SMASH! EKSPLOITASI ANAK DI BALIK AUDISI DJARUM

1

SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum

Diterbitkan oleh:

Jakarta, Desember 2018

1

DAFTAR ISI

Pengantar...... 5

SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum...... 11 Iklan Berjalan...... 25 Promosi Kaos vs Spanduk...... 35 Eksploitasi di Balik Audisi...... 37 Penumpang Gelap Nasionalisme...... 41

Kolom-Kolom Otak Anak Seperti Spons, Liza Djaprie, Psikolog...... 51 Eksploitasi Anak melalui Beasiswa Bulutangkis, Hamid Patilima, Kriminolog...... 53 Menyelamatkan di Babak Ketiga, Reza Indragiri Amriel, Ahli psikologi forensik Universitas Indonesia...... 55 Olahraga, Anak-anak, dan Pemasaran Rokok, Sudut Pandang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Jalal, Pendiri – A+ CSR Indonesia...... 59 Melindungi Anak dari Zat Adiktif, Muhammad Joni, Praktisi hukum...... 65 Djarum dan Anak-anak, Nina Mutmainnah Armand, Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia...... 69 Manipulasi di Balik Audisi, Gian Carlo Binti, Praktisi Marketing and Business Development...... 75

Referensi...... 79 4 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum PENGANTAR

ELALU ada jalan lain ke Roma. Pepatah ini amat pas disematkan kepada industri rokok. Mereka selalu punya S cara memasarkan produk tembakau kendati ruang geraknya telah menyempit. Industri rokok selalu punya cara dan inovasi agar produk mereka sampai ke tangan konsumen dan calon konsumennya secara elegan. Tapi, sesungguhnya, “inovasi- inovasi” industri rokok terus mengepung masyarakat dengan candu nikotin bukan hal yang aneh karena mereka adalah bisnis dengan omzet Rp 345 triliun setahun . Lanskap pemasaran industri rokok berubah sejak 2009, yaitu ketika pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Kesehatan. Beleid itu menjadi tonggak dan sejarah baru bahwa Indonesia akhirnya memiliki undang-undang yang berpihak kepada perlindungan kesehatan masyarakat. Undang-undang tersebut lahir melalui ikhtiar yang panjang, penuh onak dan halangan, karena inisiatif-inisiatif baru dalam undang-undang ini sudah muncul sejak 1992. Seperti ditulis dalam buku “The Giant Pack of Lies” karya Mardiyah Chamim, dkk. industri rokok giat melobi banyak pihak agar gagasan dan keinginan para ahli kesehatan dan masyarakat agar rokok digolongkan sebagai zat adiktif dalam Undang-Undang Kesehatan tak bisa lolos. Usaha industri rokok itu berhasil, setidaknya revisi terhadap Undang-Undang Kesehatan mandek hingga 16 tahun. Maka setelah gagal membendung keinginan masyarakat menjadikan rokok sebagai zat adiktif yang harus dikendalikan distribusi dan pemasarannya, mereka melakukan upaya terakhir dengan menghapus pasal penting tersebut dari naskah rancangan yang dikirim kepada Presiden. Seperti termuat dalam banyak berita

5 media, sejumlah politikus dan pejabat Departemen Kesehatan ditengarai terlibat dalam penghilangan pasal krusial tersebut. Cara culas itu terbongkar dan populer di publik dengan sebu- tan “pencurian ayat tembakau”. Koalisi masyarakat melaporkan “pencurian ayat” tersebut kepada polisi, tapi agaknya para penyi­ dik kurang minat menelisik lebih jauh pelanggaran konstitusi be- rat ini. Polisi menghentikan penyelidikannya dan kasus tersebut menguap begitu saja. Para pelaku pencuri pasal tembakau kini masih duduk di lembaga-lembaga terhormat negeri ini. Segera setelah Undang-Undang Kesehatan disahkan, aturan turunannya disiapkan. Salah satu yang pokok adalah peraturan pemerintah tentang pengaturan iklan rokok di ruang-ruang publik dan peringatan bahaya yang mengancam kesehatan manusia pada bungkus-bungkus rokok. Sudah banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa prevalensi perokok makin memuda akibat terpapar iklan rokok yang tayang secara bebas di pelbagai media publik. Dalam jurnal Pediatrics yang terbit 18 September 2007, misalnya, jelas disebutkan bahwa anak-anak remaja di Amerika Serikat hanya perlu empat tahun sejak terpapar iklan rokok, dalam pelbagai jenis, untuk sampai menjadi pecandu nikotin. Di Amerika, iklan rokok menyamar dalam bentuk kartun Joe Camel yang digemari anak-anak. Dalam penelitian 1991, The Journal of The American Medical Associations bahkan secara tegas menyebut bahwa R.J Reynolds, produsen rokok Camel itu, menyasar anak-anak sebagai target utama konsumen mereka. Pada tahun itu sebanyak 32 persen konsumen rokok cap Unta itu adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun. Kesimpulan itu kian kukuh ketika pengadilan San Francisco membuka dokumen strategi pemasaran Camel. Dari dokumen yang dibuka jaksa dari sebuah investigasi setelah publikasi Jurnal The American Medical itu terungkap bahwa R.J Reynolds menargetkan anak-anak dan remaja usia 14-24 sebagai “konsumen

6 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum masa depan mereka” sejak 1974. Agaknya strategi lawas itu tak berubah hingga hari ini. Buku ini menguak dengan jelas bagaimana strategi itu hanya bersalin rupa dan topeng belaka. Para penulis buku ini menelusuri cara-cara Djarum—perusahaan rokok terbesar di Indonesia— memasarkan produk tembakau mereka mengatasnamakan olah raga bulu tangkis—olah raga paling populer di Indonesia. Sejak 2006, Djarum menggelar audisi bea siswa bagi anak-anak untuk mendapatkan pelatihan bulu tangkis oleh perusahaan ini. Mulanya audisi beasiswa untuk remaja hingga usia 15 tahun ini hanya digelar di Kudus. Pada 2015, audisi ini melebar ke sembilan kota di Indonesia. Djarum memang punya pengalaman panjang bersinggungan dengan badminton. Pada 1974 mereka mendirikan Persatuan Bulutangkis Djarum di Kudus, di Jawa Tengah, kota yang menjadi pusat pabrik rokok perusahaan ini. Perkumpulan yang berisi para karyawan pabrik rokok Djarum awalnya bernama Komunitas Kudus, yakni komunitas karyawan Djarum yang bermain bulu tangkis di brak (tempat melinting tembakau) di pabrik yang berlokasi di Jalan Bitingan Lama (kini Jalan Lukmonohadi) Nomor 35 Kudus pada 1969. Seiring membesarnya usaha Djarum, karyawan juga bertambah hingga lahir PB Djarum yang memberikan beasiswa kepada remaja- remaja berbakat dan kemudian menjadi kampiun dunia bulu tangkis. “Pembinaan” atlet bulu tangkis ini kemudian menginspirasi Djarum memanfaatkannya untuk menjadi bagian strategi pemasaran, terutama setelah PP 109 lahir pada 2012 sebagai turunan Undang-Undang Kesehatan itu. PP ini melarang iklan rokok tayang di jam-jam ketika anak menonton televisi, juga melarang perusahaan rokok memberikan sponsor untuk acara musik dan olah raga dengan memakai merek dagang produk tembakau. PP ini juga melarang iklan rokok mempertontonkan orang sedang merokok.

7 Sayangnya, PP ini terlalu lemah sehingga larangan itu diakali justru oleh peringatan pemerintah di bungkus dan baliho iklan rokok yang menampilkan orang merokok. Sehingga, meskipun iklannya tak menampilkan rokok dan orang merokok, publik tahu iklan tersebut adalah iklan rokok karena gambar imbauan pemerintah itu. Pemerintah justru yang melanggar larangannya sendiri. Seperti akan terlihat dari paparan dalam buku ini, Djarum menyasar anak-anak dan remaja yang menjadi peserta audisi beasiswa bulu tangkis. Sepintas pembinaan olah raga itu terlihat baik-baik saja sebagai usaha sebuah korporasi membantu memajukan sebuah cabang olah tubuh yang selalu menjadi andalan pengumpul medali bagi Indonesia dalam turnamen- turnamen internasional. Tapi seperti liputan di tiga kota—dari sembilan kota tempat audisi—segera terlihat bahwa ribuan anak-anak yang menjadi peserta itu sesungguhnya sedang diindoktrinasi dengan brand Djarum. Mereka tengah dikenalkan secara diam-diam kepada merek sebuah produk yang digolongkan ke dalam zat adiktif. Para remaja ini sedang dibuat terbiasa dengan produk berbahaya karena dibungkus melalui kegiatan yang menyehatkan. Sejak baliho, sejak tayangan, hingga kaos para peserta tak beda dengan bungkus rokok yang diproduksi Djarum. Seperti strategi R.J Reynolds dalam tayangan kartun di Amerika, anak-anak Indonesia sedang dibuat terlena agar menerima Djarum sebagai merek produk yang baik untuk mereka, bukan produk berbahaya karena mengandung zat adiktif. Inilah strategi Djarum menemukan “jalan lain ke Roma” untuk mengakali larangan dan usaha pengendalian bahaya produk tembakau bagi generasi muda Indonesia. Buku ini upaya mengingatkan kita agar tak lengah dengan cara-cara baru “membunuh Indonesia” lewat candu nikotin. Selain reportase dari tiga kota, para ahli dari pelbagai bidang keilmuan menganalisis audisi tersebut dari pelbagai sudut

8 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum pandang. Beragam tinjauan itu menghasilkan satu aspek yang mengerikan: eksploitasi anak-anak yang dibungkus dalam audisi pemberian beasiswa sebuah cabang olah raga.

Lisda Sundari Ketua Yayasan Lentera Anak

9 10 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum SMASH! EKSPLOITASI ANAK DI BALIK AUDISI BADMINTON DJARUM

IAPA saja yang memasuki Kota Pekanbaru pada 24-26 Maret 2018 akan disambut dengan baliho dan bendera merah S dan putih bertuliskan vertikal “Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis”. Tulisan “Djarum” dengan huruf kapital yang khas di semua bungkus rokok yang diproduksi perusahaan ini, bertengger di atasnya, berdampingan dengan sketsa kok. Spanduk dan baliho itu terpacak di sepanjang Jalan Riau, jalan

Deretan spanduk Djarum

11 GOR meriah berbalut warna merah Djarum utama Kota Pekanbaru, terus bersambung hingga jalan dan gang kecil, menempel di pertokoan, di depan rumah penduduk, hingga berakhir di Jalan Angkasa di depan Gedung Olah Raga Angkasa. Di gedung olah raga inilah Djarum Foundation menggelar hajatan besar audisi beasiswa bulu tangkis untuk anak-anak berusia maksimal 15 tahun. Panitia membagi peserta ke dalam tiga kategori: anak-anak

12 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Under 11 tahun (U-11), U-13, dan U-15. Karena pembatasan tersebut memakai batas maksimal usia, di GOR Angkasa terlihat anak-anak usia 6 tahun yang ikut audisi beasiswa ini. Mereka ikut kompetisi dalam kelompok usia di bawah 11 tahun. Djarum memilih Pekanbaru sebagai awal dimulainya pencarian bakat bulu tangkis di sembilan kota pada tahun ini. Menurut Manajer Program Bakti Olahraga Djarum Foundation Budi Darmawan, seperti dikutip Republika Online edisi 26 Maret 2018, pemilihan Pekanbaru sebagai start bukan tanpa alasan. “Pekanbaru ada di tengah pulau Sumatera sehingga bisa dijangkau banyak peserta dari berbagai lokasi,” katanya. Karena audisi beasiswa badminton Djarum di Sumatera hanya ada di Pekanbaru, para orang tua dari pelbagai kota di pulau ini ramai-ramai mengantar anak mereka ke gedung olah raga itu. Sebab, setelah beres dari Pekanbaru, panitia akan bergeser ke Balikpapan di Kalimantan Timur, Manado untuk wilayah Sulawesi Utara, Cirebon untuk Jawa Barat, Solo dan Purwokerto untuk Jawa Tengah, dan untuk Jawa Timur. Para pemenang dari tiap kota itu lalu bertanding dalam turnamen final di GOR Djarum di Kudus, Jawa Tengah, pada 7-9 September 2018. Seperti terlihat di GOR Angkasa yang ramai, para peserta datang dari pelbagai kota. Ada yang datang ke Pekanbaru dengan pesawat, naik mobil, atau angkutan umum. Dari catatan panitia, ada 570 anak yang mengikuti audisi ini. GOR meriah berbalut warna merah. Di seluruh dinding terpacak huruf yang menjadi merek dagang Djarum. Tidak seperti pada spanduk di sepanjang jalan, pada spanduk di dalam GOR huruf Djarum berlatar warna merah ini disertai dengan logo Djarum yang terkenal itu, yang selalu ada dalam setiap bungkus rokok yang diproduksi perusahaan ini. Di meja registrasi, panitia memberikan kaus merah dan putih bertuliskan huruf Djarum di dada, bertengger di atas tulisan “badminton club”. Ukuran huruf khas Djarum berlatar warna hitam itu merupakan ukuran huruf paling besar yang ada di kaus. Menurut peserta, panitia melarang mereka menutupnya dengan

