BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Diskursus kesejarahan mengenai hubungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan ‟ (NU) sepertinya tidak akan pernah menemukan kata final. Hubungan PKB-NU seperti irama musik yang tak pernah datar. Ada anggapan bahwa hubungan PKB-NU tak ubahnya hubungan di dalam rumah tangga. Pertengkaran dan konflik merupakan pemandangan yang lumrah terlihat dalam sebuah pengamatan telanjang. Hubungan mesra PKB-NU, bisa disebut bulan madu (honey moon) kedua organisasi ini, hanya tampak di awal-awal pernikahannya saja. Prestasi politik tertinggi dari kekompakan keduanya pasca Pemilu 1999 berhasil menghantarkan cucu pendiri NU, KH. , yang lekat disapa Gus Dur, menjadi presiden keempat di republik ini. Adapula yang beranggapan bahwa hubungan PKB-NU seperti orang tua dan anak. NU berposisi sebagai organisasi yang melahirkan PKB. Kala itu, Gus Dur dan dibantu oleh 4 (empat) kiai lainnya, berijtihad untuk melahirkan PKB. Pasca ide itu dideklarasikan banyak elite NU yang menganggap dirinya berkontribusi akan lahirnya partai pertama NU pasca vakum dari politik praksis berdasarkan hasil muktamar ke-27 di Situbondo untuk kembali ke Khittah 1926. Di sisi lain, tak jarang pula yang beranggapan bahwa hubungan PKB-NU tak ubahnya hubungan organisatoris. Hal ini didasarkan pada sejumlah metamorfosa beberapa produk hukum PKB yang secara garis besar merupakan jelmaan dari produk-produk hukum NU. Misalnya saja, sistematika dan susunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKB yang hampir mirip dengan AD/ART milik NU. Menilik beragamnya pola hubungan PKB-NU ini tidak mengherankan jika dimasa-masa berikutnya menghasilkan konflik dan sengketa kekuasaan. Konflik pertama terjadi diinternal PKB adalah persoalan penurunan Gus Dur dari kekuasaan kepresiden. Kala itu, Mathori Abdul Djalil, yang menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB tidak mengindahkan perintah Gus Dur

1

untuk tidak menghadiri rapat paripurna di DPR. Imbasnya, Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro merasa berhak untuk mencopot jabatan Ketua Umum Dewan Tanfidz (eksekutif) PKB. Gus Dur pun mengangkat Alwi Shihab sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB. Matori tidak tinggal diam, dia juga menggalang kekuatan struktural PKB untuk membendung seruan Gus Dur tersebut. Matori membuat Musyawarah Nasional Ulama‟ tandingan1. Konflik awal ini rupanya terus berkembang dan tak menemui ujung. Setelah konflik dengan Mathori. Gus Dur pun berkonflik dengan Alwi Shihab2, orang yang diangkatnya untuk menggantikan posisi Matori Abdul Djalil sebagai Ketua Umum DPP PKB. Gus Dur memilih menggandeng Muhaimin Islkandar menggantikan Alwi Shihab. Di fase berikutnya, Gus Dur lagi-lagi bermanufer. Beliau menganggap bahwa Muhaimin cacat dalam memimpin PKB. Kemudian beliau mengangkat Ali Maskur Moesa untuk menggantikan posisi . Meskipun, di ranah hukum Gus Dur dikalahkan Cak Imin (panggilan akrab Muhaimin Iskandar)3. Dan, KPU menganggap bahwa kubu Cak Imin yang sah untuk mengikuti Pemilu 2009. Di masa pemilu yang sama, tantangan Cak Imin juga datang dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama‟ (PKNU) yang dibesut oleh kubu Alwi Shihab dan Chairul Anam. Imbasnya, PKB terlempar dari percaturan partai Islam besar. PKB berada di posisi ke-6 dari sembilan partai yang lolos ke parlemen4.

1 Konflik kedua kubu ini juga memecah percaturan kiai NU di dalam politik PKB. Gus Dur bersama dengan para pendukungnya melaksanakan Musyawarah Nasional Alim Ulama‟ 13-14 Nopember 2001. Sedangkan Mathori menyelenggarakan Musyarah Kerja Nasional Pengurus PKB yang didalamnya juga diikuti oleh Kiai 12-13 Nopember 2001. (Lihat : Tim Litbang Kompas, partai- partai politik Indonesia, (: Kompas Media Nusantara 2004)257) 2 Konflik dengan Alwi Shihab, konon disebabkan perbedaan pandangan antara Gus Dur dan Alwi Shihab tentang Pemilu Presiden 2004. Alwi Shihab, kala itu, memberikan dukungan SBY-JK, sedangkan Gus Dur sendiri berusaha mencalonkan diri sebagai calon presiden dari PKB, namun „digagalkan‟ oleh Komisi Pemilihan Umum. Konsekwensi pengalihan dukungan tersebut kemudian berbuntut pada pengangkatan Alwi Shihab sebagai Menkokesra dan Gus Ipul sebagai Mentri PDT. Tapi, setelah Gus Dur mampu mengambil alih kekuasaan Alwi-Saifullah Yusuf. Gus Ipul ditarik Gus Dur dari kementrian dan digantikan Lukman Edy. 3 Perseteruan ini mungkin yang paling berbuntut panjang dan paling menarik. Selain karena harus melalui proses hukum. Ada kejadian unik imbas dari dualisme kepengurusan ini. Yakni, disaat proses pleno KPU untuk pengambilan nomor urut partai. Cak Imin dan Yeny Wahid bersama-sama mengambil nomor urut partai. Keduanya sontak menjadi bahan tertawaan ketua partai lainnya. 4 Hasil Pemilu 2009 menempatkan Demokrat sebagai pemenang pemilu, disusul Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra, dan Hanura. PKB termasuk beruntung. Meskipun, partai ini didera konflik. Partai ini mampu lolos batas ambang minimum parlemen. Naas bagi PKNU.

