan sesuatu yang tampak dalam bertentangan dengan mayoritas muslim, seperti pandangan bangsa ini. Kaum muslimin tidak faham Syiah. Padahal faham Syiah merupakan hidup di dunia ini sendiri dalam kesergaman, faham yang memupuk konflik internal umat melainkan ditakdirkan oleh Allah untuk hidup Islam sendiri. Acara yang digelar kelompok Syiah, bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki seperti perayaan Karbala, jelas-jelas memicu paham lain dalam kemajemukan. konflik dan perlawanan kelompok Sunni. Namun kebanyakan kelompok liberal justru menyudutkan Sementara itu di sisi lain pemikiran Gus umat Islam yang dianggap tidak menghormati Dur memberikan implikasi yang negatif bagi kebebasan beragama. beberapa golongan, terutama kelompok muslim itu sendiri. Jargon kebebasan beragama, dengan Implikasi yang terlihat dari gerakan kebebasan konsep liberalisasi agama, justru melahirkan beragama adalah semakin menyurutnya spirit dan blunder bagi umat Islam sendiri. Liberalisasi kecemburuan agama. Menyurutnya spirit agama agama bukan hanya menumbuhkan kelompok- itu bisa dilihat dari lemahnya melaksanakan kelompok menyimpang tetapi juga mengundang perintah agama dan sunnah-sunnah Nabi secara kelompok-kelompok luar untuk menggerogoti individual, seperti shalat berjamaah lima waktu umat Islam secara bersama-sama. di masjid atau berdakwah untuk kepentingan masyarakat dengan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka menganggap Gus Dur yang mengusung kebebasan beragama, pada tataran empirik, Menyurutnya kecemburuan agama bisa dilihat justru terperangkap dan lebih banyak membela dari tidak tergugahnya mereka ketika melihat kepentingan non Islam meskipun slogan yang nilai-nilai Islam dilecehkan.Seperti fenomena diangkat untuk menunjukkan toleransi umat pertumbuhan gereja yang merajalela, kebangkitan Islam.Kenyataannya, mereka lebih banyak ideologi PKI, dan berkibarnya bendera Israel di mendukung kepentingan luar Islam daripada beberapa hari lalu. Menyurutnya spirit dan kepentingan internal umat Islam. kecemburuan agama ini memudahkan kelompok non Islam untuk melakukan marginalisasi peran

33 Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan umat Islam. Umat Beragama, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2011, h. 133. 34 Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran..., h. 134.