13 Pembagian Kaos Djarum kepada peserta.

14 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum apa pun. Sehingga nomor peserta ditempelkan dengan peniti di kaus bagian punggung. Para peserta diwajibkan memakai kaus ini selama pertandingan. Merah, putih, hitam, kuning adalah warna-warna khas bungkus rokok Djarum. Jika warna kaos peserta audisi sebagian besar putih dan warna pundak merah, kostum panitia berwarna merah dengan pundak warna hitam yang ditempeli bendera Indonesia. Desain kaos panitia menyerupai bungkus rokok Djarum Super. Desain ini mirip dengan kostum audisi beasiswa Djarum tahun lalu. Tahun ini, kostum untuk peserta audisi berubah, mengandung nuansa warna pada bungkus rokok Djarum MLD, yang didominasi warna putih, dan sedikit warna merah. Saat menuju lokasi pembukaan acara, para peserta melewati gera-gerai segala pernak-pernik cinderamata yang berbau

Penjualan cinderamata Djarum dan kaus panitia

15 Djarum—kaus, topi, jaket, gantungan kunci—yang dijual kepada siapa pun yang berminat. Juga gerai games simulasi badminton di televisi layar lebar. Para sales promotion girl, yang memakai baju tank top merah berkelir putih dan hitam, menjaga gerai-gerai itu dan melayani peserta yang bermain games di televisi simulasi badminton. Ketika acara pembukaan, pada pukul 07.30 WIB, para peserta berbaris menyanyikan Indonesia Raya dan meneriakkan yel-yel “Indonesia Hebat”. Kamera dan juru foto merekam acara yang meriah itu. Semua anak yang ditanya tentang desain kaos yang mereka pakai, seluruhnya menjawab “Keren”. Mereka merasa keren, terutama karena telah bisa mengikuti audisi beasiswa ini. Setelah registrasi, panitia mengelompokkan peserta berdasarkan usia. Menurut Manajer PB Djarum Fung Permadi penambahan kategori baru U15 karena panitia menimbang banyak anak yang menjadi peserta tahun lalu masih berminat mengikuti audisi tapi usianya berada dalam batas U11 dan U13. “Untuk memberi kesempatan kepada adik-adik yang ada di pengujung usia untuk mempertunjukkan kebolehan bermain badminton,” katanya. Para peserta unjuk kebolehan bermain badminton yang dinilai oleh pencari bakat dan bertanding dengan peserta lain. Layar televisi LED menayangkan jadwal pertandingan untuk tahap screening. Di fase ini, peserta bertanding sesuai kelompok usia mereka. Para pencari bakat menilai “daya juang” dan teknik para peserta dalam bermain badminton. Para pencari bakat terdiri dari legenda-legenda bulu tangkis Indonesia, seperti , Fung Permadi, Yuni Kartika, Akhmad Khafidz Basri Yusuf, Lius Pongoh, Sulaiman, Engga Setiawan, Hastomo Arbi, dan Bandar Sigit Pamungkas. Selain menyeleksi peserta dalam pertandingan selama 5-10 menit, para juri ini juga punya hak memberikan “Tiket Super” kepada mereka yang dianggap berbakat meski kalah dalam screening tersebut. Nama resmi “Tiket Super” memakai bahasa Inggris, “Super

16 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Suasana pembukaan audisi Djarum Badminton

17 Ticket”. Kata “super” adalah merek dagang pada produk Djarum yang paling tua dan terkenal, yakni Djarum Super. Djarum selalu memakai kata ini untuk banyak event yang disponsorinya, seperti festival musik Supersonik atau SuperMusic. Untuk audisi beasiswa badminton di Pekanbaru, screening digelar selama satu hari. Pada Minggu hingga Senin, 25-26 Maret 2018, anak-anak yang terseleksi di hari pertama bertanding dengan sistem gugur dalam turnamen. Di sini, mereka yang lolos wajib menang agar bisa melaju ke babak final di Kudus. Ada 23 calon atlet bulu tangkis yang lolos di audisi Pekanbaru. Mereka berasal dari Medan, Binjai, Jambi, Bukittinggi, Aceh Barat, Merangin, bahkan ada yang datang dari Kudus, Jawa Tengah. Peserta memang tak dibatasi berdasarkan wilayah. Mereka yang gagal di satu kota diizinkan bertanding di kota lain. Seperti Ibu Laras. Ia datang dari Kudus untuk mengantarkan putrinya ikut seleksi audisi di Pekanbaru. Ia tiba di kota ini sehari sebelum audisi berlangsung. “Demi mimpi anak saya menjadi atlet bulu tangkis profesional dan memberikan pengalaman bertanding lintas kota,” katanya di GOR Angkasa pada 23 Maret 2018. Ibu Laras menganggap tak masalah pencarian bakat dilakukan oleh PB Djarum, perusahaan rokok yang bertolak belakang dengan tujuan olah raga, yakni menjadikan hidup sehat dan mengukir prestasi. “Toh, orang ke sini buat ikut audisi, bukan disuruh merokok,” katanya. Tak semua orang tua seperti Ibu Laras. Pak Akbar dari Pekanbaru sadar bahwa audisi bulu tangkis ini merupakan bagian dari strategi bisnis Djarum untuk memelihara dan meluaskan pangsa pasar mereka. Soalnya, kata dia, tak ada tindak lanjut dari Djarum terhadap anak-anak yang tidak lolos audisi. “Audisi ini kembali lagi tahun berikutnya tanpa ada tindak lanjut, jadinya terlihat untuk bisnis semata,” kata dia di GOR Angkasa Pekanbaru pada 23 Maret 2018.

18 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum “TOH, ORANG KE SINI BUAT IKUT AUDISI, BUKAN DISURUH MEROKOK.” —Laras, Orang tua peserta audisi beasiswa badminton Djarum asal Kudus, Jawa Tengah

Akbar mengaku terpaksa mengikutkan anaknya ke dalam audisi ini karena tak punya pilihan. Menurut dia, tak banyak audisi sejenis untuk menyalurkan bakat anaknya yang senang olah raga ini, seperti dirinya. Akbar adalah atlet bulu tangkis lokal yang ingin anaknya lebih berkembang menyalurkan hobi dan kesenangannya ini. “Karena itu harus dipikirkan pembinaan untuk anak yang berbakat tapi tak lolos audisi,” kata dia. Agaknya, harapan Pak Akbar belum bisa terakomodasi. Djarum hanya sebatas membuat audisi dan menyaring anak-anak yang lolos untuk ke pertandingan final di Kudus. Dalam pesannya kepada mereka yang tak lolos, Fung Permadi mengatakan agar anak-anak ini tak usah berkecil hati. “Kalian masih bisa mencoba lagi dan lagi sampai batas usia yang ditentukan. Jika sudah melewati batas usia, kalian tetap bisa mencurahkan energi di tempat lain,” katanya.

“AUDISI INI KEMBALI LAGI TAHUN BERIKUTNYA TANPA ADA TINDAK LANJUT, JADINYA TERLIHAT UNTUK BISNIS SEMATA.” —Akbar, Orang tua peserta audisi asal Pekanbaru

Mereka yang tak lolos seleksi umumnya karena tak menang dalam pertandingan atau memenuhi kriteria juri untuk mendapat “Tiket Super”. Selain memakai skor dalam pertandingan selama sepuluh menit, ada sejumlah juri yang menilai bakat anak-anak ini. Sehingga, meskipun mereka kalah, tapi jika juri menilai

19 gerakannya lentur dan tersimpan bakat terpendam sebagai atlet bulu tangkis masa depan, para juri akan meloloskannya berangkat ke Kudus.

“KALIAN MASIH BISA MENCOBA LAGI DAN LAGI SAMPAI BATAS USIA YANG DITENTUKAN. JIKA SUDAH MELEWATI BATAS USIA, KALIAN TETAP BISA MENCURAHKAN ENERGI DI TEMPAT LAIN.” —Fung Permadi, Manajer PB Djarum

Maka, dari 23 anak yang lolos ke babak final karena menang dalam pertandingan, ada lima yang mendapatkan “Super Ticket” atau “Tiket Super” berdasarkan penilaian juri. Mereka tersaring dari 210 anak yang lolos ke tahap turnamen dari babak screening. Dari jumlah itu, hanya 72 anak yang lolos pada hari kedua. Pada hari ketiga, 72 anak ini kembali diadu, namun ada pembedaan untuk juara putra dan putri. Untuk nomor putra, mereka yang mampu mencapai semifinal langsung dinyatakan lolos ke audisi final di Kudus, Jawa Tengah. Sementara untuk putri, hanya mereka yang masuk final yang berhak bertanding dengan anak lain dari kota lain di Kudus. Selama seleksi, sambil menunggu giliran bertanding, anak- anak bermain simulasi badminton di layar televisi. Ini permainan badminton secara virtual dengan sebuah televisi layar lebar. Ada juga kuis dan pertunjukan musik secara langsung. Para orang tua bisa berkeliling di gerai-gerai Djarum, yang dicat dengan warna merah-hitam-kuning khas bungkus rokok Djarum, yang menjual aneka cenderamata. Di hari terakhir audisi, panitia mengumpulkan beberapa peserta yang telah lolos seleksi. Mereka, dengan memakai kostum Djarum, diminta melompat dengan raket di tangan. Panitia

20 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Anak-anak bermain games simulasi badminton Djarum

21 Pengambilan gambar untuk Iklan audisi merekam adegan itu secara berulang-ulang. Rupanya rekaman video itu untuk iklan audisi Djarum yang akan ditayangkan di kanal YouTube PB Djarum. Penulis mewawancarai beberapa anak tentang audisi turnamen bulu tangkis ini. Ada sekitar 10 anak yang dipilih secara acak untuk mendengarkan persepsi mereka terhadap acara ini. Pertanyaan pertama adalah “Apa kesan yang mereka tangkap tiap kali mendengar dan melihat kata Djarum?” Ada ragam jawaban dari para remaja ini. Tapi umumnya mereka menjawab bahwa “Djarum adalah rokok”, “Djarum

22 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum adalah bulu tangkis”, “Djarum adalah beasiswa yang keren”, bahkan ada yang mengatakan “Djarum adalah merek peniti”. Tak ada satu pun anak yang menjawab bahwa Djarum adalah merek rokok yang berbahaya bagi kesehatan mereka. Umumnya anak-anak ini, juga orang tua mereka, tak mempermasalahkan Djarum sebagai perusahaan rokok menyelenggarakan audisi olah raga.

“KATA AYAH, DJARUM ITU BEASISWA.” —Kimmy, 13 tahun, peserta audisi badminton Djarum asal Pekanbaru di GOR Angkasa, 24 Maret 2018.

B Djarum memilih Balikpapan di Kalimantan Timur sebagai kota kedua audisi beasiswa bulu tangkis setelah Pekanbaru, P pada 14-16 April 2018, di Gedung Olah Raga Hevindo. Menurut Fung Permadi, Balikpapan dipilih karena kota ini mudah dijangkau dari kota-kota lain Indonesia dan lebih dekat ke pulau

Foto pemain badminton jebolan audisi Djarum

23 Sulawesi dibanding kota lain di Kalimantan Timur. Di kota minyak ini tersedia pelabuhan, bandar udara, dan gampang dijangkau dengan mobil. “Bahkan bisa mudah dijangkau dari dan Makassar,” kata Yoppy Rosimin, Direktur Program PB Djarum. Ada 403 peserta yang mendaftar secara online, namun hanya 338 yang mendaftar ulang di GOR pada hari pertama. Anak-anak usia hingga 15 tahun ini berbaris memakai kaos yang sewarna dengan bungkus rokok Djarum MLD, memenuhi GOR, menanti giliran bertanding dan dinilai kemampuannya dalam bulu tangkis. Melalui audisi di Balikpapan, Kalimantan Timur adalah provinsi yang lumayan banyak mengirimkan atlet-atlet bulu tangkis mereka ke asrama PB Djarum di Kudus dan berprestasi tingkat nasional serta internasional. Seperti Praveen Jordan, salah satu atlet jebolan audisi Djarum yang berasal dari Bontang, Kalimantan Timur. Pada 2016, Praveen yang berpasangan dengan melaju ke perempat final Olimpiade Brasil namun dikandaskan pasangan senegaranya, dan Lilyana Natsir, yang menjuarai turnamen tertinggi di dunia itu. Selain Praveen ada empat atlet badminton dari Kalimantan Timur yang menjadi jebolan PB Djarum. Anak-anak muda yang mengikuti audisi umumnya tertarik mengikuti empat senior mereka yang berjaya di cabang olah raga ini. Maka panitia audisi memasang foto Praveen di lokasi turnamen. Karena itu para peserta tak menyoal pemberi beasiswa adalah perusahaan rokok yang bertolak belakang dengan semangat olah raga, yakni olah tubuh untuk kesehatan. Audisi Balikpapan meloloskan 24 atlet muda yang berhak mengikuti pertandingan final di Kudus pada 7-9 September 2018. Para Pencari Bakat PB Djarum memberikan tiket super kepada enam orang yang gugur dalam babak turnamen tapi dinyatakan punya bakat dan potensial. “Mereka menunjukkan semangat dan punya teknik lebih baik dibanding peserta lain,” kata Fung

24 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Permadi di GOR Hevindo Balikpapan pada 15 April 2018. Mereka yang lolos ke Kudus di Balikpapan berasal dari beragam kota: Nganjuk, Makassar, Manado, Kutai, Samarinda, Gianyar, Balikpapan, Tanah Laut. Para peserta ini akan berebut tiket lolos ke asrama pembinaan PB Djarum untuk dicetak menjadi atlet dan diikutkan dalam pelbagai kompetisi badminton lokal dan internasional.

