Sistem Ekonomi Masa Demokrasi Liberal

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Sistem Ekonomi Masa Demokrasi Liberal Sistem ekonomi masa demokrasi liberal Sistem Ekonomi Ali Baba Sistem ekonomi ali baba sendiri sangat terkenal ya kawan. Taukah kalian mengenai sistem ekonomi ali baba di era demokrasi liberal sendiri? sistem ekonomi ali baba ialah orang indonesia yang memperoleh lisensi tapi yang menjalankan adalah perusahaan keturunan China bung. Jadi, dalam sistem ekonomi ini orang Indonesia sama sekali tidak memiliki lisensi. Perusahaan yang lahir dari kerjasama tersebut dinamakan perusahaan Ali Baba. Ali yang mewakili pribumi dan Baba mewakili keturunan bangsa China. Gerakan Asaat Gerakan asaat adalah salah satu usaha lain yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengusaha pribumi dilakukan melalui 'Gerakan Asaat'. Gerakan Asaat sendiri memberikan perlindungan khusus bagi warga negara Indonesia Asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan dengan pengusaha asing pada umumnya dan warga keturunan Cina pada khususnya. Gunting Syafrudin Pada tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan Syafrudin Prawiranegara mengambil sebuah kebijakan ekonomi yaitu memotong uang dengan memberlakukan nilai setengahnya untuk mata uang yang mempunyai nomina 250 ke atas. Kebijakan memotong uang ini dikenal dengan nama gunting syafrudin. Program Perencanaan Pembangunan Lima Tahun (1956-1961) Upaya dalam meningkatkan sektor ekonomi dalam masa demokrasi liberal memang terus dilakukan. Upaya pembangunan juga mulai dilaksanakan dengan program lima tahun ini. yang mana program telah dirancang atau dipersiapkan oleh Biro Perancang Nasional. Program ini pertama kali dijalankan pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Program pembangunan rencana lima tahun berbeda dengan RUP yang lebih umum sifatnya. Program ini sangat terinci dan memlakukan prioritas proyek rendah. Tujuan rencana pembangunan lima tahun adalah mendorong munculnya industri besar, munculnya perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan jasa pada sektor publik yang hasilnya diharapkan mampu mendorong penanaman modal dalam sektor swasta. Nasionalisasi Perusahaan Asing Langkah pemerintah belum terhenti dampai disitu. Usaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Dengan ini Nasionalisasi dibentuk dengan tindakan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milik pemerintah RI. Pengalihan hak milik modal asing sudah dilakukan sejak pengakuan kedaulatan pada tahun 1949. Hal ini terkait dengan hasil KMB yang mana akan membahas tentang irian barat namun tak kunjung dibahas. Program Benteng Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Program Benteng adalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia "pribumi" (dalam arti "non-Tionghoa). Latar belakang Pada tahun 1950-an, ada tekanan politis yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian Revolusi. Namun, Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk menghasilkan pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat menyampaikan kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia setelah selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik asing maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan bahwa peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu dicantumkan secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang. Program Benteng merupakan suatu cara mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa merugikan perusahaan asing, terutama Belanda. Pelaksanaan Program Benteng melewati sejumlah tahap, dengan pengubahan dalam banyak kesempatan. Program terutama mencakup impor, karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar. Lagipula, peranan Belanda sangat terasa di bidang ini, terutama lewat lima perusahaan niaga besar. Pada mulanya yang ditekankan adalah barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha pribumi. Kemudian, yang dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan memperoleh lisensi impor. Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia asli". Bulan Mei dan Juni 1953, debat mengenai penaikan persentase ini, termasuk tuduhan diskriminasi terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya Kabinet Wilopo. Program Benteng ditinjau kembali bulan September 1955 oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dan menteri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut dan diganti dengan persyaratan ketat mengenai pembayaran uang muka. Dibentuknya Kabinet Karya di bawah Djuanda Kartawidjaja bulan Maret dan April 1957 ditandai dengan pengalihan ke "ekonomi terpimpin". Program Benteng resmi dihentikan. Nasionalisasi De Javasche Bank Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang- undang No. 24 tahun 1951. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek) Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi : 1. Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan. 2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral. 3. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak. Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956- 1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah. RPLT mengalami kegagalan disebabkan oleh Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing. Musyawarah Nasional Pembangunan Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. .
