TRADISI PEMAKAIAN DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NO SEIKATSU NI OKERU GETA NO HAKI KANSHUU

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

AYU PRANATA SARAGIH

120708064

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

i

Universitas Sumatera Utara TRADISI PEMAKAIAN GETA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NO SEIKATSU NI OKERU GETA NO HAKI KANSHUU

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh: AYU PRANATA SARAGIH 120708064

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt Prof. Hamzon Situmorang,M.S, Ph.D NIP:19721228 1999 03 2 001 NIP:19580704 1984 12 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

ii

Universitas Sumatera Utara Disetujui Oleh,

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Medan, September 2016

Departemen Sastra Jepang

Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP : 196009191988031001

iii

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, oleh karena kasih karunia-Nya yang melimpah, anugerah,dan berkat-Nya yang luar biasa akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul

“Tradisi Pemakaian Geta Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua penulis, Ibu Sonti

Hutauruk, mama terbaik dan terhebat yang dengan tulus ikhlas memberikan kasih sayang, doa, perhatian, nasihat, dukungan moral dan materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Sastra Jepang USU, khususnya menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, didikan, kesabaran, semangat, dan doa yang tiada hentinya mama panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk kesehatan, perlindungan, dan kesuksesan penulis dalam menggapai cita-cita.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis yakin tanpa bantuan, doa, dorongan dan semangat dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

i

Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt, selaku dosen pembimbing akademik

dan dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu dan pemikirannya

dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada

penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D,selaku dosen pembimbing

II yang telah memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing,

mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam

penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak dan ibu dosen, staf pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan

ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah

menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

7. Keluarga besar penulis juga kepada kakak, abang dan adik penulis Eka

Kristina Saragih S.Sos, Irwilda Saragih Amd, Jendri Pakpahan S.Kom dan

Arga Saliraswati Saragih yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Abang Djoko Santoso selaku administrasi Departemen Sastra Jepang yang

selalu membantu mengurus keperluan akademik dan surat-surat penulis.

9. Sahabat-sahabat penulis dan semua teman-teman yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, yang selalu menyemangati, mendoakan dan

mendengarkan keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

ii

Universitas Sumatera Utara 10. Kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2012 yang telah mendukung,

membantu, dan memberi semangat kepada penulis.

11. Kepada para senior dan junior penulis di Sastra Jepang yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Semoga kalian selalu diberkati Tuhan dalam setiap langkah kalian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran berupa kritikdan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, September 2016

Penulis

Ayu Pranata Saragih

iii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ...... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Perumusan Masalah ...... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...... 7

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 11

1.6 Metode Penelitian ...... 12

BAB II SEJARAH KEMUNCULANGETA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

2.1 Pengertian Geta ...... 14

2.2 Sejarah KemunculanGeta ...... 16

2.3 BentukGeta ...... 25

2.4 Jenis-Jenis Geta ...... 28

2.4.1 Jenis Geta Berdasarkan Jumlah Haknya ...... 28

2.4.2 Jenis Geta Berdasarkan Fungsinya ...... 30

BAB III TRADISI PEMAKAIAN GETA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

3.1 Fungsi dan Makna Geta ...... 38

3.2 Waktu dan Tempat PemakaianGeta...... 40

3.2.1 Waktu PemakaianGeta ...... 40

3.2.2 Tempat Pemakaian Geta ...... 45

iv

Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ...... 53

4.2 Saran ...... 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ABSTRAK

v

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah sebuah negara di bagian Asia Timur yang memiliki keunikan tersendiri di antara negara-negara di sekitarnya. Dalam perkembangan sejarahnya,

Jepang mendapat pengaruh kuat dari negara baik dari segi penGetahuan, pemerintahan, kepercayaan juga kebudayaan.

Jepang merupakan negara yang dijuluki negara matahari dan negara bunga sakura. Dijuluki demikian karena di negara Jepang mayoritas beragama Shinto yang menyembah matahari sehingga disebut negara matahari, sedangkan julukan negara sakura diberikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh di tanah

Jepang, bahkan untuk menyambut musim semi sakura orang Jepang mempunyai suatu tradisi, yaitu perayaan Hanami (perayaan melihat mekarnya bunga) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi, dimana di saat itu bunga sakura mekar dengan cantiknya. Dari zaman Jomon sampai zaman Heisei sekarang, orang Jepang mampu melestarikan kebudayaannya sendiri.

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam https://abdulaziz96.wordpress.com/2015/03/22/pengertian-kebudayaan/, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

1

Universitas Sumatera Utara Sedangkan menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2009:2-3) menerangkan kebudayaan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah. Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu penGetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.

Tradisi merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan. Tradisi (Bahasa

Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. (https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi)

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia tradisi adalah:

1. Adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan

dalam masyarakat;

2. Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang

paling baik dan benar.

2

Universitas Sumatera Utara Kebudayaan tidak pernah lepas dari kehidupan manusia, karena kebudayaan merupakan hasil cipta atau pemikiran dari manusia itu sendiri. Terdapat berbagai macam kebudayaan dari berbagai belahan dunia yang memiliki corak ataupun kekhasan tersendiri. Demikian juga dengan negara Jepang, Jepang memilik banyak kebudayaan seperti chanoyu, ikebana, pakaian atau bonsai. Dan salah satu kebudayaannya yang khas adalah tradisi pemakaian geta saat memakai kimono/.

Geta (下駄) adalah alas kaki tradisional Jepang yang dibuat dari kayu. Pada bagian alas (dai, 台 )terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali berlapis kain yang disebut hanao (鼻緒). Dua buah hak yang disebut ha (gigi) terdapat di bagian bawah alas (sol). Bahan pembuatnya diambil dari kayu Paulownia. Geta dipakai di luar ruangan sewaktu mengenakan yukata atau kimonoyang bukan kimono formal. Hak tinggi pada geta memudahkan pemakainya berjalan melewati jalan becek ketika hujan. Ketinggian ini mempunyai makna tersendiri, yaitu untuk melindungi kimono yang indah dan mahal supaya tidak menyentuh tanah. Geta yang mempunyai ukuran paling tinggi umumnya digunakan ketika musim salju.

Geta dipakai dengan kaki telanjang (sewaktu mengenakan yukata) atau dengan mengenakan kaus kaki yang disebut ( 足袋). Cara memakai geta seperti cara memakai sandal jepit, hanao (tali berlapis kain) dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk kaki. Pemandian air panas (onsen, 温泉) dan penginapan tradisional (ryokan, 旅館) biasanya menyediakan geta yang bisa dipinjam oleh tamu.

3

Universitas Sumatera Utara Tradisi pemakaian geta sudah dimulai oleh orang Jepang sejak zaman

Yayoi. Geta diperkirakan dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar kaki tetap bersih dan kering. Dalam esai klasik ”Makura no

Sōshi “ dari zaman Heian tertulis tentang alas kaki yang disebut “Kure no ashida”(nama lain untuk geta). Dalam lukisan dari akhir zaman Heian hingga zaman Sengoku juga sering digambarkan orang yang sedang memakai geta sewaktu mencuci atau mengambil air.

Pengrajin geta banyak bermunculan sejak pertengahan zaman Edo. Mereka menciptakan berbagai jenis geta yang membuat geta populer sebagai alas kaki rakyat. Orang mulai menyebut semua alas kaki dari kayu seperti “bokuri” atau

“ashida (足だ)” sebagai geta. Menurut pendengaran orang Jepang, "karankoron" adalah bunyi geta ketika dipakai berjalan. Dalam mitologi Jepang, Tengu

(makhluk dalam legenda Jepang, salah satu dewa penunggu gunung) mengenakan geta berhak satu seperti dikenakan biksu yang sedang melatih diri di hutan dan gunung.

Seiring perkembangan zaman dan perkembangan pola pikir manusia, saat ini semakin banyak jenis alas kaki yang diciptakan diseluruh dunia, tak terkecuali

Jepang. Jepang juga memiliki beragam jenis alas kaki yang digunakan di dalam atau di luar ruangan, seperti geta, zouri, heyabaki/surippa, kutsu, , , tageda dan lain-lain. Salah satu alas kaki yang masih digunakan sampai saat ini adalah geta. Geta biasanya dipakai pada saat festival atau matsuri dan upacara minum teh. Geta yang dipakai oleh pria dan wanita tidaklah sama. Geta untuk pria dan wanita memiliki perbedaan pada bentuk dan motifnya. Wanita-wanita Jepang terlihat anggun dengan adanya hak pada geta. Dahulu kala, alasan wanita Jepang

4

Universitas Sumatera Utara menggunakan alas kaki ini adalah untuk mempermudah mereka bepergian kemana saja dengan mengenakan kimono atau yukata tanpa harus mengotori pakaian mereka. Karena panjang kimono seringkali menggantung dekat mata kaki.

Walaupun ada berbagai jenis alas kaki dan pakaian Barat (gaya Barat) mulai dikenal di Jepang sejak zaman Meiji, namun masyarakat Jepang tetap mengenakan kimono atau yukata dengan alas kaki berupa geta dalam kehidupannya. Sampai saat ini geta masih memiliki fungsi yang sama sebagai pelindung kaki dan alat kesehatan. Bagi masyarakat Jepang geta juga masih menjadi alas kaki yang menarik untuk digunakan walau hanya pada saat-saat tertentu. Sehingga geta tetap digunakan dan dilestarikan oleh masyarakat Jepang dalam kehidupannya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud meneliti mengenai geta yang menjadi salah satu kebudayaan unik yang dimiliki Jepang sampai saat ini, melalui skripsi yang berjudul “Tradisi Pemakaian Geta dalam

Kehidupan Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah

Jepang memiliki beragam jenis alas kaki yang digunakan di dalam atau di luar ruangan. Seperti geta, zouri, heyabaki/surippa, kutsu, uwabaki, waraji, tageda dan lain-lain. Geta merupakan alas kaki jepit yang solnya terbuat dari kayu, dengan bagian dasar yang kokoh. Ada sebuah bagian menyerupai gigi yang disebut ha. Biasanya terdiri dari satu, dua, atau tiga gigi yang ada di bagian bawah sandal tersebut. Geta terbuat dari sepotong kayu yang solid yang membentuk solnya dan dua blok kayu di bawahnya. Blok kayu ini kadang memiliki pelat

5

Universitas Sumatera Utara logam pada bagian yang menyentuh tanahnya untuk memperpanjang keawetan dari geta tersebut. Sebuah tali dari kain berbentuk huruf V membentuk bagian atas sandalnya.

Hingga saat ini, tradisi pemakaian geta masih populer dan sering digunakan ditengah-tengah kehidupan masyarakat Jepang dikarenakan kecintaan dan kepedulian masyarakat Jepang terhadap warisan kebudayaan nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun temurun. Oleh karena itu, penulis merumuskan masalah kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah kemunculan geta dalam kehidupan masyarakat Jepang?

2. Bagaimana tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah yang akan dibahas lebih terarah, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat memudahkan dalam menganalisa topik permasalahan.

Di dalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada sejarah kemunculan geta dan tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Untuk mendukung pembahasan pada Bab II akan dijelaskan juga tentang pengertian geta, sejarah kemunculan geta, bentuk geta, dan jenis geta. Pada Bab

III akan dijelaskan tentang fungsi geta, waktu dan tempat pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang.

6

Universitas Sumatera Utara 1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Tradisi lahir pada saat tertentu ketika orang menetapkan fragmen tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan fragmen yang lain. Tradisi dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu dan tradisi ini dapat hilang bila benda material dibuang dan gagasan ditolak atau dilupakan.

Negara Jepang memiliki beragam jenis tradisi, puluhan bahkan ratusan yang berbeda-beda di setiap pulaunya. Mulai dari upacara keagamaan, perayaan, pakaian, bahkan gaya hidup. Tradisi-tradisi dari nenek moyang pun masih dijaga dan dilestarikan yang bertujuan untuk memperoleh berkah dan kehidupan yang lebih baik. Di sisi lain tradisi-tradisi tetap dipertahankan untuk nilai kesopanan, agama atau bahkan takhayul.

