Makna Seni Ukiran Gorga Pada Rumah Adat Batak

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Makna Seni Ukiran Gorga Pada Rumah Adat Batak 227 Makna Seni Ukiran Gorga Pada Rumah Adat Batak Karolina Sianipar, Gugun Gunardi, Widyonugrahanto, Sri Rustiyanti Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Jalan Raya Jatinangor KM. 21 Sumedang 45363 ABSTRACT This paper entitled “The meaning of art carving on custom home gorga Batak”. Gorga carving is a form of art carvings typical of indigenous Batak culture. This paper aims to determine the various forms of carving on custom home gorga Batak. Gorga carving shape manifold, so that on any form of carving gorga have different meanings. Therefore, this paper also aims to understand the meanings that exist in gorga carving. Within the meaning of carving gorga using semiotics approach. Semiotics is to approach the study of signs. In the traditional house of Batak carving gorga meaning of life, which it is drawn through the forms on each carving. Keywords: Carving, Gorga, Traditional House of Batak ABSTRAK Tulisan ini berjudul “Makna seni ukiran gorga pada rumah adat batak”. Ukiran gorga merupakan salah satu bentuk kesenian ukiran khas kebudayaan adat batak. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai bentuk dari ukiran gorga pada rumah adat batak. Bentuk ukiran gorga bermacam-macam, sehingga pada setiap bentuk ukiran gorga memiliki makna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tulisan ini juga bertujuan untuk memahami makna yang ada pada ukiran gorga. Dalam pemaknaan ukiran gorga menggunakan pendekatan semiotika. Semiotika ialah pendekatan ilmu yang mempelajari tentang tanda. Pada ukiran gorga rumah adat batak memiliki makna kehidupan, yang mana hal ini tergambar melalui bentuk-bentuk pada setiap ukiran. Kata kunci : Ukiran, Gorga, Rumah Adat Batak PENDAHULUAN dapat memandangi bentuk ukiran gorga1. Indonesia memiliki berbagai macam Pada bangunan-bangunan tradisionil kebudayaan yang sangat luas. Salah satu tempat tinggal adat batak memiliki istilah kebudayaan yang ada di Indonesia ialah yang disebut jabu Batak. Jabu merupakan seni kebudayaan ukiran gorga. Gorga istilah yang berarti rumah, sedangkan jabu merupakan ukiran yang menjadi sebuah ruma merupakan rumah adat. Rumah adat ciri khas dalam kebudayaan batak. batak dibagi menjadi dua, yaitu: jabu ruma Biasanya gorga terdapat pada bagian luar yaitu rumah adat tanpa gorga dan jabu eksterior rumah Batak, sehingga baik ruma gorga artinya rumah adat pakai gorga masyarakat Batak ataupun wisatawan (Sitanggang, 2008: 151). Ukiran gorga pada Panggung Vol. 25 No. 3, September 2015 228 jabu batak memberikan kesan estetika yang menyatakan Tanda terdiri dari dua konsep tinggi dan memberikan makna-makna yaitu penanda dan petanda, dan keduanya filosofi yang menarik untuk diamati lebih tidak dapat dipisahkan. Penanda dan lanjut. petanda membentuk tanda. Teori semiotika Ukiran Gorga memiliki ciri khas ter- digunakan untuk mengetahui makna sendiri terutama dalam bentuk lekukan melalui relasi tanda-tanda yang ada dalam ukirannya. Bagi masyarakat Batak ukiran sebuah ukiran gorga. sendiri memiliki nilai-nilai simbolis dan Melalui teori semiotika, maka kita akan magis. Ukiran tradisional lahir dan ber- melihat makna apa yang terkandung dalam kembang seiring dengan peradaban masya- sebuah ukiran gorga. Pemahaman menge- rakat. Pada masyarakat tradisional batak nai makna ukiran gorga menarik untuk kental dengan unsur-unsur magis. Oleh diketahui. Ukiran gorga menjadi ciri khas karena itu, beberapa masyarakat batak sebagai bentuk seni budaya adat batak yang masih menanggap bahwa dalam ukiran saat ini masih ada. gorga terdapat unsur magis didalamnya (diakses melalui http://www.anneahira.