2

Kondisi konflik di internal PKB yang terjadi secara terus menerus, membuat elite NU merasa tidak elegan lagi untuk menganggap PKB sebagai bagian dari NU. Pasalnya, perpecahan itu menjadikan nahdiyin (pengikut atau warga NU) kebingungan menentukan pilihan politiknya. Para kiai NU pun terpecah kebeberapa kubu yang dibuat oleh para elite partai PKB. Berdasarkan alasan yang demikian, KH. Hasyim Muzadi, sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU kala itu, mengatakan : “...komitment NU bukanlah pada elite-elite partai manapun juga, termasuk PKB. Komitmen NU tetap pada umat....ketidaknetralan NU yang ditunjukkan dengan mendukung salah satu parpol justeru akan membuat warga nahdiyin gelisah dan kebingungan. Karenanya, institusi organisasi NU memutuskan untuk tidak terkait dan mengaitkan diri dengan salah satu parpol...Bila PKB ingin menarik sebanyak-banyaknya nahdiyin sebagai pendukungnya maka PKB harus bersikap baik pada warga NU. Seberapa besar santunan yang diberikan PKB pada warga nahdiyin sebesar itupula dukungan yang akan dipetiknya. Saya memimpin ormas NU dan Gus Dur memimpin partai. Jadi, susah ketemu. Perseteruan itu sebenarnya hanya kesan saja”5.

Ungkapan KH. Hasyim Muzadi membuktikan adanya kerenggangan komunikasi NU dan PKB secara organisasional. Meskipun, banyak orang yang masih beranggapan bahwa NU adalah organisasi yang melahirkan PKB. Salah satunya, klaim yang dibuat oleh para politisi PKB sendiri. Misalnya, tulisan Eman Hermawan yang selalu menonjolkan NU sebagai penggagas lahirnya PKB. Dalam gagasannya, dia berpendapat bahwa apapun yang terjadi di PKB tidak akan melepaskan nilai kesejarahan, bahwa PKB dilahirkan dan dibidani sendiri oleh para kiai NU6. Hanif Dakhiri pun demikian. Tokoh muda PKB ini menyatakan bahwa rekonsiliasi PKB-NU merupakan sebuah keharusan agar bisa

Tidak mampu mencapai batas ambang minimum parlemen. (Lihat partai.info/pemilu2009/). Pasca Pemilu 2009, PKNU masih berusaha peruntungannya mengikuti pemilu 2014. Tapi, KPU menggagalkannya karena dianggap kurang persyaratan. 5 Dikutip dan diolah dari buku Litbang Kompas. Partai-partai politik di Indonesia...258-259 6 Eman Hermawan, Gus Dur, PKB, dan NU, dalam Membangun PKB tanpa Gus Dur Agus Fachri, ed. (Jogjakarta; PDIP-KB 2008), 21

3

mengembalikan marwah PKB sebagai partai besar yang berhaluan ke- Indonesiaan7. Di lain pihak, sikap traumatik dihadapi oleh para elite NU. Mereka beranggapan mengembalikan PKB ke pangkuan NU akan mengembalikan NU pada masa lampau. Netralitas dan kemufakatan untuk kembali ke Khittah 1926, yakni berhidmat di bidang sosial-kegamaan dan pendidikan, akan terganggu. Sebagian juga beranggapan, kembalinya suasana politik di NU membawa NU sebagai boneka yang menarik bagi suatu partai tertentu. Oleh karenanya, tidak semua elite NU bersepakat kalau PKB diakui sebagai bagian dari organisasi besar NU. Hingga tahun 2009, aroma konflik kedua organisasi ini belum bisa dinetralisir. PKB-NU ibarat dua sisi mata uang yang sudah dipotong dan diletakkan terpisah. Ketika sang founding father partai berlambang mirip dengan NU ini alias Gus Dur, wafat, suasana kebatinan elite NU dan PKB mulai berubah. Mereka beranggapan bahwa tidak baik konflik antara dua organisasi ini terus berlangsung. Tajuk yang didengungkan kala itu adalah islah (rekonsiliasi) internal PKB yang sudah tercerai berai menjadi banyak bagian. Beberapa tokoh eks PKB mulai mewacanakan islah. Namun rupanya, islah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kelompok-kelompok anti Cak Imin menginginkan islah dilakukan dengan cara-cara formal, bahkan disertai dengan tuntutan agar Cak Imin lengser dari Ketua Umum DPP PKB dan memilih Ketua Umum baru melalui Muktamar Luar Biasa. Sementara Cak Imin sendiri, lebih menghendaki islah berjalan alamiah. Lelah menyuarakan islah dengan jalur formal, hari ini konsep islah alamiah versi Cak Imin mulai menemukan titik terang. Sejumlah tokoh yang pernah menyeberang dari PKB, mulai kembali. Beberapa kiai sentral NU yang awalnya secara diam-diam membantu PKB, kini mulai terbuka menyatakan dukungannya kepada PKB. Reharmonisasi hubungan PKB-NU menjadi kekuatan utama untuk menghadapi pemilu 2014. Dukungan demi dukungan mulai dilontarkan oleh para

7 Hanif Dakhiri, Jalan Terjal Menuju Islah PKB (diakses melalui blog pribadi mantan sekjend PKB 2005-2009 pada 11-12-2013)

4

elite NU. Salah satunya dukungan diberikan oleh KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU saat ini, beliau mengatakan : “saya adalah salah satu dari sebagian kiai yang membidani lahirnya PKB dari tubuh NU. Jadi, partai orang NU adalah PKB...Saya mengharap hubungan baik antara NU dan PKB tidak hanya terjadi di tataran pusat melainkan juga menyebar ke daerah-daerah. Hal ini berkaitan dengan i‟tikad baik politik NU....NU berpolitik tidak menyalahi khittah” dan masih banyak statement lainnya yang berkaitan hubungan NU dan PKB”8. Rupanya tidak hanya Kang Said yang menyebut bahwa NU akan berkolaborasi dengan PKB untuk menuntaskan hajatan empat tahunan ini. KH. Ma‟ruf Amin, mantan mustasyar PKNU, ini pun mengungkapkan keinginannya untuk kembali (ruju‟) bersama-sama kiai lainnya membesarkan PKB. Beliau menyebut : “Menurut saya, melihat perkembangan dinamika politik di tanah air. PKB merupakan satu-satunya pilihan dalam penyaluran aspirasi politik warga NU. Tidak ada lagi yang lain, ya PKB ini tempat yang paling efektif untuk menyalurkan aspirasi politik warga NU...arruju‟ warruju‟ ilarruju‟...saya mengharapkan seluruh keluarga besar nahdiyin untuk „kembali‟ membesarkan PKB. Partai dimana saya ikut membidani kelahirannya.9” Ungkapan ekstrim dan sempat membius polemik di ranah publik adalah dukungan yang diberikan oleh KH. Ushfuri Anshor, atau lebih akrab disapa Kiai Buntet. Beliau mengungkapkan bahwa : “barang siapa tidak mencoblos PKB, partai politik yang didirikan oleh PBNU pada tahun 1998, maka orang NU itu jika wafat dipastikan tidak akan masuk surga”10. KH. Hasyim Muzadi pun mengungkapkan dukungannya terhadap PKB disaat menghadiri „Deklarasi Pasangan Berkah (Khofifah-Herman)” sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur 2013-2018 di Sidoarjo. Beliau menyebut bahwa dulu, keengganannya untuk mendukung PKB dikarenakan diminta oleh Gus Dur untuk fokus mengurus NU. Setelah beliau turun, dan Gus Dur pun wafat, beliau merasa