Jepang adalah bangsa yang sangat menghargai tradisi dan memegang teguh kebudayaan yang telah diwariskan oleh pendahulunya. Meskipun sudah menjadi negara maju dengan keunggulan teknologinya yang canggih, Jepang tetaplah sebuah negara yang memelihara seni dan kebudayaan tradisional warisan para leluhurnya. Kecintaan terhadap seni dan budaya memang sudah ditanamkan sejak

7

Universitas Sumatera Utara dini oleh orang Jepang. Mulai dari taman kanak-kanak dan sekolah dasar (SD), para guru sudah mengajak murid-murid untuk aktif dalam kegiatan seni dan budaya. Berbagai program diadakan untuk menumbuhkan rasa cinta para murid terhadap seni dan budaya. Misalnya dengan mengunjungi museum, penampilan tari tradisional oleh murid-murid dalam sebuah event di sekolah, dan kegiatan budaya dalam agenda kelas Sabtu (Saturday Class) bulanan.

Salah satu bagian dari kebudayaan Jepang yang masih dijaga tradisinya hingga kini adalah pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang. Geta sudah dikenal masyarakat Jepang sejak zaman Yayoi. Geta dikenal dengan bunyi karankoron nya yang unik ketika digunakan. Masyarakat Jepang menggunakan geta pada saat matsuri dan upacara minum teh. Fungsi geta pada saat ini adalah sebagai alas kaki yang digunakan ketika memakai yukata non formal pada acara kebudayaan Jepang.

Saat ini masyarakat Jepang menghargai tradisi dan kebudayaan mereka dengan cara tetap menjaga dan melestarikannnya dalam kehidupan modern mereka. Contohnya: masyarakat Jepang tetap menggunakan geta dalam kehidupan mereka saat menggunakan yukata atau kimono non formal dalam acara kebudayaan mereka.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori diperlukan dalam setiap penelitian untuk memberikan landasan teoritis bagi penulis dalam menyelesaikan masalah dalam proses penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2008:21). Kerangka teori juga membantu seorang penulis dalam menentukan tujuan dan arah penelitian, serta sebagai dasar

8

Universitas Sumatera Utara penelitian agar langkah yang ditempuh selanjutnya dapat jelas dan konsisten.

(Koentjaraningrat, 1990:65).

Berbicara mengenai geta, erat sekali hubungannya dengan sejarah Jepang.

Menurut Moh. Yamin, SH, definisi sejarah ialah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.

Sejarah adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur, tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Oleh karena itu, pembahasan masalah dalam penulisan ini menggunakan pendekatan sejarah.

Menurut Nawawi dan Martini (1994:214) Pendekatan sejarah dalam penelitian adalah prosedur pemecahan masalah dengan mempergunakan data atau informasi masa lalu, yang bernilai sebagai peninggalan. Dengan pendekatan ini dapat diungkapkan kejadian atau keadaan sesuatu yang terjadi atau berlangsung pada masa lalu, terlepas dari keadaan sesuatu itu pada masa sekarang. Disamping itu dapat pula diungkapkan kondisi sesuatu pada masa sekarang, dihubungkan dengan kejadian atau peristiwa yang berkenaan dengan sesuatu itu pada masa lalu.

Menurut teori pendekatan sejarah yang sudah dikemukakan sebelumnya, penulis berpendapat bahwa dengan pendekatan sejarah, penulis lebih mudah meneliti bagaimana sejarah kemunculan geta di Jepang. Bukan hanya tentang kemunculannya saja tetapi juga tentang perkembangan geta, perubahan bentuk

9

Universitas Sumatera Utara geta dan bagaimana pemakaian geta saat menggunakan kimono atau yukata menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan yang sampai saat ini tetap dilestarikan.

Selain pendekatan sejarah, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kebudayaan. Kebudayaan sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat dilihat dan dirasakan dalam sistem kemasyarakatan, kekerabatan yang dituangkan dalam bentuk adat istiadat, yang di dalamnya berisi suatu gagasan kompleks yang dijadikan pedoman sikap dan perilaku manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material. Kebudayaan berisikan artefak yang diwariskan, barang-barang, proses-proses teknik, pemikiran-pemikiran (ideas), kebiasaan-kebiasaan (habits), dan nilai-nilai (values).

Pendekatan kebudayaan dapat diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi perhatian dengan menggunakan kebudayaan dari gejala yang dikaji tersebut sebagai acuan atau kacamata dalam melihat, memperlakukan, dan menelitinya. Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut, terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya akan menghasilkan beberapa manfaat atau kegunaan, di antaranya yaitu

1. Sebagai kerangka acuan (blue print) oleh seseorang dalam menjawab

berbagai masalah yang dihadapinya.

10

Universitas Sumatera Utara 2. Sebagai pranata yang secara terus-menerus dipelihara oleh para

pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan

tersebut.

3. Menjelaskan secara langsung apa yang terjadi di dalam masyarakat.

Melalui teori pendekatan kebudayaan yang sudah dijelaskan, penulis berpendapat bahwa dengan pendekatan kebudayaan, penulis lebih mudah meneliti tentang tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang pada masa lalu dan juga pada saat ini.

Untuk menganalisa masalah yang diangkat dalam penelitian ini dengan melihat sejarah kemunculan geta dan tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang maka penulis menggunakan pendekatan sejarah dan pendekatan kebudayaan.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah kemunculan geta.

2. Untuk mengetahui bagaimana tradisi pemakaian geta dalam kehidupan

masyarakat Jepang.

3.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

11

Universitas Sumatera Utara 1. Bagi penulis sendiri dapat menambah wawasan dan informasi mengenai

sejarah kemunculan geta dan tradisi pemakaian geta dalam kehidupan

masyarakat Jepang.

2. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan

informasi kepada masyarakat luas pada umumnya, dan mahasiswa Sastra

Jepang pada khususnya mengenai sejarah kemunculan geta dan tradisi

pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang.

3. Dengan adanya penulisan ini diharapkan geta semakin dikenal oleh

masyarakat luas sehingga membuat masyarakat luas tersebut tertarik

untuk mengetahui dan mempelajari hasil budaya Jepang khususnya geta.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan dilaksanakan. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Kaelan (2005:58), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu objek, baik berupa nilai-nilai budaya manusia, sistem pemikiran filsafat, nilai-nilai etika, nilai karya seni, sekelompok manusia, peristiwa atau objek budaya lainnya. Tujuan dari penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan di antara unsur-unsur yang ada atau suatu fenomena tertentu.

Penelitian kualitatif menurut Moleong (2005:5) adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi

12

Universitas Sumatera Utara dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.

Selain metode deskriptif, penulis juga menggunakan studi kepustakaan.

Menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” dalam http://phairha.blogspot.co.id/2012/01/studi-kepustakaan.html, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Di samping itu, penulis juga memperoleh data-data dari media online yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

13

Universitas Sumatera Utara BAB II

SEJARAH KEMUNCULAN GETA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

2.1 Pengertian Geta

Menurut kamus Bahasa Jepang karya Goro Taniguchi (1994:118), geta adalah alas kaki yang terbuat dari kayu, dalam istilah bahasa Indonesia disebut

‘bakiak’. Istilah geta terdiri dari dua karakter kanji yaitu 下 (shita) yang berarti

‘bawah’ dan 駄 (da) yang berarti ‘tapak kuda’, sehingga dapat disimpulkan dari dua kanji tersebut geta adalah seperti tapak kaki kuda yang berada di bawah, memiliki bentuk tinggi, dan suara tapak yang khas.

Pada bagian alas (台, dai ) terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali berlapis kain yangdisebut hanao (鼻緒). Geta memiliki satu, dua atau tiga buah hak yang disebut ha ("gigi") terdapat di bagian bawah alas (sol).

Bahan pembuatnya diambil dari kayu paulownia, cedar, cemara, kastanye dan ek.

Tetapi bahan pembuat yang paling sering digunakan adalah paulownia (桐, kiri) karena bahannya ringan dan berkualitas tinggi. Kayu ini diimpor dari Jepang bagian Utara.

Hanao (tali) pada geta biasanya terbuat dari bahan beludru atau kulit. Untuk geta yang biasa dipakai pada saat hujan (ama geta) hanao terbuat dari bahan vinyl

(plastik yang terdiri dari polivinil klorida atau polimer terkait). Pada alas hak atau gigi geta yang menyentuh tanah secara langsung biasanya ditempel plat logam atau karet agar dapat menambah ketahanan geta sehingga awet ketika digunakan.

14

Universitas Sumatera Utara Geta biasanya dipakai di luar ruangan dan ketika hendak bepergian dengan mengenakan yukata atau kimono yang bukan kimono formal. Geta hanya dipakai untuk kegiatan yang tidak resmi saja, beda dengan zouri, zouri dipakai untuk segala kegiatan, resmi maupun tidak resmi. Zouri biasanya digunakan bersamaan dengan kimono formal.

Geta dipakai dengan kaki telanjang (sewaktu mengenakan yukata) atau dengan mengenakan kaus kaki yang disebut tabi (足袋). Tabi merupakan kaus kaki tradisional khas Jepang berwarna putih yang biasanya digunakan bersamaan dengan zouri atau geta. Bentuknya unik dan dibuat dari material yang nyaman digunakan. Tetapi tabi tersebut tidak wajib dipakai oleh masyarakat Jepang ketika menggunakan geta kecuali ketika musim salju atau dipakai oleh maiko ( yang berada pada masa pelatihan).

台, Dai

歯, Ha 鼻緒, Hanao

Gambar 2.1 Geta

Geta memiliki hak dengan tinggi yang beragam. Ketinggian hak sandal ini mempunyai makna tersendiri, yaitu untuk melindungi kimono yang indah dan mahal supaya tidak menyentuh tanah dan memudahkan pemakainya berjalan melewati jalan becek ketika hujan. Penggunaan geta sebagai alas kaki tidak

15

Universitas Sumatera Utara menyebabkan kotoran atau air menempel atau terciprat pada bagian belakang kaki.

Di mana hal ini mungkin dan sering kali terjadi pada sandal jepit lainnya. Geta yang mempunyai ukuran paling tinggi umumnya digunakan ketika musim salju telah tiba. Pemandian air panas (温泉, onsen) dan penginapan tradisional (旅館, ryokan) biasanya menyediakan geta yang bisa dipinjam oleh tamu.

2.2 Sejarah Kemunculan Geta

Berdasarkan hasil penggalian di situs arkeologi terungkap bahwa geta sudah dipakai orang Jepang sejak zaman Yayoi. Geta diperkirakan dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar kaki tetap bersih dan kering. Dalam esai klasik Makura no Sōshi dari zaman Heian tertulis tentang alas kaki yang disebut Kure no ashida (nama lain untuk geta). Dalam lukisan dari akhir zaman Heian hingga zaman Sengoku juga sering digambarkan orang yang sedang memakai geta sewaktu mencuci atau mengambil air.

Gambar 2.2 Orang Jepang yang memakai Geta

16

Universitas Sumatera Utara

Pengrajin geta banyak bermunculan sejak pertengahan zaman Edo. Mereka menciptakan berbagai jenis geta yang membuat geta populer sebagai alas kaki rakyat. Orang mulai menyebut semua alas kaki dari kayu seperti bokuri atau ashida sebagai geta. Walaupun pakaian Barat mulai dikenal di

Jepang sejak zaman Meiji, rakyat tetap mengenakan kimono dengan alas kaki berupa geta.

Menurut pendengaran orang Jepang, "karankoron" adalah bunyi geta ketika dipakai berjalan. Bunyi ini jugalah yang menjadi salah satu keunikan dari geta.

Ketika seseorang memakai geta makanya bunyi “karankoron” yang dihasilkan geta tersebut seperti sebuah nyanyian yang mengiringi langkah orang tersebut.

Dalam mitologi Jepang, Tengu mengenakan geta berhak satu seperti dikenakan biksu yang sedang melatih diri dihutan dan gunung.

