KINERJA4TAHUN PEMERINTAH ACEH 2013-2016 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

KINERJA4TAHUN PEMERINTAH ACEH 2013-2016 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) KINERJA4TAHUN PEMERINTAH ACEH 2013-2016 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kinerja 4 Tahun Pemerintah Aceh 2013-2016 Hairul Basri [et.al] ISBN: 978-602-0824-35-2 Edisi 1, Cet. 1 Tahun 2016 158 hal. 17,2 cm x 24 cm Pengarah : Verifikator Data : Sekretaris Daerah Aceh 1. Kepala Bidang Bidang di lingkup Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Penanggungjawab : 2. Kepala Sub Bidang di lingkup Badan Perencanaan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Pembangunan Daerah Aceh Tim Penulis : Unsur Pendukung : 1. Dr.Ir. Hairul Basri, M.Sc. Tim Sekretariat 2. Taufiqurrahman, SP, MM 3. Zaiyadi, SE Desain dan Layout : aSOKA commucations (www.asoka.web.id) Kontributor Data : (isi diluar tanggungjawab desainer/layouter) Seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh Penerbit : Lembaga Naskah Aceh (NASA) JL. Ulee Kareng - Lamreung, Desa Ie Masen, No. 9A Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh 23117 Telp./Fax. : 0651-635016 E-mail: [email protected] (isi diluar tanggungjawab penerbit) Bekerjasama dengan: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) ACEH Jl. Tgk. H. Mohd. Daud Beureueh No.26 Banda Aceh kode pos 23121 Telp : (0651) 21440 | Fax: (0651) 33654 email : [email protected] www.bappedal.acehprov.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). PENGANTAR TIM PENULIS Tanggal 25 Juni 2012 dan ruang sidang DPRA Buku yang berjudul “Capaian Kinerja menjadi waktu dan tempat bersejarah bagi Pemerintah Aceh Tahun 2013-2016” berupaya dr. Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang menyajikan kinerja pembangunan selama 4 dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur tahun Pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Aceh oleh Menteri Dalam Negeri Republik Manaf secara independen (tidak memihak). Indonesia, Gamawan Fauzi. Sejak menerima Buku ini terdiri dari 4 Bab meliputi : Bab 1 amanah sebagai Kepala Pemerintahan Aceh, dr. menguraikan pendahuluan, Bab 2 menjelaskan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf mempunyai Visi dan Misi Pembangunan Aceh, Bab 3 tentang komitmen yang kuat untuk menuntaskan tidak Capaian Pembangunan Aceh, dan Bab 4 hanya permasalahan kekinian Aceh, namun juga Penutup. merumuskan permasalahan Aceh ke depan yang Para penulis mengucapkan terimakasih semakin kompleks. Komitmen yang kuat tidak kepada semua pihak terutama kepada para akan dapat berhasil tanpa dukungan jajaran SKPA yang telah berkonstribusi terhadap data Pemerintah Aceh secara menyeluruh untuk terkini sehingga buku ini dapat selesai tepat mengimplementasi Visi dan Misi Pembangunan waktu. Masukan dan kritikan yang konstruktif Aceh yang sudah menjadi kesepakatan bersama. sangat diharapkan untuk memberikan wawasan Sudah barang tentu, untuk mewujudkan yang cerdas bagi Pemerintah Aceh dan Visi dan Misi Pembangunan Aceh memerlukan masyarakat di masa yang akan datang. energi, waktu, pemikiran dan pengorbanan dari semua pihak. Dengan kata lain, untuk mewujudkan “Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Banda Aceh, Desember 2016 Berkeadilan, dan Mandiri berlandaskan Undang- Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsnki” memerlukan dukungan yang sungguh- TIM PENULIS sungguh dari seluruh lapisan masyarakat. Di satu sisi, sudah banyak keberhasilan pencapaian pembangunan yang sudah diraih, namun harus diakui masih ada persoalan pembangunan yang harus diselesaikan di masa yang akan datang. | KINERJA EMPAT TAHUN PEMERINTAH ACEH | 2013-2016 1 PENGANTAR KEPALA BAPPEDA ACEH Sesuai dengan Permendagri Nomor 54 tahun 2010 yang menjelaskan bahwa Badan Perencana Pembangunan Daerah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai Perencana dan Pengendali Pembangunan Daerah. Kedua fungsi ini sudah dan akan terus dilaksanakan oleh Bappeda