Pengembangan Kota Sekunder Dalam Rangka Pembangunan Daerah : Kasus Kotamadya Padang Panjang ^

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pengembangan Kota Sekunder Dalam Rangka Pembangunan Daerah : Kasus Kotamadya Padang Panjang ^ Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol. 36, No. 4, 1988 Pengembangan Kota Sekunder Dalam Rangka Pembangunan Daerah : Kasus Kotamadya Padang Panjang ^ Rustian Kamaluddin Attract The population percentage share of municipalities to that of West Sumatera has totally been rather increasing every year, namely from 19.53% (1971) to 20.85% (1980) and 21.28% (1986). Nevertheless the population growth rates were not the same among municipalities. In the period of 1971-80 the net population migration of all municipalities was +0,77%) and then in the period of 1980-86 has decreased to +0,34%,. In relation to that mentioded above it can be stated that Padang Panjang municipality has been always experienced the lowest population growth among eight municipalities in West Sumatera. Furthermore this municipality was one of the four municipalities experienced negative net population migration. And its net figure was the highest compared to the others, namely minus 1,75%. That's mean Padang Panjang has experienced highest de-urbanization process compared to the other three municipalities. Padang Panjang municipality can be included as a secondary city in West Sumatera, although still in the early phase of its development. This secondary city has functioned as a central place which must serve other popualtion live and stay in its hinterlands. And this secondary city has combination of characteristics of socio-economic way of lives, both urban and rural. It can be explained furthermore that urban life characteristics of Padang Panjang municipality is still limited and less prominent. Its population livings is relatively still based on agricultural sector or other related sectors. This city can function better as a center distribution of goods and services and also as a center for supply of agricultural products. To develop the secondary city like Padang Panjang it is necessary to be carried out certain strategies and measures simultaneously and integrated by developing the other secondary cities and their hinterlands. So that they will run and develop according to their respective functions and will have interrelation and support each others. Nevertheless the success of Padang Panjang municipality development, beside depend on the leadership and the ability of development fund of the city, will also depend much on its population participation and mental attitude, commit• ment and motivation devotion and discipline of government officials and all people of Padang Panjang municipality itself. *) Makalah yang disajikan sebagai ceramah dalam Musyawarah Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Repelita V Kotamadya Padang Panjang, 7-8 Nopember 1988. 401 Kamaluddin Di dalam Repelita 111 daerah Sumatera Barat yang kemudian di• lanjutkan pada Repelita IVnya, telah mengambil strategi dan kebijaksa• naan pengembangan wilayah pembangunan dengan pusat-pusat pengem- bangannya. Sebagai pusat-pusat pengembangan tingkat pertama adalah Padang, Bukittinggi, Solok, Lubuk Sikaping dan Sikakap untuk wilayah- wilayah pembangunan A,B,C,D dan E. Sedangkan Sawah Lunto, Padang Panjang, Payakumbuh dan 16 kota kecamatan ditetapkan sebagai pusat pengembangan tingkat kedua. Di samping bertujuan melaksanakan pemerataan pembangunan, maka pembangunan pusat-pusat pengembangan wilayah ini mempunyai fungsi utama yang bermacam-macam, antara lain sebagai pusat untuk pengembangan kawasan dalam lingkungan pengaruhnya dan menahan atau menjaring penduduk sehingga akan berkurang migrasi penduduk ke luar daerah (merantau) maupun ke kota-kota besar (berurbanisasi). Dari pengalaman pelaksanaan selama Pelita 