ANALISIS SEMIOTIKA MANORTOR MANDAILING PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN KAHIYANG-BOBBY DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA TARI TRADISIONAL

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

SANTI HERLINA

130904056

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara ii

ANALISIS SEMIOTIKA MANORTOR MANDAILING PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN KAHIYANG-BOBBY DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA TARI TRADISIONAL

SKRIPSI

Disusun oleh :

SANTI HERLINA

130904056

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

ii

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Santi Herlina

NIM : 130904056

Judul Skripsi : Analisis Semiotika Manortor Mandailing Pada Upacara Adat Pernikahan Kahiyang-Bobby dalam Upaya Pelestarian Budaya Tari Tradisional.

DosenPembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana A. Lubis, MA., Ph.D Dra.Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP.196704051990032002 NIP. 196505241989032001

Dekan

Dr. Muryanto Amin, S.Sos.,M.Si. NIP. 197409302005011002

i

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Santi Herlina

NIM : 130904056

Departemen : IlmuKomunikasi/ Jurnalistik

JudulSkripsi : Analisis Semiotika Manortor Mandailing Pada Upacara Adat Pernikahan Kahiyang-Bobby dalam Upaya Pelestarian Budaya Tari Tradisional.

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : Dr. Humaizi, M.A (………………………)

Penguji : Dra. Lusiana A. Lubis, MA., Ph.D (………………………)

Penguji Utama : Dr. Safrin, M.Si (……………….……...)

Ditetapkan di : Medan

Tanggal : 2017

ii

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Santi Herlina

NIM : 130904056

Tanda Tangan :

Tanggal : 28 Desember 2017

iii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya peneliti dapat diberikan kekuatan fisik maupun psikis untuk dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan tingkat pendidikan Strata 1 di Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Analisis Semiotika Manortor Mandailing Pada Upacara Adat Pernikahan Kahiyang-Bobby dalam Upaya Pelestarian Budaya Tari Tradisional.”. Penelitian ini dapat tersusun dengan berbekal berbagai ilmu yang didapatkan peneliti selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Banyak pengalaman yang terjadi selama penelitian termasuk kesulitan- kesulitan dan berbagai hambatan yang harus dihadapi peneliti. Rasa terima kasih yang amat besar dari peneliti untuk dosen pembimbing rasanya tidak dapat membalas segala waktu dan perhatian yang diberikan selama pengerjaan penelitian ini. Begitupun, peneliti masih menyadari adanya kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini, maka dari itu peneliti berharap akan adanya masukan maupun kritik yang dapat menyempurnakannya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga dihantarkan kepada kedua orangtua tercinta untuk Ayahanda Risnul Arifin Batubara dan Ibunda Seri Hannum Nasution, orangtua peneliti yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil serta semangat hingga peneliti dapat melangkah hingga jenjang pendidikan ini. Dalam penulisan skripsi ini, peneliti banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, serta Kak Emilia Ramadhani, MA selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU periode sebelumnya, serta Ibu Dra. Dayana,

iv

Universitas Sumatera Utara

M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi periode sebelumnya. 4. Ibu Dra. Lusiana A. Lubis, MA., Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi saya. Terima kasih banyak untuk beliau yang telah memberikan banyak ilmu, masukan, nasehat, dan semangat dalam pengerjaan skripsi ini sehingga saya sampai di sidang meja hijau. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberi ilmu selama masa perkuliahan. 6. Kak Maya dan Kak Yanti yang selalu bersedia membantu dalam hal administrasi di Departemen Ilmu Komunikasi. 7. Mustafa Kamal Batubara, Muhammad Rafi Batubara, Imam Samudra Batubara dan Tomy Aditya Batubara selaku saudara kandung penulis yang memberi tambahan semangat untuk penulis menyelesaikan penelitian ini. 8. Terima kasih kepada sahabat penulis yang memberikan kekuatan dan motivasi selama pengerjaan skripsi, Ade Yuspida Angraini Siregar, Nurul Hasanah, Nur Maisarah, Maudy Asri Gita Utami, Windy Astuti dan Muhammad Sabrin Zebua. 9. Adik-adik tercinta, Alfi, Clara, Nia, Samuel dan Yohan. Terima kasih sudah berbagi waktu dan pengalaman dalam kelas MPK II. 10. Teman kost tercinta, Kak Norma, Kak Ninda, Kiyak dan Uci. 11. Teman-teman Ilmu Komunikasi stambuk 2013 yang memberikan dukungan dan berbagai informasi kepada peneliti selama masa perkuliahan hingga pengerjaan skripsi ini. 12. Keluarga di Pers Mahasiswa SUARA USU. Pengalaman dan pelajaran yang penulis dapat di tempat ini memberi kontribusi besar selama penulis duduk dibangku kuliah. Yulien Lovenny Ester Gultom, Ika Putri Agustini Saragih, Amelia Ramadhani, Tantri Ika Adriati, Febri Rahmania, Anggun Dwi Nursitha, Lamtiur Saputri, Hardiansyah, Amanda Hidayat dan Arman Maulana Manurung.

v

Universitas Sumatera Utara

13. Dedy Pranata Hasibuan, terima kasih untuk cinta dan semua motivasi yang diberikan kepada penulis, dari awal hingga penelitian ini selesai.

Akhir kata peneliti ucapkan banyak terima kasih, kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini dapat menjadi subjek yang akan terus dikembangkan dalam program studi Ilmu Komunikasi khususnya dalam bidang Jurnalistik.

Medan, 28 Desember 2017

Santi Herlina

vi

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi Herlina

NIM : 130904056

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Universitas Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Analisis Semiotika Manortor Mandailing Pada Upacara Adat Pernikahan Kahiyang-Bobby dalam Upaya Pelestarian Budaya Tari Tradisional.

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

PadaTanggal : 28 Desember 2017

Yangmenyatakan

(Santi Herlina)

vii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Semiotika Manortor Mandailing Pada Upacara Adat Pernikahan Kahiyang-Bobby Dalam Upaya Pelestarian Budaya Tari Tradisional”. Tujuannya adalah untuk melihat gerakan tarian pernikahan adat Suku Mandailing dan menganalisis makna simbol dari gerakan tarian yang digunakan dalam proses pernikahan adat Suku Mandailing dalam upacara adat pernikahan Kahiyang dan Bobby Nasution pada 25 November 2017 lalu. Gerakan tarian yang dilakukan memiliki arti dan inilah yang membuat peneliti tertarik meneliti komunikasi yang terjadi di dalam gerakan tarian tersebut. Subjek penelitian adalah video upacara adat pernikahan Kahiyang dan Bobby Nasution pada 24-25 November 2017. Peneliti menggunakan analisis semiologi Roland Barthes berupa signifikasi dua tahap (two order of signification) yaitu denotasi dan konotasi, serta mitos sebagai pengembangan dari konotasi. Hasil penelitian menemukan bahwa Makna setiap gerakan dari tarian Upacara Adat berdasarkan mitos terdahulu diartikan tidak hanya banyak memiliki dimensi budaya, namun tor-tor Mandailing juga merupakan bagian dari prosesi penyembahan kepada roh- roh lelehur. Simbol non verbal yang terdapat dalam tarian yang ada di dalam proses pernikahan adat Mandailing dalam dimensi kekinian, bukan lagi atas persembahan kepada roh leluhur sebagaimana pada tradisi purba. Persembahan dalam konteks kekinian dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang kita hargai, baik secara sosial maupun secara kekerabatan.

Kata kunci: Manortor Mandailing, Analisis Semiotika, Tarian Pernikahan

viii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This research entitled "Semiotics Analysis of Mandailing Manortor At Kahiyang-Bobby Wedding Ceremony In Traditional Dance Traditional Cultural Effort". The aim is to see the Mandailing traditional marriage dance movement and to analyze the symbolic meaning of the dance movement used in the indigenous marriage process of the Mandailing Tribe in Kahiyang and Bobby Nasution's wedding ceremony on 25 November 2017. The dance movements performed have meaning and this is what makes researchers interested in researching the communication that occurred in the dance movement. The subjects of the study were the wedding ceremony of Kahiyang and Bobby Nasution on 24-25 November 2017. Researchers used Roland Barthes semiology analysis in the form of two order of signification denotation and connotation, and myth as the development of connotation. The results of the study found that the meaning of each movement of traditional ceremonial dance based on the previous myth is defined as not only having many cultural dimensions, but the Mandailing torch is also part of the worship procession to the ancestral spirits. The non verbal symbol contained in the dance that is in the process of marriage of the Mandailing custom in the present dimension is no longer the offering to the ancestral spirits as in the ancient tradition. Gifts in the contemporary context are interpreted as a tribute to the people we value, both socially and in kinship.

Keywords: Manortor Mandailing, Semiotics Analysis, Wedding Dance.

ix

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… …………………………………………………. i LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………. ii LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… iv KATA PENGANTAR……………………………………………………….. v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……..….… viii ABSTRAK………………………………………………………………….… ix ABSTRACT………………………………………………………………….. x DAFTAR ISI………………………………………………………………..... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ...... 1 1.2 Fokus Masalah ...... 6 1.4 Tujuan Penelitian ...... 6 1.4 Manfaat Penelitian ...... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ...... 8 2.2 Kajian Pustaka ...... 9 2.2.1 Komunikasi ...... 9 2.2.2 Komunikasi Verbal……………………………...... 16 2.2.3 Komunikasi Non Verbal ...... 17 2.2.4 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik ...... 21 2.2.5 Tarian Manortor Mandailing ...... 22 2.2.6 Semiotika...... 27 2.2.7 Semiotika Roland Barthes ...... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian...... 30 3.2 Objek Penelitian ...... 30 3.3 Subjek Penelitian ...... 31 3.4 Kerangka Analisis ...... 31

x

Universitas Sumatera Utara

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...... 31 3.6 Teknik Analisis Data ...... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ...... 46

4.2 Pembahasan ...... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...... 84

5.2 Saran ...... 85

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

1 Peta Tanda Roland Barthes ………………………………………. 39 2 Teknik dalam menyunting gambar……………………………….. 48

xii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR JUDUL HALAMAN

1. Bagan/skema Proses Komunikasi ...... 15 2. Semiotic Triangle Ogden and Richards...... 23 3. Manortor Pasangan Pengantin Yang Dilakukan Di Depan Para Raja ...... 33 4. Manortor Raja-raja ...……………………………………33 5. Manortor Menyambut Mora………………………….....34 6. Manortor oleh Pengantin Wanita dan Nauli Bulung ...... 34 7. ScenePertama ...... 49 8. Scene Dua ...... 52 9. Scene Tiga...... 56

xiii

Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah Manortor Mandailing tiba-tiba menjadi ikon seni tari penting dalam proses pernikahan Boby Nasution dan Kahiyang Ayu. Tentu karena begitu massif pemberitaan di berbagai media. Momen itu sekaligus mengundang rasa ingin tahu publik tentang berbagai entitas budaya Mandailing yang disuguhkan dalam proses pernikahan, termasuk Manortor. Sebagai salah satu seni tari tradisional Mandailing, Manortor diyakini merupakan kesenian purba yang melekat pada berbagai proses adat Mandailing, baik dalam siriaon (peristiwa menggembirakan) maupun siluluton (musibah). Pada masa awal pertumbuhan kebudayaan Mandailing, dan itu diyakini jauh sebelum periode Islam, Manortor menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kepercayaan klasik, yakni Si Pelebegu. Hal itu dikaitkan dengan ungkapan “somba do mula ni Tor-tor” (Tor-tor asal mulanya adalah prosesi sembah). http://news.detik.com

Visualisasi naik-turun itu karena para penari menekuk kaki mereka mengikuti irama gondang (gendang) dengan kedua belah tangan seperti orang sedang menyembah (marsomba). Gendang yang bersahutan membentuk ritme yang sedemikian rupa dan menentukan pola gerakan penari. Gendang pembentuk irama tersebut bisa terdiri dari gondang dua, gondang topap, gondang tunggu-tunggu dua, atau gondang boru. Pola gerakan tangan dan kaki diselaraskan dengan bunyi Ogung Dadaboru ( betina) ketukan pertama dan ogung jantan (gong jantan) pada ketukan ketiga. Barisan depan penari Tor-Tor (na diayapi) ditempati oleh kelompok kekerabatan yang posisi sosialnya lebih dihormati oleh mereka yang menempati barisan dibelakangnya (na mangayapi). Dalam Tor-Tor Haroan Boru (pesta pernikahan) misalnya, posisi depan ditempati oleh pihak Mora dari pihak yang melaksanakan pernikahan (Suhut). Jika yang barisan depan ditempati Mora, maka barisan belakang adalah Suhut, yang dalam konteks hari itu itu berstatus

1 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2

sebagai Anakboru. Kalau yang di depan suhut (anak boru dari keluarga pengantin wanita), maka yang bagian belakang ditempati oleh anak boru dari suhut, atau anak boru ni anak boru dari Mora. Tentu saja, sebuah tor-tor jangan hendaknya ditampilkan dalam seremonial saja. Apalagi harus menunggu adanya moment “horja godang” ala pernikahan Bobby – Kahiyang. Sebagai sebuah budaya yang usianya ratusan tahun, memiliki banyak dimensi budaya, bukan sekedar pemujaan terhadap roh leluhur. Berbagai gerak-gerik tor-tor, sebagaimana layaknya seni tari, melambangkan metafora perlindungan kepada orang yang dihormati, layaknya Anak Boru menghormati Mora, dan seterusnya. Tor-tor juga memvisualkan harmoni gerak yang indah, baik melalui tangan, kaki, dan badan. Dalam dimensi kekinian, Tor-tor harus diletakkan pada tatanan itu, bukan lagi atas persembahan kepada roh leluhur sebagaimana pada tradisi purba. Persembahan dalam konteks kekinian harus dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang kita hargai, baik secara sosial maupun secara kekerabatan. Dengan melapaskan makna purba dari tarian Tor-tor, seni tradisi ini bisa lebih aktual. (Askolani Nasution adalah budayawan tinggal di Siabu, Mandailing Natal) Serangkaian panjang upacara pernikahan yang telah dilewati Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution. Upacara adat Mandailing dalam resepsi pernikahan Kahiyang dan Bobby ini banyak diisi dengan manortor. Tarian manortor Mandailing memiliki perbedaan dan keunikan dengan tari tortor suku Batak lainnya. Jika dilihat dari gerakan, telapak tangan penari dihadapkan ke depan sambil digerakkan naik dan turun. Sedangkan suku Batak lainnya, tarian tortor dilakukan dengan telapak tangan tidak saling menghadap ke depan. Namun, jari kelingking harus berada di posisi terdepan serta ibu jari di posisi belakang. Jika dilihat, tangan akan terlihat menyamping.

