INTEGRATED TOURISM MASTER PLAN (ITMP-BYP)

RENCANA PENGELOLAAN PENGUNJUNG CANDI BOROBUDUR

Edisi 31 Maret 2020

.

Rencana Induk Pariwisata Terpadu untuk Borobudur–Yogyakarta–Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Daftar Isi 1. Rencana Pengelolaan Situs Warisan Dunia...... 1 1.1 Persyaratan Rencana ...... 1 1.2 Tujuan Rencana ...... 2 1.3 Struktur Rencana ...... 2 1.4 Kebijakan dan Visi ...... 3 1.5 Metodologi ...... 3 2. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur (Borobudur Temple Compounds) ...... 5 2.1 Lokasi Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur ...... 5 2.2 Lingkungan Sekitar Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur ...... 7 2.3 Sejarah Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur ...... 8 2.4 Struktur Bangunan Candi ...... 16 2.5 Pernyataan Nilai Universal Luar Biasa ...... 23 2.6 Lembaga Pengelola ...... 36 2.7 Keadaan Pelestarian ...... 40 2.8 Borobudur Sebagai Landskap Budaya...... 42 2.9 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Borobudur...... 48 2.10 Perbandingan Borobudur Dengan WHS Budaya Lainnya ...... 51 2.11 Sosial Ekonomi Budaya ...... 55 2.12 Ekosistem ...... 61 2.13 Konektivitas dan Aksesibilitas ...... 62 2.14 Pariwisata Borobudur ...... 68 2.15 Daya Dukung / Carrying Capacity ...... 83 3. Permasalahan Kunci ...... 94 3.1 Peraturan, Institusi Manajemen, dan Tata Kelola ...... 97 3.2 Kontrol Pengunjung ...... 102 3.3 Sosial, Budaya, Ekonomi ...... 107 3.4 Pelestarian Candi ...... 110 4. Rekomendasi Regulasi dan Institusi ...... 112 5. Rekomendasi Kontrol Pengunjung ...... 119 5.1 Pengaturan Pola Pengunjung Mikro –Zona 1 ...... 119 5.2 Pengaturan Pola Pengunjung Mezo Melalui Penataan Zona 2 ...... 127 5.3 Pengaturan Pengunjung Makro Melalui Penataan Zona 3 ...... 128 6. Rekomendasi-Perencanaan Tata Ruang ...... 131 7. Rekomendasi - Standar Desain ...... 133 8. Rekomendasi – Interpretasi Borobudur ...... 137 8.1 Apa Itu Interpretasi? ...... 137 8.2 Penggunaan Interpretasi...... 138 8.3 Apa Yang Membuat Interpretasi Menjadi Baik? ...... 138 8.4 Audiens untuk Interpretasi di Borobudur ...... 139 8.5 Rekomendasi Interpretasi di Borobudur ...... 141 8.6 Pelaksanaan Strategi Interpretasi ...... 145 8.7 Contoh Penerapan Interpretasi di Situs Warisan Budaya dan Alam ...... 145 9. Rekomendasi Untuk Pelestarian Candi ...... 154

i Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

10. Penilaian Dampak Warisan Dunia Borobudur ...... 155 10.1 Penilaian Dampak Melalui Heritage Impact Assesment (HIA) ...... 155 10.2 Monitoring dan Evaluasi WHS Borobudur ...... 170

Daftar Pustaka ...... 186 Lampiran A: Survei Perilaku Pengunjung ...... 188

ii Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Daftar Gambar

Gambar 1 : Lokasi Candi Borobudur ...... 5 Gambar 2 : Kawasan Borobudur Menurut Perpres No.58 Tahun 2014 ...... 6 Gambar 3 : Hubungan Borobudur-- ...... 7 Gambar 4 : 4 Irisan Melintang Candi Borobudur ...... 9 Gambar 5: Tahapan Pembangunan Candi Borobudur ...... 11 Gambar 6 : Foto Pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) ...... 13 Gambar 7: Pemugaran Candi Borobudur...... 14 Gambar 8 : Denah Candi Borobudur...... 16 Gambar 9 : Kosmologi Candi Borobudur ...... 17 Gambar 10 : Bagian Kamadhatu ...... 18 Gambar 11 : Bagian Rupadhatu ...... 19 Gambar 12 : Bagian Arupadhatu ...... 20 Gambar 13 : Posisi Kisah Dalam Relief Borobudur ...... 21 Gambar 14 : Candi Borobudur – Pawon – Mendut ...... 23 Gambar 15 : Zoning Plan Borobudur (Masterplan JICA, 1979) ...... 43 Gambar 16: Pembagian Area Bardasarkan Perpres 58 Tahun 2014 ...... 45 Gambar 17 : Peta Perubahan Penggunaan Lahan SP-1 KSN Borobudur Tahun 2014-2019 ...... 47 Gambar 18 : Contoh Penggunaan Lahan Tidak Sesuai Peruntukkannya – Hotel Shankara ...... 47 Gambar 19 : Destinasi Pariwisata Nasional di Provinsi Jawa Tengah ...... 48 Gambar 20 : Kawasan Strategis Priwisata Kabupaten Magelang ...... 49 Gambar 21 : Daya Tarik Unggulan Joglosemar Sebagai Paket Wisata Terpadu ...... 50 Gambar 22 : Fasilitas Dalam Angkor Wat Kamboja ...... 53 Gambar 23 : Jalan Kolektor Primer, Koridor Keprekan - Borobudur ...... 62 Gambar 24 : Akses Eksternal Ke Borobudur ...... 63 Gambar 25 : Akses Eksternal Yang Ada dan Rencana Pengembangan Akses Eksternal ...... 64 Gambar 26: Rute Bus Menghubungkan Borobudur dengan Joglosemar ...... 65 Gambar 27: Jalur Kereta Api Tidak Aktif Antara Yogyakarta dan Blabak ...... 67 Gambar 28: Garis Indikatif Jalur Rel Baru Antara Blabak dan Candi Borobudur WHS ...... 68 Gambar 29: Zona 1 Candi Borobudur ...... 69 Gambar 30: Area Wisata Candi Borobudur ...... 70 Gambar 31: Aktivitas Wisata di Zona 2 Candi Borobudur ...... 70 Gambar 32: Fluktuasi Kunjungan Wisnus dan Wisman di Borobudur ...... 72 Gambar 33: Pola Pergerakan Wisatawan di Borobudur ...... 74 Gambar 34 : Aktivitas di Borobudur WHS ...... 76 Gambar 35 : Fitur Utama Koridor Borobudur, Pawon dan Mendut ...... 77 Gambar 36: Mengambil Foto dan Selfie di Sekitar Borobudur ...... 78 Gambar 37: Peta Obyek Wisata Pengunjung di Sekitar Wilayah Borobudur...... 78 Gambar 38 : Gambar Berbagai Balkondes ...... 79 Gambar 39: Lokasi Balkondes di Kec. Borobudur ...... 80 Gambar 40: Tiga Lokasi 'Titik Matahari Terbit' di Barat Candi Borobudur ...... 82 Gambar 41: ‘Titik-Titik Matahari Terbit' Baru di Barat Daya Candi Borobudur ...... 82 Gambar 42: Aktivitas Wisata Pada Struktur Candi Borobudur Pada Kunjungan ...... 85 Gambar 43: Aktivitas Wisatawan Berfoto/Duduk Pada Struktur Candi Borobudur ...... 89 Gambar 44: Prosedur Mengunjungi Candi Borobudur (PRADAKSINA) ...... 89 Gambar 45 : Masalah Utama di Situs Candi Borobudur ...... 95 Gambar 46 : Fungsi Koordinasi Badan Otorita Borobudur ...... 114 Gambar 47 : Pola Kolaborasi Antar Pemangku Kepentiangan ...... 116 Gambar 48 : Skenario Kelembagaan Borobudur ...... 118 Gambar 49 : Carrying Capacity Wisatawan di Situs Candi Borobudur ...... 122 Gambar 50: Jalur Sirkulasi Pengunjung Candi Borobudur Berdasarkan Jenis Pengunjung ...... 124 Gambar 51: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium- Reguler ...... 124 Gambar 52: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium Manohara -BSC ...... 125 Gambar 53: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium Cruise ...... 125

iii Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 54: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium VVIP/Tamu Negara ...... 126 Gambar 55: Contoh Desain Pengembangan Borobudur Study Center ...... 127 Gambar 56: Pengembangan Balkondes di Desa Wanurejo ...... 129 Gambar 57: Pengembangan dan Pembenahan Obyek Candi di Luar Borobudur ...... 130 Gambar 58: Sightlines Menjaga Integritas Pandangan Ke dan Dari Candi Borobudur ...... 131 Gambar 59: Skala, Tingkat Permasalahan dan Signifikansi Dampak Terhadap Aset Warisan ...... 158 Gambar 60: Penerapan Hirarki Mitigasi ...... 159 Gambar 57: Representasi Analisis Multi-komponen Dalam Proses HIA ...... 160 Gambar 62 : Diagram Alur - Proses Penyusunan HIA ...... 162 Gambar 63 : Matriks Penilaian Dampak Rencana Aksi ITMP BYP ...... 166 Gambar 64 : Monitoring dan Evaluasi Vandalisme ...... 172 Gambar 65: Alasan Utama Mengunjungi Borobudur-Yogyakarta-Prambanan ...... 189 Gambar 66: Negara Asal Tempat Tinggal (Pengunjung Internasional) ...... 189 Gambar 67 : Provinsi Asal Tempat Tinggal (Pengunjung Domestik) ...... 190 Gambar 68: Peringkat untuk Perjalanan ...... 193 Gambar 69: Alasan Memilih Akomodasi...... 195 Gambar 70: Kegiatan yang dapat Dilakukan/Akan Dilakukan ...... 197 Gambar 71 : Situs yang Dikunjungi / Akan Dikunjungi ...... 198 Gambar 72: Aktivitas di WHS Borobudur ...... 200 Gambar 73: Peringkat Kegiatan ...... 200 Gambar 74: Peringkat Kegiatan (Lanjutan) ...... 201 Gambar 75: Peringkat Pengalaman Borobudur Terhadap Harapan Sebelumnya (Semua Pengunjung) ...... 201 Gambar 76: Peringkat Pengalaman Borobudur Terhadap Harapan Sebelumnya (Semua Pengunjung) ...... 202 Gambar 77: Apakah Penjaja di Borobudur Mengubah Pengalaman Keseluruhan ...... 202 Gambar 78: Value for Money ...... 203 Gambar 79: Hal khusus yang disukai - Borobudur ...... 203 Gambar 80: Perbaikan yang Disarankan - Borobudur ...... 204

iv Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Daftar Tabel

Tabel 1: Kriteria UNESCO Untuk Daftar Warisan Dunia dan Dasar Pemikiran Prasasti Borobudur ...... 25 Tabel 2 : Ringkasan Dokumen World Heritage Center (UNESCO) Berkaitan Dengan WHS Kompleks Candi Borobudur...... 28 Tabel 3 : Peran Institusi Dalam Perencanaan dan Implementasi ITMP- Borobudur...... 39 Tabel 4 : Potensi Wisata Borobudur Dalam Bayangan Merapi (KSP D) ...... 49 Tabel 5 : Benchmarking Obyek Angkor Wat, Kamboja ...... 51 Tabel 6: Benchmarking Borobudur dengan WHS Budaya lainnya ...... 54 Tabel 7: Karakteristik Sosial Ekonomi Kec. Borobudur dan Kec. Mungkid ...... 55 Tabel 8: Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Permasalahan Ekonomi ...... 59 Tabel 9: Jaringan Jalan Provinsi Sebagai Konektivitas Utama Menuju Candi Borobudur ...... 63 Tabel 10: Terminal Bus di Joglosemar ...... 66 Tabel 11: Profil Terminal Borobudur ...... 66 Tabel 12: Tingkat Kunjungan Ke Museum Tahun 2017-2019 ...... 71 Tabel 13: Pengunjung ke Candi Borobudur 2004 -2018 ...... 72 Tabel 14: Waktu kunjungan ke Candi Borobudur ...... 76 Tabel 15: Pengunjung ke Berbagai Objek Wisata di TDA Borobudur ...... 79 Tabel 16: Tema Balkondes ...... 81 Tabel 17: Daya Dukung Fisik Candi Borobudur ...... 83 Tabel 18: Daya Dukung Candi Borobudur Menurut Trip, Kunjungan per-hari, Kunjungan per-tahun ...... 83 Tabel 19: Proyeksi Wisatawan Candi Borobudur Tahun 2018 -2045 ...... 84 Tabel 20: Wilayah Warisan Nasional—Pendekatan Daya Dukung ...... 86 Tabel 21: Isu Terkait Sumber Daya Manusia Borobudur ...... 91 Tabel 22: Isu Terkait Sumber Daya Manusia Borobudur Berdasarkan Kelompok ...... 92 Tabel 23: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Regulasi dan Kelembagaan ...... 97 Tabel 24: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Kontrol Pengunjung ...... 102 Tabel 25: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Sosia, Budaya, Ekonomi ...... 107 Tabel 26: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Pelestarian Candi ...... 110 Tabel 27: Peran Pemangku Kepentingan di Kawasan Borobudur ...... 117 Tabel 28: Carrying Capacity Maximal Candi Borobudur ...... 120 Tabel 29: Distribusi Pengunjung Borobudur Berdasarkan Carrying Capacity ...... 121 Tabel 30: Usulan Standar Untuk Zona Perencanaan di WHS Borobudur ...... 133 Tabel 31 : Panduan Desain Yang Diusulkan Untuk Instalasi Yang Dibangun di Borobudur ...... 135 Tabel 32: Tipologi Pengunjung WHS Borobudur WHS ...... 140 Tabel 33: Ketentuan Interpretasi Yang Diusulkan Di Dalam dan Luar Situs ...... 143 Tabel 34: Jenis dan Sifat Dampak Pada Warisan Budaya ...... 157 Tabel 35 : Sistem Penilaian Besarnya Dampak Pembangunan ...... 163 Tabel 36 : Rencana Aksi KSN Borobudur dan Sekitarnya ...... 164 Tabel 37 : Monitoring dan Evaluasi Candi Borobudur, Mendut dan Pawon ...... 180 Tabel 38: Jenis responden / Pengalaman Tujuan Sebelumnya ...... 190 Tabel 39 : Usia dan Jenis Kelamin ...... 191 Tabel 40: Jenis Kelompok dan Ukuran Kelompok ...... 191 Tabel 41: Status Kerja Responden ...... 192 Tabel 42: Tempat Masuk / Transportasi Utama yang digunakan di Tempat Tujuan ...... 193 Tabel 43: Presentase Perjalanan ...... 194 Tabel 44: Jenis Akomodasi yang Digunakan / Jumlah Malam yang Dihabiskan di Tempat Tujuan ...... 195 Tabel 45: Alasan Memilih Akomodasi ...... 196 Tabel 46: Pengalaman di Borobudur ...... 199 Tabel 47: Waktu kunjungan ke Candi Borobudur ...... 199

v Rencana Induk Pariwisata Terpadu untuk Borobudur–Yogyakarta–Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur 1. Rencana Pengelolaan Situs Warisan Dunia

1.1 Persyaratan Rencana

Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites/WHS) diakui sebagai tempat Outstanding Universal Value (OUV) berdasarkan ketentuan Konvensi Warisan Dunia 1972 tentang perlindungan warisan budaya dan alam dunia. Dengan menandatangani Konvensi, pemerintah suatu negara berjanji untuk melindungi dan melestarikan situs-situs tersebut dan mengirimkannya kepada generasi mendatang.1 Terserah masing-masing negara bagaimana memutuskan untuk memenuhi komitmen ini. Di , ini dicapai melalui penunjukan aset tertentu, sistem perencanaan tata ruang, dan pengembangan Rencana Manajemen Situs Warisan Dunia.

Pedoman Operasional untuk Implementasi Konvensi Warisan Dunia (2013) menyatakan bahwa rencana manajemen atau sistem manajemen harus disediakan untuk setiap situs atau properti yang dicalonkan. Hal ini memperjelas bagaimana OUV harus dipertahankan untuk generasi sekarang dan mendatang. Dalam kasus Candi Borobudur, Pernyataan Retrospektif terhadap Nilai Universal Luar Biasa dari Pusat Warisan Dunia pada tahun 2012 berkomentar bahwa keseluruhan suasana candi "dikompromikan dengan kurangnya kontrol kegiatan komersial dan tekanan yang dihasilkan dari kurangnya manajemen strategi pariwisata yang memadai".2 Dengan semakin meningkatnya aktivitas pariwisata yang berlebihan menjadi ancaman terhadap Nilai Universal Luar biasa dari senyawa Candi Borobudur. Kebijakan pariwisata membawa sebanyak mungkin pengunjung ke zona I (monument candi) tanpa memperhitungkan daya dukungnya harus dihindari. Oleh sebab itu penyelenggaraan pariwisata harus memastikan adanya perlindungan terhadap Situs Warisan Dunia dan Nilai Universal Luar Biasa. Untuk itu, perlu disusun Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur, dimana dalam rencana tersebut memastikan bahwa peningkatan jumlah pengunjung ke Borobudur keberadaannya tidak mengancam kelestarian dari Situs Warisan Dunia dan OUV-nya.

Candi Borobudur adalah daya tarik utama pengunjung di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tetapi bagi pengunjung asing relatif masih sedikit. Masalahnya bukan meningkatkan jumlah wisatawan secara keseluruhan, tetapi untuk memastikan pengalaman pengunjung yang berkontribusi terhadap konservasi situs sambil menghasilkan peningkatan pendapatan di tingkat nasional dan lokal. Telah dinyatakan sejak tahun 2003 bahwa "pengalaman pendidikan dan budaya asli pengunjung dari properti harus ditingkatkan”3. Untuk memaksimalkan kualitas pengalaman kunjungan dan menimimalkan dampak kunjungan terhadap Situs Warisan Dunia Borobudur yang dikunjungi perlu disusun Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur. Rencana Pengelolaan Pengunjung dilakukan tidak hanya dalam rangka untuk meningkatkan jumlah kunjungan, tetapi yang lebih utama adalah meningkatkan kualitas kunjungan.

Sejarah panjang Borobudur menyatakan bahwa Borobudur menjadi bagian dari lanskap dinamis yang telah berkembang lebih dari seribu tahun. Sifat lanskap, kepemilikan tanah dan bangunan yang terfragmentasi, dan berbagai lembaga yang terlibat dalam kawasan padat penduduk dan kaya sumber daya alam ini berarti bahwa ada persaingan penggunaan lahan untuk area di mana WHS berada, ditambah juga karena pamornya yang besar. Oleh karena itu rencana pengelolaan harus mengambil pendekatan holistik untuk menyediakan kerangka kerja strategis yang membahas penggunaan yang saling bertentangan, serta perincian tentang

1 UNESCO (1972), Article 4 2 Cited in MOEC (2019) Borobudur Temple Compounds Management Plan, op. cit., p.20 3 World Heritage Committee Decision 72 COM 7b.47 (2003)

1 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur bagaimana situs harus dikelola. Sangat penting bahwa setiap perubahan direncanakan dengan hati-hati dan bahwa penggunaan lahan yang bersaing direkonsiliasi tanpa mengorbankan komitmen yang melengkung untuk melindungi properti dan mempertahankan OUV-nya. Rencana tersebut juga harus mampu membuat implementasi realistis dalam sumber daya yang tersedia.

1.2 Tujuan Rencana

Tujuan rencana manajemen pengelolaan pengunjung Borobudur adalah mengurangi beban candi Borobudur, memberikan pengalaman pengunjung akan atraksi lain selain candi, meningkatkan lama tinggal, mendorong tumbuhnya ekonomi lokal, mengakomodasi kebutuhan /keinginan pengunjung yang baru, serta menguatkan nilai-nilai lokal dan mendukung pelestarian lingkungan.

Kegiatan yang diusulkan dalam dokumen ini adalah menetapkan struktur manajemen untuk melindungi WHS di masa depan, termasuk tindakan dan tujuan khusus yang harus dilakukan. Tindakan mencerminkan prioritas, intervensi jangka menengah dan panjang dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal, serta status Borobudur sebagai properti budaya nasional dan internasional yang signifikan. Untuk menjaga OUV situs, semua atribut ini harus dikelola. Selain itu, ada aspek dan nilai-nilai lain dari situs yang perlu dikelola dan/atau ditingkatkan. 'Konservasi' di sini mencakup tidak hanya memastikan kelangsungan hidup fisik, peningkatan situs arkeologi dan monumen yang membentuk WHS, tetapi juga mencakup peningkatan interpretasi dan pemahaman tentang WHS serta meningkatkan pengaturan lanskap dan nilai keanekaragaman hayati.

Rencana ini dimaksudkan untuk digunakan bersama-sama dengan Rencana Pengelolaan Kompleks Candi Borobudur yang disiapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan/Balai Konservasi Borobudur pada tahun 2019, yang menetapkan lokasi dan deskripsi situs, signifikansi nilai warisan, perlindungan hukum , serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi properti (termasuk perencanaan tata ruang, polusi, kesiapsiagaan risiko bencana, pariwisata dan konservasi), pelaksanaan dan pengaturan pemantauan.4 Dokumen ini merujuk pada program ITMP sebagai persiapan Rencana Manajemen Pengunjung untuk WHS.

1.3 Struktur Rencana

Dokumen ini menjelaskan latar belakang dan fitur-fitur utama dari Candi Borobudur sebagai bagian dari Situs Warisan Dunia, termasuk tinjauan singkat tentang sejarah, ringkasan OUV yang menjadi dasar tulisan dalam Daftar Warisan Dunia pada tahun 1991, deskripsi tentang pengaturan geografis, budaya dan posisi WHS sebagai salah satu atraksi budaya paling ikonik di Indonesia (Bagian 2). Bagian ini meninjau manajemen situs yang ada pada saat ini, konteks perencanaan dan kebijakan, identifikasi masalah utama yang mempengaruhi WHS, terutama yang berkaitan dengan popularitas Borobudur sebagai daya tarik pengunjung, dengan memperhitungkan kemakmuran lokal secara signifikan (Bagian 3). Tekanan pembangunan pada warisan pedesaan dan dibangun menjadi perhatian khusus. Bagian 4 dan 5 merekomendasikan tindakan yang perlu diambil untuk mengatasi masalah, termasuk reformasi kelembagaan dan pengendalian jumlah pengunjung, Bagian 6 dan 7 merinci perencanaan tata ruang dan intervensi khusus yang direkomendasikan di situs komplek bagian candi dan sekitarnya untuk memastikan OUV dari situs dilindungi disamping itu dapat

4 Ministry of Education & Culture (2019) Borobudur Temple Compounds Management Plan. Jakarta: MOEC

2 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur memfasilitasi pariwisata massal. Bagian 8 menguraikan strategi untuk meningkatkan interpretasi pengunjung, Bagian 9 menjelaskan pendekatan yang direkomendasikan untuk Penilaian Dampak Warisan untuk setiap intervensi, dan Bagian 10 menyoroti indikator yang dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi di lokasi.

1.4 Kebijakan dan Visi

Kebijakan pengelolaan manajemen pengunjung di Borobudur WHS yang dijabarkan dalam dokumen ini mengikuti prinsip-prinsip yang memastikan bahwa Monumen dan sekitarnya mendukung sistem pariwisata yang lestari dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan keberadaan OUV situs bangunan candi. Hal ini seperti yang direkomendasikan dalam Pertemuan Para Ahli tahun 1995 tentang Borobudur, setiap perkembangan yang menyangkut atraksi pengunjung harus tunduk pada pelestarian dan perlindungan candi dan sekitarnya.5

Visi situs sesuai dengan visi keseluruhan untuk Borobudur-Yogyakarta-Prambanan, dan visi dan misi untuk area yang dikembangkan oleh pemerintah Jawa Tengah:

“Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Desentralisasi Obyek Wisata, Wisata Budaya dan Lansekap Kultural, Potensi Budaya Masyarakat ”

1.5 Metodologi

Pendekatan yang menopang metodologi rencana ini adalah Recreation Opportunity Spectrum (ROS) dan variasinya seperti Tourism Opportunity Spectrum (TOS) dan Archaeological Tourism Opportunity Spectrum (ATOS). Pendekatan ini dirancang untuk memahami dan memberikan pengaturan rekreasi yang berbeda yang memungkinkan pengunjung untuk menemukan dan menikmati pengalaman spesifik yang mereka cari.6 Perbedaan kelas peluang yang ditimbulkan metodologi ini dibahas dalam Bagian xx.

Pendekatan lain dipertimbangkan, misalnya metodologi Limits of Acceptable Change (LAC), yang membantu menghindari pengelolaan overtourism di Borobudur. Perubahan tidak dapat diterima jika perubahan terjadi di elemen inti dari Monumen Borobudur, Dalam pengelolaan kawasan Borobudur secara keseluruhan, berguna untuk memberikan kerangka kerja pengelolaan sumber daya warisan alam dan budaya yang terkait dengan pariwisata (Responsible Tourism Partnership).7 Poin penting dari pendekatan ini meliputi:

• Penekanan tujuan yang eksplisit dan terukur • Promosi beragam pengalaman pengunjung • Fleksibilitas dan responsif terhadap kondisi lokal • Peluang keterlibatan publik • Kerangka kerja dalam pengelolaan kondisi yang ada

5 Recommendation (1995) from Experts’ Meeting on Borobudur, cited in Guide Book to 7th International Expert Meeting on Borobudur, 7-10 August, 2018 6 Clark, R. and Stankey, G. (1979) The Recreation Opportunity Spectrum: A framework for planning, management, and research. Pacific Northwest Forest and Range Experiment Station: USDA Forest Service 7 https://responsibletourismpartnership.org/limits-of-acceptable-change/

3 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Berdasarkan beberapa hal tersebut, rencana pengelolaan pengunjung Borobudur disusun menggunakan pendekatan studi dan praktik terbaik dari negara lain untuk memberikan kerangka kerja dan detail manajemen yang dirancang dalam rangka melindungi Monumen Borobudur di masa depan.

Pengumpulan data informasi dalam laporan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, antara lain penelitian pustaka, pengamatan terstruktur, survei berbasis kuesioner, diskusi kelompok dengan masyarakat lokal, dan wawancara semi-terstruktur dengan para pemangku kepentingan utama.

• Studi pustaka difokuskan pada laporan yang dihasilkan oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB), khususnya Rencana Pengelolaan Site tahun 2019; laporan yang disusun oleh organisasi sebelum BKB; laporan yang relevan lainnya, seperti Horwath Borobudur-Prambanan-Yogyakarta tahun 2017 Analisis dan Penilaian Permintaan Pasar; investigasi akademik di Borobudur dan situs warisan budaya lain yang relevan; UNESCO tentang World Heritage Site; ICOMOS tentang Heritage Impact Assesment (HIA). • Pengamatan terstruktur terhadap tata letak dan manajemen situs, arus pengunjung dan perilaku di tiga lokasi candi utama dan lokasi lain di sekitar Borobudur dilakukan oleh tim Konsultan dalam beberapa kesempatan pada tahun 2018-2020. • Survei Perilaku Pengunjung dan Survei Perdagangan Pariwisata dilakukan secara khusus pada tahun 2018 dan 2019. • Diskusi kelompok (FGD) dengan para pemangku kepentingan termasuk ahli arkeologi, budaya, UNESCO, pemerintah pusat dan daerah yang diadakan pada tahun 2019 dan tahun 2020. • Wawancara semi-terstruktur dengan pemangku kepentingan dan pakar lainnya serta nara sumber kunci dilakukan di berbagai kesempatan selama periode tahun 2018 dan 2019, termasuk kehadiran tim Konsultan dalam pertemuan pakar di Borobudur yang diadakan pada Agustus 2018, Januari dan Maret 2020.

Temuan-temuan dalam penelitian ini menginformasikan proposal dan analisis awal, yang selanjutnya disempurnakan melalui diskusi dengan para pemangku kepentingan utama. Identifikasi dampak dan ancaman digunakan untuk membuat daftar prioritas tantangan dan ancaman yang ada di lokasi, selanjutnya bersama-sama mengidentifikasi penyebabnya dan membuat daftar rencana tindakan awal yang diperlukan. Sumber penelitian digunakan sebagai rujukan di seluruh dokumen.

4 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur 2. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur (Borobudur Temple Compounds)

Pada bagian ini, berisi tentang lokasi, sejarah, dan karakteristik utama Candi Borobudur, termasuk prasasti sebagai Situs Warisan Dunia. Isu-isu terkait dengan legislatif, administrasi dan manajemen dianalisis, termasuk tantangan yang dihadapi candi Borobudur. Kebijakan yang berkaitan dengan manajemen pengunjung (visitor management) di Borobudur dijelaskan dalam dokumen ini, sekaligus beberapa pembandingan terhadap situs yang sebanding dengan Borobudur yang ada di lokasi lain. Kondisi sosial ekonomi juga diuraikan di bab ini, termasuk pengaturan infrastruktur transportasi yang ada pada saat ini. Permasalahan yang berkaitan dengan pariwisata merupakan hal yang perlu diperhatikan , termasuk daya dukung dan daya tampung Borobudur.

Perlu dicatat bahwa, dalam Kerangka Acuan Kerja yang ada pada saat ini menyatakan bahwa dokumen Rencana Pengelolaan Pengunjung untuk Borobudur belum ada, oleh sebab itu dokumen ini perlu disusun guna memberikan beberapa solusi atau rekomendasi terhadap kondisi Borobudur pada saat iniberdasarkan daya dukung dan daya tampung Borobudur. Rekomendasi yang dihasilkan nantinya akan diterjemahkan ke dalam rencana aksi.

2.1 Lokasi Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur

Candi Borobudur terletak di 70 36’30,49” LS dan 1100 12’10,34’’ BT serta berada di ketinggian 265 m dpl. Secara geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Marapi dan Merbabu disebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara dan Bukit Menoreh disebelah Selatan, serta terletak didekat dua aliran sungai, yaitu sungai Progo dan sungai Elo. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai Taman Pulau Jawa karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya. Gambar 1 : Lokasi Candi Borobudur

Sumber: Google Earth

Kompleks Candi Borobudur dan sekitarnya selanjutnya disebut Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur adalah Kawasan Strategis Nasional yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap budaya yang berada dalam rasius paling sedikit 5 (lima) kilometer dari pusat Candi Borobudur dan Koridor Palbapang yang berada

5 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur di luar radius 5 (lima) kilometer dari pusat Candi Borobudur, yang terdiri atas zona 1,zona 2, zona 3, zona 4 dan zona 5 yang ditetapkan sebagai Warisan dunia dalam Dokumen daftar Warisan Dunia Nomor 592 (UNESCO). Wilayah 5 zona tersebut sekarang sudah menjadi Kawasan Strategis Nasional Borobudur yang terbagi dalam Subkawasan Pelestarian 1 (luas 1344 Ha) dan Subkawasan Pelestarian 2 (luas 6779 Ha) berdasarkan Perpres No.58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan sekitarnya. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yang termasuk dalam Satuan Pelestarian SP-1 merupakan bagian wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, meliputi a. Desa Bojong, Desa Paremono, Desa Pabelan, Desa Ngrajek, dan Kelurahan Mendut di Kecamatan Mungkid; b. Desa Wanurejo dan Desa Borobudur di Kecamatan Borobudur. Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yang termasuk dalam SP-2 adalah bagian wilayah Kabupaten Magelang, Provinsi Jateng dan merupakan bagian wilayah di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi : a. Bagian dari wilayah Magelang, Provinsi Jateng : 1. Desa Wringin Putih, Desa Bumiharjo, sebagian Desa Tegalarum, sebagian Desa Kebonsari, Desa Kembanglimus, Desa Karangrejo,sebagian Desa Ngadiharjo, Desa Karanganyar, sebagian Desa Giripurno, Desa Giritengah, Desa Tanjungsari, Desa Tuksongo, Desa Majaksingi, Desa Ngargogondo, Desa Candirejo, sebagian Desa Sambeng, dan sebagian Desa Kenalan di Kecamatan Borobudur; 2. Kelurahan Sawitan, Desa Progowati, dan sebagian Desa Rambeanak di Kecamatan Mungkid; 3. Desa Deyangan, sebagian Desa Pasuruhan, sebagian Desa Donorojo, dan sebagian Desa Kalinegoro di Kecamatan Mertoyudan; 4. Sebagian Desa Ringinanom dan sebagian Desa Sumberarum di Kecamatan Tempuran; dan 5. Sebagian Desa Menayu, sebagian Desa Adikarto, sebagian Desa Tanjung, dan sebagian Desa Sukorini di Kecamatan Muntilan; b. Merupakan bagian wilayah di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi: 1. Sebagian Desa Sidoharjo dan sebagian Desa Gerbosari di Kecamatan Samigaluh; dan 2. Sebagian Desa Banjaroyo di Kecamatan Kalibawang.

Gambar 2 : Kawasan Borobudur Menurut Perpres No.58 Tahun 2014

Sumber : Perpres No.58 Tahun 2014

6 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

2.2 Lingkungan Sekitar Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur

A. Rangkaian Tiga Candi Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang terbujur membentang dalam satu garis lurus. Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar dan mungkin ini hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Selain Candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan purbakala lainnya, di antaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-temuan purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur, yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum Nasional Indonesia. Gambar 3 : Hubungan Borobudur-Pawon-Mendut

Sumber : https://id.wikipedia.org/ Borobudur-Pawon-Mendut terbujur dalam satu garis lurus yang menunjukan kesatuan

B. Keberadaan Danau Purba

Pada masa lalu di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur diduga terdapat danau. Hipotesa ini diusulkan oleh seorang seniman dan arsitek dari Belanda W.O.J.Mienwenkamp pada tahun 1933. Menurutnya Candi Borobudur merupakan perwujudan sebuah Ceplok Bunga Teratai yang mengapung di tengah-tengah telaga. Perwujudan Bunga Teratai untuk menghormati Sang Budha yang melambangkan kesucian dalam Agama

7 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Budha. Hipotesis ini mendapat banyak tentangan, diantaranya oleh Van Erp yang memimpin pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1907-1911. Menurutnya hipotesa tidak didukung bukti yang kuat, misalkan tidak adanya prasasti yang menyebutkan adanya lingkungan danau di sekitar Candi Borobudur (Soekmono, 1976). Tetapi ahli geologi dan geomorfologi mendukung hipotesis Nienwenkamp. Van Bemmelen (1952) menyebutkan bahwa daerah Magelang bagian Selatan dahulu pernah terbentuk danau yang luas, terbentuknya danau disebabkan oleh terjadinya letusan yang kuat dari gunungapi Merapi tahun 1006 Masehi. Besarnya letusan mengakibatkan sebagian puncaknya mengalami pelongsoran ke arah Barat Daya, kemudian tertahan oleh Pegunungan Menoreh bagian Timur, akibatnya material longsoran tersebut membendung aliran sungai Progo, maka terbentuklah genangan yang luas di dataran Magelang bagian Selatan. Setelah berabad-abad sumbatan yang membendung sungai Progo hilang oleh proses erosi, akhirnya danau menjadi kering. Penelitian geologi yang dilakukan oleh Murwanto dkk. (2004) juga mendukung hipotesis ini. Penelitian ini menemukan serbuk sari dari tanaman komunitas rawa antara lain: Nymphaea stellata, Cyperaceae, Eleocharis, Commelina, Hydrocharis dan sebagainya pada endapan danau, batu lempung pasiran berwarna coklat kehitaman. Sedimen danau tersebut ditemukan pada lembah Sungai Elo, Sungai Sileng, Sungai Progo pada kedalaman lebih dari 10 meter tertutup oleh endapan vulkanik Kuarter yang sangat tebal.

Berdasarkan penanggalan radio karbon C14, Murwanto, dkk. (2001), menentukan umur endapan danau yang sampelnya diambil dari batu lempung hitam dan fosil kayu. Hasilnya yang tertua menunjukkan umur 22130±400 BP dan yang termuda 660±100 BP. Berdasarkan analisis ini proses terbentuknya lingkungan danau diperkirakan sudah terjadi mulai kala Pleistosen Atas dan berakhir jauh setelah Candi Borobudur selesai dibangun. Kajian geomorfologi berdasarkan interpretasi foto udara (Nossin dan Voute, 1986) menyimpulkan bahwa dataran Borobudur dahulu pernah merupakan lingkungan danau pada paruh kedua zaman Kuarter.

Pembentukan danau akibat pengaruh Gunungapi Merapi dan proses tektonik, terbendungnya Sungai Progo oleh endapan fluvio vulkanik Gunungapi Merapi, setelah terjadinya pensesaran dari perbukitan Menoreh. Pengangkatan dari blok sebelah Tenggara Pegunungan Menoreh, merupakan proses awal mengeringnya Danau Borobudur, Hal ini ditunjukkan dengan kedalaman lembah hasil pengikisan Sungai Progo dan Sungai Sileng, disamping itu juga ditunjukkan dengan terbentuknya dua sampai tiga fase teras. Pengeringan danau sudah terjadi jauh sebelum Candi Borobudur dibangun.

2.3 Sejarah Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur

A. Sejarah Candi Borobudur

Borobudur diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 berdasarkan jenis aksara yang tertulis dikaki tertutup Karmawibhangga. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu itu sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75-100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.

Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu.

Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan , letaknya hanya 10 km (6,2 mi) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah

8 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.

Pembangunan candi-candi Buddha, pada saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu, wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya memenangkan pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.

Candi Borobudur merupakan prasada dengan sepuluh tingkat yang secara vertical terdiri atas tiga bagian, yaitu kamadhatu (dunia nafsu), rupadhatu (dunia bentuk) dan aruphadhatu (dunia tanpa bentuk) (Stuterheim, 1950:198). Casparis menyatakan bahwa Borobudur adalah sebuah kuil nenek moyang, sebagaimana disebutkan dalam prasasti Sri Kahulunan 842 M yang menyebut Borobudur sebagai “ Kamulan I bhumi sambhara” Kamulan dapat diartikan sebagai kuil atau tempat suci nenek moyang (J.G. de Casparis, 1950).

Struktur batu andesit pada Candi Borobudur tidak masif, melainkan struktur tersebut didirikan di atas bukit alam yang dimanipulasi oleh masyarakat pendukungnya dengan di potong pada bagian puncaknya untuk memperkuat lereng bukit tersebut. Selain strukturnya yang didirikan di atas bukit, pembangunan Candi Borobudur ternyata tidak berlangsung dalam waktu yang singkat.

Gambar 4 : 4 Irisan Melintang Candi Borobudur

Sumber : BKP Borobudur 2007

9 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Candi Borobudur dihiasi dengan 1.460 panil relief cerita, 1.212 panil relief dekoratif simbolis, dan 504 arca Buddha pada empat penjuru mata angin. Secara keseluruhan luas dinding yang tertutup relief adalah 2500 m. Disadari atau tidak ungkapan-ungkapan dalam relief Candi Borobudur mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat, baik unsur yang ada dan hidup pada masyarakat (Atmadi,1979: 198).

Hal tersebut terbukti pada beberapa panil relief yang menunjukkan aktifitas keseharian yang sampai saat ini masih dapat dijumpai pada lingkungan Candi, diantaranya adalah relief orang yang sedang membajak sawah maupun relief yang mencerminkan keadaan alam sekitar. Relief pada dinding Candi Borobudur dibaca dari kanan ke kiri, sedangkan cerita-cerita yang dipahatkan pada sisi dalam pagar langkan dibaca dari kiri ke kanan. Oleh Soekmono hal ini disebabkan karena penghormatan terhadap dewa, pusat candi harus berada pada sebelah kanan (Soekmono,1977:51).

Apabila berbicara mengenai relief maka cerita Karmawibhangga merupakan relief cerita yang menghiasi bagian paling bawah candi (kamadhatu) relief tersebut sengaja ditutup oleh batu, oleh beberapa ahli penutupan tersebut dikatakan karena alasan teknis dan religius. Relief Karmawibhangga berisi ajaran hukum sebab akibat atau hukum karma yang dipahatkan dalam 160 panil relief. Menurut Bernet Kempers, penuangan naskah Karmawibhangga ke dalam panil relief pada Candi Borobudur sepertinya kurang lengkap, tidak seperti pada naskah aslinya, sebab hanya terdapat 23 panil saja yang dapat dikembalikan kepada naskah aslinya. Dengan demikian menurut Bernet Kempers naskah Karmawibhangga yang dituangkan pada kaki Candi Borobudur tersebut adalah naskah ringkas saja (Kempers dan Soekmono,1974:29-30).

Pada tingkatan selanjutnya yaitu rupadhatu, dijumpai relief cerita Lalitvistara, Jatakamala, Jataka/Avadana, Gandavyuha, dan Bhadracari. Seratus dua puluh panil relief Lalitavistara menceritakan mengenai kelahiran Sang Buddha (Pangeran Sidharta Gautama) hingga mencapai pencerahan. Cerita Lalitavistara digambarkan pada dinding lorong pertama yang diakhiri dengan penggambaran Budha yang menyampaikan ajarannya di Taman Rusa, Benares. Relief cerita selanjutnya adalah relief tentang ajaran ajaran kehidupan berupa budi pekerti yang berlandaskan konsep Buddhisme yang diajarkan oleh para Dhyani Bodhisatwa. Relief tersebut adalah relief Jatakamala, Jataka/Avadana, Gandavyuha, dan Bhadracari yang merupakan cerita mengenai Dhyani Bodhisatwa Maitreya, Samantabadra, dan Dhyani Bodhisatwa yang lain.

Relief Jatakamala berisi mengenai cerita Jataka, yang merupakan reinkarnasi Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama Siddharta Gautama. Sang Buddha menjelma menjadi berbagai bentuk binatang untuk mengajarkan budi pekerti dengan memberikan contoh kepada manusia melalui perbuatan yang dilakukan untuk mahkluk lain. Selain kehidupan dan bentuk inkarnasi Sang Buddha juga diceritakan mengenai peranan Dhyani Bodhisatwa yang membatalkan perjalanannya ke nirwana dan mengambil bentuk binatang untuk memberi pelajaran kepada manusia. Relief cerita Jatakamala di Candi Borobudur dipahatkan pada deret panil atas pagar langkan pertama.

Dengan berkembangnya Buddha di Jawa, maka kesenian Buddha juga berkembang, hal ini dikarenakan kesenian dan aktifitas keagamaan pada masa itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Setelah memperhatikan ciri penggambaran relief yang terdapat di candi-candi Buddha masa klasik tua di Jawa Tengah, khususnya di Candi Borobudur, maka dapat disimpulkan adanya unsur kesenian yang dimungkinkan merupakan tradisi seni Hellenistic Gandhara yang diserap oleh kesenian Mathura dan Gupta yang pada akhirnya masuk ke Jawa. Dalam penggambaran relief di candi-candi masa klasik tua di Jawa Tengah, dapat

10 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur dikatakan adanya pengaruh Gandhara dalam kesenian Gupta yang akhirnya menjadi ciri seni relief Jawa, namun apabila ditelusuri ciri itu dapat dirunut kembali kepada bentuk kesenian Hellenistic Gandhara (Munandar,1995:108-122).

Tahap Pembangunan Candi Borobudur − Tahap I. Dibangun sekiar abad 780 Masehi. Tahap pertama berupa tiga struktur teras kecil yang didirikan di atas struktur lain, yang kemudian rusak. Struktur ini mengindikasikan bentuk pyramid. − Tahap II. Terlihat adanya perluasan pondasi candi Borobudur dan penambahan beberapa teras yang semakin ke atas semakin kecil. Pada tahap ini dibangun sebuah stupa besar pada puncak yang dikelilingi oleh pagar berbentuk lingkaran. − Tahap III. Perubahan pada bagian puncak menjadi tiga buah teras lingkaran berisi stupa-stupa teras dan sebuah stupa induk pada teras teratas. − Tahap IV dan V. Ada sedikit perubahan pada bangunan candi, termasuk penambahan dan perubahan pada relief baru dan pada lorong dan pagar langkan. Walaupun demikian, symbol-simbol yang ada dalam bangunan candi tidak berubah.

Gambar 5: Tahapan Pembangunan Candi Borobudur

Tahap I-V Pembangunan Candi Borobudur Sumber : Balai Konservasi Borobudur; https://id.wikipedia.org/

Borobudur Ditinggalkan Borobudur tersembunyi dan telantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat

11 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini.

Penemuan Borobudur Kembali Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa di bawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini. Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Prancis setahun kemudian. Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.

Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen. Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini. Laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.

12 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 6 : Foto Pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873)

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur Pemugaran Candi Borobudur

Pada 1900, pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum. Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah. − Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. − Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. − Ketiga, semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar.

Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 - 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan dipimpin Theodor van Erp. Pemugaran difokuskan pada bagian atas candi (Arupadhatu) yang berupa teras-teras melingkar berisi stupa-stupa teras dan sebuah stupa induk. Setelah itu, pemugaran hanya difokuskan pada pembersihan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air. Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan. Van Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan. Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini.

Pada 1973-1983, rencana induk untuk memulihkan Borobudur dibuat. Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1973 dan 1983. Pondasi diperkukuh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS.

Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991. Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental,

13 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".

Gambar 7: Pemugaran Candi Borobudur

Pemugaran I (1907-1911) pada bagian puncak candi yaitu tiga Pemugaran II (1973-1983) secara total, kerjasama antara teras melingar dan stupa induknya. Indonesia, UNESCO, dibantu negara donor. Sumber : Balai Konservasi Borobudur

Peristiwa di Candi Borobudur Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO, Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur nasional di Indonesia dan upacara peringatan dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi Borobudur. Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom. Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi Borobudur tetap utuh. Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik Indonesia. Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober dan November 2010. Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometer (17 mi) arah barat-barat daya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5 sentimeter (1 in) menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga mematikan tanaman di sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara kimia bersifat asam dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5 sampai 9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu. Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO mendanai upaya rehabilitasi. Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu sedikitnya 6 bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar untuk menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Lebih dari 55.000 blok

14 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki sistem tata air dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan. Restorasi berakhir November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.

B. Sejarah Candi Mendut

Candi Mendut menempati lokasi administratif di Desa Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis candi berada pada 7°36′17.17″ LS dan 110°13′48.01″ BT. Candi Mendut dibangun di sebuah dataran di sebelah Timur Sungai Elo yang mengalir dari Utara ke Selatan. Candi Mendut merupakan Candi bercorak keagamaan Buddha Mahayana yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Indra dari Dinasti Syailendra. Hal ini dibuktikan melalui Prasasti Karang Tengah yang berangka tahun 824 Masehi. Prasasti tersebut menyebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama çrimad venuwana yang berarti bangunan suci di hutan bambu. Menurut J.G. de Casparis, ahli arkeologi dari Belanda kata ini dihubungkan dengan pendirian Candi Mendut.

Candi Mendut menghadap ke Barat laut, berlawanan dengan Candi Borobudur yang menghadap ke Timur. Denah candi berbentuk persegi panjang dengan ukuran 24,15 m x 27,66 m dan tinggi bangunan 26,4 m. Bangunan candi berbilik satu, dengan angga di sisi Barat Laut. Di atas kaki candi terdapat langkan setinggi 1 m dengan lebar 2 m. Bangunan candi secara arsitektural dibagi menjadi 3 bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap. Pada bagian di depan pintu masuk dijumpai penampil candi. Bagian penampil candi memiliki pahatan relief cerita yang posisinya berada persis di kanan dan kiri pintu masuk menuju ruang utama candi.

Survey yang lengkap terhadap Candi Mendut beserta lingkungannya dilakukan untuk pertama kalinya pada akhir abad ke-19 oleh B. Kersjes and C. den Hamer. Survey tersebut dimaksudkan untuk menentukan tindakan yang harus diambil untuk melestarikan candi untuk generasi mendatang. Pemugaran pada Candi Mendut pernah dilakukan selama tahun 1897 – 1904. Kemudian dilanjutkan tahun 1908 oleh Theodore van Erp. Setelah itu, pada tahun 1925 kembali dilakukan pemugaran guna menyusun stupa pada atap candi.

C. Sejarah Candi Pawon

Candi Pawon menempati lokasi administratif di Dusun Brajanalan, Desa Wanureja,Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomiscandi berada pada 07036’22’’ LS, 110013’10” BT dan 9159169 pada koordinat UTM.

Pendirian Candi Pawon diperkirakan pada pertengahan abad VIII, hampir bersamaan dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur. Menurut J.G. de Casparis, seorang ahli epigrafi Candi Pawon merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra yang memerintah Kerajaan Mataram Kuna pada 782 – 812 M. Raja Indra adalah ayah Raja Samarattungga dari Dinasti Syailendra. Nama "Pawon" sendiri, menurut sebagian orang, berasal dari kata pa-awu-an yang berarti tempat menyimpan awu (abu).

Tidak diketahui secara pasti abu apa yang disimpan dan di mana tempat penyimpanannya. Pada bilik candi (central cella) di tubuh candi semula diperkirakan terdapat Arca Bodhisattva. Arca tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Indra. Hal ini berdasarkan indikasi dari prasasti Karang Tengah (824 M) yang menyebutkan bahwa arca tersebut mengeluarkan vajra (sinar). Pernyataan tersebut menimbulkan dugaan bahwa arca Bodhisattva tersebut kemungkinan dibuat dari logam perunggu. Sementara menurut

15 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Poerbatjaraka, kemiripan motif pahatan Candi Pawon dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi Borobudur.

2.4 Struktur Bangunan Candi

A. Candi Borobudur

Borobudur merupakan mahakarya seni rupa Buddha Indonesia, sebagai contoh puncak pencapaian keselarasan teknik arsitektur dan estetika seni rupa Buddha di Jawa. Bangunan ini diilhami gagasan dharma dari India, antara lain stupa, dan , tetapi dipercaya juga merupakan kelanjutan unsur lokal; struktur megalitik punden berundak atau piramida bertingkat yang ditemukan dari periode prasejarah Indonesia. Sebagai perpaduan antara pemujaan leluhur asli Indonesia dan perjuangan mencapai Nirwana dalam ajaran Buddha.

Pada hakikatnya Borobudur adalah sebuah stupa yang bila dilihat dari atas membentuk pola Mandala besar. Mandala adalah pola rumit yang tersusun atas bujursangkar dan lingkaran konsentris yang melambangkan kosmos atau alam semesta yang lazim ditemukan dalam Buddha aliran Wajrayana- Mahayana. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana yang secara bersamaan menggambarkan kosmologi yaitu konsep alam semesta, sekaligus tingkatan alam pikiran dalam ajaran Buddha. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Dasar denah bujur sangkar berukuran 123 meter (404 ft) pada tiap sisinya. Bangunan ini memiliki sembilan teras, enam teras terbawah berbentuk bujur sangkar dan tiga teras teratas berbentuk lingkaran.

Gambar 8 : Denah Candi Borobudur

Sumber : https://id.wikipedia.org Denah Borobudur membentuk Mandala, lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha

16 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Pada tahun 1885, secara tidak disengaja ditemukan struktur tersembunyi di kaki Borobudur. Kaki tersembunyi ini terdapat relief yang 160 di antaranya adalah berkisah tentang Karmawibhangga. Pada relief panel ini terdapat ukiran aksara yang merupakan petunjuk bagi pengukir untuk membuat adegan dalam gambar relief. Kaki asli ini tertutup oleh penambahan struktur batu yang membentuk pelataran yang cukup luas, fungsi sesungguhnya masih menjadi misteri. Awalnya diduga bahwa penambahan kaki ini untuk mencegah kelongsoran monumen. Teori lain mengajukan bahwa penambahan kaki ini disebabkan kesalahan perancangan kaki asli, dan tidak sesuai dengan Wastu Sastra, kitab India mengenai arsitektur dan tata kota. Apapun alasan penambahan kaki ini, penambahan dan pembuatan kaki tambahan ini dilakukan dengan teliti dengan mempertimbangkan alasan keagamaan, estetik, dan teknis. Candi utama merupakan sebuah Stupa Induk yang dikelilingi oleh 72 stupa berongga berisi arca Buddha yang dibangun dalam tiga tingkatan lantai melingkar dan sebuah dasar berbentuk piramida dengan 5 teras bujur sangkar terkonsentrasi. Dinding dan pagar langkan didekorasi dengan relief, dengan luas permukaannya mencapai 2,520 m2.

Pembagian vertikal Candi Borobudur menjadi kaki, badan, dan stuktur atas sesuai dengan konsepsi Alam Semesta dalam kosmologi Buddha. Dipercaya bahwa alam semesta dibagi ke dalam tiga dunia yang berurutan ke atas, Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu, merepresentasikan secara berurutan dunia hasrat duniawi di manamanusia masih terikat dengan hasrat duniawi, dunia bentuk di mana manusia mulai meninggalkan hasrat duniawi tetapi masih terikat dengan nama dan bentuk, dan dunia tanpa bentuk di mana manusia tidak ada lagi nama dan bentuk. Pada Candi Borobudur, Kamadhatu direpresentasikan oleh kaki, Rupadhatu oleh lima lantai bujur sangkar, dan Arupadhatu oleh tiga lantai melingkar termasuk Stupa Induk. Gambar 9 : Kosmologi Candi Borobudur

Kamadhatu (Kaki Candi). Kamadhatu adalah tingkat terendah dari tingkatan kosmologi Buddha (symbol dunia hasrat). Kamadhatu pada Candi Borobudur adalah bagian kakinya. Kaki Candi Borobudur yang kita lihat sekarang bukanlah kaki aslinya pada saat di bangun pertaman kali. Bagian Kamadhatu terdiri dari : selasar, undag, tangga, relief Karmawibhangga.

17 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 10 : Bagian Kamadhatu

Tangga undag dan selasar Relief Karmawibhangga Sumber : BKB

Rupadhatu (Tubuh/Badan Candi). Rupadhatu yaitu tingkatan kedua dari tingkatan kosmologi Buddhis yang mewakili dunia antara. Tingkatan ini adalah symbol unsur tak berwujud yang menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat dunia nyata. Bagian dari Rupadhatu terdiri dari : − Relief. Relief cerita dan relief lepas. Relief cerita yaitu relief yang menggambarkan unsur cerita tertentu, sedangkan relief lepas yaitu relief yang tidak mengandung cerita atau hanya merupakan hiasan dekoratif saja. Relief pada candi Borobudur berupa : (i). Karmawibhangga (terdapat di kaki candi mengungkapkan tentang perbuatan manusia yang mengandung kebaikan dan kejahatan); (ii). Lalitavistara (dipahat pada dinding utama tingkat I, menceritakan tentang kehidupan Sang Buddha di Surga Tushita hingga menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa); (iii). Jataka dan Avadana (dipahat pada dinding utama lorong tingkat I dan pagar langkan tingkat I dan II); (iv). Gandavyuha (dipahatkan pada dinding utama lorong tingkat II yang melukiskan pengembaraan Sudhana dari satu guru ke guru ain dalam upaya mencapai kebuddhaan); (v). Bhadracari (dipahatkan pada dinding utama lorong tingkat III dan IV maupun pada pagar langkan yang melukiskan usaha Sudhana untuk mencapai berguru pada Boddhisatva Maitreya dan Boddhisatva Samanthabhadra yang akhirnya Sudhana memperoleh pencerahan dengan mencapai kebuddhaan). − Langkan. Langkan adalah lorong yang terletak antara pagar langkan dengan tubuh candi Borobudur terdiri dari 4 buah langkan. − Pagar Langkan (Balustrade). Merupakan bagian dari Candi Borobudur yang menjadi pagar lorong candi atau sebagai pembatas lorong candi. Dinding pagar langkan bagian luar (pagar langkan I) berisi relief simbolis dengan motif pahatan dewa-dewa Budhha sedangkan pada bagian dalam setiap pagar langkan berisi relief cerita. Pada bagian atas pagar langkan berisi relung arca yang berisi arca Dhayani Buddha. Pada kemuncak pagar langkan I berbentuk keben dan kemuncak berbentuk stupa pada pagar langkan II. Pada kemucak pagar langkan dijumpai hiasan antefik, yaitu berupa pola dasar segitiga dan dihiasi dengan ukiran tumbuhan yang distilir, mempunyai fungsi untuk mengurangi kesan kaku yang diakibatkan oleh garis-garis mendatar pada candi. Fungsi utama pagar langkan adalah untuk menempatkan arca Buddha disisi luar dan relief cerita pada sisi dalamnya. Arsitektur pagar langkan secara vertikal dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kaki, tubuh dan kepala.

18 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

− Relung. Berisi arca Buddha dengan penggambaran yang berbeda. Jumlah arca pada relung tingkat Rupadhatu berjumlah 276 buah (92 buah X 3 tingkat lorong). − Tangga. Pada tiap tangga yang menuju lorong berikutnya hingga ke atas teras stupa. Tangga dinaungi oleh gapura berhias pahatan dan kepala kala pada ambang atas gapura yang disebut doorpel.

Gambar 11 : Bagian Rupadhatu

Sumber : BKB

Arupadhatu (Kepala/Atap Candi) Arupadhatu merupakan bagian paling atas pada candi Budha/tiga teras teratas berundak berbentuk lingkaran. Arupadhatu adalah symbol dari unsur tak berwujud dan sebagai tanda dari tingkatan yang meninggalkan nafsu duniawi. Merupakan gambaran dunia tanpa rupa dan bentuk, lambing kesempurnaan abadi. Pada tingkat Arupadhatu, terdapat 3 baris stupa yang melingkari sebuah candi induk di pusatnya. Tiga teras teratas Candi Borobudur telah dibongkar dan dipugar oleh Th. Van Erp pada pemugaran pertama. Sedangkan pada pemugaran kedua oleh pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNESCO, tingkat Arupadhatu tidak lagi dipugar karena dianggap masih cukup baik dan stabil. Bagian Arupadhatu terdiri dari : − Plateu. Terletak pada peralihan antara Rupadhatu ke Arupadatu (pada tingkatan menurut kosmologi Budhha). Plateau berupa dataran/teras yang batas luarnya masih berbentuk bujur sangkar, tetapi sisi dalamnya berbentuk lingkaran. − Teras/batur. Lantai stupa teras Candi Borobudur terdiri dari 3 tingkat berbentuk lingkran. Tingkat pertama dan kedua terdapat stupa-stupa berlubang belah ketupat. Sedangkan teras ketiga (teratas) terdapat stupa-stupa berlubang kotak. Pada teras ketiga juga terdapat stupa induk. − Stupa. Adalah lambang dari agama Buddha yang brbentuk mangkuk terbalik, dengan bentuk persegi empat atau segi delapan dan bentuk tongkat diatasnya. Stupa pada Candi Borobudur berbentuk genta atau lonceng.

19 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 12 : Bagian Arupadhatu

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut: Karmawibhangga. Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengujung.

Lalitawistara. Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke- 27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana. Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an. Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

20 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gandawyuha. Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2, adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan batu andesit.

Gambar 13 : Posisi Kisah Dalam Relief Borobudur

Sumber : https://id.wikipedia.org Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu. Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri). Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus di antaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, di mana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat. Masing- masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna simbolisnya tersendiri.

21 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

B. Candi Mendut

Pada bilik utama candi (central cella) dijumpai tiga arca berukuran besar. Arca yang posisinya berada di tengah-tengah merupakan dewa utama yaitu Adhi Buddha, dengan posisi duduk kedua kaki menjulur ke bawah dengan sikap tangan dharmacakramudra yang melambangkan sikap sedang memutar roda dharma. Adhi Buddha diwujudkan sebagai Sakyamuni yang sedang memberi pengajaran pada umatnya. Hal ini dapat dilihat pada gambaran objek pada singgasana arca yang berupa roda dharma di tengah kijang-kijang dari Mrgadawa di Benares, tempat Sang Buddha memberikan ajaran pertama kali. Sakyamuni disamakan pula dengan mitos cakrawatin, mahapurusa, Brahma Narajana, dan Wisnu, pemegang roda matahari. Pada sebelah kiri (Utara), arca Bodhisattva Avalokiteshvara dalam posisi duduk di atas lotus. Sedangkan pada sebelah kanan (Selatan) arca Bodhisattva Vajrapani, dengan posisi tangan simhakarnamudra. Pada bagian bawah sebelah kiri kanan tempat duduk ketiga arca terdapat hiasan makara yang disangga oleh singa jantan, dan gajah. Kedua binatang tersebut merupakan simbol kekuatan dalam agama Buddha.

