KAJIAN MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI LAGU ONANG- ONANG YANG DISAJIKAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT MANDAILING DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA : LAMHOT K. RONY SINAGA NIM : 100707070

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KAJIAN MAKNA TEKS DAN STRUKTUR MELODI LAGU ONANG- ONANG YANG DISAJIKAN BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT MANDAILING DI KOTA MEDAN

OLEH :

NAMA : LAMHOT K. RONY SINAGA NIM : 100707070

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. Drs. Fadlin,M.A. NIP 196512211991031001 NIP 196102201989031003

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2017

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN

DITERIMA OLEH :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Budi Agustono., M.S. NIP 196008051987031001

Panitia Ujian : Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A. ( )

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si ( )

5. Arifninetrirosa, SST. M.A ( )

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAKSI

Onang-onang merupakan salah satu nyanyian masyarakat Mandailing. Onang-onang adalah nyanyian yang berisi pantun untuk menceritakan kehidupan kedua mempelai secara garis besar. Dalam penulisan ini, penulis melakukan pendekatan yang bersifat kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Sehingga menghasilkan pernyataan dari informan maupun narasumber. Penulis juga menggunakan teori semiotik untuk menganalisa teks serta menggunakan teori weighted scale dalam menganalisa melodi Onang-onang. Penelitian ini bertujuan untuk membahas Struktur Teks dan Melodi Lagu Onang-onang Pada Upacara Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan Oleh Bapak Ridwan Aman Nasution. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Onang-onang ini dan dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Kajian Makna Teks dan Struktur Melodi Lagu Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada Upacara Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan”.

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan anugerah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis, serta memberi kekuatan dan pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Kajian Makna Teks dan Struktur Melodi Lagu

Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada Upacara

Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan atau penyusunan skripsi ini. Selain itu juga tidak luput dari kebosanan dan jenuh yang penulis rasakan. Namun, dengan adanya dorongan dari orang- orang sekitar penulis, maka penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta, yakni ayahanda S.M. Sinaga, S.H. dan ibunda M.S. Samosir,

S.Pd. Terimakasih atas cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada ananda. Demikian pula motivasi-motivasi yang diberikan dan juga doa yang selalu dipanjatkan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak

Dr. Budi Agustono., M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Begitu juga segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. selaku Ketua Program Studi Etnomusikologi

FIB USU yang juga dosen pembimbing I penulis yang telah membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu-ilmu, nasehat-nasehat, perhatian, pengalaman yang telah Bapak berikan kepada penulis selama berada di perkuliahan.Kiranya Tuhan selalu memberikan berkat yang melimpah serta kesehatan kepada Bapak. Terima kasih juga kepada Ibu Dra.

Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lancarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhomat Bapak Drs.

Fadlin, M.A. Sebagai Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan kebaikan yang

Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasi melindungi dan melimpahkan berkat untuk Bapak. Begitu juga untuk pegawai administrasi di Departemen

Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D.,

Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak

Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifninetrirosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan

Purba, M.Si., dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Juga kepada semua dosen praktik di Program Studi Etnomusikologi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup

Bapak dan Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis.

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;Bapak Ridwan Aman Nasution,

Ibu Rosmati Lubis, Bapak Ishak Jamal Lubis, dan Hardiansyah Nasution.

Sungguh pengalaman dan kesempatan yang tak terhingga yang penulis dapat untuk mengetahui Mandailing lebih dalam dan luas lagi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara saya July

Andrey, Freny Octaviana, Ria Afriana, Ridhayani, Ruth Darmayana yang juga menyokong, memberi semangat serta materi dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Dan juga kepada : Citra Butar-butar, Ardy Manurung, Amsal Siburian,

Rian Situmorang, Yusuf Regar, Surung, BenPur, Jackson, Bang Dolok, Hendra

Woyoo, Rendy, Ferry, Rani, Upay, Jenny, Hotlan, Mueq, Ryan Ambarita,

Goppaz, Zube, Daniel Pardosi, Velix, pra Salomo, Gogo, Kia, Ade Pasaribu, Bang

Ivan Sianipar, Bang Batoan, Bang Fuad, Black Canal Family, Cici, Basecamp

SkaMerkunjo, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas semangat yang kalian berikan.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Semoga saja Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan petunjuk dan karunia kepada kita semua sebagai Keluarga Besar Program Studi

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumaera Utara Medan.

Jayalah almamaterku.

Medan, Februari 2017

Lamhot K. Rony Sinaga

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Abstraksi ...... V Kata Pengantar ...... VI Daftar Isi ...... X Daftar Gambar ...... XII Daftar Tabel ...... XIII

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Pokok Permasalahan ...... 7 1.3 Tujuan dan Manfaat ...... 8 1.3.1 Tujuan ...... 8 1.3.2 Manfaat ...... 8 1.4 Konsep dan Teori ...... 9 1.4.1 Konsep ...... 9 1.4.2 Teori ...... 10 1.5 Metode Penelitian ...... 12 1.5.1 Studi Kepustakaan ...... 13 1.5.2 Kerja Lapangan ...... 13 1.5.3 Wawancara ...... 14 1.5.4 Observasi ...... 15 1.5.5 Kerja Laboratorium ...... 15 1.6 Lokasi Penelitian ...... 15

BAB II: MASYARAKAT MANDAILING DI KOTA MEDAN DAN BIOGRAFI RINGKAS BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION 2.1 Masyarakat Mandailing ...... 17 2.1.1 Asal-usul Orang Mandailing ...... 17 2.1.2 Sistem Religi dan Agama ...... 20 2.1.3 Bahasa ...... 22 2.1.4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing ...... 22 2.1.5 Kesenian ...... 25 2.1.6 Organisasi Masyarakat Mandiling di Kota Medan ...... 30 2.1.7 Sistem Mata Pencarian Masyarakat Mailing di Kota Medan ...... 30 2.2 Pengertian Biografi ...... 31 2.3 Alasan Dipilihnya Ridwan Aman Nasution ...... 33 2.4 Biografi Ridwan Aman Nasution ...... 34 2.4.1 Latar Belakang Keluarga ...... 34 2.4.2 Latart Belakang Pendidikan ...... 35 2.4.3 Berumah Tangga ...... 35 2.4.4 Bapak Ridwan Aman Nasuiton Sebagai Pembuat Alat Musik ...... 35

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.4.5 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pemusik Tradisional Mandailing ...... 36 BAB III: ANALISIS TEKS ONANG-ONANG 3.1 Bentuk Teks Onang-onang ...... 37 3.2 Analisis Semiotik Tekstual Onang-onang ...... 38 3.2.1 Tema Teks ...... 47 3.2.2 Arti Kosa Kata Dalam Teks ...... 48 3.2.3 Onang-onang Untuk Kedua Pengantin ...... 54 BAB IV: TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ONANG- ONANG 4.1 Transkripsi ...... 58 4.1.1 Simbol Dalam Notasi ...... 58 4.2 Analisis Melodi Onang-onang ...... 60 4.2.1 Tangga Nada ...... 61 4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center) ...... 62 4.2.3 Wilayah Nada (Range) ...... 62 4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of notes) ...... 62 4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals) ...... 63 4.2.6 Pola Kadensa ...... 64 4.2.7 Formula Melodik ...... 65 4.2.8 Kontur ...... 67

BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...... 69 5.2 Saran ...... 71 Daftar Pustaka ...... 72 Daftar Informan ...... 73 Lampiran ...... 74

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 ...... 56 Gambar 3.2 ...... 56 Gambar 3.3 ...... 57 Gambar 3.4 ...... 57

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Daftar Tabel Tabel 3.1 ...... 47 Tabel 4.1 ...... 63

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kebudayaan. Apa yang disebut kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia. Budaya suatu suku bangsa merupakan suatu penampakan identitas diri dari suku bangsa tersebut. Suatu suku bangsa dapat dikenal oleh dunia apabila suatu suku bangsa tersebut sanggup memperkenalkan identitas dirinya lewat budayanya yang khas (Parlaungan, 1997:4).

Kekayaaan ini didukung oleh banyaknya etnik atau suku yang mendiami seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Masing- masing etnik memiliki ciri khas yang menjadi identitas etnik tersebut. Salah satu dari sekian banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan masyarakat Mandailing yang terletak di Tapanuli bahagian selatan Provinsi

Sumatera Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun menurun dimanapun ia bertempat tinggal. Mandailing terdapat di

Sumatera Utara yang terletak di Mandailing Julu dan Mandailing Natal.

Etnik Mandailing memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah satu bentuk kebudayaan itu adalah kesenian. Etnik

Mandailing memiliki alat musik kesenian yang menjadi ciri khas kebudayaan

Mandailing yang bernama Gordang sambilan. Gordang sambilan adalah warisan budaya suku bangsa Mandailing. Musik ini adalah seperangkat alat musik sakral yang terdiri dari sembilan buah gendang yang berukuran besar. Dikatakan sakral

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA karena dipercayai mempunyai kekuatan gaib memanggil roh nenek moyang untuk memberi pertolongan melalui medium atau shaman yang di namakan Sibaso.

Ada beberapa ansambel1 yang terdapat pada masyarakat Mandailing yaitu

Gondang Dua, Gordang Lima dan Gordang Sambilan. Alat musik yang termasuk ansambel Gondang Dua yaitu Sarune, Penyanyi, Gondang Dua, Ogung, Doal,

Momongan, dan Tali Sasayap. Alat musik yang termasuk ansambel Gordang

Lima yaitu Gordang Lima, Sarune, Ogung, Momongan, dan Doal. Alat musik yang termasuk ansambel Gordang Sambilan yaitu sarune, gordang yang jumlahnya sembilan (2 jangat, 2 hudong-kudong, 2 padua, 2 patolu, 1 enek- enek), (dada boru dan jantan), mongmongan, dan tali sasayak.

Masyarakat Mandailing memiliki beberapa repertoar musik, antara lain

Gondang Sampuara Batu Magulang, Roba Na Mosok, Udan Potir, Aek

Magodang, Mamele Begu, Jolo-jolo Turun, Alap-alap Tondi, Pamulihon, Raja- raja (Raja Nasution, Raja Lubis), Tua Porang, Mandailing, Sarama Babiat, Orja,

Lima (Bombat), Sabe-sabe, dan Onang-onang.

Dalam tulisan ini penulis lebih berfokus pada teks dan melodi lagu onang- onang. Onang-onang merupakan suatu repertoar yang diiringi oleh gondang dua yang bertempo lambat (semacam andung-andung) dan pembawa melodinya adalah sulim. Onang-onang, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu nasehat dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang bersifat puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral languange) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan.

1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ansambel yaitu kelompok pemain musik (penyanyi). 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Onang-onang dalam upacara adat menurut Siregar (2003:11) disampaikan

secara lisan dan pada tiap ucapan akan diakhiri dengan kata onang-onang. Para penutur atau paronang-onang menyampaikan tuturan secara bergantian antara mora, kahanggi, dan anak boru. Ketiga kelompok ini secara spontan mengucapkan larik-larik dengan nada suara yang bergelombang, irama yang mengalun untuk menonjolkan isi onang-onang yang berupa nilai budaya masyarakat dalam lingkup seni tradisi.

Untuk dapat melihat dengan jelas mengenai seni tradisi maka setidaknya deskripsi mengenai Indonesia sebagai negara dengan daerah kepulauan, yang dihuni oleh berbagai macam suku bangsa, yang memiliki kekayaan budaya dapat menjadi bentuk pemikiran dalam melihat seni tradisi dalam kehidupan masyarakat. Di antara keragaman tersebut terdapat musik yang sering digunakan suku-suku bangsa di Indonesia, baik itu dalam upacara adat, hiburan, dan komunikasi sosial. Dengan letaknya yang strategis sebagai jalur perdagangan dan lalu lintas pelayaran, baik itu sejak zaman Hindu-Budha, Islam, dan hingga saat sekarang ini, musik sebagai bagian dari kebudayaan, mendapat pengaruh dari luar

Indonesia (Matondang, 2013).

Menurut Matondang (2013) musik adalah bentuk ekspresi kultural yang memiliki dua sifat utama, yaitu sifat universal dan sifat partikular. Musik juga merupakan ekspresi emosi yang berkait dengan kehidupan. Rhythm atau ritem dan melodi dalam musik dapat mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh senimannya. Selain itu musik juga merupakan alat komunikasi sosial yang berhubungan dengan aspek kebudayaan. Di dalamnya terkandung sistem kepercayaan, konsep struktur sosial, dan juga sistem perekonomian suatu

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakat. Musik juga dapat disajikan sebagai hiburan yang mempunyai peranan penting dalam suatu kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan musik yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi di negara

Indonesia, yang memiliki ratusan suku bangsa dan kebudayaannya.

Mengkaji seni tradisi dalam konteks antropologi dapat dilihat sebagai bagian dari kajian antropologi, dimana antropologi secara harfiah dapat dikatakan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia beserta kebudayaannya, menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1980:193).

Etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan humaniora dan sosial yang mempelajari musik dalam konteks kebudayaan. Secara jelas dan tegas apa itu etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, didefinisikan oleh Merriam, sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music inits ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam memfusikan kedua disiplin ini, maka dalam etnomusikologi akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu, tentu saja setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan.

Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya.

Dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan

Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana

Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Lebih khusus lagi, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)

Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang tertuang di dalam buku yang berjudul Etnomusikologi, tahun 1995. Buku ini diedit oleh Rahayu

Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh

Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.

Dari semua penjelasan tentang apa itu etnomusikologi, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang merupakan hasil fusi dari antropologi (etnologi) dan musikologi, yang mengkaji musik baik secara struktural dan juga sebagai fenomenal sosial dan budaya manusia di seluruh dunia. Para ahlinya (lulusan sarjana etnomusikologi atau peringkat magister dan doktoral) disebut sebagai etnomusikolog.

Lebih khusus lagi, di dalam disiplin etnomusikologi terdapat berbagai jenis dan ruang lingkup kajian, seperti: guna dan fungsi musik, pemusik dalam konteks sosial, studi teks nyanyian, kajian pengkategorian musik, musik dan kreativitas budaya, musik dalam konteks kontinuitas dan perubahan, juga organologi (alat- alat musik).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang teks Onang-onang Mandailing oleh bapak

Ridwan Aman Nasution termasuk struktur melodinya. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: “Kajian Makna Teks dan Struktur

Melodi Lagu Onang-onang yang Disajikan Bapak Ridwan Aman Nasution Pada

Upacara Perkawinan Adat Mandailing di Kota Medan.”

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah dua aspek berikut ini.

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Bagaimana makna teks lagu onang-onang yang disajikan oleh Bapak Aman

Ridwan Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat Mandailing di

Medan?

2. Bagaimana struktur melodi lagu onang-onang oleh Bapak Ridwan Aman

Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat Mandailing di Medan?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana makna teks lagu onang-onang yang disajikan

oleh Bapak Aman Ridwan Nasution dalam konteks upacara perkawinan adat

Mandailing di Medan.

2. Untuk mengetahui bagaimana struktur melodi lagu onang-onang yang

disajikan oleh Bapak Ridwan Aman Nasution dalam konteks upacara

perkawinan adat Mandailing di Medan.

1.3.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan Mandailing.

Manfaat lain yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah dokumentasi mengenai Mandailing di Departemen

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh

penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan

topik judul penelitian.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten (koentjaraningrat

2009:85). Menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005),

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Maka, berdasarkan pengertian diatas penulis akan menjelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian objek penelitian.

Menurut Soeharto dalam buku Kamus Musik (1992:86) pengertian musik adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada- nada yang harmonis.

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Onang-onang merupakan sebuah lagu yang penulis nyatakan sebagai objek kajian Etnomusikologi, karena ada atau terbentuk dari struktur, bentuk, bunyi-bunyian, unsur musikal yang dapat di golongkan atau dikategorikan sebagai nyanyian. Kemudian, onang-onang juga mengandung unsur nada, ritem dan harmoni. Sesuai dengan pengertian diatas, maka penulis akan membahas yang tertuju pada melodi.

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat 2008:1474). Dari pengertian teks diatas, maka tekstual adalah sesuatu yang berkaitan dengan teks. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis akan menganalisa makna dari teks atau kata dari lagu tersebut.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa

(KamusBesar Bahasa Indonesia, 2005). Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan: “Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specipying relations among variabels, with purpose of explaining and predicting the phenomena.”

Artinya secara harfiah, teori adalah sebuah hubungan konsep, defenisi, proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dengan fenomena yang menggambarkan hubungan variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA fenomena tersebut. Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan.

Untuk menganalisis struktur melodi Onang-onang penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P.

Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada- nada, (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula-formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15).

Untuk mendukung analisis struktur melodi onang-onang, penulis menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan pada notasi musik yang dinyatatakan Seeger yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Karena, penulis akan menyampaikan atau memberikan informasi tentang Onang-onang dengan detail agar jelas tujuan dari komposisi Onang- onang.

Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang berbeda. Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh setiap pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dapat berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan, fungsi, pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.

Dalam proses menganalisis struktur teks-teks onang-onang, penulis berpedoman pada teori William P. Malm. Dalam buku Music Culture of The

Pasific, the Near, East, and Asia (1977) ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatis.

Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, Serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1995:17).

Untuk mengetahui dan mendalami mankna teks-teks onang-onang yang disajikan oleh Bapak Ridwan Aman Nasution, penulis menggunakan teori semiotik. Istilah kata semiotik ini berasal dari bahasa Yunani, semeioni. Panuti

Sudjiman dan van Zoest (Bakar, 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan (Koentjaraningrat

2009:35). Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis

2006:24).

Jadi, metode penelitian adalah cara yang dipakai untuk mendapatkan atau memperoleh informasi atau fakta yang ada didalam objek penelitian. Penulis juga menggunakan metode kualitatif agar mendapatkan dan mengumpulkan data dan menguraikannya dengan mewawancarai informan dari anak dan rekan-rekan dari

Bapak Ridwan Aman Nasution.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku- buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Kemudian mencari teori-teori yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membahas tulisan ini dan memperoleh pengaturan awal mengenai apa yang diteliti. Studi pustaka ini bertujuan untuk mencari informasi dan menambah data-data yang dibutuhkan dalam penulisan, penyesuaian dan pengamatan yang sudah ada mengenai objek penelitian di lapangan.

1.5.2 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan (field work), penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu rumah Rumah

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bapak Ridwan Aman Nasution dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat

Mandailing yang ada di Kota Medan sebagai narasumber lainya.

1.5.3 Wawancara

Adapun teknik wawancara yang di lakukan penulis ialah melakukan dengan tiga cara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara sambil lalu (casual interview). Yang di maksud dengan wawancara berfokus adalah pertanyaan yang selalu berpusat kepada pokok permasalahan, sementara wawancara bebas adalah pertanyaan yang selalu beralih dari satu pokok permasalahan ke pokok permasalahn yang lain. Sedangkan wawancara sambil lalu hanya untuk menambah atau melengkapi data yang lain. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan pada saat wawancara secara bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain dan materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian.

Penulis melakukan wawancara langsung terhadap informan dalam hal ini

Bapak Ridwan Aman Nasution selaku informan kunci, dan beberapa informan informan lainnya. Menurut Harsja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan handphone sebagai alat rekam sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan informan.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.5.4 Observasi

Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54). Observasi atau pengamatan dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indra penglihatan yang juga berarti tidak mengajukan pertanyaan- pertanyaan.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.

Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).

1.5.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Ridwan Aman

Nasution di Saentis Pasar 1, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli

Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel instrumen beliau. Tempat ini juga kadangkala dijadikan tempat latihan kelompok musik Mandailing, terutama untuk persiapan pertunjukan, baik untuk memenuhi permintaan pertunjukan untuk

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memeriahkan pesta perkawinan, hiburan untuk kegiatan kebudayaan, menyambut tetamu dalam kebudayaan Mandailing, dan lain-lainnya.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II MASYARAKAT MANDAILING DI KOTA MEDAN DAN BIOGRAFI RINGKAS RIDWAN AMAN NASUTION

2.1 Masyarakat Mandailing

2.1.1 Asal Usul Orang Mandailing

Masyarakat Mandailing yang mendiami Kota Medan tidak terlepas dengan asal-muasal oleh leluhurnya yang bertempat tinggal di Wilayah Mandailing.

Masyarakat Mandailing diduga sudah ada pada ribuan tahun yang lalu.

