LAPORAN KINERJA

PUSAT UNGGULAN IPTEKS POLTEKKES KEMENKES BENGKULU PENANGGULANGAN STUNTING BERBASIS KESEHATAN IBU DAN ANAK (PUSTING-KIA) TAHUN 2020

KEMENTERIAN KESESEHATAN RI POLITEKNIK KESESEHATAN BENGKULU TAHUN 2020

1

ABSTRAK

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya anak balita pendek (Stunting). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 dan 2013, dan Pemantauan Status Gizi Tahun 2015 dan 2017, menunjukan prevalensi stunting masih tinggi dan tidak menurun mencapai batas ambang WHO. Riskesdas Tahun 2010 mencapai 35,6% dan Tahun 2013 mencapai 37,2 % (Balitbangkes, 2013) serta Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2015 (29.0%) dan Tahun 2017 (29,6 %). Pengembangan Pusat Unggulan IPTEKS Poltekkes Kemenkes ini diajukan berdasarkan Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Instruksi Kepala Badan PPSDM Kes Kemenkes RI No. DP.03.01/3000716/2017 tanggal 28 Februari 2017 sebagai cikal bakal terbentuknya PUI-PK atau Center of Excellence pendidikan tinggi tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil revivew tim penilai dari Institut Teknologi pada tanggal 15 Mei 2019 Poltekkes Kemenkes Bengkulu dinyatakan memenuhi syarat untuk mendirikan PUI PK dengan skor 847.67. Kemudian Kelembagaan PUI PK Poltekkes Kemenkes Bengkulu di tetapkan berdasarkan surat keputusan kepala badan PPSDM Kesehatan RI Nomor HK.02.02/III/0519/2020 tanggal 31 Maret 2021 maka PUI PK Poltekkes kemenkes Bengkulu resmi ditetapkan dengan tema Pusat Unggulan Ipteks Penanggulangan Stunting Berbasis kesehatan Ibu dan Anak. Anggota tim CoE berasal dari berbagai disiplin ilmu kesehatan yang akan melakukan kajian-kajian yang berkaitan dengan stunting. Pemilihan unggulan stunting ini dikarenakan faktor yang berpengaruh terhadap stunting adalah asupan zat gizi yang dipengaruhi oleh perawatan anak dan ibu sepanjang daur kehidupan melalui persiapan remaja putri sebagai calon pengantin, pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui pemberian ASI Ekslusif, penyediaan lingkungan sehat, MP ASI berkualitas, makanan yang cukup dan berkualitas serta perilaku hidup bersih dan sehat.

2

DAFTAR ISI

JUDUL ...... 1

ABSTRAK ...... 2

DAFTAR ISI ...... 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 4

BAB II TUJUAN VISI MISI LOGO A. Tujuan ...... 8 B. Visi ...... 8 C. Misi ...... 8 D. Logo ...... 8 BAB III CAPAIAN KINERJA TAHUN 2020 A. Target Kinerja Dan Capaian Kinerja……………………………. 10 B. Capacity Building ...... 11 C. Kelembagaan PUI-PK ...... 12 D. Unggul Akademik ...... 12 E. Unggul Dampak Luaran ...... 18

LAMPIRAN ...... 24

3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting termasuk masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan motorik terlambat, dan terhambatnya pertumbuhan mental (Purwandini, 2013). Balita stunting cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga berisiko mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih sering absen (Yunitasari, 2012), mengalami penurunan prestasi akademik yang selanjutnya akan berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (Unicef, 2013; Unicef , 2013). Balita stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual (Picauly & Toy, 2013), produktivitas rendah (Anugraheni, 2013), lebih rentan terhadap penyakit tidak menular (Unicef Indonesia, 2013) dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang (Picauly & Toy, 2013; WHO, 2013; Crookston et al, 2013). Stunting juga meningkatkan risiko obesitas, karena orang dengan tubuh stunting berat badan idealnya juga rendah.Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menjadikan Indeks Massa Tubuh (IMT) orang tersebut naik melebihi batas normal (Hoffman et al., 2000; Timaeus, 2012). Berdasarkan Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Instruksi Kepala Badan PPSDM Kes Kemenkes RI No. DP.03.01/3000716/2017 tanggal 28 Februari 2017 telah membentuk cikal bakal PUI-PK atau Center of Excellence pendidikan tinggi tenaga kesehatan. Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor: 316 DINKES Tahun 2018 tentang Pembentukkan Kelompok Kerja Daerah Skrining Bayi Baru Lahir Provinsi Bengkulu merupakan salah satu bentuk dukungan kebijakan

4

Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam penanggulangan stunting melalui skrining hipertiroid congenital. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui program Scalling-Up Nutrition Movement (SUN Movement) melakukan intervensi yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan untuk mencegah dan menanggulangi masalah gizi termasuk stunting (SUN, 2012).Pemerintah Indonesia juga menjadi bagian SUN Movement dengan membuat kebijakan gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang diperkuat dengan Peraturan Presiden RI No. 42 tahun 2013.Komite SUN Inggris merekomendasikan intervensi yang spesifik dan intervensi sensitif.Intervensi spesifik, berupa tindakan atau kegiatan yang ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK, bersifat jangka pendek dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, seperti imunisasi, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil dan PMT balita, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen tablet besi-folat ibu hamil, promosi ASI Eksklusif, Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan sebagainya. Sedangkan intervensi sensitif adalah kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan, berupa penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif bersifat langgeng (sustainable) dan jangka panjang (Department for International Development, 2011). Berbagai upaya sensitif dan spesifik telah dilakukan untuk perbaikan gizi ibu hamil, bayi dan balita namun kenyataannya masalah stunting masih tinggi (SUN, 2012). Hal ini dikarenakan keterlibatan para pemangku kepentingan dalam mengatasi ketidaksetaraan sosial dan kesehatan sambil menerapkan intervensi sensitive untuk mengatasi stunting anak masih mengalami banyak kendala seperti masalah biaya yang besar, infra stuktur, kebijakan politis, pendidikan yang rendah serta status ekonomi. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara faktor demografi dengan kejadian stunting. Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih

5 rendah cenderung memiliki anak yang terhambat dan kurang dapat memperoleh informasi spesifik tentang stunting. Ibu dengan penghasilan rendah dan tingkat pendidikan yang rendah kemungkinan mengalami lebih banyak kesulitan dalam mendapatkan makanan yang cukup, bergizi dan beragam (WHO 2018). Berdasarkan adanya kelemahan dari intervensi sensitif berupa kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan, berupa penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain maka Poltekkes Kemnekes Bengkulu akan mengembangkan Pusat Unggulan Institusi penangulangan stunting berbasis Kesehatan Ibu dan Anak. Dalam pusat unggulan ini kami menekankan intervensi penggulangan stunting pada intervensi spesifik berbaisis kesehatan ibu dan anak, karena ibu merupakan orang yang lansung berkaitan dengan anak sepanjang daur kehidupan sehingga kesehatan ibu perlu diperhatikan.

Kami memfasilitasi ibu-ibu dalam mengembangkan pengetahuan dapat meningkatkan kualitas makanan yang dikonsumsi, memilih makanan yang bergizi dari lingkungan sekitar sehingga sesuai dengan standar kesehatan. Selain itu memberikan pengetahuan pada ibu tentang penyakit penyakit yang dapat meningkatkan risiko stunting, memfasilitasi pendidikan kelas ibu, pendidikan tentang konsumsi air bersih yang sesuai standar kesehatan dan program lainnya yang berhubungan dengan siklus hidup ibu dan anak. Kami percaya bahwa penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak dapat meningkatkan keberhasilan intervensi sensitive yang juga dapat melakukan beberapa intervensi spesifik pada kelompok sasaran.

Intervensi spesifik berbasis kesehatan ibu dan anak ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, bayi baru lahir dan anak dan remaja putri dapat disampaikan melalui pemberian layanan berbasis masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi stunting. Program untuk suplementasi asam folat, suplementasi

6 mikronutrien multipel, pemberian vitamin K, atau pemberian ASI eksklusif, serta perawatan antenatal, perinatal dan postnatal dilakukan melalui upaya berbasis kesehatan ibu dan anak. Upaya layanan berbasis masyarakat yang bertujuan meningkatkan skill of life ibu perlu diupayakan karena memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak pada populasi yang sulit dijangkau. Dengan dikembangkannya Pusat Unggulan Institusi penangulangan stunting berbasis Kesehatan Ibu dan Anak dipilih oleh Poltekkes Kemnekes Bengkulu diharapkan prevalensi stunting di Provinsi Bengkulu yang saat ini sebesar 27,5% dapat terus menurun (Riskesdas 2018)

7

BAB II TUJUAN VISI MISI LOGO

A. TUJUAN LEMBAGA Mengembangkan dan mengoptimalkan potensi riset dengan pendekatan interprofesional dalam penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak B. VISI

Menjadi Pusat Unggulan Iptek Unggul di bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian masyarakat dalam penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak

C. MISI 1. Mengembangkan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak 2. Melaksanakan penelitian dan pengabdian masyarakat yang berfokus pada penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak 3. Menyebarluaskan dan mengembangkan produk hasil penelitian dan pengabdian masyarakat dalam penanggulangan stunting berbasis kesehatan ibu dan anak 4. Menjalin kemitraan dan jejaring dalam penaggulanangan stunting berbasis kesehatan ibu dana anak D. LOGO

8

MAKNA LOGO PUI PK POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

1. Bunga Raflesia Merah Melambangkan Icon Provinsi Bengkulu 2. Putih & Tulisan Poltekkes Kemenkes Bengkulu Melambangkan Suci, Sehat Dan Bersih 3. Gambar Segilima Coklat Kekuningan Melambangkan Warna Poltekkes Kemenkes Bengkulu Yang Menaungi PUI PK 4. Gambar Ilustrasi Love Ibu Dan Anak Hijau Tosca Dan Orange Melambangkan Bahwa Ibu Dan Anak Sangat Berpengaruh Dalam Pencegahan Stunting, Dengan Kasih Sayang Dalam Keluarga Yang Terikat 5. Gambar Buku Melambangkan Ilmu Pengetahuan Dan Pusat Kajian 6. Gambar Tingkat Merah Kuning Hijau Melambangkan Tingkat Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak 7. Gambar Selempang Kuning Kecoklatan Melambangkan Satu Kesatuan Pusat Unggulan Poltekkes Kemenkes Bengkulu

9

BAB III CAPAIAN KINERJA TAHUN 2020 A. TARGET KINERJA DAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2020

Target Capaian Kinerja Capaian Tahun 2020 Kriteria PUI-PK Undangan untuk menjadi pembicara dalam 1. 1 0 konferensi internasional; 2. Sebagai pemakalah internasional 2 1 Kunjungan lembaga internasional ke Pusat 3. 3 0 Unggulan Iptek; Publikasi ilmiah per tahun dalam jurnal ilmiah 4. 2 18 nasional terakreditasi; Publikasi ilmiah per tahun dalam jurnal ilmiah 5. 2 8 Academic internasional; Excellence Paten terdaftar atau rezim HKI lainnya yang terkait teknologi (khusus untuk lembaga litbang 1* 6. 1 yang telah ditetapkan sebagai PUI minimal 1 2** paten granted) Lulusan S-2 berbasis riset di PUI-PK setelah 2 7. 1 0 tahun; Pengelolaan seminar/simposium berskala 8. 1 0 internasional; 9. Pengelolaan jurnal nasional terakreditasi. Ada/tidak ada Ada /1 1. Kontrak riset pada tingkat nasional. 1 0 2. Kontrak riset pada tingkat internasional. 0 0 Kontrak nonriset (Workshop, transfer 3. teknologi, panitia kegiatan seminar lokal, dan 1 29 jasa konsultasi) 4. Produk berbasis sumber daya lokal. 2 5 Commercial Produk yang dilisensikan dan atau ization 5. 2 3 Excellence dimanfaatkan. Kontrak bisnis dalam rangka komersialisasi 6. 0 0 produk dengan industri. Unit bisnis yang melayani jasa sesuai dengan 7 1 18 kompetensi. Pembinaan UMKM atau komunitas sesuai 8 2 1 dengan kompetensi *Paten **HaKI

10

B. CAPACITY BUILDING/KELEMBAGAAN PUI-PK

No Komponen KEGIATAN YANG MENDUKUNG STANDAR I SUMBER DAYA

1 PUI-PK memiliki Saat ini Polekkes Kemenkes Bengkulu memiliki jumlah tenaga tenaga peneliti bidang Gizi, Kebidanan, Farmasi, peneliti dan tenaga Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Analis penunjang yang Kesehatan, Keperawatan . Jumlah dosen pada tahun memadai untuk 2018 sebanyak 113 orang dengan kualifikasi melakukan pendidikan S3 sebanyak 8 orang dan latar belakang keseluruhan aktivitas pendidikan S2 sebanyak 107 orang. Jumlah dosen yang penelitian sedang menempuh pendiidkan S3 sebanyak 5 orang. dan pengembangan Dosen ini akan dikelompokkan kedalam beberapa keilmuan yang sesuai kelompok keilmuan untuk mendukung dengan fokus riset di Penanggulangan stunting di Indonesia khususnya lembaga PUI-PK. Provinsi Bengkulu serta melakukan kolaborasi dalam penanganan stunting Riset pencegahan dan penanggulangan stunting berfokus pada deteksi dini risiko stunting pada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi, anak balita serta remaja serta intervensi spesifik dan intervensi sensitive dalam penanggulangan stunting 2 PUI-PK memiliki Pengembangan SDM dilakukan melalui workshop rencana yang akan dilakukan setiap tahun berkaitan dengan pengembangan SDM penanggulangan stunting dengan melibatkan seluruh serta penguatan peneliti terkait. Pada tahun 2020 dilakukan PUI kemampuan SDM di melaksanakan kegiatan seminar ilmiah. Pada tahun lingkungannya 2021 akan dilaksanakan workshop pendampingan tentang PUI-PT di lingkungan Poltekkes, serta workshop tentang penaggulangan stunting, Seminar Nasional Dan Internasional, Pengembangan SDM juga dilakukan untuk tendaga pendukung PUI berupa tenaga IT dan administrasi 3 PUI-PK memiliki Sarana dan Prasarana yang dimiliki antara lain Guest fasilitas yang House Training Center, perpustakaan, laboratorium mendukung dengan terpadu kebidanan, keperawatan, gizi, analis, standar yang baik kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, dan memadai untuk laboratorium bahasa dan multimedia, laboratorium

11 mendukung aktivitas computer, memiliki kerjasama lahan praktik berupa serta kegiatan PUI- MOU dan MOA tingkat lokal, nasional dan PK untuk mencapai internasional. Fasilitas yang ada dapat diakses melalui kriteria sebagai PUI- website: www.poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id. PK 1. website: www.poltekkes-kemenkes- bengkulu.ac.id 2. MoU Dalam Negeri : a. Universitas Indonesia : Praktek klinik, penelitian dan pengabdian masyarakat b. SAI Global : sertifikasi ISO 9001.2008 c. Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Prov Bengkulu : Praktik klinik, penelitian dan pengabdian masyarakat d. Badan Pustaka, Arsip dan Dokumentasi Prov Bengkulu : Pemberian Informasi Bahan Pustaka e. UPT Perpustakaan Universitas Muhammadiyah : Silang Layanan Perpustakaan f. Lembaga Penelitian Univ. Sumatra Utara : Penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat g. UPT Perpustakaan Univ. Bengkulu : Silang layanan perpustakaan h. Dinas Kesehatan Kota Bengkulu : Daerah Binaan Pengabdian kepada Masyarakat i. Mou Dengan Pemda Kabupaten Bengkulu Utara 3. MoU Luar Negeri : a. Universitas Arellano : b. Phlipine Women University c. Emilio Aquinaldo College d. ST. Dominic Savio College e. Escholar University f. University Of Tasmania Australia g. Malaka Medical Center

12

C. CAPACITY BUILDING/KELEMBAGAAN PUI-PK

KEGIATAN YANG MENDUKUNG NO KOMPONEN STANDAR II TATA KELOLA 1 PUI-PK memiliki peta jalan Roadmap PUI PK baru dibuat dengan tahapan : yang jelas untuk menuju 1. Tahun 2019-2021 Tahap Inisiasi dengan Science and Technology kegiatan: Campus a. Pengembangan proposal b. Pembentukkan PUI PK Kolaborasi penanggulangan stunting c. Penguatan Institusi (pelatihan dan pembinaan) d. Riset dasar berhubungan dengan penanggulangan stunting berbasis keseahtan ibu dan anak 2. Tahap pengembangan 2022-2023 a. Pengembangan penelitian lanjutan b. Pengembangan instrument dan media c. Pengembangan Produk d. Uji Coba Produk e. Produksi Produk terbatas f. Kerjasama industri 3. Tahap Lanjut 2024-2025 a. Evaluasi Produk b. Evaluasi project c. Monitoring project dan penguatan kemitraan industri d. Desiminasi e. Pilot Projek di Indonesia f. Evaluasi PUI PK 2 PUI-PKmemiliki peta jalan Tahun 2020 telah dibentuk PUI PK Poltekkes penelitian yang Kemenkes Bengku dengan SK Ka BPPSDMK No. diimplementasikan serta HK.02.02/III/0519/2020 Tanggal 31 Maret 2020. target-target yang terukur Saat ini kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan penelitian , publikasi ilmiah dan pembinaan masyarakat dan UMKM

13

3 PUI-PK memiliki Memiliki ketebukaan aktifitas yang dapat diakses keterbukaan informasi online aktivitas yang dapat diakses www.poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id secara online dan senantiasa memiliki informasi terbaru terkait dengan aktivitas PUI-PK 4 PUI-PK memiliki prosedur PUI PK Poltekkes Kemenkes Bengkulu memiliki pelaksana anaktivitas yang SOP untuk setiap kegiatan yang dilakukan dan terdokumentasi serta mempunyai baku mutu setiap aktifitas yang terstandardisasi dilaksanakan secara kelembagaan, saat ini PUI PT . 5 PUI-PK memiliki prosedur PUI PK Poltekkes Kemenkes Bengkulu memiliki untuk pemakaian fasilitas SOP untuk setiap kegiatan pemakaian fasilitas penelitian bersama yang dan prosedur terkait penelitian bersifat lintas lembaga penelitian lainnya.

D. KELEMBAGAAN PUI-PK

Komponen KEGIATAN YANG MENDUKUNG STANDAR III No UNGGUL AKADEMIK

PUI-PK menghasilkan 1. Emy Yuliantini, dkk. Sensory Acceptance and luaran berupa karya-karya Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) ilmiah yang bersifat Flour in Making Crispy Noodles Toward nasional dan internasional Primary School Children of Bengkulu. Journal di jurnal-jurnalbermutu Sys Rev Pharm 2020;11(10):612-616 2. Susilo Damarini, Hadi Pratomo, Helda, Besral, Predisposing Factors to Risk of Low 1 Birth Weight in Premature Baby in Bengkulu Indonesia, Indian Journal of Public Health Research & Development, Vol. 11, No. 01 3. Daisy Novira, Idramsyah, Local Genius of Engganese Community in Bengkulu Province (An Etnographic Study of Health and Illness Perception), Research on Humanities and Social Sciences, Vol.9, No.4, 2019

14

4. Dwie Yunita Baska, Tita Husnitawati Madjid, Ponpon S. Idjradinata, The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge and Reduction of Anxiety Degree in Adolescents Primigravida, Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 5. Meriwati Mahyuddin, Influence of Nutrition Intervention Model in the Utilization of Local Fish to the Velocity Growth of Children Age 12–24 Months of the Coastal City of Bengkulu, Indonesia, Current Developments in Nutrition, Volume 4, Issue Supplement_2, June 2020 6. Emy Yuliantini, Kamsiah, Andi Eka Yunianto, Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu, Systematic Reviews in Pharmacy 7. Miratul Haya, Emy Yuliantini, Andi Eka Yunianto, Ahmad Faridi, Relationship of age, knowledge, level of education to nutritional behaviour in facing the Covid-19 in Bengkulu Province, Annals of Tropical Medicine & Public Health 8. Desri Suryani, Kusdalinah, Yandrizal, Arie Krisnasary, Afriyana Siregar, Jumiyati, Lusi Andriani, The Relationship between Hemoglobin Levels in Pregnant Women and Liner Growth of Newborns in Kota Bengkulu, Bengkulu Province of Indonesia, Pakistan Journal of medical & Health sciences 9. Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara, Optimalisasi Pemberdayaan Kader dalam Mendorong Keberhasilan Pemberan ASI Eksklusif dengan Penigkatan Pegetahuan tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan Teknik Menyusui yang Benar, Rambideu Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat

15

10. Kurniyati, Eva Susanti, Derison Marsinova Bakara, The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Woman on Self- Efficacy in Breastfeeding, Jurnal Kesehatan Almuslim 11. Ayu Pravita Sari, Yuliani, Kamsiah, Daya terima dan kandungan serat kasar pada formulasi flakes kacang merah dan rumput laut, Jurnal Gizi dan Pangan Soedirman 12. Yossy Utario, Yanti Sutriyanti, Aplikasi offline stunting untuk meningkatkan pengetahuan kader posyandu di puskesmas perumnas kabupaten rejang lebong, Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis, Volume 8 No. 2 (Oktober 2020) 13. DP Cahyati, Bettty Yosephin Simanjuntak, Ahmad Rizal, Peningkatan Kadar Hemoglobin Remaja Putri dengan Pemberian Kukis Pelangi Ikan Gaguk (Arius thalassinus), Jurnal Kesehatan 11 (2), 223-229 14. Betty Yosephin Simanjuntak, D Suryani, M Haya, A Khomsan, Identification And Farmer Family's Preference Of Indigenous Food In Rural Bengkulu Jurnal Kesehatan Prima 14 (2), 120-138 15. Ega Purwita Sari,Tetes Wahyu,Afriyana Siregar, Overview Of Macro Nutritional Substance (Karbohidrat,Protein, Fat) In Children Aged 12-59 Months Getting Recovery Pmt In Puskesmas Nusa Indahbengkulu City, SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 149 – 157 16. Hd Utami, K Kamsiah, A Siregar, , Jurnal Kesehatan 11 (2), 279-286 17. Nur Elly, dkk, Relationship of Calcium Levels to Hypertension in Pregnancy, Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia 18. Yuniarti, Eliana, The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of

16

Knowledge and Reduction of Anxiety Degree in Adolescents Primigravida JMK, Volume 13 No 1 Juni 2020 19. Miratul Haya, Elvi Destariyani , Differences of anaemia status, Nutritional status and nutritional intake adolescent girl in urban and rural areas , Sanitas : Jurnal Teknologi dan Seni Kesehatan Vol11(1),2020 20. Demsa Simbolon, dkk. Pemberdayaan Kader Gemari dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu Usia Remaja terhadap Perencanaan Keluarga di Kabupaten Bengkulu Tengah Jurnal Media Penelitian dan Pengembagan Kesehatan Vol.30 No.1 2020 21. Betty Yosephin Simanjuntak, Desri Suryani, Miratul Haya, Ali Khomsan, Identification And Farmer Family's Preference Of Indigenous Food In Rural Bengkulu 22. Yuniarti, Eliana, Pengaruh Senam Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan Ibu Primigravida Dalam Menghadapi Persalinan Di Bpm Kota Bengkulu, Jmk Vol.13 No.1 Tahun 2020 23. Zamharira Muslim, Dkk, Antibiotic Sensitivity Of Acute Respiratory Infection Patients In Bhayangkara Hospital Bengkulu.Jurnal Sanitas Vol.11 No.1 Tahun 2020 24. Haria Sukma, Emy Yuliantini, Tetes Wahyu Witradharma, The Occurrence Of Hypertension In Adult Groups Of Fishermen Families, Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, Vol 7, No 2, Maret 2020 25. Betty Yosephin Simanjuntak, Kusdalinah Kusdalinah, Upaya Peningkatan Pengetahuan Remaja Putri Melalui Peer Group Dalam Rangka Peningkatan Konsumsi Tablet Tambah Darah Di Kota Bengkulu, Jurnal Emas Vol. 2. No.1 Tahun 2020 26. Betty Yosephin, Anang Wahyudi, Peningkatan Kemampuan Siswamengggunakan Aplikasi Isi Piring Ambo Sebagai Upaya Penerapan Gizi

17

Seimbangjurnal Pengabmas Kesehatan Sasambo Vol.1 No,2 Tahun 2020 .

2 PUI-PK menghasilkan PUI PK mempunyai 1 hak paten yang masih karya-karya berbasis berlaku. Karya ilmiah yang memiliki HaKI Tahun sumberdaya lokal yang 2020 sebanyak 2 HaKI. dapat diaplikasikan untuk kepentingan penguatan produk, komunitas, dan pemerintah. 4 PUI-PK mengelola Tahun 2020 desiminasi kegiatan berskala kegiatan diseminasi internasional belum dilaksanakan berskala internasional serta Pengelolaan Jurnal terakreditasi yaitu Jurnal jurnal yang terakreditasi Media Kesehatan terakreditasi Sinta 3. 5 PUI-PK memiliki Peneliti dengan kualifikasi S3 rancangan serta 1. Dr drg. Daisy Novira, MARS menghasilkan tenaga- 2. Dr. Demsa Simbolon, SKM, MKM tenaga profesional sesuai 3. Dr. Betty Yosephin, SKM, MKM bidangnya untuk jenjang S- 4. Dr. Tonny Cortis Maigoda, SKM, MA 3 guna mendukung 5. Dr. Rustam Aji, S.Kp,M.Kes penguatan SDM nasional 6. Dr. Nur Elly, SKp.M.Kes 7. Dr. Susilo Damarini, SKM,MPH 8. Dr.Meriwati, SKM,MKM Jumlah dosen yang sedang menempuh pendiidkan S3 sebanyak 6 orang : 1. Halimah, S.Si., MKM 2. Leli Mulyati, Ns, Sp.Kep.M.B 3. Risda Yulianti, S.Gz, MSC 4. Darwis, SKp.M.Kes 5. Dahrizal,SKp,M.Kes 6. Yenni Okfitrianti, M.PT

18

E. KELEMBAGAAN PUI-PK

No KOMPONEN KEGIATAN YANG MENDUKUNG STANDAR IV UNGGUL DAMPAK LUARAN 1 PUI-PK melakukan Pemakalah Internasional diseminasi keilmuan serta Kheli Fitria Annuril, Widyawati, Sumarni layanan kepakarannya DW, Childbirth and Postpartum Care in untuk masyarakat melalui Rejang Ethnic Group Perspective, the 1st kegiatan pelatihan serta International Conference of Health Science, aktivitas lain yang bersifat Purwokerto edukasi kelingkungan yang Narasumber Nasional lebih luas 1. Demsa Simbolon Narasumber Seminar Nasional Optimalisasi Peran Bidan Dalam Mendukung Penanganan Stunting" di gedung Poltekkes Kemenkes Kupang, Jurusan Kebidanan, pada Selasa (07/07/20201) 2. Betty Yosephin Narasumber Seminar Nasional Seminar Panel Expert dan Workshop Periode Emas 1000 Hari Pertama Kehidupan Kolaborasi Multidisiplin Pencegahan dan Penatalaksanaan Stunting dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan 3. Nur Elly, SKp, M.Kes Seminar Panel Expert dan Workshop Periode Emas 1000 Hari Pertama Kehidupan Kolaborasi Multidisiplin Pencegahan dan Penatalaksanaan Stunting dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan 4. Diah Eka Nugraheni, SST, M.Keb Seminar Nasional “Pemberdayaan Keluarga dalam Menjaga Kesehatan Ibu dan Anak di Era New Normal Covid-19” 5. Nur Elly, SKp,M.Kes narasumber Webinar Nasional Keperawatan “ Kesiapan Bekerja Di Era New Normal “ dengan materi Masalah dan Kesiapan Perempuan Pekerja di Era New Normal 6. Emy Yuliantini, SKM., MPH Narasumber Seminar Nasional Food Safety & Food Security pada

19

Keluarga di Era New Normal Covid-19 “Penyelenggaraan Makan dan Gizi Keluarga di Era New Normal Covid-19, Bengkulu 25 Juni 2020 7. Betty Yosephin, SKM,MKM Narasumber seminar nasional dengan tema Penatalaksanan Anemia ibu hamil dengan gizi seimbang di Era New Normal, Bengkulu, Sabtu 06 Juni 2020 8. Sri Yanniarti SST, M.Kes Narasumber Seminar Nasional dengan tema Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Anemia Sabtu 06 Juni 2020

Kegiatan Pembinaan masyarakat/Transfer of Knowledge Tingkat Nasional 1. Implementasi intervensi sensitive dan spesifik upaya menuju kampung bebas Stunting melalui Pendampingan Keluarga Masyarakat di Kampung KB Tahun 2020 2. Kegiatan Asistensi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bengkulu Utara Bersama Sekretariat Wakil Presiden RI dalam Rapat Dukungan Penyelenggaraan Program Percepatan Pencegahan Stunting Di Daerah, Jakarta, 10 November 2020 Kegiatan Transfer of knowledge Provinsi Bengkulu 1. Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Meningkatkan Pengetahuan Keterampilan Orang Tua Dalam Melakukan Stimulasi Perkembangan Balita Stunting Di Puskesmas Talang Rimbo Lama Tahun 2020 2. Optimalisasi Peran Kader Dalam Meningkatkan Selfcare Management Ibu Hamil Sebagai Upaya Pencegahan Resiko Stunting

20

3. Pemberdayaan Praktik Mandiri Bidan (PMB) dalam Memaksimalkan Metode SPEOS (Stimulasi Pijat Endorphin Oksitosin dan Sugestif) Untuk Pencegahan Stunting di Kota Bengkulu 4. Pemberdayaan Kader Dalam Rangka Pembentukan “Desa Toga” Di Desa Harapan Kecamatan Pondok Kelapa Kab. Bengkulu Tengah 5. Peningkatan Kesehatan Remaja melalui pendampingan pembentukan Kelas Remaja di SMAN 11 Kelurahan Kandang Mas Kota Bengkulu 6. Pemberdayaan Kelompok Peduli Kanker Serviks pada WUS di Wilayah Kecamatan SelebarKota Bengkulu Tahun 2020 7. Pencegahan Kehamilan pada Usia Muda melalui peningkatan pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di Desa Sidoluhur Kecematan Sukaraja 8. Pemberdayaan Ibu Hamil Dalam Kegiatan Hypnobirthing Untuk Kesiapan Menghadapi Persalin Di Kecamatan Kampung Melayu 9. Pemberdayaan Kelompok Bina Keluarga Remaja sebagai Upaya Peningkatan Orang Tua dalam Pendewasaan Usia Perkawinan Di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma 10. Pembentukan Jaresti Man Dalam Deteksi Dini Risiko Tinggi Pada Ibu Hamil Di Desa Srikaton Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah 11. Pemberdayaan Bidan dalam Stimulasi Taktil Kinestetik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Riwayat Berat Badan Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Tahun 2020

21

12. Pemberdayaan Kader Cerdik Risti dan Pelaporan Akurat di Wilayah Kerja Kecamatan Curup Timur Tahun 2020 13. Maternal Acuyoga Sebagai Peluang Usaha Mandiri dengan Pendekatan Inside OutEnterprenership pada Generasi Millenial Prodi Kebidanan Curup Tahun 2020 14. Penerapan Alat Filter Air Rumah TanggaDalam Peningkatan Kualitas Air Bersih dan Pendamoingan Pamsimas di Desa Kembang Ayun Kabupaten Bengkulu Tengah 15. Pemberdayaan Masyarakat dalam Kepemilikan Jamban Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Sidodadi Kabupaten Bengkulu Tengah 16. Optimalisasi Kemampuan Jumantik Dalam Penerapan Teknologi Lethal Ovitrap Dalam Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue.( DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Sidodadi Kabupaten Bengkulu Tengah. 17. Peningkatan Keterampilan Pembuatan Kompos Organik di Poltekkes Kemenkes Bengkulu 18. Penerapan POSJABATAN (Posyandu Remaja Barat Wetan) dalam Meningkatkan Kesehatan Remaja di Desa Barat Wetan Kabupaten Kepahiang 19. Kegiatan kemitraan dengan Kabupaten Bengkulu Utara dalam rangka Penguatan kapasitas petugas dan kader pendukung dengan tema TAMU PENTING (Tambah Ilmu Petugas Inti dalam Jaringan) dengan narasumber Dr..Demsa Simbolon, MKM 2 PUI-PK melakukan Tahun 2020 belum memperoleh perolehan kerjasama riset sesuai dana hibah nasional maupun internasional kepakarannya, baik berskala namun riset berbasis stunting berbasisi nasional maupun kesehatan ibu dan anak tetap dilaksanakan internasional melalui dana BPOPTN

22

3. Daftar produk berbasis sumber daya lokal Nama Produk 1 Sosis Analog 2 Biscuit Fisbean 3 Mie Labu Kuning 4 Alat Filter Air Rumah tangga 5 Kompos Organik 4. Unit bisnis yang melayani jasa sesuai dengan kompetensi

No Nama Unit Bisnis

1 Komisi Etik Poltekkes Kemenkes Bengkulu 2 Klinik Hygea 3 Konseling Gizi 4 Konseling KesehatanReproduksi 5 Gedung Training Center (GTC) 6 Pelatihan BTCLS 7 Pelatihan OSCE Kebidananan dan Keperawatan 8 Pemeriksaan Pencahayaan dan kebisingan Angin 9 Pengasapan 10 RO/ SANPRO 11 Pemeriksaan Air Minum Lengkap 12 Pemeriksaan Air Bersih Kengkap 13 Pemeriksaan Laboratorium Analis 14 Home care 15 Pijat bayi dan pijat oxytocin 16 Kursus dan Tes TOEPLE Prediction 17 Laboratorium CBT 18 Pembuatan sumur Bor

5. Pembinaan UMKM atau komunitas sesuai dengan kompetensi

23

1 Pembinaan kampung Tematik”organic Puding Hijau” kerjasama dengan Balitbang Kota Bengkulu Tahun 2019-2020 2 Pengabdian Masyarakat bekerjasama dengan Pemerintah Daerah di dalam pelatihan dan kewirausahaan

24

Lampiran:

25

26

27

28

JURNAL PENGAMAS KESEHATAN SASAMBO http://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/pks e-ISSN: 2715-0496

PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA MENGGUNAKAN APLIKASI “ISI PIRING AMBO” SEBAGAI UPAYA PENERAPAN GIZI SEIMBANG

Betty Yosephin Simanjuntak , Anang Wahyudi2 [email protected] Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia

Genesis Naskah: Diterima 12 Desember 2019; Disetujui 1 Januari 2020; Di Publikasi 1 Mei 2020

Abstrak Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun. Pada masa ini individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Perubahan tersebut mempengaruhi kebutuhan gizi dan makanan terhadap masing-masing individu. Isi piringku menggambarkan tentang makanan SEHAT dengan pedoman gizi seimbang. Perkembangan media teknologi informasi dan komunikasi pada era sekarang ini menunjukan betapa semakin banyak media komunikasi yang beredar dalam masyarakat. Oleh karena itu edukasi ini dilakukan melalui smartphone dengan menggunakan aplikasi. Metode yang digunakan dalam pengabdian masyarakat adalah pelaksanaan edukasi dengan ceramah, diskusi, dan Tanya jawab. Hasil dari kegiatan pengabmas ini adalah pengukuran pretest dan postest menunjukkan peningkatan rerata skor pengetahuan siswa/siswi yang dilanjutkan dengan memonitoring perkembangan transfer pengetahuan dari siswa/siswi yang telah mendapat pendidikan gizi kepada siswa sebaya mengenai pengetahuan gizi seimbang isi piringku dengan aplikasi smartphone. Kesimpulan dari kegiatan ini menunjukkan siswa/siswi mengalami peningkatan pengetahuan mengenai isi piringku dengan aplikasi “Isi Piring Ambo”.

Kata Kunci : Pengetahuan, Aplikasi “Isi Piring Ambo”

IMPROVEMENT KNOWLEDGE OF STUDENTS USING THE "ISI PIRING AMBO" APPLICATION AS A EFFORTS FOR APPLYING BALANCED NUTRITION

Abstract Teenagers are children aged 10-19 years. During this time individuals experience psychological development and identification patterns from children to adulthood. These changes affect the nutritional and food needs of each individual. The contents of my plate depict about HEALTHY foods with balanced nutrition guidelines. The development of information and communication technology media in this era shows how more and more communication media are circulating in the community. Therefore this education is done through a smartphone using the application.

Jurnal Pengamas Kesehatan Sasambo, Volume 1 No 2 Mei Tahun 2020| 91

The method used in community service is the implementation of education with lectures, discussions, and questions and answers. The results of this community service activity were the pretest and posttest measurements showed an increase in the mean score of students' knowledge, followed by monitoring the development of knowledge transfer from students who had received nutrition education to their peers about balanced nutritional knowledge of my plate contents with a smartphone application. The conclusion of this activity shows students have increased knowledge about the contents of my plate with the application "Isi Piring Ambo".

Keyword : Knowledge, Application "Isi Piring Ambo”.

Pendahuluan dan kelebihan konsumsi makanan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, akan Remaja adalah aset untuk terciptanya menyebabkan metabolisme tubuh terganggu generasi mendatang yang baik. Masa remaja (Almaitser,2001) adalah fase perkembangan yang dinamis Isi piringku menggambarkan tentang dalam kehidupan seorang individu. Masa makanan SEHAT dan SEIMBANG, berawal ini merupakan periode transisi dari masa dari 4 sehat 5 sempurna yang tidak bisa anak–anak ke masa dewasa yang ditandai cukup sehingga dilengkapi atau dengan percepatan perkembangan fisik, ditransformasikan dengan pedoman gizi mental, emosional, dan sosial yang seimbang dengan 10 pesan dasar. Pedoman berlangsung pada dekade kedua masa gizi seimbang saat ini difokuskan pada kehidupan.(Pardede,2008) Perubahan empat hal yaitu makanan beraneka ragam, tersebut mempengaruhi kebutuhan gizi dan minum air putih minimal 8 gelas sehari, makanan terhadap masing-masing individu aktivitas fisik juga menimbang tinggi dan (Adriani,2013) berat badan, serta dilengkapi dengan Cuci Makanan atau hidangan yang Tangan Pakai Sabun (CTPS). Isi piringku dikonsumsi sehari-hari sangat berpengaruh mengacu pada one plate terbagi menjadi terhadap status gizi seseorang. Status gizi dua, 50 persen piring buah dan sayur, 50 baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup persen lainnya terdiri dari 1/3 lauk dan 2/3 zat-zat gizi yang digunakan secara efisien karbohidrat. atau dengan gizi yang seimbang, sehingga Revolusi Industri 4.0 atau The Fourth memungkinkan pertumbuhan fisik, Industrial Revolution (4IR) merupakan perkembangan otak, kemampuan kerja dan konsep pengembangan pendidikan, gender, kesehatan secara umum pada tingkat kerja, dan mental melalui pemanfaatan setinggi mungkin (Lusa,2009) Kekurangan

Jurnal Pengamas Kesehatan Sasambo, Volume 1 No 2 Mei Tahun 2020| 92

perkembangan teknologi. Bersama 1. Persiapan berjalannya waktu telefon genggam yang a. Membuat aplikasi Isi Piring Ambo sering digunakan sudah berinovasi kerjasama dengan pihak IT. menjadi telephone pintar “smartphone”. b. Konsolidasi ke pihak SMPN 13 Penggunaan aplikasi juga pernah Kota Bengkulu untuk dilakukan oleh I.G Pratiwi Penerapan menginformasikan tentang rencana Aplikasi Berbasis Android" Status Gizi kegiatan pengabdian masyarakat. Balita" terhadap Pengetahuan Ibu dalam c. Konsolidasi dengan pihak SMPN 13 Pemantauan Status Gizi Anak Usia 12-24 Kota Bengkulu terkait data siswa/i Tahun penelitian tersebut menggunakan yang akan ikut. aplikasi android untuk meningkatkan 2. Pelaksanaan pengetahuan ibu, dari hasil penelitian Tahap 1: memberikan edukasi gizi tersebut aplikasi android terbukti mampu melalui aplikasi “Isi Piring Ambo” meningkatkan pengetahuan ibu (I.G Pratiwi, kepada 3 orang siswa/siswi perwakilan 2017) kelas VII SMPN 13, sehingga Kegiatan pengabdian kepada masyarakat terkumpul 30 orang siswa kelas VII. ini sebagai upaya yang mendorong para Tahap 2: 30 orang siswa/siswi yang siswia untuk meningkatkan pengetahuan telah diberikan edukasi gizi Isi Piring mereka mengenai isi piringku melalui Ambo diminta untuk mentransfer materi aplikasi menggunakan smartphone. yang telah diperoleh ke siswa/siswi lain di SMPN 13 dengan menggunakan aplikasi. Kemudian dilakukannya Metode monitoring dengan cara masing masing Kegiatan pengabdian kepada siswa menscreenshoot aplikasi yang masyarakat ini dilakukan oleh dosen yang sudah dibaca oleh siswa lain. dibantu oleh mahasiswa di Jurusan Gizi, Hasil dan Pembahasan melibatkan sasaran yaitu siswa/siswi SMPN Pemahaman yang diberikan kepada 13 Kota Bengkulu Tahun 2019. siswa/siswi diharapkan dapat memberikan Sesuai dengan analisis situasi, alternatif edukasi gizi kepada teman sebayanya untuk pemecahan masalah yang dapat meningkatkan pengetahuan tentang Isi dilaksanakan diantaranya : Piring Ambo melalui aplikasi. Pemberikan

Jurnal Pengamas Kesehatan Sasambo, Volume 1 No 2 Mei Tahun 2020| 92

edukasi ini dilakukan di kelas dengan 18 MA 50 66,66 16,66 metode ceramah dan tanya jawab. Selain itu 19 AM 50 75 25 dilakukan demonstrasi serta praktik 20 TS 50 91,66 41,66 menggunakan aplikasi. Pada saat dilakukan 21 FF 16,67 41,66 24,99 pemberian materi kepada siswa/siswi yang 22 AT 16,67 33,33 16,66 mewakili kelas, diawali dan diakhiri dengan 23 KP 25 58,33 33,33 pembagian kuesioner tentang pengetahuan 24 ND 25 16,66 -8,34 mengenai Isi Piring Ambo melalui Aplikasi, 25 MS 25 25 0 dan diperoleh hasil sebagai berikut : 26 NM 25 25 0 Tabel 1 Pre test dan Post test Tingkat 27 SF 25 66,66 41,66 Pengetahuan tentang Optimalisasi 28 RA 25 41,66 16,66 Edukasi Isi Piring AmboMelalui Aplikasi. No Nama Pre Post Peningkatan 29 IQ 16,67 33,33 16,66 Siswa Score Score Score 30 AF 25 50 25 1 IW 66,66 58,33 -8,33 1125, 1598, 2 IK 50 75 25 01 23 3 IM 66,66 75 8,34 Rata- 37,50 53,27 4 CA 66,66 58,33 -8,33 rata 5 MR 25 25 0 Berdasarkan tabel 1 hasil 6 MI 33,3 66,66 33,33 pengukuran pretest dan postest 7 WS 33,3 41,66 8,36 menunjukkan peningkatan rerata skor 8 IN 33,3 41,66 8,36 pengetahuan. Rerata pengetahuan dari 9 IB 41,67 50 8,33 siswa-siswi tersebut semua mengalami 10 AZ 41,67 50 8,33 peningkatan yang dapat dilihat pada nilai rata-rata pretest yaitu 37,50 sedangkan post 11 AR 41,67 25 -8,33 test 53,27. Kegiatan selanjutnya siswa 12 JA 41,67 58,33 16,66 mentransfer materi kepada minimal 3 orang 13 RA 41,67 50 8,33 teman sebayanya dan kemudian dilaporkan 14 DD 41,67 66,66 24,99 kepada anggota tim pengabdian masyarakat 15 DN 41,67 83,33 41,66 dengan mengirimkan bukti screenshoot 16 Y 41,67 91,66 49,99 pengiriman aplikasi “Piring Ambo” melalui 17 DE 41,67 66,66 24,99 smartphone.

Jurnal Pengamas Kesehatan Sasambo, Volume 1 No 2 Mei Tahun 2020| 93

Berdasarkan hasil kegiatan, khalayak Adriani, M., & Wirjatmadi, B. 2013. sasaran merespon dengan sangat baik dan Peranan Gizi Dalam Siklus berharap kegiatan serupa dapat berlanjut di Kehidupan. Jakarta : Kencana Prenada kemudian hari karena selama ini mereka Media Group. mengatakan belum pernah dilaksanakan Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu kegiatan pengabdian masyarakat mengenai Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka isi piringku dengan slogan Gizi Seimbang. Utama. Siswa sebagai tutor teman sebaya Lusa. 2009. Gizi Seimbang pada Remaja lebih mahir ketika para siswa tersebut dan Dewasa. Jakarta: Salemba menjelaskan kepada temannya mengenai Medika. aplikasi ini. Selain itu siswa lain tidak merasa sungkan ketika mengajukan I.G Pratiwi, D.A Restanty.2017. Penerapan pertanyaan pada temannya (tutor). Aplikasi Aplikasi Berbasis Android" Status Gizi ini menjelaskan tentang sumber makanan Balita" terhadap Pengetahuan Ibu dalam karbohidrat, protein hewani/nabati, sayuran, Pemantauan Status Gizi Anak Usia 12- buah-buahan serta daftar bahan penukar. 24 Tahun: Jurnal Kebidanan Akademi Kebidanan Jember. 2(1) PP 8-14 Kesimpulan

Siswa SMPN 13 Kota Bengkulu yang telah mendapatkan materi optimalisasi edukasi Isi Piring Ambo melalui aplikasi dengan slogan Gizi Seimbang mengalami peningkatan skor berdasarkan hasil pretest dan posttest pengetahuan.

Daftar Pustaka

Pardede, N. 2008. Masa Remaja. Buku Ajar: Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Jurnal Pengamas Kesehatan Sasambo, Volume 1 No 2 Mei Tahun 2020| 94

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166

RELATIONSHIP OF KNOWLWDGE, ATTITUDES AND BEHAVIOR ABOUT NUTRITION BALANCE WITH NUTRITIONAL STATUS OF STUDENT IN POLTEKKES KEMENKES BENGKULU IN 2020

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu

Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Jl. Indragiri No 03 Padang Harapan, Bengkulu, 38225

E-mail: [email protected]

Submitted: 13th July 2020; Accepted: 28th September 2020

https://doi.org/10.36525/sanitas.2020.14

ABSTRACT

The health and nutritional status of pregnant women determined at teenager and adult during a eligible woman, so everyone must have knowledge, attitudes and behaviors about nutrition so that they don’t have mistakes in food selection. The purpose of this observation is determine the relationship between knowledge, attitudes, and behavior about nutritional balance with the nutritional status of students in Poltekkes Kemenkes Bengkulu in 2020. The design of this observation is obsevational cross-sectional design conducted in January in Poltekkes Kemenkes Bengkulu with a population of 640 people and a sample of 60 people. The statistical analysis used the pearson correlation test. The results showed that the average knowledge about balanced nutrition was good enough, the average attitude about balanced nutrition was good, the average behavior about balanced nutrition was good and the average nutritional status of female students was in the normal category. There is a relationship between knowledge about nutritional balance with nutritional status of student (r = 0.324), there is a relationship between attitudes about nutritional balance with nutritional status of student (r = 0.373), and there is a relationship between behavior about nutritional balance with nutritional status of student (r = 0.343). It is expected that students can improve their knowledge, attitudes and behaviors about nutritional balance.

Keywords: knowledge, attitudes, behavior, nutritional status

This is an open access journal, and articles are distributed under the terms of the Creative Commons Attribution-Non Commercial-Share Alike 4.0 License, which allows others to remix, tweak, and build upon the work non-commercially, as long as appropriate credit is given and the new creations are licensed under the identical terms. ©2020 Sanitas

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 158 SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG GIZI SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI MAHASISWI DI POLTEKKES KEMENKES BENGKULU TAHUN 2020

ABSTRAK

Keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan pada masa remaja dan dewasa selama menjadi Wanita Usia Subur (WUS), sehingga setiap orang harus memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi agar tidak menyebabkan kesalahan dalam pemilihan makanan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu tahun 2020. Desian penelitian ini menggunakan observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan pada bulan Januari di Poltekkes Kemenkes Bengkulu dengan populasi sebanyak 640 orang dan sampel 60 orang. Analisis statistik menggunakan uji pearson correlation. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pengetahuan tentang gizi seimbang cukup baik, rata-rata sikap tentang gizi seimbang baik, rata-rata perilaku tentang gizi seimbang baik dan rata-rata status gizi mahasiswi dalam kategori normal. Ada hubungan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswa (r=0,324), ada hubungan antara sikap tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi (r=0,373), dan ada hubungan antara perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswa (r=0,343). Diharapkan kepada mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi seimbang.

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Status Gizi

PENDAHULUAN Gizi yang baik adalah pilar pembangunan dan bukan hanya karena makanan adalah kebutuhan manusia yang paling dasar. Selain itu, untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal, memerlukan gizi yang cukup serta aktivitas fisik untuk mendukung perkembangan otot dan kesehatan tulang (1). Gizi dapat membentuk kebiasaan makan sejak dini agar tercapai kesehatan individu yang lebih baik dimasa yang akan datang (2). Mahasiswi cenderung mudah mengikuti pengaruh teman sebayanya (3). Pengetahuan gizi yang baik secara luas dianggap sebagai aspek penting untuk mempertahankan gizi yang seimbang dan sehat (4). Selain itu, ketidak seimbangan antara makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan adalah penyebab masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Risiko terjadinya masalah gizi kurang dan lebih dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai gizi seimbang. Gizi lebih atau obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi dalam jangka waktu lama (5). Sikap memainkan peran penting pada status gizi (6). Sikap negatif dapat berisiko menimbulkan malnutrisi (3). Begitupun perilaku, Mahasiswi cenderung memiliki perilaku yang buruk, yang pada akhirnya

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 159

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166 mempengaruhi status gizi mereka (7). Perilaku makan tidak sehat akan berdampak pada status kesehatan dalam jangka waktu pendek maupun panjang (8). Perilaku makan tidak baik adalah kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak memberi semua zat-zat gizi esensial, makan tidak teratur baik waktu ataupun jenis makanan (9). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun 2020.

METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi seimbang, sedangkan variabel dependen adalah status gizi mahasiswi. Penelitian dilakukan pada Januari 2020 di Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi jurusan keperawatan, kebidanan, analis kesehatan, kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan tingkat I Poltekkes Kemenkes Bengkulu berjumlah 640 orang dengan perhitungan sampel mendapatkan 60 orang (10). Penelitian ini menggunakan angket/kuesioner yang telah dilakukan uji validitas, terdapat 10 pertanyaan untuk pengetahuan yang valid, 10 pertanyaan untuk sikap yang valid, dan 9 pertanyaan untuk perilaku yang valid, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden yang memberi informasi diperlukan sesuai dengan permasalahan penelitian. Pengetahuan, sikap dan perilaku diukur dengan cara wawancara menggunakan kuesioner menggunakan skala ratio, sedangkan status gizi diukur menggunakan timbangan dan microtoice mengguanakan skala ratio. Hasil analisis univariat akan disajikan dalam bentuk tabel atau narasi. Analisis bivariat digunakan untuk menguji kemungkinan hubungan antara variabel independen (pengetahuan, sikap dan perilaku)

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 160

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166 dan variabel dependen (status gizi). Sebelum analisis data, di cek terlebih dahulu kenormalan distribusi data, analisis parametrik yang digunakan analisis uji korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi Mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun 2020 Variabel independen pada penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku, sedangkan variable penelitian dependen pada penelitian ini yaitu status gizi mahasiswi. Distribusi univariat digunakan untuk melihat mean, median, standar deviasi, nilai minimal dan nilai maksimal dikarenakan menggunakan skala rasio, dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Distribusi Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi Mahasiswi

Variabel n Mean SD Min Max Pengetahuan 60 5,98 1,14 4 8 Sikap 60 29,68 3,27 19 36 Perilaku 60 26,57 3,23 20 34 IMT 60 20,71 2,52 16,6 27,1

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan tentang gizi seimbang cukup baik, rata-rata sikap tentang gizi seimbang baik, dan rata-rata perilaku tentang gizi seimbang baik. Rata-rata IMT mahasiswi termasuk dalam kategori status gizi normal karena masih dalam rentan IMT 18,5-25,0 kg/m2 dengan standar deviasi 2,88. Analisis univariat pengetahuan memiliki distribusi normal dengan nilai p 0,090. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan untuk rata-rata pengetahuan responden cukup baik, terdapat 39 responden memiliki pengetahuan yang baik. Hasil wawancara dengan responden hampir seluruh responden mengetahui lauk pauk yang dianjurkan dan sebagian besar dari responden kurang mengetahui keterangan yang tertera pada label hal ini dikarenakan responden jarang memperhatikan label yang terdapat di makanan atau minuman yang dibeli.

