PERUBAHAN ADAT DAN BUDAYA MANDAILING

KAJIAN: TRADISI LISAN

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

HAMDANI HARAHAP NIM: 120703022

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Hamdani Harahap, 2016, Judul Skripsi: Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan

Mandailing Pada Masyarakat Kota Padang Sidempuan Kecamatan Batang

Angkola yang terdiri dari V BAB

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Perubahan Adat dan Budaya

Perkawinan di Mandailing Kecamatan Batang Angkola. Masalah dalam penelitian ini akan mengungkapkan hal-hal apa saja yang mengalami perubahan dalam perkawainan Mandailing sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa- apa yang telah mengalami perubahan didalam perkawinan Mandailing di

Kecamatan Batang Angkola.

Metode yang dipergunakan penulis dalam menganalisis masalah ini ialah metode kualitatif dengan teknik lapangan. Penelitian ini menggunakan teori tradisi lisan.

Adapun tradisi didalam perkawinan di Mandailing Keacamatan Batang Angkola haruslah tetap terjaga sehingga kemurnian dalam tatacara perkawinan Mandailing yang telah diwariskan untuk generasi penerus harus tetap terjaga walaupun perlahan-lahan telah mengalami perubahanakibat perkembangan zaman.

Kata Kunci: Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan Mandailing Kajian

Tradisi Lisan

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, penulismengucapkanpuji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi ini yaitu “Perubahan Adat dan Budaya Mandailing

Kajian Tradisi Lisan”.

Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata mata jerih payah penulis sendiri melainkan mendapat bantuan dari berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen saya yang membimbing saya Bapak Drs. Yos Rizal MSP sebagai pembimbing I, serta Bapak Drs. Irwan

M.Hum sebagai pembimbing II yang telah memberikan masukan dan penyelesaian proposal skripsi ini dengan baik.

Untuk memudahkan pemahaman dalam isi skripsi ini, penulis membaginya menjadi V bab. Bab I membahas tentang pendahuluan, yang terdiri darilatar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II membahas tentangkajian pustaka, yang terdiri dari kepustakaan yang relevan, dan landasan teori yang digunakan.

Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan yang ada pada rumusan masalah. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Harapan saya semoga skripsi ini dapat membantu dan menambah pengetahuan beserta pengalaman bagi para membaca, sehingga saya dapat memperbaiki isi skripsi ini menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, dan penulisannya. Oleh karenaitu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dimasa mendatang.

Medan, 13 Desember 2016 Penulis

Hamdani Harahap 120703022

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama dan yang paling utama adalah puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah membrikan saya nikmat kesehatan, kesempatan dan berkatnya yang tiada henti didalam kehidupan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan Mandailing Kajian Tradisi

Lisan pada masyarakat Sidempuan di Kecamatan Batang Angkola.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, saran, dan bimbingan dari orang-orang disekitar penulis. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada kedua orangtua ayahanda dan ibunda yang telah merawat dan mendidik mulai dari kecil sehingga dengan memotivasi yang diberikan penulis dapat menempuh pendidikan dijenjang perguruan tinggi.

Ayah dan bunda yang tidak pernah lupa membawakan nama penulis didalam doanya yang akan senantiasa mengiringi setiap perjalan kehidupan untuk meraih cita-cita yang penulis harapkan. Ayah dan bunda yang telah mencukupi dana yang dibutuhkan penulis untuk membiayai pendidikan mulai dari SD hingga menyelesaikan perkuliahan. Semoga penulis dapat memberikan yang terbaik dan membanggakan ayahanda dan ibunda. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1) Bapak Dr. Budi Agustono, MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Bapak pembantu Dekan I, pembantu Dekan

II, dan pembantu Dekan III, serta seluruh staf maupun pegawai dijajaran

Fakultas Ilmu Budaya.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Bapak Drs, Warisma Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu

memotivasi penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian

skripsi.

3) Ibu Herlina Ginting, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu

memberikan nasehat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

4) Bapak Drs. Yos Rizal, MSP selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu, memberikan saran, dan pengetahuan kepada penulis

disetiap bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5) Bapak Irwan, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang senantiasa

meluangkan waktu serta memberikan perhatian untuk membimbing

penulis dengan sabar dan memberikan arahan yang membangun pada

saat bimbingan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6) Penulis berterimakasih kepada seluruh dosen Departemen Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik,

memberi nasehat dan memotivasi dalam menempuh perkuliahan.

7) Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Camat dan seluruh

informan yang ada di Kecamatan Batang Angkola yang telah

meluangkan waktu dan memberikan informasi yang penulis butuhkan

untuk mengerjakan skripsi ini.

8) Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kak Fifi selaku pegawai

Sastra Daerah yang telah membantu penulis dalam kelancaran proses

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA skripsi dan administrasi penulis dan melengkapi persyaratan yang

dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

9) Untuk sahabat-sahabatku yang terbaik stambuk 2012, Tri Putra

Rajagukguk, Sarmino Berutu, Olihi Solin, Subur Naibaho, Tri Hamdani

Padang, Tumbur Naibaho, Jekli Silalahi, Bob Valentino, Paulus

Napitupulu, Ria Sinaga, Sri Elsita, Rianti Simbolon, Fertika Sinaga,

Octavia S. Nababan, Ramayanti Sitanggang, Dewi Simanungkalit, Roni

Uli Sinaga dan teman seperjuangan organisasi saya yaitu HMI yang terus

memberikan dukungan dan motivasi kepada saya serta teman-teman satu

kontrakan Maulana Ahmad, Udin, Zulfikar Lubis, Rizki Pohan, Andi

Wiranata serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebut satu persatu

terimakasih buat motivasi dan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

10) Terimakasih juga buat abangda saya Obi Darlin Tanjung, Mustaqim

Tanjung, Fadlan Sitorus, Surya Dharma, Fachrizal Fachri, Munawir Rao

dan Yunus Lubis dan selau memberikan solusi dan membimbing saya

dalam setiap kesulitan yang dilewati untuk menyelesaikan skripsi ini.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dari proses perkuliahan hingga skripsi ini dapat selesai tersusun. Pada kesempatan ini penulis akan selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan Yang

Maha Esa semoga selalu senantiasa diberikan kemudahan dalam kehidupannya.

Penulis

Hamdani Harahap

NIM: 120703022

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR ...... ii

UCAPAN TERIMAKASIH …………………………………………………….iv

DAFTAR ISI ...... viii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 5

1.3 Tujuan Penelitian ...... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...... 6

1.4.1Manfaat Praktis...... 6

1.4.2 Manfaat Teoritis...... 7

1.5 Anggapan Dasar...... 7

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...... 8

1.6.1 Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Selatan...... 9

1.6.2 Keadaan Penduduk...... 9

1.6.3 Budaya dan Adat Istiadat Masyarakat Mandailing...... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 11

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ...... 11

2.1.1Pengertian Tradisi lisan ...... 13

2.1.2 Pengertian Kearifan Lokal ...... 17

2.1.3 Pengertian Adat dan Budaya ...... 18

2.1.4 Pengertian Dalian Na Tolu ...... 20

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Teori Yang Digunakan ...... 20

2.2.1 Tradisi Lisan ...... 21

BAB III METODE PENELITIAN ...... 23

3.1 Metode Dasar...... 23

3.2 Lokasi Penelitian...... 25

3.3 Sumber Penelitian ...... 25

3.4 Instrumen Penelitian ...... 26

3.5 Metode Pengumpulan Data ...... 26

3.5.1 Metode Observasi...... 26

3.5.2 Metode Wawancara Mendalam dan Terbuka...... 27

3.5.3 Metode Kepustakaan...... 28

3.6 Metode Analisis Data...... 28

BAB IV PEMBAHASAN ...... 30

4.1 Tata Cara Adat Istiadat Perkawinan Mandailing ...... 30

4.1.1 Acara Rumah di Boru Na Ni Uli (Pabuat Boru) ...... 30

4.1.2 Manulak Sere ...... 34

4.1.3 Mangalehen Mangan Pamunan ...... 40

4.1.4 Acara Pernikahan ...... 49

4.1.5 Membawa Pengantin Ke Tepian Raya Bangunan ...... 51

4.1.6 Mangalehen Gorar ( Menabalkan Gelar Adat) ...... 53

4.2 Adat dan Budaya Mandailing Yang Mengalami Perubahan ...... 55

4.2.1 Acara Rumah di Boru Na Ni Uli ( Pabuat Boru) ...... 57

4.2.2 Manulak Sere ...... 61

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.3 Acara Pernikahan ...... 61

4.2.4 Pintu Gerbang Pada Acara Adat ...... 64

4.2.5 Pakaian Pengantin dan Pakaian Raja ...... 65

4.2.6 Uning-uningan dan Tor-tor ...... 67

4.3 Kearifan Lokal Pada Adat dan Budaya Mandailing ...... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 76

5.1 Kesimpulan ...... 76

5.2 Saran ...... 77

DAFTAR PUSTAKA ...... 78

LAMPIRAN ...... 80

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan ...... 80

Lampiran 2 Daftar Informan ...... 81

Lampiran 3 Gambar Pernikahan Mandailing ...... 82

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa sudah berabad-abad hidup dalam kebersamaan, keberagaman dan perbedaan. Perbedaan dalam hal warna kulit, agama, bahasa, dan juga adat istiadat. Perbedaan tersebut dijadikan oleh para leluhur sebagai modal untuk membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat bahwa yang memperjuangkan kemerdekaan adalah seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai suku.

Sumatera Utaramerupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia yang memiliki beragam kebudayaan seperti budaya Batak, Melayu, India,

Tionghoa dan lain lain. Jika dibahas mengenai provinsi Sumatera Utara, maka secara spontan yang ada didalam pikiran kita adalah “Batak”. Mengapa demikian?

Karena Batak merupakan suatu etnik yang mendominasi kebudayaan Sumatera

Utara (SUMUT). Batak memiliki 5 sub etnik yaitu Batak Toba, Karo, Pakpak,

Simalungun, dan Angkola Mandailing.

Namun penulis akan fokus pada etnik Mandailing. Berdasarkan ke 5 sub etnik yang ada di Sumatera Utara, Mandailing merupakan salah satu etnik yang memiliki 99% mayoritas agama muslim diantara etnik lainnya yaitu salah satunya di kota Padang Sidempuan.

Adat istiadatdan budaya merupakan warisan leluhur yang masih ada di tengah-tengah masyarakat, karena adat istiadat dan budaya merupakan tatanan yang mengatur kehidupan di masyarakat secara turun temurun. Masyarakat yang beradat lebih tertib dalam menjalankan berbagai persoalan kehidupan

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bermasyarakat. Begitu pula adat dan budaya yang masih dipakai masyarakat di berbagai daerah di Indonesia khususnya di Mandailing.

Pada prosesi pelaksanaan upacara perkawinan adat di Mandailing, tokoh adat selalu menggunakan media bahasa yang disampaikan secara lisan. Tradisi lisan dilakukan pada upacara perkawinan adat, di samping persyaratan adat yang harus dipenuhi agar upacara adat tersebut dapat terselenggara. Tradisi lisan pada upacara adat merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh komunitas adat untuk menyampaikan maksud sesuai dengan bahasa adat dan aturan adat yang berlaku.

Realitas di masyarakat menunjukkan bahwa, para penutur dan komunitas tradisi lisan semakin berkurang . Hal ini akibat proses pewarisan secara alamiah tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sementara perubahan kebudayaan berjalan dengan cepat. Dihadapkan pada kenyataan ini, satu-satunya yang penting dalam upaya menjaga tradisi lisan pada upacara adat sebagai pengetahuan pada masa kini dan yang akan datang adalah sistem pewarisan adat istiadat dan budaya

Mandailing

.Dalam buku (Robert Sibarani : 2004:1) menjelaskan bahwa secara etimologi tradisi adalah suatu kata yang mengacuh pada adat atau kebiasaan yang turun menurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi merupakan sinonim dari kata “budaya” dimana kedua hal tersebut adalah hasil karya masyarakat yang dapat membawa pengaruh pada masyarakat karena kedua kata tersebut dapat dikatakan makna dari hukum tidak tertulis dan ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar adanya. Tradisi dan budaya adalah dua kata yang tidak tertulis dalam ilmu hukum tetapi kedua kata

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut dapat dijadikan menjadi cerminan untuk menata kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik.

Tradisi budaya berusaha menggali, menjelaskan dan menginterpensi secara ilmiah warisan-warisan budaya pada masa lalu, menginterpensikannya dan implementasi pada pembentukan karakter generasi pada masa kini demi mempersiapkan kehidupan yang damai dan sejahtera untuk generasi masa mendatang. Tradisi budaya atau tradisi lisan termasuk kandungannya yang memiliki makna dan fungsi, nilai dan norma budaya.

Tradisi berasal dari kata traditio (diteruskan) masa lalu yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dimasa yang akan datang, biasanya dari suatu suku bangsa, budaya, agama, yang dianut komunitasnya. Dengan demikian tradisi dapat kita artikan sebagai informasi yang perlu diwariskan dari generasi ke gemerasi lainnya baik secara lisan maupun tulisan. Karena tanpa adanya tindakan seperti ini sebuah tardisi dapat rusak atau punah.

Lebih lanjut Sibarani (2014:47) menyebutkan bahwa tradisi lisan merupakan kegiatan tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun menurun dengan media lisan dari satu ke generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lisan yang bukan lisan

(non-verbal).

Tradisi budaya atau tradisi lisan selalu mengalami perubahan akibat perkembangan zaman dan akibat penyesuaiannya dengan konteks zaman.

Kehidupan sebuah tradisi pada hakikatnya berada pada proses perubahan karena sebuah tradisi tidak akan hidup kalau tidak mengalami perubahan. Dalam tradisi

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA budaya yang mengalami perubahan terdapat inovasi akibat sebuah persinggungan sebuah tradisi dengan modernisasi. Kemampuan penyesuaian tradisi budaya dengan modernisasi atau konteks zaman merupakan kedinamisan sebuah tradisi.

Ada indikasi bahwa, pengetahuan masyarakat tentang tradisi lisan pada upacara perkawinan adat, belum dikembangkan melalui jalur pendidikan, sehingga tradisi lisan pada upacara perkawinan adat Mandailingkian terabaikan.

