OBSESI TERHADAP MAKANAN DALAM ARUNA DAN LIDAHNYA KARYA LAKSMI PAMUNTJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Noviana Nitami NIM: 1111013000051

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2015 LEMBAR PENGESAHAN

OBSESI TEREADAP MAKANAN DALAM NOVEL ARUNA DAN LIDAHI,IYA KARYA LAKSIVtr PAMUNTJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA I}AN SASTRA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia (s.pd.)

Oleh

NOYIANA NITAMI NIM. 1111013000051

NIP. 19841t26 20t503 2 a07

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA I}AI\ SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGURUAII

UNTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIT' HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015 LEilIBAR PENGESAHAN UJIAN NIUNAQOSAH

Skripsi be{udul "Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA" disrisun oleh Noviana Nitami, NIM 111013000051, diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Kegruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada tanggal t5 Oktober 2015 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak rnernperoleh geiar Sarjana Perrdidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Iakarta, 20 Oktober 20 I 5

Panitian Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Tanggai Tanda Tangan efr, *0" Makvun Subuki. M.Hum. NrP. 19800305 200901 1 015

S ekretaris Panitia (Sekretaris JurusanlProdi) pona Aii Karunia putra. MA . l.!/!:.lyt NIP. 19840409201101 1 015

Penguji I 2s/p tots Rosida Erowati, FI.Hum.

NIP. 19771030200901 1 015

Pelryuji Ii Dr. Elvi Susanti. M.Pd. eof olzos NrP. 19680801 200801 2 016

Mengetahui, Itas llmu Tarbi SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :NovianaNitami

NIM :1111013000051

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Alamat . Jalan Harapan Gang Mardani RT 04/02 Nomor 26 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Depok16434

MEI\ YATAKAN DENGAII SESUNGGUHhIYA

Bahwa skripsi yang berjudul *Obsesi terhadap Makanan dalam Nwel Arana dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA' adalah benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Novi Diah Haryanti, M.Hum.

Jurusan/?rogram Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa slaipsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 5 Oktober 2015

NovianaNitami NIM. 11110130000s1 ABSTRAK

Noviana Nitami, NIM: 1111013000051, “Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan manusia dalam memperlakukan makanan yang disebabkan oleh adanya perpindahan masyarakat, budaya teknologi, dan perkembangan zaman. Penelitian berjudul “Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya. Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik kajian pustaka. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis struktural yakni membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya faktor status yang masih sendiri, sumber kebahagiaan, sarana pembebasan diri, faktor pekerjaan, gaya hidup, dan latar belakang pendidikan. Obsesi yang dialami oleh Aruna tergolong ke dalam obsesi kompulsif yaitu perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang karena merasa harus melakukannya.

Kata Kunci: Aruna dan Lidahnya, Laksmi Pamuntjak, Makanan, Obsesi, Pembelajaran Sastra

ABSTRACT

Noviana Nitami, NIM: 1111013000051, "The Obsession to the Food in the Novel Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak and Its Implication towards Learning and Literature in High School". Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, in 2015. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum

This study is motivated by the human changes in treating food which is caused by the displacement of society, technology, culture and time change. This study is entitled "The Obsession to the Food in the Novel Aruna dan Lidahnya by Laksmi Pamuntjak and Its Implication towards Indonesian Language Learning and Literature in High School". The aims of this study is to find the obsession on the food in the novel Aruna dan Lidahnya. The method used in this research is descriptive qualitative, in which data is collected by library research. The research result in the leading factor of the main character’s obsession to the food, single status, source of happiness, a mean of self-liberation, occupational factors, lifestyle, and educational background. Aruna’s obsession is categorized as compulsive obsession. Compulsive obsession is a repetitive behaviour that performed by someone because she thinks it ia a must. The result of this study is expected to be beneficial to increase students insight and enrich knowledge in the field of literature in high school.

Keywords: Aruna dan Lidahnya, Laksmi Pamuntjak, Food, Obsession, Literature learning

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Selawat serta salam tidak lupa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad saw beserta para keluarganya, sahabatnya, dan semoga kita termasuk umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari tidak luput dari kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna, namun berkat motivasi dan dorongan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Makyun Subuki, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia yang selalu mengerti keadaan mahasiswanya, serta memberikan motivasi dan doa. 3. Dr. Nuryani, MA. selaku Penasehat Akademik, yang telah memberikan masukan dan nasehat selama penulis belajar hingga dapat menyelesaikan skripsi. 4. Novi Diah Haryanti, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu di sela-sela kesibukannya, tenaga, serta pikiran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi. 5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan selama perkuliahan, mendidik dengan sabar, dan memberikan motivasi kepada penulis. 6. Warto Supandi dan Rustamini, orangtua yang penulis sayangi yang selalu memberikan doa terbaiknya dan memberi nasehat dengan sabar. Adik terbaik, Danang Pamungkas Priambodo. Semoga skripsi ini bisa membuat senyum di wajah mereka.

iii

7. Keluarga besar PBSI-B, yang telah bersama menjalani perkuliahan selama ini. Banyak suka dan duka yang dilewati bersama, dan berbagai motivasi serta dukungan yang diberikan kepada penulis 8. Sona Yunita dan Hadiyati Wulan Dani, dua sahabat penulis yang berjuang bersama dalam suka maupun duka, serta saling memotivasi dalam mendapatkan gelar S.Pd. 9. Astara, Delia, Nazrah, Ui, dan semua kelompok New Hope yang selalu mendukung dalam doa terbaiknya. 10. Adik-adik Rohis yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, teman- teman Forum Alumni Rohis yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 11. Hanny, Teh Hera, Adnan Isnain Nurussalam, teman berbagi dan pendukung yang hebat. Terima kasih atas waktu, motivasi, tenaga dan pikirannya dalam membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. 12. Teman-teman PPKT MTs Al-Hamidiyah Depok. 13. Keluarga di Yogyakarta dan Klaten yang memberikan doa dan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.

Urutan nama di atas bukanlah peringkat prioritas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis dan bagi masyarakat akademik.

Jakarta, 5 Oktober 2015

Noviana Nitami

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... v

DAFTAR LAMPIRAN ...... vii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 5 C. Batasan Masalah ...... 6 D. Rumusan Masalah ...... 6 E. Tujuan Penelitian ...... 6 F. Manfaat Penelitian ...... 6 G. Metodologi Penelitian ...... 7 BAB II KAJIAN TEORI ...... 9 A. Pengertian Novel ...... 9 B. Jenis-jenis Novel ...... 11 C. Unsur Intrinsik Novel ...... 12 1. Tema ...... 13 2. Latar ...... 13 3. Tokoh dan Penokohan ...... 14 4. Alur ...... 15 5. Sudut Pandang ...... 17 6. Amanat ...... 18 7. Gaya Bahasa ...... 18 D. Obsesi ...... 19

v E. Makanan ...... 21 F. Penelitian Relevan ...... 24 G. Pembelajaran Sastra di SMA ...... 27 BAB III PENGARANG DAN KARYANYA ...... 30 A. Biografi Pengarang ...... 30 B. Gaya Kepenulisan ...... 32 C. Gagasan Pemikiran ...... 33 D. Sinopsis ...... 34 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...... 36 A. Analisis Objektif ...... 36 B. Analisis Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya ...... 72 C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMA ...... 95 BAB V PENUTUP ...... 97 A. Simpulan ...... 97 B. Saran ...... 98 DAFTAR PUSTAKA ...... 100 LAMPIRAN ...... 103 A. RPP B. Materi Pembelajaran C. Surat Bimbingan Skripsi D. Lembar Uji Referensi

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP

Lampiran 2 Materi Pembelajaran

Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Lembar Uji Referensi

Lampiran 5 Biodata Penulis

vii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya guna membantu menunjang segala kebutuhannya, salah satunya kebutuhan mencari makan. Makanan ialah kebutuhan utama bagi manusia, karena kegiatan ini bisa dikatakan sebagai penunjang keberlangsungan hidup manusia untuk beraktivitas sehari-hari. Jenis makanan yang ada pun saat ini sudah berbeda dari sebelumnya. Dahulu manusia hanya memakan makanan yang mentah, kemudian dibakar, direbus, dipanggang. Kini cara mengolah makanan tersebut sudah semakin bervariasi. Perkembangan kemajuan zaman menghasilkan perubahan dalam budaya makan pada masyarakat di seluruh dunia. Makanan turut mengalami proses adaptasi dari tradisional menjadi modern. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan masyarakat, budaya teknologi, dan sebagainya. Selain itu, makanan setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Ciri khas tersebut biasanya berasal dari cita rasa serta bahan dasar yang digunakan. Begitu banyak jenis makanan dari seluruh dunia yang unik, sehingga makanan pun menjadi sebuah budaya dari masing-masing daerah atau suatu kebudayaan. Perkembangan makanan itu sendiri saat ini telah menjadi suatu budaya dan gaya hidup. Variasi makanan membuat orang di belahan dunia berbeda akan makan sesuatu yang berbeda pula dan membentuk karakter makanan serta cara makan yang berbeda. Dari situlah lahirnya makanan dan kegiatan makan sebagai budaya dan gaya hidup.1 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memengaruhi perlakuan manusia terhadap makanan. Hadirnya media sosial seperti Blog, Facebook, Twitter, Tumblr, Instagram, dan Path memberi pengaruh

1 Robin Redmon Wright, You are What You Eat!? Television Cooking Show, Consumotion, and Lifestyle Practices as Adult Learning,University of Texas at San Antonio, h.404.

1

2

terhadap masyarakat dalam memperlakukan makanan. Didukung dengan hadirnya kamera pada gadget, membuat manusia kerap mengabadikan makanan yang mereka konsumsi, tidak terkecuali para pelajar yang telah dibekali gadget sejak dini. Fenomena merebaknya makanan sebagai gaya hidup juga dilihat sebagai trend yang wajib dilakoni. Dengan bermodalkan kamera ponsel pintar dan uang saku ala pelajar, mereka beramai-ramai mencari tempat makan yang sedang hits atau kekinian. Jadilah makanan sebagai objek utama dalam liburan, atau sekadar tempat “nongkrong”. Peristiwa ini juga tidak dipungkiri didukung oleh canggihnya teknologi, berbagai jejaring sosial siap memublikasikan objek yang telah diabadikan melalui sekali jepretan. Tidak jarang banyak beredar foto makanan maupun foto selfie bersama makanan di instagram, facebook, ataupun path di mal terkemuka di bilangan Jakarta dan sekitarnya. Jejaring sosial pun dengan sekejap dipenuhi oleh “fotografer dadakan” ala pelajar dengan berbagai hastag tentang makanan. Fenomena FoodBloger juga merupakan salah satunya. Awalnya adanya informasi pada blog dimaksudkan untuk berbagi info mengenai tempat makan, harga, deskripsi, dan tentu saja fotonya. Namun sekarang banyak ditemukan makanan yang diabadikan dalam foto menjamur di media sosial. Peristiwa serta tingkah laku manusia yang acap kali ditemukan dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari, ternyata tidak hanya berada dalam dunia nyata. Para sastrawan yang melihat fenomena ini sebagai hal yang menarik, menjadikannya peluang untuk menyampaikan buah pikiran mereka melalui kata dan karya. Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai cerminan atau refleksi terhadap dunia nyata. Pelukisan dalam karya sastra pada umumnya mewakili peristiwa yang terjadi dalam dunia nyata yang diabadikan dalam kata, sehingga diharapkan manusia bisa lebih memaknai hidup dan mengambil manfaat melalui peristiwa yang direpresentasikan dalam karya. Karya sastra juga menampilkan berbagai macam perilaku kehidupan manusia beserta segala permasalahan yang ada. Melalui karya 3

sastra manusia bisa lebih memahami dirinya dan kehidupannya. Oleh karena itu karya sastra bukan hanya sebatas hiburan yang berisi ilmu pengetahuan semata, melainkan dapat dikategorikan sebagai hiburan spiritual juga. Berdasarkan genrenya, karya sastra terbagi menjadi tiga, yakni prosa, puisi, dan drama. Karya sastra yang dibuat oleh sastrawan kebanyakan merupakan sebuah karangan fiksi yang diangkat dari refleksi kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan kaidah bahasa sebagaimana mestinya. Terkadang ada juga karya sastra yang diciptakan dari latar belakang kehidupan pengarangnya yang bertujuan untuk menyampaikan pemikiran ataupun kritik sosial melalui karya sastra. Kritik sosial, ideologi serta pemikiran pengarang biasanya disampaikan melalui karya sastra yang berbentuk fiksi, seperti novel, cerpen ataupun puisi. Ketiganya merupakan jenis karya yang dapat dinikmati dan bermanfaat ketika seorang pembaca tidak hanya sekadar membaca, melainkan memahami makna yang tersirat di balik karya sastra yang diciptakan. Sangat baik ketika pembaca karya sastra tidak hanya membaca namun juga mendapatkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Namun minat baca karya sastra terutama novel, yang biasanya memiliki halaman lebih banyak daripada cerpen, masih kurang. Selain memiliki cerita cukup panjang, permasalahan yang kompleks, pemahaman terhadap penokohan pun menjadi salah satu pemicu kurangnya minat membaca karya sastra. Pemahaman terhadap unsur intrinsik terutama pada penokohan sering kali mejadi pemicu pembaca terutama pelajar, enggan membaca novel dan menganalisisnya. Kurangnya minat ini kerap kali terjadi pada kalangan pelajar, mereka lebih menyukai membaca novel- novel bergenre percintaan atau roman picisan dengan permasalahan yang sederhana dan jumlah halaman yang tidak terlalu tebal. Fenomena ini terjadi karena kurangnya pengenalan pelajar pada karya sastra berbentuk novel. Karya sastra yakni salah satunya novel yang sebenarnya memiliki 4

dulce et utile (menghibur dan bermanfaat) sangat baik bila digemari oleh para pelajar.

Novel merupakan salah satu karya sastra berbentuk fiksi yang mengungkapkan berbagai aspek di dalam masyarakat. Aspek tersebut dibangun melalui unsur-unsur yang terdapat dalam novel meliputi unsur intrinsik dan ekstrinsik serta berbagai nilai yang terkandung di dalamnya. Novel juga menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, lebih rinci, lebih detail dan lebih banyak. Seperti novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang terbit pada tahun 2014 silam merupakan sebuah karya sastra yang menggunakan pendekatan kuliner untuk membalut berbagai isu sosial yang dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang terbit pada tahun 2014 ini memberikan pelajaran kepada para pembaca bahwa setiap kehidupan memiliki dua sisi yang berlainan, dengan kata lain mempunyai banyak perbedaan dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Semua perbedaan itu ternyata bisa disatukan melalui sebuah media yakni kuliner yang diangkat sebagai tema besar dari novel ini. Melalui novel ini, nantinya peserta didik bisa mengambil pesan yang terdapat di dalamnya, agar menghargai setiap perbedaan yang hadir dalam kehidupan. Novel ini menjadi bahan pembelajaran untuk para pembaca, seperti peserta didik dan pendidik. Pendidik merupakan agen pencetak generasi bangsa yang berkualitas, selain mengajar, ia juga mendidik peserta didik agar memiliki perilaku yang baik. Melalui novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak, pendidik bisa menjadikan bahan pembelajaran kepada peserta didik agar menghargai setiap perbedaan yang hadir dalam kehidupan. Melalui analisis tokoh, pendidik bisa mengambil pelajaran serta mencontohkan sikap yang baik dan memberitahukan sikap yang buruk untuk tidak ditiru. 5

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Minat baca terhadap karya sastra khususnya novel masih rendah, dikarenakan novel memiliki cerita yang panjang. 2. Peserta didik kesulitan memahami unsur intrinsik, terutama penokohan. 3. Siswa dituntut untuk memahami novel secara keseluruhan 4. Pergeseran negatif perilaku manusia terhadap makanan.

C. Batasan Masalah

Masalah yang terdapat dalam novel ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam, namun masalah yang ada perlu dibatasi agar penelitian yang dilakukan dapat fokus serta terarah. Objek kajian yang akan diteliti adalah obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak? 2. Bagaimana implikasi obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA ? 6

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak 2. Mengetahui implikasi obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup aspek teoretis maupun praktis. 1. Manfaat secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai sastra Indonesia, terutama dalam pembelajaran sastra di sekolah mengenai obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel. 2. Manfaat secara praktis diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peserta didik mengenai obsesi terhadap makanan dalam novel. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidik sebagai masukan sebagai bahan pengembangan studi sastra yang berkaitan dengan unsur intrinsik dalam suatu karya sastra.

G. Metodologi Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan penilitian kepustakaan maka tidak pada suatu tempat karena objek yang digunakan berupa naskah atau teks sastra yakni novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Penelitian ini merupakan sebuah analisis yang akan terus berkembang dengan berbagai pemikiran dan sudut pandang. Penelitian ini tidak bersifat statis, karena penelitian ini merupakan sebuah analisis yang dilakukan terhadap teks. Adapun waktu penelitian ini selama dua sampai dengan empat bulan, yakni bulan Juni hingga September 2015. 7

2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif. Penelitian kualitatif ialah pendekatan yang menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam kehidupan dan pemikirannya. Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif ini harus mampu menginterpretasikan segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan.2 Agar objek dan peristiwa yang diteliti dapat dipahami, maka cara yang tepat ialah dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya ke dalam sebuah narasi. Dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil yang didapatkan berbentuk deskripsi, tidak berupa angka- angka. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian kali ini adalah novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak cetakan pertama : November 2014 terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama. Objek penelitian ini adalah obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA.

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis ialah teknik melalui pengumpulan sumber-sumber yang dapat membantu penulis dalam mengurai maupun menganalisis objek yang diteliti. Teknik ini biasa disebut dengan teknik kajian pustaka. Teknik kajian pustaka biasanya dilakukan dengan mencari bahan atau sumber melalui artikel, buku, atau dokumen yang dapat membantu memberikan informasi terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan.

2Syamsudin dan Damaianti, Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 73. 8

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data antara lain: a. Menganalisis novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berikutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak yang mengandung unsur intrinsik novel berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. b. Analisis selanjutnya dilakukan dengan membaca serta memahami kembali data yang diperoleh. Selanjutnya mengelompokkan teks- teks yang berhubungan dengan dengan bahasan obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel. c. Mengimplikasikan novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA dilakukan dengan cara menghubungkan materi pelajaran sastra di sekolah.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang paling banyak dibaca oleh masyarakat pembaca dibandingkan dengan karya sastra yang lainnya, karena dalam karya sastra yang satu ini, pembaca dapat mengetahui lebih detail jalan cerita serta permasalahan yang terdapat dalam novel. Beberapa pandangan yang mengemukakan mengenai istilah novel sebagai berikut. Kamus Istilah Sastra (2007:36) mendefinisikan novel sebagai jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan; mengandung nilai hidup.1 Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris : novellete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak juga terlalu pendek.2 Tarigan berpendapat bahwa kata novel berasal dari bahasa Latin, yaitu noveltus yang diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama. Istilah novel itu memang bukan asli Indonesia, melainkan pengaruh sastra Inggris dan Amerika.3 Istilah novel tidak hanya dikemukakan oleh para ahli dari Indonesia, melainkan banyak istilah yang beredar di dunia. Virginia Wolf dalam Lubis mengungkapkan bahwa sebuah roman atau novel ialah sebuah eksplorasi atau suatu kronik kehidupan, merenungkan dan melukiskannya dalam bentuk tertentu yang juga meliputi pengatuh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.4

1 Abdul Rozak Zaidan, Anita K.Rustapa dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.136 2 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h. 9─10 3 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h.62 4 Purba, op.cit., h.63.

9 10

Beberapa alasan pembaca menggemari karya sastra yang satu ini karena novel memiliki kesamaan dengan cerpen, namun bisa dikatakan novel lebih kompleks dalam menyajikan ceritanya. Karya ini juga tergolong baru dibandingkan dengan karya sastra yang lainnya seperti puisi dan cerpen. Secara umum novel memang termasuk dalam genre sastra yang relatif muda yang muncul di Eropa Barat,dan pada dasarnya novel merupakan cerita yang panjang dan kompleks. Sastra tradisional Indonesia juga kaya akan cerita prosa lama: bisa dikatakan sastra yang primitif, yang secara lisan, serta sastra yang tertulis dari berbagai daerah seperti Jawa dan Melayu.5 Pada kesusastraan Inggris abad XVI dan XVII awal, kata “novel” rupanya dipakai baik untuk peristiwa yang betul-betul terjadi maupun peristiwa rekaan, bahkan warta berita kadang-kadang tidak dianggap suatu fakta.6 Dalam istilah novel tercakup pengertian roman; sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman waktu itu adalah wajar karena sastrawan Indonesia watu itu pada umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk ini dengan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta sebagian negara-negara Eropa. Istilah novel dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan- bacaan yang berbahasa Inggris. Sejak tahun 1950-an, novel banyak ditulis pengarang dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak juga ditulis novel-novel trilogi yang dipelopori oleh Motinggo Busye dengan karya-karyanya: Tante Maryati (1967), Sri Ayati (1968), dan Dik Narti (1968). Ashadi Siregar yang menulis novel-novel kampus juga menulis novel trilogi, yakni : Cintaku di kampus Biru (1976), Kugapai Cintamu, dan Terminal Cinta Terakhir yang terbit pada 1970-an. Ahmad Tohari pengarang yang produktif oada dekade 70-an juga menulis novel trilogi, yakni: Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jentera Bianglala (1986).7

5 A. Teeuw, Modern Indonesian Literature, (The Hague: Martinus Nijhoff, 1979), h.53 6 Partini Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.4. 7 Herman. J Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994), h. 40. 11

Banyak para ahli yang memiliki definisi berbeda mengenai novel, namun semuanya hampir sama yakni novel merupakan cerita fiksi yang bersifat imajinatif dalam bentuk prosa panjang yang di dalamnya terdapat tokoh dengan segala perilaku dan permasalahannya yang diangkat dari refleksi kehidupan nyata.

B. Jenis-jenis Novel

Ada berbagai jenis novel yang bisa dibedakan dari segi mutu, di antaranya.

a. Novel Populer Novel populer merupakan jenis sastra yang memberikan kisah cinta dalam kehidupan yang bertujuan menghibur. Biasanya novel jenis ini banyak sekali penggemarnya, terutama di kalangan remaja. Hal ini dikarenakan novel populer lebih mudah dibaca dan dimengerti. Bacaan populer hanya berkisar pada masalah-masalah cinta asmara belaka. Romance.8 Masalah yang diceritakan pun ringan- ringan, tetapi aktual dan menarik. Kisah percintaan antara pria tampan dan wanita cantik secara umum cukup menarik, mampu membuai pembaca remaja yang memang sedang mengalami masa peka.9 Contoh novel populer di antaranya ialah Sang Pemimpi (2006) karya Andrea Hirata, Berjuta Rasanya (2012) karya Tere Liye, 5 cm (2005) karya Donny Dhirgantoro. b. Novel Serius Novel serius ialah novel bermutu sastra. Novel ini menampilkan permasalahan-permasalahan kehidupan manusia secara serius. Selain memberikan hiburan, novel serius mengajak para membaca untuk memahami lebih dalam persoalan yang terdapat dalam cerita.

8 Jakob Sumarjo, Novel Populer Indonesia, (Yogyakarta: CV Nur Cahaya, 1993), h.21 9 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h. 18─20 12

c. Novel Picisan

Novel ini isinya cenderung mengeksploitasi selera dengan tampilan cerita yang mengisahkan cerita asmara yang menjurus pada pornografi. d. Novel Absurd Novel ini merupakan jenis fiksi yang ceritanya menyimpang dari logika, karena di dalamnya terdapat angan-angan dan mimpi serta bersifat surealisme. Tokoh-tokohnya diciptakan terlampau menggunakan khayalan, seperti orang yang meninggal bisa hidup kembali. Berdasarkan jenis-jenis novel tersebut, novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak termasuk ke dalam novel serius, karena selain memberikan hiburan, novel jenis ini juga memberikan pengetahuan serta mengajak para pembaca untuk lebih merenungi dan memahami permasalahan yang ada pada cerita seperti permasalahan flu burung yang melanda Indonesia kala itu yang terdapat dalam novel, juga memberikan pengalaman kepada para pembaca mengenai obsesi terhadap makanan yang terjadi pada tokoh dalam novel.

C. Unsur Intrinsik Novel

Prosa rekaan terbagi menjadi dua, yakni prosa rekaan lama dan modern. Prosa rekaan lama contohnya seperti dongeng, mitos, atau fabel. Sedangkan prosa rekaan modern dibedakan atas novel, novelet, dan cerpen. Tidak adanya penelitian yang mendukung pembedaan atas beberapa bentuk tersebut lebih banyak didasarkan pada panjang-pendeknya dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun tidak selalu benar ada juga yang dasar pembedaannya ditambah dengan bahasa dan lukisannya.10 Unsur intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut

10 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.140 13

serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik ialah yang membuat sebuah novel berwujud.11 1. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri.12 Tema juga merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Aminuddin mengemukakan, seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum meaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.13 Jadi tema tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar suatu cerita. Dalam sebuah tema, yang menjadi unsur gagasan sentral yaitu topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang adalah topik tersebut.14

2. Latar Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin memberi batasan setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi

11 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h.23 12 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.37 13 Siswanto, op. cit., h. 161. 14 Atar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung: Angkasa Raya, 2011), h.32 14

baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Abrams mengungkapkan, latar ialah tempat umum (general locate), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat. Latar cerita juga berguna bagi sastrawan dan pembaca. Bagi sastrawan, latar cerita dapat digunakan untuk mengembangkan cerita. Latar cerita dapat digunakan sebagai penjelas tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh. Latar juga bisa membantu pembaca dalam memahami watak tokoh, suasana cerita, alur, maupun dalam rangka mewujudkan tema suatu cerita.15

3. Tokoh dan Penokohan

Aminuddin mengemukakan, tokoh ialah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan16 Biasanya tokoh yang diciptakan oleh pengarang memiliki perbedaan. Perbedaan ini dimaksudkan tiada lain untuk sejumlah tujuan yang berbeda. Makanya tidak terlalu tepat jika kita selalu mengatakan bahwa tokoh yang ada di dalam novel adalah orang- orang yang mirip dengan orang-orang dalam kehidupan sebenarnya.17 Cara pengarang menggambarkan tokoh-tokoh itu mungkin dari pengalamannya sendiri, berdasarkan observasi di lingkungan masyarakatnya, mungkin pula dengan membaca karya-karya besar. Banyak karya sastra yang merupakan hipogram dari karya-karya yang

15 Siswanto, op. Cit., h. 149─151 16 Ibid. h.142 17 Furqonul Azies dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.63. 15

mendahuluinya. Tetapi banyak juga yang merupakan rekaan pengalaman pribadi pengarangnya. Juga banyak yang merupakan reaksi terhadap keadaan masyarakat sekitarnya.18 Beberapa tokoh dapat diklasifikasikan menjadi lebih rinci yang dikemukakan oleh Burhanudin. Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang diekenai kejadian. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung.19 Berdasarkan berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh- tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh berkembang adalah tokoh di dalam cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakannya sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan.20

4. Alur Alur ialah rangkaian peristiwa-pristiwa dalam sebuah cerita. Aminuddin mengungkapkan, tahapan-tahapan peristiwa terdiri atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Sedangkan pendapat Nurgiantoro yang dikemukakan oleh Tasrif, tahapan alur terdiri dari tahap

18 Herman. J Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994), h. 51 19 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h.176-177. 20 Ibid, h.188─189 16

penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. Berkat adanya alur yang tergali oleh intuisi pengarang, menyebabkan “isi-cerita” lantas mengalir secara teratur, segala peristiwa merentet secara runtut tidak kacau-balau.21 Untuk menjelaskan tahapan-tahapan alur ini, penulis menggunakan pendapat Burhan Nurgiantoro yang dikemukakan oleh Tasrif. Tahapan-tahapan tersebut adalah. a) Tahap Penyituasian Tahap penyituasian yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain, yang terutama berfungsi sebagai landas tumpu cerita pada tahap berikutnya. b) Tahap Pemunculan Konflik Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik- konflik pada tahap berikutnya. c) Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa yang dramatik menjadi inti cerita semakin menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan masalah, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari. d) Tahap Klimaks Tahap klimaks yaitu tahap di saat konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau

21 Putu Arya Tirtawirya, Apresiasi Puisi dan Prosa, (Ende: Nusa Indah, 1983), h. 80. 17

ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konfik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. e) Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian merupakan tahap di saat konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Konflik-konflik yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga diberi jalan keluar. Sehingga, tahap ini disebut sebagai tahap akhir sebuah cerita. Pada prinsipnya alur merupakan komponen yang penting dalam sebuah cerita, dengan adanya alur, sebuah cerita tersusun dengan runut dan memiliki hubungan satu sama lain.

