Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI (1946-1956) JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956)

Oleh: Rella Astiannis dan Didin Saripudin1

ABSTRACT Mother and child welfare are very important in every country and one of the most important issues that should have an attention from the Minister of Health. Because it will affect a country’s progress and resilience. To increasing mother and child welfare, a comprehensive act such as economic, social, and health itself need to be implemented. For a newly independent state, that was a difficult thing to be done. Likewise, Indonesia after gained independence which also dealt with difficulties in improving their society health particularly mother and child health where at that time mortality were very high. Coupled with Indonesia which was confronted the revolutionary era (1945-1956) after gained its independence. Dr Johannes Leimena as a Minister of Health of the Republic of Indonesia from 1946 to 1956 was the one who has responsibility for public health in that period. This research was intended to analyse on increasing mother and child’s programs under Johannes Leimena era which referred to historical research methods such as heuristic, criticism, and historiography. Based on the result, in1940- 1950 Indonesia has a low rate of population growth and one of them was due to the high rate of maternal and child mortality. At that time, Indonesia experienced an economic crisis that must strive to provide primary health care for mothers and children in Indonesia. So in 1951, Dr Johannes Leimena established BKIA (Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak or Mother and Child Welfare Center) as a solution to these problems. BKIA is a regional health service centre including providing counselling to mothers and children. In its implementation in Indonesia, the BKIA assisted by UNICEF as an international child protection institution, as well as the government and the community who also participated in succeeded in the program. With its consistency, BKIA as the frontline for maternal and child health services that also served public health can reduce population’s mortality rates in Indonesia and even gave an impact on increasing public awareness of the importance of maintaining health.

Keywords: Dr. Johannes Leimena, Maternal and Child Health, Mortality, Public Health

1Rella Astiannis adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Didin Saripudin adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di alamat email : [email protected]

203 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018

PENDAHULUAN pribumi termasuk dalam hal meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Peningkatan kesehatan ibu dan Sementara pada masa pendudukan anak merupakan upaya pelayanan dan Jepang berita-berita mengenai layanan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, kesehatan bagi masyarakat pribumi justru bayi, anak balita, serta anak prasekolah. mengalami penurunan. Jepang hanya Layanan tersebut perlu ada di dalam mementingkan kemenangan perangnya suatu negara atas dasar keutamaan hak di Asia sehingga dengan mudahnya asasi manusia juga atas dasar kepentingan merebut fasilitas-fasilitas umum seperti negara dalam upaya menjamin rumah sakit untuk keperluan menyimpan keberlangsungan perikehidupan dalam senjata. Kondisi kesehatan masyarakat hal regenerasi bangsa. Indonesia semasa Indonesia pada masa kependudukan kependudukan Belanda maupun Jepang Jepang digambarkan dengan merebaknya juga tak luput dari upaya tersebut tentunya krisis pangan yang hebat sehingga dengan pelaksanaan yang berbeda dan atas banyak terjadi busung lapar dibeberapa dasar kepentingan kolonialisme maupun daerah. Daerah yang paling banyak imperialisme. menderita busung lapar ialah Bojonegoro. Pada tahun 1808, layanan kesehatan Krisis pangan yang terjadi pada saat pada masa Belanda hanya diperuntukkan itu akibat dari 50% hasil panen rakyat bagi kalangan militer maupun kalangan elit Indonesia harus disumbangkan kepada kolonial Belanda. Satu tahun berikutnya tentara Jepang. Kemudian, kebutuhan yaitu 1809, layanan kesehatan sipil makanan masyarakat pribumi sangat didirkan di tiga kota besar yaitu Batavia, diperhitungkan pada masa itu yaitu dengan Semarang, dan Surabaya. Perhatian membatasi asupan kalori masyarakat layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia hanya 1000 kalori sehari pribumi baru tergambar pada tahun 1851 (Departemen Kesehatan RI, 2009b, hlm. dengan dibukanya Sekolah Dokter Jawa 71-72). Padahal sebetulnya asupan kalori disertai dengan program pendidikan bidan yang dibutuhkan dalam sehari umumnya di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2.125-2.250 kalori untuk wanita dewasa 2009b, hlm. 29-46). Namun kenyataanya, dan 2.625-2.725 kalori untuk pria dewasa. subsidi dari pemerintah Belanda terhadap Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumah sakit Hindia Belanda, rumah sakit dalam kondisi krisis pangan yang banyak swasta, rumah sakit pembantu, rumah terjadi di Indonesia, Jepang sama sekali sakit daerah tidak memperoleh subsidi tidak memberikan perhatian terhadap yang merata. Subsidi tersebut dapat kesehatan ibu dan anak. berupa dana kas, obat-obatan, maupun Setelah Indonesia merdeka, rupanya gaji dokter sehingga seringkali pasien upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak harus membayar biaya layanan kesehatan juga mengalami hambatan. Perjuangan di yang diberikan (Baha’Uddin, 2006, hlm. masa revolusi menyebabkan pemerintah 7). Maka, sebenarnya Pemerintah Hindia Republik Indonesia lebih mengutamakan Belanda tidak dapat menjamin layanan upaya perlawanan maupun pertahanan kesehatan yang merata bagi masyarakat untuk menjaga kedaulatan Republik