"Tortor Mandailing diiringi musik Gondang Sambilan. Jika suku Batak lain, tabuhan musiknya tidak sampai sembilan,” ungkap Alfian Peneliti tradisi Batak Angkola dan Mandailing. http://news.liputan6.com

Tarian Tor-Tor memang bagian dari prosesi penyembahan kepada roh-roh leluluhur (dalam kosa kata Mandailing disebut dengan begu). Tentu karena roh-roh

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3

leluhur diyakini masih memiliki kekuatan sinkretis, gaib dan magis, terhadap berbagai sisi kehidupan keseharian masyarakat adat Mandailing. Roh-roh tersebut diyakini bersemayam di tempat yang disebut na borgo-borgo, baik di bawah pohon besar, di hutan, di gua-gua, dan lain-lain. Bahkan hingga di masa modern, sinkretisme itu masih amat mempengaruhi pola pikir masyarakat adat. Mereka diyakini bisa membawa bala, wabah penyakit, dan lain-lain. Karena itu ada istilah penyakit na hona tampar, na nionjapkon ni naso nida, dan lain-lain. Banyak versi tentang makna kata yang melekat pada Tor-tor. Dalam tataran linguistik misalnya, tidak jelas apakah Tor-tor merupakan kata dasar (Hata Bona) atau kata ulang (Hata na Marulak) dari kata Tor [Gunung]. Itu berkaitan dengan ungkapan “Tor tu tor do na marsitatapan”. Karena itu, Edi Nasution, etno- musikolog, menyebut bahwa Tor-tor adalah bentuk pendek dari Tor tu Tor. Dan itu memang tampak dari perfromance penari Tor-tor yang penari bagian depan (na di ayapi) dan di belakang (na mangayapi) seperti membentuk persfektif jajaran perbukitan. Apalagi saat menari, para penari Tor-tor tampak membuat gerakan naik-turun seperti visualisasi perbukitan. Kebudayaan yang ada di Sumatera Utara merupakan kekayaan yang patut dilestarikan dan dikomunikasikan di dalam maupun di luar negeri. Sumatera Utara sebagai salah satu daerah majemuk dengan memiliki delapan etnis di dalamnya menjadikan Sumatera Utara kaya akan kearifan lokal termasuk tarian tradisonal. Namun dari banyaknya tarian tradisional yang ada di Sumatera Utara tidak sedikit yang sudah mulai memudar keeksistensiannya. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki beberapa sub etnis, dimana setiap etnis memiliki kebudayaan atau ciri khas yang berbeda-beda kebudayaan. Ciri khas tersebut menunjukkan identitas atau karakter dari setiap sub etnis tersebut. Sub etnis itu terdiri dari Melayu, Batak Toba, Karo, Simalungun, Dairi, Nias, Sibolga, Angkola, dan Tapanuli Selatan. Kabupaten Tapanuli Selatan adalah daerah yang memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut menunjukkan identitas masyarakat Tapanuli Selatan yang unik. Ciri khas yang unik dapat dipandang dari berbagai aspek kebudayaan, seperti bahasa, adat istiadat, sistem, religi, kekerabatan, kuliner, kesenian, dalan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 4

Kesenian adalah bagian dari budaya yang merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Secara umum kesenian juga dapat mempererat solidaritas suatu masyarakat “kesenian adalah keseluruhan sistem yang melibatkan proses penggunaan imajinasi manusia secara kreatif didalam sebuah kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu”. Kesenian terbagi menjadi seni drama, seni rupa, seni musik, dan seni tari. “Tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui gerak yang ritmis dan indah” (Soedarsono,1972). Adapun tari terdiri dari tari tradisional dan tari modern. Menurut Kartono (2005:152) mengatakan “tari tradisional” adalah tari yang berkembang di masyarakat tertentu yang berpijak dan berpedoman luas pada ada kebiasaan turun temurun dan dianut oleh masyarakat pemilik tari tersebut. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tari tradisi adalah tarian yang dimiliki oleh masyarakat (etnik) tertentu dimana fungsi atau penggunaanya berkaitan dengan siklus kehidupan atau adat istiadat masyarakat”. Tari tradisional adalah suatu tarian yang pada dasarnya berkembang di suatu daerah tertentu yang berpedoman luas dan berpijak pada adaptasi kebiasaan secara turun temurun yang dipeluk/dianut oleh masyarakat yang memiliki tari tersebut. Pada masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan menyebutkan tari itu adalah tortor. Tortor dilakukan pada acara upacara perkawinan, upacara kematian, upacara kelahiran anak, serta perayaan hari-hari besar seperti peringatan Hari Kemerdekaan, Hari Sumpah Pemuda, Hari Kesaktian dan sebagainya. Tortor tersebut adalah tortor tradisional yang diciptakan oleh masyarakat Tapanuli Selatan itu sendiri yang mengandung norma-norma adat tertentu yang telah disepakati bersama. Tarian tradisi Tapanuli Selatan memiliki ragam-ragam gerak dasar yaitu manyomba tu raja, markusor, dan singgang. Gerak-gerak dasar tari tersebut selalu ada pada tari-tari tradisi di Tapanuli Selatan. Pada masyarakat Tapanuli Selatan terdapat beberapa tari tradisional seperti, tortor Somba, tortor Suhut Sihabolonan, tortor Kahanggi, tortor hombar Suhut, tortor Anak Boru, tortor pisang rahut, tortor Mora Manartarkor Rintop, tortor Hatobangon, tortor Harajaon, tortor Panusunan Bulung, tortor Namora Pule, tortor Naposo nauli Bulung, tortor Manilpokkon Hasaya, tortor Pamuli Sibaso, dan

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5

tortor Siluluton (diperoleh dari buku tortor Mandailing dan pengembangannya oleh Nugrahaningsih dan Dilinar Adlin).

1.2 Fokus Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka dibuatlah batasan masalah yang berguna sebagai batasan yang akan diterapkan pada penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana analisis semiotika tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui makna dari simbol-simbol tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional. b. Untuk mengetahui mitos yang terkandung dari simbol gerakan tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Akademis, dapat melengkapi dan memperkaya keanekaragaman wacana penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca. 2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU mengenai penelitian Semiotika tarian tradisional manortor Mandailing. 3. Secara Praktis, penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi sekaligus dapat memberikan masukan kepada pembaca yang ingin mengetahui tentang Semiotika tarian tradisional manortor Mandailing.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Kajian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigm juga bersifat normative, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus diakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epitemologis yang panjang. Penelitian ini menggunakan paradigm konstruktivis (Interpretatif), sebagai salah satu pendekatan yang baru dibandingkan dengan pendekatan yang telah ada sebelumnya. Bahkan di pendikatan konstruktivis ini masuk pada tahun 1990-an dan menjadi popular pada tahun 2000-an. Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan mereka dengan yang lain. Dalam konstruktivis, setiap individu memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia adalah valid dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut. Paradigma kontruktivis memiliki beberapa kreteria yang membedakannya dengan paradigm lainnya, yaitu antologi, epistimologi dan metodologi. Level ontology, paradigm kontruktivis melihat kenyataan sebagai hal yang ada tetapi realitas bersifat majemuk, dan maknanya berbeda bagi tiap orang. Dalam epistemologis, peneliti menggunakan pendekatan subjektif karena dengan cara itu bisa menjabarkan konstruksian makna oleh individu. Dalam metodologi, paradigm ini menggunakan berbagai macam jenis pengkonstruksian dan menggabungkannya dalam sebuah consensus. Proses ini melibatkan dua aspek: hermeutik dan dialetik. Hermeutik merupakan aktivitas dalam merangkai teks- percakapan, tulisan atau gambar. Sedangkan Dialektik adalah menggunakan dialog sebagai pendekatan agar subjek yang diteliti dapat

6 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 7

ditelaah pemikirannya dan membandingkannya dengan cara berpikir peneliti. Dengan begitu, harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal (http://lib.ui.ac.id/).

2.2. Kajian Pustaka Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok – pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001: 39). Teori adalah suatu set dari hubungan antara konstruk, konsep, definisi/batasan dan preposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena tersebut (Pujileksono, 2015: 11).

2.2.1 Komunikasi Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia yang lain. Oleh karenanya perlu dilakukan komunikasi agar mereka dapat saling berhubungan satu sama lain. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cangara, 2011: 18). Maka secara etimologi, komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common), atau dalam bahasa inggris communication.

a. Unsur-unsur Komunikasi Harold Lasswell memberikan pengertian komunikasi melalui paradigma yang dikemukakannya dalam karyanya The Structire abd Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 8

menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says In Which Channel To Whom With What Effect?”. Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu: 1. Who: komunikator: Orang yang menyampaikan pesan. 2. Says What: Pernyataan yang didukung oleh lambang-lambang. 3. In Which Channel: Media, sarana atau saluran yang mendukung pesan yang disampaikan. 4. To Whom: Komunikan, Orang yang menerima pesan. 5. With What Effect: efek dampak sebagai pengaruh pesan atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi (dalam Effendy, 2006: 9).

1. Sumber Komunikasi (Communicator) - Penerima (Communicant) Sumber (komunikator) dalam sebuah aktivitas komunikasi adalah seselrang atau sekelompok orang yang bertindak pada awalnya memulai perbincangan dan selanjutnya menjadi setiap orang yang sedang berbicara ketika memberikan respon. Sedangkan penerima (komunikan) adalah orang yang sedang menerima pesan. Dalam hal ini keduanya akan bergantian fungsi atau berubah fungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Oleh karena itu, sumber sebagai komunikator dan penerima sebagai komunikan merupakan satu kesatuan dari dua istilah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses komunikasi.

2. Pesan (Message) Pesan (Message) adalah kata verbal tertulis (written) maupun lisan (spoken), isyarat (gestural), gambar (pictorial) maupun lambang-lambang lainnya yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dan dapat dimengerti oleh komunikan. Pesan tidak semata-mata disampaikan dalam bentuk kata-kata saja tetapi pesan juga dapat diungkapkan melalui lambang-lambang atau isyarat dalam bentuk komunikasi nonverbal misalnya dengan busana warna hitam yang dikenakan oleh seseorang ketika sedang menghadiri upacara kemalangan akan memberikan pesan turut berduka cita. Cara seseorang tertawa lebar menyatakan pesan sangat gembira atau senang, menggelengkan kepala menyatakan tidak,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 9

berjabat tangan tanda berkenalan atau sepakat dan sebagainya akan member arti komunikasi bagi orang lain.

3. Saluran (Channel) Saluran (channel) adalah media yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Saluran merupakan mata rantai yang harus dilalui pesan untuk sampai kepada tujuan berbeda-beda tergantung kepada jenis proses komunikasi ynag berlangsung dan jarang sekali menggunakan hanya satu saluran saja. Dalam komunikasi tatap muka (face to face) proses penyampaian ide, gagasan atau pesaraan sesorang dapat menggabungkan pemakaian beberapa saluran yang berbeda-beda secara simultan. Misalnya sebuah proses komunikasi dengan menggunakan beberapa lambang-lambang berupa kata-kata atau bunyi- bunyi yang disebut saluran suara, gerak-gerik atau isyarat tubuh misalnya menggunakan kepala, mengerutkan kening dan lain-lain yang dapat diamati secara visual disebut saluran visual, menggunakan wangi-wangian misalnya wangi buah tertentu yang mengisyaratkan kesegaran, wangi parfum tertentu dan sebagainya saluran yang disebut saluran olfactory. Begitu pula halnya bila pesan juga diekspresikan dengan sentuhan misalnya bersalaman, mencubit, menampar adalah saluran taktil (Devito, 1997:28).

4. Umpan Balik (Feedback) Pada saat komunikasi sedang berlangsung maka pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut akan berfusngsi sebagai komunikator maupun komunikan. Fungsi ini akan terus berjalan sepanjang aktivitas komunikasi terus berlangsung. Berlanjut tidaknya aktivitas komunikasi tersebut tergantung pada umpan balik yang diterima. Umpan balik adalah informasi yang dikirim kembali kepada sumbernya, oleh karena itu memiliki arti yang sangat penting yang akan menentukan kontinuitas serta keberhasilan komunikasi tesebut. Umpan balik dapat berasal dari diri sendiri dan dapat pula bersumber dari orang lain. Selain itu umpan balik juga bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negative.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 10

Umpan balim dari diri sendiri adalah pesan atau informasi yang kita terima atas pesan yang kita produksi sendiri, misalnya ketika kita sedang berbicara dengan orang lain maka pada saat yang bersamaan secara sengaja dan sadar kita mendengarkan suara kita sendiri. Selain itu kita juga bisa merasakan gerakan nafas di perut maupun gerakan tangan pada saat bernyanyi, atau ketika seorang composer melihat kata-kata syair lagu yang ditulisnya dan sebagainya.

5. Efek (Effect) Efek dalam komunikasi adalah hasil yang dicapai dari sebuah proses komunikasi yang dilakuakn oleh dua orang atau lebih. Dampak atau hasil kegiatan komunikasi yang membawa konsekuensi perubahan misalnya dalam aspek kognitif seperti terjadinya peningkatan pengetahuan, kemampuan, intelektual yang semakin baik, wawasan yang semakin luas, meningkatnya kemampuan menganalisis atau melakukan evaluasi dan sebagainya. Dalam aspek efektifi yaitu perubahan yang terjadi pada sikap, keyakinan atau emosi serta perasaan seseorang sesuai dengan ajakan atas himbawan dalam pesan yang diterima misalnya, jika seseorang sebelumnya memiliki sifat tertutup (overt) dan prejudice interpersonal terhadap orang lain yang berasal dari luar sistem sosialnya berubah menjadi seorang yang lebih terbuka dan bersikap positif dan tidak menaruh curiga setelah berkomunikasi dengan orang lain misalnya opinion leader-nya. Sedangkan dalam aspek psikomotorik, efek perubahan yang mungkin terjadi sebagai dampak atau pengaruh dari sebuah proses komunikasi adalah perubahan atau bertambahnya keterampilan yang dimiliki seseorang misalnya cara-cara mengoperasikan mesin traktor pertanian baru bagi petani, kemampuan verbal seperti meningkatkan keterampilan berbahasa inggris, gerakan tangan seorang penari yang semakin baik dan sebagainya.

Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Inilah yang disebut dengan proses komunikasi. Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah suatu usaha yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas dan atas azas tersebut

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 11

disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap (Purba, Amir. 2006: 29- 30). Maksudnya adalah subjek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan pembentukan pendapat umum dan sikap publik yang dalam kehidupan sosial dan politik memainkan peranan penting. Komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya maka komunikasi berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara mereka itu bersifat komunikatif. Sebaliknya, jika ia tidak mengerti maka komunikasi tidak berlangsung dan dengan kata lain hubungan antara orang-orang itu tidak komunikatif.

b. Tujuan Komunikasi

Pentingnya komunikasi dalam kehidupan memiliki tujuan, sehingga dapat diketahui untuk apa komunikasi dilakukan. Secara umum, tujuan komunikasi (Effendy, 2005:8) ialah:

1.5 Mengubah sikap (to change the attitude) 1.6 Mengubah pendapat/opini/pandangan ( to change the opinion) 1.7 Mengubah prilaku ( to change behavior) 1.8 Mengubah masyarakat ( to change the society)

Komunikasi dapat membentuk sikap seseorang sehigga bagaimana sikap itu dapat berubah, sebab melalui proses komunikasi dapat mempengeruhi tinakan seseorang, misalnya seorang anak yang memiliki sikap tidak patuh dan meawan kepada kedua orang tuanya, namun bisa saja anak tersebut menjadi patuh dan taat kepada orang tuannya, karena hasil belajar dari pengalaman dalam faktor lingkungan yang menyebabkan si anak memiliki perubahan dalam sikapnya.

Sama halnya dengan mengubah opini, prilaku dan mengubah masyarakat. Manusia dapat saling mengemukakan opininya dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing individu atau kelompok, sehingga melalui komunikasi mereka dapat mengambil keputusan yang tepat serta megubah prilaku mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun tidak mudah untuk mengubah

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 12

masyarakat, sebab perlu komunikasi yang lebih dekat dan menyeluruh seperti komunikasi penyuluhan mengenai Keluarga Berencana (KB) dalam sebuah desa, agar informasi-informasi mengenai hal tersebut dapat diterima seluruhnya oleh masyarakat bahwa pentingnya untuk ber-KB dalam sebuah keluarga. Begitu juga dengan kegiatan gotong royong di sebuah desa, dilakukan demi tercapainya hubungan yang harmonis antara penduduk desa dan menciptakan desa yang bersih dan indah. Adanya ilmu pengetahuan memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat menyebabkan mereka sadar akan fungsi sosial sehingga menjadi aktif dalam masyarakat.