5. Sudut Pandang Sudut pandang atau titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.22 Ada bermacam jenis sudut pandang dalam karya sastra yang dikemukakan oleh Nurgiantoro yakni sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran. a) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku” Pelukisan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama ini terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “Aku” (tokoh tambahan).

22 Siswanto, op. Cit. h.151 18

b) Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak pada seorang narator yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti orang. Dalam sudut pandang persona ketiga “Dia” dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu “Dia” mahatau (narator mengetahui segalanya dan serba tahu) dan “Dia” terbatas atau hanya sebagai pengamat (narator mengetahui segalanya, namun terbatas hanya pada seorang tokoh). c) Sudut Pandang Campuran Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke tiknik yang lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karyanya.

6. Amanat

Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Jika dilihat melalui sudut sastrawan disebut dengan amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat di dalam karya sastra lama dan pada umumnya tersurat.23

7. Gaya Bahasa

Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus terang atau satiris, simpatik, atau menjengkelakan,

23 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.162 19

objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun adegan peperangan, keputusan, maupun harapan.24 Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya.25

D. Obsesi

Manusia merupakan makhluk sosial yang ditengarai tidak pernah puas dalam memenuhi kebutuhannya. Ketika sudah mendapatkan keinginan yang satu, maka keinginan lainnya bersiap untuk diwujudkan, dan begitu seterusnya. Sifat manusia yang tidak pernah puas ini terkadang memicu keinginan yang berlebihan dalam menggapai sesuatu. Hal seperti ini sering disebut sebagai obsesi. Definisi obsesi dalam The Webster‟s Dictionary “ialah ide, pikiran, bayangan atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang yang mengakibatkan rasa tertekan dan cemas”.26 Pengertian lain obsesi dikemukakan Kaplan dalam Anggraeni adalah pikiran, ide, atau sensasi yang muncul tanpa kendali. Davison dan Neale mengungkaplan bahwa hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol.27

24 Ibid. 25 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.61 26 Retha Arjadi, Melakukan Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif-Kompulsif, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2015) 27 Mareta Anggraeni, Perilaku Obsesif Kompulsif Disorder pada Peserta Penurunan Berat Badan, (Skripsi Universitas Brawijaya Malang: Tidak diterbitkan, 2013) 20

Obsesi yang terjadi atau dialami oleh manusia masih bisa dikatakan berada dalam batas wajar jika seseorang itu tidak berlebihan atau berulang-ulang memikirkan hal yang sama. Jika hal ini terjadi sampai berulang-ulang dan mengganggu fungsi keseharian serta disertai dengan kecenderungan melakukan sesuatu yang berulang untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan akibat pikiran tersebut, Retha Arjadi mengatakan itu merupakan gangguan psikologis. Sebagai contoh ketika seseorang terobsesi terhadap makanan. Orang tersebut akan merasakan ide atau sensasi yang muncul tanpa kendali atau dengan kata lain datang tanpa dikehendaki ketika melihat objek tertentu, makanan misalnya. Dewasa ini, banyak masyarakat memperlihatkan obsesi terhadap makanan dengan menjadikan makanan sebagai gaya hidup untuk memperlihatkan status sosial. Salah satu caranya dengan berlomba-lomba mengabadikannya dalam sebuah foto kemudian mengunggahnya ke berbagai jejaring sosial yang sedang trend seperti Instagram, Facebook, Blog, ataupun Path. Aktivitas seperti ini jika dilakukan berulang bisa dikatakan sebagai gangguan psikologis. Obsesi juga didefinisikan sebagai gangguan pikiran yang berulang, dorongan yang tidak dapat diterima atau tidak diinginkan yang menimbulkan perlawanan subjektif serta kesulitan mengontrol diri.28 Sebenarnya hampir semua orang pernah mengalami hal seperti ini, namun perbedaannya hanya intensitasnya. Pikiran yang mengganggu pada orang yang memiliki obsesi lebih tahan lama. Obsesi yang merupakan gejala neurose jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus menerus, biasanya ditandai dengan hal-hal yang tidak menyenangkan ataupun sebab-sebab yang tidak diketahui oleh penderita.29 Berdasarkan paparan di atas, obsesi ternyata memiliki asal-usul, yakni yang pertama ialah stres. Paparan stres yang berlebihan bisa meningkatkan pikiran yang mengganggu yang tidak diinginkan. Kedua, sejumlah pikiran besar yang mengejutkan yang dipicu oleh isyarat eksternal. Pikiran yang terus menerus berulang hingga mengganggu keseharian termasuk ke dalam gangguan psikologis. Gangguan psikologis yang dimaksud dikenal dengan gangguan obsesif kompulsif. Gangguan ini ditandai oleh dua

28 S.Rachman, A Cognitive Theory Of Obsessions, (Canada: University of British Columbia, 1997), h. 793 29 Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h.214 21

komponen yaitu obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran-pikiran yang menetap, berulang, dan bersifat mengganggu hingga menimbulkan kecemasan dalam diri orang yang mengalaminya. Sementara itu, kompulsi adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang karena merasa harus melakukannya. Orang tersebut meyakini bahwa dengan melakukan perilaku berulang tersebut, kecemasan yang ia alami terkait obsesi pikirannya dapat berkurang.30 Oleh karena itu, orang dengan gangguan obsesif-kompulsif harus menunjukkan adanya obsesi terhadap pemikiran tertentu dan kompulsi untuk melakukan sesuatu yang sifatnya menetap dan tidak masuk akal. Abidin dalam Amalia mengungkapkan bahwa kebanyakan penderita gangguan ini berasal dari golongan kulit putih, terpelajar, menikah, dan karyawan. Karyawan atau pekerja lebih rentan terkena gangguan ini dikarenakan stres atau tekanan yang dialaminya dalam pekerjaan. Mereka dituntut untuk melakukan pekerjaan dengan sempurna dan seideal mungkin serta terlalu mementingkan detail yang berlebihan, sehingga tidak jarang akhirnya pekerjaan yang mereka lakukan tidak selesai karena terbentur dengan ide yang mereka harus penuhi untuk memenuhi harapan atasannya, sementara ide tersebut tidak dapat dicapai.31 Biasanya orang-orang dengan gangguan osbesif kompulsif ini memiliki waktu senggang yang sedikit. Waktu yang mereka miliki lebih banyak dihabiskan di rumah atau kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya sesempurna mungkin, penderita gangguan ini juga relatif memiliki hubungan sosial yang kaku dengan masyarakat sekitar. Mereka tidak mudah untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

E. Makanan

Makanan ialah kebutuhan utama bagi manusia, karena kegiatan ini bisa dikatakan sebagai penunjang keberlangsungan hidup manusia untuk beraktivitas sehari-hari. Jenis makanan yang ada pun saat ini sudah berbeda dari sebelumnya.

30 Retha Arjadi, Melakukan Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif-Kompulsif, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2015) 31 Dara Amalia, Hubungan Kepribadian dengan Kecenderungan Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif pada Karyawan, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tidak diterbitkan, 2010) 22

Jika dahulu manusia hanya memakan makanan yang mentah, kemudian dibakar, direbus, dipanggang, dan pada akhirnya kini cara mengolah makanan tersebut sudah semakin bervariasi. Indonesia, sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, tentu memiliki jenis makanan dan cara pengolahan yang berbeda-beda di setiap daerah. Selain suku dan bangsa, masakan merupakan bukti kebinekaan Indonesia. Tidak ada negara yang memiliki ragam kuliner sekaya Indonesia. Keragaman itu memiliki akar sejarah panjang. Keadaan politik dan ekonomi suatu daerah sangat menentukan variasi makanan penduduk.32 Kekayaan budaya etnik di Indonesia yang bersumber dari berbagai berbagai suku ini memungkinkan untuk diperkenalkan secara intensif kepada penjuru dunia, karena bagaimanapun Indonesia yang kaya akan potensi kuliner ini harus dilestarikan keberadaannya agar tidak tergerus dan kalah saing dengan kuliner asing yang masuk ke dalam negeri. Sekitar tahun 1970-an, bisnis kuliner tradisional mulai berkembang, walau masih tergolong lamban, tahun 2000-an banyak pengusaha kuliner tradisional mulai menyadari untuk menggali potensi kuliner tradisional. Begitu juga pengusaha kuliner nusantara dari waktu ke waktu mulai tumbuh, seperti kuliner sate dan soto khas Madura, gudeg khas Yogyakarta, atau coto khas Makasar. Tingkat pengusaha kuliner yang khas seperti warteg (warung Tegal) dan rumah makan Padang juga tersebar di berbagai penjuru daerah, tidak terkecuali di Yogyakarta.33 Setiap makanan yang ada di suatu daerah memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan makanan di daerah lain. Makanan di Jawa misalnya dikenal dengan ciri khas manis, makanan di Minahasa yang terkenal pedas, sementara di Indonesia bagian Timur yang tidak mempergunakan terlalu banyak bumbu, di Sumatera yang berkebalikan dengan Indonesia Timur, di daerah tersebut bumbu yang dipergunakan bisa mencapai belasan hingga puluhan dalam sekali memasak.

32 Agoeng Wijaya, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo (Antropologi Kuliner), (Jakarta: PT Tempo Inti Media Tbk, 2014), h. 31 33 Robby Hidajat, Jantra (Jurnal Sejarah dan Budaya), (Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2014), h. 1─2 23

William mengemukakan, makanan Indonesia saat ini seperti bahasa di Indonesia sebelum Sumpah Pemuda, beragam dan tidak dipersatukan oleh bahasa apa pun. Hanya, kita tidak perlu memperbarui Sumpah Pemuda dan memasukkan sumpah baru: “Memakan makanan yang satu, makanan Indonesia.” Sebab, pada keberagamannya itulah kekuatan khazanah kuliner Indonesia. Tidak ada negara yang makanannya begitu beragam seperti Indonesia.34 Makanan yang ada atau yang tersaji tidak begitu saja ada tanpa maksud dan tujuan. Ketika ada suatu acara formal misalnya, makanan yang disajikan tidak mungkin hanya makanan ringan tanpa adanya makanan khas acara tersebut. Pada saat Hari Raya Idul Fitri misalnya, ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang wajib ada pada hari itu. Namun berbeda ketika acara lain selain Idul Fitri, makanan tersebut tidak harus ada. Terkadang sebuah makanan merupakan simbol perwujudan suatu hal. Ketupat yang selalu hadir pada Hari Raya ditengarai merupakan simbl kebersamaan. Dalam bahasa Jawa, ketupat merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan sedangkan Laku papat artinya empat tindakan. Rendang khas dari Minangkabau misalnya, memiliki cerita di baliknya. Rendang dipandang sebagai salah satu budaya etnik yang khas diperhatikan dari empat aspek, yaitu (1) mampu berkembang dan bertahan, (2) mengandung nilai- nilai yang diyakini bersama, (3) mampu membangun jaringan interaksi dan komunikasi, dan (4) membawa ciri kelompok yang mampu diterima kelompok lain. Rendang pada umumnya dipahami sebagai nama masakan yang bahan utamanya berasal dari daging sapi. Fungsi utama dari rendang adalah sebagai kuliner yang menyertai ritual adat. Rendang sebagai kuliner etnik tidak hanya sebagai makanan yang hanya memuaskan rasa lapar, akan tetapi membawa serta kebiasaan lokal, lingkungan, dan adat tradisi masyarakatnya.35 Kekayaan makanan di Indonesia tidak melulu begitu saja muncul, sama halnya ketika orang Manado menyukai cabai seperti mereka menyukai garam, tentu bukan karena Tuhan menciptakan lidah mereka berbeda dengan lidah orang Yogyakarta.36 Semua sebab tersebut memiliki cerita di baliknya yang terkadang

34 Wijaya, op.cit., h. 48 35 Hidajat, op. cit., h. 2 36 Wijaya, loc.cit. 24

dilupakan oleh masyarakat Indonesia dalam melihat makanan sebagai kebutuhan pokok dan penuntas rasa lapar semata. Makanan juga bisa menunjukkan identitas seseorang. Misalnya perempuan yang ditampilkan berusaha menyediakan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Mama dengan sikapnya yang menyuruh juru masak menyiapkan masakan sesuai dengan menu yang telah ia susun menunjukkan bagaimana tokoh ibu berusaha menjalankan perannya dengan baik. Makanan bisa menjadi suatu kebudayaan tersendiri. Pada beberapa budaya di Indonesia makan bersama menunjukkan suatu penghormatan. Ketika ada tamu, maka tuan rumah akan menawarkan makan bersama dan tamu akan menerima permintaan tersebut sebagai penghormatan kepada tuan rumah. 37 Ritual makan bersama merupakan pengikat hubungan antar sesama. Oleh karena itu, banyak orang-orang yang menggunakan makanan sebagai media dalam memecahkan masalah salah satunya. Berwisata kuliner juga menjadi aktivitas yang digemari dewasa ini. Namun, hanya sedikit orang yang mengkonsusmsi makanan dengan mengetahui proses pembuatan di baliknya. Wisata kuliner bukan hanya menyantap makanan di warung. Wisata kuliner adalah pergi ke satu daerah, mendatangi kebun-kebun rimbun tempat bahan makanan ditanam, mengunjungi pasar untuk bertemu dengan masyarakat, berbincang dengan banyak orang, mampir ke rumah penduduk lokal untuk melihat proses memasak sejak awal, dan mengikuti tata cara mereka menikmatinya.38 Bermacam-macam peran makanan yang terdapat dalam masyarakat, tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan pokok semata melainkan kini telah memiliki peran yang lebih banyak.

F. Penelitian Relevan

Hasil penelitian sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Delmarrich Bilga Ayu Permatasari (2015) tentang analisis dekonstruksi pada novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak.

37 Inayatul Chusna, Makanan dan Konstruksi Indentitas Perempuan dalam Fasting Feasting Karya Anita Desai, (Jakarta: Tesis UI: Tidak diterbitkan, 2006) 38 Agoeng Wijaya, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo (Antropologi Kuliner), (Jakarta: PT Tempo Inti Media Tbk, 2014), h. 49 25

Penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan dekonstruksi. Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak bisa dikaji melalui beberapa teori, namun pada judul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” dikaji menggunakan teori dekonstruksi, di mana teori dekonstruksi bisa menjadi alat yang tepat. Pada penelitian tersebut, pertentangan yang tersebar luas membutuhkan pendataan oposisi biner agar penetralisiran dapat dilakukan yang berujung pada diseminasi atau penyebaran makna yang terdapat di dalamnya. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya praktik dari relasi kuasa dalam teks yang ditelaah menggunakan teori dekonstruktif, sehingga diharapkan dari adanya penelitian tersebut pembaca dapat mengetahui sejauh mana pengarang mempergunakan pola bahasa dan pemikiran untuk memberi bentuk pada suatu pandangan tertentu. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya praktik relasi kuasa dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Hal-hal yang terkait dengan kontradiksi-kontradiksi terlihat jelas dan bahkan karya sastra ini mencoba mendekonstruksikan dirinya sendiri di akhir cerita. Pendekonstruksian mandiri yang meliputi bawahan yang berani untuk menentukan jalan hidup, kehidupan Nusantara memiliki daya pikat dengan caranya sendiri, perempuan berjiwa feminis pada Aruna, dan makna hati yang melebihi fisik, mengarah pada satu muara, bahwa keindahan dan kesempurnaan hanya dapat dilihat dari hati dan rasa.39 Penelitian kedua yang juga telah dilakukan sebelumnya, diteliti oleh Reny Rachmawati (2014) mengenai analisis tokoh Amba pada novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. Penelitian yang berjudul “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode analisis ini digunakan untuk menelaah tokoh utama Amba dalam novel Amba karya Laksmi Pamuntjak. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan cara

39 Delmarrich Bilga Ayu Permatasari, Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak), (Surabaya: Penelitian, tidak diterbitkan oleh Universitas Airlangga, 2015) 26

membaca serta menyimak novel. Dalam penelitian sebelumnya ini, penulis menggunakan teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung yang diuraikan menjadi delapan teknik yaitu teknik cakapan, tingkah laku, pikiran dan perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat tokoh Amba menggunakan kedelapan teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sifat Amba keras kepala, berkemauan keras, netral dalam berpolitik, acuh, dan tidak putus asa.40 Penelitian ketiga yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah penelitian yang dilakukan oleh Dhiyah Ratna Putri (2011) mengenai tata saji hanami bentou yang merupakan bagian dari budaya kuliner Jepang. Penelitian yang berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan desain eksposisi. Pendekatan kualitatif ialah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang ilmiah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menjelaskan mengenai tata saji hanami bentou pada kegiatan hanami di Jepang. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa makanan-makanan yang terdapat dalam hanami bentou cukup bervariasi. Makanan tersebut terdiri dari jenis makanan yang berupa daging-dagingan, ikan- ikanan, atau sayuran. Tata saji hanami bentou sangat memperhatikan mengenai tampilannya yang berwarna-warni disesuaikan dengan musim semi. Selain itu unsur warna juga sangat dominan digunakan untuk memperindah tampilan dari hanami bentou.41 Penulis juga menemukan penelitian serupa terkait makanan, yakni penelitian yang berjudul “Fenomena Mengunggah Foto Makanan pada Pengguna Media Sosial”. Penelitian ini untuk melihat motif seseorang dalam kegiatan mengunggah foto makanan sebagai lifestyle dan kemudian pengaruh media sosial dalam penyebaranya.42

40 Reny Rachmawati, Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah: Tidak diterbitkan, 2014) 41 Dhiyah Ratna Putri, “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang”, (Depok: Skripsi Unversitas Indonesia: Tidak diterbitkan, 2011) 42 Ken Bestari, Fenomena Mengunggah Foto Makanan pada Pengguna Media Sosial, (Depok: Skripsi Universitas Indonesia: Tidak diterbitkan, 2014) 27

Persamaan pada ketiga penelitian relevan yang telah dikemukakan sebelumnya terdapat pada objeknya. Penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” dan penelitian yang akan penulis teliti sama-sama menggunakan novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak. Judul kedua yakni “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” memiliki kesamaan pada sisi pengarang. Meski menggunakan dua karya yang berbeda yakni novel Amba dan novel Aruna dan Lidahnya, namun kedua novel tersebut ditulis oleh orang yang sama yakni Laksmi Pamuntjak. Penelitian ketiga yang berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” memiliki kesamaan pada topik yang dikaji yakni mengenai makanan, sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dengan judul pertama terletak pada teori yang digunakan. Penulis menggunakan teori objektif sedangkan penelitian yang berjudul “Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak)” menggunakan teori dekonstruksi. Judul kedua “Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA” memiliki perbedaan dalam hal novel yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berjudul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” memiliki perbedaan pada objek yang digunakan. Peneliti menggunakan novel Aruna dan Lidahnya sebagai objeknya sedangkan penelitian sebelumnya dengan judul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang” menggunakan hanami bentou.

G. Pembelajaran Sastra di SMA

Sastra sebagai seni sastra pada dasarnya adalah untuk dinikmati. Sastra adalah untuk didengarkan, dibaca, ditonton, diucapkan, dan diragakan, dengan maksud untuk dihayati. Dari sastra diharapkan diperoleh kenikmatan. Kenikmatan yang tinggi adalah kenikmatan dengan pemahaman, karena itu agar beroleh 28

kenikmatan yang tinggi diperlukan pemahaman terhadap sastra. Demikianlah, sastra menjadi salah satu objek studi.43 Pembelajaran sastra tidak hanya terbatas pada kalangan perguruan tinggi saja, melainkan di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, pembelajaran sastra sudah dilakukan. Oleh karena itu pentingnya pemahaman terhadap karya sastra dibangun sejak dalam bangku sekolah menengah. Pengajaran sastra memiliki alasan masing-masing, di antaranya ialah sebagai model budaya. Sastra sebagai model budaya dimaksudkan untuk mengajarkan siswa agar menghargai kebudayaan melalui sejarah yang terdapat di dalamnya, melalui warisan yang ditinggalkan dalam karya sastra.44 Sastra dipelajari strukturnya, untuk mengetahui lapisan-lapisan yang terdapat di dalamnya, hubungan antar lapisan itu sesamanya dan dengan keseluruhannya. Sastra dipelajari sejarahnya, kelahiran dan pertumbuhannya serta perbandingannya dengan sastra lainnya. Sastra juga dipelajari hubungannya dengan masyarakat tempat lahirnya, serta dukungan-dukungan yang diperolehnya. Sastra dipelajari nilainya, pada masanya dan pada masa-masa setelahnya. Tujuan pengajaran sastra untuk kepentingan ilmu pendidikan, tentulah merupakan bagian dari tujuan pendidikan keseluruhannya, karena proses belajar dan mengajarkan sastra merupakan bagian dari proses pendidikan. Pengajaran sastra terutama dapat digunakan untuk ikut serta dalam usaha untuk mencapai tujuan apresiasi itu. Tujuan pengajaran sastra adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik agar agar ia dapat menghayati nilai-nilai luhur, agar ia siap melihat dan mengenal nilai dengan tepat, dan menjawabnya dengan hangat dan simpatik.45 Demi tercapainya tujuan dalam pengajaran sastra di sekolah, semua pihak harus terlibat membangun kerja sama dalam mewujudkannya. Pihak di sini ialah guru dan siswa. Guru diharapkan bisa menyajikan metode yang menarik agar siswa mampu memahami sastra dengan cara yang menyenangkan. Pemilihan metode dipertimbangkan dari beberapa hal. Pertimbangan pertama adalah hakikat sastra itu sendiri. Dengan mempertimbangkan ini, maka

43 Yus Rusyana. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: C.V Diponegoro, 1984), h.312. 44 Ronald Carter. Teaching Literature. (New York: Longman Group (FE) ltd, 1991), h.2 45 Rusyana, op.cit., h.313 29

kita harus memilih metode yang kena dengan hakikat sastra. Pertimbangan kedua adalah tujuan pengajaran sastra. Tujuan pengajaran sastra dalam rangka mencapai tujuan pendidikan melalui sastra, yaitu tujuan apresiasi sastra, tentulah menuntut cara yang berbeda dengan tujuan menyampaikan informasi tentang teori sastra. Pertimbangan ketiga adalah para siswa yang mempelajari sastra. Tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kematangan siswa tentulah tidak dapat disamaratakan. Hal itu menuntut cara yang berbeda. Metode membaca dan menganalisis bisa dipilih untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah kelas XII. Saat pembelajaran sastra khususnya mengenai prosa atau novel yang dibahas oleh penulis, seorang guru bahasa dan sastra dituntut untuk menyajikan penyampaian serta pembelajaran yang menarik minat siswa untuk belajar. Seorang guru juga sebaiknya bisa memilihkan novel yang cocok untuk pembelajaran sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh, karena novel yang sesuai dengan tingkatan usia dan pendidikan akan berdampak positif pada siswa. Bisanya siswa dengan kemampuan membacanya bisa hanyut dalam teks. Saat inilah dirasa cocok untuk mengenalkan novel-novel bermutu sastra. Guru diharapkan dapat menyampaikan pembelajaran dengan maksimal dan siswa dapat memahami pembelajaran dengan baik dengan mempersiapkan yang terbaik.

BAB III

PENGARANG DAN KARYANYA

A. Biografi Pengarang

Laksmi Pamuntjak adalah sosok yang terkenal memiliki kegemaran terhadap makanan. Laksmi lahir di Jakarta, 22 Desember 1971, keluarganya adalah pemilik usaha penerbitan yang terkenal di zaman dahulu, Djambatan. Laksmi lulus sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Politik, Studi , di Universitas Murdoch, Perth, Australia pada tahun 1993. Setelah lulus, Laksmi memutuskan untuk kembali ke Jakarta, ia sempat bekerja di berbagai tempat sembari menulis untuk sejumlah majalah dan surat kabar. Tulisannya pun yang bercerita seputar politik, sastra, musik, film, dan kuliner diterbitkan di beberapa media antra lain: majalah Tempo, majalah Djakarta, Jurnal Sosial-Ekonomi Prisma, dan harian The Jakarta Post. Tahun 2000, ia memutuskan kembali menulis buku. Namanya mencuat ketika menulis buku Jakarta Good Food Guide (2001). Buku tersebut terinspirasi dari kegemarannya terhadap makanan. Hal itu terjadi di samping tidak adanya buku panduan restoran di Jakarta pada waktu itu. Buku tersebut terbit kembali dengan versi terbaru The Jakarta Good Food Guide (2002-2003) dan The Jakarta Good Food Guide (2008-2009) yang diterbitkan oleh Pena Klasik, ketika ia menjadi pendirinya. Dalam pengerjaan buku tersebut, ia bersikap independen, dalam arti tidak memberi tahu terlebih dahulu pihak restoran ketika ia sedang melakukan penilaian dan selalu membayar penuh. Pada tahun 2001, bersama teman-temannya ia mendirikan Toko Buku dua bahasa Aksara di kawasan elit Kemang, Jakarta Selatan.1 Pada 2004, ia menjadi editor, penerjemah sekaligus pemberi pengantar bagi buku Goenawan Mohamad: Selected Poems. Di tahun 2005, ia menerbitkan buku puisi karyanya yang berjudul Ellipsis : Poems and Prose-Poems, yang memuat 35 puisi dan masuk dalam daftar The books of the year versi The Herald,

1Laksmi Pamuntjak, Seniman Sastra, Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/pamuntjak.html.

30 31

Inggris. Buku ini membuatnya menjadi orang pertama dari Indonesia yang mendapat penghargaan internasional tersebut. Tahun 2006, terbit dua buku karyanya, The Diary of R.S.: Musings on Art yang diterjemahkan ke dalam dua bahasa Perancis dan Indonesia dan Perang, Langit dan Dua Perempuan. Laksmi mengidolakan novelis atau cerpenis seperti A.M. Homes, Ian McEwan, Lorrie Moore, Aleksandar Hemon, Jim Crace, Martin Amis, Hilary Mantel, Nukila Amal; penyair: Tomas Transtromer, Paul Celan, T.S. Eliot, Chairil Anwar. Ia mengidolakan kuliner bergantung dengan mood nya. Makanan yang paling konsisten disukai adalah makanan Nyonya/Peranakan, Thai, Vietnam, seafood ala Tiongkok-Indonesia, perpaduan Barat dan Timur. Jika makanan Indonesia sendiri, Laksmi menyukai pempek, pindang patin, mi kepiting Pontianak, bakmi goreng Jawa, kwetiau goreng, dan es cendol durian.2 Tahun 2007 kembali menerbitkan buku The Anagram yang berisi kumpulan puisi karyanya, Elegy for the Unsaid, The Break-up, October, I See the Clouds From Both Sides Now, 35, The Embrace, The Final Hour, An Entry on Love, A Strangerin Ioa, Not For This Lifetime, Scrapbook Sunset, The Anatomy of Talk, For My Daughter, Once More, Trevi, From a Buru Notebook: where..., Daystar Murders. Buku hasil karyanya yang lain yang telah terbit antara lain; Artemis in King Frederick ll’s Winter, To My Parents, Who Visited My College Town, Silent Prayer for My Daughter on Her 9th Birthday, Dolpins, La Guardia One Blue Saturday Afternoon, Afternoon of The Petunias, After Bisma Defeated Salwa, Night Train Late January, Night Train Mid-March, Glass Conservatory. Laksmi juga sering diundang menghadiri diskusi, konferensi serta acara- acara lain yang berkaitan dengan dunia sastra, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di antaranya: Amsterdam, Florence, Paris, New York, Los Angles, Manila, Internasional Literary Festivals di Australia (Byron Bay Literary Festival, National Festival di Victoria), Kanada (Wordfest Literary Festival di Calgary and Banff), Hague, Hong Kong, Singapura, Ubud, Jakarta, dan Kuala Lumpur.

2 Anissa Sadino. Laksmi Pamuntjak: Makanan, Tulisan, dan Realita Sosial, Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://areamagz.com/article/read/2015/02/02/laksmi-pamuntjak- makanan-tulisan-dan-realita-sosial. 32

Pada April 2009, ia mendapat kehormatan terpilih menjadi anggota dewan juri pemberian penghargaan internasional dari Prince Claus Fund. Ia merupakan orang kedua dari Indonesia yang terpilih menjadi juri pada ajang tersebut setelah Goenawan Mohamad. Sejak tahun 2005, ia memutuskan tinggal di Singapura, bersama anaknya di daerah East Coast. Seluruh kegiatan menulisnya, ia pusatkan di dalam rumah. Sembari menekankan bahwa perannya yang utama kini adalah menulis dan menjadi ibu.3 Saat ini, Laksmi adalah Indonesian Editor untuk Margins jurnal budaya Asia-American Writers Workshop yang berbasis di New York. Beberapa novelnya diterbitkan dalam bahasa asing, di antaranya Amba dalam Bahasa Inggris dan menjadi national bestseller, kini juga telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman dengan judul Alle Farben Rot

B. Gaya Kepenulisan

Laksmi Pamuntjak, penggemar buku dan kuliner ini mengaku bebas dalam menulis. Sebelum mengeluarkan kedua novelnya, yakni Amba dan Aruna dan Lidahnya, ia sudah terlebih dahulu menulis buku mengenai panduan makanan yang terkenal dengan sebutan The Jakarta Good Food Guide. “Pertama-tama, saya perempuan, jadi beda. Kedua, saya jauh lebih muda dan hidup di dunia yang berubah. Norma-norma kepatutan itu sudah banyak yang terdobrak. Saya merasa bebas saja menulis apa pun. Kalau mereka kan masih banyak pertimbangan. Tapi, tanpa mereka, saya tak bisa nulis. Mereka meletakkan dasar sastra kita. Sastra merupakan kontinuitas, selalu harus dilihat. Generasi ini saling mempengaruhi, akan selalu ada keterkaitan.”4

Pernyataan tersebut dimuat oleh Majalah Detik edisi Kamis 2 April 2015 saat mewawancarainya ketika ditanya apa perbedaan dirinya dengan Ahmad Tohari dan Pramoedya Ananta Toer yang juga menulis mengenai PKI terkait dengan novel pertamanya Amba.

3 Pamuntjak, op., cit, tentang penulis. 4 Iin Yumiyanti. Laksmi Pamuntjak: Soal PKI, Saya Menulis Lebih Bebas daripada Pramoedya. Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://news.detik.com/wawancara/2877113/laksmi-pamuntjak-soal-pki-saya-menulis-lebih-bebas- daripada-pramoedya 33

Novel keduanya Aruna dan Lidahnya dirasa lebih ringan ketimbang Amba yang mengisahkan sejarah di dalamnya. Gaya kepenulisan dalam novel kedua ini santai dan banyak menggunakan istilah kuliner, mengingat latar belakangnya sebagai penulis buku panduan makanan sebelumnya. “Menurut saya pribadi, ada banyak bagian Aruna dan Lidahnya yang puitis, sepuitis Amba (bahkan ada bagian-bagian yang saya sengaja bikin puitis). Saya memang sengaja membuat cerita ini lebih „kasual‟, terutama dalam dialognya yang lebih santai dan konversasional.”5

Pengakuan tersebut dituturkan oleh Laksmi ketika ditanya mengenai apakah benar novel kedua ini lebih ringan dan santai ketimbang yang pertama.

C. Gagasan Pemikiran

Laksmi Pamuntjak yang telah menulis dua novel ini memiliki kisah yang menarik di balik terciptanya masing-masing karyanya. Penulis yang kerap menggunakan sebagian besar wilayah Indonesia ini ingin memperkenalkan Indonesia di mata dunia. Banyak cara memperkenalkan Indonesia di mata dunia salah satunya melalui sebuah karya. “Saya sempat menjadi konsultan seni rupa, itu juga cara memperkenalkan Indonesia, meskipun lingkup kerja saya lebih melihat ke dunia daripada melihat ke dalam. Lewat sastra, kita bisa bertemu dengan penulis lain. Saya sering sekali ke festival sastra sejak 2005. Entah mengapa saya tidak mengatasnamakan Indonesia. Jadi mereka lihat saya sebagai penulis tok. Sedangkan kalau akademis, saya dikotakkan sebagai penulis Indonesia, jadi keindonesiaan yang disoroti. Kalau di festival sastra internasional, mereka tidak peduli kita dari negara mana. Yang dilihat adalah tulisan, bahasa, gaya, pengetahuan, dan wawasan kita oke atau tidak.”6

Wawancara yang dilakukan oleh Majalah Detik edisi Kamis 2 April 2015 tersebut meminta pendapatnya mengenai apa perbedaan mengenalkan Indonesia lewat sastra ketimbang cara lain, dari percakapan tersebut mengungkapkan bahwa Indonesia bisa diperkenalkan dengan berbagai cara.

5 Anissa Sadino. Laksmi Pamuntjak: Makanan, Tulisan, dan Realita Sosial, Artikel diakses pada 17 Agustus 2915 dari http://areamagz.com/article/read/2015/02/02/laksmi-pamuntjak- makanan-tulisan-dan-realita-sosial 6 Iin Yumiyanti, op.,cit. 34

Laksmi juga menerapkan disiplin dalam menulis. Ia bersungguh-sungguh dalam melakukan riset terkait dengan karya yang sedang dibuat. Misalnya, ketika penyusunan novel kedua yakni Aruna dan Lidahnya yang banyak menceritakan kuliner Indonesia, ia benar-benar mendatangi kedelapan kota untuk menjajal kuliner khas daerah tersebut.

“Saya terapkan disiplin dan penajaman indra yang saya asah ketika menyusun JGFG ( The Jakarta Good Food Guide). Saya selalu mencatat, supaya tidak lupa detail aroma, tekstur, warna, dan kompleksitas rasa. Saya tidak menunggu terlalu lama untuk menguraikan hal itu semua lalu menjalinnya di dalam narasi yang telah saya bangun.”7 Dalam novel kedua ini, Laksmi juga selalu membuka setiap bab dengan perumpamaan mimpi tokoh utama. Menurutnya, mimpi merupakan bagian dari culinary mind.

“Mimpi adalah bagian atau lapisan dari culinary mind, sebuah kesadaran yang berlapis-lapis dan tak jarang muncul di dalam bawah sadar. Lewat mimpi-mimpi tersebut, saya lebih leluasa bermain dengan bentuk, bahasa, dan terutama puisi karena bagaimana pun juga, sebuah novel mempunyai kanvas yang luas; ia bisa mengakomodasi banyak genre. Karena sisi puitis saya sangat kuat, saya ingin punya kebebasan untuk tetap setia pada DNA saya meskipun ADL menampilkan banyak bagian yang bisa dianggap lebih aksesibel, yakni lebih “nge-pop”.8

D. Sinopsis Aruna Rai, wanita 35 tahun ini penggemar kuliner dan salah satu pekerja dari Konsultan yang bergerak dalam penelitian yang berhubungan dengan unggas bernama One World. Ia ditugasi meneliti berbagai kronologis terjadinya penularan flu unggas kepada sebagian penduduk Indonesia. Perjalanan berkeliling Nusantara dari Aceh hingga Lombok ini menjadi semacam wisata kuliner bagi Aruna dan kedua sahabatnya serta rekan kerjanya, Bono dan Nadezdha, serta Farish. Bono, seorang chef profesional yang telah menempuh pengalaman sampai New York dan mampu mengolah bakmi dengan foie gras, serta Nadezdha Azhari, wanita cantik 33 tahun blasteran Sunda-Aceh- Perancis dan Persia; seorang konsultan gaya hidup yang sangat memesona

7 Annisa Sadino, op., cit 8 Anissa Sadino. Laksmi Pamuntjak: Makanan, Tulisan, dan Realita Sosial, Artikel diakses pada 17 Agustus 2915 dari http://areamagz.com/article/read/2015/02/02/laksmi-pamuntjak- makanan-tulisan-dan-realita-sosial 35

sehingga menurut Aruna bila dibandingkan dengan dirinya bagaikan „sampanye dan popcorn‟. Terakhir, Farish, rekan sejawatnya dari kantor yang ditugaskan bepergian dalam menyelidiki wabah flu burung yang diketahui pada akhirnya memiliki kisah tersendiri dengan Aruna. Aruna, Nadezdha, dan Bono, ketiganya memiliki kesamaan yakni terobsesi pada makanan. Berawal dari kesamaan itulah, kisah perjalanan kuliner berkeliling hampir ke sebagian Indonesia bermulai. Berbagai daerah yakni delapan kota, Bangkalan, Pamekasan, Palembang, Medan, Banda Aceh, Pontianak, Singkawang, Lombok, dan Mataram didatangi guna menyelediki kasus flu unggas yang merebak. Banyak kejanggalan yang ditemukan yang tidak lain ialah “permainan” oknum pejabat dalam rangka korupsi. Tidak hanya berkutat pada masalah flu unggas yang sedikit menyita pikiran Aruna dan rekan-rekannya, mereka menjadikan perjalanan ini sebagai ajang mencicipi berbagai kuliner yang terdapat di daerah itu. Sebagai contoh, selama di Surabaya, Aruna, Bono dan Farish menikmati aneka rujak, seperti rujak cingur, rujak tolet yang memakai bumbu gula merah, kecap dan bawang putih, serta rujak deham yang berbumbu asin dengan komposisi irisan buah dan taoge. Ada juga rujak cemplung, rujak buah yang disajikan dengan kuah air kelapa. Tak lupa Rujak soto dan Botok Pakis yang menjadi pusat perhatian mereka karena komposisinya yang tak biasa. Sedangkan ketika di Kalimantan, mereka mencoba makanan khas daerah itu, seperti Kwetiaw, Rujak buah yang khas dan Sotong Pangkong. Di sana, cinta Aruna dan Farish mulai bersemi. Sedangkan Bono harus menanggung kekecewaan karena ditolak Nadezhda. Ketika mendengar kabar bahwa adanya konspirasi terkait kepentingan segelintir orang dengan politik di One World, mereka semakin tidak bersemangat menjalankan tugasnya, namun pekerjaan menuntut diselesaikan. Dengan segera setelah menyelesaikan urusan, mereka kembali ke Jakarta. Ternyata di Jakarta, Aruna merindukan Lombok untuk berlibur, ketiga temannya tidak luput untuk turut serta. Misi mencicipi segala jenis kuliner tetap dijalankan. Dari sinilah kisah percintaan Aruna dan Farish berlanjut, hingga pada akhirnya Aruna memutuskan untuk hidup bersama dengan Farish. BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN NOVEL ARUNA DAN LIDAHNYA

A. Unsur Intrinsik Novel Aruna dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak 1. Tema Tema merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam karya sastra, tema juga merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Pengarang biasanya menyampaikan pokok pembicaraan pada sebuah karya melalui tema. Tema yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak adalah mengenai kuliner (makanan). Kuliner digunakan Laksmi sebagai media untuk membangun karakter tokoh, misalnya ketika suasana tegang, makanan menjadi perantara untuk mencairkan suasana, makanan bisa menjadi perantara untuk mengetahui karakter tokoh seperti Bono yang memiliki kemauan kuat berkunjung dari satu restoran ke restoran lainnya demi obsesinya terhadap makanan. Laksmi juga menyatakan bahwa ia sudah lama ingin menulis novel dengan fokus makanan di dalamnya, meski sebelumnya ia telah menulis empat edisi resensi kuliner dengan judul The Jakarta Good Food Guide. ―Pertama, saya sudah lama ingin menulis novel yang menempatkan makanan sebagai peran penting. Meskipun saya masih menikmati menulis resensi makanan, seperti yang tertuang dalam empat edisi The Jakarta Good Food Guide (JGFG), saya jenuh hanya menulis tentang aspek-aspek restoran atau rumah makan. Saya ingin mendalami apa sesungguhnya yang disebut culinary mind dan bagaimana benak dan jiwa yang penuh makanan bertaut dengan aspek-aspek lain dari kehidupan. Berbekal pengalaman menulis novel saya yang pertama, Amba/The Question of Red (A/TQoR) yang juga merupakan buku saya yang ke-12, saya memilih genre novel untuk mewadahi hasrat saya itu.‖ Kedua, bagi saya makanan bisa menjadi medium untuk membangun karakterisasi tokoh yang kemudian bergulir menjadi sebuah cerita. 1 Kuliner yang mendominasi di sebagian besar cerita merupakan kuliner dari berbagai wilayah di Indonesia. Sebelum cerita masuk ke

1 Anissa Sadino. Laksmi Pamuntjak: Makanan, Tulisan, dan Realita Sosial, Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://areamagz.com/article/read/2015/02/02/laksmi-pamuntjak- makanan-tulisan-dan-realita-sosial.

36 37

bagian bab pertama, Laksmi sudah menghiasi prolog dengan berbagai macam kuliner, sebagaimana tampak pada kutipan selanjutnya.

―...semangkuk bihun bebek di Muara Karang, atau pertanyaan yang tak harus selalu dijawab seperti paduan emosi apa gerangan yang membentuk kepulenan tiada tara nasi uduk Bu Amah, apakah itu cemburu, rasa bersalah, pamrih, atau cinta tak kesampaian, dan yang tak henti-hentinya merencanakan tur kuliner dari bagian kota satu ke bagian kota lainnya, mulai dengan rujak juhi dan berakhir dengan roti kaya atau mulai dengan ketoprak dan berakhir dengan lindung cah fumak...‖2 Dari kutipan tersebut terlihat bahwa ketika bagian cerita masih sangat awal, pengarang sudah membubuhkan unsur kuliner. Hal tersebut seiring dengan diperkenalkannya tokoh utama, yakni Aruna yang gemar terhadap kuliner.

―...katakanlah ia seperti orang yang ingin menjaga berat badan tapi tak bisa menahan nafsu makan..‖ ―...karena seorang teman paham untuk tak terlalu berharap dan tahu bagaimana menyayangi tanpa mengikat dan tahu bagaimana mengembalikan ia, Aruna, dalam kesendiriannya, kesendirian yang mengembalikannya kepada Makanan,‖3

Seperti pada kutipan di atas, Aruna yang gemar terhadap makanan, dikatakan ingin menjaga berat badan, namun tidak bisa. Hal ini sejalan, ketika seseorang yang gemar makan, bagaimana pun ia ingin menjaga berat badannya, biasanya mengalami kesulitan. Kesulitan lain yang dialami oleh orang yang gemar makan ialah ―sulit menolak untuk tidak makan‖ ketika sedang ada masalah atau stres, dan Aruna yang masih dalam kesendirian yang terkadang memikirkan pendamping hidup atau belum menikah, hanya bisa terhibur oleh makanan, jadilah ia sulit untuk menjaga berat badannya. Selain itu, memiliki teman-teman yang gemar makan, menjadikan mereka memiliki obsesi yang sama dalam bidang kuliner. Meski memiliki perbedaan dalam profesi, namun semuanya dipersatukan melalui makanan.

2 Laksmi Pamuntjak. Aruna dan Lidahnya, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h.13. 3 Ibid, h.11, 17. 38

―Seperti anak muda lain, yang berambisi menjadi chef, pengalaman bikin salad di salah satu restoran top yang dikenal dunia jauh lebih bermanfaat ketimbang belajar menyiapkan Lobster Thermidor di rumah makan yang biasa-biasa saja.‖4

Bono, salah satu teman Aruna yang telah lulus menempuh studi di Culinary Institute of America memiliki ambisi menjadi seorang chef. Melalui kerja keras yang dilakukannya, ia berhasil menjadi seorang chef. Persoalan yang dibicarakan bersama Aruna ketika bertemu tidak jauh hanya seputar kuliner, karena Bono tahu, Aruna memiliki kecenderungan terhadap makanan. Begitupun dengan teman Aruna yang lain, yakni Nadezhda. Penulis yang memiliki spesialisasi pada makanan ini seolah menjadikan makanan setengah dari hidupnya. Sama seperti Aruna, Nadezhda yang masih enggan untuk menikah memutuskan tetap sendiri dan memilih makanan sebagai fokus utamanya saat ini. ―Lagi pula gue sedang krisis kepercayaan nih.‖ ―Terhadap?‖ ―Terhadap makanan.‖ ―Ha?‖ ―Bukan terhadap makanan secara umum. Tapi bagaimana makanan telah mendominasi kehidupan.‖5 Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana makanan secara tidak langsung telah menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan tokoh- tokoh yang ada di dalam novel Aruna dan Lidahnya. Makanan bukan saja sebagai kebutuhan pokok, namun telah menyita sebagian besar waktu mereka. Aruna, selalu menyertakan kuliner dalam setiap aktivitas pekerjaannya. Bono seorang chef, selalu bergelut dengan kuliner dan memikirkan makanan dengan inovasi terbaru. Nadezhda seorang penulis dengan spesialisasi makanan, terus memikirkan fenomena makanan yang menurutnya telah mendominasi kehidupan. Tidak hanya itu, ketika kisah berlanjut, Aruna, sebagai seorang ahli wabah diberi tugas untuk menyelidiki wabah flu unggas yang merebak di sebagian besar wilayah Indonesia, ia turut serta mengajak kedua sahabatnya.

4 Ibid, h.46. 5 Ibid, h.82. 39

―Gue? Ikut?‖ ―Ya, kenapa nggak?‖ Nadezhda berhenti mengendus-endus isi lemari esku (dalam hal ini dia persis Bono) dan memandangku dengan bingung. ‗Tapi lu kan kerja. Lu ada tugas.‖ ―Iya, tapi bukan berarti lu nggak bisa berada di kota yang sama. Juga bukan berarti kita nggak bisa makan-makan di jam-jam kosong gue.‖ ―Bono juga mau ikut,‖ kataku. ―Tapi kita nggak satu pesawat. Gue sampe jam delapan pagi, dia sampe jam sepuluh.‖6

Kutipan di atas menjelaskan ketika di sela-sela pekerjaan, Aruna masih merencanakan untuk bisa berwisata kuliner bersama sahabatnya. Oleh karena itu, ia mengajak Bono dan Nadezhda turut serta. Aruna yang menyiapkan wisata kuliner sebagai cadangan dan sebagai hiburan di sela- sela pekerjaan yang menuntutnya untuk mengungkapkan sesuatu yang sebenarnya telah direkayasa oleh oknum pejabat. Perjalanannya ke delapan kota pun diwarnai dengan berbagai macam kuliner. Perjalanan pertama dimulai mengunjungi Surabaya untuk menemui kasus pertama. Dalam perjalanannya ke Surabaya, Aruna dan teman- temannya mencoba berbagai macam kuliner. ―Tak ada sejengkal pun meja yang tak dipenuhi makanan. Ada rujak andalan rumah makan itu, yang ternyata hanya rujak cingur yang ditambahi bumbu asin kecut. Ada juga rujak tolet, semacam rujak buah yang bumbunya terdiri atas gula jawa, kecap, dan bawang putih. Lalu, rujak deham, rujak yang terdiri atas irisan buah dan taoge dan diguyur bumbu asin, dan rujak cemplung, rujak buah yang disajikan dengan kuah air kelapa.‖7 Dari kutipan tersebut terlihat ketika baru pertama kali menginjakkan kaki di Surabaya, Aruna dan teman-temannya sudah memesan berbagai macam kuliner salah satunya rujak cingur. Rujak yang terbuat dari berbagai macam buah-buahan yang diiris dan ditambah cingur atau hidung kerbau yang disiram bumbu campuran petis ini memang merupakan salah satu makanan khas Kota Surabaya. Selesai perjalanan dari Surabaya, Aruna dan teman-temannya melanjutkan ke kota

6 Ibid, h.101. 7 Ibid, h.118. 40

selanjutnya yakni Madura. Saat tengah menyelidiki kasus flu unggas, mereka tidak sedikit pun gusar terhadap virus yang menyerang unggas tersebut dengan dicicipinya bebek di salah satu restoran bebek di daerah Madura.

―Sialan,‖ kata Bono. ―Berkali-kali aku keliling bistro-bistro di Prancis, belum tentu aku menemukan duck confit yang bener- bener oke. Padahal itu tradisi mereka. Eh, sekalinya aku ke Bangkalan, Madura, Negara Kesatuan Republik Indonesia, aku menemukan tekstur yang mirip confit yang akan membuat chef Prancis mana pun terpana.‖8 Kutipan di atas menjelaskan bahwa di tengah maraknya kasus flu unggas yang sedang melanda, selera kuliner mereka terhadap unggas tidak berkurang sedikit pun, tidak terkecuali Bono. Bangkalan, Madura selain terkenal dengan sate maduranya, juga sajian bebeknya. Bebek yang biasanya disajikan dengan sambal mangga membuat kuliner yang satu ini digandrungi oleh pengunjung. Perjalanan Aruna ke enam kota lainnya pun tidak jauh berbeda diwarnai dengan kuliner yang bermacam-macam.

Kesimpulan dari tema dalam novel ini ialah mengenai kuliner. Kuliner yang dipaparkan merupakan kuliner dari berbagai wilayah di Indonesia, kuliner ini juga digunakan Laksmi sebagai media dalam membangun tokoh-tokohnya, misalnya karakter yang dimiliki oleh salah satu tokoh bernama Bono, dengan obsesinya terhadap makanan, ia terkenal gigih mengunjungi satu restoran ke restoran lainnya untuk mengasah ketajaman lidahnya terhadap makanan.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita sedangkan cara sastrawan menggambarkan tokoh disebut penokohan. Setiap manusia memiliki ciri sifat dan watak yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya. Untuk pemberian nama pada novelnya kali ini Laksmi Pamuntjak mengaku terinspirasi dari beberapa nama orang-orang yang dikenalnya.

8 Ibid, h. 133 41

Misalnya saja tokoh Aruna, Laksmi menuturkan bahwa ia terinspirasi nama tersebut dari nama seorang gadis cantik jelita teman, yakni Aruna Anderson.

"Nama Aruna saya ‗curi‘ dari nama seorang remaja cantik jelita, Aruna Anderson, anak teman baik saya," ia mengungkapkan. "Saya suka nama Aruna—selain tidak pasaran, kesannya anggun, misterius, kuat dan berpendirian. She knows who she is. Kebetulan ibu Aruna Anderson, Avi Mahaningtyas, seorang aktivis lingkungan hidup, adalah juru masak yang terhebat di kalangan teman-teman saya."9 Nama tersebut diwujudkan Laksmi dalam tokoh Aruna yang memiliki sifat pendiam, tidak banyak bicara, serta berpendirian kuat. Hal tersebut terlihat ketika di akhir cerita Aruna kembali diajak oleh Irma sahabatnya, untuk kembali bekerja padanya, namun Aruna menolak karena telah menetapkan untuk memilih proyek yang tidak bersinggungan dengan Irma. Selain nama Aruna yang terinspirasi dari nama seorang gadis cantik jelita, nama Nadezhda juga terinspirasi dari Padma Lakshmi yang fantastis.

―Nadezhda disebut Laksmi sebagai, 'The Asian ‗Padma Lakshmi.' Sebagai tokoh yang paling fantastis, Nadezhda digambarkan sebagai gadis muda yang supercantik, superpintar, super-stylish, super-kosmopolitan, super-terpelajar. "Jarang banget ada cewek seperti ini. Tapi ya, itulah asyiknya menulis fiksi."10 Begitupun nama Bono, yang digambarkan Laksmi sebagai seorang chef muda penuh talenta juga terinspirasi dari salah seorang chef bernama Adhika Maxi yang berasal dari Union.

―Bono memiliki intellectual curiosity tentang makanan, piawai meramu menu Barat dan Timur: bakmi foie gras, nasi goreng wagyu, sambal goreng pete di atas seiris ikan tuna goreng. "Bono mengingatkan saya pada Chef Adhika Maxi dari Union."11

9 Vega Prabowo. Nama Curian di Novel Anyar Laksmi Pamuntjak. Artikel diakses pada 23 Agustus 2015 dari http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141117102106-234-11920/nama- curian-di-novel-anyar-laksmi-pamuntjak/. 10 Ibid. 11 Ibid. 42

Tokoh dalam novel Aruna dan Lidahnya sebenarnya banyak, namun Laksmi mengkhususkan empat tokoh yang paling berpengaruh dalam jalannya cerita, hal itu tercermin dengan dijadikannya satu bab khusus mengenai keempat tokoh ini. Oleh karena itu, penulis hanya membahas empat tokoh berdasarkan fokus yang ditulis pengarang. Tokoh- tokoh tersebut ialah Aruna, Bono, Nadezhda, dan Farish.

a. Aruna Aruna yang memiliki nama lengkap Aruna Rai ini merupakan perempuan berusia tiga puluh lima tahun. Dalam novel Aruna dan Lidahnya, Aruna merupakan tokoh utama. Dia menjadi tokoh penting karena semua cerita terfokus padanya, selain itu, ia juga menjadi pencerita sepanjang peristiwa. Aruna yang memiliki profesi sebagai epidemiologist atau ahli wabah dikenal memiliki hobi makan, hal ini terlihat dari bentuk tubuhnya yang bisa dikatakan tidak kurus. ―..dan meskipun ia tidak kurus, ia juga tidak gembrot seperti si Meh yang gila donat, atau si Cho yang baru bisa tidur setelah makan nasi sebakul, katakanlah ia seperti orang yang ingin menjaga berat badan tapi tak bisa menahan nafsu makan, maka jadilah ia seorang yang montok, karena begitulah orang umunya menyebut perempuan yang tidak langsing tapi mempunyai semacam daya tarik,..‖12

Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Aruna yang ingin menjaga berat badan namun sulit karena ia memiliki hobi makan Meski tidak pernah mengenyam pendidikan seputar kuliner, namun pengetahuannya mengenai kuliner cukup baik karena hobinya mencicipi makanan dari satu restoran ke restoran lainnya. Aruna yang pemalu dan pendiam, tetapi ketika berhubungan soal makanan ia akan bersuara lantang ini memilih untuk sendiri dalam waktu yang cukup lama, tidak seperti teman-temannya yang pernah berhubungan dengan laki-laki, ia memilih untuk mencintai

12 Ibid, h.11. 43

makanan, ia terkadang merasa bebas ketika berhadapan dengan makanan. ―Garpu Irma masih tertancap pada sehimpun kangkung, taoge dan mentimum di pinggirnya. Kerupuk dan emping mulai layu, tenggelam dalam sungai saus kacang. Aku diam- diam sedih melihatnya.‖13

Kutipan di atas menggambarkan betapa Aruna bersimpati pada makanan seolah ia menganggap makanan merupakan benda yang beryawa yang harus dihargai. Begitu cintanya pada makanan, seolah makanan menjadi setengah bagian dari hidupnya. Selain itu juga makanan terkadang membuat mood Aruna kembali membaik di tengah-tengah pekerjaan yang terkadang membuatnya jenuh. ―Dan begitulah, dalam sekejap aku kembali tersingkirkan. Aku, Aruna yang di mata mereka hanyalah si konsultan aneh, si manusia buruh, nerd. Tapi aku tak peduli, karena pada saat itu telah kubebaskan diriku untuk menyerap bau dan bumbu. Pelan-pelan, kusurup lagi telunjuk yang baru saja kucelupkan ke dalam kuah kol nenek. Pedas, amis, sedikit manis.‖14 Makanan, selain memiliki fungsi sebagai pemenuh kebutuhan sebagai penghilang rasa lapar, ternyata juga memiliki fungsi lain. Ketika seseorang sedang stres, atau dilanda masalah yang menyita pikiran terkadang ada sebagian orang yang memilih makanan sebagai pelampiasan emosi, dan terbukti hal itu berhasil. Seperti cokelat misalnya yang memiliki phenethylamine, zat tersebut mampu menghasilkan hormon endorfin dalam tubuh yang bisa menimbulkan efek bahagia.

Sebagai manusia, terkadang rasa tidak percaya diri datang menghampiri, meski segudang talenta dimiliki. Aruna seorang yang hanya berprofesi sebagai ahli wabah, kadang kerap membandingkan dirinya dengan sahabatnya, Nadezhda.

―Nadezhda Azhari dan aku adalah sampanye dan popcorn. Masing-masing tangguh berdiri sendiri, dahsyat bila

13 Ibid, h.33. 14 Ibid, h.34. 44

berdampingan, tapi fakta metafisikanya ya itu tadi: dia sampanye, dan aku popcorn.15 Aruna merasa memiliki nasib yang sama dengan sahabatnya, sama-sama masih dalam kesendirian dan belum memutuskan untuk menikah, tetapi juga memiliki perbedaan yang dirasa sangat berbeda. Nadezhda merupakan gambaran seorang wanita cantik, mampu menata diri dan menyesuaikan diri dalam situasi apapun, membuat Aruna terkadang iri. Begitu sempurnanya Aruna menggambarkan Nadezhda seperti sampanye, sementara dirinya hanya sebagai popcorn yang dipandang tidak sekelas sampanye dalam hal kecantikan dan gaya. Nadezhda termasuk kategori satu dari sepuluh perempuan paling bergaya di Jakarta sangat berbanding terbalik dengan Aruna yang berpenampilan biasa saja.

―Ia juga tahu bagaimana bersuara──seperti seekor burung juara, ia tahu bagaimana tampil,, dengan aneka nyanyian, nada, pesona. Ia juga dianugerahi otak yang bisa berfungsi dalam bahasa lisan maupun tulisan. Seperti sampanye, ia supel, mudah melintas batas. Sementara popcorn adalah popcorn. Ia tak penah ditimang-timang dan disimpan secara khusus, ia tak pernah dibahas, dibikinkan lagu atau judul cerita, kecuali dalam kaitannya dengan kegiatan menonton film. Tidak seperti sampanye, popcorn tak tahu rasanya membasahi farji, untuk lalu memenuh, menubuh, dan menciptakan buih setelah disemburkan ke dalam sebentuk wadah. Kegunaan popcorn hanya sekali: untuk dikunyah dan ditelan. Kriuk kriuk, habis.‖16 Kutipan di atas menjelaskan bahwa betapa berbedanya Aruna dengan Nadezhda. Sifat Aruna yang rendah diri ini menjadikannya pemalu serta pendiam jika bertemu orang baru, namun ia menjadi sangat terbuka ketika membicarakan soal makanan. Aruna yang kerap membanding-bandingkan dirinya dengan Nadezhda sebenarnya tidak perlu rendah diri. Hal ini terjadi karena Aruna belum pernah berhubungan dengan laki-laki mana pun, jadilah ia kurang memperhatikan penampilannya, tidak seperti Nadezhda

15 Ibid, h.89. 16 Ibid, h.90. 45

yang sangat modis dalam berpakaian. Faktor kesendirian juga berpengaruh dengan sikapnya yang rendah diri. Ia bukan siapa- siapa dan tidak pernah dianggap penting oleh masyarakat sekitarnya. Berbeda dengan Nadezhda yang selalu diperhatikan hingga menempati peringkat sepuluh perempuan paling bergaya di Jakarta.

b. Nadezhda Nadezhda Azhari, perempuan tiga puluh tiga tahun yang enggan menikah, memiliki profesi sebagai penulis yang terfokus pada makanan dan perjalanan. Nadezhda memiliki hobi yang sama dengan Aruna yakni dalam bidang kuliner. Dalam novel Aruna dan Lidahnya ia termasuk tokoh sampingan, karena tidak semua cerita hanya terfokus padanya. Dari segi fisik, Nadezhda digambarkan memiliki paras cantik dan menawan. ―Keningnya berkerut-kerut. Mulutnya komat-kamit, seperti musikus yang ingin mendengarkan dahulu melodi yang baru digubahnya untuk yakin. Tapi ia tetap menawan. (Kedua orangtuanya Indo──bapaknya separuh Aceh separuh Prancis, ibunya separuh Prancis seperempat Sunda dan seperempat entah apa lagi)‖17

Berdasarkan kutipan tersebut, kedua orangtua Nadezhda merupakan campuran antara Indo-Prancis, pantaslah jika ia memiliki paras yang cantik, hingga Aruna mengumpamakannya seperti sampanye yang memiliki harga mahal dan selalu mendapat tempat khusus di hati penikmatnya. ―Ia juga tahu bagaimana bersuara──seperti seekor burung juara, ia tahu bagaimana tampil,, dengan aneka nyanyian, nada, pesona. Ia juga dianugerahi otak yang bisa berfungsi dalam bahasa lisan maupun tulisan. Seperti sampanye, ia supel, mudah melintas batas.‖18

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Nadezhda tidak hanya cantik tetapi ia mampu menempatkan diri pada situasi apa pun.

17 Ibid, h.80. 18 Ibid, h.90. 46

Nadezhda yang cantik, pintar, dan memiliki segalanya sejak kecil. Nadezhda yang terbiasa tinggal di luar negeri dan mengenyam pendidikan di sana menjadikannya memiliki pengetahuan tentang kuliner yang memadai. Ditambah ia memiliki kolom sendiri di sebuah majalah kuliner terpandang. ―Tapi hanya ada satu Nadezhda di dunia ini. Neadezhda yang pada usia empat bulan pindah ke Paris dengan orangtuanya, Nadezhda yang pada usia dua belas menetap lagi di Jakarta dan pada usia tujuh belas tahun berangkat ke New York untuk kuliah di Barnard College, Nadezhda yang empat tahun kemudian mendapat beasiswa untuk mengambil program Master‘s di Universitas Cambridge. Hanya ada satu Nadezhda di dunia ini. Dan ternyata aku kangen juga sama dia.‖19

Kutipan tersebut menggambarkan betapa seorang Nadezhda sangat beruntung dalam menjalani hidupnya. Paras cantik, otak yang pintar, dan memiliki kolom tersendiri dalam majalah untuk menulis mengenai makanan dan perjalanan. Makanan juga menjadi fokus utama Nadezhda yang terkadang menyita pikirannya dan membuatnya rendah diri. ―Tapi ini yang gue takutin, Run. Gue baru sadar bahwa jangan-jangan, selama ini, orang menganggap gue ini dangkal.‖ ―Pasti, soalnya penulis serius macam apa yang otaknya mikirin makanan 24 jam, obsesif tentang restoran ini restoran itu, tren makanan ini-itu, yang takut dianggap ketinggalan zaman atau kurang keren kalau belum pernah coba ini-itu di restoran ini-itu, seperti sekian juta foodie di dunia yang menganggap selera mereka, dan diri mereka, lebih tinggi ketimbang manusia biasa tapi yang sesungguhnya goblok!.‖20

Kutipan di atas menunjukkan betapa khawatirnya Nadezhda setelah apa yang selama ini dia lakukan. Ia takut dianggap dangkal dengan tulisannya selama ini di kolom majalah kuliner, karena menurutnya penulis serius tidak hanya memikirkan makanan 24 jam. Nadezhda sama seperti Aruna, menjadikan makanan seperti

19 Ibid, h.81. 20 Ibid, h.84. 47

setengah dari hidupnya, bahkan menguras semua waktu untuk memikirkannya.

c. Bono Bono yang memiliki nama lengkap Johanes Bonafide Natalegawa merupakan chef muda berbakat dengan banyak pengalaman di dunia kuliner internasional. Bono merupakan sahabat dekat Aruna, yang jika telah bertemu, maka keduanya akan membicarakan makanan dari awal hingga akhir. Sama seperti dua sahabat lainnya, Bono yang berusia tiga puluh tahun masih sendiri, bukan tidak mau menikah, tetapi ia yang terlalu sibuk mengurus dua restorannya tidak punya waktu untuk menikah. Dari segi fisik, Aruna menyebut Bono tidak menarik. ―Secara fisik, dia sama sekali tidak menarik. Dagunya yang dobel meskipun tubuhnya tidak gemuk. Rambutnya cepak dan aku tidak suka cowok berambut cepak. Bibirnya sedikit dower, dan entah kenapa selalu lembap dan kejambu-jambuan, seolah disaput gloss atau kebanyakan ciuman. Kulitnya putih. Kacamatanya tebal.‖21

Dari kutipan di atas, meskipun Bono jauh dari kata menarik, namun ia memiliki berbagai talenta terhadap kuliner yang memang telah digemarinya sejak lama hingga bisa mendapat predikat sebagai seorang chef. ―dan pada suatu hari aku berkunjung ke kantornya, aku sadar dindingnya penuh imaji makanan, dari iklan Bear Brand sampai Havermout, dari seri Dick dan Jane mengobrak-abrik dapur sampai gambar-gambar klasik kuliner Prancis yang dijual sepanjang Sungai Seine.‖22 Kutipan tersebut menggambarkan betapa cintanya Bono terhadap dunia kuliner. Dengan memasang poster-poster serta gambar besar tersebut, ia akan terus memandang dan lebih terobsesi untuk melakukan hal yang lebih baik pada dunia yang sedang ia geluti saat ini, yakni kuliner.

21 Ibid, h.40. 22 Ibid. 48

―Sejak hari itu, setiap kali kami makan rame-rame, aku perhatikan caranya membaca menu. Di restoran-restoran tertentu, ia bahkan tak merasa butuh membaca menu, tapi di restoran-restoran lain, ia menyusuri deskripsi makanan dengan khusyuk, seakan setiap kata penting dan bisa mengubah pandangannya tentang sesuatu.‖23

Kutipan di atas menjelaskan betapa terlatihnya Bono yang telah lama berusaha agar memiliki kemampuan semacam itu. Hal tersebut juga didukung oleh usaha kerasnya yang berjalan dari satu restoran ke restoran lainnya untuk mengasah lidah agar terbiasa mengenal makanan.

―Kenapa kamu nggak pernah salah pilih?‖ tanya salah satu kolega yang selalu salah pilih.‖

―Ia hanya tersenyum karena ia memang pelit kata. Tapi aku tahu jawabannya; ia jarang salah karena ia pengunjung restoran yang tak kenal lelah. Insting hanya bisa datang dari pengalaman; ia tak jatuh dari langit, atau menyelusup seperti jin ke dalam tubuh, yang dengan baik hatinya mengarahkan panca indramu untuk membuat pilihan paling jitu.‖24

Saat jamuan makan di sebuah restoran dengan orang-orang kantor, Bono memilih menu dengan sangat jitu. Hal ini menimbulkan perasaan heran teman-teman lainnya karena ia tidak pernah salah memilih menu yang paling pas meski berlainan restoran. Kemampuan ini tidak didapatkan secara ajaib seperti penuturan Aruna dalam kutipan di atas, melainkan melalui kerja keras yang tidak pernah kenal lelah. Bono seorang yang memiliki mimpi dan berusaha mewujudkannya, dan sekarang berhasil membuat mimpi itu nyata dengan dua restoran yang dimilikinya yakni Siria satu dan Siria dua.

―Empat tahun kemudian, ketika ia pulang dari New York, ia bukan lagi si kacamata tebal yang nama tengahnya suka

23 Ibid, h.41. 24 Ibid, h.42. 49

dikata-katai orang, Ia lebih dari bonafide; ia telah menjadi sebuah brand. Seperti Rihanna. Seperti Shakira.‖25

Obsesinya menjadi chef muda telah terwujud melalui kerja keras. Kini, ia telah berubah dan mencapai apa yang dicita- citakannya setelah menempuh pendidikan di luar negeri. Bono yang pandai menempatkan diri dalam kelas sosial apapun tidak jauh berbeda dengan Nadezhda, dan kemampuan itu membuat Aruna salut sebagai sahabat dekatnya.

d. Farish Farish dikenal sebagai dokter hewan muda yang memiliki jaringan pertemanan yang luas, menjadikannya selalu berada dalam posisi pekerjaan yang baik. Tidak seperti Bono yang jauh dari kata menarik sebelum menjadi chef. Farish memiliki wajah yang ―oke‖ menurut Aruna. ―Farish seorang dokter hewan. Dulunya ia bekerja buat Kementrian Peternakan tapi mengundurkan diri setelah lima tahun. Meskipun ia lebih banyak bergiat dalam konservasi satwa liar, semua orang selalu diam kalau ia angkat suara tentang hal-hal yang ada hubungannya dengan binatang.‖26

Berdasarkan kutipan di atas ternyata Farish tidak hanya memiliki wajah yang menarik, namun ia juga memiliki aura untuk menarik perhatian orang lain, selain memang ilmu yang dimiliki mumpuni dalam bidangnya. Namun, seringkali Farish selalu beruntung dalam pekerjaannya, hal ini membuat Aruna jengkel, karena seolah Farish bekerja keras namun nyatanya tidak. Aruna yang bekerja keras, dan Farish yang mempresentasikannya dengan apik.

―Menurut Irma, ada banyak orang di Jakarta yang seperti Farish. Mereka tidak perlu pergi ke universitas yang hebat, tidak perlu terlalu menonjol di mana pun mereka bekerja, tidak perlu punya kemampuan khusus. Merea bahkan tak perlu lancar berbahasa Inggris. Yang penting: sekolah di SMA yang

25 Ibid, h.43. 26 Ibid, h.71. 50

berpengaruh, akrab dengan anaknya si ini dan si itu, yang ketka dewasa akan jadi bos ini dan itu, dan akan menang tender proyek ini dan itu, dan yang seterusnya akan jadi kaya dan sukses. Kuncinya adalah jaringan pertemanan lokal.‖27

Kutipan tersebut menggambarkan betapa beruntungnya Farish dengan hanya memiliki jaringan yang luas dengan berbagai orang penting, maka ia akan mendapatkan posisi pekerjaan yang baik. Rekan kerja Aruna dalam rangka menyelidiki kasus flu unggas ini juga kerap membuat Aruna jengkel bukan main. Hal tersebut salah satunya, ia tidak perlu bersusah payah bekerja, namun ia tetap akan dipandang baik oleh orang-orang. Namun, Farish memanglah lelaki dengan aura yang tinggi. Bagaimana pun kesalnya Aruna, ia akhirnya membuat Aruna jatuh hati padanya dan memutuskan untuk hidup bersamanya.

―Ada beberapa hal yang berubah dalam hidupku, tentu. Farish dan aku sepakat bahwa pada akirnya pada usia kami, tak pernah lagi mengumumkan bahwa kami resmi pacaran, seperti anak SMP atau SMA. Setelah menimbang banyak hal, kami memutuskan hidup bersama, tanpa menikah, dengan segala konsekuensi sosialnya.‖28

Aruna yang kini telah berubah, memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Farish walau tanpa ikatan pernikahan. Farish pun yang semula tidak memiliki obsesi terhadap makanan, akhirnya mulai terbiasa dengan kebiasaan Aruna yang sangat mencintai makanan. Mereka memutuskan untuk hidup bersama sebagai pasangan.

3. Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Alur yang digunakan dalam novel Aruna dan Lidahnya ialah alur maju. Cerita ini dimulai dari terkuaknya kasus flu unggas yang melanda delapan kota yang kemudian Aruna dan timnya ditugaskan untuk menyeledikinya. Di

27 Ibid, h.72-73. 28 Ibid, h.418. 51

sela-sela menyelesaikan tugasnya, Aruna mengajak kedua temannya untuk berwisata kuliner. Alhasil jadilah mereka mencicipi berbagai makanan di kota-kota yang didatangi. Hingga penyelidikan yang dilakukan diberhentikan sementara dan Aruna memfokuskan tujuannya untuk berwisata kuliner sepenuhnya. Tahapan alur menurut Tasrif dalam Nurgiantoro terdiri dari tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian. a. Tahap Penyituasian Pada awal cerita, pengarang memperkenalkan secara umum tokoh utama yang bernama Aruna beserta profesi yang dia jalankan saat ini. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini. ―Tapi sebelum aku bercerita tentang dua kehidupanku yang bak bumi dan langit──makanan dan politik unggas──perlu kujelaskan bahwa aku sehari-hari bekerja sebagai konsultan epidemologi. Tapi aku lebih suka menyebut diriku ―Ahli Wabah‖29 Kutipan di atas menjelaskan bagaimana Aruna sebagai tokoh utama diperkenalkan. Selain profesinya sebagai ahli wabah di salah satu LSM bernama One World, ia juga gemar makan. Aruna menyebutkan bahwa ia memiliki dua kehidupan bagai bumi dan langit. Makanan bagi Aruna layaknya kesenangan yang tidak ada habisnya, sementara di satu sisi pekerjaannya sebagai ahli wabah dan menyelidiki kasus flu unggas terasa sangat membosankan.

Tahap penyituasian kedua ialah dikenalkannya tokoh-tokoh pendukung dalam cerita seperti Bono, seperti dalam kutipan berikut.

―Secara fisik, dia sama sekali tidak menarik. Dagunya yang dobel meskipun tubuhnya tidak gemuk. Rambutnya cepak dan aku tidak suka cowok berambut cepak. Bibirnya sedikit dower, dan entah kenapa selalu lembap dan kejambu-

29 Ibid, h.21. 52

jambuan, seolah disaput gloss atau kebanyakan ciuman. Kulitnya putih. Kacamatanya tebal.‖30 ―Empat tahun kemudian, ketika ia pulang dari New York, ia bukan lagi si kacamata tebal yang nama tengahnya suka dikata-katai orang. Ia lebih dari bonafide; ia telah menjadi sebuah brand. Seperti Rihanna. Seperti Shakira.‖31 Berdasarkan kutipan tersebut, Bono dikenal sebagai seorang lelaki yang kurang menarik, berkat kerja kerasnya kemudian dia berubah menjadi seorang chef yang telah memiliki nilai jual. Pertemuannya dengan Aruna pertama kali terjadi saat mereka bekerja dalam sebuah proyek yang sama. Permulaan itu yang menjadikan mereka bersahabat hingga kini, mereka pun memiliki obsesi yang sama, yakni terhadap makanan. Tahap penyituasian berikutnya yakni diperkenalkannya tokoh lainnya seperti Nadezhda dan Farish. Nadezhda yang berprofesi sebagai penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan di salah satu kolom majalah juga merupakan sahabat Aruna. Mereka juga sama-sama memiliki obsesi terhadap makanan. ―Lu lagi nulis tentang apa?‖ ―Nadezhda punya kolomnya sendiri di sebuah majalah kuliner terpandang.‖ ―Soal istilah foodie,‖ katanya.‖32 Dari kutipan di atas, Nadezhda yang pintar dan cerdas sangat terlihat dari kemampuannya dalam menulis. Ia juga bukan hanya sekedar orang yang memiliki hobi terhadap makanan lalu menuliskannya seperti fenomena terkini di media sosial, namun ia mengkaji lebih dalam mengenai makanan yang ditulisnya. Tokoh selanjutnya yakni Farish. Teman sekantor Aruna ini seorang dokter hewan yang sama-sama bertugas menyelidiki kasus flu unggas kala itu.

30 Ibid, h.40. 31 Ibid, h.45. 32 Ibid, h.81. 53

b. Tahap Pemunculan Konlik Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pemunculan konflik yang terjadi pada novel Aruna dan Lidahnya terjadi ketika munculnya kasus flu unggas di delapan kota. ―Tapi kasus kali ini harus diteliti lagi, Run. Serius.‖ ―Coba kamu lihat,‖ katanya.‖Delapan kota ini, Banda Aceh, Medan, Palembang, Pontianak, Singkawang, Bangkalan, Pamekasan, Lombok. Apa benang merahnya?‖33 Dari kutipan di atas, terlihat bahwa kasus tersebut harus diteliti lagi. Kasus flu unggas yang munculnya dengan tiba-tiba membuat janggal Aruna dan teman-temannya. Dipilihnya delapan kota yang berlainan di Indonesia oleh pengarang bukan tanpa sebab, sejak 2004 hingga akhir 2012 banyak terjadi kasus flu unggas di Indonesia, di antara 27 provinsi yang terjangkit virus flu unggas, Laksmi hanya mengambil sampel di delapan kota yang dijadikan latar dalam cerita ini. Kasus flu unggas berhubungan dengan vaksin yang harus dibuat, dan perkara vaksin ini juga yang dimanfaatkan oknum tertentu untuk melancarkan aksi buruknya. Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini. ―Semua ahli wabah tau bahwa vaksin yang dibutuhkan adalah vaksin buat unggas, bukan buat manusia. Maka aku marah tiap kali aku ingat orang-orang yang mendorong- dorong pembangunan pabrik vaksin untuk manusia.‖34 Berdasarkan kutipan tersebut, di tengah maraknya kasus flu unggas yang melanda, ada oknum yang sengaja ingin memanfaatkannya dengan cara membuat pabrik vaksin untuk

33 Ibid, h.31. 34 Ibid. 54

manusia. Padahal, kala itu penanganan yang seharusnya ialah berfokus pada unggas-unggasnya, bukan kepada manusia, karena bagaimanapun virus ini menjangkiti unggas.

c. Tahap Peningkatan Konflik Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Dalam novel Aruna dan Lidahnya, peningkatan konflik terjadi ketika ada seorang pasien dari Palembang yang bernama Pak Zachri diduga terkena virus flu unggas. ―Meskipun ditempatkan di ruang isolasi, Pak Zachri Musa tak terlihat terlalu menderita. Meskipun demamnya telah menerobos batas 39 derajat Celcius, ia tak tampak terlalu lemas atau menggigil. Ia memang tampak tua, lebih tua dari usianya yang 72.‖35

Berdasarkan kutipan di atas kondisi Pak Zachri tidak seperti gelaja flu unggas pada umumnya, hanya suhu badan yang tinggi saja yang sama menampakkan gejala flu unggas. Selang beberapa saat kemudian, terdengar kabar bahwa Pak Zachri meninggal. ―Ya Ampun, meninggal, Bu, meninggal...‖ katanya sambil menggeleng-geleng.‖ ―Pak Zachri?‖ ―Iya, Bu, Pak Zachri. Baru saja. Belum ada sepuluh menit yang lalu.‖ ―Bagaimana mungkin, Bu? Saya baru saja...Maksud saya, dia baik-baik saja waktu saya meninggalkan dia...‖36 Kutipan di atas menunjukkan keheranan Aruna terhadap meninggalnya pasien bernama Pak Zachri. Sejak ditinggalkan tadi, Pak Zachri tampak baik-baik saja, namun berita kehilangan itu begitu cepat terdengar. Ternyata ada rekayasa di balik kasus ini, esoknya Aruna baru mengetahui kabar kebenarannya.

―Baru esok aku dengar bahwa si suster yang judes baru saja ketahuan menerima suap dari Pak Zachri Musa

35 Ibid, h.173. 36 Ibid, h.197. 55

sebesar Rp 500 ribu untuk memalsukan diagnosisnnya sebagai kasus flu unggas.‖ ―Pak Zachri kok yang minta,‖ kata suster itu membela diri, ―supaya almarhun nggak perlu bayar biaya perawatan. Toh dia sudah capek hidup.‖37 Kutipan di atas menunjukkan betapa mirisnya di tengah kasus flu unggas yang benar-benar melanda sebagian besar provinsi di Indonesia, ada sebagian orang juga yang memanfaatkan momen tersebut. Bukan hanya golongan pejabat yang memanfaatkan untuk meraup untung besar dari pengadaan vaksin, tetapi rakyat kecil seperti Pak Zachri yang menyuap suster di rumah sakit agar kasusnya didiagnosis sebagai kasus flu unggas. Biaya perawatan di rumah sakit yang lebih besar dari pada ongkos suap menjadikan Pak Zachri memanfaatkan momen flu unggas ini untuk mendapatkan biaya perawatan gratis.

d. Tahap Klimaks Tahap klimaks yaitu tahap di saat konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konfik utama. Dalam novel Aruna dan Lidahnya konflik terjadi ketika Aruna dan teman-temannya diberhentikan bekerja sementara dari tim investigasi flu unggas. ―I am so sorry, Run, tapi mereka minta tim investigasi berhenti bekerja sementara ini.‖38 Investigasi Aruna dan teman-temannya mendadak diberhentikan dengan alasan yang tidak jelas. Tahap klimaks ini juga bertalian dengan peristiwa sebelumnya, yakni kasus flu unggas yang terjadi di delapan kota yang sama secara serentak, kemudian banyak pasien yang memanfaatkan peristiwa flu unggas

37 Ibid, h.209. 38 Ibid, h.236. 56

sebagai kepentingan individu seperti Pak Zachri, lantas membuat Aruna dan timnya curiga dengan rencana yang akan digelontorkan para oknum politik.

―Mungkin memang lebih baik begini,‖ katanya, ―Buat apa kita capek-capek kerja kalau agenda politik mereka sudah begini jelas.‖39 Kutipan di atas menjelaskan bahwa sejumlah oknum memiliki rencana tersendiri pada kasus flu unggas yang sedang melanda. Mereka mempunyai agenda politik yang akan dijalankan demi kepentingan individu. Oleh karena itu Aruna dan timnya diberhentikan demi suksesnya rencana yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Keputusan diberhentikan dari tim investigasi pun dirasa Farish, teman Aruna, merupakan keputusan yang tepat. Pemikiran mereka sudah tidak sejalan oleh karena itu menerima keputusan berhenti menyelidiki kasus ini merupakan pilihan terbaik, namun di sisi lain pekerjaan yang semula dijalani dengan sebaik-baiknya oleh Aruna, kini diberhentikan sementara begitu saja, menimbulkan dampak bagi Aruna, ia mengalami stres yang dianggap oleh sahabatnya sebagai depresi.

e. Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian merupakan tahap di saat konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian. Pada novel Aruna dan Lidahnya tahap penyelesaian ditandai dengan dihentikannya investigasi mengenai flu unggas dan Aruna menggantinya dengan agenda berburu kuliner. Seperti terlihat pada kutipan berikut. ―Prospek melanjutkan proyek makan-makan tanpa beban pekerjaan membuat hatiku enteng. Masalahnya hanya satu. Aku harus buru-buru mengemail Talisa dan memintanya meneruskan surat pernyataan resmi bahwa aku akan mengganti semua biaya penerbagan ke depan yang sudah dibayar oleh PWP2. Dan mengirim e-mail ke Vu

39 Ibid, h.243. 57

Diva, atasanku di One World, bahwa aku mau cuti sebentar.‖40 Kutipan di atas membuktikan bahwa begitu gemarnya Aruna terhadap kuliner. Ketika pekerjaannya diberhentikan sementara, ia dan kawan-kawannya menggantinya dengan agenda berburu kuliner ke kota selanjutnya yang tadinya akan didatangi untuk investigasi flu unggas. Setelah selesai berburu kuliner, setahun kemudian kehidupan Aruna pun berubah. Ia sudah tidak bekerja lagi pada One World.

―Kami bertemu di restoran Turki, memesan aneka mezze dan kambing panggang, dan minum bergelas-gelas teh apel. Ia memintaku kembali bekerja untuk dia, lepas dari One World, tapi aku menolak, ―Kita lebih baik jadi teman makan,‖ kataku. ―Lebih seru begitu.‖41 Kutipan di atas menjelaskan bahwa ketika telah berhenti bekerja di One World, Aruna ditawari pekerjaan oleh Irma, temannya, namun ia menolak. Menurutnya menjadi teman makan lebih baik. Aruna yang masih sendiri pun kini mulai berubah. Ia memutuskan hidup dengan Farish.

―Ada beberapa hal yang berubah dalam hidupku, tentu. Farish dan aku sepakat bahwa pada usia kami, tak perlu lagi mengumumkan bahwa kami resmi pacaran, seperti anak SMP atau SMA. Setelah menimbang banyak hal, kami memutuskan hidup bersama, tanpa menikah, dengan segala konsekuensi sosialnya.‖42 Berdasarkan kutipan di atas, Aruna kini telah mengakhiri kesendiriannya, ia memutuskan hidup bersama Farish yang mulai dicintainya semenjak akhir perjalanan investigasi mereka. Ia memilih jalan untuk tidak menikah namun tetap bersama.

40 Ibid, h.251. 41 Ibid, h.419. 42 Ibid, h.418. 58

4. Latar

Latar merupakan salah satu unsur yang menunjang terjadinya suatu cerita. Latar ialah tempat umum, waktu kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat. Latar tempat merupakan lingkungan tempat peristiwa terjadi, latar waktu ialah waktu kapan terjadinya peristiwa, latar sosial juga pada umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, kebiasaan, cara hidup dan bahasanya.

a. Latar Tempat Latar tempat merupakan lokasi kejadian yang ada di dalam novel. Melalui latar tempat, pembaca dapat membayangkan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar tempat yang terdapat dalam nove Aruna dan Lidahnya termasuk ke dalam latar tipikal atau khusus, karena setiap daerah atau tempat memiliki ciri khusus yakni dengan adanya makanan khas daerah tersebut. Oleh karena itu latar ini tidak mungkin digantikan dengan latar lain. Latar tempat yang terdapat pada novel Aruna dan Lidahnya merupakan sebagian wilayah yang ada di Indonesia, seperti Surabaya, Aceh, Medan, Palembang, Singkawang, Pontianak, dan lain-lain. 1) Surabaya Surabaya adalah kota pertama yang didatangi Aruna untuk menjalankan tugasnya sebagai ahli wabah. Kota pertama yang dipilih oleh Laksmi ini tidak berdasarkan data, ia hanya menentukan begitu saja kota pertama yang didatangi Aruna dan teman-temannya terkait wabah flu unggas. Di Indonesia flu unggas terjadi sekitar tahun 2003 yang menyebabkan banyak unggas mati, kemudian pada 2005 flu unggas kembali terjadi pada manusia. Kota 59

pertama yang terkena flu unggas ini ialah Tangerang dan Pekalongan.43 ―Surabaya yang kuingat adalah Surabaya yang dekil, berdebu, semrawut. Teriknya memanggang, menyiksa.‖44 ―Sepuluh menit lagi nyampe di rumah sakit . aku dan timku mesti wawancara pasien.‖45

Surabaya menjadi kota yang pertama diselidiki Aruna, menurut informasi, ada pasien yang mengidap gejala flu burung sama dengan ―Kasus Mojokerto‖ 2007 silam. Oleh karena itu ia dan timnya akan mewawancarai pasien tersebut.

2) Bangkalan Bangkalan, Madura menjadi kota tempat kedua yang dikunjungi Aruna beserta teman-temannya. ―Entah berapa lama aku tertidur di kursi penumpang. Toyota Avanza melaju dengan kecepatan tinggi menyusuri Jembatan Suramadu. 5,4 kilometer berlalu dengan pesat dan, begitu saja, kami tiba di Madura.‖46

Di kota ini kembali ditemukan kasus seorang laki- laki yang diduga mengalami gejala flu unggas. ―Seorang remaja laki-laki 17 tahun dari keluarga santri, demikian menurut rekam jejak itu, mengalami gejala-gejala klasik flu unggas...‖47

Selain menyelidiki kasus flu unggas, Aruna beserta teman-temannya menyempatkan diri untuk mencicipi kuliner yang ada di Bangkalan, Madura.

―Sialan,‖ kata Bono. ―Berkali-kali aku keliling bistro-bistro di Prancis, belum tentu aku

43 Lita Sarana, Flu Burung, Berita diakses pada 9 September 2015 dari https://fluburungpmi.wordpress.com/flu-burung . 44 Ibid, h.107. 45 Ibid, h.108. 46 Ibid, h.127-128. 47 Ibid, h.129. 60

menemukan duck confit yang bener-bener oke. Padahal itu tradisi mereka. Eh, sekalinya aku ke Bangkalan, Madura, Negara Kesatuan Republik Indonesia, aku menemukan tekstur yang mirip confit yang akan membuat chef Prancis mana pun terpana.‖48 Bangkalan, Madura selain terkenal dengan sate maduranya, juga sajian bebeknya. Bebek yang biasanya disajikan dengan sambal mangga membuat kuliner yang satu ini banyak digemari oleh pengunjung, termasuk Aruna dan teman-temannya.

3) Sampang Sampang, Madura merupakan tempat selanjutnya yang didatangi oleh Aruna dalam menyelidiki kasus flu unggas, namun hanya selintas menuju Sampang, yang terbayangkan oleh Aruna ialah tragedi beberapa bulan yang lalu. ―Aku masih belum bisa percaya bahwa aku tengah berada di Sampang. Telah beberapa bulan nama itu menggetarkan udara. Berita-berita di koran, televisi, dan internet gencar melaporkan apa yang terjadi di kabupaten itu. Aku masih ingat, belum ada enam bulan lalu, setidaknya dua nyawa melayang..‖49 Sampang, tempat terjadinya kasus antara Syiah dan Sunni kembali mengingatkan Aruna akan mengerikannya pertikaian antara dua golongan tersebut.

―Seolah membaca pikiranku, tak ada yang mengusulkan jajan di Sampang. Semua sibuk sendiri.‖50 Berbeda dengan tempat sebelumnya, ketika berada di Sampang, Aruna tidak mencicipi kuliner karena masih

48 Ibid, h.133. 49 Ibid, h.144. 50 Ibid, h.146. 61

membekasnya kenangan akan kerusuhan yang terjadi di daerah itu.

4) Pamekasan Pamekasan merupakan tempat selanjutnya yang didatangi Aruna dan teman-teamannya. Mereka kembali menemukan kasus di tempat ini. ―Rekam jejak Pamekasan terdiri atas, lagi- lagi, satu pasien──kali ini perempuan 35 tahun, hidup bersama orangtuanya. Namanya Siti Huriah. Setelah beberapa hari demam tinggi, dia juga dibawa ke puskesmas terdekat, dan entah bagaimana setelah tiga hari di sana, masih belum ditransfer ke Surabaya‖51 ―Kolega Inda benar──ini flu biasa. Farish pun benar──Siti Huriah ingin pergi dari Pamekasan, dia ingin menghirup kebebasan.‖52 Berdasakan kutipan di atas, kasus ini unik, pasien yang bernama Siti Huriah memanfaatkan momen flu unggas yang sedang merebak untuk melarikan diri dari orangtuanya. Ia yang berusia 35 tahun ingin bebas dari kekangan ibunya dengan berpura-pura mengidap penyakit flu unggas.

5) Palembang Palembang adalah tujuan selanjutnya dalam penyelidikan kasus yang dilakukan oleh Aruna. Datang ke kota yang terkenal akan kuliner pempeknya ini tidak disia- siakan Aruna untuk mencoba pempek khas Palemang. ―Aku menikmati kesendirian di meja sarapanku, di mana, seperti mungkin di semua meja sarapan di seluruh Palembang, pempek siap sedia. Selalu siap sedia. Tak ada bedanya dengan kerupuk, kecap, sambal. Tapi aku menahan diri. Aku hanya mau makan pempek yang segar──yang panas, yang baru keluar dari penggorengan. Dan yang lebih penting, pengalaman pertamaku makan pempek di

51 Ibid, h.147-148. 52 Ibid, h.153. 62

Palembang harus di rumah makan pempek yang diakui orang lokal. Aku sudah punya daftar.‖53 Berdasarkan kutipan tersebut, pekerjaan bukanlah penghalang untuk tetap menjalankan misi kulinernya. Aruna bahkan telah memiliki daftar sendiri selama berada di Palembang. Meski banyak pempek yang disediakan di meja sarapannya, namun ia hanya mau memakan pempek yang berkelas di Palembang. Kasus serupa dengan di Pamekasan kembali ditemukan di Palembang. Seseorang yang bernama Pak Zachri berusia 72 tahun diduga mengidap penyakit flu unggas, namun ternyata lagi-lagi semua itu hanya rekayasa.

―Baru esok aku dengar bahwa si suster yang judes baru saja ketahuan menerima suap dari Pak Zachri Musa sebesar Rp 500 ribu untuk memalsukan diagnosisnnya sebagai kasus flu unggas.‖ ―Pak Zachri kok yang minta,‖ kata suster itu membela diri, ―supaya almarhun nggak perlu bayar biaya perawatan. Toh dia sudah capek hidup.‖54 Berdasarkan kutipan di atas, kasus sebelumnya di Pamekasan kembali terulang. Faktor ekonomi diduga menjadi motif Pak Zachri melakukan hal tersebut.

6) Masjid Agung Palembang

Sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya untuk kembali menyelidiki kasus, Aruna dan teman- temannya singgah sebentar ke Masjid Agung Palembang.

―Yang satu ini hanyalah yang kesekian dari berpuluh-puluh kebenaran yang tak menyenangkan; gulo puan memang telah di ambang punah. Dan di sinilah, di pelataran Masjid Agung, penganan yang terkenal sebagai santapan sultan pada zaman Kesultanan Melayu ini bisa ditemukan──dan

53 Ibid, h.169. 54 Ibid, h.209. 63

lazimnya hanya pada hari Jumat. Apabila kita menemukannya pada hari bukan Jumat, tentunya itu merupakan kebetulan, seperti apa yang terjadi hari ini.‖55 Berdasarkan kutipan di atas, mereka mampir ke Masjid Agung hanya untuk mencicipi kuliner yang bernama gulo puan. Begitu cintanya akan kuliner, meski bukan hari Jumat pun, mereka mendatangi pelataran Masjid Agung demi mendapat panganan tersebut. Panganan yang bisa didapat hanya pada hari Jumat di pelataran Masjid Agung ini pun konon merupakan santapan sultan dan bangsawan. Saat ini, gulo puan terbilang mahal harganya, yakni Rp 100.000,00 per kg. Di samping harganya yang mahal, gulo puan ini sudah semakin jarang ditemui.

7) Medan Medan menjadi kota selanjutnya yang dikunjungi Aruna dan teman-temannya. Di kota ini, Aruna seperti biasa tidak ketinggalan mencicipi kuliner yang berada di kota surga makanan tersebut. ―Tapi akhit-akhir ini kesan yang melekat pada kota itu adalah Medan sebagai surga makanan enak. Dan kalau seorang asal Medan bilang tempat makan ini atau itu enak aku pasti percaya.‖56 Berdasarkan kutipan di atas, Aruna tetap akan menjalankan misi kulinernya di kota yang terkenal dengan surganya makanan itu. Di kota ini pula, ia harus mendapatkan kabar pahit bahwa pekerjaan yang sedang dijalankannya harus diberhentikan sementara. Setelah menerima kekecewaan itu, ia dan teman-temannya pun tetap melanjutkan perjalanan dengan misi yang berbeda, yakni misi kuliner.

55 Ibid, h.191. 56 Ibid, h.215. 64

8) Prapat Prapat merupakan tempat yang dikunjungi selanjutnya. Tujuan utama Aruna pergi ke tempat ini ingin mencari naniura. ―Kami tiba di Prapat menjelang siang. Daerah itu indah, meskipun sepi, karena sejumlah penginapan hanya buka di hari-hari tertentu..‖ ―Kami di sana untuk mencari naniura, tentu. Dari Toba kami tahu bahwa naniura umumnya harus dipesan seminggu sebelumnya. Dan biasanya hari Minggu.‖57 Dari kutipan di atas, terlihat bahwa setelah diberhentikan bekerja, fokus Aruna dan teman-temannya hanya pada kuliner. Naniura salah satunya. Kuliner berbahan dasar ikan mas yang diberi berbagai macam bumbu terutama perasan air jeruk purut yang berfungsi sebagai pematang daging ikan yang masih mentah.

9) Singkawang Tujuan selanjutnya dalam perjalanan Aruna ialah Singkawang, meski sudah tidak menyelidiki kasus, agendanya tetap dipenuhi dengan sederet daftar kuliner yang harus dicicipi. Begitu pula dengan teman-temannya, Bono dan Nadezhda. ―Aku sedikit menyesal juga pergi ke Singkawang begitu larut di sore hari. Setelah berputar-putar di Jalan Diponegoro yang bagai kota hantu, aku akhirnya menyuruh pak sopir untuk parkir di depan toko kelontong yang juga menjual aneka manisan. Bono terlihat tegang karena ia tak melihat tanda-tanda satu pun dari rumah makan di daftar saktinya‖58 Berdasarkan kutipan di atas, Aruna dan teman- temannya sampai di Singkawang menjelang petang. Bono, yang telah mendapatkan informasi mengenai tempat makan

57 Ibid, h.291. 58 Ibid, h.350. 65

di Singkawang, tidak menemukan satu pun rumah makan di Jalan Diponegoro. Singkawang yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Cina memang terkenal dengan kuliner mienya. Oleh karena itu, Aruna dan teman- temannya tidak akan melewatkan begitu saja ketika tiba di Singkawang.

10) Pontianak Setelah dari Singkawang kemudian tujuan selanjutnya ialah Pontianak. ―Tepat pukul sebelas malam kami sampai di Pontianak. Tak ingin hilang waktu, kami minta sopir berhenti di Jalan Gajah Mada, dekat hotel kami. Setelah berjalan selama dua puluh menit kami akhirnya berhenti di warung tenda ko kue dan chai kue goreng di pinggir jalan.‖59 Kutipan di atas menunjukkan bahwa meskipun hari telah larut, semangat mencicipi berbagai macam kuliner mereka tidak surut. Pontianak yang masih satu gugus pulau dengan Singkawang, sebagian besar penduduknya berasal dari keturunan Tionghoa, Dayak, dan Melayu memiliki banyak kuliner khas. Di antaranya ko kue dan chai kue, yakni panganan yang terbuat dari tepung beras diisi kucai dan kemudian dioseng di atas wajan ceper berukuran besar.

11) Lombok Lombok merupakan tempat yang dijadikan tujuan untuk berlibur bagi Aruna. Setelah kembali dari pekerjaannya menyelidiki kasus flu unggas, ia memilih kembali berlibur ke Lombok. ―Lombok adalah pulau singkong dan jagung, cengkeh dan kayu manis. Pulau kelapa dan tembakau, pisang dan vanila. Lombok juga pulau para pembuat tahu dan tempe, penghasil ebi dan hiu asin, para pemakan dodol nangka dan telur asin,

59 Ibid, h.363-364. 66

para pecinta ayam taliwang dan babi guling, dan ribuan pohon turi penguat pematang.‖60

Berdasarkan kutipan tersebut, Lombok tidak hanya terkenal sebagai pulau dengan keindahan pantainya, namun Lombok juga memiliki beragam kuliner yang wajib dicicipi ketika berkunjung ke sana. Salah satu makanan khasnya yakni ayam taliwang. Konon belum sah ke Lombok jika tidak mencicipi kuliner ini. Begitu pun Aruna dan teman- temannya juga mencicipi kuliner ayam taliwang ini. b. Latar Waktu Latar waktu ialah latar yang menggambarkan kapan peristiwa itu terjadi. Dalam novel Aruna dan Lidahnya latar waktu yang disebutkan tidaklah banyak. 1) Akhir 2012 ―Akhir 2012‖ ―Aku buru-buru masuk lift, meskipun sebenarnya bisa naik tangga, karena di gedung itu cuma ada dua lantai.‖ ―Tapi sebelum aku bercerita tentang dua kehidupanku yang bak bumi dan langit──makanan dan politik unggas──perlu kujelaskan bahwa aku sehari-hari bekerja sebagai konsultan epidemologi. Tapi aku lebih suka menyebut diriku ―Ahli Wabah.‖61

Pada akhir 2012, cerita dimulai. Diawali dengan diperkenalkannya tokoh utama Aruna yang berprofesi sebagai ahli wabah yang ditugaskan untuk menyelidiki kasus flu unggas yang merebak di beberapa wilayah di Indonesia. Pada akhir 2012, di Indonesia sedang marak kasus flu unggas. Ditemukannya varian virus baru menambah korban yang berjatuhan semakin banyak.

2) Awal 2014 ―Meskipun pada awal tahun 2014, Indonesia telah resmi jadi produsen dan pengekspor vaksin, dan pengembangan vaksin Avian Influenza di negeri paling

60 Ibid, h.391. 61 Ibid, h.20-21. 67

maju di antara enam vaksin lain──tuberkulosis, Hepatitis B dan C, rotavirus, HIV, dan demam berdarah──aku tak lagi merasa begitu terlibat dalam segala aspek terjang flu unggas. Yang terpenting bagiku adalah kesempatan ―berbaikan‖ dengan Irma.‖62

Berdasarkan kutipan tersebut, kehidupan Aruna semenjak setahun berhenti dari pekerjaannya menjadi berubah, ia yang tadinya sempat renggang dengan Irma, memutuskan untuk memperbaiki hubungannya, begitupun hubungan dengan mamanya. Awal tahun 2014 ini, kehidupan Aruna sangat mengalami perubahan, tidak hanya dari soal pekerjaan, tetapi juga mengenai masalah percintaannya dengan Farish. Ia memutuskan untuk hidup bersama.

c. Latar Sosial Latar sosial pada umumnya mencakup tentang keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa. Dalam novel Aruna dan Lidahnya latar sosial ditemukan pada status sosial yang terjadi di dalam novel. ―Orang-orang Pondok Indah akan tetap ke Siria 1 meskipun kena macet berjam-jam.‖ ―Karena memang begitulah perilaku konsumen kelas atas Jakarta Selatan. Di mana mereka kelihatan nongkrong sangat penting buat image.‖63

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat status sosial masyarakat kelas menengah ke atas yang menjadikan nongkrong sebagai image. Salah satunya di restoran Siria 1 milik Bono yang kini dianggap paling keren dan inovatif di Jakarta. Status sosial juga terlihat ketika wine menjadi barang yang tidak asing lagi bagi beberapa tokoh di dalam novel Aruna dan Lidahnya.

―Wine putihku datang‖ ―Aku angkat gelasku. Sempat aku berpikir untuk menggoyang-goyangkan gelas wine-ku dengan ringan,

62 Ibid, h.419. 63 Ibid, h.195. 68

seperti semua orang yang mengaku mengerti wine, untuk membuat bouquet dan aroma wine-nya lebih intens.‖64

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa wine bukan barang konsumsi semua kalangan kelas sosial. Hanya kalangan yang mampu membelinya dan mengerti saja yang bisa menikmati wine dengan benar. Menggoyangkan gelas wine adalah salah satunya yang sempat dipikirkan Aruna, karena ketika wine digoyangkan di dalam gelas, rasanya akan lebih nikmat. Proses ini bertujuan untuk melepaskan aroma yang terjebak di dalam wine. Hal ini mencerminkan golongan kelas menengah ke atas yang biasa mengkonsumsinya dan mengetahui cara memperlakukan wine.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah tempat pengarang memandang ceritanya. Dari tempat itulah pengarang bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu dengan gayanya sendiri. Sudut pandang yang digunakan dalam novel Aruna dan Lidahnya ialah sudut pandang persona pertama , ―Aku‖ tokoh utama. Narator memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengisahkan cerita, ia hanya mahatau bagi dirinya sendiri dan tidak terhadap orang-orang atau tokoh lain dalam cerita. Seperti terlihat dalam kutipan berikut.

―Aku dengar perkara ini membuat Menteri Mabura demam tinggi, sesak napas, batuk-batuk, muntah-muntah, dan tidak mau makan. Juga sakit kepala, diare, dan radang tenggorokan. Aku tak tahu persis kenapa Pak Menteri begitu rentan dan terganggu. Mungkin karena ada yang menganggap perkara flu unggas di Indonesia terlalu dibesar-besarkan. Ada pula desakan para pakar agar Pemerintah Indonesia tak serta merta membantai unggas di peternakan milik rakyat, melainkan mengalihkan perhatian pada breeding farm. Menurut para ahli ini, di area perusahaan asing dan lokal itulah asal muasal virus unggas yang merepotkan itu.‖65

Kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam novel Aruna dan Lidahnya ialah sudut pandang persona

64 Ibid, h.86. 65 Ibid, h.23. 69

pertama. Sudut pandang ini digunakan Laksmi untuk menceritakan lebih banyak mengenai tokoh utama yakni Aruna. Sudut pandang persona pertama yang memiliki sifat mahatau terhadap dirinya sendiri ini sangat cocok digunakan untuk lebih mengetahui kehidupan Aruna yang memang menjadi fokus utama dalam cerita. Selain bersifat hanya mahatau terhadap dirinya sendiri, sudut pandang persona pertama ini hanya berlaku sebagai pengamat saja dalam kehidupan tokoh-tokoh lain di dalam cerita.

6. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang ditemukan dalam novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak cukup banyak. Laksmi memanjakan pembaca dengan berbagai diksi yang indah. Gaya bahasa yang digunakan antara lain menggunakan majas simile, metafora, interupsi, klimaks, repetisi, dan hiperbola. a. Majas Simile Majas simile atau persamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Majas ini terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya yang disampaikan Laksmi melalui tokoh Aruna yang mengumpamakan dirinya sebagai popcorn. ―Nadezhda Azhari dan aku adalah sampanye dan popcorn. Masing-masing tangguh berdiri sendiri, dahsyat bila berdampingan, tapi fakta metafisiknya ya itu tadi: dia sampanye, aku popcorn.‖66

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Aruna yang menganggap dirinya seperti popcorn tidaklah sebanding dengan Nadezhda. Mereka sangat berbeda. Nadezhda yang diibaratkan sebagai sampanye memiliki segalanya; kecantikan, kekayaan, serta popularitas. Sangat berbeda dengan Aruna yang menganggap dirinya hanya sebagai popcorn yang hanya dimakan, dikunyah, dan ditelan, tidak sebanding dengan sampanye yang mahal harganya.

66 Ibid, h.89. 70

―Adakah tangan Tuhan di sini? Apabila ya, atas dasar apa Ia memilah-milah antara siapa yang berhak diberi satu karunia dan siapa yang berhak diberi dua-duanya? Tapi begitulah. Aku bukan perempuan yang layak. Aku bukan perempuan. Aku popcorn.‖67

Kutipan kedua, semakin memperjelas bahwa Aruna menyebut dirinya sebagai popcorn. Ia merasa rendah diri. Dalam kesendiriannya yang belum juga memiliki pendamping ataupun pacar, ia lagi-lagi membandingkan dirinya dengan Nadezhda yang memiliki segalanya.

b. Majas Metafora Majas metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain secara langsung. Majas metafora biasanya ditandai dengan penggunaan kata bagaikan, bak, dan seperti. ―Tapi sebelum aku bercerita tentang dua kehidupanku yang bak bumi dan langit──makanan dan politik unggas──perlu kujelaskan bahwa sehari-hari aku bekerja sebagai konsultan epidemologi.‖68

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Aruna memiliki dua kehidupan yang berbeda yakni kehidupan pertama tentang makanan dan kedua tentang pollitik unggas yang saat ini sedang dijalaninya. Kedua kehidupan yang berbeda tersbut diumpamakannya seperti bumi dan langit yang sangat jauh berbeda.

c. Majas Interupsi Majas interupsi merupakan gaya bahasa yang menggunakan sisipan kata atau frasa di tengah-tengah kalimat untuk menegaskan maksud. Seperti terlihat pada kutipan berikut. ―Ruang rapat di Gedung C Lantai 2 itu penuh sesak. Tepatnya oleh manusia-manusia berpenampilan sempurna yang dari bau mulutnya pasti baru saja sarapan besar-

67 Ibid, h.97. 68 Ibid, h.21. 71

besaran──mungkin nasi goreng yang mengenyangkan atau nasi dengan lauk pauk sisa semalam──tapi tetap saja tepat waktu.‖69

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa di tengah-tengah kata atau frasa diberikan penjelas yakni penjelasan mengenai sarapan yang mungkin saja baru dimakan oleh manusia-manusia berpenampilan sempurna yang digambarkan oleh Aruna. d. Majas Klimaks Majas klimaks adalah gaya bahasa yang menggunakan sesuatu secara berturut-turut makin lama makin memuncak. Seperti kutipan di bawa ini. ―Suatu hari ia pergi ke pasar dan membeli seekor domba. Berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun domba itu menjadi satu-satunya temannya.‖70 374

Kutipan di atas menggunakan majas klimaks dengan mengurutkan bilangan waktu dari yang paling kecil ke yang paling besar. e. Majas Repetisi Majas repetisi merupakan gaya bahasa mengulang kata-kata tertentu beberapa kali. Seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini. ―Setiap kali ia selesai merajut sesuatu dari wol domba itu, ia akan berkhayal-khayal: tentang ladang, tentang rumah, tentang anak-anak yang ingin ia miliki.‖71

Kutipan di atas menggunakan pengulangan untuk tujuan menegaskan bahwa khayalannya mengenai ladang, rumah, dn anak-anak yang ingin ia miliki.

f. Majas Hiperbola Majas hiperbola juga ditemukan dalam novel Aruna dan Lidahnya. Majas hiperbola merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk melukiskan keadaan secara berlebihan.

69 Ibid, h.23. 70 Ibid, h.374. 71 Ibid. 72

―Menjelang malam, ia blanc de blanc: putih di atas putih, bagaikan kelibat kilat ujung gaun penari terakhir sebelum ia raib dari panggung, laksana cahaya terakhir yang mengiris petang.‖72 Kutipan di atas diartikan bahwa Aruna mengumpamakan Nadezhda sangat indah, cantik, dan menawan. Kekagumannya akan sosok sahabatnya itu membuat ia mendeskripsikan Nadezhda dengan sangat apik.

Majas hiperbola lainnya juga ditemukan dalam bab selanjutnya seperti kutipan di bawah ini.

―Ya Tuhan. Bahkan zamrud tak sanggup bersaing dengan hijau laut yang Kausisakan untuk pantai ini──Pantai Lampu‘uk yang hampir sembilan tahun lalu amblas oleh alam yang marah.‖73 Kutipan tersebut mengartikan bahwa pantai Lampu‘uk begitu indah. Salah satu pantai yang menjadi primadona Aceh sebelum terjadinya tsunami ini digambarkan lebih indah daripada zamrud sekalipun.

Gaya bahasa yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya berfungsi untuk meningkatkan minat membaca untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang serta dapat menciptakan keadaan perasaan hati tertentu pada pembaca.

B. Analisis Obsesi Terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya

Obsesi merupakan ide, pikiran, bayangan atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang yang mengakibatkan rasa tertekan dan cemas. Obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya difokuskan terhadap tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam jalannya cerita, selain itu juga penulis melihat dari pemaparan Laksmi yang mengatakan bahwa ketiga tokoh ini

72 Ibid, h.91. 73 Ibid, h.316. 73

memiliki obsesi yang sama terhadap makanan. Tokoh-tokoh tersebut adalah Aruna, Nadezhda, dan Bono.

1. Aruna Aruna seorang perempuan 35 tahun, berprofesi sebagai ahli wabah dengan spesialisasi flu unggas ini masih hidup menyendiri. Ia terobsesi pada makanan. Bagi Aruna, makanan tidak hanya sebagai penghilang rasa lapar, namun makanan memiliki dunia tersendiri dalam hidupnya. Aruna memiliki dua kehidupan berbeda yang diibaratkan bagai bumi dan langit. Kehidupan tersebut tidak lain ialah mengenai perkerjaannya dan makanan. Makanan sepertinya telah menjadi teman Aruna, bahkan sejak kecil ia telah diajarkan bagaimana memperlakukan makanan. Hal demikian terlihat pada kutipan tersebut. ―Selebihnya: nasi soto babat, nasi empal, dan entah berapa banyak aneka botok, kerupuk, tahu goreng, risoles, pastel, lemper, dan kroket dari etalase kaca di dekat kasir yang dipesan Bono seperti ibu-ibu kaya di toko sepatu yang memesan setiap model sepatu dalam dua belas warna. Bahkan aku saja, yang diam-diam ingin mencoba semua yang disajikan di rumah makan kecil ini, sedikit malu dengan teater ekses ini. Bagaimanapun juga, aku dididik Mama untuk menghabiskan makanan yang ada di piringku.‖74

Berdasarkan kutipan di atas, Aruna dididik Mamanya untuk memperlakukan makanan dengan baik, salah satunya dengan cara menghabiskannya. Kecintaan terhadap makanan tidak hanya diwujudkan melalui sikapnya, namun juga kesehariannya yang meski disibukkan dengan berbagai kasus flu unggas di delapan kota, ia tetap bersentuhan dengan makanan. Tidak hanya makanan biasa, tetapi ia mencoba berbagai makanan khas di daerah tersebut. obsesi yang dialami oleh Aruna termasuk ke dalam golongan obesesif-kompulsif. Selain terobsesi terhadap makanan, Aruna mewujudkan obsesinya dengan plesiran mengunjungi berbagai

74 Ibid, h.119. 74

tempat makan di berbagai daerah. Ia juga menjadikan makanan sebagai pelepas kepenatan, karena orang yang mengalami obsesi kompulsi ini meyakini bahwa dengan melakukan perlakuan tersebut―makan―, kecemasan yang ia alami terkait obsesi pikirannya dapat berkurang. Obsesi terhadap makanan yang terjadi pada Aruna juga disebabkan oleh beberapa faktor dalam kehidupannya. Faktor tersebut antara lain sebagai berikut. a) Status yang Masih Sendiri (Single) Status Aruna yang masih menyendiri, menyebabkan dirinya hanya terfokus pada dua hal dalam hidupnya, yakni makanan dan pekerjaannya. Kedua hal yang menjadi fokus dalam hidupnya itu pun masih dipisahkan olehnya dengan perumpamaan yang sangat berbeda. Hal demikian terlihat dalam kutipan di bawah ini. ―Tapi sebelum aku bercerita tentang dua kehidupanku yang bak bumi dan langit──makanan dan politik unggas──perlu kujelaskan bahwa aku sehari hari bekerja sebagai konsultan epidemologi.‖75

Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa Aruna menyatakan memiliki dua kehiduan yang berbeda dan sangat kontras. Pada satu sisi ia harus serius dalam menjalani tugasnya sebagai ahli wabah, dan pada sisi lain ia bisa menggunakan makanan sebagai ajang hiburan selepas bekerja atau di sela-sela pekerjaannya. Seperti pada kutipan berikut. ―Tapi lu kan kerja. Lu ada tugas.‖ ―Iya, tapi bukan berarti lu nggak bisa berada di kota yang sama. Juga bukan berarti kita nggak bisa makan-makan di jam-jam kosong gue.‖76

Kutipan di atas menyatakan bahwa selalu ada ruang untuk makanan dalam diri Aruna, meski dihadapkan dengan

75 Ibid, h.21. 76 Ibid, h.101. 75

tugas yang begitu banyak, yakni ke delapan kota, namun ia sudah menyusun rencana agar tidak kesepian dan membuat perjalanan tugasnya layaknya setali tiga uang dengan rekreasi yang dilakukan bersama teman-temannya. Ia telah menyusun rencana di waktu-waktu luang untuk mencicipi berbagai makanan dari daerah yang akan dikunjunginya nanti. Makanan sepertinya memang memiliki porsi yang besar dalam kehidupan Aruna. Hal tersbut tampak pada kutipan berikut. ―Aku mengecilkan volume suaraku karena tak ingin memberi kesan dangkal ke teman-teman seperjalananku. (Seakan yang ada di otakku hanya makanan. Padahal memang begitu.) ―Ada rumah makan yang khusus menyuguhkan masakan Banyuwangi.‖77

Kutipan di atas menunjukkan Aruna mengakui bahwa makanan memiliki porsi yang cukup besar dalam hidupnya. Ia tidak menyangkal kalau makanan memang terus menjadi topik dalam pikirannya, meski ia tidak ingin dianggap dangkal oleh teman-temannya karena terus memikirkan mengenai makanan. Hidup sendiri tanpa pendamping di usia yang cukup matang, membuat Aruna mencurahkan sebagian besar waktunya kepada makanan, pekerjaan, serta berkumpul dengan sahabatnya yang juga memiliki kegemaran yang sama; makan. Hal demikian tampak pada kutipan di bawah ini. ―Tapi aku senang melihatnya. Aku selalu senang kalau dia ada di apartemen, masak-masak, nonton DVD, kadang menginap satu-dua malam, terutama di akhir minggu. Kami sepasang kakak-adik, atau sepasang kembar, atau apalah namanya──ia pernah menyebut twin solitudes, yang kedengarannya jauh lebih pas, dan lebih jujur, ketimbang soulmates atau belahan jiwa. Kami tahu bagaimana harus hidup

77 Ibid, h.108. 76

dalam kapsul masing-masing, dan karena kami bukan sepasang kekasih, kami jarang menggunakan keheningan sebagai alasan untuk memulai pertengkaran. Tapi begitu makanan mengejawantah di wajan, menghias piring, mengisi ruang, yang ada hanya percakapan.‖78

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Aruna masih sendiri, ia tidak memiliki pacar. Ia hanya dekat dengan sahabatnya yang berprofesi sebagai seorang chef, yakni Bono. Ketika mereka bertemu, makanan bisa menjadi penyatu di antara perbedaan yang ada, dan lagi-lagi di saat suasana sedang panas karena pertengkaran, makanan kembali berperan, ia bisa kembali memuculkan percakapan hangat antara mereka yang berseteru. Aruna juga menganggap dalam kesendiriannya, ia memang sengaja ditakdirkan oleh Hidup, sebuah hubungan yang dekat dengan makanan. Oleh karenanya ia terobsesi dengan makanan. ―Aku gemetar. Inikah yang namanya Hidup? Sebuah arus yang gemuruh dan gila? Yang meledak- ledak, penuh kejutan, seperti di dalam fiksi? Apabila itulah Hidup, artinya selama tiga puluh lima tahun aku belum pernah hidup, tak tahu artinya hidup: aku bahkan dilarang oleh Hidup untuk berhubungan seks, untuk menghadirkan Aruna-Aruna kecil di dunia, bahkan untuk mengurus seorang laki-laki sampai akhir hayatnya. Yang terjadi malah: Hidup melihatku, menilaiku, lalu memutuskan: wahai Aruna, bersama ini kuanugerahi kau sebuah hubungan yang dalam dengan Makanan, sebab hanya untuk itu kau layak. Tak seperti kawanmu, Nadezhda. Kau tak punya kemampuan sampanye yang membuatmu berhak mendapatkan dua anugerah hidup sekaligus: Makanan DAN Seks. Maaf, tapi begitulah Hidup. Hidup memang tak adil.‖79

Berdasarkan kutipan di atas, Aruna yang masih dalam kesendirian merasa bahwa hidup tidak adil baginya. Ia memikirkan kehidupannya yang ternyata belum benar-benar

78 Ibid, h.55-56. 79 Ibid, h.96-97. 77

hidup seutuhnya, tidak seperti sahabatnya──Nadezhda──, ia merasa tidak diizinkan oleh Hidup untuk memiliki keturunan dan memiliki pendamping hingga tua. Aruna yang juga menganggap Hidup hanya memberinya sebuah hubungan yang dalam dengan makanan, membuatnya kini lebih fokus terhadap sebuah anugerah yang dikaruniakan Hidup untuknya, yakni makanan. Oleh karena itu, kesendirian yang dialami oleh Aruna membuatnya terfokus pada suatu hal yang membuatnya senang, hal tersebut tidak lain adalah makanan.

b) Sarana Pembebasan Diri Salah satu pemicu terjadinya obsesi ialah stres, ketika stres melanda, Aruna menggunakan makanan sebagai ajang pembebasan diri. Ia melampiaskan semuanya kepada makanan. ―Dan begitulah, dalam sekejap aku kembali tersingkirkan. Aku, Aruna yang di mata mereka hanyalah si konsultan aneh, si manusia burung, nerd. Tapi aku tak peduli, karena saat itu telah kubebaskan diriku untuk menyerap bau dan bumbu. Pelan-pelan kusurup lagi telunjuk yang baru saja kucelupkan ke dalam kuah kol nenek. Pedas, amis, sedikit manis.‖80

Kutipan tersebut menggambarkan ketika Aruna merasa mengalami tekanan dalam dirinya, meski tidak besar, ia kembali melampiaskannya pada makanan. Ia membebaskan diri untuk berfokus hanya kepada makanan yang saat itu berada di hadapannya. Ketika seseorang merasa stres, makanan memang bisa menjadi salah satu obatnya. Seperti beberapa makanan yang bisa membuat lebih rileks dan mengurangi tingkat stres atau depresi ketika

80 Ibid, h.34-35. 78

kita mengkonsumsinya, yaitu kacang kenari, cokelat, buah- buahan dan ikan.81 Ketika Aruna diberhentikan dari pekerjaannya dan menurut sahabatnya ia dilanda depresi, maka Aruna dan sahabatnya memutuskan untuk pergi berlibur ―I am so sorry, Run, tapi mereka minta tim investigasi berhenti bekerja sementara ini‖82 ―Bono prihatin karena menurut dia aku mengalami depresi.‖ ―Aku dengar dari Nedezhda. Katanya, kamu kasih makan Gulali salmon segar setiap hari, baca buku-buku murahan, dan nggak pernah ganti baju.‖83

Kutipan di atas menunjukkan bahwa ketika Aruna mendapatkan masalah──diberhentikan dari pekerjaannya ──dan dianggap depresi oleh Bono, ia melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukannya di kala tidak stres. Maka sebagai bentuk pengalihan stresnya, Aruna memberi makan Gulali──kucingnya──dengan salmon segar setiap hari dan membaca buku-buku murahan yang tidak pernah ia baca sebelumnya. Pekerjaan yang dijalaninya berhubungan dengan wabah terutama flu unggas, membuatnya memiliki tanggung jawab lebih terhadap kasus yang merebak di delapan kota. Pemberhentian secara mendadak tersebut membuat Aruna terkejut, pasalnya ia dan timnya belum menyelesaikan tugasnya hingga akhir. Kedekatan Aruna terhadap unggas ternyata tidak hanya ketika ia bekerja sebagai ahli wabah dan mendapat tugas menyelidiki kasus flu unggas saja, tetapi ia sudah akrab dengan unggas sejak tantenya sering mengajaknya pergi berburu masakan ayam maupun bebek di akhir minggu. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini.

81 Unoviana Kartika. Makanan Yang Bantu Atasi Stres dan Cemas. Artikel diakses pada 9 September 2015 dari http://health.kompas.com/read/Makanan.yang.Bantu.Atasi.Stres.dan.Cemas. 82 Ibid, h.236. 83 Ibid, h.385. 79

―Tapi unggas──itu lain perkara. Tanteku pecinta berat unggas. Unggas yang masih hidup, dan juga yang siap disantap. Sebagai contoh: setiap kali ia melihat ayam berkeliaran di luar rumah, ia akan minta pembantu menangkapnya untuk dipiara. Tapi di akhir minggu ia suka membawaku keliling daerah Kota dan berburu masakan ayam maupun bebek. Ia juga memberiku resep confit de canard dan duck a l’orange yang selalu memegang peran utama di dapurku setiap kali kolega-kolegaku dari One World kangen masakan Barat tapi terlalu pelit untuk pergi ke restoran‖84

Kutipan tersebut menunjukkan kedekatan Aruna dengan unggas tidak hanya terjadi pada pekerjaannya saja. Ia juga gemar mengkonsumsinya hingga menjadi andalan dalam dapurnya. Pada bagian ini, Laksmi berupaya menghubungkan antara profesi, kegemaran, serta orang– orang di sekitar Aruna. Tantenya yang memiliki kecintaan terhadap unggas, Aruna yang gemar makan, tidak terkecuali unggas, profesi Aruna sebagai ahli wabah yang ditugasi menyelidiki kasus flu unggas, dan cara Aruna menyampaikan kegemarannya terhadap unggas melalui Bono. Bangkalan, Madura menjadi saksi kelezatan duck confit yang diungkapkan oleh Bono. Bagaimana pun sebagai pencerita di dalam novel, Aruna yang memilih Bono untuk mengungkapkan kelezatan bebek bukan tanpa alasan. Bono yang berprofesi sebagai chef muda bebakat dipercaya Aruna memiliki kedekatan dengan unggas dan bahan makanan lainnya. Kegemaran Aruna terhadap unggas tersebut, senada dengan Laksmi Pamuntjak yang juga memiliki kegemaran terhadap unggas.85

84 Ibid, h.22. 85 Laksmi Pamuntjak memelihara sepasang burung merpati yang diberi nama Maximus dan Sharlinda, begitu juga dengan anak-anaknya yang memelihara banyak unggas, yakni sepasang ayam jago dan betina bernama Bailey dan Dahlia. Artikel diakses pada tanggal 10 September 2015 dari http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141117102106-234-11920/nama-curian-di-novel- anyar-laksmi-pamuntjak/. 80

Setelah diberhentikan dari pekerjaannya dan diduga mengalami depresi oleh sahabatnya, Aruna memutuskan berlibur ke Lombok. Saat berada di Lombok, ia kembali melakukan ekspedisi kuliner. Dari satu restoran ke restoran lainnya, Aruna dan teman-temannya mencicipi berbagai makanan. ―Kami semua turun dari mobil, tanpa argumen, tanpa perlawanan. Sopir kami memandang kami dengan heran; makhluk-makhluk apakah ini, begitulah ia mungkin berpikir, yang melompat dari satu restoran ke restoran lainnya.‖86

Berdasarkan kutipan di atas, mengunjungi Lombok sepertinya tidak disia-siakan Aruna dan teman-temannya. Mereka berkeliling dari satu restoran ke restoran yang lain. Laksmi sebagai pengarang ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa minat Aruna dan teman-temannya sangat luar biasa terhadap makanan. Betapa terobsesinya mereka kepada makanan sampai membuat sopir keheranan dengan tingkah mereka yang berburu makanan dengan cara yang tidak biasa, yakni berpindah dari satu restoran ke restoran lainnya. Begitulah Aruna yang menggunakan makanan sebagai ajang pembebasan diri ketika ia dilanda masalah dari pekerjaannya, ketika ia merasa tersingkirkan, dan ketika merasa stres sekali pun, Aruna membebaskan dirinya terhadap makanan.

c) Sumber Kebahagiaan Selain sebagai penghilang rasa lapar dan sebagai sarana pembebasan diri, ternyata makanan memiliki fungsi lain bagi Aruna. Makanan merupakan salah satu sumber kebahagiaan. Hal demikian tampak seperti kutipan di bawah ini.

86 Ibid, h.359. 81

―Aruna, telah lama memutuskan bahwa ia akan menyediakan waktunya hanya untuk hal-hal yang membuatnya bahagia, dan ini sangat masuk akal karena orang yang tidak banyak bicara sering disalahartikan sebagai orang yang tidak bahagia, dan dalam usianya sekarang, dianggap tidak bahagia bukanlah sesuatu yang menyenangkan, malah sedikit menyebalkan menjurus ke tidak adil, karena yang tersirat adalah sebentuk kepribadian yang lemah, sepotong jiwa yang rentan, padahal ia seratus delapan puluh derajat berbeda, paling tidak begitulah ia melihat dirinya sendiri, sebab bagaimana mungkin ia tak berkepribadian apabila satu-satunya hal yang membuatnya bahagia adalah makanan,..‖87

Berdasarkan kutipan di atas, salah satu hal yang membuat Aruna bahagia ialah makanan, oleh karena itu tidak heran jika ia begitu menggemari makanan hingga terobsesi. Seperti dinyatakan dalam kutipan tersebut, Aruna hanya menyediakan waktu untuk hal-hal yang membuatnya bahagia, salah satunya ialah makanan. Makanan memang bisa mengubah sesuatu, dari suasana yang dingin dan kaku misalnya seketika bisa mencair berkat adanya pembicaraan di meja makan. Hal tersebut terlihat pada kutipan di bawah ini. ―...kami jarang menggunakan keheningan sebagai alasan untuk memulai pertengkaran. Tapi begitu makanan mengejawantah di wajan, menghias piring, mengisi ruang, yang ada hanyalah percakapan.‖88

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas bahwa Aruna mengakui jika makanan dapat memecah suasana menegangkan, pertengkaran, dan keheningan. Saat makanan sudah tersaji di meja, yang ada hanyalah percakapan, dan hal itu membuat suasana mencair, karena salah satu hal yang bisa menyatukannya ialah makanan. Makanan bersifat universal bagi penikmatnya.

87 Ibid, h.12. 88 Ibid, h.56. 82

Makanan sebagai sumber kebahagiaan ini juga tampak pada bentuk fisik Aruna yang tidak langsing yang disebutkan pada bagian prolog. ―..dan meskipun ia tidak kurus, ia juga tidak gembrot seperti si Meh yang gila donat, atau si Cho yang baru bisa tidur setelah makan nasi sebakul, katakanlah ia seperti orang yang ingin menjaga berat badan tapi tidak bisa menahan nafsu makan, maka jadilah ia seorang yang montok,..‖89

Kutipan tersebut menjelaskan keinginan Aruna menjaga berat badannya namun tidak bisa. Hal itu berdampak pada tubuh Aruna yang tidak kurus dan juga tidak gemuk, atau orang menyebutnya montok. Aruna yang memiliki tubuh montok tidak mempermasalahkan bentuk tubuhnya. Ia tetap bahagia karena makanan selalu menjadi temannya. ―...sebab bagaimana mungkin ia tak berkepribadian apabila satu-satunya hal yang membuatnya bahagia adalah makanan..‖90

Kutipan di atas menyatakan betapa bahagianya Aruna karena makanan, ketika makanan sudah menjadi sumber kebahagiaan, pasti seseorang tidak akan melepaskannya begitu saja, melainkan selalu mengikutsertakannya dalam keseharian. Begitu pula dengan Aruna yang selalu menyertakan makanan dalam kesehariannya. Berdasarkan pemaparan di aras, obsesi yang dialami Aruna disebabkan oleh beberapa faktor yakni statusnya yang masih sendiri, sebagai sarana pembebasan diri, serta sebagai sumber kebahagiaan. Hingga akhir cerita, Aruna tetap tidak bisa lepas dari makanan. Setelah memutuskan untuk hidup bersama Farish dan keluar dari pekerjaannya yang semula, ia menanam saham di Siria 2, yakni cabang

89 Ibid, h.11. 90 Ibid, h.12. 83

restoran yang dimiliki oleh Bono. Ia juga bereksperimen mengenai makanan bersama Bono berdasarkan perjalanan yang telah mereka lakukan. 2. Nadezhda Nadezhda yang memiliki nama lengkap Nadezhda Azhari merupakan salah satu sahabat Aruna dengan obsesi yang sama, yakni makanan. Terkadang obsesi ini membuatnya tertekan dan stres karena terkadang ia mengkhawatirkan dirinya sendiri sebagai penulis dengan spesialisasi makanan yang dianggap dangkal oleh pembaca. ―Coba, bagaimana menurul lu gue diniai sesama penulis? Oh itu dia si Nadezhda, penulis makanan dan gaya hidup itu. Penulis ecek-ecek. Second-rate writer.‖91

Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda yang terobsesi dengan makanan bisa mengalami stres karena mengkhawatirkan anggapan pembaca soal dirinya yang terus-menerus memikirkan makanan. Ketika perasaan stres dan tertekan datang, tidak jarang ia melampiaskannya pada minuman seperti wine, karena wine terkenal memiliki khasiat yang membuat pikiran menjadi lebih rileks. Sama halnya dengan Aruna, obsesi terhadap makanan yang dialami Nadezhda memiliki beberapa faktor, di antaranya. a) Pekerjaan Memiliki pekerjaan sebagai seorang penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan mengharuskannya mengenal berbagai jenis makanan untuk diulas. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini. ―Dua, lu punya pikiran lu sendiri tentang makanan. Orang banyak belajar dari lu. Soalnya lu bukan cuma lapor makan di sana sini, lu selalu mencoba menelaah lebih, mengaitkan apa yang lu makan dengan hal-hal lain.‖92

91 Ibid, h.84. 92 Ibid, h.86. 84

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Nadezhda memang akrab dengan makanan, pekerjaannya yang setiap hari mengharuskan dirinya bersentuhan langsung dengan makanan membuatnya terobsesi dengan makanan. Namun, obsesi memiliki asal-usul, salah satunya stres. Nadezhda yang berprofesi sebagai penulis, terkadang stres karena pekerjaannya sendiri. Hal itu tampak pada kutipan di bawah ini. ―Run‖ katanya mendahuluiku, ―Gue lagi stres nih.‖ ―Bukannya lu baru pulang dari Paris?‖ jawabku, ―Dan Paris adalah surga lu di dunia?‖ ―Iya sih,‖ ujarnya sama sekali tak mengindahkan ironinya, ―Tapi ini yang gue takutin, Run. Gue baru sadar bahwa jangan-jangan, selama ini, orang menganggap gue ini dangkal.‖93

Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda seorang penulis yang memiliki kolomnya sendiri pada majalah, masih saja dilanda stres. Ia khawatir orang lain atau pembaca menyebut dirinya dangkal tentang selama ini yang ia tulis dengan sebutan penulis ecek-ecek dan second- rate writer. Padahal menurut Aruna, apa yang ia lakukan sudah benar. Sebagai sesama pencinta makanan, Aruna menenangkan Nadezhda dengan ungkapan bahwa ―apa yang ia lakukan sudah membantu orang lain dalam mempelajari soal makanan‖. Selain karena tuntutan pekejaan, sama halnya dengan Aruna, makanan memiliki porsi yang cukup besar dalam hidup Nadezhda. ―Pasti, soalnya penulis macam apa yang otaknya mikirin makanan selama 24 jam, obsesif tentang restoran ini restoran itu,..‖94

93 Ibid, h.83-84. 94 Ibid, h.84. 85

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Nadezhda mengakui obsesinya terhadap makanan. Bagaimana tidak, seharian penuh waktunya digunakan untuk memikirkan makanan, hingga terkadang rasa stres dan cemas melanda. Khawatir dianggap dangkal ataupun penulis ecek-ecek karena begitu gemarnya dengan makanan.

b) Gaya Hidup Besar dalam lingkungan yang mewah membuat Nadezhda sangat memperhatikan gaya hidup. Cara berpakaian, tampil di depan banyak orang, serta bagaimana gaya dalam berbicara. Semua hal itu membuat Aruna iri terhadapnya, namun mereka tetap bersahabat. Nadezhda yang merupakan keturunan Aceh-Sunda-Prancis selalu tampil menawan dan selalu mementingkan gaya hidup. Hal tersebut tampak pada kutipan di bawah ini. ―Aku segera duduk di sebelahnya. Ini jam tiga sore hari Sabtu, jam tidur siang, tapi restoran masih penuh sesak oleh manusia-manusia indah yang bersikukuh, sampai menit penghabisan, menghabiskan waktu dan duit demi secuil gaya hidup. Juga anggota brigade pekerja lepas seperti Nadezhda yang bersikukuh gaya hidup adalah pekerjaan, dan pekerjaan adalah gaya hidup.‖95

Berdasarkan kutipan di atas, Nadezhda menganggap pekerjaannya sebagai gaya hidup, dan gaya hidupnya sebagai pekerjaannya. Hal ini membuktikan bahwa pekerjaan yang dijalaninya sekarang sebagai penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan merupakan sebuah gaya hidup. Seorang penulis tentu akan melakukan riset demi tulisan yang akan ditulis dan diterbitkannya. Oleh karena itu, penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan juga harus melakukan riset ke berbagai destinasi

95 Ibid, h.81. 86

wisata menarik serta tempat makan yang menarik serta beragam pula. Hal demikian yang dimaksud Nadezhda sebagai gaya hidupnya. Nadezhda kerap merasa cemas dengan obsesinya dan gaya hidup yang dijalaninya selama ini. Hal itu tercermin dalam kutipan di bawah ini. ―Pasti, soalnya penulis macam apa yang otaknya mikirin makanan selama 24 jam, obsesif tentang restoran ini restoran itu, tren makanan ini- itu, yang takut dianggap ketinggalan zaman atau kurang keren kalau belum pernah coba ini-itu di restoran ini-itu, seperti sekian juta foodist di dunia yang menganggap selera mereka, dan diri mereka, lebih tinggi ketimbang manusia biasa tapi yang sesungguhnya goblok!‖96

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nadezhda yang gemar terhadap makanan, sering berkunjung dari restoran yang satu ke restoran yang lainnya demi gaya hidup yang dijalaninya dan demi pekerjaan yang dilakoninya. Namun terkadang ia mengalami kekhawatiran karena terus memikirkan makanan dalam hidupnya. Nadezhda menyatakan bahwa sebenarnya betapa pun seseorang gemar dan terobsesi pada makanan dan menganggap diri mereka memiliki selera yang tinggi, tetap saja makanan tidak bergeser dari fungsinya semula, yakni sebagai makanan yang berguna untuk menghilangkan rasa lapar, makanan tetaplah makanan itu sendiri. Hal tersebut ia perjelas dengan sebutan kata ―goblok‖ bagi sekian juta foodist97 di dunia yang menganggap diri mereka lebih tinggi dalam selera makan.

96 Ibid, h.84. 97 Penggunaan kata foodist dan foodie dalam novel Aruna dan Lidahnya kurang konsisten, karena di bagian awal pengarang menggunakan kata foodist tetapi di bagian akhir, pengarang embali menggunakan kata foodie. 87

c) Teman Faktor yang ketiga ialah teman. Lingkungan sangat berpengaruh membentuk sikap dan perilaku seseorang, meski keluarga juga memegang peranan penting. Nadezhda yang bergaul dengan sahabat-sahabatnya yang penggemar makanan juga, merasakan kecocokan. Aruna dan Bono, dua orang yang juga terobsesi pada makanan. Mereka kerap melakukan perjalanan hanya demi tujuan kuliner. Terlebih Nadezhda ketika bertemu dengan Bono, mereka cocok dalam membicarakan mengenai makanan. Terlebih Bono seorang chef yang selalu memperhatikan tren makanan demi kemajuan restorannya. Jadilah ketika bertemu, topik yang dibahas tidak lain adalah makanan. ―Aku merasa telah menjadi bagian dari sebuah Jemaah, sebab Bono dan Nadezhda terus-terusan membicarakan makanan ini dan makanan itu; bagaimana oyong ini lebih empuk daripada oyong itu, bagaimana burung dara goreng tepung ini lebih gurih daripada burung dara goreng itu, bagaimana saus tiram ini lebih amis daripada saus tiram itu. Mereka ternyata kembali ke Ampenan, ke Jalan Pabean, dan makan di salah satu restoran Peranakan di sana.‖98

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa obsesi yang diiliki oleh Nadezhda juga didukung oleh lingkungannya, yakni temannya, salah satunya Bono. Ketika Aruna memiliki titik jenuh terhadap makanan, Nadezhda dan Bono tetap konsisten pada hobinya. Ketika baru pertama kali bertemu, ternyata mereka sudah memiliki kecocokan. Nadezhda yang memiliki hobi terhadap makanan, dan begitu juga Bono. ―Pagi pertama di Palembang tak separah yang kubayangkan. Nadezhda tak muncul di meja sarapan, baguslah, karena meskipun muka si monyong Farish dan anak Palembang culun itu

98 Ibid, h.414. 88

langsung mendung, hal itu tak berlangsung lama, karena bagaimana mereka bisa berlama-lama menyesali sesuatu yang tak ada? Bono pun tak kelihatan batang hidungnya. Lagi-lagi baguslah. Mungkin ia dan Nadezhda diam-diam makan berdua99

Berdasarkan kutipan di atas, Bono dan Nadezhda sudah terlihat akrab meski baru pertama kali berjumpa di Palembang. Hobi dan kegemaran yang samalah yang membuat mereka cocok. Oleh karena itu, obsesi yang dimiliki oleh Nadezhda tidak hanya didukung oleh gaya hidupnya yang mewah dan pekerjaan, akan tetapi faktor pertemanan juga berpengaruh terhadap dirinya. Hingga akhir cerita, Nadezhda dan Aruna masih tetap kerap makan bersama seminggu sekali. Makanan memang selalu akrab dengan mereka berdua. 3. Bono Sahabat Aruna yang berprofesi sebagai chef ini juga memiliki obsesi yang sama dengan Nadezhdan dan Aruna, yakni makanan. Pertemuannya dengan Aruna terjadi pertama kali ketika mereka bekerja sama pada sebuah proyek yang sama, Aruna bekerja di lembaga advokasi dan Bono bekerja di perusahaan PR. Bono dan Aruna ternyata memiliki kesamaan dalam selera makan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. ―Pada suatu hari, di sebuah restoran, dalam acara makan bersama dengan orang-orang kantor, aku kembali sadar, kami punya selera yang serupa. Atau, lebih tepat, kami tidak memesan apa yang dipesan orang-orang.‖100

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Aruna dan Bono memiliki kesamaan dalam hal memesan makanan. Mereka memesan apa yang terkadang tidak dipikirkan orang lain. ―Ia juga memesan dengan insting seorang tukang makan yang berpengalaman. Di sejumlah tempat, ia akan

99 Ibid, h.168. 100 Ibid, h.41. 89

memesan dengan ortodoks: Buat apa coba steak Wagyu di sini──justru karena harganya begitu murah, steak itu nggak mungkin enak; atau, di restoran Thai ini, jangan pesan hidangan-hidangan yang aneh-aneh. Paling aman pesan hidangan-hidangan klasik: salad mangga, salad jeruk Bali, kari daging hijau, kari bebek merah, tumis ayam cincang dengan daun basil.‖101

Berdasarkan kutipan di atas, Laksmi ingin menunjukkan bahwa Bono dan Aruna memiliki selera yang tidak dimiliki oleh orang-orang kebanyakan, obsesi mereka terhadap makanan bukan saja obsesi yang semata-mata terjadi, mereka memiliki pengetahuan mengenai makanan dan cara memesan makanan. Oleh karena itu Bono tidak pernah salah dalam memilih. ―Kenapa kamu nggak pernah salah pilih?‖ Tanya salah satu kolega yang selalu salah pilih. ―Bisa saja kan, roast chicken di restoran ini enak, tapi roast chicken di restoran itu nggak enak. Dari mana kamu tahu apa saja yang enak di setiap restoran?‖102

Kutipan di atas menunjukkan betapa hebatnya Bono dalam memilih makanan. Ia tidak pernah salah piih di setiap restoran yang dikunjunginya. Instingnya sebagai tukang makan telah terasah berkat pengalaman dan ilmunya selama ini. Laksmi ingin menjadikan Bono sebagai sosok chef yang seutuhnya, yang memiliki insting kuat terhadap makanan, yang mengerti makanan tidak saja dari penampilannya, namun dari rasanya. Oleh karena itu ia tidak pernah salah dalam memilih. Berawal dari kerja pada proyek yang sama dan hobi yang sama terhadap makanan, mereka akhirnya bersahabat baik. Obsesi terhadap makanan yang dialami oleh Bono juga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut. a) Pekerjaan Bono, yang berprofesi sebagai chef di salah satu restoran terkenal di Jakarta ini kerap mendatangi satu

101 Ibid, h.43. 102 Ibid, h.42. 90

restoran ke restoran lainnya demi mengasah indera perasanya. Kecintaannya terhadap makanan tidak lain disebabkan karena pekerjaannya yang setiap hari bersentuhan langsung dengan makanan. ―Tapi aku tahu jawabannya: ia jarang salah karena ia pengunjung restoran yang tak kenal lelah. Insting hanya datang dari pengalaman; ia tak jatuh dari langit, atau menyelusup seperti jin ke dalam tubuh, yang dengan baik hatinya mengarahkan panca indramu untuk membuat pilihan-pilihan paling jitu.‖103

Berdasarkan kutipan di atas, Bono kerap mengunjungi satu restoran ke restoran lainnya demi ketajaman indra perasanya yang ketika memilih makanan, ia jarang salah. Profesinya sebagai chef menuntut Bono untuk selalu menciptakan inovasi baru dalam masakannya. Oleh kerena itu ia dideskripsikan Aruna sebagai pengunjung yang tidak kenal lelah berganti dari satu restoran ke restoran lainnya. ―Kalau begitu aku akan kasih mereka sesuatu yang nggak ada di Siria 1. Resep-resep baru yang hanya akan kuhidangkan di restoranku yang baru,‖ katanya dengan mata berbinar-binar. ―Bisa nggak kamu bayankan, menu ABC Kitchen, di Jakarta! Persis seperti di New York!‖104

Kutipan sebelumnya menjelaskan bahwa Bono harus terus berinovasi terhadap makanan yang akan disajikannya di restoran tempatnya bekerja, terlebih ia akan membuka cabang kedua untuk restorannya. Maka, menu yang tadinya telah ada, tidak bisa dipakai kembali, oleh karena itu ia harus memikirkan berbagai inovasi agar restorannya berhasil dan mendatangkan banyak pengunjung. Obsesi terhadap makanan juga diperlihatkan Bono pada ruang kantornya, impiannya menjadi seorang chef yang kini telah

103 Ibid, h.42. 104 Ibid, h.198. 91

terwujud merupakan salah satu alasan dia memenuhi ruangan kantornya dengan berbagai dekorasi yang berhubungan dengan makanan. ―...dan pada suatu hari aku berkunjung ke kantornya, aku sadar dindingnya penuh imaji makanan, dari iklan Bear Brand sampai Havermout, dari seri Dick dan Jane mengobrak-abrik dapur sampai gambar-gambar klasik kuliner Prancis yang dijual sepanjang Sungai Seine, dari foto-foto hitam putih artistik dengan subjek apa saja, seorang peremuan cantik yang memasukkan sepotong daging berlemak ke dalam mulutnya,...‖105

Dari kutipan di atas, terlihat betapa Bono mencintai dunia kuliner, Laksmi ingin mempertegas bahwa Bono yang merupakan seorang chef, sangat dekat dan akrab dengan makanan, hingga dekorasi kantornya penuh dengan tempelan poster-poster yang berhubungan dengan makanan. Bono sebagai seorang chef yang telah mewujudkan mimpinya, memiliki mimpi lain yang juga berhubungan dengan makanan. Setelah memiiki restoran Siria 1, ia ingin kembali membuka cabang dari restorannya. ―Bono sedang bercerita tentang rencananya membuka Siria 2 di daerah elite seperti Pondok Indah.‖106

Berdasarkan kutipan tersebut, mimpi Bono selanjutnya ialah membuka cabang untuk restorannya di kawasan elite. Dari semua mimpinya, bisa disimpulkan bahwa Bono memang memiliki obsesi terhadap makanan, mimpi sebelumnya menjadi chef profesional, dan mimpi yang akan diwujudkannya membuka restoran di kawasan Pondok Indah.

105 Ibid, h.40. 106 Ibid, h.193. 92

b) Latar Belakang Pendidikan Dalam rangka mewujudkan mimpinya, Bono menempuh pendidikan ke luar negeri. Berbagai jabatan pekerjaan pun pernah dilakoni oleh Bono sebelum akhirnya ia menjadi seorang chef profesional. Obsesinya terhadap makanan juga disebabkan oleh latar belakang pendidikannya, karena bergaul dan bersosialisasi dengan para chef yang senior membuat Bono kerap harus memiliki banyak keterampilan, ia berusaha keras untuk itu, dan pada akhirnya ketika kembali ke Jakarta, ia telah mencapai mimpinya. ―Ia tahu bagaimana bicara tentang tren makanan terkini, dari gastronomi molekuler, raw food, dan eksperimen dengan wine sampai filsafat makanan yang dekat dengan tanah dan laut.‖107

Berdasarkan kutipan di atas, seseorang yang memiliki keterampilan memukau tidaklah hadir begitu saja, namun memerlukan latihan dan pengalaman yang banyak. Bono telah melewati itu semua, mencoba akrab dengan berbagai jenis makanan membuatnya tidak hanya terobsesi tetapi juga mengetahui filsafat dari sebuah makanan. ―Setelah tamat dari Culinary Institut of Amerika, ia bekerja di dua dapur ternama di New York. Ini tahun 2011. Seperti anak muda lain, yang berambisi menjadi chef, pengalaman bikin salad di salah satu restoran top yang dikenal dunia jauh lebih bermanfaat ketimbang belajar menyiapkan Lobster Thermidor di rumah makan yang biasa-biasa saja‖108

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kecintaannya terhadap makanan tidak berangkat tanpa alasan, Bono yang telah menyelesaikan pendidikannya di salah satu intitut kuliner di Amerika, telah banyak belajar mengenai proses

107 Ibid, h.47 108 Ibid, h.46 93

pembuatan di balik sebuah makanan. Berawal dari faktor pendidikan dan pekerjaan lah yang membuat Bono terobsesi kepada makanan. Pada kutipan sebelumnya juga menjelaskan bahwa pengalaman membuat salad lebih bermanfaat ketimbang menyiapkan Lobster Thermidor. Ketika dua jenis bahan makanan yang memang sangat berbeda ini dibandingkan, tentulah seharusnya lobster yang paling unggul, karena dari harganya yang mahal, seharusnya orang lebih senang apabila bisa menyiapkan lobster sebagai sebuah hidangan, namun Bono menyebut pengalaman membuat salad lebih berharga bukan tanpa alasan, ia menyiapkan salad di salah satu restoran terkenal yang akan melambungkan namanya, berbeda dengan menyiapkan lobster jika hanya di sebuah rumah makan yang biasa saja. Oleh karena itu, Bono menyebut pengalaman membuat salad lebih berharga. Berdasarkan pemaparan tersebut, obsesi yang dialami oleh Bono disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah pekerjaan dan latar belakang pendidikan. Selain itu di akhir cerita Bono kembali membuka cabang untuk restorannya, Siria 2. Ia juga diketahui menjalin hubungan dengan seorang wanita yang kabarnya sesama foodie. 4. Farish Farish merupakan teman Aruna dalam menyelidiki kasus flu unggas di delapan kota. Ia berprofesi sebagai dokter hewan. ―Farish seorang dokter hewan. Dulunya ia bekerja buat Kementrian Peternakan tapi mengundurkan diri setelah lima tahun.‖109

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Farish berprofesi sebagai dokter hewan. Ikut mendampingi Aruna dalam menyelidiki

109 Ibid, h.71. 94

kasus serta berwisata kuliner, membuat Farish mengenal teman- teman Aruna, meski pada awalnya ia agak heran dengan kelakuan salah satu teman Aruna, yakni Bono yang memiliki obsesi terhadap makanan, berbeda dengan dirinya yang tidak memiliki obsesi tehadap makanan. ―Tiba-tiba aku mendengar suara Farish, ―Sori nih, tapi saya benar-benar bingung. Atau takjub. Atau rada stres. Nggak tau persis yang mana. Yang jelas saya belum pernah pergi makan sama siapa pun dan memesan begini banyak makanan. Bukan cuma mahal, tapi apa pelunya? Memangnya kamu lagi riset? Atau jangan-jangan kamu selalu makan seperti ini ke mana pun kamu pergi?‖110

Berdasarkan kutipan di atas, menjelaskan bahwa Farish memang tidak memiliki obsesi terhadap makanan. Ia bingung dnegan kelakuan Bono yang memesan begitu banyak jenis makanan. Jika seseorang telah memiliki obsesi terhadap makanan, hal tersebut mungkin terlihat biasa, karena variasi dari setiap makanan akan menimbulkan pengetahuan baru bagi penikmatnya. Namun jika seseorang seperti Farish yang tidak memiliki obsesi terhadap makanan, hal tersebut sangatlah aneh. Lama-kelamaan setelah mengenal teman-teman Aruna dan selalu ikut dalam setiap ekspedisi kuliner para pecinta makanan ini, Farish akhirnya mulai terbiasa dengan sikap mereka dan mulai akrab dengan makanan. ―Farish: di mana dia? Ah, itu dia, sedang asyik berbicara di telepon, sambil sesekali mendekati kaca etalase makanan dan menyimak isinya..‖111

Berdasarkan kutipan di atas, Farish sudah mulai akrab dengan makanan. Ia juga mulai menggemari makanan dari setiap daerah yang dicoba oleh Aruna dan teman-temannya. ―Tapi Bono dan Farish tampak lebih tetarik pada bubur pedas──Farish karena menghindari daging ―haram‖,

110 Ibid, h.122-123. 111 Ibid, h.258. 95

Bono karena dia memang tertarik pada segala apa yang baru.‖112 Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Farish mulai tertarik kepada makanan, meski ia tetap menjaga keyakinannya untuk tidak makan daging yang haram. ―Aku tahu bahwa sebagai muslim, ia berusaha sedapat mungkin menghindari makan babi. Tapi ia selalu menemani ketika kami makan hidangan-hidangan yang ia tahu mengandung minyak babi tapi penampilannya tak terlalu kentara seperti chai kuo atau ―mi ayam‖ di Medan.‖113

Berdasarkan kutipan di atas, Farish yang tetap menjaga keyakinannya, tetapi tetap memiliki toleransi untuk menemani Aruna dan teman-temannya makan makanan yang menurutnya ―haram‖. Ternyata obsesi yang dimiliki oleh Aruna dan teman- temannya bisa menular juga kepada Farish yang tadinya tidak pernah pergi makan dengan siapa pun. Pada akhirnya Farish yang tadinya heran melihat tingkah laku para pecinta makanan, kini sudah mulai terbiasa, bahkan akhirnya Farish memutuskan hidup bersama Aruna dan memulai lembaran baru. ―Setelah menimbang banyak hal, kami memutuskan untuk hidup bersama, tanpa menikah, dan segala konsekuensi sosialnya.‖114

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pada akhirnya Farish tidak hanya memiliki ketertarikan dengan makanan, tetapi juga terhadap Aruna yang memiliki obsesi terhadap makanan. Dari analisis yang telah dilakukan, ketiga tokoh memiliki obsesi terhadap makanan yang disebabkan oleh beberapa faktor berbeda. Obsesi yang dimiliki Aruna disebabkan karena faktor kesendirian, sarana pembebasan diri, dan sumber kebahagiaan. Oleh karena itu Aruna sangat gemar dengan makanan hingga akhir cerita ia masih bersentuhan dengan makanan. Ia menanam saham

112 Ibid, h.357. 113 Ibid, h.378. 114 Ibid, h.418. 96

di restoran baru Bono yakni Siria 2. Nadezhda juga memiliki beberapa faktor yang menyebabkannya terobsesi dengan makanan, di antaranya karena faktor pekerjaan, gaya hidup, dan pertemanan. Di akhir cerita, Nadezhda juga masih sering bertemu Aruna hanya untuk makan bersama di sebuah restoran. Begitu pula dengan Bono, obsesinya terhadap makanan disebabkan karena faktor pekerjaan dan latar belakang pendidikan. Hingga akhir cerita ia tetap akrab dengan makanan dengan membangun cabang restorannya, Siria 2 dan kabarnya dekat dengan seorang wanita sesama foodie.

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Berdasarkan tujuan pembelajaran sastra yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya. Pada pembelajaran sastra, diharapkan bisa menjadi model budaya. Sastra sebagai model budaya dimaksudkan untuk mengajarkan peserta didik agar menghargai kebudayaan melalui sejarah yang terdapat di dalamnya, melalui warisan yang ditinggalkan dalam karya sastra. Peserta didik juga diharapkan mampu mengembangkan kemampuannya melalui karya sastra, baik novel maupun cerpen, dan bentuk karya sastra lainnya. Selain itu juga tujuan pengajaran sastra lainnya ialah untuk mengetahui lapisan-lapisan yang terdapat di dalamnya, hubungan antar lapisan itu sesamanya dan dengan keseluruhannya dengan mempelajari strukturnya. Sastra dipelajari sejarahnya, kelahiran dan pertumbuhannya serta perbandingannya dengan sastra lainnya. Sastra juga dipelajari hubungannya dengan masyarakat tempat lahirnya, serta dukungan-dukungan yang diperolehnya. Berdasarkan tujuan yang telah dipaparkan tersebut, peserta didik bisa diarahkan untuk menganalisis karya sastra lebih dalam sebagai wujud dari apresiasi dalam sastra. Dengan mempelajari sastra, tentunya akan mempelajari aspek kebahasaan lainnya, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam pengajaran sastra khususnya novel, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan membacanya. Hal tersebut bisa menambah pengetahuan peserta didik melalui ilmu baru yang ditemui dalam novel, khususnya novel sastra, karena novel sastra membahas permasalahan manusia beserta kehidupannya. 97

Pendidikan di Indonesia kini semakin maju dengan berkembangnya kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada keaktifan peserta didik, skill, dan pendidikan berkarakter. Pada kurikulum 2013, pembelajaran tidak sepenuhnya berada di tangan guru. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran seperti berdiskusi misalnya. Peserta didik juga bisa memanfaatkan teknologi untuk mencari materi pembelajaran untuk menambah wawasan dan informasi dalam pembelajaran. Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 pasal 1 bahwa pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Analisis obsesi terhadap makanan pada tokoh-tokoh dalam novel Aruna dan Lidahnya dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah kelas XII dengan kompetensi dasar yaitu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel, serta memfokuskan pada analisis obsesi terhadap makanan pada tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel. Peserta didik dapat mengetahui lebih dalam mengenai obsesi yang dimiliki oleh para tokoh dalam novel dengan menganalisisnya. Peserta didik juga mendapatkan wawasan lebih luas dengan menganalisis novel Aruna dan Lidahnya, karena sesungguhnya dunia di dalam teks (novel) merepresentasikan dunia di luar teks. Teks yang terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya memiliki kedekatan dengan peserta didik. Aktivitas yang dilakukan tokoh-tokoh dalam novel merupakan gambaran yang dilakukan oleh peserta didik saat ini―pergi jalan-jalan, mencari tempat makan kemudian mengabadiakannya dalam sebuah foto dan mengunggahnya ke media sosial―. Diharapkan dengan menganalisis novel Aruna dan Lidahnya peserta didik dapat belajar menghargai kehidupan, dan mengetahui dampak baik dan buruk dari perilaku yang mereka lakukan terhadap makanan saat ini dan dapat menjadi sarana bagi keingintahuan peserta didik mengenai fase kehidupan orang dewasa. 98

Guru dapat mengarahkan peserta didik untuk menggunakan teknik membaca intensif dalam menganalisis novel. Melalui teknik membaca intensif, peserta didik dapat mengetahui secara lebih rinci mengenai analisis unsur intrinsik yang dianalisis. Selain menganalisis, peserta didik juga diminta untuk mengemukakan hasil temuannya kepada teman-teman lainnya untuk menuntut sikap aktif dan kreatif siswa di kelas. Seperti novel Aruna dan Lidahnya, peserta didik diharuskan membaca intensif agar dapat menemukan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya obsesi terhadap makanan pada tokoh-tokohnya, karena faktor tersebut hanya dapat ditemukan dengan cara membaca intensif dan menganalisisnya. Dengan cara seperti itu, pengetahuan peserta didik dapat bertambah, karena peserta didik sudah mampu mengapresiasi novel dengan cara menganalisisnya, bukan hanya membacanya. BAB V

PENUTUP

A. Simpulan 1. Analisis obsesi terhadap makanan dalam novel Aruna dan Lidahnya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak, maka dapat disimpulkan bahwa obsesi terhadap makanan yang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada dalam novel disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya sebagai berikut. Tokoh utama yakni Aruna, terobsesi terhadap makanan karena beberapa faktor. Faktor pertama yakni kehidupannya yang masih sendiri (single). Kesendirian menyebabkan Aruna hanya terfokus pada makanan. Kedua, makanan sebagai sarana pembebasan diri. Ketika Aruna mengalami stres, makanan digunakan sebagai ajang pembebasan diri. Ketiga, makanan sebagai sumber kebahagiaan. Makanan menjadi salah satu sumber kebahagiaan bagi Aruna, oleh karena itu ia menjadi terobsesi terhadap makanan. Hingga akhir cerita, Aruna tetap tidak bisa lepas dari makanan. Setelah memutuskan untuk hidup bersama Farish dan keluar dari pekerjaannya yang semula, ia menanam saham di Siria 2, yakni cabang restoran yang dimiliki oleh Bono. Ia juga bereksperimen mengenai makanan bersama Bono berdasarkan perjalanan yang telah mereka lakukan. Tokoh kedua yakni Nadezhda. Obsesinya terhadap makanan juga disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Nadezhda terobsesi dengan makanan karena pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai penulis dengan spesialisasi makanan dan perjalanan membuatnya selalu bersinggungan dan akrab dengan makanan. Kedua, gaya hidup. Nadezhda sangat mementingkan gaya hidup, hal itu dibuktikan dengan berkunjung dari satu restoran ke restoran lainnya. Faktor ketiga ialah teman. Bono, sebagai teman Nadezhda sangat mempengaruhi obsesinya terhadap makanan. Hingga akhir cerita, Nadezhda dan Aruna masih tetap kerap makan

99 100

bersama seminggu sekali. Makanan memang selalu akrab dengan mereka berdua. Tokoh ketiga ialah Bono. Ia terobsesi dengan makanan karena faktor pekerjaan dan latar belakang pendidikan. Selain itu, di akhir cerita Bono kembali membuka cabang untuk restorannya, Siria 2. Ia juga diketahui menjalin hubungan dengan seorang wanita yang kabarnya sesama foodie. Tokoh keempat ialah Farish yang tidak memiliki obsesi terhadap makanan dan kurang menyukai makan di luar, namun tertular menjadi gemar makan oleh Aruna dan teman-temannya, hingga pada akhirnya Farish memutuskan untuk hidup bersama dengan Aruna. 2. Analisis obsesi terhadap makanan pada novel Aruna dan Lidahnya ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah dalam aspek membaca. Pada pembelajaran sastra ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah menganalisis teks novel dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik serta memfokuskan pada peserta didik untuk menganalisis obsesi terhadap makanan pada tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel. Peserta didik dapat memperoleh wawasan yang lebih luas dengan menganalisis sebuah karya sastra terutama novel.

B. Saran

Berdasarkan uraian hasil analisis terhadap novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak, penulis memberikan saran sebagai berikut

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian selanjutnya mengenai tema makanan di dalam teks. 2. Bagi pendidik, diharapkan lebih rinci dalam menjelaskan unsur-unsur pembangun dalam karya sastra, terutama penokohan yang terdapat dalam unsur ekstrinsik, karena unsur pembangun karya sastra tidak terlepas dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memunculkan penelitian mengenai pengarang perempuan tahun 2000-an lebih banyak lagi. 101

4. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam analisis “Obsesi terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik sehingga penulis bisa menjadi lebih baik lagi dalam menganalisis sebuah karya. DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Dara. Skripsi dengan judul Hubungan Trait Kepribadian dengan Kecenderungan Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif pada Karyawan. Fakultas Psikologi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Anggraeni, Mareta. Skripsi dengan judul “Perilaku Obsesif Kompulsif Disorder pada Peserta Penurunan Berat Badan”. Universitas Brawijaya Malang. 2013. Azies, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. Bestari, Ken. Makalah Non Seminar dengan judul Fenomena Mengunggah Foto Makanan pada Pengguna Media Sosial. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. 2014. Carter, Ronald. Teaching Literature. New York: Longman Group (FE) ltd. 1991. Chusna, Inayatul. Makanan dan Konstruksi Indentitas Perempuan dalam Fasting Feasting Karya Anita Desai. Universitas Indonesia. 2006. Hidajat, Robby. Jantra (Jurnal Sejarah dan Budaya). Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya. 2014. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2010. Pradotokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008. Prasetya, Joko Tri, dkk. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1998. Purba, Antilan. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012. Putri, Dhiyah Ratna. Skripsi dengan judul “Budaya Kuliner Jepang Hanami Bentou: Kajian Tata Saji pada Kegiatan Hanami di Jepang”. Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Budaya Jepang. Unversitas Indonesia. 2011. Rachman, S. A Cognitive Theory Of Obsessions. Canada: University of British Columbia. 1997. Rachmawati, Reny. Skripsi dengan judul Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya Terhadap

102 103

Pembelajaran Sastra di SMA. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah. 2014. Rusyana, Yus. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V Diponegoro. 1984. Semi, Atar. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya. 2011. Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008. Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. Sumarjo, Jakob. Novel Populer Indonesia. Yogyakarta: CV Nur Cahaya. 1993. Teeuw, A. Modern Indonesian Literature. The Hague: Martinus Nijhoff. 1979. Tirtawirya, Putu Arya. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende: Nusa Indah. 1983. Vismaia, Syamsudin dan Damaianti. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011. Waluyo, Herman. J, Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 1994. Wijaya, Agoeng, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo (Antropologi Kuliner). Jakarta: PT Tempo Inti Media Tbk. 2014. Wright, Robin Redmon. Jurnal dengan judul You are What You Eat!?: Television Cooking Show, Consumotion, and Lifestyle Practices as Adult Learning. University of Texas at San Antonio Zaidan, Abdul Rozak, Anita K.Rustapa dkk. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Arjadi, Retha. Melakukan Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif- Kompulsif. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. 2015 diakses pada 17 Agustus 2015 dari http:/health.kompas.com/read/2015/03/11/082000823/Melakukan.sesuatu.ber ulang.waspadai.gangguan.obsesif-kompulsif Kartika, Unoviana. Makanan Yang Bantu Atasi Stres dan Cemas. Artikel diakses pada 9 September 2015 dari http://health.kompas.com/read/Makanan.yg.Bantu.Atasi.Stres.dan.Cemas

Permatasari, Delmarrich Bilga Ayu. Penelitian dengan judul Kuasa Rasa dalam Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak). Surabaya: Universitas Airlangga. 2015 diakses pada 2 104

September 2015 dari http://delmarrich-fib12.web.unair.ac.id/artikel-umum- Kuasa_Rasa_dalam_Kata_(Analisis_Dekonstruksi_novel_Aruna_dan_Lidahn ya_Karya_Laksmi_Pamuntjak.html Prabowo, Vega. Nama Curian di Novel Anyar Laksmi Pamuntjak. Artikel diakses pada 23 Agustus 2015 dari http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141117102106-234-11920/nama- curian-di-novel-anyar-laksmi-pamuntjak/. Sadino, Anissa. Laksmi Pamuntjak: Makanan, Tulisan, dan Realita Sosial, Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://areamagz.com/article/read/2015/02/02/laksmi-pamuntjak-makanan- tulisan-dan-realita-sosial Sarana, Lita, Flu Burung, Artikel diakses pada 9 September 2015 dari https://fluburungpmi.wordpress.com/flu-burung. Tim Penulis DKJ, Seniman Sastra. Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/pamuntjak.html.

Yumiyanti, Iin. Laksmi Pamuntjak: Soal PKI, Saya Menulis Lebih Bebas daripada Pramoedya. Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari http://news.detik.com/wawancara/2877113/laksmi-pamuntjak-soal-pki-saya- menulis-lebih-bebas-daripada-pramoedya 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester/Prog : XI/1 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Standar Kompetensi Membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan

B. Kompetensi Dasar 7.3 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan

C. Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan terjemahan 2. Mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik novel Indonesia 3. Mampu membandingkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonsia dengan novel terjemahan novel

D. Tujuan Pembelajaran 1. Peserta didik dapat mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia dan terjemahan 2. Peserta didik dapat menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik novel Indonesia 3. Peserta didik dapat menemukan obsesi terhadap makanan yang terdapat dalam novel.

E. Karakter siswa yang diharapkan: Sopan dan santun Percaya diri Bertanggung jawab Kreatif

F. Materi Pembelajaran

1. Analisis teks novel 2. Identifikasi unsur intrinsik 3. Analisis obsesi terhadap makanan dalam novel

G. Metode Pembelajaran: 1. Ceramah 2. Demonstrasi 3. Tanya jawab 2

4. Diskusi

H. Sumber dan Media Pembelajaran 1. Sumber : a) Buku Paket Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia untuk SMP dan MTs Kelas XI Penerbit Esis

2. Media : Novel Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Pamuntjak

I. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Awal (10 menit) a. Peserta didik dan guru saling memberikan atau menjawab salam; b. Salah satu peserta didik diminta untuk memimpin doa; c. Peserta didik bersama guru memeriksa kehadiran peserta didik; d. Melakukan tanya jawab kepada peserta didik mengenai novel

2. Kegiatan Inti (60 menit) Eksplorasi a. Menanyakan kepada peserta didik mengenai hobi dalam membaca karya sastra terutama novel, serta menanyakan pengertian novel; b. Peserta didik secara individu memperhatikan novel yang dicontohkan guru; c. Membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok d. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang lebih luas dari pembelajaran yang diajarkan; e. Melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran di kelas;

Elaborasi a. Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengembangkan hasil temuan yang didapat dari aktivitas membaca; b. Peserta didik mendiskusikan hasil temuannya dengan kelompoknya; c. Memberi kesesempatan peserta didik untuk memprsentasikan hasil diskusi di depan kelas dan peserta didik lainnya memberikan tanggapan atas asusmsi kelompok yang telah maju;

Konfirmasi a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, ataupun penghargaan terhadap keberhasilan peserta didik dalam dalam menyampaikan komentar secara logis; b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber; c. Melakukan tanya jawab mengenai hal-hal yang belum diketahui oleh peserta didik; 3

d. Guru menambahkan informasi untuk lebih menguatkan hasil pembelajaran tentang novel.

3. Kegiatan Akhir (10 menit) a. Guru dan peserta didik bersama-sama membuat simpulan pelajaran mengenai menganalisis unsur intrinsik; b. Menyampaikan amanat dan manfaat dari pembelajaran menganalisis unsur intrinsik dan menemukan obsesi terhadap makanan dari novel Aruna dan Lidahnya untuk kelak diaplikasikan. c. Melakukan penilaian terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; d. Menanyakan hambatan yang dialami siswa dalam mengidentifikasi serta menganalisis unsur intrinsik novel; e. Merencanakan kegiatan tindak lanjut (remedi, program pengayaan, layanan konseling atau memberikan tugas; f. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

4. Penilaian a. Penilaian dilaksanakan selama proses dan sesudah pembelajaran Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi Teknik Bentuk Instrumen Penilaian Penilaian

 Siswa mampu 1. Identifikasi unsur- mengidentifikasi unsur intrinsik yang unsur-unsur terdapat dalam novel Aruna dan Lidahnya. ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel Tes Uji Petik Indonesia Praktik Kerja

 Siswa mampu 1. Analisislah unsur menganalisis unsur- intrinsik dan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam ekstrinsik (alur, novel Aruna dan Lidahnya. tema, penokohan, 2. Analisis obsesi sudut pandang, latar, terhadap makanan dan amanat) dalam yang terdapat dalam 4

novel novel Aruna dan Lidahnya .

No Aspek Penilaian Bobot Nilai 1 Kemampuan menganalisis 5 unsur intrinsik dan ekstrinsik a. Tepat (5) b. Kurang tepat (3) c. Tidak tepat (1)

2 Kemampuan menjelaskan hasil 5

analisis

a. Tepat (5)

b. Kurang tepat (3)

c. Tidak tepat (1)

3 Membuat simpulan hasil 5

analisis novel

a. Tepat (5)

b. Kurang tepat (3)

c. Tidak tepat (1)

4 Kemampuan membaca dengan 5

teliti

a. Tepat (5)

b. Kurang tepat (3)

c. Tidak tepat (1)

Bentuk tes : lisan dan tulisan Skor = jumlah skor diperoleh x 100 Skor maksimal (20)

5

Jakarta, 2 Oktober 2015 Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

( ) (Noviana Nitami) NIM. 1111013000051

MATERI PEMBELAJARAN

A. Sinopsis Novel Aruna dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak

Aruna Rai, wanita 35 tahun ini penggemar kuliner dan salah satu pekerja dari Konsultan yang bergerak dalam penelitian yang berhubungan dengan unggas bernama One World. Ia ditugasi meneliti berbagai kronologis terjadinya penularan flu unggas kepada sebagian penduduk Indonesia. Perjalanan berkeliling Nusantara dari Aceh hingga Lombok ini menjadi semacam wisata kuliner bagi Aruna dan kedua sahabatnya serta rekan kerjanya, Bono dan Nadezdha, serta Farish. Bono, seorang chef profesional yang telah menempuh pengalaman sampai New York dan mampu mengolah bakmi dengan foie gras, serta Nadezdha Azhari, wanita cantik 33 tahun blasteran Sunda-Aceh- Perancis dan Persia; seorang konsultan gaya hidup yang sangat memesona sehingga menurut Aruna bila dibandingkan dengan dirinya bagaikan „sampanye dan popcorn‟. Terakhir, Farish, rekan sejawatnya dari kantor yang ditugaskan bepergian dalam menyelidiki wabah flu burung yang diketahui pada akhirnya memiliki kisah tersendiri dengan Aruna. Aruna, Nadezdha, dan Bono, ketiganya memiliki kesamaan yakni terobsesi pada makanan. Berawal dari kesamaan itulah, kisah perjalanan kuliner berkeliling hampir ke sebagian Indonesia bermulai. Berbagai daerah yakni delapan kota, Bangkalan, Pemakasan, Palembang, Medan, Banda Aceh, Pontianak, Singkawang, Lombok, dan Mataram didatangi guna menyelediki kasus flu unggas yang merebak. Banyak kejanggalan yang ditemukan yang tidak lain ialah “permainan” oknum pejabat dalam rangka korupsi. Tidak hanya berkutat pada masalah flu unggas yang sedikit menyita pikiran Aruna dan rekan-rekannya, mereka menjadikan perjalanan ini sebagai ajang mencicipi berbagai kuliner yang terdapat di daerah itu. Sebagai contoh, selama di Surabaya, Aruna, Bono dan Farish menikmati aneka rujak, seperti rujak cingur, rujak tolet yang memakai bumbu gula merah, kecap dan bawang putih, serta rujak deham yang berbumbu asin dengan komposisi irisan buah dan taoge. Ada juga rujak cemplung, rujak buah yang disajikan dengan kuah air kelapa. Tak lupa Rujak soto dan Botok Pakis yang menjadi pusat perhatian mereka karena komposisinya yang tak biasa. Sedangkan ketika di Kalimantan, mereka mencoba makanan khas daerah itu, seperti Kwetiaw, Rujak buah yang khas dan Sotong Pangkong. Di sana, cinta Aruna dan Farish mulai bersemi. Sedangkan Bono harus menanggung kekecewaan karena ditolak Nadezhda. Ketika mendengar kabar bahwa adanya konspirasi terkait kepentingan segelintir orang dengan politik di One World, mereka semakin tidak bersemangat menjalankan tugasnya, namun pekerjaan menuntut diselesaikan. Dengan segera setelah menyelesaikan urusan, mereka kembali ke Jakarta. Ternyata di Jakarta, Aruna merindukan Lombok untuk berlibur, ketiga temannya tidak luput untuk turut serta. Misi mencicipi segala jenis kuliner tetap dijalankan. Dari sinilah kisah percintaan Aruna dan Farish berlanjut, hingga pada akhirnya Aruna memutuskan untuk hidup bersama dengan Farish.

B. Pengertian Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik ialah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur tersebut di antaranya adalah tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.

1. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri.

2. Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita, sehingga peristiwa itu menjadi padu, sedangkan cara sastrawan menggambarkan tokoh disebut dengan penokohan. Tokoh dalam karya sastra selalu mempunyai sifat, sikap, atau watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh disebut dengan perwatakan. 3. Latar

Latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

4. Alur

Alur ialah rangkaian peristiwa-pristiwa dalam sebuah cerita. Alur terdiri dari tahapan-tahapan peristiwa yakni pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang atau titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.

{}\ ,.i No Dokurnetr F]TK-FiT-AKD.O81 KEMENTE ntaru AcAnan r I Tgl. Terbit 1 Maret 2010 UIN JAKA I RTA FORM (FR) lrrrn FITK I t No. Revisi \rrr r (:tt)tilxl I I .ll lt ll.l l,til,\N!t lr5 l5'll2 ltldciltesd I '@ ,,, ,,-., .L- t SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

2014 Nonror' : t irr.0 l/lr. l /l( M.0 r .:l.lt).Q!.lzo r + .lakarta. 2 Descrtrbcr' l,ntrtp. : - Ilal : llirrrhirrgrtn Slirilrsi

l(clrirrlu Ytlt.

Novi l)iah ll.. M.llurn [)crntrirrtbirtg Skripsi Irlkrrltns llrrrtr'l'nrbiyalt tlan Kcgut'ttart t.J lN Syari l. I litlat,it{Lrl lalr

.l ir k ir r'( a.

.,1.r.s' t r I r t r t t t t' t r I t r i k t t r t t t t'l'. t t'/r.

l)crtgittt irri dilt;rt'lt1rl

N a nr;r :Noi,iirrut Nitarrri

N IiVI : llll0ll0(X)051

.l trrrrsart : l)urrlidiliart llithrtsa tlnrt Sitstra lttdottesia

Scrrrcstct' : \ill ( l'rrjttlr)

.l rrcltrl Sl

tl S i\'l Iru 1ll il

tlilr6irrg1l sl

Atas perhatian dan kcria sarra Snudarn. karui ucapkan terinta kasih.

Was.s u I u n ru' a I a i ktt m vpr.w lt.

astra lttdottesia trf

/) r_rrut .A.. Ph.D. f t ttP. iq-6o03oz 199002 I 00 I 'l'etrtbusan:

l. Dckan i'f l'lK 2. Mahasisrva ybs UJI REFERENSI

Nama : Noviana Nitami

NIM :1111013000051

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Obsesi Terhadap Makanan dalam Novel Aruna dan Lidahnyo Karya Laksmi Pamuntjak dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

Dosen Pembimbing : Novi Diah Haryanti, M.Hum.

Halaman Halaman No Referensi dalam dalam Paraf Buku Skripsi I Amalia, Dara. Skripsi dengan judul Hubungon Trait Kepribadian dengan Kecenderungan Gangguan Kepribadian 4 2l ' (;t Obsesif Kompulsif pada Karyawan. Fakuttas

Psikologi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

2 Anggraeni, Mareta. Skripsi dengan judul "Perilaka Obsestf Kompulsif Disorder pada 5 t9 Peserts Pemtrunan Berat Badon". \y" Universitas Brawijaya Malang. 2013. J Azies, Furqonul dan Abdul Hasim.

Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. 63 L4 Bogor: Ghalia Indonesia. 2010. V 4 Bestari, Ken. Makalah Non Seminar dengan judul Fenomena Mengunggah Foto

Makanan pada Pengguna Media Sosial. 26 Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas \r IImu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. 2014.

5 Cafier, Ronald. Teaching Literature. New 2 28 York: Longman Group (FE) ltd. 1991. V 6 Chusna, Inayatul. Makanan dan Konstruksi Indentitas Perempuan dalam Fasting 82 26 Feasting Karya Anita Desai. Jakarta: Tesis V UI: Tidak diterbitkan . 2006.

7 Hidajat, Robby. Jantra (Jurnal Sejarah don Budaya). Yogyakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat t-2 )) )?, Jendral Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai V Budaya. 2A14.

8 Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian 9-10, Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University 18-20,23, Press. 2OlO. 176-t77, 9, I 1, 13, l5 \r 188-189,

9 Pamuntj alg Laksmi. Aruno dan Lrdahny a. 11, 13, 17, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2A14. 33,34,40, 41- gg,90, 37-94 \t l0l, 133, 2364t8 l0 Pradotokusumo, Partini Sardjono. Pengkajian Sastrs. Jakarta: PT. Gramedia 4 l0 \r Pustaka Utama. 2008.

11 Prasetya, Joko Tri, dkk.Ilmu Budoya Dasar. 214 2A Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1998. \t t2 Purb4 Antilan. Sastra Indanesia

Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 62,63 9 2012. r l3 Putri, Dhiyah Ratna. Skripsi dengan judul

"Budnya Kuliner Jepng Hanami Bentou.. 26 Kajian Tata Saji pada Kegratan Hlanani di \t Jepang!'. Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Budaya Jepang. Unversitas Indonesia. 2011. t4 Rachman, S. A Cognitive Theory Ol Obsessions. Canada: University of British 793 20 Columbia. 1997. V l5 Rachmawati, Reny. Skripsi dengan judul Analisis Tokoh Utama Amba dalam Novel Amba lrarya Lak^smi Pcnnantjak dan

Implilrasinya Terhadap Pembelajaran 26 Sastra di SMA. Jurusan Pendidikan Bahasa V dan Sastra Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah.2014. t6 Rusyana, Yts. Bahasa dan Sastra dalam

Garnrtan Pendidikan Bandung: C.V 312,313 28 Diponegoro. 1984. rt t7 Semi, Atat. Anatomi Sastra. Bandung: )./. 13 Angkasa Raya. 2011. \t t8 Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. l4A,l4g- L2,13,14, Jakarta: Grasindo. 2008. 151, 161, 16, lg \t 162

19 Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. 37, 61 13 Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2AA7 . \r 2A Sumarjo;' Jakob. Novel Populer Indonesia. 2t 2t Yogyakarta: CVNur Cahaya. 1993. \l 2t Teeuw, A. Modern Indonesian Literature. 53 10 The Hague: Martinus Nijhoff. 1979. r 22 Tirtawirya, Futu Arya. Apresiasi Puisi don 80 18 Prosa. Ende: Nusa Indah. 1983. IJ-

23 Vismaia, Syamsudin dan Damaianti. Metode

Penelitian Pendidikan Balnsa. Bandung: 73 7

PT. Remaj a Rosdakary a. 2All. tf 24 Waluyo, Herman. J, Pengkajian Cerita 40, 51 10, 15 Fiksi. Surakarta. Sebelas Maret University \,h Press. 1994.

25 Wijaya, Agoeng, Kurniawan, Mustafa Silalahi, dkk. Edisi Khusus Tempo 3l 22 (Antropologi Kuliner). Jakarta: PT Tempo rl Inti Media Tbk. 2014.

26 Wright, Robin Redmon. Jurnal dengan judul You ore Wat You Eat!?: Television Cooking Show, Canwmotion, and Lfestyle 404 I Practices as Adult Learning. University of s Texas at San Antonio

27 Zaidan" Abdul Rozak, Anita K.Rustapa dkk.

Karmts Istilah Sastra. Jakarta: Balai 136 9 Pustaka. 2007. tl

28 Tim Penulis DKJ, Seniman Sastra.

Artikel diakses padalT Agustus 2015 dalj 30,32 www.tamanismailmarzuki. com/tokoh/pa \r muntjak.html.

29 Arjadi, Retha. Melokukon Sesuatu Berulang, Waspadai Gangguan Obsesif-Kompulsif

Jakarta. PT. Kompas Media Nusantara.

2Ol5 diakses pada 17 Agustus dari 19,21

http :/ihealth. kom pas. carnlrea#2 0 1 5 l03l i I l0 r

spadai. Gangguan.Obsesif-Kompul sif.

30 Kartika, Unoviana. Makanan Yang Bantu

Atasi Stres dan Cemas. Artikel diakses pada 9 September 2015 dari 77 IF http ://health. kompas. com/read/IV1akanan. y& V

Bantu.Atasi. Stres. dan. Cemas 3l Permatasari, Delmarrich Bilga Ayu Penelitian dengan judul Kuasa Rasa dclam 25 ,* Kata (Analisis Dekonstruksi novel Aruna dan Lidahnya karya Lalesmi Pamuntjak). Surabaya. Universitas Airlangga. 2015 diakses pada 2 September 2Ol5 dari

http :l/delmarrich-fi b I 2.x,eb.unair"ac.id/ Umum-Kuasa Rasa dalam Kata {Analisis Dekonstruksi navel Arura dan Lidahn)ra karya Laksmi Pamuntj ak).html 32 Prabowo, Vega. Narna Curian di Novel

Anyar Laksmi Pamuntjak. Artikel diakses padaZ3 Agustus 2015 dai 4t

http : /,ru,r*w" cnni ndonesi a. com/hiburanl*am a rl -curian-di-novel -anvarl aksmi-pamuntj akJ.

JJ Sadino, Anissa. Laksmi Pamuntjak:

Malrsnan, Tulisan, don Realita Sosial, 31,33,34, Artikel diakses padalT Agustus 2015 dari 36 rl http ://aream agz. comll aksrni -pam untj ak-

makanan-tu1i san-dan-realita-sosi al

34 Sarana, Lita, Flu Burung, Artikel dia*ses

pada9 September 2A15 dali, 57 http s : I / fTubuntn gp mi. w or dp r es s. comI flu- \t burung.

35 Yumiyanti, Iin. Laksmi Pamuntjak: Soal PKI, Scya Merrulis Lebih Bebas

Pramoedya. Artikel diakses pada 17 Agustus 2015 dari )2, )t rt http :l, ner,vs. detik. corn'wawancar#l aksmi -

pamu$ij ak- soal -pki -saya-m enul i s*l ebiir.-

beb as-daripada-pramoed],a

Jakarta. I Oktober 2015

NIP. 19841 126 201503 2 007 BIODATA PENULIS

Perempuan yang dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 25 November 1992 ini memiliki nama lengkap Noviana Nitami. Sejak kecil ia memiliki cita-cita menjadi seorang guru, penulis, dan insinyur. Kini dengan menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai langkah untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang guru dan penulis. Selain menulis, ia juga tertarik dengan dunia fotografi dan makanan terutama food fotography. Selama hidupnya, perempuan yang kerap disapa Ana ini memiliki moto hidup bahwa “Sebaik-baiknya manusia, ialah yang bermanfaat bagi orang lain”. Oleh karena itu, ia selalu gemar terlibat dalam dunia pendidikan. Selain dunia sastra yang sekarang digelutinya, perempuan penggemar komik ini juga sangat menyukai ilmu sains, salah satunya Fisika. Suatu saat ia bercita-cita ingin membuat cerpen fiksi ilmiah yang lain dari biasanya. Ujaran yang terus diserukan pada salah satu media sosial twitter menyebutkan bahwa “Menulislah! Dengan begitu kau takkan mudah lenyap terhempas arus, melainkan tetap abadi dalam jejak kata” membuatnya terus semangat berkarya dalam dunia kepenulisan.