AK berbeda jauh dengan di Pekanbaru dan Balikpapan, di Manado panitia PB Djarum juga menyulap GOR Arie Lasut T di pusat kota seperti kantor PT Djarum. Umbul-umbul berkibar di jalan-jalan memandu siapa saja, atau mengabarkan kepada siapa saja, bahwa pada 5 Mei 2018 itu sedang ada Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis Djarum. GOR semakin meriah karena kedatangan 505 peserta. Jumlah peserta audisi beasiswa Djarum tahun ini meningkat dibanding tahun lalu yang hanya diikuti 315 anak-anak usia 11- 15 tahun. Seperti juga di Pekanbaru, peserta tak hanya datang dari kota-kota di Sulawesi Utara, melainkan datang dari Banten, Jawa Tengah, Kalimantan, Ambon, Bali, hingga Papua. Mereka antusias mengikuti seluruh rangkaian acara sejak pembukaan hingga penutupan dua hari kemudian. Para juri yang menilai bakat-bakat atlet muda dalam cabang bulu tangkis di Manado terdiri dari legenda bulu tangkis asal kota ini, seperti Christian Hadinata, Fung Permadi, , Lius Pongoh, Luluk Hadiyanto, Engga Setiawan, , Richard Mainaky, Meliana Jauhari, dan Shendy Puspa. Mereka memberikan tiket super kepada tujuh peserta yang gugur di babak turnamen tapi dianggap punya bakat dan potensial jadi atlet besar. Dari 505 peserta audisi, sebanyak 148 anak lolos screening. Rinciannya, 37 putra di bawah 11 tahun, 16 putri di bawah 11 tahun. Sementara 32 putra di bawah U13, dan 15 putri. Peserta di bawah 15 tahun, putra sebanyak 28 dan putri 20. Dari jumlah peserta yang lolos ke babak berikutnya makin muda.

25 Pada akhirnya hanya 25 anak yang lolos ke Kudus. Artinya, mereka menang dalam pertandingan melawan anak lain selama lima hingga sepuluh menit. Para pemenang didominasi atlet lokal. Hanya ada satu dari Banten dan satu dari Halmahera Utara. Mere­ ka akan bertanding menjadi yang terbaik dalam final di Kudus. Berty Rumondor, Wakil Ketua Umum Persaturan Bulutangkis Seluruh Indonesia Cabang Sulawesi Utara, mengaku senang PB Djarum kembali memilih Manado sebagai pusat audisi untuk Indonesia Timur. Soalnya, dua tahun lalu PB Djarum memilih Makassar sebagai pusat audisi untuk wilayah ini. Menurut dia, audisi ini berhasil mendorong para orang tua mengirimkan anak-anaknya ke audisi ini jika melihat jumlah peserta yang bertambah dua kali lipat dibanding tahun lalu. Fung Permadi menambahkan bahwa anak-anak muda Indonesia Timur punya keunggulan dari segi mental. “Mereka tak hanya istimewa secara teknik, tapi juga punya mental yang tangguh,” katanya.

IKLAN BERJALAN JIKA diperhatikan secara saksama, anak-anak yang berbaris saat upacara pembukaan dalam audisi beasiswa badminton Djarum itu mirip barisan bungkus rokok. Mereka memakai kaos yang serupa dan mirip dengan bungkus rokok Djarum MLD. Beberapa anak memakai kostum audisi tahun lalu yang motifnya mirip bungkus rokok Djarum Super. Mereka umumnya pernah ikut audisi tahun sebelumnya tapi gagal. Anak-anak ini, ditemani orang-orang tua mereka, datang kembali ke audisi untuk menguji kemampuan bermain badminton. Seperti kata Fung Permadi, Manajer PB Djarum, sepanjang tak melebihi batas usia yang dipertandingkan, setiap anak boleh mencoba berkali-kali audisi ini agar lolos ke Kudus. Belum lagi spanduk dan baliho yang bertebaran di sepanjang jalan dan sekujur GOR yang dipakai dalam audisi ini. Warna merah, putih, dan hitam yang menjadi warna kebesaran bungkus rokok Djarum menghiasi lokasi audisi dan pertandingan. Penduduk kota yang tinggal di sepanjang jalan menuju GOR

26 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Iklan berjalan

27 tempat audisi ini dipastikan melihat spanduk yang bertuliskan huruf Djarum plus logonya itu. Tak ada larangan dari pemerintah daerah setempat, meskipun tiga kota itu telah memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok yang di dalamnya mengatur soal pemasangan iklan atau alat peraga yang berasosiasi pada merek rokok. PB Djarum memang dihela oleh Djarum Foundation untuk menggelar acara tahunan sejak 2006 ini. Tapi, seperti diakui Fung Permadi dalam wawancara di Balikpapan, meski audisi beasiswa badminton Djarum diselenggarakan oleh Djarum Foundation, dibiayai sepenuhnya berasal dari PT Djarum. “Secara historis PB Djarum membina atlet-atlet muda bulu tangkis seperti Lim Swie King,” kata Fung, menyebut nama atlet badminton legendaris Indonesia.

“PERUSAHAAN YANG MENYEBABKAN SAKIT BANYAK ORANG, TAMPIL DENGAN PROYEK OLAH RAGA YANG MEMBUAT DIRINYA SEAKAN PRO- KESEHATAN.” —Jalal, pendiri – A+ CSR Indonesia

Seperti yang terlihat di tiga kota yang menjadi sampel reportase ini, huruf dan logo Djarum tersebar di seantero kota dan GOR. Kepada tim penulis buku ini, anak-anak yang menjadi peserta audisi terbelah pendapatnya antara yang mengasosiasikan Djarum sebagai produk rokok dan Djarum dengan benda lain. Bagi anak-anak di atas usia 13 tahun, maupun orang tuanya, mereka tahu logo jarum dan huruf Djarum itu berasosiasi dengan merek produk hasil olahan tembakau yang berbahaya bagi kese- hatan, apalagi terhadap anak-anak. Ketika ditanya soal Djarum, mereka cepat menjawab bahwa “Djarum adalah rokok”, sebelum pada jawaban berikutnya bahwa “Djarum adalah bulu tangkis”. Sebaliknya, bagi anak-anak yang lebih kecil, usia di bawah

28 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum 11 tahun hingga 13 tahun, mereka umumnya tidak mengetahui bahwa Djarum adalah merek rokok. Beberapa anak bahkan mengasosiasikan Djarum dengan peniti karena namanya. Anak lain mengatakan bahwa mereka tahu Djarum sebagai perusahaan yang memberikan beasiswa untuk pembinaan bulu tangkis dari ayah dan ibu mereka. Pada anak-anak ini mereka kurang paham bahwa Djarum adalah merek rokok. Mereka juga tak terlalu mengerti bahwa rokok membahayakan bagi kesehatan manusia, sepanjang tidak menghisapnya secara langsung. Anak-anak di bawah usia 13 pada akhirnya mengerti bahwa Djarum adalah merek rokok setelah mereka mengikuti audisi ini. Dilihat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, banyak anak yang gagal melaju ke Kudus lalu mengikuti kembali audisi ini di kota mereka, bahkan di kota lain. Meski sudah mengetahui Djarum adalah rokok, mereka tertarik terus mengikuti turnamen ini karena mimpi menjadi atlet bulu tangkis. Menurut psikolog Liza Djaprie, otak anak seperti spons, yang lentur menyerap semua informasi yang diterimanya. Otak mereka akan menyerap informasi sesuai yang tersampaikan kepadanya. “Sehingga jika rokok dipersepsikan sebagai bulu tangkis, mereka akan menerima seperti itu,” katanya dalam wawancara di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, 28 Agustus 2018. “Sama halnya jika mereka menyerap Djarum sebagai pemberi beasiswa.” Hasilnya, kata Liza, adalah denormalisasi rokok sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan. Ribuan anak yang menjadi peserta akan menganggap bahwa rokok adalah produk yang baik, terasosiasi dengan olah raga, dan Djarum adalah perusahaan yang dermawan dan peduli dengan pengembangan badminton. Dalam ilmu psikologi asosiasi semacam ini disebut priming effects. Dalam Thinking, Fast and Slow (2012), Daniel Kahneman menjelaskan bahwa otak manusia terbagi ke dalam pikiran yang bekerja cepat dan lambat. Priming effects mengendalikan bagian otak yang berpikir cepat. Ia mengolah informasi dengan asosiasi- asosiasi sesuai dengan informasi yang diterimanya.

29 Profesor ekonomi di Harvard University, Amerika Serikat, ini melakukan uji coba memadankan kata EAT (makan) dan WASH (mencuci) dengan SO_P. Para responden menjawab bahwa EAT berpadanan dengan SOUP (sup), sementara WASH terasosiasi dengan SOAP (sabun). Priming effects membuat asosiasi ini diterima sampai ada informasi lain yang lebih kuat hingga keduanya terbalik. Jawaban para responden menunjukkan bahwa sejak sebelum bisa membaca mereka telah dikenalkan pada informasi bahwa “makan” terasosiasi dengan “sup”, bukan dengan “sabun”.

“ALAM PIKIR ANAK-ANAK ITU SEPERTI SPONS. IA AKAN MENYERAP APA SAJA YANG MASUK KE DALAMNYA. APA PUN YANG DIKATAKAN ORANG LUAR AKAN DITELAN BULAT-BULAT SEPERTI SPONS.” —Liza Djaprie, psikolog

Jika mengacu pada kesimpulan Kahneman, priming effects juga terjadi dalam audisi badminton Djarum. Otak berpikir cepat anak-anak yang menjadi peserta menerima informasi bahwa Djarum adalah bulu tangkis dan beasiswa, bahkan peniti. Perlu informasi yang terus menerus untuk sampai pada persepsi bahwa Djarum adalah merek rokok, produk olahan tembakau yang membahayakan kesehatan mereka. Gian Carlo Binti, praktisi pemasaran dan branding, menambahkan bahwa pada dasarnya kegiatan perusahaan yang menunjukkan logo produk sudah tergolong promosi. Kemasannya bisa beraneka ragam, seperti audisi badminton itu. “Dan promosi melalui advertising itu manipulatif,” katanya di Lotte Shopping Avenue Jakarta, 25 Agustus 2018. Artinya, promosi akan selalu mencitrakan diri sebagai produk yang positif agar diterima baik oleh audiens.

30 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Menurut Daniel Kahneman, iklan dan alat peraga promosi, dengan persuasinya yang menyenangkan, sanggup menembus benteng pertahanan otak yang berpikir lambat. Meskipun otak lambat cenderung skeptis dan rasional serta penuh pertimbangan, sehingga bisa menolak hal-hal yang tak logis, ia sering sibuk dan cepat lelah. Karena itu, kata Daniel, otak lambat juga gampang terpengaruh, terutama jika tubuh dalam keadaan lelah. Maka audisi beasiswa badminton Djarum itu cara paling efektif menanamkan misi Djarum dengan sangat efektif. Ia mengandung priming effects sehingga para peserta audisi akan menerima asosiasi positif dari merek Djarum sebagai brand rokok. Anak- anak ini juga gampang terpengaruh karena otak skeptis mereka juga lemah karena tubuh sedang kelelahan setelah bertanding.

“KAMI MURNI DARI DJARUM FOUNDATION, TAPI PEMBIAYAAN MEMANG DARI DJARUM.” —Fung Permadi, Manajer PB Djarum

Menurut Gian Carlo, segala jenis promosi itu bertujuan meningkatkan brand awareness atau memberikan pemahaman publik akan produk yang diiklankan itu. Pada kegiatan audisi, pemahaman itu menyasar anak-anak yang pikirannya masih polos, seperti kata Liza Djaprie, sehingga mereka menerima Djarum sebagai produk yang terasosiasi pada olah raga dan pemberi beasiswa. Setiap tahun peserta audisi bulu tangkis ini naik cukup signifikan. Seperti terlihat pada grafik di bawah ini, audisi Djarum kian populer di kalangan anak-anak dan orang tua sebagai pintu masuk atau batu loncatan menjadi atlet profesional. Makin banyak orang yang tahu PB Djarum mengadakan audisi melalui media sosial, berita media, dan keberadaan spanduk yang memenuhi kota tempat berlangsungnya audisi.

31 Kanal YouTube PB Djarum kian agresif dan mendapat banyak penonton sejak mulai ditayangkan pada 2014. Tercatat ada sekitar 1.900 video hingga masa audisi tahun ini dengan jumlah pelanggan sebanyak 29.000 akun.

Sumber: pbdjarum.org

DALAM 10 TAHUN JUMLAH PESERTA AUDISI NAIK HINGGA LEBIH 10 KALI LIPAT. NAMUN, JUMLAH PENERIMA BEASISWA TIDAK BERTAMBAH.

Peningkatan jumlah peserta terlihat naik tajam pada 2015, tahun dimulainya audisi beasiswa bulu tangkis Djarum di sembilan kota—sebelumnya hanya di Kudus. Namun, berbeda dengan peningkatan jumlah peserta, kuota penerima beasiswa yang lolos final tak beranjak jauh. Jika rasio peserta audisi empat kali lipat, kuota penerima beasiswa hanya bertambah 0,85 kali lipat. Minat anak-anak di setiap kota juga bertambah sejak audisi digelar di kota mereka. Fung mengakui bahwa peningkatan jumlah peminat audisi

32 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum beasiswa badminton Djarum berkat promosi yang gencar di media konvensional maupun media sosial sejak enam tahun lalu. Ia tak menampik promosi maupun audisi itu ikut mempromosikan Djarum sebagai merek rokok. “Kami kembalikan kepada pilihan masing-masing,” katanya. “Kami tak memaksa. Mau ikut silakan, tidak juga tak masalah.” Meskipun telah diakui promosi audisi ini sekaligus mempromosikan Djarum sebagai merek rokok, spanduk dan baliho yang terpasang di kota tempat audisi ini digelar, tak mengusik pemerintah daerah untuk bertindak. Padahal, PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau, memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur iklan rokok luar ruang.