Recommended publications
  • Table of Content
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Elites and economic policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998 Fuady, A.H. Publication date 2012 Link to publication Citation for published version (APA): Fuady, A. H. (2012). Elites and economic policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:29 Sep 2021 Chapter 6 Elites and Industrialization Policy Industrialization has been regarded as a major factor contributing to divergent economic development in Asia and Africa. This has also been a feature of Indonesia–Nigeria comparisons since the 1980s. Since the mid- 1980s, the manufacturing sector has been an engine of growth in Indonesia. Contribution of the sector to the country‟s GDP increased significantly, from 8 percent in 1965 to 29 percent in 2003 (World Bank, 2007b).
    [Show full text]
  • The Ethnic Triangle: State, Majority and Minority in Indonesia, Malaysia and Singapore
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by ScholarBank@NUS THE ETHNIC TRIANGLE: STATE, MAJORITY AND MINORITY IN INDONESIA, MALAYSIA AND SINGAPORE SUN TSAI-WEI NATIONAL UNIVERSITY OF SINGAPORE 2010 THE ETHNIC TRIANGLE: STATE, MAJORITY AND MINORITY IN INDONESIA, MALAYSIA AND SINGAPORE SUN TSAI-WEI MA (National Taiwan Univ.; UCLA) A THESIS SUBMITTED FOR THE DEGREE OF DOCTOR OF PHILOSOPHY DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE NATIONAL UNIVERSITY OF SINGAPORE 2010 ACKNOWLEDGEMENTS I owe thanks to many people for helping me during my doctoral work. My deepest gratitude goes first and foremost to Associate Professor Hussin Mutalib, my main supervisor, for his constant encouragement and guidance. Words cannot express my gratitude for Professor Hussin’s firm support and illuminating comments. Most importantly, without his patience with my slow writing process, this thesis could not have reached its present form. I would also like to record my heartfelt gratitude to my three co-supervisors: Dr. Kenneth Paul Tan, Dr. Jamie Davidson, and Dr. Wang Cheng-Lung, for their valuable comments and suggestions on the draft of my thesis. I particularly appreciate their tolerance of my insistence on writing this thesis my way. I am also greatly indebted to the professors at the Department of Political Science—Professor Shamsul Haque, A/P Lee Lai To, Dr. Kilkon Ko, Dr. Ethan Putterman, and Dr. Bradley Williams—for their kind words of encouragement and support during my time at NUS. I also owe my sincere gratitude to my friends and my fellow classmates Yew Chiew Ping, Ang Ming Chee, and Andy Mickey Choong, who assisted me in adapting to life in Singapore, preparing for my qualifying exams and fieldworks, as well as lending a listening ear and helping me work out my problems during the difficult course of my study.
    [Show full text]
  • H. Bachtiar Bureaucracy and Nation Formation in Indonesia In
    H. Bachtiar Bureaucracy and nation formation in Indonesia In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 128 (1972), no: 4, Leiden, 430-446 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/26/2021 09:13:37AM via free access BUREAUCRACY AND NATION FORMATION IN INDONESIA* ^^^tudents of society engaged in the study of the 'new states' in V J Asia and Africa have often observed, not infrequently with a note of dismay, tihe seeming omnipresence of the government bureau- cracy in these newly independent states. In Indonesia, for example, the range of activities of government functionaries, the pegawai negeri in local parlance, seems to be un- limited. There are, first of all and certainly most obvious, the large number of people occupying official positions in the various ministries located in the captital city of Djakarta, ranging in each ministry from the authoritative Secretary General to the nearly powerless floor sweepers. There are the territorial administrative authorities, all under the Minister of Interna! Affairs, from provincial Governors down to the village chiefs who are electecl by their fellow villagers but who after their election receive their official appointments from the Govern- ment through their superiors in the administrative hierarchy. These territorial administrative authorities constitute the civil service who are frequently idenitified as memibers of the government bureaucracy par excellence. There are, furthermore, as in many another country, the members of the judiciary, personnel of the medical service, diplomats and consular officials of the foreign service, taxation officials, technicians engaged in the construction and maintenance of public works, employees of state enterprises, research •scientists, and a great number of instruc- tors, ranging from teachers of Kindergarten schools to university professors at the innumerable institutions of education operated by the Government in the service of the youthful sectors of the population.
