Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 123

TATA RUANG IBUKOTA TERAKHIR KERAJAAN GALUH (1371 - 1475)

THE SPATIAL PLANNING OF THE LAST CAPITAL CITY OF THE (1371 - 1475 AD)

Budimansyah1, Nina Herlina Lubis2, Miftahul Falah3 1,2,3 Departemen Sejarah dan Filologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Kabupaten Sumedang e-mail: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

Naskah Diterima: 13 Januari 2020 Naskah Direvisi: 26 Juli 2020 Naskah Disetujui :26 Agustus 2020

DOI: 10.30959/patanjala.v12i2.596

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguak tata ruang Galuh Pakwan sebagai ibukota terakhir Kerajaan Galuh, sejauh mana pola ruang kota tersebut berkaitan dengan nilai-nilai kelokalan sebagaimana tergambar dalam historiografi tradisional. Dalam penelitian ini metode sejarah akan dipergunakan sebagai fitur utama agar menghasilkan suatu hasil kajian yang komprehensif, dan menggunakan teori tata kota, serta metode deskriptif-kualitatif. Minimnya sumber terkait sejarah Galuh Pakwan, wawancara secara mendalam kepada para narasumber diharapkan bisa menjadi suatu bahan analisis historis. Berdasarkan fakta di lapangan, Galuh Pakwan sebagai ibukota kerajaan berawal dari sebuah kabuyutan. Pada masa pemerintahan Niskalawastu Kancana, kabuyutan tersebut dijadikan pusat politik dengan tetap menjalankan fungsi kabuyutannya. Seiring waktu, Galuh Pakwan menjelma menjadi sebuah kota yang tata ruangnya menunjukkan representasi dan implementasi konsep kosmologi Sunda. Galuh Pakwan terbentuk oleh pola radial-konsentris menerus, sebagai gambaran kosmologi Sunda sebagaimana terungkap dalam naskah-naksah Sunda kuna. Kata kunci: Galuh Pakwan, kosmologi Sunda, Kabuyutan, tata ruang, morfologi kota.

Abstract The research is not only aimed at uncovering the spatial layout of Galuh Pakwan as the last capital of Galuh Kingdom, but also at exploring how well the relationship between the urban spatial patterns and the local values as depicted in the traditional historiography. Beside having the historical methods as the main feature to produce a comprehensive study result, the study also uses the urban planning theory, as well as the descriptive qualitative methods. The historical sources related to the history of the Galuh Pakuan are very limited. As a result, the in-depth interviews with the resource persons are expected to be appropriate as the observation material for historical analysis. Based on the facts found in the field, the Galuh Pakwan as the capital of the kingdom originated from a Kabuyutan. During the reign of Niskalawastu Kancana, Kabuyutan served as a political center while maintaining its original function as Kabuyutan. As the time passed, the Galuh Pakwan was transformed into a city whose spatial layout represented and implemented the Sundanese cosmological concept. The Galuh Pakwan was formed by a

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online) 124 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139 continuous radial-concentric pattern, as a description of Sundanese cosmology in the ancient Sundanese manuscript. Keywords: Galuh Pakwan, Sundanese cosmology, kabuyutan, spatial planning, city morphology. pembentuk ruang Kota Galuh Pakwan. A. PENDAHULUAN Namun temuan tersebut tidak sampai Pokok permasalahan dalam penelitian ini, menghasilkan peta tata ruang kota. yaitu bagaimana pola tata ruang Kota Galuh Dalam studi sejarah modern untuk Pakwan dan sejauh mana pola tersebut merekonstruksi kondisi Kota Galuh Pakwan berkaitan dengan nilai-nilai kelokalan tidak hanya cukup dengan melakukan uraian sebagaimana tergambar dalam historiografi secara genetis, tetapi diperlukan juga tradisional? Tujuan penelitian ini adalah untuk pendekatan multidisiplin. Pendekatan tersebut menjelaskan pola tata ruang Kota Galuh dapat dilakukan dengan meminjam konsep Pakwan dan sejauh mana pola tersebut dan teori dari ilmu-ilmu sosial karena berkaitan dengan nilai-nilai kelokalan memiliki daya analisis lebih besar untuk sebagaimana tergambar dalam historiografi mencari kondisi-kondisi kausal dari peristiwa tradisional. sejarah sehingga dapat memperkuat analisis Kajian terkait Galuh Pakwan sebagai masalah (Kartodirdjo, 1992: 2). ibukota terakhir Kerajaan Galuh sangat Perkembangan ilmu pengetahuan yang penting, mengingat masih minimnya sangat cepat pada saat ini melahirkan historiografi kota kuno Nusantara, yang paradigma baru dalam pendekatan analisis diharapkan bisa menjadi pembanding untuk penelitian ilmiah. Pada praktiknya, terhadap “tudingan” dari beberapa ahli yang proses penelitian yang dilakukan idealnya menyimpulkan bahwa budaya tata kota di harus menggunakan pendekatan transdisiplin. Nusantara diperkenalkan oleh pemerintah Sabine Hoffmann, Christian Pohl, dan Janet Hindia Belanda. G. Hering (2017: 1-2) mengatakan bahwa Widyonugrahanto dkk. (2017) dalam pendekatan transdisiplin merupakan konsep artikelnya “The Politics of Sundanese yang multi-perspektif yang melampaui batas- Kingdom Administration in -Galuh” batas keilmuan tertentu, sebagai jembatan sebagai hasil penelitian program Academic terhadap semua disiplin ilmu untuk Leadership Grant Universitas Padjadjaran menghasilkan solusi yang lebih tajam 2015-2018, menghasilkan kesimpulan bahwa terhadap masalah-masalah yang akan menjadi Kawali merupakan ibukota terakhir Kerajaan fokus penelitian. Lalu Brian M. Belchera dkk. Galuh yang kemudian secara fungsinya (2019: 195) menambahkan bahwa pendekatan dipindahkan oleh Prabu Dewataprana ke Kota transdisiplin dapat memberikan penilaian Pakwan Pajajaran. Sesuai dengan judulnya, yang relevan dan kredibel secara efektif dalam artikel tersebut hanya memberikan dalam proses penelitian. Hal tersebut karena penekanan pada wilayah politik masa semua permasalahan yang sedang dianalisis Kerajaan Galuh, terutama tentang konsep akan ditinjau dari segala sudut berbeda, untuk pembagian kekuasaan, dan tata ruang Kota menghasilkan kesimpulan yang berdimensi Galuh Pakwan hampir tidak dibahas sama luas dan benar-benar baru. Untuk sekali. menghasilkan kesimpulan yang tajam dan Lalu pada November 2019, Etty holistik, maka pendekatan melalui ilmu Saringendyanti dkk. membuat laporan sosiologi, arkeologi, filologi, antropologi, penelitian “Tata Ruang Keraton Galuh (IX-X planologi, dan toponimi diharapkan bisa M) dan Keraton Surawisesa (XIV-XV M)”. menjadi pisau analisis yang tepat, agar bisa Kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai mengekstrapolasikan berbagai fakta terkait Arkeologi Jawa Barat ini menghasilkan dengan Galuh Pakwan pada masa lampau temuan bahwa tinggalan-tinggalan arkeologis sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Galuh dan toponimi di wilayah Kawali sebagai secara lebih komprehensif.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 125

