PEMANFAATAN DAUN JAMBU BIJI DAN DAUN JATI BESERTA KOMBINASINYA PADA LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK TELUR

SKRIPSI

Oleh

HERLY M. I111 14 322

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

i PEMANFAATAN DAUN JAMBU BIJI DAN DAUN JATI BESERTA KOMBINASINYA PADA LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK TELUR PINDANG

SKRIPSI

Oleh

HERLY M. I111 14 322

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

ii iii iv KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh………………

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan taufik-Nya sehingga dapat menyusun skripsi yang berjudul

“Pemanfaatan Daun Jambu Biji dan Daun Jati beserta Kombinasinya pada Lama

Penyimpanan yang Berbeda terhadap Kualitas Organoleptik Telur Pindang".

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini utamanya kepada:

1. Ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., MP sebagai pembimbing utama,

penasehat akademik dan panitia seminar hasil dan Dr. Naharia S.Pt., MP

sebagai pembimbing anggota, pembimbing PKL, dan pembahas seminar

jurusan yang telah mencurahkan perhatian untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Kedua orang tua ayahanda Yusuf Saman dan Ibunda Hariati dan adik

penulis Imam Yusuf, Nur Annisa, dan Muhammad Al-Gauzzy serta

keluarga yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan bagi penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.

3. Ibu Prof. Dr.drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc., sebagai pembahas

seminar proposal dan seminar hasil, dan selaku wakil dekan I., Ibu Drh.

Farida Nur Yuliati, M.Sc., sebagai pembahas penulis dan panitia proposal

dan Bapak Dr. Hikmah M. Ali, S.Pt, M.Si selaku pembahas penulis dan

dan Prof. Dr. Ir. H. M. S. Effendi Abustam,M.Sc selaku penguji penulis

v panitia ujian meja yang telah banyak memberikan masukan, saran dan

motivasi kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas

Peternakan, Ibu Dr. Ir. Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II dan Prof. Dr.

Ir. Jasmal A. Syamsul, M.Si, Selaku Wakil Dekan III, terima kasih semua

bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan.

5. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali serta seluruh staff pegawai Fakultas

Peternakan, terimakasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada

penulis selama ini.

6. Kak Kartina S.Pt Selaku pembimbing lapangan telah membimbing penulis

dalam pelaksanaan PKL, serta Hikmawati sebagai rekan PKL

7. Teman seperjuangan dari MABA (Mahasiswa Baru); Erni Damayanti, Sri

Wira Utami, Eka Hardiyani, Annisa Mutiah, Siti Rahmini, Yuliati R, Sri

Uthami Bakri dan Nur Fajriah yang telah banyak meluangkan waktu untuk

selalu ada dan saling membantu. Terima kasih buat saudara Bauzad yang

telah banyak membantu di laboratorium. Muhammad Irsyad teman sedari

SMK yang selalu membantu penulis, Murni tri utami selaku teman

seperjuangan pada saat proposal.

8. Teman-teman KKN Angkatan 96 Kecamatan Sanrobone, Kab.Takalar

terkhusus Desa Ujung Baji; Nawir, Lisa, Nir, Reka, Niar, Bina dan Yusran

9. Rekan-rekan dan sahabat IKAB UH yang telah banyak memberikan motivasi

dan pembelajaran dalam berorganisasi dalam lingkup kekeluargaanya yang

sangat erat terkhusus untuk saudari se-IKAB Nur Hayati dan Sandrawali

Gosul.

vi 10. Teman-teman ANT 14’ yang telah membantu dan memberi motivasi

sehingga dapat terselesainya skripsi ini.

11. Para Wija To luwu yang terhimpun dalam organda IPMIL RAYA UNHAS

yang telah banyak memberikan motivasi dan pembelajaran dalam

berorganisasi.

12. Rekan-rekan SISPALA SMKN 1 MALILI yang sampai saat ini memberikan

motivasi kepada penulis.

13. Rekan-rekan dari Pendamping UPSUS SIWAB 2017,KPAJ (Komunitas

Peduli Anak Jalanan) Makassar, RIM (Rumah Intelektual Muda), dan KIM

6 (Kelas Inspirasi Makassar 6) terima kasih atas pengalaman dalam hal

terjalinnya ikatan dalam berkegiatan, baik itu beretemakan kepedulian, sosial,

pendidikan, dan membangun kepekaan terhadap polemik disekitar kita serta

support yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

14. Rekan-rekan, senior dan adik HIMSENA_UH dan HIMATEHATE_UH

yang telah memberikan bantuan hingga terselesaikannya Skripsi ini.

15. Serta semua pihak yang belum sempat disebutkan satu-persatu.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya kemampuan oleh penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

Herly M.

vii ABSTRAK

HERLY M (I11114322). Pemanfaatan Daun Jambu Biji dan Daun Jati Beserta Kombinasinya pada Lama Penyimpanan yang Berbeda terhadap Kualitas Organoleptik Telur Pindang. Dibawah bimbingan ENDAH MURPI NINGRUM sebagai pembimbing utama dan NAHARIAH sebagai pembimbing anggota .

Telur pindang merupakan salah satu makanan lokal . Pengolahan telur Pindang dilakukan dengan cara perebusan dan menambahkan rempah dari tanaman tertentu untuk meningkatkan kualitas fisik telur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana daun jambu biji dan daun jati beserta kombinasinya dapat dimanfaatkan sebagai pengawet pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan faktor A (penambahan daun jambu biji, daun jati dan kombinasi) dan Faktor B (Lama penyimpanan hari ke 0,7,14,dan 21) dengan 5 ulangan. Parameter yang diukur yaitu warna putih telur bagian dalam, bau, rasa, tekstur dan kesukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penambahan daun jambu biji, daun jati dan kombinasi dapat mempengaruhi warna, bau,rasa,tekstur, dan kesukaan, Kecuali pada faktor A (penambahan jenis bahan) tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur dan kesukaan dan Faktor B (Lama penyimpanan) tidak berpengaruh nyata terhadap rasa, Berdasarkan uji Duncan diketahui bahwa parameter rasa memiliki nilai yang tidak berbeda ketika diberikan penambahan dengan daun jambu, daun jati dan kombinasinya, sementara tekstur dan kesukaan diketahui masing-masing memiliki nilai yang tidak berbeda selama penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dengan penambahan jenis bahan kombinasi antara daun jambu dan daun jati dan lama penyimpanan yang baik yaitu pada hari ke-7 merupakan perlakuan yang terbaik dan dapat memperbaiki kualitas organoleptik telur pindang.

Kata Kunci : Telur Pindang, Daun Jambu Biji, Daun Jati, Penyimpanan, Organoleptik

viii ABSTRACT

HERLY M. (I11114322). Utilization of Guava Leaves and Leaves and Its Combination on Different Storage Length on Organoleptic Quality of Pindang Egg. Under the guidance of ENDAH MURPI NINGRUM as the Supervisor and Nahariah as the co-supervisor.

Pindang egg is one of Indonesian local food. The process of making pindang egg is by boiling and adding spices from certain plants to improve the physical quality of eggs. The purpose of this study was to find out how the guava leaf and teak leaf and its combination can be used as a preservative on different storage periods of organoleptic quality of pindang eggs. This study used a complete randomized design (RAL) factorial pattern with factor A (addition of guava leaves, teak leaves and combinations) and Factor B (Old days storage to 0.7, 14, and 21) with 5 replications. Parameters measured are egg white color, smell, taste, texture and preferences. The results showed that with the addition of guava leaves, teak leaves and combinations can affect the color, odor, taste, texture, and preferences, Except on factor A (addition of material type) has no significant effect on texture and likeness and Factor B (storage duration) no significant effect on taste. Based on the Duncan test it is known that the taste parameter has no different value when it is added with leaf, teak leaves and combinations, while the texture and preferences are known to each have no different values during storage. Based on the results of the research can be seen that with the addition of the type of combination material between leaf jambu and teak leaves and long good storage that is on the day-7 is the best treatment and can improve the organoleptic quality of eggs pindang.