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 161

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166

Analisa univariat sikap memiliki distribusi normal dengan nilai p 0,130. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata sikap tentang gizi seimbang responden baik, terdapat 1 responden yang memiliki sikap tidak baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebagian kecil dari responden memiliki sikap sangat tidak setuju dengan pernyataan memperhatikan energi yang dibutuhkan, hampir sebagian dari responden tidak setuju jika tidak lupa mengonsumsi buah setiap hari, sebagian besar dari responden setuju jika mengonsumsi protein dalam makanan sehari, dan sebagian besar dari responden sangat setuju dengan pernyataan senantiasa memperhatikan kebersihan makanan. Analisa univariat perilaku memiliki distribusi normal dengan nilai p 0,549. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata perilaku responden baik, terdapat 1 responden yang memiliki perilaku tidak baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebagian kecil dari responden tidak pernah membeli buah-buahan menggunakan uang jajan, hampir sebagian dari responden jarang melakukan kegiatan olahraga, sebagian besar dari responden kadang-kadang membeli jajanan seperti gorengan, dan hampir sebagian dari responden selalu mencuci tangan menggunakan sabun. Hasil analisa distribusi data status gizi memiliki distribusi normal dengan nilai p 0,565. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata IMT berada pada kategori normal. Pada usia >18 tahun, perhitungan status gizi menggunakan indeks masa tubuh (IMT), terdapat mahasiswi dengan status gizi dengan kategori kurus 14 responden yang mempunyai nilai paling rendah yaitu 16,6 kg/m2, status gizi dengan kategori normal 43 respoden dan status gizi dengan kategori gemuk 3 responden yang mempunyai nilai paling tinggi yaitu 27,1 kg/m2.

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 162

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi Mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun 2020 Analisa bivariat memiliki kategori data normal sehingga menggunakan uji parametrik yaitu uji pearson correlation untuk melihat korelasi antara pengetahuan, sikap dan perilaku dengan status gizi mahasiswi, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Gizi Seimbang dengan Status Gizi Mahasiswi Variabel r p-value Pengetahuan 0,324 0,012 Sikap 0,373 0,003 Perilaku 0,343 0,007

Tabel 2 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi dimana nilai p-value sebesar 0,012 dan koefisien (r) = 0,324 menunjukkan hubungan keeratan rendah. Ada hubungan yang signifikan antara sikap tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi dimana nilai p-value sebesar 0,003 dan koefisien (r) = 0,373 menunjukkan hubungan keeratan rendah. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi dimana nilai p-value sebesar 0,007 dan koefisien (r) = 0,343 menunjukkan hubungan keeratan rendah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi (p 0,012) dan diperoleh nilai r = 0,324 menunjukkan keeratan hubungan yang rendah dan berpola positif. Nilai rata-rata pengetahuan tentang gizi seimbang di Poltekkes Kemenkes Bengkulu baik dengan rata- rata status gizi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu masuk ke dalam kategori gizi baik (11). Sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Florence (2017) pada mahasiswa TPB Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, dan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani et al (2020) pada siswa (12,13). Akan tetapi penelitian ini berbeda

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 163

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166 dengan penelitian Liana et al (2017) pada mahasiswa di Akademi Kebidanan Panca Bakti Pontianak (14). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi (p 0,003) dan diperoleh nilai r = 0,373 menunjukkan keeratan hubungan yang rendah dan berpola positif. Rata-rata sikap tentang gizi seimbang di Poltekkes Kemenkes Bengkulu baik. Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Mallick, et al (2017) pada sekelompok remaja perempuan di kota Howrah, Benggala Barat, dan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2017) pada mahasiswi Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta (6,15). Akan tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatharanni et al (2019) pada wanita usia subur rentang usia 19-29 tahun di kecamatan tebanggi besar (16). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi (p 0,007) dan diperoleh nilai r = 0,343 menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang rendah dan berpola positif. Rata-rata perilaku tentang gizi seimbang di Poltekkes Kemenkes Bengkulu baik. Sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusintha and Adriyanto (2018) pada remaja putri, dan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2017) pada mahasiswi Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta (15,17). Akan tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatharanni et al (2019) pada wanita usia subur di kecamatan tebanggi besar (16).

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka didapat kesimpulan sebagai berikut: a. Rata-rata pengetahuan tentang gizi seimbang mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu yaitu 5,96. Rata-rata sikap tentang gizi seimbang mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu yaitu 29,68. Rata-rata perilaku tentang gizi seimbang mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu yaitu 26,57. Rata-rata status gizi mahasiswi di Poltekkes Kemenkes Bengkulu termasuk kedalam kategori status gizi normal yaitu 20,71.

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 164

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166 b. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi dengan nilai r 0,324. c. Ada hubungan yang signifikan antara sikap tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasisiwi dengan nilai r 0,373. d. Ada hubungan yang signifikan antara perilaku tentang gizi seimbang dengan status gizi mahasiswi dengan nilai r 0,343. Disarankan bagi mahasiswi bisa lebih mengenal gizi seimbang dengan cara mengukuti sosialisasi mengenai gizi seimbang agar memiliki sikap dan perilaku yang baik, karena perilaku memiliki dampak terhadap status gizi serta meningkatnya pengetahuan dan sikap mahasiswi tentang gizi seimbang secara tidak langsung akan memiliki dampak terhadap status gizi. Serta peneliti selanjutnya diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang dengan status gizi dengan lebih mempertimbangkan faktor-faktor lainnya seperti aktivitas fisik

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Direktur dan civitas akademika Poltekkes Kemenkes Bengkulu atas dukungan moril dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA 1. Perveen R, Raiz A, Khan UM. Assessing The Influence Of Nutrition Education Among Adolescent Girls (13-16 Years). Adv Obes Weight Manag Control. 2017;6(4):144–7. 2. Damayanti AY, Fathimah, Setyorini IY. Gambaran Tingkat Pengetahuan Gizi Seimbang Pada Santriwati Remaja Putri Di Pondok Pesantren. Darussalam Nutr J. 2018;2(2):1–5. 3. Nuryani, Paramata Y. Intervensi Pendidik Sebaya Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja Di MTsN Model Limboto. Indones J Hum Nutr. 2018;5(2):96–112. 4. Calella P, Iacullo VM, Valerio G. Validation Of A General And Sport Nutrition Knowledge Questionnaire In Adolescents And Young Adults: GeSNK. Nutrients. 2017;9(493):1–12. 5. Sazani A. Efektivitas Media Nutrizan Diet Untuk Meningkatkan Pengetahuan Tentang Diet Yang Sehat Pada Remaja Putri SMK Jurusan Kecantikan Di Kota Tegal. J Heal Educ. 2016;1(2):8–12. 6. Mallick N, Mukhopadhyay S, Ray S. Eating Attitudes And Its Relationship With Nutritional Status : A Micro Level Study On A Group Of Adolescent Girls In The City Of Howrah , West Bengal. Int J Adolesc Med Health. 2017;1–8.

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 165

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : 1978-8843 (PRINT) / 2615-8647 (ONLINE) Vol. 11 (2), 2020 : 158 - 166

7. Haq I, Mariyam Z, Li M, Huang X, Jiang P, Zeb F, et al. A Comparative Study Of Nutritional Status , Knowledge Attitude And Practices ( KAP ) And Dietary Intake Between International And Chinese Students In Nanjing , China. Int J Environ Res Public Health. 2018;15(1910):1–11. 8. McLaunghim M. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta: Banyu Media; 2014. 9. Sarintohe P. Teori Sosial Kognitif Dalam Menjelaskan Perilaku Makan Sehat Pada Anak Yang Mengalami Obesitas. Bandung: Sosiains; 2016. 10. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J. Adequacy Of Sample Size In Health Studies. World Health Organization by Jhon Wiley & Sons; 1990. 54 p. 11. PERSAGI, AsDI. Penuntut Diet Dan Terapi Gizi. 4th ed. Jakarta: EGC; 2019. 12. Florence AG. Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Pola Konsumsi Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa TPB Sekolah Bisnis Dan Manajemen Institut Teknologi Bandung. Universitas Pasundan Bandung; 2017. 13. Fitriani R, Dewanti LP, Kuswari M, Gifari N, Wahyuni Y. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Seimbang, Citra Tubuh, Tingkat Kecukupan Energi Dan Zat Gizi Makro Dengan Status Gizi Pada Siswa. Gorontalo J Heal Sci Community. 2020;4(1):29–38. 14. Liana AE, Soharno, Panjaitan AA. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Gizi Seimbang Dengan Indek Masa Tubuh Pada Mahasiswa. J Kebidanan. 2017;7(2):132–9. 15. Ramadhani stevia tafdhila. Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan Sehat Dengan Status Gizi Mahasiswi Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. J Pendidik Tek boga. 2017;81–8. 16. Fatharanni MO, Angraini DI, Oktaria D. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Mengenai Gizi Seimbang Dengan Status Gizi Pada Wanita Usia Subur Di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Medula. 2019;9(1):26–37. 17. Yusintha AN, Adriyanto. Hubungan Antara Perilaku Makan Dan Citra Tubuh Dengan Status Gizi Remaja Putri Usia 15-18 Tahun. Amerta Nutr. 2018;147–54.

Thesa Frovela, Desri Suryani, dan Tetes Wahyu | 166

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/347794258

Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu

Article in Systematic Reviews in Pharmacy · October 2020 DOI: 10.31838/srp.2020.10.91

CITATION READS 1 116

3 authors, including:

Andi Yunianto Universitas Siliwangi Tasikmalaya

16 PUBLICATIONS 6 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Andi Yunianto on 24 December 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file. Sys Rev Pharm 2020;11(10):612-616 A multifaceted review journal in the field of pharmacy

Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu

Emy Yuliantini1*, Kamsiah1, Andi Eka Yunianto2 1Department of Nutrition, Bengkulu Health Polytechnic, Bengkulu, Indonesia 2Department of Nutrition, Siliwangi University, Tasikmalaya, Indonesia

Corresponding Author: Emy Yuliantini Email: [email protected]

ABSTRACT Noodle is one of the popular foods and favoured in ASIA, including Keywords: school children, Pumpkin, dry noodles Indonesia. Thus, this research was conducted to determine the level of Correspondence: pumpkin concentration in substituting wheat flour as a natural food Emy Yuliantini colorant in the manufacture of crispy noodles that can be accepted by Department of Nutrition, Bengkulu Health Polytechnic, Bengkulu, consumers. It is experimental research. This research conducted the Indonesia determination of pumpkin flour substitution on wheat flour, i.e., F0 Email: [email protected] (control, 0% substitution) F1 (20% pumpkin flour substitution), F2 (30%

pumpkin flour substitution), and F3 (40% pumpkin flour substitution), and

analysis of these substitutions toward organoleptic quality analysis in the development of crispy noodles. According to the results, at proximate composition determination, the water content of crispy pumpkin noodles of F0 has the lowest water content (2.46%), and F1 has the highest ash, protein, and starch contents (3.33%, 15.79%, and 37.42%, respectively). At the organoleptic properties assessed by the semi-trained panellist, the panellists seemed unable to distinguish the color or aroma of the crispy noodles significantly, with the excellent taste was F1 and texture was F2. So the F1 was chosen to go through the acceptability assessment on school children by comparing with F0. It was found that school children could not distinguish colors, flavors, aromas, and textures significantly between both F1 (selected product) and F0 (control). It revealed that pumpkin crispy noodles could be an alternative of healthy with a 20% pumpkin flour substitution toward wheat flour that can improve the family economy. Further research suggested to find out regarding the benefits of crispy pumpkin noodles on the health of school children.

INTRODUCTION Indonesia is one rich natural resource country. amino acids, and carbohydrates (Muhieddine, 2019; Kaur However, Indonesia is still facing public health and et al., 2019). Pumpkin also contains high dietary fiber, β- nutrition problems yet (Sipayung, 2014). Indonesia has at carotene and phenolic compounds (Wahyono et al., 2020). least 77 local food ingredients that contain carbohydrates Pumpkin is commonly used as a fruit, vegetable, and has almost the same as rice so it can be used as a substitute therapeutic properties as well as medicine (Adam et al., (Astuti.U.P, 2012). Utilization of local products is an effort 2001; Malik et al., 2010). Pumpkin is used in traditional in empowering local economic potential, while reducing medicine for several diseases such as antidiabetic, dependence on functional food imports antihypertensive, antitumor, immunomodulation, (Yusuf.B.,F.D.Lestary, 2017). antibacterial, antihypercholesterolemic, intestinal Bengkulu is very rich in staple food sources other antiparasitic, anti-inflammatory, antalgic(Fu Caili, Shi than rice, such as sweet potatoes, cassava, arrowroot, and Huan, 2006) Pumpkin pulp contains high antioxidants as others. The availability of diverse local food sources in the an antidote to various types of cancer.(Dinu et al., 2016) region will be optimized through nutritional needs that The features of the Pumpkin, such as soft and easy to can be met through both staple foods and foods digest, also provide a quite high carotene (pro-vitamin A), (Astuti.U.P, 2012). One popular local food in Bengkulu is which contribute to attractive colors into processed food. Pumpkin (Cucurbita Moschata). Pumpkin has an excellent However, the Utilization of this staples has not been biological potential because of the very diverse nutrient optimal and varied (Pendong, L.T ., O.Porajouw, 2017). content (Yadav et al., 2010). Pumpkin can be stored in about 1 to 3 months after Pumpkin is a functional vegetable that is high in harvest. However, when after peeled, the squash is prone phenolic, vitamin flavonoids (vitamin A and vitamin C), to loss of moisture, softening, discoloration, and microbial

612 Systematic Reviews in Pharmacy Vol 11, Issue 10, Oct-Nov 2020 Yuliantini et al. / Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu decay. Squash characteristics are influenced by the mold, roasted in at a temperature of 65-75 ºC for 2-3 varieties by referring to the physicochemical and sensory minutes. The product was placed in 5 x 3 inches CPP (OPP profiles of several indicators such as total titratable + PE) plastic and stored at room temperature (30±2 ºC). acidity, pH, dissolved solids, carotenoid content, cooking Water, ash, protein, and starch content were analyzed by time, color, hardness, descriptive sensory analysis, AOAC method.(Official Method of Analysis of AOAC preferences, and purchase intentions.(de Almeida et al., International, 2000) 2019) In extending the shelf life durability of squash, then Optimization of crispy pumpkin noodles conduct the drying and processing into powder with the This research was conducted with a completely right technology (Dirim and Çalışkan, 2012). Pumpkin randomized design (CRD). Noodles were substituted with flour can be used and developed into a variety of foods pumpkin flour at 0, 20, 30, and 40% with three such as bread, soups, , sauces, instant noodles, and as replications. Sensory evaluation of dry noodles was held a natural coloring agent in pasta and flour mixes with a 5-point hedonic scaling with 40 semi-trained (Cumarasamy et al., 2002). This kind of flour may improve panelists and 30 primary school panelists. The hedonic nutrition, color characteristics, and taste.(Fei Que, Linchun scale used five categories ranged from "very dislike (1)" to Mao, Xuehua Fang, 2008) One product that can be "very like (5)". All cooked treatments were steamed at 100 developed from this flour is noodles. ºC for 3 minutes. Then the noodles were dried using the Noodle is one of snackable food preferred by oven for 2-3 hours. Each panelist was given 50 grams from schoolchildren due to its chewy texture, practical, and easy each sample. 70 panelists evaluated the color, taste, to serve (Ratnasari, 2012). Squash can be one of the texture, and aroma of crispy noodles ingredients to make a good quality noodle product, but it Statistical analysis needs a texturing agent to make it even better. To get a Data analysis was carried out in 3 stages. Chemical firm, hard, chewy, and sticky texture of noodles by adding data were analyzed by one-way Analysis of Variance flour (Purwandari et al., 2014). The addition of pumpkin (ANOVA). Sensory evaluation data were analyzed by two- flour may shorten the cooking time of noodles due to the way ANOVA if there were differences, DMRT method rise of water absorption when cooked.(Minarovičová et al., applied as further analysis at a significant level of 0.05. The 2017) Thus, Pumpkin is perfect for noodle products sensory preference level of the semi-trained panelists was development that rich in benefits and can be used as a carried out using the Friedman test. The evaluation of functional food to improve nutrition in school-age children preference level by primary school panelists used the (Hussain Dar et al., 2017). Mann-Whitney test. Yellow Pumpkin or also known as summer squash (Cucurbita moschata) has a bright color so that it can be RESULTS AND DISCUSSION applied in making noodles.(Aukkanit and Physical and chemical quality of crispy pumpkin Sirichokworrakit, 2017; Nanthachai et al., 2020) Color is noodles the primary indicator that influences a child's interest in The quality of pumpkin noodles in this study eating the noodles as a snack. Previous studies found that determined using a proximate analysis was performed on elementary school children prefer to eat snacks with three treatment formulations (F1, F2, and F3) and one attractive colors, including crispy noodles (Ferreira de formulation control (F0) consisting of water, ash, protein, Almeida et al., 2017). Noodles that have a bright color and starch. Based on the obtained results, dried squash provide a higher appeal to the preferences of elementary noodles in 3 treatment formulas with squash substitution school children (Annis, 2019). (F1, F2, and F3) had higher nutritional content compared Based on the existing potential, it is necessary to to control formulas (F0). Proximate test results showed study the concentration of pumpkin substitution against that the water, ash, protein, and starch content in the wheat flour as a natural food colorant in the preparation of treatment formula (F1, F2, F3) were higher than the the crispy noodles that can still be accepted by consumers. control formula (F0). This was influenced by the pumpkin flour substitution and the balance in the drying process, METHODOLOGY which initiates from the drying time and roasting process. Pumpkins flour Ash content in the treatment formula was around Pumpkin (Cucurbita moschata) was divided and 10.19 - 12.61%, higher than the control formula was cut into pieces, removed the skin and seeds, washed, then 2.46%. The rapid drying process may cause the water in steamed until tender, crushed using a fork, for a smoother the material to be quickly evaporated.(Roongruangsri and result, then continued using a mixer. The pumpkin flour Bronlund, 2016) Roongruangsri and Bronlund stated that was made from crushed Pumpkin by removing the water, the rapid drying process causes the water in the material drying in the oven for ± 60 minutes with a temperature of was evaporated quickly. Drying at 60 ºC affects water 200 ºC, and minimizing the particles using Draymil, then content, water activity, color characteristics, total sift through an 80 mesh filter. carotenoid content, bulk density, water-solubility, water The process of making crispy pumpkin noodles absorption, and oil adsorption capacity. Ash content in the The raw materials used in this study consisted of treatment formulas was around 1.82 - 3.33%, higher wheat flour, pumpkin flour, , and water. The process of compared to the control formula (1.30%).(Aukkanit and making instant noodles substituted by Pumpkin was Sirichokworrakit, 2017) This is consistent with previous modified from Aukkanit et al.(Aukkanit and research conducted by Aukkanit et al. (2017), who found Sirichokworrakit, 2017) All ingredients were mixed and that the substitution of pumpkin flour at 20 -30% had ash stirred for 15-20 minutes. Let it rested for 20 minutes. content of 1.86 - 2.05%. Protein levels in the treatment Then the dough was pressed with a pressure roller. The group were around 14.12 -15.79%, higher than controls dough was flattened with a thickness of 1 mm and cut to (13.42%).(Aukkanit and Sirichokworrakit, 2017) This was width and length of about 1 × 300 mm. The noodles were different from the study of Aukkanit et al. (2017), who steamed for 1 minute at 100 ºC for pre-gelatinization of showed that protein content in 20 - 30% substitution had starch. The noodles were put into a square-shaped metal a protein content of around 7.81 – 7.96%. Starch content

613 Systematic Reviews in Pharmacy Vol 11, Issue 10, Oct-Nov 2020 Yuliantini et al. / Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu in the treatment group was about 34.79 -37.42%, higher flour on dried noodles significantly influenced the sensory than control 33.05%.(Dewi, 2011) The carbohydrate and value (p <0.05). Sensory evaluation results showed that protein content does not significantly affect the taste and the taste and texture had significant differences. The flavor color of pumpkin noodles. in F1 has significant differences to F3, but there is no Sensory evaluation of crispy pumpkin noodles on difference found toward F2.(Nanthachai N, Lichanporn I, semi-trained panelists Tanganurat P, 2020) The higher ratio of pumpkin flour Table 2 shows that the acceptability tests of semi- against wheat flour will reduce the level of taste trained panelists were assessed on color, taste, texture, preference. The more pumpkin flour added to the noodle and aroma. The substitution of pumpkin flour to wheat will lower the panelist's acceptability Table 1: Nutritional value of crispy pumpkin noodles Nutrient content Formulation F0 F1 F2 F3 Water (%) 2.46 12.18 12.61 10.19 Ash (%) 1.30 3.33 1.90 1.82 Protein (%) 13.42 15.79 14.32 14.12 Starch (%) 33.05 37.42 36.65 34.79

Table 2: Sensory evaluation of crispy pumpkin noodles Parameters Formulation Acceptance P-value F1 F2 F3 level Color 3.55a 3.15b 3.12b 3.51 0.065 Taste 3.50ab 3.2bc 2.87c 3.35 0.024 Texture 2.92b 3.45a 2.82b 3.15 0.008 Aroma 2.82a 3.05a 3.17a 3.11 0.238 Note: Numbers followed by different letters on the same line indicate a significant difference

Figure 1. Dry noodles substituted with different levels of pumpkin flour F0 (0%), F1 (20%), F2 (30%), F3 (40%) Color

5 4 3 2 Aroma 1 Taste 0

Texture

F0 F1

Figure 2: Sensory evaluation on panelists of primary school children

The texture in F1 and F2 are significantly different, but no et al., 2017). Besides, the squash flour addition may affect significantly different from the F3 (Nanthachai et al., 2020; the reduction of water absorption and softness of Purwandari et al., 2014). This occurred due to the higher products. the addition of squash flour will improve the hard texture, However, the changes in aroma did not affect the reduce elasticity, and the stickiness of the noodles (Laleg acceptance of the panelists. Sensory evaluation results

614 Systematic Reviews in Pharmacy Vol 11, Issue 10, Oct-Nov 2020 Yuliantini et al. / Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu show that in general, panelists prefer F1, which contained and sensory profiles of cooked pumpkin varieties”, the lowest pumpkin flour of 20%. Based on the preference Emirates Journal of Food and Agriculture, Vol. 31 No. level in sequence, it can be seen that panelists liked the 9, pp. 697–700. product in terms of color, taste, texture, and aroma. Color Astuti.U.P, B.H. (2012), Potensi Pemanfaatan Lahan and flavor gained a higher average value than texture and Pekarangan Sebagai Sumber Bahan Pangan Lokal Di aroma. Provinsi Bengkulu, Balai Pengkajian Teknologi Sensory evaluation by primary school children Pertanian Bengkulu, Bengkulu. Figure 2 illustrates the sensory acceptance of color, Aukkanit, N. and Sirichokworrakit, S. (2017), “Effect of taste, texture, and aroma assessed by not trained panelists Dried Pumpkin Powder on Physical , Chemical , and based. The substitution of pumpkin flour on dried noodles Sensory Properties of Noodle”, International Journal was significantly affecting sensory acceptance (p <0.05). of Advances in Science Engineering and Technology, According to the Kruskal Wallis test on the color, ISSN:2321-9009, Vol. 5 No. 1, pp. 14–18. taste, texture, and aroma of crispy pumpkin noodles and Catur Annis. (2019), “The Acceptance and Nutritional commercial crispy noodles, it was found no significant Value of Crispi Noodles Supplemented with Moringa differences (P-value >0.05). Based on the average results, oleifera as a Functional Snack for Children in a Food it was not really different in terms of color, taste, texture, Insecure Area”, Nutr. Food Sci., Vol. 24 No. and aroma of crispy pumpkin noodles against instant dry December, pp. 387–392. instant. Even though commercial crispy noodle was more Cumarasamy, R., Corrigan, V., Hurst, P. and Bendall, M. preferred because it had a brighter red color and small (2002), “Cultivar differences in New Zealand shape like crispy noodles, so it was more attractive to ‘Kabocha’ (buttercup squash, Cucurbita maxima)”, primary school children (Annis, 2019). Colors charmed the New Zealand Journal of Crop and Horticultural children to consume the snacks. A brighter color is an Science, Vol. 30 No. 3, pp. 197–208. indicator of high preference in consuming the crispy Dewi, E.N. (2011), “Quality Evaluation of Dried Noodle pumpkin noodles (Ferreira de Almeida et al., 2017). The With Seaweeds Puree Subsitution”, Journal of addition of pumpkin flour shows that elementary school Coastal Development, Vol. 14 No. 2, pp. 151–158. children cannot distinguish in sensory under the color, Dewi Kristina Ratnasari, Y.W. (2012), “GAMBARAN taste, texture, and aroma. The addition of 20% pumpkin KEBIASAAN KONSUMSI MIE INSTAN PADA ANAK flour to F1 was having sensory receptivity that was still USIA 7-12 TAHUN Studi di Sekolah Dasar Kanisius accepted and preferred by primary school children Tlogosari Kulon Semarang”, Journal of Nutrition College, Vol. 1 No. 1, pp. 86–92. CONCLUSION Dinu, M., Soare, R., Hoza, G. and Becherescu, A.D. (2016), The most acceptable pumpkin (Cucurbita “Biochemical Composition of Some Local Pumpkin moschata) flour substitution in the crispy noodles by the Population”, Agriculture and Agricultural Science target consumer is F1 (20% substitution). For the most Procedia, Vol. 10, pp. 185–191. preferred taste is F1 (20% substitution), and the most Dirim, S.N. and Çalışkan, G. (2012), “Determination of the preferred texture is F2 (30% substitution). While the color Effect of Freeze Drying Process on the Production of and aroma appeared had no significant differences. The Pumpkin (Cucurbita Moschata) Puree Powder and product F1 has the highest chemical properties on the Powder Properties (in English)”, Gida, Vol. 37 parameters of ash, protein, and starch, but water content No. 4, pp. 203–210. gains the second-highest value, among other products. Fei Que, Linchun Mao, Xuehua Fang, T.W. (2008), “No Primary school children could not significantly TitleComparison of hot air‐drying and freeze‐drying differentiate the best formulation according to the on the physicochemical properties and antioxidant nutritional value (chemical properties) and the activities of pumpkin (Cucurbita moschata Duch.) organoleptic results of the semi-trained panelists against flours”, International Journal of Food Science and the control formulation of commercial crispy noodles. Technology, Vol. 43 No. 7, pp. 1195–1201. Ferreira de Almeida, M.E., Cristina de Melo, A., Silvano ACKNOWLEDGMENT Arruda, H., Lunelli, T., Gonçalves da Cruz, R., Botrel, D.A. and Barros Fernande, R.V. de. (2017), “Sensory Thanks to the Bengkulu Health Polytechnic, Bengkulu, Analysis of a Noodle Prepared with Carrot Flour by Indonesia that providing research funds, also to the Overweight Children”, Advances in Obesity, Weight enumerators, and all participants involved in this research Management & Control, Vol. 7 No. 1, available at:https://doi.org/10.15406/aowmc.2017.07.0018 CONFLICT OF INTEREST 3. Fu Caili, Shi Huan, Q.L. (2006), “A Review on All authors declare that there is no conflict of interest in Pharmacological Activities and Utilization this study. Technologies of Pumpkin”, Plant Foods for Human Nutrition, Vol. 61 No. 2, pp. 73–80. REFERNCES Hussain Dar, A., Sofi, S.A. and Rafiq, S. (2017), “Pumpkin the functional and therapeutic ingredient: A Adam GG, Shahwar L, Abubaker M, Samil K, David AG, review”, International Journal of Food Science and Channel GA, Gordon AM, H.S. (2001), “The Nutrition, No. December, pp. 2455–4898. hypoglycaemic effect of pumpkins as anti-diabetic Laleg, K., Barron, C., Cordelle, S., Schlich, P., Walrand, S. and and functional medicines”, Food Research Micard, V. (2017), “How the structure, nutritional International, Vol. 44 No. 4, pp. 862–867. and sensory attributes of pasta made from legume de Almeida, A.B., de Lima, T.M., Filho, J.G. de O., Santana, flour is affected by the proportion of legume R.V., Lima, D.S., Moreira, E.A. and Egea, M.B. (2019), protein”, LWT - Food Science and Technology, Vol. 79, “Relation between physicochemical characteristics pp. 471–478.

615 Systematic Reviews in Pharmacy Vol 11, Issue 10, Oct-Nov 2020 Yuliantini et al. / Sensory Acceptance and Influence of Pumpkins (Cucurbita moschata) Flour in Making Crispy Noodles Toward Primary School Children of Bengkulu

Malik SK, Chaudhury R, Dhariwal OP, B.D. (2010), Genetic drying temperature on physico-chemical, powder Resources of Tropical Underutilised Fruits in India, properties and sorption characteristics of pumpkin National Bureau of plant Genetic Resources, New powders”, International Food Research Journal, Vol. Delhi, available at: https://agris.fao.org/agris- 23 No. 3, pp. 962–972. search/search.do?recordID=US201400060020. Simran Kaur, Anil Panghal, M.K. Garg, Sandeep Mann, Sunil Minarovičová, L., Lauková, M., Kohajdová, Z., Karovičová, J. K Khatkar, Poorva Sharma, N.C. (2019), “Functional and Kuchtová, V. (2017), “Effect of pumpkin powder and nutraceutical properties of pumpkin – a incorporation on cooking and sensory parameters review”, Nutrition & Food Science, Vol. 50 No. 2, pp. of pasta”, Potravinarstvo Slovak Journal of Food 384–401. Sciences, Vol. 11 No. 1, pp. 373–379. Sipayung, E.N. (2014), “Potensi Tepung Ubi Jalar Ungu Muhieddine, S.E.K. and M. (2019), “Nutritional Profile and (Ipomoea batatas l.), Tepung Tempe dan Tepung Medicinal Properties of Pumpkin Fruit Pulp”, Udang Rebon Dalam Pembuatan Kukis”, Jurnal IntechOpen, pp. 1–19. Online Mahasiswa Fakultas Pertanian, Vol. 1 No. 1, Nanthachai N, Lichanporn I, Tanganurat P, K.P. (2020), available at: “Development of Pumpkin Powder Incorporated https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFAPERTA/ar Instant Noodles”, Curr Res Nutr Food Sci 2020, Vol. 8 ticle/view/2628. No. 2, available at: Wahyono, A., Dewi, A.C., Oktavia, S., Jamilah, S. and Kang, https://www.foodandnutritionjournal.org/volume W.W. (2020), “Antioxidant activity and Total 8number2/development-of-pumpkin-powder- Phenolic Contents of Bread Enriched with Pumpkin incorporated-instant-noodles/. Flour”, IOP Conference Series: Earth and Official Method of Analysis of AOAC International. (2000), Environmental Science, Vol. 411 No. 1, available 17th ed., The Association of Official Analytical at:https://doi.org/10.1088/1755- Chemists, Virginia. 1315/411/1/012049. Pendong, L.T ., O.Porajouw, L.R.J.P. (2017), “Analisis Usaha Yadav, M., Jain, S., Tomar, R., Prasad, G.B.K.S. and Yadav, H. Labu Kuning Di Desa Singsingon Raya,Kecamatan (2010), “Medicinal and biological potential of Passi Timur, Kabupaten Bolaang-Mongondow”, pumpkin: An updated review”, Nutrition Research Jurnal Agri Sosio Ekonomi Unsrat, Vol. 13 No. 2, pp. Reviews, Vol. 23 No. 2, pp. 184–190. 87–98. Yusuf.B.,F.D.Lestary, A.R. (2017), “Uji Toksistas Vitamata Purwandari, U., Khoiri, A., Muchlis, M., Noriandita, B., Zeni, Prototipe II Metode Brine Shrimp Lethality Test N.F., Lisdayana, N. and Fauziyah, E. (2014), Menggunakan Artemia Salina Leach”, in Badan “Textural, cooking quality, and sensory evaluation of Pengawas Obat Dan Makanan (Ed.), Seminar gluten-free noodle made from breadfruit, konjac, or Nasional Balai Riset Dan Standarlisasi Industri pumpkin flour”, International Food Research Journal, Samarinda, Badan Pengawas Obat Dan Makanan, Vol. 21 No. 4, pp. 1623–1627. Samarinda. Roongruangsri, W. and Bronlund, J.E. (2016), “Effect of air-

616 Systematic Reviews in Pharmacy Vol 11, Issue 10, Oct-Nov 2020

View publication stats Jurnal Kesehatan Prima http://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index p-ISSN: 1978-1334 (Print); e-ISSN: 2460-8661 (Online)

IDENTIFICATION AND FARMER FAMILY’S PREFERENCE OF INDIGENOUS FOOD IN RURAL BENGKULU

Betty Yosephin Simanjuntak1, Desri Suryani2, Miratul Haya3, Ali Khomsan4 1-4 Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia  [email protected] Tlp: +628573286858

Received: 29 July 2019/Accepted:09 August 2020/Published Online: 17 August 2020 © This Journal is an open-access under the CC-BY-SA License

Abstract These traditional foods have nutritional value and more specific taste. These foods use the ingredients obtained from the local food sources and they have the taste which is relatively acceptable for Bengkulu people. Purpose of this research was to identify the kinds of traditional foods, preferences in the consumption pattern in the family of farmers. The data collection method used a combination of quantitative and qualitative techniques such as indepth interviews and Food Frequency Questionnaire . FGD was performed on each ethnic group, and the members were mothers who understood the traditional foods consumed by people in the related ethnic group and they resided in the ethnic group. The identification of traditional foods is obtained from FFQ (Food Frequency Questionnaire). Most of the food sources of vegetables consumed by the community were vegetables that many people got from rice fields/dryfields/ gardens Traditional food snacks, side dishes and vegetables in the agricultural households as such as bolu semut, rebung asam ikan gaguk, guasan, nangko,and gulai jamur gerigit. Preferences for indegenous foods among different generations show preference for traditional snacks, traditional side dishes and vegetables in households. The preference for indegenous foods varied between the children, mothers and fathers.

Keywords: Farmers; Indegenous Food; Preference

INTRODUCTION 2015). The tendency of consuming traditional food in Traditional food which include indigenous food a family is often found during the wedding ceremony is a cultural phenomenon (Gewa et al., 2019). The of Bengkulu people. This condition is still preserved traditional food is the food consumed by certain ethnic due to their fondness and preference and also easiness group in a specific region and continue to be a vital to obtain. Some traditional foods of Bengkulu which component of the diet. As environmental and socio- are fish-based are pendap fish, pais, lemea, bagar hiu, economic changes continually challenge northern First gulai kemba’ang, and (fermented ). Nations communities, the availability of traditional These traditional foods have nutritional value and foods is critical to maintaining their food security more specific taste. These foods use the ingredients (Schuster, Wein, Dickson, & Chan, 2011). The obtained from the local food sources and they have the existence of traditional food is getting scarce due to taste which is relatively acceptable for Bengkulu the complexity of the making and that it is only known people. by certain group of people. Those products were Processing of agricultural products remains the probably part of a daily meal and these days they are most important food and nutrition security aspect consumed only on festive occasions (Jordana, 2000) (Nkhata, Ayua, Kamau, & Shingiro, 2018). The (Sarkar, Lohith, Dhumal, Panigrahi, & Choudhary,

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 120 processing method of the traditional food such as how to process, distribute, prepare, and serve food soaking, fermentation, and germination may increase (Hotz & Gibson, 2007). A study in Iran, found that the bio-availability of micronutrient (Hotz & Gibson, serve as guideline to design socio-culturally 2007). In fact that the society is having micronutrient appropriate strategies and improve dietary behaviors problem, the traditional source of food can be used for of Iranians (Roudsari et al., 2017). Meanwhile, food improve the strategy of improving the nutrition for choices or preferences are generally determined by the family with traditional food base. Micronutrient in factor of acceptance or rejection of food by form of iron, vitamin A and vitamin C are mostly individuals or populations (Colozza & Avendano, available in traditional food (Roche, Creed-Kanashiro, 2019). The choice of food preference for individuals Tuesta, & Kuhnlein, 2008). Eating leafy vegetables and households is generally influenced and formed has been reported to contribute to vitamin A, C and Ca from a combination of genetic and environmental intakes when 50 g/d are consumed (Penafiel, factors. Meanwhile, food preferences and parental Cevallos-valdiviezo, & Damme, 2019). The latter eating habits provide great examples of opportunities highlights the importance of consuming green leafy in shaping food preferences and eating habits for their vegetables for micronutrient intake. The switch from children (Scaglioni, Arrizza, Vecchi, & Tedeschi, consuming traditional food may reduce the 2015). The pattern of food consumption is defined as consumption of fish, vegetables and fruits, and local the composition of the types and quantities of food agriculture product. Increasing the availability of fruits consumed by a person or group of people and vegetables would be well received. Information (Mahmudiono, Sumarmi, & Rosenkranz, 2017). from this study provides a basis for nutrition education Personal factors (including taste indicator, and food supplement programs that is responsive to emotion, and personality), biological and the needs and perceptions of the residents. Continued psychological factors (including age indicator, gender, traditional food intake and increased fruit and and psychological influence) and also intrinsic factors vegetable intake have the potential to benefit the (taste, aroma, appearance, and quality of food) give health of rural residents (Johnson, Nobmann, & Asay, significant influence to the preference in choosing and 2012). As the result, the micronutrient intake becomes consuming traditional food (Bartkiene et al., 2019) low, another consequence is the increase of energy, (Park, Hongu, & Daily, 2016). The consumption of carbohydrate and fat consumption. traditional food is found more often among males and Individual food consumption at the household it increases in accordance with the age among both level is generally influenced by many factors, males and females (Schuster et al., 2011). Besides that including; food availability, type, and amount of food the pattern of traditional food consumption is highlly in a household that usually develops from staple food influenced by the season and the availability of locally or from food that has been planted (Hotz & foodstock, as an example, bagar hiu can be made Gibson, 2007). Many of these concepts are when a fisherman catches a pigeon shark or horn shark contextualized from childhood. In addition, the socio- because the smell of these kinds of shark is not too cultural factors of the local area also influence the fishy and the skin is softer than other kinds of shark. food consumption patterns of the community, The indegenous food called tempoyak is the result of including the types of food that must be produced, durian fermentation which has acidity and distinct

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 121 aroma and is often consumed by the people during the in the FGD was closely related to the things the durian harvest season. Bengkulu as a agriculture area mothers did in their daily lives, thereby the mothers is rich in the diversity of distinctive fish based food. involved in FGD were very enthusiastic to tell what This research uses FGD method because traditional they knew about these traditional foods. FGD results food types based on side dishes, snacks and vegetables became the basis for the research team to develop the have never been identified especially in agriculture questionnaire related to traditional foods; i.e. the data area. Due to the diversity of traditional food in concerning frequency of traditional food consumption, Bengkulu Province, an identification of kinds of preference of traditional food and frequency of traditional food consumed must be done. In this study traditional foodstuffs consumption. The diversity of to identify the kinds of traditional food, and preference types of food and traditional foodstuffs in each ethnic in the family of farmers in Bengkulu. group caused difficulties in questionnaire development and when it was asked to the respondents. Data METHOD frequency of traditional food consumption, preference This study was carried out in three different of traditional food. It took about 20 minutes to collect regions from Bengkulu province (Indonesia). Data the data on the first day from one sample. The collection in the field was started by implementing indegenous foods identified cover the variety of snack, focus group discussion (FGD) conducted in 3 (three) side dishes, and vegetables. The data of the traditional sample tribes. FGD is done to compare traditional food consumed by the family will then be sorted into 5 foods in each ethnic. FGD was performed on each kinds of the most often consumed traditional food. ethnic group, and the members were mothers who The preference of indegenous food is the level of understood the traditional foods consumed by people favorite to the traditional food consumed. in the related ethnic group and they resided in the ethnic group areas. Ethical approval was obtained from a local ethical committee of Public Health Faculty, Each mothers revealed what they knew about Diponegoro University, No.31/EC/FKM/2017. types of indigenous foods, when the foods were Informed consent was given to all participants. commonly consumed by people, how to process them, how to serve them, what foodstuffs that were used and how to get the traditional foodstuffs. What was asked

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 122

RESULT AND DISCUSSION 1. Indegenous food Serawai Tribe

Table 1. Identification Of Food Types Of Snack, Side Dishes And Vegetables That Are Often Consumed By The Serawai Types of Household members food Mothers Father Child Grandmothers Snacks - Bolu semut - Lepat binti - tat - - Kue tat - Bolu semut - Apam - Kue talam - - Kecepul - Bolu semut - Kue tat - Juada keghas - Kue tat - Lepat binti - Lemang tapai - Lepat binti - Apam - Lepat ubi - Lepat ubi Side dishes - Rebung asam ikan - Bagar ayam - Tempoyak ikan - Guasan gaguk - Gulai ikan terong mungkus - Ikan pais - Tempoyak ikan - Ikan masak - Gulai ikan undok - Tempoyak ikan mungkus tempoyak tegrung mungkus - Gulai ikan undok - Gulai ikan - Rebung asam ikan - Gulai ikan tegrung rebung asam guguk undok tegrung - Ikan pais - Gulai - Ikan pais - Rebung asam - Guasan - Guasan ikan gaguk Vegetables - Gulai nangko - Gulai nangko - Gulai nangko - Gulai jamur - Gulai jamur - Tumis pucuk - Rebung asam gerigit gerigit lumai manis - Gulai kembang - Tumis pucuk - Umbut manis - Gulai jamur - Gulai nangko lumai - Gulai jamur gerigit - Rebung asam - Umbut manis gerigit - Tumis pucuk lumai manis - Rebung asam - Rebung asam - Umbut manis - unji manis manis

Traditional food represents the identity of ethic by complete spices except chilly. It is soft and tastes culture and food tradition that developed by many sweet. It is a special treat in a party or charity generations (Sharif, Nor, & Zahari, 2013). Traditional celebration. Thus, oil palm trees are cut down to be food types in this study are divided into three major taken their umbut when there is a party and charity groups, namely, snacks, side dishes, and vegetables. celebration. One of the informants stated “But now Indegenous vegetables are processed for daily umbut is rare to find in the community, umbut consumption and can also be found in treats during big curry can be found when there is a party” events such as weddings. The traditional types of Gerigit mushrooms are fungi that grow on dead vegetables consumed by the Serawai tribe include logs. the color is blackish gray, usually preserved by umbut (coconut umbut and palm umbut), gerigit drying with the help of sunlight. Bitter mushrooms are mushrooms, kembaang, lumai, unjiterung (purple egg processed with a mixture of fresh fish or smoked fish, plant and green round egg plant) and bamboo shoots in added by complete spices. The gerigit (sour bamboo shoots, sweet bamboo shoots and mushrooms are usually obtained by the community lemea) (Tabel 1). from buying in traditional markets. Umbut is the youngest part of the palm/oil palm stem. Then it is processed in cononut milk added

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 123

Picture 1. Gerigit Mushrooms

Other indegenous vegetables that are widely Eggplant is also a vegetable typical of the Serawai consumed by the Serawai tribe are kembaang, unji, tribe, which is processed by using spicy ingredients lumai and terung. In the past, these vegetables were which are similar to those for making or obtained by people from the forests around the processed in curry with a mixture of fresh fish. Serawai settlement, but at the moment these Eggplant serving were always found in every dish of vegetables are rarely found around their settlements, charity events in the Serawai tribe. so they get more traditional vegetables from One of the traditional food ingredients with traditional markets. Kembaang is a large stem, many forms of serving is bamboo shoots. Acid processed in coconut milk added with various kinds of bamboo shoots are thinly sliced bamboo shoots and spicy ingredients and a daily serving in the Serawai fermented for 3 days so that the sour aroma arises, tribe households. One informant stated “Kembaang processed with spicy coconut milk with a distinctive stems are usually taken from the garden but at this aroma. Sweet bamboo shoots are thinly sliced bamboo time the taro stemsare rare”. Unji vegetables are a shoots and then boiled. Sweet bamboo shoots are part of the flower which is consumed by cooking in cooked with coconut milk without chili with a soft and spicy coconut milk or processed in the form of unji savory flavor. Whereas lemea are crushed bamboo chili with a mixture of cung (cherry tomatoes). Lumai shoots and fresh fish which are fermented for 3 days. is a green vegetable with bitter taste and processed Lemea is one component added to fish curry (Tabel 1). with a mixture of spicy coconut milk or without chili.

Picture 2. Bamboo Shoots

The Serawai people are also used to consuming lepat ubi. In addition there are two kinds of food snacks. Most of the snacks they usually consume are which come from processed white sticky rice called in the form of traditional snacks, such as bay tat, lemang tapai and serawo. Lemang tapai is sticky rice cucur pandan, ceucun, lepat binti, juada keghas and cooked in bamboo with fire from firewood, cooked to

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 124 become lemang (sticky rice). Lemang is consumed by 2. Indigenous food in Rejang Tribe adding fermented black sticky rice. Serawo is a food The Rejang tribe is one of the oldest ethnic consisting of a mixture of sticky rice, cooked coconut groups in Sumatera. The Rejang tribe dominated the milk added with brown . If it is in durian season, Rejang Lebong rural, Kepahiang rural, Bengkulu when you cook the serawo coconut milk and brown Tengah rural, North Bengkulu rural , and Lebong sugar, durian fruit is added so that the aroma and taste rural. The Rejang tribe community lived from of the sauce will be more delicious and fresh. Serawo agriculture in rice fields and dry fields. They grew is a dish at the Serawai tribe (family and community rice, vegetables and fruits. Their residential land was meetings for planning the wedding procession) and is also fertile for coffee, tea, pepper and so on. In the usually found as food to break the fasting month of past this community prioritized agricultural Ramadan. One of the informants stated that ” Serawo livelihoods through cutting and burning mobile is usually served during wedding preparations”. cultivation. The form of kinship of the Rejang tribe One of the typical snacks of the Serawai tribe is was extended family called tumbang. Between one bay tat. Bay tat is made of a mixture of wheat flour, tumbang and certain tumbang there was still a granulated sugar, chicken eggs and butter. In relationship petulai (brothers) and is referred to as a processing this we must have special skills and it group of one ketumbai or sukau. Some ketumbai or must be done by experienced people because mixing sukau dwelled in a sadei (village), likewise with the dough is done little by little and by hand. This cake Rejang tribal community who reside in Jambu village, usually consists of a large and small size, a large Bengkulu Tengah Regency. The village was located in rectangular size and above the cake is decorated with the hilly area so most of the people depended their grated coconut mixed with brown sugar which aims to lives on rice fields and dry fields. This greatly sweeten the appearance and add to the pleasure of influenced the eating habits of the community where taste. Small tat cakes are decorated by inserting core the people consumed a lot of food they got from the material into a cake that is made about the size of a rice fields and dry fields. hand grip. In general, these cakes were often found in the society during celebrations such as weddings or major Muslim holidays.

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 125

Table 2. Identification Of Types Of Snacks, Side Dishes And Vegetables That Are Often Consumed By Rejang Tribal Agricultural Households

Types of Household members food Mothers Father Child Grandmothers Snacks - - Kue bolu - Kue bolu - Lemang - Kue tat - Kue tat - Kue tat tapai - Lemang tapai - Godok- - Godok- - Kue bolu - Godok-godok godok godok - Kue tat - pisang - Kripik - Kripik - Lepek ketan pisang pisang - Juada - Juada - Culik gigi lembut lembut Side - Tempoyak ikan nila - Gulai - Gulai - Ikan dishes - Gulai ikan lemea ikan ikan - Lapen monok undok lemea - Kan - Rendang monok tegrung - Tempoyak - Tempoyak - Pucuk - Tempoyak ikan nila ikan nila ikan - Lapen - Gulai botok mungkus monok - Gulai ikan - Ikan pais - Rending lemea - Rebung monok asam ikan - Pucung gaguk - Guasan Vegetables - Sambal gedang - Gulai - Sambal - Gulai - Sambal tempoyak nangko gedang nangko - Gulai nangko - Sambal - Rebung - Gulai umbut - Rebung manis masak tempoyak manis - Sambal tumis - Sambal masak gedang - Gulai poong gedang tumis - Sambal - Rebung - Sambal tempoyak manis tempoyak - Gulai keladi masak - Gulai tumis nangko - Gulai - Gulai poong poong

Traditional vegetables were mostly obtained stirred, then the mixture was stored in a container from rice fields/fields in the form of unji, lumai, coated with banana leaves and closed tightly. This kambas, lemea, umbut, round purple eggplant, ferns, fermentation process usually required a minimum of white mushrooms, leaves of taro and young papaya. three days. After that, the mixture could be processed Vegetables were processed by sautéing or cooked in to be curry as a side dish eaten with rice. In the past chili sauce. Vegetable food commonly processed into the people of the Rejang tribe cooked lemea by putting chili is unji, young papaya, lumai fruit and lemea. lemea into young bamboo stems and adding young Lemea is a food made from bamboo shoots or young taro leaves and chili into it. Cooking was done by bamboo which is different from most bamboo shoots. using coals (firewood). Lemea which was cooked in The composition consists of chopped bamboo shoots this way produced a fragrant and distinctive aroma so and mixed freshwater fish such as mujair, sepat, and that the lemea could increase appetite of the people of small fish that live in fresh water. After chopped the Rejang tribe who consumed it. But with the bamboo shoot whichwas mixed with the fish was development nowadays, it was rare to find lemea

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 126 processed using the bamboo stems. One informant The Rejang tribe community also consumed stated that “We used to eat vegetables from the garden various kinds of indegenous snacks, including tat, and often eat lemea because it can increase our bolu koja, bajik, lemang, and prenggi. Tat cakes appetite”. were very typical in the community and could be Unlike the Serawai tribe, most food processing found during wedding celebrations and holidays. At in the Rejang community did not use coconut milk. the time of the wedding the community would work Foodstuffs were processed in form of nacang or also together to make the tat cake where the cake was soup,that is, cooking by putting food ingredients into processed by burning using fire coals (firewood). boiling water and given various kinds of seasoning Unlike the tat tat in the Serawai tribe, the tat cake which were sliced. One of the processed animal dishes which was processed by the Rejang tribe used cooked in this way is pindang fish. One of the pineapple as intikue. The pineapple was grated and informants stated that “The fish that have just been sugar was added and cooked until it was dry and obtained from the river or pond is immediately cooked fragrant. The processed pineapple was smeared on top so that it tastes sweet”. Animal foods commonly of the tat cake mixture that has been placed on top of consumed were fish obtained from rivers or ponds the dough. This tat cake would be a dish for guests such as fish nila, emas and catfish. The processing of who came from before the wedding day began or after animal dishes in the Rejang tribe community also used (Tabel 2). a mixture of tempoyak, but it did not use the coconut Besides that, the Rejang tribe people are also milk. used to consume koja sponge cake. In contrast to Tempoyak is prepared by mixing of durian sponge dough in general, in making sponge koja cake pulp with salt and placing in a sealed container to eggs are not shaken until they expand. Eggs are only allow 4-7 days natural lactic acid fermentation. This added with flour, sugar and coconut milk and added fermented durian has distinctive durian smell and sour pandan leaves and suji leaves for green coloring and taste. Fermented durian (tempoyak) is recognized as fragrant aroma. If the durian season arrives, the product of lactic acid fermentation, the volatile sponge koja cake is added with durian and the flavoring constituents of this are largely unknown due addition of durian can increase the flavor of sponge to no analysis of the volatile constituents (Neti, koja cake. Bolu koja is commonly found in the Rejang Erlinda, & Virgilio, 2011) (Leisner et al., 2001). tribe households in holidays.

Picture 3. Bolu Koja

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 127

The Rejang tribe community also knew snack consumed with additional black sticky rice. Lemang foods such as lemang. Lemang is made from sticky was a typical food that was consumed by many people rice grains, which is processed into sticky rice and during the month of Ramadan.

Picture 4. Lemang

The Rejang tribe people live the type of life the bulang language which still included the Malay which is close to agriculture; therefore, the Rejang language family. tribe people are used to consuming fruits. The fruits The main livelihood of the Lembak people was that were often consumed by the community include planting rice in the rice fields and planting vegetables bananas, papaya and watermelons, besides that there and fruits in the dry fields (gardens). The fertile land are seasonal fruits such as cempedak and soursop. was also suitable for being used as a coffee, and 3. Indegenous food in Lembak Tribe pepper garden. Farming work was generally still done The Lembak tribe was not much different from in mutual cooperation and in season. This was similar the Malay community in general, but in some cases to the main livelihood of the Lembak tribe who settled there were differences. In terms of customs in general, in the village of Renah Semanek rural . They relied on Malay culture dominated the culture of the Lembak farming activities as a source of livelihood so this also tribe. The word Lembak means "valley" and also affected the eating habits of the local community. "lebak", that is, land along the river and some Most of the food sources of vegetables consumed by interpreted "back", so that initially the Lembak tribe the community were vegetables that many people got lived along the hill line and close to the river which from rice fields/dryfields/ gardens such as mushrooms was inland. The Lembak people called their language gerigit, kembaang, genjer, taro leaves, unji, lumai, bamboo shoots, eggplants, and tebu telur.

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 128

Table 3. Identification Of Types Of Snacks, Side Dishes And Vegetables Often Consumed By Lembak Tribal Agricultural Household.

Household members Types of food Mothers Father Child Grandmothers Side dishes - Gulai ikan - Bagar ayam - Ikan masak - Gulai ikan rebung asam - Gulai ikan terong tempoyak rebung asam - Ikan masak - Ikan masak - Bagar ayam - Bagar ayam tempoyak tempoyak - Gulai ikan terong - Gulai ikan - Gulai ikan terong - Gulai ikan rebung - Gulai ikan rebung terong - Bagar ayam asam asam - Ikan masak - Gulai botok - Gulai botok - Gulai botok tempoyak - Gulai botok Vegetables - Sambal terong - Gulai manis tebu - Sambal terong - Gulai manis - Sambal tomat telur - Gulai manis tebu tebu telur ikan teri - Sambal terong telur - Sambal terong - Gulai manis tebu - Sambal tomat ikan - Sambal tomat ikan - Sambal tomat telur teri teri ikan teri - Gulai tenawan - Sambal gedang - TumisPucuk - Sambal gedang nangu - Gulai tenawan gedang - Gulai tenawan - Tumis pucuk nangu - Sambal gedang nangu gedang Snacks - Kue goyang - Kue goyang - Juada tat - Juada tat - Lemang tapai - Juada tat - Kue goyang - Kerupuk - Bajek - Kerupuk bumbai - Kerupuk bumbai bumbai - Kerupuk bumbai - Lepek berisi - Bajek - Kue goyang - Lepek berisi - Juada - Juada - Lemang tapai lembut/keghas lembut/keghas - Lapek abang

Cuisine constitutes can be said as an intangible engineering, and has certain characteristics that cultural inheritance symbolizing as a local identity, distinguish it from culinary of other regions (Guerrero such as certain procedures in processing their food, its L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, Biemans SZ, role in community culture and governance, and Vanhonacker F, Issanchou S, Sajdakowska M, Gramli recipes that are maintained from generation to Bs, Scalvedi L, Contel M, 2010). Local foods typical generation. Nowadays, traditional food is not just of regions in Indonesia have been around for a long talking about how to prepare, cook, serve, and time and still survive today so they are highly valued preserve which concerns the culture and past history as a cultural heritage. The recipe used has also been even though local food cannot be separated from handed down from generation to generation, even the legacy, culture, ecology, and environment way to cook it is still preserving the old way. Even (Mardatillah, Raharja, Hermanto, & Herawaty, 2019). though there are modifications or variations, the main According to Guerrero, traditional food or local ingredients and cooking procedures do not change . culinary is a food product that is often consumed by a Tebu telur curry was a vegetable serving that community group or served in a celebration and a was often found in Lembak tribe households because certain time, passed down from generation to in general people plant tebu telur in their home generation, made in accordance with recipes from gardens. One of the informants stated “In towns the generation to generation, made without or with little price of tebu telur is expensive but in this area the

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 129 plant is not bought. If we want to cook it, we can processed together with gerigit mushrooms. Gerigit immediately pick from the garden”. Tebu telur itself is mushroom is a small blackish-brown mushroom that a kind of flower bulb plant. Tebu telur was cooked was usually processed in addition to processed fish. with all seasoning ingredients without chili and diluted Likewise with bamboo shoots, both sour bamboo coconut milk. In addition, in daily servings in the shoots and sweet bamboo shoots were also additional Lembak tribe households, it was also often found food ingredients in processed fish curry.

Picture 5. Tebe Telur

Cooked vegetables which were typical and water one night. Then aromatic rice was served at ceremonies, in both marriage and charity cooked and sprinkled with a pinch of salt to make it ceremonies, were umbut. Umbut which was consumed taste savory. Then for the side dishes that were was a coconut umbut and palm oil umbut (the soft top arranged on the rice were usually in the form of part of coconut/palm oil trees). The umbut was chicken or chicken eggs. Yellow rice/turmeric rice processed with coconut milk without chili so that its will be eaten together with the fathers or children who texture was soft and it tasted sweet. had gathered in the mosque. One of the informants The Lembak tribe had a habit of serving sticky said,” Nasi punjung is typical of our village, we rice in ceremonies for marriage, marriage and other always make it if there are religious ceremonies”.. rituals such as the commemoration of the birthday of Foods of animal sources consumed by the the Prophet. On that day the men went to the mosque Lembak tribe were usually originated from fish to celebrate the birthday of the Prophet. They carried species, most of which were obtained from rivers and out berzanji (singing relegious songs) activities for swamps that surrounded the village. The food was in half a full day. Berzanji is an activity in Aqiqah. the form of fish tanah, mungkus, pulau nila, pelus, Aqiqah is usually performed on the same day as the seluang and kebaraw. The foods of animal sources cukur jam-bul. The meaning of cukur jambul or were processed by giving coconut milk, which was potong jambul from an Islamic perspective is the very commonly called gulai and added with seasoning to first haircut of a newborn child (Raji, Ab Karim, flavor enhancers. Food ingredients that were often Ishak, & Arshad, 2017). After the midnight time the processed in addition to processed fish were bamboo children picked up yellow rice/turmeric rice which had shoots, bite mushrooms, eggplant or tempoyak. been prepared by the mothers in each of their Importantly, the health benefits of eating fish (and respective homes. They usually called the yellow rice seafood in general) are not attributable simply to the dish as nasi punjung. Nasi punjung was made of consumption of marine n-3. Sea (and most freshwater) sticky rice which had been previously soaked with fish also contains (in various amounts) high-quality

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 130 proteins, vitamin D, iodine, and selenium in addition added by tapai ketan hitam (fermented black sticky to n-3, cholesterol, and some other lipids (Hosomi, rice) which was often found during the month of Yoshida, & Fukunaga, 2012). Ramadan. Tapai served at functions suchas festivals Food patterns of a community generally come and weddings. Tapai tastes sweet yet slightly from general food ingredients and can be produced in alcoholic, with a pleasant, fragrant aroma. The the local area (Territory et al., 2017). The type or or cassava is soft and juicy, and there is amount of food in an area generally develops from also some liquid (Dickey, 2005). local foods or foods that have been planted in that Preference of indegenous food in Serawai, Lembak place for a long time. For example in the coastal area, and Rejang Tribe most of the livelihoods of the people in the area are Indegenous food or local culinary is a type fishermen so generally the daily food that is chosen of food that is closely related to an area and inherited and commonly consumed by the people in the area is a from generation to generation as a part of traditional variety of marine fish because the food is easily (Pieniak, Verbeke, Vanhonacker, Guerrero, & obtained or can be produced by themselves. Likewise Hersleth, 2009). According to Almli et al, traditional in mountainous areas that are generally suitable for food is a food product that used to be consumed by gardening or cultivating fields, the majority of the their ancestors and is now often consumed by present- people‟s livelihoods are as farmers, and will more day society (Almli, Verbeke, Vanhonacker, Næs, & often consume various types of vegetables or fruits Hersleth, 2011). Traditional food is formed by a compared to fish species (Territory et al., 2017). developmental process that runs for many years, Indegenous snack foods in the Lembak tribe namely the process of adjusting between foods were often found during wedding and charity events. consumed with the types of food available and forms The types of snacks were juada tat, juada lembut, of activity carried out by the local community. keghas juada, sagon, bajek, and lemang tapai. In the Traditional food has been commonly eaten since Lembak language, juada means cake so that juada tat several generations, consisting of dishes that match means tat cake which is not much different from the tastes, not contrary to the religion and beliefs of the tat cake in the Serawai and Rejang tribes. Juada tat local community, and made from food ingredients and was also a special dish in the celebration of the spices available locally (Sharif et al., 2013) (Guerrero wedding and the celebration of holidays. Juada lembut L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, Biemans SZ, is the name given by the Lembak tribe for cakes which Vanhonacker F, Issanchou S, Sajdakowska M, Gramli were processed like making sponge cake. Because of Bs, Scalvedi L, Contel M, 2010). the soft texture of the cake, the Lembak people call it Factors that influence food consumption are juada lembut. Likewise with the keghas juada, it was very large, and differ from one community to another a cake that was processed resembling with a community in terms of the choice of types and the hard texture and when it was cooked, it was arranged amount of food eaten. Factors that influence daily in a jar. One of the informants said, “Juada is made in food consumption are the type and amount of mutual cooperation when there are weddings and available food produced, income levels and holidays. Mothers gather to make juada”. Lemang knowledge of nutrition (Ventura & Worobey, 2013). tapai was also a traditional food of the Lembak tribe. Biological and psychological factors as well as the The food was in the form of sticky rice, which is surrounding social and cultural context affects us

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 131 differently. This contributes to creating unique food movements and social level in society (Penafiel et al., preferences between individuals. On the other hand, 2019) (McDonald et al., 2015) (Law, Norhasmah, factors such as culture and the immediate environment Gan, Nur‟Asyura, & Nasir, 2018). may also create similar food preferences for groups of Indegenous food is a food that is usually people who live in the same social milieu (Vabø & consumed by certain people with a distinctive taste Hansen, 2014) (Colozza & Avendano, 2019). There that is accepted by the community. To find out the are main factors that influence the profile of food preferences of the agricultural for traditional foods consumption, namely individual characteristics, food interviews were conducted toward each of the characteristics, and environmental characteristics. agricultural households in three tribes. The three tribe Individual characteristics include age, gender, studied in the agricultural households consisted of the education, income, nutritional knowledge, and health. Serawai, Lembak and Rejang tribes. Traditional food Meanwhile, food characteristics include taste, groups were divided into snacks, side dishes and appearance, texture, price, type of food, shape, and vegetables. The following are the results of research combination of foods. Environmental characteristics on traditional food preferences in the agricultural that influence preferences are season (rainy/winter) households based on tribe. N in the table is the number especially traditional vegetables and fruits, energy of people who answered the types of traditional food invested for harvesting due to employment preferences and "n" is the number of people who employment, mobility, occupation, population answered that they loved traditional food the most. 2.1. Serawai Tribe Table 4. Preference For Traditional Snacks Of The Agricultural Households Of The Serawai Tribe No Traditional Snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Apam 2; 2(100.0) 28; 22(78.6) 31; 25(80.6) 30; 26(86.7) 2. Bolu semut 2; 1(50.0) 28; 23(82.1) 31; 28(90.3) 30; 26(86.7) 3. Ceucung 2; 2(100.0) 25; 22(88.0) 30; 26(89.7) 28; 24(85.7) 4. Cucur pandan 2; 2(100.0) 25; 20(80.0) 28; 23(82.1) 25; 22(88.0) 5. Kecepul 2; 1(100.0) 28; 23(82.1) 29; 22(75.9) 28; 24(85.7) 6. Kembang goyang 0; 0(0.0) 25; 20(80.0) 27; 24(88.9) 25; 21(84.0) 7. Kue tat 2; 2(100.0) 29; 23(79.3) 32; 27(84.4) 32; 29(90.6) 8. Lemang tapai 2; 2(100.0) 25; 19(76.0) 26; 21(80.8) 26; 24(92.3) 9. Lepat binti 2; 1(50.0) 29; 26(89.7) 29; 25(86.2) 28; 25(89.3) 10. Lepat ubi 2; 1(50.0) 27; 22(81.5) 29; 25(86.2) 28; 25(89.3) Table 4 showed the traditional snack that was sticky rice. The traditional snack that was most favored the most by the children of the Serawai tribe favored by the mothers of the Serawai tribe family family was lemang tapai. Lemang tapai is a food were bolu semut, while the father of the Serawai tribe made from sticky rice cooked in bamboo and when family liked lepat binti. consumed it is added with tapai made from black Indegenous food has the potential to be a sticky rice fermented. The children loved lemang sustainable, economically, culturally acceptable, and tapai because of the sweetness of fermented black diverse source of nutrition but it has not been

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 132 continuously consumed to prevent malnutrition nutritional benefits to the community. Besides that, it through the diversification of traditional food-based is an optimization of the use of local food that the foods (Schmid, Egeland, Salomeyesudas, Satheesh, & price of food is one of the main factors influencing Kuhnlein, 2006). Traditional food provides many their food choices (Darmon & Drewnowski, 2015). Table 5. Preference For Traditional Side Dishes Among The Agricultural Households Of The Serawai Tribe

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Guasan 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 32; 12(37.5) 15;12(80.0) 2. Bagar ayam 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 3. Gulai botok 0; 0(0.0) 4; 3(75.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 4. Gulai ikan rebung asam 0; 0(0.0) 33; 31(93.9) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 5. Gulai ikan terong 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 6. Gulai ikan undok tegrung 2; 1(100.0) 0; 0(0.0) 38; 27(71.1) 28; 25(89.3) 7. Ikan masak tempoyak 0; 0(0.0) 34; 32(94.1) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 8. Ikan pais 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 34; 27(79.4) 27; 24(88.9) 9. Rebung asam ikan gaguk 2; 1(100.0) 0; 0(0.0) 32; 29(90.6) 30; 25(83.3) 10. Tempoyak ikan mungkus 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 43; 29(67.4) 33; 28(84.8)

Table 5 showed the preference in the traditional Table 6 showed children‟s preference of the side dishes of the Serawai agricultural households Serawai agricultural households for traditional vegetables of sweet and sour bamboo shoots. Sweet varied among children, mothers and fathers. The and sour bamboo shoots were made from bamboo children of the Serawai tribe households preferred shoots cooked in coconut milk without chili. The ikan pais, the mothers liked sour bamboo shoots, sweet taste of bamboo shoots and processed coconut milk without chili made the traditional vegetables gaguk fish and the fathers liked fish cooked with loved by the children. On the other hand, in regard to tempoyak. The side dishes were different in their traditional vegetables the mothers and fathers of the processing but the basic ingredients were processed Serawai tribe families liked gulai nangko (jackfruit curry) very much. using fish.

Table 6. Preferences Of The Serawai Tribal Households For Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai jamur gerigit 2; 2(100.0) 28; 21(75.0) 33; 29(87.9) 29; 26(89.7) 2. Gulai kembang 2; 2(100.0) 22; 14(63.6) 27; 20(74.1) 24;18(75.0) 3. Gulai nangko 2; 2(100.0) 30; 26(86.7) 35; 32(91.4) 32; 30(93.8) 4. Rebung asam manis 2; 2(100.0) 26; 20(76.9) 30; 27(90.0) 29; 28(96.6) 5. Sambal unji 2; 2(100.0) 18; 12(66.7) 26; 21(80.8) 20; 16(80.0) 6. Tumis pucuk lumai 2; 2(100.0) 29; 24(82.8) 33; 29(87.9) 30; 26(86.7) 7. Umbut manis 2; 2(100.0) 27; 22(81.5) 32; 28(87.5) 27; 25(92.6)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 133

Table 7. Preference For Traditional Snacks Among The Lembak Tribe Households

No Traditional snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bajek 3; 2(66.7) 27; 23(85.2) 31; 30(96.8) 28; 27(96.4) 2. Juada lembut 3; 2(66.7) 31; 27(87.1) 31; 27(87.1) 30; 27(90.0) 3. Juada tat 5; 5(100.0) 34; 30(88.2) 33; 28(84.8) 33; 31(93.9) 4. Kerupuk bumbai 2; 2(100.0) 29; 29(100.0) 33; 30(90.9) 29; 28(96.9) 5. Kue goyang 3; 3(100.0) 31; 31(100.0) 32; 32(100.0) 31; 30(96.8) 6. Kue ketan 2; 2(100.0) 27; 22(81.5) 27; 25(92.6) 28; 25(89.3) 7. Lemang tapai 4; 3(75.0) 30; 27(90.0) 31; 31(100.0) 29; 26(89.7) 8. Lepek abang 3; 3(100.0) 27; 22(81.5) 30; 27(90.0) 28; 24(85.7) 9. Lepek berisi 3; 3(100.0) 31; 29(93.5) 32; 30(93.8) 30; 27(90.0) 10. Nasi punjung 4; 3(75.0) 28; 26(92.9) 29; 27(93.1) 27; 25(92.6) Table 7 showed the indegenous food favored taste in crackers. While the mothers liked a traditional by children and the father of the Lembak agricultural snack called lemang tapai household was bumbai crackers. They liked the savory Table 8. Preference For Traditional Side Dishes Among The Agricultural Households Of The Lembak Tribe

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bagar ayam 3; 3(100.0) 33; 33(100.0) 34; 33(97.1) 31; 31(100.0) 2. Gulai botok 0; 0(0.0) 4; 3(75.0) 3; 3(100.0) 4; 4(100.0) 3. Gulai ikan rebung asam 4; 4(100.0) 33; 31(93.9) 35; 35(100.0) 31; 29(93.5) 4. Gulai ikan terong 3; 3(100.0) 33; 33(100.0) 34; 34(100.0) 31; 31(100.0) 5. Ikan masak tempoyak 3; 3(100.0) 34; 32(94.1) 35; 35(100.0) 33; 32(97.0)

Table 8 showed the preference for traditional essential minerals and a more favourable omega 6 to side dishes among the children of the Lembak omega 3 fatty acid ratio (Sheehy et al., 2014). The agricultural households, namely gulai ikan terong traditional food processing techniques that could (eggplant fish curry) and bagar ayam (chicken bagar). enhance the bioavailability of some of these While the mothers and fathers of the Lembak tribe micronutrients in plant-based diets with the aim of households liked almost all of the traditional side ensuring nutrition security and eradicating hidden dishes. The traditional side dishes contained a greater hunger among the indigenous people (Platel & density of protein, several B-vitamins, a number of Srinivasan, 2016) (Hotz & Gibson, 2007). Table 9. The Preference Of The Agricultural Households Of The Lembak Tribe For Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai manis taboo telur 31; 30(96.8) 31; 30(96.8) 33; 32(97.0) 29; 29(100.0) 2. Gulai ten wanmango 28; 24(85.7) 28; 24(85.7) 31; 29(93.5) 26; 23(88.5) 3. Sambal gelding 27; 26(96.3) 27; 26(96.3) 29; 27(93.1) 26; 25(96.2) 4. Sambal pirate 28; 22(78.6) 29; 22(78.6) 30; 26(86.7) 27; 22(81.5) 5. Sambal tiringtaco 25; 22(88.0) 25; 22(88.0) 25; 23(92.0) 23; 22(95.7) 6. Sambal terong 32; 29(90.6) 32; 29(90.6) 35; 35(100.0) 33; 33(100.0) 7. Sambal tomato ikan Teri 31; 28(90.3) 31; 28(90.3) 33; 33(100.0) 29; 29(100.0) 8. Sambal unji 24; 16(66.7) 24; 16(66.7) 21; 19(90.5) 24; 20(83.3) 9. Tumis pucuk gelding 31; 24(77.4) 31; 24(77.4) 32; 29(90.6) 30; 28(93.3)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 134

Table 9 showed the preference of the 2.3. Rejang Tribe agricultural households of the Lembak tribe for Table 10 showed that all of the indegenous traditional vegetables, namely, sambal tomato ikan snacks of the agricultural households of the Rejang teri (anchovy in tomato sauce), sambal terong tribe were favored by members of the agricultural (eggplant in chili sauce) and gulai manis taboo telur households of the Rejang tribe. The traditional Rejang (sweet tebu telor curry). Almost all of the agricultural snacks that were processed with sweet and savory households' mothers and fathers of the Lembak tribe flavors as well as soft texture make these snacks liked the traditional vegetables of the Lembak tribe. preferred by various age groups among the households of the Rejang tribe.

Table 10. Preference Of The Agricultural Households Of The Rejang Tribe For Traditional Snacks

No Traditional Snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bolu kola 1; 1(100.0) 28; 27(96.4) 32; 31(96.9) 31; 30(96.8) 2. Cucur 1; 1(100.0) 31; 29(93.5) 32; 30(93.8) 32; 30(93.8) 3. Culik gigi 3; 3(100.0) 34; 30(88.2) 35; 35(100.0) 34; 34(100.0) 4. Godok-godok 1; 1(100.0) 35; 34(97.1) 37; 35(94.6) 37; 35(94.6) 5. Juada lembut 2; 2(100.0) 31; 31(100.0) 32; 32(100.0) 30; 30(100.0) 6. Kripik pisang 2; 2(100.0) 35; 34(97.1) 34; 34(100.0) 36; 35(97.2) 7. Kue bolu 3; 3(100.0) 37; 36(97.3) 37; 37(100.0) 37; 37(100.0) 8. Kue kembang setaun 2; 1(50.0) 34; 31(91.2) 34; 33(97.1) 33; 31(93.9) 9. Kue tat 3; 3(100.0) 36; 35(97.2) 36; 36(100.0) 38; 37(97.4) 10. Onde-onde 1; 1(100.0) 28; 28(100.0) 29; 26(89.7) 28; 28(100.0)

Table 11 showed that the children and mothers chicken (rendang monok and lapen monok). While the of the Rejang tribe households liked traditional side fathers of the Rejang tribe agricultural farmers dishes in the form of gulai ikan lemea (lemea fish preferred gulai ikan undok tegrung, a side dish with curry), tempoyak ikan nila, rendang monok and lapen the basic ingredients of fish mixed with coconut milk monok. The side dishes were made of fish as the basic and eggplant vegetables. ingredient (gulai ikan lemea, tempoyak ikan nila) and Table 11. Preference Of The Agricultural Farmers Of The Rejang Tribe For Traditional Side Dishes

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Guasan 0; 0(0.0) 15; 11(73.3) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 2. Gulai ikan lemea 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 34; 34(100.0) 3. Gulai ikan undok tegrung 0; 0(0.0) 28; 24(85.7) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 4. Ikan pais 0; 0(0.0) 28; 22(78.6) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 5. Lapen monok 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 6. Pucung 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 31; 29(93.5) 32; 29(90.6) 7. Rebung asam ikan gaguk 0; 0(0.0) 30; 21(70.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 8. Rendang monok 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 9. Tempoyak ikan mungkus 0; 0(0.0) 33; 24(72.7) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 10. Tempoyak ikan nila 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 35; 35(100.0) 35; 34(97.1)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 135

Table 12 showed all children of the agricultural while fathers preferred gulai nangko and sambal households of the Rejang tribe liked traditional tempoyak. This traditional food system produces rich vegetables, namely stamen, namely vegetables gulai sources of energy, protein, minerals and vitamins, nangko, made from young jackfruit, processed with a including iron and vitamin A. In a study, vegetables mixture of coconut milk and anchovy. Almost of the played central dietary roles, and they supplied a mothers from the agricultural households of the the signicant portion of micronutrients to the diet (Grivetti Rejang tribe liked all traditional Rejang vegetables & Ogle, 2000).

Table 12. Preference Of The Agricultural Households Of The Rejang Tribe For The Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai lepang 1; 1(100.0) 26; 20(76.9) 30; 28(93.3) 31; 29(93.5) 2. Gulai nangko 2; 2(100.0) 34; 32(94.1) 35; 34(97.1) 35; 35(100.0) 3. Gulai poong 1; 1(100.0) 32; 24(75.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 4. Gulai telung 1; 1(100.0) 26; 20(76.9) 31; 30(96.8) 31; 30(96.8) 5. Gulai umbut 2; 2(100.0) 28; 24(85.7) 28; 27(96.4) 28; 27(96.4) 6. Gulai umbut sawit 1; 1(100.0) 30; 23(76.7) 30; 29(96.7) 30; 27(90.0) 7. Rebung manis masak tumis 1; 1(100.0) 33; 26(78.8) 37; 34(91.9) 37; 36(97.3) 8. Sambal gedang 2; 2(100.0) 34; 27(79.4) 38; 36(94.7) 39; 37(94.9) 9. Sambal telung kacang 1; 1(100.0) 27; 23(85.2) 28; 24(85.7) 26; 23(88.5) 10. Sambal tempoyak 2; 1(100.0) 35; 32(91.4) 38; 36(94.7) 38; 36(94.7) CONCLUSION Desri Suryani: data collection, data entry, report writing, participated in the drafting of the manuscript In the rural households there were three tribes and edited the manuscript namely Serawai, Rejang and Lembak. From a Ali Khomsan: ethical clearance, survey of study site qualitative perspective the concept of „„Traditional” in REFERENCES a food context is made up of five main dimensions: Almli, V. L., Verbeke, W., Vanhonacker, F., Næs, T., heritage, variety, habit, origin, simplicity, and special & Hersleth, M. (2011). General image and occasions. There is so much diversity in indegenous attribute perceptions of traditional food in six European countries. Food Quality and health foods of three tribes were bolu semut, rebung Preference, 22(1), 129–138. asam ikan gaguk, guasan, gulai nangko,and gulai https://doi.org/10.1016/j.foodqual.2010.08.008 jamur gerigit. Preferences for indegenous foods Bartkiene, E., Steibliene, V., Adomaitiene, V., among different generations show preference for Juodeikiene, G., Cernauskas, D., Lele, V., … Guiné, R. P. F. (2019). Factors Affecting traditional snacks, traditional side dishes and Consumer Food Preferences: Food Taste and vegetables in households. The preference for Depression-Based Evoked Emotional Expressions with the Use of Face Reading indegenous foods varied between the children, Technology. BioMed Research International, mothers and fathers. 2019, 1–10. https://doi.org/10.1155/2019/2097415 Availability of data and materials. We do not wish to Colozza, D., & Avendano, M. (2019). Social Science share our data, for some confidential statement from & Medicine Urbanisation , dietary change and some information which cannot be shared in public. traditional food practices in Indonesia : A longitudinal analysis. Social Science & Medicine, 233(February), 103–112. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2019.06.007

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 136

Darmon, N., & Drewnowski, A. (2015). Contribution Research International, 33(3–4), 147–152. of food prices and diet cost to socioeconomic https://doi.org/10.1016/S0963-9969(00)00028-4 disparities in diet quality and health: a systematic review and analysis. Nutrition Law, L. S., Norhasmah, S., Gan, W. Y., Nur‟Asyura, Reviews, 73(10), 643–660. A. S., & Nasir, M. T. M. (2018). The https://doi.org/10.1093/nutrit/nuv027 Identification of the Factors Related to Household Food Insecurity among Indigenous Dickey, N. W. (2005). Fermentations in world Food People (Orang Asli) in Peninsular Malaysia Processing. Journal of Patient Safety, 1(1), 1. under Traditional Food Systems. Nutrients, 10, https://doi.org/10.1097/01209203-200503000- 1–14. https://doi.org/10.3390/nu10101455 00001 Leisner, J. J., Vancanneyt, M., Rusul, G., Pot, B., Gewa, C. A., Onyango, A. C., Angano, F. O., Stabile, Lefebvre, K., Fresi, A., & Tee, L. K. (2001). B., Komwa, M., Thomas, P., & Krall, J. (2019). Identification of lactic acid bacteria constituting Mothers‟ beliefs about indigenous and the predominating microflora in an acid- traditional food affordability, availability and fermented condiment (tempoyak) popular in taste are significant predictors of indigenous and Malaysia. International Journal of Food traditional food consumption among mothers Microbiology, 63(1–2), 149–157. and young children in rural Kenya. Public https://doi.org/10.1016/S0168-1605(00)00476-1 Health Nutrition, 22(16), 2950–2961. https://doi.org/10.1017/S1368980019001848 Mahmudiono, T., Sumarmi, S., & Rosenkranz, R. R. (2017). Household dietary diversity and child Grivetti, L. E., & Ogle, B. M. (2000). Value of stunting in East Java, Indonesia. Asia Pacific Traditional Foods in Meeting Macro- and Journal of Clinical Nutrition, 26(2), 317–325. Micronutrient needs: The Wild Plant https://doi.org/10.6133/apjcn.012016.01 Connection. Nutrition Research Reviews, 13(01), 31. Mardatillah, A., Raharja, S. J., Hermanto, B., & https://doi.org/10.1079/095442200108728990 Herawaty, T. (2019). Riau Malay food culture in Pekanbaru, Riau Indonesia: commodification, Guerrero L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, authenticity, and sustainability in a global Biemans SZ, Vanhonacker F, Issanchou S, business era. Journal of Ethnic Foods, 6(1), 1– Sajdakowska M, Gramli Bs, Scalvedi L, Contel 10. https://doi.org/10.1186/s42779-019-0005-7 M, H. M. (2010). Perception of Traditional Food Products in Six European Regions Using Free McDonald, C. M., McLean, J., Kroeun, H., Talukder, Word Association. Food Quality and A., Lynd, L. D., & Green, T. J. (2015). Preference, 21, 225–233. Household food insecurity and dietary diversity as correlates of maternal and child Hosomi, R., Yoshida, M., & Fukunaga, K. (2012). undernutrition in rural Cambodia. European Seafood consumption and components for Journal of Clinical Nutrition, 69(2), 242–246. health. Global Journal of Health Science, 4(3), https://doi.org/10.1038/ejcn.2014.161 72–86. https://doi.org/10.5539/gjhs.v4n3p72 Neti, Y., Erlinda, I. D., & Virgilio, V. G. (2011). The Hotz, C., & Gibson, R. S. (2007). Traditional food- effect of spontaneous fermentation on the processing and preparation practices to enhance volatile flavor constituents of durian. the bioavailability of micronutrients in plant- International Food Research Journal, 18(2), based diets. The Journal of Nutrition, 137(4), 635–641. 1097–1100. https://doi.org/10.1093/jn/137.4.1097 Nkhata, S. G., Ayua, E., Kamau, E. H., & Shingiro, J. B. (2018). Fermentation and germination Johnson, J. S., Nobmann, E. D., & Asay, E. (2012). improve nutritional value of cereals and legumes Factors related to fruit, vegetable and traditional through activation of endogenous enzymes. food consumption which may affect health Food Science and Nutrition, 6(8), 2446–2458. among Alaska Native People in Western Alaska. https://doi.org/10.1002/fsn3.846 International Journal of Circumpolar Health, 71(1), 1–8. Park, S., Hongu, N., & Daily, J. W. (2016). Native https://doi.org/10.3402/ijch.v71i0.17345 American foods: History, culture, and influence on modern diets. Journal of Ethnic Foods, 3(3), Jordana, J. (2000). Traditional foods: Challenges 171–177. facing the European food industry. Food https://doi.org/10.1016/j.jef.2016.08.001

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 137

Penafiel, D., Cevallos-valdiviezo, H., & Damme, P. Schmid, M. A., Egeland, G. M., Salomeyesudas, B., Van. (2019). Local traditional foods contribute Satheesh, P. V., & Kuhnlein, H. V. (2006). to diversity and species richness of rural Traditional food consumption and nutritional women‟s diet in Ecuador. Public Health status of Dalit mothers in rural Andhra Pradesh, Nutrition, (8), 1–10. South India. European Journal of Clinical https://doi.org/10.1017/S136898001900226X Nutrition, 60(11), 1277–1283. https://doi.org/10.1038/sj.ejcn.1602449 Pieniak, Z., Verbeke, W., Vanhonacker, F., Guerrero, L., & Hersleth, M. (2009). Association between Schuster, R. C., Wein, E. E., Dickson, C., & Chan, H. traditional food consumption and motives for M. (2011). Importance of traditional foods for food choice in six European countries. Appetite, the food security of two first nations 53, 101–108. communities in the yukon, canada. International https://doi.org/10.1016/j.appet.2009.05.019 Journal of Circumpolar Health, 70(3), 286–300.

Platel, K., & Srinivasan, K. (2016). Bioavailability of Sharif, M. S. M., Nor, N. M., & Zahari, M. S. M. micronutrients from plant foods: An update. (2013). The Effects of Transmission of Malay Critical Reviews in Food Science and Nutrition, Daily Food Knowledge on the Generation 56(10), 1608–1619. Practices. Procedia - Social and Behavioral https://doi.org/10.1080/10408398.2013.781011 Sciences, 85(2004), 227–235. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.08.354 Raji, M. N. A., Ab Karim, S., Ishak, F. A. C., & Arshad, M. M. (2017). Past and present Sheehy, T., Kolahdooz, F., Schaefer, S. E., Douglas, practices of the Malay food heritage and culture D. N., Corriveau, A., & Sharma, S. (2014). in Malaysia. Journal of Ethnic Foods, 4(4), Traditional food patterns are associated with 221–231. better diet quality and improved dietary https://doi.org/10.1016/j.jef.2017.11.001 adequacy in Aboriginal peoples in the Northwest Territories, Canada. J Hum Nutr Roche, M. L., Creed-Kanashiro, H. M., Tuesta, I., & Diet, 28, 262–271. Kuhnlein, H. V. (2008). Traditional food https://doi.org/10.1111/jhn.12243 diversity predicts dietary quality for the Awajún in the Peruvian Amazon. Public Health Territory, N., Ferguson, M., Brown, C., Georga, C., Nutrition, 11(5), 457–465. Miles, E., Wilson, A., & Brimblecombe, J. https://doi.org/10.1017/S1368980007000560 (2017). Traditional food availability and consumption in remote Aboriginal communities Roudsari, A. H., Vedadhir, A., Amiri, P., Kalantari, in the Northern Territory, Australia. Australian N., Omidvar, N., Eini-Zinab, H., & Sadati, S. M. and New Zealand Journal of Public Health, H. (2017). Psycho-socio-cultural determinants 41(3), 294–299. https://doi.org/10.1111/1753- of food choice: A qualitative study on adults in 6405.12664 social and cultural context of Iran. Iranian Journal of Psychiatry, 12(4), 238–247. Vabø, M., & Hansen, H. (2014). The Relationship Retrieved from between Food Preferences and Food Choice : A https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC Theoretical. International Journal of Business 5816913/ and Social Science, 5(7), 145–157.

Ventura, A. K., & Worobey, J. (2013). Early influences on the development of food Sarkar, P., Lohith, K. D. H., Dhumal, C., Panigrahi, S. preferences. Current Biology, 23(9), R401– S., & Choudhary, R. (2015). Traditional and R408. https://doi.org/10.1016/j.cub.2013.02.037 ayurvedic foods of Indian origin. Journal of Ethnic Foods, 2(3), 97–109. https://doi.org/10.1016/j.jef.2015.08.003

Scaglioni, S., Arrizza, C., Vecchi, F., & Tedeschi, S. (2015). Determinants of children‟s eating behavior. Am J Clin Nutr, 94, 2006–2011. https://doi.org/10.3945/ajcn.110.001685.1

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 138

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 139

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

RELATIONSHIP OF VEGETABLE AND FRUIT CONSUMPTION WITH CENTRAL OBESITY IN ADULT IN PASAR IKAN COMMUNITY HEALTH CENTERS BENGKULU CITY IN 2018

Ketut Murni1), Desri Suryani1), dan Tetes Wahyu W1)

1Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Jl. Indragiri No. 03, Kota Bengkulu, 38225 E-mail: [email protected]

Submited: 9 October 2019 ; Accepted: 10 October 2019 https://doi.org/10.36525/sanitas.2019.8

ABSTRACT Adulthood was where the nutritional needs of the adult age changed according to the age group. Lifestyle changes, in accordance with the changes in diet from traditional food to modern food habits led to overweight and obesity. The purpose of this study was to determine the relationship of vegetable and fruit consumption with the incidence of central obesity in adults in Pasar Ikan Bengkulu Health Center of Bengkulu City in 2018. This research was descriptive research with cross-sectional approach. The location of this research was in Pasar Ikan Bengkulu Health Center of Bengkulu City. The technique sampling was using simple random sampling with 74 sampel. The data was collected by using interview and FFQ semi kuantitatif, then analyzed by univariate and bivariate. The results of this research were 82,4% for vegetable consumption which was included in poor category, 55.4% fruit consumption which was included in good category and 78.4% for waist circumference which was included in central obesity, it was tested by using chi square test. The result showed that there was no relationship between the habits of consuming vegetables with the incidence of central obesity (ρ> 0.05) and there was no association between the habits of consuming fruit with the incidence of central obesity (ρ> 0.05). It was important to provide counseling about the importance of eating fruits and vegetables so the obese can always control their weight and add insight to constantly adjust their diet.

Keywords: Vegetables consumption, Fruits consumption and central obesity HUBUNGAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH DENGAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL PADA DEWASA DI PUSKESMAS PASAR IKAN KOTA BENGKULU TAHUN 2018

ABSTRAK Masa dewasa merupakan dimana kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai dengan kelompok usia tersebut. Perubahan gaya hidup, terkait dengan perubahan pola makan dari tradisional ke kebiasaan makanan modern menyebabkan terjadinya overweight dan obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu pada bulan April. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling sebanyak 74 sampel. Data dikumpulkan melalui wawancara dan FFQ semi kuantitatif dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi sayur hampir seluruh kategori kurang (82,4%), konsumsi buah 55,4% kategori baik dan lingkar pinggang 78,4% kategori obesitas sentral. Tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral (p>0,05) dan tidak ada hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian obesitas sentral (p>0,05). Perlu diberikan penyuluhan tentang pentingnya makan sayur dan buah sehingga penderita obesitas dapat selalu mengontrol berat badan dan menambah wawasan untuk selalu mengatur pola makannya.

Kata Kunci: Konsumsi sayur, konsumsi buah dan obesitas sentral Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 81

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

PENDAHULUAN Masa dewasa merupakan dimana kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai dengan kelompok usia tersebut. Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, dan menghambat perkembangan penyakit degeneratif. Susunan makanan yang dapat mengoptimalkan kesehatan gizi jangka panjang adalah dengan menerapkan pola makan seimbang, beraneka ragam, rendah lemak terutama lemak jenuh dan banyak mengkonsumsi sayur dan buah Obesitas cenderung meningkat pada populasi dewasa. Sekitar 80-90% kasus obesitas diperkirakan ditemukan pada rentang usia dewasa.5 Berbagai penelitian menunjukkan golongan umur 20 sampai 64 tahun berisiko terkena obesitas. Faktor terkait dengan kejadian obesitas meliputi faktor lingkungan dan sosial, gangguan sistem syaraf dan endokrin, faktor gaya hidup, konsumsi makanan tinggi lemak, konsumsi makanan berlebihan, umur, faktor psikologi/stres, perilaku merokok, dan konsumsi alkohol.16 Faktor langsung yang menyebabkan obesitas sentral yaitu makanan dan minuman manis, makanan tinggi lemak, serta kurang mengonsumsi sayur dan buah dengan mengonsumsi sayur dan buah seseorang bisa menurunkan berat badan karena sayur dan buah merupakan sumber antioksidan dan fitokimia dan jika dikonsumsi memiliki kalori rendah. 3 Buah merupakan sumber yang baik dari antioksidan dan fitokimia seperti vitamin C, karoten, flavonoid, dan polifenol buah mengandung sejumlah gula alamiah, seperti fruktosa dan glukosa mengonsumsi buah secara teratur dan tidak berlebihan dapat mengontrol nafsu makan dan menurunkan berat badan, sayuran juga menyumbang sejumlah vitamin, mineral, serta larut dan tidak larut, karbohidrat, protein, lemak dan berbagai nutrisi dalam sehari-hari. 4

Konsumsi sayur dan buah diperlukan tubuh sebagai sumber vitamin, mineral dan serat dalam mencapai pola makan sehat sesuai anjuran pedoman gizi seimbang untuk kesehatan yang optimal.12 Sayur dan buah memiliki energi yang rendah dan merupakan sumber serat dan mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Berdasarkan Riskesdas 2013, anjuran untuk mengonsumsi sayur dan buah adalah minimal 5 porsi/hari namun proporsi kurang makan

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 82

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

sayur dan buah di Indonesia sangat tinggi sebanyak 93,6 % sedangkan di Kota Bengkulu proporsi makan buah dan sayur 5 porsi/ hari tinggi sebanyak 3,2. 13 Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) dalam Studi Diet Total (SDT) 2014 bahwa konsumsi penduduk terhadap sayur dan olahannya serta buah dan olahannya masih tergolong rendah.12 Kebutuhan sayur dan buah sesuai berat porsi yang dianjurkan Pedoman Gizi Seimbang menurut kelompok umur yaitu, anjuran konsumsi sayur dan buah untuk kelompok usia dewasa dan lansia 400-600 gr/hr yang terdiri dari 250 gram sayur (setara dengan 2 porsi atau 2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Permasalahan utama yang dihadapi dalam konsumsi buah dan sayur adalah bahwa secara nasional konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia masih berada di bawah konsumsi yang dianjurkan. Hasil penelitian Hermina dan Prihatini (2016) sebanyak 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kelompok umur yang kurang mengonsumsi sayur dan buah kelompok dewasa (96,9%). Penelitian Hermina dan Prihatini (2016) Sebanyak 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kelompok umur yang kurang mengonsumsi sayur dan buah kelompok dewasa (96,9%). 8 Hasil penelitian Esmaillzadeh et al, (2006) menunjukkan bahwa asupan buah dan sayur yang lebih tinggi berhubungan dengan rendahnya risiko sindrom metabolik. Obesitas, khususnya obesitas abdominal dan salah satu komponen penting untuk mendiagnosanya adalah lingkar pinggang. 7,10 Berdasarkan Riskesdas (2013) secara nasional, prevalensi obesitas sentral mencapai 26.6 % pada usai dewasa. Sedangkan di Kota Bengkulu prevalensi obesitas sentral meningkat di tahun 2013 yaitu sebesar 37,4% dan prevalensi obesitas sentral berdasarkan karakteristik umur 25-34 sebesar 26,5%, 35-34 sebesar 32,4 %, 45-54 sebesar 33,2 %, 55-54 sebesar 27,9 %. Prevalensi obesitas sentral atau terendah di temui di Kabupaten Seluma (12,5%) dan tertinggi di Kota Bengkulu (37,4%). 13 Berdasarkan data yang diperoleh di Provinsi Bengkulu tahun 2016 dari 5 Kabupaten prevalensi obesitas sebesar 24% sedangkan di Kota Bengkulu sebesar 60,31%. Di Puskesmas Pasar Ikan jumlah usia 25-64 tahun sebesar 28l orang. 14 Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 83

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 dewasa usia 25-64 tahun di Puskesmas Pasar Ikan dilakukan pengukuran Lingkar Pinggang (LP) didapatkan hasil pengukuran Lingkar Pinggang (LP) dari 8 sampel melebihi dari > 80 cm untuk perempuan dan Lingkar Pinggang (LP) laki-laki melebihi > 90 cm dengan konsumsi sayur dan buahnya dari 10 sampel hanya 2 sampel ( 1 laki-laki dan 1 perempuan mengonsumsi buah sesuai dengan anjuran yaitu ≥ 150 gram sedangkan mengonsumsi sayur di bawah dari anjuran yaitu < 250 gram. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Dilaksanakan pada bulan April 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah semua laki-laki dan perempuan usia 25-64 tahun di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu yaitu sebanyak 281 orang dengan populasi obesitas sentral berjumlah 224 orang sedangkan pada populasi non obesitas sentral berjumlah 57 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 74 orang dengan sampel obesitas 58 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Variabel yang diteliti yaitu konsumsi sayur dan buah dan obesitas sentral. Konsumsi sayur dan buah dengan wawancara menggunakan form FFQ semi kuantitatif serta obesitas sentral dengan pengukuran lingkar pinggang menggunakan seca. Analisis statistik menggunakan uji chi square. HASIL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Konsumsi Sayur dan Buah Pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Tahun 2018.

No Variabel Penelitian N % Konsumsi Sayur 1 Kurang 61 82,4 Baik 13 17,6 2 Konsumsi Buah

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 84

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Kurang 33 44,6 Baik 41 55,4 3 Lingkar Pinggang Obesitas Sentral 58 78,4 Tidak Obesitas Sentral 16 21,6 Jumlah 74 100

Tabel 1 menunjukkan konsumsi sayur 82,4 % dalam kategori kurang, konsumsi buah 55,4 % dalam kategori baik dan lingkar pinggang 78,4 % kategori obesitas sentral.

Tabel 2. Hubungan Konsumsi Sayur dengan Obesitas Sentral pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018

Lingkar Pinggang ρ-value Tidak Obesitas Total Konsumsi Obesitas sentral sentral sayur

n % n % n % Kurang 48 78,7 13 21,3 61 100 0,572 Baik 10 76,9 3 23,1 13 100 Jumlah 58 78,4 16 21,6 74 100

Tabel 2 menunjukkan dari 61 konsumsi sayur yang kurang pada responden terdapat 48 orang (78,7%) dengan status gizi obesitas sentral dan dari 13 konsumsi sayur yang baik pada responden terdapat 10 orang (76,9%) dengan status gizi obesitas sentral.

Tabel 3. Hubungan Konsumsi Buah dengan Obesitas Sentral pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018

Lingkar Pinggang ρ-value Tidak Obesitas Total Konsumsi Obesitas sentral sentral Buah

n % n % n % Kurang 28 84,8 5 15,2 33 100 0,353 Baik 30 73,2 11 26,8 41 100 Jumlah 58 78,4 16 21,6 74 100

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 85

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Tabel 3 menunjukkan dari 33 konsumsi buah yang kurang pada responden terdapat 28 orang (84,3%) dengan status gizi obesitas sentral dan dari 41 responden yang konsumsi buah yang baik ditemukan 30 orang (73,2%) dengan status gizi obesitas sentral.

PEMBAHASAN

Konsumsi Sayur Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan ρ-value 0,572. Dalam studi lain analisis cross-sectional dari 11.707 orang dewasa di Eropa prevalensi obesitas dan obesitas sentral dievaluasi dengan diet tradisional dan khusus dalam dua kelompok Meksiko; hasil penelitian menunjukkan bahwa diet tradisional yang kaya buah-buahan dan sayuran secara signifikan tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang (LP) sehingga menekankan pentingnya mengganti beberapa senyawa diet dengan makanan tersebut dan produk kaya serat, yang dapat membantu untuk menghindari penambahan berat badan. 2 Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa konsumsi sayur pada responden masih kurang dibandingkan dengan anjuran standar konsumsi sayur per hari menurut Pedoman Gizi Seimbang yaitu 400 gram per orang per hari yang terdiri dari 250 gram sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian Hermina dan Prihatini (2016) yang menunjukkan bahwa 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah pada kelompok dewasa yang kurang mengonsumsi sayur sebesar 96,9%. Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) bahwa konsumsi penduduk terhadap sayur dan olahannya masih tergolong rendah. Faktor kebiasaan dan ekonomi dapat menjadi alasan rendahnya konsumsi sayur pada responden. Selain itu, budaya pada masyarakat menganggap bahwa dalam sekali makan cukup dengan mengonsumsi makanan pokok dan lauk saja, sedangkan sayur hanya dianggap sebagai makanan tambahan, bukan sebagai makanan utama yang harus dipenuhi dan dikonsumsi setiap hari. 8,12 Konsumsi sayur dan buah yang belum memadai berpengaruh terhadap vitamin, mineral serta serat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Masih tingginya masalah gizi di

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 86

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

masyarakat diduga berkaitan dengan pola konsumsi makanan di masyarakat yang belum sesuai dengan lifestyle dan gaya hidup sehat pada berbagai kelompok umur, terutama pola makan dalam konteks gizi seimbang. 12 Sayur merupakan suatu kelompok pangan yang mengandung berbagai zat gizi (vitamin dan mineral), serat, serta senyawa fitokimia yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan salah satu sumber serat terbesar dibanding pangan lainnya. Serat memiliki manfaat yang berpengaruh bagi kesehatan tubuh, seperti mekanismenya dalam penurunan asupan energi, pengurangan asupan total yang disebabkan lamanya waktu mengunyah dan menelan, serta meningkatkan motilitas, pengosongan lambung dan usus, dan mengurangi absorbsi, menambahkan bahwa konsumsi serat mengurangi rasa lapar dan meningkatkan rasa kenyang. 4 Konsumsi sayur sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan. Sayuran merupakan sumber serat yang baik karena terdapat serat yang larut air (pektin) dan serat yang tidak larut air seperti selulosa. Sayur dengan warna hijau memiliki kandungan air yang sangat tinggi, kandungan energi yang rendah serta mikronutrien yang relatif tinggi.22 Penyebab obesitas karena gaya hidup tidak sehat, genetik dan pengaruh lingkungan. Menurut Miller, Moore, & Kral, (2011) pola makan yang tidak sehat dan kurangnya konsumsi sayur.15 Rendahnya konsumsi sayuran karena individu memilih suatu makanan tertentu, yang dipengaruhi faktor individual dan kolektif. Secara individual terdapat ketertarikan terhadap makanan (food preference) berdasarkan selera, rasa, dan pengalaman.17 Kurangnya konsumsi sayur dapat mengakibatkan berbagai dampak yaitu memicu perkembangan obesitas karena merupakan makanan yang rendah energi dan kaya akan serat yang akan menghambat terjadinya penimbunan lemak pada tubuh sehingga menyebabkan obesitas. Kurang mengkonsumsi sayur dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat gizi seperti vitamin, mineral dan serat sehingga menimbulkan terjadinya berbagai penyakit contohnya penyakit degeneratif yang pada umumnya disebabkan oleh kegemukan dan penyakit saluran pencernaan.9

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 87

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur pada dewasa. Penelitian Rasmussen et al (2006) menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor determinan yang berhubungan konsumsi sayur yaitu faktor usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, preferensi/kesukaan makan dan ketersediaan sayur di rumah. 18 Konsumsi Buah Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan ρ- value 0,353.

Konsumsi responden terhadap buah (55,4%) lebih baik daripada konsumsi sayur. Konsumsi buah yang cukup seharusnya dapat mencegah dari kegemukan namun ada beberapa sampel dengan konsumsi cukup buah namun memiliki berat badan gemuk. Hal ini dapat disebabkan karena konsumsi buah dalam bentuk lain seperti jus. Dari hasil wawancara FFQ semi kuantitatif responden mengatakan selain mengonsumsi buah potong juga mengonsumsi buah dalam bentuk jus. Ketiadaan hubungan antara konsumsi buah dengan kegemukan salah satunya dapat disebabkan oleh konsumsi buah dalam bentuk jus hal ini dikarenakan dalam jus diberi penambahan gula sekitar 1-2 penukar. Dengan demikian buah yang awalnya rendah energi menjadi tinggi energi dengan penambahan gula. Penelitian Esmaillzadeh dan Azadbakht (2008) pada perempuan Iran, menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pola makan yang sehat disertai asupan serat tinggi memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami obesitas umum dan obesitas sentral.5 Selain sayur, buah-buahan juga merupakan jenis pangan sumber serat. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dengan obesitas sentral (r= -0.063, p= 0.543).7 Hasil penelitian ini sejalan dengan Diana et al (2013) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian obesitas sentral diduga karena konsumsi buah kurang sebesar 97.9%, serta karena kandungan serat dari buah yang dikonsumsi seperti apel, mangga, pisang, jeruk, dan papaya tidak mencukupi kebutuhan. Menurut Rozaline (2006) kandungan serat makanan pada sayuran lebih banyak dibandingkan pada buah-buahan.19

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 88

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Konsumsi buah yang rendah merupakan faktor risiko terhadap penyebab obesitas sentral dapat terjadi karena perilaku dan gaya hidup, perilaku makan serta faktor sosial ekonomi. Salah satu penyebab terbesar dari obesitas adalah perubahan dalam pola makan dan pola hidup yang menjadi lebih kebarat-baratan (western). Pola makan yang kebarat-baratan biasanya miskin serat dimana sebagian besar penduduk Indonesia memiliki konsumsi serat yang rendah yaitu sebanyak 80% penduduk Indonesia mengkonsumsi serat = 15 gram/orang/hari. Hasil penelitian Dewi, 2002 mengatakan bahwa semakin rendah konsumsi serat maka semakin tinggi terjadinya obesitas. 6 Buah mengandung serat, vitamin, mineral dan air. Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu, kandungan serat pangan yang terdapat dalam buah-buahan rendah. Kandungan serat pangan dalam buah-buahan yang terbesar yaitu senyawa pektin dan lignin. Selain sebagai sumber serat pangan, buah-buahan juga merupakan sumber vitamin yang sangat baik (khususnya vitamin B dan C) dan mineral. 1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi buah pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Story (2002) ditemukan konsumsi buah pada masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah), faktor lingkungan sosial (keluarga), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa ( pemasaran). 20 Faktor selain buah yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas sentral antara lain karakteristik demografi dan sosial-ekonomi, gaya hidup. Karakteristik demografi dan sosial- ekonomi meliputi umur, jenis kelamin, status pernikahan, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran per kapita. Obesitas sentral lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Semakin meningkatnya umur, maka semakin tinggi risiko terjadinya obesitas sentral. Umur merupakan faktor prediksi dari terjadinya obesitas sentral.21 Kecenderungan obesitas dialami oleh seseorang yang berumur lebih tua diduga akibat lambatnya metabolisme, rendahnya aktivitas fisik, seringnya frekuensi konsumsi pangan, dan kurangnya perhatian pada bentuk tubuhnya. 11 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh konsumsi sayur pada dewasa kategori kurang dan sebagian dari konsumsi buah pada dewasa kategori baik. Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 89

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Tidak ada hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa ditandai dengan hasil (ρ-value > 0,05). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dan penguji yang telah memberikan saran yang bersifat membangun sehingga KTI ini dapat diselesaikan dan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan dan dana pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA

1. Astawan, M, dan T. Wresdiyati. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri; 2004. 2. Bes-Rastrollo M, Martínez-González MA, dkk. Association of fiber intake and fruit/vegetable consumption with weight gain in a Mediterranean population. Nutrition. 2006. 3. Burhan, F. Z, Sirajuddin, S. dan Indriasari, R. Pola Konsumsi Terhadap Kejadian Obesitas Sentral pada Pegawai Pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar. 2013; 1-14. 4. Dalimartha S, Andrian F. Fakta Ilmiah Buah dan Sayur. Jakarta. 2013. 5. David, J. Wellness Concepts and Applications, 3rd.ed. United States of America: Hoffman Press; 2000. 6. Dewi, Emy S. Hubungan Antara Konsumsi Lemak Dan Serat Dengan Status Gizi. Semarang: UNES. 2002. 7. Esmaillzadeh A, Masoud K, dkk. Fruit and vegetable intakes, C-reactive protein, and the metabolic syndrome. Amerika. Journal of Clinical Nutrition. 2017; 1489-97. 8. Hermina dan Prihatini S. Gambaran Konsumsi Sayur dan Buah Penduduk Indonesia dalam Konteks Gizi Seimbang: Analisis Lanjut Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014. Jakarta: Buletin Penelitian Kesehatan. 2016; Vol. 44, No. 3: 205-18. 9. Jahari & Sumarno. Epidemiologi Konsumsi Serat Di Indonesia. Puslitbang Gizi Depkes RI; 2001. 10. Jalal F, Lupito NI, Susanti N, Oenzil F. Hubungan lingkar pinggang dengan kadar gula darah, trigliserida dan tekanan darah pada etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Padang: Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas. 2006; 1-23. 11. Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, KaewKungwal J, Tungtrongchitr R, Lotrakul M. Factors associated with obesity among workers in a metropolitan 50 waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005; 36:1057- 1065. 12. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 90

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

13. Kementerian Kesehatan RI, Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2013. 14. Kementerian Kesehatan RI, Riskesdas Dalam Angka Provinsi Bengkulu. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2013. 15. Miller., Moore., & Kral. Children’s daily fruit and vegetable intake: Associations with maternal intake and child weight status. Journal of Nutrition Education and behavior. 2011; 1-5. 16. Mukherjee B, Hossain CM, Mondal L, Paul P, and Ghosh MK. Review: Obesity and insulin resistance: an abridged molecular correlation. Lipid Insights. 2013; 1-11. 17. Raine, K. D. Determinants of healthy eating in Canada. Centre for Health Promotion Studies, University of Alberta. 2005. 18. Rasmussen, M., Kloner, R., Klepp, K., Lytle, L., Brug, J., Bere, E., Due, P. Determinants of Fruit and Vegetable Consumption Among Children and Adolescents: A Review of The Literature. Part I: Quantitative Studies. International of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 2006; 3(22): 1-19. 19. Rozaline H, Sekarindah T. Terapi Jus Buah dan Sayur. Depok (ID): Niaga Swadaya; 2006. 20. Story, M., Sztainer, DN., French, S. Individual and environmental influence on adolescent eating behaviors. Journal of the America Dietetic Association. 2002; 102 (3): 40-51. 21. Veghari, G. Sedaghat, M. Joshaghani, H., dkk. The Prevalence And Associated Factors Of Central Obesity In Northem Iran. Iranian Cardiovascular Research Journal. 4:4. 2010; 164-68. 22. Yuliarti, Nurheti. Food Suplement: Panduan Mengonsumsi Makanan Tambahan Untuk Kesehatan Anda. Yogjakarta: Banyu Media; 2008.