Sumber: berbagai media

Di Balikpapan, misalnya, ada Peraturan Wali Kota Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Kawasan Sehat Tanpa Rokok. Dalam Bab II Pasal 3 poin C disebutkan bahwa Kawasan Sehat Tanpa Rokok bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat umum dari dampak bahaya merokok baik langsung maupun tidak langsung. Pada poin F juga disebutkan bahwa Kawasan Sehat Tanpa

33 Rokok juga bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat dari asap rokok. Aturan itu ditegaskan dalam Bab III Pasal 4 yang menyatakan Kawasan Sehat Tanpa Rokok meliputi tempat-tempat umum dan Gelanggang Olah Raga. Studi Universitas Muhammadiyah Jakarta telah menemukan bahwa 45 persen remaja yang merokok mula-mula terpapar oleh iklannya, dalam bentuk apa pun. Menurut Gian Carlo, spanduk, baliho, kaos yang dipakai peserta audisi dan panitia yang mengandung merek Djarum adalah bagian dari promosi karena bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat yang melihatnya terhadap produk tersebut.

“SECARA TEORITIS, APA YANG DILAKUKAN DJARUM DENGAN AUDISI BEASISWA BADMINTON, SUDAH TERGOLONG PROMOSI. PADA DASARNYA, ADVERTISING ADALAH MANIPULASI.” —Gian Carlo Binti, Praktisi Marketing and Business Development

Apalagi, pemasangan baliho dan spanduk itu, juga pemakaian kaos dalam acara sebuah perusahaan, ditengarai tak membayar pajak kepada pemerintah daerah. Padahal, potensi penerimaan daerah dari iklan lumayan sebagai bagian dari pendapatan bagi kota tersebut. Jika pajak satu spanduk Rp 125.000, berarti ada Rp 507.025.000 potensi kehilangan pajak pemerintah daerah pada 2017 karena ada 4.058 kaos yang dipakai anak-anak selama masa audisi. Belum lagi jumlah spanduk yang berderet tiap kota dan perhitungan biaya mencetak spanduk dan kaos yang berbeda.

34 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum PROMOSI KAOS VS SPANDUK

ada 21 Agustus 2018 penulis mengonsultasikan biaya yang harus dikeluarkan sebuah perusahaan P jika menggunakan spanduk untuk promosi kepada salah satu agen periklanan di Jakarta. Di bawah adalah simulasi untuk membandingkan biaya promosi yang harus dikeluarkan dengan menggunakan spanduk ukuran 1x4 meter (dikenai pajak daerah Rp125.000/ buah/hari ) dan biaya promosi dengan menggunakan kaos (yang dikenakan 4.058 peserta audisi 2017 dan tidak dikenai pajak).

Simulasi perbandingan Promosi Kaos Vs Spanduk (Rupiah)

Promosi Spanduk 1x4 meter Promosi Kaos Harga Satuan Harga 4.058 Harga Satuan Harga 4.058 buah buah Biaya 60.000* 243.480.000 30.000 121.740.000 Cetak ** Pajak / 125.000 507.250.000 - - hari *** Total 750.730.000 Total 121.740.000

Biaya yang dikeluarkan untuk promosi dengan menggunakan kaos jauh lebih murah dibandingkan jika menggunakan spanduk karena tidak perlu membayar pajak, Karena itu promosi menggunakan kaos berpotensi merugikan pemerintah daerah karena kehilangan pajak sebesar Rp. 507.025.000

* biaya cetak spanduk berdasarkan https://pandawa24jam.wordpress. com/daftar-harga-2/ ** harga kaos berdasarkan tokopedia https://www.tokopedia.com/ sportgroup/ *** biaya pajak berdasarkan wawancara agen periklanan di Jakarta, 21 -08- 2018

35 Jika harga membuat kaos sekitar Rp 30 ribu per unit, Djarum mesti mengeluarkan biaya Rp 121 juta. Angka ini menjadi tak seberapa jika dibandingkan dengan ongkos membuat spanduk dan pajak iklan yang harus dibayar. Setidaknya, pajak setahun untuk biaya iklan jika memakai spanduk adalah Rp 185,4 miliar. Sebuah angka yang fantastis. Namun uang yang banyak itu tak perlu dibayarkan karena iklan tersebut muncul dalam bentuk kaos yang dipakai para peserta audisi dalam sebuah acara turnamen olah raga yang diadakan oleh yayasan perusahaan. Kaos tersebut telah menjadi iklan berjalan karena tulisan “Djarum” bertengger di dada di setiap anak dengan ukuran paling besar dibanding tulisan lain di kaos itu. Pada hari kedua dan tiga, mereka memakai kaos tersebut sejak dari rumah menuju GOR lokasi audisi. Jika mereka naik angkutan umum, brand awareness Djarum kian kuat karena memapar siapa saja yang bersinggungan dengan mereka. Anak-anak menyukai desain kaos tersebut. Semua anak di tiga kota yang ditanya tentang desain kaos serempak menjawab, “Kaos tersebut keren.” Mereka juga merasa keren ketika

36 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum memakainya selama acara audisi berlangsung. Di luar acara, karena kaos tersebut bisa bertahan setidaknya satu tahun, mereka juga memakainya ketika bermain bulu tangkis di gedung-gedung olah raga. Kata “keren” menurut peserta audisi berasosiasi pada kebanggaan karena mereka bisa menembus turnamen ini. Tidak semua peserta tak menyadari mereka tengah menjadi objek promosi Djarum. Bapak Akbar dari Pekanbaru, misalnya, paham dan mengerti kaos yang dipakai anaknya adalah iklan dan bentuk promosi Djarum. “Saya tahu audisi ini sekaligus promosi,” katanya. “Tapi itu promosi rokok untuk orang lain, bukan kepada pemain.” Nina Armando, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, menilai ada kejanggalan dari cara panitia mengemas audisi beasiswa bulu tangkis Djarum. Menurut dia, acara ini terlalu besar porsi audisinya. Padahal, slogan Djarum Foundation itu “Bakti untuk Negeri”, sehingga yang seharusnya tampil dan diingat masyarakat adalah perihal beasiswa. Dengan mengemas audisi sedemikian rupa, kata Nina, PB Djarum patut diduga lebih menonjolkan komunikasi merek sebagai upaya perusahaan menggelar audisi bulu tangkis. Soal beasiswa bagi para atlet muda yang seharusnya menjadi kampanye pokok acara ini menjadi tenggelam. Hal itu terlihat, misalnya, acara yang meriah menampilkan logo Djarum di setiap tempat audisi menunjukkan PB Djarum ingin menekankan soal ketertarikan masyarakat terhadap merek produk perusahaan ini.

“AUDISI INI MENJADI NORMALISASI ROKOK OLEH DJARUM SEHINGGA PARA PESERTA TIDAK SADAR BAHWA ROKOK ADALAH PRODUK YANG MEMBAHAYAKAN KESEHATAN.” —Nina Armando, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia.

37 Lebih luas dari itu, WHO telah melarang industri rokok terlibat dalam acara-acara olah raga. Larangan yang disetujui oleh 191 negara anggota PBB itu menyatakan dengan jelas keterlibatan industri rokok dalam peristiwa-peristiwa olah raga. Seperti dikutip Hagmann (2002) dalam tabloid Bulletin WHO News, iklan dan sponsor rokok kontraproduktif dengan kegiatan olah raga karena telah dibuktikan secara empiris iklan mendorong penonton menjadi perokok. Larangan yang sama juga telah dikeluarkan oleh Badminton World Federation. Dalam statuta 2018/2019 federasi bulu tangkis seluruh dunia ini mencantumkan larangan iklan dan sponsor oleh perusahaan rokok pada ketentuan 24.5.5.

EKSPLOITASI DI BALIK AUDISI DARI segi perlindungan anak, audisi beasiswa bulu tangkis Djarum juga kuat diduga melanggar hak-hak anak yang seharusnya terlindungi dari paparan merek-merek produk yang telah digolongkan mengandung zat adiktif oleh undang-undang. Dilihat dari usia peserta di bawah 15 tahun, mereka termasuk golongan anak-anak seperti diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Perlindungan Anak Nomor 35/2014 yang membatasi batas usia dewasa adalah 18 tahun. Pasal 1 ayat 2 undang-undang tersebut secara tegas menyebutkan bahwa setiap anak Indonesia berhak dapat hidup, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sementara pada ayat 15a pasal yang sama, kekerasan didefinisikan sebagai “setiap perbuatan kepada anak yang berakibat pada timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran....” Menggabungkan dua ayat tersebut akan tampak jelas bahwa audisi bulu tangkis Djarum, yang dimeriahkan dengan logo-logo produk dan warna khas bungkus rokok, adalah peningkatan kesadaran anak-anak terhadap produk yang berbahaya bagi

38 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum kesehatan mereka. Paparan iklan tersebut bisa dikategorikan bentuk kekerasan karena mengenalkan anak pada produk rokok. Tentu saja kekerasan tersebut melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 59 undang-undang tersebut dengan sangat telak, terang, dan jelas, menyebutkan bahwa lembaga- lembaga negara (pemerintah pusat dan daerah) wajib memberikan perlindungan khusus kepada setiap anak yang menjadi korban penyalahgunaan zat adiktif.

PAPARAN IKLAN TERSEBUT BISA DIKATEGORIKAN BENTUK KEKERASAN KARENA MENGENALKAN ANAK PADA PRODUK ROKOK

Ayat 2e pada pasal itu bahkan menyebut “korban zat adiktif lainnya”. Artinya, ketentuan ini menyangkut rokok karena produk ini adalah turunan produk tembakau yang mengandung zat adiktif seperti tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan. Mendekatkan anak-anak ke dalam acara-acara yang diselenggarakan perusahaan rokok, seperti Audisi Djarum Beasiswa Bukutangkis, bisa dikategorikan memapar mereka dengan produk mengandung zat adiktif. Penelitian di jurnal Pediatrics pada 2006 telah membuktikan bahwa anak-anak yang terpapar iklan rokok akan mulai mencoba merokok empat tahun setelah terkena paparan itu. Padahal, penelitian tersebut fokus pada pengaruh kartun Joe Camel terhadap anak-anak di Amerika Serikat. Karena kartun, tentu saja, Joe Camel tak mempromosikan rokok kepada anak-anak. Masalahnya, setelah menyukai kartun itu anak-anak tersebut mengasosiasikan Joe tokoh kartun yang baik dan lucu. Seiring usia mereka yang beranjak remaja, pengetahuan mereka juga bertambah. Seturut waktu, mereka mengetahui bahwa Camel adalah merek rokok yang diproduksi R.J Reynolds.

39 “REMAJA MASA KINI ADALAH CALON PELANGGAN RUTIN BESOK, DAN SEBAGIAN BESAR PEROKOK PERTAMA MULAI MEROKOK SAAT MASIH REMAJA. POLA MEROKOK REMAJA SANGAT PENTING BAGI PHILIP MORRIS.” —Philip Morris

“KELOMPOK USIA 14-18 TAHUN AKAN MENINGKATKAN SEGMEN POPULASI MEROKOK. RJR-T HARUS SEGERA MEMBENTUK MEREK BARU YANG SUKSES DI PASAR INI JIKA KITA INGIN BERTAHAN LEBIH LAMA DI INDUSTRI INI.” —RJ Reynolds:

“BASIS BISNIS KAMI ADALAH SISWA SEKOLAH.” —Lorillard Tobacco

“CHERRY SKOAL UNTUK SESEORANG YANG MENYUKAI RASA PERMEN, JIKA ANDA TAHU PEPATAH INI.” —U.S. Tobacco

40 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Pengetahuan yang terpendam bahwa Joe Camel adalah kartun yang baik, berpadu dengan pengetahuan baru bahwa Camel adalah merek rokok. Kedua asosiasi ini menghasilkan pemahaman bahwa rokok adalah produk yang tak masalah karena melekat pada tokoh Joe yang mereka idolakan. Maka mereka mencoba rokok empat tahun setelah terpapar tayangan kartun itu. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pesan dan kekuatan kartun tak jauh berbeda dengan pesan yang dimiliki iklan Camel untuk mempromosikan rokok ini. Keduanya sama-sama mempromosikan produk. Jika iklan lebih langsung, kartun lebih halus namun lebih efektif. Dari pelbagai dokumen yang terbuka di pengadilan California, kita bisa tahu, iklan adalah cara-cara baru industri rokok di Amerika serikat menggaet konsumen baru, yakni anak-anak. Perusahaan rokok tak lagi peduli untuk menyasar konsumen tua yang sudah terkena candu nikotin. Temuan penelitian di Pedriatics diperkuat oleh temuan serupa US Surgeon General Report pada 2012. Mereka menyimpulkan bahwa iklan dan kegiatan promosi oleh perusahaan rokok berpengaruh langsung terhadap kebiasaan merokok di kalangan remaja dan dewasa muda. Maka anak-anak dan remaja adalah target industri rokok untuk meluaskan jumlah konsumen dan mempertahankan industri mereka. Caranya bisa bermacam-macam. Iklan dan promosi adalah cara ampuh untuk mencapai konsumen baru ini. Ketika negara makin awas dengan daya rusak racun nikotin, sehingga promosi dibatasi, industri kian kreatif membuat advertising untuk menggapai tujuan utama mereka. Salah satunya mengenalkan merek dengan topeng yang mengusung wajah sebaliknya. Maka industri rokok paling gencar menjadi sponsor acara- acara musik dan olah raga. Selain merengkuh audiens muda pada dua sektor itu, industri rokok tengah mencitrakan diri sebagai perusahaan yang menyokong hal-hal baik. Hal ini sama seperti pelintiran industri rokok bahwa merokok ternyata bermanfaat bagi kemanusiaan karena cukainya dipakai untuk menambal

41 asuransi kesehatan bagi Badan Pelayanan Jaminan Sosial. Padahal, ini logika yang terbalik. Cukai rokok disebut juga sebagai sin tax, “pajak dosa” karena produknya membahayakan bagi kesehatan. Sama seperti tambahan cukai pada minuman beralkohol karena mengandung candu dan membahayakan bagi peminumnya. Karena pemerintah seharusnya bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat, cukai rokok semestinya dipakai untuk kampanye berhenti merokok atau iklan-iklan layanan yang mengingatkan bahayanya. Sebab, 4.000 zat kimia dalam rokok itu tak hanya berbahaya bagi pengisapnya, melainkan bagi orang-orang di sekelilingnya (second hand smokers). Jumlah korban akibat penyakit yang ditimbulkan rokok terhadap kelompok ini jauh lebih besar dibanding jumlah para perokok. Kementerian Kesehatan Indonesia bahkan menghitung, biaya yang dikeluarkan negara untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok mencapai tiga hingga empat kali lipat dari cukai yang disumbangkan oleh para perokok. Pembelaan terhadap industri dalam “perang wacana” isu rokok ini sesungguhnya fakta yang tak terelakkan bahwa perusahaan rokok tengah berjuang mempertahankan eksistensinya di tengah mulai naiknya kesadaran masyarakat akan bahaya rokok. Mereka memakai segala cara untuk mengenalkan produk mereka kepada konsumen semuda mungkin.