Keywords: Pindang Egg, Guava Leaf, Teak Leaf, Storage, Organoleptic

ix DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ...... x DAFTAR TABEL...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR LAMPIRAN...... xiii PENDAHULUAN ...... 1 Latar Belakang ...... 1 Rumusan Masalah...... 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian...... 3 TINJAUAN PUSTAKA ...... 4 Tinjauan Umum Telur ...... 4 Struktur Telur...... 5 Komposisi Kimia Telur ...... 6 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) ...... 8 Daun Jati (Tectona grandis Linn. F) ...... 9 Sifat Organoleptik Telur Pindang...... 10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Fisik telur Pindang...... 12 METODE PENELITIAN...... 14 Waktu dan Tempat Penelitian...... 14 Alat dan Bahan ...... 14 Metode Penelitian ...... 14 Prosedur Penelitian ...... 15 Pengujian Organoleptik ...... 17 Analisis Data...... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN...... 19 Warna ...... 19 Aroma ...... 21 Rasa ...... 24 Tekstur ...... 27 Kesukaan ...... 29 KESIMPULAN DAN SARAN...... 32 DAFTAR PUSTAKA ...... 33 LAMPIRAN...... 37 RIWAYAT HIDUP...... 50

x DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi kimia telur ayam ras...... 8 2. Komposisi Bahan ...... 16

xi DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur Telur ...... 5 2. Diagram Alir Pembuatan Telur Pindang Daun Jambu Biji, Daun Jati, dan kombinasi ...... 16

xii DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Warna Bagian Dalam ...... 37

2. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Bau ...... 39

3. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Rasa...... 41

4. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Tekstur ...... 43

5. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap Kesukaan...... 45

6. Dokumentasi ...... 47

xiii PENDAHULUAN

Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani, memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kerusakan secara fisik, penguapan air, karbondioksida, amonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam telur. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh telur oleh mikroorganisme berupa bakteri. Hal ini disebabkan telur memiliki komposisi zat gizi yang baik.

Telur merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri itu sendiri, jumlah mikroba dalam telur makin meningkat sejalan dengan lama penyimpanan.

Mikroba ini akan mendegradasi atau menghancurkan senyawa senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawa berbau khas yang mencirikan kerusakan telur.

Lama penyimpanan menentukan kualitas telur, semakin lama telur disimpan, kualitas dan kesegaran telur semakin menurun. Telur jika dibiarkan dalam udara terbuka (suhu ruang) hanya tahan 10-14 hari. Setelah waktu tersebut telur mengalami perubahan-perubahan ke arah kerusakan seperti terjadinya penguapan kadar air melalui pori kulit telur yang berakibat kurangnya berat telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur.

Pengolahan telur pindang dilakukan selain karena memiliki rasa yang khas dan disukai serta dapat dengan mudah untuk dicerna, telur pindang dengan teknik pengolahan tertentu dapat menjadi produk yang memiliki masa simpan yang lama.

Penggunaan daun jambu biji dan daun jati sebagai bahan utama pembuatan telur pindang diketahui dapat memberikan kelebihan tersendiri diantaranya karena memiliki kandungan tanin yang dapat memberikan peranan terhadap

1 penyimpanan, antosianin atau pigmen warna diketahui dapat memberikan daya tarik tersendiri terhadap selera masyarakat serta zat aktif lainnya yang diketahui dapat memperbaiki kualitas telur pindang.

Telur pindang adalah sejenis masakan yang berasal dari Tionghoa, Telur pindang yaitu olahan telur yang direbus menggunakan tanaman tertentu sehingga memiliki rasa, aroma, dan kenampakan yang khas. Telur pindang di daerah asalnya dijual sebagai makanan ringan, telur yang masih setengah matang diretakkan kemudian direbus kembali dalam teh dan -bumbu. Masakan ini biasanya dijual oleh pedagang kaki lima atau pasar malam di kota-kota yang dihuni komunitas China di seluruh dunia. Meskipun berasal dari China dan secara tradisional dihubungkan dengan masakan Tionghoa, resep-resep lain yang mirip serta variasinya telah dikembangkan di seluruh Asia.

Pemindangan telur merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi penggaraman dan perebusan. Telur pindang merupakan produk olahan tradisional dimana memiliki rasa, tekstur, dan warna yang khas hal ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan biasanya berupa daun jambu biji, daun jati, daun salam, kulit bawang merah dan garam.

Daun jambu biji digunakan sebagai sumber antioksidan alami, karena di dalam daun jambu biji terkandung tanin dimana tanin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan daya simpan, kualitas dan stabilitas, memelihara nutrisi, dan daya tarik bahan pangan. Daun jati (Tectona grandis) termasuk tanaman dalam famili Verbenaceae yang bisa dijadikan sebagai pewarna

2 alami karena mengandung pigmen antosianin, secara umum daun jati hanya digunakan untuk membungkus makanan dan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan telur pindang. Penggunaan daun jati pada telur pindang selain diketahui memiliki beberapa kandungan kimia diantaranya kandungan tanin yang tinggi yang berperan dalam penekanan jumlah bakteri yang akan berkembang dan juga zat antosianin yang dapat memberikan warna pada telur pindang.

Karakteristik telur pindang pada umumnya yaitu memiliki warna kecoklatan pada bagian putih telur, aroma khas dari bahan, tekstur yang kenyal dan rasa yang banyak disukai. Proses pembuatan telur pindang telah dilakukan dengan menggunakan bahan daun jambu biji dan daun jati, namun belum banyak penelitian yang mengkaji mengenai pengaruh pemanfaatan keduanya dan lama penyimpanan telur pindang, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.

Penggunaan kombinasi daun jambu biji dan daun jati diharapkan dapat memperbaiki kualitas organoleptik dari telur pindang yaitu warna, bau, rasa, tekstur dan kesukaan, meskipun telah mengalami penyimpanan beberapa hari. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian mengenai penggunaan kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kualitas organoleptik telur pindang setelah dilakukan penyimpanan dengan penambahan jenis bahan pengawet yang berbeda. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi mahasiswa, masyarakat dan industri pangan, kualitas organoleptik telur pindang terhadap lama penyimpanan dan jenis bahan yang berbeda

3 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Telur

Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani di samping daging, ikan dan susu. Secara umum, telur terdiri dari

3 komponen pokok, yaitu kulit telur (± 11% dari berat total telur), putih telur (±

57% dari berat total telur), dan kuning telur (± 32% dari berat total telur (Fitri,

2007 dalam Suprapti, 2002).

Kulit telur atau cangkang tersusun atas kalsium karbonat (94%), magnesium karbonat (1%), kalsium phosphat (1%) dan 4% bahan organik.

Cangkang telur ini mempunyai fungsi yang sangat penting antara lain mempertahankan bentuk telur dan melindungi telur dari pengaruh lingkungan luar

(Powrie et al., 1996). Secara mikroskopik di cangkang telur terdapat pori-pori dengan jumlah dan ukuran yang berbeda-beda untuk setiap jenis telur. Jumlah dan ukuran pori-pori telur tersebut berbanding lurus dengan besarnya telur (Romanoff and Romanoff, 1963).

Putih telur dipisahkan dari cangkang telur oleh dua lapis membran dan apabila telur mulai dingin setelah dikeluarkan, sebuah kantong udara terbentuk pada bagian ujung telur yang membesar, di antara kedua membran. Kantong udara ini akan membesar lagi bila terjadi penguapan melalui kulit telur

(Trihendrokesowo, 1989). Daya koagulasi, kemampuan membuat emulsi dan kemampuan membusa dari beberapa jenis protein dalam putih telur seperti

4 ovotransferin dan ovalbumin menjadi dasar penggunaannya di berbagai produk makanan (Croguennec et al., 2002). Kuning telur dibungkus oleh membran vitelin. Adanya putih telur yang tebal dapat mempertahankan kuning telur tetap di tengah (Trihendrokesowo, 1989).

Struktur Telur

Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot) dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu bagian kulit telur

8 – 11%, putih telur (albumen) 57 – 65% dan kuning telur (yolk) 27 – 32%

(Koswara, 2009). Setiap telur mempunyai bagian kerabang (kulit cangkang), albumen dan yolk.