Padahal bila dikaji dan analisis, dalam tradisi lisan tersebut mengandung kearifan lokal dan mengandung nilai-nilai filosofis adat dan tradisi yang terpatri pada komunitas adat. Karena tidak dipelajari, adat istiadat yang mengandung nilai-nilai tradisi dan kaya makna itu menjadi terlupakan. Akibatnya generasi muda

Mandailing pun berpaling kepada nilai-nilai Barat yang membuatnya terasing dan kehilangan kepribadian (Nasution, 2005: 483). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Sinar (2010: 70) bahwa banyak bahasa daerah di

Indonesia berada di ambang kritis, semakin sulit untuk “hidup”, bertahan, berfungsi, dan terwaris secara utuh. Banyak nilai yang tergusur dan punah. Belum lagi dengan ancaman hegemoni dan dominasi beberapa bahasa internasional, regional, dan nasional yang semakin mendesak bahasa-bahasa minoritas.Begitu pula pemikiran Nasution, “Tidak sedikit adat dan pola-pola tradisi masyarakat disebabkan karena hantaman palu pembangunan yang dilancarkan dengan semangat kapitalisme yang tanpa moral, ekologi, hutan dan tanah adat digusur demi pembangunan ( Adisaputra, 2005: 485).

Hal ini sesuai dengan pendapat Adisaputra (2010: 57) bahwa, kondisi ekologi yang berubah, maka sejumlah entitas akan mengalami perubahan, penyusutan dan bahkan hilang sama sekali. Pada kondisi ekologi yang berubah,

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maka sejumlah entitas pun akan mengalami perubahan, penyusutan atau bahkan hilang sama sekali. Lubis (2001) menyebutkan, pada masa ini sebagian besar orang Mandailing yang lahir tahun 1940-an tidak banyak mengenal sepenuhnya kebudayaan Mandailing dan generasi keturunan mereka sekarang ini lebih tidak mengenal lagi kebudayaan Mandailing dari kedua generasi tersebut ternyata pula tidakbanyak yang sungguh-sungguh memperdulikan kebudayaan Mandailing dan kondisinya yang terus menerus mengalami erosi. Perubahan yang terjadi pada tradisi upacara perkawinan adat akibat perkembangan zaman, sehingga tradisi masyarakat yang menjadi kebiasaan tersebut sedikit demi sedikit mulai disederhanakan.

Faktor penyebabnya adalah agama, finansial, dan efektifitas waktu, sehingga penyelenggaraan upacara perkawinan adat mulai disederhanakan. Begitu juga terjadinya penurunan jumlah pelaku adat dan komunitas adat, akibatnya remaja sebagai pewaris adat mulai menjauh dari adat, karena terjadi penyusutan yang dipakai dalam upacara adat perkawinan.

Faktor eksternal penyebab terjadinya pemahaman tradisi lisan pada upacara perkawinan adat di kotaPadang Sidempuan ada beberapa faktor, seperti: ketua adat (pelaku adat) belum maksimal mengajari adat, lembaga adat belum mensosialisasikan adat pada remaja, remaja tidak mengenal benda-benda adat yang dipakai pada upacara adat, remaja tidak pernah manortor sehingga tidak mengetahui nama-nama alat musik tradisional yang dipakai saat upacara perkawinan adat.

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adat baik sebagai hukum maupun sebagai adat dan budaya hanya dapat dipahami dengan menyelami kehidupan, menyelidiki asal mulanya dan mencari caranya orang menerangkan. (Hurgronje dalam Soekanto, 1958 : 55)

Adat sifatnya tidak tertulis. Adat dikenal oleh masyarakat dan dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri. Untuk mengetahui adat dan budaya yang berlaku di dalam suatu masyarakat, kita harus hidup berbaur dan menyatu dalam masyarakat itu sendiri.Berkaitan dengan kenyataan yang disebutkan di atas mengundang perlunya peneliti untuk melakukan penelitian revitalisasi adat dan budaya pada tradisi lisan dalam upacara perkawinan adat Mandailing pada komunitas remaja di

Padang Sidempuan.

Nilai-nilai kearifan lokal tradisi lisan pada upacara perkawinan yaitu unsur nilai tradisi lisan yang terkandung dalam penelitian ini memiliki nilai kearifan gotong royong, nilai kerukunan, nilai keikhlasan bekerja (tanpa pamrih), nilai identitas dalihan na tolu sebagai penguat, dalam mencegah konflik, nilai kekerabatan pada upacara perkawinan adat pada nasihat, manat markahanggi, elek maranak boru, dan somba marmora.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah adalah bagian sangat penting bagi pembuatan proposal skripsi ini, karena dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan di mengerti oleh pembaca.

Masalah adalah suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan.

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adapun masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana tata cara istiadat perkawinan Mandailing?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan adat dan budaya

perkawinan Mandailing?

3. Tradisi apa saja yang mengalami perubahan adat dan budaya

perkawinan Mandailing?

4. Bagaimana kearifan lokal yang terdapat pada adat dan budaya

Mandailing?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitianini adalah untuk :

1. Mengetahui bagaimana tata cara istiadat perkawinan Mandailing

2. Mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

perubahan adat dan budaya perkawinan Mandailing.

3. Mendeskripsikan tradisi apa saja yang berubah pada adat dan budaya

perkawinan Mandailing.

4. Mendeskripsikan kearifan lokal yang terdapat pada adat dan budaya

Mandailing.

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian tradisi lisan perubahan adat dan budaya Mandailing ini akan mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan adat dan budaya Mandailing yang dimana terdapat pergeseran dan kearifan lokal dari adat dan budaya Mandailing tersebut. Sedangkan manfaat teoritisnya adalah di bidang pendidikan seperti penjelasan dibawah ini.

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bermanfaat bagi masyarakat khususnya generasi muda untuk tetap

menjaga adat dan budaya Mandailing.

2. Bermanfaat untuk para pembaca sebagai bahan pembelajaran.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Sebagai dokumentasi kearifan lokal tentang perubahan adat dan budaya

Mandailing pada Departemen Sastra Daerah FIB USU

2. Sebagai referensi Sastra Daerah khususnya Sastra Batak terhadap

perubahan adat dan budaya Mandailing.

3 Mendorong program pelestarian Sastra Daerah sebagai bagian dari

kebudayaan Nasional.

4 Sebagai sumber informasi bagi mahasiswa yang hendak melakukan

penelitian.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.5. Anggapan Dasar

Anggapan Dasar adalah suatu inti yang dijadikan dasar penelitian terutama dalam pola pikir untuk menyelesaikan suatu masalah pendapat ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Surakhmad (1994:107) bahwa dasar adalah suatu titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat diterima oleh penyelidik tersebut. Anggapan dasar membantu penulis dalam memperjelas dan menetapkan objek yang ada pada adat dan budaya perkawinan Mandailing.

Adapun angagapan dasar penulis dalam penelitian ini adalah tentang

“Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan Mandailing” pada masyarakat

Mandailing di Kota Padang Sidempuan dan mengetahui fungsi dari pada nilai sosial budaya yang terjadi pada masa kini. Sepengetahuan penulis tentang

Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan Mandailing belum ada yang membalas, mengkaji dan mengembangkan di Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.6.1 Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Selatan

Secara geografis, daerah Tapanuli Selatan berada di belahan Barat

Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,02’ s/d 2,3’ derajat Lintang Utara dan 98,49’ s/d 100,22’ derajat Bujur Timur. Selain memiliki gunung-gunung yang indah, Tapanuli Selatan juga memiliki panorama yang indah akan danaunya seperti Danau Tao di Kecamatan Sosopan, Danau Siais di

Kecamatan Siais dan danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Wilayah Tapanuli

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selatan juga dialiri banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil.

Bahkan aliran sungai tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air, Industri maupun irigasi, di antaranya sungai Batang Pane, sungai

Barumun dan lain-lain.

Secara topografi daerah Tapanuli Selatan terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit dan dataran tinggi bergunung dengan ketinggian antara 0 s/d 1500 meter di atas permukaan laut. Daerah ini dikelilingi oleh gunung

Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, gunung Sorik Marapi di Kecamatan

Panyabungan, gunung Lubuk Raya di Kecamatan Padang Sidempuan dan gunung

Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Luas wilayah Tapanuli Selatan adalah 18.006

Km2 atau 1.800.600 H.A. dari luas Propinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah bagian terluas di Sumatera Utara dari daerah bagian lainnya.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.6.2 Keadaan Penduduk

Sesuai dengan keadaan alamnya mata pencaharian penduduknya adalah petani.

Penduduk Mandailing sebahagian besar petani sawah dan sebahagian besar petani perkebunan sesuai dengan keadaan alamnya yang bergunung - gunung. Tanaman perkebunan yang ditanam adalah karet, kopi, kulit manis, cengkeh dan lain-lain.

1.6.3 Budaya Adat Istiadat Masyarakat Mandailing

Kebudayaan Mandailing yang sifatnya ditandai oleh bahasa, tulisan dan adat istiadatnya dapat dilihat dalam pergaulan hidup sehari-hari dan didalam upacara perkawinan.

1. Bahasa Mandailing sampai sekarang masih dipakai didaerah Mandailing

dan di daerah daerah lainnya di perantauan dalam pelaksanaan komunikasi

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diantara sesama etnik Mandailing. Bahasa Mandailing memiliki aksen

(irama) yang lemah lembut dan dibawakan dengan suara halus.

2. Tulisan Mandailing yang disebut huruf tulak tulak. Disebut dengan huruf

tulak tulak karena cara penulisannya hampir semuanya dengan gerak

dorong dan maju serta jarang sekali dengan gerak mundur. Jumlah huruf

tulak tulak yang ada dalam masyarakat Mandailing yaitu sebanyak 21

huruf dasar.

3. Adat istiadat Mandailing baik dalam kehidupan sehari –hari maupun

dalam upacara upacara adat tertentu masih tetap dipakai oleh orang

Mandailing namun terdapat perubahan ketika didalam upacar perkawinan .

4. Sifat orang Mandailing adalah suka merantau, religius, kritis, mudah

menyesuaikan diri, berani menegakkan kebenaran dan mempunyai rasa

malu yang besar.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kajian pustaka merupakan paparan atau konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep tersebut berasal dari pendapat para ahli, empiris (pengalaman peneliti), dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Penulisan proposal ini diambil dari beberapa buku pendukung yang relevan.

Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian proposal ini adalah buku Robert

Sibaraniyang berjudul “Kearifan Lokal (hakikat, peran, dan metode tradisi lisan)”.

Buku ini menyatakan bahwa tradisi tidak sekedar penuturan, melainkan konsep pewarisan sebuah budaya dan bagian dari diri kita sebagai makhluk sosial. Tradisi lisan tidak hanya kelisanan yang membutuhkan tuturan seperti peribahasa, dongeng, legenda, mantra dan pantun, tetapi juga bagaimana kelisanan itu diwariskan secara epistimologi dan suatu tradisi lisan yang hidup bagi setiap etnik di Indonesia yang berisi nilai dan norma budaya dalam mengatasi dan menjawab persoalan sosial yang dihadapi oleh masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, tradisi lisan menjadi sumber kearifan lokal untuk mengatur tatanan kehidupan yang arif dan bijaksana. Kearifan lokal adalah suatu nilai budaya lokal yang dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat yang arif dan bijaksana.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kearifan lokal juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa. Kita berharap karakter bangsa ini berasal dari kearifan lokal kita sendiri sebagai nilai dan warisan leluhur bangsa. Dimana kita membutuhkan karakter dalam kearifan lokal yang dapat membangun karakter bangsa untuk memberdayakan kehidupan masyarakat dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan.

Selain di atas, penulis juga memakai buku yang berjudul “ Adat Budaya

Mandailing Dalam Tantangan Zaman” (Pandapotan Nasution, 2005) menjelaskan tentang Pada zaman sebelum datangnya Islam ke Mandailing, adat dan budaya

Mandailing telah dipengaruhi oleh kepercayaan aninisme yang menyembah roh- roh halus. Dengan masuknya agama Islam ke Mandailing tentu mempengaruhi adat istiadat etnik Mandailing seperti kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dikenal pada zaman aninisme karena dianggap bertentangan dengan agama Islam.

Runtung Sitepu dalam buku “Adat Budaya Mandailing Tantangan Zaman”

Runtung Sitepu dalam makalahnya “Pergeseran Hukum Adat” di Sumatera Utara, menyebutkan :

Perubahan terhadap hukum adat dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, pertama dari sisi hukum adat itu sendiri dan yang kedua dari substansinya.

Apabila perubahan hukum adat itu dilihat dari sisi substansinya, maka faktor yang pertama-tama sekali mempengaruhi hukum adat Indonesia adalah masuknya pengaruh hindu ke Indonesia yang kemudian disusul oleh pengaruh hukum agama

Kristen dan Islam serta hukum kolonial. ( 2003;5)

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disamping itu pengaruh agama, adat istiadat dan kebudayaan dapat berubah karena situasi dan kondisi. Perubahan dapat terjadi karena pengaruh kejadian- kejadian dan pengaruh kehidupan yang silih berganti. Pada situasi-situasi tertentu dalam kehidupan sehari-hari dan peristiwa-peristiwa yang terjadi adakalanya tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan peraturan adat.

2.1.1 Pengertian Tradisi Lisan

Dalam buku (Robert Sibarani : 2004:1) menjelaskan bahwa secara etimologi tradisi adalah suatu kata yang mengacuh pada adat atau kebiasaan yang turun menurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat. Tradisi merupakan sinonim dari kata “budaya” dimana kedua hal tersebut adalah hasil karya masyarakat yang dapat membawa pengaruh pada masyarakat karena kedua kata tersebut dapat dikatakan makna dari hukum tidak tertulis dan ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar adanya.Tradisi dan budaya adalah dua kata yang tidak tertulis dalam ilmu hukum tetapi kedua kata tersebut dapat dijadikan menjadi cerminan untuk menata kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik.

Tradisi budaya berusaha menggali, menjelaskan dan menginterpensi secara ilmiah warisan-warisan budaya pada masa lalu, menginterpensikannya dan implementasi pada pembentukan karakter generasi pada masa kini demi mempersiapkan kehidupan yang damai dan sejahtera untuk generasi masa mendatang. Tradisi budaya atau tradisi lisan termasuk kandungannya yang memiliki makna dan fungsi, nilai dan norma budaya.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tradisi berasal dari kata traditio (diteruskan) masa lalu yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dimasa yang akan datang, biasanya dari suatu suku bangsa, budaya, agama, yang dianut komunitasnya. Dengan demikian tradisi dapat kita artikan sebagai informasi yang perlu diwariskan dari generasi ke gemerasi lainnya baik secara lisan maupun tulisan. Karena tanpa adanya tindakan seperti ini sebuah tardisi dapat rusak atau punah.

Lebih lanjut Sibarani (2014:47) menyebutkan bahwa tradisi lisan merupakan kegiatan tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun menurun dengan media lisan dari satu ke generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lisan yang bukan lisan

(non-verbal).

Tradisi budaya atau tradisi lisan selalu mengalami perubahan akibat perkembangan zaman dan akibat penyesuaiannya dengan konteks zaman.