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 91

PENGARUH SENAM PRENATAL YOGA TERHADAP KESIAPAN IBU PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI PERSALINAN DI BPM KOTA BENGKULU

Yuniarti, Eliana

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu, Jurusan Kebidanan [email protected]

Abstract: For a primigravida first face pregnancy, when the face of the delivery process tends to unpreparedness this is because labor is something new was going to happen. Practicing yoga exercises during this period is one of self-help solutions which support the process of pregnancy, birth, both physically and psychologically The purpose of this study is expected to influence prenatal yoga exercises on the readiness of labor in primigravida face BPM in Bengkulu City in 2015. This research uses quasi- experimental methods, the sampling technique with purposive sample totaling totaling 30 samples comprising 15 people carry out prenatal yoga exercises (cases) 15 people given pregnancy exercise (control). Data collection techniques directly to the two groups of pregnant women primigravidae Trimester III before the intervention were given a questionnaire to see the birth preparedness, further intervention group prenatal yoga exercises 2 times a week for 1 month, analysis of the data used test sample t test. Univariate results obtained an average yield of readiness before the intervention prenatal yoga exercises in the face of normal delivery was 19,67 after intervention decreased to 10,80, bivariate analysis obtained p value: 0,005 <α 0,05, which means there is the influence of prenatal yoga exercise on preparedness primigravida in the face of labor in BPM in the city of Bengkulu 2015. For health workers, especially midwives do prenatal yoga training exercise in pregnant women and can be taught to pregnant women for prenatal yoga exercises melakukakan useful for Preparing mother both physically and psychologically in the face of labor Keywords: Prenatal yoga Gymnastics, Readiness

Abstrak: Primigravida yang pertama kali menghadapi kehamilan, ketika wajah persalinan cenderung tidak siap karena persalinan adalah sesuatu yang baru yang akan terjadi. Berlatih yoga selama periode ini adalah salah satu solusi mandiri yang mendukung proses kehamilan, kelahiran, baik secara fisik maupun psikologis. Tujuan dari penelitian ini dapat mempengaruhi praktik yoga prenatal pada kesiapan tenaga kerja di primigravida yang menghadapi BPM di Kota Bengkulu. pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode kuasi-eksperimental, teknik pengambilan sampel dengan sampel purposif sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 15 orang melakukan latihan yoga prenatal (kasus) 15 orang diberi pelatihan kehamilan (kontrol). Teknik pengumpulan data langsung ke dua kelompok wanita hamil primigravidae Trimester III sebelum intervensi diberikan kuesioner untuk melihat kesiapan persalinan, kelompok intervensi latihan yoga prenatal lanjut 2 kali seminggu selama 1 bulan, analisis data menggunakan uji t sampel. Hasil univariat diperoleh kesiapan rata-rata sebelum intervensi latihan yoga prenatal dalam menghadapi persalinan normal adalah 19,67

09 10 Jurnal Media Kesehatan, Volume 13 Nomor 1, Juni 2020, hlm. 09-17

setelah intervensi menurun menjadi 10,80, analisis bivariat memperoleh nilai p: 0,005 <α 0,05, yang berarti ada efek latihan prenatal yoga tentang kesiapan primigravida dalam menghadapi persalinan di BPM di kota Bengkulu 2015, petugas kesehatan, terutama bidan yang melakukan latihan yoga prenatal untuk wanita hamil dan dapat diajarkan kepada wanita hamil untuk melakukan latihan yoga prenatal yang berguna untuk mempersiapkan ibu baik secara fisik maupun psikologis dalam menghadapi persalinan. Kata Kunci: Latihan yoga prenatal, Kesiapan

Berdasarkan Target MDGs pada sebagian wanita menganggap sebagai tahun 2015 angka kematian ibu maksimal peristiwa khusus yang sangat menentukan 102 per 100 ribu kelahiran dan angka kehidupan selanjutnya, kehamilan dan kematian bayi 32 per 100 ribu persalinan pada seorang wanita merupakan kelahiran, di Indonesia angka kematian suatu siklus yang normal dan alamiah, akan Ibu dan Bayi masih tinggi, berdasarkan tetapi siklus itu tetap mejadi resiko dan hasil Survei Demografi dan Kesehatan beban tersendiri bagi seorang wanita Indonesia (SDKI) tahun 2012 didapatkan (Rochjati, 2003). Bagi seorang ibu angka kematian ibu mencapai 359 per primigravida yang pertama kali 100 ribu kelahiran hidup (Kementrian menghadapi kehamilan, ketika menghadapi Kesehatan RI, 2013). proses persalinan cenderung mengalami Kematian bayi baru lahir di Indonesia kecemasan, hal ini dikarenakan proses terutama disebabkan oleh prematuritas persalinan adalah sesuatu hal baru yang (32%), asfiksia (30%), infeksi (33,6%), akan dialaminya, kecemasan merupakan tetanus (31,4 %). (Kemenkes RI perasaan tidak nyaman yang biasanya 2008).Persalinan lama merupakan salah berupa perasaan gelisah, takut atau satu penyebab tingginya AKI di Indonesia. khawatir yang merupakan manifestasi dari Beberapa faktor yang berkontribusi faktor psikologis dan fisiologis (Bobak, terjadinya persalinan lama antara lainpower Lowdernik & Jensen, 2005). atau kekuatan ibu saat melahirkan tidak Salah satu hormon yang meningkat efektif, bayi yang terlalu besar, selama kehamilan adalah hormon ketidaksesuaian ukuran panggul dengan adrenalin. Hormon adrenalin dapat kepala bayi dan psikologis (kecemasan) ibu menimbulkan disregulasi biokimia tubuh yang tidak siap menghadapi persalinan. sehingga muncul ketegangan fisik pada Sebagian besar kaum wanita menganggap ibu hamil seperti mudah marah, gelisah, bahwa kehamilan dan persalinan adalah tidak mampu memusatkan pikiran, ragu- peristiwa kodrat yang harus dilalui, tetapi ragu bahkan mungkin ingin lari dari Yuniarti dan Eliana, Pengaruh Senam Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan … 11 kenyataan hidup (Dariyo, 1997 dalam refleksi dan biofeedback, berdasarkan hasil Wulandari, 2006). Menurut Pieter dan penelitian Woorely et All (2011) yoga Lubis (2010) ibu hamil akan mengalami dapat mengurangi tingkat kecemasan 14% bentuk-bentuk perubahan psikis yaitu hormone stress serta penelitian Beddoe perubahan emosional, cenderung malas, (2009) yoga dapat mengarangi kecemasan sensitif, gampang cemburu, minta pada ibu hamil. perhatian lebih, perasaan tidak nyaman, Berlatih senam hamil pada masa ini depresi, stress, dan mengalami kecemasan. merupakan salah satu solusi self help yang Pada umumnya wanita yang sedang menunjang proses kehamilan, kelahiran dan hamil takut menghadapi proses persalinan bahkan pengasuhan anak yang dapat Karena rasa sakit yang menimbulkan dilakukan dalam kelas antenatal, yang perasaan takut dan cemas. Hal ini dapat merupakan sarana untuk belajar kelompok menimbulkan ketegannga jiwa dan fisik tentang kesehatan ibu hamil. Senam hamil yang akan mengakibatkan kakunya oto-otot salah satunya adalah yoga. Yoga adalah dan persendian yang tidak wajar. Stress sejenis olah tubuh , pikiran dan mental atau kecemasan tersebut terkait dengan rasa yang sangat membantu ibu hamil sakit dan keluhan somatik lain yang sering melenturkan persendian dan menenangkan terjadi, menurut hasil penelitian sekitar pikiran terutama dalam trimester III. Senam 70% dari ibu hamil mengalami sakit hamil yoga memilki lima cara yaitu latihan pinggang (low back pain) yang mungkin fisik yoga, pernafasan (pranayama), dimulai sejak awal trimester, puncaknya positions (mudra), meditasi dan deep terjadi pada trimester III (Amy. 2009) relaksasi yang dapat digunakan untuk Gangguan psikologis pada ibu hamil mendapatkan manfaat selama kehamilan dapat memperburuk perkembangan janin, yang dapat membantu kelancaran dalam pada ibu hamil yang mengalami stress yang kehamilan dan kelahiran anak secara alami berkepanjangan dapat menimbulkan dan dapat membantu danlam memastikan hambatan perkembangan pada janin bayi sehat. (Indriati, 2009).Berdasarkan termasuk gangguan emosi setelah penelitian yang dilakukan oleh rusmita kelahiran, salah satu intervensi yang (2011) ada pengaruh senam yoga terhadap dilakukan adalah latihan fisik, alternative kesipan ibu menghadapi persalinan. terapi pemijatan dan terpi energy seperti Hasil studi pendahuluan massage, acupressure, tharapetik touch dan menunjukkan bahwa dari 10 ibu hamil healing touch dan mindbody, healing primigravida terdapat 6 orang (60 %) seperti imagery, meditasi/yoga, berdoa, menyatakan cemas dan belum siap dalam 12 Jurnal Media Kesehatan, Volume 13 Nomor 1, Juni 2020, hlm. 09-17 menghadapi proses persalinan karena HASIL belum adanya pengalaman,dan takut tidak Analisa Univariat dapat melahirkan dengan normal, seluruh Analisa ini dilakukan untuk memperoleh ibu (100%) belum pernah melaksanakan karakteristik responden, rata-rata tingkat senam yoga. kesiapan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan senam prenatal yoga BAHAN DAN CARA KERJA dan senam hamil.Hasil distribusi tersebut Desain yang digunakan dalam dapat dilihat dari tabel dibawah ini : penelitian ini adalah metode quasi- Tabel 1 : Distribusi Frekuensi karakteristik eksperimen dengan pre dan post test. pendidikan dan pekerjaan Ibu Primigravida di BPM Kota Bengkulu tahun 2015 Analisa data yang digunakan uji t-Test Kasus Kontrol Sampel terdiri 2 Kelompok yaitu kelompok No Variabel Perse Perse Jum Jumlah ntase ntase yang di intervensi dengan senam prenatal lah (%) (%) yoga dan kelompok sebagai kontrol dengan 1 Pendidika n : 3 20 2 13,3 senam hamil, masing-masing kelompok Rendah 12 80 13 86,7 Tinggi sebanyak 15 orang jadi jumlah sampel 30 2 Pekerjaan : 13 86,7 11 73,3 orang. Teknik pengambilan sampel dengan Tidak 2 13,3 4 26,7 Bekerja purposive sample, dengan kriteria inklusi : Bekerja Total 30 100 30 100 primigravida hamil trimester III tidak Berdasarkaan table 1 pada kelompok mengkonsumsi anti depresi, perencanan kasus hampir sebagian besar (80%) ibu persalinan normal, Kriteria ekslusi : hamil berpendidikan tinggi sedangkan pada kehamilan dengan komplikasi, letak janin kelompok kontrol hampir sebagian besar abnormal dan tidak bersedia menjadi (86,7%) ibu hamil berpendidikan tinggi. responden. Untuk pekerjaan pada kelompok kasus Teknik pengumpulan data secara hampir seluruh ibu hamil (86,7%) bekerja langsung kepada dua kelompok ibu hamil sedangkan pada kelompok kontrol hampir primigravida Trimester III sebelum sebagian besar ibu hamil (73,3%) bekerja. diintervensi diberi kuisioner untuk melihat kesiapan menghadapi persalinan, Tabel 2 : Nilai Rata-rata Kesiapan Sebelum Intervensi dan Setelah Intervensi dengan Senam Hamil selanjutnya diintervensi satu kelompok dan Senam Prenatal Yoga Ibu Primigravida Di BPM Kota Bengkulu Tahun 2015. senam prenatal yoga 2 kali seminggu No Variabel Mean Median Standar Deviasi selama 8 minggu, dan satu kelompok 1 Senam Hamil (Kontrol) : 11,47 11,00 4,642 dengan senam hamil setelah di intervensi - Kesiapan Ibu 12,69 11,00 7,735 dilihat kesiapan menghadapi persalinan Sebelum Yuniarti dan Eliana, Pengaruh Senam Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan … 13

Intervensi Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa - Kesiapan Ibu Setelah kesiapan setelah intervensi dengan senam Intervensi 2 Senam Yoga prenatal hamil didapat nilai mean 5,00 (Kasus) : 19,67 18,00 9,678 - Kesiapan dengan nilai p= 0,317 > α 0,05. yang Ibu 10,80 9,00 4,709 Sebelum berarti tidak ada pengaruh kesiapan ibu Intervensi - Kesiapan primigravida dalammenghadapi persalinan Ibu Setelah Intervensi setelah senam hamil di BPM Kota Berdasarkaan table 2 diatas rata-rata Bengkulu Tahun 2015. tingkat kesiapan ibu sebelum intervensi Tabel 4 : Pengaruh Kesiapan Sebelum Intervensi Dan Setelah Intervensi dengan Senam Prenatal dengan senam hamil nilai rata-rata 11,47 Yoga Di BPM Kota Bengkulu Tahun 2015 dan tingkat kesiapan setelah intervensi Z dengan senam hamil meningkat menjadi Variabel N p Mean rata-rata 12,69, sedangkan rata-rata tingkat Kesiapan kesiapan ibu sebelum intervensi dengan sebelum 8,00 -2.840 intervensi dan 30 0,005 senam prenatal yoga nilai rata-rata 19,67 setelah intervensi dan kesiapan setelah intervensi dengan Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa senam prenatal yoga menurunt menjadi kesiapan setelah intervensi dengan senam rata-rata 10,80 hamil didapat nilai mean 8,00 dengan nilai Analisa Bivariat p = 0,005 < α 0,05 yang berarti ada Analisa bivariat dilakukan untuk pengaruh kesiapan ibu primigravida melihat perbedaan kecemasan sebelum dalammenghadapi persalinan setelah senam intervensi dan setelah dilakukan intervensi prenatal yoga di BPM Kota Bengkulu di analisis dengan Independen sampel test Tahun 2015 wilcoxson dikarenakan data tidak Tabel 5 Perbedaan Senam hamil dengan Senam berdistrubusi normal makadidapatkan hasil Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan Ibu Primigravida Menghadapi Persalinan Di BPM sebagai berikut : Kota Bengkulu Tahun 2015 Tabel 3 : Pengaruh Kesiapan Sebelum Intervensi Dan Setelah Intervensi dengan Senam Hamil Di BPM Kota Bengkulu Tahun 2015 P Variabel n Mean

Variabel n p Mean Z Senam Hamil 15 10,63 0,002 Senam Prenatal 15 20,37 Yoga Kesiapan sebelum 0,31 intervensi dan 30 5,00 -1.000 7 setelah intervensi Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa perbedaan senam hamil dengan senam 14 Jurnal Media Kesehatan, Volume 13 Nomor 1, Juni 2020, hlm. 09-17 prenatal yoga didapat dengan nilai p = seperti imagery, meditasi/yoga, berdoa, 0,005 < α 0,05 yang berarti ada perbedaan refleksi dan biofeedback, berdasarkan hasil senam hamil dengan senam prenatal yoga penelitian Woorely et All (2011). terhadap kesipan ibu hamil primigravida Dari hasil bivariat didapat nilai p dalam menghadapi persalinan di BPM Kota :0,005 yang berarti ada pengaruh kesiapan Bengkulu Tahun 2015 ibu primigravida dalammenghadapi persalinan setelah senam prenatal yoga. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini sejalan dengan Berdasarkan hasil penelitian data penelitianrusmita (2011) bahwa ada univariat didapat hasil sebelum dilakukan pengaruh senam yoga terhadap kesiapan intervensi senam prenatal yoga didapat ibu menghadapi persalinan. Senam prenatal hasil rata-rata ibu dalam tidak siap dan yoga memiliki lima cara yaitu latihan fisik setelah dilakukan intervensi dengan senam yoga, pernafasan (pranayama), positions prenatal yoga rata-rata ibu siap (mudra), meditasi dan deep relaksasi yang mengahadapi persalinan, ini berarti ada dapat digunakan untuk mendapatkan perbedaan senam prenatal yoga terhadap manfaat selama kehamilan yang dapat kesiapan ibu primigravida dalam membantu kelancaran dalam kehamilan dan menghadapi persalinan. Ini dikarena kelahiran anak secara alami dan dapat dengan senam prenatal yoga dapat membantu dalam memastikan bayi sehat. mengurangi tingkat kesiapan 14% hormone (Indriati, 2009). stress serta penelitian Beddoe (2009) yoga Hasil penelitian ini sesuai dengan dapat mengurangi kecemasan pada ibu teori yang menyatakan bahwa latihan hamil sehingga ibu lebih siap menghadapi senam yoga yang dilaksankan selama persalinan. Gangguan psikologis pada ibu kehamilan secara teratur dan terprogram hamil dapat memperburuk perkembangan memberikan banyak manfaat baik bagi ibu janin, pada ibu hamil yang mengalami maupun janin yakni dapat meningkatkan stress yang berkepanjangan dapat aliran darah, nutrisi janin secara adekuat menimbulkan hambatan perkembangan serta berpengaruh pula pada organ pada janin termasuk gangguan emosi reproduksi dan panggul (memperkuat otot setelah kelahiran, salah satu intervensi yang perineum) untuk mempersipakan dilakukan adalah latihan fisik, alternative kehamilan secara alami, bila dicerna lebih terapi pemijatan dan terpi energy seperti lanjut senam yoga ibu hamil terkadung efek massage, acupressure, tharapetik touch dan relaksasi yang dapat menstabilkan emosi healing touch dan mindbody, healing ibu hamil sebab gerakan senam Yuniarti dan Eliana, Pengaruh Senam Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan … 15 memfokuskan perhatian dan ritme napas, ibu hamil seperti mudah marah, gelisah, mengutamakan kenyamanan dan keamanan tidak mampu memusatkan pikiran, ragu- dalam berlatih (Krisnandi, 2010). ragu bahkan mungkin ingin lari dari Berdasarkan hasil penelitian ini kenyataan hidup. Menurut Pieter dan Lubis didapat bahwa ibu hamil yang melakukan (2010) ibu hamil akan mengalami bentuk- senam prenatal yoga lebih siap fisik bentuk perubahan psikis yaitu perubahan maupun psikologis dalam menghadapi emosional, cenderung malas, sensitif, persalinan dibandingkan dengan ibu yang gampang cemburu, minta perhatian tidak melakukan senam prenatal yoga, lebih, perasaan tidak nyaman, depresi, yakni senam hamil, hal ini sependapat stress, dan mengalami kecemasan sehingga dengan penelitian yang dilakukan Bedoe tidak sipa menghadapi persalinan. (2009) yang mengatakan bahwa senam Berdasarkan hasil perbedaan senam prenatal yoga dapat meringankan edema prenatal yoga di dapat hasil nilai p: 0,005 dank ram yang sering terjadi pada ibu yang berarti ada perbedaan kesiapan ibu hamil trimester III dan menurut Nerendran primigravida dalammenghadapi persalinan (2005) dari Clinical Children Hospital dengan senam prenatal yoga dibandingkan Medikat Center di Ohio bahwa kehamilan dengan senam hamil biasa, ini dikarenakan yang berhubungan dengan tekanan darah senam prenatal yoga lebih efektik tinggi lebih rendah kejadian pada kelompok dibandingkan dengan senam hamil biasa, yoga dbandingan dengan kelompok yang sesuai dengan teori Widdowson (2004) tidak yoga. Sependapat juga dengan yang menyatakan bahwa senam prenatal penelitian Amy and Katryn (2008) yoga berbeda dengan senam hamil biasa, pengaruh latihan yoga meningkatkan hasil senam prenatal yoga diawali dengan kehamilan meliputi peningkatan aliran pemberian penguatan atau dukungan darah ke plasenta, penurunan hormon stress sehingga ibu lebih termotivasi, dan gerakan yang berasal dari ibu, termasuk kecemasan yang diberikan dapat memperkuat otot dan rasa sakit pada saat persalinan. panggul otot perineum yang dapat Hasil penelitian ini sesuia dengan mempersipakan kehamilan secara alami. teori Dariyo, dalam Wulandari, (2006) Berdasarkan hasil penelitian ini yaitu salah satu hormon yang meningkat didapat bahwa setelah melaksanakan senam selama kehamilan adalah hormon prenatal yoga ibu hamil mengalami adrenalin, hormon adrenalin dapat kesiapan menghadapi persalinan terbukti menimbulkan disregulasi biokimia tubuh bahwa dari 20 ibu hamil yang di intervensi sehingga muncul ketegangan fisik pada dengan senam prenatal yoga 18 orang 16 Jurnal Media Kesehatan, Volume 13 Nomor 1, Juni 2020, hlm. 09-17

bersalin secara normal, dengan menerapkan KESIMPULAN

teknik pernafasan yang dilaksanakan pada Berdasarkan hasil dan pembahasan senam prenatal yoga pada saat menghadapi pengaruh senam yoga prenatal terhadap persalinan, hal ini sejalan dengan teori kesiapan ibu primigravida dalam Widdowson (2004) bahwa teknik menghadapi persalinan di BPM di Kota pernafasan dapat meredakan ketegangan Bengkulu Tahun 2015 dapat disimpulkan baik ketegangan pada otot-otot tubuh sebagai berikut :Rata-rata kesiapan sebelum maupun ketegangan yang muncul akibat intervensi senam biasa 11,47, sedangkan menghadapi masa kehamilan, menguatkan senam prenatal yoga rata-rata kesiapan rahim, meringankan beban pada perut, dan 19,67. Rata-rata kesiapan setelah intervensi dapat membatu kelancaran proses senam biasa 12,69, sedangkan senam persalinan. prenatal yoga rata-rata kesiapan 10,80. Ada Keterbatasan pada penelitian ini pengaruh senam yoga prenatal terhadap adalah senam prenatal yoga hanya kesiapan ibu primigravida dalam dilaksankan pada trimester III, sedangkan menghadapi persalinan. secara teori sebaiknya dilaksankan mulai Diharapkan bidan melakukan dari trimester I kehamilan, sehingga ibu pelatihan senam prenatal yoga pada ibu lebih siap baik secara fisik, mental dan hamil dan dapat mengajarkan pada ibu psikologis, maupun sosial, Pada penelitian hamil untuk melakukakan senam prenatal ini juga variabel yang digunakan hanya yoga yang berguna untuk menyiapakan ibu kesiapan fisik dan psikis, tidak melihan baik fisik maupun psikologis dalam sosial, diharapkan penelitian selanjutnya menghadapi persalinan. dapat menambahkan variable yang lebih banyak misalnya dukungan suami, dan kesiapan keuangan.

DAFTAR RUJUKAN

Beddoe (2009), The Effects Of Mindfulness-Based Amy E B and Kathryn A. Lee (2008) Mind-Body Yoga During Pregnancy On Maternal intervesion During Pregnancy JOGNN Kelliat, A.B. (1999). Penatalaksanaan Aprilia, Y. (2011). Siapa Bilang Melahirkan Itu Stress. Jakarta: EGC Sakit. Yogyakarta: C.V Andi Offset Psychological And Physical Distress, Jounal Article Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Edisi First Published Online: 12 may 2009 Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta doi: 10.1111/j.1552-6909.2009.01023 Aprilia, Y. (2011). Mari Mempelajari Proses Dahlan, M. S. (2011). Statistik untuk Kedokteran Persalinan. Diunduh pada tanggal 09 dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Oktober 2011 dari website : Krisnadi (2010) Sipnosis Yoga Untuk Kehamilan http://bidankita.com Sehat Bahagia dan Penuh Makna, Jakarta Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Yuniarti dan Eliana, Pengaruh Senam Prenatal Yoga Terhadap Kesiapan … 17

Ilmiasih, R, & Susanti, H. (2010). Pengaruh Tehnik Perry et al, (2010) Maternal Child Nursing Care (4 Hypnobirthing Terhadap Tingkat Kecemasan thed) Elsevier Mosby Ibu Hamil Pada Masa Persiapan Prawiharjo (2002) Buku Acuan Nasional Pelayanan Menghadapi Persalinan. Malang: Maternal Dan Neonatal, Jakarta Universitas Muhamadiyah Malang. Diunduh Polit, DF & Hungler DP (1995) Nursing Research pada tanggal 11 Februari 2012 dari website: Principles and Methods FifthEdition. http://research-report.umm.ac.id Philadhelphia: J.B. Lippincot Company Miami (2012), Tai Chi/Yoga Reduces Prenatal Rochjati, P. (2003).Skrining Antenatal pada Ibu Depression, Anxiety And Sleep Hamil. Surabaya: Airlangga DisturbanceVolume 19, Issue 1, Pages 6–10 Rusmita (2011), Pengaruh Senam yoga selama Musbikin, I. (2006). Persiapan Menghadapi kelahiran terhadap kesiapan Fisik dan Persalinan Dari Perencanaan Kehamilan Psikologis dalam menghadapi persalinan Sampai Mendidik Anak. Yogyakarta: Mitra pada Ibu Hamil trimester III di RSIA Limijati Pustaka Bandung Narendran (2005), Efficacy Of Yoga On Pregnancy Woolery (2004), A Yoga Intervention For Young Outcome, Volume: 11 Issue 2: May 2, Adults With Elevated Symptoms Of 2005the Journal Of Alternative And Depression, mar/apr 2004, vol. 10, no. 2 Complementary Medicine Alternative Therapies Notoadtmojo (2008) Pendidikan Kesehantan, Sari Widdoson (2004), Yoga untuk Masa Kehamilan, Cipta, Jakarta Esensi, Surabaya, Erlangga

ORIGINAL ARTICLE

The Relationship between Hemoglobin Levels in Pregnant Women and Liner Growth of New Borns in Bengkulu City Bengkulu Province of Indonesia

DESRI SURYANI1, KUSDALINAH1, YANDRIZAL2, ARIE KRISNASARY1, AFRIYANA SIREGAR1, JUMIYATI1, LUSI ANDRIANI1 1Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu 2UPTD Bengkulu Province Health Training Correspondence to: [email protected]

ABSTRACT Anemia was a public health problem that affect countries with low, middle, or high income. Anemia in pregnant women was very influential on the baby to be born. During pregnancy, the hemoglobin level of pregnant women will decrease due to the hemodilution process, the increased maternal needs and fetus, and the lack of iron intake through supplemented foods. For this reason, the needs of the mother and fetus for iron should be fulfilled. The effect of iron deficiency was not only experienced by the mother but also in the fetus because it caused fetal growth disorders so that the baby will have low birth weight and premature birth. This research objective was to determine the relationship between hemoglobin levels in pregnant women and the growth of newborn liners in Kota Bengkulu. This research used an observational study with a prospective cohort approach. The population was the third-trimester pregnant women with gestational age about 32-40 weeks. The research sample consisted of 89 people, and the sampling technique was the total population. Data analysis was univariate and bivariate using a regression test. The study showed that pregnant women with hemoglobin levels <11 mmHg were 20.2%, and short toddlers were 9.3%. Based on the results of the study, the researchers concluded there was no relationship between hemoglobin levels in pregnant women and the body length of newborns in Kota Bengkulu

INTRODUCTION In developing countries, pregnant women experience a The researchers conducted the research in all decrease in iron and vitamin preparations. It was mainly Puskemas in Kota Bengkulu with 20 Puskesmas that due to inadequate nutrient intake, recurrent infections, started from May to October 2018. The population was frequent menstrual blood loss and pregnancy, pregnant women in the third trimester, with inclusion criteria socioeconomic conditions, lifestyle, and health search of 32-40 weeks of gestation who visited the Puskesmas in behaviors in various cultures1. Pregnant anemia was a risk Kota Bengkulu from July to October 2018. the total sample factor for adverse pregnancy outcomes such as low birth was 89 people. Univariate and bivariate data analysis using weight, postpartum bleeding, cesarean section, and regression test. premature birth. Postpartum bleeding was more often in the hemoglobin group <11 g/dL compared to other groups2. RESULTS Then, pregnant women in Bengkulu Province in 2016 Table 1 showed that out of 89 pregnant women, most of were 43,768 people, while in Kota Bengkulu, out of 7322 them were not at risk (87.6%), most of the mother's pregnant women, 1398 were anemia (19.1%). Moreover, in education that in the middle category (74.2%). Then, the 2017, pregnant women who received Fe tablets were table showed 83.7% of pregnant women who did not work, 82.6% (target 90%), and from 7455 pregnant women, there the mother's height was average about 83, 1%, the mother were 843 people with anemia (11.3%). Based on the category's nutritional status that not lack of energy chronic explanation of pregnant women's high anemia above, the 91%. researchers conduct the research about the relationship Moreover, most of the mother's hemoglobin level was between hemoglobin levels in pregnant women and linear not anemia (79.8%), most of the father's education that in growth in Kota Bengkulu in 2018. the middle category (77.5%), most of the fathers that working (97.8% ), and the father's height was average MATERIALS AND METHODS about (64%). Furthermore, most of the babies' body length This study was an observational study with a prospective was in the normal category (90.7%), and as many as cohort approach that consisted of independent variables 96.5% of the babies had an average body west. (hemoglobin levels, nutrient intake, carbohydrates, protein, Table 2 showed pregnant women with no risk of fat, vitamin C, and maternal arm circumference) and the having eight babies born short and obtained p-value 0,589. dependent variable (body length of newborns). This study Then, mothers with nutritional status are not at risk of used a questionnaire about the respondents' characteristics having seven short babies, obtained p-0.545. The mother's and the intake of nutrients using a food recall form. Then, height was not at risk for seven short babies, it obtained p- the researchers checked hemoglobin levels with a digital 1.00. Also, mothers with secondary education having six easy touch tool and liner growth by measuring the short babies obtained p 0.025. The mothers that did not newborn's body length using a length board. work having four babies that were born short, obtained p- 0.032.

1900 P J M H S Vol. 14, NO. 4, OCT – DEC 2020 Desri Suryani, Kusdalinah, Yandrizal et al

Table 1. The Characteristics of Respondents in research on the b. ≥23,5 centimeter 81 91 Relationship between Hemoglobin Levels and Liner Growth in Kota 6. Hemoglobin Levels of Mothers Bengkulu in 2018 a. Anemia 18 20,2 No Research Variable n % b. Not anemia 71 79,8 1. Age of Mothers 7. Height of Fathers a. At risk (≤20 years,.>35 years) 11 12,4 a.< 162 centimeter 31 34,8 b. Not at risk (>20-35 years) 78 87,6 b.≥162 centimeter 58 65,2 2. Education of Mothers 8. Body Length a. Middle (≤ Senior High School) 66 74,2 a. Short 8 9,3 b. Higher (Academic/Collage) 23 25,8 b. Normal 81 90,7 3. Occupation of Mothers 9. Birth Weight a.Working 73 82,0 a. Low birth weight 1 3,4 b.Not working 16 17,9 b. Normal birth weight 88 96,6 4. Height of Mothers

a.< 150 centimeter 15 16,9 b.≥150 centimeter 74 83,1 5. Nutritional Status of Mothers a. < 23,5 centimeter 8 9

Table 2. Results of bivariate analysis of the relationshipbetween maternal hemoglobin levels and liner growth of newborns in Kota Bengkulu Birth Length Total No Variable Short Normal OR P value n % n % n % 1. Hemoglobin Levels a. Anemia 2 11,1 16 88,9 18 100 1,354 0,661 b. No Anemia 6 8,5 65 91,5 71 100 2. Age of Mothers a. At risk 0 0 11 100 11 100 1,11 0,589 b. Not at risk 8 10,3 70 89,7 78 100 3. Nutritional Status of Mothers a. At risk 1 12,5 7 87,5 8 100 1,51 0,545 b. Not at risk 7 8,6 74 91,4 81 100 4. Height of Mothers a. At risk 1 6,7 14 93,3 15 100 0,68 1,00 b. Not at risk 7 9,5 67 90,5 74 100 5. Education of Mothers a. Middle 3 4,5 63 95,5 66 100 0,171 0,025 b. Higher 5 21,7 18 78,3 23 100 6. Occupation of Mothers a. Working 4 25 12 75 16 100 0,174 0,032 b. Not working 4 5,5 69 94,5 73 100 7. Weight of Newborn a. Low birth weight 0 0 1 100 1 100 0,910 1,00 b. Normal 8 9,1 80 90,9 88 100

DISCUSSION newborn liners in Kota Bengkulu (p>0,05). Since there was Babies born with short body lengths were influenced by the no relationship in this study, the sample in this study may fulfillment of the baby's nutrition while still in the womb. be few who have low hemoglobin levels, and most of them Body length for newborns described the linear growth of have babies born in the normal category. The nutritional the baby during pregnancy. Low linear measurements status of the mother influenced the baby's length at the usually indicated under nutrition due to lack of energy and time of pregnancy. Then, maternal nutritional status can be protein from infants and mothers4. seen from the circumference of pregnant women's upper Inadequate maternal nutritional intake before arm and hemoglobin levels. In line with research conducted pregnancy caused growth problems in the fetus, causing by Yi et al, (2013) that hemoglobin levels of 8-10,9 g / dL the baby to be born short. The babies who have a normal were not associated with an increased risk of body length birth length if the length was 48-52 centimeters, and it was and low water weight7. In contrast to Ruchayati (2012) short if the length was <48 centimeters. The study then stated, there was a relationship between maternal showed that pregnant women with hemoglobin levels <11 hemoglobin levels and newborns' body length. Low mgHg were 20,2% and short toddlers 9,3%. The hemoglobin levels can cause abnormal birth weight due to prevalence of anemia in the study of Wachi et al. 2010 was a lack of supply of nutrients and oxygen to the placenta that 6 15,3%, it was lower than the research conducted in affects the fetus's function in the fetus . Semarang by Ruchayati 2012 which found that pregnant Low birth weight was a factor that had a statistically women with anemia were 53,3% and 70% for short significant correlation with hemoglobin concentration during toddlers5.6. pregnancy8. Iron deficiency anemia affects cognitive and The study showed no relationship between motor development. It may cause fatigue and low hemoglobin levels of pregnant women and the growth of productivity, and if it occurs during pregnancy, it may be

P J M H S Vol. 14, NO. 4, OCT – DEC 2020 1901 The Relationship between Hemoglobin Levels in Pregnant Women and Liner Growth of New Borns in Bengkulu City Bengkulu Province

associated with low birth weight births and an increased In addition, this study showed that there was no risk of maternal and perinatal infant mortality9. correlation between maternal height and infant length The results of the bivariate study showed that some (p>0.05) and father's height with infant length (p> 0,05). In variables had no relationship tested. It was possible contrast to research in Egypt, it showed that babies born to because the study's duration was not long enough, and the mothers with a height <150 cm, were more at risk of number of samples was a little short for babies in the short stunting16. Research in Semarang also stated that the category. Besides, many factors that can affect the father's height <162 cm was a risk factor for stunting17. newborn's body length were still not reached in this study, Furthermore, the study showed that there was no such as LILA data since the early trimester of pregnancy, relationship between maternal arm circumference and liner infection, and micronutrient levels in the body of pregnant growth, in contrast to research in Semarang that showed women. Micronutrient deficiency during pregnancy can hemoglobin levels influenced the results that the length of a cause the fetus to experience slower linear growth during baby born, upper arm circumference in the third trimester, the postnatal period. The micronutrients that very influential and weight gain during pregnancy. Various other factors in linear growth were iodine and zinc, and other such as gender, family economic status, and maternal micronutrients that also influential were selenium, copper, energy intake also influence the incidence of stunting in molybdenum, chromium, vitamin A and calcium. In newborns7. addition, a pregnant woman who consumes adequate energy could still experience a lack of various CONCLUSION micronutrients. It occurred because the food consumed had This study showed that hemoglobin levels in pregnant low bioavailability and micronutrient content. Determination women were in the normal category. The nutritional status of good intake was essential to catching the proper body of pregnant women was not at risk. The body length of length. Then, newborn weight, gestational age, and newborns in Bengkulu was normal. Then, the intake of parenting style were some of the factors that influence the nutrients for pregnant women (energy, carbohydrates, incidence of stunting. The length of the baby at birth was protein, fat) was in a low category. Also, there was no one of the risk factors for the incidence of stunting in correlation between hemoglobin levels in pregnant women toddlers. and newborns' body length in BengkuluI City Moreover, this study showed that energy intake was Conflict of Interest: The authors declare that there is no not related to liner growth. It was in line with research conflict of interest. conducted by Ruchayati in 2012; the level of energy consumption was not related to the length of the baby REFERENCES born6. This study showed that maternal protein intake was 1. Vural T, Toz E, Ozcan A, Biler A, Ileri A, Inan AH. Can not related to the length of the baby born as well; it was in anemia predict perinatal outcomes in different stages of line with Rahayu's (2011) research in Boyolali Regency that pregnancy? Pakistan Journal of Medical showed there was no influence between protein intake and Sciences 2016;32(6):1354–1359 body weight and length of babies born. Lack of protein in 2. Çakmak,B.D., Türker,U.A,Öztaş,S, Arık, M, Üstünyurt, E. pregnant women will impact the length and weight of the The effect of first trimester hemoglobin levels on . baby born. Mothers who suffer from protein deficiency pregnancy outcomes Turk J Obstet Gynecol. 2018 cause the placenta to be smaller in size so that the supply Sep; 15(3): 165–70 10 3. Karaoglu L, Pehlivan E, Egri M, Deprem, C, Gunes G, Genc of nutrients from the mother to the fetus is insufficient . M.F, Temel, I., The prevalence of nutritional anemia in This study showed a relationship between maternal pregnancy in an east Anatolian province, Turkey.BMC Public occupation and birth length (p> 0.05). It was probably Health. 2010. 10;329:1–12 because mothers who do not work be able to make food for 4. Supariasa IDN, Bakri B dan Fajar I. 2012. Penilaian Status the family rather than mothers who work. Meanwhile, Gizi. Jakarta. EGC pregnant women who were not working have more time to 5. Nwachi U.EO, Odekunle A, Jacinto S, Burnett M, Clapperton concentrate on pregnancy and preparing for delivery. M, David Y, Durga S, Greene K, Jarvis J, Nixon Research in Jakarta showed that the prevalence of fetal C,Seereeram R, Poon-King C, Singh R. Anaemia in pregnancy: associations with parity, abortions and growth disorders was lower in the middle class than in the childspacing in primary healthcare clinic attendees in 11 economically disadvantaged group. Research in Nepal Trinidad and Tobago.African Health Sciences. 2010 showed that 11% of babies born to mothers who have jobs Mar;10(1):66-70. have a smaller body size compared to mothers who do not 6. Ruchayati F. Hubungan Kadar Hemoglobin dan Lingkar have a job. Sufficient families have more opportunities to Lengan Atas Ibu Hamil Trimester III dengan Panjang Bayi achieve better food availability so that the intake of Lahir di Puskesmas Halmahera Kota Semarang. Jurnal nutritious food sufficient12. Mothers can also access better Kesehatan Masyarakat; 2012;1 (2):578 – 585. health services. This can reduce the risk of impaired fetal 7. Yi, S-W, Han, Y-J, Ohrr, H. Anemia before pregnancy and 13 risk of preterm birth, low birth weight and small for growth and development . gestational age birth in Korean women. Eur J Clin The results of other studies indicate that the level of Nutr. 2013;67:337–42 maternal education had a significant relationship with 8. Lumranraja, S.N, Yaznil, M.R, Siregar, D.I.S, Sakina, A. The anemia14. This finding supported by other findings that Correlation between Hemoglobin Concentration during female literacy had a significant relationship with the use of Pregnancy with the Maternal and Neonatal Outcome. antenatal care services as education had an impact on Journal Medical Science. 2019 Feb 28; 7(4): 594–598 awareness of health service that was used among the 9. Balarajan Y., Ramakrishnan, U., Ozaltin, E., Shankar A.H., population15. Subramanian S.V. Anaemia in low-income and middle- income countries. Lancet. 2011;378(9809): 2123–35.

1902 P J M H S Vol. 14, NO. 4, OCT – DEC 2020 Desri Suryani, Kusdalinah, Yandrizal et al

10. Rahayu LS. Associated of Height of Parents with Changes of 15. Erlindawati, Chompikul J, Isaranurug S. Factors related to Stunting Status from 6 – Months to 3 – 4 Years Yogyakarta: the utilization of antenatal care services among pregnant Postgraduate Program Faculty of Medicine Gadjah Mada women at health centers in Aceh Besar district, Nanggroe University; 2011. Aceh Darussalam province, Indonesia. J Public Health 11. Adriaansz G, Hanafiah TM. Diagnosis Kehamilan. Dalam: Dev. 2008;6(2):99–108 Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu 16. Zottarelli LK, Sunil TS, Rajaram S. Influence of Parental and Kebidanan Sarwono Prawirohardjo: edisi 4. Jakarta- PT Bina Socioeconomic Factors on Stunting in Children Under 5 Pustaka; 2010.p.213 – 220. Years in Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal 2007; 12. Rodgers YVD. Maternal Employment and Child Health: 13(6):1330-42. Global Issues and Policy Solutions. United Kingdom: Edward 17. Candra, A., Puruhita, N., Susanto JC. Risk factors of Elgar Publishing Limited; 2011. Available from. URL: stunting among 1-2 years old children in Semarang City. M http://books.google.co.id/books. Med Indonesiana. 2011; 45(3): 206-12 13. Ramli, Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Jacobs, J, Dibley, M.J. 18. Scholl, T.O, Reilly, T. Anemia, iron and pregnancy Prevalence and risk factors for stunting and severe stunting outcome. The Journal of nutrition. 2000;130(2):443S–7S. among under-five in North Maluku province of Indonesia. 19. Stephen, G., Mgongo, M, Hussein Hashim T, Katanga J, BioMed Central. 2009: 1-10 Stray-Pedersen B, Msuya SE. Anaemia in 14. Chowdhury, AH., Ahmed, K.R. Pregnancy:Prevalence, Risk Factors, and Adverse Perinatal Jebunessa, Akter,J. Hossain, S and Md. Shahjahan. Outcomes in Northern Tanzania. Hindawi Factors associated with maternal anaemia among pregnant Anemia.Volume, 2018:1–9. . women in Dhaka city. BMC Womens Health. 2015; 15: 77.

P J M H S Vol. 14, NO. 4, OCT – DEC 2020 1903 Jurnal Kesehatan Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020 ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK

Peningkatan Kadar Hemoglobin Remaja Putri dengan Pemberian Kukis Pelangi Ikan Gaguk (Arius thalassinus)

Increased Hemoglobin Levels of Young Girls by Giving Rainbow Fish Cookies (Arius thalassinus)

Dwi Putri Cahyati1, Betty Yosephin Simanjuntak2, Ahmad Rizal3 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRACT/ ABSTRAK

Article history Women have a higher risk of anemia, especially in young women. This study aimed to determine the effect of giving the rainbow fish cookies (Arius thalassinus) to changes in Received date hemoglobin levels in young girls in Pancasila MTs Bengkulu City. This study was a pre- 19 August 2020 experimental design study with one group pretest and posttest design. The sampling technique was done by purposive sampling as many as 37 people. The treatment given is Revised date in the form of 10 pieces (100gr) rainbow fish cookies for 30 days to young women. This 24 August 2020 research was carried out by checking the levels of hemoglobin before and after the 07 Sept 2020 administration of the rainbow fish cookies. The analysis used is the dependent parametric T-test. The average recall of young women 3x24 hours was Fe intake by 5,40mg, protein Accepted date intake by 40,4 grams, and vitamin C intake by 5,7mg. In the provision of cookies 23 Sept 2020 rainbow fish (Arius thalassinus) obtained an average value of hemoglobin levels before that is 10,70g/dL and after being given treatment to 12,87g/dL with a p-value of 0,000 (<0,05). There is an effect of giving cookies rainbow fish to hemoglobin levels in young Keywords: girls in Pancasila MTs Bengkulu City.

Arius thalassinus; Cookies, Hemoglobin level.

Kata kunci: Perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami anemia terutama pada remaja putri. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kukis pelangi ikan gaguk (Arius thalassinus) Arius thalassinus; terhadap perubahan kadar hemoglobin remaja putri di MTs Pancasila Kota Bengkulu. Kukis; Penelitian ini merupakan penelitian pre-eksperiment design dengan rancangan one group Kadar hemoglobin. pre-test dan post-test design. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan carapurposive sampling sebanyak 37 orang. Perlakuan yang diberikan yaitu berupa kukis pelangi ikan gaguk sebanyak 10 keping (100gr) selama 30 hari kepada remaja putri. Penelitian ini dilakukan dengan pengecekan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian kukis pelangi ikan gaguk. Analisis yang digunakan adalah uji parametik T-test dependen. Rata-rata recall remaja putri 3x24 jam yaitu asupan Fe sebesar 5,40 mg, asupan protein sebesar 40,4 gram, dan asupan vitamin C sebesar 5,7mg. Pada pemberian kukispelangi ikan gaguk (Arius thalassinus) didapatkan nilai rata-rata kadar hemoglobin sebelum yaitu 10.70 g/dL dan setelah diberikan perlakuan menjadi 12,87g/dL dengan nilai p-value 0,000 (<0,05). Disimpulkan bahwa pemberian kukis pelangi ikan gaguk berpengaruh terhadap kadar hemoglobin remaja putri di MTs Pancasila Kota Bengkulu.

Corresponding Author:

Betty Yosephin Simanjuntak Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia Email: [email protected]

PENDAHULUAN zat besi kosong, maka pembentukan hemoglobin akan terganggu. Salah satu terjadinya anemia Hemoglobin merupakan bagian dari sel yaitu akibat dari kadar hemoglobin di bawah darah merah untuk menentukan adanya status normal. Nilai normal kadar hemoglobin pada anemia. Di dalam tubuh dibutuhkan zat besi wanita yaitu 12-16 g/dL (Adriani & Wirjatmadi, untuk pembentukan hemoglobin. Jika cadangan 2012).

223 224 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 223-229

Perempuan beresiko lebih tinggi Formulasi kukis kaya gizi yang disubstitusi mengalami anemia, terutama pada remaja putri. dengan bahan pangan hewani dan bahan pangan Gejala dari anemia yaitu tejadinya defisiensi besi nabati tersusun dari berbagai sumber bahan yang mengakibatkan pengangkutan oksigen makanan yaitu daging ayam, daging sapi, terigu, dalam darah yang di tandai dengan mudah lelah, ikan tuna, tempe, pisang, brokoli, bekatul, lemah, lesu, muka pucat, kurang selera makan, margarin, mentega dan telur diharapkan dapat kuku mudah pecah, tidak konsentrasi belajar dan memberi sumbangan makro dan mikronutrien memperlambat daya tangkap pada anak usia seperti kalori, zat besi (Fe), vitamin C, Zink (Zn) sekolah (Dona, 2014). dan kalsium (Ca). Mineral yang terkandung Terjadinya anemia dapat diakibatkan dari berfungsi meningkatkan absorpsi Fe. Peningkatan beberapa faktor, yaitu menstruasi atau tersebut akan meningkatkan sel darah merah. kecelakaan, cacingan atau penyakit infeksi, dan Fungsi sel darah merah yaitu untuk transportasi kurangnya asupan zat gizi teritama zat besi dan oksigen karbondioksida, zat gizi, mineral dan air. zat lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat Pemberian kukis kaya gizi ini diharapkan mampu besi yaitu vitamin C dan protein (Sediaoetama, menurunkan kejadian anemia (Indrawani, 2010). 2010). Ikan gaguk (Arius thalassinus) merupakan Simanjuntak (2006) mengemukakan bahwa ikan yang hidup di daerah perairan laut, dengan sebanyak 144 anak sekolah anemia diberikan hasil tangkapan yang cukup berlimpah. Harga tablet besi 2 kali seminggu selama 12 minggu, ikan gaguk cukup ekonomis untuk dijangkau oleh setelah pemberian suplementasi tablet besi kalangan masyarakat (Febrianti, 2013). kejadian anemia pada anak sekolah menurun Lailiyana (2012) mengungkapkan bahwa menjadi 17 anak, hal tersebut juga dipengaruhi kukis kaya gizi tuna dan non tuna, perkepingnya oleh kebiasaan makan, konsumsi sumber zat besi memiliki berat 10gram, 100gram kukis terdiri hem, besar keluarga, dan pendidikan ibu. dari 10 keping. Nilai gizi energi 100gram kukis World Health Organization (WHO) (2017) pada tuna yaitu 501,61kkal dan non tuna menyatakan bahwa sebagian besar orang yang 497,79kkal. Kedua jenis kukis kaya gizi ini tinggal di daerah tropis mengalami anemia mengandung kalori antara 49,78-50,16kkal. Agar sebanyak 1,62 miliar atau sebesar 24,8% dari memenuhi 10% dari kebutuhan energi pada jumlah populasi. Angka anemia remaja putri remaja (235kkal), sehingga takaran saji kukis sudah mengkhawatirkan, di Asia sudah mencapai kaya gizi sebagai makanan selingan yaitu 4-5 191 juta orang dan Indonesia merupakan urutan keping per saji. ke-8 dari 11 negara di Asia setelah Sri Lanka Quintero, et al (2012) menunjukkan bahwa dengan penderita anemia sebanyak 75 juta orang konsumsi regular biskuit cokelat sebanyak 6 pada usia 10-19 tahun (WHO, 2011). keping/hari yang diperkaya dengan besi-heme Prevalensi anemia di Indonesia masih dengan 9,5mg zat besi secara signifikan dapat cukup tinggi. Dari data Riskesdas 2018 prevalensi meningkatkan konsentrasi hemoglobin pada anemia di pada WUS sebesar 48,9%. Anemia remaja putri setelah 13 minggu (65 hari). lebih banyak terjadi pada perempuan, yaitu Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sebesar 23,9%. Jika dibedakan menurut umur 14- pengaruh pemberian kukis pelangi ikan gaguk 15 tahun, yaitu sebesar 26,4% (Kementerian terhadap perubahan kadar hemoglobin remaja Kesehatan RI, 2013). putri di MTs Pancasila Kota Bengkulu. Jaelani, dkk (2017) mengemukakan prevalensi anemia remaja putri di MTsN 02 Kota Bengkulu, yaitu sebesar 33,0% dari 100 orang. METODE Tingginya prevalensi anemia pada remaja putri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebiasaan Desain penelitian ini adalah pre- sarapan pagi, status gizi, asupan protein, pola eksperiment design dengan rancangan one group konsumsi makanan inhibitor, penyerapan zat besi, pre-test dan post-test design. Teknik pengambilan dan lama haid. sampel dilakukan dengan cara purposive Kukis merupakan produk pakan kering sampling.Populasi dalam penelitian ini adalah yang tergolong tidak mudah rusak dan memiliki remaja putri yang bersekolah di MTs Pancasila daya umur simpan yang relatif lama. Kukis dapat Kota Bengkulu. Jumlah populasi dalam penelitian menjadi alternatif pemenuhan keanekaragaman ini sebanyak 77 orang. Sampel dalam penelitian makanan dan menjadi salah satu makanan ini adalah siswi yang kadar hemoglobin <12g/dL selingan bagi penderita anemia (Indrawani, di MTs Pancasila Kota Bengkulu. Besar sampel 2010). berjumlah 37 responden.

