Kesusastraan Indonesia Modern Dalam Kritik Dan Esei.Pdf

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kesusastraan Indonesia Modern Dalam Kritik Dan Esei.Pdf [ones' ^onesia A AN_____ 9 ) I / I KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN DALAM KRITIK DAN ESEI III j K '/ OUBH H.B. JASSIN LBMBAGA BAHASA DAN KESUSASTRAAN r^ 9 3 , w>9 j GUNUNG AGUNG — DJAKARTA MCMLXVII Penerblt : p.T, GUNUNG AGUNG — Djakarta 1907 Djakarta — Jogjakarta — Surabaja (Sari Agung) Sukamapura — Biak — Manokwari — Merauke — Sorong Tandjung Finang Tokyo * ** TanggaL I S I Daftar Gambar Pengarang dan P e n ja ir ........................................... 27 36 43 57 A jip Rosidi Tunas H a ra p a n ................................................................... • k j V Orang Jang Kemtfali, kumpulan Tjerita pendek A. Alexandre Leo . 101 Robohnja Surau Kami, kumpulan Tjerita pendek A.A. Navis . 108 117 122 132 Rijono Pralikto, Pengarang Tjerita serein .......................................... 150 . 167 DAFTAR GAMBAR PENGARANG DAN PENJAin Muhammad Ali . 44 Toto Sudarto Bachtiar 58 Ajip Rosidi ...... 80 A. Alexandre Leo , 102 A. A. N a v i s ..................... 110 Nh. D i n i .............................. 118 Toha M o h t a r ..................... 124 Trisnojuwono .................... 134 Rijono Pratikto , . 152 KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN TAK ADA KRISIS KESUSASTRAAN INDONESIA MODERN TAK ADA KRISIS ') AJA dengan tidak gembira dan berat liati telah meuerima pennin- taan Senat Mahasiswa Fakultas Sastra untuk bitjara pada simpo- S siurn mi. Tidak gembira bukan karena soal-soal jang akan dibi- tjarakan dalanisimposium ini saja anggap tidak penting dan simposium seperu ini tula* ana gunanja, lapi karena segala sjara't jang Iiarus, ada pada seseorang pembitjara dimuka umum, saja rasa tak ada pada saja. Sjarat-sjarat itu ialah ketjekatan bitjara, dan seperti halnja dalam dis- kusi, ketjepatan berpikir, ketjepatan merumuskan, daja reproduksi dan 3aja reaktif terhadap utjapan dan pendapat jang berlainan dari pen­ dapat sendiri, djika perlu dengan tegas dan tjepat melontarkan kembali pikiran-pikiran jang telali dirumuskan dengan baik. Tm semua saja tidak punja dan saja minta maaf karena saia tahu diantara saudara-saudara ada jang spesial datang untuk melihat otot- otot, menjaksikan dan mendengarkan pertempuran jaug seru antara pein- bitjara dan lawan-lawannja para pendebat. Mudah-mudalian sesudab keterangan saja ini saudara akan berkurang ketjewanja dan meiK.mpatkan saja ditempat jang sebenarnja sebagai pe’nindjau. ^ Saja tidak ingkari kebenaran „du clioc des opinions jaillit ]a verite” saja akui banjaknja ragam pendapat dan pendirian dan bahwa dari pemndjauan dari segala sudut mnngkin ditemukan inti-inti persoalan jang sebenarnja. Tapi djustru karena banjaknja matjam ragam penda- 1 7 1 T T U" PuIa maka tiaP reaksi ^ ^lalu spontan aoalan sadja** 3 l£m^a ^ersifat konfrontasi dengan salah satu sudut per- Maka djikabu saja sesudah pidato ini tak mampu meladeni saudara- saudara dalam diskusi, haraplah djangan salah dipihamkan bahwa saja tak hargai pendapat-pendapat Iain. J Atjara jang dimiuta pada . saja-untuk membitjarakannia ialah- K 'T Bat T Z - ^ dr eSia M° dem 1954‘ P « je b u u a tahun 1954 ^saja Hra S WsHapithurf aka,n k-usastraan'dalT ’ P un itu sebagai titik pangkal untuk menindiau ke- masa silam, kesekarang dan kemasa depan. 3 Dalam uraian ini saja tidak akan bitjarakan pandjang lebar ner- kembangan kesusastraan 7 j - i I 7 ie,,dr Pei i *i • ■» • i • inaonesia modem sediak semula, karena ianfr demikian itu saja kira sudah t j . u • i * Kd*t'na 'an£ /liljikiikan berkali kali i ! umum t1ikelahm> dan sudah djuga dilakukan berkaii kab pun tlalam sim Fakultas Sastra tahun ian- W a^'i bUjarakan ialali keadaannja sekar^ beberapa faset jang 6aja rasa perlu dapat perhatian ietimewa d i k l muflgktfian-kemungkm ann j a dimasa depan. aisSr5SDePSem tarl95t D,eS N‘ M s ^ Sastra University Indo- Jang segera menierbu kita dalam beberapa talmn belakangan. Ini* ialab lonlaran kata-kala kemnnduran. kelesuan. impasse atau kebun- tuan, krisis, jang katania berdjangkit disegala lapangan masjarakat, djuga daTam kesusaslraan. Dalam pcmbitjaraan ini saja sebisa-bisanja bania akan batasi diri pada kesusastraan. ______________ ______ Oranp; mengatakan \ada krisis kesusastraan! Dan ada orang me- ngatakan tak ada krisis kesusastraan. Mana jang benar? Baliwa ada orang iang mengatakan kedua pendapat itu tentulab masing-masing ada be- namja. Orang tidak akan mengatakan sesuatu ada iang tidak dilibatnja ada. atau jang mennrut anggapannja tak ada. Dan adanja kebenaran pada kedua pibak ians bertentangan itu, temiata pula dari bukti-bukti iang masing-masing bisa kemukakan. T\ita boleb seludiu atau tak setudiii dengan apa iang diangnapnia bukti-bukti itu. pibak jang: melibatnja tetap menfranjrgapn’a sebagai satu kenjataan. Tni banjalab soal me- inandan" dari dniru.san mana kedjurusan mana, bagian mana sudut mana dan iana lebib D enting laai dari pendirian mana tangganan mana. Dan kalau kita kemukakan pula pendapat kita, maka itu adalah dari salali satu diurusan pandangan pula, iang mungkin diterima mungkin pida tak diterima oleb pihak-pibak jang bertentangan. Djadi saja dengau pidato saia ini tak bermaksud untuk mendesakkan sesuatu pendapat atau pandanaan ianc sudab saia ketabui lebib dahulu tentu baniak nula siidnt-sudutnia jang tidak dililiat oransr seperti saja melibatnja dan berdebat-debatan tentang ini, bagi saja tidak begitu inenarik. "Bitiara tentang krisis kesusastraan soalaja tfdab djad^. buram ka- rena limbulnja sentunen-sentimen dalam pembitjaraan-pembitiaraan salins bertentanaan. Mula-imOa sekali kita den gar orang meniebut- niebut adanja~krisis dalam kesusastraan dan uinumm a kesenian iaiab dalam nerlenniari-pertemiVan’ iang diadakan di Tugn dua tabirn _sesudab neineraban kedan^atan. A^abili” pada permulaan taliun 19.">1 pemunpin . Piidiann:<ia Baru~Sutah Takdir Alisjabbana dalam madjalab Pudjangga Baru Djanuari tabun itu telab mensinialir adanja impasse dalam ma- sjarakat dan kebudajaan. Suara-suara inilah .iang diperdengarkan lebib keras lagrdalam Simposium jang diadakan oleli Slicusa d i. Amsterdam tahun 1953, dalam mana berbitjara orang-orang jang biasa bertemu di Tugu dfuga dan pada masa jang achir ini ada lagi suara-suara jang meributkan adanja impasse dalam kesusastraan oleli golongan Konfron- tasi jang madjalahnja adalali sambungan_ dari JPudjangga Baru. Djikalau kita selidiki apakab jang dimaksud dengan kemuriduran, impasse, krisis itu, maka kita bisa kembalikan pada pokok jang berikut. Sutan Takdir Alisjabbana menganggap masjarakat dan kebudajaan I kita dalani arti iang paling luas terantjam dari dua piliak, jaitu karena I statisnja orang tua-tua kita berpikir dan karena statisnja pula orang- / orang muda kita berpikir. Orang tua-tua iuau kembali pada suasana dan / keadaan zanian lampau, sedang jang muda-muda mau dengan bulat- bulat menguinbil alih segala teori ekonomi, politik dan kesenian dari Eropab dan Amcrika. Tak ada pertumbuhan diri pribadi jang dinamts dsn karena itu terdjadilah impasse dalam masjarakat dan segala tjabang k.-b.dupannja, robani dan djasmani. S,sl,dab 9at„ tull„ n m„ . deka para pen,..r ba„.,a .nen.penlen.arkan xu.ni janS „e,inm .i« flan pmsi mereka maim lama n.akin k(KO]1!t dan kabur. I) 1 frI r ,*11' *)<*rlJcl",a|iat babwa diwaklu revolnsi nada seniman . r *• I.-L- c‘l \evo,u-'il imlali mereka berikan hasiMiasil seni janfr I>J niii >ai \ Scpuclah pcnjerahan. kedaidalan hing*injn pebasai se- r ^ V ^ r - r ^ t - 11 an?. ka kehilangan indmnnji^r~7 ^ t.1 ATaka ,lalal"ai;!n;“i„i t h !!LLjr'^ " j '7".>'Ia'- <’an '>^1, dan kri.K l,-„ -Ufeu&J K-n<Mn}r};ap_ bab'va ada krisis kmisastraan itk ) T * "," a‘lala1’ akiba' ‘Iari kri8is keP™n„,pinan po- r , , , “ I J "'' <lari k' isis ke' ,,“ ■f,m m ■'“ -b'Xk-. annua Iain lak adanjq fJiltijis-'1 roman-roman jang besar. :!) l«-be«p2\S.a» . ru P“ " i - , P - j « W ' kesnsaslraan i„, d.-ncan / k ,J“ , im.“ ,I""Sa,kul1 b<'h' ri*I>;1 P«>*«l>»an nienjronai krisis _Asml .Saiii ilalam Simposh.in di Amslerdam lahun jana lah, nion^ f k,m . a',anja ,mr^; laPi i*»P ««c ini hanja bejfa." ,Z<Z2 kalanja JjEjias^. ihL il^m nja sebajrai akibal .lari p„i„,„j„ |,„|!r, jlT bbe m nipa .,n Ijsriiijpw T riflal'' lek.I1!’'' lapi'Iia pei-.-oalannjamelil',al a(la"ja lianja keftii"a" terbatas l“pada » ^kritik- n " d . p a , : p ^ ^ ......r :n;aka,a; ',,,rki" aa" ""p *** p>- p “ <i» -*w,d sa.,i iak b ^ m D i i in , r lJa’ - ,|’ M,,’ , ia ,'la 5ekali ,i<lak mom akai P’-'i'kataan krisis. • kopalan. Hanja dia mjrinkan adanja peniiaian kcmbali Scl ^ MI,|11Mn ,,‘»'liadap kola dan drngan ilti liubungan dciifxan Barat. -. inn!i!lr,ai \ !K*llfr;"'anr li,k incma^ukkan duerali pegunnn'ran dan pede- men-ki n L ,|! , * lllk akilu *amIJii» l»“rta pf'ngc-nalan diri dan ■ pal luJak djahdi dalain djurang krmiskinan djiwa. 1) b , r i , f e i l;! ; : '1 ; ^ ; : i^ lik: l'ifl" '7 " k? ia ni?.'' A?r" ' menarik iiaii i V Jn,,tlnm desa ‘i^ambarkannja sangat nerli ilu n-.iMt V 111 pal pula, balnva ktdiidupan se- dan kosiiiopolil °™"* kota U Pudjanyga Burn Th. X II No. 7. Djanuari 1851. 2J Cultured Nieuics Indonesia 1953, No. 30. 3' A^ustu^°iti54 '^'er,®‘aPa Konfrontasi? Konfrontasl Th. I No, 1 -2 , Djuli- 41 CvJtureel N’ienws Indonesia 1953, No. 3 0 . E'KRPTf'rX,,; „ Keamanan dan kelenteraman, kebaikan dan. kesenangan jang di- bajangkannja ada didesa, memaug agak sukar ditjari didalam kota jang hidup bergolak. Tapi apakah ini lidak pula menarik hati untuk bahan karangan, sebaiknja lagi dengan sendiri pegang peranan dalanmja, dari pada hidup jang aman senlosa didalam desa. Saja tidak melihat disini bubungan im pair kesusastraan dengan persoalan kota atau dcsa. Boejoeng Saleh dalam pembitjaraannja tentang Konfrontasi nieni- bahas karangan Sudjalmoko 1) mengakui adanja krisis sosial jang menu nil dia bnkan disebabkan karena krisis kepeinimpinaii seperti diagnosa Sudjalmoko --- tapi karena adanja „djarak atau djurang antara kebutuhan objektif rakjat Indonesia dan kenjataan sosial jang terdapat kini” . Tapi mengenai krisis kesusastraan Boejoeng Saleh positif berpen- dapat balnva krisis sastra tid;|k n d y*. Dan dia m enundjuk pada beberapa basil saslra seperti Kolimrf'a Gcrilja.
Recommended publications
  • Pramoedya's Developing Literary Concepts- by Martina Heinschke
    Between G elanggang and Lekra: Pramoedya's Developing Literary Concepts- by Martina Heinschke Introduction During the first decade of the New Order, the idea of the autonomy of art was the unchallenged basis for all art production considered legitimate. The term encompasses two significant assumptions. First, it includes the idea that art and/or its individual categories are recognized within society as independent sub-systems that make their own rules, i.e. that art is not subject to influences exerted by other social sub-systems (politics and religion, for example). Secondly, it entails a complex of aesthetic notions that basically tend to exclude all non-artistic considerations from the aesthetic field and to define art as an activity detached from everyday life. An aesthetics of autonomy can create problems for its adherents, as a review of recent occidental art and literary history makes clear. Artists have attempted to overcome these problems by reasserting social ideals (e.g. as in naturalism) or through revolt, as in the avant-garde movements of the twentieth century which challenged the aesthetic norms of the autonomous work of art in order to relocate aesthetic experience at a pivotal point in relation to individual and social life.* 1 * This article is based on parts of my doctoral thesis, Angkatan 45. Literaturkonzeptionen im gesellschafipolitischen Kontext (Berlin: Reimer, 1993). I thank the editors of Indonesia, especially Benedict Anderson, for helpful comments and suggestions. 1 In German studies of literature, the institutionalization of art as an autonomous field and its aesthetic consequences is discussed mainly by Christa Burger and Peter Burger.
    [Show full text]
  • Ambiguitas Hak Kebebasan Beragama Di Indonesia Dan Posisinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
    Ambiguitas Hak Kebebasan Beragama di Indonesia dan Posisinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi M. Syafi’ie Pusat Studi HAM UII Jeruk Legi RT 13, RW 35, Gang Bakung No 157A, Bangutapan, Bantul Email: syafi[email protected] Naskah diterima: 9/9/2011 revisi: 12/9/2011 disetujui: 14/9/2011 Abstrak Hak beragama merupakan salah satu hak yang dijamin dalam UUD 1945 dan beberapa regulasi tentang hak asasi manusia di Indonesia. Pada pasal 28I ayat 1 dinyatakan bahwa hak beragama dinyataNan seEagai haN yang tidaN dapat diNurang dalam keadaan apapun, sama halnya dengan hak hidup, hak untuk tidak disiNsa, haN NemerdeNaan piNiran dan hati nurani, haN untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan huNum, dan haN untuN tidaN dituntut atas dasar huNum yang berlaku surut. Sebagai salah satu hak yang tidak dapat dikurangi, maNa haN Eeragama semestinya EerlaNu secara universal dan non disNriminasi.TerEelahnya Maminan terhadap haN NeEeEasan beragama di tengah maraknya kekerasan yang atas nama agama mendorong beberapa /60 dan tokoh demokrasi untuk melakukan judicial review terhadap UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan 3enyalahgunaan dan atau 3enodaan Agama. 8ndang-8ndang terseEut dianggap Eertentangan dengan Maminan haN Eeragama yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun. Dalam konteks tersebut, Mahkamah Konstitusi menolak seluruhnya permohonan judicial review 88 terseEut, walaupun terdapat disenting opinion dari salah satu hakim konstitusi. Pasca putusan Mahkamah Konsitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 5, Oktober 2011 ISSN 1829-7706 identitas hak beragama di Indonesia menjadi lebih terang, yaitu bisa dikurangi dan dibatasi. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak menjadi kabar gembira bagi para pemohon, karena UU. No. 1/ PNPS/1965 bagi mereka adalah salah alat kelompok tertentu untuk membenarkan kekerasan atas nama agama kontemporer.
    [Show full text]
  • Epistemologi Intuitif Dalam Resepsi Estetis H.B. Jassin Terhadap Al-Qur'an
    Epistemologi Intuitif dalam Resepsi Estetis H.B. Jassin terhadap Al-Qur’an Fadhli Lukman1 Abstract This article discusses two projects of well-known literary critic H.B. Jassin on the Qur’an. Jassin’s great career in literary criticism brought him to the domain of al-Qur’an, with his translation of the Qur’an Al-Qur’anul Karim Bacaan Mulia and his rearrangement of the writing of the Qur’an into poetic makeup. Using descriptive and analytical methods, this article concludes that the two works of H.B. Jassin came out of his aesthetic reception of the Qur’an. Epistemologically, these two kinds of reception are the result of Jassin intuitive senses, which he nourished for a long period. Abstrak Artikel ini membincang dua proyek sastrawan kenamaan Indonesia, H.B. Jassin, seputar Al-Qur’an. Karir besar Jassin dalam sastra mengantarkannya kepada ranah al-Qur’an, dengan karya terjemahan berjudul Al-Qur’anul Karim Bacaan Mulia dan penulisan mushaf berwajah puisi. Dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, artikel ini berakhir pada kesimpulan bahwa kedua karya H.B Jassin merupakan resepsi estetisnya terhadap Al-Qur’an. Berkaitan dengan epistemologi, kedua bentuk resepsi ini merupakan hasil dari pengetahuan intuitif Jassin yang ia asah dalam waktu yang panjang. Keywords: resepsi estetis, epistemologi intuitif, sastra, shi‘r 1Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/Alumnus Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. E-mail: [email protected] Journal of Qur’a>n and H}adi@th Studies – Vol. 4, No. 1, (2015): 37-55 Fadhli Lukman Pendahuluan Sebagai sebuah kitab suci, al-Qur’an mendapatkan resepsi yang luar biasa besar dari penganutnya.
    [Show full text]
  • Al-Qur'a>N Al-Kari>M Bacaan Mulia Karya H.B. Jassin)
    KUTUB ARTISTIK DAN ESTETIK AL-QUR’A>N (Kajian Resepsi atas Terjemahan Surat al-Rah}ma>n dalam Al-Qur’a>n Al-Kari>m Bacaan Mulia Karya H.B. Jassin) Oleh: Muhammad Aswar NIM. 1420510081 TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Agama Islam Program Studi Agama dan Filsafat Konsentrasi Studi Qur’an Hadis YOGYAKARTA 2018 ii iii iv v vi MOTTO “Musik muncul dalam masyarakat bersamaan dengan munculnya peradaban; dan akan hilang dari tengah masyarakat ketika peradaban mundur.” ~ Ibn Khaldun ~ vii Untuk istriku, Hilya Rifqi dan Najma, anak-anakku tercinta Dari mana tanganmu belajar menggenggam? viii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Transliterasi adalah kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 158 Tahun 1987 dan Nomor 0543b/U/1987. I. Konsonan Tunggal Huruf Nama Huruf Latin Nama Arab Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا ba‘ b be ة ta' t te ت (s\a s\ es (dengan titik di atas ث Jim j je ج (h}a‘ h{ ha (dengan titik di bawah ح kha’ kh ka dan ha خ Dal d de د (z\al z\ zet (dengan titik di atas ذ ra‘ r er ر Zai z zet ز Sin s es ش Syin sy es dan ye ش (s}ad s} es (dengan titik di bawah ص (d{ad d{ de (dengan titik di bawah ض (t}a'> t} te (dengan titik di bawah ط (z}a' z} zet (dengan titik di bawah ظ (ain ‘ koma terbalik ( di atas‘ ع Gain g ge غ ix fa‘ f ef ف Qaf q qi ق Kaf k ka ك Lam l el ه Mim m em ً Nun n en ُ Wawu w we و ha’ h H هـ Hamzah ’ apostrof ء ya' y Ye ي II.
    [Show full text]
  • Heirs to World Culture DEF1.Indd
    14 The capital of pulp fiction and other capitals Cultural life in Medan, 1950-1958 Marije Plomp The general picture of cultural activities in Indonesia during the 1950s emanating from available studies is based on data pertain- ing to the nation’s political and cultural centre,1 Jakarta, and two or three other main cities in Java (Foulcher 1986; Rhoma Dwi Aria Yuliantri and Muhidin M. Dahlan 2008). Other regions are often mentioned only in the framework of the highly politicized debate on the outlook of an Indonesian national culture that had its origins in the 1930s (Foulcher 1986:32-3). Before the war, the discussions on culture in relation to a nation were anti-colonial and nationalistic in nature, but after Independence the focus shifted. Now the questions were whether or not the regional cul- tures could contribute to a modern Indonesian national culture, and how they were to be valued vis-à-vis that national culture. What cultural life in one of the cities in the outer regions actually looked like, and what kind of cultural networks – national, trans- national and transborder – existed in the various regions has yet to be researched. With this essay I aim to contribute to a more differentiated view on the cultural activities in Indonesia in the 1950s by charting a part of the cultural world of Medan and two of its (trans)national and transborder cultural exchange networks in the period 1950- 1958. This time span covers the first eight years of Indonesia as an independent nation until the start of the insurrection against the central army and government leaders by North Sumatran army commander Colonel Maludin Simbolon on 22 December 1958 (Conboy 2003:37-51).
    [Show full text]
  • ASPECTS of INDONESIAN INTELLECTUAL LIFE in the 1930S
    PUDJANGGA BARU: ASPECTS OF INDONESIAN INTELLECTUAL LIFE IN THE 1930s Heather Sutherland Pudjangga Baru, the "New Writer," was a cultural periodical put out in the colonial capital of Batavia by a group of young Indonesian intellectuals from 1933 until the invasion of the Netherlands Indies by Japan in 1942.1 In Bahasa Indonesia, the term pudjangga means "literary man, man of letters; author, poet; linguist, philologist."2 34 The choice of this term for the title of the monthly was no doubt also influenced by an awareness of its historical connotations, for the word can be traced back through such Old Javanese forms as bhujanga to an original Sanskrit root associated with sacred and priestly learning. It implied nobility and integrity as well as literary ability; and it is therefore no accident that the writings appearing in it claimed high idealism and a sense of mission. The purpose proclaimed by Pudjangga Baru became more fervent as the years passed. In the beginning, it described itself simply as a literary, artistic, and cultural monthly. At the start of its third year it declared itself a "bearer of a new spirit in literature, art, culture, and general social affairs."^ At the beginning of its fifth year it claimed to be the "leader of the new dynamic spirit to create a new culture, the culture of Indonesian unity."1* In 1928, when the second All-Indonesia Youth Congress swore the famous oath to work for "one fatherland, one people, and one language" Pudjangga Baru pledged itself to work for the development of the national language and also to strive for a national culture, adding "one culture" to its 1.
    [Show full text]
  • Hans Bague Jassin
    HANS BAGUE JASSIN HANS BAGUE JASSIN was born in 1917 in the small port city of Gorontalo on the northeastern coast of Sulawesi ( Celebes), in what was then the Netherlands East Indies. Sulawesi's population consisted pri­ marily of farmers and fishermen.JASSIN's family was an exception. Bague MantuJassin,JASSIN'sfather, was a Gorontalese of modern leanings. Having taught himself Dutch, he had obtained a position as customs clerk with the local Dutch colonial administration. However, at the time his son HAMZAH (later changed to HANS) was born, he was unemployed. For this reason he left his wife, Habibah, the followingyear and went to Borneo to work for Bataviaasch Petroleum Maatschappij (BPM), the large Dutch oil conglomerate. Young JASSIN was thus entrusted to the care of his gentle mother. Mother and son lived with her parents and extended familyin her parents' home. Her fatherwas a teacher in Malay schoois and Habibah was educated, probably through secondary school. She spoke Malay, which is the basis of, and almost interchangeable with, Indonesian, and Gorontalese, the local language spoken in her home. JASSIN'sfondest memories of his childhood are of his mother's bedtime folktales and lullabies. She also spoke to him often of his father who would one day come for them. Bague Jassin came home in 1924 after six years of absence. JASSIN remembers well the appearance ·one day of a fine gentleman in white who came up to him as he played in the village. "I ran away but he caught me," he relates, "and we went together to the house of my mother." Reunited, the familymoved to Balikpapan, a company town on the coast of East Borneo, and settled into new lodgings in the BPM compound.
    [Show full text]
  • Some Reconsiderations. with Comments by Taufik Abdullah In
    H. Aveling ýSitti Nurbaja'; Some reconsiderations. With comments by Taufik Abdullah In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 126 (1970), no: 2, Leiden, 228-245 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/24/2021 12:18:45PM via free access "SITTI NURBAJA": SOME RECONSIDERATIONS arah Rusli's novel Sitti Nurbaja was published first by Balai Pustaka in. 1922.1 It was by far the most popular of Indonesian novels prior to the second world war and still retained a great deal of popularity after it. This is common knowledge. That it is also a novel which has, as yet, not had its fair critica! due, is rather less obvious. Most critics refer to it, after all, at one stage or another in their studies, even if, upon closer examination, rather briefly. (Drs H. B. Jassin refers to the novel nine times in his four volumes of Kruik dan Esei; none of the references are longer than one sentence.) Further, there seems to be a remarkably high degree of concensus as to the position, the themes, and the significance of the book within the structure of modern Indonesian literature.2 Conventionally it seems the following comments are considered necessary from the critic of Sitti Nurbaja. Firstly, a passing reference to the primacy, or the pioneering position, of the novel in the historica! development of Indonesian literature. To choose three examples: Takdir Alisjahbana's reference to "Marah 1 Marah Rusli was born in Padang, central Sumatra, 1889: son of Sutan Abu Bakar gelar Sutan Pangeran and a commoner, hence his title.
    [Show full text]
  • Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia | 205
    Hasani Ahmad Said , Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia | 205 Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura Hingga Brunei Darussalam Hasani Ahmad Said UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected] Abstract: Tafsir (exegesis) scholars traced in the Nusantara archipelago, will not be separated from the figure of ‘Abdurrauf al-Fansuri with his Tarjuman alMustafid. Through this work, tafsir had been developed through many media teaching until today. This work also allegedly gave birth to a variety of tafsir model and methodology of qur’anic interpretation in the archipelago. At least two aspects of the interpretation gives birth to the scholars transmission; and to development of the science of interpretation. Firstly, through the activities of teaching; and secondly, through writings. Through these two transmission lines the network of interpretation, until today continues to progress well. Key words: Transmission, Quranic Schoolars, Exegesis, Nusantara Abstrak: Melacak jaringan ulama tafsir Nusantara, tidak bisa dilepaskan dari sosok ‘Abd al-Raûf al-Fansûrî dengan karyanya Tarjuman al-Mustafid, melalui karya ini terus mengalami perkembangan melalui banyak media pengajaran hingga hari ini. Karya ini pula diduga kuat melahirkan aneka ragam corak dan manhaj tafsir di Nusantara. Paling tidak ada dua aspek transmisi ulama tafsir melahirkan dan mengembangkan ilmu tafsir. Pertama, melalui aktifitas pengajian, dan yang kedua melalui jalur penulisan.
    [Show full text]
  • Polemik Alquran Berwajah Puisi: Tinjauan Terhadap Alquran Karim Bacaan Mulia Karya H
    Polemik Alquran Berwajah Puisi: Tinjauan Terhadap Alquran Karim Bacaan Mulia Karya H. B. Jassin Oleh: Fatikhatul Faizah Email: [email protected] Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Abstrak Keberagaman karya tafsir tidak akan pernah lepas dari metode dan pendekatan yang digunakan sang mufasir. Metode dan pendekatan yang digunakan, menjadikan masing-masing karya penafsiran maupun terjemahan memiliki ciri khas. Salah satunya adalah Alquran berwajah puisi karya H. B. Jassin yang merupakan literatur terjemahan karya umat Muslim Indonesia yang terbit pada tahun 1977. Terjemahan Alquranpuitis yang dikarang oleh H.B. Jassin ini menuai berbagai kontroversi. Sebagian pembaca menilai bahwa terjemaha AlquranH.B. Jassin lebih tepat dari pada terjemah yang disusun oleh Kemenag, adapun sebagian lainnya menilai bahwa Jassin tidak sepantasnya menerjemahkan Alqurandengan melangkahi terjemahan AlquranKemenag, yang dinilai sebagai standar terjemahan di Indonesia, sebab dari sisi intelektual H.B. Jassin tidak memiliki perangkat-perangkat keilmuan yang memadai untuk menerjemahkan Alquran. Tulisan ini akan mencoba mendiskusikan lebih dalam mengenai polemik-polemik yang terjadi seputar terbitnya karya “AlquranKarim Bacaan Mulia” karangan H. B. Jassin. Kata Kunci: H. B. Jassin, AlquranKarim Bacaan Mulia, Terjemahan, Polemik 81 Fatikhatul Faizah Nun, Vol. 3, No. 2, 2017 A. Pendahuluan Alquran dalam tradisi pemikiran Islam telah melahirkan banyak teks derivatif atau yang disebut sebagai tafsir Alquran. Seperti yang telah diketahui bahwa Alquran sifatnya sangat terbuka, siapa pun bisa menafsirkannya. Alquran tidak akan bermakna apa-apa jika belum diajak komunikasi oleh pembacanya. Pesan-pesan dalam Alquran pun belum dapat diungkap jika belum berinteraksi dengan pembaca. Setiap pembaca mempunyai pemahaman masing-masing, maka lahir pula keberagaman pemahaman mengenai pesan-pesan yang terkandung dalam Alquran.
    [Show full text]
  • ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA ERA REFORMASI Studi Terhadap Pemikiran K
    ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA ERA REFORMASI Studi Terhadap Pemikiran K. H Abdurrahman Wahid dan Prof. DR. H. Ahmad Syafii Maarif ISLAM AND DEMOCRACY IN INDONESIA IN THE REFORM ERA Study of K. H Abdurrahman Wahid and Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif’s Thought Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Oleh Sitti Marwah 14421076 PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2018 i ii iii iv v KATA PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk kedua orang tua yang selama ini mendidik, mendukung, memotivasi penulis sampai pada titik ini. Banyak jatuh bangun yang penulis rasakan tapi mereka selalu bisa menjadi alasan penulis untuk bangkit. Jasa kalian tidak bisa saya balas dengan apapun. vi HALAMAN MOTTO ِ ٍ ِ ِ ِ ًّ ِ ِ ِ ِ فَبَما َرمْحَة م َن ا هَّلل لمن َت ََلُمم َولَمو ُكمن َت فَظا َغلي َظ المَقمل ب َل ْنمفَض اوُوا م من َومول َ فَا مع ُف َعمنفُهمم ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َوا مستَفمغضمر ََلُمم َو َشاومرُه مم ِف امْلَممر فَإذَا َع َزمم َت فَفتَفَوهك مل َعلَى ا هَّلل إ هن ا هَّللَ ُُي اوب المُمتَفَو كل َي Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya1 1 Departemen Agama Republik Indonesia, “Al-Qur’an dan Terjemahnya Special for Women.(Surah Ali-Imran (4): 159)”, (SYGMA: Bandung), hlm 71 vii ABSTRAK ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA ERA REFORMASI Studi Terhadap Pemikiran K.
    [Show full text]
  • 1994 Annual Review (PDF)
    ROCKEFELLER BROTHERS FUND ANNUAL REPORT 1994 ROCKEFELLER BROTHERS FUND, INC. 1290 Avenue of the Americas New York, New York 10104-0233 212.373.4200 ROCKEFELLER BROTHERS FUND, INC. 1290 Avenue of the Americas New York, New York 10104-0233 Telephone: 212.373.4200 Facsimile: 212.315.0996 E-Mail: [email protected] World Wide Web: http://www.rbf.org/rbf/ Design: H Plus Inc. Printing: Collins Lithographing, Inc. PRINTED ON RECYCLED PAPER TABLE OF CONTENTS CHAIRMAN'S INTRODUCTION 5 PRESIDENT'S REPORT 9 THE ROCKEFELLER BROTHERS FUND AND ITS PROGRAMS Grants Program 15 Pocantico Programs 17 ASIAN CULTURAL COUNCIL 21 GRANTS APPROVED IN 1994 One World: Sustainable Resource Use 25 One World: World Security 37 Nonprofit Sector 45 Education 51 New York City 57 Special Concerns: South Africa 63 Ramon Magsaysay Award Foundation 67 GRANTS PAID IN 1994 71 FINANCIAL REPORT 95 TRUSTEES 104 OFFICERS 105 STAFF 105 HOW TO APPLY FOR A GRANT 106 INDEX 108 CHAIRMAN^S INTRODUCTION In 1994, several occasions led me as chairman of the RBF to reflect upon the continued importance of philanthropy in civil society and the role that the Fund and the Rockefeller family have played in defining and promoting philanthropy, both in the United States and abroad. In the spring, the Rockefeller Brothers Fund opened the Pocantico Conference Center, and in the fall I attended my first major conference there, a meeting of the Independent Working Group on the Future of the United Nations. Recently, I spoke at a Council on Foundations gathering on family foundations about wealth and the transfer of family values.
    [Show full text]