Bab Ii Profil Kota Bukittinggi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 BAB II PROFIL KOTA BUKITTINGGI 2.1 Wilayah Administrasi Secara geografis Kota Bukittinggi terletak antara 100°20' - 100°25' Bujur Timur dan antara 00°16' - 00° 20' Lintang Selatan dengan batas-batas : . Sebelah Utara dengan Nagari Gadut dan Kapau Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam; . Sebelah Selatan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam; . Sebelah Timur dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang Kecamatan IV Angkat Kabupaten Agam; . Sebelah Barat dengan Nagari Sianok, Guguk dan Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam; Letak geografis ini juga cukup strategis terhadap lintasan regional, seperti lintasan dari Padang (PKN Sumbar) ke Medan (PKN Sumut), dan lintasan dari Padang ke Pekanbaru (PKN Riau). Kota Bukittinggi telah menjadi kota titik perlintasan dari Jalur Lintas Tengah Sumatera serta jalur penghubung antara Jalur Lintas Tengah dengan Jalur Lintas Timur Sumatera. Kota Bukittinggi juga menjadi PKW dari beberapa PKL yang berada di Provinsi Sumatera Barat dan daerah Provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Riau. Oleh karena itu dalam lingkup Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi menjadi orientasi pelayanan utama. Luas Kota Bukittinggi adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 % dari luas Propinsi Sumatera Barat. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi 3 (tiga) kecamatan dan meliputi 24 kelurahan, yaitu: 1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau 27,06 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan. 2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2 (1.215,60 ha) atau 48 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9 kelurahan. 3. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas areal 6,252 km2 (625,20 ha) atau 24,77% dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 8 kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dan peta administrasi Kota Bukittinggi di bawah ini : Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-1 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 Tabel 2.1 Jumlah Kelurahan , Luas dan Persentase Daerah Kota Bukittnggi tahun 2015 Kecamatan Kelurahan Luas Daerah (Km²) 6,831 Bukit Cangang Kayu Ramang 0,470 Tarok Dipo 1,480 Pakan Kurai 0,870 Guguak Panjang Aur Tajungkang Tengah Sawah 0,690 Benteng Pasar Atas 0,560 Kayu Kubu 0,910 Bukit Apit Puhun 1,851 12,156 Pulai Anak Air 0,882 Koto Selayan 0,730 Garegeh 0,650 Manggis Ganting 0,651 Mandiangin Koto Selayan Campago Ipuh 1,393 Puhun Tembok 0,710 Puhun Pintu Kabun 3,610 Kubu Gulai Bancah 1,810 Campago Guguk Bulek 1,720 6,252 Belakang Balok 0,504 Sapiran 0,257 Birugo 0,940 Aur Birugo Tigo Baleh Aur Kuning 0,900 Pakan Labuah 1,180 Kubu Tanjung 0,911 Ladang Cakiah 0,740 Parit Antang 0,820 Bukittinggi 24 25,239 Keterangan : Bukittinggi Dalam Angka, 2015 Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-2 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 Peta 2.1 Peta Administrasi Kota Bukittinggi Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-3 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 2.2. Potensi Wilayah Kota Bukittinggi 2.2.1 Potensi Kawasan Kota Pusaka Perkembangan penduduk Kota Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods. Saat ini Bukittingi merupakan kota terpadat di Provinsi Sumatera Barat, dengan tingkat kepadatan mencapai 4.400 jiwa/ km². Jumlah angkatan kerja sebanyak 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil, dan Batak. Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar di Bukittinggi. Mereka diizinkan pemerintah Hindia-Belanda membangun toko/kios pada kaki bukit Benteng Fort de Kock, yang terletak di bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling. Perkembangan Kota Bukittinggi ke dalam bentuk kota yang sekarang, tidak terlepas dari perkembangan latar belakang sejarah baik secara politik, ekonomi maupun sosial budaya. Beberapa hal yang bisa dicatat mengenai perkembangan kota Bukittinggi pada masa sebelum pemerintahan kolonial Belanda adalah peran kota Bukittinggi yang berada pada jalur persimpangan perdagangan daerah pedalaman Minangkabau yang menghasilkan komoditi kopi, sehingga mengakibatkan Luhak Agam, terutama sekali Nagari Kurai (Bukittinggi) menjadi ramai dikunjungi oleh para pedagang kopi. Perkembangan dari aktifitas perdagangan kopi di Luhak Agam telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan fisik-spasial kota, seperti berkembangnya aktifitas perdagangan, sehingga terbentuknya wadah transaksi yang pada saat itu dikenal sebagai pakan yang sampai sekarang masih ada dan menunjukkan perkembangan yang pesat, baik dari segi intensitas kegiatan maupun perkembangan fisiknya. Dalam perkembangannya sekarang, Bukittinggi memiliki tingkat perkembangan kota yang sangat pesat yaitu pada kawasan pusat kota seperti dalam hal perkembangan fisik-spasial, pemanfaatan ruang kota maupun aktifitas-aktifitas kota seperti pada sektor perdagangan dan pengadaan fasilitas pariwisata. Perkembangan ini membentuk pusat-pusat kegiatan seperti di kawasan Pasar Atas, kawasan perkantoran pemerintah di Belakang Balok, kawasan perdagangan grosir dan terminal bus regional dan kawasan Kantor Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-4 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 Balai Kota di Gulai Bancah. Perkembangan ini juga didukung oleh berbagai potensi yang dimiliki seperti potensi alam dan objek wisata serta letak kota Bukittinggi yang secara geografis berada pada jalur perdagangan antar kota atau propinsi di Sumatera bagian tengah. Terbentuknya pusat-pusat kegiatan yang ada di kawasan pusat kota saat ini merupakan suatu proses dari perjalanan sejarah kota Bukittinggi yang dapat ditelusuri melalui tahapan perkembangannya. Salah satu potensi Kota Bukittinggi sebagai Kota Pusaka adalah terdapatnya beberapa peninggalan bersejarah dan masih di gunakan oleh masyarakat sampai sekarang ini seperti tempat ibadah, balai adat, jam gadang dan lain sebagainya. Sebaran pemukiman penduduk dari koto jolong (Jorong Tigo Baleh) ke masing-masing jorong membentuk kelompok-kelompok pemukiman, seperti diantaranya Birugo, Tangah Sawah, Banto Laweh, Gurun Panjang dan Padang Gamuak. Perkembangan daerah pemukiman ini juga diikuti dengan mesjid jamik, yang jika dilihat dari letaknya, menjadikan mesjid ini sebagai pusat-pusat dari daerah permukiman penduduk yang tersebar pada jorong-jorong yang ada. Bentuk bangunan dari mesjid ini diperkirakan mirip dengan Mesjid Jamik Mandiangin, yang bentuk atapnya masih dipertahankan, walaupun telah mengalami pergantian material. Bentuk mesjid yang juga mirip dengan mesjid ini adalah mesjid yang ada di Sungai Lasi dan Muaralabuah. Bentuk atap mesjid ini yaitu dengan atap bersusun tiga (berlenggek tiga / bertingkat tiga). Tingkat atap yang pertama dimaksudkan sebagai pucuk bulek yang berlima, tingkat atap yang kedua sebagai pucuk bulek yang sembilan dan tingkat atap yang ketiga sebagai pucuk bulek yang dua belas (Sati, 1990). Mesjid Jamik yang pertama sekali didirikan yaitu Mesjid Jamik Tigo Baleh yang berada di Kelurahan Pakan Labuah, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sekarang. Mesjid ini terletak di sebuah lurah (dataran rendah) dekat sebuah batang air (Batang Kurai). Mesjid ini dibangun sekitar abad ke-18 (Sati, 1990). Pembangunan mesjid ini dilaksanakan secara ‘gotong royong’, yaitu dengan mengerahkan ninik mamak, alim ulama dan anak kemenakan dari setiap jorong yang ada di Nagari Kurai. Mesjid ini dibangun setelah Nagari Kurai berkembang menjadi V jorong. Setelah pembangunan Mesjid Jamik Tigo Baleh ini, kemudian di susul dengan pembangunan mesjid jamik lainnya di jorong-jorong yang ada. Selain untuk pelaksanaan shalat Jumat, di mesjid-mesjid ini diadakan setiap akad nikah dari anak kemenakan (Pemda, 1992). Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-5 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 Gambar 0.1 Sebaran Letak Mesjid Jamik di kota Bukittinggi Sumber: Hasil Survey 1999-2000 dan Alvares, 1998. Gambar 0.2 Bentuk Mesjid Yang Diperkirakan Mirip Dengan Mesjid Jamik Tigo Baleh Yang Pertama Satgas RPIJM Kota Bukittinggi Tahun 2016 II-6 Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 Dari segi pemerintahan nagari, ninik mamak yang tiga belas, berkembang menjadi ninik mamak Penghulu Pucuk, Pangka Tuo Nagari dan ninik mamak nan Saratuih (100), sesuai dengan kebutuhan anak kemenakan yang telah berkembang ke jorong-jorong yang ada. Struktur pemerintahan Nagari Kurai V Jorong, sebagaimana yang digambarkan pada gambar berikut. terlihat bahwa elemen ruang nagari (fungsi pemerintahan) yaitu balai adat terdiri dari balai adat untuk bermusyawarah di setiap jorong (sekarang Kerapatan Adat Nagari Jorong) dan balai adat nagari (sekarang Balai Adat Kurai atau Kerapatan Adat Kurai Bukittinggi). Penghulu Pucuk Penghulu Pucuk Nan 5 Penghulu Pucuk Nan 9 Penghulu Pucuk Nan 12 Balai Kerapatan Adat Kurai