Jaringan Sosial Pedagang Kaki Lima Lele

di Ciputat, Tangerang Selatan

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Afifah Bidayatur Rohmah

11151110000077

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

Abstrak

Afifah Bidayatur Rohmah (11151110000077) “Jaringan Sosial PKL Pecel Lele di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan” Penelitian ini membahas tentang jaringan sosial yang terbentuk pada pedagang kaki lima (PKL) Pecel Lele di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Pembahasan difokuskan pada pola dan proses terbentuknya jaringan pedagang pecel lele Lamongan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Teori yang digunakan adalah teori jaringan sosial oleh Granovetter. Penggumpulan data menggunakan teknik purposive sampling, teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan pedagang pecel lele Lamongan membentuk empat pola dan proses jaringan sosial sebagai berikut: Pertama, Norma dan kepadatan jaringannya ditunjukkan oleh adanya tujuan yang sama dalam hal pemasaran pecel lele, dimana dalam tujuan tersebut terdapat unsur-unsur yang menghubungkan antara aktor (pedagang) dengan unsur lain seperti adanya komunitas dan keseragaman dalam hal penggunaan spanduk pecel lele yang menjadi ciri khas tersendiri. Kedua, Pola jaringan pedagang pecel lele Lamongan terasa sangat kuat karena diikat oleh jaringan kepentingan dan jaringan sentiment. Bentuk dari kedua jaringan ini adalah berupa hubungan kedaerahan sebagai sarana pedagang pecel lele dalam mengembangkan usahanya, dan tujuan dan maksud yang sama pedagang pecel lele dalam melakukan aktivitas ekonomi. Ketiga, Pada pedagang pecel lele Lamongan terdapat ikatan-ikatan yang berkonstribusi untuk menjembantani antara relasi individu dengan pihak luar. Dalam kaitannya peran lubang struktur di jaringan pedagang pecel lele adalah berupa “komunitas” dimana komunitas ini berperan sebagai penyambung atau jembatan dari individu (pedagang pecel lele) dengan kelompok pedagang pecel lele lainnya. Keempat, Ketertambatan non- ekonomi pada jaringan pedagang pecel lele akibat adanya pengaruh dari luar jaringan yang mempengaruhi tindakan ekonomi individu. Disini ketertambatan sosial dibagi menjadi dua, yaitu adanya pesugihan/penglaris dan interpretasi spanduk pecel lele. Kata kunci: Jaringan Sosial, Pedagang Pecel Lele, Komunitas

IV

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kekuasaan Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman. Meskipun dalam penulisannya jauh dari kata sempurna. Dalam memulai penulisan skripsi hingga akhir nya terselesaikan, penulis bertemu dengan orang-orang hebat yang membantu mengatasi kendala yang penulis alami selama menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, atas segala bantuannya penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Prof Dr. Hj Amany Burhanudin Lubis, Lc, Ma selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah . 2. Dr. Ali Munhanif, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., dan Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si., selaku masing-masing Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membawa Prodi Sosiologi ke garda terdepan (Akreditasi A). Terimakasih telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini. 4. Saifuddin Asrori M.Si..selaku Dosen pembimbing, yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi kepada penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. Terimakasih atas ketelitian, kesabaran, dan dukungan moril yang diberikan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif HidayatullahJakarta yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran berharga kepada penulis. Dan juga untuk seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman bukubuku yang dibutuhkan. 7. Ayahanda Bapak Fauzi dan Ibunda As’umi tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih sayang yang tak terhingga, yang tidak bisa dibalas dengan apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi dukungan dengan segala pengorbanan dan keikhlasan. (semoga Allah membalas segala pengorbanan mereka). Untuk Kakak tersayang Anik Vidia,

V

Umam Subekhi, Novim Suhaila dan Idris serta Tante Faidatin dan Fatimah yang tiada hentinya memberi dukungan dan semangat kepada penulis. 8. Kepada narasumber Pedagang Pecel Lele Lamongan dan narasumber pendukung (pengerajin pecel lele), terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama observasi berlangsung hingga telah diselesaikannya skripsi ini. 9. Kepada Annisa, Amin, Ardana, Baihaqi, Desty, Diana, Icha, Intan, Rifki dan Zelika, terimakasih atas dukungan dan waktunya selama ini menemani dan menjadi pendengar setia keluh kesah penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Untuk teman sebimbingan Dedeh, Denia dan Imam, terimakasih sudah menemani dan saling tukar informasi sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini. 11. Teman-teman Sosiologi angkatan 2015 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta. 12. Teman-teman IMM Ciputat, terimakasih sudah menemani penulis dari tahun 2016-hingga saat ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan apa yang penulis usahakan dapat bermanfaat. Amiin…

Tangerang Selatan, 13 Januari 2020

Afifah Bidayatur Rohmah

VI

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... I PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... II PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... III ABSTRAK ...... IV KATA PENGANTAR ...... V

BAB I: PENDAHULUAN ...... 1 A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 9 C.1. Tujuan Penelitian ...... 9 C.2. Manfaat Penelitian ...... 9 D. Tinjauan Pustaka ...... 10 E. Kerangka Teori ...... 16 E.1. Jaringan Sosial ...... 16 E.2. Pedagang ...... 19 F. Metode Penelitian ...... 20 F.1. Jenis Penelitian ...... 20 F.2. Lokasi Penelitian ...... 21 F.3. Teknik Penentuan Informan ...... 21 F.4. Teknik Pengumpulan Data ...... 21 F.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...... 25 G. Sistematika Penulisan ...... 27

BAB II: PEDAGANG KAKI LIMA LAMONGAN ...... 29 A. Pedagang Kaki Lima ...... 29 B. Sejarah Pecel Lele ...... 33

BAB III: POLA JARINGAN PECEL LELE LAMONGAN ...... 39 A. Norma dan Kepadatan Jaringan (Network Density) ...... 39 A.1.Norma Sebagai Ideologi……………………………………………….. 40

VII

A.2. Norma Sebagai Makna Simbolik …………………………………….. 45 B. Ikatan Dalam Pedagang Pecel Lele Lamongan ...... 51 B.1.Hubungan Sosial Kerabat, Sukubangsa, Dan Sedaerah Asal………….. 51 B.2.Jaringan Kepentingan (interest) dalam Usaha Pecel lele ..…………….. 55 C. Peran Lubang Struktur Sebagai “Bridging”………………………………... 63 D. Ketertambatan ……………………………………………………………… 67 1.Pesugihan/Penglaris …………………………………………………… .. 67

BAB IV: PENUTUP ...... 73 A. Kesimpulan ...... 73 B. Saran ...... 74

Daftar Pustaka ...... 78 Lampiran ……………………………………………………………….……... LXXIX

VIII

TABEL

1.1 Tinjauan Pustaka ...... 15

3.2 Informan Dilihat dari daerah asal dan pendidikan ...... 61

IX

Gambar

Gambar 3.1 . Contoh Spanduk Pecel Lele ...... 46

Gambar 3.2 Contoh warna Jambon dan list hijau stabile ...... 47

Gambar 3.3 Contoh Simbol Pada Spanduk Pecel Lele Lamongan ...... 49

Gambar 3.4 .Contoh Centong Nasi Yang Sering Digunakan Sebagai Penglaris ...... 49

X

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang termasuk dalam sektor informal danpelaku usaha informal ini juga tergolong pekerjaan yang tidak tetap.Sebagai contohnya pelaku usaha informal ini biasanya tidak terikat dengan lembaga atau perusahaan dan cenderung tidak kaku karena semua golongan masyarakat bisa masuk. Pedagang kaki lima juga erat kaitannya dengan pelanggar ketertiban kota karena tempat yang dijadikan lokasi usaha biasanya berdekatan dengan area pedestrian dan mengurangi keindahan kota (Siregar, 2011).

Sementara itu, pedagang kaki lima (PKL) adalah pelaku usaha yang relatif berskala kecil, biasanya berupa usaha keluarga atau kerabat, tidak memerlukan modal yang besar dan tergolong dalam merintis usahanya, dan tergolong dalam pelaku usaha yang tidak terikat dengan aturan-aturan atau hukum (Kartini dan

Kartono,1980). Kemudian menurut Yan Pieter Karafir menyatakan bahwasanya pedagang kaki lima adalah pedagang yang berlokasi di tepi-tepi atau emperan jalan dengan menggunakan area pejalan kaki (pedestrian) sebagai tempat untuk berjualan.Adapun selain itu, PKL juga menggunakan tempat-tempat umum seperti disamping pertokoan, sekolah atau lembaga, taman-taman kota hingga pasar-pasar yang belum tentu mendapat izin dari pemerintah.

Membahas tentang PKL tidak dapat terlepas dari perkembangan sektor ekonomi informal.Secara umum saat ini sektor ekonomi informal masih erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi dengan skala rendah, kurang menghasilkan

1 pendapatan yang menjanjikan dan dianggap kurang menjadi pilihan masyarakat luas. Pendapat tersebut sejalan dengan karakter sektor informal yang dikenal sebagai usaha mandiri, memiliki modal kecil, sedikit tidak terorganisasi, dan teknologi yang digunakan cukup sederhana.

Sektor informal bagi masyarakat kecil merupakan salah satu penyumbang utama bagi pendapatan atau dana dikalangan pelaku ekonomi bawah. Karena penduduk di kota-kota yang bersaing tidak mampu menyerap semua peluang kerja formal yang tersedia. Akibatnya, sektor informal menjadi salah satu alternatif bagi penduduk yang tidak mampu masuk ke dalam sektor formal seperti penduduk dengan ketrampilan yang rendah, memiliki pendidikan yang kurang, kaum perempuan, korban penggusuran dan lain-lain. Kelompok seperti ini mempunyai lapangan kerja yang terbatas sehingga tidak membutuhkan keahlian dan pendidikan yang tinggi.

Selain itu, adapun ciri-ciri sektor informal diperkotaan meliputi: a).

Perusahaan yang dirintis milik kerabat; b). Sifatnya tidak kaku, sehingga dapat dengan mudah dimasuki, karena tidak membutuhkan ketrampilan tinggi, organisai dan modal besar; c). Menggunakan tenaga kerja kecil dengan tingkat produksi dan teknologi sederhana; d). Mempunyai ruang lingkup kecil atau terbatas; e). Tidak ada persaingan pasar didalamnya (Lee dan Everret S, 2000).

Pedagang kaki lima (PKL) juga dianggap sebagai dampak dari korban hasil persaingan kerja di perkotaan. Sehingga pedagang kaki lima (PKL) menjadi pilihan terakhir dari proses urbanisasi yang ada. (Mustafa,2008). Akan tetapi pandangan tersebut menurut Amin (2005) menunjukkan bahwa sektor informal

2 dapat mengurangi kemiskinan dan dapat menyerap tenaga kerja (pedatang) dari desa yang ada di kota. Hal tersebut didukung oleh penelitian Granovetter (1974) memperlihatkan bahwa sektor informal erat kaitannya dengan suatu jaringan.Dalam hal ini jaringan yang dimaksud adalah jaringan sosial yang mempunyai dua sisi yaitu ikatan kuat dan ikatan lemah. Dalam sektor informal ikatan kuat mempunyai kekuatan yang dapat memudahkan individu untuk memperoleh pekerjaan. Ikatan kuat diartikan sebagai salah satu jembatan yang mempunyai peran penting, misalnya keluarga dan teman akrab. Sementara itu, ikatan lemah diartikan sebagai pendukung dalam jalannya suatu aktivitas ekonomi misal teman. Granovetter menggambarkan ikatan lemah ini sebagai teman sekelas, dimana teman sekelas itu hanya sebatas teman biasa tanpa mempunyai peranan penting. Di dalam aktivitas ekonomi peran ikatan lemah hanya sebagai pendukung individu dalam dunia pekerjaan (Damsar, 1997).

Dinamika sektor informal di sendiri erat kaitannya dengan pertumbuhan dibidang ekonomi yang menjadi tujuan awal sebagai contoh tercapainya pembangunanan yang diunggulkan, akan tetapi menimbulkan efek ketidakmerataan sosial didalamnya. Faktor-faktor penyebab ketidakmerataan sosial antara lain: adanya pembangunan industrialisasi, pembangunan dengan menggunakan teknologi modern sehingga menghasilkan bias perkotaan yang menyebabkan ketidakmerataan.

Membahas tentang Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak terlepas dari pandangan negatif dari pejabat pemerintah kota, sebagaimana pandangan tersebut menganggap bahwa PKL cenderung usaha ilegal dengan tingkat pendapatan

3 rendah dan hanya dilakukan oleh kelompok kelas bawah. Akan tetapi, pandangan itu terbantahkan dengan pandangan lain yang menganggap bahwasanya PKL adalah hasil dari ekonomi kerakyatan yang mempunyai peran dalam pengembangan ekonomi, masyarakat dan pertumbuhan nasional (Effendi dan

Handoyo 1997:2012).

Selanjutnya fenomena pecel lele yang erat kaitannya dengan urbanisasi ke kota-kota besar, fakta yang mendukung dari hal tersebut sejalan dengan sejarah pecel lele yang muncul di Lamongan akhir dekade 1970-an. Penyebab mengapa banyak warga Lamongan yang merantau ke kota-kota besar adalah karena tidak suburnya tanah/lahan pertanian di daerah selatan Lamongan sehingga banyak warga memutuskan untuk merantau. Selain itu, adanya pemberontakan Partai

Komunis Indonesia (PKI) juga menjadi salah satu penyebabnya, dimana banyak terjadi kerusuhan dan pembantaian, sehingga banyak warga yang merasa terancam dan pergi ke kota untuk memperbaiki nasib. Ada beberapa warga di Siman (salah satu desa di Kabupaten Lamongan) pergi merantau ke Jakarta. Warga tersebut berjumlah 9 orang dengan hanya memiliki keahlian seadanya, mereka pun membuka Lamongan di Jakarta. Sekitar tahun 1972, kesembilan warga itu kembali ke Desa Siman, sekembalinya mereka bersembilan menjadi magnet bagi warga lainnya untuk urbanisasi ke Jakarta karena kesuksesan yang mereka bawa menjadi cikal bakal banyaknya warga siman yang merantau. Selain membuat soto Lamongan mereka bersembilan juga berangsur-angsur membuka pecel lele Lamongan.

4

Dalam beberapa tahun kemudian serbuan perantau Lamongan makin memuncak, tepatnya ditahun 1998 setelah krisis multidimensi, ketika itu orang- orang di Desa Lamongan melakukan urbanisasai ke kota-kota besar, salah satunya

Jakarta. Persebaran warga Lamongan di Jakarta banyak menempati daerah sepertiKebon sirih, Pasar Minggu, dan Kebayoran Lama. Karena banyak dijumpai warga Lamongan di daerah tersebut maka terbentuk perkumpulan orang

Lamongan, misalnya komunitas Arek Lamongan Jaya dan Putra Asli Lamongan.

Dari proses urbanisasi orang Lamongan ke Jakarta membentuk adanya perkampungan yang warganya khusus berasal dari Lamongan, perkampungan ini dinamakan kampung Arek Lamongan yang mayoritas dihuni oleh 99,9 % warga pendatang dari Lamongan. Kampung ini berlokasi di Kelurahan Cipulir

Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (Bonastar,2015).

Fenomena pecel lele lamongan ini juga sebuah proses penyeragaman selera untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dimana pecel lele dapat diterima oleh seluruh masyarkat, selain itu pecel lele adalah makanan yang masuk disemua kalangan, murah meriah, sumber ikan lelenya bisa didapatkan di seluruh wilayah

Indonesia.Selain bisa menguntungkan bagi penjual pecel lele Lamongan juga dapat membantu perekonomian bagi para pembudi daya ikan lele. Berbeda dengan usaha-usaha yang menggunakan sistem franchise (waralaba) dengan tingkat manajemen rasional dan terukur, sebagian besar pedagang pecel lele menggunakan sistem kekeluargaan dalam mengembangkan usahanya. Karena sebagian besar pemilik usaha warung pecel lele Lamongan merupakan usaha turun temurun dan usaha ini juga menjadi penggerak bagi perekonomian

5 daerahnya, terbukti dari rumah-rumah mereka di kampung memiliki halaman besar dan megah dan desanya pun relatif makmur.

Dari fenomena tersebut, pecel lele digambarkan sebagai makanan yang berupa ikan lele goreng dimakan bersama sambel, biasanya sambel yang digunakan merupakan perpaduan cabai, terasi, dan juga kacang tanah yang dihaluskan secara bersama-sama dan dilengkapi oleh lalapan. Usaha warung pecel lele Lamongan bisa dibilang sebagai usaha yang cukup menjanjikan, terbukti dari warung-warung pecel lele baik di pinggir jalan maupun restoran besar biasanya ramai dikunjungi pembeli. Warung pecel lele Lamongan biasanya buka setiap waktu siang maupun pada malam hari akan tetapi sering dijumpai warung pecel lele Lamongan ini buka pada malam hari. Pecel lele sendiri merupakan makanan yang diterima dimasyarakat dan memiliki pelanggan.

Asal nama pecel lele, pecel lele, atau sering disebut pecak lele merupakan makanan yang disajikan dengan ikan lele dan ditambahkan sambel terasi atau sambel tomat sebagai pelengkapnya. Pecel lele ini tergolong makanan yang murah meriah, dimana hidangan ini sering dijumpai di daerah pulau Jawa. di warung pecel lele tidak hanya menyediakan hidangan lele saja akan tetapi, juga menyediakan berbagai macam menu seperti dan burung dara tergantung menu yang tersedia disetiap warung pecel lele. Nama pecel lele diberbagai daerah memiliki sebutan yang berbeda-beda. Di Malang pecel lele disebut dengan julukan “Lalapan” sementara di Jember pecel lele disebut dengan nama “Pecak”. Walaupun memiliki sebutan yang berbeda-beda, pecel lele tetap memiliki kesamaan dalam penyajiannya, seperti sama-sama menggunakan lele

6 atau ayam yang digoreng kering, disajikan dengan sambel terasi atau pun sambel tobat dan ditambahkan sayuran seperti kemangi, mentimun, dan sayur kol.

Ada beberapa studi tentang jaringan sosial, salah satunya yang dibahas oleh

Kusnadi (2000) keterkaitan hubungan sosial diantara individu adalah bentuk cerminan diri sebagai makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dari individu satu dengan individu lainnya. Membahas hubungan sosial erat kaitannya dengan upaya individu untuk mempertahankan keberadaannya diakui oleh lingkungkannya.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa individu satu dengan individu lainnya ini membentuk suatu hubungan sosial secara terus menerus sehingga menghasilkan jaringan sosial. Dari jaringan sosial itu terbentuklah kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat.

Sementara itu, jaringan sosial juga diartikan sebagai hubungan yang terbentuk dari sekelompok orang atau individu yang menghasilkan hubungan-hubungan sosial diantara kelompok tersebut sehingga kelompok itu mempunyai tujuan bersama yang dapat mempengaruhi perilaku sosial (Mitcell,1969). Adapun pandangan lain yang menjelaskan tentang jaringan sosial, pandangan tersebut mengatakan bahwa jaringan sosial merupakan sekumpulan orang yang terdiri dari

3 orang lebih, di setiap masing-masing individu mempunyai identitas yang melekat pada masing-masing individu sehingga mereka dapat membentuk hubungan sosial.

Adapun jaringan sosial memiliki tingkatan-tingkatan dalam pengoperasiannya.

Menurut Damsar (2000) pengoperasiannya dilihat dari 3 tingkatan, yaitu:

Pertama, Jaringan mikro, kaitan jaringan mikro dengan jaringan sosial adalah dari

7 segi fungsi yang dibagi menjadi 3, yakni; pelican, jembatan dan perekat. Dari 3 fungsi itu akan terjalin suatu hubungan sosial antar individu. Misal pelican, pelican disini berfungsi untuk memudahkan individu mencari barang dan sumberdaya seperti jasa, informasi, kekuasaan, dan lain sebagainya. Jembatan sendiri berguna untuk menghubungkan individu satu dengan individu lainnya supaya mempermudah tujuan yang ingin dicapai individu. Sebagai perekat, di dalam jaringan sosial perekat adalah aktivitas ekonomi yang didasari oleh kepercayaan dari pihak satu dengan pihak lainnya.Kepercayaan itu menghasilkan keuntungan bersama antara dua belah pihak sehingga dapat menjadi pengikat individu satu dengan individu lain. Kedua, Jaringan meso, jaringan ini terbentuk atas dasar persamaan kelompok. Persamaan ini menghasilkan ikatan yang diperoleh dari hasil hubungan sosial yang terbangun dari individu di dalam kelompok. Misalnya ikatan sekolah atau alumni dan Marga. Ketiga, Jaringan makro, jaringan yang banyak ditemukan pada ikatan oleh para pedagang, ikatan- ikatan tersebut berupa perkumpulan organisasi, institusi atau negara

(Damsar,2011).

Dapat disimpulkan bahwasanya jaringan sosial dapat menghubungkan atau menjembatani individu dalam hal saling bertukar informasi dan sumberdaya di antara para individu. Jaringan sosial juga dapat dengan mudah menghubungkan satu sama lain sehingga dapat memberi keuntungan pada masing-masing pihak.

Penelitian ini membahas tentang jaringan sosial yang terbentuk berdasarkan kedaerahan pedagang kaki lima (PKL) pecel lele di Kecamatan

Ciputat, selain juga untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dan pembentuk

8 jaringan sosial tersebut. Penulis juga mendapatkan temuan di lapangan adanya faktor lain berupa penggunaan unsur magic dalam tindakan ekonomi pedagang pecel lele. Sebelumnya penulis akan membahas terlebih dahulu tentang apa itu pedagang kaki lima, pedagang kaki adalah aktor yang melakukan aktivitas ekomomi dengan menjembatani barang dan jasa di perkotaan.

B. Pertanyaan Penelitian

Dari pernyataan masalah diatas, penulis ingin memberikan beberapa pertanyaan yang dapat ingin diteliti oleh penulis, pertanyaan tersebut sebagai berikut: Bagaimana pola jaringan sosial penjual pecel lele Lamongan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

C.1. Tujuan penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola jaringan sosial antara

penjual pecel lele Lamongan di Ciputat, Tangerang Selatan. Dengan

menggunakan teknik kualitatif sebagai metodenya. Penulis ingin melihat

bagaimana jaringan sosial pecel lele memiliki bentuk-bentuk dan fungsi

yang dapat mempengaruhi pedagang pecel lele.

2. Penelitian ini jugs mempunyai tujuan membuktikan ada tidaknya faktor

internal dan faktor eksternal dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi

pedagang pecel lele.

C.2. Manfaat penelitian

Membahas manfaat penelitian tidak terlepas dari beberapa kompenan yaitu: 1. Manfaat teoritis

9

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pengembangan ilmu

sosiologi di FISIP atau di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta untuk penelitian-penelitian dari mahasiswa lainnya. Sehingga dapat

memberi sumbangsih kepada mahasiswa-mahasiswa selanjutnya.

2. Manfaat praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dan memperluas pengetahuan Mahasiswa dalam ruang lingkup lingkungan

sekitar kampus, sehingga penelitian ini dapat menjadi refrensi bagi pembaca.

D. Tinjauan Pustaka

Pertama, Jurnal yang berjudul berjudul Strategi Pemasaran Restoran Pecel

Lele Lela Cabang Pinangranti, Jakarta Timur, yang ditulis oleh Edi Sukardono,

Ma’mun Sarma dan Komar Sumantadinata (2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha dan sejauh mana pembauran jasa dalam pemasaran pecel lele dapat tercapai. Teknik yang digunakan yakni teknik penarikan purposive. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang difokuskan pada aspek investasi dan aspek pengembangan bisnis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara sementara data sekunder merupakan pelengkap. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwasanya usaha pecel lele lela cabang pinangranti memiliki menu baru yang bervariasi sehingga dapat menarik pelanggan. Adanya persamaan dengan penelitian penulis terlihat dari fokus pembahasannya yaitu pecel lele, sementara perbedaannya terletak pada tema dan teori yang penulis pergunakan.

10

Kedua, Jurnal yang berjudul "Analisis Interpretasi Pada Spanduk Pecel Lele

Khas Lamongan".Ditulis oleh oleh Heri Iswandi dan Husni Mubarat (2019).

Tujuan dari penelitian adalah untuk menjelaskan tentang makna interpretasi dari spanduk pecel lele Lamongan. Sementara metode yang digunakan berupa wawancara. Hasil dari jurnal ini sebagaimana yang ada di jurnal menjelaskan tentang sejarah pecel lele yang dihubungkan dengan cara berpikir orang Jawa dalam menciptakan pola objek gambar. Adanya kesamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada objek yang ingin dibahas yaitu tentang pecel lele.

Sementara perbedaannya terletak pada tema dan objek, penelitian ini membahas analisis spanduk pecel lele sedangkan penulis fokus kepada jaringan sosial pedagang pecel lele-nya.

Ketiga, jurnal yang berjudul "Jaringan Sosial Pedagang Barang Antik di

Kota (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pedagang Klithikan Barang

Antic di Jalan Budi Kota Surabaya)."Ditulis oleh Tri Hayyu Parasmo dan Diyah

Utami (2017). Tujuan dari penelitian ini melihat bahwa barang antik atau kuno keberadaan sulit dijumpai, karena banyak masyarakat yang rela untuk memburu barang antik. Teori yang digunakan adalah jaringan sosial oleh Mark Granovetter.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya jaringan sosial dalam bisnis barang antik yang berguna dalammenjalin hubungan sosial antara pengepul, pedagang, dan tengkulak. Jurnal ini mempunyai letak kesamaan pada tema yang diambil dengan penulis, sementara perbedaan jurnal ini dengan penelitian saya adalah dari segi metode dan teknik pengambilan data.

11

Keempat, Jurnal yang berjudul "Jaringan Sosial Mucikari Pasca Penutupan

Lokalisasi Dolly Surabaya".Ditulis oleh Nanda Suliandri Oktaviari dan Pambudi

Handoyo (2017). Tujuannya melihat bahwa kegiatan pelacuran, mucikari mempunyai peranan penting dalam menjalankan bisnis tersebut. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan etmologi dan etnimetodologi teknik pengambilan data berupa observasi dan wawancara. Teori yang digunakan

Jaringan Sosial oleh Granovetter dan Modal Sosial oleh James S.Coleman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan sosial mucikari ada karena hasil dari terbentuknya jaringan kekerabatan dan sudah berlangsung turun temurun oleh keluarga mucikari di lokalisasi Dolly. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada teori jaringan sosial dan pengambilannya datanya. Sementara perbedaanya terletak pada studi kasusnya.

Kelima, Jurnal yang berjudul "Jaringan Sosial Migran Sirkuler: Analisis

Tentang Bentuk dan Fungsi". Ditulis oleh Tri Joko S. Haryono (2007) Penelitian ini bertujuan untuk melihat jaringan sosial diantara manusia sebagai makhluk sosial, jaringan sosial juga mudah tumbuh di masyarakat dengan penuh persaingan, ketidakpastian hidup, dan tekanan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara dan observasi serta analisis data menggunakan purposive. Teori yang dipergunakan adalah teori jaringan sosial. Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada penggunaan tema jaringan sosial. Sementara perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada objek penelitiannya yang berbeda.

12

Keenam, penelitian yang berjudul "Peran Jaringan Sosial Nelayan Pada

Pemasaran Tuna, Cakalang, dan Tongkol: Studi Kasus di Kota

Kendari."Dilakukan oleh Riesti Triyanti, Christina Yuliaty dan Temy Apriliani

(2014). Tujuan penelitian ini menjelaskan bahwasanya nelayan mempunyai

hubungan dengan jaringan sosial dalam pemasaran ikan tuna. Metode yang

digunakan adalah Metode kualitatif dan data diperoleh dari berupa observasi,

wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Teori yang digunakan adalah jaringan

sosial oleh Granovetter. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahawa jaringan

sosial antar nelayan dengan bos tidak terbatas pada jaringan kerja produksi, tetapi

juga membawa manfaat dan keuntungan dalam meningkatan pemasaran ikan.

Kaitannya memiliki persamaan dengan penulis adalah dari segi metode dan juga

teori, sementara perbedaan dengan penulis adalah dari segi objek pembahasan dan

narasumber.

Tabel I.D.1 Tinjauan Pustaka

No Judul Teori Metode Hasil

1 Jurnal berjudul - Menggunakan Memperlihatkan

“Strategi Pemasaran teknik purposive. bahwasanya usaha

Restoran Pecel Lele Metode deskriptif pecel lele lela

Lela Cabang benefit Cost Ratio cabang pinangranti

Pinangranti, Jakarta (B/C), dengan memiliki menu

Timur”. analisis kuantitatif. baru yang

Data yang bervariasi sehingga

13

digunakan berupa dapat menarik ditulis oleh Edi data primer dan pelanggan. Sukardono, Ma’mun sekunder. Sarma dan Komar

Sumantadinata (2013)

2 Jurnal berjudul Penelitian ini Metode yang melihat bagaimana

“Analisis Interpretasi menggunakan digunakan adalah sejarah pecel lele

Pada Spanduk Pecel Teori Jaringan Metode Kualitatif- yang di hubungkan

Lele Khas Lamongan”. Sosial oleh deskriptif , data dengan cara

Ditulis oleh Heri yang digunakan berpikir orang

Iswandi dan Husni berupa observasi jawa dalam

Mubarak (2019) dan wawancara menciptakan pola

objek gambar.

3 Jurnal berjudul Penelitian ini Metode berupa Hasil dari

“Pedagang Barang menggunakanTeori kualitatif dengan penelitian ini

Antik Di Kota jaringan sosial cara observasi menunjukkan

Surabaya (Studi dengan fokus partisipatif, adanya jaringan

Deskriptif Kualitatif konsep Modal menggunakan sosial dalam

Tentang Pedagang Sosial oleh James Metode bisnis barang antik

Klithikan Barang Antic S Coleman. wawancara. yang berguna

Di Jalan Budi Kota dalam menjalin

Surabaya” hubungan sosial

14

Ditulis oleh Tri Hayyu antara pengepul,

Parasmo dan Diyah pedagang, dan

Utami (2017) tengkulak.

