REPRESENTASI RELIEF OGUNG () PADA KUBUR KUNA SITUS SUTAN NASINOK HARAHAP, KECAMATAN BATANG ONANG, KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA, SUMATERA UTARA

REPRESENTATION OF OGUNG (GONG) RELIEF ON ANCIENT GRAVES AT THE SITE OF SUTAN NASINOK HARAHAP, BATANG ONANG SUBDISTRICT, NORTH PADANG LAWAS REGENCY, NORTH SUMATERA

Naskah diterima: Naskah direvisi: Naskah disetujui terbit: 20-02-2017 28-03-2017 02-04-2017

Nenggih Susilowati Balai Arkeologi Sumatera Utara Jl. Seroja Raya Gg. Arkeologi No.1, Medan 20134 [email protected]

Abstract Gong musical instrument as an ornamental motif is found on ancient graves at Sutan Nasinok Harahap Site, Batang Onang Subdistrict, North Padang Lawas Regency, in North Sumatera Province. Sutan Nasinok Harahap site is an ancient grave complex located on a quite extensive landscape of about ± 7 Ha. The purpose is to find out the reasons for the use of gong decorative motifs and interpret the use of gong decorative motifs on the ancient graves at the site.The applied method is qualitative research with ethno-archaeology study. The study was used to interpret more deeply the ogung (gong) relief at the ancient grave site of Sutan Nasinok Harahap. Comparison with existing ethnographic data is expected to give a good picture about the meaning of ogung (gong) relief on ancient grave complex at Sutan Nasinok Harahap Site. The result shows that ogung (gong) relief on the ancient grave complex of Sutan Nasinok Harahap Site confirms the long journey of utilization of the instrument from the past until now. Its position on the tombs in particular also reveals that the figures who have been buried had carried out customary duties such as horja godang during their lives – namely Siriaon (joyous event), Sipareon (to raise dignity), and even on the occasion of death or Siluluton (sad event) – carried out by their heirs. The existence of ogung (gong) reliefs and the like can also illustrate that the buried figure is a distinguished figure and had been given the title of adat king.

Keywords: gong, ancient grave, music, horja godang Abstrak Alat musik gong sebagai motif hias terdapat pada kubur kuna di Situs Sutan Nasinok Harahap, Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Situs Sutan Nasinok Harahap merupakan kompleks kubur kuna yang terletak pada bentang lahan yang cukup luas sekitar ± 7 Ha. Adapun tujuannya adalah mengetahui alasan pemanfaatan motif hias gong dan memaknai pemanfaatan motif hias gong pada kubur kuna di situs itu. Metode yang diterapkan adalah penelitian kualitatif dengan kajian etnoarkeologi. Kajian itu dimanfaatkan untuk memaknai lebih dalam tentang relief ogung (gong) di kompleks kubur kuna Situs Sutan Nasinok Harahap. Perbandingan dengan data-data etnografi yang ada, diharapkan dapat memberikan gambaran yang baik tentang makna relief ogung (gong) pada kompleks kubur kuna di Situs Sutan Nasinok Harahap. Hasilnya relief ogung (gong) di kompleks kubur kuna Situs Sutan Nasinok Harahap menjadi bukti perjalanan panjang pemanfaatan alat musik tersebut dari dahulu hingga kini. Posisinya pada bangunan kubur secara khusus dapat dimaknai bahwa tokoh yang dikuurkan telah melaksanakan kewajiban adat seperti horja godang semasa hidup (Siriaon/ suka cita), Sipareon (penaik harkat martabat), dan bahkan saat kematian (Siluluton/ duka cita) yang dilaksanakan oleh ahli warisnya. Keberadaan relief ogung (gong) dan

48 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65 sejenisnya juga dapat menggambarkan bahwa tokoh yang dikuburkan adalah tokoh terhormat dan telah mendapat gelar raja adat. Kata kunci: gong, kubur kuna, musik, horja godang

1. Pendahuluan Onang dan satu Luat (wilayah adat) Situs Sutan Nasinok Harahap Gunung Tua Batang Onang. tepatnya berada di wilayah administratif Secara umum masyarakat antara Desa Padang Garugur dan Desa Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Gunung Tua Batang Onang, Kecamatan Padang Lawas Utara termasuk Subetnis Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Batak Angkola atau penutur budaya dan Utara, Provinsi Sumatera Utara. Wilayah bahasa Batak Angkola. Hal ini diketahui Kabupaten Padang Lawas Utara terletak dari tampilan budaya, tata cara adat, dan dekat garis khatulistiwa, sehingga tergolong bahasa yang digunakan oleh masyarakat ke dalam daerah beriklim tropis, dengan itu. Pendapat Bangun (1983, 94) secara suhu rata-rata sebesar 25,7⁰C (BPS (a) antropologis wilayah Padanglawas Utara 2015, 1). Ketinggian permukaan daratan juga disebutkan sebagai wilayah budaya Kabupaten Padang Lawas Utara berada Batak Angkola. pada 0-1.915 Meter dpl (BPS (b) 2015, 3). Situs Sutan Nasinok Harahap Lingkungan Desa Padang Garugur merupakan kompleks kubur kuna yang memiliki wilayah seluas 48,13 km2 (9,92 %), cukup luas sekitar ± 7 Ha. Kubur-kubur Desa Gunung Tua Batang Onang memiliki yang ada berupa gundukan tanah yang wilayah seluas 10 km2 (2,06 %), sedangkan dibatasi dengan batuan-batuan pipih Desa Gunung Tua Julu memiliki wilayah berdenah segiempat. Batu-batu yang seluas 19,11 km2 (3,94 %) dari luas wilayah digunakan sebagian tidak dikerjakan Kecamatan Batang Onang 485 km2 (BPS (batuan alam) dan sebagian dikerjakan 2015, 1, 9). Desa Padang Garugur lebih lanjut (diketahui dari jejak pahat batu merupakan desa yang terluas di berupa cekungan-cekungan dangkal). Kecamatan Batang Onang, berpenduduk Batuan pipih tersebut sebagian dihiasi 1.052 jiwa dengan 247 RT, Desa Gunung dengan relief dan sebagian polos, sebagian Tua Batang Onang berpenduduk 506 jiwa juga terdapat pertulisan seperti yang dengan 114 RT, dan Desa Gunung Tua terdapat pada kubur Sutan Nasinok Julu berpenduduk 903 jiwa dengan 105 RT Harahap. Pada beberapa sisi kubur kuna (BPS 2015, 12). Desa Gunung Tua Julu kadang ditempatkan patung-patung menjadi lokasi studi etnografi tempat sederhana (sejenis patung pelaksanaan Horja Godang Siriaon. Kedua Pangulubalang). Motif hias reliefnya berupa desa tersebut masih berada dalam satu motif flora, fauna, geometris, topeng, dan wilayah administrasi Kecamatan Batang

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 49 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) motif alat musik. Motif alat musik inilah yang berkaitan dengan ogung dan pentingnya akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini. dalam kehidupan masyarakatnya. Permasalahan yang diangkat dalam 2. Metode tulisan ini adalah mengapa alat musik gong Metode yang diterapkan adalah dipilih dan digunakan sebagai motif hias penelitian kualitatif dengan kajian pada kompleks kubur kuna di Situs Sutan etnoarkeologi. Logika yang dilakukan Nasinok Harahap bersama dengan motif dalam penarikan kesimpulan penelitian hias lainnya ?. Makna apa yang terkandung kualitatif bersifat induktif, seperti dalam motif hias tersebut ?. Adapun dikemukakan Faisal (dalam Bungin 2003, tujuannya adalah mengetahui alasan 68-9), yaitu: dalam penelitian kualitatif pemanfaatan motif hias gong dan digunakan logika induktif. Suatu logika yang memaknai pemanfaatan motif hias alat bertitik tolak dari ”khusus ke umum”; bukan musik gong pada kubur kuna di situs itu. dari ”umum ke khusus” sebagaimana dalam Untuk mencoba memahami kreasi logika deduktif. Antara kegiatan seniman di suatu situs, tentu tidak dapat pengumpulan data dan analisis data tak dilepaskan dari budaya yang melatar mungkin dipisahkan satu sama lain, belakangi kehidupan masyarakatnya, berlangsung secara simultan dan mengingat latar belakang budaya serempak. merupakan kunci utama dalam usaha Penalaran induktif berawal dari pemahaman makna suatu seni (Sulistyanto kajian terhadap data yang dapat 1989, 32). Konteks lingkungan alam dan memberikan suatu kesimpulan yang budaya menjadi bagian penting yang bersifat umum atau generalisasi empiris melatar belakangi hadirnya seni di masa setelah melalui proses tahap analisis data. lalu, kemudian diwariskan kepada generasi Data tersebut dideskripsikan untuk dapat kini. Perbandingan dengan budaya yang menggambarkan suatu fakta atau gejala ada kini menjadi bahan rujukan untuk yang diperoleh dalam penelitian, dengan menguraikan makna yang tersembunyi mengutamakan kajian data untuk dibalik suatu hasil karya seni, karena ada menemukan suatu hubungan antara suatu benang merah yang menghubungkan gejala dengan gejala lainnya dalam antara masa lalu dan masa kini. Oleh kerangka bentuk, ruang, dan waktu karena itu perbandingan dengan (Tanudirjo 1989, 34). menggunakan data etnografi yang terdapat Kajian Etnoarkeologi adalah suatu di Desa Gunung Tua Julu, Kecamatan cabang studi arkeologi yang memanfaatkan Batang Onang menjadi bagian penting data etnografi sebagai analogi untuk dalam upaya mengetahui berbagai hal yang membantu memecahkan masalah-masalah arkeologi (Sukendar dalam Wibowo 2015,

50 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

17). Kemudian Schiffer (Tanudirjo 2009, 3) perkebunan sawit, di selatan perkebunan menyebutkan etnoarkeologi adalah kajian karet, dan di bagian barat perkebunan karet tentang budaya bendawi dalam sistem dan Kantor Balai Penelitian Pertanian. budaya yang masih ada untuk Kubur Sutan Nasinok Harahap mendapatkan informasi, khusus maupun dikenal karena pada salah satu batunya umum, yang dapat berguna bagi penelitian terdapat petulisan dan kubur ini sudah arkeologi. diberi bangunan pelindung oleh ahli Kajian itu dimanfaatkan untuk warisnya. Bangunan pelindung memaknai lebih dalam tentang relief ogung menggunakan pagar besi, tiang beton (gong) di kompleks kubur kuna Situs Sutan semen, dan atap seng. Di sekitarnya Nasinok Harahap. Perbandingan dengan terdapat kubur-kubur kuna lain dengan data-data etnografi yang ada, diharapkan beragam ukuran. Kubur-kubur kuna yang dapat memberikan gambaran yang baik ada berbentuk gundukan tanah yang tentang makna relief ogung (gong) pada dibatasi dengan pagar batu-batu pipih kompleks kubur kuna di Situs Sutan berukuran kecil, sedang, dan besar. Batu- Nasinok Harahap. Untuk mendapatkan batu yang digunakan sebagian tidak data-data etnografi yang menunjang dikerjakan (batuan alam), sebagian analisa dan pembahasan dilakukan dengan menunjukkan adanya pengerjaan lebih pengamatan dan wawancara. Informan lanjut yang dikenali dari jejak-jejak alat adalah orang yang mengetahui tentang pahatnya berupa cekungan-cekungan adat dan berperanan dalam Horja Godang dangkal. Sebagian berrelief dengan ragam di Desa Gunung Tua Julu, Kecamatan motif hias dan sebagian tidak berrelief. Batang Onang. Adapun batuan yang berrelief jelas menggambarkan adanya hasil karya 3. Hasil dan Pembahasan manusia. 3.1. Hasil Kubur Sutan Nasinok Harahap Alat musik sebagai motif hias dikenali karena terdapat batu penanda di terdapat pada kubur kuna ditemukan di bagian timur dan barat. Di bagian timur Situs Sutan Nasinok Harahap, Desa terdapat batu dengan relief dua ekor burung Gunung Tua Batang Onang, Kecamatan yang berhadapan, motif sulur dan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas pertulisan beraksara Batak yang Utara, Provinsi Sumatera Utara. Situs menyebutkan nama “Sutan Nasinok Sutan Nasinok Harahap merupakan Harahap” (Nasoichah dkk. 2016, 23). kompleks kubur kuna yang terletak pada Sederet dengan batuan dengan pertulisan bentang lahan yang cukup luas. Areal tersebut di bagian utaranya terdapat batu kompleks kubur kuna ini sekitar 5 ha. Di berukuran lebih kecil dengan motif hias alat bagian utara merupakan perrbukitan, timur