    [Show full text]
  • Strategies of Rent Seeking During the Sukarno Period: Foreigners and Corruption, 1950–1965
    Volume 13 Number 1 ISSN: Page April 2017 1410-4962 91—108 Strategies of Rent Seeking during The Sukarno Period: Foreigners and Corruption, 1950–1965 FARABI FAKIH Universitas Gadjah Mada Abstract This articles tries to analyze the corruption strategy that was becoming Keywords: institutionalized during the Liberal Democracy (1950-1957) and Guided corruption; Democracy (1957-1965) period and how the state dealt with these challenges managerial through managerial strategies. Corruption here is seen as a discourse that are elite; often used by new state elite entrant to discredit old elites, especially those with legitimating connection to the financial or economic policy makers. The position of foreigners discourses; here are central because they provide opportunities for asset transfer or the creation asset transfer of new assets. By looking at the financial transition from Liberal Democracy to Guided Democracy, the forms of transfer or asset production through corruption or collusion could be discerned. Abstrak Artikel ini berusaha menguliti strategi korupsi yang mulai terpatri pada masa Kata Kunci: Demokrasi Liberal (1950-1957) dan Demokrasi Terpimpin (1957-1965) serta korupsi; elit bagaimana negara menjawab tantangan tersebut lewat usaha-usaha manajerial. manajerial; Korupsi disini dilihat sebagai wacana yang seringkali dipakai oleh entrant atau elit wacana baru negara untuk mendiskreditkan elit-elit lama, khususnya mereka yang punya legitimasi; koneksi kepada kebijakan keuangan dan ekonomi. Posisi orang asing disini sangat transfer aset sentral karena mereka menyediakan kesempatan untuk transfer aset ataupun penciptaan aset baru. Dengan melihat pada transisi kekuasaan dari Demokrasi Liberal kepada Demokrasi Terpimpin, bentuk-bentuk transfer ataupun produksi asset lewat praktek korupsi dan kolusi disini dijabarkan.
    [Show full text]
  • Engraving Mata Uang Kertas Republik Indonesia Masa Pasca Kemerdekaan Tahun 1945-1965 Program Studi Pendidikan Seni Kriya Jurusan
    ENGRAVING MATA UANG KERTAS REPUBLIK INDONESIA MASA PASCA KEMERDEKAAN TAHUN 1945-1965 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Herman 11207244007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI KRIYA JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016 MOTO Orang yang bijak adalah orang yang mengerti akan sejarahnya PERSEMBAHAN Karya tulis ilmiah ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah memberi sejarah kepada saya, yaitu: Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Wardana dan Ibunda Munirah Kakak dan adik tersayang, Lili Kaliri, Sinta Franciska, Kiki Krisnawati Keluarga besar Bapak Dakim dan Ibu Tarsiti Suharto Beserta Istri Nurbaeti, Roma Doni, Salsabila, Kepin Keluarga besar Bapak H. Kadir dan Ibu Hj. Priyati Terimakasi kepada sejarawan yang telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini, Faisal, Agus, Yoyok dan Mujirun Sekeluarga Sahabat seperjuangan di UKM Madawirna, Angit Sihlestari, Nurmuliastika, Rindi, Azmi, Ndari, Teresa, Ciong, Ilham, Rahardian, Ismu, Ivan, Dwi Winandar, Rahmat, Sukma Parasahabat G-Je seruker FPTI Sleman Sahabat sepenanggungan Keluarga Mahasiswa Tasikmalaya Uny Keluarga besar Burjo Pasundan, (ali, imlih, apen, tatan, dede, kang aam) KATA PENGANTAR Setelah melakukan proses perkuliahan yang panjang, akhirnya tahap akhir yakni penyusunan skripsi juga telah selesai dilalui. Tidak ada hasil yang sempurna di dunia ini, begitu juga hasil skripsi ini, namun rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT benar-benar penulis syukuri, dan berterimakasih sebanyak-banyaknya atas kesempatan yang diberikan oleh-Nya ini sehingga penyusunan skripsi telah selesai dilakukan. Proses penelitian hingga penyusunan laporan skripsi ini tentunya juga tidak terlepas dari kerjasama, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak.
