ALIH FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM KAWASAN CAGAR ALAM

TANJUNG PANJANGDI KABUPATEN POHUWATO

(The Conversion of Mangrove Forest in the Conservation Area in

Tanjung Panjang of )

DI SUSUN OLEH

ERIK KALAHA

P3600212057

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

i ii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : ERIK KALAHA

NIM : P3600212057

PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “ALIH

FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM KAWASAN CAGAR ALAM

TANJUNG PANJANG DI KABUPATEN POHUWATO” adalah benar- benar karya saya sendiri, hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberikan tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya diatas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik atas perbuatan tersebut.

Makassar, Mei 2015

Yang membuat pernyataan

Erik kalaha

iii ABSTRAK

Erik Kalaha, Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang (dibimbing oleh Abrar Saleng dan Sri Susyanti Nur) Penelitian ini bertujuan Mengetahui pengaruh Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentangOtonomi Daerah terhadapSumberDayaAlam. Mengetahui status hukumpenguasaanlahan di kawasanhutanCagarAlamTanjungPanjang dan mengetahui upaya pemerintah daerah dalammengendalikanalihfungsihutan mangrove di kawasanCagarAlamTanjungPanjang. Tipe penelitian dalam penulisan ini adalah sosioyuridis. Penelitian ini menggunakan pendekatan berdasarkan undang-undang dan aturan yang berlaku. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwapemerintahdaerahmenyelenggarakanurusanpemerintahan telah menerapkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah sesuai dengan kewenangannya, kecuali urusan pemerintah yang ditentukan oleh UU berdampak negatif terhadap pengurusan Sumber Daya Alam.Penguasaan hutan yang berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang Statusnya ilegal karena tidak memiliki izin dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa.Upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi hutan Cagar Alam Tanjung Panjang belum maksimal karena kurangnya sarana dan prasarana dalam menunjang pengawasan tehadap kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.

Kata kunci: Otonomi Daerah, Sumber Daya Alam, Tanjung Panjang.

iv ABSTRACT

ERIK KALAHA. The Conversion of Mangrove Forest in the Conservation Area in Tanjung Panjang of Pohuwato Regency (supervised by Abrar Saleng and Sri Susyanti Nur).

The study aims to investigate the effect of the application of lawNo. 32 of 2004 of regional autonomy on natural resouces, reveral the legal status of the ownership of land in the consevation area of Tanjung Panjang, and describe the local government’s effort in controlling the conservation of mangrove forest into a cultivated area.

It is a socioyuridis study making use of the current iwaas and regulation. The data were collected by meansof interview, observation and documentary study.

The study indicates that the regional government has applited Law No 32 of 2004 of regional autonomy to manage its own affairs in line with its authority unless the government affairs which according to this law have a negtive effect on the management of natural resources. Fish pond businesses dwelling within the conservation area of Tanjung Panjang have an illegal status due to the absence of permit from the regional and village government. The regional government’s endeavour to control the conservation of forest in the conservation area of Tanjung Panjang is not optimal due to the limited infrastructur and facilitiesin supporting the supervision of such area Tanjung Panjang.

Keywords: regional autonomy, natural resources, conservation area of Tanjung Panjang.

v KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala. Kita panjatkan puji syukur kepada-Nya, hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan dan ampunan. Kami berlindung kepadanya dari kejahatan diri kami dan keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada yang akan menyesatkannya, dan barang siapa yang dia sesatkan, maka tidak ada seorangpun yang mampu memberikannya petunjuk.

Alhamdulillah dengan segala keterbatasan yang ada pada penulis, terutama waktu dan kesempatan, akhirnya penulis dapat merampungkan

Tesis yang berjudul “ALIH FUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM

KAWASAN CAGAR ALAM TANJUNG PANJANG DI KABUPATEN

POHUWATO”

Mengingat pentingnya penulisan ini terutama bagi penulis dalam menempuh ujian akhir Strata Dua, maupun bagi mahasiswa lainnya sebagai penambah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum

Kehutanan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat kepada yang tercinta kedua orang tua penulis ayahanda Silahudin

Kalaha dan ibunda Hadidjah Abd Rahman yang telah memberikan kasih

vi sayang tak terhingga kepada penulis dan selalu menghanturkan doa yang tulus disetiap sujudnya demi kebaikan penulis. Penulis bersyukur atas karunia Allah S.W.T yang telah menitipkan penulis pada kedua sosok yang menjadi teladan dan panutan disetiap kehidupan penulis. Insya Allah penulis dapat mempersembahkan yang terbaik bagi kebahagiaan mereka berdua kelak didunia maupun di akhirat.

Penulis menyadari meskipun maksimalnya usaha seseorang, pasti tidak akan lepas dari kelalaian dan kesempurnaan, sehingga dengan kehendak Allah yang telah memberikan kemudahan melalui petunjuk dan arahan dari Komisi Penasihat serta pihak yang telah memberikan kritikan maupun masukan yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan serta rasa hormat penulis kepada: Komisi Penasihat tesis yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng,

S.H., M.H. dan ibu Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. Selaku Ketua dan

Anggota Penasihat, atas perhatian, kesabaran, bimbingan, pemberian ilmu, arahan serta motivasi yang diberikan, semoga Allah membalas ketulusan hati dengan hal yang lebih baik.

Terima kasih kepada Komisi Penguji ibu Prof. Dr. Farida Patittingi,

S.H., M.Hum., Bapak Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H., dan bapak Dr.

Syamsudin Muchtar, S.H., M.H., atas waktu, perhatian, arahan serta masukan yang sangat berharga demi menyempurnakan tesis ini, semoga

vii Allah S.W.T selalu mencurahkan kesehatan sehingga bisa memberikan banyak manfaat pada mahasiswa kedepan.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada:

1. Rektor Universitas Hasanuddin, beserta staf;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, besertaWakil

Dekan I, Wakil Dekan II serta Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin.

3. Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si., Selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin,

beserta staf Ibu Eppy dan Pak Aksa, atas segala bantuan dan

dukunganyang diberikan selama pendidikan di Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin;

4. Seluruh Dosen pengajar Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah mendidik dan

mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi

penulis;

5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan kab. Pohuwato, Kepala

Dinas Kehutan Pertambangan dan Energi Kab. Pohuwato, Japesda

dan MMF ( mangrove for the future) Provinsi terima kasih

atas waktu dan kerja samanya, baik dengan memberikan data,

saran dan masukan selama melakukan penelitian.

viii 6. Saudari penulis Rahmawaty Kalaha, S.Ip dan kakak ipar Ramli

Pakeu, S.Ip yang menjadi teladan dan motivator bagi penulis untuk

bisa menjadi seseorang yang lebih baik dunia dan akhirat. Semoga

kalian semua selalu dilimpahkan kesahatan oleh Allah S.W.T;

7. Zihan Varelina Septiany Pakeu, Dwi Febyansyah Pakeu ponakan

penulis yang setiap hari memperdengarkan suara lucunya demi

memberi semangat dan motivasi kepada penulis.

8. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin, khususnya angkatan 2012 yang selalu

memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini, semoga kita semua akan sukses

kedepannya;

9. Terima kasih kepada kawan Gerta Silamba S.H. M.Kn, Randi

Tampake S.H. M.Kn, Risko Monoarfa S.H, M.Kn, Abdi Triana

Rachman S.H, M.Kn, Kasim Abdul Hamid S.Hi. M.H. Danil Gonci

S.H. M.Kn. Irwanto S.H, M.Kn, Nurhaedah Hasan S.H, M.Kn. Nur

Alamsyah S.H, M.Kn. Khusnul Khatimah Abrar S.H, M.Kn. Lucky

Walo S.H, M.Kn. Andi Malombasi S.H, M.Kn, Fitri Ayuningsi

S.H.,M.Kn. Dr. Muhammad Fitriadi S.H., M.H Dan kawan-kawan

yang tidak sempat disebutkan namanya.

10.Terima kasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan

2011.

ix Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tesis ini sehingga membutuhkan masukan dalam menyempurnakan dari segala sisi, dan sangat diharapkan saran-saran membangun dari dosen maupun pembaca lainnya baik ditinjau dari segi teknis penulisan maupun substansi penulisannya.

Akhirnya sebagai penutup penulis mengucapkan Alhamdulillahi

Rabbil’alamin.

Makkassar, mei 2015

Penulis

Erik Kalaha

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...... i LEMBAR PENGESAHAN ...... ii PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………………….. iii ABSTRAK ...... iv ABSTRACK...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI...... ix

BAB I PENDAHULUAN...... 1

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Rumusan Masalah...... 7 C. Tujuan Penelitian ...... 7 D. Manfaat Penelitian ...... 8 E. Orisinalitas Penelitian ...... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...... 10

A. Hukum Kehutanan ...... 10 1. Pengertian Hukum kehutanan...... 10 2. Kedudukan Hukum Kehutanan Dalam Sistem Hukum ...... 11 3. Asas dan Tujuan Hukum Kehutanan...... 12 4. Tinjauan Umum Tentang Hutan ...... 16 B. Pelestarian Hutan Magrove...... 35 1. Pengertian Mangrove...... 35 2. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ...... 37 3. Ekosistem Mangrove ...... 40 4. Tambak ...... 41 C.Peran Pemerintah dan Masyarakat ...... 43 D.Otonomi Daerah ...... 47 E. Landasan Teori...... 53 F. Kerangka Pemikiran...... 56 G. Definisi Operasional ...... 57

BAB III METODE PENELITIAN...... 59

A. Tipe Penelitian...... 59

xi B. Lokasi Penelitian ...... 59 C. Jenis dan Sumber Data ...... 59 D. Populasi dan Sampel ...... 60 E. TeknikPengumpulan Data ...... 61 F. Teknik Analisis Data...... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...... 62

A. Gambaran Umum Letak Geografis Kabupaten Pohuwato 62

B. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah terhadap Sumber Daya Alam...... 68

C. Status Hukum Penguasaan Hutan di Kawasan Cagar AlamTanjung Panjang...... 81

D. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengendalikan Alih Fungsi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Cagar Alam Tanjung Panjang...... 100

BAB V PENUTUP...... 123

A. Kesimpulan ...... 123 B. Saran ...... 125

DAFTARPUSTAKA...... 127

LAMPIRAN...... 130

xii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia. Puluhan juta masyarakat Indonesia mengandalkan hidup dan mata pencahariannya dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau bekerja pada sektor industri pengolahan kayu. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna yang kelimpahannya tidak tertandingi oleh negara lain dengan ukuran luas yang sama. Bahkan sampai sekarang hampir setiap ekspedisi ilmiah yang dilakukan di hutan tropis Indonesia selalu menghasilkan penemuan species baru.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta letaknya yang sangat startegis di antara

1 dua benua dan dua samudra yang dilalui garis khatulistiwa (ekuator).

Selain itu, Indonesia memiliki sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah di seluruh wilayah sekitar garis pantai Indonesia, baik hayati maupun nonhayati. Salah satu sumberdaya laut dan pesisir yang terdapat di

Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove yang berada hampir di setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia.1

Mangrove merujuk pada jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dalam kondisi dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan (air asin dan air tawar) yang menyebabkan pertikaran dan pergantian sedimen secara terus menerus.

Mangrove juga dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah berpasir, tanah lumpur, lempung, tanah berbatu, dan sebagainya) yang bergantung pada proses peruntukan air untuk memelihara pertumbuhan mangrove.

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran

(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi

1 Muhammad Fadhlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Jurnal, 2010, hal 3

2 ekonominya antara lain penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Hutan mangrove dengan kepadatan yang tinggi dapat berfungsi sebagai alat pelindung penting bagi wilayah pantai yaitu sebagai peredam gelombang, angin, dan badai. Jalur vegetasi mangrove di sepanjang pantai merupakan bentuk pertahanan yang sifatnya mengurangi kekuatan atau energi gelombang (termasuk tsunami) yang melanda ke atas dataran pantai.

Pada dasarnya hutan mangrove merupakan ekosistem yang kaya dan menjadi salah satu sumberdaya yang produktif. Namun sering pula dianggap sebagai lahan yang terlantar dan tidak memiliki nilai sehingga pemanfaatan yang mengatasnamakan pembangunan menyebabkan terjadinya kerusakan. Pengelolaan tambak memang menjanjikan hasil yang menggiurkan tetapi sangat perlu dilihat kesinambungan dan kelestarian lingkungan yang sudah terbentuk sebelumnya. Kondisi ini memerlukan suatu strategi yang jelas dan nyata untuk dapat mempertahankan dan mengelola secara baik dan utuh hutan mangrove.

Untuk itu perlu dikaji pendayagunaan potensi hutan mangrove, sebagai salah satu bagian dari ekosistem pesisir, secara berkelanjutan berbasis masyarakat.

Untuk menjamin dan memelihara hutan dan ekosistemnya serta pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sumber pemerintah indonesia mengaturnnya dalam:

3 1. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan

2. Undang-undanng Nomor 5 tahun 1991 tentang Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

3. Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas mangrove terluas di dunia. Pada tahun 2005 diperkirakan luas mangrove di indonesia

3.062.300ha atau 19% dari luas mangrove di dunia.2 Namun dari data yang ada saat ini menunjukkan bahwa hutan mangrove di indonesia berada pada kondisi yang memprihatinkan.

Kekhawatiran terus manurunnya kondisi hutan mangrove juga terjadi pada kawasan hutan di Provinsi Gorontalo, yang sebagian besar akibat alih fungsi kawasan hutan. Tahun 1970-an perubahan fungsi kawasan hutan sebagai akibat adanya aktivitas pembuatan tambak garam, dan terus berlanjut pada tahun 1990-an dengan mulai banyak pendatang untuk membuat tambak udang dan bandeng. Puncak dari aktivitas perubahan fungsi kawasan hutan mangrove ini terjadi pada tahun

2000-an dengan adanya pembukaan tambak besar-besaran di Kabupaten

Pohuwato, termasuk pada kawasan cagar alam Tanjung Panjang.3

2Ridha Damanik, Rignolda Djamaludin. Atlas Mangrove Teluk Tomini. Program Sustainable Coastal Livelihoods and Management Program (SUSCLAM). Hal 3 3Ibid

4 Setelah ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan fungsi cagar alam berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20

Desember 1984, penataan batas kawasan dilaksanakan pada tahun 1992 dengan panjang batas yang dibuat sepanjang 35,53 km. Jumlah pal batas yang ditanam sebanyak 271 buah (dari no. 0 hingga no. 270), dimulai dari titik 0 pada bagian utara dan titik 270 pada bagian selatan kawasan. Berita

Acara Tata Batas ditandatangani oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 27

Oktober 1995 (Peta terlampir). Proses pengukuhan kawasan telah selesai dengan ditetapkannya kawasan ini sebagai CA Tanjung Panjang pada tahun 1995 berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 573/Kpts-II/1995 tanggal 30 Oktober 1995.4

Di dalam wilayah Cagar Alam Tanjung Panjang terdapat berbagai macam jenis flora dan founa. Jenis flora yang terdapat di Cagar Alam

Tanjung Panjang yaitu, Bruguiera sp, Rhizopora sp, Avicennia sp serta

Nipah Nypa sp, sedangkan jenis founanya yaitu, babi hutan, ular, buaya muara, burung-burung air dan monyet sulawesi.

Walaupun telah dibentuk berbagai peraturan perundang- undangan baik di tingkat pusat maupun di daerah (Kabupaten Pohuwato) seperti tersebut di atas, namun aktivitas pertambakan tanpa izin masih terus terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa Ada sekitar 2.800 hektare hutan mangrove yang berada di Cagar alam Tanjung Panjang yang dialih fungsikan menjadi tambak garam, tambak udang, dan tambak ikan

4Jurnal. Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013, hal 7

5 bandeng. Alih fungsi yang terdapat di Desa Patuhu dan Siduwange

Kecamatan Randangan.5

Dampak negatif dari pertambakan tanpa izin adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan, menimbulkan rawan sosial, dan tambak tanpa izin tidak memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah, sehingga diperlukan upaya maksimal dari pemerintah daerah untuk mengatasi pertambakan tanpa izin sebagai salah satu wujud tanggungjawab pemerintah daerah Kabupaten Pohuwato dalam

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten

Pohuwato.

Menyadari hal tersebut diatas tentunya hal ini bertentangan dengan Pasal 24 Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan yakni pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada kawasan hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Dan sangat jelas bertentangan pula dengan Pasal 35 huruf(f) dan (g), yakni dilarang melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil. Dan dilarang pula menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.

Sanksi bagi pelanggaran Pasal diatas Dipidana dengan pidana penjara

5http:/www.mongabay.co.id/2013/03/18/nasib-cagar-alam-tanjung-panjang-di-tengah-alih- fungsi-lahan-dan-ancaman-konflik-etnis/.

6 paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Otonomi Daerah terhadap pengelolaan dan

pemanfaatan Sumber Daya Alam?

2. Bagaimana status hukum penguasaan lahan di kawasan hutan

Cagar Alam Tanjung Panjang?

3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih

fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam Tanjung

Panjang?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengaruh Otonomi Daerah terhadap Sumber

Daya Alam.

2. Untuk mengetahui status hukum penguasaan lahan di kawasan

hutan Cagar Alam Tanjung Panjang.

3. Untuk mengetahui fungsi pemerintah dalammengendalikan alih

fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam Tanjung

Panjang.

7 D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat bermanfaat dalam penngembangan pemikiran

bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan bahan informasi

bagi peneliti lain.

2. Diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi pemikiran bagi

perlindungan hukum terhadap hutan Cagar Alam.

3. Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi aparat pemerintah

dan anggota legislatif dalam menyusun aturan khusus yang

berkaitan dengan hutan mangrove dengan pengelolaan yang

berwawasan lingkungan

E. Orisinalitas Penelitian

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau penelitian tentang ALIHFUNGSI HUTAN MANGROVE DALAM

KAWASAN CAGAR ALAM TANJUNG PANJANG KABUPATEN

POHUWATO, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya.

Akan tetatpi pernah ada yang meneliti berkaitan dengan Cagar Alam yaitu tesis atas nama Djatmiko, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program

Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, pada 2007 dengan judul EVALUASI PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR ALAM MANDOR

DI KABUPATEN LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Tesis tersebut lebih menekankan pada Pengelolaan Kawasan Cagar Alam

Mandor Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat dan penyebab

8 kerusakan lingkungan di Kawasan Cagar Alam Mandor Kabupaten

Landak Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan tesis penulis lebih membahas tentangstatus hukum penguasaan lahan di kawasan hutan

Cagar Alam Tanjung Panjang dan upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi hutan mangrove di kawasan hutan Cagar Alam

Tanjung Panjang kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Kehutanan

1. Pengertian hukum kehutanan

Istilah hukum kehutanan merupakan terjemahan dari Boswezen

Recht (Belanda) atau Forrest Law (Ingggris). Hukum kehutanan merupakan salah satu bidang hukum yang sudah berumur 137 tahun, yaitu sejak diundangkannya reglemen hutan 1865. Namun perhatian ilmuan hukum terhadap bidang ini sangat kurang. Namun, dalam perkembangannya aturan hukum mengenai kehutanan disempurnakan pada tahun 1971 melalui Act 1971 didalam Act 1971 ini tidak hanya mengatur hutan kerajaan semata- mata, tetapi juga mengatur hutan rakyat

(hutan milik).6

Dalam kaitan dengan ini Idris Sarong Al Mar, mengatakan bahwa yang disebut dengan hukum kehutanan, adalah Serangkaian kaidah- kaidah/norma-norma (tidak tertulis) dan peraturan peraturan (tertulis) yang hidup dan dipertahankan dalam hal-hal hutan dan kehutanan.7

Senada dengan definisi Idris Sarong Al Mar, Biro Hukum dan

Organisasi, Departemen Kehutanan. Yang disebut dengan hukum kehutanan adalah kumpulan (himpunan) peraturan baik yang tertulis

6Salim. Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hal 5 7ibid

10 maupun yang tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut- paut dengan hutan dan pengurusannya.8

Hukum kehutanan dalam kedua definisi di atas dititikberatkan pada kekuasaan negara dalam pengelolaan dan pengurusan hutan dan kehutanan semata-mata, pada persoalan itu tidak hanya menjadi urusan negara, tetapi juga menjadi urusan manusia secara perorangan, jika ia mengusahakan penanaman kayu di atas tanah miliknya.9

2. Kedudukan Hukum Kehutanan Dalam Sistem Hukum

Indonesia

Pembagian hukum menurut isinya dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu hukum publik dan hukum privat (perdata). Hukum publik yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan yang menyangkut kepentingan umum. Sedangkan hukum privat (perdata),yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan yang menyangkut kepentingan pribadi

(orang atau badan hukum). Hubungan antara hukum publik dan hukum privat (perdata) memang tidak dapat dipisahkan.10

Berdasarkan pembagian dan pembedaan hukum, maka kedudukan hukum kehutanan dalam sistem hukum Indonesia termasuk kedalam hukum publik. Jika dikaitkan dengan pendapat Sunartyati

Hartono, kedudukan hukum kehutanan tergolong dalam hukum ekonomi

8ibid 9ibid 10Abdul Khakim. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2005, hal 31

11 pembangunan, di mana hukum kehutanan sebagai peraturan atau pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangankehidupan ekonomi melalui sektor kehutanan. Hukum ekonomi adalah hukum yang berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi, yang pembahasannya meliputi bidang hukum publik dan hukum privat. Salah satu ciri penting hukum ekonomi, yakni adanya keterlibatan negara atau pemerintah dalam pengaturan berbagai kegiatan perdagangan, industri, dan keuangan.11

3. Asas dan Tujuan Hukum Kehutanan

a. Asas Hukum Kehutanan

Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa yang disebut dengan asas hukum bukanlah kaidah hukum konkret, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkret dan bersifat umum atau abstrak.12

Asas pembangunan kehutanan adalah kelestarian hutan dan manfaat yang progresif optimal. Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai pembangunan kehutanan yang berorientasi tata lingkungan hidup.13

Hukum kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan dan keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan (Pasal 2

Undang-undang Nomor 41 tahun 1999). Maksudnya Manfaat dan lestari

11Ibid 12Op.cit 13Bambang Pamulardi. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, hal 47.

12 yakni agar pengurusan hutan memperhatikan adannya keseimbangan dan kelestarian unsur lingkungan, sosial, dan budaya, serta ekonomi.

Kerakyatan dan keadilan yakni agar pengurusan kehutanan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat. Kebersamaan yakni agar pengurusan kehutanan menerapkan pola usaha bersama sehingga terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antara msyarakat setempat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dalam pemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Keterbukaan yakni agar pengurusan kehutanan mengikutsertakan masyarakat dan memperhatikan aspirasi masyarakat. Keterpaduan yakni agar pengurusan kehutanan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor lain, dan masyarakat setempat.14

Sedangkan menurut Salim, asas-asas hukum kehutanan yang paling menonjol adalah:15

1. Asas Manfaat Mengandung makna bahwa pemanfaatan

sumber daya hutan harus dapat memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak.

14Op.cit 15Op.cit

13 2. Asas kelestarian ialah pemanfaatan sumber daya hutan

harus senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya

hutan agar mampu memberikan manfaat secara terus-

menerus.

3. Asas Perusahaan, ialah pengusaha harus mampu

memberikan keuntungan finansial yang layak.

4. Asas perlindungan hutan, ialah suatu asas yang setiap

orang/badan hukum harus ikut berperan serta untuk

mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan

yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, daya-

daya alam , hama, dan penyakit.

b. Tujuan Hukum Kehutanan

Hukum kehutanan bertujuan agar penyelenggaraan kehutanan dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Berkeadilan dimaksudkan agar penyelenggaraan kehutanan dimanfaatkan untuk semua warga negara tanpa terkecuali. Sedangkan berkelanjutan dimaksudkan agar penyelenggaraan kehutanan dilaksanakan untuk kesejahteraan, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.16

16Op.cit

14 Tujuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 3Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu:17

1) Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan

sebaran yang proporsional;

2) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi

konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk

mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi,

yang seimbang dan lestari;

3) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;

4) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan

kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif,

berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu

menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan

terhadap akibat perubahan eksternal; dan

5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan

berkelanjutan.

Tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan kehutanan yaitu manfaat yang sebesar-besarnya secara serba guna dan lestari, baik langsung maupun tidak langsung, dalam usaha turut membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.18

17Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan 18Op.cit

15 4. Tinjauan Umum Tentang Hutan

a. Pengertian Hutan

Kata hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Belanda) dan forrest (Inggris). Di dalam buku inggris kuno Forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan19

Pengertian hutan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon misalnya diwilayah pegunungan.20

Pengertian hutan secara konsepsional yuridis di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu:21

”Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.”

Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan bumi ini.22

19Op.cit 20Kamus Besar Bahasa Indonesia. 21Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

16 Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas sehingga suhu, kelembapan, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh- tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertical), selanjutnya menurut

Dengler, yang menjadi ciri hutan adalah:23

1. Adanya pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas

(tidak termasuk savana dan kebun), dan

2. Pepohonan tumbuh secara berkelompok.

b. Jenis-Jenis dan Fungsi Hutan

Hutan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yakni hutan tidak sejenis (heterogen) dan hutan sejenis (homogen).24

a. Hutan tak sejenis (heterogen) atau hutan campuran terdiri

atas bermacam-macam jenis tumbuhan seperti pada hutan

alam atau hutan tanaman.

b. Hutan sejenis (homogen) atau hutan murni, yakni hutan yang

banyak didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan yang

banyaknya 80% dari seluruh populasi yang ada, misalnya

hutan tati, hutan mahoni. Hutan sejenis dapat juga disebut

22Arifin Arief. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta, Kanisius, 2001, hal 11. 23Op.cit 24Op.cit

17 hutan alam karena hutan ini adakalanya hasil dari bentukan

murni.

Hutan berdasarkan fungsinya terbagi menjadi tiga ( Pasal 6 ayat (1)

Undang-undang Nomor 41 tahun 1999), yaitu:25

1. Hutan Konservasi, ialah kawasan hutan dengan ciri khas

tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Hutan konservasi terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Kawasan hutan suaka alam ialah hutan dengan ciri khas

tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai

kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa serta ekosistemnya, yang juga sebagai wilayah

sistem penyangga kehidupan.

Kawasan hutan suaka alam ini terdiri atas:

1) Kawasan Hutan Cagar Alam

Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam

yang karena keadaan alamnya mempunyai

kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau

ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan

perkembangannya berlangsung secara alami. Suatu

25Abdul Khakim. Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia, Bndung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal 39.

18 kawasan ditunjuk sebagai Kawasan Cagar Alam,

apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan

dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu

tipe ekosistem;

b) Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau

satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum

terganggu;

c) Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa

beserta ekosistemnya yang langka dan/atau

keberadaannya terancam punah.

d) Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit

penyusunnya;

e) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu

yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif

dan menjamin berlangsungnya proses ekologis

secara alami;dan/atau

f) Mempunyai ciri khas potensi dan dapat

merupakan contoh ekosistem yang

keberadaannya memerlukan upaya

konservasi. (Pasal 6 PP No. 28 Th. 2011)

2) Suaka Margasatwa

19 Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka

alam yang mempunyai ciri khas berupa

keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa

yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan

pembinaan terhadap habitatnya. Suatu kawasan

ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasatwa

apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Merupakan tempat hidup dan berkembang biak

satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau

hampir punah;

b) Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa

yang tinggi;

c) Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis

satwa migrasi tertentu; dan/atau

d) Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis

satwa. (Pasal 7 PP No. 28 Th. 2011) b. Kawasan hutan pelestarian alam ialah hutan dengan ciri

khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta

pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya.

Kawasan hutan pelestarian alam terdiri atas:

20 1) Taman Nasional

Kawasan Taman Nasional adalah kawasan

pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan

rekreasi. Suatu kawasan ditunjuk sebagai Kawasan

Taman Nasional, apabila telah memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a) Memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem

yang khas dan unik yang masih utuh dan alami

serta gejala alam yang unik;

b) Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang

masih utuh;

c) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologis secara alami; dan

d) Merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam

zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba,

dan/atau zona lainnya sesuai dengan

keperluan. (Pasal 8 PP No. 28 Th. 2011)

2) Taman Hutan Raya (Tahura)

Kawasan Taman Hutan Raya (tahura) adalah

kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi

21 tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan

alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang

dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

budaya, pariwisata, dan rekreasi. Suatu kawasan

ditetapkan sebagai Kawasan Taman Hutan Raya,

apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;

b) Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan

untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau

satwa;

c) Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli

maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya

masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya

sudah berubah.

3) Kawasan Taman Wisata Alam

Kawasan hutan taman wisata adalah kawasan

pelestarian alam dengan tujuan utama untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan

rekreasi alam.Suatu kawasan ditetapkan sebagai

Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah

memenuhi kriteria sebagai berikut:

22 a) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan,

satwa atau bentang alam, gejala alam serta

formasi geologi yang unik

b) mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk

dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

dan

c) kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung

upaya pengembangan pariwisata alam.

2. Hutan lindung, ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan,

yaitu untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan

memelihara kesuburan tanah.

3. Hutan produksi, ialah kawasan hutan yang mempunyai

fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Walaupun setiap

wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda, pada

umumnya semua hutan mempunyai fungsi konservasi,

lindung, dan produksi. Setiap wilayah hutan mempunyai

kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik,

tofografi, flora dan founa, serta keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya.

23 Dalam UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, pemerintah

Indonesia membagi hutan menjadi 4 jenis, yaitu berdasarkan : (1) statusnya, (2) fungsinya, (3) tujuan khusus dan, (4) pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air. Dan adapun penjelasan dan klasifikasi atas jenis-jenis hutan tersebut diatas yaitu :26

1. Jenis hutan berdasarkan statusnya

Jenis hutan berdasarkan statusnya adalah merupakan suatu pembagian hutan yang didasarkan pada status (kedudukan) antara orang, badan hukum, atau institusi yang melakukan pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan terhadap hutan tersebut (Pasal 5 UU No.41/1999).

Adapun jenis hutan berdasarkan statusnya tersebut, dibagi menjadi dua yaitu :

a. Hutan Negara yaitu hutan yang tidak dibebani hak-hak atas

tanah. Kualifikasi hutan Negara terdiri atas :

 Hutan Adat yaitu hutan Negara yang pengelolaannya

diserahkan kepada masyarakat hukum adat yang

sebelumnya disebut juga hutan ulayat.

 Hutan Desa yaitu hutan Negara yang dikelola oleh desa

dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.

26Ibid

24  Hutan Kemasyarakatan yaitu hutan Negara yang

pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan

masyarakat.

b. Hutan Hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang telah di

bebani hak atas tanah. Yang disebut dengan hak atas tanah

antara lain ; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,

hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil

hutan, hak gadai, hak bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa

pertanian.

2. Jenis hutan berdasarkan fugsinya

Jenis hutan berdasarkan fungsinya merupakan penggolongan hutan yang didasarkan pada penggunaannya (Pasal 6 dan 7 UU

No.41/1999). Adapun jenis hutan berdasarkan fungsinya tersebut, dibagi menjadi lima yaitu :

a. Hutan Konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

b. Hutan Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk

mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,

mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

c. Hutan Produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok memproduksi hasil hutan.

25 3. Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya

Jenis hutan berdasarkan tujuan khususnya merupakan penggolongan hutan yang diperuntukkan untuk kepentingan umum seperti; penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan religi dan budaya (diatur dalam Pasal 8 UU No.41/1999)

4. Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan

resapan air

Jenis hutan berdasarkan kepentingan iklim mikro, estetika, dan resapan air merupakan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai hutan kota (diatur dalam Pasal 9 UU No.41/1999).

c. Batasan Makna Perusakan Hutan

Istilah kerusakan hutan yang dimuat berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku, ditafsirkan bahwa perusakan hutan mengandung pengertian dualisme. Disatu sisi, perusakan yang berdampak positif dan memperoleh persetujuan pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.

