Peran Politik Militer (Abri) Orde Baru Terhadap

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Peran Politik Militer (Abri) Orde Baru Terhadap PERAN POLITIK MILITER (ABRI) ORDE BARU TERHADAP DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI INDONESIA (Studi Terhadap Hegemoni Politik Militer Orde Baru Terhadap Politik Islam Tahun 1967-1990) Oleh EDHY HARIYANTO 101045222258 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1427 H/2006M PERAN POLITIK MILITER (ABRI) ORDE BARU TERHADAP DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI INDONESIA (Studi Terhadap Hegemoni Politik Militer Orde Baru Terhadap Politik Islam Tahun 1967-1990) Oleh EDHY HARIYANTO 101045222258 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1427 H/2006M KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-NYA yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, rasul paling mulia dan penutup para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya yang selalu setia sampai akhir zaman. Tidak terasa perjalanan panjang menempuh studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah berakhir. Satu tahap perjalanan akademis yang merupakan perjalnan kecil dibalik kehidupan, telah penulis telusuri dengan segala suka dan duka, bahagia bercampur haru mengiringi rasa syukur atas karunia ini tidak dapat penulis sembunyikan dari lubuk hati yang paling dalam. Akhirnya penulis tersadarkan bahwa perjalan dalam menyelesaikan skripsi ini telah memberikan perjalanan hidup yang melekat dalam sanubari, sekecil apapun pekerjaan yang kita lakukan, apabila kita hadapi dengan penuh penghayatan dan keikhlasan, maka tak akan menghasilkan kesia-siaan. Dan seberat apapun pekerjaan bila kita nikmati sebagai tahapan pelajaran hidup yang harus kita lalui, maka tidak akan terasa sulit sesuatu yang pada awalnya menantang akan berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kebahagiaan besar bagi penulis adalah dapat menyelesaikan skripsi ini, dan merupakan karya istimewa yang penulis capai. Untuk itu terimakasih yang tak terhingga kepada Almarhum Ayahanda yang tercinta dan Ibunda yang tercinta dan sangat aku sayangi dan cintai yang merupakan pahlawan dalam hidupku, yang dengan segala pengorbanannya telah memberikan curahan kasih sayang, membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan, baik moril maupun materil kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri. Namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulisa ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta staf-stafnya. 2. Bapak Asmawi M.Ag, selaku ketua jurusan Siyasah Syar’iyah, Ibu Sri Hidayati M.Ag selaku sekretaris jurusan Siyasah Syar’iyah yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah mencurahkan ilmu dan pengetahuannya selama penulis dalam masa studi. 3. Bapak Drs. Tabrani Syabirin M.Ag, selaku pembimbing skripsi ini yang telah dengan tulus dan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan benar. 4. Dosen-dosen fakultas Syari’ah yang telah memberikan beberapa materi, ilmu dan tuntunan serta budi pekertinya semasa kuliah hingga selesainya skripsi ini. 5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Syari’ah, perpustakaan Imparsial, dan perpustakaan CSIS yang telah memberikan fasilitas terhadap penulis dalam megadakan penelitian kepustakaan. 6. Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi. 7. Terseleaikannya skripsi ini juga tidak terlepas dari motivasi dan dorongan dari teman - teman yang tergabung dalam organisasi primordial mahasiswa daerah Bangka Belitung, PAMALAYU BABEL (Persatuan Mahasiswa Melayu Kepulauan Bangka Belitung), Bung Juned, Bung Marbawi, Bung Alfi, Bung Cablak, Bung Sigit, Bung Imam, dan semuanya. Hanya kepada merekalah penulis berucap: terimakasih yang tiada taranya, semoga pengorbanan, dukungan, ilmu, dan kebaikan serta ketulusan dan keikhlasan mereka dibalas oleh Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.Amin. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna serta tidak lepas dari kesalahan-kesalahan, maka enulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini menjadi petunjuk yang berharga bagi mereka yang membacanya, dan khususnya bagi penulis sendiri. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa kepada mereka yang sudah membantu dengan tulus semoga jasa dan kebaikan yang tak ternilai dapat balasan yang lebih dan berlipat ganda dari Allah SWT. Amin Ya Robbul Alamin. Ciputat, 20 Februari 2007 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 11 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................. 13 D. Metodelogi Penelitian ................................................................. 14 E. Sistematika Penulisan ............................................................... 17 BAB II POTRET POLITIK ISLAM ERA AWAL ORDE BARU DAN 1990 ........................................................................................ 18 A. Pandangan Umat Islam Indonesia Terhadap Politik Kenegaraan Indonesia .................................................................................... 18 B. Budaya Politik Islam Indonesia dan Dampaknya Terhadap Politik Militer ........................................................................................ 42 C. Peranan Politik Islam Masa Awal Orde Baru ....................... 49 D. Partai Politik Islam Tahun 1970-an ........................................ 52 BAB III ORIENTASI ORDE BARU TERHADAP PEMBANGUNAN INDONESIA .................................................................................. 57 A. Hubungan Orde Baru dan ABRI ............................................ 57 B. Karakteristik Politik Militer ABRI ......................................... 60 C. Misi Politik Militer ABRI Pada Masa Orde Baru .................. 66 BAB IV ABRI DALAM MENATA PERPOLITIKAN NASIONAL ...... 70 A. Sejarah Politik Hukum ABRI/TNI ........................................... 70 B. Konsep Dwifungsi ABRI/TNI dan Dampaknya Terhadap Politik Sipil ..... ............................................................................ 91 C. Kegagalan Orde Lama dan Peran ABRI/TNI ......................... 103 D. Strategi ABRI Dalam Rangka Depolitisasi Politik Islam ....... 107 BAB V PENUTUP ....................................................................................... 115 A. Kesimpulan (Runtuhnya Orde Baru, dengan Indikator- indikator politik militer di akhir Orde Baru) ...................................... 115 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 120 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah terjadi tragedi nasional gerakan tiga puluh September 1965 atau lebih dikenal dengan G-30S/PKI yang gagal, maka suksesi kepemimpinan nasional terjadi dalam keadaan tidak normal. Pada tahun 1966 Soeharto menerima surat perintah 11 Maret 1966 dari presiden Soekarno dan diberi kekuasaan eksekutif untuk mengamankan keadaan. Hal ini menggambarkan bahwa secara nonsubstansial Soeharto telah menjadi pemimpin nasional. Tampuk kekuasaan nasional nonsubstansial yang berada di tangan Soeharto pada tahun 1967 lewat sidang umum MPRS telah memindahkan seluruh kekuasaan eksekutif kepada Soeharto, dan secara resmi Soekarno tidak memiliki kekuasaan apapun.1 Pada saat pertama Jenderal Soeharto menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, hal ini menandai berakhirnya rezim Orde Lama dan lahirnya rezim baru yaitu Orde Baru. Pada masa awal kelahirannya, Orde Baru yang diidentikkan dengan Soeharto sebagai presiden yang berlatar belakang militer telah menyadari bahwa tugas dari kaum militer bukanlah untuk membuat kebijakan-kebijakan perekonomian.2 Dia mempercayakan pembuatan kebijakan ekonomi tersebut kepada orang-orang sipil, khususnya kepada sekelompok ahli ekonomi dari Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Profesor Widjojo Nitisastro. Hal ini 1 Eep Saefulloh Fatah, Agenda – Agenda Besar Demokratisasi Psca Orde Baru, (Bandung: Mizan), cet.I, h.163 2 Noor Azmah Hidayah, Millah Jurnal Studi Agama, ( Yogyakarta: Magister Studi Islam UII), vol.IV,h.49 ditandai dengan pengiriman beberapa orang dari kelompok ini oleh presiden Soeharto ke Universitas California-Berkeley untuk mengikuti pelatihan yang berkenaan dengan upaya stabilitas ekonomi dalam negeri, di samping bantuan dari sebuah perutusan dana moneter internasional yang dikirim ke Jakarta untuk pertama kalinya memperjelas posisi hutang luar negeri Indonesia. Ciri terpenting bentuk daripada perpolitikan yang dijalankan oleh Orde Baru pada masa awal terbentuknya rezim ini tahun 1967-1990 adalah dominannya peran politik militer melalui penerapan ideologi
Recommended publications
  • The Professionalisation of the Indonesian Military
    The Professionalisation of the Indonesian Military Robertus Anugerah Purwoko Putro A thesis submitted to the University of New South Wales In fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy School of Humanities and Social Sciences July 2012 STATEMENTS Originality Statement I hereby declare that this submission is my own work and to the best of my knowledge it contains no materials previously published or written by another person, or substantial proportions of material which have been accepted for the award of any other degree or diploma at UNSW or any other educational institution, except where due acknowledgement is made in the thesis. Any contribution made to the research by others, with whom I have worked at UNSW or elsewhere, is explicitly acknowledged in the thesis. I also declare that the intellectual content of this thesis is the product of my own work, except to the extent that assistance from others in the project's design and conception or in style, presentation and linguistic expression is acknowledged. Copyright Statement I hereby grant to the University of New South Wales or its agents the right to archive and to make available my thesis or dissertation in whole or in part in all forms of media, now or hereafter known. I retain all property rights, such as patent rights. I also retain the right to use in future works (such as articles or books) all or part of this thesis or dissertation. Authenticity Statement I certify that the Library deposit digital copy is a direct equivalent of the final officially approved version of my thesis.
    [Show full text]
  • Entering New Political Competition (1960-1965)
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Miners, managers and the state: A socio-political history of the Ombilin coal- mines, West Sumatra, 1892-1996 Erwiza, Erman Publication date 1999 Link to publication Citation for published version (APA): Erwiza, E. (1999). Miners, managers and the state: A socio-political history of the Ombilin coal-mines, West Sumatra, 1892-1996. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:08 Oct 2021 CHAPTER VE ENTERING NEW POLITICAL COMPETITION (1960-1965) Introduction In the preceding chapter I have explained how the mining society was exposed to politics. Tts members were mobilized by the leaders of political parties, and involved in strikes, conflicts, and competition between various actors located at different layers in political hierarchy.
    [Show full text]
  • General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen
    30 General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen Simatupang Lt Gen Mokoginta Brig Jen Sukendro Let.Gen Mokoginta Ruslan Abdulgani Mhd Roem Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh, Agus Sudono Harry Tjan Hardi SH Letjen Djatikusumo Maj.Gen Sutjipto KH Musto'in Ramly Maj Gen Muskita Maj Gen Alamsyah Let Gen Sarbini TD Hafas Sajuti Melik Haji Princen Hugeng Imam Santoso Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh Subchan Liem Bian Kie Suripto Mhd Roem Maj.Gen Wijono Yassien Ron Hatley 30 General Nasution (24-7-73) Nasution (N) first suggested a return to the 1945 constitution in 1955 during the Pemilu. When Subandrio went to China in 1965, Nasution suggested that if China really wanted to help Indonesia, she should cut off supplies to Hongkong. According to Nasution, BK was serious about Maphilindo but Aidit convinced him that he was a world leader, not just a regional leader. In 1960 BK became head of Peperti which made him very influential in the AD with authority over the regional commanders. In 1962 N was replaced by Yani. According to the original concept, N would become Menteri Hankam/Panglima ABRI. However Omar Dhani wrote a letter to BK (probably proposed by Subandrio or BK himself). Sukarno (chief of police) supported Omar Dhani secara besar). Only Martadinata defended to original plan while Yani was 'plin-plan'. Meanwhile Nasution had proposed Gatot Subroto as the new Kasad but BK rejected this because he felt that he could not menguasai Gatot. Nas then proposed the two Let.Gens. - Djatikusuma and Hidayat but they were rejected by BK.
    [Show full text]
  • Many Shot Dead by Troops
    Tapol bulletin no, 65, September 1984 This is the Published version of the following publication UNSPECIFIED (1984) Tapol bulletin no, 65, September 1984. Tapol bulletin (65). pp. 1-20. ISSN 1356-1154 The publisher’s official version can be found at Note that access to this version may require subscription. Downloaded from VU Research Repository https://vuir.vu.edu.au/26281/ British Campaign for the Defence of Political Prisoners and Human Rights in Indonesia T APOL Bulletin No. 65. September 1984 Tanjung Priok incident Many shot dead by troops Well over two dozen people were shot dead and many more Tanjung Priok is Jakarta's dockland where economic and social wounded when troops fired on demonstrators in Tanjung Priok problems are serious: who were demanding that the police release four people. Tempo (22 September) put the number killed at 28, while the Petititon­ Economically, (it is) not the worst off but work is irregular and life of-50 group in a statement (see below) said forty people died. insecure. The country's imports have been down dramatically, re­ ducing port employment, and recently the government has suddenly The event which occurred on 12 September was the climax to banned much stevedoring activity . .. There is also an ecological a series of incidents provoked by local police and army security problem: fresh water is difficult and expensive to obtain in Tanjung officers. On 7 September, a mubalig (preacher) had made a Priok. (Far Eastern Economic Review, 27 September 1984.) sermon at the Rawa Badak mosque denouncing government policy, in particular, according to Tempo, land seizures, the Many dockworkers and seamen in the area are from devout family planning programme and the Societies Law (see page 2) .
    [Show full text]
  • 2. Imron Rosyadi
    GAGASAN DAN PRAKTIK POLITIK ISLAM ERA 1996-1990-AN DALAM PERSPEKTIF ORDE BARU Imron Rosyadi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448 ABSTRAK Kelahiran Orde Baru dengan aktor intelektualnya, yaitu Soeharto, sebenarnya menjadi harapan banyak kalangan, termasuk umat Islam, untuk dapat memberikan ruang yang luas, khususnya kehidupan politik yang demokratis, di samping mengembalikan kondisi ekonomi bangsa yang carut marut. Harapan yang besar itu terlihat dari dukungan umat Islam terhadap eksistensi Orde Baru. Namun, seiring perjalanan Orde Baru, harapan itu tidak seperti yang diharapkan. Sebaliknya, kehidupan politik yang tidak demokratis justru menjadi fenomena di mana-mana. Alasan yang dikemukakan adalah perioritas pembangunan ekonomi harus lebih didahulukan. Sebab, menurujuk pengalaman di masa Orde Lama, partai-partai memberikan andil dalam keterpurukan ekonomi bangsa, khususnya partisipasi yang ideologis dan kritis di Parlemen. Untuk itu, depolitisasi dan desimbolisasi terhadap partai Islam menjadi pilihan untuk dilakukan demi pembangunan ekonomi. Tulisan ini mencoba nelakukan analisis secara cermat fenomena tersebut. Kata Kunci: politik Islam, Orde Baru Pendahuluan Baru merupakan orde pembeda dari Orde Baru pernah menjadi keku- orde lama era Soekarno. Secara embrio- atan yang mendominasi dalam pentas nal, kelahiran Orde Baru ini dapat dilacak politik nasional selama 32 tahun. Orde dari Surat Perintah Sebelas Maret 124 SUHUF, Vol. 20, No. 2, Nopember 2008: 124 - 135 (Supersemar) pada tahun 1966 yang sebagai kekuatan utama menggandeng dimotori oleh Jendral Soeharto. Kela- teknokrat dan ekonom untuk memper- hiran Orde Baru ini secara langsung cepat pemulihan perekonomian nasional.4 memotong dua kekuatan utama pemerin- Untuk memperkuat pertumbuhan tahan Soekarno, yaitu Soekarno sendiri perekonomian secara stabil, Orde Baru dan PKI.
    [Show full text]
  • Kisah Tiga Jenderal Dalam Pusaran Peristiwa 11-Maret
    KISAH TIGA JENDERAL DALAM PUSARAN PERISTIWA 11‐MARET‐1966 Bagian (1) “Kenapa menghadap Soeharto lebih dulu dan bukan Soekarno ? “Saya pertama‐tama adalah seorang anggota TNI. Karena Men Pangad gugur, maka yang menjabat sebagai perwira paling senior tentu adalah Panglima Kostrad. Saya ikut standard operation procedure itu”, demikian alasan Jenderal M. Jusuf. Tapi terlepas dari itu, Jusuf memang dikenal sebagai seorang dengan ‘intuisi’ tajam. 2014 Dan tentunya, juga punya kemampuan yang tajam dalam analisa June dan pembacaan situasi, dan karenanya memiliki kemampuan 21 melakukan antisipasi yang akurat, sebagaimana yang telah dibuktikannya dalam berbagai pengalamannya. Kali ini, kembali ia Saturday, bertindak akurat”. saved: Last TIGA JENDERAL yang berperan dalam pusaran peristiwa lahirnya Surat Perintah 11 Maret Kb) 1966 –Super Semar– muncul dalam proses perubahan kekuasaan dari latar belakang situasi (89 yang khas dan dengan cara yang khas pula. Melalui celah peluang yang juga khas, dalam suatu wilayah yang abu‐abu. Mereka berasal dari latar belakang berbeda, jalan pikiran dan 1966.docx ‐ karakter yang berbeda pula. Jenderal yang pertama adalah Mayor Jenderal Basuki Rachmat, dari Divisi Brawijaya Jawa Timur dan menjadi panglimanya saat itu. Berikutnya, yang kedua, Maret ‐ 11 Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, dari Divisi Hasanuddin Sulawesi Selatan dan pernah menjadi Panglima Kodam daerah kelahirannya itu sebelum menjabat sebagai menteri Peristiwa Perindustrian Ringan. Terakhir, yang ketiga, Brigadir Jenderal Amirmahmud, kelahiran Jawa Barat dan ketika itu menjadi Panglima Kodam Jaya. Pusaran Mereka semua mempunyai posisi khusus, terkait dengan Soekarno, dan kerapkali Dalam digolongkan sebagai de beste zonen van Soekarno, karena kedekatan mereka dengan tokoh puncak kekuasaan itu. Dan adalah karena kedekatan itu, tak terlalu sulit bagi mereka untuk Jenderal bisa bertemu Soekarno di Istana Bogor pada tanggal 11 Maret 1966.
    [Show full text]
  • Benarkah Soekarno Ditodong Pistol Saat Teken Supersemar.Pdf
    Benarkah Soekarno Ditodong Pistol Saat Teken Supersemar? nasional.kompas.com/read/2016/03/11/08330081/Benarkah.Soekarno.Ditodong.Pistol.Saat.Teken.Supersemar. March 11, 2016 Lihat Foto Berdasar Tap MPRS No XIII/1966, Presiden Soekarno menugaskan Letjen Soeharto selaku Pengemban Tap MPR No IX/1966 untuk pembentukan Kabinet Ampera. Letjen Soeharto menjadi Ketua Presidium kabinet tersebut. Bung Karno sedang mengumumkan susunan kabinet tersebut pada tanggal 25 Juli 1966. Letjen Soeharto dan Adam Malik duduk mendengarkan. *** Local Caption *** Presiden Soekarno ketika mengumumkan Kabinet Ampera di Istana Merdeka Senin malaM dan tampak antara lain Ketua Presidium Let.Djen Soeharto dan Menteri Utama Adam Malik.(-/Arsip Kompas) Penulis Sabrina Asril JAKARTA, KOMPAS.com — Misteri Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tak melulu soal naskah asli yang hingga kini belum ditemukan. Proses bagaimana Presiden pertama RI Soekarno meneken surat tersebut juga masih menjadi tanda tanya. Terlebih lagi, surat itu seolah menjadi pintu bagi proses peralihan kekuasaan dari Soekarno dan Soeharto yang selanjutnya dilantik menjadi Presiden kedua RI pada tahun 1968. 1/4 Ajudan Soekarno, Soekardjo Wilardjito, mengungkap bahwa sang Presiden dalam kondisi tertekan saat meneken surat itu. Bahkan, dia menyebutkan bahwa jenderal Angkatan Darat bernama Maraden Panggabean menghadap Soekarno dan menodong pistol FN 46 saat menyerahkan dokumen Supersemar. Penuturan ini disampaikan Soekardjo setelah kejatuhan Presiden Soeharto terjadi pada tahun 1998, 32 tahun setelah berkuasa. Soekardjo menuturkan bahwa saat itu ada empat jenderal yang menghadap Presiden Soekarno. Mereka adalah para anak buah yang diutus Soeharto untuk mendapat surat mandat dari Soekarno. Keempat jenderal itu adalah Mayjen Basuki Rahmat, M Yusuf, Brigjen Amir Mahmud, dan Maraden Panggabean.
    [Show full text]
  • Indonesian Politics in Crisis
    Indonesian Politics in Crisis NORDIC INSTITUTE OF ASIAN STUDIES Recent and forthcoming studies of contemporary Asia Børge Bakken (ed.): Migration in China Sven Cederroth: Basket Case or Poverty Alleviation? Bangladesh Approaches the Twenty-First Century Dang Phong and Melanie Beresford: Authority Relations and Economic Decision-Making in Vietnam Mason C. Hoadley (ed.): Southeast Asian-Centred Economies or Economics? Ruth McVey (ed.): Money and Power in Provincial Thailand Cecilia Milwertz: Beijing Women Organizing for Change Elisabeth Özdalga: The Veiling Issue, Official Secularism and Popular Islam in Modern Turkey Erik Paul: Australia in Southeast Asia. Regionalisation and Democracy Ian Reader: A Poisonous Cocktail? Aum Shinrikyo’s Path to Violence Robert Thörlind: Development, Decentralization and Democracy. Exploring Social Capital and Politicization in the Bengal Region INDONESIAN POLITICS IN CRISIS The Long Fall of Suharto 1996–98 Stefan Eklöf NIAS Nordic Institute of Asian Studies Studies in Contemporary Asia series, no. 1 (series editor: Robert Cribb, University of Queensland) First published 1999 by NIAS Publishing Nordic Institute of Asian Studies (NIAS) Leifsgade 33, 2300 Copenhagen S, Denmark Tel: (+45) 3254 8844 • Fax: (+45) 3296 2530 E-mail: [email protected] Online: http://nias.ku.dk/books/ Typesetting by the Nordic Institute of Asian Studies Printed and bound in Great Britain by TJ International Limited, Padstow, Cornwall © Stefan Eklöf 1999 British Library Catalogue in Publication Data Eklof, Stefan Indonesian politics
    [Show full text]
  • ISLAM DAN KEKUASAAN ORDE BARU: Membaca Kembali Politik De-Islamisasi Soeharto
    Islam dan Kekuasaan Orde Baru: ... ISLAM DAN KEKUASAAN ORDE BARU: Membaca Kembali Politik De-Islamisasi Soeharto Darmawijaya Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khairun Ternate Alamat Email: [email protected] Abstract In 1966 was the beginning of New Order rezim. There was anyone who cannot argue that Moslem people had played an important role in bearing a new order. It was, therefore, natural that Moslem people have very extremely expected to manage this state with many more. This expectation was just imagination, because Suharto, as a leader of new order, did not give space adequately for them. Suharto exactly runs political of deislmatization systematically, in essential for marginalizing for Moslem people. The process reached the climax in 1985, in where the new order issued regulation setting that Pancasila (the five basic principles of Republic of Indonesia) as a single principle, so this signed the death of Islam as political ideology in Indonesian history. Keyword: Moeslem, New Order rezim, a single principle. Intisari Pada tahun 1966 adalah awal dari rezim Orde Baru. Tak seorangpun membantah bahwa umat muslim telah memainkan peran penting dalam membawa tatanan baru. Oleh karena itu, hal yang biasa bagi muslim sangat diharapkan untuk mengelola negara ini dengan cara mayoritas. Harapan tersebut menjadi hanya imajinasi, karena Suharto, sebagai pemimpin orde baru, tidak memberikan ruang cukup bagi mereka. Suharto dalam menjalankan sitem deislmisasi dalam percaturan politik, hal tersebut berfungsi dalam untuk menyingkirkan secara perlahan muslim-muslim yang punya posisi secara politik. Proses ini mencapai puncaknya di tahun 1985, dibuktikan dengan mengeluarkan peraturan dengan menetapkan bahwa Pancasila (lima prinsip dasar Republik Indonesia) sebagai asas tunggal .
    [Show full text]
  • Proquest Dissertations
    INFORMATION TO USERS This manuscript has been reproduced from the microfilm master. UMI films the text directly from the original or copy submitted. Thus, some thesis and dissertation copies are in typewriter face, while others may be from any type of computer printer. The quality of this reproduction Is dependent upon the quality of the copy submitted. Broken or indistinct print, colored or poor quality illustrations and photographs, print bleedthrough, substandard margins, and improper alignment can adversely affect reproduction. In the unlikely event that the author did not send UMI a complete manuscript and there are missing pages, these will be noted. Also, if unauthorized copyright material had to be removed, a note will indicate the deletion. Oversize materials (e.g., maps, drawings, charts) are reproduced by sectioning the original, beginning at the upper left-hand comer and continuing from left to right in equal sections with small overlaps. Photographs included in the original manuscript have been reproduced xerographically in this copy. Higher quality 6” x 9* black and white photographic prints are available for any photographs or illustrations appearing in this copy for an additional charge. Contact UMI directly to order. Bell & Howell Information and Learning 300 North Zeeb Road, Ann Arbor, Ml 48106-1346 USA 800-521-0600 UMI LIBERALIZING NEW ORDER INDONESIA: IDEAS, EPISTEMIC CCMMÜNITY, AND ECONŒIC POLICY CHANGE, 1986-1992 DISSERTATION Presented in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree Doctor of Philosophy in the Graduate School of The Ohio State University By Rizal Mallarangeng, MA. ***** The Ohio State University 2000 Dissertation Committee: proved by Professor R.
    [Show full text]
  • Television Industry Dynamics in New Order Era the Effect of Broadcasting Policy Towards News Report
    International Journal of Administrative Science & Organization, May 2011 Volume 18, Number 2 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi ISSN 0854 - 3844, Accredited by DIKTI Kemendiknas RI No : 64a/DIKTI/Kep/2010 Television Industry Dynamics in New Order Era The Effect of Broadcasting Policy Towards News Report ISHADI SK Trans TV, Post-Graduate Department of Communication Sciences, Faculty of Social and Political Science, Universitas Indonesia, Indonesia [email protected] Abstract. Television Industry dynamics in New Order Era is influenced by the broadcasting policy established by the authority. The aim of this research is to explain the effect of the policy towards the television news report and its dynamics in New Order era. This research uses qualitative approach. Data analysis technique used is Critical Discourse Analysis (CDA). The researcher selects RCTI, SCTV, and Indosiar as research objects. The result shows that the authoritative broadcasting policy makes television as a mere government political tool. Indonesia broadcasting system in the New Order era demonstrates centralized broadcasting system throughout Java which, in hierarchy, administratively obeys Jakarta central station. The result, in its development, is that the established policy affects the reportage policy which tends to oppose the ruling power, except for TVRI. Although all television stations are designed from the very beginning as New Order political tool and critical supporter, they often play a role as spoilers against President Soeharto’s policy. Keywords: public policy, television reportage, critical discourse analysis INTRODUCTION New Order ideological aspect. In 1990, the Ministry of Information regulated that television program should The discourse concerning relation between media, reinforce the State Constitution of 1945 and Pancasila (Indo- especially television, and power, tends to place television nesian Ideology) and avoid affairs potentially upsetting ethni- under the power of the regime.
    [Show full text]
  • The Malari 1974, Press and the Soeharto's New
    The Malari 1974, Press and the Soeharto’s New Order: A Historical Reflection on Student Movement in the Authoritarian Era Herdi Sahrasad1, Muhammad Ridwan2 1Associate Professor, Universitas Paramadina, Jakarta 2Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Indonesia [email protected] Abstract Keywords demonstration; student movement; This article argues The Malari 1974 incident was triggered by a malari; Hariman Siregar; orde baru; series of protests carried out by the opposition and students against Soeharto; press; media foreign capital, which in this case were owned and Japanese outbreaks of fraud and corruption committed by officials in the New Order period, Hariman Siregar, the leader of Malari 1974 student movement himself, argued that this event was an anticlimax of the alliance between the campus and the military under Soeharto which was so warm in the previous times, namely in 1966 which was campus, in this case represented by students together with the military same to bring down the Old Order regime that was in power at the time. But that did not last long, because the alliance was then broken when students as a moral force found their critical reasoning again in criticizing the New Order government, which at the time was said to have deviated from the message of the actual suffering of the people. This then led to the Malari incident as an appropriate means to get rid of "opponents" who tried to overthrow the New Order power. At that time there were around 12 banned print media, such as: Nusantara, Indonesia Raya , Pedoman, KAMI, Mahasiswa Indonesias, The Jakarta Times, Abadi, Suluh Berita, Pemuda Indonesia, Pos Indonesia, Wenang weekly and Ekspress magazine.
    [Show full text]