204 Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956)

Indonesia, baik secara fisik maupun ketidakstabilan pada masa itu berdampak non fisik seperti diplomasi. Sementara pada bidang politik, sosial, ekonomi Indonesia sebagai suatu negara yang baru termasuk kesehatan masyarakat Indonesia. merdeka yang tidak semata-mata berjuang Tahun 1940-1950 Indonesia mengalami menghadapi kenyataan untuk melawan laju pertumbuhan penduduk yang lambat Belanda yang dibonceng Inggris tetapi akibat tingginya mortalitas penduduk rakyat Indonesia memerlukan perhatian Indonesia. Tingginya angka mortalitas atas kebutuhannya sebagai warga negara tersebut disebabkan oleh beberapa hal Indonesia yang harus diperhatikan oleh diantaranya berkembangnya wabah pemerintah dan salah satunya ialah layanan penyakit, krisis pangan, dan rendahnya kesehatan ibu dan anak yang perlu segera layanan kesehatan ibu dan anak. ditangani. Lalu bagaimanakah pemerintah, Permasalahan mengenai tingginya dalam hal ini Menteri Kesehatan Republik angka mortalitas ibu dan anak perlu Indonesia saat itu menangani kondisi ditangani secara serius. Sebab hal tersebut kesehatan ibu dan anak Indonesia? dapat berdampak kepada eksistensi Menteri Kesehatan Republik Indonesia ataupun ketahanan negara Indonesia. pada tahun 1945 ialah Dr. Boentaran Maka melalui penelitian ini, peneliti Martoatmodjo, namun tidak sampai satu memfokuskan permasalahan kepada tahun menjabat sebagai Menteri Kesehatan bagaimana Dr. Johannes Leimena berupaya RI kemudian Dr. Boentaran Martoatmodjo untuk meningkatkan kesejahteraan ibu digantikan oleh dr. Darma Setiawan, dr. dan anak. Adapun tujuan dari penelitian Darma Setiawan juga tidak lama menjabat ini ialah untuk mengidentifikasi program sebagai Menteri Kesehatan hingga dan ketercapaian dari program yang akhirnya digantikan oleh Dr. Johannes ditetapkan dalam meningkatkan kesehatan Leimena yang sebelumnya menjabat ibu dan anak di Indonesia pada masa sebagai Menteri Muda Kesehatan pada kepemimpinan Dr. Johannes Leimena. tahun 1946 dan mengakhiri amanahnya Penulisan artikel ini menggunakan sebagai Menteri Kesehatan RI pada konsep Dr. Johannes Leimena, kesehatan tahun 1956 (Departemen Kesehatan RI, masyarakat, mortalitas, dan BKIA (Balai 2009a, hlm.15). Dari kiprah Dr. Johannes Kesejahteraan Ibu dan Anak). Adapun Leimena inilah peneliti memperoleh penjelasan peneliti menggunakan konsep- informasi mengenai kontribusinya dalam konsep tersebut ialah: pertama, konsep meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Dr. Johannes Leimena dipilih peneliti Indonesia. untuk mengkaji kontribusi Dr. Johannes Selama Dr. Johannes Leimena Leimena dalam meningkatkan kesehatan menjabat sebagai Menteri Kesehatan ibu dan anak selama menjabat sebagai RI tahun 1946-1956 beliau dihadapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. pada masa yang sulit, dimana dari tahun Kedua, konsep kesehatan masyarakat 1945 sampai dengan tahun 1949 dikenal digunakan untuk memberi gambaran sebagai masa revolusi dan dari tahun prinsip kesehatan yang tidak hanya 1950 sampai dengan 1957 dikenal sebagai ditunjang dari segi ilmu dan teknologi masa Demokrasi Liberal. Kesulitan dan melainkan dari segi sosial juga. Ketiga,

