Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

SISTEM AKUAPONIK PRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis Niloticus) BERKELANJUTAN DI LAHAN PEKARANGAN DENGAN PAKAN DUCKWEED (Lemnaceae)

AQUAPONIC SYSTEM OF A SUSTAINABLE TILAPIA (Oreochromis Niloticus) PRODUCTION IN A BACKYARD FEED WITH DUCKWEED (Lemnaceae)

Sulmin Gumiri

Study Program of Aquatic Resources Management, Fishery Department - Faculty of University of Palangka Raya, Kampus UPR Tunjung Nayo, Jalan Yos Sudarso Palangka Raya, 73111 e-Mail : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu isu ketersediaan pangan akhir-akhir ini adalah semakin banyaknya jenis makanan yang terkontaminasi bahan berbahaya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kecenderungan orang untuk mengkonsumsi ikan organik. Sejak satu dekade terakhir kebutuhan dunia akan ikan organik mengalami pertumbuhan 25 % per tahun, sementara kontribusi budidaya ikan organik baru sebesar 0,01 % dari total produksi budidaya ikan dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi produksi ikan nila berkelanjutan yang hemat energi dan efisien di lahan sempit perkotaan dengan menganalisis tingkat efisiensi kegiatan budidaya ikan nila organik dengan pakan Duckweed pada sistem akuaponik di lahan sempit pekarangan perkotaan. Metode yang digunakan terdiri dari menghitung laju pertumbuhan Duckweed pada sistem akuaponik dan pengukuran laju pertumbuhan ikan nila pada komposisi pakan yang berbeda, serta melakukan analisis terhadap efisiensi budidaya ikan nila organik pada kolam terpal dengan pakan Duckweed. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan maksimum Duckweed terjadi pada hari ke sebelas sejak pertama penebaran sedangkan setelah 45 hari penebaran bobot ikan nila, baik yang diberi pakan campuran Duckweed dan pelet maupun hanya Duckweed saja ternyata lebih tinggi dari bobot ikan nila yang hanya diberi pakan pelet komersial.

Kata Kunci : Ketahanan pangan , akuaponik, ikan nila, duckweed

ABSTRACT, One of recent important issue on food security is the directly or indirectly increase of contaminated food with dangerous substances that lead to the tendency increase of people to consume organic . Since last decade, annual world demand for organic fishes has increased 25%, while the contribution of cultivated organic is only 0.01% of the total world aquaculture fish production. This research aimed to develop a sustainable tilapia fish production technology with low cost energy and efficient in urban backyard, by analyzing the efficiency of tilapia aquaculture feed with Duckweed in an aquaponik system and then measuring the growth rate of tilapia fishes in different feed composition, and also analyzing the efficiency of organic tilapia farming in plastic pond feed with Duckweed. Results showed that maximum growth of Duckweed was achieved 11 days after its scattering on water, while after 45 days after their introduction, the body weight of tilapia fishes feed with either the mixture of commercial pellet with Duckweed or Duckweed only were higher that the body weight of tilapia fishes that were fed with commercial pellet only.

Keywords : Food security, aquaponik, tilapia, duckweed

PENDAHULUAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi isu-isu ketahanan pangan khususnya ketersediaan sumberdaya ikan utamanya bagi masyarakat di Kota Palangka Raya. Dengan semakin berkurangnya ketersediaan lahan dan cenderung terus memburuknya kualitas air serta mahalnya harga pakan ikan komersial saat ini, maka diperlukan suatu inovasi teknologi untuk mencari alternatif sistem budidaya ikan

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 14 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