Di sisi lain, perusakan hutan yang berdampak negatif (merugikan) adalah suatu tindakan nyata melawan hukum dan bertentangan dengan kebijaksanaan/tanpa adanya persetujuan pemerintah.27

27Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997. Hal 5

26 Kerusakan hutan dapat menimbulkan dampak yang bersifat positif dan negatif didalam pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Diantara sifat negatifnya digolongkan sebagai tindakan yang bertentangan dengan undang-undang.28

Berbagai faktor penyebab timbulnya kerusakan hutan diantaranya yaitu:29

a. Kerusakan hutan dapat terjadi akibat perbuatan karena

kesengajaan subjek hukum meliputi, manusia dan badan hukum.

b. Kerusakan hutan dapat terjadi akibat perbuatan karena kelalaian

subjek hukum meliputi, manusia dan badan hukum.

c. Kerusakan hutan dapat terjadi karena ternak dan daya-daya alam

(misalnya, gempa bumi, letusan gunung, banjir, dan sebagainya).

d. Kebakaran hutan yang sengaja dilakukan untuk membuka lahan

baru, umumnya terjadi sebelum tiba musin hujan.30

Dari keseluruhan makna kerusakan hutan maka istilah perusakan hutan yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana adalah:31

a. Suatu bentuk perbuatan yang dilakukan manusia dan/ ataubadan

hukum yang bertentangan dengan aturan di dalam hukum

perundang-undangan.

28Ibid 29Ibid

30http://www.diwarta.com/2012/07/23/faktor-penyebab-kerusakan-hutan-dan- pencegahannya.htmlpost. Jumat, 19 desember 2014 31Op.cit

27 b. Tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan subjek hukum

sebelumnya telah dirumuskan didalam undang-undang yang

mengandung ketentuan pidana khusus. Antara lain ditegaskan

pelakunya dapat dipidana.

Karena itu, perusakan hutan merupakan suatu tindakan yang melawan hukum berupa pelanggaran atau kejahatan. Pasalnya antara lain, memasuki kawasan hutan tanpa izin dan kewenangan yang sah, melakukan kegiatan yang berakibat rusaknya kawasan hutan. Perusakan hutan yang berakibat lebih jauh ini, digolongkan sebagai tindak pidana yang diancam dengan berbagai jenis hukuman pidana sebagaimana dimuat di dalam perundang-undangan.32

Seperti dapat dilihat dalam Pasal 50 Ayat 3 huruf a undang- undang Kehutanan yakni Setiap orang dilarang Mengerjakan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.33

Berdasarkan pada penjelasan atas Undang – Undang Kehutanan, yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian atau untuk usaha lainnya.34

32Ibid 33Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan 34Ibid

28 Lebih tegas dicantumkan perbuatan-perbuatan yang dilarang untuk setiap orang. Yaitu, tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) undang- undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati Dan Ekosistemnya yakni Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Dan Pasal 21 ayat (1) undang-undang yang sama yakni mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.35

Pasal 78 ayat (4) Undang-undang Kehutanan menegaskan barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (3) butir e dipidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 5 (lima) milyar rupiah.36

Sebaliknya, dengan izin dan adanya kewenangan yang sah untuk melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan tertentu, tidak termasuk dalam kategori perusakan hutan. Misalnya, kegiatan eksploitasi hutan bagi hak pengusahaan hutan, pembukaan hutan untuk pemukiman transmigrasi, pertambangan, lahan pertanian, kawasan industri dan untuk kepentingan pembangunan lainnya yang telah disetujui pemerintah.

35Undang-undang Nomor 5 Tahnu 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya 36Op.cit

29 Dalam hal ini jelas bahwa setiap izin selalu diikuti oleh areal hutan tertentu yang diizinkan untuk dimanfaatkan. Maka bila ada aktivitas penebangan yang dilakukan pemegang izin di luar areal yang diizinkan artinya dia melakukan aktivitas tanpa izin, karena izin yang dia terima bukan untuk areal tersebut. Dengan demikian jelas maka penebangan hutan, pemanenan atau pemungutan hasil hutan yang dilakukan di luar areal izin yang diberikan adalah tindak pidana kehutanan.37

Yang menjadi inti permasalahan antara kerusakan hutan dan upaya konservasi hutan terletak pada faktor:38

1. Sejauh mana tindakan-tindakan yang dapat ditoleransi

terhadap kerusakan hutan dalam rangka mendukung

pelaksanaan program pembangunan.

2. Kriteria kerusakan hutan dalam ambang batas tertentu

dengan pelaksanaan analisis mengenai dampak

lingkungansecara terpadu dan akurat.

Penetapan kriteria tersebut sangat berkaitan dengan penggunaan izin dan kewenangan yang sah untuk melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan juga memiliki batas-batas tertentu menurut peraturan perundang-undangan. Apabila batas tertentu dimaksud telah melampaui izin dan kewenangan yang diberikan, menimbulkan konsekuensi hukum

37http://zpador.wordpress.com/2008/11/08/memahami-kembali-tindak-pidana-kehutanan-dan- vonis-bersalah-adelin-lis/di posting 19 desember 2014 38Op.cit

30 bagi berlakunya ketentuan perlindungan hutan yang berlaku umum beserta sanksi pidanya.39

Dalam penerapan hukum konservasi hutan, kondisi utama yang dikehendaki bersama adalah berlangsungnya keutuhan dan fungsi hutan sebagai penunjang ekologi dalam pembangunan nasional. Karena itu, hutan beserta fungsi dan peranannya harus dikelola secara rasional, terencana dan terpadu antara lain melalui sistem kebijaksanaan pengelolaan hutan secara lestari.40

Namun, pada kenyataanya dalam aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari tidak jarang terjadi terjadi munculnya penyimpangan dan pada tahap tertentu dapat menimbulkan akses bagi upaya perlindungan hutan.

Akses kearah terjadinya kerusakan hutan dapat diklasifikasi sebagi tindak pidana khusus di bidang kehutanan. adapun alternatif kerusakan hutan yang berklasifikasi pidana adalah:41

a. Akibat tindakan subjek hukum secara kesengajaan atau karena

kelalaian, melakukan suatu tindakan tanpa izin dan kewenangan

yang sah untuk berada di dalam kawasan hutan.

b. Akibat tindakan subjek hukum secara kesengajaan atau kelalaian,

melakukan tindakan/kegiatan yang melampaui izin dan batas

kewenangan yang diberikan secara sah. Tindakan yang

melampaui kewenangan yang diberikan dalam undang-undang

39Ibid 40Ibid 41Ibid

31 digolongkan sebagai tindakan yang bertentangan dengan aturan

yang berlaku dibidang kehutanan.

Dari klausula di atas, terdapat pengertian dengan pembatasan yang jelas dan pasti bagaimana akses perusakan hutan sebagai tindakan negatif di satu sisi dan akses pengelolaan hutan yang bersifat positif di sisi yang lain. Sedangkan klausula konservasi merupakan langkah penanggulangan mengatasi kerusakan hutan baik yang timbul karena sifat positif maupun kerusakan yang timbul karena tindakan yang negatif.42

d. Penyerobotan kawasan

Tindakan penyerobotan adalah suatu perbuatan yang dilakukan orang atau badan hukum secara tidak sah, bertujuan menguasai sesuatu hak kebendaan dengan melawan hak orang lain atau badan.43

Tindakan menguasai atau menduduki suatu objek kebendaan di areal kawasan hutan secara sah dan melawan hukum, merupakan jenis perbuatan yang dilarang. Di dalam peraturan perundang-undangan nasional, kawasan hutan disebut diduduki atau diserobot, apabila tanpa izin mengerjakan tanpa izin dan mengolah tanah hutan yang telah ditetapkan pemerintah dan memiliki status hukumsebagai kawasan hutan negara.44

42Ibid 43Ibid 44Ibid

32 Apabila ditinjau dari alasan-alasan dan latar belakang terjadinya perbuatan penyerobotan tanah hutan didentifikasikan sebagai berikut:

a. Dilakukan orang sebagai sumber mata pencaharian untuk

memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga. Misalnya, membuka

ladang, empang,beternak, mendirikan rumah dan lain-lain.

b. Dilakukan orang sebagai sumber tambahan mata pencaharian.

Misalnya, berkebun, berladang, membuka tambak, dan beternak.

Mata pencaharian pokok mereka adalah petani sawah atau petani

gurem dan nelayan pantai.

c. Dilakukan orang atau atas nama badan hukum sebagai sumber

investasi modal untuk memperoleh keuntungan. Misalnya,

menanami tanah hutan dengan jenis komoditi ekspor. Kelompok ini

dikenal sebagai petani berdasi di pedesaan.

e. Perizinan

Menurut ahli hukum Belanda, N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Berdasarkan pendapat ini, izin tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Jadi, aktivitas terhadap suatu objek tertentu pada dasarnya dilarang. Seseorang atau badan hukum dapat melakukan usaha atau kegiatan atas objek tersebut jika mendapat dari pemerintah/pemerintah daerah yang mengikatkan

33 perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.45

Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Yang pada umumnya larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan izin yang disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai penertib dan sebagai pengatur. Penertib maksudnya agar usaha atau kegiatan tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban pengelolaan lingkungan dapat terwujud. Adrian Sutedi mengatakan, sebagai pengatur dimaksudkan, agar usaha atau kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya.46 Berkenaan denga fungsi- fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.47

Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkrit yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkrit yang

45Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta, Sinar Grafika, 2012. Hal 77 46Op.cit 47Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta, Rajawali pers, 2011. Hal 208

34 menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:48

a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas

tertentu (misalnya izin bangunan).

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan.

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin

membongkar pada monumen-monumen).

B. Pelestarian Hutan Magrove

1. Pengertian mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis

”Mangue” dan bahasa Inggris ”grove” (Macnae, 1968). Dalam Bahasa

Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa

Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan

48ibid

35 mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari.

Menurut Mac Nae, kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. 49

Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.

Berbagai pengertian mangrove diatas sebenarnya mempunyai arti yang sama, yaitu formasi hutan khas daerah tropika dan sedikit subtropika, terdapat dipantai rendah dan tenang, berlumpur, sedikit berpasir,serta mendapat pengaruh pasanga surut air laut. Mengrove juga merupakan mata rantai penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan.

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatandalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove.

49Arifin Arief. Hutan Mangrove. Yogyakarta, Kanisius, 2003, hal 10

36 Didalam Undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yakni:50

1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan

menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan

hidup biota dan keberadaan ekosistemnya.

2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin

terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang

sesuai bagi kepentingan kehidupanumat manusia.

3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa

produksi dan jasa.

2. Fungsi dan manfaat hutan mangrove

Secara garis besar, penjelasan bahwa mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan panngan, papah, kesehatan serta lingkungan dibedakan menjadi lima, yaitu:51

1. Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

a) Menjaga garis pantai agar tetap stabil

b) Melindungi pantai dan tebing sungai dari prose erosi

atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan

angin kencang dari laut ke darat.

50Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 51Op.cit

37 c) Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk

lahan baru.

d) Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau

rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air

asin menjadi tawar

2. Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

a) Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang

menghasilkan oksigen

b) Sebagai penyerap karbon dioksida

c) Sebagai pengolahan bahan-bahan limbah hasil

pencemaran industri dan kapal-kapal dilautan.

3. Fungsi biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

a) Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan

sumber makanan penting bagi invertebrata kecil

pemakan bahan pelapukan (detritus). Yang kemudian

berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang

lebih besar.

b) Sebagai kawasan pemijah atau asuhan (nursery

ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan

sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke

lepas pantai.

c) Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta

berkembang biak bagi burung dan satwa lain.

38 d) Sebagai sumber plasma nutfahdan sumber genetika.

e) Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat

dan laut lainnya.

4. Secara ekonomi, kawasan mangrove merupakan sumber

devisa (pendapatan), baik bagi masyarakat, industri,

maupun bagi negara. Adapun fungsi ekonomi kawasan

mangrove sebagai sumber devisa adalah sebagi berikut:

a) Penghasil kayu, misalnya kayu bakar, arang, serta

kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah

tangga.

b) Penghasil bahan industri, misalnya pulp, kertas,

tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak

kulit, kosmetika, dan zat pewarna.

c) Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting,telur

burung, dan madu.

5. Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain

adalah sebagai berikut:

a) Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan

keindahan vegetasi dan satwa, serta berpengaruh di

sekitar mangrove.

b) Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan

penelitian.

39 3. Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau52. Ekosistem mangrove adalah type ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khasuntuk daerah tropis, terdapat di daerah pantai yang berlumpur dan airnya tenang (gelombang laut tidak besar).53

Ekosistem hutan mangrove termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat domian dalam pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis, dan faktor manusia. 54 Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak,

52Santoso dalam Ekosistem Mangrove Dalam Pengelolaanya di Indonesia. Hal. 3 53Indriyanto. Ekologi Hutan. Jakarta, PT Bumi Aksara, 2010, Hal 65 54Ibid

40 permukiman, industri dan pertambangan.55 Bengen menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem hutan mangrove dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan ekosistem hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.56

Dari segi ekologi, ekosistem hutan payau merupakan habitat unik dan paling khas yang dalam banyak hal berbeda dengan habitat-habitat lainnya.57

4. Tambak

Istilah tambak berasal dari bahasa jawa nambak yang artinya membendung air dengan pematang, sehingga terkumpul pada suatu tempat,, istilah ini digunakan untuk menyatakan sebuah empang dekat pantai laut.58

55PERMENHUT dalam Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan. Hal 14 56Muhammad Fadlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan. Jurnal 2010. Hal 14. 57Op.cit 58Slamet soesono. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. Jakarta, PT. Gramedia, 1988, hal 2

41 Pengertian tambak menurut schuster dalam skripsi perbandingan struktur komunitas fitoplankon pada tambak tradisional dan intensif di desa mariorennu, kec. Gantarang kab. Bulukumba adalah suatu kolam yang luas di tepi laut, dengan kedalaman berkisar 30-120cm, bentuknya seperti bujur sangkar atau empat persegi panjang, dan air dari laut atau sungai yang masuk ke dalamnya melallui satu pintu air yang terbuat dari kayu atau bambu.59

Sedangkan menurut syamsudin, tambak ialah kolam-kolam yang dibuat di dekat atau sepanjang pantai laut dengan pematang-pematang atau tanggul sebagaipembatasnya, dilengkapi dengan satu pintu untuk pemasukan dan pengeluaran air, yang airnya merupakan campuran antara air laut dan air tawar (dari sungai), dan yang digunakan untuk kepentingan budidaya (pemeliharaan) ikan.60

Tambak dapat di klasifikasi berdasarkan kadar garamnya yaitu:

a. Tambak laut (tambak asin), adalah tambak yang letaknya dekat

pantai dan airnya asin. Pada musim kemarau kadar garamnya

mencapai 46 permil dan pada musim penghujan 18 permil.

b. Tambak payau, yaitu tambak yang letaknya agak jauh dari

pantai, airnya merupakan campuran antara air laut dan air

sungai. Kadar garamnya berkisar antara 14 permil sampai 32

permil.

59A. Tenri Uleng Hakim. Skripsi: perbandingan struktur komunitasfitoplankon pada tambak tradisional dan intensif di desa mariorennu, kecamatangantarang, kabupaten bulukumba. 2007 60Ibid

42 c. Tambak darat (tambak tawar) yaitu tambak yang terletak jauh

dari pantai, sepanjang tahun airnya tawar, kecuali pada musim

kemarau kadar garamnya mencapai 10 permil.

Peranan hutan mangrove terhadap tambak yaitu dengan Ciri khas yang menandai lingkungan daerah tambak, ialah berbagai jenis pohon mangrove, yang mungkin sejak beribu-ribu tahun yang lalu menyesuaikan diri dengan keadaan air asin dan payau, dekat pantai. Hutan bakau ini dibiarkan dan bahkan dilestarikan sebagai hutan yang menempati sebidang tanah selebar puluhan atau ratusan meter, diantara garis pantai dan petakan tambak paling depan, dengan harapan agar dapat menangkis gempuran ombak laut, dan menahan hanyutnya lumpur dan bahan organik yang sedianya akan terkikis oleh gerakan air yang berganti- ganti pasang dan surut.