Tengu (天狗) adalah makhluk dalam legenda Jepang. Salah satu kami penunggu gunung, atau yōkai yang erat hubungannya dengan burung elang atau gagak. Pakaiannya mirip dengan pakaian pendeta yang menempa diri di hutan dan gunung. Tengu memiliki hidung yang panjang, wajahnya merah, memiliki sepasang sayap, serta kuku kaki dan tangan yang sangat panjang. Tengu bisa terbang bebas di angkasa sambil membawa tongkat yang disebut kongōzue, pedang besar (), dan kipas berbentuk daun (hauchiwa). Pekerjaannya menghalangi orang yang ingin mendalami agama Buddha. Nama lainnya adalah

Gehō-sama (外法様, tuan sihir).

17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Tengu

Beberapa zaman yang menggambarkan sejarah kemunculan Geta dalam kehidupan masyarakat Jepang adalah :

1. Zaman Yayoi

Zaman Yayoi ( 弥生時代 yayoi jidai) adalah salah satu zaman dalam pembagian periode sejarah Jepang yang mengacu pada Jepang (kecuali Hokkaido) pada abad ke-8 sebelum Masehi hingga abad ke-3 Masehi. Ciri khas barang peninggalan zaman Yayoi berupa tembikar dan penguasaan teknik penanaman padi di sawah. Barang-barang peninggalan dari zaman ini pertama kali ditemukan di situs penggalian tumpukan kulit kerang di Yayoi-cho (sekarang distrik Bunkyō di Tokyo) sehingga dinamakan zaman Yayoi. Kebudayaan zaman

Yayoi berkembang dari pulau Kyushu sampai sebelah timur pulau Honshu.

Sejalan dengan kemajuan dalam bidang pertanian dikenal perbedaan kelas masyarakat yaitu kelas kaya dan miskin yang melahirkan pengelompokkan

18

Universitas Sumatera Utara wilayah yang bisa disebut sebagai bentuk awal negara yang dikenal dengan sebutan kuni (negara-negara kecil).

Perebutan air dan tanah untuk memperluas penanaman padi di sawah menumbuhkan pemukiman penduduk, wilayah terbentuk sebagai hasil perang antar desa, usaha perluasan wilayah dan penguasaan daerah menimbulkan perang antar negara-negara kecil yang meluas di seluruh kepulauan Jepang.

Dari zaman inilah sandal tradisional geta pertama kali muncul dan berkembang menjadi alas kaki masyarakat Jepang dalam kehidupan pertaniannya.

Pada zaman ini awalnya geta disebut dengan ashida (足だ). Geta diciptakan sebagai pelindung kaki yang dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar kaki tetap bersih dan kering. Selain itu pada zaman ini geta juga dipakai saat mencuci dan mengambil air.

Jenis geta pada zaman Yayoi ini adalah tageda (田下駄). Tageda merupakan jenis geta yang digunakan petani ketika bersawah.Tageda memiliki bentuk yang unik yaitu berbentuk balok tanpa sisi kanan dan kiri, bagian alas terlihat seperti tangga. Ada juga tageda yang panjang datar dengan alas terlihat seperti tangga, dan memiliki tali yang panjang untuk ditarik ketika berjalan di sawah. Saat ini geta jenis ini sudah tidak digunakan lagi, tetapi tageda masih dapat ditemukan di museum.

19

Universitas Sumatera Utara

(a) (b)

Gambar 2.4 Tageda

2. Zaman Edo

Zaman Edo (江戸時代 edo jidai, 1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa

Ieyasu mendirikan keshogunan Tokugawa yang berakhir dengan pemulihan kekuasaan kaisar (大政奉還 ,taisei hōkan) dari tangan shogun terakhir Tokugawa

Yoshinobu sekaligus mengakhiri kekuasan Keshogunan Tokugawa yang berlangsung selama 264 tahun. Zaman Edo juga disebut sebagai awal zaman modern di Jepang.

Ketika Keshogunan Tokugawa memerintah, Jepang melaksanakan politik isolasi terhadap dunia luar (politik Sakoku). Artinya, Jepang menyatakan menutup diri bagi orang asing, agama asing, dan pengaruh asing. Orang-orang Jepang dilarang bepergian ke luar negeri. Sementara itu orang-orang yang berasal dari luar Jepang diusir. Pada zaman ini kebudayaan Jepang berkembang tanpa ada campur tangan atau pengaruh dari negara-negara asing. Sehingga pada zaman inilah geta mengalami perkembangan yang sangat pesat. Orang-orang terus memakai geta selama periode Tokugawa, di mana banyak gaya yang berbeda dari

20

Universitas Sumatera Utara geta mulai muncul. Pengrajin geta pun banyak bermunculan sejak pertengahan zaman Edo. Para pembuat geta ini disebut getaya san. Mereka menciptakan berbagai jenis geta yang membuat geta populer sebagai alas kaki rakyat. Pada zaman inilah istilah geta mulai dikenal dan populer dikalangan masyarakat Jepang. Berbeda halnya dengan zaman Yayoi sandal tradisional ini dikenal dengan istilah ashida dan pada zaman Muromachi dikenal dengan istilah bokuri. Beberapa geta yang muncul pada zaman ini ialah ama geta, takaba geta, yuki geta, geta, koma geta, nikko geta dan lain- lain.

3. Zaman Meiji

Zaman Meiji ( 明治 Meiji, 25 Januari 1868 - 30 Juli 1912) adalah salah satu nama zaman pemerintahan kaisar Jepang sewaktu Kaisar Meiji memerintah

Jepang, sesudah tahun Keiō (慶応) dan sebelum zaman Taishō (大正). Ibu kota pemerintahan dipindahkan dari Kyoto ke Tokyo. Zaman Meiji lebih dikenal dengan istilah restorasi Meiji.

Restorasi Meiji merupakan suatu gerakan pembaruan yang dipelopori oleh

Kaisar Mutsuhito, atau Kaisar Meiji. Restorasi Meiji dikenal juga dengan sebutan

Meiji Ishin, revolusi, atau pembaruan. Restorasi Meiji merupakan suatu rangkaian kejadian yang menyebabkan perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang.

Restorasi Meiji terjadi pada tahun 1866 sampai 1869, tiga tahun yang mencakup akhir zaman Edo dan Awal zaman Meiji.

Restorasi Meiji dapat dikatakan sebagai jaman “pencerahan” Jepang setelah selama 200 tahun lebih menutup diri dari hubungan luar di bawah kepemimpinan rezim Tokugawa. Dengan adanya restorasi Meiji ini masa dimana Jepang akan

21

Universitas Sumatera Utara menjelma menjadi negara yang maju pun dimulai. Sejalan dengan arti dari kata meiji sendiri, yaitu ”yang berpikiran cerah”.

Bangsa Jepang kemudian mulai berbenah diri dan berusaha mengejar ketertinggalannya dari bangsa Eropa Barat. Restorasi Meiji berhasil menjadikan bangsa Jepang menjadi bangsa yang modern pada waktu itu. Jepang yang seperti diketahui saat itu merupakan negara ‘kuno’ dan miskin dengan sakokunya

(isolasi) menjelma menjadi salah satu negara yang kuat yang disegani di Asia

Timur. Banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang industri, pemerintahan, pendidikan, maupun militer akibat dari Restorasi Meiji. Kemajuan- kemajuan tersebut dicapai hanya dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun.

Pada zaman Meiji setelah Jepang membuka diri kembali ke dunia luar

(orang asing) geta sebagai alas kaki tradisional yang bergaya Jepang perlahan- lahan mulai didorong keluar dari pasar dan jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Hal ini disebabkan masuknya budaya-budaya asing yang dibawa oleh bangsa barat ke Jepang termasuk pakaian dan alas kaki

(sepatu) gaya Barat yang semakin lama semakin populer dan diterima di kalangan masyarakat Jepang.

Pada masa ini geta mulai hilang dari pasaran akan tetapi bukan berarti dilupakan. Ada beberapa jenis geta yang populer pada zaman ini dan salah satunya adalah senryou geta. Umumnya kebanyakan orang Jepang menyebut geta yang bentuk hak depannya miring ke belakang, senryou geta. Hal ini dikarenakan pada tahun ke-37 Meiji (1904), yaitu tahun yang mengawali Perang Rusia-Jepang, dan pertempuran tersebut dimenangkan oleh Jepang. Setelah itu tentara Jepang

22

Universitas Sumatera Utara mulai mengadakan ekspansi atau pendudukan besar-besaran ke wilayah benua

Asia.

Pada masa itu bentuk geta dengan hak miring ke belakang sangat populer di

Tokyo. Seseorang menamakan geta jenis tersebut senryou atau senryou geta karena semangat patriotisme masa itu. Salah satu arti dari kata senryou adalah

‘pendudukan’. Arti itu digambarkan dengan satu huruf kanji khusus, namun banyak yang menganggap bahwa makna dari kanji senryou geta sangat keras dan merepresentasikan sikap yang kurang bersahabat, sehingga supaya kata yang merangkai nama geta tersebut terkesan sopan, digunakanlah huruf kanji lain.

Huruf kanji penggantinya memiliki bunyi yang sama yakni ‘senryou’, namun maknanya berbeda. Kanji baru pada nama senryou geta bermakna keberuntungan dan masih dipakai hingga sekarang. Sekarang kata senryou diambil dari kata sen =

1000 dan ryou = unit mata uang pada zaman Tokugawa (1603-1867). Jumlah uang sebanyak itu dianggap sangat banyak dan si pemiliknya termasuk beruntung, sehingga senryou geta yang awalnya bermakna "pendudukan geta", berganti makna menjadi “Geta pembawa keberuntungan”.

Gambar 2.5 Senryou Geta

23

Universitas Sumatera Utara 4. Zaman Heisei

Zaman Heisei adalah zaman yang sekarang berlangsung di Jepang, zaman ini terdiri dari dua huruf, hei (平) yang berarti kedamaian, dan sei (成) yang berarti lengkap, sukses. Zaman Heisei dimulai pada 7 Januari 1989 ketika Kaisar

Akihito naik tahta, sehingga tahun ini, Jepang memasuki tahun Heisei yang ke-27.

Sesuai dengan namanya, Kaisar Akihito selalu menebarkan kedamaian dengan senyumnya yang khas, dan ingin selalu dekat dengan rakyat, sehingga tak ada lagi kesenjangan antara keluarga kekaisaran dan rakyat biasa. Pada saat yang sama, Jepang telah berhasil muncul sebagai Macan Asia dengan kemajuan di dalamnya, sehingga tak heran banyak negara di dunia yang datang untuk menuntut ilmu, melanjutkan kuliah, dan bekerja di Jepang.

Pada zaman sekarang (Heisei) geta sudah bukan lagi alas kaki yang digunakan dalam setiap kegiatan masyarakat Jepang. Tidak digunakan lagi dalam kegiatan harian masyarakat Jepang bukan berarti geta hilang dan dilupakan oleh masyarakata Jepang, melainkan geta tetap dilestarikan dan diwariskan ke generasi-generasi penerus bangsa Jepang sebagai warisan kebudayaan nasional yang telah ada dari zaman nenek moyang sampai pada saat ini. Sehingga sampai pada saat ini keberadaan geta masih tetap eksis dan dapat ditemukan pada saat- saat matsuri, upacara minum teh, dan lain-lain.

Ketika menggunakan pakaian tradisional Jepang baik itu kimono ataupun yukata non formal maka masyarakat Jepang wajib menggunakan geta sebagai alas kakinya. Dan hal ini sudah menjadi kebiasaan atau tradisi yang telah ada dari zaman dulu hingga sekarang walaupun penggunaan geta dalam kehidupan masyarakat Jepang hanya dilakukan pada saat-saat tertentu saja. Pada zaman

24

Universitas Sumatera Utara sekarang para pembuat geta yang disebut dengan getaya san ini mulai sedikit dan hampir punah. Dan saat ini perkembangan jenis, gaya, dan bentuk geta dari zaman ke zaman dapat kita lihat di Museum Alas Kaki Jepang dan Museum Mainan dan

Boneka Rakyat Jepang.