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 51 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) musik, dan juga batu dengan pertulisan berdiameter 33 cm, lingkaran dalam yang kondisinya sebagian besar tertanam berdiameter 10 cm. Jenis reliefnya adalah dalam tanah. Kemudian di bagian barat relief tipis seperti goresan (lihat Gambar 1). terdapat batuan pipih berbentuk hampir Tidak jauh dari kubur Sutan segitiga dengan relief sulur-suluran. Nasinok Harahap terdapat kubur kuna lain. Kubur kuna ini telah beberapa kali Kubur-kubur lain di sekitarnya cukup ditimbun tanah untuk meninggikan banyak dan memiliki ciri yang hampir sama gundukannya. Hal ini terlihat pada pagar yaitu berupa gundukan tanah dengan batu yang disusun berlapis-lapis. Sebagian pembatas berupa batuan pipih. Pada batuan sudah dicat warna putih yang beberapa kubur yang berada di bagian dilakukan oleh sebagian peziarah yang timur dari kubur Sutan Nasinok Harahap, datang ke lokasi itu (Nasoichah 2016, 22). diantaranya menggunakan batuan pipih Salah satu motif hias alat musik itu dengan pahatan relief dan ada yang polos. dipahatkan pada batu berbentuk pipih Bagian yang berelief berada di bagian lonjong yang kini sebagian terbenam ke timur, barat, dan ada juga di bagian utara. tanah. Motif hias tersebut dipahatkan pada Melihat kondisi kubur-kubur batu tersebut bagian tengah batu itu dengan pahatan menunjukkan bahwa bagian yang penting yang tipis berupa bulatan besar dan di berada pada orientasi timur-barat. Hal ini bagian tengahnya ada bulatan kecil, ditunjukkan oleh salah satu kubur yang raya berbentuk seperti alat musik ogung (gong). dengan hiasan relief, bagian batuan pipih Batu pipihnya jelas menunjukkan adanya yang raya reliefnya berada di bagian barat, pengerjaan tangan manusia dengan jejak dibandingkan dengan yang terdapat di pahatan yang terlihat kasar berupa utara. Sedangkan pada kubur-kubur lain cekungan-cekungan tipis pada permukaan juga demikian yang terdapat hiasannya di batuannya. Adapun ukuran batunya lebar timur atau barat, atau kedua arah timur- 36 cm, tinggi 41 cm, tebal 11 cm, kemudian barat. bagian hiasannya lingkaran luar Relief yang dipahatkan motifnya beragam, ada manusia, (kepala manusia berbadan ikan -motif ini juga digunakan pada parhalaan (pertanggalan) bambu - bagian kepala memiliki rambut bergelombang menyerupai bentuk matahari dengan lidah api dan juga bentuk sudut bintang/ tumpal), motif flora (sulur- suluran, kelopak bunga, pucuk manggis), Gambar 1. Relief ogung pada kubur kuna jenis fauna (cecak, kera, muka kera), Sutan Nasinok Harahap (dok. Penulis, 2016)

52 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

topeng dengan mata melotot, serta motif- terdapat relief lain yang tipis dengan motif motif geometris seperti pada hias kepala manusia berbadan ikan dengan Batak (tumpal, spiral/ tali, garis-garis tangan diangkat ke atas seolah menyangga vertikal dan horizontal). Salah satu batu alat musik itu. Di bagian bawahnya terdapat dikenali menggunakan motif hias alat musik goresan yang mirip pertulisan. berbentuk ogung (gong), posisinya bersebelahan dengan batuan dengan relief cecak (Nasoichah 2016, 27). Adapun ukuran batuannya lebar 50 cm, tinggi 65 cm, tebal 15 cm, bagian hiasan lingkaran luar berdiameter 40 cm, dan lingkaran dalam berdiameter 5 cm. Jenis reliefnya adalah relief tebal (lihat Gambar 2). Gambar 3. Relief ogung (gong) pada kubur kuna di bagian timur laut kubur Sutan Nasinok Harahap (dok. Balar Sumut 2016)

Kemudian batuan lain dalam posisi rebah bentuknya segiempat dengan motif hias gong berukuran tinggi 54 cm, lebar 39 cm, tebal 9 cm, bagian hiasan lingkaran luar berdiameter 20 cm, dan lingkaran dalam berdiame ter 4,5 cm. Jenis reliefnya adalah Gambar 2. Relief ogung (gong) dan relief relief sedang (lihat Gambar 4). Menilik cicak pada kubur kuna di bagian timur kubur Sutan Nasinok Harahap bentuk dan ukuran bebatuan yang (dok. Balar Sumut 2016) digunakan diketahui bahwa dalam sebuah Tidak jauh dari deretan batu kuna kubur umumnya menggunakan batuan tersebut terdapat kubur lain dengan deretan pipih yang terbentuk oleh alam maupun batu yang diantaranya terdapat motif hias buatan manusia. Batuan yang bentuknya alat musik ogung (gong) dalam posisi satu masih berdiri dan yang lainnya dengan posisi rebah (Nasoichah 2016, 31-2). Batu pipih dengan motif hias gong itu berukuran tinggi 40 cm, lebar 32 cm, tebal 8 cm, bagian hiasan lingkaran luar berdiameter 23 cm, lingkaran tengah berdiameter 16 cm, dan lingkaran dalam berdiameter 5 cm. Jenis reliefnya adalah relief tebal (lihat Gambar 4. Relief ogung pada batuan dengan posisi rebah (dok. Balar Sumut 2016) Gambar 3). Pada bagian bawah relief itu

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 53 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) hampir segiempat menggambarkan adanya gaba/ gapura, senjata dan payung adat), karya manusia, ada juga batuan yang makkobar/ martahi (sidang adat), awalnya bulat kemudian agak dipipihkan margondang (membunyikan gendang), yang diketahui dari jejak alat pahat berupa manortor (menari tor-tor), serta cekungan-cekungan dangkal, seperti yang penyembelihan kerbau. Margondang dijumpai di kubur Sutan Nasinok Harahap. adalah menabuh gondang saraban yaitu Ada juga yang memanfaatkan batuan alam seperangkat alat musik (uning-uningan), yang bentuknya agak pipih secara sebagian besar berupa alat musik perkusi langsung. Pada satu kubur agaknya tidak yang terdiri dari dua gondang topap/ menggunakan batuan dalam bentuk tunggu-tunggu dua (sepasang gendang), khusus, melainkan bervariasi bentuk, dua ogung (sepasang gong), satu ogung ukuran, dan hiasannya. (gong tunggal), satu mongmongan (gong Relief ogung (gong) menjadi daya kecil), satu doal (bentuknya lebih kecil), tarik tersendiri karena alat musik ini hingga satu (susunan 6 doal), sepasang sekarang menjadi bagian penting dari sasayat (tali sayak), ditambah pesta–pesta adat yang dilaksanakan oleh (Informan: Paronang-onang). subetnis Batak Angkola hingga kini, Alat musik tersebut terutama khususnya bagi masyarakat Batang Onang. dimainkan pada saat mengantar pengantin Alat musik itu digunakan pada pesta adat menuju ke galanggang, dan pada acara besar atau Horja godang Siriaon (kelahiran manortor, dan mengiringi pengantin menuju anak, memasuki rumah baru, perkawinan), ke tapian raya bangunan. Hanya saja saat Horja godang Sipaleon (pesta dalam ke tapian raya bangunan hanya diiringi menaikkan derajat dalam status sosial di dengan dua gondang topap dan satu doal. masyarakat), maupun Horja godang Sebelumnya ada acara makkobar di Siluluton (kematian). galanggang, alat musik yang digunakan hanya mongmongan (gong kecil) 3.2. Pembahasan (Susilowati 2016, 56). Juga dikenal tawak- 3.2.1. Alat Musik sebagai Pelengkap tawak (sejenis gong yang bentuknya besar Horja Godang (Pesta Adat Besar) dan tebal) yang dibunyikan terus-menerus Alat musik menjadi unsur penting pada pesta adat kematian (horja siluluton) dalam kegiatan horja godang/ pesta adat (Tinggibarani & Hasibuan 2013, 78). besar bagi subetnis Batak Angkola, Adapun gong yang berukuran besar khususnya masyarakat Batang Onang dibunyikan untuk menyambut kedatangan hingga kini. Salah satunya horja godang tamu. adalah pesta adat perkawinan yang Antara ogung (gong), ditandai dengan pemasangan simbol- mongmongan, doal, talempong dan tawak- simbol adat (bendera, rompayan, gaba-

