Johannes Leimena Dalam Kesehatan Ibu Dan Anak Di Indonesia (1946-1956) Johannes Leimena Dalam Kesehatan Ibu Dan Anak Di Indonesia (1946-1956)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
RELLA ASTIANNIS DAN DIDIN SARIPUDIN JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956) JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956) Oleh: Rella Astiannis dan Didin Saripudin1 ABSTRACT Mother and child welfare are very important in every country and one of the most important issues that should have an attention from the Minister of Health. Because it will affect a country’s progress and resilience. To increasing mother and child welfare, a comprehensive act such as economic, social, and health itself need to be implemented. For a newly independent state, that was a difficult thing to be done. Likewise, Indonesia after gained independence which also dealt with difficulties in improving their society health particularly mother and child health where at that time mortality were very high. Coupled with Indonesia which was confronted the revolutionary era (1945-1956) after gained its independence. Dr Johannes Leimena as a Minister of Health of the Republic of Indonesia from 1946 to 1956 was the one who has responsibility for public health in that period. This research was intended to analyse on increasing mother and child’s programs under Johannes Leimena era which referred to historical research methods such as heuristic, criticism, and historiography. Based on the result, in1940- 1950 Indonesia has a low rate of population growth and one of them was due to the high rate of maternal and child mortality. At that time, Indonesia experienced an economic crisis that must strive to provide primary health care for mothers and children in Indonesia. So in 1951, Dr Johannes Leimena established BKIA (Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak or Mother and Child Welfare Center) as a solution to these problems. BKIA is a regional health service centre including providing counselling to mothers and children. In its implementation in Indonesia, the BKIA assisted by UNICEF as an international child protection institution, as well as the government and the community who also participated in succeeded in the program. With its consistency, BKIA as the frontline for maternal and child health services that also served public health can reduce population’s mortality rates in Indonesia and even gave an impact on increasing public awareness of the importance of maintaining health. Keywords: Dr. Johannes Leimena, Maternal and Child Health, Mortality, Public Health 1Rella Astiannis adalah mahasiswa pada Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, Didin Saripudin adalah dosen pembimbing I. Penulis dapat dihubungi di alamat email : [email protected] 203 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 PENDAHULUAN pribumi termasuk dalam hal meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Peningkatan kesehatan ibu dan Sementara pada masa pendudukan anak merupakan upaya pelayanan dan Jepang berita-berita mengenai layanan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, kesehatan bagi masyarakat pribumi justru bayi, anak balita, serta anak prasekolah. mengalami penurunan. Jepang hanya Layanan tersebut perlu ada di dalam mementingkan kemenangan perangnya suatu negara atas dasar keutamaan hak di Asia sehingga dengan mudahnya asasi manusia juga atas dasar kepentingan merebut fasilitas-fasilitas umum seperti negara dalam upaya menjamin rumah sakit untuk keperluan menyimpan keberlangsungan perikehidupan dalam senjata. Kondisi kesehatan masyarakat hal regenerasi bangsa. Indonesia semasa Indonesia pada masa kependudukan kependudukan Belanda maupun Jepang Jepang digambarkan dengan merebaknya juga tak luput dari upaya tersebut tentunya krisis pangan yang hebat sehingga dengan pelaksanaan yang berbeda dan atas banyak terjadi busung lapar dibeberapa dasar kepentingan kolonialisme maupun daerah. Daerah yang paling banyak imperialisme. menderita busung lapar ialah Bojonegoro. Pada tahun 1808, layanan kesehatan Krisis pangan yang terjadi pada saat pada masa Belanda hanya diperuntukkan itu akibat dari 50% hasil panen rakyat bagi kalangan militer maupun kalangan elit Indonesia harus disumbangkan kepada kolonial Belanda. Satu tahun berikutnya tentara Jepang. Kemudian, kebutuhan yaitu 1809, layanan kesehatan sipil makanan masyarakat pribumi sangat didirkan di tiga kota besar yaitu Batavia, diperhitungkan pada masa itu yaitu dengan Semarang, dan Surabaya. Perhatian membatasi asupan kalori masyarakat layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia hanya 1000 kalori sehari pribumi baru tergambar pada tahun 1851 (Departemen Kesehatan RI, 2009b, hlm. dengan dibukanya Sekolah Dokter Jawa 71-72). Padahal sebetulnya asupan kalori disertai dengan program pendidikan bidan yang dibutuhkan dalam sehari umumnya di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2.125-2.250 kalori untuk wanita dewasa 2009b, hlm. 29-46). Namun kenyataanya, dan 2.625-2.725 kalori untuk pria dewasa. subsidi dari pemerintah Belanda terhadap Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumah sakit Hindia Belanda, rumah sakit dalam kondisi krisis pangan yang banyak swasta, rumah sakit pembantu, rumah terjadi di Indonesia, Jepang sama sekali sakit daerah tidak memperoleh subsidi tidak memberikan perhatian terhadap yang merata. Subsidi tersebut dapat kesehatan ibu dan anak. berupa dana kas, obat-obatan, maupun Setelah Indonesia merdeka, rupanya gaji dokter sehingga seringkali pasien upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak harus membayar biaya layanan kesehatan juga mengalami hambatan. Perjuangan di yang diberikan (Baha’Uddin, 2006, hlm. masa revolusi menyebabkan pemerintah 7). Maka, sebenarnya Pemerintah Hindia Republik Indonesia lebih mengutamakan Belanda tidak dapat menjamin layanan upaya perlawanan maupun pertahanan kesehatan yang merata bagi masyarakat untuk menjaga kedaulatan Republik 204 RELLA ASTIANNIS DAN DIDIN SARIPUDIN JOHANNES LEIMENA DALAM KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA (1946-1956) Indonesia, baik secara fisik maupun ketidakstabilan pada masa itu berdampak non fisik seperti diplomasi. Sementara pada bidang politik, sosial, ekonomi Indonesia sebagai suatu negara yang baru termasuk kesehatan masyarakat Indonesia. merdeka yang tidak semata-mata berjuang Tahun 1940-1950 Indonesia mengalami menghadapi kenyataan untuk melawan laju pertumbuhan penduduk yang lambat Belanda yang dibonceng Inggris tetapi akibat tingginya mortalitas penduduk rakyat Indonesia memerlukan perhatian Indonesia. Tingginya angka mortalitas atas kebutuhannya sebagai warga negara tersebut disebabkan oleh beberapa hal Indonesia yang harus diperhatikan oleh diantaranya berkembangnya wabah pemerintah dan salah satunya ialah layanan penyakit, krisis pangan, dan rendahnya kesehatan ibu dan anak yang perlu segera layanan kesehatan ibu dan anak. ditangani. Lalu bagaimanakah pemerintah, Permasalahan mengenai tingginya dalam hal ini Menteri Kesehatan Republik angka mortalitas ibu dan anak perlu Indonesia saat itu menangani kondisi ditangani secara serius. Sebab hal tersebut kesehatan ibu dan anak Indonesia? dapat berdampak kepada eksistensi Menteri Kesehatan Republik Indonesia ataupun ketahanan negara Indonesia. pada tahun 1945 ialah Dr. Boentaran Maka melalui penelitian ini, peneliti Martoatmodjo, namun tidak sampai satu memfokuskan permasalahan kepada tahun menjabat sebagai Menteri Kesehatan bagaimana Dr. Johannes Leimena berupaya RI kemudian Dr. Boentaran Martoatmodjo untuk meningkatkan kesejahteraan ibu digantikan oleh dr. Darma Setiawan, dr. dan anak. Adapun tujuan dari penelitian Darma Setiawan juga tidak lama menjabat ini ialah untuk mengidentifikasi program sebagai Menteri Kesehatan hingga dan ketercapaian dari program yang akhirnya digantikan oleh Dr. Johannes ditetapkan dalam meningkatkan kesehatan Leimena yang sebelumnya menjabat ibu dan anak di Indonesia pada masa sebagai Menteri Muda Kesehatan pada kepemimpinan Dr. Johannes Leimena. tahun 1946 dan mengakhiri amanahnya Penulisan artikel ini menggunakan sebagai Menteri Kesehatan RI pada konsep Dr. Johannes Leimena, kesehatan tahun 1956 (Departemen Kesehatan RI, masyarakat, mortalitas, dan BKIA (Balai 2009a, hlm.15). Dari kiprah Dr. Johannes Kesejahteraan Ibu dan Anak). Adapun Leimena inilah peneliti memperoleh penjelasan peneliti menggunakan konsep- informasi mengenai kontribusinya dalam konsep tersebut ialah: pertama, konsep meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Dr. Johannes Leimena dipilih peneliti Indonesia. untuk mengkaji kontribusi Dr. Johannes Selama Dr. Johannes Leimena Leimena dalam meningkatkan kesehatan menjabat sebagai Menteri Kesehatan ibu dan anak selama menjabat sebagai RI tahun 1946-1956 beliau dihadapkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. pada masa yang sulit, dimana dari tahun Kedua, konsep kesehatan masyarakat 1945 sampai dengan tahun 1949 dikenal digunakan untuk memberi gambaran sebagai masa revolusi dan dari tahun prinsip kesehatan yang tidak hanya 1950 sampai dengan 1957 dikenal sebagai ditunjang dari segi ilmu dan teknologi masa Demokrasi Liberal. Kesulitan dan melainkan dari segi sosial juga. Ketiga, 205 FACTUM Volume 7, N0.2, Oktober 2018 konsep mortalitas yang menggambarkan permasalahan kesehatan ibu dan anak di permasalahan utama dari rendahnya Indonesia. Dalam artikel tersebut terdapat kesehatan ibu dan anak pada masa perang penjelasan mengenai permasalahan kemerdekaan. Keempat, konsep kesehatan kesehatan ibu dan anak yang disebabkan ibu dan anak yang merupakan salah satu karena krisis pangan, dan rendahnya program dari Menteri Kesehatan RI dalam layanan kesehatan ibu dan anak hingga upaya meningkatkan kesehatan ibu dan angka mortalitas bersaing dengan angka anak. natalitas. Kajian mengenai perkembangan METODOLOGI PENELITIAN kesehatan Indonesia telah ditulis oleh