Relief yang dipahatkan pada Candi Mendut berupa relief penggalan cerita dan relief dekoratif simbolis. Relief penggalan cerita dapat dijumpai pada pipi tangga dan pada tubuh candi bagian bawah. Adapun relief dekoratif simbolis berupa sulur-suluran dan tokoh Bodhisattva dijumpai dengan posisi mengelilingi kaki dan tubuh candi. Relief pada dinding dibagi dalam panil-panil, seluruhnya ada 51 panil terdiri dari 12 panil di sisi Barat Laut (muka), 13 di sisi Timur Laut (kiri), 13 di sisi Tenggara (belakang), dan 13 di sisi Barat Daya (kanan). Pada sisi luar tangga terdapat empat deretan relief yang melukiskan cerita Pancatantra dan Tantri.

Sedangkan pada sebelah kanan pintu masuk menuju bilik terdapat relief Kuwera/Yaksa Panchika/Atavaka. Kuwera digambarkan digambarkan figur seorang lelaki bertubuh gemuk yang dikelilingi anak-anak. Di bawah tempat duduk laki-laki tersebut dijumpai pundi-pundi penuh uang. Pundi tersebut merupakan atribut Kuwera sebagai dewa kekayaan dan kesuburan. Kuwera/Yaksa Panchika merupakan pasangan dari Hariti. Hariti digambarkan sebagai seorang perempuan yang dikelinggi anak-anak. Posisinya berada pada lorong si sebalah kiri sebelum pintu masuk menuju bilik candi. Penggambaran Hariti sedang duduk memangku anak. Di dalam mitologi Buddha, Hariti adalah seorang raksasa yang gemar memangsa anak-anak. Setalah bertemu Sang Buddha, Hariti kemudian bertobat dan menjadi pelindung anak. Selain itu Hariti juga merupakan dewa kesuburan atau dikenal dengan nama Brayut.

Relief lainnya yang terdapat di Candi Mendut sebagian besar menggambarkan cerita Jataka (kisah binatang). Binatang yang digambarkan di dalam panil relief merupakan penjelmaan dari Bodhisattva yang turun ke Bumi dan mengajarkan budi pekerti pada manusia. Cerita binatang tersebut di antaranya adalah relief Sumsumara Jataka. Sumsumara Jataka merupakan salah satu tema jataka yang menceritakan mengenai Bodhisattva yang menjelma dalam bentuk binatang yang memberi pelajaran kepada manusia.

C. Candi Pawon

Candi Pawon berdenah bujur sangkar, dengan panjang sisi – sisinya 9,5 m, dan mempunyai tinggi 11,57 m. Bangunan candi menghadap ke arah Barat, berbilik satu dengan ukuran bilik (central cella) 2,65 m x 2,64 m dan tinggi 5,2 m. Bangunan Candi Pawon secara arsitektural terbagi dalam tiga bagian kaki, tubuh, dan atap candi. Candi Pawon tidak memiliki pagar langkan. Bagian kemuncak candi berupa stupa yang dikelilingi 8 stupa yang berukuran lebih kecil. Stupa pada kemuncak Candi Pawon menunjukkan bahwa corak keagamaan candi tersebut adalah Buddha. Keunikan arsitektural pada Candi Pawon terdapat pada bagian tubuh candi berupa ventilasi berbentuk persegi panjang yang tembus ke dalam bilik candi. Ventilasi tersebut berjumlah dua buah pada tiap bidangnya, kecuali pada bidang sisi Barat dimana dijumpai pintu masuk ke dalam bilik. Pada bilik Candi Pawon tepatnya pada dinding sisi Utara dan Selatan dijumpai relung dengan motif hias berupa kala-makara. Tidak dijumpai arca pada relung tersebut.

22 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Relief yang dijumpai pada Candi Pawon merupakan relief dekoratif simbolis. Relief tersebut di antaranya dijumpai pada bagian atas ambang pintu masuk menuju bilik candi. Relief yang dimaksud adalah Kuwera yang dipahatkan dalam bentuk manusia bertubuh gemuk dengan pundi-pundi dan perhiasan yang berada disekelilingnya. Relief Kuwera posisinya berada di bawah motif hias kala pada bagian depan pintu masuk candi/penampil candi. Selain itu, relief Bodhisattva juga dijumpai pada bidang tubuh candi pada tiap sisinya. Sementara itu, relief Kinara Kinari juga dipahatkan pada bidang tubuh candi. Kinara Kinari dianggap sebagai lambang kemakmuran dan kedamaian dipahatkan dalam bentuk setengah manusia dan setengah burung. Posisi Kinara dan Kinari saling berhadapan, yang pada bagian di antara keduanya dijumpai pohon kalpataru (kalpawrksa) dan pundi-pundi. Relief purnakalaça pada Candi Pawon juga dijumpai pada bagian tubuh candi. Purnakalaça yang dipahatkan berbentuk jambangan yang ditumbuhi tanaman tertatai (kumuda) dengan bunganya yang sedang mekar. Secara simbolis purnakalaça merupakan lambang kehidupan dan kesuburan. Posisi purnakalaça berada pada bidang di antara ventilasi candi.

Gambar 14 : Candi Borobudur – Pawon – Mendut

Candi Borobudur

Candi Mendut Candi Pawon Sumber : https://id.wikipedia.org

2.5 Pernyataan Nilai Universal Luar Biasa

Warisan budaya adalah aset yang tak ternilai dan tidak tergantikan dari masing-masing negara. Jika aset mengalami kerusakan atau hilang akan mempengaruhi warisan semua bangsa di dunia. Karena warisan ini sifatnya luar biasa makan dianggap sebagai warisan “ Nilai Universal Luar Biasa” karenanya layak mendapatkan perlindungan dari bahaya yang mengancam mereka.

23 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Untuk memastikan, sejauhmana perlindungan yang tepat terhadaap aset warisan budaya, Negara Anggota dari UNESCO mengadopsi Konvensi Warisan Dunia pada tahun 1972 dengan membentuk Komite Warisan dunia dan Dana Warisan Budaya Dunia yang keduanya beroperasi sejak tahun 1976.

Sejak adopsi Konvensi Warisan Dunia pada tahun 1972, komunitas internasional menganut konsep pembangunan berkelanjutan, dimana perlindungan dan pelestarian warisan dunia merupakan hal yang signifikan kontribusinya untuk pembangunan berkelanjutan. Konvensi Warisan Dunia bertujuan untuk mengidentifikasi, memberikan perlindungan, pelestarian, presentasi dan transmisi ke generasi masa depan warisan Nilai Universal Luar Biasa. Ketika sebuah properti terancam bahaya serius dan spesifik, Komite akan mempertimbangkan untuk menghapus properti dari daftar Warisan Dunia.

Kompleks Candi Borobudur secara resmi ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs Warisan Budaya Dunia yang memiliki Nilai Universal Luar Biasa. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk : • Memastikan perlindungan, konservasi, presentasi Kompleks Candi Borobudur dan transmisi ke generasi masa depan. • Mengintegrasikan perlindungan warisan dunia ke dalam perencanaan yang program komprehensif dan mekanisme koordinasi, dengan mempertimbangkan ketahanan sosial-ekologi dari properti. • Mengembangkan studi ilmiah dan teknis mengidentifikasi tindakan untuk menangkal bahaya yang mengancam warisan budaya • Mengambil langkah-langkah hukum, ilmiah, teknis dan administrasi keuangan untuk melindungi warisan budaya • Mendorong pembentukan atau pengembangan pusat pelatihan dalam perlindungan, konservasi dan presentasi tentang warisan budaya dan mendorong penelitiah ilmiah di bidang ini. • Menyerahkan inventaris properti kepada Komite Warisan Dunia sesuai dengan apa yang tertulis dalam Daftar Warisan Dunia • Memberikan bantuan untuk kampanye penggalangan dana iternasional yang diselenggarakan untuk Dana Warisan Dunia

A. Kriteria

Pada tanggal 13 September 1991, Kompleks Candi Borobudur secara resmi ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs Warisan Budaya Dunia karena dianggap memenuhi kriteria Nilai Universal Luar Biasa sebagaimana dokumentasi World Heritage List No.C.592 tahun 1991. Dinilai sesuai tiga dari sepuluh kriteria untuk prasasti sebagai properti signifikansi global, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini. Selain itu, masih mempertahankan tingkat integritas dan keaslian yang luar biasa, meskipun ini terancam oleh perkembangan komersial, manajemen pengunjung yang buruk, teknik rekonstruksi yang tidak tepat, dan letusan gunung berapi.8

8 UNESCO (2018) Guide Book: 7th International Expert Meeting on Borobudur, 7-10 August 2018

24 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 1: Kriteria UNESCO Untuk Daftar Warisan Dunia dan Dasar Pemikiran Prasasti Borobudur Kriteria UNESCO Dasar Pemikiran Prasasti Borobudur Kriteria (i): Mewakili sebuah Candi Borobudur dengan piramid berundak tanpa atap yang mahakarya kejeniusan kreatif manusia. terdiri dari sepuluh teras berurutan keatas, bermahkotakan sebuah kubah berbentuk genta besar adalah gabungan stupa yang harmonis, candi dan bukit yang merupakan sebuah mahakarya arsitektur dan seni monumental Buddhisme.

Kriteria (ii): Memperlihatkan Candi Borobudur merupakan sebuah contoh luar biasa dari seni pentingnya pertukaran nili-nilai dan arsitektur Indonesia dari masa antara awal abad VIII dan kemanusiaan, dalam suatu rentang akhir abad IX yang memberikan pengaruh besar bagi waktu atau dalam suatu kawasan kebangkitan arsitektural pada masa antara pertengahan abad budaya di dunia, terhadap XIII dan awal abad XVI. pengembangan arsitektur atau teknologi, karya monumental, tata kota, atau rancangan lansekap.

Kriteria (vi): Secara langsung atau Candi Borobudur mempunyai bentuk sebuah teratai, bunga suci nyata terkait dengan peristiwa- agama Buddha, Candi Borobudur merupakan sebuah refleksi peristiwa atau tradisi yang masih luar biasa dari perpaduan antara ide asli paling utama tentang hidup, dengan gagasan atau dengan pemujaan nenek moyang dan konsep Buddhisme dalam keyakinan, dengan karya seni dan mencapai Nirwana. Sepuluh teras berundak dari keseluruhan sastra yang memiliki nilai-nilai struktur selaras dengan tahapan yang harus dicapai oleh universal yang signifika Bodhisatwa sebelum mencapai keBuddha-an. Sumber: https://whc.unesco.org/

Selain itu, relief batu berukir memberi wawasan tentang cara hidup orang-orang di Jawa pada saat candi dibangun, termasuk praktik pertanian dan makanan, pakaian, praktik keagamaan, senjata, transportasi, dan organisasi masyarakat.9 Dasar pemikiran untuk Kriteria (i) dan (iv) sangat berarti bagi pemeluk agama Budha. Mengingat mayoritas populasi di kawasan Borobudur beragama Islam atau Muslim, maka sangat disesalkan banyak hal tidak ada kaitannya dengan budaya tradisional Jawa yang ada pada saat ini. Untuk global secara spesifik disinggung dalam Kriteria (ii). Untuk masyarakat umum dan bagi pemeluk agama lain, Candi dapat dinikmati dan dikagumi sebagai tempat yang luar biasa, menginspirasi dalam pengaturan lansekapnya, memberikan gambaran dan pengetahuan tentang sejarah dan perkembangan agama, kelangsungan hidup, bencana alam dari gerakan tektonik, pengangkatan patung-patung, artefak, yang bertujuan untuk mengetahui sejarah periode di masa lalu Indonesia.

B. Nilai-nilai dan Atribut

Sebagai fakta sejarah, Candi Borobudur harus dilihat dalam satu konsep kesatuan dalam lingkungannya, yang terbentuk dalam satu kesatuan mandala, dan bukan dilihat dalam satuan konteks candi sebagai single monument. Satu – kesatuan konsep dalam satu garis yaitu dengan kedua candi lain, yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon, yang meliputi juga lingkungan alam berupa sungai Elo dan sungai Progo. Dengan demikian konsep kawasan Candi Borobudur harus dipandang dalam satu kesatuan yang lebih yaitu konteks lanskap

9 Balai Konservasi Borobudur (2016) Kearsitekturan Candi Borobudur, Magelang: BKB

25 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur budaya atau cultural landscape yang meliputi Bukit Menoreh dan Bukit Dagi, serta watercatchment yang berada di sekitar kawasan tersebut.

Ancaman utama terhadap kelestarian pada ketiga candi tersebut di antaranya adalah dari pembangunan yang dapat merusak hubungan antara candi tersebut dengan lokasi disekitarnya. Ancaman tersebut sedikit banyak disebabkan oleh regulasi pembangunan yang lemah. Selain itu, pariwisata juga memberikan tekanan yang cukup besar pada pertumbuhan properti dan kawasan disekitarnya.

Sementara itu, dari segi pelestarian material pada Candi Borobudur, Candi Mendut,dan Candi Pawon terdapat peningkatan pelapukan dari batu penyusun strukturnya. Hal tersebut sampai saat ini masih diteliti oleh Balai Konservasi Borobudur sebagaipengelola dari ketiga candi tersebut. Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kerusakan juga disebabkan oleh pengunjung yang tidak bertanggungjawab.

Selain kerusakan material, faktor kebencanaan juga dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon. Hal ini misalnya terjadi pada saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dan erupsi Gunung Kelud 2014 yang mengakibatkan hujan abu.

C. Keutuhan dan Keaslian

Material asli digunakan untuk merekonstruksi candi dalam dua tahap di abad ke-20, setelah pergantian abad dan baru-baru ini (1973-1983). Kebanyakan material asli digunakan dengan beberapa tambahan untuk memberikan konsolidasi bagi monumen dan memastikan sistem drainase berfungsi dengan baik, kondisi ini dinilai tidak mempunyai dampak merugikan yang signifikan pada nilai properti. Walaupun kondisi Candi Borobudur sekarang merupakan hasil dari pemugaran, candi ini sebagian besar masih menggunakan material asli. Material baru ditambahkan pada bagian lantai dan dinding yang berfungsi untuk menopang struktural bangunan.

Pada saat ini Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon selain sebagai obyek wisata juga dapat digunakan sebagai situs ziarah Buddha. Atmosfer aktivitas pariwisata dan komersial dalam kesehariannya lebih dominan dibandingkan dengan aktivitas keagamaan. Hanya pada saat perayaan Hari Waisak aktivitas keagamaan tampak dominan dan mengalahkan aktivitas pariwisata.

D. Perlindungan dan Pengelolaan

Pelindungan terhadap Kawasan Cagar Budaya Dunia Borobudur dilaksanakan di bawah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Sedangkan lansekap budaya di sekitarnya dilaksanakan di bawah sebuah Kawasan Strategis Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah oleh Kementerian Pekerjaan Umum sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Kerangka legal dan institusional bagi manajemen yang berlaku saat ini diatur dalam Keputusan Presiden No. Tahun 1992. Zona-zona dalam Kawasan Warisan Dunia Borobudur secara berurutan Zona 1 di bawah tanggung jawab Balai Konservasi Borobudur, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Zona 2 di bawah tanggung jawab PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Kementerian Badan Usaha Milik Negara; Zona 3,4,5 di bawah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Magelang.

26 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Balai Konservasi Borobudur telah melaksanakan program monitoring terhadap Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon untuk mengawasi peningkatan pelapukan batu akibat pengaruh faktor-faktor lingkungan dan juga kerusakan yang diakibatkan oleh oleh pengunjung. Selain itu, juga dilakukan pembinaan kepada masyarakat sekitar dengan sasaran utama generasi muda untuk meningkatkan kesadaran mereka untuk ikut serta dalam pelestarian. Dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pemandu khusus untuk Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia beberapa pelatihan dan workshop telah dilaksanakan. Pengembangan masyarakat yang terkait dengan sektor ekonomi (industri rumah tangga yang memproduksi kerajinan tradisional, kuliner tradisional, dan sebagainya) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Magelang dan Provinsi Jawa Tengah.

E. Monitoring UNESCO

Dalam beberapa tahun terakhir, Borobudur telah menjadi perhatian Komite Warisan Dunia, diantaranya melalui misi pemantauan yang dilakukan UNESCO pada April 2003 dan Februari 2006, dimana hasil dari pengamatan dari misi reactive monitoring UNESCO, menyatakan bahwa kawasan Cagar Candi Borobudur dinilai telah mengalami pembiaran yang mengancam keberadaan situs purbakala warisan dunia, bahkan dapat dimasukkan dalam status “endanger site” atau situs yang berada dalam kondisi bahaya atau mengancam kelestariannya. Dalam misi ini, UNESCO menyimpulkan bahwa (1). Terjadi tekanan pembangunan terhadap Kompleks Candi Borobudur; (2). Pedagang asongan di dalam wilayah Candi Borobudur tidak terkendali; (3). Tidak ada koordinasi di antara lembaga pengelola Borobudur. Untuk meniadakan hambatan, beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh UNESCO untuk memperbaiki kondisi Borobudur, antara lain : • Memperkuat sistem manajemen situs WHS dan buffer zonanya untuk memastikan perlindungan pengaturannya yang lebih luas dan meningkatkan manfaat bagi masyarakat setempat, diantaranya (a).Melalui peninjauan kembali Keputusan Presiden Tahun 1992 untuk memperkuat koherensi dan keefektifan pengelolaan situs WHS Borobudur, (b). Mengembangkan kebijakan dan prosedur berdasarkan Nilai Universal Luar Biasa dari property WHS serta menyusun Rencana Pengelolaan Situs Warisan Budaya Borobudur. • Mengurangi tingkat pertumbuhan kerusakan batu, melalui : peninjauan kembali metodologi konservasi batu yang ada pada saat ini di Candi Borobudur, melaksanakan pemantauan diagnostik khusus program yang bertujuan mengidentifikasi penyebab meningkatnya laju kerusakan batu, penyelenggaraan seminar ahli konservasi batu internasional untuk meninjau masalah dan bertuar pengalaman diikuti oleh pengembangan aktual dan pengujian selama periode tertentu dari solusi alternative didampingi oleh pelatihan staf lokal dalam implementasi. • Meningkatkan pengelolaan manajemen pariwisata, melalui peningkatan pengalaman pengunjung ketika pengunjung mendekati area situs, meningkatkan pengalaman pengunjung ketika mereka meninggalkan situs, meningkatkan tingkat interpretasi pengunjung di entry plaza, menghapus persyaratan tiket tambahan di dalam situs, meningkatkan koordinasi kunjungan kelompok, meningkatkan kesadaran akan adanya situs-situs lain dan menyediakan peluang bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat dari pariwisata, meningkatkan kesempatan untuk wisata religious, meningkatkan interpretasi dalam museum. • Meningkatkan kontrol pengembangan untuk wilayah sekitar di zona 3, 4,dan 5

Pada tahun 2007 Pemerintah RI menyatakan bersedia meninjau kembali Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1992. Sehubungan dengan berkembangnya isu stratejik di atas dan tuntutan UNESCO lewat reactive onitoring dan sidang committee maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai kementerian teknis yang membawahi bidang kebudayaan perlu menindaklanjuti upaya perbaikan kualitas pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur dengan membuat model pengelolaan Kawasan Warisan Dunia Borobudur yang lebih tepat dan terpadu.

27 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Secara garis besar, laporan misi monitoring UNESCO dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 2 : Ringkasan Dokumen World Heritage Center (UNESCO) Berkaitan Dengan WHS Kompleks Candi Borobudur

Tanggal Dokumen UNESCO Point Kunci (P), Fokus (C) dan Rekomendasi (R)

1991 15 COM XV P: Prasasti Komponen Borobudur pada Daftar Warisan Dunia

1995 19BUR VI.22 - State of R: Hindari konstruksi di situs yang berpotensi merusak situs Conservation Report R: Mengembangkan peraturan untuk melindungi Zona 2 – 5 dari pengembangan yang tidak pantas R: Mengembangkan kebijakan manajemen pariwisata untuk memastikan perlindungan situs dan menghasilakan pendapatan untuk konservasi

2003 27 COM 7B.47 - State of C: Perubahan iklim mikro mengakibatkan perubahan kualitas kualitas batu, Conservation Report karena pembukaan vegetasi di Zona 1-5, pembangunan area parkir di Zona 1 dapat meningkatkan suhu udara, jumlah kendaraan yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan materi partikel di udara. C: Peningkatan vendor yang tidak terkendali di Zona 2, menyebabkan kepadatan penduduk, peningkatan limbah padat, dan gesekan sosial antara vendor. C: Rencana pengembangan komersial di zona 3 berdampak secara visual pada situs monument inti. C: Tidak ada interpretasi nilai-nilai warisan C: Kegagalan manajemen pengelola dari berbagai zona untuk berkoordinasi

2004 28 COM 15B.59 - State P: Lansekap di zona 1 lahan parkir (lebih kecil dari yang direncanakan) tidak of Conservation Report menghasilkan dampak pada iklim mikro. C: Kegiatan komersial berlebihan di Zona 2, mengurangi pengalaman pengunjung. C: Rencana Pengelolaan Pengunjung diminta untuk mengatasi tekanan pengunjung secara berkelanjutan. R: Konsultasi lebih dekat dengan komunitas lokal. R: Pertimbangan penataan kembali batas WHS.

2005 29 COM 7B.53 - State of C: Sedikit kemajuan yang dicapai dalam mengatasi masalah yang sebelumnya Conservation Report diangkat (tekanan dari pariwisata massal, komersialisasi yang berlebihan, koordinasi yang buruk antara manajemen pengelola) C : Pabrik pencampur aspal terletaj dekat candi (belum beroperasi) C: Area pintu masuk secara visual tidak menarik P : Usulan yang cukup baik untuk menggunakan sandal khusus bagi pengunjung guna mengurangi dampak sepatu pengunjung di candi – pengunjung dapat membawa sandal tersebut sebagai souvenir. R : Tiket masuk mempunyai jangka waktu dan jalur arus pengunjung direvisi untuk mengurangi kemacetan di monumen. 2006 30 COM 7B.65 - State of P: Pengakuan pembatalan rencana pengembangan ritel Jagat Jawa Conservation Report P : Memuji perbaikan manajemen pengunjung ke arah yang lebih baik dengan pembukaan Museum Kapal C : Tekanan pengembangan pada pengaturan candi, merupakan bagian integral dari pentingnya suasana situs C: Kompleks vendor yang berlebihan dan kacau secara visual berdampak negatif pada pengalaman pengunjug C: Tingkat kerusakan relief batu tampaknya meningkat C: Kegagalan untuk menyebarkan manfaat ekonomi kepada masyarakat di

28 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tanggal Dokumen UNESCO Point Kunci (P), Fokus (C) dan Rekomendasi (R)

sekitarnya R : Reformasi sistem manajemen pengelolaan untuk membuat satu badan dan rasionalisasi batas-batas zona terutama melalui peninjauan kembali Keputusan Presiden No.1 Tahun 1992 2007 31 COM 7B.84 - State of P : Pengakuan pembatalan pabrik pencampuran aspal (dari Keputusan Kab. Conservation Report Magelang) C: Paket perbaikan untuk area pintu masuk baru, tidak termasuk untuk perubahan parkir atau area vendor C : Penggunaan material modern pada konservasi batu mempercepat kerusakan C : Pengaturan kelembagaan masih belum ditangani R : Peningkatan kesadaran yang lebig besar dengan komunitas lokal 2009 32 COM 7B.74 - State of P : Borobudur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional, dibawah Conservation Report kendali Pemerintah Pusat dengan manajemen yang akan dikoordinasikan melalui Pemerintah Pusat C : Meskipun pernyataaan Nilai Luar Biasa Universal telah disiapkan, hal ini dianggap tidak memadai oleh World Heritage Centre Sumber: World Heritage Centre, Borobudur Temple Compounds Documents, UNESCO (various dates)

29 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Legal Formal

Pembentukan lembaga pengelola Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur tentunya harus dilandasi oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan perundang-undangan ini akan menjadi rujukan dalam menentukan model lembaga pengelolaan warisan budaya, baik berkaitan dengan bentuk, struktur, tugas, dan fungsinya. Kajian ini dilakukan terhadap beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang terkait erat dengan pengelolaan warisan dunia, yaitu: • Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya • Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional • Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara • Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan • Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah • United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization, World • Heritage Commitee Decission No. SC-91/CONF.002/15, 12 Desember 1991 tentang Penetapan Borobudur Temple Compounds sebagai Warisan Budaya Dunia dengan No.592 dengan kriteria I, II, VI • Keppres Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur Dan Taman Wisata Candi Prambanan Serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya • Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya • Permenbudpar No. PM.19/UM.101/MKP/2009 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional di Bidang Kebudayaan dan Pariwisata

Dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mengatur tentang penguasaan, kepemilikan, dan pengelolaan Benda Cagar Budaya sehingga sangat relevan menjadi dasar hukum yang mengarahkan pembentukan lembaga pengelola warisan budaya dunia. Beberapa ketentuan yang ada di dalamnya adalah sebagai berikut : • UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 13 menyatakan bahwa Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Dalam konteks Candi Borobudur, sudah tepat jika penguasaan terhadapnya adalah pada negara. • UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 97 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya, selama tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial. Pada ayat (3) dan (4) termaktub Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat. Unsurnya terdiri atas Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Implikasi dari hal ini adalah kelembagaan yang ada sekarang ini harus disesuaikan. Unsur badan pengelola sifatnya kumulatif atau kolaboratif yang merupakan representasi dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat (diusulkan dapat ditambah dari unsur perguruan tinggi) • UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 118 menyebutkan bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia

30 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Dengan demikian tata cara pengelolaan benda cagar budaya dan situs seperti ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah yaitu PP No. 10 tahun 1993 juga masih berlaku. • PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU no. 5 Tahun 1992 tentang BCB, Pasal 1 (4) menyatakan Menteri dalam PP ini adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan (pada saat ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). Kemudian, Pasal 2 menyatakan (1) untuk perlindungan dan/atau pelestarian, benda cagar budaya dan situs yang ada di wilayah RI dikuasai negara; (2) penguasaan tersebut meliputi pengaturan terhadap pemilikan, pendaftaran, pengalihan, perlindungan, pemeliharaan, penemuan, pencarian, pemanfaatan, pengelolaan, perizinan, dan pengawasan; (3) pengaturan tersebut diselenggarakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang- undangan lain yang berlaku. • PP No. 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU no. 5 Tahun 1992, Pasal 3 menyatakan (1) benda cagar budaya yang karena nilai pentingnya, coraknya khas dan unik, atau jumlah jenisnya terbatas dan langka dinyatakan milik negara; (2) benda cagar budaya yang dimiliki negara, pengelolaannya diselenggarakan oleh Menteri (Kebudayaan) berdasarkan PP ini atau ketentuan perundang-undangan lain yang berlaku; (3) pengelolaan meliputi perlindungan, pemeliharaan, perizinan, pemanfaatan, pengawasan, dan hal lain yang berkenaan dengan pelestarian benda cagar budaya.

Berdasarkan butir-butir 1 sampai 5 di atas, dapat disimpulkan bahwa Warisan Budaya Dunia termasuk Kompleks Candi Borobudur (Borobudur Temple Compounds) adalah cagar budaya dan situs yang memenuhi UU No. 11 tahun 2010 dan PP No. 10 Tahun 1993 Pasal 3, karena itu dimiliki oleh Negara, sehingga pengelolaannya diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang Kebudayaan. Dengan demikian, berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010, Pemerintah pusat (negara) melalui Kementerian yang membawahi bidang Kebudayaan memiliki dasar hukum kuat dan kewenangan yang cukup untuk mengelola Warisan Dunia seperti Kompleks Candi Borobudur. Sementara itu, Undang Undang RI nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2008 menyebutkan tentang penataan kawasan warisan dunia. Bagian-bagian yang dijadikan sebagai rujukan penataan dan pengelolaannya adalah sebagai berikut. • UU RI No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 (28) menyatakan bahwa Kawasan Warisan Budaya termasuk Kawasan Strategis Nasional (KSN), • UU RI No. 26 Tahun 2007 Pasal 5 ayat 5 menyatakan bahwa penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas (a) penataan ruang kawasan strategis nasional, (b) penataan ruang kawasan strategis provinsi, (c) penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota • UU RI No. 26 Tahun 2007, Pasal 8 (1) termaktub bahwa pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan KSN adalah wewenang pemerintah (pusat). Kemudian, dalam Pasal 8 (3) dinyatakan bahwa wewenang pemerintah (pusat) adalah (i) penetapan, (ii) perencanaan tata ruang, (iii) pemanfaatan ruang, dan (iv) pengendalian pemanfaatan ruang KSN. • UU RI No 26 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (4) menyebutkan pelaksanaan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan d dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan. Dekonsentrasi artinya wewenang penuh ada pada pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah melaksanakan fungsi administrasi yang bersifat pembantuan (medebewind) seperti perizinan. Dengan demikian, pengelolaan tidak desentralisasi penuh.

31 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• PP No. 26 Tahun 2008, Pasal 1 (17) menyatakan Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan negara, ekonomi, sosial budaya, dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. • PP No. 26 Tahun 2008, Pasal 9 (1.f) menyatakan kebijakan pengembangan KSN adalah untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Kemudian, dalam Pasal 9 (7) disebutkan bahwa strategi pelestarian dan peningkatan nilai kawasan warisan budaya meliputi (a) melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan ekosistem; (b) meningkatkan kepariwisataan nasional; (c) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (d) melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup • PP No. 26 Tahun 2008, Pasal 75 (c) menyatakan salah satu dasar penetapan KSN adalah untuk kepentingan sosial budaya, • PP No. 26 Tahun 2008, Pasal 78 menyatakan bahwa KSN untuk kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria: (a).merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat; (b). merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa; (c). merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dandilestarikan;(d). merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;(e). memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya;(f). memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. • Dalam Lampiran IX tentang Kawasan Andalan, pada nomor 13 termaktub bahwa Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur dan sekitarnya sebagai kawasan andalan provinsi Jawa Tengah di bidang Pariwisata yang termasuk I/E/2 (prioritas tahap I Pengembangan Pariwisata). • Dalam Lampiran X PP Nomor 26 tahun 2008 angka 29-30 dinyatakan bahwa penetapan KSN meliputi Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur dan sekitarnya dan Kawasan Candi Prambanan yang termasuk I/B/2 (prioritas tahap I untuk pengembangan atau peningkatan kualitas kawasan).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: • Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional untuk kepentingan sosial dan budaya sehingga lebih bersifat pelestarian (kawasan lindung), dan peningkatan kualitas sosial budaya. Oleh karena itu, penataan kawasan ini diprioritaskan untuk pengembangan atau peningkatan kualitas kawasan dan andalan pariwisata. • Sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), pengaturan, pembinaan, dan pengawasannya adalah wewenang pemerintah (pusat). Oleh karena itu, lembaga pengelolanya merupakan representasi pemerintah pusat dengan tugas utamanya (core-competence) adalah pelestarian dan peningkatan kualitas sosial, budaya, kawasan (masyarakat, warisan budaya, dan lingkungan fisik secara terpadu) serta pengembangan pariwisata (yang sesuai). Tentunya, sifat lembaga yang sesuai adalah yang tidak mencari keuntungan (not for profit). • Hasil kajian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menunjukkan bahwa undang-undang dapat memberikan arahan tentang kelembagaan pengelola, terutama keterkaitannya dengan kewenangan kementerian.

Ketentuan-ketentuan yang dapat dirujuk adalah sebagai berikut: • UU RI No. 39 Tahun 2008 Pasal 4 (2) menyatakan urusan tertentu dalam pemerintah terdiri atas tiga kelompok, yaitu (a) urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (b) urusan pemerintahan yang

32 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (c) urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. • UU RI No. 39 Tahun 2008 Pasal 5 ayat (2) menyebutkan kebudayaan sebagai urusan pemerintah yang masuk kelompok (b) atau ruang lingkupnya disebut dalam UUD. • UU RI No. 39 Tahun 2008 Pasal 6 menyatakan bahwa setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri. • UU No. 39 Tahun 2008 Pasal 8 (2) menyatakan fungsi dari kementerian yang mengurusi urusan pemerintah yang disebut dalam Pasal 5 (2) mempunyai fungsi sebagai berikut: (a) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya; (b) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; (c) pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; (d) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan (e) pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. • UU RI No. 39 Tahun 2008 Pasal 9 (2) Susunan organisasi Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas unsur: (a) pemimpin, yaitu Menteri; (b) pembantu pemimpin, yaitu Sekretariat Jenderal;(c) pelaksana, yaitu Direktorat Jenderal; (d) pengawas, yaitu Inspektorat Jenderal; dan (e) pendukung, yaitu Badan dan/atau Pusat.

Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat diperoleh beberapa pokok pikiran yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia, seperti Kompleks Candi Borobudur, yang telah dinyatakan sebagai milik negara berdasarkan Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (CB). • Salah satu fungsi Kementerian adalah mengelola barang milik/kekayaan negara. Karena kementerian yang membawahi bidang kebudayaan termasuk urusan yang disebutkan dalam UUD RI 1945 maka pengelolaannya menjadi tanggung jawab kementerian yang membawahi bidang kebudayaan. • Kementerian dapat memiliki atau membentuk unsur organisasi berupa badan yang tugasnya mengelola warisan budaya dunia. • Pengelolaan warisan budaya dunia di bawah kementerian yang membawahi bidang kebudayaan (yang lingkupnya disebut dalam UUD) akan lebih terjamin keberlangsungannya dibandingkan jika dibandingkan di bawah kementerian yang membawahi urusan koordinasi atau pun penajaman. Selanjutnya kajian terhadap Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Otonomi Daerah dapat memberikan arahan terhadap hubungan antara pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dalam pengelolaan warisan budaya dunia. • UU RI No. 38 Tahun 2007 Pasal 2 (4) urusan kebudayaan termasuk urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. • UU RI No. 38 Tahun 2007 Pasal 7 (2) urusan kebudayaan termasuk urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan pemerintah daerah. • UU RI No. 38 Tahun 2007 Pasal 9 menyatakan (1) Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan; (2) Di dalam menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan keserasian hubungan Pemerintah dengan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan sistem dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (3) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

33 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• UU RI No. 38 Tahun 2007 Pasal 16 (1) menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Pemerintah dapat (a) menyelenggarakan sendiri; (b) melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah dalam rangka dekonsentrasi; atau menugaskan sebagian urusan pemerintah tersebut kepada pemerintah daeah dan/atau pemerintah desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Dengan demikian, dalam pengelolaan warisan budaya dunia seperti Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur, diperoleh petunjuk sebagai berikut. • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap dapat melaksanakan sendiri urusan pemerintah pusat dalam pengelolaan warisan budaya melalui badan pengelola yang dibentuk. • Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dapat menjadi stakeholder yang terwakili dalam badan pengelola. • Badan Pengelola tersebut kemudian merumuskan bersama hak dan kewajiban Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten dengan prinsip berbagi tanggung jawab (share responsibility) dan terkoordinasi. • Pemerintah Daerah (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) melaksanakan kebijakan dan pedoman Pemerintah Pusat di masing-masing daerah sesuai dengan prinsip medebewind (asas tugas pembantuan).

Warisan Budaya Dunia selalu memiliki nilai kemanfaatan sebagai daya tarik pariwisata. Oleh karena itu, kajian terhadap Undang-Undang Kepariwisataan juga dilakukan untuk memberikan arahan terhadap tugas dan fungsi lembaga pengelola yang tentunya juga mempunyai kompetensi di bidang kepariwisataan. Beberapa bagian dari undang-undang ini yang terkait dengan aspek kepariwisataan adalah sebagai berikut. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 2 menyebutkan setidaknya 11 azas penyelenggaraan kepariwisataan, di antaranya adalah kelestarian, partisipatif, dan berkelanjutan. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 3 menyatakan fungsi Pariwisata adalah (a) memenuhi kebutuhan manusia dan (b) meningkatkan pendapatan negara untuk kesejahteraan masyarakat. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 4 menyatakan tujuan kepariwisataaan antara lain adalah (a) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (c) menghapus kemiskinan, (d) mengatasi pengangguran, (e) melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, (f) memajukan kebudayaan, (g) mengangkat citra bangsa, dan (h) memperkukuh jati diri bangsa. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 5 menyatakan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan antara lain adalah: (a) keseimbangan hubungan antara manusia-tuhan-alam, (b) menjunjung tinggi HAM, keragaman budaya, dan kearifan lokal, dan (c) memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, (d) memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup, (e) memberdayakan masyarakat setempat, dan (f) menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah, dan antar pemangku kepentingan. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 12 (1) menyebutkan Kawasan strategis pariwisata ditentukan dengan memperhatikan aspek-aspek tertentu di antaranya adalah perlindungan terhadap lokasi strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, serta mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya; (2) Kawasan strategis pariwisata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; (3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 13 (2) mengamanatkan Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh pemerintah.

34 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 19 (2) anggota masyarakat di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas (a) menjadi pekerja/buruh, (b) konsinyasi, dan/atau (c) pengelolaan. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 23 (c) menyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata; dan (d) mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 24 menyatakan setiap orang berkewajiban (a) menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan (b) membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. • UU RI No. 10 Tahun 2009 Pasal 28 Pemerintah berwenang (b) mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi; (f). menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan; (h)memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; (l) meningkatkan pemberdayaanmasyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat dan mengalokasikan anggaran kepariwisataan.

Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam UU RI Nomor 10 Tahun 2009 tersebut dapat disimpulkan beberapa pokok arahan dalam Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yang merupakan andalan pariwisata nasional adalah sebagai berikut. • Pemerintah (pusat) berwenang melakukan pengaturan terhadap Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. • Kepariwisataan di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur tidak saja dapat memberi manfaat ekonomi dan meningkatkan pendapatan negara, tetapi yang lebih penting adalah untuk kesejahteraan masyarakat, kelestarian alam dan budaya. • Lembaga pengelola Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur semestinya akan mempunyai tugas dan fungsi: a. Mendapatkan manfaat ekonomi dan pendapatan, b. Menyejahterakan masyarakat, c. Menjaga dan meningkatkan kelestarian alam dan budaya, d. Memberdayakan masyarakat setempat, e. Menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah, antar pemangku kepentingan.

Apabila ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam berbagai undang-undang yang telah dikaji di atas dirangkum, akan diperoleh suatu gambaran tentang lembaga pengelola yang dibutuhkan untuk mengelola warisan budaya dunia,termasuk Kompleks Candi Borobudur sebagai berikut. • Lembaga Pengelola adalah milik negara, mewakili pemerintah (pusat) di bawah tanggung jawab kementerian yang membidangi kebudayaan • Kompetensi utama adalah pelestarian warisan budaya dan lingkungannya, dengan kemampuan memanfaatkannya secara bijak atau arif untuk pariwisata yang berkelanjutan • Dikelola secara partisipatif dan koordinatif, yaitu melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat dan pemerintah daerah, memperhatikan keterpaduan dalam berbagai aspek, serta berprinsip “berbagi tanggungjawab” (share responsibility) • Tujuan utama pengelolaan adalah peningkatan kualitas kelestarian kawasan, termasuk didalamnya adalah warisan budaya, manusia, dan lingkungan alamnya; lebih ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat; tidak untuk mencari keuntungan (nirlaba), tetapi berkemampuan untuk memperoleh pendapatan dalam rangka pengelolaan secara mandiri.

35 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Dalam konteks regulasi, Keppres Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur Dan Taman Wisata Candi Prambanan Serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya yang diterbitkan tanggal 2 Januari 1992, sudah kadaluwarsa. Di dalam materi pertimbangan diterbitkan surat keputusan ini menggunakan Monumenten ordonanie (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238).

Padahal setelah itu sudah keluar dua kali undang-undang yaitu UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang diterbitkan pada tanggal 21 Maret 1992 dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang diterbitkan pada tanggal 24 November 2010.

Keppres Nomor 1 Tahun 1992 ini seolah-olah menyebabkan kewenangan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWCBPRB) di Candi Borobudur dapat melebihi aturan dan kewenangan yang diberikan tanpa pernah mendapat teguran, di antaranya adalah sebagai berikut. • Pemanfaatan PT. TWCBPRB terhadap bagian terluar dari Zona 1 untuk kepentingan komersial atau pemanfaatan yang tidak selaras dengan upaya pelestarian (pelindungan) seharusnya tidak diperbolehkan. • PT. TWCBPRB belum melakukan kewajiban pemeliharaan secara optimal pada Zona 1 sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 12. • Pemanfaatan Zona 2 pada kenyataanya berkembang dan kurang sesuai lagi dengan rencana induk yang dibuat oleh Pemerintah bersama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) tahun 1979. • Terjadi perubahan nama dari PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan menjadi PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko tanpa dilakukan perbaikan atas Keppres No. 1 Tahun 1992. • Kewenangan PT. TWCBPRB seharusnya tidak mencakup Kawasan Ratu Boko. Penambahan Kawasan Ratu Boko hanya merupakan kesepakatan bersama antara PT. TWCBPRB sebagai pengelola Taman Wisata Candi • Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dan Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DI.Yogyakarta (sekarang BPCB DIY). Dengan demikian, telah terjadi pelanggaran terhadap isi Keppres tersebut. • Keppres No. 1 Tahun 1992 ini tidak mengatur persentase pembagian penghasilan dari keuntungan PT. TWCBPRB, sehingga perolehan untuk kepentingan pelestarian lebih banyak ditentukan oleh alokasi dana yang disediakan bukan atas dasar keperluan pelestarian. Dengan perkataan lain, pemanfaatan lebih didahulukan daripada tujuan pelestarian. • Oleh karena PT. TWCBPRB di bawah Kementerian BUMN, maka mereka tidak wajib menginformasikan laporan keuangan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini terlihat dari tidak adanya transparansi perolehan keuntungan bersih dan kotor yang diperoleh PT. TWCBPRB dari penjualan tiket maupun jasa lainnya.

2.6 Lembaga Pengelola

Secara garis besar pengelolaan kawasan Candi Borobudur dilakukan oleh : pemerintah, pemerintah daerah dan pengelola non pemerintah.

Pengelolaan oleh Pemerintah Sesuai dengan Keppres Nomor 1 Tahun 1992 diatur kewenangan pengelolaan Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur, adapun eksisting pengelolaan adalah sebagai berikut:

36 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• Zona 1 yang mewadahi langsung bangunan Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon dikelola oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB), yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. • Zona 2 dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, yang berada di bawah Kementerian BUMN. • Zona 3 dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. • Zona 4 dan 5 merupakan kawasan perlindungan tidak diatur pihak yang memiliki kewenangan pengelolaannya, sehingga dengan sendirinya wilayah tersebut kewenangan Pemerintah Kabupaten Magelang. Namun, Pemkab Magelang tidak mengikuti rencana induk pengembangan versi JICA, sehingga perkembangan di kedua zona ini tidak terkendali.

1. Balai Konservasi Borobudur. Secara lebih spesifik, pengelolaan Zona 1 Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 55 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Borobudur. Balai Konservasi Borobudur (BKB) adalah unit teknis dalam Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang ditugaskan untuk mengelola konservasi, penelitian dan pelestarian di WHS Kompleks Candi Borobudur. Selain langkah-langkah penanganan dalam hal pelestarian Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur juga mangadakan kerjasama antar instansi di bidang pelestarian cagar budaya secara umum dan Candi Borobudur pada khususnya. Instansi yang dimaksud tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.

2. PT. Taman Wisata Candi Borobudur-Prambanan-Ratu Boko. Secara spesifik, pengelolaan Zona 2 Candi Borobudur dilakukan oleh PT.TWC berada dibawah Kementerian BUMN yang bergerak dibidang pariwisata. PT.TWC pada awal berdiri dengan nama PT.Taman Wisata Candi Borobudur & Prambanan (Persero). BUMN ini diberikan kewenangan penuh untuk mengelola kedua taman wisata berdasarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur, serta Pengendalian Lingkungannya. Dalam perkembangannya, Kawasan Ratu Boko menjadi bagian dari taman wisata sehingga berubah menjadi PT Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan & Ratu Boko. Tujuan pendirian BUMN ini adalah mengelola pariwisata di lingkungan Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Keraton Ratu Boko serta peninggalan sejarah dan purbakala lainnya. Perusahaan ini mengupayakan ketiga destinasi wisata tersebut menjadi taman wisata yang bersifat kultural, edukatif, dan rekreatif. Perusahaan juga berkewajiban mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Sebagai badan usaha yang turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, PT. TWC Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko juga dituntut menghasilkan laba guna meningkatkan nilai perusahaan dan devisa negara. Untuk mencapai tujuannya, perusahaan ini diberi kewenangan untuk merencanakan, mengembangkan dan memanfaatkan jasa-jasa, prasarana, sarana dan fasilitas umum lainnya di lingkungan Taman Wisata Candi untuk kegiatan pariwisata. Karena kepentingan perusahaan untuk menghasilkan laba sebanyak mungkin, PT.TWC mengizinkan sebanyak mungkin pengunjung masuk ke Candi Borobudur, menjadi ancaman bagi kelestarian Candi Borobudur.

3. Badan Otorita Borobudur. Badan Pelaksana Otorita Borobudur yang selanjutnya disebut BOB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden nomor 46 Tahun 2017. BOB merupakan satuan kerja dibawah Kementerian Pariwisata Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Pariwisata nomor 10 Tahun 2017. Tugas Otoritatif mencakup pengelolaan lahan seluas 309 ha di perbukitan Menoreh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sedangkan tugas koordinatif meliputi 3 kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN), antara lain Borobudur (zona 1-2-3-4-5) – Yogyakarta dan sekitarnya, Solo –

37 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Sangiran dan sekitarnya, Semarang – Karimun jawa dan sekitarnya. Zona Otorita BOB ini terletak di lokasi yang strategis, karena hanya berjarak 12 Km dari Candi Borobudur dan 35 Km dari Yogyakarta International Airport (YIA). Hal tersebut membuat kawasan ini menjadi potensial, untuk dikembangkan. Di sekitar kawasan ini terdapat beberapa desa yang sudah siap dan potensial untuk dikembangkan menjadi Desa Wisata yang dapat mendukung atraksi wisata bagi Zona Otorita BOB.

4. Kementerian PUPR. Berdasarkan Perpres No.58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan sekitarnya menetapkan Kawasan Borobudur dan sekitarnya sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan sosial budaya. Oleh sebab itu, pengaturan tata ruang kawasan Borobudur dan sekitarnya (SP-1 dan SP-2) menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat yaitu Kementerian PUPR. Muatan pengaturan yang ditekankan dalam Perpres No.58 Tahun 2014 adalah pengendalian pemanfaatan ruang (land use control), khususnya pada kawasan pelestarian utama (Subkawasan Pelestarian 1/SP 1) yang mendesak untuk dikendalikan pertumbuhan kawasan terbangunnya dalam rangka menjaga kelestarian Candi Borobudur, Candi Pawon, dan Candi Mendut beserta lingkungannya.

Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah Dalam hal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Magelang termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) VII bersama dengan Kabupaten Wonosobo, Temanggung, Purworejo dengan pusat pengembangan di Kota Magelang. Potensi daerah yang dikembangkan adalah pariwisata, pertanian, perdagangan dan industri. Pemerintah Kabupaten Magelang merupakan pengelola Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur Zona 3, 4 dan 5 versi JICA. Perizinan kegiatan dan pembangunan di seluruh daerah menjadi tanggung jawabnya. Tetapi, pengelolaan Zona 3 – 5 tidak optimal, hal ini ditandai dengan tumbuhnya bangunan besar dan tinggi terutama di koridor Palbapang, juga penempatan reklame terkesan tidak tertata rapi. Namun hal ini juga disebabkan oleh lemahnya aturan Keppres yang hanya mengatur Zona 1-3, sedangkan Zona 4-5 sesuai arahan JICA dibiarkan mengambang atau bahkan memang tidak dipedulikan.

Pengelolaan oleh Non Pemerintah Perencanaan pengembangan suatu kawasan perlu dukungan masyarakat, dan sejalan dengan hal itu, masyarakat yang terlibat tersebut juga dapat berkembang. Konsep masyarakat dalam pengembangan tidak sekedar merujuk pada proses perubahan dalam lingkungan sosial tertentu, tetapi lebih pada usaha perubahan terencana yang memperhatikan kepentingan suatu kelompok orang yang terikat oleh prinsip- prinsip tertentu yang menjadi lokasi suatu proses perubahan.

Setiap usaha pengelolaan pengembangan masyarakat itu paling tidak mensyaratkan empat hal. Pertama, usaha itu mengharuskan pengenalan karakter yang khas secara saksama sehingga pendekatan yang digunakan dapat sejalan dengan sifat-sifat masyarakat. Banyak kasus kegagalan pembangunan bersumber dari pengabaian karakter setempat sehingga pengembangan menjadi suatu proses intervensi dari luar dan kerap kali menimbulkan resistensi. Kedua, usaha pengelolaan pengembangan masyarakat itu mensyaratkan adanya partisipasi dari masyarakat yang bersangkutan karena masyarakat memiliki preferensi-preferensi dalam berbagai bentuk. Ketiga, upaya pengelolaan pengembangan masyarakat mensyaratkan adanya pembelaan terhadap status marginal, khususnya atas dominasi pusat dan negara dalam berbagai bentuk yang kurang menguntungkan komunitas. Kelompok atau masyarakat yang dibangun pada hakekatnya merupakan pihak yang memiliki kekurangan, tergantung, bahkan tidak memiliki posisi tawarmenawar yang sebanding. Keempat, pengembangan masyarakat mensyaratkan pemanfaatan sumberdaya dan kekuatan dari dalam untuk proses perubahan. Selain untuk menjamin partisipasi lokal yang sebesar-besarnya dalam proses pengembangan, pemanfaatan sumberdaya dan kekuatan dari dalam akan menjamin keberlanjutan dari suatu proses pembangunan (Abdullah, 2007: 14).

38 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Pengembangan suatu kawasan akan berarti munculnya pusat-pusat pertumbuhan baru yang akan menarik investor, pendatang sehingga akan bermunculan berbagai institusi baru di kawasan tersebut. Hal ini dapat memicu kesenjangan, di mana masyarakat lokal akan harus bersaing dengan pendatang, dan seringkali hal ini menjadi pemicu konflik ketika masyarakat lokal justru terpinggirkan. Perencanaan pengembangan yang berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat harus meliputi pokok-pokok sebagai berikut: pertama, mengenali masalah mendasar yang menyebabkan terjadinya kesenjangan; kedua, mengidentifikasikan alternatif untuk memecahkan masalah, dan ketiga, menetapkan beberapa alternatif yang dipilih dengan memperhatikan asas efisiensi dan efektivitas, memperhitungkan sumber daya yang tersedia dan dapat dimanfaatkan, serta potensi yang dapat dikembangkan.

Peran Institusi Dalam Perencanaan dan Implementasi ITMP -Borobudur

Selain organisasi di atas, ada pemangku kepentingan lain yang berpartisipasi dalam pelestarian, pengelolaan dan pengembangan Borobudur.

Tabel 3 : Peran Institusi Dalam Perencanaan dan Implementasi ITMP- Borobudur

Instansi Fungsi Relevan Pariwisata Relevansi Borobudur Organisasi Pendidikan, Ilmu Bekerja dengan pemerintah untuk Mengkoordinasi dan mendanai restorasi Pengetahuan dan Kebudayaan melindungi warisan budaya dan alam untuk Borobudur 1972-83; kelanjutan dukungan PBB (United Nations Education, memastikan pelestariannya dan juga akses finansial dan teknis jika terjadi kerusakan, Scientific and Cultural oleh publik untuk kesenangan dan dan mendukung pengembangan Organisation /UNESCO) pembelajaran. pariwisata berkelanjutan, termasuk interpretasi (dalam renovasi Museum Karmawibhangga). Kementerian Koordinator Bidang Mengawasi koordinasi pengembangan Bersama dengan Kementerian Pariwisata, Kemaritiman dan Investasi kebijakan pariwisata dengan sektor lain. membentuk BOB (Badan Otorita Borobudur) pada 2017 Badan Perencanaan Lembaga utama yang bertanggung jawab Kantor Bappeda yang mencakup Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk kebijakan pembangunan, Borobudur (Provinsi Jawa Tengah dan Kab. perencanaan dan implementasi di tingkat Magelang) adalah lembaga utama yang kabupaten/kota. aktif dalam memastikan infrastruktur pariwisata tingkat lokal. Kementerian Pekerjaan Umum PUPR memegang posisi strategis dalam Peran kunci dalam pengembangan dan Perumahan Rakyat (PUPR) kaitannya dengan pengembangan infrastruktur di Borobudur dan sekitarnya pariwisata, termasuk pembangunan jalan melalui Badan Pengembangan dan kereta api; pengelolaan dan pasokan Infrastruktur Wilayah (BPIW). sumber daya air; pengelolaan air limbah dan drainase; konstruksi dan pemeliharaan jalan/jembatan; pengelolaan limbah padat. Kementerian Pariwisata dan Pengembangan industri pariwisata, Deputi Kemenparekraf mencakup Ekonomi Kreatif Republik destinasi, institusi, dan pemasaran. perencanaan, pemasaran, tujuan dan Indonesia (Kemenparekraf) Kemenparekraf menetapkan kebijakan dan pengembangan produk, dan pelatihan mengoordinasikan program Desa/Kampung untuk pariwisata serta koordinasi vertikal Wisata dan program Observatorium dan horizontal dengan lembaga Pariwisata Berkelanjutan UNWTO. pemerintah lainnya dan sektor swasta. Badan Otoritas Borobudur bertanggung jawab kepada Kemenparekraf. Program monitoring centre for sustainable tourism observatory (MCSTO) sedang diluncurkan di wilayah Borobudur. Kementerian Perhubungan Fungsi utama Kementerian ini adalah untuk Keberhasilan pariwisata ke daerah mengawasi dan merencanakan semua Borobudur akan tergantung sebagian pada masalah transportasi melalui empat keberhasilan pengembangan transportasi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, yang ditingkatkan, termasuk jalan dan

39 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Instansi Fungsi Relevan Pariwisata Relevansi Borobudur Transportasi Laut, Transportasi Kereta Api jalur kereta api yang baru dan lebih baik, dan Penerbangan Sipil. transportasi umum, dan YIA. Kementerian Agraria dan Tata Kementerian Urusan Agraria dan Tanggung jawabnya untuk menegakkan Ruang/ Badan Pertanahan Perencanaan Tata Ruang menggabungkan pelanggaran penggunaan lahan, misalnya Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional, dan pada konstruksi ilegal, menjadikannya sangat akhirnya bertanggung jawab untuk penting di zona Borobudur - Zona perencanaan dan koordinasi penggunaan Pelestarian, di mana konstruksi ilegal telah lahan. dicatat. Kementerian Badan Usaha Milik BUMN menjalankan perusahaan komersial Perusahaan yang mengelola pariwisata di Negara (BUMN) atas nama pemerintah, khususnya untuk situs Borobudur, Prambanan dan Ratu aset strategis penting seperti infrastruktur Boko (PT TWC) adalah perusahaan milik transportasi, sumber daya alam, dan barang negara di bawah BUMN. dan jasa strategis. Kementerian Desa, Ditjen Pengembangan dan Pemberdayaan Di daerah Borobudur ada keterlibatan Pembangunan Daerah Desa bertanggung jawab atas manajemen yang signifikan dari Kementerian ini, Tertinggal, dan Transmigrasi layanan sosial dasar, mengembangkan terutama melalui program Balkondes di badan usaha desa (BUMDes), Kec. Borobudur, di mana kegiatan memanfaatkan sumber daya alam dan komersial dijalankan oleh BUMDes. teknologi tepat guna, mengembangkan fasilitas dan infrastruktur desa, dan memberdayakan masyarakat pedesaan. Melalui kemitraan dengan Kemenpar, ia mengembangkan dan mengawasi program Desa/Kampung Wisata. Kementerian Koperasi dan Usaha Sebuah kementerian penting mengingat Kementerian dapat memainkan peran Kecil dan Menengah bahwa lebih dari 93% perusahaan di penting dalam memastikan penyebaran Indonesia adalah UMKM informal. Banyak manfaat ekonomi pariwisata ke tingkat perusahaan pariwisata beroperasi paralel lokal di wilayah Borobudur dengan dengan ekonomi formal, melayani pasar mendorong pendaftaran formal lebih lokal atau bekerja secara informal. banyak bisnis. Kementerian mencoba untuk meningkatkan standar dan mendorong pendaftaran perusahaan kecil. Universitas Gadjah Mada Lembaga akademik terkemuka dengan Mengawasi program MCSTO di Kab. minat penelitian di provinsi Jawa Tengah Borobudur (perpanjangan program dan DI Yogyakarta. percontohan di Kab. Sleman). Sumber: Analisis Konsultan BYP ITMP, 2019

2.7 Keadaan Pelestarian

Pada saat ini kesadaran masyarakat terhadap makna dan pentingnya Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon sebagai warisan dunia relatif masih rendah. Kebanyakan mereka memandang Candi Borobudur ‘hanya’ sebagai tempat untuk mencari sumber ekonomi material, secara langsung (dengan datang ke lokasi sekitar candi) maupun tidak langsung (memproduksi barang-barang yang dapat dijual di sekitar candi). Sebagian ini juga disebabkan oleh ‘perlakuan resmi’ dari pemerintah sendiri terhadap Borobudur yang selama ini juga sangat berorientasi komersial. Dengan perkataan lain, masyarakat hanya mengenal persamaan antara Candi Borobudur dengan hedonisme nominal, “uang” dan “kesenangan”. Oleh karena itu diperlukan suatu aksi penyadaran yang lebih luas dan terkait aspek pemberdayaan lain kepada masyarakat, dengan menjadikan masyarakat sekitar sebagai subyek dari kerja pelestarian itu sendiri.

Perubahan sosial yang cepat yang terjadi di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur membutuhkan perhatian dan arahan yang jelas, baik dari pemerintah, pengelola Candi Borobudur, maupun masyarakat sendiri. Salah satu solusinya adalah dengan membentuk pengelolaan yang bersifat terpadu dalam satu

40 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur organisasi, menyertakan partisipasi masyarakat, dan menyeimbangkan (harmonisasi) antara aspek pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan. Namun demikian, setelah ditetapkannya Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaiki indikator keletarian Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur.

Selain itu, perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang selama ini banyak terabaikan karena kuatnya aspek ekonomis dalam pengelolaannya. Hal ini dapat dipenuhi dengan memberikan kewenangan lebih luas kepada Balai Konservasi untuk tidak hanya terpaku pada pelestarian Candi Borobudur secara fisik saja, tetapi juga membangun kesadaran pelestarian kepada masyarakat sekitar.

Dalam hal pengelolaan situs cagar budaya, Balai Konservasi Borobudur adalah Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertugas melakukan pelestarian di situs Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon. Dalam rangka perawatan terhadap ketiga situs candi tersebut dilakukan kegiatan monitoring keterawatan yang dilaksanakan secara berkelanjutan. Dalam kegiatan ini parameter keterawatan yang dipakai adalah parameter fisik, parameter biologi dan parameter kimiawi. Parameter fisik meliputi kondisi fisik batuan yang dapat dilihat secara visual yaitu ada tidaknya retakan, pengelupasan, kebocoran dan keausan batuan candi. Parameter biologi berupa pengamatan terhadap pertumbuhan lumut, algae, lychen dan perkembangbiakan mikro organisme yang dalam proses perkembangbiakannya dapat menimbulkan kerusakan pada batu struktur candi. Sedangkan parameter kimiawi berupa pengamatan terhadap endapan garam dan sedimentasi garam. Hal ini dilakukan karena proses penggaraman masih terus terjadi dan menimbulkan kerusakan pada batu candi. Bahkan hingga saat ini belum ada solusi efektif mengenai penanganan yang tepat untuk dapat mengurangi atau menghambat proses terjadinya penggaraman yang menimbulkan kerusakan batu candi. Belum adanya solusi efektif untuk mengurangi kerusakan batu candi, antara lain disebabkan oleh kondisi Candi Borobudur yang berada di alam terbuka. Kondisi Candi Borobudur yang berada di alam terbuka memberikan pengaruh besar terhadap batu candi khususnya dari faktor alam, baik mikro maupun makro. Panas matahari dan air hujan akan langsung mengenai batu candi. Kondisi ini menyebabkan batu candi menjadi lembab. Hal ini menjadikan batu Candi Borobudur menjadi tempat ideal untuk berkembangnya mikro organisme, lumut, algae dan lychen.