PENUMPANG GELAP NASIONALISME AUDISI beasiswa bulu tangkis adalah cara Djarum mengenalkan produk mereka kepada anak-anak. Bungkusnya adalah pemberian beasiswa untuk olah raga yang paling digandrungi di Indonesia. Badminton telah menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia karena mengangkat dan mengantarkan bangsa ini ke pentas dunia. Sebelum PT Djarum mendirikan klub, sebelum perusahaan ini peduli pada olah raga ini, badminton telah menjadi olah raga

42 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum populer di Indonesia, terutama setelah kemerdekaan. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia berdiri pada 5 Mei 1951. Adalah presiden pertama Indonesia, Bung Karno, yang menganjurkan agar bangsa Indonesia membangun jati diri yang dikenal dunia lewat olah raga. Popularitas bulu tangkis mencapai puncak pada Piala Thomas 1958 di Singapura. Waktu itu, tim badminton Indonesia sama sekali tak diperhitungkan. Negara-negara yang selalu menjadi jagoan dan kampiun olah raga ini adalah Amerika Serikat, , Inggris, Denmark, dan Thailand. Siapa sangka, Indonesia mengejutkan dunia lewat tampilnya Tan Joe Hok dan Ferry Sonnevile, di final.

“COGNITIVE DISSONANCE MERUPAKAN KONDISI KETIKA MANUSIA BERHADAPAN DENGAN SEJUMLAH INFORMASI YANG BERTENTANGAN SATU SAMA LAIN MENGENAI OBJEK TERTENTU. SPESIFIK DALAM KASUS INI, INFORMASI- INFORMASI YANG SALING KONTRAS ITU ADALAH ROKOK (DIIDENTIKKAN SEBAGAI BENDA YANG MENYAKITKAN) DENGAN OLAHRAGA BULU TANGKIS (TERASOSIASI SEBAGAI BENDA YANG MENYEHATKAN).” —Reza Indragiri Amriel, Ahli psikologi forensik dari Universitas Indonesia

Indonesia kembali merebut juara dalam Piala Thomas 1961. Tim Indonesia menumbangkan raksasa Thailand di final. Tiga tahun kemudian, Indonesia juga mempertahankan juara di Tokyo setelah menang atas Denmark di final. Baru pada 1967 Indonesia gagal mempertahankan juara, tapi bukan karena buruknya

43 performa atlet, melainkan karena tim terkena diskualifikasi akibat ulah penonton. Pada 1970, Piala Thomas kembali ke Indonesia. Sejak itu, era kejayaan bulu tangkis Indonesia kian memuncak dengan masuknya sebagai pemecah rekor pemegang All-England terbanyak, yakni delapan kali. PB Djarum, seperti termuat dalam situs pbdjarum.org, baru mulai diresmikan pada 1974, setelah klub ini menjadi kelompok olah raga badminton bagi karyawan Djarum di Kudus selepas melinting tembakau. Pada 1976, Lim Swie King, atlet bulu tangkis jebolan PB Djarum melaju ke final All England, tapi dikalahkan Rudy Hartono. Sejak itu PB Djarum mulai melakukan pembinaan anak-anak muda untuk diorbitkan menjadi atlet nasional seperti Swie King itu. Pembinaan kian masif sejak 2006, tapi hanya terpusat di Kudus. Baru pada 2015 ke seluruh Indonesia dengan membuka audisi beasiswa di sembilan kota. Audisi ini segera diterima masyarakat luas karena badminton telah menjadi olah raga yang populer di masyarakat Indonesia. Audisi beasiswa badminton Djarum seperti pucuk dicita ulam tiba: mereka hadir ke tengah masyarakat ketika dunia badminton terpuruk dan pembinaan atlet oleh pemerintah tak kunjung menghasilkan prestasi.

“AUDISI BEASISWA BADMINTON DJARUM ADALAH SALAH SATU CONTOH CSR- WASHING. OLAH RAGA MERUPAKAN SALAH SATU JALAN CSR-WASHING INDUSTRI ROKOK YANG PALING POPULER, SELAIN MUSIK.” —Jalal, Pendiri – A+ CSR Indonesia

Patut dicatat, tiga tahun sebelumnya, pemerintah menerbitkan PP 109 tentang larangan iklan rokok dan pemuatan bahaya

44 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum merokok di bungkusnya dengan gambar menyeramkan. PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Kesehatan yang memasukkan rokok sebagai produk turunan olahan tembakau yang mengandung zat adiktif sehingga konsumsi dan distribusinya harus dikendalikan.

“EKSPLOITASI TERJADI JIKA ADA ORANG YANG MENDAPATKAN MANFAAT DARI MEREKA. INDUSTRI ROKOK TENTU MENDAPAT MANFAAT DARI AUDISI INI, YAKNI PROMOSI PRODUK.” —Muhammad Joni, Praktisi hukum, Café Daun Cikini, Jakarta Pusat, 16 Agustus 2018.

Slogan “Rokok Membunuhmu” tercantum di PP ini. Walhasil, iklan rokok mulai dibatasi, tak boleh mempertontonkan kegiatan orang merokok, terlarang dipasang di dekat sekolah dan pusat- pusat kegiatan anak. Turunan PP itu adalah perintah kepada semua kepala daerah menjadikan wilayahnya sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Geliat industri rokok mulai dibatasi seiring kesadaran publik yang meningkat akan bahaya produk bisnis ini. Karena itu industri perlu inovasi-inovasi baru dalam mengenalkan produk mereka dan memasarkannya. Audisi beasiswa olah raga merupakan cara yang jenius karena merengkuh empat hal sekaligus. • Pertama, seperti dalam pendapat anak-anak yang menjadi peserta, Djarum menjadi merek yang terasosiasi dengan perusahaan pemberi beasiswa. Dengan predikat ini anak- anak mendapatkan kesan positif bahwa Djarum adalah perusahaan yang peduli terhadap anak-anak yang bercita- cita menjadi atlet bulu tangkis. Namun, ketika usianya bertambah mereka tahu Djarum adalah merek rokok. Tapi karena kesan pertama yang mereka dapatkan adalah

45 Djarum adalah pemberi beasiswa, para peserta dan orang tua mereka tak mempermasalahkan Djarum menghela olah raga ini. • Kedua, Djarum mendukung olah raga, kegiatan yang menyehatkan yang menjadi kebalikan dari produk mereka yang merusak kesehatan. Anak-anak. • Ketiga, iklan terselubung. Karena audisi, pengibaran panji- panji Djarum, baliho, kaos, dan desain panggung, juga pengumuman di media sosial, tersaput pada kegiatan audisi sehingga terhindar dari pelanggaran beriklan di tempat terbuka. • Keempat, nasionalisme semu. Djarum menohok target konsumen mereka dengan mendapatkan citra positif sebagai pembangun nasionalisme mengingat badminton menjadi olah raga populer yang menjadi kebangsaan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia yang ingin bangsa ini maju dan tampil di panggung dunia menjadi euforia sehingga mereka permisif pada usaha Djarum yang mempromosikan badminton meski ia adalah industri rokok. Keempat hal tersebut tersatukan dalam satu tema: dugaan eksploitasi anak-anak dalam audisi umum beasiswa badminton Djarum. Menurut praktisi hukum Muhammad Joni, audisi itu bisa dikategorikan eksploitasi karena perusahaan mengambil keuntungan ekonomi dari kegiatan tersebut. Djarum mendapatkan promosi dan iklan melalui audisi tersebut, sementara anak-anak dan orang tua mereka yang menjadi peserta tak sadar telah menjadi alat promosi merek sebuah rokok yang mengancam masa depan mereka.

46 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum KEUNTUNGAN DJARUM MENYELENGGARAKAN AUDISI BEASISWA BULUTANGKIS:

1. MENGUBAH IMAGE INDUSTRY ROKOK MENJADI INDUSTRY YANG POSITIF YANG PEDULI PADA CITA-CITA ANAK.

2.DJARUM MENDUKUNG OLAH RAGA, KEGIATAN YANG MENYEHATKAN YANG MENJADI KEBALIKAN DARI PRODUK MEREKA YANG MERUSAK KESEHATAN.

3. IKLAN TERSELUBUNG.

4. DJARUM MEMANFAATKAN BULUTANGKIS YANG MERUPAKAN OLAH RAGA KEBANGGAAN BANGSA INDONESIA UNTUK MENGESANKAN BAHWA DJARUM MEMBANGUN NASIONALSIME.

47 48 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum KOLOM-KOLOM

49 50 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum OTAK ANAK SEPERTI SPONS

Liza Djaprie, Psikolog

alam psikologi, eksploitasi itu diartikan sebagai meminta sesuatu kepada orang lain, tanpa orang lain itu sadar D ketika melakukannya. Dalam hal audisi badminton Djarum, ada sekian ribu anak-anak yang dimanfaatkan untuk mendapat keuntungan oleh sebuah perusahaan rokok. Anak- anak ini memakai kaos berlogo sebuah perusahaan, tanpa sadar bahwa logo tersebut adalah logo rokok. Analisis, logika, dan cara berpikir anak-anak ini belum bekerja sehingga mereka belum memiliki kemampuan untuk menganalisis informasi dengan bijak, tidak punya kemampuan logika yang cukup bagus untuk menimbang apa yang sedang terjadi. Karena itu yang akan muncul di benak anak-anak ketika ikut audisi adalah perusahaan rokok tersebut sangat dermawan. Asumsi anak-anak itu sangat simpel: ketika orang berbuat baik, memberikan sesuatu yang banyak, melakukan hal yang baik juga menurut asumsi mereka, perusahaan tersebut tidak menyakiti mereka, artinya perusahaan itu menjadi baik. Ketika perusahaan ini dianggap baik, perusahaan ini akan jadi panutan sehingga mereka mengesampingkan bahwa rokok itu tidak baik buat mereka. Ini mengkhawatirkan, karena ketika itu sudah tersimpan di bawah alam sadar, tinggal tunggu waktu saja, ketika mereka sudah dewasa, tinggal tunggu momennya, mereka akan mencari pelampiasan. Sementara yang ada di benak mereka adalah Djarum. Sama seperti cara kerja merek tertentu. Karena sebuah iklan atau cerita teman, sebuah obat merek tertentu kita anggap

51 bagus. Maka ketika luka, obat itulah yang akan kita cari dan pakai. Karena itu, audisi ini menjadi semacam eksploitasi karena anak-anak itu tanpa sadar terpapar oleh logo merek. Djarum memang tidak mempresentasikan rokok, rasanya, atau hal lain, tapi justru karena itu anak-anak ini akan menyerapnya demikian. Djarum pasti akan mengatakan mereka tak memaksa karena peserta datang sendiri. Betul, karena itu saya katakan bahwa niat Djarum ini bagus hanya caranya keliru. Audisi Djarum menjadi bentuk eksploitasi ketika logo perusahaan, yang itu adalah merek rokok, terpampang di mana- mana. Di kaos, di spanduk. Seandainya yang tercetak di kaos itu kata Indonesia atau kata lain yang bukan merek rokok, audisi menjadi tidak eksploitatif.

AUDISI BEASISWA MEMBUAT ANAK MENGIRA INDUSTRY ROKOK ADALAH INDUSTRY YANG BAIK DAN MENGESAMPINGKAN FAKTA BAHWA ROKOK ADALAH PRODUK YANG BERBAHAYA.

Iklan rokok pasti tidak akan mengatakan, “Ayo, hisap rokok kami”, dan seterusnya. Iklan itu sangat reseptif. Alam pikir anak- anak itu seperti spons. Ia akan menyerap apa saja yang masuk ke dalamnya. Jika kita masukkan spons ke air, ia akan berisi air. Jika kita masukkan ke minyak goreng, ia juga akan berisi minyak. Batas analisis dan logika resistensi mereka itu antara alam sadar dan alam bawah sadar itu tipis sekali. Apa pun yang dikatakan orang luar akan ditelan bulat-bulat oleh otak mereka, seperti spons menyerap apa pun yang datang kepadanya.