    [Show full text]
  • Indonesia's Economy Since Independence
    INDEX A ASEAN (Association of Southeast Abdurrachman Wahid, 35, 122, 187 Asian Nations), 72–73, 103, 175, ADB (Asian Development Bank), 271, 286–87, 291–92 162–63 ASEAN-4, 159, 286 “administrators”, 44–45 ASEAN-5, 273 affirmative policy, see Benteng ASEAN-China Free Trade Agreement, programme 134 Agency for Technology Assessment ASEAN Free Trade Agreement and Application, see BPPT (AFTA), 263, 291 Agency for the Revitalization of the Asian Development Bank, see ADB Forest Industry, see BRIK Asian economic crisis, 3, 24, 69, Agreement on Textile and Clothing, 103–04, 122, 126–27, 129, see MFA 132, 156, 163, 169, 175, 179, “Ali-Baba” enterprise, 16, 32 187–88, 192, 194–98, 208, 212, Ali Sastroamidjojo, 33, 43 214–15, 248, 257, 273, 282–84, Ali Wardhana, 78 287, 289, 291 “anti-export bias”, 72–73, 102, 151, aftermath, and, 74–77, 260–63 155–56, 168–69, 177, 187, 252, auto-parts industry, impact on, 255 280–81 APEC (Asia-Pacific Economic developments after, 84–87 Cooperation), 103 industrial development overview, Arab-Israeli War, 91 176–83 Army Staff and Command School, see manufacturing sector after, 163–67 SESKOAD “Asian Tigers”, 159, 176 Army Strategic Reserve Command, see Assaat Movement (Gerakan Assaat), Kostrad 19, 21 A.R. Soehoed, 100, 149, 152–54, 276 Australia and Argentina: on Parallel Asahan aluminium smelter, 100 Paths, book, 134 15 Indonesia_Economy.indd 297 4/12/12 3:41:23 PM 298 Index authoritarianism, 83 BIN (Bank Industri Negara), 12, 42 automotive industry, 282–83 B.J. Habibie, 35, 81–82, 100, 122, auto-parts firms, number
    [Show full text]
  • Indo 31 0 1107015193 113
    POLITICAL DIMENSIONS OF THE CURRENCY QUESTION 1945-1947* Robert Cribb Currency problems may seem at first to have little to do with revolution, but during the early years of the Indonesian Revolution circumstances were such that currency became a major element in the struggle between the opposing parties. In fact, the conflict over currency had such wide-ranging political implications that it was one of the reasons behind the Dutch decision to launch their first "Police Ac­ tion" against the Republic in July 1947. This contest over currency was made possible by the strategic geography of the Dutch-Indonesian conflict. In the aftermath of World War II and the Japanese occupation of Indonesia, Allied (Australian) forces had succeeded in restoring Kali­ mantan (Borneo) and most of the islands of East Indonesia to the Dutch without great difficulty. On Java and Sumatra, however, a shortage of forces and deter­ mined opposition from the Republicans had confined Allied (British and British In­ dian) forces, which had arrived at the end of September 1945, to three urban en­ claves on Sumatra (Medan, Padang, and Palembang), and three and a half (Jakarta [Batavia], Semarang, and Surabaya, plus the northern half of Bandung) on Java. For both political and military reasons, the British did not remove the Indonesian Republican government apparatus present in these cities on their arrival, and in­ deed prevented the Dutch from attempting to do so. The effect was to give the cities an ambiguous status, on the one hand Dutch, for the Dutch were members of the Allies and had been confirmed as sovereign power by the San Francisco Confer ence of April-June 1945; but also Indonesian, for there was clearly no future for these cities distinct from their Javanese and Sumatran hinterlands then under the control of the Republic.