Cahyati, Peningkatan Kadar Hemoglobin Remaja Putri dengan Pemberian Kukis Pelangi Ikan Gaguk… 225

Perlakuan yang diberikan yaitu berupa Tabel 2.Distribusi Asupan Fe, Vitamin C dan kukis pelangi ikan gaguk sebanyak Protein pada Remaja Putri 100gr/10keping/hari selama 1 bulan (30 hari) Variabel Mean Min Max kepada remaja putri. Penelitian ini dilakukan Asupan dengan pengecekan kadar hemoglobin sebelum Fe (mg) 5,40 3,78 7,20 dan sesudah pemberian kukis pelangi ikan gaguk. Vitamin C (mg) 5,7 4,10 11,10 Metode pengukuran dilakukan oleh pihak analis Protein (g) 40,4 32,63 52,30 kesehatan untuk mengumpulkan data hemoglobin dengan alat Easy Touch GCHb. Rata-rata hasil recall 3x24 jam didapatkan Monitoring kepatuhan remaja putri dalam asupan Fe, yaitu sebesar 5,40mg, asupan vitamin mengonsumsi kukis dilakukan dengan cara yaitu C sebesar 5,7mg dan asupan protein sebesar menghitung/menimbang jumlah kukis yang 40,4gram. tersisa. Pengambilan recall 3x24 jam, yaitu pada awal intervensi, pertengahan, dan diakhir Tabel 3. Pengaruh Pemberian Kukis Pelangi intervensi. Penelitian ini dilakukan pada 2 tempat Ikan Gaguk terhadap Kadar yaitu Laboratorium Gizi Poltekkes Kemenkes Hemoglobin Remaja Putri Mean p- Bengkulu, MTs Pancasila Kota Bengkulu pada Variabel n Min-Max Februari-Maret 2020. ± SD value Kadar 10,70 Analisis data menggunakan uji kenormalan Hemoglobin (8,10- 37 ± kolmogorv-smirnov test pada variabel kadar Sebelum 11,10) 0,91 hemoglobin, nilai (p-value>0,05) menunjukkan Intervensi 0,000 bahwa variabel berdistribusi normal, sehingga Kadar 12,87 peneliti menggunakan uji parametik T-test Hemoglobin (10,40- 37 ± dependen. Sesudah 16,00) 1,41 Penelitian ini sudah mendapatkan uji laik Intervensi etik dan memperoleh Persetujuan Etik (Ethical Approval) dengan No.KEPK.M/100/04/2020 oleh Hasil uji statistik t-test dependentdengan Komite Etik Penelitian Kesehatan Politeknik nilai p-value (0,000), yang berarti terdapat Kesehatan Kemenkes Bengkulu. perbedaan kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian kukis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian HASIL kukis pelangi ikan gaguk terhadap kadar hemoglobin remaja putri di MTs Pancasila Kota Tabel 1. Gambaran Kadar Hemoglobin Bengkulu tahun 2020. Sebelum dan Sesudah Intervensi Remaja Putri Variabel n Mean Min Max PEMBAHASAN ± SD Kadar Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum dan Hemoglobin 10,70 37 8,10 11,90 Sesudah Intervensi Remaja Putri Sebelum ± 0.91 Intervensi Penelitian ini menemukan bahwa terjadi Kadar peningkatan rata-rata nilai kadar hemoglobin Hemoglobin 12,87 37 10,40 16,00 setelah intervensi, yang menunjukkan dampak Sesudah ± 1.41 Intervensi dari pemberian kukis. Jika pada pre-test rata-rata nilai kadar hemoglobin adalah sebesar 10,70g/dL, Rata-rata kadar hemoglobin mengalami maka setelah intervensi rata-rata kadar kenaikan, yaitu kadar hemoglobin sebelum hemoglobin menjadisebesar 12,87g/dL. Dengan intervensi 10,70g/dL. Sesudah intervensi naik demikian, dengan pemberian kukis, kategori menjadi 12,87g/dL, sehingga mengalami hemoglobin dari anemia meningkat menjadi kenaikan sebesar 2,17g/dL. normal. Pada pemeriksaan kadar hemoglobin pre- test, didapat nilai minimal yaitu sebesar 8,1g/dL dan nilai maksimal yaitu sebesar 11,9g/dL. Kemudian setelah pemberian kukis terjadi peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai minimal sebesar 10,5g/dL dan nilai maksimal

226 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 223-229 yaitu sebesar 16g/dL. Dari pre-test yang responden masih dibawah kecukupan. dilakukan masih banyak anemia yang terjadi pada Ketidakcukupan ini disebabkan oleh karena remaja putri. Ini sejalan dengan prevalensi kurangnya kombinasi jenis makanan dan jumlah anemia diIndonesia berdasarkan data Riskesdas makanan yang dikonsumsi oleh responden di Tahun 2018, yaitu mencapai 48,9%. Dari data pondok pesantren. Asupan makanan yang presentase perempuan mendominasi angka dikonsumsi sehari-hari dapat memengaruhi kadar anemia sebesar 23,9% dan paling banyak pada hemoglobin pada tubuh seperti Fe, protein dan umur 5-14 tahun yaitu 26,4% (Kementerian vitamin C. Hal ini sejalan dengan penelitian Kesehatan RI, 2018). Setyaningsih (2018) yang menyatakan bahwa Terjadinya peningkatan kadar hemoglobin terdapat hubungan asupan protein, Fe, dan sesudah pemberian kukis pelangi ikan Vitamin C terhadap kadar hemoglobin. gaguksejalan dengan yang ditemukan oleh Pemberian kukis pelangi ikan gaguk Syahwal (2018), yaitu adanya peningkatan kadar sebanyak 100 gram/hari selama 1 bulan hemoglobin remaja putri setelah diberikan snack berpengaruh terhadap kadar hemoglobin. Hal ini bar dari tepung kacang nagara dan ikan haruan dikarenakan rata-rata konsumsi kukis pelangi dengan kadar hemoglobin sebelum intervensi ikan gaguk sudah memenuhi hampir 50% dari yaitu sebesar 11,65g/dL dan setelah intervensi hasil recall 3x24 jam. Dengan hasil persentase mengalami peningkatan menjadi 12,69g/dL. asupan Fe, vitamin C dan protein kukis pelangi Sesudah pemberian kukis, masih terdapat 8 ikan gaguk pada remaja putri dalam satu hari responden dengan kadar hemoglobin <12g/dL. dibandingkan dengan rata-rata recall 3x24 jam, Sedangkan 29 responden sudah dikaterogikan yaitu Fe sebesar 33%, vitamin C sebesar 24,9% normal yaitu >12g/dL. Ini dapat disebabkan dan protein 49,23%. bahwa penyerapan zat besi setiap orang berbeda, Menurut Almatsier (2011) keasaman hal tersebut dipengaruhi oleh dietery regulator lambung dapat meningkatkan daya larut besi yaitu setelah pemberian besi, sel serap akan tahan sehingga lebih mudah di absorpsi. Tingkat terhadap penyerapan besi dalam beberapa waktu keasaman lambung memengaruhi kebutuhan zat (Diah, 2019). besi dan ketersediaan biologis besi yang Kukis dapat menjadi salah satu makanan dikonsumsi. Status besi dalam tubuh dapat selingan atau tambahan bagi remaja putri. Selama memengaruhi efisiensi penyerapan zat besi. pemberian rata-rata responden sudah Remaja putri dengan defisiensi zat besi maka menghabiskan kukis yang diberikan. Tingkat penyerapannya akan lebih efisien dibandingkan kepatuhan dalam mengkonsumsi kukis pelangi yang tidak mengalami defisiensi zat besi ikan gaguk sangat berpengaruh terhadap kadar (Maryam, 2016). hemoglobin remaja putri untuk pencegahan Zat besi memegang peranan penting dalam anemia. Setiap responden memiliki tingkat pembentukan darah (hemopoiesis) yaitu kepatuhan mengkonsumsi kukis yang berbeda- mensintesis hemoglobin. Absorpsi zat besi ini beda, semakin patuh atau rutin responden maka ia dapatdipercepat dengan adanya vitamin C. akan semakin sadar bahwa pencegahan anemia Vitamin ini merupakan unsur esensial yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, dengan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan kesadaran ini maka akan membentuk suatu sel-sel darah merah. Pembentukan hemosiderin kepedulian khususnya pada kesehatan diri sendiri yang sukar dimobilisasi dapat dihambat oleh dalam melakukan pencegahan anemia. vitamin C untuk membebaskan besi bila diperlukan. Adanya vitamin C dalam makanan Gambaran Asupan Fe, Vitamin C dan Protein yang dikonsumsi akan memudahkan reduksi zat Responden Selama Intervensi pada Remaja besi ferri menjadi ferro yang mudah diserap usus Putri halus. Absorpsi zat besi dalam bentuk nonheme meningkat empat kali lipat bila terdapat vitamin Selama intervensi peneliti melakukan C (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). recall 3x24 jam pada responden sehingga Menurut Almatsier (2009) protein berperan didapatkan nilai rata-rata asupan Fe sebesar penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh, 5,40mg, asupan vitamin C sebesar 5,7 mg dan karena protein berfungsi sebagai energi, zat asupan protein sebesar 40,4gram. Berdasarkan pembangun dan pengatur. angka kecukupan gizi (AKG) 2019, asupan Fe, vitamin C dan protein yang dianjurkan pada Pengaruh Pemberian Kukis Pelangi Ikan perempuan usia 13-15 tahun yaitu Fe 15 mg, Gaguk terhadap Kadar Hemoglobin Remaja vitamin C 65 mg dan protein 65 gram per hari. Putri sehingga asupan Fe, vitamin C dan protein pada

Cahyati, Peningkatan Kadar Hemoglobin Remaja Putri dengan Pemberian Kukis Pelangi Ikan Gaguk… 227

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan hubungan pengetahuan gizi dengan status anemia p-value 0,000 (p-value<0,05), artinya terdapat p-value=0,018 (p-value<0,05) dan ada hubungan perbedaan yang signifikan antara kadar kepatuhan konsumsi tablet Fe dengan status hemoglobin sebelum dan kadar hemoglobin anemia p-value=0,0005 (p-value<0,05). Namun, sesudah. Sesudah pemberian kukis, terdapat 8 pada hasil penelitian ini tidak ada hubungan pola responden yang kadar hemoglobinnya dibawah makan dengan status anemia pada remaja putri normal, sedangkan 29 responden lainnya sudah dengan hasil sumber protein p-value=0,625, dikategorikan normal. Rata-rata kadar sumber zat besi p-value=0,708, dan sumber hemoglobin sebelum intervensi sebesar vitamin C p-value=1,000 (p-value>0,05). 10,70g/dL dengan standar deviasi 0,91. Pada penelitian Vitando (2019) hasil Sedangkan rata-rata kadar hemoglobin setelah analisis nilai kadar protein ikan gaguk segar, intervensi sebesar 12,87g/dL dengan standar yaitu 15,91%. Setelah pembuatan tepung ikan deviasi 1,41. Hasil uji statistik t-test dependent dengan proses pengeringan pada suhu 1500C diperoleh nilai p-value (0,000) maka dapat dalam waktu 120 menit menunjukkan hasil kadar disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian protein, yaitu sebesar 71,52% dan pada suhu kukis pelangi ikan gaguk terhadap kadar 2000C dengan waktu 90 menit menunjukkan hasil hemoglobin remaja putri di MTs Pancasila Kota kadar protein, yaitu sebesar 72,67%. Bengkulu tahun 2020. Protein berperan penting dalam transportasi Penelitian ini sejalan dengan Syahwal zat besi dalam tubuh. jika tidak tersedia protein (2018) menyimpulkan bahwa pemberian snack dalam jumlah cukup maka zat besi yang diasup bar tepung kacang nagara dan ikan haruan dapat tidak dapat didistribusikan dengan organ. Protein meningkatkan kadar hemoglobin remaja putri. yang berfungsi untuk transportasi zat besi, yaitu Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dengan transferin. Protein juga berperan sentral pemberian snack bar tepung kacang nagara dan khususnya dalam metabolisme besi tubuh sebab ikan haruan sebanyak 50gram 3 kali dalam transferin mengangkut zat besi dalam sirkulasi ke seminggu, diperoleh hasil p-value 0,016 yang tempat-tempat yang membutuhkan zat besi, menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian seperti dari usus ke sumsum tulang untuk snack bar yang terbuat dari daging ikan haruan membentuk hemoglobin baru (Sari, 2018). dan kacang nagara terhadap kadar hemoglobin. Penelitian ini sejalan dengan Mansur Berdasarkan perhitungan DKBM (Daftar (2017), diperoleh rerata kadar hemoglobin ibu Komposisi Bahan Makanan) Kandungan gizi hamil setelah pemberian brownis tempe selama kukis pelangi ikan gaguk dalam 10 keping atau 30 hari, yaitu 1,46g/dL dengan kadar hemoglobin 100gram mengandung energi sebesar 363kkal, sebelum pemberian 10,15g/dL dan mengalami protein 19,89gram, lemak 17,36gram, karbohidrat peningkatan setelah tindakan pemberian menjadi 31,63gram, Vit. C 1,42mg, Fe 1,78mg. 11,61g/dL. Dapat disimpulkan bahwa brownis Pemberian kukis pelangi ikan gaguk tempe efektif terhadap peningkatan kadar selama 30 hari berpengaruh terhadap peningkatan hemoglobin. kadar hemoglobin pada remajaputri. Ini dapat disebabkan karena sumber bahan utama dari pembuatan kukis yaitu dari daging ikan dan SIMPULAN tempeyang merupakan sumber zat besi. Hasil penelitian Sari (2014) mengatakan bahwa zat besi Ada pengaruh pemberian kukis pelangi ikan dalam biskuit yang ditambahkan tepung ikan gaguk terhadap remaja putri di MTs Pancasila gabus mempunyai bioavailabilitas tertinggi yaitu Kota Bengkulu sebelum dan sesudah dengan p- sampai 76,32%. selain sumber zat besi ikan juga value<0,05 yakni 0,000. Rata-rata recall remaja merupakan sumber protein. Protein hewani yang putri 3x24 jam yaitu asupan Fe sebesar 5,40mg, terdapat pada ikan dapat meningkatkan asupan vitamin C sebesar 5,7mg dan asupan penyerapan zat besi. protein sebesar 40,4gram. Perlu dilakukan Pada penelitian Putri (2017) dari 100 pemeriksaan feritin dan transferin pada penelitian responden sebanyak 37% remaja putri mengalami selanjutnya. anemia di MTsN 02 Kota Bengkulu. Ada

228 Jurnal Kesehatan, Volume 11, Nomor 2, Tahun 2020, hlm 223-229

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., dan Wirjatmadi B. (2012). Carota L.) Terhadap Kadar Hemoglobin Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: (Hb) Pada Ibu Hamil Anemia Di Wilayah Kencana Prenada Media Group. Kerja Puskesmas Pertiwi Kecamatan Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Mariso Kota Makassar Skripsi Diajukan Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Almatsier, S. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Meraih Gelar. [Skripsi]. Makassar: Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Utama. Maryam, Siti. (2016). Gizi dalam Kesehatan AKG. (2019). Permenkes RI No 28 Tahun 2019 Reproduksi. Jakarta: Salemba Medikal tentang Angka Kecukupan Gizi yang Putri, R. D., Simanjuntak, B. Y., & Kusdalinah, Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. K. (2017). Pengetahuan Gizi, Pola Makan, Menteri Kesehatan RI, Jakarta. dan Kepatuhan Konsumsi Tablet Tambah Diah, D., Kristianto, Y., Rullyni, N. T., Ridayani, Darah dengan Kejadian Anemia Remaja R., & Rahmadona, R. (2019). Pengaruh Putri. Jurnal Kesehatan, 8(3), 404. Otak-Otak Tempe Bilis terhadap Kadar Quintero-Gutiérrez, A. G., Mariaca-Gaspar, G. I., Haemoglobin (Hb) Ibu Hamil dengan Villanueva-Sánchez, J., Polo, J., Anemia. Quality : Jurnal Kesehatan, Rodríguez, C., & González-Rosendo, G. 13(2), 54-61. (2012). Acceptability and use of heme-iron Dona, Astuti. (2014). Pengaruh pemberian fe dan concentrate roduct added to chocolate vitamin c terhadap peningkatan biscuit filling as an alternative source of a hemoglobin pada remaja putri yang highly available form of iron. CYTA - mengalami anemia di SMPN 1 Baso Journal of Food, 10(2), 112–118. Kabupaten Agam tahun 2013. [Skripsi]. Sri, Dewi Kartika. (2014). Efikasi pemberian Padang: Fakultas Kesehatan Masyarakat, biskuit fungsional ikan gabus Universitas Andalas. (ophiocephalus striatus) terhadap imunitas Febrianti, S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang humoral anak. [Disertasi]. Bogor: Institut Memengaruhi Harga Ikan Manyung (Arius Pertanian Bogor. thalassinus) Di TPI Bajomulyo Juwana Sari, H. P., Agustia, F. C., Subardjo, Y. P., & Pati. Journal of Fisheries Resources Ramadhan, G. R. (2018). Biskuit mocaf– Utilization Management and Technology, garut tinggi zat besi meningkatkan kadar 2(3), 162-171. Fe darah dan kadar hemoglobin pada tikus Indrawani, Yvonne M & Arfiyanti. (2010). Sprague Dawley. Jurnal Gizi Indonesia Peningkatan Pengetahuan Mahasiswa (The Indonesian Journal of Kedokteran Tentang Suplementasi Nutrition), 7(1), 49-53. Makanan pada Ibu Hamil yang Anemia: Sediaoetama, A. D. (2010). Ilmu gizi untuk Fortifikasi cookies dengan vitamin, mahasiswa dan profesi. Jakarta: Dian Rakyat. mineral, ligan, albumin, dan globin. Setyaningsih RI, Pangestuti DR, Rahfiludin MZ. [Skirpsi]. Depok: Fakultas Kedokteran, (2018). Hubungan asupan protin, zat besi, Universitas Indonesia. vitamin C, fitat dan tannin terhadap kadar Jaelani, M., Simanjuntak, B. Y., & Yuliantini, E. hemoglobin calon pendonor darah laki- (2017). Faktor Risiko yang Berhubungan laki. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8; dengan Kejadian Anemia pada Remaja 6(4): 238-246. Putri. Jurnal Kesehatan, 8(3), 358-368. Simanjuntak, B. Y. (2006). Pengaruh Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Suplementasi Tablet Besi 2 Kali Seminggu Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Selama 12 Minggu dan Faktor-Faktor yang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Berhubungan dengan Status Anemia Siswa Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset di 6 SD Jakarta Utara. [Thesis]. Depok: Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan Universitas Indonesia. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Syahwal, S., & Dewi, Z. (2018). Pemberian Lailiyana. (2012). Analisis Kandungan Zat Gizi snack bar meningkatkan kadar hemoglobin dan Uji Hedonik Kukis Kaya Gizi pada (Hb) pada remaja putri. AcTion: Aceh Siswi SMPN 27 Pekanbaru. [Skripsi]. Nutrition Journal, 3(1), 9-15. Depok: Universitas Indonesia. Vitando, T., Simanjuntak, B. Y., & Jumiyati. Mansur, W. (2017). Pengaruh Pemberian (2019). Perubahan Kadar Protein dan Brownies Tempe Subtitusi Wortel (Daucus Kalsium pada Pembuatan Tepung Ikan

Cahyati, Peningkatan Kadar Hemoglobin Remaja Putri dengan Pemberian Kukis Pelangi Ikan Gaguk… 229

Gaguk dengan Variasi Suhu dan Waktu support country implementation. Geneva: [Karya Tulis Ilmiah]. Bengkulu: Polteknik World Health Organization. Kesehatan Kemenkes Bengkulu. World Health Organization (WHO). (2011). World Health Organization (WHO). (2017). Guideline: Intermittent Iron and Folic Global Accelerated Action for the Health Acid Supplemention in Menstruating of Adolescents (AH-HA): guidance to Women. Geneva: World Health Organization.

Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

THE EFFECT OF LACTATION EDUCATION IN THIRD TRIMESTER PREGNANT WOMEN ON SELF-EFFICACY IN BREASTFEEDING

Kurniyati 1*, Eva Susanti 2, Derison Marsinova Bakara3

1,2,3Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Jalan Indragiri No 03 Padang Harapan-Kota Bengkulu *Email: [email protected]

______

ABSTRACT

World Health Organization (WHO) confirms That the policy tbabies throughout the world should be given exclusive breastfeeding for 6 months. Mother's milk is the most important baby food, especially in the first 6 months of a baby's life. One aspect of the mother that influences the success of breastfeeding is the mother's belief (self-efficacy). Educating mothers in the form of written information will make it easier for mothers to understand and remember important material related to breastfeeding. The purpose of this study was to determine the effect of lactation education on third-trimester pregnant women on self- efficacy in breastfeeding in BPM Curup City, Rejang Lebong Regency. The population is trimester III primigravida pregnant women. A sample of 32 people for each group. The instrument used was Breastfeeding Self-Efficacy Scale Short Form (BSES-SF), consisting of 14 statement points. Quantitative research methods with Quasi-Experimental design, with pre-test and post-test design with a control group. Data analysis used the Mann-Whitney test. The results showed that the difference in self-efficacy in the intervention group and the control group after childbirth with a Z value of -5.776 and a P value <0.05. Conclusion: Lactation education in third trimester pregnant women has an effect on self-efficacy in breastfeeding.

Keywords: Education, Lactation, Self-Efficacy, Breastfeeding ______

1. Pendahuluan AKB tercatat 43 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup dan di Kabupaten Rejang Lebong di tahun World Health Organization (WHO) mengkonfir- 2017 tersebut angka kematian neonatal sebanyak masi kebijakan bahwa bayi di seluruh dunia harus 34 bayi dari 4.780 bayi lahir hidup dan AKB diberi ASI eksklusif selama 6 bulan (Dennis, sebanyak 1 kasus (Dinkes Prov. Bengkulu, 2017). 2003). Air Susu Ibu adalah makanan bayi yang pa- Menyusui eksklusif untuk 6 bulan pertama pasca ling penting, terutama pada 6 bulan pertama kehi- persalinan adalah metode pemberian makan bayi dupan bayi (Ho and McGrath, 2010). Air Susu Ibu yang direkomendasikan oleh semua otoritas (ASI) merupakan cairan hasil sekresi kelenjar kesehatan internasional. Meskipun sudah banyak payudara ibu. ASI Eksklusif merupakan ASI yang dukungan untuk pemberian ASI ekslusif, akan diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan sampai tetapi masalah menyusui belum optimal (Dennis, usia bayi 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan 2018). ASI mengandung kolostrum yang kaya atau mengganti dengan makanan atau minuman akan antibody, karena mengandung protein untuk lain (PP RI No 33/2012) (Kemenkes RI, 2012). daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam Perhatian terhadap upaya penurunan angka kema- jumlah tinggi sehingga dapat mengurangi risiko tian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian pada bayi. kematian neonatal memberi kontribusi terhadap Di Indonesia, pada tahun 2017, persentase pembe- 59% kematian bayi. Berdasarkan Profil Kesehatan rian ASi secara eksklusif pada bayi kurang dari Indonesia tahun 2017, Angka Kematian Bayi enam bulan sebesar 61,33%, sedangkan di provinsi (AKB) adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Bengkulu sebesar 65,66% (Kemenkes RI, 2018). angka kematian neonatum (AKN) sebesar 15 per Pada tahun 2017 jumlah bayi yang mendapatkan 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI. 2017). ASI Eksklusif di Kabupaten Rejang Lebong seba- Berdasarkan Profil Kesehatan Bengkulu 2017, nyak 56.4% dan di wilayah Puskesmas Perumnas

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 40 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134 sebanyak 36% (Dinkes Rejang Lebong, 2017). orangan, kelompok, dan masyarakat agar memeli- Nutrisi yang tepat dan tepat waktu selama masa hara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya bayi merupakan jendela peluang yang kritis untuk melalui peningkatan pengetahuan, kemauan, dan memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang kemampuan, yang dilakukan dari, oleh, dan tepat (Hamade,2014). masyarakat sesuai dengan faktor budaya setempat Salah satu penyebab rendahnya cakupan pembe- (Suliha, 2002). rian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia enam Laktasi atau menyusui merupakan teknik bulan karena produksi ASI pada ibu post partum menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai pada yang terhambat pada hari- hari pertama pasca keadaan bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi persalinan sehingga sebagian besar bayi mendapat- merupakan bagian kelengkapan dari siklus repro- kan susu formula pada saat baru lahir (Kemenke s duksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi RI, 2014). Permasalahan pengeluaran ASI dini berguna untuk menambah pemberian ASI dan akan memberikan dampak buruk untuk kehidupan meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur bayi. Padahal justru nilai gizi ASI tertinggi ada di 2 tahun dengan baik dan benar serta anak memper- hari-hari pertama kehidupan bayi, yakni kolostrum oleh kekebalan tubuh secara alami (Wiji, 2013). (Sulistyawati, 2009). Menyusui dikenal luas karena manfaatnya untuk bayi, tetapi ketentuan 3. Metode Penelitian pemberian ASI eksklusif dan pemberian makan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif bayi masih belum dipahami dengan baik di dengan rancangan penelitian adalah Quasi kalangan ibu dan pengasuh (Ho and McGrath, Eksperimental, dengan pre test and post test 2010). design with control group yaitu suatu desain Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi penelitian yang bertujuan menguji hubungan keberhasilan menyusui adalah keyakinan ibu (self- sebab akibat. Pada penelitian ini akan dilakukan efficacy). Pada ibu menyusi butuh adanya tindakan metode edukasi laktasi terhadap self keyakinan diri untuk dapat memberikan ASI pada efikasi dalam menyusui di BPM Kota Curup bayinya sesuai dengan batas yang ditentukan. Kabupaten Rejang Lebong. Edukasi dilakukan Terdapat hubungan yang kuat antara kemandirian dengan menggunakan booklet. menyusui, teknik pemberian ASI yang lebih Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan efisien dikaitkan dengan peningkatan kepercayaan Mei sampai dengan Oktober 2018. diri dalam menyusui bayi. Ini menunjukkan bahwa mereka yang menyusui dengan teknik yang benar Populasi yang digunakan dalam penelitian ini diawal pada bayi mereka akan dapat terus adalah ibu hamil trimester III. Teknik pengambilan menyusui secara eksklusif lebih lama karena sampel dalam penelitian ini adalah consecutive meningkatnya kepercayaan diri mereka (Ingram, sampling. Pada consecutive sampling, semua 2014). subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemi- lihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah Edukasi merupakan suatu bagian dari pendidikan subjek yang diperlukan terpenuhi. Consecutive kesehatan yaitu merupakan serangkaian upaya sampling merupakan non-probability sampling untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, yang paling baik, dan merupakan cara termudah. keluarga, kelompok atau masyarakat agar Dengan menetapkan sampel adalah 32 responden terlaksana perilaku hidup sehat sesuai dengan per kelompok. harapan pendidik (Notoatmodjo, 2007). Dengan menyediakan edukasi pada ibu berupa informasi Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan tertulis akan memudahkan ibu untuk memahami dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui dan mengingat materi yang penting terkait menyu- karakteristik responden dan self efikasi ibu ter- sui (Dias et al, 2005). Hasil penelitian yang hadap menyusui pada ibu hamil TM III di kelas dilakukan oleh Pramudianti, (2017), didapatkan ibu. Pengambilan data untuk self efikasi meng- bahwa edukasi postpartum dengan menggunakan gunakan instrumen Breastfeeding Self-Efficacy media booklet berpengaruh terhadap peningkatan Scale Short Form (BSES-SF) yang telah parenting self-efficacy pada ibu pasca sectio diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. BSES- caesarea pada periode awal masa nifas. SF terdiri dari 14 poin pernyataan yang direspon dengan skala likert rentang 1 sampai 5 (Dennis, 2. Tinjauan Teori 2003). Skala 1 berarti tidak percaya diri sama Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu sekali, sedangkan skala 5 berarti sangat percaya tentang nilai kesehatan menjadi tahu. Edukasi diri. Pernyataan di BSES dibuat dalam bentuk adalah suatu proses usaha memberdayakan per- pernyataan positif (Bandura, 1977 dalam

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 41 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

Spaulding & Dennis, 2010). Hasil penilaian BSES- Tabel 1 Karakteristik Responden SF dilihat dengan menjumlahkan keseluruhan skor Karakteristik Respoden n % yang didapat, yakni rentang skor pada BSESSF Umur (tahun): Kelompok total adalah 14-70. Nilai skor menunjukan tingkat intervensi Edukasi Laktasi self-efficacy, sehingga skor yang tinggi berarti - < 24 tahun 18 56,2 tingkat self-efficacy tinggi (Dennis & Faux, 1999) - ≥ 24 tahun 14 43,8 Pengambilan data self efikasi dilakukan sebelum Umur (tahun) : Kontrol dan sesudah diberikan edukasi menggunakan - < 24 tahun 11 34,4 - ≥ 24 tahun 21 65,6 booklet tentang laktasi serta pada masa post Pekerjaan : Kelompok partum. Ibu kelompok intervensi dianjurkan untuk intervensi Edukasi Laktasi mengikuti kegiatan edukasi laktasi menggunakan - Tidak Bekerja 20 64,5 booklet sebanyak 2 kali pertemuan dan kemudian - Bekerja 11 35,5 ibu akan dinilai kembali self efikasi dalam Pekerjaan : Kelompok Kontrol menyusui, self efikasi dalam menyusui akan - Tidak Bekerja 19 59,4 dinilai secara bertahap pada masa post partum. - Bekerja 13 40,6 Pada ibu kelompok kontrol juga mengikuti Pendidikan:Kelompok kegiatan kelas ibu seperti biasa dan ibu akan intervensi Edukasi Laktasi dinilai self efikasi dalam menyusi dan ibu akan - SD/SMP 7 21,9 - SMA/PT 25 78,1 dinilai kembali self efikasi dalam menyusui Pendidikan: Kelompok Kontrol setelah post partum. - SD/SMP 9 28,1 Analisis data pada tahap pertama dilakukan adalah - SMA/PT 23 71,9 analisa univariat untuk mengetahui karakteristik Pendapatan: Kelompok pasien meliputi, usia, pendidikan, pekerjaan, intervensi Edukasi Laktasi - < UMR 11 34,4 paritas, serta menilai self efikasi dalam menyusui - ≥ UMR 21 65,6 pada ibu. Analisis bivariat sebelum dilakukan uji Pendapatan: Kelompok Kontrol statistik terlebih dahulu dilakukan preliminary - < UMR 20 62,5 analysis untuk mengetahui apakah data memenuhi - ≥ UMR 12 37,5 asumsi-asumsi tes parametrik yaitu dengan mela- kukan uji normalitas data untuk mengetahui Self-efficacy normal atau tidaknya distribusi data tersebut. Uji normalitas data dapat dilakukan dengan meng- Tabel 2 Self-efficacy gunakan rumus uji Shapiro wilk. Menggunakan Self-efficacy n % Self-efficacy Responden Sebelum Shapiro wilk karena sampel berjumlah kurang dari Intervensi : Kelompok Edukasi 50 orang. Data dikatakan terdistribusi normal bila Laktasi nilai p>0,05. Bila hasil uji normaliatas memenuhi - Tinggi 11 34,4 asumsi maka dilakukan uji statistik parametrik - Rendah 21 65,6 yaitu uji Paired t test. Self-efficacy Responden Sesudah Intervensi : Kelompok Edukasi 4. Hasil dan Pembahasan Laktasi - Tinggi 21 65,6 4.1 Karakteristik Responden - Rendah 11 34,4 Pada tabel 1 menunjukkan karakteristik responden, Self-efficacy Responden Sesudah pada kelompok intervensi sebagian besar respon- Persalinan : Kelompok Edukasi Laktasi den berumur < 24 tahun yaitu sebesar 56,2% dan - Tinggi 30 93,8 pada kelompok kontrol sebagian besar berada pada - Rendah 2 6,3 kelompok umur ≥24 tahun yaitu 65,6%. Tingkat Self-efficacy Responden Sebelum pendidikan responden sebagian besar berada pada Intervensi : Kelompok Kontrol kategori SMA/PT yaitu pada kelompok intervensi - Tinggi 10 31,3 78,1% dan kelompok kontrol 71,9. Pekerjaan - Rendah 22 68,8 responden sebagian besar berada pada kategori Self-efficacy Responden Setelah tidak bekerja yaitu 64,5% pada kelompok inter- Intervensi : Kelompok Kontrol vensi dan 59,4% pada kelompok kontrol. - Tinggi 14 43,8 - Rendah 18 56,3 Pendapatan responden pada kelompok intervensi Self-efficacy Responden Setelah berada pada kategori ≥ UMR yaitu 65,6% dan persalinan : Kelompok Kontrol pada kelompok kontrol berada pada kategori < - Tinggi 7 21,9 UMR yaitu 62,5%. - Rendah 25 78,1

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 42 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

Berdasarkan tabel 2 didapatkan bahwa Self- Tabel 3 Perbedaan rerata Self-efficacy sebelum efficacy pada kelompok Intervensi sebelum inter- dan sesudah dilakukan Edukasi laktasi vensi berada pada kategori rendah yaitu 65,6%, Pada ibu Hamil Trimester III di BPM setelah intervensi berada pada kategori tinggi yaitu Kota Curup Kabupaten Rejang Lebong 65,6% dan setelah persalinan berada pada kategori Pengukuran Mean SD Z p Min-Max tinggi yaitu 93,8%. Self-efficacy pada kelompok Self-efficacy kontrol sebelum intervensi berada pada kategori kelompok rendah yaitu 68,8%, setelah intervensi berada pada Intervensi - Sebelum 1,65 0,486 -2,673 0,008 1,47-1,82 kategori rendah yaitu 56,3% dan setelah persalinan Intervensi berada pada kategori rendah yaitu 78,1%. - Sesudah 1.32 0,475 1,15-1,50 Intervensi Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Self-efficacy statistik Shpiro-Wilk menunjukan nilai p sebagian kelompok besar kurang dari 0,00. Hasil tersebut dapat Intervensi disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi data - Sebelum 1,65 0,486 -4,359 0,000 1,47-1,82 Intervensi normal, sehingga uji statistik yang tepat untuk - Sesudah 1,06 0,250 0,97-1,16 dilakukan adalah dengan menggunakan statistik Persalinan non parametrik. Self-efficacy kelompok Hasil uji statistik perbedaan rerata self-efficacy Kontrol pada `kelompok intervensi dan kelompok kontrol - Sebelum 1,68 0,475 -1,633 0,102 1,50-1,85 yang ditampilkan pada tabel 3 didapati untuk self- Intervensi 1,36-1,73 efficacy pada kelompok intervensi edukasi laktasi - Sesudah 1,55 0,506 Intervensi antara sebelum intervensi dan sesudah intervensi Self-efficacy didapatkan nilai z adalah -2,673 dan nilai p< 0,05 kelompok hasil tersebut dapat diartikan bahwa rerata self- Kontrol efficacy sebelum dan sesudah dilakukan edukasi - Sebelum 1,68 0,475 -1,134 0,257 1,50-1,85 Intervensi 1,62-1,93 laktasi terdapat perbedaan yang bermakna. Self- - Sesudah \1,77 0,425 efficacy kelompok intervensi edukasi laktasi Persalinan sebelum intervensi dan sesudah persalinan didapat kan nilai z sebesar -4,359 dan nilai p< 0,05 hasil Tabel 4 Perbedaan rerata Self-efficacy antara tersebut dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy kelompok intervensi dan kelompok sebelum intervensi dan sesudah persalinan terdapat kontrol Pada ibu Hamil Trimester III di perbedaan yang bermakna. BPM Kota Curup Kabupaten Rejang Self-efficacy pada kelompok kontrol antara sebe- Lebong lum intervensi dan sesudah intervensi didapatkan Pengukuran Mann- Wilcoxon Z p nilai z adalah -1,633 dan nilai p> 0,05 hasil Whitney W tersebut dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy U Self-efficacy sebelum dan sesudah intervensi tidak terdapat sebelum 496.000 1024.000 -0,264 0,792 perbedaan yang bermakna. Self-efficacy kelompok intervensi kontrol sebelum intervensi dan sesudah persalinan antara didapatkan nilai z sebesar -1,134 dan nilai p> 0,05, kelompok intervensi dan hasil tersebut dapat diartikan bahwa rerata self- kelompok efficacy kelompok kontrol sebelum intervensi dan kontrol sesudah persalinan tidak terdapat perbedaan yang Self-efficacy 384.000 912.000 -2,000 0,046 bermakna. sesudah intervensi Uji statistik yang digunakan untuk melihat antara perbedaan Self-efficacy antara kelompok intervensi kelompok intervensi dan dan kelompok kontrol dapat dilakukan dengan kelompok menggunakan uji Mann-Whitney. kontrol Self-efficacy 144.000 672.000 -5,776 0,000 sesudah persalinan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 43 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

Berdasarkan Tabel 4 didapatkan bahwa perbedaan WHO, ibu hamil sangat membutuhkan pengajaran, self-efficacy pada kelompok intervensi dan yang merupakan proses yang digunakan untuk kelompok kontrol sebelum intervensi didapatkan menyampaikan informasi kepada yang lain. nilai Z -0,264 dan nilai P> 0,05, hasil tersebut Mengajar dianggap sebagai landasan dalam dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy sebelum meningkatkan keberhasilan menyusui. Namun, intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol metode pengajaran tradisional, dengan memberi tidak terdapat perbedaan yang bermakna. tahu ibu hamil tentang manfaat dan manajemen Perbedaan self-efficacy pada kelompok intervensi menyusui secara oral, tidak cukup efektif untuk dan kelompok kontrol setelah intervensi didapat- meningkatkan menyusui (Abuidhail et al, 2018). kan nilai Z -2,000 dan nilai P< 0,05, hasil tersebut Hasil penelitian ini juga didukung oleh pernyataan dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy sesudah Roymond S. Simamora, 2009:71 yang menyatakan intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol bahwa. Pengembangan booklet adalah kebutuhan terdapat perbedaan yang bermakna. untuk menyediakan referensi (bahan bacaan) bagi Perbedaan self-efficacy pada kelompok intervensi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan dan kelompok kontrol setelah persalinan didapat- akses terhadap buku sumber karena keterbatasan kan nilai Z -5,776 dan nilai P< 0,05, hasil tersebut mereka. Dengan adanya booklet masyarakat ini dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy sesudah dapat memperoleh pengetahuan seperti membaca persalinan antara kelompok intervensi dan kelom- buku, dengan waktu membaca yang singkat, dan pok kontrol terdapat perbedaan yang bermakna. dalam keadaan apapun. Media boklet dapat dibaca berulang-ulang, sehingga memudahkan ibu untuk 4.2. Pembahasan memahami isi dari media booklet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Tujuan edukasi pada dasarnya untuk mengubah pengaruh edukasi laktasi terhadap self-efficacy pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat pada ibu hamil trimester ke III dengan nilai p< di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan 0,05, dan tidak terdapat pengaruh self-efficacy sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri, dalam setelah intervensi pada kelompok kontrol pada ibu mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat menggu- hamil trimester ke III dengan nilai p> 0,05. Hal ini nakan fasilitas pelayanan kesehatan dengan tepat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan sesuai (Suliha, 2002) bahwa pada ibu hamil trimester III yang telah Salah satu aspek dari ibu yang mempengaruhi dilakukan edukasi laktasi menggunakan booklet, keberhasilan menyusui adalah keyakinan ibu (self- ibu diajarkan tentang laktasi sebanyak 2 kali efficacy). Pada ibu menyusi butuh adanya pertemuan dalam 2 minggu dan dinilai kembali keyakinan diri untuk dapat memberikan ASI pada self-efficacy setelah 2 minggu dan setelah bayinya sesuai dengan batas yang ditentukan. persalinan. Terdapat hubungan yang kuat antara kemandirian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh menyusui, teknik pemberian ASI yang lebih edukasi laktasi dengan self-efficacy ibu dalam efisien dikaitkan dengan peningkatan kepercayaan menyusui. Hal ini sesuai dengan pernyataan diri dalam menyusui bayi. Ini menunjukkan bahwa Notoatmodjo, 2007, yang menyatakan bahwa mereka yang menyusui dengan teknik yang benar edukasi merupakan suatu bagian dari pendidikan diawal pada bayi mereka akan dapat terus menyu- kesehatan yaitu merupakan serangkaian upaya sui secara eksklusif lebih lama karena mening- untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, katnya kepercayaan diri mereka (Ingram, 2014). keluarga, kelompok atau masyarakat agar terlak- Penelitian yang dilakukan Mizrak, et all, 2017, sana perilaku hidup sehat sesuai dengan harapan tentang Pengaruh Pendidikan antenatal pada ibu pendidik. primipara terhadap Self-Efficacy dalam menyusui Menyediakan edukasi pada ibu berupa informasi di Turki didapatkan hasil bahwa pendidikan dan tertulis akan memudahkan ibu untuk memahami dukungan menyusui pada saat antenatal yang di- dan mengingat materi yang penting terkait berikan kepada ibu hamil dari periode prenatal ke menyusui (Dias et al, 2005). Hasil penelitian yang periode postnatal meningkatkan self-efficacy da- dilakukan oleh Pramudianti, (2017), didapatkan lam menyusui dan keberhasilan dalam menyusui. bahwa edukasi postpartum dengan menggunakan Hasil penelitian Blyth et al (2002) juga mendapat- media booklet berpengaruh terhadap peningkatan kan bahwa self-efficacy pada ibu menyusui meru- parenting self-efficacy pada ibu pasca sectio pakan faktor yang berpengaruh terhadap durasi caesarea pada periode awal masa nifas dan tingkat menyusui. Banyak faktor yang mempengaruhi self efficacy Untuk mempromosikan pemberian ASI dan men- dalam diri seseorang, seperti pengalaman dalam dorong para ibu untuk mematuhi rekomendasi dari

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 44 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134 keberhasilan sendiri, pengalaman orang lain, persalinan berada pada kategori rendah yaitu konseling teman sebaya, persuasi verbal (misal- 78,1% nya, dorongan dari orang lain yang berpengaruh b. Hasil uji statistik perbedaan rerata self-efficacy seperti teman, keluarga, dan konsultan laktasi), pada `kelompok intervensi dan kelompok pengaruh kondisi fisiologis, afektif atau emosional kontrol didapati untuk self-efficacy pada seseorang (misalnya, nyeri, kelelahan, kecemasan, kelompok intervensi edukasi laktasi antara stres) (Bandura, 1997, Dennis C.L. 1999). Ibu sebelum intervensi dan sesudah intervensi yang memiliki self efficacy yang rendah cenderung didapatkan nilai z adalah -2,673 dan nilai p< untuk tidak memberikan ASI pada bayinya dan 0,05 hasil tersebut dapat diartikan bahwa rerata menggantinya dengan yang lain, hal ini merupakan self-efficacy sebelum dan sesudah dilakukan faktor internal yang berpengaruh dalam proses edukasi laktasi terdapat perbedaan yang menyusui (Ertem et al 2001 dalam Spaulding, bermakna. Self-efficacy kelompok intervensi 2009). Ibu yang merasa percaya diri tentang edukasi laktasi sebelum intervensi dan sesudah kemampuan mereka untuk menyusui dengan persalinan didapatkan nilai z sebesar -4,359 sukses akan lebih baik dalam mengatasi hambatan dan nilai p< 0,05 hasil tersebut dapat diartikan untuk menyusui (Entwistle et al., 2010) bahwa rerata self-efficacy sebelum intervensi Penelitian ini juga didukung dari hasil penelitian dan sesudah persalinan terdapat perbedaan Awaliyah, et all, yang menyatakan bahwa self yang bermakna.. efficacy dalam menyusui merupakan faktor yang c. Self-efficacy pada kelompok kontrol antara dominan dalam mempengaruhi kepuasan ibu sebelum intervensi dan sesudah intervensi dalam menyusui dengan nilai (p <0,05). Kepuasan didapatkan nilai z adalah -1,633 dan nilai p> menyusui adalah perasaan memuaskan yang 0,05 hasil tersebut dapat diartikan bahwa rerata diperoleh selama menyusui yang dihasilkan dari self-efficacy sebelum dan sesudah intervensi kerjasama antara ibu dan bayi untuk memenuhi tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Self- keinginan atau kebutuhan. Pendidikan dan promosi efficacy kelompok kontrol sebelum intervensi ASI dan menyusui yang disediakan oleh penyedia dan sesudah persalinan didapatkan nilai z layanan kesehatan profesional mendorong sebesar -1,134 dan nilai p> 0,05, hasil tersebut keberhasilan program menyusui. Bantuan oleh dapat diartikan bahwa rerata self-efficacy penyedia layanan kesehatan atau penasihat kelompok kontrol sebelum intervensi dan menyusui yang dimulai selama kehamilan sampai sesudah persalinan tidak terdapat perbedaan setelah melahirkan harus diterapkan sehingga ibu yang bermakna diberi informasi tentang menyusui. Kepuasan menyusui dapat membuat ibu terus menyusui d. Perbedaan self-efficacy pada kelompok bayinya hingga 2 tahun atau lebih. intervensi dan kelompok kontrol sebelum intervensi didapatkan nilai Z -0,264 dan nilai Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada P> 0,05, dapat diartikan tidak terdapat pengaruh edukasi laktasi menggunakan booklet perbedaan yang bermakna. Perbedaan self- pada ibu hamil trimester III terhadap self-efficacy efficacy pada kelompok intervensi dan dalam menyusui. Ibu yang tidak memiliki self kelompok kontrol setelah intervensi didapatkan efficacy yang baik dalam menyusui akan membuat nilai Z -2,000 dan nilai P< 0,05, dapat diartikan ibu tidak berhasil dalam menyusui sehingga ibu terdapat perbedaan yang bermakna. Perbedaan memberikan susu formula kepada bayinya, padahal self-efficacy pada kelompok intervensi dan ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. kelompok kontrol setelah persalinan didapatkan nilai Z -5,776 dan nilai P< 0,05, 5. Simpulan dan Saran dapat diartikan terdapat perbedaan yang 5.1 Simpulan bermakna. a. Self-efficacy pada kelompok Intervensi sebe- 5.2 Saran lum intervensi berada pada kategori rendah yaitu 65,6%, setelah intervensi berada pada Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan kategori tinggi yaitu 65,6% dan setelah beberapa hal sebagai berikut: persalinan berada pada kategori tinggi yaitu a. Edukasi laktasi merupakan suatu upaya yang 93,8%. Self-efficacy pada kelompok kontrol dapat dilakukan dalam meningkatkan pengeta- sebelum intervensi berada pada kategori rendah huan dan capaian pemberian ASI ekslusif. Bagi yaitu 68,8%, setelah intervensi berada pada tenaga kesehatan agar dapat memberikan kategori rendah yaitu 56,3% dan setelah edukasi laktasi dan pelatihan kepada ibu dengan mengunakan media yang sesuai seperti

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 45 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

leaflet atau booklet, hal ini dapat meningkatkan self efficacy for low income women, Self-efficacy dalam menyusui pada ibu hamil Maternal and Child Nutrition 6, 228-242 trimester III sehingga ibu siap dalam memberi- 12. Hamde‐ et al, 2014, Breastfeeding‐ knowledge, kan ASI pada bayinya. attitude, perceived behavior, and intention b. Dapat melanjutkan ke penelitian sejenis dengan among female undergraduate university memperbanyak jumlah sampel dan variabel, students in the Middle East: The case of serta memperluas lahan penelitian dengan Lebanon and Syria, Food and Nutrition menggunakan metode yang tepat. Bulletin, vol. 35, no. 2 © 2014 13. Ho and McGrath. 2010, A Review of the Daftar Pustaka Psychometric Properties of Breastfeeding Assessment Tools, JOGNN, 39, 386-400 1. Abuidhail J , Mrayan L , Jaradat D. 2018, 14. Ingram, et al. 2014, The development of a Evaluating effects of prenatal web-based new breast feeding assessment tool and the breastfeeding education for pregnant mothers relationship with breast feeding self-efficacy in their third trimester of pregnancy: 15. Kemenkes RI. 2012, Peraturan Pemerintah Prospective randomized control trial. doi: Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 10.1016/j.midw.2018.11.015. Epub 2018 Nov Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif 28. 16. Kemenkes RI 2018, Profil Kesehatan 2. Awaliyah, et all. 2019, Breastfeeding self- Indonesia Tahun 2017 efficacy as a dominant factor affecting 17. Kemenkes RI 2017, Pedoman maternal breastfeeding satisfaction, BMC Penyelenggaraan Pekan ASI Sedunia (PAS) Nursing 2019, 18 (Suppl 1):30, Tahun 2017 https://doi.org/ 10.1186/s12912-019-0359-6 18. Kemenkes RI. 2014, Situasi dan Analisis ASI 3. Bandura, A, 1997, Self Efficacy in changing Ekslusif. Jakarta: Pusat data dan Informasi society, New York: Cambridge University 19. Mizrak, et all. 2017, The Effect of Antenatal Prees Education on Breastfeeding Self-Efficacy: 4. Blyth et al. 2002, Effect of maternal Primiparous Women in Turkey. International confidence on breastfeeding duration: an Journal of Caring Sciences, January–April application of breastfeeding self-efficacy 2017 Volume 10 | Issue 1| Page 503 theory. 20. Notoadmojo. 2007, Ilmu Kesehatan 5. Dennis. 2018, Measuring Paternal Breast- Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta feeding Self-Efficacy: A Psychometric 21. Pramudianti. 2017, Pengaruh Edukasi Post- Evalua-tion of the Breastfeeding Self- partum Dengan Media Booklet Pada Ibu Efficacy Scale - Short Form among Fathers Pasca Sectio Caesarea Terhadap Parenting 6. Dennis, C. L. 1999, Theoretical under- Self- Efficacy Pada Periode Awal Masa Nifas pinnings of breastfeedingconfidence: A self- Di Rumah Sakit Wilayah Klaten efficacy framework. Journal of Human Lac- 22. Roymond S. Simamora. 2009, Buku Ajar tation, 15, 195–201. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : 7. Dennis. 2003, The Breastfeeding Self- EGC Efficacy Scale: Psychometric Assessment of 23. Spaulding, D.M, Gore. R. 2009, the Short Form, JOGNN, 32, 734–744; 2003. Breastfeeding self efficacy in women of Volume 32, Number 6 African descent. JOGNN, 38, 230-243; 2009, DOI:10.1177/0884217503258459 doi, 10.1111/j. 1552 6909. 2009.01011,x 8. Dias, M.S., Smith, K., deGuehery, K., Mazur, 24. Spaulding, D.M, Dennis, C.L. 2010, P., Li, V., & Shaffer, M. L. 2005, Preventing Psycometric testing of breast feeding self Abusive Head Trauma among Infants and efficacy scale-short form in the sampel of Young Children: A Hospital based, Parent black women in the united states, Research in education program. Pediatrics, 115(4): e470- Nursing & Health, 2010:33:111-119 e477. http://dx.doi.org/10.1542/peds.2004- 25. Suliha. 2002, Pendidikan Kesehatan dalam 1896 Keperawatan. Jakarta: EGC. 9. Dinkes Provinsi Bengkulu. 2017, Profil 26. Sulistyawati. 2015, Buku Ajar Asuhan Kesehatan Tahun 2016 Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: 10. Dinkes Rejang Lebong. 2017, Profil Penerbit Andi Kesehatan Rejang Lebong Tahun 2016 27. Wiji, R.N. 2013, ASI dan Pedoman Ibu 11. Entwistle F , Kendall S, Mead M, 2010, Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika. Breastfeeding support – the importance of

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 46 Jurnal Kesehatan Almuslim, Vol.VI No.11  Agustus 2020 ISSN: 2460-7134

Penulis : Ns. Derison Marsinova Bakara, S.Kep., Kurniyati, SST., M.Keb M.Kep Lahir di Bireuen, 12 April 1972. Bertempat tinggal Lahir di Curup, 17 Desember 1971. Bertempat di Kelurahan Banyumas Kab. Rejang Lebong tinggal di Kelurahan Banyumas Kab. Rejang Bengkulu. Penulis merupakan lulusan S2 Lebong Bengkulu. Penulis merupakan lulusan S2 Kebidanan UNPAD Tahun 2011. Saat ini bekerja Keperawatan UNPAD Tahun 2012. Saat ini sebagai seorang Dosen di Prodi Diploma III bekerja sebagai seorang dosen di Prodi Diploma Kebidanan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu. III Keperawatan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Eva Susanti, SST., M.Keb Lahir di Curup 6 februari 1978. Penulis merupakan lulusan S2 Kebidanan UNPAD tahun 2015. Saat ini bekerja sebagai dosen di Prodi Diploma III Kebidanan Curup Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Kurniyati, dkk | The Effect of Lactation Education in Third Trimester Pregnant Women on Self-Efficacy in . . . 47 Rambideun : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 3, September 2020 31 - 35 P-ISSN : 2615-8213 E-ISSN : 2656-2987

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KADER DALAM MENDORONG KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DAN TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR

Kurniyati, Indah Fitri Andini1, Derison Marsinova Bakara2 1Dosen Program Studi Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu 2Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Diterima 22 Agustus 2020/Disetujui 6 September 2020

ABSTRAK

Kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar adalah supaya: 1) kader mengetahui tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar; 2) kader mengetahui cara melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar; dan 3) kader dapat mengajarkan ibu hamil tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar. Pelaksanaan kegiatan PKM ini menggunakan metode skill development dengan memberikan informasi, pelatihan dan pendampingan pelaksanaan IMD dan teknik menyusui yang benar. Peserta kegiatan adalah kader di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, yang berjumlah 25 peserta. Adapun pelaksanaan kegiatan ini, melalui tahapan pra pelaksanaan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan. Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang IMD dan teknik menyusui yang benar disimpulkan bahwa kegiatan telah berjalan dengan baik. Hal ini diketahui dari tingkat kehadiran dan antusias peserta dalam kegiatan dan adanya peningkatan pengetahuan kader setelah kegiatan. Adapun peningkatan pengetahuan kader setelah kegiatan penyuluhan, demonstrasi cara melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar serta redemonstrasi oleh peserta memperoleh hasil dengan rata-rata nilai pengetahuan peserta sebesar 95, menunjukkan kegiatan sosialisasi mampu meningkatkan pengetahuan kader dalam melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar dalam mendukung keberhasilan ASI Ekslusif. Kata Kunci: ASI ekslusif, IMD, optimalisasi, pemberdayaan kader, teknik menyusui

PENDAHULUAN Menyusui adalah proses alamiah ketika bayi mampu menyusui secara alami pada payudara ibunya. Menyusui juga mengandung norma kultural yang perlu mendapat dukungan. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting, terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi. World Health Organization (WHO) mengkonfirmasi kebijakan bahwa bayi di seluruh dunia harus diberi ASI Eksklusif selama 6 bulan (Ho., McGrath, 2010). ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan dan minuman lain (PP RI No 33 Tahun 2012) (Kemenkes RI, 2012). Namun, hanya 39% bayi di bawah 6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif. Bahkan, banyak masalah muncul di hari-hari pertama pemberian ASI. Adapun permasalahan mendasar yang membuat ibu bingung dan memilih alternatif lain untuk mencukupi kebutuhan bayi adalah ASI tidak keluar. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik yang diberikan ibu kepada bayi baru lahir. ASI juga merupakan makanan yang sempurna bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, karena terkandung berbagai nutrisi yang dicerna dengan mudah, sesuai kebutuhan dan mengandung bahan penting untuk pertumbuhan serta perkembangan otak bayi. Selain itu, dalam saluran pencernaan, ASI menyediakan faktor kekebalan/imunitas untuk melawan penyebab penyakit pada bayi. Cakupan

Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara ------Rambideun : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 3, September 2020 32 - 35 P-ISSN : 2615-8213 E-ISSN : 2656-2987 pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia tahun 2018 sebesar 68,74% (Kemenkes RI, 2019). Adapun penyebab rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif bagi bayi di bawah usia 6 bulan karena produksi ASI pada ibu post partum yang terhambat pada hari-hari pertama pasca persalinan, sehingga sebagian besar bayi mendapatkan susu formula pada saat baru lahir. Cakupan pemberian ASI Ekslusif di Provinsi Bengkulu tahun 2018 adalah 65,46% dan di Kab. Rejang Lebong sebanyak 56,4%. Pelaksanaan IMD di Indonesia tahun 2018 sebesar 71,17% dan di Provinsi Bengkulu sebanyak 70,32% (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2019). Pengeluaran ASI merupakan proses pelepasan hormon oksitosin untuk mengalirkan air susu yang sudah diproduksi melalui saluran dalam payudara. Pada sebagian ibu, pengeluaran ASI terjadi di masa kehamilan dan sebagian terjadi setelah persalinan. Permasalahan pengeluaran ASI dini berdampak buruk untuk kehidupan bayi. Padahal nilai gizi ASI tertinggi ada di hari-hari pertama kehidupan bayi, yakni kolostrum. Penggunaan susu formula adalah alternatif paling tepat untuk menggantikan ASI. Faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi dan pengeluaran ASI adalah perawatan payudara frekuensi penyusuan, paritas, stres, penyakit atau kesehatan ibu, konsumsi rokok atau alkohol, pil kontrasepsi, asupan nutrisi. (Bobak, Lowdermilk., Jensen, 2004). Faktor psikososial memiliki korelasi positif dengan lamanya pemberian ASI Eksklusif (Ingram, 2014). Inisiasi menyusu dini merupakan faktor penentu keberhasilan ASI Ekslusif. Satu jam pertama kelahiran adalah periode emas yang menentukan keberhasilan seorang bayi menyusu secara optimal dan jika satu jam pertama setelah kelahiran bayi diberikan kesempatan menyusu pertama kali, akan membangun refleks menghisap yang baik pada bayi (Moore., et al., 2007). Isapan bayi membuat payudara terangsang dan otak akan mengeluarkan hormon oksitosin dan prolaktin. Lalu, di payudara hormon oksitosin merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi dan ASI terdorong mengalir melalui pembuluh darah. ASI diproduksi berdasarkan permintaan, jika diambil banyak akan diberikan banyak. Semakin sering puting disedot bayi, semakin banyak ASI yang diproduksi. Namun, jika bayi berhenti menyusui, payudara berhenti memproduksi ASI (Roesli, 2013). Teknik menyusui merupakan faktor yang mempengaruhi produksi ASI. Jika teknik menyusui tidak benar menyebabkan puting lecet dan ibu enggan menyusui. Bahkan, jika bayi jarang menyusu akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Namun, ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan teknik menyusui yang benar (Roesli, 2011). Teknik menyusui yang tidak benar mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar optimal, sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu (Wulandari., Handayani, 2011). Keberhasilan menyusui memerlukan dukungan semua pihak, baik keluarga, tenaga kesehatan dan kader kesehatan terdekat dengan masyarakat.