8 Said Aqil Siradj, Partai NU, Ya PKB (Jakarta ; LPP-DPP PKB, 2012), 2-5 9 Ma‟ruf Amin, Arruju’ warruju’ ilarruju’ (Jakarta; LPP-DPP PKBA, 2012), 16-17 10 Ushfuri Anshor, Sebelum Kiamat Belum Terlambat (Jakarta; LPP-DPP PKBA, 2012), 3

5

sekarang merupakan saat yang tepat untuk berkhidmat di dunia politik, dan pilihannya hanyalah ada di PKB karena NU yang melahirkan partai ini11. Berdasarkan pada pengalaman sejarah hubungan PKB-NU yang fluktuatif dan keinginan kuat para kiai NU untuk membesarkan kembali PKB. Maka, hal yang diperlukan adalah pola hubungan yang mutualistik antara dua organisasi ini. Tujuannya, agar tercapai hubungan yang sustainibilitasnya tidak sesaat. Salah satu cara untuk membangun pola hubungan yang kuat adalah dengan menggunakan konsep hubungan dalam teori ilmu komunikasi. Dalam pandangan ilmu komunikasi, setiap hubungan akan kuat dan kekal apabila dilandasi pada beberapa tema; Pertama, commitment. W. F. Owen mengatakan komitmen sering diartikan sebagai pemahaman bersama untuk meneruskan suatu hubungan. Komitmen bisa digunakan sebagai landasan yang tak tertulis untuk menjalin sebuah hubungan. Berdasar pada komitmen pula sebuah hubungan bisa dinilai dari sisi keseriusan ataupun kegagalannya12. Kedua, involvement. Tema kedua hubungan sebagai wujud involvement. Involvement bermakna “the act of sharing in the activities of a group”. Berdasarkan tema ini setiap hubungan seyogyanya mesti memiliki ruang dan waktu untuk membagi-bagi pengetahuan, aktifitas, dan pengalaman yang dilaksanakan oleh orang yang menjalin hubungan. Ketiga, work. Tema ini bermakna usaha untuk mempertahankan sebuah hubungan. Keempat, unique atau spesial. Makna tema ini adalah tetiap hubungan membutuhkan pembaharuan- pembaharuan. Setiap hubungan semestinya harus ada yang spesial dan unik pada setiap fasenya. Tanpa proses pembaharuan maka hubungan akan terasa membosankan. Kelima, fragile. Bagi setiap orang yang membangun suatu hubungan semestinya harus memiliki ketakutan akan kerusakan hubungan tersebut. Sikap ini untuk menumbuhkan kewaspadaan bahwa setiap hubungan akan mengalami keruntuhan. Keenam, consideration atau respect. Setiap hubungan semestinya dibangun oleh sikap respek antara satu sama lainnya.

11 Rekaman Video Deklarasi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Khfifah Indar Parawansa dan Herman Sumawireja (Berkah) Jawa Timur di Gedung Islamic Center Balungan Bendo. Sidoarjo. 12 William Foster Owen, “Interpretation Themes In Relation Communication” dalam Quartley Journal of Speech (tt; National Association Communition, 1984)277-279

6

Terakhir atau Ketujuh, manipulation. Hubungan pada titik ini bermakna mengubah paradigma orang lain dengan melakukan kebohongan-kebohongan untuk tetap menjaga sustainsibilitas suatu hubungan13. Dalam pandangan S. W. Little John dan K. A. Foss, kerangka teoritik yang dikaji dalam ilmu komunikasi berkaitan dengan konsepsi hubungan akan berimplikasi pada; pertama, hubungan itu terbentuk, terjaga, dan berubah melalui komunikasi. Kedua, Hubungan adalah sesuatu yang teratur. Ketiga, Hubungan harus bersifat dinamis. Keempat, pasangan dalam sebuah hubungan mengatur tekanan secara aktif14. Empat konsep ini diungkapkan setelah menggambarkan beberapa kajian teoritik tentang hubungan dalam ilmu komunikasi. Mulai dari tradisi sibernitika, tradisi sosiopsikologis, tradisi sosiokultural, dan tradisi fenomenologis15. Jadi, menurutnya, setiap hubungan harus terjaga, terbentuk, dan dapat berubah dengan melakukan suatu proses komunikasi. Setiap hubungan juga harus dapat dikontrol secara aktif oleh mereka yang berkomitment dalam membangun suatu hubungan. Berkaitan dengan penelitian ini, penulis beranggapan bahwa hubungan PKB-NU yang berciri konflik di atas, terjadi disebabkan pola komunikasi yang tidak efektif dan efisien dalam membangun sebuah hubungan. Baik itu dari sisi pembentukan, pemeliharaan, dan aktualisasi hubungan. Oleh karenanya, penelitian ini akan dilaksanakan untuk menguji pola hubungan PKB-NU menjelang Pemilu 2014. Hal ini penting, sebab berdasarkan pada paparan di atas, menjelang pemilu yang akan dilaksanakan tahun depan ini, para elite NU dan PKB mulai berkomitmen dan beri‟tikad untuk menjalin hubungan yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Salah satu usaha untuk memperbaiki hubungan PKB-NU diprogramkan oleh DPW PKB Jawa Timur. Adapun beberapa program yang sudah dan akan dilaksanakan oleh DPW PKB bekerjasama dengan PWNU di Jawa Timur adalah pertama, penandatangan nota kesepahaman antara kedua belah pihak dalam

13Ibid, 277 14 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta : Salemba Humanika, 2012), 313-314 15 Ibid, 284-309