4 Jurnal berjudul Penelitian ini Menggunakan Hasil dari

“Jaringan Sosial mengacu pada metode kualitatif penelitian ini

Mucikari Pasca Teori Jaringan dengan menunjukkan

Penutupan Lokalisasi Sosial oleh Mark pendekatan bahwa jaringan

Dolly Surabaya.” Granovetter etnometodologi, sosial mucikari ada

dengan karena hasil dari ditulis oleh Nanda pendekatan terbentuknya Suliandri Oktaviari dan Wawancara dan jaringan Pambudi Handoyo Teknik Snowball. kekerabatan dan (2017) sudah berlangsung

turun temurun oleh

keluarga mucikari

di lokalisasi Dolly

.

5 Jurnal yang berjudul Penelitian ini Menggunakan Hasil dari

“Jaringan Sosial menggunakan teori metode penelitian ini

Migran Sirkuler: jaringan sosial Wawancara menunjukkan

Analisis Tentang dengan teknik faktor-faktor apa

Bentuk Dan Fungsi.” Observasi yang menjadi

15

Ditulis oleh oleh Tri pemicu migrasi di

Joko S. Haryono Wonogiri

(2007)

6 jurnal yang berjudul Penelitian ini metode kualitatif, Hasil dari

“Peran Jaringan Sosial mengacu pada pendekatan yang penelitian ini

Nelayan Pada teori Jaringan digunakan adalah menunjukkan

Pemasaran Tuna, Sosial Oleh Ruddy studi kasus (case bahawa jaringan

cakalang, dan Tongkol study) dan sosial antar

: studi Kasus Di Kota pendekatan teoritis nelayan dengan

Kendari” bos tidak terbatas

pada jaringan kerja

produksi , tetapi

juga membawa

manfaat dan

keuntungan dalam

meningkatan

pemasaran ikan.

E. Kerangka Teoritis

E.1. Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan hubungan yang terbentuk antara banyak

indiviidu yang ada di dalam kelompok sehingga mencakup hubungan

didalamnya berupa hubungan formal dan informal. Hubungan sosial ini adalah

16 wujud dari refleksi atau gambaran dari kerjasama antar kelompok yang muncul atas dasar ikatan sosial aktif (Damsar, 2002).Pengertian selanjutnya, menyatakan bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokkan yang terdiri atas sejumlah orang (sedikitnya tiga orang) yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial yang ada. Melalui hubungan sosial tersebut, mereka dapat dikelompokkan sebagai satu kesatuan sosial (Suparlan,1982).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori utama tentang jaringan sosial yang dijelaskan oleh Mark Granovetter (1985). Granovetter menjelaskan bahwasanya pengaruh struktur sosial membentuk suatu jaringan yang dapat dimanfaatkan secara ekonomis khususnya berkaitan dengan informasi.

Dari penjelasan tersebut Granovetter membagi empat prinsip utama yang mendasari pengaruh antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi diantaranya yaitu: Pertama, norma dan kepadatan jaringan (network density).

Kedua, lemah dan kuatnya (ties) yaitu pemanfaatan ekonomi yang cenderung berada diluar ikatan lemah. Ketiga, peran lubang struktur (structur holes)yang berada diluar ikatan lemah atau berada di ikatan kuat yang berkontribusi untuk menjembatani antara hubungan individu satu dengan individu lainnya.

Keempat, keterlekatan merupakan gambaran terhadap tindakan ekonomi dan tindakan non-ekonomis yang mempengaruhi tindakan ekonominya. Dalam hal ini Granovetter menyatakan bahwa keterlekatan (ketertambatan) tindakan ekonomi merupakan akibat dari adanya jaringan sosial.

17

Adapun menurut Granovetter dalam teori jaringan sosial terdapat dimensi utama kapital sosial yang terdiri dari tiga dimensi utama yaitu:

a) Kepercayaan (trust), norma dan jaringan (network).

b) Sementara itu, berdasarkan sifatnya kapital sosial dapat bersifat

mengikat (bonding), menyambung (bridging), dan mengait (linking).

Selanjutnya, Granovetter menjelaskan bahwa dalam ketertambatan jaringan mempunyai pengaruh yang kuat dari struktur pada jaringan sosial terhadap pengembangan aktivitas ekonomi. Adapun tindakan ekonomi yang memainkan peran dalam dinamika pasar yang mencakup soal penetapan harga dan pergeseran antara pembeli dan penjual sebagai dari aktivitas ekonomi dalam jaringan sosial. Terakhir, Granovetter juga membahas tentang Inovasi sebagai hasil dari gambaran aktivitas ekonomi individu (Damsar,2011).

Teori jaringan yang ditulis oleh Mark Granovetter dalam (Ritzer,2007) menjelaskan kaitannya dengan tindakan sebagai sesuatu “yang melekat” pada hubungan pribadi yang jelas atau “jaringan” dari hubungan-hubungan semacam itu yang mendasari kaitan mengenai gagasan bahwa “aktor” (individu atau kolektif) dapat memiliki akses berlainan pada sumber-sumber daya yang bernilai (kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibatnya, adalah sistem yang terstruktur cenderung mempunyai tingkatan atau memiliki stratifikasi, dengan beberapa komponen yang saling bergantung. Selanjutnya Granovetter membedakan “ikatan kuat” dengan “ikatan lemah”. Ikatan kuat misalnya individu dengan teman-teman dekat sementara ikatan lemah individu dengan

18

kenalannya. Ikatan lemah kemudian menjadi penting perannya karena bisa

menjadi jembatan antara dua kelompok dengan ikatan internal yang kuat.

E.2. Definisi Konseptual Pedagang

Pedagang adalah pelaku ekonomi yang memperjualbelikan barang

kepada konsumen secara langsung atau pun tidak langsung dengan motif

memperoleh dan mencari keuntungan. Sugiharsono menyatakan bahwa

pedagang adalah individu yang menjadi perantara dalam aktivitas membeli

barang dan menjualnya kembali tanpa merubah bentuk barang terseut sehingga

konsumen dapat memebeli dan menjualnya ke partai kecil atau persatuan.

Selain itu, menurut Geertz dalam Damsar (1997) dapat disimpulkan

bahwasanya pedagang dibagi atas:

a) Pedagang profesional adalah pedagang yang menganggap perdagangan

merupakan aktivitas ekonomi yang menjadi sumber utama dan satu-satunya

bagi ekonomi keluarga. Pedagang profesional bisa jadi merupakan pedagang

distributor, pedagang (partai) besar dan pedagang eceran.

b) Pedagang semi profesional adalah pedagang yang menjalankan aktvitas

ekonominya untuk memperoleh uang, akan tetapi uang dari hasil

perdagangan tersebut bukanlah menjadi sumber utama pendapatan

melainkan sumber tambahan bagi ekonominya.

c) Pedagang subsitensi adalah pedagang yang menjual produk atau barang dari

hasil aktivitas atas subsitensi untuk memenuhi ekonomi rumah tangga.

19

d) Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan akibat

dari hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu luang.

Pedagang ini tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana

untuk memperoleh uang, akan tetapi pedagang semu mungkin saja

sebaliknya akan memperoleh kerugian dalam berdagang.

F. Metode Penelitian

F.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang memiliki maksud untuk menjelaskan

fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi,

tindakan, motivasi, dan lain sebagainya. Penelitian ini mendeskripsikan bentuk

bahasa dan kata-kata pada topik khusus secara alamiah (Moleong, 2005).

Alasan mengapa penulis menggunakan metode kualitatif karena data yang

diperoleh lebih valid dan penulis lebih mudah untuk memperoleh data jika

menggunakan kualitatif. Adapun adanya keterbatasan dari informan yang

sebagian besar yang kurang mampu komunikatif dengan menggunakan data

angket sehingga penulis lebih menggunakan cara wawancara agar dapat

memperoleh data secara rinci dan lengkap.

Penelitian kualitatif juga sebagai metode dalam memberikan gambaran

terhadap suatu fenomena sehingga fenomena yang diteliti dapat dijelaskan

secara mendalam. Selain itu, penelitian kualitatif mempunyai pemaknaan yang

khas dengan menjelaskan apa yang dimaknai oleh individu secara sederhana

(Banister, et al,1994).

20

F.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang

Selatan. Tepatnya di Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang

Selatan. Penulis mengambil waktu penelitian pada malam hari karena pada waktu tersebut para pedagang pecel lele sedang berjualan atau melakukan aktivitas ekonomi. Pedagang pecel lele biasanya membuka dagangan pada jam

17.00 sore sampai sekitar jam 24.00 Malam. Waktu yang dibutuhkan oleh penulis dalam melakukan wawancara mendalam dengan informan selama kurang lebih 5 bulan.

F.3. Teknik Penentuan Informan

Dalam proses penelitian,penulis menggunakan teknik purposive karena penulis mengharapkan narasumber sesuai dengan tema dan fokus pembahasan yang ingin diteliti oleh penulis.

Informan yang peneliti pilih yakni: a) Pedagang pecel lele lamongan merupakan pelaku usaha yang mengetahui

aktivitas perdagangan. b) Pegawai pecel lele sebagai orang yang ikut andil dalam proses

perdaganganpecel lele. c) Pengrajin spanduk pecel lele Lamongan sebagai informan tambahan untuk

memperkuat pembahasan penulis.

F.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses penelitian ini, teknik pengumpulan data yang penulis gunakan antara lain:

21 a. Observasi

Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data kualitatif.

Observasi berasal dari bahasa latin yang memiliki arti memperhatikan dan mengikuti. Dalam pengertiannya observasi disini memperhatikan dan mengikuti dengan teliti dan cara sistematis terhadap narasumber yang dituju

(Banister, et al, 1994).

Dalam proses penelitian ini penulis, penggunakan teknik pengumpulann data dengan cara observasi, karena teknik ini berguna untuk memperoleh gambaran di lapangan, sehingga dapat mempermudah hasil temuan dalam mengambarkan kejadian yang diamati. Dalam prosesnya, observasi yang penulis lakukan mula-mula mengamati pedagang pecel lele disekitar ciputat, seperti jalan kertamukti, legoso dan pesangrahan. Setelah mengamati penulis pun mencoba untuk membeli satu per-satu dagangan dari pecel lele tersebut.

Dengan bermodalkan persamaan bahasa yang sama yaitu sama-sama orang

Lamongan, memudahkan penulis untuk melakukan pendekatan-pendekatan agar informan mau berpartisipasi dalam penelitian ini dengan cara wawancara.

Selain itu kendala yang dihadapi dalam proses skripsi ini adalah kurang terbukanya informan yang telah penulis pilih, misalnya ada salah satu pertanyaan yang tidak boleh disinggung yaitu tentang penglaris. Kendala selanjutnya yaitu adanya keterbatasan dari informan yang kebanyakan merupakan warga daerah yang kurang mengenal apa itu tentang penelitian sehingga sebagian dari mereka (pedagang pecel lele) tidak mau untuk

22 diwawancarai. Hal-hal itu menjadi suatu kendala yang penulis alam selama kurang lebih penulisan skripsi selama lima bulan ini.

Syukurnya dalam observasi dan pencarian informan, penulis terbantu oleh teman-teman mahasiswa dari Jawa Timur, yang memberikan saya informasi tentang sebagian temannya yang mempunyai usaha pecel lele dan bekerja di warung pecel lele. Sehingga, penulis sedikit dipermudah dengan informasi dari teman-teman mahasiswa tersebut. Biasanya penulis melakukan observasi mulai dari jam 7-10 malam, tergantung keinginan penulis sendiri.

Karena di waktu tersebut banyak pedagang pecel lele yang telah beroperasi menjual dagangannya.

Mula-mula penulis mencoba membeli satu porsi pecel lele, dengan memakai bahasa jawa lalu penulis mencoba melakukan pendekatan kepada pedagang pecel lele agar mau diwawancara. Setelah berbicara santai dan menggunakan bahasa sedikit guyonan, sebagian pedagang pecel lele pun bersedia untuk diwawancarai dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu seperti harus datang sekitar jam 10 malam. Karena di waktu tersebut pedagang pecel lele memiliki waktu yang longgar.

Dalam observasi ini penulis hanya bersifat mengamati kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pecel lele lamongan yang ada disekitar Ciputat,

Tangerang Selatan yang terpilih menjadi informan.

Adapun jenis atau sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1) Data primer, yaitu data utama yang bersumber dari hasil penelitian di lapangan yang diperoleh dari wawancara informan. Penulis tidak menentukan

23 berapa banyak orang yang harus diteliti, sebab penulis menganggap jika informan sudah cukup mewakili data dan informasi yang telah ditentukan.

Maka, tidak perlu melakukan wawancara kepada informan sebanyak- banyaknya. Dalam penelitian ini informan yang penulis pilih sebanyak 7-8 orang informan. 2)Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari beberapa literature yang berhubungan dengan objek penelitian, jurnal, buku, dan laman internet terdahulu. b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data atau informasi dengan cara tanya jawab yang tanpa dibatasi. Akan tetapi masih sesuai dengan pedoman penelitian. Teknik berguna untuk mendapatkan informasi mendalam dan khusus yang bertujuan untuk melihat secara mendalam tentang aktor atau individu pada jaringan sosial (Suparlan,1986).

Kegiatan wawancara ini menggunakan pedoman wawancara yang disusun berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Pertanyaan diajukan terhadap beberapa informan pokok yang dianggap memiliki pengetahuan mendalam, luas dan khusus dengan ciri-ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian penulis sehingga dapat sesuai dengan kondisi tentang fenomena yang diteliti (Koentjaraningrat, 1990). Informan dalam penelitian ini adalah penjual pecel lele Lamongan di Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.

Penulis menggunakan teknik wawancara agar mempermudah penulis dalam menggali dan mendapatkan informasi dari narasumber atau pelaku pecel lele secara lebih valid.

24

Wawancara yang penulis lakukan menggunakan 10 instrumen pertanyaan akan tetapi, pertanyaan itu tidak terpaku pada kisi-kisi yang penulis bawa hanya saja penulis menggunakan kiat-kiat agar wawancara terasa lebih santai.

Karena, banyak dari informan pedagang pecel lele merasa gugup dengan situasi wawanncara yang penulis lakukan. Adapun penulis melakukan wawancara dengan membeli pecel lele sembari pedagangnya memasak penulis mencoba menggali informasi tentang asal mula pedagang pecel lele merintis usahanya.

Kendala yang penulis hadapi saat melakukan wawancara adalah tidak semua instrumen pertanyaan dijawab dengan jelas, adapun beberapa pertanyaan yang ditutupi oleh beberapa informan yang menurut penulis kurang komunikatif. Sebagian juga ada pedagang pecel lele lamongan yang enggan untuk diwawancarai lebih mendalam karena menganggap pertanyaan yang penulis berikan bersifat rahasia.

F.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan tentang data yang diperoleh harus segera dianalisis setelah itu dikumpulkan dan diolah kedalam bentuk laporan lapangan. Tujuannya adalah untuk menjelaskan data yang perlu dicari dan diuji sehingga dapat dipergunakan untuk mendapatkan informasi baru dan dapat di koreksi kesalahan apa yang harus diperbaiki (Usman dan purnomo, 2017).

Menurut Bogdan dan Biklen (1992), analisis data adalah tata cara penyusunan data dengan melalui transkip wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi sehingga dapat menambah pemahaman penulis terhadap temuan

25 di lapangan. Jika dikaitkan dengan temuan dilapangan dalam hal ini skripsi, penulis berupaya menyusun data untuk menganalisis temuan di lapangan berupa transkip wawancara yang telah selesai penulis kerjakan. Dan dokumentasi berupa rekaman suara informan serta foto-foto yang penulis abadikan sewaktu melakukan wawancara. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data meliputi: a) Reduksi, adalah tata cara penyusunan data yang diperoleh dari data di

lapangan. Karena banyaknya cakupan data yang ditemukan, penulis harus

terlebih dahulu memilih dan memilah hal-hal yang dianggap pokok dan

penting supaya dapat memudahkan penulis dalam mereduksi data. Reduksi

dapat pula berupa kode-kode sehingga dapat dengan mudah sewaktu-waktu

mencari data tersebut apabila dibutuhkan. b) Display data, adalah penyajian data dalam bentuk matriks, network, charts

atau grafik dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar penulis dapat

menguasai data. Akibat dari data di lapangan yang menumpuk dengan cara

display data mempermudah penulis dalam menuangkan data yang sedang

dianalisis. c) Simpulan dan verifikasi. Simpulan ialah berepa pemaknaan dari data yang

diperoleh. Dengan demikian penulis berusaha mencari model, tema, pola,

hubungan, persamaan, dan sebagainya. Penulis dapat mengambil

kesimpulan dari data di lapangan dengan mudah. Sementara itu, Verifikasi

dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang baru secara singkat.

(Usman dan purnomo, 2017).

26

Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data berupa wawancara yang

kemudian direduksi dengan cara memilih data yang sesuai dengan tujuan

penulis. Selanjutnya penulis mendisplay data dan mengakhirinnya dengan

kesimpulan sehingga penulis dapat menyajikannya dalam bentuk laporan

ilmiah.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini ditulis berdasarkan beberapa bab-per-bab dengan memberikan perincian topik dalam masing-masing bab. Dalam penulisan skripsi ini, terbagi dalam empat bab antara lain:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini, penulis menjelaskan tentang masalah yang menjadi pernyataan maslah dalam penulisan skripsi ini, perumusan masalah dan tujuan dari penelitian Jaringan Sosial Dalam Usaha Pecel Lele Lamongan.

Bagian ini, penulis juga menguraikan teori-teori jaringan sosial dengan membahas adanya ikatan kuat dan lemah dalam pedagang pecel lele Lamongan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aktivitas ekonomi pedagang pecel lele Lamongan sebagai kerangka dari skripsi ini. Juga pada bagian ini, penulis menjelaskan metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi ini.

Bab II Gambaran Umum. Dalam bab ini berisi sejarah pedagang kaki lima, perkembangan pedagang pecel lele, fungsi dan bentuk jaringan sosial pedagang pecel lele sehingga penulis dapat menggambarkan pedagang pecel lele yang ada di Ciputat, Tangerang Selatan.

Bab III Analisis dan Temuan Lapangan. Dalam bab ini merupakan bagian inti dari penulisan skripsi ini, dimana berisikan tentang pembahasan teori

27 yang diolah dan digabungkan dengan temuan-temuan yang ada di lapangan sehingga dapat mejadi satu kesatuan dalam pembuatan skripsi ini. Di bab ini penulis menjelaskan tentang korelasi antara teori jaringan sosial dengan pedagang pecel lele Lamongan.

Bab IV Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini membahas tentang kesimpulan skripsi dan sekaligus menjadi penutup, dalam bab ini juga bermuatan saran untuk para peneliti yang akan membahas tentang jaringan sosial selanjutnya.

28

BAB II PEDAGANG KAKI LIMA LAMONGAN

A. Pedagang Kaki Lima

Pedagang merupakan orang atau institusi yang melakukan aktivitas ekonomi jual beli produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara jika pengertian menurut Damsar, Pedagang Kaki Lima

(PKL) merupakan suatu bentuk retil yang menggunakan ruang publik, seperti; ruas bahu jalan, trotoar, jalan bagi pejalan kaki (pedestrian), dan tempat bermain anak. Dalam kaitannya PKL mempunyai dua cara dalam pedagang menggunakan ruang publik, yaitu secara menetap dan mobil (bergerak/berpindah).

Dalam menggunakan ruang publik secara menetap, pedagang kaki lima memakai gerobak, bedengan, atau lapak yang tidak (dapat) dipindahkan baik ketika melakukan aktivitas bisnis maupun pada saat istirahat atau berhenti sementara berbisnis. Selain itu, adapun pemanfaatan ruang publik secara mobil

(bergerak/berpindah), pedagang menggunakan peralatan buntu (seperti gerobak, pikulan, atau junjungan) supaya dapat membawa barang dagangan dengan mudah dalam bergerak/berpindah secara geografis.

Dalam menggunakan ruang publik untuk melakukan aktivitas bisnis pada banyak daerah perkotaan di banyak Negara merupakan kegiatan ilegal atau tidak dibenarkan secara hukum. Akan tetapi, dalam kenyataannya dengan berbagai alasan seperti kutub penyelamat krisis ekonomi, solusi instan terhadap ketidakkuatan sektor formal, atau cara mudah dan murah melakukan aktivitas

29 ekonomi, maka pejabat pemerintah kota tidak tampak melakukan usaha serius untuk menggusur (pedagang) kaki lima dari ruang publik (Damsar dan Indrayani,

2018: 226).

Sementara itu, Pedagang kaki lima atau sering disebut PKL adalah

Pedagang kaki lima denganbermodal usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok dengan tingkat penghasilan rendah dan modal yang dimilikinya terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil juga termasuk dalam sektor informal, karena pekerjaan dilakukannya bersifat tidak tetap dan tidak terampil serta termasuk dalam kelompok-kelompok yang tidak terikat pada aturan hukum.

Pedagang kaki lima (PKL) sering menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, dan tidak termasuk sebagai perusahaan karena sifat PKL ini berskala kecil. Alasan kenapa Pedagang Kaki Lima (PKL) di anggap sebagai ekonomi kecil atau rendah antara lain: a). mereka yang menjadi pedagang kaki lima ini pada umumnya miskin, dengan tingkat pendidikan yang rendah. Sehingga

PKL dianggap sebagai kelas ekonomi bawah yang terjun dalam aktivitas ekonomi tanpa mengharapkan keuntungan yang besar. b). Pengetahuan mereka yang terbatas, mereka kurang dapat bersaing dengan individu lain akibat dari terbatasnya pengetahuan mereka, sehingga mereka hanya mengutamakan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan secara langsung bagi dirinya sendiri. c). Pedagang Kaki Lima (PKL) dipandag sebagai unit-unit dengan berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang. Alat yang digunakan berskala kecil, namun memerlukan modal yang besar

(Sethurahman, 1981).

30

Selanjutnya keberadaan pedagang kaki lima (PKL) dianggap sebagai bentuk perluasan lapangan kerja terutama bagi penduduk daerah perkotaan yang ada di pasar, PKL muncul akibat dari pemerataan pendapatan. Selain itu, pedagang kaki lima (PKL) juga menghadirkan sejumlah dampak negatif terutama jika dikaitkan dengan penataan dan keindahan kota. Meskipun keberadaan PKL sering dikatkan dengan determinan-determinan sosial seperti pendapatan rendah, pekerjaan tidak tetap, pendidikan tidak memadai, kemampuan berorganisasi dan unsur-unsur ketidak-pastian, ternyata PKL juga tidak luput dari persaingan bisnis, solidaritas sosial, jaringan sosial sesama mereka. Hubungan sosial antara PKL dan pengguna pasar lainnya memberikan makna tersendiri bagi terbentuknya jaringan sosial mereka.

Adanya intensistas hubungan sosial yang terjadi antar PKL dengan pembeli, sesama PKL, pengguna pasar dan instansi pasar membentuk hubungan yang terstruktur. Damsar (2002) menyebutkan bahwasanya struktur tersebut dalam sosiologi ekonomi disebut sebagai keterlekatan didalam suatu jaringan sosial yang didalamnya terdapat norma dan kepercayaan, kepercayaan ini tidak muncul secara tiba-tiba atau seketika tetapi hadir dari proses hubungan antar individu atau kelompok dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama.

Fokus dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pedagang kaki lima lamongan atau sering disebut pedagang pecel lele Lamongan bisa menjamur dan memiliki pelanggan setia di daerah Ciputat, Tangerang Selatan. Dimana Ciputat merupakan salah satu kawasan padat penduduk dengan jumlah penduduk 431

31 orang terdata dalam lingkup RT dan RW di Kelurahan Pisangan Ciputat. Selain itu banyaknya pendatang yang berkuliah di Kampus UIN Syarif Hidayatullah menjadi pendorong menjamurnya PKL disana. Sehingga tak heran banyak orang yang ingin melakukan aktifitas ekonomi seperti berjualan di area kampus UIN yang menyasar para Mahasiswa-mahasiswa tersebut. Banyak kita jumpai tenda- tenda pecel lele yang buka pada sore hari hingga menjelang tengah malam seperti di Jalan Kertamukti, Pesanggarahan dan Legoso, banyak berdiri tenda-tenda pecel lele dengan trend mark yang berbeda-beda namun memiliki ciri khas yang sama yakni menjajakan pecel lele Lamongan. Meskipun namanya pecel lele Lamongan akan tetapi yang di jual tidak hanya ikan lele adapun daging ayam dan burung dara. Sementara itu, kita juga sering menjumpai banyak tenda-tenda pecel lele yang penuh dengan warga sekitar yang ingin membeli. Bukan cuma harga yang dibandrol murah tetapi karena ciri khas sambelnya yang enak dan bisa menjadi alternatif makan malam bagi warga sekitar maupun mahasiswa, menjadikan pecel lele memiliki sasaran pasar yang menjanjikan. Meskipun dari segi tempat kurang luas tetapi tidak menghambat bagi para pembeli untuk menikmati kudapan lezat ini. Penelitian ini berlokasi di sekitar Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan. Lokasi pedagang pecel lele Lamongan ini berada di sekitar Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di jalan Djuanda, jalan Legoso dan sekitar Jalan Kertamukti.

32

B. Sejarah Pecel Lele

Pecak lele atau disebut pecel lele adalah sebuah makanan yang murah dan meriah. Makanan ini sangat digemari di pulau Jawa sebagai alternatif masakan ayam, terutama ayam goreng. Di beberapa daerah memiliki julukan yang berbedabeda, di Jember biasanya disebut pecek lele, Malang menyebutnya lalapan lele. Biasanya penyajian pecel lele ini seperti penyajian pada ikan gurami, nila dan lainlain dengan khas dengan aroma terasi, sayur lalapan seperti kacang panjang, timun, dan kemangi. Warung pecel lele banyak berdiri di kota dan pinggir jalan dengan sebutan PKL, lesehan lalapan peceklele dan dibeberapa kampus seperti di Banten khususnya di Tangerang selatan. banyak berdiri penjual pecel lele yang melayani mahasiswa dan pegawaikarena harganya tergolong murah dan merakyat. Pecel lele sendiri merupakan sebuah hidangan lele yang cara penyajiannya digoreng sedikit garing (kering) dengan sambal khas Jawa beserta lalapannya. Pecel lele Ini bukan hanya menu favorit masyrakat jawa saja melainkan makanan yang sangat popular di semua kalangan masyarakat. Biasanya makanan ini banyak ditemukan di pinggir jalan dengan menggunakan tenda-tenda seadanya dan kebanyakan penjualnya adalah orang Jawa terutama dari masyarakat

Lamongan.

Asal kata Pecak atau Pecek sendiri merujuk pada lauk yang dipenyet atau digeprek lalu diberi sambal. Namun nama itu berubah ketika orang Jawa pergi ke

Jakarta dan sekitarnya menjadi pecel. Padahal pecel sendiri merujuk pada makanan lain yaitu aneka sayuran yang disiram dengan sambal kacang. Selain terkenal di Jawa Barat, nama Pecel ini juga merujuk pada makanan yang sama di

33

Jawa Tengah dan Jawa Timur. Semua ini berubah cerita ketika pergi ke daerah

Palembang dan sekitarnya. Letak yang kurang strategis atau cara penyajian dan kualitas makanannya bisa jadi kurang meyakinkan. Sebagian besar orang mengenal pecel lele karena sambalnya yang khas dan enak. Itulah yang kadang membuat banyak pembeli sering meminta tambah sambal. pecel lele selalu diasosiasikan dengan sambalnya yang enak. Setidaknya ada 3 hal yang membuat usaha pecel lele sangat potensial:

1. Populer (sudah dikenal), kita tidak usah mengenalkan lagi ke masyarakat

(menekan biaya promosi).

2. Bisa dimulai dengan modal yang kecil, buktinya banyak orang Jawa yang

notabene berasal dari daerah bisa membuka usaha ini.

3. Ciri khas sambal yang sering diasosiasikan dengan pecel lele menjadi

keuntungan tersendiri. Prinsipnya, makanan pedas sehingga dapat menarik

minat pelanggan untuk membeli lagi, ini memungkinkan terjadinya pembelian

ulang atau lebih banyak. Entah mengapa orang Indonesia sangat suka pedas,

dan tanpa anda sadari rasa pedas bisa meningkatkan nafsu makan(Iswandi dan

Husni, 2019).

Membahas pecel lele tidak dapat terlepas dari latarbelakanngnya.Jika dilihat dari letak gografis di Lamongan, sebagian wilayah di Lamongan Selatan tidak cukup memiliki tanah yang subur, sehingga sebagian masyaraktnya bekerja sebagai petani tambak ikan dan petani sawah. Karena jauh dari pesisir pantai menyebabkan banyak masyarakatnya lebih suka mengkonsumsi ikan air tawar misalnya ikan lele. Maka dari itu banyak masyarakat di Lamongan selatan lebih

34 jago mengolah ikan tawar dibandingkan dengan masyarakat di Lamongan utara yang sebagian besar berkerja sebagai nelayan dan kurang bisa mengolah atau pun jarang juga mengkonsumsi ikan tawar. Kenapa kebanyakan pedagang pecel lele berasal dari Lamongan selatan, Ya, karena lingkungan mereka yang jauh dari laut dan mereka biasa makan ikan tawar salah satunya lele itu. Kebiasaan itulah yang menjadi cikal bakal lahirnya pecel lele salah satunya ternyata lele sendiri merupakan salah satu ikan tawar yang mempunyai banyak gizi dan ikan lele pun mudah didapatkan.