Selain beberapa masalah yang disampaikan di atas, kondisi geografis Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan merupakan potensi sekaligus hal yang perlu diwaspadai. Beberapa pegunungan tersebut merupakan gunung api yang masih aktif, sehingga sewaktu- waktu material vulkanik hasil erupsi dapat mengancam Candi Borobudur. Ancaman terjadi apabila material vulkanik tersebut bersentuhan langsung dengan batu penyusun struktur Candi Borobudur. Hal ini terjadi pada tahun 2010 oleh karena erupsi Gunung Merapi dan 2014 oleh karena erupsi Gunung Kelud. Dengan demikian maka untuk meningkatkan kelestarian candi maupun Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur penting ditekankan untuk tidak memisahkan lingkungan sosial budaya masyarakat dalam pengelolaan Candi Borobudur. Dengan demikian, partisipasi masyarakat, dalam bentuk apapun nantinya, merupakan harga yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Termasuk dalam hal ini adalah membagi tanggung jawab (share responsibility) bersama antara pemerintah berbagai tingkatan, pengelola, pengguna, para pelestari, dan masyarakat luas.

Perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang selama ini banyak terabaikan karena kuatnya aspek ekonomis dalam pengelolaannya. Hal ini dapat

41 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur dipenuhi dengan memberikan kewenangan lebih luas kepada Balai Konservasi untuk tidak hanya terpaku pada pelestarian Candi Borobudur secara fisik saja, tetapi juga membangun kesadaran pelestarian kepada masyarakat sekitar.

2.8 Borobudur Sebagai Landskap Budaya

UNESCO dalam Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention mendefinisikan lanskap badaya sebagai hasil budaya yang mempresentasikan kombinasi karya alam dan manusia. Kategori lanskap budaya menurut UNESCO (1993) yang digunakan untuk menentukan signifikansinya (OUV) : 1. Lanskap yang dengan jelas didesain dan dengan sengaja diciptakan oleh manusia; 2. Lanskap yang terbentuk secara alami, terdiri dari 2 kategori : • Lanskap yang mengandung relik atau fosil yang proses evolusinya sudah berakhir tetapi fitunya masih terlihat; • Lanskap yang terbentuk oleh aktivitas sosial masyarakat masa kini sebagai kelanjutan cara hidup tradisional, yang proses evolusinya masih berlangsung dan ada bukti material yang menunjukkan proses evaluasi tersebut dari waktu ke waktu. 3. Lanskap budaya asosiatif : lanskap yang memiliki ikatan lebih kuat dengan aspek religious, artistic, atau asosiasi dengan elemen alam daripada bukti budaya material (artefak).

Di UNESCO, Borobudur terdaftar sebagai warisan budaya (cultural heritage), namun Borobudur Temple Compounds tidak hanya dipandang dari monumennya saja, melainkan terintegrasi dengn setting lanskap yang lebih luas.

Kenampakan lingkungan alami kawasan Borobudur dianalogikan dengan sistem alam semesta Buddhis: • Gunung Meru sebagai pusat alam semesta disimbolkan dengan Candi Borobudur yang juga merupakan symbol Mandala. Madala Mandala dipandang sebagai tempat suci, yang keberadaannya mengingatkan manusia pada kesucian alam semesta yang juga bisa berada di dalam dirinya. Dalam konsteks perjalanan Buddha, tujuan Mandala adalah untuk mengakhiri penderitaan manusia dan mencapai pencerahan/keilahian. Konsep Mandala pada Candi Borobudur tersebut diulang pada lanskap yang lebih luas (Taylor, 2003). • Rangkaian pegunungan diwakili oleh Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Tidar , Sindoro, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh. • Lingkaran lautan (perairan) diwakili oleh sungai-sungai di sekitar Borobudur, antara lain Sungai Progo, Elo, Sileng, dengan anak-anak sungainya • Berasosiasi dengan Meru, terdapat juga danau nirwana Anavatapta yang diwakili oleh Danau Borobudur (sekarang dikenal dengan sawah bekas Danau Purba Borobudur.

Secara makro lanskap Borobudur dapat dilihat sebagai satu sistem universe dalam kosmologi Buddhis. Seluruh susunan kosmografi Candi Borobudur dan lanskapnya menempatkan puncak candi sebagai Meru yang merupakan pusat dan titik referensi dari segala sesuatu di sekitarnya. Ini merupakan suatu sistem dunia tunggal, di mana terdapat relasi antar komponen alam semesta dan dimana mitos serta akal budi menyatu untuk memberikan visualisasi tatanan dunia yang sempurna (Taylor, 2003). Interpretasi atas lanskap budaya Borobudur dari aspek budaya Borobudur dari aspek Kosmologi Buddhisme tersebut memberi gambaran bahwa setiap fitur fisik di Kawasan Borobudur memiliki makna yang saling terkait dengan candinya.

42 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Masterplan JICA 1979 Rencana pengelolaan Borobudur telah dipersiapkan sejak masa Pemugaran I (1973-1983) dalam master plan Borobudur Prambanan National Archaelogical Park yang disusun oleh Japan International Cooperation Agency/JICA (1979). Tema besar master plan JICA adalah Twin Park of Mid- yang secara lebih spesifik adalah : • Zona pelestarian candi (zona 1). • Zaman arkeologi Borobudur dengan subtema Historical Education Park sebagai Traditional Culture Park (Zona 2). • Zona pengembangan (zona 3) hanya diperuntukkan untuk pengembangan permukiman, termasuk Candi Pawon dan Mendut dan benda-benda purbakala lainnya, pengembangan fasilitas pengunjung pariwisata, seperti hotel, restoran, jasa pariwisata. • Area pelestarian panorama bersejarah (zona 4) • Area Taman Purbakala Nasional (zona 5)

Lanskap Kawasan Borobudur (Zona 3-5) diatur untuk mempertahankan karakter perdesaan dengan mengendalikan pertumbuhan bangunan dan mengatur desain bangunan selaras dengan karakter tradisional (bentuk, ukuran, dan warna). Zona 4 dan 5 merupakan zona pelindung bentang lahan dan panorama sehingga tata guna lahannya harus sesuai dengan karakter saujana. Master plan JICA yang disertakan dalam dossier nominasi WH UNESCO tidak dilegalkan dalam suatu kerangka hukum, sehingga pengaturan yang telah direncanakan sering diabaikan.

Gambar 15 : Zoning Plan Borobudur (Masterplan JICA, 1979)

Sumber: Soeroso, A, dan Tanudirjo, D.A. (2010)10

10 Soeroso, A. and Tanudirjo, D.A. (2010) Paparan Menuju Borobudur Terpadu

43 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Setelah ditetapkan menjadi WH pada 1991, pengelolaan Borobudur Temple Compounds tidak sesuai dengan master plan JICA, termasuk di antaranya sistem lembaga pengelola dan pembangunan kawasan sekitar candi yang tidak terkontrol, sehingga muncul monitoring reaktif dari UNESCO tahun 2003-2006. Ditetapkannya Keppres No. 1 tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobdur dan Taman Wisata Candi Prambanan serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya menjadi perhatian UNESCO. Keppres No.1 tahun 1992. Saat ini paradigma pengelolaan warisan budaya telah berubah terutama setelah ditetapkannya UU No. 11 Tahun 2010. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat.

Pengelolaan lanskap budaya Borobudur belum pernah dimasukkan dalam suatu rencana pengelolaan kawasan yang lebih luas. Namun sebenarnya perhatian cukup besar telah diberikan pada lanskap Borobudur setelah monitoring reaktif 2006. Pada 2007 Kawasan Borobudur ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya oleh karena statusnya sebagai warisan dunia (UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang), kemudian diikuti peraturan lain yang lebih detail. Selain ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN-2007), Kawasan Borobudur juga ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN-2011) dan Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional (KCBN-2014). Borobudur Temple Compounds dan lanskapnya menjadi “perhatian” dari banyak bidang sehingga banyak peraturan yang diberlakukan di kawasan ini.

Peraturan Presiden No.58 Tahun 2014 Dalam rangka menjawab monitoring reaktif tahun 2003-2006 UNESCO dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 123 ayat (4), Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, perlu menetapkan Peraturan Presiden No.58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan sekitarnya sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan sosial dan budaya. Perpres No.58 Tahun 2014 menyederhanakan lima zona JICA asli menjadi dua Sub-Kawasan Pelestarian (SP): • SP1, mencakup Zona 1-3 dari Zona JICA berukuran 1.344 ha. • SP2, yang mencakup sebagian besar Zona 4 JICA dan semua Zona 5, dan meluas hingga radius 5 km dari candi. SP-2 ditujukan untuk pemukiman terbatas, area pertanian, koridor hijau dan fasilitas lainnya yang dirancang untuk memastikan harmoni dan keseimbangan SP1, dan untuk mendukung pelestarian candi dan fungsi taman wisata. SP-2 berukuran 6.779 ha Cakupan kawasan Borobudur ditetapkan dengan mempertimbangkan : perlindungan situs (Candi Borobudur, Candi Pawon, dan Candi Mendut), sebaran situs sejarah dan purbakala yang belum tergali dan pengendalian bentang pandang dari Candi Borobudur

Strategi perlindungan karakter kawasan pedesaan dari dampak pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang dapat menurunkan kualitas ruang Kawasan Borobudur sebagai Kawasan Cagar Budaya nasional dan warisan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan dengan cara : • Mempertahankan Kawasan Cagar Budaya dan kerusakan permanen akibat pemanfaatan ruang yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. • Mencegah terjadinya alih fungsi lahan kawasan pertanian dan kawasan hutan. • Membatasai perkembangan kawasan terbangun perkotaan • Membatasi kegiatan pemanfaatan ruang yang mengancam kerusakan Situs Cagar Budaya yang belum tergali, struktur geologi dan bentang pandang.

44 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 16: Pembagian Area Bardasarkan Perpres 58 Tahun 2014

Sumber: Diadaptasi dari GOI (2014)

Keputusan Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 286/M/2014 tentang Satuan Ruang Geografis Borobudur Pada tahun yang sama,dikeluarkan Keputusan Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 286/M/2014 tentang Satuan Ruang Geografis Borobudur. Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa dalam satuan ruang geografis Borobudur (selanjutnya disebut sebagai KCB Borobudur) terdapat : Situs Candi Borobudur, Situs Candi Mendut, Situs Candi Pawon, Situs Candi , Lokasi Yoni Brongsongan, Lokasi Candi Dipan, Lokasi Candi Bowongan, Lokasi Candi Samberan, Lokasi Yoni di Plandi, Lokasi Makam Belanda (Kerkhoff) Bojong di Mendut. Sejalan dengan ancaman terhadap kompleks percandian di Borobudur sebagai situs Warisan Dunia, keputusan tersebut juga menyampaikan bahwa satuan ruang geografis Borobudur terdesak oleh perubahan tata guna lahan, yaitu perkembangan pemukiman, dan pertumbuhan bangunan dikarenakan beralihnya mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor barang dan/atau jasa, banyaknya menara Base Transceiver Station (BTS) yang dapat merusak integritas visual lansekap dan pertumbuhan jumlah wisatawan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) Nasional Berdasarkan RTRWN, kawasan Borobudur dan sekitarnya merupakan kawasan andalan dengan sektor unggulan di bidang pariwisata. Penetapan kawasan ini dikarekan sektor pariwisata dapat memberikan manfaat sebagai berikut : meningkatkan devisa dari pariwisata dan mendayagunakan investasi, meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi lainnya, tidak mengganggu fungsi lindung, tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan pendapatan nasionak dan daerah, menciptakan lapangan kerja, melestarikan nilai warisan budaya, adat istiadat, kesenian dan mutu keindahan lingkungan alam serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) Provinsi Jawa Tengah

45 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

RTRW Provinsi Jawa Tengah saat ini mencakup periode 2009-2029, berdasarkan Perda Provinsi No. 6/2010. Dalam RTRW Jawa Tengah membagi pengembangan pariwisata menjadi empat kelompok, dari A ke D, dengan kelompok A yang terdiri dari dua koridor: (1) Borobudur-Prambanan-Surakarta, dan (2) Borobudur- Dieng. Kawasan Candi Borobudur ditetapkan sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) Kabupaten Magelang RTRW Kabupaten Magelang saat ini mencakup periode 2010-2030, berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2011. Dalam RTRW Kab. Magelang penetapkan Borobudur sebagai kawasan strategis sosial dan budaya, dengan strategi pengelolaan sebagai berikut : meningkatkan nilai kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia, menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan, melakukan optimasi pengembangan kawasan melalui peningkatan nilai sosial budaya kawasan, membatasi perkembangan lahan terbangun di sekitar kawasan dan mengembangkan kawasan Borobudur dengan tetap memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Pengembangan Kecamatan Borobudur diprioritaskan sebagai pusat pengembangan wisata budaya dan pusat pengembangan desa wisata dengan mengarahkan pada upaya pembibitan tanaman dan upaya konservasi lingkungan. Terkait dengan perkotaan Borobudur di Kecamatan Borobudur kaidah pengaturannya mengikuti KSN dan KSK.

Rencana Tata Ruang Detail Ada beberapa rencana tata ruang detail yang memuat pengaturan tata ruang Borobudur dan sekitarnya, diantaranya RDTR Perkotaan Borobudur, RDTR Perkotaan Mungkid, RDTR Perkoaan Mertoyudan, RTBL Kawasan Candi Borobudur, RTBL Kawasan Candi Pawon, RTBL Kawasan Candi Mendut dan RTBL Perkotaan Mertoyudan.

Ancaman terhadap lanskap budaya Borobudur Berbagai ancaman terhadap perlindungan karakter perdesaan lanskap budaya Borobudur, antara lain : • Lanskap budaya Borobudur berhadapan langsung dengan pembangunan dan perkembangan kawasan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Penambahan jumlah bangunan yang signifikan dapat berdampak pada bergesernya karakter rural menjadi urban settlement; • Penetapan Borobudur sebagai destinasi wisata super prioritas dapat berdampak pada perubahan karakter lanskap oleh pembangunan infrastruktur dan amenitas wisata; • Lemahnya implementasi Perpres No. 58 Tahun 2014 berdampak pada banyaknya pelanggaran tata ruang tanpa ada penindakan – butuh kejelasan pembagian tugas sesuai tusi; • Tidak ada aturan detil tentang tata bangunan yang dapat menjadi pedoman desain bangunan sehingga tercipta atmosfer perdesaan di Kawasan Borobudur – butuh regulasi; • Polusi visual dari puncak Candi Borobudur oleh bangunan tinggi, massif, colorfull, desain modern – butuh regulasi. • Banyaknya pembangunan yang mengubah karakter perdesaan di sekitar situs sebagai bentang pandang (visual) yang penting, misalnya sawah di sebelah selatan candi (SBDP); • Pembangunan infrastruktur dan penggunaan lahan dengan karakter perkotaan yang berdampak pada kenampakan visual, fisik, dan fitur warisan budaya dan setting lanskapnya; • Aturan tentang tinggi bangunan yang belum ditetapkan sebagai regulasi yang mengikat; • Warna dan bentuk atap, serta dinding yang mencolok bila dilihat dari atas candi. Warna gelap lebih disarankan; • Ketinggian, ukuran, dan massa bangunan baru yang terlihat dari candi harus diatur; • Persentase kerapatan vegetasi yang terlihat dari candi harus diatur dan mencegah penebangan pohon dalam ukuran tertentu.

46 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Berdasarkan peta perubahan penggunaan lahan, jumlah bangunan baru dari tahun 2014-2019 sebanyak 1.459 buah dengan total luas 17,64 Ha. Dari jumlah tersebut, sekitar 98 bangunan berdiri di lahan yang tidak sesuai peruntukannya.

Gambar 17 : Peta Perubahan Penggunaan Lahan SP-1 KSN Borobudur Tahun 2014-2019

Sumber : BKB

Gambar 18 : Contoh Penggunaan Lahan Tidak Sesuai Peruntukkannya – Hotel Shankara

Sumber : BKB

47 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

2.9 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Borobudur

Pada bagian ini kami meninjau undang-undang dan kebijakan yang terkait dengan pengembangan pariwisata di Borobudur, di tingkat nasional dan meninjau rencana pengelolaan situs pada saat ini.

Pada tahun 2011 Pemerintah Indonesia membentuk 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), di atur dalam Peraturan Pemerintah No. 50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, Borobudur masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Lebih jauh, Pemerintah Indonesia menetapkan KSPN Borobudur dan sekitarnya sebagai salah satu KSPN super prioritas dengan mendapat dukungan Bank Dunia melalui Integrated Tourism Development Program (ITDP).

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten membuat peraturan sebagai dasar untuk pengembangan pariwisata di wilayah mereka sendiri. Peraturan dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50/2011. Dalam kawasan Borobudur, ada dua peraturan berikut ini yang penting yang mengatur tentang pengembangan pariwisata, antara lain :

• Peraturan Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2012, tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah Tahun 2012-2027. Peraturan ini menentukan 6 Pembangunan Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP), salah satunya DPP Borobudur-Dieng. DPP Borobudur-Dieng terdiri dari 4 (empat) Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) dan 2 (dua) Kawasan Pengembangan Pariwisata Provinsi (KPPP), diantaranya KSPP Borobudur-Mendut-Pawon-Kota Magelang dan sekitarnya. Peraturan ini meliputi destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan kelembagaan pariwisata.

Gambar 19 : Destinasi Pariwisata Nasional di Provinsi Jawa Tengah

Sumber : Ripparnas PP No.50 Tahun 2011

48 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• Peraturan Daerah Kab. Magelang No. 4 Tahun 2015, tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Magelang Tahun 2014-2034. Peraturan ini membagi kabupaten menjadi 4 Kawasan Strategis Pariwisata Daerah A, B,C,D. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah D dengan tema pembangunan Borobudur dalam Bayangan Merapi meliputi seluruh objek dan daya tarik wisata yang mencakup wilayah Kecamatan Mertoyudan, sebagian wilayah Kecamatan Muntilan, Kecamatan Salam, Kecamatan Ngluwar, Kecamatan Borobudur, sebagian wilayah kecamatan Mungkid dan sebagian wilayah Kecamatan Salaman. Strategi pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata D meliputi : pengembangan desa wisata di sekitar kawasan Borobudur, pengembangan kawasan desa-desa wisata di lereng Gunung Merapi, dan pengembangan kawasan Bukit Menoreh. Potensi pariwisata yang dapat dikembangkan antara lain : wisata alam, wisata budaya, desa wisata, wisata buatan, even budaya, kerajinan, dan kuliner.

Gambar 20 : Kawasan Strategis Priwisata Kabupaten Magelang

Sumber: Peraturan Daerah Kab. Magelang no. 4/2015 tentang Pengembangan Rencana Induk Pariwisata

Tabel 4 : Potensi Wisata Borobudur Dalam Bayangan Merapi (KSP D)

JENIS WISATA OBYEK WISATA Wisata Alam Arung Jeram Sungai Elo, Goa Gondopurowangi, Watu Kendi, Puthuk Setumbu Wisata Budaya Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Canggal, Candi Ngawen, Candi Losari, Makam Kyai Raden Santri, Pasarean Pangeran Singosari, Museum Haji Widayat, Museum Mini Wayang Nasional, Langgar Agung Pangeran Diponegoro Desa Wisata Desa Wisata Borobudur, Desa Wisata Candirejo, Desa Wisata Giripurno, Desa Wisata Giritengah, Desa Wisata Gunungpring, Desa Wisata Karanganyar, Desa Wisata Karangrejo, Desa Wisata Kebonsari, Desa

49 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

JENIS WISATA OBYEK WISATA Wisata Mendut, Desa Wisata Ngargogondo, Desa Wisata Pucungrejo, Desa Wisata Tanjungsari, Desa Wisata Tuksongo, Desa Wisata Wanurejo, Desa Wisata Wringinputih, Desa Wisata Jamus Kauman, Desa Wisata Sukorejo Wisata Buatan Taman Anggrek, Mandala Wisata, Pemandian Tirto Adji, Pembibitan Ikan Ngrajek, Pembibitan Ikan Menayu, Pembibitan Ikan Congkrang, Taman Rekreasi Mendut, Taman Suroloyo, Pengembangan Subkawasan Pelestarian (SP) 2 KSN Borobudur Event Budaya Upacara adat-istiadat, kesenian rakyat, upacara dan pameran Tosan Aji Kerajinan Kaleng bekas Ngadirejo Salaman Kuliner Aneka jenis makanan minuman tradisional

Sumber : Peraturan Daerah Kab. Magelang no. 4/2015 tentang Pengembangan Rencana Induk Pariwisata

Gambar 21 : Daya Tarik Unggulan Joglosemar Sebagai Paket Wisata Terpadu

Dalam kebijakan Pariwisata Jawa Tengah menyatakan untuk menjadikan kawasan Candi Borobudur sebagai "tujuan wisata kelas dunia dan berkelanjutan", dengan maksud untuk mempertahankan dan melindungi daerah yang lebih luas sebagai zona pariwisata baru di luar SP1 dan SP2 untuk meningkatkan integrasi dengan Area Joglosemar.

50 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

2.10 Perbandingan Borobudur Dengan WHS Budaya Lainnya

Perbandingan pengelolaan pariwisata Borobudur dengan WHS budaya lainnya bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan pariwisata WHS lainnya untuk memperbaiki pengelolaan di WHS Borobudur. Salah satu WHS yang mirip dengan Borobudur adalah Angkor Wat Kamboja. Kompleks Angkor Wat merupakan salah satu Situs Warisan Dunia di Kamboja dikunjungi oleh wisatawan manca negara lebih kurang 3 juta wisaman dari berbagai negara. Kunjungan wisma ini tentunya secara ekonomu memberikan pemasukan devisa yang sangat berarti bagi negara Kamboja. Hal demikian tentunya yang diharapkan di destinasi wisata kawasan Borobudur.

Kebijakan pemerintah Kamboja dalam mengelola kompleks Angkor Wat sebagai destinasi utama pariwisata Kamboja ditangani oleh semacam Badan Otorita yang bernama APSARA, yang memiliki kewenangan yang sangat luas yang mencakup pelestarian candi dan kawasan Angkor, pengelolaan pariwisata, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata. Untuk pengelolaan pariwisata yang terpadu di kawasan Angkor Wat, APSARA memiliki Visi: Development for Conservation – Conservation for Development. Dengan visi tersebut maka terdapat kesatuan yang utuh dalam pengembangan pariwisata yang menyatu dengan upaya pelestarian sumberdaya pariwisata yang berupa peninggalan candi-candi di Kompleks Angkor Wat.

Sesuai dengan fokus kajian pengembangan pariwisata budaya yang berkelanjutan di kawasan Borobudur, maka selama benchmarking obyek yang diamati selanjutnya diuraikan sebagai berikut:

Tabel 5 : Benchmarking Obyek Angkor Wat, Kamboja

Bagian Obyek Hasil Pengamatan Pintu Gerban Tiket (Main Gate) Pintu Gerbang Tiket (Main Gate) untuk masuk ke kompleks percandian Angkor Wat tersedia hanya satu buah. Pada bangunan pintu gerbang ini sekaligus untuk melayani penjualan tiket masuk melalui beberapa loket yang tersedia. Beberapa petugas melayani penjualan tiket yang dilengkapi dengan kamera dan printer untuk mencetak tiket. Prosedur pembelian tiket sangat cepat karena tersedia cukup banyak loket yang tersedia dan setiap loket ada petugas yang siap melayani. Setelah membayar tarip tiket, wisatawan difoto dengan kamera yang tersedia dan langsung tiketnya dicetak sebesar kartu nama yang ada gambar foto dirinya. Selain itu juga langsung akan tertulis tanggal berkunjung dan harga tarip tiket dalam jumlah dolar. Selain petugas yang melayani penjualan tiket, di luar loket juga terdapat beberapa petugas yang mengecek tiket terusan yang sudah dibeli sebelumnya. Dengan adanya petugas yang memadai, meskipun wisatawan yang datang cukup banyak maka pelayanan bisa berjalan dengan lancar dan tertib.

Petugas Pengontrol Tiket Obyek candi di Kompleks Angkor tidak hanya satu obyek, tetapi banyak obyek. Sementara tempat pembelian tiket terpusat di pintu gerbang (main gate). Oleh karena itu maka pada setiap jalan masuk ke arah obyek candi terdapat petugas di tempat control tiket untuk mengecek, apakah pengunjung memiliki tiket masuk atau tidak. Cara demikian cukup efektif untuk mengontrol tiket pengunjung.

Petugas Satpam/pengamanan Pada setiap candi yang dijadikan sebagai obyek wisata ditempatkan petugas Satpam /Pengamanan. Tugas pokok dari Petugas Satpam / Pengaman adalah menjaga ketertiban, mengarahkan pengunjung, dan memberikan informasi kepada

51 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Bagian Obyek Hasil Pengamatan pengunjung jika pengunjung membutuhkan informasi. Namun informasi yang diberikan oleh Petugas Pengamanan bukjan informasi seperti yang diberikan oleh pemandu (guide). Dengan adanya petugas Pengamanan yang cukup dan memadai akan memberikan kemudahan bagi wisatawan sehingga akan memperlancar kunjungan.

Papan Informasi Informasi pada setiap obyek wisata akan sangat membantu kepada para wisatawan yang berkunjung untuk mengenali obyek yang dikunjungi, lebih-lebih jika kunjungan tersebut tidak dipandu oleh pemandu. Informasi yang ideal adalah informasi yang disampaikan secara ringkas, mudah dipahami, serta menggunakan bahasa setempat dan bahasa internasional (bahasa Inggris).

Fasilitas Jalan untuk pengunjung Fasilitas pejalan kaki (passage ways) dalam suatu lokasi obyek wisata sangat perlu. Fasilitas ini berfungsi untuk mengarahkan pengunjung, kemana jalan yang harus dilewati. Selain itu juga dapat menjaga obyek yang dikunjungi agar tidak rusak karena langsung diinjak, misalnya batu lantai candi atau halaman rumput di depan candi, dan sebagainya. Dengan adanya passage ways maka pengunjung akan lebih tertib berada pada suatu lokasi obyek wisata karena sudah dibatasi atau diarahkan gerak mobilitasnya.

Pemandu Wisata Pemandu wisata (Guide) mendampingi wisatawan, baik wisatawan perorangan maupun berkelompok, yang tugasnya mendampingi kunjungan wisatawan, mengatur perjalanan, dan memberi penjelasan tentang tempat yang dikunjunginya. Pemandu wisata biasanya akan dipilih sesuai dengan bahasa pengantar yang diinginkan. Pemandu wisata di Angkor antara lain tersedia dengan bahasa pengantar Bahasa Ingrris, Perancis, Jepang, Cina.

Spot Foto Spot foto (tempat khusus berfoto) pada suatu lokasi obyek wisata sangat dibutuhkan agar para wisatawan memiliki kenang-kenangan yang indah pada suatu lokasi foto yang terekam melalui foto kenangan-kenanangannya. Spot foto ini dapat dipilih dengan latar belakang yang indah atau unik, tidak ditemui di tempat lain. Akan lebih memiliki kekuatan daya tarik lagi kalau lokasi tersebut pernah dipakai foto oleh orang terkenal, tokoh dunia, atau public figure. Hasil dari spot foto ini juga dapat menjadi kekuatan promosi, karena umumnya foto-foto yan indah dan unik akan diunggah melalui media sosial.

Wisata Alternatif Wisata alternatif pada dasarnya dapat menambah dan melengkapi daya tarik wisata pada suatu lokasi obyek wisata sehingga akan menambah lama tinggal (length of stay). Lebih-lebih jika atraksi wisata alternatuf tersebut akan memenuhi kebutuhan pokok wisatawan, yaitu: what to see – what to buy – what to do. Berbagai wisata alternatif terdapat di kota Siem Reap pada malam hari, antara lain Bar dan Restaurant, Pijat refleksi, wisata kuliner, pasar malam (night market), pentas seni tradisional, ecotourism, Artisan (pusat souvenir), dan sebagainya.

Souvenir Salah satu daya tarik wisata suatu destinasi adalah cendera mata (souvenir). Bahkan souvenir yang khas akan menunjukkan kebanggaan bagi wisatawan karena sebagai penanda bahwa sudah sampai pada lokasi di mana souvenir tersebut dapat dibeli. Berbagai bentuk souvenir khas Angkor dan Kamboja tersedia di sekitar candi atau di pasar malam (night market) Siem Reap, antara lain slayer / pashima khas Kamboja, berbagai jenis pakaian (T-shirt, baju, celana, daster), berbagai jenis pernik-pernik perhiasan dan kerajinan tradisional (gelang, kalung, hiasan dinding, arca, patung, gantungan kunci), dan lain-lain.

52 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Bagian Obyek Hasil Pengamatan Museum Sebagai salah satu pelengkap destinasi wisata yang berlatar belakang sejarah, purbakala, arkeologi adalah Museum. Dalam hal ini museum dapat berfungsi untuk menjelaskan informasi lebih detik berkaitan dengan latar belakang dan perjalanan sejarah suatu obyek dan destinasi wisata sejarah. Selain itu juga Museum tersebut dapat berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan, menyelamatkan, dan memajang benda-benda artefak yang ditemukan yang berkaitan dengan obyek utama. Untuk menambah dan melengkapi informasi kesejarahan tentang candi- candi yang ada di Angkor maka terdapat dua museum di Siem Reap, yaitu Museum Siem Reap yang berada di bawah pengelolaan APSARA dan Museum ational Kamboja yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Provinsi Siem Reap.

Gambar 22 : Fasilitas Dalam Angkor Wat Kamboja

Loket pembelian tiket Tempat kontrol tiket

Fasilitas pejalan kaki di lantai dan halaman candi Papan informasi menjelaskan sejarah menggunakan papan kayu Sumber : Marsis Sutopo

Berdasarkan paparan diatas, dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata di kawasan Borobudur, setelah dikomparasikan dengan pengelolaan pariwisata kawasan Angkor Wat, Kamboja, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut : • Untuk meningkatkan kunjungan wisman ke kawasan Borobudur maka perlu dibuka penerbangan langsung (direct flight) yang rutin dari Siem Reap ke bandara terdekat di kawasan Borobudur, misalnya Siem Reap - Yogyakarta, Siem Reap – Solo, atau Siem Reap – Semarang. Penerbangan langsung ini untuk memfasilitasi wisatawan yang akan melanjutkan perjalanan ke Borobudur setelah berwisata di Angkor. • Untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan maka pelayanan tiketing, informasi, hotel,transportasi lokal, dan sebagainya perlu ditingkatkan sehingga wisatawan asing memperoleh kenyaman dan kemudahan ketika berkunjung ke Borobudur.

53 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• Pelibatan masyarakat setempat untuk meningkatkan pentas-pentas kesenian tradisional, produk souvenir, dan kuliner lokal sehingga memenuhi standard international yang layak untuk dijual kepada wisatawan asing. • Membuat wisata alternatif di sekitar Borobudur yang dapat menarik bagi wisatawan asing agar memberikan kenyaman bagi wisatawan asing yang inap di Borobudur. • Melibatkan berbagai peran stakeholder (pemerintah, masyarakat, dan swasta) untuk bersama-sama mengembangkan pariwisata Borobudur sehingga meningkat kualitasnya sebagai destinasi pariwisata internasional.

Selain Angkor Wat, dokumen ini juga melakukan pembandingan karakteristik utama Borobudur (berdasarkan ukuran dan biaya masuk) dengan WHS budaya lainnya.

Tabel 6: Benchmarking Borobudur dengan WHS Budaya lainnya

Biaya Masuk Nama Properti Negara Area Dewasa Borobudur Indonesia 25,51 ha USD 25 (Monumen adalah 0,835 ha) Asia Angkor Wat Kamboja 40,000 ha USD 37 Kompleks Makam Koguryo Republik Rakyat Demokratik 233 ha USD 5.6 Tiongkok Taj Mahal India 17 ha USD 15 Makam Humayun India 27 ha USD 7 Warisan Arkeologi Lembah Malaysia 398 ha Free Lenggong Lembah Kathmandu Nepal 167 ha USD 15 (Bhaktapur) Kota Kuno Sigiriya Srilanka 70 ha USD 30 Situs Arkeologi Ban Chiang Thailand 30 ha USD 5 Kota Kuno Hoi An Vietnam 30 ha USD 5 Kompleks Monumen Hue Vietnam 315 ha USD 6.5 Eropa Butrint Albania 8,600 ha USD 6.5 Gedung Opera Margravial Jerman 0.19 ha USD 9 Bayreuth Akropolis, Athena Yunani 3 ha USD 22 Desa Tua Holloko dan Hungaria 145 ha USD 1.5 Sekitarnya Mantua dan Sabbioneta Italia 235 ha USD 21 Mill Network di Kinderdijk- Belanda 322 ha USD 10 Elshout Fountains Abbey & Studley Inggris 333 ha USD 19.5 Royal Water Garden Lainnya

54 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Biaya Masuk Nama Properti Negara Area Dewasa Situs Maya Copan Honduras 15 ha USD 15 Kota Tua Acre Israel 63 ha USD 18 Petra Yordania 26,171 ha USD 125 (Kunjungan harian)

Berdasarkan ukurunnya, area Borobudur termasuk kecil luasannya dibandingkan WHS lainnya. Sedangkan jika dilihat dari biaya masuk tergolong cukup tinggi untuk pengunjung internasional (dibandingkan dengan biaya masuk di WHS lainnya).

2.11 Sosial Ekonomi Budaya

Kondisi Sosial Dua kecamatan yang paling erat kaitannya dengan pengembangan pariwisata di Borobudur adalah Kecamatan Borobudur dan Kecamatan Mungkid. Kondisi sosial ekonomi di kedua kecamatan tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 7: Karakteristik Sosial Ekonomi Kec. Borobudur dan Kec. Mungkid

Sektor Borobudur Mungkid GEOGRAFI • Total area: 54,55 km2 • Total area: 37.42 km2 • Pertanian: 37,55 km2 • Pertanian: 23.9 km2 • Non-pertanian: 17 km2 • Non- pertanian: 13.5 km2 • Kepadatan: 1.082 orang/km2 • Kepadatan: 2,007 orang/km2 POPULASI • Total: 59.039 orang • Total: 75.076 orang • Laki-laki: 29.537 orang • Laki-laki: 37.290 orang • Perempuan: 29.502 orang • Perempuan: 37.786 orang • Rumah tangga: 18.754 keluarga • Rumah tangga: 21.262 keluarga • Usia 0-39: 34.207 orang • Usia 0-39: 42.236 orang SISTEM PEMERINTAHAN • 20 desa • 14 desa dan 2 kelurahan12 • 144 dusun • 136 dusun • 151 RW dan 484 RT11 • 179 RW dan 527 RT KEMISKINAN • Total: 6.295 rumah tangga • Total: 2.946 rumah tangga Pada 2017, keluarga miskin • Lebih dari 33% dari total keluarga • Jumlah keluarga miskin di Mungkid memiliki pendapatan yang di Borobudur masih hidup di lebih sedikit daripada di Borobudur, sama dengan atau kurang dari bawah garis kemiskinan pada hanya di bawah 14% dari total rumah Rp. 281.237 per bulan. Upah tahun 2017. tangga. minimum di Magelang adalah Rp. 1.570.000. Sumber: BPS Kab. Magelang (2018) Kab. Magelang dalam Angka 2017

11 RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga) adalah unit administrasi pemerintahan terkecil, berdasarkan wilayah pemukiman. Ketua RW dan RT dipilih oleh masyarakat setempat. Posisi-posisi ini tidak dibayar oleh pemerintah. 12 Desa dan Kelurahan keduanya berada di bawah Kecamatan. Satu perbedaan di antara mereka adalah sistem kepemimpinan. Pemimpin desa dipilih oleh penduduk setempat selama 5-8 tahun. Kepala Kelurahan ditunjuk oleh Bupati (kepala Kabupaten) atau Walikota (walikota) dan tidak memiliki periode kepemimpinan yang ditentukan. Bupati atau Walikota memiliki hak untuk memindahkan seorang kepala Kelurahan ke kabupaten lain kapan saja. Perbedaan lainnya adalah mengenai aset. A Desa memiliki aset tertentu dan memiliki hak untuk mengelolanya (mis. Tanah milik desa, pendapatan yang darinya memberikan gaji untuk kepala desa). Kelurahan tidak memiliki hak yang sama karena tanah di bawah yurisdiksinya dimiliki oleh pemerintah kota atau perorangan. Karena itu, Desa sedikit lebih otonom daripada Kelurahan

55 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Perlu dicatat bahwa ke-20 desa di Kec. Borobudur memiliki karakter ‘pedesaan’. Undang-undang Indonesia tidak memberikan definisi formal tentang perkotaan dan pedesaan, tetapi sebuah peraturan yang dikeluarkan pada tahun 2010 menetapkan klasifikasi ‘kota’ dibandingkan dengan ‘desa/kelurahan’, yang memungkinkan transisi satu status ke yang lain. Klasifikasi ini didasarkan pada sistem penilaian yang ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk kepadatan populasi, jumlah rumah tangga yang terlibat dalam pertanian, penyediaan sekolah, fasilitas kesehatan, dan hotel dan fasilitas rekreasi seperti bioskop dan restoran.13

Borobudur adalah satu-satunya Kecamatan di Kab. Magelang yang tidak memiliki pemukiman yang diklasifikasikan sebagai perkotaan (Kec. Mungkid, misalnya - kecamatan lain di KTA Borobudur - memiliki 11 'desa' dan 5 'kota'). Perbedaan ini dikarenakan adanya aturan tentang WHS Borobudur untuk mempertahankan lanskap Borobudur dengan karakteristik pedesaan. Meskipun di lapangan peraturan ini sering diabaikan, tetapi sampai batas tertentu berhasil mengurangi jumlah konversi lahan dan pembangunan gedung baru.

Meskipun tingkat kemiskinan relatif tinggi untuk desa-desa di sekitar Borobudur, masyarakat setempat sebenarnya telah berpartisipasi dalam pariwisata selama bertahun-tahun, terutama dengan menjual cinderamata dan makanan kepada pengunjung sejak pertama kali dibuka untuk umum setelah restorasi pada 1980-an. Untuk melaksanakan Rencana JICA dan Undang-undang 1992, sekitar 45 hektar harus dibersihkan dari pemukiman penduduk, dengan menindahkan sekitar 273 rumah tangga (1.329 orang) dipindahkan ke lokasi lain. Tanah, masjid, toko, dan kuburan milik warga yang berada di bawah aturan wajib dibeli dan dibenrikan kompensasi atau ganti rugi, kompensasi tersebut dikritik karena dianggap tidak memadai.14 Tidak ada konsultasi dengan penduduk desa dan mereka dipindahkan secara paksa. Di bawah rezim Orde Baru pada saat itu ada sedikit ruang untuk perlawanan, tetapi kemudian penduduk desa diberi prioritas dalam mengakses peluang komersial di dalam lokasi, terutama di dalam Zona 2 dengan menjual cideramata, makanan dan minuman.

Kondisi Ekonomi Jumlah orang yang terlibat langsung dalam perdagangan di Borobudur telah tumbuh secara eksponensial dari sekitar 125 pada 1980-an menjadi lebih dari 4.500 pada 2018.15 Pertumbuhan dramatis (214%) dalam jumlah penjual suvenir di Borobudur terjadi dari 1996 hingga 1998, sebagian didorong oleh ekspansi cepat pariwisata ke Indonesia selama awal dan pertengahan 1990-an dan sebagian oleh krisis moneter menjelang akhir periode itu, ketika nilai rupiah anjlok dan banyak orang kehilangan pekerjaan mereka di sektor formal dan terpaksa beralih ke sektor informal.16 Dalam sepuluh tahun terakhir, diperkirakan oleh AHPB bahwa jumlah penjual meningkat dua kali lipat dari 2.000 menjadi lebih dari 4.500. Namun demikian, tidak jelas berapa banyak pemilik kios berasal dari desa-desa setempat dan berapa banyak yang telah ditarik ke daerah tersebut oleh peluang-peluang yang menghasilkan pendapatan (“efek magnet”).

Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) dibangun untuk penduduk setempat untuk menjual oleh- oleh atau makanan di kios-kios dan diperkirakan sekitar 3.000 orang melakukannya, dengan kompleks kios

13 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik no. 37/2010 tentang klasifikasi kota dan desa di Indonesia 14 Nagaoka, M. (2016) Cultural Landscape Management at Borobudur, Indonesia. Cham, Switzerland: Springer, pp.61-65 15 Association of Handicraft Producers, Borobudur (AHPB) 16 Hampton, M.P. (2005) Heritage, Local Communities and Economic Development, in Annals of Tourism Research 32(3), pp. 735-759

56 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur diakses ketika pengunjung meninggalkan candi. Banyak vendor lain (diperkirakan sekitar 1.500) masih lebih suka menjual barang-barang mereka dengan menjajakan, dengan kata lain melakukan pendekatan langsung kepada pengunjung. Kehadiran pedagang asongan telah diidentifikasi sebagai kelemahan17 karena gangguan yang mereka sebabkan dan berdampak pada kualitas pengalaman pengunjung18. PT TWC telah berusaha untuk mengendalikan pedagang asongan selama lebih dari satu dekade, tetapi memiliki kekuasaan yang terbatas pada polisi dan untuk mengatur mereka. 19

Pendapatan pariwisata di sektor informal di Borobudur dapat diperkirakan secara kasar dengan mengalikan jumlah pengunjung dengan rata-rata pengeluaran per pengunjung. Pada 2017, ada 3.795.300 pengunjung ke Borobudur (200.616 internasional dan 3.594.684 domestik). Survei Profil Wisatawan Domestik (2016) menunjukkan bahwa pengunjung domestik ke Jawa Tengah dan DI Yogyakarta menghabiskan lebih dari Rp. 100.000 untuk suvenir selama mereka menginap. Dengan asumsi bahwa pengunjung ke Borobudur menghabiskan setengah dari jumlah ini (karena mereka juga akan membeli suvenir di tempat lain), total pendapatan pariwisata yang dihasilkan oleh sektor informal di Borobudur mungkin sekitar Rp. 190.000 juta pada tahun 2017- kontribusi signifikan terhadap ekonomi lokal.

Upaya lain telah dilakukan di Borobudur untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pariwisata. Salah satu yang paling sukses adalah program pariwisata berbasis masyarakat yang dimulai di desa Candirejo pada tahun 1999. Butuh satu tahun kerja intensif oleh sebuah LSM dengan penduduk desa untuk membuat tawaran pariwisata, dan akhirnya sebuah koperasi (Koperasi Desa Wisata) diciptakan untuk mengelola bisnis pariwisata. Pengunjung datang pada perjalanan sehari untuk menjelajahi desa atau tinggal di homestay. Sejumlah desa lain di sekitar Borobudur juga menawarkan layanan homestay—diperkirakan ada sekitar 70 di antaranya, dan Survei Perdagangan Wisata yang dilakukan untuk BYP ITMP pada tahun 2018 menyoroti pariwisata desa/komunitas sebagai penawaran potensi pertumbuhan.

Masyarakat sekitar Borobudur memiliki kekayaan budaya yang besar, baik budaya yang bersifat ragawi (tangible) maupun non-ragawi (intangible). Potensi yang berupa ruang seperti galeri seni, tempat-tempat kerajinan, sumber air (tuk), rumah Jawa tradisional, bentangan pemandangan alam, makam keramat, dan kekayaan kesenian tradisi dapat menjadi wisata alternatif yang saling melengkapi dan memperluas waktu kunjungan wisata ke Candi Borobudur. Sementara kekayaan non-ragawi seperti makanan (kuliner) dan kerajinan, dengan asistensi dan fasilitasi dalam bidang pengemasan, pengolahan, promosi, pendistribusian, dan pemasaran, dapat memberdayakan dan menguatkan ekonomi masyarakat jika dikembangkan sebagai ekonomi kreatif.

Di dua kawasan utama, Desa Borobudur dan Kelurahan Mendut, berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur terjadi penurunan orang yang bekerja di bidang pertanian dan terjadi peningkatan orang yang bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Sementara desa-desa lain di sekitarnya, pertanian memang masih cukup dominan. Kendati demikian, ada kecenderungan juga sektor ini mulai ditinggalkan secara perlahan. Hal ini terutama terkait dengan kecenderungan perubahan di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur sendiri dan juga perkembangan di tingkat nasional. Dalam sebuah Focus Groups Discussion (FGD) dengan kalangan anak muda, terungkap bahwa banyak anak-anak muda yang sudah tidak mau lagi menjadi petani dengan berbagai sebab, di antaranya karena tidak memperoleh hasil yang memadai apalagi jika sebagai buruh tani dan lebih memilih pergi ke kota. Selain itu, pertanian menjadi sektor yang terus terpuruk karena kebijakan pemerintah yang tidak pro-petani. Bagian penting dari kecenderungan ini, yakni menurunnya juga para petani pemilik, menunjukkan masifnya alih-

17 Horwath HTL (2017) Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Baseline Supply and Demand, Market Demand Forecast, and Investment Needs, p.77 18 Also confirmed by the Visitor Behaviour Survey carried out for the ITMP BYP Baseline Analysis, 2018 (see Appendix K). 19 MPWH/RIDA Indonesia Tourism Development Program. Environmental and Social Management Framework. 2018:p182.

57 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur ubah fungsi lahan tani dan juga fenomena penjualan tanah. Informasi dari banyak responden terungkap bahwa sekarang berkembang profesi baru di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur yakni sebagai ‘makelar tanah’ yang berkeliaran dan membujuk warga untuk menjual tanah dan menawarkannya kepada investor.

Pada kenyataannya, lahan di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur memang menjadi incaran banyak investor untuk pengembangan bisnis yang berkaitan dengan wisata. Tentu sangat mengkhawatirkan jika lahan-lahan yang dijual itu adalah lahan pertanian hijau, lereng pegunungan, atau bantaran sungai yang sebenarnya terlarang untuk pendirian bangunan fisik.

Sudah barang tentu ditinggalkannya sektor persawahan ini diganti dengan profesi perdagangan maupun jasa, baik sebagai pekerjaan pokok maupun sebagai pekerjaan sambilan. Perubahan orientasi ekonomi ini lambat atau cepat juga akan mengubah pola kebudayaan masyarakat: dari agraris menurut Kajian Sosial budaya Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur menjadi urban. Fenomenanya sekarang adalah campuran dan tarik-ulur dari dua orientasi kebudayaan tersebut.

Dalam hal inilah bisa dilihat fenomena persaingan dan konflik yang diakibatkan besarnya masyarakat yang mencari penghidupan di sekitar Candi Borobudur, mulai sebagai pedagang kios, fotografer, jasa payung, pemandu wisata, tukang parkir, dan para pedagang asongan. Ini memang konsekuensi logis dari desain yang memang menempatkan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata dan memang dikelola pemanfaatannya secara profesional untuk wisata oleh sebuah perseroan. Candi Borobudur menjadi pusat perebutan berbagai kepentingan, terutama dalam hal ini yang bersifat ekonomis. Tendensi ini bertemu dengan persepsi masyarakat sendiri yang memandang Borobudur terutama sebagai tempat mencari uang. Yang paling fenomenal adalah para pedagang asongan yang diperkirakan jumlahnya mencapai 3.000-an orang, terutama pada hari puncak liburan akan meningkat menjadi dua kali lipat dari kondisi sehari-hari. Desa Borobudur menjadi penyumbang utama para pedagang asongan ini, disusul desa-desa lainnya di Kecamatan Borobudur. Selain dari masyarakat sekitar Borobudur, mereka yang mengambil kesempatan untuk mencari uang di sekitar Borobudur datang juga dari luar daerah. desa sekitar seperti Candirejo, Tuksongo, Wanurejo, dan lain-lainnya.

Sebagai ruang perebutan ekonomi, maka terjadi banyak persaingan yang kadang kadang berubah menjadi konflik, misal antara pihak pengelola dan masyarakat, antara pengelola dan pemerintah, atau antara masyarakat sendiri yang terlibat dalam persaingan bisnis. Di kalangan masyarakat ini Kajian Sosial budaya Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur telah berdiri bermacam asosiasi seperti di kalangan jasa payung, pemandu wisata, maupun pengasong. Sedikit banyak asosiasi-asosiasi ini bisa menekan persaingan dan konflik serta membantu anggotanya, tetapi dalam banyak hal desain yang menempatkan Borobudur sebagai semata-mata pusat ekonomi ini akan terus menjadi situs yang panas, yang terus menyimpan hawa konflik. Barangkali disinilah pentingnya pengelolaan Borobudur sebagai suatu kawasan, bukan semata-mata situs candinya saja. Upaya mengembangkan Borobudur sebagai suatu kawasan, di mana orang tidak semata mata ke Candi Borobudur saja tapi juga ke tempat-tempat wisata alternatif lainnya secara tidak langsung akan meningkatkan ekonomi masyarakat di satu pihak dan mendukung kelestarian Candi Borobudur di pihak lain. Sehingga Candi Borobudur terbebani dengan besarnya jumlah pengunjung pada saat yang bersamaan.

Perekonomian masyarakat di kawasan Borobudur juga bisa diketahui dari mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian pokok penduduk Desa Borobudur meliputi sektor pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Yang terbesar adalah mereka yang bekerja di sektor swasta/buruh dan pedagang Aspek sosial budaya di sekitar Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur cukup kaya dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekonomi kreatif, terutama dalam bidang kesenian visual maupun seni pertunjukan, kerajinan, dan kuliner. Potensi ini telah menyerap atau lebih tepat, melibatkan banyak pekerja. Tetapi tidak mudah untuk menghitung secara kuantitatif tenaga kerja yang terserap dikarenakan kebanyakan potensi ini digarap berbasis ‘industri rumahan’ yang tidak memperhitungkan jumlah mereka yang terlibat dalam pekerjaan

58 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur seperti anggota keluarga suami/istri, anak, ayah-ibu, saudara, tetangga, dll. Tetapi dapat dikatakan bahwa sebagian besar potensi ini dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan atau tambahan, belum bisa menjadi pokok usaha. Kesulitan potensi ini berkembang menjadi ‘usaha utama’ atau “ekonomi kreatif’ dikarenakan hal-hal yang bersifat internal maupun eksternal.

Faktor-faktor internal yang menjadi penghambat sulitnya ekonomi kreatif berkembang di kawasan ini tampak sangat besar sekali, tetapi hal ini tidak semata mata bersifat kultural dan berkait dengan mentalitas. Masyarakat tampak berjalan sendiri dan kurang mendapat dukungan yang kuat dan kontinyu dari pemerintah.

Sebenarnya, telah cukup banyak kerjasama seperti pelatihan dan penyertaan dalam pameran atau pentas, baik dari pemerintah maupun swasta, tetapi kerjasama ini kebanyakan bersifat insidental, tidak berjangka panjang, dan tidak ada tindak lanjutnya. Akibatnya kerjasama ini tidak memberikan hasil yang besar dan menguap begitu saja.

Tabel 8: Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Permasalahan Ekonomi

Faktor Internal Faktor Eksternal

Desain produk masih tidak mengikuti Kurang pembinaan dan perhatian dari perkembangan pasar. instansi pemerintah maupun swasta. Kekurangan modal kerja dan modal Tidak ada atau kurang kerjasama dengan lembaga- usaha lembaga terkait seperti pengelola Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, pengusaha hotel, ataupun biro dan pemandu wisata. Sebagian harga bahan baku mahal, tidak stabil, dan langka Kurangnya sarana eksibisi, seperti panggung pertunjukan atau galeri Tidak ada organisasi para pengrajin dan Orientasi dan pemikiran pengelolaan wisata yang hanya berada dalam persaingan internal yang tertuju pada Candi Borobudur saja, akibatnya pemasaran tidak sehat wisatapun hanya bertumpu pada Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur, tidak pernah menyentuh daerah dan masyarakat di sekelilingnya. Kesulitan pemasaran, khususnya dalam hal promosi produk Keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) yang dapat mengakses teknologi dan informasi Belum dikelola secara professional, sehingga produk yang dihasilkannya tidak efisien Kalah bersaing dengan buatan pabrik yang bersifat massal dan instan. Sumber : Balai Konservasi Borobudur (2010)

Kesulitan potensi sosial budaya masyarakat Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur ini berkembang menjadi ‘ekonomi kreatif’ menunjukkan bukti adanya kesenjangan antara besarnya kunjungan wisatawan dan dampak ekonomi yang diterima masyarakat. Padahal, jika dirancang lebih sistematis dan terpadu, bukan mustahil potensi sosial budaya ini bisa digerakkan lebih baik dan maju lagi menjadi ekonomi kreatif. Contoh yang sering disebut adalah rancangan kunjungan wisata yang tidak semata ke Candi Borobudur saja atau kerjasama penjualan tiket yang disertai paket cindera mata (souvenir) produksi masyarakat sekitar.

59 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Kondisi Sosial Budaya Minat masyarakat untuk mengembangkan potensi seni budaya sangatlah tinggi. Ini tercermin dari cukup banyaknya inisiatif, baik secara individual maupun kolektif untuk mengembangkan seni-budaya tersebut. Hanya saja karena faktor-faktor yang bersifat internal maupun eksternal, potensi ini tidak berkembang secara maksimal.

Secara umum, masyarakat Borobudur memeluk agama Islam yang berorientasi ‘Islam-Jawa’. Orientasi ini membuat sikap keagamaan mereka sangat terbuka dan toleran terhadap kehadiran agama lain maupun praktik-praktik seni-budaya lokal. Terdapat tanda-tanda masuknya gaya keislaman yang berorientasi ‘politik’ dan masalah hubungan antar agama karena adanya gejala pembelian tanah dan pendirian rumah ibadah agama Budha yang masif. Perkembangan baru ini bukan tidak mungkin akan mengubah keseimbangan dan konstelasi Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur di kemudian hari.

Kajian sosial budaya di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur cukup banyak dilakukan, tetapi skalanya masih terbatas dan sifatnya masih parsial. Di antara sedikit kajian tersebut perlu menjadi catatan. Studi Ahimsa (2002) yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif memeriksa dampak-dampak sosial ekonomi setelah 20 tahun restorasi Candi Borobudur. Restorasi tersebut ternyata membawa perubahan luar biasa di mana terjadi perubahan profesi penduduk Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur dari yang semula menjadi petani kini menjadi pedagang asongan, fotografer, pemandu wisata, pengelola jasa penginapan, transportasi dan atau menjadi staf-staf karyawan perusahaan yang mengelola Borobudur. Perhatian studi ini terbatas pada dampak ekonomi yang menurut penilaian mereka sangat positif terutama bagi penduduk Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur, tetapi kurang memberikan perhatian pada dampak sosial budayanya.

Kajian sosiologis Dalimunthe (2002) mengenai konflik antara pedagang asongan, perusahaan pengelola Borobudur dan pemerintah, memberikan wawasan yang menarik bahwa Borobudur adalah kawasan yang masyarakatnya tidak tunggal, terfragmentasi, dan memiliki banyak kepentingan, karena itu sangat rentan konflik dan perpecahan, baik bersifat vertikal maupun horizontal. Tetapi kajian ini juga menunjukkan hal yang menarik bahwa konflik itu bisa diselesaikan secara kultural dengan cara mediasi dan rekonsiliasi yang berbasis pada kekayaan budaya setempat.

Sementara itu, gagasan untuk menghidupkan pariwisata berbasis komunitas, termasuk di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur, juga telah melatari sejumlah kajian seperti yang dilakukan oleh JICA bekerjasama dengan Yayasan Patrapala (2003) dan Kementerian Budaya dan Pariwisata (2003) yang didukung oleh UNDP dan WTO. Dua kajian ini menarik, tetapi sangat terbatas yaitu hanya merujuk pada Desa Candirejo, salah satu desa di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur.

Di luar itu, telah luas gagasan agar Borobudur dikelola secara terpadu, menyeimbangkan antara pelestarian warisan, pengembangan wisata, dan pelibatan partisipasi masyarakat. Tanudirjo (2008), di antaranya, mengusulkan perlunya revitalisasi konsep mandala dan Borobudur dikembangkan sebagai mandala dengan konsep baru tersebut, yakni meletakkan Borobudur dalam ruang dan lingkungan yang lebih luas, baik pada “lingkar dalam” maupun “lingkar luarnya”. Kekuatan Borobudur tidak semata terletak pada pusat mandalanya, tapi memendar ke lingkaran dan lingkungan di sekelilingnya.

60 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Selain itu, Tanudirjo (2008) juga menyarankan pentingnya Borobudur dikembangkan sebagai media pembelajaran. Sebagai situs yang menyimpan ajaran etika yang kaya, Borobudur menurutnya, layak menjadi media pembelajaran sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dua saran ini, mau tidak mau, mengharuskan adanya pengembangan yang terencana dan Kajian Sosial budaya Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur secara sistematis terhadap desa-desa sekitar Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur. Sebelumnya, Adishakti (1999) telah mengajukan usulan pengelolaan Borobudur yang menyeluruh, terintegrasi, yang di antaranya penting menyertakan dan memperhatikan kekayaan warisan sosial budaya kawasan sekitar Borobudur.

Penting diperhatikan juga adalah serangkaian kajian Amiluhur Soeroso (2007; 2009; 2010), yang menunjukkan persepsi terhadap Borobudur sebagai warisan dunia dan kemudian perlakuan terhadap Borobudur sebagai konsekuensi logis dari persepsi tersebut yang sejauh ini masih bersifat konservatif, banyak mengabaikan asas-asas pelestarian, meminggirkan masyarakat lokal, dan mengasingkan Borobudur dari kesatuan sosial budaya masyarakat serta alamnya yang lebih luas. Hal yang menarik dari kajian Soeroso adalah kritik-kritiknya seperti terhadap sistem zonasi, yang menurutnya, sudah tidak relevan lagi, dan rekomendasi-rekomendasinya akan penerapan KSN (Kawasan Strategis Nasional) dan sistem pengelolaannya yang terpadu.

2.12 Ekosistem

Pada masa lalu di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur diduga terdapat danau. Hipotesa ini diusulkan oleh seorang seniman dan arsitek dari Belanda W.O.J.Mienwenkamp pada tahun 1933. Menurutnya Candi Borobudur merupakan perwujudan sebuah Ceplok Bunga Teratai yang mengapung di tengah-tengah telaga. Perwujudan Bunga Teratai untuk menghormati Sang Budha yang melambangkan kesucian dalam Agama Budha. Hipotesis ini mendapat banyak tentangan, diantaranya oleh Van Erp yang memimpin pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1907-1911. Menurutnya hipotesa tidak didukung bukti yang kuat, misalkan tidak adanya prasasti yang menyebutkan adanya lingkungan danau di sekitar Candi Borobudur (Soekmono, 1976). Tetapi ahli geologi dan geomorfologi mendukung hipotesis Nienwenkamp. Van Bemmelen (1952) menyebutkan bahwa daerah Magelang bagian Selatan dahulu pernah terbentuk danau yang luas, terbentuknya danau disebabkan oleh terjadinya letusan yang kuat dari gunungapi Merapi tahun 1006 Masehi. Besarnya letusan mengakibatkan sebagian puncaknya mengalami pelongsoran ke arah Barat Daya, kemudian tertahan oleh Pegunungan Menoreh bagian Timur, akibatnya material longsoran tersebut membendung aliran sungai Progo, maka terbentuklah genangan yang luas di dataran Magelang bagian Selatan. Setelah berabad-abad sumbatan yang membendung sungai Progo hilang oleh proses erosi, akhirnya danau menjadi kering. Penelitian geologi yang dilakukan oleh Murwanto dkk. (2004) juga mendukung hipotesis ini. Penelitian ini menemukan serbuk sari dari tanaman komunitas rawa antara lain: Nymphaea stellate Cyperaceae, Eleocharis, Commelina, Hydrocharis dan sebagainya pada endapan danau, batu lempung pasiran berwarna coklat kehitaman. Sedimen danau tersebut ditemukan pada lembah Sungai Elo, Sungai Sileng, Sungai Progo pada kedalaman lebih dari 10 meter tertutup oleh endapan vulkanik Kuarter yang sangat tebal.

Berdasarkan penanggalan radio karbon C14, Murwanto, dkk. (2001), menentukan umur endapan danau yang sampelnya diambil dari batu lempung hitam dan fosil kayu. Hasilnya yang tertua menunjukkan umur 22130±400 BP dan yang termuda 660±100 BP. Berdasarkan analisis ini proses terbentuknya lingkungan danau diperkirakan sudah terjadi mulai kala Pleistosen Atas dan berakhir jauh setelah Candi Borobudur

61 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur selesai dibangun. Kajian geomorfologi berdasarkan interpretasi foto udara (Nossin dan Voute, 1986) menyimpulkan bahwa dataran Borobudur dahulu pernah merupakan lingkungan danau pada paruh kedua zaman Kuarter.

Pembentukan danau akibat pengaruh Gunungapi Merapi dan proses tektonik,terbendungnya Sungai Progo oleh endapan fluvio vulkanik Gunungapi Merapi, setelah terjadinya pensesaran dari perbukitan Menoreh. Pengangkatan dari blok sebelah Tenggara Pegunungan Menoreh, merupakan proses awal mengeringnya Danau Borobudur, Hal ini ditunjukkan dengan kedalaman lembah hasil pengikisan Sungai Progo dan Sungai Sileng, disamping itu juga ditunjukkan dengan terbentuknya dua sampai tiga fase teras. Pengeringan danau sudah terjadi jauh sebelum Candi Borobudur dibangun.

Pada saat ini ekosistem alami yang bisa ditemukan di Kawasan Warisan Budaya Dunia Borobudur sudah banyak yang berubah menjadi ekosistem binaan/buatan. Pada awal pembangunan Borobudur, di sekitarnya banyak ditemukan ekosistem sawah. Namun pada saat ini banyak persawahan yang telah dikonversi menjadi perumahan dan fasilitas pendukung rekreasi sejalan dengan mulai ramainya Borobudur menjadi daerah tujuan wisata. Ekosistem alamiah masih tersisa di bantaran sungai dan hutan di Pegunungan Menoreh.

2.13 Konektivitas dan Aksesibilitas

Jaringan Jalan Transportasi jalan raya menuju Borobudur melalui jalan arteri primer yang menghubungkan Semarang dan Yogyakarta. Jalan arteri primer meliputi rute : Semarang-Ungaran-Bawen-Magelang, Yogyakarta- Magelang, Purworejo – Magelang, dan Kulon Progo-Magelang. Selain jalan arteri primer dengan status jalan nasional, terdapat juga jalur bebas hambatan. Saat ini ruas bebas hambatan yang sudah beoperasi adalah Ruas Semarang-Bawen. Sedangkan ruas jalur bebas hambatan yang lain masih dalam tahap konstruksi dan pembebasan lahan. Wisatawan yang berkunjung ke Borobudur, paling banyak lewat Yogyakarta dengan menggunakan jalur jalan dari Keprekan. Panjang jalan Keprekan adalah 9,89 km dan lebarnya sekitar 7,25m dengan permukaan jalan aspal. Sekitar 2m disediakan untuk bahu jalan dan drainase. Area yang berbatasan dengan jalan ditandai dengan area komersial termasuk hotel, restoran dan pengembangan perumahan. Peningkatan volume lalu lintas di Keprekan (batas Kota Muntilan dan Muntilan-Salam ) terlihat jelas selama musim liburan, seperti lebaran dan tahun. Situasi ini mengakibatkan kemacetan di koridor-koridor yang memasuki Yogyakarta dari wilayah Borobudur, sebuah situasi yang berdampak negatif pada kenyamanan dan waktu perjalanan pengguna jalan yang bepergian ke lokasi wisata di TDA Yogyakarta dan Borobudur.

Gambar 23 : Jalan Kolektor Primer, Koridor Keprekan - Borobudur

Sumber : Konsultan ITNMP BYP

62 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 24 : Akses Eksternal Ke Borobudur

Sumber:WPS 10, BPIW, MPWH

Sebagai daya tarik andalan di daerah ini, Candi Borobudur dapat daikses melalui koridor Jalan Nasional serta dari Purworejo dan Magelang melalui Jalan Provinsi.

Tabel 9: Jaringan Jalan Provinsi Sebagai Konektivitas Utama Menuju Candi Borobudur

No. Nama Koridor Panjang (m) Provinsi Dari Purworejo ke Candi Borobudur Maron- Purworejo 2,94 Jawa Tengah Batas Kab Magelang/Bener-Maron 12,1 Jawa Tengah Salaman – bener/Batas Kab Purworejo 8,25 Jawa Tengah Salaman - Borobudur 8,07 Jawa Tengah Dari Magelang ke Candi Borobudur Magelang – Salaman 13,75 Jawa Tengah Blondo – Mendut 7,53 Jawa Tengah Dari Kab. Kulon Progo, DI Yogyakarta ke Candi Borobudur Sentolo – Nanggulan 9,75 DI Yogyakarta Nanggulan – Dekso 5,37 DI Yogyakarta Dekso - Klangon 11,37 DI Yogyakarta Sumber : Keputusan Gubernur D.I.Y No:118/KEP/2016 dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No:620/2/Tahun 2016

63 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Berkaitan dengan jaringan jalan, ada beberapa proposal yang diusulkan ITMP BYP untuk meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas WHS Borobudur, antara lain : • Percepatan pembangunan jalan toll Bawen – Yogyakarta • Pengembangan jalur alternative Bandara YIA – Borobudur melalui jalur bandara YIA – Plono – Mendut – Borobudur; Jalur bandara YIA – Plano- Maron- Salaman-Borobudur; Jalur bandara YIA – Kota Purworejo- Maron- Salaman – Borobudur • Pengembangan gerbang dan koridor : Palbapang – Borobudur ( dari arah Yogyakarta); Blondo – Borobudur (dari arah Semarang); Kembanglimus-Borobudur (dari arah Purworejo); Klangon – Borobudur (dari arah Kulon Progo Gambar 25 : Akses Eksternal Yang Ada dan Rencana Pengembangan Akses Eksternal

Sumber: ITMP BYP Team

64 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Transportasi Umum

Dalam hal transportasi umum, Borobudur berfungsi sebagai bagian dari jaringan bus umum di seluruh wilayah.

Gambar 26: Rute Bus Menghubungkan Borobudur dengan Joglosemar

Sources:http://sigpjj.binamarga.pu.go.id; http://gis.perhubungan.jatengprov.go.id/terminal; http://gis.jogjaprov.go.id/

65 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

WHS dan desa terdekat Borobudur dilayani oleh terminal bus Tipe C (Tabel 7 - lokasi terminal terkait dengan angka yang digunakan pada gambar di atas):

Tabel 10: Terminal Bus di Joglosemar

No Nama Terminal Tipe Lokasi Kecamatan Kota/Kabupaten Provinsi 1 Giwangan A Giwangan Kota Yogyakarta DI Yogyakarta 2 Mangkang A Tugu Kota Semarang Jawa Tengah 3 Tirtonadi A Banjarsari Kota Surakarta Jawa Tengah 4 Jombor B Mlati Kab. Sleman DI Yogyakarta 5 Muntilan B Muntilan Kab. Magelang Jawa Tengah 6 Wates B Wates Kab. Kulon Progo DI Yogyakarta 7 Dhaksinarga B Wonosari Kab. Gunung Kidul DI Yogyakarta 8 Bantul B Imogiri Kab. Bantul DI Yogyakarta 9 Prambanan C Prambanan Kab. Sleman DI Yogyakarta 10 Condongcatur C Depok Kab. Sleman DI Yogyakarta 11 Borobudur C Borobudur Kab. Magelang Jawa Tengah Sumber: Berbagai Rencana Tata Ruang Wilayah dan Dinas Perhubungan

• Terminal Tipe A melayani angkutan umum antar kota antar provinsi (Angkutan Kota Antar Provinsi, AKAP), angkutan antar kota dalam provinsi (Angkutan Kota Dalam Provinsi, AKDP) dan transportasi lokal. • Terminal Tipe B melayani angkutan umum antar kota dalam provinsi (Angkutan Kota Dalam Provinsi, AKDP) dan transportasi lokal. • Terminal Tipe C melayani transportasi lokal.

Fasilitas Terminal Borobudur ditunjukkan pada Tabel 8 di bawah ini. Dapat dilihat bahwa ada sejumlah kekurangan. Tabel 11: Profil Terminal Borobudur

Komponen Value Notes Area 8,580 m2 - Tipe C - Lokasi Desa Borobudur, Kec. Borobudur, Kab. Magelang - Dikelola oleh Dinas Perhubungan Kab. Magelang - Fasilitas 1. Platform kedatangan dan keberangkatan - 2. Area tunggu Kesenjangan pada 1. Tidak ada lintasan pejalan kaki atau pejalan kaki di area PM 40/2015 kinerja angkutan kedatangan/keberangkatan tentang Standar umum bus 2. Tidak ada rute evakuasi dan titik pengumpulan yang jelas Minimal Terminal (berdasarkan 3. Tidak ada pemadam api Penumpang survei lokasi) 4. Tidak ada fasilitas kesehatan (keselamatan, 5. Tidak ada informasi media untuk keluhan tentang masalah keamanan, andal, keamanan kenyamanan, 6. Tidak ada informasi layanan dalam bentuk audio atau terjangkau, dan visual seperti peta jaringan, peta wisata dan tarif. aksesibilitas) 7. Tidak ada fasilitas untuk orang cacat seperti: toilet, taktil dan ramp di ruang tunggu dan area

66 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

kedatangan/keberangkatan 8. Tidak ada jaringan internet/hot spot di ruang tunggu penumpang 9. Perlu meningkatkan dan memperbaiki pencahayaan di area kedatangan/keberangkatan 10. Tidak ada fasilitas ruang ibadah Sorotan masalah 1. Fasilitas dan informasi untuk penumpang perlu - utama ditingkatkan, terutama untuk wisatawan. 2. Fasilitas perlu dimodernisasi untuk memberikan pelayanan yang baik bagi wisatawan. Sumber: Survei Lapangan Konsultan ITMP BYP 2018

Untuk mendukung transportasi KSPN Borobudur akan dikembangkan : (1). Pengembangan BRT Purworejo – Borobudur; (2). Pengembangan BRT Borobudur – Purworejo- Bandara YIA; (3). Pengembangan BRT Solo- Sraegen- .

Kereta Api

Stasiun kereta api terdekat dengan Borobudur adalah di Yogyakarta, tetapi ada jalur kereta api tidak aktif yang lebih dekat ke lokasi. Jalur single-track ini dibangun pada tahun 1898 dan menghubungkan Yogyakarta dan Semarang melalui Magelang, berjalan paralel dengan jalan Nasional. Kondisi penyelarasan jalur yang ada saat ini buruk karena banyak konstruksi telah terjadi di tanah, termasuk perumahan, jalan dan bangunan komersial. Ini merupakan kendala utama untuk mengembalikan jalur. Ada stasiun di Blabak, sekitar 33,5 km utara Yogyakarta, tapi tidak ada garis antara Blabak dan Borobudur, jaraknya sekitar 15 km.

Gambar 27: Jalur Kereta Api Tidak Aktif Antara Yogyakarta dan Blabak

Sumber: ITMP BYP Team

67 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 28: Garis Indikatif Jalur Rel Baru Antara Blabak dan Candi Borobudur WHS

Sumber: Tim ITMP BYP

Rencana reaktivitasi jalur KA lintas Semarang-Ambarawa-Secang- Magelang- Yogyakarta mempunyai nilai strategi : (1). Mendukung aksesibilitas KSPN Borobudur; (2). Mengurangi kepadatan lalu-lintas Semarang – Yogyakarta; (3). Potensi sebagai angkutan barang (pasir, kayu, hasil pertanian). Total panjang rel : 121,156 km (eksisting 42,30 km dan baru 78,856 km).

2.14 Pariwisata Borobudur

Dalam perspektif pariwisata, Candi Borobudur dijadikan sebagai destinasi pariwisata nasional yang diharapkan dapat mendatangkan wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara. Namun pada sisi lain, Candi Borobudur adalah sebuah Warisan Dunia yang patut untuk dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijak oleh setiap generasi.

Bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Magelang, keberadaan objek wisata budaya dunia ini mendorong pula pada kontribusi pada pendapatan asli daerah. Popularitas Candi Borobudur mendorong tingginya angka kunjungan wisatawan ke objek ini sehingga dapat dikatakan bila Candi Borobudur termasuk objek wisata massal yang menjadi harapan masyarakat untuk dapat memberikan manfaat yang optimal. Namun wisatawan yang berkunjung ke kawasan Borobudur hanya terkonsentrasi di Bangunan Candi, Zona 1 halaman candi, dan Zona 2 Taman Wisata. Belum banyak wisatawan yang berkunjung ke desa-desa sekitar Candi Borobudur. Padahal desa-desa di sekitar Candi

68 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Borobudur memiliki obyek dan daya tarik wisata yang juga potensial untuk dikunjungi dan dinikmati. Kondisi demikian mengakibatkan masyarakat di sekitar Candi Borobudur belum memperoleh manfaat yang optimal dari keberadaan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata nasional dan internasional.

Area Wisata Candi Borobudur (Zona 1)

Wilayah Zona 1 merupakan zona inti yaitu Candi Borobudur. Candi Borobudur dibangun dengan gaya Mandala yang mencerminkan alam semesta dalam kepercayaan Buddha. Struktur bangunan ini berbentuk kotak dengan empat pintu masuk dan titik pusat berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke dalam terbagi menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga bagian di bagian luar, dan alam Nirwana di bagian pusat.

Gambar 29: Zona 1 Candi Borobudur

Sumber : PT TWC Borobudur-Prambanan- Ratu Boko

Area Wisata Candi Borobudur (Zona 2)

Candi Borobudur adalah mahakarya arsitektur yang dibangun oleh Dinasti Syailendra di atas bukit. Fitur utama situs, selain Candi adalah sebagai berikut: 1. Kedatangan pengunjung dan area parkir 2. Drop Off Shuttle/Tram kolam penyambutan 3. Plaza penerima terdapat kolam lotus untuk melihat Borobudur dari kejauhan 4. Hutan kota khas Borobudur untuk etalase dari jalan umum maupun untuk dilihat dari plaza 5. Cluster culture Arcade Center 6. Cluster Museum Karmawibangga 7. Cluster Museum Samuderaksa 8. Cluster Manohara-Borobudur Study Center 9. Concourse 10. Taman Budhha (hutan pohon Bodhi) 11. Taman Lumbini Borobudur Theatre 12. Pick Up Tram 13. Bukit Dagi 14. Cluster Wellness 15. Hutan Konservasi Borobudur 16. Balai Konservasi Borobudur

69 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 30: Area Wisata Candi Borobudur

Sumber: PT.TWC Borobudur- Prambanan – Ratu Boko

Ada penggunaan signifikan yang tidak terkait dengan karakteristik situs bersejarah dan sakral yang mengisi situs dan area parkir termasuk sejumlah besar pedagang asongan, menunggang gajah dan beberapa burung untuk property selfi, SPA dengan menggunakan ikan (ikan menggigit kulit mati dari kaki manusia) di luar Museum Arkeologi. Dalam beberapa tahun terakhir, acara telah dipentaskan di Borobudur seperti konser oleh penyanyi pop Mariah Carey (Agustus 2018) dan band Westlife (Agustus 2019). Peristiwa populer ini tidak ada hubungannya dengan OUV dari situs suci dan bersejarah ini.

Gambar 31: Aktivitas Wisata di Zona 2 Candi Borobudur

Naik Gadjah Kunjungan ke Museum

Berdasarkan data BKB, tingkat kunjungan ke museum antara 0,2-4% dari total pengunjung candi.

70 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 12: Tingkat Kunjungan Ke Museum Tahun 2017-2019

Sumber : BKB

Wisatawan Candi Borobudur

Dari sebuah riset yang telah dilakukan Balai Konservasi Borobudur terkait aktivtas pengunjung Candi Borobudur menarik untuk disimak beberapa temuan penting sebagai bahan refleksi ke depan dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata budaya berkelanjutan di kawasan Borobudur.

Berdasarkan pengamatan dari jumlah pengunjung, wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel tampak bahwa dari tahun ke tahun jumlah wisatawan yang berkunjung ke Borobudur mengalami kenaikan. Mulai tahun 2012 wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur mulai di atas tiga juta. Bahkan pada akhir tahun 2017 sudah tercatat lebih dari 3,7 juta wisatawan. Namun jika dicermati lebih lanjut, wisatawan manca negara hanya sekitar 10% dari total wisatawan. Mulai tahun 2012 wisatawan mancanegara baru mencapai tiga ratusan ribu orang. Namun jika dilihat lebih lanjut juga mengalami kecenderungan naik, meskipun sangat lambat. Pada akhir tahun 2017 wisatawan manca negara yang berkunjung ke candi Borobudur baru mencapai 320.927 wisman atau 8,23% dari total wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur. Hal ini tentunya menjadi tantangan ke depan, untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan manca Negara ke kawasan Candi Borobudur.

Namun pada sisi lain, Candi Borobudur juga memiliki Carrying Capasity (daya dukung). Hal ini karena Candi Borobudur memiliki ruang (space) yang terbatas yang dapat dikunjungi wisatawan, baik yang ruang yang berada di bangunan Candi Borobudur dan halaman candi sebagai Zona 1, maupun Taman sebagai Zona 2. Ruang Candi Borobudur yang dapat dikunjungi yang berupa lorong-lorong lantai hanya seluas 8.725,50 m2. Sementara itu halaman candi ruang yang dapat dikunjungi seluas 17.012 m2. Sedangkan Taman memiliki ruang seluas 670.000 m2 yang dapat dikunjungi.

71 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 13: Pengunjung ke Candi Borobudur 2004 -2018

Sumber: Laporan tahunan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC), BKB

Dilihat dari pola kunjungan wisatawan, untuk Wisnus fluktuasi kunjungan tertinggi pada bulan Mei-Juni dan Desember. Sedangkan untuk wisman fluktuasi kunjungan tertinggi pada bulan Juli – Agustus- September.

Gambar 32: Fluktuasi Kunjungan Wisnus dan Wisman di Borobudur

Sumber : BKB

Berdasarkan bentuk kunjungan, 49% yang berkunjung di Borobudur adalah rombongan, keluarga 32% dan individu 19%. Sedangkan motivasi kunjungan antara lain 71% untuk berekreasi, 21% keluarga, dan 3 % untuk kepentingan keluarga.

Alur Kunjungan Wisatawan Candi Borobudur

Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur pada 2010, diperoleh data yang berkaitan dengan motivasi kunjungan dan alur kunjungan. Sebagian besar kunjungan ke Candi Borobudur dilakukan secara rombongan (46%), baik dalam bentuk studi tour, liburan karyawan suatu perusahaan

72 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur ataupun rombongan dari wilayah tertentu. Kemudian disusul dengan berkunjung bersama keluarga (28,25%) dan bersama teman atau sendiri (25,75%).

Terkait dengan motivasi pengunjung, banyak pengunjung ke Candi Borobudur untuk rekreasi (50,75%), belajar/pendidikan (26,25%), menyenangkan keluarga/anak-anak (21,5%), dan lainnya untuk alasan ketiga- tiganya (1,5%). Selanjutnya dari hasil survey dijumpai rata-rata pengunjung naik ke candi selama 1 jam, menikmati halaman 0,5 jam dan di area Taman (Zona 2) selama 1 jam. Sebagian besar responden berada di lokasi objek wisata Candi Borobudur rata-rata selama 1-2 jam (10%), 2-3 jam (68%), dan lebih dari 3 jam (22%).

Motivasi dan lamanya kunjungan ke Borobudur akhirnya mengakibatkan terjadinya pilihan-pilihan yang perlu dikunjungi dan dilewati. Hal ini akhirnya secara tidak langsung memunculkan setidak-tidaknya 16 alur (route) kunjungan. Dari hasil survey sebagian besar pengunjung (98%) setelah masuk melalui pintu ticketing, langsung menuju objek utama yaitu Candi Borobudur. Tampak dari pola atau alur pergerakan pengunjung terlihat pengunjung kurang memaksimalkan kunjungan ke keseluruhan lokasi taman/objek pendukung wisata yang lain.

Selanjutnya alur kunjungan terlihat sebagai berikut: 1. Masuk pintu tiket – Candi – Museum Kapal – keluar 2. Masuk pintu tiket – Candi – MeseumKarmawibhangga – keluar 3. Masuk pintu tiket – Candi – Museum Kapal -Meseum Karmawibhangga – keluar 4. Masuk pintu tiket – Candi – keluar 5. Masuk pintu tiket – Candi – Gusbi/Muri - Museum Kapal – Meseum Karmawibhangga – keluar 6. Masuk pintu tiket – Audio visual - Candi – Museum Kapal – Meseum Karmawibhangga – keluar 7. Masuk pintu tiket – Candi – Gajah - Gusbi/Muri –keluar 8. Masuk pintu tiket – Candi – Gusbi/Muri - keluar 9. Masuk pintu tiket – Audio visual - Candi – Gusbi/Muri - Museum Kapal – Museum Karmawibhangga – keluar 10. Masuk pintu tiket – Audio visual - Candi – Gusbi/Muri - Museum Kapal – Museum Karmawibhangga – keluar 11. Masuk pintu tiket – Audio visual - Candi – Gajah - Gusbi/Muri - Museum Kapal Museum Karmawibhangga – keluar 12. Masuk pintu tiket – Candi – Museum Gusbi/Muri – Museum Karmawibhangga – keluar 13. Masuk pintu tiket – Audio visual – Candi - Gajah – Museum Gusbi – Museum Kapal – Museum Karmawibhangga – keluar 14. Pintu 7 – Candi – Manohara – Pintu 7 15. Pintu 7 – Candi – Pintu 7 16. BK Borobudur – Candi – BK Borobudur

73 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 33: Pola Pergerakan Wisatawan di Borobudur

Sumber : BKB

74 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Berdasarkan hasil survei perilaku pengunjung yang dilakukan oleh BKB pada tahun 201020 tersebut, menemukan bahwa pola yang paling umum bagi pengunjung (85%) adalah dari pintu tiket menuju zona I atas (pelataran candi) naik melalui tangga di gerbang timur, kemudian keluar melalui pintu Barat. Mereka biasanya keluar melalui pintu utara, yang membawa mereka ke museum dan kios-kios suvenir dan pintu keluar. Pergerakan pengunjung belum optimal mencakup ke seluruh area/lokasi atraksi pendukung wisata yang sudah disediakan oleh pengelola.

Pola lainnya dari pengunjung adalah paket Borobudur-Mendut-Pawon, paket sunrise, dan sunset. Penyebab variasi pola pergerakan pengunjung antara lain : penambahan fasilitas/obyek pendukung, perubahan/pemindahan fasilitas atau obyek pendukung, signage, mapping/leaflet/brosur, informasi, perubahan jalur masuk-keluar, peristiwa dan kebijakan. Berdasarkan survei Perilaku Pengunjung yang dilakukan untuk BYP ITMP menemukan bahwa sementara 60% pengunjung domestik ke Borobudur WHS adalah 'pengunjung berulang', sebagian besar (94%) dari pengunjung internasional yang diwawancarai adalah pengunjung pertama kali (450 orang diwawancarai untuk hal ini).

Sebagian besar pengunjung adalah wisatawan (pengunjung hari) dan VFR (55%).21 Siswa dan anak-anak sekolah merupakan bagian terbesar kedua (33%), karena kedekatan lokasi dengan Yogyakarta, dengan populasi siswa yang besar. Hanya 5% dari pengunjung domestik yang tinggal di akomodasi komersial, dan hanya 7% dari pengunjung secara keseluruhan adalah orang asing.

Untuk menguatkan dan melengkapi temuan ini, BYP ITMP menyertakan survei pengunjung di Borobudur WHS. Temuan yang relevan dari Survei Perilaku Pengunjung telah dimasukkan dalam Lampiran dari dokumen ini.

Gambar di bawah ini menyajikan fokus kegiatan pengunjung selama kunjungan mereka ke Borobudur WHS. Berjalan-jalan di candi adalah kegiatan paling populer (94%), diikuti dengan mengambil foto narsis (91%) dan jalan-jalan (88%). 64% pengunjung naik langsung ke puncak Candi dan 70% berbagi pengalaman mereka di media sosial. Hanya 50% membaca panel interpretasi dan hanya 11% mengunjungi Museum Arkeologi/UNESCO. Bahkan proporsi yang lebih kecil telah mengunjungi pusat informasi (7%) atau menyewa panduan (5%). Temuan ini sebagian besar sesuai dengan survei sebelumnya, seperti yang sudah dikutip di 2010,22 yang menemukan bahwa 51% pengunjung ada di sana untuk 'rekreasi' (hiburan), dan 21,5% karena itu 'sesuatu yang baik untuk dilakukan dengan keluarga', dan dengan studi lebih lanjut dilakukan untuk manajemen pengunjung di WHS pada 201223 dan 2014 24. Studi tersebut mengomentari perbedaan antara perilaku tertib wisatawan asing dan 'apresiasi minimal' wisatawan domestik situs tersebut, dengan laporan 2014 berkomentar bahwa tidak ada perubahan dalam tingkat apresiasi dalam 20 tahun.

20 Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (2010) Laporan Studi Pola Persebaran dan Alur Pengunjung Candi Borobudur, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala 21 Horwath (2017), op. cit. 22 Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (2010), op. cit. 23 Wahyuningsih, I., Herawati, N.W., Kusumawati, H. and Ardiyansyah, P. (2012) Laporan Kajian Visitor Management Candi Borobudur, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, Magelang 24 Ardiyansyah, P., Sugiyono, Sari, F.A., Puspitasari, D.E., and Sularsih, S. (2014) Laporan Hasil Kajian: Kajian Visitor Management Candi Borobudur Tahap II, Balai Konservasi Borobudur

75 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 34 : Aktivitas di Borobudur WHS

Berjalan memutari candi 94% Mengambil selfie 91% Melihat-lihat/menikmati pemandangan 88% Membaca kode etik 83% Berbagi pengalaman di media sosial 70% Menaiki tangga langsung ke puncak candi 64% Membaca panel interpretasi 50% Mempelajari peta 41% Berpiknik di area candi 17% Mengunjungi Museum Arkeologi/UNESCO 11% Mengunjungi pusat informasi 7% Mengunduh dan gunakan panduan audio 5% Menyewa pemandu di pintu masuk 5%

Sumber: Konsultan ITMP

Sebagian besar kunjungan ke Borobudur WHS terjadi di pagi hari dengan empat dari sepuluh responden mengunjungi saat matahari terbit atau dini hari. Waktu kunjungan ke Borobudur hampir sama untuk pengunjung domestik dan internasional. Rata-rata, pengunjung menghabiskan 2,46 jam di Borobudur WHS. Rata-rata 'waktu tinggal' untuk pengunjung domestik 2,51 jam sedikit lebih rendah dari waktu tinggal yang dicatat untuk pengunjung internasional (2,28 jam).

Tabel 14: Waktu kunjungan ke Candi Borobudur Semua Pengunjung Domestik Internasional Saat Matahari Terbit (05.00 - 07.00) 3% 3% 6% Dini Hari (07.00 - 11.00) 38% 38% 36% Tengah hari (11.00 - 13.00) 38% 39% 34% Siang Hari (13.00 - 15.00) 19% 19% 20% Sore (15.00 - 17.00) 2% 1% 4% Sunset (17.00 - 19.00) - - - Waktu yang Dihabiskan di Borobudur 2.46 2.51 2.28 (Rata-Rata Jam) Sumber: Konsultan ITMP

Seperti dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya, candi-candi di kompleks Pawon dan Mendut (yang juga merupakan bagian dari WHS) hanya 1,75 dan 2,9 km. Berada dalam garis lurus dari Borobudur, namun orang-orang biasanya lebih tertarik di antara situs dan situs utama. Pada prinsipnya mudah untuk berjalan, bersepeda atau naik kereta kuda di antara ketiga lokasi, tetapi dalam praktiknya jumlah menggunakan kendaraan bermotor, kurangnya trotoar yang terpelihara dengan baik dan perlunya mengambil jalan memutar untuk menyeberang Sungai Elo dan Progo melalui jembatan jalan yang padat, dengan jarak yang sebenarnya ditempuh jauh lebih lama daripada pengukuran 'garis lurus' yang dilakukan.

76 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 35 : Fitur Utama Koridor Borobudur, Pawon dan Mendut

Sumber: Google Earth

Berdasarkan pergerakan pengunjung dari hasil survey dapat disimpulkan bahwa : • Rata-rata pengunjung menghabiskan waktu di Borobudur 2, 5 jam • 64% pengunjung langsung dari pintu tiket menuju zona I atas (pelataran candi) naik melalui tangga di gerbang timur, kemudian keluar melalui pintu barat, 94% pengunjung berjalan memutari candi,91% pengunjung mengambil gambar selfie; 50% pengunjung membaca interpretasi; 88% menikmati pemandangan. • Pergerakan pengunjung belum optimal mencakup keseluruhan area/lokasi atraksi pendukung wisata yang sudah disediakan oleh pengelola.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya penyebaran/pemecahan pengunjung : • Area taman wisata yang relatif luas, menyebabkan wisatawan enggan, ketika harus berjalan lagi memutari objek/atraksi yang ada, karena sudah kehabisan tenaga setelah sebelumnya naik candi. • Faktor usia, kemampuan fisik, kesehatan, cuaca, dan keterbatasan waktu dari pengunjung juga mempengaruhi keoptimalan kunjungan pada objek/atraksi wisata. • Posisi objek/atraksi yang terdapat pada ketiga urutan pertama (pintu masuk – candi – Museum Kapal Samudraraksa – Museum Karmawibhangga) tersebut dalam satu alur garis atau searah ke jalur keluar, sedangkan objek/atraksi yang lain jauh dari alur utama tersebut. • Kurangnya tersedianya signage yang dapat menarik wisatawan dan mengarahkan niatnya untuk mengunjungi objek/atraksi yang lain, dan tentunya tempat yang nyaman untuk beristirahat sebentar setelah beberapa jauh berjalan kaki. • Tujuan utama dari wisatawan berkunjung ke Borobudur memang untuk melihat/naik ke candi, dan minimnya apresiasi wisatawan terhadap candi

77 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Aktivitas Pariwisata di Zona 3,4,5

Ada beberapa peluang wisata lain di daerah tersebut. Aktivitas yang popular dilakukan oleh pengunjung adalah melihat matahari terbit atau terbenam di atas Candi Borobudur dari berbagai sudut pandang yang semakin bertambah banyak jumlahnya, termasuk Bukit Rhema ('Gereja Ayam'—yang awalnya dimaksudkan menyerupai Dove of Peace); Punthuk Setumbu, di Bukit Menoreh; Bukit Dagi, yang berdiri paling dekat dengan candi; dan Bukit Barede. Banyak tempat wisata di puncak bukit ini menyediakan platform untuk menyediakan tempat selfie yang bagus, dan penduduk desa yang giat telah menyediakan tempat selfie lain seperti patung King Kong.

Gambar 36: Mengambil Foto dan Selfie di Sekitar Borobudur

Ada berbagai pilihan petualangan ringan dalam bentuk hiking dan bersepeda, sementara dua Kecamatan Mungkid dan Mertoyudan, di sebelah timur laut Borobudur, sangat populer untuk pipa dan arung jeram di sepanjang sungai Elo dan Progo. Ada tempat-tempat yang lebih kecil seperti 'Ruang Kamera', yang mempromosikan dirinya sebagai galeri seni dan 'surga selfie'.

Gambar 37: Peta Obyek Wisata Pengunjung di Sekitar Wilayah Borobudur

78 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Jumlah pengunjung ke semua objek wisata yang menghasilkan data seperti yang ditunjukkan dibawah ini. Candi Borobudur sejauh ini menarik banyak pengunjung internasional dan domestik. Satu-satunya atraksi di mana wisatawan internasional mendominasi adalah Candi Pawon dan Mendut (satu tiket mencakup masuk ke kedua candi ini).

Tabel 15: Pengunjung ke Berbagai Objek Wisata di TDA Borobudur

Daya tarik Kecamatan Pengunjung Pengunjung Total domestik internasional Candi Borobudur Borobudur 3,594,684 200,616 3,795,300 Candi Pawon & Mendut Borobudur/Mungkid 1,492 73,676 75,168 Bukit Sethumbu Borobudur 78,616 24,270 102,886 Candi Ngawen Muntilan 41,266 209 41,475 Bukit Rhema ('Gereja Borobudur 26,544 112 26,656 Ayam') * Taman Rekreasi Mendut Mungkid 91,385 0 91,385 *Angka untuk Bukit Rhema tidak lengkap Sumber: Kab. Magelang in figures (2018)

Popularitas 'sunrise spot' seperti Puncak Sethumbu dan Rhema Hill tidak boleh diremehkan karena kawasan ini populer di semua pasar.

Aktivitas Pariwisata Balkondes (Balai Ekonomi Desa)

Sebagai inisiatif untuk menyebarkan manfaat pariwisata ke Borobudur WHS secara lebih luas di seluruh wilayah, pada 2016 -2017 PT TWC memprakarsai program 'Pusat Ekonomi Desa', atau Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di masing-masing dari 20 desa di Kec. Borobudur. Balkondes pertama didirikan di Desa Borobudur dan pada akhir 2018 semua kecuali satu telah dibangun.25 Pengembangan Balkondes di semua desa mengikuti pola yang sama, yang terdiri dari kafe, aula multifungsi dengan gaya arsitektur Joglo (Jawa), beberapa pendopo (area tempat duduk berdinding terbuka), dan kamar-kamar tamu.

Gambar 38 : Gambar Berbagai Balkondes

25 Di desa yang tersisa tidak ada tanah yang cocok dapat ditemukan.

79 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 39: Lokasi Balkondes di Kec. Borobudur

Program Balkondes adalah langkah positif karena standar kamar lebih cenderung menarik pasar kelas menengah Indonesia dan orang asing daripada variabel dan terkadang karakteristik akomodasi dasar dari homestay Desa Wisata, dan mereka menawarkan peluang untuk mendistribusikan jumlah wisatawan keluar dari Situs Warisan Dunia itu sendiri.

Program ini dilaksanakan agak cepat, yang berarti bahwa Balkondes saat ini mengalami tantangan dalam mempromosikan diri mereka sendiri karena kurangnya keterampilan dan struktur organisasi yang sesuai, dan sampai taraf tertentu inisiatif ini menghasilkan bentrokan fokus dengan organisasi Desa Wisata yang ada. Namun demikian, organisasi Balkondes di bawah satu payung membuat penyampaian pelatihan untuk meningkatkan standar dan inisiatif pemasaran menjadi lebih mudah.

Pemerintah Daerah telah mencoba untuk mengeksploitasi tingginya jumlah pengunjung ke Borobudur dengan mendorong mereka untuk mengunjungi Desa Wisata dan Balkondes untuk memanfaatkan layanan homestay dan memperpanjang masa tinggal pengunjung. Inisiatif pada tahun 2019 yang disponsori oleh Kementerian Pariwisata dan dilaksanakan oleh Universitas Gadjah Mada telah mengumpulkan dan menulis 'Legenda Borobudur'. Tujuannya adalah untuk memajukan proses ini dengan mendorong penduduk desa di Balkondes untuk mengeksplorasi dan menjelaskan masing-masing legenda ini melalui tarian, musik, bercerita atau bentuk seni lainnya.26

26 Wawancara dengan Ayudhira Pradhati, tim editorial, Legenda Borobudur, Universitas Gadjah Mada, 2 Agustus 2019

80 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Dalam pengembangan Balkondes, diharapkan tema-tema dari Balkondes diambil dari Candi Borobudur. Ada 20 tema yang bisa dikembangkan di Balkondes, antara lain :

Tabel 16: Tema Balkondes

1. Karmawibhangga 11. Mandala Borobudur 2. Lalitavistara 12. Alat Musik Borobudur 3. Jataka 13. Borobudur-Pawon-Mendut 4. Gandawiyuha 14. Gerabah Borobudur 5. Manohara 15. Pertanian Masa Jawa Kuno 6. Kamadhatu 16. Rumah Jawa Abad VIII Masehi 7. Rupadhatu 17. Drainase Borobudur 8. Arupadhatu 18. Alat Transportasi (Samudra Raksa) 9. Stupa Borobudur 19. Batik dan Pakaian 10. Arca Buddha 20. Ekskavasi dan Rekonstruksi

Selain Balkondes, 20 desa di Kec. Borobudur telah melihat sejumlah intervensi, termasuk program pengembangan kapasitas yang dijalankan oleh UNESCO. Terlepas dari kelemahan dalam organisasi dan pemasaran, beberapa Balkondes mulai mengembangkan bentuk pariwisata yang lebih beragam: misalnya, ada yang disebut ‘Junkyard’ di sebelah Balkondes Wanurejo di mana orang dapat berpose dengan sepeda motor tua dan mobil yang dipotong untuk mengambil foto Instagramable, dan di Balkondes Karanganyar ada Galeri Komunitas yang didukung UNESCO untuk penduduk desa untuk memamerkan kerajinan tangan mereka. Ada juga banyak ‘sunrise spots’ dan tempat wisata kecil lainnya di Kec. Borobudur, tempat penduduk setempat yang giat sering menghasilkan uang dengan membangun platform dan menara dan/atau membebankan biaya kecil untuk akses oleh pengunjung: misalnya, Punthuk Mongkrong, Punthuk Kendil dan Punthuk Sukmojoyo di desa Giritengah; Pereng nDuwet dekat Ngadiharjo; Air Terjun Putlasan dan Gondo Purowangi Sunrise spot dekat Kenalan. Semakin banyak atraksi kecil ini sedang dikembangkan, dan dalam banyak kasus dinikmati oleh kaum muda yang kemudian tidak mengunjungi candi itu sendiri.

Punthuk Mongkrong digambarkan pada bulan Desember 2016 sebagai 2016 spot baru (‘new spot’) dan ideal untuk melihat matahari terbit dan terbenam.27 Artikel yang sama menggambarkannya sebagai 'rahasia terbuka' bahwa daerah Magelang sangat cocok untuk menikmati pemandangan panorama saat matahari terbenam dan matahari terbit.

27 Riani, A. (2016) Punthuk Mongkrong, Spot Baru Sunrise dan Sunset di Magelang, fimela.com, 17 December

81 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 40: Tiga Lokasi 'Titik Matahari Terbit' di Barat Candi Borobudur

Sumber: Konsultan ITMP BYP

Gambar 41: ‘Titik-Titik Matahari Terbit' Baru di Barat Daya Candi Borobudur

Sumber: Konsultan ITMP BYP

Penduduk desa dan pengusaha lokal sangat sadar akan popularitas ‘sunrise spots’. Biaya umumnya dibayarkan untuk memasuki dan menggunakan fasilitas 'Instagramable' di lokasi-lokasi ini, mulai dari Rp. 5.000 (Punthuk Mongkrong) hingga Rp. 20.000 (Bukit Rhema), tergantung pada popularitas lokasi dan waktu hari atau hari dalam seminggu (biayanya sedikit lebih tinggi untuk orang asing). Perlu dicatat bahwa biaya yang dibayarkan oleh wisatawan domestik untuk Situs Warisan Dunia Candi Borobudur yang kuno, unik dan tak tergantikan adalah Rp. 40.000—cukup dua kali lipat biaya untuk menggunakan fasilitas di ‘sunrise spots’, yang lebih populer, yang tidak lebih dari lokasi yang direplikasi dengan mudah bagi orang-orang untuk menikmati pemandangan dan berfoto selfie untuk diposkan di Instagram.

Kepedulian diungkapkan oleh salah satu informan operator tur bahwa sekali 'tempat selfie' menjadi populer, jalan menuju ke sana diserang oleh pemerintah setempat, penjual suvenir dan minuman tiba, tempat itu menjadi ramai, dan pengalaman itu tidak lagi menyenangkan untuk orang yang mungkin membayar untuk pengalaman yang lebih eksklusif.28

28 Interview with staff of ViaVia tour agency, Yogyakarta, 10 November 2018

82 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

2.15 Daya Dukung / Carrying Capacity

Pada pada sisi lain, Candi Borobudur juga memiliki Carrying Capasity (daya dukung). Hal ini karena Candi Borobudur memiliki ruang (space) yang terbatas yang dapat dikunjungi wisatawan, baik yang ruang yang berada di bangunan Candi Borobudur dan halaman candi sebagai Zona 1, maupun Taman sebagai Zona 2. Ruang Candi Borobudur yang dapat dikunjungi yang berupa lorong-lorong lantai hanya seluas 8.725,50 m2. Sementara itu halaman candi ruang yang dapat dikunjungi seluas 17.012 m2. Sedangkan Taman memiliki ruang seluas 670.000 m2 yang dapat dikunjungi.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur pada tahun 2009 yang menghitung daya tampung wisatawan pada bangunan candi dan halaman candi di Zona 1, serta Taman di Zona 2 selanjutnya disajikan pada Tabel.

Tabel 17: Daya Dukung Fisik Candi Borobudur

No. Lokasi Tanpa Faktor Pemulihan Dengan Faktor Pemulihan 1 Candi Borobudur 1.391 orang 128 orang 2 Halaman Candi 5.570 orang 523 orang 3 Taman (Zona 2) 111.666 orang 10.308 orang Sumber : BKB Tahun 2009

Tabel 18: Daya Dukung Candi Borobudur Menurut Trip, Kunjungan per-hari, Kunjungan per-tahun

Max. per Visit max. per Visit max per trip day Year Temple 128 1.792 654.080 Terrace 523 7.322 2.672.530 Park Heritage 10.308 20.616 7.524.840

Sumber : Analisis Konsultan ITMP

Berdasarkan Tabel di atas diperoleh gambaran bahwa bangunan Candi Borobudur daya tampungnya yang ideal (dengan faktor pemulihan) hanya 128 orang. Ini artinya pada waktu yang bersamaan secara ideal bangunan candi hanya layak dikunjungi oleh 128 orang agar wisatawan benar-benar memperoleh kenyaman dan secara leluasa dapat menikmati keagungan dan keindahan Candi Borobudur serta nyaman untuk membaca dan mencermati relief yang dipahatkan pada dinding-dinding candi. Dengan tanpa memperhitungkan kenyamanan pengunjung dan kelestarian candi dalam jangka panjang, dalam waktu yang bersamaan Candi Borobudur dapat dinaiki oleh 1.391 orang secara bersamaan. Namun kondisi demikian tentunya akan menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung karena berdesak-desakan dan tentunya juga potensi akan mengancam kelestarian candi pada jangka panjang.

Masalah yang sama juga berlaku untuk halaman Candi Borobudur. Halaman candi secara ideal dan nyaman hanya memiliki daya tampung sebanyak 523 orang (dengan faktor pemulihan). Namun jika tidak

83 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur memperhitungkan kenyamanan pengunjung dan kelestarian halaman candi maka dapat menampung 5.670 orang dalam waktu yang bersamaan.

Sementara itu Taman yang merupakan Zona 2, memiliki daya tampung sebesar 10.308 orang (dengan faktor pemulihan) dan 111.666 orang (tanpa faktor pemulihan). Hal ini memberikan gambaran, Candi Borobudur, Halaman Candi, dan Taman memiliki daya tampung yang terbatas untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung dan menjamin kelestarian obyek wisata yang dikunjungi.

Kenaikan jumlah pengunjung dari waktu ke waktu dikaitkan dengan keterbatasan daya tampung (carrying capasity) telah terbukti akan menurunkan tingkat keterpeliharaan (state of conservation) Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang dapat berakibat teguran dari UNESCO. Oleh sebab itu, perlu manajemen untuk pengelolaan pengunjung untuk mengatur pengunjung agar tidak melebihi daya dukung yang ada, agar kelestarian dari OUV-nya tetap terjadi, dimana konsep dari peningkatan kuantitas wisatawan berubah menjadi peningkatan kualitas wisatawan.

Tabel 19: Proyeksi Wisatawan Candi Borobudur Tahun 2018 -2045 Projection

Zone 2018 2020 2025 2030 2045 Total visitors of the 4.008.677 4.180.800 4.645.000 4.830.300 5.218.900 Temple Sumber : Analisis Konsultan ITMP BYP

Daya dukung fisik Candi Borobudur dapat berpengaruh terhadap aspek kenikamatan, kepuasan dan kenyamanan wisatawan, juga berpengaruh terhadap aspek pelestarian Candi Borobudur. Candi Borobudur merupakan kawasan edukasi/pembelajaran, sarana untuk kontemplasi atau perenungan. Idealnya dibutuhkan ruang yang nyaman dan tenang untuk mencapinya. Selain itu gesekan alas kaki pengunjung dan pasir yang terbawa kaki dapat mengakibatkan keausan lantai candi. Begitu juga sampah-sampah pengunjung baik organik maupun unorganik, ataupun ulah pengunjung yang terkadang membawa benda-benda tajam ataupun bahan yang dapat meledak.

Daya dukung halaman candi pada hari-hari biasa masih selaras, dan masih dapat memberikan keleluasan dan kenyaman bagi wisatawan. Namun daya dukung candi pada saat peak season seperti masa liburan Hari Raya/Lebaran dan masa liburan sekolah, hampir pada setiap jam sepanjang harinya selama jam buka pengunjung, jauh melampaui batas daya dukung fisik. Paling tidak rata-rata 70% pengunjung perjam/hari menaiki monumen candi Borobudur, selebihnya karena faktor usia, kemampuan fisik, kesehatan, cuaca, keterbatasan waktu dan takut/malas untuk berbesak-desakan mereka memilih untuk menikmati candi dari atau di area plataran atau taman (zona II). Sedangkan untuk area taman (zona II) daya dukung fisiknya masih leluasa untuk menikmati wisatawan dan belum optimal fungsinya sebagai peredam dan penyebar pengunjung agar tidak langsung atau bersamaam menuju /menaiki candi. Lamanya jumlah pengunjung mencapai titik optimum/padat bisa berlangsung lama atau sesaat tergantung dari bentuk, motivasi/tujuan wisatawan mengunjungi komplek candi Borobudur.

84 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Agar kenyamanan, kepuasan, keamanan wisatawan yang mengunjungi Candi Borobudur terpenuhi dan untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur, antara lain : • Pengaturan pola kunjungan/waktu kunjung ke candi agar pengunjung yang naik ke candi dapat terkontrol misalnya dengan model tiket berlapis, sistem buka tutup sesuai dengan daya dukung candi atau pengunjung tidak boleh naik candi kecuali untuk kepentingan tertentu. • Mengoptimalkan fungsi taman sebagai peredam dan memencarkan pengunjung agar tidak naik bersamaan ke candi. • Alur/route kunjungan antar obyek pendukung lebih diperjelas. Kalau perlu setiap rombongan dipandu, diputar-putarkan ke objek pendukung agar tidak segera naik ke candi, sekaligus diberi penjelasan tatacara dan tata tertib ketika berada di candi. Tentu saja akan membutuhkan banyak tenaga guide terutama saat peak season, namun hal ini bisa menjadii uoaya pemberdayaan masyarakat sekitar untuk didididk menjadi guide yang memenuhi persyaratan. • Obyek atraksi/pendukung perlu dibenahi supaya lebih menarik, dengan mengoptimalkan peruntukan ruang zona II.

Gambar 42: Aktivitas Wisata Pada Struktur Candi Borobudur Pada Puncak Kunjungan

Sumber : BKB

85 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Perbandingan Daya Dukung di Situs WHS Lainnya

Tinjauan studi tentang daya dukung di berbagai situs warisan budaya dan dibangun di Asia, Timur Tengah, Eropa dan Australasia dilakukan sebagai latihan benchmarking untuk Borobudur. Ini mengungkapkan sejumlah pendekatan berbeda untuk mengidentifikasi dan mengoperasionalkan daya dukung. Ini diringkas secara singkat di bawah ini sebelum pelajaran utama untuk Borobudur dieksplorasi.

Tabel 20: Wilayah Warisan Nasional—Pendekatan Daya Dukung

Penulis Situs Masalah Agnew et al Gua Mogao, Dunhuang, Daya dukung keseluruhan situs meningkat secara signifikan (2013) Cina dengan membangun pusat interpretif/pengunjung yang besar jauh dari lokasi sehingga aliran ke dan dari gua-gua dapat dikelola secara ketat. Pra-pemesanan tiket elektronik juga digunakan untuk meratakan permintaan.

Alazaizeh et al Petra, Yordania Memandang perbedaan antara kepadatan pengunjung (2016) (ukuran objektif) dan crowding (subyektif), dan bagaimana berbagai jenis turis budaya mempersepsikan crowding. Ditemukan bahwa indikator daya dukung berdasarkan kepadatan pengunjung di situs warisan besar seperti Petra mengabaikan variasi spasial dalam kegiatan, dan juga mengabaikan jumlah pertemuan yang dimiliki pengunjung dengan yang lain, terutama ketika dipandu dalam kelompok. Wisatawan budaya yang mencari pengalaman 'mendalam' ingin melihat lebih sedikit orang pada satu waktu (PAOT), dan kelompok wisata yang lebih kecil daripada mereka yang menginginkan pengalaman dangkal, lebih berbasis hiburan. Persepsi crowding juga dipengaruhi oleh ruang fisik—di Petra misalnya, bertemu dengan sejumlah kecil orang sementara berjalan melalui Siq, selokan sempit yang mengarah ke situs, dapat menyebabkan persepsi crowding sementara jumlah orang yang sama berdiri di area terbuka di depan Al-Khazneh (The treasury) dianggap dapat diterima. Asminian & Masjid Emam, Isfahan, Berargumen bahwa daya dukung sosial (atau persepsi) suatu Khodayar Iran situs pada umumnya berbeda dari kapasitas fisik teoretis, (2011) karena variasi budaya dalam persepsi tentang tingkat kepadatan yang dapat diterima. Jadi perencana perlu memahami kebutuhan segmen pasar yang berbeda. Daya dukung fisik adalah fungsi dari total area yang tersedia untuk penggunaan umum, area yang diperlukan per pengunjung dan 'faktor rotasi', yang merupakan jam buka dibagi dengan waktu rata-rata per kunjungan.

Cimnaghi & Dua galeri seni Italia, Digunakan indikator kuantitatif dan kualitatif untuk Mussini (2015) satu di Roma, satu di mengidentifikasi kapasitas fisik bangunan (berdasarkan 1m2

86 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Penulis Situs Masalah Urbino ruang lantai per kepala) dan kualitas pengalaman pengunjung (diidentifikasi melalui penelitian dengan pengunjung pada jumlah optimal orang di sebuah ruangan pada satu waktu. Doorne (2000) Gua Waitomo, Selandia Survei kuesioner terhadap 2.000 pengunjung menemukan Baru bahwa pengunjung dari Jepang, Korea, dan Asia lainnya kurang peduli tentang kepadatan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari Selandia Baru, Inggris, dan Eropa lainnya. Hal ini menyebabkan operator tur individu menargetkan pasar pariwisata Asia karena mereka dapat meningkatkan pendapatan tanpa risiko keluhan pelanggan tentang pengalaman berkualitas rendah.

Ghanem & Saad Situs Warisan Esna, Mengidentifikasi masalah-masalah khusus seputar upaya (2015) Mesir membatasi pariwisata di situs warisan budaya tertentu jika masyarakat melihat manfaat dalam lebih banyaknya wisatawan yang datang.

Makhadmeh et Jerash, Yordania Berargumen bahwa perhitungan daya dukung berdasarkan al (2018) kepadatan pengunjung per m2 menyesatkan karena tidak mencerminkan variasi spasial dan temporal dalam kunjungan lokasi atau keseluruhan pengalaman pengunjung. Ajukan 10 m2/kepala sebagai ruang yang nyaman untuk situs arkeologi. Dari foto udara, penjualan tiket dan pengamatan, diukur rasio kepadatan wisatawan (TDR) untuk Jerash dengan menghitung jumlah total wisatawan per km2 di seluruh situs. Secara keseluruhan, perhitungannya adalah 3,2/km2 di seluruh situs tetapi berkisar dari 0 hingga 875/km2 Sullivan & Angkor Wat, Kamboja Popularitas candi Phnom Bakeng untuk foto-foto matahari Mackay (2013) terbenam menyebabkan kemacetan ekstrem (1.000+ di atas candi). Proyek ‘best sunset’ dikembangkan, mempromosikan situs dan pengalaman lain untuk menarik pasar 'instagram'.

87 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Perilaku Pengunjung Candi Borobudur

Mengingat mayoritas pengunjung ingin langsung menuju Monumen, sebagai daya tarik ikonik yang mereka bayar untuk lihat, jumlah pengunjung di candi pada satu waktu sering jauh melebihi daya dukung yang ditetapkan dan dapat mengakibatkan kerumunan yang cukup tinggi, terutama di akhir pekan. Selain menciptakan tingkat kepadatan yang akan menghalangi pandangan pengunjung, ada risiko keamanan yang signifikan terkait dengan sejumlah besar orang yang berada di sebuah candi pada satu waktu, khususnya di tangga batu yang curam.

Meskipun kegiatan perhitungan daya dukung dilakukan 10 tahun yang lalu, perhitungan tersebut dilakukan sesuai dengan metodologi yang kuat dengan menggunakan parameter yang dapat diterima secara internasional, dan kami tidak melihat alasan untuk mengubahnya: seperti yang telah disebutkan, area yang bersirkulasi di Monumen relatif kecil dan belum berubah. Alasan utama kegagalan untuk mengimplementasikannya sejauh ini adalah kelemahan kelembagaan dan politik dari PT.TWC dimana ada upaya untuk menghasilkan uang sebanyak mungkin dari situs dalam jangka pendek, dengan mengesampingkan pelestarian Monumen secara jangka panjang.

Tidak ada perbedaan yang dibuat dalam laporan antara daya dukung psikologis wisatawan Barat dan Asia, seperti yang diidentifikasi oleh penulis dalam ringkasan studi daya dukung di atas, meskipun laporan BKB 2009 mencatat perbedaan perilaku oleh wisatawan domestik dan asing. Pengunjung asing lebih cenderung mengelilingi berbagai tingkat Monumen, melihat relief, berjalan secara bertahap ke atas dan lebih tertib.

Menurut laporan itu dan Survei Perilaku Pengunjung yang dilakukan untuk ITMP, mayoritas wisatawan domestik cenderung untuk langsung naik ke atas, di mana mereka menghabiskan beberapa menit di antara stupa. Sirkulasi setiap lapisan candi dan setiap set langkah ('Pradaksina') dipakai untuk navigasi situs, meskipun ada tanda di dekat pintu masuk gerbang monumen pengunjung harus merinci pedoman perilaku sendiri, pola penggunaan navigasi tidak didorong secara aktif, akibatnya pengunjung berjalan langsung ke puncak monumen. Laporan BKB agak kritis terhadap perilaku mereka, yang berpusat pada mengambil foto narsis dan juga memanjat stupa, menyentuh patung-patung, makan dan minum dan membuang sampah mereka.29 Sebuah studi 2010 tentang arus pengunjung berkomentar bahwa sampah yang ditemukan di area teras dekat dengan tangga menunjukkan bahwa orang cenderung duduk dan beristirahat di sana, termasuk pasangan muda yang mencari tempat yang relatif pribadi untuk menghabiskan waktu bersama.30

Pada setiap kunjungan ke Candi Borobudur, pengunjung dapat terlihat mengabaikan tanda-tanda yang menginstruksikan mereka untuk tidak duduk atau memanjat tebing candi, merokok atau merusak relief. Penjaga BKB mencoba untuk menghentikan pengunjung melakukan hal-hal ini tetapi penjaga terlalu sedikit jumlahnya untuk mengendalikan perilaku, sedangkan perilaku yang disukai oleh sebagian besar wisatawan (Asia dan Barat) di puncak candi adalah mengambil foto atau difotokan oleh orang lain.31

29 Wahyuningsih et al (2009) op. cit., pg. 9-10 30 Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (2010), op. cit. 31 Pengamatan pribadi selama kunjungan tim Konsultan ke Candi Borobudur, 2018-19

88 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 43: Aktivitas Wisatawan Berfoto/Duduk Pada Struktur Candi Borobudur

Gambar 44: Prosedur Mengunjungi Candi Borobudur (PRADAKSINA)

Masalah lebih lanjut terkait dengan tingginya jumlah wisatawan adalah bahwa hampir tidak mungkin bagi penjaga yang ada untuk melakukan tindakan pengawasan dan penjagaan secara maksimal. Pengamatan Konsultan sendiri pada satu kesempatan menemukan 3 penjaga dikelompokkan bersama di puncak Monumen, tentu saja berusaha untuk mencegah orang dari memanjat stupa dan menyentuh Patung Buddha

89 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur tetapi tanpa adanya antusiasme dalam menghadapi tekanan terus menerus dari pengunjung, sementara tidak ada penjaga yang dapat ditemukan selama kunjungan yang sama di tempat lain di Monumen, misalnya di teras, di mana orang duduk untuk beristirahat, makan makanan ringan dan melakukan panggilan telepon sesuka hati. Studi manajemen pengunjung tahun 2014 mengomentari disiplin yang buruk di antara para penjaga dan fakta bahwa jumlah mereka tidak cukup,32 sementara sebuah studi akademik pariwisata di Borobudur yang diterbitkan pada tahun yang sama berkomentar bahwa “ada tanda-tanda peringatan… memberi tahu pengunjung untuk tidak menyentuh apa pun dan tidak memanjat patung-patung dan peringatan ini didukung secara teratur dengan pengumuman pada pengeras suara. Namun, jumlah personel keamanan masih terbatas dan instruksi ini jarang ditegakkan. Staf keamanan juga dapat terlihat sangat terdemoralisasi, seolah-olah kewalahan oleh banyaknya wisatawan, dan mungkin berdiri secara pasif ketika peraturan diabaikan.”33

Selain menilai daya dukung pada Monumen itu sendiri, berbagai proposal telah dibuat untuk menyebarkan wisatawan lebih merata di sekitar taman, di kawasan Zona 1 dan Zona 2, terutama dalam studi selanjutnya oleh BKB yang tampaknya telah dirangsang. Dengan dorongan dari UNESCO untuk menyusun Rencana Manajemen Pengunjung, dengan pengakuan bahwa “Manajemen sebagai objek wisata dan kegiatan lainnya tidak sesuai dengan status yang disandangnya [sebagai Situs Warisan Dunia]”.34 Beberapa proposal dapat digunakan, seperti yang tertulis dalam studi 2012 untuk penggalian lebih lanjut dan menyoroti bangunan kuno lainnya di sekitar situs (beberapa di antaranya diketahui ada keberadaannya); membuat kebun raya berdasarkan tanaman yang diidentifikasi dari relief Candi; dan lebih fokus pada wisata minat khusus.

Namun, studi dan rencana yang sudah dilakukan sejauh ini gagal untuk menunjukkan kegagalan utama dari situs ini, yaitu bahwa lemahnya interpretasinya untuk pengunjung asing, sedangkan untuk pengunjung domestik adalah kurangnya kegiatan yang 'menyenangkan'. Laporan 2014 tentang manajemen pengunjung mengidentifikasi 'jejak selfie', yang merupakan upaya yang baik untuk memberi orang fokus alternatif ke Monumen itu sendiri, tetapi tidak jelas apakah upaya tersebut dipraktikkan. Secara keseluruhan, ada keengganan untuk membuat proposal yang benar-benar akan mengurangi jumlah pengunjung di Monumen, sebagian karena akan meningkatnya oposisi dari masyarakat umum. Misalnya, survei berturut-turut telah menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung (tercatat 99% dalam satu kasus)35 akan keberatan jika mereka diminta untuk tidak berjalan langsung ke puncak Monumen, atau jika mereka dipaksa hanya untuk melihatnya dari bawah.

Satu proposal berfokus pada cara yang lebih menantang untuk mencapai Monumen dengan mengarahkan pengunjung untuk berjalan lebih lama, yang dirasa dapat menghalangi beberapa pengunjung atau memperkecil kemungkinan mereka akan memiliki energi lebih untuk mendaki Monumen begitu mereka telah mencapai Monumen. Mereka juga mengusulkan angka kontrol, tetapi menyebutkan bahwa studi terpisah akan diperlukan mengenai cara terbaik untuk melakukan ini. Mereka mencapai kesimpulan bahwa banyak pengunjung yang lelah setelah mendaki Monumen sehingga enggan menghabiskan waktu di tempat lain untuk kegiatan alternatif.

32 Ardiyansyah et al (2014), op. cit. 33 Hitchcock, M. and Darma Putra, I.N. (2016) Prambanan and Borobudur: Managing Tourism and Conservation in Indonesia, in King, V.T. (Ed.) UNESCO in Southeast Asia: World Heritage Sites in Comparative Perspective. Copenhagen: NIAS Press, Chapter 11, pp. 258-273 34 Wahyuningsih et al (2012), op. cit., pg. 2 35 Balai Konservasi Peninggalan Borobudur (2010)

90 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Beberapa studi saling bertentangan, karena mereka merekomendasikan mempersulit para pengunjung untuk mencapai Monumen, tetapi kemudian mengkontradiksikan ini dengan memberi rekomendasi penggunaan yang lebih besar dari kereta-jalan (road-trains) untuk membantu orang-orang yang merasa lelah, dan karena “adalah bagian dari budaya Indonesia bahwa mereka tidak suka berjalan jauh”, dan menyarankan menyediakan wifi di Monumen (yang hanya akan mendorong orang untuk tinggal lebih lama di dalamnya).

Sejauh ini, meskipun ada banyak informasi tentang tekanan pengunjung di Borobudur, ada keengganan untuk mengatasi masalah inti dan mengurangi jumlah pengunjung, bahkan dengan menggunakan cara yang telah dicoba dan diuji. Langkah-langkah realistis untuk bergerak maju dan menciptakan sistem pariwisata yang tangguh di Borobudur yang menawarkan pengalaman yang memuaskan bagi wisatawan asing dan domestik diuraikan dalam sisa dokumen ini.

Ketersediaan Sumber Daya Manusia

Strategi dan program peningkatan kapasitas SDM di Borobudur berdasarkan permasalahan dan kebutuhan pengembangan SDM sesuai dengan arah pengembangan pariwisata Borobudur ke depannya. Isu-isu yang terkait SDM dan Kelembagaan di Borobudur serta kebutuhan pengembangannya, dapat diringkas sebagai berikut.

Tabel 21: Isu Terkait Sumber Daya Manusia Borobudur

NO ISU TENTANG SUMBERDAYA MANUSIA KEBUTUHAN PENINGKATAN KAPASITAS 1. Pemerintah Daerah 1. Jumlah SDM di Dinas yang terkait dengan 1. Pendidikan khusus kepariwisataan (S1,S2 dan pariwisata, hanya sedikit yang memiliki S3) untuk pegawai dinas terkait pariwisata. latar belakang pendidikan pariwisata. 2. Kejelasan mekanisme mutasi pegawai dan 2. Adanya Mutasi pegawai di lingkungan kesesuaiannya dengan kebutuhan kompetensi dinas yang terkait dengan pariwisata. SDM bidang kepariwisataan 3. Perkembangan pariwisata yang cukup 3. Pelatihan untuk pegawai dinas terkait pesat menuntut pemahaman yang aktual pariwisata untuk meningkatkan kapasitas dan (terkini) di bidang pariwisata. kompetensinya. 4. Koordinasi antar Organisasi Perangkat 4. Forum pertemuan rutin untuk peningkatan Daerah (OPD) yang kurang harmonis. komunikasi dan koordinasi antar OPD. 2. Swasta 1. Belum semua tenaga kerja sektor swasta 1. Pelatihan dan sertifikasi kompetensi oleh (jasa akomodasi, jasa makan dan minum, lembaga yang berwenang. pemandu wisata, dsb) memiliki sertifikat 2. Penyediaan tenaga kerja langsung (jasa kompetensi/keahlian. akomodasi, jasa makan dan minum, pemandu 2. Bertambahnya peluang tenaga kerja di wisata, dsb) dan tidak langsung (transportasi, bidang pariwisata. pembangunan infrastruktur, pengelola 3. Usaha Pariwisata masih banyak yang teknologi informasi, dll). belum dikelola secara profesional 3. Peningkatan standar kualifikasi agar dapat sehingga masih belum sesuai standar. memenuhi standar internasional.

91 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

NO ISU TENTANG SUMBERDAYA MANUSIA KEBUTUHAN PENINGKATAN KAPASITAS 4. Belum adanya penajaman program 4. Perlu penajaman program inkubasi kewirausahaan yang menyeluruh. kewirausahaan yang menyeluruh dari level produk, pemasaran, program lanjut, bantuan alat dan forum bisnis sharing. 3. Masyarakat 1. Terdapat desa wisata di sekitar 1. Sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona. Borobudur 20 Desa. 2. Pelatihan manajemen (pengelolaan) Desa 2. Terdapat sejumlah Kelompok Sadar Wisata. Wisata (POKDARWIS), baik yang telah di 3. Pelatihan dan pendampingan POKDARWIS. SK-kan maupun yang masih dalam tahap 4. Pelatihan pariwisata berbasis masyarakat penyiapan oleh pemerintah daerah. (Pemandu wisata, bahasa, kuliner lokal, dll). 3. Terdapat sejumlah produk lokal melalui 5. Pemberdayaan masyarakat untuk usaha kecil/menengah masyarakat yang mengembangkan produk lokal, untuk dikemas belum maksimal menjalankan usahanya. menjadi konsumsi wisatawan, oleh-oleh, 4. Belum ada pembinaan usaha baru. souvenir, dll. 6. Pembinaan usaha baru, pendampingan setelah naik kelas dan mengakomodir partisipasi wanita. 4. Lembaga Pendidikan Pariwisata 1. Lulusan pendidikan bidang 1. Pengembangan muatan kewirausahaan dalam kepariwisataan (terutama SMK) tidak kurikulum pendidikan kepariwisataan. disiapkan menjadi wirausahawan. 2. Peningkatan program kerjasama antara 2. Lulusan pendidikan kepariwisataan masih institusi pendidikan dengan industri lokal kesulitan mencari pekerjaan di daerah. untuk mendistribusikan lulusannya. 3. Pengembangan seni tari, suara dan 3. Pengembangan seni tari, suara, panggung dan panggung belum mendapat perhatian lain-lain yang terkait dengan budaya, baik cukup melalui pendidikan formal. Sumber : Konsultan ITMP

Lebih lanjut untuk isu dan kebutuhan pengembangan SDM Borobudur, dapat secara detail dilihat pada table berikut. Dari aktor/ pemangku kepentingan yang dapat dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu pemerintah pusat (Kementerian), pemerintah daerah (Provinsi/Kota/Kab), pihak swasta yang meliputi industri pariwisata, dan kelompok masyarakat. Masing-masing kategori tersebut memiliki kebutuhan pengembangan.

Tabel 22: Isu Terkait Sumber Daya Manusia Borobudur Berdasarkan Kelompok

ISU KEBUTUHAN PENGEMBANGAN Kelompok Pemerintah Pusat : 1. Perlunya sinkronisasi dan koordinasi yang 1. Teridentifikasi multi stakeholder dalam mantap antar stakeholders dalam pengelolaan di TDA Borobudur. pengembangan TDA Borobudur 2. Terdapat regulasi dalam pengembangan TDA 2. Perlunya ditetapkan lembaga (organisasi) yang

92 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

ISU KEBUTUHAN PENGEMBANGAN Borobudur memiliki kewenangan dalam koordinasi pengembangan pariwisata di TDA Borobudur 3. Perlunya review dan sinkronisasi regulasi di kawasan TDA Borobudur

Daerah : Pemkab 1. Minimnya kewenangan Pemkab Magelang dalam 1. Perlunya sinkronisasi dan koordinasi yang lebih pengembangan TDA Borobudur intens antara tiga pihak lainnya yang saat ini 2. Sudah dibentuk Badan Otorita Borobudur untuk eksis, yaitu PT Taman Wisata, BKB, dan Badan melakukan fungsi koordinatif di kawasan Otorita Borobudur. Borobudur 2. Optimalisasi tugas dan fungsi BO Borobudur 3. Ada organisasi kerja sama antar daerah bidang agar mampu berjalan sesuai ketentuan (lihat pariwisata (Java Promo) yang perlu dioptimalkan PerPres No 46/2017). perannya 3. Revitalisasi peran dan fungsi lembaga kerja sama pariwisata antar daerah (Java Promo) untuk mengambil peluang adanya destinasi super prioritas Borobudur. Kelompok Industri 1. Perlu penguatan dan kemitraan (Bisnis to 1. Sudah ada banyak asosiasi pariwisata di tingkat Bisnis) yang saling menguntungkan untuk daerah di BYP penguatan kelembagaan/asosiasi industri 2. Sudah ada Balai Ekonomi Desa (Balkondes) hibah pariwisata. dari BUMN di 20 desa wisata di Kec. Borobudur 2. Mendorong program PKBL / CSR dari industri wisata untuk pengembangan destinasi dan industri wisata skala kecil dan menengah. 3. Menguatkan manajemen dan tata kelola Balkondes agar dapat menjadi bagian dari atraksi wisata di sekitar WHS.

Kelompok Masyarakat 1. Mendorong segera diterbitkan SK bagi desa 1. Sudah ada desa wisata (di Kab Borobudur), wisata di Kab Magelang yang belum namun belum semua dilengkapi dengan SK memilikinya. Bupati tentang desa wisata 2. Mendorong profesionalisme serta manajerial 2. Desa di sekitar Borobudur sudah mendorong pengelolaan lembaga wisata yang dijalankan pengembangan wisata melalui Badan Usaha Milik melalui BumDes. Desa / BUMDES 3. Penguatan organisasi masyarakat (Forkom, 3. Sudah ada Forkom di Klaten, Sleman, Kota Pokjanis) agar dapat bersinergi dengan pihak Yogyakarta, dan Pokjanis di Kotagede. terkait untuk memastikan keberlanjutan organisasi pariwisata tersebut.

Sumber : Konsultan ITMP

93 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur 3. Permasalahan Kunci

Indonesia mengalami masalah yang serupa dengan banyak negara berkembang lain dalam hal tidak ada sinergi antara perumusan dan implementasi kebijakan pariwisata, dengan kebijakan yang terkadang gagal memenuhi harapan masyarakat lokal dan menghasilkan dana untuk tingkat pemerintahan lokal serta di tingkat nasional, dan kurangnya visi bersama antara lembaga dengan tanggung jawab bersama untuk pengelolaan sumber daya.

Dalam kasus Borobudur, telah ada kritik selama beberapa dekade tentang koordinasi yang buruk antara tiga lembaga utama dengan tanggung jawab untuk situs, mengakibatkan manajemen yang lemah, dan kurangnya keterlibatan masyarakat dengan WHS Borobudur dan sekitarnya. Misalnya, misi pemantauan reaktif oleh UNESCO pada tahun 2006 menemukan bahwa masalah yang sebelumnya diidentifikasi "kurangnya visi, kerangka kerja kelembagaan yang lemah dan tidak adanya peraturan yang jelas" masih belum ditangani; menurut laporan itu, “masalahnya bukan hanya bahwa lembaga-lembaga ini tidak cukup berkoordinasi di antara mereka sendiri, tetapi bahwa tujuan masing-masing tampaknya kadang-kadang saling bertentangan, dan tidak ada kerangka kerja peraturan dan perencanaan formal untuk merekonsiliasi mandat yang berbeda ini dalam satu visi yang disepakati dan kebijakan.”36 Komentar serupa dibuat selama Pertemuan Pakar Internasional (International Expert Meeting) 2008 tentang Borobudur, mencatat komentar tentang “Kurangnya koordinasi kelembagaan antara pihak berwenang yang bertanggung jawab atas pengelolaan Borobudur”.37 Sangat mengecewakan untuk menemukan bahwa lebih dari satu dekade kemudian baru ada sedikit perubahan. Studi akademis selama beberapa tahun juga telah menganalisis dan mendokumentasikan masalah ini.38

Struktur tata kelola kelembagaan sangat perlu dirancang ulang. Sebagai contoh, laporan sintesis World Heritage Centre tentang Borobudur menyatakan bahwa: “Ancaman utama terhadap ansambel adalah dari pengembangan yang dapat membahayakan hubungan luar biasa antara monumen utama dan pengaturannya yang lebih luas dan juga dapat mempengaruhi Outstanding Universal Value dari properti tersebut. Pendekatan ke properti telah sampai tingkat telah dikompromikan oleh peraturan pembangunan yang lemah,”39 sementara kegiatan pemetaan 2012 yang menetapkan batas-batas yang tepat dari daerah yang kemudian ditetapkan sebagai SP-1 (dalam undang-undang 2014) menemukan bahwa telah terjadi peningkatan yang cepat. Pergeseran penggunaan lahan dari lahan yang tidak berkembang (pertanian) ke daerah-daerah maju, dan adajuga komentar bahwa pemantauan dan pengendalian perlu ditegakkan.40

Tekanan komersial pada WHS meningkat karena tingginya tingkat promosi saat ini, dengan gambar Monumen sering digunakan dalam iklan pariwisata ke Indonesia. Ini dapat menciptakan kesan bahwa ukuran candi itu jauh lebih besar dari aslinya. Bahkan, ukurannya hanya 121m x 121m, dengan hanya 8.346,5m2 ruang untuk berkeliling (jauh di bawah satu hektar), membuatnya tidak cocok untuk pariwisata massal Tekanan langsung dan tidak langsung dari para pengunjung menyebabkan erosi fisik batu-batu tersebut,

36 UNESCO (2006) Report on Reactive Monitoring Mission to Borobudur Temple Compounds, 18-25 Feb 2006 37 Balai Konservasi Borobudur dan UNESCO (2018), op. cit., pg. 32 38 Kausar, D.R. and Nishikawa, Y. (2010) Heritage Tourism in Rural Areas: challenges for improving socio-economic impacts, Asia Pacific Journal of Tourism Research 15(2), pp. 195-213 39 https://whc.unesco.org/en/list/592 40 Supandi, Y. and Setiyawan, J. (2012) Pemetaan Kawasan Strategis Borobudur, Jurnal Konservasi Cagar Budaya, pp. 60-68

94 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur sementara kepadatan yang berlebihan dan perhatian yang tidak diinginkan dari para penjual melebihi daya dukung psikologis dari banyak pengunjung asing, menghasilkan ulasan negatif di media sosial.41

Mendorong lebih banyak wisatawan asing untuk mengunjungi situs ini akan menjadi kontra-produktif, kecuali jika ada langkah-langkah yang diambil untuk mengendalikan keramaian dan komersialisasi berlebihan, seperti yang ditentukan di bawah ini, sedangkan jika langkah-langkah ini dapat diberlakukan, tujuan pasti akan menjadi daya tarik yang besar untuk lebih banyak pengunjung asing dan operator tur.

Selain itu, ada ancaman fisik terhadap monumen itu sendiri karena kerusakan batu, sementara abu turun dari letusan Gunung Merapi juga berpotensi merusak batu.

Baseline Analysis Report (2019) menemukan bahwa ancaman terhadap Situs Warisan Dunia dapat diringkas sebagai berikut: 1. Regulasi dan institusi yang tidak jelas dan lemah, menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali. 2. ‘Overtourism’, dengan terlalu banyak orang mengunjungi situs dan mengakibatkan tekanan fisik dan lingkungan. Hal ini terutama disebabkan oleh komersialisasi berlebihan, dengan fokus sempit pada perolehan laba dan standar yang buruk. 3. Lemahnya manfaat sosial-ekonomi yang diperoleh secara lokal dari pariwisata ke Borobudur. 4. Kerusakan fisik dan lingkungan terhadap monumen dan sekitarnya, termasuk dari aktivitas gunung berapi. Beberapa masalah yang berkaitan dengan situs utama disorot dalam rencana lokasi Candi Borobudur dan sekitarnya ditunjukkan pada Gambar 32.

Gambar 45 : Masalah Utama di Situs Candi Borobudur

41 Horwath (2017) op. cit., p. 25

95 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tujuan akhir dari rencana ini adalah untuk menemukan solusi untuk masalah-masalah utama ini. Dengan demikian, masing-masing dari empat bidang ini telah dibagi menjadi beberapa tantangan spesifik dan prioritas, bersama dengan resolusi (atau hasil) yang diinginkan dari setiap tantangan. Tabel di bawah ini menguraikan analisis ini, termasuk penyebab yang teridentifikasi dari setiap dampak atau tantangan dan kemungkinan solusi atau cara untuk meredakannya. Yang paling penting dari ini adalah dengan dibawa ke depan dengan diskusi lebih lanjut. Solusi tersebut mewakili pendekatan pragmatis terhadap situasi berdasarkan praktik terbaik internasional dan pemahaman tim Konsultan tentang kondisi budaya, sosial- ekonomi, lingkungan dan tata kelola lokal.

Rekomendasi tersebut membahas Komponen 1, 2 dan 3 dari empat tujuan komponen ITMP, sebagai berikut: 1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan untuk memfasilitasi pengembangan pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan 2. Meningkatkan kualitas infrastruktur terkait pariwisata dan aksesibilitas layanan dasar 3. Promosikan partisipasi lokal dalam ekonomi pariwisata 4. Meningkatkan lingkungan yang memungkinkan untuk investasi swasta dan masuknya bisnis dalam pariwisata

Analisis telah dilakukan dengan menggunakan Logical Framework Approach (logframe). Rekomendasi untuk tindakan didasarkan pada konsultasi dengan para pemangku kepentingan, temuan-temuan dari Survei Perilaku Pengunjung yang dilakukan pada tahun 2019 dan survei-survei sebelumnya yang dilakukan oleh BKB.

96 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

3.1 Peraturan, Institusi Manajemen, dan Tata Kelola Tabel 23: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Regulasi dan Kelembagaan

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana

IRG-01 PerPres 58/2014 Mewujudakan tata ruang -Review PerPres 58/2014 - Review peraturan ini Revisi PerPres 58/2014 mengesampingkan PerPres kawasan Borobudur yang (peraturan ini akan dilakukan pada akhir akan disusun oleh 1/1992 dalam hal zonasi, berkualitas dalam rangka memungkinkan peninjauan tahun 2020. Kementerian ATR/BPN, tetapi tidak menghilangkan menjamin terciptanya lima tahunan), termasuk Kementerian PUPR, - PerPres 1/1992 akan otoritas entitas yang ada pelestarian Kawasan membentuk lembaga Pemda Magelang dan diganti dengan PerPres atas zona yang sudah ada Borobudur sebagai pelaksana, mengklarifikasi Kemendikbud. 58/2014 yang telah sebelumnya dan tidak Kawasan Cagar Budaya batas-batas SP1 dan SP2 direvisi. Pedoman Operasional menentukan otoritas Nasional dan warisan yang tepat, dan menegaskan yang akan dikeluarkan pelaksana. budaya dunia. kembali prinsip dan - Lembaga pengelola akan oleh Keputusan Menteri - pedoman pembangunan. dibentuk pada akhir PerPres 58/2014 Perencanaan Tata - Meningkatkan kesadaran di tahun 2021. dipandang terlalu ketat Ruang/Agraria antara lembaga-lembaga oleh pemerintah daerah - Pemetaan SP2 berbasis pemerintah dan sektor dan penduduk desa, tetapi GIS yang tepat akan swasta tentang keunggulan dipandang penting oleh dilakukan pada akhir dan pedoman undang- BKB / UNESCO untuk tahun 2020. undang yang direvisi 2014. melestarikan perspektif - Peningkatan kesadaran di - Peraturan terpisah akan dari Candi Borobudur itu antara penduduk desa untuk disusun oleh Provinsi DIY sendiri dan peninggalan mencari masukan mereka yang mencakup wilayah arkeologis di daerah tentang revisi PerPres Bukit Menoreh yang tersebut. 58/2014, juga mengingatkan terlihat dari WHS yang RTRW Kab. Magelang harus mereka tentang signifikansi terletak di dalam Kab. direvisi sesuai dengan global Borobudur dan Kulon Progo, DIY (lihat Perpres (Bab X Pasal 45) bentang alamnya. IRG-03). tetapi sampai saat ini revisi - Revisi RTRW Kab Magelang belum disahkan sesuai Perpres - Perlu instrumen pelaksanaan di lapangan

97 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana

IRG-02 Fragmentasi kelembagaan: Pengelolaan Borobudur - Berdayakan BKB sebagai - Reformasi kelembagaan Kemendikbud/BKB BKB relatif lemah dalam WHS yang otoritas utama untuk seluruh akan dikaitkan dengan pengelolaan terkait menyeimbangkan SP1, dan Pemda Magelang penerapan batas daya pariwisata di Zona 1 dan 2, kepentingan untuk seluruh SP2. BKB tampung + sistem dan keengganan PT TWC sakral/historis, konservasi, mungkin memerlukan pemesanan online. untuk mengendalikan dan komersial. perubahan tingkat - BKB akan diperkuat jumlah pengunjung, yang administrasi dan akan dengan personel yang menyebabkan dampak membutuhkan peningkatan sesuai, mis. perencana, pengunjung yang pendanaan. pakar pariwisata. berlebihan pada - Mempertahankan PT TWC Monumen, termasuk untuk mengelola aspek kepadatan yang berlebihan komersial terkait pariwisata yang menghalangi di daerah sekitar candi. pengunjung asing. Kurangnya kejelasan membuat Kepres No.1/ 1992 tidak diimplementasikan dengan benar. IRG-03 Batas-batas zonasi tidak Klarifikasi dan pemetaan - Satukan Zona 1 dan 2 di - Zona 1 dan 2 akan - Kemendikbud /BKB + jelas, terutama di batas yang tepat, dengan bawah manajemen BKB diganti namanya, dengan BIG lapangan, dan ada penyesuaian seperlunya. tetapi pertahankan area nama-nama baru yang - Kemendikbud/Pemda tantangan karena cara Batas yang direvisi akan dengan radius 200 m dari mengabadikan Magelang/PT TWC mereka dirancang. Secara dimasukkan sebagai bagian candi, hapus semua Monumen sebagai Zona khusus, Zona 1 dan 2 tidak dari revisi PerPres 58/2014. bangunan dan instalasi yang Inti, dikelilingi oleh zona - Kemendikbud /Pemda jelas di lapangan, dan batas dibangun lainnya (termasuk Perlindungan (Zona Magelang SP2 hanya digambarkan tiang pengeras suara). Penyangga), yang Undang-undang tentang sebagai lingkaran, tanpa mencerminkan - Candi (di dalam pagar kontrol pengembangan menghormati batas-batas terminologi UU No. pengaman) harus menjadi KTT rentang Bukit administratif atau bahkan 11/2010 tentang zona inti, dengan sisa Zona 1 Menoreh di Kulon Progo rumah individu. Warisan Budaya, Pasal dan Zona 2 sebagai zona (perspektif dari 98 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana

Sebagian besar SP2 ada di pendukung. 73 (3). Borobudur WHS) akan Kab. Magelang, Jawa dirancang oleh - Melakukan pemetaan SP2 - Bagian SP2 saat ini di Tengah, tetapi termasuk Kemendikbud bersama yang dirujuk GIS dan Kab. Kulon Progo, DIY, bagian dari Kab. Kulon dengan Pemda Kulon menetapkan batas-batas akan dikecualikan. Progo, DI Yogyakarta, Progo. yang tepat, divalidasi dengan menyebabkan kesulitan - Peningkatan kesadaran pelacakan GPS di tempat, administrasi melintasi batas dan pengingat akan dengan mempertimbangkan provinsi. batas-batas, peraturan, bentuk lahan, wilayah dan pedoman yang administrasi, dan berkaitan dengan masing- penggunaan lahan yang ada. masing zona akan berlanjut sepanjang fase berikutnya. IRG-04 Ada perkembangan Penegakan kontrol - BKB yang diberdayakan - PerPres 58/2014 yang Kemendikbud /BKB merayap di sepanjang jalan bangunan, desain dan harus bekerja dengan Pemda telah direvisi akan dengan Pemda Magelang menuju WHS, dan konversi pengembangan untuk Magelang untuk cepat disahkan menjadi lahan secara bertahap dari mempertahankan karakter menerapkan sanksi atas peraturan baru. pertanian menjadi non- lanskap pelanggaran (termasuk - Pastikan kontrol pertanian dalam SP1 dan pedesaan/pertanian dan pemindahan bangunan yang pengembangan yang SP2, bertentangan dengan pandangan tanpa didirikan tanpa izin yang ketat atas SP1. PerPres 58/2014. hambatan ke dan dari sesuai). Penunjukan penggunaan Monumen Borobudur. - Pemda Magelang - Dukungan pengembangan lahan relatif jelas, tetapi bekerja dengan BKB kapasitas untuk Agraria dan izin konversi penggunaan untuk menegakkan Pemda Magelang untuk lahan dan izin bangunan peraturan. menegakkan prinsip-prinsip (IMB) yang sah tidak selalu perencanaan/pembangunan diperoleh atau dapat dan meningkatkan dielakkan. kesadaran akan pentingnya Tanggung jawab untuk mempertahankan lahan menegakkan prinsip-prinsip pertanian, untuk dan peraturan bangunan mempertahankan lanskap

99 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana

terletak pada Kementerian dan untuk melindungi Agraria dan Perencanaan peninggalan arkeologis dan Tata Ruang (‘Agraria '), pada akhirnya untuk tetapi seringkali tidak ada mendukung industri tindakan yang diambil pariwisata berkelanjutan. ketika pelanggaran atau - Hapus semua bangunan bangunan yang tidak yang dibangun sejak 2014 pantas atau ilegal yang bertentangan dengan dilaporkan kepada mereka. PerPres 58/2014 dan yang Sistem 'Pelayanan Terpadu tidak memiliki lisensi. Satu Pintu' untuk bisnis baru mengurangi birokrasi tetapi berarti bahwa pembatasan pembangunan terkadang diabaikan. IRG-05 Perpres no. 58/2014 Memindahkan kios suvenir - Mendesain ulang semua - Jika jumlah pengunjung Kemendikbud /BKB menyatakan bahwa semua bangunan dalam SP-1 untuk ke Borobudur menurun, Pemda Magelang bangunan di dalam taman mematuhi pedoman Perpres akan ada lebih sedikit candi harus dari 'karakter 58/2014. permintaan untuk penjual tradisional yang dibangun suvenir dalam jumlah - Pastikan peluang untuk dengan bahan-bahan alami besar di situs. melanjutkan penjualan bagi dan bersumber secara pedagang asongan yang ada. - Peluang untuk menyewa lokal'. Gugusan kios suvenir kios / menjual dengan atap logam cinderamata harus bergelombang didukung dibatasi untuk penduduk dengan struktur baja di Kec. Borobudur dan Kec. pintu keluar kompleks dan Mungkid. Saat ini, banyak gugusan kios di dekat pemilik kios dikatakan tempat parkir berasal dari luar daerah. bertentangan dengan hal ini.

100 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana

IRG-06 Pembentukan 'Badan Klarifikasi peran BOB. - Mengubah nama BOB - Diperlukan Kementerian Pariwisata Otorita Borobudur' (BOB) untuk mencerminkan keputusan/aturan dan Ekonomi Kreatif telah menyebabkan kewenangan dan tujuannya tambahan. Kemenko Maritim kebingungan di antara yang sebenarnya, yaitu masyarakat, wisatawan dan koordinasi, memfasilitasi dan pihak berwenang Kab. mempromosikan Magelang, karena judulnya pengembangan pariwisata di menunjukkan bahwa ia seluruh wilayah Joglosemar. memiliki yurisdiksi atas - Mengurangi penggunaan WHS, padahal tidak. 'Borobudur' dalam Penggunaan nama mempromosikan pariwisata 'Borobudur' untuk ke Jawa (baik untuk pasar mempromosikan pariwisata internasional dan domestik). ke wilayah Jawa (Joglosemar) secara lebih luas. Bahkan, nama 'Jawa' memiliki pengakuan luas di pasar luar negeri dan berfungsi dengan baik untuk tujuan promosi.

101 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

3.2 Kontrol Pengunjung

Tabel 24: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Kontrol Pengunjung

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana OC-01 WHS menerima sekitar Turunkan angka - Batasi jumlah pengunjung - Harga tiket untuk Kemendikbud/BKB 3,8 juta pengunjung per pengunjung tanpa dengan memperkenalkan wisatawan domestik akan PT.TWC tahun (hanya 6-7% adalah mempengaruhi tingkat kuota daya tampung yang dinaikkan (lihat di atas). wisatawan internasional) pendapatan dari ditetapkan oleh BKB pada - Sistem online untuk yang menghasilkan pariwisata ke daerah tahun 2009 membeli tiket masuk di jumlah rata-rata kunjunga tersebut, sebagian melalui - Naikkan biaya masuk untuk muka akan diperkenalkan, 10.000 per hari, dengan peningkatan jumlah pengunjung domestik dengan tiket juga tersedia 50.000+ pengunjung / pengunjung asing. di lokasi yang ditentukan, hari pada periode - Menyebarkan wisatawan di terutama YIA. populer. Sekitar 30% area yang lebih luas. - Jumlah yang lebih besar adalah siswa atau anak - Buat lebih banyak atraksi akan diizinkan pada hari- sekolah yang perilakunya 'instagrammable' di tempat hari tertentu untuk sering mengganggu lain untuk menghilangkan memastikan pengunjung pengunjung yang lebih tekanan pada candi itu domestik tidak kehilangan tertib. sendiri mis. replika stupa. haknya dari warisan Tekanan pada PT TWC - Melakukan 'pemasaran mereka sendiri atau untuk menghasilkan ulang', yaitu mengurangi peziarah Budha dari situs pendapatan berarti bahwa tingkat promosi Borobudur suci yang penting. jumlah pengunjung yang saat ini (terutama gambar). tidak terbatas diizinkan, - Setiap kelompok harus tetapi terlalu banyak - Tempatkan batasan ketat disertai oleh pemandu. pada ukuran kelompok, mis. menghasilkan komentar - Lebih banyak peluang 12 orang per grup, dengan negatif di media sosial, untuk pariwisata di tempat masing-masing grup memiliki dan mengancam Status lain akan dibuat (di SP-2 pemandu lokal. Warisan Dunia situs dan atau Kab. Magelang lebih reputasi Indonesia. - Tutup candi pada satu hari luas). setiap minggu (idealnya Sabtu atau Minggu).

102 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana OC-02 Menghormati properti Perilaku pengunjung yang - Tekankan sejarah dan - Ada penerimaan oleh Kementerian Pariwisata sebagai Monumen kuno menghormati sejarah kuno spiritualitas dalam semua pemangku Kemendikbud/BKB dinodai oleh aktivitas Monumen. pemasaran. kepentingan untuk komersial yang berlebihan, mengendalikan kembali PT.TWC - Mencegah kunjungan, dengan situasi yang tingkat promosi kegiatan, dan atraksi kadang-kadang kontras Borobudur yang tinggi. 'rekreasi' dan dorong muncul antara hedonistik, pengalaman yang lebih - Untuk memaksimalkan pengunjung yang mencari mendalam melalui pendapatan valuta asing, kesenangan dan orang- interpretasi. wisatawan domestik akan orang yang mencari didorong untuk pengalaman yang lebih - Pastikan bahwa tidak ada mengunjungi tempat- berbasis pengetahuan kegiatan lebih lanjut yang tempat wisata alternatif. dan/atau spiritual. tidak pantas diizinkan dan bahwa lisensi saat ini - Akan ada kampanye Sebagai contoh, sebagian dihentikan secepat mungkin. peningkatan kesadaran besar pengunjung tidak tentang pendekatan baru mengikuti jalur - Buat ruang alternatif untuk untuk aktivitas mengelilingi teras untuk jenis spa dan kegiatan pengunjung di Borobudur: mencapai tingkat atas, 'menyenangkan' di kejauhan menaikkan harga, sebaliknya langsung dari WHS, di SP-2. memperkenalkan sistem menuju ke atas langkah- - Buat hambatan fisik untuk pemesanan online dan langkah untuk mengambil bergerak lurus ke atas dan ke membuatnya lebih sulit foto narsis di antara stupa bawah tangga. untuk mencapai puncak di atas. Hal ini dapat menghalangi mengakibatkan - Menerapkan 'peraturan pengunjung domestik pengunjung berkerumun tidak menyentuh' dll dengan tetapi harus menarik lebih di tangga yang curam, lebih ketat banyak pengunjung asing. melebihi daya dukung - Pertimbangkan untuk psikologis bagi pengunjung memasang stupa replika - Sistem kuota akan yang melihat untuk (termasuk patung Buddha) di diperkenalkan dan menikmati WHS sebagai selfie-spot, mis. di teras diberlakukan. ruang yang tenang, dan (halaman) yang mengelilingi - Volume pengunjung membahayakan candi utama), untuk 'rekreasi' ke Monumen

103 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana keselamatan pengunjung. memuaskan keinginan selfie akan berkurang. dan menyentuh patung untuk Di lingkungan WHS, keberuntungan. suasana yang tenang dan bersejarah dikompromikan oleh kegiatan yang tidak relevan seperti membersihkan kaki dengan ikan, musik yang dimainkan melalui pengeras suara, dan menggelar konser pop. OC-03 Pada hari-hari yang sibuk Pindahkan sebagian besar - Membuat taman parkir - Jalan setapak yang Pemda Magelang tempat parkir di tempat kendaraan bermotor dari mobil yang agak jauh dari menyenangkan dan teduh PUPR/Cipta Karya menjadi penuh, dengan dekat lokasi candi. WHS dan hanya akan dibuat ke lokasi dari semua ruang yang memperbolehkan bus antar- setidaknya tempat parkir PT.TWC tersedia di desa dipenuhi jemput listrik atau 'kereta terdekat PT.KAI dengan parkir dan api' untuk berkendara ke - Trotoar akan kemacetan di jalan-jalan lokasi itu. Kementrian ditingkatkan dan jalur off- terdekat. Bagian depan Perhubungan - Buat zona akses/izin road dibuat untuk toko dan pekarangan di terbatas hanya di sekitar memungkinkan depan rumah-rumah Borobudur untuk mengurangi pengunjung berjalan, penduduk dijadikan lalu lintas bermotor. bersepeda atau naik tempat parkir mobil dan Kendaraan listrik, kereta kuda kereta kuda antara tempat sepeda motor. dan sepeda akan diizinkan. parkir terdekat dan tempat-tempat penting - Aktifkan kembali jalur lainnya, misalnya candi kereta Yogya-Magelang Mendut, Pawon dan dengan stasiun di Blabak dan Borobudur. gunakan transportasi antar- jemput dari sana (Fase 3, 2030-2034).

104 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana OC-04 Pajangan museum yang Museum kelas dunia yang - Tingkatkan museum untuk - Membuat arus Kemendikbud/BKB dirancang dan dirawat menawarkan pengalaman menjelaskan kisah relief pengunjung yang dengan buruk dan yang memuaskan dan candi dan penggunaan mencakup museum. interpretasi makna relief menambah waktu tinggal artefak. - Interpretasi interaktif dan candi, selain di galeri pengunjung. - Aktifkan aplikasi e-guide digunakan, termasuk museum yang baru-baru Chattra Borobudur augmented reality. ini direnovasi oleh (dikembangkan 2017 tetapi UNESCO dan di Museum tidak pernah diinstal). Samudra Raksa, di mana orang membayar ekstra, tampaknya lebih ditujukan untuk pasar massal daripada pasar kelas atas. OC-05 Relief berukir Menghormati sejarah dan - Hapus gambar-gambar yang - Upaya akan dilakukan Kemendikbud/BKB memberikan wawasan budaya Jawa sebagaimana di Disneyfied dan pastikan untuk menghentikan yang sangat berharga dibuktikan dalam relief bahwa setiap representasi proses akulturasi yang tentang sejarah dan candi. figur manusia menggemakan dibuktikan oleh tokoh- budaya Jawa, tetapi relief candi dan/atau figur- tokoh tipe Disney. beberapa aspek figur halus dari budaya Jawa. diremehkan oleh representasi sebagai tokoh yang di Disneyfied. OC-06 Menurut PerPres Memenuhi dan - Bekerja dengan asosiasi - Vendor akan dipindahkan Kemendikbud/BKB 58/2014, kegiatan yang memuaskan pengalaman vendor lokal untuk ke lokasi yang memberi PT TWC diperbolehkan termasuk bagi pengunjung, memindahkan vendor ke mereka peluang penjualan di dalamnya ‘tourist mengarahkan mereka lokasi yang tidak berdampak yang baik. Pemda Magelang information centers, untuk kembali dan pada ketenangan WHS. - Buat situs untuk lebih historical and cultural merekomendasikan orang - Pastikan bahwa pengunjung banyak cenderamata dan information centers, lain untuk berkunjung. dapat mendekati dan restoran kelas atas untuk transportation meninggalkan situs tanpa menampilkan yang terbaik infrastructure in the form dilecehkan atau dipaksa dari desain, kerajinan

105 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci/Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana of pedestrian lanes, open masuk ke labirin kios suvenir. tangan dan keahlian spaces in the form of memasak Jawa. - Kurangi jumlah vendor. green lanes and road - Prioritas akan diberikan islands, and yards.’ Cluster - Bekerja dengan asosiasi kepada penduduk lokal kios suvenir di pintu vendor dan pekerja kerajinan untuk bekerja di keluar kompleks candi dan lokal untuk meningkatkan 'pariwisata massal' dan tempat parkir tidak kualitas dan desain suvenir. situs kelas atas, sementara termasuk dalam definisi - Bekerja dengan penyedia vendor dari daerah lain di ini, namun kluster telah katering lokal untuk Jawa akan berkecil hati. diizinkan untuk meningkatkan standar - Ketentuan Keputusan No. berkembang secara kualitas dan kebersihan. signifikan selama 5 tahun 58/2014 akan dihormati terakhir. dan diimplementasikan. Pengunjung dilecehkan oleh vendor yang melambaikan suvenir murah di wajah mereka dan dipaksa untuk keluar dari WHS melalui kompleks kios suvenir yang dibangun dengan buruk. Ini mengurangi nilai spiritual dari pengalaman dan mengarah pada komentar negatif.

106 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

3.3 Sosial, Budaya, Ekonomi Tabel 25: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Sosia, Budaya, Ekonomi

Hasil yang No. Isu Kunci / Gap Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana Diinginkan SE-01 Penghasilan dari pariwisata Distribusi - Menyetujui pembagian - Jumlah besar akan dikirimkan ke BUMN WHS akan bertambah ke kekayaan yang pendapatan dari penjualan keuangan negara. Pemda Magelang daerah setempat (pemerintah lebih merata dari tiket/parkir dan perusahaan lain - Uang yang terkumpul ke desa- daerah dan masyarakat). pariwisata ke yang dioperasikan oleh PT TWC Kemendikbud desa akan digunakan secara Borobudur. sehingga sebagian diberikan transparan untuk kepentingan Perangkat Desa Kec. kepada Pemda Magelang dan masyarakat. Borobudur dan dari Kec. sebagian ke desa-desa Kec. - Biaya masuk untuk pengunjung Mungkid terkena SP1. Borobudur dan desa-desa di Kec. domestik ke Monumen akan Mungkid yang terkena SP1. dinaikkan menjadi Rp. 100.000 (Rp. 50.000 ke 'halaman' - Naikkan biaya masuk ke Candi Mendut / Pawon menjadi Rp. 10.000. SE-02 Lebih menguntungkan Pelestarian - Dorong orang untuk menyewa - Masyarakat lokal akan didorong - Pemda Magelang menggunakan lahan untuk lansekap sawah tanah mereka daripada untuk tidak menjual tanah - Kementerian Pertanian, tujuan komersial dan tanpa merugikan menjualnya. mereka ke spekulan luar. dan kementerian tingkat perumahan daripada bertani. warga setempat. - Merancang skema subsidi di - Beras pertanian akan menjadi nasional lainnya Akibatnya, ada tekanan pada tingkat nasional untuk petani kurang produktif secara ekonomi Kementerian masyarakat lokal untuk menjual (individu dan desa) yang terlibat dan upah dibandingkan bentuk- ATR/BPN tanah kepada orang luar dalam pertanian padi tradisional bentuk lain penggunaan lahan (seringkali dari makelar tanah). di daerah-daerah populer turis, dan pekerjaan, tetapi harus Opsi ini sering menarik bagi baik untuk membantu menjaga dipertahankan sebagai bagian keluarga lokal, terutama karena ketahanan pangan negara dan dari pengaturan tradisional kepemilikan tanah menjadi untuk mempertahankan lanskap Borobudur. lebih kecil karena pembagian di yang indah secara estetika. - Penghasilan yang diperoleh oleh antara anggota keluarga. - Menegakkan perencanaan dan pemerintah desa dan individu Mereka mungkin memutuskan membangun peraturan sehingga akan cukup untuk memberikan

107 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Hasil yang No. Isu Kunci / Gap Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana Diinginkan untuk menjual dan membeli pembeli potensial tahu bahwa kompensasi kepada mereka tanah yang lebih murah di pengembangan sembarangan dan karena tidak mengkonversi lahan tempat lain, atau berinvestasi komersial yang bertentangan di SP1 dan SP2 menjadi dalam pendidikan anak-anak dengan peraturan bukanlah suatu penggunaan yang lebih produktif mereka. pilihan; terutama bahwa secara ekonomi. penggunaan lahan tidak mudah - Bangunan yang telah didirikan diubah dari pertanian menjadi sejak 2014 bertentangan dengan perumahan/komersial. PerPres 58/2014 dan tanpa izin akan dibongkar. SE-03 Komunitas lokal menganggap Hubungan yang - Atur pertemuan tahunan atau - Penduduk lokal akan didorong Kemendikbud/BKB diri mereka dikecualikan dari lebih baik antara dua tahunan tentang Borobudur untuk berpartisipasi penuh dalam Pemda Magelang situs dan dari manajemennya. organisasi WHS dan sekitarnya, untuk forum. PT.TWC manajemen WHS, menyertakan perwakilan

komunitas lokal, masyarakat, akademisi, LSM, dan dan organisasi perwakilan industri pariwisata. masyarakat sipil - Berikan akses gratis ke lainnya. Monumen oleh penduduk lokal pada satu hari per tahun, misalnya semua penduduk SP1 dan SP2.

SE-04 Balkondes (Balai Ekonomi Balkondes yang - Memberikan dukungan kepada - Badan hukum yang tepat akan PT TWC + perusahaan Desa) didirikan di 20 desa di berkembang dan Balkondes dan inisiatif CBT lainnya ditemukan. milik negara Kec. Borobudur pada 2017-18 inisiatif Pariwisata melalui pelatihan dalam lainnyaPemda Magelang belum memenuhi potensi berbasis pengembangan produk, - Iiterasi 5 tahunan dari proses MCSTO (berbasis di UGM) mereka. Dukungan setahun Masyarakat (CBT) keramahan, bahasa, pemasaran. VCA akan menjadi bagian dari dari PT TWC dan perusahaan lainnya, - Mendirikan organisasi payung keseluruhan proses pemantauan. milik negara lainnya tidak menghasilkan tunggal untuk Balkondes, mencukupi karena penduduk kekayaan lokal menangani pemesanan dan desa sering kurang keahlian dan membantu pemasaran online, dan dalam perhotelan, menghilangkan menyalurkan inisiatif pelatihan,

108 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Hasil yang No. Isu Kunci / Gap Rekomendasi Strategi Asumsi Instansi Pelaksana Diinginkan pengembangan produk dan tekanan dari situs - Melakukan Value Chain Analysis pemasaran. utama. (VCA) untuk memastikan arus kekayaan dalam ekonomi pariwisata Borobudur, diulangi mis. pada interval 5 tahun untuk menetapkan dampak Balkondes (dan intervensi lainnya). SE-05 Banyak penduduk lokal Fasilitas higienis - Jalankan kursus pelatihan - Restoran kelas atas/menengah Pemda Magelang mencari nafkah dari menjual berkualitas baik sertifikat dalam makanan dan dianjurkan dan juga kedai makanan kepada pengunjung, untuk katering kebersihan untuk penjual makanan pariwisata massal. tetapi standar kebersihannya ditawarkan di makanan dan pemilik kafe - Lisensi untuk rendah dan banyak kios yang wisata massal dan - Tingkatkan standar keamanan di menjual/menyiapkan makanan mewakili bahaya kebakaran. kelas atas. warung-warung makan, terutama akan tergantung pada di area vendor baru. keberhasilan penyelesaian program pelatihan. SE-06 Ukuran kemakmuran Ekonomi - Tingkatkan kesadaran akan - Sistem subsidi untuk Pemda Magelang kecamatan adalah jumlah pengunjung peluang untuk menghasilkan memberikan kompensasi kepada Kecamatan Borobudur pemukiman yang ditunjuk seimbang dengan kekayaan yang terkait dengan petani/desa untuk sebagai 'pedesaan' atau peluang untuk konservasi lingkungan binaan / mempertahankan bentang alam 'perkotaan'. Dalam Kec. usaha mikro pedesaan, terutama bekerja tradisional pada akhirnya akan Borobudur semua 20 pariwisata dan dengan Balkondes dan inisiatif diperkenalkan (lihat xx di atas). pemukiman masih lapangan kerja, CBT lainnya. - Perawatan kesehatan yang lebih 'Pedesaan'; ini tidak biasa di dan - Memastikan bahwa layanan baik mencakup klinik perawatan Jawa. Tekanan untuk dikombinasikan dasar seperti sekolah dan pusat kesehatan utama di dekat mempertahankan karakter dengan upaya lain kesehatan memiliki standar yang Borobudur yang sesuai untuk desa di sekitarnya untuk sama dengan di kecamatan yang pengunjung (mis. Dengan bertentangan dengan memastikan sebanding. personel yang berbahasa Inggris). keinginan untuk masyarakat lokal menghasilkan kekayaan tidak ekonomi yang lebih besar. terpinggirkan.

109 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

3.4 Pelestarian Candi Tabel 26: Analisis Isu Kunci/Gap dan Rekomendasi Strategi Pelestarian Candi

No. Isu Kunci / Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Institusi Pelaksana PE-01 Kaki pengunjung mengikis Perlindungan untuk - Kurangi jumlah pengunjung - Karena jumlah pengunjung Kemendikbud/BKB batu. batu asli candi. dan dorong penyebaran yang berkurang, masalah akan lebih baik di sekitar candi berkurang. (terutama dengan berjalan di sekitar teras). -Monev pengelupasan batu candi secara berkala PE-02 Vandalisme yang disengaja Perlindungan untuk - Tambah jumlah penjaga. - Karena jumlah pengunjung Kemendikbud/BKB (ada terlalu sedikit penjaga batu asli candi. berkurang, masalah akan - Berdayakan penjaga untuk untuk berpatroli di candi, berkurang. bahkan ketika hari tidak menjatuhkan denda di tempat. terlalu sibuk). - Monev vandalisme secara - Peraturan tambahan berkala diperlukan untuk memungkinkan denda. PE-03 Sejumlah besar limbah Situs bersih, dikelola -Meningkatkan fasilitas sanitasi PUPR/Cipta Karya padat dan air limbah dengan baik. dan pembuangan limbah. dihasilkan karena volume -Monev pengotoran sampah pengunjung, tetapi secara berkala fasilitasnya tidak memadai. PE-04 Mesin bus/minibus sering Pengurangan polusi -Larang penggunaan AC di PT TWC terus menyala untuk udara. kendaraan yang diparkir. Pemda Magelang memastikan interior - Monev jasad mikroorganisme kendaraan tetap dingin melalui AC, menambah -Monev postule polusi udara dan perubahan -Monev retakan batu candi iklim. - Monev lubang alveol

110 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Isu Kunci / Gap Hasil yang Diinginkan Rekomendasi Strategi Asumsi Institusi Pelaksana -Monev sedimentasi - Monev kebocoran - Monev endapan garam PE-05 Letusan dari Gunung Dampak minimal pada - Pastikan strategi manajemen - Latihan Penanggulangan Kemendikbud/BKB Merapi mengendap abu kehidupan manusia dan bencana tersedia dan Bencana akan dilakukan asam yang dapat merusak struktur Monumen jika diperbarui. secara teratur. batu, seperti yang terjadi terjadi erupsi atau - Penyediaan cover stupa pada 2010. gempa bumi.

111 Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung 4. Rekomendasi Regulasi dan Institusi

Pengelolaan Candi Borobudur oleh banyak pihak. Masing-masing pihak memiliki Tusi yang berbeda- beda. Perlu pengelolaan yang terpadu (satu atap manajemen) yang sinergis antar pihak sehingga Kawasan Candi Borobudur tetap lestari dan memberikan manfaat banyak pihak : masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.

Skenaria Pengembangan Kelembagaan Borobudur

1. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan

Dorongan pengembangan kelembagaan Borobudur kedepannya lebih dititikberatkan padan dimensi Pembangunan pariwisata berkelanjutan. Dimensi ini menjadi acuan bagi segenap pemangku kepentingan dalam mengelola dan mengembangkan pariwisata di kawasan Borobudur. Aspek pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diamaksud, adalah; kelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, penguatan nilai-nilai budaya-sosial, dan peningkatan ekonomi lokal.

2. Hambatan Pengelolaan/gap existing di kawasan Borobudur

Berdasarkan hasil kajian lapangan dan data-data sekunder menemukan bahwa maksimalisasi pemanfaatan kawasan Borobudur telah terjadi melalui jumlah pengunjung yang melebihi kapasitas daya tampung di Candi Borobudur. Maksimalisasi pemanfaatan kawasan Borobudur hanya terpusat pada Candi Borobudur, sehingga berdampak negatif terhadap citra Borobudur yang menjadi sumber pendapatan negara. Terdapat dua aspek yang menjadi faktor utama yaitu aspek regulasi dan aspek pengelolaan. a. Aspek Regulasi Regulasi yang mengatur tentang pengelolaan Borobudur melahirkan pemangku kepentingan yang tidak saling bersinergi. Langkah yang perlu dilakukan adalah merevisi ketiga regulasi berikut yaitu; 1. KepPres No. 1/ 1992 tentang pengelolaan taman wisata Candi Borobudur dan taman wisata Candi Prambanan serta pengendalian lingkungan kawasannya. 2. PerPres No. 58/2014 tentang rencana tata ruang kawasan Borobudur dan sekitarnya 3. PerPres No. 46/2017 tentang badan otorita pengelola kawasan Borobudur b. Aspek Pengelolaan Pengelolaan tiga zonasi yang dilakukan oleh pengelola yang berbeda dan dari institusi yang berbeda dinilai kurang koordinasi dan bahkan menimbulkan konflik arah pengembangan yang berbeda. Pada tingkat implementasi pengelolaan di daerah setidaknya terdapat tiga pemangku kepentingan yang ketiganya diatur dalam regulasi; yaitu BKB (Balai Konservasi Borobudur), PT TWCPRB, dan Pemerintah daerah Magelang. Dalam pembagian kewenangan diatur dalam zonasi yang masing- masing memiliki kepentingan yang berbeda. Zona 1 oleh BKB adalah tujuan pelestarian Candi, Zona 2 PT. TWCPRB adalah tujuan pemanfaatan , dan Zona 3 oleh Pemerintah daerah Magelang adalah tujuan pemanfaatan dan pengembangan. Ketiga pemangku kepentingan tersebut sangat minim dalam koordinasi dan apalagi dalam integrasi pengelolaan kawasan Borobudur sesuai dengan prinsip pengelolaan kawasan warisan budaya dunia.

Pengelolaan kawasan Borobudur yang bersifat parsial menciptakan ruang eksklusif dan sistem pengelolaan yang tidak terintegrasi. Menjadikan fokus utama destinasi Candi Borobudur telah mengesampingkan dan bahkan mengabaikan potensi lain yang ada di sekitar candi Borobudur. Integrasi pengelolaan kawasan Borobudur harusnya mengoptimalkan potensi yang ada di sekitar

112

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Borobudur dengan melibatkan masyarakat lokal. Pelibatan masyarakat lokal adalah upaya untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat dari sisi manfaat yang dapat dirasakan dari pariwisata (Lee, 2013).42 Pengembangan desa wisata, atraksi wisata minat khusus dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi masyarakat lokal. Pemerintah harus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya dengan berbagi tanggung jawab dalam melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan yang telah disepakati (Chen et al. 2017).43

Ketiga pemangku kepentingan utama diatas secara Vertikal tidak memiliki garis komando yang dapat menintervensi satu sama lain, karena berada pada lintas institusi dan fungsi institusi yang berbeda. Dibutuhkan kolaborasi antara pemangku kepentingan dan dasar pengelolaan kawasan Borobudur yang lebih jelas. Apabila pengelolaan kawasan Borobudur sebagai warisan budaya dunia, maka jelas prinsip-prinsip pelestarian menjadi yang utama dan optimalisasi potensi lainnya adalah bagian dari pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat.

3. Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Borobudur

Berdasarkan amanat Peraturan Presiden 14/2018 tentang koordinasi strategis lintas sektor penyelenggara kepariwisataan di pimpin oleh Wakil Presiden dan dibantu oleh kabinet kerja lainnya. Regulasi ini jelas menganut sistim koordinasi dalam mempercepat pengembangan suatu destinasi dengan keterlibatan sejumlah pemangku kepentingan. Penyusunan rencana induk pariwisata terpadu (ITMP) di koordinasikan oleh ketua harian yang dalam hal ini Menteri Pariwisata. Berarti apabila pengelolaan kawasan Borobudur berbasis pada pariwisata berkelanjutan maka kewenangan koordinatif dipimpin oleh Menteri Pariwisata dengan pelibatan kementerian dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Dari gambar dibawah dapat dijelaskan bahwa penekanan pada fungsi koordinasi yang dimiliki oleh Badan Otorita Borobudur berdasarkan amanah PerPres 46/2017 Pasal 14 (a,b) yaitu melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Borobudur. Sekaligus melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Borobudur. Dengan demikian diusulkan lebih lanjut:

42 Lee, T.H., 2013. Influence analysis of community resident support for sustainable tourism development. Tourism management, 34, pp.37-46. 43 Chen, S., Pearson, S., Wang, X.H. and Ma, Y., 2017. Public participation in coastal development applications: A comparison between Australia and China. Ocean & Coastal Management, 136, pp.19-28.

113

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 46 : Fungsi Koordinasi Badan Otorita Borobudur

WAKIL PRESIDEN PerPres MENKO 14/201

KETUA BADAN PerPres HARIAN OTORITA 46/201

PEMDA ZON MAGELANG

ZON PT. TWCPRB ZON

A 1 BKB

Sumber: Perpres 14/2018, Perpres 46/2017, KepPres 1/1992 a. Mengoptimalkan fungsi BOB sesuai PerPres No.46/2017

Optimalisasi BOB sebagai koordinator dalam pengelolaan kawasan pariwisata Borobudur perlu dilakukan melalui revisi PerPres nomor 46 tahun 2017, secara spesifik pada pasal 2 ayat 2 terkait cakupan kawasan pariwisata Borobudur yaitu Cakupan kawasan seluas paling sedikit 300 (tiga ratus) hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling banyak seluas 50 (lima puluh) hektar diberikan hak pengelolaan kepada Badan Otorita Borobudur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BOB sebagai koordinator dan pengelolaan kawasan pariwisata Borobudur lebih fokus pada aspek koordinasi dan sinkronisasi tanpa harus menjadi aktor di kawasan yang menjadi wilayah otorita. Tugas dan fungsi BOB secara detail dapat dilihat di Pasal 14 (a,b) dan pasal 15 (a-h) PerPres No. 46/2017. b. Penguatan Kapasitas BKB

Direkomendasikan untuk memperkuat BKB dengan penambahan Tusi BKB, tidak hanya berkaitan dengan pelestarian tetapi juga berkaitan dengan pengendalian dan pengelolaan pariwisata di wilayah KSN Borobudur. Untuk itu perlu peningkatan eselon BKB dari Balai bisa setingkat eselon 3 menjadi Balai Besar setingkat eselon 2B untuk menjalankan fungsi pelestarian, pengelolaan pariwisata dan pengendalian di wilayah KSN Borobudur.

BKB (Balai Konservasi Borobudur) sebagai pemangku kepentingan di Zona 1 harus dapat mengendalikan jumlah pengunjung melalui kewenangan dan tugasnya. Tugas utama terkait konsevasi dan pelestarian Borobudur yang dimiliki BKB yang dilakukan melalui kajian dan temuan

114

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan pariwisata Borobudur. Hal ini sejalan dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan dari sisi aspek kelestarian lingkungan. Peningkatan kapasitas BKB dapat dilakukan melalui: - fungsi konservasi dan pelestarian - fungsi pengendalian WHS Borobudur c. PT.TWC Borobudur, Prambanan, Ratu Boko

PT TWC harus terus beroperasi, mengeluarkan lisensi untuk, dan mengendalikan usaha komersial terkait pariwisata di Zona 2 saat ini (akan dinamai ulang sebagai Zona Penyangga), termasuk area toko-toko suvenir dan restoran kelas atas dan setiap usaha di situs tersebut seperti sebagai acara Sound & Light. PT TWC juga harus mengeluarkan lisensi untuk dan mengendalikan warung makanan dan pedagang pasar massal.

Sebagai implikasi Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur, PT.TWC perlu menciptakan bisnis yang lebih baik yang berorientasi budaya dan alam secara berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peraturan yang mengatur mandat PT TWC (Keputusan Presiden No. 1/1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan) juga harus direvisi atau diganti karena tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Lanskap pariwisata WHS Borobudur telah banyak berubah dalam 27 tahun sejak undang-undang disahkan, dan perlu diperbarui untuk mencerminkan perubahan ini. Sekali lagi, pedoman operasional harus dimasukkan dalam keputusan atau dikeluarkan bersamaan sebagai undang-undang yang terpisah.. d. Pemda Kabupaten Magelang

Pemda Magelang tetap menjadi otoritas utama untuk zona 3,4,5, meskipun bekerja erat dengan BKB, terutama berkaitan dengan peningkatan nilai-nilai aset warisan dunia dan sisa-sisa arkeolog. e. Penyusunan Pedoman Operasional

PerPres 58/2014 yang direvisi, selain itu perlu juga mempertegas yang juga harus menjelaskan batas-batas SP2 serta SP1 yang tepat. Revisi tersebut harus didiskusikan dengan para pemangku kepentingan pada tahap penyusunan, terutama Pemerintah Pusat, Pemda Magelang, BKB, PT TWC, dan masyarakat lokal yang tanah/rumah tangga/desanya akan terkena dampak inklusi.

Selain itu, pedoman operasional harus dikeluarkan, karena salah satu kelemahan dari Perpres 58 /2014 saat ini adalah bahwa prosedur teknisnya tidak pernah dibuat jelas. Pedoman ini harus disusun dan dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Salah satunya adalah dengan menyediakan instrumen untuk pelaksanaan di lapangan.

115

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

4. Sinergi antar Pemangku Kepentingan

Kawasan Borobudur dan sekitarnya telah menjadi kawasan strategis nasional, kawasan strategis pariwisata nasional, setelah sebelumnya UNESCO menetapkan Borobudur sebagai warisan budaya dunia. Penetapan Borobudur sebagai warisan budaya dunia dengan deliniasi versi JICA 1979 harus menjadi pedoman dan arah pengembangan kawasan Borobudur pada pelestarian, perlindungan terhadap saujana Borobudur. Seiring dengan regulasi baru yang menetapkan kawasan Borobudur sebagai KSN, KSPN tidak menjadi soal apabila dilakukan berbasis pembangunan pariwisata berkelanjutan dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan baik vertikal maupun horizontal.

Gambar 47 : Pola Kolaborasi Antar Pemangku Kepentiangan

PEMERINTAH

MASYARAKAT INDUSTRI LEMBAGA LEADER BOROBUDUR?

MEDIA AKADEMISI

Sumber: Analisis ITMP, 2020

Pengembangan kawasan Borobudur sebagai warisan budaya dunia harus melibatkan kelima unsur pemangku kepentingan diatas. Dalam implementasinya dapat dijabarkan sesuai dengan spesifikasi masing-masing. Misalnya aspek pemerintah yang mengurusi tentang kebudayaan dan pendidikan adalah dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan urusan institusi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan pariwisata Borobudur.

Pembentukan kelembagaan untuk mengelola kawasan pariwisata Borobudur berdasarkan pada gambar pola kolaborasi antar pemangku kepentingan diatas secara detail dapat dilihat pada tabel berikut ini:

116

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Tabel 27: Peran Pemangku Kepentingan di Kawasan Borobudur

No. Pemangku Kepentingan Peran 1 Pemerintah Menyiapakan regulasi (regulator) dan memberikan fasilitasi (fasilitator) pengelolaan kawasan Borobudur. 2 Industri Mendukung dalam investasi fasilitas industri pariwisata di kawasan Borobudur 3 Masyarakat Terlibat aktif dalam pembangunan kepariwisataan, sebagai subjek untuk mempertahankan budaya dan tradisi pendukung pariwisata Borobudur. 4 Media Berpartisipasi dalam pemberian informasi secara luas 5 Akademisi Terlibat di dalam pengembangan keilmuan terkait pengelolaan kawasan Borobudur.

Berdasarkan pada pola kolaborasi antar pemangku kepentingan serta peran yang dimiliki oleh masing-masing pihak maka berikut ini skenario kelembagaan dalam mengelola kawasan Borobudur.

Mengacu PerPres No.18/2018 tentang perubahan kedua atas PerPres No.64/2014 tentang koordinasi strategis lintas sektor penyelenggaraan kepariwisataan dalam pasal 5(a,b) terkait dengan koordinasi penyusunan rencana induk pariwisata terpadu di koordinir oleh Menteri Pariwisata (Lih. Gambar diatas). lebih lanjut merujuk PerPres No.46/2017 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Borobudur pada pasal 15 (a,b) disebutkan bahwa BOB memiliki tugas melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Borobudur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1); dan melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian di Kawasan Pariwisata Borobudur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Dari pasal 15(a,b) menegaskan betapa pentingnya peran dari Badan Otorita Borobudur. Salah satunya dalam rangka melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kawasan Borobudur. Merujuk pada gambar diatas, maka dapat dijelaskan pola kerja kelembagan Borobudur berikut ini.

1. BOB melakukan koordinasi dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan sesuai dengan tugas yang diembannya. 2. Masing-masing pemangku kepentingan (PT.TWC, BKB, Pemkab, Pemdes dan Masyarakat) melakukan kerjasama sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. 3. Penguatan kerjasama antar pemangku kepentingan (Pentahelix) dalam pengembangan kawasan Borobudur.

117

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 48 : Skenario Kelembagaan Borobudur

118

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

5. Rekomendasi Kontrol Pengunjung

Bagian ini merinci rekomendasi tentang tindakan untuk mengontrol jumlah pengunjung di Borobudur, membatasi pengunjung dengan menggunakan membuat model pendistribusian pengunjung ke kawasan Borobudur dan meningkatkan pengalaman kunjungan wisatawan. Dengan adanya kontrol pengunjung diharapkan dapat memberikan manfaat bagi terlestarikannya Candi Borobudur sebagai warisan dunia hingga dapat dinikmati oleh generasi mendatang serta meningkatnya pengalaman kunjungan wisatawan di Candi Borobudur.

Kebutuhan untuk mengontrol jumlah pengunjung didasarkan pada 'overtourism' yang diidentifikasi oleh studi sebelumnya tentang Borobudur, sebagaimana diuraikan di atas, dan pada prinsip-prinsip strategi pariwisata Provinsi Jawa Tengah mengenai Kawasan Wisata Strategis Nasional Borobudur, yang menyatakan bahwa:

“Borobudur must be protected from damage as a result of exploitation taking place without regard to history, knowledge, learning, religion and culture” (mempertahankan Kawasan Cagar Budaya dari kerusakan permanen akibat pemanfaatan ruang yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kepentingan bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan).44

Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi dampak pengunjung pada monumen yang sangat penting ini sambil mempertahankan pendapatan yang baik dari biaya masuk pengunjung, termasuk meningkatkan pendapatan valuta asing.

5.1 Pengaturan Pola Pengunjung Mikro –Zona 1

Upaya yang dapat dilakukan untuk pengaturan pengunjung di zona 1 upaya yang dapat dilakukan antara lain, mengurangi jumlah pengunjung di zona 1, penumpukan di monument candi harus dikurangi, mengatur pola pergerakan pengunjung agar pengunjung dapat melihat keseluruhan candi. Sehingga pengunjung mempunyai intepretasi yang kuat terhadap Candi Borobudur.

Pengurangan Jumlah Pengunjung di Zona 1 Sistem Kuota

Dari survei diketahui bahwa rata-rata lama waktu yang dihabiskan pengunjung untuk naik ke candi adalah 1 jam, menikmati halaman candi 0,5-1 jam dan diarea taman (zona II) selama 1 jam. Jadi total rata-rata waktu yang dibutuhkan pengunjung ke Candi Borobudur adalah 2,5-3 jam. Wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur terdiri dari wisatawan asing dan domestik. Wisatawan asing terutama lebih tertib, biasanya mereka tidak langsung naik ke puncak candi (tingkat arupadhatu) melainkan berkeliling mengamati panel-panel relief yang dipahat pada dinding dan pagar langkan Candi Borobudur. Perilaku tersebut berbeda dengan wisatawan lokal (nusantara), para wisatawan

44 Bappeda Propinsi Jawa Tengah (2019) Arah Pengembangan Kawasan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah, presentation of the government

119

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung itu umumnya cenderung hanya untuk berekreasi mengisi waktu libur. Wisatawan lokal begitu sampai ke Candi Borobudur langsung naik ke teras stupa induk untuk berselfi. Banyak dari mereka duduk-duduk diatas stupa dan pagar langkan untuk berfoto atau sekedar melepas lelah sambil menikmati bekal minuman/makanan, yang sampahnya dibuang sembarangan. Dari data survey, 94% wisatawan berjalan memutari candi, 91% mengambil gambar selfie, 88% menikmati pemandangan, sedangkan 64% pengunjung akan langsung naik ke atas candi.

Berdasarkan ketentuan BKB tahun 2009, jumlah orang yang diizinkan naik ke candi dengan faktor pemulihan adalah 128 orang per trip per 1 jam. Jika waktu buka Candi Borobudur kurang lebih 14 jam maka dalam satu hari akan ada 14 trip dengan jumlah maksimal perhari 1.792 orang. Dalam satu tahun jumlah maksimal yang diizinkan naik ke candi adalah 654.080 orang per tahun.

Jumlah orang yang diizinkan ke Base Terrace (Halaman), dengan batas 523 orang per trip per 1 jam pada satu waktu (sesuai perhitungan BKB 2009), dalam satu hari yang dizinkan 7.322 orang, dan dalam satu tahun 2.672.530 orang. Orang-orang yang diizinkan masuk ke Monumen juga akan ingin menikmati pemandangan dari Base Terrace yang lebih terbuka dan berpeluang untuk meningkatkan intepretasi pengunjung yang ada di sana.

Untuk zona 2 atau taman (park heritage) jumlah orang yang dizinkan adalah 10.308 orang per trip, untuk satu hari 7.322 orang dan untuk satu tahun 7.524.840 orang. Pengunjung yang naik ke monument, juga akan ke teras dan halaman. Oleh sebab itu, di zona 2 dapat dikembangkan atraksi wisata selain untuk meningkatkan intepretasi dan kepuasan pengunjung juga dapat untuk menghasilkan pendapatan bagi PT.TWC. . Menerapkan pengaturan kuota ini akan menghasilkan kunjungan maksimum:

Monumen Candi: 1.792 orang kunjungan harian = 654.080 orang kunjungan per tahun Terrace : 7.322 orang kunjungan harian = 2.672.530 orang kunjungan per tahun Park heritage : 20.616 orang kunjunga harian = 7.524.840 orang kunjungan per tahun

Perhitungan pengunjung diatas yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 28: Carrying Capacity Maximal Candi Borobudur

Max. per Visit max. per Visit max per trip day Year Temple 128 1.792 654.080 Terrace 523 7.322 2.672.530 Park Heritage 10.308 20.616 7.524.840

Sumber : BKB 2009, Analisis Konsultan ITMP BYP

Peziarah Buddhis diizinkan menggunakan Candi untuk pada Hari Waisak, meskipun dengan batasan jumlah orang di Monumen itu sendiri pada satu waktu (untuk alasan keamanan). Perhitungan terpisah harus digunakan untuk orang-orang dalam kategori ini. Wisata peziarah Buddhis menggunakan zona pilgrim.

120

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Penduduk lokal di wilayah Kec. Borobudur dan Kec. Mungkid yang dicakup oleh SP1 dan SP2 harus diizinkan akses gratis pada 1 hari per tahun, baik hanya untuk mengunjungi atau untuk melakukan upacara. Format acara ini harus didiskusikan dan disepakati dengan Pemerintah Kecamatan dan Desa. Fasilitas ini harus membantu menumbuhkan rasa kepemilikan di antara penduduk lokal, serta memberi mereka wawasan tentang pentingnya Monumen dalam sejarah manusia dan posisi istimewa mereka dalam hidup yang begitu dekat dengannya, dan dalam beberapa kasus sangat mungkin keturunan dari orang-orang yang benar-benar membangunnya.

Pertimbangan harus diberikan untuk menutup Monumen pada 1 hari per bulan untuk memungkinkan pembersihan dan pemeliharaan (akan dibahas dengan BKB).

Semua pemesanan (selain untuk Waisak dan hari Penduduk) harus dilakukan secara online. Setiap tiket yang tidak diambil di muka dapat dijual pada hari itu, tetapi tidak ada jaminan ketersediaan. Tiket yang dijual di tempat harus lebih mahal daripada yang dibeli secara online.

Tabel 29: Distribusi Pengunjung Borobudur Berdasarkan Carrying Capacity

Projection Zone 2018 2020 2025 2030 2045

Total visitors of the Temple 4.008.677 4.281.200 5.061.790 5.438.400 6.833.290

Carrying Capacity of the 1 654.080 654.080 654.080 654.080 654.080 Temple Carrying Capacity of the 1 2.672.530 2.672.530 2.672.530 2.672.530 2.672.530 Terrace Carrying capacity of the 2 7.524.840 7.524.840 7.524.840 7.524.840 7.524.840 Heritage Park

Overload of the temple 1.911.473 2.085.888 2.585.466 2.826.496 3.719.226 Overload of the terrace 153.966 1.046.696 Distributing Visitors 3 2.980.462 4.765.922 Sumber : Analisis Konsultan ITMP BYP

Berdasarkan data tahun 2018, jumlah pengunjung Borobudur adalah 4juta orang, dimana 64% atau 2.560.000 orang naik ke monument candi. Sedangkan batas yang diizinkan adalah 654.080 orang, sehingga terjadi overload di monument candi sebesar 1.905.920 orang pada tahun 2018. Jumlah ini masih bisa ditampung di halaman dan taman. Sampai tahun 2045, ada sekitar 4.765.922 orang yang bisa disebar di zona 3, 4,5 dan obyek wisata lain di Joglosemar. Distribusi wisatawan di zona 3,4,5 dilakukan melalui pengembangan Balkondes, pengembangan obyek wisata alternatif penyangga disekitar Borobudur.

121

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 49 : Carrying Capacity Wisatawan di Situs Candi Borobudur

Pengaturan Pola Pengunjung Mikro Melalui Kontrol Harga Tiket

Penting juga untuk meningkatkan biaya mengunjungi Borobudur untuk mencerminkan statusnya sebagai situs warisan budaya yang memiliki makna internasional. Biaya masuk saat ini untuk wisatawan asing cukup tinggi, yaitu US $ 25 per kepala—jika lebih dari ini justru akan mengurangi pengunjung di kategori ini, terutama mengingat bahwa saat ini ada sedikit interpretasi yang tersedia dan kemungkinan waktu tinggal cukup singkat. Biaya masuk dapat ditinjau di masa mendatang setelah tujuan dilengkapi dengan interpretasi dan fasilitas lain yang berstandar internasional dan setelah menjadi lebih mapan pada rencana perjalanan wisatawan yang harus dikunjungi. Selain itu, untuk melakukan pembatasan pengunjung yang naik ke monument Candi Borobudur, akan diberlakukan tiket dengan berbgai variasi. Untuk pengunjung yang akan naik ke monumen, akan dikenakan biaya yang cukup tinggi, untuk tiket medium/menengah hanya bisa sampai di base terrace tetapi tidak bisa naik ke monumen, sedangkan untuk tiket murah hanya bisa sampai di halaman (zona 2) saja dengan memandang Candi Borobudur dari kejauhan. Dengan sistem kontrol harga tiket, diharapkan hanya pengunjung yang mempunyai kepentingan tertentu saja yang bisa naik ke atas monument Candi. Dengan demikian tingkat kerusakan/keausan batu candi akibat pengunjung bisa diminimalisir.

Di sisi lain, biaya masuk untuk wisatawan domestik/pemegang KITAS sangat rendah, yaitu Rp. 40.000 per orang dewasa, dan tidak mencerminkan keunikan dan sifat kuno situs tersebut. Kami menyarankan harga untuk orang dewasa dinaikkan sebagai berikut:

122

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Masuk ke Monumen Candi: Rp. 100,000 Masuk ke Base Terrace/Halaman: Rp. 60,000 Masuk ke Pekarangan Candi: Rp. 30,000

Diskon dapat tersedia untuk anak-anak, siswa dan pihak sekolah, tetapi karena bagian dari tujuan mengendalikan jumlah pengunjung adalah untuk mengurangi dampak fisik pada struktur Monumen sambil meningkatkan suasana bagi wisatawan asing, disarankan agar diskon minimum tetap dijaga .

Pengaturan Pola Pengunjung Mikro Melalui Sistem Tiket Online

Langkah-langkah untuk rasionalisasi jumlah pengunjung harus dikombinasikan dengan sebuah sistem pemesanan online, yang telah dianggarkan oleh PT TWC. Pengunjung yang ingin datang harus memesan tempat mereka secara online berdasarkan siapa datang pertama, dilayani pertama kali. Mereka akan diberikan tiket yang dapat disajikan dalam versi kertas atau melalui telepon mereka.

Ada juga kemungkinan untuk datang tanpa tiket, namun tidak ada jaminan bahwa akan ada tiket yang tersedia, dan biaya yang lebih tinggi akan dikenakan untuk opsi ini, mis. Rp. 110.000 daripada biaya pembelian di muka sebesar Rp. 100.000.

Operator tur harus memiliki fasilitas pemesanan sejumlah slot untuk pelanggan mereka, dengan opsi untuk melepaskan sebagian dari alokasi mereka dalam waktu dekat jika kuota tidak diambil. Namun, harus sangat berhati-hati agar operator tur tidak mengambil terlalu banyak slot yang tersedia: akses ke sistem oleh individu harus dilakukan secara langsung dan mudah diakses. Memastikan bahwa sebagian besar tiket dibeli secara online akan berarti bahwa luas bangunan saat ini di pintu masuk Taman Wisata Borobudur dapat dikurangi, dengan bangunan dan ruang yang ditata ulang.

Pengaturan Pola Pengunjung Mikro Melalui Sirkulasi Pengunjung

Dalam rangka untuk mendistribusikan pengunjung lebih merata di sekitar situs dan juga menjadikannya lebih dari kesempatan bagi mereka untuk mengunjungi candi, aliran pengunjung diusulkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar. Pengaturan sirkulasi pengunjung diatur berdasarkan jenis pengunjung. Ada beberapa jenis pengunjung Candi Borobudur, yaitu : Jalur pengunjung premium regular,jalur pengunjung premium Manohara-BSC, jalur pengunjung kapal Cruise, jalaur pengunjung VVIP/Tamu Negera

123

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 50: Jalur Sirkulasi Pengunjung Candi Borobudur Berdasarkan Jenis Pengunjung

Sumber : PT.TWC

Gambar 51: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium- Reguler

Sumber : PT.TWC

124

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 52: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium Manohara -BSC

Sumber : PT.TWC

Gambar 53: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium Cruise

Sumber : PT.TWC

125

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 54: Jalur Sirkulasi Pengunjung Premium VVIP/Tamu Negara

Sumber : PT.TWC

Rekomendasi untuk sirkulasi pengunjung, antara lain : • Sirkulasi pengunjung dibedakan berdasarkan tipe karcis dan type wisatawan. • PT. TWC perlu menyebarkan fasilitas ke seluruh area zona 2, karena persebaran fasilitas belum merata, sehingga pengunjung hanya pintu masuk-candi-musem Kapal Samuderaraksa-Museum Karmawibhangga) dalam satu alur garus atau searah ke jalur keluar, sedangkan obyek/atraksi lain yang lain tidak dikunjungi pengunjung. • Perlu menambahkan signage yang dapat menarik wisatawan dan mengarahkan wisatawan untuk mengunjungi obyek /atraksi yang lain. • Perlu penyediaan tempat jalan kaki yang nyaman disertai dengan tempat untuk beristirahat sebentar setelah beberapa jauh berjalan kaki. • Mengembangan fasilias di zona 2 yang berhubungan dengan pendidikan dan pelestarian candi • Sirkuli pengunjung dapat dibuat melingkar, dimana pengunjung dapat berkeliling di area taman dan teras dulu baru naik ke monument candi.

126

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

5.2 Pengaturan Pola Pengunjung Mezo Melalui Penataan Zona 2

Obyek pendukung /atraksi perlu dibuat dan dibenahi agar lebih menarik dengan mengoptimalkan peruntukan ruang zona II. Strategi untuk pengembangan menggunakan strategi cluster. Tujuan dari pengembangan di zona 2, untuk mendistribusikan pengunjung dan memberikan alternatif bagi pengunjung dengan tiket menengah dan murah, dimana untuk tiket tersebut pengunjung tidak sampai naik ke atas monument candi, hanya bisa melihat candi Borobudur dari kejauhan.

Rekomendasi untuk pengembangan zona 2 antara lain : • Pengembangan dan peningkatan kualitas dari museum Samudera Raksa dan Karmawibangga dengan memanfaatkan bangunan lama disesuaiakan dengan KDB dan dibuat menyatu dengan lansekap berupa gundukan rumput. • Pengembangan cluster edukasi dan visitor center, dengan membuat cluster pendukung pengetahuan dan rekreasi tentang Borobudur dengan memanfaatkan bangunan lama yang disesuaikan KDB dan dibuat menyatu dengan lansekap berupa gundukan rumput. • Pengembangan plaza penerima dan plaza pilgrimage, dengan membuat area penerima pengunjung Borobudur dengan memanfaatkan bangunan lama. Terdapat loket pengunjung kelas standard an premium dengan elemen landscape kerikil, pohon Bodhi dan rerumputan. • Pengembangan Borobudur study center sebagai model pengembangan pertama yang menyatu dengan lansekap. • Pengembangan area entrance baru . Alternatif lapangan Kujon sebagai pengganti pasar dan lapangan parkir di zona 2 Borobudur, sehingga area masuk dan keluar juga diletakkan di lapangan Kujon. Karena lahan kecil, pasar harus dibuat vertikal. • Penghijauan di zona 2 di laha bekas lokasi parkis dan kios pengasong dengan menanam jenis tanaman yang dipahat di relief Candi Borobudur. • Penyelenggaraan atraksi Mahakarya Borobudur yang bercerita tentang pembangunan Borobudur.

Gambar 55: Contoh Desain Pengembangan Borobudur Study Center

Sumber : PT.TWC

127

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

5.3 Pengaturan Pengunjung Makro Melalui Penataan Zona 3

Pengembangan Zona 3 Sebagai Heritage Action Zona

Masalah pertumbuhan pengunjung yang selalu meningkat dari tahun ke tahun dan daya dukung (carrying capasity) pada candi dan halaman candi (Zona 1) dan Zona 2. Dengan menjadikan Zona 3 sebagai Heritage Action Zona maka pengunjung akan lebih banyak mendapatkan informasi penting yang berkaitan dengan budaya masyarakat setempat yang masih hidup (living culture), kearifan budaya lokal, dan daya tgarik wisata lainnya yang berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat Borobudur dan sekitarnya. Hal ini selanjutnya akan mengurangi beban Candi dan Halaman Candi jumlah pengunjung yang mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan dan jauh melampaui daya dukung (carrying capacyti). Dengan demikian maka secara bertahap juga akan mengubah paradigma bahwa: Berwisata ke Borobudur itu bukan ke Candi Borobudur tetapi ke Kawasan Borobudur.

Pengembangan heritage action zona diantaranya melalui : • Pengembangan museum Borobudur untuk memberikan informasi lengkap kepada pengunjung tentang sejarah agama Buddha, persebaran agama Budhha, pembangunan candi Borobudur, makna dibalik Candi Borobudur, restorasi candi Borobudur, pelestarian candi Borobudur, Borobudur sebagai world heritage, arsip Borobudur sebagai MOW, artefak candi Borobudur, dan perpustakaan Borobudur. • Pembangunan panggung kesenian rakyat di beberapa lokasi sebagai tempat untuk ekspresi budaya lokal dan berkembangkanya kerativitas seniman daerah. • Pembagunan pusat souvenir Borobudur yang khas dan standard sebagai wadah untuk produsen souvenir dan pengasong souvenir.

Pengembangan Balkondes

Terkait program Balai Ekonomi Desa, terdapat 20 BUMN yang sudah berkomitmen akan membuat Balkondes pada setiap desa. Balkondes yang dibangun di setiap desa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menampilkan potensi wisata yang ada di setiap desa sehingga dapat menjadi destinasi baru di Zona 3 Kawasan Borobudur. Dengan demikian maka akan diperoleh dua manfaat sekaligus, yaitu: • Wisatawan tidak terakumulasi di Candi Borobudur, Zona 1, dan Zona 2 Borobudur, karena bagaimana pun juga Candi Borobudur, Zona 1, dan Zona memiliki daya dukung (carrying capasity) yang terbatas. • Masyarakat dan desa-desa di sekitar Borobudur dapat memperoleh manfaat langsung dari wisatawan yang berkunjung ke Balkondes, karena wisatawan akan membelanjakan langsung uangnya kepada masyarakat melalui jasa dan barang yang dijual di setiap Balkondes.

Namun demikian, agar masing-masing Balkondes memiliki hubungan dengan Candi Borobudur maka perlu tautan (link) dalam bentuk informasi yang diambil dari Candi Borobudur. Dengan demikian maka wisatawan yang berkunjung ke Balkondes juga akan memperoleh informasi tentang Candi Borobudur.

Kearifan budaya dan ilmu pengetahuan pada masa lalu yang terkandung dalam struktur Candi Borobudur merupakan informasi yang belum tersampaikan dengan baik. Maka dari itu, beberapa tema terkait Candi Borobudur merupakan subjek yang menarik dan belum banyak diketahui oleh wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur. Tema-tema tersebut dikembangan di Balkondes, setidaknya ada 20 tema dari relief Candi Borobudur yang dapat dikembangkan.

128

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Deskripsi tema berisi keterangan menyangkut subjek yang akan diolah dalam pembuatan media informasi yang akan disajikan pada masing-masing Balkondes. Adapun subjek yang dimaksud dalam hal ini merupakan bagian dari anatomi dan arsitektural percandian. Pada deskripsi tersebut disampaikan aspek arkeologi, kesejarahan, budaya, dan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam subjek tersebut.

Gambar 56: Pengembangan Balkondes di Desa Wanurejo

Pengembangan Obyek Wisata Alternatif di Area Penyangga Borobudur

Tujuan dari pengembangan obyek wisata alternatif di wilayah penyangga Borobudur bertujuan untuk mengurangi beban Candi Borobudur, memberikan pengalaman pengunjung akan atraksi selain candi, meningkatkan lama tinggal, mendorong tumbuhnya ekonomi lokal, mengakomodasi kebutuhan/keinginan pengunjung yang baru serta menguatkan nilai-nilai dan mendukung pelestarian lingkungan. Pengembangan obyek wisata alternative dapat dilakukan melalui upaya :

• Pengembangan lokasi view point seperti Puthuk Cemuwis • Pembuatan jalur filed trip “heritage ride”, pembuatan jalur field trip pedestrian “walk heritage” • Pengembangan living culture torism dalam bentuk kesenian tradisional, lingkungan alam, gaya hidup pedesaan dengan memberdayakan masyarakat di sekitar Candi Borobudur • Pengembangan dan pembenahan candi-candi di Kabupate Magelang yang berada di luar Kawasan Borobudur untuk menyebarkan wisatawan • Pengembangan Desa Wisata di sekitar Candi Borobudur • Penyebaran pengunjung ke obyek wisata penyangga seperti ; candi Selogriyo, wisata religi, museum marmer, candi Ngawen, taman Ngluwar, makam Gremeng, rafting sungai Progo dan Elo, Ketep Pass, pasar lembah Merapi • Pengembangan dan pembenahan obyek wisata candi-candi di Kabupaten Magelang yang berada di luar kawasan Borobudur .

129

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Gambar 57: Pengembangan dan Pembenahan Obyek Candi di Luar Borobudur

130

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung 6. Rekomendasi-Perencanaan Tata Ruang

Secara umum, semua perencanaan tata ruang di Borobudur harus menghormati prinsip 'saujana', atau integritas budaya. Dalam hal setiap instalasi yang diusulkan dibangun, dalam perngembangannya tidak boleh mengganggu perspektif ke atau dari Candi. Selain itu, perlu adanya perlindungan terhadap karakter pedesaan ( Perpres No.58 Tahun 2014). Untuk memberikan perlindungan karakter pedesaan dan meminimalkan terjadinya alih fungsi lahan, perlu melakukan upaya antara lain : • Penguatan implementasi Perpres 58 Tahun 2014 dengan melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi dilapangan. Untuk itu perlu unit khusus yang merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian ATR/BPN yang berkerjasama dengan Pemda Kabupaten Magelang dalam penindakan pelanggaran tata ruang. • Penyusunan aturan detail tentang tata bangunan yang dapat menjadi pedoman desain bangunan sehingga tercipta atmosfer pedesaan di Kawasan Borobudur

Gambar 58: Sightlines Menjaga Integritas Pandangan Ke dan Dari Candi Borobudur

Sumber: Bappeda Jawa Tengah (2019) Arah Pengembangan Kawasan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah, presentasi dari pemerintah Jawa Tengah

Undang-undang yang signifikan mempengaruhi Zona Sub-Pelestarian Borobudur adalah UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan,45 yang disahkan untuk membantu menjamin ketahanan pangan Indonesia dan dalam menanggapi peningkatan konversi lahan pertanian produktif untuk tujuan lain. Ada kekhawatiran bahwa hilangnya lahan pertanian mungkin menjadi salah satu pendorong dalam memaksa pekerja pedesaan yang tidak memiliki lahan untuk bermigrasi ke daerah perkotaan.46 Pada prinsipnya, begitu tanah ditetapkan sebagai 'Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan' (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), tanah itu tidak dapat dikonversi untuk tujuan lain; meskipun ini dapat terjadi jika konversi akan menjadi kepentingan umum atau untuk tujuan mitigasi bencana, dan jika berbagai persyaratan dipenuhi. Peraturan Menteri Pertanian no. 81/201347 menetapkan prosedur teknis untuk konversi lahan yang ditunjuk. Ini termasuk: 1. Rekomendasi yang dibuat berdasarkan studi kelayakan strategis, yang harus mempertimbangkan sejumlah aspek termasuk potensi hilangnya produksi karena konversi

45 Undang Undang no. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 46 Rafani, I. (2014) Law no. 41/2009 on Protection of Sustainable Food crops Farmland in Indonesia, in Food & Fertiliser Technology Center for the Asian and Pacific Region, http://ap.fftc.agnet.org/ap_db.php?id=222 47 Peraturan Menteri Pertanian no. 81/2013 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

131

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

lahan, dan dampak sosial-ekonomi dari penurunan lapangan kerja pertanian dan dampak sosial yang diakibatkannya. 2. Persiapan rencana yang tepat mengenai bagaimana lahan yang dikonversi sesuai dengan infrastruktur lainnya 3. Hak ganti rugi karena pemilik 4. Ketersediaan lahan pengganti untuk ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

132

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

7. Rekomendasi - Standar Desain

Tujuan standar perencanaan pengembangan pariwisata adalah untuk meningkatkan konsistensi dalam rencana, struktur, format, dan isi pernyataan kebijakan. Secara khusus, penyusunan standar terperinci yang disertai dengan pedoman pembangunan adalah untuk menghapus ketidakkonsistenan dan kontradiksi yang ada dan memberikan kerangka kerja yang menanggapi berbagai penggunaan lahan dan jenis bangunan.

Saat ini, rencana strategis dan pernyataan kebijakan termuat dalam RTRW, sementara rencana tata ruang terperinci ditetapkan dalam RDTR. Walaupun dua dokumen perencanaan ini tidak saling bertentangan, sebagian besar dokumen didasarkan pada pernyataan kebijakan yang luas, sedikit detail tetang jenis rencana aksi yang akan dilaksanakan, mengukur keseluruhan tujuan pembangunan serta pentahapan untuk pelaksanaannya. Secara garis besar, dokumen RTRW dan RDTR memberikan arahan kerangka kerja umum di luar wilayah 'pariwisata'. Untuk arahan pariwisata, secara detail termuat dalam Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPARDA/Rencana Induk Pariwisata Terpadu (ITMP). Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar dalam Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur menggabungkan peruntukan zonasi yang lebih spesifik disertai dengan standar perencanaan.

Kami telah mengidentifikasi serangkaian rekomendasi penetapan zona dan menyiapkan standar perencanaan yang lebih luas untuk pengembangan di WHS Borobudur, dijabarkan di dalam tabel bawah ini. Dalam mempersiapkan standar-standar ini, kami telah memperhitungkan standar lokal di perkotaan, peri-urban dan daerah pedesaan serta mengacu pada standar internasional praktik terbaik dari Singapura, Hong Kong dan Australia Barat.

Tabel 30: Usulan Standar Untuk Zona Perencanaan di WHS Borobudur

Rasio Area Lantai / Zona Penggunaan yang Diizinkan Tinggi Bangunan Catatan Maks, Cakupan Situs Zona Inti • Situs Warisan Dunia KLB/FAR : 0.25 • Termasuk Situs Warisan Dunia dan situs • Budaya dan pendidikan Tinggi maks : 4m budaya yang ditunjuk. • Ritel dan katering SC : 25% • Proposal harus dirujuk ke Kemendikbud berkualitas tinggi yang akan menanggapi dampak perubahan pada nilai-nilai warisan dengan melakukan HIA. Wisata Desa • Perumahan, termasuk FAR 1.0 • Pastikan bahwa karakter lokal desa akomodasi homestay Tinggi maks = 10m pedesaan atau perkotaan, dipertahankan • Komersial dan ritel lokal SC :50% dan tidak diubah secara material dalam • Katering, termasuk restoran struktur fisik atau sosial berdasarkan dan outlet makanan skala dan sifat dari pembangunan yang • Kantor, termasuk Pusat diusulkan. informasi dan interpretasi. • Mengadopsi standar internasional penyediaan pariwisata tetapi • Failitas transportasi lokal mempertahankan karakter arsitektur termasuk parkir pengunjung lokasi. • Minimalkan penggunaan transportasi bermotor, promosikan penggunaan gerakan pejalan kaki dan bersepeda. • Mengadopsi dan menggabungkan

133

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Rasio Area Lantai / Zona Penggunaan yang Diizinkan Tinggi Bangunan Catatan Maks, Cakupan Situs teknologi berkelanjutan termasuk sel fotovoltaik dan pemanas air tenaga surya ke dalam perkembangan Fasilitas • Museum FAR/KLB (urban) 2 • Integrasi perencanaan transportasi Pariwisata • Pusat informasi dan FAR/KLB (rural)1 umum pengunjung Cakupan situs dan • Bioskop, Pusat Konferensi tinggi bangunan dan Pameran bervariasi • Pusat Kerajinan berdasarkan kasus per kasus Rute Pariwisata • Rute tematik, termasuk Tidak dapat • Pastikan penyediaan rambu yang jalur bersejarah dan budaya diterapkan memadai dan jelas di sepanjang rute yang • Akses jalan dan rute tur ditentukan • Jalur sepeda dan jalan kaki • Pastikan penyediaan akses yang aman dan nyaman, termasuk cycle, pejalan kaki, dan akses yang dinonaktifkan ke situs. Konservasi • Bervariasi berdasarkan kasus FAR(urban) 2 • Warisan bergantung pada kerangka kerja per kasus tergantung pada FAR(rural)1 perencanaan untuk menangkap konteks lokasi dan Cakupan situs dan perubahan yang diusulkan yang dapat penggunaan zona Konservasi tinggi bangunan mempengaruhi tempat warisan yang bervariasi diidentifikasi. Proposal harus dirujuk ke berdasarkan kasus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per kasus yang akan menanggapi dampak perubahan pada nilai-nilai warisan suatu tempat. • Proposal harus disertai dengan HIA terperinci yang menunjukkan bahwa pengembangan yang diusulkan sesuai dengan kriteria perencanaan terperinci dan pedoman desain bangunan untuk menjaga integritas warisan lokasi.

Zona • Pusat informasi dan FAR 0.1 • Tujuan dari zona ini adalah untuk interpretasi. SC 10% memastikan integritas daerah pedesaan • Fasilitas transportasi lokal Tinggi maks dan eko-pariwisata untuk kepentingan termasuk parkir pengunjung bangunan = 5m penduduk setempat. • Penggunaan akses dan aktivitas bermotor harus dilarang, akses pejalan kaki dan siklus serta aktivitas harus didorong. • Mengadopsi dan menggabungkan teknologi berkelanjutan termasuk sel foto volta dan pemanas air tenaga surya ke dalam perkembangan Pedesaan dan • Jalan kaki dan bersepeda FAR 0.1 • Tujuan dari zona ini adalah untuk Ekowisata • Tahap pendaratan dan titik SC 10% memastikan integritas sistem sungai yang akses kendaraan Tinggi maks luas dari TDA sebagai arteri hijau yang • Area lansekap dan rekreasi bangunan = 5m memanjang melalui area tersebut. • Olahraga petualangan; • Penggunaan area ini untuk akses atau arung jeram, tubing. Zip aktivitas bermotor harus dilarang lining, paralayang • Mengadopsi dan menggabungkan teknologi berkelanjutan termasuk sel foto volta dan pemanas air tenaga surya ke dalam perkembangan • Zona ini akan mencakup semua aliran sungai dan cadangan 25m yang membentang dari setiap tepi sungai.

134

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Rasio Area Lantai / Zona Penggunaan yang Diizinkan Tinggi Bangunan Catatan Maks, Cakupan Situs

• Semua proposal untuk pengembangan zona ini harus disertai dengan penilaian risiko memeriksa risiko banjir dan terkait gunung berapi. Sungai dan • Stasiun kereta gantung, FAR 0.1 • Kondisi khusus yang akan berlaku untuk Petualangan tiang dan roda gigi berliku SC 10% pengembangan zona ini akan mencakup: • Melihat platform, termasuk Tinggi maks − Minimalisasi gangguan lanskap spots tempat selfie ’ bangunan 5m − Persyaratan untuk tidak mengubah • Restoran dan kafe yang atau menghancurkan skyline yang ada terkait dengan platform − Akses bermotor selain dari itu untuk tampilan konstruksi dan servis tidak dianjurkan • Kegiatan di luar ruangan − Mengadopsi dan menggabungkan termasuk berkemah, teknologi berkelanjutan termasuk sel memanjat, dan paralayang fotovolta dan pemanas air tenaga • Jalan kaki dan bersepeda surya ke dalam perkembangan • Toilet, pusat informasi dan • Proposal untuk mengembangkan zona ini interpretasi harus disertai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Laporan Geoteknik yang mengesahkan stabilitas situs dan struktur yang diusulkan. • Selain itu, proposal harus disertai dengan Penilaian Dampak Visual yang menunjukkan gangguan visual ke gunung atau daerah pemandangan adalah tingkat yang dapat diterima dan bahwa integritas keseluruhan daerah belum berprasangka. Sumber: Konsultan ITMP BYP

Melengkapi dengan Standar Zona Tata Ruang Perencanaan, dengan serangkaian pedoman desain yang dikembangkan untuk memandu desain detail perkembangan yang diusulkan untuk memastikan area dikembangkan secara harmonis dan mengatasi masalah-masalah utama seperti: • Kurangnya parkir yang memadai • Desain arsitektur dan bahan konstruksi berbenturan dengan perkembangan di sekitarnya. • Papan reklame iklan yang mengganggu visual

Tabel 31 : Panduan Desain Yang Diusulkan Untuk Instalasi Yang Dibangun di Borobudur

Zona Standar Ruang Catatan Budaya Inti • Situs Warisan Dunia • Semua proposal desain harus diserahkan ke • Budaya dan pendidikan Kemendikbud untuk mendapat komentar dan • Ritel dan katering persetujuan. berkualitas tinggi • Perkembangan harus dari standar internasional tertinggi Desa • Bervariasi menurut jenis • Tujuan dari zona ini adalah untuk memastikan integritas wilayah desa untuk kepentingan penduduk setempat. • Di daerah pedesaan, semua bangunan dirancang dengan gaya arsitektur vernakular Jawa dan penggunaan bahan modern seperti kaca yang

135

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Zona Standar Ruang Catatan berwarna dan reflektif serta pekerjaan logam dihindari. Zona Konservasi • Bervariasi berdasarkan • Warisan bergantung pada kerangka kerja kasus per kasus perencanaan untuk menangkap perubahan yang tergantung pada konteks diusulkan yang dapat mempengaruhi tempat lokasi dan penggunaan warisan yang diidentifikasi. zona Konservasi • Semua proposal desain bangunan harus menghormati gaya, warna, dan bahan arsitektur lokal. • Proposal harus dirujuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan menanggapi dampak perubahan pada nilai-nilai warisan suatu tempat. • Proposal harus disertai dengan Penilaian Dampak Warisan (Heritage Impact Assessment/HIA) terperinci yang menunjukkan bahwa pengembangan yang diusulkan sesuai dengan kriteria perencanaan terperinci dan pedoman desain bangunan untuk menjaga integritas warisan lokasi. Pedesaan dan • Standar ruang desa • Tujuan dari zona ini adalah untuk memastikan Ekowisata wisata berlaku integritas daerah pedesaan dan ekowisata untuk kepentingan penduduk setempat. • Di daerah pedesaan, semua bangunan dirancang dengan gaya arsitektur vernakular Jawa dan penggunaan bahan modern seperti kaca dan kaca yang berwarna dan reflektif. • Penekanan khusus harus diberikan pada lansekap menggunakan spesies tanaman asli Sungai dan • Standar ruang desa • Tujuan dari zona ini adalah untuk memastikan Petualangan wisata berlaku integritas sistem sungai yang luas karena arteri hijau memanjang melalui area tersebut. • Penekanan akan ditempatkan pada penggunaan bahan lokal dan alami seperti kayu, bambu dan batu • Zona ini akan mencakup semua aliran sungai dan cadangan 25m yang membentang dari setiap tepi sungai. • Penekanan khusus harus diberikan pada lansekap menggunakan spesies tanaman asli Gunung dan • Standar Gunung dan • Desain bangunan, pilihan bahan dan warna harus Pemandangan Pemandangan berlaku mencerminkan tujuan meminimalkan dampak visual • Standar ruang dan dari pembangunan penyediaan peralatan harus memiliki standar internasional tertinggi Bencana dan Semua proposal pembangunan harus menunjukkan bahwa akses pemadam kebakaran Evakuasi yang tidak terbatas dapat diperoleh ke salah satu muka bangunan utama dari semua bangunan dan bahwa ketentuan telah dibuat dengan standar internasional untuk Akses terhadap melarikan diri atau evakuasi jika terjadi bencana alam atau kebakaran. Kebakaran

136

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung 8. Rekomendasi – Interpretasi Borobudur

Bagian ini menyajikan proposal strategi interpretasi di Borobudur, berdasarkan beberapa tinjauan praktek yang dilakukan ditingkat internasional dalam memanfaatkan interpretasi sebagai alat untuk mempromosikan pemahaman publik tentang lanskap dan properti budaya. Tujuan dari strategi ini adalah menambah nilai pengalaman pengunjung WHS Borobudur serta untuk mencapai tujuan operasional pengelolaan situs dan keterlibatan publik.

8.1 Apa Itu Interpretasi?

Freeman Tilden, salah satu pendiri interpretasi modern, mendefinisikan interpretasi sebagai “an educational activity which aims to reveal meaning and relationships through the use of original objects, by first-hand experience, and by illustrative media, rather than simply to communicate factual information (kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengungkapkan makna dan hubungan melalui penggunaan benda-benda asli, dengan pengalaman tangan pertama, dan oleh media ilustratif, bukan hanya untuk mengkomunikasikan informasi faktual)”48. Interpretasi telah lama diakui sebagai alat untuk mempromosikan kesadaran dan pemahaman yang lebih besar tentang warisan dan maknanya kepada audiens yang berbeda: “interpretation, either explicitly or implicitly, aims to stimulate, facilitate and extend people’s understanding of place so that empathy towards heritage, conservation, culture and landscape can be developed (interpretasi, baik secara eksplisit atau implisit, bertujuan untuk merangsang, memfasilitasi dan memperluas pemahaman masyarakat tentang tempat sehingga timbul empati terhadap warisan, konservasi, budaya dan lanskap yang bisa dikembangkan)”.49

Oleh karena itu, interpretasi didefinisikan sebagai arti penting seni penyajian suatu bangunan, tempat, objek atau kegiatan kepada penggunanya, pengunjung, penduduk lokal dan kepada orang lain yang tertarik melihatnya. Interpretasi tergantung pada komunikasi seperangkat topik yang baik atau cerita yang beragam kepada audiens yang berpotensi melibatkan pikiran pengunjung, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapat tanggapan yang informatif dan seringkali emosional terhadap situs atau objek yang dipertanyakan sehingga mereka lebih memahami signifikansi atau nilai-nilai dari suatu objek/situs. Interpretasi memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman publik tentang properti yang tercantum dalam daftar Warisan Dunia yang nilai-nilainya mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kepercayaan, sikap dan adat istiadat kontemporer.

48 Tilden, F. (1977) Interpreting Our Heritage. Chapel Hill: University of North Carolina Press, pg.8 49 Stewart, E. J., Hayward, B. M. and Devlin, P. J. (1998) The "place" of interpretation: a new approach to the evaluation of interpretation. Tourism Management 19(3), pp. 257-266

137

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

8.2 Penggunaan Interpretasi

Penulis yang berbeda memberikan pendapat yang berbeda tentang interpretasi sebenarnya. Sebagai contoh, Uzzel (1989) mengemukakan bahwa ada empat kegunaan interpretasi: • Interpretasi sebagai manajemen pengunjung bersifat 'lunak' (meningkatkan kesadaran, meningkatkan pemahaman) • Interpretasi sebagai manajemen pengunjung bersifat 'keras' (membimbing atau mengarahkan pengunjung di sekitar situs) • Interpretasi sebagai 'propaganda' (mempromosikan nilai-nilai dari situs atau aktivitas tertentu) • Interpretasi sebagai elemen nilai tambah dari industri pariwisata (interpretasi digunakan untuk menciptakan produk wisata,acara, daya tarik sementara atau permanen) 50 Pandangan yang agak sederhana ini dikemukakan oleh Benton (2009) yang berpendapat bahwa interpretasi secara umum bisa dilakukan melalui dua fungsi utama: pertama, menyampaikan topik manajemen sumber daya dan kedua, menghubungkan pengunjung ke warisan alam dan budaya. Hal ini dapat dilakukan melalui empat aspek utama:51 • Menghubungkan pengunjung ke warisan alam dan budaya • Menyampaikan misi agensi untuk mempengaruhi perilaku pengunjung • Mendorong literasi tentang lingkungan dan budaya • Mempromosikan wisata alam dan budaya Akhirnya, penting untuk diingat bahwa interpretasi harus sesuai dengan target audiens dan norma- norma sosial dan budaya mereka sendiri.52

8.3 Apa Yang Membuat Interpretasi Menjadi Baik?

Kunci dari interpretasi yang baik adalah merespons secara sensitif kebutuhan dari audiens yang beragam. Interpretasi yang baik dapat meningkatkan kunjungan dengan tidak mengurangi pengalaman sama sekali. Yang paling penting, interpretasi yang baik merangsang respons asli dari penggunanya, di mana mereka menghargai situs, mereka akan tahu lebih banyak tentang situs tersebut.

Interpretasi yang baik berhasil menginspirasi pengunjung untuk mengubah perilaku mereka, misalnya dengan lebih berhati-hati terhadap situs - menginjak dengan hati-hati agar tidak merusak keberadaan situs, memberikan sumbangan terhadap pelestarian bangunan situs secara sukarela, memandu pengunjung untuk mengambil sampah. Dalam kasus Borobudur misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan atau menyentuh relief batu berukir.

50 Uzzel, D. (1989) Heritage Interpretation Volume 2: The Visitor Experience. London: Belhaven Press

51 Benton, G. (2009) From principle to practice: four conceptions of interpretation. Journal of Interpretation Research Volume 14, pp. 7-31 52 Xu, H., Cui, Q., Ballantyne, R. and Packer, R. (2013) Effective environmental interpretation at Chinese natural attractions: the need for an aesthetic approach. Journal of Sustainable Tourism 21(1), pp. 117-133

138

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

8.4 Audiens untuk Interpretasi di Borobudur

Tidak dapat dihindari bahwa ada sejumlah audiensi yang berbeda-beda perlu dipenuhi oleh strategi interpretasi untuk WHS Borobudur, terdiri dari situs utama Candi Borobudur, Candi Pawon dan Candi Mendut. Oleh karena itu, berdasarkan Survei Perilaku Pengunjung yang dilakukan di Borobudur pada 2018-2019 dan pengamatan kami sendiri, kami telah menyiapkan segmentasi pengunjung (Tabel 17) berdasarkan motivasi kunjungan, lamanya waktu kunjungan, hasil kunjungan untuk setiap segmen pengunjung. Kategori-kategori ini dapat disempurnakan disesuaika dengan perubahan selera pasar.

139

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung

Tabel 32: Tipologi Pengunjung WHS Borobudur WHS

Kategori Pengunjung Motivasi Utama Kunjungan Rata-rata Lama Kunjungan Situs Usulan Dari Hasil Pembelajaran Situs Pengunjung rekreasi Naik ke puncak candi, selfie. Kurang dari satu jam Mengapa situs bisa tertulis di daftar WHS Sedikit berbelanja atau bahkan Bagaimana peran organisasi manajemen utama dalam melindungi situs tidak tertarik pada Bagaimana berperilaku pantas dan menghormati struktur fisik situs warisan/sejarah Buddhis Jawa. Kelompok sekolah Mendapatkan pemahaman dasar Kurang dari satu jam Mengapa situs bisa tertulis di daftar WH tentang warisan situs dan Bagaimana peran organisasi manajemen utama dalam melindungi situs perannya dalam sejarah Bagaimana berperilaku pantas dan menghormati struktur fisik situs Jawa/Indonesia Peziarah (Buddhis) Ibadah dan pengayaan spiritual Dua jam + Fitur unik dari candi ini dibandingkan dengan yang lain Pentingnya situs ini dalam sejarah dan budaya Buddhis Memahami peran organisasi manajemen utama dalam melindungi situs Wisatawan umum (domestik) Mendapatkan pemahaman dasar Dua jam + Pentingnya situs ini dalam sejarah dan budaya Buddhis tentang sejarah situs Memahami alasan prasasti masuk daftar WHS, termasuk OUVs (Borobudur-Pawon-Mendut), Memahami ancaman yang dihadapi situs apresiasi terhadap struktur dan Memahami peran berbagai pemangku kepentingan dalam mengelola properti ukiran relief, hubungannya antara situs dengan area yang lebih luas Wisatawan umum (internasional) Mendapatkan pemahaman dasar Dua jam + Pentingnya situs ini dalam sejarah dan budaya Buddhis tentang sejarah situs dan Memahami alasan prasasti masuk daftar WHS, termasuk OUVs apresiasi terhadap struktur situs Memahami ancaman yang dihadapi situs dan ukiran relief, dan Memahami peran berbagai pemangku kepentingan dalam mengelola properti hubungannya antara situs dengan area yang lebih luas Wisatawan minat khusus budaya Mendapatkan pemahaman Tiga jam + Memahami pentingnya situs ini dalam sejarah dan budaya Buddhis secara (internasional dan domestik) mendalam tentang warisan terperinci budaya Borobudur dan candi Memahami alasan prasasti masuk daftar WHS, termasuk OUVs secara terkait disekitarnya, dan terperinci hubungannya antara situs Memahami secara terperinci ancaman yang dihadapi situs dengan area yang lebih luas Memahami secara terperinci peran berbagai pemangku kepentingan dalam mengelola properti

140

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

8.5 Rekomendasi Interpretasi di Borobudur

Strategi intepretasi yang diusulkan dalam situs antara lain : pengembangan investasi berupa pameran di dalam struktur yang telah ada atau dimodifikasi, penyediaan instalasi khusus di situs WHS, penyediaan interpretif berbasis TI (aplikasi, situs web), pelatihan staf yang ada serta pelatihan untuk pemandu wisata yang aktif ditempat tersebut.

Interpretasi OUV Pesan interpretatif kunci dikomunikasikan kepada pengunjung yang sebagian besar diambil dari dokumen prasasti Daftar WHS dan pernyataan OUV, antara lain : (i). Mewakili sebuah mahakarya kejeniusan kreatif manusia (ii). Memperlihatkan pentingnya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan, dalam suatu rentang waktu atau dalam suatu kawasan budaya di dunia, terhadap pengembangan arsitektur atau tehnologi, karya monumental , tata kota atau rancangan lansekap. (vi). Secara langsung atau nyata terkait dengan peristiwa –peristiwa atau tradisi yang masih hidup, dengan gagasan atau dengan karya seni dan sastra yang memiliki nilai-nilai universal yang signifikan.

Intepretasi pengunjung terhadap ouv (i) di dapat dalam bentuk: • Pembuatan replika candi dan relief Borobudur yang ditempatkan di dalam museum sehingga penyandang tuna netra bisa memegang dan memperoleh gambaran tentang Borodur. • Permainan anak-anak dalam bentuk lego yang menggambarkan mahakarya Borobudur • Penggambaran tehnologi yang dipakai dalam pembangunan candi Borobudur pada masa lalu

Intepretasi pengunjung terhadap ouv (ii) didapat dalam bentuk : • Penataan lingkungan landscape yang ada di kawasan Borobudur • Pembuatan maket dan landscape kawasan Borobudur dan sekitarnya • Pembuatan jalur jalan yang menggambarkan garis imajiner antara Borobudur-Mendut-Pawon

Intepretasi pengunjung terhadap ouv (vi) di dapat dalam bentuk : • Penyelenggaraan pentas Mahakarya Borobudur • Pembuatan gerabah di desa Nglipoh yang menggambarkan pembuatan gerabah pada zaman dahulu. Wisatawan bisa belajar membuat gerabah untuk memberikan pengalaman pembuatan gerabah pada zaman dahulu.

Interpretasi Museum

Interpretasi yang baik dan berkualitas, seperti di Museum Karmawibhangga (arkeologis dan Budha) harus dipertahankan. Displai seperti gambar dibawah ini baru-baru ini telah direnovasi dengan dana UNESCO sehingga menciptakan pengalaman yang menarik bagi pengunjung, meskipun disini masih ada beberapa penjelasan dalam bahasa Inggris yang berkualitas berkualitas buruk. Sangat disayangkan banyak uang dihabiskan untuk ruang pamer, tetapi hanya sebagian kecil uang yang digunakan untuk memberikan layanan penutur cerita asli.

141

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Bagian inti dari Museum Samudraraksa (Kapal) cukup menarik, berisi replica kapal sepanjang 18,25 m dengan lebar 4,5 m yang diciptakan oleh pengusaha Inggris diambil dari relief dinding Candi. Kapal tersebut sungguh-sungguh berlayar melintasi Samudra Hindia pada abad ke-8 sebelum disumbangkan ke Pemerintah Indonesia. Namun, sebagian besar pengunjung harus membayar ekstra untuk masuk ke bagian tersebut, sedangkan bagian yang 'gratis' memerlukan perubahan total. Bagian ini memiliki beberapa layar yang lusuh, kotor dan rusak (lihat foto di bawah, petunjuk tidak menggantung di dinding, display barang di atas lemari yang ditutupi kain yang penuh debu).53 Tingkat interpretasi dalam petunjuk tertulis sangat rendah dan gagal melibatkan pengunjung.

Sebuah sinema interaktif petualangan Raka Samudera Raksa yang dibuka tanggal 15 Juni 2018, mengubah wajah museum menjadi modern. Kisah ekspedisi laut pada abad ke-8 hingga kapal Samudera Raksa terpahat di relief candi Borobudur nyaman dinikmati anak-anak dan pengunjung, karena bisa belajar sejarah dengan melihat sinema.

53 Kunjungan dilakukan ke museum oleh Konsultan selama beberapa bulan, dan pajangan tidak diperbaiki atau dibersihkan selama periode itu.

142

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Interpretasi Diluar Situs Inti

Kegiatan-kegiatan seperti membersihkan kaki dengan perawatan ikan dan spa tidak layak dilakukan dekat dengan lokasi Candi dan harus dipindah. Ada peluang bagi beberapa kegiatan ini untuk dilakukan di tempat lain.

Semua pesan interpretatif harus dalam minimal dua bahasa (Indonesia dan Inggris), bahasa Inggris harus berkualitas baik, atau pesan akan diabaikan. Misalnya, tanda yang diilustrasikan di sebelah kanan, yang ditemukan di pintu masuk pengunjung utama ke Candi, menjelaskan bentuk yang diinginkan ketika mendekati Monumen. Namun, ditulis dalam bahasa Inggris yang hampir tidak dapat dipahami sehingga mayoritas pengunjung gagal memahami, dan langsung menuju stupa di bagian atas. Satu-satunya kategori yang mengikuti petunjuk yang disarankan adalah peziarah dan wisatawan minat khusus yang biasanya ingin bermeditasi dan/atau memahami bentuk arsitektur ukiran relief candi ketika mereka naik.

Ringkasan ketentuan interpretasi yang direkomendasikan di setiap lokasi WHS, dengan target pesan utama dari pengunjung, bisa dilihat pada Tabel 18.

Tabel 33: Ketentuan Interpretasi Yang Diusulkan Di Dalam dan Luar Situs

Lokasi Ketentuan Pesan Utama Pengunjung

Tiket / pintu masuk • Panel interpretif • Nama situs Semua utama candi permanen disertai teks • Prasasti WHS - alasan OUVs Borobudur dan gambar menggunakan • Tujuan manajemen pengelolaan situs bahasa utama ini • Leaflet dalam bahasa • Perilaku pengunjung yang diharapkan utama yang relevan pada saat berada di situs secara umum Jalan menuju candi • Panel interpretatif • Pengingat OUVs Semua dan halaman di sekitar dilengkapi dengan teks, • Makna ritual dan simbolis dari desain monumen candi gambar dan kode QR arsitektur yang berkaitan dengan Borobudur (Marga untuk memberikan kosmologi Buddhis Utama) informasi detail • Rincian ukiran khusus dalam • Teleskop diarahkan untuk kaitannya dengan filsafat Buddha dan melihat relief dinding sejarah Jawa candi secara detail di • Pemeliharaan property terhadap salah satu sudut tertentu ancaman kerusakan saja • Perilaku yang diharapkan dari pengunjung ketika memasuki zona inti candi Bangunan Candi • Interpretasi apa pun harus • Makna ritual dan simbolis dari desain • Kelompok anak Borobudur disampaikan oleh arsitektur yang berkaitan dengan sekolah (Kamadhatu, pemandu terlatih kosmologi Buddhis • Wisatawan umum Rupadhatu, • Rincian ukiran khusus berkaitan • Wisatawan minat Arupadhatu) dengan filsafat Buddha dan sejarah khusus budaya Jawa

143

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Lokasi Ketentuan Pesan Utama Pengunjung

• Perilaku baik dan sopan diharapkan dari pengunjung • Over capacity pengunjung menjadi ancaman terhadap properti Jalan mengarah jauh • Panel interpretatif dapat • Warisan alami dari situs dan daerah • Kelompok anak dari struktur utama dilepas/non-permanen sekitarnya (vegetasi termasuk sekolah Candi Borobudur dilengkapi teks, gambar, makanan dan tanaman obat, satwa • Wisatawan umum (Taman Lumbini, dan kode QR (dengan liar; lanskap) • Wisatawan minat Karmawibhangga, mengubah informasi khusus budaya, Dagi Hill) ketika orang bergerak di arkeologi sekitar situs) Museum arkeologi • Panel interpretatif • Lebih detail tentang kosmologi dan • Kelompok anak (Karmawibhangga) permanen (teks, gambar, ritual Buddhis sekolah kode QR); tampilan • Sejarah situs, termasuk kehidupan • Wisatawan umum artefak, tampilan AV, dan peristiwa di Jawa pada abad ke-8 • Wisatawan minat pemandu dan ke-9 khusus budaya, • Kontribusi dinasti Syailendra untuk arkeologi sejarah Jawa/Indonesia • 'Penemuan kembali' situs di abad ke- 19 • Renovasi situs di abad ke-20 • Tujuan manajemen pengelolaan situs saat ini dan tanggung jawab pemangku kepentingan Museum ‘Kapal’ • Panel interpretatif • Memahami sejarah jalur • Kelompok anak (Samudra Raksa) permanen (teks, gambar, perdagangan bahari antara Indonesia sekolah kode QR); tampilan purba, Madagaskar dan peisisr Afrika • Wisatawan umum artefak, tampilan AV, Timur dijuluki Jalur Kayu manis. • Wisatawan minat pemandu, wanaha • Rekonstruksi kapal dari kayu dibuat khusus interaktif abad k2 8 yang diambil dari relief candi Borobudur Taman Lumbini (atau • Panel interpretatif yang • Memahami tata letak situs dan • Kelompok anak tempat lain di luar dapat dilepas dilengkapi hubungannya dengan pemujaan sekolah zona inti) teks dasar, gambar dan leluhur asli pribumi serta konsep • Wisatawan umum kode QR Buddhis Nirvana • Wisatawan minat • Hubungan antara situs ini dan khusus lanskap budaya sekitarnya Candi Pawon & • Ketentuan tetap terbatas, • Makna ritual & simbolis dari desain • Wisatawan minat Mendut selain dari panel interpretif arsitektur seluruh WHS yang khusus budaya, kunci yang menjelaskan berkaitan dengan kosmologi Buddhis religious prasasti, OUVs dan • Hubungan antara candi-candi ini dan • Peziarah perilaku pengunjung yang struktur utama candi ditambah diharapkan. lanskap sekitarnya • Sebagian besar interpretasi disampaikan oleh pemandu terlatih. Balkondes • Panel, demonstrasi • Interpretasi tambahan dari informasi • Kelompok anak kerajinan, bercerita, tari, yang berkaitan dengan sejarah, gaya sekolah kuliner, kegiatan spa, hidup dan filosofi yang diwakili oleh • Pengunjung rekreasi aktivitas kuliner, Borobudur. • Wisatawan umum pedesaan. • OUV dan koneksi dengan lanskap dan komunitas sekitar.

Di Luar Lokasi /Cloud • Situs web properti (dapat • Pengaturan kunjungan Semua diakses menggunakan • Pembelian tiket kode QR yang dipindai dari • Detail OUVs panel di tempat) • Tujuan pengelolaan manajemen WHS • Aplikasi Borobudur untuk Borobudur (termasuk tautan ke situs

144

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Lokasi Ketentuan Pesan Utama Pengunjung

ponsel cerdas (mis. UNESCO, Rencana Manajemen, dll.) Aktivasi aplikasi Chattra • Sejarah situs dan area sekitarnya yang ada) • Pengantar agama Buddha • Aplikasi harus tersedia • Detail tentang fitur arsitektur, ukiran dalam beberapa bahasa, dan simbolisme dan memiliki fasilitas • Rincian tentang satwa liar, alam, dan untuk tanaman yang dibudidayakan mengontekstualisasikan • Ancaman terhadap lokasi dan informasi ketika manajemen risiko pengunjung bergerak di • Tautan ke WHS lain di Indonesia sekitar situs. • Dengan memanen data dari pengunjung yang menggunakan aplikasi itu dimungkinkan untuk mengidentifikasi asal pengunjung, pola pergerakan situs, waktu tinggal, dll. Sumber : analisis konsultan ITMP BYP

8.6 Pelaksanaan Strategi Interpretasi

Strategi garis besar ini merupakan titik awal dari proses panjang yang harus dilakukan oleh spesialis interpretasi warisan budaya, bekerja bersama dengan semua pemangku kepentingan utama dengan fokus ke masa depan untuk jangka panjang WHS, termasuk UNESCO, pemerintah nasional, provinsi, kabupaten, arkeolog, bisnis pariwisata, lembaga akademik, lembaga keagamaan dan masyarakat sekitar. Proses tersebut perlu dibangun: • Bagaimana pesan interpretasi kunci akan disampaikan untuk memaksimalkan dampak positif dan menghindari pelanggaran • Prioritas dalam hal investasi dalam interpretasi di sekitar situs, dengan menyeimbangkan antara pengunjung dan carrying capacity situs sambil meningkatkan pengalaman pengunjung • Bagaimana modal bekerja dan pengembangan kapasitas dapat didanai.

8.7 Contoh Penerapan Interpretasi di Situs Warisan Budaya dan Alam

Bagian ini berisi model/contoh berbagai media interpretatif yang ditampilkan untuk warisan budaya dan konteks lanskap.

145

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Interpretasi Warisan Budaya

Contoh interpretasi orang ke orang Kiri atas: jalan-jalan dipandu ke danau suci di Laos, dipimpin oleh seorang pemandu / pendongeng dari masyarakat setempat, dengan kisah-kisahnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh pemandu lain. Atas tengah: demonstrasi memasak oleh wanita desa di Sri Lanka. Kanan atas: penjelasan tentang panen cengkeh dan pengeringan di sebuah desa di Jawa Timur. Kiri bawah: Demonstrasi pemeliharaan lebah di desa dekat Tretes, Jawa Timur.

Rekonstruksi benteng bersejarah di James Island WHS, Gambia, menawarkan pemandu kesempatan untuk berbicara tentang sejarah panjang situs di lokasi yang teduh.

Panel penafsiran eksterior yang dapat dipindahkan di Kota Romawi Vindolanda, bagian dari Situs Warisan Dunia Dinding Hadrianus di Inggris (catat landasan yang kokoh TIDAK dipasang di tanah dan karenanya tidak merusak arkeologi)

Tanda sederhana dari Situs Warisan Dunia Neolitik Orkney, Skotlandia, menjelaskan perilaku pengunjung yang sesuai dan mengapa diminta demikian (melekat pada infrastruktur yang ada) 146

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Contoh panel dengan kode QR di luar museum di pusat kota Chicago yang menawarkan akses ke informasi tambahan (dalam hal ini, informasi yang direkam)

Contoh dari Valletta WHS (Malta) panel eksterior menunjukkan logo WHS untuk memperkuat rasa di lokasi. Pesan diberikan dalam empat bahasa berbeda.

Interpretasi pengalaman: memahami budaya dengan keterlibatan langsung. Di atas kiri: upacara 'semoga sukses' di Laos. Atas tengah: turis yang ikut serta dalam tarian trance kuda, Jawa Timur. Kanan atas: membuat batik. Kiri tengah: memerah susu sapi, Desa Wisata, Jawa Timur Kiri bawah: membuat kerucut nasi, Jawa Timur

147

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Ilustrasi artefak yang ditemukan di tempat untuk membantu panduan menafsirkan cara hidup masa lalu (Neolithic Orkney WHS, Skotlandia). Juga mendorong pengunjung untuk pergi ke museum on-site.

Tampilan museum dasar. Meskipun label hanya dalam satu bahasa (Swedia) informasinya dapat dimengerti oleh penutur non-Swedia karena tanggalnya jelas (Stockholm, Swedia).

Bentuk populer 'sejarah hidup'—e-enactment oleh individu berpakaian sebagai tentara dan warga sipil. Hasilnya adalah pembelajaran bagi para praktisi dan penonton. (Dari kiri atas: tentara Romawi di York, Inggris; Roma, Italia; Northumberland, Inggris; prajurit abad ke-17 bertempur di Yorkshire, Inggris, Inggris).

148

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Interpretasi Lanskap Budaya

Spanduk dengan gambar visual yang kuat mewakili lanskap pedesaan, dengan satu pesan sederhana. Spanduk juga menunjukkan logo dari pemangku kepentingan dan organisasi pendanaan (Yorkshire, Inggris)

Tanda menafsirkan penggunaan lanskap kuno (Skotlandia, Inggris).

Tanda interpretatif di halaman gereja menjelaskan sejarah lanskap selama beberapa ratus tahun (Yorkshire Timur, Inggris).

Interpretasi Warisan Alam

Tampilan interaktif di museum etnobotani, di mana pengunjung diundang untuk membuka pintu di dinding panel anyaman rotan untuk menemukan lebih banyak tentang penggunaan lokal dari berbagai tanaman (kiri dan tengah). Di luar, tanda-tanda menarik perhatian orang tentang bagaimana kebun dikelola untuk kesehatan ekologis (kanan). (Kebun Raya Singapura WHS, Singapura).

149

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Pemandu lokal menjelaskan ekologi hutan hujan di Gunung Mulu WHS, Sarawak, Malaysia

Tanda di Jurassic Coast WHS yang menjelaskan fitur lanskap utama (Devon, UK).

Penjelasan flamingo dan siklus hidupnya ditampilkan di kandang burung (Kebun Binatang Chester, Inggris).

Tanda di pintu masuk ke gua besar yang menjelaskan ekologi hewan gua dengan cara yang menarik dan hidup (Gunung Mulu WHS, Sarawak, Malaysia).

150

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Contoh praktik buruk: berbeda dengan lempeng di atas, tanda dengan fakta dan angka tentang flora dan fauna (St Paul Karst Mountains, Palawan, Filipina).

Dua tanda yang bertolak belakang: yang di sebelah kiri sederhana tetapi memberi tahu kita tentang penggunaan yang menarik dari tanaman (Gunung Mulu WHS, Sarawak), sementara ya ng lain memberikan informasi ilmiah tentang tanaman dan mungkin hanya menarik bagi para ahli botani (Kebun Raya, Lanzarote).

Tiga tanda interpretatif di sepanjang jejak geologi, yang berarti bahwa pengunjung dapat mengambil informasi saat mereka berjalan bersama dan menjelajah. Foto pusat menunjukkan tanda tangan kanan in situ (North West Highlands Geopark, Skotlandia, UK).

151

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Melibatkan Pengunjung yang Lebih Muda

Kesempatan berfoto sederhana untuk orang-orang yang masih muda dengan pesan konservasi yang kuat (Cagar Alam Nasional Donna Nook, Lincolnshire, UK)

Pameran interaktif di mana anak-anak dapat menonton pemberian makan kupu-kupu, dengan pemberitahuan yang jelas memandu perilaku yang diinginkan dan alasannya: "Tolong jangan sentuh kupu-kupu - mereka ringkih" (Kebun Binatang Chester, Inggris).

Berbagai media digunakan untuk menjelaskan fitur-fitur Jurassic Coast WHS kepada pengunjung yang lebih muda, termasuk panduan interaktif holografik (kiri atas) dan pameran 'seek and find' di mana pengunjung didorong untuk membuka laci untuk mengetahui lebih lanjut. Perhatikan bahwa seorang anak di foto (kiri bawah) memegang model dinosaurus berbentuk balon (Pantai Jurassic, Devon, Inggris).

152

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Ketentuan Untuk Para Penyandang Disabilitas

Model taktil Munich, dirancang untuk dipegang oleh orang-orang tunanetra atau tunanetra parsial, dengan penjelasan dalam huruf Braille (Munich, Jerman).

Taman dengan jalur yang ramah kursi roda dan tanaman dengan bau yang kuat, dirancang untuk orang-orang dengan tantangan mobilitas atau gangguan penglihatan (Yorkshire, Inggris).

153

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur 9. Rekomendasi Untuk Pelestarian Candi

Pariwisata seharusnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, menyediakan sarana dan mendorong motivasi untuk memelihara maupun menjaga kelestarian budaya. Keterlibatan dan kerjasama antar pelaku pembangunan sangat diperlukan untuk menghasilkan pariwisata yang berkelanjutan, dan meningkatkan perlindungan sumberdaya aset budaya bagi generasi mendatang.

Untuk menciptakan hal tersebut perlu beberapa prinsip yang harus dilakukan, antara lain : • Melakukan program konservasi yang memberikan kesempatan secara bertanggungjawab serta terkelola dengan baik bagi anggota masyarakat setempat maupun bagi pengunjung untuk memperoleh pengalaman serta memahami pusaka serta budaya masyarakat secara langsung, misalnya saja dengan : mengembangkan program interpretasi beserta penyajiannya yang dapat memfasilitasi dan mendorong kesadaram maupun dukungan masyarakat sehingga aset pusaka dan budaya dapat bertahan untuk jangka panjang, memberikan informasi mengenai nilai budaya terkait, memberikan narasi tentang informasi sejarah melalui pendidikan, media tehnologi dan penjelasan pribadi. • Memelihara hubungan antara nilai aset budaya dengan pariwisata agar tidak bertentangan dan dapat berkelanjutan untuk generasi sekarang dan generasi mendatang. Hal ini bisa dilakukan melalui : penciptaan kegiatan/proyek yang dapat memberikan hasil positif serta mengurangi dampak negatif terhadap keberadaan situs warisan dunia, mempertahankan keaslian (OUV) dari situs warisan budaya dengan menyajikan dan mengintepretasikan tempat dan pengalaman budaya sehingga peningkatkan penghargaan dan pemahaman terhadap situs warisan budaya, melaksanakan program konservasi dan pengembangan pariwisata secara harmonis, pengutamakan penggunaan bahan baku lokal serta memperhatikan langgam arsitektur atau tradisi yang sesuai dengan budaya setempat, menentukan ambang batas terhadap perubahan yang diterima oleh aset budaya khususnya terhadap dampak jumlah pengunjung yang dapat diterima, mengembangkan program evaluasi yang berkesinambungan. • Perencanaan konservasi dan pariwisata seharusnya dapat menjamin pengalaman pengunjung yang berfaedah, memuaskan dan menyenangkan. • Masyarakat stempat dan penduduk asli perlu dilibatkan dalam perencanaan konservasi dan pariwisata, melalui pelibatan masyarakat dalam penentuan sasaran, strategi, kebijakan dan perangkat peraturan dalam upaya pelestarian, pengelolaan, penyajian serta intepretasi aset budaya. • Kegiatan konservasi seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, misalnya melalui pendidikan, pelatihan yang mendorong peningkatan ketrampilan yang dapat mempresentasikan nilai-nilai aset budaya dan penciptaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. • Kegiatan pemeliharaan dan perawatan terhadap Situs Warisan Dunia dilaksanakan secara rutin, diantaranya penanganan kebocoran pada dinding candi, pembersihan dengan menggunakan steam cleaner, penataan kembali batu di lantai lorong candi, pembersihan dengan menggunakan sarana bengkel kerja dan peralatan Candi Borobudur. • Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evalusi meliputi 6 kegiatan yaitu monev keterawatan batu, monev dampak llingkungan, monev geohidrologi, monev stabilitas struktur candid an bukit, monev pemanfaatan candid an monev kawasan budaya Borobudur.

154

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

10. Penilaian Dampak Warisan Dunia Borobudur

10.1 Penilaian Dampak Melalui Heritage Impact Assesment (HIA)

Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, Komite Warisan Dunia UNESCO telah menangani sejumlah besar laporan keadaan konservasi terkait dengan ancaman terhadap property Warisan Dunia dari berbagai bentuk pengembangan dalam skala besar. Pengembangan ini termasuk jalan, jembatan, gedung, bangunan, pembangunan yang tidak sesuai, perubahan kebijakan penggunaan lahan dan kerangka kerja dalam skala kota. Banyak proyek memiliki potensi yang berdampak buruk pada penampilan, skyline, key views dan attribute berbeda lainnya yang berkontribusi pada Outstanding Universal Value (OUV).

Agar Komite Warisan Dunia dan ICOMOS dapat mengevaluasi potensi ancaman yang ada, ada kebutuhan secara spesifik tentang perubahan dampak yang diusulkan pada OUV. Pihak negara- negara yang meratifikasi Konvensi Warisan Dunia tahun 1972 diminta untuk "mengadopsi kebijakan umum dengan memberikan fungsi warisan dalam kehidupan masyarakat" (Pasal 5), mengintegrasikan perlindungan warisan ke dalam program perencanaan, dan tidak mengambil "tindakan yang disengaja yang secara langsung atau tidak langsung dapat merusak warisan dunia" (Pasal 6 (3)). Untuk itu, perlu ada sebuah proses yang harus dilakukan untuk memastikan apakah perkembangan yang diusulkan kemungkinan akan merusak warisan atau tidak. Proses tersebut diformalkan sebagai Heritage Impact Assessment (HIA).

Dalam dokumen Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur ini mengklarifikasi kapan dan mengapa HIA diperlukan, menguraikan prinsip-prinsip dan proses HIA, menjelaskan dampak yang mengancam kelestarian warisan dunia Borobudur, memberikan contoh-contoh nyata aplikasi proses HIA, menjelaskan penerapan HIA dalam konteks WHS Kompleks Candi Borobudur, menilai dan mengevaluasi dampak, monitoring dan evaluasi dampak.

Rekomendasi untuk penilaian dampak warisan dunia Borobudur didasarkan pada Pedoman Penilaian Dampak Warisan untuk Properti Warisan Budaya Dunia yang diproduksi pada 2011 oleh International Council on Monuments and Sites (ICOMOS).

Tujuan Penilaian Dampak

Tujuan mendasar dari HIA adalah untuk melindungi nilai Situs Warisan Dunia dari pengaruh negatif pembangunan, yang dilakukan melalui identifikasi dampak, penilaian dampak atau ancaman terhadap warisan dunia pada setiap pembangunan yang beresiko menganggu Warisan Dunia Borobudur, dan menggunakan informasi yang ada untuk merumuskan solusi untuk mengarah pengelolaan yang lebih baik.54

54 Patiwael, P.R., Groote, P. and Vanclay, F. (2018) Improving heritage impact assessment: an analytical critique of the ICOMOS guidelines. International Journal of Heritage Studies 25(4), pp. 333-347

155

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Manfaat Penilaian Dampak

Penyusunan HIA dimanfaatkan untuk membantu negara pihak pengelola warisan dunia untuk membuat kepuusan dalam mengelola property warisan dunia dimana ada beberapa perubahan terjadi diprediksikan akan dapat mempengaruhi OUV dari situs Candi Borobudur. Perubahan tersebut dapat menjadi merugikan ataupun menguntungkan, untuk itu keduanya perlu untuk dinilai seobyektif mungkin, dengan melihat OUV sebagai titik referensi.

Dalam setiap proposal untuk perubahan ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Sejauhmana mana perubahan tersebut dapat mempengaruhi OUV dan atribut dari properti warisan dunia. Kebutuhan konservasi warisan dunia harus menjadi pertimbangan utama dan diberikan bobot yang lebih besar daripada penggunaan dan pengembangan yang dapat mengancam status warisan dunia.

Periode Pelaksanaan

Dilaksanakan setiap ada proposal perubahan yang dipredikasikan dapat mempengaruhi OUV dan atribut dari situs warisan dunia Candi Borobudur.

Data dan Dokumentasi

Untuk melakukan HIA, data yang diperlukan adalah dokumen inti tentang Pernyataan kriteria OUV, integritas, otentisitas, persyaratan manajemen dan perlindungan (UU No.11 Tahun 2010 mengenai Cagar Budaya, Perpres 58 Tahun 2014 tentang Kawasan Strategi Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Borobudur, Keppres No. 1 Tahun 1992, Masterplan JICA Tahun 1972). Selain itu diperlukan juga data terkait dengan proposal perubahan yang akan dilakukan didalam situs warisan dunia.

Pengumpulan data atau informasi mencakup studi studi pustaka atau penelitian sejarah, serta kunjungan lapangan untuk mengetahui kondisi yang terjadi di lapangan dan untuk mengetahui sejauhmana proposal perubahan tersebut dapat mempengaruhi OUV dari situs warisan dunia.

Metode Penilaian Dampak

Berdasarkan Asosiasi Penilaian Dampak Internasional (International Association of Impact Assessment/IAIA) penilaian dampak warisan didefinisikan sebagai berikut: “Suatu proses mengidentifikasi, memprediksi, mengevaluasi dan mengkomunikasikan dampak yang timbul dari kebijakan, pembangunan yang dilakukan pada saat ini atau pembangunan yang diusulkan, selanjutnya mengintegrasikan hasil temuan serta menyusun kesimpulan/rekomendasi ke dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, untuk mengurangi dampak buruk dan meningkatkan hasil positif.”55

55 International Association of Impact Assessment (IAIA), cited in Engelhardt, R. (2018) Heritage Impact Assessment, presentation at 7th International Experts Meeting on Borobudur, Magelang, 8-10 August

156

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Dengan kata lain, "HIA adalah cara untuk mengelola perubahan dengan mengidentifikasi ancaman terhadap nilai-nilai warisan dan merekomendasikan solusi".56 Konsep HIA tumbuh dari proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang jauh lebih lama, di mana dampak perkembangan terhadap keanekaragaman hayati dan aspek-aspek lain dari lingkungan dianalisis.

HIA harus dilakukan sebelum membuat keputusan apakah usulan pengembangan dapat diajukan atau tidak. Hal ini terutama berlaku jika kegiatan yang diusulkan dapat menyebabkan perubahan yang berisiko terhadap kerusakan permanen dan signifikan pada aset warisan budaya.

Identifikasi dampak dapat dikategorikan seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini, dengan jenis dampak yang dibedakan antara lain dampak langsung, dampak tidak langsung, dampak dapat dipulihkan, dampak tidak dapat dipulihkan, kumulatif dan sisa. Sifat dampak dapat diklasifikasikan sebagai bermanfaat, dapat diterima (netral), dapat diterima jika tindakan mitigasi dilakukan, tidak dapat diterima, dan tidak ditentukan (dengan kata lain ketika informasi yang tersedia pada saat ini tidak mencukupi untuk menentukan sifat dampaknya).

Detail tentang ini ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 34: Jenis dan Sifat Dampak Pada Warisan Budaya

Jenis Dampak Langsung Dampak yang menyebabkan perubahan terukur pada bahan atau bahan sumber daya atau, dalam hal warisan / praktik tidak berwujud, menghasilkan perubahan kinerja. Tidak langsung Dampak yang tidak secara langsung mempengaruhi sumber daya warisan, tetapi mengubah lingkungan, pengaturan atau konteksnya dengan cara yang pada akhirnya mempengaruhi sumber daya itu sendiri. Dapat dipulihkan Suatu dampak yang dapat dibalik secara langsung, baik dalam waktu dekat atau pada tahap selanjutnya. Tidak dapat Suatu perubahan yang menghancurkan elemen fisik atau intangible yang dipulihkan esensial dari warisan budaya sehingga tidak dapat dibatalkan. Kumulatif Suatu situasi di mana dampak individu dapat diabaikan, tetapi ketika dampak itu terjadi secara bersamaan atau berurutan menghasilkan dampak yang terukur pada sumber daya warisan. Sisa Dampak yang kemungkinan masih ada bahkan setelah mitigasi. Sifat dampak Bermanfaat Ketika proyek akan melengkapi pengaturan sumber daya warisan; menstabilkan atau meningkatkan fungsi dan lingkungannya; meningkatkan pemeliharaan dan manajemennya. Dapat diterima Ketika tidak akan ada efek signifikan pada struktur, pengaturan atau nilai-nilai (netral) tempat bersejarah; atau pada fungsi atau kinerja warisan tak benda. Dapat diterima Ketika efek apa pun akan sangat kecil, dan dianggap dapat diterima tanpa (diabaikan) mitigasi, misalnya perubahan dianggap bagian dari proses alami evolusi situs. Dapat diterima Ketika akan ada beberapa efek samping tetapi dapat dihilangkan, dikurangi dengan langkah- atau diimbangi dengan langkah-langkah mitigasi tertentu. langkah mitigasi (Kecil atau Sedang) Dampak yang tidak Ketika efek samping dianggap terlalu berlebihan dan tidak dapat dimitigasi.

56 Engelhardt (2018) op. cit.

157

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur dapat diterima (Mayor) Dampak yang tidak Ketika efek samping yang signifikan mungkin terjadi, tetapi studi rinci lebih ditentukan lanjut akan diperlukan untuk menentukan sejauh mana mereka dapat terjadi atau dapat dikurangi. Sumber: Berdasarkan Engelhardt (2018) dan ICOMOS (2011)

Untuk mengidentifikasi dampak lebih lanjut, ICOMOS merekomendasikan bahwa skala, keparahan dan signifikansi dari kemungkinan perubahan terhadap warisan budaya dinilai menurut spektrum seperti ditunjukkan pada Gambar 26. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif.

Gambar 59: Skala, Tingkat Permasalahan dan Signifikansi Dampak Terhadap Aset Warisan

Sumber: ICOMOS (2011)

Namun, seperti ditunjukkan oleh komentar 2018 pada pedoman ICOMOS, dalam banyak kasus penilaian bersifat subjektif terhadap tingkat perubahan. Inilah sebabnya mengapa HIA penting untuk dilaksanakan oleh tim multi-budaya dan lintas-sektoral, dengan memastikan proses pemeriksaan dan keseimbangan secara keseluruhan.57

Apapun metode proses penilaian atau proses analisis yang digunakan, setiap potensi dampak negatif yang muncul perlu diidentifikasi dilaksanakan langkah mitigasinya, selain itu upaya untuk meningkatkan dampak yang menguntungkan juga harus diidentifikasi. Kerangka kerja yang berguna untuk mempertimbangkan luas dan jenis tindakan mitigasi disebut dengan Hirarki Mitigasi. Dalam proses HIA, Hirarki Mitigasi tumbuh dari pemahaman tentang dampak pembangunan terhadap lingkungan, misalnya dalam kasus penambangan untuk mineral, di mana upaya penambangan bisa tetap berjalan tanpa menganggu atau kehilangan keanekaragaman hayati atau setidaknya untuk meminimalkan kehilangan dengan menggantinya.58 Hirarki mitigasi yang sama diadopsi untuk digunakan di sektor warisan budaya, yang terdiri dari empat langkah berikut:

• Penghindaran: langkah-langkah yang diambil untuk menghindari dampak, seperti penempatan infrastruktur spasial yang hati-hati (misalnya menyesuaikan penyelarasan jalan, pembangunan instalasi menggunakan teknik yang tidak membahayakan peninggalan arkeologi di bawah permukaan tanah, dan mempertimbangkan lokasi lokasi pembangunan baru dengan dampak paling kecil.

57 Patiawel et al (2018), op. cit. 58 Forest Trends (n/d) The Mitigation Hierarchy, https://www.forest-trends.org/who-we-are/mission-and-history/ (accessed 30 September 2019)

158

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

• Minimalisasi: kategori ini mencakup langkah-langkah untuk mengurangi durasi, intensitas, dan tingkat dampak yang tidak dapat sepenuhnya dihindari, misalnya perlindungan artefak selama konstruksi, atau desain instalasi untuk memastikan dampak minimal, misalnya mengikuti pedoman untuk pengembangan 'karakter desa' di sekitar Borobudur. • Restorasi: di mana dampak tidak dapat dihindari, tindakan harus diambil untuk mempertahankan atau merehabilitasi bangunan cagar budaya, misalnya dengan mempertahankan façade. Contohnya adalah memastikan bahwa pengembang membayar untuk rekonstruksi candi di wilayah Borobudur. • Kompensasi (atau penggantian kerugian): Hal ini dapat berlaku jika ada dampak negatif merugikan yang signifikan yang tidak dapat dihindari atau diminimalkan dan dipulihkan. Penyeimbangan dapat dilakukan dengan mengambil bentuk intervensi manajemen yang positif untuk memulihkan sawah yang terdegradasi/alih fungsi, menciptakan lanskap pertanian yang lebih beragam sebagai pengaturan untuk candi, mendanai interpretasi manifestasi budaya, atau memastikan bahwa semua dokumentasi tersedia secara lengkap sebelum timbul kerusakan atau kehilangan dalam situs.

Secara grafis, prosesnya diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Proses untuk penetapan mitigasi antara lain : (a). Identifikasi dampak proyek yang potensial timbul; (b). Identifikasi langkah-langkah untuk mengurangi dampak, menghindari dampak dan restorasi; (c). Sisa-sisa dampak yang signifikan diatasi melalui melalui perimbangan.

Gambar 60: Penerapan Hirarki Mitigasi

Sumber: The Biodiversity Consultancy (2015) 59

59 The Biodiversity Consultancy (2015) A cross-sector guide for implementing the Mitigation Hierarchy. The Cross Sector Biodiversity Initiative

159

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Proses dan Prinsip HIA

Menurut pedoman ICOMOS, proses HIA untuk properti Warisan Dunia dapat disajikan sebagai tiga tahap yang dipandu oleh pertanyaan berikut: 1. Warisan budaya apa saja yang berisiko terkena dampak, mengapa warisan budaya tersebut penting? (dengan kata lain, apa OUV-nya, atau bagaimana kontribusinya terhadap OUV?) 2. Bagaimana perkembangan atau perubahan yang timbul akan memengaruhi properti OUV? 3. Bagaimana dampak dapat dikurangi?

Proses ini memberikan peluang terstruktur untuk mengidentifikasi ancaman atau manfaat bagi perkembangan warisan budaya, mengevaluasi tingkat atau jenis dampak. Faktor tambahan yang penting dari proses HIA adalah bertindak sebagai kerangka kerja yang dapat menyatukan semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama untuk mencapai konsensus mengenai jalan ke depan, yang mungkin melibatkan kompromi antara berbagai tujuan pemangku kepentingan dan mitigasi dari setiap perubahan. Elemen utama analisis diwakili dalam Gambar 28.

Gambar 61: Representasi Analisis Multi-komponen Dalam Proses HIA

Sumber : Rogers (2017)

Pedoman ICOMOS menyatakan bahwa 10 fitur utama untuk HIA di properti warisan budaya adalah untuk:60 1. Membentuk tim dari berbagai displin ilmu, seperti ahli teknis spesialis (dengan mempekerjakan pemerintah atau konsultan) dan pihak terkait lainnya, termasuk biro hukum, pemerintah daerah, dan perwakilan dari masyarakat setempat. 2. Memastikan konsultasi pada tahap awal dengan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, masyarakat setempat, LSM konservasi, dan akademisi. Konsultasi menjadi bagian dari proses yang harus dilaksanakan. 3. Melakukan pengembangan kapasitas di antara tim atau individu yang terlibat dalam mengelola properti untuk memastikan pelaksanaan rencana secara kompeten. Kegiatan ini dapat

60 Summarised in Roders, A.P. and van Oers, R. (2012) Guidance on heritage impact assessments: Learning from its application on World Heritage Site management. Journal of Cultural Heritage Management and Sustainable Development 2(2), pp. 104-114

160

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

dilakukan sebagai bagian dari proses HIA, idealnya dilakukan dengan bekerja sama dengan mitra yang akan melaksanakan rencana pengembangan. 4. Menyusun HIA sesuai dengan proses. 5. Memastikan output HIA dilaksanakan. 6. Memastikan transparansi dan aksesibilitas laporan HIA. 7. Masukkan tanggapan konsultasi ke proses desain. 8. Memastikan kecukupan alat yang digunakan untuk HIA, misalnya sumber dokumenter, survei, dan pemodelan. 9. Memastikan pemahaman yang baik tentang properti world heritage, termasuk signifikasi OUV, atribut dan konteksnya. 10. Mengumpulkan data dasar yang memadai tentang properti

4 point di atas, merupakan tahapan utama dalam melaksanakan HIA :61 • Menetapkan cakupan geografis wilayah studi • Melakukan konsultasi awal dengan pemangku kepentingan • Mengidentifikasi dan merekrut organisasi yang sesuai untuk melaksanakan pekerjaan • Mempersiapkan laporan untuk menetapkan lingkup pekerjaan yang harus dilakukan dan termasuk ekspektasi mengenai tingkat kedetailan hasil pekerjaan dan kerangka waktu yang dibutuhkan • Mengumpulkan data melalui metode pengumpulan data yang tepat, termasuk melakukan studi pustaka, konsultasi dengan pemerintah, makalah akademik, pengamatan dilapangan, mengumpulkan informasi kunci, dan melakukan pekerjaan survei • Menyusun data dengan cara yang tepat (laporan, database, arsip foto) • Identifikasi karakter warisan budaya, khususnya mengidentifikasi atribut spesifik yang berhubungan dengan OUV-nya • Menguraikan jenis, cakupan, dan desain pengembangan yang diusulkan • Menyusun model dan menilai jenis dan sifat dampak dari pengembangan yang diusulkan pada warisan budaya, terutama yang berhubungan dengan OUV-nya • Menyusun strategi mitigasi, sesuai dengan Hirarki Mitigasi (menghindari, minimalisasi, mengembalikan, memberikan kompensasi) • Mempersiapkan draft laporan berdasarkan hasil temuan • Menyampaikan laporan sebagai bahan untuk konsultasi lebih lanjut • Memodifikasi hasil dan mitigasi berdasarkan temuan-temuan dalam proses konsultasi • Pelaporan dan perencanaan akhir, termasuk melaksanakan langkah-langkah mitigasi • Diseminasi hasil dan pengetahuan yang diperoleh, termasuk pengembangan kapasitas organisasi pelaksana dan pemangku kepentingan lainnya. • Melakukan pemantauan mitigasi • Memastikan akses pengarsipan data dan pengetahuan yang diperoleh secara terbuka

61 Based on the ICOMOS 2011 guidelines (slightly modified for appropriateness in the Borobudur context)

161

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 62 : Diagram Alur - Proses Penyusunan HIA

Sumber : Rogers (2017)

Penilaian Dampak Warisan Borobudur

Untuk menilai dampak pembangunan terhadap integritas dan keaslian WHS Kompleks Candi Borobudur dan daerah sekitarnya (SP-1 dan SP-2), serangkaian kriteria penilaian telah disiapkan yang berlaku khusus untuk lokasi tersebut. Kriteria didasarkan pada pengalaman internasional dan dipilih melalui proses berikut ini: • Melakukan tinjauan OUV di WHS Borobudur • Diskusi tentang fitur-fitur penting dari situs dengan para pemangku kepentingan, seperti Balai Konservasi Borobudur (BKB), PT. Taman Wisata Candi (PT.TWC) Borobudur-Prambanan-Ratu Boko • Melakukan tinjauan dokumen penting yang berkaitan dengan WHS Borobudur, termasuk Rencana Pengelolaan Situs Borobudur Tahun 2019 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 58/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Borobudur dan Sekitarnya.

Ada beberapa kemungkinan beberapa dampak negatif dari pembangunan akan timbul dan mempengaruhi WHS Kompleks Candi Borobudur antara lain : • Hilangnya karakter dan landscape pedesaan disekitar kawasan Borobudur dan sekitarnya mengarah kearah perkotaan • Terjadi kerusakan material, struktur, arsitektural, ornamen pada situs cagar budaya • Terjadi kerusakan situs cagar budaya yang belum tergali • Terjadi kerusakan pada struktur geologi di lokasi situs cagar budaya • Bentang pandang terhalangi dari kawasan situs candi kearah gunung dan sebaliknya • Terjadi alih fungsi lahan pertanian terutama di lahan sawah bekas danau purba • Hilangnya keserasian antara kawasan pemukiman dengan kawasan situs cagar budaya • Hilangnya karakteristik asli dan historis dari warisan budaya • Artefak yang belum tergali terancam keberadaannya • Penguasaan lahan bantaran sungai • Pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan peruntukkannya • Hilangnya makna budaya yang ada di kawasan situs cagar budaya

162

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Dalam menilai dampak dari pembangunan, disusunlah rancangan kriteria/indikator sebagai dasar penilaian di kawasan Borobudur dan sekitarnya, antara lain : A. Pembangunan di SP-1 dilakukan dengan tujuan tematik pelestarian B. Pembangunan di SP-2 dilakukan dapat memberikan perlindungan karakter perdesaan dengan mempertahankan kawasan cagar budaya nasional dan warisan budaya dunia yang ada, mencegah terjadinya alih fungsi lahan kawasan pertanian terutama sawah bekas danau purba, membatasi kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat mengancam kerusakan Situs Cagar Budaya yang belum tergali, struktur geologi, dan bentang pandang. C. Pembangunan yang dilakukan tidak menghalangi pemandangan ke arah pandang dari kawasan situs candi termasuk taman candi kearah Gunung Sindoro, Gunung Telomoyo, Gunung Andong, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Perbukitan Menoreh, Gunung Ayamayam, Gunung Tidar dan Gunung Sumbing, serta arah pandang di sepanjang Jalan Strategis Nasional. D. Melindungi bantaran sungai E. Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk mewujudkan keserasian antara pengembangan kawasan pemukiman bercorak pedesaan/tradisional, relief ukiran bersumber dari relief candi sebagai upaya pelestarian kawasan. F. Karakteristik sakral dan historis dari warisan budaya G. Perlindungan artefak yang tidak digali dalam SP-1 dan SP-2. H. Pembangunan mendukung kegiatan sosial masyarakat dan ekonomi wilayah selaras dengan upaya pelestarian Kawasan Borobudur sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional dan Warisan Budaya Dunia.

Skala, keparahan dan signifikansi dampak positif atau negatif pada setiap kriteria akan dinilai berdasarkan sistem penilaian yang ditunjukkan di bawah ini. Skala dirancang berdasarkan ulasan pengalaman internasional di bidang HIA,62 dan untuk memberikan penilaian visual yang cepat, menggunakan pemakaian warna. Sistem ini memungkinkan pengembangan yang diusulkan dengan dampak di lebih dari satu kategori untuk dinilai; misalnya, deretan toko baru atau tiang telekomunikasi mungkin memiliki dampak sosial-ekonomi (I) yang menguntungkan tetapi dampak besar pada karakteristik sakral dan historis dari situs (G) atau pandangan terhadap atau jauh dari candi ( B,C,D).

Tabel 35 : Sistem Penilaian Besarnya Dampak Pembangunan

Level of impact Score High beneficial 3 Medium beneficial 2 Low beneficial 1 Neutral 0 Low adverse -1 Medium adverse -2 High adverse -3

Sistem penilaian dengan kriteria ini dapat diterapkan untuk pengembangan SP-1 dan SP-2 di Borobudur melalui proses matriks, seperti diilustrasikan di bawah ini. Dengan sistem ini, memungkinkan adanya analisis untuk setiap perubahan dari pembangunan yang diusulkan pada tahap perencanaan. Perubahan dapat dilakukan pada desain, peningkatan penerimaan manfaat yang

62 The terms used for describing the magnitude of the impacts are derived from The Architectural Historian (n/d) Heritage Impact Assessment, The Bull Inn, Market Deeping, UK

163

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur positif atau memberikan sinyal perlunya langkah-langkah mitigasi pada tahap awal. Perlu dicatat dalam beberapa kasus suatu proyek dapat ditolak sejak awal.

Berdasarkan masterplan ITMP Borobudur- Yogyakarta-Prambanan, rencana aksi untuk kawasan Borobudur dan sekitarnya baik rencana aksi fisik dan non fisik adalah sebagai berikut :

Tabel 36 : Rencana Aksi KSN Borobudur dan Sekitarnya

RENCANA AKSI FISIK A. Menghidupkan kembali OUV Borobudur 1. Mengembangkan kawasan transit multifungsi (pusat souvenir, kuliner, parkir dan wellness) a. Kawasan transit multifungsi Kujon di KSPN Borobudur Cipta Karya 2. Revitalisasi Taman dan Kawasan Eks-Parkir dan Pusat Souvenir Menjadi Botanical Heritage PT.TWC Park 3. Restorasi garis imajiner Borobudur-Pawon-Mendut untuk jalur wisata ziarah Mendut- Cipta Karya, Pawon-Borobudur (jl. Balaputradewa, penataan Sendang Lanang-Sendang Wadon, jalur Bina Marga pejalan kaki kali Elo & jalan tepian kali lingkungan Bojong, Mendut, pembangunan jembatan pejalan kaki Kali Progo) 4. Mempertahankan Panorama Bersejarah SP-1 a. Rencana penataan area concourse Borobudur Cipta Karya 5. Penyusunan Rencana Induk Pelestarian Candi BKB 6. Penataan bentang pandang Borobudur-Merapi BPIW; ATR 7. Mempertahankan panorama bersejarah di SP-1 BPIW; ATR 8. Penataan Cluster Museum Kapal Samudera Raksa dan Karmawibangga PT.TWC 9. Penataan Cluster Edukasi dan Visitor Center PT.TWC 10. Penataan plaza penerima dan plaza pilgrimage PT. TWC 11. Penataan Borobudur Study Center PT.TWC 12. Aerial Borobudur Study Centre (BSC –area smart park, area restoran, area digital centre, PT.TWC area entrance baru) 13. Penataan candi Borobudur (pemeliharaan dan pengamanan candi, penataan jalur BKB aksesibilitas sisi selatan, plasa edukasi ekscavasi, dan edukasi flora; pembenahan penerangan-arah pengembangan light and sound-integrasi teknologi dan culture) 14. Penataan candi Mendut (penataan halaman, jalur pedestrian, dan lansekap zona inti candi BKB Mendut, perbaikan kebocoran atap dan perkuatan struktur Candi Mendut, pembuatan signage informasi pengunjung, pembenahan area workset konservasi dan sarana informasi pelestarian candi Mendut, pengadaan alat pemeliharaan dan konservasi candi Mendut, pengadaan early warning system, penataan buffer zone Candi Mendut) 15. Penataan candi Pawon (penanganan kebocoran atap candi Pawon, pembuatan Signage BKB Informasi Pengunjung, pengadaan alat pemeliharaan dan konservasi candi Pawon, pengadaan early warning system, penataan buffer zone candi Pawon) 16. Penataan situs di kawasan Candi Borobudur (ekscavasi arkeologi situs kawasan candi BKB Borobudur (situ Dipan, Brongsongan,Samberan, Bowongan, Plandi); penataan area mikro (penataan area situs, pembuatan sarana pemeliharaan, informasi dan penerangan, pengadaan alat pemeliharaan situs), program penataan area meso-makro (pembuatan jalur aksesibilitas pengunjung, pembuatan signage informasi pengunjung, pembuatan jalur akses koneksi dengan jalur utama 4 Gerbang Utama) 17. Pengembangan jalur field Trip “ heritage Ride” BKB 18. Pengembangan jalur field Trip Pedestrian “Walk heritage” Borobudur-Mendut-Pawon- BKB Kerhov-Balkondes 19. Pegembangan atraksi Mahakarya Borobudur PT.TWC 20. Pengembangan Museum Borobudur di Zona 3 BKB; Pemda Kab. Magelang 21. Pengembangan Balkondes yang diambil dari tema relief candi Borobudur PT.TWC 22. Revitalisasi OUV Candi Borobudur (pembuatan sistem informasi digital, heritage field BKB, PT.TWC school, pendampingan industry kreatif lokal berbasis OUV Candi Borobudur, Pendampingan pertunjukan budaya lokal berbasis OUV Candi Borobudur, peningkatan SDM Guide pariwisata)

23. Penyediaan fasilitas untuk intepretasi dan narasi yang berkualitas tentang nilai penting BKB, PT.TWC Borobudur

164

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

B. Konektivitas 1. Pembangunan dan reaktivasi jaringan perkeretapian : Jalur Yogyakarta –Borobudur; Jalur PT.KAI Borobudur-Ambarawa-Semarang.. 2. Pengembangan jaringan jalan Bandara YIA-Borobudur Bina Marga 3. Penataan transportasi antar candi dengan moda green transportation PT.TWC 4. Pembangunan Anjungan Cerdas Kab. Magelang Kab. Magelang 5. Peningkatan Jalan Jalur Borobudur 10 K PT.TWC; Bina Marga, Cipta Karya 6. Pembangunan Jalan Lintas Borobudur Bina Marga C. Penataan Kawasan 4 Pintu Masuk Utama 1. Gerbang dan Koridor Palbapang -Borobudur Cipta Karya 2. Gerbang dan Koridor Blondo-Borobudur Cipta Karya 3. Gerbang /Rest Area dan Koridor Klangon-Borobudur Cipta Karya 4. Gerbang/rest area dan Koridor kembanglimus-Borobudur Cipta Karya D. Pengembangan Infrastruktur Dasar 1. TPS3R Cipta Karya 2. Pengembangan jaringan perpipaan SPAM pendukung KSPN Borobudur Cipta Karya, SDA 3. Penyediaan air baku KSPN Borobudur SDA 4. Pengembangan sarana hunian pendukung kawasan pariwisata Cipta Karya 5. Penyediaan Sarpras untuk even nasional dan internasional (peringatan hari Waisak, PT. TWC peringatan hari Asada, Mahakarya Borobudur, Sound Borobudur, Borobudur International Festial, Borobudur Bike, Balkonjazz, Festival Kuliner) E. Penataan Ruang Terbuka Publik 1. RTHP –Area Parkir Pawon Cipta Karya 2. RTHP –Area Parkir Mendut eks Taman Anggrek Cipta Karya 3. RTHP – Puthuk Cemuwis (viewing point) Cipta Karya 4. RTHP –Bumisegoro, Desa Borobudur Cipta Karya F. Penataan Pelataran Pintu Masuk Candi dan Jalur Wira-Wiri 1. Jalur wara-wiri (shuttle service) Kab. Magelang 2. Pusat Informasi Sejarah dan Budaya Borobudur (outdoor light and sound) Kab. Magelang G. Pengembangan Panggung Kesenian dan Pusat Souvenir 1. Pembangunan pusat souvenir Borobudur di zona 3 Kab. Magelang 2. Pembangunan panggung kesenian rakyat Kab. Magelang H. Pelestarian Candi-candi Disekitar Kabupaten Magelang 1. Pengembangan dan pembenahan candi di Kab. Magelang di luar Kawasan Borobudur Kab. Magelang

RENCANA AKSI NON-FISIK 1. Pelatihan dan sertifikasi front office, housekeeping, filosofi budaya, pemandu wisata, story Kemen. Pariwisata telling tentang warisan budaya, bahasa,adat budaya, eco-SPA, branding, dan manajerial desa wisata 2. Pelatihan handycraft, pelatihan pemasaran, workshop, seminar, pameran product Kemen. Pariwisata 3. Pelatihan e-comerce dalam meningkatkan standar pelayanan Kemen. Pariwisata 4. Pelatihan marketing, manajemen dan pengelolaan Balkondes Kemen.Pariwisata 5. Pendampingan dan Pokdarwis Kemen.Pariwisata 6. Pelatihan warisan budaya untuk pengelola, pengunjung dan masyarakat BKB 7. Workshop pelestarian cagar budaya BKB 8. Edukasi pelestarian cagar budaya untuk pelajar, guru, pramuka BKB 9. Sosialisasi pelastarian cagar budaya BKB 10. Pameran cagar budaya BKB 11. Penyusunan kajian pelestarian cagar budaya BKB Sumber : ITMP

Untuk mengetahui besarnya dampak dari rencana aksi terhadap WHS Borobudur, perlu dibuat penilaian berdasarkan kriteria yang sudah disusun diatas.

165

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 63 : Matriks Penilaian Dampak Rencana Aksi ITMP BYP

Skor Penilaian No. Rencana Aksi Komentar A B C D E F G H Total 1. Mengembangkan kawasan transit multifungsi (pusat souvenir, kuliner, parkir dan wellness) 1.1 Kawasan transit multifungsi 2 0 0 0 0 0 0 3 5 Peluang peningkatan ekonomi Kujon di KSPN Borobudur masyarakat; peningkatan ketertiban kawasan WHS; peningkatan kenyaman pengunjung 2. Revitalisasi Taman dan 3 3 3 0 3 1 0 1 11 Konservasi WHS, distribusi Kawasan Eks-Parkir dan Pusat pengunjung ke candi, perbaikan Souvenir Menjadi Botanical landscape WHS Heritage Park 3. Restorasi garis imajiner 3 3 3 3 1 3 0 2 18 Konservasi WHS, meningkatkan Borobudur-Pawon-Mendut wisata religious, perbaikan (jl. Balaputradewa, penataan lingkungan dan bantaran sungai, Sendang Lanang-Sendang perbaikan landscape, peluang Wadon, jalur pejalan kaki kali peningkatan ekonomi masyarakat Elo & jalan tepian kali lingkungan Bojong, Mendut, pembangunan jembatan pejalan kaki Kali Progo) 4. Mempertahankan Panorama Bersejarah SP-1 4.1. Rencana penataan area -3 -3 -3 0 -3 -3 0 3 -12 Ppotensi merusak OUV, concourse Borobudur peningkatan jumlah pengunjung berpengaruh peningkatan pendapatan 5. Penyusunan Rencana Induk 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan Pelestarian Candi candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV 6. Penataan bentang pandang 3 3 3 0 1 3 0 0 13 Terjaganya saujana (bentang Borobudur-Merapi pandang) 7. Mempertahankan panorama 3 3 2 1 3 3 0 0 15 Pelestarian kawasan, terjaganya bersejarah di SP-1 OUV, terjaganya karakteristik sejarah, terjaganya landscape pedesaan 8. Penataan Cluster Museum 3 1 0 0 3 3 0 3 11 Pelestarian OUV, distribusi Kapal Samudera Raksa dan pengunjung agar tdk menumpuk, Karmawibangga peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 9. Penataan Cluster Edukasi dan 3 1 0 0 3 3 0 3 13 Pelestarian OUV, pendidikan, Visitor Center distribusi pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 10. Penataan plaza penerima dan 3 3 3 0 1 3 0 2 18 Konservasi WHS, meningkatkan plaza pilgrimage wisata religious, perbaikan lingkungan, perbaikan landscape, peluang peningkatan ekonomi masyarakat 11. Penataan Borobudur Study 3 1 0 0 3 3 0 3 13 Pelestarian OUV, pendidikan, Center distribusi pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 12. Aerial Borobudur Study 3 1 0 0 3 3 0 3 13 Pelestarian OUV, pendidikan, Centre entertainment,kuliner, distribusi pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah

166

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Rencana Aksi Skor Penilaian Komentar visitor= peningkatan income 13. Penataan candi Borobudur 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV 14. Penataan candi Mendut 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV 15. Penataan candi Pawon 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV 16. Penataan situs di kawasan 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan Candi Borobudur candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV 17. Pengembangan jalur field 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi Trip “ heritage Ride” pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 18. Pengembangan jalur field 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi Trip Pedestrian “Walk pengunjung agar tdk heritage” Borobudur- menumpuk, peningkatan jumlah Mendut-Pawon-Kerhov- visitor= peningkatan income Balkondes 19. Pengembangan atraksi 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi Mahakarya Borobudur pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 20. Pengembangan Museum 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi Borobudur di Zona 3 pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 21. Pengembangan Balkondes 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 22. Revitalisasi OUV Candi 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, distribusi Borobudur pengunjung agar tdk menumpuk, peningkatan jumlah visitor= peningkatan income 23. Penyediaan fasilitas untuk 3 3 0 0 1 3 0 3 12 Pelestarian OUV, peningkatan intepretasi dan narasi yang intepretasi pengunjung berkualitas tentang nilai penting Borobudur B. Konektivitas 1. Pembangunan dan reaktivasi 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Peningkatan jumlah pengunjung jaringan perkeretapian : Jalur = peningkatan income Yogyakarta –Borobudur; Jalur Borobudur-Ambarawa- Semarang.. 2. Pengembangan jaringan jalan 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Peningkatan jumlah pengunjung Bandara YIA-Borobudur = peningkatan income 3. Penataan transportasi antar 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Perbaikan lingkungan di sekitar candi dengan moda green candi; Peningkatan jumlah transportation pengunjung = peningkatan income 4. Pembangunan Anjungan 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Peningkatan jumlah pengunjung Cerdas Kab. Magelang = peningkatan income 5. Peningkatan Jalan Jalur 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Peningkatan jumlah pengunjung Borobudur 10 K = peningkatan income 6. Pembangunan Jalan Lintas 0 0 0 0 0 0 0 3 3 Peningkatan jumlah pengunjung Borobudur = peningkatan income D. Penataan Kawasan 4 Pintu Masuk Borobudur

167

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Rencana Aksi Skor Penilaian Komentar 1. Gerbang dan Koridor -2 -2 3 0 2 2 0 3 6 Mengancam WHS, potensi Palbapang -Borobudur peningkatan jumlah pengunjung berpengaruh peningkatan pendapatan 2. Gerbang dan Koridor Blondo- -2 -2 3 0 2 2 0 3 6 Mengancam WHS, potensi Borobudur peningkatan jumlah pengunjung berpengaruh peningkatan pendapatan 3. Gerbang /Rest Area dan -2 -2 3 0 2 2 0 3 6 Mengancam WHS, potensi Koridor Klangon-Borobudur peningkatan jumlah pengunjung berpengaruh peningkatan pendapatan 4.. Gerbang/rest area dan -2 -2 3 0 2 2 0 3 6 Mengancam WHS, potensi Koridor kembanglimus- peningkatan jumlah pengunjung Borobudur berpengaruh peningkatan pendapatan E. Pengembangan Infrastruktur Dasar 1. TPS3R 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Peningkatan kebersihan lingkungan 2.. Pengembangan jaringan 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Tersedianya air bersih di perpipaan SPAM pendukung kawasan KSPN Borobudur 3.. Penyediaan air baku KSPN 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Tersedianya air bersih di Borobudur kawasan 4.. Pengembangan sarana 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Tersedianya hunian pendukung hunian pendukung kawasan pariwisata pariwisata 5. Penyediaan Sarpras untuk 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Tersedianya hunian pendukung even nasional dan pariwisata internasional F. Penataan Ruang Terbuka Publik 1. RTHP –Area Parkir Pawon 3 3 0 0 3 0 0 3 12 Pelestarian landscape, menataan lingkungan, peningkatan jumalah pengunjung= peningkatan income 2. RTHP –Area Parkir Mendut 3 3 0 0 3 0 0 3 12 Pelestarian landscape, menataan eks Taman Anggrek lingkungan, peningkatan jumalah pengunjung= peningkatan income 3. RTHP – Puthuk Cemuwis 3 3 3 0 3 0 0 3 12 Pelestarian landscape, menataan (viewing point) lingkungan, peningkatan jumalah pengunjung= peningkatan income 4. RTHP –Bumisegoro, Desa 3 3 0 0 3 0 0 3 12 Pelestarian landscape, menataan Borobudur lingkungan, peningkatan jumalah pengunjung= peningkatan income G. Penataan Pelataran Pintu Masuk Candid an Jalur Wira Wiri 1. Jalur wara-wiri (shuttle 0 0 0 0 3 0 0 3 6 Perbaikan lingkungan di sekitar service) candi; Peningkatan jumlah pengunjung = peningkatan income 2.. Pusat Informasi Sejarah dan 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan Budaya Borobudur (outdoor candi, kelestarian candi light and sound) meningkat, terjaganya OUV G.Pengembangan Panggung Kesenian dan Pusat Souvenir 1. Pembangunan pusat souvenir 3 3 3 0 3 3 3 3 21 Peningkatan jumlah pengunjung Borobudur di zona 3 = peningkatan income

2. Pembangunan panggung 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan

168

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

No. Rencana Aksi Skor Penilaian Komentar kesenian rakyat candi, kelestarian candi meningkat, terjaganya OUV H.Pelestarian Candi-candi Disekitar Kabupaten Magelang 1. Pengembangan dan 3 3 3 0 3 3 3 0 18 Konservasi WHS, pemeliharaan pembenahan candi di Kab. candi, kelestarian candi Magelang di luar Kawasan meningkat, terjaganya OUV Borobudur Sumber : Analisis konsultan

Berdasarkan analisis cepat HIA diatas, ada beberapa catatan antara lain :

• Terkait dengan proposal perluasan area parkir, relokasi fasilitas parkir dipindahkan jauh dari monumen untuk melindungi situs warisan budaya, bukan untuk ekspansi. Pembangunan fasilitas parkir juga menyiratkan adanya rencana untuk peningkatan pengunjung monumen. Oleh sebab itu perlu pengaturan untuk distribusi pengunjung di dalam monument Candi Borobudur agar tidak melebihi carrying capacity. • Pembangunan jalur trem untuk meminahlan pengunjung dari area parkir dan vendor ke zona monument yang sebagian rutenya dalam batas zona buffer situs, akan bertentangan dengan persyaratan Konfrensi Warisan Dunia dan Pedoman Operasional Tahun 2019, oleh sebab itu, design untuk pembangunan jalur tren perlu untuk ditinjau ulang kembali. • Terkait dengan pembangunan concourse pengunjung, secara fundamental bertentangan dengan standar manajemen Situs Warisan Dunia, karena tidak boleh ada kontruksi baru yang diizinkan dalam properti Warisan Dunia (Zona 1); sekalipun konstruksi terbatas pada area zona penyangga (zona 2) masih akan menjadi penyisipan fitur non-sejarah ke dalam lansekap bersejarah dari property, karena tidak sesuai dengan persyaratan untuk melindungi OUV dari pengaturan monumen. • Untuk konstruksi 4 pintu masuk harus mengikuti ketentuan yang ada didalam Pedoman Operasional Konvensi Warisan Dunia, selain itu proyek harus diarahkan pada mendistribusikan pengunjung ke wilayah zona 3, tidak memusat di zona 1 dan zona 2, antaralain dengan mengembangkan atraksi wisata di zona 3. • Untuk pengembangan jalur pilgrim sesuai dengan tujuan pelestarian situs warisan dunia. • Perlu melakukan studi lebih lanjut tentang HIA untuk masing-masing proposal proyek yang diajukan agar tidak bertentangan dengan Pedoman Operasional Tahun 2019 Konvensi Warisan Dunia.

169

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

10.2 Monitoring dan Evaluasi WHS Borobudur

Latar Belakang

Seiring dengan ditetapkannya Candi Borobudur sebagai warisan dunia dan bertaraf Internasional, maka menjadi tanggungjawab Bangsa Indonesia untuk melakukan usaha pelestarian dan perlindungan serta pemanfaatan terhadap Candi Borobudur dan kawasannya. Pemeliharaan dan perawatan tidak lepas dari pengawasan dari UNESCO sebagai lembaga yang menanungi warisan budaya warisan buday yang diakui oleh dunia karena Candi Borobudur merupakan aset yang memiliki nilai-nilai penting.

Lokasi candi Borobudur yang terletak di atas bukit sangat rentan terhadap faktor lingkungan sekitar, juga terhadap faktor cuaca dan iklim yang berpengaruh dominan. Faktor cuaca dan iklim merupakan faktor alam yang dominan berpengaruh dan dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan candi dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dalam upaya melestarikan Candi Borobudur maka Balai Konservasi Borobudur sebagai instansi yang salah satu tugas dan fungsinya melakukan perawatan terhadap Candi Borobudur, melakukan kegiatan-kegiatan yang tujuannya mengamati dan mengobservasi perkembangan–perkembangannya yang terjadi di monument candi dan lingkungan sekitarnya.

Kegiatan monitoring dan evaluasi meliputi 6 kegiatan yaitu monev keterawatan batu, monev dampak lingkungan, monev geohidrologi, monev stabilitas struktur candi dan bukit, monev pemanfaatan candi, dan monev kawasan cagar budaya Borobudur.

Monitoring dan Evaluasi Keterawatan Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi keterawatan Candi Borobudur meliputi dua aspek penting, yaitu arkeologis dan teknis. Hal yang diharapkan dari aspek arkeologis adalah terpeliharanya nilai-nilai arkeologis yang muncul pada saat candi didirikan, digunakan dan ditinggalkan oleh pendukung budaya Candi Borobudur, Mendut dan Pawon. Sedangkan dari aspek teknis, yang diharapkan adalah lestarinya struktur Candi Borobudur, Mendut dan Pawon yang ditunjukkan dengan terpeliharanya batu andesit penyusun struktur candi.

Dengan kegiatan monitoring dan evaluasi keterawatan candi ini, dapat mengetahui tingkat keterpeliharaan Candi Borobudur dengan mengidentifikasi kerusakan yang timbul maupun dikhawatirkan dapat timbul. Dengan demikian, kelestarian Candi Borobudur dapat terjaga keterawatan batu penyusun struktur Candinya.

Pelaksanaan untuk monev ini terdiri dari beberapa kegiatan antara lain : monev pengotoran sampah, monev kebocoran, monev pertumbuhan alveol, monev endapan garam, monev retakan batu, monev sementasi, monev pengelupasan, monev postule, dan monev vandalisme. a. Monev Pengotoran Sampah. Sampah merupakan pengotor yang berpotensi menyebabkan penurunan tingkat kelestarian Candi Borobudur. Untuk menanggulangi menurunnya tingkat kelestarian Candi Borobudur maka Balai Konservasi Borobudur melakukan monitoring pengotoran sampah pada struktur dan halaman candi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui volume dan sebaran sampak pada zona I Candi Borobudur. Apabila sudah diketahui volume dan sebarannya maka Balai Konservasi Borobudur melakukan monitoring pengotoran sampah pada struktur dan halaman candi. Hal ini

170

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

dimaksudkan untuk mengetahui volume dan sebaran sampah pada zona I Candi Borobudur. Apabila sudah diketahui volume dan sebarannya maka tindak lanjut dan upaya penanganan sampah akan secara teknis disusun untuk meminimalisir pengaruh sampah pada struktur candi. Pada monitoring pengotoran sampah observasi dilakukan dengan pengumpulan sampah yang berada pada halaman dan struktur candi. Sampah-sampah yang dibuang oleh wisatawan baik yang berada pada tempat sampah maupun yang berserakan di halaman dikumpulkan ke dalam karung penampungan sampah. Setelah dikumpulkan kemudian dihitung jumlah sampah keseluruhan dengan satuan m3. Sampah yang telah terkumpul kemudian dipisahkan antara sampah mudah terdegradasi dan sampah tidak mudah terdegradasi. Sampah yang mudah terdegradasi terdiri daun-daunan, bangkai hewan, maupun kotoran organik yang berasal dari aktivitas mahkluk hidup. Sedangkan sampah yang tidak mudah terdegradasi adalah sampah yang terdiri dari plastik, kertas, tisu, puntung rokok, permen karet, dll. Hal ini dikarenakan perlakukan dari kedua sampah tersebut berbeda dalam proses selanjutnya. Sampah plastik dinilai lebih mempunyai nilai ekonomis. Monev pengotosan sampah bertujuan untuk mengetahui volume sampah pada struktur dan halaman candi. Berdasarkan hasil monev BKB, sampah paling banyak di struktur candi adalah sampah anorganik sedangkan pada halaman candi didominasi oleh sampah organik. b. Monev Kebocoran. Monev ini bertujuan untuk memonitor dan melakukan kebocoran pada dinding candid an pagar langkan lorong candi. Kebocoran candi diakibatkan karena pelapukan batu candi, antara lain faktor kualitas batu candi sendiri yang dipengaruhi oleh tingkat porositas, faktor lingkungan di sekitar candid an faktor manusia saat melakukan proses perawatan candi. Penggunaan bahan kimia saat perawatan juga berpengaruh pada tingkat pengeroposan candi. c. Monev Pertumbuhan Aveol. Monev ini bertujuan untuk memonitor dan melakukan pendataan terhadap lubang alveol pada batu candi khususnya pada batu dinding, pagar langkan lorong, dan stupa teras candi. Alveol adalah bisul-bisul pada permukaan batu yang sudah pecah dan membentuk lubang-lubang pada permukaan. d. Monev Endapan Garam. Monev ini bertujuan untuk memonitor dan melakukan pendataan terhadap endapan batu candi di dinding, pagar langkan lorong, dan stupa teras candi. Endapan garam pada permukaan batu yang bentuknya seperti aliran air yang mongering pada permukaan batu. Bentuk tersebut merupakan akumulasi endapan garam mengerak pada permukaan batu. Penggaraman yang terdapat pada nat-nat batu atau mengisi bagian batu yang retak sehingga tampak seperti semen yang menyatu pada kedua buah batu di antaranya (sedimentasi). e. Monev Retakan Batu Candi. Monev ini bertujuan untuk memonitor dan melakukan pendataan retakan batu candi pada dinding, langkan candi dan stupa teras candi. Bentuk retakan yang umumnya terisi oleh endapan garam ataupun sudah mengalami proses penyambungan kembali. Pada beberapa bagian candi masih ada sebagian retak, penyebabnya mungkin gerakan mekanis vertikal atau horizontal atau karena tekanan yang tidak merata atau penyebab lain, seperti beban pengunjung yang terlampau berat. f. Monev Sedimen. Monev sedimen bertujuan untuk memonitor dan melakukan pendataan terhadap sedimentasi batu candi yang ada di dinding lorong dan stupa teras. Sedimentasi adalah proses dimana butiran-butiran sedimen direkatkan oleh material lain, dapat berasal dari air tanah atau hasil pelarutan mineral-mineral dalam sedimen atau batuan itu sendiri. Material semennta dapat berupa karbonat (CO3), silika (Si), atau oksida (Fe). Sedimentasi merupakan salah satu jenis pelapukan pada batu Candi Borobudur yang sudah terjadi dalam periode yang lama. Namun penanganan pelapukan tersebut, masih belum menemukan metode yang paling tepat. g. Monev Pengelupasan.

171

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monev pengelupasan bertujuan untuk memonitor dan melakukan pendataan pengelupasan batu candi. Pengelupasan pada permukaan batu dimana diameter kelupasan tidak terlalu besar, hanya dalam kisaran millimeter-sentimeter. Terkelupas dan menyebabkan pahatan menjadi tidak jelas namun masih dapat terlihat bentuk phatan aslinya. Terkelupas sedemikian rupa dan menyebabkan bentuk asli pahatan relief tersebut tidak dapay diketahui lagi bentuknya. Pengelupasan pada permukaan batu dimana batu menjadi terlihat seperti tergerus atau sekilas tampat seperti aus. h. Monev Postule. Tujuan monev postule adalah memonitor dan mendata postule pada batu candi. Postule merupakan salah satu jenis pelapukan yang terjadi pada permukaan batuan candi yang disebabkan oleh proses kimia dan biologis. Postule terbentuk karena pori-pori batu terisi oleh debu dan spora algae atau moss, kemudian pori tersebut tertutup oleh endapan garam. Spora algae atau moss yang ada di dalam pori tumbuh. Pertumbuhan organisme tersebut akan mendesak dinding pori dan mendesak permukaan endapan garam sehingga akan membentuk semacam bisul pada permukaan batuan. Bentuk seperti bisul inilah yang disebut postule. Dan postule akan pecah dan membentuk lubang pori yag berukuran lebih besar disebut alveol. i. Monev Vandalisme. Tujuan monev vandalism adalah untuk memonitor dan melakukan pendataan vandalism dinding candi. Vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan lain sebagainya). Perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas. Vandalisme sering dilakukan oleh pengunjung selama kunjungannya di candi, diantaranya yaitu memanjat dinding dan stupa candi, membuang sampah permen karet pada permukaan batu candi, noda tetesan lilin pada struktur candi maupun di halaman candi diakibatkan oleh aktivitas umat Budha pada perayaan Waisak, goresan/coretan pada permukaan batu penyusun struktur candi dengan menggunakan lilin/krayon/lipstick/zat pewarna lainnya, bungkusan kecil yang diselipkan pada sela-sela nat pada dinding, mata uang logam yang diselipkan pada nat candi yang terbuka.

Gambar 64 : Monitoring dan Evaluasi Vandalisme

Permen karet menempel pada batuan candi merupakan salah satu bentuk vandalisme yang dilakukan pengunjung.

172

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monitoring dan Evaluasi Stabilitas Struktur Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Untuk mengadakan monitoring dan evaluasi yang berkaitan dengan stabilitas bangunan candi, perlu dilakukan pengumpulan data primer yang meliputi pengukuran secara langsung parameter- parameter yang diperlukan, dan data sekunder yang merupakan data hasil pemugaran baik yang pertama maupun yang kedua. Dari pengumpulan data ini, baru dilakukan evaluasi lengkap tentang stabilitas bangunan candi.

Hasil monitoring evaluasi nantinya merupakan suatu hasil yang akan ditindaklanjuti di dalam usaha- usaha pelestarian candi, agar bangunan ini tetap megah berdiri sepanjang masa. Kegiatan monitoring evaluasi stabilitas struktur candi, meliputi : a. Pengukuran titik kontrol candi. Tujuannya adalah mengetahui pergerakan horizontal tanah permukaan dan ketinggian struktur candi. Titik kontrol adalah titik untuk memantau adanya deformasi pada lokasi dimana titik itu berada. Pada struktur candi dibuat beberapa titik kontrol yang ditandai dengan penancapan logam kuning pada permukaan batu. Titik kontrol b. Pengukuran inklinometer. Pengukuran ini digunakan untuk mengethui gerakan horizontal tanah. Studi ini adalah untuk melakukan analisis terhadap data inklinometer pasca pemugaran kedua sampai dengan saat ini. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui ada tidaknya rayapan yang terjadi di area candi berdasarkan data Inklinometer tersebut. Manfaat studi rayapan di area candi berdasarkan data inklinometer adalah untuk mengetahui kondisi tanah bukit dasar candi, jika ada gerakan-gerakan tanah bukit di bawah candi yang dapat mempengaruhi kondisi struktur candi akan terdeteksi secara dini. Dengan demikian dapat diambil langkahlangkah antisipasi untuk tnenghindarkan akibat yang lebih parah. Agar tujuan studi tidak menyimpang dari sasarannya dan terfokus pada pokok permasalahannya perlu ditetapkan pula batasan-batasan dan ruang lingkup studi Studi akan dilaksanakan terbatas pada analisis data inklinometer yang ada di Kantor Balai Konservasi Borobudur pasca pemugaran kedua sampai dengan saat ini. Dari hasil penelitian para ahli, menunjukkan bahwa kondisi tanah bukit dibawah kondisi tanah bukit dibawah candi Borobudur menjadi salah satu penyebab kerusakan pada Candi Borobudur. Hal ini disebabkan karena struktur tanah bukit dasar candi terdiri dari lapisan tanah lempung. Salah satu sifat tanah lempung adalah jika terkena air, daya dukung /kekuatan tekannya menjadi sangat rendah, mengakibatkan dinding-dinding candi mengalami penurunan. Dengan mempertimbangkan kondisi tanah bukit yang terdiri dari lapisan tanah lempung serta untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan selama berlangsungnya pemugaran kedua, maka dipasang alat monitoring di atas Candi Borobudur. Inklinometer sendiri adalah alat yang terdiri dari kasing yang berupa pipa besi yang ditanam didalam tanah dengan kedalaman tertentu, dan transducer yang digunakan untuk pengambilan data yang kemudian diolah dan menjadi sebuah data yang bertujuan untuk mengetahui gerakan tanah bawah permukaan dalam arah X dan Y. c. Pengukuran pergerakan nat pada dinding candi (crackmeter). Monev ini untuk mengetahuai pergerakan nat antar batu pada dinding candi. Perubahan nat antar batu dihitung dalam satuan cm-mikron. d. Pengukuran kemiringan dinding. Untuk mengetahui tingkat kemiringan dinding candi arah horizontal axis X dan Y. Untuk pengukuran kemiringan dinding selasar dan undag dilakukan pengukuran secara manual dengan menggunakan unting-unting yang dimasukkan dalam gelas yang diisi dengan oli, agar posisi

173

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

benang yang menggantung stabil tidak terbawa angina. Kemudian jarak-jarak yang ditentukan posisinya diukur dengan rollmeter. e. Pengukuran deformasi dengan GPS. Untuk mengetahui pergerakan horizontal dan vertikal arah X,Y, dan Z) pada struktur batu candi Borobudur. Metode pengamatan geodetik untuk pemantauan Candi sudah dilaksanakan secara periodik sejak selesainya restorasi besar tahun 1983, yaitu dengan melaksanakan pengukuran poligon dan sipat datar secara terpisah. Sementara itu perkembangan teknologi penentuan posisi menggunakan data satelit (GPS) memberikan peluang penentuan posisi 3D secara serentak dengan tingkat ketelitian yang semakin baik. Analisis secara komprehensif terhadap data pengamatan GPS, data pengamatan terestris, dan integrasi kedua data tersebut perlu dioptimalkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan stabilitas Candi Borobudur berdasarkan integrasi data pengamatan GPS dan terestris jaring pemantau deformasi Candi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengamatan GPS, data pengukuran jaring horizontal dengan metode poligon serta data pengukuran beda tinggi (levelling) jaring pemantau vertikal. Analisis stabilitas dilakukan dengan menentukan besar dan laju perpindahan posisi horizontal maupun vertikal titik-titik pantau. Analisis deformasi model statis diterapkan pada masing-masing data pengamatan untuk mengetahui pergeseran posisi horizontal maupun vertikal antar kala. Sementara analisis model kinematis diterapkan pada data pengamatan GPS, untuk mendapatkan vektor kecepatan perpindahannya. Hasil analisis ini digunakan untuk prediksi posisi titik-titik pantau GPS sesuai kala pengamatan data terestris. Integrasi data pengamatan GPS dan terestris kemudian dilakukan dengan solusi Procrustes. Analisis stabilitas dengan metode geometrik dilakukan untuk data pengamatan GPS dan data pengamataan terestris secara terpisah dan data hasil integrasi. Hasil analisis dengan metode geometrik ini selanjutnya dibandingkan dengan hasil studi geoteknik yang sudah ada secara kualitatif.

174

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monitoring dan Evaluasi Lingkungan Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Pelestarian yang dilakukan merupakan suatu usaha untuk tetap menjaga kelestarian candi secara khusus maupun lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan kegiatan tersebut dalam pelaksanaan Pelestarian didasarkan pada prinsip konservasi yaitu ilmu bahan dan teknologi. Dalam kegiatan konservasi tidak lepas dari penggunaan bahan kimia.

Penggunaan bahan kimis dengan kegiatan konservasi memang telah lama digunakan sebagai usaha untuk melindungi terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat menyebabkan kerusakan ataupun pelapukan lebih lanjut. Penggunaannya telah terbukti efektif menghambat kerusakan dan pelapukan, akan tetapi yang menjadi permasalahan selajutnya adalah apakah bahan-bahan kimia yang digunakan tersebut mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar atau tidak.

UNESCO telah mengeluarkan sebuah ketentuan untuk tidak lagi menggunakan bahan kimia dalam kegiatan konservasi karena akan berbahaya bagi kelestarian candid an berbahaya bagi lingkungan. Sebagai tindak lanjut dari larangan UNESCO untuk tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatan, pencegahan kerusakan, dan pelapukan candi, maka penggunaan bahan kimia dihentikan kemudian diganti dengan cara tradisional. Misalnya pembersihan lumut dengan menggunakan bahan kimia diganti dengan cara mekanik yaitu dibersihkan secara manual dengan menggunakan sapu ijuk.

Untuk itu analisa dampak lingkungan sangat diperlukan dalam memonitoring setiap kegiatan yang dilakukan sebagai upaya pelestarian candi maupun lingkungan disekitar candi.

Tujuan dari monitoring dampak lingkungan adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi rona lingkungan di zona I candi dan sekitarnya. Adapun tujuan dari kegiatan tersebut adalah memberikan arahan dan pertimbangan apabila terjadi dampak (terutama yang bersifat negatif) yang dapat mempengaruhi kelestarian cagar budaya dan lingkungannya. Kegiatan monitoring dampak yang dilakukan antara lain : a. Pengukuran mikro klimatologi candi Borobudur, Mendut dan Pawon Kegiatan bertujuan untuk mengetahui iklim di lingkungan candi Borobudur, Mendut dan Pawon. b. Pengujian air bak kontrol Candi Borobudur Untuk mengetahuai sifak fisik dan kimia air bak kontrol di lingkungan candi Borobudur. c. Pengukuran kualitas udara meliputi Sox dan Nox Untuk mengetahui kualitas udara meliputi kandungan SO2 dan NO2 dilingkungan candi. d. Pengukuran tingkat kebisingan e. Pendataan dan mapping flora di zona I Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon Untuk mengetahui perkembangan jumlah dan jenis flora di zona I candi Borobudur, Mendut dan Pawon.

175

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monitoring dan Evaluasi Geohidrologi Candi Borobudur

Lokasi Candi Borobudur yang berada di alam terbuka, merupakan sebab faktor lingkungan seperti iklim sangat berpengaruh terhadap kelestarian bangunan. Salah satunya adalah curah hujan. Pada saat terjadi hujan, bangunan candi Borobudur akan terguyur oleh air hujan yang selanjutnya air tersebut sebagian akan mengalir di permukaan, sebagian akan menguap, serta ada juga yang meresap ke dalam batu maupun tanah. Sehingga dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa air yang berada di Candi Borobudur dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu air yang ada di permukaan dan air yang ada di bawah bangunan candi (air tanah). Selama ini beberadaan air pada bangunan candi Borobudur dianggap sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya kerusakan dan pelapukan batu yang selanjutnya merupakan sebuah ancaman bagi kelestarian candi. Oleh karena itu maka perlu dilakukan suatu monitoring untuk menganalisis proses lanjutan mengenai dampak negatif dari keberadaan air tersebut pada Candi Borobudur. Kegiatan observasi yang telah dilakuka selama ini adalah berupa pengamatan air permukaan dan pengamatan air tanah. Pengamatan air permukaan berupa pencatatan data klimatologi terutama curah hujan dan penguapan, air yang melewati alat water meter, dan sumur resapan. Sedangkan pengamatan air tanah berupa pengamatan terhadap efektifitas lapisan penyaring dan kedalaman elevasi muka air di inclinometer serta sumur penduduk di sekitar Candi Borobudur. Data-data hasil observasi yang dilaksanakan, sangat diperlukan untuk menganalisis secara dini mengenai pengaruh air, baik yang berada di permukaan maupun di bawah bangunan candi terhadap upaya kelestarian Candi Borobudur.

Maksud dilaksanakannya observasi geohidrologi ini adalah untuk mengetahui perilaku air yang mengenai tubuh candi pada umumnya, serta bertujuan untuk menganalisa secara dini akibat dari perilaku negatif air yang menimpa tubuh candi serta lingkungannya.

Ruang lingkup monitoring geohidrologi, antara lain : a. Monitoring kedalaman muka air tanah sumur penduduk sekitar Candi Borobudur Tujuan monev ini adalah untuk mengetahui kedalaman elevasi muka air tanah sumur penduduk. Kedalaman muka air tanah sumur penduduk dan ketinggian tempat dari muka air laut dapat dibuat kontur muka air tanah sumur penduduk di sekitar Candi Borobudur sehingga arah aliran air tanahnya dapat diketahui. Berdasarkan pengukuran yang sudah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya, dapat diketahui bahwa arah aliran air tanah yaitu air tanah mengalir dari arah barat menuju kea rah timur dan tenggara sehingga nantinya sampai ke sungai Progo. Aliran air tanah dibukit Candi Borobudur berdasarkan inklinometer apabila dibandingkan dengan air tanah kawasan penduduk disekitarnya ternyata memiliki akuifer yang berbeda. Hal ini bisa dilihat dari pola aliran air tanah yang berbeda antara di bukit Candi Borobudur dan kawasan disekitarnya. b. Monitoring kedalaman sumur resapan Tujuan monev ini adalah untuk mengetahui tingkat pendangkalan sumur resapan guna mengetahui efektivitas sumur resapan serta mengetahui laju pendangkalan akibat lumpur yang dibawa oleh aliran air. c. Monitoring water meter Tujuan monev adalah untuk mengetahui jumlah debit air limpasan serta estimasi air yang masuk ke dalam tanah bukit Candi Borobudur guna membantu kelancaran aliran air limpasan pada tubuh candi,serta mengetahui volume air limpasan pada tubuh candid an air yang masuk tanah bukit. d. Monitoring efektifitas lapisan penyaring (filter layer) Tujuan monev adalah mengetahui efektivitas lapisan penyaring (filter layer). Kegiatan yang dilakukan dalam monev ini antara lain kegiatan pembersihan bak filter layer, pengamatan debit air dan pengamatan kejernihan air filter layer.

176

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Candi Borobudur, Mendut dan Pawon merupakan 3 candi yang termasuk dalam kompleks Candi Borobudur, yang diakui oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia. Sebagai sebuah situs warisan dunia UNESCO, segala aktivitas pelestarian harus diatur dan dijalankan sesuai dengan regulasi sehingga tidak mengancam kelestarian situs. Pemanfaatan Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon harus sesuai dengan UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Ruang lingkup pemanfaatan antara lain : pemanfaatan untuk agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, pariwisata, dan pemanfaatan dengan cara perbanyakan. Sedangkan tindakan yang mengancam kelestarian candi, yaitu : (1). Memanjat atau menaiki stupa, dinding, pagar langkan candi, baik secara langsung maupun menggunakan alat; (2). Merokok di area candi; (3). Membuang sampah sembarangan; (4). Mencorat-coret batu maupun dinding candi dengan alat apa pun; (5). Aktivitas lainnya yang dapat mengganggu kelestarian candi. Untuk menjaga kelestarian situs dan cagar budaya Candi Borobudur , tidak boleh membangun sarana dan prasarana serta tidak menggunakan alat bantu besar dan berat di Zona I Candi Borobudur. Apabila kegiatan dilakukan, maka dapat menyebabkan kerusakan pada cagar budaya, Balai Konservasi Borobudur berhak mencabut ijin/menghentikan kegiatan. Tujuan dari monev pemanfaatan candi adalah untuk menjaga kelestraian candi dari aktivitas pemanfaatan candi yang berlebihan.

Untuk melakukan monitoring dan evaluasi pemanfaatan candi, ada beberapa aktivitas yang dilakukan, antara lain : a. Monitoring tingkat kunjungan dan profil pengunjung Pemanfaatan Candi Borobudur sebagai pariwisata membawa dampak positif dan negatif terutama terkait dengan kelestarian Candi Borobudur. Balai Konservasi Borobudur terus berupaya untuk melestarikan warisan budaya agar nantinya tetap bisa dinikmati generasi mendatang. Untuk itu perlu monitoring kunjungan dan profil pengunjung agar tingkat kunjungan wisatawan bisa terpantau dan tidak berpengaruh terhadap kelestarian candi-candi tersebut. b. Interpretasi pengunjung terhadap Candi Borobudur, Mendut dan Pawon c. Monitoring perilaku dan distribusi pengunjung d. Monitoring tingkat kepuasan pengunjung dan evaluasi terhadap fasilitas e. Monitoring pemanfaatan Candi Borobudur, Mendut dan Pawon

177

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Monitoring dan Evaluasi Kawasan Cagar Budaya Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Kompleks Candi Borobudur yang telah terdaftar sebagai warisan budaya dunia atau bertaraf internasional mempunyai konsekwensi dalam hal pelestariannya. Merupakan tanggungjawab bangsa Indonesia untuk melakukan usaha dalam rangka pelestarian dan perlindungan serta pemanfaatan terhadap candi Borobudur beserta kawasannya. Pemeliharaan dan perawatan Candi Borobudur dan lingkungannya tidak terlepas dari pengawasan UNESCO sebagai organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan yang memasukkan kompleks Candi Borobudur sebagai warisan dunia dengan no.C592 sejak tahun 1991.

Borobudur sebagai instansi yang salah satu tugas dan fungsinya melakukan perawatan terhadap Candi Borobudur, melakukan kegiatan-kegiatan yang tujuannya memonitoring dan mengevaluasi perkembangan-perkembangan yang terjadi di monument candid an lingkungan sekitarnya, salah satunya adalah observasi atau monitoring kawasan. Candi Borobudur merupakan salah satu candi Budha terbesar didunia. Salah satu nilai pentingnya adalah keindahan panoramanya. Natural landscape kawasan Borobudur penting untuk dilestarikan karena merupakan kesatuan dari Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia. Oleh karena itu diperlukan suatu observasi kawasan.

Maksud dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk mengetahui segala hal yang ada di dalam kawasan atau perkembangan yang terjadi di kawasan Candi Borobudur untuk tujuan pelestarian kawasan tersebut. Kegiatan yang dilakukan antara lain : a. Monitoring perubahan penggunaan lahan Pada tahun 2014, diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2014 tentang Rencana Tata ruang Kawasan Borobudur dan sekitarnya yang mengatur pelaksanaan pengendalian dan pemanfaatan tata ruang di Kompleks Candi Borobudur, meliputi arahan Peraturan Zonasi SP1, SP2; perizinan, insentif dan disinsetif dan pengenaan sanksi. Tekanan penduduk dan pembangunan yang terjadi di sekitar kawasan candi Borobudur dapat menjadi ancaman bagi pelestarian monument candi. Oleh sebab itu, pembangunan di SP-1 dan SP2 harus sesuai dengan arahan dalam Perpres No. 58 Tahun 2014. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kawasan cagar budaya Borobudur perlu dilakukan aktivitas monitoring perubahan penggunaan lahan.

Penegakan hukum khususnya dalam pemanfaatan ruang melalui perizinan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam pengendalian pembangunan di zona SP1 dan SP2. Penegakkan hukum dilakukan melalui pemberian sanksi hukum bagi pelanggar rencana tata ruang melalui sanksi administratif, saksi perdata, dan sanksi pidana. Instansi teknis yang mengeluarkan perizinan sekaligus bertanggungjawab memonitor pelaksanaan di lapangan sejauhmana pemegang ijin memenuhi kewajibannya yang tertuang di dalam perizinan. Untuk pengawasan yang bersifat koordinatif antar sektor dapat dilaksanakan oleh lembaga yang sudah ada. Sedangkan untuk pelaksanaan penyidikan pelanggaran dapat diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau pihak kepolisian. Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan arahannya, dukungan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi harus dilakukan secara terus menerus. b. Monitoring situs dan potensi cagar budaya c. Monitoring fasad bangunan d. Monitoring perubahan bentang pandang

178

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Untuk lebih jelasnya, tujuan, manfaat, periode pelaksanaan, data yang dikumpulkan, alat yang dipakai, tim yang melakukan dan standar baku mutu/acuan pengkuran yang dipakai dapat dilihat didalam tabel dibawah ini.

179

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 37 : Monitoring dan Evaluasi Candi Borobudur, Mendut dan Pawon

180

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

181

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

182

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

183

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

184

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

185

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

DAFTAR PUSTAKA

Agnew, N., Demas, M. & Jinshi, F. (2013) Overview of the Methodology and Results of the Visitor Study for the Mogao Grottoes. In Agnew, N. & Demas, M. (eds) Extended Abstracts of the International Colloquium: Visitor Management and Carrying Capacity at World Heritage Sites in China 17-19 May 2013. Mogao Grottoes, Dunhuang. Los Angeles: The Getty Conservation Institute. pp.48-53

Alazaizeh, M.M., Hallo, J.C., Backman, S.J., Norman, W.C. & Vogel, M.A. (2016) Crowding standards at Petra Archaeological Park: a comparative study of McKercher's five types of heritage tourists, Journal of Heritage Tourism, 11(4, pp. 364-381

Aminian, N. & Khodayar, S. (2016) Tourism Carrying Capacity Assessment for Historical Sites - Isfahan Emam Mosque. Travel and Tourism Research Association: Advancing Tourism Research Globally. 12. Available from: https://scholarworks.umass.edu/ttra/2011/Student/12

Cimnaghi, E. & Mussini, P. (2015) An application of tourism carrying capacity assessment at two Italian cultural heritage sites, Journal of Heritage Tourism, 10(3), pp.302-313

Doorne, S (2000) Caves, Cultures and Crowds: Carrying Capacity Meets Consumer Sovereignty, Journal of Sustainable Tourism, 8(2), pp. 116-130

Engelhardt, R. (2018) Heritage Impact Assessment, presentation at 7th International Experts Meeting on Borobudur, Magelang, 8-10 August

Fatimah, T. (2018) Community-based spatial arrangement for sustainable village environmental improvement – case study of Candirejo Village, Borobudur, Indonesia. Energy Procedia 153, pp. 389- 395

Forest Trends (n/d) The Mitigation Hierarchy, https://www.forest-trends.org/who-we-are/mission- and-history/

Ghanem, M.M. & Saad, S.K. (2015) Enhancing sustainable heritage tourism in Egypt: challenges and framework of action, Journal of Heritage Tourism, 10(4), pp. 357-377

ICOMOS (International Council on Monuments and Sites) (2011) Guidance on Heritage Impact Assessments for Cultural World Heritage Properties, Paris: ICOMOS

Makhadmeha, A., Al-Badarnehb, M., Rawashdehb, A. & Al-Shorman, A. (2018) Evaluating the carrying capacity at the archaeological site of Jerash (Gerasa) using mathematical GIS modelling. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences

Patiwael, P.R., Groote, P. and Vanclay, F. (2018) Improving heritage impact assessment: an analytical critique of the ICOMOS guidelines. International Journal of Heritage Studies 25(4), pp. 333-347

Roders, A.P. and van Oers, R. (2012) Guidance on heritage impact assessments: Learning from its application on World Heritage Site management. Journal of Cultural Heritage Management and Sustainable Development 2(2), pp. 104-114

Rogers, A.P. (2017) Built Heritage and Development: Heritage impact assessment of change in Asia. Built Heritage 2, pp. 16-28

186

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Sullivan, S. & Mackay, R. (2013) The Challenge of Tourism at Angkor. In Agnew, N. & Demas, M. (eds) Extended Abstracts of the International Colloquium: Visitor Management and Carrying Capacity at World Heritage Sites in China 17-19 May 2013. Mogao Grottoes, Dunhuang. Los Angeles: The Getty Conservation Institute, pp.103-110

The Architectural Historian (n/d) Heritage Impact Assessment, The Bull Inn, Market Deeping, UK

The Biodiversity Consultancy (2015) A cross-sector guide for implementing the Mitigation Hierarchy. The Cross Sector Biodiversity Initiative

UNESCO (2008) Operational guidelines for the implementation of the World Heritage Convention. Paris: UNESCO

187

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Lampiran A: Survei Perilaku Pengunjung

Profil, Perilaku dan Opini Pengunjung

Sebelum dilakukannya ITMP, survei kepuasan pengunjung sudah pernah dilakukan di Borobudur dalam beberapa kesempatan yang dikelola oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB). Survey terbarunya dilakukan pada tahun 2013.63 Hasil dari survey ini menunjukkan bahwa pengunjung mengeluh tentang kurangnya papan informasi, tempat duduk, WC dan tempat sampah, dan juga mengenai jumlah pedagang asongan. Wisatawan internasional umumnya memberikan tingkat kepuasan yang lebih rendah daripada wisatawan domestik.

Dengan tujuan untuk memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang karakteristik dan perilaku pengunjung, tim ITMP melakukan Visitor Behaviour Survey dimulai dari Oktober 2018 hingga Maret 2019. Survei ini dilakukan oleh para peneliti dari UGM menggunakan kuesioner dan rencana pengambilan sampel yang dikembangkan oleh Konsultan dan disetujui oleh BPIW. Hasil survei di bawah ini didasarkan pada sampel dari 1001 wawancara yang dilakukan dengan pengunjung domestik dan internasional di Kota Yogyakarta (348), di Candi Prambanan (203) dan Candi Borobudur (450).

Rincian Survei dan Komposisi Sampel

Wawancara dilakukan di Prambanan, Borobudur dan di tiga lokasi populer di Yogyakarta - Jl. Malioboro, Kraton dan Tamansari/Istana Air. Pendekatan yang digunakan adalah quota sampling, untuk mencapai sekitar 75:25 antara turis domestik dan internasional. Dengan demikian, mayoritas responden yang diwawancarai (799) adalah pengunjung domestik, dengan 202 pengunjung internasional, mewakili perpecahan 80:20. Mayoritas pengunjung dari setiap kategori adalah pengunjung yang menginap (72% dari pengunjung domestik dan 98% dari pengunjung internasional). 90% pengunjung semalam menghabiskan malam sebelumnya di Yogyakarta, memperkuat fakta yang ada bahwa Yogyakarta adalah inti dari ketiga TDA.

Pentingnya Yogyakarta sebagai pusat bisnis dan pembelajaran dikonfirmasi oleh hasil survei ini bagi pengunjung internasional, lebih dari setengah (52%) responden menyebut bisnis sebagai alasan utama kedatangan mereka, sementara 38% pengunjung domestik mengunjungi daerah tersebut untuk tujuan terkait bisnis. Ada dua alasan mengapa hasil ini menarik. Pertama, hasil ini cukup mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa pengunjung internasional datang ke kawasan tersebut hanya untuk perjalanan bisnis atau konferensi. Dengan kata lain, para pengunjung internasional tidak tertarik untuk membelanjakan uang mereka atau menghabiskan waktu mereka di wilayah ini. Kedua, telah dikonfirmasi bahwa untuk pengunjung domestik, Yogyakarta dan daerah sekitarnya adalah pilihan populer untuk tamasya bersama perusahaan seperti insentif atau perjalanan team-building.

Sepertiga responden survei mengunjungi TDA untuk tujuan liburan. Proporsi kunjungan pada hari libur secara umum serupa untuk kunjungan domestik dan internasional. Sesuai dengan status Yogyakarta sebagai ‘Kota Pendidikan’, 13% dari pengunjung domestik berada di daerah ini karena alasan pendidikan.

63 BKB (2013) Laporan Hasil Kajian Persepsi Pengunung Terhadap Kenyamanan Berkunjung ke Kompleks Candi Borobudur (Visitor Satisfaction Survey to Borobudur), Balai Konservasi Borobudur

188

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 65: Alasan Utama Mengunjungi Borobudur-Yogyakarta-Prambanan64

34% Liburan/waktu luang 31%

13% Pendidikan atau pelatihan 7%

38% Menghadiri pertemuan bisnis/lokakarya/konferensi 52%

4% Mengunjungi teman/saudara 2%

8% Agama/Ziarah 6%

1% Berbelanja 0%

2% Alasan pribadi lainnya 1%

Pengunjung Domestik Pengunjung Internasional

Karakteristik Responden

Bagian ini menguraikan karakteristik dari responden survei.

Provinsi dan Negara Asal Tempat Tinggal Untuk pengunjung internasional, pengunjung yang berasal dari Eropa terwakili dengan baik dalam sampel keseluruhan dengan Jerman (14% responden), Perancis (7%) dan Spanyol (7%) menjadi negara yang paling signifikan. Secara keseluruhan, pengunjung Eropa menyumbang lebih dari setengah (57%) pengunjung internasional yang diwawancarai dalam survei.

Gambar 66: Negara Asal Tempat Tinggal (Pengunjung Internasional)

Amerika Utara Lainnya 7% 5% Asia Timur Eropa LautAsia Tenggara Tengah/Timur Australia & 8% 12% 5% Selandia Baru 10% Eropa Selatan lainnnya 5% Spanyol Jerman 7% Eropa Barat 14% lainnya 12% Perancis 7%

64 Sumber untuk semua grafis dan tabel dalam bagian ini diambil dari ITMP BYP Visitor Survey 2018, kecuali di sebutkan sumber lainnya.

189

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Profil pengunjung sebagaimana diwakili dalam Survei Perilaku Pengunjung (Visitor Behaviour Survey) menampilkan beberapa perbedaan nyata pada statistik resmi untuk DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dalam kedua kasus tersebut, pengunjung dari Asia (khususnya Malaysia dan Singapura) memiliki bagian yang jauh lebih tinggi dalam statistik BPS daripada yang ditunjukkan pada gambar di atas. Perlu dicatat bahwa dua set statistik tidak dapat dibandingkan secara langsung. Pertama, dalam pembagian pasar BPS DI Yogyakarta, lebih dari sepertiga dari total untuk 2017 telah dikaitkan dengan 'negara lain' dan ini membuat perbandingan langsung menjadi sulit. Selain itu, Visitor Behaviour Survey ITMP dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek (Oktober 2018 hingga Maret 2019), sementara itu dipahami bahwa Survei Keluar Penumpang BPS dilakukan sepanjang tahun.

Responden domestik diambil dari seluruh Jawa dengan proporsi yang signifikan tinggal di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta dan Jawa Barat. Ini berkorelasi dengan angka-angka nasional dari BPS yang dibahas sebelumnya dalam bab ini.

Gambar 67 : Provinsi Asal Tempat Tinggal (Pengunjung Domestik)

Lainnya 23% Jawa Tengah DKI Jakarta 26% 12% Jawa Timur DI Jawa 20% YogyakartaBarat 4% 14%

Organisasi tur / Pengalaman Sebelumnya dari Tujuan Satu dari tujuh responden domestik telah melakukan perjalanan sebagai bagian dari paket tur, sementara sebagian besar pengunjung internasional (96%) telah melakukan perjalanan secara mandiri. Sementara dua pertiga responden domestik telah mengunjungi tujuan sebelumnya, untuk sebagian besar pengunjung internasional (90%), ini adalah kunjungan pertama mereka ke Borobudur-Yogyakarta-Prambanan. Ini adalah temuan yang diharapkan karena diketahui bahwa banyak pengunjung lokal memperlakukan atraksi utama dari tiga TDA sebagai hari yang menyenangkan bersama teman atau keluarga, sementara bagi pengunjung internasional, ini lebih mungkin untuk menjadi pengalaman 'sekali seumur hidup'.

Tabel 38: Jenis responden / Pengalaman Tujuan Sebelumnya

Semua Pengunjung Domestik Internasional JENIS RESPONDEN Ya, dalam paket tur 13% 15% 4% Tidak, tidak pada paket 87% 85% 96% Tour PENGALAMAN SEBELUMNYA KE DESTINASI Kunjungan pertama 45% 34% 90% Sudah pernah 55% 66% 10% mengunjungi sebelumnya

190

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Umur dan Jenis Kelamin Profil usia pengunjung domestik dalam survei ini lebih muda dari pengunjung internasional, mencerminkan proporsi keluarga dan siswa yang lebih tinggi di antara pengunjung domestik. Setengah (50%) pengunjung internasional berusia 25-35 tahun. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, sebagian besar orang-orang ini bepergian secara mandiri dan cenderung fleksibel dalam hal penggunaan berbagai pilihan transportasi.

Tabel 39 : Usia dan Jenis Kelamin

Semua Pengunjung Domestik Internasional USIA 17-20 10% 12% 4% 20-24 27% 29% 19% 25-35 37% 34% 50% 36-59 24% 24% 24% > 60 1% 1% 2% JENIS KELAMIN Perempuan 50% 52% 41% Pria 50% 48% 59%

Implikasi dari angka-angka ini adalah bahwa produk yang menarik bagi pengunjung yang lebih muda perlu dipertimbangkan dalam rencana masa depan.

Jenis Kelompok dan Ukuran Kelompok Individu yang bepergian sebagai bagian dari keluarga atau kelompok teman berjumlah lebih dari delapan dari sepuluh pengunjung domestik yang diwawancarai. Lebih dari sepertiga (36%) responden internasional bepergian sendirian. Terkait dengan ini, ukuran kelompok rata-rata untuk pengunjung domestik adalah 3,45 dan 2,38 untuk pengunjung internasional.

Tabel 40: Jenis Kelompok dan Ukuran Kelompok

Semua Pengunjung Domestik Internasional JENIS KELOMPOK Bepergian sendirian 15% 10% 36% Keluarga atau saudara 35% 38% 23% Teman 43% 45% 37% Kelompok sekolah 3% 4% - Lainnya 3% 3% 4% UKURAN KELOMPOK Bepergian sendirian 15% 10% 36% 2 orang 35% 34% 39% 3 orang 13% 14% 10% 4 orang 11% 12% 7% 5-6 orang 12% 15% 3% 7-10 orang 12% 13% 5% RATA-RATA (KELOMPOK 3.22 3.45 2.38 LANGSUNG—KURANG DARI 15 ORANG)

191

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Status Kerja Responden Profil responden domestik dan internasional menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terkait status pekerjaan. Mencerminkan signifikansi Yogyakarta sebagai pusat pembelajaran, seperempat responden domestik adalah siswa. Hampir dua pertiga responden internasional bekerja baik sebagai karyawan, sebagai pemilik bisnis, atau wiraswasta. Ini adalah cerminan dari kenyataan bahwa menjangkau Indonesia sebagai turis—bahkan dari bagian lain di Asia Tenggara—relatif mahal.

Tabel 41: Status Kerja Responden Semua Pengunjung Domestik Internasional STATUS KERJA RESPONDEN Karyawan/Pekerja 39% 36% 49% Pemilik bisnis yang 7% 6% 8% memiliki karyawan Wiraswasta tanpa 9% 9% 7% memiliki karyawan Pensiunan 1% 1% 1% Pengangguran 3% 2% 5% Ibu rumah tangga / 6% 7% - pekerja keluarga yang tidak dibayar Siswa 25% 26% 18% Lain 11% 11% 11%

Karakteristik Perjalanan

Berpergian ke dan antara tujuan

Dalam hal titik masuk ke tujuan dan mode perjalanan yang digunakan, pola yang dicatat sehubungan dengan pengunjung domestik lebih variatif dibanding pengunjung internasional. Responden domestik mengakses tujuan menggunakan berbagai model transportasi termasuk kereta api (27%), udara (26%) dan jalan (47%). Angka ini menunjukkan variasi yang cukup besar terhadap temuan yang dilaporkan di atas dari survei pariwisata domestik nasional, yang menemukan bahwa hanya 6% orang yang bepergian ke tujuan mereka melalui udara. Namun, seperti yang sudah dijelaskan, perbedaan ini hampir pasti karena survei nasional disampaikan kepada orang-orang di rumah mereka daripada di tujuan yang mereka kunjungi.

Tidak mengherankan, mayoritas responden internasional untuk survei (83%) tiba melalui udara, sementara yang lebih mengejutkan, mengingat jaringan kereta api yang relatif terbatas, hampir satu dari lima melaporkan bepergian ke Yogyakarta dengan kereta api.

Begitu berada di TDA, ada sejumlah perbedaan dalam bentuk transportasi yang digunakan oleh pengunjung domestik dan internasional. Mendekati satu dari empat (23%) pengunjung domestik telah menggunakan mobil mereka sendiri, sementara proporsi yang sama bepergian di sekitar tujuan dengan sepeda motor atau taksi (termasuk kendaraan Go-Jek atau Grab). 14% pengunjung domestik menyebut ‘bus wisata’ sebagai bentuk transportasi utama ke TDA. Dalam hal pengunjung internasional, mendekati empat dari sepuluh (38%) telah menggunakan taksi (termasuk yang online), sementara sepeda motor (24%), bus umum (15%) dan mobil sewaan (13%) juga digunakan.

192

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 42: Tempat Masuk / Transportasi Utama yang digunakan di Tempat Tujuan Semua Pengunjung Domestik Internasional TITIK MASUK Stasiun Kereta Api di 25% 27% 15% Yogyakarta Stasiun Kereta Api di 0% 0% - Semarang Bandara Adisucipto 28% 23% 47% Yogyakarta Bandara Ahmad Yani 1% 1% 0% Semarang Bandara Adi Sumarmo 1% 1% 1% Surakarta Bandara Lainnya 8% 1% 35% Jalan dari Jawa Barat 10% 13% - Jalan dari Jawa Timur 10% 12% 1% Lainnya / Jalan dari 17% 22% 1% Jawa Tengah TRANSPORTASI UTAMA DALAM TUJUAN Memiliki mobil 20% 23% 7% Sepeda motor 25% 25% 24% Taksi / Gojek / Grab 28% 25% 38% atau setara Bis umum 5% 2% 15% Bis tur 11% 14% 3% Lainnya / Sewa Mobil 12% 11% 13%

Kepuasan dengan perjalanan darat

Responden survei diminta untuk menilai kualitas perjalanan menuju dan dalam TDA pada berbagai kriteria. Secara keseluruhan, peringkat yang memuaskan dicatat sehubungan dengan keselamatan dan kenyamanan / kualitas permukaan jalan. Tingkat kepuasan yang lebih rendah dicatat untuk rambu / arah dan kemudahan pergerakan lalu lintas jalan.

Gambar 68: Peringkat untuk Perjalanan

Kenyamanan/kualitas Kemudahan bergerak Keselamatan lapisan jalan Rambu/arahan saat macet

23% 38% 36% Sangat Baik 40%

40%

Baik 44% 47% 47%

Cukup 26% Buruk/Sangat 14% 13% Buruk 11% 10% 2% 2% 5%

193

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Secara umum, pengunjung internasional lebih kritis di masing-masing dari empat kriteria, yang tidak mengherankan mengingat standar keselamatan di jalan di TDA dan daerah sekitarnya lebih rendah daripada di banyak negara pasar sumber. Angka-angka ini akan memberikan garis dasar yang berguna untuk mengukur peningkatan standar jalan terhadap setelah ITMP telah dilaksanakan.

Tabel 43: Presentase Perjalanan Semua Pengunjung Domestik Internasional KEAMANAN Baik sekali 40% 40% 40% Baik 47% 49% 36% Adil 11% 9% 20% Buruk / Sangat Buruk 2% 2% 3% KENYAMANAN / KUALITAS PERMUKAAN JALAN Baik sekali 38% 39% 34% Baik 47% 49% 38% Adil 13% 11% 24% Buruk / Sangat Buruk 2% 1% 4% RAMBU / ARAHAN Baik sekali 36% 39% 23% Baik 44% 44% 46% Adil 14% 12% 21% Buruk / Sangat Buruk 5% 4% 9% KEMUDAHAN Baik sekali 23% 25% 14% Baik 40% 42% 32% Adil 26% 24% 36% Buruk / Sangat Buruk 10% 8% 16%

Akomodasi dan Lama Menginap

Mayoritas responden survei adalah pengunjung yang menginap. 230 orang yang disurvei adalah pengunjung harian dan karenanya tidak memerlukan akomodasi.

Dalam hal akomodasi, hotel berbintang adalah bentuk akomodasi yang paling populer bagi pengunjung domestik dan internasional meskipun ada variasi penting dalam pola penggunaan di kedua kategori tersebut. Misalnya, lebih dari satu dari empat pengunjung domestik tinggal dengan teman atau kerabat sementara 'homestay' adalah bentuk akomodasi yang disukai oleh 34% pengunjung internasional yang disurvei. Angka ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan angka-angka dari Dinas Pariwisata Yogyakarta yang menemukan bahwa 89% pengunjung internasional menginap di hotel berbintang pada tahun 2017, dan kemungkinan besar karena Visitor Behaviour Survey mengambil sampel sejumlah wisatawan muda yang tidak proporsional.

Responden domestik menghabiskan rata-rata 3 malam di area TDA, sementara rata-rata lama menginap untuk pengunjung internasional adalah 3,61 malam. Angka ini lebih rendah dari rata-rata lama menginap 5 hari untuk pengunjung internasional ke DI Yogyakarta yang tercatat dalam Survei Keluar Penumpang BPS 2016. Namun, survei 2016 mencakup hari-hari di tempat tujuan daripada malam hari, sehingga ada kemungkinan ketidaksesuaiannya tidak sebesar yang terlihat pada awalnya.

194

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 44: Jenis Akomodasi yang Digunakan / Jumlah Malam yang Dihabiskan di Tempat Tujuan Semua Pengunjung Domestik Internasional JENIS AKOMODASI YANG DIGUNAKAN Hotel berbintang 36% 37% 33% Hotel berbintang non 18% 18% 16% Homestay 25% 23% 34% Dengan teman / 18% 22% 6% saudara Lain 5% 2% 12% Tak ada jawaban 1% 1% 1% JUMLAH MALAM DIHABISKAN DI TUJUAN 1 malam 18% 21% 7% 2 malam 33% 35% 29% 3 malam 25% 22% 35% 4 malam 10% 8% 14% 5 malam 4% 3% 6% 6-7 malam 6% 7% 5% Lebih dari 7 malam 4% 3% 5% RATA-RATA JUMLAH MALAM YANG 3.17 3.04 3.61 DIHABISKAN DI TUJUAN

Alasan memilih akomodasi Keinginan untuk 'good value', lokasi yang nyaman ke situs (termasuk kemudahan akses) dan kenyamanan dikutip sebagai alasan utama untuk pilihan akomodasi..

Gambar 69: Alasan Memilih Akomodasi

Gratis/Good Value 34% Lokasi yang bagus/Akses mudah 25% Nyaman/fasilitas yang baik 16% Berkumpul dengan keluarga dan teman 7% Ulasan bagus/Rekomendasi 6% Diorganisir oleh orang lain 6% Menikmati suasana homestay 2% Bersih 2% Karyawan yang ramah/Melibatkan pihak lokal 2% Pemesanan Online/Kemudahan dalam memesan… 2%

Value of money, lokasi yang nyaman dan kenyamanan adalah pertimbangan utama dalam pilihan akomodasi bagi pengunjung domestik dan internasional. Rekomendasi dan keterlibatan dengan masyarakat setempat juga disebut sebagai faktor pendorong oleh pengunjung internasional.

195

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Tabel 45: Alasan Memilih Akomodasi Semua Pengunjung Domestik Internasional Gratis/Good Value 34% 31% 46% Lokasi Bagus / Akses mudah 25% 25% 23% Fasilitas nyaman / baik 16% 16% 18% Catching up with own family and friends 7% 8% 5% Diorganisir oleh orang lain 6% 7% 3% Ulasan / Rekomendasi yang bagus 6% 4% 10% Pemesanan Online/Kemudahan dalam 2% 2% 3% memesan Online Karyawan yang ramah/Melibatkan pihak 2% 2% 6% lokal Bersih 2% 2% 2% Menikmati suasana homestay 2% 2% 2% Aman 1% 1% 1% Suasana bagus / Otentik 1% 1% 2% Bangunan Hotel itu sendiri / Arsitektur 1% 1% 0% Bagus untuk kelompok 1% 1% 0% Pelayanan bagus 1% 1% 1% Tidak perlu kartu kredit 1% 0% 2% Tempat sunyi 0% 1% 0%

Partisipasi dalam Kegiatan

Konsisten dengan wawasan tentang pola permintaan yang disajikan sebelumnya dalam bab ini, pola partisipasi pengunjung dalam kegiatan ketika dalam TDA mencerminkan keinginan kuat untuk 'wisata pengalaman' dan pada khususnya wisata untuk menikmati warisan dan budaya. (termasuk ‘intangible culture’ seperti pertunjukan musik dan tari dan demonstrasi keterampilan tradisional). Minat dalam kegiatan budaya (termasuk kunjungan ke atraksi warisan budaya, mengunjungi komunitas lokal, dan mengalami masakan lokal) lebih tinggi di antara pengunjung internasional, seperti mengunjungi aset lingkungan utama tujuan, sementara berbelanja adalah motivasi yang lebih kuat bagi pengunjung domestik.

196

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 70: Kegiatan yang dapat Dilakukan/Akan Dilakukan

87% Mengunjungi warisan budaya dan sejarah/Candi 85% 96% 84% Melihat-lihat 82% 89% 80% Berbelanja 84% 64% 80% Mencicipi hidangan lokal 78% 88% 39% Mengunjungi taman nasional / kawasan lindung /… 35% 54% 30% Mendaki/Berjalan-jalan 26% 45% 15% Mengunjungi komunitas lokal 12% 28% 10% Naik kuda/Naik delman 11% 7% 9% Bersepeda 9% 9% 8% Beristirahat di resort untuk rekreasi 9% 6% 7% Mengamati burung 7% 7% 4% Ikut bagian dalam kegiatan agrikultur 4% 4% 4% Lainnya 4% 3%

All Visitors Domestic Visitors International Visitors

197

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Konsisten dengan pengetahuan tentang perjalanan wisata dan preferensi dalam tiga TDA, situs utama yang dikunjungi adalah Jl. Malioboro, Istana Air dan Kraton di TDA Yogyakarta, WHS Borobudur, dan WHS Prambanan. Masing-masing situs ini dikunjungi oleh mayoritas pengunjung internasional.

Gambar 71 : Situs yang Dikunjungi / Akan Dikunjungi

81% Malioboro Street 80% 84% 69% Borobudur Temple 65% 88% 52% Prambanan Temple 47% 71% 42% Kraton 37% 59% 34% Water Castle 30% 50% 12% Ratu Boko 13% 12% 8% Temple 7% 14% 7% Gamelan Performance at Kraton 5% 14% 7% Bubrah Temple 6% 10% 7% Lumbang Temple 6% 12% 6% Kota Gede 6% 6% 4% Villages around Borobudur Temple 2% 11% 4% Villages around Prambanan Temple 2% 12% 4% Museum Sono Budoyo 3% 9% 3% Temple 2% 7% 1% Gamelan Performance elsewhere 1% 1% 5% Other 4% 10%

All Visitors Domestic Visitors International Visitors

198

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Borobudur

Bagian ini menyajikan temuan dari 450 individu yang diwawancarai di Borobudur WHS.

Lebih dari separuh pengunjung yang diwawancarai di Borobudur WHS adalah pengunjung yang baru pertama kali ke situs ini, termasuk mayoritas (94%) dari pengunjung internasional. Enam dari sepuluh pengunjung domestik telah mengunjungi situs tersebut sebelumnya.

Tabel 46: Pengalaman di Borobudur Semua Pengunjung Domestik Internasional Kunjungan pertama 51% 40% 94% Sudah Pernah Berkunjung Sebelumnya 49% 60% 6%

Sebagian besar kunjungan ke Borobudur WHS terjadi di pagi hari dengan empat dari sepuluh responden mengunjungi saat matahari terbit atau dini hari. Waktu kunjungan ke Borobudur hampir sama untuk pengunjung domestik dan internasional. Rata-rata, pengunjung menghabiskan 2,46 jam di Borobudur WHS. Rata-rata 'waktu tinggal' untuk pengunjung domestik 2,51 jam sedikit lebih rendah dari waktu tinggal yang dicatat untuk pengunjung internasional (2,28 jam).

Tabel 47: Waktu kunjungan ke Candi Borobudur Semua Pengunjung Domestik Internasional Saat Matahari Terbit (05.00 - 07.00) 3% 3% 6% Dini Hari (07.00 - 11.00) 38% 38% 36% Tengah hari (11.00 - 13.00) 38% 39% 34% Siang Hari (13.00 - 15.00) 19% 19% 20% Sore (15.00 - 17.00) 2% 1% 4% Sunset (17.00 - 19.00) - - - Waktu yang Dihabiskan di Borobudur 2.46 2.51 2.28 (Rata-Rata Jam)

Berjalan memutari candi adalah kegiatan paling populer yang dilakukan oleh pengunjung ke Borobudur WHS dengan mayoritas (94%) mengklaim telah melakukan kegiatan khusus ini. Mayoritas pengunjung juga melakukan kegiatan terkait termasuk jalan-jalan (88%), mendaki ke puncak candi (64%), dan membaca panel interpretasi (50%). Untuk tingkat partisipasi yang jauh lebih rendah dicatat sehubungan dengan kunjungan ke Museum Arkeologi/UNESCO (11%), kunjungan ke pusat informasi (7%), penyewaan pemandu dan pemandu audio, atau keduanya sebesar 5%.

199

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 72: Aktivitas di WHS Borobudur

Berjalan memutari candi 94% Mengambil selfie 91% Melihat-lihat/menikmati pemandangan 88% Membaca kode etik 83% Berbagi pengalaman di media sosial 70% Menaiki tangga langsung ke puncak candi 64% Membaca panel interpretasi 50% Mempelajari peta 41% Berpiknik di area candi 17% Mengunjungi Museum Arkeologi/UNESCO 11% Mengunjungi pusat informasi 7% Mengunduh dan gunakan panduan audio 5% Menyewa pemandu di pintu masuk 5%

Tingkat kepuasan yang tinggi dicatat sehubungan dengan masing-masing kegiatan utama di mana pengunjung berpartisipasi selama kunjungan ke Borobudur. Tingkat kepuasan yang sangat tinggi dicatat sehubungan dengan jalan-jalan/menikmati pemandangan candi.

Peringkat kegiatan Borobudur sama tinggi untuk pengunjung domestik dan internasional. Peringkat kegiatan Borobudur sama tinggi untuk pengunjung domestik dan internasional.

Gambar 73: Peringkat Kegiatan

Berbagi Berjalan memutari pengalaman di Piknik di kawasan candi searah jarum Melihat-lihat media sosial candi Selfie Pemandu * jam Pusat Informasi *

59% 59% 73% 80% 87% 83% 82% Sangat Puas

Puas 30% 38% 18% Cukup 15% 14% 12% 18% 0 8% 5% 9% 0 Tidak Puas 1%0 0%3% 0 1% 3% 3%

* Basis kecil

200

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 74: Peringkat Kegiatan (Lanjutan)

Menaiki tangga Berjalan memutari langsung ke candi berlawanan Kode etik puncak candi arah jarum jam Museum UNESCO Panel interpretasi Peta Panduan audio *

13%

46% 42% Sangat 53% 52% Puas 58% 58%

61%

18% 33% 38% Puas 23% 32% 44% Cukup 19% 17% 11% 18% 19% Tidak Puas 9% 10% 9% 1% 8% 4%0 3% 2%

Pengunjung ditanya mengenai kunjungan mereka ke Borobudur dibandingkan dengan ekspektasi mereka sebelum mengunjungi candi. Mengonfirmasi tingginya tingkat kepuasan pengunjung yang telah dilaporkan, pengalaman pengunjung di Borobudur telah melampaui berbagai kriteria. Kriteria ini termasuk lansekap yang mengelilingi candi, situs secara umum termasuk jalur pejalan kaki/tidak bermotor, dan Candi Borobudur sendiri. Jalan/akses ke candi dan papan petunjuk arah juga lebih baik dari yang diharapkan.

Gambar 75: Peringkat Pengalaman Borobudur Terhadap Harapan Sebelumnya (Semua Pengunjung)

36% 45% 44% 43% 52% 60% 60% 56% 68% Melebihi Ekspektasi 45% 36% 42% 47% 39% 35% 32% 36% 28% Sesuai 19% 14% 19% 5% 8% 8% 9% 10% Ekspektasi 4%

Dibawah Ekspektasi

201

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur

Gambar 76: Peringkat Pengalaman Borobudur Terhadap Harapan Sebelumnya (Semua Pengunjung)

Jumlah orang Informasi Perilaku yang tentang Panel pengunjung Wi-Fi/Akses berkunjung bencana alam interpretasi lain Toilet Parkir mobil Special events Internet

Melebihi 23% 21% Ekspektasi 30% 29% 28% 28% 25% 25%

34% 35% 35% 43% 43% 46% 52% Sesuai 46% Ekspektasi

36% 36% 37% 26% 32% 32% 31% 27% Dibawah Ekspektasi

Sebagian besar (99%) pengunjung Borobudur membeli tiket masuk tunggal untuk ke situs. Untuk pengunjung internasional, tiga perempat (73%) membeli tiket masuk tunggal dengan lebih dari seperempat (27%) membeli tiket masuk gabungan untuk ke Borobudur dan Prambanan.

Pengunjung ke Borobudur WHS diberi pertanyaan berikut: "Apakah dengan adanya pedagang di Candi Borobudur mengubah pengalaman Anda secara keseluruhan?"

Mayoritas pengunjung (62%) menunjukkan bahwa pengalaman mereka tentang Borobudur telah diubah dalam beberapa cara, beberapa ke tingkat yang jauh lebih besar daripada yang lain. Dalam hal pengunjung internasional, proporsi yang lebih tinggi (69%) mengklaim bahwa pengalaman mereka secara keseluruhan telah diubah karena pedagang yang ada, meskipun jumlah ini hanya masuk dalam kategori 'signifikan' dalam 22% kasus.

Gambar 77: Apakah Penjaja di Borobudur Mengubah Pengalaman Keseluruhan

Mengubah Mengubah pengalaman pengalaman secara 18% signifikan 22% Sedikit merubah pengalaman 23% Tidak sama sekali 38%

Mayoritas pengunjung ke Borobudur WHS menyatakan pandangan bahwa kunjungan mereka mewakili 'sangat baik' atau ‘best value of money’. Setelah harus membayar biaya masuk yang jauh lebih tinggi (USD25 daripada Rp40.000), tidak mengherankan nilai uang yang lebih rendah dicatat

202

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur sehubungan dengan pengunjung internasional, dengan 33% orang berkomentar bahwa biaya masuk terlalu tinggi. Gambar 78: Value for Money

Seluruh Pengunjung Domestik Internasional

33% Sangat Baik 42% 44%

30% 41% Baik 38%

24% 11% Cukup 13% Buruk/Sangat 15% 12% Buruk 6%

Pengaturan keseluruhan Borobudur, menggabungkan Candi dan lingkungannya yang indah, disorot oleh 34% pengunjung sebagai aspek yang paling menarik. Satu dari empat pengunjung mengomentari arsitektur yang unik dan khas di Situs Warisan Dunia. Aspek bersejarah dan budaya Borobudur sangat menarik bagi pengunjung internasional..

Gambar 79: Hal khusus yang disukai - Borobudur

34% Alam/pemandangan 36% 26% 25% Bangunan/arsitektur bersejarah 23% 31% 17% Budaya/sejarah yang menarik 15% 23% 13% Kebersihan 14% 7% 9% Suasana bagus 10% 3%

Semua Pengunjung Pengunjung Domestik Pengunjung Internasional

Terlepas dari daya tarik Borobudur, pengunjung memberikan sejumlah saran yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas untuk pengalaman pengunjung di Borobudur, dengan beberapa perbedaan menarik antara komentar pengunjung domestik dan internasional. Sebagai contoh, satu dari empat pengunjung domestik menyebutkan jarak dari pintu masuk situs WHS ke Candi sebagai masalah dan ingin melihat lebih banyak bentuk transportasi yang diperkenalkan di lokasi, sementara hanya 7% dari pengunjung internasional yang melakukannya. Perbaikan yang disarankan lainnya adalah langkah-langkah untuk mengendalikan pedagang (walaupun hanya 15% dari pengunjung secara

203

Rencana Induk Pariwisata Terpadu Borobudur-Yogyakarta-Prambanan Rencana Pengelolaan Pengunjung Borobudur keseluruhan mengomentari hal ini) dan untuk mengatasi perilaku pengunjung yang buruk di dan sekitar Candi (12%).

Ada variasi dalam tanggapan mengenai penyediaan daerah yang lebih terlindungi: 16% pengunjung domestik berkomentar tentang hal ini tetapi hanya 6% pengunjung internasional yang melakukannya. Pada titik ini, ada kemungkinan bahwa pengunjung ini akan lebih memilih area duduk tertutup di atau dekat monumen itu sendiri, karena Konsultan telah mengamati bahwa taman yang luas dan teduh yang jauh dari monumen sebagian besar diabaikan oleh pengunjung domestik. Seperti disebutkan di atas, pengunjung internasional merekomendasikan biaya masuk yang lebih rendah. Penting bahwa 13% pengunjung internasional ingin melihat interpretasi yang lebih baik, sementara hanya 7% pengunjung domestik yang menyebutkan hal ini, mengonfirmasi kesan Konsultan dari pengamatan di Borobudur dan situs-situs lain yang membuat pengunjung internasional lebih tertarik pada pengalaman mencari pengetahuan.

Gambar 80: Perbaikan yang Disarankan - Borobudur

Menyediakan transportasi gratis ke dalam 22% 25% situs/pintu keluar terlalu jauh 7% 15% Mengontrol pedagang yang ada 16% 8% 14% Menyediakan tempat berteduh 16% 6% Mengatasi perilaku pengunjung yang 12% 12% buruk/keramaian 11% 10% Mengatasi biaya pendaftaran yang mahal 4% 33% Memberikan informasi/interpretasi/signage yang 8% 7% lebih baik kepada pengunjung (dalam bahasa… 13% Menyediakan parkir sepeda motor di sekitar area 7% 8% candi 3% Menyediakan fasilitas/layanan yang lebih baik (mis. 7% 8% Toilet umum) 3% 6% Meningkatkan keamanan/keselamatan 7% 2% Meningkatkan kebersihan (termasuk menyediakan 6% 7% tempat sampah) 1%

Semua Pengunjung Pengunjung Domestik Pengunjung Internasional

204

Bekerjasama dengan