Kehidupan sebuah tradisi pada hakikatnya berada pada proses perubahan karena sebuah tradisi tidak akan hidup kalau tidak mengalami perubahan. Dalam tradisi budaya yang mengalami perubahan terdapat inovasi akibat sebuah persinggungan sebuah tradisi dengan modernisasi. Kemampuan penyesuaian tradisi budaya dengan modernisasi atau konteks zaman merupakan kedinamisan sebuah tradisi.

Kebudayaan merupakan suatu hal yang bersifat dinamis. Sifat semacam itu ditandai dengan perubahan dan perkembangan sesuai dengan konteks dan gelombang zaman. Kedinamisan budaya itu dipengaruhi oleh kemampuan manusia sebagai penciptanya. Kebudayaan menjadi pola hidup bermasyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dari waktu ke waktu. Oleh karena

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA itu perubahan terhadap kebudayaan nenek moyang kita sekarang ini atau tidak lagi menjadi kebudayaan kita. Sebaliknya kebudayaan kita sekarang sebagai kebudayaan baru tidaklah sama dengan kebudayaan nenek moyang kita.

Perubahan dan kedinamisan yang menjadi hakikat tradisi budaya atau tradisi lisan perlu diperhatikan agar seorang peniliti dapat memperhatikan peranya dalam memandang dan membahas kebudayaan. Tradisi budaya pada zaman dahulu oleh nenek moyang pada umumnya diteruskan melalui kelisanan, sedangkan tradisi budaya sekarang ini didominasi oleh keberaksaraan sehingga segala praktis kebudayaan itu diteruskan dalam dua cara yakni dengan tradisi lisan dan tradisi tulis atau dengan kelisanan dan keberaksaraan.

Tradisi lisan diartikan sebagai segala wacana yang diucapkan atau sistem wacana yang bukan aksara. Hal tersebut muncul atas pendapat Sweeney (dalam

Sibarani : 2014) yang menegaskan bahwa pengertian kelisanan harus dikaitkan dalam konteks interaksinya dengan tradisi lisan. Dalam kaitan ini perlu terlebih dahulu diutarakan kekaburan pemakaian istilah “oral” dan istilah “orality”. Istilah yang lama berkaitan dengan suara. Konsep oral dalam arti ini menjadi sangat luas, meliputi segala sesuatu yang diujarkan, seperti wacana kuliah. Dengan istilah lain oral disini tidak berkaitan dengan beraksara atau tidak beraksara penutur yang bersangkutan.

Kendala lain yang muncul dalam menggunakan sumber lisanadalah kreativitas penutur. Didalam setiap pertunjukan terkandung makna penciptaan sebuah karya atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam setiap penuturan atau setiap pertunjukan adalah sebuah kreasi atau komposisi (Pudentia. 2000:53).

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hal ini sejalan dengan pemikiran tentang analisis wacana kritis yang menganggap bahwa sebuah praktik wacana meliputi produksi (penciptaan) distribusi

(penyampaian) dan konsumsi (penerimaan). Lord menegaskan tentang hakikat atau tuturan kelisanan sebagai proses penciptaan sebuah komposisi kelisanan,

“the moment of composition is the performance” (1964:3) dengan kata lain pertunjukan merupakan sebuah karya seni yang mengalami proses penciptaan tertentu yang menggabungkan penutur dengan khalayak pendukungnya dalam satu situasi dan pemahaman yang sama. Kreativitas dan pemaknaan yang dibuat oleh audiens atau masyarakatnya menciptakan dialektika tersendiri. Namun, masa sekarang tradisi lisan sudah mengalami perubahan karena pengaruh modernisasi dan konteks zaman yang kita lakukan sekarang. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, tradisi lisan merupakan kegiatan masa lalu yang berkaitan dengan masa kini dan perlu diwariskan dengan mendatang untuk mempersiapkan generasi mendatang.

Menurut Pudenta (Sibarani 2014:11-15) bahwa tradisi memiliki cakupan hubungan dengan sastra, biografi dan jenis pengetahuan dan kesenian yang dituturkan dari mulut ke telinga. Tradisi lisan tidak juga hanya mencakup cerita rakyat, peribahasa, dongeng, legenda, teka-teki, hikayat, mite, dan puisi tetapi juga berkaitan dengan kognitif budaya masyarakat, hukum adat, dan pengobatan tradisional. Namun, tradisi masa sekarang tidak sama dengan tradisi sebelumnya karena adanya pengaruh dan perubahan zaman modern sesuai dengan konteks perkembangan zaman yang kita lihat saat ini. Akan tetapi nilai dan norma tradisi lisan dapat kita terapkan dalam masa kini. Nilai dan norma tradisi lisan dapat dipergunakan untuk mendidik anak-anak dan memperkokoh identitas dan karakter

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mereka untuk menghadapi masa depan sebagai generasi penerus. Tradisi lisan merupakan kegiatan leluhur masa lalu yang berkaitan dengan masa lalu yang berkaitan dengan masa mendatang untuk mempersiapkan masa depan ke generasi yang akan mendatang.

Kesimpulannya adalah bahwa kearifan lokal merupakan bagian dari suatu tradisi lisan yang harus terus dilakukan oleh masyarakat sehingga memiliki suatu ciri didalam masyarakat itu sendiri yang dilakukan secara terus penerus.

2.1.2 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata yakni kearifan (wisdom) dan lokal (local). Kata “kearifan” (wisdom) yang artinya “kebijaksanaan” sedangkan kata lokal berarti “setempat”. Dengan demikian kearifan lokal dapat diartikan sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilakssanakan oleh anggota masyarakat (Sibarani: 2004).

Kearifan lokal diperoleh dari tradisi budaya atau tradisi lisan karena kearifan lokal merupakan kandungan tradisi lisan yang secara turun menurun diwarisi untuk menata kehidupan masyarakat dalam segala bidang kehidupannya.

Disinilah keterkaitan, keterhubungan dan keberlanjutan warisan budaya leluhur dalam sejarah peradaban masa lalunya dengan kehidupan generasi sekarang ini untuk mempersiapkan “rumah masa depan” generasi penerus bangsa.

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Balitbangos Depsos RI (Sibarani 2004:115) kearifan lokal atau local wisdem merupakan kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang menggambarkan sikap, perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif untuk mengembangkan potensi dan sumber lokal ( material maupun non material) yang digunakan sebagai benteng untuk mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik dan positif. Dalam arti lain kearifan lokal merupakan bagian dari tradisi lisan atau tradisi budaya yang diwariskan secara turun menurun dan dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat yang arif dan bijaksana.

Menurut Sibarani (2015 : 79) menyatakan kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai dan budayanya sendiri dengan menggunakan akal budi, pikiran, hati, dan pengetahuannya untuk bertindak dan bersikap terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Kearifan lokal pada hakikatnya sudah sangat lama merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan hingga saat ini masih dimanfaatkan terutama oleh komunitas pedesaan.

Dalam kaitan ini Iwasaki (2011) berkata bahwa aktivitas yang tidak mewariskan masa depan yang dapat membahagiakan generasi selanjutnya tidak dapat disebut pembangunan. Dengan kata lain, Iwasaki hendak mengatakan bahwa pembangunan adalah aktivitas yang mewariskan masa depan yang dapat membahagiakan generasi selanjutnya.

2.1.3 Pengertian Adat dan Budaya Mandailing

Secara etimologi, menurut Jalaluddin Tunsam adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat. Adat merupakan kebiasaan- kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya.

Pandaapotan Nasution dalam buku bahwa adat memiliki beberapa pengertian yaitu

a. Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari

generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya

dengan pola-pola perilaku masyarakat( Kamus besar bahasa indonesia,

1988:56).

b. Adat istiadat adalah perilaku budaya dan aturan-aturan yang telah

berusaha diterapkan dalam lingkungan masyarakat.

c. Adat istiadat merupakan ciri khas suatu daerah yang melekat sejak

dahulu kala dalam diri masyarakat yang melakukannya.

d. Adat istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada

dan telah menjadi kebiasaan (tradisi) dalam masyarakat.

Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah adanya tingkah laku seseorang, dilakukan terus-menerus, adanya dimensi waktu, dan diikuti oleh masyarakat.Pengertian adat istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat istiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau bangsa dan negara memiliki adatistiadat sendiri-sendiri.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Sibarani (2014;95) Kebudayaan adalah keseluruhan kebiasaan yang kelompok masyarakat yang tercermin dalam pengetahuan, tindakan, dan hasil karyanya sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkukngannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya untuk mencapai kedamaian dan kesejahteran hidupnya.

Menurut Tylor Budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut Trenholm dan Jensen Budaya adalah seperangkat nilai, norma, kepercayaan dan adat-istiadat, aturan dan kode, yang secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang, mengikat mereka satu sama lain dan memberi mereka kesadaran bersama.

Menurut Geert Hofstede Budaya adalah pemograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dengan kategori lainnya.

Geert menyebutkan bahwa nilai-nilai adalah inti suatu budaya, sedangkan simbol- simbol merupakan manifestasi budaya yang paling dangkal, sementara pahlawan- pahlawan dan ritual-ritual berada di antara lapisan luar dan tercakup dalam praktik-praktik. Unsur-unsur budaya ini terlihat oleh pengamat luar, tetapi maknanya tersembunyi dan makna persisnya terdapat dalam penafsiran orang dalam.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.14 Pengertian Daliha Na Tolu

Dalihan Na Tolu filosofis atau wawasan sosial budaya yang menyangkut masyarakat dan budaya batak. Dalihan Na Tolu dibagi menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu dikenal dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu kontruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tunggu tersebut yaitu

1. Somba Marhula artinya hormat kepada keluarga pihak isteri

2. Elek Marboru artinya sikap membujuk mengayomi wanita

3. Manat Mardongan artinya bersikap hati-hati terhadap teman keluarga

Dalihan Na Tolu yang artinya tungku yang berkaki tiga bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak.

Jika dari satu ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.

Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakan beban begitu juga dengan tungku berkaki empat. Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi boru dan pernah menjadi dongan tubu.

2.2 Teori Yang Digunakan

Berdasarkan judul, teori yang digunakan penulis untuk membahas judul

“Perubahan Adat dan Budaya Mandailing Kajian Tradisi Lisan” digunakan teori tradisi lisan. Berikut penjelasan mengenai teori tersebut.

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.1 Tradisi Lisan

Tradisi lisan adalah salah satu kebiasaan masyarakat dalam menyampaikan sejarah melalui tutur lisan dari generasi ke generasi. Tradisi bukan hanya “tradisi yang lisan”, melainkan semua tradisi budaya yang diwariskan turun-menurun pada satu generasi ke generasi lain “dari mulut ke telinga” dengan menggunakan media lisan. Dalam hal inilah tradisi lisan sering disebut sebagai tradisi budaya

(Sibarani, 2014:15).

Memahami tradisi lisan secara teoritis akan dapat memberi arah dalam membongkarkeseluruhan tradisi itu demi kemaslahatan manusia. Tradisi lisan harus dilihat dari tiga dimensi waktu yang menjalin keberlanjutan masa lalu, masa kini dan untuk masa depan. Tanpa membongkar tiga dimensi ini, penelitian tradisi lisan hanya sebagai inventarisasi yang akan tersimpan diperpustakaan. Teori ini akan dilengkapi dengan teori pragmatis yang berusaha untuk melihat manfaat sebuah tradisi, mulai dari pemahaman manfaat tradisi masa lalu, mengkaitkan masa kini dan proyeksi manfaat masa akan datang. Nilai dan norma budaya tradisi lisan sebagai warisan masa lalu harus dipahami maknanya pada komunitas masa lalu, bagaimana nilai dan norma budaya itu dapat dilestarikan, direvitalisasi dan direalisasikan pada generasi masa kini untuk mempersiapkan masa depan yang damai dan sejahtera. Proyeksi masa depanlah yang mendorong perlunya model revitalisasi atau pelestrarian untuk tradisi lisan dan kearifan lokal sebagai kandungannya.

Penelitian tradisi lisan yang bertujuan untuk menggali nilai dan norma budaya perlu mempertimbangkan penerapan berbagai teori agar dapat

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengangkat nilai dan norma budaya itu. Kandungan tradisi lisan itu harus kita pertimbangkan secara matang dan harus kita renungkan secara mendalam.

Perenungan spekulasi yang secara terus menerus dan mendalam dengan berbagai tahapan sebelumnya akan menghasilkan interpretasi yang baik. Langkah berikutnya adalah analisis dengan dua tahapan yakni pembuktian hasil spekulasi dengan data empiris atau barang bukti serta penerapan logika pada hasil spekulasi itu. Inilah cara kerja berfilsafat yang dapat dimanfaatkan untuk memahami kandungan tradisi lisan.

Adapun yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian yang dilakukan di Kota Padang Sidempuan tentang Perubahan Adat dan Budaya Perkawinan

Mandailing yaitu hal-hal apa saja yang telah mengalami perbuahan didalam perkawinan Mandailing. Sehingga masyarakat yang melakukan upacara perkawinan tidak lupa lagi yang telah dilakukan oleh leluhur mereka dan bagaiaman agar tatacara perkawinan yang dilakukan menurut tardisi orang

Mandailing sesuai adat yang mereka percayai agar generasi penurus berikutnya dapat melakukan upacara perkawinan yang menjadi tradisi meraka dan dapat menjaga agar tidak mengalami mengalami perubahan yang signifikan akibat daripada perkembangan zaman.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan masalah.

Penelitian adalah penyaluran rasa ingin tahu manusia terhadap suatu masalah dengan perlakuan tertentu seperti memeriksa, mengusut, menelaah, dan mempelajari secara cermat, dan sungguh-sungguh sehingga diperoleh sesuatu seperti mencapai kebenaran, memperoleh jawaban, pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagianya.

Metode penelitian adalah jalan atau tata cara yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan dan memiliki langkah-langkah yang sistematis.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif.Menurut Bogdan dan Taylor metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007:4).

Penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh gambaran secara utuh mengenai suatu hal yang akan diteliti. Penelitian kualtitatif berhubungan dengan ide, pendapat, dan kepercayaan yang semuanya didapatkan melalui bahasa.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tujuan metode penelitian kualitatif dapat dipahami sebagai makna menjelaskan bagaimana fungsi, nilai, norma dan kearifan lokal, sedangkan pola dapat dipahami sebagai kaidah, struktur, formula yang pada gilirannya dapat menghasilkan model. Penelitian kualitatif ini mengikuti langkah-langkah Miles dan Huberman (Sibarani, 2014:24-27) yakni:

1. Data Collection (Pengumpulan Data), yakni pengumpulan data berupa

kata kata dengan cara wawancara, pengamatan, intisari dokumen,

perekaman dan pencacatan.

2. Data Reduction ( Reduksi Data) yaitu merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, mefokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

dan “menyisihkan” yang tidak perlu.

3. Data Display (Penyajian Data) yaitu memperlihatkan data,

mengklasifikasikan data, menyajikannya dalam bentuk teks yang bersifat

naratif atau bagan.

4. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan) yaitu penarikan

kesimpulan dan verifikasi sehingga dapat merumuskan temuan-temuan

peneliti.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kota Padang Sidempuan Provinsi Sumatera Utara.

Alasan penulis untuk memilih lokasi penelitin ini adalah karena Kota Padang

Sidempuan merupakan lokasi yang tepat untuk dijadikan objek penelitian.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya sumber data primer saja yaitu berupa catatan hasil wawancara yang diperoleh langsung melalui

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA informan. Data primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012:225).

3.3 Sumber Penelitian

Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah ketersediaan sumber dan yang dimaksud dengan sumber adalah data dalam penelitian adalah subjek dari aman data yang diperoleh.

Sumber penelitian terbagi atas dua bagian yaitu:

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data-data mentah yang diperoleh dari

lapangan dan belum pernah di analisis.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang sudah pernah diteliti dan

dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dari sudut pandang orang

lain. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mneggunakan sumber data

primer yang berupa hal-hal yang merangkum keterangan tradisi lisan yaitu

Perubahan Adat dan Budaya Mandailing di kota Padang Sidempuan,

Kabupaten Tapanuli Selatan.

3.4Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh penulis dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Suharsimi, 2010).

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan alat perekam suara (handpone), kamera digital, serta alat tulis.

Handpone digunakan untuk merekam data lisan saat wawancara, kamera digital digunakan untuk mengambil gambar, serta alat tulis digunakan untuk mencatat, cacatan tersebut berupa catatan lapangan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Observasi

Data yang terkumpul harus data lingual yang sah (valid) dan sekaligus terandal atau terpercaya (reliable), karena hanya dengan kesahihan dan keterandalan itu dimungkinkan dilakukan langkah awal analisis yang diharapkan benar dan tepat (Sudaryanto, 1990).

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan mengunakan dua cara yaitu:

a. Observasi

Penulis mengumpulkan data melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Penulis mengamati bagaimana perubahan yang terjadi mengenai adat dan budaya Mandailing di Kota Padang Sidempuan. Serta hasil pengamatan digunakan penulis sebagai informasi tambahan dalam penelitian.

b. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka. Penulis bertanya langsung kepada informan yang dipilih, yaitu tokoh

Adat Batak yang berkompeten yang dianggap mampu memberikan gambaran dan

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA informasi yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini (Sugiyono, 2009:140).

3.5.2 Metode Wawancara Mendalam dan Terbuka

Metode ini dilakukan secara purporsive sampling kepada para informan

terpilih untuk menjawab pertanyaan pertama, kedua dan ketiga. Wawancara

mendalam dan terbuka ini dilakukan kepada yang mengetahui tentang

kebudayaan Mandailing. Hasil wawancara ini akan dicatat sehingga tidak ada

informasi yang tertinggal. Sesuai dengan kriteria pendekatan kualitatif, jumlah

informan ditentukan berdasarkan keadaan, kecukupan dan keakuratan data

sehingga jika tidak terdapat lagi informan baru (redundant) pada informasi

tertentu, maka pencarian informasi dari informan dicukupkan sampai disitu.

Panduan wawancara yang mencantumkan pertanyaan-pertanyaan yang

mengenai rumusan masalah dipersiapkan pada pengumpulan data wawancara

mendalam dan terbuka.

3.5.3 Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah mengumpulkan data dengan membaca buku-

buku yang relevan untuk membantu dan menyelesaikan dan melengkapi data

yang berhubungan dengan penulisan skripsi.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain secara sistematis sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain

(Sugiyono, 2009:244).

Dalam metode analisis data ini, penulis menggunakan metode kulitatif deskriptif. Data yang diperoleh memalui wawancara penelitian akan di analisis dengan menggunakan analisis desriptif kualitatif yaitu dengan perolehan data hasil wawancara yang dilakukan dengan informan kemudian dideskripsikan secara menyeluruh.

Adapun tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Penulis membuat transkip hasil wawancara dengan kembali memutar

rekaman terhadap informan.

2. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa yang baik

kemudian di transformasikan kedalam catatan.

3. Selanjutnya penulismembuatreduksi data dengancaraabstraksi,

yaitumengambil data sesuaidengankontekspenelitiandanmengabaikan

data yang tidakdiperlukan.

4. Melakukan penyajian data yaitu berupa penjelasan tentang Perubahan

Adat dan Budaya Mandailing di Kota Padang Sidempuan.

5. Setelah semua data tersaji, permasalahan yang menjadi objek penelitian

dapat dipahami, maka kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan

hasil dari penelitian.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tata Cara Adat Istiadat Perkawinan di Mandailing

4.1.1Acara di Rumah Boru Na Ni Oli (Pabuat Boru)

A. Manyapai Boru

Apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan saling kenal dan saling suka diharapkan hubungan ini harus dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Untuk melanjutkan niat baik tentunya harus dilakukan menurut tatacara yang diadatkan, karena perkawinan merupakan perbuatan yang sangat sakral. Perempuan yang akan masuk kedalam keluarga laki-laki diharapkan membawah tua, oleh sebab itu tata cara perkawinan ini harus sesuai dengan tata cara yang dibenarkan menurut kebudayaan Mandailing.

Dengan perkawinan telah dipertemukan keluarga laki-laki dan keluarga perempuan didalam suatu ikatan kekeluargaan. Hubungan ini harus dipertahankan sebaik-baiknya dengan ikatan kekeluargaan ini bukan saja menimbulkan dua hubungan antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan, namun lebih luas lagi yaitu hubungan kekeluargaan yang bersifat Dalihan Na Tolu (kahanggi , anakboru dan mora). Oleh sebab itulah pelaksanaan perkawinan selalu dilakukan dengan upacara upacara adat yang dapat memakan waktu berhari-hari.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA B. Mangaririt Boru

Dalam acara mangaririt boru ini pihak dari orangtua laki laki menjelaskan terlebih dahulu bahwa anaknya (laki-laki) telah berkenalan dengan anak perempuan mereka yang telah bergaul. Pada waktu dulu calon pengantin tidak saling kenal, hanya orangtua yang saling kenal atau sebaliknya calon pengantin yang saling kenal tetapi orangtua tidak saling mengenal. Pengantin tidak saling mengenal disebut perkawinan yang dijodohkan. Jika orangtuanya yang tidak saling mengenal maka pihak laki-laki akan menyelidiki terlebih dahulu siapa orangtua perempuan tersebut. Hal ini penting untuk penyesuain apakah kedua keluarga ini dapat dipertemukan atau untuk melihat apakah perempuan berkelakuan baik. Jika orangtuanya sudah saling mengenal anaknya, karena ada pepatah yang menyatakan “sifat anak tidak jauh dari orangtuanya”.

Mangaririt boru biasanya dilakukan oleh orangtua laki laki secara langsunng seperti membawa kahanggi dan anak boru . Biasanya orangtua perempuan tidak langsung menerima keinginan pihak laki-laki. Orangtua perempuan akan meminta waktu dengan alasan untuk menanyakan anaknya apakah menerima pinangan orang lain. Sesuai dengan kesibukan masing-masing kalau sudah ada kesesuaian pihak keluarga laki-laki langsung meminta agar semua syarat-syarat yang akan dipenuhi dibucarakan sekaligus. Hal ini dapat terjadi karena hubungan informasi yang sangat mudah sekarang ini bahwa pihak keluarga perempuan sudah mengetahui pihak keluarga laki-laki.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA C. Padamos Hata

Jika pada waktu Mangaririt boru tidak adal hal-hal yang mengalangi untuk melanjutkan pembicaraan ketujan semula, maka pembicaar akan sampai pada tahap padamos hata. Pihak keluarga laki-laki akan datang kembali kerumah keluarga perempuan untuk meminang. Didalam acara meminang ini akan dibicarakan sekaligus tentang.

a. Hari yang tepat untuk datang meminang secara resmi (patobang hata).

b. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi nanti, yaitu apa saja yang

harus dipersiapkan, berapa mas kawin dan dalam bentuk tuhor (mahar)

dan perlengkapan-perlengkapan lainnya.

D. Patobang Hata

Dalam tahap patobang hata ini dapat dikatakan bahwa peminangan telah dilakukan secara resmi. Pada acara patobang hata ini pihak keluarga laki-laki yang diwakili kahanggi dan anak boru harus terlebih dahulu manopot ( menjumpai) kahanggi. Manopot kahanggi maksudnya adalah menjumpai anak boru dari keluarga pihak perempuan. Artinya pihak kahanggi akan membimbing mereka untuk menyampaikan segala maksud dan tujuan agar berjalan sesuai dengan rencana yang diinginkan. Dalam acara patobang hata ini pihak keluarga laki-laki akan menyampaikan hasratnya dengan kata yang benar-benar menunjukan kesungguhan dan keinginan yang amat mendalam.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan kata lain keluarga mengharapkan pihak laki-laki terhadap keluarga pihak perempuan yaitu

1. Lopok ni tobu sisuamon ( meminta anak gadis mereka untuk penerus

keturunan)

2. Andor na mangolu parsiraisan (meminta keluarga sih gadis menjadi

tempat berlindung dalam meminta kesediaan mereka untuk menjadi mora).

3. Titian batu na sora buruk (meminta merak untuk menjalin hubungan

kekeluargan selamanya)

Setelah acara patobang hata atau acara pinangan secara resmi telah diterima,acara selanjutnya adalah menyapai batang boban ( beban yang harus dipikul oleh pihak laki-laki). Batang boban ini merupakan syarat-syarat pada waktu padomas hata sudah dibayangkan, tetapi secara resmi pada acara patobang hata harus dipertegas kembali dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu dalam menentukan besar kecinya batang boban.

Mora dari pihak perempuan turut serta berperan sehingga setelah acara patobang hata selesai semuanya maka akan ditentukan kapan waktunya untuk acara selanjutnya yaitu manulak sere. Biasanya diberikan waktu satu atau dua minggu agar baik keluarga laki-laki maupun perempuan dapat mempersiapkan segala sesuatunya. Pemberitahuan mengundang saudara terutama pihak laki-laki yang harus menyediakan uang antaran beserta uang untuk lainnya.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.2 Manulak Sere

Tibalah saatnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan keluarga laki- laki datang kembali menghantar apa yang telah disepakati pada acara patobang hata. Pada waktu manulak sere ini semua saudara harus lengkap.pihak keluarga laki-laki.sebelum berangkat, setelah kahanggi, anak boru dan anak moranya sudah hadir terlebih dahulu disampaikan maksud dan tujuan suhut yaitu akan datang kerumah perempuan untuk manulak sere ( mangantar perlengkapan pernikahan). Dan ditetapkan akan siapa-siapa aja yang ikut mangantar sere.

Biasanya yang berangkat sepuluh atau lima belas orang. Jumlah ini sudah ditentukan pada waktu patobang hata yang disesuaikan dengan kemampuan atau untuk mempersiapkan segala sesuatu dirumah keluarga perempuan.

Dalam proses manulak sere, pihak keluarga laki-laki membawa batang boban yang telah disepakati sebelumnya kerumah keluarga perempuan. Pada waktu manulak sere, dirumah keluarga perempuan sudah siap menunggu yang akan manulak sere.

Peserta Upacara

a. Pimpinan adat setempat

b. Mora (pangapalan boru, pambuatan boru dan harajaon)

c. Suhut (orangtua, abang dan adik)

d. Kahanggi (hombar suhut dan pareban)

e. Anak boru ( sibuat boru, busir ni pisang, bona bulu)

f. Kerabat terdekat lainnya

Sedangkan dari pihak laki-laki yang datang adalah

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Suhut (abang, adik, dan orangtua)

b. Kahanggi (hombar suhut dan pareban)

c. Anak boru (sibuat boru, busir ni pisang, bona bulu)

Yang memimpin acara adalah pimpinan adat setempat. Rombongan yang datang biasanya membawa batang boban, juga membawa silua (oleh-oleh) berupa indahan tungkus ( nasi yang dibungkus) dengan daun serta lauk-pauknya dan ketan yang sudah dimasak lengkap dengan intinya.

Indihan tungkus ini bermakna yaitu kebesaran hati terhadap keluarga pihak perempuan (calon mora) juga dengan harapan yang diberikan semoga sukses dan terkabul. Sedangkan pulut beserta intinya akan dihidangkan pada waktu acara manulak sere dilaksanakan yang maknanya agar segala sesuatunya yang dibicarakan sama-sama melekat didalam hati.

Pada pertemuan ini segala sesuatu yang telah dibicarakan sebelumnya dan sudah saling mengetahui pada saat acara formal ini semua dianggap tidak pernah terjadi. Selesai mangaririt dilanjutkan dengan menyapai boru dan seterusnya batang boban garda kewajiban-kewajiban pihak laki-laki).

Jenis jenis batang boban yang akan diserahkan ada dua macam yaitu sere na godang sebagai okuandar ( jaminan). Serena godang artinya harus dengan jumlah besar dengan pengertian bukan berarti emas dalam arti sebenarnya, tetapi berupa benda berharga yang terdiri dari:

a. Horbo sabara (kerbau satu kandang)

b. Lombu sabara (lembu satu kandang)

c. Eme sa hopuk (padi satu lumbung)

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Sere (emas) 30 tail, 30 pa. Besar kecilnya tergantung pada status.

Apa yang disebutkan dengan sere na godang ini sebenarnya hanyalah sebagai simbol yang tidak harus dipenuhi oleh keluarga laki-laki (calon anak boru). Oleh sebab itu apa yang telah dijanjikan sebenarnya tidak harus semuanya diserahkan, yang diserahkan hanya sejumlah uang menurut kebiasaan yang disebut dengan sere na menek. Jadi untuk yang tidak terpenuhi tersebut dianggap sebagai hutang sepanjang masa. Itulah sebabnya anak boru disebut berutang sapanjang aek sapanjang rura. Aek (sungai) dan rura (lembah) berarti hutang yang terus sepanjang masa dan sebesar lembah yang tak terkira.

Sere na godang ini secara simbolik diserahkan dengan jaminan berupa orang dari perwakilan keluarga laki-laki yaitu kahanggi dan anak boru. Pihak yang menjadi jaminan ini adalah sebagai jaminan (okuandar), apabila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau melanggar janji yang disepakati.