54 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

sedangkan sasayat (bentuknya kecil dan tipis, diikatkan pada satu tali) dan dipegang oleh pemusiknya. Pada acara makkobar alat musik mongmongan (gong kecil) digunakan oleh paralok-alok untuk memberi tanda pada Gambar 5. Mongmongan (gong kecil) tiap-tiap sesi percakapan meminta (dok. Penulis) pendapat antara paralok-alok dengan Raja tawak memiliki persamaan bentuk yaitu yang ditunjuk untuk bicara pada saat itu. berbentuk bulat dengan bagian tengah Mongmongan dipukul satu kali pada awal cembung/ menonjol, sedangkan dan akhir setiap paralok-alok perbedaannya hanya terletak pada ukuran bersenandung untuk meminta Raja bicara. dan cara meletakkan/ menggantungnya Kemudian setelah selesai Raja berbicara, (lihat Gambar 5). Karena bentuknya besar alat musik tersebut dipukul satu kali hingga maka ogung dan tawak-tawak biasanya tiga kali tergantung kedudukan Raja-Raja digantungan pada kayu penyangga, saat itu. Mongmongan dipukul tujuh kali sedangkan mongmongan dan doal cukup untuk Raja Panusunan Bulung sebagai dipegang oleh penabuhnya (lihat Gambar 6 pemimpin makkobar itu (Susilowati 2016, & 7). Adapun talempong yang terdiri dari 6 144). doal diletakkan rebah pada kayu, Pada makkobar nama alat musik juga disebutkan dalam pembicaraan. Seperti cuplikan pembicaraan Baginda Sinondang (Raja Gunung Tua Godang) sebagai Raja Bona Bulu membalas kata paralok-alok yang artinya sebagai berikut: “Di bawalah ini ke rumah namborunya (saudara perempuan dari ayah). Kamu seperti Gambar 6. Mongmongan yang digunakan melihat dari langit, pengantin laki-laki juga anak dalam acara makkobar (dok. Penulis 2016) gadis yang dinikahkan, katanya akan di bawa ke Tapian Raya Bangunan, agar dipangir marpale- pale, yang berpangirkan jeruk Mukkur, menjemput tuah dan hagabe, meminta doa panjang umur. Di sore hari kalau sudah datang tingonion dari kakek kita yang sebelumnya (leluhur), itulah tunggu-tunggu dua, harus ada pesta di tengah malam, supaya mangalolong anak raja juga mereka yang disembah di gelanggang Siotangon ini” (Susilowati 2016, 117). Cuplikan perkataan Raja Torbing Gambar 7. Dua Ogung (gong) (dok. Penulis 2016) Balok dari Sayur Matinggi, Maujalo

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 55 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) Harahap bergelar Sutan Maujalo membalas Kemudian pengantin dikeluarkan dari kata paralok-alok artinya sebagai berikut: rumah, diiringi musik yang terus dimainkan “Kalau seperti ini sudah cukup syarat menuju ke galanggang siriaon (gelanggang dan rukunnya bagaimana kalau kita pergi ke Gunung Tua, kebetulan kita lihat ada di situ suka cita). Sesampainya di galanggang belalai (bendera dengan simbol gajah), pengantin kembali dinasehati sebelum bagaimana menurutku ini tidak ada salahnya kita sapa tunggu-tunggu dua ataupun kita acara manortor dimulai. Lalu pengantin panggil bayo paile-ile (paralok-alok)” (Susilowati 2016, 122). didudukkan menyaksikan acara manortor Tunggu-tunggu dua adalah sampai pagi hari (Susilowati 2016, 57). sebutan untuk dua pasang gondang atau Pada acara manortor itulah alat musik menyebut seperangkat alat musik yang mempunyai peranan yang banyak untuk menyertakan dua pasang gondang/ mengiringi orang-orang yang manortor (tari gendang yaitu Gondang Tunggu-tunggu tor tor) dalam rangkaian memberi restu dan dua. Perangkatnya sama dengan Gondang mendoakan kebahagiaan pasangan Saraban. Alat musik tersebut digunakan pengantin itu. dalam margondang (menabuh gondang) Selanjutnya keesokan harinya pada suatu pesta adat. Adapun bayo paile- terdapat acara mamangir, pengantin diarak ile/ paralok-alok adalah pembawa acara dari rumah ke tapian raya bangunan diiringi yang bertugas mengarahkan jalannya tarian marmoncak oleh parmoncak sebagai persidangan dengan bersenandung pembuka jalan yang dilengkapi dengan melantunkan pantun (Informan: Raja senjata pedang dan tombak untuk menjaga Pangundian). Bayo paile-ile/ paralok-alok iring-iringan itu. Perjalanan rombongan itu merupakan bagian dari paronang-onang juga diiringi musik dan lantunan syair oleh (kelompok penabuh musik). paronang-onang yang berjalan di belakang Setelah kedua makkobar itu rombongan, berupa gondang topap/ berakhir, maka acara berikutnya gondang tunggu-tunggu dua, dan doal. menurunkan pengantin ke galanggang Setelah sampai di tapian raya siriaon atau panortoran (paturun pengantin bangunan pengantin didudukkan dan tu galanggang). Diawali dengan manortor di dilaksanakan mamangir (memercikkan air dalam rumah oleh kelompok bapak-bapak ke kepala pengantin menggunakan daun dan ibu-ibu pihak Suhut, Kahanggi, Raja dingin-dingin) kemudian para raja memberi Pamusuk dan Raja Pangundian di depan nasehat secara bergantian kepada Raja Panusunan Bulung, Raja (Banir) pengantin itu. Kemudian pengantinnya Paronding-ondingan, dan Hatobangon. diarak lagi ke galanggang siriaon dengan Lalu pengantin dinasehati oleh Raja iring-iringan musik dari paronang-onang Panusunan Bulung, Raja (Banir) dan parmoncak. Sesampainya di Paronding-ondingan, dan Hatobangon. galanggang kedua pengantin manortor