Aceh. Bappeda Aceh sebagai salah satu SKPA mempunyai komitmen untuk mendukung visi dan misi Pembangunan Aceh yang diemban oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Visi dan Misi Pembangunan Aceh untuk mewujudkan “Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, dan Mandiri berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsnki” memerlukan perencanaan dan pengendalian yang serius. Seluruh bidang perencanaan di Bappeda Aceh yaitu Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang Keistimewaan dan Sumberdaya Manusia sudah bekerja keras untuk menyusun 2 | KINERJA EMPAT TAHUN PEMERINTAH ACEH | 2013-2016 perencanaan bersama dengan para SKPA. dan permasalahan pembangunan Aceh ke Demikian juga bidang Penelitian, Pengendalian depan. dan Evaluasi Pembangunan yang dimotori oleh Masukan dan kritikan yang konstruktif P2K (Percepatan dan Pengendalian Kegiatan) sangat diharapkan untuk memberikan Aceh sebagai bagian dari Bappeda Aceh untuk masukan dalam perencanaan, pelaksanaan mengevaluasi dan mengendalian pembangunan dan pengendalian pembangunan Aceh secara sudah bekerja keras sesuai dengan tupoksinya. terintegrasi di masa yang akan datang. Buku yang berjudul “Capaian Kinerja Pemerintah Aceh Tahun 2013-2016” yang memuat kinerja pembangunan selama 4 tahun Pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf sudah ditulis secara baik dan tidak memihak. Bappeda Aceh mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama kepada para SKPA yang telah berkonstribusi terhadap penyelesaian buku ini tepat waktu. Bappeda Aceh juga mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada para penulis yang sudah meluangkan waktu dan tenaga dengan PROF. DR. IR. AMHAR ABUBAKAR, MS anggaran yang terbatas, namun dapat KEPALA BAPPEDA ACEH menyediakan informasi tentang keberhasilan | KINERJA EMPAT TAHUN PEMERINTAH ACEH | 2013-2016 3 PENGANTAR GUBERNUR ACEH Visi dan misi Pembangunan Aceh yang diemban oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh untuk mewujudkan “Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, dan Mandiri berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsinki” bukanlah pekerjaan yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Mewujudkan cita-cita Pembangunan Aceh memerlukan komitmen, keikhlasan, kerja keras dan sungguh-sungguh dari seluruh lapisan masyarakat. Kami akui bahwa sesungguhnya kami sebagai Gubernur Aceh dan Wakil Gubernur tidak dapat mewujudkan semua yang kita cita-citakan tanpa didukung oleh semua pihak yaitu: para SKPA, Akademisi, Tokoh Masyarakat, Investor, Alim Ulama dan seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dari lubuk hati yang paling dalam kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah mendukung dan mensukseskan pembangunan Aceh. Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penulis yang sudah menghasilkan buku yang berjudul “Capaian Kinerja Pemerintah Aceh Tahun 2013-2016” yang memuat kinerja pembangunan selama 4 tahun Pemerintahan Zaini Abdullah- Muzakir Manaf secara tidak memihak. Kritikan konstruktif yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintahan Aceh di masa yang akan datang. Kami memohon maaf jika selama kepemimpinan belum dapat memuaskan semua pihak. Mari bersama kita membangun Aceh yang lebih maju dan sejahtera di masa yang akan datang. Dr. ZAINI ABDULLAH GUBERNUR ACEH 4 | KINERJA EMPAT TAHUN PEMERINTAH ACEH | 2013-2016 PENGANTAR WAKIL GUBERNUR ACEH Visi Aceh yaitu “Aceh yang Bermartabat, Sejahtera, Berkeadilan, dan Mandiri berlandaskan Undang-Undang Pemerintahan Aceh sebagai Wujud MoU Helsnki” dapat diwujudkan dengan melaksanakan semua misi pembangunan yang sudah ditetapkan. Saya sebagai Wakil Gubernur Aceh sudah bekerja keras membatu Gubernur Aceh dalam mewujudkan cita-cita Pembangunan Aceh tersebut. Dukungan dan kerjasama semua pihak terutama masyarakat luas sudah membuahkan hasil pembangunan, namun kami mengakui bahwa belum semua target pembangunan tersebut dalam direalisasikan sesuai dengan harapan semua pihak. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada tim penulis yang sudah menghasilkan buku yang berjudul “Capaian Kinerja Pemerintah Aceh Tahun 2013-2016” yang memuat kinerja pembangunan selama 4 tahun Pemerintahan Zaini Abdullah- Muzakir Manaf secara tidak memihak. Semoga buku ini dapat membuka wawasan pembangunan bagi Pemerintahan