Sere na lamot atau sere na menek yang disebut sebagai tuhor ni boru

(uang antaran). Sere na lamot ini biasanya berbentuk uang ditambah dengan beberapa keperluan calon pengantin wanita yang sekarang ini disebut seperangkat pakaian pengantin sere na lamot yang berupa uang dan seperangkat pakaian pengantin diserahkan khusus untuk calon pengantin perempuan. Disamping itu masih ada yang harus disediakan oleh pihak laki-laki yang disebut dengan parkayan yang akan diserahkan kepada sanak keluarga perempuan sebagai pangobat hati karena salah satu anggota keluarganya akan dibawa menjadi keluarga pihak laki-laki.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Keluarga laki-laki juga harus menyiapkan sejumlah uang untuk dibagikan kepada semua keluarga yang hadir dalam permufakatan sebagai uang saksi atau uang dengar yang disebut dengan ingot-ingot. Jumlahnya tidak ditentukan tergantung kepada kesanggupan. Biasanya jumlahnya dibagi dua, sebahagian untuk pihak laki-laki dan sebahagian lagi untuk pihak perempuan dan dibagikan langsung ke tangan masing-masing yang hadir dengan jumlah yang sama. Ingot- ingot ini disebut istilah na muhut na.

Secara rinci yang berhak menerima parkayan adalah:

a. Uduk api, diberikan kepada ibu calon pengantin perempuan

b. Apus ilu, diberikan kepada namborunya.

c. Tutup uban, untuk ompungnya.

d. Upa tulang, untuk tulangnya

e. Hariman markahanggi, untuk amang tua atau udanya.

f. Tompas handang, untuk anak boru.

g. Parorot tondi, untuk raja di huta

Jumlah bahan tujuh ini dapat diartikan sebagai penggambaran dari pitu sundut suada mara (tujuh turunan tanpa mara bahaya).

Dalam acara manulak sere yang dipimpin oleh raja ni huta, penyerahan sere na godang dilakukan oleh pihak laki-laki kepada mora dari pihak perempuan.

Mora adalah tamburan (tempat sedangkan anak borunya adalah sipandurung

(tukang tangkuk).

.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.1.3 Mangalehen Mangan Pamunan

Didalam perkawinan menurut adat Mandailing yang menganut sistem patrineal, anak perempuan yang akan melangkah ke jenjang perkawinan berarti akan meninggalkan keluarganya dan beralih kepada keluarga calon suami. Oleh sebab itu sebelum calon pengantin perempuan tersebut diberangkatkan, maka orangtuanya beserta sanak keluarga akan berkumpul untuk memberikan makan untuk anaknya yang disebut mangan pamunan (makan perpisahan).

Pada mulanya acara pemberi makan ini, sih calon pengantin perempuan mengajak teman-teman sepermainannya untuk turut bersama-sama makan.

Makan-makan perpisahan diartikan bukan saja dimaksudkan perpisahan secara lahiriah tapi lepas dari masa gadis dan tanggung jawab keluarga dan membentuk keluarga sendiri.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan perkotaan acara mangalehen pangan ini diperbesar, bukan saja hanya dihadiri keluarga tapi juga diikut sertakan unsur dalihan na tolu dan harajoan dalam acara serta penganan yang dihidangkan sama dengan yang dihidangkan pangupa. Hanya saja biasanya makanan yang dihidangkan adalah kambing yang sudah masak sempurna, kepala, hati dan sepasang kaki bagian atas harus masih terlihat bentuknya yang diletakan diatas tampi yang dialasi dengan ujung daun pisang, lengkap dengan nasi, telur, udang ikan , daun ubi serta garam, serta upacara mangalehen mangan ini hampir sama dengan acara mangupa. Bedanya upacara mangalehen mangan ini dengan upacara mangupa adalah makanan yang dihidangkan harus benar-benar dimakan

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sampai kenyang. Itulah sebabnya upacara mangalehen mangan ini disebut dengan juga dengan mambutongi mangan yang artinya makanan yang sekenyang- kenyangnya. Suatu kehormatan bagi yang diberi makan bahwa dengan senang hati semua sanak keluarga dalihan na tolu dan harajaon ikut memberi restu atas keberangkatannya ke jenjang perkawinan.

Jika didalam upacara mangupa kata-kata yang disampaikan adalah terutama berupa doa selamat agar berbahagia, tapi upacara dalam mangalehen mangan disamping mendoakan keselamatan yang paling ditekankan adalah nasehat agar bagaimana ia harus menjalankan bahtera rumah tangganya, bagaimana ia harus menjunjung tinggi martabat keluarganya, orangtua dan sanak keluarganya demikian juga orangtuanya dan sanak keluarga suaminya dan tetap menjalankan sholat serta bertaqwa kepada Allah SWT.

1. Pokok-pokok nasehat pada acara Mangalehen Mangan Pamunan yaitu: a. Meninggalkan orangtua, menemui orangtua suami harus diperlakukan sama. b. Jika kelakuannya tidak baik semua keluarganya turut malu. Tubu unte tubu

dohot durina. Jika seseorang dilahirkan dilingkungan orang baik-baik (orang

beradat), harus menunjukan sikap yang benar beradat. c. Pelajari adat istiadat keluarga suami pantun hangoluan, teas hametean. Mata

guru, roha siseon. Artinya jika pandai membawa diri, akan selamat. Jika

berperilaku buruk atau tidak jujur keselamatan akan terancam. Apa yang dilihat

dapat menajdi contoh, baik buruknya tergantung kepada hati nurani. d. Sebagai suami isteri pemikiran harus sejalan. e. Berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya agar mendapat balasan kebaikan yang

banyak pula.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA f. Jangan memandang orang dari kekayaannya tetapi harus melihat kepada budi

pekertinya. g. Harus pandai beramah tamah, pandai berkasih sayang dan pengasih, tetapi

harus pandai pula berhemat.

2. Peserta Upacara Mangalehen Mangan Pamunan yaitu

a. Anak perempuan yang akan diberi makan oleh calon pengantin perempuan

b. Orangtua bapak dan ibu calon pengantin tersebut yaitu dari pengantin

perempuan.

c. Nenek laki-laki dan perempuan

d. Kahanggi

e. Anak boru

f. Mora

g. Raja di huta

3. Contoh acara dan praktek Mangalehen Mangan Pamunan yaitu

Acara dimulai dengan didahului mempersembahkan siri sebagai tanda bahwa upacara akan dimulai. Kata-kata nasehat dan penjelsan mengenai maksud dan tujuan mangalehen mangan ini disampaikan acara berturut-turut oleh unsur- unsur yang hadir yang dimulai dari ibunda pengantin. Contohnya yaitu:

Ibunda:

Assalamualaikum Wr.Wb.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kaum keluarga dan kerabat sekalian dari unsur dalihan na tolu, kahanggi, anak boru, dan mora. Syukur alhamdulillah kehadiran Allah SWT, yang dengan rahmat dan hidayahnya kita dapat berkumpul pada hari yang berharga ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga yang hadir dan ananda yang saya sayangi.

Sungguh suatu kebahagiaan bagi kita semua bahwa pada hari ini, pada upacara perkawinan ananda semua keluarga untuk memberikan doa restu dan menunjukan semua bahwa semua berbesar hati atas perkawinan ananda.

Sebagaimana dalam adat Mandailing apabila seorang anak perempuan menempuh jenjang perkawinan, oleh orangtuanya bersama keluarga diberikan makan perpisahan yang disebut mangan pamunan. Oleh sebab itu, kami telah mempersiapkan untuk makanan ananda , sebagaimana yang telah ananda lihat terhidang dihadapan ananda.

Makanan ini bukan makan biasa, tetapi makanan yang mempunyai arti tersendiri dan kehadiran keluarga semua menunjukan bahwa kita hidup ditengah- tengah keluarga besar. Oleh sebab itu, ananda harus pandai-pandai membawa diri bukan saja bagi keluarga suami tapi juga keluarga ananda sendiri. Didalam makanan yang diberikan ini ada nasi putih. Warna nasi putih ini melambangkan keikhlasan sih pemberi hendaknya begitu jugalah ananda menerima makanan ini.

Demikian juga minumannya air putih yang juga menggambarkan keikhlasan.

Orang Mandailing juga mengatakan suan tobu dibibir dohot di ate-ate artinya apa yang kita perbuat haruslah dengan ikhlas, buka hanya manis dbibir pahit dihati.

Didalam makanan ini juga ada ikan, ikan ini melambangkan seia sekata. Sama- sama ke hulu sama-sama ke hilir. Begitulah hendaknya ananda sebagi suami

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA isteri. Jika terjadi perbedaan pendapat, haruslah untuk menciptakan saling pengertian agar hubungan semakin erat. Itulah nasehat saya sebagai bekal ananda menjalani kehidupan berumah tangga.

Nenek perempuan

Assalamualaikum Wr.Wb

Ada dua hal yang harus cucunda ingat yaitu

1. Kita yang hidup ini suatu saat apabila sudah tiba perjanjian akan mati,karena

itu siapkan bekal untuk mati yaitu laksanakan rukun islam yang lima perkara

dan ajaran agama lainnnya agar cucunda selamat.

2. Ingat selalu apa yang baik diberikan kepada orangtua balaslah semampumu

membalasnya.

Ayahanda

Assalamualaikum Wr.Wb

Ananda yang saya sayangi, hari ini seluruh keluarag kita, kahanggi anak boru dan mora telah berkumpul menunjukan bahwa semua berbesar hati atas perkawinan ananda yang dilangsungkan esok hari.

Perlu ananda ketahui didalam adat Mandailing, bahwa perkawinan bukan saja menyangkut antara calon isteri dan calon suami, tetapi menyangkut semua keluarga, baik keluarga calon isteri maupun calon suami. Oleh sebabi itu, ananda sebagai calon keluarga, maka perkawinan yang akan dilangsungkan ini adalah perkawinan antara keluarga kita ini dengan keluarga calon suami ananda. Oleh

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebab itu maka hari ini keluarga kita dari unsur dalihan na tolu berkumpul disini

yang nantinya juga akan memberikan nasehat kepada ananda agar ananda bukan

saja hanya menyesuaikan diri kepada suami, tetapi juga pada seluruh keluarga

suami. Jika ananda tidak rukun dengan keluarag suami, maka besar pengaruhnya

kepada keluarga kita sendiri.

Itulah sekedar yang dapat ayahanda sampaikan renungkanlah dan

pikirkanlah dihatimu semua yang disampaikan ayahanda dan ibunda dan sanak

keluarga kita menjadi bermanfaat.

Nenek laki-laki

Assalamualaikum Wr.Wb.

Jika nenekmu tadi ada mengatakan dua hal yang harus cucunda ingat, saya

menyampaikan ada dua hal yang harus diingat yaitu

1. Apa yang baik cucunda berikan pada orang lain yang selalu diingat-ingat.

Karena kalau selalu diingat akan hilang pahalanya.

2. Apa yang tidak baik diperbuat orang kepadamu, maka lupakanlah itu, agar tidak

menimbulkan penyakit dan kamu akan mendapat pahala.

Kahanggi

Assalamualaikum Wr.Wb.

Sebagai kahanggi saya hanya menyampaikan satu hal yang perlu ananda

ingat didalam pergaulan hidup berkeluarga dan bermasyarakat yaitu ananda harus

dapat menjalankan hubungan keluarga ananda menjadi baik. Jika ada keluarga ada

yang mnedapat kesusahan, harus ananda jenguk. Tapi kalau yang didengar itu

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA horja siriaon artinya pesta kegembiraan, jika tidak diundang tidak perlu dihadiri cukup doa saja.

Anak boru

Assalamualaikum Wr.Wb.

Sudah banyak nasehat yang ananda dengarkan baik itu dari ibunda, ayahanda, dan nenek berdua serta pamannya, maka saya dari barisan anak boru hanya menyampaikan satu hal lagi. Kita tidak boleh memandang orang karena kekayaannya, tapi sebaliknya menilai dari sisi kebaikannya. Tidak semua keluarga kita memiliki pangkat atau orang kaya, tapi ananda harus memandangnya dengan hal yang sama.

Mora

Assalamualaikum Wr.Wb.

Sebagai mora saya merasa gembira dan merestui perkawinan ananda ini. Semoga ananda selamat menempuh hidup baru.

Didalam makanan yang dihidangkan ini ada garam. Garam ini adalah lambang kekuatan, semua orang memerlukan garam. Tanpa garam semua hambar.

Ini harapan agar ananda dibutuhkan semua orang dan bermanfaat untuk orang lain. Disamping itu ada sayur matua bulung ini adalah supaya panjang umur dan murah rezeki. Amin

Raja

Assalamualaikum Wr.Wb.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ananda Rumandang Bulan sudah banyak yang disampaikan oleh pembicara terdahulu tentang makna dari lambang-lambang adat yang terwujud makanan yang ada dihadapan ananda. Ada satu makanan lagi yang belum disinggung oleh pembicara terdahulu yaitu udang.

Udang adalah lambag tentang gerak hidup. Gerakan maju mundur, sifat karateristik dari udang. Gerak maju mundur sama nilainya, hanya bergantung pada situasi dan kondisi yang menguntungkan dimana paling menguntungkan.

Sada huat tu jolo dua huat tu pudi artinya tidak salah mundur tetapi maju lagi disuatu keadaan yang tepat.

Makanan utama yang terhidang terhidang dihadapan ananda adalah telur ayam. Alam setiap acara adat baik yang kecil maupun besar telur tidak boleh tinggal karena sebagai perlambang hobol tondi tu badan. Telur ayam ini disebut sebagai pira manuk na ni hobolan yang artinya lambang kebulatan persatuan tondi dan badan. Kuning telur juga dilambangkan sebagai emas didalam adat disebut istilah tarjomak sere artinya menjadi rezeki yang banyak.

Inilah yang mungkin dapat saya sampaikan. Air setitik dijadikan laut, tanah segenggam jadikan gunung, pohon tinggi tumpuan angin, alam terbentang jadikan guru.

Malas ma dingin-dingin

Obanon tu sipogu

Horas ma tondi madingin

Pir matondi matogu.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Horas.. horas.. horas..

4.1.4 Acara Pernikahan

Pernikahan adalah merupakan persyaratan dari perkawinan menurut ajaran agama Islam. Suatu perjanjian antara kaum laki-laki dan wali pengantin perempuan disaksikan oleh sedikit-dikitnya dua orang saksi, dimana ijab kabul sebagai persyaratannya dan mas kawin dipastikan sebagai salah satu maharnya.

Nikah secara Islam yang dilaksanakan menurut hukum fiqih adalah merupakan bagian yang sangat menentukan dari keseluruhan acara perkawinan adat. Nikah merupakan suatu hal yang sangat penting baik bagi yang bersangkutan maupun suami isteri Soekonto (1985:105).

Didalam acara pernikahan adapun urutan-urutan dalam pembicara adat ini adalah

1. Suhut yaitu menceritakan maksud dan tujuannya acara adat diadakan, syarat-

syarat adat yang telah dipenuhi serta memohon agar boru na ni oli dipabuat

dohot adat sepanjang adat Mandailing, sekaligus mangoncot langka (memnita

kesedian untuk tinggal sampai acara selesai.