- PEMBAHASAN com/tanggal 16 Juni 2014,jam 15.48). Ukiran gorga merupakan kesenian Pada penggunaan hiasan ukiran gorga, ukiran yang biasanya terdapat pada setiap pemakaian ornamen tidak dapat dipakai bagian luar eksterior rumah Batak. Ukiran sembarangan. Masyarakat Batak harus gorga memiliki nilai estetika yang tinggi melakukan musyawarah untuk menentu- karena memiliki makna didalamnya. Pada kan jenis gorga yang pantas dipakai ukiran gorga terdapat bentuk-bentuk yang menurut kedudukan pada satu kampung bermacam-macam. Gorga diklasifikasi itu. Keindahan akan ukiran gorga pada dalam berbagai jenis yang berkaitan dengan ruma jabu batak membuat munculnya bentuk. Adapun jenis-jenisnya ialah gorga pertanyaan bagaimana jenis bentuk ukiran sompi, gorga ipon-ipon, gorga desa na ualu (mata gorga di rumah tradisional adat batak. angin), gorga simataniari (matahari), gorga Berbagai jenis bentuk ukiran gorga mem- simarogung-ogung, gorga singa-singa, gorga berikan arti satu sama lain. jenggar dan jorngom, gorga boras pati (cecak), gorga adop-adop (susu), gorga gaja dompak, gorga METODE dalihan na toru, gorga simeol-eol, gorga sitagang, Ukiran gorga memiliki makna filosofi, gorga sijonggi, gorga silintong, gorga iran-iran, sehingga untuk mengetahui hal tersebut gorga hariara sudung di langit, gorga hoda-hoda, dibutuhkan teori semiotika. Semiotika dan gorga ulu paung. merupakan sebuah teori yang mempelajari Berbagai macam bentuk ukiran gorga, tentang sebuah tanda. Dalam hal ini sehingga jenis ukiran gorga memiliki penulis akan menggunakan teori semiotika makna yang berbeda-beda. Dalam hal ini dari Ferdinand de Saussure. Tanda ialah dibutuhkan pisau bedah untuk mengetahui sebuah konsep yang sangat mendasar. makna tersebut. Semiotika adalah ilmu Tanda adalah segala sesuatu yang memiliki yang mempelajari tentang tanda. Semiotika makna relasi antara sesuatu yang abstrak adalah cabang ilmu yang berurusan dengan dan sesuatu yang konkrit. Ferdinand de peengkajian tanda dan segala sesuatu yang Saussure, dalam Berger (2010: 14) berhubungan dengan tanda, seperti sistem Sianipar, dkk: Makna Seni Ukiran Gorga Pada Rumah Adat Batak 229 tanda dan proses berlaku bagi penggunaan Bentuk dan Makna Ukiran Gorga tanda (Semiotika Aart van Zoest, dalam Ukiran gorga memiliki makna yang Soekowati, 1993: 1). berbeda pada setiap bentuknya. Menurut Sistem tanda ialah kombinasi antara Sitanggang (2008) bahwa ada beberapa jenis sintagm dan paradigm, yang mana meng- ukiran gorga, yaitu: gabungkan tanda dengan tujuan tertentu. Sintagm merupakan serangkaian tanda 1. Gorga Sompi yang tersusun sesuai aturan untuk meng- Gorga sompi berasal dari kata Tompi, hasilkan makna tertentu. Oleh karena itu, artinya alat yang digunakan untuk ketika seseorang mengatakan ukiran gorga, mengikat leher kerbau pada gagang bajak terdapat sebuah elemen-elemen tanda yang sewaktu membajak di sawah. Gorga sompi membentuk ukiran gorga tersebut, yaitu dimaknai sebagai lambang ikatan kebu- warna, bentuk, nama dan lainnya. dayaan. Pada masyarakat Batak Toba yang Sedangkan paradigm ialah seperangkat hidupnya selalu bekerja bergotong royong elemen tanda yang satu dan lainnya terjalin sebuah ikatan kekeluargaan. Oleh dipertukarkan dalam konteks tertentu. karena itu untuk melakukan suatu peker- Misalnya elemen warna pada gorga ada jaan, tidak baik mengabaikan golongan merah, hitam, putih. Oleh karena itu, sistem lemah. Golongan lemah tidak boleh dipan- paradigm ialah seperangakat tanda yang dang rendah. Fungsi dari ukiran ini memiliki pilihan-pilihan yang sama dalam dianggap sebagai peringatan bahwa tidak konteks tertentu. baik menyisihkan golongan-golongan Menurut Roland Barthes, dalam tertentu dalam masyarakat supaya terdapat semiotika terdapat makna denotasi dan kehidupan sosial yang saling mencintai makna konotasi yang memberikan arti (Sitanggang, 2008: 146). penting. Makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda (Berger, 2010: 65). Sedangkan makna konotatif ialah makna yang