BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran

Rangkaian peristiwa sepanjang tahun 1965–1966 yaitu pada saat peristiwa

G30S PKI melambungkan nama Sarwo Edhie sekaligus menjadi titik balik hidupnya. Pada 1 Oktober 1965 pukul 19.00 Sarwo Edhie mempunyai peran penting dalam menggagalkan rencana kup yang dikenal sebagai peristiwa G30S

PKI dan berhasil melambungkan namanya sebagai orang yang berjasa bagi negara. Namun, beberapa waktu beredar kabar bahwa Sarwo Edhie akan menggulingkan Soeharto. adalah orang yang berperan ”dibuangnya”

Sarwo Edhie jauh dari pusat kekuasaan. Pada pertemuan dengan wartawan di

Markas Operasi Khusus, Ali Moertopo yang saat itu menjabat sebagai penasihat utama Soeharto mengatakan jika adanya “matahari kembar” di akan menjadi bencana1. Istilah “matahari kembar” artinya ada 2 sosok yang berpengaruh di Indonesia yaitu Soeharto dan . Faktor lain yang menyebabkan Sarwo Edhie dijauhkan dari pusat kekuasaan saat hari kedua

Peristiwa G30S PKI, terkait dengan saat itu Sarwo Edhie pergi ke untuk menemui Soeharto, namun saat di Istana Bogor bertemu dengan Soekarno karena

Soeharto belum sampai2.

1 Tim Liputan Khusus, Sarwo Edhie Wibowo dan Misteri 1965, Tempo, 13 November 2011, h.84 2 Salim Haji Said,Menyaksikan 30 tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto, (:PT. Mizan Pustaka,2016), h.35

Hal tersebut menimbulkan kecurigaan Soeharto bahwa mereka mempunyai rencana sendiri tanpa sepengetahuan Soeharto. Faktor lain yang menyebabkan terbuangnya Sarwo Edhie adalah dulu semasa pendudukan Jepang, Sarwo Edhie akrab bahkan seperti saudara dengan . Soeharto tidak suka kepada

Ahmad Yani karena peristiwa tahun 1950. Pada saat itu Soeharto menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa Tengah melakukan penyelendupan beras. Hal tersebut membuat Ahmad Yani marah karena menganggap penyelundupan tersebut memalukan Angkatan Darat3. Ahmad Yani mengusulkan agar Soeharto diadili Mahkamah Militer dan segera dipecat dari

AD. Namun, pemecatan Soeharto tidak dilaksanakan karena permasalahan diselesaikan dengan kekeluargaan oleh Angkatan Darat faktor lainnya yaitu peran dari ayah angkat Soeharto bernama Mayor Jenderal Gatot Soebroto yang kala itu mempunyai jabatan yang tinggi sebagai wakil KSAD ( Kepala Staf Angkatan

Darat) akhirnya Soeharto diberikan hukuman untuk melanjutkan pendidikan di

SESKOAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat)4. Peristiwa masa lalu tersebut menyebabkan Soeharto menyimpan dendam kepada Ahmad Yani dan ingin menyingkirkan orang-orang Ahmad Yani dikekuasannya.

Pada peristiwa G30S PKI Sarwo Edhie selaku Komandan Resimen Para

Komando Angkatan Darat (RPKAD) mempersiapkan pasukan RPKAD menghadapi kemungkinan penyerangan ke gedung RRI dan Perusahaan Negara

3 Petrik Matanasi, Persinggungan Soeharto dengan Para Pahlawan Revolusi, diakses dari https://tirto.id/persinggungan-soeharto-dengan-para-pahlawan-revolusi-bXsU , pada tanggal 3 Februari 2021 pukul 16.46 WIB 4 Petrik Matanasi, Soeharto diselamatkan Gatot Subroto Dalam Kasus Penyelundupan Beras, diakses dari https://tirto.id/persinggungan-soeharto-dengan-para-pahlawan-revolusi-bXsU , pada tanggal 3 Februari 2021 pukul 16.46 WIB

Telekomunikasi yang diduduki komplotan Untung5. Itu adalah tugas pertama yang diberikan oleh Pangkostrad Soeharto kepada Sarwo Edhie untuk menumpas sayap militer PKI. Tugas itu berhasil dilakukan oleh pasukannya tanpa perlawanan sehingga RRI dan Perusahaan Negara Telekomunikasi bisa dikuasai kembali.

Memasuki masa Orde Baru Sarwo Edhie masih tetap di bidang militer tetapi bukan sebagai Komandan RPKAD. Sarwo Edhie ditugaskan ke Medan sebagai Panglima Kodam Bukit Barisan pada 25 Juni 1967. Di Medan, ditugaskan membekukan PNI untuk melemahkan pengaruh Soekarnois. Namun pada akhir Desember 1967 Sarwo Edhie dipindahtugaskan menjadi Panglima

Kodam Cendrawasih sampai tahun 1970.

Pada tahun 1974 pemerintah menugaskan Sarwo Edhie menjadi Duta

Besar berkuasa penuh RI di Korea Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 1974

Pemerintah Korea Selatan memberikan persetujuan atas pengangkatan Sarwo

Edhie sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan yang dijabatnya hingga 19786.

Pada minggu awal bulan Agustus tahun 1979 Sarwo Edhie menjabat sebagai Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri menggantikan Husein

Mutahar. Pada 15 Juni tahun 1984 Sarwo Edhie dilantik menjadi Kepala BP 7

(Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan

5 Bahrudin Supardi.Kebenaran di Atas Jalan Tuhan (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2012), h.160 6 Ibid, h.229

Pengamalan ). Sarwo Edhie menjabat sebagai Kepala BP 7 selama 5 tahun sampai tahun 1988.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai kepala BP 7, Sarwo Edhie menjadi anggota DPR dari FKP (Fraksi Karya Pembangunan/) untuk periode 1988

– 1993. Namun pada bulan Maret 1988 Sarwo Edhie mengajukan pengunduran diri dari DPR karena alasan pribadi. Menurutnya menjadi seorang DPR tidak bisa berbuat banyak untuk Indonesia. Beliau pun merasa bahwa dirinya sudah nonproduktif alangkah lebih baik jika diganti dengan generasi muda yang lebih produktif.

Mundur dari FKP DPR RI bukan berarti Sarwo Edhie tidak mempunyai pekerjaan. Sejumlah jabatan masih dipegang Sarwo Edhie seperti pelindung

Kyukeinsen Karatedo Indonesia, Pelindung Wanadri, dan Ketua Taekwondo

Indonesia (1984 – 1988)7.

Sarwo Edhie mengalami stroek dan dibawa ke rumah sakit pada tanggal 6

Maret 1989 sekembalinya dari Bandung untuk menghadiri penutupan pendidikan

Wanadri. Sarwo Edhie merasakan tubuhnya tidak enak. Menurut Prof.Hembing ahli akupuntur langganannya, Sarwo Edhie mengalami lumpuh sebelah dan meminta kepada sopirnya untuk dibawa ke rumah sakit MMC. Sarwo Edhie dipindahkan dari Rumah Sakit MMC ke Rumah Sakit di RSPAD pada tanggal 4

Juli 1989 karena rumah sakit RSPAD ditujukan untuk para prajurit TNI. Sarwo

Edhie yang sudah mengalami koma pada saat masuk rumah sakit MMC dan hanya

7Ibid, h.247

bergantung pada peralatan yang menempel pada tubuhnya. Pada tanggal 9

November 1989 Sarwo Edhie menghembuskan nafas terakhirnya di usia 62 tahun.

Untuk penulisan skripsi ini, penulis menemukan sumber dari skripsi yang membahas tentang Sarwo Edhie. Judul skripsi yang pertama adalah Peranan

Sarwo Edhie Dalam Penumpasan Gerakan 30 September 1965 di dan

Jawa Tengah yang ditulis oleh Gandhi Ramadhan mahasiswa Program Studi

Pendidikan Sejarah Universitas Negeri . Skripsi ini menulis tentang peran Sarwo Edhie dalam peristiwa G30S PKI 1965 saja tidak membahas pasca - peristiwa G30S PKI 1965. Penulis juga menemukan penelitian kedua berjudul

Sepak Terjang Sarwo Edhie Dalam Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional

Indonesia (1965-1989) yang ditulis oleh Acep Nurodin mahasiswa Departemen

Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, pada skripsi ini membahas tentang jabatan dari Sarwo Edhie serta karir yang pernah dicapai namun tidak membahas tentang kebijakan Sarwo Edhie semasa karirnya. Pada dua penulisan tersebut penulis menjadikan sebagai pembanding serta referensi untuk membuat data skripsi dengan informasi yang tidak berisi tentang jabatan dan karir yang pernah dicapai oleh Sarwo Edhie tetapi membahas lebih lengkap mengenai peran yang pernah dilakukan Sarwo Edhie setelah menumpas peristiwa G30S PKI 1965 hingga wafat.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1. Rumusan Masalah :

a. Bagaimana peran Sarwo Edhie di bidang militer pasca Peristiwa G30S

PKI 1965?

b. Bagaimana kontribusi Sarwo Edhie di pemerintahan pasca Peristiwa

G30S PKI 1965?

c. Bagaimana peran yang dilakukan Sarwo Edhie setelah kegiatan di

pemerintahan berakhir?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan dasar pemikiran dan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan dibatasi secara temporal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa cakupan masalah dalam penelitian ini sangat kompleks dan agar penelitian ini lebih terfokus pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara memadai.

Batas awal temporalnya adalah tahun 1967 karena pada tahun tersebut merupakan titik balik karir Sarwo Edhie dalam dunia militer setelah menumpas peristiwa G30S PKI 1965 sampai tahun 1989 yang merupakan tahun beliau meninggal dunia karena sakit.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui karir militer dan kebijakan yang dilakukan Sarwo

Edhie setelah peristiwa G30S PKI 1965

b. Untuk mengetahui karir politik dan kebijakan yang dilakukan Sarwo Edhie

pasca peristiwa G30S PKI 1965

c. Untuk mengetahui peran yang dilakukan Sarwo Edhie setelah tidak lagi

menjabat di pemerintahan

2. Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian

ini adalah:

a. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang perjalanan

karir Sarwo Edhie setelah peristiwa G30S PKI 1965 dan sebagai syarat

kelulusan program sarjana

b. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi referensi bagi peneliti yang akan

datang.

D. Metode dan Bahan Sumber

1. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, yaitu cara-cara penelitian dan penulisan sejarah. Langkah–langkah dalam pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik, interpretasi dan penyajian dalam bentuk tulisan tentang Sarwo Edhie Pasca Peristiwa G30S PKI 1967 – 1989.8

2. Bahan Sumber

Langkah pertama adalah pemilihan topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Dua syarat itu subjektif dan objektif, sangat penting, karena orang hanya akan bekerja dengan baik kalau dia senang dan mampu. Setelah topik ditemukan biasanya membuat rencana

8 Kuntowijioyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta:Penerbit Tiara Wacana, 2013), h.64

penelitian.9 Dalam penulisan ini penulis memilih topik penelitian ini berdasarkan pendekatan emosional karena tokoh yang dibahas dalam penelitian ini berjasa dalam sejarah di Indonesia oleh penulis setelah membaca buku Sarwo Edhie dan

Tragedi 1965 karya Peter Kasenda.

Langkah kedua yaitu heuristik (pengumpulan sumber). Usaha untuk menemukan sumber akan sulit dilakukan apabila sumber tidak dikelompokan dahulu berdasarkan jenisnya10. Menurut Kuntowijoyo sumber sejarah disebut juga data sejarah yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber menurut bahannya dibagi menjadi dua yaitu tertulis dan tidak tertulis atau dokumen dan artefak.11 Sumber tertulis yaitu keterangan dalam bentuk tertulis bisa ditemukan di batu, kayu, kertas, dinding gua. Sumber tidak tertulis yaitu keterangan yang dituturkan oleh saksi. Sumber dokumen dan artefak adalah keterangan yang terdapat dibenda-benda purbakala seperti dari batu, logam, kayu dan tanah. Sumber sejarah disebut primer apabila disampaikan oleh saksi mata, adapun dalam ilmu sejarah sumber sekunder adalah yang disampaikan oleh bukan saksi mata.12 Penulis mengumpulkan sumber menurut bahannya menggunakan sumber primer yaitu dengan melakukan wawancara dengan atlit

Taekwondo kesayangan dengan Sarwo Edhie Wibowo bernama Bapak Yefi Triaji dan keponakannya bernama Bapak Subiyantoro, kedua narasumber tersebut

9 Ibid, h.70 10 Nugroho,Susanto,Hakekat Sejarah dan Azas-Azas Metode Sejarah, (Jakarta:Mega Bookstore, 1964), h.23 11 Kuntowijioyo,Op.cit, h.73 12Ibid, h.75

adalah pelaku sejarah karena semasa Sarwo Edhie Wibowo hidup pernah bekerjasama dibidang olahraga dan politik.

Penulisan ini juga bersumber pada laporan Dinas Sejarah Militer Kodam

XVII/Cendrawasih yang ditemukan di Perpustakaan Pusat Sejarah TNI. Dalam penulisan ini juga menggunakan buku-buku antara lain Sarwo Edhie dan Tragedi

1965 yang ditulis oleh Peter Kasenda, Biografi Sarwo Edhie: Kebenaran di Atas

Jalan Tuhan yang ditulis oleh Bahrudin Supardi, Sarwo Edhie dan Misteri 1965, liputan khusus Majalah Tempo dan sebuah biografi dari anak Sarwo Edhie yaitu buku yang berjudul Kepak Sayap Putri Prajurit yang ditulis oleh Alberthiene

Endah. Selain itu juga penulis menggunakan artikel yang terdapat di internet serta koran-koran yang memuat tentang berita Sarwo Edhie.

Langkah yang ketiga yaitu kritik terhadap sumber dibagi menjadi 2 macam yaitu kritik eksternal dan internal13. Autentisitas atau kritik eksternal yang harus diteliti adalah kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, kalimat ,ungkapan, kata-kata

,hurufnya dan semua penampilan luarnya guna mengetahui autentisitas sumber yang digunakan penulis. Setelah melakukan kritik eksternal penulis harus melakukan kritik internal guna memastikan bahwa sumber yang digunakan dapat dipercaya (reliable) berdasarkan perbandingan dua sumber (inkuiri)14. Penulis harus yakin bahwa sumber yang digunakan memiliki kemampuan dalam menggambarkan suatu peristiwa.

13 Sulasman, Metodelogi Penelitian Sejarah Teori,Metode dan Contoh Aplikasi, (Bandung:Pustaka Setia, 2013), h.101 14 Ibid, h.104

Langkah keempat adalah interpretasi atau penafsiran setelah melakukan kritik intern penulis bisa menganalisis sumber yang telah ditemukan15. Menurut

Kuntowijoyo analisis berarti menguraikan sedangkan sintesis berarti menyatukan.

Setelah sumber penelitian lisan dan tulisan dikumpulkan maka penulis akan menguraikan berdasarkan analisisnya setelah itu disatukan (sintesis) untuk menemukan fakta.

Langkah terakhir yaitu penyajian dalam bentuk tulisan (historiografi) dalam penulisan sejarah, aspek kronologi sangat penting.

Setelah mengumpulkan sumber, melakukan kritik sumber baik intern maupun ekstern dan melakukan analisis terhadap sumber yang penulis peroleh maka langkah selanjutnya adalah melakukan penulisan secara utuh dan sistematis tentang Sarwo Edhie Pasca-Peristiwa G30S PKI Tahun 1967 – 1989.

E. Sistematika penulisan

Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

: pengantar, hasil penelitian, simpulan.16 Setiap bab di deskripsikan atau dijabarkan dalam sub – bab yang saling berhubungan. Keterkaitan setiap bab menunjukan adanya korelasi yang menunjukkan fakta tertulis dari data yang terangkum.

Pada bab pertama merupakan pendahuluan yang didalamnya diuraikan beberapa masalah pokok penelitian yang meliputi dasar pemikiran, perumusan

15 Nugroho,Susanto,Op.cit, h.28 16 Kuntowijioyo,Pengantar Ilmu Sejarah,(Yogyakarta:Penerbit Tiara Wacana,2013),hlm 81

dan pembatasan masalah,tujuan dan kegunaan penelitian,metode dan bahan sumber dan sistematika penulisan. Bagian ini merupakan gambaran umum tentang seluruh rangkaian penulisan skripsi sebagai dasar dalam pembahasan selanjutnya.

Bab kedua membahas tentang peran Sarwo Edhie Wibowo dalam perjalanan karir militer Sarwo Edhie Wibowo setelah peristiwa G30S PKI 1965 setelah menjadi Komandan RPKAD.

Bab ketiga membahas tentang peran Sarwo Edhie Wibowo dalam perjalanan non karir militer Sarwo Edhie Wibowo setelah peristiwa G30S PKI 1965 setelah menjadi Komandan RPKAD.

Bab keempat merupakan bab penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang dikaji dan berisi saran – saran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.