2. Kahanggi suhut menguatkan olos dan andung dari suhut.

3. Anak boru ikut menjunjung dan mendukung apa yang dimaksud moranya pihak

suhut yang telah menyampaikan maksud dan tujuannya pertemuan ini.

4. Mora memberikan kata pasu-pasu restu dan memberkati keinginan dari suhut

selaku anak borunya.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Namora Natoras menguatkan dan mengakui sepanjang pengetahuannya syarat-

syarat adat telah dipenuhi dan menyerahkan kepada raja-raja adat untuk

membicarakan selanjutnya permohonan suhut.

6. Raja-raja adat yaitu menyerahkan pelaksanaannya acara adat kepada yang

semua hadir dan menjadi saksi didalam pelaksanaan acara adat tersebut. Jika ada

saran ataupun koreksi yang disampaikan dan keputusannya kepada raja

panusunan.

7. Raja panusunan mengatakan maksud dan tujuan pertemuan ini, maka raja

panusunan mengetok palu mensahkan bahwa acara adat di Mandailing telah

terlaksana dengan benar.

Dengan selesainya acara persidangan dan diterima keluarga boru na ni oli,

maka rombongan keluarga bayo pangoli dipersilahkan masuk. Setelah

permohonan ini selesai dan disetujui acara tahap pertama pemberangkatan

selesai dan makan bersama.

Pada pagi harinya setelah tamu-tamu dimulai berdatangan, uning uningan

(gendang) sudah dibunyikan. Untuk menyambut tamu dibunyikan . Raja-raja

yang datang bergilirian diundang untuk manortor. Setelah selesai acara manortor

raja-raja seluruh tamu-tamu harajaon diundang ke pantar bolak paradaton untuk

mangkobar adat (sidang adat). Perlu dijelaskan bahwa biasanya acara manortor

sudah dimulai pukul 09.00 WIB. Pada acara monortor pagi hari, saat mata ni horja

secara berturut-turut akan dipartortor oleh:

a. Suhut

b. Kahanggi

c. Anak boru

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Raja-raja Mandailing

e. Raja-raja desa na walu

f. Raja panusunan

Dalam acara manortor biasanya diatur tiga orang sekali manortor dan di

ayapi oleh anak borunya. Selesai acara manortor barulah raja-raja yang diundang

diperssilahkan duduk di pantar paradaton. Setelah semua raja-raja adat hadir di

pantar paradaton acara markobar dimulai dengan diawali dihidangkan sipulut

lengkap dengan inti dan minumannya. Makan pulut disebut sebagaimana

sebelumnya bermakna sebagaimana sifat ketan, bahwa apa yang dibicarakan

nantinya akan melekat dan menyatu dihati dan sanubari setiap yang hadir.

Setelah selesai makan pulut maka di surdu burangir pertanda markobar sudah dapat dimulai setelah permisi kepada raja panusunan. Gong dibunyikan sembilan kali pertanda gelanggang adat telah dibuka seterusnya alok-alok mempersilahkan suhut mengawali pembicaraan dengan menyampaikan jamita

(pemberi tahunan kepada semua peserta acara hal-hal yang telah terjadi sebelumnya) sampai kepada mangalap boru dan haroan boru serta acara yang diselesaikan pada hari itu yang bermaksud melaksanakan horja godang. Setalah itu raja-raja adat menyambut dengan berbagai pendapat, saran maupun kritikan dan akhirnya raja panusunan mengambil keputusan bahwa semua permohonan suhut dapat dilaksanakan

4.1.5 Membawa Pengantin Ke Tepian Raya Bangunan

Setelah selesai acara markobar adat, sebelum pengantin di upah-upah dan diberi gelar, diadakan acara marudur, (arak-arakan) menuju tapian raya bangunan

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk melakukan acara marpangir (berlangir) kedua pembelai. Pengantin diarak ke tepi raya bangunan yang artinya membawa pengantin ke tepian mandi (tapian rarangan). Mandi dan berlangir secara simbolis tujuannya untuk menghayutkan habujingan (masa gadis) dan haposoan (masa lajang). Meskipun disebut sebagai tapian raya bangunan (tepian mandi), namun sesuai dengan kondisi dan situasi terutama dikota dimana tidak mungkin ditemukan sungai maka acaranya hanya dijalanan. Jarak antara rumah dan tempat acara marpangir tersebut biasanya kira- kira berjarak 300 m dari rumahnya, disesuaikan dengan kemampuan pengantin untuk berjalan.

Ditempat yang dituju telah disediakan dua buah kursi untuk tempat duduk penganten dan satu buah meja untuk tempat pangir. Pangir disediakan untuk pelaksanaan upacara marudur ke tepian raya bangunan. Bahan yang diperlukan untuk mandi tersebut adalah pangir yang disediakan didalam cambung (mangkok nasi) yang terdiri dari

1. Jeruk purut yang sudah dipotong-potong

2. Air secukupnya

Pangir ini akan dipercikan ke pengantin yang artinya berlangir (keramas) secara simbolis. Untuk mempercikan air pangir ini dipergunakan daun daun yang diikat jadi satu yang terdiri dari:

1. Silinjuang (berwarna hijau)

2. Hatunggal (berwarna merah)

3. Sipilit (warna merah)

4. Sitangkil (warna hijau)

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pangir tersebut dibawa ke tepi raya bangunan dengan dijunjung seorang ibu (anak boru). Diletakan diatas pahar yang sudah dialasi abit tonun patani.

Diatas tonun patani inilah diletakan cambung yang sudah berisi pangir tadi dan tangan alat pamispis untuk memercikkan ke tangan pengantin.

Sepulangnya dari tapian raya bangunan sebelum masuk kerumah, ditangga harus menginjak pelepah batang bisang dengan perlengkapan sebagai berikut

1. Padang togu-anso togu parsitopan ( agar pegangan hidupnya kokoh).

2. Dingin-dingin (agar hati dan kehidupannya sejuk).

3. Busir ni pisang (pelepah batang pisang) ditelungkupkan menutup bahan-bahan

seperti yang diatas.

Semua daun-daunan itu mempunyai arti yaitu sipilit, sisangkil, silinjuang, hatunggal adalah merupakan daun-daunan obat-obatan sebagai penangkal roh halus, sedangkan dingin-dingin, tabar-tabar, batang pisang yang merupakan tanaman yang dingin agar susasana rumah tangganya tetap sejuk dan damai serta memperoleh rezeki. Daun beringin dilambangkan sebagai tempat berlindung dan daun simarampang-ampang (bakul) agar hasil padinya berbakul-bakul (banyak) yang berarti murah rezeki dan padang togu artinya tetap teguh memegang janji dan teguh pendirian.

4.1.6 Mangalehen Gorar ( menabalkan gelar adat)

Mangalehen gorar (memberi gelar adat) adalah memberi gelar untuk menandakan bahwa kedua pengantin telah melepaskan masa mudanya dan menjalani adat matobang ( masa berkeluarga). Nama inilah yang akan dipakai

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk memanggil yang bersangkutan, terutama pada upacara-upacara adat.

Pemberian nama (gelar) ini dilakukan setelah marudur ketepian raya bangunan dan setelah kembali dan duduk di pantar bolak paradaton.Di Mandailinggelar tersebut didahului dengan Baginda, Sutan dan Mangaraja. Penabalan nama (gelar adat) ini dilakukan oleh raja panusunan atas usul namora dan natoras dengan disaksikan oleh raja-raja adat lainnya, unsur dalihan na tolu seluruh keluarga yang hadir.

Setelah itu masuklah acara mangupa. Mangupa adalah merupakan acara puncak dari segala acara dari upacara perkawinan. Apabila mangupa sudah selesai dilaksanakan maka selesailah sudah seluruh rangkaian upacara perkawinan menurut adat. Jika masih ada acara-acara berikutnya itu adalah merupakan pelengkap.

Di Mandailing untuk menghemat waktu dan agar acara lebih tertib dan lebih menarik penyampain hata pangupa diperwakilkan kepada seorang ahli yang disebut datu pangupa. Sebelum data pangupa, lebih dahulu raja panusunan berbicara dan seterusnya menyerahkannya pada datu pangupa.

Setelah selesai acara mangupa masuklah kepada ajar poda. Ajar poda adalah acara memberi nasehat kepada kedua pengantin baru. Dan setelah selesai memberi nasehat kepada kedua pengantin masuklah ke acara selanjutnya yaitu mangololoi na loja yaitu acara pesta besar. Biasanya pada malam harinya seluruh keluarga terutama yang ikut serta secara langsung didalam pelaksanaan acara horja godang ini diundang untuk acara makan bersama. Setelah selesai acara makan bersama masuklah kepada acara marulak sere yang artinya berkunjung

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kerumah orangtua boru na ni oli untuk pertama kalinya setelah selesai horja manulak ari yaitu mengulang hari.

Di Angkola untuk mengantisipasi agar pihak keluarga boru na ni oli dapat berkunjung kepada keluarga bayo pangoli, pada waktu diikut sertakan indahan tungkus atau tompu robu. Indahan lungun-lungun artinya nasi serta lauk pauknya disediakan untuk nanti dimakan boru na ni oli untuk melepas rindu. Pada acara marulak ari ini, pengantin baru ini beserta keluarga yang datang (kahanggi dan anak boru) berikut kedua orangtuanya, membawa nasi bungkus beserta lauk pauknya serta oleh-oleh dan kue wajid serta tepung beras, kelapa, gula merah dan garam yang diaduk dan dicetak kemudian dikukus. Biasanya lauk yang dibawa yaitu garam, ikan salai yang merupakan gulai kebesaran.

4.2 Adat dan Budaya Mandailing Yang Mengalami Perubahan

4.2.1 Acara di Rumah Boru Na Ni Oli (Pabuat Boru)

D. Manyapai Boru

Apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan saling kenal dan saling suka diharapkan hubungan ini harus dilanjutkan ke jenjang perkawinan. Untuk melanjutkan niat baik tentunya harus dilakukan menurut tat cara yang diadatkan, karena perkawinan merupakan perbuatan yang sangat sakral. Perempuan yang akan masuk kedalam keluarga laki-laki diharapkan membawah tua, oleh sebab itu tata cara perkawinan ini harus sesuai dengan tata cara yang dibenarkan menurut kebudayaan Mandailing.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan perkawinan telah dipertemukan keluarga laki-laki dan keluarga perempuan didalam suatu ikatan kekeluargaan. Hubungan ini harus dipertahankan sebaik-baiknya dengan ikatan kekeluargaan ini bukan saja menimbulkan dua hubungan antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan, namun lebih luas lagi yaitu hubungan kekeluargaan yang bersifat Dalihan Na Tolu (kahanggi , anakboru dan mora). Oleh sebab itulah pelaksanaan perkawinan selalu dilakukan dengan upacara upacara adat yang dapat memakan waktu berhari-hari.

E. Mangaririt Boru

Dalam acara mangaririt boru ini pihak dari orangtua laki laki menjelaskan terlebih dahulu bahwa anaknya (laki-laki) telah berkenalan dengan anak perempuan mereka yang telah bergaul. Pada waktu dulu sih calon pengantin tidak saling kenal, hanya orangtua yang saling kenal atau sebaliknya calon pengantin yang saling kenal tetapi orangtua tidak saling mengenal. Pengantin tidak saling mengenal disebut perkawinan yang dijodohkan. Jika orangtuanya yang tidak saling mengenal maka pihak laki-laki akan menyelidiki terlebih dahulu siapa orangtua perempuan tersebut. Hal ini penting untuk penyesuain apakah kedua keluarga ini dapat dipertemukan atau untuk melihat apakah perempuan berkelakuan baik. Jika orangtuanya sudah saling mengenal anaknya, karena ada pepatah yang menyatakan “sifat anak tidak jauh dari orangtuanya”.

Mangaririt boru biasanya dilakukan oleh orangtua sih laki laki secara langsunng seperti membawa i kahanggi dan anak boru . Biasanya orangtua sih perempuan tidak langsung menerima keinginan pihak laki-laki. Orangtua

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perempuan akan meminta waktu dengan alasan untuk menanyakan anakanya apakah menerima pinangan orang lain. Sesuai dengan kesibukan masing-masing kalau sudah ada kesesuaian pihak keluarga laki-laki langsung meminta agar semua syarat-syarat yang akan dipenuhi dibucarakan sekaligus. Hal ini dapat terjadi karena hubungan informasi yang sangat mudah sekarang ini bahwa pihak keluarga perempuan sudah mengetahui pihak keluarga laki-laki akan datang.

F. Padamos Hata

Jika pada waktu Mangaririt boru tidak adal hal-hal yang mengalangi untuk melanjutkan pembicaraan ketujan semula, maka pembicaar akan sampai pada tahap padamos hata. Pihak keluarga laki-laki akan datang kembali kerumah keluarga perempuan untuk meminang. Didalam acara meminang ini akan dibicarakan sekaligus tentang.

c. Hari yang tepat untuk datang meminang secara resmi (patobang hata).

d. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi nanti, yaitu apa saja yang

harus dipersiapkan, berapa mas kawin dan dalam bentuk tuhor (uang jujur)

dan perlengkapan-perlengkapan lainnya.

D. Patobang Hata

Dalam tahap patobang hata ini dapat dikatakan bahwa peminangan telah dilakukan secara resmi. Pada acara patobang hata ini pihak keluarga laki-laki

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang diwakili kahanggi dan anak boru harus terlebih dahulu manopot ( menjumpai) kahanggi. Manopot kahanggi maksudnya adalah menjumpai anak boru dari keluarga pihak perempuan. Artinya pihak kahanggi akan membimbing mereka untuk menyampaikan segala maksud dan tujuan agar berjalan sesuai dengan rencana yang diinginkan. Dalam acara patobang hata ini pihak keluarga laki-laki akan menyampaikan hasratnya dengan kata yang benar-benar menunjukan kesungguhan dan keinginan yang amat mendalam.

Dengan kata lain keluarga mengharapkan pihak laki-laki terhadap keluarga pihak perempuan yaitu

4. Lopok ni tobu sisuamon ( meminta anak gadis mereka untuk penerus

keturunan)

5. Andor na mangolu parsiraisan (meminta keluarga sih gadis menjadi

tempat berlindung dalam meminta kesediaan mereka untuk menjadi mora).

6. Titian batu na sora buruk (meminta merak untuk menjalin hubungan

kekeluargan selamanya)

Setelah acara patobang hata atau acara pinangan secara resmi telah diterima,acara selanjutnya adalah menyapai batang boban ( beban yang harus dipikul oleh pihak laki-laki). Batang boban ini merupakan syarat-syarat pada waktu padomas hata sudah dibayangkan, tetapi secara resmi pada acara patobang hata harus dipertegas kembali dengan disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat itu dalam menentukan besar kecinya batang boban.