dihu- bungkan dengan kebudayaan yang tersirat dalam pembungkusnya, tentang makna yang terkandung didalamnya (Berger, 2000: Gambar 1. Ukiran Gorga Sompi 55). Makna denotasi dalam warna gorga Sumber : http://akubatak.blogspot.com/ misalnya, gorga memiliki tiga jenis warna (diakses 18 Juni 2014) yang dihiasi oleh cat, yaitu merah (narara), putih (nabontar), dan hitam (nabirong). Sedangakan makna konotasi pada warna gorga tersebut ialah warna merah (narara) 2. Gorga ipon-ipon sebagai ilmu pengetahuan dan kecerdasan Gorga Ipon-ipon merupakan gorga yang yang berbuah kebijaksanaan. Kemudian disebut sebagai hiasa tepi, berfungsi warna putih (nabontar) bermakna ketulusan sebagai keindahan yang memperkuat dan kejujuran yang berbuah kesucian. komposisi. Beberapa gorga Ipon-ipon memi- Terakhir warna hitam (nabirong) yang liki bentuk yang sama yaitu geometris, dan berarti kerajaan dan kewibawaan yang salah satu bentuk geometrisnya berlapis berbuah kepemimpinan. menyerupai empun, sehingga disebut Panggung Vol. 25 No. 3, September 2015 230 Gambar 2. Ukiran Gorga Ipon-ipon Sumber: http://hutagalunharean16. blogspot.com/ (diakses 18 Juni 2014) Gambar 4. Ukiran Gorga Simata ni ari (Matahari), Sumber : http://raymond sitorus.files.wordpress.com/, (diakses sebagai Ombu Marhehe (diakses melalui 18 Juni 2014) www.gobatak.com tanggal 12 Juni 2014, jam 19.42 WIB) Ombu Marhehe dimaknai sebagai lambang kemajuan, karena setiap 4. Gorga Simata ni ari (Matahari) insan mengharapkan keturunannya ber- Gorga Simata ni ari umunya diletakkan pendidikan (Sitanggang, 2008: 149). disebelah sudut dorpi. Mataniari bermakna sebagai sumber kekuatan hidup dan 3. Gorga Desa na Ualu (Mata angin) sebagai penentu jalan kehidupan. Oleh Gorga Desa na Ualu merupakan ukiran karena itu, Gorga Simata ni ari sering disebut gorga yang terdapat pada kanan kiri rumah purba manusia (Sitanggang, 2008: 154). adat Batak. Gorga Desa na Ualu sebagai simbol perbintangan yang menentukan 5. Gorga Simarogung-ogung saat-saat baik untuk manusia dalam
Recommended publications
  • Deconstructing Bataknese Gorga Computationally
    Deconstructing Bataknese Gorga Computationally Hokky Situngkir [[email protected]] Dept. Computational Sociology Bandung Fe Institute Abstract The carved and painted decorations in traditional Batak houses and buildings, gorga, are the source of their exoticism. There are no identical patterns of the ornaments within Batak houses and the drawings are closely related to the way ancient Batak capture the dynamicity of the growing “tree of life”, one of central things within their cosmology and mythology. The survey of ornaments of Batak houses and buildings in Northern Sumatera Indonesia has made us possible to observe the complex pattern. The fractal dimensions of the geometrical shapes in gorga are calculated and they are conjectured into 1.5-1.6, between the dimensional of a line and a plane. The way gorga is drawn is captured by using some modification to the turtle geometry of L-System model, a popular model to model the dynamics of growing plants. The result is a proposal to see Bataknese gorga as one of traditionalheritage that may enrich the studies to the generative art. Keywords: Batak, gorga, carving, painting, Indonesia, fractal, geometry, generative art. 1. Introduction The Indonesian Bataknese decorates their traditional houses and buildings with carved or painted ornaments known as “gorga”. The touch of the traditional knowledge with modernity has even yielded many modern buildings in Northern Sumatera, Indonesia, decorated with the traditional gorga, for example hotels, churches, governmental offices, community buildings, et cetera, expressing the identity of Batak people throughout the country. However, while the traditions have been slowly declined, we are still lack of studies due to the geometry of the ornamentation within gorga.