56 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

adik laki-lakinya yang dilaksanakan saat akhir makkobar maralok-alok di gelanggang. Di dalam adat Batak Angkola khususnya di Kecamatan Batang Onang ini tidak hanya pada horja godang yang berkaitan dengan perkawinan yang menggunakan perangkat alat musik, tetapi Gambar 8. Manortor oleh pihakSuhut dan kahanggi (dok. Penulis, 2016) juga pada horja godang lainnya. Seperti pada horja godang saat kelahiran anak, mendirikan rumah, menaikkan status sosial, maupun pada kematian dan mangokal holi (mengggali tulang). Horja godang ditandai dengan simbol-simbol adat (bendera, rompayan, gaba-gaba/ gapura, senjata dan payung adat), kegiatan martahi/ makkobar (sidang adat),

Gambar 9. Manortor oleh Raja-raja saat margondang (membunyikan gendang), dan Horja Siriaon (dok. Penulis, 2016) manortor, serta penyembelihan kerbau. dengan tor-tor pamunan sele-sele (minta Saat manortor inilah alat musik dibunyikan izin kepada keluarga) (Informan: Paronang- untuk mengiringi orang- orang yang menari onang). Tor-tor dilakukan di atas tikar tor-tor (lihat Gambar 8 & 9). hambi tolu diiringi musik dari paronang- Manortor lebih dari sekedar menari onang. karena mengandung falsafah adat. Tor-tor Gambaran pesta adat di atas dalam penampilannya mempunyai menunjukkan bahwa .alat musik sangat pasangan, di depan yang disebut na berperanan dalam setiap sesi rangkaian manortor memakai abit/ ulos, dan yang kegiatannya. Bunyi ritmis yang dihasilkan dibelakangnya adalah si pelindung yang selain menambah semarak acara, disebut pangayapi memakai kopiah/ detar menandai pergantian sesi bicara dalam dan sicaping (kain plekat yang dibelitkan di makkobar, juga memberi nuansa sakral pinggang/ kain sarung). Dalam manortor, dalam manortor, dan menjadi simbol horja keduanya Panortor dan Pangayapi harus godang (pesta adat besar) yang tertib dan sopan, gerak-gerik dan diselenggarakan. Apalagi pada pesta ini pandangan mata harus teratur (domom) juga sekaligus sebagai acara pemberian (Tinggibarani & Hasibuan 2013, 81, 86). gelar raja adat untuk pengantin laki-laki dan

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 57 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) Musik juga dibunyikan saat masyarakat Batang Onang dari dahulu kematian (siluluton). Mula-mula Hasuhuton hingga sekarang, sehingga dipilih sebagai (tuan rumah) mengumpulkan perangkat motif relief. Ogung (gong) beserta adat dan keluarga seperti Hatobangon, perangkat lainnya terutama difungsikan Harajaon, dan Dalihan Natolu di dalam dalam manortor, mongmongan (gong kecil) huta/ desa. Kemudian dilaksanakan pada makkobar dan doal difungsikan dalam makkobar/ martahi (sidang adat), apabila mamangir, serta tawak-tawak difungsikan pihak suhut melaksanakan Horja godang untuk menandai dukacita/ kematian Siluluton maka disertai perlengkapan (siluluton). Keberadaan relief tersebut seperti Abit/ Ulos, bendera adat, secara umum dapat menggambarkan menyiapkan hombung (peti) dan Roto bahwa musik menjadi bagian dari pesta (keranda), menyiapkan kerbau dan tempat adat besar (horja godang) dalam tahapan penyembelihannya, juga menggantung kehidupan, bagian budaya masyarakatnya. tawak-tawak dan dibunyikan terus-menerus 3.2.2. Alat Musik Bagian dari Tradisi (Tinggibarani & Hasibuan 2013, 78-9). Lama yang Lestari Terutama musik dibunyikan untuk Alat musik yang digunakan dalam mengiringi manortor sebagai bentuk relief menilik bentuknya dikenali sebagai penghormatan terakhir kepada si mati. ogung (gong) dan sejenisnya seperti Misalnya Tor-tor Somba ni Siluluton mongmongan (gong kecil), tawak-tawak dilaksanakan oleh ahli waris yang terdekat, (sejenis gong yang bentuknya besar dan famili, dan orang yang melayat. Tor-tor ini tebal), doal (bentuknya lebih kecil), dilaksanakan oleh keturunan untuk mohon talempong (susunan 6 doal), dan sepasang ampun dan mohon ditinggalkan segala sasayat (tali sayak). Nama–nama itu kesaktian dan keagungan untuk diwariskan merupakan sebutan untuk jenis alat musik kepada keturunan (Tinggibarani & oleh masyarakat Batang Onang- Padang Hasibuan 2013, 85). Manortor dan Lawas Utara khususnya, dan subetnis margondang kini tidak dilaksanakan oleh Batak Angkola pada umumnya. Alat musik masyarakat Batang Onang, walaupun Horja ini memiliki bentuk yang sama yaitu bulat Siluluton masih dilaksanakan hingga kini, dengan bagian tengah cembung (menonjol) tetapi pelaksanaannya disesuaikan dengan tetapi berbeda ukuran. Adapun bahannya ajaran Agama Islam yang diyakini tembaga atau kuningan sehingga berwarna masyarakatnya. kuning keemasan. Bagian yang dipukul Tergambar jelas bahwa alat musik adalah bagian tengahnya yang menonjol ogung (gong) dan sejenisnya merupakan menggunakan tongkat kayu pendek yang alat musik yang penting dalam kehidupan dibalut karet atau kain, kecuali sasayat subetnis Batak Angkola khususnya yang dibunyikan dengan menggesek atau