Recommended publications
  • AGENDA REV 5 1.Indd
    DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA AGENDA KERJA DPD RI 2017 DATA PRIBADI Nama __________________________________________________________ No. Anggota ___________________________________________________ Alamat _________________________________________________________ _________________________________________________________________ Telepon/Fax ____________________________________________________ Nomor _________________________________________________________ KTP ____________________________________________________________ Paspor _________________________________________________________ Asuransi _______________________________________________________ Pajak Pendapatan ______________________________________________ SIM ____________________________________________________________ PBB ____________________________________________________________ Lain-lain _______________________________________________________ DATA BISNIS Kantor _________________________________________________________ Alamat _________________________________________________________ _________________________________________________________________ Telepon/Fax ____________________________________________________ Telex ___________________________________________________________ Lain-lain _______________________________________________________ NOMOR TELEPON PENTING Dokter/Dokter Gigi _____________________________________________ Biro Perjalanan _________________________________________________ Taksi ___________________________________________________________ Stasiun K.A
    [Show full text]
  • The Case of Aceh, Indonesia Patrick Barron Erman Rahmant Kharisma Nugroho
    THE CONTESTED CORNERS OF ASIA Subnational Conflict and International Development Assistance The Case of Aceh, Indonesia Patrick Barron Erman Rahmant Kharisma Nugroho The Contested Corners of Asia: Subnational Con!ict and International Development Assistance The Case of Aceh, Indonesia Patrick Barron, Erman Rahman, Kharisma Nugroho Authors : Patrick Barron, Erman Rahman, Kharisma Nugroho Research Team Saifuddin Bantasyam, Nat Colletta, (in alphabetical order): Darnifawan, Chairul Fahmi, Sandra Hamid, Ainul Huda, Julianto, Mahfud, Masrizal, Ben Oppenheim, Thomas Parks, Megan Ryan, Sulaiman Tripa, Hak-Kwong Yip World Bank counterparts ; Adrian Morel, Sonja Litz, Sana Jaffrey, Ingo Wiederhofer Perceptions Survey Partner ; Polling Centre Supporting team : Ann Bishop (editor), Landry Dunand (layout), Noni Huriati, Sylviana Sianipar Special thanks to ; Wasi Abbas, Matt Zurstrassen, Harry Masyrafah Lead Expert : Nat Colletta Project Manager : Thomas Parks Research Specialist and Perception Survey Lead : Ben Oppenheim Research Methodologist : Yip Hak Kwang Specialist in ODA to Con!ict Areas : Anthea Mulakala Advisory Panel (in alphabetical order) : Judith Dunbar, James Fearon, Nils Gilman, Bruce Jones, Anthony LaViña, Neil Levine, Stephan Massing, James Putzel, Rizal Sukma, Tom Wing!eld This study has been co-!nanced by the State and Peacebuilding Fund (SPF) of the World Bank. The !ndings, interpretations, and conclusions expressed in this paper are entirely those of the authors. They do not necessarily represent the views of the World Bank and its af!liated organizations, or those of the Executive Directors of the World Bank or the governments they represent. Additional funding for this study was provided by UK Aid from the UK Government. The views expressed in this report are those of the authors and do not necessarily represent those of The Asia Foundation or the funders.
