Sensasi Seru Jalan-Jalan di Korea Selatan

한국 산책: 문화와 풍물

Penulis <필진>

Aris Budianto Alfiana Amrin Rosyadi Alfindo Putra Perdana Benn Sohibul Munir Dita Oktamaya Fahrozy Febriani Elfida Hadi Jazhulee Karnadinata Hari Putrawa Hastangka Kim, Young Soo Lenny Dianawati Margareth Theresia Mohamad Rokhmani Muhamad Sodiq Nafiah Hidayatun Oni Zakkia A Ony Jamhari Phisca Aditya Rosyady Rizqi Adri Muhammad Slamet Zaenusi Sudirman Yuris Mulya Saputra

Diterbitkan atas kerjasama INAKOS (International Association of Korean Studies in Indonesia) Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada Universitas Terbuka Indonesia di Korea

1

한국 산책: 문화와 풍물 Sensasi Seru Jalan-Jalan di Korea Selatan

Tim Editor <편집진> Dr. Mukhtasar Syamsuddin Suray Agung Nugroho, M.A. Min Seonhee, M.A.

Penerbit <공동발간> INAKOS (International Association of Korean Studies in Indonesia) Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada Universitas Terbuka Indonesia di Korea

Alamat <발간처> c/o Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada Bulaksumur B-9 Yogyakarta 55281 Indonesia Telepon: 62-274-554323 Fax: 62-274-554323

Cetakan: Maret 2016

ISBN 978-979-25-8822-4

Ketentuan Pidana Pasal 72 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.0000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau didenda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2

CONGRATULATORY REMARK PRESIDENT, SENIOR PUBLIC DIPLOMACY GROUP, MINISTRY OF FOREIGN AFFAIRS, REPUBLIC OF KOREA

I still remember vividly the hardships Koreans must endure during its national development in the early 60s until early 70s. One of which is the dispatch of 7,968 Korean men to work at coal mines in West Germany. The money sent back home by those workers was an important foundation for Korea to develop its nation. Even though it has become a part of modern Korean history, younger generation must not simply forget that Korea was once a poverty-stricken country with per capita income at around $120. In the notoriously difficult working condition in a foreign land, Korean coal miners did not forget their Eastern decorum. They tried to mingle and associate themselves with German communities, and as a result up to now Korean Diaspora in Germany are the second largest group of Korean descendants in any countries in Europe—after England. By looking back into this historical background, I want to point out the fact that the experiences of Korean migrant workers in Germany are somewhat similar to the ones experienced by thousands of migrant workers currently residing in , including Indonesian migrant workers who pursue their dream of a better future. I am fully aware that being migrant workers is not an easy feat. Speaking of which, I truly want to praise Indonesian migrant workers for having a vigorous spirit to work hard in Korea. From what I have learned, apart from working, some of them have striven to improve their self-capacity by studying at Indonesia Open University. This also reminded me of some Korean coal miners who made the best use their time at night to study to improve their capability upon returning to Korea. Incorporating Korea‘s historical background and looking into the current Indonesia, I would like to share my three perspectives. First, Korean coal workers in West Germany were Korean ambassadors within German society; likewise, Indonesian migrant workers in Korea are Indonesian ambassadors within Korean society. Second, through interaction with Korean workers, German society came into contact with Koreans and learned more about Korean culture up to the present. Similarly, Koreans can learn a lot about Indonesia through their interaction with Indonesian workers residing in Korea. At this point, I want to emphasize that the existence of Indonesian migrant workers who also study at a university is something worth-acknowledging. Third, I am sure that Indonesian workers and students can play an important role in bridging many aspects of our bilateral ties. 3

In relation with the launching of this 2nd book, I am thrilled and truly happy to learn that Indonesian migrant worker/students have managed to explore Korea in spite of their tight schedule of working and studying. I do appreciate their efforts to share their stories as this will be of importance to spread the different sides of Korea as viewed through their first-hand experiences. On behalf of the members of Senior Public Diplomacy Group, Ministry of Foreign Affairs, the Republic of Korea, I am more than pleased to say that it has been our honor to be a part of this endeavor. We will try our best to support Indonesia Open University in Korea. Kamsahamnida.

∼∽∼∽∼∽∼∽∼∽

Masih teringat dengan jelas bagaimana Korea Selatan pada masa-masa awal pembangunan negerinya, yaitu pada sekitar tahun tahun 1960an hingga awal 1970an mengirimkan para tenaga kerjanya ke Jerman Barat untuk dipekerjakan sebagai penambang batu bara di berbagai penambangan di sana. Itulah masa-masa sulit yang harus dihadapi Korea yang pada dekade 1960an yang saat itu tergolong negara miskin dengan pendapatan per kapita sekitar 120 dolar AS. Itulah sejarah modern Korea yang tidak boleh dilupakan oleh generasi muda Korea yang sebagian besar lahir dan tumbuh besar pada saat Korea telah disejajarkan dengan negara-negara berkembang dan maju di dunia pada abad ke-21. Di tengah kerasnya kondisi kerja mereka demi devisa negara, mereka tidak pernah melupakan adat ketimuran mereka. Mereka berusaha bersosialisasi dengan masyarakat Jerman dan akhirnya hingga kini jumlah diaspora Korea di Jerman bisa dikatakan sebagai yang terbanyak kedua di Eropa—setelah Inggris. Yang ingin saya tekankan dengan menengok kembali sejarah Korea tersebut adalah bahwa apa yang dialami para pekerja migran Korea saat itu sepertinya ada kemiripan dengan apa yang dialami oleh para tenaga migran dari berbagai negara termasuk dari Indonesia yang ingin mengubah masa depannya dengan bekerja di Korea saat ini. Saya sadar bahwa bekerja di Korea sebagai pekerja migran bukanlah hal yang ringan. Tidak bisa saya tutupi juga kegembiraan dan rasa salut saya pada mereka yang di tengah kerasnya hidup di negeri lain pun tetap penuh semangat bekerja dan meningkatkan kapasitas dirinya, salah satunya adalah dengan menjadi mahasiswa di Universitas Terbuka Indonesia. Hal ini pun mengingatkan saya pada bagaimana para penambang batubara Korea di Jerman yang pada malam hari dan waktu senggangnya juga mengambil kursus dan pelatihan- pelatihan untuk meningkatkan kemampuan diri sebelum kembali ke Korea. Dengan melihat sejarah Korea saat itu dan Indonesia saat ini, saya belajar tiga makna.

4

Pertama, sama halnya dengan para pekerja Korea yang saat itu menjadi duta Korea di Jerman, saya pun memandang bahwa para pekerja Indonesia di Korea pun adalah duta Indonesia di Korea. Kedua, lewat para pekerja Korea di Jerman, masyarakat Jerman menjadi tahu dan lebih dekat dengan Korea hingga saat ini. Dalam konteks yang sama, saya pun melihat bahwa rakyat Korea bisa melihat dan belajar tentang Indonesia lewat para pekerja migran Indonesia di Korea. Terutama, keberadaan sebagian pekerja Indonesia yang menuntut ilmu adalah hal yang harus diketahui oleh banyak warga negara Korea juga. Ketiga, para pekerja dan pelajar Indonesia bisa menjadi penjaga gerbang dan titik awal upaya saling mempelajari budaya dan masyarakat kedua negara kita. Terkait pengalaman bertamasya di Korea yang dikembangkan oleh para penulis di buku ini, saya mengucapkan terima kasih karena saya yakin bahwa inilah salah satu cara tepat untuk saling menyebarkan sisi-sisi lain dari Korea kepada lebih banyak orang. Saya berharap kisah para pekerja dan pelajar yang tertuang di buku ini bisa bermanfaat. Atas nama Senior Public Diplomacy Group, Ministry of Foreign Affairs Korea, kami senang bisa turut serta untuk kedua kalinya dalam penerbitan buku seperti ini. Walaupun tidaklah besar, kami akan mencari cara untuk terus mendukung kegiatan UT Korea. Terima kasih dan sukses untuk kita semua.

Seoul, February 2016

Choi Ha-kyung President Senior Public Diplomacy Group, Ministry of Foreign Affairs, Republic of Korea

5

KATA SAMBUTAN KEPALA UPBJJ - UNIVERSITAS TERBUKA LAYANAN LUAR NEGERI

Korea memang penuh dengan pesonanya tersendiri. Karena itu, tidaklah mengherankan jika jumlah turis mancanegara yang tertarik untuk mengunjungi Negeri Ginseng ini melampaui jumlah 14 juta orang pada tahun 2014 lalu. Itu adalah suatu rekor yang perlu kita gali dan pelajari mengapa dan bagaimana Korea bisa mencapainya. Saya yang telah beberapa kali mengunjungi Korea pun mengakui bahwa pemerintah Korea nampaknya menaruh perhatian yang sungguh-sungguh dalam mengelola potensi wisatanya. Dalam kaitan dengan itu, saya merasa bangga karena saya mengetahui bahwa para mahasiswa Indonesia yang mengenyam ilmu di Korea ternyata bukan saja telah menikmati langsung alam dan budaya Korea, namun mereka pun menorehkan kisah dan pengalamannya dalam bentuk buku seperti ini. Saya yakin pasti banyak di antara mereka yang memiliki buku harian atau blog-blog pribadi untuk menuangkan semua itu. Namun, kehadiran buku berupa kumpulan esai kisah mereka menikmati dan belajar tentang Korea ini sangat memiliki makna tersendiri. Karena itu, dengan sepenuh hati dan rasa bangga, atas nama Universitas Terbuka dan pribadi, saya mengucapkan selamat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama untuk meluncurkan buku "Sensasi Seru Jalan-Jalan di Korea Selatan‖. Terlebih, saya pribadi merasa senang membaca tulisan-tulisan perjalanan wisata putera puteri Indonesia yang sedang belajar, pernah belajar, maupun saat ini bekerja sembari belajar di Korea Selatan. Berbagai kisah istimewa, pengalaman unik, menarik dan pembelajaran yang mereka dapatkan dari alam dan budaya Korea bukan saja bermakna untuk mereka pribadi, namun juga bisa menjadi refleksi bagi kemajuan wisata di Indonesia. Tentu saja hal ini karena buku ini diterbitkan di Indonesia dan dibaca untuk kalangan umum di tanah air. Saya yakin buku kisah jalan-jalan ini bisa memberikan gambaran dari sudut pandang langsung orang Indonesia dalam memandang Korea dan tentu saja bisa menjadi sumber ide dan inspirasi bagi siapa pun. Tak ada yang menyangka bahwa Korea yang porak poranda akibat perang saudara di tahun 1950an ini kini telah menjadi Korea Selatan yang secara ekonomi telah mengubah dirinya menjadi negara industri maju. Di bidang pariwisata pun, Korea dengan keterbatasan wilayah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Indonesia pun telah berhasil secara kreatif mengelola dan menjual potensi dirinya. Saya melihat itu semua tak lepas karena adanya dukungan pemerintah dan semua pihak dan tentunya kemauan manusianya untuk membuka diri terhadap dunia luar. Dalam kaitan itu, saya ingin menggarisbawahi bagaimana para 6

penulis dalam buku ini dengan jelas menyatakan bagaimana mereka merasakan fasilitas dan kemudahan dalam menikmati wisata di negeri tempat mereka belajar dan bekerja ini. Tentu itu berkat dibangunnya fasilitas yang memudahkan dan memanjakan siapa pun baik wisatawan domestik maupun manca di Korea. Besar harapan saya agar para pelajar, mahasiswa, dan para pekerja Indonesia di Korea Selatan untuk terus melihat, mengkaji, dan menyebarluaskan hal-hal positif yang mereka alami kepada saudara, teman, dan siapa pun di tanah air untuk kepentingan pembangunan Indonesia. Saya yakin itulah movitasi di balik para mahasiswa Indonesia dalam menuliskan pengalaman mereka jalan-jalan di Korea lewat buku ―Sensasi Seru Jalan-Jalan di Korea Selatan ini‖. Akhirnya, dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada International Association of Korean Studies in Indonesia (INAKOS), Pusat Studi Korea UGM, Universitas Terbuka Indonesia di Korea, dan terutama kepada pihak Senior Public Diplomacy Group, Kemenlu Korea yang telah membantu terbitnya buku edisi ini.

Jakarta, Desember 2015

Drs. Maximus Gorky Sembiring, M. Sc Kepala UPBJJ – UT Layanan Luar Negeri

7

KATA PENGANTAR KOORDINATOR UTAMA UT KOREA

Negara Korea Selatan telah bermetamorfosa menjadi negara modern yang maju hanya dalam waktu beberapa dekade. Korea adalah negara yang berevolusi dari yang sebelumnya telah hancur akibat dari perang saudara yang berkepanjangan antara Korea Utara dengan Korea selatan. Melihat bagaimana caranya negara ini bisa bangkit kemudian menjadi sebuah negara yang advanced dalam bidang teknologi tentunya menjadi sangat penting dan menarik untuk dipelajari bersama. Terlebih Korea Selatan mempunyai sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari negara kita, Indonesia. Peran serta budaya dari masyarakat Korea Selatan merupakan salah satu tolak ukur alasan majunya negara ini. Melihat dan merasakan secara langsung sisi kehidupan masyarakat Korea selatan dalam kehidupan sehari-hari dapat menambah khazanah pengetahuan kita tentang budaya masyarakat Korea yang terkenal akan semangatnya. Buku ini menceritakan sisi lain dari kehidupan dan kebudayaan masyarakat Korea ditilik dari sisi pariwisata yang dimilikinya. Baik dari sisi panorama Korea Selatan di setiap musimnya, keunikan budaya lokal, filsafat agama dari masyarakat Korea tempo dulu, juga sejarah tentang Korea beberapa dinasti kerajaan hingga daerah Demilitarized Zone (atau yang biasa dikenal sebagai DMZ) di mana terdapat kawasan hutan yang tak tersentuh sejak ―berakhir‖ perang Korea. Lebih jauh lagi, buku ini menarik untuk dijadikan bahan referensi untuk mengenal budaya Korea dikarenakan sebagian besar ditulis oleh Warga Negara Indonesia yang menghabiskan waktu yang cukup lama di Korea Selatan untuk bekerja maupun menempuh jenjang pendidikan S1, S2 atau S3. Interaksi dari para penulis dengan budaya Korea yang cukup lama membuat rangkaian demi rangkaian dalam buku ini menjadi sangat menarik. Background yang berbeda-beda dari setiap penulis juga memperkaya muatan isi pada penyampaian setiap fragmen-fragmen tentang negara Korea Selatan. Itu semua karena Korea Selatan bukanlah sekedar kimchi, taekwondo, ataupun gingseng. Terimakasih saya ucapkan kepada Suray Agung Nugroho yang juga salah satu tutor di Universitas Terbuka Indonesia di Korea dan juga kepada International Association of Korean Studies in Indonesia (INAKOS) sehingga mahasiswa UT Korea dapat berkontribusi aktif untuk menyebarkan semangat positif dalam bentuk tulisan dalam buku ini. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih khusus kepada Prof. Yang Seung Yoon (Guru Besar Emeritus dari Hankuk University of Foreign Studies) yang selalu mendukung kegiatan INAKOS; serta

8

kepada Drs. Maximus Gorky Sembiring, M. Sc. (Kepala UPBJJ-UT Urusan Luar Negeri) yang terus mencurahkan perhatian dan tenaganya pada kemajuan mahasiswa UT di luar negeri, dalam hal ini di Korea Selatan. Terima kasih juga kepada beliau karena telah memberikan kata sambutan hangatnya terkait terbitnya buku ini. Tidak lupa, atas nama UT Korea, saya ingin berterima kasih juga kepada pihak Senior Public Diplomacy Group, Kementerian Luar Negeri Korea yang ikut berpartisipasi dalam penerbitan buku ini. Selamat membaca dan mengambil hikmah dari setiap bait uraian cerita kisah pengalaman setiap kontributor penulis. Salam Hangat.

Hormat Saya Zico Alaia Akbar Junior, S.Si, M.Sc Koordinator Utama UT Korea

9

DAFTAR ISI (목차)

UCAPAN SELAMAT Choi, Ha-kyung ......

KATA SAMBUTAN Drs. Maximus Gorky Sembiring, M. Sc......

KATA PENGANTAR Zico Alaia Akbar Junior, S.Si, M.Sc......

BAB I: SENSASI IBUKOTA DAN PROPINSI GYEONGGI-DO 수도 서울과 경기도

1.1. SUNGAI HAN: ASAL USUL SEJARAH IBUKOTA SEOUL <한강: 수도 서울의 기원> (Lenny Dianawati Setiadi – Alumni Universitas Gadjah Mada)

1.2. TEMPAT FAVORIT DI SEOUL <서울에서 내가 가장 좋아하는 곳> (Febriani Elfida - Seoul National University)

1.3 SERUNYA WISATA DI SEOUL DAN SEKITARNYA <서울과 주변의 매력> (Hari Putrawa - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

1.4. MENIKMATI SEOUL DARI PUNCAK INWANGSAN <인왕산에서 본 서울> (Yuris Mulya Saputra – Alumni Seoul National University of Science and Technology)

1.5. TRI-BOWL YANG MENGINSPIRASI <감격적인 광경: 트리볼 > (Hadi Jazhulee Karnadinata - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

1.6. KOREA BUKAN HANYA K-POP <한국은 K-POP만이 아니다> (Oni Zakkia A - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

1.7. MENAPAKI SUDUT DONGDAEMUN SIJANG <동대문시장을 방문하자> (Benn Sohibul Munir - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

BAB II: PESONA PROPINSI GYEONGSANGBUK-DO 경상북도의 매력

10

2.1. KEHANGATAN DARI DAEPRIKA <대프리카 (대구+아프리카)의 따뜻함> (Alfiana Amrin Rosyadi - University & Ehwa Womans University)

BAB III: WISATA DI PROPINSI GYEONGSANGNAM-DO 경상남도 관광 기행

3.1. EKSOTIKA TONGYEONG-SI, GYEONGSANGNAMDO, KOREA <통영시의 이국적인 풍물> (Hastangka – Kandidat Doktor Ilmu Filsafat, UGM)

3.2. BUKIT BERANGIN DAN KENANGAN MASA KECIL <바람의 얶덕 그리고 나의 어린 시절의 추억> (Dita Oktamaya – Chung Ang University)

3.3. JALAN-JALAN SERU DI KOREA SELATAN: EDISI TAHUN BARU DI <부산에서 새 해를 맞으며> (Mohamad Rokhmani - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

BAB IV: WISATA SEJARAH & ALAM PROPINSI CHUNGCHEONG-DO 충청도: 역사와 자연의 아름다움

4.1. MENIKMATI SISA-SISA KEJAYAAN BUDDHA DI KOTA BUYEO <부여: 한국 불교의 아름다움> (Margareth Theresia - Kyunghee University)

4.2. DANYANG: PETUALANGAN YANG TAK TERBAYANGKAN <단양: 잊을 수 없는 추억> (Rizqi Adri Muhammad – Hankuk University of Foreign Studies)

4.3. DAEJEON: JOGJAKARTA VERSI KOREA <대전: 한국의 족자카르타> (Nafiah Hidayatun - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

BAB V: SERUNYA PROPINSI GANGWON-DO 강원도의 여정

5.1. DAERAH YOUNGDONG DAN KOTA SOKCHO <영동과 속초의 이야기> (Kim, Young Soo - Mantan Kepala Siaran Bahasa Indonesia di KBS World Radio)

5.2. SEJUTA PESONA DI VIVALDI PARK DALAM BERBAGAI MUSIM <사계절 속의 비발디파크> (Aris Budianto - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea) 11

5.3. PELAJARAN BERHARGA DARI PERJALANANKU DI KOREA <한국여행: 내가 얻은 값짂 교훈> (Fahrozy – Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

BAB VI: PERJALANAN WAKTU DI PROPINSI JEOLLA-DO 전라도의 시간여행

6.1. JEONJU HANOK VILLAGE: PESONA DESA DI NEGERI KOREA <전주 한옥마을: 한국 전통문화의 아름다움> (Phisca Aditya Rosyady - Seoul National University of Science and Technology)

BAB VII: PROPINSI JEJUDO 아름다운 제주도

7.1. PULAU JEJU: SEBUAH KEAJAIBAN ALAM DUNIA DI KOREA <제주도: 경이로운 자연경관> (Yuris Mulya Saputra – Alumni Seoul National University of Science and Technology)

BAB VIII: WISATA MINAT KHUSUS 한국의 특별함

8.1. PESONA KOREA <한국의 美> (Alfindo Putra Perdana - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

8.2. PESONA MUSIM GUGUR DI KOREA SELATAN <가을의 풍요러움> (Ony Jamhari - Entrepreneur, Traveler, and Educator)

8.3. SENSASI SERU DI DEMILITARIZED ZONE (DMZ) <비무장 지대의 흥미짂짂함 > (Yuris Mulya Saputra – Alumni Seoul National University of Science and Technology)

8.4. DI BALIK BUDAYA NAIK GUNUNG DI KOREA <한국의 등산문화> (Muhamad Sodiq - Alumni Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

8.5. SERUNYA NAIK GUNUNG BERSAMA KOMUNITAS DALAM SATU PERUSAHAAN <직장동료들과의 등산이야기> (Slamet Zaenusi - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

8.6. MY WONDERFUL EXPERIENCES IN SOUTH KOREA <내가 겪은 한국생활의 모험> (Sudirman - Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

12

SENSASI IBUKOTA SEOUL DAN PROPINSI GYEONGGI-DO <수도 서울과 경기도>

13

SUNGAI HAN: ASAL USUL SEJARAH IBUKOTA SEOUL <한강: 수도 서울의 기원>

Lenny Dianawati Setiadi (Alumni Universitas Gadjah Mada)

Menguasai Han-gang, Menguasai Dunia

Kerajaan pertama di Semenanjung Korea yang berhasil menguasai Han-gang adalah Kerajaan Baekje (18SM – 660M) yang didirikan dan berkembang di lembah Han-gang. Goguryeo (37SM – 668M) kemudian mengambil alih kekuasaan atas sungai itu dari Baekje saat melakukan perluasan wilayahnya ke daerah selatan di bawah kepemimpinan Raja Jangsu (413-491). Setelah kematian Raja Gaero pada tahun 475, Baekje memindahkan ibukota kerajaannya ke Gongju, Chungcheongnam-do. Pada tahun 551, di tengah berkecamuknya peperangan antara Baekje dan Goguryeo dalam rangka memperebutkan kekuasaan atas Han-gang, Raja Jinheung dari Silla (57SM – 935M) memutuskan untuk memihak kepada Baekje dan ikut mengirimkan pasukannya ke garis depan melawan Goguryeo. Kebijakan Raja Jinheung itu dimaksudkan agar Silla dapat memperoleh kekuasaan atas daerah hulu Han-gang sementara daerah hilir dapat dikuasai oleh Kerajaan Baekje. Dua tahun kemudian, Raja Jinheung memutuskan untuk menarik dukungan terhadap Baekje dan justru menyerang Baekje dalam rangka menguasai bagian hilir Han- gang. Pada akhirnya, setelah mengalahkan Baekje dan Goguryeo dengan bantuan Kerajaan Tang, Tiongkok (618-907), Silla berhasil menguasai seluruh wilayah lembah Han-gang. Pada masa akhir Kerajaan Silla, Kerajaan Pasca Baekje dan Taebong (yang kemudian dinamai Goryeo) muncul dan bersaing dengan Silla dalam menguasai Han-gang. Goryeo (918-1392) berhasil mencapai kemenangannya dan menyatukan Semenanjung Korea. Kejayaan Goryeo dilanjutkan oleh Dinasti (1392-1910) yang berhasil membawa Korea memasuki jaman modern. Han-gang, sebagai penyangga kehidupan wilayah utama Korea telah memainkan peran utama di sepanjang sejarah Korea.

Satu Sungai, Banyak Nama

Hanya ada beberapa sungai yang memiliki nama sebanyak nama yang dimiliki Han- gang. Dalam dokumen-dokumen geografis Kerajaan Wei dan Jin, Tiongkok, Han-gang dicatat dengan nama ―Daesu‖ sedangkan di monumen batu di makam raja Goguryeo,

14

Gwangaeto, sungai itu ditulis dengan nama ―Arisu.‖ Dalam buku Samguksagi (Sejarah 3 Kerajaan) diceritakan bahwa pada masa pendirian Kerajaan Baekje, Han-gang disebut sebagai ―Ongniha.‖ Kerajaan Silla menyebut bagian hulu Han-gang sebagai ―Iha‖ dan bagian hilir sebagai ―Wangbongha.‖Di daerah yang terletak sekitar 4 km sebelah selatan ibukota, selatan Mongmyeok-san (sekarang disebut Nam-san), Han-gang dikenal sebagai ―Hansanha.‖ Tulisan-tulisan yang dihasilkan pada masa Goryeo menyebutnya sebagai ―Yeolsu‖ yang berarti ―sungai panjang dengan palung sungai yang lebar dan air yang bersih dan jernih.‖ Han-gangjuga disebut ―Sopyeongdo‖ dan ―Sarijin‖ karena aliran airnya yang berpasir (Sa berarti pasir). Asal mula nama ―Han-gang‖ berasal dari kata Korea Han-garam. Kata Han hampir sama dengan kata kuno yang berarti mulia atau suci. Selama masa Kerajaan Joseon, ritual- ritual keagamaan dilakukan untuk menyembah empat sungai suci atau sungai-sungai yang mengalir langsung ke laut. Ada satu sungai di masing-masing daerah mata angin: Nakdong- gang (timur), Daedong-gang (barat), Yongheung-gang (utara), dan NamHan-gang (bagian selatan Han-gang). Dokumen-dokumen asing seringkali menyebut Han-gang sebagai Sungai Seoul.

Mengalir Menuju Laut Han-gang mengalir meninggalkan Chungcheongbuk-do dan memasuki Gyeonggi-do. Namhan-gang disebut Yeo-gang di daerah sekitar Yeoju, tempat ditemukannya Kuil Silleuksa, yang juga dikenal dengan nama Kuil Byeokjeol. Setelah melewati Pelabuhan Yanggeun di Yangpyeong, Namhan-gang bertemu dengan Bukhan-gang (bagian utara Han-gang) dan membentuk sungai tunggal di Yangsu-ri. Tempat ini merupakan tempat kelahiran sarjana Sirhak (sekolah pembelajaran praktis), Jeong Yak-yong, dan juga tempat ia menghabiskan hari-hari terakhirnya. Tempat ini juga berada di dekat Bendungan Paldang yang menyediakan air dan energi listrik untuk masyarakat Seoul. Han-gang mengalir melalui Misa-ri di bawah Bendungan Paldang, yaitu titik di mana sungai itu mulai melebar dan dalam, melewati pelabuhan-pelabuhan seperti Pelabuhan Gwangnaru dan Samjeondo. Tidak jauh dari sana terdapat distrik Apgujeong Seoul, dan Nam-san dengan diam mengamati aliran air sungai itu. ―Saat cahaya matahari pagi menari di Han-gang/Aku dapat menyaksikan dengan samar-samar kapal-kapal nelayan di antara puncak gunung.‖ Lirik ini adalah lirik lagu Yi Byeong-yeon yang menggambarkan Nam-san. Di kaki gunung ini terletak distrik Itaewon, yang bersama dengan Salgojiwon, Hongjewon, dan Bojewon merupakan satu dari empat fasilitas pengapalan dan gudang penyimpanan milik pemerintah di kota Seoul. Di sini, Han-

15

gang mencapai Noryangjin (Pelabuhan Penyeberangan Burung Bangau). Pelabuhan itu disebut Noryangjin karena burung bangau sering berkunjung ke daerah itu. Noryangjin merupakan satu dari tiga pelabuhan kapal ferry di Han-gang di Seoul, selain Yanghwajin dan Hangangjin. Di Noryangjin, saat Raja Jeongjo hendak mengunjungi makam ayahnya, jembatan kapal dibangun melintang diatas Han-gang. Di dekat Noryangjin terdapat Pulau Yeouido, yang merupakan tempat pengasingan di masa Kerajaan Goryeo. Meskipun demikian, saat ini pulau itu menjadi pusat bagi sektor politik, keuangan, media dan kebudayaan Korea. Di seberang Yeouido terdapat Pelabuhan Mapo, yang juga disebut Pelabuhan Samgae. Gandum dari seluruh Korea diangkut dengan perahu melintasi Laut Barat, di atas Han-gang menuju Pelabuhan Mapo dan Pelabuhan Yongsan, tempat di mana mereka disimpan di gudang penyimpanan seperti Gwangheungchang dan Daeheungchang. Air Han-gang mengalir tanpa henti, mengitari Benteng Haengjusangseong, tempat terjadinya tiga kemenangan legendaris di saat invasi Jepang tahun 1592, dan kemudian menuju ke Gimpo. Di Goyang, Han-gang menyatu dengan aliran air Imjin-gang, yang berasal dari dekat Geumgang-san, kemudian di Bogugot-ri, Wolgot-myeon, Gimpo-si, dan akhirnya perjalanan terjal Han-gang mencapai Laut Barat.

Kekuatan Pendorong di balik Pembangunan Ekonomi Korea

Korea telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan di paruh akhir abad 20. Kesuksesan perekonomian ini dikenal sebagai ―Keajaiban Bangsa Han.‖ Tetapi bagaimana sesungguhnya Bangsa Korea memanfaatkan Han-gang, dan sumbangan apa yang diberikan Han-gang bagi perkembangan ekonomi Korea? Dalam Doseongdo, peta Seoul yang dibuat pada tahun 1788, Prefektur Hanseong (Hanseong-bu, nama sebelumnya dari ibukota Seoul sekarang) dikelilingi oleh pegunungan, menjadikan peta itu bak lukisan pemandangan alam. Di peta ini, pegunungan dan sungai merupakan gambaran dominan yang di antaranya terdapat istana-istana, rumah-rumah, dan jalan-jalan. Yang mengejutkan, jalur perairan di peta yang membagi kota menjadi utara dan selatan bukanlah Gyeong-gang (sekarang Han-gang), melainkan adalah anak sungainya, yaitu Gaecheon (sekarang Cheonggyecheon). Jadi apa peran Han-gang di masa Prefektur Hanseong?

16

Pintu Gerbang Menuju Semenanjung Korea

Saat pendiri Dinasti Joseon Yi Seong-gye (nama resminya Raja Taejo) harus memutuskan daerah mana yang akan dijadikan ibukota kerajaan, kedekatan terhadap Han- gang tidak diragukan lagi merupakan faktor kunci. Dalam pembahasan mengenai lokasi Hanseong yang tercatat dalam Joseonwangjosillok (Buku Tahunan Raja-Raja Joseon), kota Seoul digambarkan sebagai ―pusat strategis dunia yang cocok untuk jalur transportasi berkat kedekatannya dengan Han-gang.‖ Meskipun sejumlah jalur perairan yang cukup besar seperti Han-gang menjadi penghalang utama transportasi darat, namun dampak negatif itu digantikan oleh nilai pentingnya sebagai jalur transportasi perairan. Kenyataannya, dari awal mula hubungan diplomatik dan perdagangan antara negara-negara semenanjung dan Tiongkok di abad ke-5, arti penting letak strategis Han-gang sebagai jalur transportasi menjadi semakin nyata. Sejak pembentukan Dinasti Joseon pada tahun 1392 sampai awal abad ke-20, Han- gang menjalankan fungsi pentingnya sebagai jalur transportasi utama yang melayani ibukota. Dengan pelaksanaan Undang-Undang Pajak Tanah (Daedongbeop) di masa akhir Dinasti Joseon, yang mewajibkan pembayaran pajak dengan barang (khususnya beras) daripada dengan uang, arti ekonomis Han-gang menjadi lebih penting. Yang lebih penting lagi, transportasi barang di sepanjang sungai menjadi meningkat secara drastis. Lebih jauh lagi, pedagang yang beroperasi di sepanjang tepi sungai kemudian memegang kontrol terhadap pembagian yang cukup adil atas kegiatan ekonomi di Hanseong-bu. Dominasi terhadap aset ekonomi saat itu menjadi faktor bagi Joseon untuk memiliki kemampuan dan ilmu dalam menciptakan nilai ekonomi dari pemanfaatan Han-gang. Sebagai akibatnya, pembangunan Seoul berkembang dari sisi selatan menuju sisi utara sungai. Para pedagang di sekitar Gerbang Namdaemun memperbesar skala usaha mereka jauh melebihi para pedagang yang beroperasi di dalam tembok kota. Han-gang juga merupakan pintu masuk strategis untuk memasuki Semenanjung Korea danHan-gang menjadi pintu gerbang utama bagi kekuatan asing yang berusaha untuk memasuki Korea. Selama masa pembukaan pelabuhan Korea di akhir abad 19, bangsa asing beraksi di sepanjang Han-gang serta di Daedong-gang untuk melancarkan serangan terhadap Seoul atau Pyeongyang. Bahkan sejak pertempuran awal melawan pasukan Barat pada tahun 1866, saat pasukan dari armada perang Prancis merebut benteng di Pulau Ganghwado dalam rangka pembalasan dendam bagi pengejaran orang-orang Katolik, pertempuran kunci berlangsung di beberapa tempat di Sungai Imjingang, jalan masuk ke Han-gang.

17

Setelah itu, bangsa asing mulai bermukim di Korea di sepanjang tepi Han-gang. Dalam hal ini, pendeta-pendeta Prancis membuka jalan dengan mendirikan sekolah untuk calon pendeta pada tahun 1887, di suatu daerah yang sekarang menjadi Wonhyoro 4-ga. Pada tahun 1888, kapal uap Prancis mulai beroperasi di sepanjang Han-gang, dan dua tahun kemudian kapal-kapal Jerman dan Amerika Serikat juga mulai bermunculan di sepanjang sungai itu. Gandum dan bahan-bahan makanan, termasuk beras, kacang kedelai dan kacang adzuki, yang sebelumnya dikapalkan dari Pelabuhan , sekarang dikapalkan secara langsung dari pelabuhan-pelabuhan di Seoul, seperti Pelabuhan Yongsan, Mapo dan Seo- gang, menuju Jepang dan daerah-daerah tujuan yang lain. Pada waktu itu, hewan-hewan ternak dari Gangwon-do dan daerah-daerah lain mulai diekspor melalui pasar di sepanjang Han-gang. Setelah meletusnya Perang Tiongkok-Jepang pada tahun 1894, pasukan Jepang menguasai daerah Mapo dan Yongsan di sepanjang tepi Han-gang, yang kemudian menjadi daerah eksklusif bagi kekuasaan Jepang. Peristiwa yang mengubah Han-gang menjadi ujung jembatan bagi masuknya kekuasaan asing memicu munculnya gelombang besar orang asing, yang tetap terlihat nyata sampai saat ini. Di dalam Seoul, komunitas asing yang cukup banyak jumlahnya hidup dengan makmur di daerah Yongsan dan Itaewon yang sekaligus menjadi tempat bagi pusat pangkalan militer Amerika Serikat serta sejumlah kedutaan dan konsulat asing.

Menuju Urbanisasi Sejak pertengahan abad ke-20, kota Seoul mulai mengusik keberadaan Han-gang. Dengan urbanisasi kota Seoul, bahkan perairan sungai yang lebar pun tidak dapat mencegah meluasnya pembangunan di sepanjang kedua tepi sungai tersebut. Di akhir tahun 1960-an, Seoul secara resmi melaksanakan rencana untuk menyatukan Han-gang ke dalam pembangunan kota, yang dengan demikian dimulailah proses yang akhirnya mempengaruhi secara drastis karakteristik fisik dan ekologi alam Han-gang, bersamaan dengan penataan ulang penampilannya. Sebagai hasilnya, Han-gang menjadi bagian integral dari lingkungan kota Seoul. Lebih lanjut lagi, Han-gang telah membentuk dua distrik, Gangnam (selatan) dan Gangbuk (utara), yang sejak saat itu mengembangkan karakternya masing-masing yang berbeda. Setelah selesainya pembangunan jembatan Hangangdaegyo dan Gwangjindaegyo, serta jembatan ketiga, Yanghwadaegyo yang dibangun pada tahun 1962, maka hal itu membuka babak baru evolusi Han-gang. Jembatan tambahan dibangun dan tanggul-tanggul 18

sungai diperkuat agar jalan-jalan baru dapat dibangun. Di akhir tahun 1960-an, perencanaan mulai dibuat untuk mengubah Han-gang lebih lanjut. Saat jumlah populasi penduduk Seoul membengkak, Han-gang disatukan ke dalam rencana pembangunan pemukiman kota di bawah ―Proyek Pemeliharaan Han-gang.‖ Di bawah rencana ini, dari tahun 1967 sampai 1970 hampir semua tanggul sungai dibangun atau diperbaiki untuk mengakomodasi jalan- jalan di sepanjang sisi sungai. Tepi sungai tidak lagi menjadi tempat di mana orang-orang dapat mendekati sungai, tetapi telah menjadi sistem tanggul yang dirancang untuk melindungi kota dari bencana banjir. Setelah pembangunan jalan raya di sepanjang sisi sungai, jajaran apartemen- apartemen tinggi mulai mengelilingi Han-gang. Dalam proses ini, proyek-proyek pembukaan tanah mulai dilaksanakan di sepanjang sungai. Dongbuichon-dong dibangun dan dikembangkan di dalam kawasan apartemen, sementara di bagian selatan, pembukaan tanah di daerah Apgujeong yang kemudian menjadi kawasan apartemen Hyundai juga telah dimulai. Pembukaan tanah di Banpo dan Jamsil dilaksanakan dengan membentuk bagian depan dan belakang. Bagian depan menjadi kawasan apartemen berskala besar sedangkan bagian belakang menjadi kawasan perumahan di sepanjang jalur-jalur tanggul. Yeoeuido, yang sebelumnya bukan merupakan apa-apa selain timbunan pasir yang mencapai bagian tengah Han-gang, mulai dikelilingi dengan tanggul dan secara bertahap berubah menjadi sebuah pulau, sedangkan Pulau Bamseon, yang biasanya terlihat dekat dengan pasir putih di Seo-gang, sekarang hampir sepenuhnya tenggelam. Proyek pembukaan tanah Jamsil adalah bagian dari rencana untuk menempatkan kembali pemukiman- pemukiman penduduk dari sisi utara ke sisi selatan Han-gang. Sekitar 26,4 km² tanah di Yeongdong digabungkan dengan 13,2 km² tanah di Jamsil untuk membentuk kawasan pemukiman yang sangat besar. Oleh sebab itu, dalam waktu hanya 20 tahun jumlah penduduk di sisi selatan Han-gang mulai menyusul jumlah penduduk di sisi utara. Akan tetapi pembangunan Han-gang tidak berakhir di situ saja. Sungai itu mengalami perbaikan yang lain di bawah ―Rencana Pembangunan Terpadu Sungai Han,‖ proyek pekerjaan umum raksasa yang dimulai pada tahun 1982.

Di Balik “Keajaiban Bangsa Han” Bisnis berkesinambungan yang berkembang di masa ekspansi ekonomi Korea yang fenomenal dan perkembangan kota Seoul dikenal sebagai ―Keajaiban Bangsa Han.‖ Pembangunan tanggul-tanggul sungai telah mengubah penampilan seluruh kota untuk selamanya. Sementara itu, Rencana Pembangunan Terpadu Han-gang telah mengurangi 19

banjir sungai itu. Untungnya, bagian tepi sungai juga menawarkan sarana-sarana ekonomi dengan menyediakan taman-taman dan jalan-jalan setapak, sedangkan sarana-sarana ekonomi yang lain seringkali diabaikan di masa-masa pembangunan kota Seoul. Bagaimana pun, tugas-tugas baru yang sama pentingnya dengan pembangunan yang cukup pesat di masa lalu kini harus dikompromikan dengan adil. Kini, mobil-mobil seakan- akan memenuhi setiap sentimeter daerah di sepanjang sungai begitu tanggul sungai dan tepiannya diperkokoh. Lebih lanjut lagi, fakta bahwa kedua sisi Han-gang ditutupi dengan aspal dan beton telah menimbulkan permasalahan yang cukup serius. Kini saat ekosistem asli sungai itu tidak ada lagi, Han-gang telah kehilangan kemampuan regenerasinya untuk mempertahankan kehidupan dalam air. Permasalahan yang lain berhubungan dengan apartemen-apartemen tinggi di sepanjang sisi sungai. ―Pemandangan sungai‖ atau yang dikenal dengan akses untuk melihat pemandangan Han-gang menjadi sebuah kemewahan yang hanya dinikmati oleh beberapa orang saja. Dengan demikian, pembangunan apartemen-apartemen itu dapat dipandang sebagai sebuah bentuk privatisasi kekayaan publik, pemandangan Han-gang yang indah, yang seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat kota Seoul lambat laun telah berubah. Beberapa cara untuk menikmati pemandangan adalah dengan ikut perjalanan menggunakan kapal di sepanjang Han-gang, mengendarai mobil-mobil yang berjalan di sepanjang jalan sisi sungai dan lewat apartemen-apartemen tinggi yang mengelilingi Han- gang. Dengan mengambil paradigma pertumbuhan ekonomi modern masa kini adalah bahwa Han-gang tetap mengalir, tetapi tidak lagi bernapas dengan kehidupannya yang alami. Tahap pembangunan ekonomi Korea yang berjalan dengan sangat cepat pada dekade terakhir abad 20 sampai awal abad 21 tercermin dengan baik dalam berbagai perubahan Han- gang dan tanggul sungainya. Korea saat ini berdiri di persimpangan jalan, di mana Korea harus melewati ambang menuju tahap pembangunan yang lebih terencana. Selama masa transisi ini, kesulitan-kesulitan baru harus dihadapi dengan sabar. Meskipun demikian, seperti biasanya, bangsa Korea akan menghadapi tantangan ini dengan penuh suka cita.

Penulis: Lenny Dianawati Setiadi yang lahir di Salatiga, Jawa Tengah ini pernah menempuh S-1 Hubungan Internasional Fisipol UGM (2001), dan pernah bekerja di Korindo Group (2002- 2009) dan LG International Corporation (2010-2013). E-mail: [email protected] Sebagian isi tulisan ini diperbaiki oleh Prof. Yang Seung Yoon.

20

TEMPAT FAVORIT DI SEOUL

<서울에서 내가 가장 좋아하는 곳>

Febriani Elfida (Seoul National University)

Dua tahun di Korea menjadi kesempatan buat saya untuk menjelajahi negeri yang selama ini saya impikan untuk bisa menjejakkan kaki dan merasakan hidup di dalamnya. Dua tahun di Korea memberikan saya waktu untuk melihat dan mengunjungi tempat-tempat yang seru dan menarik. Beberapa tempat tersebut terletak di Seoul yang merupakan tempat yang dikenal dan populer di kalangan anak muda, termasuk turis dari luar negeri. Apabila wisatawan berjalan-jalan di Seoul dan sekitarnya, maka biasanya tempat yang paling mereka kenal adalah Dongdaemun, Namdaemun, Myeongdong, , Pulau Nami dan Petit France, termasuk juga wisata kawasan tradisional seperti Istana Gyeongbok dan sebagainya. Selain tempat-tempat tersebut, banyak juga spot-spot menarik yang bisa dikunjungi. Dalam artikel ini saya ingin mengenalkan 5 (limat) tempat favorit yang sering saya kunjungi untuk hanya sekedar melepas lelah, main bersama teman, dan mencicipi berbagai makanan Korea. Tempat-tempat ini populer di kalangan masyarakat setempat dan juga turis asing.

Ihwa Mural Village-Daehakro Road Ihwa Mural Village merupakan salah satu daerah yang terletak di kawasan Hyehwa Station, subway jalur 4. Sesuai dengan namanya, kawasan ini merupakan sebuah daerah pemukiman tempat berbagai tembok rumah-rumah di kawasan tersebut dilukisi dengan cantiknya. Tidak hanya rumah, bahkan tangga-tangganya pun dipenuhi lukisan dengan konsep yang menarik. Tidak salah lagi, daerah ini menjadi populer untuk berjalan-jalan dan bahkan merupakan salah satu spot favorit para sutradara untuk syuting drama atau film Korea. Jadi tidak dipungkiri lagi, banyak juga wisatawan asing terutama gadis-gadis dari Cina atau Jepang yang berkunjung ke tempat-tempat syuting drama di Ihwa Mural Painting Village ini. Selama saya berada di Korea saya sudah beberapa kali berkunjung ke village ini. Pertama kali saya pergi ke sana adalah saat saya menemani teman saya yang juga penggemar drama Korea yang jauh-jauh datang dari Indonesia untuk melihat acara konser aktor favoritnya. Di sela-sela kunjungannya itulah ia meminta saya untuk mengantarnya berkeliling

21

daerah ini. Alhasil saya jadi bersemangat, karena jujur saja saya juga ingin sekali berkunjung ke tempat ini. Namun karena waktu itu saya belum berdomisili di Seoul, jarak yang jauh membuat saya belum sempat mengunjungi tempat ini. Pendek cerita, kami berkeliling bersama dengan beberapa orang penggemar aktor yang sama dari beberapa negara seperti Malaysia dan Kanada. Karena kebetulan aktor tersebut juga pernah syuting di daerah tersebut untuk dramanya yang juga sangat populer. Setelah kunjungan tersebut, saya kembali mengunjungi tempat itu karena ada drama yang sedang syuting di daerah itu. Memang daerah ini benar-benar populer karena lukisan di tembok dan tangganya memberi kesan yang romantis dan cantik. Alasan lainnya adalah karena banyaknya rumah-rumah penduduk yang terletak di bukit. Semua itu membuat pemandangannya luar biasa untuk dinikmati ketika berjalan-jalan. Biasanya sembari menikmati pemandangan di daerah ini, orang-orang juga melanjutkan perjalanan mereka ke Naksan Park yang ada di puncak kawasan ini. Namun karena saya belum pernah menanjak ke arah taman yang juga populer ini, biasanya saya putar balik dan kembali ke daerah bawah dekat Hyehwa Station. Kawasan ini dikenal sebagai kawasan Daehakro yang berarti jalan kampus karena dekat dengan beberapa universitas seperti dan Seoul National University College of Medicine. Tempat ini merupakan tempat yang luar biasa populer di kalangan anak muda Korea karena banyak panggung teater dan tempat pertunjukan serta juga banyak kafe dan restoran yang enak. Jadi apabila kita mengunjungi daerah ini di akhir minggu, maka akan banyak kita jumpai anak-anak muda yang nongkrong dan berjalan-jalan di sana. Jika ingin melihat suasana malam mingguan anak-anak muda Korea, maka tempat ini bisa menjadi salah satu rujukannya. Kemudian jika ingin merasakan rasanya berada di drama- drama Korea bisa langsung berkunjung ke Mural Village .

Salah satu lukisan di tembok dan tangga Ihwa Mural Village

22

Ewha Womans University Tempat favorit kedua saya untuk jalan-jalan di Seoul adalah kawasan . Kawasan di dekat kampus ini juga merupakan tempat favorit para turis untuk berbelanja karena harganya yang terjangkau dan model-model barangnya yang unik dan menarik. Kawasan ini berada tepat di depan Ewha Womeans University dan bisa ditempuh dengan turun di subway jalur 2 dengan nama yang sama dengan kampusnya. Begitu keluar dari subway, kita akan disambut dengan deretan toko-toko baju, aksesoris, make-up, sepatu, dan lain sebagainya. Selain itu di emperan jalannya banyak juga pedagang kaki lima yang menjajakan makanan ringan Korea seperti tteokbokki atau mirip dengan cilok, odeng atau mirip dengan otak-otak ikan, roti telur, roti ikan, ayam pop crispy, sate ayam, cumi panggang sampai snek-snek ringan seperti takoyaki dan jus-jus buah yang murah meriah. Tidak hanya itu, di sekitaran jalan utama terdapat gang-gang kecil yang penuh dengan toko-toko baju dan sepatu dan juga restoran-restoran Korea dan makanan lainnya. Alhadil, kawasan ini dipenuhi oleh mahasiswa lokal dan juga turis-turis asing seperti Cina, Jepang, Malaysia dan lain sebagainya. Puas berbelanja, biasanya turis juga biasanya mampir untuk berfoto di depan gerbang utama kampus Ewha Womans University tak lupa untuk masuk ke dalamnya. Kampus ini memang dikenal dengan pemandangannya yang cantik dan tamannya yang bagus untuk foto- foto. Tidak hanya turis-turis asing, bahkan orang Korea pun terkadang juga mengunjungi kampus ini untuk foto-foto sembari berbelanja. Biasanya saya mengunjungi kawasan ini paling tidak seminggu dua kali, karena kebetulan ada seorang teman yang sedang berkuliah di Ewha Womans University. Terkadang kami hanya berkeliling mencari kafe-kafe yang seru atau mencoba makanan-makanan di emperan jalan. Tidak jarang juga kami pergi ke bioskop setempat seperti Megabox untuk menonton film yang sedang tayang. Hal spesial dengan bioskop ini adalah bahwa jaringan bioskop ini biasanya memberikan diskon untuk pelajar apabila mereka membeli tiket dengan menunjukkan kartu pelajar yang masih berlaku. Terkadang mereka juga memberikan voucher diskon untuk nonton dan membeli popcorn. Tidak heran banyak pasangan anak muda Korea yang pergi ke bioskop ini untuk menonton film. Serunya berjalan-jalan di sekitar daerah ini adalah bahwa Ewha Womans University juga terletak dekat dengan , salah satu kampus terbaik di Korea. Yonsei University sendiri terletak di daerah Sinchon, yang juga terkenal di kalangan anak muda Korea. Jadi apabila sudah bosan berjalan-jalan di Ewha, kita bisa melanjutkan jalan-jalan ke Sinchon yang hanya berjarak sekitar 10-15 menit berjalan kaki. Di sini setiap akhir pekan 23

banyak pertunjukan musik di jalanan sekitarnya. Suasana Sinchon juga tidak jauh berbeda dari kawasan lain yang bernama Hongdae yang sebenarnya hanya berjarak satu stasiun saja. Di Sinchon juga terdapat banyak restoran-restoran yang enak dan perlu dicoba. Jadi apabila Anda pergi ke Seoul dan ingin mencari suasana baru di akhir pekan, terutama malam Sabtu atau Minggu, maka silakan berkunjung ke daerah ini untuk merasakan serunya suasana akhir pekan di Seoul.