Gambar 1 Struktur telur (Zakiyurrahman, 2006)

Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama, berturut-turut dari yang paling luar sampai yang paling dalam, yaitu kerabang telur (egg shell) ± 12,3%, putih telur (albumen) ± 55,8% dan kuning telur (yolk) ± 31,9%. Struktur telur itik

5 hampir sama dengan telur ayam, kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur itik mengandung kuning telur 7% lebih banyak dan putih telur 5% lebih sedikit dari telur ayam (Stadelman dan Cotteriil, 1977).

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh suatu lapisan tipis yang disebut membran vitelin.

Kuning telur memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari latebra, bintik punat, lapisanlapisan konsentris terang (light yolk layer) dan gelap (dark yolk layer). Posisi kuning telur yang baik adalah di tengah-tengah telur. Posisi kuning telur akan bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas. Keadaan ini dapat dilihat dengan cara peneropongan.

Kerabang telur bersifat keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian luar dari lapisan membran kerabang telur. Kerabang telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan kutikula, bunga karang (spongiosa), mamilaris, dan membran kerabang telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Komposisi Kimia Telur

Kandungan komposisi gizi telur terdiri antara lain : air 73,7%, Protein

12,9%, Lemak 11,2% dan Karbohidrat 0,9%, dan kadar lemak pada putih telur hampir tidak ada. Ditambahkan bahwa hampir semua lemak di dalam telur terdapat pada kuning telur, yaitu mencapai 32%, sedangkan pada putih telur kandungan lemaknya sangat sedikit. Pengamatan lemak dan kolesterol lebih efektif dilakukan pada kuning telur (Muharlien, 2010 dalam Sudaryani, 2003).

Pada kulit telur utuh terdapat beberapa ribu pori-pori yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut sangat sempit, berukuran 0,01 – 0,07 mm

6 dan tersebar di seluruh permukaan kulit telur. Pada bagian tumpul jumlah pori- pori persatuan luas lebih besar dibandingkan dengan pori-pori pada bagian lain.

Oleh sebab itu kantung udara terjadi di daerah ini. telur yang masih baru, pori- porinya masih dilapisi oleh lapisan kutikula yang terdiri dari 90% protein telur dan mengurangi penguapan air teralu cepat. Komponen lemak kutikula ini sangat berguna untuk mencegah masuknya cairan polar melalui kulit telur sehingga hanya udara dan air saja yang dapat masuk melalui kulit telur dengan sistem difusi

(Sirait, 1986).

Putih telur mengandung 11,5% bahan padat, yang terdiri dari 86% protein,

9% gula dan 5% abu dan kuning telur mengandung 52% bahan padat yang terdiri dari 31% protein, 64% lipid (41,9% trigliserida; 18,8% fosfolipid; dan 3,3% kolesterol), 2% karbohidrat dan 3% abu.

Kuning telur merupakan bagian yang penting pada telur karena mengandung zat-zat bernilai gizi tinggi. Kuning telur merupakan emulsi lemak di dalam air terdiri dari 1/3 protein dan 2/3 lemak. Karbohidrat yang terdapat pada kuning telur sebanyak 0,2% berikatan dengan protein. Karbohidrat yang tidak berikatan dengan protein adalah monosakarida sekitar 0,5% dengan jenis yang sama dengan putih telur. Komponen lain yang terdapat pada kuning telur adalah vitamin dan mineral. Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus ole suatu lapisan tipis yang disebut dengan membran vitelin (Davis dan Reeves,

2002). Menurut Sirait (1986), komponen lemak kuning telur terdiri dari 65,5% trigliserida, 28,3% fosfolipida, dan 5,2% kolestrol.

7 Tabel 1. Komposisi kimia telur ayam ras Komposisi kimia Telur ayam segar Telur utuh Kuning telur Putih telur Kalori (kal) 148,0 361,0 50,0 Air (g) 74,0 49,4 87,8 Protein (g) 12,8 16,3 10,8 Lemak (g) 11,5 31,9 0,0 Karbohidrat (g) 0,7 0,7 0,8 Kalsium (mg) 54,0 147,0 6,0 Fosfor (mg) 180,0 586,0 17,0 Vitamin A (SI) 900,0 2000,0 0,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1989).

Daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Jambu biji (Psidium guajava L.) dikenal juga dengan nama lain Psidium aromaticum Blanco. Tanaman ini asli berasal dari daerah Amerika Tropik antara

Mexico sampai dengan Peru, menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Yuliani dkk., 2001).

Daun jambu biji merupakan tanaman obat yang mempunyai khasiat sebagai antidiare, astrigen, menghentikan pendarahan dan antioksidan. Daun jambu biji mengandung flavonoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3mg/g) dan minyak atsiri. Daun jambu biji digunakan sebagai sumber antioksidan alami, karena di dalam daun jambu biji terkandung tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. antioksidan ditambahkan kedalam bahan pangan untuk meningkatkan daya simpan, kualitas dan stabilitas, memelihara nutrisi, dan daya tarik bahan pangan (Ariati dan Sulistyowati, 2016).

Komponen aktif dalam daun jambu biji yang diduga memberikan khasiat adalah zat tanin yang cukup tinggi. Daun kering jambu biji yang digiling halus diketahui mempunyai kandungan tanin sampai 17%. Senyawa yang rasanya sepat

8 ini mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, tanin juga menjadi penyerap racun dan dapat menggumpalkan protein (Purwiyatno, 2006 dalam Azizah, 2008).

Daun Jati Tectona grandis Linn. f.

Jati (Tectona grandis L) merupakan tanaman yang memiliki kayu yang sangat kuat dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu ekstrak daun jati banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan pada makanan baik sebagai pengawet maupun sebagai pewarna makanan. Ekstrak daun Jati juga dapat dimanfaatkan sebagai fungisida nabati (Astiti, 2017)

Daun jati termasuk tanaman dalam famili Verbenaceae yang bisa dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosianin Antosianin merupakan pigmen yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet, magenta, merah, dan oranye pada bagian tanaman seperti buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi, legum, dan sereal. Pigmen ini bersifat tidak bersifat toksik dan aman dikonsumsi (Ati dkk, 2006).

Daun jati muda berpotensi sebagai pewarna alami. Penelitian Barus

(2009), ekstrak daun jati muda dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dikarenakan daun jati muda memiliki kandungan pigmen alami antosianin.

Antosianin adalah pigmen larut dalam air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Pigmen inilah yang memberikan warna pada bunga, buah dan daun tumbuhan hijau. Pigmen ini telah banyak digunakan sebagai

9 pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya

(Suardi, 2005).

Sifat Organoleptik Telur Pindang

Pengujian organoleptik atau sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk.

Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan konsistensi (tekstur) serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai produk tersebut. Prinsip uji organoleptik adalah menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk (Badan

Standardisasi Nasional, 2006). Karakteristik sensori seperti tekstur, citarasa, aroma, dan warna dari produk makanan merupakan atribut terpenting bagi konsumen (Theron dan Lues, 2011).

Telur pindang yang direbus lebih lama dengan level daun jati yang berbeda memperlihatkan warna agak coklat seiring dengan lama perebusan. Hal ini dipengaruhi oleh tanin yang terkandung dalam daun jambu biji. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ahadi (2003) bahwa perebusan yang semakin lama meningkatkan persen kadar tanin, tanin alami dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang berwarna, dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat. putih telur bagian dalam tidak mengalami perubahan mendasar dikarenakan pigmen warna (antosianin) jati tidak terdifusi karena albumen telur cukup tebal selain itu waktu perebusan juga menyebabkan bagian dalam putih telur tidak mengalami perubahan warna (Atmojo, 2017).

10 Aroma adalah reaksi dari makanan yang dapat dirasakan menggunakan indera penciuman dan dapat menjadi indikator untuk menentukan kualitas produk makanan. Penambahan level daun jati yang berbeda pada proses pemasakan telur pindang tidak terlalu mempengaruhi aroma pada telur hal ini diakenakan kandungan senyawa fenolik yang rendah, sehingga pada proses penambahan bawang dan daun salam saat perebusan aroma daun dapat tertutupi oleh kedua bahan tersebut(Atmojo, 2017).