111 dam Pelita IV, maupun dari hasil pengamatan selama ini, ternyata bahwa konscp pengembangan wilayah belumlah berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pusat-pusat pengembangan, baik tingkat kesatu maupun tingkat kedua, masih belum berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini mungkin disebab• kan oleh berbagai faktor, seperti masih kurangnya peranan yang diberi• kan pada pusat-pusat pengembangan, keterbatasan kemampuan pen- danaan dan penyediaan fasilitas kota yang diperlukan, dan sebagainya. Pada uraian berikut ini akan dikemukakan tentang perkembangan penduduk dan urbanisasi di Sumatera Barat, karakteristik dan fungsi kota sekunder, strategi dan keterpaduan pengembangannya, serta arah dan kebijaksanaan pembangunan kota, dengan menitik-beratkan pada kasus kotamadya Padang Panjang. I. Perkembangan Pendudukan dan Urbanisasi Dalam membahas aspek perkembangan penduduk kota, biasanya meliputi segi-segi kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan tingkat urbanisasi. Menurut data-data Sumatera Barat Dalam Angka 1986 kepadatan penduduk kotamadya secara totalitas sebanyak 875 orang per km2 dan kepadatan penduduk Sumatera Barat 90 orang per km2. Dan di antara 6 buah kotamadya se Sumatera Barat yang terpadat penduduknya ada• lah kodya Bukittinggi (3.030 orang per km2) dan yang terjarang pen• duduknya adalah kodya Padang (737 orang per km2). Kodya Padang Panjang menempati urutan keempat dalam kepadatannya, yaitu seba• nyak 1.311 orang per km2. Secara terinci lihat Tabel 1. 402 Pengembangan Kota Tabel 1 Luas Daerah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kotamadya dan Kabupaten diSumatera Barat, 1986. Luas Kepadatan Kotamadya/Kabupaten Pendudui (Km2) (orang) per km2 Kotamadya 928J 812.431 875 1. Padang 7.66,0 564330 737 2. Solok 25,0 37.210 1.488 3. Sawab Lunto 63 15,168 2.408 4. Padang Panjang 26,6 34.870 1.311 5. Bukittinggi 24,9 75.450 3.030 6. Payakumbub 80,1 85.403 1.066 Kabupaten 41368,4 3.005.833 Sumatera Barat 42.2973 3.818.264 Sumber : Bappeda dan Kantor Sensus Sumbar, Sumatera Barat Dalam Angka, 1986. (angka-angka disederbanakan). Sungguhpun kodya Padang Panjang bukanlab kotamadya yang ter• jarang penduduknya di Sumatera Barat, akan tetapi pada satu pihak batas wilayahnya tidak mengalami perluasan. Di lain pihak jumlah pen• duduknya mengalami pertumbuhan yang terendah di antara kotamadya- kotamadya se Sumatera Barat, lebih-lebih pada tahun-tahun belakangan ini. Berdasarkan data-data statistik yang tersedia dapat dihitung bahwa sungguhpun pada periode 1971-1980 laju pertumbuhan penduduk kodya Padang Panjang adalah urutan ketiga terendah (1,29% per tahun), setelah kodya Sawah Lunto (0,96%) dan kodya Bukittinggi (1,26%). Akan tetapi pada periode 1980—1986 pertumbuhan penduduk kodya Padang Panjang telah mengalami kemerosotan yang tajam, sehingga menempati urutan paling rendah di antara kodya-kodya se Sumatera Barat, yaitu dengan laju pertumbuhan hanya sebesar 0,17% rata-rata per tahun. Ini antara lain terjadi karena pemindahan sebagian anggota Brimob Padang Panjang ke Padang serta karena kematian dan pemindah• an penduduk akibat bencana alam ke luar dari daerah ini pada tahun 1987. Namun demikian jika seandainya pemindahan dan bencana alam tersebut tidak terjadi, maka laju pertumbuhan penduduk kodya Padang Panjang masih tetap yang terendah, yaitu hanya 0,88% rata-rata per tahun. Rinciannya lihat tabel 2. 403 Kamaluddin Tabel 2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kotamadya dan Kabupaten di Sumatera Barat, 1971-1986. Laju Pertumbuhan Daerah Jumlah Penduduk (orang) (% per tahun) 1971 1980 1986 1971-80 1980-86 Kotamadya 545.583^) 710.331 812.431 2,98 2,26 1. Padang 351.154^) 480.922 564.330 3,56 2,69 2. Solok 24.771 31.724 37.210 2,76 2,69 3. Sawab Lunto 12.427 13.561 15.168 0,96 1,88 4. Padang Panjang 30.711 34.517 34.870 1,29 0,17 5. Bukittinggi 63.132 70.771 75.450 136 1,07 6. Payakumbub 63388 78.836 85.403 2,43 134 Kabupaten 2.402.428 2.696,485 3.005.833 138 1,83 Sumatera Barat 2.793.196 3.406.816 3.818.264 2,21 1,92 Rasio Penduduk Kodya terbadap Sumbar 19,63 20,85 21,28 a) Termasuk jumlab pendudukpada kecamatan-kecamatan wilayab perluasan Kodya Padang. Jumlab penduduk kodya Padang lama 1971 sebanyak 196.339 jiwa. Sumber: Dikutip dan dibitung kembali dari: (1) Rustian Kamaluddin, Beberapa Aspek Pembangunan Nasional dan Daerab, Gbalia Indonesia, Jakarta, 1983. (2) Bappeda dan Kantor Sensus Sumbar, Sumatera Barat Dalam Angka, 1986. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan lebih lanjut mengenai aspek kependudukan ini ditinjau dalam kaitannya dengan masalah urbanisasi. Sebagai alat analisis dalam hal ini adalah tingkat urbanisasi. Secara umum dikatakan bahwa tingkat urbanisasi adalah perbandingan antara pertambahan penduduk kota (urban) dengan pertambahan pen• duduk secara nasional. Sehingga analog dengan ini dapat dikatakan tingkat urbanisasi dari kodya-kodya di Sumatera Barat adalah perban• dingan antara laju pertumbuhan penduduk kodya yang bersangkutan dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera Barat. Jika angka tingkat urbanisasi ini lebih besar dari satu, maka disebut terjadi urbanisasi, dan semakin besar angka tersebut akan berarti semakin besar arus urbanisasi ke kota (madya) yang bersangkutan. Sebaliknya jika angka tingkat urbanisasi sesuatu kota (madya) lebih kecil dari satu, maka dikatakan terjadi de-urbanisasi, artinya arus penduduk yang pindah ke luar dari kota (madya) yang bersangkutan adalah lebih besar dibandingkan dengan 404 Pengembangan Kota jumlah penduduk pendatangnya. Dan jika angka tingkat urbanisasi kota (madya) yang bersangkutan semakin kecil ke arah nol, maka proses de- urbanisasi akan semakin meningkat. Proses de-urbanisasi yang demikian ini menunjukkan adanya gejala involusi kota dimana jumlah penduduk kota bertumbuh dengan lamban, babkan adakalanya jumlah penduduk• nya bertendensi semakin berkurang. Dari hasil perhitungan dari data-data yang tersedia ternyata bahwa pada periode 1971-1980 terdapat tiga kotamadya di Sumatera Barat yang mengalami proses urbanisasi di mana yang tertinggi adalah
Recommended publications
  • Indonesia: West Sumatra Earthquakes
    . Indonesia: Emergency Appeal n° MDRID004 GLIDE n° TS-2009-000211-IDN West Sumatra Operations update No. 1 9 October 2009 earthquakes Period covered by this update: 7 October – 8 October 2009 Appeal target: CHF 19,185,775 (USD 18.64 million or EUR 12.69 million) Appeal coverage: 20 per cent; with contributions received to date, in cash and kind, and those in the pipeline, the appeal is currently approximately 77 per cent covered. <click here for donors’ response list, or here for contact details> Appeal history: • An emergency appeal for CHF 19,185,775 (USD18.64 million or EUR 12.69 million) was issued on 7 October 2009 to support the Indonesia Red Cross (Palang Merah Indonesia/PMI) to assist up to 20,000 families (approximately 100,000 beneficiaries) for six months. • A preliminary emergency appeal for CHF 6,842,032 (USD 6.6 million or EUR 4.53 million) was issued on 4 October 2009 to support the Indonesia Red Cross (Palang Merah Indonesia/PMI) to assist up to 5,000 families (approximately 25,000 beneficiaries) for six months. • CHF 235,000 (USD 227,106 or EUR 155,302) was allocated from the International Federation’s Disaster Relief Emergency Fund (DREF) on 1 October 2009 to support this operation. The earthquakes which struck the west coast of Sumatra, Indonesia on 30 September 2009, affected up to 770,000 people and destroyed buildings, homes and livelihoods. Palang Merah Indonesia (Indonesia Red Cross) rapidly mobilized volunteers, search and rescue teams and relief items to support affected communities. PMI/ International Federation.
    [Show full text]
  • 1. Sumatera Barat
    Lampiran Surat Nomor : 1643/J3/DM.03.00/2021 Tanggal : 21 Agustus 2021 DAFTAR HASIL PENILAIAN KARYA PESERTA FLS2N JENJANG SMK TINGKAT PROVINSI TAHUN 2021 SECARA DARING (ONLINE) PROVINSI SUMATERA BARAT NO BIDANG LOMBA NISN NAMA PESERTA SEKOLAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI PERINGKAT 1 MENYANYI SOLO 0052612709 USLATUL LUTVIAH SMK KESEHATAN GEMA KOTA PADANG PROV. SUMATERA BARAT I NUSANTARA SUMATERA BARAT 2 MENYANYI SOLO 3080975871 DIANA SAFITRI SMKN 1 PASAMAN KAB. PASAMAN BARAT PROV. SUMATERA BARAT II 3 MENYANYI SOLO 0042406988 SUCI RAHMA ELFITA SMKN 1 GUNUNG TALANG KAB. SOLOK PROV. SUMATERA BARAT III 4 MENYANYI SOLO 0019695901 SOIMAN GIAWA SMKN 3 PADANG KOTA PADANG PROV. SUMATERA BARAT HARAPAN I 5 MENYANYI SOLO 0036865583 NATASYA RAMADHANI SMKN 1 PAYAKUMBUH KOTA PAYAKUMBUH PROV. SUMATERA BARAT HARAPAN II 6 MONOLOG 0057166798 ELLYA APRIANTI SMKN 1 BUKITTINGGI KOTA BUKITTINGGI PROV. SUMATERA BARAT I 7 MONOLOG 0047550253 M. FIKRI SMKN 3 PARIAMAN KOTA PARIAMAN PROV. SUMATERA BARAT II 8 MONOLOG 0051085770 DEA SELVIANA SMKN 1 PASAMAN KAB. PASAMAN BARAT PROV. SUMATERA BARAT III 9 MONOLOG 0042090759 MUTIARA FADILA REZA SMKN 1 GUGUK KAB. LIMA PULUH KOTO PROV. SUMATERA BARAT HARAPAN I 10 MONOLOG 0049245612 LILIS RAHMA FITRIAH SMKN 1 BATIPUH KAB. TANAH DATAR PROV. SUMATERA BARAT HARAPAN II 11 GITAR SOLO 0036394299 FARHAN CHANDRA SMKN 1 PARIAMAN KOTA PARIAMAN PROV. SUMATERA BARAT I HERDIAN 12 GITAR SOLO 0047228723 RHAFAEL KINSKY SMKN 1 BUKITTINGGI KOTA BUKITTINGGI PROV. SUMATERA BARAT II 13 GITAR SOLO 0041895342 ARIF RAHMAN HAKIM SMKN 1 GUGUK KAB. LIMA PULUH KOTO PROV. SUMATERA BARAT III 14 GITAR SOLO 002021714 FERDIANSYAH SMKN 2 PAYAKUMBUH KOTA PAYAKUMBUH PROV.
    [Show full text]
  • Sustainable Tourism Development Using Soft System Methodology (SSM): a Case Study in Padang Panjang Regency West Sumatra, Indonesia
    Chapter 4 Print ISBN: 978-93-89816-78-5, eBook ISBN: 978-93-89816-79-2 Sustainable Tourism Development Using Soft System Methodology (SSM): A Case Study in Padang Panjang Regency West Sumatra, Indonesia Kholil1*, Nugroho Sukamdani1 and Soecahyadi2 DOI: 10.9734/bpi/assr/v1 ABSTRACT Geographically, Padang panjang regency which located in a heart of Western Sumatra have great potentials for tourism industry. However, these potentials have not been fully utilized for increasing local economic development and peoples welfare. The purpose of this study is to determine the most appropriate strategies in accordance with the objective conditions of Padang Panjang Regency, using soft system methodology (SSM). The results showed that establishing connectivity and cooperation with the surrounding area are the most appropriate strategy to ensure sustainability of tourism sector in Padang Panjang Regency, while the most suitable cooperation with surronding area is integrated promotion and travel packages. Keywords: Sustainable tourism; minangese; regional cooperation; integrated promotion; travel packages. 1. INTRODUCTION Tourism industry is the third largest industries that contribute to the gross national income in Indonesia, Tourist growth in Indonesia has continued to increase in the last 10 years, and has not been impacted by the national economic crisis. This sector has caused the local economy to increase dramatically. Tourist arrivals also lead to the development of local businesses by providing services and facilities for tourists during their trips. It also encourages equitable development throughout Indonesia, reducing unemployment and poverty in the regions. Padang Panjang is one 19 regency/city in west sumatra Indonesia which has potential of atractive tourist destination, because it has some cultural sites, such as minangese culture center and thawalib education center, one of the oldest religion education system in Indonesia, and the most popular cultural attractions in West Sumatra [1].
    [Show full text]
  • Tentang Padang Panjang
    Padang Panjang Tourism Guide Book | 1 2 | Padang Panjang Tourism Guide Book Padang Panjang Tourism Guide Book | 3 4 | Padang Panjang Tourism Guide Book Padang Panjang Tourism Guide Book | 5 Walikota, Wakil Walikota dan Ketua DPRD Kota Padang Panjang berjalan bersama Sekapur dengan Gubernur Sumatera Barat menuju lokasi Rapat Paripurna Hari Jadi Kota Padang Panjang, 1 Desember 2019 Sirih Walikota Padang Panjang H. Fadly Amran, BBA Dt. Paduko Malano “Padang Panjang adalah Kota yang Berbahagia”. belajar dan lulus pendidikan di Padang Panjang. Demikian AA Navis (1924-2003) pernah Didukung oleh pemandangan alam sekitar menyampaikan. AA Navis adalah satu dari banyak nan indah dan sejuk, kota kecil ini juga tumbuh sastrawan fenomenal Indonesia yang menulis menjadi tujuan kuliner di Provinsi Sumatera tentang Padang Panjang. Marah Rusli dalam Barat dengan motto “kemanapun berwisata novel klasik “Siti Nurbaya” menggambarkan di Sumatera Barat, makan dan minum yang Padang Panjang sebagai tempat pergi “menukar” lezat tetap di Padang Panjang.” Perdagangan, bagi para pedagang dari berbagai daerah Pendidikan dan Kuliner adalah Pariwisata yang di Sumatera tengah. Hamka dengan karya tidak pernah habis-habisnya di Padang Panjang. terkenal “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” Beberapa tahun terakhir dunia kepariwisataan menggambarkan meriahnya Pacu Kuda di Padang Panjang berkembang sedemikian Lapangan Bancah Laweh Padang Panjang. pesatnya. Di samping wisata perdagangan, Itulah Padang Panjang, Kota kecil di kaki Gunung pendidikan dan kuliner yang sudah menjadi Singgalang di sebelah Barat, Gunung Marapi di ikon mutlak sejak lama, Padang Panjang juga Timur, dan Gunung Tandikek agak ke barat daya. dipenuhi oleh objek wisata keluarga, budaya Kota dengan curah hujan yang tinggi sehingga dan religi dengan adanya Mesjid Asasi, Mifan dinamakan Kota Hujan.
    [Show full text]
  • Copy of Padang EQ
    M 7.6 WEST SUMATERA EARTHQUAKE Wednesday 2009-09-30 17:16:09 WIB (UTC-7) Depth: 80 km Location: 0.789˚S 99.961˚E POPULATION EXPOSURE ~ 8.741 k 1.831 k 2.847 k 2.845 k 1.890 k 0 0 0 BUILDING EXPOSURE ~ 1.841 k 384 k 596 k 667 k 417 k 0 0 0 ESTIMATED MMI I II - III IV V VI VII VIII IX X++ PERCEIVED SHAKING Not Felt Weak Light Moderate Strong Very Strong Severe Violent Extreme Resistant Moderate/ None None None Very Light Light Moderate Heavy Very Heavy POTENTIAL Structure Heavy DAMAGE Vulnerable Moderate/H None None None Light Moderate Heavy Very Heavy Very Heavy Structure eavy *Population and building exposure data from statistic bureau of Indonesia * k = x 1000 MODIFIED MERCALLI INTENSITY MAP (MMI Map) Selected Affected Cities MMICity Population Dist2E (km) VII KOTA PARIAMAN 72,799 48.68 VII PADANG PARIAMAN 393,151 52.97 VII KOTA PADANG 831,338 69.5 VII AGAM 441,572 77.96 VII KOTA PADANGPANJANG 47,234 82.87 VII KOTA BUKITTINGGI 104,483 89.69 VI KEPULAUAN MENTAWAI 67,090 102.19 VI KOTA PAYAKUMBUH 105,842 118.94 VI KOTA SAWAHLUNTO 55,178 122.81 VI KOTA SOLOK 56,184 124.41 VI LIMA PULUH KOTA 337,010 127.71 V KUANTAN SENGGIGI 252,927 183.49 V MANDAILING NATAL 416,138 201.81 V KERINCI 316,689 224.98 V PEKANBARU 745,971 236.67 IV KOTA PADANG SIDEMPUAN 185,186 249.16 IV MUKOMUKO 135,553 285.9 IV MERANGIN 284,316 298.07 III KOTA SIBOLGA 94,064 302.05 III SIAK 294,750 336.15 III TOBA SAMOSIR 174,265 361.54 I IV VIII XII II KOTA JAMBI 454,278 438.95 II ACEH SINGKIL 77,068 448.15 Exposure Padang, Bukittinggi, and Pariaman are cities in Sumatera with a very high exposure of economic and insurance.
    [Show full text]
  • Labour Market Segmentation in West Sumatra Gerke, Solvay; Evers, Hans-Dieter
    www.ssoar.info Labour market segmentation in West Sumatra Gerke, Solvay; Evers, Hans-Dieter Veröffentlichungsversion / Published Version Arbeitspapier / working paper Empfohlene Zitierung / Suggested Citation: Gerke, S., & Evers, H.-D. (1993). Labour market segmentation in West Sumatra. (Working Paper / Universität Bielefeld, Fakultät für Soziologie, Forschungsschwerpunkt Entwicklungssoziologie, 197). Bielefeld: Universität Bielefeld, Fak. für Soziologie, Forschungsschwerpunkt Entwicklungssoziologie. https://nbn-resolving.org/ urn:nbn:de:0168-ssoar-423551 Nutzungsbedingungen: Terms of use: Dieser Text wird unter einer Deposit-Lizenz (Keine This document is made available under Deposit Licence (No Weiterverbreitung - keine Bearbeitung) zur Verfügung gestellt. Redistribution - no modifications). We grant a non-exclusive, non- Gewährt wird ein nicht exklusives, nicht übertragbares, transferable, individual and limited right to using this document. persönliches und beschränktes Recht auf Nutzung dieses This document is solely intended for your personal, non- Dokuments. Dieses Dokument ist ausschließlich für commercial use. All of the copies of this documents must retain den persönlichen, nicht-kommerziellen Gebrauch bestimmt. all copyright information and other information regarding legal Auf sämtlichen Kopien dieses Dokuments müssen alle protection. You are not allowed to alter this document in any Urheberrechtshinweise und sonstigen Hinweise auf gesetzlichen way, to copy it for public or commercial purposes, to exhibit the Schutz beibehalten werden. Sie dürfen dieses Dokument document in public, to perform, distribute or otherwise use the nicht in irgendeiner Weise abändern, noch dürfen Sie document in public. dieses Dokument für öffentliche oder kommerzielle Zwecke By using this particular document, you accept the above-stated vervielfältigen, öffentlich ausstellen, aufführen, vertreiben oder conditions of use. anderweitig nutzen. Mit der Verwendung dieses Dokuments erkennen Sie die Nutzungsbedingungen an.
    [Show full text]
  • Analysis of COVID-19 Test Positivity Rate in West Sumatra, Indonesia: a Cross-Sectional Study of One- Year Observation
    Analysis of COVID-19 Test Positivity Rate in West Sumatra, Indonesia: A Cross-sectional Study of One- year Observation Syandrez Prima Putra ( [email protected] ) Universitas Andalas Mutia Lailani Universitas Andalas Liganda Endo Mahata Universitas Andalas SM Rezvi Universitas Andalas Andani Eka Putra Universitas Andalas Research Article Keywords: COVID-19, SARS-CoV-2, test positivity rate, dynamics, transmission control Posted Date: August 19th, 2021 DOI: https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-792991/v1 License: This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. Read Full License Page 1/18 Abstract Background: The test positivity rate (TPR) of COVID-19 is an epidemiological indicator used to estimate SARS-CoV-2 transmission in a population at a certain time. However, large data analysis on the TPR in Indonesia is still limited. In this study, we determined COVID-19 TPR dynamics of Indonesian West Sumatra Province in the rst year of cases were recorded. Method: We conducted an observational study with a cross-sectional approach from one-year secondary data of COVID-19 test using qualitative reverse transcription polymerase chain reaction (q-RT-PCR) in West Sumatra collected from April 2020 until March 2021. The TPR(s) in the province, its regions (cities/ regencies), and districts were determined annually, quarterly, and monthly to analyze their trends. Results: From a total of 410,424 individuals taking COVID-19 q-RT-PCR examination during one-year observation, the provincial TPR was 8.11%. The highest TPR quarterly and monthly was detected in the third quarter (October 2020 – December 2020, 12.18%) and October 2020 (15.62%) respectively.
    [Show full text]
  • Does Bukittinggi Need an Airport?
    Advances in Engineering Research (AER), volume 147 Conference on Global Research on Sustainable Transport (GROST 2017) DOES BUKITTINGGI NEED AN AIRPORT? Prima Saputra1, Wike Arinda Putri2, Basri Fahriza3 1. STMT Trisakti, 2. STMT Trisakti, 3. STMT Trisakti corresponding author: [email protected] Abstract: Building a new airport in Bukittinggi becomes necessity to support tourism industry in west Sumatera and strengthen Bukittinggi as tourist destination. Eventhough the distance from Minangkabau International Airport to Bukittinggi is 72 km, the route and traffic condition have made the time to reach Bukittinggi about 2.5 hours on regular day but in holiday season the travel can take 10 hours. To analyze the problem we used SWOT and IFE and EFE to find the result of the discussion. Keywords: Bukittinggi, Airport, Transportation, Tourism, Infrastructure Introduction Transportation infrastructure is a key element for the development of tourist destination (Rai, 2017) . An airport is not only as infrastructure function but also as a supporting facilities of tourism sector. An air transport is able to move faster than other transportation and has a straight path with barrier free (Setiani, 2015). An airport can help reducing land transportation problems and can be an alternative in solving various problems which caused by land transportation. The tourism itself can bring so many impacts on the transportation, social, economy, etc. Tourism has become one of the fastest growing economic sectors in the world (Ferreira & Dias, 2015). Bukittinggi is a city in West Sumatera Province and it has become a tourism icon in Indonesia since 33 years ago. Bukittinggi offers plenty of tourism attractions that attract tourists who come to its area.
    [Show full text]
  • Mapping Factors That Support Social Integration of Minangkabau Community in Luhak Agam
    PROCEEDING | ICESST 2018 International Conferences on Educational,Social Sciences and Technology DOI:https://doi.org/10.29210/20181106 Website:http://icesst.fipunp.ac.id Padang, February 14th - 15th 2018 Mapping factors that support social integration of minangkabau community in Luhak Agam Siti Fathimah1, Fitri Eriyanti2, Erianjoni3 123 Universitas Negeri Padang, Padang - Indonesia, ([email protected]) Abstract Domain origin of Minangkabau is divided into three Luhak known as Luhak Nan Tigo. This region is the center of Minangkabau cultures. The three Luhak are located in West Sumatera. Those areas also have a diversity of ethnicity, religious, and customs. This study aims to formulate the factors which support social integration of Minangkabau community. By using descriptive qualitative approach, the informants of this research are the elements of regional leaders, youth leaders, custom leaders, religious leaders and ordinary citizens. Techniques of data collection was observation, interviews, and documentation. The result of the research found that the strong traditions that still make Minangkabaupeople to feel a unity, their customary laws in Minangkabau region makes the people feel protected and not be afraid to break the rules of the customs. Customary laws become a life principle of social life at the same guidelines with the aim of creating security, discipline and creating a virtuous society and noble characters. Keywords: social integration, minangkabau This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2018 by author and Faculty of education, UniversitasNegeri Padang. Introduction In a society there are differences from one another, such as differences in social status, ethnicity, race, religion, language, and culture.
    [Show full text]
  • BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA PAYAKUMBUH 4.1 Sejarah Singkat
    BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA PAYAKUMBUH 4.1 Sejarah Singkat Kota Payakumbuh Kota Payakumbuh terutama pusat kotanya dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Sejak keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia-Belanda waktu itu. Menurut tambo setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua yaitu nagari Aie Tabik dan pada tahun 1840, Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang.Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu. Payakumbuh sejak zaman sebelum kemerdekaan telah menjadi pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan terutama bagi Luhak Limo Puluah. Pada zaman pemerintahan Belanda, Payakumbuh adalah tempat kedudukan asisten residen yang menguasai wilayah Luhak Limo Puluah, dan pada zaman pemerintahan Jepang, Payakumbuh menjadi pusat kedudukan pemerintah Luhak Limo Puluah. 4.2 Pemerintahan Kota Payakumbuh Kota Payakumbuh sebagai pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 tanggal 19 Maret 1956, yang menetapkan kota ini sebagai kota 57 kecil. Kemudian ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Selanjutnya wilayah administrasi pemerintahan terdiri atas 3 wilayah kecamatan dengan 73 kelurahan yang berasal dari 7 jorong yang terdapat di 7 kanagarian yang ada waktu itu, dengan pembagian kecamatan Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, kecamatan Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan kecamatan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan. Sebelum tahun 1970, Payakumbuh adalah bahagian dari Kabupaten Lima Puluh Kota dan sekaligus ibu kota kabupaten tersebut.
    [Show full text]
  • Provision of Market Infrastructure Based on the Socio-Cultural Condition of Indonesian Community
    8-10 June 2015- Istanbul, Turkey 535 Proceedings of SOCIOINT15- 2nd International Conference on Education, Social Sciences and Humanities PROVISION OF MARKET INFRASTRUCTURE BASED ON THE SOCIO-CULTURAL CONDITION OF INDONESIAN COMMUNITY Rozidateno Putri Hanida1, Bimbi Irawan2*, Syamsurizaldi3 1 Andalas University, Padang, Indonesia [email protected] 2 Sumatera Barat Province, Padang, Indonesia [email protected] 3 Bappeda Solok Selatan Regency, Padang Aro, Indonesia [email protected] *Corresponding author Abstract Study on the provision of market infrastructure based on the socio-cultural condition of Indonesian community is a attempt to describe the patterns of provision of infrasructure in the market. The provision of the infrastructure must consider the specific characteristic of the people who inhabit in the area. This study was conducted in Solok Selatan Regency. In general, it will not be able to represent the socio-cultural diversity in Indonesia, but in particular it will be able to describe the particularity of sosio-cultural Minangkabau community. Markets In Solok Selatan Regency was established by the Nagari Community, a specific traditional government in Minangkabau Ethnic. These markets are generally enlivened once a week, Muara Labuh and Padang Aro Market that they have 2 market days a week. Because almost of all the markets enlivened once a week, the market day always move from one market to the next market. The main components of the implementation of buying and selling process are the merchants and the buyers. Merchants can be classified on the professional, semi-professional, and subsistence merchant. Based on the characteristic of merchants, the major infrastructure that is required in the market is los building.
    [Show full text]
  • Bab Ii Profil Kota Bukittinggi
    Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Kota Bukittinggi (RPIJM) 2017-2021 BAB II PROFIL KOTA BUKITTINGGI 2.1 Wilayah Administrasi Secara geografis Kota Bukittinggi terletak antara 100°20' - 100°25' Bujur Timur dan antara 00°16' - 00° 20' Lintang Selatan dengan batas-batas : . Sebelah Utara dengan Nagari Gadut dan Kapau Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam; . Sebelah Selatan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam; . Sebelah Timur dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang Kecamatan IV Angkat Kabupaten Agam; . Sebelah Barat dengan Nagari Sianok, Guguk dan Koto Gadang Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam; Letak geografis ini juga cukup strategis terhadap lintasan regional, seperti lintasan dari Padang (PKN Sumbar) ke Medan (PKN Sumut), dan lintasan dari Padang ke Pekanbaru (PKN Riau). Kota Bukittinggi telah menjadi kota titik perlintasan dari Jalur Lintas Tengah Sumatera serta jalur penghubung antara Jalur Lintas Tengah dengan Jalur Lintas Timur Sumatera. Kota Bukittinggi juga menjadi PKW dari beberapa PKL yang berada di Provinsi Sumatera Barat dan daerah Provinsi lainnya seperti Sumatera Utara dan Riau. Oleh karena itu dalam lingkup Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi menjadi orientasi pelayanan utama. Luas Kota Bukittinggi adalah ± 25,239 Km2 (2.523,90 ha) atau sekitar 0,06 % dari luas Propinsi Sumatera Barat. Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi 3 (tiga) kecamatan dan meliputi 24 kelurahan, yaitu: 1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau 27,06 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan. 2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2 (1.215,60 ha) atau 48 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9 kelurahan.
    [Show full text]