PERBANDINGAN OMAMORI PADA KUIL BUDDHA DAN KUIL SHINTO DI JEPANG
NIHON NO OTERA TO SHINTO NO JINJA NO OMAMORI NI HIKAKU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
FRANS NEW SUCCES TARIGAN 150708010
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019 PERBANDINGAN OMAMORI PADA KUIL BUDDHA DAN KUIL SHINTO DI JEPANG
NIHON NO OTERA TO SHINTO NO JINJA NO OMAMORI NI HIKAKU
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh: FRANS NEW SUCCES TARIGAN 150708010 Pembimbing
Drs. Eman Kusdiyana M.Hum.
NIP: 19600919 1988031 1 001
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 Disetujui Oleh :
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Medan, 18 Desember 2019
Program Studi Sastra Jepang
Ketua,
Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D
NIP. 19580704 1984 12 1 001
PENGESAHAN
Diterima Oleh: Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Pada : Pukul 13.00 WIB Tanggal : 18 Desember 2019 Hari : Rabu
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S. NIP. 19600805 198703 1 001
Panitia Tugas Akhir:
No. Nama Tanda Tangan
1. Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D . ( )
2. Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. ( )
3. Drs. Amin Sihombing, M.Si. ( ) KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Karena berkat dan anugerahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian tentang “Perbandingan Omamori Pada Kuil
Buddha dan Kuil Shinto di Jepang” ini mengalami banyak kesulitan, namun berkat bimbingan dan dukungan dari dosen pembimbing, maka kesulitan yang dialami dapat teratasi.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan maupun pengarahan, oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Budi Agustono MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS., Ph,D, selaku Ketua Jurusan Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Eman Kusdiyana M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih
atas segala dukungan, kritik, dan saran yang telah diberikan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama menjadi mahasiswa di
Jurusan Sastra Jepang.
5. Kepada Mama saya Hema Malini Meliala dan Bapak saya Edi Syahputra
Tarigan, adik saya Gabriel May Angelita Tarigan dan seluruh keluarga
besar saya yang senantiasa memberi semangat, doa, moril, maupun materil
untuk meraih cita-cita saya.
i
6. Kepada teman-teman saya mahasiswa Sastra Jepang Stambuk 2015, Erwin
Suganda Goeleo My Doping Bayangan, Ronaldo Napitipulu My Osaka
Friend, Ulik Si Cabe-cabean, Nurhasrat yang Mungil, Evita yang
Melankolis, Astari Si Bojak dari Sukarame, Rahel Anak Kampung Bekasi,
Veronica yang Selalu Online dan semua teman yang tidak bisa satu persatu
disebutkan namanya, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih telah mendukung penulis dalam suka maupun duka, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita.
7. Kepada Kawan-kawan perhedonan Squads, Gobel Expert Idah Ever, Pai
Buci Ponce, Weni Binibining International, Monet Nande Iting, Lely yang
Penyabar dan Cinta Damai. Terima kasih semua dukungan kalian kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Harapan penulis semoga Tuhan selalu melindungi kita dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, September 2019 Penulis,
Frans New Succes Tarigan NIM: 150708010
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………….……………………....i
DAFTAR ISI……………………………………………….……………………iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………..…………….……………………………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..……..7
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan…………………………………….….…...... 8
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori…………………………..……...... 8
1.4.1 Tinjauan Pustaka…………………..…...…………………..……...8
1.4.2 Kerangka Teori…………………………………………………...11
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………..……………………………13
1.5.1 Tujuan Penelitian…………………….…………………………...13
1.5.2 Manfaat Penelitian………………….………………………….....14
1.6 Metode Penelitian……………..………………………………………….14
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG OMAMORI
2.1Definisi dan Sejarah Omamori………………………..…………………16
2.2 Kepercayaan Masyarakat Jepang Tentang Jimat…………….…………19
2.3 Jenis-jenis Omamori dan Fungsi Omamori dalam Masyarakat Jepang…23
BAB III PERBANDINGAN OMAMORI PADA KUIL BUDDHA
DAN KUIL SHINTO
3.1 Omamori Pada Kuil Buddha…………………………….………………28
3.1.1 Koutsu Anzen Omamori………………………………………….28
3.1.2 Touchuu Anzen Omamori…………………………..……………31
iii
3.1.3 Anzan Omamori………………………………………………….31
3.1.4 Kanai Anzen Omamori…………………………………………...32
3.2 Omamori Pada Kuil Shinto……………………………………………...33
3.2.1 Koutsu Anzen Omamori……………………………………….…33
3.2.2 Ryoukou Anzen Omamori………………………………………..37
3.2.3 Anzan Omamori………………………………………………….38
3.3 Analisis Perbandingan Omamori Pada Kuil Buddha
dan Kuil Shinto di Jepang………………………………………………39
3.3.1 Jenis Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang….39
3.3.1.1 Koutsu Anzen Omamori………………………………………39
3.3.1.2 Touchuu Anzen Omamori/Ryoukou Anzen Omamori……….39
3.3.1.3 Anzan Omamori………………………………………………40
3.3.1.4 Kanai Anzen Omamori………………………………………..40
3.3.2 Bentuk Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto
di Jepang………………………………………………………….40
3.3.2.1 Bentuk Omamori……………………………………………...40
3.3.2.2 Bahan Omamori……………………………………………….41
3.3.2.3 Warna Omamori………………………………………………43
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………..….44
4.2 Saran……………………………………………………………………..45
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Budaya pada dasarnya adalah suatu aktivitas manusia untuk memenuhi
kebutuhannya sesuai dengan perkembangan zaman. Tatkala perwujudan
kebudayaan itu sendiri dapat berwujud fisik maupun non fisik.
Koentjaraningrat (1994:376-377) menyebutkan bahwa kebudayaan
merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba dan ada
dalam pikiran manusia, misalnya: gagasan, ide, norma, religi dan sebagainya.
Kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta budhayah,yaitu dalam
bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Dalam penekanan
kata kerjanya, kata ini berkenaan dengan akal budi. Dalam bahasa latin kata
“kebudayaan” disebut colera. Kata yang mengandung arti, mengolah,
menyuburkan dan mengembangkan tanah. Laporan Willowbank dari Komite
Lausanne dalam Adeney (2004:19) memberikan definisi berikut mengenai
kebudayaan yang menggabungkan kebudayaan dengan turunannya, struktur
sosial:
Kebudayaan adalah suatu sistem terpadu dari kepercayaan kepercayaan
(mengenai Allah, atau kenyataan, atau makna hakiki), dari nilai-nilai
(mengenai apa yang benar, baik, indah, dan normatif), dari adat istiadat
(bagaimana berperilaku, berhubungan dengan orang lain, berbicara,
berpakaian, bekerja, bermain, berdagang, bertani, makan, dan sebagainya),
dan dari lembaga-lembaga yang mengungkapkan kepercayaan-kepercayaan,
1 nilai-nilai, dan adat istiadat ini (pemerintahan, hukum, pengadilan, kuil dan gereja, keluarga, sekolah, rumah sakit, pabrik, toko, serikat, klub, dan sebagainya), yang mengikat suatu masyarakat bersama-sama dan memberikan kepadanya suatu rasa memiliki jati diri, martabat, keamanan, dan kesinambungan.
Jepang merupakan salah satu negara maju dan modern di kawasan Asia dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai negara yang berhasil membangun hampir semua bidang kehidupannya, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya. Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang kebudayaan material yaitu dengan mengikuti beberapa kehidupan budaya barat dalam prilaku kehidupan sehari-hari, tetapi dalam prilaku budaya spiritual Jepang tidak mengalami perubahan. Dalam kehidupan masyarakat Jepang, hal mempertahankan dan meneruskan nilai- nilai budaya merupakan komponen pendukung untuk kelangsungan hidup.
Masyarakat Jepang masih tetap melakukan gyoji(acara-acara tradisional) dan juga melakukan festival-festival setiap musimnya, bahkan masyarakat Jepang sampai saat ini masih percaya terhadap hal-hal mistis.
Jepang sebagai negara maju masih sangat percaya dengan hal-hal berbau mistis, hal ini berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan masyarakat Jepang kuno yang masih memiliki pengaruh yang kuat di dalam kehidupan masyarakat Jepang hingga saat ini. Masyarakat Jepang kuno merasakan dan menyadari kekuatan alam dan melebihi kekuatan manusia, kekuatan magis, dan kesakralan dalam fenomena alam, seperti angin, hujan, dan guntur serta benda-benda alam seperti batu, air terjun, pohon, gunung, dan hewan. Mereka
2 menghormati dan menyembah fenomena dan benda-benda alam tersebut sebagai kami „Dewa‟. Selain benda-benda alam tersebut mereka juga menyembah berbagai benda lainnya seperti cermin, pedang, dan batu mulia,
(Alimansyar, 2017 : 12 ). Kepercayaan terhadap benda-benda dan fenomena- fenomena alam tersebut tidak terlepas dari ajaran agama Shinto yang dianut oleh masyarakat Jepang sejak zaman dahulu, Sehingga bagaimanapun majunya negara Jepang, mereka tetap melestarikan adat istiadat kebiasaan dan ritual-ritual rutin yang telah ditetapkan sejak dahulu.
Shinto, yang berarti “jalan dewa” merupakan kepercayaan asli Jepang.