Sedangakan tujuan komunikasi ( dalam Cangara, 2002:22) adalah sebagai berikut:

1. Suapaya yang disampaikan dapat dimengerti 2. Memahami orang 3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain 4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan. Sebagai komunikator juga harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya dan tidak berkomunikasi dengan kemauannya sendiri. Setelah paham akan komunikannya seorang komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh komunikandengan menggunakan pendekatan persuasif bukan dengan memaksakan kehendak. Setelah gagasan diterima oleh komunikan lalu hal yang selanjutka dilakukan seorang komunikator yaitu menggerakkan komunikan dengan sesuatu, sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih abnyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 13

Gambar 1. Bagan/skema Proses Komunikasi

Sumber Pesan Media Penerima Efek

Umpan Balik

(sumber : Cangara, 2006: 23)

c. Sifat Komunikasi

Ditinjau dari sifatnya (Amir Purba, 2006: 36), komunikasi diklarifikasikan sebagai berikut:

1. Komunikasi verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi tulisan (written communication) 2. Komunikasi non verbal (non verbal communication) a. Komunikasi kial (gestural/body communication) b. Komunikasi gambar (pictorial communication) 3. Komunikasi tatap muka (face to face communication) 4. Komunikasi bermeda (mediated communication) d.Tatanan komunikasi Bentuk atau tatanan komunikasi dapat ditinjau dari jumlah komunikannya (Effendy, 2006: 53), yaitu :

1. Komunikasi Pribadi (personal communication) 2. Komunikasi Kelompok (grup communication) 3. Komunikasi Massa (mass communication) 4. Komunikasi Media (media commucation)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 14

e. Fungsi Komunikasi

Adapun fungsi dari komunikasi adalah sebagai berikut (Amir Purba, 2006:37):

1. Menyiarkan informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate) 3. Menghibur (to entertain) 4. Membujuk (to persuade)

f. Metode Komunikasi

Metode komunikasi (Effendy, 2006: 56) meliputi kegiatan-kegiatan yang terorganisasi sebagai berikut:

1. Jurnalisme/jurnalistik (journalism) a. Jurnalisme cetak (printed journalism), yaitu surat kabar, majalah dan lainnya. b. Jurnalisme elektronik (electronic journalism), yaitu radio dan televise. 2. Hubungan masyarakat (public relation) 3. Periklanan (advertising) 4. Propaganda 5. Perang urat syaraf (psychological warfare) 6. Perpustakaan (library) 7. Lain-lain.

2.3 Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata secara lisan dengan secara sadar dilakukan oleh manusia untuk berhubungan dengan manusia lain. Dasar komunikasi verbal adalah interaksi manusia. Dan menjadi salah satu cara bagi manusia berkomunikasi secara lisan atau bertatapan dengan manusia lain, sebagai sarana utama menyatukan pikiran, perasaan dan maksud kita (Fajar, Marhaeni, 2009: 110). Menurut Mulyana, symbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang digunakan satu kata atau lebih. Suatu sistem kode verval disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat symbol, dengan aturan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 15

untuk mengkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunikas (Mulyana, Deddy, 2007:260) Menurut Larry L. Baker, bahasa memiliki tiga fungsi, yaitu: a. Penamaan (naming atau labeling) Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Contoh: setiap orang tahu sebuah papan kayu atau aluminium yang didesain sedemikian rupa untuk menopang berat badan manusia detika duduk dinakan kursi atau bangku. b. Interaksi Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Contoh: seseorang yang sedang kehilangan anaknya akan bercerita dengan sedihnya untuk berinteraksi dengan kawan agar kondisinya hatinya dapat dimengerti oleh sang lawan bicara. c. Transmisi Informasi yang kita terima setiap hari, sejak bangun tidur, tidur kembali, dari orang lain secara langsung maupun tidak langsung (media), inilah yang kita sebut dengan fungsi transmisi.

2.4 Komunikasi Non Verbal 1. Pengertian Komunikasi Non Verbal Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan sisampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunkan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, symbol-simbol, serta cara berbicara seperti initonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya bicara. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata- kata. Menurut Larry L. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverval mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh indivi dan menggunakan lingkungan oleh

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 16

individu, yang mempunya nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan, kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain (Mulyana, 2005:308).

2. Bentuk Komunikasi Nonverbal Bentuk komunikasi nonverbal adalah isyarat komunikasi dari symbol yang bukan kata-kata. Berikut bentuk-bentuk komunikasi nonverbal: a. Gerakan tubuh dan ekspresi wajah Ilmu yang mempelajari tentang postur tubuh, gerakan, gestur, dan ekspresi wajah disebut dengan kinesik. Kinesik berasal dari bahasa yunani yaitu kinesis yang berate gerakan. Ekman dan Friesen mengkatagorikan berdasarkan fungsi, asal dan makna yaitu sebagai berikut: 1. Emblem, adalah gerakan yang menggantikan kata dan kalimat. Contohnya seperti meletakkan jari telunjuk di depan mulut yang berarti “harap diam”. Penggunaan emblem harus diperhatikan karena biasanya akan memiliki arti yang berbeda di suatu kebudayaan. 2. Illustrators, gerakan yang mendampingi untuk memperkuat pesan verval. Contohnya seperti menganggukkan kepala pada saat mengucapkan kata “Ya” dan menggelengkan kepala pada saat berkata “Tidak”. Isyarat nonverbal ini lebih bersifat universal dari pada keempat kategori yang ada. 3. Affect displays, gerakan dari wajah dan tubuh yang digunakan untik menunjukkan emosi. Misalnya ekspresi dan gerakan seseorang yang sedang menyaksikan tim favoritnya memenangkan suatu pertndingan atau seseorang yang menutup pintu dengan keras ketika sedang marah. 4. Regulators, adalah gerakan nonverbal yang mengontrol kecepatan gerakan ketika berkomunikasi. Contoh dari regulators misalnya

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 17

melihat jam tangan ketika bosan dan pergi meninggalkan seseorang saat mengobrol ketika ingin menghentikan pembicaraan. 5. Adaptors¸ adalah gerakan yang mungkin dilakukan pada waktu yang privasi tapi hanya sebagiam dilakukan pada saat berada di depan public. Seperti kisalnya mengupil pada saat sendirian dan ketika berada di ruang public, yang dilakukan hanya mengusap hidung. b. Jarak Ilmu yang menggunakan jarak dan ruang disebut dengan proksemik. Hall mengkatagorikan jarak menjadi empat, yaitu: 1. Jarak Intim Jarak ini berkisar antara 18 inchi dan biasanya digunakan kepada orang-orang terdekat saja. 2. Jarak Personal Berkisar antara 18 inchi sampai 4 kaki. Umumnya digunakan seseorang pada saat bercakap-cakap. 3. Jarak Sosial Berkisar antara 4 sampai 12 kaki. Pada umumnya digunakan di tempat kerja pada waktu yang formal. Seseorang yang memiliki status tinggi memiliki jarak lebih tinggi. 4. Jarak Publik Jaraknya lebih dari 12 kaki dan biasanya digunakan pada saat berbicara di depan publik. c. Penampilan Tubuh Yang termasuk kedalam kategori ini adalah tipe tubuh (tinggi badan, berat badan dan kekuatan tubuh) dan juga daya tarik fisik: 1. Tipe Tubuh Tipe tubuh atau somatotype dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Ectomorphi, yaitu memiliki bentuk badan tinggi, kurus dan biasanya adalah orang yang lemah. Umumnya seseorang yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 18

termasuk kategori ini mempunyai sedikit lemak dalam tubuhnya, ukuran tulang yang kecil, dan kekuatan otot ynag rendah. 2. Mesomorph, yaitu yang memiliki bentuk badan proporsional, berat badan rata-rata, atletis dan memiliki kekuatan otoy yang cukup. 3. Endomorph, yaitu memiliki bentuk badan pendek, kalam dan bulat. 2. Daya Tarik Fisik Kecantikan atau ketampanan seseorang dapat mempengaruhi kesehariannya. Pada pekerjaan tertentu, suatu perusahaan membutuhkan seseorang yang memiliki kecantikan dan ketampanan untuk menunjang pekerjaan tersebut. d. Kronemik Kromik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu. e. Sentuhan Bidang yang empelajari sentuhan sebagai komunikasi nonverbal disebut haptik. Sentuhan dapat termasuk, bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, pukulan dan lain-lain. Masing-masing dari bentuk komunikasu ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan masing-masing dari seseorang yang menyentuh. Sentuhan juga dapat menyebabkan suatu perasaan pada penerima sentuhan, baik positif maupun negative. f. Vokalik Vokalik atau paralanguage adalah unsure nonverbal dalam suatu ucapan yaitu berbicara. Ilmu yang mepelajari hal ini disebut paralinguistic

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 19

isyarat adalah semua aspek oral dari suara kecuali kata-kata. Isyarat vokalik termasuk: 1. Pitch, yakni nada. Adalah tinggi atau rendahnya suatu suara. 2. Rate, yakni laju. Merupakan seberapa cepat atau lambat ketika berbicara. 3. Inflection, yakni modulasi suara. Keberagaman atau perubahan dalam nada bicara. 4. Volume, yakni keras atau lembut suara yang dihasilkan. 5. Quality, adalah keunikan dari resonansi suara seseorang. Seperti serak, sengau dan juga mengeluh. 6. Suara yang bukan kata-kata seperti “um”, “hmm”, “e”, “o” dan lain sebagainya. 7. Pelafalan kata, pelafalan kata dan kalimat secara benar atau salah. 8. Artikulasi, yakni mengucapkan ucapan bunyi bahasa. 9. Diam, yakni ketiadaan kata-kata.

g. Pakaian Pakaian dan dandanan yang digunakan seseorang dapat mengkomunikasikan unsure gender, status, kelas sosial, kepribadian dan hubungan dengan lawan jenis. (sumber: http://digilib.uinsby.ac.id/10500/5/BAB%20II.pdf)

2.5 Simbol Pengertian simbol secara etimologis, simbol (symbol), berasal dari kata Yunani “symballein” yang berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonymy), yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya kaca mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan, misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia (Sobur, 2004:155).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 20

Simbol melibatkan tiga unsur, yakni simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Hartako dan Rahmanto membedakan simbol menjadi: 1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur, sebagai lambang kematian. 2. Simbol kultural yang melatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa. 3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruan karya seorang pengarang (Sobur, 2004:157).

Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Tanda berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah dihubungkan dengan objek dan dengan demikian, simbol lebih substantif dari pada tanda. Konsep Pierce, simbol merupakan salah satu kategori tanda (sign), sehingga simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri (Sobur 2004:158). Pierce, Ogden dan Richards (Sobur, 2004:159) juga menggunakan istilah simbol dengan pengertian yang kurang lebih sama dengan simbol dalam wawasan Pierce. Pandangan Ogden dan Richards, simbol memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi serta referan atau acuan dunia. Sebagaimana dalam wawasan Pierce, hubungan ketiga butir tersebut bersifat konvensional. Hubungan antara simbol, thought of reference (pikiran atau referensi), dengan referent (acuan) dapat digambarkan melalui bagan semiotic triangle:

Gambar 2: Semiotic Triangle Ogden and Richards Pikiran atau referensi

Simbol Acuan

Sumber: Alex Sobur (2004:159)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 21

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan referensi: hasil penggambaran maupun konseptualisai acuan simbolik. Referensi dengan demikian merupakan gambaran hubungan antara tanda kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang membuahkan satuan pengertian tertentu (Sobur, 2004: 159). Simbol atau tanda dijadikan sebagai bahan analisis dan di dalam tanda terdapat makna sebagai bentuk pikiran atau referensi pesan yang dimaksud. Tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia. Acuan atau objek merupakan konteks sosial yang dalam implementasi dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau yang dirujuk oleh tanda tersebut. Pemikiran yaitu orang yang menggunakan simbol atau tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang ada pada pikiran atau benak seseorang tentang objek yang dirujuk dari sebuah tanda yang telah diberikan.

2.6 Makna Makna adalah hubungan antara suatu objek dengan lambangnya, maksudnya adalah pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan tentang teori atau konsep makna, salah satunya adalah teori Brodbeck yang menyajikan teori makna dengan cara yang cukup sederhana. Brodbeck membagi makna menjadi tiga corak, yakni: 1. Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. 2. Makna yang ke dua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain. 3. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang (Sobur, 2004:262).

Proses makna oleh Wendell Johnsosn yang menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia, yakni:

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 22

1. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Seseorang menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang seseorang ingin dikomunikasikan. Kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang seseorang maksudkan, demikian makna yang didapat komunikan dari pesan-pesan seseorang akan sangat berbeda dengan makna yang ingin seseorang sampaikan. Komunikasi adalah proses seseorang gunakan untuk mereproduksi yang ada dalam benak seseorang. Reproduksi ini adalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah. 2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis dan banyak dari kata-kata yang seseorang gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu, tetapi makna dari kata- kata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. Misalnya makna kata-kata berikut bertahun-tahun yang lalu dan sekarang, hubungan di luar nikah, obat, agama, hiburan, dan pernikahan (di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada saat ini dan di masa-masa yang lalu). 3. Makna membutuhkan acuan. Tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bila mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi seorang paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan contoh makna yang tidak mempunyai acuannya yang memadai. 4. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang kongkret dan dapat diamati. Bila seseorang berbicara tentang cinta, persahabatan, kebahagian kebaikan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, seseorang tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara. 5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas pada saat tertentu. Kebanyakan kata

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 23

mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah makna diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi. 6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna seseorang peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini benar-benar dapat dijelaskan (Sobur, 2004:258). Makna digunakan untuk menginterpretasikan peristiwa disekitar. Interpretasi merupakan proses internal di dalam diri kita. Kita harus memilih, memeriksa, menyimpan, mengelompokkan dan mengirim makna sesuai dengan situasi dimana kita berada dan arah tindakan kita dan dengan demikian, kita tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa memiliki makna yang sama terhadap simbol yang kita gunakan. Makna adalah hasil komunikasi yang penting. Makna yang kita miliki adalah hasil interaksi kita dengan orang lain (Morissan, 2014:224).

2.7 Interaksi Simbolik Teori interaksi simbolik (symbolic interactionism) memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan. Interaksi simbolik pada awalnya merupakan suatu gerakan pemikiran dalam ilmu sosiologi yang dibangu oleh George Herbert Mead dan karya-karyanya kemudian menjadi inti dari aliran pemikiran yang dinamakan Chicago School. Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Sobur, 2004:197). Pendekatan interaksionalisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Interaksionalisme simbolik yang dimaksud Blumer bertumpu pada tiga premis utama yaitu: 1. Pemaknaan (meaning) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka, maksudnya adalah manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut. Pemaknaan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 24

tentang apa yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita yakini sebagai kenyataan ini sendiri, karena kita yakin bahwa hal tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan. 2. Bahasa (language) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain, artinya pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Makna tidak bisa muncul “dari menegaskan tentang pentingnya”. Makna berasal dari hasil proses negosiasi melaui penggunaan bahasa (language) dalam perspektif interaksionisme simbolik. Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan. Kita memperoleh pemaknaan dari proses negosiasi bahasa. Makna dari sebuah kata tidaklah memiliki arti sebelum dia mengalami negosiasi di dalam masyarakat sosial di mana simbolisasi bahasa tersebut hidup. Makna kata kita muncul secara sendiri, tidak muncul secara alamiah. Pemaknaan dari suatu bahasa pada hakikatnya terkontruksi secara sosial. 3. Pikiran (thought) Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung. Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri bersifat refleksif. Sebelum manusia bisa berpikir, kita butuh bahasa. Kita perlu untuk dapat berkomunikasi secara simbolik. Bahasa pada dasarnya ibarat software yang dapat menggerakkan pikiran kita (Sobur, 2004:199).