Rasa dapat diketahui dengan menggunakan indera pengecap. Rasa dapat diukur dengan menggunakan diantaranya rasa manis dengan ujung lidah, rasa asin dengan ujung dan pinggir lidah, rasa asam dengan pinggir lidah dan rasa pahit dengan bagian belakang lidah. Sedangkan sepat termasuk bagian dari rasa pahit. Penambahan level daun jati dan daun jambu pada telur pindang semakin berpengaruh jika penambahan daun tersebut dalam jumlah yang banyak pula. Hal ini dikarenakan daun jati dan daun jambu memiliki kandungan tanin sehingga menghasilkan rasa khas yang sepat selain itu peningkatan rasa sepat dikarenakan lama perebusan (Atmojo, 2017).

Tekstur dapat diamati dengan indra peraba. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari untuk menentukan kualitas suatu produk makanan. Pada proses perebusan semakin banyak daun jambu atau daun jati yang ditambahka semakin kenyal tekstur telur pindang yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tanin yang terkandung di dalam daun jambu dan daun jati dapat mempercepat proses penggumpalan protein sehingga telur menjadi kenyal (Atmojo, 2017).

11 Kesukaan merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui tanggapan pribadi panelis tentang kesukaan atau ketidaksukaan beserta tingkatannya terhadap suatu produk pangan. Penambahan daun jambu dan daun jati yang berlebih dapat mempengaruhi kesukaan karena memiliki rasa yang sepat sampai pahit (Atmojo, 2017).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Fisik Telur Pindang

Penambahan garam pada pengawetan berpengaruh terhadap cita rasa dan protein telur. Umumnya garam yang digunakan masyarakat adalah garam Natrium klorida (NaCl/garam dapur). Penambahan dalam jumlah tertentu juga dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim dan menurunkan aktivitas air atau kandungan air bebas dalam bahan pangan (Sukma dkk., 2012)

Pengolahan telur yang paling mudah adalah dengan cara direbus, telur dimasak di dalam air mendidih dalam keadaan masih utuh terbungkus kerabang telur. Telur rebus mengandung energi sebesar 154 kcal, protein 12,2 g, kalsium 54 mg, dan zat besi 2,7 mg. Perebusan telur dapat ditambah dengan rempah dan bumbu, untuk meningkatkan citarasa telur rebus (Citra, 2014).

Perebusan merupakan cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100OC). Banyaknya protein yang terdenaturasi mampu meningkatkan kadar air dalam putih telur, sehingga menyebabkan proses pembusukan yang ditimbulkan oleh bakteri dan proses kimia lebih dipercepat (Winarno, 2008).

Tanin memiliki rasa sepat (astigency). Rasa sepat ini umumnya terjadi karena adanya presipitasi protein yang melapisi rongga mulut dan lidah atau

12 karena terjadinya penyamakan pada lapisan rongga mulut oleh tanin. Pada umumnya tanin terdapat pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya berbeda tergantung pada jenis tanaman, umur, dan organ-organ dari tanaman itu sendiri

(Winarno, 1981).

Zat warna tanin yang terkandung dalam jambu biji dapat dipakai untuk mewarnai telur rebus supaya lebih menarik dan lebih awet. Produk ini dikenal sebagai telur pindang. Tanin dapat menggumpalkan protein, hingga telur menjadi lebih kenyal serta tanin juga dapat dianalogikan sebagai zat warna naftol (pewarna sintetis) (Harismah, 1996)

Bahan pangan yang mengandung lemak sangat rentan terhadap kerusakan selama proses pengolahan atau penyimpanan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh peristiwa oksidasi. Oleh karena itu, antioksidan ditambahkan kedalam bahan pangan untuk meningkatkan daya simpan, kualitas dan stabilitas, memelihara nutrisi, dan daya tarik bahan pangan.

13 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – April 2018, bertempat di

Teaching Industry Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Teknologi

Pengolahan Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, panci aluminium, termometer kompor gas, alat pengaduk, sendok, alat penirisan atau penyaring, nampan, pisau dan kain.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Telur ayam ras sebanyak 180 butir dengan berat antara 58-65g, garam dapur, air, bawang merah, daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang masih segar, dan daun salam (

Syzygium polyanthum.

Metode Penelitian

a. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor-faktor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

14 Faktor I

a. Jenis Pengawet

A1 = Daun Jambu Biji

A2 = Daun Jati

A3 = Kombinasi

Faktor II

b. Lama Penyimpanan (Suhu Ruang)

B1 = 0 Hari

B2 = 7 Hari

B3 = 14 Hari

B4 = 21 Hari

Prosedur penelitian

Pembuatan Telur Pindang

Pertama preparasi bahan utama yaitu Telur yang digunakan yaitu telur ayam ras asal kabupaten Maros, umur telur 2 hari, kemudian semua bahan (telur, daun jambu biji, dan daun salam) dicuci bersih terlebih dahulu. Telur 25% (b/v), bawang merah 0,5% (b/v), daun salam 0,5% (b/v), garam 2% (b/v) dan daun jambu biji dan atau daun jati 2%, (b/v) dimasukkan ke dalam panci. Penyusunan bahan kedalam panci berupa lapisan awal yaitu daun jambu biji dan daun salam.

Lapisan kedua adalah telur ayam kemudian kembali lagi dengan lapisan pertama.

Susunan dalam panci ditambahkan air 2,4 liter (v) dan garam 2% (b/v) kemudian dilakukan perebusan selama 2 jam dengan suhu ±90oC. Telur pindang kemudian diangkat dan didinginkan kemudian diletakkan pada wadah kemudian diamati

15 lama penyimpanan (suhu ruang) Selanjutnya pengujian organoleptik dilakukan

oleh 15 panelis semi terlatih. Komposisi telur pindang dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Komposisi Bahan (Kadir, 2017) dan (Atmojo, 2017) Bahan Daun Jambu Biji Daun Jati Kombinasi Telur ayam (g) 600 600 600 Garam (g) 48 48 48 Bawang merah (g) 12 12 12 Daun salam (g) 12 12 12 Daun jambu biji (g) 48 - 12 Daun Jati (g) - 48 12 Air (g) 2400 2400 2400

Diagram alir pembuatan telur pindang dengan penambahan daun jambu biji, daun jati, dan kombinasi dengan perbandingan berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

Telur ayam ras

Dicuci bersih

Garam 2% Daun jambu biji 2% Daun salam 0,5% Daun jati 2% Bawang merah 0,5% Kombinasi daun jambu biji dan daun jati

Direbus di atas api kecil dengan suhu ± 90oC (1 jam 40 menit) (terhitung setelah mendidih 10 menit sebelumnya)

Didinginkan

Telur Pindang

Lama Penyimpanan (0, 7, 14, dan 21 hari) pada suhu ruang

Pengujian organoleptik

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Telur Pindang dengan Penambahan Daun Jambu Biji, Daun Jati dan Kombinasi

16 b. Parameter yang diukur

Pengujian organoleptik

Pengujian organoleptik dan hedonik. Penelitian ini menggunakan 15 panelis semi terlatih. Pengujian organoleptik dan hedonik dilakukan dengan metode uji skoring.

1. Warna Putih Telur Bagian Dalam

Sangat amat tidak coklat Sangat amat coklat

2. Aroma

Sangat tidak beraroma telur Sangat beraroma Telur

3. Rasa

sepat Tidak Sepat

4. Tekstur

Sangat tidak kenyal Sangat kenyal

5. Kesukaan

Sangat tidak suka Sangat suka

17 Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) 3 kali ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + εijk

i = Hasil pengamatan j = Perlakuan k = Ulangan

Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan μ = Nilai rata-rata perlakuan.

αi = Pengaruh penambahan jenis pengawet terhadap kualitas organoleptik telur pindang ke-i

βj = Perlakuan lama penyimpanan ke-j (0, 7,14 dan 21 hari)

(αβ)ij = Interaksi antara penambahan jenis pengawet ke-i dan lama penyimpanan ke-j

εijk = Pengaruh galat yang menerima perlakuan penambahan jenis bahan ke-i dan lama peyimpanan ke-j

Setiap perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Gaspersz, 1991).

