RIWAYAT BUNYI: Eksplorasi Alat Musik dari Data Arkeologi

Oleh:

TETABUHAN NUSARAYA "Menyuarakan Keragaman Kolektivitas" D.S. Nugrahani

46

Pendahuluan

Katalog Pameran Nasional Salah satu pertanyaan yang mungkin muncul di kalangan masyarakat awam ketika melihat pameran Tetabuhan Nusaraya: Sounding the Diverse Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 Collectivities ialah alat musik apakah yang paling tua atau yang pertama kali digunakan? Tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena perlu merunut keberadaan alat musik secara diakronis. Kajian tentang alat musik baik secara diakronis maupun tentunya secara sinkronis, telah menarik perhatian para arkeolog sejak awal abad ;;'LGDODPDUNHRORJLPHPDQJWHUGDSDWVSHVLÀNDVL bidang yang secara khusus memfokuskan pada kajian tentang musik, dikenal dengan sebutan arkeo– musikologi atau arkeologi musik. THE HISTORY OF SOUNDS: Exploring Musical Instruments from Archaeological Data of Nusantara’s Musical Intruments 2017 National Exhibition Catalog

By: D.S. Nugrahani

47 "Sounding the Diverse Collectivities" TETABUHAN NUSARAYA

Introduction

For general society, seeing the collections of Tetabuhan Nusaraya: Sounding the Diverse Collectivities National Exhibition may bring out a common question: What is the oldest musical LQVWUXPHQWVRUWKHÀUVWHYHUXVHG"7KDWLVQRWDQ easy question to answer, as an investigation to reveal the instruments existence diachronically is needed. The diachronic and synchronic study of the musical instruments have attracted a lot of archaeologists’ attention since the beginning of 20thFHQWXU\,QDUFKDHRORJ\WKHUHLVDVSHFLÀFÀHOG which focuses on the music studies that is called Archaeomusicology or Musical Archaeology. Arkeomusikologi dan Riwayat Bunyi tua, sayangnya memang tidak dapat dipastikan dengan jelas kronologinya. Sachs, lebih lanjut Arkeomusikologi didefnisikan sebagai suatu menjelaskan bahwa memang tidak mudah untuk kajian yang multi disiplin, setidaknya melibatkan menjawab permasalahan terkait kronologi alat musik pendekatan-pendekatan disiplin bidang musikologi yang paling tua. Walaupun demikian, sebenarnya dan arkeologi. Secara garis besar dapat dijelaskan Sachs menduga bahwa cangkang kerang atau bahwa arkeomusikologi menggunakan kajian arte– cangkang buah yang keras seperti cangkang kenari fak berupa alat musik yang ditemukan dari sumber- yang dirangkai dengan tali adalah alat musik tertua, sumber arkeologi, untuk merekonstruksikan aktivitas yang dapat digolongkan sebagai strung rattle . bermusik di masa lalu. Lingkup kajian bidang ar– NHRPXVLNRORJL GLPXODL  GDUL LGHQWLÀNDVL MHQLV DODW musik hingga dikembangkan kajiannya baik secara diakronis maupun sinkronis.

Pendekatan musikologi, misalnya melalui kajian organologi, mempunyai peran yang pen– ting dalam menjelaskan bagaimana artefak alat musik menghasilkan bunyi dan bagaimana dimainkan. Sementara kajian kontektual yang lazim digunakan dalam interpretasi arkeologi mempunyai kepentingan memberikan gambaran tentang peran

TETABUHAN NUSARAYA "Menyuarakan Keragaman Kolektivitas" alat musik dalam masyarakat. Kajian tersebut terasa lebih valid dengan dukungan data arkeologi berupa 48 inskripsi dan manuskrip. Kajian lain yang tidak kalah menariknya ialah arkeo-etnomusikologi. Kajian ter– VHEXW PHQHUDSNDQ SHQGHNDWDQ DQDORJL HWQRJUDÀ untuk memahami dan merekonstruksikan tradisi musik yang sudah punah melalui tinggalan artefak berupa alat musik.

Publikasi Sachs yang berjudul The History of Musical Instument (1940) dan The Rise of Music in the Ancient World East and West (1943) yang Katalog Pameran Nasional membidani lahirnya arkeomusikologi memberikan gambaran tentang riwayat bunyi. Diasumsikan Data Arkeologi tentang Alat Musik

Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 bahwa musik berasal dari bunyi-bunyi berirama yang dihasilkan dari benturan benda, misalnya Sejauh ini, temuan arkeologis berupa artefak bunyi alat yang digunakan untuk membuat objek telah memberikan gambaran alat musik yang secara atau cangkang kerang yang saling berbenturan. NURQRORJLV EHUXVLD WXD 7HPXDQ ÁXWH \DQJ WHUEXDW Intinya, bunyi berirama yang dihasilkan dari bukan dari tulang femur beruang, yang ditemukan di gua alat musik. Pada masa yang lebih kemudian, bunyi hunian prasejarah Hohle Fels (Jerman) pada 2008, alu yang menimpa atau berbenturan dengan lesung hingga saat ini dapat dianggap sebagai alat musik dan menimbulkan suara teratur dapat berkembang tertua, berusia 40.000 tahun (Owen, 2009). Kemudian menjadi musik lesung. terdapat shankha, yaitu cangkang kerang dari spesies

Termasuk bunyi berirama yang paling tua ialah yang digunakan sebagai terompet, yang dihasilkan dari bagian tubuh manusia, misalnya populer di setidaknya pada 1.000 BC. Di India, tepuk tangan dan siulan. Meskipun disebut paling selain dikenal sebagai atribut Dewa Wisnu, shankha dibunyikan dalam upacara ritual keagamaan dan Archaeomusicology and One of the oldest rhythmic sounds are Sounds History produced with the human’s body, for example hand clapping and whistling. Even though $UFKDHRPXVLFRORJ\LVGHÀQHGDV being mentioned the oldest, it does not brings a multidisciplinary study, leastwise it clear chronological explanation. Sachs further involves approaches from musicology explains that it is not easy to reveal the oldest and archaeology disciples. Generally, musical instrument chronology. However, Sachs archaeomusicology examines artifacts, presumes that shells or fruit shells like canary tied which is musical instruments found in altogether is the oldest musical instrument. Then, archaeology sources, to reconstruct it is categorized as strung rattle. musical activities in the past. The scope of archaeomusicology once has begun by identifying the types of musical of Nusantara’s Musical Intruments 2017 instruments until then developed diachronically and synchronically. National Exhibition Catalog

Musicology approach, for an example organology, brings an important role in explaining how the musical instrument artifact produces sounds and how it is played. Whereas, contextual study is generally applied in archaeological interpreting to describe the role of the instruments in the society. The study 49 will be more valid if supported with archaeological data in forms of inscription and manuscript. Another interesting study "Sounding the Diverse Collectivities" TETABUHAN NUSARAYA is archaeo-etnomusicology. The study applies ethnography-analogy approach to understand and reconstruct extinct musical tradition through musical instrument artifacts.

Sachs publication entitled The History of Musical Instrument (1940) and Archaeological Data of Musical The Rise of Music in the Ancient World Instruments East and West (1943), which assisted the birth of archaeomusicology, described the The all the time archaeological artifact story of sounds. He assumed that music ÀQGLQJVKDYHGHVFULEHGWKHROGHVWPXVLFDO came from the rhythmic sounds of struck instrument which is chronologically very old. The things, for the example was the sounds of ÀQGLQJRIÁXWHPDGHRIEHDU·VIHPXUIRXQGLQD an instrument that managed objects or prehistoric cave Hohle Fels (Germany) at 2008, is shells hit one to another. The point was presumed as the oldest musical instrument until that the sounds produced did not come present day, 40.000 years old (Owen, 2009). Then, from musical instruments. During the later there is also shankha, shells from the species period, the sounds of alu stroke lesung, Turbinella pyrum that was used as . This which produced rhythmic sounds, had instrument was popular in India during 1.000 B.C. developed into lesung music. terompet perang. Di Jawa pada masa kuna, shankha Utara, berumur pertengahan pertama abad masehi pun cukup populer, banyak digambarkan dalam re– (Kunst, 1968). Pada bronze kettle drum tersebut lief candi dan karya sastra. terdapat hiasan gores yang menggambarkan orang- orang memainkan mouth organ yang menggunakan labu untuk mengiringi tarian. Dari hiasan tersebut dapat diasumsikan bahwa sezaman dengan bronze kettle drum, telah pula dikenal mouth organ yang di lingkungan etnis Dayak dikenal dengan sebutan kledi.

Artefak yang tidak kalah pentingnya ialah bronze kettle drum yang berasal dari budaya perunggu di Dongson, dengan penanggalan sekitar 600 BC-1 AD (Kunst, 1968). Di Indonesia, bronze kettle drum dikenal dengan sebutan nekara, dan ada pula yang secara khusus disebut Moko. Sejauh ini, bronze kettle drum diinterpretasikan sebagai alat musik yang dipukul untuk mengiringi berbagai upacara ritual, misalnya upacara ritual kematian, Relief candi merupakan data arkeologi yang TETABUHAN NUSARAYA "Menyuarakan Keragaman Kolektivitas" panen, dan upacara ritual memanggil hujan. kaya akan informasi tentang alat musik. Melalui relief, tidak hanya diketahui ragam alat musik secara 50 visual, tetapi juga bagaimana alat musik tersebut dimainkan, baik secara individu maupun dalam ansambel. Terkait dengan kajian alat musik melalui relief candi, Kunst dalam publikasinyayang berjudul Hindu-Javanese Musical instruments (1968) telah mendokumentsikan secara komprehensif. Kemudian, ada Ferdinandus yang mengungkapkan sejarah alat musik dan kedudukannya dalam ansambel pada masa Jawa Kuno melalui publikasinya yang Katalog Pameran Nasional berjudul Alat Musik Jawa Kuno (2001), Rappoport yang menulis tentang Ancient Musical Instruments Depicted in Padang Lawas, North Sumatera (2014), Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 dan tentu masih banyak publikasi hasil riset tentang alat musik yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Berbeda dengan relief, prasasti berbahasa dan berhuruf Jawa Kuna juga menyajikan informasi tentang alat musik. Survei terhadap sejumlah prasasti yang berasal dari abad IX-X AD menunjukkan bahwa ragam jenis alat musik yang dijumpai dalam prasasti tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan yang dijumpai dalam releif candi, sebagaimana dikaji

Salah satu bronze kettle drum yang layak oleh Kunst (1968) dan Ferdinandus (2001). Hal mendapat perhatian ialah yang ditemukan di Annam ini, kemungkinan karena alat musik yang disebut dalam prasasti hanyalah yang ada atau dimainkan Rather known as the god attribute, WKHÀUVWFHQWXU\$' .XQVW 2QWKHGUXP shankha was played in ritual ceremonies surface lays decorative bulbous patterns which and during the war in India. During the depict people playing mouth organ made of Ancient Java period, shankha was popular pumpkin kinds for dance accompaniment. The enough. It was carved in temple’s relief patterns presume that the organ has come from and depicted in literature works. the same age with the bronze kettle drum. The mouth organ also known in Dayak ethnic group called kledi. of Nusantara’s Musical Intruments 2017

Another important artifacts is the bronze kettle drum, which had come from National Exhibition Catalog the Dongson’s bronze culture, dated around 600 B.C -1 A.D (Kunst, 1968). In Indonesia, bronze kettle drum is rather known with nekara, and some mentions particularly with Moko. So far, bronze kettle drum is interpreted as a struck instrument Temple’s relief is a rich archaeology data for some rituals accompaniment, like for containing a lot of information about musical example death, harvest, and call for rain instruments. The relief does not only visualize the 51 ritual ceremonies. variant of musical instruments, but also how the instruments played individually or in ensemble. In

a relation with the study of musical instruments "Sounding the Diverse Collectivities" TETABUHAN NUSARAYA through temple’s relief, Kunst on his publication entitled Hidu-Javanese Musical Intruments (1968) has provided comprehensive documentation. Then, there are Ferdinandus who reveals the history of musical instruments and their position in an ensemble during the Ancient Java period with his publication entitled Alat Musik Jawa Kuno (2001), also Rappoport has written Ancient Musical Instruments Depicted in Padang Lawas, North Sumatera (2014), and a lot of research publications about musical instrument that could not be discussed here.