Sejak banyaknya perantau dari lamongan yang datang ke Jakarta, sejak saat itu pula banyak warga Lamongan yang mencari peruntungan sebagai pedagang kaki lima yang mengatas namakan “Warung Pecel Lele Lamongan”. Di Jakarta banyak dijumpai pedagang warung pecel lele lamongan dimana pedagang tersebut menggunakan ruas-ruas trotoar sebagai tempat berdirinya tenda mereka, biasanya tenda tersebut tidak permanen dan tidak banyak memakan tempat. Oleh karena itu harga yang ditawarkan pecel lele relatif murah dan memiliki cita rasa yang tak kalah menggoda dengan makanan lainnya. sehingga pedagang pecel lele memiliki daya tarik tersendiri bagi penikmatnya.

Bukan hanya lele, pecel Lamongan juga memiliki menu lain seperti yang dicampur dengan sambel yang memiliki cita rasa khas dengan perpaduan kacang, cabe dan juga trasi membuat makanan satu ini mempunyai penggemar setia disetiap malamnya. Di Jakarta, warung pecel lele lamongan biasanya buka dari jam 16.00 WIB- 23.00 WIB. Hingga kini, sudah tercatat lebih dari 3.000 tenda warung pecel lele Lamongan berdiri di jakarta. Menjamurnya

35 pedagang pecel lele Lamongan di Jakarta berdampak positif dengan meluasnya para pedagang pecel lele Lamongan di daerah sekitar Jakarta seperti Tangerang.

(cnnindonesia.com/ada-cerita-di-spanduk-pecel-lele-lamongan-yang-ngejreng).

Alasan banyak menjamurnya pedagang pecel Lamongan di Ciputat dikarenakan letak lokasi Ciputat yang berada dekat dari Kebayoran Lama, di mana terdapat banyak masyarakat Lamongan yang merantau dan berjualan pecel lele disana atau bisa dikatakan sebagai tempat awal berdirinya pecel lele

Lamongan di Jakarta Selatan. Sehingga banyak orang lamongan yang menyebar hingga ke daerah Ciputat Tangerang Selatan. Sehingga banyaknya kuliner khas

Lamongan di Jakarta dan Tangerang, juga mendatangkan berkah bagi pembudidaya ikan lele dan peternak ayam potong. Terhitung setiap harinya warung pecel lele Lamongan menghabiskan ayam sampai dua truk (kompas.com).

Sementara itu menghabiskan berkilo-kilo ikan lele. Biasanya para pedagang pecel lele ini membeli sayur mayur di Pasar Induk Kramat Jati. Alasan para pedagang pecel lele Lamongan membeli sayur mayor disana adalah karena harga yang ditawarkan di Pasar tersebut terbilang murah dan terjangkau. Serta banyak penjual sayur mayur dan penjual pecel lele memiliki trust pada masing-masing personal atau biasa disebut langganan.

Adapun sejarah lainnya orang Lamongan banyak merantau ke Surabaya dengan berdagang. Mereka berdagang berbagai makanan seperti nasi gooreng, dan soto Lamongan. Kemudian pada tahun 1950-1960-an mulai membanjiri Jakarta dengan soto lamongannya dan pada sekitar tahun 1970-an mulai merambah ke berbagai wilayah, dengan trademark-nya sendiri pecel lele

36

Lamongan. Tidak ada kota di negeri ini yang tidak ada pecel lele Lamongannya.

Dari Aceh di ujung barat sampai Biak di ujung timur, dari Pontianak di hilir sampai Putusibau di hulu, aroma lele dogoreng menjadi sebuah daya Tarik dari pecel lele Lamongan ini adalah makanan khas kaki lima tetapi bisa juga menggaet kalangan kelas menengah dan juga atas. (Pontianakpost.co.id)

Walaupun satu dengan lainnya tidak memiliki hubungan dagang, tetapi warung pecel lele Lamongan memiliki kesamaan, selalu mengokupasi setiap lahan kosong di tempat keramaian, di depan took dan ruko, di pintu masuk perumahan, di pasar-pasar, di perempatan jalan, di terminal, di alun-alun kota. Perangkat warung pecel lele terdiri dari sebuah tenda yang besar dan luas, lampu yang terang benderang, dengan hamparan meja yang cukup panjang dan beberapa kursi mengelilinginya. Spanduk yang hampir sama menghiasi tenda itu, biasanya bergambar ikan lele atau apabila ada menu tambahan ada pula gambar ayam, bebek, atau pun burung dara. Yang mencirikan pedagang warung pecel lele adalah penjualnya tidak pernah seorang diri, biasanya terdiri atas dua pemuda atau lebih, yang masing-masing memiliki job-nya sendiri.

Fenomena pecel lele lamongan ini adalah sebuah proses penyeragaman selera untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dimana pecel lele bisa diterima oleh seluruh masyarkat, selain itu merupakan makanan yang egalitarian, murah meriah, sumber ikan lelenya bisa didapatkan di seluruh wilayah Indonesia, selain bisa menguntungkan bagi penjual pecel lele lamongan juga dapat membantu perekonomian bagi para pembudi daya ikan lele. Berbeda dengan usaha-usaha yang menggunakan sistem franchise (waralaba) dengan manajemen rasional dan

37 terukur, pecel lele bisa dikatakan menggunakan sistem kekeluargaan. Karena kebanyakan pemilik usaha warung pecel lele Lamongan merupakan usaha turun temurun dan usaha ini juga menjadi penggerak bagi perekonomian daerahnya, terbukti dari rumah-rumah mereka di kampung memiliki halaman besar dan megah dan desanya pun relatif makmur. (Detikfood.com). Dari data di sekitaran

UIN Syarif Hidayatullah yang tersebar di sepanjang jalan Kertamukti, Juanda dan legoso. Penulis mendapati sejumlah 12 pedagang pecel lele dengan nama yang berbeda-beda, seperti; pecel lele lamongan indah, pecel lele pakde bothak, pecel lele lelefator, pecel lele bu lastri, pecel lele pondok selera, pecel lele lamongan, pecel lele perawan, pecel lele lamongan sugio, pecel lele barokah, pecel lele mbah seto,dan pecel lele lamongan 8. (sumber observasi pribadi).

38

BAB III POLA JARINGAN SOSIAL PECEL LELE LAMONGAN

Pada bab ini peneliti akan melakukan analisis terhadap keseluruhan data yang telah peneliti peroleh dari penelitian lapangan terkait dengan pola jaringan sosial pecel lele diantara meliputi pada pelaku pedagang pecel lele dan komunitas pecel lele di Ciputat, Tangerang Selatan.

Dalam menjelaskan pola jaringan pecel lele, peneliti menggunakan teori dari

Mark Granovetter yang membahas mengenai pola dan proses pembentukan jaringan sosial pada pedagang pecel lele. Berikut adalah pembahasannya:

A. Norma Sebagai Tanda Kesuksesan

Pengertian dari norma dan kepadatan jaringan adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat, norma sendiri dianggap sebagai tatanan atau pedoman yang diciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang sifatnya memaksa dan disepakati oleh masinng-masing anggota masyarakat.

Dalam aktivitas masyarakat dijelaskan bagaimana masyarakat dalam melakukan tindakan ekonomi harus didasarkan pada adanya tujuan yang sama.Dalam penjelasannya tentang jaringan sosial yang merujuk pada tujuan yang sama terbentuk karena pada setiap anggotanya mempunyai harapan-harapan dalam tujuan yang sama. Tujuan ini merupakan pengikat setiap anggota kelompok. Dalam kelompok sosial terbentuk yang menghasilkan munculnya motif baru dalam memperkokoh kehidupan kelompok sehingga timbul sense of

39 belonging (rasa menyatu di dalam kelompok) pada setiap anggotanya (Soetarno,

1989).

Dari data yang ditemukan dilapangan norma-norma tersebut terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

A.1. Norma Sebagai Ideologi Bersama

Dalam pengertiannya norma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah kumpulan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Selain itu adapun pengertian lain yang menganggap ideologi merujuk pada keyakinan-keyakinan yang disepakati oleh para anggota penjual pecel lele.

Kaitannya dalam pedagang pecel lele norma ideologi dilihat dari bagaimana kesuksesan pedagang pecel lele bergantung pada aturan-aturan dari kyai baik berupa amalan-amalan ; do’a, wirid, puasa Sunnah, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan itu adapun yang menggunakan bantuan dukun untuk meghubungkan mereka (pedagang pecel lele) dengan dunia ghaib supaya dibantu dalam menyukseskan dagangan mereka atau penglarisan. Fungsi dukun ini adalah sebagai media kepada hal-hal ghaib yang transenden dengan menggunakan perantara dukun, pedagang pecel lele menyakini bahwa mereka akan terhindar dari kiriman pedagang lain seperti ; santet dan lain sebagainya. Banyak masyarakat di Indonesia yang masih menggunakan media dukun sebagai tempat untuk mencari kesuksesan misalnya di daerah sekitar Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Papua. Misalnya para pedagang pecel lele ini bersama–sama menggunakan tenaga ahli penglaris, seperti yang dikatakan oleh salah satu informan berikut :

40

“ ya itu mbak, kalau orang lamongan biasanya nanya “mas njalok e ngalor” (mas mintanya ke utara? Atau pantai utara), ya soalnya di utara itu sudah terkenal tentang ambil semacam itu mbak. Kayak di desa x itu sudah jadi rahasia umum soal “pesugihannya” mbak. Karena mayoritas di desa itu Nelayan, caranya biar dapat ikan banyak ya dengan ambil begituan supaya “Along” atau bahasa indonesianya itu biar dapat ikan banyak. nah saya juga pakai mbak, itu buat penglaris dagangan saya juga, saya memakai buat jaga-jaga juga takut nanti saya kena kiriman dari saingan penjual yang lain. Kalau saya itu memakai “Centong” sebagai penglarisnya mbak. Ada juga yang pakai irus tapi saya lebih suka pakai Centongnya mbak, karena kalau centong pembeli kurang memperhatikannya. “ (Wawancara Pribadi, Awam pedagang pecel lele, 2 November 2019). Bagi masyrakat jawa sendiri keyakinan-keyakinan dalam penggunaan penglaris atau hal magic sudah dianggap umum atau wajar bagi sebagian kalangan masyarakat. Bukan saja untuk memperoleh keuntungan akan tetapi juga untuk berjaga-jaga dari persaingan perdagangan. Seperti yang dikatakan oleh informan awam berikut :

“ya dapatin centong itu bisa ke orang pinter mbak di daerah utara Lamongan sana banyak. Kalau saya kan ngambilnya dari orang pinter (Pak Kyai) kalau pesugihan seperti tuyul itu ada juga mbak, ngambilnya di gunung surowiti”. (Wawancara Pribadi, Awam pedagang pecel lele, 2 november 2019). Selain itu, penglaris juga bisa berupa do’a atau ritual yang harus dijalani oleh para pengikutnya. Di Lamongan sendiri, banyak berbagai macam ritual-ritual yang harus dilakukan oleh warganya sebelum merantau atau membuka dagangannya, seperti yang di katakana oleh informan berikut :

“biasanya mbak, sebelum pergi keluar kota itu kita minta nasehat sama mbah kyai atau orang pinter supaya dagagan laris dan juga tidak dikirimin oleh pedagang lain, misalnya ya mbak saya harus menyiram air dan saya do’ain lalu sebelum membuka warung saya siram supaya adem mbak. Terus kalau sebelum membuka warung harus nanya dulu hari apa yang bagus, misal hari kamis ini weton saya, itu bagus buat membuka jualan ya saya turuti mbak.” (Wawancara Pribadi, Awam Pedagang pecel lele, 2 November 2019). Dari data tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwasanya keyakinan- keyakinan terhadap hal-hal berbau supranatural masih terjadi pada masyarakat di Jawa, seperti yang dikatakan oleh informan bahwasanya :

41

“saya tahu kyai itu dari sesama pedagang pecel lele mbak, selain untuk jaga-jaga dagangannya saya biar nggak mati, ya supaya laris juga mbak. Dan saya juga ngambilnya pakai do’a-do’a bukan tumbal seperti itu. Gini mbak dalam persaingan dagang itu ada namanya saling iri misal saya dagang disini, terus jarak 1 meter ada yang jualan lagi sama kayak saya. Ya biar usaha saya tidak mati ya saya harus pakai penglaris, pernah itu mbak awal-awal saya jualan disini itu nasi yang saya masak sering basi terus kata orang yang bisa ngelihat semacam itu bilang kalau dagangan saya ada yang ngirimin, jadi suasanya itu gelap. Dari situ ya bener mbak percaya nggak percaya ya harus pakai bantuan dari orang pinter”. (Wawancara Pribadi, Awam pedagang pecel lele, 2 November 2019). Dapat disimpulkan, bahwasanya keyakinan atau ideologi terhadap suatu hal yang dianggap sangat mempengaruhi kelangsungan dan kebertahanan usaha pecel lele Lamongan benar adanya. Dimana dalam ideology tersebut sesama pedagang pecel lele menggunakan bantuan penglaris sebagai penjaga usahanya supaya tidak mati akibat dari persaingan usaha dengan daerah lain.

Selajutnya, tentang spanduk pecel lele, dalam hal itu menunjukkan bahwasanya pedagang pecel lele mempunyai tujuan yang sama dalam hal pemasaran pecel lele, dimana dalam tujuan tersebut terdapat unsur-unsur yang menghubungkan antara aktor (pedagang) dengan unsur lain seperti adanya komunitas dan keseragaman dalam hal penggunaan spanduk pecel lele yang mencari ciri khas tersendiri. Seperti narasumber yang bernama Hanafi menjelaskan tentang tujuan berdagang pecel lele, seperti:

“Ya karena berdagang pecel lele juga sama juga melanjutkan tradisi mbak, kan orang Lamongan tradisinya usaha pecel. Ya saya juga ikut berjualan pecel biar dapat Barokahnya. Selain itu pecel lele juga menjanjikan untuk setiap pengusahanya. Selain itu tujuannya juga membuka tempat kerja untuk orang-orang sedaerah (Lamongan) dan yang pasti juga tujuan utama kami berdagang pecel lele agar nama Lamongan semakin dikenal oleh masyarakat luas.” (Wawancara Pribadi, Hanfi pedagang pecel lele, 27 juli 2019).

42

Selain tujuan yang sama adapun norma-norma yang disepakati oleh setiap masing-masing anggota pecel lele, dalam pengertiannya norma adalah suatu aturan yang tidak tertulis namun dapat disepakati dan ditaati oleh para anggota kelompok atau individu. norma disini berupa pakem-pakem yang dianggap penting dan berlangsung turun temurun dan saling terhubung antara satu dengan yang lain antara hak dan kewajiban dalam satu jaringan (Agusyanto,2007).

Jika dihubungkan dengan temuan dilapangan sejalan dengan hal itu menurut narasumber bernama Trisno, sebagai berikut :

“Karena selain untuk pemasaran, spanduk itu juga identitas kami. Kebanyakan yang bisa membuat spanduk lukis juga orang Lamongan. Walau ada pedagang dan penjual yang bukan orang Lamongan.” (Wawancara Pribadi, 7 November 2019).

Sementara itu, peraturan yang dibuat oleh komunitas pecel lele ini walaupun tidak tertulis tapi masing-masing anggota komunitas menerapkan dalam tindakan ekonominya contohnya memesan spanduk pecel pun harus dari orang asli

Lamongan.

Selain tujuan dan norma, adanya kerjasama pun dapat berperan aktif dalam pola jaringan sosial, dimana kerjasama ini merupakan suatu usaha bersama antara individu atau kelompok dengan maksud dan tujuan bersama. Kerjasama ini muncul akibat dari rasa saling ketergantungan satu sama lain sehingga dapat memperkuat tujuan dan maksud diantara mereka.

Seperti yang dikatakan oleh informan pengrajin spanduk pecel lele, bernama

Trisno. Trisno juga bergabung dalam komunitas pelukis spanduk pecel dan pedagang pecel di Facebook. Komunitas spanduk lukis Lamongan. Yang sekarang berganti nama menjadi komunitas pecel lele Lamongan. Lewat komunitas itu

43

Trisno mencari teman dan promosi spanduk. Bahkan lewat komunitas itu juga

Trisno berhasil menjual spanduk ke berbagai daerah dari Aceh sampai Papua.

Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk dengan adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu. Intinya, konsep jaringan dalam kapital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif . Sejalan dengan hal tersebut yang dikatakan oleh narasumber bernama Joko sebagai berikut:

“Dulu saya ikut perkumpulan orang-orang Lamongan gitu mbak. Saya kan buta denganJakarta, terus saya lihat ternyata banyak juga orang lamongan yang berjualan pecel lele. Awalnya aku ikut orang mbak sekitar 1 tahun mbak, 2016 ikut orang trus tahun 2017 saya memutuskan untuk membuka warung sendiri dengan modal seadanya mbak... Awalnya ya di emperan gitu mbak” (Wawancara Pribadi, Joko pedagang pecel lele, 12 Agustus 2019).

Sementara itu kerjasama antar pesaingan adalah strategi biasa yang ditemui dunia ekonomi dengan upaya untuk mengurangi saling ketergantungan. Namun tetap persaingan yang dimaksud mengarah pada persaingan positif dalam hal ekonomi, Seperti yang penulis temukan dalam lapangan, sebagai berikut:

“Yang saya tahu dari perkumpulan warga Lamongan itu harus saling rukun, saling membantu satu sama lain seperti memeberi informasi lokasi lahan kosong untu dagang dan terbukti setiap tahun setelah lebaran kita mengadakan acara halal bi halal untuk mempererat tali persaudaraan antar warga Lamongan yang ada di Jabodetabek biasanya perkumpulan itu diadakan di TMII tepatnya di Anjungan Jawa Timur” (Wawancara Pribadi, Joko pedagang pecel lele, 12 Agustus 2019).

44

A.2. Norma Sebagai Makna Simbolik

Norma dimaknai sebagai sesuatu yang tidak tertulis namun dipercaya dan dilakukan oleh para pihak yang menyakininya. Kata simbolik dalam pengertiannya adalah suatu simbol berupa lambing, hewan, tokoh, ataupun benda.

Simbol yang digunakan mempunyai makna terttentu yang mewakili suatu hal yang ingin disampaikan. Scott Plunkett mendefinisikan dalam interaksionalisme simbolik sebagai cara kita belajar dalam menginterpretasi serta memberikan arti atau makna terhadap dunia melalui interaksi dengan orang lain. Makna simbolik sendiri diperoleh melului proses intrepretasi dan komunikasi terhadap simbol- simbol disekitarnya. Dalam kaitannya dengan pedagang pecel lele sebagai fokus bahasannya berupa makna warna dan gambar yang ada di spanduk pecel lele.

Di tahun 1980-an perkembangan pecel lele membawa dampak lain, yaitu banyaknya spanduk warung pecel lele yang berfungsi sebagai penutup dan penanda, dapat dilihat bahwa perkembangan spanduk ini memiliki pola yang khas, yaitu dengan gaya dan perwarnaan yang sama tanoa sengaja, seolah-olah masyarakat Lamongan kala satu jiwa dan pemikiran. Selanjutnya di Era 1990-an sudah banyak yang punya rasa seni.

Spanduk pecel lele Lamongan sendiri memiliki ciri menggunakan warna hijau muda, oranye, kuning, dan jambon; nama gradasi warna; merah, oranye, kuning; ada bordir bingkai di tepi spanduk, dan mutlak dengan bergambar hewan sesuai menu makanan. Ciri khas lainnya adalah spanduk pecel Lamongan ini biasanya menggunakan teknik lukis. Selain pecel lele Lamongan spanduk pecel asal Brebes juga memiliki kesamaan menggunakan teknik lukis hanya saja

45 berbeda dari segi gambar, spanduk pecel Brebes tidak memiliki gambar hewan- hewan dan hanya menggunakan warna merah.

Gambar III.1. Contoh Spanduk Pecel Lele

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Seiring berjalannya waktu perkembangan spanduk pecel ini menyebar ke seluruh Indonesia dan dibuat oleh beragam orang, namun masiih memiliki ciri yang sama dan menjadi ikon tersendiri. Menurut salah seorang anggota komunitas pecel lele mengatakan:

“Karena selain untuk pemasaran, spanduk itu juga identitas kami. Kebanyakan yang bisa membuat spanduk lukis juga orang Lamongan. Walau ada pedagang dan penjual yang bukan orang Lamongan”.(Wawancara Pribadi, Trisno, 8 november 2019). Kata Trisno, pembuat spanduk pecel lele Lamongan lainnya telah mampu

menjual dari Aceh hingga Papua.

“Kami ada komunitas di Facebook, namanya komunitas Spanduk Lukis Lamongan. Sekarang berubah menjadi komunitas Pecel Lele Lamongan,” (Wawancara Pribadi, Trisno, 8 November 2019).

46

Gambar III.2. Contoh warna Jambon dan list hijau stabile

Dokumentasi pribadi.

Menurut Trisno “pedagang ini banyak yang ingin warna tetap sama dari depan atau belakang, karena banyak yang minta begitu akhirnya ini menjadi salah satu ke khas-an spanduk asal Lamongan”. Trisno menyebut tidak ada perbedaan antara spanduk pecel Lamongan yang satu dengan lainnya meskipun dibuat oleh tangan yang berbeda. Akan tetapi ada perbedaan sedikit yang bersifat teknis, seperti bentuk hewan, jenis huruf yang digunakan, dan nama “pecel” yang menyesuaikan dengan daerah si pedagang berjualan. Contohnya, di Bali, “pecel” disebut dengan “lalapan”. Menurut Trisno “perbedaan lain soal ukuran, kalau di luar Pulau Jawa ukuran spanduk bagian depan bisa sampai 10 meter atau lebih, sementara di pulau Jawa hanya 5 meter.”

Selain itu, menurut Hartono (49 tahun) mengatakan bahwa spanduk pecel lele memiliki gaya yang sama walau dibuat oleh orang yang berbeda, kesamaan ini terletak pada unsur yang tak pernah lepas dari warna cerah dan gambar hewan.

Menurut Hartono dahulu gambar hewan disesuaikan dengan menu makanan.

47

Pedagang akan menyajikan lele bila pada spanduk terdapat gambar lele, begitu pun ayam bila terdapat gambar ayam maka menu yang disediakan terdapat menu ayam. Seperti yang dijelaskan Jacob Sumardjo dalam bukunya Filsafat Seni :

“Setiap pengalaman seni selalu memiliki suatu pola. Suatu pengalaman terdiri atas berbagai unsur pengalaman (visual, audio, rabaan, audio-visual, berbagai jenis perasaan, pemikiran, dan hal-hal praktis) yang satu lain menyusun hubungan sendiri. Pola hubungan antar- unsur inilah yang dinamai pola atau struktur. Dan struktur hubungan inilah yang memberikan makna pada pengalaman tersebut” (Sumardjo, 2000).

Adanya keunikan tersendiri pada gambar-gambar dispanduk tersebut adalah pose lele misalnya, tubuh lele sering kali digambarkan meliuk. Pada lekukan tubuh lele digradasi dengan warna putih agar mengilat. Menurut informan mengatakan sebagai berikut:

“Gambar lele dibuat seperti itu biar ada seninya dan menarik. Kalau boleh jujur, mana ada lele belok begitu” (wawancara pribadi, Hartono, 7 november 2019).

Selain gambar lele, ayam pun pada spanduk selalu digambaran ayam kampung atau biasa disebut ayam jago. Padahal yang disajikan merupakan ayam negeri alias ayam broiler.

Makna dari pemilihan ayam jago dikarenakan pada dunia nyata ayam jago memiliki warna yang dominan hitam dengan corak oranye, hijau dan merah.

Warna itu dinilai menarik bila digambarkan pada kain putih. Jika yang digambarkan pada spanduk putih itu ayam negeri dengan corak warna putih mulus, hanya jenggernya yang berwarna merah, maka jika digabungkan dengan warna spanduk putih akan kurang menarik untuk dipandang.

48

“Nilai senilah yang dijual pada spanduk ini. Kalau dibilang bohong ya pasti bohong, gambar ayam kampung yang dijual malah ayam negeri,” ujar Hartono orang asli Lamongan.

Spanduk yang dibuat mereka dibanderol dengan kisaran harga Rp.120.000.

Kurang lebih ia menghabiskan Rp.30.000 untuk membeli kain katun tetoron, cat sablon dan penguat cat yang disebut binder. Dengan begitu ia mendapat utung sekitar Rp.90.000 per meter. Biasanya satu warung memesan spanduk sepanjang

10 meter, yang terdiri dari lima meter untuk bagian depan dan 2,5 meter masing- masing untuk sis kanan serta kiri warung. Spanduk bagian depan sepanjang 25 meter adalah ukuran terpanjang yang pernah Hartono buat.

GambarIII. 3 contoh simbol pada spanduk pecel lele lamongan

Sumber Google.

“Yang panjang itu biasanya untuk pedagang boga bahari, mereka minta banyak hewan-hewan bahari” (wawancara pribadi, Hartono,8 november 2019).

Rata-rata total per-bulan hartono mendapat pesanan spandik sepanjang 280 meter. Dengan jumlah ini dan untung per meter yang didapat, Hartono bisa mengantongi Rp.25.000.000 per-bulan. Dua setengah dekade menjadi pembuat spanduk pecel, Hartono sudah mengirim spanduk ke berbagai daerah di Indonesia kecuali Papua karena masih jarang teradapat pedagang pecel lele. Hartono pun

49 membuat spanduk dengan dua cara, yaitu lukis dan sablon. Sablon ia gunakan untuk huruf dan lukis ia gunakan untuk menggambar binatang. Kombinasi du acara itu dilakukan untuk menghemat waktu namun tak menghilangkan pakem spaduk pecel lele Lamongan. Dengan menggunakan kedua teknik itu, Hartono mampu mengerjakan spanduk sepanjang 10 meter setiap hari. Awalnya hartono akan menyablon terlebih dahulu sebelum melukis hewan. Sembari menyablon, dibantu oleh istrinya bernama Sriningsih, bertugas menjahitkan lis berwarna hijau muda.

Serupa dengan penjelasan Trisno, Hartono pun dulunya adalah pedagang pecel lele yang beralih profesi menjadi pelukis spanduk pecel lele, ia menjadi pelukis spanduk sejak 2016 lalu dan bertempat tinggal di Serang, Banten. Kembali lagi membahas soal warna, Trisno menjelaskan banyak pedagang pecel lele yang meminta spanduk dilukis dari belakang agar terlihat bagus dari dalam warung.

Padahal tanpa dilukis dari belakang warna yang dipantulkan di bagian depan pun tetap tembus sampai belakang.

Selain itu penjelasan dari informan Hanafi menyatakan bahwasanya warna juga memiliki masa-masanya atau trendpada tahun-tahun tertentu, seperti yang dijelaskan bahwa :

“Beberapa bulan lalu, list warna hijau dengan putih sebagai warna dasarnya menjadikan trend dan digunakan oleh beberapa pedagang pecel lele. Baru akhir-akhir ini balik lagi menggunakan warna putih dengan list berbeda seperti hijau stabile, kuning, oren dan merah”. (Wawancara Pribadi, Hanafi pedagang pecel lele, 27 Juli 2018).

Sementara perihal pemesanan spanduk lukis tersebut tidak tersedia disembarang tempat. Melainkan pemesanannya harus melalui orang Lamongan

50 dan mayoritas pelukis spanduk pecel lele berdomisili di daerah sekitar Lamongan

Selatan meliputi; Laren, Sekaran, Babat, dan Sugio. Akan tetapi di sebagian daerah di Jakarta Selatan pun menyediakan pembuatan spanduk lukis pecel lele, tepatnya di sekitaran daerah Kebanyoran Lama Jakarta Selatan. Seperti yang dinyatakan oleh informan bahwasanya:

“Saya beli spanduk lukis ini nggak jauh-jauh neng, ya di dekat sini di daerah Kebayoran Lama, nggak perlu jauh-jauh memesan di Lamongan, disini juga ada walaupun dengan harga yang berbeda. Kalau di Lamongan harganya kisaran Rp.130 ribu per-meter, sedangkan kalau disini harganya Rp.150 ribu per-meter tapi tidak perlu jauh-jauh harus pulang kampung.” (Wawancara Pribadi, Sumi pedagang pecel lele, 9 Agustus 2019).

Jadi, dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa spanduk pecel lele bukan hanya sebagai perlengkapan tambahan untuk berdagang melainkan juga mempunyai simbol-simbol yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan dapat memberi ciri khas bagi pedagang pecel lele Lamongan.

B. Ikatan Sosial Pedagang Pecel Lele

Dalam pengertiannya kuat dan lemahnya (ties) ini adalah manfaat ekonomi yang cenderung diperoleh dari jalinan ikatan, dimana dalam penjelasanya berupa poin-poin atau muatan apa saja yang dapat mempengaruhi pola jaringan sosial.

Dalam kaitannya dengan pedagang pecel lele kuat lemahnya (ties) ini terbagi menjadi beberapa muatan yakni; Pertama, hubungan sentimen. Dan kedua, hubungan interest (kepentingan).

B.1. Hubungan Kerabat, Suku Bangsa dan Sedaerah Asal

Hubungan kekerabatan adalah hubungan yang berupa huubungan kekerabatan antara keluarga yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, emosional dan sedaerah asal. Biasanya hubungan iki terjalin pada masyarakat

51 pendatang yang baru menginjakkan kakinya ke Kota, sehingga tujuan mereka pertama kali adalah pihak kerabat. Kerabat juga salah satu tempat untuk mendapatkan dukungan atau bantuan dalam menunjang kehidupannya. Namun jika kerabat tersebut dapat memberikan bantuan atau pun dukungan terhadap pencapaian tujuan-tujan individu bersangkutan, maka hubungan tersebut akan selalu terjalin dengan baik. Sebaliknya, jika pihak kerabat tidak dapat memberikan dukungan dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut maka akan berdampak pada ketidak harmonisan hubungan keluarga dan lambat laun kerabat tersebut akan ditinggalkan (Agusyanto,2007; 63).

Seperti yang dijelaskan oleh Sayyid mengatakan bahwa:

“Usaha pecel lele ini awal mulanya adalah usaha turun temurun dari keluarga, pertama Bapak saya merantau ke Jakarta sembari ikut dengan juragan pecel lele sebelumnya lalu seiring berkembangnya usaha tersebut, Bapak saya mulai mecoba-coba untuk membuka warung pecel lele sendiri. Setahun dua tahun usaha pecel lele Bapak saya berkembang pesat dan boleh dibilang laris manis sehingga Bapak saya mengajak saudaranya untuk membuka cabang Pecel Lele Pakdhe Botak di Tangerang Selatan dengan harapan bisa selaris warung yang ada di Kebayoran Lama. Dari situ keluarga saya mulai fokus untuk membuka usaha pecel lele Lamongan di berbagai daerah di Ciputat”. (Wawancara Pribadi, Sayyid pedagang pecel lele, 26 juli 2019).

Senada dengan yang dikatakan oleh narasumber lain bahwasanya:

“Awal mula saya ke Jakarta dulu itu karena suami saya dari dulunya berjualan pecel lele Lamongan di Tangerang, terus setelah saya kawin dengan suami saya saya lalu ikut pindah kesini dan juga membantu usaha pecel lele suami saya bersama-sama. Saya belajar berdagang juga dari suami saya” (Wawancara Pribadi, Ibu Sumi pedagang pecel lele, 9 Agustus 2019).

52

Adapun informasi yang penulis dapatkan dari narasumber lain yang menggunakan jaringan tetangga untuk melakukan urbanisasi ke Jakarta, seperti yang dikatakan bahwa:

“Saya pertama kali kesini tahun 1994, pada waktu itu saya ikut tetangga, saya ikut berjualan pecel dengan harapan saya bisa mengadopsi cara-cara dia (pemilik warung pecel lele) membuat pecel lele yang enak dan laris. Saya dulu ikut kerja di Kebon Jeruk Jakarta seiring berjalannya waktu saya mencoba mandiri dengan berjualan pecel lele di daerah Ciputat ini.” (Wawancara Pribadi, Santoso pedagang pecel lele, 10 Agustus 2019).

Selain itu jaringan kerabatan sedarah juga berpengaruh pada hubungan- hubungan kolektif bagi para anggotanya seperti narasumber kami yang menggunakan jaringan kerabat sedarah sebagai sarana untuk melakukan usaha pecel lele keluarga dengan membuka beberapa cabang di Ciputat. Berikut diagram runtutan cabang usaha Pecel lele Lamongan Pakdhe Botak:

Diagram III.1. Jaringan Kerabat Rumah Tangga Pecel Lele Pakde Botak

Keterangan:

1. Pakde Botak (Sebagai Pendiri Pecel Lele Pakde Botak)

2. Sayyid (Anak)

3. Paman Sayyid

4. Adik Sayyid

5. Ponakan Mas Sayyid

53

Disini terlihat bahwasanya pola ikatan kekerabatan sangat kuat dengan keterlibatan keluarga pakde Botak dalam menjalankan aktivitas ekonominya sebagai pedagang pecel lele.

Sementara di perkotaan sendiri, batas-batas kelompok sangat erat kaitanya dengan identitas atau kesukuan dari daerah asal. Dalam melihat pola batas-batas sukubangsa tersebut merupakan bentuk adaptasi dengan kelompok sukubangsa dalam memelihara atau menjaga eksistensinya, sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya. Salah satu perluasan dari batas-batas suku bangsa adalah sedaerah asal. Identitas kesukubangsaan dan daerah asal ini lebih mudah untuk dimanipulasi/diaktifkan guna mendapatkan dukungan atau solidaritas dari orang- orang yang merasa memiliki identitas yang sama. (Agusyanto, 2007; 64).

Selain itu, sirkulasi pendatang terjadi pada komunitas migran yang dimudahkan oleh jaringan dari ikatan dalam saling tolong menolong, adanya saling pinjam meminjam modal dan bantuan dalam hubungan dengan birokrasi.

Misalnya jaringan sosial orang Minangkabau melibatkan tidak hanya keluarga luas tetapi juga berkaitan kepada jaringan sekampung, senagari, seluhak, bahkan semina (Kato, 1982).

Suku bangsa juga mempunyai potensi lebih besar dibanding identitas umur dan jenis kelamin untuk menjadi wadah bagi kekuatan, karena didalamnya penggolongan menggunakan kebudayaan sebagai simbol untuk memelihara emosi dan perasaan yang berakar dalam kehidupan manusia suku bangsa yang bersangkutan (Barth,1969). Temuan di lapangan, pedagang pecel memiliki identitas yang terbentuk atas dasar persamaan dalam hal kesukuan Jawa dan atas

54 dasar kesamaan daerah asal Lamongan. dari sini Nampak bahwa pedagang pecel lele. Fungsi identitas sendiri adalah sebagai penyambung pedagang pecel lele satu dengan pedagang pecel yang lain untuk mendapatkan informasi ataupun untuk melakukan perkumpulan kedaerahan.

B.2. Jaringan Kepentingan (Interest) Dalam Usaha Pecel Lele

Hubungan-hubungan emosi yang terwujud dalam usaha untuk memelihara hubungan-huubungan kepentingan, atau Klik adalah wujud dari sebagian perluasan hubungan yang terjadi tertuju pada mereka yang tidak berhubugan langsung dalam jaringan kepentingan. Hal ini menggambarkan bahwa

“pemeliharaan hubungan kepentingan” berfungsi sebagai ungkapan terima kasih, keakraban dan saling mendukung dalam urusan penguasaan sumber daya.

Sehinngga bentuk yang paling signifikan dalam Klik tersebut adalah pengunaan hubungan-hubungan ‘perasaan-pemeliharaan’ sebagai penengah. (Agusyanto,

2007;137).

Keterhubungan didalam jaringan sosial merupakan suatu ikatan-ikatan multipleks (banyak muatan sosial yang dipertukarkan), di mana ikatan tersebut dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: (1) ikatan-ikatan multipleks “horizontal” dan

(2) ikatan-ikatan multipleks vertikal. Ikatan-ikatan multipleks horizontal terbentuk

Karena klik yang bersangkutan lebih mendasarkan diri pada pentingnya

‘perasaan’ atau ‘persamaan’ atas penguasaan sumber daya. Misal yang dikatakan oleh narasumber Leo bahwa :

“Awal mula saya berjualan pecel lele itu dulunya ikut orang Lamongan juga, tapi saya kerja jadi pegawainya karena dia pikir enak kalau mengajak orang yang sama-sama satu daerah asal. Saya dulu ikut kerja di daerah Kebon Jeruk Jakarta, lama kelamaan saya mencoba berjualan pecel lele

55

sendiri di daerah Tangerang dan bertahan sampai sekarang.” (Wawancara Pribadi, Leo pedagang pecel lele, 15 Agustus 2019). Dalam membahas jaringan sosial tidak terlepas dari beberapa macam bentuk jaringan sosial itu sendiri yang terbagi menjadi dua yakni jaringan sosial horizontal dan jaringan sosial vertikal. Didalam jaringan sosial horizontal yaitu seluruh anggota memiliki status sosial-ekonomi yang relatif sepadan. Sementara, dalam jaringan sosial vertikal, anggota-anggotanya tidak memiliki pendapatan yang sepadan dan mempunyai tingkatan-tingkatan dalam statusnya. Jaringan sosial yang bersifat horizontal terdiri atas (a) jaringan kerabat, (b) jaringan campuran kerabat dan tetangga. Sedangkan jaringan sosial vertikal terdiri atas (a) jaringan kerabat, (b) jaringan tetangga, (c) jaringan campuran kerabat dan tetangga, serta (d) jaringan campuran tetangga dan teman. Di dalam jaringan sosial vertikal terdapat hubungan-hubungan sosial yang bersifat patron-klien

(Kusnadi, 2000).

Adapun muatannya kedua, yaitu solidaritas.Solidaritas disini merupakan kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial. Makin tinggi pula solidaritas kelompok dan makin kuat pula rasa kepemilikannya (Soetarno, 1989).

Sementara solidaritas yang terbangun antara pedagang pecel lele

Lamongan memiliki pengaruh yang kuat dalam misalnya antara pedagang pecel lele membentuk perkumpulan-perkumpulan kedaerahan yang diberi nama bermacam-macam misal perkumpulan pedagang pecel lele ‘Mbah Lamong’, ‘Joko

Tingkir’ dan ARSAMBA. Dalam tindakan ekonomi adanya jaringan sosial memudahkan mobilitas sumber daya dan adanya perekat hubungan di antara

56 mereka. Sejalan dengan hal tersebut menurut salah satu narasumber bernama Leo menjelaskan sebagai berikut :

“Ya karena sama-sama orang daerah situ dan intinya sama-sama orang Lamongan mbak, biar ikatan kekeluargaannya kuat ya saya ikut perkumpulan tersebut. Selain manfaatnya menambah jaringan teman juga dapat memperkaya informasi soal berdagang pecel lele mbak. Terkadang banyak anggota baru yang ikut diperkumpulan itu ada yang memberikan saran gimana biar pecel lelenya laku keras, ada juga mencari lokasi dagang ya dapat dari perkumpulan itu, ada juga yang mencari tengkulak sayur mayur, ayam dan lele yang murah bisa dapet nomer telpon dari juragannya lewat perkumpulan itu mbak. Selain itu banyak lagi mbak, diperkumpulan itu kita seperti saudara sendiri jadi ibaratnya kaya banyak ‘Bolo’ atau teman gitu mbak.(Wawancara Pribadi, Leo pedagang pecel lele, 11 Agustus 2019). ”

Menurut ketua Forum Silaturahmi Putra Lamongan Soen’an Hadi Poernomo menjelaskan, bahwasanya antusiasme orang Lamongan yang tinggi untuk merantau disebabkan karena kondisi alam Lamongan tergolong keras di hampir semua penjuru sebagai berikut :

“Saking kerasnya sampai muncul istilah, ‘yen ketigo gak iso cewok, yen ketigo gak iso ndodok (kalau musim kemarau tidak bisa berbilas, kalau musim hujan tidak bisa jongkok karena kebanjiran).”(wawancara pribadi, Soen’an, 16 juli 2019).

Menurut Soen’an orang Lamongan berbondong-bondong merantau ke

Jakarta akibat dari peristiwa Gerakan 30 September PKI, sehingga banyak warga di Desanya melakukan urbanisasi, alasan tersebut tertuang dalam penjelesan sebagai berikut :

“Banyak orang pergi karena di desa tidak aman. Tujuan utamanya pada waktu itu adalah Jakarta. Setelah tinggal beberapa tahun sebagian perantau, membuka warung soto Surabaya. Dulu belum memakai nama Lamongan karena merasa minder dengan nama tersebut”, (wawancara pribadi, Soen’an (warga Siman Lamongan), 16 juli 2019).

57

Adapun berikutnya gelombang perantau dari lamongan secara besar-besaran terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Tahun 1970-an. Menurut salah satu informan menyatakan :

“Sudah ada beberapa pedagang Lamongan yang dianggap berhasil. Mereka kemudian menarik orang-orang sedesa untuk membuka warung Lamongan di Jakarta. (Wawancara pribadi, Soe’an, 16 juli 2019). Contohnya, pria asal Plososetro bernama Ahamd Juanedi, termasuk generasi pedagang Lamongan yang datang pada periode 1980-an. Bersama dengan istrinya yang telah ikut bekerja selama tiga tahun di warung milik orang lain, ia pun berhasil membuka warung dikawasan Bongkaran. kini penjualannya berkembang pesat di Jakarta.

Analisis lain dari teori jaringan sosial yang dikemukakan oleh Granovetter yang didasarkan pada ikatan kuat dan lemah, dimana ikatan kuat tersebut berupa nilai dan motivasi sementara ikatan lemah sendiri berupa hubungan yang lemah pula ikatannya dan individu akan merasa terisolasi dan kurang memperoleh informasi tentang apa yang terjadi dalam kelompok (Damsar, 2009:162).Lemah dan kuatnya suatu jaringan sosial menentukan perolehan suatu pekerjaan, karena kekuatan jaringan akan memberikan kemudahan dalam menjalankan kehidupan.sehingga perannya akan lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberikan bantuan. Ikatan kuat dicirikan sebagai waktu dan emosi intensif perilaku. Sedangkan ikatan lemah dicirikan dengan waktu dan emosi yang kurang intensif.

Jaringan sosial adalah hubungan yang terbentuk antara banyak indiviidu yang ada di dalam kelompok sehingga mencakup hubungan didalamnya berupa hubungan formal dan informal. Hubungan sosial ini adalah wujud dari gambaran

58 kerjasama antar kelompok yang muncul atas dasar ikatan sosial aktif. (Damsar,

2002).

Dalam kelompok masyarakat, jaringan sosial menunjukkan adanya hubungan sosial yang terikat atas dasar identitas kekerabatan, ras, etnis, pertemanan, tetangga, ataupun atas dasar kepentingan tertentu dan memperlihatkan suatu hubungan sosial yang terjadi sehingga lebih menunjukkan proses dari pada bentuk. (Parasmo dan Diyah, 2017).

Seiring berjalannya waktu sejarah mistis lele pun berganti dengan peluang ekonomis, dimana banyak masyarakat Lamongan merantau dengan membuka pecel lele di kota-kota besar. Walaupun ada banyak angggapan bahwa lele adalah ikan yang dikeramatkan oleh sebagian warga lamongan. Namun, kepercayaan tentang ikan lele yang dikramatkan lambat laun memudar. Ikan lele ternyata dapat menjadi salah satu hidangan yang membuat lezat yang dapat menghasilkan rupiah.

Dari kisah mitos tersebut menjadi salah satu latarbelakang lahirnya usaha pecel lele lamongan. Orang lamongan berjualan pecel lele selain mencari keuntungan juga sebagai upaya dalam tindakan ekonomi atas dasar relasi dari keluarga, seperti halnya pedagang Pecel Lele Lamongan.

Hubungan yang dibangun dalam usaha ini bisa dikatakan tidak kuat dan tidak lemah atau fleksibel tetapi, tidak semua orang yang diluar dari hubungan atau keterlekatan itu dapat masuk ke dalam rantai usaha tersebut. Menurut

Granovetter melihat bahwasanya katerlekatan sosial berlangsung pada realitas relasi sosial antar aktor ekonomi. Dimana keterlekatan sosial itu terkandung dalam relasi interpersonal aktor ekonomi dan jaringan sosial. Dengan demikian

59 keterlekatan sosial diekspresikan dalam interaksi aktor dengan orang lain. Hal ini terjadi pada proses ekonomi terstruktur dalam hubungan non-pasar seperti keluarga, kekerabatan, komunitas atau birokrasi. Sehingga Granovetter kemudian menjelaskan faktor trust atau dis-trust dalam interaksi antar pelaku ekonomi.

Tetapi hal ini tidak meghilangkan adanya faktor pilihan rasional dalam tindakan ekonomi. Ketika relasi sosial belum terbangun secara lekat dalam interaksi aktor ekonomi, maka kalkulasi rasional bisa menjadi basis ppertimbangan dalam tindakan ekonomi.

Sebagai contoh dalam usaha pedagang pecel lele Lamongan adalah adanya interaksi antara pemilik usaha pecel lele dan pegawai pecel lele di Ciputat. Pada tahap awal ketika pemilik usaha sudah mengenal secara intens pegawainya maka berdasarkan interaksi sosial yang semakin intensif, saling mengenal satu sama lain, ada kesamaan nilai dan pandangan dalam usaha mereka sehingga menguatkan trust diantara keduanya. Adanya saling kepercayaan dari masing- masing personal menjadikan pilihan rasional pun memudar begitu saja. Dengan adanya trust tersebut dapat memperkuat relasi antara pemilik usaha pecel lele dengan pegawainya, disini alasan mengapa orang Lamongan yang berjualan pecel lele lebih condong merekrut pegawai yang berasal dari kampungnya sendiri dikarenakan adanya trust dari kedua belah pihak. Trust ini dianggap salah satu faktor utama yang berpengaruh dalam usaha atau tindakan ekonomi pada setiap individu.

60

Tabel III.2. Informan Dilihat dari Daerah Asal, Pendidikan dan Status Perkawinan Nama Daerah asal Pendidikan Status

Sayyid Laren SMP Kawin

Hanafi Dandu Karangjiwo Kuliah Kawin

Joko Laren SD Kawin

Sumi Sugio SD Kawin

Leo Sambangan SD Kawin

Sumber: Data Primer Wawancara Informan.

Dari data diatas diperoleh kesimpulan bahwa faktor pendidikan juga mempengaruhi tindakan ekonomi para pelakunya. Dari data tersebut pelaku usaha pecel lele mayoritas berpendidikan SD yang kurang memiliki keahlian/ketrampilan yang memadai sehingga mereka memutuskan untuk menjadi pedagang kaki lima.

Selain itu, orang Lamongan dalam menjalankan usaha warung pecel lele dilakukan secara turun temurun, tidak semua orang asal Lamongan bisa menjalankan usaha warung pecel lele tersebut. Faktor geografis pun sangat mempengaruhi dorongan warga Lamongan yang merantau tersebut. Salah faktor utama mengapa warga Lamongan merantau ke Jakarta untuk berjualan warung pecel lele adalah karena sulitnya menyambung kebutuhan hidup di Lamongan itu sendiri, faktor tanah tandus dan sulitnya air juga menjadi faktor utama banyaknya warga Lamongan selatan meliputi Kecamatan Laren, Pucuk, Babat, Solokuro yang banyak berjualan pecel lele. Sementara di daerah Lamongan utara tepatnya di Kecamatan Paciran dan Brondong masyarakatnya lebih sejahtera karena faktor geografis dimana banyak terdapat laut dan juga tanah subur untuk lahan pertanian.

61

Faktor-faktor itulah yang menjadi pendorong sebagian warga Lamongan melakukan urbanisasi ke kota-kota besar termasuk Jakarta dan juga Tangerang.

Seperti yang dikatakan oleh sayyid sebagai berikut :

“Kesulitan ekonomi karena tidak punya tanah jadi kami pergi ke Jakarta, terusalasannya mengapa berjualan pecel lele? Karena pecel lele mempunyai sejarahnya sendiri bagi warga Lamongan dan kami hanya mempunyai bakat untuk membuat pecel lele selain itu kami tidak mampu (Wawancara Pribadi, Sayyid pedagang pecel lele. 26 Juli 2019)”.

Selanjutnya wawancara penulis dengan Hanafi pengusaha warung pecel lele yang bisa dibilang sangat muda, di usia 24 tahun dia sudah mampu mengembangkan usaha pecel lelenya sampai memiliki 3 cabang di daerah Jakarta.

Adapun wawancara penulis dengan Hanafi sebagai berikut:

“Awalnya saya mengikuti komunitas-komunitas pengusaha-pengusaha khususnya pecel lele di daerah Jakarta Selatan dan saya juga berkuliah di kampus Pengusaha Muslim, pertamanya saya membangun usaha pecel lele itu karena usaha turun temurun dari orang tua, Bapak saya juga mempunyai warung pecel lele dan sekarang warungnya diturunkan kepada saya, sampai bisa membuka tiga cabang ya karena saya juga berkuliah jurusan bisnis ekonomi dan saya juga sering mengikuti workshop-workshop untuk mencari kiat-kiat membesarkan usaha. (Wawancara Pribadi, Hanafi pedagang pecel lele, 27 Juli 2018).”

Menurut data yang ditemukan dari hasil wawancara di lapangan, awalnya pengusaha warung pecel lele Lamongan ini bergerak sendiri-sendiri dalam merintis dan mengembangkan usahanya. Seiring berjalannya waktu, mereka membentuk suatu komunitas-komunitas yang bermacam-macam seperti komunitas “Perkumpulan Mbah Lamong dan juga komunitas Joko Tingkir”. Dua komunitas merupakan salah satu contoh komunitas orang Lamongan yang ada di

Jakarta mencakup juga wilayah Tangerang Selatan. Komunitas-komunitas

62 tersebut memiliki peranan masing-masing dalam mengadakan suatu acara. Seperti yang dikatakan oleh informan kami yang bernama Hanafi sebagai berikut :

“Setiap penjual pecel lele itu mempunyai perkumpulan sendiri-sendiri, biasanya tergantung asal mereka sih. Kalau saya ikut komunitas Joko Tingkir itu anggota 50 orang, nah biasanya kami mengadakan pertemuan itu setiap bulan dengan agenda arisan dan iuran”. (Wawancara Pribadi, Hanfi pedagang pecel lele, 27 juli 2019).

Senada dengan Hanafi, data yang penulis temukan di lapangan juga sejalan dengan hasil yang penulis temukan sebelumnya, seperti yang di katakan oleh

Sayyid sebagai berikut :

“Kami mengadakan perkumpulan sama orang-orang pedagang pecel lele itu tiap setahun sekali bertepatan setelah Idul Fitri yang diadakan di Monas, dengan agenda arisan dan juga iuran untuk memberi santunan kepada fakir miskin, biasanya santunan yang kami berikan itu berupa THR. (Wawancara Pribadi, Sayyid pedagang pecel lele, 26 Juli 2019).”

Jika ditarik dengan konsep jaringan sosial, temuan diatas sejalan dengan apa yang dibahas pada jaringan sosial dimana dalam penjelasanya merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan tersebut terjadi dalam bentuk formal dan informal.

C. Peran Lubang Struktur sebagai “Bridging”

Dalam pengertiannya peran lubang struktur (structure holes) ini berada diluar ikatan lemah ataupun ikatan-ikatan yang berkonstribusi untuk menjembantani antara relasi individu dengan pihak luar. Dalam kaitannya peran lubang struktur di jaringan pedagang pecel lele adalah Bridging atau jembatan yang berupa “komunitas”. Dimana komunitas ini berperan sebagai penyambung atau jembatan dari individu (pedagang pecel lele) dengan kelompok pedagang

63 pecel lele lainnya. Bridging disini sangat mempengaruhi pola hubungan pada sesama pedangang pecel lele.

Komunitas yang mengatas namakan perkumpulan pedagang pecel lele

Lamongan di sekitar Jabodetabek antara lain; Mbah Lamong, Joko Tingkir, dan

ARSAMBA. Dari ketiga komunitas ini setiap komunitasnya mempunyai kegiatan masing-masing untuk para anggotanya. Menurut informan yang menjadi anggota dari komunitas Mbah Lamong menjelaskan bahwasanya :

“Semenjak saya ikut perkumpulan Mbah Lamong, kegiatan yang dilakukan untuk menjalin silaturahmi anggotanya berupa arisan mbak, arisan ini dikelompokkan pada tiap-tiap komunitas kecil seperti warga Laren terus nanti tiap tahun ada acara silaturahmi se-pedagang pecel lele di Jabodetabek. Biasanya perkumpulan itu berupa arisan-arisan dan silaturahmi setelah lebaran”. (Wawancara pribadi, Sayyid pedagang pecel lele, 26 Juli 2019).

Sejalan dengan pendapat dari informan Sayyid yang ikut dalam komunitas

Lamongan, menurut salah satu informan lalinnya yang berdagang pecel lele juga menyatakan bahwa:

“Saya juga ikut komunitas orang Lamongan mbak, saya malah ikut dua komunitas mbak, yang pertama itu saya ikut komunitas yang namanya “Joko Tingkir” terus yang kedua itu namanya “perkumpulan desa saya mbak tanpa nama”. Biasanya komunitas tersebut jadi ajang bertukar informasi dari satu pedagang dengan pedagang lainnya. Seperti saya ada lokasi buat jualan, saya nggak ada modal ya saya kasihkan ke temen saya yang sama-sama pedagang pecel lele gitu mbak. Selain itu komunitas juga menjadi tempat informasi dalam mendapatkan bahan baku mbak, biasanya itu orang-orang pada nyuruh ngambil sayuran dari pasar Induk Jakarta karena harganya yang lebih murah. Terus bahan baku lain seperti ayam, lele dan spanduk juga saya dapat informasi dari komunitas itu mbak”. (Wawancara Pribadi, Hanafi pedagang pecel lele, 27 juli 2019).

Pendapat yang sama juga diutarakan oleh informan Joko sebagai berikut:

“Saya juga disini sebagai anggota dari perkumpulan Joko Tingkir mbak, saya ikut perkumpulan itu ya dari teman saya yang sama-sama penjual pecel lele. Kegiatan yang dilakukan di komunitas Joko Tingkir ya macam-

64

macam mbak, ada arisan, ada juga halal bi halal untuk memperkuat tali persaudaraan mbak”.(Wawancara Pribadi, Joko pedagang pecel lele, 12 Oktober 2019).

Dalam fungsi jaringan sosial, yaitu:Pertama, sebagai sarana atau wadah dalam sebuah komunitas, jika tidak didapati aktor didalamnya maka tidak ada aktor dalam jaringan sosial yang terbentuk sehingga tidak ada tempat untuk memerankan peran masing-masing. Kedua, sebagai fungsi edukasi dalam jaringan sosial ini para aktor dalam suatu komunitas tidak hanya berperan sendiri sebagai aktor dalam jaringan. Tetapi juga berinteraksi antar individu dalam suatu komunitas. Disini perwujudan dari fungsi edukasi adalah menanamkan nilai-nilai untuk masing-masing anggotanya.

Ketiga, fungsi sosialisasi yaitu bagaimana suatu komunitas dapat dilihat dari proses sosialisasinya misal suatu komunitas mengadakan perkumpulan setiap sebulan sekali untuk melakukan arisan bersama. Atau pada penelitian pecel lele bisa digambarkan seperti komunitas pedagang pecel lele Lamongan “Mbah

Lamong” mengadakan acara halal bihalal dengan komunitas pedagang pecel lele

Lamongan lainnya yang berada di sekitar Jakarta. Sehingga proses interaksi sosial antar kelompok tetap terjalin.

Keempat, fungsi informasi, dalam suatu komunitas juga dapat menjadi sarana mencari informasi terhadap perkembangan pemasaran pecel lele. Karena dalam komunitas tersebut tidak sama dalam mengembangkan usaha-usaha perdagangan pecel lele satu dengan pedagang pecel lele lainnya. Dimana dalam perkumpulan tersebut biasanya saling tukar informasi dalam hal pemasaran, lokasi

65 berdagang, pembelian bahan baku dan lain sebagainya kepada antar penjual pecel lele lainnya.

Kelima, fungsi ekonomi yaitu dalam jaringan sosial pecel lele lamongan memiliki unsur ekonomi. Setiap aktor dalam pecel lele lamongan misalnya pedagang, pegawai dan pembeli saling berinteraksi. Dimana hal tersebut akan menimbulkan keuntungan bagi masing-masing pihak, karena apabila salah satu pihak merasa dirugikan maka jaringan sosial tersebut tidak akan berjalan.

Selain itu dalam jaringan sosial juga terdapat ikatan kuat dan ikatan lemah.

Hal ini dikemukakan oleh salah satu tokoh sosiologi yaitu Mark Granovetter.

Menurut Granovetter bahwasanya jaringan sosial memiliki titik tekan di dalam jaringan tersebut pada bagaimana ikatan tersebut berupa ikatan kuat (ikatan antara teman dekat) dan ikatan lemah (ikatan antar rekan kerja). Granovetter berusaha menjelaskan di dalam jaringan sosial tidak hanya hubungan kuat saja yang berpengaruh besar di jaringan tersebut tetapi jaringan lemah pun bisa menjadi penting. Karena jaringan lemah merupakan jembatan membuat interaksi masyarakat luas. Tanpa mengesampingkan ikatan kuat Granovetter menjelaskan bahwa ikatan kuat pun berpengaruh karena seorang individu akan saling membantu dan siap untuk di bantu. (Granovetter dalam Ritzer 2013;470). Dengan demikian, jika dilihat dari pola jaringan pecel lele ikatan kuat ini berupa pewarisan usaha secara turun temurun. Sedangkan ikatan lemahnya berupa ikatan teman dari luar keluarga. Disini teman diuar keluarga seperti teman antar anggota pecel lele yang berada dalam satu anggota komunitas. Sehingga peran aktifnya

66 dalam tindakan ekonomi hanya sebatas bertukar informasi tanpa ikut andil dalam proses aktivitas ekonomi dari pedagang pecel lele tersebut.

D. Keterlekatan / Ketertambatan

Adalah sebuah interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya sehingga dapat tindakan non-ekonomi tersebut sebagai akibat dari adanya jaringan sosial.

Dalam kaitan jaringan pecel lele, individu-individu yang ada didalam komunitas pecel lele membantu sebagai jembatan antara pedagang satu dengan pedagang lainnya. Ikatan lemah dalam kaitan jaringan sosial adalah ketertambatan tindakan non-ekonomi dalam kegiatan ekonomi. Menurut Granovetter (2005) ketertambatan adalah gambaran yang menjelaskan hubungan individu terhadap tindakan ekonomi dan non ekonomi,yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya. Kaitannya dengan ketertambatan non ekonomi, pada jaringan pedagang pecel lele akibat adanya pengaruh dari luar jaringan yang mempengaruhi tindakan ekonomi individu. Pengaruh dari luar jaringan sosial meliputi:

D.1.Pesugihan/penglaris

Pesugihan berasal dari kata dalam bahasa jawa “Sugih” yang artinya kaya/makmur/berlimpah secara materi. Pesugihan berarti cara-cara atau jalan yang ditempuh orang untuk meraih kekayaan. Ada du acara yang dilakukan untuk

67 meraih kekayaan (pesugihan). Yaitu cara halal dan haram, atau ada yang menyebutnya dengan istilah jalur putih dan jalur hitam. Pesugihan juga bisa dikatakan sebagai pencarian uang ghaib yang bisa digunakan di dunia nyata, ada banyak cara memunculkan uang ghaib dengan cara halal atau putih yakni dengan

Amalan dan do’a serta melakukan ritual yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam praktek pesugihan ini terdapat cara-cara seperti menyerahkan

Mahar, mahar yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai perjanjian untuk melakukan pengambilan uang gaib.

Dalam pesugihan memiliki Pesugihan pun memiliki beberapa jenis yaitu; a). Pesugihanbank gaib; b). Pesugihan tanpa tumbal; c). Pesugihan Jin Khodam; d), Pesugihanasma’; e).Pesugihantukar janin; f). Pesugihan uang sepasang; g).Pesugihantuyul; h).Pelaris usaha (jimat). Dalam kaitan pesugihan ini ada ritual atau kesepakatan dimana jika seorang menginginkan pesugihan harus terlebih dahulu membayar mahar. Ada beberapa kriteria penyerahan mahar kepada “juru kunci/orang pinter” antara lain:1). Untuk hasil 500 juta mahar seikhlasnya =

Rp.1.700.000; 2). Untuk hasil 5 milyar mahar seikhlasnya = RP.2.500.00; 3).

Untuk hasil 17 milyar mahar seikhlasnya = Rp.5.000.000. Perbedaan dari masing- masing tingkatan yaitu pada kecepatan penarikan dananya, semakin cepat anda akan mendapatkan hasil (Koran.tempo, 2015).

Dalam kaitan ekonomi, pesugihan/penglaris adalah upaya untuk mempercepat keuntungan serta merupakan salah satu jaringan sosial bagi para pedagang pecel. Seperti yang dikatakan oleh informan bernama X, dia menjelaskan bahwa:

68

“Nah kalau yang saya pakai itu penglaris mbak, itu buat penglaris dagangan saya juga, saya memakai buat jaga-jaga juga takut nanti saya kena kiriman dari saingan penjual yang lain. Kalau saya itu memakai “Centong” sebagai penglarisnya mbak.” (Wawancara pribadi, awam pedagang pecel lele, 2 November 2019).

Gambar. III.4.Contoh Centong Nasi Yang Sering Digunakan Sebagai Penglaris

Sumber: Google.com

Dari gambar diatas, centong adalah sebagai media/alat pelantara penglaris pada sebagian pelaku pedagang pecel lele. Walaupun centongnya sudah dalam keadaan butut dan sudah tidak layak digunakan, akan tetapi sebagian pelaku tetap menggunakannya karena dianggap “ajaib” atau memiliki kekuatan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi si pelaku pedagang pecel lele.

Adapun informan tersebut mengatakan alasannya memakai penglaris tersebut untuk :

“Kalau penglaris itu biasanya berupa bacaan Do’a dan Alat masak misal centong dan irus. Itu cara membelinya pakai “Mahar” ya semacam kita ngasih uang 10 juta ke orang pinternya nanti kita juga dapat penghasilan segitu kurang lebihnya mbak.” Dan “biasanya dari orang pinter dikasih satu kertas ditulis pakai bahasa Arab, katanya itu ritual sebelum membuka usaha ya dengan membacakan doa-doa itu ke air satu bak kecil lalu disiramkan ke tenda dagangan kita mbak, biar dagangan kita laris dan juga tidak diganggu atau dikirimin oleh pedagang lain. Ya ibaratnya kita nyari aman mbak dengan ritual siram air pakai do’a itu.” (Wawancara Pribadi, Awam pedagang pecel lele, 2 November 2019).

69

Tidak dipungkiri bahwa pelaku usaha pecel lele juga ada yang menggunakan cara-caa tersebut. Lalu selain meminta bantuan orang pinter untuk usahanya senidiri, sebagian pelaku usaha menggunakan cara ini untuk berjaga- jaga dari kiriman (hal magic) dari persaingan pedagang lainnya. Pernyataan lainnya tentang penglaris juga dijelaskan oleh informan sebagai berikut :

“Ya karena rata mbak, dipasar-pasar juga kan pakai hal-hal seperti itu supaya laris, nah kalau di warung-warung itu biasanya ada jimat atau aji- ajinya mbak. Sependengaran saya sih kalau di warung pecel itu dari centongnya, mbak coba cermati gimana gerak gerik penjual pecel kalau sedang manaruh nasi, kalau ada gerak geriknya biasa saja atau jika menaruh nasi atau kah ada gerakan dua kali membalik ke baskom wadah nasi, kemungkinan bisa jadi ibu itu memakai jimat centong sebagai pelarisnya, nah gerakan kedua itu diibaratkan jika kamu membeli nasi ini bisa kembali untuk membeli lagi. Tapi saya tidak bisa memastikannya ya mbak. Tapi coba mbak cermati dulu ada yang aneh nggak dalam cara membungkusnya. Kalau di warteg (warung tegal) biasanya bisa dilihat di atas pintu bagian dalam ada kertas kecil bertulisan arab-arab atau kayak tulisan jawa gitu mbak.” (Wawancara Pribadi, x, 2 November 2019).

Penggunaan penglaris juga di dukung oleh salah informan dengan menjelaskan bahwasanya:

“Nah kalau soal jimat itu memang benar, tapi kalau jimat-jimat itu adalah cara bisanya kalau kita makan di tempat orang china kita selalu melihat ada jimat yang ditempel. Pengertian jimat itu apa? Jimat itu sebuah kertas kuning yang diliihat di film-film vampire ditempelin dijidatnya vampire itu nggak gerak. Nah kalau orang cina menyebutnya “HU”. Nah itu kertas yang ditulis oleh para suhu-suhu seperti saya begini atau ada mungkin ada dari pemuka agama , itu nulis seperti itu tulisan yang mengandung sebuah energi yang membawa sebuah keberhasilan. Maknanya bisa macam- macam, ada jimat itu ditempel untuk menangkal serangan-serangan misal kita punya warung terus kita punya saingan, terkadang saingan kita nggak suka sama tempat kita karena tempat kita rame. Nah jimat itu gunaya untuk menangkal, karena pasti saingan kita itu pergi ke dukun dengan tujuan ingin menyerang warung itu , dukunnya disuruh pakai guna-guna atau jampi-jampi ya bisa dibilang nyuruh nyantet lah supaya sepi warungnya.” (Wawancara pribadi, informan Sunandar)

70

Menurut informan Sunandar, pedagang yang melakukan pesugihan berdasarkan :

“Ya selain pakai tumbal ya kita bisa cek tidak semua tempat makan atau warung yang gelap selalu memakai penglaris atau pesugihan ya lihat saja di zaman sekarang banyak juga tempat yang bagus-bagus dan bersih dengan penerangan yang banyak juga tetap memakai pesugihan (Tumbal), nah biasanya warung-warung itu biasa diketahui ya pasti ada ruang gelap dari sisi tertentu contohnya kalau di warung tegal jimat atau tumbalnya di atas pintu, atau di samping warung/tenda. Balik lagi kalau pesugihan hitam ciri khasnya itu gelap-gelap, tidak enak, terus tempatnya jelek tapi tetap saja rame. Sementara pesugihan putih itu biasanya yang punya usaha (Owner) itu “suka ngelakoni” artinya ngelakoni itu istilahnya dia itu menjalankan sebuah ibadah untuk penglarisan membaca matra, dan bersemedi sendiri. Selain meibatkan bantuan guru spiritual dia. Tapi kalau saya lihat pesugihan jalur putih dengan meminta bantuan untuk penglarisan dan juga dia ikut ngelakoni sendiri atau menjalankan pesugihan itu sendiri.”(Wawancara Pribadi, Sunandar)

Dari pernyataan tersebut, penggunaan hal-hal ‘magic’ atau ‘supranatural’ merupakan hal wajar dan erat kaitannya dengan kebudayaan Jawa. Dalam masyarakat jawa menggunakan hal magic bukanlah hal baru, dari sejak dulu masyarakat Jawa terutama Lamongan masih menganggap bahwasanya apapun kegiatan atau tindakan ekonomi harus dibarengi dengan hal-hal magic seperti: miritan, puasa, dan juga ritual lain yang berbau non agama (membaca jimat).

Selain penggunaan hal magic, para pedagang pecel lele juga ada yang menggunakan cara lain untuk melariskan dagangannya seperti yang dikatakan oleh narasumber bernama Hanafi :

“Saya kalau soal usaha tidak pakai dukun-dukun mbak, takut dampaknya nanti ke saya nggak baik. Ya saya pakai cara-cara yang lurus saja seperti melakukan amalan-amalan contohnya banyakin sedekah, sholat Dhuha dan baca Alqur’an dan rutin membaca sholawat.” (Wawancar Pribadi, Hanafi pedagang pecel lele, 1 November 2019).

71

Dalam membahas penglaris penulis hanya menjelaskan bahwasanya dalam setiap aktivitas ekonomi contoh pecel lele, penglaris merupakan faktor eksternal yang tidak dapat terpisahkan dari sebagian pelaku usaha, bagi mereka yang memiliki usaha yang ingin cepat meraih keuntungan, cepet laris, dan tidak bersabar maka, cara ini akan ditempuh.

Penglaris juga sebagai pendukung aktivitas pelaku ekonomi dalam perdagangan. Disini penulis menemukan penglaris bukan hanya sekedar hal yang berupa negatif akan tetapi juga ada sebagian yang positif. Kenapa bisa dikatakan posititf? Karena tidak semua ritual yang dilakukan oleh pelaku usaha pecel lele ini dikaitkan dengan hal-hal magic atau perdukunan. Masih ada yang menggunakan ritual keagaman seperti dzikir dan lain-lain sebagai syarat dan ritual penglarisan lainnya.

72

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan tentang Jaringan Sosial Penjual Pecel Lele

Lamonganpada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa jaringan pedagang pecel lele Lamongan membentuk empat pola dan proses jaringan sosial sebagai berikut: Pertama, Norma dan kepadatan jaringan. Pola jaringan ini menunjukkan bahwasanya pedagang pecel lele mempunyai tujuan yang sama dalam hal pemasaran pecel lele, dimana dalam tujuan tersebut terdapat unsur- unsur yang menghubungkan antara aktor (pedagang) dengan unsur lain seperti adanya komunitas dan keseragaman dalam hal penggunaan spanduk pecel lele yang menjadi ciri khas tersendiri.

Kedua, Kuat dan lemahnya jaringan. Pola jaringan pedagang pecel lele

Lamongan terasa sangat kuat karena diikat oleh jaringan kepentingan dan jaringan sentiment. Bentuk dari kedua jaringan ini adalah berupa hubungan kedaerahan sebagai sarana pedagang pecel lele dalam mengembangkan usahanya, dan tujuan dan maksud yang sama pedagang pecel lele dalam melakukan aktivitas ekonomi.

Ketiga, Peran Lubang Struktur. Pada pedagang pecel lele Lamongan, terdapat ikatan-ikatan yang berkonstribusi untuk menjembantani antara relasi individu dengan pihak luar. Dalam kaitannya peran lubang struktur di jaringan pedagang pecel lele adalah berupa “komunitas” dimana komunitas ini berperan sebagai penyambung atau jembatan dari individu (pedagang pecel lele) dengan kelompok pedagang pecel lele lainnya.

73

Keempat, Keterlekatan/ketertambatan. Ketertambatan non-ekonomi pada jaringan pedagang pecel lele akibat adanya pengaruh dari luar jaringan yang mempengaruhi tindakan ekonomi individu. Disini ketertambatan sosial dibagi menjadi dua, yaitu adanya pesugihan / penglaris dan interpretasi spanduk pecel lele.

B. Saran

Terdapat beberapa saran yang penulis kemukakan dari awal proses data hingga saat penulisan skripsi ini selesai. Diharapkan saran-saran dapat dijadikan sebagai bahan buah pikiran bagi akademisi selanjutnya:

1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema serupa,

diharapkan menjadi acuan dalam penelitian akademik selanjutnya.

2. Filosofi-filosofi tentang warna jambon dan simbol-simbol pada spanduk pecel

lele diharapkan dapat menginspirasi penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pemerintah diharapkan membuat lokalisasi atau menyiapkan lahan untuk

PKL yang lebih strategis.

4. Penelitian tentang pemanfaatan dukun dalam perdagangan PKL patut diteliti

oleh penelitian selanjutnya.

74

DAFTAR PUSTAKA

Buku Agusyanto, Ruddy.Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo. 2007. Damsar dan Indrayani. Pengantar Sosiologi Pasar, Jakarta :Prenamedia Group (Divisi Kencana).2018.

Damsar. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2011.

_____. Sosiologi Ekonomi. Bielefeld: PT.Raja Grafindo persada.1997.

Granovetter, Mark dan Richard Swedberg (eds). 1992. The Sociology of Economic Life. Boulder: Westview Press.

Kusnadi, Nelayan Strategi Adaptasi Dan Jaringan Sosial, Humaniora Utama Press (HUP).2000. Lee, Everret S, Teori Migrasi. Yogyakarta: Kependudukan UGM, 2000. Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosda. 2013. Ritzer, George dan Douglas J.Goodma, Teori Sosiologi Modern, Jakarta. 2004.

Ritzer, George dan Douglas J.Goodman. 2007. Teori Sosiologi (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Ke Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern) edisi terbaru. Yogyakarta: Kreasi Wacana. 2007. Smelser, J. Sosiologi Ekonomi, Penerbit Wira Sari renada media. 1990. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara ()

Tesis dan Jurnal Bonastar, Alfa East. Model Pelatihan Budidaya Lele Sebagai Upaya Pemberdayaan Dalam Menumbuhkan Motivasi Berwirausaha Pemuda Karang Taruna Di Desa Kreteranggon Kecamatan Sambeng Kapubaten Lamongan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, 2015.

Bukhari. Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Jaringan Sosial :Suatu Analisis Sosiologi, Jurnal Sosiologi USK, Volume 11 nomor 1, Juni 2017

75

Sukardono, Edi, Ma’mun sarma dan Komar Sumantadinat.,Strategi Pemasaran Restoran Pecel Lele Lela Cabang Pinangranti, Jakarta Timur, 2013

Handoyo, Eko. Modal Sosial Dan Kontribusi Ekonomi Pedagang Sayur Keliling Di Semarang, ForumIlmuSosial,Vol. 39 No. 2 Desember 2012.

Triyanti, Riesti, Christina Yuliaty dan Temy Apriliani. Peran Jaringan Sosial Nelayan Pada Pemasaran Tuna, cakalang, dan Tongkol.J. Sosek KP Vol. 9 No. 2 Tahun 2014.

Okatviari, Nanda Suliandri. dan Pambudi Handoyo. Jaringan Sosial Mucikari Pasca Penutupan Lokalisasi Dolly Surabaya. Paradigma. Volume 05 Nomor 02 Tahun 2017.

Hakim, Mohammad Wildan. dan Fx Sudewo. Fungsi Jaringan Sosial Dalam “Komunitas Kicau Mania Gresik”. Paradigma. 2018.

Haryono,Tri Joko S, Jaringan Sosial Migran Sirkuler : Analisis Tentang Bentuk Dan Fungsi. 2007.

Iswandi, Heri. Analisis Interpretasi Pada Spanduk Pecel Lele Khas Lamongan. 2019.

Siregar, padang Rihim, Modal Sosial Para Pedagang Kaki Lima Etnis Jawa Studi Di Daerah Nagoya Kota Batam, 2Jurnal Fisip UMRAH Vol. I, No. 1, 2011. Parasmo, Tri Hayyu dan Diyah utami, Jaringan Sosial Pedagang Barang Antic Di Kota Surabaya (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Pedagang Klithikan Barang Antik Di Jalan Bodri Kota Surabaya ). Paradigma.volume 05. Nomor 03. Tahu 2017.

Sumber Internet

Abdillah,Eksplorasi Rasa Dengan 3c. 2019. https://m.mediaindonesia.com/read/eksplorasi-rasa-dengan-3c diakses pukul 19.20 7 Oktober 2019.

76

Nindya Galuh Aprillia.2017. Ini Loh Asal Usul Makanan Pecel Lele. dari https://www.grid.id/ini-loh-asal-usul-makanan-pecel-lele-yang-nggak-ada- pecel-nya. Diakses pukul 20.00 8 Oktober 2019

Fahruddin, Hidayat, Pecel Lele Lamongan. https://www.pontianakpost.co.id/pecel- lele-lamongan diakses pukul 06.43 , 10 Agustus 2019.

Setiawati, Odillia Winneke.2019. Identitas Daerah Hijrah Warung Tenda. https://m.detik.com/food/info-kuliner/identitas-daerah-hijrah-dalam- wujud-warung-tenda diakses pukul 12.02 , 7 November 2019.

Putra, M Andika. Ada Cerita Dibalik Spanduk Pecel Lele Lamongan.https://m.cnnindonesia.com/hiburan/ada-cerita-di-balik- spanduk-pecel-lele-lamongan-yang-ngejreng diakses pukul13.30 7 november 2019 Nugroho.2015. Siman Cikal Bakal Warga Perantauan Lamongan. https://surabayanyuurip.com/kabar/baca/siman-cikal-bakal-warga- perantauan-lamongan diakses 1 November 2019

Tanpa Nama.2015. Sarjana Ekonomi Mencuri Tali Pocong Untuk Pesugihan. https://koran.tempo.co/read/sarjana-ekonomi-mencuri-tali-pocong-untuk- pesugihandiakses pukul 12.30, 8 November 2019.

Fikri, Dimas Andika. 2017. https://lifestyle.okezone.com/read/2017/food-story- menelusuri-sejarah-pecel-lele-dan-mitos-dibaliknya diakses pukul 14.00 , 8 November 2019

Sumber Wawancara : Wawancara pribadi dengan informan Sayyid, Ciputat,26 Juli 2019 Wawancara pribadi dengan informan Hanafi, Ciputat,27 Juli 2019 Wawancara pribadi dengan informan Sumi, Ciputat, 9 Agustus 2019 Wawancara pribadi dengan informan Santoso, Ciputat, 10 Agustus 2019

77

Wawancara pribadi dengan informan Joko, Ciputat, 12 Agustus 2019 Wawancara pribadi dengan informan Leo, Ciputat, 16 Aguustus 2019 Wawancara pribadi dengan informan X, Ciputat, 2 November 2019 Wawancara pribadi dengan informan S, Ciputat, 4 November 2019

78

LAMPIRAN

Berikut bukti transkip wawancara dengan beberapa informan selama penelitian.

Lampiran I

Hasil Wawancara

Informan Pedagang Pecel Lele

Nama : Sayyid

Usia : 30 tahun

Hari/tanggal : jum’at, 26 juli 2019

Waktu/tempat : 22.00 WIB. Kecamatan Ciputat.

Tempat tinggal : Ciputat

Afifah : bagaimana cara mas mengembangkan usaha pecel lele ini ?

Sayyid : oh.. ini dari usaha turun temurun sih , pertamanya dari keluarga terus turun temurun

Afifah : keluarga dari mananya mas? Dari paman atau kah dari ayah ?

Sayyid : dari bapak dan ibu

Afifah : oh dari bapak ibu toh, jadi nama warung “pak de botak” ini dari bapak mas?

Sayyid : iya itu nama dari bapak saya

Afifah : mas awalnya memulai usaha warung pecel lele itu gimana ?

Sayyid : awalnya berpindah-pindah mbak

LXXIX

Afifah : terus mulai menetap disini sudah berapa lama mas?

Sayyid : sudah kurang lebih 3 tahun mbak

Afifah : awalnya membuka warung dimana mas ?

Sayyid : diperampatan duren sawah lama sana

Afifah : oalah, terus selain di perempatan duren ada cabang lagi nggak mas ?

Sayyid : ada mbak di legoso sama merpati sawah lama

Afifah : terus usahanya mas ini melibatkan keluarga, saudara atau tetangga ?

Sayyid : keluarga mbak, yang buat usaha ini keluarga semua

Afifah : bagaimana mas caranya memajukan usaha ini ? apa ada perkumpulan komunitas pecel lele ?

Sayyid : ya, itu pasti.. kita ada grup setiap perkumpulan orang lamongan pasti ada grup

Afifah : oh berarti ada yang merekrut gitu mas? Orang dari lamongan juga atau enggak ?

Sayyid : tidak, usaha pribadi-pribadi

Afifah : usaha pribadi pengen merantau gitu nggeh mas ?

Sayyid: iya , missal ini lamongan endi..lamongan mana dikumpulin, dibuatin grup sendiri . jadi bisa saling bantu tolong menolong gitu.

Afifah : oh. Iya-iya

Sayyid : misal harga sembako lagi mahal nih. Jadi kalau kita bergantung kayak mau ambil dimana gitu biar harganya bisa lebih rendah.

Afifah : berarti ngambilnya itu bareng-bareng ta mas? Sayyid : iya kalau saat ini kan kebutuhan pokok lagi naik tinggi banget. Ya kalau kita ambil dari harga pasar sini kan ketinggalan jauh.

LXXX

Afifah : terus ngambilmya itu ten pundi mas ?

Sayyid : pasar induk

Afifah : pasar induk mana mas ?

Sayyid : pasar induk kramat jati.

Afifah : niku yang jualan tiang lamongan nopo mboten mas ?

Sayyid : ya. Perkumpulan tiang lamongan semua

Afifah : oalah itu sama tiang lamongan juga. Berarti bukan orang sini.

Sayyid : ada juga yang ambil dari orang sini.

Afifah : oalah, terus kembali lagi dipertanyaan awal mas . niki kebanyakan ngambil pegawainya dari keluarga ya mas ?

Sayyid : ya dari keluarga semua.

Afifah : bagaimana cara keluarganya mas mempekerjakan keluarga ?sa

Sayyid : ya namanya kan usaha keluarga. Namanya orang tua kan pengen anaknya semua sukses. Nah dari pada kita merantau sana sini kan. Apalagi sekarang kan ekonomi susah kalau ikut, di jakarta ikut perusahaan-perusahaan kan tau sendiri kan kebanyakan jalanan macet. Kalau masalah pribadi orang jawa sendiri kan kayak nggak punya usaha sendiri biar sedikit-sedikit ada kan gitu.

Afifah : terus apa karena biaya atau karena apa kok bisa ngambil pegawainya itu orang yang sama-sama lamongan ? apa karena bayarnya lebih murah atau apa? Atau lebih enak bayar keluarga sendiri dari pada bayar orang lain gitu?

Sayyid : enggak gitu sih, kalau disini sistemnya enggak bayar-bayaran. Yang namanya orang tua ini kan dulu dikasih modal dibukakan ini coba berhasil apa enggak, berkembang atau enggak.

Afifah : oalah dikasih usaha gitu ta mas ?

Sayyid : iya

LXXXI

Afifah : biar kasarnya tidak nganggur gitu ya mas ?

Sayyid : iya . dibelajar-belajarin dulu mbak, coba dites bisa nggak ngelolah warung, mampu nggak kalau nggak mampu masih belajar usaha terus

Afifah : mas alasannya kok ngambil ayam dari pasar induk itu ?

Sayyid : kalau ngambil ayamnya mah disini

Afifah : oh disini, terus yang ngambil di pasar induk itu apa aja mas ?

Sayyid : sayur aja

Afifah : terus kalau ayamnya ngambil dimana mas ?

Sayyid : jujur kalau ayamnya sih kita udah punya langganan biar bisa dapet harga agak miring lah

Afifah : itu yang jual orang mana mas ?

Sayyid : orang jawa

Afifah : itu orang lamongan juga mas ?

Sayyid : bukan. Itu orang jawa tengah.

Afifah : itu ngambilnya di daerah Ciputat atau dimananya?

Sayyid : ciputat

Afifah : ciputat yang deket flyover yang samping megamall itu ta mas ?

Sayyid : bukan

Afifah : terus dimananya mas ?

Sayyid : pasar ciputat masuk kedalam gang

Afifah : Cuma sama-sama orang jawa ya mas ?

Sayyid : iya bener

Afifah : berarti ngambil ayam, lele sama sayurannya beda-beda ?

LXXXII

Sayyid : iya. Kalau masalah lele udah ada yang nganter , orang sini asli.

Afifah : oh. Ngambil lele-nya dari orang sini

Sayyid : iya. Disini udah ada peternakan lele. Kalau ada tinggal dianter lele- nya.

Afifah : berarti mas ngambil bahan itu dari lele-nya orang sini, sayurnya orang lamongan dan ayamnya orang jawa tengah ya.

Sayyid : iya bener mbak.

Afifah : bagaimana alasan mas kok bisa berjualan pecel lele? Kenapa tidak berjualan yang lain seperti atau sea food? Kok masnya jual pecel lele sama soto?

Sayyid : sejarah.

Afifah: sejarahnya apa mas ?

Sayyid : sejarahnya dulu kan kuli pecel lele. Awalnya ngguli ikut orang akhirnya punya modal buka sendiri, terus berhasil, buka cabang.

Afifah : ikutnya sama orang di lamongan atau disini ?

Sayyid : disini.

Afifah : berarti sudah lama ya mas ikut orang ?

Sayyid : kalau disini ya sudah lama ikut orangnya.

Afifah : sudah berapa tahun mas nya ikut usaha keluarga ini ?

Sayyid : sekitar 13 tahun

Afifah : berarti masnya uda lama disini?

Sayyid : iya..

Afifah : mas sistemnya warung ini kerjasama atau koperasi atau usaha pribadi mas?

LXXXIII

Sayyid : usaha pribadi

Afifah : mas sampean beli spanduk itu dimana ?

Sayyid : beli di lamongan mbak, pesen.

Afifah : berarti belinya ada di komunitas pecel lele lamongan mas ?

Sayyid : ada

Afifah : mas itu sepanduknya ngeprint atau gimana ?

Sayyid : ngelukis kalau ini mbak, baru kalau yang benner-benner ini ngeprint. Tapi kalau benner gini kan cepet rusak, kena angina aja sobek.

Afifah : berarti harus pesen di orang lamongan ?

Sayyid : iya, harus pesen dulu minimal sebulan lah

Afifah : pesennya harus di orang lamongan mas?

Sayyid : iya di orang lamongan.

Afifah : mas pesennya ini (spanduk) dimana mas ?

Sayyid : pesennya di Babat.

Afifah : di babat lamongan mas? Lakok jauh mas ?

Sayyid : biasanya emang pesen disitu mbak

Afifah : cara mesennya gimana mas?

Sayyid : kan kita dulu pesen dulu nanti kirim foto lalu di ambil

Afifah : mas bagaimana caranya keluarga mas memajukan usaha ? apa dari nol?

Sayyid : kalau usahanya sih dari nol kita, ngerintis dari bawah ke bawah. Ya, Alhamdulillah sudah sampai seperti inilah. Kalau usaha mah yang penting niat yakin aja gitu.

Afifah : berarti tidak pinjaman dari koperasi ya mas ?

LXXXIV

Sayyid : tidak ada

Afifah : berarti pakai uang pribadi ya mas ?

sayyid : iya.

Afifah : terus beli bahan bakunya itu tiap kita dateng ke pasar langsung bayar atau perbulan ?

Sayyid : langsung bayar mbak

Afifah : oh. Berarti pas kita ngambil barang langsung bayar ?

Sayyid : iya bisa juga sih kita dalam tempo sebulan bayarnya, tapi kan kita lebih enak bayar langsung mbak.

Afifah : berarti ada jangka waktu temponya juga ya mas ?

Sayyid : iya ada. Bisa juga bayar sebulan nyicil gitu tapi kita ambil yang langsung bayar hadir itu juga

Afifah : kalau bahan baku habis tinggal beli langsung bayar gitu aja ya mas ?

Sayyid : belinya biasanya tiap pagi dan tiap hari bayar

Afifah : berarti beli lelenya juga gitu mas ?

Sayyid : iya gitu juga.

Afifah : mas warungnya sampean ini ikut komunitas lamongan atau enggak ?

Sayyid : kalau buat merintis usahanya sih dari pribadi. Adanya sih komunitas keluarga semua.

Afifah : kalau komunitas keluarga itu sudah buka cabang berapa mas ? dari paman, pakde ?

Sayyid : saatnya ini sih sudah 12an mbak

Afifah : itu usahanya tersebar dimana aja mas ?

LXXXV

Sayyid : wah jauh mbak. Kalau yang di Tangerang ini ada 4, sisanya di jakarta selatan dan jakarta barat.

Afifah : warungnya yang paling banyak itu tersebar dimana mas?

Sayyid : di Jakarta Barat.

Afifah : nah dari cabang-cabang warung itu kira-kira ada perkumpulan nggak mas ?

Sayyid : ya ada mbak, arisan keluarga. Kita bentuk arisan gitu.

Afifah : arisannya itu kapan mas?

Sayyid : setiap lebaran sih mbak, setahun sekali.

Afifah : mas, sampean dan keluarga perkumpulan orang Lamongan nggak ?

Sayyid : ikut mbak

Afifah : apa nama perkumpulannya mas ?

Sayyid : namanya perkumpulan pecel lele lamongan.

Afifah: oh namannya pecel lele biasa gitu mas ? mboten ada sebutan lain gitu?

Sayyid : biasanya sih di panggil perkumpulan “Mbah Lamong” gitu.

Afifah : owalah.. manggilnya mbah lamong, Mas ngapunten, ini lahannya nyewa atau milik sendiri?

Sayyid : lahannya ini nyewa.

Afifah : boleh saya tahu mas, berapa pengeluaran mas untuk menyewa lahan ini ?

Sayyid : 2 juta perbulan.

Afifah : oh 2 juta perbulan. Ini nyewanya per-bulan atau per-tahun mas?

Sayyid : perbulan mbak

Afifah : mas disini ada preman-preman gitu nggak ?

LXXXVI

Sayyid : oh banyak mbak

Afifah : sehari itu premannya bisa berapa kali dateng mas ? sayyid : dulu banyak mbak, sekarang mah nggak kayak dulu. Preman masih banyak tapi pungli (pungutan liar) sudah nggak ada.

Afiifah : berarti mas tidak ada penegluaran untuk membayar preman dong?

Sayyid : ada mbak. Kita tiap setahun sekali setiap lebaran kita ngasih jatah tapi seikhlasnya.

Afifah : oh. Ngasihnya setahun sekali toh. Itu premannya orang mana mas ?

Sayyid : orang sini.

Afifah : berarti nggak ada punggutan liar ya mas ?

Sayyid : nggak ada mbak. Cuma kita aja yang inisiatif ngasih . tapi kalau maksa-maksa minta jatah gitu sudah nggak ada. Premannya juga udah bikin komunitas sendiri sih. Kalau idul fitri setahun sekali ngasih.

Afifah : oh berarti kayak ngasih THR gitu ya mas ?

Sayyid : iya bisa dikatakan seperti itu. Tapi seikhlasnya kita kalau ngasih.

Afifah : berarti nggak tiap hari minta atau tiap minggu ?

Sayyid : enggak ada. Aman sini.

Afifah : oh aman.. mas maaf, setiap bulannya itu mas nya ngeluarin biaya berapa untuk usaha ini?

Sayyid : kalau biaya sebulan buat ngontrak aja ya 2 juta.

Afifah : terus pengeluaran buat beli bahan-bahanya gitu lho mas ? ngeluarin biaya berapa?

Sayyid : kalau di kalkulasikan mah sehari aja kita ibaratkan 3 juta, jadi 3 juta kali 2 juta 30 kan 6 juta ya, jadi 8 jutalah sama bayar lampu-lampu dan listrik

LXXXVII anggap ajalah sejuta-an jadi 7 juta sama biaya ngontrak 2 juta jadi 9 jutaan lah tiap bulan.

Afifah : terus masnya tinggal dimana ini mas ?

Sayyid : deket sini mbak jalan jambu.

Afifah : masnya ngontrak atau bareng anak istri ?

Sayyid : Saya sendiri. Anak istri di lamongan.

Afifah : terus kalau orangtua nya mas yang merintis usaha warung pecel lele ini tinggal dimana ?

Sayyid : oh itu sekarang yang megang paman.

Afifah : terus orangtua megang warung dimana lagi mas ?

Sayyid : kalau bapak megang di sawah lama deket indomart jalan merpati.

Afifah : berarti di kecamatan ciputat ini ada berapa mas ?

Sayyid : ada 4 cabang mbak.

Afifah : kenapa diciputat hanya buka satu warung mas?

Sayyid : soalnya lahannya di ciputat susah mbak. ya walaupun di Ciputat cuma satu tapi Alhamdulillah di lain tempat masih dapet lahan mbak. Namanya usaha merintis mbak.

Informan ke-2

LXXXVIII

Nama : Hanafi

Usia : 24 tahun

Hari/tanggal : sabtu, 27 juli 2019.

Waktu/tempat : 19.30 di warung pecel lele.

Alamat : Tebet

Afifah: mas bagaimana cara mengembangkan usaha pecel lele lamongan ini? Hanafi : jadi gini mbak, ketika saya mengembangkan usaha adalah pertama, yang saya lakukan mengikuti komunitas-komunitas pengusaha-pengusaha khususnya di daerah Jakarta Selatan dan saya juga kuliah di kampus pengusaha muslim. Disana kita mempelajari bagaimana cara mengembangkan bisnis. Bahkan, tidak hanya itu. Kita juga belajar bagaimana memulai bisnis dari nol.

Afifah : berarti mas mengikuti training dulu ?

Hanafi : bukan training, tapi kita ini kuliah . saya kuliah itu ada dikampus. Saya itu ikut kuliah tapi nggak Cuma kuliah seminar juga saya ikut, workshop juga ikut, mengikuti pelatihan-pelatihan bisnis juga sering yang dilakukan oleh kampus pengusaha muslim. Mulai dari manajemen keuangan, bagaimana cari karyawan terus bagaimana cara mengatur bisnis, terus model bisnisnya apa terus kita juga belajar bisnis itu bukan mandek di omset tapi bagaimana kita punya visi mati kita juga punya api bisnis. Karena dalam bisnis itu penting banget visi mati dan api bisnis. Nah seperti apa visi mati itu dari bisnis ini apa yang nantinya kita buat untuk umat sehingga setelah kita meninggal tetepp bisa jadi amal jariyah kita. Contoh kita membangun masjid di 10 daerah terpencil dan disitu tetep eksis dong tetep digunakan meskipun kita tidak didunia itu tetap bermanfaat bagi orang banyak itu visi mati. Bagaimana dengan api bisnis, api bisnis itu seperti ini mbak, kalau kita punya usaha itu bagaikan kita sudah ada kompornya, kita sudah ada gas

LXXXIX elpiji dan lain sebagainya ada panic ada airnya. Sudah jalan itu usaha apinya itu baru kecil bagaimana membesarkannya? Nah ini api bisnis. Kita bisa menggunakan setiap bulan kita membelikan token listrik di masjid terdekat, kita bisa memberikan setiap minggu sedekah nasi 100 box di setiap minggu itu istikomah terus. Kita bisa apa dengan usaha itu pengen menghajikan atau mengumrohkan orang tua. Megumrohkan setiap tahun orang yang terdekat yang kita kenal ataupun temen-temen ataupun tetangga dan lain sebagainya itu api bisnis. Itu untuk cara mengembangkannya saya dari belajar di kampus itu mbak.

Afifah : oh tahunya dari kampus ya mas?

Hanafi : iya mbak dari kampus.

Afifah : terus ketika membuka warung pecel lele itu apakah mas mempekerjakan saudara, kerabat atau tetangga atau temen yang sama-sama berasal dari lamongan ?

Hanafi : oh, temen. Kalau temen iya. Kalau kerabat pernah juga. Tapi kalau kerabat efeknya agak jelek.

Afifah : kenapa itu mas ?

Hanafi : efeknya itu gini, kalau kita nyuruh-nyuruh kurang enak.

Afifah : oh soalnya mas lebih muda ya?

Hanafi : ya bisa jadi . lebih muda terus sama-sama kerabat nyuruh-nyuruh malu lah.

Afifah : sungkan ya mas?

Hanafi : iya sungkan, kalau kita sama orang lain kan enak, sekarang karyawan saya Alhamdulillah ada 5 dan itu bukan orang satu kampung dengan saya, bahkan satu lamongan enggak, kita nggak pake.

Afifah : oh masnya ngambil karyawan dari luar lamongan ?

Hanafi : iya, saya ngambil dari tuban 1,dari cilacap 1 dan dari pekalongan 2.

XC

Afifah : alasannya kenapa mas kok nggak ngambil dari lamongan ?

Hanafi : di lamongan itu menurut saya “orangnya kurang kalau diajak jualan pecel lele kurang baik”

Afifah : kurang di percaya gitu ta mas ?

Hanafi : kurang dipercaya iya, kerjanya males-malesan dan apa namanya itu seenaknya sendiri. Nah ini kenapa kok melibatkan orang diluar lamongan khususnya orang jawa tengah seperti pekalongan, cilacap dan sebagainya. Karena kinerjanya yang mereka berikan mereka janjikan. Terpercaya iya, kerjanya bener- bener, serius kerja dan jujur. Nah jujur ini yang susah kita nyari.

Afifah : emang pandangan mas orang lamongan itu kurang jujur ya ?

Hanafi : bukan kurang jujur dalam artian jujur ini tidak bisa disama ratakan. Kan ini balik ke individualnya. Tapi memang setelah saya dapat beberapa kali orang lamongan saya dulu pernah mbak punya pegawai orang lamongan itu sampek satu kampung itu 3 orang. Satu kampung 3 orang bermasalah 1 nggak bener kerjanya tiga-tiganya pulang.

Afifah : oalah, mungkin ngompori gitu ya mas?

Hanafi : hehehe ngompori. Jadi saya sudah tidak pakai orang lamongan lagi. Itu jadi image yang kurang baik dari orang lamongan. Tapi ini nggak semuanya ya mbak tidak bisa kita sama ratakan karena balik ke individu.

Afifah : terus pas ngambil orang jawa tengah itu mas ngasih tempat tinggal atau ngekos sendiri?

Hanafi s: kalau dijakarta memang kita nyewa satu rumah yang besar itu banyak kamar, satu rumah itu ada 4 kamar. 2 kamar untuk karyawan dan 2 kamar lagi buat kita.

Afifah : itu ngambil orangnya dari mana mas?

Hanafi : kalau kita itu dari mulut ke mulut, saya cari orang dari temen ke temen atau dari pelanggan atau dari orang-orang yang di pasar, misal saya tanya

XCI ke penjual di pasar mbak ada orang nggak yang mau diajak kerja gitu . lebih dari mulut ke mulut. Bisa juga saya menggunakan kayak saya punya karyawan 1 saya pasrahkan aja cari temen.

Afifah : terus mas ngambil bahan baku ayam dan lelenya itu dari mana? Sama- sama penjual dari lamongan atau ngambil di pasar deket sini?

Hanafi : oh enggak. Kita biasanya seringnya kita ke kandangnya langsung.

Afifah : oh ke peternaknya atau produsennya ya mas?

Hanafi : ada di daerah Jatinegara itu ada kandang ayam nah, semua penjual ayam disana itu ngambil disitu, termasuk kita ngambil disitu juga. Kita motong sendiri, kenapa kita motong? Karena kita lebih.. kalau beli dipasar itu khawatir sebenarnya. Khawatirnya tentang kehalalan pemotongan ayam itu sendiri.

Afifah : oh berarti masnya punya pegawai buat motong ayam dong?

Hanafi : enggak, disana kan nanti kita kesana aja, nanti kita bisa motong sendiri. Kalau kita kesana kan kita bisa lihat sendiri “mas kita ingatkan baca bismillah” atau kita bisa motong sendiri. Disana kalau dikandang itu bebas mbak, nilai plusnya mbak kita bisa lihat sendiri cara memotongnya, nilai plus keduanya harganya lebih miring dan sangat jauh dari harga pasar. Tapi kita pernah juga beli di pasar dan itu pun nggak semua orang mau atau semua kita samperin enggak kita datengi eggak. Tapi ada beberapa tempat yang kita datengi dan kita juga tahu bagaimana perilaku mereka sehari-hari. Kita lebih khawatir jika beli dipasar si pemotong ayam tidak membaca bismillah. Kalau untuk lele, lele itu dari agen. Dideket rumah itu ada agen setiap hari kita itu dianter lewat chat, whatsapp, sms ataupun telpon. Saya bilang mas anter. Gitu aja.

Afifah : biasanya butuh berapa kilo lele mas ?

Hanafi : biasanya 17 atau 19 kilo perhari.

XCII

Afifah : berarti mas juga tidak mengambil dari peternak lele yang berasal dari lamongan? Terus kalau bahan bakunya seperti sayurannya juga mas nggak ngambil dari perkumpulan pedagang lamongan?

Hanafi : hampir semua bahannya kita beli bukan dari orang lamongan.

Afifah : mas ikut perkumpulan atau komunitas pecel lele lamongan gitu nggak?

Hanafi : kalau komunitas pecel lele sih ikut, tapi gini kalau di lamongan itu memiliki banyak komunitas pecel lele. Nah disini perkumpulannya khusus di daerah kampung saya aja. Di kampung saya itu namanya desa Gelap dusun Dandu, Karangjiwo, Gelap ini punya komunitas pecel lele dan ini jumlah anggotanya lebih dari 50 orang. 1 desa 3 dusun ini mempunyai perkumpulan lebih dari 50 orang itu komunitas pecel lele. Dan saya ikut juga dikomunitas lain itu jumlah pengikutnya kira-kira 20 orang.

Afifah : itu komunitas apa namanya mas? Yang 20 orang apa ? yang 50 orang nama perkumpulannya apa ?

Hanafi : yang 50 orang itu nama perkumpulannya “JOKO TINGKIR”.

Afifah : oalah itu namanya Joko Tingkir, terus yang 20 orang namanya apa mas?

Hanafi : ini apa ya bahasanya.. saya yang buat soalnya hehehehe.

Afifah : oh mas pendirinya tah?

Hanafi : iya, saya foundernya. Ya Cuma kita tidak mengatas namakan perkumpulan pecel lele, jadi kita cuma perkumpulan masyarakat desa dandu karangjiwo yang ada di jakarta namanya itu kita nggak punya.

Afifah : itu perkumpulan satu desa tah mas ?

Hanafi : perkumpulannya 3 dusun itu. Cuma yang Joko tingkir itu lebih banyak 50-an orang.

XCIII

Afifah : berarti ada 2 komunitas dalam 3 dusun ya mas ? yang 20 itu baru terus yang 50 orang itu udah lama.

Hanafi : iya. Kira-kira jika dihitung orang dandu, karangjiwo dan gelap disini itu memiliki kurang lebih 200 pedagang warung pecel lele yang utamanya tersebar di jakarta. Karena kita melihat satu kelaurga itu nggak Cuma satu pecel lele. Kayak saya nih ada 3 warung pecel lele.

Afifah : oh mas punya 3 warung itu tersebar di mana aja mas?

Hanafi : ada di bukit duri, ada di kalibata dan di kertamukti.

Afifah : berarti target pemasaran mas di jakarta selatan juga ya?

Hanafi : iya. Di kalibata. Kalau untuk komunitas itu saya ikut dua.

Afifah : itu pertemuannya diadakan tiap bulan atau tahun mas?

Hanafi : perkumpulannya tiap bulan.

Afifah : terus setiap bulan itu ada kegiatan arisannya juga nggak mas?

Hanafi : kalau di Joko tingkir itu iya ada.

Afifah : arisannya tiap bulan atau tahun mas?

Hanafi : setiap bulan bayar.

Afifah : terus alasan mas memilih berdagang pecel lele itu apa?

Hanafi : Karena gini dari kecil orang tua itu pecel lele.

Afifah : berarti usaha turun temurun ya mas?

Hanafi : iya kita hanya melanjutkan saja.

Afifah : itu awalnya orang tua mas berjualan dimana?

Hanafi : dulu di Bukitduri.

Afifiah : oalah masnya kelahiran sini apa di lamongan?

XCIV

Hanafi : Lamongan. Sementara orang tua dulu merantau disini. Jadi, waktu saya kelas 5 SD orang tua udah merantau disini akhirnya saya kan setiap liburan saya kesini. Itu mulai belajar pecel lele. Singkat cerita udah masuk kuliah kan harus semester 5 saya butuh ini biaya sendiri lah bahasanya. Semester 4 akhir mau semester 5 saya butuh biaya sendiri. Nah saya memutuskan buka pecel lele.

Afifah : sistem yang mas jalankan itu koperasi, waralaba atau biaya sendiri?

Hanafi : saya menggunakan biaya sendiri.

Afifah : cara membeli bahan bakunya secara langsung bayar ditempat atau kredit?

Hanafi : kalau beli bahannya cash. Tiap hari habis yang hari itu juga besoknya kita belanja ke pasar.

Afifah : usaha mas ini bergabung dengan satu komunitas (seperti koperasi) atau usaha sendiri?

Hanafi : usaha sendiri.

Afifah : berarti tidak usaha dari keluarga seperti merek atau nama warung yang mencatut nama warung keluarga sebelumnya ?

Hanafi : enggak saya membuat brand sendiri

Afifah : owalah, brandnya apa namanya mas?

Hanafi : namanya Lelefator

Afifah : lelefator lakok unik mas, terus lahannya itu nyewa apa milik pribadi?

Hanafi : nyewa mbak

Afifah : itu perbulan pengeluarannya berapa mas?

Hanafi : variasi mbak, kalau yang pertama biaya pengeluaran ada yang 550 ribu, terus warung satunya tahunan biayanya 15 juta kalau yang satunya lagi 2 juta 200 ribu perbulannya.

XCV

Afifah : kok yang terakhir itu mahal mas?

Hanafi : iya, karena yang satu ini posisinya di Kalibata itu rame, strategis dan penjualannya pun lumayan disana.

Afifah : itu sehari dapat penghasilan berapa mas?

Hanafi : kalau pecel lele yang di Kalibata yang satu omsetnya bisa sampai 3 juta per-malam, kalau yang satu bisa 1.5juta per-malam dan yang satunya bisa 1,2juta per-malam. Iya itu omsetnya.

Afifah : modal awal usaha mas ini mengeluarkan biaya berapa?

Hanafi : modal awal 1 warung minimal kalau kita nggak pakai kios atau nggak sewanya tahunan kita minimal punya uang 20 juta – 25 juta kalau yang bulanan.

Afifah : itu yang bulanan, terus yang tahunan mas?

Hanafi : kalau yang tahunan ya kita lihat harga kiosnya. Ada kios yang kisaran 10-25 ada yang 50-40. Kalau dari kiosnya aja 20 berarti kita menyediakan uang antara 35-40 juta kalau pakai kios yang 20 juta.

Afifah : kios itu tempat ta mas? Kayak ruko gitu ta?

Hanafi : kayak gini ada tokonya gitu.

Afifah : terus yang nggak pakai kios itu gimana mbak?

Hanafi : itu yang pakai tenda mbak, biasanya kita nyewanya bulanan.

Afifah : oh itu harga sewa 500an ribu berupa tenda ya?

Hanafi : iya, kalau yang 500an ribu itu tenda kalau yang kios itu 2 juta 200an tapi ada tendanya juga. Karena kalau pecel lele kios itu kurang dibutuhin, beda sama seafood butuh yang namanya kios kalau pecel lele tidak terlalu dibutuhkan cuma kalau kita mau sewa lahan itu ita harus nyewa kiosnya juga.

Afifah : terus kiosnya itu buat tempat apa mas?

XCVI

Hanafi : kalau sekarang guna kiosnya buat nyimpen barang seperti kulkas, bahan bakunya terus kayak peralatan kursi nah kalau malam biasanya kita masukin ke kios semuanya.

Afifah : warung yang di Kalibata gede ta mas?

Hanafi : enggak sih mbak sama aja kayak yang disini.

Afifah : kalau segini lumayan mas

Hanafi : kalau pecel lele nggak terlalu butuh tempat yang gede.

Afifah : nah kenapa itu mas?

Hanafi : kalau pecel lele itu tidak identic dengan “tempat yang besar”, bahkan emperan pun seperti trotoar kayak yang sering kita lihat di Jakarta pun jadi. Beda kayak seafood yang memakan tempat agak besar.

Afifah : kebanyakan konsumen yang beli itu dibawa pulang atau makan disitu?

Hanafi : kebanyakan dibawa pulang, karena mungkin kalau tempatnya gede mungkin banyak yang makan disitu karena tempatnya kecil orang makan pun nggak terlalu betah nantinya ya kan? Kita baru makan ditungguin orang jadi kebanyakan dibawa pulang.

Afifah : orang yang beli kalau makan disana kesannya keburu-buru malah ya?

Hanafi : warung saya yang di Kalibata ukurannya nggak terlalu besar jadi kalau ada pembeli itu kayak antri tiket gitu rame jadinya.

Afifah : terus pegawainya yang di Kalibata itu ada berapa?

Hanafi : pegawainya itu ada 3 orang.

Afifah : 3 itu maksimal atau minimal mas?

XCVII

Hanafi : itu minimal mbak tapi kita tetap sediakan 3 orang karena 3 itu udah cukup. Tapi cukup over juga tenaga yang dikeluarkan kalau 3 orang. Yang enak ya antara 4-5 orang harusnya.

Afifah : itu pegawai mas kebanyakan laki-laki atau perempuan?

Hanafi : rata-rata laki-laki semua.

Afifah : kenapa kok tidak mengambil pegawai perempuan mas?

Hanafi : kalau perempuan itu, bentar sebenarnya pekerjaan kita (diwarung) kan berat tapi perempuan sejatinya kan lebih keluar tenaganya lebih besar dari pada laki-laki kalau kita lihat dirumah tangga gitu. Cuma kita melihat ini harus ada yang pasang tenda, ada yang ini itu butuh tenaga kuat

Afifah : tendanya itu tiap hari bongkar pasang gitu?

Hanafi : iya tiap hari bongkar pasang. Kalau pecel lele rata-rata bongkar pasang. Nah baru kalau seafood dia jadi apa netep ditempat situ. Karena memang tempat pecel lele pun diatas trotoar jadi wajar kalau lapaknya bongkar pasang.

Afifah : warung ini buka dari jam berapa sampai jam berapa mas?

Hanafi : dari jam 5 sampai jam setengah 12 kalau di warung saya sudah tutup.

Afifah : pernah nggak sampai sehari full gitu mas?

Hanafi : enggak, tapi beda-beda mbak. Ada yang sampai jam 3 pagi atau jam 4 pagi tapi kalau punya kita maksimal setengah 12.an mbak.

Afifah : iya mas, saya pernah nemuin di kawasan Menteng ada warung pecel lele yang buka di jam-jam makan siang mas

Hanafi : berarti itu dia ada segmen. Kan yang jual ada segmentasi itu kalau kita jual disini segmentasinya anak-anak kampus, kalau di kalibata sendiri bisa jadi segmentasinya orang-orang kerja. Berarti tadi warung pecel yang buka jam 10.an itu ngambil jam-jam waktu sarapan dan makan siang mbak.

XCVIII

Afifah : nah bener mas, mungkin karena persaingan kerja juga ya mas, kan rata-rata disana itu banyak warung yang harganya agak mahal sementara pecel lele sendiri kan bisa dibilang harganya miring dan mengenyangkan ya mas?

Hanafi : kalau disini kan segmentasinya anak kampus sementara warung saya yang di kalibata kan segmentasinya orang pulang kerja dan warga sekitar sana.

Afifah : harga disini sama di kalibata sama atau beda mas?

Hanafi : pasti beda, kalau kita di kalibata itu harganya kalau dihitung-hitung sama pecel lele lain ya lumayan agak lebih tinggi kita.

Afifah : berapa mas?

Hanafi : 20 ribu sama nasi.

Afifah : owalah lumayan mas, kalau disini kan rata-rata harganya 15 ribuan

Hanafi : nah karena segmentasinya anak kampus jadi 15ribuan mbak. Sementara di Kalibata kan kebanyakan segementasinya orang kerja dan kampung sana kita tahu sendiri lah kalibata itu apa-apa mahal lah kan deket Pancoran juga orang-orang sentralnya jadi 20.000 disana itu dianggap murah. Kalau disini dengan harga 20.000 ribu udah termasuk mahal.

Afifah : bener mas selisih goceng kan lumayan. Mas nyewa lahan itu bayar keamanan ngga?

Hanafi : keamanan sih sebenarnya nggak bayar, tapi kalau uang kebersihan itu ada tiap minggu.

Afifah : terus bayar listriknya itu ngeluarin biaya berapa mas?

Hanafi : kalau untuk listriknya 300 ribuan

Afifah : itu listriknya nyambung kemana mas?

Hanafi : ini dibuatin sendiri ada khusus.

XCIX

Afifah : kirain nyambung-nyambung gitu mas

Hanafi : enggakkan jadi pertanyaan bagaimana bisa tenda kok ada listriknya, nah gini mbak listriknya itu ditaruh dirumah orangnya yang punya lalu kita dibuatin aliran listrik dari rumah orangnya itu.

Afifah : maksudnya numpang gitu ya?

Hanafi : iya numpang.

Afifah : terus kalau masalah airnya gimana mas? Kan pasti tiap warung itu butuhin air buat masak memasak?

Hanafi : oh itu kita ada rumah yang punya jetpam atau sanyo nah kita gabung sama itu pemilik rumah sekalian listriknya juga include sama sewa tempat. Seumpama nyewanya 2juta nih itu uda termasuk air dari rumah dia yang kita ambil.

Afifah : emang pecel lele itu membutuhkan banyak air nggak mas?

Hanafi : kalau air sih nggak terlalu banyak kalau pecel lele dikit, nah baru kalau masak dan nyuci piring itu butuhin air cukup banyak ya kita ngambil dari jetpam aja. Kalau nggak jetpam ya kita pakai PDAM tapi terkadang pakainya kalau lagi pasokan air dari jetpam dikit.

Afifah : mahal ya mas kalau pakai air PDAM?

Hanafi : kalau air dari PDAM sih bisa sampai 300-500an ribu tiap bulannya.

Afifah : wah berarti mahal ya mas. Lalu mas dapet spanduknya ini beli dimana mas?

Hanafi : kalau spanduk itu mesen mbak di Lamongan.

Afifah : tepatnya lamongan mana mas?

Hanafi : saya pesen di daerah Sekaran, bisa Siman, bisa daerah Kembangan. Itu di daerah Bulutengger juga ada iya di sekitar kecamatan pucuk mbak. Rata- rata orang lamongan itu mesen spanduknya didaerah sana mbak.

C

Afifah : mesennya itu lama atau tidak mas?

Hanafi : mesennya sekitar satu bulanan baru jadi.

Afifah : itu gambar spanduknya sama semua apa beda-beda mas?

Hanafi : itu tergantung permintaan kita mbak.

Afifah : emang semua itu putih ta mbak warnanya?

Hanafi : kalau warna dasarnya sih memang putih Cuma stripnya aja yang kita beda-beda ada warna hijau dan merah. Ada juga kuning tapi jarang sih.

Afifah : semuanya kuning mas?

Hanafi : bukan cuma list sampingnya doang yang kuning. Kalau warna yang digunakan 2 kalau nggak putih ya ijo. Ini beberapa bulan lalu lagi booming warna ijo tapi sekarang udah balik putih lagi.

Afifah : terus gunanya komunitas selain untuk berbagi informasi itu apa mas?

Hanafi : pertama itu informasi tentang pecel lele atau pun penjualan ayam lebih murah dimana, lele kalau susah kita enaknya beli dimana biar mudah terus bahan baku biasanya kalau kita dipasar biasa itu lebih mahal kalau kita ambil dipasar induk lebih murah. Selain itu kalau kumpul-kumpul kita ngumpulin untuk dana sosial buat anak yatim, fakir miskin, kematian.

Afifah : dana kematian juga mas?

Hanafi : iya sampai kita beli ambulan juga berkat dari iuaran setiap bulan kita. Ada yang 100rb ada yang 200rb terserah tapi ada batas minimalnya 100rb.

Afifah : mas tadi kan sampean bilang ini usaha turun temurun, nah berapa cabang warung pecel lele mas sekeluarga yang ada di daerah Jakarta dan sekitarnya?

Hanafi : sekitar 50an lebih mbak warungnya. Itu tersebar di sekitaran Jakarta, Tangerang dan Bekasi mbak.

CI

Afifah : owalah lumayan banyak ya mas. Mas berarti di desa mas budaya merantau itu udah ada sejak dulu ya?

Hanafi : ya bisa dibilang begitu mbak, karena tetangga rumah hingga saudara jauh dan dekat pun semua merantau ke luar Lamongan, ada yang berdagang pecel lele sampai ke Kalimantan juga.

Afifah : wah baru tau aku mas kalau sampai sekampung podo ngerantau semua. Nggeh mpun mas matur nuwun atas waktunya.

Informan ke-3

Nama : ibu Sumi

Usia : 50 tahun

Hari/tanggal : jum’at, 9 agustus 2019

Waktu/tempat : 21.30 WIB. Jl.Pesangrahan Ciputat.

Tempat tinggal : Ciputat

Afifah : assalamualaikum bu, bude katanya orang Lamongan juga ya?saya afifah saya juga dari Lamongan .oh iya bude bolehkah saya bertanya-tanya tentang usaha warung ibu?

Ibu Sumi: iya nak kamu Lamongan mana?

Afifah : saya Lamongan kecamatan Brondong bude, bude Lamongannya kecataman Pucuk bukan?

Ibu Sumi : tidak neng, kalau bude asli Desa Sugio

Afifah : bude memulai usaha niki tahun berapa?

CII

Ibu Sumi : kayak e tahun 1993 mulai usaha di Tangerang

Afifah : oh di Tangerang. Terus pindahnya itu awalnya bagaimana bude?

Ibu Sumi : digantiin adiknya.

Afifah : berarti ada usaha keluarga nggeh bude?

Ibu Sumi : iya ini usaha keluarga.

Afifah : ini yang merintis yang ngawali usaha ini siapa bude?

Ibu Sumi : yang ngawali usaha ini bapaknya.

Afifah : berarti bude sudah lama ya tinggal disini ?

Ibu Sumi : hampir 26 tahun neng. Tapi itu sama yang di Tangerang dulu sudah kurang lebih 26 tahunan

Afifah : emang di Tangerang mananya bude?

Ibu Sumi : di Cimone neng.

Afifah : berarti dulu di Tangerang juga punya rumah ya bude?

Ibu Sumi : dulu sih punya sekarang sudah tak jual.

Afifah : terus setelah pindah ibu disini tinggal sudah berapa tahun?

Ibu Sumi : disini ya sudah 21 tahun.

Afifah : berarti bude nggak pernah balik ke Lamongan?

Ibu Sumi : ya balik neng, setahun sekali. Kalau ada hajatan atau selameta ya pulang. Apalagi orang tua masih ada dua-duanya neng.

Afifah : bude tinggal di sugio itu dimananya bude? Desa atau kecamatannya?

Ibu Sumi : Sugio itu nama kecamatannya neng, kalau Dusunnya itu Dusun Koak.

Afifah : itu deket sama kecamatan Pucuk nggak Bude?

CIII

Ibu Sumi : kalau Pucuk masih jauh neng.

Afifah : bude punya usaha ini berapa cabangnya ?

Ibu Sumi : ya sekarang Cuma satu ini.

Afifah : kalau sama saudara-saudara punya berapa cabang bude?

Ibu Sumi : saya sendiri yang punya warung pecel lele.

Afifah : Bude, disini sewa lahannya berapa ya?

Ibu Sumi : ini sewanya sejuta neng, Cuma bermacam-macam untuk ini itu, pembayarnya tidak langsung sejuta begitu. Pembayarannya itu ada rinciannya seperti gerobak, parkir, terus tempat lapak, bayar RT, tapi totalnya Rp 1.000.00. pokoknya pengeluaran ini semuanya sekitar segitu.

Afifah : itu sudah sama listrik atau tidak bude?

Ibu Sumi : bayarnya sudah sama listrik dan air.

Afifah : disini ada keamana nggak bude?

Ibu Sumi : keamanan ya RT itu.

Afifah : berarti ini pembayaran semuanya 1 juta ya bude?

Ibu Sumi : iya 1 juta semua.

Afifah : terus ibu disini tinggalnya dimana?

Ibu Sumi : di gang masjid nurul huda, ada gang SMK Triguna itu masuk neng.

Afifah : oh disana bude.

Ibu Sumi : iya disitu sebelum masjid masuk gang.

Afifah : bude ngambil bahan-bahan itu dimana ? seperti ayam, lele dan sayuran?

Ibu Sumi : semua bahan itu ngambil di pasar ciputat. Selain dekat juga mudah dijangkau.

CIV

Afifah : itu di pasar ciputat bude beli sendiri ya?

Ibu Sumi : kalau di pasar ciputat itu sudah ada langganan penjual ayam, lele sama sayur-sayuran. Nanti itu diambil sama tukang ojek langganan terus dianter kerumah bude.

Afifah : owalah. Enak dong bude. Oh iya bude sekarang ikut perkumpulan pedagang lamongan nggak?

Ibu Sumi : dulu iya sekarang sudah enggak.

Afifah : kenapa bude?

Ibu Sumi : bude sudah tua jadi nggak bisa mobilitas sana sini kayak dulu. Dulu waktu ikut perkumpulan biasanya habis lebaran kumpul anggota perkumpulan orang Lamongan dan juga grup PMII di Taman Mini Indonesia Indah.

Afifah : itu perkumpulannya pernah diadakan sebulan sekali atau setahun bude?

Ibu Sumi : setahun neng, kalau sebulan sekali bude nggak bisa.

Afifah : terus bude mengambil pegawainya ini dari Lamongan juga atau dari luar daerah?

Ibu Sumi : ini bude ngambil dari temennya anak bude, namanya fatkhur asalnya dia dari Pati Jawa Tengah.

Afifah : kenapa bude tidak mengambil pegawai dari orang Lamongan saja?

Ibu Sumi : iya neng soalnya nyari orang susah juga yang bisa dipercaya.

Afifah : terus tugas mas fatkhur ini ngapain bude? Membantu masak juga atau apa?

Ibu Sumi : si fathkur tugas itu membantu buka dan masang tenda kalau sore sekitar jam 4-an terus kadang-kadang membantu bude berjualan juga seperti beresin dan mencuci piring-piring sekaligus menutup tendanya juga.

CV

Afifah : berarti pegawainya bude cuma satu ya. Apa bude tidak pingin mengambil pegawai tambahan lagi?

Ibu Sumi : enggak neng ini aja sudah bisa diselesaikan walaupun hanya berdua. Soalnya mencari orang juga susah neng.

Afifah : bude kenapa tidak mengambil pegawai dari keluarga sendiri?

Ibu Sumi : nggak ada yang mau neng. Bude juga disini nggak ada keluarga yang mau diajak bantu-bantu berjualan.

Afifah : oh iya bude. Bude biasanya perhari itu dapat penghasilan berapa?

Ibu Sumi : dulu ya lumayan, bisa dapat sejutaan kalau sekarang bisa sejutaan tapi itu plus pendapatan kotor. Itu pun kalau anak kuliah pada masuk kalau libur kayak gini ya nggak sampai palingan 700 ribu-800 ribu.

Afifah : bisanya mulai berjualan dari jam berapa sampai jam berapa bude?

Ibu Sumi : dari jam setangah 5 sore sampai jam 12 atau setelatnya sampai jam 1 malam.

Afifah : bude ini usaha milik bude sendiri atau bude ikut koperasi atau komunitas pecel lele?

Ibu Sumi : enggak ada koperasi-koperasi neng ini usaha milik suami bude sendiri.

Afifah : terus bude beli sepanduk pecel lele ini dimana?

Ibu Sumi : ini belinya di Kebayoran Jakarta Selatan neng.

Afifah : kenapa tidak memesan dari Lamongan Bude?

Ibu Sumi : enggak neng disini juga ada buat apa jauh-jauh sampai Lamongan.

Afifah : bagaimana bude bisa memilih berjualan pecel? Kenapa tidak yang lain seperti jualan atau ?

CVI

Ibu Sumi : awal mulanya diajak suami neng merantau kesini, ya karena bisanya cuma membuat sambel pecel lele ya kita memutuskan untuk berjualan ini karena mungkin sudah khas Lamongan juga.

Afifah : yang asli Lamongan itu bude atau suami bude?

Ibu Sumi : ya sama dua-duanya asli Lamongan neng. Cuma yang pertama kali berdagang pecel lele itu suami bude.

Afifah : berarti ada keinginan buat dagang pecel lele ya bude?

Ibu Sumi : iya soalnya keluarga-keluarganya pada dagang pecel lele. Kalau bude kan enggak punya pengalaman berdagang pecel lele jadi, kesini ya karena suami.

Afifah : owalah iya bude. Bude beli bahan di pasar ciputat itu harganya miring atau tidak?

Ibu Sumi : sebenarnya sih mahal neng tapi ya deket neng. Kita mau belanja di Kebayoran juga jauh. Masih ada selisih seribu dua ribu. Cuman karena deket jadi ya ambil disana saja biar irit diongkos.

Afifah : bude belanja biasanya jam berapa itu?

Ibu Sumi : bude nggak pernah belanja langsung nanti nyuruh tukang ojek langgaan saja langsung di anter sampai rumah. Biasanya itu belanjanya jam 1 an sampai jam 3-an pagi. Mangkanya ini jeruk saja sampai kehabisan karena memang bude belanjanya nggak setiap hari. Nanti kalau bahannya sudah hampir habis baru belanja.

Afifah : oh gitu ya bude terima kasi ya bude atas informasinya.

Ibu Sumi : iya neng sama-sama.

Informan ke-4

Nama : Bapak Santosa.

CVII

Usia : 50 tahun.

Hari/tanggal : sabtu, 10 agustus 2019

Waktu/tempat : 22.00 WIB. Jl. Aria Putera Ciputat.

Tempat tinggal : Ciputat

Afifah : pak, ini dagangan laris sekali saya boleh nanya-nanya?

Bpk santoso : nanya soal apa mbak?

Afifah : tentang usaha bapak ini, bagaimana bapak memulai usaha pecel lele di Ciputat?

Bpk santoso : dulu ini mbak, di daerah bapak Lamongan itu tanahnya kurang subur makanya bapak merantau kesini, dari pada ke mending bapak ke Jakarta saja masih sama-sam indonesianya.

Afifah : bapak merantau kesini atas dasar diajak saudara, tetangga atau teman?

Bpk santoso : saya kesini itu keinginan sendiri mbak, buka usaha ini pun juga sendiri.

Afifah : bapak pernah ikut perkumpulan orang Lamongan kah? Yang sama- sama berdagang pecel lele juga?

Bpk santoso : dulu pernah sekarang sudah tidak pernah.

Afifah : kenapa kok sudah nggak ikut gabung lagi pak?

Bpk santoso : sudah tua mbak mau kesana kemari juga nggak bisa leluasa kayak dulu.

Afifah : owalah berarti bapak fokus berjualan pecel lele aja ya?

Bpk santoso : iya

Afifah : bapak dari Lamongan mana?

CVIII

Bpk santosa : Laren

Afifah : oh Laren , saya Brondong pak utara Lamongan.

Bpk santoso : saya aslinya dari Desa Prijek Lor Kecamatan Laren.

Afifah : sudah berapa tahun Bapak tinggal disini ?

Bpk santoso : saya tinggal disini sudah 3 tahunan, kalau tinggal di Jakartanya dari tahun 1997.

Afifah : bapak di Jakarta itu ikut orang atau kesana sendiri?

Bpk santoso : sendiri mbak.

Afifah : tinggal di Jakartanya di daerah mana pak?

Bpk santoso : di daerah Kampung Sawah.

Afifah : kenapa Bapak memutuskan untuk pergi ke Jakarta?

Bpk santoso : Karena pingin memperbaiki nasib mbak. Soalnya di Desa saya tanahnya kurang subur.

Afifah : ini bapak mengambil bahan-bahannya seperti lele, ayam, dan sayur- sayurannya dari mana?

Bpk santoso : di pasar mbak.

Afifah : pasar mana ya pak?

Bpk santoso : pasar Ciputat.

Afifah : kenapa bapak tidak membeli bahan di Pasar Induk? Kan disana terkenal murah itu pak?

Bpk santoso : tidak mbak kejauhan.

Afifah : ini usahanya berawal dari mana pak? Milik sendiri kah atau bapak beli merek pecel lele ini terus bapak membuka cabangnya?

Bpk santoso : ini usaha milik sendiri kok pak.

CIX

Afifah : bapak kira-kira pegawai warung berapa orang?

Bpk santoso : saya tidak mengambil pengawai, yang jualan saya sama istri saya.

Afifah : terus bapak beli sepanduk ini dimana pak?

Bpk santoso : saya pesen spanduk di Babat Lamongan mbak. Mesennya sekitar sebulanan mbak.

Afifah : kenapa tidak beli di sini atau Kebayoran pak?

Bpk santoso : yak karena saya tidak kenal dengan penjual sepanduk di Kebayoran mbak. Yang saya kenal yang di Babat itu.

Afifah : owalah, bapak maaf saya boleh tahu bapak sewa tempat atau milik pribadi?

Bpk santoso : ini ngontrak atau nyewa tempat.

Afifah : sebulannya berapa pak?

Bpk santoso : 700 itu nyewa tempat usaha kalau untuk tempat tinggal 750 ribu.

Afifah : tempat tinggal bapak dimana itu?

Bpk santoso : deket sini kok mbak.

Afifah : bapak masang tenda ini jam berapa pak?

Bpk santoso : dari sore sih mbak, sekitar jam 4 an sore baru bukanya jam setengah 5 sore sampai jam 12 malem.

Afifah : pak suka dukanya berjualan pecel lele itu gimana? Kayak rintangannya itu apa saja?

Bpk santoso : dari tahun 1997 sampai sekarang rintanganya itu pernah di gusur mbak.

Afifah : oh pernah digusur juga pak?

CX

Bpk santoso : iya sering digusur.

Afifah : pak ini bisa order atau pesan lewat aplikasi Gofood nggak ?

Bpk santoso : tidak mbak, ya ada banyak yang nawari tapi tenaganya belum mumpuni untuk bisa berjualan di gofood juga.

Afifah : padahal itu lumayan lho pak bisa menambah pasar warung bapak..

Bpk santoso : iya sih mbak, ya nanti dipikir dulu.

Afifah : pak disini ada uang keamana nggak?

Bpk santoso : kalau uang keamanan tidak ada.

Afifah : bapak awalnya berdagang disini itu ikut orang yang sama-sama berjualan pecel atau usaha turun temurun dari keluarga?

Bpk santoso : saya dulu ikut juragan di Kebon Jeruk Jakarta mbak, ya berdagang pecel lele juga. Dari situ jadi tahu cara-cara membuat sambel ya jadi keterusan dan bisanya cuma dagang pecel lele mbak, jadi belum berani mencoba berjualan yang lain.

Afifah : oh gitu pak, keluarga bapak banyak yang merantau juga nggak?

Bpk santoso : ya banyak mbak, rata-rata berjualan pecel lele juga.

Afifah : kebanyakan keluarga berjualan di mana pak?

Bpk santoso : daerah sini juga mbak. Nggak jauh-jauh.

Afifah : tapi nama merek jualannya sama nggak pak?

Bpk santoso : enggak mbak, beda-beda. Dari ponakan saya pecel lele namanya pecel lele Lamongan 66 kalau saudara saya pecel lele Lamongan slamet mbak. Jadi nggak semua sama.

Afifah : terima kasih atas informasinya ya pak.

CXI

Nama: Bang Leo

Umur: 40 tahun

Waktu Pengambilan: 21:30 WIB

Tempat: Ciputat

Afifah: Apakah bang Leo tidak berencana membuka cabang lain?

Bang Leo: Gak mbak, nyari pegawai itu susah.

Afifah: Lah ini pegawainya dari mana bang?

Bang Leo: Jawa tengah

Afifah: Emm... tidak dari lamongan sendiri bang?

Bang Leo: Gak, ini aja baru sebulan mba, masih masa training

Afifah: Oalah... masih baru ya bang

Bang Leo: iya, baru... kamu mau?

Afifah: Gampang bang... nanti kalau sudah selesai kuliah, jualan

Bang Leo: Oh masih kuliah?

Afifah: iya bang, masih kuliah. Bang, lah istrinya di mana?

Bang Leo: Istri di Lamongan

Afifah: Oh... Pulang ya bang

Bang Leo: Iya...

Afifah: Bang, kamu asli orang mana?

Bang Leo: Orang Moropelang, tahu gak?

Afifah: Kecamatan mana bang?

Bang Leo: Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan lah...

CXII

Afifah: hehe kan gak tahu bang

Bang Leo: Lamongan bagian selatan, deket pucuk sana...

Afifah: Oh iya... tahu bang. Berarti rata-rata dari sana ya bang yang jualan pecel lele...

Bang Leo: iya... jualan pecel lele

Afifah: kenapa ga jualan nasi goreng atau yang lainnya bang? Kok jualan pecel lele...

Bang Leo: Yah karena khasnya kan pecel lele mba

Afifah: Awalnya gimana bang?

Bang Leo: Ya dulunya saya ikut-ikut orang, jadi pegawai ... sudah 4 tahun juga, di Pondok Ranji, Kebun Jeruk...

Afifah: Ooh... awalnya ikut-ikut orang... berarti sudah lama jualan di sini bang?

Bang Leo: di sini baru 4 tahun

Afifah: Bang, beli spanduknya ini pesen apa gimana?

Bang Leo: pesen

Afifah: pesen dimana?

Bang Leo: Ya pesen di tukang spanduk... gak mungkin lah di indomaret

Afifah: Gak gitu mas, kan saya pernah nanya... ada yang dari Babat gitu bang

Bang Leo: gak, ini pesennya di Ciledug daerah kreo... understand? Hehe

Afifah: hehehe... mas bahannya ngambil dari mana?

Bang Leo: apa itu...?

Afifah: Ya kaya ayam, lele dan -bumbu lainnya bang

Bang Leo: Ya dari pasar... kalau dari pabrik gak jual begini

CXIII

Afifah: pasar mana bang?

Bang Leo: Pasar Ciputat

Afifah: Oh Ciputat... trus Bang Leo ikut perkumpulan gitu gak?

Bang Leo: Paguyuban

Afifah: Namanya apa bang?

Bang Leo: Paguyuban ARSAMBA

Afifah: Apa itu bang?

Bang Leo: Kampungku kan namanya Sambangan, jadinya Arek Sambangan

Afifah: kok bagus bang namanya

Bang Leo: Iya dong

Afifah: Itu ada iuran-iuran gitu gak bang?

Bang Leo: Setiap tanggal 5 ada perkumpulan di Pondok Kacang, Tajuk... ada arisan iuran 30rb

Afifah: Buat apa itu bang?

Bang Leo: Buat orang gak mampu

Afifah : bang leo ikut perkumpulan itu atas dasar apa?

Bang Leo : ya karena sama-sama orang daerah situ dan intinya sama-sama orang Lamongan mbak, biar ikatan kekeluargaannya kuat ya saya ikut perkumpulan tersebut. Selain manfaatnya menambah jaringan teman juga dapat memperkaya informasi soal berdagang pecel lele mbak. Terkadang banyak anggota baru yang ikut diperkumpulan itu ada yang memberikan saran gimana biar pecel lelenya laku keras, ada juga mencari lokasi dagang ya dapat dari perkumpulan itu, ada juga yang mencari tengkulak sayur mayor, ayam dan lele yang murah bisa dapet nomer telpon dari juragannya lewat perkumpulan itu mbak.

CXIV

Selain itu banyak lagi mbak, diperkumpulan itu kita seperti saudara sendiri jadi ibaratnya kaya banyak ‘Bolo’ atau teman gitu mbak.

Afifah : wah seru pasti ya bang, terus perkumpulan selain bahas soal perdagangan , itu ngapain aja bang?

Bang Leo : ya acara bulanan ya arisan mbak.

Afifah: owalah.. Di sini nyewanya berapa bang?

Bang Leo: halah tanya-tanya... rahasia

Afifah: Trus dikasih nama Pecel Lele Bang Leo itu kenapa bang?

Bang Leo: Mbah Seto...

Afifah: Oh iya Mbah Seto

Bang Leo: Nama Mbah Seto itu... dulunya temenku punya spanduk tapi gak dipake, jadi tak beli ... dah ada namanya Mbah Seto

Afifah: Oh jadi beli merk?

Bang Leo: Bukan beli merk, jadi pas beli itu spanduknya dah ada namanya Pecel Lele Mbah Seto

Afifah: Oh jadi dibeli gitu aja

Bang Leo: Iya tak beli gitu aja, dia nawarin... daripada gak dipake, dah namanya Mbah Seto

Afifah: Oh iya, perasaan kemarin namanya Bang Leo

Bang Leo: Leo itu tuh ... Cak Leo, Soto Cak Leo (Sambil, menunjuk spanduk di sampingnya)

Afifah: Kenapa namanya beda bang?

Bang Leo: Itu punya adikku

Afifah: Oh berarti usaha keluarga, ada jualan soto juga...

CXV

Bang Leo: Itu Punya adikku... sudah capek mondar-mandir kesana kemari, dioper lah ke saya

Afifah: Jadi bang Leo punya dua usaha ya bang?

Bang Leo: Ya satu usaha

Afifah: Tapi kan namanya ada dua bang

Bang Leo: Kan ta tempel pisau, tak ganti

Afifah: Di Jakarta, tahun berapa bang ke sini?

Bang Leo: Musim jarah-jarahan... 96 97

Afifah: Pas waktu krisis itu ya bang

Bang Leo: Iya dah ada jajarannya... soalnya waktu itu banyak yang merantau ke kota, saya juga ikut-ikutan

Afifah: Itu usaha kaya gini juga?

Bang Leo: iya pecel lele, soto...

Afifah: Pendapatan tiaap bulan berapa bang?

Bang Leo: Tiap bulan tak serahin sama Pak Jokowi

Afifah: Yang bener bang?

Bang Leo: Sebentar...

Afifah: Ikut Go food juga gak bang?

Bang Leo: Gak, rame... ribet

Afifah: Oh... Gak ada pegawainya juga ya bang

Bang Leo: Yuhuu

Afifah: ya nyari pegawai lah bang...

Bang Leo: Nyari pegawai itu gak semudah membalikkan telapak tangan

CXVI

Afifah: Emang gajinya berapa bang?

Bang Leo: Mas, ditanya gajinya berapa... (sambil menoleh ke pegawai barunya), gantian mas, kamu yang diwawancarai hehe

Afifah: hehehe barangkali saya bisa melamar bang

Bang Leo: Kebalik... kamu yang dilamar hahaha

Afifah: kalau pendapatannya berapa bang?

Bang Leo: Kalau pendapatan 1 juta ke atas lah tiap harinya

Afifah: kalau pengeluarannya berapa bang, seperti air, listrik dll?

Bang Leo: kalau air sudah dapat dari sewa lahannya, kalau listrik beda ... kalau di sini pengeluaran 1 juta beda listrik, sampah dan satpam... listriknya 200 ribu, sampah sama satpamnya 50 ribu, jadi semuanya 1 juta 250 ribu

Afifah: Bagaimana cara bang Leo memajukan usaha ini kaya apa, sudah lama berjualan atau mengambil cara-cara usaha yang dulu kaya bumbu-bumbunya gitu bang?

Bang Leo: Gak kaya gitu-gitu an

Afifah: Bukan begitu bang, kan dulu bang Leo sudah pernah ikut orang, lah bang Leo ngambil cara-cara berjualannya gak?

Bang Leo: Iya... dulunya saya ikut orang, ya sekarang saya tiru lah caranya... gak mungkin lah saya ikut orang terus, pastinya saya juga ingin punya usaha sendiri

Afifah: Kedepannya ingin membuka cabang gak bang?

Bang Leo: gak, sudah capek saya...

Afifah: Saudara bang Leo ada yang usaha jualan juga?

Bang Leo: Ada di pondok kacang, Mbakku juga ada... banyak...

CXVII

Afifah: berarti keluarga semuanya usaha pecel lele sama soto bang... berarti itu usaha keluarga bang...

Bang Leo: Bukan lah, kan sendiri-sendiri warungnya mba... beda-beda...

Afifah: Oh warungnya beda-beda...

Bang Leo: Iya, beda-beda mba... warungnya sendiri-sendiri

Afifah: Oh iya, tapi sekeluarga ini usaha semua...

Bang Leo: iya buka usaha sendiri-sendiri semuanya... kan sudah khasnya pecel lele, saya juga mampunya pecel lele

Afifah: iya lumayan bang

Bang Leo: iya, mau buka mall juga gak bisa, mau nanam saham gak ada duit hahaha

Afifah: Bang, kok bisa nemu tempat ini gimana ceritanya?

Bang Leo: nyari muter-muter sampe kepala puyeng, dulu pengennya yang di depan, tapi buat parkir... trus saya liat di sini kok ada tanah kosong, ya saya tanya- tanya katanya boleh...

Afifah: kalau gerobaknya ini buat sendiri apa gimana bang?

Bang Leo: iya saya buat sendiri, pesen...

Afifah: pesen dimana bang?

Bang Leo: di tukang gerobak mba...

Afifah: gak, kirain sama-sama orang Lamongan gitu bang...

Bang Leo: kalau barang-barang kaya gini itu kebayakan dari jepara, mebel, orang jawa tengah.

CXVIII

Nama : Joko

Usia : 32 Tahun

Pekerjaan : pedagang pecel lele

Pengambilan : 27 Juli 2019

Afifah: Dengan mas siapa?

Joko: Joko Susanto

Afifah: Dari mana asalnya mas?

Joko: Dari Pucuk Lamongan

Afifah: Oh di kecamatannya ya mas

Joko: Iya

Afifah: Mas berjualan pecel lele sejak kapan?

Joko: Belum lama sih mbak, baru sekitar 2 tahun di akhir 2017

Afifah: Trus bisa berjualan pecel lele itu dari mana mas? Dari keluarga, tetangga atau dari orang-orang yang merantau?

Joko: Dulu awalnya saya kesini itu ya sendirian ya mba, trus saya ikut perkumpulan...

Afifah: Perkumpulan apa mas namanya?

Joko: perkumpulan orang-orang Lamongan gitu mbak. Saya kan buta dengan Jakarta, trus saya lihat ternyata banyak juga orang Lamongan yang berjualan pecel lele. Awalnya aku ikut orang mbak sekitar 1 tahun mbak, 2016 ikut orang trus

CXIX tahun 2017 saya memutuskan untuk membuka warung sendiri dengan modal seadanya mbak... awalnya ya di emperan gitu mbak

Afifah: Itu nama perkumpulannya apa mas?

Joko: Joko Tingkir mbak

Afifah: Oalah Saya kemarin wawancara juga ada yang ikut Joko Tingkir mas

Joko: Loh iya toh mbak?

Afifah: Iya... berarti banyak ya mas yang ikut Joko Tingkir?

Joko: Iya mbak, saya juga tahunya dari sana

Afifah : biasanya ada kegiatan gitu nggak mas kalau diperkumpulan Joko Tingkir itu?

Joko : ada mbak, selain arisan ada juga perkumpulan halal bi halal

Afifah : halal bi halal itu untuk apa mas?

Joko : ya untuk memperkuat tali persaudaraan antar warga Lamongan mbak.

Afifah : mas di perkumpulan itu ada norma atau aturan yang tidak terlulis nggak?

Joko : norma kayak gimana maksudnya mbak?

Afifah :contohnya ya saling menjaga kerukunan gitu lho mas?

Joko : yang saya tahu dari perkumpulan warga Lamongan itu harus saling rukun, saling membantu satu sama lain dan terbukti setiap tahun setelah lebaran kita mengadakan acara halal bi halal untuk memepererat tali persaudaraan antar warga Lamongan yang ada di Jabodetabek biasanya perkumpulan itu diadakan di TMII tepatnya di Anjungan Jawa Timur.

Afifah: Trus mas bisa berjualan ini itu modalnya dari koperasi atau pinjam atau gimana?

Joko: Ya itu tadi mbak, awalnya saya jadi pegawai dulu, ikut orang mbak

CXX

Afifah: Berarti ini pakai uang mas sendiri atau dari juragannya yang dulu?

Joko: Ya ngumpulin dari gaji saya mbak, trus saya bilang ke bos saya kalau saya mau membuka cabang sendiri boleh apa gak, tapi modal saya kurang boleh minjam uangnya dulu apa gak, buat modal dulu, nanti saya cicil...

Afifah: berarti ini cabangnya dari juragan mas ya?

Joko: Sebenarnya sih gak mbak, saya buat merk sendiri “Pecel Lele Lamongan Podo Mampir”

Afifah: Dulunya dimana mas?

Joko: Dulunya ikut di Blok M

Afifah: Apa namanya mas?

Joko: Pecel Lele Lamongan 88

Afifah: Oh iya iya... Trus mas beli spanduknya ini dimana mas? Di Kebayoran, di Babat atau di Pucuk juga mas?

Joko: Saya sih minta tolong temen saya yang bisa desain, jadi pesan gitu aja mbak, saya kan belum begitu paham ya mbak untuk masalah desain, jadi ya pesan gitu aja mbak di yang biasanya teman-teman saya pesan

Afifah: Berari pesan ya mas, itu berapa hari mas pesannya?

Joko: Kalau gak salah kayaknya ya satu mingguan mbak, Saya lupa mbak kan sudah lama

Afifah: Trus ini warnanya apa mas spanduknya?

Joko: Ya kaya biasanya mbak spanduk pecel lele, mbak lihat saja warnanya apa itu

Afifah: Oh iya iya mas, trus kenapa pakainya kok spanduk kain mas gak baliho gitu?

CXXI

Joko: Biar lebih efisien gitu mbak kalau dilipat, gak mudah rusak juga kalau kain mbak, selain itu ya murah juga mbak

Afifah: Oh iya iya mas... Lah ini bukanya jam berapa mas?

Joko: Bukanya ya jam setengah 5 mbak

Afifah: Sampai jam berapa mas?

Joko: Ya sampai tutup mbak, biasanya ya sampai jam 12

Afifah: Trus harganya itu berapa mas seporsi?

Joko: Ayamnya itu 15 ribu sudah pakai nasi mbak

Afifah: Kok murah mas?

Joko: Murah mbak, yang penting itu berkahnya mbak

Afifah: Trus kalau lelenya berapa mas?

Joko: Kalau lelenya ya 13 ribu mbak

Afifah: Trus sambelnya ini bikin sendiri apa gimana mas? Dapat resep dari mana?

Joko: Kan saya sudah pernah ikut bosku mbak, jadi ya saya sudah tau lah mbak resepnya

Afifah: Oh berati ikut bosnya ya mas.. Trus modal awalnya berapa mas?

Joko: Waktu itu sekitar 15 an mbak, buat beli tenda, peralatan... yang paling mahal itu peralatan mbak, seperti kompor, piring, etalase, itu yang mahal mbak

Afifah: Trus lapaknya ini sewa apa gimana mas?

Joko: Lapaknya sewa mbak, per bulan itu saya bayar 750 ribu, trus biasanya ada keamanan juga ya saya beri 100 ribu gitu aja

Afifah: Itu sama kebersihan juga ya mas?

Joko: Iya, 100 ribu itu ya keamanan ya sama kebersihan juga

CXXII

Afifah: Itu perharinya bisa dapat berapa mas hasilnya?

Joko: Ya gak pasti mbak, namanya jualan kadang ya pasang surut mbak,

Afifah: Lha kalau mahasiswa rame gini bisa dapat berapa mas?

Joko: Ya kadang bisa 750 ribu mbak

Afifah: Lumayan ya mas 750 ribu

Joko: Iya Alhamdulillah mbak, sedikit banyak disyukuri saja

Afifah: Itu bersihnya apa kotornya mas?

Joko: Ya gimana ya mbak... ya begitu mbak

Afifah: Oh iya, mas ikut perkumpulan Joko Tingkir itu sebelum berjualan apa sesudah berjualan?

Joko: Ya sebelumnya mbak, mencari koneksi dulu

Afifah: Ada iuran gak mas?

Joko: Ya ada mbak, seikhlasnya...

Afifah: Mas, belanjanya ini dimana?

Joko: Biasanya ya di Pasar Ciputat mbak

Afifah: Oh gak di Pasar Induk mas?

Joko: Ya gak mbak, kejauhan itu mbak

Afifah: Trus ayamnya ini dari mana mas?

Joko: Ya di sana semua mbak, sudah lengkap semua di sana, di Pasar Ciputat...

Afifah: Kalau lelenya mas ini dari mana?

Joko: Oh kalau lelenya, biasanya ada yang nganterin gitu mbak, jadi saya sms dulu mbak nanti tinggal dikirim sama yang yang jual

CXXIII

Afifah: Mas, terus airnya itu dari mana mas... bawa dari rumah atau gimana?

Joko: Kalau airnya dari lapak sini mbak, di sana itu kan ada krannya mbak, lha saya ngambil dari situ mbak

Afifah: Oh berarti 750 ribu itu sudah sama airnya ya mas?

Joko: Iya mbak, 750 ribu itu sudah sama air dan listriknya juga

Afifah: Oh sama listriknya juga ya mas

Joko: Iya mbak

Afifah: Mas, kalau pegawainya ini ngambil dari orang Lamongan sendiri atau dari nyari dari luar gitu mas?

Joko: Ya saya ngambil dari orang rumah mbak, jadi saudara saya yang nganggur saya mintai tolong untuk bantu-bantu di sini, alhamdulillah ini sepupu saya sendiri mbak yang bantu saya.

Afifah: Alhamdulillah ya mas ada yang bantu

Joko: Iya mbak, nyari orang sekarang sulit banget mbak, apalagi yang bisa dipercaya mbak

Afifah: Lha ini pegawainya ada berapa mas, kok saya lihat cuma ada satu... biasanya ada berapa mas?

Joko: Ya memang cuma 2 orang mba sama saya, kan ya memang belum besar sih mbak, ya cuma saya sama sepupu saya, ya kadang istri saya kalau gak sibuk ya bantu-bantu di sini juga mbak

Afifah: Oh lha ini jualan soto juga ya mas?

Joko: Iya mbak, kan Lamongan juga terkenal sotonya juga mbak

Afifah: Oh berarti jual pecel lele sama soto juga ya mas

Joko: Iya, ya jualan soto, pecel lele, pecel ayam juga mbak

Afifah: Mas, lha kenapa gak jualan soto saja mas? Kok sama pecel lele juga?

CXXIV

Joko: Itu diferensiasi mbak

Afifah: Oh diferensiasi, Loh mas kok tahu diferensiasi juga, mas tahu dari mana mas?

Joko: Loh ya tahu lah mbak, jangan meremehkan saya mbak

Afifah: Oh dulunya mas pernah kuliah ya?

Joko: Haha mbak, mbak... saya kuliah kehidupan mbak

Afifah: Oh begitu ya mas..

Joko: Mbak itu jangan lihat dari covernya saja mbak, begini-begini saya ya tahu mbak, mbak ...

Afifah: Hehe saya bercanda mas

Joko: Haha sekarang itu dunia bsa diakses dari HP loh mbak

Afifah: Iya iya mas... Oh iya, mas ikut Gofood juga gak mas?

Joko: Ya pasti lah mbak, kalau gak ikut Gofood omsetnya ya kurang mbak, dengan adanya Gofood itu ya Alhamdulillah sangat membantu mbak, kadang dari Gofood itu ada yang pesan 10 bungkus mbak, kalau dilihat-lihat rata-rata yang pesan itu mahasiswa yang malas keluar mbak, malam-malam, rata-rata sih perempuan mbak kalau saya lihat dari namanya

Afifah: Oh gak dimarahin istrinya mas?

Joko: Kan ini orderan mbak, ya gak lah mbak...

Afifah: iya iya, lha kira-kira mas ingin buka cabang gak mas?

Joko: Ya namanya manusia dikasih ya pingin aja mbak, tapi ya belum bisa ini mbak, belum siap, SDM nya juga kurang mbak

Afifah: Ya berarti ini dulu saja ya mas

Joko: Ya iya mbak, tapi sebenarnya ya ingin juga mbak, ini sambil mengumpulkan modal sama nyari-nyari lokasi, yang sulit itu lokasi mbak

CXXV

Afifah: Lha ini koh bisa nemu tempat di sini ini gimana mas?

Joko: Ya sesama pedagang ya saling memberi informasi mbak

Afifah: Oh lha ini dari makelar apa dari temannya mas?

Joko: “Ya dari teman saya mbak”

Afifah: Oh teman Lamongan?

Joko: “Lha kan saya sudah biasa di pasar mbak, jadi ya sudah sering bertemu pedagang lainnya mbak memberi info kalau ada lokasi kosong yang pas buat berjualan”.

Afifah: Oh gitu ya mas.

Joko: “Iya mbak”.

Afifah: Oh iya iya, ya sudah kalau begitu mas, terimakasih ya mas.

Joko: “Iya, sama-sama mbak”.

Informan penglaris

Nama : Awam (nama disamarkan)

Pekerjaan : pedagang pecel

Afifah : mas, setahu saya mas sudah lama berjualan disini ya? Usaha-usaha apa yang mas lakukan sehingga dagangan mas masih bertahan sampai selama ini?

Awam : ya itu mbak, kalau orang lamongan biasanya nanya “mas njalok e ngalor” (mas mintanya ke utara? Atau pantai utara), ya soalnya di utara itu sudah terkenal tentang ambil semacam itu mbak. Kayak di desa X itu sudah jadi rahasia umum soal “pesugihannya” mbak. Karena mayoritas di desa itu Nelayan, caranya

CXXVI biar dapat ikan banyak ya dengan ambil begituan supaya “Along” atau bahasa indonesianya itu biar dapat ikan banyak. nah saya juga pakai mbak, itu buat penglaris dagangan saya juga, saya memakai buat jaga-jaga juga takut nanti saya kena kiriman dari saingan penjual yang lain. Kalau saya itu memakai “Centong” sebagai penglarisnya mbak. Ada juga yang pakai irus tapi saya lebih suka pakai Centongnya mbak, karena kalau centong pembeli kurang memperhatikannya.

Afifah : mas, kalau beli centong sakti itu dimana ya?

Awam : ya itu bisa ke orang pinter mbak di daerah utara Lamongan sana banyak.

Afifah : mas tahu tentang Gunung Sorowiti tah?

Awam : tahu mbak, kalau ke Gunung Sorowiti itu terkenal ambil Tuyul mbak, kalau saya kan ambil penglaris sama buat jaga-jaga saja.

Afifah : lah bedanya penglaris sama tuyul itu apa mas?

Awam: kalau penglaris itu biasanya berupa bacaan Do’a dan Alat masak misal centong dan irus. Itu cara membelinya pakai “Mahar” ya semacam kita ngasih uang 10 juta ke orang pinternya nanti kita juga dapat penghasilan segitu kurang lebihnya mbak.

Afifah : biasanya kisaran ngasih mahar itu masnya yang nentuin atau orang pinternya mas? Awam : kalau itu tergantung kita mbak, semakin besar kita memberi Mahar semakin besar juga pendapatan kita mbak.

Afifah : masnya beli centong itu atas keinginan masnya sendiri atau ditawari orang pinternya ?

Awam : ya kita disuruh milih mbak, mau ambil yang mana, biar pembeli nggak sadar ya saya pakai centong saja karena banyak juga pedagang lain yang memakainya.

CXXVII

Afifah : oalah, berarti yang memakai centong itu banyak ya mas, terus masnya ngasih ke orang pinter itu sekali saja atau setiap tahun ngasih?

Awam : ya terkadang kalau kita ada kelebihan rezeki ya kita ngasih ke orang pinternya mbak.

Afifah : itu sejumlah harga centong tadi atau berapa mas?

Awam : ya itu seikhlasnya kita saja mbak.

Afifah : mas selain itu mas juga pakai doa khusus nggak sebelum atau selama menjalankan usaha ini?

Awam : ada mbak, biasanya dari orang pinter dikasih satu kertas ditulis pakai bahasa arab, katanya itu ritual sebelum membuka usaha ya dengan membacakan doa-doa itu ke air satu bak kecil lalu disiramkan ke tenda dagangan kita mbak, biar dagangan kita laris dan juga tidak diganggu atau dikirimin oleh pedagang lain. Ya ibaratnya kita nyari aman mbak dengan ritual siram air pakai do’a itu.

Afifah : mas kalau orang pinter itu semacam dukun ta?

Awam : bukan mbak, orang pinter itu kyai yang merangkap sebagai kayak gitu mbak, itu di daerah utara lamongan sudah terkenal mbak namanya Pxxxxxx beliau sebagai kyai juga bisa ngasih doa-doa untuk penglaris, percepat jodoh, dan lain- lain mbak. Tapi kalau di pxxxxxx itu maharnya kita nyumbang atau ngasih pondok sebagai sedekahnya mbak.

Afifah : mas bisa kenal beliau itu dari mana?

Awam : ya memang beliau sudah terkenal bisa hal-hal semacam itu mbak. Dan teman saya pakai itu juga Alhamdulillah laris. Ya kalau kita itu ngambilnya masih wajar mbak, bukan yang ke dukun atau tuyul gitu mbak, soalnya kalau ambil walean (pesugihan) juga nanti malah repot.

Afifah : repotnya kenapa mas? Bukannya malah lebih untung pakai tuyul semacam itu?

CXXVIII

Awam : ya repot mbak, nanti kita harus nyari tumbal, kata temen saya yang pernah ke Gunung Sorowiti malah dilihatin wujudnya nanti kalau tidak bisa memberi tumbal, ya saya takut sendiri mbak.

Afifah : kalau tidak bisa ngasih tumbal emang kenapa mas? Apa kalau kita ngambil tuyul juga harus pakai mahar?

Awam : semuanya itu pakai mahar mbak, tergantung kita mau ambilnya yang kayak apa dulu, contoh ya mbak ada orang namanya J, terus J ini ke Surowiti, disana nanti J ditanya mau ambil tuyul berapa? Terus si J ngambil tuyulnya 2, nanti J ini harus memberi mahar sesuai dengan jumlah yang ingin didapatkan, misal saya membeli tuyul 7 juta terus uangnya yang diambil nanti bisa sesuai dengan perjanjian awal mbak, contoh yo si J ini minta tuyulnya ngambil uang 50an ya nanti yang diambil juga uang berupa 50an mbak dan bisa ngambil 7 juta mbak, tuyul juga seperti peliharaan mbak biasanya ada yang minta digendong juga. Nanti kalau tidak bisa memelihara tuyulnya nanti meninggalnya jadi “Patung” dengan berwajah yang ngambil itu mbak. Contoh si J ini nanti tidak bisa memberi tumbal ya nanti yang jadi tumbal anak atau orang yang makan hasil dari si J ini, biasanya kalau tidak bisa mengambil tumbal orang lain ya tumbalnya anaknya sendiri. Resiko lainnya dari pengambilan tuyul juga nanti meninggalnya jadi patung dengan berwajah dia. Dalam penggambilan tuyul juga ada perjanjiannya mbak, kalau tidak bisa menepati ya ada akibatnya mbak.

Afifah : kalau penglaris ini ada perjanjiannya juga ta mas?

Awam : ya ada mbak, ya dari mahar itu nanti kita sedekah sama orang pinternya gitu aja sih lebih mudah mbak.

Afifah : mas kalau buat jaga-jaga itu untuk melindungi dari apa ya mas?

Awam : gini mbak, dalam persaingan dagang itu ada namanya saling iri mbak, misal saya dagang disini , terus jarak 1 meter ada yang jualan lagi sama kayak saya ya biar usaha saya tidak mati ya saya harus pakai pelaris, pernah itu mbak awal-awal saya jualan disini itu nasi yang saya masak sering basi terus kata orang yang bisa ngelihat semacam itu bilang kalau dagangan saya ada yang ngirimin

CXXIX jadi suasanya kayak gelap tidak menarik orang buat beli mbak, kata orang pinter itu soalnya dapat kiriman dari sesama pedagang sebelah mbak tapi dia tidak mau ngasih tau yang mana orangnya. Setelah saya bacain do’a-do’a sambal menyiram air setiap sebelum buka jualan mbak, Alhamdulillah dagangan saya laris mbak.

Informan ke 7 :

Nama : Isa (nama disamarkan)

Umur : 32 tahun

Keterangan: konsumen

Tempat : pasar Ciputat.

Afifah : mas sampean penikmat warung-warung kaki lima ta?

Isa : iya mbak, saya biasanya suka makan di Warteg atau Warung pecel lele

Afifah : mas punya pengalaman-pengalaman lain waktu makan ditempat tersebut?

CXXX

Isa : iya pernah mbak, ya pengalaman-pengalaman biasa sih mbak

Afifah : biasanya kayak apa mas? Katanya mas bisa melihat makhluk- makhluk halus gitu?

Isa : ya biasanya mbak, setiap warung atau dagangan pasti ada penunggunya.

Afifah : penunggunya kayak apa mas? Terus kenapa kok sudah dianggap biasa?

Isa : ya karena rata mbak, dipasar-pasar juga kan pakai hal-hal seperti itu supaya laris, nah kalau di warung-warung itu biasanya ada jimat atau aji-ajinya mbak. Sependengaran saya sih kalau di warung pecel itu dari centongnya, mbak coba cermati gimana gerak gerik penjual pecel kalau sedang manaruh nasi, kalau ada gerak geriknya biasa saja atau jika menaruh nasi atau kah ada gerakan dua kali membalik ke baskom wadah nasi, kemungkinan bisa jadi ibu itu memakai jimat centong sebagai pelarisnya, nah gerakan kedua itu diibaratkan jika kamu membeli nasi ini bisa kembali untuk membeli lagi. Tapi saya tidak bisa memastikannya ya mbak. Tapi coba mbak cermati dulu ada yang aneh nggak dalam cara membungkusnya. Kalau di warteg (warung tegal) biasanya bisa dilihat di atas pintu bagian dalam ada kertas kecil bertulisan arab-arab atau kayak tulisan jawa gitu mbak.

Afifah : masnya kok bisa tau dari mana?

Isa : tau aja mbak, tapi itu masih kemungkinan karena hal semacam ini tidak dapat dibuktikan secara nyata mbak.

Afifah : mas kira-kira mas tahu tah orang-orang ngambil pelarisan itu dimana?

Isa : ya mudah saja mbak, sudah jadi banyak orang yang tahu ngambil pelarisan begitu ya di Gunung Kawi mbak, bukan Cuma orang Jawa Timur tapi orang Jawa Tengah pun mengkramatkan gunung tersebut. Ya biasanya mereka minta hal-hal seperti itu ke juru kunci Gunung. Atau dukun-dukun juga bisa mbak, tidak harus juga ke Gunung Kawi. Hal-hal kayak gini juga tidak bisa di ungkap secara valid mbak ya kita sebagai orang umum cukup tahu aja.

CXXXI

Afifah : oalah gitu ta mas, kalau yang ada gendruwonya duduk diatas meja, atau baskom nasi itu beneran ta mas?

Isa : kalau ada jin ya duduk di baskom nasi itu tidak ada mbak, yang ada itu ada semacam gedruwo yang berdiri untuk menarik pelanggan.

Afifah : terus ada yang mas ketahui lagi tah?

Isa : ya cukup itu mbak, soalnya kalau dijelasin lebih lengkap ya panjang mbak, intinya orang yang ngambil semacam itu ada beberapa tingakatan, pertama itu blorong yang berbentuk kepala orang dan berbadan ular, lalu tuyul, babi ngepet dan macem-macem mbak. Tapi yang paling tinggi itu ngambil blorong.

Afifah : oalah matur nuwun ya mas.

Isa: iya sama-sama mbak.

Informan ke-8

Nama : Sunandar (nama disamarkan)

Pekerjaan : ahli metafisika

Pengambilan : Tanggal 4 november 2019, pukul 20.16 wib

Penanya : suhu, bagaimana ciri- ciri warung makan yang menggunakan pesugihan atau penglaris itu?

Sunandar : biasanya pesugihan itu memiliki dua jenis yaitu pesugihan jenis hitam dan pesugihan jenis putih, jika pesugihan hitam itu biasanya memakai “Tumbal”.

CXXXII

Penanya : tumbalnya itu apa sih kira-kira mas?

Sunandar : tumbalnya itu nyawa, ada yang dikorbankan nyawa yang dikorbankan.

Penanya : nah di warung ini (x) kira-kira apa bentuk makhluknya?

Sunandar : nah kalau di warung-warung tidak bisa dilihat oleh mata normal, tapi secara spesifikasi dan kriteria itu memiliki ciri-ciri yang khas dari sebuah tempat/warung yang menggunakan pesugihan jenis hitam, yang pertama rasanya nggak enak tapi ramai banget.

Penanya : iya sih mas, pas dibawa pulang kok rasanya biasanya-biasa saja.

Sunandar: yang kedua itu tempatnya coba dilihat, ada terang-terangnya nggak, atau gelap banget. Kenapa kok tempatnya begitu yak arena disitu ada tempat pesugihannya makhluk yang mendiami tempat itu, walaupun tidak boleh atau tidak suka kena terang.

Penanya : kalau tempatnya rame itu selain enak kenapa mas?

Sunandar : ya selain pakai tumbal ya kita bisa cek tidak semua tempat makan atau warung yang gelap selalu memakai penglaris atau pesugihan ya lihat saja di zaman sekarang banyak juga tempat yang bagus-bagus dan bersih dengan penerangan yang banyak juga tetap memakai pesugihan (Tumbal), nah biasanya warung-warung itu biasa diketahui ya pasti ada ruang gelap dari sisi tertentu contohnya kalau di warung tegal jimat atau tumbalnya di atas pintu, atau di samping warung/tenda. Balik lagi kalau pesugihan hitam ciri khasnya itu gelap- gelap, tidak enak, terus tempatnya jelek tapi tetap saja rame. Sementara pesugihan putih itu biasanya yang punya usaha (Owner) itu “suka ngelakoni” artinya ngelakoni itu istilahnya dia itu menjalankan sebuah ibadah untuk penglarisan membaca matra, dan bersemedi sendiri. Selain meibatkan bantuan Guru Spiritual dia. Tapi kalau saya lihat pesugihan jalur putih dengan meminta bantuan untuk penglarisan dan juga dia ikut ngelakoni sendiri atau menjalankan pesugihan itu sendiri.

CXXXIII

Penanya : berarti mereka yang ngambil pesugihan putih juga mengambil korban?

Sunandar : ya bukan, kalau pesugihan putih seperti miritan itu.

Penanya : berarti pesugihannya nggak jahat mas?

Sunandar: iya nggak jahat.

Penanya : kan isunya banyak berkembang soal makhluk halus yang ngilerin nasi atau soto itu bener nggak mas?

Sunandar: oh kalau itu sebenarnya tidak ada atau bohong. Itu adalah isu-isu yang dibuat saingannya supaya usaha yang dilakukan saingannya hancur atau sepi. Misalnya kan dulu ada isu itu di kuah sotonya ada celana dalam atau kain kafan orang, nanti gitu yang makan pasti sakit kalian karena kuman, logikanya gitu.

Penanya : berarti itu Cuma mitos ya?

Sunandar : ya bisa dibilang begitu. Ada juga do’a-do’a penglaris yang dilakukan oleh owner. Do’a-do’a itu mereka dapatkan dari pemuka agama masing-masing ya bisa dibilang dari orang pinter lah. Seperti jimat gitu.

Penanya : suhu tadi kan sudah menjalaskan ciri-cirinya, kalau secara pengertian pesugihan itu apa dan boleh dijelasin tidak ?

Sunandar : oke tak jelaskan dengan bahasa yang bisa dimengerti ya, secara gampangannya gitu ya. Pesugihan itu adalah sebuah cara untuk mendapatkan kekayaan secara instan, itu pengertian sederhananya. Lalu saya akan menjelaskan secara analogi yang paling logic. Ini ibaratnya seperti ini , kamu mau pergi fitnes dengan harapan kamu mau punya badan bagus gitu lah ya, kamu kan nggak ngerti gitu ya, kamu coba ngeGym jalan 1 sampai 2 bulan kok badanku masih kecil ya, terus kamu latihan lagi secara terus menerus sampai jalan 6 bulan hingga 1 tahun tapi perubahannya Cuma sedikit, paling perut kamu yang berubah gitu. Akhirnya kamu tanya ke orang lain karena merasa usahamu ngeGym selama ini kurang

CXXXIV berhasil. Terus kata orang lain kamu harus suntik steroid, lalu kamu melakukan suntik steroid. Habis itu dalam waktu sebulan saja badan kamu langsung berubah, nah steroid itu diibaratkan seperti pesugihan.

Penanya : oalah, terus bagaimana ciri-ciri rumah makan yang mempunyai pesugihan/penglaris?

Sunandar : ciri-cirinya itu ada 2 macam, yang bisa terlihat oleh orang biasa dan tidak bisa dilihat. Dalam hal ini tidak semua rumah makan atau warung yang memakai pesugihan itu bisa dilihat, saya sebutkan dulu ciri-cirinya 1 hal yang paling umum adalah feeling anda meras janggal jika makan ditempat itu, kenapa bisa janggal? Ya satu karena makanannya anda rasa biasa-biasa saja bahkan rasanya bisa dibilang tidak enak tapi kok bisa rame.kayak gitu kan tidak bisa dijelaskan toh, padahal ini atau mungkin makanan itu sudah jelas-jelas nggak enak banget tapi bisa ramenya setengah mati, bahkan sampai antri-antri waiting list dan sebagainya.

Penanya : mungkin ada wifi gratis atau tempatnya enak buat nobar?

Sunandar : ya mungkin. Oke yang kedua misalnya kamu lihat tapi ini nggak semua ya, balik lagi pesugihan yang jenisnya hitam biasanya itu kalau tipenya black atau hitam itu kuno, tempatnya akan nyeleneh banget. Misalnya penerangannya kurang, remang-remang yang hampir tidak kelihatan apa-apa. Jadi waktu kamu makan misalnya deket trotoar gitu tapi lampunya Cuma satu, otomatis gelap dong. Nah yang ketiga yaitu atribut-atribut mungkin dari cat warna itu dominan hijau, dominan merah dan lain sebagainya. Misalnya juga suka dibakarin bau-bau dupa. Dari ketiga ciri-ciri itu yang bisa dilihat orang awam.

Penanya: jadi, kalau ngomongin warung makan yang ada pesugihan/penglarisnya itu kata temen saya ada yang bebek mati digantung di atas jualannya, terus ada pula jimat-jimat disembunyikan dimana, itu menurut anda bagaimana?

Sunandar : ya kalau ada yang memakai pesugihan terus bebeknya digantung dan orang bisa lihat ya berarti itu bukan orang nyari pesugihan ya itu orang tidak

CXXXV waras, karena orang yang memakai begituan pasti secara sembunyi-bunyi dan lebih banyak tidak mengakui dengan tuduhan tersebut.

Penanya : kok bisa?

Sunandar : ya nggak bisa orang nyari pesugihan iku diperlihatkan dengan jelas , orang pasti mikir kenapa kok bebek mati digantung diatas genteng atau tempat jualannya , pasti orang mikirnya aneh banget. Nah kalau soal jimat itu memang benar, tapi kalau jimat-jimat itu adalah cara bisanya kalau kita makan di tempat orang china kita selalu melihat ada jimat yang ditempel. Pengertian jimat itu apa? Jimat itu sebuah kertas kuning yang diliihat di film-film vampire ditempelin dijidatnya vampire itu nggak gerak. Nah kalau orang cina menyebutnya “HU”. Nah itu kertas yang ditulis oleh para suhu-suhu seperti saya begini atau ada mungkin ada dari pemuka agama , itu nulis seperti itu tulisan yang mengandung sebuah energi yang membawa sebuah keberhasilan. Maknanya bisa macam- macam, ada jimat itu ditempel untuk menangkal serangan-serangan misal kita punya warung terus kita punya saingan, terkadang saingan kita nggak suka sama tempat kita karena tempat kita rame. Nah jimat itu gunaya untuk menangkal, karena pasti saingan kita itu pergi ke dukun dengan tujuan ingin menyerang warung itu , dukunnya disuruh pakai guna-guna atau jampi-jampi ya bisa dibilang nyuruh nyantet lah supaya sepi warungnya.

Penanya: nyerangnya pakai hal semacam itu ya? Tidak kasat mata?

Sunandar : ya seperti kenyataannya.

Penanya : nah saya mau tanya kan banyak orang-orang bilang kalau warung yang ada pesugihannya itu kalau dimakan di tempat enak tapi pas dibawa pulang rasanya beda itu bagaimana?

Sunandar : lah itu sebenarnya Cuma logika. Jadi gini, kamu misalnya makan mie instan goreng kamu baru masak dalam keadaan panas, kamu makan enak. Coba misalkan kamu pesen makan lewat gojek “pak pesen mie instan goreng pakai telor” tempat warungnya sama rumah kamu itu jaraknya 5 kilo, terus dia nyamperin ya otomatis karena kelamaan dijalan ya jelas nggak enak lagi mie

CXXXVI instannya karena sudah dingin. Jadi, kenapa lebih enak makan ditempat ya karena kalau dimakan ditempat penjualnya itu masih fresh/masih panas.

Penanya : tolong jelaskan pengertian pesugihan putih?

Informan S : pesugihan putih itu pesugihan yang tidak menggunakan tumbal, tidak ada tumbal dalam persugiihan tersebut.

Penanya : terus perjanjiannya apa ?

Sunandar : perjanjiannya adalah ya biasaya kita itu memohon. Contoh seperti salah satu tempat di Jawa Timur.

Penanya : itu dimana ? di Gunung kah?

Sunandar : ya, orang datang kesana, disana ada sebuah makan yang dikeramatkan makam salah satu tokoh zaman dulu yang dikeramatkan, kemudian dia minta sesuatu, berharap untuk minta supaya aku jadi kaya. Ya tidak ada yang ditumbalin dari situ tapi kan kalau kita sudah diberi kekayaan, kita harus minimal memberi beberapa dari perjanjian berapa persen berapa persen. Nah kalau pesugihan hitam itu intinya adalah ada sesuatu yang ditumbalkan. Kalau zaman dulu ya, kita mengenal dari zaman/tahun 60an sampai pertengahan 80-90an itu anak yang ditumbalkan, tidak mati tapi jadi bodoh. Jadi didalam satu rumah kalau mungkin ada ya didalam kehidupan ini kita pernah datang atau menjumpai kerumah seseorang kalau dirumah itu ada salah satu anak dari keluarga tersebut salah satu laki-laki atau perempuan kah yang bodoh, tapi diperlakukan seperti anak emas, dibuatkan kamar yang bagus baby sitternya sampai 2 diturutin segala permintaannya, yak arena apa? Itu adalah salah satu sumber kekayaannya yang ditumbalkan adalah dia anaknya yang bodoh tadi. Tadi yang pertama. Kalau yang kedua ini itu sngat terkenal sampai isunya berkembang dimana-mana itu tumbal “NYAWA” . nah kalau nyawa ini ada dua macam, ada yang bayi janin ya.

Penanya : bayi kisaran umur berapa bulan?

Sunandar : ya mungkkin 3 sampai 4 bulanan lah.

CXXXVII

Penannya : sengaja digugurkan atau keguguran itu ?

Sunandar : ada yang sengaja digugurkan jadi ada yang sengaja menjual janinya itu untuk dibuat sebagai wujud pertumbalan, ada yang memang dia sedang mengandung tiba-tiba anaknya mati, ada yang seperti itu.

Penanya : terus efeknya apa ke dia?

Sunandar : bentar belum selesai. Yang ketiga adalah tumbalnya ini yang paling jahat, itu tumbalnya manusia yang sudah dewasa contoh bisa cari di youtube ada. Ada syarat dari pesugihan itu adalah dia menaruh uang serratus ribu dipinggir jalan, nanti kita lihat dari jauh kira-kira ada orang lihat itu uang seratus ribu, lalu kamu misalkan ngambil serratus ribu tadi ya yang mengambil itu akan mati, ya itu tumbal.

Penanya : oh gitu toh. Iya sering itu saya denger-denger.

Informan S : terus yang ke-empat itu ad pesugihan keramat atau pesugihan Legendaris yang istilahnya dia itu mengikat perjanjian dengan salah satu Legenda di Indonesia misalnya pesugihan ***** dan lain sebagainnya. Nanti itu sistemnya adalah ***** itu kalau misalnya berhasil ketemu sama dia, dia akan menemui kita, dan dia akan melakukan sebuah hubungan badan sama kita, setelah kita akan diberi kekayaan sama dia. Tapi kekayaan itu ada resikonya, nah resikonya dia adalah dia punya batas waktu mungkin sampai kisaran 5 tahun sampai 7 tahunan setelah itu kita mati. Ketika kita mati kita juga ikut jadi anak buahnya dia.

Penanya : jiwanya ya diambil berarti?

Sunandar : iya gitu.

Penanya : terus suhu bisa masang pesugihan juga gitu, bisa nggak?

Sunandar : kalau saya jawab jujur sih, tentu saya bisa.

Penanya : syarat-syaratnya apa aja?

Sunandar : syarat-syaratnya satu harus punya usaha.

CXXXVIII

Penanya: ya pasti kalau tidak punya usaha ngapain pasanag pesugihan.

Sunandar : nah itu biasanya yang sering saya katakana kepada anak-anak muda yang dia merasa ingin instan banget, lalu dia datang ke saya,, dia bilang gini “suhu saya mau pasang pesugihan” , saya tanya kamu kerja apa? Terus dijawab “belum ada kerjaan sih” terus saya suruh pulang. Kalau mau ambil pesugihan itu modalnya harus ada dulu dan itu tidak sedikit gitu lho. Tapi kamu harus siap menetukan piihan dulu mau pesugihan hitam atau pesugihan putih. Kalau pesugihan putih kamu harus siap tanggung resikonya, resiko terendahnya adalah Karma.

Penanya : pasang kayak gitu ada harga-harganya atau apa gitu?

Sunandar : kalau sekedar penglaris itu harganya itu ada yang jutaan sampai puluhan juta, tapi kalau sudah menginjak yang namanya pesugihan itu ada ratusan juta, sampai M, puluhan M bahkan ratusan M.

Penanya : terus ini cara kerja pesugihannya itu gimana? Kalau misalkan berbentuk makhluk, ada yang bilang katanya itu kayak dia melambaikan tangan, kayak manggil-manggil atau ada yang yang diludahin mungkin?

Sunandar : penjelasan yang paling mendasar dan yang paling tepat adalah pesugihan itu adalah kaidah tertinggi didalam kehidupan kita, itu prinsip “Take and Give” paham maksud saya kan?

Penanya : oh iya.

Sunandar : jadi kamu ngasih aku aku ngasih balik seperti itu, itu sebagai suatu “hajatan” saja, pesugihan itu sama dengan gini lho ya kamu beramal di panti asuhan, rumah ibadah ya itu tujuannya apa?

Penanya : mendapatkan barokah/berkah?

Sunandar : nah itu prinsip apa? penanya : take and give. Tapi tergantung caranya ya.

CXXXIX