KATA PENGANTAR

Pembaca yang terhormat,

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, Jurnal Ecolab Volume 7 Nomor 1 Tahun 2013 telah terbit. Mulai penerbitan Volume 4 Nomor 2 Tahun 2010, Jurnal Ecolab mengalami perubahan sebagai berikut.

Pertama, perubahan warna pada logo kalpataru disesuaikan dengan warna logo baru Kantor Kementerian Lingkungan Hidup. Kedua, substansi tulisan yang dimuat tidak terbatas pada hasil pemantauan, tetapi juga kajian ilmiah yang mencakup aspek lingkungan hidup.

Dalam penerbitan edisi ini, Jurnal Ecolab memuat lima tulisan dengan judul sebagai berikut:

• Komponen Kimia PM 2,5 dan PM 10 di Udara Ambien di Serpong –Tangerang • Dinamika Penerimaan Sosial Terknologi Biogas di Komunitas Pedesaan Iindonesia: Studi Kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta • Relasional Data Penginderaan Jauh Dengan Gradasi Temperatur di Taman Nasional Gunung Pangrango • Efektivitas Arang Aktif Diperkaya Mikroba Konsorsia Terhadap Residu Insektisida Lindan dan Aldrin di Lahan Sayuran • Analisa Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatera Barat Terhadap Pengukuran Gas (SO ) dan Partikel (PM dan SPM) di Stasuin Pemantau Atmosfer 2 10 Global Bukit KotoTabang

Kami mengharapkan partisipasi para pembaca dan praktisi di bidang lingkungan hidup untuk turut serta menyajikan tulisan mengenai kajian-kajian yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup untuk terbitnya jurnal ecolab selanjutnya.

Terimakasih.

Salam, Redaksi ISSN 1978-5860

Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup Volume 7, Nomor 1, Januari 2013

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...... i

Daftar Isi ...... iii

Komponen Kimia PM 2,5 dan PM 10 di Udara Ambien di Serpong –Tangerang ...... 1 Rita Mukhtar, Esrom Hamonangan, Hari Wahyudi, Muhayatun Santoso dan Syukria Kurniawati

Dinamika Penerimaan Sosial Terknologi Biogas di Komunitas Pedesaan Iindonesia: Studi Kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta ...... 8 Meredian Alam dan Niken Budi Pratiwi

Relasional Data Penginderaan Jauh Dengan Gradasi Temperatur di Taman Nasional Gunung Pangrango ...... 18 Wiweka, Sri Handoyo, John Hendrick B, dan Samsul Arifin

Efektivitas Arang Aktif Diperkaya Mikroba Konsorsia Terhadap Residu Insektisida Lindan dan Aldrin di Lahan Sayuran...... 27 E.Srihayu Harsanti, Indratin, Sri Wahyuni, Eman Sulaeman, dan A.N. Ardiwinata

Analisa Pengaruh Letusan Abu Vulkanik Gunung Marapi di Sumatera Barat Terhadap Pengukuran Gas (SO 2 ) dan Partikel(PM 10 dan SPM) di Stasuin Pemantau Atmosfer Global Bukit KotoTabang………………….…...... 37 Agusta Kurniawan

KOMPONEN KIMIA PM2,5 DAN PM10 DI UDARA AMBIEN DI SERPONG –TANGERANG

CHEMICAL COMPONENT OF PM2.5 AND PM10 IN AMBIENT AIR AT SERPONG –TANGERANG

1) 1) 1) 2) 2) Rita Mukhtar , Esrom Hamonangan , Hari Wahyudi , Muhayatun Santoso , Syukria Kurniawati