Shinto didasarkan pada pemikiran yang percaya dengan banyak dewa
(polytheisme) dan kekuatan alam (matahari, bulan, gunung, laut, ombak, angin, petir, all). Sehingga hal ini berpengaruh pada sikap hormat yang sangat tinggi masyarakat Jepang kepada alam, yang ditunjukkan dengan sikap merawat alam hingga saat ini. Shinto pada dasarnya merupakan keyakinan yang terbentuk karena adanya pengaruh Buddha yang masuk dari Cina dan
Korea, sehingga Butsudo (jalan Buddha) disebut sebagai kepercayaan dari
“luar”. Pada prosesnya, nilai-nilai Buddha disesuaikan dengan nilai-nilai
Jepang (di-Jepangkan). Sebenarnya kepercayaan Shinto sangat sekuler (dalam arti hanya bersifat kepercayaan keduniawian), dan mereka percaya tidak ada kehidupan setelah mati (karena tidak percaya kepada neraka). Sedangkan di sisi lain, dalam Budha ada kepercayaan tentang kehidupan setelah mati
(akhirat) da nada reinkarnasi.
Pengaruh dari ajaran Shinto dan Budha sangat memiliki peranan yang besar dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Jepang, hal tersebut dapat
3 dilihat dari kepercayaan-kepercayaan masyarakat Jepang yang masih kuat terhadap hal-hal yang berbau mistis. Salah satu kepercayaan tersebut adalah kepercayaan terhadap jimat.
Namun, jimat di Jepang memiliki arti tersendiri yang berkaitan dengan tradisi dan budaya. Dalam kepercayaan masyarakat Jepang mengenal adanya jimat yaitu Omamori. Kepercayaan mereka kepada Omamori merupakan pengaruh kepercayaan Shinto sebagai kepercayaan asli masyarakat Jepang.
Omamori merupakan benda-benda fisik yang mengandung esensi spiritual dan kekuasaan kami. Kekuatan ini yang diyakini masyarakat Jepang membuat mereka berhasil dalam bidangnya. Dilihat dari dasarnya sebagai media dimana kekuatan suci kehidupan mengalir ke manusia, omamori konsisten dan ekspresif dalam beberapa tema lama yang ada dalam tradisi
Jepang (Swager dalam Gea, 2014). Omamori sendiri berasal dari kata mamori yang berarti “melindungi” atau “memberikan perlindungan”.
Adapun pengertian omamori menurut Robert (dalam Gea, 2014) adalah sebagai berikut:
Omamori is a token or amulet that can protect the person who
holds it. An omamori extends the blessing and protection of a kami or
Buddhist deity. An omamori might be considered a combination
religious medal and good luck charm. Today, omamori can be
obtained from Shinto and Buddhist temples.
Terjemahan :
4
Omamori merupakan jimat yang dapat memberikan perlindungan
kepada seseorang yang memegangnya. Omamori juga dianggap
sebagai kombinasi religious dan jimat keberuntungan. Saat ini
omamori dapat diperoleh dari kuil Shinto maupun kuil Budha.
Omamori berbentuk sebuah kantung terbuat dari kain berdekorasi yang di dalamnya terdapat lipatan kertas atau potongan kayu bertuliskan nama dewa yang sudah didoakan. Omamori ini digunakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh terhadap permasalahan dalam kehidupan seperti penyakit, kecelakaan, kebakaran, keselamatan dalam kelahiran bayi, kebangkrutan dan lain-lain. Karena bentuknya yang kecil, orang Jepang biasanya sering menggantungkan omamori pada tas, ponsel, atau di kaca spion dalam mobil.
Pada awalnya omamori disimpan dalam sebuah tabung bamboo kecil dan dikenakan seperti sebuah kalung, sekarang ini telah dibuatkan kantong khusus dari kain (omamori bukuro) dan dikenakan oleh mereka yang menginginkan perlindungan. Biasanya, omamori ini didesain dengan berbagai bentuk khas berdasarkan lokasi pembuatannya, dan terdapat nama kuil tempat dibuatnya beserta fungsi dari omamori tersebut seperti omamori untuk cinta, studi, pekerjaan, dan lain-lain.
Di Jepang sendiri, omamori biasanya hanya dijual di kuil-kuil Budha dan
Shinto. Pada dasarnya omamori yang ada di kuil Budha dan kuil Shinto tidak memiliki perbedaan yang begitu mencolok jika diperhatikan begitu saja, baik omamori yang ada di kuil Buddha dan omamori yang ada di kuil
Shinto adalah sama-sama jimat yang dipercayai oleh masyarakat Jepang
5 yang memiliki kekuatan tersendiri. Namun pun demikian, jika diperhatikan lebih seksama dan dianalisa lebih teliti lagi terdapat perbedaan terhadap omamori yang terdapat di kuil Budha dan kuil Shinto.
In Shinto, the power of the omamori comes from the enshrined kami, goshintai 御神体. Buddhist omamori draw their power from a gohonzon 御
本尊 (Buddhist image).
Terjemahan :
Didalam keyakinan agama Shinto, kekuatan omamori berasal dari Kami
(dewa) yang diabadikan, goshintai. Sedangkan didalam keyakinan agama
Buddha kekuatan omamori digambarkan dari sebuah gohonzon (rupa
Buddha) (sumber: www.tofugu.com/japan/omamori, diakses pada 8 Maret
2019).
Omamori dari kuil Buddha yang mengandung banyak doa dan omamori dari kuil Shinto yang didiami oleh roh para dewa (sumber: www.matcha- jp.com/id/1001, diakses pada 8 Maret 2019).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa salah satu perbedaan yang terdapat pada omamori yang berasal dari kuil Buddha dan kuil Shinto adalah terdapat pada bentuk kekuatan magis omamori tersebut. Kekuatan magis omamori yang berasal dari kuil Buddha pada dasarnya mengandung doa-doa dan kekuatanya berasal dari dewa Buddha, gohonzon.Sedangkan, omamori yang berasal dari kuil Shinto kekuatan magis omamori tersebut didapat dari roh para dewa-dewa yang telah diabadikan, goshintai dalam omamori tersebut.
6
Berdasarkan uraian penjelasan di atas tersebut, penulis tertarik untuk
menulis skripsi yang berjudul “Perbandingan Omamori pada Kuil
Buddha dan Kuil Shinto di Jepang”.
1.2 Rumusan Masalah
Omamori dikenal sebagai benda keramat yang masih dipercayai
oleh masyarakat Jepang hingga saat ini.Omamori diyakini memiliki
kekuatan magis tersendiri dalam kehidupan masyarakat Jepang.Omamori
ikut dalam bagian perkembangan Jepang sampai saat ini dan masyarakat
Jepang terus menjaga tradisi kebudayaan omamori tersebut dengan
mengikuti perkembangan zaman pula tanpa menghilangkan makna dari
setiap jenis omamori tersebut. Omamori memiliki berbagai jenis dan dapat
ditemukan pada kuil Shinto dan kuil Budha. Bentuk omamori yang terdapat
pada kuil Budha dan kuil Shinto masing-masing memiliki perbedaan dan
persamaan tersediri. Perbedaan dan persamaan tersebut terdapat pada bentuk
kekuatan magis, Makna dan Fungsi yang terdapat baik pada omamori yang
ada di kuil Budha dan di kuil Shinto.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis bermaksud meneliti
dengan membuat rumusan permasalahan pada penelitian dalam bentuk
pertanyaan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Makna dan Fungsi Omamori yang terdapat pada
Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang?
7
2. Bagaimanakah perbedaan dan persamaan Makna, Fungsi serta
Bentuk Fisik Omamori yang terdapat pada Kuil Buddha dan
Kuil Shinto di Jepang ?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam hal ini penulis merasa perlu adanya pembatasan ruang lingkup
pembahasan, sehingga masalah yang akan dibahas lebih terarah dan
memudahkan pembaca, serta dapat membantu memahami dan
menganalisis topik permasalahan nantinya. Sesuai dengan latar belakang
masalah penelitian ini, maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan penelitian yaitu pada makna dan fungsi omamori serta
analisis perbedaan dan persamaan makna, fungsi dan bentuk fisik omamori
yang terdapat di kuil Budha dan kuil Shinto di Jepang. Dalam penelitian
ini, penulis akan membatasi pembahasan yaitu pada omamori yang
bermakna keselamatan. Penulis juga meneliti sejarah omamori, pengaruh
kepercayaan masyarakat Jepang, yang sangat erat hubungannya dalam
mendukung pembahasan penelitian ini.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis merasa perlu adanya tinjauan pustaka
terhadap penelitian yang relevan untuk mendukung penelitian ini.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dinilai cukup relevan dengan
8 penelitian ini antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Gea (2014) dan Savitri (2018).
Gea (2014) dalam skripsi yang berjudul “Fungsi Omamori dalam
Masyarakat Jepang” mengkaji tentang fungsi Omamori dalam kehidupan masyarakat Jepang. Dari hasil penelitian tersebut, Gea menyimpulkan bahwa fungsi Omamori yang dapat dikatakan menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat Jepang dan pada masa kini perkembangannya tidak sama dengan jimat dimasa lampau.Bagi masyarakat Jepang Omamori memiliki pengertian yang luas, artinya Omamori bukan hanya sebuah benda yang memiliki kekuatan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi juga dapat diberikan kepada sanak saudara, keluarga atau kerabat sebagai cenderamata yang menjadi tanda kasih sayang terhadap sesama.