7

konteks sharing informasi dan kegiatan. Kedua, mewajibkan para caleg PKB di Jawa Timur agar mengoptimalisasi pengurus NU di tingkat desa, kecamatan, dan kota/kabupaten. Ketiga, mensupport secara penuh seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus NU. Berdasarkan pada canangan program di atas, bahwa tidak hanya NU yang memiliki i‟tikad untuk membantu PKB. Begitu halnya PKB akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu seluruh program yang dicanangkan oleh NU. Dengan demikian, dalam penelitian akhir ini penulis mengangkat judul “Pola Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014 (Studi Kasus di DPW PKB Jawa Timur)”.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah hubungan PKB-NU di Jawa Timur ? 2. Apakah keuntungan dan kendala yang dihadapi dalam membangun hubungan antara NU dan PKB di Jawa Timur ? 3. Bagaimanakah pola hubungan PKB-NU menjelang Pemilihan Umum 2014 di Jawa Timur ?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mendeskripsikan hubungan PKB-NU di Jawa Timur dalam beberapa tahun terakhir. 2. Untuk menjelaskan keuntungan dan kendala yang dihadapi oleh DPW PKB Jawa Timur dalam menjalin hubungan dengan PWNU Jawa Timur 3. Untuk menjelaskan pola hubungan PKB-NU menjelang pemenangan pemilu 2014 di Jawa Timur.

D. KEGUNAAN PENELITIAN Ada dua manfaat dari pelaksanaan penelitian tentang Pola Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, yakni kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis. Secara teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada upaya pengembangan wawasan dan pemahaman terhadap pola

8

hubungan oraganisasi kemasyarakatan dengan partai politik secara umum, sehingga memungkinkan menemukan konsep pemenangan partai politik melalui pengaruh organisasi kemasyarakatan. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan memberi konstribusi pada berbagai institusi atau kalangan sebagaimana berikut : 1. Jajaran Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Jawa Timur; hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang pendiskripsian bagaimana pola hubungan PKB-NU dari beberapa periode sejak lahir sampai sekarang. Bahkan penelitian ini juga dapat menjadi pedoman untuk menjalin pola hubungan yang baik PKB-NU guna menghadapi pemilu 2014. 2. Masyarakat Umum; hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi upaya-upaya membangun sinergitas organisasi kemasyarakatan dan partai politik sebagai bentuk mutualisme untuk membangun bangsa yang lebih baik. 3. Universitas Muhammadiyah Malang; hasil ini dapat menjadi salah satu literatur bagi keluarga besar UMM Malang baik sebagai bahan bacaan untuk memperluas wawasan dan pemikiran tentang konsep pola hubungan komunikasi maupun sebagai bahan pustaka bagi penyusunan karya tulis ilmiah. 4. Peneliti; pada dasarnya penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu, hasil dari penelitian ini tentu dapat memberikan informasi baru yang dapat memperluas wawasan dan cakrawala pemikiran peneliti mengenai konsep pola hubungan komunikasi.

9

E. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Hubungan dalam perspektif Ilmu Komunikasi Hubungan (relationship) biasanya dimaknai sebagai wujud natural dari kehidupan manusia. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karenanya, peran dari hubungan adalah untuk membantu, membuka komunikasi, dan menyelesaikan permasalahan individu ataupun orang lain. Berkaitan dengan ilmu komunikasi, Su-Lin & Kristi mengatakan bahwa : “communication plays a central role in relationships. When need help, confort, or reassurance, communication is the tool to helps accomplish our goals. Relationships cannot exist unless two people communicate each other. “Bad” communication is often blamed for problems in relationships, whereas “good” communication is often credited with perserving relationships16. Kutipan ini bermakna; komunikasi memiliki peranan yang urgen dalam proses membangun hubungan. Komunikasi yang jelek terkadang membawa kebingungan dalam menjalin suatu hubungan. Begitu pula sebaliknya, komunikasi yang „baik‟ maka akan lebih memudahkan seseorang untuk sampai pada tujuannya. Berdasarkan pandangan di atas, pada umumnya, di dalam ilmu komunikasi, terdapat tiga istilah penting dalam menjelaskan tentang teori hubungan ini. Pertama, makna dari hubungan sendiri (relationship). Kedua, komunikasi antara manusia (interpersonal communication). Ketiga, komunikasi hubungan (relation communication). Hubungan, oleh para ahli komunikasi dibagi menjadi beberapa tipe, dan sekaligus dianggap sebagai definisi dari hubungan (relationship) : a. Role Relationship. Tipe hubungan ini disebut juga sebagai behavioral inter-dependence (tingkah laku yang saling bergantung satu sama lainnya). Para ahli komunikasi memaknai tipe hubungan dengan ketergantungan tingkah laku seseorang terhadap orang tingkah orang lain baik itu secara fungsional ataupun kausalistik. Artinya, tindakan

16Papper PDF “Conceptualizing Relation Communication” (diakses melalui www.sagepub.com/upm-data/54098_Chapter_1.pdf

10

seseorang tersebut bukan dikarenakan timbul dari inter-relasi melainkan akibat perintah atau peranan yang dimainkan oleh seseorang. b. Interpersonal relationship. Berbeda dengan tipe di atas, konsep ini lebih menekankan pada aspek mutual-influence. Artinya, hubungan ini dibangun atas kesadaran kesamaan dan saling membutuhkan. Tidak ada yang paling berpengaruh dan dipengaruhi. c. Close Relationship. Tipe yang paling terakhir ini yang paling banyak ciri-cirinya, mulai dari aspek emosional (emotional attachment), pemenuhan kebutuhan (need fullfilment), kemampuan yang tak tergantikan (irreplace-abbility). Artinya, tipe hubungan harus memenuhi beberapa syarat; pertama, secara emosional antara satu dengan yang lain mesti terbangun secara emosional. Jika salah satu dari mereka sedih, sebagian lainnya juga merasakan hal yang sama. Kedua, keberadaan seseorang itu tidak bisa digantikan oleh orang lainnya. Ketiga, seseorang mampu memberikan apapun yang dibutuhkan oleh sebagian lainnya17. Selain dikaji dari sisi tipologis, para ahli komunikasi juga mengkaji „hubungan‟ sebagai nomenklatur yang berpondasipada berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan. Misalnya, dari perspektif psikologi-sosial, fenomenologi, teori sistem, dan lain-lainnya. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memahami perbedaan pola hubungan dan perubahan-perubahan hubungan. Melalui ilmu komunikasi, hubungan bisa diketahui sampai akan terus eksis dan kemungkinan mengalami kemandekan dan perubahan. Salah satu cara untuk menganalisasinya dengan menggunakan teori interaksionisme di dalam ilmu sosial. Dalam penelitian ini, kerangka konseptual mengenai hubungan ini akan digunakan untuk mendis- komposisikan pola hubungan PKB-NU, khususnya di DPW PKB Jawa Timur menjelang Pemilu 2014. Selain itu, melalui penilaian teori hubungan yang ada di dalam ilmu komunikasi, penulis juga berusaha