58 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

Gambar 11. Gondang untuk mengiring Gambar 10. Gondang tunggu-tunggu dua pengantin ke Tapian Raya Bangunan (dok. Penulis, 2016) (dok. Penulis, 2016) menepukkan keduanya. Ogung (gong) dan Jenis alat musik perkusi dibedakan sejenisnya dikenali sebagai alat musik menjadi dua golongan yaitu ideofon dan perkusi (pukul), atau juga dikenal sebagai membranofon. Ideofon adalah alat musik alat musik ritmis (alat musik yang tidak yang sumber bunyinya berupa bahan dari bernada). Alat musik tersebut digunakan alat musik itu sendiri, sedangkan bersama-sama alat musik perkusi lainnya membranofon adalah alat musik yang gondang topap/ gondang tunggu-tunggu sumber bunyinya berupa membran atau dua dalam seperangkat Gondang Saraban. selaput kulit (Ferdinandus 1994, 177). Secara umum antara Batak Ogung (gong) dan sejenisnya Angkola- Mandailing mengenal (mongmongan, tawak-tawak, doal, seperangkat alat musik yang sama, namun talempong, dan sepasang sasayat memiliki kecenderungan menggunakan termasuk kelompok alat musik ideofon, jumlah gendang yang berbeda dalam sedangkan gondang topap/ gondang kegiatan horja godang. Masyarakat tunggu-tunggu dua termasuk golongan Angkola cenderung menggunakan dua membranofon. buah gondang yang disebut gondang topap Alat musik perkusi yang telah ada atau gondang tunggu-tunggu dua (lihat di sejak masa prasejarah Gambar 10 & 11). Batak Toba lima buah dengan ditemukannya nekara perunggu di gondang, dan masyarakat Mandailing berbagai tempat. Nekara memiliki bentuk cenderung menggunakan sembilan buah yang mirip dengan gendang sekarang yang berukuran besar dan disebut dengan namun menggunakan bahan perunggu. Gordang Sambilan. Tinggibarani & Selain nekara juga dikenal moko yang Hasibuan (2013, 89) menyebutkan bahwa banyak dijumpai di wilayah bagian timur Gordang Sambilan oleh masyarakat Nusantara dengan bentuk yang lebih kecil Angkola dikenal dengan sebutan Tabu dari nekara. Adapun bentuk gong dan Sitaroktok ni Tano. sejenisnya adalah wujud perkembangan

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 59 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) alat musik berbahan logam di Nusantara. Di di Padang Lawas Utara terutama berkaitan Jawa dan Sumatera alat musik makin kubur kuna yang menggunakan papan- berkembang seiring penyebaran agama papan batu yang menjadi salah satu ciri Hindu-Buddha mengingat bentuknya budaya megalitik. Budaya megalitik sendiri diabadikan pada relief candi. Bentuk perkembangannya beragam di berbagai gendang diantaranya dikenali pada relief daerah mulai dari masa prasejarah hingga Candi Borobudur, Jawa Tengah sekitar masa sejarah, seiring dengan kemampuan abad ke-9 dan Biaro Tandihat I, dan keinginan masyarakat dalam menyerap Padanglawas, Sumatera Utara sekitar abad unsur budaya yang datang dari luar atau ke- 11-14 M (Restiyadi 2014, 4). Adapun tetap mempertahankan local geniusnya. bentuk gong diketahui terdapat pada relief Relief gong sekonteks dengan Candi Kedaton, Jawa Tengah dan Candi patung-patung sederhana (sejenis patung Penataran, Jawa Timur sekitar abad ke- 14 Pangulubalang), dan relief lain seperti Masehi (lihat Gambar 9 - Kunst 1977, fig. manusia (kepala manusia berbadan ikan), 58, 59). flora (sulur-suluran, kelopak bunga, pucuk manggis), jenis fauna (cecak, kera), topeng dengan mata melotot, serta motif-motif geometris (tumpal, spiral/ tali, dan garis). Motif-motif tersebut dikenal sebagai motif tradisional pada bangunan rumah adat, pustaha lak-lak, parhalaan (pertanggalan) bambu yang identik dengan kepercayaan lama (Sipelebegu) berkaitan dengan roh Gambar 12. Relief Candi Penataran (14 M) (Kunst 1977, fig. 58) leluhur. Selanjutnya keberadaan ogung

Relief-relief di atas (gong) dan sejenisnya yang digunakan menggambarkan bahwa alat musik perkusi hingga kini menggambarkan perjalanan seperti gendang dan gong digunakan untuk panjang sejarah budayanya. melengkapi upcara Hindu-Buddha sejak Ogung (gong) dan sejenisnya masa Klasik sekitar abad ke- 9, 11- 14. Data merupakan bagian dari pesta adat atau tentang perkembangan gong di luar area upacara tradisional yang diselenggarakan percandian ditemukan pada kompleks oleh subetnis Batak Angkola, khususnya kubur kuna Situs Sutan Nasinok Harahap di masyarakat Batang Onang- Padang Lawas Desa Gunung Tua Batang Onang, Utara dari dahulu hingga kini. Keberadaan Kecamatan Batang Onang, Padang Lawas artefak berupa relief batu yang digunakan Utara Hal ini menarik bahwa gong juga pada kubur kuna di Situs Sutan Nasinok menjadi bagian dari budaya Batak Angkola Harahap menggambarkan pentingnya alat

60 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

musik ini di masa lalu. Pemanfaatannya menandai pergantian pembicara dan hingga kini menggambarkan bahwa alat menandai siapa yang menjadi pucuk musik tersebut tetap menjadi bagian pimpinan dalam sidang. penting dalam kesenian masyarakat Alat musik perkusi dibunyikan terutama dalam pelaksanaan horja godang secara lengkap ketika mengiringi pengantin / pesta adat besar yang diselenggarakan. untuk menuju galanggang siriaon untuk Alat musik perkusi menjadi simbol dalam mengikuti acara manortor (menari tor-tor) percakapan pada acara makkobar yang dan menuju Tapian Raya Bangunan untuk menandai adanya horja godang/ pesta adat mamangir (memercikkan air ke kepala besar yang digelar masyarakat atau pengantin menggunakan daun dingin- keluarga raja. Pesta besar juga ditandai dingin). Pada acara manortor (menari tor- dengan penyembelihan kerbau sebagai tor) peran alat musik sangat besar dalam syarat acara tersebut. mengiringi setiap tarian dan secara lengkap Alat musik perkusi dimainkan dibunyikan. Gondang saraban yang terdiri untuk menghasilkan suatu bunyi dengan dari gondang tunggu-tunggu dua (dua ritme yang monoton, sehingga disebut juga gondang/ gendang), dua ogung/ gong, satu sebagai alat musik ritmis. Di dalam mongmongan (gong kecil), sepasang makkobar pada suatu pesta adat besar sasayat/ tali sayak, tawak-tawak, satu doal (Horja Godang) alat musik mongmongan kecil, satu talempong dan suling mengiringi atau doal (di Mandailing) dibunyikan untuk tarian tor-tor yang gerakannya terkesan menandai waktu bicara atau giliran bicara monoton. Tarian dan musiknya merupakan dari paralok-alok ke raja-raja adat yang satu kesatuan sebagai bentuk restu hadir dalam acara tersebut. Alat musik itu keluarga, kerabat, tetangga, dan raja-raja, melengkapi perkataan yang sekaligus doa kebahagiaan kepada disenandungkan paralok-alok, dan pasangan pengantin apabila menandai giliran atau status raja-raja yang diselenggarakan dalam upacara duduk dalam makkobar (sidang adat) saat perkawinan adat. itu. Selesai raja-raja berpendapat maka Keberadaan relief musik sebagai mongmongan akan dipukul satu, tiga, atau motif hias bukan tanpa alasan, mengingat tujuh kali sesuai statusnya. Untuk Raja perangkat alat musik menjadi bagian Panusunan Bulung dipukul tujuh kali karena penting dalam kehidupan masyarakat dari statusnya sebagai pimpinan makkobar. dahulu hingga kini. Alat musik ogung (gong) Paralok-alok tidak memukul sendiri alat dan sejenisnya berkaitan dengan acara musik itu tetapi didampingi oleh margondang yang menjadi salah satu tanda anggotanya. Secara tidak langsung alat dilaksanakan horja godang (pesta adat musik ini menjadi sarana komunikasi yang besar). Bila margondang digelar artinya ada