205 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 konsep mortalitas yang menggambarkan permasalahan kesehatan ibu dan anak di permasalahan utama dari rendahnya Indonesia. Dalam artikel tersebut terdapat kesehatan ibu dan anak pada masa perang penjelasan mengenai permasalahan kemerdekaan. Keempat, konsep kesehatan kesehatan ibu dan anak yang disebabkan ibu dan anak yang merupakan salah satu karena krisis pangan, dan rendahnya program dari Menteri Kesehatan RI dalam layanan kesehatan ibu dan anak hingga upaya meningkatkan kesehatan ibu dan angka mortalitas bersaing dengan angka anak. natalitas. Kajian mengenai perkembangan METODOLOGI PENELITIAN kesehatan Indonesia telah ditulis oleh beberapa sejarawan diantaranya Metode penelitian sejarah sering karya tulis Vivek Neelakantan dalam disebut juga dengan metode sejarah. bentuk artikel jurnal yang berjudul Metode dapat dibedakan dengan Indonesianization of Social Medicine metodologi dimana metodologi volume 10, nomor 1, April 2013 diterbitkan merupakan “science of methods”. Menurut oleh jurnal Lembar Sejarah Universitas Sartono Kartodirdjo (dalam Sjamsuddin, Gadjah Mada . Artikel tersebut 2007, hlm. 14) metode dan metodologi berisi tentang bagaimana Pemerintah merupakan fase yang berbeda untuk Indonesia memulihkan kondisi kesehatan tugas yang sama. Metode merupakan masyarakat Indonesia setelah sebelumnya cara untuk memperoleh pengetahuan, dijajah oleh bangsa Belanda, Jepang, dan sementara metodologi merupakan cara Belanda kembali di masa revolusi. Pada bagaimana harus mengetahui. Dalam abad ke-19 yaitu pada masa penjajahan menulis artikel ini, peneliti menggunakan Belanda, masyarakat Indonesia hanya metode penelitian sejarah yang terdiri dari menerima layanan kuratif saja, dan itupun heuristik, kritik, dan historiografi. tidak merata disetiap daerah melainkan Langkah awal dalam melakukan hanya di wilayah pemukiman elit kolonial penelitian sejarah ialah mengumpulkan saja seperti Batavia, Surabaya, dan data atau yang biasa disebut dengan Semarang. Sementara pada abad ke-20 heuristik. Dalam penelitian ini, peneliti dikenal istilah ‘Kesehatan Sosial’ yang telah berhasil mengumpulkan sumber memadukan upaya kuratif dan preventif dalam bentuk hasil penelitian terdahulu, terhadap kesehatan masyarakat. Istilah buku, ataupun dokumen dari beberapa kesehatan sosial sering disamakan instansi seperti Perpustakaan Universitas dengan istilah kesehatan masyarakat. Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Neelakantan mencatat tokoh-tokoh yang Institut Teknologi , Badan berkontribusi dalam upaya peningkatan Perpustakaan dan Arsip Jabar, kesehatan masyarakat Indonesia dua Perpustakaan Dinas Kesehatan Jawa Barat, diantaranya ialah Poorwo Soedarmo yang Perpustakaan Nasional Indonesia, Institut merupakan ketua Lembaga Makanan Leimena, dan Departemen Kesehatan RI. Indonesia dan Dr. Johannes Leimena Selanjutnya ialah kritik, kritik sumber yang merupakan Menteri Kesehatan RI berfungsi agar karya sejarah menjadi TAHUN 1946-1956. Kedua sosok tersebut karya ilmiah yang betul-betul dapat juga amat berkontribusi dalam menangani