    [Show full text]
  • Analisis Eksitensi Partai Politik Lokal Di Aceh Pasca Perdamaian
    Serambi Akademica Vol. 9, No. 4, pISSN 2337–8085 Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Mei 2021 eISSN 2657- 0998 Analisis Eksitensi Partai Politik Lokal Di Aceh Pasca Perdamaian Usman Universitas Abulyatama [email protected] ABSTRAK Artikel ini membahas tentang eksistensi Partai Aceh, sebagai kekuatan politik lokal pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, pasca perdamaian. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui eksistensi Partai Politik Lokal Aceh sebagai kekuatan sosial politik lokal, dan berbagai dinamika baik konflik internal, hingga turunnya kekuatan politik lokal dan suara pemilih setiap pelaksanaan pemilihan umum legislataf dan pemilihan kepala daerah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif meliputi pengumpulan data melalui buku, jurnal, media massa dan dokumen lainnya. Teknik penelitian yang di gunakan adalah teknik penelitian studi literatur. Tahapan yang di lakukan dalam penelitian ini yaitu kritik atau analisis sumber, dan interpretasi (menafsirkan sumber). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Dari serangkaian proses penelitian yang dilakukan, penulis memperoleh kesimpulan bahwa pasca damai Aceh telah terjadi transisi politik, dari kekuatan perlawanan senjata, ke perjuangan melalui Partai Politik Lokal. Eksistensi partai politik lokal salah satu partai mantan kombatan adalah Partai Aceh (PA). Sejak pemilu dan pilkada selama tiga periode, Partai Aceh (PA) mampu mendapatkan suara mayoritas, namun dalam tiga dekade tersebut terjadi penurunan suara pemilih
    [Show full text]
  • Aceh Interim Report May 2012
    INTERNATIONAL ELECTION OBSERVATION MISSION Aceh Local Elections: Gubernatorial, Mayoral, & Head of Regency Elections 2012 -- Interim Report -- Report Date: May 3, 2012 The Asian Network for Free Elections wishes to congratulate the people of Aceh for their participation in the second local election held since the end of the conflict in the Province. The April 9th 2012 election is another milestone towards strengthening democracy and respect for the rule of law. This statement is an assessment of the pre-election period, Election Day, and the post-election period by ANFREL’s eleven Citizen Observers from countries across Asia as well as the USA and Canada. SUMMARY The April 9th election was the second opportunity Aceh has had to elect its own governor after the 2005 peace agreement that allowed a legitimate government to be set up according to the Principles of the Helsinki Memorandum of Understanding and the Law on the Governing of Aceh (LoGA). The event was widely viewed as a crucial step to strengthen the institution of democracy in the province and a step forward in consolidating democracy amongst different stakeholders through peaceful means. Notwithstanding the violence, fraud and irregularities reported to the electoral supervisory body (Panwaslu), monitoring groups and political parties, it is worth noting that the electoral process can so far be categorized as successful. When viewed in the context of the past conflict, the election has been relatively calm and the electorate proved to be engaged, as evidenced by the over 75% voter turnout. ANFREL deployed 11 mobile monitors from 18 March to 18 April 2012 to cover all of Aceh’s regencies except the islands of Sabang and Simeuleu.
    [Show full text]
  • The Latent Transformation Process of the Free Aceh Movement Ideology After the Peace Agreement
    PJAEE, 17 (6) (2020 THE LATENT TRANSFORMATION PROCESS OF THE FREE ACEH MOVEMENT IDEOLOGY AFTER THE PEACE AGREEMENT Rusli Yusuf Department of Pancasila and Civic Education, Faculty of Teacher Training and Education, Universitas Syiah Kuala) Email: [email protected] Maimun Department of Pancasila and Civic Education, Faculty of Teacher Training and Education, Universitas Syiah Kuala) Email: [email protected] Sanusi Department of Pancasila and Civic Education, Faculty of Teacher Training and Education, Universitas Syiah Kuala) Email: [email protected] TM. Jamil Department of Economic Education, Faculty of Teacher Training and Education, Universitas Syiah Kuala) Email: [email protected] Rusli Yusuf, Maimun, Sanusi, TM. Jamil : The Latent Transformation Process of the Free Aceh Movement Ideology After The Peace Agreement -- Palarch’s Journal of Archaeology of Egypt/Egyptology 17(6), ISSN 1567-214x Keywords: Transformation of Ideology, Latent Process, Free Aceh Movement and Post- peace ABSTRACT Gerakan Aceh Merdeka (GAM), translated as the Free Aceh Movement, was established in 1976 with the aim of separation from the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI). After more than 30 years of rebellion against the central government, the two sides reconciled in 2005. One of the most important points agreed upon is that Aceh remains within the framework of the Unitary Republic of Indonesia. However, once the peace agreement was completed, former GAM combatants could still promote their ideology and symbols in latent forms in their families, in formal organizations and in the community at large. This research aims to describe in detail and analyze the latent process of the ideological transformation of the Free Aceh Movement conducted by former GAM combatants through their families, formal institutions or the social environment in general.