2.3 Bentuk Geta

Geta merupakan alas kaki flip flop yang solnya terbuat dari kayu, dengan bagian dasar yang kokoh. Uniknya, proses pembuatan hak yang ada pada geta ini tidak memakai lem dan paku. Hak pada geta terdiri dari kayu yang sama dengan alasnya. Dengan demikian sebuah geta dibuat dari sebuah kayu yang utuh tanpa ada penempelan kayu lain. Hingga saat ini, geta masih populer dan digunakan masyarakat Jepang, walaupun sudah melalui berbagai macam proses modifikasi, misalnya saja ada geta yang didesain dengan aneka macam warna dan aksesoris lucu untuk mempercantik penampilan kimono yang digunakan.

Geta memiliki hak yang sangat bermanfaat bagi penggunanya untuk melindungi kain kimono yang indah dan mahal menyentuh tanah dan menghindari tanah berlumpur. Perempuan Jepang nampak anggun dengan adanya hak pada geta. Ketinggian sandal ini beragam. Geta yang dipakai oleh pria dan wanita tidaklah sama. Geta untuk pria dan wanita memiliki perbedaan pada bentuknya.

Bentuk geta untuk pria adalah persegi empat, sedangkan geta untuk wanita berbentuk oval. Bentuk oval pada geta wanita memberikan kesan feminim dan bentuk persegi empat pada geta pria memberikan kesan maskulin. Selain bentuknya, geta untuk pria dan wanita juga memiliki perbedaan pada warna dan motif yang tercetak pada hanao.

25

Universitas Sumatera Utara Geta untuk pria biasanya berwarna gelap (hitam) dan polos (tidak bermotif) sedangkan geta untuk wanita memiliki warna-warna cerah (merah) dan bermotif

(bunga-bunga). Warna alas atau dai pada geta yang biasa digunakan adalah warna kayu asli yang polos (alami) dan warna yang dipernis. Geta yang dipernis umumnya digunakan ketika musim panas, untuk menghentikan keringat yang mengalir agar tidak merusak kayu (geta).

(a) (b)

Gambar 2.6 Geta Wanita

(a) (b)

Gambar 2.7 Geta Pria

26

Universitas Sumatera Utara Selain bentuk, bunyi, dan motifnya yang unik geta juga memiliki keunikan lain yaitu cara pemakaiannya. Cara memakai geta sama seperti cara memakai sandal jepit, hanao dijepit diantara ibu jari dan jari telunjuk kaki, yang agak berbeda adalah:

1. Masukkan jari kaki pada hanao tetapi tidak terlalu ketat antar dua jari kaki

yaitu antara ibu jari dan jari telunjuk. Beri sedikit ruang atau jarak. Tali

(hanao) pada geta harus nyaman.

2. Tumit harus lebih panjang 2 atau 3 cm dari bagian belakang sandal kayu.

Hal ini sejalan langsung dengan pusat gravitasi di sekitar bagian hak atau

gigi belakang pada geta. Dan hal ini membuat pemakai geta lebih mudah

berjalan atau melangkah.

Jika pemakai geta menggunakan geta dengan cara yang benar seperti petunjuk diatas maka mereka dapat berjalan dengan mudah dan tidak akan terjatuh atau merasa sulit. Walau alas kaki ini agak berat saat dipakai.

Gambar 2.8 Cara Memakai Geta

27

Universitas Sumatera Utara 2.4 Jenis-Jenis Geta

Geta memiliki beragam jenis bentuk dilihat dari jumlah hak dan funginya.

2.4.1 Jenis Geta berdasarkan jumlah haknya

1. Geta Bergigi (berhak) Satu

Geta bergigi satu ini biasanya disebut dengan istilah tengu geta. Menurut mitologi tengu, geta jenis ini biasa digunakan oleh para biksu untuk berlatih diri di hutan atau pegunungan. Gigi atau hak pada geta ini berada tepat ditengah- tengah sol sandal. Sehingga menyerupai bentuk T. Tinggi hak pada geta jenis ini adalah sekitar 5 inci.

Gambar 2.9 Tengu Geta

2. Geta Bergigi Dua

Geta bergigi dua adalah geta yang paling mudah dan lazim ditemukan dalam kehidupan masyarakat Jepang. Hal ini disebabkan oeh pemakaiannya yang lebih mudah dan seimbang. Geta jenis ini juga cocok untuk semua kegiatan karena lebih nyaman saat digunakan berjalan. Tinggi geta ini sekitar 4-5 cm.

28

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Geta Bergigi Dua

3. Geta Bergigi Tiga

Geta bergigi tiga ini lebih dikenal dengan nama atau istilah koma geta. Geta jenis ini biasanya dipakai oleh . Oiran adalah wanita penghibur kelas atas

(tingkat tertinggi) pada periode feodal. Oiran dianggap sebagai jenis Yujo, wanita kesayangan. Tidak seperti geisha dan maiko yang hanya menghibur dengan percakapan, nyanyian, permainan musik, dan menari, oiran adalah hirarki prostitusi (pelacuran) dan wanita penghibur di tempat hiburan di Jepang. Oiran dianggap cocok untuk daimyo yang merupakan tuan teritorial yang kuat. Hanya daimyo yang sangat kaya dan peringkat tertinggi yang dapat berharap dihibur oleh oiran.

Jika geisha dan maiko memakai kaus kaki tabi ketika menggunakan geta, oiran lebih suka untuk tidak melakukannya, bahkan di musim dingin jari kaki mereka terlihat mencuat di bawah lapisan-lapisan kimono yang banyak saat mengenakan geta tinggi ini. Ketinggiannya mencapai 25,5 cm dan tiga hak atau gigi pada geta ini membantu membedakan oiran dengan geisha dan maiko.

29

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Geta Bergigi Tiga

4.2 Jenis Geta Berdasarkan Fungsinya

1. Ama Geta

Ama geta adalah jenis geta yang biasa dipakai ketika musim hujan. Ama

Geta lebih sering digunakan oleh kaum wanita. Geta jenis ini mempunyai pelindung kaki yang berbentuk seperti topi, yang disebut dengan tsunakawa

(爪掛 ). Topi pelindung kaki ini terbuat dari bahan kulit yang dicat, kertas tahan air, atau kain yang diminyaki. Topi ini berfungsi untuk melindungi kaus kaki

(tabi) yang digunakan agar tidak basah dan terkena lumpur. Ketinggiannya bisa mencapai 18 cm.

Gambar 2.12 Ama Geta

30

Universitas Sumatera Utara 2. Takaba Geta

Takaba geta adalah salah satu jenis geta yang digunakan ketika hujan turun.

Takaba geta memiliki hak yang sangat tinggi, takaba geta ini juga bisa dipakai dengan topi pelindung (tsunakawa, 爪掛) seperti pada ama geta.

Gambar 2.13 Takaba Geta

3. Suberi Geta

Suberi geta adalah jenis geta yang dipakai untuk melakukan skating

(olahraga di atas es, aktivitas es skate/skateboard). Bentuk alasnya sama saja dengan geta biasanya yaitu persegi empat atau oval. Yang berbeda dari geta ini adalah haknya, hak pada geta ini berbentuk vertikal dan hanya ada satu di bawah setiap sandal. Hak pada suberi geta pada awalnya terbuat dari kayu dan seiring perkembangan zaman menggunakan besi.

Gambar 2.14 Suberi Geta

31

Universitas Sumatera Utara 4. Itaura Geta

Itaura geta adalah jenis geta yang terbuat dari anyaman jerami. Geta ini terlihat seperti kelabang. Masyarakat Jepang jarang memakai geta ini. Biasanya geta ini dipakai di tempat peleburan besi dan di ruang mesin kapal untuk melindungi kaki dari sisa besi atau oli mesin.

Gambar 2.15 Itaura Geta

5. Yuki Geta

Yuki geta adalah jenis geta yang digunakan saat musim salju. Hak atau gigi pada yuki geta berfungsi untuk melindungi kimono atau yukata yang dikenakan dari salju yang turun pada musim salju. Di bagian gigi atau hak pada geta terdapat plat logam dengan paku yang berfungsi sebagai penopang yang memberikan cengkraman pada salju agar tidak tergelincir saat berjalan di atas es atau salju.

Gambar 2.16 Yuki Geta

32

Universitas Sumatera Utara 6. Gakusei Ashida Geta

Gakusei ashida memiliki arti geta tinggi untuk siswa, geta ini memiliki hak yang tinggi dan tebal. Geta ini populer digunakan oleh siswa Bankara dan pemandu sorak SMA laki-laki. Siswa Bankara memakai seragam sekolah berwarna serba hitam penuh tambalan dan gakusei ashida geta ini sebagai alas kaki. Ini adalah gaya tradisional siswa Jepang. Mereka memiliki keberanian dan memegang prinsip mereka.

Gambar 2.17 Gakusei Ashida Geta

7. Niwa Geta

Niwa Geta adalah jenis geta yang digunakan ketika bekerja di kebun atau ketika berjalan di taman.

Gambar 2.18 Niwa Geta

33

Universitas Sumatera Utara 8. Nori Geta

Geta tidak hanya digunakan untuk berjalan di tanah, namun dapat digunakan untuk berjalan di air, contohnya nori geta. Nori geta adalah jenis geta yang digunakan oleh para pemanen rumput laut didalam air. Dengan nori geta, petani rumput laut dapat bergerak menyusuri air laut tanpa harus khawatir terjatuh, karena nori geta diberi pemberat berupa batu. Nori geta mulai dipakai pada awal era Showa untuk bekerja di laut . Tinggi nori geta sekitar 30 cm-1m tergantung kedalaman laut (tepi laut).

Gambar 2.19 Nori Geta

9. Okobo Geta

Okobo geta adalah jenis geta yang khusus digunakan oleh maiko, geisha yang berada dalam masa pelatihan selama masa pelatihan berlangsung. Okobo geta ini berfungsi sebagai identitas diri para maiko, dengan melihat geta yang dikenakan para maiko, masyarakat Jepang dapat segera mengetahui siapa mereka.

Geta ini juga berfungsi sebagai penambah tinggi badan maiko dan memastikan maiko tersebut berjalan dengan langkah-langkah kecil yang halus.

Seseorang yang memakai kimono atau yukata juga dimaksudkan untuk tidak berjalan dalam langkah-langkah panjang. Begitu seseorang menggunakan kimono,

34

Universitas Sumatera Utara , dan geta secara bersamaan maka otomatis akan berjalan dalam langkah- langkah kecil. Geta ini kadang-kadang disebut dengan pokkuri, bokkuri, atau koppori, ketiga kata yang onomatopoeia yaitu mewakili suara yang dihasilkan ketika berjalan (meniru suara).

Pokkuri dan Koppori biasanya dikenakan oleh gadis-gadis muda di Shichi-

Go-San (7-5-3) yang merupakan perayaan pada usia 7, 5, dan 3. Kayu yang digunakan untuk membuat okobo geta biasanya adalah kayu yang dipoles secara alami (tidak dipernis) tetapi selama bulan-bulan musim panas maiko akan memakai okobo hitam yang dipernis agar dapat menghambat aliran keringat yang dapat merusak okobo. Para maiko menggunakan okobo dengan warna tali (hanao) yang menunjukkan peringkat atau pengalaman maiko tersebut. Tali atau hanao merah digunakan oleh maiko baru, sementara tali kuning digunkan oleh maiko yang hampir selesai masa pelatihannya, masa sebelum maiko menjadi geisha penuh. geisha tidak memakai okobo, mereka memakai geta standar atau zouri.

Gambar 2.20 Okobo Geta

35

Universitas Sumatera Utara 10. Butai Geta

Butai geta adalah geta yang dipakai oleh dalang dalam teater boneka bunraku. Bunraku merupakan teater boneka tradisional Jepang yang merupakan salah satu jenis ningyo johruri (人形浄瑠璃). Dalam teater ini sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningyō tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri dari pandangan penonton.

Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas tayu dengan iringan musik shamisen. Tingkatan dalang diatur hirarki yang ketat, berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan. Dalang paling berpengalaman bertugas menggerakkan bagian kepala dan lengan kanan. Sementara dalang dengan keahlian setingkat di bawahnya bertugas menggerakkan lengan kiri, sedangkan bagian kaki digerakkan dalang yang paling junior. Dalang kepala mengenakan geta berhak tinggi (20 cm-

50 cm) dari kayu untuk mengimbangi posisi dalang ketiga yang menggerakkan bagian kaki boneka.

Gambar 2.21 Butai Geta

36

Universitas Sumatera Utara 11. Nikko Geta

Nikko geta adalah geta yang alasnya terbuat dari anyaman bambu yang halus. Anyaman bambu ini direkatkan dengan kuat di atas sandal. Awalnya nikko geta dibuat untuk para pendeta yang melayani di kuil Toshogu pada awal zaman

Edo. Nikko geta sangat cocok dipakai berjalan-jalan di bait suci kuil Toshogu yang ada di Nikko ( sebuah kota kecil yang terletak di prefektur Tochigi) yang umumnya memiliki banyak lereng dan salju karena geta ini memiliki stabilitas dan nyaman digunakan.

Selain lapisan anyaman bambu yang tentunya membuat pemakainya lebih nyaman, talinya (hanao) dibungkus dengan kain putih. Sebelumnya, hanya pendeta yang boleh menggunakan geta dengan tali berwarna putih dan masyarakat biasa berharap untuk memiliki sepasang nikko geta yang serupa dengan para pendeta tetapi mereka harus puas dengan nikko geta yang bertali hitam karena hanya pendeta di kuil Toshogu lah yang dapat memakai nikko geta bertali putih.

Seiring berjalannya waktu semua kalangan masyarakat dapat membeli dan memiliki nikko geta yang bertali putih ataupun hitam meskipun kanushi (pendeta agama Shinto) di Toshogu tetap hanya memakai nikko geta yang bertali putih.

Gambar 2. 22 Nikko Geta

37

Universitas Sumatera Utara BAB III

TRADISI PEMAKAIAAN GETA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

a. Fungsi dan Makna Geta

Geta adalah alas kaki tradisional Jepang yang terbuat dari kayu. Sebagai alas kaki sudah jelas geta berfungsi sebagai pelindung kaki terutama bagian telapak kaki. Geta sebagai alas kaki melindungi kaki agar tidak cedera dari kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yang berbatu-batu, berair, udara panas, maupun dingin. Alas kaki membuat kaki tetap bersih, melindungi dari cedera sewaktu bekerja, dan sebagai gaya busana. Tetapi geta diciptakan bukan sebagai salah satu gaya berbusana melainkan untuk menjaga pakaian yang dikenakan, yaitu kimono atau yukata non formal agar terhindar dari kotoran, lumpur, dan air.

Dari zaman ke zaman geta selalu digunakan bersamaan dengan kimono atau yukata yang merupakan baju tradisional masyarakat Jepang. Baju ini sangat berat dan mahal sehingga sulit untuk mencucinya jika kotor. Oleh karena itu masyarakat Jepang pada zaman dahulu hingga sekarang menggunakan geta yang memiliki ketinggian dan jenis yang beragam sebagai alas kaki saat menggunkan kimono atau yukata non formal tersebut dalam kehidupannya.

Selain berfungsi sebagai alas kaki geta juga memiliki fungsi lain yang berdampak baik untuk kesehatan kaki, yaitu dapat menjadikan kaki kuat, hal ini disebabkan oleh karena otot kaki kita yang bergerak ketika memakai geta.

Awalnya akan terasa sangat pegal namun lama kelamaan akan terbiasa dan baik

38

Universitas Sumatera Utara untuk pergerakan otot kaki. Berbeda dengan sepatu modern yang dapat menyebabkan berbagai masalah pada kaki seperti jamur, bau kaki, kaki berkeringat ketika memakai kaus kaki dan juga masalah lainnya, penggunaan geta memungkinkan pergerakan kaki yang bebas di lingkungan yang alami sehingga dapat terhindar dari masalah tentang kaki. Berjalan dengan kulit besentuhan langsung dengan permukaan kayu dapat menjaga kaki tetap berada pada suhu yang nyaman, bahkan ketika musim salju.

Pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang memiliki makna yang baik, yaitu melambangkan harapan baik untuk kesehatan yang baik di masa depan.

Sehingga geta juga dapat dijadikan sebagai hadiah yang bermakna sangat dalam bagi masyarakat Jepang. Ada juga beberapa jenis geta yang memiliki makna tertentu untuk pemakainya, seperti okobo geta dan koma geta.

Untuk para maiko, okobo geta tidak hanya berfungsi sebagai alas kaki tetapi memiliki makna lebih yaitu sebagai identitas diri terhadap masyarakat. Ketika mereka berjalan di jalanan umum maka orang-orang yang ada disekitar maiko tersebut dapat dengan mudah mengetahui siapa yang sedang lewat di jalanan tersebut, terutama bagi para pria. Okobo geta yang digunakan oleh para maiko memiliki perbedaan pada talinya (hanao). Tali tersebut menunjukkan peringkat atau pengalaman maiko. Tali yang berwarna merah menunjukkan bahwa maiko penggunanya adalah maiko baru dan tali yang berwarna kuning menunjukkan bahwa maiko penggunanya adalah maiko yang akan segera menjadi geisha, yang mana masa pelatihannya akan segera berakhir.

Sama seperti okobo geta yang digunakan oleh para maiko, koma geta juga memiliki makna lebih untuk oiran (wanita penghibur kelas atas /tingkat tertinggi).

39

Universitas Sumatera Utara Oiran juga memiliki makna sebagai identitas diri yang membedakan antara maiko, geisha dan oiran. Para oiran terbiasa menggunakan koma geta yang memiliki tinggi sekitar 25,5 cm. Tentu geta ini sangat berat akan tetapi inilah yang membuatnya unik, karena saat memakainya para oiran akan berjalan perlahan sambil menyeret getanya sehingga menimbulkan bunyi yang khas dan mereka akan menjadi pusat perhatian para masyarakat.

Para oiran akan membiarkan kecantikan mereka menjadi tontonan yang membius orang-orang terutama para pria. Tetapi tidak sembarang pria yang dapat dihibur oleh oiran. Orang yang dapat dihibur oleh oiran adalah mereka yang memiliki kekuasan dan jabatan tinggi seperti daimyo. Maka ketika para oiran lewat, para masyarakat rendahan dapat melihat dan mengenali para oiran tersebut melalui alas kaki yang digunakan. Mereka akan memperhatikan lenggak-lenggok oiran tersebut, tidak hanya itu make up, pakaian indah mereka juga alas kaki mereka akan jadi pusat perhatian masyarakat. Oiran tidak menggunakan tabi saat menggunakan geta, mereka membiarkan kaki mereka tampak mencuat di bawah lapisan kimono yang mereka kenakan. Hal ini juga menjadi suatu daya tarik yang dimiliki oleh oiran.

b. Waktu dan Tempat Pemakaian Geta

Geta memiliki banyak jenis yang dipakai pada waktu dan tempat tertentu yang disesuaikan dengan keperluan pemakainya.

3.2.1 Waktu Pemakaian Geta

Alas kaki telah disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan berbagai kondisi iklim Jepang. Seperti hujan, topan tropis sepanjang pantai atau hujan salju yang

40

Universitas Sumatera Utara sangat dalam di pegunungan utara. Selama musim dingin bersalju, jerami, dan kayu merupakan isolator (penghantar panas yang buruk) yang mampu melindungi kaki dari rasa dingin, sehingga dibentuk menjadi berbagai gaya alas kaki, salah satunya adalah geta.

Waktu pemakaian geta sesuai dengan jenisnya adalah sebagai berikut:

1. Musim Hujan

Musim hujan adalah musim dengan ciri meningkatnya curah hujan di suatu wilayah dibandingkan biasanya dalam jangka waktu tertentu secara tetap. Hujan mengakibatkan jalanan becek atau penuh dengan genangan air sehingga jika kita berjalan seringkali kaki kita terkena cipratan air hujan yang diakibatkan oleh alas kaki yang digunakan. Terlebih saat menggunakan baju yang panjang (sampai mata kaki) seperti kimono maka biasanya pakaian akan kotor terkena cipratan air hujan.

Hal ini tentu sangat merepotkan apalagi saat menghadiri suatu pertemuan penting.

Oleh karena itu pada zaman Edo masyarakat Jepang memiliki alas kaki yang khusus dipakai ketika berpergian dikala hujan, yaitu ama geta dan takaba geta

a. Ama Geta

Ama Geta adalah jenis geta yang biasa dipakai ketika musim hujan. Ama geta lebih sering digunakan oleh kaum wanita. Geta jenis ini mempunyai pelindung kaki yang berbentuk seperti topi, yang disebut dengan tsunakawa

(爪掛 ).

41

Universitas Sumatera Utara b. Takaba Geta

Takaba Geta juga merupakan salah satu jenis geta yang digunakan ketika hujan turun. Takaba geta memiliki hak yang sangat tinggi, takaba geta ini juga bisa dipakai dengan topi pelindung (tsunakawa, 爪掛) seperti pada ama geta.

2. Musim Dingin

Musim dingin adalah musim di mana keadaan lingkungan sangat dingin, biasanya kawasan yang mengalami musim dingin akan ditutupi oleh salju. Pada musim dingin jalan akan membeku dan menjadi es yang mengakibatkan jalanan menjadi licin dan berbahaya. Tidak banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh orang-orang ketika musim dingin tiba. Kebanyakan orang akan menghabiskan waktunya di dalam rumah. Tetapi pada zaman dahulu bila ingin bepergian di musim dingin mereka menggunakan yuki geta atau suberi geta.

a. Yuki Geta

Yuki geta adalah jenis geta yang digunakan saat musim salju. Di bagian gigi atau hak pada geta terdapat plat logam dengan paku yang berfungsi sebagai penopang yang memberikan grip atau cengkraman pada salju agar tidak tergelincir saat berjalan di atas es atau salju.

b. Suberi Geta

Suberi geta adalah jenis geta yang dipakai untuk melakukan skating

(olahraga di atas es, aktivitas es skate/skateboard). Hak pada geta ini berbentuk

42

Universitas Sumatera Utara vertikal dan hanya ada satu di bawah setiap sandal. Hak pada suberi geta pada awalnya terbuat dari kayu dan seiring perkembangan zaman menggunakan besi.

3. Musim Panas

Musim panas adalah musim di mana keadaan lingkungan sangat panas.

Biasanya pada musim ini, tumbuh-tumbuhan sedang dalam masa pertumbuhan penuhnya. Orang-orang juga dapat beraktivitas dengan maksimal. Kondisi jalanan pada musim ini tidak berbeda dengan kondisi jalanan pada musim semi maupun musim gugur. Geta yang biasa digunakan pada musim panas adalah geta standar yaitu geta bergigi dua. Geta ini juga yang biasa dipakai ketika musim semi dan musim gugur.

4. Matsuri

Sejak dahulu kala masyarakat Jepang telah menemukan kekuatan sakral dan spiritual yang berpusat pada banyak aspek alam dan memujanya sebagai “kami” atau dewa. Hal ini dipercaya menjadi asal muasal shinto. Matsuri yang berdasarkan shinto dirayakan untuk memuja dan berkomunikasi dengan kami, berdoa untuk panen yang melimpah, kemakmuran usaha, masyarakat yang bahagia dan makmur, serta kualitas bagi para penduduknya.

Jepang memiliki banyak sekali festival setiap tahun dan di setiap musimnya.

Di musim dingin, ada snow festival di Hokkaido, di musim semi ada festival melihat bunga sakura ‘hanami’ di seluruh Jepang, di musim panas ada festival kembang api di mana-mana, dan jika musim gugur ada festival melihat bulan atau

43

Universitas Sumatera Utara tsukimi. Selain perayaan sesuai musim, masih banyak lagi perayaan kebudayaan di Jepang seperti gion matsuri, tori no ichi, hadaka matsuri, dan lain sebagainya.

Pada saat matsuri atau festival, geta sebagai alas kaki tradisional Jepang selalu digunakan oleh masyarakat Jepang dari zaman ke zaman hingga saat ini.

Mereka menggunakan geta bersamaan dengan kimono atau yukata yang non formal beserta obi. Para wanita Jepang akan kelihatan anggun saat menggunakan yukata dengan geta dan para pria Jepang akan kelihatan lebih gagah dengan geta yang digunakannya.

Geta yang digunakan pun beragam karena terkadang mereka menggunakan momen festival tersebut sebagai ajang pengenalan benda warisan kebudayaan tradisional mereka yang tetap dijaga dan dibudayakan sampai saat ini.

Tetapi bagi para masyarakat yang datang sebagai pengunjung atau hanya ikut untuk meramaikan matsuri atau festival tersebut maka mereka akan memilih untuk menggunkan geta bergigi dua yang nyaman dan mudah digunakan.

Sehingga mereka tidak akan kewalahan atau cepat lelah saat berkeliling ataupun menari.

Gambar 3.1 Para wanita memakai Geta saat matsuri musim panas

44

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.2 Para wanita memakaiGeta saat menari pada Bon Odori

5. Upacara Minum Teh

Geta biasanya digunakan untuk upacara minum teh. Hal ini dikarenakan rumah tempat minum teh biasanya memiliki taman kecil dengan jalan setapak menuju ke ruang teh. Sebelum dimulainya upacara minum teh, tuan rumah menyiramkan air di sepanjang jalan menuju ruang teh dalam rangka pensucian, maka geta adalah alas kaki yang paling cocok digunakan agar air tidak meresap dan membasahi telapak kaki atau tabi yang digunakan. Sementara itu bila di musim dingin, para tamu sering menikmati taman yang ditutupi salju sambil berjalan-jalan, maka alas kaki yang tepat untuk digunakan pada saat itu adalah geta agar kimono mereka tidak kotor. Saat ini geta hanya digunakan pada saat-saat tertentu yaitu pada saat matsuri dan upacara minum teh saja.

3.2.2 Tempat Pemakaian Geta

Pada zaman yayoi sampai zaman meiji geta adalah alas kaki yang digunakan setiap hari oleh masyarakat Jepang dalam kegiatannya. Baik saat bekerja, bepergian, maupun saat menghadiri matsuri yang ada. Namun seiring

45

Universitas Sumatera Utara perkembangan zaman dan perkembangan pola pikir manusia saat ini telah banyak diciptakan inovasi-inovasi baru dalam hal tren atau gaya sepatu yang disesuaikan dengan kebutuhan si penggunakan dengan gaya dan bahan yang lebih berkualitas sehingga nyaman dipakai dan tidak merepotkan.

Untuk pemakaian sehari-hari dalam beraktivitas geta bukan lagi menjadi pilihan utama masyarakat Jepang, saat ini mereka lebih memilih menggunakan , high heels atau pun alas kaki lain yang lebih mudah penggunaannya,

Akan tetapi bukan berarti mereka melupakan ”geta” alas kaki tradisional negeri mereka sendiri. Mereka masih menggunakan geta akan tetapi hanya pada waktu dan tempat tertentu saja, misalnya pada saat perayaan festival (matsuri), upacara minum teh, dikamar mandi, di penginapan tradisional (ryokan), dan di tempat pemandian air panas (onsen).

Tempat pemakaian Geta saat ini:

1. Onsen

Onsen adalah istilah bahasa Jepang untuk sumber air panas dan tempat mandi berendam dengan air panas yang keluar dari perut bumi.

Penginapan yang memiliki tempat pemandian air panas disebut penginapan onsen

(onsen yado). Kota wisata yang berkembang di sekeliling sumber air panas disebut kota onsen.

Biasanya onsen menyediakan geta untuk para pengunjung yang datang.

Selama di kawasan onsen para pengunjung akan memakai geta sebagai alas kaki agar kaki tetap kering dan bersih. Tetapi geta hanya dipakai sampai kawasan kamar mandi saja. Di kamar mandi para pengunjung membersihkan diri mereka

46

Universitas Sumatera Utara sebelum berendam di bak air panas. Setelah selesai membersihkan diri maka mereka tidak akan memakai apapun, termasuk alas kaki.

2. Ryokan

Ryokan adalah jenis penginapan tradisional Jepang yang berasal dari periode

Edo (1603-1868). Ryokan mempunyai fasilitas dan gaya bangunan dengan arsitektur asli Jepang. Kamar pada penginapan ini mempunyai ciri khas pintu geser, lukisan tentang Jepang, dan beralaskan . Biasanya ryokan juga menyediakan geta yang dapat digunakan para pengunjung yang menginap di ryokan untuk berjalan-jalan disekitar ryokan. Suasana di ryokan dibangun sedemikian rupa sehingga sangat terasa unsur-unsur ketradisionalan Jepang. Di ryokan ini para pengunjung dapat merasakan suasana Jepang tempo dulu dengan gaya bangunan tradisional, pakaian tradisional (yukata), geta dan juga onsen.

3. Kamar Mandi

Geta merupakan alas kaki yang biasa digunakan di kamar mandi. Hal ini disebabkan geta memiliki hak yang tinggi , yang dapat menjaga jarak antara kaki dengan lantai yang basah agar kaki tetap kering. Geta yang terbuat dari kayu sangat baik digunakan di tempat basah dan licin agar tidak mudah terpeleset.

4. Luar ruangan

Geta merupakan alas kaki yang digunakan ketika beraktivitas di luar ruangan. Jepang sendiri memiliki beragam jenis alas kaki yang dipakai di dalam ataupun di luar ruangan. Saat ini untuk alas kaki di dalam rumah biasanya mereka

47

Universitas Sumatera Utara memakai surippa dan untuk di luar ruangan mereka biasa memakai kutsu, sneakers, high heels, atau yang lainnya dan bukan lagi geta. Namun geta tetap digunakan oleh masyarakat Jepang ketika menghadiri upacara minum teh dan juga saat matsuri.

Karena biasanya mereka akan menggunakan yukata dan secara tidak disadari bahwa ketika masyarakat Jepang menggunakan yukata non formal maka mereka akan menggunakan geta sebagai alas kakinya. Dan ketika mereka menggunakan kimono untuk acara yang lebih formal maka mereka akan menggunakan zouri sebagai alas kaki pendampingnya. Formalitas suatu acaralah yang mempengaruhi pilihan kimono atau zouri.

Jepang adalah bangsa yang sangat menghargai tradisi dan memegang teguh kebudayaan yang telah diwariskan oleh pendahulunya. Meskipun sudah menjadi negara maju dengan keunggulan teknologinya yang canggih, Jepang tetaplah sebuah negara yang memelihara seni dan kebudayaan tradisional warisan para leluhurnya. Kecintaan terhadap seni dan budaya memang sudah ditanamkan sejak dini oleh orang Jepang. Mulai dari taman kanak-kanak dan sekolah dasar (SD), para guru sudah mengajak murid-murid untuk aktif dalam kegiatan seni dan budaya. Berbagai program diadakan untuk menumbuhkan rasa cinta para murid terhadap seni dan budaya. Misalnya dengan mengunjungi museum, penampilan tari tradisional oleh murid-murid dalam sebuah event di sekolah, dan kegiatan budaya dalam agenda kelas Sabtu (Saturday Class) bulanan.

Geta adalah salah satu kebudayaan Jepang yang masih dipertahankan oleh masyarakat Jepang secara turun temurun hingga saat ini. Dalam kehidupan

48

Universitas Sumatera Utara masyarakat Jepang tidak ada aturan tertulis maupun lisan yang menyatakan masyarakat Jepang wajib menggunakan geta saat mengenakan yukata. Mereka juga tidak memiliki sanksi jika tidak memakai yukata dengan alas kaki geta ataupun zouri. Akan tetapi sebagai masyarakat yang sangat mencintai budayanya maka dengan sendirinya mereka menerapkan penggunakan benda warisan kebudayaan tradisional mereka sebagaimana yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka hingga menjadi sebuah tradisi yang tak pernah dilupakan keberadaannya pada masa kini dan masa yang akan datang.

Tanpa disadari pemakaian geta saat mengenakan yukata non formal menjadi sebuah keharusan walau tanpa peraturan tertulis atau pun lisan agar penggunaan busananya tepat. Dalam bukunya, Mingei: Japan’s Enduring Folk arts, Amaury

Saint-Gilles (1989: 27) mengatakan:

“Geta are as common today as they were in the times when kimono were de rigueur. A man dressed in a summer weight kimono or perhaps a cotton yukata definitely needs a pair of geta to set off his correctly. and could never do what geta accomplish in style.”

Terjemahannya adalah

“Geta yang ada pada saat ini yang dipakai bersama dengan kimono merupakan sebuah keharusan. Seorang pria yang mengenakan kimono musim panas yang berat atau mungkin yukata dari katun pasti membutuhkan sepasang geta untuk memastikan pakaiannya sudah benar. Kaos kaki dan sepatu tidak pernah bisa mengikuti pencapaian geta dalam gaya.”

Geta berkembang saat masyarakat Jepang masih mengenakan yukata atau kimono sebagai pakaian sehari-hari mereka sehingga geta dipakai dalam setiap aspek kegiatan masyarakat Jepang. Tetapi di zaman Heisei ini mereka tidak lagi memakai kimono sebagai pakaian keseharian mereka melainkan memakai pakaian kasual yang sudah modern sehingga geta tidak lagi dipakai setiap hari. Karena

49

Universitas Sumatera Utara sudah terbiasa menggunakan yukata dengan geta maka saat ini mereka tetap mempertahankan penggunaan yukata dengan geta sebagai alas kaki walau hanya pada saat-saat tertentu. Sehingga pemakaian geta saat mengenakan yukata merupakan sesuatu yang dianggap baik dan benar hingga saat ini.

Selain itu tradisi pemakaian geta yang masih terlihat dalam masyarakat

Jepang saat ini adalah dalam matsuri. Dari zaman Edo sampai zaman Heisei masyarakat Jepang selalu merayakan matsuri. Biasanya masyarakat Jepang menggunakan yukata dan geta sebagai alas kakinya. Pada saat matsuri, geta yang biasa digunakan adalah geta bergigi dua. Hal ini dikarenakan geta bergigi dua lebih nyaman dan mudah digunakan. Sehingga mereka tidak akan kewalahan atau cepat lelah saat berkeliling ataupun menari. Pada saat matsuri tidak jarang pula ada orang-orang yang berparade menggunakan berbagai jenis geta sesuai dengan pemakainya pada zaman dahulu, seperti maiko dengan okobonya, tengu dengan geta bergigi satu, dan oiran dengan koma getanya. Hal ini menjadi salah satu daya tarik matsuri untuk masyarakat luar dan salah satu ajang untuk melestarikan geta sebagai alas kaki tradisional Jepang yang masih tetap ada sampai sekarang.

Pada dasarnya masyarakat Jepang adalah masyarakat yang selalu menggunakan alas kaki dalam setiap aktifitas kehidupannya, baik saat berada diluar rungan maupun didalam ruangan. Bahkan saat tidur orang jepang juga memakai alas kaki berupa kaos kaki. Orang Jepang tidak menggunakan alas kaki hanya pada saat mandi. Pada saat bepergian masyarakat Jepang menggunakan alas kaki berupa sepatu, sneakers, high heel, , dan lain-lain. Ketika orang Jepang pulang kerumah mereka akan mengganti alas kaki mereka dengan surippa.

Surippa adalah alas kaki yang biasa dipakai didalam rumah.

50

Universitas Sumatera Utara Orang Jepang melakukan aktivitas memakai atau melepas alas kaki di ruangan yang disebut dengan istilah genkan. Genkan adalah salah satu ciri rumah

Jepang. Ruangan ini berada tepat di balik pintu masuk rumah. Jadi ketika orang

Jepang masuk atau keluar rumah mereka akan memakai atau melepaskan sepatunya di ruangan ini. Lantai genkan di buat lebih rendah dibandingkan dengan lantai rumah. Hal ini memudahkan dalam memakai atau melepaskan alas kaki, karena penghuni rumah dapat duduk di lantai rumah yang lebih tinggi sambil melepaskan atau memakai alas kaki. Lalu alas kaki yang dilepas akan di simpan dalam lemari penyimpanan alas kaki yang berada dalam ruangan ini. Rak atau lemari penyimpan sepatu mereka disebut getabako. Sandal untuk dipakai di rumah juga tersimpan di sana.