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 61 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) manortor. Motif tersebut juga menjadi pemberitahuan bahwa ada anggota simbol bahwa yang dikuburkan sudah masyarakat yang berduka cita yang akan melaksanakan horja godang dalam siklus menyelenggarakan Horja Godang kehidupannya ketika masih hidup (Horja Siluluton. Kemudian di dalam horja godang Siriaon/ Pesta adat sukacita). Mengingat itu dilakukan manortor yang diiiringi dengan ada beberapa tahapan horja godang yang seperangkat alat musik Gondang Saraban. harus dilaksanakan oleh seseorang dalam Gondang Saraban yang terdiri dari hidupnya seperti kelahiran anak, memasuki beragam alat musik perkusi ideofon (ogung/ rumah baru, perkawinan, bahkan gong dan sejenisnya) dan membranofon menaikkan status sosial seperti pemberian (gondang/ gendang) dilengkapi dengan alat nama gelar Raja adat (Sipareon). musik tiup terutama digunakan untuk Contohnya: pertulisan aksara mengiringi manortor. Apabila disebutkan Batak yang menyebut nama “Sutan suatu persta adat mengadakan Nasinok Harahap” pada salah satu kubur margondang artinya juga disertai manortor. (Nasoichah 2016, 23). Tokoh yang Bunyi yang dihasilkan perangkat alat musik dikuburkan tersebut sudah mendapat nama tersebut sesuai dengan gerakan manortor gelar Sutan. Nama gelar yang digunakan (tari tor-tor) yang cenderung monoton (tidak hingga kini oleh masyarakat Padang Lawas banyak pergantian gerakan), sehingga Utara adalah Sutan (Sutan Kumalo Bulan, alunan musiknya disebut sebagai musik Sutan Sualoon, Sutan Sori Muda, Sutan sakral. Alunan musik Gondang Saraban Maujalo), Baginda (Baginda Oloan Muda, (margondang) maupun tari tor-tor Baginda Daila Sari) yang diketahui melalui (manortor) memiliki falsafah adat yang nama-nama tokoh raja yang duduk dalam tinggi, seperti somba (sembah) yang berarti acara makkobar maralok-alok pada salah penghormatan, atau bentuk restu keluarga, satu pesta adat perkawinan di Gunung Tua kerabat, tetangga, dan raja-raja. Julu, Kecamatan Batang Onang- Padang Tor-tor somba pamuli sibaso, yaitu Lawas Utara. tor-tor yang dilaksanakan oleh Suhut Analogi lainnya adalah ahli waris Sihabononan secara bersama-sama, dari tokoh yang dikuburkan di Situs Sutan diayapi oleh Anakboru. Tor-tor ini gaya dan Nasinok Harahap sudah geraknya semakin lama semakin serius menyelenggarakan horja godang Siluluton dengan kaki menghentak-hentak sampai yaitu pesta adat besar berkaitan dengan ada yang trance (tidak sadarkan diri dan kematian tokoh yang dikuburkan. Diketahui kerasukan roh). Melalui orang tersebut bahwa alat sejenis ogung yaitu tawak- (yang dipercaya kerasukan roh leluhur) tawak juga dibunyikan ketika terjadi keluar ramalan yang menyebutkan kondisi kematian, fungsinya sebagai

62 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

masa depan orang yang membuat horja itu mempengaruhi jiwa seseorang (Tinggibarani 2013, 83). (Ferdinandus 1995, 216 dalam Susilowati Dahulu perangkat alat musik 2000, 60). Kini karena pengaruh agama Gondang Tunggu-tunggu dua maupun Islam peran tokoh Sibaso atau tor-tor yang Gordang Sambilan (di Mandailing) juga berkaitan dengan roh leluhur berangsur digunakan untuk mengiringi tor-tor yang ditinggalkan, sehingga iringan musik dan dilakukan oleh Sibaso (dukun), dan manortor yang dilakukan juga tidak sampai iramanya mampu menimbulkan trance trance, namun suasana khidmat dan sakral sehingga dapat berhubungan dengan roh masih tercipta. leluhur. Tor-tor dilakukan dalam suatu ritual 4. Penutup yang disebut paturun sibaso (Nasution Alat musik perkusi seperti gong 2005, 143). Disebut juga marsibaso atau dan gendang telah dikenal sejak lama pasusur begu, saat masyarakat masih melalui relief alat musik pada candi-candi di menganut religi lama yang mempercayai Jawa- Sumatera sekitar abad ke 9, hingga hal gaib berkaitan dengan roh leluhur abad ke- 11-14 M. Relief gong belum (Sipelebegu). Upacara pemanggilan roh ditemukan pada biaro-biaro di kawasan yang disebut pasusur begu atau marsibaso Padang Lawas (sekitar abad ke 11-14), yang masih berlangsung hingga sekitar namun keberadaan relief gendang di Biaro awal abad ke- 20 dalam catatan Tandihat I (sekarang masuk Kabupaten Pangaduan Lubis. Upacara tersebut Padang Lawas) memungkinkan gong juga dilakukan untuk meminta pertolongan roh dikenal pada masa itu, mengingat leluhur untuk mengatasi suatu keadaan keduanya merupakan alat musik perkusi yang sulit, seperti misalnya musim kemarau yang digunakan bersama–sama. panjang yang merusak tanaman padi Relief-relief Ogung (gong) pada penduduk (Nasution 2007, 25). Kondisi batu-batu yang memagari beberapa kubur trance yang terjadi pada Sibaso selain di kompleks kubur kuna Sutan Nasinok disebabkan oleh gerakan tor-tor yang Harahap diperkirakan berasal dari abad ke- cenderung monoton, utamanya disebabkan 16 -- 18 M (kronologi relatif berdasarkan oleh bunyi ritmis alat musik perkusi yang garis keturunan/ stambok) salah satu dibunyikan. kelompok keturunan Sutan Nasinok Bunyi keras dan monoton dapat Harahap di Kecamatan Batang Onang, mengakibatkan seorang mencapai trance. Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Dengan adanya trance dalam upacara Utara. Ogung (gong) bersama perangkat keagamaan, musik mempunyai peranan lain dalam Gondang Saraban (Gendang penting. Bahkan bunyi ritme yang Seperangkat) merupakan alat musik dihasilkan oleh alat musik perkusi mampu perkusi yang masih digunakan sampai