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna Putih Telur bagian Dalam

Warna dalam suatu produk khususnya produk makanan memegang peranan penting dalam daya terima konsumen. Apabila suatu produk memiliki warna yang menarik maka dapat meningkatkan selera konsumen untuk mencoba makanan tersebut. Hasil penelitian mengenai kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang. Nilai rataan warna putih telur bagian dalam pada penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rataan Warna Putih Telur Bagian Dalam pada Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan (Hari) Jenis Bahan 0 7 14 21 Rataan Daun Jambu 4,55±0,74 4,73±0,45 4,66±0,48 4,26±0,96 4,55b±0,69 Daun Jati 4,13±0,74 4,46±0,51 3,66±0,89 3,86±0,91 4,03a±0,82 Kombinasi 4,93±0,25 4,86±0,35 4,33±0,89 4,00±1,00 4,53b±0,79 Rataan 4,53b±0,69 4,68b±0,68 4,22a±0,87 4,04a±0,95 4,37±0,80 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). 1=Amat sangat tidak coklat 2=Tidak Coklat, 3=Agak Coklat, 4=Coklat, 5= sangat coklat, 6=Amat sangat coklat

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan pada pembuatan telur pindang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna putih telur bagian dalam. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 nilai rataan hasil dengan perlakuan penambahan jenis bahan pengawet dari pengujian oleh panelis yaitu rataan 4 (coklat), yang berarti presentase tersebut warna putih telur bagian dalam mengalami perbedaan yang sangat nyata yaitu agak coklat, warna daun jambu daun jati diketahui dapat memberikan pengaruh terhadap warna telur,

19 hal ini dikarenakan daun jambu memiliki zat antosianin yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ati dkk, 2006) yang mengatakan bahwa daun jati termasuk tanaman dalam famili Verbenaceae yang bisa dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosianin. Antosianin merupakan pigmen yang dapat memberikan warna biru, ungu, violet, magenta, merah, dan oranye pada bagian tanaman seperti buah, sayuran, bunga, daun, akar, umbi, legum, dan sereal. Pigmen ini bersifat tidak bersifat toksik dan aman dikonsumsi.

Ditambahkan oleh (Suardi, 2005) bahwa antosianin adalah pigmen larut dalam air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Pigmen inilah yang memberikan warna pada bunga, buah dan daun tumbuhan hijau. Pigmen ini telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya. Pigmen warna tersebut terdapat pada daun jati dan daun jambu biji.

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur pindang pindang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna putih telur bagian dalam. Diketahui bahwa warna pada putih telur akan semakin terlihat coklat pada minggu ke-14 dan ke-21 hal ini dikarenakan semakin lama suatu bahan pangan disimpan dalam hal ini telur pindang maka akan terjadi perombakan protein yang dapat mempengaruhi kualitas telur termasuk warna dari semakin memudar, meskipun warnanya memudar akan tetapi nilai warna tetap berwarna coklat pada bagian putih telur karena berada dekat dengan kerabang telur sehingga pada proses perebusan kandungan daun jambu dan daun jati akan mengeluarkan zat tanin dimana tanin kuat kaitannya dengan pigmen warna atau antosianin yang

20 memungkinkan masuk meskipun tanpa peretakan dan dengan bertambahnya hari kadar air akan semakin bertambah dikarenakan terjadinya denaturasi protein di dalam telur akan tetapi zat warna tersebut tidak ikut keluar karena sifat zat warna pada suatu bahan pangan khususnya antosianin pada telur pindang tidak bisa hilang meskipun terjadi penguapan pada telur. Hal ini sesuai dengan pendapat

Atmojo, (2017) yang mengatakan bahwa sifat tanin yang terkandung dalam daun jati akan larut dalam air panas selama proses perebusan sehingga menyebabkan perubahan warna pada telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahadi (2003), bahwa perebusan yang semakin lama meningkatkan persen kadar tanin, tanin alami dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang berwarna, dari warna terang sampai warna merah gelap.

Uji lanjut Duncan menujukkan bahwa penambahan bahan pengawet daun biji pada telur pindang tidak berbeda nyata dengan kombinasi daun jambu biji dan daun jati tidak berbeda nyata terhadap warna telur, sedangkan penamabahan daun jati sangat berbeda nyata dengan penambahn daun jambu dan kombinasi daun jambu dan daun jati terhadap warna telur pidang. Lama penyimpanan 0 hari dan 7 hari tidak berbeda nyata . Penyimpanan 14 hari dan 12 hari juga tidak berbeda nyata terhadap warna telur pindang. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekarto (1985) bahwa warna cerah atau mencolok dari suatu bahan makanan lebih disukai oleh konsumen karena memberikan kesan yang menarik.

Aroma

Pengujian aroma adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap daya terima produk (Kartika, dkk., (1988)

21 dalam Lesmayati, (2014). Aroma dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada olahan produk pangan. Hasil penelitian mengenai kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang. Nilai rataan aroma pada penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rataan Aroma pada Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan (Hari) Jenis Bahan 0 7 14 21 Rataan Daun Jambu 1,93±0,70 3,40±0,50 3,26±0,45 4,13±1,40 3,18b±1,15 Daun Jati 1,86±0,63 3,60±0,73 3,26±0,45 3,26±0,45 3,00b±0,88 Kombinasi 2,06±0,79 2,66±0,48 3,26±0,45 2,80±0,44 2,70a±0,69 Rataan 1,95a±0,70 3,22b±0,70 3,26b±0,44 3,20b±1,03 2,96±0,94 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom menunjukkan perbedaan yang Sangat nyata (P<0,01). 1=Sangat tidak beraroma telur, 2=Tidak beraroma telur, 3=Beraroma telur, 4=Agak beraroma telur, 5 = beraroma telur, 6=Sangat beraroma telur

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan pengawet pada pembuatan telur pindang diketahui berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma telur pindang. Perebusan telur pindang menggunakan bahan jenis bahan pengawet dan bahan tambahan lainnya seperti daun salam dan bawang merah dapat menutupi aroma khas dari jenis bahan pengawet yang digunakan dan tidak dilakukannya peretakan pada telur memungkinkan aroma khas dari bahan tidak terdenaturasi secara berlebihan sehingga bau yang di peroleh tetaplah bau telur. Hal ini disebabkan kerabang telur memiliki lapisan yang tebal sehingga mencegah denaturasi bahan tidak masuk secara langsung. Stadelman dan Cotterill (1977) yang menyatakan bahwa kerabang telur bersifat keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian

22 luar dari lapisan membran kerabang telur. Kerabang telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan kutikula, bunga karang (spongiosa), mamilaris, dan membran kerabang telur ditambahkan oleh (Powrie et al., 1996) yang menyatakan bahwa kulit telur atau cangkang tersusun atas kalsium karbonat (94%), magnesium karbonat (1%), kalsium phosphat (1%) dan 4% bahan organik.

Cangkang telur ini mempunyai fungsi yang sangat penting antara lain mempertahankan bentuk telur dan melindungi telur dari pengaruh lingkungan luar.

Analisis ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa interaksi bahwa interaksi dengan penambahan jenis pengawet dengan lama penyimpanan diketahui berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aroma telur. Semakin lama telur disimpan maka aroma telur akan semakin mendominan. Hal ini disebabkan selama penyimpanan diruang dengan suhu kamar maka telur akan mengalami penguapan, sehingga beberapa zat akan keluar termasuk kandungan fenolik dari telur. Hal ini sesuai dengan pendapat (Atmojo, 2017) yang mengatakan bahwa pemasakan telur pindang tidak terlalu mempengaruhi aroma pada telur hal ini diakenakan kandungan senyawa fenolik pada bahan yang rendah, sehingga pada proses penambahan bawang dan daun salam saat perebusan aroma daun dapat tertutupi oleh kedua bahan tersebut.

Berdasarkan uji Duncan dapat diketahui bahwa dengan penambahan pengawet aroma telur pindang dengan penambahan daun jambu dan daun jati bau lebih tinggi dibanding dengan kombinasi dimana berbeda dari keduanya, sedangkan pada lama penyimpanan diketahui dengan penyimpanan hari ke-0

23 aroma telur pindang lebih rendah berbeda dengan hari ke-7, ke-14 dan ke-21, hal ini dikarenakan lama penyimpanan telur pindang akan berpengaruh terhadap kualitas termasuk bau hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1993) yang menyatakan bahwa bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut, bau-bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sempat menyentuh silia el olfaktori, dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori. Umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus.