Saat berada didalam rumah orang Jepang memakai surippa sebagai alas kakinya dan saat ingin ke toilet mereka mengganti alas kakiknya dengan geta. Hal ini disebabkan geta memiliki hak yang tinggi yang dapat menjaga kaki tetap kering. Beberapa tempat umum juga menyediakan geta yang dapat digunakan di toilet. Seperti, sekolah dan kantor-kantor.

Pada zaman modern saat ini masih ada beberapa profesi atau pekerjaan yang setia menggunakan geta sebagai alas kakinya. Bukan hanya sebagai bentuk pelestarian benda tradisional atau hasil kesenian rakyat (folkart) tetapi juga karena fungsinya yang dapat menjaga pakaian agar tetap bersih, terhindar dari kotoran.

Contohnya adalah koki sushi tradisional Jepang memakai geta yang sangat tinggi untuk menjaga jarak antara mereka dan sisa bahan makanan yang ada di lantai.

Selain itu, pegulat sumo profesional Jepang di dua divisi terendah yaitu

Jonokuchidan Jonidan juga harus memakai yukata dan geta sepanjang tahun

51

Universitas Sumatera Utara termasuk pada musim dingin karena pakaian dan aksesori yang dikenakan para pegulat sumo berbeda tergantung pada peringkat sang pegulat.

52

Universitas Sumatera Utara BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Geta adalah alas kaki tradisional Jepang yang dibuat dari kayu. Pada bagian

alas terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali berlapis kain yang

disebut hanao dan dan dua buah hak yang disebut ha terdapat di bagian

bawah alas. Geta dipakai di luar ruangan sewaktu

mengenakan yukata atau kimonoyang bukan kimono formal. Hak tinggi pada

geta memudahkan pemakainya berjalan melewati jalan becek ketika hujan.

Ketinggian sandal ini mempunyai makna tersendiri, yaitu untuk melindungi

kimono yang indah dan mahal supaya tidak menyentuh tanah.

2. Geta sudah dipakai orang Jepang sejak zaman Yayoi. Geta diperkirakan

dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar

kaki tetap bersih dan kering. Pada zaman Edo geta mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Orang-orang terus memakai geta selama

periode Tokugawa, di mana banyak gaya yang berbeda dari geta mulai

muncul. Pengrajin geta pun banyak bermunculan sejak pertengahan zaman

Edo. Para pembuat geta ini disebut getaya san.

3. Geta sebagai alas kaki berfungsi melindungi kaki agar tidak cedera dari

kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yang berbatu-batu, berair,

udara panas, maupun dingin. Geta juga memiliki fungsi lain yang

berdampak baik untuk kesehatan kaki, yaitu dapat menjadikan kaki kuat, hal

53

Universitas Sumatera Utara ini disebabkan oleh karena otot kaki kita yang bergerak ketika memakai

geta.

4. Geta yang dipakai oleh pria dan wanita tidaklah sama. Bentuk Geta untuk

pria adalah persegi empat, sedangkan geta untuk wanita berbentuk oval.

Hanao pada geta pria biasanya berwarna gelap dan polos sedangkan geta

untuk wanita memiliki warna-warna cerah dan bermotif.

5. Jenis geta berdasarkan jumlah hak (gigi) nya adalah geta bergigi satu (tengu

geta), geta bergigi dua dan geta bergigi tiga.

6. Jenis geta berdasarkan fungsinya adalah ama geta, takaba geta, suberi geta,

itaura geta, yuki geta, gakusei ashida geta, niwa geta, nori geta, dan okobo

geta.

7. Ada juga beberapa jenis geta yang memiliki makna tertentu untuk

pemakainya, seperti okobo geta dan koma geta bermakna sebagai identitas

diri. Pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang memiliki makna

yang baik, yaitu melambangkan harapan baik untuk kesehatan yang baik di

masa depan.

8. Waktu pemakaian geta adalah saat musim hujan, musim dingin, musim

panas, musim semi, musim gugur, saat matsuri, dan saat upacara minum

teh. Sebelum pakaian ala barat masuk ke Jepang, masyarakat Jepang

menggunakan geta setiap hari. Tetapi saat ini geta hanya dipakai pada

momen dan tempat tertentu saja seperti ketika berada di onsen, ryokan,

kamar mandi, dan diluar ruangan.

54

Universitas Sumatera Utara 4.2 Saran

Diharapkan masyarakat Jepang tetap melestarikan dan menggunakan geta walau hanya pada saat dan di tempat tertentu saja, karena geta merupakan benda warisan kebudayaan tradisional turun temurun yang unik dan bermanfaat bagi kesehatan.

55

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:

Paradigma.

Mohalmin, Yahya A. 2007. KBBI, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta:

Balai Pustaka.

Kiritani, Elizabeth. 1995. Vanishing Japan: Traditions, Crafts & Culture. Japan:

Tuttle Publishing.

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Mintargo, Bambang S. 2000. Tinjauan: Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta:

Universitas Trisakti.

Moleong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nawawi, H. Hadari dan H. Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta:

UGM Press.

Saint-Gilles, Amaury. 1989. Mingei: Japan’s Enduring Folk Arts. Japan: Tuttle

Publishing.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES.

Situmorang, Hamzon. 2009. Ilmu Kejepangan I. Medan: USU Press.

Sztompka, Piotr. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media.

Taniguchi, Goro. 1994. Kamus Standar Bahasa Jepang-Indonesia. Jakarta: Dian

Rakyat

56

Universitas Sumatera Utara Yamanaka, Norio. 1982. The Book Of Kimono. Japan: Kodansha Internasional https://abdulaziz96.wordpress.com/2015/03/22/pengertian-kebudayaan/. Diakses

tanggal 20 November 2015. http://www.akibanation.com/9-macam-alas-kaki-di-jepang/. Diakses tanggal 20

November 2015. http://www.allaboutshoes.ca/en/japanese/traditional_footwear/index_2.php.

Diakses tanggal 15 Juli 2016. http://www.allaboutshoes.ca/en/japanese/inclement_weather/. Diakses tanggal 15

Juli 2016. http://anything-from-japan.com/nihon-ichiban/all-about-japanese-seta-/.

Diakses tanggal 5 Agustus 2016. http://arieslailiyah.blogspot.co.id/2012/05/pendekatan-sejarah.html.

Diakses tanggal 14 Maret 2016. http://arwave.blogspot.co.id/2015/10/pendekatan-kebudayaan.html.

Diakses tanggal 2 Agustus 2016. http://www.bbc.com/indonesia/vert_cul/2015/06/150620_vert_cul_sepatu.

Diakses tanggal 23 April 2016. http://brainly.co.id/tugas/4284351. Diakses tanggal 7 Maret 2016. http://catatankecilika.blogspot.co.id/2012/02/teklek-jepang-aka-geta.html. Diakses

tanggal 26 Juni 2016. http://www.city.kawasaki.jp/280/page/0000005879.html. Diakses tanggal 5

Agustus 2016. https://www.city.fukuyama.hiroshima.jp/uploaded/attachment/25292.pdf. Diakses

tanggal 5 Agustus 2016.

57

Universitas Sumatera Utara http://www.desainrumahlengkap.com/mengenal-desain-rumah-jepang-tradisional/.

Diakses tanggal 12 September 2016. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/NENENG_SUTJIATI/KEHIDUP

AN_ORANG_JEPANG.pdf. Diakses tanggal 25 April 2016. http://firstspot22.blogspot.co.id/2012/11/fakta-unik-tentang-jepang.html#. Diakses

tanggal 2 Agustus 2016. http://geta.gilland-ganesha.com/id1/433-329/Geta_125153_geta

perpustakaan.html. Diakses tanggal 14 Maret 2015. http://hakugimasshiro.deviantart.com/art/Types-of-Geta-384978043.

Diakses tanggal 16 Juli 2016. http://www.hipwee.com/narasi/wisata-zaman-edo-ala-kota-nikko-jepang/.

2 Agustus 2016 http://ikharizmaputrirahayu.blogspot.co.id/2012/01/macam-macam-pendekatan-

sastra.html. Diakses tanggal 14 Maret 2016. http://www.informasiahli.com/2015/09/pengertian-tradisi-sejarah-fungsi-dan.html.

Diakses tanggal 7 Maret 2016. http://j-cul.com/29-tradisi-jepang-yang-sangat-menyenangkan/. Diakses tanggal 7

Maret 2016. http://www.jnto.or.id/festival.html. Diakses tanggal 25 Juli 2016. http://kalidanastiti-space.blogspot.co.id/2013/12/pendekatan-kebudayaan.html.

Diakses tanggal 2 Agustus 2016. http://kawaiibeautyjapan.com/article/300/si-klotak-klotak-geta-sandal-jepit-khas-

jepang. Diakses tanggal 20 November 2016.

58

Universitas Sumatera Utara http://www.kompasiana.com/weedykoshino/ryokan-hotel-tradisional-jepang-

yang-unik_552b2eb46ea8343f02552d0d. Diakses tanggal 24 Juli 2016. http://www.kompasiana.com/dewiwiddie/reformasi-di-zaman-

heisei_54f8fe8ca3331112678b45f9. Diakses tanggal 16 Juli 2016. http://www.kompasiana.com/nandar1976/jepang-negara-modern-yang-

memelihara-budaya-tradisional_552b16e3f17e610d6dd623a8.

Diakses tanggal 2 Agustus 2016. http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kerangka-teori-definisi.html.

Diakses tanggal 15 Maret 2016. http://www.oldtokyo.com/geta-footwear/. Diakses tanggal 15 Juli 2016 http://phairha.blogspot.co.id/2012/01/studi-kepustakaan.html. Diakses tanggal 20

Maret 2016. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29139/2/Chapter%20III-V.pdf.

Diakses tanggal 25 April 2016. http://www.rumpunsastra.com/2014/09/pendekatan-dalam-kajian-sastra.html.

Diakses tanggal 14 Maret 2016. https://shizuokagourmet.com/walking-to-the-izakaya-the-japanese-way-

getajapanese-/. Diakses tanggal 15 Juli 2016. http://socialstudiestask.blogspot.co.id/2013/02/restorasi-meji-dan-modernisasi-

jepang.html. Diakses tanggal 15 Juli 2016. http://www.tetaplahberbinar.com/2011/08/pendekatan-antropologi-metode.html.

Diakses tanggal 2 Agustus 2016. http://the-japan-news.com/news/article/0002831477. Diakses tanggal 5 Agustus

2016.

59

Universitas Sumatera Utara http://www.thekeep.org/~kunoichi/kunoichi/themestream/geta_zori2.html#.V4ei9t

J97Dc#ixzz4EPLGBa15. Diakses tanggal 25 Juni 2016. https://wafuku.wordpress.com/2009/03/11/traditional-japanese-footwear/. Diakses

tanggal 26 juni 2016. http://web-japan.org/kidsweb/cool/12-02/. Diakses tanggal 26 Juni 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Geta_(alas_kaki). Diakses tanggal 20 November

2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi. Diakses tanggal 20 November 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Zaman_Meiji. Diakses tanggal 15 Juli 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Zaman_Yayoi. Diakses tanggal 15 Juli 2016

.https://id.wikipedia.org/wiki/Zaman_Edo. Diakses tanggal 15 Juli 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Keshogunan_Tokugawa. Diakses tanggal 15 Juli

2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Onsen. Diakses tanggal 24 Juli 2016. https://en.wikipedia.org/wiki/Geta_(footwear). Diakses tanggal 25 April 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Bunraku. Diakses tanggal 31 Juli 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Sumo. Diakses tanggal 4 Agustus 2016. http://www.zonasiswa.com/2014/05/pengertian-sejarah-istilah-bahasa-para.html.

Diakses tanggal 7 Maret 2016.

60

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

Gambar 1. Tabi

Gambar 2. Siswa Bankara sedang memakai gakusei ashida Geta

Gambar 3. Nori Geta yang sedang dipakai oleh pemanen rumput laut

61

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Dalang yang sedang memakai butai Geta dalam

teater boneka Bunraku

Gambar 5. Para wanita memakai Geta pada saat festival seijin no hi

Gambar 6. Koki sushi tradisional sedang memakai Geta

62

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Pegulat sumo memakai yukata dan Geta

Gambar 8. Genkan di rumah tradisional Jepang

Gambar 9. Surippa

63

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

TRADISI PEMAKAIAN GETA DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG

に ほ ん し ゃ か い せいかつ げた は き か ん し ゅ う 日本社会の生活における下駄の破棄慣習

Skripsi ini membahas tentang “Tradisi Pemakaian Geta dalam Kehidupan

Masyarakat Jepang”.

ろんぶん にほんしゃかい せいかつ げた はきかんしゅう せつめい この論文は日本社会の生活における下駄の破棄慣習について説明する。

Tujuan pembahasan ini adalah untuk menjelaskan sejarah kemunculan geta dan tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang.

もくてき げた しゅつげん れきし せつめい にほんしゃかい せいかつ げた 目的は下駄の 出現の歴史を説明して、日本社会の生活における下駄の

はきかんしゅう 破棄慣習である。

Geta adalah alas kaki tradisional Jepang yang dibuat dari kayu.

げた き つく にほん でんとうてき はきもの 下駄は木から作られた日本の伝統的な履物である。

Pada bagian alas terdapat tiga buah lubang untuk memasukkan tali berlapis kain yang disebut hanao dan dua buah hak yang disebut ha terdapat di bagian bawah alas.

だいざ はなお い きじ ひも い み あな だいざ 台座に「鼻緒」と言われる生地の紐を入れるために三つの穴があって台座

した は い ふた の下に「歯」と言われる二つヒールがある。

64

Universitas Sumatera Utara Geta biasanya dipakai pada saat festival atau matsuri dan upacara minum teh.

げた つね まつ ちゃ ゆ とき は 下駄が常に祭りと茶の湯の時、履かれる。

Wanita-wanita Jepang terlihat anggun dengan adanya hak pada geta.

げた は にっぽんじんじょせい えれがんと み 下駄に歯があるので日本人女性はエレガントに見える。

Dahulu kala, alasan wanita Jepang menggunakan alas kaki ini adalah untuk mempermudah mereka bepergian kemana saja dengan mengenakan kimono atau yukata tanpa harus mengotori pakaian mereka.

むかし じょせい はきもの は りゆう ふく よご ゆかた きもの 昔 、女性は履物を履くの理由は服を汚さないでどこでも浴衣または着物

き い かんたん を着て行くために簡単になる。

Karena panjang kimono sampai mata kaki.

きもの なが あしくび 着物の長さは足首までので。

Walaupun ada berbagai jenis alas kaki dan pakaian barat mulai dikenal di Jepang sejak zaman Meiji, namun masyarakat Jepang tetap mengenakan kimono atau yukata dengan alas kaki berupa geta dalam kehidupannya.

め い じ じ だ い さまざま はきもの よう にほん はじ せいかつ なか 明治時代からには様々な履物と洋が日本で認められて始めても、生活の中

きもの ゆかた き げた はきもの は でまだ着物または浴衣を着て下駄という履物を履く。

Sampai saat ini geta masih memiliki fungsi yang sama sebagai pelindung kaki dan alat kesehatan.

いま げた あし ぷろてくた け ん こ う き き おな きのう 今まで下駄は足プロテクター健康機器として同じ機能がある。

65

Universitas Sumatera Utara Bagi masyarakat Jepang geta juga masih menjadi alas kaki yang menarik untuk digunakan walau hanya pada saat-saat tertentu.

にほんしゃかい とくてい じかん は げた おもしろ はきもの 日本社会にとって特定の時間でも履かれるために下駄もまだ面白い履物に

なる。

Sehingga geta tetap digunakan dan dilestarikan oleh masyarakat Jepang dalam kehidupannya.

せいかつ なか にほんしゃかい は ほご だから、生活の中で日本社会に履かれて保護される。

Isi penelitian ini berfokus pada tradisi pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang.

ほんけんきゅうないよう にほんしゃかい せいかつ げた はきかんしゅう ちゅうしん 本研究内容が日本社会の生活における下駄の破棄慣習に 中心する。。

Dalam analisisnya digunakan teori pendekatan sejarah dan pendekatan kebudayaan.

かいせき なか れきしてき ぶんかてき あぷろ ち りろん つか 解析の中で、歴史的と文化的アプローチの理論が使われる。

Dengan teori pendekatan sejarah dapat diungkapkan kondisi sesuatu pada masa sekarang, dihubungkan dengan kejadian atau peristiwa yang berkenaan dengan masa lalu.

れきしてき あぷろ ち りろん げんざい なに じょうけん あき じけん はっせい 歴史的アプローチの理論は現在に何かの条件が明らかにされて、事件と発生

かこ かんけい の過去と関係される。

66

Universitas Sumatera Utara Teori pendekatan kebudayaan menyatakan bahwa kebudayaan sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial budaya.

ぶんかてき あぷろ ち りろん かんが しすてむ しゃかいぶんかせいかつ 文化的アプローチの理論は人間にとって 考 えのシステムとして社会文化生活

なか ふ ま しどう の中で振る舞いするにおける指導になる。

Di dalam kebudayaan tersebut, terdapat pengtahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.

ぶんか なか ちしき しんねん げいじゅつ どうとく しゅうかん 文化の中で、というように知識、信念、芸術、道徳、習慣、がある。

Geta biasanya dipakai di luar ruangan sewaktu mengenakan yukata atau kimonoyang bukan kimono formal.

げた たいていがい ゆかた のんふぉ まる きもの き ときは 下駄が大抵外で浴衣とノンフォーマルな着物を着る時履かれる。

Hak tinggi pada geta memudahkan pemakainya berjalan melewati jalan becek ketika hujan.

あめ ふ どうろ す ある ちゃくようしゃ かんたん まっぷじょう 雨が降るときに道路を過ぎて歩いて着用者のために簡単にマップ 上 の

はいひ- る どろ ハイヒ-ルは泥だらけである。

Ketinggian sandal ini mempunyai makna tersendiri, yaitu untuk melindungi kimono yang indah dan mahal supaya tidak menyentuh tanah.

はきもの なが いみ じめん ふ うつく たか 履物の長さは意味があって、それは地面に触れらないように 美 しくて高

きもの まも い着物を守るためである。

67

Universitas Sumatera Utara Geta sudah dipakai orang Jepang sejak zaman Yayoi.

げた やよいじだい は 下駄が日本人に弥生時代から履かれる。

Geta diperkirakan dipakai sewaktu bekerja menanam padi di sawah yang selalu berair agar kaki tetap bersih dan kering.

下駄が足はきれいと乾いようにいつも水っぽいに田で稲を植える時推定履

かれる。

Pada zaman Edo geta mengalami perkembangan yang sangat pesat.

えどじだい げた しんちょく けいけん 江戸時代に下駄はとっても急速な進捗が経験する。

Orang-orang terus memakai geta selama periode Tokugawa, di mana banyak gaya yang berbeda dari geta mulai muncul.

とくがわじだい あいだ ひとびと げた は ちが すたいる げた しゅつげん 徳川時代の 間 に人々は下駄を履いて、違うスタイルの下駄が出現する。

Pengrajin geta pun banyak bermunculan sejak pertengahan zaman Edo. Para pembuat geta ini disebut getaya san.

げ たし ょくに ん おお ちゅうきえどじだい しんこう え ど じ だ い ち ゅ う たくさんげた 下駄職人あまりにも多くの中期江戸時代から新興。江戸時代中に沢山下駄の

しょくにんあらわ げた しょくにん げた さん い 職 人 表 れる。この下駄の職人は下駄や産と言われる。

Geta yang dipakai oleh pria dan wanita tidaklah sama.

だんせい じょせい は げた おな 男性と女性に履かれる下駄は同じではない。

Bentuk geta untuk pria adalah persegi empat, sedangkan geta untuk wanita berbentuk oval.

だんせい げた かたち しかく いっぽう じょせい らんけい 男性のための下駄の 形 は四角、一方で女性のためのは卵形である。

68

Universitas Sumatera Utara Hanao pada geta pria biasanya berwarna gelap dan polos sedangkan geta untuk wanita memiliki warna-warna cerah dan bermotif.

だんせい はなお くろ へいや いっぽう じょせい あか たいてい男性の下駄に鼻緒は黒と平野、一方で女性の下駄のために明るい

いろ 色とパターンがある。

Jenis geta berdasarkan jumlah hak (gigi) nya adalah geta bergigi satu (tengu geta), geta bergigi dua, dan geta bergigi tiga.

かず もと ぶんるい いっぽん てんぐげた にほん さんぼん 歯の 数 に基づいて下駄の分類は一本下駄「天狗下駄」、二本下駄、三本

下駄である。

Jenis geta berdasarkan fungsinya adalah ama geta, takaba geta, suberi geta, itaura geta, yuki geta, gakusei ashida geta, niwa geta, nori geta, dan okobo geta.

きのう もと あめげた たかばげた すべ げた い た う ら げ た ゆきげた 機能に基づいては雨下駄、高歯下駄、滑り下駄、板裏下駄、雪下駄、

が く せ い あ し だ げ た にわげた のりげた げた 学生足駄下駄、庭下駄、海苔下駄、おこぼ下駄である。

Geta sebagai alas kaki berfungsi melindungi kaki agar tidak cedera dari kondisi lingkungan seperti permukaan tanah yang berbatu-batu, berair, udara panas, maupun dingin.

はきもの いわ みず じめん れいき しょき かんきょうじょうけん 履物としては岩がち、水っぽい地面、冷気、または暑気という環 境 条 件 におけ

ふしょうしゃ あし ほご きのう る負傷者じゃないように足を保護するために機能する。

Geta juga memiliki fungsi lain yang berdampak baik untuk kesehatan kaki, yaitu dapat menjadikan kaki kuat, hal ini disebabkan oleh karena otot kaki kita yang bergerak ketika memakai geta.

69

Universitas Sumatera Utara げた あし けんこう よ べつ きのう あし つよ 下駄は足の健康のために良い別の機能があって、それは足は強くなって、

げた は あしすじ うご 下駄を履くのとき脚筋は動くからである。

Ada juga beberapa jenis geta yang memiliki makna tertentu untuk pemakainya, seperti okobo geta dan koma geta bermakna sebagai identitas diri.

ちゃくようしゃ とくてい いみ げた ぶんるい 着用者のために特別な意味があるいくつかの下駄の分類、それはおこぼ

げた こまげた みもと いみ 下駄と駒下駄は身元としてを意味する。

Pemakaian geta dalam kehidupan masyarakat Jepang memiliki makna yang baik, yaitu melambangkan harapan baik untuk kesehatan yang baik di masa depan.

にほんしゃかい せいかつ げた は いみ しょうらい 日本社会の生活における下駄の履きはいい意味があって、それは 将来に

けんしょう らっかん しょうちょう 健勝のために楽観を 象徴する。

Waktu pemakaian geta adalah saat musim hujan, musim dingin, musim panas, musim semi, musim gugur, saat matsuri, dan saat upacara minum teh.

げた は じかん つゆ ふゆ なつ はる あき まつり ちゃ ゆ とき 下駄を履く時間は梅雨、冬、夏、春、秋、 祭 、茶の湯の時である。

Sebelum pakaian ala barat masuk ke Jepang, masyarakat Jepang menggunakan geta setiap hari.

ようふく にほん はい まえ にほんしゃかい ま い に ち げ た は 洋服は日本に入る前に日本社会は毎日下駄を履く。

Tetapi saat ini geta hanya di pakai pada momen dan tempat tertentu saja seperti ketika berada di onsen, ryokan, kamar mandi, dan diluar ruangan.

70

Universitas Sumatera Utara げんざい げた おんせん りょかん よくしつ そと とき とくてい じかん けれども、現在下駄が温泉、旅館、浴室、外の時という特定の時間と場所

は の時履かれるだけである。

71

Universitas Sumatera Utara