206 Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956) dipertanggungjawabkan, bukan hasil dari pernikahan Ibu Johannes Leimena suatu fantasi, manipulasi atau fabrikasi dengan ayah barunya, Johannes Leimena sejarawan (Sjamsuddin, 2007, hlm. 132). tidak lagi bersama ibunya melainkan ikut Keabsahan atau kritik sumber ini meliputi dengan pamannya yang bernama Jesaya kritik eksternal dan kritik internal. Kritik Jeremias Lawalata yang berprofesi sebagai eksternal yang dilakukan peneliti ialah guru di Pulau Jawa. Pada tahun 1922, Dr. dengan mengkaji sumber primer dengan Johannes Leimena menjadi mahasiswa menganalisis siapa penulis dan tahun STOVIA dan pada tahun 1930 Dr. dibuatnya tulisan tersebut, serta melihat Johannes Leimena menjadi dokter di CBZ jenis tampilan kertas dari sumber yang (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting) ditemukan. Kemudian kritik internal atau yang sekarang disebut dengan Rumah yang dilakukan peneliti ialah dengan Sakit Cipto Mangunkusumo (Panitia Buku membandingkan sumber dengan sumber Kenangan Dr. J. Leimena, 1980, hlm. lainnya yang relevan dengan kajian 36). Dr. Johannes Leimena pertama kali peneliti. Tujuannya untuk menentukan menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI kredibilitas sumber agar tidak terjadi pada tahun 1946 sebagai Menteri Muda kekeliruan dalam penulisan sejarah. Kesehatan di bawah Menteri Kesehatan Tahap selanjutnya setelah melakukan dr. Darma Setiawan pada masa kabinet kritik sumber ialah penulisan sejarah atau Perdana Menteri Soetan Sjahrir. historiografi. Historiografi merupakan titik Pada masa Dr. Johannes Leimena puncak dari kegiatan penelitian sejarah. menjabat sebagai Menteri Muda Langkah terakhir dan terberat sebab Kesehatan maupun setelah menjadi penulisan sejarah harus membuktikan Menteri Kesehatan RI, Dr. Johannes legitimasi dirinya sebagai bentuk dari Leimena dihadapkan pada berbagai disiplin ilmiah (Puspoprojo, 1987, hlm. permasalahan kesehatan di Indonesia 1). Dalam tahap ini, peneliti selain dan salah satunya ialah permasalahan menuangkan hasil penelitiannya peneliti angka kematian ibu dan anak yang cukup juga melakukan interpretasi sejarah, tinggi di Indonesia. Dari hasil penelusuran eksplanasi sejarah, dan presentasi yang peneliti, pada tahun 1951 an untuk rumah dilakukan dalam waktu bersamaan. sakit besar yaitu angka kematian ibu hamil (maternity death rate) mencapai 12-16‰ HASIL PENELITIAN DAN artinya terdapat 12 hingga 16 kematian PEMBAHASAN Ibu per 1000 Ibu yang melahirkan, dan Dr. Johannes Leimena lahir di Ambon angka kematian bayi (infant mortality pada tanggal 6 Maret 1905. Ia merupakan rate) mencapai 115-300‰ yang berarti putra dari pasangan Dominggus Leimena terdapat 115-300 kematian bayi per 1000 dan Elizabeth Sulilatu serta keduanya kelahiran bayi (Leimena, 1955, hlm. 14). memiliki latar belakang sebagai guru. Jika pada catatan-catatan yang didapat Semenjak Dr. Johannes Leimena berusia dari rumah sakit besar tersebut mencapai lima tahun, ayahnya Dominggus Leimena angka mortalitas yang cukup tinggi, wafat dan kemudian ibunya Elizabeth maka dapat dipastikan angka mortalitas Sulilatu pun menikah lagi. Semenjak ibu dan anak di luar dari pada itu lebih tinggi. Sebab menurut Geertz (dalam

207 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Kasmiyati, 2017) masyarakat Indonesia ibu dan anak. Kenyataannya, kondisi pangan lebih banyak menggunakan jasa dukun di Indonesia pasca kemerdekaan baik bayi dalam proses kelahirannya. Tingginya secara kualitatif maupun secara kuantitatif angka kematian ibu dan anak di Indonesia dinilai belum memuaskan, kondisi pangan pada tahun 1951 dapat disebabkan oleh seperti ini dapat mempengaruhi angka beberapa hal. Pertama, karena sulitnya kematian bayi (infant mortality rate) dan mendapatkan pelayanan kesehatan ibu kurangnya daya tahan tubuh terhadap dan anak di wilayah-wilayah pelosok, serangan berbagai penyakit (Leimena, mengingat mayoritas penduduk Indonesia 1955, hlm. 14). Asupan bagi Ibu hamil dan tinggal di wilayah pedesaan. Sehingga anak-anak pun perlu diperhatikan untuk untuk penanganan kelahiran bayi dibantu memastikan produktivitas sumber daya oleh dukun bayi yang seringkali belum manusia Indonesia. mengikuti pendidikan dukun bayi. Berdasakan permasalahan tersebut, Dari permasalahan tersebut juga dapat inilah yang membuat Dr. Johannes disimpulkan bahwa sebetulnya bidan- Leimena betul-betul memprioritaskan bidan yang ada di Indonesia belum tersebar kesehatan ibu dan anak dengan mendirikan hingga kepelosok desa. Bisa saja hal BKIA (Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak) tersebut dilatarbelakangi oleh rendahnya pada tahun 1951. Latar belakang program minat bidan untuk bekerja di pelosok desa. tersebut baru dapat diselenggarakan tahun Sebab Disekuilibrium penghasilan bidan 1951 disebabkan karena berbagai faktor. swasta dan bidan milik pemerintah yang Faktor revolusi yang berpengaruh kepada sangat jauh. Bidan swasta mendapatkan 75 stabilitas politik dan sosial masyarakat. rupiah per penanganan, sementara bidan Sehingga perhatian pemerintah terhadap milik pemerintah mendapat 90 rupiah per pembangunan baru dilaksanakan selepas bulan (Neelakantan, 2014a, hlm. 85-91). Indonesia menerima kedaulatan dari Kedua, upaya meningkatkan kesehatan Belanda pada tahun 1949. Selain itu, diluar ibu dan anak juga perlu ditinjau dari tugasnya sebagai Menteri Kesehatan, Dr. sudut sosial budaya. Indonesia sebagai Johannes Leimena juga menjadi salah negara yang kaya akan budaya tidak dapat satu anggota delegasi Republik Indonesia melupakan begitu saja tradisi leluhurnya. di masa revolusi dengan Belanda. Saat Tingginya kematian ibu dan anak ternyata menjadi anggota delegasi, Leimena diberi juga dapat terjadi karena masyarakat amanah sebagai Ketua Komisi Militer, dan Indonesia sendiri sering melakukan tradisi Ketua Komisi Teknis masa perundingan yang keliru seperti adanya pantangan Linggarjati (Poesponegoro & Notosusanto, dalam hal makanan yang dikonsumsi ibu 2008, hlm. 221). Johannes Leimena hamil, penanganan pasca melahirkan oleh juga pernah menjabat sebagai Menteri dukun beranak, dan pemberian makan non Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ASI kepada bayi saat bayi masih berumur Sementara pada tahun 1950. Sehingga satu bulan (Maas, 2004, hlm. 1-6). dapat saja menghambat pelaksanaan Ketiga, kondisi pangan di Indonesia program BKIA tersebut. Disamping itu, Dr. juga mempengaruhi tingkat kesehatan Johannes Leimena juga menjabat sebagai masyarakat Indonesia termasuk kesehatan Wakil Ketua WHO Komisi Kesehatan