Manusia berpikir banyak ditentukan oleh praktek bahasa. Bahasa sebenarnya bukan sekedar dilihat sebagai „alat pertukaran pesan‟ semata, tapi interaksionisme simbolik melihat posisi bahasa lebih sebagai seperangkat ide yang dipertukarkan kepada pihak lain secara simbolik. Komunikasi secara simbolik. Perbedaan penggunaan bahasa pada akhirnya juga menentukan perbedaan cara berpikir manusia tersebut, akan tetapi walaupun pemaknaan suatu bahasa banyak ditentukan oleh konteks atau kontruksi sosial, seringkali interpretasi individu sangat berperan di dalam modifikasi simbol yang kita tangkap dalam proses berpikir.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 25

Simbolisasi dalam proses interaksi tersebut tidak secara mentah-mentah kita terima dari dunia sosial, karena kita pada dasarnya mencernanya kembali dalam proses berpikir sesuai dengan preferensi dari kita masing-masing. Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep „diri‟ seseorang dan sosialisasinya kepada “komunikasi” yang lebih besar, yakni masyarakat. Walaupun secara sosial kita berbagi simbol dan bahasa yang sama dalam konteks, belum tentu dalam proses berpikir kita sama-sama menafsirkan suatu kata dengan cara atau maksud yang sama dengan orang lainnya. Semuanya sedikit banyak dipengaruhi oleh interpretasi individu dalam penafsiran simbolisasi itu sendiri. Pemaknaan merujuk kepada bahasa, proses berpikir merujuk kepada bahasa, bahasa menentukan bagaimana proses pemaknaan dan proses berpikir. Jadi, ketiganya saling terkait secara erat. Interaksi ketiganya adalah yang menjadi kajian utama dalam perspektif interaksionisme simbolik. Beberapa gagasan Blumer dalam teori interksionisme simbolik (dengan menyambung gagasan-gagasan sebelumnya yang diajukan oleh Mead), yakni: 1. Konsep Diri Manusia bukanlah satu-satunya organisme yang bergerak di bawah pengaruh perangsang entah dari luar atau dalam melainkan dari “organisme yang sadar akan dirinya” (an organism having a self). 2. Konsep Perbuatan Perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan dirinya sendiri. Perbuatan ini sama sekali berlainan dengan perbuatan- perbuatan lain yang bukan makhluk manusia. Manusia adalah konstruktor kelakuannya, artinya perbuatan manusia tidak bersifat semata-mata reaksi biologis atau kebutuhannya, peraturan kelompoknya, seluruh situasi, melainkan merupakan konstruksinya. 3. Konsep Objek Manusia diniscayakan hidup di tengah-tengah obyek yang ada, yakni manusia-manusia lainnya. 4. Konsep Interaksi sosial Peserta masing-masing memindahkan diri secara mental ke dalam posisi orang lain. Proses interaksi dalam keseluruhannya menjadi suatu proses

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 26

yang melebihi jumlah total unsur-unsurnya berupa maksud, tujuan, dan sikap masing-masing peserta, dan proses pengambilan peran sangatlah penting. 5. Konsep Joint Action Aksi kolektif yang lahir atas perbuatan masing-masing individu yang disesuaikan satu sama lain. Realitas sosial dibentuk dari joint action ini. Unsur konstruktif mereka bukanlah unsur kebersamaan atau relasi-relasi, melainkan penyesuaian dan penyerasian dimana masing-masing pihak mencari arti maksud dalam perbuatan orang lain dan memakainya dalam menyusun kelakuannnya (Sobur, 2004:197-198).

Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi simbolik antara pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran pesan (yang pada dasarnya terdiri dari simbolisasi-simbolisai tertentu) kepada pihak lain yang diajak berkomunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini tidak hanya dilihat dalam rangka transmisi pesan, tapi juga dilihat pertukaran cara pikir, dan lebih dari itu demi tercapainya suatu proses pemaknaan. Komunikasi adalah proses interaksi simbolik dalam bahasa tertentu dengan cara berpikir tertentu untuk pencapaian pemaknaan tertentu pula, di mana kesemuanya terkonstruksikan secara sosial.

2.8 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik James P. Spradley (1997”121) mengatakan semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan symbol-simbol. Makna hanya dapat „disimpan‟ di dalam simpan di dalam symbol. Pengetahuatn kebudayaan lebih dari suatu symbol, baik isyilah-istilah rakyat maupun jenis-jenis symbol lain. Semua symbol, baik kata-kata yang terucapkan, sebuah objek seperti sebuah bendera, suatu gerak tubuh, sebuah tempat seperi mesjid atau gereja, atau suatu peristiwa seperti pernikahan, merupakan bagian-bagian suatu symbol. Simbol adalah objek atau peristiwa apa pun yang menunjuk pada sesuatu. Symbol itu meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau kita alami. Sedemikian tak terpisahnya hubungan antara manusia dengan kebudayaaan, sampai ia disebut makhluk budaya. Kebudayaan itu sendiri terdiri atas gagasan,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 27

simbol-simbol, dan nila-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia, sehingga tidaklah berlebihan jika ada ungkapan, “Begitu eratnya kebudayaan manusia dengan symbol-simbol, sampai manusia pun disebut makhluk symbol-simbol. Manusia berpikir, berperasaan dan bersiakap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis. Setiap orang, dalam arti tertentu, membutuhkan sarana atau media untuk berkomunikasi. Media ini terutama ada dalam bentuk-bentuk simbolis sebagai pembawa maupun pelaksana makna atau pesan yang akan dikomunikasikan. Makna atau pesan sesuai dengan maksud pihak komunikator dan (diharapkan) ditangkap dengan baik oleh pihak lain. Hanya perlu diingat bahwa simbol-simbol komunikasi tersebut adalah kontekstual dalam suatu masyarakat dan kebudayaaannya. Salah satu bentuk konstektual tersebut terdapat dalam salah satu kebudayaan suku batak toba yaitu tarian khas suku batak yakni tarian tor-tor. Menuerut (Geertz, dalam susanto, 1992:57) bahwa kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana anusia berkomunikasi, mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. Titik sentral rumusan budaya Geertz terletak pada simbol bagaimana manusia berkomunikasi lewat simbol. Disuatu sisi, simbol terbentuk melalui dinamisasi interaksi sosial, merupakan realitas empiris, yang kemudian diwariskan secara historis, bermuatan nilai-nilai, dan disisi lain simbol merupakan acuan wawasan, member “petunjuk” bagaimana warga budaya tertentu menjalani hidup. Dalam pernyataan Geertz ini, maka dapat disimpulakan, pertama, sebuah sistem simbol adalah segala sesuatu yang member seseorang ide-ide. Misalnya, sebuah objek, sebuah peristiwa penyaliban bagi umat kristiani atau sebuah ritual palang Mitzvah bagi umat Budhisme. Hal terpenting disini adalah bahwa ide dan simbol-simbol tersebut adalah bukan murni bersifat privasi namun adalah milik publik. Kedua, saat dikatakan bahwa simbol-simbol tersebut “menciptakan perasaan dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dalam diri seseorang”. Dimana

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 28

contohnya bahwa agama menyebabkan seseorang merasakan atau melakukan sesuatu.

2.9 Tarian Manortor Mandailing 1. Sejarah Tor-tor Mandailing

Seni tari yang disebut tortor memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali dengan sistem religi kuno orang Mandailing, yaitu Si Pelebegu. Hal ini ditunjukkan dengan adanya satu ungkapan tradisional (istilah), yaitu somba do mulo ni tortor, yang secara harafiah artinya “asal-mulatortor adalah sembah”. Dalam hal ini, somba (sembah) atau persembahan ditujukan kepada roh-roh leluhur (begu) yang dipercayai memiliki kekuatan gaib dan berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan mereka. Di masa lalu, roh-roh para leluhur (begu) tersebut diyakini ada yang bersemayam di tempat-tempat tertentu di dalam hutan (naborgo- borgo), goa (guo), di gunung, perbukitan (tor), pohon-pohon besar (ayu ara), dan sebagainya. Namun, sistem religi Si Pelebegu ini sekarang tidak banyak lagi yang diketahui oleh orang-orang Mandailing sendiri, terlebih-lebih lagi mengingat sebagian besar orang Mandailing sudah sejak lama menganut agama Islam dan membuang kepercayaan lama tersebut karena bertentangan dengan ajaran-ajaran agama mereka. Begitupun, kepercayaan kuno tersebut masih meninggalkan bekas- bekasnya, seperti adanya istilah Si Pelebegu, ungkapan somba do mulo ni tortor, patung yang terbuat dari batu atau kayu bernama tagordan sangkalon, repertoar musik dalam ritus pasusur begu bernama gondang mamele begu, dan lain-lain.

Sementara kata “tortor” pun tidak banyak ditemukan dalam “perbendaharaan kata” bahasa Mandailing. Namun ada yang mengatakan bahwa istilah “tortor” yang digunakan sebagai nama dari salah satu tari tradisional itu diduga berasal dari kata “tor tu tor”, artinya “dari satu bukit ke bukit-bukit yang lainnya”, yang kemudian berubah (disingkat) menjadi “tortor”. Dalam hal ini, mungkin dapat ditafsirkan dari sudut pandang lain, bukan berdasarkan arti harafiahnya. Karena sebagaimana diketahui bahwa di dataran tinggi Mandailing, terutama di kawasan Mandailing Julu, terdapat banyak tor dan masing-masing memiliki nama sendiri. Kalau diperhatikan istilah “tor tu tor” tersebut, juga dapat mengandung pengertian yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 29

melukiskan suatu keadaan atau hal-hal tertentu, di mana dari bukit yang satu ke bukit-bikit lainnya kelihatan tampak seperti “garis” yang turun-naik, berbentuk sejumlah “segi-tiga” yang berjejer, yang pada dasarnya mirip seperti salah satu gerakan dalam tortor. Sewaktu para penari sedang manortor (menarikan tortor), tubuh mereka tampak seperti “naik-turun”, dengan cara menekuk kaki untuk mengikuti irama gondang (gendang), dan seirama pula dengan gerakan dari kedua belah tangan masing-masing seperti orang yang sedang marsomba(menyembah).

2. Jenis-jenis tor-tor Mandailing Sesuai dengan ketentuan adat masyarakat Mandailing, ada beberapa jenistortor yang didasarkan kepada status atau kedudukan sosial dari orang- orang yang manortor yaitu: 1. Tortor Raja Panulusan Bulung 2. Tortor Raja-Raja; 3. Tortor Suhut; 4. Tortor Kahanggi Suhut; 5. Tortor Mora; 6. Tortor Anak boru; 7. Tortor Namorapule; dan 8. Tortor Naposo Nauli Bulung.

3. Gerakan tari Tor-tor Mandailing Dalam pertunjukannya gerakan tari tor-tor ini sangatlah sederhana dan mudah. Tak heran jika banyak yang dengan mudah menarikannya ketika pertama kali mencoba. Gerakan tarian tor-tor terbatas pada gerakan tangan yang melambai naik turun secara bersamaan serta herak hentak kaki yang mengikuti alunan iringan musik gondang sambilan. Dalam menarikannya, para penari tidak diperbolehkan mengangkat tangan melebihhi bahu. Bila hal tersebut dilanggar, peneri tersebut akan mendapat kesialan.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 30

4. Iringan tari Tor-tor Mandailing Iringan pada tarian manortor mandailing ialah gondang sambilan. Gordang sambilan merupakan alat music khas Mandailing, gordang sambilan tersebut adalah gendang dengan jumlah Sembilan buah dengan memiliki suara dan fungsinya yang masing-masing berbeda.

5. Tata Rias dan Tata Busana tari Tor-tor a. Bulang Bulang adalah pakaian kebesaran yang dipakai kebesaran yang dipakai oleh permaisuri (Na Duma I) selaku isteri raja panusunan. Bulang bermotif keemasan dan bertingkat tiga. Bulang sebagai mahkota dikepala dilengkapi dengan jarungjung(kembang/bunga) yang menjulang keatas, tusuk sanggul berwarna emas dan sisir yang dipakai diatas sanggul juga berwarna emas.

Kelengkapan Bulang, terdiri dari:

1. Baju. Baju yang dipakai berbentuk baju kurung berwarna hitam yang dihiasi dengan bordir benang emas.

2. Kain songket pasangan baju kurung. Dua helai selendang tenun pattani (songket) yang diselempangkan di kanan kiri bahu dan ujung. Ujungnya disilangkan ke kanan dan ke kiri pinggang. Warna kain dan selendang berwarna merah hati.

3. pinggang. Ikat pinggang berwarna emas yang diukir dengan bentuk segi empat disambung- sambung.

4. Puntu. Puntu yang dipakai di kanan-kiri lengan sebagai mana telah disebut diatas.

5. Sepasang Keris. Sepasang keris yang dipasang pada ikat pinggang sebelah depan.

6. Anting-Anting Emas.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 31

Kalung kuning (warna emas) yang disebut dengan ta[ak kuda karena bentuknya menyerupai tapak (ladam) kuda.

7. Gaja Meong. Terbuat dari kain yang dibentuk sedemikian rupa sehingga agak tegang dan tebal.

8. Loting-Loting. Berbentuk mancis tradisional untuk menggosok batu agar keluar api.

9. Kuku Emas. Kuku emas yang dipakai pada jari kanan untuk memperindah bentuk kuku.

Ada dua (2) jenis Bulang:

1. Bulang Hambeng. Bulang Hambeng, yaitu: bulang yang bertingkat satu dan yang lebih kecil. Yang dipakai oleh pengantin wanita, apabila dalam pesta adat perkawinan itu yang disembelih kambing.

2. Bulang Horbo. Bulang Horbo, yaitu: bulang terdiri dari tiga tingkat yang dipakai oleh pengantin wanita kalau yang dipotong kerbau. Biasanya hanya dipakai oleh keluarga raja.

b. Hampu Hampu berbentuk kopiah yang dililit sekelilingnya, berbentuk pipa yang dibungkus dengan kain beledru hitam dan ujung pipa itu diikat satu kali. Ujungnya satu menghadap keatas dan ujung satu lagi menghadap ke bawah. Lingkaran yang melilit kopiah tadi menunjukkan genggaman kekuasaan. Ujungnya yang menghadap keatas (langit), yang diartikan menjunjung langit dan ujung yang satu lagi yang menghadap ke bawah (bumi) disebut manombom tano, artinya berkuasa di bumi. Keseluruhan hampu dihiasi (ditabur) dengan ornamen berbentuk bunga melati dengan warna kuning keemasan yang menunjukkan ketinggian derajat kebangsawanan pemakainya. Hampu sebagai pakaian kebesaran adat hanya boleh dipakai untuk kebesaran adat.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 32

Kelengkapan Hampu terdiri dari :

1. Pakaian Adat. 2. Rompi. Rompi dipakai sebelum memakai baju godang dari luar. Rompi berwarna hitam dan disulam dari depan dengan benang berwarna emas bermotif bunga emas.

3. Puntu. Gelang tangan yang berbentuk belah rotan dengan lembar +/- 3 cm, warna kuning emas, dipakai di lengan sebelah kanan dan kiri. Sebelah kanan polos (tanpa bunga), disebelah kiri rompi yang berukir. Artinya yang polos menunjukkan jantan dan yang berbunga menunjukkan betina. Jenis Puntu ada dua (2) pasang, antara lain: satu pasang untuk laki-laki dan satu lagi untuk perempuan.

4. Keris. Keris ada dua (2) pasang, yaitu: gagang keris yang sebelah bengkok dengan ujung runcing adalah jantan dipakai sebelah kanan dan sepasang lagi seperti mulut ular yang ternganga adalah betina dipakai sebelah kiri.

Setiap acara adat masyarakat Mandailing khususnya selalu disertai dengan pemberian Ulos dan Manortor. Ulos secara harfiah artinya adalah selimut. Kebiasaanya pemberian Ulos (Mangulosi) melambangkan kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Ulos, seperti pemberian Ulos dari orang tua kepada anaknya. Pemberian ulos juga menggambar nilai-nilai kekerabatan Dalihan Na Tolu yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada dan tutup bagian bawah (sarung).

Ulos Mandailing Asli dalam buku Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman ditulis oleh H. Pandapotan Nasution, SH adalan Tonun Patani, warnanya coklat kemerah-merahan yang dikombiasikan dengan memakai benang emas dan sirumbai dengan benang emas juga. Ulos Mandailing menimbulkan kesan kewibawaan dan magis religius dan sudah langka.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 33

Kain adat tonun patani ini dipakai untuk berbagai keperluan, yaitu: Untuk lapis partaganan.Untuk penutup pengupa. Untuk salendang manarimo boru. Untuk manortor raja-raja, namora-mora, anak ni namora.

Dalam upacara-upacara adat di Mandailing, dimana uning-uning dibunyikan (margondang), selalu dilengkapi acara manortor. Dalam pelaksanaannya pelaku Tor-Tor terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu: Kelompok Manortor yang berbaris di depan, (yaitu: kelompok barisan Manortor adalah barisan yang dihormati oleh barisan mangayapi seperti Mora dan Raja-Raja Adat) dan kelompok Pengayapi yang berbaris dibelakang. Pelaksanaan Tor Tor berdasarkan taraf atau kedudukan seseorang yang Manortor, yaitu : · Tor Tor Suhut, Kahanggi Suhut, Mora dan Anak Boru. · Tor-Tor Raja-Raja. · Tor-Tor Raja Panusunan. · Tor-Tor Naposo Bulung · Tor-Tor Sibaso. Sudah tidak pernah lagi dilaksanakan karena tor-tor ini yang manortor harus manyarama atau kesurupan sehingga dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam).

