AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

PERKEMBANGAN MAKNA CANDI BENTAR DI JAWA TIMUR ABAD 14-16

UMI MUYASYAROH 11040284056

Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]

Prof. Dr. H. Aminuddin Kasdi, M. S Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK

Candi bentar merupakan bangunan candi Jawa Timur berbentuk gapura yang terbelah secara sempurna tanpa penghubung pada bagaian atas. Candi bentar telah ditemukan pada masa Hindu-Budha yaitu pada masa yang kemudian berkelanjutan pada masa Islam. Candi bentar yang masih teridentifikasi dengan jelas di Jawa Timur dari masa Hindu-Budha yaitu Candi Wringin Lawang peninggalan masa Majapahit kemudian dari masa Islam gapura makam , gapura makam Sendang Duwur dan gapura makam Sunan Kudus. Candi bentar pada makam Wali di Jawa Timur merupakan akulturasi dari masa Hindu-Budha yang dibuktikan pada bentuk dan ragam hias naga merga (Kijang) terlihat sampai saat ini. Berdasarkan maknanya, candi bentar mempunyai makna antara lain konsep penciptaan manusia dan sebagai pintu keluar dan pintu masuk menuju tempat yang dianggap suci atau sakral. Candi bentar dalam konsep penciptaan manusia tergambar pada gapura makam Sunan Giri. Untuk memasuki makam Sunan Giri harus melewati tujuh tangga tingkatan. Secara filosofi tujuh tingkatan tersebut melambangkan tujuh alam yang harus dilalui manusia untuk lahir kedunia, yaitu : ahadiya, wahidiya, ayan kharija, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam, dan alam insan. Makna tujuh tingkatan juga terdapat dalam Hinduisme yaitu Hindu Siwa Shidanta dan Budha Mahayana. Dalam Hindu Siwa Shidanta terdiri dari Niskala, Sakala-Niskala, dan Sakala sedangkan dalam Budha Mahayana yaitu Dharmakaya, Sambhogakaya, dan Nirmanakaya. Selain dari ketiga aliran diatas masih ada aliran dalam Hinduisme maupn Budhisme yang mengembangkan jalur atau cara yang disebut Tantra atau Tantrisme. Secara sederhana, konsep yang melandasi Tantrisme adalah bahwa makrokosmos dan mikrokosmos adalah satu kesatuan dan mewujud satu sama lain. Kata Kunci: candi bentar, manusia, gapura, dan lambang penciptaan

Abstract Bentar temple is the temple of East -shaped arch which split completely without connecting the top of this part. Bentar temple has been found in the Hindu-Buddhist namely the Majapahit period and then continuing to the Islamic period. Bentar temple that is still clearly identified in from the Hindu- which Lawang Wringin relics of the Majapahit later from the Islamic period grave of Sunan Giri gate, gate and gate Duwur Sendang tomb tomb of Sunan Kudus. Briefly at the tomb of Wali temple in East Java is the acculturation of the Hindu-Buddhist as evidenced in shape and decoration dragon merga (Deer) seen to date. Based on its significance, the temple has a meaning bentar among other concepts of human creation and as the exit and entrance to the sacred places or sacred. The temple briefly in the concept of the creation of man depicted in the tomb of Sunan Giri gate. To enter the grave of Sunan Giri had to pass through seven levels of stairs. In the philosophy of the seven levels symbolize seven human nature that must be passed to be born into the world, namely: ahadiya, wahidiya, ayankharija, nature spirits, nature mithal, ajsam nature, and human nature. The meaning of the seven levels are also found in Hinduism is Hindu Shiva Shidanta and Mahayana Buddhism. In Hindu Shiva Shidanta consists of Niskala, Sakala-Void, and Sakala while in Mahayana Buddhism is the Dharmakaya, Sambhogakaya, and Nirmanakaya. Apart from the above there are three streams flow in maupn Hinduism Buddhism which developed path or way called Tantra or Tantrism. Simply put, the concept underlying Tantrism is that macrocosm and microcosm are one entity and manifest to one another. Keywords: temples moment, human, gate, and the symbol of creation