    [Show full text]
  • Kejayaan Negeri Kejayaan Akuntan Profesional Kejayaan Negeri
    KEJAYAAN AKUNTAN PROFESIONAL KEJAYAAN NEGERI KEJAYAAN AKUNTAN PROFESIONAL KEJAYAAN NEGERI KETUA IAI Prof. Soemardjo Tjitrosidojo 1957 - 1963 Lahir: Boyolali, 17 Oktober 1919 Pendidikan: Van Accountants (NIVA) Amsterdam Radius Prawiro Jabatan Terakhir: Anggota BPK 1963 - 1986 Register Akuntan No. A-2 Lahir: Yogyakarta, 29 Juni 1928 Subekti Ismaun Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UI 1986 - 1994 Jabatan Terakhir: MENKOEKUIN Katjep Abdoelkadir Register Akuntan No. D-64 Lahir: Yogyakarta, 14 Mei 1939 1994 Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UI Jabatan Terakhir: Dirut Bapindo Lahir: Pemalang, 1 Februari 1949 Register Akuntan No. D-183 Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UI & Program Doktor di Texas A & M Amerika Jabatan Terakhir: Direktur Universitas Trilogi Register Akuntan No. D-119/RNA 2 4 DARI MASA KE MASA Prof. Mardiasmo 2010 - Sekarang Lahir: Solo, 10 Mei 1958 Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UGM Ahmadi Hadibroto & University of Birmingham UK 2002 - 2010 Jabatan Terakhir: Wamenkeu RI Register Akuntan No. D-2950/RNA 16 Lahir: Medan, 23 Oktober 1949 Zaenal Soedjais Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UI 1998 - 2002 Soedarjono & University of Toledo OHIO USA 1994 - 1998 Lahir: Cirebon, 10 Agustus 1942 Jabatan Terakhir: Board Member IFAC Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UGM Register Akuntan No. D-1828/RNA 10 Lahir: Salatiga, 5 April 1939 & University of Southern California USA Pendidikan: Jurusan Akuntansi FE UI Jabatan Terakhir: Dirut PT. Pusri Jabatan Terakhir: Kepala BPKP Pusat Register Akuntan No. D-383 Register Akuntan No. D-187/RNA 1 ILUSTRASI:
    [Show full text]
  • Dugaan Penyelewengan Program Ekonomi Benteng Untuk Kepentingan Pemilihan Umum 1955
    HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 4 (2). 2021. 123-130 DOI: https://doi.org/10.17509/historia.v4i2.28697 Available online at HISTORIA; Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah website: https://ejournal.upi.edu/index.php/historia HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 4 (2). 2021. 123-130 RESEARCH ARTICLE DUGAAN PENYELEWENGAN PROGRAM EKONOMI BENTENG UNTUK KEPENTINGAN PEMILIHAN UMUM 1955 Moch. Dimas Galuh Mahardika, Fahmi Nur Ramadhan 1Prodi. Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Sebelas Maret [email protected] To cite this article: Mahardika, M.D.G., & Ramadhan, F,N. (2021). Dugaan penyelewengan program ekonomi benteng untuk kepentingan pemilihan umum 1955. HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 4 (2). 2021. 123-130, DOI: https://doi.org/10.17509/historia.v4i2.28697. Naskah diterima : 4 Oktober 2020, Naskah direvisi : 6 April 2021, Naskah disetujui : 17 April 2021 Abstract After the proclamation of independence of the Republic of Indonesia on August 17, 1945, the government began to improve the development of the country. The government’s top priority was to improve people’s living standards, one of which was by improving the economic sector. Various efforts were made by the government, with one of them implementing the Benteng Economy Program. The monetary policy was prioritized for indigenous traders to create quality indigenous entrepreneurs. The purpose is contrary to the implementation practice, and the Benteng economic program is instead used as one of the mediums to reap profits. This is strengthened by several strategic positions in the governance structure filled by the majority of PNI members. Some strategic positions in the cabinet and government held by the PNI, namely the Minister of Foreign Affairs (Mr.
    [Show full text]
  • Dalam Kabinet Pembanguna Vi
    DALAM KABINET PEMBANGUNA VI SEBUAH REFLEKSI DALAM KONTEKS H/STOR/5 . .... r 1, " I .... l DINAMIKA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DALAM KABINET PEMBANGUNAN VI SEBUAH REFLEKSI DALAM KONTEKS HISTORIS KANTOR MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA DINAMIKA PAN DALAM KABINET PEMBANGUNAN VI Sebuah Refleksi dalam Konteks Historis DITERBITKAN OLEH : Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI Jakarta, 1998 TIM PENYUSUN : PENGA.RAH : T.B. Silalahi Drs. Suryanto Suryokusumo; Dr. Sapta Nirwandar; Drs. Hardijanto; Drs. Muryatin, MA; Dr. Muhd. Muhtadi Werdisastro; Drs. Mofidd Gunawan; lr .Gustav Pandjaitan; Winarso, SH; Dr. Burhanuddin Tajibnapis, MPH; Wirawan Martoredjo, SE; Drs. Darmansyah Piliang;. PELAKSANA: Drs. Soemardjo Drs. Soetarno; Kamaryan, SH; Drs. Petrus Bedapeduli; Drs. Koeshardo KS, M. Si; Drs. Endy Fatony; Drs. Ismadi Ananda; Drs. Asep Djembar Muhammad; Dra. Dini Saraswati Drs. Muhammad Imanuddin, SH; Dra. Nadimah, MBA; Parmono, SH; Naryadi, S.Sos. SEKRETARIAT: Drs. Yanuar Ahmad; Drs. Taufiqqurahman; Drs. Mudji Pitoyo; Jaka Saptana; Wardoyo; Nanik Murwati, SE; M. Yulian Ashari, S.IP.; Aman Syah; Dwi Yanti Woro Priastuti; Suryani. EDITOR AHLI: H. Kodhyat, SH DESAIN GRAFIS: PT AGRA KREATIF INDOKOM DAFfAR lSI Daftar lsi 3 Sambutan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kata Pengantar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Ringkasan Eksekutif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Prakata : Tantangan dan Harapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 • 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pendahuluan : Abdi Negara, Abdi Masyarakat.
    [Show full text]
  • Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942
    A Service of Leibniz-Informationszentrum econstor Wirtschaft Leibniz Information Centre Make Your Publications Visible. zbw for Economics Claver, Alexander Book — Published Version Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942 Provided in Cooperation with: Brill, Leiden Suggested Citation: Claver, Alexander (2014) : Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942, ISBN 978-90-04-26323-9, Brill, Leiden, http://dx.doi.org/10.26530/OAPEN_613428 This Version is available at: http://hdl.handle.net/10419/181391 Standard-Nutzungsbedingungen: Terms of use: Die Dokumente auf EconStor dürfen zu eigenen wissenschaftlichen Documents in EconStor may be saved and copied for your Zwecken und zum Privatgebrauch gespeichert und kopiert werden. personal and scholarly purposes. Sie dürfen die Dokumente nicht für öffentliche oder kommerzielle You are not to copy documents for public or commercial Zwecke vervielfältigen, öffentlich ausstellen, öffentlich zugänglich purposes, to exhibit the documents publicly, to make them machen, vertreiben oder anderweitig nutzen. publicly available on the internet, or to distribute or otherwise use the documents in public. Sofern die Verfasser die Dokumente unter Open-Content-Lizenzen (insbesondere CC-Lizenzen) zur Verfügung gestellt haben sollten, If the documents have been made available under an Open gelten abweichend von diesen Nutzungsbedingungen die in der dort Content Licence (especially Creative Commons Licences),
    [Show full text]
  • Table of Contents
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Elites and economic policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998 Fuady, A.H. Publication date 2012 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Fuady, A. H. (2012). Elites and economic policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:27 Sep 2021 Elites and Policies Economicin Indonesiaand Nigeria, 1966 Elites and Economic Policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998 Ahmad Helmy Fuady - 1998 A . H . Fuady 2012 Elites and Economic Policies in Indonesia and Nigeria, 1966-1998 Ahmad Helmy Fuady Copyright © 2012 Ahmad Helmy Fuady. All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted, in any form or by any means, electronics, mechanical, photocopying, recording, or otherwise, without the prior permission in writing from the proprietor.
    [Show full text]