Gambar 3. Pasangan pengantin sedang manortor somba-somba di depan raja-raja.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 34

Gambar 4. Manortor raja-raja.

Gambar 5. Tor-tor menyambut Mora.

Gambar 6. Pengantin dan Nauli bulung sedang manortor.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 35

Pada horja siriaon (upacara adat perkawinan) dan horja siluluton (upacara adat kematian juga disebut mambulungi), selain gordang sambilan, biasanya gondang boru juga dimainkan untuk mengiringi tortor (tarian adat). Dalam upacara adat ini, pihak-pihak yang menarikan tarian adat tortor antara lain adalah kelompok kekerabatan mora, kahanggi (suhut) dan anak boru. Karena itulah tortor yang ditarikan oleh kelompok-keleompok kekerabatan itu dinamakantortor mora, tortor suhut dan tortor anak boru. Selain itu, dalam setiap horja biasanya kalangan raja- raja juga menarikan tarian adat tortor, sehingga tortor tersebut dinamakan tortor raja raja, dan tortor yang ditarikan oleh kalangan muda-mudi disebut tortor na poso na uli bulung. Sehari sebelum pelaksanaan acara adat siriaon atau upacara perkawinan adat dilakukan, maka dipanaeklah gondang dan dipaluhlah gordang sambilan dan gondang tunggu-tunggu dua serta dibukalah gelanggang panortoran. Dimana gelanggang panortoran dibuka dan dimulai dengan tor-tor Suhut, Kahanggi Suhut, Anak Boru dan pada acara pabuat boru mora juga dapat manortor. Dalam acara panaek gondang yang dilaksanakan satu hari sebelum mata ni horja itu, yang hadir cukup Raja Pamusuk, Namora dan Natoras, Kahanggi, Anak Boru dan Mora apabila pabuat boru.Yang manortor pada acara mata ni horja adalah: Suhut, Raja – Raja Mandailing Godang, Raja – Raja Mandailing Julu, Raja, Raja Desa Na Walu, Raja Panusunan. Sebagai salah satu seni tari tradisional Mandailing, Tor-Tor diyakni merupakan kesenian purba yang melekat pada berbagai proses adat Mandailing, baik dalam siriaon (peristiwa menggembirakan) maupun siluluton (musibah). Pada masa awal pertumbuhan kebudayaan Mandailing, dan itu diyakini jauh sebelum periode Islam, Tor-tor menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kepercayaan klasik, yakni Si Pelebegu. Hal itu dikaitkan dengan ungkapan “somba do mula ni Tor-tor” (Tor-tor asal mulanya adalah prosesi sembah). Dengan begitu, Tarian Tor-Tor memang bagian dari prosesi penyembahan kepada roh-roh leluluhur (dalam kosa kata Mandailing disebut dengan begu). Tentu karena roh-roh leluhur diyakini masih memiliki kekuatan sinkretis, gaib dan magis, terhadap berbagai sisi kehidupan keseharian masyarakat adat Mandailing. Roh-roh

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 36

tersebut diyakini bersemayam di tempat yang disebut na borgo-borgo, baik di bawah pohon besar, di hutan, di gua-gua, dan lain-lain. Bahkan hingga di masa modern, sinkretisme itu masih amat mempengaruhi pola pikir masyarakat adat. Mereka diyakini bisa membawa bala, wabah penyakit, dan lain-lain. Karena itu ada istilah penyakit na hona tampar, na nionjapkon ni naso nida, dan lain-lain. Banyak versi tentang makna kata yang melekat pada Tor-tor. Dalam tataran linguistik misalnya, tidak jelas apakah Tor-tor merupakan kata dasar (Hata Bona) atau kata ulang (Hata na Marulak) dari kata Tor [Gunung]. Itu berkaitan dengan ungkapan “Tor tu tor do na marsitatapan”. Karena itu, Edi Nasution, etno- musikolog, menyebut bahwa Tor-tor adalah bentuk pendek dari Tor tu Tor. Dan itu memang tampak dari perfromance penari Tor-tor yang penari bagian depan (na di ayapi) dan di belakang (na mangayapi) seperti membentuk persfektif jajaran perbukitan. Apalagi saat menari, para penari Tor-tor tampak membuat gerakan naik-turun seperti visualisasi perbukitan. Visualisasi naik-turun itu karena para penari menekuk kaki mereka mengikuti irama gondang (gendang) dengan kedua belah tangan seperti orang sedang menyembah (marsomba). Gendang yang bersahutan membentuk ritme yang sedemikian rupa dan menentuka pola gerakan penari. Gendang pembentuk irama tersebut bisa terdiri dari gondang dua, gondang topap, gondang tunggu-tunggu dua, atau gondang boru. Pola gerakan tangan dan kaki diselaraskan dengan bunyi Ogung Dadaboru (Gong betina) ketukan pertama dan ogung jantan (gong jantan) pada ketukan ketiga. Barisan depan penari Tor-Tor (na diayapi) ditempati oleh kelompok kekerabatan yang posisi sosialnya lebih dihormati oleh mereka yang menempati barisan dibelakangnya (na mangayapi). Dalam Tor-Tor Haroan Boru (pesta pernikahan) misalnya, posisi depan ditempati oleh pihak Mora dari pihak yang melaksanakan pernikahan (Suhut). Jika yang barisan depan ditempati Mora, maka barisan belakang adalah Suhut, yang dalam konteks hari itu itu berstatus sebagai Anakboru. Kalau yang di depan suhut (anak boru dari keluarga pengantin wanita), maka yang bagian belakang ditempati oleh anak boru dari suhut, atau anak boru ni anak boru dari Mora.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 37

Tentu saja, sebuah tor-tor jangan hendaknya ditampilkan dalam seremonial saja. Apalagi harus menunggu adanya moment “horja godang” ala pernikahan Bobby – Kahiyang. Sebagai sebuah budaya yang usianya ratusan tahun, memiliki banyak dimensi budaya, bukan sekedar pemujaan terhadap roh leluhur. Berbagai gerak- gerik tor-tor, sebagaimana layaknya seni tari, melambangkan metafora perlindungan kepada orang yang dihormati, layaknya Anak Boru menghormati Mora, dan seterusnya. Tor-tor juga memvisualkan harmoni gerak yang indah, baik melalui tangan, kaki, dan badan. Dalam dimensi kekinian, Tor-tor harus diletakkan pada tatanan itu, bukan lagi atas persembahan kepada roh leluhur sebagaimana pada tradisi purba. Persembahan dalam konteks kekinian harus dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang kita hargai, baik secara sosial maupun secara kekerabatan. Dengan melapaskan makna purba dari tarian Tor-tor, seni tradisi ini bisa lebih aktual. (Askolani Nasution, budayawan dari Siabu, Mandailing Natal)

2.10 Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota (Wibowo, 2011: 5).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonsitusi terstruktur dari tanda. (Sobur, 2004:15).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 38

Menurut Peirce, sebuah analisi tentang asensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebagai ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotative sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol. (Sobur, 2004:35).

2.10.1 Semiotika Komunikasi Visual

Semiotika komunikasi mengkaji tanda konteks komunikasi yang lebih luas, yang melibatkan berbagai elemen komunikasi, seperti saluran, sinyal, media, pesan, kode, bahkan juga noise. Oleh karena itu, semiotika sebagai sebuah cabang keilmuan memperlihatkan pengaruh pada bidang-bidang seni rupa, seni tari, seni film, desain produk, arsitektur, termasuk desain komunikasi visual. Semiotika komunikasi menekankan aspek produksi tanda di dalam berbagai rantai komunikasi, saluran dan media, dibandingkan sistem tanda. Di dalam semiotika komunikasi, tanda ditempatkan di dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyampaian pesan. Menurut Tinarbuko (dalam Piliang, 2012: 339-340) semiotika komunikasi visual yaitu semiotika sebagai metode pembacaan karya komunikasi visual. Dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah sistem semiotika khusus, dengan perbendaharaan kata (vocabulary) dan sintaks (sintagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Efektivitas pesan menjadi tujuan utama dari desain komunikasi visual. Berbagai bentuk desain komunikasi visual yaitu iklan, fotografi jurnalistik, poster, klender, brosur, film animasi, karikatur, acara televisi, video klip, web design, cd interaktif dan sebagainya. Di mana melalui pesan-pesan tertentu disampaikan dari pihak pengirim (desainer, produser, copywriter) kepada penerima (penganut, penonton, pemirsa).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 39

2.11 Semiotika Roland Barthes Roland Barthes merupakan seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen terapan strukturalisme dan semiotia pada stusi sastra. Barthes (2001:208) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun1960-an dan 70-an. Roland Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes sendiri mengembangkan semiotika ke dalam dua tingkatan, yaitu denotas (denotation) dan konotasi (connotation). Denotasi adalah pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Sementara konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan anatara penanda dan pertanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti. Dengan kata lain, maka denotasi merupakan apa yang di gambarkan tanda terhadap sebuah objek, sementara makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek dan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya (Wibowo, 2011: 17). Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Hal ini dikarenakan mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki dominasi. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Akan lebih jelas lagi, skema pemaknaan mitos (myth) digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 40

Gambar 7. Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Petanda)

3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)

4. Connotative Signifier 5. Connotative Signified

(Penanda Konotatif) (Petanda Konotatif)

6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Sumber: Cobley dan Jansz dalam (Sobur, 2004: 69).

Adapun kelebihan teori semiotika Roland Barthes diantaranya, dapat menjadikan kita lebih menaruh perhatian pada peran signs dan peran yang kita dan orang lain mainkan dalam membentuk realitas sosial. Dengan menggali berbagai macam perspektif semiotika kita dapat menyadari bahwa informasi atau makna tidak disajikan di dunia. Makna tidak dikirimkan kepada kita namun kitalah yang secara aktif menciptakan makna berdasarkan kode-kode yang ada. Kita belajar dari semiotika bahwa kita hidup di dunia tanda dan tidak memiliki jalan lain untuk memahaminya kecuali melalui berbagai tanda dan kode yang telah dibentuk. Memahami tahapan analisis semiologi dan menerapkannya dalam kajian media, komunikasi visual, komunikasi massa, periklanan, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan studi deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang historis, kompleks dan rinci. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi secara mendalam. Metode ini tidak mengutamakan populasi dan sampling, sehingga penelitian tersebut bersifat subjektif yang hasilnya bukan untuk digeneralisasikan.

Penelitian ini akan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes sebagai pisau analisis untuk membedah makna dari simbol-simbol gerakan tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional. Pada penelitian ini menggunakan signifikasi dua tahap, pada tahap signifikasi pertama menggunakan denotasi, pada tahap kedua menggunakan konotas dan mitos yang terkandung dari simbol gerakan tarian manortor Mandailing tersebut.

3.2 Objek Penelitian Objek penelitian menurut Arikunto (1989) adalah suatu benda, hal atau individu dimana data dari variable penelitian melekat dan dipermasalahkan. Dalam penelitian, objek penelitian memiliki peran yang sangat strategis karena pada objek penelitian terdapat data yang akan diamati oleh peneliti. (Idrus,2009:91). Dengan demikian, objek penelitian ini adalah gerakan tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional.

41 Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 41

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu, benda atau organisme yang dijadikan sebagai sumber informasi yang dibutuhkan dalam mengumpulan dan penelitian. Istilah lainnya adalah informan, yaitu orang-orang yang memberikan respon atau suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Adapun proses penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah ini video pernikahan adat Kahiyang-Bobby pada 24-26 November 2017.

3.4 Kerangka Analisis Kerangka analisis dari penelitian ini adalah menggunakan semiotika Roland Barthes, dimana pada analisis Barthes menemukan konotasi, denotasi serta mitos yang terdapat dalam video pernikahan Kahiyang-Bobby pada 24-26 November 2017 tersebut.

3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang diguankan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama tangan pertama di lapangan (Kryantono,2006:91). Adapun data untuk mendapatkannya adalah: dengan mengumpulkan data dan melakukan analisis semiotika dari gerakan tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional. 2. Data skunder Pada umumnya data skunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh lembaga tertentu (Ruslan,2003:138). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situs-situs, atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. 3. Keabsahan Data Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu, keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Dalam penelitian untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan tringulasi. Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 42

data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun triangulasi yang digunakan dalam memenuhi keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Menurut Patton (1987) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2014:330). Keabsahan data didapat dengan jalan membandingkan data ketika observasi langsung dengan hasil wawancara.

3.6 Teknik Analisi Data Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2014 :248) analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan semiotka model Roland Barthes seperti makna denotasi, makna konotasi dan mitos yang digunakan untuk memahami makna yang terkandun dalam setiap scene video gerakan tarian manortor Mandailing pada pernikahan adat Kahiyang-Bobby dalam upaya pelestarian budaya tari tradisional. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua, hal ini menggambarkan interasi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan pesaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan oleh tanda terhadap sebuah ibjek; sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Sedangkan mitos menurut Barthes adalah keberadaan fisik tanda (denotasi) dan konsep mental (konotasi), menjeaskan beberapa aspek dari sebuah realitas.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kronologi Upacara Pernikahan Kahiyang-Bobby Nasution a. Pemberian Marga Siregar pada Kahiyang Ayu Rumah Doli Sinomba Siregar di Jalan STM, Medan, sudah ramai sejak pagi. Doli adalah saudara laki-laki tertua ibunda Bobby. Dalam adat Mandailing dan Batak, dia disebut tulang atau paman. Muhammad Bobby Afif Nasution dan Kahiyang Ayu akan menjalani rangkaian prosesi adat kedua, yaitu Mangalehan Marga atau pemberian marga kepada Kahiyang. Sidang dipimpin oleh Pandapotan Nasution bergelar Patuan Kumala Pandapotan, berasal dari Pidoli Lombang, Mandailing, yang disebut Raja Panusunan. Hadir juga puluhan tetua adat, raja-raja adat, dan tokoh-tokoh adat. Mereka membahas marga yang akan diberikan untuk Kahiyang karena dalam adat Mandailing, apabila seorang mempelai wanita belum mempunyai marga maka salah satu acara penting yang harus dilaksanakan adalah pemberian marga kepadanya. Afifudin Lubis yang bergelar Mangaraja Ihutan Soripada, salah seorang tetua adat, menjelaskan, ada beberapa alasan pemberian marga tersebut, yaitu untuk menjelaskan keturunan, perkawinan antar-etnik, pengabdian dan jasa, serta penghormatan atau penghargaan. "Alasan yang paling tepat pemberian marga untuk Kahiyang adalah karena perkawinan antar-etnik. Kahiyang diberi marga Siregar karena ini marga ibunya Bobby yang dipanggilnya namboru atau ibu mertua. Agar jelas kedudukan Kahiyang dalam lembaga adat Dalian Na Tolu dan martutur," kata Afifudin, Selasa (21/11/2017).

Itu sebabnya mengapa acara pemberian marga tersebut diadakan di rumah Doli Sinomba Siregar, tulang Bobby. Inti acara ini adalah, keluarga Bobby memohon

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 44

kepada keluarga Ibu Bobby agar berkenan memberi marga Siregar kepada Kahiyang. Setelah terdengar suara gondang ditabuh tiga kali dan lemparan beras kuning kepada kedua mempelai. Itu pertanda sah dan resmi Kahiyang menjadi boru Siregar. Kemudian Kahiyang menerima sertifikat yang sudah bertuliskan namanya, Kahiyang Ayu Siregar.

Gambar 4.1 Kepala kerbau simbol kemakmuran.