17Ibid. 6-7

11

memberikan sumbangsih konstruktif terhadap pola hubungan yang seyogyanya dibangun oleh dua organisasi tersebut. 2. Anatomi Hubungan PKB-NU Nahdlatul Ulama‟ (NU) adalah organisasi berbasis keagamaan terbesar di dunia, dengan jumlah pengikut hampir mencapai angka 60 juta orang.18 NU lahir atas inisiatif KH. Hasyim Asy‟ari dan dukungan beberapa kiai lainnya. Alasan utama lahirnya NU adalah mempertahankan nilai kebudayaan lokal dari pengaruh luar. NU dideklarasikan di Surabaya pada tahun 192619. Pada masa awalnya, NU menitikberatkan format organisasinya pada dunia pendidikan dan sosial-kemasyarakatan, yakni dakwa Islam ahlus sunnah wa al jamaah. Hingga pada tahun 1952, NU bertransformasi menjadi partai politik. Meskipun, sebelumnya, NU juga sudah berperan dalam politik kemerdekaan. Namun, kala itu, NU masih belum mengubah bentuk organisasinya sebagai partai20. Selain pada tahun 1952, NU juga tercatat sebagai partai politik di tahun-tahun selanjutnya yakni pada pemilu tahun 1955 dan 197121. Pada tahun 1973, pemerintah Orde Baru membuat kebijakan penyederhanaan partai. Partai NU dan beberapa partai Islam lainnya dilebur menjadi satu, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di masa peleburan ini, para elite NU merasakan kesulitan dan ketidakbebasan dalam menyalurkan aspirasi politiknya. Hingga pada tahun 1984, NU menyatakan keluar dari politik praksis dan ingin kembali ke Khittah 1926 sebagai organisasi yang berkhidmat di bidang pendidikan dan sosial. Keinginan keluar dari politik diproklamirkan pada Muktamar NU ke 27 di Situbondo22.Meskipun menyatakan keluar dari politik praksis, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian elite NU masih belum bisa keluar secara penuh dari

18 Mashudi Muchtar, Mohammad Subhan, profil NU Jawa Tiimur (Surabaya : LTNU, 2007),12 19 Martin Van Brunissen, NU Tradisi, Relasi-relasi Kuasa dan Pencarian wacana baru, ter. Farid Wajdi (Yogyakarta : Lkis , 1994), 17. 20 Greg Feally, Ijtihad politik Ulama : Sejarah NU 1952-1967 ter. Farid Wajidi dan MA Bahktiar (yogyakarta: LkiS, 2007), 47. 21 Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di indonesia; pendekatan fiqih dalam Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1994), 176. 22 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto (Jakarta: LP3ES 2003), 109.

12

aktifitas politik. Pasalnya, sebagian elite NU menempati posisi strategis di partai berlambang ka‟bah itu. Kondisi ini membentuk persepsi dikalangan nahdiyin (warga NU) bahwa NU tidak akan pernah lepas secara utuh dari politik praksis dalam keadaan dan suasana apapun. Bahkan, Andrei Fillard mengatakan bahwa NU, dengan kuantitas anggotanya yang sangat banyak, akan terus digoda oleh partai politik supaya memasuki dunia politik. NU dan politik adalah keniscayaan yang tak bisa dipisahkan23.Setelah empat belas tahun lamanya NU berdiri tegak dengan model politik kultural. Hasrat untuk kembali terjun ke dunia politik mulai didengungkan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kembalinya NU ke politik praksis. Pertama, momentum runtuhnya kejayaan Soeharto. Kedua, aspirasi nahdiyin yang menginginkan adanya wadah politik khusus Nahdiyin. Ketiga, perubahan paradigma politik Indonesia dari otokratik menjadi demokratis. Hingga pada akhirnya, PBNU membentuk tim lima pada tanggal 3 Juni 1998, yang diketuai oleh KH. Ma‟ruf Amin dan beranggotan KH. M. Dawam Anwar, KH. Said Aqil Siradj, HM. Rozy Munir. ME, H. Akhmad Bagja24. Selanjutnya, pada tanggal 23 Juli bertempat di rumah Gus Dur, partai baru yang lahir dari rahim NU bernama Partai Kebangkitan Bangsa. Beberapa saat kemudian Partai berlambang Bumi dan Bintang Sembilan ini dideklarasikan. Ada lima nama tenar yang menjadi deklarator partai ini; yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Muchith Muzadi, KH. Mustofa Bisri (Gus Mus). KH. Moenasir Ali. KH. Ilyas Ruhiyat25. Pasca dideklarasikan, capaian partai baru ini sesungguhnya tidak mengecewakan. Meskipun kalah bersaing dengan Golkar dan PDI-P di parlemen, PKB bersama partai aliansi poros tengah mampu mengantarkan Gus Dur sebagai Presiden RI menggantikan B.J Habibie. Kekuasaan Gus Dur sebagai presiden tidak bertahan lama. Baru dua tahun menjabat, Gus

23 Andree Feaillard, NU Vis a Vis Negara (Yogyakarta: LkiS 1999), 109. 24 Abidin Amin, Peta Islam Politik, ... 111. 25Imam Nahrawi, Moralitas politik PKB; Aktualisasi PKB Sebagai Partai kerja, partai Nasional dan Partai Modern, (Malang: Averros Press), 31