C. Peranan Pemerintah dan Masyarakat

1. Peranan Pemerintah

Pengelolaan hutan yang baik (good forest governance) tidak hanya merupakan tanggung jawab sepihak melainkan harus menjadi tanggung jawab bersama baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Komitmen dan tanggung jawab tersebut setidaknya dapat dimaknai dengan sinegitas antara berbagai pihak yang dapat dimaknai dengan hubungan kemitraan yang merupakan faktor penting dalam menuju tata kelola hutan yang baik. Pemerintah menetapkan perannya

43 menuju pelaksanaan birokrasi/administrasi yang efisien dan alokasi tata guna lahan yang lebih baik.61

Pemerintah beserta seluruh jajaran aparatur baik di tingkat pusat maupun di daerah, pada semua aspek pembangunan nasional, memainkan peranan yang menentukan terhadap suksesnya pembangunan bertahap dan berkelanjutan. Peranan aparatur pemerintah selaku abdi negara dan abdi masyarakat, tidak terbatas bertanggung jawab pada segi penyusunan kebijaksanaan, rencana dan strategi aplikasinya. Akan tetapi, termasuk pula seluruh aspek pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna dengan dukungan partisipasi masyarakat.

Tak kurang pentingnya, peranan aparatur pemerintah di bidang teknis fungsional dan tata usaha negara. Khususnya, dalam tugas pembinaan dan pengurusan hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional.

2. Peran Masyarakat

Sebagai negara yang maju dengan adanya partisipasi pembangunannya dalam segala aspek, maka pemaknaan sebagai suatu konsep atau komitmen dari partisipasi selalu dimunculkan, dan tidak bisa dapat dipungkiri bahwa dalam proses pembangunan di Indonesia konsep

61Abrar Saleng, Kapita Selekta Hukum Sumberdaya Alam, Makassar, Membumi Publishing, 2013, hal 205

44 partisipasi selalu domainnya dimulai datang dari pihak rakyat, sedangkan pihak pemerintah selalu berada dalam posisi yang tidak dihitung atau sebagai kelompok yang harus dipikirkan untuk berpartisipasi.62

Kepedulian terhadap lingkungan hidup umumnya dan hutan pada khususnya tidak hanya berada dipundak pemerintah. Bagaimanapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola dan menata hutan, akan tetapi tidak mendapat dukungan berupa peran serta warga masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar hutan, maka usaha yang dilakukan itu mustahil akan berhasil dengan baik.

Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian hidup khususnya hutan perlu dibina dan dikembangkan dalam administratif dengan berbagai cara sesuai dengan pengetahuan dan anggota masyarakat yang bersangkutan. Adapun sebagai pokok Kusnadi

Hardjasoemantri adalah:63

1. Memberi informasi kepada pemerintah

Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk memberi masukan kepada pemerintah tentang masalah yang ditimbulkan oleh sesuatu rencana tindakan pemerintah dengan berbagai konsekuensinya, dengan demikian pemerintah akan dapat mengetahui adanya berbagai

62Ibid 63Kusnadi Hardjasumantri, Dalam Abrar Saleng, Hal 212

45 kepentingan yang dapat terkena tindakan tersebut yang perlu diperhatikan.

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan

Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk berperanserta dalam proses pengembilan keputusan dan tidak dihadapkan pada suatu fait accopli, akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan menyesuaikan diri dengan putusan tersebut. Pada pihak lain, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan dapat banyak mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat.

3. Membantu perlindungan hukum

Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan.

4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan

Dalam hubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada pendapat yang menyatakan, bahwa dalam pemerintahan dengan sistem

46 perwakilan, maka hal untuk melaksanakan kekuasaan ada pada wakil- wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat.

Khusus dalam usaha pelestarian fungsi hutan, dukungan warga masyarakat baik perorangan maupun kelompok sangat dibutuhkan.

Betapa tidak, warga masyarakat dalam kapasitas dan kedudukannya masing-masing berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan hutan. Menyadari hal ini, pemerintah telah memberi landasan hukum terhadap peran serta masyarakat dalam usaha pengelolaan hutan.

Peran dan tanggung masyarakat dalam tugas perlindungan hutan merupakan kebijakan hukum yang telah tertuang dalam Pasal 69 ayat 1 yaitu Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Artinya, kewajiban melindungi hutan bukan semata-mata kewaajiban pemerintah saja akan tetapi merupakaan kewajiban dari seluruh rakyat, karena fungsi hujan yakni menguasai hajat hidup orang banyak.

D. Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah berasal dari kata “autonomy” dimana “auto” artinya sedia dan “nomy”artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri

47 atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat.

Dalam ketentuan umum undang-undang no.22 tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Otonomi daerah merupakan sistem yang memungkinkan daerah untuk memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang dimilikinya dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai dengan karakteristik ekonomi, geografis, dan sosial budayanya.

Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya ini akan mengurangi kesenjangan antardaerah yang selama ini terakumulasi, dan pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa. Ada dua pendekatan yang didasarkan pada dua proposisi. Pertama, pada

48 dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkan persoalan, kecuali untuk persoalan-persoalan yang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. Kedua, seluruh persoalan pada dasarnya harus diserahkan kepada pemerintah pusat kecuali untuk persoalanpersoalan tertentu yang telah dapat ditangani oleh daerah. Yang pertama disebut sebagai pendekatan federalistik, sedangkan yang kedua sebagai pendekatan unitaristik.

Pada dasarnya, otonomi daerah bertujuan untuk membangun partisipasi yang seluas luasnya agar potensi yang ada dapat berkembang secara optimal. Hanya saja, otonomi harus dibarengi dengan perbaikan- perbaikan yang mendasar, terutama pada sumber daya manusianya.

Masyarakat dari berbagai level pada umumnya telah terbiasa pada sistem yang serba pasif dan hanya menunggu keputusan dari pemerintah pusat saja. Kebiasaan-kebiasaan yang dibangun sistem sentralistik yang telah mendarah-daging dalam masyarakat inilah yang merupakan tantangan terbesar dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi Provinsi, Kabupaten, dan Kota otonom. Secara teknis, Kabupaten dan Kota mempunyai level yang sama dalam pemerintahan. Pembagian tersebut berdasarkan atas apakah administrasi pemerintah berlokasi di wilayah pedesaan atau perkotaan. Di dalam kabupaten dan kota terdapat kecamatan yang merupakan unit

49 pemerintahan administratif yang lebih kecil. Setiap kecamatan dibagi menjadi desa. Desa di wilayah pedesaan disebut desa, sedangkan di wilayah perkotaan disebut kelurahan. Karena beragamnya daerah otonom di Indonesia, dibutuhkan adanya sistem yang mengatur agar ketimpangan daerah tidak semakin lebar, dan daerah yang kaya membantu daerah yang miskin. Dalam sistem ini, penyerahan wewenang (desentralisasi) berbarengan dengan pelimpahan wewenang (dekonsentrasi) dan tugas perbantuan.

2. Sumber Pendapatan Pemerintah

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pembentukan undang- undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing- masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007:194) mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan

50 dana perimbangan. Undang – undang no 33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,

Pasal 5 ayat 2 menjelaskan, pendapatan daerah bersumber dari: 1) pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.

3. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah yang disebut dengan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan (uu no. 33 tahun

2004 Pasal 1 ayat 18). Sumber pendapatan asli daerah, di peroleh dari:

a) Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah tanpa memberikan timbal balik langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang – undang yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyeleggaraan pemerintah dalam pembangunan daerah.

Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentan pajak daerah yaitu:

1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahdengan

peraturan pemerintah daerah sendiri.

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional

tapipendapatan tarifnyadilakukan oleh pemda.

3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh pemda.

51 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah

pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan

atau dibebani pungutantambahan(opsen) oleh pemda.

b) Retribusi daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu terkhusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis – jenis dari retribusi daerah adalah pajak jasa umum, pajak jasa usaha, retribusi perijinan tertentu.

Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut davey adalah:

1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada

total cost daripada pelayanan pelayanan yang disediakan.

2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada total

cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan.

Disamping itu menurut kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu:

1. Retribusi dipungut oleh Negara.

2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis.

3. Adanya kontraprestasiyang secara langsung dapat ditunjuk.

52 4. Retribusi yang dikenakankepada setiap orang atau badan yang

menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang dikeluarkan oleh

Negara.

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan terdapat pula sumber-sumber pendapatan lain yaitu penerimaan lain-lain yang sah, namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantungpada potensi daerah itu sendiri.

E. Landasan Teori

1. Teori Perizinan

Salah satu bentuk kewenangan yang menjadi perhatian adalah kewenangan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin, yang lahir berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pemerintah daerah. Sistem perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan.

Menurut teori N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit yaitu:

Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Artinya dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya

53 untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.64

izin merupakan suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang- undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan.

2. Teori Kewenangan

Teori kewenangan yang kemukakan oleh H.D.Stoud yaitu keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.65

Ada dua unsur yang terkandung dalam pengertian konsep kewenangan yang dikemukakan oleh H.D. Stoud, yaitu:66

1. Adanya aturan-aturan hukum; dan

2. Sifat hubungan hukum

Sebelum kewenangan itu dilimpahkan itu dilimpahkan kepada institusi yang melaksanakannya, maka terlebih dahulu harus ditentukan dalam peraturan prundang-undangan, apakah dalam bentuk undang- undang, peraturan pemerintah maupun aturan yang lebih rendah

64Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta, Rajawali pers, 2011. Hal 199 65H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013. Hal 183 66Ibid

54 tingkatannya. Sifat hubungan hukum adalah sifat yang berkaitan dan mempunyai sangkut paut atau ikatan atau pertalian atau berkaitan dengan hukum. Hubungannya hukumnya ada yang bersifat publik dan privat.67

67ibid

55 F. Kerangka Pikir

Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang Di Kabupaten Pohuwato

Penerapan UU No. 32 tahun 2004 Status Hukum Penguasaan Upaya Pemerintah Daerah tentang Otonomi Daerah Lahan Di Kawasan Hutan Cagar Dalam Mengendalikan Alih terhadap Sumber Daya Alam. Alam Fungsi Hutan Di Kawasan Hutan Cagar Alam 1. Penguasaan. 1. Perizinan 2. Dampak Otonomi Daerah. 2. pengawasan 1. Upaya Perlindungan 2. Rehabilitasi

Terpeliharanya Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati Serta Keseimbangan Ekosistemnya

56 G. Definisi Operasional

1. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya

mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau

ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya

berlangsung secara alami

2. Izin adalah suatu persetujuan penguasa berdasarkan undang-undang

atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu

menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan

3. Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui

dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas

atau pekerjaan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

4. Perlindugan hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin

adanya kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya

sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang

melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang

berlaku.

5. Rehabilitasi adalah proses pemulihan/perbaikan terhadap sesuatu ke

keadaan semula.

6. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang

terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya

57 alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

58 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum, dan penelitian ini memerlukan data primer sebagai data utama di samping data sekunder.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Alih Fungsi Hutan Mangrove Dalam Kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang Di Kabupaten Pohuwato

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di desa Patuhu dan desa Sidowonge, kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Propinsi

Gorontalo, lokasi penelitian ini Penulis pilih karena di Kabupaten ini terdapat pengelolaan hutan mangrove yang cenderung mengakibatkan kerusakan.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer data yang diperoleh secara langsung dari hasil

penelitian dengan pihak responden yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian dengan cara interview,yakni pengumpulan

59 data dengan wawancara langsung kepada pihak yang sesuai

dengan objek penelitian.

2. Data sekunder data yang diperoleh berupa sumber-sumber tertulis

seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur-literatur bacaan

yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu :

a. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten

Pohuwato

b. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato

c. Masyarakat di sekitar cagar alam Tanjung Panjang

Kabupaten Pohuwato.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu :

a. Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi Kabupaten

Pohuwato 2 (dua) Orang.

b. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato 2

(dua) orang.

c. Masyarakat (6 orang)

60 E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara, dimana penulis melakukan wawancara langsung

kepada pihak-pihak yang terkait dan sesuai dengan objek

penelitian.

2. Dokumentasi yaitu dokumen-dokumen yang diperoleh secara

langsung dari lapangan dan berkaitan erat dengan penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data

Baik data primer maupun data sekunder merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis secara kualitatif, selanjutnya disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan serta penyelesaian yang berkaitan erat dengan penulisan tesis ini.

61 BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

1. Letak Geografis Kabupaten Pohuwato

Kabupaten Pohuwato dibentuk berdasarkan undang-Undang

Nomor 6 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bonebolango dan

Kabupaten Pahuwato di PropinsiGorontalo, yang disahkan oleh DPR pada tanggal 27 Januari 2003. Kabupaten Pohuwato secara resmi berdiri pada tanggal 6 Mei 2003 yang ditandai dengan pelantikan Drs. Jahja K. Nasib sebagai Penjabat Bupati Pohuwato.68

Dalam Penjelasan Umum UU tersebut antara lain desebutkan bahwa dalam rangka peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di

Kabupaten Boalemo yang mempunyai luas wilayah ± 6.761,67 km2 perlu dibentuk Kabupaten Pohuwato yang terdiri atas 5 (lima) Kecamatan, yaitu

Kecamatan Popayato, Kecamatan Lemito, Kecamatan Randangan,

Kecamatan Marisa, dan Kecamatan Paguat dengan luas wilayah keseluruhan ± 4.244,31 km2."69

68http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/75/name/gorontalo/detail/75 04/pohuwato 69Ibid

62 Hal ini merupakan hasil perjuangan masyarakat Pohuwato untuk mengaktualisasikan jati diri dan keinginan guna melaksanakan urusan rumah tangga sendiri. Dengan terbentuknya Kabupaten Pohuwato diharapkan segera terwujud kemudahan pelayanan, peningkatan kesejahteraan dengan melakukan percepatan pembangunan di

Kabupaten Pohuwato.

Kabupaten Pohuwato merupakan Kabupaten yang berada di ujung barat Provinsi Gorontalo dengan letak Geografis antara 0,27o 1,01o lintang utara 121,23o 122,44o Bujur Timur dengan iklim 24,4 33,2o C.

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten , sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, Sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Parigi Moutong dan sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Boalemo. Luas wilayah adalah 4.244,31 Km2 atau 34,75% dari luas wilayah Provinsi Gorontalo. Kabupaten ini terbagi menjadi 7 kecamatan dengan ibukota kabupaten yaitu Marisa.70

2. Sejarah Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang

Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya

70http://infoprovinsigorontalo.blogspot.com/2010/01/profil-kabupaten-pohuwato.html

63 atauekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.71

Pada Tahun 1984, Kawasan CA Tanjung Panjang ditunjuk sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi cagar alam berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20 Desember

1984 dengan luas ± 3.000 ha.72

Penataan batas dilakukan pada tahun 1992 dengan panjang batas yang dibuat sepanjang 35,53 km. Jumlah pal batas yang ditanam sebanyak 271 buah, dengan pal batas nomor 0 berada di sebelah utara sekitar muara Sungai Dehuwa, sedangkan pal batas nomor 270 berada di sebelah selatan. Berita Acara Tata Batas ditandatangani pada tanggal 27

Oktober 1995.73

Setelah dilakukan penataan batas, maka kawasan ini ditetapkan sebagai cagar alam dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 573/Kpts-

II/1995 tanggal 30 Oktober 1995 dengan luas 3.000 ha.74

71Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya 72Data dari BKSD kabupaten Pohuwato Profil Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang. tanggal 8 september 2014 73Ibid 74Ibid

64 3. Letak Geografis

Sebelum terbentuknya Pemerintah Kabupaten Pohuwato, kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang berada dalam wilayah Kabupaten

Derah Tingkat II Gorontalo, Popinsi Tingkat I Sulawesi Utara (SULUT).

Setelah adanya pemekaran wilayah provinsi gorontalo pada tahun

2000 dan terbentuk Kabupaten Pohuwato, maka pada tahun 2003 terbentuk Kabupaten pohuwato. Sejak saat itu Kawasan Konservasi

Cagar Tanjung Panjang secara administratif masuk dalam Wilayah

Kabupaten Pohuwato, Kecamatan Randangaan.75

Secara geografis kawasan Cagar Alam Tanjung terletak pada

0º25’28,93” - 0º30’1,93” Lintang Utara dan 121º44’27,60” - 121º47’0,44”

Bujur Timur.76

Dari Ibukota Provinsi Gorontalo, kawasan konservasi Cagar

Tanjung Panjang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum dengan memakan waktu 3 sampai dengan 3,5 jam. Dari Ibukota Propinsi

Gorotalo, jalan menuju Ibukota Kecamatan Randangan kondisinya bagus.

Hal ini karena selain merupakan jalan provinsi, jalan tersebut setiap hari juga berfungsi sebagai jalan penghubung lintas daerah antara Sulawesi

Utara dan Sulawesi Tengah.

75Ibid 76Ibid

65 4. Potensi Kawasan

a. Hayati

Kawasan CA Tanjung Panjang merupakan ekosistem yang didominasi mangrove dan hutan pantai, dengan kawasan mangrove merupakan bagian terbesar dari kawasan ini. Potensi flora dalam kawasanCA Tanjung Panjang didominasi jenis-jenis bakau, yaitu:

Bruguiera sp, Rhizopora sp, Avicennia sp serta Nipah Nypa sp.77

Potensi fauna yang terdapat di kawasan ini antara lain: Elang laut

Haliaeetus leucogaster, beberapa jenis Kuntul Egretta sp, beragam jenis moluska, serangga serta beragam jenis ikan baik yang mendiami sungai, mangrove serta laut di sekitar Cagar Alam Tanjung Panjang.78

b. Non Hayati

Potensi non hayati kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang meliputi beragam kondisi alam yang merupakan bagian dari ekosistem alami di kawasan hutan Tanjung Panjang, dan memberikan manfaat ekologis bagi kawasan di sekitarnya. Potensi non hayati yang telah digarap sebagai sumber daya ekonomi adalah air laut yang diolah menjadi garam di wilayah Desa Huyula. Potensi lainnya yang cukup banyak

77Basri Amin, Rahman Dako, Yusran N Masa, Johanes Wiharisnoo, Ahmad Bahsowan, Ismail A Kadir. Laporan Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013. Hal 8 78ibid

66 ditemui di wilayah Kabupaten Pohuwato, yaitu emas, tidak ditemui di dalam kawasan ini.79

5. Mangrove

Peranan ekosistem mangrove dengan ekosistem pesisir lain sangat jelas, yaitu sebagai penghasil zat hara bagi kesuburan perairan, sehingga tingkat produktivitas primer mangrove cukup tinggi selain padang lamun. Peranan ini sekaligus menjadikan hutan mangrove dan perairan di sekitarnya merupakan daerah pemijahan, asuhan, mencari makan dan perlindungan bagi biota laut seperti udang, kepiting, ikan dan jenis-jenis spesies lain. Kepiting merupakan biota laut dominan di daerah mangrove, yang memakan daun mangrove dan serasah lainnya.

Kebiasaannya ini sangat berperan dalam membentuk detritus dan daur unsur hara, demikian juga dengan anelida dan nematoda yang hidup dalam redimen hutan mangrove.

Penurunan daya dukung hutan mangrove akibat pemanfaatan lahan dan pembabatan pohon mangrove akan sangat mengurangi fungsi ekologinya, termasuk hubungan dengan ekosistem pesisir lain dan manusia.

Untuk itu, semua instansi terkait dapat bekerja sama dalam pelestarian ekosistem ini dan pemangku kepentingan dapat membantu secara aktif. Semua usaha ini dilakukan tidak hanya untuk pemulihan dan

79Ibid

67 meningkatkan peranan hutan mangrove, tetapi juga untuk pelestarian biota laut lainnya yang menjadi salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat.

Pada dasarnya hutan mangrove merupakan ekosistem yang kaya dan menjadi salah satu sumberdaya yang produktif. Namun sering pula dianggap sebagai lahan yang terlantar dan tidak memiliki nilai sehingga pemanfaatan yang mengatasnamakan pembangunan menyebabkan terjadinya kerusakan. Pengelolaan tambak memang menjanjikan hasil yang menggiurkan tetapi sangat perlu dilihat kesinambungan dan kelestarian lingkungan yang sudah terbentuk sebelumnya. Kondisi ini memerlukan suatu strategi yang jelas dan nyata untuk dapat mempertahankan dan mengelola secara baik dan utuh hutan mangrove.

Untuk itu perlu dikaji pendayagunaan potensi hutan mangrove, sebagai salah satu bagian dari ekosistem pesisir, secara berkelanjutan berbasis masyarakat

B. Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

terhadap Sumber Daya Alam.

1. Penguasaan Sumber Daya Alam dalam Otonomi Daerah.

Kabupaten Pohuwato merupakan Kabupaten yang mempunyai banyak kekayaan alam yakni Sumber Daya Alam berupa hutan, perkebunan, tambang, laut, keanekargaman hayati, dan lain-lain.

Kabupaten Pohuwato diberi karuniah Tuhan yang luar biasa indah yakni

68 hamparan permadani hijau berupa hutan mangrove yang lebat, dengan keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya. Otonomi daerah memiliki kemampuan mengoptimalisasi potensi terbaik yang dimiliki

Kabupaten Pohuwato dan mendorong daerah untuk berkembang sesuai dengan karakteristik ekonomi, geografis, sosial dan budaya.

Perkembangan daerah yang sesuai dengan karakteristiknya ini akan mengurangi kesenjangan antardaerah yang selama ini terakumulasi, dan pada akhirnya dapat mencegah disintegrasi bangsa. Otonomi daerah di

Kabupaten Pohuwato juga memberi implikasi baikpositif maupun negatif.

Pelaksanaan otonomi di Kabupaten Pohuwato dilakukan dengan peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manajemen dan kelembagaan; peningkatan kemampuan aparatur; peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), peningkatan kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah, dan peningkatan peranserta masyarakat dalam pembangunan daerah.

Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan di daerah. Upaya-upaya inilah yang menjadi tolak ukur untuk mengukur tingkat keberhasilan di Kabupaten Pohuwato.

69 Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas- luasnya. Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam penguasaan Sumber Daya Alam yang ada di

Kabupaten Pohuwato, prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberi konsekuensi pada perubahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam di daerah. Sebagai contoh yang terjadi di Kabupaten Pohuwato dampak yang dirasakan, secara postif dengan adanya peningkatan Pajak Asli

Daerah (PAD), Terbukanya kawasan investasi, dan tenagakerja, Namun disisi lain penguasaan Sumber Daya Alam, telah membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup, ekspoiltasi Sumber Daya Alam sekarang telah melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Eksploitasi ini membawa pada kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Pohuwato.

Pada hakekatnya otonomi daerah yang ingin dibangun merupakan upaya untuk mendekatkan sistem pengelolaan Sumber Daya Alam pada masyarakat di daerah, agar masyarakat yang bersangkutan dapat merasakan manfaat ekonomi dari eskploitasi Sumber Daya Alam yang ada didaerah.

Demikian juga pengalaman dari penguasaan sumber daya alam yang sentralistik di masa lalu, telah memberikan pelajaran berharga bagi

70 pemerintah yang lebih banyak berpihak pada pemilik modal yang besar dan investor-investor baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunakan teknologi maju justru menimbulkan kerusakan dan kehancuran lingkungan yang tidak terkendali dan konflik pada tataran masyarakat.

Secara konseptual subtansansi perundang-undangan yang berkaitan dengan hubungan hukum penguasaan Sumber Daya Alam bahwa hal ini tidak sesuai lagi dengan tujuan awalnya, hal ini karena ketentuan yang terdapat didalamnya telah memberikan kekuasaaan yang sangat besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber daya alam, sehingga kekuasaan yang dimiliki oleh daerah lambat laun menegaskan keberadaan masyarakat dan yang ada kepentingan modal yang didahului, bukan kepentingan rakyat atau masyarakat sekitar sumber daya alam.

Seyognya otonomi daerah, memberi nilai kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, bukan masalah baru, berupa perusakan dan pencemaran lingkungan. Dalam pengelolaan Sumber Daya Alam berorintasi pada nilai-nilai kearifan lokal, yang seharusnya didorong.

Otonomi daerah dalam penguasaan SDA, seharusnya memberi nilai lebih bagi pembangunan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah Kabupaten Pohuwato.

71 2. Dampak Otonomi Darah terhadap Sumber Daya Alam.

Sebagai sumber hukum tertinggi dalam melakukan pengelolaan dan pengusahaan terhadap Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia adalah Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Di dalam pasal tersebut dirumuskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Perkembangan lingkungan strategi akibat dari semangat reformasi dengan ditandai oleh krisis multidemensional mulai tahun 1997 di

Indonesia, terjadi perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Isu demokrastisasi dan desentralisasi menjadi isu yang dominan.

Perubahan sistem pemerintahan yang semula sentralisistis pun bergeser kearah yang lebih desentralis. UU Nomor 22 tahun 1999 kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Otonomi daerah mengalami penguatan, meskipun pada masa pemberlakuan UU

Nomor 32 tahun 2004 muncul sejumlah persoalan yang mendasar.

Otonomi daerah dianggap sebagai jawaban sementara terhadap krisis multidimensional yang terjadi di Indonesia.

Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada

Kabupaten/Kota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun

72 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor

25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah.

Akibat otonomi daerah tersebut, maka berkembanglah pemekaran daerah yang salah satunya pemekaran daerah Gorontalo dari sulawesi utara pada tahun 2000 yang sekarang di kenal dengan Propinsi

Gorontalo. Dan diikuti oleh beberapa daerah.Di Propinsi Gorontalo yang ingin berkembang dengan pemekaran daerahnya, yang salah satunya adalah Kabupaten Pohuwato pada tahun 2004.

Realita menunjukkan pembangunan didaerah dihadapkan pada permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak negatif pada ketersediaan Sumber Daya Alam dan lingkungan. Kecenderungan ini tercermin dari meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam yang ada di Kabupaten

Pohuwato. Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, dan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan

73 menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan rakyat Kabupaten

Pohuwato. Berikut ini dapat kita lihat luas lahan kritis yang ada di

Kabupaten Pohuwato pada tabel.

Tabel 1: Luas Lahan Kritis di Kabupaten Pohuwato

LAHAN KRITIS N Kecamatan AK K PK SK TK Gren Total o 1 2 3 4 5 6 7 1 35,979.78 1,379.23 12,001.18 681.88 23.06 50,065.14 Buntulia 2 29,314.24 678.75 5,379.81 36,697.38 Dengilo 1,315.71 8.87 3 1,480.34 30.54 3,754.47 Duhiadaa 2,176.16 67.42 4 29,954.67 2,339.56 49,557.97 Lemito 16,141.27 522.08 600.39 5 1,955.37 202.16 2,904.97 Marisa 717.22 30.23 6 4,405.96 1,666.46 101.82 6,670.25 Paguat 305.74 190.26 7 23,655.80 872.36 34,254.57 Patilanggio 8,576.77 1,080.44 69.21 8 9,894.19 692.98 15,361.71 Popayato 4,421.05 260.41 93.08 9 Popayato 23,382.28 2,698.13 232.18 70,417.84 43,133.28 971.97 Barat 10 Popayato 14,903.60 1,536.43 29,111.80 11,643.70 744.34 283.73 Timur 11 12,219.70 744.08 4,781.95 18,935.31 Randangan 222.03 967.56 12 24,260.80 2,129.38 473.97 190.77 69,308.12 Taluditi 42,253.20 13 26,299.61 2,191.92 15,640.80 Wanggarasi 2,527.12 318.81 46,978.26 Grand Total 237,706.34 17,161.98 167,172.13 8,990.21 2,987.14 434,017.80

Sumber, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Kabupaten Pohuwato. Keterangan: AK : Agak Kritis SK : Sangat Kritis K : Kritis TK : Tidak Kritis PK : Potensial Kritis

74 Berbagai hal yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata hanya memberikan manfaat dalam jangka pendek. Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi yang ada untuk menunjang biaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat dan bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses pengolahan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia dengan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk. Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini. Hal ini menimbulkan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Pohuwato, di samping menata struktur dan infrastruktur pemerintahan, tetapi permasalahan lainnya seperti

75 perekonomian belum mendukung. Ini berlangsung terus menerus sehingga masyarakat Pohuwato yang sebagian besar mata pencarian sebagai petani merasa terdesak, akibat ketidaksiapan pemerintah

Kabupaten Pohuwato tentang masalah perekonomian ini. Maka masyarakat mulai mengolah sumber daya asli daerahnya, seperti salah satunya petani tambak yang lebih dahulu di buka oleh pendatang dari bugis. Melihat kecenderungan perkembangan dan tantangan pembangunan daerah-daerah Kabupaten dimasa yang akan datang, perlu juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin, salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, didalam pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam.

Sejak terbentuknya Kabupaten Pohuwato, maka pemerintah

Kabupaten Pohuwato membangun struktur dan infrastruktur di daerahnya.

Dengan pembangunan tersebut maka penyiapan perekonomian bagi

76 masyarakat Pohuwato diharapkan pemerintah mampu menyediakan kebutuhan ekonomi untuk rakyat. Namun kenyataannya masalah perekonomian masih belum bisa memenuhi untuk kepentingan masyarakat, seakan-akan pembentukan Kabupaten tersebut terlalu di paksakan.

Ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam di daerah

Kabupaten Pohuwato bisa di katakan cukup tersedia dan sangat berharga, tetapi permasalahannya kurangnya perhatian dari pemerintah

Kabupaten Pohuwato sehingga memaksakan masyarakat mengelola sumber Daya alam tersebut yang berada dalam kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang, dan pemerintah hanya membiarkan hal tersebut terjadi.

Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah.

Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan.

77 Pola pemanfaatan Sumber Daya Alam seharusnya dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungannya.

Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.

Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan berhubungan

78 erat dalam perilaku sehari-hari. Peraturan perundangan-undangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam yang terdapat pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat adat.

Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan dibanyak daerah antara lain pengalihfungsian hutan tanpa izin, kegiatan pertambakan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Berdasarkan observasi dan penelitian penulis Dalam hal ini praktek pertambakan ikan yang terjadi di daerah Kabupaten Pohuwato hampir menyeluruh terjadi di setiap kecamatan.

79 Data Jumlah Petani Tambak Menurut Kecamatan di Kabupaten Pohuwato

No Kecamatan Jumlah Jumlah KK Luas

petani Tambak

tambak

1 Paguat 87 76 158,20

2 Marisa 105 98 189,49

3 Duhiadaa 657 643 978,99

4 Patilanggio 12 10 336,79

5 Randangan 1,869 1,674 2,039,82

6 Wanggarasi 2,089 1,889 2,283,94

7 Lemito 467 467 500,89

8 Popayato Timur 1 1 0,32

9 Popayato 5,302 468 673,95

10 Popayato Barat 448 430 507,64

Grand Total 11,037 5,765 7,679,4

80 C. Status hukum Penguasaan Hutan Di Kawasan Cagar AlamTanjung

Panjang

1. Perizinan

Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan merupakan upaya dalam pelaksanaan perlindungan hutan. Oleh sebab itu hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan perlu dipertegas untuk mengetahui pembatasan dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat di masing-masing pihak.

Negara memiliki hak mutlak untuk menguasai hutan. Konsep penguasaan ini tercermin dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dari rumusan pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa penguasa tunggal atas hutan dan kawasan hutan adalah negara. 80 Salah satu kekayaan alam yang dikuasai oleh negara adalah sumber daya yang sarat dengan terjadinya konflik, karena didalamnya terlibat begitu banyak pelaku yang memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumberdaya hutan yang

80Undang-undang Dasar Negara Republik Indonsia Tahun 1945

81 bersangkutan. Ragam konflik itu antara lain adalah konflik pemilikan, konflik kepentingan, dan konflik bentuk pengelolaannya.81

Penguasaan hutan dan kawasan hutan oleh negara kembali dipertegas dalam Pasal 4 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan yang menyatakan bahwa:82

1. Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan

dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan

hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan

hutan; dan

c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum

antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-

perbuatan hukum mengenai kehutanan.

3. Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak

masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih

81Op.cit 82Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

82 ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional.

Pengaturan mengenai perlindungan hutan tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Payung hukum dari perlindungan hutan adalah Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan sedangkan secara umum perlindungan hutan diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan

Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-undang No. 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dengan adanya sejumlah peraturan tersebut maka penegakan prinsip perlindungan hutan sudah dilakukan.

Dalam tataran kehidupan masyarakat ada kaidah-kaidah yang membatasi ruang gerak mereka. Kaidah merupakan patokan untuk bertingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Seseorang dalam kondisi normal akan memikirkan pendapat orang lain atas hal-hal yang dilakukannya. Dalam kondisi inilah kaidah menjadi kontrol perilaku dalam kehidupan manusia. Kaidah-kaidah yang terkandung dalam hukum bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia melainkan juga mengatur manusia dengan lingkungan alam.

Pemerintah juga berhak menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokoknya seperti yang terdapat dalam Pasal 6 undang-undang no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yakni fungsi hutan konservasi, hutan

83 lindung dan hutan produksi. Untuk kepentingan umum, maka pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus yakni untuk tujuan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, religi dan budaya. Penguasaan negara terhadap hutan dan kawasan hutan melahirkan kewajiban hukum bagi pemerintah dalam pengurusan hutan.

Perencanaan kehutanan sebagai kegiatan awal dari pengurusan hutan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah. Perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan. Dengan adanya kegiatan perencanaan ini maka akan diketahui prosedur dan ketersediaan pemanfaatan hutan serta akan memudahkan polisi hutan nantinya untuk menentukan perbuatan yang termasuk pemanfaatan hutan secara ilegal dan pemanfaatan hutan secara legal.

Berdasarkan perencanaan tentang hutan, pemerintah menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan. Kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan.83 Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui proses

83Hasli wawancara dengan Tatang Abdullah Kepala Resort Cagar Alam Tanjung Panjang Kabupaten Pohuwato Tanggal 8 September 2014.

84 penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.

Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok Dengan dikukuhkannya Tanjung Panjang sebagai hutan konservasi dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hal ini dapat mengandung konsekuensi yuridis bahwa hutan tersebut memang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, sehingga hutan ini tidak dapat dikonversikan atau dialihfungsikan.

Demi kelangsungan fungsi pokok hutan diatas maka pengelolaan hutan menjadi prioritas penting. Dilihat dari sisi fungsinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan.

Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan hutan harus memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, dengan menjadikan pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat misalnya dengan Memanfaatkan potensi alam, keunikan budaya serta sarana dan prasarana masyarakat setempat menjadi tempat wisata dengan tidak merusaknya.

Konsep penguasaan hutan oleh negara sesungguhnya bertujuan agar hutan-hutan yang ada tidak dieksploitasi untuk kepentingan

85 beberapa kelompok. Hutan hendaknya dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, oleh sebab itu konsep penguasaan hutan oleh negara tidak berarti meniadakan hak masyarakat dan badan usaha untuk menikmati dan memanfaatkan hasil hutan.

Secara normatif ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga hutan dari perbuatan manusia demi pengamanan dan kelestarian hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan yaitu:

a. Koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan

perusakan hutan;

b. Pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan;

c. Insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian

hutan;

d. Peta penunjukan kawasan hutan dan/atau koordinat geografis

sebagai dasar yuridis batas kawasan hutan; dan

e. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan

pemberantasan perusakan hutan.

Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan penulis, diketahui bahwa hal-hal tersebut diatas belum berjalan atau sesuai dengan Undang-undang contoh kecilnya belum terdapat sarana dan

86 prasaran yang memadai dalam pencegahaan dan pemberantasan perusakan hutan misalnya belum adanya menara pemantau kawasan mengingat kawasan ini yang berukuran luas dan kurangnya personil pengamanan hutan yang saat ini hanya berjumlah 7 (tujuh) orang, yang menurut penulis belum bisa menunjang pengamanan.

Penyimpangan terhadap prinsip perlindungan hutan yang menyebabkan terhadinya pemanfaatan secara ilegal terhadap kawasan hutanmerupakan masalah hukum kehutanan yang saat ini menjadi kendala dalam menjaga fungsi pokok tersebut. Terjadinya kasus ini tidak lepas dari kebutuhan-kebutuhan yang meliputi diri manusia. Pemanfataan hutan secara ilegalterjadi di sejumlah daerah di Indonesia termasuk juga di Kabupaten Pohuwato. Pemanfaatan hutan secara ilegal ini terjadi di kawasan hutan mangrove Cagar Alam Tanjung Panjang. Berdasarkan data yang diperoleh dari BKSD Kabupaten Pohuwato, dari 3000 ha kawasan Hutan Cagar Alam sekitar 2.800 ha telah diubah fungsinya menjadi lahan tambak. Adapun pengalih fungsian tersebut terjadi di desa

Patuhu dan Sidowonge yang merupakan desa yang masuk di dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.

Pemanfaatan kawasan hutan secara ilegal dengan mengalih fungsikan kawasan Cagar Alam tersebutmenimbulkan deforestasi dan degradasi hutan. Deforestasi ini terlihat pada kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang yang tersisa hanya 200 ha. Sekitar 2800 ha

87 Berkurangnya luas kawasan Cagar Alam Tanjung panjang tentu menimbulkan degradasi hutan dalam menjamin stabilitas lingkungan hidup. Perbuatan pemanfaatan hutan secara ilegal tersebutmerupakan pelanggaran terhadap prinsip lingkungan hidup yakni prinsip pengamanan hutan dan kelestarian hutan.

Pelaksanaan prinsip perlindungan hutan belum optimal dalam menanggulangi pemanfaatan hutan secara ilegaldi Kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang. Padahal Cagar Alam Tanjung Panjang memiliki fungsi penting dalam mencegah abrasi, tempat perlindungan biota laut, menahan limbah sampah ke laut, menahan gelombang air laut ke darat, sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan tempat rekreasi. Oleh karena itu langkah-langkah perlindungan hutan perlu dilakukan.

Prinsip perlindungan hutan meliputi kegiatan:

a) Perencanaan kehutanan,

b) Pengelolaan hutan,

c) Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta

penyuluhan kehutanan,

d) Pengawasan.

88 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan diketahui bahwa tidak semua kegiatan tersebut efektif dalam melindungi

Cagar Alam Tanjung Panjang.

Perencanaan kehutanan pada dasarnya telah dilakukan dengan baik dengan melakukan inventarisasi sumber daya mangrove, penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan penetapan kawasan hutan sebagai kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang yang termasuk hutan konservasi. Penetapan ini menjadi landasan yuridis bagi kawasan tersebut untuk tetap dipertahankan dalam kondisi apapun.

Dalam mengamankan dan melestarikan hutan, maka prinsip perlindungan hutan dikonkritisasi pada perbuatan pengurusan hutan yang meliputi kegiatan penyelenggaraan, perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 10 Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Hal ini tentu sejalan dengan konsep penguasaan hutan oleh negara.

Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Daerah

Kabupaten Pohuwato Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pengelolaan

Ekosistem Mangrove di Wilayah Kabupaten Pohuwato yakni pengelolaan

89 ekosistem Mangrove berdasarkan perlindungan (konservasi), pengendalian, pengelolaan ekosistem mangrove dikendalikan oleh tim pengamanan, sehingga menjamin kelestarian yang didasarkan pada kemampuan daya dukung, serta pemanfaatan dilakukan secara bijaksana dan rasional untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Pengendalian, pengelolaan dan penataan yang tertuang baik dalam undang-undang maupun perda dalam rangka pemanfaatan hutan belum nampak dalam prakteknya. Dalam hal ini baik itu dikalangan pemerintahan pusat maupun daerah, belum dapat mengoptimalkan fungsi-fungsi hutan tersebut, bahkan yang terjadi adalah mengalami fragmentasi atau pembagian kawasan yang kurang tepat. Hal itu terjadi karena seharusnya fungsi hutan dilihat sebagai satu kesatuan yang harus ada di dalam suatu kawasan hutan.

Pengurusan dan pengelolaan hutan menjadi kewajiban dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat. Berbagai kegiatan perlindungan hutan harus dilakukan oleh ketiga komponen tadi.

Pemerintah diharapkan dapat membuat serangkaian regulasi untuk memberikan kewajiban hukum bagi semua pihak untuk melindungi hutan baik dari perbuatan manusia, kebakaran, ternak, hama maupun penyakit.

Kebijakan tersebut juga diikuti dengan langkah-langkah konkrit dengan menerapkan pola kemitraan dalam pengamanan hutan, menjatuhkan sanksi bagi pelaku pengrusakan hutan.

90 Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, Lembaga

Swadaya Masyarakat dan masyarakat ternyata belum mampu menghindari fakta-fakta kerusakan. Fakta kerusakan hutan khususnya mangrove dapat dilihat dengan jelas di kawasan tersebut. Pembabatan hutan mangrove mulai dilakukan sebelum tahun 1990-an yang di konversi menjadi tambak. Akibat dari pembukaan tambak tersebut mengakibatkan berkurangnya luas area hutan mangrove secara drastis di wilayah tersebut.

Pada awal perkembangannya tambak-tambak tersebut dibuka oleh H. Nompo pendatang dari maros, ia melakukan survei awal ke lokasi

Cagar Alam Tanjung Panjang yang didampingi oleh lima dinas pada pemerintahan Sulawesi Utara (saat itu Gorontalo masih tergabung dalam

Provinsi Sulawesi Utara) yakni: Bappeda, Dinas Kehutanan, Perikanan,

Transmigrasi, BPN, dan Usman Achir yang saat itu menjabat sebagai sekertaris desa motolohu. Melalui suvei tersebut H. Nompo diberikan izin untuk membuka tambak seluas 100 Ha, seiring berkembang dan hasil yang luar biasa masyarakat setempat juga ikut membuka tambak di kawasan tersebut. Pembukaan tambak tersebut dengan cepat meluas yang dibuka tanpa izin dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah, tidak hanya masyarakat setempat masyarakat pendatang pun beramai- ramai membuka tambak di kawasan Cagar Alam, hingga kini tambak- tambak tersebut hampir 90% dikuasai oleh pendatang dari bugis yang diperoleh selain dibuka sendiri juga didapatkan dari membeli tambak dari

91 masyarakat setempat dengan alasan pengetahuan yang kurang memadai dalam pengelolaan tambak, masyarakat setempat banyak yang menjual tambaknya kepada pendatang-pendatang dari bugis, yang transaksinya hanya menggunakan kwintansi pembayaran.84

Seiring dengan kemajuan dan melimpahnya hasil tambak tersebut maka penduduk semakin bertambah dan menduduki kawasan tesebut secara tidak sah. Hal ini menjadikan kawasan Cagar Alam Tanjung

Panjang sebagai wilayah incaran atas ekspansi ekonomi perikanan.Dalam hal ini pemerintah mengetahui adanya pembukaan tambak dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang akan tetapi pemerintah seperti melakukan pembiayaran terhadap hal tersebut.

Penerapan hukum pidana atau pelanggaran hukum lingkungan banyak tergantung pada hukum administratif atau hukum pemerintahan, terutama menyangkut perizinan. Yang mengeluarkan izin adalah pejabat administrasi, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat.

Dalam hal pelayanan publik, izin merupakan bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Izin dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis, namun dalam Hukum Administrasi Negara izin harus tertulis, kaitannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan, maka izin yang berbentuk

84Hasil wawancara dengan Anton Ishak Masyarakat Desa Patuhu tanggal 9 oktober 2014

92 suatu keputusan adminstrasi negara (beschicking) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pengadilan.

Untuk itu perizinan merupakan suatu jaminan kepastian hukum bagi pemegang izin dalam pemanfaatan hutan, tidak dapat diganggu gugat kembali. Kepastian izin dalam pemanfaatan hutan ini mampu membedakan apakah pendudukan hutan oleh sekelompok orang tersebut merupakan perbuatan yang ilegal atau tidak.

Pemanfaatan hutan tanpa adanya izin dari pemerintah yang berwenang dapat dikatakan perbuatan yang ilegal. Perbuatan secara ilegal memiliki dampak yang besar bagi keberlangsungan kawasan Cagar

Alam Tanjung Panjang. Pembiaran atas tindakan tersebut akan menimbulkan degradasi dan deforestasi mangrove, padahal mangrove di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang sangat bermanfaat untuk melindungi daerah tersebut dari bencana tsunami. Mangrove juga berfungsi menyerap CO2 dan mencegah terjadinya abrasi, sehingga keberadaan hutan mangrove harus dipertahankan.85 Ancaman degradasi dan deforestasi mangrove Cagar alam Tanjung Panjang karena adanya pendudukan yang tidak sah, perlu diperhatikan dan dicarikan solusinya.

Oleh sebab itu diperlukan antara sinergi pemerintah, Lembaga Swadaya

Masyarakat dan masyarakat untuk menanggulangi penduduk yang tidak sah.

85Wawancara dengan Irfan Katili Kepala Bidang Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato tanggal 2 oktober 2014

93 Sebagaimana yang diketahui dalam Pasal 24 Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan bahwa Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Lebih tegas lagi dituangkan dalam Pasal 35 huruf (f) dan (g) Undang-undang

Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Yakni, dilarang melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau

Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.

Kegiatan ini jelas-jelas melanggar aturan yang sudah ada.

Penyebabpemanfaatan hutan secara ilegal tidak hanya dari masyarakat sekitar kawasan hutan, namun lebih karena kelemahan kebijakan pemerintah, seperti:

a. Kegagalan menurunkan pertumbuhan penduduk, khususnya

masyarakat sekitar kawasan hutan;

b. Kegagalan menjamin kepastian hukum kawasan

c. Lebih membuka daripada membatasi akses ke kawasan hutan;

serta

94 d. Pemberian susbsidi dan insentif bagi transmigrasi dan translokasi

di lahan-lahan hutan negara.

e. Kendala kelembagaan pemerintah yang turut bertanggung jawab

terhadap pengelolaan kawasan konservasi, seperti :

1) Prioritas bagi upaya konservasi alam biasanya rendah karena

sistem sosial terbiasa dengan pemanfaatan sumberdaya alam

secara bebas.

2) Kondisi politik, ekonomi, dan sosial saat ini yang melemahkan

dukungan finansial dan kemampuan birokrasi untuk menangani

tindakan konservasi dan perlindungan.

Sejalan dengan yang terjadi di Cagar Alam Tanjung Panjang, dimana dalam kasus pemanfaatan tersebut, pelaku menduduki kawasan hutan untuk membangun rumah tinggal. Hal ini mengindikasikan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Akibat ledakan penduduk tersebut maka masyarakat membutuhkan rumah tinggal. Keterbatasan lahan menyebabkan mereka mengekspansi wilayah hutan untuk dijadikan rumah. Apalagi daerah kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang merupakan wilayah strategi untuk perekonomian dalam perikanan.

95 2. Pengawasan

Pengawasan merupakan instrumen yang sangat penting untuk mengamankan dan melestarikan hutan. Kelemahan dalam lini ini tentu akan menyebabkan pemanfaatan hutan secara ilegal yang sulit terkendali.

Tindakan ini akan berakibat pada kerusakan hutan.

Didalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan tertuang jelas tentang Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih lanjut.

Didalam PERDA Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan

Ekosistem Mangrove Di Wilayah Kabupaten Pohuwato juga tertuang tentang pengawasan dan pengendalian kegiatan pemanfaatan hutan mangrove yakni untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan ekosistem mangrove, maka akan dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh tim terpadu yang dikoordinir oleh dinas Kehutanan dan Pertambangan dan dibentuk dengan keputusaan Bupati.

Dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten

Pohuwato dalam menegakkan hukum Kehutanan dalam pengawasan seyogyanya dapat bertindak secara tegas, sebab sebagai salah satu

96 lembaga yang diberi amanah dan kewenangan oleh negara untuk mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan hutan.

Dengan demikian dalam hal ini Dinas Kehutanan dan

Pertambangan Kabupaten Pohuwato dalam menegakkan hukum

Kehutanan terhadap pengawasan kehutanan sudah mulai berjalan, dapat dilihat dengan masuknya laporan ke Kepolisian Negara Republik

Indonesia Daerah GorontaloDirektorat Intelijen Keamanan dengan Nomor

:R/LAPSUS - /VIII /2014/Dit Intelkam. Tanggal 25 agustus 2014 tentang

Alih Fungsi Hutan Mangrove di Kabupaten Pohuwato.

Akan tetapi seperti yang terjadi sebelumnya di kawasan hutan

Cagar Alam Tanjung Panjang dapat diambil menjadi sebuah contoh akibat dari kurangnya pengawasan dari pemerintah terkait sehingga terjadi alih fungsi secara ilegal.

Kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia tidak dapat dibiarkan begitu saja sebab kejahatan terhadap hutan sama dengan kejahatan terhadap manusia yang lain. Oleh sebab itu diharapkan pengawasan yang baik dapat memberikan hasil yang positif terhadap perlindungan hutan.

Suatu Undang-undang yang mengandung instrumen hukum masih dilihat dari segi pelaksanaan (uitvoering atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan (regulatory chain) pengelolaan lingkungan. Dalam merumuskan kebijakan lingkungan,

97 Pemerintah lazimnya menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat.

Penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh faktor penegak hukum. Dalam konteks ini penegakan hukum terhadap penyerobotan hutandapat dilakukan oleh polisi kehutanan.

Hutan dalam hal ini hanya dapat dikonversi apabila ada izin dari menteri kehutanan itu pun hanya dapat dilakukan pada hutan produksi dan hutan lindung sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 38 ayat (1)

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyebutkan bahwa “Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.” Sementara kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang adalah hutan konservasi dengan fungsi pokok Cagar Alam, yang berarti tidak dapat digunakan untuk pembangunan di luar kegiatan hutan apalagi sampai disertifikatkan, akan tetapi kenyataannya kawasan tersebut telah digunakan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan, seperti pengalihfungsian menjadi tambak udang dan ikan serta menjadi pemukiman penduduk.

Keberhasilan penegakan hukum terhadap penyerobotan hutan memerlukan kredibilitas dan transparansi dari polisi kehutanan. Penegak hukum harus jujur dalam menegakkan hukum atau melayani pencari

98 keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan curang. Kejujuran berkaitan kebenaran, keadilan, kepatutan yang semuanya itu menyatakan sikap bersih dan ketulusan pribadi seseorang yang sadar akan pengendalian diri terhadap apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Kejujuran adalah kendali untuk berbuat menurut apa adanya sesuai dengan akal (ratio) dan kebenaran hati nurani. Benar menurut akal, baik menurut akal diterima oleh hati nurani.

Sehingga penegakan hukum akan berlangsung dengan optimal apabila dimulai dengan prosedur dan komitmen yang kuat sejak perumusan hingga pelaksanaannya. Substansi hukum yang baik sudah tentu akan memudahkan penegak hukum yang dalam hal ini adalah polisi kehutanan untuk menegakkan hukum terhadap pelaku pemanfaatan hutan secara ilegal.

Adapun yang menjadi faktor penyebab pemanfaatan hutan secara ilega yaitu:

1. Tidak jelasnya batas kawasan hutan Cagar Alam Tanjung

Panjang. Karenanya hal ini menjadi alasan utama para

penambak yang berada dalam Kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang.

2. Minimnya jumlah Polisi Kehutanan yang berada di Cagar

Alam Tanjung Panjang dan belum adanya PPNS. Hal yang

99 sangat menentukan dalam pengawasan yakni polisi

kehutanan.

3. Minimnya anggaran sarana dan prasarana perlindungan

kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang.

4. Pertumbuhan jumlah penduduk di kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang.

5. Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi

Cagar Alam dan Mangrove yang ada di dalamnya.

Menurut Penulis dengan adanya alihfungsi yang terlanjur terjadi didalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan bisa dikembalikan ke fungsi awalnya, sekalipun diupayakan untuk rehabilitasi akan memakan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama.

Sehingganya penulis berpendapat akan lebih baik dilakukan penataan dan pemeliharaan terhadap hutan mangrove yang tersisa dalam kawasan

Cagar Alam tersebut.

D. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengendalikan Alih Fungsi

Hutan Mangrove Di Kawasan Hutan Cagar Alam Tanjung Panjang

Ada dua desa yang berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung

Panjang yaitu:

1. Desa Patuhu

100 Desa patuhu terdiri dari empat dusun yaitu:86

1) Dusun Dunga

2) Dusun Mekar Jaya

3) Dusun Suka Damai

4) Dusun Satria Bone

Jumlah penduduk Desa Patuhu tidak menetap atau seringkali berubah-ubah karena banyaknya orang yang keluar masuk desa.

Perubahan itu sangat mencolok terjadi pada dusun Satria Bone yang berada di areal tambak ikan bandeng dan masuk dalam kawasan Cagar

Alam Tanjung Panjang. Karena di Dusun Satria Bone dikuasai oleh pendatang dari suku Bugis. Setiap tahunnya penduduk Bugis yang datang dan menetap di dusun Satria Bone rata-rata sebanyak 10 kepala keluarga. Mereka ada yang memiliki tambak dan ada juga yang hanya sebagai penggarap tambak, baik itu ikan bandeng maupun udang.87

2. Desa Siduwonge

Desa Siduwonge merupakan desa pemekaran dari desa Huyula.

Desa Siduwonge terkenal sebagai satu-satunya wilayah penghasil garam di Provinsi Gorontalo. Desa ini memiliki jumlah penduduk sebanyak

86Data Dari Kantor Desa Patuhu Tanggal 8 oktober 2014 87Hasil wawancara Dengan Kepala desa Patuhu Tanggal 8 oktober 2014

101 261Kepala Keluarga terdiri dari 1.006 jiwa (laki-laki 542 jiwa dan perempuan 464 jiwa). Desa Siduwonge terdiri dari 5 dusun yaitu:88

1) Dusun Reset Utara

2) Dusun Reset Selatan

3) Dusun Tolotio

4) Dusun Simanagi

5) Dusun Bolongga

Dari kelima dusun ini, Dusun Simanagi dan Dusun Bolongga merupakan dusun yang memiliki areal usaha untuk pertambakan ikan/udang dan serta lokasi tambak garam. Total luas tambak di desa

Siduwonge adalah 1.117 ha, dimiliki oleh kurang lebih 40 orang pemilik.

88Data Dari Kantor Desa Sidowonge Tanggal 6 Oktober 2014

102 Nama-nama pemilik tambak yang berada di dalam Kawasan Cagar Alam yaitu:89

No. Nama

1 Daeng Haji Nompo

2 Daeng Hasan

3 Daeng Haji Basri

4 Daeng Puang Mangun

5 Daeng Andy Untung

6 Daeng Haji Sapri

7 Daeng Haji Muslan

8 Daeng Taha

9 Daeng Haji Belong

10 Daeng Andi Baso Alan

11 Daeng Baso

12 Daeng Endre

13 Daeng Lukman Tiro

14 Daeng Mumang

15 Daeng Ali

16 Daeng Saman

17 Daeng Rustam

89Rahman Dako, dkk. Analisis Para Pihak Pengelolaan Mangrove Tanjung Panjang Kabupaten Pohuwato provinsi Gorontalo.hal. 14

103 1. Upaya Perlindungan Kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang

Fenomena kondisi hutan manggrove di Kabupaten Pohuwato telah menghadapi baragam masalah yang kompleks dan saling keterkaitan yang bersifat multi dimensi yang mengharuskan semua pihak wajib mewujudkan sesuatu sistem pegelolaan secara lestari, baik kelestarian fungsi ekonomi, fungsi ekologi maupun fungsi sosial, dalam mempertahankan sumberdaya alam yang tersedia. Pemerintah harus berupaya melakukan penanganan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat mengembalikan fungsi hutan yaitu fungsi produksi, fungsi lindung, serta fungsi konservasi. Akibat tekanan pertambahan penduduk dan mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan sumberdaya alam secara berlebihan, hutan mangrove di Kabupaten Pohuwato semakin menipis dimana budidaya pola tambak merupakan sumber mata pencaharian utama, dan bahkan ada kawasan yang menjadi satu pemukiman yang padat penduduk (desa).

Penegakan hukum lingkungan dalam upaya penanggulangan pemanfaatan kawasan secara ilegal dapat dilakukan secara preventif dan represif sesuai sifat dan efektifitasnya. Instrumen bagi penegakan hukum yang bersifat mencegah atau preventif adalah penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Dengan demikian penegakan hukum yang utama adalah pejabat/aparat pemerintah daerah yang berwenang mencegah pengrusakan lingkungan.

104 Penegakan hukum yang bersifat menekan atau represif, dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan. Penindakan secara pidana umumnya selalu menyusuli pelanggaran peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Untuk menghindari penindakan pidana secara berulang-ulang pelaku/ pengrusak sendirilah yang harus menghentikan keadaan itu.

Upaya Perlindungan di suatu negara itu merupakan suatu keharusan agar tercipta kedamaian, perdamaian, dan ketertiban dalam negera tersebut. Hukum tidak diadakan begitu saja, namun memiliki dasar-dasar yang kuat dari kostitusi. Begitu juga dengan Perlindungan pastilah memiliki dasar hukum tertentu.

Upaya perlindungan pemerintah yakni untuk menjamin adanya kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam upaya perlindungan hutan,Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Pemerintah dalam hal ini mensosialisasikan serta mengambil langkah-langkah yang tepat dalam

105 menanggulangi pemanfaatan kawasan secara ilegal. Adapun upaya yang diatur dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan langkah-langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan hutan mangrove Cagar Alam Tanjung panjang yaitu:

a) Penyuluhan kehutanan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56

Pasal 57 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat

agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas

dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar

akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.

Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh

Pemerintah juga bekerjasama dengan dunia usaha, dan masyarakat.

Pemerintah memiliki kewajiban hukum untuk mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranya kegiatan penyuluhan kehutanan.

Pemerintah daerah Kabupaten Pohuwato dalam hal ini dinas

Kehutanan sedang gencar-gencarnya melakukan Sosialisasi keseluruh

Kecamatan-kecamatan dan desa-desa yang tentang Pengelolaan,

Pemanfaatan dan Perlindungan Hutan Mangrove bukan hanya yang

106 berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tetapi seluruh kecamatan dan desa yang berada di Kabupaten Pohuwato,90

b) Pengawasan kehutanan, pengawasan kehutanan yang diatur

dalam Pasal 59 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang

kehutanan ini, dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan

menilai pelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat

tercapai secara maksimal dan sekaligus merupakan umpan balik

bagi perbaikan dan atau penyempurnaan pengurusan hutan lebih

lanjut.

Pemerintah yang melakukan pengawasan hutan meliputi pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Pemerintah pusat berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan pengawasan hutan oleh pemerintah, masyarakat dan atau perorangan dapat berperan serta dalam pengawasan kehutanan. Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan masyarakat juga melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam melaksanakan pengawasan kehutanan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan. Pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap

90Hasil wawancara Dengan Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato Tanggal 22 September 2014

107 pelaksanaan pengelolaan hutan yang berdampak nasional dan internasional.

Terkait dengan adanya pengawasan terhadap kawasan hutan, maka Dinas Kehutanan melakukan Pendataan Petani Tambak dan lokasi yang berada di Kawasan Hutan Mangrove Cagar Alam Tanjung Panjang, yang menjadi lahan pendataan tersebut bertujuan untuk mengurangi peluang-peluang dalam memanfaatkan kawasan hutan sebagai tempat usaha dan penduduk ilegal.91

c) Memperketat perizinan. Perizinan merupakan salah satu wujud

keputusan pemerintah yang paling banyak dipergunakan dalam

hukum administrasi untuk mempengaruhi dan mengendalikan

tindakan masyarakat, sebagai bagian dari keputusan pemerintah,

maka perizinan pada hakikatnya adalah tindakan hukum

pemerintah bersifat sepihak berdasarkan kewenangan publik yang

memperbolehkan atau memperkenankan suatu kegiatan. Menurut

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge sebagaimana dikutip oleh Arya

Utama, motif atau tujuan utama instrumen perizinan adalah sebagai

berikut:

1) Keinginan mengarahkan (mengendalikan/ sturen) aktivitas-

aktivitas tertentu.

91Hasil Wawancara dengan Dinas Kehutanan, Pertambangan Dan Energi Kabupaten Pohuwato Tanggal 22 September 2014

108 2) Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan hidup (izin-izin

lingkungan hidup).

3) Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin tebang, izin

membongkar pada monumen-monumen).

4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin

penghunian di daerah padat penduduk).

5) Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-

aktivitas.

Sebagai bagian dari produk hukum, perizinan merupakan suatu jaminan kepastian hukum bagi pemegang izin sehingga pihak manapun yang memegang izin dalam pemanfaatan hutan, tidak dapat diganggu gugat kembali. Kepastian izin dalam pemanfaatan hutan ini mampu membedakan apakah pendudukan hutan oleh sekelompok orang tersebut merupakan illegal occupation atau tidak.

d) Pembentukan hukum yang responsif dan penegakan hukum di

bidang kehutanan. Instrumen kebijaksanaan lingkungan perlu

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan demi

kepastian hukum dan mencerminkan arti penting hukum bagi

penyelesaian masalah lingkungan. Instrumen hukum kebijaksanaan

lingkungan (juridische milieubeleidsinstrumenten) tetapkan oleh

pemerintah melalui berbagai sarana yang bersifat pencegahan,

atau setidak-tidaknya pemulihan, sampai tahap normal kualitas

109 lingkungan. Di dalam kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan

hukum terkandung tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan,

seperti penegakan hukum.

Penegakan hukum terhadap pelaku di kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang, telah dilakukan dengan mengupayakan penertiban dan penataan kawasan hutan, upaya tersebut dapat dilihat dengan

Dikeluarkannya Instruksi Bupati Pohuwato Nomor 522/PEM/1057/X/2010

Tanggal 8 Oktober 2010 tentang Pelarangan Pembukaan Lahan Tambak di Kawasan Hutan Mangrove dan pemerintah Kabupaten Pohuwato juga menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 13 Tahun 2013 Tentang

Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah Kabupaten Pohuwato.

Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (ancaman sarana administratif, keperdataan, dan kepidanaan). Upaya penegakan hukum lingkungan yang konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Namun dalam kenyataannya untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional.

110 Penataan batas wilayah hutan. Dengan adanya penetapan batas wilayah hutan maka dapat diketahui perubahan luas dari hutan itu sendiri.

Sejak kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang dikukuhkan hingga kini telah terjadi perubahan luas hutan. Hal ini disebabkan karena adanya pemanfaatan kawasan yang ilegal dengan dibukanya tambak dan bahkan terdapat pula tambak yang berserifikat hak milik.92

Upaya perlindungan Terhadap kawasan Cagar alam Tanjung

Panjang perlu dilakukan secara komprehensif baik melalui cara mencegah dan menekan adanya tambak-tambak ilegal yang dibuka di kawasan

Cagar alam itu sendiri. Ada beberapa upaya yang selalu dilakukan dalam perlindungan hutan yakni dalam penempatan personil yang terdiri dari polisi kehutanan, staf administrasi, dan menara pemantauan wilayah hutan, pengamanan daerah yang rawan pelanggaran, patroli rutin dan menindak tegas bagi pelaku yang melakukan kejahatan atau pelanggaran di kawasan hutan. Bahkan Dinas Kehutanan tidak segan-segan menindaklanjuti pelaku baik secara pidana maupun perdata.

Untuk menjaga kawasan hutan Cagar Alam Tanjung Panjang,

Dinas Kehutanan Kabupaten Pohuwato telah menempatkan personil polisi hutan sebanyak 7 orang. Dengan jumlah personil kepolisian yang sangat minim menjadi hal yang sangat memprihatinkan mengingat kawasan

92Hasil wawancara dengan Tatang Abdullah Kepala Resort Cagar Alam Tanjung Panjang Kabupaten Pohuwato tanggal 8 september 2014

111 Cagar Alam Tanjung Panjang sangat luas dan medan yang cukup sulit untuk dilalui.

Penetapan kawasan hutan juga ditujukan untuk menjaga dan mengamankan keberadaan dan keutuhan kawasan hutan sebagai penggerak perekonomian lokal, regional dan nasional serta sebagai penyangga kehidupan lokal, regional, nasional dan global. Kawasan

Hutan Indonesia ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam bentuk Surat

Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan

Perairan Provinsi. Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, Pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.

Sanksi adalah elemen penting bagi tegaknya hukum didalam masyarakat baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Dalam Pasal

82 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan

Dan Pemberantasan Perusakan Hutan Dalam hal tindak pidana sebagaimana dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

112 Dalam kenyataan yang terjadi dilapangan belum berjalannya sanksi seperti tersebut diatas. Dapat dilihat dari banyaknya pemukiman warga yang berada didalam kawasan Hutan Cagar Alam tanpa memiliki memiliki izin yang sah dari pemerintah yang berwenang.

Pengenaan sanksi pidana penjara dan denda yang dirumuskan secara komulatif juga diikuti dengan kewajiban bagi penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 80 ayat (1) Undang-undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Hutan, yang menyebutkan setiap perbuatan melanggar hukum yang daitur dalam undang-undang ini, dengan tidak mengurangi sanksi pidana, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan kepada negara, untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis sampai saat ini belum ada pelaku pengrusakan hutan yang membayar ganti rugi kepada negara,dan bahkan sampai saat ini mereka masih berada dalam kawasan Hutan Cagar Alam Tanjung Panjang.

Adanya pengaturan mengenai larangan menduduki kawasan hutan secara tidak sah memerlukan manusia sebagai penggeraknya.

113 Penegakan hukum dapat menjadi instrumen represif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Masalah lingkungan tidak selesai dengan memberlakukan Undang-Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Instrumen hukum yang mengatur mengenai prinsip perlindungan hutan hanya dapat berjalan efektif jika masyarakat memiliki komitmen untuk melaksanakannya.

Partisipasi masyarakat dalam hal ini sangat di butuhkan karena

Partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Masyarakat dalam hal ini akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada hakikatnya pelibatan masyarakat merupakan bagian dari perencanaan yang dimasudkan untuk mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi dari mereka. Masyarakat selain mempunyai hak dalam menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan, juga berhak mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan.

Selain haknya tersebut, masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan.

Dalam Pasal 68 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan dikatakan bahwa masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan. Selain hak tersebut masyarakat dapat:

114 a. Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

b. Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan,

dan informasi kehutanan;

c. Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam

pembangunan kehutanan; dan

d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan

kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.

Hak-hak tersebut dapat menjadi landasan bagi peran serta masyarakat untuk mencegah adanya pemanfaatan hutan secara ilegal.

Hal ini menjadi upaya preventif untuk mencegah didudukinya tanah hutan secara tidak sah.

Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan. Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau Pemerintah. Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan dan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah

Daerah dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.

115 Masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang sudah mulai berbenah dan mempersiapkan sesuatunya dengan dapat dilihat dari terciptanya kerja sama antara masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah. 93 Hal yang saat ini sedang berjalan yaitu penanam kembali pohon mangrove yang menjadi program pada tahun 2013 dan

2014 termasuk yang berada dalam kawasan Cagar Alam Tanjung

Panjang, Program penanaman mangrove merupakan salah satu program dari Pemerintah Daerah Kebupaten pohuwato. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki kawasan pantai khususnya di kawasan yang rata-rata areal mangrovenya telah banyak habis akibat pemanfaatan untuk kawasan pemukiman, tambak maupun pemanfaatan skala rumah tangga oleh penduduk disekitarnya. Khususnya pada kawasan Cagar alam pada tahun 2013 lembaga Swadaya Masyarakat dengan Nama JAPESDA pernah bekerja sama dengan pemerintah desa untuk penanaman kembali tetapi tidak menghasilkan apapun atau tidak tumbuh dan pada tahun 2014 pemerintah kembali melakukan penanaman kembali dengan nama silvofyshery dan sampai saat ini masih dalam tahap pengembangan.94

Dalam upaya penanggulangan pemanfaatan hutan secara ilegal di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang, diperlukan pemahaman masyarakat mengenai pemanfaatan kawasan itu sendiri.

93Hasil Wawancara dengan Yunus Akuba Masyarakat desa Siduwonge tanggal 9 oktober 2014 94Wawancara dengan Ibrahim Rahman Asisten Lapangan Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam tanggal 20 oktober 2014

116 Secara ideal, pemanfaatan hutan mangrove dalam kawasan

Cagar Alam Tanjung Panjang harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove. Selain sebagai penahan abrasi dan gelombang air laut, mangrove juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan, yakni mampu menyerap karbondioksida yang dikeluarkan dari gas emisi cerobong asap perusahaan dan kendaraan bermotor. setiap hektar hutan mangrove, mampu menyimpan karbon dalam jumlah yang lebih banyak dibanding hutan tropis di dataran tinggi (upland tropical forests). Peran ini penting untuk mengurangi jumlah emisi CO2, penyebab pemanasan global yang saat ini terus meningkat.95 Karenanya di dunia internasional konservasi dan pelestarian ekosistem hutan mangrove mendapat perhatian serius.

Organisasi bidang kehutanan yang ada di tengah-tengah masyarakat dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, dapat mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan. Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan harus memenuhi persyaratan yakni berbentuk badan hukum dimana organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan serta telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

95https://www.facebook.com/trunaaikmel/posts/1475281339361895

117 Sinergi antara pemerintah, badan usaha dan masyarakat merupakan implementasi dari ciri-ciri negara hukum Pancasila. Adapun ciri-ciri dari negara hukum Pancasila adalah:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan

asas kerukunan nasional.

b. Hubungan yang fungsional dan proporsional antara kekuasaan

negara.

c. Prinsip penyelesaian sengketa secara bermusyawarah dan

peradilan merupakan sarana terakhir.

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan umat manusia dan alam semesta memiliki keterbatasan-keterbatasan. Perlindungan dan pengelolaan yang memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan akan membuat lingkungan berkembang berkelanjutan, sebaliknya perlindungan dan pengelolaan yang berlebihan hanya akan menyebabkan kerusakan bahkan melahirkan bencana ekologis. Dalam hal ini negara bertanggung jawab menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya secara berkelanjutan.

Tanggung jawab Negara tersebut diatur dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan.

118 2. Rehabilitasi Kawasan Cagar Alama Tanjung Panjang

Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung.

Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.

Mangrove mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosial yang sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir.

Kegiatan rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negatif dari hilangnya mangrove ini meluas dan tidak dapat diatasi (tsunami, abrasi, intrusi, pencemaran, dan penyebaran penyakit).

Dalam merehabilitasi mangrove tersebut, yang diperlukan adalah master plan yang disusun berdasarkan data obyektif kondisi biofisik dan sosial. Untuk keperluan ini, Dinas Konservasi Sumber Daya Alam dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan master plan dan studi kelayakannya. Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan green belt perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami,

119 peningkatan produktivitas ikan tangkapan serta penyerapan polutan perairan).

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Restorasi / rehabilitasi hutan mangrove akan terus diupayakan oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Pohuwato terutama pada kawasan cagar alam dan kawasan lindung serta sepadan pantai sebagai zona Grrendbell.96

Permasalahan yang terjadi adalah rehabilitasi dan restorasi yang akan dilakukan di kawasan yang cukup luas dan akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Kemudian yang kita ketahui Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Dapat kita pahami bahwa rehabilitasi yang akan dilakukan di kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang tidak akan sepenuhnya mengembalikan fungsi dari Cagar Alam itu sendiri atau tidak terdapat lagi kekhasan tumbuhan atau ekosistem lainnnya yang berlangsung secara alami.

Pelindungan hutan dari pemanfaatan hutan secara ilegal di kawasan Cagar Alam Tanjung panjang merupakan konsekuensi dari

96Hasil wawancara Dengan Bambang Kepala Seksi Pengawasan Hutan Mangrove Dinas Kehutanan, Pertambangan dan energi Kabupaten Pohuwato

120 negara hukum. Sebagai sebuah negara hukum yang ditegaskan dalam konstitusi tertulis sebagai dasar negara, maka segala aspek kehidupan masyarakat selalu didasarkan atas hukum termasuk dalam menjaga dan melindungi kawasan hutan. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib dan adil. Terhadap perilaku manusia, hukum menuntut manusia supaya melakukan perbuatan yang lahir, sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat negara.97

Hutan merupakan bagian dari lingkungan hidup, regulasi perundang-undangannya pun ada keterkaitan antara undang-undang pengelolaan lingkungan hidup dengan undang-undang kehutanan, dimana

Undang-Undang Kehutanan merupakan undang-undang sektoral yang dinaungi oleh Undang-Undang Lingkungan Hidup karena pada bagian

“mengingat” dalam konsideransnya tertulis Undang-Undang Lingkungan

Hidup.164 Sehingga menjaga hutan sama dengan menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan hidup. Salah satu hutan yang harus dijaga adalah hutan mangrove yang berada di daerah pantai.

Lingkungan hidup adalah bagian dari kehidupan manusia yang menjadi sumber penghidupan manusia. Permasalahan lingkungan hidup memang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia. Masalah

97Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1999, hal. 76.

121 lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup. Masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa dekade akhir-akhir ini menduduki tempat perhatian dan sumber pengkajian yang tidak ada habis-habisnya, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional, karena dapat dikatakan Ia sebagai kekuatan yang mendesak untuk mengatur kehidupan umat manusia dalam kaitannya dengan kebutuhan sumber daya alam, dengan tetap menjaga kelanjutan dan kelestarian itu sendiri. Dua hal yang paling essensial dalam kaitannya dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup, adalah timbulnya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.98

Hutan merupakan salah satu penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran bagi makhluk hidup. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang (Penjelasan Umum Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) sehingga ancaman kerusakan hutan menjadi ancaman bagi kehidupan makhluk hidup.

98Nurdu’a M. Arief, Nursyam B. Sudharsono Aspek Hukum Penyelesaian Masalah Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, Semarang,Satya Wacana, 1991, hal. 7.

122 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

terhadap Sumber Daya Alam bukan hanya berdampak positif

kepada pembangunan akan tetapi Otonomi Daerah dapat

berakibat negatif terhadap Sumber Daya Alam yang ada di

daerah itu sendiri. Seyognya otonomi daerah, memberi nilai

kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, bukan masalah baru,

berupa perusakan dan pencemaran lingkungan. Dalam

pengelolaan Sumber Daya Alam berorintasi pada nilai-nilai

kearifan lokal, yang seharusnya didorong Otonomi Daerah

dalam pengurusan Sumber Daya Alam, seharusnya memberi

nilai lebih bagi pembangunan, tingkat kesejahteraan masyarakat

dan pendapatan daerah Kabupaten Pohuwato. Akan tetapi yang

terjadi otonomi Daerah hanya menghancurkan Sumber Daya

Alam yang ada di Kabupaten Pohuwato.

2) Status hukum Penguasaan lahan Di Kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang yang saat ini terjadi yakni dikuasai oleh

masyarakat secara ilegal atau berstatus ilegal, pengalihfungsian

123 tersebut terjadi tanpa izin dari pemerintah, hal ini dikarenakan

tidak mungkin adanya izin diatas kawasan Konservasi khusunya

Cagar Alam. Terjadinya pengalihfungsian dalam kawasan

Cagar Alam Tanjung Panjang yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1984 tanggal 20

Desember 1984 dengan luas ± 3.000 ha, menjadi lahan tambak

dan pemukiman warga tidak lepas dari kurangnya pengawasan

dari pemerintah sehingga terkesan adanya pembiayaran.

Hingga saat ini pengalihfungsian tersebut berkembang dan

menyebabkan kerusakan terhadap kawasan Cagar Alam

Tanjung Panjang.

3) Upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan alih fungsi

yang terjadi di dalam kawasan Cagar Alam Tanjung Panjang

yakni dengan melakukan penyuluhan pentingnya Cagar Alam,

pengawasan, sanksi dan rehabilitasi. Upaya pengawasan

dilakukan setelah terjadi pengalihfungsian sehingga

pengawasan tersebut tidak efektif, sampai saat ini juga belum

adanya oknum yang diberikan sanksi oleh pemerintah, dan

rehabilitasi kawasan yang belum membuahkan hasil. Akan

tetapi pemerintah dalam hal ini sedang mengkaji beberapa hal

yang menyangkut pengendalian alih fungsi di kawasan Cagar

Alam Tanjung Panjang salah satunya menitik beratkan pada

pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Cagar Alam.

124 B. Saran

Adapun saran dari penulis yaitu:

1) Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat harus lebih tegas

dalam menetapkan daerah otonomi baru agar daerah otonomi

baru tidak hanya memikirkan Pendapatan Asli Daerah dengan

mengeksploitasi sumber Daya Alam yang ada di daerahnya

tetapi juga lebih menjaga Sumber Daya Alam yang ada di

daerah tersebut.

2) Pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Pohuwato

seharusnya dapat menata kembali kawasan cagar Alam

Tanjung Panjang, dengan menjaga hutan mangrove yang masih

tersisa, dan menata kembali lahan yang menjadi tambak rakyat,

maka dengan adanya penataan kembali akan memberikan

status yang jelas terhadap masyarakat pemilik tambak dan

masyarakat yang bermukim dalam kawasan tersebut.

3) Pengawasan dan peran serta dari Pemerintah Kabupaten

Pohuwato didalam mengawasi setiap pelaku pengalihfungsian

hutan harus diperketat lagi. Maka dengan adanya pengawasan

yang ketat oleh pemerintah kedepannya penataan lingkungan

dan kegiatan tambak akan berjalan dengan seimbang.

Terhadap orang maupun badan usaha yang melakukan

pelanggaran berupa pengalihfungsian kawasan cagar alam

125 maupun hutan lindung hendaknya harus ditindak dengan tegas.

Sehingga kedepan hal tersebut tidak terjadi lagi.

126 DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Khakim. 2005.Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia, Bndung, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Abrar Saleng. 2013.Kapita Selekta Hukum Sumberdaya Alam. Membumi Publishing. Makassar.

Alam Setia Zain. 1997.Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Arifin Arief. 2001.Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta ------2003. Hutan Mangrove. Kanisius. Yogyakarta

Bambang Pamulardi. 1999.Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda, 1999.Teori dan Hukum Konstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta,

Helmi, 2012.Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Sinar Grafika, Jakarta

H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013,Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara, Jakarta

Muhammad Fadhlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Jurnal, 2010,

Ridwan HR. 2011.Hukum Administrasi Negara, Edisi revisi. Jakarta, Rajawali pers. Jakarta.

Nurdu’a M. Arief, Nursyam B. Sudharsono, 1991, Aspek Hukum Penyelesaian Masalah Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, Satya Wacana, Semarang,

127 Salim. 2006.Dasar-dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta.

Slamet soesono. 1988. Budidaya ikan dan udang dalam tambak. PT. Gramedia. Jakarta.

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Undang-undang Nomor 5 Tahnu 1999 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

JURNAL A. Tenri Uleng Hakim. Skripsi: perbandingan struktur komunitasfitoplankon pada tambak tradisional dan intensif di desa mariorennu, kecamatangantarang, kabupaten bulukumba. 2007

Basri Amin, Rahman Dako, Yusran N Masa, Johanes Wiharisnoo, Ahmad Bahsowan, Ismail A Kadir. Laporan Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013.

Jurnal. Kajian Kelayakan Pemulihan Ekosistem di Cagar Alam Tanjung Panjang, 2013

Muhammad Fadlan. Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan. Jurnal 2010. Hal 14.

PERMENHUT dalam Pengaruh Aktivitas Ekonomi PendudukTerhadap Kerusakan Ekosistem HutanMangrove di Kelurahan Bagan DeliKecamatan Medan Belawan.

Rahman Dako, dkk. Analisis Para Pihak Pengelolaan Mangrove Tanjung Panjang Kabupaten Pohuwato provinsi Gorontalo. 2013

Ridha Damanik, Rignolda Djamaludin. Atlas Mangrove Teluk Tomini. Program Sustainable Coastal Livelihoods and Management Program (SUSCLAM).

128 WEB https://www.facebook.com/trunaaikmel/posts/1475281339361895 http://www.diwarta.com/2012/07/23/faktor-penyebab-kerusakan-hutan- dan-pencegahannya.html http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/75/name/go rontalo/detail/7504/pohuwato http://infoprovinsigorontalo.blogspot.com/2010/01/profil-kabupaten- pohuwato.html http:/www.mongabay.co.id/2013/03/18/nasib-cagar-alam-tanjung-panjang- di-tengah-alih-fungsi-lahan-dan-ancaman-konflik-etnis/. http://zpador.wordpress.com/2008/11/08/memahami-kembali-tindak- pidana-kehutanan-dan-vonis-bersalah-adelin-lis/

129 LAMPIRAN

130 131 132 133 134 135 136