Pemandangan di dalam Ewha Womans University

Yeoinaru Hangang Park Bagi yang senang piknik atau naik sepeda di tepian sungai, Yeoinaru Hangang Park bisa menjadi salah satu opsi yang menarik untuk dikunjungi. Han River atau yang dalam

Bahasa Korea disebut 한궁 (Hangang) merupakan sungai yang membelah kota Seoul menjadi dua bagian, yaitu bagian atas (Gangbuk) dan bagian bawah (Gangnam). Di sepanjang sungai ini terdapat banyak sekali taman-taman yang bisa dikunjungi untuk piknik, atau hanya sekedar berjalan-jalan, salah satunya adalah Yeoinaru Hangang Park. Yeoinaru Hangang Park bisa dicapai dengan turun di subway jalur 5 atau jalur berwarna ungu di stasiun Yeoinaru. Tempat ini merupakan tempat yang sangat favorit untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, terutama karena terdapat persewaan sepeda di kawasan taman ini. Biasanya banyak orang yang menggunakan fasilitas ini pada musim semi atau panas, terkadang juga saat musim gugur ketika suhu masih hangat. Di sekitaran taman juga banyak terdapat bangku-bangku untuk bersantai, atau ada juga spot tertentu yang bisa

24

digunakan untuk mendirikan tenda kecil untuk berkemah. Yeoinaru Hangang Park ini sendiri cenderung ramai dikunjungi pada hari Sabtu atau Minggu, dan banyak sekali keluarga-keluarga Korea yang berpiknik atau bersepeda bersama untuk sekedar refreshing. Bahkan setiap tahunnya, taman ini menjadi tempat yang paling ramai dikunjungi pada saat diadakannya Seoul International Fireworks Festival pada bulan Oktober. Orang-orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkan tempat yang paling strategis untuk melihat kembang api. Tidak sedikit keluarga-keluarga Korea dan para wisatawan yang mendirikan tenda dari pagi untuk bisa mendapatkan pemandangan yang paling pas ketika festival kembang api dimulai. Saat itu biasanya stasiun-stasiun terdekat akan sangat ramai dan bahkan orang harus menunggu untuk bisa keluar dari taman saat atraksi kembang api selesai karena berjibunnya orang yang menuju stasiun-stasiun subway terdekat. Saya sudah beberapa kali mengunjungi taman ini untuk bersepeda dan juga melihat kembang api. Tidak salah lagi, suasananya yang santai dan tenang, ditambah dengan sejuknya angin di sekitar tepian sungai membuat penat selama seminggu seakan-akan terhapus begitu saja. Pemandangan yang benar-benar mendebarkan membuat saya betah berlama-lama di taman ini. Terutama saat mentari terbenam, pemandangan yang tadinya sudah indah, bertambah menjadi lebih luar biasa indah. Tak ayal, maka tidak ada salahnya bagi siapa pun untuk mengunjungi taman Yeoinaru ini karena selain bisa merasakan semilir angin di tepi sungai Han, kita juga bisa bersepeda santai bersama orang-orang terdekat. Yang juga tidak kalah pentingnya, kita bisa berfoto-foto di sekitar taman ini karena pemandangannya yang luar biasa indah.

Suasana Hangang sembari bersepeda santai di Yeoinaru Hangang Park Itaewon Bosan dengan makanan Korea dengan gochujang (sambal ala Korea) atau dwenjang (taoco)-nya, bolehlah mampir ke daerah Itaewon yang terletak stasiun dengan nama yang

25

sama di subway jalur 6. Daerah ini terkenal dengan seribu macam makanan yang berasal dari berbagai belahan dunia, terutama Timur Tengah dan Asia Selatan. Karena di sini pulala Masjid Itaewon terletak, maka tidak heran banyak sekali dapat ditemukan makanan-makanan halal yang ramah untuk umat Muslim di Korea. Tidak hanya restoran dengan sertifikat halal, banyak juga ditemukan restoran-restoran Barat yang juga digemari para pengunjung. Jadi, jangan kaget kalau Anda berkunjung ke Itaewon, maka dipastikan akan sering berpapasan dengan warga atau turis asing yang berlalu lalang. Bagi saya yang seorang Muslim, mencari makanan halal di Korea menjadi suatu tantangan tersendiri. Mungkin ini juga dirasakan oleh teman-teman Muslim lainnya di Korea. Alasannya adalah karena saat memilih makanan, kita harus sangat teliti dan bahkan bisa sampai repot karena harus bertanya macam-macam dengan penjualnya. “Ini ada daging babinya? Ada hamnya? Ada tulang babinya di sup?” dan lain sebagainya. Oleh karena itulah, Itaewon menjadi tempat saya untuk memuaskan kerinduan pada makanan halal dan juga tentunya makanan Indonesia juga. Selain banyaknya restoran mancanegara di Itaewon, di sana ada juga foreign mart yang menjual beraneka ragam bahan makanan impor termasuk bahan makanan Indonesia seperti mie instan, saus sambal, kecap, bumbu masak dan lain sebagainya. Itulah mengapa banyak orang asing yang mengunjungi Itaewon setiap harinya. Salah satu dari beberapa restoran yang ingin saya rekomendasikan adalah Mr Kebab yang menjual kebab ala Turki yang enak dengan harga terjangkau. Kemudian jika kita ingin mencicipi masakan India dan Pakistan, banyak restoran di sepanjang jalan menuju Masjid Itaewon yang menyajikan masakan kedua negara itu. Tidak lupa restoran yang menyediakan makanan Korea dengan bahan yang dijamin halal seperti Eid Restaurant atau Makan Restaurant adalah dua restoran yang bisa disinggahi. Di sini kita bisa mencicipi bulgogi (semacam daging yang ditumis), samgyetang (sup ayam utuh) serta tidak lupa jjajangmyeon (mie dengan saus hitam) yang halal dan enak. Selain itu, saya juga ingin merekomendasikan beberapa toko roti dan kue halal, yaitu Salam Bakery yang menjual roti dan kue halal terutama kudapan asli dari Turki, kemudian toko roti Korea gebarame di dekat restoran Eid yang menjual kue scone dan cookies terbaik di Korea—menurut saya. Jadi tunggu apa lagi?

26

Jjangmyeon halal ala Restoran Eid dan makanan Pakistan di Itaewon

Noryangjin Fish Market Bagi yang gemar berwisata kuliner, terutama seafood, bisa jadi mampir ke pasar yang satu ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Noryangjin Fish Market yang terletak di stasiun Noryangjin di subway jalur 1 ini merupakan pasar ikan terbesar di Seoul. Pasar ini juga sangat terkenal sehingga banyak orang yang datang berkunjung untuk membeli ikan atau seafood bahkan dapat mencicipi langsung olahan ikan atau seafood di rumah makan yang ada di dalamnya. Tidak sedikit orang asing yang datang untuk merasakan pengalaman menarik dari mulai memilih-milih ikan yang segar sampai mencicipi masakan ikan dan seafood ala Korea ini. Saya sempat dua kali berkunjung ke pasar ini. Kali pertama saya mengunjungi tempat ini, saya benar-benar terpesona dengan aneka ragam ikan dan seafood yang dijual, dari mulai ikan mackerel yang populer di Korea sampai ikan salmon yang menggoda. Jenis seafood pun beragam sampai king crab yang luar biasa besar pun juga ada. Ketika itu saya ditraktir oleh teman Korea saya untuk merasakan sashimi yang dibuat dari ikan yang masih segar dan langsung dipotong di tempat, dan sup seafood Korea di rumah makan yang terletak di dalamnya. Untuk yang kedua kalinya lagi-lagi saya ditraktir lagi oleh teman saya orang Indonesia. Kali ini saya mencoba ikan salmon yang dibakar dan juga ikan samchi ala Korea. Harganya yang terjangkau dan porsinya yang besar, ditambah dengan lalapan yang disediakan oleh rumah makannya membuat saya betah berlama-lama di sana. Apalagi bagi mereka yang sulit mendapatkan daging halal atau ingin membeli ikan yang fresh, tempat ini menjadi pilihan utama.

27

Bisa dipilih-dipilih ini ikannya. Demikianlah, itulah 5 tempat yang beberapa kali saya kunjungi di Seoul. Masih banyak tempat-tempat yang lain yang juga tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Meskipun ramai dan padat, Seoul mempunyai tempat-tempat yang punya manfaat untuk healing, untuk menghilangkan penat selama seminggu melakukan aktivitas, dan untuk mengumpulkan energi kembali untuk memulai minggu yang baru.

Penulis: Febriani Elfida Trihtarani adalah mahasiswa S2 Program Modern Korean Literature di Seoul National University. Dia adalah lulusan S1 Bahasa Korea UGM dan kini mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Korea untuk menempuh jenjangnya ini. E-mail: [email protected]

28

SERUNYA WISATA DI SEOUL DAN SEKITARNYA

<서울과 주변의 매력>

Hari Putrawa (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Suasana di depan Istana Gyeongbukgung saat malam hari.

Sepertinya tak ada yang tidak kenal atau paling tidak pernah mendengar kota Seoul, salah satu kota metropolitan di dunia dan ibu kota negara Korea Selatan, yang menawarkan sejuta pesona serta beragam pengalaman wisata yang menarik bagi pecinta travelling atau jalan jalan. Kini kota Seoul juga berkembang menjadi sebuah pusat hiburan industri keatif yang terkenal di seluruh penjuru dunia. Siapa yang tidak kenal dengan K-POP dengan segudang talenta yang terkenal. Sebut saja Big Bang, Super Junior, Girls generation, EXO yang berhasil membuat demam Korea melanda banyak orang. Belum lagi fesyen Korea yang dipamerkan lewat video klip, konser, serial drama dan film-film Korea dengan bintang- bintang muda yang kini menjadi trend setter di kalangan anak muda. Sebut saja aktor Rain dan aktris Song Hye-kyo lewat serial drama Full House-nya, Kim Soo-hyun dan artis cantik Park Shin- hye lewat penampilan mereka dalam drama yang mereka bintangi dan masih banyak lagi bintang bintang K- Pop dan dunia hiburan Korea lain yang tidak kalah tenar. Jika kita berbicara soal wisata wisata di Korea, dalam konteks ini wisata di kota Seoul dan sekitarnya, rasanya tidak akan ada habis nya. Namun, mengapa Korea begitu terkenal di 29

tanah air, terutama buat mereka yang tahu Korea? Bisa dikatakan bahwa kota dengan segala keindahan alam dan infrastrukturnya ini mampu menawan hati para pecinta K-Pop maupun yang bukan untuk teringin pergi ke Korea. Dalam hal ini, saya ingin mengatakan bahwa terkenalnya beberapa tempat tempat wisata di kota Seoul juga tidak lepas dari peran pecinta K-Pop dan serial drama yang ikut meng-expose Korea di media Sosial. Ada juga karena ada orang-orang yang berceritaa tentang liburan atau masa masa kuliah mereka selama di Seoul. Untuk itu, perlu saya tambahkan bahwa menurut saya, semua itu tak akan terjadi jika tak ada dukungan dari pemerintah Korea. Ya, pemerintah kota Seoul melalui program wisatanya memang telah akrab di telinga para traveler karena mereka memiliki situs menawan, yaitu www.visitseoul.net. Jadi, siapa coba yang tidak ingin liburan ke Seoul setelah mengintip situs itu? Sebagian besar sepertinya akan menjawab mau, mau, dan mau. Dengan nada sepakat banyak yang ingin pergi ke tempat-tempat wisata di Seoul dan sekitarnya. Oleh karena itulah, dalam tulisan ini saya ingin membagikan pengalaman saya menikmati Seoul. Oya, sebelumnya, saya ingin menekankan bahwa jalan-jalan di Seoul itu nyamannya bukan main. Salah satunya adalah karena transportasi di Seoul begitu terintegrasi dengan transportasi masal lainnya, apalagi dengan adanya satu kartu transportasi yang memudahkan, serta adanya aplikasi yang bisa kita unduh di smartphone kita, maka jalan-jalan dengan subway atau bis, atau apa pun, kita akan tetap nyaman dan tak perlu khawatir kesasar. Nah, kalau begitu, mari ikuti saya untuk berbagi pengalaman saya ketika liburan atau jalan jalan di kota Seoul dan sekitarnya.

1 Wisata Sejarah Bicara soal wisata sejarah di Seoul, banyak hal menarik yang sayang kalau dilewatkan untuk tak saya ceritakan. Walaupun tempat pertama ini sudah terkenal, rasanya berkali-kali saya tidak akan bosan untuk pergi ke tempat-tempat sejarah ini, di antaranya adalah: i. Istana Gyoengbuk Pertama-tama, saya ingin mengatakan bahwa dengan mengunjungi kawasan ini, kita bisa belajar sejarah Korea. Baiklah, saya mau cerita tentang istananya dulu. Istana Gyeongbuk adalah simbol keagungan dan kebanggaan warga negara Korea Selatan. Istana ini didirikan pada tahun 1395 pada masa dinasti Joseon. Pada saat masuk di gerbang utama Gwanghwamun, kita akan disuguhi hamparan batu yang luas tempat patung Raja Sejong didirikan. Di bawah hamparan semacam alun-alum ini dibangun museum bawah tanah yang di dalamnya terdapat Museum Nasional Rakyat Korea. Di lapangan di depan istana ini, kita 30

juga bisa foto-foto dengan menyewa dan memakai hanbok atau pakaian tradisional Korea. Harga sewa pakaian hanbok adalah sekitar 13.000 won selama 4 jam atau 26.000 won untuk sehariant Jika mau yang gratis, maka masuk saja ke istana, karena pinjam hanbok di dalam istana dibebaskan alias gratis. Tentu saja, kita harus sabar karena terkadang antri. Saat kita memasuki istana, kita hanya dikenai tiket sebesar 3000 ribu won (sekitar 35 ribu rupiah). Banyak spot-spot bagus di dalam istana Gyeongbuk ini. Jadi, abadikan foto-foto Anda jika sempat pergi ke istana yang terkenal dengan keunikannya ini. Untuk menuju tempat ini, kita bisa naik subway jalur 5 dan turun di stasiun subway Gwanghwamun dan menuju exit 9 lalu tinggal jalan lurus saja. Kita bisa juga naik subway jalur 3 dan turun di Gyeongbukgung dan menuju exit 5. Sebagai gambaran, di sekitar tempat ini kita bisa menuju ke satu kawasan dengan Gwanghwamun Square atau alun-alun Gwanghwamun tempat didirikannya patng Raja Sejong yang saya sebut sebelumnya. Oya, yang saya suka adalah begitu kita keluar dari stasiun subway, jika kita beruntung hari sedang cerah, maka kita akan bisa menikmati pemandangan langit, taman-taman, dan pegunungan yang indah dan tentu saja bagus sekali untuk diabadikan sebagai momen terbaik saat berkunjung ke Seoul. Dijamin tidak rugi pokoknya. ii. Namsan Tower ( Seoul Tower ) Bagi pecinta Korea, siapa yang tidak tahu dengan menara Seoul? Ini adalah salah satu objek wisata favorit wisatawan mancanegara karena love lock atau gembok cintanya yang konon alkisah menjadi lambang cinta bagi pasangan yang menuliskan namanya di gembok dan diikatkan di salah satu pagar di sekitar menara. Konon, cinta mereka akan langgeng selamanya. Boleh dibilang ini sih mitos atau tergantung kepercayaan tiap individu. Untuk menuju tempat ini, kita bisa melalui cable car atau kereta gantung dari stasiun subway Myeongdong dan menuju exit 4. Dengan membayar sekitar 6.000 won atau sekitar 75.000 rupiah kita bisa naik ke puncak Namsan atau Gunung Nam tempat Seoul Tower berada. Cara lainnya adalah dengan naik shuttle bus nomor 03 jika kita turun di stasiun subway (jalur 1 atau 4) dan menuju 9 biasa. Tentu saja, kita harus sabar karena waktu tunggu bisnya adalah sekitar 20 menit sekali. Apa saja yang bisa kita nikmati dari Seoul Tower ini? Dari tempat ini kita bisa melihat pemandangan kota Seoul dari menara maupun di sekitar maja. Selain itu, kita juga bisa menikmati berbagai atraksi, salah satunya adalah prosesi pergantian prajurit kerajaaan yang dikisahkan sedang menjaga area menara Seoul. Tempat ini juga menyuguhkan spot-spot

31

yang bagus untuk bermain, menyewa hanbok, bersantap makan siang atau malam, belanja souvenir, dan lain-lain. Pokoknya seru sekali.

2 Wisata Alam dan Buatan i. Pulau Nami

Bicara soal Pulau Nami, rasanya juga tidak akan ada habisnya. Bahkan bisa saya katakana, saya tidak bosan berkunjung ke sana. Ya, ini adalah salah satu destinasi nomer satu yang paling sering dikunjungi wisatawan asing apabila berkunjung ke Korea Selatan. Bahkan ada pameo yang bilang belum sah ke Korea jika tidak berkunjung ke pulau Nami. Memang, bisa dibilang pulau Nami sangat kecil dan bisa dibilang mungil karena konon dulu ini adalah daratan yang berada di tengah sungai dan akhirnya terbentuk seperti sebuah pulau akibat rendaman air dari sungai Bukhangang. Banyak orang penasaran untuk berkunjung ke pulau nan romantis ini. Bahkan orang Korea sendiri pun akhirnya banyak yang ingin datang ke sana karena banyak wisatawan asing berbondong-bondong ke sana. Mengapa? Yang pasti pulau ini penuh dengan keindahan alam termasuk pohon-pohon besar yang berjejeran di kedua sisi jalur setapak utama pulau ini. Bahkan pemandangan ini menjadi salah satu ciri khas dari pulau ini. Tentunya, semua orang tahu, ini menjadi tersohor berkat adegan-adegan yang apik diperagakan dalam salah satu serial drama, yaitu Winter Sonata. Drama inilah yang menjadikan pulau ini ramai dikunjungi wisatawan. Sebelum saya bercerita tentang pengalaman saya berkunjung ke pulau ini, saya ingin berbagai bagaimana cara menuju ke sana. Untuk lebih mudahnya, saya rekomendasikan untuk ke pulau ini dari stasiun Cheongnyangni di Seoul.

Menuju Pulau Nami dengan menggunakan kereta dari Stasiun Cheongnyangni

Penjalanan dari Stasiun Cheongnyangni ke Stasiun Gapyeong (stasiun terdekat dengan pulau Nami) akan ditempuh lebih kurang 1 jam 30 menit. Ini jika kita naik kereta biasa yang berhenti setiap stasiun. Tapi jika kita naik kereta ITX, maka 30 menit sudah sampai. Silakan pilih. Tiket bisa dibeli langsung di stasiun Cheongnyangni ini. Namun, sebelumnya saya ingin bercerita bahwa karena saya tinggal di luar Seoul, maka menuju stasiun Cheongnyangni ini perlu perjuangan. Tentu saja, bagi para wisatawan yang menginap di Seoul mungkin akan mudah karena stasiun Cheongnyangni ini ada di subway jalur 1.

32

Baiklah, saya mau berbagi dulu kisah saya menuju Cheongnyangni. Jadi saya harus berganti jalur kereta sebanyak 3 kali! Saya tidak boleh ketiduran karena bisa-bisa saya ketinggalan kereta selanjutnya. Pertama, dari rumah saya, saya harus menuju stasiun subway bernama stasiun Myeongdong. Untuk ini, saya harus naik subway jalur 4 jurusan Chungmuro dan turun di stasiun Museum Dongdaemun dan Taman Budaya. Setelah sampai di sana, saya harus transfer ke jalur 2 dan naik subway jurusan Sindang dan turun di stasiun Wangshimni. Sesampati di situ, saya harus ganti lagi ke jalur Jungang dan ganti lagi kereta ke stasiun Cheong-nyangni. Dari situ, saya harus naik kereta sampai stasiun Mangu. Setelah itu, sesampainya di stasiun Mangu, saya ganti lagi ke jalur Gyeongchun untuk naik kereta yang menuju ke stasiun Galmae untuk sampai di Stasiun Gapyeong. Phew. Itulah ribet dan lamanya naik kereta menuju pulau Nami. Tapi, semua itu terbayar begitu saya sampai di pulau Nami. Ingat, itu hanyalah kisah saya yang tinggal di luar Seoul. Jadi, sekali lagi, silakan langsung ke stasiun Cheongnyangni dan naik kereta ITX saja. Lebih cepat dan nyaman. Sekarang mari saya ceritakan kisah selanjutnya. Sesampainya di Stasiun Gapyeong, kita bisa berjalan kaki menuju pelabuhan kapal ferry yang mengantar kita ke pulau. Tapi, tentu saja perjalanan ini cukup jauh, kira-kira 30 menitan. Selain itu, jalannya berbelok- belok. Ingin cepat? silakan naik taksi untuk menuju pelabuhan kapal ferry. Sesampai di pelabuhan, silakan beli tiket dulu kira-kira 8.000 won. Selain itu bagi yang ingin menghemat ongkos dan yang bisa sabar menunggu, mereka juga bisa menggunakan lokal bus. Atau, silakan ikuti tur Gapyeong City Tour Bus dengan tiket hanya 5.000 won seharian penuh kita bisa keliling kota Gapyeong. Ini semacam hop and off bus. Kembali ke cerita pulau Nami. Setelah sampai di pelabuhan kapal ferry, carilah loket penjualan tiket untuk membeli ―pass masuk‖ ke Pulau Nami. Sekali lagi, harganya 8.000 won (sudah termasuk tiket kapal ferry pergi ke Pulau Nami dan pulang dari Pulau Nami). Yang menarik, pulau Nami ini disebut Naminara Republic atau Republik Negara Nami. Ya, ini sekedar slogan untuk menarik minat para wisatawan saja. Kita seakan-akan harus bikin visa untuk masuk ke negara kecil ini. Cukup unik, ‗kan?

Menuju Pulau Nami dengan Shuttle Bus dari Insadong, Seoul

Perjalanan ke pulau Nami dari Insadong ini bisa jadi salah satu alternative bagi para wisatawan yang menginap di kota Seoul. Silakan lihat peta dan brosur wisatanya. Ingat bahwa hanya ada satu bus dalam satu hari. Pastikan Anda sudah memesan tiket busnya jauh-

33

jauh hari. Lagi-lagi, sebelumnya saya ingin bercerita betapa ribetnya buat saya yang bukan orang Seoul ini untuk mencapai Insadong. Tapi semua itu saya lakukan dengan suka cita karena Nami memang memesona. Inilah kisah saya. Jadi, saya harus naik subway ke stasiun Myeongdong jalur 4 dulu, kemudian dari sana saya harus pindah ke jalur 1 menuju Seoul Station, dan dari sana saya ganti lagi menuju jalur 1 dan turun di Stasiun Jonggak. Sesampainya di stasiun Jonggak, saya keluar menuju exit 3. Setelah berjalan kira-kira 250 meter ke sebelah timur, sampailah saya di sebuah taman bernama Taman Tapgol. Halte bus tujuan ke Pulau Nami terletak di sebelah kanan Taman Tapgol, yang dekat dengan Insadong. Jadi, bagi Anda yang ingin naik bis shuttle ini, langsung saja menuju ke Taman Tapgol yang dekat dengan stasiun Jeonggak jalur satu. Ingatlah, bus mulai berangkat dari Halte bus (Taman Tapgol, Insadong) pukul 09.30 pagi (waktu Korea) dan bus akan membawa penumpang balik pada pukul 4 sore (waktu Korea) dari pelabuhan kapal ferry menuju ke Taman Tapgol, Insadong di Seoul. Untuk harga, tiket shuttle bus PP adalah 23.000 won (termasuk 8.000 won karcis masuk ke pulau Nami dan tiket PP kapal ferry). Perjalanan dari Seoul ke Pulau Nami baik menggunakan kereta atau shuttle bus sangat melelahkan, tetapi sesampainya di sana, kita akan merasa lega dan senang karena pemandangannya yang menakjubkan dan suasananya yang romantis. Belum lagi ada 4 musim di Korea yang menawarkan pemandangan berbeda di setiap suasana. Dijamin pasti akan membuat banyak orang untuk mengunjungi pulau Nami lagi dan lagi. Saya saat itu ke sana saat musim panas, jadi ingin ke sana pada musim-musim lainnya.

ii. Sungai Han Pertama kali saya pergi ke tempat ini, saya benar benar terkesan sekali dengan pemandangan sungai Han dengan bentangan taman dan jalan yang bagus membuat taman ini sangat keren dan nyaman buat nongkrong. Belum lagi ditambah dengan pemandangan langitnya ketika sore hari yang bagus sekali apalagi saat itu saya berkunjung ke tempat itu di saat musim semi. Benar benar menakjubkan pokoknya. Jadi, bagi wisatawan yang berkunjung ke Seoul, pastikan untuk menengok sungai Han. Perpaduan wisata alam dengan sungai Han dan wisata buatan yang didesain sangat nyaman untuk bermain ini dilengkapi dengan jogging track, kolam renang, spot-spot bagus untuk acara atau sekedar nongkrong dengan teman, saudara, dan keluarga. Untuk masuk ke tempat ini gratis lagi. Wow. Saya tambah semangat untuk berkunjung ke tempat ini. Akses ke tempat ini sangat gampang dan bisa dijangkau dengan moda transportasi apa saja. Salah satu tempat di pinggir sungai Han

34

yang saya rekomendasikan adalah sebuah taman pinggir sungai yang terletak di Yoeinaru dan ini paling mudah diakses via subway jalur 5 dengan nama yang sama. Cara lain untuk menuju taman pinggir sungai ada banyak. Kita bisa turun di stasiun jalur 9 National Assembly (Majelis Nasional ) dan keluar dari exit 1. Bisa pula, kita turun di stasiun Yeouido jalur 5 dan keluar lewat exit 3. Setelah itu, kita berjalan sekitar 5 menit melewati gedung Majelis Nasional menuju menuju stasiun Yeouinaru line 5 exit 2 atau 3. Namun, saya sarankan langsung saja turun di stasiun Yeoinaru. Gampang dan hemat waktu.

iii. Trick Eye Museum di Hongdae Museum unik nan interaktif ini letaknya masih di sekitar Seoul. Kita bisa ke sana dengan naik subway jalur 2 exit 9. Kawasan tempat Trick Eye Museum ini berada memang terletak di sekitar kawasan Universitas Hongik yang sering dijadikan tempat nongkrong dan berkumpulnya anak-anak muda baik orang Korea maupun orang-orang asing yang berada Seoul. Yang pasti, kawasan ini menjadi daya tarik sendiri buat wisatawan yang berkunjung karena mereka bisa melihat kreativitas anak muda yang sering memamerkan bakat bakatnya di sepanjang jalan Hongik ini. Nah, untuk menuju Trick Eye Museum ini, silakan menuju sebuah gedung berwarna cokelat bernama ―Soegyo Plaza B2― atau bisa tanya langsung ke informasi turis yang ada di sepanjang jalan Hongik ini. Biaya untuk masuk ke tempat ini adalah 15.000 won atau 170.000 rupiah.

iv. Cheonggyecheon Ini adalah sebuah kali yang dulu ditutup karena di atasnya dibangung jalan layang. Namun, kini jalan layangnya telah dirobohkan dan sungai ini direvitalisasi lagi keberadaannya. Ketika saya pertama kali datang ke tempat ini, komentar saya adalah ―Wow, betapa bersih dan mengagumkannya.‖ Kali atau sungai kecil yang berada di tengah kota Seoul ini sangat bersih, dengan air yang jernih dan menyegarkan. Daerah di sekitar sungainya pun sangat bagus untuk digunakan sebagai tempat beristirahat dan bersantai sambil memandangi Seoul. Cheonggyecheon adalah salah satu sungai yang sangat saya kagumi karena di sepanjang sungai tidak ada sampah, airnya sangat jernih sekali, dan ada ikannya pula! Kita bisa me-rileks-kan kaki kita dengan merendam kaki kita di sana. Tentu saja ikan- ikannya juga tidak akan mendekat, karena mereka bukan ikan terapi!

35

Saat berlangsung Festival Lampion di atas Cheonggyecheon

Pada malam hari, di pinggiran sungai Cheonggyecheon akan tetap terang karena lampu-lampunya. Sangat indah sekali dan cocok untuk berjalan santai di pagi, siang, sore, atau malam. Cocok untuk joging karena jalur-jalur jalan kaki di pinggirannya sepanjang sungainya. Saya pernah ke sana saat berlangsung Festival Lampion dan Lentera yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Seoul dan diikuti dari berbagai negara pula. Biasanya festival ini berlangsung saat bulan November. Untuk menuju ke Cheonggyecheon ini, Anda bisa naik subway jalur 5 dan turun di stasiun Gwanghwamun exit 9 dan berjalan sedikit menuju Cheonggyecheon atau naik jalur 1 dan turun di stasiun Jong-no lalu menuju exit 5 dan berjalan sedikit. Itulah wisata kota Seoul dan sekitarnya yang ingin saya sampaikan dalam esai saya. Namun, walaupun ini agak jauh dari Seoul, ijinkan saya untuk berbagi satu tempat lagi yang agak jauh dan berbeda propinsi. Mari saya ajak Anda untuk pergi ke sebuah pantai bernama Pantai Gyeongpo di daerah Gangneung. Setelah sepekan sibuk dengan aktivitas pekerjaan, kuliah, dan lain sebagainya, kayaknya kita perlu melakukan refreshing dan melakukan wisata dengan menikmati alam suatu daerah seperti pegunungannya atau pantainya untuk mengembalikan energi positif kita. Tentu saja, itu juga berguna untuk memberikan kita semangat baru di awal pekan. Jadi,

36

rencanakan liburan akhir pekan walaupun hanya 1 atau 2 hari menginap di suatu tempat wisata alam. Nah, jika kebetulan Anda berada di Korea, maka kira kira di manakah yang paling pas untuk menikmati wisata alam pegunungan yang sejuk dan pantai? Jika kita berbicara Seoul sebagai patokan jarak jauh-dekatnya, maka ada satu pantai yang ingin saya perkenalkan. Namanya adalah pantai Gyeongpo. Pantai ini merupakan pantai terbesar yang ada di pesisir timur semenanjung Korea. Pantai ini memiliki pasir yang halus dan sangat bersih sehingga banyak turis yang berjemur pada saat musim panas. Bagi yang tidak suka sand bath, bisa coba wisata jet ski atau juga banana boat. Ada juga penyewaan sepeda dan tur sekitar pantai dengan biaya 7.000-10.000 won per orang. Di sekitar pantai terdapat pula villa bagus yang sangat cozy serta cocok untuk disewa buat keluarga atau rombongan antara 5 sampai 10 orang. Untuk ukuran Korea, harga sewa per hari tidak bakalan bikin bocor kocek kkita karena hanya sekitar 100 ribuan won atau 1 juta rupiah per hari. Untuk menuju pantai ini, kita bisa berangkat Seoul lewat terminal bis di Seoul. Silakan pergi ke Terminal Bis Ekspress di Seoul dan naiklah bis jurusan kota Gangneung. Dengan lama perjalanan kira kira 2 hingga 3 dari Seoul, menurut saya pantai ini tidak terlalu jauh. Intinya, tidak akan menyesal pokoknya liburan ke pantai ini. Dengan mengeluarkan ongkos bis ekspres sekitar 22.000 won atau 250.000 rupiah untuk bis ekspress atau 13.000 won untuk bis biasa, maka liburan pantai bisa kita nikmati. Indonesia memang punya banyak pantai, namun tak ada salahnya jika kita pun mencoba menikmati pantai-pantai di Korea, salah satunya adalah pantai Gyeongpo ini. Tak jauh dari pantai Gyeongpo, terdapat sebuah danau yang bernama Gyeongpoho. Di kawasan danau ini kita bisa melihat beberapa tempat wisata seperti Ojukheon House dan Gyeongpodae Terrace. Untuk kuliner, Chodang Shundubu atau tahu ala Gangneung yang terkenal di Korea bisa juga kita nikmati. Kalau Anda yang suka berburu foto, maka di sini bagus-bagus tempatnya untuk lokasi pemotretan. Fotografi akan semakin menantang jika Anda berkunjung ke kawasan ini. Sepertinya saya akan terus bercerita banyak jika tidak saya hentikan. Intinya, setelah asyik berlibur di kota Seoul dan sekitarnya, jangan lupa untuk mampir di pasar Namdaemun dan Dongdaemun untuk beli oleh-oleh atau suvenir yang murah dan terjangkau. Jadi, bagaimana? Ayo buruan ke Seoul, Korea Selatan. Itulah beberapa cerita pribadi saya saat menikmati dan berwisata di kota Seoul dan sekitarnya. Semoga bermanfaat. Terima kasih dan sampai jumpa di cerita seru dan menarik selanjutnya.

37

Penulis: Hariyadi atau Hari Putrawa adalah pekerja migran Indonesia dan mahasiswa program Program Studi Bahasa Inggris di Universitas Terbuka di Korea Selatan. E-mail: [email protected], Fb & Twitter: Hari Putrawa

38

MENIKMATI SEOUL DARI PUNCAK INGWANSAN

<인왕산에서 본 서울>

Yuris Mulya Saputra (Alumni Seoul National University of Science and Technology)

Berkunjung di Seoul tidak afdol jika belum merasakan sensasi naik gunung berbatu yang bertebaran di kota tak kenal lelah setiap harinya ini. Kota Seoul memang memiliki dataran yang beraneka ragam mulai yang datar di pusat kota sampai dengan bukit-bukit dan pegunungan yang mengisi di pinggir maupun di tengahnya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi saya yang pernah tinggal di kota ini selama tiga tahun. Kota Seoul memiliki sebuah Taman Nasional yang merupakan gugusan gunung Bukhansan yang terletak di sebelah utara istana di pusat kota Seoul. Gunung ini sudah sangat terkenal sejak Korea Selatan masih merupakan jaman kerajaan dan gunung ini sering muncul dalam lukisan seniman Korea. Salah satu bagian dari gugusan gunung ini adalah gunung Inwangsan. Gunung ini terletak tepat di sebelah kiri istana terbesar di Korea Selatan yang bernama Gyeongbokgung di pusat kota Seoul. Dapat dikatakan gunung ini merupakan pelindung bisu istana tersebut. Inwangsan memiliki ketinggian sekitar 338 meter di atas permukaan laut. Tentu ketinggian ini sangat tidak seberapa jika dibandingkan dengan gunung-gunung di Indonesia yang bisa mencapai ribuan meter di atas permukaan laut. Namun, gunung ini memiliki keistimewaan tersendiri karena dari gunung ini kita bisa melihat pusat kota Seoul yang dikelilingi oleh gedung-gedung pencakar langit dengan Seoul Tower, istana Gyeongbokgung dan juga istana pemerintahan presiden Korea Selatan sebagai pelengkapnya. Tidak hanya itu, gunung ini merupakan salah satu tempat bersejarah di mana bagian dari Seoul Fortress atau Benteng Seoul berada di sini yang mengelilingi dan membatasi lokasi istana-istana kerajaan yang ada di Seoul. Mendaki gunung di Seoul sangat menarik jika dilakukan pada dua musim yang paling bagus di Korea Selatan, yaitu pada musim semi atau musim gugur. Pada kedua musim ini kita dapat melihat keindahan alam ketika bunga-bunga mulai bermunculan dan juga ketika daun- daun mulai menampakkan warna yang beraneka ragam. Selain itu juga karena temperatur udara yang tidak panas dan tidak dingin sehingga kedua musim tersebut merupakan masa yang paling cocok untuk mendaki gunung, khususnya gunung Inwangsan ini. Gunung Inwangsan ini bukan merupakan gunung pertama yang saya daki. Sebelumnya saya sudah 39

beberapa kali naik gunung mulai dari gunung Daedunsan di tengah-tengah negara Korea Selatan yang sangat terkenal dengan warna-warni dedaunan di musim gugur, gunung Buramsan yang berada persis di belakang kampus saya ketika berkuliah di Korea Selatan, dan beberapa gunung lainnya. Gunung Inwangsan ini baru saya daki pada awal musim gugur tahun 2014 yang lalu. Cukup dengan memakai pakaian dan sepatu olahraga serta tas kecil berisi bekal minum dan cemilan, saya berangkat dari tempat tinggal saya di utara Seoul pada pagi hari dengan menggunakan subway yang berada tidak jauh dari tempat tinggal saya. Berwisata di Seoul sangatlah nyaman karena setiap tempat terhubung langsung dengan stasiun-stasiun subway, salah satunya jalan menuju gunung Inwangsan ini. Untuk mencapai gunung ini kita dapat menggunakan subway jalur 3 yang berwarna jingga dan turun di stasiun Dongnimun exit 2. Setelah keluar dari pintu keluar, kita jalan ke depan sampai menemui sebuah jalan kecil di samping kiri kita, cukup dengan berbelok dan mengikuti papan arah menuju gunung tersebut. Sebenarnya ada tiga buah jalur yang bisa dilewati untuk menuju gunung tersebut, namun jalur ini merupakan jalur yang paling gampang dan banyak tempat wisata yang bisa dijadikan bahan foto khususnya untuk para turis yang tidak begitu mengenal kota Seoul secara detil.

Seonbawi Rock yang berbentuk dua orang biksu di dekat Inwangsa Temple

Setelah berbelok ke sebuah jalan kecil di dekat pintu keluar stasiun Dongnimun, jalan mendakipun mulai tampak, namun masih dengan jalan aspal bagus yang dikelilingi beberapa

40

apartemen khas Korea. Lima belas menit menyusuri jalan mendaki tersebut, akhirnya saya menemukan sebuah temple untuk umat Budha di Seoul yang bernama Inwangsa di Guksadang. Seperti kebanyakan temple-temple yang ada di Korea Selatan, tempat ini memiliki sebuah gerbang dengan tiang berwarna merah dan atap berwarna hitam kecoklatan serta bentuk bangunan terbuat dari kayu dengan atap yang mirip dengan atap istana-istana di Korea. Ternyata posisi gerbang sangatlah unik karena untuk mencapai gerbang kita harus mendaki dengan sudut lebih dari 45 derajat alias lumayan sangat curam. Walaupun hanya beberapa meter, jalan menuju gerbang cukup membuat saya terengah-engah. Setelah mencapai gerbang, jalan menuju bangunan utana lumayan sempit dan lebih landai dibandingkan jalan sebelumnya. Karena saya sampai di tempat tersebut sekitar pukul 8 pagi, tempat tersebut masih sangat sepi. Saat itu hanya terdengar beberapa biksu yangs sedang berdoa di dalam temple utama. Sebenarnya fokus utama saya menuju tempat tersebut adalah bukan temple-nya, namun sebuah bebatuan unik dan sakral yang terletak tidak jauh dari bangunan tersebut. Bebatuan yang unik tersebut bernama Seonbawi Rock. Bebatuan ini terdiri dari dua buah batu yang unik yang memiliki bentuk mirip dengan dua orang biksu sehingga dinamakan nama tersebut. Bebatuan ini sering digunakan oleh umat Budha untuk berdoa dan juga khususnya para wanita yang sedang hamil untuk meminta anak laki-laki. Ketika saya sampai di sana, tidak ada satu orang pun berada di sana, hanya saya seorang, bau dupa khas temple, dan puluhan burung merpati bertengger di puncak bebatuan yang menemani saya sehingga saya dengan bebas membidik foto sebanyak-banyaknya di sana. Setelah puas menikmati keindahan bebatuan tersebut, saya melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung. Selama melewati jalur yang mendaki yang lumayan susah karena hanya berupa bebatuan dan tanah, saya tidak bertemu dengan seorang pun sehingga dapat dikatakan saya cukup berdebar-debar mendaki sendirian, namun saya semakin bersemangat untuk mencapai puncak gunung. Setelah hampir setengah jam, akhirnya saya melihat sekilas dua orang tua yang kemungkinan besar suami istri yang sedang isitirahat di dekat bebatuan besar yang lain. Saya mengira saya sudah sampai di puncak, namun saya curiga karena merasa terlalu cepat mencapai puncak. Ternyata tempat tersebut masih setengah perjalanan menuju puncak gunung Inwangsan. Dari tempat tersebut pusat kota Seoul dengan bangunan pencakar langitnya mulai terlihat. Setelah puas berfoto, akhirnya saya melanjutkan perjalanan dan untuk pertama kalinya saya menemukan bangunan bersejarah Seoul Fortress. Mulai dari sini saya bertemu dengan banyak pendaki yang juga ingin mencapai puncak gunung. Setelah saya amati ternyata jalur yang saya lalui tidak begitu populer untuk para pendaki orang Korea. 41

Namun demikian, jalur yang saya lalui sangat cocok digunakan untuk para turis yang ingin mendapatkan pemandangan yang unik. Mulai dari posisi ini, di sepanjang perjalanan jalan mendaki yang saya lalui, saya selalu ditemani oleh benteng sampai mencapai puncak gunung.

Papan pengumuman larangan mengambil foto ke arah istana presiden Korea

Selama menyusuri jalan mendaki dengan pemandangan benteng di samping saya, saya menemukan beberapa bangunan kecil seperti pos pemantauan. Saya mengira pos ini khusus untuk para pendaki yang ingin melihat pemandangan di sekitar gunung. Namun setelah saya amati, di dalam pos tersebut terdapat seorang tentara lengkap dengan helm dan senjatanya. Dari sini saya sadar bahwa pos ini ternyata digunakan untuk melindungi istana presiden Korea Selatan dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan. Hampir di sepanjang perjalanan, saya menemui pos ini untuk setiap 100 meter. Ternyata ada juga pantangan bagi para pendaki yang ingin mengambil foto ke arah kota Seoul. Dalam papan pengumuman tertulis bahwa kita boleh mengambil foto ke semua arah kecuali ke arah istana presiden yang terletak tidak jauh dari posisi pos pemantau ini. Tujuan utamanya jelas untuk menghindari adanya mata-mata yang ingin berbuat sesuatu terhadap istana presiden tersebut. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, akhirnya saya sampai di puncak di mana di sana sudah banyak para pendaki mulai dari anak kecil sampai orang lanjut usia yang sedang beristirahat. Dari pengalaman saya mendaki gunung di Korea, puncak gunung selalu ditandai dengan adanya sebuah batu besar hitam dengan tulisan ketinggian

42

gunung tersebut dan juga sebuah bendera Korea Selatan.

Pemandangan benteng Seoul dan jalan menuju puncak gunung Inwangsan

Setelah beristirahat cukup, saya melanjutkan perjalanan untuk turun dari gunung. Kali ini saya menempuh jalur yang berbeda dengan yang sebelumnya untuk bisa mendapatkan pemandangan yang berbeda pula. Ketika turun memakai jalur turun ini, saya juga bertemu dengan banyak orang yang ingin mencapai puncak bahkan ada sebuah grup yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu dengan pakaian khas mendaki di Korea yang sibuk melakukan foto dengan hebohnya. Ternyata kekinian tidak hanya dilakukan oleh anak muda Korea, namun bapak ibu sekali pun tidak jauh berbeda. Jika sebelumnya sepanjang perjalanan saya menemui benteng yang sudah direnovasi dan bersifat modern, melalui jalur turun ini saya menemukan benteng Seoul dengan wujud aslinya, yaitu berupa tumpukan bebatuan tanpa ada balutan semen modern. Hal ini menjadi saya tarik tersendiri bagi para pendaki yang ingin merasakan bagaimana wujud Korea pada jaman kerajaan dahulu. Perjalanan turun ini lebih cepat dari pendakian sebelumnya dan perjalanan saya ini semakin dekat dengan bukit persis di belakang istana presiden Korea yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Bukhansan.

43

Benteng Seoul peninggalan kerajaan Korea pada masa dinasti Joseon di Inwangsan

Akhirnya, saya sampai di akhir jalan turun dari jalur menuju puncak gunung Inwangsan dan menemukan sebuah taman yang sangat asri dikelilingi rumah-rumah berbentuk villa. Ternyata benteng Seoul masih berlanjut di sini, namun dengan tinggi yang lebih rendah jika dilihat dari posisi dalam bentengnya. Di sinilah saya menemukan tanpa sengaja sebuah pohon yang sepertinya pernah saya liat di sebuah drama Korea. Setelah saya ingat-ingat ternyata pohon ini pernah dijadikan sebagai tempat syuting drama Fated to Love You yang pernah tayang di televisi nasional MBC Korea pada tahun 2014 yang lalu. Pohon ini dijadikan lokasi untuk mengubur kenangan masa lalu dan ternyata taman asri yang saya temui sebelumnya juga digunakan untuk syuting adegan pernikahan antara Jang Hyuk dan Jang Nara.

44

Pohon yang pernah menjadi lokasi syuting drama Korea Fated to Love You

Karena sudah kebelet untuk buang air kecil, akhirnya saya berusaha mencari jalan pulang dengan mengikuti para orang tua yang juga ramai pulang setelah mendaki gunung. Setelah keluar taman, saya menemukan tempat pemberhentian bus menuju stasiun subway di dekat istana Gyeongbokgung. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, saya dapat melihat area belakang dan samping istana presiden Korea yang asri dan dijaga ketat oleh polisi keamanan Korea karena jalan besar yang dilalui bus berada tepat di samping pagar pembatas istana presiden. Okay, finally another mountain in Korea was conquered! Tautan yang bermanfaat : www.visitkorea.or.kr

Penulis: Yuris Mulya Saputra adalah lulusan jurusan Teknik Telekomunikasi ITB (2006 – 2010), pernah bekerja di Samsung Electronics Indonesia bagian Application Software Developer (2010 – 2012), dan lulusan program Magister jurusan Electrical & Information Engineering, Seoul National University of Science and Technology (2012-2014), penerima beasiswa National Research Foundation of Korea dan SeoulTech Graduate School Scholarship( 2012 - 2014) dan sebagai Full-time Researcher di SeoulTech Industrial and Academic Cooperation dengan bidang Jaringan Nirkabel (Wireless Networking - 2014-2015). Email: [email protected]

45

TRI-BOWL YANG MENGINSPIRASI

<감격적인 광경: 트리볼>

Hadi Jazhulee Karnadinata (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Jalan–jalan ke Korea sebetulnya sudah menjadi cita –citaku sejak dulu pas munculnya drama Korea romantis yang selalu menjadi tontonan keluargaku terutama Mamih dan keempat saudariku. Awal mulanya tidak begitu suka namun setelah satu kali menonton terhipnotislah aku. Pasalnya mereka selalu heboh tatkala si pemeran utama dengan raut penuh emosi menunjukkan kemarahannya. Nada kegirangan mereka terdengar hingga keluar ruangan bahkan ada sesi hingga berderai air mata… beuuuuhhh lebayyy. Yup, itulah luapan mereka tiap kali menonton drama Korea. Alhasil aku pun jadi suka pasalnya TV di rumahku cuma satu makanya mau tidak mau aku harus harus menonton. Namun, semenjak di kamarku juga ada TV, asyeek aku nonton sendirian pas ada adegan sedih jadi tidak ada yang tahu kalau aku menangis. Pssst, jangan bilang-bilang. hehe. Pada awal tahun 2012 tibalah aku di negeri Ginseng—Korea Selatan sebagai pekerja dan pelajar. Setiap hari sibuk dengan kerjaan dan mengurus beberapa event karena aku adalah orang yang suka mobile alias muter-muter. Bisa juga aku disebut hiperaktif, tidak bisa diam apalagi duduk manis. So, aku harus mengalihkan sifatku itu kepada hal-hal yang positif. Salah satunya adalah jalan-jalan. Itulah caraku untuk mendapatkan inspirasi baru sekaligus untuk menghilangkan kepenatan yang melanda. Banyak tempat yang telah aku kunjungi selama tinggal di Korea. Dari daerah paling atas di semenanjung Korea hingga yang ada paling bawah, pernah kukunjungi. Namun, ada satu tempat yang menjadi tempat favoritku, yaituTri-bowl.

46

Tri-bowl terletak satu kota dengan tempat tinggalku bahkan cukup dekat yaitu di kota Incheon wilayah Gyeonggi-do. Saking dekatnya, dalam satu minggu bisa sampai dua kali aku mengunjunginya, apalagi tatkala hati sedang galau (ciee galau kaya anak muda saja, nih) Jauhnya cuma 6 stasiun atau sekitar 13 menit dari stasiun Dongchun tempat apartemenku berada. Bagaimana cara pergi ke sana? Dengan naik kereta jalur 1, maka kita bisa turun di Central Park Station dan keluar dari pintu exit 4 kemudian menuju ke International Business District. Mudah, kan? Kita bisa datang ke sana sendirian atau beramai-ramai bersama dengan teman-teman tercinta. Di sana kita bisa mulai membuat moment terindah di Korea Selatan yang bisa dikatakan sebagai salah satu negara terromantis di dunia…^^

Tri-bowl adalah tiga bangunan yang menyerupai mangkuk besar dengan lebar 2.869 sqm (bangunannya saja) dan total luas 12.300 meter persegi. Komplek ini mulai dibuka untuk

47

umum pada tahun 2009 dengan tujuan untuk menarik wisatawan dan menjadi pusat taman Songdo di kota Incheon, sekaligus juga sebagai representasi laut Pelabuhan Incheon. Desain interiornya pasti akan membuat orang yang melihatnya tercengang karena begitu hebatnya karya seni sang arsitek yang membuatnya. Dengan multi fungsinya, bangunan ini bisa digunakan sebagai ajang pameran seni lukis dan juga bisa digunakan untuk berbagai event seperti tempat syuting drama maupun tempat konser.

Sedangkan desain eksteriornya dihiasi dengan lampu-lampu yang berwarna-warni dan berimana nyalanya. Tentunya ini membuat nuansa menjadi sangat romantis. Tak heran jika pada malam hari pun banyak wisatawan berdatangan ke tempat ini. Seperti yang saya singgung tadi, tempat ini sering dijadikan tempat syuting film lokal. Pernah tiga k aku. ali aku menjumpai mereka pas take shoot, tapi aku hanya melihat saja tidak ikut berberan. Berbeda dengan sekarang saat aku juga ikut berperan untuk film edukasi. Siapa tahu saya bisa muncul di Busan Film Festival, acara yang diadakan setiap tahun dan menjadi sorotan banyak produser muda seperti seperti aku. Ya, itulah peranku dan ingin juga aku merambah menjadi produser. Cukup. Itu tadi imajinasiku saking indahnya Tri-bowl. Jika kita ke sana pas siang hari, pastinya kita tak ingin beranjak dari tempat itu. Ada gedung tinggi-tinggi, tapi aneh dan unik bentuknya. Mereka tidak seperti kebanyakan gedung lainnya. Ada yang bengkok atau agak melengkung. Intinya, semua itu bisa membikin mata kita melotot seolah takjub akan keindahan arsitektur bangunan-bangunan di sana. Sebenarnya gedung-gedung itu dapat terlihat jelas dari jendela kamar apartemenku yang berada di lantai 23. Jika kita menoleh ke sebelah kiri dari tiga mangkuk besar itu, maka akan terlihat

48

sungai yang mempercantik panorama kawasan itu. Di sepanjang sungai itu kita bisa bermain jet ski yang sewa alatnya antara 35.000 sampai 45.000 won atau sekitar 350 sampai 450 ribu rupiah per jamnya. Ada juga perahu mini, bebek goes alias sepeda bebek juga ada loch. Harganya pun cukup murah. Ada juga perahu wisata yang di dalamnya tersedia atraksi seni dan sulap, harganya pun terjangkau, yaitu sekitar 50.000 won. Lumayan, kita bisa mengelilingi sungai buatan itu yang dijamin akan membikin liburan kita menjadi lebih mengesankan. Bisa juga kita berjalan kaki saja mengelilingi sungai dan taman yang sangat luas. Malah itu lebih sehat dan hemat. Di sana ada juga rumah-rumah kerajaan jaman dulu yang dibangun sesuai dengan model jaman doeloe. Kita juga bisa mencicipi hidangan khas Korea sekaligus dapat memanjakan lidah dengan rasa yang enak tentunya. Apalagi desain restoran yang unik bisa membikin kita betah berlama-lama di sana. Buat yang suka ke sana dengan wisata gaya backpacker-an, maka itu akan semakin bisa mengirit biaya. Jika lapar, kita tak usah pergi ke restoran. Cukup datang ke mini mart, kita bisa membeli mie cup dengan harga 1.000 won saja. Dijamin, itu pun bisa bikin kenyang dan pastinya enak. Jika kita haus, di taman juga tersedia kran air minum. Gratis. Jika kita kebelet pepsi (ingin pipis), tak perlu khawatir karena di sana tersedia juga toilet di tengah-tengah taman. Kita boleh juga berkemah di sana. Banyak orang lokal yang bermalam di sana untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarga. Atau, jika ada yang kemalaman dan susah mencari tempat tidur, boleh kontak aku. Silakan menginap di apartemenku. Gratis. Mumpung saya masih stay di Korea. Jalan-jalan bagiku bukan suatu kegiatan menghambur-hamburkan uang. Namun, lebih sebagai suatu cara untuk menyegarkan otak. Jalan-jalan tidak perlu harus mengeluarkan banyak uang. Untuk itu, kita bisa memakai strategi backpacker. Sekali lagi, karena otak adalah bagian paling penting dalam tubuh kita, maka jika otak kita selalu segar, pasti akan berdampak positif terhadap organ-organ lainnya. Inilah sesuatu yang membuat kita sensitif. Dengan berjalan-jalan, kita juga dapat menambah keimanan kita terhadap Sang Khalik. Ini bisa dibuktikan apabila kia melihat betapa besarnya ciptaan-Nya. Yup, jalan- jalan murah, praktis, dan tidak ribet. So, please come to Incheon...^^ 49

Penulis: Hadi Jazhulee Karnadinata adalah pekerja migran Indonesia yang saat menuangkan kisah ini juga tercatat sebagai mahasiswa UT Korea semester 6 di program studi Bahasa Inggris bidang Penerjemahan. Dia juga seorang DJ radio di UT Korea Radio yang bisa didengarkan lewat streaming online di www.utkorearadio.com Nomor kontaknya adalah +82 10 385 36733 , E-mail: [email protected] dan [email protected]

50

KOREA BUKAN HANYA K-POP <한국은 K-POP 만이 아니다>

Oni Zakkia A (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Super Junior, Girls generation, 2NE1 dan masih banyak lagi. Yap, bagi para K-popers, pasti tahu banget kalau mereka adalah idola ngetop asal Korea Selatan. Dengan penampilan dan aksi panggung yang memikat hati, mereka berhasil menyihir kamu remaja hampir di seluruh dunia untuk menjadi penggemar musik K-pop, termasuk aku! Itulah salah satu alasan mengapa Korea Selatan menjadi salah satu negara impian yang ingin kukunjungi. Berawal dari ngefans artis-artisnya, lama-kelamaan jatuh cinta dengan bahasa, budaya, serta tempat- tempat wisatanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Korea Selatan adalah salah satu negara yang memiliki pesona dan keelokan yang luar biasa. ―Someday, I‘m gonna make my dreams come true!‖ Itulah yang kuinginkan saat itu. Karena saking penasarannya dengan keindahan negeri Ginseng, akhirnya aku memutuskan untuk bekerja di Korea. Sudah satu tahun empat bulan aku tinggal di kota Namyangju, propinsi Gyeonggi. Pertama kali aku tiba di Korea, saat itu adalah musim gugur di bulan Oktober. Senangnya bisa merasakan musim gugur untuk pertama kalinya.^^ Sambil menyelam minum air. Ya, itu dia kiasannya. Selain bekerja, aku juga melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka Indonesia yang ada di Korea. Kami di sini menyebutnya dengan UT Korea. Bekerja, berkuliah, bersemangat untuk masa depan yang cerah. Di sini ada dua hari raya yang memiliki libur panjang, yaitu Chuseok atau Thanksgiving Day ala Korea dan Seollal atau Imlek. Ini dia kesempatan yang bagus. It’s time to travel. Wisata pertamaku dimulai pada musim gugur tahun 2015 saat liburan Chuseok. Selain K-Popnya, Korea juga terkenal dengan dramanya atau yang terkenal dengan K-Drama, anggap saja sinetron Korea. Pencinta K-Drama pasti tidak asing dengan salah satu drama Korea yang sangat popular, yaitu Winter Sonata. Dalam drama itu banyak adegan berlatar pepohonan yang tinggi dan indah. Tempat itu adalah Nami Island. Ya, Nami Island adalah pulau cantik dan terkenal karena jajaran pepohonannya yang indah. Aku saat itu berkunjung ke sana bersama dengan teman-teman UT Korea dalam acara Fall Camp atau kemping musim gugur.

51

Korea. Untuk bisa sampai ke Nami Island, kami menggunakan kapal feri. Jarak yang ditempuh cukup singkat, hanya sekitar 5 menit. Sembari naik kapal ini, kita bisa melihat pemandangan sungai Han yang sayang kalau dilewatkan. Lima menit kemudian, welcome to Nami Island. Sampai sudah kami di tempat tujuan. Kami pun langsung berjalan-jalan menikmati kesejukan udara musim gugur dan pesona alam yang indah. Mataku tak bosan- bosannya memandangi pepohonan yang berjajar rapi di sepanjang jalan. Dari pohon yang rindang sampai yang pepohonan yang menjulang tinggi-tinggi dan besar, semua kupandangi. Karena saat itu adalah musim gugur, dedaunannya pun semakin berwarna-warni. Ada pohon- pohon yang daunnya masih terlihat hijau segar, ada yang menguning, ada yang memerah dan banyak pula yang berguguran.

Bersama teman-teman UT Korea

Kulihat saat itu banyak wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung ke sana untuk menikmati keindahan alam. Mereka bersuka ria bersama keluarga dan orang-orang tercinta. Moment itu harus kuabadikan. Kami pun langsung menempatkan diri untuk berfoto bersama dengan latar belakang alam yang indah itu. Di sana ada pula tempat seperti lapangan berumput luas yang di sekelilingnya terdapat pohon-pohon kecil yang mulai menguning yang tumbuh rapi. Bila kita memandang ke belakang, pemandangannya sangat luar biasa indahnya. Itulah bukit-bukit menghijau yang masih asri. Selain itu, ada pula patung-patung unik yang

52

terbuat dari kayu dan batu, salah satunya adalah patung pemeran drama Winter Sonata. Saking populernya, selain patung juga ada poster-poster terkait drama itu yang ukurannya besar sehingga bisa menjadi latar belakang untuk berselfie ria. Kami pun berjalan lebih jauh ke dalam pulau. Saat itu kami melihat sebuah gelaran konser musik sederhana dengan panggung yang berada di tengah banyaknya pepohonan tinggi. Para pengunjung pun bisa menikmati sajian musik itu dengan duduk-duduk di bangku- bangku yang tersedia. Buat mereka yang ingin berkeliling pulau tanpa harus lelah berjalan kaki, tidak perlu khawatir. Di sana ada tempat penyewaan skuter beroda tiga lengkap dengan helm pelindungnya. Setelah puas berkeliling, kami menyusuri jalan pulang sembarti tetap menikmati pemandangan cantik lainnya, yaitu taman bunga, danau-danau kecil, dan beberapa rumah tradisional Korea. Kami melihat juga kaca-kaca berwarna putih berbentuk balon yang diikatkan pada bagian atas pohon serta berbagai bendera dari banyak negara. Perut lapar setelah asyik berjalan-jalan? Di sana ada restoran dengan menu masakan Korea dan berbagai negara lainnya. Selain itu, di pinggir jalan banyak sekali para pedagang yang menjajakan berbagai makanan kecil dan souvenir khas Pulau Nami. Selepas dari Pulau Nami, kami melanjutkan perjalanan ke tempat lain yang tak kalah serunya, yaitu Petite France. Tempat ini masih di propinsi yang sama dan tak jauh dari Pulau Nami. Petite France adalah tempat wisata yang menyuguhkan replica bangunan-bangunan bergaya Perancis. Arsitektur yang ada di sana sangat berwarna-warni dan itulah yang membuatnya semakin menarik. Selain sebagai tempat syuting drama seperti Secret Garden dan My Love from The Star, tempat itu juga sering digunakan sebagai lokasi syuting berbagai acara reality show yang terkenal, misalnya Running Man. Karena tempat itu cukup luas dan berliku-liku jalannya, setiap pengunjung diberi peta lokasi serta petunjuk rumah-rumah yang layak dikunjungi. Tidak jauh dari pintu masuk, di sana ada sebuah panggung terbuka tempat diadakan pertunjukan sulap yang ramai dengan riuhnya tepuk tangan para pengunjung. Kami juga turut menikmati pertunjukan sulap itu. Setelah itu, kami melanjutkan berkeliling. Kami lihat di sana banyak terdapat bangunan dengan ciri khas yang berbeda-beda. Ada bangunan yang di dalamnya didesain seperti ruang tamu dengan sofa, meja kayu, dan piano. Ada pula bangunan yang dipenuhi boneka-boneka permainan zaman dulu, boneka-boneka khas Eropa seperti Pinokio. Ada pula benda-benda antik dan unik lainnya. Ada satu bangunan yang berbeda, yaitu bangunan berlantai dua tapi tak ada barang-barang antic seperti bangunan lainnya. Di sana hanya ada coretan tangan pengunjung menggunakan spidol atau buplen. Banyak coretan nama-nama pengunjung dan pasangannya. 53

Serasa di bawah Menara Eiffel

Ingin berfoto di Menara Eiffel? Di sana ada replikanya, lho. Itulah salah satu spot favorit bagi penggemar selfie. Di dinding-dinding luarnya juga banyak latar-belakang besar dan menarik untuk dijadikan latar selfie. Memang, banyak sekali spot-spot apik. beberapa bangunan ada yang dijadikan toko aksesori dan kafe. Di depan kafe-kafe itu terdapat air mancur kecil tempat berkumpulnya beberapa pengunjung yang lalu-lalang membeli pernak- pernik dan bersantai menikmati minuman. Di sela-sela bangunan pun terdapat banyak tetumbuhan dan bunga-bungan cantik yang dipagar dengan rapi. Berwisata ke Petite France seakan membawa kita ke suasana di sebuah desa di Perancis. Saking asyiknya, tak terasa waktu sudah sore. Ada beberapa bangunan yang belum sempat kami kunjungi karena lokasinya yang cukup luas. Tetapi, kami cukup puas menikmati keunikan Petite France. Perjalanan yang berakhir dengan menyenangkan. Itulah Musim Gugur 2015. Kini, kami pun bersiap untuk wisata selanjutnya.

Penulis: Oni Zakkia A adalah seorang pekerja migran Indonesia dan juga seorang mahasiswi Program Studi Bahasa Inggris minat Penerjemahan di Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea. Saat menulis esai perjalanannya ini, dia tengah duduk di semester 2. E-mail: [email protected]

54

MENAPAKI SUDUT DONGDAEMUN SIJANG

<동대문시장을 방문하자>

Benn Sohibul Munir (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Korea selatan. Siapa sih yang tak ―meriang‖ medengar nama negara keceh yang satu ini. Demam hallyu telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tak peduli anak-anak, remaja, dewasa, sampai orang tua pun juga sudah mulai ikut-ikutan demam. Mulai dari demam K- Pop yang sudah entah berapa ribu fans-fansnya, K-drama, bahasa korea, makanan,minuman, model pakaian, sepatu, tas, sampai model rambut segala. Pokoknya segala sesuatu yang berbau ala-ala Korea sedang nge-hitz banged saat-saat ini termasuk di negeriku. Meski tidak begitu ikut-ikutan demam, namun menjadi salah satu dari sekian orang yang bisa ikut mencicipi kehidupan di bumi ginseng ini tuh, hem nano-nano banget deh rasanya. Bak ketiban durian, apel, mangga, jeruk, stroberi-lah pokoknya. Namanya juga icip-icip, pastilah indra perasa kita yang berperan, ada kalanya manis, asam, asin, gurih, pahit, getir pun selalu ada. Terasa manis saat kita menemukan hal-hal baru yang belum pernah kita temukan sebelumnya, misalnya tentang teman, budaya, tantangan hidup, tentang yang namanya ―minoritas‖ dan semua itu datang silih berganti layaknya musim yang ada di negeri ini. Dari mulai winter, spring, summer, fall begitu seterusnya. Dulu, semua itu hanya bisa aku lihat di balik layar televisi hitam putih. Namun sekarang semua itu bukan hanya mimpi di siang bolong bahkan bisa kurasakan nyata tanpa penghalang dan dengan mata telanjang. Kebayang kan gimana rasanya? Sebaliknya, terasa agak asam hingga getir saat berkutat dengan kesibukan keseharian kami di sini. Korea adalah negara kerja! Semua orang sibuk dengan aktifitasnya masing- masing. Sampai-sampai nih, dengan roommate saja terkadang jarang sekali ada waktu untuk ngobrol santai. Karena itulah, menunggu akhir pekan adalah perkara yang paling panjang dalam sejarah penantian untuk sekedar bersantai ria dengan kawan-kawan. Di hari Minggu pun terkadang masing-masing sudah ada agenda tersendiri. So, musti mengatur jadwal dulu buat ketemuan di saat minggu-minggu padat seperti itu. Well, matahari saja sendiri namun tetep bersinar 

55

#foto-foto narsisku di musim winter-spring-fall^^

Sendiri atau dengan teman, hari Minggu adalah hari yang menggembirakan. Bagaimana tidak, menuggunya saja butuh waktu 6 hari perjuangan. Sayang dong kalau hanya berlalu begitu saja. Untuk menikmati waktu di sela-sela kejenuhan, aku terkadang duduk ganteng beberapa saat di coffee shop atau sebut saja warung kopi biar rada ndesani. Perlu digarisbawahi bahwa warkop (warung kopi) di Korea merupakan salah satu PW place yang paling cozy setelah kamar tidur, lho. Maka tak heran jika coffee shop di sini sangat menjamur dan hampir semuanya laris manis bak kacang rebus di musim dingin. Saking butuh dan nyamannya kali. Selain untuk menikmati sedapnya berbagai macam racikan kopi, ternyata tempat-tempat ini juga menawarkan kenyamanan untuk apa saja. Misalnya untuk belajar, baik sendiri maupun bareng dalam study club; untuk baca-baca buku/novel, nongkrong sesama coffee-holic; untuk bertemu dengan rekan kerja, untuk menghangatkan diri di kala musim dingin, dan bahkan untuk ―mojok‖ (baca: bicara empat mata) sekali pun oke punya , pembaca. Tapi jangan ditiru adegan yang terakhir ini. Jadi, mari sesekali kita ngopi dulu sejenak biar gak salah paham .

56

Pic.pertama: saat ngobrol santai bersama teman-teman pertukaran bahasa. Pic.kedua: segernya hot-choco^^ Pic.ketiga: saat kumpul bersama teman-teman di Korea, farewell-nya mas Irul.

Pada hari Minggu di pertengahan Februari 2016, saya merasa waktuku akan sayang jika dihabiskan hanya untuk menikmati secangkir kopi. Karena terkadang, buatku memang kopi itu hanya sekedar penghilang rasa kantuk. Nah, daripada ngantuk dan bengong di rumah, berangkatlah saya untuk ―berpiknik‖ ria menuju salah satu sudut komplek pasar yang ada di Korea Selatan ini. Sesekali bolehlah pikniknya itu ke pasar-pasar. Ya, biar agak ―gaul‖ dikit tentang dunia ekonomi. Jadi, yuk mari ke pasar. Eits.. jangan salah, ya. Jangan sampai ungkapan ―ke pasar‖ langsung terbayang ibu-ibu atau kita berubah cling… menjadi ibu-ibu yang sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari untuk urusan dapur mulai cabe, minyak goreng, beras dan kawan kawannya. Hmmm. rem-the-pong deh. Oh, tidak! Tentu saja saya tidak akan mengajak untuk membandingkan harga sembako di Korea vs Indonesia. Tetapi, saya akan mengajak para pembaca budiman semua untuk jalan-jalan di salah satu pasar tradisional yang cukup famous di Kore, yaitu Dongdaemun sijang (pasar Dongdaemun). Dongdaemun sijang atau berarti pasar Dongdaemun adalah sebuah komplek pertokoan yang terletak di provinsi Gyeonggi dan berada di sekitar pusat ibu kota Seoul. Untuk menuju ke komplek pasar Dongdaemun cukup mudah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan Seoul subway, tepatnya jalur 1 (dark blue line) dan bisa juga melalui jalur 4 (blue line). Kita bisa turun di Dongdaemun station namanya. Eng ing eng sampai deh

57

di lokasi. Konon punya cerita, pasar ini merupakan satu di antara the biggest shopping center di Korea Selatan, lho. Oleh karena itulah, pasar ini menjadi salah satu destinasi wisata tersendiri bagi orang asing yang sedang berkunjung ke Korea. Area ini dipenuhi oleh banyak sekali toko-toko yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan barang yang dijual, misalkan kelompok payung, sepatu, alat pancing, dll. Kawasan ini terkesan rapi dan memudahkan pembeli dalam mencari barang yang diinginkan. Nampak pula bangunan-bangunan (baca: mall) megah di sekelilingnya. Pastinya di sana dipajang barang-barang megah nan bernama pula di dalamnya. Namun, tak perlu melirik saku Anda karena tak semua yang bagus dan megah itu yang baru, lho! Di Dongdaemun kita juga bisa mendapatkan barang-barang bernama seperti baju, sepatu, tas dengan harga yang sangat sesuai dengan kocek kita, kok. Bahkan untuk barang-barang layak pakai itu, mereka ditawarkan dengan harga ―sale‖ (baca: obral) gede gedean, lho. Asal jeli dalam memilih dan bener dalam mencucinya, hemmm dijamin deh masih nyentriklah buat bergaya.

# Beberapa foto shopping center dan pertokoan di dalamnya

Pic.kiri: tas-tas trendi ^^ Pic. kanan: kelompok pecah belah ^^

58

Pic.ketiga: kumpulan selimut hati ^^. Layaknya pasar pada umumnya, pertokoan ini beroperasi dari hari Senin-Sabtu, khusus hari Minggu sebagian toko di pasar ini tutup, tetapi tetap saja ramai pengunjung karena ada semacam ―pasar kaget‖ di sana. Banyak orang datang menggelar dan menjajakan barang dagangannya secara langsung kepada pembeli. Pertama ke sini agak kaget waktu itu, gak tanggung-tanggung ada orang menjajakan barang dagangannya saling bersahut-sahutan semacam orang berantem dan pantang berhenti menyeru. Oleh karena itu, siapa yang paling seru di situlah banyak diserbu pembeli. Uniknya di antara desak-desakan pencari ―sale‖ tadi itu tuh banyak pula orang lokal. Ternyata mereka juga cuek-cuek saja tanpa gimana-gimana, malah dengan santainya main ―sikut sana sikut sini” dengan orang asing. Dalam hatiku ya rada mesem dikit. Namanya juga lagi ―sale‖ maka siapa pun orangnya yang penting dapet dan masih dalam kategori wajar dan manusiawi.

Serunya “sikut-sikutan ria” siapa cepat dia dapet. Mari dipilih! Ayo dipilih!

Namanya juga Dongdaemun, apa sih yang nggak ada di sini? Apalagi di ―pasar kaget‖, berbagai macam jenis barang kebutuhan sehari-hari kita, hampir semua ada dan dijual di sini. Mulai dari pintu keluar stasiun subway saja nih, kita sudah disambut dengan toko-toko baju Hanbok (baju tradisional Korea) dan di situ kita bisa juga memilih perpaduan warna kain sesuai selera kita sendiri Buat yang ingin membuat baju hanbok untuk pernikahan, bisa datang ke sini. Kemudian keluar dari lantai underground, mata kita akan dipenuhi oleh

59

barang-barang dagangan, mulai dari bermacam jenis dan merk sepatu, tas, aksesoris handphone, elektronik, barang-barang pecah belah dan yang paling menjamur adalah deretan toko baju yang memanjang di sepanjang jalan kenangan. Tak hanya itu, di pasar ―kaget‖ kita juga bisa menemukan barang-barang unyu-unyu, antik, bahkan terkadang barang-barang kuno. Pastinya semua itu dengan harga yang murah meriah. Sekonyong-konyong mataku terbelalak saat melihat dari kejauhan ada warna gemerlap yang nampak dan sangat famliliar dalam penglihatanku akhir-akhir itu. Ternyata tak hanya di Indonesia saja yang lagi gandrung batu akik, pembaca. Di sini pun ada yang jual batu ajaiab itu. Weh ladalah, sempitnya dunia ini. Selain itu, di kawasan ini banyak pula toko-toko yang menjual bahan-bahan konveksi seperti mesin jahit, kain, kancing baju dan bergai macam jenis aksesoris dalam dunia fashion. Hampir semua ada. Tersedia juga jasa konveksinya untuk pembuatan jaket, hoodie, jas untuk seragam dalam jumlah tertentu misalnya. Bisalah cari-cari link di sini siapa tahu dapat harga yang miring dan bisa digoyang ser ser .

Deretan toko baju Hanbok. Bagi yang mau menikah berhanbok-an atau buat punya-punyaan saja boleh pilih-pilih .

Berikut ini berbagai gambar acak yang tertangkap kamera 

Pic.1- minion yang nggemesin Pic.2- yang suka koleksi kaos kaki bergabai macam jenis yang unyu-unyu. Pic.3- sendal imut Winnie the Pooh. Hanya seribu won ^^ Pic.4- kacamata trendi cukup 5 ribu won.

60

Pic.1- aksesoris wanita yang murah meriah Pic.2- segala macem jenis casing hp dan aksesoris lainnya. Pic.3 -bapak pengangkut rongsokan yang tetep gigih bekerja. Pic.4 ajumma penjual kentang rebus yang semangat menerjang dingin

Setelah asyik berjalan-jalan dan bersikut-sikutan ria berburu ―sale‖ tadi, kinis aatnya kita move on sejenak ke sudut yang lain. Masih di sekitar area market, indra penglihatan kita akan dimanjakan dengan tata letak kota soul yang bisa dibilang cukup amazing, yaitu dengan adanya public facility berupa sungai (nampaknya adalah sungai buatan) yang d buat di tengah-tengah komplek Dongdaemun sijang ini. Panjang sungai inilah yang membelah blok toko-toko itu menjadi dua bagian. Kemudian di sepanjang samping kanan dan kiri sungai itu dibuatkan jalan semacam sidewalk sehingga bisa kita gunakan untuk melakukan aktifitas- aktifitas olahraga ringan macam jalan cepat, latihan maraton, bersepeda santai, atau melenggang bebas hanya untuk berfoto-foto ria. Why not? Karena banyak spot yang cukup menarik dan sayang jika hanya dicuekin saja. Kita bisa pula menikmati suara gemericik air dan melihat ikan-ikan yang ada di sungai itu tersenyum renyah. Loh kok bisa ikan tersenyum? karena apa? Ya, bisa dong karena kejernihan air sungai itu tadi sehingga warga yang ada di dalam sungai itu merasa aman damai sejahtera berkejar-kejaran ke sana ke mar mengoda para pengunjung. Nampaknya kesadaran warga pribumi untuk ikut menjaga fasilitas umum pun telah mengakar sehingga kebersihan di area ini juga terjaga dan bisa dirasakan. Tetiba nyeletuk dalam hati, kuselalu yakin bahwa masih ada harapan di negeri tercinta kita untuk bisa memanfaatkan sedemikian rupa potensi alam yang telah dimiliki dan bahkan jauh lebih eksotik dari sungai mini ini. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, minimal buang sampah pada tempatnya .

61

Di sudut lain dan masih di area market, kita bisa mengunjungi sebuah bangunan cukup megah dan unik. Bangunan itu berbentuk seperti seekor siput namun berwarna perak berkilau dan berkelok kelok, agak penasaran juga waktu itu tempat apaan sih itu? Ternyata bangunan itu adalah Dongdaemun History and Culture Park. Di area tersebut terdapat beberapa tempat yang dapat kita jelajahi, di antaranya adalah Dongdaemun Stadium Memorial, Dongdaemun History Museum dan Dongdaemun Design Lab. Bagaimana serunya itu, nikmatilah hasil pengabadian berikut.

Bentuk bangunan area Dongdaemun history dan culture park dari bemacam sudut.

Beberapa view di dalam Dongdaemun Museum Saat itu saya bertemu dengan teman Muslim dari Uzbekistan yang sedang berjamaah solat asyar dan itulah sebagian yang bisa saya abadikan. Well setelah berkelanana di museum, nampaknya kaki ini sudah lelah. Sudah kujelajahi pojokan-pojokan pasar, kemudian melepas lelah menghirup udara agak segar di tepian sungai sambil nyeletuk-nyeletuk sendiri digoda ikan-ikan sungai. Angin mulai berhembus mesra menerpa pipi dan mengernyitkan bulu alisku.

62

Matahari juga sudah tapat di ufuk barat siap kembali ke singgasana. Para penjual juga telah sibuk mengemas barang-barang dagangannya. Ya, sudah di ujung senja hari yang telah dinanti sepekan kemarin. Segera pula kulangkahkan kaki menuju ke gate subway. Sambil berjalan pelan terlihat orang-orang sibuk dengan barang bawaannya masing-masing. Ya, namanya juga habis borong pastilah banyak tentengannya. Masih lirak-lirik barang-barang yang ada di kanan dan kiri sebelum sampai stasiun, saya temukan lagi satu sudut tapak sejarah di Dongdaemun yang khas sekali corak bangunannya dan sayang sekali kalau tidak diabadikan dalam foto. Ya, saya dihadapkan dengan sebuah bangunan agak tinggi, berkonstruksi ala-ala kerajaan yang unik dan mungkin itu adalah sebuah benteng atau pintu gerbang dari peninggalan kerajaan jama dulu. Meski disandingkan dengan gedung-gedung bertingkat, namun bangunan kuno itu tetap terlihat sangat klasik dan menarik dengan adanya pencahayaan lampu-lampu yang sengaja dibuat redup di sekeliling bangunan sehingga memberikan kesan tersendiri bagi yang melihatnya. Well, amazing dah Dongdaemun.

Asyiknya menikmati pemandangan benteng di area Dongdaemun sijang ini di malam hari, tapi aku harus pulang pulang dan pulang. Finally, jika pemirsa, maksud saya pembaca sekalian sedang berkunjung ke Korea Selatan dan ada di sekitar Seoul, bolehlah berkunjung ke Dongdaemun sijang atau Pasar Dongdaemun. Kali-kali atuh piknik ke pasar juga, biar tidak ketagihan nge-mall terus. Selain untuk jalan-jalan, mencari oleh-oleh, dan berburu barang-barrang unyu nan antik dan yang ber―sale‖, Dongdaemun juga bisa dijadikan tempat untuk ―cari angin‖ sejenak, melepas kepenatan dunia-mu di sini. Welcome.

63

Baiklah, sebagai gambar terakhir, ini dia foto pintu keluar (exit) 1 menuju Dongdaemun sijang (―pasar kagetnya‖). Ternyata ―pasar‖ adalah tempat yang asyik untuk memulai mengabadikan ―moment‖ indahmu. Buatku, sembari berjalan-jalan di pasar, otakku pun segar kembali walau di dalamnya bermunculan berbagai macam ide, peluang buka lapak, bagaimana melayani pembeli, belajar trategi pemasaran, dll. So, selamat mencoba.

Suwon, Febuari 2016

Penulis: Benn Sohibul Munir adalah pekerja migran Indonesia yang saat menulis kisahnya ini masih terdaftar sebagai mahasiswa program studi Bahasa Inggris, Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, Benn tengah menulis karya ilmiah sebagai syarat kelulusan dari UT Korea. Dia juga salah seorang DJ UT Korea radio dan suka berpetualang menjelajah Korea. E-mail: [email protected]

64

PESONA PROPINSI GYEONGSANGBUK-DO <경상북도의 매력>

65

KEHANGATAN DARI DAEPRIKA

<대프리카 (대구+아프리카)의 따뜻함>

Alfiana Amrin Rosyadi (Daegu University, Ehwa Womans University)

Pernahkan Anda membayangkan panasnya tinggal di Afrika? Cuacanya panas, bukan? Seperti itulah yang orang Korea bayangkan tentang panasnya kota Daegu sehingga mereka menyebut Daegu dengan sebutan Daeprika (Daegu Afrika). Sebetulnya ada alasan geografis kenapa kota ini lebih panas dari kota-kota lainnya di Korea. Secara geografis, Daegu terletak di tengah semenanjung Korea dan jauh dari laut. Selain itu, Daegu juga dikelilingi oleh banyak gunung yang terlihat seperti benteng alami. Walaupun cuaca di Daegu lebih panas dari kota lain, sebagai orang yang tinggal di negara tropis, hal ini menjadi suatu keuntungan. Sudah terbiasa bermandikan sinar matahari di pantai-pantai indah di Indonesia? Kehangatan Daeprika ini tidak hanya sebatas hangatnya sinar mentari, tetapi juga kehangatan masyarakat Daegu. Dibanding kota-kota besar di Korea, seperti Seoul dan Busan, orang-orang di Daegu relatif lebih ramah. Berita baiknya, pemerintah Daegu saat ini juga sedang aktif mempromosikan pariwisata mereka. Banyak pamflet dan kartu pos gratis yang bisa kita dapatkan di pusat informasi. Sebagai mahasiswa yang tinggal di sekitar Daegu, saya berkesempatan mengunjungi beberapa objek wisata di kota ini. Dalam dua bulan saja sejak tinggal di sana saya sudah mengunjungi lebih dari enam objek wisata di Daegu. Banyak hal yang saya pelajari selama menjelajahi Daegu. Karena itu, lewat tulisan ini saya ingin mengajak Anda mengenal Daegu lebih dekat. Bayangkan jika Anda seorang pelancong. Kemungkinan besar, tempat pertama kali yang Anda kunjungi adalah stasiun Daegu atau Stasiun Daegu Timur (Dong Daegu). Dua stasiun ini berada di jalur 1 metro. Nah, berkeliling Daegu ini sangat nyaman karena semuanya terjangkau dengan metro dan bus. Dari jalur 1, saya biasanya menyempatkan diri berbelanja di kawasan Banwholdang. Bisa dibilang inilah pusat kota Daegu. Ada banyak toko dan pusat perbelanjaan di sekitar stasiun ini. Tips untuk Anda: selalu bawalah kantong belanja ke manapun Anda berada. Tidak seperti di Indonesia, kantong belanja di Korea tidaklah gratis. Jangan lupa juga untuk tengok panggung permanen yang berada tepat di depan toko Uniqlo. Setiap hari libur biasanya ada acara yang diselenggarakan di sana.

66

Terakhir kali, saya berhenti di sana untuk melihat pameran dan pertunjukan dalam rangka memperingati hari Pulau Dokdo yang jatuh setiap tanggal 25 Oktober. Bagi Anda yang tak puas dengan perbelanjaan modern, saya merekomendasikan pasar Seomun. Anda bisa menjangkaunya dengan metro jalur 3. Ada yang berbeda dengan jalur metro ini. Jika jalur 1 dan 2 merupakan kereta bawah tanah, jalur 3 merupakan satu-satunya jalur kereta monorel di Daegu. Seomun market ini disebut sebagai pasar tradisional terbesar ketiga di Korea setelah Dongdaemun dan Namdaemun yang ada di Seoul. Jika Anda pintar menawar, pedagang biasanya akan memberi diskon. Tips lagi: cobalah makanan tradisional di sana. Kue hotteok atau semacam kue beras ketan berisi gula di pasar ini sangat enak dan banyak pembelinya. Puas berbelanja, sekarang saatnya Anda berpetualang. Kota Daegu memiliki beberapa tempat permainan modern mirip Ancol dan taman-taman kota yang cantik. Ada dua tempat rekreasi dan tiga taman kota yang saya rekomendasikan untuk Anda. Pertama, Kita akan ke E-world. E-world ini adalah tempat di mana kita bisa menikmati aneka wahana permainan modern. Pengunjung bisa menikmati serunya 5 jenis rollercoster di sini. Dari kelima wahana rollercoster tersebut, wahana boomerang menjadi pilihan favorit saya. Bagaimana tidak! Bayangkan Anda duduk di rollercoster, lalu ditarik ke belakang seperti Anda menarik tali ketapel dan kemudian seketika anda dihempaskan ke depan. Tak hanya itu, di tengah-tengah permainan rollercoaster, kita akan kembali ditarik tapi kali ini dari depan. Lalu dihempaskan ke belakang. Sungguh sangat mendebarkan dan mengasyikkan, bukan? Selain itu masih banyak wahana-wahana seru dan spot foto yang tak kalah menarik untuk diabadikan. Tiket harga masuk ke E-world lebih murah pada hari biasa daripada pada akhir pekan. Jadi, jangan ke sana pas akhir pekan, ya! Ada tips menarik untuk Anda. Datanglah ke E- world saat hari raya Chuseok (semacam Thanksgiving) atau Seollal (Imlek). Saya ke sana saat hari raya Chuseok dan mendapat potongan diskon untuk orang asing. Kalau Anda tak cukup nyali untuk mencoba wahana-wahana tersebut, saya menyarankan Anda berkunjung ke tempat kedua yang saya rekomendasikan, yaitu Herb Hillz. Tempat ini cukup populer di Daegu terlebih setelah drama I’m sorry I’m Okay My love mengambil syuting di tempat ini. Tak seperti di E-world, tempat ini tidak memiliki banyak wahana permainan modern. Tetapi, jangan salah! Di sini juga ada paket adventure untuk Anda yang suka permainan panjat tali dan flying fox. Untuk pasangan kekasih, Herb Hillz adalah tempat yang tepat karena banyak taman bertema dan bahkan ada jalan cinta yang didesain khusus untuk pasangan kekasih. Di ujung jalan ini ada taman cinta lengkap dengan

67

instalasi besi berbentuk cinta yang siap menampung gembok-gembok cinta dari para pengunjung. Di Herb Hillz, Anda juga bisa menikmati permainan tradisional Korea, seperti yutnori (permainan papan tradisional dengan dadu berupa balok-balok khusus), melihat hewan- hewan di kebun binatang, menikmati kebun teh mini lengkap dengan gazebonya, dan berfoto di tengah-tengah kebun tanaman. Tiket masuk di Herb Hillz ini juga lebih murah daripada tiket masuk E-World. Tips saya: di sini jangan lupa bawa tongkat selfie Anda. Untuk bisa ke sini, Anda bisa naik bis dari Banwholdang, kemudian ambil bus Geubhaeng 2 ke arah Yeonggori dan turun di pemberhentian Herb Hills. Oh, ya tips naik bus di Korea adalah siapkan kartu transportasi yang namanya T-Money atau bisa juga kartu transportasi lainnya. Jika kita naik subway lalu sambung ke bus, kita tidak dikenakan biaya untuk busnya. Lalu, jangan lupa untuk tekan tombol stop sebelum mencapai stasiun yang Anda tuju. Jika tidak ada penumpang dan tidak ada yang menekan tombol, bus akan terus melaju kencang dan Anda tidak jadi turun di tujuan! Jika Anda hanya ingin bersantai-santai di taman sambil menikmati udara siang atau sore di kota Daegu, ada beberapa taman yang cocok untuk Anda. Setelah cukup bermain di E-world, Anda bisa mampir sebentar ke taman Duryu. Di Duryu Park (Colourful Park) ini Anda bisa mendapatkan informasi tentang tempat wisata di Daegu. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk mengambil sebanyak-banyaknya pamflet dan booklet. Selain itu, tempat ini juga menyediakan jalur jogging yang panjang. Sewaktu saya berkunjung ke sana, saya melihat banyak orang Korea paruh baya menggelar tikar dan bercengkrama dengan sesamanya. Ada juga anak muda yang membawa anjing mereka untuk berjalan-jalan. Tak sedikit pula pasangan kekasih yang berjalan berdua. Tips berkunjung di taman ini adalah bawa bekal makanan atau tikar untuk duduk. Lalu, sempatkanlah berjalan ke arah Seongdang mut. Seongdang mut ini adalah danau indah di ujung taman. Karena keindahan pemandangan danau ini pada musim gugur, foto danau ini saat musim gugur diabadikan dalam kartu pos yang bisa Anda dapatkan secara gratis di pusat informasi. Taman lain yang menarik untuk dikunjungi adalah Dalseong gongwon. Karena letaknya yang berdekatan dengan Seomun Sijang atau pasar Seomun, maka setelah berbelanja Anda ada baiknya Anda mampir ke taman ini. Taman kota yang cukup luas dan fasilitas publik yang memadai seperti toilet dan air keran yang bisa diminum juga tersedia. Hal menarik lainnya adalah bahwa para pengunjung bisa melihat kehidupan satwa-satwa yang ditangkar dalam kebun bianatang mini. Khusus untuk beruang madu, singa, dan harimau, maka pihak pengelola menyediakan tempat yang luas dan lengkap dengan liang parit dan 68

pagar untuk membatasi mereka dengan para pengunjung. Saya suka bagaimana pengelola menjelaskan nama dan habitat masing-masing hewan dengan bahasa yang menarik dan mudah untuk dipahami. Hanya inikah tempat yang bisa dikunjungi di Daegu? Tentu tidak. Masih banyak lagi tempat untuk melepas lelah. Di musim gugur, tempat yang sering dikunjungi orang Korea untuk melihat daun-daun gugur selain gunung adalah Daegu Sumokwon. Terletak di bagian tenggara kota Daegu, Anda harus mengambil metro jalur 1 ke arah Daegok untuk mencapainya. Setelah turun dari stasiun Daegok, Anda hanya tinggal berjalan sekitar 10 menit. Tanda papan petunjuk jelas terpampang di jalan besar. Jadi Anda tidak perlu khawatir tersesat. Masuk ke taman ini pengunjung tak akan dipungut biaya. Waktu berkunjung dimulai dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore. Anda bisa memulai berjalan kaki dengan mengikuti trek hijau yang dibuat dari kayu. Trek ini lumayan panjang, tapi di sepanjang jalan Anda bisa mengamati satu persatu tumbuhan di sini. Tersedia fasilitas toilet, air yang bisa langsung di minum, dan beberapa gazebo untuk duduk-duduk jika pengunjung lelah berjalan. Selain menikmati tanaman dan tumbuhan, Anda juga bisa menikmati taman-taman tradisional Korea yang dibagi dalam 6 area. Di sini Anda bisa mengambil foto sepuas-puasnya. Jika Anda ke Daegu untuk waktu yang lumayan lama, sempatkanlah berkunjung ke gunung. Sejauh mata memandang di Daegu, Anda akan dapat melihat gunung-gunung. Ada dua gunung yang saya rekomendasikan untuk Anda. Gunung di sini tidak seperti di Indonesia yang tingginya mencapai 2000 meter atau lebih. Selain itu, gunung-gunung di sini dilengkapi dengan fasilitas anak tangga sampai ke puncak. Jadi lebih mudah untuk para pendaki. Gunung pertama yang harus Anda kunjungi jika bertamu ke Daegu adalah gunung Palgongsan yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi di sekitar Daegu. Anda bisa ke gunung ini dengan dua cara. Cara pertama, pergilah ke stasiun Dong Daegu dan turunlah ke terminal di bawah (ada petunjuk arah). Kemudian, ambillah bus ke arah Palgongsan. Cara kedua, Anda hanya mengaksesnya dari Gyeongsan dengan naik bus 803 (Palgongsam). Puncak Palgongsan berada pada ketinggian 1193 meter. Jika Anda tidak sanggup ke puncak, ada alternatif objek wisata lain di sana. Anda bisa mengunjungi Gatbawi di ketinggian 750 meter. Tips: ambillah bus lewat stasiun Dong Daegu untuk berangkat dan untuk bus pulang gunakanlah bus 803. Saya dan teman menggunakan pilihan tersebut dan merasakanya manfaatnya ketika pulang. Mengapa begitu? Jalur pendakian dari Dong Daegu lebih menantang. Tangganya disusun dari bongkahan batu-batu alam. Rasanya seperti menjelajahi gunung purba Nglanggeran di Yogyakarta. Ketika turun, Anda akan disuguhi 69

anak tangga yang tak terhitung sampai ke parkiran bus 803. Saya tidak bisa membayangkan betapa beratnya jika saya harus naik tangga dan turunnya masih harus menghadapi tangga dari batu-batu alam. Gatbawi merupakan tempat ibadah suci untuk kaum Budha. Jika diperhatikan, semua kuil Budha memang berada di gunung. Hal itu dikarenakan gunung adalah tempat paling tinggi di daratan yang dekat dengan lain. Langit adalah tempat sang Budha berada. Jika dibandingkan kuil Budha lain di Korea, Gatbawi memiliki satu keunikan. Anda bisa menyaksikan patung Budha bertopi di sana. Semuanya terbuat dari batu alam. Di depannya ada altar persembahan. Kaum Budha membakar Budha dan berdoa di sana. Pihak pengelola Gatbawi juga menyediakan alas duduk untuk para peziarah. Tidak masalah jika Anda bukanlah peziarah. Anda tetap diiperbolehkan mengambil foto. Jangan lupa mengabadikan pemandangan gunung palgongsan dari Gatbawi. Sangat indah hasil gambarnya.

Para peziarah tidak hanya naik ke Gatbawi untuk berdoa. Di beberapa kuil di sana, mereka akan membayar untuk didoakan. Biasanya mereka minta didoakan untuk kesuksesan, pekerjaan, hingga lulus ujian nasional Korea (Suneung). Doa mereka ditulis dalam kertas yang dilapisi plastik agar tidak rusak ketika hujan lalu digantung di luar kuil. Tidak hanya ditulis di kertas, beberapa juga ada yang menuliskan namanya di genting. Lalu genting dipajang di depan kuil. Tips lainnya jika Anda bepergian ke gunung adalah jangan sampai lupa bawa makanan kecil dan minuman hangat. Sesampai di gunung, orang Korea suka bercengkerama dengan pacar, keluarga, atau teman sejawat sambil makan atau minum. Dua kali saya ke gunung yang berbeda di Daegu, tetapi selalu lupa untuk membawanya. Iri sekali saat melihat ajumma (ibu-ibu paruh baya) dan ajeossi (bapak-bapak paruh baya) yang menyantap bekal mereka.

70

Gunung kedua yang saya kunjungi adalah gunung Apsan. Gunung ini bisa dikatakan lebih komersil daripada gunung Palgongsan. Tinggi gunung ini juga tidak setinggi Palgongsan. Mungkin untuk pendaki Indonesia yang suka naik gunung, gunung Apsan ini hanyalah bukit. Meskipun begitu, gunung ini wajib dikunjungi terutama saat musim gugur. Tak lain dan tak bukan adalah karena dari atas gunung kita sejauh mata bisa memandang hamparan daun-daun berganti warna dan pemandangan kota Daegu dari atas. Di Indonesia tidak ada musim gugur, jadi keindahan Apsan tidak bisa dibandingkan. Bagaimana cara pergi ke Apsan? Apakah ada bus seperti pergi ke Palgongsan? Ya, ada. Dari mana pun tempat Anda, silakan ambil metro jalur 1 dan berhenti di Yongnamdae Hospital. Lalu, carilah tempat pemberhentian bus kemudian naiklah bus Namgu-1 atau Namgu1-1. Dua bus tersebut mempunyai arah yang sama ke Apsan. Pemberhentian bus terakhir adalah Apsan Gongwon (Taman Apsan). Di Daegu, setiap Anda menggunakan T- Money, Anda akan dikenakan biaya 1.200 won. Namun, jika Anda melanjutkan perjalanan dengan bus dalam kurun waktu 30 menit, Anda tidak akan dikenakan biaya untuk tiket busnya. Setelah Anda sampai di pemberhentian terakhir, ikuti papan ke arah taman Apsan. Agar mudah membayangkan arahnya, dari pemberhentian bus, ambillah ke arah kiri (ke arah kantor pengelola). Sampai di Taman Apsan, Anda berkesempatan melihat peta besar dan fasilitas umum seperti toilet dan perpustakaan mini. Berbeda dengan Palgongsan, di Apsan toilet dibangun di mana-mana. Jadi Anda tak perlu khawatir saat berpergian di Apsan dan tiba-tiba kebelet atau mendadak sakit perut memenuhi panggilan alam! Jika Anda tidak ingin mendaki atau berjalan jauh, pengelola Apsan memiliki solusinya. Kereta gantung disediakan untuk paket bolak balik maupun sekali jalan. Ada diskon khusus jika pengunjung datang dengan 30 orang lebih. Awalnya saya sempat berpikir untuk naik kereta gantung. Buat saya kenapa tidak? Dengan 9000 won atau sekitar 100.000 rupiah, saya tidak bersusah payah jalan kaki. Namun, Tuhan menghendaki hal yang lain. Karena terlena mengikuti jejak jalur pendakian para ajumma dan ajeossi, saya dan teman salah mengambil jalur. Jalur yang kami tempuh adalah jalur paling jauh ke Apsan dan wahana kereta gantung. Nasi sudah jadi bubur, tak ada gunanya berbalik arah. Alhasil kami terus berjalan dan menaiki anak tangga yang melelahkan. Jalan yang kami tempuh bukan langsung menuju ke puncak Apsan, melainkan ke jalur pendakian yang berada di tengah- tengah antara puncak Apsan dengan gunung lain. Jalur ini lebih tinggi daripada puncak Apsan. Apsan sendiri hanya sekitar 625 meter di atas permukaan laut. Tidak tinggi untuk ukuran gunung. Jalur yang saya tempuh juga 71

membawa saya kepada sebuah pemandangan yang jauh lebih indah daripada pemandangan di Apsan Observatory di bawah. Apsan Observatory jaraknya tak terlalu jauh dari puncak Apsan. Oh, ya karena semuanya sudah diberi fasilitas tangga, bisa-bisa Anda tak sadar sudah melewati puncak Apsan. Kalau Anda merasa cukup dengan pemandangan di menara pandang (observatory), silakan ambil cable car PP. Seperti yang sudah saya sebut, harga tiket PP adalah 9000 won dan satu kali jalan jauh lebih mahal, yakni 7000 won. Dari tempat turun kereta gantung, Anda bisa berjalan kaki sekitar 3 menit ke Apsan Observatory. Di observatory ini Anda bisa melihat kota Daegu dari atas dan menerka bangunan-bangunan yang mungkin Anda kenal. Saya membandingkannya dengan Bukit Bintang di Yogyakarta. Hampir sebelas dua belas miripnya. Setelah puas dengan pemandangan kota Daegu, saatnya Anda turun ke bawah. Ada dua pilihan, Anda mau turun dengan cable car seharga 7000 won atau pilih menghemat uang dan terus berjalan kaki ke bawah. Jalur turunnya pun sudah tersedia fasilitas tangganya. Jadi, Anda tak perlu risau. Di bawah ada satu kuil cantik bernama kuil Anilsa yang bisa disinggahi. Arsitekturnya menarik untuk dipotret sembari melepas lelah. Selanjutnya, Anda bisa kembali berjalan ke arah tempat parkir untuk naik bus Namgu-1 atau Namgu1-1 ke arah kota. Tempat belanja dan kuliner, tempat bermain, taman dan gunung sudah saya ceritakan satu persatu. Ada yang kurang, kah? Ya, ada yang tertinggal informasinya. Jika Anda ingin melihat sisi tradisional kota Daegu, datanglah ke Daegu Tradisional Medicine Museum. Daegu ini dulunya pusat perdagangan obat pada zaman kerajaan Shilla. Di museum ini selain Anda bisa membuat sabun muka batangan dengan berbagai khasiat (termasuk anti jerawat dan anti penuaan), Anda juga bisa berfoto memakai hanbok atau baju tradisional Korea. Masih belum cukup? Datanglah juga ke Daegu National Museum. Di museum ini Anda bisa belajar tentang sejarah Korea dan kota Daegu. Selain itu, Anda bisa membeli pernak-pernik souvenir seperti kartu pos, kipas, buku saku, dsb. Tips: pergilah ke tempat pamflet atau booklet. Temukan potongan diskon 10% untuk pembelian di toko souvenir museum. Saya diberitahu kasir bahwa kebanyakan orang Korea yang membeli barang di museum ini tidak tahu soal kupon ini. Jangan lewatkan, ya! Cerita saya ini tidaklah cukup sebenarnya untuk mendeskripsikan keindahan dan kehangatan kota Daegu. Untuk itu, sempatkanlah mampir sebentar ke Daegu saat Anda berkunjung ke Korea. Masukkan kota ini dalam daftar kunjungan Anda. Tak akan ada ruginya. Nilai plusnya adalah Anda bisa mendengarkan logat daerah Gyeongsang yang jauh berbeda dengan bahasa Korea di Seoul. Tunggu apalagi? Saya tunggu cerita petualangan Anda di kota Daeprika ini. 72

Penulis: Alfiana Amrin Rosyadi adalah mahasiswa jurusan Teaching Korean as a Foreign Language di Ehwa Womans University (2016-2018) dan saat menulis esai ini dia sedang mengikuti program pelatihan bahasa Korea di Yeungnam University di kota Daegu. Email: [email protected], situs pribadi: solotoanothercities.blogspot.com

73

WISATA DI PROPINSI GYEONGSANGNAM-DO

<경상남도 관광 기행>

74

EKSOTIKA TONGYEONG-SI GYEONGSANGNAMDO, KOREA

<통영시의 이국적인 풍물>

Hastangka (Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada)

Korea dikenal oleh masyarakat dan akademisi Indonesia belum lama. Kurang lebih 15 tahun terakhir ini Korea menjadi negara yang naik daun di Indonesia. Beberapa prestasi dan kemajuan tentang Korea memang dikenal sudah lama. Tetapi, apa itu Korea? Bagaimana masyarakat Korea? Seperti apa bentuk negara tersebut? Semua itu terkadang masih meninggalkan pertanyaan bagi masyarakat Indonesia. Perbedaan yang cukup tajam antara Korea Utara dan Korea Selatan menyebabkan image masyarakat Indonesia ketika berbicara tentang negara Korea ialah membicarakan negara komunis. Pada era pemerintahan Soeharto, informasi dan image yang ada dalam benak sebagian orang Indonesia adalah anggapan bahwa negara Korea merupakan bagian dari afiliasi dari negara-negara komunis. Namun, setelah 15 tahun kemudian, hal itu terbalik 180 derajat. Korea yang dulu dipahami oleh masyarakat Indonesia ternyata berbeda jauh. Era keterbukaan informasi, masuknya berbagai macam industri hiburan Korea seperti K-Pop, budaya korea, festival korea, makanan korea hingga munculnya berbagai rumah makan korea dan pusat-pusat kajian atau kebudayaan korea di Indonesia menjadikan Korea semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia. Berbagai kerjasama dalam bidang ekonomi, pertahanan, pendidikan, budaya-sosial semakin intensif dijalin antara Indonesia dan Korea. Lebih khusus lagi, kerjasama dalam pendidikan dan kebudayaan yang mengalami perkembangan yang sangat pesat 10 tahun terakhir ini. Banyak mahasiswa Indonesia mendapatkan beasiswa dari Korea untuk studi S1, S2, dan S3. Selain itu, pertukaran dosen dan guru, studi tur pelajar Indonesia dan guru ke Korea semakin intensif dijalankan. Korea menjadi negara yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, apalagi di kalangan generasi muda Indonesia. Semakin eratnya hubungan Indonesia dan Korea telah membawa interaksi dan mobilitas warga Indonesia dan Korea semakin masif dan meningkat tajam. Sebagaimana dapat dilihat, industri pariwisata mulai bangkit di Korea. Masyarakat Indonesia mulai melirik Korea sebagai tujuan wisata keluarga, wisata akademik, dan wisata budaya. Berbagai outlet dan tawaran agen perjalanan wisata mulai banyak mencantumkan

75

tawaran liburan ke Korea dengan berbagai macam paket wisata tur ke Korea yang menarik dan menggiurkan. Istilah yang mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia ketika membahas Korea pertama kali atau istilah yang muncul pertama kali adalah negeri gingseng. Setelah masuknya industri hiburan seperti K-Pop, drama korea, dll, masyarakat Indonesia mulai mengenal wajah dan kehidupan orang Korea melalui media televisi dan media online. Saya pertama kali menginjakkan kaki di Korea ketika mengikuti Sejahtra research fellowship yang disponsori oleh Regional Centre of Expertise (RCE) Tongyeong Foundation bekerja sama dengan Pemerintah Kota Tongyeong dan RCE Yogyakarta (Universitas Gadjah Mada). Kegiatan ini merupakan the first Sejahtra research fellowship, suatu program kerjasama untuk memberikan kesempatan pada akademisi, peneliti, dan ilmuan dari negara- negara Asia Pasifik untuk melakukan riset dan kajian tentang Education for sustainable development (ESD) di Korea. Education for sustainable development atau yang dikenal sebagai pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan merupakan paradigma pembangunan yang berkelanjutan untuk merespon isu-isu global yang melanda dunia. Penanganan isu-isu global yang mengalami kemandekan akibat persoalan strategi dan metode yang stagnan menjadikan arah dan orientasi penanganan isu-isu global diarahkan pada pelibatan peran pendidikan. Isu-isu global yang dimaksud adalah seperti halnya perubahan iklim, kelangkaan sumber daya hidup, krisis pangan, dan persoalan bangsa dan negara yang berdampak terabaikannya kelangsungan kehidupan generasi sekarang dan masa depan. UNESCO merumuskan kategori dan ruang lingkup ESD menjadi 11 kategori yaitu biodiversity, climate change education disaster risk reduction, cultural diversity, poverty reduction, gender equality, health promotion, sustainable lifestyles, peace and human security, water, and sustainable urbanization1. Kota Tongyeong menjadi tujuan riset saya. Orang Korea terkadang tidak terlalu mengenal lebih dekat tentang kota Tongyeong. Letak kota Tongyeong berada di ujung selatan semenanjung Korea, sekitar 90 menit perjalanan menggunakan jalur darat dari kota Busan. Berikut ini gambaran kota Tongyeong.

1 http://www.unesco.org/new/en/education/themes/leading-the-international-agenda/education-for-sustainable- development/, diakses 21 Januari 2016, 9:41. 76

Gambar. 1.1 Peta kota Tongyeong, Korea2

Secara geografis, kota Tongyeong merupakan daerah pegunungan dan kepulauan. Luas wilayah kota Tongyeong adalah 238.834 km3. Berdasarkan data dari Badan Statistik Korea (2014) jumlah penduduk kota Tongyeong tidak terlalu besar, yaitu 143,545 penduduk4. Secara umum, kota Tongyeong merupakan daerah pusat pertanian di wilayah bagian selatan, dan penghasil ikan segar. Masyarakat kota Tongyeong dikenal sebagai masyarakat pekerja keras dan ramah. Pada minggu pertama tinggal di kota Tongyeong, saya melihat bahwa penduduk di kota tersebut tidak terlalu banyak, jalanan dan lingkungan di kota tersebut cukup lengang dan tidak ada kemacetan yang berarti. Masyarakat kota Tongyeong dan pelajar di kota itu hanya menggunakan bahasa Korea. Segala tulisan dan tanda baik pertokoan, restoran, tempat kebugaran, tempat hiburan hanya dalam bahasa Korea. Tidak banyak pelajar dan masyarakat di kota Tongyeong bisa berbahasa Inggris. Di kota Tongyeong hanya ada College of Marine Science, salah satu cabang dari Universitas Negeri Gyeongsang (Gyeongsang National University) yang berpusat di kota Jinju yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan darat dari kota Tongyeong.

2 https://www.google.com/search?q=Tongyeong+city+Korea+map&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved =0ahUKEwiBqqLU8bnKAhVJCY4KHS_LC8MQsAQITg&biw=1138&bih=548#imgdii=pY8UbKWk0Y7EyM %3A%3BpY8UbKWk0Y7EyM%3A%3BINVIr61aH5DbsM%3A&imgrc=pY8UbKWk0Y7EyM%3A, diakses 21 Januari 2016, 9:51. 3 http://eng.tongyeong.go.kr/01/02_02.asp, diakses 21 Januari 2016, 9:56. 4 http://www.citypopulation.de/php/southkorea-admin.php?adm2id=38050, diakses 21 Januari 2016, 9:59. 77

Gambar 1.2 Keramahtaman warga Tongyeong si5

Foto di Tongyeong Foto Mr. Park dan anaknya

Selama di kota Tongyeong, saya tinggal di sebuah apartemen sederhana yang dimiliki oleh Mr. Park (foto kanan). Keramahtamahan Mr. Park sekeluarga dalam menyambut warga asing seperti saya menjadikan saya merasa berada di rumah sendiri. Sambutan yang hangat dengan mengajak saya jalan-jalan ke kota Tongyeong bersama keluarga Park dan sesekali diajak makan bersama di restauran dan masak bersama di lantai apartemen adalah bukti nyata kehangatan masyarakat Korea. Pada Minggu pagi sekitar pukul 10.00, saya hendak menuju ke kantor walikota (Tongyeong city hall). Di sana saya bertemu dengan sekelompok ibu-ibu yang sedang memasak makanan ringan ala Korea. Kalau bagi orang Indonesia kita menyebutnya sebagai bakwan goreng, tetapi bagi orang Korea mereka menyebutkan dalam bahasa Inggris sebagai pizza Korea. Pada waktu itu, saya berhenti sejenak dan melihat mereka memasak. Ketika itu saya dipanggil oleh salah satu dari mereka untuk mencicipi masakan mereka (foto kiri). Tampaknya, mereka dari organisasi keagamaan dan ada tradisi setiap bulan sekali di salah satu gereja itu, yaitu memberikan makanan secara gratis kepada masyarakat sekitar dan orang yang berjalan di depan mereka. Meskipun kota Tongyeong adalah kota kecil tetapi tidak kalah indahnya dengan kota-kota di Korea lainnya. Tempat wisata yang menarik dan indah juga ditawarkan di kota Tongyeong seperti Dongpirang, cable car, under sea tunnel, taman yang indah, dll.

5 Dokumen/arsip pribadi Hastangka (2012). 78

Gambar 1.3. Pemandangan kota Tongyeong6

Eksotika kota Tongyeong tidak hanya pada masyarakatnya tetapi juga keindahan alam dan pemandangan kota Tongyeong. Kota Tongyeong telah memberikan warna tersendiri bagi dinamika negara Korea. Keramahtamahan masyarakat Korea juga ditemukan para pelajar dan

mahasiswa Korea yang ternyata aktif terlibat dalam kegiatan sukarelawan atau relawan berbagai aktivitas sosial dan budaya. Sebagaimana pengalaman saya ketika ikut terlibat dalam pembukaan desa pendidikan di salah satu desa di kota Tongyeong yang diinisiatif oleh RCE Tongyeong.

6 Arsip pribadi Hastangka 79

Gambar 1.4 Pembukaan desa pendidikan7

Kegiatan pembukaan desa pendidikan merupakan salah agenda program dari RCE Tongyeong untuk memperkenalkan kepada masyarakat pentingnya pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat Tongyeong. Kegiatan ini dihadiri oleh para staf RCE Tongyeong, mahasiswa, dan relawan dari RCE Tongyeong, serta masyarakat sekitar. Berikut ini merupakan staf RCE Tongyeong yang terlibat dalam upaya mempromosikan ESD di wilayah kota Tongyeong. Tujuan dari RCE Tongyeong ialah membangun eco-city di mana setiap orang memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk keberlanjutan masyarakat hari ini dan masa depan8. Pengalaman selama tinggal di kota Tongyeong telah memberikan warna tersendiri bagi intelektualitas dan pemikiran saya dalam melihat Korea. Korea tidak hanya negara yang memiliki keunikan dari aspek masyarakat, budaya, dan sosial-keagamaan, tetapi juga memiliki nilai-nilai seperti masih tetap dijaganya tradisi timur yang berakar dari budaya bangsa. Tentu saja ada juga reduksi

7 Arsip pribadi Hastangka 8http://www.rce-network.org/portal/sites/default/files/news_archive/RCE%20Tongyeong.pdf, diakses 21 Januari 2016, 11:26. 80

dan penurunan nilai-nilai kesopanan dan etika karena dampak dari dinamika masyarakat Korea dan keterbukaan yang semakin masif memasuki generasi muda. Apa yang saya lihat secara umum adalah rasa tertib, aman, dan nyaman. Sense of art dan sense of ethics secara deontologis masih dimiliki oleh masyarakat Korea dan generasi muda Korea secara umum. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksotika kota Tongyeong merupakan secuil ekspresi kehidupan masyarakat Korea secara umum yang dapat kita pelajari. Sense of art dimaknai bahwa masyarakat Korea masih memiliki cita rasa yang tinggi terkait seni, arsitektur, dan tata desain interior yang tidak kalah dengan negara-negara Barat. Selain seni, budaya masih dipegang teguh oleh masyarakat Tongyeong. Hal ini terlihat dalam bagaimana mereka melestarikan budaya lokal dan mengantisipasi arus westerinisasi dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ke-Korea-an. Sense of ethics, dimaknai dengan adanya masyarakat Korea masih memiliki rasa malu dan rasa penghormatan yang tinggi pada orang tua, toleransi, dan peka terhadap rasa atau perasaan orang lain. Mereka akan merasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang kurang berkenan dan tidak sesuai dengan etika dan moral yang berlaku. Hal ini dapat terlihat dalam hubungan pertemanan dan persahabatan. Sekelumit tulisan pengalaman ini hendaknya menjadi pembelajaran bersama bagaimana merajut hubungan antara Indonesia dan Korea yang lebih hangat dan membangun sinergi. Generasi muda Indonesia dan Korea dapat saling memahami dan membangun kebersamaan untuk masa depan masyarakat dan tatanan sosial yang lebih baik ke depan.

Penulis: Hastangka adalah kandidat Doktor Ilmu Filsafat di Universitas Gadjah Mada. Dia pernah menjadi penerima Sejahtera Research Fellowship tahun 2012; mengunjungi Korea pada tahun 2012 dan menuangkan kisahnya di dalam tulisan ini. E-mail: [email protected]

81

BUKIT BERANGIN DAN KENANGAN MASA KECIL

< 바람의 얶덕 그리고 나의 어린 시절의 추억>

Dita Oktamaya (Chung Ang University)

Mari berpetualang!!! Apa yang pertama kali kalian pikirkan jika mendengar kata petualangan? Yup! Saya juga berpikir begitu, petualangan identik dengan kaos oblong, tas ransel besar, hutan, kompas, botol minum besar, dan banyak hal lainnya yang kebanyakan (yang saya tahu) perempuan jarang sekali ingin melakukannya. Jelas sekali, bukan? Karena petualangan yang saya sebutkan di atas butuh kesabaran. Kesabaran untuk repot, kesabaran untuk tidak tampil cantik (di hutan mau tampil cantik untuk siapa? Rusa?), kesabaran untuk menyusahakan diri masuk ke hutan, dan lain-lain. Meskipun saya perempuan, tetapi saya suka berpetualang. Mengapa? Karena dengan berpetualang saya jadi banyak mengerti tentang diri saya sendiri. Ayah saya sering mengatakan kepada saya, ―Bumi ini luas, sayang kalau kamu hanya melewatkan hidupmu hanya di satu tempat saja, merantau dan berpetualanglah, maka kamu akan tahu siapa diri kamu sebenarnya dan nanti kamu akan tahu rasanya betapa menyenangkan menjadi penduduk dunia.‖ Karena kata-kata ayah saya tadi, maka jadilah saya pribadi yang tidak bisa diam atau senang mencari sesuatu yang baru. Semua itu karena menurut saya, berpetualang bukanlah tentang hutan atau alam saja, tetapi melainkan bergerak jalan dari tempat asalmu

82

berdiri ke tempat di mana kamu akan mengerti banyak hal yang masih belum kamu ketahui. Petualangan saya di luar Indonesia berawal sejak setahun lalu ketika Allah SWT mengizinkan saya untuk menempuh pendidikan tinggi lanjutan saya di negeri Ginseng, Korea Selatan. Rasanya? Luar biasa! Tentu saja karena ini berarti bahwa kesempatan untuk berpetualang lebih jauh lagi terbuka lebar untuk saya. Selama satu tahun pertama saya di Korea, sebelum melanjutkan pendidikan S2 saya di kota Seoul, saya harus menempuh pendidikan bahasa Korea di kota kecil bernama Gyeongsan, ada di bagian agak selatan di semenanjung Korea. Karena terletak bersebelahan dengan kota Daegu, orang-orang Korea bilang kota Gyeongsan adalah ‗adik‘ dari kota Daegu. Mungkin ada yang tahu bahwa Daegu adalah kota yang paling panas di Korea Selatan ketika musim panas. Jadi karena terletak bersebelahan, maka pada saat musim panas pun, Gyeongsan mengikuti ‗kakak‘nya menjadi salah satu kota terpanas di Korea Selatan. Alhasil, saat liburan musim panas tiba, saya dan teman-teman pun mencari tempat untuk sejenak terlepas dari panasnya kota Gyeongsan, meskipun kami tahu di musim panas semua kota di Korea Selatan dapat dipastikan panas juga. Namun, itu tidak menyurutkan niat kami untuk pergi berlibur, maka kami pun memutuskan untuk pergi ke Pulau Geoje, sebuah pulau kecil di samping Kota Busan. Sebelum datang ke Korea Selatan, yang saya tahu hanyalah kota Seoul, Busan dan Daegu. Atau jika membicarakan tentang pulau, yang saya ketahui hanyalah pulau Jeju. Jadi, ketika teman-teman mengajak saya untuk berlibur beberapa hari di pulau Geoje, saya pun menyetujui dengan sangat cepat gagasan tersebut. Maka, jadilah kami pergi ke pulau Geoje. Sejujurnya liburan itu adalah liburan yang kami lakukan tanpa rencana matang atau bisa dibilang liburan yang memang dilakukan tanpa rencana apa-apa. Saya dan teman-teman saya hanya memutuskan hari keberangkatan dan berapa lama hari yang akan kami habiskan di sana. Selebihnya kami sepakat memutuskannya nanti ketika sampai di tempat tujuan. Kami sepakat berangkat pada hari Kamis karena Gyeongsan adalah kota kecil dan bus menuju pulau Geoje yang akan kami tumpangi hanya tersedia di Daegu, maka kami pun menuju Daegu untuk naik bus ke pulau Geoje. Kami memutuskan untuk menghabiskan dua hari satu malam di pulau Geoje. Biaya untuk naik bus sekali jalan dari Daegu ke pulau Geoje adalah 14.300 Won (1 Won saat itu adalah Rp 11, jadi dalam mata uang rupiah sekitar Rp 157.300). Kami berangkat dari Daegu jam 11 siang dan kami harus menempuh waktu kurang lebih satu setengah jam untuk sampai ke pulau Geoje. Berangkat tanpa persiapan apa-apa sedikit membuat kami merasa resah karena di hari keberangkatan, hujan turun cukup lebat dan sampai kami tiba di sana pun, sekitar jam 83

setengah 1 siang, hujan tak kunjung berhenti. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mencari tempat penginapan dulu sebelum memulai aktivitas liburan kami. Dari terminal bus sampai ke tempat penginapan, kami harus naik bus antardesa dengan biaya 1.300 won (Rp 14.300), perjalanan dari terminal di pulau Geoje yang bernama terminal Gohyeon sampai ke tempat penginapan sekitar kurang lebih 20 menit. Kami menyewa kamar homestay kecil (untuk 4 orang kami harus membayar 50.000 won (sekitar Rp 550.000) per malam). Homestay yang letaknya di lantai dua dari rumah pemilik homestay ini berada di sebuah desa bernama Hakdong dan beruntungnya kami, saat buka jendela kamar yang kami sewa, kami dapat melihat pantai yang cukup bagus untuk digunakan sebagai tempat menghabiskan waktu bersama keluarga. Setelah menaruh barang-barang di penginapan, saya dan teman-teman saya memutuskan untuk mencari makan siang di sekitar penginapan. Pilihan kami jatuh ke restoran makanan laut yang menyediakan berbagai hidangan ikan. Kami memesan 4 porsi aneka ikan goreng yang per porsi dikenakan biaya 10.000 won (Rp 110.000). Untuk makanan dengan harga demikian, makanan yang kami santap cukup memuaskan dan layanan restoran yang kami kunjungi pun cukup menyenangkan. Selesai makan kami berniat untuk pergi menuju tempat yang paling terkenal di pulau Geoje, yaitu 바람의 언덕 (Barameui Eondeok) atau dalam bahasa Indonesia adalah Bukit Berangin, tetapi hujan pada hari itu tidak kunjung berhenti dan kami ketinggalan bus terakhir menuju bukit itu. Jadi kami pun memutuskan untuk menghabiskan waktu saja di sekitar penginapan karena ternyata di sekitar penginapan yang kami sewa terdapat sarana bermain di pinggir pantai berupa jet ski dan ban pelampung. Untuk meminjam ban pelampung (selama yang kami inginkan), kami harus mengeluarkan uang 5,000 won (sekitar Rp 55.000). Kami menghabiskan waktu di pantai hingga matahari terbenam dan kami pun menutup hari dengan membeli jajanan kaki lima khas Korea, yaitu ttoekpokki (kue beras pedas) dan sate eomuk (sate fishcake). Hari itu diakhiri dengan canda tawa bersama teman-teman yang sejatinya berasal bukan dari negara yang sama dengan saya. Perbedaan bukan halangan untuk menjalin persahabatan, bukan? Ya, saya merasakan hal itu sejak pertama kali saya tiba di tanah rantau saya ini, tanah rantau tempat saya memulai petualangan baru dalam hidup saya, Korea Selatan. Meskipun hari itu gagal pergi ke tujuan kami, tetapi kami menghabiskan waktu dengan baik dan menyenangkan bersama-sama. Keesokan harinya kami mencoba peruntungan kami kembali untuk pergi ke 바람의

84

언덕 (Bukit Berangin) dengan berangkat lebih pagi agar tidak tertinggal bus lagi. Setelah check-out dari homestay, kami pun berangkat menuju ke tempat tujuan. Butuh waktu kurang lebih 10 menit menggunakan bus dengan biaya 1.300 won (Rp 14.300) untuk sampai ke bukit. Saya tidak berharap banyak tentang bukit itu karena meskipun banyak orang yang bilang indah, saya pelan-pelan mengurangi kadar harapan saya karena ketika saya melihat ke luar jendela hujan kembali turun. Sesampainya di sana, saya dan teman-teman kemudian mempersiapkan diri untuk ‗mendaki‘ bukit. Ya, namanya adalah Bukit Berangin, jadi kami harus mendaki bukit untuk sampai ke sana. Tidak ada biaya masuk untuk menikmati pemandangan di sana. Biaya masuk hanya dibayar dengan tenaga untuk mendaki bukit. Beruntungnya, setiap tempat wisata di Korea yang berhubungan dengan pendakian, pengelola tempat wisata membangun tangga yang memudahkan pengunjung untuk melakukan pendakian. Pendakian tidak hanya menjadi mudah, tetapi menjadi aman karena fasilitas dikelola dengan cukup baik dengan adanya pegangan di setiap tangga. Sesampainya di atas bukit, saya dibuat kagum dengan pemandangan yang begitu indah, hujan yang tadi turun kini sudah berhenti sehingga saya dan teman-teman dapat menikmati pemandangan dengan lebih leluasa. Dari atas saya dapat menikmati padang rumput hijau yang cukup luas, sekeliling saya terlihat begitu cerah meskipun hujan baru saja berhenti turun. Karena nama tempat ini adalah Bukit Berangin, jadi dapat dikatakan tempat ini benar-benar berangin dan membuat cuaca menjadi sejuk. Musim panas seketika tidak terasa menyebalkan. Setelah puas menikmati pemandangan padang rumput yang indah yang jika melihat ke bawah akan terlihat lautan yang luas, saya menaiki tangga sedikit menuju sebuah rumah kayu kecil. Rumah kayu kecil ini merupakan sebuah simbol dari Barameui Eondeok. Rumah kecil ini memiliki kincir yang cukup besar sebesar rumah tersebut yang jika angin bertiup, kincir itu akan berputar. Melihat pemandangan di depan saya, rumah kecil dengan kincir dan padang rumput hijau yang luas, saya jadi teringat negeri kincir angin, Belanda. Belanda merupakan negara yang terdapat di daftar tempat tujuan yang harus saya kunjungi selama saya hidup, dan sudah cukup lama saya ingin menikmati pemandangan seperti itu di Belanda. Jadi mendapat kesempatan untuk mengunjungi 바람의 언덕 (Barameui Eondeok) sebelum mengunjungi negeri kincir angin yang sebenarnya adalah hal yang saya syukuri.

85

Setelah puas berfoto-foto dan menikmati pemandangan, kami pun memutuskan untuk kembali ke Gyeongsan. Terdapat jalur berbeda ketika menuruni bukit itu dan pemandangannya pun berbeda pula. Kali ini kami tidak melewati tangga seperti sedang menaiki bukit tadi, tetapi kami melewati jalur landai untuk menuruni bukit ini. Di pinggir- pinggir jalan para seniman yang sejujurnya tidak saya mengerti siapa, memajang hasil karya seni mereka di sepanjang perjalanan kami menuruni bukit. Di sekitar sana juga terdapat galeri seni dan sayangnya pada saat itu sedang ada renovasi, jadi saya tidak bisa memasuki galeri itu. Setelah sampai di bawah, karena jadwal bus tidak sesuai dengan jam kami menuruni bukit, hal itu menyebabkan kami harus menunggu lama. Kami pun memutuskan untuk naik taksi untuk kembali ke desa Hakdong dan naik bus antardesa menuju terminal Goheung. Liburan kali ini cukup menyenangkan karena saya lewati dengan teman-teman yang menyenangkan pula. Saya merasa beruntung mendapat kesempatan berpetualang ke pulau Geoje. Saya menyukai pulau kecil sederhana tapi indah ini. Sekembalinya saya ke dalam rutinitas saya, sempat kuberpikir tidak menutup kemungkinan saya akan datang kembali ke sana. Satu minggu berselang setelah liburan saya dan teman-teman di pulau Geoje, guru bahasa Korea di level 7 saya menghubungi saya dan mengatakan akan memberikan hadiah kepada saya dan teman-teman sekelas saya sebagai salam perpisahan. Ya, liburan musim panas tahun 2015 merupakan tanda berakhirnya pendidikan bahasa Korea saya. Status saya pun akan berubah dari pelajar bahasa menjadi pelajar biasa. Mendengar akan mendapat hadiah, tentu saja saya dan teman-teman merasa sangat senang. Hadiah yang akan diberikan kepada kami adalah hadiah liburan bersama. Guru saya

86

bermaksud memperkenalkan desa tempat kelahirannya kepada kami. Maka keesokan harinya, beliau pun menjemput kami yang memang tinggal di asrama yang sama dan membawa kami berlibur selama satu hari di desa kelahirannya. Desa kelahiran guru kami bernama Cheongdo, sebuah desa kecil yang terkenal akan labu sehingga semua halte bus antardesa di desa ini berbentuk labu, mungkin untuk menarik perhatian wisatawan. Pemerintah setempat sengaja membuat halte bus seperti itu? Bisa jadi. Namun sayangnya, kali itu kami tidak merasakan sensasi naik bus dengan menunggu di halte labu karena guru kami bersedia menyupiri kami selama perjalanan Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Kuil Umunsa. Ya, di Korea Selatan memang banyak kuil-kuil yang dijadikan tempat wisata, apa pun agama kalian, selama kalian tidak berisik dan mengganggu ibadah para biksu di sana, kalian boleh mengunjungi kuil kapan saja kalian mau, tergantung jam berkunjung pastinya. Guru kami mengatakan bahwa sejujurnya beliau belum pernah berkunjung ke Kuil Umunsa, meskipun kuil itu terletak di desa kelahirannya. Jadi, kesempatan liburan bersama kami ini beliau pergunakan untuk benar-benar berlibur bersama murid ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Jadi beliau hanya menyediakan transportasi dan informasi seputar desa Cheongdo, tetapi bukan informasi mengenai Kuil Umunsa. ‗Belajar bersama‘ kami pun dimulai, kami berangkat dari Gyeongsan sekitar pukul 10 pagi. Guru kami memberikan kami apel untuk sarapan karena khawatir kami belum makan (dan memang kami belum makan). Perjalanan dari Gyeongsan menuju Cheongdo menggunakan mobil kurang lebih satu setengah jam. Meskipun saat itu adalah kali pertama guru saya berkunjung ke Kuil Umunsa, tetapi beliau mengerti ke mana arah yang harus di tempuh untuk sampai ke Kuil Umunsa.

87

Setelah tiba di arena parkir kendaraan, di sekitar kuil Umunsa ternyata terdapat beberapa rumah makan yang menggugah selera makan. Kami pun memutuskan untuk makan siang dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah sebelumnya mengisi perut kami yang kosong dengan sup jamur yang satu porsi (cukup untuk 4 orang) seharga 15.000 won (Rp 165.000), kami pun memulai perjalanan kami dengan jalan kaki ke Kuil Umunsa. Biaya masuk ke Kuil Umunsa adalah 2.000 Won (Rp 22.000). Kuil Umunsa di pikiran saya adalah sama dengan kuil-kuil di Korea Selatan pada umumnya yang setelah gerbang masuk langsung terlihat wujudnya, tetapi ternyata tidak. Di pintu masuk kami disambut dengan pemandangan sejuk pohon pinus yang tumbuh dengan baik. Hal itu membuat perjalanan kami terasa lebih sejuk. Setelah sampai di seperempat perjalanan menuju Kuil Umunsa, guru saya memberikan tantangan kepada kami. Beliau mengatakan ada perjalanan pendek untuk orang yang suka mendaki dan beliau dengar pemandangan di setelah pendakian itu layak untuk dinikmati. Jadi beliau mengajak (atau lebih tepatnya menantang) kami untuk mendaki bersama. Ya, Korea Selatan dengan kondisi tanah yang berbukit-bukit merupakan suatu tantangan tersendiri bagi orang yang suka mendaki. Karena saya dan teman-teman saya menyukai petualangan dan tantangan seperti itu, maka kami pun menerima tantangan guru kami. Kami mendaki bukit kurang lebih 30 menit dan setelah sampai di atas bukit, kami disambut dengan senyum selamat datang para bibi atau di Korea sering dipanggil ahjumma pengurus kuil kecil di atas bukit tersebut Para ahjumma yang tengah mempersiapkan makan untuk setiap para tamu yang

88

berkunjung, menyajikan 떡 (tteok) atau semacam kue ketan untuk kami santap. Tidak hanya itu, mereka pun menyediakan buah persik, 식혜 (sikhye) atau semacam minuman manis yang berasal dari beras, serta menyajikan makanan ringan lainnya kepada kami. Kami pun menyambutnya dengan hati gembira. Saya tidak terlalu ingat nama kuil kecil di atas bukit itu karena ditulis dengan 한자 () atau karakter Cina, dan karena tujuan utama kami bukanlah kuil kecil di bukit tersebut. Namun, hal yang dapat saya pelajari kali itu adalah keramahan para pengurus kuil yang dengan senang hati menyambut pengunjung, meskipun mereka bukan penganut agama Budha sekali pun. Mereka memberikan makan dengan cuma-cuma, membuat saya sadar dan mengerti bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk tidak berbuat baik, apa pun agama kalian dan dari mana pun tempat kalian berasal. Jika kalian orang baik dan berusaha menjadi orang baik, orang lain akan dengan sendirinya memperlakukan kalian dengan baik juga. Setelah menikmati pemandangan dari atas bukit yang memperlihatkan Kuil Umunsa yang berada tidak jauh dari bukit ini, kami pun memutuskan untuk turun bukit dan melanjutkan perjalanan menuju Kuil Umunsa. Sesampainya kami di Kuil Umunsa, kami pun disambut oleh suara lonceng yang dibunyikan setiap pukul 4 sore (dan saat kami datang tepat pukul 4 sore). Tidak terlalu banyak pengunjung di Kuil Umunsa, mungkin karena pada saat itu bukan akhir pekan. Kuil Umunsa sama dengan kuil-kuil di Korea pada umumnya, terdapat tempat beribadah, tempat peristirahatan sejenak untuk para biksu dan tempat belajar agama calon biksu. Kuil Umunsa termasuk kuil yang cukup luas dan bangunan-bangunannya pun dibangun dengan sengat indah. Ada satu hal yang menarik perhatian saya, yaitu semua biksu di Kuil Umunsa adalah perempuan. Jadi bagi saya yang tidak terlalu terbiasa melihat seorang biksu wanita dan apalagi wanita tersebut tidak berambut, hal ini merupakan hal baru bagi saya. Tidak jauh dari kuil Umunsa, sekitar 15 menit perjalanan dengan jalan kaki, terdapat sebuah kali yang sangat bersih. Saya, teman-teman, dan guru saya pun memutuskan untuk merilekskan badan, merendamkan kaki dan bermain air sejenak di kali tersebut. Bersenda gurau dengan latar belakang pedesaan membuat pikiran saya tenang dan nyaman. Melewati waktu bersama dengan sangat menyenangkan tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore dan kami pun memutuskan untuk kembali ke Gyeongsan. Dalam perjalanan ke Gyeongsan, di pikiran saya pun terbesit ide untuk mengunjungi sekolah yang dulu menjadi tempat belajar guru saya. Awalnya guru saya tidak mengerti

89

mengapa saya ingin mengunjungi sekolah beliau, tetapi saya dan teman-teman lain bersikeras bahwa ini akan menjadi hal yang menyenangkan. Maka guru kami pun membawa kami pergi mengunjungi SMP-SMA Geumcheon tempat guru kami dulu belajar. Sampai di sana, guru saya masih memandang saya dengan bingung. Sebenarnya apa yang saya cari dengan mengunjungi sekolah tempat beliau belajar dulu yang tidak memiliki kaitan apa-apa dengan saya, kemudian saya menjawab ini adalah sebagai hadiah untuk beliau. Ya, hadiah kecil untuk beliau. Saya tahu saya dan teman-teman tidak dapat memberikan apa-apa kepada beliau, tetapi melihat beliau yang rela dari pagi menjemput kami di asrama, menyediakan kendaraan dan menyetir untuk kami, membawa buah untuk kami makan, dan yang paling penting rela meluangkan waktu yang berharga untuk seharian liburan dan membuat kenangan yang tidak terlupakan bersama kami, semua itu akhirnya membuat kami ingin menghadiakan sesuatu kepada beliau. Hadiahnya adalah dengan mengantarkan guru kami sejenak kembali mengenang masa kecil beliau yang jauh dari kesibukan-kesibukan beliau selama ini. Saya ingin membuat beliau sejenak kembali mengenang betapa dulu perjuangan beliau sekolah di desa kecil hingga akhirnya dapat berdiri mandiri seperti sekarang ini. Itu adalah sesuatu yang patut untuk disyukuri, dan saya ingin beliau menyadari bahwa keberadaan beliau untuk saya dan teman-teman saya adalah hal penting dan hal yang sulit untuk dilupakan. Mendengar jawaban saya, guru saya tersenyum kemudian sedikit menatap ke arah lapangan sekolahnya. Beliau bukanlah guru yang dapat mengutarakan isi hatinya dengan gamblang, tetapi beliau adalah guru yang mudah menangis. Beliau pun tersadar dalam pikirannya kemudian menyadari bahwa kami belum makan malam. Beliau memesan 치킨 [chikin] atau ayam goreng tepung dengan bumbu tertentu dengan jasa antar untuk makan malam kami. Perjalanan kami pun selesai sampai di sana. Satu tahun tinggal dan menempuh pendidikan bahasa Korea di kota kecil yang bernama Gyeongsan membuat saya bertemu dengan orang-orang yang luar biasa menyenangkan. Liburan pasca belajar bahasa Korea pun berakhir. Kini, kewajiban baruku adalah sebagai seorang pelajar strata dua yang kini kujalani. Saya memang tidak mengatakan terima kasih secara langsung kepada teman-teman dan guru saya yang dengan rela meluangkan waktu mereka untuk berlibur dengan saya, tetapi kenangan-kenangan yang telah kami ukir, waktu yang kami lalui bersama, serta perbedaan yang melebur karena adanya kenyamanan adalah tanda rasa syukur kami atas keberadaan kami dalam melengkapi satu sama lain.

90

Penulis: Dita Oktamaya adalah penerima beasiswa dari pemerintah Korea (NIIED) dan saat menulis kisah ini tercatat sebagai mahasiswa S2 Program Studi Media dan Komunikasi di Universitas Chung Ang, Seoul. E-mail: [email protected]

91

JALAN-JALAN SERU DI KOREA SELATAN: EDISI TAHUN BARU DI BUSAN

<부산에서 새 해를 맞으며>

Mohamad Rokhmani (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Hallo .. saya Mohamad Rokhmani atau biasa dipanggil Roman. Saya lahir di Cirebon pada 11 November 1991 dan saat ini sudah hampir 5 tahun berada di Korea Selatan. Kenapa saya berada di Korea Selatan? Kuliahkah atau sudah pindah kewarganegaraan? Hehe. Temans, saya adalah salah satu dari puluhan ribu tenaga kerja Indonesia di Korea Selatan melalui program pemerintah, yaitu Government to Government (G to G). Alhamdulillah, meski hanya sebagai pekerja, kami sangat dihargai oleh masyarakat di sini. Oh ya, saya juga sedang kuliah di Universitas Terbuka (UT) Korea. Ya, inilah universitas untuk masyarakat Indonesia yang secara khusus ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi namun terkendala soal waktu dan jarak. Saya bukan cuma ingin memperkenalkan diri, tapi ada satu pengalaman seru tentang jalan- jalan di Korea yang ingin saya bagi melalui tulisan ini. Buat saya, menjadi tenaga kerja di Korea Selatan adalah kesempatan baik buat saya, selain mencari modal untuk usaha, bantu orang tua, bikin rumah, modal nikah dan lain-lain, saya juga bisa jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat keren di Korea yang tidak semua orang bisa punya kesempatan sama. So, menyenangkan bukan menjadi tenaga kerja Indonesia di korea? Hehe, tapi tujuan utama saya tentu untuk bekerja dan kembali ke Indonesia. Pada malam tahun baru bisanya kami pergi melihat pesta kembang api atau ke tempat di mana banyak orang berkumpul untuk merayakannya bersama-sama. Namun, saya dan empat teman saya, yaitu Sodiq, Fadhil, Ummi dan Intan memilih untuk merayakannya di terminal bus. What?? hehe. Jadi pada waktu itu, kami membeli tiket bus jurusan Suwon- Busan seminggu sebelumnya dengan jadwal keberangatan tanggal 31 desember 2015 jam 00:20. Namun, pada saat hari H atau tepatnya tanggal 31 desember pukul 00:00, salah satu

92

petugas terminal memberitahu bahwa tiket kami sudah kadaluarsa atau sudah tidak berlaku, kemudian kita ingat bahwa tanggal 31 pukul 00:20 adalah satu hari sebelumnya karena hari itu sudah tanggal 1 januari 2016. Maka, kami pun kompak bengong karena jadwal yang kita ambil itu adalah jadwal terahir dan tiket bus untuk keesokan pagi pun sudah habis terjual. Dengan penuh penyesalan, saudara saya Sodiq sebagai pelaku pemesanan tiket meminta maaf kepada kami berempat. Tetapi, kami berempat juga tidak menyalahkan Sodiq sepenuhnya karena kita sudah sama-sama tahu jadwal tiket itu. Karena mungkin terlalu senang sudah dapat tiket, jadi kami kurang teliti. Kami tidak bisa sampai Busan pagi itu dan harus ikhlas kalau impian saya untuk memotret moment sunrise di Korea harus gagal lagi. Kami tidak lantas kembali ke rumah masing-masing meskipun gagal berangkat malam itui. Lburan harus tetap jalan karena jadwal liburan masih sampai 3 hari ke depannya. Mau ngapain coba kalau kami tidak jadi pergi? Ya sudah. Kami coba pindah dengan menggunakan kereta. Alhamdulillah, ada jadwal keberangkatan dari stasiun Suwon – Busan pukul 6:00 pagi. Saat itu cuaca di luar sekitar minus 5 derajat Celcius. Kebetulan ada CGV di stasiun Suwon yang buka 24 jam dan kami menunggu di situ dengan muka-muka yang sudah lesu sekali. Kami terus ingat-ingat lagi kekonyolan kami sebelumnya. Akhirnya, kami jalan ngeeeng. Karena kami tidak kebagian kursi jadi kita lesehan di cafetaria, dan inilah bukti penampakannya. Setelah sampai Busan sekitar jam 12:00 siang, kami makan di dalam stasiun Busan sekaligus browsing untuk cari penginanpan. Ternyata penginapan yang kita cari ada tepat di depan stasiun Busan. Jadi, buat teman-teman yang mungkin ada rencana ingin berkunjung ke Busan dan mencari penginapan, tidak usah browsing dan bingung mencari tempat penginapan jauh-jauh. Dari stasiun Busan kami keluar pintu langsung jalan lurus kemudian menyebrang jalan. Di situ banyak sekali tempat penginapan yang murah. Jam 4 sore kami baru bisa masuk kamar, kemudian setelah mandi, sholat dan lain-lain kami berniat untuk jalan-jalan sore sampai agak malam ke salah satu tempat yang lumayan keren. Nama tempatnya adalah 93

Gamcheon Culture Village. Sejarah dari Gamcheon Culture Village ini dulunya adalah desa untuk pengungsian warga pada saat Perang Korea. Desa ini dulunya kumuh dan miskin, kemudian pemerintah Busan mengubah desa ini menjadi desa wisata dengan melibatkan para seniman. Setiap dinding rumah penduduk dicat dan dilukis warna-warni agar terlihat indah. Di Gamcheon Culture Village ini, kita juga bisa menemukan banyak spot untuk berfoto. Bukan hanya itu, pernak-pernik kerajinan tangan dan jajanan-jajanan khas korea banyak disuguhkan di sepanjang jalan menuju halte bus ketika kami akan pulang. Sekitar pukul 23:00 kami baru sampai di penginapan lagi. Untuk keesokan pagi kami rencanakan pergi ke dua tempat yaitu pantai Haeundae dan Haedong Yonggungsa Temple. Besok juga sekaligus hari terakhir kami di Busan. Tiket kereta sudah kami beli untuk kembali ke Suwon jam 19:00. Jadi waktu kami untuk jalan ke dua tempat itu benar-benar terbatas. Mungkin karena terlalu kelelahan menahan kantuk sejak kemarin, jadi ahirnya kami kesiangan. Kami bangun sekitar jam 9:00. Kami baru keluar penginapan setelah jam 12:00 untuk menuju ke pantai Haeundae. Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari stasiun Busan menggunakan subway, ahirnya kami sampai di pantai Haeundae.

94

Salah satu pemandangan yang sangat indah jika kita pergi ke pantai ini pada saat musim dingin adalah kita akan melihat ratusan burung-burung yang terbang mengelilingi kita. Pantai Haeundae adalah pantai yang terletak di distrik Haeundae, kota Busan.Pantai ini biasanya paling ramai dikunjungi pada musim panas. Karena lokasinya berdekatan dengan pusat kota Busan, maka bangunan-bangunan tinggi dan hotel –hotel berjajar di sepanjang pesisir pantai ini. Setelah menikmati pemandangan pantai, kami bergegas ke satu tempat selanjutnya yaitu haedong yonggungsa temple. Sembari berjalan kami sempatkan untuk mampir di salah satu restoran odeng atau semacam otak-otak yang cukup besar dan terkenal di Busan, kebetulan letaknya berdekatan dengan pantai Haeundae. Odeng adalah makanan khas korea yang bisa kita jumpai hampir di setiap tempat, biasanya dijual dengan hanya menggunakan tenda-tenda kecil di samping-samping jalan yang ramai. Namun di Busan tepatnya di dekat pantai Haeundae kita bisa menjumpai restoran odeng yang cukup besar, segala jenis odeng tersedia di sana. Kebetulan saya tidak sempat mengambil foto di dalam restorannya. Tetapi, jika teman-teman ada yang ingin mampir ke sana bisa dilihat bentuk restorannya seperti gambar berikut.

95

Nah, itu dia penampakan restoran odeng yang cukup terkenal di Busan. Ada patung odeng di depan gedungnya. Setelah kenyang menikmati odeng, saatnya kami meluncur ke haedong yonggungsa temple. Dari Busan sekitar 45 menit menggunakan bus kota. Jam 3 kami baru sampai di kuil dan langsung mengambil ancang-ancang untuk berselfie ria. Tapi sebelum ke kuil, kami harus melewati jalan yang sangat ramai, hampir di sepanjang jalan berjejer penjual oleh-oleh khas Korea. Karena saking ramainya, kami harus berjalan pelan, sementara jadwal tiket kereta untuk kita pulang adalah jam 19:00.

96

Beginilah ramainya jalanan menuju kuil.

Inilah kami dan suasana di haedong yonggungsa temple. Kami terlalu asyik berfoto, sampai kami lupa bahwa saat itu sudah masuk waktu Maghrib, sementara perjalanan dari sana menuju stasiun Busan kurang lebih 45 menit. Perasaan saya waktu itu sudah tidak enak karena jalanan sudah terlihat macet. Benar saja, kami terjebak macet parah. Kami was-was

97

dan cemas karena tiket sudah terbeli, takut pengalaman malam tahun baru terulang lagi. Akhirnya, kami nekat turun di tengah jalan, dengan segala daya upaya (semoga bahasanya tidak terlalu lebay) kami lari dan coba mencari bus lain yang sama-sama menuju ke stasiun Busan, tetap tidak terkejar waktunya. Ya sudah, akhirnya kami putuskan untuk membatalkan tiket yang sudah terbeli. Akhirnya, kami berjalan santai dan membeli tiket kereta dengan jadwal lain. Lagi-lagi kami harus lesehan di kereta. Oh, indahnya perjalanan ini. Seru, kan? Ya.. bisa dibilang kami apes i D awal perjalanan sudah salah jadwal, pulang pun harus kehilangan tempat duduk gara-gara ketinggalan kereta. Tetapi, itu bisa menjadi pengalaman yang seru yang bisa kami ceritakan di kemudian hari kepada teman-teman kami. Jika kami sudah sama-sama sibuk ketika pulang ke Indonesia, kami sempat punya cerita yang sama. Sampai jumpa.

Penulis: Mohamad Rokhmani adalah pekerja migran Indonesia yang saat ini juga kuliah di Program Studi Manajemen UT Korea. Mahasiswa kelahiran Cirebon pada tanggal 11 November 1991 ini tidak bisa diam diri dalam kegiatan di dalam dan luar kampus dan tentu saja tempat kerjanya. Saat menuliskan kisahnya ini, dia duduk di semester 6. E-mail: [email protected]

98

WISATA SEJARAH & ALAM PROPINSI CHUNGCHEONG-DO <충청도: 역사와 자연의 아름다움>

99

MENIKMATI SISA-SISA KEJAYAAN BUDDHA DI KOTA BUYEO

<부여: 한국 불교의 아름다움>

Margareth Theresia (Kyunghee University)

Kota Buyeo saat ini adalah sebuah kota kecil di sebelah barat Semenanjung Korea, tetapi pada zamannya, kota Buyeo merupakan ibukota sebuah kerajaan Buddha besar di Korea, yaitu Kerajaan Baekje. Kerajaan Baekje ada pada tahun 18 SM – 660 M. Kerajaan Baekje merupakan salah satu kerajaan besar di zaman Tiga Kerajaan. Kedua kerajaan lainnya adalah Goguryeo dan Shilla. Ibukota kerajaan Baekje pada tahun 538 hingga kejatuhannya bernama Sabi, terletak pada kota Buyeo modern ini.

Jika kita pergi ke Kota Buyeo, nuansa kunonya sangat terasa. Kita seakan tersedot kembali ke masa lalu. Sisa-sisa Kerajaan Baekje yang diekskavasi oleh pemerintah Korea dapat dinikmati oleh turis lokal dan turis mancanegara. Tak hanya artefak dan bangunan kuno saja yang terasa suasana kunonya, bahkan bangunan modern pun memakai suasana tradisional yang membuat kita merasa kembali ke masa lalu.

Korea National University of Cultural Heritage adalah salah satu universitas yang ada di Kota Buyeo. Arsitektur gedung dan sarananya mengingatkan kita pada kerajaan yang ada di Korea pada masa lalu (dok pribadi)

100

Kuil dan museum yang terkenal di Kota Buyeo adalah Jeongnisima yang terletak dekat dari terminal bus antarkota. Kita bisa melihat pagoda, kuil, serta patung Buddha dari zaman dulu. Museum juga ada di dalam kompleks kuil yang menceritakan bagaimana ekskavasi dilakukan dan juga sejarah dari pagoda itu sendiri. Tiket masuk ke dalam kuil dan museum ini adalah 1.000 won.

Di samping kiri ini adalah foto patung Buddha yang ada di dalam Kuil Jeongnisima (dok. Pribadi). Setelah selesai mengunjungi kuil dan museum Jeongnisima, rasanya lebih baik kita mengunjungi Buyeo National Museum yang ada di dekatnya. Dengan berjalan kaki sekitar 15 menit dari Jeongnisima, kita bisa sampai di museum yang menyajikan artefak-artefak yang bisa membantu kita memahami sejarah kuno Korea secara umum, terutama sejarah Kerajaan Baekje. Tiket masuk Buyeo National Museum adalah gratis.

Setelah puas mengunjungi Buyeo National Museum, kita bisa melanjutkan perjalanan menuju Busosanseong atau Buson Mountain Fortress. Perjalanan bisa dicapai dengan naik taksi hingga Gudurae Sculpture Park dan menaiki kapal kebanggaan masyarakat Baekje dari sana. Dengan harga tiket 4.000 won per orang, kita bisa menaiki kapal dari Gudurea Port hingga Goran-sa, bagian bawah tebing yang ada di Busosanseong. Goran-sa sendiri dikenal sebagai tempat asal minuman Raja- Raja Baekje sehingga apabila kita minum air dari mata air ini, maka dipercaya kita akan menjadi awet muda.

Ini adalah kapal yang akan membawa tamu-tamunya menuju Busosanseong (dok. Pribadi).

101

Ada berbagai pavilion dan kuil yang bisa dilihat di Busosanseong ini. Berhubung benteng ini merupakan benteng gunung, maka benteng ini dapat disusuri dengan mendaki dan menuruni gunung Buso selama satu hingga dua jam. Salah satu spot yang paling menarik adalah Batu Nakwaam, yaitu tempat yang menurut legenda adalah tempat di mana 3.000 wanita terjun ke sungai di bawah Busosanseong setelah Kerajaan Baekje diserang oleh prajurit dari Tiongkok.

Setelah lelah dari Busosanseong ini, lebih baik kita menuju motel untuk cek in. Buyeo merupakan kota kecil sehingga tidak banyak tersedia hotel. Saran saya adalah tinggal di kamar tradisional yang menyediakan ondol (pemanas tradisional Korea) karena akan terasa sekali Korea-nya. Di sebelah kiri ini adalah gambar kamar tradisional Korea di sebuah motel (dok. Pribadi)

Setelah dari motel, kita bisa beristirahat sejenak sebelum keluar untuk makan malam. Toko dan rumah makan di kota Buyeo rata-rata tutup jam delapan malam sehingga kita harus ingat untuk tidak keluar untuk makan lewat dari jam delapan. Kota Buyeo merupakan kota kecil sehingga pilihan tempat makan sangat terbatas tetapi rasanya sangat enak.

Setelah kenyang makan malam, maka kita bisa berjalan-jalan menuju tempat wisata terakhir, yaitu Taman Seodong (Kolam Gungnamji). Tempat ini bisa ditempuh sekitar 15 menit dari tempat menginap. Di tengah kolam terdapat sebuah pavilion yang sangat cantik jika dilihat pada malam hari. Menurut sejarah, Taman Seodong adalah taman buatan manusia pertama yang ada di Korea. Taman ini dibuat pada zaman Kerajaan Baekje sehingga sudah berumur ribuan tahun.

Penulis mengunjungi Buyeo untuk sebuah konferensi di Korea National University of Cultural Heritage pada bulan Mei 2015. Pada saat itu sedang musim peralihan dari musim semi ke musim panas. Menurut website www.visitkorea.or.kr, waktu terbaik untuk mengunjungi Buyeo adalah di bulan Juli, pada saat diadakan Lotus Festival di Taman Seodong. Buyeo juga sangat terkenal karena teratainya, sehingga salah satu buah tangan yang bisa dibeli pada saat berkunjung ke Buyeo adalah sabun dari teratai. Kota Buyeo sangat terkenal di kalangan akademisi jurusan sejarah maupun sastra karena kota ini merupakan sisa

102

dari Kerajaan Baekje yang terkenal. Kota Buyeo dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Kota Seoul dengan menggunakan bus antarkota dari terminal bus.

Penulis: Margareth Theresia adalah mahasiswa lulusan S1 Program Bahasa dan Sastra Korea di Universitas Indonesia dan kini sedang menempuh program S2 bidang Sastra Klasik di , Seoul. E-mail: [email protected]

103

DANYANG: PETUALANGAN YANG TAK TERBAYANGKAN

<단양: 잊을 수 없는 추억>

Rizqi Adri Muhammad (Alumni Hankuk University of Foreign Studies)

Mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Korea merupakan suatu hal yang selamanya akan saya syukuri. Namun, proses menempuh pendidikan tersebut bukannya tanpa cobaan. Bahkan, ‗penderitaan‘ telah mendera mulai dari masa studi yang singkat, pola pembelajaran yang intensif, dan penyusunan tesis yang sepertinya selalu saja ada salahnya. Namun, di sini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana haru biru saya dalam menjalani pendidikan di Korea. Sebaliknya, saya akan bercerita bagaimana saya mendapatkan suatu pencerahan di tengah masa studi saya dengan mengunjungi suatu kota kecil di propinsi Chungcheongbuk-do, Korea, yang bernama Danyang pada penghujung musim dingin tahun 2014.

Ide untuk pergi ke Danyang datang dari teman saya yang berasal dari Bolivia dan Ethiopia. Mereka telah sebelumnya melakukan ‘riset‘ kecil guna mencari tempat yang cukup keren, tidak terlalu jauh dari Seoul (antisipasi jika ada panggilan revisi dari dosen), dan tentunya lumayan ramah di kantong. Saya sempat menyampaikan keinginan untuk pergi ke daerah pedalaman Korea, karena teman-teman lain sudah terlebih dulu reservasi tiket ke Eropa, Malaysia, Filipina, dan tempat liburan mancanegara. Singkat cerita, akhirnya berangkatlah kami ke Danyang beranggotakan saya serta teman dari Bolivia, Ethiopia,

104

Filipina, Haiti, dan Nigeria. Perjalanan menuju Danyang memakan waktu sekitar 2.5 jam dengan kereta Mugunghwa—yang di Korea bisa dikategorikan sebagai kereta dengan kecepatan sangat biasa jika dibandingkan dengan kereta supercepat KTX Dalam perjalanan, kereta melalui wilayah pegunungan dalam Korea. Di satu sisi, saya kagum melihat bagaimana gunung- gunung itu merupakan gunung batu dan kapur yang saya bayangkan pastinya kurang subur untuk bercocok tanam namun masyarakat sekitar tetap bisa bertahan hidup. Di sisi lain, saya salut dengan upaya Korea untuk membangun rel kereta api yang bisa menembus gunung- gunung batu tersebut, menjadikan rel kereta api sebagai salah satu sendi logistik yang menghubungkan pembangunan wilayah pedesaan dan perkotaan Korea. Saya teringat dengan pemandangan indah Jembatan Cisomang di jalur kereta api Jakarta-Bandung, dan membayangkan alangkah indahnya jika semua wilayah di nusantara Indonesia bisa terhubung dengan kereta api. Belum kelar saya melamun, kereta ternyata telah merapat menuju stasiun Danyang. Sesampainya di stasiun, kami lantas naik taksi menuju ke penginapan yang sebelumnya telah kami reservasi dari Seoul. Tak beberapa lama, kami pun tiba di café bernama Cafe Myungga. Lho, bukannya tadi bilang mau ke penginapan? Iya, kami pun awalnya kaget. Namun ternyata café ini juga berfungsi ganda sebagai guest house bagi wisatawan yang berkunjung ke Danyang. Guest housenya sendiri bernama Rio 127 dan mudah ditemukan via website semacam traveladvisor.com. Kami kemudian berkenalan dengan Mr. dan Mrs. Kim, para pemilik guest house tersebut. Setelah perkenalan dan registrasi diri, kami pun diantarkan menuju kamar masing-masing. Suasana Rio 127 sangat nyaman dan cozy, lengkap dengan perabotan serta amenities lainnya. Kesan yang kami dapatkan adalah seperti memasuki rumah bergaya Eropa namun tetap dengan tata ruang minimalis khas Korea. Usai beristirahat sebentar, Mr. Kim sempat mengatakan bahwa tempat makan di Danyang sebagian besar bisa ditempuh dengan jalan kaki alias ‗within walking distance‘ sehingga kami segerombolan pun jalan kaki melihat tempat makan yang dirasa enak. Danyang benar-benar suatu kota pedalaman yang kecil. Jika diibaratkan dengan kota di Indonesia, mungkin bisa disamakan luasnya dengan Salatiga atau Klaten. Adapun kota Danyang terletak di antara kaki gunung Sobaeksan dan Doraksan, dilalui oleh sungai Namhan yang membelah kota tersebut bagai ular naga melintang. Kami datang pada masa- masa akhir musim dingin sehingga suhu masih belasan derajat dan warna-warna musim semi pun belum tampak. Dalam keadaan seperti itu, Danyang tampak bagai kota yang terjebak 105

dalam zona waktunya sendiri yang sunyi dan tenang. Menu sederhana Hansik (makanan Korea) yang kami santap di salah satu Kimbab Chonguk (semacam warung nasi Korea) memberi kami cukup tenaga untuk kembali melanjutkan petualangan kami di Danyang. Dikarenakan spontanitas, maka saat itu kami tidak punya rencana khusus mengunjungi tempat-tempat pariwisata di Danyang. Jadilah kami kemudian jalan kaki menyusuri Jembatan Gosu yang melintasi sungai Namhan. Jembatan baja berwarna merah tersebut berada cukup tinggi di atas permukaan sungai dan kami pun menikmati gemericik air sungai yang jernih disertai sisa angin musim dingin yang berhembus. Cukup lama kami berjalan dan bertanya-tanya ke warga sekitar sebelum akhirnya kami menemukan obyek wisata yang cukup menarik di seberang sungai, yakni Gosu Cave dan Danyang Clay Shooting Range. Namun karena waktu sudah menjelang sore dan kondisi badan cukup lelah, kami memutuskan untuk beristirahat saja di Rio 127 dan berencana pergi ke kedua obyek wisata tersebut esok hari. Hari itu pun kami akhiri cukup awal guna beristirahat dengan baik. Keesokan harinya, rangkaian petualangan yang sesungguhnya di Danyang pun kami mulai. Tujuan pertama adalah menuju Gosu Cave / Gua Gosu. Gosu Cave merupakan gua sedimen kapur (limestone) yang ditetapkan sebagai monumen nasional sejak tahun 1976. Gua ini mencapai kedalaman hingga 1.300 meter dan suhu di dalam cukup lembap sehingga memungkinkan terbentuknya rangkaian batu stalactite dan stalagmite yang begitu megahnya. Walaupun kami menyusuri gua hingga sedemikian dalamnya, namun kami tetap merasa aman karena gua diperkokoh oleh rangkaian kerangka dan tangga baja anti karat. Tampak bahwa pemerintah daerah Danyang sungguh memperhatikan aspek keamanan ketika memugar gua ini menjadi obyek wisata. Selain itu aspek kebersihan juga sangat dijaga karena tak satu pun coretan-coretan vandalisme maupun sampah kami temukan di dalam gua. Tak terasa, perjalanan kami menyusuri Gosu Cave memakan waktu hingga 1.5 jam dan tenaga kami cukup terkuras saat itu, namun semangat tetap membara. Tak ingin membuang waktu, setelah keluar dari Gosu Cave kami pun bergerak menuju ke tempat selanjutnya yakni Danyang Clay Shooting Range. Ketika tinggal di Jakarta, tentunya saya familiar dengan istilah ‗Lapangan Tembak Senayan‘ ataupun ‗Bakso Lapangan Tembak‘. Namun tidak sedikit pun terbersit dalam pikiran bahwa saya benar-benar akan berlatih menggunakan senapan angin di lapangan tembak yang terletak jauh di pedalaman Korea. Kami kemudian bergiliran diajarkan bagaimana cara memegang, mengokang, dan menembakkan senapan angin berlaras panjang kami. Setelah itu, kami bergiliran berupaya menembak lempengan tanah liat / clay disks yang dilontarkan hanya setelah kami berteriak: 106

―pull!‖. Ketika saya masih membiasakan diri mengangkat senapan laras panjang yang cukup berat itu, pelatih akhirnya memanggil giliran saya. Headphone segera saya pasang, saya menghela nafas sejenak, dan berteriak “pull!” ―Dor!‖ tembakan saya luput jauh dan hentakan senapan yang begitu kerasnya cukup membuat ngilu pundak bagian kanan. Kami mendapat kesempatan 15x menembak dalam satu sesi, dan pada akhirnya saya berhasil mendapat 6 tembakan yang tepat sasaran mengenai lempengan. Sungguh perasaan yang luar biasa! Prestasi yang lumayan untuk pemula seperti saya. Sejenak saya merasa bagai seorang sniper ulung di film Saving Private Ryan. Setelah semua mendapat giliran, kami pun pamit dan pulang menuju Rio 127. Ternyata seharian berperan menjadi petualang di Gua Gosu dan berlatih menjadi sniper di Danyang Clay Shooting Range membuat kami cukup lelah. Kami pun memutuskan untuk mengakhiri hari kedua kami di Danyang dan bersiap untuk petualangan esok hari. Hari ketiga kami di Danyang pun tiba dan kali ini kami bertekad untuk mengunjungi Dodamsambong Peaks dan Kuil Guinsa. Dodamsambong adalah tiga bongkahan batu besar yang menyerupai pulau-pulau kecil di tengah sungai Namhan. Ketika kami sampai di sana, suasana masih cukup sepi dan sisa-sisa kabut masih menggantung mengelilingi sungai Namhan. Saya tertegun melihat ketiga pulau kecil tersebut berdiri dengan tenangnya, dan baru saat itu saya mengerti kenapa Korea dijuluki ―land of the morning calm‖. Tak terbayangkan pastinya oleh warga sekitar Danyang jaman dahulu, ketika negara mereka dijajah Jepang, dipecah oleh perang saudara dengan saudara mereka di Utara, dan bagaimana hiruk pikuknya Seoul saat ini sebagai salah satu kota termaju di dunia. Sama halnya dengan fenomena alam di Indonesia yang sarat dengan kisah legenda, begitu pun halnya dengan Dodamsambong yang menyimpan kisah uniknya tersendiri. Ketiga pulau yang berada di tengah sungai diberi nama Janggunbong (batu Suami), Cheobong (batu Istri), dan Cheopbong (batu Selir). Alkisah, pernah hidup seorang pasangan suami istri yang sudah lama ingin memiliki anak laki-laki. Karena frustrasi tidak lekas mendapat putra dari istrinya, sang suami kemudian menghamili seorang perempuan simpanan yang pada akhirnya berhasil melahirkan anak laki-laki. Sang istri mengetahui hal tersebut dan marah, sehingga sang suami berupaya menenangkan. Namun, ternyata perbuatan ketiga orang ini mendapat kecaman dari Dewa yang akhirnya mengutuk mereka menjadi batu untuk selamanya.

107

Cukup lama kami menikmati pemandangan Dodamsambong sembari hiking mengelilingi perbukitan di sekitarnya sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kuil Guinsa. Rute berliku menuju Kuil Guinsa kami tempuh dengan bis selama kurang lebih 1 jam. Kuil Guinsa didirikan pada tahun 1945 dan merupakan pusat peribadatan bagi penganut agama Buddha terbesar di Korea, terutama agama Buddha sekte Cheontae. Ia terletak di dataran tinggi pegunungan Sobaeksan dan dari pintu gerbangnya saja sudah tampak betapa besarnya Kuil ini. Kesan yang saya dapatkan adalah Kuil ini menyerupai Kuil Shaolin yang digambarkan pada film-film semacam Once Upon A Time in China atau serupa dengan desa Konoha di serial kartun Naruto. Kuil Guinsa ini tidak hanya satu Kuil saja, namun merupakan suatu kompleks luas yang berukuran kurang lebih 15.000 m2. Di dalam kompleks terdapat puluhan kaum Buddha yang sedang beribadah maupun wisatawan lokal. Namun, yang menjadi perhatian adalah para biksu yang sehari-hari tinggal di Kuil Guinsa. Mereka seperti sudah terbiasa dengan keramaian seperti ini dan terus sibuk dengan pekerjaan mereka. Kejadian unik saya alami ketika saya sedang asyik memfoto arsitektur kuil yang begitu memukau. Tak jauh di sebelah, tampak beberapa biksu wanita yang sedang sibuk mengangkat kardus-kardus berisi buah. Salah satunya kemudian memanggil saya dalam bahasa Korea: ―좀 도와주세요 ‗tolong bantu sebentar.‘ Kemudian dia menunjuk ke salah satu kardus yang tersisa di pelataran kuil. Saya pun mengangkat kotak yang lumayan berat tersebut dan ternyata itu adalah kotak berisi buah durian yang diimpor dari Indonesia. Saya heran, ternyata jauh di pedalaman Korea begitu, ada juga ya sekumpulan biksu yang doyan makan durian. Begitu saya taruh ke dalam ruangan yang berisi kardus buah lainnya, mereka sepertinya baru sadar bahwa saya bukan orang Korea dan kemudian berkali-kali membungkukkan badan sebagai tanda terima kasih. Sungguh suatu peristiwa yang kikuk namun menghangatkan hati ketika dikenang. Sekitar dua jam kami mengagumi kompleks Kuil Guinsa yang megah kala itu. Tata letak, warna, dan gaya bangunannya disesuaikan dengan alam sekitarnya sehingga nampak sebagai satu kesatuan dari gunung Sobaeksan. Tak salah jika Kuil Guinsa dijadikan sanctuary

108

bagi penganut setia Buddha yang ingin menyatu dengan alam sembari menyelami makna hidup sesuai ajaran agama mereka. Kami pun merasakan keheningan yang sama usai berkunjungan ke Kuil tersebut. Kami kemudian turun gunung dengan menggunakan bis dan beristirahat sepulasnya ketika kembali ke Rio 127. Pada hari keempat, kami mendapatkan kejutan yang luar biasa dari Mr. Kim. Sadar bahwa ini merupakan hari terakhir kami singgah di Danyang, beliau kemudian mereservasi satu kegiatan yang tidak akan pernah kami lupakan: paragliding dari puncak. Saya sontak bersorak, namun ternyata teman-teman dari Haiti, Ethiopia, dan Nigeria (semuanya pria) justru was-was. Sedangkan dua teman kami dari Bolivia dan Filipina (keduanya wanita) girang bukan main. Ah, ternyata tak semua pria itu bernyali. Akhirnya diputuskan bahwa yang akan ikut paragliding hanya saya beserta teman dari Bolivia dan Filipina, sedangkan yang lain akan menunggu di kaki gunung Yangbangsan. Tanpa basa basi, kami bertiga langsung diantar menuju puncak gunung Yangbangsan dengan menggunakan mobil antar jemput dari jasa paragliding. Perjalanan menuju puncak Yangbangsan memakan waktu sekitar 15 menit dengan kecepatan mengemudi yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Sesampainya di sana, kami dipakaikan jaket dan helm perlengkapan paragliding. Setelah itu kami diberi latihan keselamatan dengan masing-masing instruktur paragliding yang akan terbang bersama kami nantinya. Intinya hanya satu: tetap tenang, jangan panik, dan percayalah pada instruktur Anda. Akhirnya tiba waktunya bagi kami untuk bergiliran terbang. Saya kemudian berkenalan dengan instruktur saya, Mr. Dongshik yang mengatakan: “You’re gonna be okay. Just hold this camera, okay?” Dia pun memberikan semacam tongsis (tongkat narsis) yang dilengkapi dengan camera serupa GoPro. Mr. Dongshik kemudian mengencangkan berbagai sabuk pengaman yang menghubungkan kami berdua. Saya kemudian didudukkan ke semacam backpack yang nantinya akan ‗mengantongi‘ saya selama terbang. Setelah semua telah siap, akhirnya kami pun bersiap menunggu giliran untuk terbang. ―After 1, 2, 3 - you run.” Mr. Dongshik menunjukkan tebing di mana kita akan take off. Saat itu saya sama sekali tidak khawatir bahwa sebenarnya saya akan lari lompat dari ujung tebing dan mempercayakan hidup saya kepada seorang ajeossi yang baru saya kenal selama kurang dari 5 menit. Detak jantung semakin memacu, dan akhirnya saya pun berlari menuju ujung tebing. ―Hupp!‖ ―Aaargh! Arghhh…. ahahahah!‖ Entah apa yang terlintas di pikiran saya, tapi ketika akhirnya kami lepas landas saya justru tertawa terbahak-bahak. Mungkin itu ekspresi perpaduan antara takut, senang, dan 109

pasrah. Tapi yang jelas, saat di udara, dunia menjadi hening seketika. Saat itu, semua kekhawatiran saya tentang lembaran teesis sirna. Memang benar kata orang bijak bahwa ketika kita melihat sesuatu dari kejauhan, maka itu akan mengubah cara pandang kita. Ketika saya di udara, saya melihat bagaimana semua hal trivial yang saya khawatirkan sebenarnya tidak lebih besar dari alam yang menaungi kita. Udara di atas cukup dingin, namun hal itu tidak berdampak karena ketakjuban saya dengan pemandangan dunia dari 650 meter di atas permukaan laut. Sama halnya dengan alam sekitar Danyang yang tetap lestari meski diterpa musim dingin berkepanjangan, saat itu saya tersadarkan – bahwa saya pun akan baik-baik saja. Masa-masa menegangkan sekaligus menenangkan selama di udara tersebut hanya berlangsung sekitar 7 menit, dan sesampainya di darat kami pun disambut sorak sorai teman- teman yang menunggu. Sembari saya menunggu kedatangan kedua teman dari Bolivia dan Filipina yang akan segera mendarat, saya pun mengucapkan banyak terima kasih kepada Mr. Dongshik. Tingkah laku kami saat itu mirip anak bocah yang baru pertama kali mencoba wahana Halilintar di Dunia Fantasi Jakarta – kegirangan, berisik, dan agak sedikit sempoyongan karena pusing. Setelah proses pembayaran selesai, kami kemudian pergi untuk makan siang. Ketika berjalan kembali ke Rio 127, kami tidak sengaja melihat ada patung ikan besar yang sedang menganga. Ternyata patung itu terletak di gerbang Danyang Danuri Aquarium. Saat itu keadaaan cukup sepi dan kami memutuskan untuk melihat ada apa di dalam aquarium. Saat di dalam, meskipun ukurang gedung tidak terlalu luas. ternyata koleksi ikan di akuarium cukup banyak dan besarnya kaca akuarium menyerupai Sea World di Ancol, Jakarta. Selain itu, di dalam banyak pasutri muda yang membawa anak-anak mereka untuk belajar tentang ikan. Akuarium dibagi dalam beberapa seksi berisi ikan lokal di Danyang, variasi ikan, dan sampel ikan-ikan dari negara lain. Ada lebih dari 100 tanki display ikan di sana dan koleksi ikannya mencapai 15.000 ekor dari 145 spesies yang berbeda. Hebat juga, di kota sekecil Danyang ada akuarium sebesar ini yang tidak hanya untuk tujuan pariwisata namun juga sebagai sarana edukasi bagi warga sekitar Danyang. Setelah puas berkeliling Danuri Aquarium, kami berjalan kembali ke Rio 127 ketika hari menjelang sore. Saat malam terakhir di Danyang, kami bersantai di Café Myungga milik keluarga Mr. Kim. Sebagai informasi, ternyata putri Mr. Kim yang bernama Dongyoon adalah seorang mahasiswi undergrad yang berasal dari kampus yang sama dengan kami. Ibarat pepatah orang Betawi, dunia memang hanya selebar daun kelor. Tak lupa kami mengabadikan momen kebersamaan kami dengan foto dan perbincangan kami lanjutkan via 110

secangkir kopi hangat racikan Dongyoon dan Mr. Kim. Sambil membawa kopi, saya memilih duduk di luar Café untuk memandang satu lagi obyek menarik di Danyang, yaitu Gosu Bridge / Jembatan Gosu. Sebenarnya ia hanyalah jembatan biasa, namun kala malam tiba Jembatan Gosu dihiasi dengan lampu berwarna warni yang membuatnya kian cantik. Mungkin perpaduan antara rasa sentimental dan lelah, malam itu saya kembali merenungi petualangan yang kami lalui di Danyang. Betapa dalam kurun waktu kurang dari 5 hari, kami sudah melakukan begitu banyak hal yang tak pernah kami bayangkan. Ternyata Danyang yang kecil ini menyimpan banyak potensi pariwisata yang menakjubkan. Saya pun membayangkan seandainya kota-kota kecil di Indonesia seperti Salatiga, Kupang, Pariaman, diberi perhatian yang cukup oleh warga dan pemerintah daerah pastinya tak kalah cantik dengan Danyang. “Hey, we’re about to close. Do you want to stay out?” ujar Dongyoon. Saya pun masuk dan beristirahat untuk bersiap kembali ke Seoul esok hari. Panjang ya cerita saya? Saya sendiri juga heran, dalam waktu singgah yang singkat di Danyang ternyata banyak juga hal yang kami lakukan. Jika Anda suatu saat ingin mengunjungi Danyang, Anda tidak perlu khawatir kantong jebol karena biaya akomodasi, wisata, dan makan di Danyang cukup terjangkau. Keseluruhan total biaya yang kami keluarkan saat itu, lengkap dengan tiket kereta PP Seoul-Danyang, tidak lebih dari ₩300.000. Saran saya, datanglah ke Danyang ketika musim dingin atau musim gugur, agar keindahan alam Danyang benar-benar nampak. Bersiaplah untuk banyak-banyak berjalan kaki dan tidak perlu khawatir dengan keterbatasan bahasa karena masyarakat Danyang cukup ramah dan bersedia membantu dalam banyak hal. Akomodasi yang disediakan oleh Rio 127 juga sangat baik dan akomodatif. Keramahan Mr. Kim dan keluarganya membuat masa singgah kami semakin berkesan. Walaupun hanya bertemu sekali, hingga hari ini, kami dan Dongyoon pun masih berhubungan baik. Jika Anda mencari tempat alternatif wisata di Korea pada masa liburan selain berbelanja di Seoul atau mengunjungi pantai Heundae di Busan, maka datang dan kunjungilah Danyang. Mungkin saja, Anda akan memperoleh inspirasi seperti yang saya alami dan membawa kenangan tentang Danyang ke mana pun Anda pergi nantinya. Penulis: Rizqi Adri Muhammad adalah seorang pegawai di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan alumni dari Hankuk University of Foreign Studies. Email: [email protected]

111

DAEJEON: JOGJAKARTA VERSI KOREA

<대전: 한국의 족자카르타>

Nafiah Hidayatun (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Sudah setahun aku di Korea, jadi sudah lengkap musim yang aku rasakan. Dari yang pas aku datang yaitu musim gugur, kemudian musim dingin, musim semi dan musim panas. Namun, sayang belum semua tempat di Korea sempat aku kunjungi. Maklumlah, saya seorang PNS (Pegawai Negeri Sebelah) yang waktunya terbatas. Biasanya aku pergi bepergian bareng-bareng sama temen dan ini kali pertama aku pergi bersama seorang arjuna (ciiee ciee) dengan tujuan kota Daejeon. Tempat ini tak begitu jauh dari rumah, kira kira perjalanan naik bus hanya satu sampai satu setengah jaman saja. And now…!! Aku mau berbagi cerita tentang Daejeon. Saya akan bercerita dengan copy paste buku harian jadi mungkin saja cerita saya akan panjang lebar biar jadi luas. Daejeon adalah kota terbesar ke-5 dan berbaring di tengah-tengah Korea Selatan. Daejeon juga salah satu dari enam kota metropolitan, yaitu Incheon, Daegu, Gwangju, , Busan, dan Daejeon). Buat saya yang pertama kali ke sana, Daejon pada awalnya sih biasa biasa saja karena sekali lagi saya baru kali pertama pergi ke sana tanpa tahu pengetahuan tentang kota tersebut alias seperti berjalan tanpa mata! Tapi, setelah tahu ternyata AMAZING!!

Cek it dot…!! Bisa dilihat inilah sebagian dari keindahan kota Daejeon, kota yang 112

sudah sangat berkembang banyak dan terdapat gedung-gedung pencakar langit. Banyak jembatan yang salah satunya adalah jembatan yang sering disebut dengan Jembatan Mc Donald‘s Bridge. Mungkin itu karena bentuknya yang menyerupai lambang Mc Donald. Apa lagi kalau pas malam hari, jembatannya bisa menyala blingg blingg! (Enak buat yang punya gebetan seperti aku!) Daejeon juga disebut kota pelajar, makanya bisa disebut pula Jogjakarta versi Korea karena salah satunya adalah Daejeon sangat terkenal dengan bidang sains dan teknologinya. Bahkan gedung-gedung yang dibangun pun diarahkan untuk tujuan sains. Wah, keren pokoknya. Daejeon juga merupakan pusat universitas terbaik di Korea Selatan dalam hal riset teknologi, seperti yang bisa kita temukan di KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology). Universitas ini mempunyai visi misi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar ekonomi negara juga naik. Menurut peringkat universitas dunia, KAIST masuk dalam peringkat ke-63 pada tahun 2015. Saya juga akhirnya tahu bahwa pada tahun 2015 KAIST telah mencetak 8.453 sarjana, 17.762 master dan 6.726 doktor. Semua lulus di bawah usia 30 tahun.. Wahh wahhh luar biasa bingitttt inii. Melihat itu, maka wisata Daejeon yang ditawarkan juga tak jauh dari teknologi. Salah satunya adalah apa yang ada di Expo Park yang tidak tidak hanya keren tetapi juga bisa mengajarkan pada pengunjungnya tentang berbagai hal tentang ilmu pengetahuan. Ini adalah sebuah taman hiburan (amusement park) di mana terdapat pula beberapa atraksi yang semuanya berkaitan dengan sains dan teknologi seperti Human Body (pengenalan akan tubuh manusia), Animal Jungle, Electric Energy Pavilion, Nature and Life Pavilion, Hanbit Tower Observatory, Energy Pavilion (tempat kita bisa belajar tentang perolehan energi dan bagaimana penyaluran energi tersebut dan omg ini untuk anak SD!), Earth Scape Pavilion (tentang geometri tanah dll yang sebenarnya saya juga ga ngerti), Technopia Pavilion (tentang perkembangan teknologi) dan yang menjadi role modelnya adalah perusahaan- perusahaan high-tech Korea seperti S** dan L* yang notabene banyak orang sudah mengenalnya. FYI, S** dan L* sangat populer, bahkan sepertinya orang Korea tidak begitu familiar dengan merek merek seperti N**atau S* yang banyak ada di Indonesia karena mereka bangga banget memakai produk dalam negri—ini pendapat saya. Namun, sekarang semakin banyak orang Korea yang memakai produk AS juga. Di Daejeon bukan hanya gedung-gedung saja yang bernuansa sains, di sepanjang jalan mau masuk ke taman hiburannya pun banyak patung-patung para penemu dan peraih Nobel. Jadi, itu semua bisa lebih menarik hati anak kecil atau siapa pun agar tahu sejarah penemu A,B,C, penemu telepon, dll. Diharapkan anak-anak terpacu untuk melakukan hal 113

yang sama ke depannya. Eh ternyata bukan hanya murid SD, SMP saja yang ke sini, tapi bara balita pun juga diajak. Kemudian, setiap tahun di Jembatan Mc Donald‘s ada pesta kembang api dan festival balon udara. Namun, sayang saya belum beruntung untuk bisa melihatnya.  Oh iya, tunggu dulu!! Selain Expo Park, tempat yang menarik juga ada di sekitar Stasion Daejeon. Menurut bayanganku semua stasiun itu sama saja. Ternyata, stasiun Daejeon beda. Lebih bling-bling! Pas masuk ke dalam stasiun memang terlihat biasa saja sih. Namun, saat saya turun ke lantai 1 dan 2 bawah tanah, ternyata ada pasar! Makanya, saya langsung ke sana ke mari siapa tahu ada yang menarik buat dibeli. Selain itu juga ada blok atau bagian dari pasar yang menjual barang bekas. Jangan salah di sini walau bekas tapi masih bagus. Lihatlah salah satu contoh! Di setiap perempatkan yang menghubungan gang satu ke gang yang lain pasti ada ada pohon buatan kaya ini Di bawahnya ada kursinya, pas puat istirahat jika kita capek mengelilingi pasar. Selain di perempatan jalan, di setiap tenggah ujung jalan ada sejenis kolam buatan. Selain dalam bentuk bulat seperti ini, tak jauh dari situ juga ada taman yang berkesan lebih natural. Sungai buatan yang lumayan panjang dan di tengah tengah sungai diberi jembatan kecil termasuk rumputnya juga. Walaupun hanya rumput sintetis tapi berkesan natural. Bisa dibayangkan ruang bawah tanah saja diberi sungai dan ada jembatannya pula. Setelah keluar dari pasar bawah tanah, aku berjalan sebentar ehh sudah disuguhi pemandangan yang indah lagi. Aku sih tak tahu nama tempatnya apa. Yang pasti itu sebuah jembatan.

Jembatan itu didesain seperti cangkang kerang. (hihi unik, ya?). Di bawah jembatan ini ada sungai yang disampingnya dibuat taman memanjang dan disediakan juga jalan untuk para pengendara sepeda onthel. Pas kemarin aku jalan di taman bawah jembatan, tak sengaja aku membaca tulisan sejarah pembangunan jembatan dan taman itu. Soalnya aku tak

114

mengerti bahasa Inggris, apalagi bahasa Korea, jadi saya hanya lihat gambarnya saja! Saya pun tahu bahwa perkembangan jembatan itu tidaklah secepat yang aku bayangkan. Berpuluh tahun baru jadi seindah itu. Dulu berawal dari sebuah sungai pedesaan yang kemudian menjadi jalan yang kemudian setelah itu dijadikan parkiran bus dan pada akhirnya dibangunlah jembatan di sana. Memang harus melewati banyak proses agar sesuatu itu menjadi indah! Yuhuu… perjalananku berlanjut. Saya tak tahu ke mana tujuannya asal jalan saja. Tidak lama kemudian, aku menjumpai pasar lagi, tapi ini sejenis pasar yang menyediakan jajanan korea yang bisa disebut ―hek.‖ Saat saya di sana, saya merasakan suasana yang mirip dengan Malioboro dan lagi-lagi mirip dengan Jogja. Di sepanjang jalan yang aku lihat adalah berbagai macam makanan. Inginya aku makan semuanya. Namun, akhirnya aku akhirnya aku cuma memilih membeli odeng atau otak-otak ikan—yang merupakan jajanan yang familiar sekaligus murah. Satu tusuk hanya 500 sampai 1000 won. Odeng itu menurut saya sejenis susis tapi tipis terbuat dari tepung dan ikan laut yang digiling. Setelah makan odeng, kami makan lagi karena belum kenyang. Akhirnya, kami menemukan takoyaki. Aku tak tahu itu terbuat dari apa. Yang pasti itu makanan Jepang. Bentuknya bulat seperti bakso tapi di dalamnya ada isi cumi cumi. Meskipun di situ banyak ―hek‖, tapi toko di sekitar pun ramai pengunjung. Entahlah mereka mau makan masakan berkelas ataupun hanya masakan warung makan biasa. Yang namanya kota Pelajar, tentu saja harganya lebih miring daripada harga di kota-kota yang lain. Misalnya, di Seoul makanan seharga 6.000 won di Daejon dijual 4.000 – 5.000 won saja. Jadi anak remaja banyak sekali yang ke sini apalagi kalau malam Minggu. Setelah makan, aku lanjutkan perjalanan, siapa tahu nanti lapar lagi dan ada makanan yang lain. Ternyata aku menemukan lagi tempat yang sangat jos. Tempatnya sangat amazing sampai bibirku lupa untuk tertutup karena kuhanya bisa berkata, ―Ya Allah, keren!‖

115

Di tempat itu terdapat televisi raksasa atau outdoor screen di atap dengan suara menggelegar dan semua itu terbentang di sepanjang jalan. Tak hanya mata yang melihat tapi hatiku pun ikut bersemanga! Ada kisah lucu pas aku di sana. Saat itu ada siaran langsung sepak bol. Semua orang yang berjalan pasti melihat, ada yang berhenti. Bahkan pak polisi yang membawa sepeda motor pun ikut berhenti untuk melihat sepak bola secara berjama‘ah! Aku yang tak tahu sama sekali tentang bola pun ikut bersorak saat ada pelangaran atau pas ada yang mencetak gol. Teriak sambil lompat walaupun terlihat lucu karena saya tak tahu apa pun. Di pingir-pingir jalan itu juga terdapat berbagai macam toko aksesoris dan permainan atau semacam game zone. Juga ada beberapa pelajar yang menawarkan jasa lukis untuk mereka yang ingin dilukis sendiri atau bersama pasangan. Saat itu sebenarnya aku juga ingin dilukis tapi sudah terlalu malam. Selain para pelajar, juga ada juga badut-badut yang ikut menghidupkan malam Minggu. Jadi tak cuma anak-anak dan ibu ibu saja yang ikut eksis berfoto, aku pun juga ikut berfoto biar gaul katanya. Malam sudah semakin larut dan kaki pun akan segera berhentak pulang. Inilah sekedar cerita pribadi saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di kota Daejon. Semoga tahun depan bisa berbagi cerita lagi dengan tema yang berbeda. See you in my next story^_^

Penulis: Nafiah Hidayatun adalah seorang pekerja migran Indonesia dan sekaligus sebagai mahasiswa semester 2 di Program Studi Bahasa Inggris minat Penerjemahan di Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea. Email: [email protected]

116

SERUNYA PROPINSI GANGWON-DO <강원도의 여정>

117

DAERAH YOUNGDONG DAN KOTA SOKCHO <영동과 속초의 이야기>

Kim, Young Soo (Mantan Kepala Siaran Bahasa Indonesia di KBS World Radio)

Daerah Youngdong terletak di bagian timur, provinsi Gangwon, Korea Selatan. Pegunungan Taebaek, punggung Semenanjung Korea, membelah provinsi Gangwon, secara geografis, di sebelah barat diberinama daerah Youngseo dan di sebelah timur, disebut daerah Youngdong. Daerah Youngdong berhadapan dengan Laut Timur. Daeah Youngdong dan Daerah Youngseo saling berhubungan lewat beberapa bukit, melintasi Pegunungan Taebaek, yakni Bukit Daekwan, Bukit Jinbu, Bukit Misi dan Bukit Hangye. Beberapa jalan raya, termasuk Jalan Ekspres Youngdong dan Jalan Ekspres Kyongchun menghubungkan jalan darat antara Ibukota Seoul dengan Daerah Youngdong. Dari kota Seoul, penumpang mobil dapat sampai di Daerah Youngdong dalam waktu 2 sampai 3 jam. Daerah Youngdong terdiri dari beberapa kota dan kabupaten, antara lain, kota Gangreung, kota Donghae, kota Sokcho, kota Samcheok, kabupaten Yangyang dan kabupaten Goseong. Sebuah lapangan terbang internasional terletak di kabupaten Yangyang. Perikanan merupakan basis induk industri di daerah Youngdong. Di lepas pantai daerah Youngdong, Laut Timur, terdapat zona penangkapan ikan yang bagus berkat adanya persilangan antara arus laut yang hangat dengan arus laut yang dingin, mengumpulkan sejumlah besar ikan, terutama cumi-cumi dan ikan haring. Daerah Youngdong merupakan sumber utama pemasokan cumi-cumi hampir 100 % untuk mencukupi kebutuhan domestik. Beberapa pelabuhan laut terdapat di daerah Youngdong, antara lain, kota Geojin, kota Sokcho dan kota Mukho. Sementara itu, kombinasi antara sumber mineral yang berlimpah di daerah Pegunugnan Taebaek dengan sumber energi mewujudkan zona perindustrian di kota Samcheok dan kota Donghae ditetapkan sebagai pusat industri kimia. Sejumlah besar tenaga kerja sedang giat di pabriknya untuk memproduksi barang-barang ekonomis. Daerah Youngdong merupakan salah satu basis tradisi bangsa Korea, melahirkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Korea. Penghuni di daerah Youngdong tetap menjunjung tinggi adat-istiadat yang diwariskan turun-temurun untuk menjaga gengsi dan wibawa mereka. Untuk melestarikan seni-budaya lokal, kota Gangreung setiap tahun menyelenggarakan Festival Yulgok dan Danoh, kota Samcheok mengadakan Festival Tahunan Jukseo, mengajak sejumlah besar wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Di daerah Youngdong tersebar luas sejumlah besar obyek wisata, termasuk taman nasional gunung Seorak (1708

118

meter), taman nasional gunung Odae dan 8 pemandang alam yang terindah. Menelusuri tepi Laut Timur, terdapat sejumlah besar pantai yang indah dan bersih di mana dapat berenang sepanjang musim panas. Selain itu, banyak obyek wisata, misalnya pemandangan indah di daerah pegunungan, kuil agama Buddha yang bersejarah dan peninggalan-peninggalan sejarah bangsa Korea tersebar luas di daerah Youngdong. Sepanjang tahun, baik musim semi, panas, maupun musim gugur dan dingin, tak henti-hentinya, pelancong dalam negeri dan luar negeri bertamasyah ke daerah Youngdong untuk menikmati pemandangan indah di gunung Seorak dan pantai Laut Timur. Dengan kata lain, daerah Youngdong merupakan basis induk industri pariwisata Korea Selatan seperti halnya pulau Jeju. Nama kota Sokcho mengandung arti, yakni ‗rerumputan yang terikat‘. Kota Sokcho terletak di bagian utara, daerah Youngdong dan di sebelah timur, berhadapan dengan Laut Timur, di bagian selatan bergabung dengan kabupaten Yangyang, di sebelah utara, bergabung dengan kabupaten Goseong di mana terdapat Garis Zona Demarkasi, DMZ antar Korea. Sementara itu, di sebelah barat kota Sokcho terdapat gunung Seorak. Kota Sokcho mempunyai 2 pelabuhan laut, yakni pelabuhan Dongmyong dan pelabuhan Daepo. Kota Sokcho berada di kaki gunung Seorak, sejauh 248 Km dari kota Seoul, 174 Km dari Chuncheon, ibukota provinsi Gangwon, sejauh 62 Km dari Zona Demarkasi, DMZ antar Korea. Di sekitar kota Sokcho mengandung banyak obyek wisata alamiah, termasuk gunung, danau (danau Cheongcho dan danau Youngrang), sumber air panas dan pantai laut, sebagai pusat industri pariwisata di Korea Selatan. Pada tahun 1999, kota Sokcho pernah mentuanrumahi EXPO Industri Pariwisata Internasional. Kota Sokcho beriklim sedang, tidak begitu panas pada musim panas, sedangkan tidak dingin sepanjang musim dingin. Suhu udara tahunan rata-rata tercatat 12 derajat Celsius dan jumlah curah hujan tahunan berkisar 1400 mm. Dengan kata lain, kota Sokcho cukup lumayan untuk melancarkan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sehat, berkat adanya udara sejuk dan air minum yang jernih, tak mengenal polusi apa pun. Kota Sokcho menjadi tingkat kecamatan pada tahun 1942 dan pernah dimasukkan ke wilayah Korea Utara, ketika Semenanjung Korea terbagi dua, melalui Garis Lintang Utara 38 derajat oleh 2 negara adi kuasa, Amerika Serikat dan Uni Soviet pada waktu itu. Setelah berakhirnya Perang Korea (tahun 1950-tahun 1953), kota Sokcho dimasukkan ke wilayah Korea Selatan dan menjadi kota pada tahun 1963. Jumlah populasi kota Sokcho meningkat pesat akibat adanya pengungsi dari Korea Utara selama berlangsungnya Perang Korea. Kebanyakan pengungsi itu berasal dari Provinsi Hamkyong, Korea Utara mendirikan kampung mereka sendiri di kota Sokcho, yang diberima nama kampung ‗Abai‘. Kota Sokcho, 119

satu-satunya kota di Korea Selatan yang paling utara dan terdekat dengan Zona Demarkasi, DMZ antar Korea. Jumlah luas areal kota Sokcho tercatat 105 ㎢, jumlah penduduk kota tercatat 28.000 orang pada tahun 1955, 63.000 orang pada tahun 1966, 72.000 orang pada tahun 1975 dan sekarang mencapai 84.000 orang. Di kota Sokcho terdapat 10 SD, 4 SMP, 3 SMA dan 1 akademi. Selain itu, ada banyak sarana sosial, misalnya perpustakaan dan pusat seni-budaya kota Sokcho dan lain-lain. Di kaki gunung Seorak terdapat sebuah kuil, yakni kuil Sinheung yang didirikan pada tahun 652. Kuil Sinheung merupakan pusat agama Buddha di daerah Youngdong. Banyak penganut agama Buddha tetap bergiliran berkunjung ke kuil Sinheung sepanjang tahun. Sebuah patung perunggu Buddha yang raksasa berada di pintu gerbang kuil Sinheung. Kota Sokcho dapat dikatakan sebagai obyek wisata termasyur di Korea Selatan, seperti halnya pulau Jeju. Keberadaan gunung Seorak dan Laut Timur tetap mendorong industri pariwisata di kota Sokcho. Sementara itu, kota Sokcho kini menjadi basis terdepan yang dapat menghubungkan jalur pelayaran internasional antara Korea Selatan, RRC dan Jepang. Kapal ferry raksasa sedang menelusuri jalur itu secara rutin untuk mengangkut baik penumpang maupun barang-barang ekonomis. Menurut rencana pemerintah Korea Selatan, jalur pelayaran internasional tersebut akan digabungkan dengan jalur pelayaran antara Semenanjung Korea dengan wilayah Eropah melalui perairan Kutub Utara. Kalau jalur pelayaran Kutub Utara akan terwujud, secara komersial, kota Sokcho akan dikembangkan lebih pesat lagi seperti halnya pertumbuhan ekonomi kota Busan, kota terbesar ke-dua di Korea Selatan. Ditambah lagi, kalau hubungan antar Korea dikembangkan secara memadai, kota Sokcho akan tetap menduduki posisinya sebagai tempat persiapan untuk melakukan pariwisata ke gunung Geumgang di Korea Utara, salah satu gunung terindah di dunia internasional yang terletak tidak jauh dari kota Sokcho. Kota Sokcho kini berusaha keras untuk mewujudkan perkembangan lebih pesat lagi sebagai pusatnya di bagian utara daerah Youngdong. Untuk itu, pemerintah daerah kota Sokcho sedang mempertimbangkan kemunginan untuk menggabungkan wilayah administrasinya dengan kabupaten Inje dan kabupaten Goseong.

120

Penulis: Kim, Young Soo adalah mantan kepala Siaran Bahasa Indonesia, KBS World Radio dan sebagai producer juga dalam bidang yang sama. Beliau menamatkan studi jenjang S3 Studi Banding Sastera Korea-Indonesia dari Hankuk University of Foreign Studies. Email: [email protected], [email protected]

121

SEJUTA PESONA VIVALDI PARK DALAM BERBAGAI MUSIM

<사계절 속의 비발디파크>

Aris Budianto (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Dihadapkan dengan suatu pilihan untuk bisa menetap sementara di Korea Selatan dengan waktu yang cukup lama adalah sesuatu yang menyenangkan bagi saya. Korea selatan terkenal dengan budaya disiplinnya yang tinggi, alamnya yang begitu indah dan menakjubkan, serta tatanan kotanya yang begitu bagus, rapi, dan bersih. Dilihat dari iklimnya, negeri yang terkenal dengan sebutan Negeri Gingseng ini memiliki empat musim yang bisa kita jumpai yaitu musim gugur, musim dingin, musim semi, dan musim panas. Tentu dengan perubahan iklim tersebut banyak pilihan destinasi tempat liburan yang bisa kita nikmati sesuai dengan iklimnya. Kalau kita sering searching di Google tentang tempat-tempat rekreasi yang menarik untuk di kunjungi di Korea Selatan, pasti kita mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang kita inginkan. Pada saat musim gugur kita bisa melihat keindahan daun-daun yang menguning dan berjatuhan di tanah. Itu pun sangat banyak dan kelihatan indah dan mengagumkan, jangan lupa juga untuk mengabadikan momen indah tersebut. Selanjutnya jika sudah memasuki musim dingin apakah kita yang bekerja di Korea masih tetap bisa liburan? Tentu bisa sekali. Baiklah, kisah saya akan saya mulai dengan bercerita tentang musim dingin di Korea itu seperti apa sebelum saya akan banyak bercerita tentang pengalaman saya di Vivaldi Park—sebuah taman bermain saat musim dingin dan musim-musim lainnya. Pertama-tama, saya ingin mengatakan bahwa pada saat musim dingin, cuacanya sangat ekstrim dinginnya dan biasanya puncaknya adalah akhir tahun bulan Desember sampai di awal tahun berikutnya bulan Maret. Namun justru pada saat itulah, terdapat pemandangan yang tentunya di Indonesia tidak bisa kita jumpai, yaitu hujan salju yang begitu indah dan kadang bisa hujan es. Musim dingin memang menantang buat orang tropis seperti saya dan mungkin para pembaca di tanah air. Bisa saya katakana bahwa setelah hujan salju kita masih bisa melihat tumpukan es yang sangat banyak dan bahkan saat es-es tersebut mengeras pun bisa dijadikan background yang unik untuk foto. Bagi yang suka hunting foto, maka bulan-bulan tersebut sangat direkomendasikan. Untuk cuaca di bulan tersebut, bisa saya katakan kurang lebih bisa mencapai -18oC, tetapi tidak perlu khawatir dulu karena kita bisa menghangatkan badan kita dengan persiapan mulai dari apa yang perlu kita pakai. Pertama, pakailah jaket tebal dan 122

berbulu, sarung tangan, penutup telinga, penutup kepala dan sepatu tebal musim dingin,. Jadi, tidak perlu takut lagi untuk melanjutkan perjalanan di Korea saat winte. Jadi, jangan lupa mempersiapkan alat-alat tersebut.

Saat winter tiba, tempat apa sih yang menarik dikunjungi dan ada di mana ? Salah satu tempat yang bisa kunjungi adalah Vivaldi Park yang berada di ketinggian puncak pegunungan yang ada di propinsi Gangwon-do. Alamat lengkapnya adalah 262,

Hanchigol-gil, Seo-myeon, Hongcheon-gun, Gangwon-do 강원도 홍천굮 서면 한치골길 262 (서

면 ). Silakan cari di Google map untuk memudahkan cara menuju ke sana. Cara ke sana pun ada banyak alternative. Buat Anda yang suka travelling, ini cara untuk menuju ke sana. Dari terminal bis Dong Seoul yang ada di dekat subway jalur 2, naiklah bis antarkota menuju Vivaldi Park. Jadwal bisnya bisa berubah, namun biasanya berangkat pada 08:05, 09:15, 14:25, 17:05. Dari terminal silakan naik bis ke arah terminal Hongcheon. Dari terminal itu, silakan ganti bis lokal langsung menuju Vivaldi Park. Sampailah kita di taman ini. Di taman ini, kita bisa menikmati liburan dalam berbagai musim. Namun, dalam tulisan ini, saya hanya akan bercerita saat winter saja. Yang pasti, satu hal yang bisa kita lakukan adalah bermain SKI di atas tumpukan salju dengan alat snowboard, skihand dan masih banyak macamnya. Sebelum bermain ski, ada baiknya kita mengenal ada wahana apa saja yang bisa kita lakukan di sana. Di sana tersedia cable car, arena medan permainan ski sendiri yang terdiri dari medan yang rendah, sedang tinggi dan sangat tinggi, bahkan ada juga yang curam. Selain itu, ada juga fasilitas lain seperti Ocean World (water park), Kids' World (taman tema untuk anak-anak), Ski World (lereng-lereng ski), screen golf, ruang billiard, ruang tenis meja, bowling, internet café, Euro Bungee, supermarket, toko-toko alat olahraga, bahkan ada shopping mall, karaoke, dan ruang main game. Karena itulah saat membeli tiket masuk sebaiknya kita tahu kita ingin pergi ke mana saja karena tarif paketnya disesuaikan dengan area mana yang ingin kita masuki. Sekarang saya ingin bercerita tentang main ski. Bermain ski bagi pemula sangat menyenangkan terutama buat mereka yang sama sekali belum pernah merasakan bagaimana rasanya bermain di atas es yang begitu licin. Belum lagi, kita harus terbiasa menggunakan alat seluncur. Ternyata itu pun memberikan kita kenikmatan tersendiri. Lebih seru pastinya dan lebih menegangkan saat bermain ski sungguhan. Untuk itulah, saat main ski untuk pertama kali, maka kita berkali-kali jatuh bangun dan harus memperhatikan instruktur.

123

Setelah beberapa saat diberikan instruksi dan tata caranya, maka kita akan diarahkan untuk naik ke cable car. Selanjutnya kita bisa memilih medan yang sesuai dengan kita. Bagi pemula maka medan landailah yang pas karena tidak terlalu berbahaya. Sembari bermain ski di Vivaldi Park, kita juga bisa menikmati view-view yang sangat bagus karena ada taman, dan pemandangan alam di sekitarnya. Bahkan bisa pula jika kebetulan, kita bisa mendapati konser musik dengan menghadirkan artis-artis K-Pop.

Ketika lapar, ke mana kita harus pergi? Ada tempat makan khas korea! Menu yang disediakan sangat bervarian di Vivaldi Park. Ada gimbab (nasi gulung dengan rumput laut), bibimbap (nasi dengan campuran berbagai sayuran dan telur), samgyetang (semur ayam), tokpukki (siomay gandum) dan ikan goreng dengan bumbu rempah-rempah dicampur dengan irisan kimchi. Banyak makanan tersedia di Vivaldi Park sehingga kita tidak perlu khawatir. Saya masih ingat bahwa rasanya saat itu pas banget karena setelah asyik selesai bermain ski dan merasakan kedinginan, perut terasa lapar. Begitu kita melihat sajian khas korea yang unik, maka bertambahlah selera makan kita. Apalagi, suasana di restoran pun sangat mendukung. Cuaca yang masih dingin membuat menyantap makanan yang masih panas begitu cocok untuk menghangatkan badan kita. Terlebih lagi, di dalam restoran juga terdapat penghangat badan yang bisa juga disebut dengan AC panas atau nalo (kipas panas). Sambil menunggu makanan dihidangkan, kita juga bisa melihat pemandangan di luar gedung restoran karena terdapat kaca besar di restoran sehingga memungkinkan kita untuk secara jelas melihat banyaknya orang yang sedang lalu lalang bermain ski, sedang naik cable car, sedang berlatih berselancar dan masih banyak lagi

124

hiruk pikuk yang hanya bisa dijumpai di Vivaldi Park Resort. Tentang makanan, masih banyak makanan lain tentunya yang bisa kita pilih sesuai dengan keinginan kita, misalnya pizza, burger, dan berbagai menu ayam. Semua tersedia jadi satu di Vivaldi Park. Banyak pilihan penginapan yang menarik Jenis penginapan di kawasan wisata ini ada tiga macam, yaitu hotel, motel, dan pansion (villa). Menurutku, pension lebih menarik karena selain ukurannya yang mini di sana juga terdapat fasilitas outdoor, yaitu taman, kebun, dan tempat barbekyu yang sangat asyik jika kita pergi bersama teman-teman sehingga kita bisa nongkrong sambil membakar daging sapi. Selain itu, di penginapan model itu ada ruangan indoor tersendiri yaitu ruang meeting, ruang serba guna, dan dapur umum. Jadi, lebih baik menginap di pension daripada di hotel dan motel yang bergedung tinggi. Harganya juga relatif lebih murah. Banyak penginapan model ini di sekitar Vivaldi Park. Berbagai macam pilihan pension ada. Dari yang berbentuk rumah adat Korea jaman dahulu hingga yang artistik, ada semua. Bisa dikatakan, selain pension itu bentuknya unik, pelayanannya lebih bagus dan ramah karena kita bisa secara langsung mengobrol dengan sajangnim (bos) pemilik pension itu sehingga ketika kita membutuhkan sesuatu, maka kita bisa langsung dibantu oleh pemilik pension. Seperti halnya saat kita ingin tahu di mana kita bisa membeli makann tertentu, bertanya tentang alternatif tempat wisata di sekitar, bertanya tentang tempat penyewaan baju ski, bertanya alamat dan lain-lain. Untuk penginapan semacam pension, kita tidak perlu khawatir karena semua terjamin dengan aman dan tidak bikin bosan tentunya.

Pada saat musim panas, apakah wahana di Vivaldi Park tetap layak kunjung? Berenang saat musim panas adalah momen yang ditunggu-tunggu saat liburan panjang musim panas. Di Vivaldi Park terdapat Ocean world yang sangat besar dan memiliki arena bermain air yang begitu luas dengan berbagai macam fasilitasnya. Yang tidak kalah menarik adalah bahwa di dalam Ocean World ini terdapat area fantastic, yaitu ada Indoor 125

Zone, Extreme zone, Dynamic zone, Mega Slide zone dan semuanya disesuaikan dengan kategori dan tingkat keberanian para pengunjung. Bagi mereka yang suka tantangan, maka mereka bisa ke tempat yang ekstrem. Untuk mereka yang cenderung memilih suasana bermain air dengan santai, maka ada area indoor tempat mereka bisa berenang dengan nyaman dan tidak terlalu menantang. Selanjutnya bagi yang selalu suka tantangan, maka ada tempat seluncur dinamik. Selain sangat panjang, tempat ini juga ekstrem jadi cocok buat mereka yang suka uji nyali. Area Mega Slide menawarkan sensasi ketegangan yang bisa membuat kita teriak kencang ketika turun karena pas turun jantung kita seperti bergetar kencang. Unik dan menarik bahkan atraktif. Keseruan itu bisa dirasakan saat summer di Korea, tepatnya di Ocean World yang ada di kawasan Vivaldi Park.

Di area Vivaldi Park ada juga tempat main golf, billiard, shopping center, pusat terapi, spa dan sauna (pemandian air panas). Semua bisa dinikmati satu per satu. Tentu saja kita harus mempersiapkan waktu yang pas untuk liburan saat musim panas, karena kalau hanya sehari rasanya menurut saya kurang puas. Jadi harus mengatur waktu tiga hari untuk bisa merasakan liburan di Ocean World. Jangan lupa untuk kita mengajak teman, keluarga atau pasangan ketika ingin berlibur di tempat ini karena kalau sendirian, saya jamin kurang seru. Tempat ini sangat asyik bagi kita untuk bisa berteriak bareng, foto-foto selfie dan mengabadikan momen indah liburan di Ocean World. Memang bisa dikatakan di tanah air pun banyak pula water park, tetapi mengunjungi water park indoor di kawasan ini memang bisa memberikan atau menyuguhkan tempat-tempat yang indah dan tidak terhalang oleh musim. Memacu andrenalin kita di tempat ekstrim merupakan hal yang wajar dan unik. Kesibukkan bekerja dan belajar yang membuat penat seakan-akan bisa sirna saat kita pergi berlibur ke tempat semacam ini.

Pemandangan di saat musim semi Pesona alam di Vivaldi Park yang cantik dengan balutan bunga-bunga yang berwarna- 126

warni membuat saya terkesima saat menikmatinya sambil bersantai dengan sahabat dan ngopi bersama sembari melihat banyak bunga yang baru saja mekar. Ingin rasanya berlama-lama di tempat itu. Kuingat ada bunga sakura, mawar, cherry blossom, dan masih banyak jenisnya. Untuk liburan saat spring, lebih baik kita menikmati pemandangan di tepian sungai, taman, dan kebun bunga yang ada di sekitar area Vivaldi Park. Hal itu pasti bisa membuat badan menjadi fresh setelah lama tidak merasakan panasnya terik matahari selama musim dingin. Mengapa banyak wisatawan Indonesia yang ingin berkunjung ke Korea? Kini saya pun semakin yakin dengan alasannya. Dari musim yang berbeda saja sudah membuat rasa penasaran orang Indonesia muncul. Apalagi tempat-tempatnya yang sangat eksotis dan terlihat mewah. Sensasi yang luar biasa yang kita dapatkan kalau kita berada di Vivaldi Park saat musim semi adalah bersihnya tempat itu, wanginya, sejuknya, tidak terlalu banyaknya debu dan indahnya tempat itu untuk di abadikan. Jadi, penting bagi Anda yang ingin ke Vivaldi Park untuk merencanakan ingin pergi saat bulan apa agar Anda dapat menikmati liburan yang sesuai musim yang Anda inginkan. Vivaldi Park merupakan tempat yang sangat luas sekali. Harganya relatif terjangkau dan layak untuk sebuah resor wisata yang sangat mewah. Selain itu, pesona alamnya juga mengagumkan. Saya yakin tulisan ini belum bisa merangkum semua yang ada di Vivaldi Park. Paling tidak pengalaman saya ini bisa memberikan informasi tentang ke mana liburan di Korea dan mencoba menemukan sensasi yang berbeda, dari musim yang panas sampai ke yang paling dingin.

Penulis: Aris Budianto adalah seorang pekerja migran Indonesia dan mahasiswa Program Studi Komunikasi Universitas Terbuka Indonesia di Korea Selatan. Dalam waktu senggangnya, dia menyempatkan untuk berjalan-jalan menikmati keindahan Korea, selain tentunya juga sibuk dalam kegiatan organisasi di universitas tempat dia belajar sekarang. Email: [email protected]

127

PELAJARAN BERHARGA DARI PERJALANANKU DI KOREA <한국여행: 내가 얻은 값짂 교훈>

Fahrozy (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Saya pertama kali tiba di Korea pada 7 Juli 2011. Tak lama setelah bekerja selama beberapa minggu, saya merasakan liburan musim panas sekitar 10 hari. Saat itulah saya diajak oleh perkumpulan WNI yang ada di dekat perusahaan saya bekerja untuk pergi bersama ke pantai terkenal di Gangwon-do. Dengan satu bus rombongan, tentu saja sangat meriah. Di dalam perjalanan saya mulai saling mengenal satu sama lain antara pekerja legal dan ilegal/swasta. Berbagai canda tawa dan cerita tentang kehidupan mereka selama di Korea tentu saja sangat menarik. Berawal dari situ saya mendapati kisah-kisah hidup para pekerja legal /trainer atau pun mereka yang swasta. Saat itu saya bertemu dengan mas S dari Solo. Beliau sudah bolak balik menyelesaikan kontrak kerja di Korea sejak tahun 1997. Saat itu masih zaman yang disebut dengan nama PT atau proses keberangkatan tenaga kerja ke Korea hingga tahun 2012 atau zaman G to G atau government to government yang berawal sekitar tahun 2002. Beliau bercerita tentang adanya perkumpulan WNI, sebut saja namanya Paguyuban NUSA JAKTI, kepanjangan dari nusantara jaya sakti. Anggotanya adalah para pekerja Indonesia dari seluruh pelosok Indonesia, dalam artian tidak bersifat kedaerahan dan mayoritas anggotanya adalah para pekerja Indonesia, termasuk ada juga para pekerja swasta waktu itu. Di dalam paguyuban tersebut teman teman anggota bersama-sama belajar berorganisasi. Ada yang namanya koperasi kecil-kecilan dan arisan di mana seluruh anggota dikenakan iuran sebesar 15.000 won; 10.000 sebagai tabungan wajib, 2000 untuk konsumsi bersama selama rapat bulanan. Sisanya 3000 masuk ke sumbangan kas Musholla AL Ikhlas yang baru resmi berdiri tanggal 2 Januari 2011. Saat itu diketuai oleh mas Sy dari Tulung Agung, Jawa Timur. Walaupun ada tambahan dari teman-teman yang mau infaq, tabungan wajib bisa diambil oleh peserta kapan saja hingga mereka akan kembali ke tanah air. Uang yang terkumpul waktu itu dialokasikan untuk kartu telepon. Semua anggota bisa pesan kapan pun, boleh dibayar sekaligus ketika rapat bulanan. Dana itu juga di gunakan untuk pinjaman, yakni sebesar 500 ribu won setiap bulan. Serunya, jika peminjam lebih dari satu orang, maka 500 ribu tersebut dibagi sebanyak peminjam. Rasa kekeluargaan yang memupuk anggota tidak menimbulkan kebencian atau perpecahan.

128

Saya juga belajar bahwa berdasarkan AD/ART yang telah disahkan bersama, kegiatan kami bukan hanya itu. Kami juga mengalokasikan dana untuk sumbangan teman-teman yang terkena musibah kecelakaan atau tertangkap karena mereka pekerja swasta. Saya masih ingat pabriknya dikepung polisi imigrasi sebab katanya pabriknya tidak setor uang keamanan untuk imigrasi. Paguyuban kami juga menerima proposal sumbangan dari daerah asal teman anggota. Intinya, dari dalam bus menju tempat wisata itu, saya banyak belajar dan tahu bahwa di Korea banyak perkumpulan WNI. Banyak sekali, misalnya perkumpulan Uijongbu, Karibi, Yangmun, Pocheon dan lain-lain. Sambil melihat pemandangan, gedung-gedung, serta pembangunan konstruksi yang sangat indah, beliau juga menjelaskan bahwa di wilayah Uijongbu baru dibentuk PPI (Perkumpulan Pekerja Indonesia) yang bertujuan menaungi/membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami teman-teman di wilayah Uijongbu. Setelah beberapa saat, saya baru sadar bahwa ternyata bukan rombongan bus saya saja yang ikut bertamasya. Ternyata ada 5 bus lain, yaitu bus dari rombongan Uijongbu, Karibi, Pocheon, Yangmun dan Nusa Jakti. Sangat senang rasanya mendengar cerita itu karena saya akan bertemu dengan banyak kenalan dan bisa belajar keorganisasian. Saya senang dengan mereka karena teman-teman baru saya jiwanya sangat mulia, yakni ingin memakmurkan musholla dan bersemangat untuk membesarkan perkumpulan kami menjadi Masjid Al IKHLAS. Saat itu saya juga ditawari untuk menjadi tim humas paguyuban Nusa Jakti. Mau tidak mau, akhirnya sambil mengangguk ya karena mereka juga akan mengajarkan ilmunya dengan masa bakti 1 tahun. Tak lama kemudian jam 12.30 rombongan bus tiba di tepi pantai Gangwon-do dan disusul oleh rombongan dari Uijongbu, Karibi, Yangmun dan Pocheon. Rombongan langsung bersama sama mencari air wudlu untuk melaksanakan kewajiban sholat dhuhur berjama‘ah. Di samping itu, kami juga menyebarkan ajaran dan informasi kepada masyarakat Korea di sekitar kami bahwa orang Indonesia kebanyakan beragama Islam dan agama Islam punya kewajiban sholat wajib dalam sehari sebanyak 5 kali. Kegiatan kami lanjutkan dengan menyantap makanan yang dibawa dari rumah paguyuban. Selepas itu kami mengadakan acara mengenal budaya kebersihan, yakni bagaimana cara memisah-misahkan dan memilah-milah sampah sesuai dengan kategorinya sebelum dibuang. Kami belajar bagaimana untuk tidak membuang sampah sembarangan. Hal ini mengingatkan saya ketika saya berada di Jepang, saat saya berada di propinsi Kyouto, kota Yawata. Selepas itu, barulah kami berjalan menuju pantai. Sorak sorai teman-teman mulai ramai terdengar. Ada yang berenang hingga berguling-guling di atas pasir. Kami pun 129

berkenalan dan tak lupa ikut meramaikan acara hari itu. Sampailah saatnya kami bermain game yang dipersiapkan panitia acara. Kami bermain bola voli dan tarik tambang. Rasa lelah dan capai setelah kerja di pabrik seakan terbuang setelah bersenang-senang bersama. Kami pun menikmati waktu yang tersisa sambil menunggu waktu pulang dengan sedikit jalan-jalan bersama teman kenalan baru, yakni salah seorang teman bernama T. Dia bercerita bagaimana dia hidup di Korea sebagai seorang pekerja swasta. Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Menurutnya, dia mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Dia juga pernah mendapati bos dan majikan yang tidak manusiawi. Ada pula karena pendapatan tidak sesuai dengan perjanjian atau tertipu oleh daya muslihat teman, seperti misalnya ada yang mengatakan bahwa di perusahaan lain gajinya besar, kerjanya ringan, dll. Salah satu hal yang melandasi itu terjadi adalah minimnya pengalaman dan kurang pandainya dalam bertutur kata dalam bahasa Korea. Saya pun bertanya pada mas T, bagaimana rasanya bekerja sebagai seorang swasta. Dia pun memberitahu bahwa dia bekerja sesuka hati. Jika cocok dengan pekerjaan dan gaji serta orang-orangnya, maka dia pun betah di pabrik itu. Jika semua itu tak cocok atau bertolak belakang, maka dia langsung keluar. Saya pun bertanya bagaimana cara masuk dan keluar dari pekerjaannya. Dia menjelaskan bahwa untuk masuk dia mencari informasi apakahperusahaan itu butuh karyawan. Jika ada nomor telepon bos, alamat perusahaan ataupun informasi secara detil itu malah lebih baik. Terlebih jika ada teman yang bekerja di sana, artinya informasi itu valid. Tentu saja sangat mudah untuk masuk ke pabrik itu dan diterima, jika informasinya kita dapatkan. Saya pun tidak berhenti sampai di situ. Saya bertanya bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dia menjelaskan bahwa syaratnya kita harus sehat dan mau bekerja saja tanpa ijazah dan segala macam. Dari situlah dia memberi tahu dan menyarankan agar saya tidak sampai menjadi pekerja swasta karena menjadi pekerja seperti itu sangat tidak enak. Hidup menjadi swasta itu tidak enak. Semua yang kita lakukan harus dilakukan hati-hati. Dengan teman sekitar pun harus berhati-hati. Kita harus pandai bergaul karena kita hanya manusia biasa. Saya pun merasa bahwa nasib mas T sunggung malang karena dia terpaksa menjadi pekerja swasta. Sambil berjalan menuju mercu suar di pantai itu, saya memotret seorang wanita dari kamera ponsel. Saat itu pula mas T membertahukan agar saya tidak sembarangan mengambil gambar orang tanpa meminta ijin kepadanya apalagi sampai diunggah ke medsos karena itu merupakan tindak pidana. Dia pun menuturkan bahwa tindakan itu bisa dibawa sampai sampai ke ranah pengadilan dan kita bisa didenda atau dihukum. Dia pun menunjukkan 130

himbauan dari pihak pengelola pantai yang ditulis dalam bahasa Korea. Dia pun menyampaikan agar saya berhati-hati mengucapkan kata ‗ilegal‘ karena untuk orang Korea yang bisa berbahasa Inggris, mereka akan tahu hal itu. Sebaiknya kita menggunakan istilah pengganti seperti ‗swasta atau kosongan‘ saja karena orang Indonesia saja yang tahu. Hal itu demi keamanan. Dari saat itulah, saya tidak lagi menggunakan kata itu dan jarang juga saya katakan swasta untuk teman-teman. Hal itu karena bisa menimbulkan sedikit persinggungan dengan lawan bicara bila kita belum tahu karakter teman kita tersebut. Waktu telah berlalu dan saatnya pulang menuju tempat tinggal pun tiba. Kami duduk –duduk bersama lagi dengan pak lurah Paguyuban Nusa Jakti, yaitu mas St. Kami pun melanjukan cerita-cerita tentang bagaimana waktu berangkat ke Korea dan apa pun yang terkait hal hidup dan bekerja di Korea. Saya pun berbincang-bincang juga dengan teman lain, sebut saja mas K. Inilah perbincanganku dengannya. K: Yang pertama yang harus kita kuasai adalah pekerjaan dan bahasa. Dengan cara mengikuti perintah-perintah kerja dengan baik. Jangan malu untuk bertanya. Di Musholla Uijongbu juga ada program belajar bahasa serta. Selain itu, di shelter Uijongbu juga ada program setiap tahun dan dibuka 2 kali pendaftarannya, itu pun gratis. Saya pun diberi informasi detil dari alamat lengkap, bahkan info tentang departemen tenaga kerja atau nodongbu dan HRS Uijeongbu juga diberikan kepada saya informasinya. Saya pun meneruskan perbincangan. S: Bagaimana kita bisa menguasai pekerjaan jika bahasa saya juga belum bagus? K: Ikuti saja perintah kerja, tulis kata yang belum kamu ketahui. Nanti bisa tanya ke saya atau senior kamu. Tak lama juga waktu kerja akan cepat selesai. Tiap hari, terus menerus begitu juga akan cepat pandailah kita dengan pekerjaan dan bahasa. Tak terasa waktu itu lelah rasanya hingga saya pun tertidur sampai di Dongducheon tempat saya bekerja. Satu minggu etelah itu saya mulai diajak naik kereta untuk berkunjung ke musholla Al Ikhlas Uijongbu untuk melaksanakan kewajiban sebagai Muslim melaksanakan sholat berjamaah, mengikuti kegiatan yang ada, saling berkenalan dengan jamaah dan berbincang- bincang dengan satu sama lain. Saat itu saya dikenalkan juga dengan adanya UT KOREA untuk pertama kalinya, termasuk bagaimana mengikuti belajar bahasa Korea juga yang salah satu pengajarnya botak kepalanya. Saya pun juga berbicara tentang hal lain. Kali ini tentang budaya baru lagi, yakni tentang cara naik kereta. Saya pun belajar bahwa saat saya di Jepang, seluruh penumpang yang turun diutamakan terlebih dahulu lewat sisi kiri, baru kemudian penumpang yang mau 131

naik di sisi kanan mulai masuk kereta. Di Korea, para penumpang yang turun didahulukan yakni melewati posisi tengah dan penumpang yang naik ada di sisi kanan dan kiri untuk masuk ke kereta. Tentang belajar bahasa Korea, saya pun mengikuti belajar bahasa Korea walaupun sampai bubar pesertanya. Akhirnya saya mengikuti proses belajar di shelter Uijongbu,

JALAN JALAN BERSAMA KARYAWAN PERUSAHAAN DAN BERMAIN ARUNG JERAM DI SUNGAI GANGWONDO (Liburan Musim Panas 2012)

Kami berangkat untuk berarung jeram dengan dua bus menuju area lokasi. Saat itu saya gunakan lagi waktu di atas bus untuk banyak bertanya kepada beberapa karyawan perusahaan agar suasana kerja dapat terjalin harmonis nantinya. Sebut saja Yuna derinim dengan pangkat taejang. Saya pun bertanya kepadanya, misalnya tentang bagaimana agar kerja itu harmonis. Dia pun menjelaskan bahwa tidak semua orang Korea akan menjelaskan dengan sejujur-jujurnya. Misalnya, jika saya menanyakan tentang suatu pekerjaan, apalagi ini adalah saat jalan-jalan, maka itu sebaiknya tidak dulu. Tapi Yuna tetap menjelaskan bahwa (1) kita harus bekerja dengan semangat, (2) bahwa kita harus memberi salam kepada semua karyawan, baik yang tua maupun yang muda dengan menggunakan bahasa Korea yang halus. Mereka akan segan dengan kita. Dia pun menambahkan bahwa orang asing akan selalu diberi pekerjaan yang tidak enak, berat, kotor dan lain-lain. Namun, jika kita menjalankan poin (1) dan (2) itu, maka hasilnya akan baik. Dia pun juga bilang agar kami tidak terlalu giat dan terlalu malas. Kami perlu tahu kondisi pekerjaan yang ada karena banyak karyawan yang mencari lembur, katanya. Saya pun juga belajar dari Yuna bahwa keberadaan orang asing itu semua tergantung pada bos. Di perusahaan ada tata cara atau cara menyampaikan sesuatu, semua tergantung pada bagaimana orang asing itu melakukan pendekatan pada bosnya. Selanjutnya dia juga menjelaskan bahwa kami perlu tahu waktu yang tepat kepada bos untuk bisa mengobrol atau menyampaikan keinginan kita, misalnya saat kita minta gaji yang lebih besar atau ingin diperbanyak lemburan atau pun hak-hak lainnya. Tapi, tentu saja itu semua tidak terlalu jauh dari surat kontrak kerja yang ditandatangani. Apa yang dia ceritakan itu sudah terbukti saya lakukan. Dengan bahasa yang santun, saya bekerja memposisikan diri dengan baik saat meminta berbicara dengan bos, dall. Akhirnya, saya menerima penghargaan sebagai karyawan teladan dan gaji dinaikkan. Waktu 132

itu, sampai ada pembicaraan tentang keselamatan hidup dan tata cara memberikan pekerjaan terhadap orang asing. Walaupun banyak perusahaan Korea punya aturan, namun orang asing tetap diposisikan berbeda dengan orang lokal karena posisi orang asing adalah membantu perusahaan tersebut. Jadi, saya pun bersyukur Alhamdulillah karena saya diakui dengan menerima penghargaan itu. Sampailah di lokasi arung jeram. Di sana diadakan orientasi bagaimana melakukan arung jeram sebelum siap untuk meluncur, burrrrrrrrrr. Aksi seluruh peserta dari kekompakan pun dimulai. Akhirnya saya melihat budaya yang unik. Para pemimpin kerja di saat mendayung perahu karet diserang oleh beberapa rekan kerjanya dengan dayung sampai mukanya basah kuyup. Kami pun tetap tertawa dan itu menandakan bahwa segala hal yang terjadi di perusahaan dan rasa capai akan hilang dan ke depannya kita akan memulai pekerjaan serta sifat yang baru pula. Itulah tujuannya. Seusai itu, kami menuju pension atau penginapan tempat seluruh pesarta akan mengikuti agenda acara yg telah dipersiapkan perusahaan. Sesampainya di pension, kami pun mandi, ganti pakaian dan dilanjutkan dengan makan malam sambil diadakan barbekuan daging serta acara hiburan. Di akhir acara hiburan, ada sedikit musik dan seluruh peserta diwajibkan berjoget bersama. Paginya kami pun pulang ke perusahaan.

JALAN-JALAN SEOLLAL & CHUESOK (2013-2014) MENGUNJUNGI TEMAN SEKAMPUNG HALAMAN DI DAEGU DAN BUSAN Kami berangkat dengan kereta cepat KTX yang kecepatannya jauh lebih lambat di bandingkan kereta Shinkansen. Namun, kami sampai juga di wilayah Daegu. Selama bertemu pun, obrolan kami tidak jauh juga dari pekerjaan, keluarga, status diri, apa yang akan dilakukan sepulang dari Korea, kegiatan apa yang sedang dijalani selain bekerja, dll.

KISAH UNIK DI BALIK JALAN-JALAN KE GUNUNG SOYOSAN (2014) Berjalan beriringan dengan para ajosi sembari menaiki gunung, kami pun dengan santai tiba juga di puncak. Ada beberapa hal unik yang saya dapatkan di sana saat berjalan naik gunung bersama para ajosi atau para bapak-bapak paruh baya. Misalnya, kami pun berbicara tentang budaya merokok, apalagi saat naik gunung. Dia memberitahu saya bahwa ketika merokok, jangan sampai kita membuang punting rokok ke dalam kaleng atau botol. Bahkan dia menambahkan, orang yang suka minum-minum pun juga patuh terhadap peraturan ini, yaitu untuk tidak memasukkan puntung rokok ke dalam sisa botol minuman keras. Mengapa itu sebaiknya tidak dilakukan? Pertama, jika tidak mengikuti peraturan, 133

bahkan para pemabuk pun bukan orang, katanya. Kedua, jika kaleng/botol bekas tersebut menjadi sampah, dan di dalamnya ada puntung rokok, maka niscaya para pemulung akan merugi dan kesulitan menjual kaleng atau botol bekas itu. Harganya akan turun. Kasihan, katanya. Apa kesimpulan yang saya dapatkan dari jalan-jalan yang saya ceritakan ini? Dari segitu banyak kisah jalan-jalan yang saya alami hingga di tahun 2015, ada dua hal yang ingin saya bagikan di sini. Pertama, saya belajar banyak dari jalan-jalan dan itu telah mengubah kebiasaan saya. Maka saya melihat bahwa jalan-jalan bukan sekedar untuk mengisi waktu kosong, namun jalan-jalan juga sarana untuk bersilaturahmi, sembari berolah raga, mencari hal-hal baru, mencari pengalaman sebanyak-banyaknya. Kedua, saya lebih sering mengisi liburan dengan ongkos yang sangat murah, misalnya naik kereta sampai ujung stasiun hingga balik lagi sambil menghafal ayat-ayat Al Quran dan bacaan sholat. Intinya, saya melakukan hal-hal yang berbau keagamaan. Semua bisa dibawa karena kita punya smartphone. Alhasil kita pun bisa hafal beberapa bacaan dan itu bagus untuk persiapan menjadi seorang imam. Ternyata, apa yang ada dekat dan yang kita punya pun justru akan membawa diri ini ke mana. Sekarang saya bekerja sambil kuliah. Apa yang saya cita-citakan tercapai walaupun baru semester 5. Saat bekerja sambil kuliah, sesungguhnya saya sangat memperjuangkan belajarnya. Bekerja hanya sebagai topeng walaupun sebelumnya tanpa pekerjaan tersebut, mungkin saya belum bisa kuliah hingga saat ini. Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi para pembaca. Terima kasih sebanyak-banyaknya, pak Suray.

Penulis: Fahrozi adalah pekerja migran Indonesia yang berasal dari Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Selain bekerja, dia juga tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen di Universitas Terbuka Indonesia di Korea. Saat menulis kisah ini, dia duduk di semester 5. E-mail:

134

PERJALANAN WAKTU DI PROPINSI JEOLLA-DO <전라도: 시간여행>

135

JEONJU HANOK VILLAGE: PESONA DESA DI NEGERI KOREA

<전주 한옥마을: 한국 전통문화의 미>

Phisca Aditya Rosyady (Seoul National University of Science and Technology)

―Pulang Kampung!‖ itulah ungkapan pertama yang saya ucapkan kala menginjakkan kaki ke Jeonju, sebuah desa di propinsi Jeollabuk-do yang berjarak 2 jam dari kota Seoul jika ditempuh menggunakan bus. Agaknya mungkin aneh memang membayangkan adanya sebuah desa di Korea Selatan. Kita pun tahu Korea Selatan adalah salah satu negara maju yang modern dalam berbagai hal. Mulai dari teknologi seperti piranti telepon hingga seni kontemporer seperti K-Popnya. Semua terkesan modern. Dalam benak beberapa orang, bisa jadi Korea adalah negara yang penuh dengan gedung-gedung menjulang tinggi, transportasi yang mutakhir, hingga mungkin papan-papan reklame raksasa yang penuh dengan sentuhan animasi. Namun, ternyata apa yang menjadi anggapan itu ternyata tidak sepenuhnya benar. Korea menurut saya adalah negara yang bisa menyandingkan nilai-nilai tradisional dan modern dengan serasi. Mulai dari adanya kuil-kuil dan istana kerajaan jaman dulu di sela-sela gedung-gedung yang tinggi menjulang, hingga mudah dijumpainya rumah tradisional di perkampungan atau yang lebih dikenal dengan Hanok Village di beberapa tempat di Korea. Ya, Hanok Village memang benar-benar ada dan bisa kita lihat hingga sekarang. Ini bukan hanya bisa kita temui di layar kaca saat acara drama-drama kolosal Korea. Menurut informasi yang saya dapatkan, ada sekitar 9 Hanok Village yang tersebar di seluruh Korea. Mulai dari Bukchon, Jeonju, Korean Folk Village, Namsangol, Hahoe, Yangdong, dan Hanok Village yang berada di pulau Jeju, yakni Seongeup Folklore Village, Jeju Folk Village Museum, Folklore dan Natural History Museum. Untuk kesempatan kali ini, saya akan bercerita tentang perjalanan saya bersama dengan Persatuan 136

Pelajar Indonesia di Korea (PPI Korea/PERPIKA) saat menjelajahi Jeonju Hanok Village di akhir Juli 2015. Wisatawan asing yang menjelajahi Jeonju Hanok Village akan dimanjakan dengan adanya fasilitas shuttle bus gratis untuk pulang pergi dari dan ke Seoul. Cukup mudah untuk reservasinya. Kita bisa melakukan booking secara online dan kemudian saat hari-H kita membawa identitas paspor dan tiket yang sudah dicetak; masing-masing sebagai bukti pemesanan. Akan lebih menyenangkan lagi kalau kita berangkat ke sana bareng-bareng bersama rombongan sehingga booking-nya pun bisa dilakukan secara kolektif. Masih ingat betul saat itu, kami berkumpul jam 07.30 pagi di stasiun Gwanghwamun exit 6 karena bus akan berangkat tepat pukul 08.00. Sebelum bus berangkat, ada pengecekan identitas oleh petugas dari penyelenggara yang sepertinya mereka masih terbilang cukup muda. Dengan layanan yang ramah, petugas itu menyampaikan apa saja yang perlu diperhatikan selama perjalanan menuju Jeonju dan hingga kembali ke Seoul. Tentunya dengan bahasa Inggris yang menurutku cukup bagus dan komunikatif. Untuk kondisi busnya pun lebih dari bagus menurut saya. Dengan berbagai fasilitas tempat duduk yang nyaman, AC, TV, hingga ornamen interior di dalamnya yang cukup bagus membuat saya berpikir memang Korea dalam melayani foreigner, khususnya dalam wisata benar-benar penuh totalitas. Kurang lebih 2 hingga 3 jam kami menempuh perjalanan menuju Jeonju dan selama perjalanan itu kita singgah sejenak di rest area. Sekedar untuk istirahat keluar, pergi ke toilet atau pun untuk membeli jajanan untuk dimakan selama perjalanan. Sesampainya di Jeonju, saat itu adalah sekitar pukul 11.00 waktu Korea. Bus parkir di lokasi sekitar 1 kilometer dari area wisata. Dari sanalah kemudian kami berjalan menuju lokasi wisata. Tampak dari jauh rumah-rumah tradisional berjajar membuat jalan kaki kami tidak terasa melelahkan. It's Time to EXPLORE! Bingung! Ya memang benar, saat kita masuk di kompleks Hanok Village mungkin kita akan bingung mau menjelajahi yang mana terlebih dahulu, mau foto di mana terlebih dulu karena saking banyaknya obyek wisata yang menarik tentunya. Ibaratnya kalau kita mau makan dan di hadapan kita dihidangkan berbagai makanan lezat, maka kita pun bingung mau mencicipi yang mana dulu. Karena memang saat itu kami hanya memiliki waktu tidak sampai setengah hari, maka kami pun memutuskan untuk menelusuri obyek-obyek wisata di Hanok Village dari sisi kiri agar enak menjelajahinya. Kebetulan saat itu kami tiba tepat saat jam makan siang, sehingga kami sempatkan makan terlebih dahulu di safezone dekat Pungnamun gate dengan niatan agar mendapatkan makanan halal yang relatif lebih murah ketimbang di lokasi wisata. Selepas itu kami pun mulai berjalan menjelajahi satu per satu obyek wisata 137

yang ada, menyisir dari arah kiri satu demi satu, mulai dari gerbang Pungnamun. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 14.00, artinya hanya ada waktu 3 jam lagi untuk menyusuri seluruh area di Jeonju Hanok Village tersebut.

Pungnamun Gate Inilah obyek pertama yang kami kunjungi saat itu. Obyek yang mungkin sering dijumpai di Korea ini sebenarnya adalah sebuah gerbang. Kali ini kami mengunjungi sebuah gerbang yang bernama Gerbang Pungnamun alias Pungnamun Gate. Seperti halnya gate yang banyak kita temui di Korea Selatan, Pungnamun Gate adalah salah satu gerbang peninggalan sejarah Korea yang terletak di Jeonju. Konon katanya, Pungnamun Gate adalah satu-satunya gerbang benteng yang tersisa dari peradaban masa lalu. Menurut informasi yang saya dapatkan, gerbang ini pernah direnovasi pada tahun 1768. Kalau kita mengamati dengan seksama, gerbang ini memiliki gaya arsitektur yang mirip dengan gerbang utama di Benteng yang berada di kawasan Suwon atau 160 km dari Jeonju. Kami saat itu tidak lama mengamati gerbang bersejarah ini, hanya sepintas lewat dari jauh karena mengingat waktu yang tidak memungkinkan.

Gereja Jeongdong Setelah melintas di Gerbang Pungnamun, kami berjalan ke arah kiri dan juga menyeberangi jalan raya. Dari sana kami menemukan sebuah bangunan yang menganut gaya arsitektur Romanesque. Bangunan tersebut tidak lain tidak bukan adalah bangunan Gereja Jeongdong yang berada di sebelah taman Gyeonggijeon. Memang kalau kita amati, bangunan Gereja ini cukup menarik karena memang ada sentuhan model-model bangunan kuno yang bernilai sejarah. Berangkat dari sinilah tak bisa dipungkiri bangunan ini mencuri perhatian para wisatawan. Ada yang memang datang ke sana untuk beribadah, tapi banyak juga yang hanya sekedar melihat-lihat dengan sambil berfoto. Menurut beberapa informasi yang saya dapatkan, Gereja yang katanya masuk dalam 10 Gereja terindah di Asia ini dibangun pada tahun 1908 hingga 1914. Setelah puas berfoto-foto di depan gereja bersama para wisatawan yang lain, kami beranjak ke obyek selanjutnya, yakni istana yang juga tidak kalah bersejarah, Istana Gyeonggijeon.

Gyeonggijeon Shrine Tak jauh dari Gereja Jeongdong, kalau kita berjalan terus maka kita akan menemukan sebuah istana yang cukup luas areanya. Untuk obyek wisata ini kita dikenai tiket masuk 138

sebesar 3.000 won untuk setiap orangnya. Entah sekarang sudah berubah atau belum. Dalam istana ini kita akan menemukan banyak hal, mulai dari Museum Portrait Ulasan Royal, Kuil, hingga halaman yang dihasi dengan rumpun bambu-bambu yang indah. Secara makna katanya, Gyeonggijeon Shrine berarti "sebuah istana yang dibangun di tempat yang damai". Diketahui juga kalau istana ini dibangun pada 1410 pada masa Raja Taejo yang kemudian menjadi pendiri dinasti Joseon. Halaman kuil penuh dengan pohon-pohon tua dan rumpun bambu. Di dalamnya terdapat Museum Portrait Ulasan Royal yang menunjukkan potret raja- raja Joseon dan arsip sejarah Jeonju berupa pameran naskah sejarah. Kita bisa masuk di dalam bangunan ini jika ingin melihat potret raja-raja Joseon dan arsip sejarah Jeonju dengan pameran naskah sejarahnya. Hal yang perlu diingat, sebenarnya di kawasan ini dilarang untuk menjepret sesuatu yang ada di dalamnya, meskipun kenyataannya masih saja ada yang tetap mengambil dokumentasi di dalam. Di kawasan ini kita akan menghabiskan waktu sekitar hampir satu jam, karena kompleksnya memang cukup luas untuk dijelajahi. Pun juga obyek dan informasi sejarahnya cukup banyak sehingga perlu sedikit waktu untuk menyimak setiap informasi sejarah di dalamnya. Setelah puas dan cukup lelah mengunjungi setiap sudut di Museum Portrait Ulasan Royal ini, kemudian kita berjalan menuju Jeonju Crafts Exhibition Hall yang juga hanya berjarak beberapa puluh meter dari Museum Potrait Ulasan Royal ini.

Jeonju Crafts Exhibition Hall Mungkin di tempat inilah syurganya para pecinta seni atau pun bagi para wisatawan yang hanya ingin tahu soal barang-barang kerajinan seni khas Korea. Kami di sini dimanjakan dengan berbagai barang seni hasil karya seniman Korea. Khas dan tentunya unik- unik, soal harga pun beragam mulai dari yang murah hingga yang tak bisa terbayang kalau harga barang itu bisa segitu. Berbagai karya seni dan produk di sini tentunya menggunakan bahan yang berkualitas dan dikerjakan langsung oleh tangan-tangan dingin pengrajin Korea. Jeonju juga terkenal dengan kertas Hanji. Hanji merupakan sebutan untuk ―kertas Korea‖ yang kata banyak orang memiliki kualitas yang sangat baik. Bahkan ada refrensi yang menyebutkan bahwa keistimewaan hanji dipopulerkan dalam sebuah ungkapan berbunyi ―paper last a thousand years, textiles last five hundred‖. Ungkapan ini ingin menunjukkan bahwa sejarah kertas yang panjang serta kualitasnya mampu mengungguli kain. Tentu penasaran bukan bagaimana kertas Hanji itu? Jadi tunggu apalagi? Silakan jelajahi Jeonju Hanok Village.

Jeonju Traditional Hanji Center 139

Ternyata kita tak hanya bisa melihat kertas Hanji saja, namun kita juga bisa tahu di mana pusat pembuatan kertas tersebut, yaitu di Jeonju Traditional Hanji Center. Harapan dengan adanya The Jeonju Traditional Hanji Center adalah untuk mempertahankan warisan Jeonju, yaitu kertas Hanji. Kertas ini dibuat dengan metode tradisional sehingga kita bisa melihat sendiri bagaimana kertas tersebut dipisahkan dan dikeringkan. Di Jeonju ini kita juga bisa mengikuti program membuat kerajinan sendiri. Di sepanjang Jeonju Gallery of Traditional Crafts, wisatawan bisa menemukan toko-toko kerajinan tangan yang menyediakan program membuat kerajinan tangan. Menurut informasi yang saya dapatkan, kita bisa membawa pulang kerajinan tersebut hanya dengan hanya merogoh kocek 5-10 ribu won. Setelah itu kemudian kami beranjak ke Jeonju Korean Traditional Wine Museum untuk melihat-lihat tentang sejarah traditional wine di negeri Ginseng ini.

Jeonju Korean Traditional Wine Museum Jeonju Korean Traditional Wine menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi bagi para wisatawan. Di tempat ini pengunjung berkesempatan untuk belajar tentang tradisi Korea tentang Gayangju atau minuman keras produksi rumahan. Wisatawan juga dimungkinkan untuk ikut dalam kegiatan langsung seperti penyaringan minuman yang telah diseduh menggunakan metode tradisional. Kita juga akan melihat berbagai informasi tentang sejarah minuman tradisional korea ini hingga perkembangannya dari masa ke masa.

Hanok Stay di Jeonju Hanok Village Di arena ini kita menemukan rumah-rumah penduduk atau yang disebut hanok village itu sendiri. Wisatawan bisa mencoba untuk menginap di sekitar lokasi desa Hanok dan ada kurang lebih 30 Hanok Stay. Kita juga bisa menemukan bangunan hanok asli yang terjaga 140

lebih dari seratus tahun, seperti yang terdapat di daerah Hagindang House, Samdoheon, Deokmanjae, Jeonju Hanok Living Center Experience, dan Yangsajae House. Inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuk menikmati nuansa Korea yang begitu kental dalam hal arsitektur bangunan masyarakatnya. Akhirnya saya tidak hanya menikmati dari layar kaca saat film atau pun drama Korea yang seringkali mengambil latar tempat di rumah-rumah semacam ini. Hampir 3 jam kami menjelajahi Jeonju Hanok Village dengan berbagai khasanah local wisdom ke-Korea-annya. Mulai dari arsitektur bangunan, kekayaan kuliner, kerajinan, hingga soal wine tradisional ala Korea. Harus diakui, saya dan kawan-kawan belum bisa menjelajahi setiap sudut Jeonju Hanok Village karena waktu yang kami miliki memang terbatas hanya sekitar 3 jam saja. Sekedar tips untuk teman-teman yang ingin menikmati Jeonju Hanok Village: sebisa mungkin Anda harus bisa benar-benar mengatur waktunya sehingga antara jam 11.00 hingga jam 17.00 waktu itu benar-benar dimanfaatkan untuk menjelajahi setiap sudut Jeonju. Terkait makanan, teman-teman juga bisa beli di lokasi wisata meskipun jelas relatif lebih mahal. Namun itu akan terbayar dengan efisiensi waktu ketimbang harus mencari di luar arena. Atau kalau perlu, silakan bisa membawa bekal sendiri dari asrama ataupun penginapan teman-teman. Perlu diketahui juga, sebenarnya di arena Jeonju Hanok Village juga banyak opsi makanan yang bisa menjadi opsi untuk makan siang kita atau pun untuk camilan selama kita berjalan-jalan di sana. Beberapa kuliner menarik di Jeonju adalah Bibimbab, Hanjeongsik, dan Jeonju Gongnamul Gukbap yang dibuat dengan bahan kecambah kacang/tauge Jeonju. Selain itu kita pun bisa ikut mengantri di Toko Roti yang cukup tenar di Korea, yakni PNB. Namun memang untuk mendapatkan satu roti saja, kita harus antri cukup panjang karena terlalu larisnya toko ini. Tepat pukul 17.00 shuttle bus mengangkut kami kembali ke Seoul. Menurut saya pribadi, meskipun memang belum bisa menjelajahi setiap sisi obyek wisata Jeonju Hanok Village ini, saya senang bisa menikmati sajian wisata dengan pelayanan yang menurutku sangat memanjakan. Tidak hanya soal free shuttle bus-nya, keramahan petugas pengelola wisata dan keramahan warga lokal di sana membuat para wisatawan seperti kami, merasa nyaman. Tak berhenti di situ saja, di akhir sesi perjalanan, pihak penyelenggara wisata menyodorkan angket respon dari para wisatawan untuk memberikan masukan-masukan kepada pengelolaan layanan free shuttle bus begitu pun soal obyek wisata yang ditawarkan, Saya pikir program itu cukup lengkap dan mampu merepresentasikan pesona desa tradisional yang dimiliki dan dibanggakan oleh negara yang notabene merupakan salah satu negara modern di Asia, Korea Selatan. Ini membuktikan jika Korea berhasil menyandingkan sisi 141

modernitas dan sisi tradisional dengan sejalan dan seirama.

Penulis: Phisca Aditya Rosyady adalalah alumni Universitas Gadjah Mada dan sekarang menjadi mahasiswa S2 bidang Ilmu Komputer di Seoul National University of Science and Technology. Email: [email protected]

142

PROPINSI JEJUDO <제주도>

143

PULAU JEJU: SEBUAH KEAJAIBAN ALAM DUNIA DI KOREA

<제주도: 경이로운 자연경관>

Yuris Mulya Saputra (Alumni Seoul National University of Science and Technology)

Traveling atau bertamasya merupakan salah satu hobi dan kegiatan saya selama tinggal di Korea Selatan di sela-sela tugas saya selama menjadi mahasiswa S-2. Banyak sekali tempat wisata yang sangat indah di sana. Namun, banyak sekali pelancong yang hanya mengetahui Seoul yang merupakan ibukota negara sebagai pusat wisata di Korea Selatan. Seperti banyak orang ketahui, Seoul memang terkenal dengan wisata sejarah yang berkaitan dengan istana dan tempat-tempat tradisional serta wisata modern yang banyak berkaitan dengan dunia perbelanjaan dan landmark populer seperti Seoul Tower dan gedung-gedung pencakar langit di daerah Gangnam. Selama tinggal di Korea Selatan selama tiga tahun, memang saya lebih banyak menghabiskan jalan-jalan di kota Seoul dan kota-kota sekitarnya di daerah utara Korea Selatan sampai dengan perbatasan dengan Korea Utara. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu untuk melakukan wisata jarak jauh dan keterbatasan dana selama dua tahun berada di Korea. Namun sejak lulus dari studi S-2 saya, pertimbangan untuk melakukan wisata ke daerah selatan Korea Selatan menjadi semakin besar. Hal ini dipicu setelah saya banyak mengobrol dengan teman-teman Korea saya bahwa ada satu tempat wisata paling populer di Korea Selatan yang sering dikunjungi oleh warga negara Korea Selatan sendiri. Tempat wisata tersebut dikenal dengan nama Pulau Jeju. Sedikit heran karena Korea Selatan selama ini hanya terkenal bagian daratannya saja, tetapi ternyata justru pulau inilah yang sangat terkenal. Pulau Jeju merupakan pulau yang terletak di sisi paling selatan dari semenanjung Korea yang berbatasan laut dengan negara Jepang bagian selatan dan ujung daratan Korea Selatan di bagian utaranya. Pulau ini merupakan satu-satunya pulau besar di Korea Selatan yang memiliki gunung yang aktif dan tertinggi di Korea Selatan yang bernama Gunung Halla dengan ketinggian kurang dari 2000 meter di atas permukaan laut. Pulau ini memiliki besar kurang lebih seperti pulau Bali di Indonesia. Pulau ini juga dinobatkan sebagai salah satu World Natural Heritage oleh UNESCO, World 7 Wonders of Nature, dan juga tiga tempat wisata di sana selain dari pulaunya sendiri juga masuk dalam warisan dunia yang dikokohkan oleh UNESCO. Karena pulau ini terletak di bagian paling selatan semenanjung Korea, 144

lingkungan alam pulau ini sedikit berbeda dengan daerah daratan semenanjung Korea yang merupakan wilayah subtropis dan justru hampir mirip dengan daerah tropis seperti negara- negara di ASEAN. Di pulau ini, pohon palem yang mirip kelapa dan beberapa tumbuhan tropis dapat tumbuh dengan baik di pulau ini. Kembali ke cerita traveling saya, saya baru sempat berkunjung ke pulau ini setelah hampir tiga tahun tinggal di Korea Selatan. Hal ini bisa dikatakan sangat telat banget bagi orang asing yang sudah cukup lama tinggal di Korea Selatan. Pada awal tinggal di Korea Selatan sebenarnya rencana untuk ke sana sudah ada, namun tidak terealisasi karena perencanaan yang kurang matang dan kesibukan di laboratorium sebagai kuli riset. Rencana ini benar-benar terealisasi sebelum saya pulang ke Indonesia setelah perencanaan yang matang bersama empat teman saya satu kampus yang berasal dari berbagai negara. Perencanaan menuju ke sana membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Ada beberapa hal yang diperlukan sebelum berangkat menuju ke pulau Jeju, di antaranya adalah tiket pesawat, rencana tempat wisata yang akan dikunjungi, akomodasi yang dibutuhkan dan juga dana budget yang dibutuhkan sebelum berangkat sampai dengan kembali ke Seoul (kota tempat tinggal saya selama di Korea Selatan). Rencana awal kami mulai sekitar bulan Mei 2015.u. Pada waktu itu saya dan teman- teman saya mulai mencari lokasi-lokasi tempat wisata favorit di pulau Jeju yang akhirnya kita malah menemukan terlalu banyak tempat wisata yang bagus dan membuat bingung kami. Setelah itu kami mencari tiket pesawat yang murah untuk perjalanan pulang pergi dari Seoul – Pulau Jeju dan sebaliknya. Lumayan susah untuk mencari tiket yang sangat murah karena harganya yang sering berubah-ubah dan akhirnya kami menunggu pembelian tiket pesawat sebulan sebelum rencana keberangkatan. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah mencari tempat menginap selama di sana yang tentu saja haruslah berharga mahasiswa karena dana yang terbatas namun tetap enak untuk ditinggali. Setelah hampir sebulan survei sana sini mengenai ketiga hal tersebut, akhirnya pada akhir Juni 2015 kami dapat memutuskan semua keperluan yang dibutuhkan dengan budget mahasiswa. Keterangan lebih detail mengenai rencana tersebut adalah sebagai berikut. Kami akhirnya mendapatkan tiket pesawat yang murah promo melalui online shopping Korea Selatan sebesar 70.000 won atau sekitar Rp 800.000 untuk pulang pergi pada hari kerja, tempat tinggal guesthouse khusus untuk orang asing sehingga berbahasa inggris dengan besar 19.000 won atau Rp 250.000 per malam, dan travel tour untuk sehari penuh sebesar 79.000 won atau Rp 900.000 untuk tujuh tempat wisata favorit di pulau Jeju. Karena kami berkunjung di pulau Jeju hanya dalam waktu dua hari disebabkan keterbatasan waktu kami, maka total biaya yang dikeluarkan dari 145

awal berangkat sampai dengan pulang kembali ke kota Seoul (termasuk makan untuk 2 hari selama di sana) adalah sekitar 200.000 ~ 250.000 won atau sekitar Rp 2.800.000 Setelah perencanaan yang matang diselesaikan, akhirnya kami jadi berangkat pada tanggal 21 Juli 2015 dan kembali ke Seoul pada tanggal 22 Juli 2015. Dapat dikatakan perjalanan kami sangatlah kilat karena biasanya turis yang berkunjung ke pulau Jeju membutuhkan waktu 4 sampai 5 hari untuk memuaskan diri berkunjung ke seluruh tempat- tempat wisata di sana. Namun ternyata, dengan waktu dua hari tersebut, sudah lebih dari puas karena rencana kami yang matang dan kesigapan kami dalam melihat jadwal transportasi di sana serta ketepatan waktu dalam mengunjungi dari satu tempat ke tempat lain. Dalam satu hari saja, kita dapat berkunjung ke sekitar 11 tempat wisata favorit di pulau Jeju walaupun dengan tubuh yang capek. Perjalanan dimulai pada tanggal 21 Juli 2015. Sebelumnya, saya bersama empat teman saya yang berasal dari Indonesia, Vietnam, Ghana, dan Uzbekistan sudah pergi ke bandara pada waktu hampir tengah malam hari sebelumnya waktu Seoul dengan menggunakan kereta bawah tanah selama kurang lebih satu jam perjalanan. Kejadian lucu dan menantang mulai berawal di sini. Kami berpikir bahwa bandara akan selalu buka 24 jam berdasarkan pengalaman di beberapa bandara yang pernah kami singgahi. Namun, ternyata bandara yang bernama Gimpo International Airport ini hanya beroperasi sampai dengan pukul 11 malam waktu setempat sehingga ketika kami sampai di lobi bandara, ruangan sudah sangat gelap yang membuat kita kebingungan. Kami awalnya memang berencana untuk tidur di bandara, jadi kita mulai mencari tempat duduk yang enak. Ketika kami sedang asyik mencari tempat duduk, ada petugas bandara yang menegur dan ternyata malah mengusir kita keluar dari bandara. Akhirnya dengan kebingungan kami keluar bandara dan mulai mencari tempat mangkal yang enak sampai bandara buka pada pagi harinya. Untungnya, bandara ini tidak jauh dari permukiman penduduk yang akhirnya kita mangkal di salah satu restoran cepat saji sambil bersenda gurau sampai bosan. Setelah bosan kita pindah ke tempat karaoke yang selalu marak di Korea Selatan. Ternyata setelah menghabiskan waktu di kedua tempat tadi, waktu buka bandara masih cukup lama. Akhirnya kami kembali ke area taman bandara dan malah tiduran di rerumputan depan bandara tanpa tahu malu. Ternyata teman-teman saya yang berasal dari negara lain tidak berbeda dengan perilaku umum masyarakat Indonesia yang menggembel di tempat mana pun yang ada. Setelah satu jam istirahat di rerumputan, dengan terpaksa kami berpindah lagi ke depan lobi bandara karena hujan mulai turun. Bagian ini merupakan bagian yang tak terlupakan sebelum berangkat ke pulau Jeju karena kami seperti melakukan 146

warming-up terlebih dahulu atau bisa dibilang capek duluan sebelum berangkat. Akhirnya setelah menunggu satu jam kemudian, bandara pun mulai buka dan kami check-in, kemudian kami berangkat dengan pesawat pertama pada pukul 6.30 waktu setempat. Setelah perjalanan dilalui selama 45 menit, akhirnya kami tiba di bandara Jeju International Airport. Kesan pertama keluar dari bandara ini adalah suasana tropis seperti di Indonesia karena banyaknya pohon palem tumbuh di depan bandara. Setelah makan pagi di bandara (lagi-lagi di restoran cepat saji namun dengan brand yang berbeda), kami dijemput travel tour khusus orang asing dan perjalanan hari pertama pun dimulai. Sebenarnya ada tiga courses (east, west, south course) yang disediakan oleh pihak tur, dan kami memilih East Course karena banyak tempat wisata menarik ada di sana. Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Trick Art Museum yang merupakan museum di mana kita dapat berfoto dengan lukisan 3 dimensi yang seakan-akan lukisan tersebut hidup dan kita masuk ke dalam dunia lukisan tersebut. Banyak sekali lukisan 3 dimensi di sana yang menarik perhatian dengan hasil foto yang sangat lucu dan indah. Kemudian perjalanan kita berlanjut ke Seongeup Folk Village yang merupakan desa dengan rumah tradisional khas pulau Jeju. Di sana kami disambut oleh salah satu penduduk asli penerus bersama istrinya di pulau Jeju. Beliau menjelaskan berbagai macam hal terutama tentang sejarah dan kehidupan sehari-hari di pulau Jeju yang sebagian besar merupakan penyelam pencari makan di laut. Hal yang unik terjadi di sini. Selama beliau yang merupakan bapak dengan umur yang cukup tua, beliau selalu menyelipkan kata-kata berbahasa Indonesia seperti harimau, matahari, capek, pengemis selama memberi penjelasan yang membuat saya kaget. Saya mengira karena si bapak menghormati para turis yang datang termasuk saya. Namun sebelum kita pergi ke lokali wisata berikutnya, si bapak menghampiri saya dan berkata dalam bahasa Indonesia, ―Dari Jakarta atau Bandung ?‖, saya pun kaget dan langsung bilang bahwa saya berasal dari Bandung (sebenarnya karena saya pernah tinggal di Bandung selama 4 tahun). Usut punya usut ternyata si bapak pernah tinggal di Indonesia selama 3 tahun sebagai manajer di salah satu perusahaan sepatu luar negeri yang ada di Indonesia. Akhirnya si bapak mengajak kami berlima berfoto bersama yang tidak dialami oleh para turis asing yang lain, eksklusif hanya kami berlima. Perjalanan selanjutnya adalah makan siang di restoran tradisional pulau Jeju dengan makanan khasnya daging babi hitam panggang. Karena saya dan teman saya dari Uzbekistan beragama muslim, dan teman saya dari Ghana tidak suka babi, kami bertiga akhirnya makan bibimbap yang merupakan paduan nasi dengan berbagai macam sayur dengan saos merah sebagai pelengkap. Setelah makan kami sempat berkunjung ke area desa tradisional yang cukup luas yang lucunya walaupun rumahnya 147

sederhana namun isi rumahnya sangat modern dengan pemancar TV kabel di atap rumah.

Berfoto di samping World 7 Wonders of Nature dari Korea Selatan, Gunung Ilchulbong

Petualangan kami berlanjut ke satu tempat yang baru saja menjadi World 7 Wonders of Nature beberapa tahun yang lalu, yaitu bekas gunung aktif yang berada di tepi laut timut pulau Jeju yang terkenal dengan nama gunung Ilchulbong atau Sunrise Peak dalam bahasa Inggris. Gunung ini sangat fenomenal karena bentuk dan lokasinya yang unik. Sebelum mendaki ke gunung ini, kami menikmati pertunjukan women diver yang merupakan pekerjaan asli penduduk perempuan di pulau Jeju untuk mencari makanan laut dilengkapi dengan nyanyian. Hebatnya para perempuan tersebut adalah nenek-nenek paruh baya. Setelah puas menonton, kami melanjutkan perjalanan ke puncak gunung Ilchulbong. Kami hanya diberi waktu oleh tour guide kami selama satu jam untuk naik dan turun dari puncak. Akhirnya kita bergegas setengah berlari untuk mulai mendaki. Dengan ngos-ngosan dan habis satu botol air minum, akhirnya kami sampai di puncak yang merupakan sebuah cekungan. Capek namun sangat puas dengan pemandangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Itu yang kami rasakan waktu itu. Kami tiba di tempat parkir bus tepat waktu sebelum berangkat masih sambil bermandikan keringat. Selama perjalanan ke tempat berikutnya, capek sedikit demi sedikit hilang karena mata kami dimanjakan dengan pemandangan Jongdalri Shore Road yang merupakan jalan di tepi laut yang menebarkan pemandangan indah pulau Jeju dengan laut biru mudanya. Warna laut di pulau Jeju mirip sekali dengan laut-laut di daerah tropis, tidak mirip sama sekali dengan warna laut yang gelap di daerah Korea Selatan daratan. Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam, kami

148

sampai di lokasi wisata terakhir untuk hari pertama, yaitu salah satu World Heritage UNESCO yang wajib dikunjungi di pulau Jeju yaitu Manjang Cave. Gua ini bukan gua pada umumnya karena gua ini merupakan jalur pelarian lava ketika gunung Halla meletus dan merupakan lubang lava terpanjang di Asia. Kami membutuhkan waktu satu jam pulang pergi untuk menyusuri lubang lava ini. Perjalanan hari pertama di pulau Jeju berakhir sudah dan akhirnya kami kembali ke kota Jeju yang terletak di bagian utara pulau Jeju untuk istirahat. Setelah istirahat beberapa jam, pada malam harinya kami menyusuri kota Jeju yang ternyata kota ini tidak jauh berbeda dengan kota Seoul dari keramaian dan tata kotanya namun dengan ukuran yang lebih kecil. Setelah makan malam dan capek berkeliling kota dengan jalan kaki akhirnya kami pulang dan tidur lebih cepat untuk petualangan hari berikutnya tanpa bantuan tour guide alias perjalanan mandiri. Pagi hari esoknya, kami melanjutkan perjalanan secara mandiri untuk menghemat biaya wisata dengan naik bus kota. Untungnya, pihak pemerintah pulau Jeju sudah memberikan kemudahan kepada turis asing dengan memberikan peta jalur dengan nomor busnya yang sangat terstruktur sehingga kami tidak perlu tersasar (walaupun akhirnya kesasar juga karena ada beberapa jalur di peta yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya). Perjalanan pagi itu kami mulai dengan pergi salah satu pantai terkenal di pulau Jeju bagian utara yaitu Hamdeok Beach. Dengan pasir putih dan air laut yang berwarna hijau muda beningnya kami memanjakan diri dengan bermain air dan berfoto ria di sana sambil menikmati semilirnya angin di pagi hari berkabut. Setelah puas di sana kami melanjutkan perjalanan menaiki bus dengan nomor yang sama dan berpindah bus di satu titik untuk menuju pulau Jeju tengah. Kami sempat menyeberang jalan berkali-kali karena arah perjalanan kita salah dan untungnya saya dapat membaca tulisan alias aksara Korea dan dapat menemukan jalur yang benar. Perjalanan selanjutnya adalah menuju sebuah kawah tanpa lava yang terkenal dengan pemandangan hijaunya yang menawan, Sangumburi Crater. Yang unik dari tempat ini adalah lokasi kawahnya yang tidak berada di atas gunung namun berada hampir datar dengan tanah sekitarnya namun terdapat cekungan bulat besar di tengah. Lokasinya yang berada di tengah lahan hijau yang luas membuat pemandangan seperti berada di daerah padang savana Selandia Baru yang luas. Di sini juga dapat dilihat sisa-sisa letusan yang sudah berbentuk batu keras. Jika beruntung, gunung Halla dapat terlihat jelas pada saat cuaca cerah karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari kawah ini. Sebenarnya masih ada beberapa tempat yang ingin kami kunjungi, namun karena keterbatasan waktu dan harus kembali ke Seoul pada malam harinya, kami memutuskan untuk mengunjungi dua buah tempat wisata yang saling 149

berdekatan. Terlebih dahulu kami harus kembali ke halte awal karena lokasi yang akan kami kunjungi berlawanan arah dengan lokasi sebelumnya. Setelah berpindah bus kami mengelilingi kota Jeju yang penuh dengan tempat belanja terkenal seperti di pusat kota Seoul. Kami cukup kaget karena kota Jeju lebih besar dari apa yang kami perkirakan. Ternyata bus yang kami tumpangi tidak berhenti di tempat yang kami tuju. Dengan sedikit panik kami sempat berpikir untuk langsung ke bandara atau melanjutkan ke tempat wisata selanjutnya. Karena keinginan kami yang kuat, jalan alternatif selalu terbuka. Dengan bantuan satu bapak Korea yang sangat baik akhirnya kami menemukan bus alternatif menuju lokasi wisata walau harus dengan berbagai macam bahasa (dari bahasa Inggris, Korea, sampai dengan bahasa isyarat). Kami akhirnya lega bisa sampai ke lokasi terakhir yang ingin kami kunjungi. Pertama kami berkunjung ke Mysterious Road. Jalan ini sangat terkenal di pulau Jeju dan merupakan tempat wajib untuk dikunjungi. Jalan ini memiliki keanehan karena adanya hukum yang melawan grativasi, yaitu pada posisi tertentu ketika jalan terlihat menanjak naik maka air akan naik ke atas atau mobil yang dimatikan mesinnya akan bergerak ke atas dengan sendirinya (yang harusnya bergerak ke bawah). Menurut beberapa orang, di jalan ini orang akan melihat tipuan optik di mana jalan terlihat naik padahal sebenarnya turun. Di jalan ini sempat terjadi perdebatan antara saya dengan beberapa teman saya tentang keanehan jalan ini. Tempat lokasi wisata terakhir tidak jauh dari lokasi jalan ini adalah Love Land Museum. Taman cinta ini mungkin tidak seperti yang dibayangkan karena taman ini berisi patung- patung yang (maaf) beradegan vulgar sehingga museum ini hanya diperuntukkan untuk pengunjung dewasa. Kami sempat tertawa terbahak-bahak melihat isi dari museum ini, jarang-jarang bisa melihat beginian gratis.

Pemandangan hijau yang indah di sekitar Sangumburi Crater

Hari semakin sore sehingga kami memutuskan untuk langsung kembali ke bandara dan menyempatkan diri makan di restoran tradisional Korea sebelum terbang kembali ke 150

Seoul. Akhirnya pada pukul 10 malam waktu Seoul kami tiba di bandara Gimpo International Airport dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta bawah tanah sampai tiba di tempat tinggal kami. Ternyata perjalanan dua hari ini merupakan salah satu perjalanan wisata yang sangat sukses walaupun sedikit menemui hambatan. Namun, karena kami selalu menghadapinya dengan senyuman, maka hasil yang didapatkan lebih dari apa yang kami harapkan. Perjalanan ini akhirnya ditutup dengan sharing foto-foto dan upload-an di media sosial yang membuat teman-teman yang lain penasaran untuk segera berkunjung ke pulau Jeju. Finally, Jeju Island. Done. Tautan yang bermanfaat : www.visitkorea.or.kr dan www.yehatour.com

Penulis: Yuris Mulya Saputra adalah lulusan jurusan Teknik Telekomunikasi ITB (2006 – 2010), pernah bekerja di Samsung Electronics Indonesia bagian Application Software Developer (2010 – 2012), dan lulusan program Magister jurusan Electrical & Information Engineering, Seoul National University of Science and Technology (2012-2014), penerima beasiswa National Research Foundation of Korea dan SeoulTech Graduate School Scholarship( 2012 - 2014) dan sebagai Full-time Researcher di SeoulTech Industrial and Academic Cooperation dengan bidang Jaringan Nirkabel (Wireless Networking - 2014-2015). Email: [email protected]

151

WISATA MINAT KHUSUS < 한국의 특별함 >

152

PESONA KOREA

<한국의 美>

Alfindo Putra Perdana (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Korea, negara yang bisa jadi merupakan salah satu negara impian banyak orang untuk dikunjungi. Negara yang kini terkenal dengan K-POP nya, berbagi tempat wisata primadona yang sangat menarik dengan segala pesonanya membuat sebagian orang ingin segera berkunjung ke Korea. Tidak hanya terkenal dengan tempat wisatanya saja, tetapi seni dan budaya juga merupakan pesona tersendiri, wisata kuliner pun juga wajib saat kita berkunjung di Korea. Saya sudah satu setengah tahun tinggal di Korea, sebagai pekerja pabrik yang selalu sibuk di hari kerja dan sebagai mahasiswa S1 jurusan Sastra Inggris di UT KOREA yang sibuk dengan tugas-tugas. Namun, itu tidak menghalangi saya sebagai penghobi traveling dan pecinta fotografi untuk berwisata. Selain itu, saya juga penikmat kuliner. Mencicipi semua makanan yang belum pernah saya makan adalah suatu hal yang wajib buat saya. Akhir pekan dan hari libur merupakan waktu yang paling dinanti setiap harinya, setelah bekerja lima hari yang sangat melelahkan, berlibur di akhir pekan selalu menjadi prioritas, berwisata selalu saya lakukan saat tidak ada jam kuliah. Seoul, sebagai ibu kota Korea Selatan yang menjadi kota sangat padat dengan berbagai aktifitas, merupakan kota metropolitan yang sangat menakjubkan. Meskipun sebagai kota yang sangat ramai, masih banyak berbagai tempat wisata yang dapat dikunjungi, seperti Istana Gyeongbokgung, yang terletak sebelah utara kota seoul, dan yang merupakan salah satu dari 5 istana yang pernah dibangun pada masa Dinasti Joseon. Saat kita memasuki gerbang istana, kesan kolosal dan kuno amat terasa, bangunan-bangunan yang masih terbuat dari bahan-bahan alam masih berdiri kokoh, hampir seluruh bangunan terbuat dari kayu. Yang terlintas dalam benak saya adalah, kayu yang seperti apa untuk dipakai membuat bangunan yang begitu kokoh dan menakjubkan ini, padahal berdiri sejak tahun 1394. Menelusuri istana, saya mulai dari pintu gerbang utama yang dijaga oleh petugas yang berpakaian layaknya penjaga kerajaan pada masa lalu lengkap dengan berbagai pakaian dan senjatanya. Setelah melewati gerbang, terdapat lapangan yang sangat luas sebelum masuk ke 153

bangunan utama tempat Raja. Di sini biasanya diadakan parade demonstrasi pasukan kerajaan pada masa itu. Jika kita berkunjung pada waktu yang tepat, kita dapat menikmatinya.

Gyeonghoeru Pavilion. Paviliun yang dibangun di sebelah barat kolam dari Gangnyeongjeon Hall, tempat tinggal raja, adalah tempat raja menggelar pesta untuk utusan asing atau pejabat pengadilan. Nama paviliun ini berarti bahwa raja mampu menangani urusan nasional hanya ketika dia memiliki orang yang tepat di sekitarnya (dok pribadi)

Saya lebih masuk ke dalam lagi, di balik ruangan utama raja terdapat paviliun, tempat ini merupakan tempat menjamu tamu raja. Kolam di sekitarnya semakin mempercantik bangunan ini. Jauh lebih ke dalam lagi semakin membuat saya tertarik untuk menapaki bangunan bersejarah ini. Kesan terkagum selalu menyelimuti, detil-detil ukiran di sudut-sudut bangunan membuat kesan klasik semakin berasa. Kaki tetap ingin melangkah, file demi file foto tak pernah terlewatkan untuk mengabadikan setiap sudut dari istana ini. Rasa lelah terbayar saat kita duduk bersantai di kolam kecil yang terletak di tengah-tengah area istana sembari menikmati hembusan angin sejuk saat musim gugur. Setelah rasa capek hilang, saya siap untuk melanjutkan ke tempat wisata berikutnya. Berikutnya saya menuju ke Seoul Tower. Seoul tower merupakan menara pantau kelembaban udara dan suhu yang ada di Seoul, juga sebagai penanda ketebalan debu yang ditunjukkan dengan nyalanya di malam hari. Untuk menuju ke sana saya putuskan untuk berjalan kaki, meskipun letaknya cukup jauh dari istana Gyeongbokgung tidak menjadi masalah buat seseorang pecinta travelling seperti saya. Namun sebelumnya, saya singgah di plaza Gwanghwamun. Di depan istana persis

154

terdapat 2 patung raksasa sebagai penanda kebesaran kerajaan di Korea pada masa itu, yaitu patung Raja sejong dan Laksamana Yi Sun-Shin. Raja Sejong merupakan raja paling berkuasa di jaman dinasti Joseon. Beliau merupakan pencipta Hangeul yang merupakan tulisan Korea sampai saat ini. Laksamana Yi Sun-Shin merupakan laksamana perang angkatan laut terhebat pada masa itu, memimpin ratusan kapal perang melawan jepang dengan kapalnya yang terkenal berbentuk kura-kura.

Patung Raja Sejong (kiri) dan patung Laksamana Yi Sun-Shin (kiri) keduanya dibangun tepat berada di depan Istana Gyeongbokgung.(dok.pribadi)

Saat berkunjung ke Istana Gyeongbokgung, jangan sampai terlewatkan untuk mengunjungi kedua patung ini dan mengabadikannya dalam foto-foto.

Perjalanan ke Seoul Tower saya lanjutkan. Akhirnya sampailah saya di bawah kaki bukit tempat berdirinya Seoul tower. Untuk naik ke atas saya putuskan berjalan kaki dari sisi dekat setasiun Myeongdong. Menuju ke atas dapat dilakukan dengan 3 cara, mendakinya, naik gondola, atau dengan shuttle bus yang berada di depan stasiun Seoul. Menapaki anak tangga saya mulai, perjalanan sepanjang 1050 meter saya tempuh. Sepanjang perjalanan saya melihat megahnya kota Seoul dari atas bukit. Setiap beberapa ratus meter disediakan tempat beristirahat seperti anjungan dan gazebo. Di sini saya dapat 155

mengabadikan pemandangan kota Seoul. Perjalanan saya lanjutkan untuk mendaki, sampai akhirnya sampai juga di puncak bukit. Pandangan mata saya langsung tertuju pada tower yang menjulang tinggi ke angkasa. Seoul Tower menjadi terkenal semenjak banyaknya pasangan remaja Korea yang mengabadikan cinta mereka dengan memasang gembok di pinggiran pagarnya. Mereka menyebutnya Gembok Cinta. Mereka berharap kalau dengan memasang gembok yang bertuliskan nama mereka dan membuang kuncinya maka cinta mereka bakal abadi dan tak terpisahkan. Setiap akhir pekan tempat ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, banyak yang sekedar foto-foto atau juga memasang gembok di tempat tersebut.

Seoul tower (kiri) dan Gembok Cinta (kanan) merupakan tempat paling banyak dikunjungi orang saat berkunjung ke Korea. (dok.pribadi)

Hari semakin petang, saya putuskan untuk menuruni bukit. Namun kali ini saya lewat jalan berbeda, sisi lain dari bukit saat saya naik tadi. Dari sini kita dapat melihat pemandangan sungai Han yang membentang begitu luas di Korea, orang Korea menyebutnya Hangang. Sebagai pecinta fotografi, memotret saat malam hari adalah hal yang sangat mengasyikkan. Pikiran saya langsung tertuju pada Jembatan Banpo. Saya langsung bergegas menuju ke Seoul stasiun untuk menuju ke stasiun Bus Ekspres terminal. Sesampainya di stasiun saya berjalan kaki sekitar 800 meter menuju jembatan Banpo. Jembatan Banpo dibangun dengan dua tingkat, yang atas merupakan jalur patas, dan

156

yang bawah merupakan penghubung antara satu sisi sungai dengan seberang sungai. Jembatan Banpo terkenal dengan air mancurnya yang dapat menari dengan iringan musik beserta sorotan lampu warna-warni layaknya pelangi di malam hari. Sebaiknya kita berkunjung ke sini saat musim masih panas atau awal musim gugur, karena pada saat musim dingin air tidak mengalir karena sungai Han membeku. Di sisi lain jembatan kita dapat bersantai di cafe yang dirancang mengapung di atas air yang berdinding kaca. Bangunan ini bersorotkan warna-warni lampu yang berubah-ubah setiap saat. Menikmati suasana malam hari merupakan kenikmatan tersendiri, warna-warni lampu dapat membawa mood kita dalam kondisi yang nyaman.

Jembatan Banpo, jembatan satu-satunya di sungai Han yang dapat memancarkan air dan dapat menari mengikuti alunan musik dengan sorotan lampu warna-warni. (dok pribadi)

Cafe yang dibangun mengapung di atas sungai Han, terdapat di sebelah sungai Han. Tempat ideal untuk bersantai malam hari sembari menikmati cantiknya air mancur dari jembatan Banpo. (dok pribadi) 157

Seharian jalan-jalan berkeliling kota Seoul sangat menyenangkan, hampir tidak ada kata lelah. Terus berjalan dan berkeliling kota merupakan kesenangan tersendiri buat saya sebagai pecinta fotografi. Hari itu saya putuskan untuk pulang ke rumah, dengan rasa sangat senang dengan membawa hasil-hasil foto yang sangat mengagumkan merupakan kepuasan tersendiri. Selain itu, travelling saya tidak sampai di sini karena masih banyak tempat-tempat eksotis yang pernah saya kunjungi. Berikutnya saya akan menceritakan indahnya Korea yang masih alami yang jauh dari perkotaan. Suasana desa yang masih begitu asri dengan tradisionalnya yang masih terjaga, yaitu Pulau Nami. Pulau Nami terletak di kota Gapyeong dan dapat ditempuh dengan kereta super cepat ITX dari kota Seoul sekitar satu jam perjalanan dengan turun di stasiun Gapyeong. Untuk menuju ke pulau Nami, kita dapat menggunakan taxi atau mengantri shuttle bus. Pulau Nami adalah pulau yang menjadi terkenal setelah dijadikan tempat syuting drama romantis "Winter Sonata". Pulau ini memiliki kecantikan tersendiri di setiap musim yang berbeda. Namun, saat terbaik untuk berkunjung ke sini adalah saat pertengahan musim gugur karena saat itu semua dedaunan mulai kuning dan memerah yang akan berguguran saat terhembus angin. Suasana romantis yang sangat kental menambah indahnya suasana. Kali ini saya menggunakan mobil pribadi karena saya harus sampai di sana saat masih pagi dan pulang sebelum malam. Menurut saya, sehari di pulau Nami dan hampir seharian pun kurang cukup untuk mengelilinginya. Untuk masuk ke pulau Nami, kita harus menggunakan kapal feri kecil yang dapat dinaiki sebagai fasilitas setelah membeli tiket masuk ke pulau Nami. Setelah saya membeli tiket masuk, saya mulai mengantri untuk naik kapal. Pada musim gugur, pengunjung berada pada jumlah tertinggi. Giliran saya tiba, rasa penasaran akan indahnya pulau Nami begitu sangat terbayangkan. Semakin kapal feri melaju dan semakin mendekati pulau, semakin membuat saya bertambah senang. Kapal pun tiba, begitu saya menginjakkan kaki di pulau Nami, rasa tidak sabar untuk mengelilingya semakin bertambah. Suasana romantis begitu sangat kental, hamparan pohon warna-warni berjajar tertata rapi. Di dalam pulau terdapat berbagai fasilitas yang dapat kita nikmati, seperti restoran, tempat ibadah, kereta mini untuk mengelilingi pulau, dan berbagai fasilitas lainnya. Ada pula beberapa binatang yang dapat kita saksikan dan ada kolam teratai yang di dalamnya terdapat ikan koi yang sangat cantik. Pada hari-hari tertentu kita dapat menyaksikan festival parade musik tradisional khas Korea. Banyak pula orang yang menggunakan pulai ini sebagai foto prapernikahan. Kali ini saya dengan beberapa teman saya pecinta fotografi dan dua 158

orang model melakukan pemotretan. Tidak hanya memotret, menyaksikan parade juga menjadi hiburan tersendiri yang kebetulan dapat kami saksikan saat kami ke sana.

Suasana romantis saat berkunjung dipulau Nami. (dok pribadi)

Suasana pengunjung saat musim gugur. (dok pribadi)

159

Saya berharap banyak berhembus angin pada hari itu, karena suasana daun yang berguguran adalah momen yang paling dinantikan saat berkunjung ke sana pada musim gugur. Senja mulai tiba, meskipun masih ingin berkililing, saya harus mengantri kapal untuk kembali, karena begitu padatnya pengunjung maka saya harus mengantri lama untuk menaiki kapal. Dalam benak saya berfikir bahwa saya ingin mendatangi pulau ini di setiap musimnya. Ingin rasanya mengabadikan keempat musim yang tidak pernah kita jumpai di negara saya berasal. Saya ingin menjadikan pengalaman tersendiri tentang pulau ini setelah nantinya saya kembali ke tanah air. Untuk perjalanan liburan, saya putuskan untuk berwisata yang jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk kota. Saya menuju desa Chungju yang letaknya sekitar 3 jam perjalanan di selatan kota Seoul. Kali ini saya menggunakan mobil pribadi lagi karena mengingat jaraknya yang cukup jauh. Desa Chungju terkenal dengan alam pedesaannya dan perkebunan apel. Yang lebih menarik perhatian adalah air terjunnya karena sangat jarang sekali ada air terjun di Korea. Perjalanan saya mulai dari subuh karena saya menginginkan suasana yang masih sepi. Selain itu, buat fotografi, memotret sebelum jam 9 pagi adalah waktu yang paling ideal. Perjalanan begitu melelahkan, namun semua terbayarkan ketika saya tiba di lokasi. Kalau kita datang masih awal, tempat ini masih sepi, saat itulah kita bisa menikmati dan berfoto sepuasnya. Bermain dan memotret akan tidak terasa kalau kita menghabiskan waktu seharian, apalagi suasana musim gugur dan hamparan pepohonan yang berdaun warna-warni menambah suasana semakin menyenangkan.

160

Air terjun desa Chungju yang memiliki suasana masih asri. (dok pribadi)

Selain wisata air terjun, kita juga bisa menikmati wisata petik buah apel yang dikelola warga sekitar. Kita bisa menikmati lezatnya buah apel yang dipetik langsung dari pohonnya. Berwisata adalah hal yang paling menyenangkan. Sesibuk apa pun kita jangan lupa sempatkan untuk berwisata karena kegiatan ini dapat melepaskan kita dari kepenatan pekerjaan. Jangan lupa untuk mengabadikannya dengan foto pada setiap momen yang ada. Alangkah baiknya juga berfoto selfie karena dengan itu kita bisa mengingat dan menambah memori tentang perjalanan wisata kita.

Penulis: Alfindo Putra Perdana adalah pekerja migran Indonesia dan mahasiswa semester 1 Program Studi Bahasa Inggris di Universitas Terbuka Indonesia di Korea. Dia memiliki hobi fotografi dan memiliki banyak berbagai koleksi foto karyanya. Email: [email protected]

161

PESONA MUSIM GUGUR DI KOREA SELATAN

<가을의 아름다움>

Ony Jamhari (Entrepreneur, Traveler, and Educator)

Suatu hari seorang teman dari Indonesia mengirim pesan di facebook saya: Pak Ony terima kasih karena telah mengenalkan surga dunia kepada saya. Di situ dia melampirkan sebuah fotonya yang sedang berdiri di puncak gunung Naejang, Korea Selatan. Pada bulan November, di Korea Selatan sedang berlangsung musim gugur. Banyak orang mengatakan bahwa musim gugur tidak boleh dilewatkan karena musim gugur menjadi musim paling indah di Korea Selatan.

Tinggal dan hidup di Korea Selatan selama enam tahun tepatnya antara tahun 2009 sampai 2015 membuat saya lebih mengenal dan mencintai alam. Negara Ginseng berpenduduk kurang lebih lima puluh juta ini mempunyai alam yang sangat indah terutama pegunungannya. Hampir setiap akhir minggu saya habiskan waktu menjelajahi gunung di Korea yang membentang dari utara sampai selatan. Dari sekian banyak gunung yang sudah saya kunjungi gunung Naejang mungkin menjadi gunung terindah pada saat musim gugur.

162

Musim gugur di Korea Selatan biasanya dimulai dari bulan September dan berakhir pada akhir bulan November atau awal Desember. Warna-warna daun yang tadinya hijau berubah menjadi merah dan kuning. Perubahan warna-warna daun inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang. Warnanya tidak saja indah tetapi juga memberikan nuansa lain. Jika Anda pengemar fotografi, sangat disarankan Anda tidak saja menikmati tetapi juga mengabadikan keindahan alam ini yang hanya berlangsung sekali dalam setiap tahun. Sebenarnya kita tidak harus pergi ke gunung untuk melihat ini. Akan tetapi dengan pergi ke gunung, Anda tidak hanya lebih mengenal alam Korea, tetapi juga belajar tentang budaya Korea. Korea yang terkenal dengan julukan The Land of Morning Calm begitu mempesona setiap pergantian musim tiba. Menurut sejarahnya, nama ini diberikan oleh Kaisar Ming dari Dinasti China. Kala itu beliau menyebut Korea sebagai negara yang sangat indah dengan alam pegunungan, air yang bersih, dan juga suasana yang sangat tenang terutama waktu pagi hari. Selain itu Korea identik dengan energi. Energi tersebut berasal dari gunung. Kala itu saya belum begitu paham tentang hal ini, tetapi sesudah berkunjung ke beberapa gunung, saya mulai paham filosopi tersebut. Walaupun badan terasa lelah sesudah mendaki, tetapi sesudahnya Anda akan merasa lebih segar dan damai. Tidaklah mengherankan setiap akhir minggu gunung-gunung di Korea selalu dipenuhi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan energi. Umumnya mereka adalah orang tua atau keluarga. Mereka datang secara rombongan atau sendiri-sendiri.

Naik gunung di Korea sangat berbeda dengan naik gunung di Indonesia. Hal yang paling mencolok adalah infrastruktur dan juga para perilaku pendaki tersebut. Gunung di Korea Selatan sangat

163

bersih dan juga jalanan menuju ke puncak sangat bagus. Bahkan di beberapa gunung yang sangat tinggi mereka menyediakan fasilitas cable car. Informasi mengenai jalur-jalur pendakian juga sangat gampang didapatkan. Gunung di sini juga tidak terlalu tinggi seperti di Indonesia. Paling tinggi adalah sekitar 2.000 meter dari permukaan air laut. Tidaklah mengherankan, naik gunung di Korea lebih mudah daripada di Indonesia. Bagi Anda yang belum pernah naik gunung, Anda juga jangan merasa takut karena semua informasi sangat mudah di sini. Yang perlu Anda persiapkan adalah membaca dan mematuhi semua peraturan yang ada. Jangan pernah membuang sampah di gunung karena hal tersebut akan membuat banyak orang marah. Bawalah sampah dan dibuang pada tempatnya.

PESONA GUNUNG NAEJANG Naejang dalam bahasa Korea berarti banyak rahasia dan San berarti gunung. Naejangsan yang terletak di kota Jeongeup propinsi Jeolla-do, tiga jam perjalanan dari Seoul naik bis atau kereta merupakan tujuan wisata utama masyarakat Korea dan warga negara asing untuk menikmati keindahan alam musim gugur terutama untuk melihat perubahan daun-daun crimson yang berwarna-warni. Pastikan bahwa Anda tahu kapan daun-daun ini akan berubah warnanya. Perubahan warna ini hanya berlangsung selama satu minggu. Berbeda dengan musim semi di mana bunga-bunga mekar dari bawah ke atas, yaitu dari kota Busan, Daejeon, dan kemudian Seoul, perubahan warna daun pada musim gugur akan dimulai dari atas ke bawah, yaitu gunung di dekat kota Seoul, Daejeon, dan kemudian Gwangju. Ada berbagai cara untuk pergi ke gunung Naejang, baik itu dengan naik bus maupun kereta api. Saya sendiri biasanya lebih memilih naik kereta api untuk pergi ke sini. Saya menyarankan untuk naik kereta api paling pagi karena kalau sudah siang akan banyak sekali orang yang pergi ke gunung ini. Kereta paling pagi yaitu jam 06:00 dari kota saya tinggal, Daejeon, yang berjarak kurang lebih 1.5 jam dari kota Jeongeup. Harga tiket sekitar 10.000 won atau sekitar 120.000 rupiah sekali jalan. Kurang lebih 2 jam perjalanan Anda akan sampai di kota Jeongeup. Hampir di setiap sudut stasiun Anda akan menemukan gambar-gambar daun Crimson. Pemerintah kota ini seakan tahu persis bahwa orang datang ke kota ini untuk menikmati indahnya musim gugur. Dari stasiun Anda dapat naik bis umum atau taksi ke Naejang selama kurang lebih 20 menit. Inilah kehebatan Korea Selatan dalam membangun industri pariwisatanya. Walaupun lokasi gunung Naejang lumayan jauh dari Seoul, tetapi infrastruktur dibangun dengan baik dan bagi kami terutama orang asing akan sangat mudah mengakses tempat seperti ini. Selain 164

itu, promosi yang baik melalui Korea Tourism Organization (KTO) yang membuka cabang di beberapa negara termasuk Indonesia menjadikan Korea sukses dalam industri pariwisatanya. Banyak orang ragu pergi ke Korea Selatan karena faktor bahasa. Saat ini hampir semua tempat pariwisata sudah menggunakan dua bahasa, yaitu Korea dan Inggris. Suhu udara pada musim gugur biasanya berkisar antara 6 sampai 15 derajat Celcius. Bagi Anda yang berasal dari negara tropis, pastikan bahwa Anda membawa peralatan gunung seperti baju hangat, jaket penerba angin, kaos tangan, topi, syal, dan juga celana gunung. Jangan pernah meremehkan tentang hal ini karena cuaca kadang-kadang dapat berubah dengan cepat. Lebih baik juga Anda membawa bekal makanan selama naik gunung walaupun banyak warung atau restauran di sekitar gunung. Harga tiket masuk ke Naejangsan National Park adalah 3.000 won atau sekitar 36,000 rupiah. Ada beberapa jalur pendakian dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi yang dapat ditempuh oleh para pengunjung. Jalur tingkat tinggi dengan pendakian sekitar 12 km dengan waktu tempuh 8 jam. Sedangkan jalur biasa, yaitu sekitar 4 km dan dapat Anda tempuh sekitar 2 jam. Jika Anda baru pertama kali naik gunung saya sarankan untuk melalui jalur biasa. Pemandangan lain sudah bisa Anda lihat ketika memasuki pintu masuk gunung Naejang. Ribuan orang dengan pakaian mendaki yang berwarna-warni bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Antrian panjang biasanya ada di pintu masuk. Ada beberapa puncak yang bisa Anda temukan di sini. Puncak tertinggi adalah Sinseonbong, 763 meter dari permukaan air laut. Selain puncak Sinseonbong, di dalam taman nasional ini Anda juga dapat berkunjung ke air terjun Dodeok dan Geumseon selain Baekyangsa dan Naejangsa temple. Jika Anda tidak ingin berjalan kaki ke puncak, Anda dapat menggunakan cable car sampai di observatory platform. Harga untuk naik pulang pergi ke observatory platform adalah 7.000 won atau 84,000 rupiah. Perlu waktu 10 menit ke puncak dengan cable car ini. Dari sini Anda dapat melihat keindahan gunung Naejang yang diselimuti oleh daun Crimson yang berwarna-warni. Pemandangan seperti ini hanya Anda jumpai sekali dalam setahun. Jika Anda lelah, Anda juga dapat menikmati makanan dan minuman ringan di sebuah café di tempat ini. Makanan ringan yang sangat terkenal adalah odeng atau sate ikan Korea. Selain warna-warna daun yang berwarna-warni pada musim gugur, cobalah buah kesemek. Buah ini sangat popular dan banyak dijual di pasar tradisional dan supermarket. Rasa buah ini sedikit berbeda dengan kesemek di Indonesia. Di Korea rasa kesemek sedikit manis. Kadang-kadang buah ini dimakan sebagai makanan penutup di restauran-restauran terkenal di Korea. 165

Sesudah berada di puncak, Anda juga dapat berkunjung ke Naejangsa temple. Tempat ini adalah salah satu tempat bersembahyang masyarakat beragama Budha. Sangat umum bahwa di gunung-gunung di Korea akan dijumpai temple. Pada akhir minggu biasanya tempat ini akan ramai dikunjungi oleh umat Budha. Pemandangan di depan temple sangat indah. Sebuah kolam dan juga pohon Crimson besar yang warna daunnya sudah mulai berubah. Setiap kali saya melihat pemandangan ini, hati saya selalu bahagia. Perasaan damai dan juga tenang selalu dapat saya rasakan. Luar biasa indah memang Korea ketika musim gugur. Tidaklah berlebihan jika mereka menyebutnya sebagai The Land of Morning Calm. Pesona musim gugur Korea memang membuat siapa saja ingin selalu kembali ke Korea. Berikut adalah beberapa tips untuk berkunjung ke Korea Selatan khususnya ketika musim gugur.

TIPS WISATA ALAM PEGUNUNGAN DI KOREA

 Korea Selatan mempunyai empat musim. Setiap musim punya kekhasan dan keunikan tersendiri. Jika ingin menikmati mekarnya pohon Cherry datanglah pada bulan April sedangkan jika ingin menikmati perubahan warna daun Crimson datanglah pada bulan Oktober atau November.  Pastikan bahwa Anda tahu kapan waktu yang paling baik untuk menikmati keindahan alam ini. Mekarnya pohon Cherry hanya sekitar seminggu sedangkan perubahan warna daun Crimson juga sekitar seminggu. Jadwal mekar dan perubahan warna bisa dilihat di website Korea National Park. english.knps.or.kr  Persiapkan peralatan untuk naik gunung seperti jaket, syal, topi, baju naik gunung, dan juga sepatu gunung. Selain karena untuk keamanan, hal ini juga akan membuat Anda merasa nyaman selama mendaki.  Bacalah informasi mengenai cuaca sebelum pergi ke gunung. Sangat tidak disarankan untuk naik gunung ketika hujan turun.  Bawalah peta pendakian yang tersedia di setiap pintu masuk gunung tersebut.  Naik gunung akan lebih menyenangkan jika bersama-sama dengan banyak teman. Jika Anda tidak mempunyai teman, Anda dapat bergabung dengan komunitas lokal yang dapat Anda temukan di internet.

Selamat menikmati musim gugur di Korea Selatan!!!

166

Penulis: Ony Jamhari adalah seorang entrepreneur, traveler, dan educator yang tulisannya banyak dimuat di media masa. Hingga tahun 2015, dia pernah menjadi pengajar tamu dan senior manager di jurusan International Relations, SolBridge International School of Business, Woosong University, Daejeon, Kore . Email: [email protected]

167

SENSASI SERU DI DEMILITARIZED ZONE (DMZ)

<비무장 지대의 흥미짂짂함 >

Yuris Mulya Saputra (Alumni, Seoul National University of Science and Technology)

Melakukan perjalanan wisata di Korea akan terasa biasa jika kita hanya mengunjungi tempat wisata yang mainstream. Ternyata, Korea Selatan juga menawarkan kunjungan wisata ke lokasi yang mungkin saja dapat membuat hati kita berdebar-debar dengan perasaan khawatir. Salah satu contoh wisata Korea yang menawarkan hal tersebut adalah perbatasan wilayah Korea Utara dan Korea Selatan yang mungkin dapat menentukan hidup dan mati wisatawan yang berkunjung ke sana. Lokasi yang dikenal dengan nama De-Militarized Zone (DMZ) ini terletak di bagian paling utara dari Korea Selatan. DMZ membentang sepanjang batas darat dan laut antara Korea Utara dan Korea Selatan. Seperti diketahui, DMZ ini terbentuk akibat adanya perang Korea yang terjadi sekitar 60 tahun yang lalu yang memisahkan Korea menjadi dua bagian negara yang memiliki ideologi yang sangat berbeda, yaitu Korea Utara dengan paham komunisnya dan Korea Selatan dengan paham kapitalisnya. Perjalanan wisata ke DMZ ini termasuk kunjungan yang dibilang unik karena tidak sembarang orang bisa memasuki daerah perbatasan ini. Untungnya hal tersebut tidak terjadi pada turis asing yang ingin mengunjungi tempat tersebut. Perbatasan ini terletak di dua provinsi di Korea Selatan, yaitu Gyeonggi-do dan Gangwon-do. Namun daerah perbatasan DMZ yang hanya dapat dikunjungi oleh wisatawan adalah yang berada di daerah provinsi Gyeonggi-do di kota untuk alasan keamanan para pengunjungnya. Dapat dibilang daerah perbatasan dengan Korea Utara ini lumayan dekat dengan kota Seoul yang merupakan ibukota negara Korea Selatan dan juga bandara internasional terbaik di dunia yang ada di Korea Selatan yaitu Incheon International Airport yang hanya berjarak kurang dari 30 km dari posisi DMZ ini. Kunjungan ke DMZ ini sebenarnya terjadi tanpa sengaja. Secara umum wisata ke DMZ selalu membutuhkan biaya sekitar Rp 500.000 untuk satu paket wisata. Namun, rejeki memang bisa datang dari mana saja. Saya beserta dua teman saya yang sama-sama berasal dari Indonesia mendapatkan kesempatan langka, yaitu dapat berkunjung ke sana secara gratis sepenuhnya selama dua hari satu malam di sana termasuk transportasi, akomodasi, dan juga makan tiga kali sehari. Awal kesempatan ini bermula dengan adanya tawaran untuk mengikuti acara Camp yang diadakan oleh pemerintah provinsi Gyeonggi-do khusus untuk 168

mahasiswa asing yang sedang berkuliah di Korea Selatan melalui sebuah komunitas pelajar asing di Korea Selatan yaitu Community Korea dan KINSA. Kami bertiga tidak menyangka bahwa aplikasi kami diterima dan memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan langka ini walaupun dengan hati yang sedikit khawatir juga.

Lokasi tempat pemeriksaan paspor para wisatawan sebelum dapat berkunjung ke DMZ

Kami mengikuti kegiatan yang dinamakan DMZ Camp 131 ini pada puncak musim dingin, yaitu pada pertengahan bulan Desember tahun 2013 dan berangkat pada pagi hari dengan menggunakan bus yang khusus disediakan untuk peserta kamp ini. Ada kejadian unik ketika kami bertiga berangkat menuju bus ini dengan menggunakan subway. Di tengah- tengah keterbatasan waktu, kami menuju bus yang akan membawa kami ke DMZ, tanpa diduga subway yang biasanya berjalan tepat waktu, tiba-tiba berhenti sangat lama di sebuah stasiun di utara kota Seoul. Setengah jam kita menunggu kereta berangkat namun kereta tidak berangkat juga. Setelah kami cek di internet ternyata kereta terhenti karena di beberapa stasiun di depannya ada demonstrasi para pegawai kereta Korea Selatan yang ingin menuntut kesejahteraan lebih kepada pemerintah. Akhirnya karena takut tertinggal bus, kami keluar dari subway bersama ratusan penumpang yang lain dengan memilih menggunakan bus kota yang sebenarnya kami tidak tahu jalurnya akan kemana. Syukurlah dengan pertolongan Allah, kami bisa mengejar bus walaupun sempat ditelpon beberapa kali oleh pemandu wisata DMZ dan kamilah peserta terakhir yang ditunggu. Setelah kami naik bus, akhirnya bus berangkat ke kota Paju. Sepanjang perjalanan menuju kota Paju, kami disuguhi pemandangan musim dingin yang luar biasa dengan hamparan salju putih di samping kiri dan kanan jalan. Semakin dekat dengan perbatasan 169

Korea Utara dan Korea Selatan maka sangat wajar semakin sedikit pemukiman penduduk yang ada di sana. Hal ini membuat hati kami berdebar-debar, namun kami semakin penasaran dengan DMZ ini. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, kami sampai di sebuah lokasi bernama Imjingak yang merupakan tempat koordinasi para wisatawan sebelum benar- benar memasuki daerah perbatasan. Ternyata peserta kamp ini tidak hanya terdiri dari satu bus saja namun ada sekitar empat bus yang masing-masing bus sudah terisi penuh mahasiswa-mahasiswa asing dari berbagai negara dan universitas di Korea Selatan. Tanpa sengaja, ternyata kursi di seberang saya adalah mahasiswa asal Malaysia yang akhirnya kami saling mengobrol dengan bahasa Indonesia Melayu. Saat mengobrol beberapa lama ternyata salju turun kembali yang semakin lama semakin lebat dan semakin menambah dramatis perjalanan ke DMZ ini. Sebelum berangkat menuju perbatasan, kami sempat berfoto ria di sebuah paviliun yang berisi bel raksasa khas Korea yang ternyata sering saya lihat di televisi Korea Selatan di setiap pergantian tahun baru. Ternyata lonceng ini merupakan salah satu lonceng terkenal yang digunakan untuk menandakan pergantian tahun baru.

Jembatan yang dikenal dengan nama Point of No Return Bridge Setelah cukup lama berhenti di Imjingak, kami semua akhirnya benar-benar menuju daerah perbatasan yang semakin dekat. Beberapa saat kemudian, bus kembali terhenti yang ternyata terdapat inspeksi dari tentara keamanan penjaga perbatasan terhadap kami semua. Para tentara ini melakukan pemeriksaan terhadap paspor kami semua untuk memastikan bahwa kami semua merupakan wisatawan tulen yang memang bertujuan murni untuk melakukan wisata sejarah menakjubkan sekaligus mendebarkan ini. Setelah lolos inspeksi,

170

bus-bus kami melewati sebuah jembatan dengan bendera Korea Selatan ditegakkan di sepanjang jembatan tersebut yang ternyata jembatan ini merupakan jembatan yang disebut Point of No Return Bridge dan merupakan jembatan terakhir yang berada di wilayah negara Korea Selatan. Dengan menyusuri jalan yang sangat sepi, ternyata di sebuah lokasi tertentu masih ada pemukiman penduduk namun perbedaannya adalah hampir tidak ada aktivitas di luar rumah yang lagi-lagi hal itu menambah dramatis suasana di perbatasan DMZ. Hampir 15 menit menyusuri jalan dengan pemukiman yang sepi, kami semua tiba di sebuah kamp yang merupakan kamp kerjasama antara pemerintah Korea Selatan dan Amerika Serikat. Ketika kami turun dari bus dan memasuki gerbang kamp, kami semua disambut dengan penampilan marching band yang dilakukan oleh perwakilan tentara Korea Selatan sebelum kami menuju sebuah aula yang sangat besar. Di aula yang sangat dingin ini kami semua dikumpulkan dan dibagi menjadi beberapa kelompok besar sambil menahan dinginnya udara dari luar. Setelah kelompok dibagi, kami diberikan kostum resmi khas tentara Korea Selatan untuk selalu dipakai selama kegiatan selama dua hari ini. Dari sini saya dapat mulai merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang tentara dari Korea Selatan. Kegiatan kemudian dilanjutkan ke sebuah ruangan yang hangat untuk selanjutnya akan dilakukan pembukaan yang akan dibuka secara resmi oleh gubernur provinsi Gyeonggi- do, perwakilan tentara Korea Selatan, dan juga perwakilan tentara Amerika Serikat. Setelah kegiatan ini dibuka secara resmi oleh bapak gubernur dengan pemotongan pita, kami secara bergiliran mendapatkan makan siang ala militer yang sangat tertib, yaitu tidak boleh terlalu lama, tidak boleh berbicara satu sama lain, dan juga posisi tempat duduk yang harus rapi berjajar tidak boleh sembarangan. Benar-benar hal baru dan unik yang saya alami selama di sini. Acara kembali dilanjutkan dengan berbagai macam kegiatan yang bersifat kerjasama tim namun tetap ala militer. Mulai dari permainan team building untuk memenangkan berbagai macam perlombaan di dalam ruangan dan juga simulasi perang dengan menggunakan permainan paint ball di lapangan luar yang dipenuhi oleh hamparan salju. Permainan yang kami lakukan sangat seru dan menyenangkan, namun sayang pada permainan paint ball ini tim kami kalah karena salah strategi dalam menyerang lawan. Setelah capek berolahraga dengan permainan-permainan, acara terakhir pada siang hari ini sangat berbeda dengan kegiatan sebelumnya yang penuh dengan acara ala militer, yaitu membuat kue coklat. Dalam hati saya tertawa yang tadinya acara cowok banget namun kemudian tiba-tiba berubah menjadi acara cewek.

171

Serunya bermain tarik tambang dengan baju militer Korea Selatan

Waktu istirahat pun tiba dan kami bisa beristirahat sejenak di dalam asrama militer khas Korea Selatan di mana tiap orang hanya memiliki posisi lemari dan tempat tidur yang sangat terbatas. Waktu itu saya sekamar dengan satu teman dari Indonesia, Pakistan, Vietnam, dan juga dari Malaysia. Acara lalu dilanjutkan setelah makan malam di aula besar. Namun, uniknya di sini adalah ternyata acara malam ini sangat berbeda dengan siang harinya, yaitu kita bersenang-senang dengan menyanyi, menari, sampai dengan kuis-kuis berhadiah yang dipandu oleh seorang artis televisi nasional Korea Selatan. Salah satu kuis yang unik adalah ketika pembawa acara mencari nama peserta yang memiliki nama yang sangat panjang jika diucapkan dalam bahasa Korea. Waktu itu pemenangnya adalah teman mahasiswa dari Pakistan dan Afrika. Acara ini berlangsung selama kurang lebih tiga jam penuh dengan keakraban dan canda tawa sampai pukul 9 malam. Acara pada hari pertama pun usai dan kami semua kembali ke asrama masing-masing. Ternyata setelah kembali ke asrama, kami disuruh untuk segera tidur karena pada jam 10 malam tidak boleh ada satu pun suara yang terdengar dan lampu dimatikan secara serentak oleh pihak tentara Korea Selatan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena lokasi kami yang berada di perbatasan.

172

Teleskop yang digunakan untuk melihat wilayah Korea Utara di Dora Observatory

Acara wisata yang ditunggu-tunggu pada hari kedua akhirnya tiba. Setelah makan pagi dengan cara militer seperti kejadian sebelumnya, kami semua berangkat ke lokasi yang merupakan tempat pemantauan terhadap wilayah Korea Utara yang bernama Dora Observatory yang berada di puncak salah satu bukit perbatasan. Di sini kami disambut oleh para militer Korea Selatan yang tegap dan ganteng-ganteng yang memiliki kemampuan tiga bahasa, yaitu bahasa Inggris, Mandarin, dan Korea. Di sini kami mendapatkan penjelasan mengenai sejarah berpisahnya Korea menjadi dua dan peta lokasi perbatasan di Dora Observatory ini. Uniknya, kami bisa melihat langsung peta lokasi di perbatasan ini dari sebuah maket besar dan perbandingannya dengan pemandangan asli di luar melalui sebuah kaca yang sangat besar dan transparan. Setelah kurang lebih setengah jam mendapatkan penjelasan, kami bisa melihat kondisi perbatasan di luar secara langsung dengan menggunakan teleskop yang telah disediakan sehingga kami bisa melihat wilayah Korea Utara lebih dekat. Tampak beberapa bangunan apartemen dengan kondisi yang memprihatinkan dan juga beberapa tentara Korea Utara yang sedang berjaga. Saya juga melihat dua buah tiang raksasa dengan bendera negara di ujung atasnya untuk memberikan tanda bahwa ini merupakan wilayah Korea Selatan di bagian selatan dan Korea Utara di bagian utara. Wilayah perbatasan Korea Utara ini dikenal dengan nama kota Gaesong yang merupakan satu-satunya kota industri yang merupakan kerjasama antara pihak Korea Utara

173

dan Korea Selatan. Hamparan salju yang menutupi daerah perbatasan dengan perbukitan yang sangat banyak menambah dramatis daerah perbatasan ini. Karena saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapatkan foto, saya berani meminta teman saya memfoto saya secara sembunyi-sembunyi karena sebenarnya hal ini dilarang dilakukan di tempat pemantauan ini.

Pemandangan wilayah Korea Utara dari Dora Observatory

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke sebuah gua yang sebenarnya merupakan terowongan buatan yang dibuat oleh pihak Korea Utara untuk menyusup ke dalam wilayah Korea Selatan yang dinamakan dengan 13rd Tunnel. Sepanjang perjalanan, tidak satu pun saya menemui orang yang berlalu lalang di jalan kecuali orang-orang yang berada di dalam bus kami. Terowongan ini dinamakan terowongan ke-13 karena terowongan ini merupakan terowongan Korea Utara ke-13 yang berhasil ditemukan oleh pihak Korea Selatan dan satu- satunya terowongan yang dibuka untuk umum. Terowongan yang lain berada di daerah perbatasan yang berbeda-beda sepanjang daerah DMZ ini. Ketika saya mulai memasuki terowongan dengan lebar kurang lebih dua meter ini, saya mulai merasakan hawa dingin khas bawah tanah. Ternyata terowongan ini pada awalnya tidak lurus alias turun ke bawah dengan kemiringan hampir 45 derajat yang kemudian pada titik tertentu kami melewati terowongan landai dengan lebar yang lebih sempit dan atap yang tidak terlalu tinggi sehingga kami harus merunduk ketika berjalan. Terowongan sepanjang 1.5 km ini berakhir di sebuah pagar besi

174

pembatas yang ternyata apa yang kami lihat di depan yang berupa pintu gelap sudah benar- benar merupakan wilayah Korea Utara. Jadi dapat dikatakan bahwa posisi ini merupakan posisi paling dekat yang dapat dicapai oleh masyarakat umum untuk melihat wilayah Korea Utara. Perjalanan baliknya membuat kami sangat capek karena kami harus naik pada kemiringan 45 derajat sepanjang kurang lebih 500 meter. Setelah sampai di atas permukaan tanah, kami semua berfoto sebagai dokumentasi kegiatan ini dan kami kembali ke kamp untuk melakukan makan siang sebelum dilakukan penutupan kegiatan ini. Penutupan berlangsung seru karena adanya pembagian suvenir dan feedback sebelum akhirnya kami pulang kembali ke Seoul. Sepanjang perjalanan pulang, bus melewati jalan di pinggir laut berpagar besi berduri yang merupakan batas laut antara Korea Utara dan Korea Selatan. Sungguh perjalanan wisata kali ini sangat mendebarkan, namun sangat menantang untuk dilakukan karena tidak semua orang mempunyai kesempatan langka melihat saksi bisu kebiadaban perang Korea pada 60 tahun yang lalu. Finally, I conquered a very rare opportunity visiting DMZ between North and South Korea.

Tautan yang bermanfaat : www.visitkorea.or.kr

Penulis: Yuris Mulya Saputra adalah lulusan jurusan Teknik Telekomunikasi ITB (2006 – 2010), pernah bekerja di Samsung Electronics Indonesia bagian Application Software Developer (2010 – 2012), dan lulusan program Magister jurusan Electrical & Information Engineering, Seoul National University of Science and Technology (2012-2014), penerima beasiswa National Research Foundation of Korea dan SeoulTech Graduate School Scholarship( 2012 - 2014) dan sebagai Full-time Researcher di SeoulTech Industrial and Academic Cooperation dengan bidang Jaringan Nirkabel (Wireless Networking - 2014-2015). Email: [email protected]

175

DI BALIK BUDAYA NAIK GUNUNG DI KOREA

<한국의 등산문화>

Muhamad Sodiq (Lulusan Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Korea selatan, negara yang berada di bagian selatan Semenanjung Korea ini memiliki 16 taman nasional berupa pegunungan yang wajib dikunjungi bagi para pecinta wisata alam. Dibandingkan dengan gunung yang ada di Indonesia, gunung di Korea bisa dikatakan relatif rendah. Hallasan (1.950m) merupakan gunung tertinggi di Korea yang berada di Pulau Jeju. Walaupun demikian, mendaki di Korea tidak bisa dianggap enteng, karena tidak jarang jalan menanjak yang dapat menguras tenaga apalagi ketika musim dingin.

176

Mendaki adalah salah satu aktivitas yang paling digemari oleh orang Korea mulai dari anak kecil sampai kakek nenek. Mereka semua memenuhi jalan pendakian, bahkan sampai berdesak-desakan dan mengantri bergiliran lewat karena terlalu banyaknya pengunjung dan jalan pendakian yang sempit. Bukhansan adalah salah satu taman nasional yang paling banyak dikunjungi, yaitu sekitar 5 juta pengunjung setiap tahunnya. Puncak tertinggi Bukhansan adalah Baegundae (836,5m) yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 jam. Tidak heran banyak pendaki yang pergi ke Bukansan karena puncak Baegundae menawarkan keindahan alam dan pemandangan kota Seoul yang menakjubkan. Selain itu aksesnya juga sangat mudah, bisa dijangkau dengan subway atau bis umum. Apabila ingin merasakan sensasi petualangan mendaki gunung di Korea, taman nasional Seoraksan dan Jirisan merupakan pilihan yang tepat karena sudah diatur dan dikembangkan dengan sangat baik oleh pemerintah demi kenyamanan para pendaki serta menarik wisatawan lokal dan internasional. Perlu diketahui bahwa terdapat larangan membuat api unggun dan mendirikan tenda selain di tempat yang sudah disediakan karena dapat merusak habitat hewan dan tumbuhan. Bagi yang melanggar, dikenakan denda sebesar 100.000 won yaitu sekitar Rp 1 juta. Denda dengan jumlah yang sama juga diterapkan pada pelanggaran lainnya seperti mendaki tidak melalui jalur pendakian yang berakibat merusak habitat hewan dan tumbuhan, memasak di sembarang tempat, membawa binatang peliharaan, mandi dan berenang di lembah sungai/ danau, buang sampah sembarangan, serta merokok tidak pada tempatnya. Pihak Taman Nasional telah menyediakan lokasi kemping di kaki gunung yang cukup menampung puluhan tenda berbagai ukuran. Sebagai opsi lain, pihak Taman Nasional juga telah mendirikan shelter sebagai tempat bermalam dan beristirahat bagi para pendaki yang tidak mau repot membawa tenda. Untuk menikmati fasilitas shelter dan lokasi kemping, dibutuhkan proses reservasi terlebih dahulu melalui website resmi Taman Nasional Korea. Sekarang proses reservasi sudah sangat mudah dilakukan karena tersedia website resmi dalam bahasa Inggris. Sebelumnya proses reservasi dilakukan melalui kirim email kepada pihak Taman Nasional dan harus menunggu balasan beberapa hari kemudian bahkan terkadang sampai tak terbalas. Selain shelter, terdapat beberapa pos penjaga yang biasanya berada di lokasi keberangkatan pendakian (starting point sebelum entrance). Penjaga pos akan memberikan informasi tentang cuaca dan kondisi medan pendakian yang menentukan apakah pendakian bisa dilakukan atau tidak. Sebagai contoh ketika musim dingin dengan salju tebal dan angin yang kencang, maka para pendaki harus ―well prepared‖ lengkap menggunakan 177

perlengkapan pendakian musim dingin seperti sepatu mendaki yang dilengkapi dengan ―crampon” dan ―long spats”, masker, sarung tangan, baju tahan angin dan perlengkapan lainnya. Penjaga pos tidak akan mengijinkan pendakian apabila dirasa kelengkapan dan kesiapan mendaki kurang dan dapat membahayakan pendaki. Waktu pendakian juga diatur dan dibatasi untuk memastikan para pendaki sampai di shelter sebelum matahari terbenam, karena kita dilarang melakukan pendakian setelah matahari terbenam dan 2 jam sebelum matahari terbit. Tidak dikenakan denda atas pelanggaran tersebut, namun alangkah baiknya dipatuhi demi keselamatan pendaki karena tidak ada polisi hutan atau penjaga hutan di malam hari.

TAMAN NASIONAL JIRISAN Gunung yang diresmikan pertama kali sebagai Taman Nasional pada tahun 1967 adalah Jirisan. Gunung ini menjulang dan menyebar melewati 1 kota dan 3 kabupaten di 3 propinsi. Luas total Taman Nasional Jirisan adalah 471.758 m² dan merupakan Taman Nasional pegunungan terluas di korea. Jirisan memiliki fasilitas 9 ―National park office‖, 11 lahan kemping, dan 8 shelter termasuk Jangteomok Shelter yang berada sekitar 1.4 km dari puncak utama Cheonwangbong (1.915,4m). Untuk mencapai puncak utama dapat dilakukan satu hari pendakian melalui jalur ―Jungsanri Jangteomok shelter‖ yang merupakan jalur paling dekat dan paling ramai dilewati para pendaki korea. Sebagai opsi lain, jalur ―Jongju (Traversing)‖ merupakan jalur terbaik untuk mengeksplor Jirisan yang mana diperlukan waktu 3 hari 2 malam dan persiapan fisik serta perlengkapan yang mendukung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

TAMAN NASIONAL SEORAKSAN Selain Jirisan, pendakian 2 hari atau lebih juga dapat dilakukan di Taman Nasional Seoraksan. Bisa dibilang Seoraksan merupakan Taman Nasional yang paling populer di kalangan para turis lokal maupun internasional. Terdapat total 30 puncak dengan pemandangan yang mengesankan tersebar di wilayah pegunungan Seoraksan, seperti Hwachaebong, Hangyeryeong, dan Madeungryeong termasuk puncak utamanya Daecheongbong (1.708m). Bagi para pengunjung yang tidak terlalu suka mendaki, difasilitasi cable car untuk mencapai puncak Gwongeumseong untuk melihat pemandangan gunung bebatuan yang menakjubkan. Kereta gantung tersebut beroperasi mulai jam 7 pagi sampai jam 6 atau 6:30 sore dan berangkat setiap 7 menit. Biayanya relatif murah kurang lebih 8500 won sekitar Rp 100.000.

178

Rute/jalur pendakian yang paling terkenal dan ramai dilewati para pendaki korea adalah jalur ―Osaek - Daecheongbong - Seorak-dong‖ dengan bermalam di Jungcheong shelter. Selain dari Osaek, jalur pendakian yang menawarkan sensasi yang mengesankan adalah melalui Baekdamsa yang mana kita dapat bermalam dan beristirahat di Bongjeongam, sebuah kuil yang berada 3.3 km dari puncak utama. Tidak hanya memfasilitasi tempat bermalam, kuil tersebut juga menyediakan sarapan pagi gratis dengan menu makanan vegetarian para biksu.

TAMAN NASIONAL HALLASAN Berbeda dengan Jirisan dan Seoraksan, Taman Nasional Hallasan tidak menyediakan shelter untuk bermalam. Walaupun demikian, gunung tertinggi yang terletak di pulau Jeju ini wajib dikunjungi karena menawarkan pemandangan alam yang fantastik dan merupakan ―UNESCO Biosphere Reserve‖ pada tahun 2002, serta ―UNESCO World Natural Heritage‖ pada tahun 2007. Di puncak gunung Hallasan (1.970m) terdapat kawah yang memberikan nuansa keindahan alam berbeda dan khas. Kebanyakan para pendaki memulai pendakian dari Seongpanak menuju ke puncak utama kemudian dilanjut turun melalui jalur Gwaneumsa. Setelah sampai di Gwaneumsa, jangan lupa untuk mampir ke kantor UNESCO untuk mendapatkan sertifikat bahwa kita telah menyelesaikan pendakian sampai puncak Hallasan cukup dengan menunjukkan foto sebagai bukti dan membayar 2000 won untuk administrasi.

GEUMGANGSAN Geumgangsan merupakan salah satu gunung dari pegunungan Taebaek yang membentang dari Korea Utara sampai Korea Selatan bagian sisi timur. Geumgangsan disebut juga sebagai Diamond Mountain, memiliki pemandangan bebatuan gunung dan tebing serta air terjun yang menakjubkan. Namun sangat disayangkan pendakian ke Geumgangsan resmi ditutup oleh Korea Selatan pada tahun 2008 setelah terjadi penembakan seorang turis pada bagian punggungnya oleh tentara Korea Utara. Sekarang satu-satunya cara untuk menikmati Geumgangsan yaitu dengan mengikuti ―Goseong Unification Observatory Tour‖ yang memungkinkan pengunjung untuk dapat menikmati pemandangan misterius Geumgangsan dan laut timur.

MOUNTAIN FESTIVAL Banyak sekali festival yang di adakan di daerah pegunungan Korea, salah satu yang terkenal adalah Yeongchwisan Azalea Festival saat musim semi yang menawarkan bunga

179

azalea bermekaran menutupi permukaan gunung. Yeongchwisan dipercaya sebagai gunung suci dan pernah digunakan sebagai tempat ritual untuk meminta hujan. Selama festival digelar, banyak pertunjukan dan pameran menarik salah satunya ―Miss Azalea Flower Pageant‖. Tidak hanya ketika musim semi, ketika musim dingin pun banyak festival yang diadakan di daerah pegunungan Korea. Salah satu yang ramai dikunjungi adalah ―Chilgapsan Ice Fountain Festival‖ yang menyuguhkan berbagai macam program seperti pameran patung, gua, dan arena bermain seperti prosotan yang terbuat dari es, ―ice fishing‖, flying fox, mengendarai kereta sapi, mencoba makanan tradisional Korea, dan setelah itu kita dapat melakukan pendakian menikmati pemandangan sekitar dari gunung Chilgapsan. Melakukan pendakian di Korea Selatan rasanya tidak pernah ada bosannya. Hal itu dikarenakan Korea Selatan memiliki empat musim yang memberikan sentuhan warna dan pemandangan yang berbeda-beda serta masih banyak lagi gunung-gunung lain yang menarik dan wajib dikunjungi. Setiap gunung memiliki ciri khas dan keindahan alam tersendiri. Seperti Hallasan dengan kawah di puncaknya, Jirisan dengan daerah pegunungan yang luas, serta Seoraksan yang terkenal dengan pemandangan gunung bebatuan yang mengagumkan. Selain itu, satu hal yang menarik adalah gunung di Korea merupakan tempat suci dan tempat beribadah keagamaan. Terlihat dari banyaknya kuil-kuil di kaki gunung bahkan di atas gunung yang dibutuhkan waktu berjam-jam untuk dapat dijangkau. Tidak hanya untuk tempat beribadah, beberapa kuil juga menyediakan tempat untuk beristirahat dan bermalam bagi para pendaki secara gratis. Contoh lain adalah kuil yang berada di Gwanaksan, Seoul. Setiap hari Minggu selalu ramai pengunjung yang datang untuk menikmati mie rebus rasa kimchi yang dibagikan secara cuma-cuma. Untuk para turis yang ingin mengenal lebih jauh tentang tradisi dan budaya Budha Korea, disediakan program ―temple stay‖ yang meliputi beberapa aktifitas/kegiatan seperti meditasi, bercocok tanam, makan malam bersama, melukis, minum teh dengan para biksu, dan lain sebagainya. Banyak hal yang bisa diamati dan dipelajari dengan melakukan pendakian di Korea. Mulai dari bagaimana orang Korea melakukan pendakian sampai upaya pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik untuk para pendaki. Orang Korea selalu membawa makanan entah berupa buah-buahan, snack, ataupun makanan tradisional seperti gimbab dan tteok. Bukan masalah jajanannya, melainkan sampah yang mereka buat selalu dimasukkan kembali ke dalam tas dan dibawa pulang turun dari gunung untuk dibuang di tong sampah, tempat seharusnya sampah berada. Hal itulah yang akhirnya membuat kebersihan dan kelestarian gunung tetap terjaga. Dengan adanya shelter dan tempat khusus untuk kemping di kaki gunung, para pendaki tidak perlu repot-repot membawa tenda dan membuat api unggun di 180

atas gunung untuk menghangatkan diri yang justru selama ini menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan di Indonesia.

Penulis: Muhamad Sodiq adalah pekerja migran Indonesia dan salah seorang lulusan perdana UT Indonesia di Korea. Dia lulus dari Program Studi Bahasa Inggris minat Penerjemahan dan diwisuda pada bulan Agustus 2015. Penyuka tantangan ini sering berkelana ke hampir seluruh pelosok Korea dan selalu berhasil membuat rekannya iri secara positif atas apa yang dia alami selama bekerja dan belajar di Korea. E-mail: [email protected]

181

SERUNYA NAIK GUNUNG BERSAMA KOMUNITAS DALAM SATU PERUSAHAAN

<직장동료들과의 등산이야기>

Slamet Zaenusi (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

Hari itu hari minggu tanggal 19 juli 2015, di mana saya baru satu minggu bekerja di pabrik yang baru, nama perusahaannya yaitu HWASIN H.S ((주)화신하이스틸). Yupss, di hari itu diadakan acara naik gunung bareng-bareng dan saya pun ikut pastinya. Acara naik gunung ini sih rutin dilakukan oleh komunitas yang berada di perusahaan saya bekerja setiap musim panas tiba. Jam 6 pagi kami pun bergegas naik bis dan berangkat menuju lokasi, saling sapa di dalam bis menambah kehangatan kami dalam berkomunikasi, Begitulah budaya orang Korea Selatan ini. Di setiap mereka bertemu dengan orang yang mereka kenal maka sapa menyapa pun dilakukan sama persis seperti orang Indonesia. Aroma khas gimbab pun menggoda hingga lidah tak tahan lagi untuk menggoyangkannya, hehehehe. Saya pun memakannya potong demi potong, sebenarnya mata pun sedang tidak bersahabat, tapi apalah daya si perut buncit ini sudah berdemo. Tiga jam pun sudah berlalu dan kami pun sampai di tempat lokasi tepat di bawah gunung Yumyeong-Chuncheon. Tak disangka gerimis pun ikut meramaikan suasana di pagi itu. Awalnya kami bingung karena kami tidak membawa payung atau pun jas hujan. Tapi beruntunglah panitia yang berada di tempat lokasi itu sudah menyiapkannya dan kami pun sudah tak khawatir lagi. Persiapan pun kami mulai dan ternyata eh ternyata saya seorang diri yang tidak memakai sepatu gunung (karena sangat mendadak jadwalnya dan belum beli).Tetapi, itu tidak mematahkan semangat saya untuk tetap ikut naik ke atas gunung. Yups, kami pun memulai jalan. Awalnya sih biasa saja karena jalannya masih belum naik, gelak canda tawa dan obrolan obrolan itu menambah semangat saya untuk tetap berjuang di pagi menjelang siang itu.

182

Berjalan naik gunung udara di tengah dingin di pagi menjelang siang itu rasanya mulai bersahabat. Langkah demi langkah hingga tiba di titik tengah.

Saatnya kami beristirahat. Kami pun beristirahat di tempat itu dan sekitar 20 menit kami habiskan untuk menyantap menu makan pagi menjelang siang. Canda tawa tetap selalu kami lantunkan hingga akhirnya tenaga pun mulai pulih dan kami pun bergegas melanjutkan perjalanan. Di dalam perjalanan kali itu, kami pun tak banyak berbincan-bincang karena waktu sudah siang dan gerimis pun pelan-pelan meninggalkan kami. Akhirnya jas ujan pun saya lepaskan dari tubuh saya. Wow, , , , rasanya dingin tapi berkeringat. Untung saja jalannya sudah dibuat dan diberi seutas tali buat pegangan, jadi kami pun tidak kesulitan dalam melakukan perjalanan naik ke puncak gunung. Tetapi tetap saja saya kesusahan dalam pendakian tersebut karena saya memakai sepatu yang biasa saya pakai jalan jalan ke mall, licin sih pasti yaa, tapi itu sama sekali tidak menurunkan semangat saya untuk terus mendaki.

183

Akhirnya sekitar pukul 14.30 WKS (waktu Korea Selatan) sampai juga di puncak gunung Yumyeong -Chuncheon. Kami pun melanjutkan makan yang tadi masih sisa separo, diiringi obrolan-obrolan tentang keluarganya masing masing. Suasana pun jadi semakin menghangat. Saya yang paling kaku hampir tak bisa menjawab pertanyaan pertanyaan ketika ditanya tentang keluarga oleh beberapa karyawan yang tergabung dalam komunitas naik gunung itu. Namun, sudahlah. Saya pun jawab satu persatu pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka. Salah satu pertanyaan yang menarik yaitu ketika salah satu ajumma (bibi) menanyakan "kenapa harus di Korea Selatan kamu bekerja"? Saya pun dengan gaya santai dan candaan menjawab "karena ceweknya cantik-cantik". hehe. Inilah foto-foto saya dan teman senegara dan teman Korea

184

Sekitar satu jam berada dipuncak gunung, kami pun memutuskan untuk segera turun karena gumpalan awan sudah mulai menyelimuti daerah sekitar puncak gunung itu. Di saat perjalanan turun saya pun kaget ternyata yang baru mau naik saja banyak sekali dan kebanyakan adalah para orang yang sudah berumur. Setapak demi setapak saya pun mengikuti jalur turun tersebut. Karena saya terburu-buru saat turun, saya pun kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh. Tidak sakit sih cuman lecet-lecet ringan tetapi yang bikin sakit itu ketika melihat HP saya dalam keadaan pecah saat saya cek. Terlepas dari itu saya melanjutkan perjalanan turun tersebut dan ternyata saya dan temen saya yang sama- sama orang Indonesia sampai duluan di tempat rest area. Iya, tempat titik tengah buat istirahat para pendaki gunung. Sambil melepas lelah dan mengisi energi kembali saya pun melihat sebuah sungai kecil yang ternyata bagus juga pemandangannya, sambil menunggu rombongan sampai ke tempat saya istirahat, saya dan teman saya pun menghabiskan masa menunggu itu untuk bermain air, Dingin sih. Dingin pake banget. 15 menitan kami menunggu ternyata rombongan tiba di rest area. Tidak saya duga, yang datang dari bawah itu ternyata adalah karyawan staf kantor di perusahaan saya bekerja sambil membawa sebuah semangka besar. Tak berpikir panjang semangka pun diserbu oleh kami, segerr banget. Karena kami sangat menikmati waktu, kami jadi lupa waktu untuk pulang. Kami pun bermain air sambil melepas lelah, penat dan stres selama bekerja. Saya yang dengan berani nyemplung ke dalam air pun tak kuasa menahan dinginnya air tersebut. Semua orang jadi tertawa melihat tingkah saya yang begitu semangat melihat air yang mengalir itu. Yaa, saya kan jadi teringat kampung halaman saya, tiap kali melihat sungai rasanya tuh jadi kepingin nyemplung. Basah kuyup pun terjadi pada pakaian saya. Saya pun tak mau basah sendirian, teman saya langsung saya tarik ke dalam air begitu juga dengan beberapa rombongan. Suasana pun jadi nambah seru sambil main siram siraman air di sungai, kekanak kanakan sih memang tapi itu yang bikin saya senang. Setelah capek bermain air, kami pun melanjutkan perjalanan turun, melintasi beberapa jembata kecil yang unik, melintasi jalur pinggir pinggir tebing yang juram dan melintasi ranting-ranting yang menutupi jalan. Rasanya begitu natural banget. Jadi kangen sama INDONESIAKU. Hari pun sudah mulai gelap dan kami pun sampai ke tempat parkiran bus. Ketika saya masuk ke dalam bus dan beristirahat sebentar, eh, datang ketua rombongan menghampiri saya dan saya pun diajak makan makan lagi. Masih kenyang sih sebenarnya tapi ya gimana lagi orang diajakin. Saya pun ikut makan makan bersama di tempat sekitar parkiran bus tersebut. Perut pun jadi kenyang dan saya pun ijin istirahat ke dalam bus. Sekitar 30 menit saya bersitirahat, rombongan pun datang dan memutuskan untuk segera pulang 185

karena hari sudah hampir gelap. Ketika di dalam perjalanan pulang, kami pun menghabiskan waktu di dalam bis untuk bernyanyi bersama sama. Sungguh perjalanan dan pengalaman yang mungkin susah untuk saya lupakan. Saya pun merasa senang. Demikian sepenggal kisah pengalanan mendaki gunung bersama rekan kerja di pabrik tempat saya bekerja di Korea Selatan ini. Terima kasih.

Penulis: Slamat Zaenusi atau yang sering dikenal di kalangan teman-temannya dengan sebutan Zaenusi Slamcola ini adalah pekerja migran Indonesia yang juga tengah kuliah di Program Studi Komunikasi UT Korea. Dia termasuk mahasiswa baru karena saat menggoreskan kisahnya ini, dia sedang duduk di semester 2. E-mail: [email protected]

186

MY WONDERFUL EXPERIENCES IN SOUTH KOREA

<내가 겪은 한국생활의 모험>

Sudirman (Universitas Terbuka (UT) Indonesia di Korea)

I never imagined that I would live and work in South Korea because I wanted to work in the United States before I came to South Korea. But, I think living and working in South Korea is my destiny since I came here twice. As a foreigner living in abroad, I have both the good and bad experiences. Unfortunately, I will only tell about my wonderful experiences during my stay in South Korea.

WORKING EXPERIENCE I came to South Korea for the first time in March 2007 through a Government to Government (G to G) System. I came here as a foreign worker with E-9 or non- professional visa. At that time, I did not have a good command of which was really bothersome. When I arrived at the company and met my boss and his wife, I really did not understand what they were saying. Then, my boss asked a senior worker who had been working there for three years to be our interpreter. Back then, I only imitated what the senior workers were doing. There were times when my boss or other Korean counterparts asked me to do something and I completely did not understand them and that was when misunderstanding occurred. I made some mistakes because I did not understand 100% of what they asked me to. When the machines got broken, for instance, I could not explain the cause and sometimes it angered my boss. I felt that living in Korea was difficult and not

187

enjoyable at all. I did not give up. It was a challenge for me to do my best in my workplace. Day after day, I could do the job better because I always paid attention to my seniors when they were working. I asked them when I found something went wrong or anything I did not know about. It was then that I came to understand the importance of Korean language ability. If I had known the language, I would have done my job well. I would have understood what Koreans were saying said and I would have been able to explain the problems with the machines when something went wrong. That was the time when I promised to myself that I had to have a good mastery of Korean language. But, I did not know where to start. When it comes to Korean language, I only learned it through Korean books I brought from Indonesia. I memorized some grammars and vocabularies, looked up for the meaning of words and made some sentences on a piece of paper. That‘s all. So, I wanted to study the language at a Korean language course. Still, I did not have a chance. Three months afterwards, my boss transferred Indonesian team consisting of 5 people to a branch company at Namdong Industrial Complex in Incheon City. Then, he asked me to be the main operator and a leader with the following job descriptions: controlling the machines and products; overcoming the problem of machines and repairing them when they got broken; making a report of products; and of course, obeying all of those job descriptions specified by my company owner. Being a new comer, it was a tough time and a complicated job for me. But I had to do it since I did not have any other choices. Once again, a good Korean ability was necessary at that time because I had to communicate with many Koreans and Chinese working there. I had to keep in mind that I had a lot of job descriptions and that I had to do my best. Oh My God, it was indeed difficult and challenging. Even when I faced some complicated problems in my workplace, I still got wonderful experiences and considered them as the advantages of working there. As a main operator and a leader, I always communicated with Korean and Chinese workers and that was what made my Korean language ability increased rapidly than other friends. Why was that? It was because while I was working I asked them about the language and I learned many new vocabularies. Even when I was not that good in speaking, I tried to speak in Korean whenever I talked to my Korean and Chinese counterparts. Moreover, during which I also ended up learning a lot about things related to production, price of materials and more.

188

MY EXPERIENCE OF LEARNING KOREAN LANGUAGE When my friends told me that my Korean language had improved after staying for a year in South Korea, I was still not satisfied. I felt it was not enough. I wanted to learn more about Korean grammar. I still could not make 100% correct sentences. When I spoke in Korean, most of the time I simply could not find some words to express what I wanted to say. In addition to that, I think grammar is important because if I know grammar well, I will be able to express my thoughts both written and orally. Since I was curious and interested in Korean language, I looked for some information about Korean language courses. One day I found out about this particular Korean language course that I could attend to every Sunday. It was in the early 2009 when my friend recommended me about a place called Seongdong District Migrant Center near Seoul. He said that it was a good place for studying. It turned out that my friend was quite right since this place had a good method of teaching and its textbook was quite helpful, too. The place offered six class levels (basic 1, basic 2, beginner 1, beginner 2, intermediate, and advance). The teachers were friendly and they were sort of helping me open up my mind. I could easily talk to them and be close to them. Simply put, this place did not offer only Korean language lesson, but also computer lesson such as Word, Excel, Power Point, and Photoshop. Of course, I took the chance to study both Korean language and computer.

189

For me, Korean language was so difficult that I needed extra effort to get the best result. I always attended the class every Sunday and learned every bit of it seriously. I did all of the exercises and homework. After studying new grammars and vocabularies, I memorized them and then making some sentences. I am sure that since I learned it seriously, my Korean language ability got better as a result. I think it was much better than it was before, even though it was not that good. I realized that it was impossible for me to know 100% about Korean language, but at least my Korean language has improved.

Graduating from the Korean Language Course

After graduating from my Korean language course, I joined ASIAN FRIENDSHIP GROUP at the same place. I was the only member from Indonesia in the group, replacing my former senior who just returned home to Indonesia in 2010. This group was basically a conversation group whose members come from Korea, China, Mongolia, Vietnam, Cambodia, Myanmar, Bangladesh, Philippines, and Indonesia. The members and group administrators gathered twice a month on the first and third Sunday. We mostly shared about what we were doing during two weeks prior to meeting. Apart from that, we also continued learning Korean language, introducing our mother land‘s cultures, and conducting some charity activities and many others. There are three things that I want to share concerning the charities we did since it really got me excited and happy. 1. Taking care of the elderly in a nursing home near Seongdong district. We did this activity once a month, but an old man asked me to come every week because he liked the way I treated him.

190

2. Delivering 연탄 or coal briquette for poor senior citizens living near Yeongdoeungpo

and Guro Station. We did this during winter in minus 10 degree Celsius. I was really touched and could not help crying at that time because I never thought that there were many poor senior citizens who had no modern heater. 3. Conducting a bazaar to collect some fund for the victims of natural disasters in other countries. Each member of our group was selling our respective country‘s traditional food. At the event my team and I used this opportunity to introduce Indonesian traditional food such as tahu campur, bakwan, and nasi pecel, just to name a few.

Studying Korean language and joining ASIAN FRIENDSHIP GROUP at Seongdong District Migrant Center gave me many wonderful experiences and knowledge. I want to thank everyone who had taught me Korean and computer at that special place. Eventhough we almost never meet, I still remember all of them.

STUDYING ENGLISH AT UNIVERSITY I came to Korea for the second time in August 2013 after staying in Indonesia for two years. When we arrived at Incheon International Airport, an officer from Indonesian Embassy in Seoul promoted about Indonesian Open University in Korea. I met him again when I attended an Islamic gathering event at Namdong Industrial Complex in September 2013. Since then, I got more information about the university and I decided to apply for it. I started studying there from March 2014. Now I am in my 5th semester; majoring in English. Do you know the reasons why I chose this department? At least, there are four reasons. First, I have been interested in English since I was at junior high and I have been in love with English since. Second, I remembered about my junior high English teacher who trained me on how to teach English. Yes, I wanted to become an English teacher. Third, English is an international language and it is used worldwide. So, if I go to many other countries in the world, I may never find any difficulties in communication. Fourth, I hope I can help others who need some help in translating English to Indonesian or vice versa.

191

With my classmates of English Department

Studying in a university and working at a company at the same time are two big challenges for me. It is because I have to work 12 hours a day from Monday to Friday and 8 hours on Saturdays and after working I get tired. Even so, I do not want to give up. I have to study hard and seriously because I am a fighter. I try to attend class routinely even though I must get up early on Sunday morning. I always do the assignment that teachers give and read books every day after working. Hopefully I can reach my goal of improving my ability in English so that I can be an English teacher in the future. Lastly, I want to thank God for giving me a chance to be an undergraduate student who learns English at university level. I also thank Indonesia Open University for having opened its branch in South Korea. I also would like to thank the staffs and teachers who have been teaching me.

MY TRAVEL EXPERIENCES People do not only work for money, but they also need time to enjoy what they accomplish and refresh themselves by travelling. I do too. During my stay in South Korea, I have travelled to many places. Well, I will tell my wonderful travels in South Korea.

ANN IVERSARY OF SEONGDONG DISTRICT MIGRANT CENTER I participated in the anniversary of Seongdong District Migrant Center in May 2009 along with about 300 other people who were mostly foreigners studying Korean language and computer at

192

the center. The event took place at a resort in Gangwon province. We did some activities. As for me, the most interesting activity was skateboarding. It was quite difficult but it did give me a new experience because I had never done it before.

In front of the Center where I learned Korean language and computer

RAFTING EXPERIENCE Seongdong Migrant Center held a rafting program every summer (in early August). I joined the rafting event twice, in August 2009 and 2010. It was one of the most exciting travels I had during my stay in Korea because I have always loved water sports and I can swim well. It was a little tense and dangerous but I really enjoyed it. TRAVELLING TO EVERLAND Everland is a theme park located in Yongin City, . It was a wonderfully huge area with lots of rides. Since it is so huge, visitors must come early if they want to enjoy most of the rides since thousands of visitors usually throng the park on weekends or public holidays. I visited the park in September 2010 along with my friends and two teachers. I was very excited because it was a beautiful place to visit, especially its fresh and natural environment. Of all the rides, the world‘s 4th tallest wooden rollercoaster was the most interesting one for me. TRAVELLING TO NAMI ISLAND I think Nami island is very popular among foreigners because it became the setting of a Korean drama ―Winter Sonata‖. The drama aired in many countries and became popular in the early 2000. Nami Island got its name from General Nami who died at the age of 28 after

193

being falsely accused of treason during the reign of King Sejo, the seventh king of Joseon Dynasty. Nami Island‘s panorama is at its best during autumn when the leaves turned their colors and created breathtaking foliage at the end of October. The island itself is located in the middle of Han River in Chuncheon city, Gangwon Province. To get there, visitors must cross the river by some ferries. I went there with my friends who were also the students of Photoshop class at the Migrant Center, along with two teachers. Since we went there in May back in 2011, we could not enjoy the autumn foliage. But, it was fun nonetheless since we circumnavigated almost all parts of the island. We also had a chance to taste Korean traditional food and played Korean traditional Korean games there. Above all of these, we enjoyed taking pictures the most. VISITING HAEUNDAE BEACH I think Haeundae beach is the most popular and beautiful beach in South Korea. It is located in Southeastern part of Busan City. I love it since it has a long stretch of white sandy beach. In summer holiday (early August) a lot of people go there to swim, sunbathe, surf, or simply to refresh themselves by sightseeing. Not only Koreans, but a lot of foreign visitors are visible in this popular beach resort. My friends and I visited there on 추석 [chuseok] or

Korea‘s Thanksgiving day back in September 2008. I did enjoy my time there. SKY EXPERIENCE

Taking a Pose at a Snow-clad Mountain Resort

When winter holidays come, especially during Seollal or Lunar New Year, people go to their hometown and spend the long holidays to travel. One of the most sought-after places 194

is ski resort, for skiing, of course. There are many ski resorts in Korea since Korea has a lot of mountainous areas which are perfect for skiing. I went to the ski resort twice. The first time I went skiing was in 2011 and I visited a resort located in Gangwon province. The second time was during Seollal holiday on February 8, 2016. This time I went to a resort at Muju North Jeolla Province. I did enjoy my skiing experience sky, especially the time when I had to ride on a ski lift gondola to reach the top of the mountain. Even though the temperature on the top of the mountain was so cold, I was excited. I cannot do skiing in Indonesia since there is no snow in Indonesia. Of course, there is eternal snow on top of the Cartensz Pyramid or Puncak Jaya Mountain in Papua, Indonesia. Still, I cannot imagine skiing there since it is impossible. Those are my stories of traveling in Korea and they are the reasons why I am really happy being in South Korea. To earn money, I work. To get more knowledge, I study Korean, English, and computer. To refresh myself, I travel. All of these will be an unforgettable part of my life.

Penulis: Sudirman adalah pekerja migran Indonesia dan saat ini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris minat Penerjemahan di UT Korea. Dia adalah seseorang yang suka menulis dan bakatnya ini terus berkembang terlebih sejak dia dipercaya sebagai ketua majalah dinding di bangku SMA. Jadi, dunia menulis telah menjadi minat seriusnya. Saat menuangkan kisahnya ini, dia duduk di semester 5. E-mail: [email protected]

195

196