Different with the relief, inscription with Ancient Java language and letters also provides information about musical instruments. The survey of several inscriptions which come from 9-10th century A.D shows that the variant of One of bronze kettle drums which musical instruments found in the inscription are deserves a lot of attention has been found fewer than in temple’s relief, in accordance with LQ1RUWK$QQDPGDWHGIURPÀUVWKDOIRI dalam upacara penetapan sima saja, mengingat Musik dalam Masyarakat Jawa Kuna prasasti merupakan dokumen yang terkait dengan penetapan suatu desa menjadi sima.

Melalui prasasti diperoleh gambaran tentang alat musik yang dimainkan dalam ritual upacara penetapan sima dan alat musik yang dimainkan dalam pertunjukan yang merupakan hiburan da– lam pesta yang diselenggarakan dalam upacara penetapan sima. Alat musik yang digunakan dalam Relief Lalitavistara (Borobudur) yang menggambarkan pertunjukan musik ritual upacara ialah curing (sejenis canang). Kemudian (repro: Miksic, 1991) terdapat padahi (kendang) yang dimainkan untuk mengiringi orang membaca kidung. Artikel ini ditutup dengan menekankan sekali Tampaknya padahi merupakan alat musik yang lagi bahwa data arkeologi berupa relief candi dan cukup populer pada waktu itu dan hampir selalu ada sumber tertulis berupa prasasti, setidaknya dapat di dalam pertunjukan musik, baik yang dipahatkan memberikan gambaran bahwa musik merupakan dalam relief maupun sumber tertulis. Selain dimain– bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan kan sendiri untuk mengiringi pembacaan kidung, masyarakat Jawa Kuna. Musik hadir dalam banyak padahi juga dimainkan untuk mengiringi tarian. Pada event, misalnya upacara ritual dan hiburan yang saat mengiringi tarian, padahi menjadi bagian dari dimainkan keliling desa (mbarang) untuk mengiringi ansambel yang dimainkan bersama regang (simbal tarian, pertunjukan lawak, dan wayang. TETABUHAN NUSARAYA "Menyuarakan Keragaman Kolektivitas" atau kecer) dan brekuk sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Taji (895 AD), atau dimainkan bersama 52 tuwungcanang berbentuk piala, Kunst, 1968), regang, dan brekuk (Prasasti Lintakan, 905 AD).

Gangsa merupakan jenis alat musik lain yang sudah dikenal di Jawa pada abad IX-X AD (Ferdinandus, 2001). Istilah gangsa digunakan untuk menyebut alat musik yang terbuat dari perunggu. Relief Karmawibhanga (Borobudur): Zoetmulder (1982) menghubungkannya dengan alat Pertunjukan tarian yang diiringi kendang musik berbentuk genta (bel) perunggu, sedangkan dan simbal. Kendangnya istimewa karena

Katalog Pameran Nasional Kunst (1968) mengaitkannya dengan gamelan. dibuat dari bejana yang ditutup membran, dikenal dengan sebutan udupot. Akan tetapi, gamelan yang dimaksud tentunya bukan gamelan sebagaimana orkestra yang dikenal Pemain musik menjadi profesi dalam masyarakat Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 sekarang. Tampaknya, gamelan yang dimaksud ma– yang menjadi mata pencaharian. Apabila tinggal sih terbatas dalam bentuk pilah-bilah perunggu di istana maka akan menerima gaji dan apabila yang ditata di atas rak kayu. bermain dalam upacara penetapan sima akan merima hadiah disebut pasek-pasek, berupa emas, perak, dan pakaian. Dengan demikian, pemusik da– pat menduduki status sosial yang penting di dalam strutur masyarakat Jawa Kuna. Kunst (1968) and Ferdinandus (2001) study. Music in Ancient Java Society This is presumably because the musical instruments mentioned in the inscription is only played for sima ceremony, as the inscription is a document related with the ceremony in determining a village into sima.