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK

Komponen Kimia PM 2,5 dan PM10 Di Udara Ambien di SERPONG. Partikel yang terkandung di udara ambien umumnya berukuran 0,1 – 50 µm atau lebih. Parameter utama partikel pencemaran udara yang memiliki dampak signifikan pada kesehatan adalah partikel udara dengan ukuran diameter 2,5 µm atau kurang. Partikel udara yang berukuran kurang dari 2,5 µm (PM ) disebut dengan partikel halus, dan PM adalah partikel udara yang beruku- 2,5 10 ran kurang dari 10 µm. Beberapa peneliti epidemiologi berpendapat bahwa partikel udara halus sangat berbahaya karena dapat berpenetrasi menembus bagian terdalam dari paru-paru dan sistem jantung, menyebabkan gangguan kesehatan di antaranya infeksi saluran pernafasan akut, kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular bahkan kematian. Partikel udara halus diperkirakan dapat memberikan kontribusi besar pada angka kematian yang diakibatkan oleh gangguan kesehatan terkait pencemaran udara. Partikel udara halus umumnya berasal dari sumber antropogenik seperti kendaraan bermotor, pembakaran biomassa, pembakaran bahan bakar. Pengambilan sampel untuk mengukur

konsentrasi PM2,5 dan PM10 dengan menggunakan alat Gent Stacked Filter Unit sampler. Lokasi pengambilan sampel di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal) Kawasan Puspiptek Serpong. Pelaksanaan sam- pling 2-3 kali seminggu pada periode tanggal 11 September – 29 Desember 2008, 10 Februari-30 Juli 2009, dan

14-23 Juli 2010. Konsentrasi PM2,5 dan PM10 ditentukan dengan prinsip gravimetri dan penentuan unsur dilakukan menggunakan metode analisis aktivasi neutron (AAN) atau particle-induce X-ray emission (PIXE). Hasil analisis 3 didapatkan konsentrasi rerata partikel halus PM2.5 di Serpong pada tahun 2008 adalah 15.72 ± 7 µg/m , tahun 2009 adalah 15.61± 5 µg/m3, dan tahun 2010 adalah 20.26 ± 6 µg/m3. Konsentrasi ini belum melewati nilai batas 3 ambang harian PM2.5 di yaitu 65 µg/m , akan tetapi nilai tersebut telah mendekati nilai rata-rata tahunan sebesar 15 µg/m3 yang tercantum didalam Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41/1999 tentang

baku mutu udara ambien nasional. Konsentrasi rerata PM10 di Serpong pada tahun 2008 adalah 31.17 ± 13.7 µg/ m3, tahun 2009 adalah 30.9 ± 11.5 µg/m3, dan tahun 2010 adalah 34.18 ± 7.2 µg/m3. Kandungan komponen kimia

atau unsur pada PM2,5 dan PM10 dengan menggunakan PIXE, adalah: Pb, Al, Na, Fe, K, Cl, Mg, Si, S, Ca, Sc, Ti,

V, Cr, Mn, Co, Cu, Ni, Zn, As, Se, Br, Ba, P, dan Hg dengan rata-rata konsentrasi PM 2,5 masing-masing adalah ; 228.6, 80.6, 111.9, 46.8, 139.9, 33.0, 45.1, 150.3, 769.9, 37.8, 1.2, 3.3, 1.3, 1.5, 2.9, 0.5, 2.0, 0.8, 40.5, 6.6, 1.2, 3.4, 3 4.2, 21.5, dan 2.3 ng/m . Dan rata-rata konsentrasi PM10 masing-masing adalah ; 331.6, 554.4, 482.3, 361.0, 268.2, 301, 176.1, 1108.3, 1089.9, 426, 5.7, 32, 3.7, 3.6, 12.9, 2.3, 6.3, 2.0, 87, 15.4, 4.6, 5.1, 7.3, 105.4, dan 7.8 ng/m3.

Kata kunci: Partikel Udara, Komponen Kimia, PM , PM Gent Stacked Filter Unit sampler, PIXE 2.5 10,

ABSTRACT

CHEMICAL COMPONENT OF PM 2.5 AND PM10 IN AMBIENT AIR AT SERPONG –TANGERANG. Particles in the atmosphere generally sized from 0.1 to 50 μm or more. The existence time of Particles in the atmosphere varies depending on the size. One of the main parameters of air pollution is particulate matter (PM). Fine particles is particulate matter with diameter less than 2.5 μm (PM ) whereas PM is particulate matter with diameter less 2.5 10 than 10 μm. Fine particle is very dangerous because it can penetrate through the deepest parts of the lungs and cardiovascular system, causing health problems include acute respiratory infections, lung cancer, cardiovascular disease and even death. Fine particulate matter can make a major contribution to the number of deaths from air pollution-related health problems. Fine particles are generally comes from anthropogenic sources such as motor