    [Show full text]
  • Community Empowerment Through Research, Innovation and Open Access
    COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH RESEARCH, INNOVATION AND OPEN ACCESS PROCEEDINGS OF THE 3RD INTERNATIONAL CONFERENCE ON HUMANITIES AND SOCIAL SCIENCES (ICHSS 2020), MALANG, INDONESIA, 28 OCTOBER 2020 Community Empowerment through Research, Innovation and Open Access Edited by Joko Sayono & Ahmad Taufiq Universitas Negeri Malang, Indonesia Luechai Sringernyuang Mahidol University, Thailand Muhamad Alif Haji Sismat Universiti Islam Sultan Sharif Ali, Brunei Darussalam Zawawi Isma’il Universiti Teknologi Malaysia, Malaysia Francis M. Navarro Ateneo De Manila University, Philippines Agus Purnomo & Idris Universitas Negeri Malang, Indonesia CRC Press/Balkema is an imprint of the Taylor & Francis Group, an informa business © 2021 selection and editorial matter, the Editors; individual chapters, the contributors Typeset by MPS Limited, Chennai, India The Open Access version of this book, available at www.taylorfrancis.com, has been made available under a Creative Commons Attribution-Non Commercial-No Derivatives 4.0 license. Although all care is taken to ensure integrity and the quality of this publication and the information herein, no responsibility is assumed by the publishers nor the author for any damage to the property or persons as a result of operation or use of this publication and/or the information contained herein. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data A catalog record has been requested for this book Published by: CRC Press/Balkema Schipholweg 107C, 2316 XC Leiden, The Netherlands e-mail: [email protected] www.routledge.com – www.taylorandfrancis.com ISBN: 978-1-032-03819-3 (Hbk) ISBN: 978-1-032-03820-9 (Pbk) ISBN: 978-1-003-18920-6 (eBook) DOI: 10.1201/9781003189206 Community Empowerment through Research, Innovation and Open Access – Sayono et al (Eds) © 2021 Copyright the Editor(s), ISBN 978-1-032-03819-3 Table of contents Preface ix Acknowledgement xi Scientific committee xiii Organizing committee xv Empowering translation students through the use of digital technologies 1 M.A.H.
    [Show full text]
  • Materials for a Rejang-Indonesian-English Dictionary
    PACIFIC LING U1STICS Series D - No. 58 MATERIALS FOR A REJANG - INDONESIAN - ENGLISH DICTIONARY collected by M.A. Jaspan With a fragmentary sketch of the . Rejang language by W. Aichele, and a preface and additional annotations by P. Voorhoeve (MATERIALS IN LANGUAGES OF INDONESIA, No. 27) W.A.L. Stokhof, Series Editor Department of Linguistics Research School of Pacific Studies THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY Jaspan, M.A. editor. Materials for a Rejang-Indonesian-English dictionary. D-58, x + 172 pages. Pacific Linguistics, The Australian National University, 1984. DOI:10.15144/PL-D58.cover ©1984 Pacific Linguistics and/or the author(s). Online edition licensed 2015 CC BY-SA 4.0, with permission of PL. A sealang.net/CRCL initiative. PACIFIC LINGUISTICS is issued through the Linguistic Circle of Canberra and consists of four series: SERIES A - Occasional Papers SERIES B - Monographs SERIES C - Books SERIES D - Special Publications EDITOR: S.A. Wurm ASSOCIATE EDITORS: D.C. Laycock, C.L. Voorhoeve, D.T. Tryon, T.E. Dutton EDITORIAL ADVISERS: B.W. Bender K.A. McElhanon University of Hawaii University of Texas David Bradley H.P. McKaughan La Trobe University University of Hawaii A. Capell P. MUhlhiiusler University of Sydney Linacre College, Oxford Michael G. Clyne G.N. O'Grady Monash University University of Victoria, B.C. S.H. Elbert A.K. Pawley University of Hawaii University of Auckland K.J. Franklin K.L. Pike University of Michigan; Summer Institute of Linguistics Summer Institute of Linguistics W.W. Glover E.C. Polome Summer Institute of Linguistics University of Texas G.W. Grace Malcolm Ross University of Hawaii University of Papua New Guinea M.A.K.