Perbedaan penelitian Aminullah Gea dengan penelitian penulis yang sekarang yaitu, penelitian terdahulu mengkaji tentang fungsi omamori secara umum dalam masyarakat Jepang dan tidak mengkaji perbandingan omamori yang berasal dari kuil Budha dan Kuil Shinto.
Sedangkan penelitian yang sekarang, tidak hanya mengkaji tentang fungsi omamori dalam masyarakat Jepang namun juga penulis mengkaji perbandingan omamori yang berasal dari kuil Budha dan kuil Shinto di
Jepang. Namunpun demikian penelitian terdahulu memiliki persamaan terhadap objek penelitian yang diteliti yaitu Omamori dalam masyarakat
Jepang dan pada teori yang digunakan yaitu teori dari buku Eugene R.
Swanger.
9
Savitri (2018) dalam skripsi yang berjudul “Fungsi dan Makna
Omamori bagi Masyarakat Jepang” mengkaji tentang fungsi dan makna omamori bagi masyarakat Jepang. Dari hasil penelitian tersebut, Savitri menyimpulkan bahwa Omamori adalah sebuah kantong brokat dengan tinggi 8 cm dan lebar 4,5 cm. Omamori berisi selembar kertas yang disebut
“Shinsatsu” yang ditulis nama kuil atau nama kami tempat omamori tersebut dibuat. Savitri juga menyimpulkan bahwa “Shinsatsu” adalah
“Go-Shintai” yang merupakan objek penyembahan yang dipercaya tempat kami tinggal, “Go-Shintai” hanyalah sebuah simbol dari perwujudan kami.
Omamori juga memiliki jenis yang berbeda-beda sesuai fungsi dan maknanya tergantung kebutuhan pemilik omamori tersebut.
Perbedaan penelitian Dwi Wulan Savitri dengan penelitian penulis yang sekarang yaitu, penelitian terdahulu mengkaji tentang fungsi dan makna omamori bagi masyarakat Jepang dan tidak mengkaji perbandingan omamori yang berasal dari kuil Budha dan Kuil Shinto. Sedangkan penelitian yang sekarang, tidak hanya mengkaji tentang fungsi dan makna omamori dalam masyarakat Jepang namun juga penulis mengkaji perbandingan omamori yang berasal dari kuil Budha dan kuil Shinto di
Jepang. Namunpun demikian penelitian terdahulu memiliki persamaan terhadap objek penelitian yang diteliti yaitu Omamori dalam masyarakat
Jepang dan pada teori yang digunakan yaitu teori dari buku Eugene R.
Swanger dan juga pada metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif.
10
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam sebuah penulisan penelitian, kerangka teori adalah hal yang sangat penting. Karena di dalam kerangka teori tersebut akandi muat teori- teori yang relevan dalam menjelaskan masalah yang sedang diteliti.
Kemudian kerangka teori ini yang digunakan sebagai landasan teori atau dasar pemikiran untuk memahami, menjelaskan, dan menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah dalam penelitian yang dilakukan. Teori berarti pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi topik yang dipelajari.
Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai pendorong berpikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret, suatu teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembahasan terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam pernyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.
Untuk membuktikan bahwa dalam sebuah omamori yang berada di kuil Budha dan kuil Shinto di Jepang juga terdapat hal-hal yang mengungkapkan konsep perbandingan yaitu perbedaan dan persamaan, maka penulis akan menggunakan teori komparatif.
Teori komparatif yang mengelompokkan masyarakat-masyarakat yang sama besarnya maupun sistem ekonominya, akan menganalisa bagaimana organisasi masyarakat tersebut disusun. Teori ini juga memperhatikan urutan yang sungguh-sungguh terjadi, bukan urutan-urutan
11 imajiner yang disusun dari masyarakat yang terpisah jauh. Ruang dan waktu adalah satu usaha untuk membahas masalah-masalah penting dengan cara strategis yang bermanfaat (Keesing, 1992 : 2).
Dalam penulisan ini, penulis juga menggunakan konsep pendekatan religi. Konsep religi menurut Koentjaraningrat (1974: 137) adalah sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antar manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus lain yang mendiami alam gaib.
Masyarakat Jepang kuno sudah mempunyai kebiasaan penyembahan alam dan penyembahan roh leluhur sepanjang sejarah bangsa tersebut. Penyembahan-penyembahan seperti ini disebut dengan shizenshukyo 市全宗教 (agama alam), shomin shinko 庶 民 進 行
(kepercayaan rakyat), Minkan Shinko 民間信仰 (kepercayaan penduduk).
Shomin Shinko merupakan ajaran Jepang kuno yang dipengaruhi oleh agama Budha dan konfusionisme. Ajaran ini termasuk kedalam kehidupan masyarakat Jepang. Ajaran ini menekankan tatanan alam yang rasional dan manusia adalah suatu unsur harmonis yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan etika. Dalam hal sistem kepercayaan masyarakat
Jepang, dapat dikatakan bahwa tidak ada negara lain yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang. Hal ini bisa dipahami dari masih kuatnya nilai-nilai tradisional kepercayaan Shinto dalam masyarakat (Gea,
2014).
Menurut Miyake dalam Situmorang (2013:31), agama rakyat
Jepang selalu berhubungan dengan kegunaan seperti, penyembuhan
12
penyakit, pemeliharaan anak, kebutuhan pangan, tempat tinggal dan
pakaian, keberhasilan, keuntungan, produksi, dan hubungan manusia.
Dasar pemikirannya yaitu bahwa pada dasarnya manusia harus hidup,
kemudian untuk mengatasi permasalah diatas, manusia selalu terbatas,
misalnya dokter terbatas dalam penyembuhan penyakit, sehingga
dibutuhkan kekuatan yang super natural untuk melengkapi kemampuan
natural tersebut.
Pengaruh akan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jepang
kini berdampak pada kepercayaan masyarakat Jepang terhadap hal-hal
yang berbau mistis dan memiliki kekuatan supranatural. Salah satu
kepercayaan tersebut adalah kepercayaan terhadap omamori.
Robert dalam Gea (2014) menjelaskan konsep omamori sebagai
berikut :
“Omamori merupakan jimat yang dapat memberikan perlindungan
kepada seseorang yang memegangnya. Omamori juga dianggap sebagai
kombinasi religious dan jimat keberuntungan. Saat ini omamori dapat
diperoleh dari kuil Budha dan kuil Shinto.”
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan Jenis-jenis Omamori yang berada di kuil
Budha dan kuil Shinto di Jepang
13
2. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan Cara Pembuatan,
Bentuk Kekuatan Magis, Makna dan Fungsi Omamori yang terdapat
pada kuil Budha dan kuil Shinto di Jepang
1.5.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian mengenai perbandingan omamori pada kuil
Budha dan kuil Shinto di Jepang adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis dan pembaca, dapat memberikan pengetahuan tentang
Jenis dan makna omamori bagi masyarakat Jepang.
2. Bagi penulis dan pembaca, dapat memberikan pengetahuan tentang
omamori yang terdapat pada kuil Budha dan kuil Shinto di Jepang.
3. Bagi pembaca, dapat bermanfaat dan menambah bahan bacaan dan
sumber penelitian untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunkan metode deskriptif
kuantitatif yang dilakukan dengan mengumpulkan data, menganalisis data,
dan kemudian menyajikan hasil analisis data tersebut. Penelitian yang
bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin
mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu
(Koentjaraningrat, 1976: 30).
Selain itu penulis juga menggunakan metode kepustakaan (library
research) yaitu teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara
14 mengumpulkan buku-buku ataupun artikel, jurnal, dan bahan-bahan pustaka yang relevan dengan topic permasalahan penelitian yang dipilih penulis.
15
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG OMAMORI
2.1 Definisi dan Sejarah Omamori
Omamori pertama kali muncul pada periode zaman Heian, oleh
Murasaki Shikibu dalam hikayat The Tale of Genji. Dalam hikayat tersebut,
diceritakan bahwa Genji mengalami penyakit yang sulit untuk disembuhkan
bahkan dengan berbagai macam mantra, oleh sebab itu Genji pergi ke
gunung dan menjumpai seorang pertapa. Sang pertama memberikan sebuah
jimat kepada Genji untuk ditelan dan akhirnya Genji sembuh dari
penyakitnya berkat jimat tersebut. Oleh sebab itu, pesona omamori menjadi
sangat popular pada zaman Tokugawa. Pada saat itu, Shinto menjadi agama
resmi di Jepang dan seluruh masyarakat Jepang harus mengikuti ajaran
Shinto tersebut.