Galuh Pakwan sebagai jantung bagian sentralnya akan selalu terdapat sebuah Kerajaan Galuh merupakan kota yang sumbu penghubung (axis mundi) sebagai direncanakan dengan kondisi fisik bentang “media komunikasi” di antara kedua alam alam kawasannya sebagai pertimbangan tersebut (Singh, 1993: 239-240). utama, dan dirancang dengan konsep kelokalan serta memanfaatkan kondisi topografis dan geologis yang diselaraskan dengan kosmologi lokal. Rully Damayanti dan Handinoto (2005: 35); serta Ofita Purwani (2017: 74) menulis, kota-kota di Pulau Jawa masa pra-kolonial pada dasarnya menganut pola kota mandala, sebagai keberlanjutan dari tradisi kota-kota pada masa Hindu-Buddha, yang selalu memiliki "pusat" (inti) kota yang berupa istana penguasa (kerajaan atau kabupaten) dengan alun-alun dan bangunan penting lain di sekitarnya. Miftahul Falah (2018: 43-45) berpendapat bahwa, keselarasan dengan menghadirkan harmonisasi jagat raya diciptakan berdasarkan kosmologi dari manusianya. Oleh karena itu konsep makrokosmos dan mikrokosmos Gambar 1. Pola Mandala pada Kota Jawa merupakan suatu kesatuan yang selalu ada di Sumber: Damayanti dan Handinoto, 2005: 35. dalam desain tata ruang pada kota-kota lama yang ada di Pulau Jawa. Berbeda dengan kota-kota yang Struktur kerajaan pada masa Hindu- berakar pada tradisi Hindu-Buddha, Kota Buddha merupakan cerminan dari mitologi Galuh Pakwan adalah sebuah produk budaya alam semesta, dimana sosok sang dari masyarakat Sunda pada masa lampau penguasanya meraih suatu legitimasi dengan (pra-kolonial) dengan konsep tata ruang kota jalan menerjemahkan konsep mandala ke “modern” yang bersinergi dengan alam dalam sebuah kota pusat. Mandala tersebut setempat. Arief Sabaruddin (2012: 41-41) berfungsi sebagai kerangka geopolitik, yang mengatakan bahwa dalam merancang karya secara politis menjadi pelindung sang arsitektur, manusia pembuatnya diharapkan penguasa sebagai manusia pilihan dari para memiliki kesadaran secara tinggi terhadap dewa (dalam banyak kisah, raja-raja pada dimensi ekologi, agar karya arsitektur tersebut masa Hindu-Buddha mengaku dirinya sebagai menjadi selaras dengan kaidah-kaidah keturunan para dewa). Model kerajaan dengan arsitektur berkelanjutan, yang merupakan konsep kota mandala tersebut oleh Clifford bagian dari kearifan lokal. Geertz (1980) dinamakan sebagai a Theater Pemahaman akan keberagaman dan State (Young, 2016: 17). nilai-nilai budaya lokal merupakan bagian Dalam kosmologi tata ruang kota penting selain dimensi ekologi. Hal tersebut dengan tradisi Hindu, tatanan manusia selalu adalah sebagai akar bagi seluruh masyarakat diwujudkan pada proses awal penciptaan di dunia ini, tak terkecuali masyarakat Sunda dunia, yang pada akhirnya menghasilkan tata pada masa lampau, agar bisa dengan jelas ruang kota sebagai refleksi dari “ruang para dalam melihat, mengalami, dan bertindak atas dewa”. Hal tersebut merupakan manifestasi lingkungan mereka sebagai esensi dari rasa elemen transendental yang bersifat paralel memiliki yang sangat tinggi (Umemoto dan antara makrokosmos (alam para dewa) Zambonelli, 2012: 198). dengan mikrokosmos (alam manusia, yang Galuh Pakwan tidak hanya memiliki dalam hal ini adalah sebuah kota), yang pada peran penting karena statusnya sebagai

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

126 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139 ibukota kerajaan, namun juga memiliki fungsi 186) berpendapat bahwa sebuah penelitian sebagai identitas sosial dan budaya. Kota tidak harus terpaku pada penggunaan satu pusat pada suatu negara/kerajaan adalah jenis pendekatan metodologi saja. tempat dimana simbol dan budaya menjelma Penggunaan lebih dari satu metode dalam sebagai memori kolektif masyarakatnya. Kota suatu penelitian akan mempertajam analisis pusat seperti ini pula berperan sebagai tempat dan menghasilkan sebuah kesimpulan yang interaksi tertinggi di antara seluruh pemangku holistik. kebijakan yang akan melahirkan sistem Ruang wilayah sebagai suatu produk politik, ekonomi, dan sosial-budaya dalam historis tercipta dari sebuah proses gerak roda pembangunannya. Menurut pembentukan wacana-wacana sebagai entitas Gottmann dan Harper (1990), tipikal kota yang dinamis dan sangat subjektif. Ruang seperti tersebut akan sangat berpengaruh wilayah dalam arti yang paling luas di pahami terhadap masa yang sedang berlangsung dan sebagai state (negara/kerajaan), yang masa yang akan datang pada sebuah bangsa, memiliki hubungan antara subjek (individual dan kemelekatannya sebagai simbol akan atau kelompok), mediator (wilayah abstrak menjadi parameter kebesaran bangsanya atau wilayah konkret) dan objek (realitas fisik (Mayer dkk., 2016: 11-12). konkret di luar subjek atau kemampuan individual yang dapat memproyeksikan B. METODE PENELITIAN dirinya ke dalam peran lain) (Dhona, 2016: 2). Metode sejarah adalah fitur utama yang akan Sebuah kota merupakan simbol dipergunakan dalam penelitian ini, yang peradaban dan budaya suatu bangsa, sebagai diawali dari tahap heuristik, yaitu melakukan pusat “energi” dan kebudayaan seluruh penelusuran sumber primer dan sekunder, lalu penghuninya. Kota juga adalah suatu bentuk tahap kritik dan interpretasi terhadap sumber, dan simbol hubungan sosial yang terintegrasi dan historiografi sebagai tahap akhir untuk dari semua elemennya, yaitu: pusat menuliskan peristiwa masa lampau agar pemerintahan, peribadatan, perekonomian, menjadi sebuah kisah sejarah yang kronologis pendidikan, dan keamanan (Paddison, 2001: dan imajinatif, yang secara keseluruhan 11). Allen J. Scott dan Michael Storper (2015: merupakan satu kesatuan yang utuh 4) menambahkan bahwa sebuah kota adalah (Gottschalk, 2006: 33-34). kumpulan dari segala fungsi ekonomi, sosial- Peter J. Buckley (2016: 879) budaya, dan politik, yang memiliki batasan mengatakan bahwa metode sejarah sebagai luas wilayah tertentu. Kota seperti itu lahir pendekatan historis sangat tepat untuk dari suatu kelompok masyarakat dengan akar menghasilkan suatu hasil kajian yang budaya agraris. komprehensif, karena memiliki analisis kritis Berdasarkan luas wilayahnya, terdapat yang bisa diterapkan terhadap semua sumber dua istilah dalam bahasa Inggris untuk terkait. Hal tersebut sejalan dengan apa yang mendefinisikan suatu kota yaitu city dan town. pernah ditulis oleh Bodin (1566) di dalam City secara pragmatis memiliki dimensi yang Advocati: Methodvs Ad Facilem Historiarvm lebih besar dari town, namun untuk Cognitionem. Ia berpendapat bahwa untuk penyebutan suatu wilayah yang memiliki merekonstruksi sebuah peristiwa di masa populasi lebih dari lima juta disebut sebagai lampau harus diawali dengan mengkritisi super city, dan untuk wilayah yang sumber-sumber yang akan diambil, agar berkedudukan sebagai kota induk (dan tidak menghasilkan suatu informasi yang tidak selalu memiliki peran sebagai ibukota negara) diragukan dari masa lampau tersebut (Lorenz, dinamakan dengan metropolitan (Lubis dkk., 2001: 6870). 2000: 1; Budimansyah, Sofianto, dan Selain memakai teori-teori sosial, Dienaputra, 2018: 423-444). dalam penelitian ini juga akan menggunakan Berangkat dari alasan akan minimnya teori dan konsep tata kota serta metode sumber sejarah Galuh Pakwan, maka deskriptif-kualitatif. Ion Albulescu (2018: wawancara secara mendalam (indepth