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 63 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati) sekarang oleh masyarakat subetnis Batak Konteks yang menandai adanya Angkola di kawasan ini. kepercayaan tersebut berupa patung- Ogung (gong) dan sejenisnya patung manusia, relief topeng manusia, dibunyikan ketika margondang pada Horja manusia dan relief hewan diantaranya Godang (pesta adat besar) dalam Horja cecak yang dikenal dengan Boraspati ni Siriaon (Suka cita), Horja Sipareon (penaik Tano (Dewa tanah/ kesuburan). Alat musik harkat martabat), dan Siluluton (Duka cita/ seperti ogung menjadi bagian penting Kematian). Alat musik menjadi elemen berkaitan dengan upacara-upacara adat penting dalam rangkaian pesta adat, seperti yang dilaksanakan sesuai kepercayaan acara makkobar, mamangir, dan ketika itu. pemberitahuan ketika ada yang Relief ogung (gong) di kompleks menginggal. Terutama untuk mengiringi kubur kuna Situs Sutan Nasinok Harahap manortor (menari tor-tor) yang gerakannya menjadi bukti perjalanan panjang cenderung monoton sehingga seseorang pemanfaatan alat musik tersebut dari dapat terbawa dalam suasana khidmat dan dahulu hingga kini. Posisinya pada sakral, bahkan hingga trance (tidak sadar). bangunan kubur, secara khusus dapat Hasil analogi berkaitan dengan keberadaan dimaknai bahwa tokoh yang dikuburkan relief ogung (gong) pada kubur kuna telah melaksanakan kewajiban adat seperti tersebut dikaitkan dengan Horja Godang horja godang semasa hidup (Siriaon/ suka yang diselenggarakan tokoh yang cita), Sipareon (penaik harkat martabat), dikuburkan dan keluarganya. Horja Siriaon dan bahkan saat kematian (Siluluton/ duka (Suka cita), Horja Sipareon (penaik harkat cita) yang dilaksanakan oleh ahli warisnya. martabat) diselenggarakan ketika tokoh Keberadaan relief ogung (gong) dan yang dikuburkan masih hidup, dan Horja sejenisnya juga dapat menggambarkan Siluluton (Duka cita) diselenggarakan oleh bahwa tokoh yang dikuburkan adalah tokoh keluarganya. terhormat dan telah mendapat gelar raja Keberadaan relief ogung (gong) adat. pada kubur-kubur kuno di Situs Sutan Perbandingan dengan kondisi Nasinok Harahap yang berpagar papan- masa kini untuk mengetahui kejelasan papan batu berorientasi timur-barat pemanfaatannya oleh masyarakat dikaitkan dengan kepercayaan lama yang Kecamatan Batang Onang, Kabupaten mempercayai hal gaib berkaitan dengan Padang Lawas Utara yang merupakan roh leluhur (Sipelebegu). Di dalam subetnis Batak Angkola. Alat musik ogung arkeologi dikenal sebagai budaya megalitik, (gong) dan perangkat gondang saraban ketika masyarakat masih hidup dalam serta pesta adatnya merupakan warisan kepercayaan animisme dan dinamisme. budaya subetnis Batak Angkola di wilayah

64 BAS VOL.20 NO.1/2017 Hal 48--65

Padang Lawas Utara dan menjadi bagian Pasaribu. Medan: Balai Arkeologi Medan. dari penyebaran seni musik di Nusantara. Sulistyanto, Bambang, 1989. “Proses Daftar Pustaka Perkembangan Kesenian dalam Perubahan Kebudayaan”. Berkala Bangun, Payung. 1983. “Kebudayaan Arkeologi X (2): 31-51 Batak” Manusia dan Kebudayaan di , Koentjaraningrat Susilowati, Nenggih. 2000. “Musik. Salah (ed). Jakarta: Penerbit satu komponen Budaya Megalitik Djambatan. di Pulau Nias”. Berkala Arkeologi Sangkhakala 08: 52-63. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data ______. 2016. Tradisi Makkobar Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Pada Upacara Perkawinan Adat Grafindo Persada. Padang Lawas Utara dalam BPS Kabupaten Padang Lawas Utara. Analisis Etnografi Komunikasi. 2015. Statistik Kecamatan Batang Tesis. Medan: Universitas Onang. Gunung Tua. Muhammadiyah Sumatera Utara. Tanudirjo, Daud Aris. 1989. “Ragam ______. 2015. Padang Lawas Utara Penelitian Arkeologi Dalam dalam Angka. Gunung Tua. Skripsi Karya Mahasiswa Ferdinandus, Peter. 1994. “Beberapa Alat Arkeologi Universitas Gadjah Musik pada Masa Jawa Kuna: Mada”. Laporan Penelitian. Sebuah Kajian Arkeomusikologi.” Yogyakarta: Fakultas Sastra AHPA, Analisis Sumber Tertulis Universitas Gadjah Mada. Masa Klasik: 169-79. Jakarta: ______. 2009. “Memikirkan Proyek Penelitian Purbakala Kembali Etnoarkeologi”. Jurnal Jakarta. Penelitian Arkeologi Papua dan Kunst, Jaap. 1977. Hindu-Javanese Papua Barat, 2: 1-15. Musical Instruments. Springer Tinggibarani, Sutan & Hasibuan, Zainal Science + Business Media, B.V. Efendi. 2013. Adat Budaya Batak Angkola Menyelusuri Perjalanan Nasoichah, Churmatin; Oetomo, Repelita Masa. Padang Sidempuan. Wahyu & Susilowati, Nenggih. 2016. LPA, Penelitian Prasasti Wibowo, Bayu Ari. 2015. Pemaknaan dan Naskah Beraksara Batak Lingga-Yoni dalam masyarakat Beserta Budaya Pendukungnya. Jawa-Hindu di Kabupaten Medan: Balai Arkeologi Sumatera Banyuwangi Provinsi Jawa Timur: Utara (belum terbit). Studi Etnoarkeologi. Skripsi. Denpasar: UNUD. Nasution, Pandapotan. 2005. Adat Budaya

Mandailing dalam Tantangan Zaman. Medan: Forkala Prov. ------Sumatera Utara. Informan : Nasution, Edi. 2007. Tulila: Muzik Bujukan - Paronang –onang - Maraganti Mandailing. Penang: Areca Hasibuan (60 th). Books. Raja Pangundian - Maralohot Harahap Restiyadi, Andri. 2014. “Kajian Musik gelar Sutan Oloan Muda (45 th). Dalam Arkeologi: Upaya Rekonstruksi Terhadap Aktivitas Musik Pada Masa Lampau”. Arkeomusikologi. Ed. Ben M

Representasi Relief Ogung (Gong) Pada Kubur Kuna Situs Sutan Nasinok Harahap, 65 Kecamatan Batang Onang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara (Nenggih Susilowati)