Shinto bukan sekedar keyakinan, tetapi sudah menjadi pola aturan
hidup bagi masyarakat Jepang yang sudah ada sejak 2000 tahun lalu. Agama
Shinto sangat percaya dan menjunjung tinggi kekuasaan dan kekuatan Kami
yang menguasai alam semesta sejak zaman dahulu. Kami dipercaya bukan
hanya tinggal di langit tetapi juga diyakini hidup diantara unsur-unsur alam
semesta, wujudnya direpresentasikan dalam unsur-untus bumi dan langit
serta benda-benda yang dianggap sakral seperti pohon dan batu. Dalam
kepercayaan Shinto, jika seseorang menganggap sebuah benda atau unsur
adalah Kami, maka benda ataupun unsur tersebut akan menjadi Kami
(Alimansyar, 2017 : )
16
Saat agama Buddha masuk ke Jepang pada abad ke-6, seperti halnya agama-agama lain, agama Buddha kemudian berusaha untuk dapat diterima di kalangan masyarakat Jepang dengan cara menerima dan menghormati tradisi yang berkembangdi Jepang pada saat itu. Agama
Buddha mengadopsi keyakinan kepercayaan Shinto dalam praktiknya terhadap kekuatan dan kekuasan Kami dalam menguasai alam semesta dan diamalkan kembali dalam ajaran Buddha. Hal ini juga diperkuat dengan anggapan bahwa Kami didalam kepercayaan Shinto adalah jelmaan dari
Buddha. Cahaya yang besar atau yang biasa disebut dengan “Dainichi
Nyorai” adalah figur dewa yang disamakan dengan Mahavairarocana yang adalah salah satu kelompok dewa penjuru mata angina dalam kepercayaan agama Buddha (Alimansyar, 2017 : 15)
Masyarakat Jepang pada zaman dahulu mengikuti kebiasaan bangsa Cina kuno untuk melalukan perenungan diri dalam setahun sebanyak tiga kali. Periode pertama yaitu pada hari kelima dibulan kelima, yang diperingati sebagai Kodomo no Hi atau hari anak. Periode kedua dilaksanakan pada hari kesembilan di bulan Sembilan, pada perayaan
Kikumode atau festival bungai teratai. Periode terakhir yaitu periode ketiga dilaksanakan pada tanggal 31 Desember yang merupakan momen yang sangat penting untuk melakukan perenungan diri dan biasa dikenal dengan istilah o-misuka.
Seorang biksu akan membunyikan lonceng sebanyak 108 kali di kuil Buddha pada malam o-misuka. 108 bunyi lonceng digemakan pada saat malam pergantian tahun dipercaya masyarakat Jepang sebagai tanda bahwa
17 semua pengaruh buruk roh jahat akan pergi meninggalkan mereka dan hanya menyisakan satu roh yang dipercaya mampu menjaga dan menyingkirkan semua kesusahan pada saat tahun baru.
Orang-orang dari berbagai daerah akan datang memadati Jinja pada saat menjelang tengah malam untuk berdoa dengan harapan mendapatkan berkat dari roh-roh leluhur. Bukan hanya itu, alasan khusus mereka datang memadati Jinja ialah untuk mendapatkan omamori yang dijual setelah gema lonceng terakhir dibunyikan.
Selain pada saat malam pergantian tahun, pada hari-hari biasa juga banyak orang mendatangi Jinja tertentu untuk berdoa kepada Kami dan membeli omamori untuk menjamin terkabulnya doa serta harapan. Pada periode Tokugawa, bentuk omamori sangat sederhana, tetapi masyarakat
Jepang pada masa itu tidak mementingkan bentuknya tetapi lebih fokus kepada tujuan dan fungsinya. Menurut Yanagita dalam Swanger, seiring dengan perkembangan zaman, omamori juga mengalami perubahan.
Omamori mengalami perubahan desain seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat Jepang. Omamori-bukuro yang terbungkus dalam sebuah kantong yang terbuat dari kain tebal dan bertuliskan nama Kami dan juga nama Jinja serta memiliki gambar karakter kartun-kartun terkenal seperti Mickey Mouse, Hello Kitty, Snopy dan bahkan
12 tanda zodiak.
Pada masa sekarang ini, material dan bentuk omamori telah mengami perubahan. Sesuai dengan perkembangan zaman, omamori sekarang ini dapat digantungkan menjadi seperti aksesoris telepon genggam,
18
digantung pada resleting tas dan pada spion mobil, bahkan pada wilayah
tertentu ada kebiasaan untuk memberikan omamori kepada pengantin wanita
dengan tujuan mendatangkan rezeki dalam pernikahannya. Untuk
mendapatkan omamori, dapat langsung datang dan berdoa pada Jinja-jinja
tertentu.
Jenis omamori sangat beragam, mulai dari yang umum seperti
penolak bala, keamanan berlalu lintas, dan keberuntungan hingga yang
bersifat khusus seperti keberhasilan dalam bisnis, kesejahteraan keluarga
dan kemudahan saat melahirkan. Bahkan seakan mengikuti perkembangan
zaman, Kanda Jinja di Tokyo menjual omamori yang berguna untuk
melindungi data computer dan telepon pintar dari serangan virus.
Ada kepercayaan dalam masyarakat Jepang bahwa isi omamori
tidak boleh dilihat. Apabila melihat isinya dikhawatirkan akan kehilangan
kepercayaan, karena ternyata isinya hanya lempengan kayu, kertas dan
sebaginya, sehingga akan memengaruhi kemanjurannya sebagai jimat. Ada
juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa jika dilihat, maka sesuatu yang
buruk akan terjadi.
2.2 Kepercayaan Masyarakat Jepang Tentang Jimat
Kepercayaan kepada sebuah benda adalah sesuatu yang aneh bagi
masyarakat pada umumnya. Sebab pada zaman modern seperti sekarang ini,
manusia lebih percaya kepada hal-hal yang rasional. Tetapi hal tersebut
tidak berlaku bagi masyarakat Jepang, mereka akan menaruh kepercayaan
kepada sesuatu yang mereka anggap sakral dan akan menghormatinya
19 melampaui rasionalitas. Hal ini menjadi aneh karena bangsa yang begitu maju dan modern seperti Jepang percaya kepada sesuatu diluar akal rasional manusia. Bagi masyarakat Jepang, menghormati tradisi serta menjalankannya merupakan tujuan dan tugas dalam hidup mereka.
Menyembah roh-roh nenek moyang dan leluhur merupakan kepercayaan agama Shinto. Agama Shinto merupakan kepercayaan yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan serta adat istiadat masyarakat Jepang, termasuk didalamnya percaya terhadap takhayul. Tsuda menjelaskan bahwa
Shinto merupakan kepercayaan yang ditemukan dalam adat istiadat masyarakat Jepang dan diwariskan secara turun-temurun, termasuk juga kepercayaan terhadap hal-hal yang bersikap gaib (Alimansyar, 2017 : 2).
Para penganut kepercayaan Shinto percaya kepada sebuah jimat yang beguna untuk melindungi pemiliknya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “azimat” adalah tulisan atau barang yang dianggap memiliki kekuatan yang mampu melindungi pemiliknya. Dalam bahasa Jepang, jimat disebut dengan
Omamori (お守り). Omamori merupakan salah satu jimat yang membawa keberuntungan bagi masyarakat Jepang.
Pembuatan omamori dilakukan di pabrik dan kemudian didistribusikan ke Jinja ataupun Otera. Omamori yang datang dari pabrik akan diperiksa terlebih dahulu. Bila ditemukan omamori yang tidak layak pakai, maka akan dikembalikan dan diganti dengan yang baru. Di dalam omamori terdapat selembar kertas yang disebut “Shinsatsu” dan biasanya tertulis nama Jinja/Otera atau nama Kami. Sebelum di jual oleh pendeta, di
20
Jinja ataupun Otera akan melaksanakan ritual khusus dan memohon agar
Kami bersemayam di dalam kertas tersebut. Keberadaan Kami di dalam omamori ini yang membuat seseorang merasa aman dan terlindung.
Pabrik omamori hanya memproduksi omamori yang popular dan yang disukai oleh masyarakat Jepang. Pada zaman dahulu, omamori di
Jepang tidaklah seperti sekarang ini. Bentuk-bentuknya beraneka ragam, diantaranya ialah :
1. Hyoutan, omamori yang berbentuk seperti sebuah labu. Hyoutan berisi
abu kayu dan digantungkan di atas tiang, yang dapat membantu kapal
untuk menghindari bahaya maupun kecelakaan di laut (Philippi dalam
Swanger, 1981 : 243). Hyoutan juga memiliki fungsi untuk membawa
kemakmuran jika digantungkan di dalam rumah.
2. Suzu (Lonceng), yang berfungsi jika orang tua meletakkan Suzu ke
dalam tas anaknya maka anak tersebut akan selamat dari kecelakaan lalu
lintas. Namun ada hal yang menarik dari Suzu, jika kita meyakini bahwa
suzu mempunyai kekuatan, maka suzu tersebut akan membawa
kemakmuran. Sebaliknya, jika kita ragu-ragu akan kekuatannya, maka
akan mendatangkan kemalangan.
3. Takara no kuzuchi (Palu), omamori ini bermanfaat untuk menjaga
kesehatan anak serta kelancaran dalam melahirkan. Dukun di Jepang
menggunakan omamori ini sebagai media untuk mengundang roh dan
menggunakan drum sebagai alat untuk memanggil roh dari dunia lain.
Para petani tidak cocok dengan omamori ini karena dianggap tidak
membantu dalam memberikan hasil panen yang baik bagi mereka.
21
Saat ini, omamori berubah dalam berbagai bentuk dan pemaknaannya sehingga muncul omamori-omamori yang berukuran kecil seperti sekarang ini. Omamori yang berukuran kecil seperti sekarang ini lebih praktis dan dapat disimpan dengan nyaman. Omamori yang banyak digunakan oleh masyarakat Jepang saat ini ialah omamori bukuro, yaitu omamori yang dimasukkan kedalam sebuah kantongan khusus yang didesain sesuai lokasi pembuatannya, dan dapat memilih desain yang sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut Oto Tokohiko dalam skripsi Dania Sakti (2008 : 27), menjelaskan bahwa yang disebut dengan omamori adalah sebuah jimat yang berupa potongan kecil kertas atau kain, yang berbentuk persegi panjang dan dijual di Jinja ataupun Otera, yang mendatangkan kesehatan, keselamatan rumah tangga, dan kesuksesan dalam bidang finansial.
Bagi masyarakat Jepang, memiliki omamori merupakan cara dalam mempercepat pekerjaan Kami, karena Kami yang berada didalam kantong omamori tersebut dapat melindungi mereka. Hubungan antara masyarakat
Jepang dan omamori dapat digambarkan sebagai intersubjektivitas, yaitu hubungan antara yang lain dengan manusia. Masyarakat Jepang meletakkan dan menyimpan omamori di tempat yang tepat dan diyakini akan menciptakan keajaiban.
Omamori dapat dijadikan sebuah hadiah kepada seseorang untuk menunjukkan bentuk perhatian kepada orang lain. Omamori dianggap sebagai sebuah objek yang kuat karena memiliki kekuasaan dalam setiap jenisnya. Melalui tradisi kepercayaan terhadap omamori, masyarakat Jepang
22
menjadi paham bahwa segala sesuatu memiliki fungsi dan tujuan yang
berbeda-beda untuk menjadikan dunia ini selaras.
2.3 Jenis-jenis dan Fungsi Omamori dalam Masyarakat Jepang
Sama halnya dengan kemalangan dan malapetaka yang masuk ke
dalam kehidupan manusia dengan berbagai bentuk dan wujud, sebagai
benda yang dipercaya memiliki kekuatan untuk menangkal setiap
ketidakberuntungan dalam hidup, omamori pun muncul pula dengan
berbagai bentuk dan fungsi. Dengan kata lain, setiap omamori berfungsi
untuk melindungi pemiliknya dari kemalangan yang berbeda-beda.
Masyarakat Jepang membangun kuil sebagai tempat untuk umat
beribadah kepada Kami ataupun roh-roh leluhur bangsa Jepang dari zaman
dahulu yang diyakini dapat menjaga dan melindungi mereka di dunia ini,
dengan demikian bangsa Jepang dapat mengenang dan menghormati
leluhur mereka. Terdapat ribuan bangunan kuil di seluruh Jepang, baik itu
Jinja maupun Otera, sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan
Tuhannya, baik melalui doa secara pribadi ataupun dengan pelaksanaan
ritual keagamaan.
Banyaknya jumlah Kami yang dipercaya oleh masyarakat Jepang
dan setiap Kami memiliki kekuatan yang berbeda-beda mewakili setiap
fase kehidupan manusia, maka begitu pula dengan banyaknya jenis
omamori. Seiring dengan perkembangan zaman modern seperti saat ini,
maka jenis omamori pun semakin bertambah pula sesuai dengan keresahan
yang timbul dalam masyarakat. Akan tetapi, menurut hasil pembacaan
23
sejumlah literatur budaya Jepang, dan penelusuran pencarian data pada
internet, terdapat sejumlah keterangan mengenai Jenis-jenis omamori serta
fungsinya masing-masing.
Melalui buku yang ditulis oleh tim peneliti dari Shintoku Kudoku
Kenkyuukai yang berjudul “Omamori-zukan”, menjelaskan bahwa
terdapat 146 kuil (Jinja maupun Otera) di Jepang yang menjual omamori
mulai dari Tohoku hingga Kyushu. Data mengenai 146 kuil beserta jenis-
jenis omamori yang dijual dapat di lihat di lampiran skripsi ini.
Pendataan tentang jenis omamori yang dilakukan penulis
berdasarkan keterangan yang didapat melalui buku dan penelusuran artikel
pada internet, terdapat sedikitnya 56 jenis omamori. Jenis dan fungsi
kelimapuluh enam omamori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
TABEL JENIS-JENIS OMAMORI
Sumber melalui buku “Omamori-zukan” karangan Shintoku Kudoku Kenkyuukai
No Jenis Omamori Fungsi
1 Kootsu Anzen Menjaga keselamatan saat bepergian
2 Kanai Anzen Menjaga kesehatan dan keselamatan keluarga di rumah 3 Gakugyoojoju Keberhasilan dalam studi
4 Anzan Kelancaran melahirkan anak
5 Enmusubi Keberhasilan dalam percintaan
6 Shoobaihanjo Kesuksesan berniaga
Menghindarkan kemalangan diusia 7 Yakuyoke rawan hidup manusia, seperti usia 25, 41-43 tahun untuk laki-laki dan usia 19, 32-34 tahun untuk perempuan
24
8 Michihiraku Agar selalu menemukan jalan kebaikan dalam hidup 9 Gakutoku Keberhasilan dalam studi
10 Hoosaiyoke Perlindungan diri dari kemalangan
11 Gei no Untuk kesuksesan pertunjukan seni
12 Shiawase Berguna untuk kebahagiaan
13 Magatama Dipercaya dapat membuka jalan keberuntungan 14 Eto Untuk membuka keberuntungan di awal tahun baru 15 Kubosa Mencapai kesuksesan dalam bisnis dalam pemikiran Shinto 16 Hada Melindungi diri dari bencana, penyakit dan kemalangan 17 Byooki Heiyu Berguna untuk penyembuhan suatu penyakit 18 Kin‟un Kelancaran finansial keluarga dan perusahaan 19 Kaifuku Berguna untuk proses pemulihan kesehatan 20 Shooun Supaya kehidupan selalu dinaungi nasib baik 21 Iyakugyooshugo Melindungi kesehatan diri
22 Idainyuushi Untuk lulus ujian masuk kedokteran
23 Wagoo Anzen Untuk keharmonisan keluarga
24 Shison Hen‟ei Kelangsungan dan kemakmuran keturunan/anak cucu 25 Sunan‟yoke Mencegah terjadinya banjir dan kecelakaan kapal laut 26 Kookuu Anzen Keselamatan dan keamanan penerbangan 27 Fukuzeni Kaiun Memperbaiki nasib dan keberuntungan keuangan 28 Kaijoo Anzen Keselamatan dan keamanan
25
perjalanan laut
Menghindari petaka ataupun 29 Bokefuuji penyakit
30 Bijinjooju Untuk kecantikan yang mempesona
31 Fukutoku Keberuntungan dan kebajikan moral
32 Tozan Anzen Keamanan dan keselamatan saat mendaki gunung 33 Hiboo Kaiun Mencegah terjadinya kebakaran
Melindungi saat berada di kamar 34 Toire Shugu mandi
Supaya tidak mabuk dan terhindar 35 Kinshu no Omamori dari racun yang ada dalam minuman alcohol 36 Yakuyoke Raijin Menghindari kemalangan dengan bantuan Raijin 37 Ganfuuji Mencegah penyakit Kanker
Untuk kesehatan dan pertumbuhan 38 Kodomo no Omamori anak
39 Eigo Jootatsu Untuk kemajuan dan kelancaran belajar bahasa Inggris 40 Kakugo Jootatsu Untuk kemajuan dan kelancaran belajar bahasa Jepang 41 Shakai Jootatsu Untuk kemajuan dan kelancaran dalam masyarakat 42 Kenkoochooju Untuk mendapatkan kesehatan dan umur panjang
Kemajuan potensial diri dalam 43 Gakuryoku Koojoo pelajaran
44 Supootsu Shooun Kemenangan ataupun keberuntungan dalam olahraga
26
45 Kaiun Shoofuku Untuk memperbaiki nasib dan membuka jalan keberuntungan 46 Shodoo Jootatsu Untuk kemajuan dan kelancaran kaligrafi 47 Yakushinyorai Untuk menyembuhkan suatu penyakit menurut petunjuk Buddha 48 Kamado Untuk melindungi dapur
50 Sakunatsuri Untuk nasib baik saat memancing
51 Tabi no Omamori Keamanan dan keselamatan saat diperjalanan 52 Tsurijin Untuk keberuntungan nelayan
53 Ryoori Jootatsu Untuk kemajuan dalam mempelajari masakan 54 Masume Han‟ei Untuk kebahagiaan anak wanita
55 Kamon Han‟ei Untuk kesejahteraan seluruh keluarga Untuk kemajuan bisnis ataupun 56 Noorinsuisangyoo Hatten industry pertanian, perikanan maupun kehutanan
27
BAB III
PERBANDINGAN OMAMORI PADA KUIL BUDDHA
DAN KUIL SHINTO
3.1 Omamori Pada Kuil Buddha
3.1.1 Koutsu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Gambar. 3.1. Koutsuu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Koutsuu Anzen Omamori merupakan omamori yang dipercaya untuk menjaga keselamatan pemiliknya pada saat melakukan perjalanan.
Gambar 3.1 merupakan salah satu bentuk Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Naritasan Shinsoji Temple. Berdasarkan kepercayaan Buddha,
Omamori ini dijadikan sebagai penjaga kesalamatan saat berkendara agar tidak terjadi kecelakaan saat berkendara. Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Narita Shinsoji Temple ini berbentuk sebuah kantong yang memiliki tinggi
10 cm dan lebar 4,3 cm dan didominasi oleh warna ungu. Pada bagian tengah omamori terdapat tulisan 交通安全御守 - 成田山 „Koutsuu Anzen
Omamori – Naritasan‟ dan pada bagian atas terdapat gantungan tali. Pada bagian sisi kiri dan sisi kanan omamori terdapat corak khas Jepang.
28
Gambar. 3.2. Koutsuu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Gambar 3.2 juga merupakan salah satu bentuk Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Naritasan Shinsoji Temple. Koutsuu Anzen Omamori pada Gambar 3.2 memiliki bentuk yang sama dengan Gambar 3.1 dengan ukuran tinggi 10 cm dan lebar 4,3 cm dan didominasi oleh warna merah. Pada bagian tengah omamori terdapat tulisan 交通安全御守 - 成田山 „Koutsuu Anzen
Omamori – Naritasan‟ dan pada bagian atas terdapat gantungan tali. Pada bagian sisi kiri dan sisi kanan omamori terdapat corak khas Jepang.
Gambar. 3.3. Koutsuu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Gambar 3.3 merupakan salah satu bentuk varian lain dari Koutsuu Anzen
Omamori yang terdapat pada kuil Naritasan Shinsoji Temple.
29
Koutsuu Anzen Omamori pada Gambar 3.3 memiliki bentuk yang lebih besar daripada omamori pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2. Omamori pada
Gambar 3.3 memiliki ukuran tinggi 12.5 cm dan lebar 7.2 cm dan didominasi oleh warna krim. Pada bagian tengah omamori terdapat tulisan 交通安全御守 -
成田山 „Koutsuu Anzen Omamori – Naritasan‟ dan terdapat lipatan pita dengan warna merah. Pada bagian atas terdapat gantungan tali.
Gambar. 3.4. Koutsuu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Gambar 3.4 merupakan salah satu bentuk Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Naritasan Shinsoji Temple. Koutsuu Anzen Omamori pada
Gambar 3.4 memiliki bentuk yang lebih besar dengan ukuran tinggi 15.5 cm dan lebar 6.3 cm dan didominasi oleh warna merah. Pada bagian tengah omamori terdapat tulisan 交通安全御守 - 成田山 „Koutsuu Anzen Omamori –
Naritasan‟ dan terdapat lipatan pita pada bagian tengah omamori. Pada bagian atas omamori terdapat gantungan tali. Pada bagian sisi kiri dan sisi kanan omamori terdapat corak khas Jepang.
30
3.1.2 Tochuu Anzen Omamori (途中安全の守り)
Gambar. 3.5. Tochuu Anzen Omamori (途中安全お守り)
Tochuu Anzen Omamori 途中安全お守り merupakan omamori yang digunakan pada saat akan berwisata atau melakukan perjalanan. Makna dari
Tochuu Anzen Omamori adalah sebagai jimat pelindung keselamatan perjalanan.
Gambar 3.5 merupakan salah satu bentuk Tochuu Anzen Omamori. Pada sampul omamori terdapat kertas yang dapat ditulis dengan nama pemiliknya.
Tochuu Anzen Omamori pada gambar 3.5 didominasi warna oranye dengan tambahan corak bunga dan pada bagian atas terdapat gantungan tali.
3.1.3 Anzan Omamori (安産お守り)
Gambar. 3.6. Anzan Omamori (安産お守り)
31
Anzan Omamori merupakan salah satu jimat yang dipercaya oleh masyarakat Jepang untuk menjaga keselamatan saat melahirkan. Anzan Omamori diberikan kepada seseorang yang akan melahirkan guna kelancaran dan keselamatan selama proses kelahiran, baik itu untuk sang Ibu maupun anak yang dilahirkan.
Gambar 3.6 merupakan Anzan Omamori yang terdapat pada kuil Naritasan
Shinsoji Temple. Omamori pada gambar 3.6 didominasi oleh warna merah jambu dengan tambahan corak khas Jepang pada bagian luar omamori. Pada bagian tengah terdapat tulisan „ 安産お守り – Anzan Omamori‟. Pada bagian atas omamori terdapat gantungan tali.
3.1.4 Kanai Anzen Omamori (家内安全守り)
Gambar. 3.7. Kanai Anzen Omamori (家内安全守り)
Kanai Anzen Omamori merupakan omamori yang dipercaya memberikan keselamatan pada rumah dan isi rumah. Masyarakat Jepang menggunakan
32 omamari ini dengan harapan keselamatan pada rumah yang ditempati beserta isinya.
Gambar 3.7 adalah bentuk dari Kanai Anzen Omamori (家内安全守り).
Omamori tersebut dibuat dalam perpaduan tiga warna, yaitu merah jambu, warna krim, dan warna hijau serta ditambahkan dengan corak-corak khas Jepang. Pada bagian tengah omamori tertulis „家内安全守り- Kanai Anzen Omamori‟ dengan warna tulisan emas. Pada bagian atas omamori terdapat gantungan tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan omamori pada telepon genggam, tas, dan lainnya.
3.2 Omamori Pada Kuil Shinto
3.2.1 Koutsu Anzen Omamori (交通安全お守り)
Gambar. 3.8. Koutsuu Anzen Omamori Shinto A (家内安全守り)
Koutsuu Anzen Omamori mempunyai arti harfiah jimat keselamatan lalu lintas. Omamori ini ditujukan sebagai jimat keselamatan bagi penggunanya saat pergi ke sekolah, pergi ke kantor, menggunakan kereta dan lain sebagainya.
Gambar. 3.8 merupakan salah satu Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo Daijingu. Omamori tersebut didominasi oleh warna biru dengan
33 desain sederhana. Pada bagian tengah tertulis „交通安全御守 – Koutsuu Anzen
Omamori‟. Pada bagian atas terdapat gantungan tali yang dibentuk seperti pita.
Gambar. 3.9. Koutsuu Anzen Omamori Shinto A (家内安全守り)
Gambar. 3.9 merupakan salah satu jenis Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo Daijingu. Omamori ini menggunakan bahan langka, yaitu reflector yang bersinar ketika dipantulkan oleh cahaya. Penggunaan bahan tersebut, yang juga digunakan untuk rambu lalu lintas dan pedal sepeda untuk mencegah kecelakaan lalu lintas malam, jimat ini dibuat dengan harapan keselamatan lalu lintas. Omamori tersebut didominasi oleh warna merah yang menonjol dengan tambahan corak bunga pada omamori. Pada bagian tengah tertulis „交通安全御守 – Koutsuu Anzen Omamori‟. Pada bagian atas terdapat gantungan tali yang dibentuk seperti pita.
34
Gambar. 3.10. Koutsuu Anzen Omamori Shinto A (家内安全守り)
Gambar. 3.10 merupakan salah satu jenis Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo Daijingu. Omamori ini memiliki makna sebagai pelindung agar terhindar dari bencana atau musibah yang disebabkan oleh kendaraan. Omamori ini merupakan omamori kuno yang dibuat dari kertas Jepang dengan dekorasi Mizuhiki. Omamori tersebut didominasi oleh warna kuning yang ditambah dengan tambahan corak bunga sakura pada omamori. Pada bagian tengah tertulis „交通安全御守東京大神宮 – Koutsuu Anzen Omamori Tokyo
Daijingu‟.
Gambar. 3.11. Koutsuu Anzen Omamori Shinto A (家内安全守り)
35
Gambar. 3.11 merupakan salah satu jenis Koutsuu Anzen Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo Daijingu. Omamori bermakna sebagai pelindung agar terhindar dari bencana atau musibah yang disebabkan oleh kendaraan seperti mobil atau motor. Omamori berbentuk seperti kartu doa mini. Pada bagian tengah tertulis „東京大神宮交通安全御守– Tokyo Daijingu Koutsuu Anzen Omamori‟.
Gambar. 3.12. Koutsuu Anzen Omamori Shinto A (家内安全守り)
Gambar. 3.12 merupakan bentuk Koutsuu Anzen Omamori yang didesain lebih modern dan terdapat pada kuil Tokyo Daijingu. Omamori ini juga mempunyai makna yang sama dengan Koutsuu Anzen Omamori yang lainnya, yaitu sebagai pelindung agar terhindar dari bencana atau musibah yang disebabkan oleh kendaraan seperti mobil atau motor. Omamori ini didominasi oleh warna biru gelap dengan motif animasi Hello Kity pada bagian omamori.
Pada bagian tengah tertulis „交通安全御守– Koutsuu Anzen Omamori‟.
36
3.2.2 Ryoukou Anzen Omamori
(a) (b)
Gambar. 3.13. Ryoukou Anzen Omamori (旅行安全御守)
Ryoukou Anzen Omamori 旅 行 安全 御守 merupakan omamori yang berfungsi sebagai jimat pelindung yang digunakan pada saat akan berwisata atau melakukan perjalanan.
Gambar 3.13 merupakan bentuk-bentuk Ryoukou Anzen Omamori yang terdapat pad kuil Shinto, yaitu Tokyo Daijingu. Pada omamori bentuk (a) didominasi oleh warna biru dan omamori bentuk (b) didominasi oleh warna merah.
Baik omamori bentuk (a) dan bentuk (b) terdapat motif alat transportasi, seperti mobil, bus, kapal, dan pesawat. Pada bagian tengah tertulis „旅行安全御守 –
Ryoukou Anzen Omamori‟.
37
3.2.3 Anzan Omamori (安産お守り)
Gambar. 3.14. Anzan Omamori Shinto A (家内安全守り)
Anzan Omamori merupakan jimat yang berfungsi sebagai jimat pelindung dan keselamatan selama proses kelahiran bagi seorang wanita yang akan melahirkan.
Gambar 3.14 merupakan Anzan Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo
Daijingu. Omamori pada gambar 3.14 didominasi oleh warna merah dengan ini tambahan corak khas Jepang pada bagian luar omamori. Omamori ini tidak berbentuk persegi panjang sebagaimana bentuk omamori pada umumnya, Anzan
Omamori yang terdapat pada kuil Tokyo Daijingu dibentuk bulat dan berisi untuk mengekspresikan seorang wanita yang sedang hamil. Pada bagian tengah terdapat tulisan „安産お守り – Anzan Omamori‟. Pada bagian atas omamori terdapat gantungan tali.
38
3.3 Analisis Perbandingan Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto di
Jepang
3.3.1 Jenis Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang
3.3.1.1 Koutsuu Anzen Omamori
Pada kuil Buddha dan kuil Shinto sama-sama terdapat Koutsuu
Anzen Omamori, yaitu jimat yang digunakan sebagai pelindung saat
berkendara.
Perbedaan Koutsuu Anzen Omamori yang ada pada kuil Buddha
dan kuil Shinto terdapat pada variasi omamori dan motif omamori.
Koutsuu Anzen Omamori pada kuil Buddha memiliki variasi yang
beragam dengan motif warna yang cerah dan lebih terlihat tradisional.
Sedangkan Koutsuu Anzen Omamori pada kuil Shinto memiliki variasi
dan motif yang lebih mengikuti perkembangan zaman yang modern, yaitu
dengan adanya salah satu motif karakter kartun pada omamori tersebut
sehingga menarik dibawa oleh anak-anak.
3.3.1.2 Touchuu Anzen Omamori / Ryoukou Anzen Omamori
Pada kuil Buddha dan kuil Shinto sama-sama memiliki omamori
yang berfungsi untuk menjaga keselamatan penggunanya pada saat
menempuh suatu perjalanan.
Perbedaan omamori ini pada kuil Buddha dan kuil Shinto yaitu
pada nama omamori tersebut, pada kuil Buddha menyebut omamori ini
dengan Touchuu Anzen omamori, sedangkan pada kuil Shinto
menyebutnya dengan Ryoukou Anzen Omamori.
39
3.3.1.3 Anzan Omamori
Anzan omamori merupakan omamori yang dapat ditemukan pada kuil Buddha dan kuil Shinto, omamori ini merupakan omamori yang berfungsi untuk menjaga keselamatan pada saat melahirkan.
Perbedaan antara Anzan Omamori yang berada pada kuil Buddha dan kuil Shinto yaitu pada bentuknya.
3.3.1.4 Kanai Anzen Omamori
Kanai Anzan Omamori merupakan omamori yang berfungsi untuk menjaga keselamatan rumah beserta isinya dari berbagai macam malapetaka dan bencana.
Kanai Anzan Omamori hanya dapat ditemukan pada kuil Buddha dan tidak terdapat pada kuil Shinto.
3.3.2 Bentuk Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang
3.3.2.1 Bentuk Omamori
Bentuk omamori yang terdapat pada kedua kuil, yaitu kuil Buddha dan kuil Shinto memiliki persamaan bentuk yaitu bentuk persegi panjang.
Omamori yang berbentuk persegi panjang pada kuil Buddha, yaitu 1)
Koutsuu Anzen Omamori, 2) Touchuu Anzen Omamori, 3) Anzan
Omamori, dan 4) Kanai Omamori. Sedangkan pada kuil Shinto, omamori yang berbentuk persegi panjang yaitu, 1) Koutsuu Anzen Omamori, dan 2)
Ryoukou Anzen Omamori.
Namun pun demikian, bentuk omamori pada kuil Buddha dan kuil
Shinto juga terdapat perbedan bentuk, yaitu bentuk omamori tidak persegi
40
panjang yang terdapat pada kuil Shinto sedangkan pada kuil Buddha tidak
ada. Omamori yang berbentuk tidak persegi panjang adalah Anzan
Omamori yang terdapat pada kuil Shinto Tokyo Daijingu. Omamori
tersebut dibentuk dalam bentuk bulat dan berisi meyerupai seorang wanita
yang sedang hamil.
Perbedaan dan persamaan bentuk omamori yang terdapat pada kuil
Buddha dan kuil Shinto dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel. 3.1 Perbandingan Bentuk Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil
Shinto
Nama Omamori Kuil Buddha Kuil Shinto
Koutsuu Anzen Persegi Panjang Persegi Panjang
Omamori
Touchuu Anzen Persegi Panjang Persegi Panjang
Omamori / Ryoukou
Anzen Omamori
Anzan Omamori Persegi Panjang Bulat
Kanai Omamori Persegi panjang -
3.3.2.2 Bahan Omamori
Persamaan bahan omamori yang terdapaat pada kuil Buddha dan
kuil Shinto di Jepang, yaitu baik omamori yang terdapat pada kuil Buddha
maupun kuil Shinto terdapat omamori yang terbentuk dari bahan yang
sama yaitu bahan kain. Omamori yang terbuat dari bahan kain yang
41 terdapat pada kuil Buddha, yaitu 1) Koutsuu Anzen Omamori, 2) Touchuu
Anzen Omamori, 3) Anzan Omamori, dan 4) Kanai Anzen Omamori.
Omamori yang terbuat dari bahan kain yang terdapat pada kuil Shinto, yaitu 1) Koutsuu Anzen Omamori, 2) Ryoukou Anzen Omamori, dan 3)
Anzan Omamori.
Sedangkan perbedaan bahan omamori yang terdapaat pada kuil
Buddha dan kuil Shinto di Jepang yaitu terbuat dari bahan selain kain yang terdapat pada kuil Shinto. Pada kuil Shinto, omamori dibuat tidak hanya dari kain, namun ada beberapa bentuk-bentuk omamori Koutsuu Anzen
Omamori yang dibuat dari bahan reflector, kertas Jepang, dan kayu.
Sedangkan omamori pada kuil Buddha semuanya dibuat menggunakan bahan kain.
Perbedaan dan persamaan bentuk omamori yang terdapat pada kuil
Buddha dan kuil Shinto dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel. 3.2 Perbandingan Bahan Omamori Pada Kuil Buddha dan Kuil
Shinto
Nama Omamori Kuil Buddha Kuil Shinto
Koutsuu Anzen Kain 1) Kain
Omamori 2) Kertas Jepang
3) Kayu
Touchuu Anzen Kain Kain
Omamori / Ryoukou
Anzen Omamori
Anzan Omamori Kain Kain
42
Kanai Omamori Kain -
3.3.2.3 Warna Omamori
Omamori yang terdapat pada kedua kuil, yaitu kuil Buddha dan kuil
Shinto memiliki persamaan dan perbedaan warna, namun omamori yang terdapat pada kuil Buddha dan kuil Shinto dibuat dalam warna-warna yang cerah.
Perbedaan dan persamaan warna omamori dapat dilihat pada tabel
3.3.
Tabel 3.3 perbandingan warna omamori pada kuil Buddha dan kuil
shinto
Nama Omamori Kuil Buddha Kuil Shinto
Koutsu Anzen Biru, merah dan krim Biru, merah, kuning
Omamori dan putih
Touchu Anzen Merah Merah dan biru
Omamori/ Ryouku
Anzen Omamori
Anzan Omamori Merah muda (Pink) Merah
Kanai Anzen Omamori Ungu muda, krim dan -
Hijau muda
43
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Jepang merupakan negara maju di kawasan Asia. Tetapi, dibalik
semua itu Jepang memiliki kebudayaan dan tradisi yang kuat. Kebudayaan
dan tradisi tersebut sebagian besar berasal dari kepercayaan mereka. Maka
dari itu, dalam pandangan masyarakat Jepang, omamori dipercaya sebagai
simbol keberuntungan, sehingga menjadikan omamori sebagai kebutuhan
dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Jepang dapat membeli omamori di kuil Buddha dan kuil
Shinto di Jepang. Omamori digunakan oleh masyarakat Jepang sebagai
motivator atau sugesti diri untuk memperkuat kesadaran diri mereka,
omamori juga dapat dijadikan sebagai souvenir untuk sanak keluarga
ataupun kerabat.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan oleh penulis,
penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Masyarakat Jepang mempercayai omamori sebagai jimat dan dapat
ditemukan pada kuil Buddha ataupun kuil Shinto, mereka meyakini bahwa
omamori berfungsi untuk membawa keberuntungan dan keselamatan
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagi masyarakat Jepang, omamori
merupakan bentuk representasi kehadiran Kami dalam kehidupan mereka.
2. Pada kuil Buddha dan kuil Shinto, ternyata memiliki perbedaan dan
persamaan omamori yaitu dari bentuk fisiknya, nama, dan juga pada bahan
pembuatannya. 1) Koutsu Anzen Omamori pada kuil buddha memiliki
44
bentuk persegi panjang, terbuat dari bahan kain serta memiliki varian
warna biru, merah dan krim. Sedangkan pada kuil shinto tetap berbentuk
persegi panjang, terbuat dari bahan kain, kertas jepang dan juga kayu serta
memiliki varian warna biru, merah, kuning dan juga putih. 2) Touchu
Anzen Omamori/ Ryouku Anzen Omamori memiliki makna dan fungsi
yang sama yaitu keselamatan saat melakukan perjalanan namun memiliki
nama yang berbeda. Pada kuil buddha omamori ini berbentuk persegi
panjang, terbuat dari bahan kain serta berwarna merah. Sedangkan pada
kuil shinto, omamori ini memiliki bentuk dan bahan yang sama dengan
yang terdapat pada kuil buddha, namun memiliki varian warna merah dan
biru. 3) Anzan omamori, pada kuil buddha berbentuk persegi panjang,
terbuat dari kain dan berwarna pink. Sedangkan pada kuil shinto,
berbentuk bulat, berwarna merah dan tetap terbuat dari kain. 4) Kanai
Anzan Omamori, jimat ini merupakan jimat yang berfungsi untuk menjaga
keselamatan rumah dari segala bencana, namun omamori ini hanya
terdapat pada kuil buddha dan tidak ditemukan pada kuil shinto.