di lahan sempit yang efisien dengan memanfaatkan mekanisme alam sebagai sumber energi utama penggeraknya. - Ikan nila Ikan nila (Oreochromis Niloticus) adalah ikan air tawar yang berasal dari Afrika (Nelson, 2008). Di alam, ikan nila mulai memijah sejak berumur 4 bulan dengan ukuran panjang badan sekitar 9,5 cm dan berat sekitar 15 gram (Susanto, 2002). Pembiakan terjadi sepanjang tahun tanpa adanya musim tertentu dengan interval waktu kematangan telur sekitar 2 bulan. Sebelum memijah, ikan jantan biasanya membentuk sarang berupa lubang di dasar perairan lunak. Sementara telur yang telah dibuahi biasanya akan dierami oleh induk betina di dalam mulutnya hingga menetas (mouth breeder). Karena mudah dipelihara di perairan tenang, kolam maupun reservoir (Susanto, 2002), ikan nila juga dapat beradaptasi dengan sangat baik di kolam budidaya bersirkulasi dan biasanya cukup tahan terhadap fluktuasi kualitas air khususnya kandungan oksigen terlarut, suhu, pH dan padatan terlarut (Diver, 2006). Meskipun demikian, jika dipelihara pada sistem akuaponik, maka kualitas air yang baik harus terus dipertahankan untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal dan menjaga kesehatan ikan agar tidak terserang penyakit. Pada sistem akuaponik, parameter kualitas air yang paling penting untuk terus dijaga adalah suhu air, oksigen terlarut dan kandungan ammonia, sementara kandungan nitrat dan nitrit tidak terlalu berpengaruh kepada kesehatan ikan kecuali pada konsentrasi yang sangat tinggi hingga mencapai 300-400 mg/L (Connolly dan Trebic, 2010). Spade (2009) melaporkan bahwa pada sistem akuaponik, pertumbuhan terbaik ikan nila akan dicapai jika dilakukan pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari dengan komposisi pakan yang setidaknya mengandung protein 32%. - Tumbuhan air Duckweed Tumbuhan air Duckweed atau biasa juga disebut mata lele dalam Bahasa adalah jenis tumbuhan hijau yang hidup mengapung di permukaan air. Ciri-ciri morfologi dari tumbuhan yang termasuk ke dalam family Lemnaceae ini antara lain memiliki bentuk seperti daun pipih dengan ukuran beberapa centimeter saja. Ada dua jenis tumbuhan Duckweed, jenis pertama adalah yang memiliki satu atau lebih akar dan 2 kantong reproduksi lateral, sedangkan jenis lainnya adalah yang tidak memiliki akar dan hanya terdiri dari satu kantong reproduksi. Dalam kondisi yang cocok, tumbuhan ini dapat bereproduksi dengan sangat cepat dan dapat menutupi seluruh permukaan air (Sembiring, 2011). Tumbuhan Duckweed berkembang biak secara vegetatif. Satu individu dapat menghasilkan sampai sepuluh generasi hanya dalam beberapa minggu. Dalam waktu kurang dari dua hari, pada kondisi unsur hara, sinar matahari dan suhu yang ideal, tumbuhan ini dapat berkembang biak hingga dua kali lipat (Tayamen, 2011). Jika dipelihara secara efektif, produktivitas mata lele dapat mencapai 10-30 ton bobot kering per hektar yang mengandung 43% protein dan 5% lemak jenuh (Leng, dkk,. 1995). Produktivitasnya

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 15 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

yang tinggi dan kaya nutrisi, telah menjadikan jenis tumbuhan air ini sebagai sumber pakan ternak dan ikan yang sangat potensial untuk dikembangkankan di kebun pekarangan. - Teknologi Akuaponik Akuaponik adalah suatu teknologi yang merupakan gabungan antara teknologi hidroponik dan budidaya ikan. Pada teknologi ini, air yang digunakan pada pemeliharaan ikan akan mengalami pengayaan unsur hara berupa senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor yang berasal dari kotoran ikan. Air ini kemudian disirkulasikan ke media tanam di mana unsur hara yang ada di dalamnya akan diserap oleh tanaman yang ditanam secara hidroponik (Connolly dan Trebic, 2010). Teknologi akuaponik merupakan salah satu alternatif solusi terhadap isu-isu dari kedua sistem baik budidaya ikan maupun budidaya tanaman secara hidroponik. Sistem budidaya ikan sering menghadapi kendala berupa pencemaran air akibat dari akumulasi limbah pakan dan limbah kotoran ikan, sedangkan sistem budidaya tanaman hidroponik juga dihadapkan kepada kendala mahalnya harga pupuk kimia sebagai unsur hara yang harus disediakan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Ikan yang dipelihara di kolam akan mengeluarkan limbah buangan khususnya dalam bentuk nitrat dan amoniak melalui urin dan insangnya ke seluruh air di kolam. Semakin lama, senyawa-senyawa buangan beracun ini akan terakumulasi di air dan akan mempengaruhi kesehatan ikan. Di lain pihak senyawa buangan ikan ini dapat digunakan sebagai pupuk organik yang akan menyuburkan tanaman (Nelson, 2008). Karena itu, sistem akuaponik dikembangkan untuk mengatasi kedua isu tersebut di mana unsur hara berlebihan yang mencemari air media pemeliharaan ikan dapat disirkulasi sebagai pupuk ke media tanaman hidroponik untuk diserap oleh tanaman yang sekaligus berperan sebagai penyaring, dan air bersih hasil dari penyaringan tersebut kemudian dialirkan kembali ke kolam pemeliharaan ikan (Nelson, 2008). Dengan kata lain, pada teknologi akuaponik, limbah dari suatu sistem biologi akan menjadi unsur hara yang sangat diperlukan pada suatu sistem biologi lainnya (Diver, 2006). Karena itu, teknologi akuaponik saat ini dapat dianggap sebagai suatu teknologi ekstrim yang efisien sumberdaya dan merupakan metode berkelanjutan dalam memproduksi tanaman pada semua tingkatan usaha (Suits, 2010) yang benar-benar mendekati pola interaksi alami antara tanaman dan ikan di ekosistem perairan alami. Berbeda dengan sistem akuaponik yang sudah umum dikembangkan saat ini di mana tanaman yang dipelihara adalah tanaman jenis holtikultura seperti tomat, cabe dan berbagai jenis sayuran konsumsi lainnya, pada penelitian ini tanaman yang akan dibudidayakan secara hidroponik adalah tumbuhan air Duckweed yang sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pakan ikan nila. Temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah teknologi produksi ikan nila berkelanjutan dengan sistem akuaponik di lahan sempit perkotaan

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 16 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di kolam pekarangan rumah peneliti di Kota Palangka Raya mulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober tahun 2014. Bahan dan alat 1. Penyiapan media percobaan Untuk media percobaan, dibuat dua buah kolam terpal yang disusun berseri dengan ukuran 2 x 2 m dan 4 x 4 m. Rangka kolam terbuat dari batako yang dilapisi terpal dengan ketebalan 0,5 mm. Media dasar kolam adalah tanah gambut yang telah dimatangkan pada penelitian sebelumnya (Gumiri, 2013). Kolam diisi dengan air tanah dengan kedalaman sekitar 25 cm. Untuk membuat sistem akuaponik, kolam yang kecil diletakkan sedikit lebih tinggi dari kolam yang besar. Air dari kedua kolam disirkulasi dengan menggunakan pompa akuarium berukuran 18 Watt. Kolam yang kecil digunakan untuk uji coba pertumbuhan Duckweed, sedangkan kolam yang lebih besar digunakan untuk uji coba pertumbuhan bibit ikan nila. Dengan sistem sirkulasi maka air yang kaya fosfor dan nitrogen yang berasal dari buangan kotoran ikan nila di kolam besar dapat dialirkan ke kolam yang lebih kecil di atasnya untuk merangsang pertumbuhan tanaman Duckweed. Selanjutnya, tumbuhan Duckweed yang tumbuh subur di kolam kecil dipanen secara berkala untuk dijadikan pakan ikan nila di kolam besar. Dengan demikian, sistem akuponik ini menciptakan simbiosis mutualisme berkelanjutan yang saling menguntungkan antara Duckweed dan ikan nila. Desain kolam percobaan seperti terlihat pada gambar 1 berikut:

Saluran sirkulasi air Pompa dan

filter

Tanpa pakan Pelet komersial Kolam Duckweed (Kontrol)

Pancoran Duckweed Pelet komersial +

Duckweed

Gambar 1. Formasi kolam akuaponik dan desain penelitian

2. Pengukuran laju pertumbuhan Duckweed Pengukuran laju pertumbuhan Duckweed dilakukan dengan penghitungan langsung pertambahan anakan (frond) seperti yang dianjurkan oleh Landolt dan Kandeler (1987). Untuk menghitung pertumbuhan, dilakukan penebaran bibit tumbuhan air Duckweed di permukaan air kolam. Penghitungan dilakukan

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 17 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

dengan melakukan pengamatan langsung dan menghitung setiap penambahan anakan yang terlihat menempel dengan induknya dengan mengabaikan baik ukuran maupun umur anakan. 3. Pengukuran pertumbuhan ikan nila Pertumbuhan ikan nila diamati dua kali yaitu di awal dan di akhir penelitian. Parameter yang diukur adalah pertumbuhan panjang dan berat. Untuk pengukuran pertumbuhan, ikan ditangkap dengan menggunakan serok dan kemudian ditampung sementara di ember untuk kemudian diukur pertumbuhannya. Panjang ikan diukur dengan mistar sedangkan berat ikan ditimbang dengan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 2 digit. Tingkat keberlangsungan hidup diamati langsung in situ di lapangan 4. Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada tingkat signifikasi 5 % (Sokal dan Rohlf, 1995) untuk mengetahui adanya beda nyata antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Pertumbuhan Duckweed Gambar 2 di bawah ini menunjukan laju pertumbuhan Duckweed di kolam akuaponik sebelum penebaran benih ikan nila. Dari gambar terlihat bahwa tumbuhan Duckweed berkembang cukup cepat segera setelah ditebar di permukaan kolam. Penambahan jumlah helai daun sudah terjadi di hari kedua setelah penebaran dan terus berlangsung hingga mencapai jumlah maksimum di hari ke-11. Setelah hari ke-11, pertumbuhan Duckweed mulai menurun. Penurunan ini terjadi karena tidak terjadi penambahan helai daun baru sedangkan daun-daun yang sudah ada sebagian mulai mengalami kematian. Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa penebaran ikan nila, tumbuhan Duckweed hanya akan berkembang biak selama 11 hari dan setelah itu akan mulai mengalami kematian. Penyebab dari terhentinya laju pertumbuhan Duckweed ini adalah karena kurangnya unsur hara di kolam akuaponik karena belum dilakukan penebaran ikan nila.

Pertumbuhan Duckweed sebelum penebaran benih ikan nila 20

15

10

5 Jumlah helai helai daunJumlah 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Hari ke -

Gambar 2. Laju pertumbuhan Duckweed sebelum penebaran benih ikan nila

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 18 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

Laju Pertumbuhan ikan nila Pada saat penebaran, panjang benih ikan nila adalah 3,25 cm. Setelah 45 hari penebaran, pertumbuhan panjang benih ikan nila disajikan pada gambar 3 berikut:

Pertumbuhan panjang 10

8

6 Kontrol Pelet

4 Duckweed Panjang (cm) Panjang 2 Pelet + Duckweed

0 Jenis pakan yang diberikan

Gambar 3: Pertumbuhan panjang benih ikan nila setelah 45 hari penebaran

Dari gambar 3 di atas terlihat bahwa perbedaan pakan yang diberikan menghasilkan pertumbuhan panjang benih ikan nila yang bervariasi. Pemberian ketiga jenis pakan pada benih ikan nila memberikan laju pertumbuhan panjang yang lebih cepat dibandingkan dengan benih ikan nila yang tidak diberi pakan sama sekali (kontrol). Dari ketiga jenis pakan yang diberikan, ditemukan bahwa lajur pertumbuhan panjang tercepat terjadi pada benih ikan nila yang diberi pakan campuran pelet komersial dan tumbuhan Duckweed. Laju pertumbuhan berat benih ikan nila setelah 45 hari penebaran dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Pertumbuhan berat 25

20

15 Kontrol Pelet 10

Berat Berat (gr) Duckweed Pelet + Duckweed 5

0 Jenis pakan yang diberikan

Gambar 4: Pertumbuhan berat benih ikan nila setelah 45 hari penebaran

Dari gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa pemberian ketiga jenis pakan pada benih ikan nila juga menghasilkan pertumbuhan berat yang lebih besar dibandingkan dengan pada benih ikan nila yang tidak

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 19 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

diberi pakan (kontrol). Pertumbuhan berat tertinggi terjadi pada benih ikan nila yang diberi pakan Duckweed dan campuran antara Pelet komersial dan Duckweed. Rasio pertumbuhan panjang dan berat benih ikan nila dapat dilihat pada gambar 5 berikut:

Rasio panjang/berat 2,5 2 Kontrol 1,5 Pelet

Rasio 1 Duckweed 0,5 Pelet + Duckweed 0 Jenis pakan yang diberikan

Gambar 5: Rasio pertumbuhan panjang dan berat benih ikan nila setelah 45 hari penebaran

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa pemberian ketiga jenis pakan memberikan rasio pertumbuhan panjang dan berat benih ikan nila yang lebih baik jika dibandingkan dengan benih ikan nila yang tidak diberi pakan (kontrol). Benih ikan nila yang diberikan pakan Duckweed dan campuran antara Pelet komersial dan Duckweed memiliki rasio panjang dan berat yang lebih baik jika dibandingkan dengan benih ikan yang hanya diberi pakan Pelet komersial saja. Rasio panjang dan berat terbaik ditemukan pada benih ikan nila yang diberi pakan campuran Pelet komersial dan Duckweed. Uji statistik Hasil uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan perlakuan pemberian jenis pakan terhadap pertumbuhan panjang benih ikan nila disajikan pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Sidik ragam pertumbuhan panjang benih ikan nila setelah 45 hari penebaran Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% 1% Perlakuan 3 15,767 5,256 9,594** 2,86 4,38 Galat Percobaan 36 19,721 0,548 Umum 39 35,488