128

Damrizal: Kebebasan Beragama dalam Perspektif Abdurrahman Wahid

C. Kesimpulan Theologia Religionum, dalam tim Balitbang 1. Konsep kebebasan beragama yang ditawar- PGI, Jakarta BPK Gunung Mulia, 1994 kan Gus Dur adalah kesadaran yang meng- Barton, Greg, Biografi Gus Dur The Authorized akui adanya keragaman kaum Muslim dan Biography of Abdurrahman Wahid,terjemahan keragaman manusia. Di mana masing-masing dari Gus Dur: The Authorized Biography of agama menjalankan akidahnya. Islam sebagai Abdurrahman Wahidalih bahasa Lie Hua, agama rohmatan lil alamin diaplikasikan dalam cet. I, Yogyakarta:LKiS,2003 kehidupan nyata, setiap warga masyarakat Baidhawi, Zakiyuddin, Kredo Kebebasan berhak menunjukan identitasnya tanpa ada Beragama Jakarta: PSAP Muhammadiyah, diskriminasi dari pihak mana pun. Gus Dur 2005 memandang bahwa di dalam al-Qur’an telah Dewey, John, Budaya dan Kebebasan: ketegangan menegaskan agama adalah wilayah privat yang antara kebebasan individu dan aksi kolektif, tidak bisa dipaksakan. Dalam membangun Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998 kebebasan beragama harus dilandasi dengan Darmaputera, Eka, “Agama, Masyarakat dan 4 konstruksi nilai yaitu: Univesalisme Islam, Negara dalam kerangka Merawat dan Berbagi Pribumisasi Islam, Nilai demokrasi dan HAM kehidupan”, Yokyakarta: Permadani, 1994 serta Prinsip Keadilan dan Egaliter. F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama, BPK Gunung Mulia, 2004 2. Implikasi pemahaman Kebebasan Beragama Ghofur, Abdul, Demokratisasi dan Prospek yang digagas oleh Gus Dur dapa dirasakan Hukum di Indonesia, cet.I, Yogyakarta: oleh umat beragama di Indonesia saat ini. pustaka pelajar, 2002 Kebebasan dirasakan kelompok agama yang Husaini, Adian Husen M. Albanjari, M. Syamsi Ali, termarginalkan seperti Syi’ah, Ahamadiyah dan Santi W.E Soekanto, Membedah Islam dan Konghuchu. Bahkan Konghuchu men- Liberal: Memahami dan Menyikapi Manuver jadi sebuah agama tersendiri pada era Islam Liberal di Indonesia. Jakarta: Syaamil kepemimpinanya serta menjadikan hari Imlek Cipta Media, 2003 sebagai hari libur nasional sebagai implikasi Houtart Francois, “Kultus Kekerasan atas Nama kebebasan beragama yang beliau bangun. agama: Sebuah Panorama” dalam Agama Sebagai Sumber Kekerasan?, ed Wim D. Daftar Pustaka Beuken, KarlJosef Kuschel, et al, Yokyakarta, Atang, Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Pustaka Pelajar, 2003 Islam, Bandung, Rosdakarya, 2003 Ida, Laode dan A. Thantowi Jauhari, Gus Dur Al-Brebesy, Ma’mun Murod, Menyingkap Diantara Keberhasilan dan Kenestapaan,cet. Pemikiran Politik Gus Dur Dan Amien Rais I Jakarta:Raja Grafindo Persada,1999 Tentang Negara, Jakarta: Raja Grafindo, 1999 Maarif, Ahmad Syafii, “Pertimbangan dampak Arifin, Syamsul, Studi Agama Perspektif Sosiologis yang akan timbul, dalam Kurniawan Zein dan Isu-Isu Kontemporer Malang: UMM Pres. dan Saripuddin HA, syariat Islam Yes, syariat 2009 Islam No: dilemma piagam Jakarta dalam Armas, Adnin, Pengaruh Kristen dan Orientalisme amandemen UUD 1945 Jakarta: Paramadina, Terhadap Islam Liberal: Dialog Interaktif 2001 Dengan Aktivis Jaringan Islam Liberal.Jakarta: Masdar, Umaruddin, Membaca Pikiran Gus Dur Gema Insani, 2003 dan Amin Rais Tentang Demokrasi, cet. I, Anhar, Mohammad, Analisis Wacana terhadap Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1999 Konsep Agama Privat dan Publik Ulil Absor Mulia, Siti Musdah, “Menuju Kebebasan Beragama di Abdalla serta Implikasinya terhadap Dakwah, Indonesia”. Dalam Bayang-Bayang Fanatisme: Jakarta: Pustaka Pelajar, 2001 Esai-Esai Untuk Mengenag Nurcholish Madjid, Bukhori, Pahrurroji M, Membebaskan Agama Dari ed. Abd Hakim dan Yudi Latif Jakarta: Pusat Negara; Pemikiran Abdurrahman Wahid Dan Studi Islam dan Kenegaraan PSIK Universitas Ali Abd Ar-Raziq, Bantul: Pondok Sanusi 2003 Paramadinah, 2007. Binder, Leonard, Islam Liberal; Kritik Ter- Madjid, Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era hadap Ideologi Pembangunan, Pustaka Informasi Jakarta: Paramadina, 1999 Pelajar, Yogyakarta,2001.Th. Sumartana,

129

Manthiq Vol. 1, No. 2, November 2016

Marwan, M & Jimmy P. Kamus Hukum. Surabaya: Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja Realiti Publisher, 2009 Rosdakarya, 2003 Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh Pembaharuan Suryabrata, Sumardi, Metodologi Penelitian, Pendidikan Islam di Indonesia PT Raja Jakarta: Rajawali Press, 2003 Grafindo Persada: Jakarta,2005 Santoso, Listiyono, Menjadi Gus Dur, Teologi Nusantari, Abdurrahman, Umat Menggugat Gus Politik Gus Dur, Jogjakarta: Ar Ruzz, 2004 Dur Menelusuri Jejak Penentang Syariat, Singarimbun, Masni, Metode Penelitian survey, Bekasi: Aliansi Pencinta Syariat, 2006 Jakarta:LP3ES, 1989 Qodir, Zuly, Islam Liberal: Paradigma Baru Wacana Usman, Ali, Kebebasan Dalam Perbincangan dan Aksi Islam Indonesia. Jakarta: Pustaka Filsafat, Pendidikan, dan Agama, Yogyakarta: Pelajar, 2003 Pilar Media, 2006 Shibab, Alwi, Islam Inklusif; Bandung; Mizan,1997 Wahid, Abdurrahman. Prisma Pemikiran Gus Suprayogo, Imam dan Tabroni, Metodologi Dur. Yogyakarta: LKIS. 1999.