52 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum EKSPLOITASI ANAK MELALUI BEASISWA BULUTANGKIS

Hamid Patilima, Kriminolog

UDISI Umum Djarum Bulutangkis di berbagai kota telah menjaring 222 anak penerima beasiswa bulu tangkis dari A 17.726 anak sejak 2008 hingga 2017. Upaya sadar dan berkelanjutan PB Djarum meningkatkan jumlah peserta audisi menarik untuk dikritisi, karena yang teringat dalam benak anak- anak peserta seleksi, bila ditanyakan apa PB Djarum adalah “Rokok” dan PB Djarum adalah “Bulu tangkis.” Strategi marketing yang cerdas, namun eksploitatif ini berhasil membranding sebuah produk kepada anak-anak sebagai calon konsumen pada masa kini dan datang. Selain itu, melemahkan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melindungi dan memenuhi hak tumbuh dan kembang anak. Pemerintah telah menetapkan bahwa “setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori oleh produk tembakau dan/atau bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun.” Bila ketentuan ini diabaikan, penyelenggara kegiatan dimaksudkan dikenakan sanksi oleh pejabat Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Cerdasnya penyelenggara PB Djarum dalam mengemas Audisi Djarum Bulutangkis berdampak pada semakin meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak. Berbagai studi menyebutkan “iklan, promosi, dan sponsor rokok atau yang terkait dengan branding dapat menimbulkan keinginan anak-anak untuk memulai merokok, mendorong anak-anak perokok untuk terus

53 merokok dan mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk kembali merokok (Penjelasan PP109/2012).

DI BALIK SEGALA KEUNTUNGAN YANG DIPEROLEH DARI AUDISI UMUM BEASISWA BULUTANGKIS, TERINGGAL PESAN “DJARUM” SEBAGAI ROKOK PADA MEMORI ANAK.

Penyelenggaraan Audisi Djarum Bulutangkis secara sadar, terstruktur, dan berkelanjutan memoles potensi anak untuk menjadi seorang calon “Juara”, namun meninggalkan sebuah pesan yang sangat sulit terhapuskan pada memori anak tentang “Djarum” sebagai rokok. Perusahaan rokok, perusahaan penyelenggara, pembuat iklan, perusahaan penyiaran (Kompas TV), dan lain-lainnya, di balik penyelenggaraan audisi ini telah mendapatkan banyak keuntungan secara materi dan immateri. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pembiaran atas strategi marketing yang sangat merugikan pemenuhan hak-hak anak. Penghindaran anak dari eksploitasi yang sangat sistematis, orang tua perlu melakukan langkah-langkah sadar dalam menelusuri jejak perusahaan penyelenggara audisi, bila ini tidak dilakukan, orang tua turut serta dalam melakukan pengabaian terhadap anaknya. KPI yang memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap isi dan waktu penayangan perlu memberikan sanksi yang maksimal ke lembaga penyiaran. KPAI seharusnya proaktif melakukan pemantauan, pengawasan, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mengikutsertakan anak, di mana dapat diduga terjadinya eksploitasi terhadap anak.

54 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum MENYELAMATKAN INDONESIA DI BABAK KETIGA

Reza Indragiri Amriel, Ahli psikologi forensik Universitas Indonesia

ADA tulisan Ibu Hamil dalam Ancaman Narkoba (Media Indonesia, 2016), saya menyinggung betapa pentingnya P ibu hamil yang mengonsumsi rokok diperlakukan setara dengan ibu hamil yang menyalahgunakan narkoba. Tujuannya adalah untuk melindungi anak dari konsekuensi maut narkoba dan rokok. Kegelisahan sekian tahun lalu yang melatari narasi itu ternyata ‘tidak ada apa-apanya’ dibandingkan dengan realitas yang baru saja saya temukan datanya. Data ini menyangkut bagaimana sebuah perusahaan rokok raksasa menyelenggarakan program besar pembinaan atlet bulu tangkis. Informasi yang tersaji di situs perusahaan rokok itu memamerkan angka-angka tentang begitu tingginya animo anak-anak untuk mengikuti seleksi calon atlet binaan. Yakni, dari 445 anak pada tahun 2008 meningkat tajam ke 4.000 lebih anak peserta audisi di sembilan tahun berikutnya. Itu berarti, dalam kurun kurang dari satu dasawarsa, terjadi pelonjakan sekitar 1.000 persen anak yang terpikat menjalani seleksi yang diadakan oleh perusahaan rokok tersebut. Terlalu naif memandang ribuan anak-anak tersebut sebatas generasi belia yang bercita-cita menjadi olahragawan. Ini bukan ihwal bagaimana anak-anak mengembangkan diri menjadi atlet profesional an sich. Keberadaan perusahaan produsen rokok sebagai penyelenggara program audisi tahunan tersebut mengharuskan semua pihak untuk secara bijak mencermatinya

55 sebagai bentuk cognitive dissonance yang dimainkan perusahaan tersebut untuk menetralkan persepsi masyarakat akan bahaya rokok, utamanya di kalangan anak-anak.

ALIH-ALIH PEREKRUTAN BIBIT-BIBIT OLAHRAGAWAN MASA DEPAN, YANG SEGERA TAMPAK ADALAH PEREKRUTAN TENAGA PEMASARAN CILIK MASA KINI SEKALIGUS CIKAL-BAKAL PEROKOK MASA DEPAN.

Cognitive dissonance merupakan kondisi ketika manusia berhadapan dengan sejumlah informasi yang bertentangan satu sama lain mengenai objek tertentu. Spesifik dalam kasus ini, informasi-informasi yang saling kontras itu adalah rokok (diidentikkan sebagai benda yang menyakitkan) dengan olahraga bulu tangkis (terasosiasi sebagai benda yang menyehatkan). Berada dalam cognitive dissonance, manusia mengalami kerancuan berpikir. Akibatnya, manusia akan mengalami kesulitan untuk menarik simpulan pasti atas objek tersebut. Konkretnya, masyarakat--utamanya anak-anak--akan tidak mampu menentukan sikap definitif mereka terhadap rokok. Anggaplah pada satu sisi anak-anak bisa membaca dan memahami pesan tentang bahaya rokok, termasuk “rokok membunuhmu!”, yang terpampang di bungkus dan media promosi rokok. Namun pada sisi lain, program audisi atlet badminton justru membentuk kebutuhan di dalam diri anak-anak (dan orang tua mereka) untuk kemudian bergerak aktif mendekati layanan yang disediakan oleh benda yang memunculkan risiko kematian tersebut. Manakala masyarakat dan anak-anak sudah mengalami kegamangan, itulah pertanda keberhasilan perusahaan rokok dalam menciptakan narasi kontra akan bahaya rokok. Ibarat sebuah pertandingan, kedudukan antara antirokok

56 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum dan prorokok sudah imbang, 1-1. Tinggal lagi, strategi-strategi susulan dibombardemen ke publik—khususnya anak-anak— agar kelak skor berubah menjadi 1-2, 1-3, dan seterusnya untuk kemenangan perusahaan rokok. Data lain dari situs perusahaan rokok yang sama menjadi dasar bagi masyarakat untuk kian waswas. Yaitu, jumlah peserta audisi yang akhirnya terpilih sebagai atlet binaan perusahaan rokok tersebut. Dalam rentang waktu yang sama, anak-anak yang terpilih adalah berjumlah 20 (tahun 2008) dan 29 orang pada 2017. Jadi, rerata tahunan ternyata tak jauh-jauh dari angka 20an anak. Tahun 2015 memang menjadi puncak jumlah rekrutan tertinggi, tetapi itu pun amat-sangat kecil, yaitu 33 anak saja! Fenomena ini sesungguhnya bukan masalah angka semata. Menelusuri lebih dalam situs perusahaan rokok tersebut, terlihat dengan mata telanjang bagaimana logo dan merek rokok dipajang di seluruh pernak-pernik kegiatan audisi yang diselenggarakan di sejumlah kota tersebut. Spanduk dan baliho memampangkan identitas rokok tersebut secara gagah. Bahkan di baju anak-anak yang mengikuti seleksi pun dipajang logo dan merek rokok. Nomor pun dipasang sedemikian rupa di kostum anak-anak tanpa sedikit pun menutupi logo dan merek rokok tersebut. Terlihat kentara upaya yang dikelola maksimal oleh perusahaan produk berbahaya itu dalam memamerkan keberadaan dirinya ke publik teristimewa anak-anak. Kegiatan pameran tersebut tak bisa disepelekan begitu saja. Sekian banyak riset merekomendasikan perlunya kewaspadaan ekstra. Antara lain adalah penelitian DiFanza, Wellman, Sargent, Weitzman, Hipple, dan Winickoff beberapa tahun lalu. Dari kajian untuk Tobacco Consortium, Center for Child Health Research of the American Academy of Pediatrics itu para ilmuwan menyimpulkan, promosi rokok memperteguh sikap, kepercayaan, dan ekspektasi terkait pengonsumsian rokok. Semakin tinggi ekspos terhadap rokok, semakin tinggi pula risiko anak menjadi perokok. Walhasil, dengan merangkai fakta berupa angka, format display, dan hasil studi di atas, tersedia alasan kuat bagi publik

57 untuk mengernyitkan dahi: apa yang sesungguhnya ingin ditawarkan perusahaan rokok ke masyarakat khususnya anak- anak Indonesia, ketika jumlah peserta seleksi terus mendaki fantastis dari tahun ke tahun namun jumlah anak yang direkrut ternyata bisa dibilang jalan di tempat. Juga sah apabila khalayak membangun pemaknaan yang dianggap paling tepat atas program perusahaan rokok dimaksud, bahwa alih-alih perekrutan bibit-bibit olahragawan masa depan, yang segera tampak adalah perekrutan tenaga pemasaran cilik masa kini sekaligus cikal-bakal perokok masa depan. Pertanyaan tertuju ke tiga pihak. Pertama, di mana sesungguhnya posisi negara--utamanya Pemerintah--terhadap rokok. Kedua, di mana gerangan kiprah para pelaku usaha selain industri rokok dalam memajukan dunia perbulutangkisan nasional. Ketiga, di mana peran orang tua dalam mendidik anak- anak mereka akan bahaya tingkat tinggi yang bersumber dari rokok. Khusus berkenaan dengan pihak ketiga di atas, dalam khazanah pendidikan moral dan dihubungkan dengan soal kesehatan, anak-anak--apalagi yang masih bau kencur--membutuhkan informasi dan sikap yang pasti. Kepada anak-anak seharusnya dihidangkan penjelasan yang hitam atau putih, buruk atau baik, sakit atau sehat, jauhi atau dekati. Informasi dan sikap yang abu- abu, apalagi ketika orang tua ternyata adalah perokok, jelas akan menjerumuskan anak ke dalam cognitive dissonance. Dan itu sama sekali tidak konstruktif bagi upaya menumbuhkan kesadaran sekaligus perilaku antirokok. Hajatan nasional audisi atlet bulu tangkis oleh perusahaan rokok, tidak cukup dilihat sebagai masalah hari ini saja. Di hadapan kita, dari tahun ke tahun, ada program rekayasa pikiran terhadap ribuan anak Indonesia yang dilakukan secara masif. Negara, dengan semangat revolusi mentalnya, semoga sanggup melancarkan smash mematikannya untuk memastikan kemenangan di babak rubber set. Demi anak-anak Indonesia, insya Allah.

58 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum OLAHRAGA, ANAK-ANAK, DAN PEMASARAN ROKOK SUDUT PANDANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Jalal, Pendiri – A+ CSR Indonesia

DA banyak penelitian yang membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan yang berada di industri-industri A yang kontroversial atau penuh dosa (controversial or sinful industries) cenderung lebih banyak menggelontorkan sumber daya untuk memoles citra mereka. Industri-industri itu—energi fosil, judi, minuman keras, dan rokok, untuk menyebut yang paling kerap dijadikan contoh—memang kesulitan menangani dampak negatif bisnis inti mereka, sehingga kemudian melakukan banyak kegiatan untuk menutupi dampak negatifnya. Tanggung jawab perusahaan terhadap dampak yang diakibatkan oleh keputusan dan tindakan perusahaan adalah pengertian yang sebenarnya dari tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility, biasa disingkat dengan CSR. Namun, pengertian itu kerap diselewengkan, agar perusahaan tidak benar-benar menegakkannya. Dan upaya penyelewengan tersebut, dikenal sebagai CSR-washing, itu banyak yang berhasil lantaran masyarakat banyak yang belum paham atas makna CSR yang sebenarnya. Perusahaan yang melakukan CSR bertujuan untuk berkontribusi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan; sementara pelaku CSR-washing bisnisnya bertentangan dengan tujuan tersebut. Tujuan dari CSR-washing adalah menampilkan citra yang baik,

59 tanpa harus benar-benar bertanggung jawab atas dampaknya. Tentu, hal ini membutuhkan upaya komunikasi yang jauh lebih masif dibandingkan dengan apabila perusahaan benar- benar bertanggung jawab atas dampak bisnisnya. Jadi, bila ada perusahaan yang berada pada industri yang kontroversial atau penuh dosa, melakukan kegiatan sosial yang tak mengurusi dampak negatif bisnis inti mereka, dengan komunikasi yang masif, maka kita sudah bisa menduga bahwa mereka sedang melakukan CSR-washing. Djarum Beasiswa Bulutangkis adalah salah satu contoh CSR-washing ini. Rokok adalah produk yang menyakitkan dan mematikan. Jumlah orang yang sakit dan meninggal lebih cepat dari cohort-nya lantaran rokok sudah diketahui secara ilmiah sejak lama. Industri ini juga bertanggung jawab atas pemiskinan masyarakat, lantaran konsumennya banyak yang datang dari kalangan miskin. Bayangkan, mereka yang miskin kemudian sakit dan meninggal, tentu akan meninggalkan beban yang berat untuk keluarganya. Di Indonesia, setiap 3 hingga 5 tahun sekali Riskesdas menunjukkan dampak kesehatan dari rokok; dan setiap kuartal BPS mengingatkan kaitan antara rokok dengan kemiskinan.

INDUSTRI ROKOK MEMANG KESULITAN MENANGANI DAMPAK NEGATIF BISNIS INTI MEREKA, SEHINGGA KEMUDIAN MELAKUKAN BANYAK KEGIATAN UNTUK MENUTUPI DAMPAK NEGATIFNYA.