Dari tabel 1 terlihat bahwa perbedaan perlakuan berupa pemberian jenis pakan yang berbeda memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan panjang benih ikan nila (Fhitung > Ftabel 1%). Hasil uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan perlakukan pemberian jenis pakan terhadap pertumbuhan berat benih ikan nila dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Sidik ragam pertumbuhan berat benih ikan nila setelah 45 hari penebaran Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% 1% Perlakuan 3 769,4 256,467 13,518** 2,86 4,38 Galat Percobaan 36 683 18,972 Umum 39 1452,4

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 20 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

Tabel 2 di atas juga menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan berupa pemberian jenis pakan yang berbeda memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan berat benih ikan nila (Fhitung >

Ftabel 1%). Hasil uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan perlakukan pemberian jenis pakan terhadap pertumbuhan rasio panjang dan berat benih ikan nila dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Sidik ragam rasio panjang dan berat benih ikan nila setelah 45 hari penebaran Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F F Tabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung 5% 1% Perlakuan 3 4,763 1,588 6,505** 2,86 4,38 Galat Percobaan 36 8,787 0,244 Umum 39 13,550

Tabel 3 di atas juga menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan berupa pemberian jenis pakan yang berbeda memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap rasio pertumbuhan panjang dan berat benih ikan nila (Fhitung > Ftabel 1%).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini: a. Budidaya ikan nila dapat dilakukan dengan sistem aquaponik dengan dikombinasikan dengan tumbuhan Duckweed sebagai pakan alternatif di lahan sempit pekarangan. b. Perbedaan pemberian jenis pakan memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap pertumbuhan benih ikan nila. c. Pemberian pakan berupa kombinasi antara pelet komersial dan Duckweed memberikan pertumbuhan panjang tertinggi pada benih ikan nila. d. Benih ikan nila yang diberi pakan berupa kombinasi pelet komersial dan tumbuhan Duckweed memiliki rasio pertumbuhan panjang dan berat yang paling baik dibandingkan dengan benih ikan nila yang hanya diberi pakan pelet komersial atau tumbuhan Duckweed saja.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2011): Duckweed Aquatic Central (DAC). http://duckweed aquaticcentral.com/ products/duckweed/, didownload tanggal 20 Mei 2014

Connolly, K. dan Trebic, T. (2010): Optimization of a backyard aquaponic food production system. McGill University

Diver, S. (2006): —Integration of with Aquaculture. ATTRA—National Information Service (National Center for Appropriate Technology).

Gumiri, S., Djanang, B. dan Kurniawan, M. (2013): Pengaruh pematangan gambut terhadap kualitas air dan sintasan bibit ikan gabus (Channa stiata) di perairan kolam terpal. Journal of Tropical Fisheries, Volume 8(1), 2013.

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 21 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ISSN 2655-8947

Landolt, E. and Kandeler, R. (1987): The family of Lemnaceae - a monographic study. Vol. 2, Phytochemistry, physiology, application, bibliography. Veroff. Geobot. Inst. ETH, Zurich, 638 pp.

Leng, R.A., Stambolie, J.H. and Bell, R. (1995): Duckweed - a potential high-protein feed resource for domestic animals and fish. Journal of Livestock Research for Rural Development, Volume 7, Number 1, October 1995

Nelson, R. L. (2008): Aquaponics Food Production: Raising fish and for food and profit. Montello: Nelson and Pade Inc.

Sembiring, K. (2011): Duckweed. https://kennedisembiring.files.wordpress.com/ 2011/ 03/cimg2649.jpg didowload tanggal 20 Mei 2014

Sokal, R.R. and Rohlf, F.J. (1995): Biometry, 2nd edn. WH Freeman

Spade, J. S. (2009): Village Aquaponics. Aquaponics Journal

Stange, T. dan Bayley, A. (2008): Sustainable Development – Linking economy, society, environment. OECD Publishing

Suits, B. (2010): Access to Personal Agriculture. The Aquaponics Guidebook, Volume 1, 2nd Edition , pp. 1-12.

Susanto H. (2006): Budidaya ikan di pekarangan (Edisi Revisi). Penebar Swadaya, Jakarta.

Tayamen, M.M. (2011): Propagation of Duckweed (Lemna Perpusilla) in Net Enclosure. http://businessdiary.com.ph/1571/, didownload tanggal 20 Mei 2014

Wackernagel, M., Rees, W.E., (1996): Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth. Gabriola Press New Society Publishing, B.C.

Ward, B., Dubos, R., (1972): Only One Earth. Penguin Harmmondsworth, London.

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 22