Kepala kerbau simbol kemakmuran yang menjadi lauk Upah-upah Kahiyang saat prosesi Mangalehan Marga. Kemudian keduanya diberi upah- upah sambil didoakan oleh seluruh keluarga, handai taulan, dan para tetua adat. Kemudian diakhiri dengan saling menyuap nasi dengan aneka lauk-pauk, dan yang paling spesial adalah kepala dan daging kerbau, serta keris atau sahat mara. Latifah Hanum bergelar Pisang Raut atau Anak Boru dari Anak Boru, yang juga merupakan kakak sepupu Doli Sinomba Siregar, menjelaskan, kerbau adalah upah- upah paling tinggi. “Kepala kerbau ini simbol kemakmuran. Keris yang dibalut kain kuning bermakna perisai bagi Kahiyang. Ini diberikan setelah resmi jadi boru Siregar. Satu kerbau sudah dipotong di rumah Doli kemarin," ungkap dia. Nanti Kahiyang akan diberikan abit Batak (ulos). terus manortor para raja. Sebelum pulang, Kahiyang dan Bobby akan manortor, baru dibawa pulang," kata Latifah (KOMPAS.com).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 45

b. Horja Godang Adat Mandailing Kahiyang Siregar-Bobby Nasution. Seusai menjalani prosesi Haroan Boru dan Mangalehan Marga, Muhammad Bobby Afif Nasution dan Kahiyang Ayu Siregar akan kembali menjalani rangkaian adat lain yang dimulai pada Jumat (24/11/2017) pagi. Manalpokkon Lahan ni Horja atau memotong kerbau adalah prosesi pembukanya. Pemotongan kerbau ini akan melewati upacara khusus yang diikuti para raja dan tetua adat. Dilanjut dengan Manyantan Gondang dan Gordang Sambilan (membunyikan gendang). Ini adalah alat musik khas suku Mandailing, berperan penting dalam acara perkawinan, upacara, dan ritual adat.Fungsinya mengiringi acara Monortor atau menari adat. Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang berukuran besar, biasanya ditabuh oleh dua laki-laki yang mengenakan baju adat. Menurut literatur, gendang ini menjadi alat perkusi dengan diameter terbesar kedua di dunia. Untuk menabuhnya, harus melalui serangkaian acara adat supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namanya Manyantan Gondang. Pada acara perkawinan, begitu gendang berbunyi, pertanda Horja Godang (ada kerja besar). Upacara Manyantan Gondang dan Gordang Sambilan berbarengan dengan berdirinya bendera-bendera adat sebagai pertanda Horja Godang. Bendera yang akan berkibar adalah bendera kebangsaan Merah Putih, bendera raja-raja Desa Na Walu, bendera Harajaon, bendera Lipan-lipan, bendera Siararabe, dan bendera Alibutongan (Pelangi). Selanjutnya adalah prosesi Margalanggang atau Manortor. Sesudah Manyantan Gondang, acara membuka gelanggang panortoran yang dilaksanakan oleh Suhut, pengetua adat bermarga Nasution, Lubis, dan marga lain dari Mandailing. Juga pengetua adat Tabagsel, Inanta Soripada yaitu ibunda Bobby, Ade Hanifah Siregar, beserta ibu-ibu lainnya, dan Raja Panusunan. Raja Panusunan adalah raja yang akan memimpin persidangan adat. Raja Panusunan pada acara perkawinan adat Bobby dan Kahiyang adalah H Pandopotan Nasution bergelar Patuan Kumala Pandapotan. Kemudian Mangalo-alo Mora atau menyambut kedatangan Mora. Saudara kandung laki-laki dari Ibu Bobby adalah Mora yang akan disambut dengan rangkaian acara adat. Mora adalah pihak yang sangat dihormati, apabila datang pada Horja, harus disambut dengan gembira. Dulu Mora tidak dibenarkan datang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 46

sebelum mebat. Seiring perkembangan adat dan kesepakatan ditempuh, mora datang membawa indahan tompu robu. Setelah itu, Manarimo Tumpak. Artinya, menerima kedatangan kahanggi, anak boru, dan kelompok masyarakat etnik yang akan mengantarkan bantuan secara adat sebagai tanda ikut bergembira. Perwujudan masyarakat yang berdasarkan kegotongroyongan. Sidang Kerapatan Adat atau Maralok-alok Acara diawali dengan menyuguhkan sirih kepada empunya horja (suhut) kepada semua pengetua- pengetua adat yang hadir. Kemudian suhut, diikuti kahanggi, anakboru, dan namora natoras menyampaikan maksud dan tujuan acara hari itu, yakni memberi tahu para pengetua adat bahwa Bobby dan Kahiyang sudah menikah dan berharap acara pernikahannya dibesarkan secara adat. Menyahuti permintaan suhut, para pengetua adat yang hadir akan memberi pendapat dan persetujuannya. Pimpinan sidang, Raja Panusunan, menyimpulkan bahwa acara adat untuk pernikahan Bobby dan Kahiyang dapat dilaksanakan dan diminta semua ikut berpartisipasi. Sidang ini ditutup dengan Margalanggang. Pada acara ini, diharapkan semua pengetua adat dan kaum ibu ikut manortor. Juga naposo nauli bulung (remaja) sebagai pertanda bergembira akan kedatangan Kahiyang. Acara dilanjutkan dengan Mata Ni Horja atau puncak acara adat, yaitu menyambut Presiden Joko Widodo dan keluarganya. Suhut dan anak borunya menyambut Jokowi di pintu gerbang sebagai tanda kebesaran hati dari suhut dan anak borunya. Dibunyikanlah Gordang Sambilan dan disambut prosesi adat tortor mundur sampai gelanggang tempat acara. Sampai tempat acara, Pak Jokowi dan Ibu Iriana diulosi dengan ulos panggobak ni tondi. Ulos adalah sehelai kain yang ditenun khusus dan bersifat magis religius, diberikan kepada tamu yang dihormati dengan harapan yang bersangkutan tetap tegar dan terhindar dari marabahaya. Setelah pemberian ulos, Pak Jokowi dan istrinya akan manortor. Pak Jokowi diayapi raja-raja adat. Setelah dia, dilanjut Ibu Iriana manortor diayapi anak borunya, yaitu Ibu Bobby, Ade Hanifah Siregar, dengan kahangginya. Usai manortor, dilanjutkan dengan prosesi Membawa Penganten ke Tapian Raya Na Martua. Di sini, acara khusus Marpangir dilakukan untuk menghanyutkan semua kenangan masa remaja, lalu didoakan selamat menempuh hidup baru dan memperoleh keturunan. Kedua pengantin diarak kembali dengan prosesi adat ke

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 47

gelanggang tempat acara dan dilanjutkan dengan acara penabaian gelar adat kepada Bobby dan Kahiyang. Selesai penabaian gelar adat, resmilah mereka memakai gelar itu sebagai orang yang berumah tangga. Nama kecil tidak boleh dipanggil lagi. Habis itu, dilanjutkan dengan upacara Mangupa atau Upa-upa atau memberi restu. Mangupa adalah berisi doa, pesan-pesan, dan petunjuk kepada kedua pengantin. Disampaikan dengan bahasa Mandailing dan dibawakan oleh seorang yang disebut Datu Pangupa. Tujuannya untuk memperkuat tondi ke dalam tubuh. Dalam bahasa adat disebut hobol tondi tu badan. Artinya, tondi bersemayam dalam tubuh dengan aman dan nyaman. Dalam bahasa pangupa digambarkan dengan telur yang direbus, kuning telur dilindungi oleh putih telur dengan baik. Diharapkan orang yang diupa akan tegar menghadapi segala tantangan. Sasaran dari Pangupa adalah tondi. Tondi tidak dapat dipisahkan dari Pangupa. Tondi adalah tenaga spiritual yang memelihara ketegaran jasmani dan rohani agar serasi, selaras dan seimbang dalam kehidupan seseorang dalam bermasyarakat. Dalam pandangan adat, manusia seutuhnya terdiri dari tiga unsur, yaitu badan, jiwa (roh), dan tondi. Badan adalah jasad kasar yang terlihat dan dapat diraba. Jiwa (roh) adalah benda abstrak yang menggerakkan badan kasar tadi. Tondi adalah benda abstrak yang mengisi dan menuntun badan kasar dan jiwa tadi dengan tuah sehingga seseorang kelihatan berwibawa dan punya marwah. Orang gila atau rusak akal dianggap tidak martondi. Badannya sehat, jiwanya ada, tapi karena tondinya tidak ada sebagai penuntun badan kasar dan jiwa tadi, maka dia menjadi manusia yang tidak normal. Itulah sebabnya tondi itu harus tetap bersatu dengan badan seseorang. Di sinilah pangupa memegang peranan. Acara terakhir adalah Ajar Poda. Ini adalah nasihat-nasihat yang diberikan kepada mempelai sebagai bekal berumah tangga oleh kedua orangtuanya dan raja- raja adat. Selesai Ajar Poda, dilanjutkan dengan Tor-Tor Somba. Pada tarian adat ini nanti, Bobby dan Kahiyang manortor di hadapan kedua orangtuanya sebagai tanda terima kasih dan penghormatan, juga kepada raja-raja adat. Acara horja ditutup Raja Panusunan dengan Manyoda Gordang dan mengucapkan Horas sebanyak tiga kali.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 48

4.1.2 Penyajian dan Analisis Data

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah video upacara adat pernikahan Kahiyang-Bobby. Video yang diteliti adalah beberapa video acara pernihakan Kahiyang-Bobby sejak tanggal 24-26 Noverber 2017. Video ini diunduh di situs Yotube berdasarkan kebutuhan yang akan diteliti. Dalam beberapa scene yang didalamnya terdapat keunikan dari setiap gerakan yang dikaloni dan berpotensi menjadi objek penelitian. Dari video tersebut akan dibagi kedalam beberapa sequence yang terdiri dari beberapa scene yang berhubungan dengan keunikan dan simbol-simbol gerakan Manortor.

Tabel 1

Teknik Dalam Menyunting Gambar

Teknik pengambilan gambar Extreme long shot, medium shot, medium close up, close up

Angle dalam pengambilan gambar Eye level angle, high angle

Fokus gambar Selective focus, deep focus, soft focus

4.1.3 Analisis Scene Pertama Penggambaran Gerakan Manortor Mandailing pada Upacara adat Pernikahan Kahiyang-Bobby.

Gambar 8. Scene Pertama

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 49

Shot 1

Shot 2 Shot 3

a. Visual (tanda)

Shot 1

Ilustrasi visual shot 1

Pada shot pertama terlihat Kahiyang dan Bobby mengangkat sembari mengepalkan kedua tangan. Kedua mempelai memulai gerakan setelah mendengar alunan musik dan aba-aba sebagai peringatan mulainya manortor.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 50

b. Visual (tanda)

Ilustrasi Visual shot 2

Terlihat pada shot 2 Kahiyang dan Bobby mulai melebarkan telapak tangan, dengan bentuk belum sempurna. Tangan pengantin perempuan berada di bawah dengan telapak tangan sudah terbuka. Sedangkan untuk gerakan tangan pengantin laki-laki, gerakan tangannya dengan bentuk sikut masih berada di bawah.

c. Visual (tanda)

Ilustrasi visual shot 3

pada Shot 3 gerakan yang diperagakan kedua pengantin ialah gerakan manortor sempurna. Gerakan yang dilakukan tangan sejajar dengan sikut untuk

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 51

gerakan manortor perempuan dan tangan sejajar bahu untuk gerakan pengantin laki- laki. Gerakan bahu dilenturkan mengikuti alunan music dan gerakan tangan.

Penanda Denotatif

Penanda denotatif mengangkat kedua tangan sembari dikepalkan dijelaskan sebagai gerakan bersiap-siap untuk memulai manortor. Manortor yang dilakukan Kahiyang dan Bobby tersebut ialah Manortor somba-somba. Manortor yang dilakukan di depan para raja dan kedua orang Kahiyang dan Bobby.

Penanda konotatif Penanda konotatif pada gerakan manortor somba-somba Kahiyang dan Bobby yakni manortor yang dilakukan di depan para raja dan orang tua kedua mempelai dengan tujuan sebagai ucapan terima kasih secara simbolik kepada kedua orang tua dan juga raja-raja yang turut hadir dalam pelaksanaan upacara adat tersebut. ucapan terimakasih tersebut bertujuan pada pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua kedua mempelai

Mitos Mitos dalam gerakan tarian ini adalah Kahiyang serta Bobby sebagai seorang anak yang dibesarkan oleh kedua orang tua mereka masing-masing hingga dewasa, kemudian saatnya untuk berumah tangga dan akan mengarungi bahtera kehidupan yang baru, layaknya keduanya meminta izin, bererima kasih atas cinta dan kasih sayang kedua orang tua mereka. Meminta izin untuk kehidupan yang baik kedepannya, serta berterima kasih kepada para raja yang turut hadir dalam upacara adat pernikan keduanya.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 52

4.1.4 Analisis Scene Kedua Penggambaran Gerakan Manortor Mandailing pada Upacara adat Pernikahan Kahiyang-Bobby.

Gambar 9. Scene Dua

Shot 1

Shot 2 shot 3

a. Visual (tanda)

Shot

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 53

Ilustrasi visual shot 1 Visual pada shot 1 terlihat Kahiyang dan Bobby Nasution melakukan tarian manortor di depan para raja-raja mandailing. Tarian manortor ini diiringi dengan alunan musik onang-onang ciri khas music mandailing. Manartor tersebut dilakukan di atas sebuah tikar bernama amak lampisan atau tikar lapisan.

b. Visual (tanda)

Shot 2

Ilustrasi visual shot 2 Pada shot 2 terlihat gerakan manortor berhadap-hadapan antara kedua mempelai pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, Kahiyang dan Bobby Nasution. Gerakan tangan yang lakukan Bobby berbeda dengan Kahiyang. Tangan Bobby lebih tinggi sedangkan Kahiyang terlihat lebih rendah.

c. Visual (tanda)

Shot 3

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 54

Ilustrasi visual shot 3 Gerakan yang dilakukan Kahiyang dan Bobby nasution terlihat pada shot 3 adalah gerakan manortor dengan posisi menyamping. Saat Bobby bergerak ke arah kanan makan Kahiyang akan melakukan gerakan yang sebaliknya, yakni melakukan gerakan manortor ke arah kiri dan sebaliknya.

Gambar 4.3 Scene Dua

Shot 4 shot 5

a. Visual (tanda)

Shot 4

Ilustrasi shot 4 Pada shot 4 terlihat seorang Suhut sedang menggunakan microphone dengan ekspresi kesedihan yang sangat dalam. Dalam shot tersebut, seorang suhut sedang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 55

mengalunkan onang-onang tentang cerita kehidupan masa kecil Bobby Nasution hingga ia dewasa.

b. Visual (tanda)

Shot 5

Ilustrasi visual shot 5 Pada shot 5 Kahiyang dan Bobby melakukan gerakan manortor di atas sebuah tikar yang dianyam dengan motif yang berbeda dari motif tikar pada umumnya. Selain itu, ukuran tikar ini juga lebih kecil dari ukuran tikar biasa. Tikar ini disebut amak lampisan atau tikar lapisan.

Penanda Denotative Penanda denotative manortor dengan iringan music dan onang-onang dari seorang Suhut. Onang-onang tersebut adalah cerita tentang masa kecil Bobby nasution hingga dewasa, dan kemudian akhirnya bertemu dengan Kahiyang Ayu. Manortor di atas amak lampisan dijelaskan sebagai wadah mempersilahkan atau memberi waktu secara tersirat kepeda kedua mempelai untuk melakukan tarian manortor.

Penanda Konotatif Penanda konotatif dijelaskan bahwa gerakan tersebut merupakan sebuah penghormatan dari kedua mempelai kepada para raja yang terhormat. Selain

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 56

penghormatan kepada para raja, penghormatan juga dilakukan untuk para tetua- tetua adat yang hadir pada upacara adat pernikahan tersebut.

Mitos Mitos dalam scene tersebut adalah gerakan dengan iringan music dan onang-onang dari Suhut tentang riwayat Bobby Nasution agar para hadirin dan semua anggota keluarga mengetahui latar belakang Bobby Nasution. Onang-onang tersebut menceritakan kapan ia lahir, bagaimana pendidikannya, tempat tinggal dan akhirnya dewasa betemu dengan Kahiyang Ayu.

4.1.5 Analisis Scene Ketiga Penggambaran Gerakan Manortor Mandailing pada Upacara adat Pernikahan Kahiyang-Bobby.

Gambar 10. Scene tiga

Shot 1 shot 2

Shot 3 shot 4

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 57

Shot 5 shot 6

Shot 7 shot 8

Shot 9

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 58

a. Visual (tanda)

Shot 1

Ilustrasi visual shot 1 Terlihat gambar shot 1 seorang laki-laki paruh baya menari sembari membawa ulos untuk diserahkan kepada Bapak Jokowi selaku mora paradatan atau barisan yang paling dihormati. Ulos tersebut diberikan sebagai panggobak ni tondi atau sebagai pelindung jiwa dan raga.

b. Visual (tanda)

Shot 2

Ilustrasi visual shot 2 Pada visual shot 2 tampak seseorang sedang membawa ulos dan memberikannya pada barisan mora atau barisan yang dihormati dalam pesta, yakni keluarga bapak Jokowi Dhodo.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 59

c. Visual (tanda)

Shot 3

Ilustrasi visual shot 3 Visual pada shot 3 memperlihatkan para raja sedang berbaris di depan mora- mora untuk mengajak manortor sabe-sabe atau manortor penghormatan kepada mora ni horja.

d. Visual (tanda)

Shot 4

Ilustrasi visual shot 4 Pada visual shot 4 ditampilkan semua raja-raja berbaris dan bersiap-siap umtuk melakukan manortor bersama para mora paradatan. Pada awal mulainya gerakan, para mora berbaris berhadapan dengan para raja dengan kedua tangan mengadah ke atas.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60

e. Visual (tanda)

Shot 5

Ilustrasi visual shot 5 Dalam visual shot 5 diperlihatkan para raja-raja dan tetua adat dari keluarga Bobby Nasution mulai melakukan gerakan manortor dan mengajak para mora untuk berdiri kemudian melakukan gerakan manortor bersama-sama.

f. Visual (tanda)

Shot 6

Ilustrasi visual shot 6 Terlihat pada visual shot 6 para raja dan mora sedang melakukan gerakan manortor sabe-sabe. Manortor sabe-sabe ini dilakukan dengan posisi para mora dikelilingi para raja dan tetua adat.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 61

g. Visual (tanda)

Shot 7

Ilustrasi visual shot 7 Shot 7 memperlihatkan seorang wanita sedang melempar sesuatu ke arah para raja dan mora yang sedag melalukan manortor. Sesuatu yang dilempar tersebut adalah beras yang diberi warna kuning. Beras tersebut sesekali dilempar ke arah kelompok manortor.

h. Visual (tanda)

Shot 8

Ilustrasi visual shot 8 Terlihat pada shot 8 tampak para mora manortor dengan dikelilingi oleh para raja dan tetua adat. Gerakan tangan yang dilakukan tidak berubah, para raja dan tetua adat tetap pada gerakan tangan menghadap ke atas, sementara para mora tetap dengan gerakan manortor dengan tangan menghadap ke bawah.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 62

i. Visual (tanda)

Shot 9

Ilustrasi visual shot 9 Gerakan yang diperlihatkan pada visual shot 9 adalah gerakan terakhir dalam manortor sabe-sabe atau manortor penghormatan kepada mora paradatan. Gerakan yang sebelumnya memperlihatkan para raja mengelilingi mora, setelahnya gerakan tersebut disusul dengan kembali ke gerakan semula, yakni para mora melakukan tor-tor berbaris lurus di depan para raja.

Penanda denotative Penanda denotative seseorang paruh baya menari sembari menyuguhkan ulos mandailing kepada Jokowi dijelaskan sebagai tanda ajakan kepada mora untuk ikut menortor yang dinakan manortor sabe-sabe. Sebelum melakukan tor-tor sabe- sabe, para raja berbaris di depan mora-mora, hal ini dimaksudkan tanda bahwa para raja sudah siap sedia untuk melakukan tor-tor sabe-sabe. Setelah ajakan tersebut diterima oleh para mora, maka mora kan mulai berdiri kemudia mulai melakukan gerakan manortor persis di depan para raja dan tetua adat. Posisi para raja di belakang mora-mora diartikan sebagai bentuk melindungi mora yang sangat dihormati. Sesekali kelompok manortor sabe-sabe ini dilemparkan beras kuning, yang dijelaskan sebagai sebagai simbol keberuntungan dan simbol kemakmuran.

Penanda konotatif Penanda konotatif pada manortor sabe-sabe menunjukkkan penghormatan kepada mora, sebagai barisan yang sangat dihormati. Sabe-sabe diartikan sebahai rasa hormat. Keluarga Jokowi dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai mora

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 63

paradatan. Para raja melakukan gerakan manortor di belakang mora disebut gerakan manyayapi yakni gerakan melindungi mora yang dihormati. Beras kuning yang sesekali disebarkan sebagai seseuatu yang menunjukkan rasa syukur agar mendatangkan keberuntungan dan kemakmuran.

Mitos Mitos dalam gerakan manortor sabe-sabe ini dijelaskan bahwa tor-tor ini bertujuan sebagai bentuk jalinan silaturrahmi antara kedua belah pihak mempelai. Diyakini bahwa setelah ini kedua keluarga tersebut suadah menjadi satu keluarga, namun tetap pada posisinya masing-masing. Mora taau barisan keluarga mempelai wanita tetap sebagai bagian yang sangat dihormati.

4.2 Pembahasan Sebagai salah satu seni tari tradisional Mandailing, Tor-Tor diyakni merupakan kesenian purba yang melekat pada berbagai proses adat Mandailing, baik dalam siriaon (peristiwa menggembirakan) maupun siluluton (musibah). Pada masa awal pertumbuhan kebudayaan Mandailing, dan itu diyakini jauh sebelum periode Islam, Tor-tor menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kepercayaan klasik, yakni Si Pelebegu. Hal itu dikaitkan dengan ungkapan “somba do mula ni Tor-tor” (Tor-tor asal mulanya adalah prosesi sembah). Dengan begitu, Tarian Tor-Tor memang bagian dari prosesi penyembahan kepada roh-roh leluluhur (dalam kosa kata Mandailing disebut dengan begu). Tentu karena roh-roh leluhur diyakini masih memiliki kekuatan sinkretis, gaib dan magis, terhadap berbagai sisi kehidupan keseharian masyarakat adat Mandailing. Roh-roh tersebut diyakini bersemayam di tempat yang disebut na borgo-borgo, baik di bawah pohon besar, di hutan, di gua-gua, dan lain-lain. Bahkan hingga di masa modern, sinkretisme itu masih amat mempengaruhi pola pikir masyarakat adat. Mereka diyakini bisa membawa bala, wabah penyakit, dan lain-lain. Karena itu ada istilah penyakit na hona tampar, na nionjapkon ni naso nida, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan upacara adat pernikahan mandailing, biasanya diperlukan perlengkapan upacara adat, seperti sirih (napuran/burangir) terdiri dari sirih, sentang (gambir), tembakau, soda, pinang, yang semuanya dimasukkan ke

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 64

dalam sebuah tepak. Lalu, sebagai simbol kebesaran (paragat) disiapkan payung rarangan, pedang dan tombak, bendera adat (tonggol) dan langit-langit dengan tabir.Adat pada suku Mandailing melibatkan banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi dan anak boru. Prosesi upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai, yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik. Setiap anggota berbalas tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran.

Orang pertama yang membuka pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat (suhut), dilanjutkan dengan menantu yang punya hajat (anak boru suhut), ipar dari anak boru (pisang raut), peserta musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja adat di kampung tersebut (hatobangan), raja adat dari kampung sebelah (raja torbing balok) dan raja ni raja adat/pimpinan sidang (raja panusunan bulang). Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat. Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan saat acara ini.

Tujuannya untuk memulihkan dan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam.Masing- masing hidangan memiliki makna secara simbolik. Contohnya, telur bulat yang terdiri dari kuning dan putih telur mencerminkan kebulatan (keutuhan) badan (tondi). Pangupa tersebut harus dimakan oleh pengantin sebagai tanda bahwa dalam menjalin rumah tangga nantinya akan ada tantangan berupa manis, pahit, asam dan asin kehidupan. Untuk itu, pengantin harus siap dan dapat menjalani dengan baik hubungan tersebut.

Proses pernikahan adat Mandailing yang dijalani dari persiapan sampai hari pesta kerja adat atau sering disebut dengan Mata ni Horja atau Horja Godang. Pada upacara adat tersebut terjadi komunikasi non verbal di dalamnya, yakni gerakan tarian pada upacara pernikahan adat yakni tarian manortor mandailing. Seperti yang diungkapkan Mark L. Knapp istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 65

tertulis, maka sesuai tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu makna simbol tarian yang ada dalam pernikahan adat Mandailing. Tarian yang mengandung makna dalam proses pernikahan adat Mandailing adalah Tari Manartor mandailing atau pargalanggang, inilah peristiwa komunikasi seperti yang diungkapkan Mark L. Knapp Gerakan yang dilakukan tersebut memproduksi makna yang komunikatif dan gerakan tersebut merupakan seperangkat simbol tentunya. Simbol tersebut dihasilkan dari ideologi, falsafah hidup dan aturan adat lainnya dari masyarakat suku Mandailing. Simbol atau gerakan tersebut mengandung makna budaya dan makan budaya dari masyarakat Mandailing menganut sistem patrilineal. Simbol tersebut baik secara verbal maupun non verbal menunjuk kepada sesuatu yaitu falsafah hidup masyarakat suku mandailing. Simbol merupakan kebutuhan bagi bagi setiap manusia yang memiliki akal dan pikiran, Susanne Langer (Mulyana, 2005:92) mempertegas dengan menyatakan bahwa simbol merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang inilah yang menjadi pembeda antara manusia dan makhluk hidup lainnya. Dari simbol ini akan menghasilkan komunikasi dan kemudian akibat dari komunikasi ini adalah terjadi interaksi. Namun agar komunikasi tersebut tetap dapat ditangkap maka peneliti mengungkapkan makna yang ada dalam gerakan tarian di pernikahan adat suku Mandailing dengan menggunakan analisis suatu ilmu atau metode analisis mengkaji tanda non verbal (gerakan). Ilmu tersebut adalah “semiotika”, dalam istilah Barthes yaitu “semiologi” yang telah dijabarkan dalam analisis data penelitian. Pandangan Barthes, konsep mitos berbeda dengan arti umum seperti tahayul atau hal-hal yang tidak masuk akal. Barthes menyatakan pendapatnya bahwa mitos adalah bahasa sehingga mitos adalah sebuah sistem komunikasi dan sebuah pesan. Ia mengatakan bahwa mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk dalam masyarakat adalah sebuah mitos (dalam Sobur, 2004:71). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Bagi Barthes, mitos adalah operasi ideologi yang identik dengan konotasi. Dengan analisis semiotika terhadap gerakan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 66

ini peneliti mencoba menemukan makna dalam setiap gerakan tarian yang ada di dalam proses pernikahan adat mandailing. Gerakan yang digunakan untuk berkomunikasi bagi penari menghasilkan interaksi diantara mereka sendiri. Saat zaman yang sudah serba praktis ini, masyarakat tidak lagi terlalu mempedulikan simbol-simbol budaya yang ada, padahal bila kita ketahui bersama terdapat makna tanda (yang dilihat menggunakan analisis Barthes) dalam komunikasi non verbal yang terjadi di pernikahan adat Mandailing. Pada horja siriaon (upacara adat perkawinan) dan horja siluluton (upacara adat kematian juga disebut mambulungi), selain gordang sambilan, biasanya gondang boru juga dimainkan untuk mengiringi tortor (tarian adat). Dalam upacara adat ini, pihak-pihak yang menarikan tarian adat tortor antara lain adalah kelompok kekerabatan mora, kahanggi (suhut) dan anak boru. Karena itulah tortor yang ditarikan oleh kelompok-keleompok kekerabatan itu dinamakan tortor mora, tortor suhut dan tortor anak boru. Selain itu, dalam setiap horja biasanya kalangan raja- raja juga menarikan tarian adat tortor, sehingga tortor tersebut dinamakan tortor raja raja, dan tortor yang ditarikan oleh kalangan muda-mudi disebut tortor na poso na uli bulung. Sehari sebelum pelaksanaan acara adat siriaon atau upacara perkawinan adat dilakukan, maka dipanaeklah gondang dan dipaluhlah gordang sambilan dan gondang tunggu-tunggu dua serta dibukalah gelanggang panortoran. Dimana gelanggang panortoran dibuka dan dimulai dengan tor-tor Suhut, Kahanggi Suhut, Anak Boru dan pada acara pabuat boru mora juga dapat manortor. Dalam acara panaek gondang yang dilaksanakan satu hari sebelum mata ni horja itu, yang hadir cukup Raja Pamusuk, Namora dan Natoras, Kahanggi, Anak Boru dan Mora apabila pabuat boru.Yang manortor pada acara mata ni horja adalah: Suhut, Raja – Raja Mandailing Godang, Raja – Raja Mandailing Julu, Raja, Raja Desa Na Walu, Raja Panusunan. Hasil penelitian menemukan bahwa gerakan dari tarian manortor yang dilakukan oleh Kahiyang dan Bobby Nasution dalam proses adat pernikahan Mandailing, mengandung pesan simbol-simbol dengan makna dan penjelasan tersirat. seperti gerakan tangan, kaki maupun ekspresi wajah pada saat menari

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 67

mengandung makna pesan-pesan non verbal. Pesan-pesan non verbal artinya pesan yang tak disampaikan secara lisan, namun diartikan berdasarkan simbol maupun tanda yang dilakukan oleh panortor atau orang yang melakukan gerakan manortor. Tarian manortor somba-somba memiliki gerakan yang sama dengan gerakan tarian manortor lainnya, namun bedanya terletak pada arti dan tujuan dari tarian tor- tor tersebut. Tarian manortor somba-somba maupun tarian manortor sabe-sabe memiliki gerakan awalan yang sama, yaitu mengangkat kedua tangan dan mengepalkannya. Posisi kedua tangan masih berada di bawah, artinya kedua mempelai atau orang yang akan melakukan gerakan tor-tor bersiap-siap terlebih dahulu menunggu aba-aba dari suhut untuk melakukan gerakan tor-tor sebenarnya. Apabila aba-aba untuk melakukan tor-tor sudah terdengar, maka kedua mempelai sudah boleh manortor. Dengan posisi tangan sempurna, yakni laki-laki sejajar dengan bahu sedangkan perempuan sejajar dengan sikut. Tarian tor-tor somba-somba diartikan sebagai ucapan terima kasih secara non verbal kepada kedua orang tua mempelai dan para raja yang turut hadir dalam upacara adat pernikahan kedua mempelai. Berterima kasih atas kasih sayang kedua orang tua yang selama ini telah membesarkan mereka hingga dewasa, sampai akhirnya waktunya untuk membagun rumah tangga baru. Tak hanya kedua mempelai, kedua orang tua juga memberikan ajar poda atau nasihat untuk kelancaran rumah tangga keduanya kedepannya. Ajar poda ini disampaikan oleh salah satu mewakili orang tua kedua belah pihak. Gerakan kaki antara kelompok kedua (pangayapi) dan kelompok pertama (na iayapi) berbeda ketika melakukan gerakan manortor. Kelompok pertama (barisan terdepan) bergerak ke arah kanan atau kiri dengan menggerakkan ujung jari-jari kaki, gerakan ini dalam manortor Mandailing disebut manyerser, sedangkan kelompok kedua (barisan belakang) bergerak dengan cara melangkah, kemudian gerakan ini disebut mangalangka. Kelompok pertama (na isembar) bersikap seperti orang yang sedang menyembah (marsomba) ketika manortor, sementara masing-masing orang dari kelompok kedua (panyembar) bersikap seperti alihi (burung elang) yang seolah-olah sedang “melindungi” (memuliakan) pasangannya yang bergerak ke arah samping kiri ataupun kanan, di mana kedua belah tangannya “terbuka di depan dada” yang tingginya di bawah bahu, yang

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 68

sesekali mencondongkan badan ke kiri dan ke kanan untuk mengikuti arah gerakan kelompok pertama (na isembar). Dalam kegiatan manortor ini, para panortor terlebih dahulu manortor di tempat dengan menghadap ke arah depan. Setelah itu, mereka bergerak ke arah samping kanan, lalu kembali manortor ke arah depan. Kemudian bergerak ke arah samping kiri, dan kembali lagi ke formasi awal, yaitu manortor di tempat dengan menghadap ke arah depan. Biasanya, gerakan manortor ke arah kanan dan kiri tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, dan setelah itu mereka kemudian membentuk formasi baru yaitu “melingkar” dan beberapa saat kemudian kembali lagi ke formasi semula, lalu bergerak lagi ke arah samping kanan dan kiri. Selanjutnya kembali lagi ke formasi awal, dan akhirnya kegiatan manortor pun usai.