153

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

dua. Selain candi bentar sebagai pintu masuk/ gerbang, PENDAHULUAN untuk memasuki bangunan candi yang tersakral, terletak memiliki banyak peninggalan sejarah, baik pada halaman paling belakang juga melalui yang berupa bangunan (candi, keraton benteng atau kori agung. pertahanan), artefak, kitab sastra, dan lain-lain. Percandian Jawa Timur mengalami Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa perkembangan dikarenakan beberapa sebab. Pertama lalu yang merepresentasikan keluhuran dan ketinggian yaitu karena bersamaan dengan menguatnya kultus dewa budaya masyarakat. Peninggalan sejarah yang tersebar di raja pada masa Majapahit akhir. Kedua, menguatnya seluruh kepulauan Indonesia merupakan kekayaan unsur hagiografi manusia suci yang mencapai puncaknya budaya yang harus dijaga dan dilestarikan eksistensinya. pada wali khususnya wali sanga. Ketiga berkembangnya Dengan adanya peninggalan sejarah, bangsa Indonesia karya sastra baik dalam bentuk manuskrip maupun relief dapat belajar dari kekayaan budaya masa lalu untuk bertema ke-lpas-an, yaitu ceritera bertema pembebasan menghadapi tantangan dalam kehidupan berbangsa dan dari ikatan jasmaniah-duniawiyah kealam keabadian. bernegara pada saat ini dan masa yang akan datang. Antara lain Sudamala (candi Tegawangi), Arjunawiwaha Salah satu peninggalan tersebut yang akan (Candi Surawana), Kresnayana dan Ramayana (candi menjadi pembahasan utama adalah candi. Istilah candi Penataran). Keempat seiring dengan itu juga muncul merujuk pada bangunan suci peninggalan zaman Hindu- bangunan candi bentar pada akhir masa Majapahit, yaitu Buddha di Indonesia. Bangunan-bangunan tersebut pintu masuk candi atau gapura yang sekarang struktur dikenal sebagai cungkup di Jawa Timur. Terdapat fondasi pada candi Panataran. beberapa definisi tentang candi yang diantaranya yaitu Pada masa Islam, bangunan candi bentar masih definisi candi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat ditemukan pada komplek makam Islam yang diartikan sebagai bangunan kuno yang dibuat dari batu diantaranya yaitu pada makam Sunan Giri, Sendang sebagai tempat pemujaan atau penyimpanan abu jenazah Duwur, Sunan Drajad dan Kudus. Makam Sunan Giri raja-raja atau pendeta-pendeta Hindu atau Buddha, dahulunya merupakan tempat pembakaran jenazah yang sedangkan dalam bahasa Sanskerta, candi merupakan kemudian menjadi komplek makam dan komplek masjid. sebutan candika untuk Durga atau dewi maut. Menurut Gapura yang ada di Sunan Giri sudah rusak, namun N.J. Krom, pada mulanya candi merupakan suatu tanda masih dapat diidentifikasi bahwa bentuk gapura tersebut peringatan dari batu, baik berupa tumpukan-tumpukan memiliki pola yang sama dengan Candi Bentar Wringin batu ataupun berupa bengunan kecil yang didirikan diatas Lawang. Bernet Kempers dalam Kepurbakalaan suatu tempat penanaman abu jenazah.1 Secara umum Indonesia, menyatakan bahwa candi bentar selain bangunan candi mempunyai tiga komponen yaitu atap, digunakan sebagai pintu gerbang bangunan suci Hindu 3 tubuh dan kaki.2 Secara keseluruhan candi ternyata juga ditradisikan pada zaman Islam. melambangkan makrokosmos atau alam semesta yang Pembangunan Candi Bentar masih terus berlanjut pada dibagi menjadi tiga bagian, yaitu alam bawah (bhurloka, masa Islam diberbagai tempat diantaranya yaitu pada kamaloka, kamadatu) tempat manusia yang masih komplek Sendang Duwur, Sunan Drajat, dan Kudus. dipengaruhi nafsu, alam antara (bhuvarloka, rupaloka, Pada komplek bangunan gapura makam Sunan rupadatu) tempat manusia telah meninggalkan Drajat merupakan gapura berbentuk paduraksa yang keduiniawian dan dalam keadaan suci menemui terbuat dari kayu. Pada makam Sunan Drajat akan Tuhannya, dan alam atas (swarloka, arupaloka, dijumpai tingkatan anak tangga yang berjumlah tujuh arupadatu) tempat dewa-dewa. yang mana akan dibahas pada bab berikutnya. Makam Berdasarkan bentuk denahnya, candi pada Sunan Drajat merupakan salah satu dari makam Islam mulanya berbentuk dengan acuan tertentu tidak beraturan yang mengalami akulturasi. Akulturasi tersebut terlihat seperti pada komplek candi Dieng, candi Gedong sanga pada hiasan-hiasan yang muncul pada dinding-dinding dan candi , tetapi kemudian menjadi konsentris makan dan batu nisan. Begitu pula pada makam Sendang seperti pada candi Prambanan dan candi Barabudur. Duwur. Makam Sendang Duwur juga mengalami Dalam perkembangan selanjutnya susunan candi di Jawa akuturasi yang terlihat sangat jelas pada gapura Timur yaitu asimetris dengan satu pintu masuk di depan. bentarnya. Gapura yang banyak hiasan dengan identitas Pada masa Jawa Timur muncul candi bentar, contoh ke Hinduannya muncul pada makam Islam yang konon konkrit yaitu pada candi Panataran yang berlanjut pada merupakan peninggalan dari keluarga Sunan Sendang transisi Hindu Islam yaitu pada bangunan Sunan Giri, Duwur yang merupakan keturunan dari Majapahit. Sendang Duwur, Sunan Drajat sampai berkelanjutan di Akulturasi budaya pada masa transisi Hindu- . Candi bentar adalah bangunan pintu masuk suatu Islam tidak hanya terjadi di wilayah Jawa Timur, tetapi percandian berbentuk candi Jawa Timur yang terbelah juga sampai di Jawa Tengah yaitu pada komplek Sunan Kudus. Akulturasi yang tampak nyata yaitu pada bangunan menara dan gapura bentarnya. Menara Kudus 1Bagoes Wirjomartono dkk, 2009, Sejarah Kebudayaan merupakan bangunan asli yang memiliki ciri-ciri Indonesia: Arsitektur, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 166.

3 2 Daigoro Chihara, 1996, Hindu-Buddhist Architecture In Bernet Kempers, 1959, Ancient Indonesian Art, Southeast Asia, E.J. Brill, Leiden, The Netherlands, halaman 115. Amsterdam: C.P.J. Van der Pact, halaman 262.

154

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

bangunan bengaya Hindu yaitu candi Jawa Timur. fungsi dari pintu gerbang atau gapura candi yang dikenal Akulturasi tersebut menunjukkan adanya penyaluran dengan sebutan candi bentar, sedangkan karya Soekmono antara dua kebudayaan atau lebih pada suatu konsep menjelaskan fungsi candi secara umum. budaya antara lain candi dan masjid. Candi bentar memiliki beragam keunikan yang Dilihat dari wujudnya, kebudayaan memiliki sampai sekarang belum terungkap dan belum banyak tiga wujud,4 yang pertama yaitu wujud ide dari dikenal oleh masyarakat. Candi bentar memiliki makna kebudayaan yang bersifat abstrak. Kebudayaan ide dapat dan fungsi yang berbeda-beda pada setiap massanya. disebut sebagai adat tata kelakuan, sebutan tata kelakuan Masa Islam tidak mengenal istilah candi bentar, akan itu artinya menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu tetapi bangunan gapura itu muncul pada makam-makam berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, Islam sebagai bentuk akulturasi budaya yang ada. Gapura mengendali dan memberi arah terhadap perbuatan tersebut merupakan warisan dari zaman Hindu-Buddha manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari yang masih dilestarikan pada masa sebelum Islam masuk kebudayaan yaitu sistem sosial yang terdiri dari aktifitas- di Pulau Jawa. Bangunan gapura (pintu gerbang) pada aktifitas manusia dalam berinteraksi, berhubungan serta masa klasik pernah dijelaskan bahwa merupakan bergaul menurut pola-pola tertentu berdasar pada adat bangunan yang berfumgsi sebagai pintu masuk ke kota, tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas sosial maka bangunan suci, atau pemisah antara bagian yang sistem sosial itu bersifat konkret yang terjadi disekeliling dianggap sacral dengan bagian yang dianggap profan.7 manusia sehari-hari. Wujud ketiga dari kebudayaan yaitu kebudayaan fisik dan nonfisik yang tidak perlu banyak METODE keterangan. Wujud fisik aktifitas sosial dilakukan Metode menurut Pranoto merupakan berdasarkan sistem sosial merupakan manifestasi dari ide, prosedur untuk memperoleh objek. Metode gagasan, nilai dan norma kelakuan yang dikenal selalu berhubungan dengan cara, prosedur mentifact, yang sosial dikenal sosiofact sedangkan yang atau teknik yang sistematis untuk fisual dikenal artefact. melakukan penelitian. Penelitian ini Terjadinya perkembangan Islam di Jawa berpedoman pada metode sejarah yang menyebabkan perubahan besar terhadap kebudayaan meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan yaitu kebudayaan dari jaman Hindu ke jaman Islam, historiografi dengan penjelasan sebagai karena jika masyarakatnya berubah maka kebudayaannya berikut: berubah pula.5 Perubahan kebudayaan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam dan 1. Heuristik faktor dari luar.6 Faktor dari dalam berasal dari masyarakat sebagai pelaku kebudayaan yang biasanya Tahap ini merupakan pencarian dan tidak mengakibatkan perubahan yang besar, karena penemuan sumber-sumber sejarah yang kebudayaan senantiasa seimbang dengan masyarakatnya. diperlukan sesuai dengan topik yang akan 8 Adapun faktor dari luar yaitu yang bersal dari luar diteliti. Sumber-sumber yang digunakan lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan terbagi menjadi tiga yaitu sumber primer, perubahan-perubahan besar. Hasil penemuan antara sumber sekunder dan sumber tersier. unsur-unsur kebudayaan Jawa, Hindu-Budha dan Sumber primer meliputi Foto-foto kebudayaan Islam salah satu diantaranya dalam bentuk dokumentasi candi bentar. Sumber sekunder bangunan, yaitu pada bangunan candi bentar. yang digunakan dalam melakukan Penelitian dengan judul perkembangan candi penelitian ini yaitu berupa buku dan bentar di Jawa Timur abad 14-16 ini ditulis karena candi karangan yang meliputi : Tafsir Sejarah bentar merupakan salah satu bagian candi yang masih Nagarakretagama karya Slamet Muljana. langka ditulis oleh sejarawan sampai saat ini. Candi Sumber ini menjelaskan tentang aspek bentar merupakan peninggalan dari masa Hindu-Buddha kebudayaan yang ditinggalkan pada masa yang memiliki beragam makna. Penelitian-penelitian Hindu-Buddha yang berupa bangunan- sebelumnya yang telah membahas tentang candi di bangunan Candi, sehingga menunjang Indonesia banyak ditemukan salah satu diantaranya yaitu dalam penelitian. Sumber ini digunakan candi, fungsi dan pengertiannya karya Soekmono. dalam penelitian karena membahas tentang Perbedaan karya Soekmono dengan penelitian yang kebudayaan peninggalan masa Hindu- sedang dilakukan oleh penulis yaitu pada makna dan buddha. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pembahasan pada gapura (Candi Bentar). Sumber tersier 4 Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: P.T. Gramedia, halaman 15. 7 Sacral segala sesuat yang berhubungan dengan agama sedangkan profane segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan 5 R. Pitono. 1961. Sejarah Indonesia Lama. Malang: Lebbit agama. Lihat Niniek Harkantiningsih dkk. 2008. Metode Penelitian IKIP Malang, halaman 221. Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. 6 R. Soekmono. 1961. Pengantar Sejarah Kebudayaan 8 Louis Gottschak. 1986. Mengerti Sejarah: Edisi Indonesia I. Djakarta: Trikarya, halaman 10. Terjemaha., Jakarta: UI Press. halaman. 10.

154

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

yang digunakan dalam melakukan 1. Deskripsi penelitian ini yaitu Wawancara sejarawan, wawancara juru kunci obyek dan Bangunan candi bentar biasanya juga wawancara masyarakat sekitar obyek dan disebut gapura. Gapura berasal dari bahasa Internet sebagai penunjang. Sansekerta, yaitu “Gopuram“ yang berarti pintu gerbang menuju ke kota. Gapura juga dapat diartikan sebagai pintu pertobatan, berasal dari 2. Kritik bahasa Arab yang maknanya “pengampunan”. Pada hakekatnya perwujudan bangunan gapura Tahapan selanjutnya yaitu kritik. Kritik terdiri dari dua tipe, yaitu paduraksa dan bentar. merupakan pengujian terhadap sumber- Gapura secara umum sebagai istilah pintu untuk sumber yang telah ditemukan. Kritik ini masuk masjid, candi, rumah bangsawan, dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi keraton, desa, dan negara. Gapura sebagai suatu data menjadi fakta.9 Penulis menggunakan karya arsitektur mencerminkan ciri budaya dari kritik intern terhadap sumber yang kelompok manusia penciptaannya. Dengan diperoleh. Kritik intern berarti menilai demikian apabila diamati karya arsitektur suatu unsur intrinsik sumber-sumber yang masyarakat, maka lambat laun pasti dapat didapatkan serta membandingkan kesaksian dikenali ciri budaya masyarakatnya. Hal itu satu sumber dengan sumber lainnya10. tercermin melalui tampilan fisik maupun dari Peneliti melakukan pengujian sumber antara tata nilai yang mereka anut. Arsitektur dibuat sumber primer, sumber sekunder dan oleh manusia dan untuk manusia, sehingga sumber tersier. Sumber-sumber yang karya yang dihasilkan adalah cermin dari diperoleh dianalisis melalui observasi. kepentingan manusia. Arsitektur merupakan Berdasarkan hasil kritik, penulis salah satu kekuatan dari integrasi gagasan, menemukan fakta sementara bahwa Candi ingatan, impian dan kemampuan dari manusia. Bentar banyak ditemukan pada kompleks Sebagai contoh yaitu gapura di Puri Klungkung percandian Jawa Timur, sehingga peneliti salah satu karya arsitektur yang memberikan akan memaksimalkan objek-objek Candi imajinasi dan menyiratkan nilai-nilai, sehingga Bentar yang berada di Jawa Timur. dapat diinterpretasikan makna dan fungsi 3. Interpretasi arsitektur tersebut. Gapura di Puri Klungkung mencerminkan proses manusia dalam Tahapan selanjutnya adalah menyampaikan maksud melalui karyanya, dan interpretasi. Interpretasi merupakan yang lain berusaha menangkap maksud yang 11 penafsiran terhadap fakta. Hasil tersirat dari karya tersebut. rekonstruksi yang dihasilkan dari proses Di Jawa Timur candi dengan bentuk interpretasi yaitu: gapura yang terbelah dua secara sempurna yang 1. Menjelaskan permulaan munculnya disebut sebagai candi bentar. Candi bentar di candi bentar Jawa Timur ditemukan pada masa Hindu dan 2. Mengidentifikasi perkembangan candi transisi Hindu-Islam, antara lain: Candi Wringin bentar di Jawa Timur abad 14-16 Lawang, pada makam Sunan Giri dan candi bentar pada makam Sendang Duwur. Candi 3. Mengidentifikasi perkembangan makna bentar merupakan pintu masuk yang terletak candi bentar di Jawa Timur abad 14-16. pada halaman paling luar (halaman depan). Apabila candi bentar merupakan pintu 4. Historiografi masuk suatu komplek yang terletak pada kelompok ke tiga bagian terluar untuk menuju Tahapan yang terakhir yaitu tahapan ke bangunan sakral induk, sesungguhnya masih historiografi. Historiografi merupakan ada dua pintu masuk yang harus dilalui yaitu tahapan yang terakhir dari penulisan paduraksa atau koriagung. Paduraksa atau sejarah. Penelitian ini ditulis dalam bentuk koriagung adalah gapura beratap yang sudah ada skripsi. pada abad ke-8 M.

PEMBAHASAN A. Munculnya candi bentar Bangunan candi bentar lazim disebut "gerbang terbelah", karena bentuknya menyerupai sebuah bangunan candi gaya Jawa 9 Aminuddin Kasdi. 2008. Memahami Sejarah. Surabaya: Timur yang dibelah dua secara sempurna. Unesa University Press. halaman.10. Bangunan gapura tipe ini terutama dijumpai di Pulau Jawa, Bali, dan yang muncul 10 Ibid., halaman. 29. pertama kali pada zaman Majapahit, yaitu candi 11 Ibid., halaman.11. Wringin Lawang. Diduga pintu masuk candi Panataran yang sekarang tinggal fondasinya juga

155

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

berasal dari zaman Majapahit. Di kawasan bekas Candi Wringin Lawang merupakan Kesultanan Mataram, di Jawa Tengah dan sebuah candi yang berwujud gapura dari Yogyakarta, gerbang semacam ini juga disebut peninggalan kerajaan Majapahit abad ke-14, dengan "supit urang" ("capit udang"), seperti berada di Desa Jatipasar, Kecamatan , yang terdapat pada kompleks Keraton Solo, Kabupaten Mojokerto. Bangunan ini terletak Keraton Yogyakarta, dan Pemakaman raja-raja tidak jauh dari jalan utama Jatipasar. Berikut Imogiri. Meskipun makna supit udang biasanya denah Candi Wringin Lawang yang termasuk mengacu kepada gerbang dengan jalan salah satu situs peninggalan Majapahit, letaknya bercabang dua, biasanya gerbang yang berada di Wringin Lawang berada di tepi pada jalan raya kiri dan kanan jalan menuju bangunan pagelaran Mojokerto-Jombang. Jika dikaitkan dengan keraton.12 lokasinya, sesuai dengan fungsinya sebagai sebagai pintu gerbang untuk keluar masuk. Di Bali, candi bentar dan paduraksa merupakan satu kesatuan arsitektur. Baik pada Hasil penelitian menunjukkan adanya pura maupun puri candi bentar merupakan ragam hias tumpal pada bagian depan bangunan gerbang untuk lingkungan terluar yang Candi Wringin Lawang, sedangkan pada membatasi kawasan luar pura dengan nista dindingnya tidak ditemukan hiasan melainkan (jaba pisan) zona terluar kompleks hanya tumpukan bata merah yang disusun rapi pura, sedangkan gerbang kori agung atau keatas. Ragam hias tumpal yang berada pada paduraksa digunakan sebagai gerbang di dinding candi. Ragam hias tumpal berbentuk lingkungan dalam pura, untuk membatasi zona segitiga, memiliki makna simbolik; konsep madya mandala (jaba tengah) dengan utama kesatuan kosmos, mikrokosmos (manusia) dan mandala (jero) sebagai kawasan tersuci pura di makrokosmos (semesta).13 Disamping itu motif Bali. Dapat disimpulkan bahwa baik untuk tumpal juga ditemukan pada bangunan komplek pura maupun tempat tinggal, candi kepurbakalaan Islam, sehingga dapat bentar digunakan untuk lingkungan terluar, diidentifikasi bahwa makna yang terkandung sedangkan paduraksa untuk lingkungan dalam. dalam tumpal jaman Hindu-Budha juga berlaku dalam Islam. B. PERKEMBANGAN CANDI BENTAR ABAD 14- 16 DI JAWA TIMUR B. Gapura Makam Sunan Giri

Seperti diketahui bahwa kebudayaan yang ada 1. Situs sekarang merupakan perkembangan dari kebudayaan masa lampau. Kebudayaan tersebut dalam berbagai jenis, Berdasarkan letak geografisnya, salah satunya yaitu bentuk bangunan. Berbagai macam makam Sunan Giri ini terletak disebuah bukit di bangunan sebagai peninggalan masa lampau, diantaranya dusun Kedhaton, desa Giri Gajah, kecamatan adalah bangunan gapura. Bangunan gapura, yang dikenal Kebomas, kabupaten Gresik. Lokasi yang sebagai Candi Bentar, sudah muncul pada periode berwujud pegunungan itu, dalam bahasa Majapahit, pada masa Islam masih dilestarikan bahkan Sansekerta disebut “Giri”. Di pegunungan itulah terus berkembang. Beberapa komplek bangunan Islam Raden Paku mendirikan masjid sebagai pusat kuno juga memakai gapura semacam ini, seperti komplek penyebaran Agama Islam. Semenjak itu Raden Masjid Mantingan, Masjid Kudus, Gapura Wetan di Paku terkenal dengan nama Sunan Giri yang Gresik, makam Sunan Bonang di Tuban, makam Sunan berarti”Gunung”. Mengingat di Gresik ada situs Drajat di Paciran, dan lain sebagainya. kedaton, alun-alun, dalem wetan, pasar gede, kapunggawanan, dan lain-lain, ada Setelah berakhirnya kejayaan Majapahit kemungkinan Raden Paku dahulu pernah kemudian digantikan oleh kerajaan-kerajaan Islam, mendirikan istana Giri Kedaton.14 memunculkan akulturasi kebudayaan Indonesia asli, Hindu dan Islam. Akulturasi itu terjadi dalam berbagai Berdasarkan bukti-bukti arkeologis bidang antara lain bidang sosial, kepercayaan sampai pada masa kebesaran Majapahit (1350-1400) bangunan-bangunan purbakala. Berikut pemaparan telah ada pemeluk Islam di kalangan pribumi, tentang kepurbakalaan yang ditemukan dalam bentuk akan tetapi dalam anggapan masyarakat Jawa bangunan gapura:

13 Materi Sejarah Kebudayaan Indonesia di Jurusan Sejarah A. Candi Wringin Lawang FIS Unesa Semester VI Tahun 2013.

14 Nurhadi, Tata Ruang Pemukiman Giri, Sebuah Hipotesa atas Hasil Penelitian di Giri Jawa Timur, dalam Rapat Evaluasi Hasil 12 Observasi dalam kuliah lapangan bulan April 2014. Penelitian Arkeologi, Tanggal 8-13 Maret 1985.

156

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

bahwa penyiar agama Islam yang pertama di antara lain: kepurbakalaan Sunan Giri, Menara pulau ini dijalankan oleh para wali.15 Dalam Masjid Kudus, Makam Troloyo di Trowulan, kehidupan sosial wali menurut pandangan dan lain-lain. Ada pun peninggalan yang masyarakat adalah orang yang sangat cinta kemudian tetap sebagaimana adanya sebagai kepada Allah, pengetahuannya tentang masalah- bangunan Hindu dan Budha, seperti: Candi masalah agama sangat mendalam, serta sanggup Penataran, Candi Sorowono, Candi Tiga Wangi, mengorbankan jiwa raganya untuk kepentingan Candi Wringin Lawang, dll. Peninggalan jenis Islam. Sebagai orang yang dekat dengan Tuhan pertama, misalnya susunan bangunan dan para wali mempunyai tenaga ghaib, kekuatan bentuk atap dari candi Penataran yang kemudian batin yang berlebih dan ilmu yang sangat tinggi. pada zaman Islam dimanfaatkan sebagai model- Sebagai pembawa dan penyiar agama Islam para model masjid pada kepurbakalaan Islam, antara wali lebih dihubungkan dengan soal tasawuf, lain: Masjid , kepurbakalaan Sunan Giri, dibandingkan dengan Fiqih dan Kalam.16 Sunan Drajat, Sunan Bonang, Sunan Kudus. Namun demikian kemashuran tokoh-tokoh itu Pemanfaatan itu meliputi struktur halaman, tidak sama dengan para wali di Jawa. Oleh arsitektur, dan bentuk atap. Struktur Struktur karena itu istilah wali yang digunakan dalam Penataran juga kemudian digunakan sebagai tulisan adalah khusus untuk wali di Jawa. bentuk bangunan pura di Bali, yang terdiri dari Jumlah dari para wali di Tanah Jawa tidak halaman depan (I), tengah (II), dan halaman diketahui secara pasti disebabkan ada pula para paling belakang (III) sebagai halaman tersakral. wali yang hanya dikenal di sekitar daerah tempat Pada bangunan Sendang Duwur tinggalnya (setempat), misalnya : Sunan ditemukan beberapa warisan budaya dari Panggung di daerah Tegal, Sunan Bayat di masyarakat Majapahit atau masa sebelum Islam Daerah Klaten, Sunan Nur Rahmad di Sendang yaitu: gapura bentar, paduraksa, relief gunung Duwur, Paciran dan sebagainya.17 bersayap ragam, hias kalamerga dan kalanaga, C. Gapura Makam Sendang Duwur seni bangunan gapura bersayap, relief burung punik dan merak. Warisan budaya tersebut juga 1. Situs dapat ditemukan pada bangunan-bangunan suci Makam Sendang Duwur tepatnya lain, seperti kalanaga pada Candi di berada di Desa Sendang Duwur, Kecamatan Krasaan, kalamerga terdapat di Candi Penataran Paciran, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. kemudian gapura bersayap terdapat pada Sebuah desa di pantai utara Pulau Jawa, 30 km kepurbakalaan Sunan Giri, relief burung punik timur Tuban, 3 km dari pantai. Menurut tradisi, atau burung garuda juga terdapat pada Candi lokasi dimana kepurbakalaan Sendang Duwur Kidal di Malang dan Candi Sumberjati di Blitar. berada disebut juga dengan Gunung Amitunon. Berdasarkan etimologi bahasa, amitunon berasal dari kata dasar “tunu” yang berarti “membakar”. Karena terletak pada bukit yang paling tinggi C. Makna candi bentar “dhuwur” dan di dekatnya terdapat sendang, maka kompleks tersebut oleh masyarakat 1. Makna Praktis: Sebagai Pintu keluar pusat setempat dinamakan Sendang Duwur. Hal ini memberikan petunjuk bahwa kepurbakalaan kota Sendang Duwur dahulunya merupakan situs bangunan suci yang digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah. Kemudian tempat atau Secara umum candi bentar berfungsi situs tersebut beserta dengan para pengikutnya sebagai pintu keluar masuk dari dan berhasil diIslamkan selanjutnya tempat itu menuju suatu bangunan suci. Candi dimanfaatkan sebagai tempat pemakaman bentar di Jawa Timur yang teridentifikasi yaitu khususnya makam Sunan Sendang atau Nur pada masa Hindu dan pada masa transisi Hindu- Rahmat dan keluarganya. Islam. Dalam menggali makna secara filosofi Berbagai peninggalan dari zaman penulis lebih memperdalam tentang candi bentar Majapahit selain kepurbakalaan Sendang Duwur pada masa transisi Hindu-Islam. Bagaimana yang dapat diselaraskan dengan budaya Islam, perkembangan candi bentar? Jika secara sosial, budaya, politik bahkan pendidikan masyarakat 15. R. Pitono, “ Warna Sari Sedjarah Indonesia Lama II” Jawa mengalami perkembangan, maka begitu (Aksams Club : Malang, 1969), halaman 89. pula dengan peninggalan kepubakalaannya. Peninggalan purbakala juga mengalami 16 . R. Soekmono, 1961, Pengantar Sedjarah Kebudayaan perkembangan baik dari segi fungsi maupun dari Indonesia I III, Djakarta: Kanisius, halaman 82. segi maknanya. Perkembangan secara fisik akan 17. R. Pitono, Warnasari ...Op cit., halaman 90. berpengaruh terhadap perkembangan maknanya. Mengapa demikian? Karena makna suatu benda

157

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

bergantung dari fungsinya terutama yang menyatu bersama dengan Tuhan.18 Adapun jalan berkaitan dengan kebiasaan kehidupan sehari- untuk kembali kepada Tuhan yaitu dengan cara hari. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari menjadi manusia sempurna (insan kamil). bangunan candi bentar yang muncul sejak masa Definisi Insan Kamil menurut Al-Ghazali adalah Hindu Budha dan kemudian mengalami manusia sempurna yang diperoleh melalui jalan perkembangan pada masa trransisi Hindu Islam laku tasawuf dan sebagai manusia yang setaraf di Pulau Jawa khususnya di Jawa Timur. dengan WaliuAllah yang dapat mencapai Bangunan candi bentar yang masih ada sampai manunggal dengan Tuhan.19 sekarang bukanlah hasil ujuk-ujuk ada Manusia dianggap sebagai penjelmaan melainkan peninggalan dari masa lalu. Dengan Dzat mutlak yang paling penuh dan sempurna, begitu dapat dilihat bagaimana maka manusia adalah rangkuman dari segala perkembangannya serta faktor apa yang penjelmaan Dzat itu, merupakan dunia kecil menyebabkan terjadinya perkembangan (mikrokosmos) yang mengungkapkan dunia tersebut. Setelah melakukan penelitian ke besar (makrokosmos). Oleh sebab itu manusia beberapa situs peninggalan bangunan candi merupakan penghubung antara Dzat mutlak bentar, rata-rata perkembangan tersebut muncul dengan segala penjelmaannya, seperti air yang pada masa transisi Hindu Islam yang menjadi penghubung antara ombak dan laut.20 ditunjukkan dengan perubahan fungsi bangunan Agama Hindu-Budha dan Islam beserta pandangan masyarakat sekitar. Dengan berpandangan bahwa ada kesejajaran dalam adanya perkembangan-perkembangan tersebut pangkat penjelmaannya. Dalam agama Hindu di secara fisik tidak mengubah apapun yang Jawa Siwa merupakan zat mutlak menjelma berkaitan dengan subyeknya. Hanya saja menjadi penjelmaan yang dapat dirangkumkan sebagian masyarakat terutama generasi muda menjadi tiga kelompok yaitu niskala(tanpa banyak yang tidak mengetahui dikarenakan pembaian), Sakala-niskala (dengan dan tanpa sudah mulai memudarnya kebiasaan-kebiasaan rupa) dan Sakala (dengan pembagian dan rupa). yang lama dengan digantikan oleh yang baru. Agama Budha Mahayana juga mengajarkan tiga Candi bentar difungsikan sebagai pintu masuk penjelmaan Dharma (Zat mutlak) yaitu sudah ditemukan pada masa Majapahit yaitu Dharmakaya (tubuh Dharma sebagai azaz sekitar abad 15 yaitu terlihat pada Candi mutlak), Sambhogakaya (tubuh kebahagiaan, Wringin Lawang yang menurut masyarakat penjelmaan surgawi dari Dharmakaya) dan setempat digunakan sebagai pintu masuk Nirmanakaya (tubuh penampakan). menuju kediaman mahapatih Gajah Mada. Ketujuh martabat penjelmaan Allah 2. Makna simbolik: Sebagai konsep dalam ajaran Serat Wirid Hidayat Jati dapat penciptaan manusia dirangkum menjadi tiga kelompok yaitu, Sajaratul Yakin (Ahadiyat), zat mutlak masih Dalam membantu memahami candi belum punya pembedaan atau belum menjelma, bentar sebagai konsep penciptaan manusia, Nur Muhammad (Wahdat) yaitu penjelmaan maka akan dijelaskan secara umum terlebih yang tanpa dan dengan pembagian, dan Mir’atul dahulu terkait manusia dan proses Haya’I (Wahidiyat) realitas menjelma menjadi penciptaannya. I Wayan Watra mendefinisikan pembagian. Pada akhirnya terjadilah penjelmaan manusia sebagai makhluk yang dinamis dengan keluar dalam dunia gejala terdiri dari roh idlafi trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa, dan karsa. (alam arwah), kandil (alam mitsal), dharrah Kemudian Erbe Santanu juga mendifinisikan (alam ajsam), dan kijab (alam insan). manusia adalah makhluk sebaik-baiknya Ketiga tingkatan tersebut merupakan ciptaan-Nya, bahkan bisa dibilang manusia kerangka pemikiran tentang penciptaan manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang mendasari bangunan konsep tentang dibandingkan dengan makhluk yang lain. manunggaling kawula Gusti. Berbagai istilah Definisi manusia berdasarkan kedua digunakan untuk menjelaskan isi kerangka tokoh tersebut memiliki kesamaan terkait pemikiran tersebut. dengan “penciptaan manusia”. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Dalam ajaran tasawuf menurut Ranggawarsita yang 18 Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi dituangkan dalam salah satu karya sastranya Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati, yang berjudul Serat Wirid Hidayat Jati Jakarta: UI Press, halaman 282. mengajarkan paham kesatuan antara manusia dengan Tuhan. Paham tersebut mengajarkan 19 Simuh, op.cit., Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam bahwa manusia berasal dari Tuhan, oleh sebab Ke Mistik Jawa, halaman 262. itu manusia harus berupaya untuk bisa kembali 20 Aminuddin Kasdi, 2005, Kepurbakalaan Sunan Giri Sosok Akulturasi Kebudayaan Indonesia Asli, Hindu-Budha dan Islam Abad 15-16, Surabaya: Unesa University Press, halaman 85.

158

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

kendala yaitu dalam oservasi ketika melakukan identifikasi ragam hias. Apakah ragam hias yang ada sekarang sama persis PENUTUP dengan ragam hias yang ada pada candi Berdasarkan rumusan masalah yang bentar sebelum mengalami pemugaran, telah di tuliskan, maka dapat di peroleh jawaban terkadang penjelasan dari juru kunci belum sebagai kesimpulan dari pembahasan penelitian ini memperoleh hasil yang memuaskan yaitu sebagai berikut: sehingga mengharuskan peneliti melakukan 1. Candi bentar merupakan bangunan observasi terhadap lingkungan msyarakat berbentuk gapura yang terbelah secara sekitar untuk mengetahui lebih lanjut terkait sempurna tanpa penghubung pada bagaian perkembangan kebudayaan, mengapa atas. Candi bentar telah ditemukan pada demikian karena perkembangan kebudayaan masa Hindu-Budha yaitu pada masa masyarakat sekitar berpengaruh terhadap majapahit yang kemudian berkelanjutan bangunan kepurbakalaan. pada masa Islam. Candi bentar yang masih 2. Akulturasi yang terjadi terhadap bangunan teridentifikasi dengan jelas di Jawa Timur candi bentar pada makam Wali masih yaitu yang pertama pada masa Hindu-Budha terlihat sangat jelas, akan tetapi terkait yaitu Candi Wringin Lawang peninggalan dengan sejarah awal mulanya dan fungsinya masa Majapahit kemudian yang kedua sampai sekarang belum ditemukan bukti gapura makam Sunan Giri, gapura makam yang valid. Untuk menjelaskan tentang Sendang Duwur. sejarah awal munculnya beserta fungsinya 2. Candi bentar pada makam Islam Wali di masyarakat sekitar masih menggunakan Jawa Timur merupakan akulturasi dari masa sejarah lisan yang diturunkan dari nenek Hindu-Budha yang dibuktikan pada bantuk moyang yaitu berbentuk cerita rakyat oleh dan hiasan yang masih terlihat sampai saat masyarakat setempat. Jadi sudah selayaknya ini. sebagai seorang yang mengerti ilmu sejarah 3. Berdasarkan maknanya, candi bentar mulai mencari bukti-bukti yang dapat mempunyai beragam makna antara lain dipertanggung jawabkan terkait sebagai konsep penciptaan manusia dan permasalahan tersebut. sebagai pintu keluar dan pintu masuk 3. Terkait dengan masalah makna dan fungsi menuju tempat yang dianggap suci atau candi bentar peneliti telah mengambil dua sakral. Candi bentar sebagai konsep konsep yaitu konsep penciptaan manusia penciptaan manusia dibuktikan pada gapura dan konsep sebagai pintu keluar masuk makam Sunan Giri. Untuk memasuki menuju tempat yang dianggap sakral. makam Sunan Giri harus melewati tangga Berdasarkan konsep penciptaan manusia sebanyak tujuh tingkatan, yang mana secara sebenarnya candi bentar tidak hanya filosofi bahwa tujuh tingkatan tersebut ditemukan dalam ajaran Islam tetapi juga melambangkan tujuh alam yang harus dalam ajaran Hindu Siwa dan Budha dilalui manusia untuk lahir kedunia. Tujuh Mahayana. Dari penjelasan tersebut tingkatan tersebut yaitu : Ahadiya, wahda, menunjukkan bahwa candi bentar ayan kharija, alam arwah, alam mitsal, alam berdasarkan makna secara filosofis dalam ajsam, dan alam insan. Makna tersebut bentuknya tidak hanya digambarkan seperti sudah ada sebelum Islam yaitu pada Hindu candi bentar pada umumnya yang terbuat Siwa dan Budha Mahayana. Dalam Hindu dari batu bata dengan hiasan-hiasan Siwa yaitu dengan Niskala, Sakala-Niskala, tertentu, melainkan dalam bentuk lain. dan Sakala sedangkan dalam Budha Contoh yaitu ketika candi bentar dimaknai Mahayana yaitu Dharmakaya, sebagai konsep penciptaan manusia yang Sambhogakaya, dan Nirmanakaya. harus melalui tujuh alam yang telah A. Saran-Saran dijelaskan pada bab sebelumnya yang 1. Candi bentar yang ditemukan di Jawa kemudian keluar dari Rahim seorang ibu. Timur sebenarnya masih banyak yang Jadi candi bentar yang dimaksudkan bisa belum teridentifikasi, baik pada masa jadi adalah pintu dimana manusia Hindu-Budha maupun pada masa Islam. dilahirkan. Contoh yaitu candi bentar di Penataran karena sudah rusak sehingga tidak dapat diidentifikasi secara sempurna. Kemudian DAFTAR PUSTAKA juga pada masa Islam, candi bentar yang ada sekarang mayoritas sudah mengalami Agus Aris Munandar, 2015, Keistimewaan beberapa kali pemugaran sehingga Candi-candi Zaman Majapahit, menjadikan peneliti mengalami beberapa Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

159

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

Aminuddin Kasdi, 2005, Memahami Sejara,. Kusen, A. Sumijati & A. Inajati, 1993, Agama Surabaya: Unesa University Press. dan Kepercayaan Masyarakat Majapahit, dalam 700 Tahun ______. 2005. Kepurbakalaan Sunan Majapahit, Suatu Bunga Rampai, ed. S. Giri. Surabaya: Unesa University Press. Kartodirdjo, Surabaya:Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah A. Beatty, 1999, Varieties of Javanese Tingkat I Jawa Timur. Religion An Anthrological Account, Cambridge: Marwati Djoened Poesponegoro. 2008. Sejarah Cambridge University Press. Nasional Indonesia II Zaman Kuno. Jakarta Balai Pustaka. Bernet Kempers, 1950, Ancient Indonesia Art, C.P.J. de Peet, Amsterdam. Mundardjito dkk, 1986, Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Kerajaan Chihara, D. 1996. Hindu-Buddhist Architecture Majapahit Trowulan dalam Proyek in Southeast Asia. ISBN 90 04 10512 3. Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala B. Geertz, 1960, The Religion of Java, Jakarta, Jakarta: Departemen Chicago: The University of Chicago Press. Pendidikan dan Kebudayaan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI M. Wahyono, 1994, Kapita Selekta Agama , 1999, Kajian Mitos dan Nilai Budha II, Jakarta: Departemen Agama Budaya dalam Tantu Panggelaran, dan Universitas Terbuka. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Niniek Harkantiningsih dkk. 2008. Metode D. Maas, 1986, Antropologi Budaya, Jakarta: Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penerbit Karunika. Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. East Java Government Tourism Service, 1998, Majapahit: The Story of Piyasilo, 1995, Jalan Tunggal Studi Majapahit,http://www.eastjava.com/bo Perbandingan Mengenai Mahayana oks/majapahit/html/intro1.html,(dibuka dan Theravada, Bandung: Yayasan 12 Januari, 2015) Penerbit Karaniya

Edi Sedyawati dkk. 2013. Candi Indonesia Seri R. Hefner, 1991, A Gentle Blend of Islam and Jawa. Jakarta: Direktorat Pelestarian Adat, dalam Java, ed. E. Oey, Cagar Budaya dan Permuseuman, Singapore: Periplus Editions. Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Sartono Kartodirdjo, 1993, 700 Tahun Kebudayaan. Majapahit, Suatu Bunga Rampai, Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa G. Stokes, 2000, Buddha, Jakarta: Penerbit Timur. Erlangga Slamet Muljana. 2006. Tafsir Sejarah Nagara Harun Hadiwijono.1985. Kebatinan Islam Abad Kretagama. Yogyakarta: LKIS. XVI. Gunung Mulia Soekmono.1973. Pengantar Sejarah Hermanu. 2012. Relief Ramayana Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: CandiPrambanan, 1926-2012. Kanisius. Yogyakarta: Bentara Budaya Yogyakarta. .1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid II. I Ketut Wiana, 2004, Makna Upacara YAJNA Yogyakarta: Kanisius. Dalam Agama Hindu, Surabaya: Paramita. ______, 1977, Candi Fungsi dan Pengertiannya, Disertasi tidak J. Miksic, 1991, Ancient Sites in the Brantas diterbitkan, Semarang: IKIP. River Basin, dalam Java, ed E. Oey, Singapore: Periplus Editions. Subarno.2013. Prambanan Temple.Yogyakarta: Bina Desa Wisata.

160

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 3, No. 2, Juli 2015

T. Ling, 1979, A History of Religion East and West, London: Macmillan

Uka Tjandrasasmita. 1982. Usaha-usaha Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.

161