    [Show full text]
  • Representasi Kosmologi Jawa Pada Gapura Kontemporer Di Desa-Desa Kabupaten Karanganyar
    Volume 19 No.1 Maret 2019 P-ISSN 1411-8629, E-ISSN: 2579-3314 Akreditasi Ristekdikti, No: 21/E/KPT/2018 http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/cakrawala Representasi Kosmologi Jawa Pada Gapura Kontemporer Di Desa-Desa Kabupaten Karanganyar Iis Purnengsih1, Umi Kholisya2 1 Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta e-mail: [email protected] 2 Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta e-mail: [email protected] Cara Sitasi: Purnengsih, I., & Kholisya, U. (2019). Representasi Kosmologi Jawa Pada Gapura Kontemporer Di Desa-Desa Kabupaten Karanganyar. Cakrawala, 19 (1), 113–120. Retrieved from doi: https://doi.org/10.31294/jc.v19i1 Abstract - At the beginning of the gate formation is used as a whole building structure that is the entrance or gate to an area. Gapura is a building in Hindu and Buddhist temples part of the temple complex. The gate can be said as a form of expression related to the trust of its supporters. Through a semiotics WAY, the gate is an architectural masterpiece describing the cultural characteristics of a human group. Javanese people are culturally cultured people who still maintain their tradition to date. The shape of the building or house is not just a form or artwork, but for the Javanese people, the building is associated with tradition and belief. Therefore, the pattern and shape of the gate structure are influenced by the tradition of Javanese Cosmology. The diversity of physical formations in the island of Java until today is still evident in its existence. The Javanese society is adaptive to the advancement of the times but still maintains tradition.
    [Show full text]
  • Bab 3 Kepurbakalaan Padang Lawas: Tinjauan Gaya Seni Bangun, Seni Arca Dan Latar Keaagamaan
    BAB 3 KEPURBAKALAAN PADANG LAWAS: TINJAUAN GAYA SENI BANGUN, SENI ARCA DAN LATAR KEAAGAMAAN Tinjauan seni bangun (arsitektur) kepurbakalaan di Padang Lawas dilakukan terhadap biaro yang masih berdiri dan sudah dipugar, yaitu Biaro Si Pamutung, Biaro Bahal 1, Biaro Bahal 2, dan Biaro Bahal 3. Sedangkan rekonstruksi bentuk dilakukan terhadap unsur-unsur bangunan biaro-biaro di Padang Lawas yang sudah tidak berada dalam konteksnya lagi, atau masih insitu dan berada dengan konteksnya tetapi dalam keadaan fragmentaris. Rekonstruksi tersebut dilakukan berdasarkan tulisan dan foto (gambar) para peneliti yang sudah melakukan penelitian di situs tersebut pada masa lalu. Tinjauan terhadap gaya seni arca dilakukan terhadap arca-arca logam untuk mengetahui bagaimana gaya seni arca tinggalan di Padang Lawas, apakah mempunyai kesamaan dengan gaya seni arca dari tempat lain baik di Indonesia maupun luar Indonesia. Gaya seni arca juga dapat memberikan gambaran periodisasinya secara relatif. Adapun periodisasi situs secara mutlak didapatkan berdasarkan temuan prasasti-prasasti yang menuliskan pertanggalan. Prasasti- prasasti yang ditemukan di Padang Lawas sebagian besar berisi tentang mantra- mantra dalam melakukan suatu upacara keagamaan, oleh karena itu latar keagamaan situs dapat diketahui berdasarkan isi prasasti. Di samping itu latar keagamaan diketahui juga dengan melalui studi ikonografi terhadap arca dan relief. 3.1 Gaya Seni Bangun (Arsitektur) Menurut Walter Grophius arsitektur adalah suatu ilmu bangunan yang juga mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan biologi, sosial, teknik, dan artistik, oleh karena itu arsitektur dapat didefinisikan sebagai: (1) Seni ilmu bangunan, termasuk perencanaan, perancangan, konstruksi dan penyelesaian ornament; (2) Sifat, karakter atau gaya bangunan; (3) Kegiatan atau proses membangun bangunan; (4) Bangunan-bangunan; (5) Sekelompok bangunan Universitas Indonesia 114 Kepurbakalaan Padang..., Sukawati Susetyo, FIB UI, 2010.