Mora dari pihak perempuan turut serta berperan sehingga setelah acara patobang hata selesai semuanya maka akan ditentukan kapan waktunya untuk

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA acara selanjutnya yaitu manulak sere. Biasanya diberikan waktu satu atau dua

minggu agar baik keluarga laki-laki maupun perempuan dapat mempersiapkan

segala sesuatunya. Pemberitahuan mengundang saudara terutama pihak laki-laki

yang harus menyediakan uang antaran beserta uang untuk lainnya.

4.2.2 Manulak Sere

Di Mandailing tidak lagi dilaksanakan Mangampar ruji (artinya menhitung dan membagi-bagikan uang yang diterima sesuai dengan bagian yang berhak menerima seperti dahulu tapi sekarang sudah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman dan pengaruh agama Islam. Sere na lamot (na menek) diserahkan oleh pihak pengantin laki-laki kepada kepada pihak calon pengantin perempuan. Setelah selesai diserahkan sere na godang dan sere na lamot maka ditentukan waktu pernikahan secara agama. Setelah acara pernikahan dilangsungkan akan dilanjutkan acara berikutnya. Biasanya acara pernikahan dan pabuat boru tidak boleh terlalu lama dengan pernikahan maka sah lah antara calon pengantin laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri.

4.2.3 Acara Pernikahan

Nikah secara Islam yang dilaksanakan menurut hukum fiqih adalah

merupakan bagian yang sangat menentukan dari keseluruhan acara perkawinan

adat. Nikah merupakan suatu hal yang sangat penting baik bagi yang bersangkutan

maupun suami isteri Soekonto (1985:105).

Didalam acara pernikahan adapun urutan-urutan dalam pembicara adat ini adalah

8. Suhut yaitu menceritakan maksud dan tujuannya acara adat diadakan, syarat-

syarat adat yang telah dipenuhi serta memohon agar boru na ni oli dipabuat

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dohot adat sepanjang adat Mandailing, sekaligus mangoncot langka (memnita

kesedian untuk tinggal sampai acara selesai.

9. Kahanggi suhut menguatkan olos dan andung dari suhut.

10. Anak boru ikut menjunjung dan mendukung apa yang dimaksud moranya pihak

suhut yang telah menyampaikan maksud dan tujuannya pertemuan ini.

11. Mora memberikan kata pasu-pasu restu dan memberkati keinginan dari suhut

selaku anak borunya.

12. Namora Natoras menguatkan dan mengakui sepanjang pengetahuannya syarat-

syarat adat telah dipenuhi dan menyerahkan kepada raja-raja adat untuk

membicarakan selanjutnya permohonan suhut.

13. Raja-raja adat yaitu menyerahkan pelaksanaannya acara adat kepada yang

semua hadir dan menjadi saksi didalam pelaksanaan acara adat tersebut. Jika ada

saran ataupun koreksi yang disampaikan dan keputusannya kepada raja

panusunan.

14. Raja panusunan mengatakan maksud dan tujuan pertemuan ini, maka raja

panusunan mengetok palu mensahkan bahwa acara adat di Mandailing telah

terlaksana dengan benar.

Dengan selesainya acara persidangan dan diterima keluarga boru na ni oli,

maka rombongan keluarga bayo pangoli dipersilahkan masuk. Setelah

permohonan ini selesai dan disetujui acara tahap pertama pemberangkatan

selesai dan makan bersama.

Pada pagi harinya setelah tamu-tamu dimulai berdatangan, uning uningan

(gendang) sudah dibunyikan. Untuk menyambut tamu dibunyikan gong. Raja-raja

yang datang bergilirian diundang untuk manortor. Setelah selesai acara manortor

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA raja-raja seluruh tamu-tamu harajaon diundang ke pantar bolak paradaton untuk mangkobar adat (sidang adat). Perlu dijelaskan bahwa biasanya acara manortor sudah dimulai pukul 09.00 WIB. Pada acara monortor pagi hari, saat mata ni horja secara berturut-turut akan dipartortor oleh:

g. Suhut

h. Kahanggi

i. Anak boru

j. Raja-raja Mandailing

k. Raja-raja desa na walu

l. Raja panusunan

Dalam acara manortor biasanya diatur tiga orang sekali manortor dan di

ayapi oleh anak borunya. Selesai acara manortor barulah raja-raja yang diundang

diperssilahkan duduk di pantar paradaton. Setelah semua raja-raja adat hadir di

pantar paradaton acara markobar dimulai dengan diawali dihidangkan sipulut

lengkap dengan inti dan minumannya. Makan pulut disebut sebagaimana

sebelumnya bermakna sebagaimana sifat ketan, bahwa apa yang dibicarakan

nantinya akan melekat dan menyatu dihati dan sanubari setiap yang hadir.

Setelah selesai makan pulut maka di surdu burangir pertanda markobar sudah dapat dimulai setelah permisi kepada raja panusunan. Gong dibunyikan sembilan kali pertanda gelanggang adat telah dibuka seterusnya alok-alok mempersilahkan suhut mengawali pembicaraan dengan menyampaikan jamita

(pemberi tahunan kepada semua peserta acara hal-hal yang telah terjadi sebelumnya) sampai kepada mangalap boru dan haroan boru serta acara yang

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diselesaikan pada hari itu yang bermaksud melaksanakan horja godang. Setalah itu raja-raja adat menyambut dengan berbagai pendapat, saran maupun kritikan dan akhirnya raja panusunan mengambil keputusan bahwa semua permohonan suhut dapat dilaksanakan

4.2.4 Pintu Gerbang Pada Acara Adat

Pada acara horja siraon yaitu pintu gerbang sebelum memasuki pekarangan rumah serta simpang jalan menuju rumah dibuat pintu gerbang dan biasanya pintu gerbangnya ada dua buah. Dikota-kota besar yang sudah mengalami perubahan dipengaruhi adat Jawa dipersimpangan jalan menuju rumah dibuat janur sebagai tanda bahwa disanalah diadakan pesta.

Pada pintu gerbang tersebut yang juga terbuat dari bambu sebagai tiang dan kerangka dan daun kelapa yang ditulis horas tondi madingin sayur matua bulung. Kata-kata ini adalah merupakan doa dan harapan agar acara ini diberikan keberkatan dan keselamatan, kemuliaan dan kesejahteraan dan panjang umur.

Disamping bambu dan daun kelapa muda yang dibuat pintu gerbang juga dihiasi dengan:

a. Daun beringin (tempat berlindung)

b. Pohon pisang yaitu agar perkawinan bersifat kekal hanya sekali berbuah dan

batangnya dingin (horas tondi madingin).

c. Sanggar yaitu maknanya untuk tekun, tabah dan dapat mengurangi rumah

tangganya dalam situasi apapun.

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Dingin-dingin yaitu juga merupakan kesejukan dan kedamaian yang

diharapkan dalam kehidupan berumah tangga.

e. Tebu yaitu merupakan agar kehidupan itu tetap manis.

4.2.5 Pakaian Pengantin dan Pakaian Raja

Setiap etnik di Indonesia mempunyai adat istiadat masing-masing walaupun pada umunya ada kesamaannya, namun dalam beberapa hal mempunyai kekhususan masing-masing pula. Demikian juga dengan pakaiannya, baik pakaian sehari-hari maupun pakaian adat kebesaran. Pakaian ini juga merupakan salah satu ciri khas dari suku itu sendiri.

Didalam hal ini untuk etnik Mandailing yang juga sama dengan etnik di

Tapanuli Selatan seperti kota Padang Sidempuan, Sipirok dan Padan Lawas dipakai pakaian kebesarnnya yang disebut dengan hampu dan bulang.

Hampu dan bulang pada awalnya adalah merupakan pakaian kelengkapan pakaian adat raja panusunan dan permaisurinya. Namun sesuai dengan perkembangan zaman telah mengalami perubahan. Sampai sekarang hampu dan bulang sudah dianggap sebagai pakaian adat pengantin Mandailing yang dapat dipakai pada acara perkawinan dan pakaian ini baru boleh dipakai kalau acara tersebut bersifat adat.

Sayangnya hampu sekarang sudah banyak salah gunakan yaitu dipakai untuk tempat untuk sumbangan tamu-tamu. Alangkah menyedihkan yang biasanya tempatnya dikepala dijadikan tempat menampung uang sumbangan.

Sedangkan hampu itu sebenarnya adalah mahkota raja panusunan sedangkan

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bulang adalah mahkota permaisuri semua ini menggambarkan kebesaran dan kekuasaan raja.

A. Hampu

Hampu merupakan bentuk kopiah yang dililit sekelilingnya berbentuk pipa yang dibungkus dengan kain beledru hitam dan ujung pipa itu diikat satu kali dan ujungnya menghadap kebawah. Keseluruhan hampu dihiasi ditabur dengan ornamen berbentuk bunga melati dengan warna kuning keemesan yang menunjukan ketinggian derajat kebangsawanan pemakainya. Hampu sebagai pakaian kebesaran adat, bukan untuk keperluan lain apalagi untuk menampung uang sumbangan. Adapun kelengkapan dari pada hampu yaitu pakaian, rombi, puntu dan keris.

B. Bulang

Bulang merupakan pakaian kebesaran yang dipakai oleh permaisurinya selaku isteri raja panusunan. Bulang bermotifkandaun beringin yang menggambarkan bahwa permaisuri adalah tempat orang berteduh kalau kepanasan, tempat meminta bagi orang yang membutuhkan dan sebagai ibu dari seluruh rakyatnya.

Bulang berwarna kuning keemasan bertingkat tiga namun pada ssat sekarang karena orang semakin lama ingin pembaharuan dan semakin meningkatnya persepsi masyarakat tentang keindahan maka sudah ada yang meminta dibuatkan bulang tersebut sampai lima tingkat bahkan tujuh tingkat.

Sedangkan yang seharusnya hanya tiga tingkat saja.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sesuai dengan namanya sebagai mahkota bulang dipakai dikepala yang dilengkapi dengan jarungjung (kembang atau bunga) yang menjulang keatas, tusuk sanggul berwarna emas dan sisir yang dipakai diatas sanggul juga berwarna emas. Adapun kelengkapan dari pada bulang yaitu baju, kain songket, dua helai selendang tenun patani atau songket, pinggang, puntu, sepasang keris, anting- anting emas, kalung kuning, gaja meong, loting-loting dan kuku emas.

4.2.6 Uning-uningan dan Tor-tor

A. Uning-uningan

Didalam masyarakat adat Mandailing dikenla alat musik dan bunyi- bunyian (uning-uningan) yang dinamakan dengan gondang tunggu-tunggu dua buah gordang sembilan yang berjumlah sembilan buah. Jika uning-uningan dibunyikan, biasanya dibarengi dengan tor-tor.

Jenis-jenis bunyian terdiri dari:

a. Gondang tunggu-tunggu dua yaitu terdiri dari dua gendang dan ukurannya

lebih kecil dari gendang. Gendang ini dibunyikan cukup dibunyikan dengan

menggunakan tangan. Gondang tunggu-tunggu dua dilengkapi dengan alat

musik lainnya yaitu gong, yang terdiri dari dua buah, satu buah gong kecil,

salempong dan .

b. Gordang sembilan yaitu terdiri dari sembilan gendang yang besar. Ukuran

gendang ini panjang dan besarnya berbeda satu dengan yang lainnya. Garis

penampang yang paling besar sekitar 60 cm. Penabuhnya tidak perlu

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sembilan orang karena satu atau dua orang dapat menabuh dua gendang.

Pemukulnya terbuat dari kayu.

Kedua alat musik ini dibunyikan pada acara pesta adat. Jika gordang sembilan dibunyikan untuk memeriahkan pesta sedangkan gondang tunggu- tunggu dua dibunyikan sekaligus untuk mengiringi tor-tor atau pada araka-arakan pengantin.

Sebelum agama Islam berkembang di Mandailing, dahulunya gordang sambilan juga digunakan oleh nenek moyang orang Mandailing sebagai cara untuk memanggil roh-roh yang disebut paturun sibaso, cara memukulnya dengan suatu upacara khusus dan irama yang khusus pula. Disamping itu juga dapat dipergunakan untuk menurunkan hujan ataupun menghentikan hujan. Adakalanya jika gordang sambilan ini dibunyikan dengan kegembiraan yang sangat meriah dan ada saja yang kesurupan sehingga jika terjadi demikian gendang tersebut harus diistirahatkan sebentar.

Oleh karena itu, tujuan memanggil paturun sibaso bertentangan dengan agama Islam, maka mempunyai gordang sambilan tidak boleh bertentangan dengan tujuan yang membunyikannya yaitu untuk memeriahkan upacara-upacara siraon karena itu gondang paturun sibaso tidak boleh lagi dibunyikan.

C. Tor-tor

Didalam upacara-upacara adat di Mandailing dimana uning-uningan dibunyikan selalu dilengkapai dengan manortor. Pada awalnya manortor hanya diadakan diacara adat margondang, namun dalam perkemngan zaman mengalami perubahan yaitu manortor ini juga sudah dilakukan pada acara-acara hiburan

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan cara memodifikasi tor-tor sedemikian rupa agar lebih menarik bagi penontonnya. Tor-tor yang dilakukan dengan gerakan-gerakan tertentu mempunyai ciri khas dan tujuan-tujuan tertentu.

4.3 Kearifan Lokal Pada Adat dan Budaya Mandailing

Setiap daerah mempunyai adat dan budaya nya sendiri,seperti halnya di

Mandailing, Mandailing yang saya maksud adalah jika didaerah tersebut masih menggunakan bahasa Mandailing maka disitu juga akan mengikuti tradisi /budaya

Mandailing, terlepas mereka menggunakan budaya Mandailing sedikit atau banyak.

Salah satu wujud Kearifan lokal yang ingin penulis sampaikan disini adalah masyarakat Kota Padang Sidempuan.Terlihat masih memiliki budaya yang asli, belum dipengaruhi budaya luar, dibuktikan dengan praktek dalam kehidupannya sehari-hari.Hendaknya budaya yang asli ini bisa dipertahankan, sehingga menjadi cirikhas dan keunggulan masyarakat Kota Padang Sidempuan.

Paling tidak, ada lima hal budaya yang masih dijalankan sampai saat ini.

Pertama, Dalihan Natolu atau tiga tumpuan.Sistem sosial yang disebut dengan mora, kahanggi dan anak boru.Dalam pelaksanaan kegiatan, mora merupakan anggota kerabat yang berstatus sebagai pemberi anak dalam perkawinan (kelompok calon pengantin perempuan), kahanggi adalah anggota keraba dan anak boru sebagai penerima calon pengantin perempuan (kelompok calon pengantin Laki-Laki).

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bagi masyarakat Kota Padang Sidempuan, perkawinan bukan saja menyangkut penyatuan dua insan tetapi lebih menekankan kepada penyatuan dua keluarga, sehingga terjalin keluarga yang harmonis yang saling menghargai seperti ungkapan yang berbunyi: “ somabamarmora elek maranak boru, manat- manat markahanggi” artinya hormat terhadap mora, pandai-pandai mengambil hati anak boru dan bersikap cermat terhadap kahanggi.

Kedua, Marsialapari. Dalam bahasa masyarakat Kota Padang Sidempuan artinya adalah menjemput hari, sebagai salah satu sarana bersilaturahmi untuk saling tolong menolong dengan cara saling membantu untuk setiap rutinitas sesuai kesepakatan, tentunya beban yang berat akan ringan kalau dipikul bersama-sama.

Hingga saat ini, marsialapari masih dijalankan di berbagai daerah setelah pemekaran daerah seperti Kota Padang Sidempuan, Palas, Paluta dan Mandailing

Natal.

Ketiga, Toleransi beragama. Kerukunan diantara umat beragama sangat terlihat dari kebebasan beribadah masyarakat Padang Sidempuan, tidak jarang kita lihat mesjid berdekatan dengan gereja yang satu sama lain tidak menggannggu.

Bahkan di daerah Sipirok Tapanuli Selatan, kerukunan antar umat beragama sangat menonjol pada saat acara adat pernikahan, walaupun beda agama tetapi penduduk masyarakat setempat masih memiliki hubungan yang kuat baik sebagai warga maupun adat. karena dalam agama Islam tidak boleh makan babi, maka pihak Kristen mempercayakan kepanitiaan konsumsi kepada umat Islam.

Keempat, Hukum. Penerapan hukum adat di PadangSidempuan menjadi sebagai suatu ketetapan yang harus dipatuhi. Kasus/perkara hukum dimasyarakat

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akan diserahkan kepada Alim Ulama, Hatobangon dan Kepala Desa. Keputusan dibuat berdasarkan hasil musyawarah dari unsur-unsur desa.Bahkan terkadang hukum adat lebih kuat dari hukum yang dibuat Pemerintahan Daerah, karena dijalankan dengan adil dan tegas.sebagai contoh di daerah domisili peneliti di

Kota Padang Sidempuan saat ini ada aturan, apabila ketahuan mencuri, maka akan diberikan sanksi denda 20 kali lipat.

Ini sudah menjadi suatu ketetapan, apabila tidak diberlakukan, maka korban yang sudah pernah diberikan sanksi pasti akan menuntut. Pemberlakuan hukum adat juga sesuai dengan konsep yang dikenal dalam ushul fiqih yaitu Al-

Adatul Muhakkamah artinya adat itu bisa menjadi ketetapan hukum.

Kelima, Martahi artinya adalah berencana.sejauh yang penulis pahami, ada tiga macam bentuk martahi yang sering dilaksanakan saat ini yang masih dipertahankan yaitu a. Martahi karejo, dibuat untuk menyusun suatu kepanitiaan untuk bekerja secara bergotong royong, baik dalam melaksanakan acara kemalangan atau kegembiraan. b. Martahi untuk menikahkan anak, didaerah Angkola dan Padang Sidempuan dikenal dengan marpege-pege. Dalam adat masyarakat Tapanuli Selatan, martahi semacam ini sangat membantu untuk keberlangsungan pernikahan karena semakin banyak kita menolong orang lain, tentunya semakin banyak peluang untuk mendapatkan bantuan dari orang lain. c. Sekelompok keluarga mufakat untuk mengeluarkan padi atau emassejumlahyang ditentukan. Misalnya Pada saat orang tua menikahkan, mereka

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA akanmengeluarkan padi atau emas yang sudah disepakati jumlahnya tersebut.

Sebuah kerja sama yang cukup adil, karena harga emas dan padi terus mengalami kenaikan, itu artinya kebutuhan disesuaikan dengan zaman.

Aturan yang sifatnya membawa kepada tata cara berhubungan secara adat. penulis hanya mencontohkan beberapa macam saja, adat yang ada Kota Padang

Sidempuan. Dari beberapa contoh adat masyarakat Sidempuan, terbukti mewujudkan kearifan lokal yang sifatnya mendidik untuk bekerja sama dan falsafah kehidupan yang bermanfaat, baik untuk zaman sekarang maupun yang akan datang.

Namun, semua kearifan lokal ini kembali kepada anggota masyarakat yang menekuninya.Terutama untuk para pemuda sebagai generasi penerus yang mewakili daerahnya masing-masing. Jika aturan-aturan ini terus dijalankan, maka akan menjadi satu cirikhas baik masyarakat Kota Padang Sidempuan. Hubungan mora, kahanggi dan anak boru hendaknya berlangsung dengan harmonis, dianggap sebagai bagian dari keluarga walaupun tidak memilki pertalian darah.

Di Mandailing ada tradisi Marsalapari, Marsalapari merupakan budaya atau kearifan lokal Mandailing, Marsalapari berasal dari dua suku kata yaitu alap

(jemput/ambil) dan ari (hari), kemudian ditambah kata awalan mar yang berarti saling, sementara si adalah kata sambung jadilah kata marsialap ari (saling menjemput /mengambil hari), jadi menurut bahasa Marsialapari adalah saling menjemput hari. Marsialapari menurut istilah adalah suatu kegiatan tolong menolong dan gotong-royong yang dilakukan masyarakat mandailing secara sukarela dengan rasa gembira dan berharap ketika kita pergi menolong atau

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA membantu saudara kita yang membutuhkan maka kita juga dapat bantuan yang sama disaat kita membutuhkan ,biasanya dilakukan disawah atau kebun. jadi

Marsialapari adalah kegiatan menolong orang lain secara bersama-sama dengan rasa gembira dengan harapan orang lain tersebut menolong kita diwaktu lain ketika kita membutuhkan. Jumlah harinya juga dihitung berapa hari kita kesawah si A maka si A juga akan datang kesawah kita dengan jumlah hari yang sama.

Seiring berjalannya waktu dan orang Indonesia biasanya melakukan penyederhanaan ucapan,maka marsialap ari,berubah kata menjadi satu kata yang dapat diucapkan dengan sederhana menjadi Marsalapari.

Marsalapari adalah konsep tolong menolong yang saling menguntungkan,Marsialapari ini adalah kegiatan rakyat yang sudah turun temurun dilakukan. Melihat dan merasakan bagaimana kegembiraan dan nikmatnya ketika kita Marsalapari. Marsalapari dilakukan semua kelompok umur baik yang tua maupun yang muda (naposo-nauli bulung), saat manyuan eme (menanam padi) misalnya kita bisa mengajak enam hingga sepuluh orang baik teman atau keluarga,baik yang muda ataupun yang tua Marsalapari tusabanta (kesawah kita).

Dalam satu hari bisa selesai manyuan , karena kita bekerja bersama,marsikojar- kojaran toap (saling mengejar hasil kerja) ,saat manyuan kita juga bisa mangecek

(ngomong/bercerita) dengan teman kita yang lain, saling menyahut antara satu dengan yang lain, biasanya cerita yang paling menarik itu cerita muda-mudi

(naposo –nauli bulung),atau cerita umak-umak (ibu-ibu ) yang hadir pada saat itu tentang masa lalu saat saat indah kehidupannya, ada juga cerita motivasi sukses dari orang-orang yang berhasil.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Begitulah senangnya marsalapari, dan puncaknya yang paling ditunggu- tunggu ketika kita marsalapari adalah ketika manyabi (panen),di Mandailing kalau manyabi harus dilaksanakan satu hari, beda Dengan manyuan atau manajak boleh beberapa hari tapi untuk manyabi hanya satu hari agar hasil panen langsung kelihatan. Saat manyabi sudah pasti marsalapari ,manyabi itu bagaikan pesta yang dilakukan disawah. Saat manyabi adalah saat yang paling ditunggu-tunggu baik oleh peserta marsalapari maupun anak anak.manyabi penuh kenangan dan sangat membahagiakan. Setelah kita marsalapari ketempat yang lain maka pas digiliran kesawah kita orang lain yang datang, kita juga akan mendapatkan hal yang sama,berapa hari kita ketempat si A maka si A juga dengan jumlah hari yang sama akan datang ketempat kita, begitu juga si B berapa hari si B kesawah kita, kita akan datang marsalapari ke sawahnya dengan jumlah hari yang sama.

Dengan marsalapari pekerjaan yang sulit jadi ringan,mengerjakan sawah yang luas tidak perlu mengeluarkan uang.cukup dengan marsalapari.semoga budaya marsalapari ini terus berkembang di Mandailing dan dapat dicontoh oleh daerah lain, mari saling berbagi dan memberi solusi untuk negeri ini.

Sebagai kesimpulan, wujud kearifan lokal yang sudah mendapat pengakuan sebagai daerah aman, sejahtera dan damai, mesti dipertahankan.Di era

Globalisasi saat ini, butuh perjuangan berat untuk melestarikannya karena sudah banyak bercampur dengan budaya luar.Lebih tepat lagi, Pemerintahan Daerah membuat suatu kajian khusus untuk melestarikan budaya ini, agar bisa tersentuh langsung dalam kehidupan dan tidak mudah terpengaruh dari Budaya Luar.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kemudian, seiring dengan berkembangnya isu SARA saat ini, hendaknya tidak menjadi satu permasalahan bagi kita masyarakat Tapanuli Selatan karena itu termasuk pergeseran nilai-nilai budaya karena tidak bisa bersatu dalam masyarakat.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan uraian diatas tentang “Perubahan Adat dan Budaya

Perkawinan Mandailing” haruslah dipertahakan dan dilestarikan. Adat adalah suatu budaya dan nilai yang hidup ditengah masyarakat yang menjelma dari hati nurani yang mendalam sesuai dengan perasaan hatinya. Nilai-nilai itu harus tumbuh dan berkembang selaras dengan kehidupan itu sendiri.

Proses perkembangan itu dapat dilihat dari segala aspek kehidupan dan dipengaruhi oleh agama, situasi dan kondisi lingkungan didalam perkembangan zaman atau yang sering kita sebut modernisasi.

Contohnya adalah didalam upacara perkawinan. Hal-hal yang bertentangan dengan agama sudah dihilangkandan perkawinan eksogam antara marga berkembang menjadi antar suku atau antar bangsa sesuai dengan situasi dan kondisi.

Segala proses perkembangan ini merupakan konkretisasi dari perubahan perasaan dan keyakinan yang hidup pada masyarakat itu sendiri dengan tujuan agar dapat menyesuaikan diri terhadap tuntunan zaman pada era globalisasi sekarang ini.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apabila hal tersebut sudah dihayati dan diamalkan oleh orang Mandailing terutama generasi mudanya, mereka akan menjadi warga Indoneisa yang baik, yang hidup dalam suatu negara yang bersemboyan “Bhineka Tunggal Ika yaitu dimana hanya ada satu ukuran dalam bertindak yaitu perasaan Indonesia.

5.2 Saran

Penulis berharap agar generasi penerus sekarang bisa menjaga kebudayaan

mereka masing-masing dan tidak dipengaruhi oleh budaya kebarat-baratan.

Kita sebagai generasi penerus yang telah diwariskan oleh leluhur kita agar

menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut agar tidak hilang dimakan oleh

zaman sehinga suatu ciri khas didalam setiap etnis terus terpatri didalam diri

kita yang memiliki suatu nilai-nilai dan moral yang terkandung didalamnya.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Adisaputra, Abdurahman. 2010, “Ancaman Terhadap Bahasa Melayu Langkat (Disertasi). Universitas Udiyana, Denpasar. Iwasaki, Ani, 2011, “Masyarakat Indonesia Ilmiah Teknologi dan Industri Perubahan Iklim Inspirasi Dari Jepang”, Makalah Dalam Seminar Internasional di Universitas Kuningan Tanggal 28 Oktober 2011. Lubis, Z. Pangaduan, 2001. “Revitalisasi Kebudayaan Mandailing” (Makalah) Disampaikan Pada Seminar Adat Mandailing di Medan Lubis, Syahmerdan, 1997. Adat Hangoluan Mandailing Lord, Albert Bates, 1960. The Singers of Tales. Cambridge: Harvard University Press. L, S, 1990. Diapari Gelar Patuan Humala Parlindungan, Adat Istiadat Perkawinan Dalam Masyarakat Tapanuli Selatan. Jakarta Nasution, Imbalo Sakti, 2002. Pokok Ceramah Adat di Mandailing. Nasution, Pandapotan, 1990. Festival Gordang dan Gondang Sambilan di Penyabungan. Nasution, Pandapotan, 2005. Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman. Press, Widya, 1994. Uraian Singkat Adat Mandailing Serta Tata Cara Perkawinannya. Jakarta Pudentia, 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan. Pulungan, H.A.K, Adat Dalihan Na Tolu. Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan. Sinar, Tengku Lukman, 2006. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan: Yayasan Kesultanan Serdang. Sitepu, Runtung, Pergeseran Hukum Adat di Sumatera Utara, Makalah, Medan, 2003. Soekanto, Soerjono, 1981. Meninjau Hukum Adat Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 1

Pedoman wawancara dengan informan. Berikut daftar pertanyaannya.

1. Apakah masyarakat Padang Sidempuan khususnya etnik Mandailing

masih melakukan tata cara perkawinan sesuai dengan ketentuan adat

istiadat dan budaya Mandailing?

2. Apakah upacara adat perkawinan masih dilakukan selama tujuh hari tujuh

malam? Jika hanya dilakukan satu hari apakah masih disebut juga upacara

adat perkawinan?

3. Mengapa masyarakat sekarang lebih cenderung melakukan upacara

perkawinan hanya satu hari saja. Faktor-faktor apa saja yang menjadi salah

satu penyebabnya?

4. Apakah fungsi markobar pada pasahat boru dan mengapa harus dilakukan

markobar? Jika markobar tidak dilakukan apa yang menjadi pandangan

masyarakat yang disekitarnya?

5. Apakah ada perubahan didalam upacara perkawinan Mandailing? Dan

tradisi apa saja yang telah mengalami perubahan didalam upacara

perkawinan di Mandailing?

6. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang terdapat didalam upacara

perkawinan di Mandailing?

7. Apakah nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Mandailing sudah ada

mengalami perubahan? Dan nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang sudah

tidak ada dimasyarakat Mandailing?

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 2

Daftar Informan

1. Nama : Sutan Kalimuda Syahdan Harahap

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 60 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Petani

Tempat Tinggal : Kec. Batang Angkola, Padang Sidempuan

2. Nama : Porkas Lubis

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 54 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Petani

Tempat Tinggal : Kec. Batang Angkola, Padang Sidempuan

3. Nama : Muara Taisatu Hasibuan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 57 Tahun

Pendidikan Terakhir : SMP

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pekerjaan : Petani

Tempat Tinggal : Kec. Batang Angkola, Padang Sidempuan

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Pengantin Mandailing

2. Tapian Raya Bangunan

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Gordang Sambilan

4. Tor-tor Raja Mandailing

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA