ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

T E S I S

Oleh:

HARIADI SIRAIT 117030042/BIO

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 3

Universitas Sumatera Utara ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

HARIADI SIRAIT 117030042/BIO

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Mangister Sains Dalam Program Studi Magister Biologi Pada Program Pasca Sarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

HARIADI SIRAIT 117030042/BIO

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara PENGESAHAN TESIS

Judul Penelitian : ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN Nama : HARIADI SIRAIT NIM : 117030042 Program Studi : BIOLOGI Fakultas : Matekatika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si Ketua Anggota

Ketua Program Studi D e k a n

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dr. Sutarman, M.Sc

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Agustus 2013

HARIADI SIRAIT NIM : 117030042

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : HARIADI SIRAIT NIM : 117030042 Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

Análisis Kandungan Logam Berat Pada Beberapa Jenis Ikan yang Terdapat Di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti Non- Eksklusif ini, Universitas sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa mmeminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2013

( HARIADI SIRAIT )

Universitas Sumatera Utara Telah diuji pada

Tanggal : 02 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc Anggota : Dr. Hesti wahyuningsih, M.Si Dr. Erni Jumilawaty, M.Si Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed

Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Hariadi Sirait, S.Si, M.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Sibadihon, 09 Januari 1988 Alamat Rumah : Jl. Rakyat Gang. Pendidikan lingk. IV No. 4 Kec. Medan perjuangan, Medan Telepon/Faks/HP : 085261611509, 085763931509 e-mail : [email protected]

DATA PENDIDIKAN SD : Negeri-2 Nagatimbul Tamat : 2000 SMP : SMP Negeri-2 Lumban Julu Tamat : 2003 SMA : SMAN 1 Lumban Julu Tamat : 2006 Strata-1 : FMIPA USU Tamat : 2011 Strata-2 : PSM Biologi PPs FMIPA USU Tamat : 2013

Universitas Sumatera Utara PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul ”Analisis kandungan logam berat pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan” dalam waktu yang telah ditetapkan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada DIKTI khususnya Pihak Beasiswa Unggulan yang memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan saya di Pasca Sarjana Departemen Biologi FMIPA USU. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus.,M.Sc selaku pembimbing I dan Dr. Hesti Wahyuningih, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang memberikan panduan yang penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M.Biomed dan Ibu Dr. Erni Jumilawaty M.Si selaku ketua dan sekretaris penguji yang telah banyak memberikan saran dan arahan demi penyelesaian tesis ini. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Biologi, dan kepada Dekan FMIPA USU Dr. Sutarman M.Sc. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua yang sangat saya sayangi, Ayah saya A. Sirait dan Ibu saya M. Sitorus buat setiap tetes keringat, Air mata, harapan, doa dan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Terimakasih kepada keluargaku, abang-abangku; M. Sirait SH., B. Sirait SH., H. Sirait ST., R. Sirait SE., T. Sirait Amd., kepada kakak ku J. Sirait Amd dan D. Sirait Amd., juga kepada adik saya yang saya banggakan R. Sirait ST yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada saya. Terimakasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i pascasarjana Biologi 2011 yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu per satu, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Terimakasih kepada team lapangan Batang Toru; Toberni S, Helen S, Bertua S, Bapak Charles Simanjuntak S.Pi, M. Si atas bantuan dan kerjasamanya di lapangan. Terimakasih juga kepada sahabat-sahabat saya; Andri P, Rudi M, Sutrisno S, Hilda S, Widya L, Frans S, Noaksen S, Cholik D yang sahabatku yan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terimakasih buat motivasi yang diberikan kepada saya. Terimakasih yang spesial buat Resti Feronika Purba SE, yang selalu setia memberikan waktu, doa dan semangat kepada saya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Sebelum dan sesudahnya Penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2013

Penulis

Universitas Sumatera Utara ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Penelitian tentang kandungan logam berat pada berbagai jenis ikan telah dilakukan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan pada bulan Maret-April 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi pada tubuh ikan dan pada air, serta untuk mengetahui kualitas air Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu. Metoda penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Random Sampling” pada 6 (enam) stasiun pengamatan. Analisis logam berat dilakukan pada daging ikan dan air menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada tubuh ikan belum melebihi batas baku mutu menurut SNI/7387/2009. Kandungan logam berat yang terakumulasi pada air belum melebihi batas baku mutu berdasarkan PP No.82 Tahun 2001. Aek Pahu Tombak memiliki kualitas air yang baik sekali, sedangkan Sungai Batang Toru dan Aek Pahu Hutamosu memiliki kualitas air yang baik.

Kata Kunci : Ikan, logam berat, perairan, Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu.

Universitas Sumatera Utara ANALYSIS OF CONTENT HEAVY METALS IN VARIOUS FISH SPECIES IN BATANG TORU RIVER, AEK PAHU TOMBAK AND AEK PAHU HUTAMOSU DISTRICT SOUTH TAPANULI

ABSTRACT

Research about content of heavy metals in various fish species have been done in Batang Toru River, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu district South Tapanuli in March- April 2013. The purpose of this study was to determine the content of heavy metals that accumulate in the body of fish and the water, and to determine the water quality of River Batang Toru, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu. The method for determining the location of sampling for fish sample is "Purposive Random Sampling" in 6 (six) observation stations. Analysis of heavy metal analyzed on fish meat and water using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). The results showed that the content of heavy metal in fish body didn’t exceeded the quality standard by SNI/7387/2009. Content of heavy metals accumulated in the water didn’t exceeded the quality standard based on Regulation No.82 of 2001. Aek Pahu Tombak River has a very good quality of water but Batang Toru River and Aek Pahu Hutamosu have a good quality of water.

Keyword: Fish, heavy metal, water, Batang Toru River, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

PENGHARGAAN i ABSTRAK ii ABSTRACT iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3 1.3 Tujuan 3 1.4 Hipotesis 3 1.5 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai 4 2.2 Biologi Ikan 5 2.3 Ekologi Ikan 6 2.4 Pencemaran Logam Berat Dalam Perairan dan 7 Bahaya Bagi Manusia 2.4.1 Timbal (Pb) 8 2.4.2 Kadmium (Cd) 9 2.4.3 Tembaga (Cu) 10 2.4.4 Merkuri (Hg) 11 2.4.5 Seng (Zn) 12 2.5 Faktor Fisik Kimia pada Air 13 2.5.1 Suhu 13 2.5.2 Turbidity/ Kekeruhan 13 2.5.3 Derajat Keasaman (pH) 14 2.5.4 Dissolved Oxygen (DO) 15 2.5.5 Biologychal Oxygen Demand (BOD) 15 2.5.6 Total Suspended Solid (TSS) 16

BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat. 17 3.2 Metoda Penelitian 17 3.3 Deskripsi Area 17

Universitas Sumatera Utara 3.4 Metoda Pengambilan Sampel 18 3.4.1 Pengambilan Sampel Ikan 18 3.4.2 Pengambilan Jaringan Tubuh Ikan 19 3.4.3 Pengambilan Sampel Air 19 3.5 Pengukuran Logam Berat 20 3.5.1 Pengukuran Logam Berat pada Jaringan Tubuh Ikan 20 3.5.2 Pengukuran Logam Berat pada Air 20 3.6 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 20 3.7 Analisa Data 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-jenis Ikan dan klasifikasi 25 4.2 Kandungan Logam Berat Pada Air 29 4.3 Kandungan Logam Berat Pada Ikan 31 4.3.1 Timbal (Pb) 31 4.3.2 Cadmium (Cd) 34 4.3.3 Tembaga (Cu) 36 4.3.4 Merkuri (Hg) 38 4.3.5 Seng (Zn) 39 4.4 Analisis Korelasi Person (r) Logam Berat 41 pada Ikan dengan Logam Berat pada Air 4.5 Faktor Fsik Kimia Air 43 4.5.1 Suhu 43 4.5.2 Turbidity/Kecerahan 44 4.5.3 Derajat Keasaman (pH) 45 4.5.4 Dissolved Oxygen (DO) 45 4.5.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD) 46 4.5.6 Total Suspended solid (TSS) 47 4.6 Sifat Fisika Kimia Di Perairan Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu 48 Berdasarkan Metode Storet

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 50 5.2 Saran 50

Daftar Pustaka 51

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam 22 Pengukuran Faktor Fisik- Kimia Perairan Tabel 3.2 Nilai Baku Mutu Logam Berat Tubuh Ikan Menurut SNI/7387/2009 dan Dalam Air menurut standard 23 Baku Mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 Tabel 3.3 Klasifikasi Mutu Air Metode Storet 24 Tabel 3.4 Pemberian Skor dalam Penentuan indeks Storet 24 Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang Didapat pada 25 Stasiun Penelitian Tabel 4.2 Kandungan Logam Pb, Cd, Cu, Hg Dan Zn (ppm) pada Air Sungai Serta Standard Baku Mutu berdasarkan 29 PP No. 82 tahun 2001. Tabel 4.3.1 Kandungan Timbal (Pb) Pada Semua Ikan Yang Terdapat Disetiap Stasiun Penelitian Serta Batas 32 Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan MenurutSNI /7387/ 2009 Tabel 4.3.2 Kandungan Kadmium (Cd) Pada Semua Ikan Yang Terdapat Disetiap Stasiun Penelitian Serta 34 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Tabel 4.3.3 Kandungan Tembaga (Cu) Pada Semua Ikan Yang Terdapat Disetiap Stasiun Penelitian Serta Batas 36 Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Tabel 4.3.4 Kandungan Merkuri (Hg) Pada Semua Ikan Yang Terdapat disetiap Stasiun Penelitian Serta Batas 38 Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Tabel 4.3.5 Kandungan Seng (Zn) Pada Semua Ikan Yang Terdapat Disetiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum 40 Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Tabel 4.4 Korelasi antara Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada Ikan 41 dengan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada Air. Tabel 4.5 Nilai Faktor Fisik Kimia pada Masing-masing 43 Stasiun Penelitian Tabel 4.6 Sifat Fisika Kimia di Perairan Sungai Batang Toru, 48 Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Berdasarkan Metode Storet

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Puntius binotatus 26 Gambar 2. Puntius lateristriga 26 Gambar 3. Mystacoleucus marginatus 27 Gambar 4. Osteochilus waandersii 28 Gambar 5. Tor douronensis 28

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Foto Stasiun Penelitian 54 Lampiran B. Peta Lokasi 56 Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 57

Lampiran D. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 58 Lampiran E. Bagan Kerja Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) 59 Lampiran F. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang 60 Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air Lampiran G Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Pada Pangan 62 Standar Nasional (SNI) 7387 Tahun 2009

Universitas Sumatera Utara ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA BEBERAPA JENIS IKAN DI SUNGAI BATANG TORU, AEK PAHU TOMBAK DAN AEK PAHU HUTAMOSU KAB. TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Penelitian tentang kandungan logam berat pada berbagai jenis ikan telah dilakukan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan pada bulan Maret-April 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan logam berat yang terakumulasi pada tubuh ikan dan pada air, serta untuk mengetahui kualitas air Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu. Metoda penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Random Sampling” pada 6 (enam) stasiun pengamatan. Analisis logam berat dilakukan pada daging ikan dan air menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada tubuh ikan belum melebihi batas baku mutu menurut SNI/7387/2009. Kandungan logam berat yang terakumulasi pada air belum melebihi batas baku mutu berdasarkan PP No.82 Tahun 2001. Aek Pahu Tombak memiliki kualitas air yang baik sekali, sedangkan Sungai Batang Toru dan Aek Pahu Hutamosu memiliki kualitas air yang baik.

Kata Kunci : Ikan, logam berat, perairan, Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu.

Universitas Sumatera Utara ANALYSIS OF CONTENT HEAVY METALS IN VARIOUS FISH SPECIES IN BATANG TORU RIVER, AEK PAHU TOMBAK AND AEK PAHU HUTAMOSU DISTRICT SOUTH TAPANULI

ABSTRACT

Research about content of heavy metals in various fish species have been done in Batang Toru River, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu district South Tapanuli in March- April 2013. The purpose of this study was to determine the content of heavy metals that accumulate in the body of fish and the water, and to determine the water quality of River Batang Toru, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu. The method for determining the location of sampling for fish sample is "Purposive Random Sampling" in 6 (six) observation stations. Analysis of heavy metal analyzed on fish meat and water using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). The results showed that the content of heavy metal in fish body didn’t exceeded the quality standard by SNI/7387/2009. Content of heavy metals accumulated in the water didn’t exceeded the quality standard based on Regulation No.82 of 2001. Aek Pahu Tombak River has a very good quality of water but Batang Toru River and Aek Pahu Hutamosu have a good quality of water.

Keyword: Fish, heavy metal, water, Batang Toru River, Aek Pahu Tombak and Aek Pahu Hutamosu.

Universitas Sumatera Utara BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Salah satu contoh yaitu sungai batang Toru. Sungai Batang Toru merupakan induk sungai yang terbentuk dari sungai Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu. Sungai Batang Toru terdapat pada daerah Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara. Sungai Batang Toru adalah salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan dengan panjang 69,32 Km. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di Ekosistem Batang Toru mengikuti pola paralel. Artinya, pola aliran sungai bentuknya memanjang ke satu arah dengan cabang-cabang sungai kecil yang datangnya dari arah lereng-lereng bukit terjal kemudian menyatu di sungai utamanya, yaitu sungai Batang Toru yang mengalir di lembahnya.

Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu banyak dimanfaatkan oleh penduduk dalam kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan pertanian, perkebunan, industri berupa pertambangan emas dan tempat pembuangan limbah dari rumah tangga. Akibat adanya kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai. Pencemaran adalah masuknya zat atau energi oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung ke dalam lingkungan perairan yang menyebabkan efek merugikan karena merusak sumber daya hayati, membahayakan kesehatan manusia, menghalangi aktivitas perairan, menurunkan mutu perairan yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di perairan bagi biota penghuninya.

Universitas Sumatera Utara Adanya industri pertambangan di hulu sungai Batang Toru akan menghasilkan limbah berupa logam berat seperti timbal, kadmium, tembaga, merkuri, dan seng. Menurut Widowati et al., (2008), logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat limbah industri dan logam berat hampir selalu ada dalam setiap pencemaran dari limbah industri karena selalu diperlukan dalam setiap proses industri.

Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang perlu mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang sulit terdegradasi, sehingga mudah terakumulasi ke dalam lingkungan dan organisme perairan. Salah satu organisme yang hidupnya di dalam air yaitu ikan. Ikan merupakan organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia tersebut mempengaruhi kualitas perairan baik fisik, kimia dan biologis (Rifai et al., 1984).

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Seperti halnya yang terjadi di sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu yang banyak dimanfaatkan penduduk untuk mencari ikan untuk dikonsumsi. Apabila ikan-ikan yang terdapat di sungai tersebut terakumulasi logam berat seperti timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng maka akan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut Widowati et al., (2008), pencemaran logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian berupa analisis kandungan logam berat pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan.

Universitas Sumatera Utara 2. Permasalahan Adanya kegiatan masyarakat disekitar sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu akan mempengaruhi kualitas air sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu khususnya kandungan logam berat seperti timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng. Namun sejauh ini belum diketahui seberapa besar kandungan logam berat yang terakumulasi pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui kandungan timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng yang terakumulasi pada beberapa jenis ikan dan pada air di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu. b. Untuk mengetahui kualitas air Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu.

1.4 Hipotesis Kualitas air Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu telah tercemar dan beberapa jenis ikan yang terdapat di sungai tersebut terakumulasi timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng.

1.5 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dan data mengenai kualitas sungai dan kandungan timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng yang terakumulasi pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan

Universitas Sumatera Utara BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai Sistem perairan menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 2004).

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingan jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1994).

Ekosistem perairan yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan berarus deras) misalnya sungai. Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah mulai dari bentuk kecil dibagian hulu sungai sampai besar di bagian hilir. Air hujan di atas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil, kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama, dengan demikian dapat dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut (Loebis, 1993).

Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia disepanjang aliran sungai. Manfaatnya

Universitas Sumatera Utara sebagai sumber air sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu sebagai sarana transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya. Namun sungai dapat menjadi sumber bencana apabila tidak dijaga baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya yang dapat menurunkan daya gunanya jika pengaruh yang ditumbuhkan dari berbagai aktivitas melebihi daya dukung sungai atau tercemarnya air oleh zat-zat kimia yang akan mematikan kehidupan yang ada di sekitarnya dan merusak lingkungan (Loebis, 1993).

Hampir setiap hari sungai diseluruh dunia menerima sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah tangga, aliran air permukaan, daerah urban dan pertanian. Karena aliran tersebut, kebanyakan sungai tidak dapat berubah normal kembali dari pencemaran karena arus air dapat mempercepat degradasi limbah yang memerlukan oksigen selama sungai tersebut tidak meluap karena banjir. Degradasi dan nondegradasi pada arus sungai yang lambat tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah tersebut (Darmono, 2001).

2.2 Biologi Ikan Ikan merupakan vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang (beberapa jenis ikan bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang/gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio. Otak itu di bungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan) atau tulang menulang. Ada sepasang mata. Kecuali ikan-ikan siklomata, mulut ikan itu di sokong oleh rahang. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran- saluran semi sirkular, sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik. Sirkulasinya menyangkut aliran seluruh darah dari jantung melalui insang lalu keseluruh tubuh lain. Tipe ginjal adalah profonefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, 1993).

Universitas Sumatera Utara 2.3 Ekologi Ikan Ikan merupakan jasad multiseluler, sel-sel menyusun jaringan-jaringan dan selanjutnya membentuk kelompok kerja yang kompleks dan dengan struktur spesifik yang di kenal sebagai organ. Organ-organ tersebut memiliki spesifikasi dan menjalankan fungsi-fungsi kehidupan seperti otak, otot, perut, hati, jantung dan ginjal. Selain organ-organ yang serupa dengan hewan pada umumnya, beberapa organ memiliki struktur yang berbeda dari hewan darat meskipun memiliki fungsi yang sama misalnya insang yang berperan dalam pernafasan, dijumpai pula organ spesifik yang tidak ada pada hewan yang hidup di darat yaitu gelembung renang (Odum, 1994).

Ikan merupakan organisme yang mempunyai kemampuan bergerak sehingga tidak tergantung pada arus yang kuat atau genangan air yang disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya sendiri (Nybakken, 1994). Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan konsidi lingkungan. Sebagai hewan yang hidup di air, baik itu yang hidup di perairan tawar maupun diperairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang di kenal sebagai linea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada organisme teresterial. Contoh lain perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuh nya akibat difusi dan osmosis. Bila hal itu tidak dilakukan maka ikan laut dapat menjadi ikan kering yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air (Fujaya, 2002).

Penyebaran ikan di perairan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: faktor biotik, faktor abiotik, faktor teknologi, dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan faktor abiotik yang mencakup faktor fisik dan kimia yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam mineral, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD. Sedangkan faktor teknologi dan

Universitas Sumatera Utara kegiatan manusia berupa hasil teknologi dan kegiatan-kegiatan lain baik yang sifatnya memperburuk lingkungan seperti pabrik yang membuang limbahnya ke perairan maupun yang memperbaiki lingkungan seperti pelestarian daerah pesisir (Rifai et al., 1984 ).

2.4 Pencemaran Logam Berat Dalam Perairan dan Bahaya Bagi Manusia Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, tanaman maupun lingkungan. Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka bumi ini. Menurut Widowati et al., (2008), Logam berat dibagi ke dalam dua jenis yaitu: a. Logam berat esensial; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat di butuhkan organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. b. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.

Berkembangnya IPTEK memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan analisis unsur-unsur dalam ikan air tawar, terutama Pb, Cu, dan Cd. Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Handayani, 2009).

Universitas Sumatera Utara Logam berat yang terkandung pada air sungai pada akhirnya akan ditemukan dalam tubuh ikan dan udang. Bila ikan tersebut dimakan manusia maka logam berat akan terakumulasi dalam jaringan tubuh manusia sehingga berbahaya bagi kesehatan karena menyebabkan anemia, kerusakan sistem saraf, ginjal, terganggunya sistem reproduksi, turunnya IQ dan berpengaruh terhadap penyerapan zat oleh tulang untuk pertumbuhan serta dapat merangsang kelahiran bayi prematur (Supriatno & Lelifajri, 2009). Mengingat tingginya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan yang terdapat di sungai Batang Toru dan bahaya logam berat terhadap kesehatan maka penelitian ini perlu dilakukan. Dengan diketahui kadar logam berat pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu dapat ditentukan keamanannya untuk dikonsumsi (foodsafety).

2.4.1 Timbal (Pb) Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Timbal logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman atau inhalasi dari udara, debu yang tercemar, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan dan minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15%dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5% (Widowati et al., 2008).

Timbal masuk ke ikan melalui insang, karena insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Timbal sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan ligan sulfur dan nitrogen sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel. Enzim yang sangat berperan dalam insang ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATPase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn diganti dengan Pb maka fungsi enzim karbonik

Universitas Sumatera Utara anhidrase tersebut akan menurun. Pb dapat menyebabkan kerusakan lamella insang yang sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi Pb. Kerusakan epitel insang terjadi akibat pengikatan lendir terhadap sejumlah Pb yang melewati lamella dan dengan komposisi yang lebih besar mampu menghalangi proses pertukaran gas-gas dan ion pada lamella dalam sistem respirasi dan dapat mengakibatkan sistem respirasi ikan terhambat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Rachmawati, 1996).

2.4.2 Kadmium (Cd) Cadmium (Cd) adalah logam yang ditemukan alami dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak. Jenis logam tersebut belum pernah ditemukan sebagai logam murni di alam, umumnya terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Cadmium termasuk logam berat dengan toksisitas tinggi dan merupakan kontaminan yang paling diwaspadai (Supriatno & Lelifajri, 2009). Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yan tumbuh di daerah pertanian, yang tercemar Cd, fungisida, pupuk serta cat. Paparan dan toksisitas Cd berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok, yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd, serta air minum (Widowati et al., 2008).

Toksisistas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologi tubuh antara lain sistem urinaria (ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem saraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang, berkurangnya reabsoprsi Ca dan terjadi peningkatan ekskresi Ca yang berpengaruh terhadap tulang. Peningkatan ekskresi Ca tersebut diantaranya menyebabkan osteoporosis dan osteamalsia, diskolorasi gigi menjadi kuning, rhinitis, ulserasi septum nasal, anosmia, protenuria, azotemia, terjadinya kanker paru-paru dan prostat (Rachmawati, 1996).

Universitas Sumatera Utara 2.4.3 Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi kelapisan tanah, mahkluk hidup, kedalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi kedalam kerak bumi. Namun, kandungan alamiah logam berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan oleh manusia maupun karena erosi alami. Pencemaran akibat aktivitas manusia dan lebih banyak berpengaruh dibandingkan pencemaran secara alam. Unsur Cu bersumber dari peristiwa pengikisan atau erosi batuan mineral, debu-debu, dan partikulat Cu dalam lapisan udara dan dibawa turun oleh air hujan. Proses alami memasok Cu sebesar 325.000 ton/tahun kedalam badan perairan laut. Jalur non alamiah dalam unsur Cu masuk kedalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia, antara lain berasal dari buangan industri yang menggunakan bahan baku Cu, industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, serta limbah rumah tangga (Rachmawati, 1996).

Menurut Amriani (2011), perairan yang sudah tercemar oleh logam berat akan diikuti oleh tercemarnya organisme di perairan tersebut, sehingga di perairan itu akan terjadi akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh organisme yang semakin lama akan semakin tinggi kandungannya. Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan mahkluk hidup sebagai elemen mikro. Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim oksidatif dan pembentukan kompleks Cu-protein yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah, myelin (Darmono, 1995). Cu akan dieliminasi dari tubuh melalui empedu, urin dan melalui usus. Hanya sebagian kecil yang di ekskresikan melalui kerigat dan susu. Hasil penelitian pada babi menunjukkan bahwa eliminasi terjadi sekitar 40% melalui empedu. Empedu merupakan jalur ekskresi Cu dan memegang peranan penting dalam mengatur homeostasis. Sebagian besar Cu disimpan di dalam hati dan tulang sumsum sehingga Cu dapat berikatan membentuk metalotionin (Widowati et al., 2008). Menurut Panjaitan (2009), bahwa Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabila konsentrasinya cukup besar logam ini akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat

Universitas Sumatera Utara berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah eksofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi hati dan koma.

2.4.4 Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan satu- satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan/putih keabuan-abuan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Walaupun Hg hanya terdapat dalam konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik dari pada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih (Agustina, 2002).

Keberadaan merkuri dalam perairan dapat berasal dari sumber alamiah masuk kedalam badan perairan, bisa berupa pengikisan dari batu mineral yang terdapat disekitar perairan. Partikel merkuri yang terdapat dalam udara yang terbawa oleh air hujan juga dapat menjadi sumber merkuri di perairan. Sedangkan merkuri yang berasal dari aktivitas manusia dapat berupa buangan sisa industri maupun buangan rumah tangga (Darmono, 1995).

Pemanfaatan logam merkuri pada saat ini sudah hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun, merkuri telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian dan industri. Dalam bidang kedokteran gigi misalnya merkuri digunakan sebagai campuran untuk bahan penambal gigi, sebagai bahan untuk cairan termometer. Dalam bidang pertanian, merkuri digunakan untuk membunuh jamur sehingga baik digunakan untuk pengawet produk hasil pertanian. Merkuri organik juga digunakan untuk pembasmi hama pada tanaman seperti buah apel dan juga digunakan sebagai pembasmi hama padi (Bramono, 2009).

Universitas Sumatera Utara Menurut Buku Pedoman Mutu Lingkungan, kadar merkuri yang terdapat pada makanan kita yang tanpa disadari adalah: maksimum 0,001 ppm baik dikonsumsi langsung maupun tanpa diolah dulu. Kadar merkuri yang aman dalam darah maksimal 0,04 ppm (part per millions). Kandungan merkuri 0,1-1 ppm dalam jaringan sudah dapat menyebabkan munculnya gangguan fungsi tubuh (Renova, 2010).

2.4.5 Seng (Zn) Zn adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Zn adalah logam yang memiliki karakteristik cukup tinggi, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zn merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan. Zn terdapat pada batuan, tanah, udara, air dan biosfer. Tanaman, hewan dan manusia juga mengandung Zn (Widowati et al., 2008).

Banyak aktivitas manusia yang mengakibatkan konsentrasi Zn dalam alam meningkat, seperti industri biji besi dan logam serta industri lain, karena logam Zn dimanfaatkan dalam produksi cat, bahan keramik, gelas, lampu dan pestisida. Limbah industri yang mengandung logam Zn dibuang ke perairan dalam jumlah banyak, maka akan mencemari perairan tersebut. Bahkan secara biologis logam Zn berasal dari ekskresi manusia dan binatang (Syahminan, 1996).

Menurut Widowati et al., (2008), gejala defisiensi Zn berupa terhambatnya pertumbuhan, rambut rontok, diare, kelambatan kematangan seksual, impoten, lesi mata, lesi kulit dan kehilangan nafsu makan serta ganguan perkembangan mental pada anak, kehilangan berat badan, proses penyembuhan luka yang membutuhkan waktu lama, ganguan saraf perasa, kelelahan mental, menurunnya daya imunitas tubuh, meningkatnya infeksi, ganguan kehamilan, ganguan sistem saraf dan masalah kulit.

Universitas Sumatera Utara 2.5 Faktor Fisik Kimia pada Air Faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi kehidupan ikan pada suatu perairan diantaranya: a. Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan, termasuk dari jenis ikan (Michael, 1994). Selanjutnya Rifai et al., (1983) dan Asdak (1995) menjelaskan bahwa secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas fisiologis organisma ikan. Disamping itu perubahan suhu perairan sekitarnya merupakan faktor pemberi tanda secara alamiah yang menentukan mulainya proses pemijahan, ruaya dan pertumbuhan bibit ikan.

Menurut Van hoffs, kenaikan temperatur sekitar 100C akan meningkatkan aktifitas fisiologis organisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Akibat meningkat laju respirasi akan mengakibatkan konsentrasi oksigen meningkat dengan menaiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen menjadi berkurang (Barus, 2004). Organisme aquatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994). Kenaikan suhu yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikan- ikan dan hewan lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992). b. Turbidity/ Kekeruhan Turbidity atau kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap yang dipancarkan oleh bahan-bahn yang terdapat dalam air.

Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena kekeruhan pada air memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat,

Universitas Sumatera Utara misalnya pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi. c. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basah apabila pH >7 dan dikatakan asam apabila pH <7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O2 dalam air, suasana ini menyebabkan pH air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi O2 dalam proses respirasi yang menghasilkan CO2, suasana ini menyebabkan pH air menurun (Arie, 1998).

Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa pH air turut mempengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.

Universitas Sumatera Utara d. Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1994).

Menurut Michael (1994), oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air 0 terdapat pada suhu O C yaitu sebesar 14,16 mg/l O2, sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya tidak lebih kecil dari 8 mg/l O2. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen dalam setiap liter selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur dan sebaliknya. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O2 menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi O2 terlarut. Kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur 0oC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air (Barus, 2004). e. Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD (Boichemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi senyawa organik di dalam air yang diukur pada temperatur 200C (Fardiaz,1992). Dalam proses oksidasi secara biologis dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Pengukuran BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama lima hari (BOD5) karena selama lima hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% (Barus, 1996). Menurut Saanin (1995) menyatakan bahwa kebutuhan oksigen oleh hidrobiota akan meningkat apabila

Universitas Sumatera Utara oksigen terlarut di perairan semakin kecil, hal ini dapat diakibatkan karena banyaknya substansi yang terlarut di dalam air. Oksigen yang terlarut dipergunakan untuk proses oksidasi, sehingga menyebabkan oksigen terlarut semakin kecil dan angka BOD5 semakin tinggi. Angka BOD5 yang tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan.

Konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l O2 menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumya lebih dari 100 mg/l (Brower et al., 1990). f. Total Suspended Solid (TSS) Total suspended solid adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan- bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain-lain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi. Partikel tersuspensi akan menyebarkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Metoda Penelitian Metoda yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Random Sampling” pada 6 (enam) stasiun pengamatan. Sedangkan analisis logam berat dilakukan dengan metoda Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA).

3.3 Deskripsi Area a. Stasiun 1 Stasiun ini terletak pada Sungai Aek Pahu Tombak di Desa Aek Pining yang secara geografis terletak pada 01o30’16,9” LU & 99o2’45,9” BT. Substrat pada stasiun ini berupa batu besar dan kerikil. b. Stasiun 2 Stasiun ini terletak pada Sungai Aek Pahu Hutasomu di Desa Kampung Napa yang secara geografis terletak 01o29’34,7” LU & 99o03’53,9” BT. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur dan batu-batuan.

Universitas Sumatera Utara c. Stasiun 3 Stasiun ini merupakan pertemuan antara sungai Aek Pahu Tombak dan sungai Aek Pahu Hutamosu di Desa Parbotikan yang secara geografis terletak pada 01o29’47,2” LU & 99o02’37,5” BT. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur, batu besar dan kerikil.

d. Stasiun 4 Stasiun ini merupakan hulu dari pada sungai batang toru yang berada di Desa Sibaronggang yang secara geografis terletak pada 010 28’21,6” LU & 990 03’29” BT. Substrat pada stasiun ini berupa pasir dan batu-batuan. e. Stasiun 5 Stasiun ini terletak pada pertengahan dari pada Sungai Batang Toru yang berada di Desa Sibaronggang yang secara geografis terletak pada 010 28’5,8” LU & 990 03’14,1” BT. Substrat pada stasiun ini berupa berpasir dan batu-batuan. f. Stasiun 6 Stasiun ini merupakan hilir dari pada sungai Batang Toru yang terletak di Desa Saba Pulau Godang yang secara geografis terletak pada 010 27’47,3” LU & 990 02’12” BT. Substrat pada stasiun ini berupa berpasir dan batu-batuan.

3.4 Metoda Pengambilan Sampel 3.4.1 Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan 2 jenis alat tangkap ikan yaitu: a. Gill Net Gill net atau jaring insang yang digunakan sebanyak 4 jaring. Masing-masing jaring insang memiliki panjang 10 meter dengan ukuran mata jaring 1 inch, 2 inch, 3 inch dan 4 inch. Jaring dipasang di tepi sungai sejajar dengan arah aliran sungai pada sore hari sekitar pukul 05.00 WIB dan akan diambil pada keesokan harinya sekitar pukul 07.00 WIB. Pengambilan sampel ikan dengan alat ini dilakukan pada setiap

Universitas Sumatera Utara stasiun penelitian. Ikan yang didapat diawetkan dengan icepack dalam kotak pendingin (coolbox) untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan, sehingga diharapkan pada saat pengambilan jaringan tubuh ikan masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat ditangkap. b. Elektrofishing Pengambilan sampel ikan dengan menggunakan electrofishing dilakukan selama 1 jam pada masing-masing stasiun penelitian dengan jangkauan sekitar 150- 200 meter. Pengambilan sampel dengan menggunakan alat ini dilakukan dari hilir ke hulu. Sampel yang didapat diusahakan agar tetap hidup dan apabila ikan yang didapat sudah maka akan diawetkan dengan icepack dalam kotak pendingin (coolbox) untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan, sehingga diharapkan pada saat pengambilan jaringan tubuh ikan masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat ditangkap.

3.4.2 Pengambilan Jaringan Tubuh Ikan Ikan yang didapat terlebih dahulu diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat, et al., (1993), ikan tersebut dibedah dan diambil jaringan tubuh minimal 15 gram, kemudian dimasukkan kedalam plastik klep lalu diawetkan kembali dengan icepack. Sampel dianalisis di Laboratorium PT. Intertek Utama service untuk dianalisis kandungan logam berat berupa timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng.

3.4.3 Pengambilan Sampel Air Sampel air diambil dengan menggunakan botol sampel atau botol alkohol, kemudian diinkubasi di dalam coolbox untuk menjaga suhu agar tetap optimal. Sampel dianalisis di Laboratorium PT. Intertek Utama Service untuk dianalisis kandungan logam berat berupa timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng.

Universitas Sumatera Utara 3.5 Pengukuran Logam Berat 3.5.1 Pengukuran Logam Berat pada Jaringan Tubuh Ikan Pengukuran logam berat pada jaringan tubuh ikan menggunakan metoda AAS (Atomic Absorption Spectrophotometrik). Prinsip dari metode ini berdasarkan pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas (Darmono, 1995). Jaringan tubuh ikan diblender (dihomogenitaskan), lalu ditimbang di dalam cawan sebanyak 2 gr berat kering lalu tambahkan 5 ml HNO3 dan 0,5 ml HCLO4 dan dibiarkan selama satu malam dalam labu erlenmeyer teflon. Disgetion bok dipanaskan dengan suhu 1000C selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 1500C. Setelah uap kuning habis suhu disgetion blok ditingkatkan menjadi 200 0C. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 ml. Setelah dingin tambahkan aquabides sampai volume 50 ml dan kocok agar homogen. kemudian disaring menggunakan kertas saring WHATE MAN no. 42, hasil saringan dibaca dengan menggunakan alat AAS untuk mengukur kadar timbal, kadmium, tembaga, merkuri dan seng.

3.5.2 Pengukuran Logam Berat pada Air Pengukuran kadar logam berat timbal, kadmium, tembaga, merkuri, dan seng pada air dilakukan dengan metoda AAS (Atomic Absorption Spectrophotometrik ) di laboratorium PT. Intertek Utama service.

3.6 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup: a. Suhu Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan kedalam sampel air selama lebih kurang 5 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut.

Universitas Sumatera Utara b. Turbidity Kekeruhan diukur dengan alat yang dinamakan turbiditimeter dengan satuan NTU (Net Turbidity Unit). Sebelum digunakan alat dikalbrasi dengan larutan yang mempunyai kekeruhan 25 NTU. Skala diputar sampai layar menunjukkan 25 NTU. Sample dimasukkan ke dalam botol sample ditutup, dimasukkan ke dalam alat ukur, nilainya akan terlihat dalam layar. c. Derajat Keasaman (pH) Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. d. Oksigen Terlarut (DO = Dissolved Oxygen) Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran C). e. Biological Oxygen Demand (BOD)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja terlampir (Lampiran D). f. Total Suspended Solid (TSS) Pengukuran padatan tersuspensi dengan menggunakan kertas saring. Sampel air diambil sebanyak 1 liter kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Kertas saring sebelum digunakan, terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai berat konstan. Selanjutnya kertas saring yang telah digunakan dan berisi residu dipanaskan seperti diatas dan ditimbang. Selisih antara berat kertas saring dengan residu terhadap berat kertas saring tanpa residu merupakan kandungan total zat padat tersuspensi (lampiran E).

Universitas Sumatera Utara Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Parameter Tempat No. Satuan Alat Fisik – Kimia Pengukuran 1 Suhu air 0C Termometer Air Raksa In-situ 2 Turbidity/kekeruhan NTU Turbidity meter Ex-situ 3 pH air - pH air In-situ 4 Dissolved Oxygen Metoda Winkler In-situ mg/l (DO) 5 Biologychal Oxygen Metoda Winkler dan Ex-situ mg/l Demand (BOD) Inkubasi 6 Total Suspended Metoda kertas saring Ex-situ mg/l Solid (TSS) whatman

3.7 Analisis Data a. Analisis Kandungan Logam Berat Kandungan logam berat yang terukur dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan membandingkan kandungan logam berat dalam air dengan baku mutu air menurut PP. RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas 3, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan. Sedangkan kandungan logam berat pada jaringan tubuh ikan dibandingkan dengan kandungan maksimum logam berat dalam tubuh ikan menurut SNI/7387/2009 mengenai batas maksimum cemaran logam dalam produk pangan. Nilai baku mutu dari masing-masing logam berat dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Nilai Baku Mutu Logam Berat Tubuh Ikan Menurut SNI/7387/2009 dan dalam Air Menurut Standard Baku Mutu Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 Jenis Logam Berat Kandungan Maksimum Kandungan Maksimum pada Air dalam Tubuh Ikan Timbal (Pb) 0,03 ppm 0,3 ppm Kadmium (Cd) 0,01 ppm 0,1 ppm Tembaga (Cu) 0,02 ppm 20 ppm Merkuri (Hg) 0,03 ppm 0,5 ppm Seng (Zn) 0,05 ppm 100 ppm

Universitas Sumatera Utara b. Analisis Korelasi Untuk melihat korelasi antara kadar logam Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada ikan dengan dengan kandungan logam Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn air pada lokasi penelitian digunakan uji pearson (distribusi data normal dan homogen). Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.00. c. Uji Kualitas Air Berdasarkan Metode Storet Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode storet dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode storet membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dengan parameter-parameter tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ratnaningsih, 2010).

Kualitas air sungai dan danau di Indonesia mengacu pada kriteria mutu air dalam PP No.82 Tahun 2001, sehingga parameter yang dipantau untuk penentuan status mutu juga mengacu pada peraturan tersebut. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air telah diatur 2 metode untuk menentukan status mutu air yaitu metode storet dan metode indeks pencemaran. Pada metode storet, status mutu air dengan menggunakan sistem klasifikasi US-EPA (Enviromental Protection Agency), dinyatakan pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3 Klasifikasi Mutu Air Metode Storet No. Kelas Skor Karakteristik Kualitas Air 1 A 0 Baik sekali 2 B -1 s/d - 10 Baik 3 C -10 s/d -30 Tercemar sedang 4 D ≤ -31 Tercemar berat

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan nilai total skor kualitas perairan dapat digolongkan apakah baik sekali, baik, tercemar sedang atau tercemar berat sebagaimana pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Pemberian Skor dalam Penentuan Indeks Storet Jumlah Data Nilai Parameter Fisika Kimia Biologi Maksimum -1 -2 -3 < 10 Minimum -1 -2 -3 Rata-rata -3 -6 -9 Maksimum -2 -4 -6 ≥ 10 Minimum -2 -4 -6 Rata-rata -6 -12 -18

Universitas Sumatera Utara BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Kab. Tapanuli Selatan didapatkan 5 jenis ikan yang terdiri dari 4 genus dan terdiri dari famili dan ordo yang sama, yang keseluruhannya tergolong dalam kelas Osteicthyes, seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian GENUS SPESIES NAMA DAERAH Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus Cen-cen Osteochilus Osteochilus waandersii Lelan Puntius Puntius binotatus Garing Puntius lateristriga Pora-pora Tor Tor douronensis Jurung

Ciri-ciri Umum ikan yang didapat: 1. Puntius binotatus Tanda-tanda khusus: Ikan ini memiliki panjang total berkisar antara 5,4-9,6 cm, panjang kepala 1,0-2,9 cm, lebar badan 1,2-3 cm, tinggi kepala 1,1-1,6 cm, panjang batang ekor 1,3-2,3 cm, bukaan mulut 0,5-2,0 cm. Bentuk mulut terminal, sedangkan bentuk ekor homocerkal atau bercagak.

Menurut Kottelat et al., (1993), ikan ini mempunyai empat sungut; gurat sisi sempurna; jari-jari terakhir sirip punggung mengeras dan bergerigi; 41/2 sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung; sebuah bintik bulat pada bagian depan sirip punggung dan sebuah lagi ditengah batang ekor; ikan muda dan kadang-kadang ikan dewasa memiliki 2-4 bintik bulat sampai lonjong ditengah badan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Puntius binotatus

2. Puntius lateristriga Tanda-tanda khusus: Ikan ini memiliki panjang total berkisar antara 5,1-7,5 cm, panjang kepala 1,1-2,2 cm, lebar badan 1,1-1,4 cm, tinggi kepala 1,0-1,3 cm, panjang batang ekor 1,1-1,7 cm, bukaan mulut 0,8-1,2 cm. Bentuk mulut terminal, sedangkan bentuk ekor homocerkal atau bercagak.

Menurut Kottelat et al., (1993), ikan ini berwarna kuning dengan dua pita warna tegak di bagian depan badan; sebuah garis memanjang di bagian belakang badan.

Gambar 2. Puntius lateristriga

Universitas Sumatera Utara 3. Mystacoleucus marginatus Tanda-tanda khusus: Ikan ini memiliki panjang total berkisar antara 4,1-15,7 cm, panjang kepala 0,5-3,2 cm, lebar badan 1,2-5,4 cm, tinggi kepala 0,6-2,3 cm, panjang batang ekor 0,7-3,3 cm, bukaan mulut 1-1,2 cm. Bentuk mulut terminal, sedangkan bentuk ekor homocerkal atau bercagak.

Menurut Kottelat et al., (1993), pada ikan ini terdapat duri di depan sirip punggung, ikan ini juga memiliki empat sungut; warna sisik perak.

Gambar 3. Mystacoleucus marginatus

4. Osteochilus waandersii Tanda-tanda khusus: Ikan ini memiliki panjang total berkisar antara 3,1-17,3 cm, panjang kepala 0,5-3,5 cm, lebar badan 0,9-5,3 cm, tinggi kepala 0,5-2,1 cm, panjang batang ekor 0,5-3,1 cm, bukaan mulut 0,9-1,3 cm. Bentuk mulut terminal, sedangkan bentuk ekor homocerkal atau bercagak.

Terdapat satu atau tiga tubus keras pada moncong (kalau tiga tubus yang ditengah terbesar); garis warna hitan jelas sepanjang badan dari celah insang sampai akhir jari-jari tengah sirip ekor; badan berwarna terang; bagian tengah kebawah hampir berwarna putih; 12-13½ jari-jari bercabang pada sirip punggung; batang ekor dikelilingi 16 sisik ( Kottelat et al., 1993).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Osteochilus waandersii

5. Tor douronensis Tanda-tanda khusus: Ikan ini memiliki panjang total berkisar antara 7,6-16,7 cm, panjang kepala 1,1-2,3 cm, lebar badan 1,5-4,3 cm, tinggi kepala 1,0-2,1 cm, panjang batang ekor 1,3-3,4 cm, bukaan mulut 0,7-1,3 cm. Bentuk mulut terminal, sedangkan bentuk ekor homocerkal atau bercagak. Menurut Kottelat et al., (1993), ikan ini memiliki cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak mencapai sudut mulut; bagian jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras panjangnya sama dengan panjang kepala tanpa moncong.

Gambar 5. Tor douronensis

Universitas Sumatera Utara 4.2 Kandungan Logam Berat Pada Air Data hasil pengukuran kadar logam berat pada air sungai di setiap lokasi penelitian di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Kandungan Logam Pb, Cd, Cu, Hg Dan Zn (ppm) pada Air Sungai Serta Standard Baku Mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Stasiun Parameter Timbal Kadmium Tembaga Merkuri Seng (Zn) (Pb) (Cd) (Cu) (Hg) 1 0,0009 0,00009 0,0015 0,000045 0,009 2 0,0025 0,00015 0,0045 0,00004 0,0165 3 0,0009 0,00009 0,0009 0,000043 0,0095 4 0,0009 0,0017 0,005 0,000044 0,091 5 0,0009 0,0003 0,002 0,000038 0,028 6 0,0009 0,00009 0,0009 0,000048 0,007 Baku mutu 0,03 0.01 0,02 0,03 0,05 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Pada Tabel 4.2 dijelaskan bahwa logam berat yang paling banyak terakumulasi pada air yaitu seng dengan kadar tertinggi sebesar 0,091 ppm. Pada dasarnya seng telah tersedia di alam dengan jumlah yang sangat banyak dibandingkan dengan logam Pb, Cd, Cu dan Hg. Menurut Widowati et al., (2008), Zn dibumi sangat melimpah. Satu kubik air laut diperkirakan mengandung Zn sebesar 1 ton, sedangkan 1 mil kerak bumi dibawah tanah mengandung 224 milyar ton Zn. Kadar Zn dalam kerak bumi adalah sebesar 75 ppm. Selain itu tingginya kadar seng berasal dari limbah pemukiman penduduk karena seng sangat banyak digunakan untuk campuran alat-alat rumah tangga maupun benda yang sering digunakan oleh manusia seperti cat, produk karet, kosmetik, obat-obatan, pelapis lantai, plastik, printing, tinta, baterai, tekstil, peralatan eletronik, bahan kinia, solder dan atap rumah. Sisa dari pemakaian alat dan bahan tesebut akan berakhir kebadan sungai yang menyebabkan semakin meningkatnya kadar seng yang terakumulasi pada air sungai.

Universitas Sumatera Utara Logam yang paling sedikit terakumulasi pada air yaitu merkuri, hal ini disebabkan logam ini memang lebih jarang digunakan kecuali untuk pertambangan emas, farmasi dan kedokteran. Menurut Odum (1996), logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat limbah industri dan logam berat hampir selalu ada dalam setiap pencemaran dari limbah industri karena selalu diperlukan dalam setiap proses industri.

Logam berat yang mencemari lingkungan, sebagian besar disebarkan melalui jalur air. Proses ini akan lebih cepat bila memasuki tubuh manusia melalui rantai makanan. Apabila suatu logam terakumulasi pada jaringan hewan dan tumbuhan yang kemudian dikonsumsi manusia tentunya manusia sebagai rantai makanan tertinggi pada piramida makanan, maka dalam tubuhnya akan terakumulasi logam berat tersebut. Peristiwa ini biasanya dinamakan pembesaran biologi (biology magnification). Sangatlah sukar untuk membersihkan lingkungan yang tercemar oleh logam berat tersebut. Oleh karena itu untuk mengontrol pencemaran lingkungan akibat logam berat, perlu dibatasi kandungan maksimum logam berat dalam suatu limbah yang diperbolehkan dibuang di badan air (Handayani, 2009). Namun, secara keseluruhan dari hasil pengukuran kadar logam Pb, Cd, Cu, Hg, dan Zn yang terakumulasi pada air Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu masih memenihu batas baku mutu sesuai dengan PP No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Logam dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia (Supriatno & Lelifajri, 2009).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda yang berasal dari logam. Logam digunakan untuk alat perlengkapan rumah tangga,

Universitas Sumatera Utara seperti sendok, pisau, garpu, tabung gas, kompor dan sebagainya. Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5gr/cm3. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racun, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn dan Zn (Waldichuk, 1984). Merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umumnya diubah oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH -Hg) yang memiliki sifat 3 racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi (zat polutan yang menetap dalam tubuh organisme) dan biomagnifikasi (zat polutan yang menetap dalam tubuh organisme dan mampu bergerak ke tingkat trofik yang lebih tinggi dalam rantai makanan) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang memakan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut (Boediono, 2003).

4.3 Kandungan Logam Berat Pada Ikan 4.3.1 Timbal (Pb) kadar Pb pada seluruh ikan berkisar antara <0,01-0,03 ppm, kadar logam Pb tertinggi terdapat pada ikan Osteochilus waandersi di stasiun 4 yaitu 0,03 ppm, tingginya kadar logam Pb pada ikan berasal dari bahan bakar alat berat yang bekerja di tambang batu yang berada 50 meter di hulu lokasi pengambilan sampel ikan. Alat berat tersebut bekerja di bagian tepi sungai sehingga tidak menutup kemungkinan banyak bakan bakar yang tumpah dan masuk ke badan sungai. Kandungan Pb yang diperoleh dari hasil pengukuran pada masing-masing ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.1 berikut.

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3.1 Kandungan Timbal (Pb) pada Semua Ikan yang Terdapat di Setiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Stasiun Jenis ikan Kandungan Timbal Batas (Pb) ppm Maksimum ppm 1 Puntius binotatus 0,02 0,3 2 Puntius lateristriga 0,01 3 Puntius binotatus 0,02 4 Osteochilus waandersi 0,03 5 Mystacoleucus marginatus <0,01 6 Tor douronensis <0,01 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Pb sebagai salah satu zat yang dicampurkan kedalam bahan bakar (premium dan premix), yaitu (C2H5) Pb atau TEL (Tetra Ethyl Lead) yang digunakan sebagai bahan adiktif, yang berfungsi meningkatkan angka oktan (Nasution, 2004). Selain itu menurut Widowati et al., (2008), timbal pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan terutama mengendap di perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara absorbsi dan kombinasi.

Kadar Pb terendah terdapat pada ikan Mystacoleucus marginatus di stasiun 5 dan pada ikan Tor douronensis di stasiun 6 yaitu berkisar < 0,01 ppm. Rendahnya kadar logam Pb yang terakumulasi pada tubuh ikan distasiun 5 dan 6 disebabkan pada stasiun ini tidak terdapat adanya aktivitas yang menghasilkan limbah Pb. Stasiun ini juga berada di hilir dari pada Sungai Batang Toru sehingga apabila terdapat logam berat di hulu sungai yang berasal dari aktivitas manusia tidak seluruhnya terbawa arus air sampai ke hilir, artinya sebagian logam akan mengendap pada substrat.

Universitas Sumatera Utara Kontaminasi logam Pb lebih besar diduga adanya pembuangan limbah industri yang mengandung Pb lebih besar serta terjadi pengendapan di dasar perairan. Menurut Saeni, (1989) dalam Bahri (2003), timbal (Pb) masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhnya debu yang mengandung Pb tetraetil, erosi limah industri. Selanjutnya Bryan, (1976) dalam Bahri (2003), menyatakan bahwa pengendapan logam berat Pb di perairan terjadi karena adanya anion klorida dan hidroksil yang + + membentuk PbCl , PbCl2, PbOH dan ada kemungkinan lain yaitu adanya H2S sehingga Pb akan mengendap karena senyawa sulfida sukar larut.

Timbal masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang, karena insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Timbal sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan ligan sulfur dan nitrogen sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan metabolism terhadap sel. Enzim yang sangat berperan dalam insang ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATPase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn diganti dengan Pb maka fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun. Pb dapat menyebabkan kerusakan lamella insang yang sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi Pb. Kerusakan epitel insang terjadi akibat pengikatan lendir terhadap sejumlah Pb yang melewati lamella dan dengan komposisi yang lebih besar mampu menghalangi proses pertukaran gas-gas dan ion pada lamella dalam sistem respirasi dan dapat mengakibatkan sistem respirasi ikan terhambat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Rachmawati, 1996).

Secara keseluruhan ikan yang terdapat pada semua stasiun masih layak untuk dikonsumsi, hal ini sesuai dengan Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 bahwa batas maksimum kandungan logam Pb pada ikan sebesar 0,3 ppm. Apabila manusia mengkonsumsi ikan yang terakumulasi logam Pb lebih dari 0,3 ppm maka akan mengakibatkan bahaya yang besar bagi kesehatan. Menurut Rompas (2010), timbal adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman atau inhalasi dari

Universitas Sumatera Utara udara, debu yang tercemar, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan dan minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Di dalam tubuh manusia, Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut. Waktu paruh timbal dalam eritrosit adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal 40 hari, sedangkan pada tulang selama 30 hari.

4.3.2 Kadmium (Cd) Kandungan Cd yang diperoleh dari hasil pengukuran pada masing-masing ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.2 berikut.

Tabel 4.3.2 Kandungan Kadmium (Cd) pada Semua Ikan yang Terdapat di Setiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Stasiun Jenis ikan Kandungan Kadmium Batas (Cd) ppm Maksimum ppm 1 Puntius binotatus 0,005 0,1 2 Puntius lateristriga 0,050 3 Puntius binotatus 0,053 4 Osteochilus waandersi 0,003 5 Mystacoleucus marginatus 0,016 6 Tor douronensis 0,006 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Pada Tabel 4.3.2 kandungan logam Cd yang diperoleh dari hasil pengukuran pada masing-masing ikan di semua stasiun berkisar antara 0,006-0,053 ppm. Kadar Cd tertinggi terdapat pada Puntius binotatus pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,053 ppm. Tingginya kadar Cd pada ikan tersebut disebabkan posisi stasiun ini yang merupakan sungai pertemuan Sungai Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu, dimana kadar logam Cd yang terakumulasi pada tubuh ikan di masing-masing stasiun tersebut yaitu

Universitas Sumatera Utara 0,005 ppm dan 0,050 ppm. Terakumulasinya logam Cd pada air ataupun sedimen pada Sungai Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu sebagian akan terbawa arus air ke hilir sehingga mengakibatkan meningkatnya kandungan cadmium di stasiun 3. Begitu juga halnya dengan jenis ikan Tor douronensis, Mystacoleucus marginatus, Osteochilus waandersi yang masing-masing berasal dari stasiun 4, 5 dan 6, ketiga jenis ikan ini berada di Sungai Batang Toru.

Hal lain yang menyebabkan kadar Cd pada ikan di stasiun1, 2 dan 3 lebih tinggi yaitu adanya kegiatan pertanian dan perkebunan di sekitar ketiga stasiun tersebut. kegiatan pertanian dan perkebunan tersebut menggunakan pupuk dan fungisida. Penggunaan bahan tersebut sedikit banyaknya akan terbawa air pada waktu hujan masuk ke badan sungai. Menurut Widowati et al.,(2008), sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar Cd, fungisida dan pupuk. Menurut Supriatno & Lelifajri (2009), cadmium adalah logam yang ditemukan alami dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak. Jenis logam tersebut belum pernah ditemukan sebagai logam murni di alam, umumnya terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Cadmium termasuk logam berat dengan toksisitas tinggi dan merupakan kontaminan yang paling diwaspadai.

Secara umum kadar logam cadmium yang terakumulasi pada tubuh ikan yang berasal dari Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu masih di bawah ambang batas cemaram logam cadmium pada ikan yang ditetapkan oleh SNI/7387/2009 yaitu batas maksimum cadmium yang terakumulasi pada ikan sebesar 0,1 ppm, artinya jenis ikan tersebut masih layak dikonsumsi. Apabila kadar cadmium yang terakumulasi pada ikan lebih dari 0,01 ppm maka sangat dilarang untuk dikonsumsi karena sangat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Rachmawati (1996), toksisistas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologi tubuh, antara lain sistem urinaria (ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah), dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem saraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang, berkurangnya reabsoprsi Ca, dan terjadi peningkatan ekskresi Ca yang

Universitas Sumatera Utara berpengaruh terhadap tulang. Peningkatan ekskresi Ca tersebut diantaranya menyebabkan osteoporosis dan osteamalsia, diskolorasi gigi menjadi kuning, rhinitis, ulserasi septum nasal, anosmia, protenuria, azotemia, terjadinya kanker paru-paru dan prostat.

4.3.3 Tembaga (Cu) Hasil pengukuran kadar logam berat Tembaga (Cu) pada masing-masing ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.3 berikut.

Tabel 4.3.3 Kandungan Tembaga (Cu) pada Semua Ikan yang Terdapat di Setiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Stasiun Jenis ikan Kandungan Tembaga Batas (Cu) ppm Maksimum ppm 1 Puntius binotatus 0,37 20 2 Puntius lateristriga 3,00 3 Puntius binotatus 0,45 4 Osteochilus waandersi 0,17 5 Mystacoleucus marginatus 0,40 6 Tor douronensis 0,20 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Dari Tabel 4.3.3 kadar logam Cu yang terakumulasi pada tubuh ikan tertinggi terdapat pada ikan Puntius lateristriga pada stasiun 2 sebesar 3 ppm. kadar logam pada ikan tersebut sangat berbeda dengan kadar logam tembaga pada ikan-ikan yang lain di semua stasiun penelitian yang berkisar≤ 0,5 ppm. Secara keseluruhan kadar tembaga yang terakumulasi pada tubuh ikan yang terdapat pada stasiun penelitian masih dibawah baku mutu yang ditetapkan menurut SNI/7387/2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat tembaga dalam pangan yaitu 20 ppm.

Logam berat merupakan bahan yang berbahaya apabila terkonsumsi melebihi ambang batasnya karena dapat merusak atau menurunkan fungsi system saraf pusat,

Universitas Sumatera Utara merusak komposisi darah, paru-paru, ginjal dan organ vital lainnya. Logam berat bersifat bioakumulasi dan biomagnifikasi terhadap mahluk hidup. Bioakumulasi adalah pemupukan pencemar yang terus menerus dalam organ tubuh, sedangkan biomagnifikasi adalah masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan yang pada akhirnya tingkat konsentrasi zat kimia di dalam organisme sangat tinggi dan lebih tinggi dari bioakumulasi yang sederhana (Soemirat, 2009).

Tembaga bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi kelapisan tanah, mahkluk hidup, kedalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi kedalam kerak bumi. Namun, kandungan alamiah logam berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan oleh manusia maupun karena erosi alami. Pencemaran akibat aktivitas manusia dan lebih banyak berpengaruh dibandingkan pencemaran secara alam. Unsur Cu bersumber dari peristiwa pengikisan atau erosi batuan mineral, debu-debu, dan partikulat Cu dalam lapisan udara dan dibawa turun oleh air hujan. Proses alami memasok Cu sebesar 325.000 ton/tahun kedalam badan perairan laut. Jalur non alamiah dalam unsur Cu masuk kedalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia, antara lain berasal dari buangan industri yang menggunakan bahan baku Cu, industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, serta limbah rumah tangga (Rachmawati, 1996).

4.3.4 Merkuri (Hg) Hasil pengukuran kadar merkuri pada masing-masing ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.4 berikut.

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3.4 Kandungan Merkuri (Hg) pada Semua Ikan yang Terdapat di Setiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Stasiun Jenis ikan Kandungan Merkuri Batas (Hg) ppm Maksimum ppm 1 Puntius binotatus 0,095 0,5 2 Puntius lateristriga 0,054 3 Puntius binotatus 0,015 4 Osteochilus waandersi 0,009 5 Mystacoleucus marginatus 0,014 6 Tor douronensis 0,008 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Dari Tabel 4.3.4 kadar merkuri pada seluruh ikan yang berasal dari smua stasiun penelitian berkisar antara 0,008-0,95 ppm. Kadar merkuri lebih tinggi ditemukan pada jenis ikan Puntius binotatus sebesar 0,095 ppm dan kadar merkuri terendah ditemukan pada jenis ikan Tor douronensis sebesar 0.008 ppm. Namun, secara keseluruhan kadar merkuri yang terakumulasi pada seluruh ikan yang dianalisis masih berada dibawah batas baku mutu yang telah ditetapkan menurut SNI/7387/2009 tentang batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Kelima jenis ikan yang tedapat disungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu masih memenuhi syarat untuk dikomsumsi oleh manusia yaitu maksimum 0,5 ppm.

Merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umumnya diubah oleh aktifitas mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH -Hg) yang memiliki sifat racun dan daya 3 ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi (zat polutan yang menetap dalam tubuh organisme) dan biomagnifikasi (zat polutan yang

Universitas Sumatera Utara menetap dalam tubuh organisme dan mampu bergerak ke tingkat trofik yang lebih tinggi dalam rantai makanan) dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang memakan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut (Boediono, 2003).

Tragedi Minamata merupakan salah satu contoh yang didokumentasikan dengan baik oleh Goldberg pada tahun 1974. kejadian ini menggambarkan akibat pembuangan limbah industri yang mengandung Hg ke laut pada tahun 1930-an di Teluk Minimata. Melalui proses biomagnifikasi, ikan-ikan laut dan kerang mengakumulasi senyawa majemuk klorida metil merkuri beracun dalam konsentrasi tinggi. Ikan-ikan dan kerang ini dikonsumsi oleh penduduk di sekitar teluk kira-kira setelah 15 tahun sejak pembuangan Hg tersebut, terjadi keanehan mental dan cacat syaraf secara permanen yang dialami oleh penduduk setempat, terutama anak-anak. Keanehan mental tersebut dinamakan penyakit Minamata yang didiagnosis sebagai akibat keracunan Hg (Yudha, 2009).

4.3.5 Seng (Zn) Kadar logam yang terakumulasi pada ikan berkisar antara 4,56-19,9 ppm, dimana kadar Zn tertinggi terdapat pada ikan Puntius binotatus di stasiun 3 yakni sebesar 19,9 ppm. Sedangkan kadar Zn terendah terdapat pada ikan Puntius binotatus di stasiun 6. Namun secara keseluruhan kandungan logam seng yang terakumulasi pada seluruh ikan yang diteliti masih layak untuk dikonsumsi manusia karena masih memenuhi batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan menurut SNI /7387/ 2009 yaitu sebesar 100 ppm. Kandungan Zn yang diperoleh dari hasil pengukuran pada masing-masing ikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.5 berikut.

Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3.5 Kandungan Seng (Zn) pada Semua Ikan yang Terdapat di Setiap Stasiun Penelitian Serta Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Menurut SNI /7387/ 2009 Stasiun Jenis ikan Kandungan Seng Batas (Zn) ppm Maksimum ppm 1 Puntius binotatus 12,3 100 2 Puntius lateristriga 16,9 3 Puntius binotatus 19,9 4 Osteochilus waandersi 9,71 5 Mystacoleucus marginatus 13,0 6 Tor douronensis 4,56 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru. Sumber Lab: PT. Intertek Utama service.

Seng (Zn) merupakan komponen alami yang terdapat di dalam kerak bumi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan. Zn terdapat di batuan, tanah, udara, air dan biosfer. Tanaman, hewan dan manusia juga mengandung Zn. Kadar Zn di kerak bumi adalah sebesar 70 mg/kg berat kering yang bervariasi antara 10-300 mg/kg. Logam Zn berperan dalam kerja enzim dalam tubuh, tetapi pada konsentrasi tertentu dapat bersifat racun. Pada ikan, saat senyawa Zn masuk ke dalam tubuh melalui insang melebihi kebutuhan, kelebihannya akan dibuang melalui ekskresi yang dikenal dengan purifikasi, namun jika konsentrasi yang tinggi pada perairan berlangsung lama maka kemungkinan besar logam Zn dapat terakumulasi dalam tubuh ikan tersebut dan proses pengeluaran tidak sebanding dengan konsumsi terhadap logam Zn tersebut. Apabila ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia akan terjadi proses biomagnifikasi melalui rantai makanan. Pada manusia, menurut peneliti Child Health di London mengingatkan bahwa seng memiliki efek samping dimungkinkan dapat merusak perkembangan mental anak-anak (Soemarwoto, 2004).

Menurut Connel dan Miller (1995), akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktivitas fisiologis. Ikan-ikan memiliki kemampuan untuk membuang bahan toksik yang masuk ke dalam tubuhnya melalui proses ekskresi. Organ yang berperan dalam proses ekskresi adalah ginjal. Ginjal berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk polutan seperti logam berat yang toksik, sehingga kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh ikan pun dapat dikurangi. Menyikapi fenomena hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa seluruh ikan yang diuji telah mengandung logam berat dalam jumlah yang relatif kecil, maka perlu kehati-hatian dan kewaspadaan para pihak. Hal ini disebabkan sifat toksisitas logam berat yang dapat terakumulasi dalam tubuh makhlu hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus dalam mahluk hidup. Menurut Palar (1994), secara umum bisa dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan pencemar yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Sebagai contoh logam air raksa, khrom, timbal, dan kadmium. Logam tersebut dapat mengumpul dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun terakumulasi.

4.4 Analisis Korelasi Person (r) Logam Berat pada Ikan dengan Logam Berat pada Air.

Hasil uji korelasi antara Logam Berat Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada ikan dengan logam berat Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn air pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Korelasi antara Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada Ikan dengan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn pada Air. Parameter Korelasi Pb air Pb ikan 0,816 Cd air Cd ikan 0,411 Cu air Cu ikan 0,495 Hg air Hg ikan 0,011 Zn air Zn ikan 0,219

Pada Tabel 4.4 dijelaskan bahwa seluruh logam berat yang terakumulasi pada air berkorelasi positif dan tidak signifikan terhadap logam berat yang terakumulasi pada ikan. Berkorelasi positif artinya semakin tinggi logam berat yang terakumulasi pada air maka semakin tinggi pula logam berat yang terakumulasi pada ikan, dan

Universitas Sumatera Utara sebaliknya semakin sedikit logam berat yang terakunulasi pada air maka semakin sedikit pula logam berat yang terakumulasi pada ikan.

Nilai korelasi tertinggi terdapat pada logam Pb yakni sebesar 0,816, artinya logam Pb pada air mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan Pb pada ikan. Hal ini disebabkan timbal sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan ligan sulfur dan nitrogen sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel. Enzim yang sangat berperan dalam insang ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATPase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn diganti dengan Pb maka fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun. Menurut Rachmawati (1996), Pb dapat menyebabkan kerusakan lamella insang yang sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi Pb. Kerusakan epitel insang terjadi akibat pengikatan lendir terhadap sejumlah Pb yang melewati lamella dan dengan komposisi yang lebih besar mampu menghalangi proses pertukaran gas- gas dan ion pada lamella dalam sistem respirasi dan dapat mengakibatkan sistem respirasi ikan terhambat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Nilai korelasi terendah terdapat pada logam Hg yakni sebesar 0,011, artinya logam Hg pada air mempunyai hubungan yang sangat rendah dengan logam pada ikan. Hal ini disebabkan Hg lebih mudah berikatan dengan klor dibandingkan dengan senyawa lain. Hg lebih mudah terakumulasi pada air laut dibandingkan pada air tawar karena klor lebih bayak terdapat pada air laut dalam bentuk ikatan HgCL. Hg mudah masuk kedalam plankton dan bisa berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi merkuri organik (metal merkuri) oleh peran organism yang terjadi pada sedimen di dasar perairan. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa organo-merkuri. Senyawa organo-merkuri yang paling umum adalah metal merkur i yang dihasilkan organisme dalam air dan tanah.

Universitas Sumatera Utara 4.5 Faktor Fisik Kimia Perairan Pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan perairan kebanyakan terjadi akibat adanya pengaruh berbagai aktivitas yang dilakukan manusia. Selain besarnya logam berat yang terkandung dalam badan perairan, kualitas perairan tersebut juga ditentukan oleh berberapa faktor lainnya antaranya adalah pH, turbidity, oksigen terlarut (Disolved Oxygen), kebutuhan biokimia Biochemiycal Oxygen Demand, suhu, dan TSS. Hasil pengukuran faktor fisik-kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Nilai Faktor Fisik Kimia pada masing-masing Stasiun Penelitian No Parameter Satuan Stasiun 1 2 3 4 5 6 1. Suhu 0C 23,5 26,5 25,6 23,1 23,2 23,3 2. Turbidity NTU 1,09 1,79 33,9 59,1 63,2 150 3. pH - 7,2 7,23 6,5 7,2 7,21 7,32 4. DO mg/l 7,13 7,23 7,4 6,83 7,26 6,83 5. BOD5 mg/l 1,17 1,03 1,43 1,27 1,52 1,58 6. TSS mg/l 4 178,5 509 1940 135 154 Keterangan: 1: Stasiun 1. Aek Pahu Tombak; 2: Stasiun 2. Aek Pahu Huta Mosu; 3: Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu; 4: Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru; 5: Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru; 6: Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru.

4.5.1 Suhu Pada Tabel 4.5 kondisi suhu air setiap stasiun penelitian berkisar antara 23,1-26,5 0C, dimana suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 26,5 0C, dan suhu terendah terdapat pada stasiun 4 yakni 23,10C. Tingginya suhu pada stasiun 2 disebabkan kondisi stasiun yang terbuka, artinya tidak terdapat adanya kanopi disekitar sungai sehingga cahaya matahari langsung menembus badan air yang menyebabkan suhu air cukup tinggi. Sedangkan rendahnya suhu pada stasiun 4 disebabkan adanya kanopi disekitar sungai. Suhu perairan merupakan salah satu parameter fisik yang penting bagi kehidupan biota. Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar,

Universitas Sumatera Utara karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan (Yulistiana, 2007).

4.5.2 Turbidity/ Kekeruhan Pada Tabel 5.4 nilai tubidity pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 1,09-150 NTU. Nilai Turbidity terendah terdapat pada stasiun 1 yakni sebesar 1,09 NTU, hal ini disebabkan lokasi ini berada dihulu sungai yang kondisi sungainya masih alami. Nilai turbidity tertinggi terdapat pada stasiun 6 yaitu sebesar 150 NTU. Bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain yang berasal dari hulu (stasiun 4 dan 5) terbawa arus sungai dan akan terkumpul pada stasiun ini sehingga menyebabkan stasiun 6 jauh lebih keruh dibandingkan dengan stasiun lain.

Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena kekeruhan pada air memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat, misalnya pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara 4.5.3 pH (Derajat Keasaman) Pada Tabel 4.5 nilai pH pada seluruh stasiun berkisar antara 6,2-7,32, dimana nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 6 sebesar 7,32 dan nilai pH terendah terdapat pada stasiun 3 yakni sebesar 6,5. Tingginya nilai pH pada stasiun 6 disebabkan banyaknya senyawa organik maupun anorganik yang terbawa arus sungai dari hulu. Sedangkan rendahnya nila pH pada stasiun 3 disebabkan kondisi sungai yang masih cukup alami dan tidak terdapatnya aktivitas yang menyebabkan masuknya limbah organik maupun anorganik ke badan sungai.

Secara keseluruhan nilai pH pada seluruh stasiun penelitian masih tergolong normal. Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan yang mempunyai pH sekitar 6,5-7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH yang di atas pH normal bersifat basa. Nilai pH air yang normal juga mengindikasikan bahwa jumlah bahan organik bahan yang terlarut sedikit. Semakin banyak jumlah bahan organik yang terlarut maka akan menyebabkan nilai pH menurun, karena konsentrasi CO2 semakin meningkat akibat aktivitas mikroba dalam menguraikan bahan organik (Rinawati et al, 2008).

4.5.4 DO (Dissolved Oxygen) Pada Tabel 4.5 kondisi oksigen terlarut pada semua stasiun penelitian berkisar antara 6,83-7,4 mg/l. Hal ini menunjukkan kondisi oksigen terlarut pada setiap stasiun penelitian tergolong kondisi yang baik, sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut PP PP No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa batas minimum nilai DO untuk air kelas 1 yaitu 6 mg/l. Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan. Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam limbah. Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut di proses untuk degradasi senyawa organik dalam air (Warlina, 2004), selanjutnya

Universitas Sumatera Utara menurut Odum (1996), oksigen terlarut dalam suatu perairan dapat dipengaruhi oleh bahan organik yang terdapat didalamnya karena bakteri pengurai membutuhkan oksigen untuk proses perombakannya. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah udara di atasnya, proses fotosintesa dan glikogen dari binatang itu sendiri. Oksigen terlarut merupakan parameter kunci yang dapat menentukan tingkat pencemaran suatu perairan.

Menurut Sastrawijaya (1991), oksigen terlarut bergantung kepada suhu, kehadiran tanaman fotosintetik, tingkat penetrasi cahaya, yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air, jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang mati atau limbah industri. Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka organisme aerob akan mati dan organisme anaerob akan menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana dan hidrogen sulfida.

4.5.5 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

BOD5 yakni banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganime untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air selama 5 hari, menggambarkan banyaknya zat organik mudah terurai oleh kegiatan biokimia dalam suatu perairan.

Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa nilai BOD5 berkisar antara 1,03-1,58 mg/l. Nilai

BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 6 yakni 1,58 ml/l dan nilai BOD5 terendah terpadat pada stasiun 2 yakini sebesar 1,03 mg/l, akan tetapi secara keseluruhan nilai

BOD5 pada semua stasiun penelitian masih tergolong baik, sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut PP PP No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa batas maksimum nilai BOD5 untuk air kelas 1 yaitu 3 mg/l.

Menurut Kristanto (2002), BOD5 menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan- bahan buangan (limbah) di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi. Nilai BOD5 di perairan

Universitas Sumatera Utara dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton dan keberadaan mikroba serta jenis dan kandungan bahan organik (Bahri, 2002). Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme yang lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Semakin besar kadar BOD-nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar.

4.5.6 TSS (Total Suspended Solid) Dari Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa nilai TSS pada semua stasiun penelitian berkisar antara 4-1940 mg/l. Nilai TSS terendah terdapat pada stasiun 1 yakni sebesar 4 mg/l dan nilai TSS tertinggi terdapat pada stasiun 4 yakni sebesar 1940 mg/l. Rendahnya nilai TSS pada stasiun 1 disebabkan stasiun ini berada dihulu yang kondisi sungainya masih alami dan belum terganggu oleh aktivitas masyarakat. Sedangkan tingginya nilai TSS pada stasiun 4 disebabkan adanya kegiatan tambang batu yang berada 50 meter dihulu stasiun 4. Batuan yang menjadi bahan baku dari pada tambang tersebut berasal dari badan sungai. Dampak dari pengerukan batuan menyebabkan meningkatnya padatan tersuspensi berupa lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik dibadan sungai.

Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain-lain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi. Partikel tersuspensi akan menyebarkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri

Universitas Sumatera Utara dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi (Effendi, 2003).

4.6 Sifat Fisika Kimia di Perairan Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak Dan Aek Pahu Hutamosu Berdasarkan Metoda Storet Sifat fisika- kimia air yang terdapat di Sungai Batang Toru, Aek Pahutombak dan Aek Pahu Hutamosu dihubungkan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Storet yang lebih dikenal dengan metoda Storet tercantum pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Sifat Fisika Kimia di Perairan Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu Berdasarkan Metode Storet Parameter Baku Mutu* Hasil Pengukuran Score Air Kelas.3 Min Max Rata2 Min Max Rata2 Total Suhu (0C) Deviasi 3 23,1 26,5 24,8 0 0 0 0 pH 6-9 6,3 7,32 6,81 0 0 0 0 DO (mg/l) 6 6,83 7,4 7,12 0 0 0 0 BOD5 (mg/l) 3 1,03 1,58 1,31 0 0 0 0 TSS (mg/l) 50 4 1940 972 0 -2 -6 -8 Pb (mg/l) 0,03 0,0009 0,0025 0,0017 0 0 0 0 Cd (mg/l) 0,01 0,00009 0,0017 0,0009 0 0 0 0 Cu (mg/l) 0,02 0,0009 0,005 0,00295 0 0 0 0 Hg (mg/l) 0,002 0,000038 0,000048 0,000043 0 0 0 0 Zn (mg/l) 0,05 0,007 0,091 0,049 0 -4 0 -4 Total score -20 *Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Berdasarkan Tabel 4.6 faktor fisik kimia yang memiliki skor yaitu TSS dan logam seng dengan masing-masing total skor sebesar -8 dan -4, secara keseluruhan total skor yang didapat yaitu -12. Dihubungkan dengan baku mutu air golongan I, nilai storet pada stasiun 1 yaitu 0, artinya stasiun 1 tergolong kelas A yaitu kategori perairan yang memiliki kualitas air yang baik sekali, sedangkan untuk stasiun 2,3,4,5 dan 6 berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar -8 dan -4, stasiun tersebut tergolong kelas B yaitu kategori perairan yang memiliki kualitas air yang baik. Tercemarnya stasiun 2,3,4,5 dan 6 disebabkan oleh padatan tersuspensi dan kandungan seng yang melebihi batas baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2001

Universitas Sumatera Utara tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk air kelas 3 dimana batas maksimum untuk TSS sebesar 50 mg/l dan untuk logam seng sebesar 0.05 mg/l.

Universitas Sumatera Utara BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan a. Logam Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn yang terakumulasi pada tubuh ikan belum melebihi batas baku mutu menurut SNI/7387/2009. b. Logam Pb, Cd, Cu, Hg dan Zn yang terakumulasi pada air belum melebihi batas baku mutu berdasarkan PP No.82 Tahun 2001. c. Aek Pahu Tombak memiliki kualitas air yang baik sekali, sedangkan Sungai Batang Toru dan Aek Pahu Hutamosu memiliki kualitas air yang baik.

5.2 Saran a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai kelayakan ikan yang ada Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu untuk dikonsumsi. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pengambil kebijakan misalnya departemen perikanan, depperindag dan bappedalda dalam pengawasan dan penjagaan kualitas lingkungan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya Pada Kesehatan. TJP, Fakultas Teknik, UNNES. Jurnal Teknubuga. Volume 2 (1) hlm: 53-65. Amriani. 2011. Bioakumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) pada Kerang Darah (Anadara Granosa L.) dan Kerang Bakau (Polymesoda Bengalensis L.) di Perairan Teluk Kendari. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Arie, U. 1998. Pembenihan dan Pembesaran Nila Giff. : Penebar Swadaya Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : UGM Press. Barus, T.A. 2004. Metode Ekologis Untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Medan: USU-Press. Boediono, A. 2003. Pengaruh Merkuri bagi biota Laut. Program Pasca Sarjana/S3 IPB. Bogor. Bramono. 2009. Pencemaran Timbal. http://www.bplhdjabar.go.id. Diakses tanggal 5 Juni 2012. Brotowidjoyo, M. D. 1993. Zoologi Dasar. Cetakan II. Jakarta: Erlangga. Brower, J. E., H.Z. Jerrold. & Car I.N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. USA, New York: Wm. C. Brown Publisher. Connell, D.W., Miller, G.J. 1995. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI-Press. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: hubugannya dengan toksikologi senyawa logam. Jakarta: UI-Press. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Jakarta: Kanisius. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Kanisius. Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Handayani, D.T. Pencemaran Air Oleh Logam Berat Cu, Ag,Hg, Pt, Au, Pb Dan Pencemaran Udara Olehgas Sox. http://www.scribd.com/. Diakses tanggal 3 Juni 2012.

Kottelat, M.A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S, Wirjoatmojo 1993. Freshwater Of Westren Indonesia and Sulawes. London: Periplus Edition.

Universitas Sumatera Utara Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Loebis, J. 1993. Hidrologi Danau Toba dan Sungai Asahan. Jakarta: Puri Fadjar Mandiri. Nasution, F.A. 2004. Bahaya Timbal dan Permasaalahannya. Departemen teknik Lingkungan. Bandung: ITB-Press. Nybakken, J.W. 1994. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Palar, H. 2008. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Pandjaitan, M. 2002. Industri Petrokimia dan Dampak Lingkungannya. Yogyakarta: UGM- Press. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. www.sjdih.depkeu.go.id. Diakses 6 Nov 2012. Rachmawati, S.I., Darmono. 1996. Derajat Kontaminasi Kadmium Dalam Pakan Ayam Ras. Jurnal Pertanian. Vol 2 (1) hlm:.257-261. Renova, R.N. 2010. Dampak Merkuri Terhadap Keamanan Pangan. http://www.duniaveteriner.com. Diakses 15 Juni 2012. Rifai, S.A. Sukaya, N. & Nasution, Z. 1984. Biologi Perikanan. Edisi 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rinawati, Supriyanto, R. & Dewi, S.W. 2008. Profil Logam Berat (Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Pb dan Zn) di Perairan Sungai Kuripan Menggunakan ICP- OES. Prosiding Seminar Nasional Sain dan Teknologi-II,17-18 November 2008. : Universitas Lampung. 251-366. Romimohtarto. K & S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan. Rompas, R.M., Rumampuk, N.DC., Rompas, J.R. 2009. Oseanografi Kimia. Jakarta: Penerbit Secretariat Dewan Kelautan Indonesia. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I. Jakarta: Bina Cipta. Saeni, M.S. 1997. Penetuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis rambut. Orasi Ilmiah, Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Lingkungan. Bogor: FMIPA-IPB. Santoso, S.1997. mengelola statistic secara professional dengan SPSS. Jakarta: penerbit PT Alex media Komputindo.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Soemarwoto, O. 2005. Gasohol Bensin Tanpa Timbal. http://www. pikiranrakyat.com. Diakses 15 Juni 2012.

Universitas Sumatera Utara Soemirat, J. 2009. Ekotoksikologi Ekosistem Akuatik. Bogor: UGM-Press. Standar Nasional Indonesia No. 7387 tahun 2009. Batas maksimum cemaran logam berat pada makanan. www.sjdih.depkeu.go.id. Diakses 6 Nov 2012. Suin., N. M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Penerbit Andalas. Supriatno, Lelifajri. 2009. Analisis Logam Berat Pb dan Cd dalam Sampel Ikan dan Kerang secara Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol. 7 (1) hlm: 5-8. Standart Nasional Indonesia. 2009. Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.http//www.SNI.com. Diakses 6 Juni 2012 Syahminan. 1996. Studi Distribusi Pencemaran Logam Berat di Perairan Estuari Sungai Siak, . [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Waldichuk, M. 1974. Some Biological Concern in heavy metals pollution In: Pollution and Physiology of marine Organisme. London,:Vernberg & Vernberg (Ed) Academic Press. Warlina, L. 2004, Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya, Makalah Pengantar ke Falsafah Sain, Program Pascasarjana. Bogor: IPB. Widowati, W., A, Sationo., R, R. Jusuf. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi. Yudha, I.G. 2009. Kajian Logam Berat Pb, Cu, Hg Dan Cd Yang Terkandung Pada Beberapa Jenis Ikan Di Wilayah Pesisir Kota Bandar Lampung. http://www. education.poztmo.com. Diakses 15 Juni 2012. Yulistiana, L. 2007, Penentuan Kualitas Air dan Kajian Daya Tampung Sungai Kapuas, Kota Pontianak. Tesis. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Foto Stasiun Penelitian

Stasiun 1. Aek Pahu Tombak

Stasiun 2. Aek Pahu Hutamosu

Stasiun 3. Pertemuan Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu

Universitas Sumatera Utara

Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru

Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru

Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru

Universitas Sumatera Utara Lampiran B. Peta Lokasi

Stasiun 1. Aek Pahu Tombak (01o30’16,9” LU & 99o2’45,9” BT) Stasiun 2. Aek Pahu Hutamosu (01o29’34,7” LU & 099o03’53,9” BT) Stasiun 3. Pertemuan Aek pahu tombak dan aek pahu hutamosu (01o29’47,2” LU & 99o02’37,5” BT) Stasiun 4. Hulu Sungai Batang Toru (010 28’21,6” LU & 990 03’29” BT) Stasiun 5. Pertengahan Sungai Batang Toru (010 28’5,8” LU & 990 03’14,1” BT) Stasiun 6. Hilir Sungai Batang Toru (010 27’47,3” LU & 990 02’12” BT)

Universitas Sumatera Utara Lampiran C. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

Sampel Air

1 ml MnSO4

1 ml KOH – KI

dikocok didiamkan

Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

1 ml H2SO4

dikocok

didiamkan

Larutan Sampel Berwarna Coklat

diambil sebanyak 100 ml

ditetesi Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

ditambahkan 5 tetes amilum

Sampel Berwarna Biru

dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N

Sampel Bening

dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai

Hasil (Suin, 2002)

Universitas Sumatera Utara Lampiran D. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air

diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal dihitung nilai DO akhir

DO Akhir DO Awal

Keterangan : Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO Nilai BOD = Nilai DO awal – Nilai DO akhir

(Suin, 2002)

Universitas Sumatera Utara Lampiran E. Bagan Kerja Penentuan Total Suspended Solid (TSS)

Penentuan Berat Kertas Saring

Kertas Saring Whatman No.40

Dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu ±105 Didinginkan dalam desikator selama 15 menit Ditimbang dengan cepat

Hasil

Penentuan Nilai TSS dari sampel

Sampel

Dihomogenkan Diambil 100 mL Disaring dengan kertas saring whatman No.40

Residu Filtrat

Dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu ±105

Didinginkan dalam desikator selama 15 menit Ditimbang dengan cepat

Hasil

Universitas Sumatera Utara Lampiran F. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas KELAS NO Parameter Keterangan Satuan I II III IV FISIKA 1. Temperature Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi Deviasi temperature °C 3 3 3 3 dari keadaan alaminya 2. Residu Pengelolaan tersuspensi air minum mg/l 50 50 400 400 secara konvensional 5000 mg/l KIMIA 3. pH Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka 6-9 6-9 6-9 5-9 ditentukan berdasarkan kondisi alamiah 4. BOD5 mg/l 2 3 6 12 5. DO Angka batas mg/l 6 4 3 0 minimum 6. Cadmium mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01 7. Tembaga Pengolahan air minum secara mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2 konvensional 1 mg/l 8. Timbal mg/l 0,03 0,03 0,03 1 Bagi

Universitas Sumatera Utara pengolahan air minum secara konvensional, Pb 0,1 mg/l 9. Air raksa mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005 10. Seng Bagi pengolahan air mg/l 0,05 0,05 0,05 2 minum secara konvensional, Zn 5 mg/l Keterangan: Logam berat merupakan logam terlarut Nilai di atas merupakan nilai maksimum kecuali untuk pH dan DO Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan batas minimum Tanda adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MEGAWATI SOEKARNO PUTRI

Sumber : www.menlh.go.id/Peraturan/PP/PPb2-2001.pdf

Universitas Sumatera Utara Lampiran G. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Pada Pangan

Standar Nasional Indonesia (SNI)

7387 Tahun 2009

Batas Maksimum Logam Ikan Dan Hasil Olahannya

Timbal (Pb) 0,3 ppm Cadmium (Cd) 0,1 ppm Tembaga (Cu) 20 ppm Merkuri (Hg) 0,5 ppm Seng (Zn) 100 ppm

Universitas Sumatera Utara