1 PUSARPEDAL – Kementerian Lingkungan Hidup Gd. 210 Kawasan Puspiptek Serpong T/F:021-7560983 E.mail: [email protected] 2 PTNBR – Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri- Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jl.Tamansari No.71 Bandung 40132 Telp.022- 2503997 Fax.022-2504081 E-mail:[email protected]

vehicles, biomass burning, fuel combustion. Sampling of airborne particulate matter has been done in Serpong, located in Environmental Management Center (EMC), Puspiptek Serpong area using a Gent Stacked Filter Unit sampler. Sampling was carried out 2-3 times a week from the year 2008 to 2010. Concentrations of PM 2.5 and PM10 was determined by gravimetric method and elemental analysis was performed using particle-induce X-ray emission

(PIXE). The results shows the mean concentration of PM2.5 in Serpong in 2008, 2009 and 2010 are 15.7±7, 15.6±5 and 20.3±6 μg/m3, respectively. The concentrations are exceed the national standarad annual average value of 15 3 μg/m in Indonesian Government Regulation No. 41/1999. Average concentrations of PM10 in Serpong during 2008, 3 2009 and 2010 are 31.2 ± 13.7; 30.9 ± 11.5 and 34.2 ± 7.2 μg/m , respectively. Elemental analysis in the PM 2.5 and

PM 10 using PIXE, 24 elements Pb, Al, Na, Fe, K, Cl, Mg, Si, S, Ca, Sc, Ti, V, Cr, Mn, Co, Cu, Ni , Zn, As, Se, Br, Ba,

P, and Hg were detected. The mean concentrations of these elements in the PM2.5 are 229, 80.6, 112, 46.8, 140, 33, 45.1, 150, 770, 37.8, 1.2, 3.3, 1.3, 1.5, 2.9, 0.5, 2.0, 0.8, 40.5, 6.6, 1.2, 3.4, 4.2, 21.5 and 2.3 ng/m3 . The average concentration of elements in PM 10 are 332, 554, 482, 361, 268, 301, 176, 1108, 1090, 426, 5.7, 32, 3.7, 3.6, 12.9, 2.3, 6.3, 2.0, 87, 15.4, 4.6, 5.1, 7.3, 105 and 7.8 ng/m3.

Keywords: Particulate matter, PM 2.5 , PM10 , Gent Stacked Filter Unit sampler, PIXE

DINAMIKA PENERIMAAN SOSIAL TEKNOLOGI BIOGAS DI KOMUNITAS PEDESAAN INDONESIA: STUDI KASUS DI DAERAH ISTIWEWA YOGYAKARTA

THE DYNAMIC OF SOCIAL ACCEPTANCE OF BIOGAS TECHNOLOGY IN RURAL COMMUNITY OF INDONESIA: CASE STUDY OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION

1 2 Meredian Alam , Niken Budi Pratiwi

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK Kenaikan harga bahan bakar bensin dan LPG (Liquified Petroleum Gas) telah meningkatkan kekhawati- ran di kalangan masyarakat lokal di pedesaan Indonesia, terutama mereka yang bekerja di industri lokal kecil. Situasi ini memotivasi masyarakat untuk menggunakan biogas sebagai pengganti bahan bakar alternatif dalam rangka mempertahankan industri kecil rumahan mereka dan ekonomi domestik karena efisiensi biogas dianggap cukup terjangkau dan relatif aman. Selain itu, penggunaan biogas cocok dipakai di Indonesia karena jumlah ternak di daerah pedesaan memberikan kontribusi terhadap proses gasifikasi kimia mengubah kotoran menjadi metana-gas di mesin fermentasi, yang nantinya dapat digunakan untuk memasak. Pengembangan gas di daerah pedesaan terutama didasarkan pada inisiatif masyarakat dengan bantuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemangku kepentingan universitas, namun pemerintah daerah belum terlibat secara aktif. Tulisan ini mencoba untuk mengungkap faktor-faktor memfasilitasi dalam masyarakat dan beberapa perbaikan yang pemerintah daerah harus melakukan sebagai cara untuk mendukung ketahanan pangan dan mata pencaharian lokal. Partisipasi lokal di sini kemudian diperhi- tungkan untuk pengoperasian biogas yang sukses. Kata Kunci: biogas, energi terbarukan, komunitas