13

Dur dilengserkan oleh rapat paripurna MPR yang dipimpin Amien Rais. Gus Dur akhirnya digantikan oleh Megawati Soekarno Puteri. Pasca lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan, aroma konflik di tubuh PKB mulai terasa. Gus Dur yang merasa paling berhak terhadap partai NU ini, dengan gaya pemimpinannya yang kontroversial, membuat kebijakan-kebijakan yang tidak mampu dipahami oleh sebagian politisi PKB dan elite NU. Hingga pada akhirnya, ada kerenggangan antara elite NU dan politisi PKB baik itu secara struktural maupun kultural. Desas- desus „kembali‟ ke Khittah 1926 mulai terdengar lagi, karena rumah bersama yang dianggap akan menjaga kredibilitas NU itu dirundung permasalahan yang tak kunjung usai. Bahkan, PBNU, di zaman kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi, membuat pakta integritas agar NU tidak dibawa lagi ke ranah politik praksis. NU, ditegaskan oleh KH. Hasyim Muzadi, sebagai organisasi yang netral, tidak akan mendukung satu partai tertentu, termasuk PKB. Para warga NU diperbolehkan untuk menjatuhkan pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing tanpa mempertimbangkan seruan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Hubungan renggang ini terus-menerus dikelola oleh pengurus PBNU dan PKB. Sikap acuh atau berpalingnya elite NU mempengaruhi hubungan nahdiyin terhadap PKB. Sakralitas bahwa PKB merupakan partai NU mulai hilang menjadi partai modern yang tidak berbasis pada organisasi keagamaan tertentu. Hanya Gus Dur, itulah yang mungkin paling melekat jika membicarakan PKB. Tak ada PKB tanpa Gus Dur. Meskipun secara faktual banyak elite NU yang berkontribusi dalam membangun PKB. Rupanya, Gus Dur, PKB dan NU menjadi tiga elemen yang sangat melekat di kalangan warga NU. Secara literatur terdapat banyak tulisan yang ingin mengembalikan dan mengharmonisasi kembali hubungan NU dan PKB layaknya sediakala. Yenny Wahid, puteri Gus Dur salah satunya. Dalam tulisannya di Jawa Pos 04 January 2008 “Mengaktualisasikan Sinergi PKB-NU”

14

Yenny menyebut bahwa NU adalah pencetus lahirnya PKB dan semestinya NU dan PKB membangun kultur organisasinya berwujud pada sinergitas gagasan, program dan pandangan politik26. Selain Yenny Wahid, Zulfan Izzulhaq juga menanggapi hubungan PKB-NU. Dalam tulisannya berjudul, “Faktanya, NU Makin Jauh dari NU”, Zulfan mengungkapkan kerenggangan hubungan PKB dan NU diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, dominasi peranan Gus Dur di dalam tubuh PKB. Kedua, kegagalan Gus Dur berkomunikasi dan menjaga hubungan baik dengan para kiai-kiai sepuh. Sehingga menimbulkan istilah „kiai vs Gus Dur”. Ketiga, kelemahan Gus Dur dalam menjalankan peranannya sebagai komunikator seringkali disalahgunakan orang sekelilingnya. Zulfan kemudian menawarkan beberapa solusi agar hubungan PKB-NU kembali harmonis. Pertama, mengembalikan PKB kepangkuan NU, bukan pada personifikasi NU. Kedua, revitalisasi hubungan PKB dengan beberapa kiai NU yang sempat meninggalkan PKB karena berkonflik dengan Gus Dur dan para pengikutnya27. Gus Dur sendiri pernah menyebut bahwa hubungan PKB-NU bukanlah hubungan kebergantungan antara anak dan bapak. Ada saatnya, hubungan PKB-NU mesti bersifat mutualistik. Artinya, Gus Dur, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nahrawi, ingin membangun PKB sebagai partai yang terbuka dan modern. Tak selalu mengekor pada kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh NU sebagai organisasi yang lebih tua. Imam Nahrawi sendiri berpendapat, sesuai dengan amanat pertemuan pada tahun 1998, hubungan antara PKB-NU adalah historis, kultural dan aspiratif. Hubungan historis ini jelas ingin menjelaskan bahwa PKB lahir dari rahim NU. Kultural berarti PKB-NU memiliki tatanan kebudayaan dan nilai-nilai luhur yang sama. Terakhir, hubungan aspiratif.

26 Yenny Wahid ““Mengaktualisasikan sinergi PKB-NU” Jawa Pos edisi 04 January 2008. 27 A. Zulfan Izzulhaq, “Faktanya, PKB makin Jauh dari NU” dalam Membangun PKB tanpa Gus Dur Agus Fachri, ed. (Bekasi ; PDIP-KB, 2008),27-32

15

Yakni PKB sebagai alat perjuangan di bidang politik, mesti membawa aspirasi nahdiyin28. Dari paparan di atas, corak hubungan PKB-NU bisa dibagi menjadi beberapa bagian; pertama, hubungan harmonis. Yakni fase dimana internal NU dan internal PKB satu kata dan satu tujuan. Kedua, hubungan konflik. Yakni fase dimana sebagian internal NU menganggap bahwa PKB tidak aspiratif terhadap kebutuhan nahdiyin serta lebih mementingkan kepentingan PKB sendiri. Di dalam internal PKB sendiri juga berkonflik untuk memperebutkan kekuasaan tertinggi. Ketiga, hubungan subtasial dan sakral seperti yang diungkapkan sendiri oleh Gus Dur. Yakni hubungan yang dilandaskan pada aspek-aspek ideologis antara PKB-NU, historis, kultural, dan aspiratif. Corak yang terakhir ini yang mungkin cenderung dilakukan menjelang Pemilu 2014. 3. Rekonstruksi Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014 Jika pun benar, bahwa Gus Dur merupakan faktor penghambat adanya rekonsiliasi (islah) di internal PKB sekaligus PKB dan kiai NU. Menjelang pemilu 2014 sudah tak ada lagi Gus Dur. Selain tidak adanya Gus Dur, para pelaku konflik di masa lalu juga sudah kehilangan partai politiknya masing-masing. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) gagal lolos seleksi administratif dan faktual oleh KPU RI. Sedangkan, PKB Gus Dur yang berubah menjadi PKBIB juga tidak bisa berbuat apa- apa. Saat ini hanya ada satu PKB dengan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum. Pertanyaan sederhananya bagaimanakah PKB-NU bisa diharmonisasi? Bisakah konflik-konflik antar elit dinetralisir sehingga suara nahdliyin kembali ke pangkuan PKB? Berkaitan dengan Pemilu 2014, sudah banyak hal yang dilakukan NU ataupun PKB untuk mencapai komunikasi yang efektif. Mulai dari pewacanaan kembali hubungan historis PKB-NU. Restrukturisasi pengurus PKB di beberapa daerah. Serta pembuatan platform yang