    [Show full text]
  • Indonesia: Tensions Over Aceh's Flag
    Update Briefing Asia Briefing N°139 Jakarta /Brussels, 7 May 2013 Indonesia: Tensions Over Aceh’s Flag I. Overview The decision of the Aceh provincial government to adopt the banner of the former rebel Free Aceh Movement (Gerakan Aceh Merdeka, GAM) as its official provincial flag is testing the limits of autonomy, irritating Jakarta, heightening ethnic and politi- cal tensions, reviving a campaign for the division of Aceh and raising fears of violence as a national election approaches in 2014. On 25 March 2013, the provincial legislature adopted a regulation (qanun) mak- ing the GAM’s old banner the provincial flag. It was immediately signed by Governor Zaini Abdullah. The governor and deputy governor are members of Partai Aceh, the political party set up by former rebel leaders in 2008 that also controls the legislature. The central government, seeing the flag as a separatist symbol and thus in viola- tion of national law, immediately raised objections and asked for changes. Partai Aceh leaders, seeing the flag as a potent tool for mass mobilisation in 2014, have refused, arguing that it cannot be a separatist symbol if GAM explicitly recognised Indonesian sovereignty as part of the Helsinki peace agreement in 2005 that ended a nearly 30-year insurgency. Partai Aceh believes that if it remains firm, Jakarta will eventually concede, as it did in 2012 over an election dispute. Indonesian President Yudhoyono’s government is torn. On the one hand, it does not want a fight with the GAM leaders; the 2005 peace agreement is the most im- portant achievement of a president who, in his final term, is very much concerned about his legacy.
    [Show full text]
  • Diaspora Politik Mantan Kombatan GAM
    Diaspora Politik Mantan Kombatan GAM . Fajar Kuala Nugraha Abstrak Lebih dari 20 tahun Aceh bergolak, pergolakan yang terjadi antara GAM yang berasal kubu pemberontah yang ingin memerdekakan diri, dengan kubu TNI yang mewakili pemerintah. Konflik yang telah membawa kesengsaraan, dimana dampak terbesar dirasakan oleh masyarakat. Kini setelah konflik itu mereda GAM sebagai kelompok pemberontak mulai mentransformasikan dirinya kedalam partai politik untuk merebut jabatan di daerah. Namun upaya merebut kekuasaan ini membawa dampak perpecahan dalam tubuh GAM itu sendiri. Akhirnya perpecahan ini menjadi penyebab para anggota GAM melakukan diasora politik dan menyebar pada beberapa partai politik, mulai dari partai lokal di Aceh hingga partai nasional. Kata Kunci: GAM, partai politik, dan diaspora Abstract More than 20 years of violent conflict between GAM (Aceh freedom movement) and the government of Indonesia has caused misery and suffering on both parties but particularly to the people living in Aceh. After the conflict finally resolved, GAM has transformed itself into political parties to gain power and authority in the local offices. However, these political efforts has caused dissension among ex-member of GAM. Hence, those who have disagreement choose to join other political parties spread from the local political parties in Aceh to to the national polical parties making a vast political diaspora. Kata Kunci: GAM, political parties, and political diaspora *Korespondensi: Program Studi Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang 65145 Email: 34 Jurnal Transformative, Vol. 1, Nomor 1, Maret 2015 Pengantar Daerah Istimewa, merupakan sebutan yang layak dialamatkan kepada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Mengapa tidak lebih dari, lebih dari 20 tahun Aceh bergolak dengan permasalahn konflik, konflik yang menyebabkan ratusan nyawa melayang.
    [Show full text]
  • World Report Country Chapter Template
    JANUARY 2013 COUNTRY SUMMARY INDONESIA Competitive, credible, and fair local elections in Jakarta and the province of West Kalimantan in 2012 underscored the ongoing transition from decades of authoritarian rule in Indonesia. United Nations record was another hopeful sign of a growing commitment to respecting human rights. However, Indonesia remains beset by serious human rights problems. Violence and discrimination against religious minorities, particularly Ahmadiyah, Bahai, Christians, and Shia deepened. Lack of accountability for abuses by police and military forces continues to affect the lives of residents in Papua and West Papua provinces. Freedom of Expression corruption, environmental destruction, and violence against religious minorities. But a rising climate of religious intolerance and an infrastructure of discriminatory national and In May, the Indonesian government dismissed recommendations during its UPR to release more than 100 political prisoners, the majority in the Moluccas Islands and Papua. These activists are serving sentences of up to 20 years for acts of peaceful protest including staging protest dances or raising separatist flags. In January, the government refused to accept the UN Working Group on A 2011, that Papuan independence activist Filep Karma is a political prisoner. The working group called on Indonesia to immediately and unconditionally release Karma. Indonesian police and government authorities failed to adequately protect artists, writers, and media companies targeted with threats and protests by militant Islamist groups. In May, neither police nor government officials intervened to prevent Islamist groups from 1 disrupting the book tour of Canadian-Muslim writer Irshad Manji in the capital, Jakarta, and Yogyakarta. In June, Jakarta police bowed to pressure from the militant Islamic Defenders Front organization protesting the planned concert of US pop star Lady Gaga and revoked the permit to the concert organizers, prompting its cancellation.
    [Show full text]
  • Understanding Aceh Referendum Discourse in the Context of Asymmetric Decentralisation
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 367 International Conference of Democratisation in Southeast Asia (ICDeSA 2019) Understanding Aceh Referendum Discourse in the Context of Asymmetric Decentralisation Sait Abdullah Deni Fauzi Ramdani STIA LAN Bandung STIA LAN Bandung Bandung, Indonesia Bandung, Indonesia [email protected] [email protected] Abstract— As a result of recent political dynamic, This ideological aspect of political discourse is particularly after the world most complicated simultaneous historically rooted in conflict and embedded in the former national elections, Aceh referendum discourse has been re- Free Aceh Movement or Gerakan Aceh Merdeka ideology echoed by Acehnese local elite. This issue has become an linked to the Aceh independence. Although later the former interesting phenomenon to be investigated. As a result of MOU GAM commander, Muzakir Manaf has re-corrected his Helsinki Peace Agreement in 2005, Aceh has been granted as a special region by the central government by way of an speech to stress that Aceh is part of Indonesia, yet asymmetric decentralisation scheme to run its government. Is it interestingly referendum discourse enmeshed crucial true that the local Acehnese really want the referendum? Or is ideological element of the Acehnese nationalism. it just a political discourse enacted by the local elites for their Along the line of Aceh asymmetric decentralisation, own political interests? This paper examines how ideology scholars have argued that asymmetric decentralisation has operates through discourse. It uses Van Dijk ideological been hijacked by local elite [1]. In this context, elite used discourse analysis. This paper argues that referendum issue re- their predatory power in the form of money politics and enacted is not just an ordinary elite’ speech.
    [Show full text]
  • Elite Conflict of the Free Aceh Movement
    International Journal on Social Science, Economics and Art, 10 (3) (2020) 128-137 Published by: Institute of Computer Science (IOCS) International Journal on Social Science, Economics and Art Journal homepage: www. ijosea.isha.or.id Elite Conflict of the Free Aceh Movement Said Furqan Department of Political Science, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Sumatera Utara, Indonesia Article Info ABSTRACT Article history: Aceh Party is a political party which is a local specialty party of former GAM’s combatant. After the determination the name of Received: Feb 02, 2020 Dr. Zaini Abdullah and Muzakkir Manaf as Prospective Revised: Jun 16, 2020 Candidates for Governor and Vice Governor of Aceh’s Party in Accepted: Oct 20, 2020 2011, split within the Party of Aceh, immediately surfaced to the officials public of Aceh’s party, Kamaruddin and Sofyan Dawood in war opinion involved the mass opinion. the conflict between Keywords: elite’s party occurs because the unilateral decision made in the Aceh’s Party leader Determination that both Dr. Zaini Abdullah Free Aceh Movement; and Muzakkir Manaf as Prospective Candidates for Governor and Free Aceh; Vice Governor are not through the appropriate mechanisms of Aceh conflict. AD/ART (Charter/Bylaw). Therefore, the author is focused in the case of internal conflict in Aceh’s Party. This study aims to determine the cause of the conflict as well as describe and analyze the shape of the internal conflict in Aceh’s Party between senior and junior elite party. The results of this study indicate that the internal conflict in Aceh’s elite Party comes from differences nominations between senior and junior elite party to become candidates in Governor and Vice Governor of Aceh.
    [Show full text]
  • An Investigation of Post-Conflict Property And
    A GEOGRAPHY OF PEACE: AN INVESTIGATION OF POST‐CONFLICT PROPERTY AND LAND ADMINISTRATION IN ACEH Arthur Gerrish Green IV Department of Geography McGill University Montréal, Québec April 2013 A thesis submitted to the Faculty of Graduate Studies and Research in partial fulfillment of the requirements of the degree of Doctor of Philosophy © Arthur Green 2013 There is no image, no painting, no visible trait, which can express the relation that constitutes property. It is not material, it is metaphysical; it is a mere conception of the mind. ~Jeremy Bentham Metaphors in law are to be narrowly watched, for starting as devices to liberate thought, they end often by enslaving it. ~US Supreme Court Justice Benjamin N. Cardozo ABSTRACT This dissertation contributes to the understanding of how the social embeddedness of property impacts post‐conflict natural resource management and peacebuilding. While the idea of property as rights is naturalized in many current discourses, working with this idea that property is merely rights can cause unanticipated problems. This is especially the case in post‐conflict scenarios, where rights‐focused approaches to property do not recognize how property is deeply linked to social identity, livelihoods, and political authority. In fact, in failing to understand the complexity of property, rights‐focused approaches may also fail to grasp how post‐conflict natural resource management can contribute to peacebuilding opportunities. The dissertation argues that failure to design policies that reflect the complex ways in which natural resources, property, social identity, livelihoods, and violent conflict are interlinked can undermine post‐conflict natural resource management and lead to missed opportunities to support peacebuilding.
    [Show full text]
  • Din Minimi, the Strange Story of an Armed Group in Aceh
    Din Minimi: The Strange Story Of An Armed Group In Aceh, Indonesia ©2015 IPAC 1 No Need for Panic: Planned and Unplanned Releases of Convicted Extremists in Indonesia ©2013 IPAC 1 DIN MINIMI: THE STRANGE STORY OF AN ARMED GROUP IN ACEH, INDONESIA 15 October 2015 IPAC Report No.23 contents I. Introduction .........................................................................................1 II. Din Minimi: Background ...................................................................2 A. The Beginning ...............................................................................2 B. The Crimes Attributed to Din Minimi ......................................3 C. The TNI Killings ...........................................................................4 D. The Police and Military on Different Paths ...............................5 III. Din Minimi’s Demands ......................................................................6 IV. The Connection to Teungku Mukhtar and the Norway Group ...7 A. Mukhtar and the Extremists .......................................................7 B. Involvement of a GAM Splinter Group? ...................................8 V. Conclusion ...........................................................................................9 Din Minimi: The Strange Story Of An Armed Group In Aceh, Indonesia ©2015 IPAC 1 I. INTRODUCTION Ten years after a much-lauded peace agreement ended a 30-year insurgency in Aceh, a peculiar armed group has emerged there with ties to former rebels, petty criminals and violent extremists
    [Show full text]