The inscription describes the musical instruments which are played for the Lalitavistara Relief (Borobudur) describes sima ceremony accompaniment and music performance the instruments which are played for (repro: Miksic, 1991) entertainment purpose on the celebration In conclusion, this article emphasizes that of Nusantara’s Musical Intruments 2017 during the ceremony. The musical archaeological data found in the temple’s relief instrument which are played during the and the inscription leastwise provides a description ceremony is curing (a kind of canang). National Exhibition Catalog that music is a part of the Ancient Java society Then, there is padahi (kendang) which is that cannot be left. Music was performed in some played for ballad reading accompaniment. important events like ritual ceremony and moving Padahi musical instrument was public entertainment show around the village popular enough at that time and always (mbarang) to accompany dance, comedy, and played in musical performances, as shadow puppet. depicted on the relief and described on the written sources. Instead for ballad reading accompaniment, padahi was also 53 played to accompany dance. During the accompaniment, padahi was played in an ensemble, played together with regang "Sounding the Diverse Collectivities" TETABUHAN NUSARAYA (a kind of cymbal or kecer) and brekuk as described on Taji Inscription (895 A.D), or played with tuwung canang whose shape was similar with a cup (Kunst, 1968), Karmawibhanga Relief (Borobudur): regang, and brekuk (Lintakan Inscription, Dance Performance accompanied by 905 A.D). kendang and cymbals. The kendang is quite special since it was made of vessel covered Gangsa was a musical instrument with membrane, called udupot. which was popular in Java during 9-10th century A.D (Ferdinandus, 2001). The Musician was a profession for living in the term gangsa was used to refer musical society. The musician living in a palace would get instruments which were made of bronze. paid, whereas they who played for sima ceremony Zoetmulder (1982) related the term with would be granted a gift called pasek-pasek which bronze , whereas Kunst (1968) related was gold, silver, and clothes. Therefore, musician the term with gamelan. However, Kunst’s achieved important social status in the Ancient Java description did not refer to the present society’s structure. gamelan ensemble, whereas to bronze bars which were arranged above wooden racks. DAFTAR PUSTAKA

Christie, Jan Wisseman, 2000. Register of the Inscriptions of Java From 732 to 1060 AD. Darmosoetopo, Riboet, 2003. Sima dan Bangunan Keagamaan di Jawa Abad IX-X TU. Jogjakarta: Penerbit Prana Pena. Ferdinandus, Pieter Eduard Johannes, 2001. Alat Music Jawa Kuno. Yogyakarta: Yayasan Mahardika. Kunst, Jaap., 1968. Hindu-Javanese Musical instruments. The Hague: Martinus Nijhoff. Owen, James, 2009. : Bone Flute is Oldest Instrument, Study Says”, National Geographic, June 24, 2009. Rappoport, Dana, 2014. About Ancient Musical Instruments Depicted in Padang Lawas, North Sumatera. This Article is published electronically in https://www.researchgate.net/publication/298297875 . Sachs, Curt, 1940. The History of Musical Intruments. New York : W.W. Norton and Co. Inc. Publisher. TETABUHAN NUSARAYA "Menyuarakan Keragaman Kolektivitas"

54 Katalog Pameran Nasional Alat Musik Tradisional Nusantara 2017 REFERENCES

Christie, Jan Wisseman, 2000. Register of the Inscriptions of Java From 732 to 1060 AD. Darmosoetopo, Riboet, 2003. Sima dan Bangunan Keagamaan di Jawa Abad IX-X TU. Jogjakarta: Penerbit Prana Pena. Ferdinandus, Pieter Eduard Johannes, 2001. Alat Music Jawa Kuno. Yogyakarta: Yayasan Mahardika. Kunst, Jaap., 1968. Hindu-Javanese Musical instruments. The Hague: Martinus Nijhoff. Owen, James, 2009. : Bone Flute is Oldest Instrument, Study Says”, National Geographic, June 24, 2009. Rappoport, Dana, 2014. About Ancient Musical Instruments Depicted in Padang Lawas, North Sumatera. This Article is published electronically in https://www.researchgate.net/publication/298297875 . Sachs, Curt, 1940. The History of Musical Intruments. New York : W.W. Norton and Co. Inc. Publisher. of Nusantara’s Musical Intruments 2017 National Exhibition Catalog

55 "Sounding the Diverse Collectivities" TETABUHAN NUSARAYA