Gerakan tarian manortor untuk kedua mempelai biasanya dilakukan di atas sebuah tikar khusus tikar tersebut bernama amak lampisan. Motif tikar tersebut berbeda dengan motif tikar pada umumnya. Amak lampisan ini memiliki motif warna-warni di tengahnya dan ukurannya cenderung lebih kecil. Biasanya, kedua mempelai tidak memakai alas kaki sepatu maupun sandal saat manortor di atas tikar. Hal ini dijelaskan sebagai rasa rendah hati dan rasa hormat terhadap hadirin dalam pesta. Tarian tor-tor sabe-sabe adalah tarian tor-tor penghormatan terhadap mora. Awalnya seseorang akan menari sembari membawa ulos untuk disuguhkan kepada mora. Ini dijelaskan sebagai tanda ajakan kepada para mora untuk manortor. Setelahnya, para raja dan barisan keluarga mempelai laki-laki akan berbaris sejajar di depan para mora. Saat musik mulai dipacu, maka anggota manortor sabe-sabe akan mulai melakukan gerakan. Posisinya, para raja dan keluarga mempelai laki- laki yang ikut manortor akan berada di belakang para mora. Gerakan ini disebut gerakan manyayapi, gerakan yang diartikan sebagai gerakan melindungi mora yang dihormati. Selain itu ada sebuah proses melemparkan beras kuning ke arah kelompok panortor sabe-sabe. Beras kuning tersebut dilambangkan sebagai simbol kemakmuran dan keberutungan. Gerakan manortor yang sebenarnya adalah gerakan yang sesuai dengan gerakan yang diajarkan sejak dahulu. Misalnya, gerakan jari tangan untuk laki-laki dengan posisi kedua ibu jari ditekuk ke belakang telapak tangan. Sedangkan untuk

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 69

penari perempuan, jari tangan dengan ibu jari tidak ditekuk, namun jari telunjuk dan jari tengah melakukan gerakan dirapatkan dan direnggangkan mengikuti irama pengiring tor-tor. Kemudian, untuk penari perempuan kedua belah tangan tidak terlalu rapat atau ada jarak kira-kira beberapa sentimeter. Setiap kali gerakan manortor dilakuakan, para penari haruslah mengikuti irama musik pengiring. Lengan serta bahu harus bergerak mengikuti alunan irama gendang. Musik yang digunakan untuk pengiring tarian manortor ini adalah musik dari gordang sambilan. Irama yang dihasilkan dari perpaduan Sembilan jenis suara gendang dimainkan. Kegiatan manortor dalam Orja Siriaon (upacara adat perkawinan) dan Orja Siluluton (upacara adat kematian) menggunakan dua jenis gondang (repertoar musik) yang berbeda, yaitu gondang sabe-sabeyang bertempo cepat (isar) digunakan sebagai “pembuka” kegiatan manortor, dan gondang tortor yang bertempo lambat (erer) digunakan untuk mengiringi kegiatan manortor selanjutnya. Ketika gondang sabe-sabe dimainkan, di galanggang panortoran (tempat khusus untuk manortor) hadir seorang laki-laki dengan gerakan sarama (manyarama) mendekati para panortor dengan membawa sehelai “kait adat” (Abit Sende atau Patani) yang direntangkan pada kedua belah tangannya. Setelah berada di dekat panortor, barulah “kain adat” tersebut diletakkan pada bagian pundak dari salah seorang panortor. Hal ini dilakukannya kepada semua orang yang akan manortor. Setelah selesai, barulah gondang tortor dimainkan, dan kemudian kegiatan manortor pun dimulai. Saat manortor ini berlangsung, seorang laki-laki yang bertindak sebagai Panjeir menyanyikan sebuah lagu khusus untuk tortor, yaitu Jeir. Dan pada akhir kegiatan manortor, para panortor selalu meneriakkan kata Horas, yang kemudian disambut oleh orang-orang yang hadir dalam pesta dengan teriakan kata yang sama. Secara keseluruhan gerakan manortor yang dilakukan dalam prosesi adat pernikahan Kahiyang dan Bobby Nasution merujuk pada gerakan berdasarkan dimensi kekinian. Jika diperhatikan dan dibandingkan gerakan dan prosesi pernikahan adat Kahiyang dan Bobby telah banyak yang diinovasi sehingga berbeda dengan prosesi adat dahulu. Perbedaan tersebut contohnya terlihat pada pakaian adat yang dikenakan kedua pengantin. Dalam adat Mandailing, pakaian

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 70

yang dikenakan pengantin perempuan ialah baju kurung berbahan baldu berwarna hitam dan merah yang dihiasi dengan bordir benang emas. Dua helai selendang tenun pattani (songket) yang diselempangkan di kanan kiri bahu dan ujung. Ujungnya disilangkan ke kanan dan ke kiri pinggang. Warna kain dan selendang berwarna merah hati. Ikat pinggang berwarna emas yang diukir dengan bentuk segi empat disambung-sambung. Puntu yang dipakai di kanan-kiri lengan sebagai mana telah disebut diatas. Sepasang keris yang dipasang pada ikat pinggang sebelah depan. Kalung kuning (warna emas) yang disebut dengan tapak kuda karena bentuknya menyerupai tapak (ladam) kuda. Terbuat dari kain yang dibentuk sedemikian rupa sehingga agak tegang dan tebal. Berbentuk mancis tradisional untuk menggosok batu agar keluar api. Kuku emas yang dipakai pada jari kanan untuk memperindah bentuk kuku. Serta untuk pengantin laki-laki mengenakan pakaian berjas hitam dilengkapi dengan pernak pernik yang sama dengan pengantin wanita kecuali Hampu, Hampu merupakan tutup kepala berbentuk kopiah yang dililit sekelilingnya, berbentuk pipa yang dibungkus dengan kain beledru hitam dan ujung pipa itu diikat satu kali. Ujungnya satu menghadap keatas dan ujung satu lagi menghadap ke bawah.

Sedangkan pakaian adat yang dikenakan Kahiyang adalah baju berbahan kebaya. Selain itu warna baju yang dikenakan keseluruhan dengan warna merah. Dengan mengenakan bulang jenis bulang horbo, yakni bulang yang hanya dipakai untuk pengantin perempuan yang telah diberi gelar adat dengan simbol pemotongan kerbau. Tak hanya pakaian, kuku emas yang seharusnya dipakai pada keseruruhan jari tangan, Kahiyang hanya memakai beberapa saja.

Hal tersebut yang menjadikan prosesi adat ini telah banyak diinovasi berdasarkan kebutuhan, inovasi yang dilakukan bisa jadi beralasan mengikuti zaman. Namun, inovasi tersebut jangan sampai terkesan melanggar adat-istiadat nenek moyang yang telah diyakini sejak lama. Melestarikan bukan berarti melebur dan menghilangkan. Justru makna melestariakan adalah tetap menjaga semua yang kita yakini sejak zaman dahulu, tanpa mengubah makna dan tujuan dari budaya tersebut

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN 1. Makna setiap gerakan dari tarian Upacara Adat berdasarkan mitos terdahulu diartikan tidak hanya banyak memiliki dimensi budaya, namun tor-tor Mandailing juga merupakan bagian dari prosesi penyembahan kepada roh- roh lelehur. Masyarakat suku Mandailing masih cenderung percaya terhadap hal-hal magis dan gaib. 2. Simbol non verbal yang terdapat dalam tarian yang ada di dalam proses pernikahan adat Mandailing dalam dimensi kekinian, bukan lagi atas persembahan kepada roh leluhur sebagaimana pada tradisi purba. Persembahan dalam konteks kekinian dimaknai sebagai penghormatan kepada orang yang kita hargai, baik secara sosial maupun secara kekerabatan.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah diperoleh peneliti selama melakukan penelitian, ada beberapa saran yang dianggap perlu yakni: 1. Saran dalam kaitan akademis yakni: a) agar penelitian selanjutnya dengan kajian yang sama dapat menggunakan kerangka analisis yang berbeda, sehingga tercipta keragaman dalam penelitian, b) harapan lainnya adalah dengan diadakannya tambahan mata kuliah semiotika, sehingga dapat lebih mempertajam kemampuan mahasiswa dalam menganalisis dan mengungkap gejala atau fenomena yang terkait dengan dunia Ilmu Komunikasi melalui analisis semiotika. 2. Saran dalam kaitan teoritis, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan manfaat dan menjadi refrensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti makna dalam gerakan tarian dan sejenisnya dengan lebih memperbanyak referensi mengenai teori simbolik dan teori komunikasi

71 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 72

lainnya. Penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan para peneliti lain dapat menutupi kekurangan tersebut demi tercapai suatu penelitian yang lebih baik di masa depan.

3. Saran dalam kaitan praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi masyarakat Mandailing dimana saja dan tidak kehilangan jati diri sebagai orang Mandailing serta dapat menjalankan adatnya kembali ke nilai yang sudah diatur nenek moyang mereka.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 73

DAFTAR PUSTAKA

Angelina Natalia Najoan, dkk. (2017). Makna Pesan Komunikasi Tradisional Tarian Maengket (Studi Pada Sanggar Sanggar Seni Kitawaya Manado). e-journal “Acta Diurna” Volume VI. No. 1. Bungin, Burhan. (2001). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada. Cangara, Hafied. (2011). Pengantar Ilmu Komunikasi . Jakarta: PT Raja Grafindo.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga. Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yokyakarta: Graha Ilmu.

Kriyantono, Rkhmat, (2006). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Liliweri, Alo. (1994). Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Lubis, Lusiana. (2012). Pemahaman Praktis Komunikasi Antarbudaya. Medan: USU Press

Mulyana, Deddy. (2005). Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nasution, H. Pandapotan, SH. (2005). Adat Budaya Mandailing Dalam Tantangan Zaman. Medan : Forka Provinsi Sumatera Utara. Nolvianti Naomi Langan. 2013. Makna Pesan Tari Ma’randing Dalam Upacara Adat Rambu Solo’ Di Tana Toraja. Universitas Hasanuddin. Rahmat, Jalaluddin. (2004). Metode penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

73 Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 74

Sardi. (2014). Persepsi Dan Partisipasi Generasi Muda Terhadap Pelestarian Kebudayaan Dan Kesenian Tradisional Kuda Lumping. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sobur, Alex. (2004). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

------(2013), Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss, (2005). Human Communication Konteks- Konteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tati Diana. (2017). Makna Tari Tortor Dalam Upacara Adat Perkawinan Suku Batak Toba Desa Tangga Batu Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Skripsi Universitas Riau Jom FISIP Volume 4 NO. 1. Purba, Amir. dkk. (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi edisi revisi. Medan : Pustaka Bangsa Press

Pohan, Syafruddin. Dkk. (2012). Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal Penelitian. Medan: PT GRASINDO Monoratama.

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. (2011). Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Sumber internet: http://digilib.uinsby.ac.id/10500/5/BAB%20II.pdf (diakses pada 14 November 2017 pukul 22.13 WIB) https://www.academia.edu/9349550/Makalah_tentang_budaya_batak (diakses pada 16 November 2017 pukul 20.00 WIB) http://www.kamerabudaya.com/2017/11/tari-tor-tor-tarian-tradisional-suku-batak- di-sumatera-utara.html (diakses pada 16 November 2017 pukul 20.15 WIB)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 75

http://www.mandailingonline.com/tor-tor-mandailing/ (diakses pada 20 November 2017 pukul 20.15 WIB) https://news.detik.com/berita/d-3740432/raja-raja-manortor-di-pesta-adat- kahiyang-bobby (diakses pada 20 November 2017 pukul 20.15 WIB) http://news.liputan6.com/read/3176067/kentalnya-adat-mandailing-di-pernikahan- kahiyang-bobby (diakses pada 22 Desember 2017 pukul 22.00 WIB) http://gondang.blogspot.co.id/2012/03/seni-tari-mandailing.html (diakses pada 06 Desember 2017 pukul 23.00 WIB) http://patuandolok.blogspot.co.id/2010/02/ulos-mandailing_23.html (diakses pada 06 Desember 2017 pukul 23.00 WIB)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 76

GLOSARIUM

Mangalehan Marga : Memberi marga sahat mara : Sebutan nama keris mandailing

Haroan Boru : Kedatangan pengantin perempuan

Manalpokkon Lahan ni Horja : Prosesi adat pemotongan kerbau

Manyantan Gondang : Memainkan gendang Sembilan

Suhut : Tetua adat/ tokoh adat

Inanta Soripada : Sebutan hormat untuk ibu kedua mempelai

Mangalo-alo Mora : Menyambut kedatangan Mora

Mora : Pihak yang sangat dihormati pada Horja

Horja goodang : Pesta adat besar indahan tompu robu : Istilah seserahan dalam adat mandailing

Onang-onang : Nyanyian berbentuk syair dengan alunan music margondak

Mangupa : Doa, pesan-pesan, dan petunjuk kepada kedua pengantin

Datu Pangupa : Seseorang yang membawakan acara mangupa panggobak ni tondi : Pelindung jiwa dan raga.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 77

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI Jalan Prof. A. Sofian No. 1 Kampus USU Medan 20155 Telepon / Fax: (061) 8217168 Laman: www.ilmukomunikasi.usu.ac.id

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NAMA : Santi Herlina NIM : 130904056 PEMBIMBING : Dra. Hj. Lusiana Andriani Lubis, MA.,

NO TANGGAL PEMBAHASAN PARAF PERTEMUAN DOSEN

1 9 Oktober 2017 Pembahasan BAB I

2 17 Oktober 2017 Penyerahan revisi BAB I

3 7 November 2017 Pembahasan revisi BAB I

4 16 November 2017 Penyerahan revisi BAB I

5 30 November 2017 Penyerahan dan pembahasan revisi BAB I, BAB II, danBAB III

6 1 Desember 2017 Penyerahan dan pembahasan BAB I, BAB II, dan BAB III 7 4 Desember 2017 ACC Proposal

8 18 Desember 2017 Penyerahan BAB IV

9 27 Desember 2017 ACC Seminar Hasil

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 78

BIODATA PENELITI

Nama : Santi Herlina Batubara

Tempat/TanggalLahir : Mandailing Natal, 16 Desember 1995

Jenis Kelamin : Perempuan Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Alamat : Jalan Sei Padang, Gang Langgar No.7a2, Padang Bulan, Medan. Telp./HP : 082272579718 E-mail : [email protected]

SILSILAH KELUARGA

Ayah : Risnul Arifin Batubara

Ibu : Seri Hannum Nasution

Anak Ke : (1) dari 5 Bersaudara

Saudara Laki-Laki : Mustafa Kamal Batubara, Muhammad Rafi Batubara, Imam Samudra Batubara, Tomy Aditya Batubara.

Saudara Perempuan : -

RIWAYAT PENDIDIKAN

2000-2006 : SD Negeri 142558 Tanggabosi, Siabu, Mandailing Natal

2006-2009 : SMP Negeri 6 Siabu, Mandailing Natal

2009-2012 : SMA Negeri 2 Plus Panyabungan, Mandailing Natal

2013-Sekarang : S1 Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Sumatera Utara, Program Studi Jurnalistik

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 79

PENGALAMAN ORGANISASI

2013 : Anggota biasa IMAJINASI FISIP USU

2013 : Anggota Kader HMI FISIP USU

2013-2015 : Anggota Pers Mahsiswa SUARA USU

2016 : Sekretaris Umum Pers Mahasiswa SUARA USU

2016- Sekarang : Anggota Komunitas Fotografer Camera Indonesia Sumut (CI_Sumut)

2017 - Sekarang : Anggota Komunitas Fotografer Mata Ponsel Medan (MP_Medan)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara