BERITA KONFLIK DUALISME TIM NASIONAL SENIOR SEPAK BOLA INDONESIA (ANALISIS FRAMING BERITA KONFLIK DUALISME TIMNAS DALAM PERSIAPAN PIALA AFF 2012 PADA RUBRIK OLE NASIONAL TABLOID OLAH RAGA BOLA PERIODE SEPTEMBER 2012 – NOVEMBER 2012)

Ririn Risnawati, Yanus Purwansyah Sriyanto

Abstract

The aim of this research is: ( 1 ) to know the frame of the annunciation of conflict dualism National Soccer Team of Indonesia ' s Tabloid BOLA sphere; ( 2 ) to know the tendency of Tabloid BOLA against the annunciation of conflict dualism National Football Indonesia.tipe this research is descriptive by using a qualitative approach. The methods used in this study is framing using the model of Robert. N. Entman. This Model is used to find out how the mass media to construct reality with the four elements: define the problem, diagnose causes, make moral judgement and treatment recommendation. The results showed that the sports Tabloid BOLA (regular readers and public people call; Tabloid BOLA) construct the preaching of the dualism of the national football team Indonesia based on two issues, namely the emergence of the popularized version of the the rival National Team Football Indonesia (KPSI) and Harmonization efforts chronology or National unification through a Joint Committee (KB). On the events related to the emergence of a rival national team version of KPSI, KPSI is positioned as the party that became one of the causes of the problem. However, if the formation of the National KPSI quibble their version as a form of awareness of the condition of the power transfer, which is not up to facing the AFF Cup 2010. Related to the efforts of cleaving or harmony has been through joint committee, tabloid the ball more consistent in chronology negotiations on perceptual difference between KPSI and PSSI regarding the management of the side. KPSI said if the committee together is the most entitled to manage national coach in terms of vote and the process of the notice for players. Meanwhile, among the PSSI said management has been fully is on them. Tabloid sports the ball on finally giving affirmation a solution through opinion Menpora, Andi Mallarangeng, that parties Kemenpora want to side with force best chance in 2012, AFF Cup don ' t see from both which players derived.

Keywords: Framing Analysis, Conlict Dualism News, Tabloid Bola

A. PENDAHULUAN

Pengorbanan dan cita-cita awal didirikannya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai salah satu pilar mewujudkan harga diri bangsa Indonesia melalui prestasi olah raga. Usaha ini seperti mati suri ketika muncul permasalahan yang terjadi ditubuh Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) yang berdampak pada munculnya dualisme federasi, PSSI dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) hingga berlanjut munculnya dua Tim Nasional (Timnas), yaitu Timnas versi PSSI dan versi Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) menjelang persiapan Piala AFF 2012. Catatan peringkat yang dikeluarkan FIFA pada bulan November 2012 juga sangat mengejutkan, peringkat Timnas turun. Meskipun beberapa minggu sebelumnya mengalahkan Brunei Darussalam dengan skor telak 5-0 dalam laga ujicoba persiapan Piala AFF Suzuki Cup 2012, dari 125 menjadi 170 peringkat Federation Internationale de Football Association (FIFA). Proses negosiasi yang panjang membuat persiapan Timnas terganggu. Kedua kubu masih tetap dengan pendapat masing-masing yang secara tidak langsung membuat bingung pemain. Pemain adalah korban pertikaian orang-orang yang mementingkan kepentingan kelompok diatas kepentingan negara. Hingga pemberitaan konflik ini muncul di beberapa media akhirnya membuat masyarakat pecinta sepak bola nasional juga saling mengkambinghitamkan kubu yang menurut persepsi mereka menjadi penyebab munculnya konflik dualisme timnas. Dualisme timnas pada saat itu juga mendapat perhatian lebih dari berbagai media, salah satunya Tabloid Olah Raga Bola. Tabloid Olah Raga Bola (pembaca dan orang umum biasa menyebutnya; Tabloid BOLA) berisi tentang pemberitaan semua cabang olah raga termasuk salah satunya adalah sepak bola. Apalagi saat ini sepak bola dan media sudah seperti “pengantin” yang selalu berjalan beriringan. Problematika yang ada di dunia sepak bola merupakan santapan utama yang akan menjadi pemberitaan disetiap media. Baik itu cetak, elektronik maupun online. Bahkan beberapa media sudah memberikan halaman khusus yang tidak sedikit untuk secara gamblang mengupas tentang sepak bola. Peran Tabloid BOLA dalam mendefinisikan bagaimana realitas konflik dualisme timnas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara tertentu kepada khalayak. Hal ini diharapkan akan membentuk opini publik terhadap produk berita yang sudah terkonstruksi oleh media yang bersangkutan. Berita yang disajikan oleh Tabloid BOLA merupakan produk dari profesionalisme seluruh awak redaksinya yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi. Pemberitaan konflik dualisme Timnas Sepak Bola Indonesia tersebut tentu ada proses dimana Tabloid BOLA mengkonstruksi realitas yang ada di lapangan. Media sebagai industri juga diibaratkan sebagai keping mata uang, sebab selain memenuhi tugasnya sebagai kontrol sosial, media tidak bisa lepas dari usaha untuk mencari profit atau keuntungan. Peran media yang paling terasa untuk saat ini adalah media telah bergeser untuk sebuah konstruksi membentuk citra. Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis framing. Konsep framing juga telah digunakan secara luas untuk menggambarkan proses seleksi dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Framing juga memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting agar informasi dapat terlihat lebih jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat, untuk menuntun interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Tulisan ini mencoba mengulas lebih dalam dan spesifik bagaimana frame Tabloid BOLA mengenai pemberitaan konflik dualisme yang terjadi pada Timnas Senior Sepak Bola Indonesia. Bagaimana kecenderungan Tabloid BOLA terhadap kasus konflik dualisme Timnas dalam rangka persiapan Piala AFF 2012.

B. TINJAUAN PUSTAKA Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. Menurut Gitlin, frame adalah bagian yang pasti hadir dalam praktik jurnalistik. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan yang mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Secara luas, pendefinisian masalah ini menyertakan konsepsi dan interpretasi wartawan. Pesan, secara simbolik menyertakan sikap dan nilai. Ia hidup, membentuk, dan menginterpretasikan makna di dalamnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur, 2009: 162). Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Disisi lain, ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini ditujukan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu dan penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang berhubungan dengan penonjolan realitas. Pendapat lainnya, menurut Entman, framing memiliki implikasi penting bagi komunikasi politik. Frames, menurutnya, menuntut perhatian terhadap beberapa aspek dari realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi berbeda. Dalam konteks ini, lanjut Entman, framing memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak, ia menunjukkan identitas para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks. Konsep framing, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Analisis framing dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/ungakapan, news report, atau novel. Framing pada umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lain yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Sehingga efek pemberitaan konflik organisasi akhirnya secara tidak langsung mengaburkan olah raga sepak bola dari segi teknis permainannya. Pandangan lain menurut W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence (Eriyanto 2011:178) menyebut sebagai ikon berita (news icon). Apa yang khalayak tahu tentang sedikit banyak tergantung pada bagaimana dia menggambarkannya. Peristiwa dramatis dan digambarkan media dramatis pula, bahkan mempengaruhi pandangan khalayak tentang suatu realitas. Konsep framing yang dikemukakan Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi lebih besar dari pada isu lain. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan/dianggap oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh khalayak, lebih terasa dan tersimpan dalam memori dibandingkan dengan yang disajikan secara biasa. Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam, menempatkan satu aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek budaya yang akrab dibenak khalayak. Dengan bentuk seperti itu, sebuah ide/gagasan/informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Kemenonjolan adalah produk interaksi antara teks dan penerima, kehadiran frame dalam teks bisa jadi tidak seperti yang dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat mungkin mempunyai pandangan apa yang dia pikirkan atas suatu teks dan bagaimana teks tersebut dikonstruksi dalam pikiran khalayak (Eriyanto 2011: 220). Konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Menurut Entman (Eriyanto 2011: 225) framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yaitu : Define Problems (pendefinisian masalah). Elemen ini merupakan master frame / bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Ketika ada demonstrasi mahasiswa dan diakhiri dengan bentrokan. Bagaimana peristiwa ini dipahami. Peristiwa ini bisa dipahami sebagai anarkisme gerakan mahasiswa, bisa juga dipahami sebagai pengorbanan mahasiswa. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah). Elemen kedua ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut. Make moral judgement (membuat pilihan moral). Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. Treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/member argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Keempat cara menurut Entman tersebut merupakan sebuah upaya media untuk memaparkan kontruksi realitas kepada khalayak sebagai pengkomsumsi berita.

C. PEMBAHASAN Munculnya Timnas tandingan bentukan KPSI dalam persiapan Piala AFF 2012 membuat daftar panjang situasi kisruh persepakbolaan nasional dan semakin memperuncing resistensi kubu PSSI dan KPSI. Bahkan, sejumlah anggota Komite Bersama dari kubu PSSI terlihat marah. Pada berita Tabloid BOLA edisi Edisi 2.404 (Kamis – Jumat, 20-21 September 2012) dengan judul “ Dua Timnas, Segera Dibahas di Rapat KB “ dapat dilihat bahwa munculnya Timnas tandingan bentukan KPSI membuat Ketua Komite Bersama, Todung Mulya Lubis marah yang kemudian melaporkannya ke Asian Football Confederation (AFC). Namun disisi lain pihak KPSI bergeming jika tindakan yang dilakukannya adalah sebagai bukti peduli terhadap kondisi Timnas asuhan Nilamizar yang selama pelatnas tidak diperkuat pemain pemain dari Liga Super Indonesia (LSI) dibawah naungan KPSI. Kutipan beritanya sebagai berikut : “ Tindakan kubu KPSI membentuk tim yang kini menggelar pelatnas di Batu membuat Ketua KB, Todung Mulya Lubis berang. Akibatnya Todung melaporkan pembentukan timnas versi KPSI itu ke AFC,” “ Kami menyesalkan ada timnas tandingan. Meski ada dua liga, kami ingin hanya ada satu timnas,”( Pernyataan Todung Mulya Lubis yang dimuat pada Tabloid BOLA edisi Edisi 2.404, Kamis – Jumat, 20-21 September 2012).

Berkaitan dengan pemberitaan ini, Tabloid BOLA dengan jelas menonjolkan kekecewaan anggota Komite Bersama (KB) dari kubu PSSI atas tindakan KPSI yang memilih untuk membentuk Timnas tandingan. Selain itu, Tabloid BOLA juga mengangkat dari sisi ketidakpuasan pihak KPSI dibawah pimpinan La Nyalla Mattaliti terhadap kondisi Timnas yang hanya diperkuat pemain dari klub klub kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI). Persoalan ini tentunya sangat berkaitan dengan kompetisi LSI yang tidak diakui status legalitasnya oleh PSSI, yang pada akhirnya hanya memanggil pemain dari kompetisi LPI dibawah naungan PSSI saja. Terkait tindakan tersebut, Tabloid BOLA memunculkan fakta lain , yaitu sanksi dari AFC yang ditujukan pada klub yang tidak menghiraukan panggilan Timnas. Pihak AFC menilai jika tindakan klub yang melarang pemainnya datang memenuhi panggilan Timnas adalah pelanggaran terhadap kesepakatan MoU antara PSSI dan KPSI. Seperti teks berita berikut ini : “Entah karena laporan Todung atau bukan, yang jelas AFC sempat mengirimkan surat yang ditandatangani Sekjen AFC, Alex Soosay ke PSSI adalah soal teguran AFC bahwa pelarangan yang dilakukan klub terhadap pemain untuk datang ketika dipanggil timnas adalah sebuah pelanggaran terhadap kesepakatan MoU antara PSSI dan KPSI.

Penilaian moral yang dimunculkan Tabloid BOLA adalah perihal latar belakang kubu KPSI membentuk Timnas tandingan bukan tanpa alasan meskipun akhirnya mereka dilaporkan ke AFC oleh Ketua KB. Seperti dalam pernyataan kubu KPSI yang diwakili Joko Driyono selaku Sekjen KPSI. Mereka beralasan jika pembentukan Timnas justru karena pihak mereka tak mau berpangku tangan yang kemudian berinisiatif untuk menggelar pelatnas meski belum tahu apakah tim ini bakal diakui atau bermain di Piala AFF 2012 seperti yang direncanakan. Pemberitaan ini terlihat jelas bagaimana Tabloid BOLA memframe posisi kubu KPSI sebagai pihak yang berupaya membentuk bargaining power, memiliki posisi tawar yang lebih karena mereka memiliki liga yang dihuni pemain pemain terbaik langganan Timnas Indonesia. Sementara PSSI sebagai pihak yang selalu menutup diri dengan berbagai macam negosiasi yang di lancarkan KPSI, meskipun dilakukan dalam wadah Komite Bersama (KB). Fakta tersebut juga dibenarkan oleh wartawan Tabloid BOLA, Erwin Fitriansyah, berikut kutipan pernyataannya : Erwin Fitriansyah : “ Nah LSI ini yang berada di bawah KPSI punya posisi tawar karena mereka punya pemain yang menurut mereka lebih berkualitas. Jadi kalau..ee..apa KPSI ini tidak di akomodir kepentingannya, pemainnya gak dikasihin, awalnya sih seperti itu. Ya, artinya KPSI juga perlu membawa kepentingan.

Mereka juga punya kepentingan eee…mereka berharap bisa punya bargainning power itu lho. Makanya pengen ada Komite Bersama supaya timnas ini gak hanya di kendalikan oleh kubu PSSI. Kalau di Komite Bersama itu kan ada beberapa perwakilan, gak hanya dari PSSI aja. KPSI juga punya perwakilan di situ. Artinya eee…kalo dikelola oleh Komite Bersama, jadi KPSI juga punya suara dong, kepentingannya bisa ditampung dong dibanding sama kalo timnas ini hanya dikelola PSSI”. (Hasil Wawancara pada Kamis, 4 Juli 2013, pukul 14.30 wib di Ruang Rapat Redaksi Tabloid BOLA, Gedung Kompas Gramedia lantai 5)

Tabloid BOLA terus menerus memunculkan pernyataan yang mengarah ke proses negosiasi dari kedua kubu. Melalui komentar Ketua Komite Bersama (KB), Menurut Todung, permasalahan munculnya timnas tandingan versi KPSI akan segera dibahas juga dalam agenda rapat Komite Bersama (KB) di Kuala Lumpur. Dipihak lain, KPSI juga memberikan garansi jika klub LSI bersedia melepas pemainnya bila ada pemimpin baru di PSSI dan menurut mereka inilah bentuk kepedulian mereka terhadap Timnas. Tabloid BOLA seakan memperlihatkan image bagus atas kepedulian yang dilakukan KPSI terhadap Timnas. Berikut adalah teks berita pernyataan dari perwakilan KPSI yang di munculkan oleh Tabloid BOLA : “ Klub LSI akan bersedia melepas pemainnya bila ada pemimpin baru di PSSI. Di sisi lain, mereka juga tetap peduli pada timnas sehingga dibentuk tim yang sekarang berlatih di Batu. Intinya, akan kontraproduktif kalau mereka melarang, tapi KPSI juga tak membentuk timnas,” ( Pernyataan Joko Driyono).

Media dalam membentuk citra atau image pada sumber berita tentunya tidak lepas dari beberapa pendukung seperti adanya foto atau gambar yang dilengkapi dengan sebuah narasi. Gambar dan narasi adalah kesatuan yang diharapkan dapat menampilkan realitas dari sebuah peristiwa. Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan dalam pemberitaan, walaupun dalam pendekatan kontemporer, gambar dapat berbicara lebih efektif daripada narasi yang berkepanjangan, oleh karena itu kemudian Tabloid BOLA lebih banyak menampilkan atau memuat foto komposisi head shoot seperti pada tampilan raut muka kekecewaan Ketua KB, Todung Mulya Lubis. Berdasarkan analisis terhadap foto pada edisi 2.404 (Kamis – Jumat, 20-21 September 2012) tersebut semakin menguatkan frame Tabloid BOLA bahwa bahasa non verbal melalui raut muka yang ditunjukkan oleh Todung, jelas sekali jika ketua KB dari PSSI itu sangat kecewa dan marah atas tindakan KPSI yang membentuk Timnas tandingan PSSI. Secara garis besar, pemberitaan Tabloid BOLA mendelegitimasi munculnya timnas tandingan KPSI sebagai penyebab masalah, pemain menjadi korban tingginya ego masing masing kubu yang kurang bisa menempatkan kepentingan Timnas dan negara sebagai prioritas utama. Moral judgement yang ingin disampaikan oleh Tabloid BOLA adalah berbagai upaya negosiasi yang dilakukan KPSI dengan latar belakang kepedulian terhadap nama besar dan reputasi Timnas dapat dipandang sebagai tindakan yang wajar, mengingat Timnas akan berlaga di Piala AFF dengan waktu persiapan yang semakin sempit, sehingga diperlukan Timnas dengan kekuatan terbaik yang diisi oleh pemain pemain terbaik yang diklaim ada di bawah naungan KPSI. Solusi yang ditawarkan Tabloid BOLA adalah konflik Timnas tandingan secepatnya dibicarakan dan dibahas dalam rapat Komite Bersama (KB) dalam rangka mencapai kesepakatan yang adil dan wajar dalam mewujudkan harmonisasi Timnas.

Munculnya Timnas tandingan bentukan KPSI Define Problem membuat Ketua KB Todung Mulya Lubis dari PSSI marah yang kemudian melaporkannya ke Asian Football Confederation (AFC)

Timnas tandingan bentukan KPSI sebagai bentuk Diagnose causes kekecewaan KPSI terhadap PSSI dan kepedulian terhadap kondisi Timnas

Tindakan kepedulian KPSI yang disikapi sebagai Make moral judgement Timnas saingan oleh PSSI. PSSI yakin jika timnasnya adalah resmi diakui Federation of International Football Association (FIFA) dan Asian Football Confederation (AFC) Segera dibahas dalam rapat Komite Bersama dan Treatment recommendation KPSI bersedia melepas pemainnya jika ada pemimpin baru di PSSI

Tabel : Frame Tabloid BOLA Terhadap Pemberitaan Munculnya Timnas Tandingan Versi KPSI

Tabloid BOLA dalam melakukan framing lebih menonjolkan sikap perbedaan persepsi dari kedua kubu yang sedang bertikai perihal pengelola Timnas dalam upaya harmonisasi. Hal ini dapat dilihat dari proses pemilihan judul, lead, visual image, serta penempatan sebagai headline maupun paging. Tabloid BOLA konsisten dengan ideologinya sebagai surat kabar yang menjunjung tinggi keberimbangan berita atau Cover Both Side, berusaha meyakinkan pembacanya dalam mengedepankan sisi keterbukaan isi berita dari berbagai sumber data atau sumber berita, meninggalkan pengkotakan latar belakang suku, agama, ras dan golongan serta tidak berada di bawah pengaruh kepentingan pihak tertentu dalam memunculkan berbagai wacana terkait dengan kasus konflik dualisme federasi yang berujung munculnya dua Timnas (dualisme Timnas) menjelang Piala AFF 2012. Pada dasarnya Tabloid BOLA sangat berhati-hati dalam merepresentasikan sepak terjang kedua pihak yang bertikai pada setiap pemberitaannya. Namun, bila kita mengamati secara garis besar pemberitaan terkait upaya harmonisasi Timnas di bawah kendali Komite Bersama (KB) maka dapat dikatakan cenderung memposisikan pihak PSSI ke hal-hal yang negatif. Seperti pernyataan Redaktur Rubrik Ole Nasional, Ary Julianta ; Ary Julianta : Gak pernah, gak pernah ada protes dari PSSI. Kenapa ? karena kita sudah berusaha minta pendapat, artinya kita berusaha selalu kroscek agar informasi selalu balance. Yaaa mungkin dari sisi PSSI, kepengurusannya, mungkin ada keterbatasan macem macem, tapi kalau dengan timnya sendiri, tim Nilmaizar gak ada masalah gitu.

Beberapa pemberitaan yang diturunkan Tabloid BOLA terlihat fokus pada upaya yang dilakukan pihak KPSI untuk ‘memaksa’ PSSI agar setuju untuk menyerahkan pengelolaan Timnas dibawah kendali Komite Bersama. Namun, respon yang diberikan PSSI tidak sesuai dengan harapan KPSI. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tetap beranggapan jika mereka adalah satu satunya federasi yang sah dan berhak mengelola Timnas. Seperti dalam pemberitaan pada Edisi 2.398 (Kamis-Jumat, 6-7 September 2012), dimana Pihak Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) mengajak pihak PSSI menyatukan Timnas dalam wadah Komite Bersama (KB) yang dibentuk atas perintah statuta FIFA, namun tidak mendapat sambutan dari pihak PSSI. Berikut kutipan teks beritanya : “ Terakhir adalah ajakan KPSI untuk menyatukan timnas dalam wadah Komite Bersama agar pemain LPI dan LSI berkumpul. Harapannya pemain terbaik Indonesia bisa bertarung melawan Korea Utara. Sayang, langkah Joko Driyono mendatangi kantor PSSI, Selasa lalu, tak mendapat sambutan dari Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin. “

Upaya konstruksi yang dilakukan oleh media telah nampak bagaimana media memilih dan menyusun elemen 5W + 1H. Inilah bukti bahwa media bukanlah sesuatu yang bebas. Media bukan penyampai informasi yang netral dan apa adanya. Justru media adalah pihak yang dengan sengaja menyebarkan realitas yang terkonstruksi oleh pemikirannya melalui berita yang disampaikan kepada khalayak. Kondisi itulah yang selanjutnya mempengaruhi dan kemudian menghadirkan opini masyarakat. Jadi dalam pemberitaan diatas jelas sekali terlihat Tabloid BOLA menampilkan citra negatif khususnya sisi egois yang tinggi dari pihak PSSI menanggapi ajakan dari pihak KPSI. Teknik penyusunan fakta yang dibangun Tabloid BOLA didalam setiap pemberitaan yang terkait dengan konflik dualisme mempunyai akibat pada makna berita yang ingin ditampilkan. Dengan memaparkan berita dualisme timnas secara detail, kronologis kejadian yang disertai dengan penekanan bahasa akan memberikan fokus pada tampilan yang disuguhkan kepada khalayak. Konstruksi pemberitaan konflik dualisme Timnas dimana penyusunan teks sebelumnya akan mempengaruhi perhatian pembaca pada berita selanjutnya. Seperti pada pemberitaan Edisi 2.409 (Senin - Rabu, 1 - 3 Oktober 2012) yang berjudul “ Dua Tim Siap Perang “ . Dengan meletakkan judul “perang”, diasumsikan pemberitaan akan memperoleh perhatian yang lebih besar dari pembaca karena ada rasa ingin tahu yang tinggi tentang keseluruhan isi berita dengan judul bombastis tersebut. Pemilihan judul berita memang merupakan hak prerogatif dari surat kabar yang bersangkutan. Juga terkadang merupakan gaya (style) atau ciri khas dari masing-masing surat kabar. Namun sesuai dengan prinsip jurnalistik, judul berita jangan sampai menghilangkan atau mengaburkan fakta yang sebenarnya. Dengan kata lain, jurnalis atau editor sebaiknya tidak membuat judul yang provokatif tetapi mengelabui pembaca atau cenderung mereduksi fakta demi menarik perhatian pembaca. (Merujuk pada Bab 4 halaman 64) Terkait pemberitaan tersebut, Tabloid BOLA menjelaskan meskipun belum ada tanda tanda bergabungnya Timnas, namun kedua Timnas yaitu timnas versi KPSI dan timnas versi PSSI sama sama menyatakan yakin dan siap uji kemampuan dalam kompetisi Piala AFF. Berikut kutipan teks beritanya : “Tim KPSI merasa yakin jika nantinya hanya ada satu tim yang mewakili Indonesia di Piala AFF, maka tim yang berangkat adalah versi mereka.” “Pelatih Nilmaizar merasa bahwa pasukannya sedang dalam proses menuju tahapan siap tempur.”

Penyusunan teks diatas tentunya masih memunculkan tanda tanya, kekuatan seperti apa yang siap dibawa dalam ”perang” tersebut. Secara tidak langsung pembaca akan terus menantikan penjelasan pada teks berikutnya. Dalam dimensi psikologi, terlihat peran wartawan Tabloid BOLA mem framing pesan menjadi bermakna, mencolok dan mendapat perhatian oleh public dengan memberikan penekanan pada judul tersebut. Penekanan penekanan pada judul dan teks berita kembali dimunculkan untuk memperjelas jalannya negosiasi tarik ulur pemain antara kedua kubu, PSSI dan KPSI. Dengan mengangkat judul “ Komite Bersama, Harmonisasi Belum Tuntas “ Tabloid BOLA kembali memposisikan KPSI sebagai pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi dibandingkan PSSI yang tetap pada pendiriannya. Akar permasalahan dari sudut pandang redaksi Tabloid BOLA adalah perbedaan persepsi. Kedua belah pihak, PSSI dan KPSI masih berbeda persepsi tentang pengelolaan timnas dan belum ada pembicaraan serta tindakan lanjutan dari Komite Bersama. Kutipan beritanya sebagai berikut : “Pihak KPSI mengirim surat resmi, Rabu(26/9), yang isisnya ajakan berembuk untuk merumuskan pengelolaan seperti apa yang akan diterapkan ke timnas.”

“Presiden Direktur PT LI yang juga Ketua Umum Persiba Balikpapan, Syahril Taher, mengsjak dialog seluruh klub LSI. Tujuannya agar harmonisasi bisa dipahami oleh seluruh klub LSI.” (pihak PSSI).

Tabloid BOLA konsisten menggiring pembaca pada pemahaman jika penyebab belum tuntasnya harmonisasi timnas adalah KPSI dan PSSI. Penggunaan kata “Kubu” yang disematkan pada PSSI dan KPSI juga mempertegas posisi kedua pihak sedang bertikai. Praktik jurnalistik seperti ini sesuai dengan teori yang dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. (Merujuk pada Bab 2 halaman 30). Diperkuat dengan pernyataan Redaktur OLENAS, Ary Julianta : Ary Julianta : Kubu dalam arti yang sebenarnya adalah benteng pertahanan, dalam konteks tulisan "Kubu PSSI" dan "Kubu KPSI" lebih mengarah adanya dua pihak yang bertentangan atau bertahan dengan pendapatnya masing-masing, karena merasa dirinya benar dan pihak lain adalah salah. Sebenarnya dalam konflik dualisme ini yang terjadi adalah satu kubu yang sama (PSSI) kemudian pecah karena perbedaan pendapat. Dalam gaya bahasa tertentu, memang itu menunjukkan pelaku dualisme timnas. (Wawancara lewat email, Senin, 15 Juli 2013 12:01)

Pihak KPSI kembali menjadi narasumber yang secara konsisten memberikan pendapatnya di media. Terkait pemberitaan tersebut dengan jelas bagaimana Tabloid BOLA mengulas detail jika persepsi KPSI selalu berbeda dengan apa yang sudah menjadi ketentuan PSSI. Pihak KPSI berpendapat jika yang berhak membentuk Timnas adalah Komite Bersama (KB), sedangkan PSSI hanya sebagai eksekutor dari rekomendasi KB. Namun PSSI tetap pada pendiriannya jika pengelolaan Timnas mutlak dibawah kendali mereka. Berikut kutipan pernyataan La Nyalla M (Ketua Umum KPSI) : “ Yang memproses keluarnya satu timnas adalah KB karena itu menjadi wewenang mereka. PSSI hanya eksekutor hasil rekomendasi KB.”

Penilaian moral yang menyudutkan PSSI kembali dimunculkan. Pada berita tersebut menekankan bahwa PSSI kini mengalami krisis kepercayaan yang menyebabkan Timnas terpecah menjadi dua. Berikut teks beritanya : “ Namun harus dilihat kenyataannya bahwa kini timnas terpecah . Ditengah krisis kepercayaan pada PSSI, peran KB sangat penting untuk menyelamatkan timnas agar tetap satu.” (pernyataan pengamat sepak bola asal , Risnandar).

Independen dan objektif, merupakan dua kata kunci yang menjadi kiblat dan klaim setiap jurnalis di seluruh dunia. Seorang jurnalis selalu menyatakan dirinya telah bertindak objektif, seimbang, dan tidak berpihak, paling tidak praktik ini sudah dilakukan oleh Tabloid BOLA dengan memilih pengamat sepak bola sebagai narasumber di luar pelaku konflik. Netralitas Tabloid BOLA pun seperti suatu kamuflase, ini terlihat dari adanya wacana yang berusaha memblow up secara terus menerus terjadinya upaya-upaya KPSI dalam ’membujuk’ PSSI untuk menyetujui pengelolaan Timnas di tangan Komite Bersama (KB). Dengan berfungsinya KB sebagai pengelola Timnas, otomatis KPSI memiliki wadah yang bisa mengakomodir berbagi kepentingannya karena KB tidak hanya diwakili PSSI saja, namun ada juga perwakilan dari pihak KPSI. Analisa ini seperti yang juga diungkapkan oleh wartawan Ole Nasional, Tabloid BOLA, Erwin Fitriansyah. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan pada Kamis, 4 Juli 2013 di Ruang Rapat Redaksi Tabloid BOLA : Erwin Fitriansyah : “Ya, artinya KPSI juga perlu membawa kepentingan. Mereka juga punya kepentingan eee…mereka berharap bisa punya bargaining power itu lho. Makanya pengen ada Komite Bersama supaya timnas ini gak hanya di kendalikan oleh kubu PSSI. Kalau di Komite Bersama itu kan ada beberapa perwakilan, gak hanya dari PSSI aja, KPSI juga punya perwakilan di situ. Artinya eee…kalo dikelola oleh Komite Bersama, jadi KPSI juga punya suara dong, kepentingannya bisa ditampung dong, dibanding sama kalo timnas ini hanya dikelola PSSI.”

Namun bukan tanpa alasan jika dalam setiap pemberitaan terkait dualisme Timnas, KPSI lebih banyak porsinya dalam memberikan argumennya. Tidak terbukanya pihak PSSI kepada media adalah alasannya. Berikut adalah penjelasan Erwin Fitriansyah, Wartawan Ole Nasional, Tabloid BOLA : Erwin Fitriansyah : “Kita, BOLA yang memang kewajibannya memberikan fakta yang berimbang sebetulnya gitu, dan kenyataannya memang di PSSI itu lebih susah untuk di mintain keterangan. Waktu jaman Nurdin Halid dulu, kita juga hantemin Nurdin Halid kalo kebijakannya aneh, melenceng. Eee Bedanya, ketika NH masih jadi pengurus, kita hantemin, kita maintain komen masih mau meskipun kita di maki maki. Meskipun kita diprotes “ kamu beritamu kayak gini gini “ tapi begitu selesai, kita maintain komentar tetap mau.

Nah kalo ketika PSSI pak Djohar yang awal ya kita kritik dong, ini klub dari mana… ya kita kritik kebijakannya, lama lama mereka antipati dan akhirnya menutup pintu komunikasi, dan kita gak bisa ngapa ngapain…kita udah nanya, gak di jawab…ya akhirnya kita tulis apa adanya, misalnya di mintain komentar ga di jawab, di telepon gak diangkat…ya seperti itu.

Komunikasi lewat media dilewatkan begitu saja oleh PSSI. Padahal komunikasi ini akan menimbulkan reaksi pada khalayak yaitu pembacanya, sehingga menimbulkan ketertarikan maupun pengaruh dari pesan yang disampaikan. Hal inilah tujuan dari terjadinya sebuah proses komunikasi yang dilakukan. Seperti halnya media dalam paradigma konstruksionis, media tidak bertindak sebagai suatu institusi yang netral dalam menyampaikan pesan. Media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Merujuk pada Bab 2 halaman 56). Peristiwa mana yang harus diliput oleh wartawan kemudian dari sisi mana si wartawan harus melihat peristiwa tersebut. Sebuah peristiwa diproyeksi oleh wartawan menurut pandangan pribadi atau pandangan titipan dari media. Disini, ideologi dipahami sebagai konstruksi personal dan institusional. Keduanya bisa sejalan dan bisa pula saling berseberangan. Lalu penentuan publikasi akan bertarung dengan daya himpit waktu (Deadline) dan tuntutan media. Media juga bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya, mengaburkan dan mengelimirnya (Merujuk pada teori di Bab 2 halaman 57). Hal itu terjadi dalam pemberitaan yang berjudul “Pendaftaran Piala AFF. PSSI Pilih Jalan Sendiri “. Sehari menjelang deadline pendaftaran pemain atau registrasi Piala AFF, PSSI secara resmi mendaftarkan pemain yang tergabung dalam asuhan Nilmaizar. Berikut kutipan teks beritanya : “ Harmonisasi timnas seolah mimpi di siang bolong. PSSI secara resmi mendaftarkan para pemain ke AFF pada Rabu (24/10) atau sehari menjelang deadline registrasi Piala AFF.”

Pemilihan ungkapan “Mimpi di siang bolong” yang dimunculkan Tabloid BOLA dalam teks berita tersebut seolah mempertegas jika upaya harmonisasi Timnas sepertinya hanya menjadi angan angan saja. Kubu PSSI menyatakan tak ingin terlalu lama menunggu hasil kesepakatan dengan kubu KPSI, khususnya antar anggota di tubuh Komite Bersama, dikarenakan jadwal akhir pendaftaran sudah mepet, seperti yang diutarakan oleh Bob Hippy, Koordinator Timnas PSSI. Berikut teks beritanya : “PSSI tak ingin lama – lama menunggu kesepakatan di antara personel Komite Bersama karena deadline registrasi sudah mepet. “

“ Kami tidak mau mengambil resiko, tengat waktu pendaftaran pemain tanggal 25 oktober,” ujar Bob Hippy, Koordinator timnas.

Nilai moral yang disampaikan Tabloid BOLA adalah PSSI semakin menegaskan dominasinya atas KPSI dengan mengambil langkah sepihak tanpa harus bersabar menunggu kesepakatan di tingkat internal Komite Bersama. Disisi lain, KPSI yang secara jujur mengaku kecewa atas tindakan PSSI juga akan melakukan tindakan nekat yaitu akan mengikuti langkah PSSI untuk mendaftarkan Timnas versi mereka ke AFC. Berikut teks beritanya : “Kubu KPSI kecewa dengan tindakan sepihak PSSI mendaftarkan nama nama pemain tanpa melibatkan KB. Satgas AFC jelas jelas meminta KB melakukan harmonisasi, tapi kenapa PSSI jalan sendiri? Ujar Djamal Aziz, Wakil Ketua KB dari KPSI.”

“Tindakan nekat bakal dilakukan KPSI, yang ikut mendaftarkan pemain pemain binaannya ke AFF.”

Pernyataan diatas secara tidak langsung akan mempertajam resistensi di kedua belah pihak yang berseteru juga jika dimaknai secara berbeda oleh khalayak yang akhirnya dapat menimbulkan kebosanan atas pemberitaan konflik yang berlarut larut. Secara umum Tabloid BOLA memberikan penegasan solusi melalui pendapat Menpora Andi Mallarangeng. Kemenpora ingin Timnas dengan kekuatan terbaik yang berlaga di Piala AFF 2012, tidak melihat dari kubu mana pemain berasal. Berikut kutipan teks pernyataan Menpora, Andi Mallarangeng yang dimuat pada Tabloid BOLA Edisi 2.429, Sabtu - Minggu, 17 – 18 November 2012 : “Kemenpora ingin adanya timnas yang kuat. Kami akan pantau terus bagaimana timnas ke depan, yang tentunya harus terdiri dari seluruh anak bangsa dari klub manapun dari liga mana pun”.

Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas dualisme Timnas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita. Untuk lebih mendukung aktualitas berita dan mempertajam pemahaman pembaca pada pemberitaan realitas konflik dualisme Timnas, Tabloid BOLA menggunakan pemakaian grafis kronologi konflik, tabel yang berisi fakta Komite Bersama untuk mendukung dan memperkuat penonjolan. Pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan sebagaimana dipahami, pemakaian kutipan dengan label lengkap, menyangkut kapasitas sumber, mempunyai nilai atau grid dan pengaruh tinggi. Hasil temuan di lapangan melalui hasil wawancara secara langsung oleh reporter kepada narasumber sehingga secara jelas mengandung makna validitas berita dan membuat sebuah berita lebih detail. Seperti yang dikatakan oleh salah satu reporter Ole Nasional Tabloid BOLA, Erwin Fitriansyah bahwa berita adalah hasil seleksi dan penggabungan dari beberapa fakta yang ada di lapangan. Reporter adalah orang yang lebih banyak menguasai medan peliputan, oleh karena itu wajar jika reporter memberikan masukan kepada redaktur perihal pemilihan isu hingga memilih narasumber. Berikut adalah salah satu kutipan wawancara dengan Wartawan Erwin Fitriansyah pada Kamis, 4 Juli 2013 di Ruang Rapat Redaksi Tabloid BOLA : Erwin Fitriansyah : “Outline biasanya dari redaktur, tapi itu juga masukan dari reporter, karena reporter kan lebih banyak di lapangan.”

Dalam setiap pemberitaan dan pemaparan masalah, Tabloid BOLA menerapkan konsep Cover Both Sides. Walaupun pada beberapa berita yang terkesan menyudutkan pihak PSSI, namun Tabloid BOLA tetap melibatkan pihak PSSI sebagai narasumber yang berperan membela diri dan mempertahankan argumennya dalam proses negosiasi dengan KPSI menyangkut penyatuan Timnas. Bagi Tabloid BOLA, Cover Both Sides sesuai dengan arus masyarakat karena mereka ingin memperoleh informasi dan interpretasi tentang peristiwa serta arah kejadian yang lengkap tidak apriori memihak, dan karena itu memberikan hormat pada penilaian masyarakat sendiri (Oetama, 1987: 27). Cover both sides juga dikemukakan oleh Redaktur Ole Nasional, Ary Julianta, berikut kutipan pernyataannya kepada penulis : Ary Julianta : “ Ooooh, kalo kita ya tetep cover both side. Bahkan dalam berita itu bukan hanya kroscek tapi bahkan harus ada triple check, dimulai dari reporter harus sudah dilakukan triple check. Cover both side itu sudah pasti,, eeehm, jadi kita pastikan selalu memberikan hak jawab terhadap sumber beritanya.” (Hasil Wawancara pada Rabu, 10 Juli 2013, pukul 17.00 Wib melalui sambungan telepon)

Merujuk pada Bab 2 halaman 61, sebagai lembaga sosial, pers dikenal ampuh menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat, pemerintah, aktivis sosial, pihak media sendiri, pengusaha (interest group). Pada posisi ini Tabloid BOLA berperan sebagai sarana penjalin hubungan publik (agent of public relations) dengan melakukan interaksi sosial dan mengartikulasikan berbagai kepentingan masing-masing kelompok.

D. KERANGKA HASIL PENELITIAN

Komunikasi : Sebagai pengirim pesan yang bertujuan tertentu, maka Tabloid BOLA tidak selalu berada dalam posisi serba tahu atau serba kenal terhadap penerima (pembacanya), karena itu BOLA mentransmisi pesan (isi pemberitaannya) untuk mendapatkan respons demi menyamakan persepsi terhadap pesan (informasi dalam setiap isu yang diangkat yaitu pemberitaan konflik dualisme Timnas)

Komunikasi Massa : Komunikasi publik dengan khalayak penggemar sepak bola nasional, menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek-efek tertentu disebarkan dengan menggunakan teknologi CJJ (cetak jarak jauh) yang ada di Bawean, dan Medan.

Model Komunikasi : Model SMCR ( Source, Message, Channel, Receiver) . Tabloid BOLA sebagai sumber yang mengupas konflik perang ego antara PSSI dan KPSI terkait dualisme timnas dalam persiapan Piala AFF 2012, terbit tiga kali seminggu dalam bentuk Tabloid dengan 24 halaman, berharap masyarakat penggemar sepak bola nasional selalu mendapatkan informasi yang akurat.

Agenda Setting : Agenda setting dimulai dengan Tabloid BOLA menyaring isu yang akan dimuat dalam setiap edisi pemberitaannya. Pemberitaan dualisme timnas menjelang Piala AFF bulan November selalu mendapatkan porsi yang lebih banyak dibandingkan informasi sepak bola nasional yang lainnya. Dimulai pada bulan September 2012 sejak munculnya timnas tandingan oleh KPSI dimuat pada Tabloid BOLA edisi 2.404 (Kamis – Jumat, 20-21 September 2012), Judul : Dua Timnas, Segera Dibahas di Rapat KB. Kemudian Tabloid BOLA hingga bulan November 2012, secara terus menerus memberitakan perjalanan proses harmonisasi timnas yang dilakukan dua kubu yang bertikai, PSSI dan KPSI di setiap kolom pada rubrik Ole Nasional.

Konsep Framing : Perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan Ole Nasional Tabloid BOLA ketika menseleksi isu terkait perseteruan PSSI dan KPSI serta dualisme timnas dalam persiapan Piala AFF 2012 .Penekanannya ada pada aspek kronologi tarik ulur pemain ke timnas, negosiasi perihal pengelolaan timnas di bawah Komite Bersama Framing dan Ideologi : Produksi berita terkait dualisme timnas berhubungan dengan bagaimana rutinitas terjadi dalam ruang pemberitaan Tabloid BOLA yang menentukan bagaimana wartawan didikte/dikontrol. Setiap awal minggunya Tabloid BOLA selalu mengadakan rapat r edaksi yang diikuti oleh seluruh redaktur, redaktur pelaksana dan reporter. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan isu dan menentukan program liputan (outline). Pemberitaan BOLA mengusung keberimbangan berita , Cover Both Sides Efek Framing (sebagai penonjol realitas) : Secara tidak langsung BOLA mengkonstruksi peristiwa konflik dualisme timnas menjadi sebuah peristiwa yang dramatis untuk sebuah pemberitaan olah raga (kronologi perbedaan persepsi antara KPSI dan PSSI dan upaya harmonisasi melalui Komite Bersama ). Oleh karena itu diharapkan peristiwa ini membuat khalayak akan selalu teringat. Srategi Robert N Etman : Definisi Masalah : Muncul timnas tandingan versi KPSI dan adanya perbedaan persepsi antara PSSI dan KPSI menyangkut pengelolaan Timnas Penyebab Masalah (who/what) : Kubu KPSI bersedia melepas pemainnya ke pelatnas timnas PSSI jika pengelolaan timnas ada di bwah kendali Komite Bersama (KB). Sementara PSSI bersikukuh jika otoritas tertinggi timnas ada di tangan PSSI bukan di KB. Nilai Moral : Harmonisasi dan penyatuan timnas belum tuntas. Perang ego dan kepentingan masih mendominasi masing masing anggota dari kedua kubu Penekanan Penyelesaian : Menpora Andi Mallarangeng bahwa Kemenpora ingin timnas dengan kekuatan terbaik yang berlaga di Piala AFF 2012, tidak melihat dari kubu mana pemain berasal.

Tabloid Olah Raga KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL (Media dan Berita dalam Paradigma Terbit 3x seminggu dengan 24 halaman Konstruksionis) : Upaya konstruksi yang dilakukan oleh Tabloid BOLA telah nampak (Senin-Rabu, Kamis-Jumat serta Sabtu- bagaimana redaksi memilih dan menyusun elemen 5W + 1H pada setiap pemberitaannya Minggu)

Headline Sebagai Bentuk Penonjolan dan Penekanan Isu Berita dan Sport News Bambang Pamungkas, pemain dari Liga Super Indonesia dibawah naungan KPSI tiba tiba bergabung dengan Timnas dibawah naungan PSSI. ( Edisi 2.409 Senin - Rabu, 1 - 3 Oktober 2012) dengan judul “Rekonsiliasi BEPE”

E. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kontruksi peristiwa dualisme Timnas dalam Tabloid BOLA dilihat berdasarkan dua isu yang ditonjolkan yaitu munculnya timnas tandingan oleh KPSI dan upaya harmonisasi melalui Komite Bersama. 2. Terkait pemberitaannya penyebab munculnya Timnas tandingan versi KPSI, Tabloid BOLA mengkonstruksi dari sudut pandang kekecewaan pihak KPSI atas langkah PSSI dalam pembentukan Timnas yang mayoritas dihuni oleh pemain Liga Primer Indonesia (LPI) tanpa melibatkan pemain dari Liga Super Indonesia (LSI). Sehingga dengan mengatasnamakan kepedulian terhadap Timnas, KPSI memutuskan untuk membentuk timnas tandingan yang berisi pemain LSI. 3. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) juga diposisikan sebagai aktor yang menyebabkan masalah munculnya dua Timnas. 4. Tabloid BOLA merekomendasikan agar munculnya dualisme Timnas segera dibahas dalam agenda rapat Komite Bersama yang beranggotakan perwakilan dari masing masing pihak yang bertikai. 5. Tabloid BOLA kemudian membingkai pemberitaan upaya harmonisasi Timnas melalui wadah Komite Bersama. Tabloid BOLA lebih menonjolkan proses tarik ulur pemain dan perbedaan persepsi mengenai pengelola Timnas. Kubu KPSI menolak melepas pemain ke timnas PSSI karena PSSI tidak melibatkan Komite Bersama sebagai pengelola Timnas. Sementara PSSI bersikukuh jika otoritas tertinggi pengelolaan Timnas ada di tangan mereka. 6. Penekanan moral yang disematkan Tabloid BOLA adalah menyoroti perihal harmonisasi belum terlaksana karena penyatuan Timnas belum tuntas. Perang ego dan kepentingan masih mendominasi masing masing anggota dari kedua kubu. 7. Tabloid BOLA memberikan penegasan solusi melalui pendapat Menpora Andi Mallarangeng. Pihak Kemenpora ingin Timnas dengan kekuatan terbaik yang berlaga di Piala AFF 2012, tidak melihat dari kubu mana pemain berasal. 8. Porsi sebagai narasumber cenderung lebih sedikit diberikan kepada pihak PSSI jika dibandingkan dengan pihak KPSI. Menyebabkan khalayak atau pembaca memberikan kesan pada Tabloid BOLA memihak kepada salah satu kubu yaitu KPSI. 9. Kurangnya kesadaran menciptakan bargaining power melalui media, sulitnya pihak PSSI untuk dimintai keterangan atau informasi sebagai bahan keberimbangan berita serta tertutupnya pihak PSSI terhadap media tertentu yang dianggap tidak memihak kebijakan PSSI, itulah sebabnya mengapa PSSI tidak mendapat cukup tempat di dalam setiap pemberitaan Tabloid BOLA sebagai narasumber.

DAFTAR PUSTAKA

Birowo, M. Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Andi Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. : Kencana Prenada Media Group Effendi, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Eriyanto. 2011. Analisis Framing: Konstruksi Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKIS Hamad, Ibnu. 1999. Media Massa dan Konstruksi Realitas, Jurnal Pantau. ISAI, 6 Oktober- November 1999. Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sobur, Alex. 2009. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group