28Imam Nahrawi, Moralitas politik PKB; Aktualisasi PKB Sebagai Partai kerja, partai Nasional dan Partai Modern...7

16

berbunyi NU adalah PKB, PKB adalah NU. Dari sisi hubungan historis, terdapat beberapa kegiatan yang tujuannya mengembalikan titik harmonis hubungan PKB-NU dimulai dari usaha untuk menggagas islah diantarakelompok yang pada awalnya berselisih diinternal PKB, seperti gerakan islahyang dilakukan sejumlah ulama dan petinggi PKB Ancol dan PKNU menggelar deklarasi islah dikantor PWNU Jawa Timur pada Juli 2010, termasuk didalamnya para elite NUyaitu, KH Muchit Muzadi, KH Zainuddin Djazuli, KH Anwar Iskandar, KH Hasan Basri dan Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur KH Miftahul Achyar. Sementara dari jajaran pengurus PKB versi Ancol, hadir Sekretaris Jenderal DPP PKB Ancol Lukman Edy, Anggota Dewan Syura DPP PKB Ancol Lily Wahid, Ketua DPW PKB Jatim versi Muktamar Parung Hasan Aminuddin dan Wakil ketua DPW PKB Jatim versi Ancol Syukrillah.29 Sebenarnya untuk menggagas rekonsiliasi islah di internal PKB menurut mantan Sekjend DPP PKB Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) sebenarnya tidak perlu melalui Muktamar atau Kongres, namun islah dapat direalisasikan dalam bentuk musyawarah dan istikharah,30 sebab hal terpenting dalam proses rekonsiliasi harus diwujudkan lewat kultur dengan usaha saling mengalah dan melepaskan egoisme untuk memperoleh keputusan yang diharapkan semua kalangan. Sebagaimana kutipan dari Gus Ipul : “Syarat islah, semua harus mau mundur dan melepaskan baju, kalau mau islah itu ya jangan ada yang ditinggal, kalau ada yang ditinggal itu berarti tidak islah. Nah, kelihatan-nya pak Muhaimin (Muhaimin Iskandar) kan tidak ikut, itu berarti kan ditinggal.”31 Gemuruh gerakan islah menemui kejelasan ketika terdapat beberapa elite PKNU yang menemui Ketua umum DPP PKB Muhaimin Iskandar untuk mengajak islah, yang kemudian disebut-sebut tokoh PKNU tersebut adalah Dewan Syura PKNU Alwi Shihab dan Mustasyar KH

29 Seputar Indonesi, Kiai Sepuh hadiri Deklarasi Islah PKB, Senin 14 Juni 2010 30 Jawa Pos, Islah PKB; Harapan peneyelesaian Lewat Kultur, senin 14 Juni 2010. 31Ibid.

17

Ma‟ruf Amin.32 Namun ajakan islah Alwi Shihab bukanlah gambaran islahnya PKNU dan PKB secara keseluruhan, pasalnya masih terdapat juga sosok Ketua Umum DPP PKNU Choirul Anam yang masih belum memberi kejelasan tentang rencana islah.Jika ditela‟ah kembali gerakan islah yang muncul pada tahun 2010 masih belum menemukan secara menyeluruh terkait pihak-pihak yang berselisi tentang masa depan PKB untuk menghadapi pemilu 2014. Namun islah elite PKB-NU setidaknya mulai menemukan dukungan dari Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Sa‟id Aqil Siradj. Sebagai bentuk dukungan sinergitas PKB-NU, keputusan Muktamar NU di Lirboyo pada tahun 2000 yang menetapkan PKB sebagai partai politik yang secara resmi dilahirkan dari rahim NU, menurutnya keputusan tersebut masih berlaku dan tidak pernah berubah. Sebagaimana sinyalemen beliaubahwa; “Keputusan Mukatamar NU di Lirboyo seperti itu dan sampai sekarang belum dicabut”33. Bagi sebagian kalangandi PKB, ketegasan inipaling tidak merupakan bentuk dukungan NU terhadap PKB, mengingat kedudukan Kiai Said Aqil Siradj yang notabene adalah pimpinan tertinggi NU. Semangat islah tidak hanya lahir dari para elite PKB-NU, namun warga nahdliyin mulai merindukan kejayaan PKB pada 1999 dan 2004. Warga nadlhiyin ternyata sudah terlalu lama menunggu penyelesaian konflik yang terjadi di PKB seperti yang diungkapkan KH. Moch. Solihan bahwa ;“…orang kalau NU-nya mantap pasti PKB, kalau ada orang NU tidak mendukung PKB, perlu dipertanyakan ke-NU-annya”34. Optimisme mengenai kejayaan kembali juga di ungkapkan oleh Moch. Syafi‟ yang mengatakan ; “Alhamdulillah, kita optimis PKB akan menjadi besar. Kita tetap meminta masukan dan saran agar PKB menjadi partai politik yang diharap NU”35

32 Surya, Alwi Balik Kandang; Ingin Gabung ke PKB Lagi, Minggu 1 Agustus 2010. 33 Harian Bangsa, Kang Said : PBNU Tetap Dukung PKB, Sabtu 19 Maret 2011. 34 Harian Bangsa, Nahdliyin Rindu Kejayaan PKB, Senin 15 Agustus 2011. 35Ibid.

18

Model hubungan kedua adalah restrukturisasi dan pembaharuan pola hubungan dengan kiai, mulai dari ketentuan syarat-syarat caleg PKB dari NU harus memenuhi kriteria khusus sebagaimana diatur dalam peraturan partai tahun 2012 tentang mekanisme rekrutmen calon anggota legislatif Partai Kebangkitan Bangsa untuk pemilihan Umum 2014 yang tertera dalam Bab V Syarat Caleg pasal 17 ayat 3 dalam 2 point, antara lain : a. Pernah menjadi pengurus NU dari/atau Banom NU di semua tingkatan sedikitnya 2 (dua) tahun. b. Mendapatkan rekomendasi dari pengurus NU sesuai tingkatannya.36 Tampak jelas usaha PKB-NU untuk mencari sinergitas keduanya menemui titik terang pasca terjadinya konflik pada Mukmar PKB di Semarang terkait hubungan elite PKB-NU. Tidak cukup pada syarat khusus kriteria caleg PKB, dalam kelembagaan-pun NU juga ditambahkan sebagai Tim Mantap sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah, mengingat bahwa NU sebagai organisasi keagamaan/kemasyarakatan memiliki akar kuat dimasyarakat.37 Usaha restrukturisasi dan pembaharuan pola hubungan PKB-NU membuahkan hasil dari banyaknya elite NU pada beberapa daerah di Jawa Timur melunak dan kembali menjadi bagian dari kepengurusan PKB di daerahnya masing-masing. Sebut saja KH. Kholil As‟ad Syamsul Arifin pengasuh pondok pesantren Walisongo Situbondo, yang pada awalnya termasuk pengurus PKNU Situbondo imbas dari kekecewaan pasca Muktamar Semarang, saat ini mulai melunak dan bahkan bergabung kembali dengan PKB dan menjadi Ketua Dewan Syura DPC PKB Situbondo. Usaha terakhir adalah membangun hubungan sinergitas keorganisasian dalam bingkai struktural. Di website resmi NU,

36 DPP PKB, Produk Hukum Pemenangan Pemilu, (Jakarta: SEKJEND DPP PKB, 2012), 08 37Ibid, 09

19

www.nuonline.com, di sebelah kanan laman web tersebut, tergambar beberapa kegiatan PKB bersama dengan PBNU. Di website resmi DPP PKB pun demikian. Tajuk kembalinya ke bingkai NU dikampanyekan terus menerus. Ini merupakan bingkai untuk mengkonstruksi harmonisasi PKB-NU dalam skala nasional. Di daerah, kampanye NU adalah PKB juga mulai disuarakan oleh para kiai kampung yang dulunya beraviliasi dengan kekuatan PKB Gus Dur. Oleh karena itu, nuansa kebersamaan PKB- NUdinilai mulai kembali terasa menjelang Pemilu 2014 akan datang.

F. DEFINISI OPERASIONAL 1. Pola Hubungan Dalam kamus ilmiah populer pola bermakna model, contoh, pedoman (rancangan), dasar kerja.38 Hubungan adalah ikatan; pertalian (keluarga, persahabatan, dsb).39 Jadi pola hubungan adalah dasar kerja dalam sebuah ikatan atau pertalian, semisal, dalam sebuah organisasi. 2. PKB-NU PKB berdiri pada tanggal 23 juli 1998 dan merupakan partai resmi bentukan NU. Kelahiran PKB tidak terlepas dari keriuhan pasca Orde Baru untuk membentuk sebuah partai yang bernaung di bawah NU sebagai alat kendaraan politik mereka.40 NU berdiri pada tanggal 21 Januari 1926 sebagai wadah bagi kaum tradisionalis untuk membentengi dan mempertahankan ritus keberagamaan dari gerakan wahabi serta kaum reformis. Awal keberadaan NU yang semula bergerak hanya di bidang sosio-keagamaan dan pengembangan pesantren, mulai meluaskan perjuangannya kala Indonesia bebas dari penjajah. Jalur politik praktis dipilih sebagai alat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Masuknya NU kedalam Partai Masyumi, yang dipimpin oleh KH. A. , merupakan awal keterlibatan NU di

38 Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer; Surabaya, Arkola, 2001. 39 Lihat program Kamus Besar Bahasa Indonesia 40 Diolah dari Tim Litbang Kompas dalam Partai-Partai Politik Indonesia; Ideologi dan Program 2004- 2009, Bambang Setiawan dan Bastian Nainggolan edhal. 252

20

dalam politik. Dikarenakan konflik yang terjadi antara ulama NU dan orang-orang modernis di jajaran elit masyumi, menyebabkan kongres NU yang diselenggarakan di Palembang pada tahun 1952 memutuskan NU keluar dari Masyumi dan mendirikan partai politik sendiri.41 3. Pemilu 2014 Pemilihan Umum adalah proses pemilihan untuk mengantarkan seseorang mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.42 4. DPW PKB Jawa Timur DPW merupakan struktur kelembagaan yang berada di bawah kepengurusan DPP PKB. Kepengurusan DPW PKB Jawa Timur terbagi menjadi dua: 1). Dewan Syuro sebagai pimpinan tertinggi. 2). Dewan Tanfidiyah sebagai tim pelaksana. Wilayah kekuasaan DPW PKB Jawa Timur hanya berbasis di wilayah Jawa Timur. Dari pemaknaan operasional di atas, maka yang dimaksud dengan Pola Hubungan PKB-NU Menjelang Pemilu 2014 adalah model keterikatan atau keikutsertaan NU di dalam politik PKB, baik secara struktural ataupun kultural, menghadapi prosesi suksesi Pemilihan Umum pada 9 April 2014 tahun depan. Sedangkan objek penelitian ini adalah DPW PKB Jawa Timur, yang merupakan basis utama kekuatan NU dan PKB berdasar pemilu-pemilu yang sebelumnya.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, penulis menyusunnya dalam beberapa bab yang berisi sub-bab. Tiap bab memiliki keterkaitan sehingga penulisan diharapkan akan lebih sistematis lagi. Penulisan ini terdiri dari empat bab, antara lain: Bab I (satu) berupa Pendahuluan yang berisikan kerangka penelitian yang yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Metodologi Penelitian.

41Ibid. hal. 252 42 http// wikipedia.org/wiki/pemilihan umum (diakses pada 06 Desember 2013).

21

Bab II (dua) Kajian Teoritik. Berisikan: Tinjauan Umum tentang Hubungan dengan sub-bab: pertama, Hubungan dan Ilmu Komunikasi Politik Kedua, Hubungan dan Komunikasi Organisasi Politik. Selanjutnya Terminologi NU dan PKB dengan sub-bab: pertama, Historiografi NU. kedua, Sejarah PKB dan ketiga, Hubungan NU dan PKB. Bab III (tiga) Penyajian dan Analisis Data, terdiri dari Deskripsi tentang DPW PKB Jawa Timur, Penyajian Data dengan sub-bab: pertama, Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, kedua, Keuntungan dan kendala Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, ketiga, Pola Hubungan PKB-NU di Jawa Timur menjelang Pemilu 2014 dan Analisis Data dengan sub-bab: pertama, Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, kedua, Keuntungan dan kendala Hubungan PKB-NU di Jawa Timur, dan ketiga, Pola Hubungan PKB-NU di Jawa Timur menjelang Pemilu 2014. Bab IV (empat) Penutup berisikan Kesimpulan, Saran-saran dan Rekomendasi Penelitian.

22