TUJUAN DAN LUARAN Tujuan pelaksanaan kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong, adalah supaya: 1) kader mengetahui tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar; 2) kader mengetahui cara melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar; dan 3) kader dapat mengajarkan ibu hamil tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar. Adapun luaran yang dihasilkan dari kegiatan PKM ini berupa dokumentasi kegiatan sosialisasi dan hasil kegiatan yang akan dipublikasikan pada Jurnal Pengabdian Masyarakat ber- ISSN atau terindeks, baik cetak maupun online.

Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara ------Rambideun : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 3, September 2020 33 - 35 P-ISSN : 2615-8213 E-ISSN : 2656-2987

METODE PELAKSANAAN

Pelaksanaan kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar menggunakan metode skill development dengan memberikan informasi, pelatihan dan pendampingan pelaksanaan IMD dan teknik menyusui yang benar. Peserta kegiatan adalah kader di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, yang berjumlah 25 peserta. Adapun pelaksanaan kegiatan ini, melalui tahapan: 1) pra pelaksanaan, meliputi: (a) koordinasi dengan mitra tentang permasalahan mitra, (b) menentukan tujuan; (c) menentukan metode; (d) menentukan aktivitas yang meliputi ceramah dan praktik; dan (e) pelaksanaan seminar proposal untuk mendapatkan dana pelaksanaan kegiatan PKM; 2) pelaksanaan, meliputi: (a) mengurus izin pelaksanaan kegiatan pada mitra; (b) penyampaian informasi tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar; (c) simulasi cara IMD dan teknik menyusui yang benar; dan (d) praktik IMD dan teknik menyusui yang benar; dan 3) pasca pelaksanaan, meliputi evaluasi keterampilan kader dalam mengajarkan IMD dan teknik menyusui yang benar. Evaluasi kegiatan PKM ini dilakukan melalui 2 kriteria, yaitu: 1) tingkat pemahaman kader diukur berdasarkan instrumen kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah sosialisasi, dan 2) tingkat kemampuan kader tentang tindakan yang diajarkan dinilai dengan melakukan redemonstrasi, dan 3) kepedulian kader tentang materi yang sudah disampaikan untuk disampaikan kepada masyarakat khususnya ibu hamil, diukur dengan cara kader dapat menyatakan komitmennya untuk mensosialisasikan kepada masyarakat. Sedangkan, analisis data dilakukan melalui: 1) pendekatan kualitatif, untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dan 2) pendekatan kuantitatif, untuk menganalisis data skor pemahaman kader tentang ASI ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar, baik sebelum maupun sesudah kegiatan sosialisasi.

WAKTU PELAKSANAAN

Kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar dilaksanakan sejak proposal diterima s.d proses evaluasi kegiatan yaitu 5-6 bulan, terhitung sejak Juli s.d Desember 2019. Adapun lokasi kegiatan PKM ini adalah di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong Bengkulu. Adapun implementasi pelaksanakan kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 27 dan 30 November 2019, pukul 09.00 s.d 12.00 Wib.

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Hasil yang diperoleh dari kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar, adalah meningkatnya pemahaman kader dan masyarakat tentang ASI Eksklusif, IMD dan teknik menyusui yang benar, meningkatnya kepedulian kader dan masyarakat dalam mengoptimalkan pemberian ASI Ekslusif dengan adanya dukungan semua pihak, serta timbulnya minat dan komitmen kader untuk membantu dan mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya ibu hamil dalam memperoleh keberhasilan pemberian ASI Ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong.

Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara ------Rambideun : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 3, September 2020 34 - 35 P-ISSN : 2615-8213 E-ISSN : 2656-2987

Meningkatkan Pengetahuan Kader tentang ASI Eksklusif, IMD dan Teknik Menyusui yang Benar Pengetahuan kader tentang ASI Ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar dapat dikatakan masih kurang dan terlihat dari apersepsi yang dilakukan narasumber, yaitu lebih dari setengah kader tidak mengetahui secara keseluruhan tentang ASI Ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar. Namun, kader baru memahami tentang ASI Ekslusif, IMD dan teknik menyusui yang benar setelah mendengarkan penjelasan dan mendapatkan foto materi dari narasumber sehingga peserta dapat mengikuti dengan baik saat materi diberikan.

Gambar 1. Pelaksanaan Kegiatan PKM bersama Kader dan Pihak Puskesmas Perumnas Kab. Rejang Lebong

Gambar 2. Penyampaian Materi ASI Ekslusif, IMD dan Teknik Menyusui Simulasi Inisiasi Menyusu Dini dan Teknik Menyusui yang Benar Lalu, dilakukan simulasi IMD dan teknik menyusui yang benar oleh mahasiswa Prodi. Kebidanan Curup. Pada tahap ini, narasumber mempraktekkan tindakan dan melakukan diskusi dengan peserta tentang tindakan yang disimulasikan agar peserta mampu melakukannya.

Gambar 3. Simulasi Teknik Menyusui yang Benar dan IMD Praktik Inisiasi Menyusu Dini dan Teknik Menyusui yang Benar oleh Kader Tahapan selanjutnya adalah redemonstrasi tentang IMD dan teknik menyusui yang benar. Para peserta atau kader diberi waktu untuk membaca kembali materi tentang IMD dan teknik menyusui yang benar, lalu mempraktikan cara melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar.

Gambar 4. Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Teknik Menyusui oleh Kader

Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara ------Rambideun : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 3, No. 3, September 2020 35 - 35 P-ISSN : 2615-8213 E-ISSN : 2656-2987

Kader yang melakukan praktik IMD dan teknik menyusui yang benar terlihat semangat dan antusias melakukan tindakan yang sudah disimulasikan dan sebagian besar kader dapat mempraktekkan apa yang sudah diajarkan. Adapun dalam pelaksanaan kegiatan PKM ini, narasumber menilai kemampuan kader dalam memahami materi yang telah diberikan menggunakan kuesioner. Setiap kader dinilai kemampuannya tentang materi dan praktik yang telah disampaikan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan kader untuk dapat mengajarkannya pada ibu hamil. Hasil penilaian dikategorikan sangat baik (86-100), baik (76-85), cukup (≤75). Sehingga, hasil evaluasi post test didapatkan nilai rata-rata peserta sebesar 95 (sangat baik). Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan kegiatan PKM tentang optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan IMD dan teknik menyusui yang benar, terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan para kader dan telah berkomitmen untuk menyebarluaskan ilmu yang didapat kepada masyarakat khususnya ibu hamil. Kader kesehatan juga merupakan perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan, karena telah diberi pengetahuan dan pelatihan oleh petugas kesehatan dan terlibat dalam program pelaksanaan posyandu yang dilaksanakan di setiap desa atau kelurahan.

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan PKM melalui sosialisasi optimalisasi pemberdayaan kader dalam mendorong keberhasilan pemberian ASI Ekslusif dengan peningkatan pengetahuan tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan teknik menyusui yang benar disimpulkan bahwa kegiatan telah berjalan dengan baik. Hal ini diketahui dari tingkat kehadiran dan antusias peserta dalam kegiatan dan adanya peningkatan pengetahuan kader setelah kegiatan. Adapun peningkatan pengetahuan kader setelah kegiatan penyuluhan, demonstrasi cara melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar serta redemonstrasi oleh peserta memperoleh hasil dengan rata-rata nilai pengetahuan peserta sebesar 95, menunjukkan kegiatan sosialisasi mampu meningkatkan pengetahuan kader dalam melakukan IMD dan teknik menyusui yang benar dalam mendukung keberhasilan ASI Ekslusif. Adapun saran yang disampaikan setelah pelaksanaan kegiatan PKM ini, adalah perlu adanya dukungan stakeholder dalam pengadaan fasilitas yang mendukung pelaksanaan kegiatan, sehingga kegiatan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, serta perlunya monitoring evaluasi berkelanjutan dalam pelaksanaan kegiatan oleh bidan penanggung jawab sehingga kader dapat melaksanakan apa yang sudah disosialisasikan, serta dapat menyebarluaskan ilmu yang diperoleh kepada masyarakat terutama ibu hamil dalam mewujutkan keberhasilan pemberian ASI Ekslusif.

REFERENSI Bobak, Lowdermilk., Jensen. 2004. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Alih Bahasa Wijayarini, M.A., Anugerah, P.I. Jakarta: EGC. Dinkes Provinsi Bengkulu. 2019. Profil Kesehatan Bengkulu Tahun 2018. Bengkulu: Dinkes Provinsi Bengkulu. Ho., Mc Grath. 2010. A Review of the Psychometric Properties of Breastfeeding Assessment Tools, JOGNN, 39, 386-400. Ingram., et al. 2014. The Development of a New Breast Feeding Assessment Tool and the Relationship with Breast Feeding Self-Efficacy. Kemenkes, RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes, RI. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta: Kemenkes RI. Moore, E.R., Anderson, G.C., Bergman, N. 2007. Early skin-to-skin Contact for Mothers and their Healthy Newborn In-fants (Review), The Cochrane Library (3). Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda. Wulandari., Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kurniyati, Indah Fitri Andini, Derison Marsinova Bakara ------ISSN 2354-7642 (Print), ISSN 2503-1856 (Online) Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia INDONESIAN JOURNAL OF NURSING Tersedia online pada: AND MIDWIFERY http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI

Relationship Of Calcium Levels To Hypertension In Pregnancy Nur Elly1, Erli Zainal2, Iin Nilawati3

1 Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu Jalan Indra Giri No. 3 Padang Harapan, Kota Bengkulu 2,3 STIKes Sapta Bakti Bengkulu Jalan Mahakam Raya, No. 16 Lingkar Barat, Bengkulu Email : [email protected]

Abstrak Hipertensi dalam kehamilan sering berlanjut menjadi pre eklampsia sebagai salah satu penyumbang terbesar angka kematian ibu. Faktor mineral dan gizi memiliki peran penting dalam etiologi hipertensi dalam kehamilan terutama pre eklampsia. Faktor mineral yang berhubungan dengan hipertensi adalah kalsium. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kadar kalsium dengan kejadian hipertensi pada kehamilan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Cross-Sectional yaitu mengukur/mengamati variabel bebas (kadar kalsium) dengan variabel terikat (hipertensi dalam kehamilan). Jumlah sampel 43 ibu hamil trimester II yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Penelitian ini menggunakan data primer dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah dan kadar kalsium pada serum darah ibu hamil. Hasil analisis univariat menunjukkan 30% ibu hamil mengalami hipertensi dalam kehamilan, serta 44% ibu hamil memiliki kadar kalsium tidak cukup. Hasil analisis bivariat membuktikan nilai ada hubungan yang bermakna kadar kalsium darah ibu dengan kejadian hipertensi pada ibu hamil trimester II (p value 0,000).

Kata Kunci : kadar kalsium; hipertensi; ibu hamil

Abstract Pregnancy-induced hypertension often progresses to pre-eclampsia as one of the biggest contributors to maternal mortality. Mineral and nutritional factors have an important role in the etiology of pregnancy-induced hypertension, especially pre-eclampsia. A mineral factor associated with hypertension is calcium. This study attempts to analyze the relationship between calcium levels and the occurance of pregnancy-induced hypertension. A cross- sectional study design was used to measure or observe independent variables (calcium levels) and dependent variables (hypertension in pregnancy). The number of samples was 43 second-trimester pregnant women taken by consecutive sampling technique. This study used primary data by examining blood pressure and calcium levels contained in the blood serum of pregnant women. Univariate analysis results showed that 30% of pregnant women experienced pregnancy-induced hypertention, and 44% of pregnant women had insufficient calcium levels. The results of the bivariate analysis proved that there was a significant correlation between maternal blood calcium levels and the occurence of hypertension in second-trimester of pregnant women (p value 0,000).

Keywords: calcium levels; hypertension; pregnant women

Article info: Article submitted on August 30, 2020 Articles revised on September 29, 2020 Articles received on October 30, 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.21927/jnki.2020.8(3).232-238

Relationship Of Calcium Levels To Hypertension In Pregnancy 232 INTRODUCTION Pre-eclampsia affects the fetus as well. The Pregnancy-induced hypertension is defined placenta could not receive adequate blood intake as a condition when the blood pressure reaches which lead to the shortage of oxygen and food. This 140 mmHg or higher after twenty weeks of may cause low birthweight (BBLR) and transpire pregnancy, or the increasing of systolic pressures other problems to infants such as premature birth, up to 30 mmHg and diastolic pressures up to 15 asphyxia, as well as inhibited fetal growth disorder mmHg above normal. Hypertension is one of and death in the womb or at birth(3). health problems often occured during pregnancy The cause of pregnancy-induced and may cause complication in 2-3% pregnancy hypertension is yet to be clearly known. However, and 5-15% may lead to pregnancy difficulties. in general it is caused by vasospasm arteriola (2). Pregnancy-induced hypertension can Hypertension may occur as a result of nutritional threaten the safety of pregnant women because it factors and lack of rest. Sometimes, both of those may induce bleeding, abruptio placenta, and pre- factors are interlinked (1). eclampsia that lead to eclampsia or even death. Other reasonable factors contribute to the Moreover, there are some of complications onset of pregnancy-induced hypertension are: that can appear because of hypertension in primigravida, gemelli pregnancy, hidramnion, pregnancy such as deficiency of plasma fluid molahidatidosa, multigravida, severe malnutrition, due to vascular disorders, kidney disease, mother aged under 18 years or over 35 years as hematology disorder, cardiovascular illnes , well as anemia (4). lever disorder, respiratory illness, and syndrome Mineral and nutritional factors have an HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low important role as the etiology of pregnancy- platelet count). induced hypertension, especially pre-eclampsia. Pregnancy-induced hypertension that turns The mineral factor related to hypertension is into pre-eclampsia and eclampsia may cause the calcium. The need for calcium increases during death of both pregnant women and their fetus. pregnancy. Despite holding important value Pre-eclampsia/eclampsia is one of the 3 highest for the bone health of both mother and her causes of maternal mortality (1). Furthermore, fetus, adequate calcium intake can reduce the World Health Organization (WHO) has stated that occurence of pregnancy-induced hypertension, 20% mortality of pregnant women in developed reduce pre-eclampsia and prevent premature birth country is related to pregnancy hypertention. In (5)including severe maternal morbidity and death. 2015, Profil Kesehatan Indonesia (Indonesian Few studies have assessed the implementation health profile) stated that hypertension caused of this intervention in clinical practice. The study 27,1% of maternal mortality, placed second only aimed to assess the proportion of pregnant to bleeding (30,3%). women who received calcium supplements in WHO also has reported that prevalence of Brazilian public antenatal care clinics. Methods: pregnancy-induced hypertension has reached This cross-sectional study interviewed women around 35-55% and continues to rise with the waiting for antenatal care visits in 9 public increasing of gestational age. The occurance clinics in 4 Brazilian cities in 2010-2012. Trained of hypertension in Primigravida was about interviewers used a standardized anonymous 7-12%, Multigravida pregnancy was 5.5-8% questionnaire to collect socio demographic and and it would be more increasing in some cases obstetric data, information on ingestion of dairy such as gemelli pregnancy, diabetes mellitus in products and on prescriptions received during pregnancy, and molahidatidosa pregnancy(2). current pregnancy. Results: A total of 788 valid

233 Nur Elly, Erli Zainal, Iin Nilawati. JNKI, Vol. 8, Issue 3, 2020, 232-238 questionnaires were analyzed. Participants were The study of epidemiologic clinic showed young (mean age 25.9. WHO has recommended the relation between the low calcium intake and calcium supplementation of 1500-2000 g/day in the development of pre-eclampsia and eclampsia. populations with low calcium intake as part of Previous studies linked the protective effects of the ANC for the prevention of pre-eclampsia in calcium administration in pregnant women. The pregnant women, especially those who possess data showed that calcium supplements intake a high risk of hypertension (6). Calcium adequacy during pregnancy was associated with the in pregnant women during third trimester can be decrease of pregnancy-induced hypertension obtained from milk. Cheese, yogurt, and anchovy even though there were diverse influences are also good sources of calcium (7). of the basic value of calcium intake among Potential benefits gained from calcium the population and the previous existing risk supplementation during pregnancy in order factors. Based on previous research carried out to decrease pre-eclampsia has been widely by Hofmyer and friends, calcium supplements analyzed. Changes in vascular function play during pregnancy had a significant effect on an important role in the control of vascular lowering the risk of pre-eclampsia (13). resistance and blood pressure (8). The occurance of hypertension in pregnancy Calcium supplements have an important varies from region to region. In 2016, pregnancy- role in preventing pregnancy hypertension by induced hypertension occurred only 11.2% in keeping the levels of calcium ions in physiological Bengkulu Province. Meanwhile, based on the range. Low calcium intake leads to the increased medical record of Dr. M. Yunus Hospital as a blood pressure by stimulating the release referral center, of the number of childbirth, there of parathyroid hormones and/or renin which were 5.52% of pre-eclampsia in 2014, 8.31% leads to the increased intra-cellular calcium in 2015, and in 9.25%. It means that the pre- concentrations in vascular smooth muscle eclampsia in this hospital is considered as quite cells and resulting in vasoconstriction. The high. role of calcium supplementation in lowering In 2018, there were 39 cases of maternal hypertensive disorders in pregnancy is by mortalities in Bengkulu: the death of 5 people lowering the release of parathyroid calcium and were caused by pregnancy-induced hypertension intra-cellular calcium concentration. Thus, there (pre-eclampsia and eclampsia), 1 person by is a decrease in smooth muscle contraction and infection, 16 people by bleeding, 3 people by an increase in vasodilation (9). metabolic disorders, and 14 people by other Some studies show that maintaining normal causes (14). range of calcium levels is very important in the According to the explanation above, synthesis of vasoactive substances such as the researchers were interested in analyzing prostacyclin and nitric oxide on endothelial in the relationship between calcium levels and maintaining normal endothelial function and calcium intake with the occurance of pregnancy- lowering blood pressure. Research and meta- induced hypertension. Thus, early prevention analysis results suggest administering calcium of pregnancy-induced hypertension could be and Vitamin D supplements to decrease pre- conducted. eclampsia (10)(11)the present study investigates vitamin D status and its determinants during MATERIALS AND METHODS the third trimester of women living in Sweden The study used Cross-Sectional design with (latitudes 57-58°N(12). free variables (serum calcium levels) and bound

Relationship Of Calcium Levels To Hypertension In Pregnancy 234 variables (hypertension in pregnancy). The employed, and 55.8% had high school education research population were all pregnant women level (Table 1). in second-trimester who came to the ante-natal service in Posyandu (Integrated Healthcare Table 1. Frequency Distribution of Respondent Characteristics Center), Puskesmas (Public Health Center) Kategori F % and Bidan Praktek Mandiri (Midwive Clinic) in At risk-age 3 7,0 Bengkulu. The number of samples were 43 No risk-age 40 93,0 pregnant women in the third trimester obtained Total 43 100,0 Primiparity 22 51,2 by using consecutive sampling techniques. The Multiparity 21 48,8 inclusion criteria in this study were pregnant Total 43 100,0 women entering the third trimester of pregnancy Employed 37 86,0 Unemployed 6 14,0 with no previous history of hypertension. Total 43 100,0 This research used primary data which Primary 2 4,7 Middle School 11 25,6 means that the characteristic data were collected High School 24 55,8 through interviews by using questionnaire. Graduates 6 14,0 There were several questions asked including Total 43 100,0 name, age, parity, history of hypertension/ pre- Table 2. Frequency Distribution of Hypertension eclampsia, and level of education. Incidence and Calcium Levels

Blood pressure measurement was Categories F % performed by a trained midwife who examined Hypertension 30 70 the right arm of the subject on a seated Normal blood pressure 13 30 Total 43 100 state after 10 minutes of rest by using digital Abnormal Calcium Levels 19 44 tensimeter. The measurements were carried Normal Calcium Levels 24 56 out twice interspersed with a 5-minute rest and Total 43 100 then the mean value was calculated from the The results of this study were obtained from measurement results. Blood pressure check 43 pregnant women in their third-trimester who results were categorized as hypertension if the conducted the ANC examination. Of these 43 systolic blood pressure reached 140 mmhg or pregnant women, 13 (30%) had hypertension higher. 2 ml of vein blood sampling was obtained and 19 (44%) had abnormal calcium levels. by trained analysts/laboratory assistants in the morning to determine calcium levels in the blood Calcium levels Blood Total serum after the research samples had abstained Normal Abnormal P pressure from eating for 8 hours. The examination was N % N % N % carried out in Kimia Farma Laboratory Clinic, Normal blood 22 73,3 8 26,7 30 100 0,000 pressure Bengkulu. Hypertension 2 15,4 11 84,6 13 100 The statistical analysis used to figure out Total 24 19 43 the relationship of the two variables was Chi Square (α = < 0.05). The results of the Chi Square test were derived from 30 pregnant women who had RESULTS AND DISCUSSION normal blood pressure and 22 who had normal A total of 43 pregnant women were enrolled calcium levels. Of 13 pregnant women who had in this study. 7% of the women were at-risk age, hypertension, 11 had abnormal calcium levels. P 51.2% were having primigravida, 86.0% were value = 0.000 showed the significant relationship

235 Nur Elly, Erli Zainal, Iin Nilawati. JNKI, Vol. 8, Issue 3, 2020, 232-238 between calcium levels and hypertension reported the low calcium levels of pregnant incidence of pregnant women in the second- women with hypertension compared to those trimester. without hypertension (19)Rohtak from February The results of this study showed that the 2015 to July 2015. Thirty apparently normal majority of hypertension-induced pregnancy pregnant women and 30 preeclamptic pregnant occured in women aged 29-34 years. This age mothers were enrolled in the study. Subjects were is still categorized as reproductive age. Multiple excluded if they had chronic medical disease or studies have reported that women aged over were taking medications known to interfere with 35 years had a higher risk of hypertension than Ca metabolism such as corticosteroids, thyroxine those who were below 35 years (15). Similarly, and heparin. Total SCa, Ionized calcium (Ca + 2. another study reported that the higher the age Multiple researches reported the of women (> 40 years) the higher the risk of pre- involvement of minerals such as calcium in eclampsia and other risks either in the antenatal the pathogenesis of pre-eclampsia. Calcium or labor stage (16). is indispensable for normal development and Based on parity, the majority of women body function maintenance. Calcium is required experiencing hypertension were women who for a wide range of important processes such had either primiparity or multiparity. This is in as neuron excitation, neurotransmitter release, accordance with previous research reported muscle contraction, membrane integrity and that primiparous women had an increased risk blood clotting (18). Calcium is also instrumental of hypertension . However, another research in the pregnancy process. reported that nulliparous women had a higher The contribution of low calcium levels of risk of hypertension. The different result of the pregnant women in causing hypertension can be research is likely due to other risk factors that are explained through several mechanisms. First, if not examined, namely women diseases such as calcium level is low, it will increase the production kidneys, antibody syndrome of antiphospholipids, of parathyroid hormone and subsequently lead to systemic lupus erythematosus, chronical the increase of intra-cellular calcium in vascular hypertension and diabetes mellitus. Other smooth muscles. The increased intra-cellular factors such as obesity, gemelli pregnancy and calcium in vascular smooth muscles will lead to previous history of hypertension also contribute the increased vascular and vasotrixy resistance to hypertension (17). These factors are not that will trigger the increase of blood pressure examined in this research. (20). Another mechanism is by stimulating This research identified that there was renin production that will increase angiotensin a positive correlation between calcium levels II and blood pressure. Low calcium levels can and hypertension incident of pregnant women also reduce blood magnesium level and further in the second-trimester. Pregnant women trigger vascular smooth muscle vasotrixy and without hypertension had the highest rate of will decrease the effect of endothelial nitric oxide blood calcium levels which was categorized synthase (eNOS), a calcium-dependent enzyme as normal range. This was in accordance with that inhibits vasodilation of blood vessels. the research reported that pregnant women This vasodilatory barrier is also caused by the with hypertension had the lowest level of blood decrease of prostacyclin in the blood circulation. calcium levels compared to those without Prostacyclin is a calcium and potent vasodilator- hypertension (18). Similarly, another study also dependent enzyme (21).

Relationship Of Calcium Levels To Hypertension In Pregnancy 236 CONCLUSION AND RECOMMENDATION induced hypertension. J Clin Diagnostic Res. Based on the results of the study, it can be 2011;5(1):66–9. concluded that of 43 pregnant women, 30 (70%) 10. Bodnar LM, Ness RB, Markovic N, Roberts had normal blood pressure, 24 (56%) had normal JM. The risk of preeclampsia rises with calcium level. There was a significant relationship increasing prepregnancy body mass index. between calcium levels and hypertension in Ann Epidemiol. 2005;15(7):475–82. pregnancy. Health care providers, especially 11. Brembeck P, Winkvist A, Olausson H. midwives should provide nutritional counseling Determinants of vitamin D status in pregnant to pregnant women during ANC about the source fair-skinned women in Sweden. Br J Nutr. of calcium intake to prevent hypertension during 2013;110(5):856–64. pregnancy. 12. Pratumvinit B, Wongkrajang P, Wataganara T, Hanyongyuth S, Nimmannit A, REFERENCES Chatsiricharoenkul S, et al. Maternal vitamin 1. Yudasmara. Hipertensi Kehamilan [Internet]. d status and its related factors in pregnant 2010 [cited 2017 Jan 8]. Available from: women in Bangkok, Thailand. PLoS One. http//:dancewithmommyoci. Wordpress.com/ 2015;10(7):1–14. tag/kehamilan 13. Imdad A, Jabeen A, Bhutta ZA. Role of 2. Manuaba I, Bagus G. Ilmu Penyakit calcium supplementation during pregnancy Kebidanan, Kandungan dan Pelayanan KB in reducing risk of developing gestational untuk pendidikan Bidan. EGC, Jakarta; 2007. hypertensive disorders: A meta-analysis of 3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta studies from developing countries. BMC Yayasan Pustaka; 2010. Public Health. 2011;11(Suppl. 3). 4. Maryunani. Asuhan Kegawat Daruratan 14. Bengkulu DKP. Profil Kesehatan Provinsi dalam Kebidanan. Trans Info Media; 2012. Bengkulu. 2016. 5. Camargo et all. Survey of calcium 15. Kumari N, Dash K, Singh R. Relationship supplementation to prevent preeclampsia: between Maternal Age and Preeclampsia . J the gap between evidence and practice in Dent Med Sci [Internet]. 2016;15(12):55–7. Brazil. 2013;7. Available from: http://www. Available from: www.iosrjournals.org biomedcentral.com/1471-2393/13/206 16. Jolly M, Sebire N, Harris J, Robinson 6. (WHO) WHO. Guideline: Calcium S, Regan L. The risks associated with supplementation in pregnant Woment. 2013. pregnancy in women aged 35 years or older. 7. Sholihah N. The Correlation Of Calcium Hum Reprod. 2000;15(11):2433–7. Consumption With PreeclamsiaIncidence For 17. Awange JL, Kyalo Kiema JB. Land Pregnant Women Tm III. 2010;12. management. Environ Sci Eng (Subseries 8. Idogun E. Extracellular Calcium and Environ Sci. 2013;(9783642340840):381–96. Magnesium in Preeclampsia and Eclampsia. 18. Jain S, Sharma P, Kulshreshtha S, Mohan African Journal of Reproductive Health. G, Singh S. The role of calcium, magnesium, Afr J Reprod Health [Internet]. 2007;6. and zinc in pre-eclampsia. Biol Trace Elem Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. Res. 2010;133(2):162–70. gov/20690291/ 19. Saurabh K, Ghalaut V, Bala J. Study of 9. Indumati V, Kodliwadmath M V., Sheela MK. serum calcium in maternal and cord blood of The role of serum electrolytes in pregnancy women with preeclampsia and normotensive

237 Nur Elly, Erli Zainal, Iin Nilawati. JNKI, Vol. 8, Issue 3, 2020, 232-238 pregnancies. Indian J Clin Biochem [Internet]. 21. Richards DGD, Lindow SW, Carrara H, 2015;30(12):S123. Available from: Knight R, Haswell SJ, Van Der Spuy ZM. http://www.embase.com/search/results?sub A comparison of maternal calcium and action=viewrecord&from=export&id=L72285 magnesium levels in pre-eclamptic and 20. Chhabra S. Role of Calcium in Hypertensive normotensive pregnancies: An observational Disorders of Pregnancy Current Status of case-control study. BJOG An Int J Obstet Research a Mini Review. J Nutr Disord Ther. Gynaecol. 2014;121(3):327–36. 2017;07(02).

Relationship Of Calcium Levels To Hypertension In Pregnancy 238 Jurnal Kesehatan Prima http://jkp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/index p-ISSN: 1978-1334 (Print); e-ISSN: 2460-8661 (Online)

IDENTIFICATION AND FARMER FAMILY’S PREFERENCE OF INDIGENOUS FOOD IN RURAL BENGKULU

Betty Yosephin Simanjuntak1, Desri Suryani2, Miratul Haya3, Ali Khomsan4 1-4 Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia  [email protected] Tlp: +628573286858

Received: 29 July 2019/Accepted:09 August 2020/Published Online: 17 August 2020 © This Journal is an open-access under the CC-BY-SA License

Abstract These traditional foods have nutritional value and more specific taste. These foods use the ingredients obtained from the local food sources and they have the taste which is relatively acceptable for Bengkulu people. Purpose of this research was to identify the kinds of traditional foods, preferences in the consumption pattern in the family of farmers. The data collection method used a combination of quantitative and qualitative techniques such as indepth interviews and Food Frequency Questionnaire . FGD was performed on each ethnic group, and the members were mothers who understood the traditional foods consumed by people in the related ethnic group and they resided in the ethnic group. The identification of traditional foods is obtained from FFQ (Food Frequency Questionnaire). Most of the food sources of vegetables consumed by the community were vegetables that many people got from rice fields/dryfields/ gardens Traditional food snacks, side dishes and vegetables in the agricultural households as such as bolu semut, rebung asam ikan gaguk, guasan, gulai nangko,and gulai jamur gerigit. Preferences for indegenous foods among different generations show preference for traditional snacks, traditional side dishes and vegetables in households. The preference for indegenous foods varied between the children, mothers and fathers.

Keywords: Farmers; Indegenous Food; Preference

INTRODUCTION 2015). The tendency of consuming traditional food in Traditional food which include indigenous food a family is often found during the wedding ceremony is a cultural phenomenon (Gewa et al., 2019). The of Bengkulu people. This condition is still preserved traditional food is the food consumed by certain ethnic due to their fondness and preference and also easiness group in a specific region and continue to be a vital to obtain. Some traditional foods of Bengkulu which component of the diet. As environmental and socio- are fish-based are pendap fish, pais, lemea, bagar hiu, economic changes continually challenge northern First gulai kemba’ang, and tempoyak (fermented durian). Nations communities, the availability of traditional These traditional foods have nutritional value and foods is critical to maintaining their food security more specific taste. These foods use the ingredients (Schuster, Wein, Dickson, & Chan, 2011). The obtained from the local food sources and they have the existence of traditional food is getting scarce due to taste which is relatively acceptable for Bengkulu the complexity of the making and that it is only known people. by certain group of people. Those products were Processing of agricultural products remains the probably part of a daily meal and these days they are most important food and nutrition security aspect consumed only on festive occasions (Jordana, 2000) (Nkhata, Ayua, Kamau, & Shingiro, 2018). The (Sarkar, Lohith, Dhumal, Panigrahi, & Choudhary,

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 120 processing method of the traditional food such as how to process, distribute, prepare, and serve food soaking, fermentation, and germination may increase (Hotz & Gibson, 2007). A study in Iran, found that the bio-availability of micronutrient (Hotz & Gibson, serve as guideline to design socio-culturally 2007). In fact that the society is having micronutrient appropriate strategies and improve dietary behaviors problem, the traditional source of food can be used for of Iranians (Roudsari et al., 2017). Meanwhile, food improve the strategy of improving the nutrition for choices or preferences are generally determined by the family with traditional food base. Micronutrient in factor of acceptance or rejection of food by form of iron, vitamin A and vitamin C are mostly individuals or populations (Colozza & Avendano, available in traditional food (Roche, Creed-Kanashiro, 2019). The choice of food preference for individuals Tuesta, & Kuhnlein, 2008). Eating leafy vegetables and households is generally influenced and formed has been reported to contribute to vitamin A, C and Ca from a combination of genetic and environmental intakes when 50 g/d are consumed (Penafiel, factors. Meanwhile, food preferences and parental Cevallos-valdiviezo, & Damme, 2019). The latter eating habits provide great examples of opportunities highlights the importance of consuming green leafy in shaping food preferences and eating habits for their vegetables for micronutrient intake. The switch from children (Scaglioni, Arrizza, Vecchi, & Tedeschi, consuming traditional food may reduce the 2015). The pattern of food consumption is defined as consumption of fish, vegetables and fruits, and local the composition of the types and quantities of food agriculture product. Increasing the availability of fruits consumed by a person or group of people and vegetables would be well received. Information (Mahmudiono, Sumarmi, & Rosenkranz, 2017). from this study provides a basis for nutrition education Personal factors (including taste indicator, and food supplement programs that is responsive to emotion, and personality), biological and the needs and perceptions of the residents. Continued psychological factors (including age indicator, gender, traditional food intake and increased fruit and and psychological influence) and also intrinsic factors vegetable intake have the potential to benefit the (taste, aroma, appearance, and quality of food) give health of rural residents (Johnson, Nobmann, & Asay, significant influence to the preference in choosing and 2012). As the result, the micronutrient intake becomes consuming traditional food (Bartkiene et al., 2019) low, another consequence is the increase of energy, (Park, Hongu, & Daily, 2016). The consumption of carbohydrate and fat consumption. traditional food is found more often among males and Individual food consumption at the household it increases in accordance with the age among both level is generally influenced by many factors, males and females (Schuster et al., 2011). Besides that including; food availability, type, and amount of food the pattern of traditional food consumption is highlly in a household that usually develops from staple food influenced by the season and the availability of locally or from food that has been planted (Hotz & foodstock, as an example, bagar hiu can be made Gibson, 2007). Many of these concepts are when a fisherman catches a pigeon shark or horn shark contextualized from childhood. In addition, the socio- because the smell of these kinds of shark is not too cultural factors of the local area also influence the fishy and the skin is softer than other kinds of shark. food consumption patterns of the community, The indegenous food called tempoyak is the result of including the types of food that must be produced, durian fermentation which has acidity and distinct

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 121 aroma and is often consumed by the people during the in the FGD was closely related to the things the durian harvest season. Bengkulu as a agriculture area mothers did in their daily lives, thereby the mothers is rich in the diversity of distinctive fish based food. involved in FGD were very enthusiastic to tell what This research uses FGD method because traditional they knew about these traditional foods. FGD results food types based on side dishes, snacks and vegetables became the basis for the research team to develop the have never been identified especially in agriculture questionnaire related to traditional foods; i.e. the data area. Due to the diversity of traditional food in concerning frequency of traditional food consumption, Bengkulu Province, an identification of kinds of preference of traditional food and frequency of traditional food consumed must be done. In this study traditional foodstuffs consumption. The diversity of to identify the kinds of traditional food, and preference types of food and traditional foodstuffs in each ethnic in the family of farmers in Bengkulu. group caused difficulties in questionnaire development and when it was asked to the respondents. Data METHOD frequency of traditional food consumption, preference This study was carried out in three different of traditional food. It took about 20 minutes to collect regions from Bengkulu province (Indonesia). Data the data on the first day from one sample. The collection in the field was started by implementing indegenous foods identified cover the variety of snack, focus group discussion (FGD) conducted in 3 (three) side dishes, and vegetables. The data of the traditional sample tribes. FGD is done to compare traditional food consumed by the family will then be sorted into 5 foods in each ethnic. FGD was performed on each kinds of the most often consumed traditional food. ethnic group, and the members were mothers who The preference of indegenous food is the level of understood the traditional foods consumed by people favorite to the traditional food consumed. in the related ethnic group and they resided in the ethnic group areas. Ethical approval was obtained from a local ethical committee of Public Health Faculty, Each mothers revealed what they knew about Diponegoro University, No.31/EC/FKM/2017. types of indigenous foods, when the foods were Informed consent was given to all participants. commonly consumed by people, how to process them, how to serve them, what foodstuffs that were used and how to get the traditional foodstuffs. What was asked

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 122

RESULT AND DISCUSSION 1. Indegenous food Serawai Tribe

Table 1. Identification Of Food Types Of Snack, Side Dishes And Vegetables That Are Often Consumed By The Serawai Types of Household members food Mothers Father Child Grandmothers Snacks - Bolu semut - Lepat binti - Kue tat - Kue Satu - Kue tat - Bolu semut - Apam - Kue talam - Lemang tapai - Kecepul - Bolu semut - Kue tat - Juada keghas - Kue tat - Lepat binti - Lemang tapai - Lepat binti - Apam - Lepat ubi - Lepat ubi Side dishes - Rebung asam ikan - Bagar ayam - Tempoyak ikan - Guasan gaguk - Gulai ikan terong mungkus - Ikan pais - Tempoyak ikan - Ikan masak - Gulai ikan undok - Tempoyak ikan mungkus tempoyak tegrung mungkus - Gulai ikan undok - Gulai ikan - Rebung asam ikan - Gulai ikan tegrung rebung asam guguk undok tegrung - Ikan pais - Gulai botok - Ikan pais - Rebung asam - Guasan - Guasan ikan gaguk Vegetables - Gulai nangko - Gulai nangko - Gulai nangko - Gulai jamur - Gulai jamur - Tumis pucuk - Rebung asam gerigit gerigit lumai manis - Gulai kembang - Tumis pucuk - Umbut manis - Gulai jamur - Gulai nangko lumai - Gulai jamur gerigit - Rebung asam - Umbut manis gerigit - Tumis pucuk lumai manis - Rebung asam - Rebung asam - Umbut manis - Sambal unji manis manis

Traditional food represents the identity of ethic by complete spices except chilly. It is soft and tastes culture and food tradition that developed by many sweet. It is a special treat in a party or charity generations (Sharif, Nor, & Zahari, 2013). Traditional celebration. Thus, oil palm trees are cut down to be food types in this study are divided into three major taken their umbut when there is a party and charity groups, namely, snacks, side dishes, and vegetables. celebration. One of the informants stated “But now Indegenous vegetables are processed for daily umbut curry is rare to find in the community, umbut consumption and can also be found in treats during big curry can be found when there is a party” events such as weddings. The traditional types of Gerigit mushrooms are fungi that grow on dead vegetables consumed by the Serawai tribe include logs. the color is blackish gray, usually preserved by umbut (coconut umbut and palm umbut), gerigit drying with the help of sunlight. Bitter mushrooms are mushrooms, kembaang, lumai, unjiterung (purple egg processed with a mixture of fresh fish or smoked fish, plant and green round egg plant) and bamboo shoots in coconut milk added by complete spices. The gerigit (sour bamboo shoots, sweet bamboo shoots and mushrooms are usually obtained by the community lemea) (Tabel 1). from buying in traditional markets. Umbut is the youngest part of the palm/oil palm stem. Then it is processed in cononut milk added

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 123

Picture 1. Gerigit Mushrooms

Other indegenous vegetables that are widely Eggplant is also a vegetable typical of the Serawai consumed by the Serawai tribe are kembaang, unji, tribe, which is processed by using spicy ingredients lumai and terung. In the past, these vegetables were which are similar to those for making rendang or obtained by people from the forests around the processed in curry with a mixture of fresh fish. Serawai settlement, but at the moment these Eggplant serving were always found in every dish of vegetables are rarely found around their settlements, charity events in the Serawai tribe. so they get more traditional vegetables from One of the traditional food ingredients with traditional markets. Kembaang is a large taro stem, many forms of serving is bamboo shoots. Acid processed in coconut milk added with various kinds of bamboo shoots are thinly sliced bamboo shoots and spicy ingredients and a daily serving in the Serawai fermented for 3 days so that the sour aroma arises, tribe households. One informant stated “Kembaang processed with spicy coconut milk with a distinctive stems are usually taken from the garden but at this aroma. Sweet bamboo shoots are thinly sliced bamboo time the taro stemsare rare”. Unji vegetables are a shoots and then boiled. Sweet bamboo shoots are part of the flower which is consumed by cooking in cooked with coconut milk without chili with a soft and spicy coconut milk or processed in the form of unji savory flavor. Whereas lemea are crushed bamboo chili with a mixture of cung (cherry tomatoes). Lumai shoots and fresh fish which are fermented for 3 days. is a green vegetable with bitter taste and processed Lemea is one component added to fish curry (Tabel 1). with a mixture of spicy coconut milk or without chili.

Picture 2. Bamboo Shoots

The Serawai people are also used to consuming lepat ubi. In addition there are two kinds of food snacks. Most of the snacks they usually consume are which come from processed white sticky rice called in the form of traditional snacks, such as bay tat, lemang tapai and serawo. Lemang tapai is sticky rice cucur pandan, ceucun, lepat binti, juada keghas and cooked in bamboo with fire from firewood, cooked to

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 124 become lemang (sticky rice). Lemang is consumed by 2. Indigenous food in Rejang Tribe adding fermented black sticky rice. Serawo is a food The Rejang tribe is one of the oldest ethnic consisting of a mixture of sticky rice, cooked coconut groups in Sumatera. The Rejang tribe dominated the milk added with brown sugar. If it is in durian season, Rejang Lebong rural, Kepahiang rural, Bengkulu when you cook the serawo coconut milk and brown Tengah rural, North Bengkulu rural , and Lebong sugar, durian fruit is added so that the aroma and taste rural. The Rejang tribe community lived from of the sauce will be more delicious and fresh. Serawo agriculture in rice fields and dry fields. They grew is a dish at the Serawai tribe (family and community rice, vegetables and fruits. Their residential land was meetings for planning the wedding procession) and is also fertile for coffee, tea, pepper and so on. In the usually found as food to break the fasting month of past this community prioritized agricultural Ramadan. One of the informants stated that ” Serawo livelihoods through cutting and burning mobile is usually served during wedding preparations”. cultivation. The form of kinship of the Rejang tribe One of the typical snacks of the Serawai tribe is was extended family called tumbang. Between one bay tat. Bay tat is made of a mixture of wheat flour, tumbang and certain tumbang there was still a granulated sugar, chicken eggs and butter. In relationship petulai (brothers) and is referred to as a processing this cake we must have special skills and it group of one ketumbai or sukau. Some ketumbai or must be done by experienced people because mixing sukau dwelled in a sadei (village), likewise with the dough is done little by little and by hand. This cake Rejang tribal community who reside in Jambu village, usually consists of a large and small size, a large Bengkulu Tengah Regency. The village was located in rectangular size and above the cake is decorated with the hilly area so most of the people depended their grated coconut mixed with brown sugar which aims to lives on rice fields and dry fields. This greatly sweeten the appearance and add to the pleasure of influenced the eating habits of the community where taste. Small tat cakes are decorated by inserting core the people consumed a lot of food they got from the material into a cake that is made about the size of a rice fields and dry fields. hand grip. In general, these cakes were often found in the society during celebrations such as weddings or major Muslim holidays.

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 125

Table 2. Identification Of Types Of Snacks, Side Dishes And Vegetables That Are Often Consumed By Rejang Tribal Agricultural Households

Types of Household members food Mothers Father Child Grandmothers Snacks - Kue bolu - Kue bolu - Kue bolu - Lemang - Kue tat - Kue tat - Kue tat tapai - Lemang tapai - Godok- - Godok- - Kue bolu - Godok-godok godok godok - Kue tat - Kripik pisang - Kripik - Kripik - Lepek ketan pisang pisang - Juada - Juada - Culik gigi lembut lembut Side - Tempoyak ikan nila - Gulai - Gulai - Ikan dishes - Gulai ikan lemea ikan ikan pindang - Lapen monok undok lemea - Kan tauco - Rendang monok tegrung - Tempoyak - Tempoyak - Pucuk - Tempoyak ikan nila ikan nila ikan - Lapen - Gulai botok mungkus monok - Gulai ikan - Ikan pais - Rending lemea - Rebung monok asam ikan - Pucung gaguk - Guasan Vegetables - Sambal gedang - Gulai - Sambal - Gulai - Sambal tempoyak nangko gedang nangko - Gulai nangko - Sambal - Rebung - Gulai umbut - Rebung manis masak tempoyak manis - Sambal tumis - Sambal masak gedang - Gulai poong gedang tumis - Sambal - Rebung - Sambal tempoyak manis tempoyak - Gulai keladi masak - Gulai tumis nangko - Gulai - Gulai poong poong

Traditional vegetables were mostly obtained stirred, then the mixture was stored in a container from rice fields/fields in the form of unji, lumai, coated with banana leaves and closed tightly. This kambas, lemea, umbut, round purple eggplant, ferns, fermentation process usually required a minimum of white mushrooms, leaves of taro and young papaya. three days. After that, the mixture could be processed Vegetables were processed by sautéing or cooked in to be curry as a side dish eaten with rice. In the past chili sauce. Vegetable food commonly processed into the people of the Rejang tribe cooked lemea by putting chili is unji, young papaya, lumai fruit and lemea. lemea into young bamboo stems and adding young Lemea is a food made from bamboo shoots or young taro leaves and chili into it. Cooking was done by bamboo which is different from most bamboo shoots. using coals (firewood). Lemea which was cooked in The composition consists of chopped bamboo shoots this way produced a fragrant and distinctive aroma so and mixed freshwater fish such as mujair, sepat, and that the lemea could increase appetite of the people of small fish that live in fresh water. After chopped the Rejang tribe who consumed it. But with the bamboo shoot whichwas mixed with the fish was development nowadays, it was rare to find lemea

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 126 processed using the bamboo stems. One informant The Rejang tribe community also consumed stated that “We used to eat vegetables from the garden various kinds of indegenous snacks, including tat, and often eat lemea because it can increase our bolu koja, bajik, lemang, and kolak prenggi. Tat cakes appetite”. were very typical in the community and could be Unlike the Serawai tribe, most food processing found during wedding celebrations and holidays. At in the Rejang community did not use coconut milk. the time of the wedding the community would work Foodstuffs were processed in form of nacang or also together to make the tat cake where the cake was soup,that is, cooking by putting food ingredients into processed by burning using fire coals (firewood). boiling water and given various kinds of seasoning Unlike the tat tat in the Serawai tribe, the tat cake which were sliced. One of the processed animal dishes which was processed by the Rejang tribe used cooked in this way is pindang fish. One of the pineapple as intikue. The pineapple was grated and informants stated that “The fish that have just been sugar was added and cooked until it was dry and obtained from the river or pond is immediately cooked fragrant. The processed pineapple was smeared on top so that it tastes sweet”. Animal foods commonly of the tat cake mixture that has been placed on top of consumed were fish obtained from rivers or ponds the dough. This tat cake would be a dish for guests such as fish nila, emas and catfish. The processing of who came from before the wedding day began or after animal dishes in the Rejang tribe community also used (Tabel 2). a mixture of tempoyak, but it did not use the coconut Besides that, the Rejang tribe people are also milk. used to consume koja sponge cake. In contrast to Tempoyak is prepared by mixing of durian sponge dough in general, in making sponge koja cake pulp with salt and placing in a sealed container to eggs are not shaken until they expand. Eggs are only allow 4-7 days natural lactic acid fermentation. This added with flour, sugar and coconut milk and added fermented durian has distinctive durian smell and sour pandan leaves and suji leaves for green coloring and taste. Fermented durian (tempoyak) is recognized as fragrant aroma. If the durian season arrives, the product of lactic acid fermentation, the volatile sponge koja cake is added with durian and the flavoring constituents of this are largely unknown due addition of durian can increase the flavor of sponge to no analysis of the volatile constituents (Neti, koja cake. Bolu koja is commonly found in the Rejang Erlinda, & Virgilio, 2011) (Leisner et al., 2001). tribe households in holidays.

Picture 3. Bolu Koja

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 127

The Rejang tribe community also knew snack consumed with additional black sticky rice. Lemang foods such as lemang. Lemang is made from sticky was a typical food that was consumed by many people rice grains, which is processed into sticky rice and during the month of Ramadan.

Picture 4. Lemang

The Rejang tribe people live the type of life the bulang language which still included the Malay which is close to agriculture; therefore, the Rejang language family. tribe people are used to consuming fruits. The fruits The main livelihood of the Lembak people was that were often consumed by the community include planting rice in the rice fields and planting vegetables bananas, papaya and watermelons, besides that there and fruits in the dry fields (gardens). The fertile land are seasonal fruits such as cempedak and soursop. was also suitable for being used as a coffee, clove and 3. Indegenous food in Lembak Tribe pepper garden. Farming work was generally still done The Lembak tribe was not much different from in mutual cooperation and in season. This was similar the Malay community in general, but in some cases to the main livelihood of the Lembak tribe who settled there were differences. In terms of customs in general, in the village of Renah Semanek rural . They relied on Malay culture dominated the culture of the Lembak farming activities as a source of livelihood so this also tribe. The word Lembak means "valley" and also affected the eating habits of the local community. "lebak", that is, land along the river and some Most of the food sources of vegetables consumed by interpreted "back", so that initially the Lembak tribe the community were vegetables that many people got lived along the hill line and close to the river which from rice fields/dryfields/ gardens such as mushrooms was inland. The Lembak people called their language gerigit, kembaang, genjer, taro leaves, unji, lumai, bamboo shoots, eggplants, and tebu telur.

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 128

Table 3. Identification Of Types Of Snacks, Side Dishes And Vegetables Often Consumed By Lembak Tribal Agricultural Household.

Household members Types of food Mothers Father Child Grandmothers Side dishes - Gulai ikan - Bagar ayam - Ikan masak - Gulai ikan rebung asam - Gulai ikan terong tempoyak rebung asam - Ikan masak - Ikan masak - Bagar ayam - Bagar ayam tempoyak tempoyak - Gulai ikan terong - Gulai ikan - Gulai ikan terong - Gulai ikan rebung - Gulai ikan rebung terong - Bagar ayam asam asam - Ikan masak - Gulai botok - Gulai botok - Gulai botok tempoyak - Gulai botok Vegetables - Sambal terong - Gulai manis tebu - Sambal terong - Gulai manis - Sambal tomat telur - Gulai manis tebu tebu telur ikan teri - Sambal terong telur - Sambal terong - Gulai manis tebu - Sambal tomat ikan - Sambal tomat ikan - Sambal tomat telur teri teri ikan teri - Gulai tenawan - Sambal gedang - TumisPucuk - Sambal gedang nangu - Gulai tenawan gedang - Gulai tenawan - Tumis pucuk nangu - Sambal gedang nangu gedang Snacks - Kue goyang - Kue goyang - Juada tat - Juada tat - Lemang tapai - Juada tat - Kue goyang - Kerupuk - Bajek - Kerupuk bumbai - Kerupuk bumbai bumbai - Kerupuk bumbai - Lepek berisi - Bajek - Kue goyang - Lepek berisi - Juada - Juada - Lemang tapai lembut/keghas lembut/keghas - Lapek abang

Cuisine constitutes can be said as an intangible engineering, and has certain characteristics that cultural inheritance symbolizing as a local identity, distinguish it from culinary of other regions (Guerrero such as certain procedures in processing their food, its L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, Biemans SZ, role in community culture and governance, and Vanhonacker F, Issanchou S, Sajdakowska M, Gramli recipes that are maintained from generation to Bs, Scalvedi L, Contel M, 2010). Local foods typical generation. Nowadays, traditional food is not just of regions in Indonesia have been around for a long talking about how to prepare, cook, serve, and time and still survive today so they are highly valued preserve which concerns the culture and past history as a cultural heritage. The recipe used has also been even though local food cannot be separated from handed down from generation to generation, even the legacy, culture, ecology, and environment way to cook it is still preserving the old way. Even (Mardatillah, Raharja, Hermanto, & Herawaty, 2019). though there are modifications or variations, the main According to Guerrero, traditional food or local ingredients and cooking procedures do not change . culinary is a food product that is often consumed by a Tebu telur curry was a vegetable serving that community group or served in a celebration and a was often found in Lembak tribe households because certain time, passed down from generation to in general people plant tebu telur in their home generation, made in accordance with recipes from gardens. One of the informants stated “In towns the generation to generation, made without or with little price of tebu telur is expensive but in this area the

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 129 plant is not bought. If we want to cook it, we can processed together with gerigit mushrooms. Gerigit immediately pick from the garden”. Tebu telur itself is mushroom is a small blackish-brown mushroom that a kind of flower bulb plant. Tebu telur was cooked was usually processed in addition to processed fish. with all seasoning ingredients without chili and diluted Likewise with bamboo shoots, both sour bamboo coconut milk. In addition, in daily servings in the shoots and sweet bamboo shoots were also additional Lembak tribe households, it was also often found food ingredients in processed fish curry.

Picture 5. Tebe Telur

Cooked vegetables which were typical and turmeric water one night. Then aromatic rice was served at ceremonies, in both marriage and charity cooked and sprinkled with a pinch of salt to make it ceremonies, were umbut. Umbut which was consumed taste savory. Then for the side dishes that were was a coconut umbut and palm oil umbut (the soft top arranged on the rice were usually in the form of part of coconut/palm oil trees). The umbut was chicken or chicken eggs. Yellow rice/turmeric rice processed with coconut milk without chili so that its will be eaten together with the fathers or children who texture was soft and it tasted sweet. had gathered in the mosque. One of the informants The Lembak tribe had a habit of serving sticky said,” Nasi punjung is typical of our village, we rice in ceremonies for marriage, marriage and other always make it if there are religious ceremonies”.. rituals such as the commemoration of the birthday of Foods of animal sources consumed by the the Prophet. On that day the men went to the mosque Lembak tribe were usually originated from fish to celebrate the birthday of the Prophet. They carried species, most of which were obtained from rivers and out berzanji (singing relegious songs) activities for swamps that surrounded the village. The food was in half a full day. Berzanji is an activity in Aqiqah. the form of fish tanah, mungkus, pulau nila, pelus, Aqiqah is usually performed on the same day as the seluang and kebaraw. The foods of animal sources cukur jam-bul. The meaning of cukur jambul or were processed by giving coconut milk, which was potong jambul from an Islamic perspective is the very commonly called gulai and added with seasoning to first haircut of a newborn child (Raji, Ab Karim, flavor enhancers. Food ingredients that were often Ishak, & Arshad, 2017). After the midnight time the processed in addition to processed fish were bamboo children picked up yellow rice/turmeric rice which had shoots, bite mushrooms, eggplant or tempoyak. been prepared by the mothers in each of their Importantly, the health benefits of eating fish (and respective homes. They usually called the yellow rice seafood in general) are not attributable simply to the dish as nasi punjung. Nasi punjung was made of consumption of marine n-3. Sea (and most freshwater) sticky rice which had been previously soaked with fish also contains (in various amounts) high-quality

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 130 proteins, vitamin D, iodine, and selenium in addition added by tapai ketan hitam (fermented black sticky to n-3, cholesterol, and some other lipids (Hosomi, rice) which was often found during the month of Yoshida, & Fukunaga, 2012). Ramadan. Tapai served at functions suchas festivals Food patterns of a community generally come and weddings. Tapai tastes sweet yet slightly from general food ingredients and can be produced in alcoholic, with a pleasant, fragrant aroma. The the local area (Territory et al., 2017). The type or glutinous rice or cassava is soft and juicy, and there is amount of food in an area generally develops from also some liquid (Dickey, 2005). local foods or foods that have been planted in that Preference of indegenous food in Serawai, Lembak place for a long time. For example in the coastal area, and Rejang Tribe most of the livelihoods of the people in the area are Indegenous food or local culinary is a type fishermen so generally the daily food that is chosen of food that is closely related to an area and inherited and commonly consumed by the people in the area is a from generation to generation as a part of traditional variety of marine fish because the food is easily (Pieniak, Verbeke, Vanhonacker, Guerrero, & obtained or can be produced by themselves. Likewise Hersleth, 2009). According to Almli et al, traditional in mountainous areas that are generally suitable for food is a food product that used to be consumed by gardening or cultivating fields, the majority of the their ancestors and is now often consumed by present- people‟s livelihoods are as farmers, and will more day society (Almli, Verbeke, Vanhonacker, Næs, & often consume various types of vegetables or fruits Hersleth, 2011). Traditional food is formed by a compared to fish species (Territory et al., 2017). developmental process that runs for many years, Indegenous snack foods in the Lembak tribe namely the process of adjusting between foods were often found during wedding and charity events. consumed with the types of food available and forms The types of snacks were juada tat, juada lembut, of activity carried out by the local community. keghas juada, sagon, bajek, and lemang tapai. In the Traditional food has been commonly eaten since Lembak language, juada means cake so that juada tat several generations, consisting of dishes that match means tat cake which is not much different from the tastes, not contrary to the religion and beliefs of the tat cake in the Serawai and Rejang tribes. Juada tat local community, and made from food ingredients and was also a special dish in the celebration of the spices available locally (Sharif et al., 2013) (Guerrero wedding and the celebration of holidays. Juada lembut L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, Biemans SZ, is the name given by the Lembak tribe for cakes which Vanhonacker F, Issanchou S, Sajdakowska M, Gramli were processed like making sponge cake. Because of Bs, Scalvedi L, Contel M, 2010). the soft texture of the cake, the Lembak people call it Factors that influence food consumption are juada lembut. Likewise with the keghas juada, it was very large, and differ from one community to another a cake that was processed resembling pastries with a community in terms of the choice of types and the hard texture and when it was cooked, it was arranged amount of food eaten. Factors that influence daily in a jar. One of the informants said, “Juada is made in food consumption are the type and amount of mutual cooperation when there are weddings and available food produced, income levels and holidays. Mothers gather to make juada”. Lemang knowledge of nutrition (Ventura & Worobey, 2013). tapai was also a traditional food of the Lembak tribe. Biological and psychological factors as well as the The food was in the form of sticky rice, which is surrounding social and cultural context affects us

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 131 differently. This contributes to creating unique food movements and social level in society (Penafiel et al., preferences between individuals. On the other hand, 2019) (McDonald et al., 2015) (Law, Norhasmah, factors such as culture and the immediate environment Gan, Nur‟Asyura, & Nasir, 2018). may also create similar food preferences for groups of Indegenous food is a food that is usually people who live in the same social milieu (Vabø & consumed by certain people with a distinctive taste Hansen, 2014) (Colozza & Avendano, 2019). There that is accepted by the community. To find out the are main factors that influence the profile of food preferences of the agricultural for traditional foods consumption, namely individual characteristics, food interviews were conducted toward each of the characteristics, and environmental characteristics. agricultural households in three tribes. The three tribe Individual characteristics include age, gender, studied in the agricultural households consisted of the education, income, nutritional knowledge, and health. Serawai, Lembak and Rejang tribes. Traditional food Meanwhile, food characteristics include taste, groups were divided into snacks, side dishes and appearance, texture, price, type of food, shape, and vegetables. The following are the results of research combination of foods. Environmental characteristics on traditional food preferences in the agricultural that influence preferences are season (rainy/winter) households based on tribe. N in the table is the number especially traditional vegetables and fruits, energy of people who answered the types of traditional food invested for harvesting due to employment preferences and "n" is the number of people who employment, mobility, occupation, population answered that they loved traditional food the most. 2.1. Serawai Tribe Table 4. Preference For Traditional Snacks Of The Agricultural Households Of The Serawai Tribe No Traditional Snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Apam 2; 2(100.0) 28; 22(78.6) 31; 25(80.6) 30; 26(86.7) 2. Bolu semut 2; 1(50.0) 28; 23(82.1) 31; 28(90.3) 30; 26(86.7) 3. Ceucung 2; 2(100.0) 25; 22(88.0) 30; 26(89.7) 28; 24(85.7) 4. Cucur pandan 2; 2(100.0) 25; 20(80.0) 28; 23(82.1) 25; 22(88.0) 5. Kecepul 2; 1(100.0) 28; 23(82.1) 29; 22(75.9) 28; 24(85.7) 6. Kembang goyang 0; 0(0.0) 25; 20(80.0) 27; 24(88.9) 25; 21(84.0) 7. Kue tat 2; 2(100.0) 29; 23(79.3) 32; 27(84.4) 32; 29(90.6) 8. Lemang tapai 2; 2(100.0) 25; 19(76.0) 26; 21(80.8) 26; 24(92.3) 9. Lepat binti 2; 1(50.0) 29; 26(89.7) 29; 25(86.2) 28; 25(89.3) 10. Lepat ubi 2; 1(50.0) 27; 22(81.5) 29; 25(86.2) 28; 25(89.3) Table 4 showed the traditional snack that was sticky rice. The traditional snack that was most favored the most by the children of the Serawai tribe favored by the mothers of the Serawai tribe family family was lemang tapai. Lemang tapai is a food were bolu semut, while the father of the Serawai tribe made from sticky rice cooked in bamboo and when family liked lepat binti. consumed it is added with tapai made from black Indegenous food has the potential to be a sticky rice fermented. The children loved lemang sustainable, economically, culturally acceptable, and tapai because of the sweetness of fermented black diverse source of nutrition but it has not been

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 132 continuously consumed to prevent malnutrition nutritional benefits to the community. Besides that, it through the diversification of traditional food-based is an optimization of the use of local food that the foods (Schmid, Egeland, Salomeyesudas, Satheesh, & price of food is one of the main factors influencing Kuhnlein, 2006). Traditional food provides many their food choices (Darmon & Drewnowski, 2015). Table 5. Preference For Traditional Side Dishes Among The Agricultural Households Of The Serawai Tribe

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Guasan 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 32; 12(37.5) 15;12(80.0) 2. Bagar ayam 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 3. Gulai botok 0; 0(0.0) 4; 3(75.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 4. Gulai ikan rebung asam 0; 0(0.0) 33; 31(93.9) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 5. Gulai ikan terong 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 6. Gulai ikan undok tegrung 2; 1(100.0) 0; 0(0.0) 38; 27(71.1) 28; 25(89.3) 7. Ikan masak tempoyak 0; 0(0.0) 34; 32(94.1) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 8. Ikan pais 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 34; 27(79.4) 27; 24(88.9) 9. Rebung asam ikan gaguk 2; 1(100.0) 0; 0(0.0) 32; 29(90.6) 30; 25(83.3) 10. Tempoyak ikan mungkus 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 43; 29(67.4) 33; 28(84.8)

Table 5 showed the preference in the traditional Table 6 showed children‟s preference of the side dishes of the Serawai agricultural households Serawai agricultural households for traditional vegetables of sweet and sour bamboo shoots. Sweet varied among children, mothers and fathers. The and sour bamboo shoots were made from bamboo children of the Serawai tribe households preferred shoots cooked in coconut milk without chili. The ikan pais, the mothers liked sour bamboo shoots, sweet taste of bamboo shoots and processed coconut milk without chili made the traditional vegetables gaguk fish and the fathers liked fish cooked with loved by the children. On the other hand, in regard to tempoyak. The side dishes were different in their traditional vegetables the mothers and fathers of the processing but the basic ingredients were processed Serawai tribe families liked gulai nangko (jackfruit curry) very much. using fish.

Table 6. Preferences Of The Serawai Tribal Households For Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai jamur gerigit 2; 2(100.0) 28; 21(75.0) 33; 29(87.9) 29; 26(89.7) 2. Gulai kembang 2; 2(100.0) 22; 14(63.6) 27; 20(74.1) 24;18(75.0) 3. Gulai nangko 2; 2(100.0) 30; 26(86.7) 35; 32(91.4) 32; 30(93.8) 4. Rebung asam manis 2; 2(100.0) 26; 20(76.9) 30; 27(90.0) 29; 28(96.6) 5. Sambal unji 2; 2(100.0) 18; 12(66.7) 26; 21(80.8) 20; 16(80.0) 6. Tumis pucuk lumai 2; 2(100.0) 29; 24(82.8) 33; 29(87.9) 30; 26(86.7) 7. Umbut manis 2; 2(100.0) 27; 22(81.5) 32; 28(87.5) 27; 25(92.6)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 133

Table 7. Preference For Traditional Snacks Among The Lembak Tribe Households

No Traditional snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bajek 3; 2(66.7) 27; 23(85.2) 31; 30(96.8) 28; 27(96.4) 2. Juada lembut 3; 2(66.7) 31; 27(87.1) 31; 27(87.1) 30; 27(90.0) 3. Juada tat 5; 5(100.0) 34; 30(88.2) 33; 28(84.8) 33; 31(93.9) 4. Kerupuk bumbai 2; 2(100.0) 29; 29(100.0) 33; 30(90.9) 29; 28(96.9) 5. Kue goyang 3; 3(100.0) 31; 31(100.0) 32; 32(100.0) 31; 30(96.8) 6. Kue ketan 2; 2(100.0) 27; 22(81.5) 27; 25(92.6) 28; 25(89.3) 7. Lemang tapai 4; 3(75.0) 30; 27(90.0) 31; 31(100.0) 29; 26(89.7) 8. Lepek abang 3; 3(100.0) 27; 22(81.5) 30; 27(90.0) 28; 24(85.7) 9. Lepek berisi 3; 3(100.0) 31; 29(93.5) 32; 30(93.8) 30; 27(90.0) 10. Nasi punjung 4; 3(75.0) 28; 26(92.9) 29; 27(93.1) 27; 25(92.6) Table 7 showed the indegenous food favored taste in crackers. While the mothers liked a traditional by children and the father of the Lembak agricultural snack called lemang tapai household was bumbai crackers. They liked the savory Table 8. Preference For Traditional Side Dishes Among The Agricultural Households Of The Lembak Tribe

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bagar ayam 3; 3(100.0) 33; 33(100.0) 34; 33(97.1) 31; 31(100.0) 2. Gulai botok 0; 0(0.0) 4; 3(75.0) 3; 3(100.0) 4; 4(100.0) 3. Gulai ikan rebung asam 4; 4(100.0) 33; 31(93.9) 35; 35(100.0) 31; 29(93.5) 4. Gulai ikan terong 3; 3(100.0) 33; 33(100.0) 34; 34(100.0) 31; 31(100.0) 5. Ikan masak tempoyak 3; 3(100.0) 34; 32(94.1) 35; 35(100.0) 33; 32(97.0)

Table 8 showed the preference for traditional essential minerals and a more favourable omega 6 to side dishes among the children of the Lembak omega 3 fatty acid ratio (Sheehy et al., 2014). The agricultural households, namely gulai ikan terong traditional food processing techniques that could (eggplant fish curry) and bagar ayam (chicken bagar). enhance the bioavailability of some of these While the mothers and fathers of the Lembak tribe micronutrients in plant-based diets with the aim of households liked almost all of the traditional side ensuring nutrition security and eradicating hidden dishes. The traditional side dishes contained a greater hunger among the indigenous people (Platel & density of protein, several B-vitamins, a number of Srinivasan, 2016) (Hotz & Gibson, 2007). Table 9. The Preference Of The Agricultural Households Of The Lembak Tribe For Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai manis taboo telur 31; 30(96.8) 31; 30(96.8) 33; 32(97.0) 29; 29(100.0) 2. Gulai ten wanmango 28; 24(85.7) 28; 24(85.7) 31; 29(93.5) 26; 23(88.5) 3. Sambal gelding 27; 26(96.3) 27; 26(96.3) 29; 27(93.1) 26; 25(96.2) 4. Sambal pirate 28; 22(78.6) 29; 22(78.6) 30; 26(86.7) 27; 22(81.5) 5. Sambal tiringtaco 25; 22(88.0) 25; 22(88.0) 25; 23(92.0) 23; 22(95.7) 6. Sambal terong 32; 29(90.6) 32; 29(90.6) 35; 35(100.0) 33; 33(100.0) 7. Sambal tomato ikan Teri 31; 28(90.3) 31; 28(90.3) 33; 33(100.0) 29; 29(100.0) 8. Sambal unji 24; 16(66.7) 24; 16(66.7) 21; 19(90.5) 24; 20(83.3) 9. Tumis pucuk gelding 31; 24(77.4) 31; 24(77.4) 32; 29(90.6) 30; 28(93.3)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 134

Table 9 showed the preference of the 2.3. Rejang Tribe agricultural households of the Lembak tribe for Table 10 showed that all of the indegenous traditional vegetables, namely, sambal tomato ikan snacks of the agricultural households of the Rejang teri (anchovy in tomato sauce), sambal terong tribe were favored by members of the agricultural (eggplant in chili sauce) and gulai manis taboo telur households of the Rejang tribe. The traditional Rejang (sweet tebu telor curry). Almost all of the agricultural snacks that were processed with sweet and savory households' mothers and fathers of the Lembak tribe flavors as well as soft texture make these snacks liked the traditional vegetables of the Lembak tribe. preferred by various age groups among the households of the Rejang tribe.

Table 10. Preference Of The Agricultural Households Of The Rejang Tribe For Traditional Snacks

No Traditional Snacks Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Bolu kola 1; 1(100.0) 28; 27(96.4) 32; 31(96.9) 31; 30(96.8) 2. Cucur 1; 1(100.0) 31; 29(93.5) 32; 30(93.8) 32; 30(93.8) 3. Culik gigi 3; 3(100.0) 34; 30(88.2) 35; 35(100.0) 34; 34(100.0) 4. Godok-godok 1; 1(100.0) 35; 34(97.1) 37; 35(94.6) 37; 35(94.6) 5. Juada lembut 2; 2(100.0) 31; 31(100.0) 32; 32(100.0) 30; 30(100.0) 6. Kripik pisang 2; 2(100.0) 35; 34(97.1) 34; 34(100.0) 36; 35(97.2) 7. Kue bolu 3; 3(100.0) 37; 36(97.3) 37; 37(100.0) 37; 37(100.0) 8. Kue kembang setaun 2; 1(50.0) 34; 31(91.2) 34; 33(97.1) 33; 31(93.9) 9. Kue tat 3; 3(100.0) 36; 35(97.2) 36; 36(100.0) 38; 37(97.4) 10. Onde-onde 1; 1(100.0) 28; 28(100.0) 29; 26(89.7) 28; 28(100.0)

Table 11 showed that the children and mothers chicken (rendang monok and lapen monok). While the of the Rejang tribe households liked traditional side fathers of the Rejang tribe agricultural farmers dishes in the form of gulai ikan lemea (lemea fish preferred gulai ikan undok tegrung, a side dish with curry), tempoyak ikan nila, rendang monok and lapen the basic ingredients of fish mixed with coconut milk monok. The side dishes were made of fish as the basic and eggplant vegetables. ingredient (gulai ikan lemea, tempoyak ikan nila) and Table 11. Preference Of The Agricultural Farmers Of The Rejang Tribe For Traditional Side Dishes

No Traditional side dishes Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Guasan 0; 0(0.0) 15; 11(73.3) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 2. Gulai ikan lemea 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 33(100.0) 34; 34(100.0) 3. Gulai ikan undok tegrung 0; 0(0.0) 28; 24(85.7) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 4. Ikan pais 0; 0(0.0) 28; 22(78.6) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 5. Lapen monok 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 6. Pucung 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 31; 29(93.5) 32; 29(90.6) 7. Rebung asam ikan gaguk 0; 0(0.0) 30; 21(70.0) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 8. Rendang monok 1; 1(100.0) 0; 0(0.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 9. Tempoyak ikan mungkus 0; 0(0.0) 33; 24(72.7) 0; 0(0.0) 0; 0(0.0) 10. Tempoyak ikan nila 2; 2(100.0) 0; 0(0.0) 35; 35(100.0) 35; 34(97.1)

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 135

Table 12 showed all children of the agricultural while fathers preferred gulai nangko and sambal households of the Rejang tribe liked traditional tempoyak. This traditional food system produces rich vegetables, namely stamen, namely vegetables gulai sources of energy, protein, minerals and vitamins, nangko, made from young jackfruit, processed with a including iron and vitamin A. In a study, vegetables mixture of coconut milk and anchovy. Almost of the played central dietary roles, and they supplied a mothers from the agricultural households of the the signicant portion of micronutrients to the diet (Grivetti Rejang tribe liked all traditional Rejang vegetables & Ogle, 2000).

Table 12. Preference Of The Agricultural Households Of The Rejang Tribe For The Traditional Vegetables

No Traditional vegetables Grandmothers Father Mothers Child N; n(%) N; n(%) N; n(%) N; n(%) 1. Gulai lepang 1; 1(100.0) 26; 20(76.9) 30; 28(93.3) 31; 29(93.5) 2. Gulai nangko 2; 2(100.0) 34; 32(94.1) 35; 34(97.1) 35; 35(100.0) 3. Gulai poong 1; 1(100.0) 32; 24(75.0) 33; 32(97.0) 33; 32(97.0) 4. Gulai telung 1; 1(100.0) 26; 20(76.9) 31; 30(96.8) 31; 30(96.8) 5. Gulai umbut 2; 2(100.0) 28; 24(85.7) 28; 27(96.4) 28; 27(96.4) 6. Gulai umbut sawit 1; 1(100.0) 30; 23(76.7) 30; 29(96.7) 30; 27(90.0) 7. Rebung manis masak tumis 1; 1(100.0) 33; 26(78.8) 37; 34(91.9) 37; 36(97.3) 8. Sambal gedang 2; 2(100.0) 34; 27(79.4) 38; 36(94.7) 39; 37(94.9) 9. Sambal telung kacang 1; 1(100.0) 27; 23(85.2) 28; 24(85.7) 26; 23(88.5) 10. Sambal tempoyak 2; 1(100.0) 35; 32(91.4) 38; 36(94.7) 38; 36(94.7) CONCLUSION Desri Suryani: data collection, data entry, report writing, participated in the drafting of the manuscript In the rural households there were three tribes and edited the manuscript namely Serawai, Rejang and Lembak. From a Ali Khomsan: ethical clearance, survey of study site qualitative perspective the concept of „„Traditional” in REFERENCES a food context is made up of five main dimensions: Almli, V. L., Verbeke, W., Vanhonacker, F., Næs, T., heritage, variety, habit, origin, simplicity, and special & Hersleth, M. (2011). General image and occasions. There is so much diversity in indegenous attribute perceptions of traditional food in six European countries. Food Quality and health foods of three tribes were bolu semut, rebung Preference, 22(1), 129–138. asam ikan gaguk, guasan, gulai nangko,and gulai https://doi.org/10.1016/j.foodqual.2010.08.008 jamur gerigit. Preferences for indegenous foods Bartkiene, E., Steibliene, V., Adomaitiene, V., among different generations show preference for Juodeikiene, G., Cernauskas, D., Lele, V., … Guiné, R. P. F. (2019). Factors Affecting traditional snacks, traditional side dishes and Consumer Food Preferences: Food Taste and vegetables in households. The preference for Depression-Based Evoked Emotional Expressions with the Use of Face Reading indegenous foods varied between the children, Technology. BioMed Research International, mothers and fathers. 2019, 1–10. https://doi.org/10.1155/2019/2097415 Availability of data and materials. We do not wish to Colozza, D., & Avendano, M. (2019). Social Science share our data, for some confidential statement from & Medicine Urbanisation , dietary change and some information which cannot be shared in public. traditional food practices in Indonesia : A longitudinal analysis. Social Science & Medicine, 233(February), 103–112. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2019.06.007

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 136

Darmon, N., & Drewnowski, A. (2015). Contribution Research International, 33(3–4), 147–152. of food prices and diet cost to socioeconomic https://doi.org/10.1016/S0963-9969(00)00028-4 disparities in diet quality and health: a systematic review and analysis. Nutrition Law, L. S., Norhasmah, S., Gan, W. Y., Nur‟Asyura, Reviews, 73(10), 643–660. A. S., & Nasir, M. T. M. (2018). The https://doi.org/10.1093/nutrit/nuv027 Identification of the Factors Related to Household Food Insecurity among Indigenous Dickey, N. W. (2005). Fermentations in world Food People (Orang Asli) in Peninsular Malaysia Processing. Journal of Patient Safety, 1(1), 1. under Traditional Food Systems. Nutrients, 10, https://doi.org/10.1097/01209203-200503000- 1–14. https://doi.org/10.3390/nu10101455 00001 Leisner, J. J., Vancanneyt, M., Rusul, G., Pot, B., Gewa, C. A., Onyango, A. C., Angano, F. O., Stabile, Lefebvre, K., Fresi, A., & Tee, L. K. (2001). B., Komwa, M., Thomas, P., & Krall, J. (2019). Identification of lactic acid bacteria constituting Mothers‟ beliefs about indigenous and the predominating microflora in an acid- traditional food affordability, availability and fermented condiment (tempoyak) popular in taste are significant predictors of indigenous and Malaysia. International Journal of Food traditional food consumption among mothers Microbiology, 63(1–2), 149–157. and young children in rural Kenya. Public https://doi.org/10.1016/S0168-1605(00)00476-1 Health Nutrition, 22(16), 2950–2961. https://doi.org/10.1017/S1368980019001848 Mahmudiono, T., Sumarmi, S., & Rosenkranz, R. R. (2017). Household dietary diversity and child Grivetti, L. E., & Ogle, B. M. (2000). Value of stunting in East Java, Indonesia. Asia Pacific Traditional Foods in Meeting Macro- and Journal of Clinical Nutrition, 26(2), 317–325. Micronutrient needs: The Wild Plant https://doi.org/10.6133/apjcn.012016.01 Connection. Nutrition Research Reviews, 13(01), 31. Mardatillah, A., Raharja, S. J., Hermanto, B., & https://doi.org/10.1079/095442200108728990 Herawaty, T. (2019). Riau Malay food culture in Pekanbaru, Riau Indonesia: commodification, Guerrero L, Charet A, Verbeke W, Enderli G, authenticity, and sustainability in a global Biemans SZ, Vanhonacker F, Issanchou S, business era. Journal of Ethnic Foods, 6(1), 1– Sajdakowska M, Gramli Bs, Scalvedi L, Contel 10. https://doi.org/10.1186/s42779-019-0005-7 M, H. M. (2010). Perception of Traditional Food Products in Six European Regions Using Free McDonald, C. M., McLean, J., Kroeun, H., Talukder, Word Association. Food Quality and A., Lynd, L. D., & Green, T. J. (2015). Preference, 21, 225–233. Household food insecurity and dietary diversity as correlates of maternal and child Hosomi, R., Yoshida, M., & Fukunaga, K. (2012). undernutrition in rural Cambodia. European Seafood consumption and components for Journal of Clinical Nutrition, 69(2), 242–246. health. Global Journal of Health Science, 4(3), https://doi.org/10.1038/ejcn.2014.161 72–86. https://doi.org/10.5539/gjhs.v4n3p72 Neti, Y., Erlinda, I. D., & Virgilio, V. G. (2011). The Hotz, C., & Gibson, R. S. (2007). Traditional food- effect of spontaneous fermentation on the processing and preparation practices to enhance volatile flavor constituents of durian. the bioavailability of micronutrients in plant- International Food Research Journal, 18(2), based diets. The Journal of Nutrition, 137(4), 635–641. 1097–1100. https://doi.org/10.1093/jn/137.4.1097 Nkhata, S. G., Ayua, E., Kamau, E. H., & Shingiro, J. B. (2018). Fermentation and germination Johnson, J. S., Nobmann, E. D., & Asay, E. (2012). improve nutritional value of cereals and legumes Factors related to fruit, vegetable and traditional through activation of endogenous enzymes. food consumption which may affect health Food Science and Nutrition, 6(8), 2446–2458. among Alaska Native People in Western Alaska. https://doi.org/10.1002/fsn3.846 International Journal of Circumpolar Health, 71(1), 1–8. Park, S., Hongu, N., & Daily, J. W. (2016). Native https://doi.org/10.3402/ijch.v71i0.17345 American foods: History, culture, and influence on modern diets. Journal of Ethnic Foods, 3(3), Jordana, J. (2000). Traditional foods: Challenges 171–177. facing the European food industry. Food https://doi.org/10.1016/j.jef.2016.08.001

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 137

Penafiel, D., Cevallos-valdiviezo, H., & Damme, P. Schmid, M. A., Egeland, G. M., Salomeyesudas, B., Van. (2019). Local traditional foods contribute Satheesh, P. V., & Kuhnlein, H. V. (2006). to diversity and species richness of rural Traditional food consumption and nutritional women‟s diet in Ecuador. Public Health status of Dalit mothers in rural Andhra Pradesh, Nutrition, (8), 1–10. South India. European Journal of Clinical https://doi.org/10.1017/S136898001900226X Nutrition, 60(11), 1277–1283. https://doi.org/10.1038/sj.ejcn.1602449 Pieniak, Z., Verbeke, W., Vanhonacker, F., Guerrero, L., & Hersleth, M. (2009). Association between Schuster, R. C., Wein, E. E., Dickson, C., & Chan, H. traditional food consumption and motives for M. (2011). Importance of traditional foods for food choice in six European countries. Appetite, the food security of two first nations 53, 101–108. communities in the yukon, canada. International https://doi.org/10.1016/j.appet.2009.05.019 Journal of Circumpolar Health, 70(3), 286–300.

Platel, K., & Srinivasan, K. (2016). Bioavailability of Sharif, M. S. M., Nor, N. M., & Zahari, M. S. M. micronutrients from plant foods: An update. (2013). The Effects of Transmission of Malay Critical Reviews in Food Science and Nutrition, Daily Food Knowledge on the Generation 56(10), 1608–1619. Practices. Procedia - Social and Behavioral https://doi.org/10.1080/10408398.2013.781011 Sciences, 85(2004), 227–235. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.08.354 Raji, M. N. A., Ab Karim, S., Ishak, F. A. C., & Arshad, M. M. (2017). Past and present Sheehy, T., Kolahdooz, F., Schaefer, S. E., Douglas, practices of the Malay food heritage and culture D. N., Corriveau, A., & Sharma, S. (2014). in Malaysia. Journal of Ethnic Foods, 4(4), Traditional food patterns are associated with 221–231. better diet quality and improved dietary https://doi.org/10.1016/j.jef.2017.11.001 adequacy in Aboriginal peoples in the Northwest Territories, Canada. J Hum Nutr Roche, M. L., Creed-Kanashiro, H. M., Tuesta, I., & Diet, 28, 262–271. Kuhnlein, H. V. (2008). Traditional food https://doi.org/10.1111/jhn.12243 diversity predicts dietary quality for the Awajún in the Peruvian Amazon. Public Health Territory, N., Ferguson, M., Brown, C., Georga, C., Nutrition, 11(5), 457–465. Miles, E., Wilson, A., & Brimblecombe, J. https://doi.org/10.1017/S1368980007000560 (2017). Traditional food availability and consumption in remote Aboriginal communities Roudsari, A. H., Vedadhir, A., Amiri, P., Kalantari, in the Northern Territory, Australia. Australian N., Omidvar, N., Eini-Zinab, H., & Sadati, S. M. and New Zealand Journal of Public Health, H. (2017). Psycho-socio-cultural determinants 41(3), 294–299. https://doi.org/10.1111/1753- of food choice: A qualitative study on adults in 6405.12664 social and cultural context of Iran. Iranian Journal of Psychiatry, 12(4), 238–247. Vabø, M., & Hansen, H. (2014). The Relationship Retrieved from between Food Preferences and Food Choice : A https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC Theoretical. International Journal of Business 5816913/ and Social Science, 5(7), 145–157.

Ventura, A. K., & Worobey, J. (2013). Early influences on the development of food Sarkar, P., Lohith, K. D. H., Dhumal, C., Panigrahi, S. preferences. Current Biology, 23(9), R401– S., & Choudhary, R. (2015). Traditional and R408. https://doi.org/10.1016/j.cub.2013.02.037 ayurvedic foods of Indian origin. Journal of Ethnic Foods, 2(3), 97–109. https://doi.org/10.1016/j.jef.2015.08.003

Scaglioni, S., Arrizza, C., Vecchi, F., & Tedeschi, S. (2015). Determinants of children‟s eating behavior. Am J Clin Nutr, 94, 2006–2011. https://doi.org/10.3945/ajcn.110.001685.1

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 138

DOI: 10.32.807/jkp.v14i2. Kesehatan Prima, Volume 14 Issue. 2, August 2020 | 139

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

RELATIONSHIP OF VEGETABLE AND FRUIT CONSUMPTION WITH CENTRAL OBESITY IN ADULT IN PASAR IKAN COMMUNITY HEALTH CENTERS BENGKULU CITY IN 2018

Ketut Murni1), Desri Suryani1), dan Tetes Wahyu W1)

1Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Jl. Indragiri No. 03, Kota Bengkulu, 38225 E-mail: [email protected]

Submited: 9 October 2019 ; Accepted: 10 October 2019 https://doi.org/10.36525/sanitas.2019.8

ABSTRACT Adulthood was where the nutritional needs of the adult age changed according to the age group. Lifestyle changes, in accordance with the changes in diet from traditional food to modern food habits led to overweight and obesity. The purpose of this study was to determine the relationship of vegetable and fruit consumption with the incidence of central obesity in adults in Pasar Ikan Bengkulu Health Center of Bengkulu City in 2018. This research was descriptive research with cross-sectional approach. The location of this research was in Pasar Ikan Bengkulu Health Center of Bengkulu City. The technique sampling was using simple random sampling with 74 sampel. The data was collected by using interview and FFQ semi kuantitatif, then analyzed by univariate and bivariate. The results of this research were 82,4% for vegetable consumption which was included in poor category, 55.4% fruit consumption which was included in good category and 78.4% for waist circumference which was included in central obesity, it was tested by using chi square test. The result showed that there was no relationship between the habits of consuming vegetables with the incidence of central obesity (ρ> 0.05) and there was no association between the habits of consuming fruit with the incidence of central obesity (ρ> 0.05). It was important to provide counseling about the importance of eating fruits and vegetables so the obese can always control their weight and add insight to constantly adjust their diet.

Keywords: Vegetables consumption, Fruits consumption and central obesity HUBUNGAN KONSUMSI SAYUR DAN BUAH DENGAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL PADA DEWASA DI PUSKESMAS PASAR IKAN KOTA BENGKULU TAHUN 2018

ABSTRAK Masa dewasa merupakan dimana kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai dengan kelompok usia tersebut. Perubahan gaya hidup, terkait dengan perubahan pola makan dari tradisional ke kebiasaan makanan modern menyebabkan terjadinya overweight dan obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu pada bulan April. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling sebanyak 74 sampel. Data dikumpulkan melalui wawancara dan FFQ semi kuantitatif dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi sayur hampir seluruh kategori kurang (82,4%), konsumsi buah 55,4% kategori baik dan lingkar pinggang 78,4% kategori obesitas sentral. Tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral (p>0,05) dan tidak ada hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian obesitas sentral (p>0,05). Perlu diberikan penyuluhan tentang pentingnya makan sayur dan buah sehingga penderita obesitas dapat selalu mengontrol berat badan dan menambah wawasan untuk selalu mengatur pola makannya.

Kata Kunci: Konsumsi sayur, konsumsi buah dan obesitas sentral Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 81

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

PENDAHULUAN Masa dewasa merupakan dimana kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai dengan kelompok usia tersebut. Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, dan menghambat perkembangan penyakit degeneratif. Susunan makanan yang dapat mengoptimalkan kesehatan gizi jangka panjang adalah dengan menerapkan pola makan seimbang, beraneka ragam, rendah lemak terutama lemak jenuh dan banyak mengkonsumsi sayur dan buah Obesitas cenderung meningkat pada populasi dewasa. Sekitar 80-90% kasus obesitas diperkirakan ditemukan pada rentang usia dewasa.5 Berbagai penelitian menunjukkan golongan umur 20 sampai 64 tahun berisiko terkena obesitas. Faktor terkait dengan kejadian obesitas meliputi faktor lingkungan dan sosial, gangguan sistem syaraf dan endokrin, faktor gaya hidup, konsumsi makanan tinggi lemak, konsumsi makanan berlebihan, umur, faktor psikologi/stres, perilaku merokok, dan konsumsi alkohol.16 Faktor langsung yang menyebabkan obesitas sentral yaitu makanan dan minuman manis, makanan tinggi lemak, serta kurang mengonsumsi sayur dan buah dengan mengonsumsi sayur dan buah seseorang bisa menurunkan berat badan karena sayur dan buah merupakan sumber antioksidan dan fitokimia dan jika dikonsumsi memiliki kalori rendah. 3 Buah merupakan sumber yang baik dari antioksidan dan fitokimia seperti vitamin C, karoten, flavonoid, dan polifenol buah mengandung sejumlah gula alamiah, seperti fruktosa dan glukosa mengonsumsi buah secara teratur dan tidak berlebihan dapat mengontrol nafsu makan dan menurunkan berat badan, sayuran juga menyumbang sejumlah vitamin, mineral, serta larut dan tidak larut, karbohidrat, protein, lemak dan berbagai nutrisi dalam sehari-hari. 4

Konsumsi sayur dan buah diperlukan tubuh sebagai sumber vitamin, mineral dan serat dalam mencapai pola makan sehat sesuai anjuran pedoman gizi seimbang untuk kesehatan yang optimal.12 Sayur dan buah memiliki energi yang rendah dan merupakan sumber serat dan mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Berdasarkan Riskesdas 2013, anjuran untuk mengonsumsi sayur dan buah adalah minimal 5 porsi/hari namun proporsi kurang makan

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 82

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

sayur dan buah di Indonesia sangat tinggi sebanyak 93,6 % sedangkan di Kota Bengkulu proporsi makan buah dan sayur 5 porsi/ hari tinggi sebanyak 3,2. 13 Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) dalam Studi Diet Total (SDT) 2014 bahwa konsumsi penduduk terhadap sayur dan olahannya serta buah dan olahannya masih tergolong rendah.12 Kebutuhan sayur dan buah sesuai berat porsi yang dianjurkan Pedoman Gizi Seimbang menurut kelompok umur yaitu, anjuran konsumsi sayur dan buah untuk kelompok usia dewasa dan lansia 400-600 gr/hr yang terdiri dari 250 gram sayur (setara dengan 2 porsi atau 2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Permasalahan utama yang dihadapi dalam konsumsi buah dan sayur adalah bahwa secara nasional konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia masih berada di bawah konsumsi yang dianjurkan. Hasil penelitian Hermina dan Prihatini (2016) sebanyak 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kelompok umur yang kurang mengonsumsi sayur dan buah kelompok dewasa (96,9%). Penelitian Hermina dan Prihatini (2016) Sebanyak 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kelompok umur yang kurang mengonsumsi sayur dan buah kelompok dewasa (96,9%). 8 Hasil penelitian Esmaillzadeh et al, (2006) menunjukkan bahwa asupan buah dan sayur yang lebih tinggi berhubungan dengan rendahnya risiko sindrom metabolik. Obesitas, khususnya obesitas abdominal dan salah satu komponen penting untuk mendiagnosanya adalah lingkar pinggang. 7,10 Berdasarkan Riskesdas (2013) secara nasional, prevalensi obesitas sentral mencapai 26.6 % pada usai dewasa. Sedangkan di Kota Bengkulu prevalensi obesitas sentral meningkat di tahun 2013 yaitu sebesar 37,4% dan prevalensi obesitas sentral berdasarkan karakteristik umur 25-34 sebesar 26,5%, 35-34 sebesar 32,4 %, 45-54 sebesar 33,2 %, 55-54 sebesar 27,9 %. Prevalensi obesitas sentral atau terendah di temui di Kabupaten Seluma (12,5%) dan tertinggi di Kota Bengkulu (37,4%). 13 Berdasarkan data yang diperoleh di Provinsi Bengkulu tahun 2016 dari 5 Kabupaten prevalensi obesitas sebesar 24% sedangkan di Kota Bengkulu sebesar 60,31%. Di Puskesmas Pasar Ikan jumlah usia 25-64 tahun sebesar 28l orang. 14 Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 83

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 dewasa usia 25-64 tahun di Puskesmas Pasar Ikan dilakukan pengukuran Lingkar Pinggang (LP) didapatkan hasil pengukuran Lingkar Pinggang (LP) dari 8 sampel melebihi dari > 80 cm untuk perempuan dan Lingkar Pinggang (LP) laki-laki melebihi > 90 cm dengan konsumsi sayur dan buahnya dari 10 sampel hanya 2 sampel ( 1 laki-laki dan 1 perempuan mengonsumsi buah sesuai dengan anjuran yaitu ≥ 150 gram sedangkan mengonsumsi sayur di bawah dari anjuran yaitu < 250 gram. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Dilaksanakan pada bulan April 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah semua laki-laki dan perempuan usia 25-64 tahun di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu yaitu sebanyak 281 orang dengan populasi obesitas sentral berjumlah 224 orang sedangkan pada populasi non obesitas sentral berjumlah 57 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 74 orang dengan sampel obesitas 58 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Variabel yang diteliti yaitu konsumsi sayur dan buah dan obesitas sentral. Konsumsi sayur dan buah dengan wawancara menggunakan form FFQ semi kuantitatif serta obesitas sentral dengan pengukuran lingkar pinggang menggunakan pita seca. Analisis statistik menggunakan uji chi square. HASIL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Konsumsi Sayur dan Buah Pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Tahun 2018.

No Variabel Penelitian N % Konsumsi Sayur 1 Kurang 61 82,4 Baik 13 17,6 2 Konsumsi Buah

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 84

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Kurang 33 44,6 Baik 41 55,4 3 Lingkar Pinggang Obesitas Sentral 58 78,4 Tidak Obesitas Sentral 16 21,6 Jumlah 74 100

Tabel 1 menunjukkan konsumsi sayur 82,4 % dalam kategori kurang, konsumsi buah 55,4 % dalam kategori baik dan lingkar pinggang 78,4 % kategori obesitas sentral.

Tabel 2. Hubungan Konsumsi Sayur dengan Obesitas Sentral pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018

Lingkar Pinggang ρ-value Tidak Obesitas Total Konsumsi Obesitas sentral sentral sayur

n % n % n % Kurang 48 78,7 13 21,3 61 100 0,572 Baik 10 76,9 3 23,1 13 100 Jumlah 58 78,4 16 21,6 74 100

Tabel 2 menunjukkan dari 61 konsumsi sayur yang kurang pada responden terdapat 48 orang (78,7%) dengan status gizi obesitas sentral dan dari 13 konsumsi sayur yang baik pada responden terdapat 10 orang (76,9%) dengan status gizi obesitas sentral.

Tabel 3. Hubungan Konsumsi Buah dengan Obesitas Sentral pada Dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018

Lingkar Pinggang ρ-value Tidak Obesitas Total Konsumsi Obesitas sentral sentral Buah

n % n % n % Kurang 28 84,8 5 15,2 33 100 0,353 Baik 30 73,2 11 26,8 41 100 Jumlah 58 78,4 16 21,6 74 100

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 85

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Tabel 3 menunjukkan dari 33 konsumsi buah yang kurang pada responden terdapat 28 orang (84,3%) dengan status gizi obesitas sentral dan dari 41 responden yang konsumsi buah yang baik ditemukan 30 orang (73,2%) dengan status gizi obesitas sentral.

PEMBAHASAN

Konsumsi Sayur Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan ρ-value 0,572. Dalam studi lain analisis cross-sectional dari 11.707 orang dewasa di Eropa prevalensi obesitas dan obesitas sentral dievaluasi dengan diet tradisional dan khusus dalam dua kelompok Meksiko; hasil penelitian menunjukkan bahwa diet tradisional yang kaya buah-buahan dan sayuran secara signifikan tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang (LP) sehingga menekankan pentingnya mengganti beberapa senyawa diet dengan makanan tersebut dan produk kaya serat, yang dapat membantu untuk menghindari penambahan berat badan. 2 Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa konsumsi sayur pada responden masih kurang dibandingkan dengan anjuran standar konsumsi sayur per hari menurut Pedoman Gizi Seimbang yaitu 400 gram per orang per hari yang terdiri dari 250 gram sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian Hermina dan Prihatini (2016) yang menunjukkan bahwa 97,1% penduduk Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah pada kelompok dewasa yang kurang mengonsumsi sayur sebesar 96,9%. Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) bahwa konsumsi penduduk terhadap sayur dan olahannya masih tergolong rendah. Faktor kebiasaan dan ekonomi dapat menjadi alasan rendahnya konsumsi sayur pada responden. Selain itu, budaya pada masyarakat menganggap bahwa dalam sekali makan cukup dengan mengonsumsi makanan pokok dan lauk saja, sedangkan sayur hanya dianggap sebagai makanan tambahan, bukan sebagai makanan utama yang harus dipenuhi dan dikonsumsi setiap hari. 8,12 Konsumsi sayur dan buah yang belum memadai berpengaruh terhadap vitamin, mineral serta serat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Masih tingginya masalah gizi di

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 86

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

masyarakat diduga berkaitan dengan pola konsumsi makanan di masyarakat yang belum sesuai dengan lifestyle dan gaya hidup sehat pada berbagai kelompok umur, terutama pola makan dalam konteks gizi seimbang. 12 Sayur merupakan suatu kelompok pangan yang mengandung berbagai zat gizi (vitamin dan mineral), serat, serta senyawa fitokimia yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan salah satu sumber serat terbesar dibanding pangan lainnya. Serat memiliki manfaat yang berpengaruh bagi kesehatan tubuh, seperti mekanismenya dalam penurunan asupan energi, pengurangan asupan total yang disebabkan lamanya waktu mengunyah dan menelan, serta meningkatkan motilitas, pengosongan lambung dan usus, dan mengurangi absorbsi, menambahkan bahwa konsumsi serat mengurangi rasa lapar dan meningkatkan rasa kenyang. 4 Konsumsi sayur sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena berfungsi sebagai zat pengatur, mengandung zat gizi seperti vitamin dan mineral, memiliki kadar air tinggi, sumber serat makanan, antioksidan. Sayuran merupakan sumber serat yang baik karena terdapat serat yang larut air (pektin) dan serat yang tidak larut air seperti selulosa. Sayur dengan warna hijau memiliki kandungan air yang sangat tinggi, kandungan energi yang rendah serta mikronutrien yang relatif tinggi.22 Penyebab obesitas karena gaya hidup tidak sehat, genetik dan pengaruh lingkungan. Menurut Miller, Moore, & Kral, (2011) pola makan yang tidak sehat dan kurangnya konsumsi sayur.15 Rendahnya konsumsi sayuran karena individu memilih suatu makanan tertentu, yang dipengaruhi faktor individual dan kolektif. Secara individual terdapat ketertarikan terhadap makanan (food preference) berdasarkan selera, rasa, dan pengalaman.17 Kurangnya konsumsi sayur dapat mengakibatkan berbagai dampak yaitu memicu perkembangan obesitas karena merupakan makanan yang rendah energi dan kaya akan serat yang akan menghambat terjadinya penimbunan lemak pada tubuh sehingga menyebabkan obesitas. Kurang mengkonsumsi sayur dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat gizi seperti vitamin, mineral dan serat sehingga menimbulkan terjadinya berbagai penyakit contohnya penyakit degeneratif yang pada umumnya disebabkan oleh kegemukan dan penyakit saluran pencernaan.9

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 87

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur pada dewasa. Penelitian Rasmussen et al (2006) menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor determinan yang berhubungan konsumsi sayur yaitu faktor usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, preferensi/kesukaan makan dan ketersediaan sayur di rumah. 18 Konsumsi Buah Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara konsumsi sayur dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan ρ- value 0,353.

Konsumsi responden terhadap buah (55,4%) lebih baik daripada konsumsi sayur. Konsumsi buah yang cukup seharusnya dapat mencegah dari kegemukan namun ada beberapa sampel dengan konsumsi cukup buah namun memiliki berat badan gemuk. Hal ini dapat disebabkan karena konsumsi buah dalam bentuk lain seperti jus. Dari hasil wawancara FFQ semi kuantitatif responden mengatakan selain mengonsumsi buah potong juga mengonsumsi buah dalam bentuk jus. Ketiadaan hubungan antara konsumsi buah dengan kegemukan salah satunya dapat disebabkan oleh konsumsi buah dalam bentuk jus hal ini dikarenakan dalam jus diberi penambahan gula sekitar 1-2 penukar. Dengan demikian buah yang awalnya rendah energi menjadi tinggi energi dengan penambahan gula. Penelitian Esmaillzadeh dan Azadbakht (2008) pada perempuan Iran, menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pola makan yang sehat disertai asupan serat tinggi memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami obesitas umum dan obesitas sentral.5 Selain sayur, buah-buahan juga merupakan jenis pangan sumber serat. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dengan obesitas sentral (r= -0.063, p= 0.543).7 Hasil penelitian ini sejalan dengan Diana et al (2013) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara konsumsi buah dengan kejadian obesitas sentral diduga karena konsumsi buah kurang sebesar 97.9%, serta karena kandungan serat dari buah yang dikonsumsi seperti apel, mangga, pisang, jeruk, dan papaya tidak mencukupi kebutuhan. Menurut Rozaline (2006) kandungan serat makanan pada sayuran lebih banyak dibandingkan pada buah-buahan.19

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 88

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Konsumsi buah yang rendah merupakan faktor risiko terhadap penyebab obesitas sentral dapat terjadi karena perilaku dan gaya hidup, perilaku makan serta faktor sosial ekonomi. Salah satu penyebab terbesar dari obesitas adalah perubahan dalam pola makan dan pola hidup yang menjadi lebih kebarat-baratan (western). Pola makan yang kebarat-baratan biasanya miskin serat dimana sebagian besar penduduk Indonesia memiliki konsumsi serat yang rendah yaitu sebanyak 80% penduduk Indonesia mengkonsumsi serat = 15 gram/orang/hari. Hasil penelitian Dewi, 2002 mengatakan bahwa semakin rendah konsumsi serat maka semakin tinggi terjadinya obesitas. 6 Buah mengandung serat, vitamin, mineral dan air. Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu, kandungan serat pangan yang terdapat dalam buah-buahan rendah. Kandungan serat pangan dalam buah-buahan yang terbesar yaitu senyawa pektin dan lignin. Selain sebagai sumber serat pangan, buah-buahan juga merupakan sumber vitamin yang sangat baik (khususnya vitamin B dan C) dan mineral. 1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi buah pada masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Story (2002) ditemukan konsumsi buah pada masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah), faktor lingkungan sosial (keluarga), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa ( pemasaran). 20 Faktor selain buah yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas sentral antara lain karakteristik demografi dan sosial-ekonomi, gaya hidup. Karakteristik demografi dan sosial- ekonomi meliputi umur, jenis kelamin, status pernikahan, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran per kapita. Obesitas sentral lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Semakin meningkatnya umur, maka semakin tinggi risiko terjadinya obesitas sentral. Umur merupakan faktor prediksi dari terjadinya obesitas sentral.21 Kecenderungan obesitas dialami oleh seseorang yang berumur lebih tua diduga akibat lambatnya metabolisme, rendahnya aktivitas fisik, seringnya frekuensi konsumsi pangan, dan kurangnya perhatian pada bentuk tubuhnya. 11 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh konsumsi sayur pada dewasa kategori kurang dan sebagian dari konsumsi buah pada dewasa kategori baik. Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 89

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

Tidak ada hubungan konsumsi sayur dan buah dengan kejadian obesitas sentral pada dewasa ditandai dengan hasil (ρ-value > 0,05). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dan penguji yang telah memberikan saran yang bersifat membangun sehingga KTI ini dapat diselesaikan dan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan dan dana pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA

1. Astawan, M, dan T. Wresdiyati. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri; 2004. 2. Bes-Rastrollo M, Martínez-González MA, dkk. Association of fiber intake and fruit/vegetable consumption with weight gain in a Mediterranean population. Nutrition. 2006. 3. Burhan, F. Z, Sirajuddin, S. dan Indriasari, R. Pola Konsumsi Terhadap Kejadian Obesitas Sentral pada Pegawai Pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Makasar. 2013; 1-14. 4. Dalimartha S, Andrian F. Fakta Ilmiah Buah dan Sayur. Jakarta. 2013. 5. David, J. Wellness Concepts and Applications, 3rd.ed. United States of America: Hoffman Press; 2000. 6. Dewi, Emy S. Hubungan Antara Konsumsi Lemak Dan Serat Dengan Status Gizi. Semarang: UNES. 2002. 7. Esmaillzadeh A, Masoud K, dkk. Fruit and vegetable intakes, C-reactive protein, and the metabolic syndrome. Amerika. Journal of Clinical Nutrition. 2017; 1489-97. 8. Hermina dan Prihatini S. Gambaran Konsumsi Sayur dan Buah Penduduk Indonesia dalam Konteks Gizi Seimbang: Analisis Lanjut Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014. Jakarta: Buletin Penelitian Kesehatan. 2016; Vol. 44, No. 3: 205-18. 9. Jahari & Sumarno. Epidemiologi Konsumsi Serat Di Indonesia. Puslitbang Gizi Depkes RI; 2001. 10. Jalal F, Lupito NI, Susanti N, Oenzil F. Hubungan lingkar pinggang dengan kadar gula darah, trigliserida dan tekanan darah pada etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Padang: Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas. 2006; 1-23. 11. Kantachuvessiri A, Sirivichayakul C, KaewKungwal J, Tungtrongchitr R, Lotrakul M. Factors associated with obesity among workers in a metropolitan 50 waterworks authority. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005; 36:1057- 1065. 12. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 90

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN VOL.10 (1). 2019 : 81 - 91

13. Kementerian Kesehatan RI, Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2013. 14. Kementerian Kesehatan RI, Riskesdas Dalam Angka Provinsi Bengkulu. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2013. 15. Miller., Moore., & Kral. Children’s daily fruit and vegetable intake: Associations with maternal intake and child weight status. Journal of Nutrition Education and behavior. 2011; 1-5. 16. Mukherjee B, Hossain CM, Mondal L, Paul P, and Ghosh MK. Review: Obesity and insulin resistance: an abridged molecular correlation. Lipid Insights. 2013; 1-11. 17. Raine, K. D. Determinants of healthy eating in Canada. Centre for Health Promotion Studies, University of Alberta. 2005. 18. Rasmussen, M., Kloner, R., Klepp, K., Lytle, L., Brug, J., Bere, E., Due, P. Determinants of Fruit and Vegetable Consumption Among Children and Adolescents: A Review of The Literature. Part I: Quantitative Studies. International of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 2006; 3(22): 1-19. 19. Rozaline H, Sekarindah T. Terapi Jus Buah dan Sayur. Depok (ID): Niaga Swadaya; 2006. 20. Story, M., Sztainer, DN., French, S. Individual and environmental influence on adolescent eating behaviors. Journal of the America Dietetic Association. 2002; 102 (3): 40-51. 21. Veghari, G. Sedaghat, M. Joshaghani, H., dkk. The Prevalence And Associated Factors Of Central Obesity In Northem Iran. Iranian Cardiovascular Research Journal. 4:4. 2010; 164-68. 22. Yuliarti, Nurheti. Food Suplement: Panduan Mengonsumsi Makanan Tambahan Untuk Kesehatan Anda. Yogjakarta: Banyu Media; 2008.

Ketut Murni, Desri Suryani, Tetes Wahyu | 91

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

Contents list available at JAKP website

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis

Journal homepage: https://jurnal.stikesperintis.ac.id/index.php/JAKP

Aplikasi Offline Stunting Untuk Meningkatkan Pengetahuan Kader Posyandu Di Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang Lebong

Yossy Utario*, Yanti Sutriyanti

Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Bengkulu, Indonesia

Article Information A B S T R A C T Submission : Jul, 2 , 20 Stunting merupakan suatu keadaan gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih Revised : Jul, 22, 20 pendek untuk usianya. Anak yang mengalami stunting akan Accepted : Jul, 28, 20 mengalami perkembangan yang terhambat seperti kemampuan motorik yang rendah dan kemampuan kognitif Available online : Jul, 30,20 yang rendah. Kader posyandu mempunyai peran penting dalam pencegahan stunting. Tujuan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan Keywords kader posyandu mengenai stunting dan pencegahannya Aplikasi offline, kader, dengan pemanfaatan teknologi penggunaan aplikasi offline sebagai sarana untuk belajar. Metode yang digunakan adalah stunting, cadre memberikan edukasi kesehatan mengenai stunting menggunakan aplikasi offline dengan tampilan menu utama yang terdiri dari definisi stunting, penyebab, dampak, Corespondence pencegahan, cara pengukuran Panjang Badan (PB) dan Tinggi Badan (TB), serta tabel PB dan TB menurut umur. Email : Hasil dari pengabdian kepada masyarakat terjadi peningkatan [email protected] pengetahuan kader tentang stunting dan pencegahannya, serta semua kader dapat mendowload dan menggunakan aplikasi offline. Selanjutnya untuk meningkatkan pengetahuan kader tentang stunting diperlukan upaya edukasi yang berkelanjutan dan kader secara rutin untuk melakukan diskusi bersama. Stunting is a state of failure to thrive in children under five due to chronic malnutrition so that children are shorter for age. Children who are stunted will experience stunted development such as low motor skills and low cognitive abilities. Posyandu cadres have an important role in preventing stunting. This community service aimed to increase the knowledge of posyandu cadres about stunting and prevention by utilizing technology using offline applications as a means of learning. The method was provide health education about stunting using an offline application consisting of definitions, causes, impacts, prevention, methods of measuring body length (PB) and height (TB), as well as PB and TB tables by age. The result showed an 25 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

increase in cadre knowledge about stunting and prevention, and all cadres can download and use offline applications. Furthermore, to increase cadres' knowledge about stunting, continuous education efforts are needed and cadres regularly hold discussions together.

PENDAHULUAN yang terhambat seperti kemampuan motorik Masalah gizi pada anak masih menjadi yang rendah, kemampuan kognitif yang masalah di Indonesia. Indonesia merupakan rendah disertai penurunan prestasi belajar salah satu negara yang mengalami masalah yang menurun. Stunting memiliki efek jangka triple burden yang terdiri dari defisiensi kalori panjang yang merugikan dan efek ini dan protein, defisiensi zat gizi mikro, dan berlanjut hingga masa dewasanya. Pada skaligus kelebihan kalori (Izwardy, 2019). orang dewasa yang dahulunya mengalami Salah satu masalah defisiensi kalori protein stunting didapatkan bahwa kemampuan yang utama adalah stunting. Stunting kognitif lebih rendah, pencapaian pendidikan merupakan suatu keadaan gagal tumbuh dan pekerjaan yang rendah juga pendapatan pada anak balita akibat kekurangan gizi yang kurang dibandingkan orang dewasa kronis sehingga anak lebih pendek untuk yang tidak mengalami stunting (Walker et al., usianya (kekurangan gizi terjadi sejak bayi 2015). Mengingat dampak yang ditimbulkan dalam kandungan dan pada masa awal dari stunting, penting untuk meningkatkan kehidupan setelah lahir, tetapi kondisi pengetahuan mengenai stunting dan stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 pencegahannya, khususnya kader posyandu. tahun). Kader posyandu mempunyai peran Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam penilaian status gizi anak yang memiliki jumlah stunting cukup tinggi. termasuk stunting. Secara teknis, tugas Indonesia menduduki peringkat ke-5 dengan kader yang paling utama terkait dengan gizi jumlah balita stunting di dunia yaitu sebanyak adalah melakukan pendataan balita, 37%. Berdasarkan data Riskesdas 2018 melakukan penimbangan BB dan mengukur terdapat penurunan jumlah proporsi balita TB serta mencatatnya dalam Kartu Menuju dengan status gizi sangat pendek dan Sehat (KMS), sehingga dapat mendeteksi pendek yaitu 37,2% pada tahun 2013 dan secara dini kejadian stunting. Studi yang 30,8% pada tahun 2018. Namun jumlah ini dilakukan oleh Adistie, Maryam, & masih cukup tinggi untuk mencapai target Lumbantobing (2017) mengidentifikasi bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah 39% kader mempunyai pengetahuan yang Nasional (RPJMN) pada tahun 2020-2024 baik, 54,2% kader mempunyai pengetahuan yaitu prevalensi stunting menjadi 19%. yang cukup dan 6,8% kader mempunyai Propinsi Bengkulu merupakan salah satu pengetahuan yang kurang tentang deteksi propinsi dengan satu dari 100 kabupaten dini gizi buruk. Untuk itu diperlukan suatu yang menjadi target untuk prioritas intervensi kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan stunting (TNP2K, 2017). dan kemampuan kader. Anak yang mengalami stunting memiliki Berdasarkan hasil survei awal di wilayah pertumbuhan perawakan yang pendek Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang dibandingkan anak yang tidak stunting pada Lebong Propinsi Bengkulu diperoleh data usianya (kerdil). Selain dari pertumbuhan, bahwa jumlah balita dengan status gizi stunting juga memberikan efek besar pada sangat pendek pada bulan Januari s.d. masa perkembangan anak. Efek yang September 2018 berjumlah 2 orang dan muncul dapat terjadi dalam jangka pendek status gizi pendek 10 orang. Pada bulan maupun jangka panjang. Studi yang Februari s.d. Mei 2019 diperoleh data jumlah dilakukan oleh Walker, Chang, Wright, balita dengan status gizi sangat pendek Osmond, & Grantham-mcgregor (2015) berjumlah 4 orang dan status gizi pendek 16 mengidentifikasi bahwa anak yang orang. Edukasi mengenai stunting telah mengalami stunting memiliki perkembangan diberikan kepada masyarakat dan kader 26 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

pada saat posyandu, namun edukasi kepada kader posyandu mengenai stunting menggunakan aplikasi offline belum pernah dengan menggunakan aplikasi offline. dilakukan di Puskesmas Perumnas. Edukasi Sampel pada kegiatan ini adalah kader kepada kader mengenai stunting sangat posyandu yang berada di wilayah kerja diperlukan untuk mendapatkan informasi Puskesmas Perumnas dipilih mewakili mengenai stunting dan salah satu cara untuk posyandu yang ada, bersedia mengikuti pencegahan stunting. Kegiatan pengabdian kegiatan pengabdian, mempunyai HP yang dilakukan sebelumnya oleh Adistie, Android serta mampu menggunakannya. Lumbantobing, dan Maryam (2018), berupa Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 30 edukasi mengenai pemberian ceramah, November 2019, dihadiri oleh 25 orang diskusi, dan simulasi dapat meningkatkan peserta, dan bertempat di Kampus Prodi pengetahuan kader secara signifikan. Keperawatan Curup Kabupaten Rejang Megawati dan Wiramihardja (2019) Lebong. mengidentifikasi bahwa pemberian edukasi Kegiatan diawali dengan mengukur melalui pelatihan bagi kader posyandu dapat tingkat pengetahuan kader tentang stunting meningkatkan pengetahuan kader mengenai menggunakan lembar kuesioner sebanyak 10 stunting. Hal ini menunjukkan pentingnya butir pertanyaan. Selanjutnya pengabdi edukasi diberikan kepada masyarakat menjelaskan tentang aplikasi offline stunting ataupun kader, untuk dapat meningkatkan dan bagaimana cara mendownload aplikasi pengetahuan kader mengenai stunting di HP android. Edukasi dilakukan dengan (Iswarawanti, 2010). memberikan materi tentang stunting yang Ponsel saat ini bukan hanya berfungsi ada pada aplikasi offline yang sudah di sebagai sarana telekomunikasi, namun juga download. Materi pada menu aplikasi meliputi mampu melakukan banyak hal. Smartphone meliputi pengertian, penyebab, dampak, cara dapat memberikan pengaruh positif pada pencegahan, cara pengukuran PB dan TB perubahan perilaku kesehatan yang lebih beserta pengenalan tabel PB/U dan tabel baik (Bert, Giacometti, Gualano, & Siliquini, TB/U. Setelah diberikan edukasi, selanjutnya 2014). Aplikasi offline merupakan suatu dilakukan evaluasi kembali untuk mengukur perangkat lunak (software) yang pengetahuan kader. Indikator keberhasilan dikembangkan untuk melakukan tugas dari kegiatan pengabmas ini adalah tertentu. Aplikasi dapat dibuat pada meningkatnya pengetahuan bagi kader smartphone atau android, sehingga dapat posyandu mengenai stunting dan cara digunakan di mana saja dan mudah untuk di pencegahannya, tingginya motivasi peserta akses (Wibowo, Santosa, & Nugroho, 2014). dalam mengikuti kegiatan ini, serta kader Edukasi tentang stunting dengan membagikan aplikasi kepada ibu hamil, ibu menggunakan pengembangan media offline/ bayi dan balita agar ikut mengakses aplikasi aplikasi android diharapkan menjadi salah offline tentang stunting. satu upaya pencegahan stunting dengan memanfaatkan teknologi. Pengabdian HASIL DAN PEMBAHASAN kepada masyarakat ini bertujuan untuk Pelaksanaan pengabdian kepada meningkatkan pengetahuan kader posyandu masyarakat berjalan dengan lancar. Peserta tentang stunting dengan menggunakan dihadiri oleh Kepala Puskesmas Perumnas, aplikasi offline. Penanggung Jawab Posyandu Puskesmas Perumnas, kader posyandu Puskesmas METODE PELAKSANAAN KEGIATAN Perumnas serta dosen dan mahasiswa Prodi Pengabdian kepada masyarakat ini Keperawatan Curup sebagai pelaksana diawali dengan survey analisis situasi di Pengabmas (gambar 1). Peserta mengikuti lokasi Puskesmas dan merancang bentuk kegiatan dengan antusias. Peserta dapat aplikasi offline. Metode pengabdian mengikuti panduan untuk mendownload masyarakat adalah pemberian edukasi aplikasi offline tentang stunting yang telah

27 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

dirancang, dan langsung terpasang pada kader. Studi oleh Purnamasari, Shaluhiyah, tampilan hp android (gambar 2). Peserta dan Kusumawati (2020) menunjukkan membaca informasi tentang stunting pada aplikasi offline. Peserta dapat memahami tentang stunting, penyebab dan cara pencegahannya. Adapun hasil pencapaian peningkatan pengetahuan setelah diberikan edukasi ditampilkan pada tabel 1

Tabel. 1. Rerata Skor Pengetahuan Peserta Sebelum dan Sesudah Edukasi Menggunakan Aplikasi Offline

Rerata Skor Variabel Pretest Posttest Pengetahuan 5,69 8,65

Berdasarkan Tabel 1, rerata skor sebelum edukasi (Pre) adalah 5,69 (lima koma enam sembilan), sedangkan pencapaian pengetahuan peserta penyuluhan setelah edukasi (Post) rata-rata adalah 8,65 (delapan koma enam lima). Nilai tersebut adalah rata-rata skor dari butir soal Gambar 1. Kegiatan penjelasan aplikasi yang disediakan dengan nilai skor tertinggi offline tentang stunting 10. Total peningkatan nilai pre dan post adalah 2,96 (dua koma sembilan enam) poin. perbedaan yang bermakna pada kelompok Edukasi merupakan upaya pendekatan eksperimen setelah diberikan edukasi atau pemberian pembelajaran kepada menggunakan media buku panduan kader masyarakat agar masyarakat mau stunting. Megawati & Wiramihardja (2019) melaksanakan tindakan atau praktik untuk melalui studinya mengidentifikasi bahwa mengatasi masalah, dan meningkatkan kader posyandu dapat lebih memahami kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Edukasi mengenai gizi seimbang, deteksi dini stunting yang diberikan pada pengabdian masyarakat dan peran penting kader posyandu untuk ini adalah edukasi tentang pencegahan pencegahan stunting setelah mendapatkan stunting bagi kader posyandu dengan pelatihan. Studi tentang edukasi menggunakan aplikasi offline. Pengetahuan menggunakan aplikasi dilakukan oleh merupakan hasil setelah orang melakukan Wahyuni (2017), menunjukkan peningkatan penginderaamelalui indera yang dimilikinya, pengetahuan maupun keterampilan dalam terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, melakukan stimulasi tumbuh kembang balita 2010). Pengetahuan dapat menjadi melalui aplikasi smartphone mother care. penyebab atau motivator bagi seseorang Studi lainnya dilakukan oleh Handayani,, dalam bersikap dan berperilaku. Setelah Tarawan, dan Nurihsan, (2019) diberikan edukasi/ penyuluhan hasil evaluasi mengidentifikasi bahwa terdapat peningkatan menunjukkan kader mengalami peningkatan pengetahuan dan sikap kader setelah pengetahuan tentang stunting, pencegahan diberikan Aplikasi Anak Bebas Stunting dan cara pengukuran untuk deteksi dini. (ABS), yaitu aplikasi untuk deteksi dini Berbagai studi menunjukkan bahwa edukasi kejadian stunting pada anak. Peningkatan stunting dengan berbagai macam media pengetahuan melalui aplikasi dapat merubah dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap perilaku. Menurut Han & Lee (2018)

28 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

penggunaan mobile health applications pencegahan stunting. Walaupun demikian mempunyai pengaruh yang positif untuk aplikasi ini mempunyai kelemahan karena merubah kepada perilaku hidup sehat. terbatas untuk pengguna smartphone/ HP android. Edukasi mengenai cara pencegahan stunting dilaksanakan guna meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya kader posyandu akan dampak dari keadaan stunting bila tidak dilakukan langkah pencegahan. Kader harus mampu memahami langkah-langkah pencegahan stunting, dan akhirnya diharapkan dapat berbagi informasi kepada masyarakat khususnya ibu hamil, ibu bayi dan balita. Hal ini diharapkan akan memberikan dampak pada sikap kader dan juga ibu hamil, ibu bayi dan balita untuk melakukan upaya-upaya pencegahan stunting. Selain itu, edukasi menggunakan aplikasi offline ini dapat meningkatkan pengetahuan untuk pengukuran PB dan TB anak, serta menentukan klasifikasi berdasarkan tabel sebagai upaya deteksi dini stunting.

KESIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang penggunaan aplikasi offline tentang stunting bagi Kader Posyandu di Puskesmas Perumnas dapat meningkatkan pengetahuan kader mengenai stunting dan pencegahannya sebagai upaya untuk mencegah kejadian stunting khususnya di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang Lebong. Hal ini dibuktikan Gambar 2. Tampilan menu utama aplikasi dengan adanya peningkatan rerata skor offline tentang stunting pengetahuan peserta penyuluhan sebelum dan setelah edukasi. Kegiatan pengabdian Edukasi menggunakan aplikasi offline selanjutnya dapat dilakukan dengan mempunyai beberapa keunggulan yaitu bisa membuat aplikasi dengan penambahan diakses dimana saja dan kapan saja, materi dan membuat tampilan yang lebih tampilan yang menarik, selain itu mudah menarik. Selain itu, membuat aplikasi dengan untuk disebarluaskan kepada masyarakat topik yang berbeda sesuai dengan kebutuhan luas. Seperti halnya pada kegiatan masyarakat. pengabdian ini dilakukan tindak lanjut dari kegiatan yaitu kader UCAPAN TERIMAKASIH menyebarkan/mengeshare tentang aplikasi Terima kasih kepada Direktur Poltekkes offline yang telah dibagikan kepada ibu hamil, Kemenkes Bengkulu beserta Unit PPM, ibu bayi dan balita, untuk didownload dan Kepala Puskesmas, PJ Posyandu dan Kader dibaca agar menambah pengetahuan ibu posyandu Puskesmas Perumnas Kabupaten hamil, ibu bayi dan balita mengenai cara Rejang Lebong, serta semua pihak yang

29 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis 2 (1) 2020: 25-30

telah membantu dan memberikan dukungan Kementrian Kesehatan Republik dalam kegiatan pengabdian ini. Indonesia. Megawati, G., & Wiramihardja, S. (2019). REFERENSI Peningkatan kapasitas kader posyandu Adistie, F., Maryam, N. N. A, & dalam mendeteksi dan mencegah Lumbantobing, V. B. M. (2017). stunting di desa cipacing jatinangor. Pengetahuan kader kesehatan tentang Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks deteksi dini gizi buruk pada balita. untuk Masyarakat, 8(3),154 – 159. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan: untuk Masyarakat, 6(3), 173 – 177. Teori dan aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Adistie, F., Lumbantobing, V. B. M., & Purnamasari, H., Shaluhiyah, Z., Maryam, N. N. A. (2018). Kusumawati, A. (2020). Pelatihan kader Pemberdayaan kader kesehatan dalam posyandu sebagai upaya pencegahan deteksi dini stunting dan stimulasi stunting pada balita di wilayahkerja tumbuh kembang pada balita. Media puskesmas margadana dan puskesmas Karya Kesehatan, 1 (2), 173-184. tegal selatan kota tegal. Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat, 8(3), 432-439. Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan (2018). Laporan riset kesehatan dasar Kemiskinan (TNP2K). (2017). 100 (Riskesdas) 2018. Jakarta. kabupaten/kota prioritas untuk intervensi Bert, F., Giacometti, M., Gualano, M. R., & anak kerdil (stunting). (Volume 2). Siliquini, R. (2014). Smartphones and Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden health promotion: A review of the Republik Indonesia. evidence. J Med Syst. DOI Wahyuni, T. (2017). Pengaruh aplikasi 10.1007/s10916-013-9995-7. mother cares (MOCA) terhadap Han, M., & Lee, E. (2018). Effectiveness of peningkatan pengetahuan dan mobile health application use to improve keterampilan orang tua dalam health behavior changes: A systematic melakukan stimulasi tumbuh kembang review of randomized controlled trials. balita usia 12 - 18 bulan. Medika Healthcare Informatics Research, 24(3), Cendikia, 4(1), 28-36. 207–226. Walker, S. P., Chang, S. M., Wright, A., Handayani, T. W., Tarawan, V. M., & Osmond, C., & Grantham-mcgregor, S. Nurihsan, J. (2019). Peningkatan M. (2015). Early childhood stunting is pengetahuan dan sikap kader tentang associated with lower developmental stunting pada balita usia 12-36 bulan levels in the subsequent generation of melalui penerapan Aplikasi Anak Bebas children. The Journal of Community and Stunting (ABS). Jurnal Kebidanan, 5(4), International Nutrition, 145(4), 823–828. 357-363. Diperoleh dari: Iswarawanti, D. N. (2010). Kader posyandu: http://doi.org/10.3945/jn.114.200261.chil Peranan dan tantangan dhood. pemberdayaannya dalam usaha Wibowo, Y. W., Santosa, P. I., & Nugroho, E. peningkatan gizi anak di indonesia. (2014). Perancangan sistem posyandu Jurnal Manajemen Pelayanan online. Simposium Nasional RAPI XIII FT Kesehatan, 13(04), 169 – 173. UMS. Izwardy, D. (2019). Kebijakan dan strategi penanggulangan stunting di Indonesia.

30 © Jurnal Abdimas Kesehatan Perintis-ISSN : 2685-7510. All rights reserved

Global Medical and Health Communication

Online submission: http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/gmhc GMHC. 2020;8(1):59–66 DOI: https://doi.org/10.29313/gmhc.v8i1.5192 pISSN 2301-9123 │ eISSN 2460-5441

RESEARCH ARTICLE The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge and Reduction of Anxiety Degree in Adolescents Primigravida

Dwie Yunita Baska,1,2 Tita Husnitawati Madjid,3 Ponpon S. Idjradinata4 1Department of Midwifery, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu, Bengkulu, Indonesia, 2Midwifery Master Study Program, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, 3Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, Indonesia, 4Department of Child Health, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, Indonesia

Abstract The education about the reproductive health of pregnancy is needed to increase knowledge and reduce anxiety in adolescent primigravida, one of them is by conducting flashcard media. Flashcards are pictorial media in the form of cards that have words; it’s proven to be able to create fun learning, attracts attention, and stimulates critical thinking. The purpose of the study was to analyze the effect of education with flashcard media on knowledge and anxiety degree in adolescent primigravidas. The research method used in this study was a one-group pretest- posttest quasi-experimental design. The number of samples as many as 30 people (<20 years old) at Sawah Lebar Public Health Center and Padang Serai Public Health Center in Bengkulu city from May to July 2018, by using consecutive sampling. The data of this study obtained from pretest and posttest questionnaires of knowledge, and Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS), Shapiro-Wilk, Wilcoxon, and chi-square test statistics. The results showed a significant increase in knowledge before and after the intervention of p value=0.001 (p<0.05), an increase in the average score of knowledge of series one card amounts to 35.0% and knowledge of series 2–3 card amounted to 30%. A significant decrease in anxiety degree of 9.2% after the treatment (p<0.05). In conclusion, flashcards can increase knowledge and reduce the anxiety of adolescents primigravida mothers so that health workers use this educational approach appropriately. Key words: Adolescent primigravida, anxiety, education, flashcard, knowledge

Pengaruh Edukasi Kesehatan dengan Media Flashcard terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Penurunan Derajat Kecemasan pada Primigravida Remaja

Abstrak Edukasi tentang kesehatan reproduksi kehamilan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan mengurangi kecemasan pada primigravida remaja, salah satunya dengan media flashcard. Flashcard adalah media bergambar dalam bentuk kartu yang dilengkapi kata-kata; terbukti mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, menarik perhatian, dan merangsang untuk berpikir kritis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh edukasi dengan media flashcard terhadap pengetahuan dan derajat kecemasan pada primigravida remaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretest-posttest quasi-experimental design. Jumlah sampel 30 orang (<20 tahun) di Puskesmas Sawah Lebar dan Puskesmas Padang Serai di Kota Bengkulu dari bulan Mei hingga Juli 2018 dengan menggunakan consecutive sampling. Data penilaian didapat dari kuesioner pretest dan posttest pengetahuan, Zung Self-rating Anxiety Scale (ZSAS), Shapiro-Wilk, Wilcoxon, dan statistik uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan pada pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi nilai p=0,001 (p<0.05), kenaikan skor rerata pengetahuan kartu seri 1 (35,0%) serta pengetahuan kartu seri 2–3 (30%). Penurunan signifikan derajat kecemasan 9,2% setelah perlakuan (p<0,05). Simpulan, flashcard mampu meningkatkan pengetahuan dan menurunkan kecemasan ibu primigravida remaja sehingga pendekatan edukasi ini dianggap efektif bagi pemberi asuhan. Kata kunci: Edukasi, flashcard, kecemasan, pengetahuan, primigravida remaja

Received: 1 October 2019; Revised: 20 April 2020; Accepted: 21 April 2020; Published: 30 April 2020 Correspondence: Dwie Yunita Baska, S.S.T., M.Keb. Department of Midwifery, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu. Jln. Indragiri Padang Harapan No.3, Bengkulu 38115, Bengkulu, Indonesia. E-mail: [email protected]

59 60 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge

Introduction or 25×30cm. In individual learning, this chosen media can involve more senses following the Indonesia is the 7th country with a high prevalence theory of learning, that humans use 75% visual of young marriage in the world.1 The regional and 13% audio.11,12 average rate of births per 1,000 females 15–19 Flashcard is an effective way used in the years of age is 48, with the estimated median age teaching and learning process, because it creates at first marriage is 20.4 years for women.2 fun learning, provides meaningful experience, There are many health consequences of develops critical thinking skills in life as well early marriage, partly because young mothers as social skills. Flashcard is useful to facilitate are immature and lack access to social and repetition because it can translate abstract ideas reproductive services. Examples of such problems into a more realistic form. Flashcard makes it are increased risks for sexually transmitted easier for educators to provide small pieces of diseases, cervical cancer, and transmission of information memorably and interestingly with HIV infection, bleeding, miscarriage, death affordable materials and are easily available in during childbirth, and anemia during pregnancy, textbooks and magazines. Moreover, it can also as well as increased risks of preeclampsia and save time and energy; attract attention; clarify a eclampsia, obstetric fistula, and obstructed problem in various fields, and are used by all ages. labor. Girls’ offspring are at increased risk for Flashcard media can also create fun learning, premature birth, low birth weight, asphyxia, provide a meaningful experience, develop critical congenital neonatal infections, and death as thinking skills in life and social skills.16–19 neonates, infants, or children.3-5 The purpose of the study was to analyze the The role of psychological factors in the healthy effect of education with flashcard media on behaviors of pregnant women is a significant knowledge and anxiety degree in adolescent issue.6 During pregnancy, women experience primigravidas. hormonal changes, which include estrogen and progesterone, which will cause various Methods complaints such as nausea, vomiting, cravings, and emotional instability; the most prominent The research method used in this study was a is anxiety.7–9 Lack of knowledge and planning one-group pretest-posttest quasi-experimental for the pregnancy of mothers about reproductive design, conducted in one group of adolescent health problems and changes that occur during primigravida, without a control group. The study pregnancy will undoubtedly increase the anxiety was in the working area of Sawah Lebar Public that can increase the risk of pregnancy failure.8 Health Center and Padang Serai Public Health When sensory systems detect information Center in Bengkulu city from May to July 2018. or stimulus in the brain, it will create a learning The samples in this study were taken by using process in a person. The results of processing are consecutive sampling or based on the order stored in memory in the form of knowledge,10 and of arrival of patients who meet the inclusion improvement in the learning process can even criteria.20 The number of samples was 30 teenage reduce anxiety by up to 72% in middle and high mothers (<20 years old), pregnant in the second school students tested in the final semester.11 and third trimesters, and experienced mild to The provision of care related to psychological moderate anxiety. aspects is still very minimal in Indonesian The researchers directly involved not only society, especially in conducting antenatal care as of the providers of health education but also examinations. The importance of health education for collecting data directly. The activities were in adolescent primigravida will increase their carried out in several places, for example, in the knowledge in dealing with pregnancy and make public health center, midwife’s house, and cadre’s themselves ready to adapt well. Anxiety during house. During activities, the respondents divided pregnancy can be managed and controlled.12,13 into small groups consisting of 6–8 people per Effective education needs the media to group. facilitate the delivery of information and attract The stages of this study activities comprise of the attention of the audience, one of which is three phases. In phase one, knowledge pretest the image media or visual media. Flashcard is of series one card (maternal pregnancy and visual media in the form of picture cards that are infants growth and development) and anxiety equipped with words and measuring 10×12.5 cm questionnaires administered to the respondents,

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge 61

then the respondents were given the face-to-face of Medicine, Universitas Padjadjaran Bandung, education by using the flashcard media with the with letter number: 548/UN6.KEP/EC/2018. lecture and discussion method for ±120 minutes. In phase two (one week later), knowledge Results pretest of series 2–3 cards (series 2: stages of growth and development of infants, series Table 1 shows the average age of mothers is 19 3: physiological changes, breast care, and years old, mostly in the second trimester of breastfeeding techniques of the puerperal pregnancy, with the education level of high school, mother) administered to the respondents. dominantly homemakers/unemployed, and the Afterward, continued by another session for ±120 economic status of less than Bengkulu regional minutes, while the posttest conducted at the end minimum wage (upah minimum regional/UMR). of the meeting. The level of knowledge converted Table 2 shows the comparison of the into a value of 100. It is categorized into a level of knowledge scores and the knowledge levels of knowledge of good if reached 76–100%, adequate one card series and a 2–3 card series. Knowledge if the score is 56–75%, and inadequate if the value scores are significant differences between groups is <56%. before and after reproductive health education In phase three (one week later), the researchers was given with flashcard media. An average went to the respondent’s house to administer increase observed to 35.3% in the knowledge an anxiety posttest. Data analysis of this study score of one card series and 30.2% in the used the Shapiro-Wilk test for data normality knowledge score of 2–3 card series. Knowledge test, significance test to compare knowledge and levels were a significant difference in the before anxiety pretest-posttest. The characteristics of and after results. The group with the reproductive the study group analyzed using the Wilcoxon test health education treatment with flashcard and chi-square test (x2) with significance criteria media, increase from inadequate and adequate of p<0.05, which means the result is significant.21 knowledge to a good level in all 30 participants. The instruments used in this study were There was a significant difference in the knowledge questionnaires of series one card, groups before and after reproductive health series 2–3 cards, and Zung Self-rating Anxiety education with flashcard media to the degree Scale (ZSAS). The researchers developed of anxiety (Table 3). Before being educated, information in the flashcard media by referring to mothers who experienced mild anxiety were 24 several references, with the flashcard design was people, and who experienced medium anxiety done by an expert from Visual Communication Design of Institut Teknologi Bandung. Before used, the contents of the flashcard discussed Table 1 Characteristics of Research and tested by several experts in educational Subjects psychology and a media design expert for the visual approach. Variables n=30 The protocol of this study has approved by Age (years) the Health Research Ethics Committee, Faculty Mean±Std 19.40±0.968 Median 20.00 Range (min–max) 16.00–20.00 Age of pregnancy Trimester II 19 Trimester III 11 Last education Elementary school 1 Middle school 2 High school 27 Job status Employed 25 Unemployed 5 Economic status Less than UMR 17 Figure Flashcard Media More than UMR 13

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 62 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge

Table 2 Differences in Knowledge Score and Knowledge Level of Series 1 Card and Series 2–3 Cards on Interventions before and after the Provision of Reproductive Health Education with Flashcard Media Groups (n=30) Variables p Value Pretest Posttest Knowledge score Knowledge of series 1 card Mean (SD) 55.0 90.3 <0.000* Median 56 89 Range (min–max) 44–72 83–100 Knowledge of series 2–3 cards Mean (SD) 60.0 90.2 <0.000* Median 61 89 Range (min–max) 44–72 83–94 Knowledge level Card series 1 Inadequate 13 0 0.000** Adequate 17 0 Good 0 30 Card series 2–3 Inadequate 5 0 0.000** Adequate 25 0 Good 0 30 Note: *Wilcoxon test, **Shapiro-Wilk test

was 6 people. After being educated, mothers who anxiety are five. Whereas, in the posttest were no anxiety were 20 people, who experienced treatment group, the level of good knowledge was mild anxiety were 10 people, and there were no proven to reduce the degree of anxiety of mothers more mothers with medium anxiety. who initially had medium or mild anxiety to be There is no statistically significant relationship not anxious, but there were still 10 mothers who between the level of knowledge and the degree experienced mild anxiety. of anxiety before (Table 4) and after (Table 5) treatment. The result from the knowledge of Discussion series one card was; mothers with an adequate knowledge level who experienced mild anxiety The process of learning or thinking that occurs in were 15 people and who experienced medium the memory system of the human brain produces anxiety were two people. On the knowledge of a model of information processing in the learning series 2–3 cards, mothers with an adequate process (theory learning). When an individual knowledge level who experienced mild anxiety receives certain information or stimulus, it will were 20 people, and who experienced medium be detected by sensory systems in the brain. It

Table 3 Differences of ZSAS’s Anxiety Degree on Interventions before and after the Provision of Reproductive Health Education with Flashcard Media Groups (n=30) ZSAS’s Anxiety Degree p Value* Pretest Posttest No anxiety 0 20 0.000 Mild anxiety 24 4 Medium anxiety 6 6 Note: *Chi-square/Fisher exact test

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge 63

Table 4 Relationship between Level of Knowledge and ZSAS's Anxiety in Both Groups before the Provision of Reproductive Health Education with Flashcard Media ZSAS Anxiety Pretest Group (n=30) Knowledge Level Total p Value* Mild Anxiety Medium Anxiety Card series 1 Inadequate 9 4 13 0.240 Adequate 15 2 17 Total 24 6 30 Card series 2–3 Inadequate 4 1 5 0.360 Adequate 20 5 25 Total 24 6 30 Note: *Chi-square/Fisher exact test

will create a learning process of an individual, flashcard group, an increase in knowledge in and the results of processing stored in memory the intervention group reached 90% and in the in the form of knowledge, that will be used later control group was only 30% in mothers who had in a real event.10 This sensory system is composed a good level of knowledge. of receptors and connecting neurons from the At present, we did not find any theories or five senses (hear, see, smell, taste, and feel), other studies that conflicted with the effectiveness and the area that processes visual information and the use of flashcard learning media. As is the occipital lobe and actively connected to Muhson said,24 learning media is a tool that the prefrontal cortex as the center of rational can be manipulated and used to affect student’s thinking.10,22 minds, feeling, attention, and attitude. Flashcards The tool serves to facilitate the continuity of can help the learning process easier. A similar the learning process based on the principle that study that supports that opinion suggested that the knowledge possessed by every human being in balancing the functions of the left brain and is received or captured through the senses, where the right brain with a flashcard media is quite someone can remember 50% of what was seen sufficient to boost the ability of children, this and heard. The result is consistent with Dale’s even considered as one of the right stimuli in the learning experience, which stated that in learning, child’s brain to be given as early as possible.16 humans use 75% visual and 13% audio sensory, so Anxiety is an emotional experience that arises the more senses are used to receive information, because of an unclear threat or something that the more clear the knowledge obtained.14,15,19,23 is not objective, both from outside and within Based on the study conducted by Pipitcahyani the individual.25 Anxiety is closely related to and Safitri,17 the results showed a significant the hypothalamic-pituitary-adrenal axis, which difference between the flipchart groups and the can cause stress hormone release, including

Table 5 The Relationship between the Level of Knowledge of the Card Series 1,2,3 on Anxiety in the Group after was Given Reproductive Health Education with Flashcard Media ZSAS Anxiety Posttest Group (n=30) Knowledge Level Total p Value* No Anxiety Mild Anxiety Card series 1 Good 20 10 30 0.720 Total 20 10 30 Card series 2–3 Good 20 10 30 1.000 Total 20 10 30 Note: *Chi-square/Fisher exact test

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 64 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge

adrenocorticotropic hormone, cortisol, beta- Although after statistical tests, there is no endorphin, growth hormone (GH), prolactin, and meaningful relationship between anxiety and luteinizing hormone (LH) or follicle stimulating maternal knowledge. The results might be caused hormone (FSH). If these stress hormones appear by mothers who still experience mild anxiety, and excessively, it will affect the increased risk of there is no control group as a comparison. congenital abnormalities in the fetus. The risks However, in the further development of this are labio-palate, risk of birth with a caesarian, study, it is necessary to have a control group with labor with a tool, premature birth, low birth a different treatment. Role-playing simulation weight (LBW), stunting, behavior, and emotional method, video, and card games involving disorders of children in the long run.26,27 Also, at many family members were some examples. risk for complications of labor and postpartum.28 If this media is applied directly in real life, the Before the release of these hormones, anxiety absorption of knowledge obtained will be better, was initially centered and sourced from the and the use of the media will be more optimal. brain. A good level of knowledge in a person will reduce anxiety. In adolescent primigravidas, the Conclusion information about reproductive health is still very minimal, and it will increase anxiety. The flashcard as a tool of learning is effective in Knowledge form through the learning increasing the level of knowledge and reduce the process. Knowledge of cognitive ability is a anxiety of adolescents primigravida mothers. fundamental domain for the formation of one’s actions.29 Through reproductive health education Conflict of Interest with flashcard media, it can divert attention and activate thinking functions in the brain (active TAll authors stated that there was no conflict of prefrontal cortex function), which is the cognitive interest in this article. center of the individual.22,30 This theory supported by Bak and Mastalerz,31 Acknowledgments which stated there was a relationship between age and the subjective assessment or education Thanks to the Center for Quality Improvement of women and fear of childbirth. Education Human Resources of Health, the Board for differentiates the ability to apply in practice the Development and Empowerment Human knowledge and skill learned in Lamaze classes. Resources of Health, Ministry of Health of the The older the woman is, the more likely she Republic of Indonesia, who have helped scholars is to experience anxiety as she approaches or for the implementation of this study. Thanks to during birth. Both older women and younger the Faculty of Visual Communication Design, women need more mental support to increase Institut Teknologi Bandung, who assisted in the their awareness and capabilities because anxiety design of this flashcard media. during pregnancy can lead to premature birth and low birth weight, also another complication References risk. Another study that supports is Agarwal et 1. United Nations International Children's al.11 stated that with an increase in the learning Emergency Fund (UNICEF) Indonesia. process, it could reduce anxiety by up to 72% in Child marriage in Indonesia: progress on middle and high school students tested in the final pause [Internet]. 2016 November [cited semester. A similar study that was conducted by 2019 January 20]. Available from: https:// Ossai, also showed that the learning affects the www.girlsnotbrides.org/wp-content/ degree of anxiety and achievement of students, uploads/2016/11/UNICEF-Indonesia-Child- one of them with flashcard training that students Marriage-Research-Brief-1.pdf. can learn in improving their ability to process 2. Statistics Indonesia (BPS), National information and think critically.32 Population and Family Planning Board In this study, the use of flashcard learning (BKKBN), Ministry of Health (Kemenkes), media in the delivery of reproductive health ICF. Indonesia demographic and health education is very influential on changes in the survey 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, degree of anxiety. These changes related to Kemenkes, ICF; 2013. increased knowledge experienced by mothers. 3. Gipson JD, Koenig MA, Hindin MJ. The

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge 65

effects of unintended pregnancy on infant, http://repo.iain-tulungagung.ac.id/6891. child, and parental health: a review of the 16. Hayati N. Menstimulus otak kiri dan otak literature. Stud Fam Plann. 2008;39(1):18– kanan anak dengan flash card [Internet]. 38. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta; 4. Hanum Y, Tukiman. Dampak pernikahan 2007 [cited 2019 March 8]. Available from: dini terhadap kesehatan alat reproduksi http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ wanita. JKSS. 2015;13(2):36–43. Artikel%20Flash%20Card.pdf. 5. Lee-Rife S, Malhotra A, Warner A, Glinski 17. Pipitcahyani TI, Safitri CA. The effectiveness AM. What works to prevent child marriage: of “flash card" in improving mothers’ a review of the evidence. Stud Fam Plann. knowledge on pregnancy. Proc Int Conf Appl 2012;43(4):287–303. Sci Health. 2017;2:151–7. 6. Omidvar S, Faramarzi M, Hajian-Tilak K, 18. Lutfitasari H, Meikawati W, Salawati T. Nasiri Amiri F. Associations of psychosocial Efektivitas penyuluhan gizi dengan media factors with pregnancy healthy life styles. flash card dan poster dalam peningkatan PLoS One. 2018;13(1):e0191723. pengetahuan siswa tentang keamanan 7. Bustos M, Venkataramanan R, Caritis S. makanan jajanan sekolah (studi pada Nausea and vomiting of pregnancy - what's siswa SDN Pandean Lamper 03 Semarang) new? Auton Neurosci. 2017;202:62–72. [undergraduate thesis]. Semarang: 8. World Health Organization (WHO). Mental Universitas Muhammadiyah Semarang; 2017 health aspects of women’s reproductive [cited 2019 April 10]. Available from: http:// health: a global review of the literature. repository.unimus.ac.id/1041. Geneva: WHO Press; 2009. 19. Mahnun N. Media pembelajaran (kajian 9. Susanti NN. Psikologi kehamilan. Jakarta: terhadap langkah-langkah pemilihan media EGC; 2008. dan implementasinya dalam pembelajaran). 10. Solso RL, Maclin OH, Maclin MK. Psikologi An-Nida'. 2012;37(1):27–34. kognitif. 8th Edition. Jakarta: Penerbit 20. Swarjana IK. Statistik kesehatan. Yogyakarta: Erlangga; 2008. Penerbit ANDI; 2016. 11. Agarwal PK, D’Antonio L, Roediger HL III, 21. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran McDermott KB, McDaniel MA. Classroom- dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan based programs of retrieval practice reduce multivariat. 6th Edition. 3rd Printing. Jakarta: middle school and high school students’ Epidemiologi Indonesia; 2015. test anxiety. J Appl Res Mem Cogn. 22. Kuswana WS. Taksonomi berpikir. Bandung: 2014;3(3):131–9. Rosda; 2011. 12. Larasati IP, Wibowo A. Pengaruh 23. Masters K. Edgar Dale's Pyramid of Learning keikutsertaan senam hamil terhadap in medical education: a literature review. kecemasan primigravida trimester ketiga Med Teach. 2013;35(11):e1584–93. dalam menghadapi persalinan. JBK. 24. Muhson A. Pengembangan media 2012;1(1):26–32. pembelajaran berbasis teknologi informasi. 13. Dunkel Schetter C, Tanner L. Anxiety, JPAI. 2010;8(2):1–10. depression and stress in pregnancy: 25. Badrya L. Perbedaan tingkat kecemasan implications for mothers, children, research, antara mahasiswa kedokteran laki-laki dan and practice. Curr Opin Psychiatry. perempuan angkatan 2011 FKIK UIN Syarif 2012;25(2):141–8. Hidayatullah Jakarta dalam menghadapi 14. Daryanti, Firman, Neviyarni. Peran media ujian OSCE [undergraduate thesis]. Jakarta: pembelajaran dalam meningkatkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; kemampuan siswa menulis. J Basicedu. 2014 [cited 2019 May 3]. Available from: 2019;3(4):2089–94. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/ 15. Permatasari I. Pengaruh media pembelajaran handle/123456789/25818. audio-visual dan media cetak terhadap 26. Leigh B, Milgrom J. Risk factors for antenatal minat belajar siswa kelas VIII pada mata depression, postnatal depression and pelajaran fiqih di MTS Ma'arif Udanawu parenting stress. BMC Psychiatry. 2008;8:24. Blitar [undergraduate thesis]. Tulungagung: 27. Glover V. Stress in pregnancy can change fetal Institut Agama Islam Negeri Tulungagung; and child development. In: Leach P, editor. 2017 [cited 2019 February 28]. Available from: Transforming infant wellbeing: research,

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020 66 Dwie Yunita Baska et al.: The Effect of Health Education with Flashcard Media on Improvement of Knowledge

policy and practice for the first 1001 critical 30. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and days. Abingdon: Routledge; 2017. p. 98–106. Sadock’s synopsis of psychiatry: behavioral 28. Zhao Y, Munro-Kramer ML, Shi S, Wang sciences/clinical psychiatry. 11th Edition. J, Zhao Q. Effects of antenatal depression Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015. screening and intervention among Chinese 31. Bąk B, Mastalerz M. Effectiveness of high-risk pregnant women with medically childbirth classes in reducing anxiety before defined complications: a randomized birth depending on age and education. Med controlled trial. Early Interv Psychiatry. Stud. 2016;32(1):10–7. 2019;13(5):1090–8. 32. Ossai OV. Influence of study skills on test 29. Bascandziev I, Tardiff N, Zaitchik D, Carey anxiety and levels and achievement of senior S. The role of domain-general cognitive secondary school students in english language resources in children’s construction of a [thesis]. Nsukka, Nigeria: University of vitalist theory of biology. Cogn Psychol. Nigeria Nsukka; 2012. 2018;104:1–28.

Global Medical and Health Communication, Volume 8 Number 1, April 2020

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:

Nomor dan tanggal permohonan : EC00202059252, 14 Desember 2020

Pencipta Nama : Lusi Andriani.,SST.,M.Keb dan Yuniarti., SST., M.Kes Alamat : Perumnas Putri Selebar No.165 RT.020 RW.002 Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, BENGKULU, 38216 Kewarganegaraan : Indonesia

Pemegang Hak Cipta Nama : Lusi Andriani., SST., M.Keb dan Yuniarti., SST., M.Kes Alamat : Perumnas Putri Selebar No.165 RT.020 RW.002 Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu , Kota Bengkulu, BENGKULU, 38216 Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Buku Saku Judul Ciptaan : Pernikahan Dini(pikir-pikir Dulu Deh) Tanggal dan tempat diumumkan untuk : 2 September 2020, di Kota Bengkulu pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Nomor pencatatan : 000226386

adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon. Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL

Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS. NIP. 196611181994031001

Disclaimer: Dalam hal pemohon memberikan keterangan tidak sesuai dengan surat pernyataan, Menteri berwenang untuk mencabut surat pencatatan pemohon.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)