Kalau CSR menekankan perusahaan untuk bertanggung jawab atas itu, CSR-washing malah memberi ide untuk mengelak dari tanggung jawab itu. Maka, ada banyak contoh bahwa perusahaan melakukan hal-hal yang ironis. Perusahaan yang banyak emisinya,

60 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum menanam pohon dalam jumlah pohon yang kalau dihitung maka sangat sedikit menyerap karbon dibandingkan dengan jumlah emisinya. Perusahaan yang bisnisnya memiskinkan banyak orang, memberikan dana yang jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan nilai pemiskinan yang terjadi. Dan, perusahaan yang menyebabkan sakit banyak orang, tampil dengan proyek olah raga yang membuat dirinya seakan pro-kesehatan. Yang terakhir itulah yang dilakukan oleh Djarum dengan beasiswa bulutangkisnya. Kita tak boleh lengah atas dampak kesehatan yang timbul akibat konsumsi rokok. Kita juga tak boleh lupa atas dampak kesehatan yang terjadi di perkebunan- perkebunan tembakau, yaitu green tobacco sickness. Kalau kita periksa ISO 26000, yang menjadi standar CSR di level global, jelas sekali tertera bahwa unsur karsinogenik bahkan tak boleh dipakai di dalam proses produksi; sementara dalam kasus rokok, unsur karsinogenik malahan ada dalam produk yang dikonsumsi. ISO 26000 juga menegaskan bahwa pemasaran haruslah etis, tidak mengandung tipuan maupun paksaan. Mungkin Djarum bisa berdalih dengan menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan ini bukanlah pemasaran rokok. Tetapi, siapa pun tahu, termasuk anak-anak, bahwa Djarum itu pertama-tama adalah merek rokok. Ketika spanduk banyak dikibarkan di kota-kota tempat audisi dilaksanakan, tak ada yang bisa menyangkal bahwa itu adalah bentuk komunikasi produk rokok. Ukuran tulisan Djarum yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tulisan badminton klub di kaos yang dikenakan anak-anak punya konsekuensi di benak siapa pun yang membacanya: ini adalah soal Djarum, dan Djarum adalah merek rokok. Anak-anak adalah target pemasaran yang sudah dipersoalkan oleh para pakar CSR sejak lama. Mereka rapuh, belum cukup dewasa untuk menimbang. Jadi, mereka tak boleh dijadikan target pemasaran, termasuk kalau produk itu sebetulnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sementara, rokok jelas bukanlah produk yang diperkenankan untuk mereka. Tetapi, mereka bukan saja terpapar atas merek rokok sepanjang acara

61 berlangsung, bahkan di luar gedung acara, di seluruh sudut kota. Kalau di negara-negara lain iklan, promosi, dan sponsorship rokok sudah hampir musnah; kegiatan Djarum Beasiswa Bulutangkis malahan seperti perayaan ketiganya sekaligus. Lebih buruk daripada ‘sekadar’ menjadi target iklan, promosi, dan sponsorship rokok; kita juga menyaksikan bahwa anak-anak malah dilibatkan sebagai pelakunya. Komunikasi kegiatan yang benar-benar sangat masif itu memanfaatkan anak-anak peserta audisi, untuk menggamit ribuan anak-anak lainnya. Apakah orang tua mereka menyetujui anak-anaknya dipergunakan di dalam materi komunikasi itu? Apakah orang tua mereka sadar bahwa anak-anak mereka telah terlibat dalam iklan, promosi, dan sponsorship rokok sekaligus? Tampaknya tidak. Pertanyaan terpentingnya kemudian adalah apakah kegiatan ini berhasil sebagai CSR-washing? Tentu hal ini membutuhkan kajian yang lebih serius. Tetapi penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa olah raga merupakan salah satu jalan CSR- washing industri rokok yang paling popular, selain musik. Anak- anak juga terus menjadi target industri rokok sejak beberapa dekade lalu. Kajian-kajian serupa telah menunjukkan bahwa bila perusahaan rokok melakukan kegiatan sosial, banyak perokok yang berpikir bahwa perusahaan itu lebih baik dibandingkan perusahaan rokok yang lain, bahkan dibandingkan perusahaan di sektor lainnya. Kemudian, kalau sebagian saja dari anak-anak peserta audisi, maupun anak-anak yang terpapar kegiatan tersebut, memandang bahwa rokok adalah barang normal, yang layak dikonsumsi ketika mereka dewasa, itu berarti Djarum telah berhasil mengurangi tekanan publik atas mereka. Kalau di kemudian hari di antara anak-anak itu menjadi perokok, apalagi kalau mereka mulai merokok di usia pra-dewasa, maka itu adalah keberhasilan tertinggi CSR-washing yang mereka lakukan. Yang bangsa Indonesia perlu ingat adalah semakin berhasil CSR-washing, semakin jauh bangsa ini dari pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Kalau von Eichborn dan Abshagen

62 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum (2015) menyimpulkan bahwa 11 dari 17 Tujuan SDGs bakal sulit bahkan mustahil dicapai bila rokok tak dikendalikan, saya sendiri (Jalal, 2016) menemukan bahwa mungkin lebih tepat disebutkan 13 dari 17 Tujuan SDGs. Kalau kita benar-benar ingin SDGs itu dicapai negeri ini, maka sudah seharusnya produksi dan konsumsi rokok dikendalikan. Dan untuk itu berarti CSR-washing industri rokok harus dihentikan. Depok, 18 Agustus 2018

63 64 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum MELINDUNGI ANAK DARI ZAT ADIKTIF

Muhammad Joni, Praktisi hukum

AYA melihat ada tiga aspek yang bisa dibahas dari Audisi Beasiswa Badminton Djarum dari segi perlindungan S anak. Dalam kategori usia, peserta audisi masih dalam kualifikasi perlindungan, yakni di bawah 18 tahun. Karena itu mereka termasuk ke dalam usia rentan, yang perlu perlindungan terhadap perkembangan maupun hal-hal yang terjadi maupun yang diintervensi terhadap mereka. Prinsip utama perlindungan terhadap hak anak adalah kepentingan terbaik bagi anak dan prinsip kelangsungan hidup dan tumbuh kembang mereka. Tumbuh kembang anak tidak bisa dipisahkan atau dalam satu tarikan nafas dengan hak kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya. Jadi ada pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan anak dalam audisi badminton tersebut dengan tumbuh kembang para peserta. Mereka jadi lebih mudah diintervensi dalam penggunaan atau pembiasaan terhadap rokok sebagai zat adiktif. Rokok adalah zat adiktif. Secara eksplisit dalam Undang- Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak harus dilindungi dari zat adiktif. Jadi sangat beralasan perlu ada perlindungan terhadap para peserta bahkan pelarangan terhadap audisi produk berbahaya yang melibatkan anak sebagai peserta. Hal lain mengingat anak-anak ini kelak punya peran bagi generasi mereka, pelibatan mereka dalam audisi badminton yang mengiklankan rokok, maka bisa digolongkan ke dalam penyalahgunaan ataupun eksploitasi ekonomi, karena ada kepentingan ekonomi di balik audisi itu. Aspek eksploitasi makin

65 kentara karena para peserta tersebut digolongkan ke dalam kelompok usia yang rentan. Eksploitasi terjadi jika ada orang yang mendapatkan manfaat dari para peserta. Dalam hal ini, Djarum tentu mendapat manfaat dari audisi, yakni brand awareness terhadap produk mereka. Apakah anak- anak itu juga mendapatkan manfaat? Tentu saja. Tapi ini seperti analogi penjajahan. Apakah orang Indonesia beruntung karena dijajah Belanda yang membangun infrastruktur? Tentu saja. Tapi Belanda mendapat untung jauh lebih besar karena mereka mendapatkan penguasaan sumber daya alam.

PEMENANG UTAMA DARI AUDISI BEASISWA INI BUKANLAH ANAK ANAK YANG LOLOS KE KUDUS, ATAU YANG MENDAPATKAN BEASISWA, TAPI DJARUM YANG MENDAPATKAN PASAR MASA DEPANNYA.

Maka Djarum mendapatkan manfaat jauh lebih besar dari audisi ini ketimbang keuntungan ekonomi yang didapat para peserta. Setidaknya ada pencitraan perusahaan bahwa Djarum adalah perusahaan yang peduli pada olah raga bulu tangkis. Keuntungan lain adalah mereka tengah membangun pasar masa depan karena peserta adalah anak dan remaja. Maka pemenang utama dari audisi beasiswa badminton ini adalah Djarum, bukan anak-anak yang lolos ke Kudus bahkan menjadi juara badminton kelak. Audisi ini juga patut diduga sebagai upaya Djarum menormalkan produknya. Rokok adalah produk tidak normal karena mengandung zat adiktif. Audisi ini usaha agar produk ini dianggap biasa oleh masyarakat. Apalagi audiensnya anak-anak. Mereka tahu ada iklan yang menyebutkan rokok berbahaya tapi mereka menjadi terbiasa karena toh perusahaannya punya citra

66 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum baik sebagai penyokong olah raga dan pemberi beasiswa. Audisi sebagai eksploitasi atau bukan eksploitasi memang akan tergantung pada sudut pandangnya. Anak dan orang tua mereka bisa merasa bukan objek eksploitasi, tapi cara pandang undang-undang tentu tak bisa didasarkan oleh cara pandang perorangan. Paradigma ini harus diuji kesahihannya di muka hukum. Bagi saya, definisi eksploitasi itu jelas jika ada yang diuntungkan secara ekonomi sehingga ada korbannya. Pasal 66 UU Perlindungan Anak jelas mengamanatkan agar negara melindungi anak dari eksploitasi ekonomi. Maka anak-anak itu perlu diadvokasi. Jika kita menganggap busung lapar adalah ancaman maka sebaiknya kita juga menganggap zat adiktif sebagai ancaman. Sehingga advokasi terhadap busung lapar dan korban zat adiktif menjadi sama. Mengapa busung lapar dianggap ancaman? Karena mengancam hak hidup anak tersebut. Bagi orang dewasa tidak dianggap sebagai ancaman karena mereka bisa berdaya, bisa mencari penghidupan sendiri, dan seterusnya. Maka advokasi kepada peserta audisi juga menjadi penting dan perlu. Jika kita menganggap audisi itu tidak bermasalah, maka kita juga tergolong pada orang yang menganggap rokok tidak bermasalah. Padahal jelas dalam undang-undang rokok adalah produk tembakau yang mengandung zat adiktif. Dan aturan positif negara kita menyebutkan anak-anak wajib dilindungi agar tak jadi korban zat adiktif. Jika kita menganggap tembakau sebagai produk normal maka siapa saja boleh membuat audisi untuk hal yang sama. Misalnya, audisi smack down. Anak-anak dibolehkan ikut audisi smack down dengan tujuan membekali mereka dengan kemampuan bela diri dan menyiapkan mereka menjadi atlet. Apabila kita setuju anak tak boleh ikut audisi smack down, karena menormalkan kekerasan, seharusnya kita juga tak setuju dengan audisi badminton oleh perusahaan rokok karena mendekatkan anak-anak pada zat adiktif. Membekali anak-anak dengan kemampuan bela diri atau

67 menyiapkan mereka menjadi atlet tentu saja hal baik. Karena itu harus ditopang juga oleh hal baik pula. Jika benar Djarum adalah korporasi yang peduli pada bulu tangkis Indonesia dan menyiapkan anak-anak menjadi penerus para atlet agar Indonesia bisa berbicara di panggung internasional lewat olah raga, tanggalkan segala logo dan merek perusahaan dalam audisi. ---

68 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum DJARUM DAN ANAK-ANAK

Nina Mutmainnah Armand, Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia

jarum dan anak-anak. Itu dua hal yang berseberangan. Djarum adalah merek rokok, sementara anak-anak harus D dilindungi (dan karenanya harus dijauhkan) dari rokok. Dua hal yang seharusnya berada pada tempat berseberangan itu disatukan oleh Djarum Foundation dengan amat baik melalui Audisi Beasiswa Djarum Badminton. Program ini adalah seleksi pemain badminton muda usia 6-14 tahun yang diselenggarakan PB Djarum sejak tahun 2015, yang diselenggarakan di berbagai kota untuk menjaring bibit pemain badminton. Program audisi ini dipromosikan besar-besaran menggunakan media-media above the line dan below the line, antara lain liputan di media cetak dan televisi, iklan di media cetak, iklan di kanal YouTube, promosi di situs, program siaran khusus di televisi, umbul-umbul serta spanduk yang bertebaran di jalan-jalan dan sekitar lokasi acara, serta melalui media sosial . Semua bentuk promosi itu menampilkan kata Djarum, yang kita semua tahu adalah merek rokok. Dalam acara audisi yang diliput dan dipromosikan, anak-anak peserta audisi ditampilkan dengan menggunakan baju kaus dengan logo Djarum di bagian depan. Dengan demikian tubuh anak-anak itu digunakan sebagai sarana mempromosikan merek rokok. Tidak hanya itu, anak- anak peserta audisi (dan juga kita semua khalayak dari berbagai kelompok usia yang melihat promosi audisi tersebut melalui berbagai media) menyaksikan di tempat acara bagaimana tulisan- logo Djarum muncul di berbagai pojok venue. Seluruh fasilitas

69 dalam tempat acara didesain berwarna merah dan hitam dengan logo Djarum, antara lain di panggung, tenda, gerai registrasi, gerai penjual makanan, seragam panitia dan SPG, bahkan juga game. Pada semua itu tulisan-logo Djarum ditampilkan dengan jauh lebih besar dibandingkan tulisan lainnya. Jelas yang ingin ditonjolkan adalah merek Djarum, yang tidak lain tidak bukan adalah merek rokok.

BRAND IMAGE LEBIH DARI SEKADAR MENAMPILKAN LOGO, TETAPI “IT IS A MIX OF THE ASSOCIATIONS CONSUMERS MAKE BASED ON EVERY INTERACTION THEY HAVE WITH YOUR BUSINESS”.

Melalui kegiatan ini tampak bahwa Djarum Foundations sedang menanamkan brand image tentang merek rokok Djarum. Brand image adalah persepsi merek di benak pelanggan, atau bagaimana pelanggan memikirkan suatu merek. Brand image lebih dari sekadar logo yang mengidentifikasi bisnis, produk atau layanan yang diberikan, tetapi “it is a mix of the associations consumers make based on every interaction they have with your business”. Dengan membuat program acara yang menyasar anak- anak, Djarum sedang berupaya menancapkan image tentang merek Djarum di kalangan anak. Dengan aktivitas itu, mereka memperkenalkan merek kepada anak-anak dan berusaha menciptakan persepsi positif tentang merek rokok tersebut (yang dikaitkan dengan sumbangsih Djarum menemukan dan mengembangkan bakat anak-anak di bidang bulu tangkis). Sekaligus dengan munculnya image positif mengenai merek Djarum, melalui penanaman merek ini juga dapat lahir gambaran bahwa rokok adalah suatu produk normal, yang baik, produk yang tidak bermasalah sama sekali, bahkan merupakan sesuatu

70 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum yang hebat. Kegiatan ini pada dasarnya menjadi bagian dari upaya industri rokok untuk menangkal upaya denormalisasi rokok dari barang normal menjadi tidak normal, sebuah upaya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat pengendalian tembakau. Sesungguhnya melalui semua kegiatan tersebut Djarum sedang melakukan upaya penyesatan informasi yang meremehkan dampak kesehatan bagi anak-anak. Penanaman image mengenai rokok ini dilakukan dengan cara yang halus, masuk ke alam bawah sadar dengan tanpa terasa. Hal ini dilakukan dengan menggunakan strategi “subliminal advertising”. Subliminal adalah pesan atau stimulus yang diserap oleh persepsi dan alam otak bawah sadar, yang diterima melalui medium gambar yang diulang-ulang.

jarum dan anak-anak. Kedua hal tersebut seharusnya berseberangan. Tetapi bagi Djarum, tampaknya anak- D anak bukan berada di posisi berseberangan. Mereka adalah kelompok yang mau diraih sebagai pangsa pasar dan karenanya harus terus didekati. Hal ini tidak mengherankan karena upaya industri rokok untuk menyasar kaum muda sudah menjadi rahasia umum. Pada Djarum sendiri, tekad agar produknya juga digemari generasi yang lebih muda dapat dilihat pada apa yang terjadi pada akhir 1990-an. Saat itu timbul keinginan Djarum agar produknya tidak lagi hanya dikonsumsi oleh generasi 1970-an atau 1980-an. Djarum menyebut generasi yang lebih muda sebagai potential buyer. Saat itu, iklan-iklan yang lama dirasakan sudah tidak pas untuk generasi muda dan dianggap “jadul”. Karena itulah Djarum melakukan rejuvenasi (peremajaan) produk demi meraih pangsa pasar baru anak muda. Untuk menjangkau kalangan muda, komunikasi produknya dibuat lebih segar. Upaya peremajaan diawali saat tahun-tahun krisis 1997—1998. Yang pertama kali mendapat upaya peremajaan adalah Djarum Coklat. Setelahnya juga lahir peremajaan iklan Djarum 76. Maka lahirlah promosi iklan besar-besaran Djarum Coklat dan Djarum

71 76 yang dilakukan oleh biro iklan Dwi Sapta Pratama. Oleh biro iklannya, upaya promosi rokok ini dinyatakan akan dilakukan terus-menerus, tiada henti, a never ending process demi meraih kaum muda sebagai potential buyers. Djarum terus konsisten beriklan menyasar anak muda. Sementara itu Djarum Foundation –yang disebut sebagai CSR-nya perusahaan rokok Djarum—juga melakukan program-program yang menyasar kaum muda. Program Audisi Beasiswa Djarum Badminton inilah salah satunya, yang tampak jelas menjadi bagian dari upaya Djarum untuk terus meraih pangsa pasar anak sebagai potential buyers di masa depan. Caranya halus, melalui penanaman brand image, dengan menanamkan gambaran positif tentang produk yang sebenarnya berbahaya kepada anak. Apalagi, iklan di kanal YouTube menampilkan model anak- anak dan dengan bentuk animasi. Animasi adalah hal yang sangat dekat dan sering kali dianggap melekat dengan dunia anak. Jadi, jelas sekali iklan ini dibuat dengan menyasar anak. Jika pun program Audisi Beasiswa Djarum Badminton dianggap Djarum sebagai sebuah produk yang tidak ada kaitannya dengan produk tembakau (rokok), maka Djarum Foundation tampak melanggar ketentuan dalam PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan Pasal 35 ayat (1) dan (2) huruf b dan c, yakni: (1) Pemerintah melakukan pengendalian Promosi Produk Tembakau. (2) Ketentuan pengendalian Promosi Produk Tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: b. tidak menggunakan logo dan/atau merek Produk Tembakau pada produk atau barang bukan Produk Tembakau; dan c. tidak menggunakan logo dan/atau merek Produk Tembakau pada suatu kegiatan lembaga dan/atau perorangan.

72 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum Yang dilakukan Djarum Foundation dengan melibatkan anak- anak pada sebuah kegiatan penanaman brand image rokok dan menjadikan mereka sebagai sarana promosi merek rokok yang merupakan produk berbahaya menjadikan apa yang ditulis di situs Djarum Foundation bahwa lembaga ini “sejak awal didirikan Djarum Foundation terus berupaya turut berperan serta dalam memajukan bangsa dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia…” adalah bohong belaka.---

73 74 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum MANIPULASI DI BALIK AUDISI

Gian Carlo Binti, Praktisi Marketing and Business Development

ari sudut pandang marketing, ketika logo, brand tampil dalam sebuah acara untuk tujuan apa pun, itu sudah D mencakup branding produk. Bentuknya bisa macam- macam. Bahkan dalam kegiatan corporate social responsibility, ketika kegiatan itu menonjolkan produk, kegiatan itu bisa dikategorikan branding, menjadi bagian dari marketing. Maka secara teoritis, apa yang dilakukan Djarum dengan audisi beasiswa badminton, sudah tergolong promosi. Kita bicara advertising. Pada dasarnya, advertising adalah manipulasi. Salah satu contohnya adalah British Tobacco. Pada waktu itu perokok pada umumnya adalah laki-laki. Perempuan yang merokok dianggap negatif dan dicap tidak baik. British Tobacco ingin mengubah pandangan ini agar pasar rokok mereka kian besar. Caranya adalah mengubah persepsi perempuan merokok tidak baik menjadi positif. Mereka masuk ke film-film Hollywood. Mereka bayar produksi film dan meminta para pemain film utama perempuan itu merokok. Dari situ persepsi perempuan perokok menjadi berubah, tidak lagi negatif melainkan independen, kuat, dan sebagainya. Citra buruk perempuan merokok berhasil diubah melalui memanipulasi opini lewat film. Jadi ketika kita masuk ke dunia adversiting, the nature of advertising memang seperti itu. Manipulatif. Indonesia kembali merebut juara dalam Piala Thomas 1961. Tim Indonesia menumbangkan raksasa Thailand di final. Tiga tahun kemudian, Indonesia juga mempertahankan juara di Tokyo

75 setelah menang atas Denmark di final. Baru pada 1967 Indonesia gagal mempertahankan juara, tapi bukan karena buruknya performa atlet, melainkan karena tim terkena diskualifikasi akibat ulah penonton. Pada 1970, Piala Thomas kembali ke Indonesia. Sejak itu, era kejayaan bulu tangkis Indonesia kian memuncak dengan masuknya Rudy Hartono sebagai pemecah rekor pemegang All-England terbanyak, yakni delapan kali.

AUDISI BEASISWA ADALAH CARA SANGAT MURAH DALAM MEMPROMOSIKAN PRODUK DJARUM KE ANAK-ANAK, PASAR MASA DEPAN ROKOK DI INDONESIA.

Kalau mau jujur, promosi as product as it is. Misalnya “Belilah rokok saya, maka Anda akan sesak napas lima tahun lagi”. Promosi tidak seperti itu. Ada manipulasi dengan masuk ke dalam gaya hidup masyarakat. Rokok Marlboro mencitrakan diri dengan koboi yang memperlihatkan kejantanan, rokok A Mild yang gaul. Caranya lewat kegiatan yang disukai anak muda 16-20 tahun. Maka begitu pun dengan audisi beasiswa badminton ini. Itu semua tidak kebetulan, itu semua ada tujuan, begitu pun dengan yang audisi ini, yaitu mempengaruhi masyarakat agar melirik produk rokok mereka. Hanya saja kita perlu bukti, perlu ada penelitian untuk membuktikan klaim itu,. Tapi secara teori hal ini benar. Diakui atau tidak, menampilkan logo produk di sebuah acara, sekali lagi, adalah promosi. Ada contoh sederhana: saya punya sebuah perusahaan, produknya kopi, tapi saya membuat kegiatan parenting. Saya tampilkan logo perusahaan kopi saya di acara itu. Orang yang menjadi peserta akan bertanya, logo apakah itu? Ketika orang tahu itu adalah logo kopi saya, orang akan berpikir “Baik juga, ya, perusahaan kopi mau mengajari saya soal

76 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum parenting”. Begitu juga dengan Djarum ini, “Baik juga, ya, Djarum mau memberikan beasiswa untuk pembinaan badminton”. Dengan mengatakan Djarum ini baik saja sudah mengubah persepsi orang terhadap merek rokok yang punya citra negatif. Dengan kata lain, itu manipulasi. Karena itu, audisi ini merupakan siasat Djarum. Memberikan beasiswa untuk 25 orang bagi perusahaan sebesar Djarum itu duit receh sekali. Tapi dari situ mereka berhasil meningkatkan brand awareness produk Djarum. Terbukti dari kenaikan jumlah peserta audisi tiap tahun. Mereka semakin banyak melibatkan anak- anak dan orang tua dalam audisi ini, tapi yang mendapatkan beasiswanya tetap sedikit. Jumlahnya tidak ikut bertambah. Audisi Djarum ini murah dibanding benefit yang mereka terima. Ada 4.500 anak terekspos oleh merek Djarum, sementara mereka hanya mengeluarkan beasiswa untuk 25-30 anak. Audisi adalah cara sangat murah dalam mempromosikan produk Djarum ke anak-anak, pasar masa depan rokok di Indonesia.

77 78 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum REFERENSI

Badminton World Federation Constitution. 2018. Constitutions. BBC News Indonesia. (2010). Asap Rokok Tewaskan 600 Ribu Orang per Tahun. Dikutip dari https://www.bbc.com/ indonesia/majalah/2010/11/101126_perokokpasif Brody, Jane E. (1991). Smoking Among Children Is Linked To Cartoon Camel in Advertisements. New York Times. NY. Dikutip dari https://www.nytimes.com/1991/12/11/us/ smoking-among-children-is-linked-to-cartoon-camel-in- advertisements.html Campaign for Tobacco-Free Kids. Tobacco Company Marketing to Kids. Retrieved from https://www.tobaccofreekids.org/ assets/factsheets/0008.pdf Chamim, Mardiyah, dkk. (2011). A Giant Pack of Lies: Bongkahan Raksasa Kebohongan, Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia. Tempo Institute dan Koji Communications. Jakarta. DiFranza, Josep. R. et al (2006). Tobacco Promotion and the Initiation of Tobacco Use: Assessing the Evidence for Causality. Pediatrics journal. American Academic of Pediatrics Fischer, Paul M., Schwartz, Meyer P., Richards, John W. (1991). Brand Logo Recognition by Children Aged 3 to 6 Years: Mickey Mouse and Old Joe the Camel. The Journal of The American Medical Associations Hagmann, Michael. (2002). WHO attacks tobacco sponsorship of sports. Bulletin of the World Health Organization, 80 (1), 80 - 81. World Health Organization Kahneman, Daniel. (2012). Thinking, Fast and Slow. Penguin Random House, UK Okezone.com (2017). 25 Ribu Perokok Pasif Telah Meninggal,

79 Waspadai Bahaya Third Hand Smoke. Dikutip dari https:// lifestyle.okezone.com/read/2017/08/09/481/1752728/25- ribu-perokok-pasif-telah-meninggal-waspadai-bahaya-third- hand-smoke PB Djarum. (2018). Sejarah singkat PB Djarum. Dikutip dari pbdjarum.org. U.S. Department of Health and Human Services. (2012). Preventing Tobacco Use Among Youth and Young Adults: A Report of the Surgeon General. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health. PB Djarum (2018). Audisi Umum PB Djarum 2018 (Video). Diambil dari youtube.com/user/pbdjarum.

80 — SMASH! Eksploitasi Anak di Balik Audisi Badminton Djarum 81 Jalan Kecapi Raya Nomor 52 ABC (Rumah A) RT 001 RW 005, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12620. Telp/Fax: 021-27803025 Email: [email protected] www.lenteraanak.org

Yayasan Lentera Anak (YLA) adalah lembaga independen yang melakukan upaya untuk memajukan dan membela hak-hak anak di Indonesia untuk mendorong terwujudnya negara demokratis yang ramah anak melalui edukasi, advokasi, pemberdayaan anak, kaum muda dan masyarakat serta studi dan kajian tentang anak dan kolaborasi dengan berbagai pihak.