    [Show full text]
  • Hm-Zainuddin-Singa-Aceh.Pdf
    2^"C2M2«S BIBLIOTHEEK KITLV 0098 4474 &a. V^JO _ IV.Jy-Vf- ••- -'.-.imv *-' ""•< SINGA ATJEH SEDANG DISUSUN 'afu Kesusasfraan Sumatra. MeIatu«n/fe"uhrr,USBnta^ jnil« : «* > (K dus '-. Malcasar. &JTSOSjffJorc cJ.I.I.' ^^ " ) Ban, f "J* hl°mphl dari Pudjanagaa dizaman Hal '• Mflllfcul Ibrahim inn : 1 Rniu T. I- I-M aunan GunuhB Djati ) S \ ,'"' WlT ?i«'«htuddln sjah 1 ,U,amadNurt,lnarR •-»g• ft!' "" ocrc i Lannng «nW ? E' fJan««Uln al Suma.rani /• ' lainzali Fanzurl 8- A/icIuIfWalFnruurt .«"• Drillsn,ias y-D; Rc»^* »•.«- \ Jjcpatafi J\-cita. I J MUM telali menglahui bahwa kcdjajaan lanah Atjoh dimasa ^^^ Pemeriniahan Sullhan Iskandar Muda, sudah mcnljapai pun Ijaknja. Meskipun Sullhan Iskandar Muda Iclali maiujkai, akan ielapi "n- nia Baginda masili liidup sampal zaman pemeriniahan Sullhaii2 Aijoh Jang hemudiannja, Somangal yiat bekerdja unluk memakmurkan ke- radfaan dan Agamania, bagilu pula keadilan Baginda, lelap dipudja pudji oleJi pulra dan pulri Aljeh. Selcrusnja Baginda mempcrolen nn- ma yelaran dari Rahjal Aljeh "POTEU MEUREUHOM MEVKU- TA A LAM" arlinja Sullhan almarhum Mahkola Alam. Peribahasa Aljeh "Adal hah Patau Mouraunom, huham bait sjiali kuala jang arli­ nja adal isliadal asalnja pada almarhum Sullhan Iskandar Muda dan hukum2 Islam pada Sjech Ahdurmujjansuri, mas'ddah melokal dikalhu pulra dan pulri Aljeh jang masili mongenang zaman kccmasan Kc- radjaati Aljeh. Adal isliadal dimahsud jang dipergunakan disamping Hufeum2 Islam disaman Pamcrinlahan Sullhan Iskandar Muda dipahai djuga seperlunja, dimasa pcmerinlahan Sullliani Aljeh jang kemudian. Ka­ ma Sullhan Iskandar Muda oleli pudjangga dui\ia sudah diljanlum didalam kilab encyclopacdienja. Saja merasa sangal sajang bahwa pulra dan pulri Aljeh diwaklu jang silam bolum lagi ar/a jang mengarang dengan lengkap memuaskan dan mcngeluarkan seualu kilab lenlang dirt dan pcmerinlahan Bagin da Seri Sullhan Iskandar Muda dizaman bahari ilu.
    [Show full text]
  • Berkelana Bersama Banua
    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Berkelana Bersama Banua Wahidah Rahmadhani Bacaan untuk Remaja Tingkat SMP i MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Berkelana Bersama Banua Wahidah Rahmadhani Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa BERKELANA BERSAMA BANUA Penulis : Wahidah Rahmadhani Penyunting : Ebah Suhaebah Penata Letak : Wahidah Rahmadhani Diterbitkan pada tahun 2018 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinawati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Isi buku ini sebagian maupun seluruhnya dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk penulisan artikel atau karangan ilmiah. Katalog Dalam Terbitan (KDT) PB 398.209 598 1 Rahmadhani, Wahidah RAH Berkelana Bersama Banua/Wahidah b Rahmadhani; Penyunting: Ebah Suhaebah; Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018 viii; 71 hlm.; 21 cm. ISBN 978-602-437-436-5 1. CERITA RAKYAT-SUMATRA 2. CERITA RAKYAT-INDONESIA Sambutan Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya,
    [Show full text]
  • Filigree Jewelry Product Differentiation (Case Study Filigree Kota Gede Yogyakarta)
    Filigree Jewelry Product Differentiation (Case Study Filigree Kota Gede Yogyakarta) Asep Sufyan Muhakik Atamtajani1 1Product Design, Faculty of Creative Industries, Telkom University, Indonesia [email protected](Asep Sufyan Muhakik Atamtajani)1 Abstract The reason that product design differentiation is important because it maintains a product’s existence last longer in the market and keep the consumer interested into the product. Differentiation means increasing the quality, selling value, and visual value of a product. To develop a product, a creator are trying to create a new, creative, and distinguish product that different with other similar products in the market, in this case is traditional and modern jewelry. Traditional jewelry has its own unique dimension in terms of design process, production techniques, and aesthetic aspects that combine several elements of material. Along with the development of industrialization and market segmentation becomes broader, jewelry becomes an appealing commodity. Time flies and jewelry has shifted from a meaning of self-philosophy of the user into a universal meaning as a consumptive identity in cultural society. Filigree with his trademark can survive by showing its value in the international market. Filigree itself is one of the oldest techniques that have been abandoned for a long period of time because some reasons, especially about the process and other considerations. Kotagede Yogyakarta is one of the cities that still maintain the technique of design process filigree, although until now not a few of the craftsmen have started to spread to other cities. Keywords: Differentiation, Product Design, Jewelry, Filigree. 1. INTRODUCTION Once the problems can be demonstrated factually, further information needs to be gathered as the Jewelry has a universal meaning and local material for specific product planning that is expected significance, especially the Indonesian silver filigree to address the problem.