Rasa

Rasa dapat diketahui menggunakan indra pengecap. Rasa dapat diukur menggunakan lidah diantaranya rasa manis dengan ujung lidah, rasa asin dengan ujung dan pinggir lidah, rasa asam dengan pinggir lidah dan rasa pahit dengan bagian belakang lidah. Sedangkan sepat termasuk bagian dari rasa pahit. Hasil penelitian mengenai kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang. Nilai rataan rasa pada penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan pengawet pada pembuatan telur pindang diketahui berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rasa telur pindang. Hal ini disebabkan daun jambu biji dan daun jati memiliki kandungan tanin, dimana tanin memiliki peran penting dalam proses penghambatan mikroba dan dapat dijadikan sebagai bahan pengawet

24 alami selain itu tanin memiliki rasa khas yaitu sepat. Hal ini sesuai dengan pendapat (Purwiyatno, 2006 dalam Azizah, 2008) yang mengatakan bahwa komponen aktif dalam daun jambu biji yang diduga memberikan khasiat adalah zat tanin yang cukup tinggi yaitu sekitar 17%, Senyawa yang rasanya sepat ini mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, tanin juga menjadi penyerap racun dan dapat menggumpalkan protein. Daun jati banyak dimanfaat-kan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan pada makanan baik sebagai pengawet maupun sebagai pewarna makanan. Ekstrak daun jati juga dapat dimanfaatkan sebagai fungisida nabati (Astiti, 2017).

Tabel 5. Nilai Rataan Rasa pada Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan (Hari) Jenis Bahan 0 7 14 21 Rata-rata Daun Jambu 2,80±0,67 2,33±0,48 2,46±0,51 2,46±0,51 2,51ab±0,56 Daun Jati 2,06±0,70 2,20±0,41 2,40±0,50 2,53±0,51 2,30a±0,56 Kombinasi 2,93±0,70 2,60±0,50 2,66±0,61 2,73±0,57 2,73b±0,57 Rata-Rata 2,60±0,78 2,37±0,49 2,51±0,54 2,57±0,49 2,51±0,59 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dan pada kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). 1=Amat sangat sepat, 2=Sangat sepat, 3=Agak sepat, 4=Agak Sepat ,5= Tidak Sepat, 6=Sangat tidak sepat.

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan pada telur pindang diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap rasa telur pindang. Hal ini dikarenakan karena selama proses perebusan proses tersamaknya bahan tersebut hanya terjadi pada bagian kerabang hingga permukaan telur bagian luar sehingga tidak masuk kedalam hingga kebagian putih telur bagian tengan dan kuning telur oleh sebab itu rasa khas telur masih dapat dirasa dan terjadi penguapan air dan

25 karbondioksida (CO2) selama penyimpanan, sehingga menyebabkan rasa khas dari bahan pengawet semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim et al. (2005) bahwa dalam bahan penyamak nabati berupa tanin yang tinggi memiliki globular besar, penetrasi lambat tetapi terjadi penyamakan yang cepat pada bagian luar sedangkan di dalam belum tersamak. Ditambahkan dengan pernyataan Buckle, et al. (2007) bahwa setiap aktifitas mikroba akan menggunakan zat gizi dan komponen lainnya dari produk akhir yang dihasilkan untuk pertumbuhan sehingga aktifitas mikroba tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan produk sampingan berupa air.

Berdasarkan uji Duncan dapat diketahui bahwa rasa telur pindang dengan penambahan jenis bahan pengawet berbeda antara penggunaan daun jati dan kombinasi dimana pada kombinasi rasa bahan lebih terasa dibanding penggunaan daun jati, dan pada daun jambu biji diketahui lebih mendekati keduanya yaitu antara penambahan daun jati dan kombinasi, hal ini dikarenakan ketika dilakukan perebusan mengalami homogenisasi antara bahan yang lain tidak hanya bahan pengawet akan tetapi dengan penambahan daun salam dan bawang merah sehingga rasa dari telur pindang menjadi memiliki cita rasa yang beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1993) menyatakan bahwa cita rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan dari mulut.

Secara umum bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam melainkan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh, sedangkan pada lama penyimpanan rasa tidak mengalami perbedaan yang nyata.

26 Tekstur

Hasil penelitian mengenai kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang.

Rataan tekstur pada penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Tekstur pada Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan Rata-Rata Jenis Bahan 0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari

Daun Jambu 3,80±0,77 3,93±0,25 3,40±0,77 3,20±0,94 3,63±0,51 Daun Jati 3,86±0,35 3,66±0,48 3,46±0,63 3,40±0,63 3,60±0,69 Kombinasi 3,60±0,50 3,86±0,35 3,00±0,92 3,33±0,81 3,66±0,60 Rata-Rata 3,75b±0,57 3,82b±38 3,28a±0,78 3,31a±0,79 3,63±0,60 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang sangat Nyata (P<0,01) dan pada kolom tidak menunjukkan perbedaan nyata. 1=Sangat tidak kenyal, 2=Sedikit Kenyal, 3=Agak kenyal, 4=kenyal, 5=Sangat kenyal, 6=Amat Sangat kenyal.

Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan pengawet pada pembuatan telur pindang diketahui tidak berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap tekstur telur pindang. Diketahui baik dengan penambahan daun jambu biji, daun jati dan kombinasi keduanya tekstur telur tidak memiliki perbedaan yaitu berada pada nilai kenyal. Shahidi dan Naczk (1995) menyatakan bahwa tanin adalah salah satu jenis polifenol yang secara alami terdapat dalam beberapa tanaman dan mempunyai dapat mengikat protein. Sehingga kandungan tanin daun jati dan daun jambu terserap kedalam telur dan melalui perebuasan protein dalam telur akan menggumpal hal ini juga yang akan membuat telur menjadi kenyal.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan diketahui

27 berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur telur pindang. Hal ini dikarenakan semakin lama telur disimpan pada suhu terbuka maka kualitas dan nilai gizi telur menurun biasanya disebabkan oleh aktifitas mikroba selama masa penyimpanan, sehingga kadar air bertambah menyebabkan tekstur telur menjadi tidak kenyal. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al. (2007) menyebutkan bahwa pertumbuhan mikroorganisme di dalam makanan dapat menyebabkan perubahan fisik maupun kimia yang tidak diinginkan, sehingga makanan tersebut menjadi tidak layak konsumsi, cepat lambatnya kerusakan bergantung pada total mikroba dalam produk makanan tersebut ditambahkan oleh Fardiaz (1992) bahwa kecepatan pertumbuhan mikroba sangat di pengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara.

Berdasarkan uji Duncan dapat diketahui bahwa tekstur telur pindang dengan penambahan bahan jenis pengawet tidak mengalami perbedaan yang nyata. Sedangkan pada lama penyimpanan diketahui pada hari ke-0 dan ke-7 memiliki tekstur yang lebih kenyal dibanding hari ke-14 dan ke-21, hal ini dikarenakan seiring lama penyimpanan tekstur mengalami penurunan kualitas, hal ini dikarenakan terjadinya penguapan akan tetapi sifat telur yang memiliki beberapa jenis protein,dimana protein ini akan bereaksi sehingga meski terjadi penguapan kadar air akan tetap bertambah seiring lama penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Fardiaz, 1992) bahwa kekenyalan putih telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar protein, pemanasan, kekuatan ion dan adanya interaksi dengan komponen lain.

28 Kesukaan

Hasil penelitian mengenai kombinasi daun jambu biji dan daun jati dengan lama penyimpanan yang berbeda terhadap kualitas organoleptik telur pindang.

Nilai rataan kesukaan pada penambahan jenis bahan pengawet dan lama penyimpanan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rataan Kesukaan pada Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan (Hari) Rata-Rata Jenis Bahan 0 7 14 21

Daun Jambu 3,80±0,56 3,80±0,41 3,60±0,50 3,33±0,48 3,63±0,51 Daun Jati 3,80±0,41 4,13±0,51 3,40±0,63 3,06±0,70 3,60±0,69 Kombinasi 3,93±0,70 3,86±0,35 3,46±0,63 3,40±0,50 3,66±0,60 Rata-Rata 3,84b±0,56 3,93b±0,44 3,48a±0,58 3,26a±0,57 3,63±0,60 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris menunjukkan perbedaan yang sangat Nyata (P<0,01) dan pada kolom tidak menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01). 1=Tidak suka, 2=Sedikit suka, 3=Agak suka, 4=suka, 5= Sangat suka

Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan jenis bahan pengawet pada pembuatan telur pindang diketahui tidak berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap nilai kesukaan telur pindang. Penilaian panelis terhadap kesukaan akan telur pindang baik menggunakan penambahan jenis pengawet tidak berbeda nyata baik penambahan dengan daun jambu biji, daun jati dan gabungan kedua bahan (kombinasi), hal ini dikarenakan metode perebusan ditujukan menjadikan bahan pengawet tersebut untuk melihat apakah produk dapat tersimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak dilakukan peretakan pada kerabang pada saat melakukan perebusan seperti yang dilakukan pada proses pembuatan telur pindang pada umumnya. Oleh karena itu zat aktif seperti tanin lebih bekerja aktif pada permukaan kerabang telur pindang dan bagian luar putih

29 telur saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Ariati dan Sulistyowati (2016) bahwa tanin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. antioksidan ditambahkan kedalam bahan pangan untuk meningkatkan daya simpan, kualitas dan stabilitas, memelihara nutrisi dan daya tarik bahan pangan

(Ariati dan Sulistyowati, 2016).

Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama penyimpanan telur pindang dengan penambahan jenis bahan pengawet pada telur pindang diketahui berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap nilai kesukaan telur pindang. Semakin lama penyimpanan maka tingkat kesukaan panelis terhadap telur pindang menurun 3,84 hingga 3,26. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan hingga 21 hari perubahan terhadap kualitas fisik terutama bau dan rasa diketahui tidak berubah secara signifikan oleh karena itu panelis dapat menerima jika produk tersebut masih layak untuk dikonsumsi hal ini dapat dilihat dari penyimpanan hari ke-14 dan 21 hari tingkat kesukaan menurun dibanding hari ke-0 dan ke-7, rasa sepat pada telur pindang masih dapat di rasakan oleh panelis pada awal-awal pembuatan produk tersebut akan tetapi seiring berjalannya waktu hingga hari ke 14 dan 21 rasa sepat berkurang sehingga kesukaan terhadap telur pindang meningkat, Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianto (2011) yang menyatakan bahwa sifat- sifat tanin yaitu dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi akan menyebabkan asam dan sepat ditambahkan oleh Kadir, (2017) bahwa tanin memiliki rasa sepat dan pada umumnya tanin terdapat pada setiap tanaman yang kandungannya berbeda tergantung pada jenis tanaman, umur.

30 Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dilakukan dapat diketahui bahwa penambahan jenis bahan pengawet tidak mengalami perbedaan yang signifikan terhadap kesukaan panelis. Sedangkan pada lama penyimpanan diketahui bahwa pada hari ke-0 dan ke-14 belum terdapat perbedaan akan tetapi pada hari ke-14 dan ke-21 kesukaan panelis mulai menurun. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya umur penyimpanan sebuah produk termasuk telur pindang ini mengalami penurunan baik dari rasa, bau dan tekstur. Hal ini sesuai dengan

Institute of Food Science and Technology, 1974. Umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga dikonsumsi oleh konsumen dimana produk dalam kondisi memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi yang tidak rusak, Sedangkan menurut Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu.

31 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan memanfaatkan daun jambu biji dan daun jati dapat menjadikan telur pindang lebih awet. Berdasarkan penilaian organoleptik meliputi warna putih telur bagian dalam, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan telur pindang masih layak dikonsumsi hingga lama penyimpanan 21 hari pada suhu ruang. Berdasarkan data keseluruhan dapat diketahui bahwa dengan menggunakan kombinasi antara daun jambu biji dan daun jati memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding ketika hanya menggunakan daun jambu atau daun jati pada telur pindang dan lama penyimpanan telur pindang di dapatkan hasil terbaik yaitu pada hari ke-7.

Saran

Sebaiknya untuk melihat lama penyimpanan yang optimal sebaiknya telur disimpan pada lemari pendingin terhindar dari cemaran mikroba dan suhu ruang yang dapat berubah kapan saja.

32 DAFTAR PUSTAKA

Ahadi, M. R. 2003. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi pada Serasah Daun Rhizospora mucronatapada Ekosistem Tambak Tumpangsari, Purwakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ana Fitri. 2007. Pengaruh Penambahan Daun Salam (Eugenia polyantha wight) terhadap Kualitas Mikrobiologis, Kualitas Organoleptis dan Daya Simpan Telur Asin pada Suhu Kamar. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Atmojo, Prasetyo Dwi. 2017. Karakteristik Organoleptik Telur Pindang dengan Penambahan Daun Jati dan Lama Perebusan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Apriyantono A., D. Fardiaz, N. L.Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, Bogor.

Astiti , Ni Putu Adriani. 2017. Analisis kandungan fenolik ekstrak daun jati (tectona grandisl.) Dengan waktu dekomposisi yang berbeda. Jurnal Metamorfosa. 1(1):122-125.

Ati, Neltji Herlina. 2006. Komposisi dan kandungan pigmen pewarna alami kain tenun ikat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timor, 6 (3): 325-331.

Ayu., S. A dan E. Sulistyowati. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guava L.) sebagai Antioksidan Minyak Kelapa Krengseng. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri .Yogyakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. SNI 01-2346-2006. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.

Barus, P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada Industri Bahan Makanan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Cetakan 2007. Universitas Indonesia, Jakarta.

33 Citra. 2014. Pengaruh Perebusan Telur dengan Daun Jambu Biji (Psidium Guajava) terhadap Komposisi Kimia dan Mikrobia Telur Pindang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Croguennec, T., F. Nau and G. Brule. 2002. “Influence of pH and on Egg White Gelation”. Journal of Food Science 67 (2): 608-614.

Davis, C. And R. Reeves. 2002. High Value Opportunities From The Chiken Egg. RIRDC Publiication, Barton.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Fardiaz, S. 1987. Penuntun Mikrobiologi Pangan. Lembaga sumber Daya Informasi.

Fardiaz, D., N. Andrawulan, H. Wijaya dan N. L. Puspitasari. 1992. Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Skripsi. Pusat Antar Universitas Pandan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fardiaz, S. 2004. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged food: chemichal, biological, physical, and nutrional aspects. G Chalaralambous (Ed.) Elsevier Publ., London

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. .

Harismah, Kun. 1996. Daun Jambu Biji untuk Sariawan. Suara Merdeka

Ibrahim, L., I. Juliyarsi dan S. Melia. 2005. Buku Ajar Ilmu dan Teknologi Pengolahan Kulit. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang.

Institute Food Science and Technology. 1974. Shelf life of food. J. Food Sci. 39; 861-865.

Kadir, E. 2017. Kualitas Organoleptik Telur Pindang dengan Penambahan Level Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) dan Lama Perebusan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

34 Koswara, S., 2009. Teknologi Pengolahan Telur. Teori dan Praktek. Ebook Pangan. Lu S, Killoran PB, Riley Lw. 2003. Association Of Salmonella Entrica Serovar Entreritidis Yafd With Resisstance To Chicken Egg Albumen. J. American Society For Microbiology 71 (12) : 67346741. Muchtadi, T. R, Ayustaningwarno, F dan Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Muharlien.2010. Meningkatkan kualitas telur melalui penambahan teh hijau dalam pakan ayam petelur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 5(1):32-37

Netti, N. A. 2008. Isolasi dan Identifikasi Jambu Endofitdari Daun Jambu Biji (Psidium guava l.) Penghasil antibakteri escherichia coli dan staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN). Malang

Powrie, W. D., H. Little and N. A. Lopez. 1996. “Gelation of Egg Yolk”. Journal Food Science: 38. http://food.oregonstate.edu/learn/egg.html [24 November 2017].

Purwiyanto, Hariyadi. 2006. Jambu biji, ‘Gudang vitamin C’. Bandung; ITB. http://www.ayahbundaonline.com/info_ayahbunda/info_detail.asp?id= nutrisi&info_id.

Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc. New York.

Shahidi, F. Dan Naczk, M. 1995. Food Phenolics. Technomicpub.Co. Inc. Lancester. Basel.

Sirait, I. K. 1986. Telur dan pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor.

Sri, Y., Laba, U dan Eni, H. 2001. Kadar tanin dan quersetin tiga tipe daun jambu biji (Psidium guajava L.).Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara, Semarang.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotteriil, 1977. Egg Scince and Technology. The 2nd Edition. The AVI Publ. Co. Inc. West Port, Connecticut, New York.

35 Suardi, D. 2005. Potensi beras merah untuk peningkatan mutu pangan.Jurnal Litbang pertanian 24(3) : 93-100.

Sudarsono, Gunawan, D., Wahyono, S., Donatus, dan I.A., Purnomo. (2002). Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan). Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional-Universitas Gadjah Mada.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Cetakan ke-4. Jakarta.

Sukma, A.W, A. Hinato dan B.E. Setiani. 2012. Perubahan mutu hedonik telur asin sangrai selama penyimpanan. Animal agriculture Journal. 1 (1): 585-598.

Suprapti, M. L. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta.

Theron, M. M. & J. F. R. Lues. 2011. Organic Acids and Food Preservation. CRC Press, New York.

Trihendrokesowo. 1989. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. UGM Press. Yogyakarta.

Winarno, F.G dan Moehammad Aman. 1981. Fisiologi lepas Panen. Bogor: Sastra Hudaya

Winarno, F.G. 1993. Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor.

Yulinar., Rochmasari. 2011. Studi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Kimia Dalam Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium guajava L.).SKRIPSI. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Depok.

Zakiyurrahman, A., 2006. Sifat Fisik dan Fungsional Telur Ayam Ras yang Disimpan Didalam Refrigerator dengan Lama Penyimpanan dan Waktu Preheating yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

36 LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan lama penyimpanan terhadap Warna Bagian Dalam

Between-Subjects Factors N penambahan bahan A1 60 pengawet A2 60 A3 60 lama penyimpanan B0 45 B1 45 B2 45 B3 45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Warna Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 26.594a 11 2.418 4.540 .000 Intercept 3440.939 1 3440.939 6.461E3 .000 Faktor_a 10.344 2 5.172 9.712 .000 Faktor_b 11.528 3 3.843 7.216 .000 Faktor_a * Faktor_b 4.722 6 .787 1.478 .189 Error 89.467 168 .533 Total 3557.000 180 Corrected Total 116.061 179 a. R Squared = .229 (Adjusted R Squared = .179)

37 Homogeneous Subsets

Warna

penambahan bahan Subset pengawet N 1 2

Duncana A2 60 4.0333

A3 60 4.5333

A1 60 4.5500

Sig. 1.000 .901

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .533. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 60.000. Homogeneous Subsets Warna lama penyimpanan Subset N 1 2 Duncana B3 45 4.0444 B2 45 4.2222 B0 45 4.5333 B1 45 4.6889 Sig. .250 .313 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .533. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

38 Lampiran 2. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan lama penyimpanan terhadap Aroma

Between-Subjects Factors N Penggunaan Bahan a1 60 Pengawet a2 60 a3 60 Lama Penyimpanan b1 45 b2 45 b3 45 b4 45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:aroma Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 82.728a 11 7.521 16.198 .000 Intercept 1578.272 1 1578.272 3.399E3 .000 Faktor_a 7.144 2 3.572 7.694 .001 Faktor_b 61.439 3 20.480 44.110 .000 Faktor_a * 14.144 6 2.357 5.077 .000 Faktor_b Error 78.000 168 .464 Total 1739.000 180 Corrected Total 160.728 179

Homogeneous Subsets Aroma Penggunaan Bahan N Subset

39 Pengawet 1 2 Duncana a3 60 2.7000 a2 60 3.0000 a1 60 3.1833 Sig. 1.000 .306 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,464. Homogeneous Subsets Aroma Lama Penyimpanan Subset N 1 2 Duncana b1 45 1.9556 b2 45 3.2222 b3 45 3.2667 b4 45 3.4000 Sig. 1.000 .604 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,464. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45,000.

40 Lampiran 3. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan lama penyimpanan terhadap Rasa

Between-Subjects Factors N Penggunaan Bahan a1 60 Pengawet a2 60 a3 60 Lama Penyimpanan b1 45 b2 45 b3 45 b4 45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rasa Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 10.283a 11 .935 2.982 .001 Intercept 1140.050 1 1140.050 3.637E3 .000 Faktor_a 5.633 2 2.817 8.985 .000 Faktor_b 1.350 3 .450 1.435 .234 Faktor_a * 3.300 6 .550 1.754 .111 Faktor_b Error 52.667 168 .313 Total 1203.000 180 Corrected Total 62.950 179 a. R Squared = ,163 (Adjusted R Squared = ,109)

41 Homogeneous Subsets Rasa Penggunaan Bahan Subset Pengawet N 1 2 Duncana a2 60 2.3000 a1 60 2.5167 2.5167 a3 60 2.7333 Sig. .089 .089

42 Lampiran 4. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan lama penyimpanan terhadap Tekstur

Between-Subjects Factors N BAHAN A1 60 PENGAWET A2 60 A3 60 LAMA B1 45 PENYIMPANAN B2 45 B3 45 B4 45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TEKSTUR Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 14.244a 11 1.295 3.005 .001 Intercept 2261.356 1 2261.356 5.247E3 .000 FAKTOR_A .811 2 .406 .941 .392 FAKTOR_B 10.867 3 3.622 8.405 .000 FAKTOR_A * 2.567 6 .428 .993 .432 FAKTOR_B Error 72.400 168 .431 Total 2348.000 180 Corrected Total 86.644 179 a. R Squared = .164 (Adjusted R Squared = .110)

43 Homogeneous Subsets TEKSTUR LAMA Subset PENYI MPAN AN N 1 2 Duncana B3 45 3.2889 B4 45 3.3111 B1 45 3.7556 B2 45 3.8222 Sig. .873 .631 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .431. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

44 Lampiran 5. Analisis Ragam Telur Pindang dengan Penambahan Jenis Bahan Pengawet dan lama penyimpanan terhadap Kesukaan

Between-Subjects Factors N BAHAN A1 60 PENGAWET A2 60 A3 60 LAMA B1 45 PENYIMPANAN B2 45 B3 45 B4 45

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:KESUKAAN Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 15.400a 11 1.400 4.667 .000 Intercept 2376.200 1 2376.200 7.921E3 .000 FAKTOR_A .133 2 .067 .222 .801 FAKTOR_B 13.044 3 4.348 14.494 .000 FAKTOR_A * 2.222 6 .370 1.235 .291 FAKTOR_B Error 50.400 168 .300 Total 2442.000 180 Corrected Total 65.800 179 a. R Squared = .234 (Adjusted R Squared = .184)

45 KESUKAAN LAMA Subset PENYIMPANAN N 1 2 Duncana B4 45 3.2667 B3 45 3.4889 B1 45 3.8444 B2 45 3.9333 Sig. .056 .442 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .300. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 45.000.

46 Lampiran 6. Dokumentasi

47 48 49 RIWAYAT HIDUP

HERLY M, lahir di Lampia, kabupaten Luwu Timur pada

tanggal 27 Oktober 1995, anak pertama dari 4 bersaudara.

Anak dari pasangan Yusuf Saman dan Hariati. Jenjang

pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SDN No.

224 Lampia masuk pada tahun 2002 dan tamat pada tahun

2008, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 4 Malili pada tahun 2008 dan tamat pada tahun 2011 dan melanjutkan sekolah menengah atas di

SMKN 1 Malili pada tahun 2011 dan tamat pada tahun 2014, Setelah menyelesaikan Tingkat SMK pada tahun 2014, penulis mendaftar di Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) dan diterima melalui jalur Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Fakultas Peternakan dan sebagai penerima beasiswa bidik misi, Universitas Hasanuddin. Selama di kampus penulis aktif di bidang ke organisasian yaitu Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Peternakan dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Bidik Misi UH.

50