208 Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956)

Masyarakat tahun 1953 (Het Nieuwsblad Dr. Johannes Leimena kembali mendapat voor Sumatra, 16 Oktober 1953); Menteri bantuan dana dari UNICEF sebesar 24.000 Sosial tahun 1956; Menteri Distribusi pada dolar untuk beasiswa bagi para tenaga tahun 1960, serta menjadi Wakil Perdana kesehatan ibu dan anak (De Locomotief, Menteri masa kepemimpinan Ir. Soekarno 10 Juni 1950). Sehingga diharapkan hingga tahun 1966. dengan bertambahnya tenaga kesehatan Pada awalnya BKIA dirancang untuk ibu dan anak kader-kader penyuluhan memberi pelatihan formal kepada para kesehatan di Indonesia semakin tersebar bidan dan staf medis. Namun dalam dan pengetahuan masyarakat mengenai perkembangannya, BKIA kemudian kesehatan ibu dan anak semakin mencakup penyuluhan untuk ibu, bertambah. pelatihan untuk dukun beranak, Permasalahan selanjutnya yang harus imunisasi (Kasmiyati, 2017). Pelaksanaan segera dituntaskan oleh Dr. Johannes peningkatan kesehatan ibu dan anak Leimena ialah masalah kekurangan gizi ini pun dibantu atas sumbangan dari dan kalori yang dialami masyarakat lembaga internasional yaitu UNICEF. Indonesia khususnya para ibu dan anak. Sebesar 402.000 dolar disumbangkan dari Permasalahan tersebut diatasi dengan UNICEF untuk kesehatan ibu dan anak, cara meningkatkan swasembada beras keperluan peningkatan gizi, dan keperluan (Neelakantan, 2013, hlm. 81). Saat itu, obat-obatan di Indonesia. Beberapa negara Indonesia hanya mampu memenuhi Asia juga mendapat sumbangan yang sama kebutuhuan beras kepada rakyatnya. Ini dari UNICEF seperti Burma (Myanmar), memberikan gambaran betapa miskinnya , Ceylon (Sri Lanka), Thailand, Indonesia saat itu. Namun pemerintah dan Afghanistan (De Preangerbode, terus berupaya melakukan swasembada 6 Desember 1950). Fasilitas lain yang beras dengan peningkatan produksi diberikan UNICEF kepada Kementerian beras dilakukan dengan cara intensifikasi Kesehatan RI ialah dengan membiayai budidaya padi di Jawa, dan perluasan Direktur Departemen Kesehatan Ibu lahan tani diluar pulau Jawa. Selain itu, dan Anak yaitu Dr. Tjokroamodjo untuk juga Indonesia aktif ikut serta dalam melakukan studi di beberapa rumah sakit konferensi di Rangoon, Myanmar yang di London, Birmingham, dan Stratford. membahas mengenai benih berkualitas Dr. Tjokroamodjo juga diberikan pelatihan dan metode yang baik dalam bertani (Java kursus pediatri (De Locomotief, 22 Juli Bode, 4 Februari 1950). Namun pada tahun 1953). 1950-an, untuk menutupi kekurangan Upaya memberikan edukasi kepada beras pemerintah melakukan impor masyarakat oleh kader kesehatan dalam beras dari luar negeri. Alasan mengapa menangani kurangnya pengetahuan Dr. Johannes Leimena memilih untuk masyarakat dalam memberikan melakukan swasembada beras dalam penyuluhan kesehatan ibu dan anak diawali mengatasi kekurangan gizi dan kalori di dengan penyelenggaraan pendidikan para Indonesia ialah karena beras merupakan tenaga kesehatan ibu dan anak. Dalam sumber makanan pokok rakyat Indonesia, menyelenggarakan pendidikan tersebut, dan dengan menggunakan beras