4.2 Saran
Dari kesimpulan dan hasil penelitian mengenai Perbandingan
Omamori pada Kuil Buddha dan Kuil Shinto di Jepang, maka penulis
memberikan saran sebaiknya :
1. Sebaiknya buku-buku yang membahas tentang tradisi kehidupan Jepang,
khususnya omamori, lebih diperbanyak lagi dalam bentuk terjemahan
Indonesia, agar dapat menambah ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi
tentang Jepang
45
2. Sebaiknya dengan membaca skripsi ini, dapat memberikan pelajaran dan
pemahaman kepada pembaca tentang kebudayaan masyarakat Jepang.
3. Sebaiknya kita sebagai generasi penerus bangsa, belajar dari kehidupan
masyarakat Jepang, yang meskipun sudah menjadi negara yang maju
namun tidak melupakan nilai-nilai tradicional yang diwariskan oleh nenek
moyang.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adeney, Bernart T. 2004. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius
Alimansyar. 2017. Shinto Agama Asli Orang Jepang. Medan: USU Press
Alimansyar. 2018. Mengenal Jinja 1. Medan: Yayasan Al-Hayat
Bellah, Robert, N. 1992. Religi Tokugawa “Akar-Akar Budaya Jepang”. Jakarta:
PT. Pustaka Gravity
Gea, Aminullah. 2014. Skripsi.Fungsi Omamori dalam Masyarakat Jepang.
Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.
Gramedia
------. 1974. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT.
Gramedia
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Savitri, Dwi Wulan. 2018. Skripsi. Fungsi dan Makna Omamori bagi Masyarakat
Jepang. Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU
Sembiring, Dermawan dkk. 2015. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Medan:
UNIMED Press
Swanger, Eugene and Peter Takayama. 198. “A Preliminary Examination of the
„Omamori‟ Phenomenon,” Asian Folklore Studies 40(2): 237-52.
Situmorang, Hamzon dan Rospita Uli. 2013. Minzoku Gaku (Ethnologi) Jepang.
Medan: USU Press
Sakti, Dania. 2008. Skripsi. Persepsi Kaum Muda Jepang Terhadap Omamori.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM
47
Sumber Daring: www.tofugu.com/japan/omamori, diakses pada 8 Maret 2019. www.matcha-jp.com/id/1001, diakses pada 8 Maret 2019. https://www.pbnshi.or.id/omamori-dan-ofuda/, diakses pada 21 September 2019.
Onimatsuchan.blogspot.com/2016/04/omamori-jimat-jepang.html?m=1. Diakses pada 6 oktober 2019
48
ABSTRAK PERBANDINGAN OMAMORI PADA KUIL BUDDHA DAN KUIL SHINTO DI JEPANG
Jepang merupakan salah satu Negara maju di kawasan Asia. Namun meskipun demikian, Jepang tidak meninggalkan tradisi maupun budaya dari leluhur dan nenek moyangnya . Ini terbukti dari masyarakatnya yang masih mempercayai hal-hal mistis dan menjalankan tradisi-tradisi upacara ritual sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut, salah satunya ialah kepercayaan terhadap jimat. Dalam kebudayaan Jepang, jimat disebut dengan Omamori. Omamori dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan, keselamatan dan memberikan kesehatan kepada pemiliknya.
Omamori dapat ditemukan pada kuil Buddha ataupun kuil Shinto di
Jepang. Biasanya, setiap awal tahun, masyarakat Jepang akan beramai-ramai dating ke kuil Buddha ataupun kuil Shinto untuk mendapatkan omamori sesuai dengan keperluan dan kebutuhannya masing-masing. Salah satu omamori yang paling banyak diminati ialah omamori untuk menjaga keselamatan
(AnzenOmamori). Omamori untuk menjaga keselamatan terdiri dari berbagai macam jenis, beberapa diantaranya ialah Koutsuu Anzen Omamori yaitu omamori untuk menjaga keselamatan saat diperjalanan menuju suatu tempat, Touchuu
Anzen Omamori/Ryouku Anzen Omamori yaitu omamori untuk menjaga keselamatan saat berkendara, Anzan omamori yaitu omamori untuk menjaga keselamatan ibu saat melahirkan anak dan adapula Kanai Anzen Omamori yaitu omamori yang dipercaya untuk menjaga keselamatan rumah.
49
Omamori pada kuil Buddha dan kuil Shinto ini memiliki persamaan dan perbedaannya masing-masing, baik itu dari bentuk, bahan pembuatan ataupun warnanya. Masyarakat Jepang akan memilih antara kuil Buddha ataupun kuil
Shinto untuk mereka mendapatkan omamori sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut.
50
ようし ;要旨
にほん ぶっきょう てら しんとう じんじゃ まも ひかく 日本の ;仏教のお ;寺と神道の神社にあるお守りの比較
Frans New Succes Tarigan NIM 150708010
にほん あじあ せんしんこく ひと にほん せんしんこく 日本 は アジア に 先進国 の 一 つ で あ る 。 し か し 、 日本 は 先進国 でも、
にほんしゃかい せんぞ でんとうてき ぶんか はな しんぴてき 日本社会は先祖の伝統的な文化を離れない。これは、神秘的なことをまだ
にほんしゃかい こうげん しんこう したが ぎしき ぎしき でんとう じっこう 信じており、日本社会が公言する信仰に 従 って儀式の儀式の伝統を実行
にほんしゃかい めい にほんしゃかい ぎしき でんとう ひと まも している日本社会から明らかる。日本社会の儀式の伝統の一つはお守りの
しんねん まも かいうん あんぜん けんこう つか ひと ねが 信念である。お守りとは、開運、安全、健康などの使っている人の願いを
かな しん 叶うことができると信じられる。
まも にほん じんじゃ てら ふつう しょうがつ にほんじん お守りは日本で神社やお寺にある。普通は、お 正月に、日本人はお寺と
じんじゃ かれ いりよう おう まも て い く ゆうめい まも ひと 神社へ彼らの入用に応じてお守りを手に入れに来る。有名なお守りの一つ
あんぜん まも あんぜん まも こうつうあんぜん とちゅうあんぜん は安全お守りである。安全お守りとは、すなわち、交通安全、途中安全お
まも あんざん まも かないあんざん まも しゅるい こうつうあんぜん まも 守り、安産お守り、家内安産お守りの種類がある。1)交通安全お守りと
りょこうちゅう か ぬし あんぜん まも しん まも てら は、旅行中に飼い主の安全を守ると信じられているお守りである。お寺
こうつうあんぜん まも まも かたち しかく あお あか くり む にある交通安全お守りは、お守りの 形 は四角で、青い、赤い、クリーム
いろ つく じんじゃ こうつうあんぜん まも まも かたち しかく の色で作られている。神社にある交通安全お守りは、お守りの 形 は四角
あお きいろ しろ いろ つく てら まも じんじゃ まも で、青い、黄色、白いの色で作られている。お寺のお守りと神社のお守り
ぬの つく まも じんじゃ まも にほん かみ は、布で作られたお守りがある。しかし、神社にあるお守りも日本の紙で
51
つく てら まも にほん かみ つく ぜんぶぬの 作られたが、お寺にあるお守りは日本の紙で作られたのはないで、全部布
つく とちゅうあんぜん まも りょこうちゅう まも おな いみ きのう も で作られた。2) 途中安全お守りと旅行中お守りは同じ意味と機能を持
りょこう あんぜん もくてき きのう なまえ こと てら ち、旅行のときは安全の目的だという機能だが、名前は異なる。お寺にあ
まも ちょうほうけい ぬの つく まも いろ あか るお守りのは長方形で、布で作られている。そして、お守りの色は赤い
じんじゃ まも かたち てら まも おな かたち そざい である。 神社では、お守りの 形 はお寺にあるお守りと同じ 形 と素材を
も あか あお いろ へんしゅ あんざん まも な 持っているが、赤と青の色の変種がある。3) 安産お守りは、その名の
とお あんざん きがん まも てら まも ちょうほうけい ぬの 通り安産を祈願するお守りである。お寺にあるお守りは長方形で、布で
つく いろ ぴんく じんじゃ まも かたち まる 作られている。色がピンクである。そして、 神社にあるお守りは 形 が丸
ぬの つく いろ あか かないあんぜん まも で、また布で作られているが、色が赤いである。家内安全お守りは、すべ
さいがい いえ あんぜん まも まも まも ての災害から家の安全を守るお守りである。しかし、このお守りは
ぶっきょうじいん み じんじゃ み 仏教寺院でのみ見られ、神社では見られない。
てら まも じんじゃ まも るいじてん そういてん るいじてん お寺にあるお守りと神社にあるお守りは、類似点と相違点がある。類似点
そういてん かたち そざい いろ りょうほう と相違点とは、すなわち、 形 、素材、色の両方の点である。
52