    [Show full text]
  • Kajian Ornamen Gorga Di Rumah Adat Batak Toba
    Jurnal Arsitektur ALUR - Vol.2 No.1 April 2019 KAJIAN ORNAMEN GORGA DI RUMAH ADAT BATAK TOBA (Studi Kasus : Di Kawasan Desa Wisata Tomok, Huta Siallagan dan Huta Bolon Di Kabupaten Samosir) Dearma A Saragih(1), Yulianto, ST,M.ENG(2), Ir. Raimundus Pakpahan ST.MT(3) (1)Mahasiswa, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara (2) Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Email: [email protected] (3) Staff Pengajar, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Email: [email protected] Abstract One of the interesting cultural potentials to be studied is traditional houses. This traditional house has its own uniqueness in every area. One of the uniqueness can be seen from the many ornaments in it. Diversity has its own meaning and function. Ornaments is one of the historical heritage of Indonesia where almost all the tribes in Indonesia can be found various kinds of ornaments that reflect the techniques of each region in Indonesia. Ornament Batak Toba is one of the many ornaments that exist in this country Indonesia. Toba Batak ornament can be found in North Sumatera Province precisely in Samosir regency which always apply Toba Batak ornament as decoration or as identity in important building for Batak Toba, for example in traditional house building in Huta Siallagan, Tomok Village and Huta Bolon.This research is classified in research using descriptive-comparative research method, doing the study by comparing the existing ornaments in these three villages with theories about Ornaments Gorga Rumah Adat Batak Toba, then do the analysis of the condition in accordance with the theory used as a reference Keywords: Culture, Traditional House, and Ornament Abstrak Salah satu potensi kebudayaan yang menarik untuk diteliti adalah rumah adat.
    [Show full text]
  • An Analysis of Symbols in Toba Batak Traditional House A
    AN ANALYSIS OF SYMBOLS IN TOBA BATAK TRADITIONAL HOUSE A THESIS BY LILIS HANDAYANI NAPITUPULU REG. NO. 140721025 DEPARTMENT OF ENGLISH FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN 2016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA AN ANALYSIS OF SYMBOLS IN TOBA BATAK TRADITIONAL HOUSE A THESIS BY LILIS HANDAYANI NAPITUPULU REG. NO. 140721025 SUPERVISOR CO-SUPERVISOR Dr. Ridwan Hanafiah, SH., MA Rahmadsyah Rangkuti, MA., Ph.D NIP. 19560705 198903 1 002 NIP. 19750209 200812 1 002 SUBMITTED TO FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA IN PARTIAL FULFILLMENT OF REQUIREMENT FOR DEGREE OF SARJANA SASTRA FROM DEPARTMENT OF ENGLISH. DEPARTMENT OF ENGLISH FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN 2016 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA APPROVED BY DEPARTMENT OF ENGLISH, FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA (USU) MEDAN AS A THESIS FOR THE SARJANA SASTRA EXAMINATION Head, Secretary, Dr. H. Muhizar Muchtar, MS Rahmadsyah Rangkuti, MA, Ph.D NIP. 19541117 1980031 002 NIP. 19750209 200812 002 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ACCEPTED BY THE BOARD OF EXAMINERS IN PARTIAL FULFILMENT OF REQUIREMENTS FOR THE DEGREE OF SARJANA SASTRA FROM DEPARTMENT OF ENGLISH, FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA THE EXAMINATION IS HELD IN DEPARTMENT OF ENGLISH FACULTY OF CULTURAL STUDIES UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA ON ……………… Dean Faculty of Cultural Studies Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. NIP. 19600805198703 1 001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA AUTHOR’S DECLARATION I, LILIS HANDAYANI NAPITUPULU DECLARE THAT I AM THE SOLE AUTHOR OF THIS THESIS EXCEPT WHERE REFERENCE IS MADE IN THE TEXT OF THIS THESIS. THIS THESIS CONTAINS NO MATERIAL PUBLISHED ELSEWHERE OR EXTRACTED IN WHOLE OR IN PART FROM A THESIS BY WHICH I HAVE QUALIFIED FOR OR AWARDED ANOTHER DEGREE.
    [Show full text]
  • Hannan, Islamic Legal Thought and Practice of Aceh 17Th Century
    ISLAMIC LEGAL THOUGHT AND PRACTICES OF SEVENTEENTH CENTURY ACEH: TREATING THE OTHERS By Mohammad Hannan Hassan Institute of Islamic Studies McGill University Montreal, Quebec, Canada Winter 2014 A dissertation submitted in partial fulfillment of the degree of Doctor of Philosophy © Copyright 2014 All rights reserved TABLE OF CONTENTS Abstract ………………………………………………………………………….. iv Précis ……………………………………………………………………………. v Acknowledgement ………………………………………………………………. vi Notes on Transliteration and Dates ……………………………………………… xi INTRODUCTION ……………………………………………………………… 1 Why the Study? ………………………………………………………………. 1 Significance and Contribution of the Study ………………………………….. 2 Methodology …………………………………………………………………. 4 Sources ……………………………………………………………………….. 9 CHAPTER ONE: THEORETICAL FRAMING ……………………………. 11 Adat and Sharī‘ah: Conflict and Tension? ………………………………………. 11 What is Adat? ……………………………………………………………………. 29 Three Layers Meaning of Adat ………………………………………………. 31 Adat as a Worldview …………………………………………………………. 32 Adat as an Ethical System ……………………………………………………. 35 Adat as Proper Behaviors and Practices ……………………………………… 36 Adat: Common Knowledge ………………………………………………….. 38 Adat-Sharī‘ah Creative Symbiosis ……………………………………………… 40 CHAPTER TWO: POLITICAL AND ECONOMIC CONTEXT …………. 52 Early History ……………………………………………………………………. 53 Aceh’s Political and Military Power ……………………………………………. 54 Aceh-Ottoman Relations ………………………………………………………… 57 Economic Importance and International Emporium …………………………….. 59 Political Tensions and Conflicts …………………………………………………. 63 i Aceh-Portuguese ……………………………………………………………….
    [Show full text]
  • King Sanjaya and His Successors
    KING SANJAYA AND HIS SUCCESSORS W. J. van der Meulen S.J.* In an earlier article* 1 I ventured to identify the Yava country of Sanjaya's charter, with the Jawa-Holing of the Chinese reports, and to locate it in the en­ virons of the Dieng plateau. This charter opens with the preliminary statement that in 732 the king erected his lingga on a mountain known as ’’the permanent portion,” and then proceeds to give praise to 3iva, Brahma and Visnu and to de­ pict the marvelous and felicitous^country of Yava. Owned by the spirits and inti­ mately connected with a famous Sivaite yoga precinct that was covered with sacred tfHha, Yava was located in the Elephant-Enclosure-Country. All the elements of this description are fully applicable to the Dieng and to no other (less famous) center of the Siva cult. Moreover, no other such center is known to have its roots in the eighth century. Such an identification is also supported by the men­ tion of the name ”Lang-pi-ya” in the Chinese reports ( i .e ., the Lampyar or Prahu peak), from which the king liked to gaze down over the sea, and in a more general way by the evident location of Jawa-Holing along the north coast of Java. 2 I further argued that Sanjaya* s charter testifies to the evolution of the coun­ try into a kind of local super-power during the eighth century, a conclusion which is in accordance with what can be deduced from the Chinese evidence. 3 The second part of the text makes this even more obvious.
    [Show full text]