Download Download
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Akulturasi Di Kraton Kasepuhan Dan Mesjid Panjunan, Cirebon
A ULTURASI DI KRATON KA URAN DAN MESJID PANJUNAN, CIREBON . Oleh: (.ucas Partanda Koestoro . I' ... ,.. ': \.. "\.,, ' ) ' • j I I. ' I Pendukung kebiidayaan adalati manusia. Sejak kelahirannya dan dalam proses scis.ialisasi, manusia mendapatkan berbagai pengetahu an. Pengetahuan yang didapat dart dipelajari dari lingkungan keluarga pada lingkup. kecil dan m~syarakat pa.da. lingkup besar, mendasari da:µ mendorong tingkah lakunya. .dalam mempertahankan hidup. Sebab m~ri{isjq ti.da.k , bertin~a~ hanya k.a.rena adanya dorongan untuk hid up s~ja, tet~pi i1:1g~ kp.rena ~ua~u desakan baru yang berasal dari ·budi ma.nusia dan menjadi dasar keseluruhan hidupnya, yang din<lmakan - · ~ \. ' . kebudayaan. Sehingga s~atu . masyarakat ketik? berhadapan dan ber- i:riteraksi dengan masyarakat lain dengan kebudayaan yang berlainan, kebudayaan baru tadi tidak langsung diterima apa adanya. Tetapi dinilai dan diseleksi mana yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Budi manusia yang menilai ben.da dan kejp.dian yang beranek~ ragam di sekitarhya kemudian memllihnya untuk dijadikan tujuan maupun isi kelakuan ·buda\ranva (Su tan Takdir Alisyahbana, tanpa angka tahun: 4 dan 7). · · II. Data sejarah yang sampai pada kita dapat memberikan petunjuk bahwa masa Indonesia-Hindu selanjutnya digantikan oleti masa Islam di Indonesia. Kalau pada masa Indonesia-Hindu pengaruh India men~ jadi faktor yang utama dalam perkembangari budaya masyarakat Iri donesia, maka dalam masa Islam di Indonesia, Islam pun inenjadi fak tor yang berpengaruh pula. Adapun pola perkembangan kebudayaan Indonesia pada masa masuknya pengaruh Islam~ pada dasarnya 'tidak banyak berbeda dengan apa yang terjadi dalam proses masuknya pe ngaruh Hindu. Kita jumpai perubahan-perubahan dalam berbagai bi dang . -
Pola Komunikasi Pemangku Jabatan Keraton Kasepuhan Dengan Pejabat Pemerintah Kota Cirebon
POLA KOMUNIKASI PEMANGKU JABATAN KERATON KASEPUHAN DENGAN PEJABAT PEMERINTAH KOTA CIREBON Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: AHMAD FAJAR NUGRAHA NIM: 1111051000033 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./2017 M. ABSTRAK Ahmad Fajar Nugraha Pola Komunikasi Pemangku Jabatan Keraton Kasepuhan Dengan Pejabat Pemerintah Kota Cirebon Cirebon merupakan suatu daerah yang berada di pesisir Jawa Barat. Sebagai salah satu daerah tertua di Indonesia, Cirebon pun memiliki sejarah yang cukup panjang. Hal ini bisa kita lihat dari warisan cagar budaya berupa Keraton yang hingga saat ini masih ada dan turut memegang peranan penting pada masyarakat Cirebon, utamanya perihal masalah budaya dan kebudayaan. Dengan masih berdiri dan berperannya Keraton membuat Cirebon memiliki dua model pemerintahan, Keraton Kasepuhan sebagai pemerintahan kultural dan Pemerintah Kota sebagai pemerintahan struktural. Keberadaan dua pemerintahan tersebut tentunya sangat rentan akan konflik jika tidak dilakukan upaya pemeliharaan hubungan yang baik. Upaya pemeliharaan hubungan yang baik tersebut mutlak dilakukan demi kemajuan Cirebon secara struktur dan infrastruktur. Berdasarkan pemaparan di atas tersebut ditemukan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pola komunikasi pemangku jabatan Keraton Kasepuhan dengan pejabat Pemerintah Kota? Bagaimana pola komunikasi pejabat Pemerintah kota dengan pemangku jabatan Keraton Kasepuhan? Metode penelitian yang digunakan kali ini adalah penelitian kualitatif. Di mana peneliti berupaya untuk menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah interaksionisme simbolik yang dicetuskan oleh George Herbert Mead. Dalam hal ini individu bergerak atau merespon stimulus bergantung pada simbol yang digunakan dan pemaknaan dari simbol tersebut. -
Suluk Pesisiran Dalam Arsitektur Masjid Agung
PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi p-ISSN: 2252-3758, e-ISSN: 2528-3618 ■ Terakreditasi Kementerian Ristekdikti No. 147/M/KPT/2020 Vol. 10 (1), Juni 2021, pp 29 – 44 ■ DOI: https://doi.org/10.24164/pw.v10i1.378 SULUK PESISIRAN DALAM ARSITEKTUR MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON, INDONESIA Suluk Pesisiran in The Architecture of The Masjid Agung Sang Cipta Rasa of Cirebon-Indonesia Wawan Hernawan1), B. Busro1), Mudhofar Muffid2) 1) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jalan AH Nasution no. 105, Bandung, Jawa Barat, Indonesia 2) Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon Jalan Evakuasi no.11 Kota Cirebon, Jawa Barat, Indonesia e-mail: [email protected] (Coresponding Author) Naskah diterima: 06-08-2021 - Revisi terakhir: 10-06-2021 Disetujui terbit: 28-06-2021 - Tersedia secara online: 30-06-2021 Abstract The purpose of this paper is to analyze suluk on the architecture of Sang Cipta Rasa Great Mosque, Cirebon. The research is qualitative non-hypothetical through four stages of the historical method with multidisciplinary approach. The result of this research is that Wali Songo are brilliant in packaging Islamic teachings about the path to inner perfection in finding the authenticity of life leading to His goodness. Islamic teaching is not only preached through classical Javanese literary works (macapat, song) or performing arts (wayang, barong, topêng, and ronggêng), but also through mosque architecture. The conclusion of this research is that there is the beauty of coastal suluk teaching in a number of architectures element of Sang Cipta Rasa Grand Mosque. This study recommends further research on a number of other archaeological relics, either in Cirebon or along the North coast of Java that have a history of spreading Islam. -
THE BALI TEMPLE RUN Temples in Bali Share the Top Spot on the Must-Visit List with Its Beaches
CULTURE THE BALI TEMPLE RUN Temples in Bali share the top spot on the must-visit list with its beaches. Take a look at some of these architectural marvels that dot the pretty Indonesian island. TEXT ANURAG MALLICK he sun was about to set across the cliffs of Uluwatu, the stony headland that gave the place its name. Our guide, Made, explained that ulu is ‘land’s end’ or ‘head’ in Balinese, while watu is ‘stone’. PerchedT on a rock at the southwest tip of the peninsula, Pura Luhur Uluwatu is a pura segara (sea temple) and one of the nine directional temples of Bali protecting the island. We gaped at the waves crashing 230 ft below, unaware that the real spectacle was about to unfold elsewhere. A short walk led us to an amphitheatre overlooking the dramatic seascape. In the middle, around a sacred lamp, fifty bare-chested performers sat in concentric rings, unperturbed by the hushed conversations of the packed audience. They sat in meditative repose, with cool sandalwood paste smeared on their temples and flowers tucked behind their ears. Sharp at six, chants of cak ke-cak stirred the evening air. For the next one hour, we sat open-mouthed in awe at Bali’s most fascinating temple ritual. Facing page: Pura Taman Saraswati is a beautiful water temple in the heart of Ubud. Elena Ermakova / Shutterstock.com; All illustrations: Shutterstock.com All illustrations: / Shutterstock.com; Elena Ermakova 102 JetWings April 2017 JetWings April 2017 103 CULTURE The Kecak dance, filmed in movies such as There are four main types of temples in Bali – public Samsara and Tarsem Singh’s The Fall, was an temples, village temples, family temples for ancestor worship, animated retelling of the popular Hindu epic and functional temples based on profession. -
Pengaruh Arsitektur Hindu-Jawa, Cina, Islam-Jawa, Dan Kolonial Terhadap
SKRIPSI 44 PENGARUH ARSITEKTUR HINDU-JAWA, CINA, ISLAM-JAWA, DAN KOLONIAL TERHADAP BENTUK, TATA RUANG, DAN ORNAMEN PADA LANGGAR KUNO (STUDI KASUS : LANGGAR DI KOMPLEKS KERATON KASEPUHAN DAN KERATON KANOMAN) NAMA : ALVIN DWISYAHPUTRA JENIE NPM : 2012420078 PEMBIMBING: INDRI ASTRINA, S.T., M.A UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR Akreditasi Institusi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 4439/SK/BAN-PT/ Akred/PT/XI/2017 dan Akreditasi Program Studi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 BANDUNG 2018 SKRIPSI 44 PENGARUH ARSITEKTUR HINDU-JAWA, CINA, ISLAM-JAWA, DAN KOLONIAL TERHADAP BENTUK, TATA RUANG, DAN ORNAMEN PADA LANGGAR KUNO (STUDI KASUS : LANGGAR DI KOMPLEKS KERATON KASEPUHAN DAN KERATON KANOMAN) NAMA : ALVIN DWISYAHPUTRA JENIE NPM : 2012420078 PEMBIMBING : INDRI ASTRINA, S.T., M.A PENGUJI : Dr. Ir. YUSWADI SALIYA, M.Arch., IAI Dr. Ir. RAHADHIAN PRAJUDI HERWINDO, MT. UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR Akreditasi Institusi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 4439/SK/BAN-PT/ Akred/PT/XI/2017 dan Akreditasi Program Studi Berdasarkan BAN Perguruan Tinggi No: 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 BANDUNG 2018 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN SKRIPSI (Declaration of Authorship) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Alvin Dwisyahputra Jenie NPM : 2012420078 Alamat : Jl. Kenanga No.18 Pasadena Residence, Caringin, Kota Bandung. Judul Skripsi : Pengaruh Arsitektur Hindu-Jawa, Cina, Islam-Jawa, dan Kolonial terhadap Bentuk, Tata Ruang, dan Ornamen pada Langgar Kuno (Studi Kasus : Langgar di Kompleks Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman) Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa : 1. Skripsi ini sepenuhnya adalah hasil karya saya pribadi dan di dalam proses penyusunannya telah tunduk dan menjunjung Kode Etik Penelitian yang berlaku secara umum maupun yang berlaku di lingkungan Universitas Katolik Parahyangan. -
Pengalaman Sebagai Abdi Dalem Di Keraton Kasepuhan Cirebon
Jurnal Empati, April 2016, Volume 5(2), 251-256 PENGALAMAN SEBAGAI ABDI DALEM DI KERATON KASEPUHAN CIREBON Fatimah Rahmi Ahdiani, Dinie Ratri Desiningrum Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275 [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman seorang abdi dalem dalam menjalani kehidupannya di Keraton, penelitian ini didasari pada adanya fenomena sedikitnya masyarakat Indonesia yang memilih menjadi abdi dalem. Penelitian ini mendasarkan diri pada pendekatan fenomenologis, dengan analisis data Interpretative Phenomenologycal Analysis (IPA), serta menggunakan teknik penelitian purposive sampling. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah empat orang dengan karakteristik lebih dari lima tahun mengabdi, berusia dewasa, boleh memiliki pekerjaan lain, dan boleh berperan ganda di Keraton. Hasil peneliti menunjukkan bahwa dalam pengalaman sebagai abdi dalem terdapat tiga pokok pembahasanya itu perjalanan awal, gambaran dan penghayatan. Perjalanan awal didapatkan dari bentuk tanggung jawab dan pengabdian kepada leluhur, serta dukungan dari lingkungan sekelilingnya. Gambaran kehidupan abdi dalem tidak lepas dari peran yang dijalani masing-masing beserta dengan liku-liku yang dijalani, untuk memenuhi kehidupannya, beberapa abdi dalem memiliki pekerjaan lain. Dalam menjalani perannya sebagai abdi dalem, para abdi dalem tidak lepas dari dukungan keluarga maupun dukungan masyarakat. Para abdi dalem menyatakan selama menjadi abdi dalem mereka merasakan ketenangan dan rasa bangga, selain itu para abdi dalem juga memiliki harapan bahwa mereka akan tetap menjadi abdi dalem di masa yang akan datang, sehingga dapat hidup bermanfaat. Kata kunci: pengalaman; abdi dalem; keraton; Cirebon Abstract The purpose of this study is to understand the experience as a courtiers in living his life in the palace of Kasepuhan Cirebon, This research based on that people in indonesia have chosen to become courtiers. -
Magisterarbeit
MAGISTERARBEIT Titel der Magisterarbeit Synkretismen im Sakral- und Profanbau Javas Eine globalgeschichtliche Perspektive Verfasserin Desiree Weiler B.A. angestrebter akademischer Grad Magistra der Philosophie (Mag. phil.) Wien, 2012 Studienkennzahl lt. Studienblatt: A 066 805 Studienrichtung lt. Studienblatt: Magisterstudium der Globalgeschichte Betreuer: Univ.-Prof. Dr.techn. Erich Lehner Ich erkläre ehrenwörtlich, dass ich die vorliegende wissenschaftliche Arbeit selbstständig angefertigt und die mit ihr unmittelbar verbundenen Tätigkeiten selbst erbracht habe. Ich erkläre weiters, dass ich keine anderen als die angegebenen Hilfsmittel benutzt habe. Alle ausgedruckten, ungedruckten oder dem Internet im Wortlaut oder im wesentlichen Inhalt übernommenen Formulierungen und Konzepte sind gemäß den Regeln für wissenschaftliche Arbeiten zitiert. Die während des Arbeitsvorganges gewährte Unterstützung einschließlich signifikanter Betreuungshinweise ist vollständig angegeben. Die wissenschaftliche Arbeit ist noch keiner anderen Prüfungsbehörde vorgelegt worden. Diese Arbeit wurde in gedruckter und elektronischer Form abgegeben. Ich bestätige, dass der Inhalt der digitalen Version vollständig mit dem der gedruckten Version übereinstimmt. Ich bin mir bewusst, dass eine falsche Erklärung rechtliche Folgen haben wird. Wien, am Dank an: Familie Weiler Ana Purwa Laura Sprenger Helmut Rachl Lucia Denkmayr Katharina Höglinger Christian Tschugg Marc Carnal Prof. Dr. Erich Lehner Dr. Ir. Ikaputra Gadjah Mada Universität in Yogyakarta 4 Inhaltsverzeichnis -
Pakuwon Pada Masa Majapahit: Kearifan Bangunan Hunian Yang Beradaptasi Dengan Lingkungan
Pakuwon Pada Masa Majapahit: Kearifan Bangunan Hunian yang Beradaptasi dengan Lingkungan Agus Aris Munandar Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Berdasarkan data relief yang dipahatkan pada dinding candi-candi zaman Majapahit (Abad k-14—15 M), dapat diketahui adanya penggambaran gugusan perumahan yang ditata dengan aturan tertentu. Sumber tertulis antara lain Kitab Nagarakrtagama menyatakan bahwa gugusan perumahan dengan komposisi demikian lazim dinamakan dengan Pakuwon (pa+kuwu+an). Kajian yang diungkap adalah perihal bentuk-bentuk bangunan dalam gugusan Pakuwon, keletakannya pada natar (halaman) sesuai arah mata angin, dan juga fungsi serta maknanya dalam kebudayaan masa itu. Bentuk bangunan hunian masa Majapahit berdasarkan data yang ada, cukup berbeda dengan dengan bangunan hunian (rumah-rumah) dalam masa selanjutnya di Jawa. Perumahan di Jawa sesudah zaman Majapahit cenderung merupakan bangunan tertutup dengan sedikit bukaan untuk sirkulasi udara, adapun bangunan hunian masa Majapahit berupa bentuk arsitektur setengah terbuka, dan hanya sedikit yang tertutup untuk aktivitas pribadi penghuninya. Bangunan hunian mempunyai ciri antara lain (a) berdiri di permukaan batur yang relatif tinggi, (b) setiap bangunan memiliki beranda lebar, dan (c) jarak antar bangunan dalam gugusan Pakuwon telah tertata dengan baik. Agaknya orang-orang Majapahit telah menyadari bahwa bangunan huniannya harus tetap nyaman ditinggali walaupun berada di udara yang lebab dan panas matahari terus menerpa sepanjang tahun, dan kadang-kadang banjir juga memasuki permukiman. Bentuk bangunan hunian masa Majapahit, hingga awal abad ke-20 masih dapat dijumpai di Bali sebagai bangunan dengan arsitektur tradisional Bali. Akan tetapi dewasa ini bangunan tradisional tersebut telah langka di kota-kota besar Bali, begitupun di pedalamannya. -
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010
PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, antarwilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Barat, diperlukan pengaturan penataan ruang secara serasi, selaras, seimbang, berdayaguna, berhasilguna, berbudaya dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan; b. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang, memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif, agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan; c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang dan kebijakan penataan ruang nasional, sehingga perlu diganti dengan Peraturan Daerah yang baru; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2 2. -
Download Article (PDF)
Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 307 1st Social and Humaniora Research Symposium (SoRes 2018) Construcion of the Spatial Concept of Art and Culture in Keraton Kacirebonan, Indonesia Ina Helena Agustina, Astri Mutia Ekasari, Irland Fardani, Hilwati Hindersah Department of Urban and Regional Planning Universitas Islam Bandung Bandung, Indonesia [email protected] Abstract—Art is an integral part in the spread of Islamic Cirebon who was also a member of Wali Sanga and held the religion in the past. Keraton Kacirebonan as one of the three title Sunan Gunung Jati, together with Sunan Kalijaga took Keratons in Cirebon, was initially built with the purpose of advantage of using the mask dance and other means of cultural spreading Islam in Java island. Until now, art and cultural performances such as Wayang Kulit and Gamelan as a form of activities remain intact in Keraton Kacirebonan. It has a studio preaching and to expedite the spread of Islam. Art wasn’t specifically designed for this purpose namely Sanggar Tari meant for the sake of art itself, but as a means of teaching the Topeng Gaya Slangit as tari topeng or traditional mask dance religion and practical purposes [3]. Such statement supports the itself conveys the meaning of life. The purpose of this paper is to notion that the art of mask dance which uniquely belongs to construct the spatial concept of art and culture in Keraton Cirebon and its people is not merely an expression of art but Kacirebonan. The method applied in this paper is a theoretical also has its own meaning from its existence. -
The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia
The International Journal of Engineering and Science (IJES) || Volume || 7 || Issue || 12 Ver.I || Pages || PP 08-16 || 2018 || ISSN (e): 2319 – 1813 ISSN (p): 23-19 – 1805 The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia Budiono Sutarjo1, Endang Titi Sunarti Darjosanjoto2, Muhammad Faqih2 1Student of Doctoral Program, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia 2Senior Lecturer, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia Corresponding Author : Budiono Sutarjo --------------------------------------------------------ABSTRACT---------------------------------------------------------- The mosque architecture that deserves to use as a starting point in the analysis of architectural changes in Indonesian mosques is the Wali mosque as an early generation mosque in Indonesia. As a reference, the architectural element characteristic of Wali mosque (local mosque) needs to be known, so that this paper aims to find a description of a local mosque (Wali mosque), and also description of architectural elements of non- local mosques (mosques with foreign cultural context) because one of the causes of changes in mosque architecture is cultural factors. The findings of this paper are expected to be input for further studies on the details of physical changes in the architectural elements of mosques in Indonesia. The study subjects taken were 6 Wali mosques that were widely known by the Indonesian Muslim community as Wali mosques and 6 non-local mosques that were very well known and frequently visited by Indonesian Muslim communities. Data obtained from literature studies, interviews and observations. The analysis is done by sketching from visual data, critiquing data, making interpretations, making comparisons and compiling the chronology of the findings. -
GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS: Representasi Masjid Wali Sebagai Ruang Dakwah Sunan Kudus Di Desa Jepang, Mejobo, Kudus
GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS: Representasi Masjid Wali Sebagai Ruang Dakwah Sunan Kudus di Desa Jepang, Mejobo, Kudus Mas’udi Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus surel: [email protected] Abstrak Dalam usaha memasyarakatkan Islam ke seluruh pelosok Ku- dus, Sunan Kudus tidak hanya menempakkan sentralitas penyiaran agama di kawasan Kauman tempat berdirinya Masjid al-Aqsha atau Masjid Menara Kudus. Salah satu tempat didirikannya masjid luar dari kawasan Kauman adalah Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, yang masih memiliki keterhubungan sejarah dengan Masjid Menara Kudus, yang pembangunannya bertarikh tahun 956 H (1549 M). Realitas ini tampak dari kesamaan tata ruang yang mengitari Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang. Peletakan kuburan orang-orang berpengaruh di Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013 79 Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus: zamannya diletakkan di belakang masjid serupa dengan ditempatkannya makam Sunan Kudus di belakang Masjid Menara Kudus. Kata Kunci: Islam Jawa, tata ruang masjid, masjid al-Ma’mur, masjid Menara Kudus A. Pendahuluan Sejarah pertumbuhan agama Islam di Kudus merupakan salah satu unsur yang mengisi keberislaman masyarakat Jawa. Pertumbuh- an agama Islam yang pesat dan harmoni masyarakat yang tercipta menunjukkan keramahan penyebaran agama Islam di wilayah Ku- dus. Bukti lain yang dapat dianalisa sebagai kekuatan pertumbuhan agama Islam di wilayah Kudus adalah bangunan Masjid Menara Ku- dus yang telah dibangun pada abad ke-16 tepatnya tahun 1549 M. Harmoni daerah Kudus dengan pertumbuhan budaya keislaman masyarakatnya diapresiasi sepenuhnya oleh Lombard. Dalam karya- nya ditegaskan bahwa Kota Kudus yang namanya mengacu kepada al-Quds (nama Arab untuk Yerussalem) merupakan kota keagamaan, kota suci, dan mempunyai masjid yang besar lagi indah.1 Penyebutan Kota Kudus dengan istilah al-Quds, kota suci sebagaimana disampaikan oleh Lombard terikat pula dengan guru- guru rohaniah yang membantu penguasa-penguasa Demak dalam usaha mereka menyebarkan agama Islam.