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 127 interview) kepada para narasumber di adalah perwujudan dari pengaruh landasan lapangan, terutama terkait toponimi di nilai spiritual para karuhun yang wilayah Kecamatan Kawali dan sekitarnya. merupakan kunci guna lebih mengenali jati Narasumber yang akan dimintai informasinya diri kepribadian budaya dan bangsa. Sunda adalah para pewaris budaya, para tokoh yang wiwitan dengan aspek dan perangkat pelaku budaya, dan para juru kunci situs, yang simbolnya disebut dengan nama tentunya sejalan dengan lima persyaratan kabuyutan. Hingga masa Hindu-Buddha, di dalam memilih narasumber yaitu: narasumber Tatar Sunda banyak ditemukan sejumlah tersebut terenkulturasi penuh dengan bangunan berundak yang sebagian besar kebudayaan yang diwarisinya, terlibat secara menempati bukit, gunung atau dataran langsung dalam peristiwa historis/budaya tinggi, dan lingkungan pegunungan yang yang akan diteliti, memiliki pengetahuan yang disebut . Bentuk lain dari detail terkait kondisi historis/budaya yang landasan nilai spiritual adalah batu datar tidak diketahui/dipahami oleh peneliti, atau batu tegak yang ditempatkan begitu memiliki keterlibatan waktu yang cukup saja pada suatu bukit atau teras–teras dalam penelitian, dan di dalam informasi yang dengan elevasi rendah pada suatu dataran diberikan mempergunakan bahasa lokal tinggi dengan orientasi ke gunung tertentu. sehingga bisa memberikan perspektif yang Tradisi megalitik adalah sebuah baru di luar kesimpulan para ahli terhadap produk budaya manusia pada masa lampau sejarah Galuh secara umum (Muhsin Z., yang lahir secara serempak hampir di Mahzuni, dan Septiani, 2019: 438). seluruh benua. Tradisi ini telah dimulai pada peralihan periode mesolitik dengan C. HASIL DAN BAHASAN neolitik, yang rata-rata ditemukan pada 1. Kompleks Keraton Surawisesa daerah berkontur serta banyak terdapat a. Konsep Kabuyutan1 dalam Tradisi sumber-sumber untuk menunjang Sunda kelangsungan hidup (air, hewan, dan Menurut Richadiana K. Kartakusuma tumbuhan). Kondisi alam sebagai tempat (2012: 1) sebagaimana ia mengutip ritus tradisi megalitik dipilih dengan pendapat Zoetmulder, suatu kebudayaan pertimbangan kosmologi melalui tanda- tidak akan bisa terlepas dari pengaruh tanda yang didapat dari alam (Tolla, 2014: agama pemangku budayanya. Dalam 136). Sudarti Prijono (2015: 69) kebudayaan Sunda kuna "tradisi megalitik" menambahkan bahwa masyarakat masa lampau memilih lokasi bermukim dengan 1 Buyut merupakan istilah hubungan yang mengikuti pola dan zona tertentu, dan digunakan oleh masyarakat Sunda kepada sumber daya air menjadi pertimbangan nenek moyangnya (atau keturunannya) pada utama dalam budaya megalitik, hal ini generasi keempat. Kata buyut juga memiliki terlihat dengan pola penempatan situs yang pengertian sebagai sesuatu yang sakral (Rigg, mengikuti aliran sungai. Permukiman dan 1861: 75). Kabuyutan bisa didefinisikan sumber daya alam sebagai penopang sebagai lokasi atau tempat yang disakralkan menurut aturan (keraton/istana, tempat kehidupan masyarakat pada masa lampau keagamaan, permakaman, dsb.) (Darsa, 2015: tidak akan bisa dilepaskan dari 17). Kabuyutan juga mengacu kepada dimensi memanfaatkan sumber daya alam untuk gaib atau suci, yang bersifat tangible (fisik) mendukung kehidupan religi dan ritual ataupun yang bersifat intangible (makna dari yang mereka jalankan. sebuah wujud fisik), atau sebuah tempat di Sungai dan lahan yang subur di mana wujud fisik tersebut berada. Wujud fisik sekitarnya merupakan sumber kehidupan tersebut bisa sebagai manusia, situs (lahan, penting bagi segenap makhluk hidup. Jejak lokasi, tata ruang alam), atau benda-benda yang kehidupan dari masa prasejarah banyak dianggap memiliki daya magis seperti: keris, ditemukan pada daerah pinggiran sungai, pohon yang berumur tua, tempat pertapaan, dan seperti fosil hewan, kerangka manusia, gunung-gunung (Saringendyanti, 2018: 52).

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

128 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139 alat-alat batu, dan tinggalan lainnya b. Dari Kabuyutan Menjadi Pusat sebagai pendukung kehidupan manusia Politik pada masa tersebut. Pada saat pengaruh Pada 1357 M terjadi peristiwa dalam Hindu masuk ke wilayah Nusantara, perjalanan sejarah Sunda dan Jawa yaitu kehidupan di wilayah sekitar sungai masih Pasunda Bubat2, peristiwa ini terdapat di tetap berlangsung. Pada masa lampau, dalam naskah Pararaton yang ditulis pada sungai tidak hanya sebagai tempat abad ke-15 M (Herlina, 2017). Kisah yang pemenuhan kebutuhan hidup dan sangat dipercaya oleh para ahli sejarah transportasi, melainkan juga sebagai kuno ini terjadi di utara Kota tempat untuk membersihkan, mensucikan, tersebut diuraikan secara gamblang. dan menyuburkan, sebagai bagian dari Pasunda Bubat, selain dalam Pararaton, kepercayaan terhadap daya magis (Savitri, kisahnya terdapat pula dalam Kidung 2015: 37-46). Sundayana dan Kidung Sunda, serta Secara esensi punden berundak naskah meski tidak sebagai salah satu produk dari kebudayaan terperinci (Munandar, 2017). Sunda kuna merupakan perwujudan dari Pasunda Bubat tidak menyisakan mandala, landasan penting yang satu pun seluruh rombongan yang membebaskan manusia dari dikotomi berangkat dari Kerajaan Galuh, hal ini subjek‒objek semesta. Manusia menurut menyebabkan terjadinya kekosongan konsep ini adalah mikrokosmos kepemimpinan beserta para aparatur (replika‒bagian) dari makrokosmos. kerajaan untuk tetap menjalankan gerak Dalam ajaran jatisunda, tri tangtu pemerintahan. Undang A. Darsa (2011: 89- dipahami sepenuhnya levels of being. 90) yang merujuk pada naskah Carita Manusia Sunda mengenal dan mengetahui Parahyangan mengatakan bahwa kemana akan menuju, serta tujuan akhir Niskalawastu Kancana baru berumur tujuh yang akan dicapai pada akhir hidupnya tahun pada saat ditinggal oleh kedua orang dari jenjang-jenjang tersebut. Mandala tua beserta kakaknya. Dikarenakan sebagai tri tangtu di buwana begitu umurnya yang belum cukup untuk naik melekat dengan alam, ajaran ini takhta menggantikan ayahnya, maka untuk merupakan amanat dari karuhun Sunda sementara posisi raja diduduki oleh bahwa "apa yang telah ada tidak boleh pamannya, yaitu Bunisora Suradipati. diubah, namun tetap dihormati Selain menjadi raja sementara, Bunisora sebagaimana adanya". Ajaran karuhun juga bertugas sebagai wali negara yang Sunda yang sangat ekologis, melahirkan mengasuh dan mendidik Niskalawastu konsep “bangunan pertama” yang hampir Kancana untuk dipersiapkan sebagai putra selalu ditempatkan pada lahan tertinggi, mahkota yang nantinya akan naik takhta. yang berbentuk punden berundak yang Atas didikan pamannya tersebut, tetap difungsikan sesuai dengan fungsinya Niskalawastu Kancana menjadi sosok yang sampai saat ini (Kartakusuma, 2012: 2-5). matang (koloteun), taat dalam menjalankan Punden berundak sebagai tempat ritus agama, pintar dalam ilmu kenegaraan dan berupa sebuah bukit sebanyak tujuh keprajuritan, bijaksana, merupakan sosok undakan, semakin tinggi undakan maka yang ideal untuk menjadi seorang raja. secara nilai akan semakin tinggi dan suci. Nina Herlina Lubis, dkk. (2016: 11) Tiap sisi undakan terdapat menhir, dan menulis bahwa pada saat naik takhta, pada bagian puncak undakan terdapat arca

(Permana, 2006: 89-90). 2 Sampai pada saat ini masih banyak yang mengartikan Pasunda Bubat sebagai “Perang Bubat”. Arti yang paling mendekati adalah “suatu peristiwa yang terjadi di Bubat”, yaitu sebuah area lapang di wilayah Majapahit.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 129

Niskalawastu Kancana memindahkan melainkan juga berfungsi sebagai pusat pusat pemerintahan dari Bojong Galuh pemerintahan. Selanjutnya kedudukan raja (Karangkamulyan) ke Kawali yang di Keraton Surawisesa digantikan oleh bernama kadatuan Surawisesa. Dalam putranya yaitu Dewa Niskala yang prasasti Kawali I disebutkan bahwa ia memerintah hanya selama tujuh tahun memperbaiki kompleks keraton yang (1475-1482 M). Saat menjadi raja, Dewa memang telah ada, serta membuat Niskala melakukan pelanggaran karena saluran/parit sebagai fungsi pertahanan. menikahi “perempuan larangan” (Darsa, Saluran sebagai fungsi irigasi 2011: 90; Dipraja, 2017). Karena (pengairan pertanian), penanggulangan kesalahan tersebut Dewa Niskala bencana alam, ataupun fungsi pertahanan digantikan oleh anaknya yaitu Jayadewata lahir dari masyarakat yang sudah (Isnendes, 2005: 3; Darsa, 2011: 90-91; mempunyai pengetahuan yang maju, serta Muhsin Z., 2011: 13; Dipraja, 2017). Lalu peran sentral dari otoritas seorang raja, ia pun mewarisi pula takhta Kerajaan karena dibutuhkan organisasi dan Sunda pada saat dinikahkan dengan mobilisasi massa yang besar, juga birokrasi Kentring Manik Mayang Sunda, dan yang cepat untuk merealisasikannya. dinobatkan dengan gelar Sri Baduga Kebijakan raja dalam hal pembuatan Maharaja Ratu Aji di Pakwan Pajajaran saluran/parit seperti yang terjadi di Sri Ratu Déwata (Danasasmita, 2012: 65; , ternyata hampir sama Darsa, 2011: 92). terjadi di kerajaan-kerajaan lain di Asia Timur, yang melahirkan pemahaman c. Kompleks Keraton Surawisesa dengan apa yang disebut oleh Witffogel Keraton Surawisesa menjalankan fungsi (1957) sebagai “masyarakat hidrolik” dan pemerintahan sebagai ibukota Kerajaan oriental despotisme sebagai faktor Galuh pada saat Niskala Wastukancana pembentuk negeri (Wibisono, 2013: 55). berkuasa (1371 – 1375 M), hal ini Pembuatan saluran/parit yang berdasarkan informasi yang tertulis pada dilakukan oleh masyarakat pada masa prasasti Kawali I dan naskah Carita Ratu lampau, sejatinya merupakan aksi nyata Pakuan (Lubis, dkk., 2013: 181). dari konsep konservasi alam, yang dalam hal ini adalah konservasi air. Susilawati (2006: 33) berpendapat bahwa bentuk konservasi tanah dan air sebagai upaya penyelamatan bumi, sebagai tindakan untuk mengembalikan ekosistem tanah dan air, sangat penting untuk dilakukan demi menyelamatkan kehidupan yang menyertainya. Konservasi tanah dan air adalah dua hal yang saling berkaitan. Ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan, merupakan parameter Gambar 2. Bagian Muka Prasasti Kawali I dari keberhasilan tindakan konservasi alam Sumber: Dok. Budimansyah, September 2017. terhadap tanah secara terpadu. Dengan selesainya perbaikan dan Terjemahan bagian muka menurut perkuatan kompleks Keraton Surawisesa pembacaan Djafar sebagaimana dikutip yang dilakukan oleh Prabu Niskalawastu oleh Lubis, dkk., (2013: 15) menjelaskan: Kancana, tempat tersebut kemudian inilah jejak (tapak) kawa-li yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Mulia tapa ba-ga Parebu Raja Dengan demikian wilayah Kawali tidak Wastu, bertahta di benteng Kawa-li lagi hanya berfungsi sebagai kabuyutan, yang memperindah Kadatuan

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

130 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139

Surawisesa, yang mendirikan yang kesembilan berkilauan. pertahanan di sekeliling [kerajaan] Anjungan berderet dengan bale-bale, dan yang menyuburkan seluruh bale-bale berderet dengan anjungan, wilayah pemukiman, kepada yang namanya istana Kalangsu. rumah datang hendaknya menjaga Permata Gemerincing, namanya keindahan tempat ini agar berja-ya Ganggang Hotapih. Gemerisik di di dunia. sanghyang Sumur Bandung…

Gambar 4. Zona Ruang Keraton Surawisesa Gambar 3. Bagian Tepian Prasasti Kawali I Sumber: Lubis, dkk., 2013. Sumber: Dok. Budimansyah, September 2017. Tata ruang kompleks Keraton Teks bagian tepian menurut Surawisesa terdiri dari tiga zona, yaitu pembacaan Djafar dan terjemahan Keraton Sri Kancana Manik (Dalem Sri Ayatrohaedi sebagaimana dikutip oleh Kancana Manik), Keraton Kalangsu Lubis, dkk. (2013: 15) menjelaskan: (Dalem Kalangsu), dan Keraton Si Pawindu Hurip (Dalem Si Pawindu Hurip), “jangan dimusnahkan! yang melintang dari arah timur laut-barat jangan disemena-menakan! daya mengikuti kontur bukit (Lubis, dkk., ia dihormati ia tetap 2013: 218). Keraton Sri Kancana Manik ia diinjak ia roboh”. merupakan area sakral (istana dan tempat beribadah raja), sedangkan Keraton Si Sementara itu, menurut isi naskah Pawindu Hurip sebagai area profan (terdiri Carita Ratu Pakuan (Darsa, 2007: 204- dari bangunan-bangunan fungsi publik), 205), yang lebih bercerita tentang dan Keraton Kalangsu berfungsi sebagai penggambaran tata ruang arsitektur di ruang transisi. Konsep pembagian tata dalam kompleks Keraton Surawisesa ruang antara ruang privat, ruang transisi adalah sebagai berikut: dan ruang publik (sakral - transisi - profan) …Sekepergiannya dari istana timur, dipakai hampir di seluruh kota kuno di pelataran keraton timur, Si Mahut Nusantara. Dari uraian tersebut didapat Putih Gedemanik. Mayadatar gambaran tentang urutan tata ruang namanya. Sunialaya namanya, istana kompleks Keraton Surawisesa, baik dari Sri Kancana Manik, rumah berukir segi pembagian zona fungsi ruang dengan dibuat gemerlapan, di Sanghiyang area transisinya, maupun orientasi secara Pandan Larang, istana Si Pawindu kosmologisnya. Hurip. Rumah pertama yang penuh ukiran, yang kedua penuh hiasan, yang ketiga rumah dibentuk halus, yang keempat berbentuk limas kumureb, yang kelima tembus pandang sejagat, yang keenam rumah tepep, yang ketujuh anjungan pagoda, yang kedelapan berumpak sembilan,

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 131

tata ruang kota. Michael E. Smith (2007: 1-2) mengatakan bahwa, dalam literatur tentang sejarah tata ruang sebagian besar kota-kota kuno di banyak bagian dunia diklasifikasikan sebagai "tidak terencana", sebagian besar ahli tata kota menyimpulkan jika suatu kawasan kuno tidak memiliki prinsip grid dan sumbu kawasan, maka kawasan tersebut dianggap Gambar 5. Tata Ruang Keraton Surawisesa tidak terencana. Sudut pandang ini Sumber: Lubis, dkk., 2013. mengasumsikan bahwa kota-kota masa lampau di Nusantara berdiri atas 2. Tata Ruang Kota Galuh Pakwan “ketidaksengajaan”, hal ini sangat Budaya perancangan tata ruang kota sudah etnosentris dan mengabaikan berbagai dikenal sejak zaman prasejarah. skema perencanaan perkotaan yang Perkembangan tata ruang kota mengalami dirancang oleh masyarakat di masa perkembangan sebagai "wawasan tata lampau, karena terlalu terpaku pada satu ruang" yang melihat bumi sebagai "ruang pendekatan modern Barat, dan tidak bisa di relatif" dalam perancangan perkotaan, hal berlakukan kepada beberapa kota kuno di ini terjadi seiring perkembangan peradaban Nusantara. Dengan bukti-bukti hasil dari manusia (Sujarto, 1992: 3-5). Perencanaan kajian para ahli, setidaknya terdapat tiga tata ruang sudah menjadi wacana sejak kota kuno di Nusantara merupakan hasil munculnya permukiman-permukiman di sebuah karya rancangan ahli tata kota, lembah Sungai Indus yang disimpulkan yaitu Kota Trowulan, Kota Galuh Pakwan, oleh para arkeolog sebagai kota paling dan Kota Banda Aceh Darussalam. awal. Mumford (1920) berpendapat bahwa, Karakteristik dari seni tata kota pada kota-kota awalnya diciptakan sebagai dasarnya berbeda, ia memiliki sifat fisik, tawaran solusi terhadap permasalahan tata sifat tingkatan seni yang terintegrasi, ruang kawasan di negara-negara Barat, pertimbangan lingkungan alam, dan proses serta menjadi penghubung budaya kegiatan manusianya (Qiao, 2017: 4). antarwilayah (Luccarelli, 1990: 1-3). Dalam menganalisis tata ruang kota kuno Pembentukan kota-kota kuno hampir dibutuhkan pendekatan dari berbagai sudut semuanya memiliki kesamaan prinsip yang pandang serta beberapa bidang keilmuan. didasarkan pada kosmologi lokal, dan Terdapat dua komponen dalam selalu menempatkan gagasan bahwa "kota perencanaan kota di kota-kota paling awal, adalah negara". Secara umum, kota-kota yaitu koordinasi antara bangunan dengan kuno direncanakan dengan pola dasar "ruang" di dalam kota, dan standardisasi di linear, sehingga menghasilkan sirkulasi antara elemen-elemen bagian kota. Dua kota yang sejajar dan saling memotong. komponen tersebut berfungsi untuk Bangunan-bangunan ditempatkan pada sisi menjelaskan makna dan konteks sosial dari kanan dan kiri dari sirkulasi, dan tata ruang kota kuno, yang sukar dipahami menghasilkan pola "papan catur" dari sudut pandang ilmu arkeologi, (Haverfield, 1913: 14-17). sekaligus untuk menjawab pertanyaan Sebagai ibukota kerajaan, Galuh tentang makna konteks lingkungan binaan Pakwan sangat sulit untuk direkonstruksi, dalam kaitannya dengan simbolisme selain minimnya tinggalan sejarah sebagai kosmologis dan supernatural yang petunjuk, hal serupa hampir bisa ditemui seringkali diterapkan dalam bangunan dan pada bekas kota-kota masa lampau lainnya tata ruang kota kuno (Smith, 2007: 7-30). di Nusantara, yang kesemuanya tidak Pusat bekas Kota Galuh Pakwan memiliki pola ruang sebagai kunci analisis terletak di Situs Astana Gede Kawali,

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

132 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139

Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat. Secara astronomi, Kedudukan dewa-dewa Hindu berada di kawasan ini berada pada koordinat bawah hyang dalam ritual keagamaan 07º11’24.4” LS - 108º21’45.9” BT, di masyarakat Sunda. Maka tak ketinggian +404 MdPL, letaknya berada di mengherankan apabila karya tata kota kaki Gunung Sawal bagian timur. dengan arsitektur dari Tatar Sunda tidak Berdasarkan interpretasi terhadap naskah sedikit pun mencirikan agama Hindu, Carita Ratu Pakuan dan prasasti Kawali I, karena setiap apa yang dibangun oleh Kota Galuh Pakwan bisa dipastikan lahir masyarakat Sunda, selalu bersandar pada dari proses perencanaan yang matang, ajaran karuhun yang berangkat dari konsep sehingga menghasilkan desain kota yang kabuyutan. Hal tersebut lebih ditegaskan baik dan ideal sebagai pusat kerajaan. oleh Joyce Marcus dan Jeremy A. Sabloff (2008: 9) bahwa, kota-kota pada masa lampau dibangun oleh masyarakatnya sebagai "entitas", bukan dibangun sebagai sebuah organisme.

Gambar 6. Keletakan Kota Galuh Pakwan Sumber: Historische kaart van . Collectie Koninklijk Instituut vor Taal-, Land-, en Volkenkunde, 1980. Gambar 7. Kosmologi Kota Galuh Pakwan Sumber: Budimansyah, 2019. 3. Rekonstruksi Kota Galuh Pakwan a. Kosmologi Kota Galuh Pakwan Dalam konsepsi teologis masyarakat Galuh Pakwan merupakan kota yang Sunda kuna pemilik segala kekuasaan didesain dengan konsep yang berangkat adalah hyang, sebagai pengendali seluruh dari budaya masyarakat Sunda yang sangat kekuatan alam yang berpusat di dekat dengan alam, bukan sebuah kota Kahyangan sebagai persemayamannya, yang dibangun berdasarkan konsep sebagai tempat paling tinggi dan ruang mandala Hindu seperti kota-kota tinggalan tanpa batas yang disimbolkan secara fisik kerajaan-kerajaan Jawa Tengah dan Jawa melalui puncak-puncak gunung (meru) Timur. Donald Maclaine Campbell (1915: (Saringendyanti, 2018: 58-59). 54) menegaskan bahwa, jarangnya temuan Berdasarkan pada uraian di atas, maka arca-arca Hindu di wilayah Tatar Sunda sebagai simbol kahyangan tempat para menandakan bahwa Brahminisme maupun hyang yang dijadikan sebagai pusat Buddhisme tidak pernah menjadi sangat kosmologi Kota Galuh Pakwan adalah populer dalam masyarakat Sunda. Gunung Sawal, dengan ketinggian +1.764 Nina Herlina Lubis, dkk. (2013: mdpl merupakan gunung tertinggi pada 279) menjelaskan bahwa, ajaran Hindu wilayah Kerajaan Galuh. Kosmologi tata yang dianut oleh masyarakat Sunda ruang Kota Galuh Pakwan bisa dilihat pada tidaklah sepenuhnya dijalankan sesuai peta di atas (gb. 7). dengan ajaran dari tempat asalnya. Raja- Implementasi dari menyelaraskan raja Sunda tidak terlalu menekankan pada makrokosmos dengan mikrokosmos pada pembangunan candi-candi atau pembuatan kehidupan nyata adalah dengan konsep tata arca-arca dewa yang monumental seperti ruang kota, hal tersebut dengan jalan

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 133 membentuk sebuah garis linear yang historis yang sangat penting. Dengan berorientasi pada satu gunung tertentu penelusuran melalui nama tempat, kita bisa sebagai sumbu kosmologis. Pada beberapa membaca banyak detail dari sejarah daerah temuan, kota-kota kuno di Tatar Sunda tersebut (Helleland; Ore; dan Wikstrøm, sangat berbeda dengan kota-kota kuno di 2012: 1-2). Jawa Tengah dan Jawa Timur yang selalu Keterikatan masyarakat Sunda memiliki orientasi utara-selatan (Falah, dengan alam yang terkait dengan toponimi 2018: 45). Orientasi utara-selatan ataupun tidak bisa dipisahkan satu sama lain, hal timur-barat, tidak menjadi faktor yang tersebut telah beriringan dalam waktu yang mutlak pada kota-kota kuno di Tatar sangat panjang. Dalam konteks ruang dan Sunda, karena posisi dari kabuyutan- waktu, toponimi telah menjelma menjadi kabuyutan yang dipilih menjadi pusat budaya dan tradisi dari kehidupan sosial orientasi, sebagai sikap kepasrahan masyarakat Sunda. Nilai-nilai apektif, terhadap para hyang. Nina Herlina Lubis, konsep dan hal-hal yang bersifat teoretik, dkk. (2016: 17) menambahkan bahwa, arah serta kandungan makna yang berimplikasi penjuru mata angin pada hakikatnya terhadap tindakan sosial telah berhasil merupakan angan-angan dalam keluasan diwariskan melalui toponimi dengan jalan alam semesta ini. Wilayah tersebut bersifat panjang, yang bisa menyesuaikan dengan dunia atas tempat para hyang bersama dinamika sosial budaya masyarakat secara makhluk-makhluk suci, roh para leluhur, dinamis. Maka, toponimi merupakan dan roh para pemimpin yang saleh. media pemaknaan yang luas dari berbagai hal pada masyarakat Sunda (Gunardi, dkk., 2015: 369). Penelitian mengenai sejarah Kota Galuh Pakwan merupakan sebuah pekerjaan yang sangat sulit, minimnya sumber dan tinggalan arkeologis membuat wacana ini jarang dijadikan lahan penelitian. Berangkat dari hal tersebut, Gambar 8. Area Sisi Selatan Galuh Pakwan penulis mencoba membuat suatu pilihan Sumber: Budimansyah, 2019. untuk melacak lanskap historis Kota Galuh Pakwan melalui toponimi dengan b. Tinjauan Tata Ruang Kota Galuh melakukan wawancara kepada para Pakwan Melalui Toponimi narasumber di Kecamatan Kawali dan Warisan budaya tertua manusia adalah sekitarnya. Hasil dari wawancara tersebut penamaan tempat di muka bumi. Nama- adalah sebagai berikut: nama tempat telah diwariskan kepada 1) Astana Gede Kawali setiap generasi secara turun-temurun dalam Selain sebagai sebuah kabuyutan, rentang waktu yang panjang. Toponimi Astana Gede Kawali merupakan pusat (penamaan tempat) merupakan refleksi penyebaran Islam. Hal tersebut dapat dari segala interaksi antara manusia dilihat dari keberadaan makam dengan alam melalui dimensi waktu secara Pangeran Usman, yang dipercaya terus-menerus, juga sebagai kesadaran sebagai murid Sunan Gunung Jati meta-linguistik dan historis dari rekaman yang diberi tugas untuk menyebarkan suara-suara pada masa lampau. Fungsi dari Islam di Kawali. Nama Kawali nama tempat adalah sebagai representasi berasal dari kata ka dan awalan, yang tekstual (lanskap sejarah), karena memiliki pengertian sebagai suatu penciptaan nama tempat berfungsi untuk permulaan. Kawali juga berasal dari mendeskripsikan daerah atau tempat yang kata ka dan wali, yang artinya dimaksud, dan berurusan dengan nilai

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

134 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139

mendatangi para wali (auliya) untuk Merupakan sebuah kerajaan kecil memohon petunjuk (Dipraja, 2017). (vassal) bagian dari Kerajaan Galuh 2) Sindang/Sindangsari yang didirikan oleh Syeh Ali anak Tempat istirahat Prabu Darmakusuma dari eyang Singacala, seorang pada saat berburu hewan. Sindang penyebar agama Islam pertama dari dalam bahasa Sunda memiliki Cirebon (Permana, 2018). pengertian mampir atau berhenti 9) Rajadesa sejenak untuk beristirahat (Gusmara, Kerajaan kecil (vassal) bagian dari 2018). Kerajaan Galuh yang didirikan oleh 3) Gosali/Ci Empu Prabu Sirnaraja atau Sirnajaya. Gosali atau Ci Empu pada masa Kerajaan ini sebagai penghasil lampau merupakan tempat para keramik/porselen (Koswara, 2018). panday (Mpu) melakukan aktivitas 10) Sanghyang penempaan logam untuk dijadikan Bukit tempat bersemayamnya para senjata, perkakas pertanian, alat musik karuhun. Pada area ini terdapat (gamelan), dll. (Gusmara, 2018). beberapa makam kuno dan struktur 4) Ci Tangsi batuan budaya prasejarah (Koswara, Tangsi dalam bahasa Sunda artinya 2018; Mulyana, 2018). adalah penjara atau kerangkeng, 11) Lumbung tempat hukuman bagi orang-orang Pada masa Kerajaan Galuh, kawasan yang melakukan kejahatan. Ci Tangsi ini merupakan area pertanian yang pada masa lampau adalah penjara dari sangat luas. Lumbung berarti sebuah Kerajaan Galuh. (Gusmara, 2018; bangunan tempat menyimpan hasil Sutardi, 2019). pertanian (padi), yang dalam istilah 5) Winduraja Sunda disebut leuit. Pada saat Winduraja berasal dari kata windu sekarang, kawasan ini masih yang artinya lingkaran/ikatan) dan merupakan persawahan yang sangat raja sebagai pemimpin. Winduraja luas (Enjo, 2018). mengandung pengertian sebuah 12) Wangun tempat pertemuan/musyawarah antara Diceritakan seorang ksatria yang Maharaja dengan para Prabu pada bernama Jagasakti keturunan dari masa Kerajaan Galuh (Gusmara, daerah Lumbung ketika membuka 2018). daerah baru (ngababakan) untuk 6) Kiara Lawang membangun permukiman warga Kiara (ficus benjamina) adalah (ngawangun = membangun) (Enjo, sebuah pohon keras endemik Tatar 2018). Sunda yang memiliki karakter batang tegak lurus dan tinggi. Sedangkan c. Rekonstruksi Kota Galuh Pakwan lawang berarti pintu atau gerbang. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya Kawasan ini dipercaya sebagai bahwa sumber terkait sejarah Kota Galuh gerbang Kota Galuh Pakwan. Fungsi Pakwan sangat minim, membuat penelitian kawasan pada saat ini adalah pasar yang dilakukan sangat rumit. Mark dan terminal Kecamatan Kawali Luccarelli (1990: 10) mengatakan bahwa, (Gusmara, 2018; Sutardi, 2019). alam sekitar telah menjadi cerminan bagi 7) Linggapura banyak budaya, dan memberikan pengaruh Dinamakan Linggapura karena ekologis yang sangat besar, melibatkan dahulunya di kawasan ini terdapat semua unsur pembentuk yang terdapat di sebuah batu tegak di puncak bukit alam, sehingga menghasilkan lanskap (Gusmara, 2018; Permana, 2018). historis sebagai batas wilayah budaya. Hal 8) Dayeuh Luhur ini merupakan warisan sosial yang pada

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 135 akhirnya mampu menembus batas-batas Komponen ruang terdiri dari lahan fisik. Entitas geografis yang secara alamiah dan atmosfer. Tanah dan tata air berangkat dari budaya lokal, menjelma merupakan pembagian dari lahan. Ruang menjadi suatu kesadaran ekspresi adalah suatu bagian dari alam yang dapat regionalisme yang salah satunya berwujud memberi dampak kekacauan jika tidak toponimi. Toponimi di Kecamatan Kawali dikelola dan dipelihara dengan baik dan dan sekitarnya hasil penelusuran lapangan benar (Rustiadi, dkk., 2011: 391-392). pada Oktober 2017-November 2019, dan Keberlanjutan bumi beserta kehidupan wawancara kepada para narasumber bisa seluruh penghuninya semakin terancam digambarkan sebagai berikut: oleh krisis lingkungan yang semakin memburuk, yang berdampak terhadap bencana banjir, sedimentasi, tanah longsor, dan kelangkaan air. Kesemuanya itu selain bagian dari proses alam, juga peran besar manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap pemanfaatan alam secara berlebihan dan tidak terarah (Suyatman, 2018: 77-78). Kehidupan masyarakat Sunda pada masa lampau sangat memegang pikukuh karuhun yang memperlakukan alam dengan penuh Gambar 9. Peta Toponimi Kawali dsk. hormat. Penghorm atan masyarakat Sunda Sumber: Budimansyah, 2019. terhadap alam bukan saja diejawantahkan dalam ranah budaya bertani, namun sampai Berdasarkan peta toponimi di atas pada wilayah penataan ruang kota sebagai yang kemudian diperbandingkan dengan mikrokosmos. Penerapan sikap hidup peta kosmologi Kota Galuh Pakwan (gb. ekologis tersebut bisa digambarkan sebagai 7), bisa dilihat bahwa ploting toponimi di berikut: Kecamatan Kawali dan sekitarnya sebagian besar terkonsentrasi pada kawasan Astana Gede Kawali, serta membentuk poros sejajar yang berorientasi ke puncak Gunung Sawal, hal ini semakin memberikan petunjuk terhadap konsep dan pola tata ruang Kota Galuh Pakwan. Botolv Helleland; Christian-Emil Ore; dan Solveig Wikstrøm (2012: 96) menulis bahwa, penamaan suatu tempat merupakan sinyal sosial milik masyarakat, semakin banyak pemberian nama tempat Gambar 10. Konsep Pembagian Zona di Galuh akan semakin menambah ikatan emosional Pakwan. Sumber: Budimansyah, 2019. dalam masyarakat. Sebagai ekspresi sinkronik dan diakronik, dalam Pembagian zona fungsi ruang pada kapasitasnya yang melekat pada penamaan Kota Galuh Pakwan jika ditinjau dari yang lebih kecil atau lebih besar, hal konsep tata kota modern merupakan pola tersebut merupakan bagian vital dari radial-konsentris menerus, dimana fungsi- bahasa sehari-hari dan menjadi memori fungsi utama (sakral, penting, privat, vital) kolektif dari seluruh individu masyarakat, berada pada kawasan inti (tengah/sentral), yang sejatinya merupakan jenius lokus. kemudian diikuti kawasan di luar zona inti sebagai area transisi (ruang transisi) yang

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

136 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139 bersifat semi publik, dan terakhir kawasan ruangnya menunjukkan representasi dan terluar (profan) sebagai zona publik. implementasi konsep kosmologi Sunda. Oposisi antara ruang inti dan ruang luar Apabila ditinjau dari nilai-nilai (eksternal dengan internal) merupakan kelokalannya, tata ruang Kota Galuh Pakwan sistem adat yang masih dipakai oleh dapat dipahami dengan memperhatikan masyarakat Sunda Kanekes, yang dibagi ploting toponimi di sekitar Kecamatan Kawali menjadi Baduy Dalam (internal) yang sekarang. Hasil rekonstruksi menunjukkan merupakan organisasi yang sakral, serta bahwa toponimi di wilayah Kecamatan Baduy Luar (eksternal) sebagai organisasi Kawali tersebut ternyata membentuk poros yang profan (Kartawinata, 2001: 8; Moeis, sejajar yang berorientasi ke Puncak Gunung 2010: 7; Suparmini, Setyawati, dan Sawal. Sumunar, 2012: 48; Jamaludin, 2013: 48). Bentuk kota tersebut, apabila ditinjau Pada sirkulasi Kota Galuh Pakwan dari konsep tata ruang kota modern, bias dilihat sebagai pola radial-konsentris merupakan implementasi dari pola radial- menerus. Pemilihan pola tersebut (seperti konsentris menerus. Wilayah inti kota juga halnya beberapa kota lampau di Tatar merupakan wilayah paling sakral yang Sunda) didasarkan pada fisik topografi bernama Dalem Sri Kancana Manik. Dari wilayahnya yang memiliki kemiringan wilayah sakral ini, diciptakan wilayah transisi bervariasi, serta posisi bukit-bukitnya (ruang antara) yang bersifat semi publik yang berada di antara lembah-lembah. Pola ini disebut sebagai Dalem Kalangsu. Ruang juga sebagai pembentuk mikrokosmos paling luar merupakan kawasan profan yang bisa dengan sangat fleksibel sebagai zona publik yaitu Dalem Si Pawindu menentukan arah orientasi menuju pusat Hurip. Pola kota tersebut merupakan kosmologi sebagai makrokosmos. implementasi penghormatan masyarakat Sunda terhadap alam dengan tidak mengubah kondisi alamiahnya secara drastis untuk kepentingan penataan ruang kota, melainkan menyesuaikan penataan kota dengan kondisi alamnya. Oleh karena itu, gambaran kosmologi Sunda yang memperlihatkan hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos bersifat fleksibel sebagaimana terungkap dalam naskah-naksah Sunda kuna.

UCAPAN TERIMA KASIH Gambar 11. Pola Umum Perkembangan Kota Sumber: Branch, 1996. Tulisan sederhana ini tidak akan mungkin bisa terwujud tanpa ridho Allah SWT. Selain itu, tanpa bantuan dari berbagai pihak yang tidak D. PENUTUP bisa disebutkan satu per satu, penulis Berdasarkan uraian pada bagian analisis dapat menyadari tidak mungkin tulisan ini dapat disimpulkan bahwa Kota Galuh Pakwan diselesaikan. sebagai ibu kota Kerajaan Galuh berawal dari Hasil penelitian ini penulis haturkan sebuah kabuyutan Sunda. Pada masa kepada para pewaris sejarah dan budaya pemerintahan Prabu Niskalawastu Kancana, Sunda, serta kepada para penulis/peneliti yang kabuyutan tersebut berubah menjadi pusat telah lebih dahulu menelusuri Sunda di masa politik dengan tetap menjalankan fungsi lampau. Terakhir penulis haturkan terima kabuyutannya. Sebagai sebuah pusat kasih kepada tim redaksi dan para reviewer pemerintahan, Galuh Pakwan kemudian Jurnal Patanjala yang telah mengkritisi menjelma menjadi sebuah kota yang tata tulisan ini sehingga menjadi lebih baik lagi.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 137

DAFTAR SUMBER Darsa, U. A. (2015). Konsepsi dan Eksistensi Gunung Berdasarkan Tradisi Naskah Albulescu, I. (2018). The Historical Method in Sunda, diakses 7 Januari 2019, dari Educational Research. American Journal https://www.slideshare.net/erickridzky/ko of Humanities and Social Sciences nsepsi-dan-eksistensi- Research, 02 (08), 185-190. gunungberdasarkan-tradisi-naskah- Belchera, B. M., Claus, R., Davel, Ramirez, & sunda-sebuah-perspektif-filologi. L. F. (2019). Linking Transdisciplinary Dhona, H. R. (2016). Wilayah Sunda dalam Research Characteristics and Quality to Surat Kabar Sunda Era Kolonial. Jurnal Effectiveness: A Comparative Analysis of Komunikasi, 11 (1), 1-16. Five Research-for-Development Projects. Dipraja, J. (8 Oktober 2017). Wawancara. Environmental Science and Policy, 101, 192-203. Enjo. (29 Oktober 2018). Wawancara. Branch, C. M. (1996). Perencanaan Kota Falah, M. (2018). Pertumbuhan Morfologi Komprehensif: Pengantar dan Kota-kota Pusat Pemerintahan di Penjelasan. Terj. Bambang H. W. Priangan pada Abad XX - Awal Abad Yogyakarta: Gadjah Mada University XXI. Disertasi (Ringkasan). FIB UNPAD. Press. Gottschalk, L. (2006). Mengerti Sejarah. Terj. Budimansyah, Sofianto, K., & Dienaputra, R. Nugroho Notosusanto. : UI Press. D. (2018). Sang Hyang Talaga Rena Gunardi, G., Mahdi, S., Ratnasari, D., & Mahawijaya: Telaga Buatan sebagai Sobarna, C. (2015). Toponimi dan Solusi Bencana. Patanjala, 10 (3), 419- Lingkungan Hidup Kampung Adat di 434. Tatar Sunda. Prosiding Seminar Nasional Budimansyah. (2019). Rekonstruksi Kota Riset Inovatif (SENARI) Ke-3 Galuh Pakwan (1371 - 1475 M) dan Kota Memperkuat Jati Diri Bangsa melalui Pakwan Pajajaran (1482 - 1521 M). Tesis Riset Inovatif, Unggul, dan Berkarakter, FIB UNPAD. 369-374. Singaraja: UNDIKSHA. Buckley, P. J. (2016). Historical Research Gusmara, A. (15 September 2018). Approaches to the Analysis of Wawancara. Internationalisation. Management Haverfield, F. (1913). Ancient Town Planning. International Review, 56 (6), 879-900. London: Oxford University Press. Campbell, D. M. (1915). Java: Past and Helleland, B., Ore, C. E., & Wikstrøm, S. Present (Vol. I), A Description of the (2012). Names and Identities. Oslo Most Beautuful Country in the World, its Studies in Language, 4 (2), 1-6. Ancient History, People, Antiquities, and Product. London: William Heinemann. Herlina, N. (2017, Oktober). Dua Peristiwa dalam Ingatan Kolektif. Pikiran Rakyat, Damayanti, R., & Handinoto. (2005). Kawasan hlm. 1, 11. ‘Pusat Kota’ dalam Perkembangan Sejarah Perkotaan di Jawa. Dimensi, 33 Historische kaart van Java. 1980. Collectie (1), 34-42. Koninklijk Instituut vor Taal-, Land-, en Volkenkunde. Inv. Nr. DF 5,10. Danasasmita, Saléh. (2012). Nyukcruk Sajarah Amsterdam: Tresling. jeung Prabu Siliwangi. Bandung: Kiblat Buku Utama. Hoffmann, S., Pohl, C., & Hering, J. G. (2017). Methods and Procedures of Darsa, U. A. (2007). Carita Ratu Pakuan Transdisciplinary Knowledge Integration: (Kropak 410). Sundalana 6. Bandung: Empirical Insights from Four Thematic Pusat Studi Sunda. Synthesis Processes. Ecology and Society, Darsa, U. A. (2011). Nyukcruk Galur Mapay 22 (1), 1-12. Laratan, Pucuk Ligar di Dayeuh Galuh Isnendes, R. (2005). Semiotika Siliwangi pada Pakuan. Sundalana 10. Bandung: Pusat Masyarakat Sunda. Jurnal Pendidikan Studi Sunda. Bahasa dan Sastra, 31, 1-19.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

138 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139

Jamaludin. (2013). Makna Simbolik Huma Mayer, H., Sager, F., Kaufmann, D., & (Ladang) di Masyarakat Baduy. Mozaik, Warland, M. (2016). Capital City 13 (1), 46-54. Dynamics: Linking Regional Innovation Systems, Locational Policies and Policy Kartakusuma, R. K. (2012). Landasan Spiritual Regimes. Cities, 51, 11-20. Leluhur ‘Tradisi Megalitik’ (Kabuyutan) Simbol Kesatuan Etnis Nusantara yang Moeis, Syarif. (2010). Konsep Ruang dalam Tercermin dalam Ajaran Sunda. Makalah Kehidupan Orang Kanekes. Makalah dalam Sosialisasi Hasil Penelitian dalam Diskusi Jurusan Pendidikan Arkeologi Jawa Bagian Barat. Sejarah FPIPS, 1-16. Bandung: UPI. Pelabuhanratu: Puslit Arkenas. Muhsin Z., M. (2011). Eksistensi Kerajaan Kartawinata, Ade M. (2001). Pamarentahan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Makalah Baduy di desa Kanekes: Perspektif dalam Seminar Prodi Ilmu Sejarah, 1-17. Kekerabatan. Makalah dalam Simposium Jatinangor: FASA UNPAD. Internasional Jurnal Antropologi Muhsin Z., M., Mahzuni, D., & Septiani, A. II, 1-15. Padang: UNAND. (2019). Pengobatan Alternatif Penyakit Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Tulang: Studi Kasus Kearifan Lokal Para dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Terapis Penyakit Tulang di Wilayah Jawa Gramedia Pustaka Utama. Barat. Patanjala, 11 (3), 431-448. Koswara, W. (27 Oktober 2018). Wawancara. Mulyana, Y. (27 Oktober 2018). Wawancara. Lorenz, C. (2001). History: Theories and Munandar, A. A. (2017, Oktober). Perang Methods. Dalam Neil J. Smelser dan Paul Bubat dalam Naskah Kuno. Pikiran B. Baltes (Ed.), International Rakyat, hlm. 1, 11. Encyclopedia of the Social & Behavioral Paddison, R. (Ed.). (2001). Handbook of Urban Sciences (hlm. 6869-6876). Amsterdam: Studies. London: Sage Publications. Elsevier. Permana, I. (28 Oktober 2018). Wawancara. Lubis, N. H., Marlina, I., Hardjasaputra, A. S., Dienaputra, R. D., Muhsin Z., M., & Permana, R. C. E. (2006). Tata Ruang Sofianto, K. (2000). Sejarah Kota-kota Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Lama di Jawa Barat. Jatinangor: Widya Sastra. Alqaprint. Prijono, S. (2015). Pola Persebaran Tinggalan Lubis, N. H., Saringendyanti, E., Darsa, U. A., Budaya Megalitik di Leuwisari, Falah, M., & Budimansyah (2013). Tasikmalaya. Forum Arkeologi, 28 (2), Sejarah Kerajaan Sunda. Bandung: 69-78. YMSI Jawa Barat dan MGMP IPS SMP Kab. Purwakarta. Purwani, O. (2017). Javanese Cosmological Layout as a Political Space. Cities, 61, 74- Lubis, N. H., Muhsin Z., M., Sofianto, K., 82. Mahzuni, D., Widyonugrohanto, Mulyadi, R. M., & Darsa, U. A. (2016). Rigg, J. (1862). A Dictionary of The Sunda Rekonstruksi Kerajaan Galuh Abad VIII- Language of Java. Batavia: Lange & Co. XV. Paramita, 26 (1), 9-22. Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D. R. Luccarelli, M. (1990). Planning and (2011). Perencanaan dan Pengembangan Regionalism in the Early Thought of Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Lewis Mumford. The Hudson Valley Indonesia. Regional Review, 7 (1), 1-19. Qiao, Y. (2017). City, Urban Planning and the Creation of Urban Culture - Taking the Marcus, J. and Sabloff, J. A. (Ed.). (2008). The Ancient City: New Perspectives on Ancient City of Xi'an as an Example. Urbanism in the Old and New World. MATEC Web of Conferences, 100, 1-6. Santa Fe: School for Advanced Research Press.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

Tata Ruang Ibukota … (Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah) 139

Sabaruddin, A. (2012). Arsitektur Perumahan Umemoto, K. dan Zambonelli, V. (2012). di Perkotaan. Bandung: Puslitbangkim, Cultural Diversity. Dalam Randall Crane Kementerian PUPR. dan Rachel Weber (Ed.), The Oxford Handbook of Urban Planning (hlm. 197- Saringendyanti, E. (2018). di 222). UK: Oxford University Press. Tatar Sunda pada Abad V – Awal XXI: Perspektif Historis-Arkeologis. Disertasi Wibisono, S. C. (2013). Irigasi Tirtayasa: (Ringkasan) FIB UNPAD. Teknik Pengelolaan Air Kesultanan Banten pada Abad ke-17 M. Amerta, 31 Saringendyanti, E., Yondri, L., Falah, M., (1), 53-68. Irama, W., Budimansyah, Junaedi, A. A., Septiani, A., Jejen, D., & Saripudin, D. Widyonugrahanto, Lubis, N. H., Muhsin Z., (2019). Laporan Penelitian: Tata Ruang M., Mahzuni, D., Sofianto, K., Mulyadi, Keraton Galuh (IX-X M) dan Keraton R. M., & Darsa, U. A. (2017). The Surawisesa (XIV-XV M). Bandung: Balar Politics of Sundanese Kingdom Jabar. Administration in Kawali-Galuh. Paramita, 27 (1), 28-33. Savitri, M. (2015). Peran Magis-Religius Bengawan Solo. Kalpataru, 24 (1), 37-46. Young, T. Z. (2016). Maya Political Organization During the Terminal Scott, A. J. dan Storper, M. (2015). The Natura Classic Period in the Cochuah Region, of Cities: The Scope and Limits of Urban Quintana Roo, Mexico, from the Theory. International Journal of Urban Perspective of a Secondary Site. Disertasi. and Regional Research, 39 (1), 1-15. College of Liberal Arts, Temple University. Smith, M. E. (2007). Form and Meaning in the Earliest Cities: A New Approach to Ancient Urban Planning. Journal of Planning History, 6 (1), 3-47. Singh, R. P. B. (1993). Cosmic Layout of the Hindu Sacred City, Varanasi (Benares). Arch. & Behav, 9 (2), 239-250.

Sujarto, D. (1992). Wawasan Tata Ruang. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 3 (4a), 3-8. Suparmini, S. S., & Sumunar, D. R. S. (2012). Laporan Penelitian: Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Yogyakarta: FIS UNY. Susilawati. (2006). Konservasi Tanah dan Air di Daerah Semi Kering Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknik Sipil, 3 (1), 33-43. Sutardi, D. (9 November 2019). Wawancara. Suyatman, U. (2018). Teologi Lingkungan dalam Kearifan Lokal Masyarakat Sunda. Al-Tsaqafa, 15 (01), Juli 2018, 77-88. Tolla, M. (2014). Landscape and Orientation of Megalithic Chambers in Mecklenburg- Vorpommern (North Germany): Phenomenology Perspective. Papua, 6 (2), 135-141.

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)

140 Patanjala Vol. 12 No. 2 Oktober 2020: 123-139

Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online)