ABSTRACT A rapid increase in gasoline and other LPG (Liquified Petroleum Gas) price has been raising concerns among lo- cal communities in rural Indonesia, especially those who work in small local enterprises. This situation motivates people to use biogas as fuel replacement in order to improve their home industry and domestic economy as biogas is considered affordable enough and relatively safe. Other than this, the use of biogas is best utilized in Indonesia because the total number of cattle in rural areas contributes to the/a reacting gasification processes by chemi- cally converting the dung into methane-gas in fermentation machines, which later can be used for cooking. The development of gas in rural areas is mainly based on community initiatives with the assistance of Non-Government Organizations and university stakeholders, but the local government has not been actively involved. This paper attempts to uncover the facilitating factors in communities and some improvements that local government must undertake as a way to support food security and local livelihoods. Local participation here is then taken into ac- count for successful biogas operations Keywords: biogas, renewable energy, community

1 Department of Sociology Faculty of Social and Political Sciences, Jln Socio-Yudisia No. 1 Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta 55283. E-mail: [email protected] 2 Center for Environment Studies, Gadjah Mada University, Jln. Kebudayaan, Sleman, Yogyakarta. E-mail: [email protected]

Meredian Alam, Niken Budi Pratiwi: Dinamika Penerimaan Sosial Teknologi Biogas di Komunitas .....

RELASIONAL DATA PENGINDERAAN JAUH DENGAN GRADASI TEMPERATUR DI TAMAN NASIONAL GUNUNG PANGRANGO

RELATIONAL DATA REMOTE SENSING WITH TEMPERATURE GRADIENT PANGRANGO MOUNTAIN NATIONAL PARK

1 2 2 1 Wiweka , Sri Handoyo , John Hendrick B , Samsul Arifin

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK Gunung adalah bentuklahan besar yang membentang di atas tanah sekitarnya, berada di wilayah yang terbatas biasanya dalam bentuk puncaknya, ketinggian tinggi di pegunungan menghasilkan iklim dingin daripada di permu- kaan laut, gunung di karakteristik oleh sejumlah parameter yaitu ketinggian, volume, relief, kecuraman, jarak dan kontinuitas. Iklim dingin sangat mempengaruhi ekosistem pegunungan: ketinggian yang berbeda memiliki tanaman yang berbeda dan hewan. Karena medan yang kurang ramah dan iklim, pegunungan cenderung digunakan untuk ekstraksi sumber daya dan rekreasi, seperti mendaki gunung. Parameter lingkungan memiliki fungsi dan pengaruh terhadap kehidupan komunitas. Data penginderaan jauh dapat ditransformasi menjadi nilai temperatur, tahapan transformasinya nilai dijital diubah menjadi radians kemudian dikonversi menjadi temperatur. Perlu dilakukan koreksi radiometrik, agar representasi nilai temperatur sesuai dengan kondisi sebenenarnya. Penelitian ini meng- gunakan data Landssat ETM+, hasilnya menunjukkan kisaran rata-rata temperatur di puncak Taman Nasional Gunung Pangrango pada siang hari 15,92oC dan kecenderungan perubahan temperatur terhadap tinggi di lokasi penelitian adalah linier. Kata Kunci: Reflektansi, Nilai Spektral, Suhu, Citra, Penginderaan Jauh

ABSTRACT

A mountain is a large landform that stretches above the surrounding land, located in a limited area usually in the form of peak, high altitude in the mountains produce a climate cooler than at sea level, the mountain by a number of parameters characteristic of the height, volume, relief, steepness, spacing and continuity. Cold climate greatly affect mountain ecosystems: different heights have different plants and animals. Due to the less hospitable terrain and climate, the mountains tend to be used for resource extraction and recreation, such as mountain climbing. Functions and environmental parameters have an influence on community life. Remote sensing data can be trans- formed into a temperature value, phase transformation radians converted to a digital value is then converted to temperature. Radiometric correction needs to be done, so that the temperature value representation in accordance with the actual conditions. This study used Landsat ETM +, the results show the average temperature range at the top of the National Park Pangrango 15.92 ° C during the day and the trend toward higher temperature changes at the sites is linear. Keywords: Reflectance, Spectral Value, Temperature, Image, Remote Sensing

1 LAPAN,Wiweka is with the National Institute Aeronautics and Space, Jl. R Lapan 70 Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710, Indonesia (corresponding author to provide phone: 62-21-8710786; fax: 62-21-8712763; e-mail: wiweka@ lapan.go.id). 2 BIG, Jl. Raya Bogor Km

EFEKTIVITAS ARANG AKTIF DIPERKAYA MIKROBA KONSORSIA TERHADAP RESIDU INSEKTISIDA LINDAN DAN ALDRINDI LAHAN SAYURAN

EFFECTIVENESS OF ACTIVATED CARBON ENRICHED CONSORSIA MICROBES ON INSECTICIDAL RESIDUES OF LINDANE AND ALDRIN IN VEGETABLE LAND

E.Srihayu Harsanti, Indratin, Sri Wahyuni, Eman Sulaeman, dan A.N. Ardiwinata

(Diterima tanggal 30-04-2012; Disetujui tanggal 2-11-2012)

ABSTRAK Lindan dan aldrin merupakan insektisida organoklorin yang residunya masih ditemukan di lahan sayuran. Lindan dan aldrin merupakan senyawa cemaran organic persisten (Persistent Organic Pollutants atau POPs) yang memiliki toksisitas dan persistensi yang tinggi di dalam tanah. Salah satu mitigasi residu insektisida POPs dalam tanah adalah remediasi dengan menggunakan arang aktif dengan memanfaatkan mikroba konsorsia. Percobaan lapang dilaksanakan di lahan sayuran di Magelang selama musim penghujan 2010. Tujuan penelitian adalah mengetahui efektivitas arang aktif diperkaya mikroba konsorsia terhadap degradasi residu lindan dan aldrin di lahan sayuran. Percobaan lapang disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan dan tujuh perlakuan. Parameter yang diamati yaitu karakteristik tanah, residu insektisida lindan dan aldrin dalam tanah dan air, tinggi dan hasil biomassa sawi. Arang aktif efektif menurunkan residu lindan dan aldrin dalam tanah hingga lebih dari 50 % saat 7 hari setelah aplikasi insektisida pada tanaman sawi. Arang aktif yang diperkaya mikroba konsorsia cennderung menurunkan residu lindan dan aldrin lebih tinggi daripada arang aktif tanpa diperkaya mikroba konsorsia. Kadar pestisida lindan dan aldrin dalam tanaman pada perlakuan arang aktif dari tempurung kelapa lebih tinggi daripada arang aktif tongkol jagung dengan inokulasi mikroba. Pemberian arang aktif cenderung memberikan hasil biomassa tanaman sawi lebih tinggi daripada tanpa arang aktif.

Kata kunci: arang aktif, mikroba konsorsia, lindan, aldrin, sawi

ABSTRACT Lindane and aldrin are organochlorine insecticides that their residues are still found in vegetables lands. Lindane and aldrin are included as persistent organic pollutants (POPs) with high toxicity and persistant in the soil. One of the mitigations of insecticide residues of POPs in soils is remediation by using activated charcoal and consortia microbes. Field experiment was conducted in the vegetables centre in Magelang during the rainy season of 2010. The objective is to examine the effectiveness of activated charcoal enriched consortia microbes on degradation of lindane and aldrin residues in vegetable fields. A randomized block design with three replications and seven treatments was used in the experiment. The observed parameters were soil characteristics, residues of lindane and aldrin in soil and water, cabbage biomass. Activated charcoal effectively reduced residues of lindane and aldrin in the soil by more than 50% at 7 days after application of insecticides on cabbage crop. Activated charcoal enriched consortia microbe tends to reduce residues of lindane and aldrin higher than activated charcoal without enriched consortia microbes. Residues of lindane and aldrin in plot treated with activated charcoal from coconut shell was higher than in plot treated with activated charcoal from corn cobs with microbial inoculation. Application of activated charcoal tends gave cabbage biomass yield higher than without applying active charcoal.

Keywords: activated charcoal, consortia microbes, lindane, aldrin, cabbage

ANALISA PENGARUH LETUSAN ABU VULKANIK GUNUNG MARAPI DI SUMATERA BARAT TERHADAP PENGUKURAN GAS

(SO2) DAN PARTIKEL (PM10 DAN SPM) DI STASIUN PEMANTAU ATMOSFER GLOBAL BUKIT KOTOTABANG

THE ANALYSIS OF EFFECT OF THE INFLUNCE OF MARAPI VOLCANIC ERUPTION IN WEST TO THE MEASUREMENT OF GAS (SO2) AND PARTICULATE MTTER (PM10 AND SPM) IN GLOBAL ATMOSPHERIC MONITORING KOTOTABANG HILL STATION

1 Agusta Kurniawan

(Diterima tanggal 15-11-2011; Disetujui tanggal 14-03-2012)

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pengaruh letusan abu vulkanik Gunung Marapi di Sumatera

Barat pada awal bulan Agustus 2011 terhadap pengukuran gas (SO 2) dan partikel (PM 10 dan SPM) di SPAG Bukit Kototabang. Sebagai data pembanding yaitu data rata-rata harian sebelum letusan abu vulkanik gunung Marapi, yaitu data harian bulan Juli 2011, sedangkan sebagai data sampel (data setelah Gunung Marapi meletus) digunakan data rata-rata harian 1-10 Agustus 2011. Model Hysplit Volcanic Ash dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan Citra Satelit OMI (Ozon Monitoring Instrument) digunakan untuk memperkirakan arah letusan Gunung Marapi. Hasil analisis menunjukkan bahwa letusan abu vulkanik Gunung Marapi pada awal Agustus 2011 tidak berpengaruh terhadap pengukuran pengukuran gas (SO ) dan partikel (PM dan SPM) di Stasiun Pemantau 2 10 Atmosfer Global Bukit Kototabang.

dan SPM, Hysplit Volcanic Ash Model Kata Kunci: Gunung Marapi, SPAG Bukit Kototabang, SO 2, PM10

ABSTRACT The purpose of this study was to analyze the influence of volcanic ash eruption of Mount Marapi in in early August 2011 to the measurement of gas (SO ) and particulate matter (PM and SPM) in Global GAW Bukit 2 10 Kototabang Station. As reference data are daily average data prior to the eruption of volcanic ash Marapi, the daily data of July 2011, while the sample data (data after the eruption of Mount Marapi) used data on average daily 1 to 10 August 2011. Volcanic Ash Hysplit models from NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) and OMI image are used to estimate direction of the eruption of Mount Marapi. The analysis showed that the volcanic ash eruption of Mount Marapi in early August 2011 had no effect on the measurement of gas measurement (SO 2) and particulate matter (PM 10 and SPM) in the Global GAW Bukit Kototabang Station.

Keywords: Mount Marapi, Global GAW Bukit Kototabang Station, SO2 , PM10 and SPM, Hysplit Volcanic Ash Model

1) Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Sumatera Barat Komplek rumah dinas BMKG, Pasadama, Kotomalintang, Kec. Tilatang Kamang, Kab. Agam, Sumatera Barat Telp (0752)7446089, Fax (0752)7446449, Email: [email protected]

Ecolab Vol. 7 No. 1 Januari 2013 : 1 - 50

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. RTM Sutamihardja 2. Dr. Ir. Ning Purnomohadi, MS. 3. Ir. Isa Karmisa Ardiputera 4. Dr. Yanni Sudiyani Sebagai Mitra Bestari atas kesediaannya melakukan review pada Jurnal Ecolab Volume 6, Nomor 1, Januari 2013.

Januari 2013

Dewan Redaksi Ecolab Jurnal Kualitas Lingkungan Hidup