Menelusuri latar belakang masuknya penduduk didaerah Mandailing beberapa pendapat orang berbeda-beda, dan pendapat berbeda itulah bila tidak didukung dengan fakta-fakta tertulis, seperti prasasti-prasasti tentu tidak mudah untuk mempertanggung jawabkannya. Penulis mengambil beberapa pendapat mengenai asal usul Masyarakat Mandailing sebagai bahan informasi mengenai asal usul nama daerah Madailing dan masyarakatnya. Memungkinkan bahwa Wilayah

Mandailing pada zaman Kerajaan Majapahit mempunyai masyarakat secara homogen, yaitu masyarakat yang tumbuh dan terhimpun dalam suatu

Ketatanegaraan Kerajaan dalam Kebudayaannya. Terbukti dari ekspansi pasukan

Kerajaan Majapahit pada sekitar tahun 1287 Caka (365 M). dimana salah satu syairnya disebut nama Mandailing. Adapun syair tersebut yaitu, “Lwir ning nusa pranusa pramuka sakahawat ksoniri malayu/ning jambi, mwang Palembang karitang I teba len dharmamacraya tumut/kandis kahwas manangkabwa ri siyak rekan Kampar mwang I pane/ kampe harw athawe mandailing I tumihang parilak mwang I babrat/” (Pane, 2014).

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebagai mana terlihat pada teks tersebut ekspansi Kerajaan Majapahit ke

Malayu di Sumatera merata sejak Jambi, Palembang, Muara Tebu, Darmasraya.

Minangkabau, Siak. Rokan, Kampar, Panai, Pulau Kampar, Haru, Mandailing.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nama Mandailing sudah terlukis pada syair ke 13 Negarakertagamanya Propanca yang seperti tersebut diatas.

(Mhd. Arbain Lubis Ha 11-24) Menurut ulasan dari seorang tokoh budaya

Z.Pangaduan Lubis. Dosen Fakultas Sastra USU atau sekarang Ilmu Budaya USU

Medan dalam bukunya “Kisah Asal Usul Mandailing”, (Tahun 1986 hal 4-6), mengatakan selanjutnya bahwa di dalam tonggo-tonggo (doa) terdapat kata-kata: di situlah (di tanah Mandailing) bertamasya si boru deakparujar.

Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan sekali justru di tanah Mandailing itu pula Si Boru Deakparujar turun dari kayangan. Dapat diketahui bahwa Deakparujar adalah tokoh mitologi dalam Kebudayaan Toba-

Tua. Dan menurut mitologi Si Boru Deakparujar adalah Puteri Debata Mulajadi

Nabolon yang dititahkannya turun dari Benua ke Benua Tengah membawa sekepal tanah untuk menempa bumi diatas lautan. Tonggo-Tonggo Si Boru

Deakparujar merupakan Kesusasteraan Toba Tua yang klasik yang terdiri dari 10 pasal sebagai dasar atau sumber dari falsafah masnyarakat dan kerohanian dari dalihan na tolu.

Dada Meuraxa mengatakan didalam bukunya Sejarah Kebudayaan

Sumatera (1974:349) menyatakan bahwa Mandailing ada yang menduga berasal dari perkataan Mande Hilang dalam bahsa Minangkabau perkataan tersebut berarti Ibu yang Hilang. Selanjutnya ia mengatakan bahwa ada yang menyangka nama Mandailing berasal dari perkataan Mundahilang yang berarti munda yang

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengungsi. Dalam hubungan ini disebut bahwa bangsa Munda yang berada di

India pada masa yang silam melakukan pengungsian kepada mereka terdesak oleh

Bangsa Aria, menurut Slamet Mulyana menjelaskan dalam bukunya Asal Bangsa dan Bahasa Indonesia (1964:140) mengatakan sebagai berikut: “sebelum kedatangan Bangsa Aria, Bangsa Munda menduduki India Utara. Karena desakan bangsa Aria, maka bangsa Munda menyingkir ke selatan yang terjadi sekitar 1500

SM.”

Pada waktu perpindahan bangsa Munda dari India Utara ke Asia Tenggara oleh karena terdesak bangsa Aria. Diduga ada sebagian yang masuk ke Sumatera.

Dengan melalui Pelabuhan Barus pantai barat Sumatera mereka meneruskan perjalanan sampai ke suatu daerah yang kemudian disebut dengan Mandailing, yang berasal dari perkataan Mundahiling yang berarti munda yang mengungsi.

Didalam buku yang dikemukakan oleh pengarangnya Mangaraja Lelo

Lubis bahwa menurut orang tua, nama Mandailing berasal dari perkataan

Mandala Holing. Pada zaman dahulu kala Mandala Holing adalah sebuah kerjaan yang menguasai daerah mulai dari Portibi di Gunung Tua Padang Lawas sampai ke daerah Pidoli di Mandailing. Semua pusat kerajaan ini terletak di Portibi

Gunung Tua, tenpat dimana banyak ditemukan Candi-candi Purba. Oleh karena serangan Kerajaan Majapahit, kemudian pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke Piu Delhi dimana kemudian hari kota ini dikenal dengan nama Pidoli di daerah

Mandailing (didekat Kota Panyabungan yang sekarang). Terbukti terdapat candicandi purba pada waktu silam didaerah Pidoli tetapi hancur oleh pasukan islam dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol ratusan tahun yang lalu.

Masyarakat Mandailing digolongkan kedalam kelompok Proto Melayu (Melayu

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tua), yang mempunyai persamaan dengan Suku Toba, Simalungun, Karo, dan

Pakpak-Dairi. Yang persamaan itu bisa dilihat pada Bahasa dan Adat Istiadatnya.

Kelompok Proto ini berasal dari Tiongkok Selatan, dan berpindah di Wilayah

Indonesia yang kemungkinan terjadi pada abad 7 atau ke 8 SM. Dan dari cici-ciri khas bentuk fisik dan temperamen, bahwa nenek moyang suku-suku bangsa termasuk rumpun Proto Melayu (Emilkam Tambunan, 1982 :33).

Apa yang telah diuraikan baik pendapat Dada Meuraxa, Emilkam

Tambunan, Slamet Mulyana sudah tersusun di dalam buku Z. Pangaduan Lubis berjudul Kisah Asal Usul Mandailing (1986:6-10) dengan pejabarannya yang luas dan yang berhubungan antara satu dengan yang lain dan berdasarkan metodemetode yang abash kiranya dapat dicatat bahwa asal usul nama Mandailing yang murni sudah terbuka lebar, untuk mengungkapkan dan membuktikan kembali nama Mandailing yang harum semenjak dari seribu yang silam.

2.1.2 Sistem Religi dan Agama

Pada masa sekarang ini Masyarakat Mandailing umumnya masih menganut Agama Islam dan hanya sedikit Agama Kristen, tetapi Nenek Moyang mereka sebelum masuknya Agama Islam maupun Kristen masih mempercayai dengan Animisme atau dikenal dengan pele begu (suatu pemujian terhadap roh nenek moyang). Ajaran relegi tersebut mengakui adanya bermacam makhlus halus dan kekuatan-kekuatan gahib yang dapat menimbulkan pengaruh buruk, misalnya penyakit dan mala petaka atas diri manusia (Parlaungan Rotonga, 1997:10)

Didalam pelaksanaan Upacara Ritual (animisme), dipimpin oleh seorang yang sudah ahli dan bukan orang sembarangan. Orang itu adalah orang yang

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengetahui tentang doa-doa yang harus disampaikan kepada leluhurnya atau disebut dengan Si Baso. Nenek moyang mempercayai peantaraan si baso dengan roh nenek moyang dapat turun ke bumi dengan menurunkan pemberian berkah atau sebaliknya. Sistem animisme ini mulai terhapus sekitar tahun 1820 sejak

Agama Islam masuk ke Mandailing yang dibawa oleh Kaum Padri dari

Minangkabau.

Ajaran yang dibawa langsung oleh Kaum Padri ini adalah ajaran Agama

Islam yang keras. Mereka tidak kompromi dengan masyarakat dan pemuka Adat

Mandailing. Siapa saja yang tidak mau masuk ke Agama Islam akan dibunuh atau akan menjadi budak kepada Kaum Padri. Lama kelamaan Masyarakat Mandailing menerima agama Islam, dan akhirnya agama Islam menjadi berkembang di seluruh daerah Mandailing. Setalah Masyarakat Mandailing memeluk Agama

Islam, membawa pengaruh terhadap upacara-upacara animisme.

Karena Agama Islam melarang setiap kaumnya berhubungan dengan roh- roh yang dipuja pada upacara ritual tersebut, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Sekitar tahun 1839 Agama Kristen mulai masuk ke daerah Mandailing yang dibawa oleh para Pendeta-pendeta. Masyarakat

Mandailing tidak banyak yang menganut Agama Kristen dikarenakan telah terlebih dahulu menganut agama Islam sehingga yang menganut Agama Kristen sangat sedikit, dan kebanyakan yang menganut Agama Kristen adalah orang- orang pendatang dari luar daerah Mandailing yang menetap di Mandailing.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3 Bahasa

Bahasa Mandailing merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang dipergunakan oleh suku Batak Mandailing yang sebagaimana bahasa tersebut dapat dipakai didaerah Mandailing maupun daerah perantauan yang digunakan sebagai media komunikasi diantara sesama Etnik Mandailing. Menurut H.

Pandapotan Nasution,SH (2005 hal 14-15). Dalam bukunya mengungkapkan dengan sesuai pemakainya Bahasa mandailing terdiri dari 5 tingkatan, yaitu:

(a) Bahasa adat (bahasa pada waktu upacara adat),

(b) Bahasa andung (bahasa waktu bersedih),

(c) Bahasa parkapur (bahasa ketika di hutan),

(d) Bahasa na biaso (bahasa sehari-hari), dan

(e) Bahasa bura (bahasa waktu marah atau kasar).

Pertuturan Bahasa Mandailing masih dipergunakan pada saat tertentu. Di antaranya adalah dalam upacara peradatan (siriaon dan siluluton), arisan, perkumpulan keluarga ini, atau perkumpulan keluarga luas lainnya.

2.1.4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing

Sistem kekerabatan adat istiadat Mandailing masih memegang pada adat istiadat yang disebut dengan markoum marsisolkot, adat istiadat ini sudah disempurnakan atas pihak-pihak yang untuk dapat disatukan menjadi hidup berdampingan rukun dan damai.

Karena dari arti dan makna markaoum adalah berkaum atau famili dekat, meskipun ia dari orang yang juah atau orang yang tidak pernah dikenal.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sedangkan marsisolkot artinya mendekatkan yang sudah dekat, artinya masih satu marga atau suku dari satu nenek moyang. Adat Istiadat Markoum

Marsisolkot di Mandailing sudah disepakati untuk dipakai kepada masyarakatnya baik dalam upacara siriaon (upacara suka cita) ataupun Upacara siluluton

(upacara duka cita). Dimana dikatakan bahwa adat istiadat yang berdasarkan markoum marsisolkot yang tertuang dalam beberapa lembaga Adat yaitu (1) patik, (2) ugari, (3) uhum, dan hapantunon.

Patik adalah peraturan adat yang tidak boleh dilanggar , jika dilanggar akan dihukum, sebagaimana patik sebagai peraturan yang dipakai untuk pedoman agar semua kegiatan dalam kehidupan dapat menciptakan kasih sayang, atau tidak menimbulkan pertentangan atau pergesekan kepada masyarakat. Sementara itu, ugari adalah kebiasaan yang diangkat seperti peraturan. Jadi adat kebiasaan yang diadatkan dari suatu daerah tidak merusak adat. Kemudian, uhum adalah sanksi hokum terhadap perlanggaran atas peraturan seperti patik, ugari, dan hapantunon.

Uhum atau sanksi pelanggaran itu bertingkat tingkat mulai dari teguran, denda, pasung, diusir dari kampong, dan kepada hukuman mati. Hapantunon adalah salah satu adat istiadat yang bertujuan memperhalus hubungan manusia atau dengan manusia yang lain. Hapantunon memberikan kepada Masyarakat maupun

Keluarga yang mempelajari etika pergaulan ataupun etika dalam bergaul sehari- hari atau dalam ikatan keluarga didalam pertuturon. Adat istiadat Markaoum

Marsisolkot ini belakang hari dikatakan orang juga sebagai Dalihan Na

Tolu . Dalihan artinya batu tungku, dan na tolu artinya yang tiga, maksudnya ketiga batu ini menjujung satu wadah atau satu adat. Yakni tiga unsur kelompok

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang berbeda menjujung satu wadah Adat Mandailing, yang terdiri dari Kahanggi,

Anak Boru, dan Mora.

Kahanggi adalah kelompok yang terdiri dari pihak kita sendiri yang bersaudara kandung dan ditambah dengan kelompok yang sesame satu marga.

Unsur kahanggi juga termasuk saama–saibu (seayah-seibu), saompu (satu nenek), saparaman (satu bapak), sabana (seketurunan), sapangupaan (kakek bersaudara kandung), dan sakahanggi (orang-orang satu marga dalam satu kampung).

Anak Boru adalah tempat pemberian anak-anak gadis dari kelompok kita tadi.

Atau kelompok kerabat yang menerima anak gadis dari pihak Mora. Dan biasanya pihak keluarga anak boru hormat kepada pihak moranya. Di lain sisi, mora adalah kelompok saudara-saudara dari istri-istri dari pihak kita atau tempat pengambilan anak -anak gadis dalam perkawinan.

Dari hasil keputusan musyawarah dari ketiga kelompok inilah atau dari pihak kahanggi, Anak Boru, dan Mora terciptanya adat Mandailing yang dikatakan adat Markoum Marsisolkot. Apabila salah satu kelompok diantaranya tidak diikut sertakan, maka upacara Adat Mandailing yang berdasarkan adat istiadat Markoum Marsisolkot tidak tercipta, atau dengan perkataan lain dibatalkan sama sekali. Di Mandailing menganut Marga yang diturunkan melalui dari Marga Ayah atau disebut dengan patrilineal. Orang-orang yang atau garis keturunan Patrilineal ini di daerah Mandailing dikelompokan menjadi marga yang dimaksud sama dengan clan. Adapun marga yang terdapat di Mandailing yaitu

(a) Nasution, (b) Lubis, (c) Pulungan, (d) Rangkuti, (e) Batu Bara, (f) Dulae,

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (g) Matondang, (h) Parinduri, (i) Hasibuan. Marga Lubis dan Nasution merupakan marga yang paling banyak jumlah warganya di Daerah Mandailing.

Setiap anggota Masyarakat yang mempunyai marga, akan meletakkan nama marganya di belakang marga sendiri. Karena hal ini merupakan suatu tradisi yang telah menyatu dengan kehidupan Masyarakat Mandailing sejak dahulu. Marga adalah suatu yang memiliki nilai-nilai solidaritas didalam keluarga maupun di masyarakat. Orang-orang yang semarga dianggap bersaudara atau satu keturunan yang disebut markahanggi.

Sistim kekerabatan lain yang luas dari marga juga terdapat pada

Masyarakat Mandailing. Sistim kekerabatan ini didasari oleh adanya suatu ikatan darah dan ikatan perkawinan antara anggota kelompok marga yang ada pada masyarakat. Ikatan darah dan perkawinan inilah yang melahirkan sistem sosial yang dilandasi dengan hubungan kekerabatan yang dinamakan dalihan natolu.

2.1.5 Kesenian

Kesenian sudah dikenal oleh masyarakat Mandailing sejak zaman dahulu, seni musik yang hidup pada saat itu sangat berkaitannya dengan sistim kepercayaan lama atau dengan pelebegu (menyembah roh nenek moyang). Setiap melakukan upacara ritual atau keagamaan pada masa itu musik digunakan sebagai perantaraan dalam upacara. Di dalam kehidupan masyarakat Mandailing pada masa pra islam, musik merupakan sebahagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan (religi) dan upacara-upacara adat, baik itu upacara yang bersifat suka cita yang dinamakan siriaon, ataupun upacara adat siluluton, yaitu upacara adat duka cita. Sistim kepercayaan animisme yang dikenal

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan pelebegu tersebut menempatkan musik (yang dipergunakan untuk upacara religi) pada kedudukan yang tinggi. Seperti penjelasan yang dibuat oleh koentjaraningrat bahwa : hal itu disebabkan karena suara, nyanyian dan musik, merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam upcara keagamaan sebagai hal yang biasa menambah suasana keramat atau sakral (Koentjaraningrat 1980:245).

Dalam tradisi di Mandailing pada masa Pra Islam pemujaan itu selalu menggunakan seorang perantara yang dinamakan si baso. Sedangkan bunyi – bunyian suci diperkirakan adalah ensambel gondang maupun gordang. Dan pemain musik yang ahli pada masa itu dinamakan datu peruning- uningan atau datu pargondang. Dikarenakan mereka belajar bermain musik bukan dari manusia, melainkan dari begu. Yang secara khusus pula begu memberikan irama-irama gondang kepada datu paruning-uningan. Setelah masuk dan berkembangnya Agama Islam di daerah Mandailing, penggunaan musik yang ditujukan kepada roh nenek moyang tidak dibenarkan untuk ditampilkan, karena hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam. misalnya tradisi mangandung (meratap dihadapan jenazah) yang dilakukan pada upacara adat siluluton (duka cita).

Mengandung pada adat siluluton adalah suatu perbuatan yang tidak diperkenankan yang tidak sesaui dengan kaidah ajaran islam. Dalam bentuk nyanyian biasanya masyarakat dibawakan secara solo. Misalnya jenis nyanyian ungut-ungut. Nyanyian ini sering dibawakan oleh anak muda (meskipun siapa saja boleh membawakannya) sebagai nyanyian pelipur lara yang melukiskan tentang rasa duka dalam hal percintaan, dan dinyanyikan tidak di depan umum atau secara tertutup hanya secara pribadi. Masyarakat Mandailing, terutama ibu-

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ibu rumah tangga ataupun anak-anak gadis bila hendak menidurkan anak bayi biasanya akan dibawakan nyanyian khusus yang dinamakan bue-bue. Sambil membuei si bayi, ibunya ataupun anak-anak gadis akan mendendangkan nyanyian nyanyian agar buah hatinya tertidur. Tradisi bernyanyi seperti ini jarang hampir tidak dipergunakan oleh masyarakat terutama ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan perkembangan zaman yang berubah ubah.

Secara khusus masyarakat Mandailing menggunakan istilah ende untuk menyebutkan segala jenis nyanyian atau seni vocal yang terdapat pada masyarakat tersebut. Walaupun pada tiap nyanyian yang dibawakan oleh masyarakat yang mempunyai fungsi berbeda-beda seperti contoh diatas.

Adapun jenis alat musik di masyarakat Mandailing yang sumber bunyinya dari udara yang disebut dengan aerofon yaitu, sebagai berikut: a) tulila, merupakan alat musik tiup yang digunakan oleh para anak-anak

muda untuk memikat anak gadis yang dilakukan pada malam hari. Sang

pemuda mendatangi rumah si gadis untuk berdialog secara berbisik dari

dibali dinding tentang rasa cinta antara keduanya. b) uyup-uyup, merupakan alat musik tiup yang terbuat dari batang padi.

Digunakan oleh para pemuda sebagai hiburan di sawah-sawah, dan tidak

jarang pula untuk menarik perhatian oleh para gadis-gadis. c) ole-ole atau olang-olang yang merupakan alat musik tiup ini terdapat

lilitan daun kelapa yang berbentuk corong dan berfungsi untuk

memperbesar suara. d) , yang terbuat dari bambu dan digunakan untuk hiburan

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA e) sordam, merupakan alat musik bambu. Alat musik ini kegunaannya sama

dengan suling yang dilakukan ditempat bernaungan seperti di bawah –

bawah pohon. f) Sarune, merupakan alat musik yang terbuat dari bambu.

Jenis alat musik membranofon yang sumber bunyi berasal dari kulit atau membran yaitu sebagai berikut: a) Gondang dua. Ensambel ini juga dinamakan gondang boru. Alat musik ini

terdiri dari dua buah gondang. Keduanya memliki ukuran dan bentuk

yang sama dan kegunaan gondang dua atau gondang boru ini digunakan

pada upacara adat siriaon (suka cita) misalnya perkawinan yang berfungsi

untuk menjemput pengantin perempuan, dan upacara silluluton (duka cita)

misalnya upacara kematian. b) Gordang tano, gordang tanoh ini terbuat dari tanah yang dikorek kemudian

ditutup dengan papan dan dibuat tiang penyangga yang fungsinya untuk

mengikat rotan. Rotan inilah yang dipukul untuk menghasilkan bunyi.

Gordang tano digunakan uttuk menurunnkan hujan, tetapi pada saat

sekarang sudah sulit untuk ditemui. c) gordang sambilan, ensambel ini terdiri dari sembilan buah gordang yang

bentuknya panjang dan besar dengan ukuran yang berbeda-beda. Nama-

nama gordang ini tidak sama di wilayah Mandailing seperti di daerah

pakantan, huta pungkut, dan tamiang. untuk sepasang gordang yang paling

besar di daerah Pakantan disebut: jangat (1,2), hudong-

kudong (3,4), panduai (5,6), patolu (7,8) dan enek-enek (9), sedangkan di

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA daerah Hutapungkut dan Tamiang disebut jangat yang dibagi dalam tiga

bagian yaitu (1) jangat siangkaan, (2) jangat silitonga , dan (3) jangat

sianggian, (4,5) pangaloi, (6,7) paniga, (8) hudong-kudong, (9) teke-

teke (Hutapungkut), eneng-eneng (Tamiang). Gordang sambilan terbuat dari

pohon ingul tetapi pada saat sekarang tidak jarang memakai batang pohon

kelapa di karenakan pohon ingul sulit ditemukan. Untuk membrannya yaitu

kulit lembu yang diikat dengan rotan yang besarnya jari kelingking orang

dewasa dan cara memainkannya dipukul dengan sepasang batang kayu.

Gordang sambilan digunakan di dalam upacara siriaon (suka cita) misalnya

upacara pernikahan, menyambut tamu, memasuki rumah baru, dan

peresmian – peresmian. (d) gordang lima, dipergunakan lima buah gordang

yang memiliki ukuran dan nama yang berbeda – beda. Ukuran yang terbesar

bernama jangat. Kemudian ukuran selanjutnya hudong kudong, ukuran yang

ketiga dinamaka padua, yang keempat adalah patolu, dan yang terkecil

adalah enek-enek. Gordang lima digunakan pada zaman dahulu untuk

memohon kepada roh nenek moyang mereka. Alat musik mandailing

lainnya yang bersifat kordofon yaitu gondang bulu, dalam sub klasifikasi

ziter tabung dan mempunyai dawai yang bersifat idiokordik. Gondang

Bulu digunakan untuk menghibur dan mengiringi anak–anak gadis berlatih

tarian tortor.

Jenis kesenian alat musik Mandailing yang sumber bunyinya berasal dari dirinya sendiri (idiofhon) terdiri dari yaitu (a) tali sasayak, (b) ogung jantan (lebih kecil dari ogung boru), (c) ogung betina atau ogung boru, (d) doal,

(e) momongan yang terdiri dari (1) pamulusi, (2) panduai, dan (3) panolongi.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Yang sebenarnya tortor menurut aslinya bukanlah tarian tetapi sebagai pelengkap gondang berdasarkan kepada falsafah adat. Tortor yang dilakukan dengan gerakan tertentu mempunyai ciri khas, makna, dan tujuan tertentu.

2.1.6 Organisasi Masyarakat Mandailing di Kota Medan

Masyarakat Mandailing yang berdomisili di kota Medan memiliki organisasi atau perkumpulan. Dalam penelitian ini organisasi masyarakat yang menjadi gambaran mengenai masyarakat Mandailing di Kota Medan terdapat pada beberapa organisasi masyarakat yang didasarkan oleh pekumpulan marga maupun asal daerah. Organisasi masyarakat penting untuk dijelaskan dalam penelitian ini, karena organisasi masyarakat merupakan perkumpulan bagi masyarakat

Mandailing yang berdomisili di Kota Medan, HIKMA (Himpunan Keluarga Besar

Mandailing) di Kota Medan memiliki beberapa perwakilan, yaitu: Dewan

Pengurus Daerah (DPD) Tingkat I Sumatera Utara dan Dewan Pengurus Cabang

(DPC) terdapat di Jln. Letda Sutjono, Medan. IKANAS (Ikatan Marga Nasution) organisasi masyarakat yang didasarkan pada marga Nasution, organisasi ini tidak saja beranggotakan marga Nasution melainkan juga menerima marga lainnya sesuai dengan kontribusi yang diberikan pada organisasi. Organisasi lainnya pada umumnya organisasi masyarakat ini berbasiskan kepada garis keturuan yang didasarkan pada marga ataupun tempat asal (daerah Mandailing).

2.1.7 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Mandailing di Kota Medan

Umumnya mata pencaharian masyarakat mandailing di mandailing adalah bertani (Mandailing Godang) dan berkebun (Mandailing Julu). Sementara

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakat Mandailing yang sudah berdomisili di Kota Medan, sisitem mata pencaharian yang mereka kerjakan adalah kebanyakan pegawai negeri maupun swasta ataupun sebagai pejabat-pejabat lainnya. Selain itu, ada juga pekerjaan yang dikerjakan masyakat Mandailing sebagai pedagang, pemain musik, atau pekerjaan lainnya seperti supir angkot, becak dan pengusaha itu semua yang mereka kerjakan untuk mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari keluarga mereka.

2.2 Pengertian Biografi

Biografi berasal dari kata bios (bahasa Yunani) yang artinya hidup, dan graphien yang berarti tulis. Biografi secara bahasa bisa diartikan sebagai sebuah tulisan tentang kehidupan seseorang, secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup.

Biografi biasanya ditulis secara kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema-tema utama tertentu (misalnya “masa-masa awal yang susah” atau “ambisi dan pencapaian”). Walau begitu, beberapa yang lain berfokus pada topik-topik atau pencapaian tertentu. Biografi juga menulis dan menganalisa serta menerangkan kejadiankejadian dalam hidup seseorang.

Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaanya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya sementara biografi yang panjang meliputi, informasi-informasi penting namun

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.

Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Biografi biasanya bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal maupun tidak terkenal, namun biasanya biografi orang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang yang terkenal saja. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping

Koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku- buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain:

(a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d)

Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut;

(e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f)

Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik.

Terjemahan Ary (2007) dari situs: (www.infoplease.com/ homework/wsbiography.html).

2.3 Alasan Dipilihnya Ridwan Aman Nasution

Dalam tulisan ini, penulis memilih Ridwan Aman Nasution sebagai objek penelitian, dikarenakan beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Mandailing, dan juga pengalaman beliau dalam bermain musik

Mandailing dimulai pada saat dia masih kecil yang didapatnya dari orang tuanya sendiri yang merupakan pemusik Mandailing pada zaman itu.

Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan/wawancara dengan

Bapak Ridwan dan juga dari rekan-rekan. Peranan dan pengalaman beliau yang banyak ini menjadi alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kehidupan beliau, dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai seniman Mandailing.

2.4 Biografi Ridwan Aman Nasution

Biografi Ridwan Aman Nasution yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini, mencakup aspek-aspek: latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik. Semua uraian dibawah ini penulis dapatkan dari hasil wawancara langsung dengan Bapak

Ridwan Aman Nasution, juga dari beberapa keluarga dan kerabat beliau.

2.4.1 Latar Belakang Keluarga

Bapak Ridwan Aman Nasution lahir di Pakantan, 13 Januari 1960. Beliau adalah putera dari Almarhum Burhanuddin Nasution dan Almarhumah Fatimah

Lubis. Beliau merupakan anak ke empat(4) dari sepuluh (10) orang bersaudara.

Beliau lahir dari keturunan seniman Mandailing. Ayah dari bapak Ridwan ini merupakan seniman Mandailing. Beliau mendapat pengalaman bermain musik dan membuat alat musik dari ayahnya sendiri. Sampai saat ini masih ada alat musik peninggalan ayah beliau di kampung mereka , Pekantan, yaitu berupa gordang sambilan dan lain-lain. Ibu dari ibu beliau ini merupakan seorang vokal di tradisi Mandailing. Ayah dari ibu beliau merupakan kepala kelompok Lubis, sedangkan ayah dari ayah beliau juga merupakan kepala kelompok Nasution.

Beliau pertama kali merantau ke medan berusia 20 tahun, sewaktu lajang, beliau pernah membuat grup gambus, beliau juga dulu pernah membuat beberapa alat

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA musik seperti biola dari bambu, uyup-uyup batang padi (wawancara penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.2 Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan terakhir bapak Ridwan Aman Nasution adalah hanya tamatan

SD. Bapak Ridwan SD di tempat kelahirannya yaitu Pekantan. Beliau tidak dapat melanjutkan pendidikan dikarenakan kekurangan biaya. Sehingga setelah tamat

SD, beliau mengikuti ayahnya dalam bertani dan bermain musik. (wawancara penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.3 Berumah Tangga

Bapak Ridwan menikah tahun 1987 dengan istrinya Rosmati Lubis. Dari pernikahan mereka lahirlah satu orang putra dan dua orang putri, yaitu:

1. Hardiansyah Nasution (20 tahun tamat SMA)

2. Umi Arpa Nasution ( 18 tahun tamat SMA)

3. Dina Rahmadani (14 tahun SMP kelas 3)

(wawancara penulis dengan Bapak Ridwan Aman Nasution).

2.4.4 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pembuat Alat Musik

Seperti yang telah dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa latar belakang keluarga banyak mempengaruhi dan membuat beliau seorang yang piawai dalam bermain musik tradisional Mandailing. Demikian juga halnya sebagai pembuat instrumen musik Mandailing. Kemampuan dalam membuat instrumen musik tradisional masyarakat Mandailing diperoleh beliau semenjak dia masih anak-

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anak, beliau sering membantu ayahnya yang mahir dalam membuat instumen musik tradisional Mandailing. Hingga sekarang ilmu yang di dapat dari ayahnya itu ia kembangkan terus menerus.

Berawal dari pengalaman hidup pada masa anak-anak tersebutlah yang terus dikembangkan dan menjadi bekal bagi beliau untuk memulai karir beliau sebagai pembuat instrumen musik tradisional Mandailing. . Hingga kini, beliau masih tetap membuat alat musik Mandailing khususnya Sarune Mandailing di

Medan.

2.4.5 Bapak Ridwan Aman Nasution Sebagai Pemusik Tradisional

Mandailing

Seperti yang telah diterangkan di sub bab sebelumnya, tidak hanya pembuat alat musik tradisional Mandailing saja, beliau juga mahir dalam memainkan alat musik tradisional Mandailing tersebut. Telah banyak tempat yang dijalani beliau dalam hal bermain musik Mandailing.

Beliau pernah tampil di Amerika Serikat dalam acara Pameran

Kebudayaan Indonesia (KIAS) pada tahun 1990-1991, beliau juga pernah mengikuti acara budaya Penang Fair di Malaysia pada tahun 1988-1989 yang pada saat itu beliau mengikuti grup batang gadis, pada tahun 1988, beliau juga mengikuti acara MTQ Nasional di Jogjakarta yang pada saat itu beliau mengikuti grup Sarta Barita. Bukan hanya itu, beliau juga pernah mengikuti acara-acara kebudayaan lainnya seperti di Jakarta, HUT TVRI Medan tahun 2014, acara budaya di Batam.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

ANALISIS MAKNA TEKS ONANG-ONANG

3.1 Bentuk Teks Onang-onang

Onang-onang yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu nasehat dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang bersifat puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral language) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan.

Lirik onang-onang disesuaikan dengan status sosial penarinya namun melodinya tetap sama. Onang-onang ini dilantunkan dengan menggunakan bahasa

Mandailing. Isi dari onang-onang itu sendiri berupa nasehat. Lirik onang-onang setiap tortor berbeda-beda. Untuk orang yang menyanyikan onang-onang dalam upacara adat disebut dengan paronang-onang, yang artinya penyanyi.

Teks onang-onang juga digolongkan sebagai teks yang bersifat melismatik. Melismatik berarti satu suku kata dapat dinyanyikan dengan beberapa nada. Dalam teks onang-onang ditemukan berbagai suku kata yang diciptakan penyaji dan dinyanyikan dengan beberapa nada.

Dalam Bab III ini, penulis mengkaji teks onang-onang yang disajikan oleh seorang penyanyi dan digunakan untuk mengiringi sebuah upacara perkawinan adat tradisional Mandailing. Kajian ini menggunakan teori semiotik yang meletakkan lambang sebagai bagian dari komunikasi. Komunikasi dapat mengandung makna-makna tertentu. Makna digunakan untuk menyampaikan suatu pesan.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.2 Analisis Makna Teks Onang-onang

Menganalisis teks onang-onang berarti penulis mencari tahu dan menemukan makna-makna dari teks onang-onang tersebut. Dengan makna-makna tersebut, Alan P. Merriam mengemukakan bahwa musik juga mempengaruhi bahasa di mana keperluan musikal meminta perubahan dalam bentuk-bentuk percakapan yang normal. Ciri-ciri bahasa dalam lagu adalah jenis terjemahan yang istimewa yang mana kadang kala memerlukan pengetahuan bahasa yang istimewa pula (1964:188).

Teks onang-onang diambil penulis untuk dianalisis. Berikut ini, penulis akan menjabarkan liriknya dan artinya dalam bahasa Indonesia. Artinya ini diterjemahkan oleh narasumber penulis yaitu Bapak Ridwan Aman Nasution.

1. Ile onang baya onang

Bismillah mulo ni hata

Alhamdulillah pengabisan

Parjolo do mangido mohop

Ampot adong hata na salah

Sanga hata naluang lopus

Sakali nai mangido mohop

Artinya:

(Ile onang baya onang2

Bismillah permulaan kata

Alhamdulillah di akhir

Pertama-tama memohon maaf

2 Kata yang digunakan sehari-hari untuk menandakan perasaan 38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bilamana ada kata yang salah

Maupun kata yang terlanjur luput

Sekali lagi mohon maaf)

2. Di taon ualupuluh sorang ma sinuan tunas

Ni amanta Japartomuan Nasution

Dohot inanta soripada Sitinaduma boru Lubis

Dilehen ma sada goar tu anak Parlagutan Nasution

(Di tahun delapan puluhan, lahirlah anak laki-laki

Dari bapak Japatomuan Nasution

Dengan ibu Sitinaduma Lubis

Diberilah satu nama kepada si anak Parlagutan Nasution)

3. Dompak di menekni anak si Parlagutan

Tikki di anggunan sanga pe waktu di ompaan

Diendehon, diurourohon

Simbur ko amang laos magodang

Pengpeng laos matua

(Sewaktu di masa kecil si anak Parlagutan

Sewaktu di ayunan maupun sewaktu di gendongan

Dinyanyikan, ditimang-timang

Tidak ada halangan yang merintangimu nak menjelang besar

Tidak ada kendala sampai tua)

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Dung magodang, dohot maginjang

Anso hu pataru tu bangku sikola

Manjalahi ilmu dohot poda

Onom taon di Sekolah Dasar

Tolu taon di Sekolah Menengah Pertama

Tolu taon di Sekolah Menengah Atas

(Sudah besar, dan sudah tinggi

Pasti ku antar ke bangku sekolah

Mencari ilmu dan pengajaran

Enam tahun di Sekolah Dasar

Tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama

Tiga tahun di Sekolah Menengah Atas)

5. Bope namarsusah-payah

Bope dalan marutang

Bope marudan mar las ni ari

Hu pataru do ho amang tu bangku parkuliahan

(Walaupun bersusah-payah

Walaupun dengan jalan berhutang

Walaupun menahan hujan dan terik matahari

Ku antarkan kau nak ke bangku perkuliahan)

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6. “Mangkuling lonceng, tarbege tu bariba”

Bope bahat habis hepeng, sonang do pangarohai na

Harana opat taon di bangku parkuliahan

Sandang ma titel sarjana

Sumonang ma pangarohai ni ama dohot ina

(“Berbunyi lonceng, terdengar ke seberang”

Walaupun banyak uang yang habis, tetap senang perasaannya

Karena empat tahun di bangku perkuliahan

Tersandanglah gelar sarjana

Bahagialah perasaan bapak dan ibu)

7. Kasih sayang ni simatobang

Tongtong do sepanjang jalan

Pala dapot rongkap ni tondimu amang Parlagutan Nasution

Hita bahen do horja godang

(Kasih sayang kedua orang tua

Tetap sepanjang jalan

Sekiranya dapat jodoh kau nak Parlagutan Nasution

Kita adakannya pesta besar)

8. Mukobul do pangidoan ni ama dohot ina

Dapot ma rongkap ni tondi

Ima boru ni parkulaan sian kota Nopan

Namargoar Rahma boru Lubis

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ima boru ni mora namargoar Mangaraja Pinayungan Lubis dohot inanta soripada Wardah boru Nasution

(Tercapailah permintaan bapak dan ibu mendapat jodoh

Itulah anak perempuan mertua dari Kotanopan

Yang bernama Rahma Lubis

Itulah anak perempuan dari mertua yang bernama Mangaraja

Pinayungan Lubis

dan ibu Wardah Nasution)

9. Dipapondok sada carito

Madung tolak parumaen tu bagas nami

Ima di bagas godang Panyabungan

Dibahen ma sada parpokatan

Mambahen horja bolon

Manjalahi ari na sae

Ari na tupa

Ari pangkorjahonkon

(Diperpendek satu cerita

Sudah sampai menantu ke rumah kami

Yaitu di rumah besar Panyabungan

Dibuatlah satu kesepakatan

Membuat pesta besar

Mencari hari yang cerah

Hari yang bagus

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hari untuk berpesta)

10. Topet di ari na nasadari on

On ma ari na tama

Ari na tupa

Ari na silangsae

Suada mara

Pabotohonkon tu hula dongan

Bahasona si Parlagutan Nasution

Madung mamolus adat matobang

(Tepat di satu hari ini

Inilah hari yang tepat

Hari yang bagus

Hari yang amat cerah

Tak ada halangan

Memberitahukan ke semua masyarakat

Bahwasanya si Parlagutan Nasution

Sudah melangsungkan adat pernikahan)

11.Ulang pajala jelu songon parkuaian ni adaran

Nasada dohot tu jae

Nasada dohot tu julu

Tapi songon siala sampagul ma hamu

Muda malamun, rap lalu

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Muda magulang, rap margulu

Hibul mai songon palu palu

(Jangan berselisih pendapat seperti parkuaian ni adaran3

Yang satu mau ke hilir

Yang satu mau ke hulu

Tapi jadilah kalian seperti siala sampagul4

Kalau matang satu, sama matang semuanya

Kalau jatuh satu, sama jatuh semuanya

Bulat seperti palu-palu)

Tubu lak-lak, tubu singkoru

Obanon tu pardegean

Tubu anak, tubu boru

Mudah-mudahan maroban tu hadamean

Sodame pangarohai ni si dua manjujung

Di na langka matua bulung

Tubu lak-lak, tubu singkoru

Obanon tu pardegean

Lahirkan anak, lahirkan boru

Mudah-mudahan membawa perdamaian

Berdamailah perasaan kalian berdua

Sampai tua

3Pondasi panggangan lemang yang terbuat dari pelepah aren yang sudah dipotong lidinya, sehingga memiliki arah yang berbeda-beda 4Sejenis buah-buahan yang memiliki rasa asam

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12. Sombahon bo onang

Somba mu on

Somba jari sapuluh

Taradopkon ama songoni ina

Mangido mohop,mangido ijin

Sembari mangido tarimo kasih

Tu ama ina na madung mangalahir pagodangkon au

Dison ma au amang mangido ridho

Tu ama ina

(Hormati ayah

Hormati ibu

Sembah dengan sepuluh jari

Hormati ayah dan ibu

Meminta maaf dan meminta ijin

Sambil berterima kasih

Kepada ayah ibu yang sudah melahirkan, membesarkan aku

Di sinilah aku ayah meminta berkat

Kepada ayah ibu)

13. Pala ridho kedua orang tua kedua belah pihak

Ridho orang tua adalah ridho Allah

Doanta sasude na

Kedua pengantin on mandapot kaluarga na marbahagia

Sahat tu daganak muse tu pahompu

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Dan juga berkat kedua orang tua kedua belah pihak

Berkat orang tua adalah berkat Allah

Doa kita semuanya

Kedua pengantin menjadi keluarga yang berbahagia

Sampai ke anak-anak sampai ke cucu-cucunya)

14. Lak-lak di ginjang pintu

Singkoru di golom-golom

Maranak sapuluh pitu

Marboru sapuluh onom

(Terang di atas pintu

Singkoru di remas-remas

Memiliki anak tujuh belas

Memiliki boru enam belas)

15.Lak-lak di ginjang pintu

Singkoru di golom-golom

Maranak na jitu-jitu

Marboru na marpohom

(Terang di atas pintu

Singkoru diremas-remas

Memiliki anak yang baik-baik

Memiliki boru yang sopan)

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Malos ma dingin-dingin

Obanon tu batang toru

Horas ma tondi madingin

Pir tondi matogu

Horas, horas, horas

(Layulah dingin-dingin

Dibawa ke batang toru

Horas kita semua

Selamatlah roh kita

Horas, horas, horas)

3.2.1 Tema Teks

Seperti terurai di atas, onang-onang yang disajikan Bapak Ridwan

Nasution, terdiri dari lima belas bait teks, yang setiap barisnya diisi oleh rata-rata empat kata. Bait yang satu menyatu dengan bait yang lainnya secara utuh.

Setelah dianalisis, maka didapati tema-tema yang saling menyatu antara satu bait dengan bait berikutnya. Intinya tema itu adalah kisah kehidupan pengantin lelaki dan perempuan di daerah yang terpisah, namun telah dijodohkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap bait memiiki tema teks sebagai berikut.

Tabel 3.1

Nomor bait Tema Teks pertama Ucapan religius Islam tentang memulai (bismillah) dan mengakhiri (alhamdulillah), oleh paronang-onang. kedua Cerita tentang biografi ringkas pengantin lelaki yang lahir tahun 1980-an yang bernama Parlagutan Nasution anak dari Japartomuan Nasution dan Sitinaduma Lubis

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ketiga Anak lelaki tersebut tumbuh dan berkembang menjadi besar keempat Cerita anak lelaki tersebut sekolah SD, SMP, dan SMA kelima Dengan susah payah kedua orang tua menguliahkan Parlagutan Nasution hingga menjadi sarjana keenam Simbol berbunyi lonceng terdengar sampai ke seberang artinya sampai berita ke tempat calon istri bahwa Parlagutan Nasution sudah sarjana. ketujuh Walau sudah sarjana kasih ayah dan ibunya tak akan pernah putus. kedelapan Dapat jodoh Rahmah Lubis dari Kotanopan, anak dari Mangaraja Pinayungan Lubis dan Wardah Nasution. kesembilan Pesta adat besar di rumah mempelai lelaki. kesepuluh Pengumuman telah dilangsungkannya pernikahan Parlagutan nasution kepada masyarakat luas. kesebelas Nasihat untuk kedua mempelai.

Kedua belas Harapan menjadi keluarga ini yang damai dan dikaruniai keturunan.

Ketiga belas Berkat orang tua dan Allah untuk mempelai.

Keempat belas Doa agar memiliki anak yang banyak.

Kelima belas Doa agar keturunannya (anak) menjadi baik dan sopan.

3.2.2 Arti Kosa Kata dalam Teks

Arti-arti kosa kata yang digunakan dalam onang-onang yang seluruhnya menggunakan bahasa mandailing di atas, jika diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia adalah sebagai berikut.

mulo : mula

hata : kata

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA parjolo : pertama mangido : meminta mohop : maaf ampot : barangkali adong : ada sanga : apa, manakala naluang lopus : yang terlanjur luput, terlewatkan sakali nai : sekali lagi taon : tahun sorang : lahir situan tunas : anak laki-laki dilehen : diberi goar : nama dompak : sewaktu menekni : kecilnya tikki : ketika anggunan : ayunan ompaan : gendongan diendehon : dinyanyikan diuro-urohon : ditimang-timang simbur : mulus, Ttdak memiliki kendala laos : menjelang magodang : besar pengpeng : tak ada halangan

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA matua : tua dung : setelah maginjang : tinggi anso : pasti pataru : antarkan manjalahi : mencari, menuntut ilmu poda : pengajaran bope : biarpun namarsusah payah : bersusah payah dalan : jalan marutang : berhutang marudan :kehujanan marlas ni ari : kepanasan mangkuling : berbunyi tarbege : terdengar tu bariba : ke seberang bahat : banyak hepeng : uang sonang : senang pangarohai : perasaan harana : karena sumonang : bersuka ria simatobang : kedua orang tua tongtong : tetap

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pala : sekiranya dapot : dapat rongkap ni tondi : jodoh hita : kita bahen : buat horja godang : pesta besar mukobul : tercapai pangidoan : permintaan ama : ayah ina : ibu sian : dari namargoar : yang bernama ima : itulah dipapondok : diperpendek sada : satu arito : cerita madung : sudah tolak : sampai parumaen : menantu mora : mertua bagas : rumah bagas godang : rumah besar parpokatan : kesepakatan mambahen : membuat

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA horja bolon : pesta besar ari na sae : hari yang cerah ari na tupa : hari yang pas ari pangkorjahonkon : hari untuk berpesta topet : tepat ari : hari nasadarion : satu hari ini on ma : inilah ari na tama : baik, tepat ari na silangsae : hari yang amat cerah suada mara : tak ada marabahaya pabotohonkon : memberitahukan tu : kepada hula dongan : semua masyarakat bahasona : bahwasanya mamolus : melangsungkan matobang : melangkah membina rumah tangga ulang : jangan pajala jelu : berselisih pendapat songon : seperti parkuain ni adaran : pondasi panggangan lemang yang terbuat dari

pelepah aren yang sudah dipotong lidinya,

sehingga memiliki arah yang berbeda-beda nasada : yang satu

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dohot tu Jae : mau ke hilir dohot tu julu : mau ke hulu hamu : kalian muda : kalau malamun : matang rap lalu : sama sampai magulang : jatuh ke tanah rap margulu : sama jatuh hibul mai : bulatlah itu tubu : lahir obanon : dibawa maroban : membawa hadamean : perdamaian sombahon : sembahkan taradopkon : kepada dison : di sini pala : dan juga sahat : sampai daganak : anak-anak muse : maupun pahompu : cucu lak lak : terang ginjang pintu : atas pintu golom-golom : remas-remas

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA marpohom : memiliki sopan santun

malos : layu

tondi : roh

horas : salam

Seperti terurai di atas, maka kata-kata yang digunakan dalam onang-onang ini terdiri dari berbagai jenis kata dalam bahasa Mandailing. Di antara kata tersebut adalah kata dasar, kata sifat, kata kerja, kata keterangan (waktu, tempat, keadaan, sifat), dan lain-lainnya. Kosa-kosa kata inilah yang membentuk baris per baris dan kemudian bait dan selanjutnya memiliki makna secara umum, dan disesuaikan dengan konteksnya.

3.2.3 Onang-onang untuk kedua pengantin

Sebelum onang-onang dinyanyikan, paronang-onang (orang yang menyanyikan onang-onang) terlebih dahulu bertanya nama kedua pengantin, marga dan boru kedua pengantin, nama orang tua kedua pengantin dan kampung asal kedua pengantin beserta orang tua kedua belah pihak.

Adapun yang diceritakan di dalam onang-onang tersebut merupakan cerita riwayat hidup kedua pengantin dari sewaktu kecil hingga besar. Selama enam belas tahun duduk di bangku pendidikan dan berhasil mendapat gelar sarjana, membuat perasaan kedua orang tua senang dan bangga. Orang tua memiliki kasih sayang yang tidak pernah habis, mereka rela kerja banting tulang menahankan hujan dan teriknya matahari dan juga rela berhutang agar si anak menjadi seorang yang berhasil dan terpelajar. Setelah itu, bilamana si anak mendapat jodoh, orang

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tua pasti menginginkan pesta pernikahan yang terbaik untuk anaknya dan berharap si anak menjadi sepasang suami-istri yang berbahagia sampai ke anak- cucu. Dilain kata, menjadi keluarga yang sakinah ‘mawadah ‘warobmah. Tetapi sebelum semua hal itu terlaksana, si anak tersebut harus meminta ridho (restu) kepada kedua orang tua kedua belah pihak dan demikian pula sebaliknya dengan pasangannya.

Ketika onang-onang dinyanyikan, kedua pengantin memulai sebuah tarian yang disebut tortor somba-somba (tortor sungkeman) dan memiliki makna, sebagai berikut:

1. Meminta terima kasih kepada kedua orang tua karena sudah membesarkan,

menyekolahkan dan meresepsikan acara pernikahannya.

2. Meminta maaf kepada kedua orang tua bilamana ada kesalahan yang

dilakukan si anak, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari

kesalahan.

3. Memohon ridho (restu) kepada kedua orang tua kedua belah pihak, karena

ridho (restu) kedua orang tua adalah ridho Allah (restu Yang Maha

Kuasa). Termasuk juga doa para undangan yang menghadiri pesta

pernikahan tersebut.

Demikianlah isi atau garis besar makna teks onang-onang yang dinyanyikan selama tortor somba-somba (tortor sembah sujud) .

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.1 Dua Mempelai di Depan Pelaminan (Dokumentasi Penulis, 2016)

Gambar 3.2 Penyajian Onang-onang oleh Bapak Ridwan Nasution (Dokumentasi Penulis, 2016)

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.3 Orang Tua Kedua Mempelai (Dokumentasi Penulis, 2016)

Gambar 3.4 Pemain Suling Pengiring Onang-onang (Dokumentasi Penulis, 2016)

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ONANG-ONANG OLEH BAPAK RIDWAN AMAN NASUTION

4.1 Transkripsi Menurut ilmu etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan transkripsi melodi onang-onang, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Dalam bab IV ini, penulis akan memilih menganilisis dan mentranskripsikan onang-onang. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan menggunakan notasi barat. Penulis membuat hasil transkripsi dari hasil penelitian dengan narasumber sebagai paronang-onang (penyanyi) sekaligus narasumber penulis.

4.1.1 Simbol Dalam Notasi

Simbol-simbol yang digunakan dalam notasi transkripsi marsialop ari merupakan simbol-simbol dalam notasi Barat. Berikut ini, beberapa simbol yang digunakan dalam hasil transkripsi onang-onang

1. : merupakan garis paranada yang memiliki 5 buah

garis dan 4 spasi dengan tanda kunci C.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. : merupakan kunci dasar Onang-onang yaitu Gb =

do

3. : merupakan Birama 4/4 dalam kunci Gb.

4. : merupakan nada not 1/16 bernilai ¼ ketuk

5. : merupakan nada not 1/8 bernilai ½ ketuk

6. : merupakan nada not ½ bernilai 2 ketuk

7. : merupakan nada not 1/8 dengan titik bernilai ½

dan satu buah not 1/16 dan bernilai 1 ketuk

8. : merupakan tanda istrahat bernilai ½ ketuk

9. : merupakan tanda istrahat bernilai ¼ ketuk

10. : merupakan tanda istrahat bernilai 2 ketuk

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Simbol-simbol yang penulis jabarkan diatas, merupakan simbol-simbol yang tertulis atau terdapat dalam lampiran partitur agar pembaca dapat mengerti dan memahami artinya. Hal ini untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dimaksudkan dari notasi tersebut. Dari transkripsi yang diurai diatas, maka hasilnya seperti di bawah ini.

4.2 Analisis Melodi Onang-onang Dalam menganalisis melodi onang-onang, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori weighted scale. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada (scale); (2) nada dasar (pitch center); (3) wilayah nada

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (range); (4) jumlah nada (frequency of notes); (5) jumlah interval (prevalent intervals); (6) pola kadensa (cadence patterns); (7) formula melodik (melody formula); dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 13)..

4.2.1 Tangga Nada (Scale)

Dalam analisis ini, yang dimaksud tangga nada adalah susunan nada-nada yang di pakai dalam onang-onang. Penulis akan mengurutkan nada-nada dari nada yang terendah hingga nada yang tertinggi. Tangga nada onang-onang dikategorikan ke dalam jenis tangga nada heptatonik yaitu tangga nada yang tersusun dari rangkaian interval penuh dan setengah, interval tersebut adalah satu laras atau 200 sent dan setengah laras atau 100 sent.

Dalam mendeskripsikan tangga nada (scale), penulis mengurutkan nada- nada yang terdapat dalam onang-onang tersebut dimulai dari nada terendah sampai nada yang tertinggi. Penulis memperoleh 4 nada mulai dari nada terendah

Ab dan nada tertinggi Db pada oktaf berikutnya.

1 ½ 1 Laras

200 100 200 Sent

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar Onang-onang ini, penulis menggunakan data tersebut dan ditranskripsikan ke dalam notasi barat. Hasil yang didapatkan dalam transkripsi Onang-onang adalah nada dasar Gb.

4.2.3 Wilayah Nada (Range)

Wilayah nada adalah jarak antara nada tertinggi dan nada terendah dalam tangga nada. Wilayah nada pada Onang-onang adalah sebagai berikut:

2 ½ laras

500 sent

4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of Notes)

Jumlah nada adalah banyaknya nada-nada yang dipakai secara keseluruhan dalam suatu musik baik musik instrumental atau vokal. Dalam melodi Onang- onang penulis memperoleh 85 nada Ab, 30 nada Bb, 63 nada Cb, 36 nada Db.

Nada yang paling sering muncul dalam Onang-onang adalah nada Ab, disusul nada Cb,Db dan Bb. Dengan demikian, intensitas kemunculan yang paling banyak yaitu nada Ab sehingga mengindikasikan nada tersebut sebagai pusat tonalitasnya.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

85 30 63 36

4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals)

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari interval naik maupun turun. Di bawah ini merupakan tabel jumlah interval dalam Onang-onang.

Tabel 4.1

Jumlah Interval Onang-onang

Interval Posisi Jumlah Total Total (x 15)

- 33 2m 36 540 3

- 48 3m 49 735 1

- 70 3M 82 1230 12

- 6 3M 20 300 14

4P - 1 1 15

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Melalui tabel diatas dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan dalam penyajian Onang-onang adalah interval 3M dengan jumlah 1230 kali, interval 3m dengan jumlah 735 kali, interval 2m dengan jumlah 540 kali dan interval 4P dengan jumlah 15 kali. Dengan demikian dapatkan disimpulkan bahwa interval 3M, 3m dan 2m mempunyai peranan penting dalam membentuk Onang- onang.

4.2.6 Pola Kadensa

Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi yang menjadi penutup pada bagian akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut dalam satu frasa.

Dalam Onang-onang hanya terdapat 1 jenis pola kadensa baik dari akhir melodi maupun pertengahan melodi.

Pola pada akhir melodi

Pola pada pertengahan melodi I

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pola pada pertengahan melodi II

4.2.7 Formula Melodik

Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk dan frasa.

Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitive adalah bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang diulang-ulang.

2. Iterative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil

dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan

nyanyian.

3. Strophic adalah bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks

nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting adalah bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan

pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.

5. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan

menggunakan materi melodi yang selalu baru.

Dengan apa yang sudah dikemukkan malm, maka penulis menarik kesimpulan bahwa bentuk yang terdapat pada nyanyian Onang-onang adalah bentuk nyanyian dengan kategori strophic. Onang-onang terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk A dan B. Namun dalam penyajiannya, bentuk B akan diulangi pada

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bagian akhir. Dengan demikian onang-onang memiliki bentuk A-B-B. Onang- onang merupakan nyanyian yang terdiri dari 6 frasa. 6 frasa tersebut adalah sebagai berikut:

Frasa I

Frasa II

Frasa III

Frasa IV

Frasa V

Frasa IV

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.8 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:

1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang

lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.

2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.

3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada

yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada

yang lebih tinggi atau sebaliknya.

4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke

nada yang lain baik naik maupun turun.

5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang

lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih

rendah ke nada yang lebih tinggi.

6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang

lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor.

7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai

batas-batasan.

Garis kontur yang terdapat pada melodi Onang-onang pada umumnya adalah ascending, descending, conjuct, dan juga static. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kontur Ascending

Kontur Descending

Kontur Static

Kontur Conjuct

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia.

Budaya suatu suku bangsa merupakan suatu penampakan identitas diri dari suku bangsa tersebut. Suatu suku bangsa dapat dikenal oleh dunia apabila suatu suku bangsa tersebut sanggup memperkenalkan identitas dirinya lewat budayanya yang khas (Parlaungan, 1997:4).

Kekayaaan Indonesia ini didukung oleh banyaknya etnik atau suku yang mendiami seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Masing- masing etnik memiliki ciri khas yang menjadi identitas etnik tersebut. Salah satu dari sekian banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan masyarakat Mandailing yang terletak di Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera

Utara. Etnik Mandailing adalah orang yang berasal dari Mandailing secara turun menurun dimanapun ia bertempat tinggal. Mandailing terdapat di Sumatera Utara yang terletak di Mandailing Julu dan Mandailing Natal. Etnik Mandailing memiliki budaya yang diwariskan dari leluhurnya secara turun-temurun. Salah satu bentuk kebudayaan itu adalah kesenian. Mandailing memiliki beberapa repertoar musik, antara lain Gondang Sampuara Batu Magulang, Roba Na Mosok,

Udan Potir, Aek Magodang, Mamele Begu, Jolo-jolo Turun, Alap-alap Tondi,

Pamulihon, Raja-raja (Raja Nasution, Raja Lubis), Tua Porang, Mandailing,

Sarama Babiat, Orja,Lima (Bombat), Sabe-sabe, dan Onang-onang.

Onang-onang merupakan suatu repertoar yang diiringi oleh gondang dua yang bertempo lambat (semacam andung-andung) dan pembawa melodinya

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah sulim. Onang-onang, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu nasehat dan dapat juga diartikan sebagai penggunaan kosakata tertentu yang bersifat puitis. Onang-onang termasuk dalam bentuk kesenian musik vokal (oral languange) yang memiliki kosakata tersendiri dan berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan. Di dalam upacara pernikahan adat Mandailing juga terdapat onang-onang.

Lirik teks onang-onang dalam upacara pernikahan adat Mandailing berisikan cerita riwayat hidup pengantin dari sewaktu masih kanak-kanak sampai tumbuh besar menjadi anak yang baik dan terpelajar hingga duduk di pelaminan.

Beberapa makna teks onang-onang, yaitu sebagai berikut:

1. Meminta terima kasih kepada kedua orang tua karena sudah membesarkan,

menyekolahkan dan meresepsikan acara pernikahannya.

2. Meminta maaf kepada kedua orang tua bilamana ada kesalahan yang

dilakukan si anak, karena tidak ada manusia yang tidak luput dari

kesalahan.

3. Memohon ridho (restu) kepada kedua orang tua kedua belah pihak, karena

ridho (restu) kedua orang tua adalah ridho Allah (restu Yang Maha

Kuasa). Termasuk juga doa para undangan yang menghadiri pesta

pernikahan tersebut.

Bentuk atau pola nyanyian nya adalah strophic atau gaya nyanyian yang diulang dengan teks yang baru atau berbeda. Dapat dikatakan bahwa onang-onang merupakan nyanyian yang mementingkan teks daripada melodi yang disebut dengan logogenic.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam mengerjakan tulisan ini. Maka itu, peneliti selanjutnya yang akan menyempurnakan tulisan ini, baik dari kurang nya sumber referensi maupun yang lainnya.

Bagi para peneliti selanjutnya, penulis berharap agar peneliti berikutnya dapat mengkaji bagian-bagian dari Mandailing yang masih banyak mulai dari ritual, nyanyian, tari-tarian, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Walaupun sudah banyak yang mengkaji tentang Mandailing tetapi pasti ada salah satu yang belum terjamah oleh kita sebagai penulis.

Bagi pemilik kebudayaan Mandailing, penulis berharap agar berkenan memberikan informasi dan pengetahuan tentang Mandailing. Agar keberadaan kebudayaan Mandailing tetap ada bagi generasi-generasi berikutnya. Dan penulis juga berharap agar masyarakat Mandailing dapat mempertahankan, menjalankan, dan meningkatkan kebudayaan yang ada di Mandailing agar tidak hilang dimakan oleh waktu.

Demikian tulisan ini diselesaikan oleh penulis, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi khususnya dibidang ilmu etnomusikologi.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abdul Latiff Abu. 2006. Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni Pertunjukan.Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni),(53), 45- 51. Depdikbud, 2005.Kamusbesarbahasaindonesia.Jakarta balaipustaka.

Departemen pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara.

Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia (terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (terjemahan Takari). Nettl, Bruno.1964.Theory and Method of Ethnomusicology. New York: The Free Press.

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Illinois: North-Western University Press.

Nettle, Bruno. 1964. Theory and Method Of Ethnomusicology. New York: The Free Press-A Division Old Mc Milan publishing, Co, Inc.

Purba, Anna. 2014. Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pane, Mahyar Sofyan. 2014. Gordang Sambilan dalam Upacara Adat Perkawinan Mandailing di Kota Medan: Analisis Ritme dan Fungsi. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Manurung, Ardy Widanto. 2015. Kajian Organologis Sarune Mandailing Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sugiono,2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta www.ethnomusicology.org repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29774/4/Chapter%20II.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41364/4/CHapter%20II.pdf

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ridwan Aman Nasution

Umur : 55 tahun

Alamat : Saentis Pasar 1, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Nama : Rosmati Lubis

Umur : 46 Tahun

Alamat : Saentis Pasar 1, kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

Deli Serdang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3. Nama : Ishak Jamal Lubis (Ucok)

Umur : 48 tahun

Alamat : Jalan Letda Sujono gang Akur nomor 2B

Pekerjaan : Dosen luar biasa di Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Wiraswasta

4. Nama : Adi Lubis

Umur : 45 Tahun

Alamat : jl kenari sampali no 35 Medan

Pekerjaan : pemain musik

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 1

Gambar Bapak Ridwan beserta Istri

(Dokumentasi Penulis, 2016)

Lampiran 2

Gambar Bapak Ridwan A. Nasution bersama Penulis

(Dokumentasi Penulis, 2016)

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA