Journal of Indonesian History 8 (1) (2019)

Journal of Indonesian History

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih

Kampanye Patai-Partai Politik Menjelang Pemilihan Umum 1955 Di Kota Semarang (Studi Kasus PNI, PKI, Nu, dan Masyumi)

Nanang Rendi Ahmad, Wasino, dan Putri Agus Wijayati 

Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Semarang-

Info Artikel Abstrak ______Sejarah Artikel: Kondisi sosial-politik Indonesia tahun 1950-an menjadi suatu arena bagi partai-partai politik untuk Diterima Mei 2019 menunjukan keberadaannya di tengah masalah-masalah sosial-politik yang menimpa Indonesia, Disetujui Juni 2019 setidaknya itu terjadi ketika wacana diselenggarakannya Pemilihan Umum (pemilu) berhembus. Dipublikasikan Juli 2019 Partai-partai politik dengan masing-masing ideologi partai yang diusung saling mengkampanyekan ______jalan keluar atas masalah-masalah yang dihadapi Indonesia tahun 1950-an. Semua yang dilakukan Keywords: partai-partai politik itu adalah upaya meraih hati rakyat untuk persiapan Pemilu 1955. Penelitian ini political parties, election membahas tentang hubungan antara kondisi sosial-politik Indonesia tahun 1950-an dengan 1955, Semarang. kampanye partai-partai politik. Penelitian ini juga mencoba menunjukan bahwa latar belakang ______historis dan kondisi sosial-politik suatu daerah turut mempengaruhi peta kekuatan politik dan hasil Pemilu 1955. Dalam kasus yang terjadi di Kota Semarang, dengan keluarnya PKI sebagai peraih suara terbanyak dalam Pemilu 1955 di Kota Semarang, menunjukkan bahwa kampanye bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi hasil yang diraih suatu partai. Akan tetapi ada faktor lain yang juga turut mempengaruhi hasil yang diraih suatu partai. Faktor tersebut adalah latar belakang historis dan kondisi sosial-politik di Kota Semarang.

Abstract ______The Indonesia’s socio-political conditions in the 1950s became an arena for political parties to show their existence amid the socio-political problems that afflicted Indonesia, at least that happened when the discourse held the election blew. Political parties with each party’s ideology promoted each other solutions to the problems that threw Indonesia in the 1950s. All that the political parties did was an effort to win the hearts of the people in preparation for the 1955 elections. This research discusses the relationship between Indonesian socio-political conditions in the 1950s and the campaign of political parties. This research also tries to show that the historical background and socio-political conditios of a region also influence the map of political power and the results of the 1955 elections. In the case of the city of Semarang, with the release of the PKI as the winner of the most votes in the 1955 elections in the Semarang City, it showed that the campaign was not the only factor affecting the desires of a party. But there are other factors that also influence the results achieved by a party. These factors are historical background and socio-political conditions in the city of Semarang.

© 2019 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633 Ruang Jurnal Sejarah, Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected]

62

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71

PENDAHULUAN politik yang tinggi. Selain karena memang Era 1950-an, ketika wacana penyelenggaraan Semarang telah menjadi pusat perpolitikan di Pemilu 1955 berhembus semakin kencang, Jawa Tengah sejak masa kolonial, akses terhadap Indonesia dihadapkan pada masalah krisis informasi di Kota Semarang lebih cepat kabinet. Krisis kabinet ini ditandai dengan didapatkan daripada daerah-daerah lain di Jawa terjadinya jatuh-bangunnya kabinet. Dalam Tengah. Kota Semarang memiliki riwayat waktu lima tahun, telah terjadi pergantian sejarah politik yang sangat mempengaruhi kabinet sebanyak lima kali. Dari semua kabinet pembentukan struktur masyarakat dengan yang pernah berkuasa, Pemilihan Umum hampir kehidupan sosial dan politiknya. Hal ini akan selalu tercantum sebagai program kerja. Namun mempengaruhi strategi kampanye yang program tersebut baru dapat terealisasi pada ditempuh oleh masing-masing partai politik masa Kabinet Burhanuddin Harahap (Feith, untuk merebut hati dan simpati masyarakat Kota 1999:4). Semarang. Krisis kabinet menjadi sebuah kenyataan Berdasarkan latar belakang di atas yang mewarnai kondisi sosial-politik Indonesia dirumuskan satu permasalahan utama untuk era 1950-an. Krisis kabinet ini tidak bisa dapat diidentifikasi dalam penelitian ini yakni dipandang sebagai sebuah kenyataan yang bagaiamana komunikasi politik yang dibangun berlalu begitu saja dan memberikan dampak oleh partai-partai politik peserta pemilu 1955 pada perpolitikan di Indonesia. Sebab, di masa- dalam kampanyenya sebagai upaya merebut masa ini sesungguhnya pertarungan wacana simpati masyarakat Kota Semarang? Untuk antar partai-partai politik telah dan sedang menjawab permasalahan utama tersebut, berlangsung. dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai Kondisi sosial-politik tahun 1950-an yang berikut: (1) Bagaimana kondisi sosial-politik penuh dengan intrik politik itu akhirnya menjadi Indonesia tahun 1950-1955? (2) Bagaimana sebuah arena atau panggung bagi partai-partai kampanye yang dilakukan PNI, PKI, NU, dan politik untuk menampilkan diri di tengah Masyumi di Kota Semarang? (3) Bagaimana masalah-masalah sosial dan ekonomi yang hasil pemilu 1955 di Kota Semarang? sedang menimpa Indonesia. Masing-masing partai politik, dengan ideologi partai yang METODE diusung, saling mengkampanyekan jalan keluar Sebagai penelitian sejarah, penelitian ini atau solusi atas masalah-masalah tersebut. menggunakan empat tahap penelitian yakni: Secara tidak langsung, semua itu dilakukan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan untuk menarik perhatian dan hati rakyat. historiografi. Heuristik merupakan tahapan Pertarungan wacana antar partai politik untuk mengumpulkan sumber-sumber tidak hanya terjadi di tingkat pusat (). Di kepustakaan (Kuntowijoyo, 2013:95; Wasino tingkat daerah, pertarungan wacana antar partai dan Hatatik, 2018). Pada tahap ini saya politik tidak kalah sengit dengan apa yang tejadi mengumpulkan data dengan proses menggali di tingkat pusat. Apalagi partai-partai politik sumber sejarah yakni sumber tertulis. Dalam hal seringkali membawa isu-isu nasional dan pusat ini saya mengumpulkan sumber tertulis berupa ke tingkat daerah. Kondisi sosial-politik dan latar surat kabar dan dokumen sezaman yang belakang historis tiap daerah tentu berbeda. Hal dikategorikan sebagai sumber primer. Sebagian inilah yang mempengaruhi pola, cara, strategi besar sumber primer saya dapat dari Depo Arsip yang ditempuh, dan karakteristik kampanye Suara Merdeka yang berupa surat kabar dari yang dilakukan oleh partai-partai politik. tahun 1950-1955. Sebagian besar koran-koran Di Kota Semarang, pertarungan wacana Suara Merdeka tahun 1950-1955 masih terjaga dalam kampanye juga terjadi. Sebagai Ibu Kota dengan baik dan dapat terbaca. Sementara Provinsi Jawa Tengah, masyarakat Kota sumber primer lain saya dapatkan dari Komisi Semarang tentu memiliki tingkat kesadaran Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang yang

63

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71 menyimpan data-data tentang hasil Pemilu 1955 Isu-isu sosial-politik yang terjadi dalam di Kota Semarang. Data hasil Pemilu 1955 di rentang waktu dari 1950 sampai menjelang Kota Semarang yang saya dapatkan di KPU diselenggarakannya Pemilu 1955 menjadi Kota Semarang juga dimuat dalam Suara semacam arena atau panggung bagi partai-partai Merdeka yang saya dapatkan di Depo Arsip Suara politik untuk menampilkan diri di tengah Merdeka. masalah-masalah yang bergulir. Kemunculan Selain sumber primer, saya juga partai-partai politik berawal dari dikeluarkannya mengumpulkan sumber sekunder berupa buku Maklumat 3 November 1945 yang mendorong dan jurnal. Untuk sumber sekunder berupa buku, dibentuknya partai-partai politik sebagai bagian saya mencari buku yang merupakan hasil dari demokrasi dan mewacanakan penelitian sezaman. Sementara untuk sumber penyelenggaraan pemilu. Ketika partai-partai sekunder berupa jurnal, saya mendapatkannya politik telah berdiri, mereka menjalankan dari hasil pencarian saya di internet dan di fungsinya dalam sistem parlementer yang perpustakaan-perpustakaan online. menggantikan sistem sebelumnya, yakni sistem Setelah tahap heuristik, saya masuk ke presidensil. Sistem parlementer meniscayakan tahap selanjutnya yakni kritik sumber. Dalam partai-partai politik hadir di tengah perpolitikan tahap ini saya melakukan pemilahan sumber Indonesia kala itu. Pengaruh partai politik juga mana yang relevan untuk digunakan dan mana sangat kuat dalam pemerintahan seiring dengan yang tidak. Dalam metode penelitian sejarah, sistem parlementer yang dijalankan berdasarkan kegiatan ini disebut dengan kritik internal. Maklumat Pemerintah 14 Nopember 1945. Setelah melakukan kritik sumber, tahap Berdasarkan sistem parlementer, pemerintahan selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi dijalankan oleh kabinet yang dipimpin oleh adalah kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang seorang Perdana Menteri. Pembentukan kabinet telah diseleksi di tahap sebelumnya. Setelah dilakukan dengan persetujuan KNIP sebagai melalui tiga tahap tersebut, tahap terakhir adalah parlemen Indonesia saat itu. Bahkan, menteri historiografi atau penulisan sejarah yang sebagai satu kesatuan kabinet maupun secara akhirnya tersaji dalam tulisan ini. sendiri-sendiri bertanggungjawab kepada KNIP. KNIP menentukan pembentukan dan jatuhnya HASIL DAN PEMBAHASAN kabinet (Noer dan Akbarsyah, 2005:133). Kondisi Sosial Politik Indonesia 1950-1955: Sebuah Panggung Bagi Partai-Partai Politik PNI dalam Panggung Politik Nasional Untuk Menjaring Massa Menjelang Pemilu 1955 Periode 1950an, terutama masa sebelum tahun Kiprah PNI dalam panggung politik 1959 atau yang lebih dikenal sebagai periode nasional era 1950-an meninggalkan catatan- “Demokrasi Parlementer” merupakan masa- catatan baik dan buruk. Pada kesempatan masa ketika Indonesia sebagai negara baru pertama mereka menduduki kursi Perdana sedang meraba-raba perwujudan demokrasi di Menteri dengan salah satu wakilnya yakni masa depan. Sebab, sejak proklamasi , PNI tidak memiliki prestasi yang bagus. kemerdekaan, gambaran tentang masa depan Banyak kendala yang membuat partai ini harus demokrasi itu masih belum menentu. Maka tak mengakui catatan buruknya. Dari sekian heran jika di periode Demokrasi Palementer, permasalahan yang dihadapi Kabinet Wilopo, terutama masa-masa sebelum Pemilu 1955 Peristiwa 17 Oktober 1952 dan kasus agraria di diselenggarakan, banyak bermunculan peristiwa- Sumatera Utara mungkin menjadi dua peristiwa politik yang tegang. Peristiwa-peristiwa permasalahan yang paling disorot oleh publik politik yang terjadi di masa-masa sebelum dan menggoyahkan kabinet ini, meski Pemilu 1955 itu, sedikit-banyak mempengaruhi permasalahan-permasalahan lain—selain dua peta kekuatan politik di Indonesia (Compton, permasalahan yang telah disebutkan 1993). sebelumnya—sebenarnya juga menjadi

64

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71 permasalahan yang serius bagi Kabinet Wilopo misalnya saja kampanye tentang land reform seperti misalnya dengan munculnya gerakan- (Firdausi, 2017:4-5). Dalam beberapa gerakan separatisme di tingkat daerah. kesempatan, di tengah dinamika sosial-politik Sebenarnya, insiden 17 Oktober tersebut Indonesia tahun 1950-an, PKI menampilkan diri menyasar Parlemen, akan tetapi secara otomatis sebagai wujud aktualisasi ideologi partai dan kasus ini tentu juga berdampak pada goyahnya upaya menjaring massa. Sejak meletusnya kabinet. Keadaan kabinet yang sedang goyah Perang Korea, tingkat kemakmuran merosot tersebut kemudian ditimpa kembali dengan tajam, masa-masa yang relatif sulit memukul permasalahan tanah di Sumatra Utara atau yang petani, buruh perkebunan, dan “karyawan dikenal dengan Peristiwa Tanjung Morawa. perusahaan-perusahaan nasional”. Kebijakan Sebuah mosi tidak percaya atas program PKI hanyalah menampilkan diri sebagai sahabat distribusi tanah di Sumatera Utara diajukan ke yang andal bagi ketiga kelompok itu, dan Parlemen oleh Sidik Kertapati. Ketika Komite menggambarkan bahwa semua kesulitan Sentral PNI memutuskan mendukung prinsip- ekonomi sumbernya adalah rencana busuk para prinsip umum mosi Kertapati, Masyumi kapitalis asing dan pemerintah Indonesia yang mengumumkan bahwa ia akan menarik menteri- tersandera. Dengan demikian dapat dilihat menterinya dari kabinet. Keadaan yang bahwa apa yang dilakukan PKI tersebut adalah demikian semakin membuat Kabinet Wilopo wujud aktualisasi ideologi partai dan secara tidak mendekati kejatuhan, akhirnya pada 4 Juni 1953 langsung dapat menjaring massa. Dalam konflik mimpi buruk itu benar-benar terjadi dan kabinet tanah Sumatera Utara (Tanjung Morawa) menyerahkan mandatnya (Compton, 1993:3-49). misalnya, kaum komunis mampu memimpin PNI kembali masuk ke dalam kabinet perlawanan terhadap pemerintah melalui ketika salah satu tokohnya yakni Ali organisasi-organisasi “front”-nya dan berkat Sastroamijoyo menjadi Perdana Menteri pada program agraria yang terumus baik. (Compton, tahun 1953 menggantikan Burhanuddin 1993:35). Harahap dari Masyumi. Pada era kepemimpinan Ali, Masyumi tidak masuk dalam susunan Partai NU dalam Panggung Politik Nasional kabinet. Hal ini memunculkan asumsi bahwa Menjelang Pemilu 1955 pertentangan antara dua partai ini tajam. Dinamika politik tahun 1950an yang Pertentangan ini akan semakin jelas terlihat penuh dengan ketegangan, NU cukup dapat ketika kedua partai ini saling serang dengan cara dilihat di permukaan. Sebagai kekuatan baru memutar isu kegagalan program kerja kabinet yang memiliki basis massa Islam di pedesaan, lawan dan membanggakan keberhasilan program NU cukup diperhitungkan keberadaannya oleh kerja kabinet masing-masing. Perseteruan ini partai-partai lain dalam menggalang kekuatan. terjadi hingga menjelang pemilu 1955 Dari sana sebenarnya, NU cukup mendapat diselenggarakan. Perseteruan kedua partai ini panggung untuk menunjukkan bahwa NU telah merupakan upaya mereka masing-masing untuk benar-benar siap menghadapi panasnya membangun citra di masyarakat sebagai panggung politik nasional waktu itu. Paling tidak persiapan menghadapi Pemilu 1955 (Feith, secara perlahan, NU telah mengikis pandangan 1999). skeptis dan keraguan publik yang menganggap NU tidak cakap dalam urusan politik karena PKI dalam Panggung Politik Nasional sifatnya yang dikenal konservatif—pandangan Menjelang Pemilu 1955 semacam ini terutama muncul dari golongan Sebagai suatu partai yang memimpikan Islam modernis (pembaharu), yang membuat memiliki basis pada masyarakat petani, sudah NU kecewa dan memutuskan untuk menjadi semestinya apabila kebijakan-kebijakan PKI partai sendiri. dibumikan pada tuntutan-tuntutan dan Struktur Kabinet kebutuhan-kebutuhan masyarakat petani, (PNI), yang tidak satu pun terisi oleh wakil dari

65

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71

Masyumi, NU ditarik dan dijatah tiga kursi Seperti halnya partai-partai lain, Masyumi dalam kabinet, yakni Wakil Perdana Menteri, juga bersitegang dengan lawan-lawan politiknya. Kementrian Agama dan Kementrian Pertanahan Masyumi paling sering bertentangan dengan (Compton, 1993: 42). Terlepas dari apakah PNI, selain juga dengan PKI. Pertentangan- struktur kabinet tersebut merupakan wujud dari pertengan dengan PNI dan PKI turut menjadi pertentangan dan sentimen antara PNI dan faktor penentu isi kampanye Masyumi, dan Masyumi atau tidak, yang jelas ini dapat menjadi masalah yang paling sering diputar adalah isu bukti bahwa NU juga diperhitungkan meski dasar negara serta peran Islam dalam negara. dianggap partai kecil dan konservatif. Selain itu yang tidak kalah penting adalah antara Nampaknya, NU menjadi partai yang mudah Masyumi dan PNI saling memutar isu kinerja menerima ajakan kerja sama dengan partai kabinet. Masyumi sering mengemukakan apapun. Sejak menjadi partai politik, NU selalu kegagalan-kegagalan kinerja kabinet Ali dari PNI masuk dalam susunan kabinet meski tengah khusunya dalam sektor ekonomi sembari terjadi polarisasi politik yang cukup panas. NU menunjukan capaian-capaian baik Kabinet juga nampaknya dapat mengendalikan sentimen- Burhanuddin Harahap, salah satunya adalah sentimen pribadi dan dendam masa lalunya segera terealisasinya rencana Pemilu 1955 di dengan partai lain. Sikap NU yang demikian masa jabatan Burhanuddin Harahap. Jika sudah menurut pandangan penulis adalah upaya untuk demikian, giliran Masyumi mendapat serangan menjaga eksistensi NU sebagai partai politik dari PNI dan PKI yang mengangkat isu dengan tetap membawa karakteristik dan kelangkaan garam, kenaikan harga beras dan ideologinya. Seperti apa yang kita ketahui minyak goreng pada pekan-pekan menjelang sebelumnya, bahwa dalam susunan Kabinet Ali, Pemilu 1955 diselenggarakan (Feith, 1999:15- NU ada di dalamnya. Dalam susunan kabinet 28). tersebut, terdapat beberapa orang dari sayap kiri. Hal ini membuat NU mendapat serangan Kampanye di Kota Semarang tuduhan sebagai partai “kafir” yang berhembus Kendatipun kejadian-kejadian di Jakarta (pusat) di tingkat daerah, meski tidak membawa dampak sangat tegang, namun partai-partai politik tidak besar bagi eksistensi NU. Tuduhan tersebut melupakan kerja-kerja untuk menyebarluaskan segera ditangkis oleh NU lewat klarifikasi dari pengaruhnya di tingkat daerah. Artinya, anggota PBNU ketika rapat umum di Solo sepanjang menyangkut upaya menarik suara (Suara Merdeka, 9 Maret 1955). pemilih sebanyak-banyaknya, kegiatan partai tingkat elite di Jakarta tidak penting artinya, Masyumi dalam Panggung Politik Nasional kecuali jika kegiatan itu dapat menjadi pedoman Menjelang Pemilu 1955 dan sumber kekuatan bagi kampanye partai Sebagai partai yang dianggap besar, bersangkutan di tingkat yang lebih rendah (Feith, Masyumi memiliki orang-orang yang dapat 1999:29). Meskipun tiap partai politik berupaya menempati posisi strategis dalam struktur menjaring masa dengan cara menyerang lawan kabinet di era Demokrasi Parlementer. Dua politiknya dengan isu-isu yang dapat kabinet pertama di era Demokrasi Parlementer menjatuhkan, kondisi sosial-politik di tiap dikepalai oleh orang Masyumi yang sangat daerah serta latar belakang sejarah tiap daerah berperan, yakni Natsir dan Sukiman. Keduanya yang berbeda-beda juga menjadi unsur yang kuat adalah Perdana Menteri yakni pada Kabinet dan menentukan peta politik di daerah tersebut. Natsir (1950-1951) dan Kabinet Sukiman (1951- Ideologi dan wacana yang diusung suatu partai 1952). Kemudian pada 1955, Masyumi kembali politik yang bertolak belakang dengan latar mendapat posisi strategis di kabinet dengan belakang sejarah, kondisi sosial-politik, dan menjabatnya salah satu kadernya, yakni kultur kebudayaan tidak akan memiliki daya Burhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri pikat kuat terhadap masyarakat daerah tersebut. (Compton, 1993). Hal ini juga terjadi di Kota Semarang.

66

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71

Kota Semarang mempunyai perjalanan Semarang, direspon dengan cepat oleh anggota- sejarah yang banyak melibatkan pergerakan anggota PNI cabang Semarang dengan buruh sejak masa kolonial. Latar belakang mengadakan pertemuan untuk membicarakan sejarah ini berpengaruh terhadap kondisi sosial- langkah kerja dan strategi dari PNI. Realisasi politik Semarang di masa-masa selanjutnya. dari respon tersebut misalnya adalah Pada akhirnya hal ini membuat struktur pembentukan anak ranting di Kelurahan masyarakat dan basis kultur masyarakat Kota Mlatiharjo oleh PNI cabang Semarang dalam Semarang banyak didominasi oleh kaum buruh. suatu pertemuan pada 1 September 1954 di Hal ini tentu juga berpengaruh terhadap peta Asrama Kaligawe Semarang (Dewantarina, kekuatan politik di Kota Semarang yang akan 2012: 74). Kaligawe adalah sebuah daerah di berpengaruh juga terhadap cara dan strategi Kota Semarang yang secara geografis dekat kampanye partai-partai politik dalam dengan pesisir. PNI cabang Semarang mungkin menghadapi Pemilu 1955. menyadari bahwa daerah yang dekat dengan pesisir bukanlah daerah basis massa yang kuat Kampanye PNI di Kota Semarang bagi mereka. Daerah pesisir di Kota Semarang Menurut Cribb dan Kahin (Ahmad, 2016: adalah daerah yang didominasi oleh buruh 54) menyebut Partai Nasional Indonesia (PNI) pelabuhan yang merupakan basis massa PKI. sebelum pelaksanaan pemilihan umum dianggap Dengan demikian dapat dilihat bahwa PNI sebagai partai terbesar kedua. Selama revolusi cabang Semarang benar-benar menerapkan partai ini berkembang luas berlandaskan strategi politik PNI dengan membentuk kantong- dukungan terutama dari elit administratif dan kantong dukungan di daerah yang minim dari abangan kaum tani pada Jawa dan pendukung. Dengan harapan, mereka dapat mengandung satu jangkauan luas dengan sudut merasuk dan merebut massa partai lain di daerah pandang ideologis. PNI memiliki padangan tersebut. utama yakni Marhaen atau “nasionalisme Selain gencar membentuk kantong- proletar”. Dalam perjalanannya, partai ini selalu kantong dukungan di daerah-daerah yang mengusung dan membawa ideologi ditentukan, PNI juga gencar melakukan Marhaenisme untuk menarik hati rakyat. penyebaran wacana dan ideologi lewat media Pemilihan Marhaenisme sebagai ideologi partai massa. Dalam terbitan Suluh Indonesia tanggal 14 dan core frame kampanye adalah langkah yang September 1955, memuat iklan yang bertuliskan: politis, sebab ideologi ini memiliki daya pikat “Menusuk kepala banteng dalam segitiga, berarti yang kuat di masyarakat. Selain karena ideologi menuju masyarakat sama rata, sama bahagia”. ini digadang-gadang dapat membawa Indonesia Dua hari menjelang diselenggarakannya Pemilu ke arah yang lebih baik karena dianggap sesuai 1955 untuk pemilihan parlemen, PNI memuat dengan alam kebudayaan masyarakat Indonesia iklan-iklan di media massa. Di Suluh Indonesia khususnya wong cilik, ideologi ini juga lekat edisi 27 September 1955, PNI memuat iklan yang dengan nama . bertuliskan: “Menusuk kepala banteng dalam Di Semarang, PNI memilki strategi segitiga berarti memilih Front Marhaenisme tersendiri untuk memikat hati masyarakat Kota yang anti kapitalisme dan imperialisme”. Anti Semarang. Strategi politik yang dimiliki PNI kapitalisme dan imperialisme adalah wacana yaitu: (1) Menyuarakan Ideologi Marhaenisme, yang sering didengungkan oleh PNI selain (2) Memikat hati masyarakat dengan Sukarno, Marhaenisme dan kedekatan kultural dengan (3) Mengadakan pertemuan kelompok di tempat Sukarno. Hal ini tidak terlepas dari keadaan yang pendukungnya sedikit, (4) Pada waktu politik 1950-an yang menduga banyak unsur pemilihan sudah dekat, akan diadakan ronda yang masih mendukung atau pro terhadap malam dan mengingatkan masyarakat untuk kolonialisme dan imperilisme. Dengan ini, PNI memilih PNI (Dewantarina, 2012: 73-74). tampil dengan membawa slogan yang memuat Dibentuknya panitia pemilihan umum di anti-tesis dari itu. Selain di Suluh Indonesia yang

67

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71 merupakan media massa milik PNI, PNI juga PKI adalah suatu langkah politis untuk menarik memuat iklan di surat kabar Suara Merdeka simpati hati rakyat. Secara tidak langsung, PKI dengan gambar yang sama selama dua hari sedang membentuk frame di hadapan publik berturut-turut, yakni pada edisi 26 dan 27 bahwa ia adalah partai untuk rakyat. September 1955. Iklan tersebut memuat tanda Selain golongan petani dan buruh, gambar PNI yang sedang ditusuk dan beberapa organisasi juga dikenal dekat dan bertuliskan: “Berarti: Mempertahankan Bung dianggap berafiliasi dengan PKI, yakni salah Karno sebagai Presiden, Mempertahankan satunya adalah Gerakan Wanita Indonesia Pantja Sila sebagai Dasar Negara R.I, Rakjat (Gerwani). Di tingkat daerah, organisasi- hidup tentram dan makmur, Pengaruh organisasi yang berafiliasi dengan partai juga Imperialisme asing lenjap dari Indonesia, bergerak selain memang untuk kegiatan dan Masjarakat sama rata sama bahagia akan program kerja organisasi, secara tidak langsung terlaksana” (Suara Merdeka, 26 dan 27 September kegiatan-kegiatan mereka juga menjadi nilai jual 1955). tersendiri untuk menarik massa. Hal ini juga dilakukan oleh Gerwani. Di Semarang, tepatnya Kampanye PKI di Semarang di Desa Djangli Semarang Timur, Gerwani Sejak masa kolonial, PKI telah dikenal mendirikan kursus pemberantasan buta huruf sebagai organisasi yang mempunyai kedekatan utuk wanita, kursus kerajinan tangan, dll (Suara kultural dengan golongan petani dan buruh. Merdeka, 4 Januari 1955). Selain mengadakan Dalam beberapa perisitiwa yang kegiatan-kegiatan sosial, Gerwani juga seringkali mempertentangkan antara pemerintah kolonial memberi rekomendasi kebijakan dan desakan- dan rakyat, yang berkisar pada masalah-masalah desakan kepada pemerintah daerah yang isinya agraria dan eksploitasi tenaga kerja, PKI hampir seputar aspirasi rakyat. Di Semarang, hasil selalu muncul dan berada di belakang rakyat konferensi Gerwani Semarang Utara untuk melawan kesewenang-wenangan menghasilkan beberapa desakan kepada pemerintah kolonial. Hal ini yang membuat PKI pemerintah yang isinya antara lain adalah: hidup di kalangan petani dan buruh dan mendesak kepada yang berwajib untuk mengikat mereka menjadi basis massa PKI. mempercepat dilaksanakannya penyaringan air Dalam menghadapi pemilu 1955, PKI tetap dari Kaligarang hingga dapat mencukupi mencitrakan diri sebagai partai yang dekat kebutuhan umum, memperluas aliran-aliran dengan golongan petani dan buruh. Marxisme listrik di kampung-kampung secara luas, adalah landasan dan ideologi yang diusung oleh mengadakan pembatasan dan larangan partai ini. Maka tak heran jika Core frame yang pemutaran film cabul dan pemutaran bioskop dibawa PKI di hadapan publik adalah masalah pada siang hari, dan pemutaran lagu-lagu rakyat. Di banyak kampanyenya, kata “rakyat” Indonesia di gedung-gedung bioskop (Suara menjadi satu faktor yang melingkupi wacana Merdeka, 2 Maret 1955). Kegiatan-kegiatan kampanyenya dan janji serta program yang sosial semacam itu yang digerakkan oleh ditawarkan. Hal ini jelas tampak dari pemilihan Gerwani secara tidak langsung memberi dampak nama surat kabar milik PKI yang digunakan positif terhadap PKI. Besar kemungkinan, PKI sebagai media kampanye dan alat gerak partai, juga mengantongi massa dari kegiatan-kegiatan yakni Harian Rakjat dan Fikiran Rakjat (Ahmad, semacam itu. 2016: 55). Selain itu, PKI juga menggunakan kata “rakyat” untuk semboyan partai, Kampanye NU di Semarang yakni:“PNI partai priyayi, Masyumi dan NU Sadar akan basis kulturalnya, NU banyak partai santri, tetapi PKI partai rakyat”. memusatkan kegiatan kampanyenya dengan Semboyan ini digunakan sangat luas di daerah- pendekatan agama dan hal-hal yang berbau daerah (Feith, 1999:22). Pemilihan kata kultur dan tradisi pesantren. Maka pesantren- “rakyat” dalam wacana-wacana yang dibawa pesantren menjadi tempat yang efektif untuk

68

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71 menyebarluaskan pengaruh partai. Pola kesan kepada massa bahwa NU adalah partai hubungan antara kyai atau pemuka agama yang mewakili harapan-harapan mereka. dengan masyarakat baik santri maupun bukan juga menjadi hal yang diperhatikan NU untuk Kampanye Masyumi di Semarang keperluan ideologisasi partai dan meraih massa. Pemilu 1955, seperti halnya partai-partai lain, Maka tak heran jika ada beberapa nama besar Masyumi juga gencar melakukan kampanye- kyai NU yang menjadi corong suara partai antara kampanye di berbagai tingkat. Core frame yang lain adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Bisri digunakan oleh masyumi dalam menyampaikan Mustofa dari Rembang, K.H.A. Chaliq, H. Idam wacana-wacana kampanyenya adalah Islam. Chalid, K.H.M. Dachlan, H. Saefudin Zuhri, Islam yang dimaksud di sini adalah Islam yang dan sebagainya (Putra, 2010:93). Di tingkat bersifat modernis. Hal ini karena basis massa dari daerah, NU sering mengadakan pengajian- Masyumi adalah kalangan santri perkotaan. pengajian yang isinya memuat tentang masalah Namun demikian, isu ini justru digunakan agama dan kebangsaan. Terlepas pengajian- lawan-lawan politik dari Masyumi untuk pengajian ini adalah bentuk kampanye yang menjatuhkan Masyumi bahwa Masyumi digencarkan oleh NU atau tidak, namun sedikit merupakan partai yang menghendaki perubahan banyak kegiatan tersebut dapat memberi kesan di menjadi negara Islam. Oleh karena itu, dalam masyarakat terhadap NU. Disadari atau tidak, tiap melontarkan wacana dalam kampanye pengajian-pengajian tersebut baik di tingkat Masyumi juga selalu mengaitkan bahwa kabupaten/kota maupun di tingkat yang lebih perjuangan Masyumi juga untuk tegaknya rendah adalah sarana NU yang efektif untuk proklamasi (Ahmad, 2016: 56). merawat basis massa. Persiapan menghadapi Pemilu 1955, Selain giat dalam meyelenggarakan Masyumi memperkuat kantong-kantong pengajian-pengajian dan hal-hal teknis untuk kekuatan di daerah-daerah. Hal ini dilakukan persiapan pemilu 1955, NU juga gencar untuk merawat massa di daerah-daerah, selain mengadakan rapat umum di daerah-daerah. Di terus melakukan kerja-kerja organisasi di tingkat Kota Semarang, Zainul Arifin sebagai orang pusat. Di Semarang, anak cabang Masyumi terus partai berpidato di hadapan simpatisan dan melakukan pembaruan dalam tubuhnya untuk pendukung NU di Alun-alun Utara Kota mengakomodasi ide-ide anggotanya. Masyumi Semarang. Ia berpidato tentang konsepsi Anak Cabang Semarang Tengah misalnya, perekonomian dan moneter yang disapkan oleh mereka melakukan perombakan pengurus. NU (Suara Merdeka, 6 Juni 1955). Konsepsi (Suara Merdeka, 14 Januari 1955) Hal ini tentu tersebut merupakan respon atau tanggapan NU bukan tanpa sebab, perombakan ini tentu terhadap surat terbuka Dr. Halim kepada dimaksudkan untuk memilih orang-orang yang Presiden Sukarno. NU akan mengajukan suatu berkompeten untuk semakin memperkuat kerja konsepsi perekonomian dan moneter untuk organisasi di Semarang, mengingat sengitnya memecahkan masalah-masalah yang sedang pertarungan wacana di daerah-daerah termasuk dihadapi Indonesia kala itu. Dengan pidato di Semarang. Zainul Arifin dalam rapat umum NU di Kota Semarang itu diharapkan NU mendapat citra Hasil Pemilu 1955 Di Kota Semarang sebagai partai yang peduli dengan masalah- Hasil resmi secara nasional, di Kota Semarang masalah yang sedang dihadapai Indonesia di era hasil resmi juga menempatkan “empat partai 1950-an, terutama kaitannya dengan substansi besar” di peringkat empat besar. Hanya saja yang disampaikan Dr. Halim dalam surat urutan partainya berbeda. Di Kota Semarang terbukanya kepada presiden. NU sedang posisi pertama atau puncak bukan ditempati oleh mencoba menampilkan diri dan memberi solusi PNI melainkan PKI. PNI berada di satu tingkat atas masalah-masalah perekonomian. Secara di bawah PKI kemudian disusul oleh NU lalu tidak langsung, NU tampil dengan memberi Masyumi. Empat partai ini memperoleh 80%

69

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71

dari seluruh total suara yang masuk. Berikut bencana karena aksinya dalam Peristiwa Madiun adalah tabel empat besar hasil resmi pemilu 1955 1948. Hal ini membuat PKI mesti bekerja lebih di Kota Semarang untuk parlemen. keras untuk mengembalikan citranya. Disamping itu, pada saat menjelang Pemilu 1955, di tingkat Tabel 1. Hasil Pemilu 1955 di Kota Semarang nasional maupun daerah, PKI banyak Kota PKI PNI NU Masyumi mendapatkan serangan-serangan dari lawan Semarang politiknya, yang tentu sedikit banyak akan Semarang 20.592 4.669 4.734 1.939 Barat berpengaruh terhadap image PKI di masyarakat. Semarang 16.549 2.983 3.912 1.266 PKI memang memberi counter kepada lawan- Tengah Semarang 25.030 4.734 4.641 1.798 lawan politikya, namun jika mengingat serangan Utara itu datang dari banyak partai politik, rasanya Semarang 23.713 5.049 4.193 825 Timur counter yang dilakukan PKI tidak berdampak Semarang 11.268 4.050 1.433 579 signifikan. Di samping itu, di era 1950-an, tidak Selatan ada Perdana Menteri yang merupakan kader dari Presentase (%) 54% 12% 10,5% 3,5% Total Suara 97.152 21.485 18.913 6.407 PKI. Sumber: KPU Kota Semarang Meski PKI mendapatkan kenyataan- kenyataan di atas, namun faktanya PKI dapat Dari tabel di atas, nampaknya apa yang menjadi pemenang Pemilu 1955 di Kota menjadi asumsi para pengamat politik pada saat Semarang dengan meraih suara lebih dari 50%. itu sebagaimana yang ditulis Feith dalam Mengapa hal ini terjadi? Seperti yang telah bukunya yang berjudul Pemilihan Umum 1955 di diungkapkan sebelumnya bahwa selain Indonesia bahwa dalam pemilihan umum 1955 kampanye, ada faktor lain yang membuat PKI akan terjadi perimbangan kekuatan partai adalah keluar sebagai peraih suara terbanyak di Kota asumsi yang meleset. Baik di tingkat nasional Semarang. Pertama, latar belakang historis Kota maupun di Kota Semarang, hasil pemilihan Semarang. Semarang adalah daerah dimana PKI umum 1955 untuk parlemen benar-benar tidak lahir, tumbuh, dan berkembang. Di Semarang menggambarkan perimbangan kekuatan, justru lah PKI memulai semuanya sejak masa kolonial, sebaliknya hasil pemilihan umum 1955 sehingga tek menjadi sebuah keheranan jika Kota menunujukan adanya ketimpangan kekuatan Semarang menjadi basis PKI. Kedua, kondisi yang dalam. Di Kota Semarang, pemenang atau sosial-politik Kota Semarang. Pada masa peroleh suara terbanyak yakni PKI, meraih suara kolonial, Semarang mengalami industrialisasi lebih dari 50%. Sedangkan peringkat dua saja— yang sangat pesat. Hal ini membuat Kota PNI—terpaut jauh dengan hanya meraih suara Semarang dihuni banyak buruh, selain juga 12%. petani. Industrialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial tersebut menimbulkan SIMPULAN banyaknya praktik eksploitasi tenaga kerja dan Pengaruh kampanye yang dilakukan partai- terciptanya kesenjangan sosial. Dengan keadaan partai politik terhadap hasil pemilihan umum yang demikian, PKI muncul sebagai wadah tentu saja ada. Namun ada faktor lain yang juga untuk melawan praktik eksploitasi tersebut. turut mempengaruhi hasil pemilihan umum 1955 Kemudian, PKI beberapa kali melakukan baik nasional maupun daerah, yakni latar pemogokan besar-besaran yang merepotkan belakang historis dan kondisi sosial-politik. Kita pemerintah kolonial. Kondisi sosial-politik Kota bisa melihatnya dari kasus Pemilu 1955 di Kota Semarang ini membuat PKI dan semangat yang Semarang yang mengeluarkan PKI sebagai diusungnya hidup dan berkembang di kota ini. pemenang di Kota Semarang. Perlu diingat, Dua faktor inilah yang turut memberi pengaruh bahwa PKI adalah partai yang paling tidak terhadap hasil pemilihan umum 1955 di Kota diuntungkan keadaannya saat menjelang Pemilu Semarang. 1955. Sebab, pada tahun 1948 PKI mendapat

70

Nanang Rendi Ahmad, dkk / Journal of Indonesian History 8 (1) (2019); pg. 62-71

DAFTAR PUSTAKA Surat Kabar “Masjumi Anak Tjabang Semarang Tengah”. 1955. dalam Suara Merdeka 14 Januari 1955. “Hasil Konperensi Gerwani Semarang Utara”. 1955. dalam Suara Merdeka 2 Maret 1955. “NU Siapkan Konsepsi Perekonomian dan Monetair”. 1955. dalam Suara Merdeka 6 Juni 1955. Suluh Indonesia 14 September 1955. Suara Merdeka 26 September 1955. Suara Merdeka 27 September 1955. Suluh Indonesia 27 September 1955.

Artikel, Buku, Jurnal, dan Skripsi Ahmad, Tsabit Azinar. 2014.“Sarekat Islam dan Gerakan Kiri di Semarang 1917-1920” dalam Jurnal Sejarah dan Budaya. Tahun Kedelapan, No.2. ------. 2016. “Kampanye dan Pertarungan Politik di Jawa Tengah Menjelang Pemilihan Umum 1955” dalam Jurnal Paramita Vol. 26, No.1. Compton, Boyd. R. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Jakarta: LP3S. Dewantarina, Aryani. 2017.“Partai Nasional Indonesia pada Pemilihan Umum 1955” dalam Journal of Indonesian History Vol. 1, No. 2. Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: KPG. Firdausi, Fadrik Aziz. 2017. Njoto: Biografi Pemikiran 1951-1965. Tangerang Selatan: Marjin Kiri. Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. : Tiara Wacana. Kusuma Putra, Khanifan. 2010. “Perang Wacana Kampanye Partai Politik di Media Massa pada Pemilihan Umum 1955 (Studi Kasus PNI, PKI, Masyumi, dan NU di Jawa Tengah)”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Noer, Deliar & Akbarsyah. 2005. KNIP: Komite Nasional Indonesia Pusat, Parlemen Indonesia 1945-1950. Jakarta: Yayasan Risalah. Wasino dan Endah Sri Hartatik. 2018. Metode Penelitian Sejarah: Dari Riset Hingga Penulisan. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.

71