209 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 distribusi makanan akan mudah merata, Tabel 6.1 demi tercapainya keadilan sosial bagi Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tahun rakyat Indonesia. Program swasembada 1951dan 1955 beras tidak berakhir dengan baik sebab Tahun Tingkat Kematian Kematian kendala koordinasi dengan Kementerian Kematian Bayi Ibu Pertanian, Transmigrasi, dan Tenaga Kerja 1951 22‰ 115-300‰ 12-16‰ (Neelakantan, 2013, hlm. 81). 1955 11,8‰ 97‰ 4‰ Alternatif lain yang dimanfaatkan Dr. Johannes Leimena dalam upaya Sumber: Kementerian Kesehatan (dalam Biro meningkatkan gizi masyarakat ialah dengan Perantjang Negara, 1958, hlm. 201). membentuk Lembaga Makanan Rakyat Perkembangan pembangunan sarana yang diketuai oleh Poorwo Soedarmo pada kesehatan, dari tahun 1951 sampai tahun tahun 1951. Lembaga Makanan Rakyat 1954 mengalami kemajuan pesat salah membentuk Panitia Negara Perbaikan satunya jumlah BKIA (Balai Kesejahteraan Makanan. Panitia tersebut bertugas untuk Ibu dan Anak) yang hanya 387 buah memberikan nasehat dalam masalah bertambah menjadi 1100 unit. Jumlah makanan dan kesehatan. Panitia tersebut bidan pun bertambah yaitu pada tahun kemudian berganti nama menjadi 1950 sebanyak 1.446 maka pada tahun 1954 Dewan Bahan Makanan (Departemen menjadi 1.838 (Departemen Kesehatan RI, Kesehatan RI, 2009b, hlm. 34). Pada 2009b, hlm. 21-22). Dari data tersebut tahun 1952, Poerwo Soedarmo membuat maka peningkatan jumlah bidan dari slogan ‘empat sehat lima sempurna’ yang tahun 1950-1954 berkisar 21%. Meskipun diadopsi dari slogan AS yaitu ‘eat the basic bertambah, nampaknya keberadaan bidan seven everyday’. Kampanye makanan maupun dokter masih belum merata ‘empat sehat lima sempurna’ ini meliputi di Indonesia. Seperti di Bandung pada karbohidrat, protein hewani, protein tahun 1954 yang belum bisa menurunkan nabati, sayur-buah, dan susu. Namun angka kematian ibu dan anak disebabkan karena kebanyakan masyarakat Indonesia karena kurangnya tenaga dokter yang tidak mampu menyempurnakan komposisi memberikan pelayanan kesehatan ibu dan makanan hariannya disebabkan karena anak (Neelakantan, 2014a, hlm. 85). faktor ekonomi. Maka Poorwo Soedarmo Berdasarkan permasalah tersebut mengganti slogannya dengan ‘murah tapi maka keberadaan dukun bayi di desa bergizi’ (Neelakanta, 2014, hlm. 56). dimanfaatkan untuk mengatasi kurangnya Setelah Dr. Johannes Leimena tenaga dokter dan bidan dengan cara berupaya untuk meningkatkan kesehatan memberikan pelatihan yang juga ibu dan anak melalui program BKIA, dilakukan oleh BKIA. Namun begitu penyuluhan kesehatan, dan peningkatan masih ada dukun bayi yang enggan untuk gizi masyarakat. Maka hasil dari upaya mengikuti pelatihan yang diselenggarakan tersebut memperlihatkan penuruan angka oleh BKIA karena alasan kekhawatiran kematian ibu dan bayi dapat dilihat dari akan bersaing dengan praktik kesehatan tahun 1951-1955. modern (Neelakantan, 2013, hlm. 84).

210 Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956)

Inovasi tersebut tentu akan menimbulkan perbaikan di bidang gizi” (Java Bode, 24 culture shock bagi mereka yang berpegang Juni 1953). teguh kepada tradisi. Namun, keberadaan Kegagalan koordinasi Kementerian BKIA ternyata memiliki daya tarik Kesehatan, Departemen Kesehatan tersendiri bagi masyarakat desa sebab Provinsi, dan Pemerintah Daerah BKIA seringkali membagikan sabun, susu, berdampak pada kegagalan swasembada dan vitamin secara gratis yang diperoleh beras di Indonesia. Namun, kerjasama atas kerjasama dengan UNICEF. Sehingga antara Kementerian Kesehatan RI dengan BKIA betul-betul menjadi garda terdepan lembaga internasional seperti WHO dalam melayani kesehatan masyarakat dan UNICEF, serta Menteri Pendidikan pedesaan (Baha’Uddin, 2008, hlm. 8). RI semakin erat. Ini berdampak pada Peningkatan gizi masyarakat meningkatnya kesadaran masyarakat akan Indonesia, khususnya ibu dan anak pentingnya memenuhi gizi harian yang juga mengalami peningkatan walaupun, seimbang. Sehingga masyarakat Indonesia program swasembada beras yang meningkat sejumlah 2% setiap tahunnya. dicanangkan oleh Dr. Johannes Leimena Lembaga Internasional WHO untuk meningkatkan gizi masyarakat membantu mendistribusikan dana dari Indonesia kenyataannya tidak dapat UNICEF untuk program peningkatan gizi memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyat di Indonesia. WHO pun mendatangkan Indonesia. Hal ini disebabkan karena dua ahli gizi nya untuk membantu pertama, koordinasi yang tidak baik antara perkembangan fasilitas pelatihan Kementerian Kesehatan, Departemen Lembaga Makanan Rakyat di (Het Kesehatan Provinsi dan Pemerintah Nieuwsblad voor Sumatra, 3 September Daerah (Neelakantan, 2014, hlm. 60-68). 1952). Lembaga makanan di Jakarta pada Kedua, jumlah penduduk terus meningkat tahun 1954, membuka pelatihan bagi para di mana setiap tahunnya meningkat ibu, dan organisasi wanita. Dalam kursus sebanyak 2%. Upaya swasembada beras tersebut pemerintah juga memperkenalkan yang meskipun gagal pada tahun 1951, slogan ‘makan murah tetapi sehat’ (Het namun upaya ini pada awalnya dapat Nieuwsblad voor Sumatra, 1 Februari membantu mengurangi angka mortalitas 1954). Kemudian untuk menyukseskan ibu dan anak hingga penduduk Indonesia program pelatihan gizi tersebut Menteri bertambah pada tahun berikutnya. Meski Kesehatan RI bekerjasama dengan begitu pemerintah tetap melakukan Menteri Pendidikan RI yaitu dengan pendistribusian beras kepada masyarakat mengikutsertakan para tenaga pendidik miskin. Hal ini didasarkan pada atau guru. Hal ini didasarkan pada pernyataan dari Dr. Johannes Leimena pertimbangan bahwa sebetulnya peran bahwa “Kemiskinan penduduk merupakan guru sama dengan bidan yang merupakan hambatan utama untuk mencapai kerangka kerja terpenting dalam upaya peningkatan gizi masyarakat. Oleh karena peningkatan kesehatan ibu dan anak itu, perlu terlebih dahulu memperbaiki di Indonesia. Kementerian Pendidikan kondisi kesejahteraan, pendidikan dan sudah mempertimbangkan hal tersebut sosial penduduk sebelum dilakukan sehingga diharapkan dapat meningkatkan

211 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 kesadaran akan pola makan yang baik di Kementerian Pertanian, Transmigrasi, kalangan para pelajar Indonesia (Java dan Tenaga Kerja yang membuat Bode, 22 Januari 1954). program peningkatan kesehatan ibu dan Dilibatkannya organisasi wanita dan anak berjalan dengan baik. Walaupun guru merupakan strategi yang tepat sebab kendala swasembada beras dalam upaya peran wanita dalam keluarga memiliki meningkatkan gizi masyarakat Indonesia kedudukan yang penting sebagai ibu. gagal karena gagalnya koordinasi dengan Seorang ibu berperan untuk mengurus Kementerian Pertanian, Transmigrasi, dan kebutuhan rumah tangga termasuk Tenaga Kerja sehingga Indonesia harus membimbing putra-putrinya agar menjadi mengimpor beras. Hal tersebut terjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani. karena sebetulnya program swasembada Sementara guru berperan untuk mendidik, beras ini dapat dikatakan berhasil dalam mengajar, dan melatih siswa-siswanya upaya meningkatkan gizi masyarakat dalam hal ini mengedukasi siswanya untuk sehingga jumlah penduduk Indonesia dapat memperhatikan asupan makanan bertambah 2% justru karena pertambahan yang baik untuk dikonsumsi. penduduk tersebut akhirnya Indonesia Kebudayaan yang tercipta dalam tidak dapat melaksanakan swasembada masyarakat tidak terlepas dari adanya beras kembali Alat musik Angklung interaksi atau aktifitas sesama anggota Gubrag sudah digunakan sejak lama oleh masyarakatnya. sejarah muncul dan masyarakat Cigudeg sebagai media ritual perkembangan Angklung Gubrag. dalam upacara Seren Taun yang bertuu

SIMPULAN REFERENSI

Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak Abdurahman, D. (2007). Metodologi sebagai layanan kesehatan primer dalam Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar- menanggulangi permasalahan kesehatan Ruzz Media. ibu dan anak serta masyarakat desa mampu Baha’Uddin. (2006). Politik Etis dan menurunkan angka kematian ibu dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat anak di Indonesia. Keberhasilan tersebut di Jawa Pada Awal Abad XX. ditunjang oleh beberapa hal diantaranya: [Makalah]. Jakarta: Dipresentasikan Sistem perencanaan yang tepat yaitu pada konferensi Nasional Sejarah VIII. dengan didirikan disetiap daerah di Diakses dari http://www.academia. Indonesia sehingga meminimalisir edu/4435394/POLITIK_ETIS_ kendala keterjangkauan. Program edukasi DAN_PELAYANAN_KESEHATAN_ kepada masyarakat menjadi hal yang MASYARAKAT_DI_JAWA_PADA_ tidak kalah penting dari pada sekedar AWAL_ABAD_XX memberi pelayanan kesehatan sehingga Baha’Uddin. (2008). Politik Kesehatan meningkatkan kesadaran dan menambah Masyarakat di Indonesia Pasca pengetahuan masyarakat khususnya Kemerdekaan. Yogyakarta: mengenai kesehatan ibu dan anak. Universitas Gadjah Mada. [Online]. Kerjasama dengan beberapa lembaga Diakses dari https://www.academia. seperti UNICEF, Kementerian Pendidikan, edu/20814025/Politik_Kesehatan_

212 Rella Astiannis dan Didin Saripudin JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956)

Masyarakat_di_Indonesia_Pasca_ Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Kemerdekaan Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya. Biro Perantjang Negara. (1958). Garis- Langlois, CH.V., & Seignobos. CH. (2015) garis Besar Rentjana Pembangunan Introduction to the Study of History. Lima Tahun 1956-1960. Tanpa Kota: Terjemahan Supriyanto Abdullah. Biro Perantjan Negara. Yogyakarta: Indoliterasi. Cribb, R. (2010). Para Jago Kaum Leimena, J. (1955). Kesehatan Rakjat di Revolusioner 1945-1949. Jakarta: Indonesia: Pandangan dan Planning. Masup Jakarta. Jakarta-Bandung-Semarang- Cunningham, F. (2002). Theories of Surabaya: N. V. vh G.C. T. Van Dorp & Democracy: A Critical Introduction. Co. New York: Routledge. Maas, L T. (2004). Kesehatan Ibu dan De Locomotief. (1953, 22 Juli). “Dr Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Tjokroatmodjo terug in Indonesië”. De Kesehatannya. Medan: Universitas Locomotief. Sumatera Utara. Diakses dari http:// Departemen Kesehatan RI. (2009a). library.usu.ac.id/download/fkm/ Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia fkm%20linda2.pdf. Jilid 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Neelakantan, V. (2013). Indonesianization RI. of Social Medicine. Yogyakarta: Departemen Kesehatan RI. (2009b). Universitas Gadjah Mada. [Jurnal]. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia Lembar Sejarah, Vol. 10, No.1, hlm. 74- Jilid 2. Jakarta: Departemen Kesehatan 86. RI. Neelakantan, V. (2014). Health and Gottschalk, L. (2008). Mengerti sejarah. Medicine in Soekarno Era Indonesia: Jakarta: Universitas Indonesia Press Social Medicine, Public Health and Java Bode. (1953, 24 Juni). “Armoede”. Medical Education 1949 to 1967. Java Bode, hlm. 1. [Tesis]. Sydney: University of Sydney. Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Panitya Buku Kenangan Dr. J. Leimena Sejarah sebagai Ilmu dan Wahana (1980). Kewarganegaraan yang Pendidikan. Bandung: H i s t o r i a Bertanggungjawab – mengenang Utamra Press. Dr. J. Leimena. Jakarta: BPK Gunung Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Mulia. Bandung: Historia Utama Press Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. Java Bode. (1954, 22 Januari). (2008). Sejarah Nasional Indonesia “Voorlichting over juiste voeding der IV: Zaman Jepang dan Zaman bevolking”. Java Bode, hlm. 2. Republik Indonesia (+- 1942-1998). Kasmiyati. (2017). Dari Yogyakarta Jakarta: Balai Pustaka. untuk Indonesia, Badan Kesehatan Priyadi, S. (2012). Metode Penelitian Ibu dan Anak 1952-1969. [Online]. Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Diakses dari https://histma.fib.ugm. Ombak. ac.id/2017/06/13/49/. Ricklefs, M.C. (1991). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

213 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018

Sarinah. (2016). Ilmu Sosial Budaya Dasar Wadlaw, G. (2006). Political Terrosim. (Di Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Jakarta: Cambridge University Press. Deepublish. Wiharyanto, A. K. (2011). Sejarah Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Indonesia: Dari Proklamasi sampai Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

214