KAJIAN FILOLOGI PADA LUKISAN DI KOTA 印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究

(yinni miánlán zhāngyàoxuān gōngguǎn wénxiàn de yánjiū)

SKRIPSI

OLEH: RAHELIA MONASISKA SITOMPUL 140710029

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 27 Desember 2018

Rahelia Monasiska Sitompul

140710029

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KAJIAN FILOLOGI PADA TJONG A FIE MANSION DI KOTA MEDAN 印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究

(yinni mián lán zhāngyàoxuān gōngguǎn wénxiàn de yánjiū) RAHELIA MONASISKA SITOMPUL

140710029

ABSTRAK

Etnis Tionghoa adalah bagian dari kesatuan integral pluralistik bangsa dan menempati posisi yang ekuivalen dengan etnis-etnis lainnya di . Tjong A Fie merupakan sosok legendaris dermawan yang mempunyai peran penting terhadap perkembangan kota Medan. Di dalam Tjong A Fie Mansion terdapat teks-teks dalam media lukisan. Penelitian ini berjudul Kajian Filologi pada Tjong A Fie Mansion di kota Medan dan menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan deskripsi tulisan, dan terjemahan. Teori yang digunakan yaitu teori semiotik oleh Roland Barthes. Menurut Roland Barthes, analisis naratif struktural disebut juga sebagai semiologi teks, karena memfokuskan pada naskah. Data diperoleh dengan menggunakan metode observasi lapangan, dokumentasi, wawancara, serta studi kepustakaan melalui jurnal, skripsi, dan buku terkait penelitian. Penelitian ini menghasilkan pemaparan mengenai bentuk dan arti teks lukisan pada Tjong A Fie Mansion berdasarkan ruangan yang didalamnya terdapat lukisan dengan tulisan aksara Mandarin sesuai kajian filologis.

Kata Kunci: Filologi; Tjong A Fie Mansion; Kota Medan

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA THE PHILOLOGY STUDIES AT TJONG A FIE MANSION IN MEDAN CITY 印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究

(yinni mián lán zhāngyàoxuān gōngguǎn wénxiàn de yánjiū) RAHELIA MONASISKA SITOMPUL 140710029

ABSTRACT

The Chinese ethnic is part of an integral unity of pluralistic nations and occupies a position equivalent to other ethnic groups in Indonesia. Tjong A Fie is a legendary philanthropist who has an important role in the development of Medan. In Tjong A Fie Mansion in Medan, there are texts in the media of paintings. This research is entitled Philology Study at Tjong A Fie Mansion in Medan city and uses descriptive qualitative method with script description approach, orthographic transliteration, and translation. The theory used is the semiotic theory by Roland Barthes. According to Roland Barthes structural narrative analysis is also called the text semiology because it focuses on the text. Therefore in philological studies centered on text and manuscripts this theory is suitable for use. Data were obtained using field observation methods, photo and picture documentation, interviewing informants, and literature studies through journals, theses, and research related books. This study resulted in an explanation of the shape and meaning of the text of the painting at Tjong A Fie Mansion based on the room in which there was a painting with written Chinese script according to philological studies.

Keywords: Philology; Tjong A Fie Mansion; Medan City

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis senantiasa panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih, karunia, kebaikan dan kebesaranNya yang tak terhingga, sehingga penulis tak pernah putus asa menyelesaikan dan mendedikasikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari sentuhan hangat dalam bentuk bimbingan, doa, semangat, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, dengan segala hormat dan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Ilmu Budaya, Bapak Dr. Drs. Budi

Agustono, M.S.

2. Ketua Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Mhd. Pujiono,

M.Hum., Ph.D.

3. Sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara, Ibu Niza Ayuningtias, S.S, MTCSOL.

4. Ibu Julina, B.A., MTCSOL selaku Pembimbing I penulis dan Bapak

Rudiansyah, S.S., M.Hum selaku Pembimbing II penulis yang dengan sabar

dan tulus membimbing, mengarahkan, mendorong, dan memberikan masukan

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Seluruh Dosen dan staf pegawai Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Pengurus Tjong A Fie Mansion yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan

memberikan banyak informasi guna pengumpulan data yang dibutuhkan.

7. Bapak/Ibu Pengurus Kaligrafi yang telah yang telah sangat banyak

memberikan bantuan berupa informasi terkait penelitian penulis.

8. Kedua orang tua penulis, Ibu Rotua Gultom dan Bapak Ronal Maslan Edison

Sitompul yang tak pernah henti-hentinya memberikan doa, dukungan baik

mental dan materil dan dorongan untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi

ini.

9. Adik-adik penulis Rosalina Grace Sitompul, Ruth Mutiara Sitompul, Rian

Paskah Sitompul, Ratna Patrecia Sitompul, dan Daniel Sitompul yang turut

menemani.

10. Sahabat terbaik penulis Indah Safitri, Dini Sebastiana, Sri Hinayah Lubis yang

selalu memotivasi, menyemangati dan menemani penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi ini. Serta semua pihak yang turut serta dan tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek kualitas maupun kuantitas dari materi penelitian yang disajikan. Penulis menyadari

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan skripsi ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis diberi balasan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis juga berharap, agar skripsi ini memberikan manfaat, selain itu juga memberikan sumbangsih dalam pengembangan pengetahuan bagi penelitian terkait.

Medan, 27 Desember 2018

Penulis,

Rahelia Monasiska Sitompul NIM. 140710029

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR GAMBAR ...... x

DAFTAR TABEL ...... xi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 9 1.3 Batasan Masalah ...... 10 1.4 Tujuan Penelitian ...... 10 1.5 Manfaat Penelitian ...... 11 1.5.1 Manfaat Teoretis ...... 11 1.5.2 Manfaat Praktis ...... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 12

2.1 Konsep ...... 12 2.1.1 Kebudayaan ...... 12 2.1.2 Masyarakat Tionghoa ...... 13 2.1.3 Filologi ...... 14 2.1.4 Pengertian Filologi Menurut Para Ahli ...... 15 2.1.5 Perkembangan Filologi di Indonesia ...... 16 2.1.6 Objek Filologi ...... 21

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.6.1 Teks ...... 21 2.1.7 Tujuan Filologi ...... 21 2.1.8 Alur Pengkajian Filologi ...... 22 2.1.8.1 Penentuan Teks ...... 22 2.1.8.2 Deskripsi Teks ...... 23 2.1.8.3 Transliterasi Teks ...... 23 2.1.8.4 Terjemahan Teks ...... 24 2.1.8.5 Analisis Isi ...... 24 2.1.9 Tjong A Fie ...... 25 2.1.10 Sistem Kepercayaan ...... 27 2.1.10.1 Taoisme ...... 27 2.1.10.2 Konfusianisme ...... 28 2.1.10.3 Buddhisme ...... 29 2.2 Landasan Teori ...... 30 2.3 Tinjauan Pustaka ...... 32

BAB III METODE PENELITIAN ...... 40

3.1 Metode Penelitian ...... 40 3.2 Lokasi Penelitian ...... 42 3.3 Data dan Sumber Data ...... 42 3.3.1 Sumber Data Primer...... 42 3.3.2 Sumber Data Sekunder ...... 42 3.4 Persyaratan Informan ...... 43 3.5 Metode Pengumpulan Data ...... 46 3.5.1 Observasi ...... 46 3.5.2 Wawancara...... 47 3.5.3 Studi Kepustakaan ...... 49 3.5.4 Dokumentasi ...... 50 3.6 Metode Analisis Data ...... 50

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.7 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ...... 53

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN ...... 55

4.1 Gambaran Kota Medan ...... 55 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan ...... 55 4.1.2 Letak Geografis Kota Medan ...... 59 4.1.3 Demografis Kota Medan ...... 62 4.2 Masyarakat Tionghoa Kota Medan ...... 64 4.3 Gambaran Umum Kesawan ...... 66 4.4 Tjong A Fie Mansion ...... 68

BAB V LUKISAN-LUKISAN PADA TJONG A FIE MANSION ...... 72

5.1 Lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Lautan ...... 73 5.1.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai dan Dewa Lu Dong Bin ...... 74 5.1.1.1 Li Tie Guai ...... 74 5.1.1.2 Lu Dong Bin ...... 75 5.1.2 Lukisan Dewi He Xian Gu dan Dewa Cao Guo Jiu ...... 77 5.1.2.1 He Xian Gu ...... 77 5.1.2.2 Cao Guo Jiu ...... 78 5.1.3 Lukisan Dewa Guo Lao dan Dewa Han Xiang Zi ...... 80 5.1.3.1 Zhang Guo Lao ...... 80 5.1.3.2 Han Xiang Zi ...... 81 5.1.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan dan Dewa Lan Cai He ...... 83 5.1.4.1 Zhong Li Quan ...... 83 5.1.4.2 Lan Cai He ...... 84 5.2 Lukisan Seratus Bangau ...... 85 5.3 Lukisan Ucapan Ulang Tahun ...... 87 5.4 Lukisan Qilin ...... 88

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VI ARTI TEKS LUKISAN PADA TJONG A FIE MANSION ...... 91

6.1 Lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Lautan ...... 91 6.1.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai dan Dewa Lu Dong Bin ...... 92 6.1.2 Lukisan Dewi He Xian Gu dan Dewa Cao Guo Jiu ...... 94 6.1.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao dan Dewa Han Xiang Zi ...... 95 6.1.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan dan Dewa Lan Cai He ...... 97 6.2 Lukisan Seratus Bangau ...... 98 6.3 Lukisan Ucapan Ulang Tahun ...... 100 6.4 Lukisan Qilin ...... 101

BAB VII PENUTUP ...... 104

7.1 Simpulan...... 104 7.2 Saran ...... 107

DAFTAR PUSTAKA ...... 108

LAMPIRAN ...... 113

Lampiran I ...... 113

Lampiran II ...... 122

Lampiran III ...... 125

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Silsilah Tjong A Fie ...... 25 Gambar 4.1 Pembukaan Lahan Perkebunan Tembakau di Kota Medan ...... 57 Gambar 4.2 Peta Pembagian Kecamatan di Kota Medan ...... 60 Gambar 4.3 Pemandangan Udara Daerah Kesawan tahun 1920-an ...... 67 Gambar 4.4 Pintu Masuk ke Jl. Ahmad Yani tahun 1923 ...... 67 Gambar 4.5 Peta Lokasi Tjong A Fie Mansion ...... 68 Gambar 5.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai dan Dewa Lu Dong Bin ...... 77 Gambar 5.2 Lukisan Dewi He Xian Gu dan Dewa Cao Guo Zhen ...... 80 Gambar 5.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao dan Dewa Han Xiang Zi ...... 82 Gambar 5.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan dan Dewa Lan Cai He ...... 85 Gambar 5.5 Lukisan Seratus Bangau ...... 86 Gambar 5.6 Lukisan Ucapan Ulang Tahun ...... 89 Gambar 5.7 Lukisan Qilin ...... 90

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pembagian Ruangan Beserta Jumlah Lukisan ...... 8 Tabel 2 Matriks Peneleitian Sejenis ...... 36 Tabel 3 Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan ...... 60 Tabel 4 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin ...... 62 Tabel 5 Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, 2000 .. 65

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk atau berbhineka tunggal ika, yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas masyarakat- masyarakat sukubangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari masyarakat negara tersebut (Parsudi Suparlan dalam Hidayat Nur Wahid, 2006:56).

Di dalam kemajemukan tersebut terdapat salah satu etnik yang mendiami dan menetap di berbagai tempat di wilayah Indonesia yaitu etnis Tionghoa. Negara

Indonesia merupakan salah satu daerah migrasi masyarakat Tionghoa yang telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya pada saat Perang Dunia ke-2.

Etnis Tionghoa adalah bagian dari kesatuan integral pluralistik bangsa dan menempati posisi yang ekuivalen dengan etnis lainnya di Indonesia. Namun etnis

Tionghoa terpaksa menerima stigma buruk yang berujung pada perlakuan diskriminasi. Tiga stigma buruk itu diantaranya; antek penjajah, penjahat ekonomi, dan komunis. Stigma inilah yang harus diubah menjadi citra positif untuk mengeliminasi diskriminasi (Hidayat Nur Wahid, 2006:xxi-xxii).

Menurut catatan sejarah, awal mula datangnya orang-orang Tionghoa ke

Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Dinasti Han (206 SM – 220 SM). Pada masa itu, Tiongkok telah membuka hubungan perdagangan dengan negara-negara yang ada dikawasan Asia Tenggara, dan menurut cacatan sudah ada orang Tionghoa yang

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA datang ke Pulau Jawa (Djawa Dwipa). Pada masa dinasti Tang (618-907 M) juga didapati orang-orang Tionghoa di Kerajaan Sriwijaya. Jauh pada paruh kedua abad ke-9, ketika tentara pemberontak pimpinan Huang Chao menduduki Guangzhou, muslim Tionghoa serta saudagar Arab dan Persia yang berjumlah besar bermukim di sekitar Guangzhou berbondong-bondong mengungsi ke Sriwijaya. Selanjutnya pada masa Dinasti Ming, orang-orang Tionghoa datang bersamaan dengan ekspedisi

Laksamana Cheng Ho sebanyak tujuh kali ke Nusantara (Kong Yuanzhi, 2005:23-25).

Pada saat kedatangan Cheng Ho yang pertama, sudah banyak terdapat etnis

Tionghoa di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Pada akhir masa dinasti Ming

(1368-1644) dan awal Dinasti Qing (1644-1911), jumlah imigran etnis Tionghoa yang datang ke Nusantara semakin bertambah. Hal ini disebabkan adanya penyerangan bangsa Manchu terhadap Dinasti Ming sehingga banyak penduduk

Tiongkok yang bermigrasi untuk menghindari peperangan. Para perantau kebanyakan berasal dari provinsi-provinsi di Tiongkok Selatan, seperti provinsi ,

Fujian, Guangxi, dan Yunan. Para perantau tidak berasal dari satu suku bangsa, tetapi paling sedikit delapan suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda. Orang

Tionghoa di Indonesia sebagian berasal dari empat suku bangsa, yaitu Hokkien,

Hakka atau Kheh, Tiu-Chiu, dan orang kota Kanton.

Di Indonesia, suku Hokkien hidup dengan cara berdagang, orang Kanton di samping mempunyai kepandaian berdagang juga mempunyai keterampilan di bidang pertukangan dan teknologi, orang Hakka bekerja di pertambangan sehingga mereka banyak terdapat dan tinggal di daerah pertambangan seperti Bangka dan Belitung,

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan orang Tiu-Chiu banyak melakukan usaha di bidang perkebunan (Purcell,

1987:52).

Nenek moyang etnik Tionghoa Indonesia berasal dari daerah Tiongkok khususnya dari daerah Guangdong, Hokkian, dan Hainan yang kemudian menetap di

Indonesia dan menikah dengan penduduk setempat (Wang, 2006).

Setelah akhir abad ke-19, ketika semakin banyak imigran Tionghoa yang datang ke Indonesia, terdapat perbedaan antara Tionghoa Peranakan dan Tionghoa

Totok. Sebelum akhir abad ke-19, masyarakat Tionghoa yang datang ke Indonesia didominasi oleh kaum pria karena mereka meninggalkan keluarga atau istri mereka di

Tiongkok. Mereka mengawini wanita setempat dan menyebabkan adanya percampuran antara kebudayaan Tionghoa dan kebudayaan lokal. Mereka berbicara dalam bahasa Melayu dan telah lupa akan bahasa mereka sendiri. Meskipun mereka menganut dan berhubungan dengan budaya dan masyarakat lokal, kendala budaya, ekonomi, lingkungan hidup, dan religi menyebabkan mereka tetap terpisah dari komunitas lokal. Mereka yang datang lebih awal dari golongan itu disebut Tionghoa

Peranakan (Suryadinata, 1978:86-87).

Golongan Totok adalah orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia lebih kemudian. Pada pergantian abad, komunikasi antara Tiongkok dengan dunia luar relatif menjadi lebih mudah dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Oleh karena itu, mereka yang datang kemudian dapat membawa keluarga mereka dan ketika tiba di Indonesia, mereka secara penuh menjadi suatu kelompok eksklusif dalam masyarakat Indonesia. Mereka menggunakan bahasa daerah asal mereka di

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tiongkok dalam kalangan mereka dan pengetahuan mereka dalam bahasa setempat sangatlah terbatas. Mereka juga melakukan perkawinan di kalangan komunitas mereka sendiri. Masyarakat Tionghoa Totok lebih memiliki kesadaran sebagai orang

Tionghoa daripada kaum Peranakan (Suryadinata, 1978:90-91).

Dari sekian banyaknya wilayah yang dimasuki oleh etnis Tionghoa, kota

Medan merupakan tempat strategis dalam proses perjalanan sejarah bangsa Tionghoa di Indonesia. Keberadaan etnis Tionghoa di kota Medan bervariasi dan juga dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur dan melakukan hubungan dagang dengan sistem barter. Hubungan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga sebagian para pedagang tersebut ada yang menetap di Sumatera Timur.

Gelombang kedua berlangsung pada tahun 1863. Pada saat itu, Belanda mulai bergerak di bidang perkebunan tembakau. Usaha ini terus berkembang, tenaga kerja yang cukup banyak juga semakin dibutuhkan. Pihak Belanda merasa tidak cocok dengan buruh Pribumi. Karena itu, pengusaha perkebunan mencoba mendatangkan tenaga kerja dari negeri Tiongkok. Pada abad ke-19, dengan bantuan pemerintah

Hindia Belanda dan kaum pengusaha di tanah Deli, orang Tionghoa dapat memonopoli seluruh sektor pengangkutan di kawasan tanah Deli. Banyak pemilik perkebunan yang memberi kesempatan pada orang Tionghoa untuk menjadi penyalur bahan makanan dan bekerja sebagai kontraktor di perkebunan (Lubis, 1995).

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perpindahan kantor Deli Maatschappij ke Medan merupakan awal dari pembangunan wilayah Medan menjadi sebuah kota. Pada tahun 1880an, Deli

Maatschappij membuat suatu central square atau lapangan terbuka atau alun-alun yang dikelilingi jalan raya di dekat kantornya dengan nama Esplanade yang memang dirancang menjadi pusat kota. Kesuksesan perkebunan tembakau yang berorietasi ekspor ini direfleksikan oleh berdirinya gedung-gedung yang prestisius dan banyaknya perusahaan dagang yang dibangun di sekitar Esplanade. Seiring dengan kemajuan ini, mulai dibangun pula sarana insfraktur, seperti stasiun kereta api, jalan raya, telepon, koneksi telegrap, dan berbagai fasilitas lainnya (Buiskool, 2005:277-

279).

Kota Medan kemudian berkembang dengan sangat pesat dan modern serta berkarakteristik multikultur dengan penduduk dari berbagai etnis tinggal di kota ini, antara lain: etnis Melayu, Tionghoa, India, Eropa, Jawa dan sebagainya. Mereka umumnya tinggal berkelompok menurut etnis masing-masing. Komunitas Tionghoa menempati sebelah selatan jantung kota (esplanade), tepatnya di Kesawan yang merupakan pecinan. Di sebelah selatan batas kota adalah kawasan untuk komunitas lokal, khususnya masyarakat Melayu, tepatnya di sekitar Istana Maimoon, tempat tinggal Sultan Makmun Perkasa Alam (Sultan Deli). Dengan demikian Medan pun akhirnya menjadi ibukota bagi kesultanan Deli. Sementara itu, komunitas India menempati suatu wilayah yang disebut dengan Kampung Keling atau Kampung

Madras. Komunitas Eropa membuat kawasan sendiri di Polonia dengan membangun banyak vila beserta taman, sehingga dijuluki Paris of Sumatera (Buiskool, 2005:278).

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Salah satu tokoh Legendaris etnis Tionghoa yang memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan kota Medan, yang dahulu bernama tanah Deli adalah

Tjong Fung Nam atau yang dikenal dengan nama Tjong A Fie. Ia berasal dari negeri

Tiongkok, tepatnya di kampung Songkou, Kabupaten Mei (Mei Xian), Provinsi

Guangdong, Tiongkok Selatan. Tjong A Fie lahir pada tahun 1860 dari sebuah keluarga Hakka, dan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Tjong Lian Xiang dan ibu yang bermarga Li.

Hidup di sebuah keluarga yang serba kekurangan, tidak menghambat pertumbuhannya menjadi sosok yang cerdas. Tinggal dengan sebuah keluarga besar berjumlah 9 (sembilan) orang, membuat Tjong A Fie harus saling berbagi dan saling mengasihi sejak dini. Sejak kecil Tjong A Fie memang memiliki cita-cita yang tinggi.

Sadar kehidupannya tidak akan berkembang di Guangdong, dia pun ingin agar dapat merantau seperti abangnya, Tjong Yong Hian.

Berhubung perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Tjong Yong Hian abangnya berkembang pesat. Tjong Yong Hian mengajak Tjong A fie untuk datang ke tanah Deli membantunya. Pada tahun 1879, pada usia 18 tahun, Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya menuju tanah Deli. Berbekal kiat-kiat dagang yang diturunkan dari ayahnya, yang merupakan seorang pedagang tulen, Tjong bersaudara mampu mendirikan kerajaan bisnis yang sukses di tanah Deli.

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Peran penting yang dimiliki oleh Tjong bersaudara dalam perkembangan dan kemajuan kota Medan terutama di bidang ekonomi dapat dilihat melalui perkebunan tembakau dan karet yang mereka miliki melebihi jumlah perkebunan milik pemerintah kolonial.

Berbekal kedekatannya dengan Kesultanan Deli, Tjong A Fie dapat dengan mudah melakukan manuver memperluas wilayah perkebunan yang sudah dia rintis.

Kemampuannya melakukan lobi sangat mendukung dalam hal ini sehingga Tjong A

Fie bisa memilki perkebunan teh, tembakau, karet, kelapa, dan kopi. Tjong A Fie memilki banyak pegawai yang tidak hanya berasal dari negeri Tiongkok, namun juga masyarakat pribumi.

Tjong A Fie merupakan orang yang sederhana, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, dan jiwa kepemimipinan yang menjadikannya sebagai sosok yang disegani dan dermawan yang sangat kaya raya di masanya. Kebaikan hatinya dapat dirasakan dan dilihat buktinya melalui banyaknya sumbangsih beliau untuk perkembangan kota

Medan yang masih dapat kita lihat dan temui hingga saat ini.

Setelah mengetahui sosok Tjong A Fie sebagai seorang legendaris Tionghoa berjasa di kota Medan, maka Tjong A Fie Mansion yang berada di Jalan Ahmad Yani,

Kesawan, Medan ini merupakan suatu bangunan bersejarah sebagai bukti sebagian kecil perjalanan hidup Tjong A Fie. Melalui peninggalan-peninggalan sejarah kita dapat menggali lebih dalam mengenai kebudayaan kita terdahulu yang dijadikan sebagai acuan atau tolak ukur saat ini. Penulis merasa tertarik meneliti Tjong A Fie

Mansion karena didalamnya banyak terdapat peninggalan sejarah yang kaya akan

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA makna. Didalam Tjong A Fie Mansion terdapat tulisan atau teks kuno peninggalan

Tjong A Fie yang masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas bahkan warga kota Medan dimana Mansion tersebut berada.

Dalam bangunan bersejarah ini terdapat foto-foto, lukisan, kain bahkan pakaian Tjong A Fie, serta perabotan rumah tangga yang dipakai oleh keluarga Tjong

A Fie dahulu. Tidak hanya itu, Tjong A Fie Mansion juga menyimpan tulisan atau teks kuno yang dimiliki oleh Tjong A Fie baik surat-surat peninggalannya, wasiat untuk keluarganya, dan masih banyak lagi. Tepatnya penulis ingin meneliti tulisan atau teks kuno yang terdapat pada lukisan dalam Mansion tersebut. Melihat dari fenomena inilah penulis ingin mengkaji teks kuno tersebut melalui kajian Filologi.

Berikut pembagian ruangan beserta jumlah keseluruhan lukisan yang terdapat dalam ruangan tersebut:

Tabel 1 Pembagian Ruangan Beserta Jumlah Lukisan

No Nama Ruangan Jumlah Lukisan

1 Pintu Masuk Tjong A Fie Mansion 1

2 Ruang Tamu Utama 2

3 Ruang Tamu Kerabat Etnis Tionghoa 8

4 Ruang Tidur Utama/Kamar Tjong A Fie dan Istri 1

5 Ruang Makan Keluarga 2

6 Jalan menuju Dapur 4

7 Tangga sebelah kiri 1

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8 Ruang Tamu Anak Pertama (Queeny Chang) 1

9 Ruang Dansa Lantai Atas 3

10 Ruang Santai Keluarga Lantai Atas 1

TOTAL 24

Sumber: Rahelia, 2018

Setelah melakukan tinjauan langsung terhadap lokasi penelitian yang berada di Jalan Jendral Ahmad Yani No.105, Kesawan, Medan Barat ini maka penulis mendapati sebanyak 24 buah lukisan yang didalamnya terdapat tulisan kuno yang dapat diteliti melalui kajian filologi. Lukisan-lukisan tersebut tidak secara keseluruhan dijadikan sebagai objek kajian dikarenakan penulis hanya akan mengkaji lukisan yang berada dalam Ruang Tamu Kerabat Etnis Tionghoa, dimana ruangan tersebut memiliki 8 lukisan yang didalamnya terdapat tulisan dengan aksara

Mandarin, namun yang akan dijadikan objek penelitian adalah sebanyak 7 lukisan. hal tersebut dikarenakan terdapat 2 lukisan yang memiliki tulisan dengan aksara yang sama, maka secara otomatis akan memiliki arti yang sama juga.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja lukisan-lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di Kota Medan?

2 Bagaimana arti teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di Kota

Medan?

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah diperlukan untuk menghindari ruang lingkup kajian dalam penelitian ini menjadi terlalu luas. Maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Langkah awal yaitu menentukan teks apa saja yang akan dikaji, lalu mendeskripsikan teks tersebut, setelah itu melakukan transliterasi

(penggantian) teks tersebut, langkah selanjutnya melakukan terjemahan terhadap teks tersebut, dan yang terakhir menganalisis isi teks tersebut.

Dalam penelitian ini penulis akan membatasi jumlah lukisan yang akan diteliti melalui kajian filologi yaitu sebanyak 7 buah lukisan yang terdapat dalam ruangan tamu kerabat etnis tionghoa yang didalamnya terdapat lukisan dengan tulisan aksara

Mandarin.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bentuk teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion

di Kota Medan.

2. Menjelaskan arti teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di

Kota Medan.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis kepada seluruh kalangan masyarakat. Adapun manfaat secara teoritis dan praktis dari penelitisn ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai bentuk dan arti dari teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di Kota Medan. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain yang mencoba mendalami kajian filologi. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis mengenai gambaran secara menyeluruh terkait Kajian

Filologi Kebudayaan.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah deskripsi tentang bentuk dan hasil terjemahan teks diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami isi teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di kota Medan.

Data-data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya khasanah penelitian di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian

(Singarimbun, 1989:33). Pengertian konsep juga dikemukakan oleh Bahri (2008:30) adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama.

Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu.

2.1.1 Kebudayaan

Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat

(Tylor, 1871:1).

Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dipelajari dan merujuk pada berbagai aspek kehidupan. Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan yang dipelajari bersama oleh warga masyarakat. Setiap kelompok masyarakat mempunyai bentuk-bentuk kebudayaan tersendiri.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan yaitu: (1)

Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyrakat. (3)

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 2000:

181).

2.1.2 Masyarakat Tionghoa

Menurut catatan sejarah, kelompok masyarakat Tionghoa telah mengalami prasangka dan diskriminasi. Pada masa orde baru (1966-1998) etnis Tionghoa tidak dikategorikan sebagai bagian dari etnis nasional, namun sebagai non pribumi (bukan orang asli). Pada tahun 2006, dengan dihilangkannya istilah pribumi dan non pribumi dalam sistem legal Indonesia, akhirnya etnis Tionghoa termasuk sebagai salah satu kelompok etnis nasional Indonesia.

Etnis Tionghoa merupakan sebutan yang pada umumnya digunakan untuk menyebut orang-orang keturunan Tionghoa yang tinggal di Asia Tenggara. Lebih khususnya lagi mengacu pada kelompok masyarakat dengan unsur budaya yang dikenali atau berhubungan dengan kebudayaan Tionghoa. Sedangkan istilah

Tionghoa Indonesia bisa dimengerti sebagai seorang Indonesia yang juga memiliki latar belakang etnis Tionghoa (Hoon, 2012).

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3 Filologi

Filologi merupakan ilmu yang membahas mengenai teks-teks dalam naskah kuno dan erat kaitannya dengan peninggalan sejarah dan kebudayaan di masa lampau.

Keberadaan teks atau naskah kuno tersebut sangat penting sebagai produk budaya yang perlu dikaji dan didalami. Hal ini dikarenakan dalam teks atau naskah tersebut terkandung banyak makna dari hasil pemikiran para cendekiawan terdahulu kita yang dapat dikembangkan sebagai bahan acuan dari ilmu yang terkait.

Secara etimologi filologi berasal dari bahasa Yunani, philos yang mempunyai makna cinta ( love ) dan logos yang berarti kata ( word ), artikulasi ( articulation ) dan alasan ( reason ). Dengan begitu, filologi bisa diartikan cinta terhadap kata atau bisa juga senang bertutur, berbicara dengan berargumentasi. Itulah sebab kenapa filolog selalu bermain-main dan suka terhadap kata dan teks. Makna ini pada perkembangannya bergeser menjadi senang belajar ( learning ), senang ilmu, senang kebudayaan dan senang kasusastraan (Baried, dkk., 1985: 1).

Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari

Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi. Yang pertama-tama memakainya adalah Erastothenes (Reynolds, 1968:1). Mereka mengkaji teks-teks lama yang berasal dari Yunani untuk mengetahui apa maksud sebenarnya yang ingin disampaikan oleh pengarangnya.

Menurut Baried, dkk. (1994: 3-5) filologi diartikan sebagai kebudayaan. Hal itu tercermin dari pendefinisiannya secara terminologis terhadap filologi yang

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebudayaan suatu bangsa berdasarkan bahasa dan kasusasteraannya.

2.1.4 Pengertian Filologi Menurut Para Ahli

Filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu philos yang berarti „cinta‟ dan logos yang berarti „kata‟. Pada kata filologi, kedua kata tersebut membentuk arti „cinta kata‟ , atau „senang bertutur‟. Arti ini kemudian berkembang menjadi „senang belajar‟ , „senang ilmu‟ , dan „senang kesastraan‟ atau „senang kebudayaan‟ (Baried,

1985:2).

Filologi adalah ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat bahan-bahan tertulis (KBBI, 1997:227).

Filologi merupakan studi teks yang diperlukan karena muncul varian teks yang tersimpan dalam naskah (Soeratno, 1973:3).

Filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya (Sutrisno, 1981:7).

Dalam Groot Wordenboek der lands Taaf dinyatakan bahwa filologi adalah ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, mula-mula berhubungan dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi, tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain seperti bangsa Prancis, Spanyol, Portugis, Jerman,

Belanda, Inggris, dan Slavia. Singkatnya adalah ilmu bahasa dan studi tentang

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebudayaan bangsa yang beradab dalam bahasa, sastra dan agama mereka (Sutrisno,

1981:8).

Filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip- manuskrip kuno (Sitrisni, 1977:20).

Filologi adalah cabang ilmu budaya berupa disiplin ilmu yang berorientasi pada naskah-naskah klasik. Sebagai disiplin ilmu, Filologi merupakan ilmu yang cukup tua.

Setidaknya pada abad ke-3 sebelum Masehi, ilmu ini sudah berkembang di

Iskandariyah, Yunani Kuno. Di Indonesia filologi diartikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari kebudayaan masa lalu suatu bangsa melalui teks-teks klasik tertulis.

2.1.5 Perkembangan Filologi di Indonesia

“Membayangkan masa lalu”, itulah yang pertama kali perlu dilakukan untuk memahami hakikat dan seluk beluk filologi, karena ilmu filologi memang dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau berupa tulisan.

Indonesia merupakan kawasan yang terletak dibagian Asia Tenggara, yang mana telah memiliki peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui berbagai media, salah satunya tulisan berupa naskah yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga lainnya yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebua peradaban.

Filologi sudah dikenal sejak abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli dari

Iskandariyah yang dikenal sebagai ahli filologi (Lubis, 2007:21). Sejarah

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perkembangan filologi terus berlanjut ke kawasan timur tengah pada abad ke-4 M, kemudian menyebar ke kawasan Indonesia pada abad ke-16 M.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peninggalan masa lampau. Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan. Dimana objek kajian filologi sendiri adalah teks dan naskah.

Kekayaan akan naskah-naskah lama tersebut dibuktikan dengan jumlah koleksinya yang terdapat di berbagai pusat studi kebudayaan Timur pada umumnya.

Pada awalnya, filologi di Indonesia dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini (Baried, 1994:9).

Kawasan Indonesia terbagi dalam banyak kelompok etnis, dan salah satunya etnis Tionghoa, yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan kebudayaan (Lubis, 2007:53).

Perkenalan dan perkembangan filologi di Indonesia tidak lepas dari pengaruh kedatangan bangsa Barat ke Indonesia. Yang pertama kali mengetahui adanya naskah di Indonesia adalah para pedagang. Hasrat untuk mengkaji naskah-naskah mulai timbul dengan kehadiran bangsa Barat di kawasan ini pada abad ke-16 M. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku tentang kebudayaan Nusantara oleh Frederik de

Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Indonesia. Mereka menilai naskah-naskah itu sebagai barang dagangan yang mendatangkan keuntungan besar.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pedagang tersebut mengumpulkan naskah-naskah itu dari perorangan atau dari tempat-tempat yang memiliki koleksi, seperti: pesantren atau kuil-kuil.

Kemudian membawanya ke Eropa, menjualnya kepada perorangan atau kepada lembaga-lembaga yang telah memiliki koleksi nakah-naskah lama sehingga selalu berpindah tangan. Seorang yang bergerak dalam usaha perdagangan naskah klasik adalah Peter Foros atau Piert William.

Di jaman VOC usaha mempelajari bahasa-bahasa Nusantara hampir terbatas pada bahasa Melayu, karena dengan bahasa Melayu mereka sudah dapat berhubungan dengan bangsa pribumi dan bangsa asing yang mengunjungi kawasan ini, seperti : bangsa Tiongkok, India, Arab, dan Eropa. Peran para pedagang sebagai pengamat bahasa melalui pembacaan naskah-naskah dilanjutnya oleh para penginjil yang dikirim VOC ke Nusantara selama dua abad pertama (Lubis, 2007:53).

Filologi Indonesia tumbuh dan berkembang pada saat Pemerintah Kolonial

Belanda mewacanakan ide beschaving missie (misi pemberadaban). Dua institusi pilar yang digunakan untuk mewujudkan gagasan itu adalah Nederlandsch

Bijbelgenootschap dan Koninklijk Instituut voor Taal Land-en Volkenkunde.

Nederlandsch Bijbelgenootschap bergerak dalam syiar agama Kristen, sedangkan

Koninklijk Instituut voor Taal Land-en Volkenkunde sibukdengan riset bahasa, geografi, dan antropologi. Syiar agama Kristen dianggap dapat menyebarkan Cahaya

Ilahi dari Yang Maha Pemurah kepada kaum bumiputra yang secara stigmatis masih dianggap tidak bermoral, tidak berbudi pekerti, percaya kepada takhayul, dan kanibal

(Handelingen-NBG dalam Groeneboer, 2002:7).

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Telaah Naskah Nusantara dilakukan oleh para penginjil. Salah seorang penginjil yang terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr.

Melchior Leijdecker (1645-1701). Pada tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja

Belanda, Leijdecker menyusun terjemahan Beibel dalam bahasa Melayu tinggi. Akan tetapi hingga sampai ajalnya, terjemahan itupun belum selesai lalu dilanjutkan oleh seorang penginjil lain bernama Petrus van den Vorm (1664-1731). Penginjil lain yang dikenal akrab dengan bahasa dan kesastraan Melayu adalah G.H. Werndly. Dalam karangannya berjudul Malaische Boekzaal, dia menyusun daftar naskah-naskah

Melayu yang dikenalnya sebanyak 69 naskah (Lubis, 2007:54).

Usaha pengajaran dan penyebaran alkitab lalu diteruskan oleh Zending dan

Bijbelgenootshap. Akan tetapi berhubung dengan berbagai kesulitan, baru pada tahun

1814 lembaga ini dapat mengirim seorang penginjil Protestan bernama C. Bruckner ke Indonesia dan ditempatkan di Semarang. Tugasnya adalah menyebarkan al-kitab kepada masyarakat Jawa. Terjemahan alkitab Bruckner terbit pada tahun 1831 dalam huruf Jawa. Pada tahun 1842 terbitlah kamus Bruckner berjudul Een klein woordenboek der Hollandische, Engelsche an Javaanacha Talen.

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisis isinya atau untuk kedua-duanya. Hasil suntingannya pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, yaitu huruf

Jawa, huruf Pegon atau huruf Jawi dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat tanpa analisis isinya, misalnya suntingan Ramayana Kakawin oleh H.

Kern (Lubis, 2007:55-56).

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perkembangan selanjutnya, naskah itu disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin, misalnya Wrettasantjaja (1849), Ardjoena-Wiwaha (1850) dan

Bomakawya (1950). Ketiga-tiganya naskah Jawa kuno disunting oleh T.Th.A.

Friederich dan Brata Joeda (1850) oleh Cohen Stuart. Setelah itu suntingan naskah disertai dengan terjemahan dalam bahasa asing, terutama bahasa Belanda, merupakan perkembangan filologi selanjutnya. Misalnya: Sang Hyang Kamahayanikan, Oud

Javaansche tekst met inleiding, vertaling en aanteekeningan oleh J. Kats (1910) dan

Arjuna –Wiwaha oleh Poerbatjaraka (1926).

Pada abad ke-20 muncul terbitan ulangan dari naskah yang pernah disunting sebelumnya dengan maksud untuk menyempurnakan, misalnya terbitan sebuah primbon Jawa dari abad ke-16, pertama-tama oleh Cunning (1881) dengan metode diplomatik. Kemudian pada tahun 1921 disunting oleh H. Kreamer dengan judul Een

Javaansche Primbon uit de Zestiende Eeuw, dan pada tahun 1954 diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drew dengan judul yang sama. Pada abad ke-20 banyak diterbitkan naskah-naskah keagamaan baik naskah Melayu maupun naskah Jawa hingga kandungan isinya dapat dikaji oleh ahli filologi serta selanjutnya mereka menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut.

Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusntara telah mendorong berbagai kegiataan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin ilmu.

Kegiatan tersebut telah memenuhi tujuan ilmu filologi ialah melalui telaah naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengangkat nilai-nilai luhur yang disimpan di dalamnya (Lubis, 2007:58).

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.6 Objek Filologi

Setiap bidang ilmu mempunyai objek penelitian. Objek kajian dalam penelitian ilmu filologi adalah teks dan naskah. Berikut merupakan uraian mengenai teks dan naskah.

2.1.6.1 Teks

Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk. Bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya (Baried, dkk., 1985: 56).

2.1.7 Tujuan Filologi

Menurut Baroroh-Baried (1985:5-6) mengemukakan bahwa melalui penggarapan naskah, filologi mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sempurnanya dan selanjutnya menempatkannya dalam keseluruhan sejarah suatu bangsa. Dengan menemukan keadaan teks dapat terungkap secara sempurna. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai tujuan umum dan khusus.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Tujuan Umum Filologi

1). Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil

sastranya, baik lisan maupun tertulis;

2). Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya;

3). Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan

kebudayaan.

b. Tujuan Khusus Filologi

1). Menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya;

2). Mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya;

3). Mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.

2.1.8 Alur Pengkajian Filologi

Ada dua hal yang perlu dilakukan agar suatu karya klasik dapat dibaca atau dimengerti, yakni to present and to interprest it (menyajikan dan menafsirkannya)

(Robson, 1994:12). Filologi juga termasuk dalam penelitian mengenai karya klasik karena memiliki objek teks dan naskah kuno. Maka untuk menyajikan dan menafsirkannya, filologi memiliki alur atau langkah-langkah adalah sebagai berikut.

2.1.8.1 Penentuan Teks

Tahap paling awal dalam penelitian filologi adalah memilih dan menentukan teks apa yang akan dikaji. Pilihan teks yang akan dikaji juga termasuk di dalamnya memilih bahasa yang digunakan. Tentu saja sangat tidak disarankan bahwa seorang pengkaji naskah memilih teks yang ditulis dalam bahasa yang tidak benar-benar

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikuasainya, karena di dalam penelitian filologi niscaya ada analisis aspek linguistik sehingga diperlukan pengetahuan bahasa teks yang memadai (Fathurahman, 2017:70).

2.1.8.2 Deskripsi Teks

Deskripsi naskah yakni melakukan identifikasi, baik terhadap kondisi fisik naskah, isi teks, maupun identitas kepengarangan maupun kepenyalinannya dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah deskripsi naskah dan teks secara utuh

(Fathurahman, 2017:77).

Menurut Darusuprapta (1984:8), deskripsi naskah memuat tentang beberapa hal, yakni sebagai berikut.

a. Koleksi siapa, tempat penyimpanan, nomor kodeks.

b. Judul, diberikan penjelasan tentang judul naskah.

c. Pengantar, uraian pada bagian awal di luar isi teks.

d. Penutup, uraian pada bagian akhir di luar isi teks (kolofon).

e. Ukuran teks: lebar x panjang, jumlah halaman teks, sisa halaman kososng.

f. Jenis bahan.

g. Isi: lengkap atau kurang, terputus atau hanya fragmen, hiasan gambar.

2.1.8.3 Transliterasi Teks

Setelah melakukan deskripsi terhadap teks yang akan diteliti maka langkah selanjutnya yaitu transliterasi teks. Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf, dari abjad yang satu ke abjad yang lain (Baroroh-Baried, 1985:65).

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Robson (1988:19),

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA transliteration is transference from one script to another „transliterasi adalah penggantian dari suatu tulisan ke tulisan yang lain.‟

Transliterasi diperlukan karena dalam penelitian filologi teks yang akan diteliti merupakan teks kuno dengan tulisan atau aksara lama yang pada umumnya tidak dikenal oleh masyarakat sekarang. Sama halnya dengan penelitian terhadap teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion di Kota Medan tepatnya di Jl.

Jendral Ahmad Yani No. 105, Kesawan, Medan Barat ini. Teks tersebut ditulis menggunakan aksara Cina kuno atau Traditional .

2.1.8.4 Terjemahan Teks

Terjemahan adalah interpretasi makna teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran untuk menghasilkan pesan yang sama. Menurut Levy dalam bukunya yang berjudul Translation as Decision Process (dikutip dalam Holidaja, 1993:49) :

Terjemahan adalah suatu proses kreatif yang selalu memberi kebebasan atau pilihan kepada penerjemah sehubungan dengan adanya beberapa kemungkinan kesepadanan terdekat dalam membuahkan makna situasional.

2.1.8.5 Analisis Isi

Langkah terakhir dalam alur penelitian filologi adalah analisis isi. Analisis isi merupakan ungkapan kandungan isi teks yang diteliti. Pada tahap ini peneliti bukan hanya bertugas untuk mampu menjelaskan makna teks yang dikajinya, namun juga mampu menghubungkannya dengan konteks atau wacana akademik yang lebih besar, struktur sejarah yang lebih mapan, agar dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi dunia sekitar.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.9 Tjong A Fie

Gambar 2.1 Silsilah Tjong A Fie Dokumentasi: Rahelia, 2018

Tjong A Fie adalah seorang yanag ber-etnik Tionghoa, namun beliau tidak pernah mempermasalahkan Selain sebagai pebisnis sukses, Tjong A Fie juga dikenal sebagai seorang kaya dermawan yang banyak membantu masyarakat, sehingga sangat dihormati dan disegani oleh semua etnis di kota ini, antara lain Melayu, India,

Belanda, dan Tionghoa. Adapun kontribusi Tjong A Fie bagi kota Medan adalah beliau memberikan dana bantuan untuk pembangunan Mesjid Raya Almashum,

Istana Maimoon, Mesjid Lama Gang Bengkok, Gereja di jalan Uskup Agung

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sugiopranoto, Balaikota Lama, Kuil Budha China di Brayan, Kuil Hindu dan

Jembatan Kebajikan Zainul Arifin.

Tjong A Fie kemudian diangkat sebagai mayor menggantikan posisi Tjong

Yong Hian (kakaknya) yang meninggal pada tahun 1911. Dengan begitu dia pun semakin leluasa menjalankan bisnis dengan privilege (hak khusus) yang diberikan

Pemerintah Hindia Belanda, seperti memiliki hak monopoli produk-produk penting, seperti gula dan opium (Buiskool, 2005:287).

Pengaruh Tjong A Fie tidak bisa diremehkan, pada tahun 1921 dia telah menguasai 75 persen real estate kota Medan dan sebagian di Tebing Tinggi. Dia juga memiliki saham di hotel-hotel di Medan maupun Prapat. Tjong bersaudara kemudian diangkat Pemerintah Hindia Belanda sebagai Chinese Officer, yaitu duta resmi komunitas Tionghoa di Deli. Pengangkatan ini didasarkan pada kesuksesan Tjong bersaudara dalam mengembangkan bisnisnya di berbagai bidang, seperti: real estate, hotel, bank, perkebunan, pabrik gula, minyak, karet, kopi, teh dan kelapa. Beberapa bangunan pasar yang berhasil dibangun Tjong bersaudara, antara lain: pasar daging pada tahun 1886, pasar ikan pada tahun 1887, dan pasar sayur pada tahun 1906.

Sebagian keuntungan dari bisnis ini disumbangkan kepada Yayasan Tjie On Djie Jan.

Dari yayasan ini mereka membiayai rumah sakit Tiongkok Tjie On Djie Jan di Medan.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.10 Sistem Kepercayaan

Dalam kehidupan orang Tionghoa, ada tiga ajaran yang mereka anut yaitu

Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme. Ketiga ajaran ini sudah saling menyatu

(sinkretisme) dan dikenal dengan nama San Jiao atau Sam Kauw (dialek Hokkian).

Dalam kehidupannya, orang Tionghoa memang sangat toleran terhadap soal-soal agama. Setiap agama dianggap baik dan bermanfaat, begitu pula dengan ajaran

Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme yang mempunyai banyak kesamaan- kesamaan pandangan dan saling membutuhkan sehingga ketiga ajaran tersebut berpadu menjadi satu (Sovita, 2012).

2.1.10.1 Taoisme

Taoisme merupakan ajaran mengenai prinsip semesta yang mencerminkan perubahan dan perilaku manusia (wu-wei) atau jalan realitas mutlak (alam semesta) dan jalan yang mengatur kehidupan. Pendiri Tao adalah Lao Tzu (guru besar) lahir pada 604 SM yang kemudian dilanjutkan oleh Chuang Tzu.

Pada dasarnya, ajaran Taoisme dibangun dengan 3 (tiga) kata:

1. Tao Te, tao adalah kebenaran, hukum alam, te adalah kebijakan. Jadi, Tao Te

berarti hukum alam yang merupakan irama dan kaidah yang mengatur

bagaimana seharusnya manusia menata hidupnya.

2. Tzu Yan artinya wajar. Manusia seharusnya hidup secara wajar, selaras

dengan cara bekerjanya alam.

3. Wu Wei berarti tidak campur tangan dengan alam, yang artinya manusia tidak

boleh mengubah apa yang sudah diatur oleh alam.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.10.2 Konfusianisme (Kong Hu Cu)

Konfusianisme didirikan oleh Kong Fu Tse, yang artinya “Guru dari suku

Kung” (551-497 SM). Aliran ini mendominasi alam pemikiran orang Tionghoa selama 25 abad. Konfusianisme bermula dari ajaran Kong Hu Cu, kemudian dikembangkan oleh Mensius atau Meng Tsu (371-289 SM) dan Hsun Tsu (298-238

SM).

Merupakan kepercayaan kuno yang menjelaskan mengenai langit atau Thian.

Konfusianisme bukanlah agama (religi) melainkan sebuah etika yang menekankan pada hubungan kemanusiaan. Konsep mengenai Thian berkembang dari “Ketuhanan yang Utama” (analek, Kong Hu Cu) kepada “Kekuatan Alam Semesta” (Meng Tsu) kemudian “Alam Semesta” (Hsun Tsu).

Pada dasarnya kepercayaan ini mengajarkan humanisme, tujuan utamanya adalah membangun masyarakat yang harmonis dan seimbang, dimana manusia tidak akan melakukan apa yang orang lain tidak suka lakukan pada dirinya. Maka pencapaian terbesar adalah setiap insan manusia harus memiliki hubungan yang harmonis dan seimbang satu sama lain, juga dengan alam disekitar mereka. Oleh karena itu, manusia harus berpikir secara berkesinambungan tentang diri mereka, perkembangan perilaku dan etika mereka.

Ajaran Konfusianisme dapat disimpulkan menjadi 3 (tiga) pokok ajaran, yaitu:

1. Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)

2. Pemujaan terhadap leluhur

3. Penghormatan terhadap Konfusius

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.10.3 Buddhisme

Agama Buddha bukan berasal dari Tiongkok melainkan dari India yang masuk pada abad ke-3 M, pada zaman pemerintahan dinasti Han. Pendiri agama

Buddha adalah Sidharta Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM dari keluarga bangsawan di India. Pokok ajaran Buddhisme adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (Sasmara), dan kejahatan adalah pangkal dari penderitaan.

Di Tiongkok, ajaran Buddhisme mendapat pengaruh dari kepercayaan Taoisme dan

Konfusianisme yang sudah ada sebelumnya.

Kitab Suci agama Buddha adalah Tri Pitaka. Tri berarti tiga, dan pitaka berarti bakul, namun yang dimaksudkan adalah bakul hikmat. Maka Tripitaka memiliki makna Tiga Himpunan Hikmat, yaitu:

1. Sutta Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan khotbah Buddha Gautama.

Bagian terbesar berisi percakapan antara Buddha dengan muridnya.

Didalamnya juga termasuk kitab-kitab tentang meditasi dan peribadatan,

himpunan kata-kata hikmat, himpunan sajak-sajak agamawi, kisah berbagai

orang suci. Keseluruhan himpunan ini ditunjukkan bagi kalangan awam dalam

agama Buddha.

2. Vinaya Pitaka, berisikan Pattimokkha, yakni peraturan tata hidup setiap

anggota biara-biara (sangha). Didalam himpunan itu termasuk Maha Vagga,

berisikan sejarah pembangunan kebiaraan (ordo) dalam agama Buddha

beserta hal-hal yang berkaitan dengan biara. Himpunan Vinaya-pitaka itu

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ditunjukkan bagi masyarakat Rahib yang dipanggilkan dengan Bikkhu dan

Bikkhuni.

3. Abidharma-pitaka, yang ditunjukkan bagi lapisan terpelajar dalam agama

Buddha, bermakna: dhamma lanjutan atau dhamma khusus. Berisikan

berbagai himpunan yang mempunyai nilai-nilai tinggi bagi latihan ingatan,

berisikan pembahasan mendalam tentang proses pemikiran dan proses

kesadaran. Paling terkenal dalam himpunan itu ialah milinda-panha (dialog

dengan raja Milinda) dan pula Visuddhi maga (jalan menuju kesucian).

2.2 Landasan Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala dapat terjadi. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berpikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih (Suyanto, 2005:34).

Teori yang penulis gunakan dalam mengkaji teks lukisan kuno yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion yaitu Teori Semiotik dari Roland Barthes. Teori ini disesuaikan dengan rumusan masalah yang penulis gunakan. Roland Gerard Barthes dilahirkan pada 12 November 1915 di Cherbourg, Perancis. Ayahnya bernama Louis

Barthes dan ibu bernama Henriette Binger. Louis Barthes adalah seorang perwira angkatan laut yang gugur dalam Perang Dunia I tepat sebelum ulang tahun Barthes yang pertama.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Roland Barthes, semiotik merupakan bagian dari linguistik karena tanda-tanda dalam bidang lain tersebut dapat dipandang sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya atau bermakna), merupakan unsur yang terbentuk dari penanda-penanda, dan terdapat di dalam sebuah struktur. Menurut Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai sesuatu hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat mencampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes dalam Sobur, 2013:15).

Dalam teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita, 2006:46).

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun untuk suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya, atau dengan kata lain, mitos juga adalah suatu sistem

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemaknaan tataran kedua. Barthes mengatakan bahwa konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Kebudayaan mewujudkan dirinya di dalam teks-teks dan dengan demikian ideologi mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk kedalam teks dalam bentuk penanda-penanda penting (Sobur, 2009:71).

Maka tulisan atau aksara dalam lukisan-lukisan yang terdapat pada Tjong A

Fie Mansion tersebut akan dikaji secara Filologi melalui teori semiotika yang membahas mengenai tanda dan penanda yang menghasilkan penjelasan artinya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Ardiani (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Serat Kawruh Nabuh

Gangsa Dalam Kajian Filologis” membahas mengenai bagaimana meyajikan teks

SKNG sesuai dengan kajian filologis. Adapun hal yang dibahas dalam skripsiini yaitu mengenai deskripsi naskah teks SKNG, transliterasi teks SKNG, suntingan dan aparat kritik teks SKNG, dan terjemahan teks SKNG. Maka kontribusi yang dapat diambil oleh penulis melalui skripsi tersebut adalah mengetahui bagaimana cara menyajikan teks sesuai dengan kajian filologis.

Christyawaty (2011), dalam jurnalnya yang berjudul “Rumah Tinggal Tjong A

Fie: Akulturasi dalam Arsitektur Bangunan pada Akhir Abad ke-19 di Kota Medan” membahas mengenai bagaimana akulturasi dalam gaya arsitektur bangunan rumah tinggal Tjong A Fie di kota Medan pada akhir abad ke-19, sejarah singkat kota

Medan akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, spesifikasi mengenai deskripsi bagian-bagian rumah tinggal Tjong A Fie dan peran Tjong bersaudara. Kesemuanya

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA itu dibahas dan dijelaskan secara mendalam dan detail dalam jurnal ini, bahkan hingga bagian-bagian dan sudut-sudut dalam rumah tinggal Tjong A Fie ini.

Kontribusi yang dapat diambil oleh penulis melalui jurnal tersebut adalah penjelasan mengenai keadaan kota Medan pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 serta peran serta Tjong bersaudara dalam perkembangan kota Medan.

Nababan (2013), dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Program Publisitas

Wisata Budaya Tjong A Fie Mansion dalam Meningkatkan Jumlah Wisatawan

Domestik” membahas mengenai bagaimana program publisitas Tjong A Fie Mansion sebagai rumah wisata budaya dan sejarah yang ada di kota Medan. Penelitian dalam jurnal ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Program publisitas yang dilakukan di Tjong A Fie Mansion adalah mengundang media untuk meliput acara atau kegiatan di Tjong A Fie Mansion dengan cara:

Konferensi Pers, Resepsi Pers, Kunjungan Pers, dan mengadakan aktifitas program budaya yang rutin dilakukan setiap tahun secara interaktif yaitu (seni tari, kuliner, peragaan busana, dan juga theatrical / drama). Maka hasil yang didapat melalui penelitian ini adalah dengan adanya program publisitas yang sudah dilakukan oleh pihak pengelola Tjong A Fie Mansion dinilai berhasil dan efektif untuk memperkenalkan Tjong A Fie Mansion ke masyarakat kota Medan sehingga jumlah wisata domestic yang datang berkunjung semakin bertambah setiap bulannya.

Kontribusi yang dapat diambil oleh penulis dari jurnal tersebut adalah penjelasan mengenai bangunan Tjong A Fie Mansion baik gaya arsitekturnya, luas bangunannya

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA serta pembagian bangunannya. Penjelasan mengenai latar belakang dibukanya Tjong

A Fie Mansion juga merupakan kontribusi terbesar yang dapat diambil oleh penulis.

Rohmatun (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Serat Rahsaning Salat

( Suatu Tinjauan Filologis )” membahas mengenai bagaimana suntingan teks dari

Serat Rahsaning Salat yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi dan bagaimana ajaran ilmu fikih yang terkandung di dalam Serat Rahsaning Salat.

Bentuk penelitiannya bersifat deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian pustaka

(library research). Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu melalui deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks disertai dengan aparat kritik dan terjemahan. Kajian ini bertujuan untuk mengungkapkan ajaran ilmu fikih yang terkandung di dalam Serat Rahsaning Salat. Maka kontribusi yang dapat diambil oleh penulis adalah mengetahui bagaimana cara menyunting teks yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi.

Wicaksana (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Filologi Naskah

Piwulang Patraping Agesang” membahas mengenai bagaimana deskripsi keadaan naskah Piwulang Patraping Agesang meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah dan teks, transliterasi teks, suntingan teks, dan terjemahan teks. Selain itu juga mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam nasskah Piwulang

Patraping Aggesang. Bentuk penelitiannya menggunakan metode deskriptif dipadukan dengan metode filologi. Sumber data penelitian ini adalah satu ekslempar naskah Piwulang Patraping Agesang yang disimpan di perpustakaan Sasanapustaka

Surakarta, dengan nomor koleksi 248 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA naskah Piwulang Patraping Agesang keadaannya masih terawatt, tulisannya jelas dan mudah dibaca. Maka kontribusi yang dapat diambil oleh penilis yaitu pemahaman mengenai bagaimana deskripsi teks dalam kajian filologi.

Penulis menjadikan buku dan jurnal tersebut sebagai pedoman atau tinjauan pustaka untuk penelitian ini dikarenakan buku dan jurnal tersebut erat kaitannya dan juga merupakan pedoman yang relevan bagi penunjang keberhasilan berjalannya penelitian ini.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Siti Rohmatun Rachma Dwi Eny Christyawaty Pandu Wicaksana Chrismas Ria Nama Penulis Ardiani Nababan

Serat Rahsaning Serat Kawruh Rumah Tinggal Kajian Filologi Analisis Program Salat ( Suatu Nabuh Gangsa Tjong A Fie: Naskah Piwulang Publisitas Wisata Tinjauan Filologis) dalam Kajian Akulturasi dalam Patraping Agesang Budaya Tjong A Fie Filologis Arsitektur Bangunan Mansion Dalam Judul pada Akhir Abad ke- Meningkatkan 19 di Kota Medan Jumlah Wisatawan Domestik

Bagaimana Bagaimana Bagaimana Bagaimana deskripsi Bagaimana Analisis suntingan teks dari menyajikan teks akulturasi dalam keadaan naskah Program Publisitas Serat Rahsaning SKNG (Serat arsitektur bangunan Piwulang Patraping Wisata Budaya Salat yang bersih Kawruh Nabuh rumah tinggal Tjong Agesang yang Tjong A Fie dari kesalahan Gangsa) sesuai A Fie pada akhir meliputi Mansion Dalam Fokus sesuai dengan cara dengan kajian abad ke-19 di kota inventarisasi naskah, Meningkatkan Penelitian kerja filologi dan filologis? Medan? deskripsi naskah dan Jumlah Wisatawan bagaimana ajaran teks, transliterasi Domestik? ilmu fikih yang teks, suntingan teks, terkandung di dalam dan terjemahan teks. Serat Rahsaning Salat? Analisis Deskriptif Analisis Naskah Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif Analisis Deskriptif Metode Kualitatif Tunggal Edisi Kualitatif dipadukan dengan Kualitatif Standar metode Filologi

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Teori Filologi Teori Filologi Teori Filologi

Teori

Dalam skripsi ini Dalam skripsi ini Dalam jurnal ini Dalam skripsi ini Dalam jurnal ini dijelaskan mengenai dijelaskan dijelaskan mengenai dijelaskan mengenai dijelaskan mengenai bagaimana mengenai bagaimana deskripsi bagaimana program bagaimana akulturasi suntingan teks dari bagaimana keadaan naskah publisitas Tjong A Serat Rahsaning meyajikan teks dalam gaya Piwulang Patraping Fie Mansion sebagai Salat yang bersih SKNG sesuai arsitektur bangunan Agesang meliputi rumah wisata budaya dari kesalahan dengan kajian inventarisasi naskah, dan sejarah yang ada rumah tinggal Tjong sesuai dengan cara filologis. Adapun deskripsi naskah dan di kota Medan. kerja filologi dan hal yang dibahas A Fie di kota Medan teks, transliterasi Penelitian dalam bagaimana ajaran dalam skripsiini pada akhir abad ke- teks, suntingan teks, jurnal ini dilakukan ilmu fikih yang yaitu mengenai dan terjemahan teks. dengan 19, sejarah singkat terkandung di dalam deskripsi naskah Selain itu juga menggunakan Hasil Serat Rahsaning teks SKNG, kota Medan akhir mendeskripsikan metode analisis Penelitian Salat. Bentuk transliterasi teks abad ke-19 hingga nilai-nilai deskriptif kualitatif. penelitiannya SKNG, suntingan awal abad ke-20, pendidikan yang Program publisitas bersifat deskriptif dan aparat kritik terdapat dalam yang dilakukan di kualitatif dengan teks SKNG, dan spesifikasi mengenai nasskah Piwulang Tjong A Fie jenis penelitian terjemahan teks deskripsi bagian- Patraping Aggesang. Mansion adalah pustaka (library SKNG. Maka bagian rumah tinggal mengundang media research). Adapun kontribusi yang untuk meliput acara Tjong A Fie dan teknik analisis data dapat diambil oleh atau kegiatan di yang digunakan penulis melalui peran Tjong Tjong A Fie yaitu melalui skripsi tersebut bersaudara. Mansion dengan deskripsi naskah, adalah mengetahui cara: Konferensi Kesemuanya itu

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kritik teks, bagaimana cara dibahas dan Pers, Resepsi Pers, suntingan teks menyajikan teks dijelaskan secara Kunjungan Pers, dan disertai dengan sesuai dengan mengadakan aktifitas mendalam dan detail aparat kritik dan kajian filologis. program budaya terjemahan. Kajian dalam jurnal ini, yang rutin dilakukan ini bertujuan untuk bahkan hingga setiap tahun secara mengungkapkan interaktif yaitu (seni bagian-bagian dan ajaran ilmu fikih tari, kuliner, yang terkandung di sudut-sudut dalam peragaan busana, dalam Serat rumah tinggal Tjong dan juga theatrical / Rahsaning Salat. drama). Maka hasil A Fie ini. Maka kontribusi yang didapat melalui yang dapat diambil penelitian ini adalah oleh penulis adalah dengan adanya mengetahui program publisitas bagaimana cara yang sudah menyunting teks dilakukan oleh pihak yang bersih dari pengelola Tjong A kesalahan sesuai Fie Mansion dinilai dengan cara kerja berhasil dan efektif filologi. untuk memperkenalkan Tjong A Fie Mansion ke masyarakat kota Medan sehingga jumlah wisata domestic yang datang berkunjung

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA semakin bertambah setiap bulannya.

Fakultas Sastra dan Program Studi Balai Arkeologi Program Studi Jurnal Ilmu Seni Rupa Sastra Jaawa Medan/Medan/2011 Pendidikan Bahasa Komunikasi Flow, Universitas Sebelas Fakultas Bahasa Jawa Jurusan Vol 1 No. 3 Tahun Maret/Surakarta/ dan Seni Pendidikan Bahasa 2013/Medan/2013 Lembaga/ 2013 Universitas Negeri Daerah Fakultas Kota/Tahun Semarang Bahasa dan Seni /Semarang/2013 Universitas Negeri Yogyakarta/ Yogyakarta/ 2013

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Majid, 2013:193). Adapun secara umum metode penelitian merupakan tata cara yang harus ditempuh dengan tepat dan baik sehingga penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Metode penelitian menggambarkan ranncangan secara menyeluruh dari sebuah penelitian yang meliputi langkah-langkah atau prosedur yang harus dilaksanakan, waktu penelitian, lokasi dan sumber data, serta teknik pengumpulan dan analisis data.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Penggunaan metode kualitatif dipilih karena unit analisis datanya tidak dalam bentuk angka melainkan cenderung mendeskripsikan dan memaparkan bentuk dan arti teks lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion.

Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkan atau dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan, angka, skor atau nilai; peringkat atau

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan perhitungan matematik atau statistik (Krisyantono, 2008:24).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang pengumpulan datanya tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu, analisis data yang dilakukan bersifat induktif bedasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak peneliti menyusun proposal, melaksanakan pengumpulan data di lapangan, sampai peneliti mendapatkan seluruh data (Afifuddin, 2009:58).

Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.

Dengan demikian, sifat kualitatif dari penelitian ini mengarah pada sumber data yang berasal dari informan atau subjek penelitian melalui wawancara dan teks- teks dalam lukisan atau objek penelitian melalui dokumentasi dan observasi lokasi penelitian. Hasil penelitian berupa kata-kata yang telah diterjemahkan dan kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk penjabaran.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi pada Tjong A Fie Mansion yang terletak di

Jalan Jendral Ahmad Yani No. 105, Kesawan, Medan Barat, Sumatera Utara. Alasan penulis memilih lokasi ini karena di Mansion ini banyak terdapat peninggalan- peninggalan dari Tjong A Fie seperti lukisan-lukisan yang memuat tulisan-tulisan atau teks kuno sesuai dengan kajian filologi.

3.3 Data dan Sumber Data

Penelitian kualitatif mempunyai sumber data utama yang bersumber dari kata- kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

3.3.1 Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama dari berbagai referensi atau sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama (Anwar,

1998:89). Adapun yang menjadi sumber data primer dalam peneltian ini adalah lukisan-lukisan yang terdapat pada bangunan Tjong A Fie Mansion.

3.3.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian dan memberi interpretasi terhadap sumber data primer (Anwar, 1998:91). Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi lapangan berupa foto dan catatan, buku-buku pendidikan, skripsi dan jurnal mengenai sumber yang relevan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.4 Persyaratan Informan

Dalam penelitian, informan merupakan orang atau pelaku yang benar-benar tahu dan menguasai masalah terkait penelitian tersebut, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian. Maksud kedua dari informan adalah untuk menggali informasi yang menjadi dasar dan rancangan teori yang dibangun.

Penelitian ini adalah mengenai Kajian Filologi pada Tjong A Fie Mansion di

Kota Medan dimana penelitiannya untuk mengetahui bagaimana bentuk dan arti teks- teks lukisan pada Tjong A Fie Mansion tersebut. Penentuan informan ini menggunakan metode Purposive Sample yaitu suatu penentuan informan berdasarkan tujuan atau pertimbangan tertentu.

Adapun yang menjadi syarat-syarat informan dalam penelitian ini antara lain:

a. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan

b. Sehat jasmani dan rohani

c. Memiliki pengetahuan mengenai sosok, peninggalan-peninggalan Tjong A Fie

serta pengetahuan mengenai aksara Tiongkok baik tradisional maupun

modern.

d. Memiliki pandangan tertentu mengenai peristiwa atau hal yang berkaitan

dengan penelitian.

e. Memiliki data yang memadai dan bersedia memberikan informasi lengkap dan

akurat.

f. Mereka yang merupakan kerabat atau keluarga Tjong A Fie sendiri

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi. Adapun daftar narasumber dalam penelitian lapangan penulis yaitu :

1. Nama : Song qing liang Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 80 tahun Suku : Tionghoa

Keterangan : Pengurus Klub Belajar Shufa di Jl.Monginsidi No. 32, Anggrung, Medan Polonia.

Bapak Song qing liang merupakan pengurus sebuah klub belajar kaligrafi

Tiongkok (Shufa) yang berada di lokasi yang sama dengan Ho teh tiam (HTT), yaitu di Jl. Monginsidi No. 32, Anggrung, Medan Polonia. Bapak Song qing liang adalah informan yang berperan dalam membantu penulis dalam memberikan penjelasan mengenai arti dari tulisan kuno pada ketujuh lukisan yang menjadi objek kajian penulis.

2. Nama : Kuang bao cheng (Bapak Petrus)

Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 58 tahun Suku : Tionghoa Keterangan : Pengurus Klub Belajar Shufa di Jl.

Monginsidi No. 32, Anggrung, Medan Polonia.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bapak Kuang bao cheng merupakan pengurus sebuah klub belajar kaligrafi

Tiongkok (Shufa) yang berada di lokasi yang sama dengan Ho teh tiam (HTT), yaitu di Jl. Monginsidi No. 32, Anggrung, Medan Polonia. Bapak Kuang bao cheng adalah informan yang berperan dalam membantu penulis dalam memberikan penjelasan mengenai arti dari tulisan kuno pada ketujuh lukisan yang menjadi objek kajian penulis. Beliau juga merupakan guru di sekolah mianhua di Medan, Indonesia.

3. Nama : Anggie Prawira Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 30 tahun

Suku : Tionghoa

Keterangan : Cicit Tjong A Fie, dan merupakan anak dari Bapak Fon Prawira (cucu Tjong A Fie).

Anggie Prawira merupakan Cicit Tjong A Fie, dan juga anak dari Bapak Fon

Prawira (cucu Tjong A Fie). Bapak Anggie Prawira adalah informan yang berperan dalam membantu penulis memberikan informasi mengenai bentuk lukisan yang menjadi objek kajian penulis.

4. Nama : Tjong Nyie Mie / Mimi Wahyudharma

Jenis kelamin : Perempuan Umur : 70 tahun

Suku : Tionghoa Keterangan : Cucu Tjong A Fie

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ibu Mimi Tjong merupakan cucu Tjong A Fie. Beliau adalah informan yang membantu penulis mengumpulkan data mengenai sosok Tjong A Fie, sepak terjang

Tjong A Fie, serta penjelasan mengenai ketujuh lukisan yang menjadi objek kajian penulis.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode atau teknik pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data dengan cara-cara yang sesuai dengan penelitian sehingga memperoleh data yang lengkap. Penelitian ini menggunakan jenis sumber data yag diperoleh baik secara lisan maupun tertulis. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan nantinya adalah sebagai berikut.

3.5.1 Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana mereka saksikan selama penelitian (Gulo, 2002:115).

Observasi adalah melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung.

Observasi langsung dapat dilakukan dengan mengunjungi dan mengamati secara langsung lokasi yang menjadi tujuan penelitian. Observasi tidak langsung dapat dilakukan melalui pengamatan hasil rekaman yang sudah tersimpan sebagai koleksi pustaka yang meliputi kumpulan buku atau non buku.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam konteks penelitian filologi, observasi dilakukan untuk mencari tahu apakah pada lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian terdapat atau menyimpan objek kajian dalam penelitian filologi yaitu berupa teks atau tulisan kuno.

3.5.2 Wawancara

Wawancara bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin terfokus dan mengarah pada kedalaman informasi. Peneliti dapat bertanya kepada informan kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa yang ada.

Dalam berbagai situasi, peneliti dapat meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan dapat menggunakan posisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya (Bungin, 2010:79).

Teknik wawancara dilakukan dengan membuat pedoman wawancara yang relevan dengan permasalahan yang kemudian akan digunakan untuk proses tanya jawab. Teknik wawancara adalah cara yang digunakan jika seseorang ingin mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang responden. Peneliti terlebih dahulu menentukan individu-individu yang akan dijadikan sebagai informan yaitu keturunan dari Tjong A Fie sendiri. Sebelum melakukan wawancara dengan informan, peneliti terlebih dahulu menentukan waktu untuk wawancara agar informan tidak terganggu dengan aktivitas kerjanya dan informan bisa secara detail memberikan informasi terkait keberadaan teks atau tulisan-tulisan yang akan dijadikan sebagai objek kajian penelitian filologi. Setelah menentukan waktu, membuat daftar pertanyaan adalah langkah yang tepat untuk efisiensi waktu dan hasil wawancara.

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Wawancara dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

1. Wawancara Terstruktur

Yaitu daftar pertanyaan yang telah tersusun secara sistematis sehingga peneliti telah mengetahui dengan jelas pertanyaan apa yang akan diajukan kepada narasumber nantinya. Dan alat-alat penunjang yang diperlukan dalam proses wawancara juga sudah tersedia, seperti alat perekam suara, kamera dan lainnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe wawancara terstruktur dengan menyiapkan daftar pertanyaan sesuai topik kajian.

2. Wawancara Tidak Terstruktur

Yaitu wawancara yang daftar pertanyaannya tidak disusun dan biasanya tanpa ada daftar pertanyaan. Disela-sela wawancara terstruktur penulis juga menyelipkan beberapa pertanyaan tidak terstruktur, yaitu secara langsung tanpa ada di daftar pertanyaan.

Pertanyaan yang penulis tanyakan dalam wawancara yaitu :

1. Bagaimana sepak terjang Tjong A Fie hingga bisa menjadi sosok dermawan

yang kaya raya di kota Medan?

2. Apa saja peninggalan-peninggalan Tjong A Fie yang dapat diteliti melalui

kajian filologi?

3. Bagaimana keadaan lukisan yang akan dijadikan sebagai objek kajian filologi?

4. Apa yang menjadi latar belakang lukisan tersebut diletakkan pada Tjong A

Fie Mansion?

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Apakah lukisan tersebut masih asli atau sudah merupakan duplikat dan hasil

pembaharuan?

6. Apakah sudah pernah ada penelitian sebelumnya yang juga meneliti lukisan

ini?

7. Bagaimana ketertarikan wisatawan baik lokal maupun mancanegara terhadap

Tjong A Fie Mansion?

8. Bagaimana cara pengurus mempromosikan Tjong A Fie Mansion ini?

9. Bagaimana bentuk lukisan pada ruang tamu kerabat tionghoa yang menjadi

objek kajian penulis?

10. Apakah bentuk lukisan tersebut disesuaikan berdasarkan arti dari tulisan

dalam lukisan tersebut?

11. Bagaimana arti dari tulisan dalam lukisan tersebut?

3.5.3 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan sebagai acuan untuk pengumpulan data sekunder.

Studi pustaka merupakan cara pengumpulan data dengan mencari data serta sumber informasi melalui penelaan literatur atau referensi, baik yang bersumber dari buku- buku dan dokumen, jurnal, majalah, kliping, serta makalah yang pernah diseminarkan.

Artikel-artikel dari berbagai sumber, termasuk internet maupun catatan-catatan penting yang berkaitan dengan objek penelitian.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.5.4 Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono,

2009:240). Dokumen yang digunakan oleh penulis berupa foto-foto dan gambar, serta data-data mengenai teks dalam lukisan peninggalan Tjong A Fie pada Tjong A Fie

Mansion.

Dalam penelitian kualitatif peran dokumentasi sangat besar karena data dari proses dokumentasi berguna untuk membantu menampilkan kembali data-data yang mungkin belum dapat diperoleh. Catatan-cacatan tertulis serta gambar-gambar dari proses dokumentasi diperlukan untuk membantu menganalisis data penelitian.

Sebagian besar data audio visual berupa gambar harus dikelola agar bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Data berupa dokumentasi berguna untuk mengecek kembali kebenaran data agar lebih memudahkan deskripsi.

3.6 Metode Analisis Data

Miles dan Hubermen (1984) mengemukakan bahwa aktiitas dalam analisis data kualitatif meliputi:

1. Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan pengabstrakan, serta transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan

bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik

dan diverifikasi.

2. Penyajian data, merupakan usaha menggambarkan fenomena atau keadaan

sesuai dengan data yang telah direduksi dan disajikan ke dalam laporan

yang sistematis dan mudah dipahami. Penyajian data diarahkan agar data

hasil reduksi terorganisir, tersusun dalam pola hubungan, sehingga

semakin mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya.

Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga

menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu.

Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat

hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi

dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.

Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju

tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.

3. Interpretasi data atau penarikan kesimpulan, merupakan permasalahan

peneliti yang menjadi pokok pemikiran terhadap apa yang diteliti. Pada

tahap ini peneliti mengambil mengambil kesimpulan terhadap data yang

telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis, dengan cara

membandingkan, menghubungkan, dan memilih data yang mengarah pada

pemecahan masalah. Langkah ini adalah tahap penarikan kesimpulan

berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Proses untuk

mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh

bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang ditemukan

saat peneliti kembali ke lapangan maka keisimpulan yang diperoleh

merupakan kesimpulan yang kredibel.

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengelompokkan data (Mahsun, 2005:229). Data-data ynag diperoleh selama masa penelitian tidak akan berarti apapun jika tidak diolah, dianalisis dan disajikan dengan cermat dan sistematis. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan. Tujuan akhir analisis data kualitatif adalah untuk memperoleh makna, menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep serta mengembangkan teori baru.

Analisis data Kualitatif adalah proses mencari serta menyusun secara sisematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi lapangan serta bahan lainnya sehingga mudah dipahami dan dapat diinformasikan kepada orang lain.

Dalam melakukan analisis data, peneliti perlu menangkap, mencatat, menginterpretasikan serta menyajikan informasi. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam penelitian kualitatif adalah analisis data tidak dapat dipisahkan dari proses dan teknik pengumpulan data. Oleh karena itu, ketika data mulai terkumpul melalui hasil wawancara, observasi lapangan, dokumentasi, studi kepustakaan serta sumber lainnya, analisis data harus segera dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya. Adapun metode analisis data dalam penelitian filologi yaitu menggunakan model analisis kritik teks.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.7 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka diadakan klarifikasi data yang selanjutnya dilakukan analisis data. Dalam penyajian hasil analisis data metode yang digunakan adalah metode informal, yaitu perumusan dalam kata-kata, walaupun dengan sifatnya yang teknis (Sudaryanto, 1993:145).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Penelitian kualitatif bermaksud menggali makna denagn cara memahami objeknya, tetapi tidak untuk membuat generalisasi melainkan membuat eksplorasi terhadap makna yang ada di balik objek tersebut. Para peneliti kualiatif mengungkapkan dan menjelaskan kenyataan adanya makna yang menyeluruh di balik objek yang ditelitinya, yang terbentuk dari keterhubungan berbagai nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan, bukandari ekstrasi atau turunan dari konteks pengertiannya yang menyeluruh (David dan Sutton, 2004).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Semiotika oleh Roland

Barthes. Model semiotika Roland Barthes membahas pemaknaan atas tanda dengan menggunakan signifikasi dua tahap yaitu mencari makna denotatif (makna sesungguhnya) dan makna konotatif (makna kiasan).

Suatu penyajian data sebagai suatu kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Melalui penyajian tersebut dapat dipahami apa yang terjadi, perencanaan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil analisis data yang penulis sajikan dalam bentuk memaparkan dan menjelaskan dengan kata-kata mengenai bentuk dan arti pada teks-teks dalam lukisan yang terdapat di Tjong A Fie Mansion di Kota Medan.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

4.1 Gambaran Kota Medan

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai kota Medan, maka pada bagian ini akan dideskripsikan secara utuh tentang kota Medan, baik sejarah singkat kota Medan, letak geografis kota Medan, demografis kota Medan, masyarakat Tionghoa di kota

Medan, serta gambaran umum daerah Kesawan, Medan Barat sebagai titik lokasi penelitian. Hal ini dianggap penting karena mengingat bahwa pendeskripsian lokasi penelitian sangat berhubungan dengan penelitian secara keseluruhan.

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan

Medan didirikan oleh Raja Guru Patimpus yang merupakan nenek moyang

Datuk Hamparan Perak XII Kuta dan Datuk Sukapiring pada tahun 1590. Hari jadi kota Medan ditetapkan pada tanggal 1 Juli 1590. John Anderson, seorang pegawai pemerintah Inggris yang pernah mengunjungi Deli pada tahun 1823 menemukan sebuah kampung yang bernama „MEDAN PUTRI‟. Letaknya berada diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura dan termasuk wilayahXII Kuta Hamparan

Perak (Sinar, 2007:334).

Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin yang bernama

Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886,

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan secara resmi memperoleh status resmi sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan.

Nama Deli mulai terkenal ketika Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha

Belanda, membuka perkebunan tembakau pada tahun 1865 di Sumatera Timur. Daun tembakau yang berasal dari Deli sangat terkenal dan tidak ada tandingannya sebagai bahan pembungkus cerutu, sehingga menarik minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah Sumatera Timur.

Hadirnya perkebunan tembakau di wilayah Sumatera Timur telah membawa perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, sosial, dan demografi. Berikut gambar pembukaan lahan untuk perkebunan tembakau di Kota Medan sekitar tahun

1879.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 4.1 Pembukaan Lahan Perkebunan Tembakau di Kota Medan Sumber : Repro Arsip Foto Milik Badan Warisan Sumatera/Tribun Medan, 2018

Keuntungan yang didapat dari perkebunan tembakau begitu besar sehingga mempengaruhi perkembangan perekonomian di Sumatera Timur. Keuntungan itu tidak hanya dirasakan oleh pihak pengusaha perkebunan saja tetapi juga diraskan oleh pihak sultan dan raja-raja yang berkuasa di Sumatera Timur.

Keuntungan yang didapat berkat hadirnya perkebunan tembakau di Sumatera

Timur telah mengangkat kondisi sosial-ekonomi pihak penguasa Sumatera Timur.

Sebelum kedatangan Belanda, para raja hidup dengan keadaan melarat. Namun setelah kedatangan Belanda, gaya hidup penguasa Sumatera Timur pun berubah.

Mereka tidak melewatkan sedikit waktu pun untuk mengadakan pesta-pesta mewah untuk menyambut tamu-tamu Eropa. Selain itu, banyak dari luar wilayah Sumatera

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Timur datang ke wilayah ini untuk mencari nafkah sehingga mempengaruhi demografi Sumatera Timur pada saat itu.

Seiring dengan perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pihak pengusaha perkebunan mulai mempekerjakan kuli-kuli dari Tiongkok.

Awalnya pihak pengusaha mempekerjakan penduduk asli, yaitu Batak dan Melayu, tetapi karena mereka cenderung malas bekerja maka pihak pengusaha tidak mempekerjakan mereka lagi. Namun pada akhirnya pihak pengusaha mendatangkan kuli-kuli yang berasal dari Jawa dan India dengan sistem kontrak. Dengan demikian komposisi penduduk wilayah Sumatera Timur tidak hanya didiami oleh penduduk asli tetapi juga didiami oleh suku-suku pendatang, seperti Jawa, Tionghoa, India, dan suku Batak Toba yang datang ke Sumatera Timur untuk mencari nafkah.

Pada tahun 1887, Kesultanan Deli dipindahkan dari Labuhan ke kota Medan.

Bersamaan dengan itu, kota Medan dijadikan sebagai Ibukota Karesidenan Sumatera

Timur. Dengan dijadikannya Medan sebagai ibukota Karesidenan Sumatera Timur, maka Medan menjadi pusat perekonomian Sumatera Timur, dengan dibukanya kantor

Chartered Bank pada tahun 1888 dan disusul dengan dibukanya kantor

Nederlandsche Handel Maatschaappij pada tahun 1892 (Sinar, 2007:14).

Perkembangan perekonomian yang begitu pesat menyebabkan dibukanya Belawan sebagai pelabuhan internasional.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.2 Letak Geografis Kota Medan

Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara secara umum adalah kota ketiga terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya dan kota terbesar di Pulau

Sumatera. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Medan memiliki luas 26.510 hektare (265.10 km2) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,300-3,430 LU dan 98,350-98,440 BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat, timur dan selatan kota

Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik domestik dan internasional (Pemko Medan, 2004:36). Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di kota Medan berada pada maksimum berkisar antara 30,60C - 33,10C dan minimum berkisar antara 23,00C

-24,10C. kelembaban udara di wilayah kota Medan rata-rata 78-82 %. Dan kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berikut gambar peta pembagian kecamatan di kota Medan.

Gambar 4.2 Peta Pembagian Kecamatan di Kota Medan Sumber: Wikipedia, 2014

Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3 Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan

No Kecamatan Luas Presentase

(Km2) (%)

1 Medan Tuntungan 20.68 7.80

2 Medan Johor 14.58 5.50

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3 Medan Amplas 11.19 4.22

4 Medan Denai 9.05 3.41

5 Medan Area 5.52 2.08

6 Medan Kota 5.27 1.99

7 Medan Maimun 2.98 1.13

8 Medan Polinia 9.01 3.40

9 Medan Baru 5.84 2.20

10 Medan Selayang 12.81 4.83

11 Medan Sunggal 15.44 5.83

12 Medan Helvetia 13.16 4.97

13 Medan Petisah 6.82 2.57

14 Medan Barat 5.33 2.01

15 Medan Timur 7.76 2.93

16 Medan Perjuangan 4.09 1.54

17 Medan Tembung 7.99 3.01

18 Medan Deli 20.84 7.86

19 Medan Labuhan 36.67 13.83

20 Medan Marelan 23.82 8.99

21 Medan Belawan 26.25 9.90

Jumlah 265.10 100.00

Sumber : Medan Dalam Angka Tahun 2015

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.3 Demografis Kota Medan

Pembangunan kependudukan di kota Medan dilaksakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal.

Mobilitas dan pesebaran penduduk yang optimal berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tamping lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, di mana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.

Berikut ini adalah tabel yang mencantumkan jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin dengan komposisi penduduk sebagai berikut:

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Total

1 Medan Tuntungan 40.097 42.437 82.534

2 Medan Johor 62.331 64.336 126.667

3 Medan Amplas 57.918 59.004 116.922

4 Medan Denai 71.750 71.100 142.850

5 Medan Area 48.054 49.200 97.254

6 Medan Kota 35.422 37.700 73.122

7 Medan Maimun 19.524 20.379 39.903

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8 Medan Polonia 26.460 27.413 53.873

9 Medan Baru 17.667 22.150 39.817

10 Medan Selayang 49.525 51.532 101.057

11 Medan Sunggal 55.717 57.927 113.644

12 Medan Helvetia 71.586 74.805 146.391

13 Medan Petisah 29.526 32.701 62.227

14 Medan Barat 34.931 36.406 71.337

15 Medan Timur 52.906 56.539 109.445

16 Medan Perjuangan 45.405 48.683 94.008

17 Medan Tembung 65.761 68.882 134.643

18 Medan Deli 86.937 85.014 171.951

19 Medan Labuhan 57.635 55.679 113.314

20 Medan Marelan 75.066 73.131 148.197

21 Medan Belawan 49.175 47.105 96.280

1.053.393 1.082.123 2.135.516

Sumber : Badan Pusat Statistik kota Medan Tahun 2013

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di kota

Medan adalah 2.135.516 jiwa dengan laki-laki berjumlah 1.053.393 jiwa dan perempuan berjumlah 1.082.123 jiwa.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 Masyarakat Tionghoa di Medan

Etnis Tionghoa di Kota Medan berasal dari berbagai suku. Menurut data,

Etnis Tionghoa yang paling banyak di kota Medan adalah duku Hokkian (82,11%).

Sebagian besar etnis Tionghoa yang berada di kota Medan berprofesi sebagai pedagang. Sesuai dengan jenis pekerjaan mereka, maka untuk mereka terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh penghasilan yang besar. Posisi sosio- ekonomi etnik Tionghoa di Medan rata-rata berada di atas level menengah ke atas.

Etnis Tionghoa di kota Medan termasuk kelompok masyarakat yang berhasil meguasai industri, petokoan, perhotelan, perbankan dan perdagangan umum serta distribusi. Etnis Tionghoa dianggap kelompok masyarakat lain sebagai kelompok yang memiliki banyak uang.

Kelompok masyarakat Tionghoa di kota Medan cenderung bertempat tinggal di pusat kota atau pusat perdagangan. Mereka lebih senang tinggal di tempat usahanya yang cukup ramai dan dekat dengan keluarganya.

Etnis Tionghoa di kota Medan masih dominan menganut agama Budha

(sekitar 80%). Sedikit sekali dari mereka yang menganut agama Kristen, Hindu, maupun Islam. Namun, persoalan agama pada etnis Tionghoa di kota Medan perlu diberi catatan kritis. Umumnya masyarakat etnis Tionghoa di kota Medan mencantumkan agama Budha di KTPnya, namun pada kenyataannya sebagian besar dari mereka adalah penganut ajaran Kong Hu Cu.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Etnis Tionghoa di kota Medan pada umumnya tidak bisa berbicara bahasa

Indonesia, sebab dari kecil mereka hidup di lingkungan etnisnya dan bersekolah di lingkungannya saja (Manurung, 2005:23-28). Etnis Tionghoa di kota Medan masih dominan menggunakan bahasa suku (67-77%), baik di rumah maupun di luar rumah dengan sesama etnis Tionghoa.

Keanekaragaman yang ada di kota Medan membuat kota Medan dinobatkan sebagai kota multikultural yang damai dan berjalan harmonis (Waspada, 2007). Hal ini dibuktikan melalui dikukuhkannya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tanggal 31 Juli 2007. Perbandingan penyebaran etnis Tionghoa dan etnis lainnya yang ada di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000 dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 5 Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, 2000

Suku bangsa Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

Jawa 24,9% 29,41% 33,03%

Batak 10,7% 14,11% --

Mandailing 6,43% 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,3% 10,93% 8,6%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

Karo 0,12% 3,99% 4,10%

Aceh -- 2,19% 2,78%

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sunda 1,58% 1,90% --

Lain-lain 16,62% 4,13% 3,95%

Sumber : 1930 dan 1980; 2000: BPS Sumut

Dari data diatas dapat dilihat bahwa di tahun 1930-an etnis Tionghoa di kota

Medan merupakan etnis terbesar bahkan melebihi etnis asli kota Medan yaitu Melayu.

Selanjutnya seiring perkembangan zaman etnis Tionghoa di kota Medan mengalami penurunan walaupun tetap menjadi salah satu etnis terbesar di kota Medan.

4.3 Gambaran Umum Kesawan

Kesawan adalah nama sebuah daerah di Kecamatan Medan Barat, Medan

Indonesia. Kawasan ini merupakan tempat yang dipenuhi banyak bangunan bersejarah dan Jalan Ahmad Yani yang berada di kawasan ini adalah Jalan tertua di

Medan.

Sebelum 1880 Kampung Kesawan dihuni oleh orang-orang Melayu, namun kemudian orang-orang Tionghoa dari Malaka dan Tiongkok datang dan menetap di daerah ini sehingga Kesawan menjadi sebuah Pecinan. Setelah kebakaran besar melahap rumah-rumah kayu di Kesawan pada tahun 1889, para warga Tionghoa lalu mendirikan ruko-ruko dua lantai yang sebagian masih tersisa hingga kini.

Pada awal tahun 2000-an kawasan Kesawan sempat dijadikan sebagai pusat jajanan makanan yang ramai pada malam harinya bernama Kesawan Square. Jalan

Ahmad Yani ditutup pada malam hari dan dijadikan pusat kuliner terbuka. Setelah

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ditutup, sebagai penggantinya dibangun pusat jajanan di Lapangan Merdeka, depan

Gedung Bank Indonesia yang diberi nama Merdeka Walk. Berikut foto-foto kawasan

Kesawan sekitar tahun 1920 dan 1931.

Gambar 4.3 Pemandangan udara Daerah Kesawan tahun 1920-an Sumber : Wikipedia, 2018

Gambar 4.4 Pintu Masuk ke Jl. Ahmad Yani tahun 1923 Dokumentasi: Rahelia, 2018

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.4 Tjong A Fie Mansion

Gambar 4.5 Peta lokasi Tjong A Fie Mansion Sumber : googlemaps.com

Kediaman Tjong A Fie merupakan gedung bergaya arsitektur Tiongkok kuno yang sangat fantastis dan dibangun pada tahun 1895-1900. Bangunan ini berdiri diatas tanah seluas 2.200 m2 yang terdiri dari satu bangunan utama dan dua bangunan tambahan yang masing-masing ada di sayap kanan dan sayap kiri serta memiliki dua lantai dan 35 kamar. Bahan bangunan Tjong A Fie Mansion ini terbuat dari batu bata dan kayu jati yang kuat dan kokoh hingga saat ini.

Bagian depan Tjong A Fie Mansion berpagar besi bergaya khas Tiongkok cenderung menghadap ke arah barat daya menyesuaikan letak jalan raya di depannya.

Gerbang ini dibuat berdinding dengan kolom-kolom beton (pilaster). Pada dinding depan terdapat beberapa lukisan, dua disebelah kanan pintu dan dua di sebelah kiri pintu. Di depan pintu, pada sisi kanan dan kiri, diletakkan masing-masing patung

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA singa. Selain itu, di depan pintunya tergantung lampion-lampion merah yang semakin mencirikan identitas suku tionghoa.

Pintu gerbang depan merupakan akses menuju halaman depan sebelum memasuki bangunan utama. Halaman depan ini ditanami berbagai tanaman hias dan bunga-bunga sehingga menambah asri pemandangan. Setelah melewati halaman depan, maka bagian selanjutnya adalah teras atau serambi (beranda) rumah. Lantai teras rumah yang memanjang masih dihiasi dengan porselen bergambar berasal dari

Itali yang masih asri. Porselen ini menghiasi hampir seluruh lantai satu, sedangkan lantai dua terbuat dari kayuyang kuat dan kokoh. Plafon teras dibuat tinggi dengan pilar (tiang) beton yang menyambung hingga lantai dua. Plafon tersebut dihiasi dengan ornamen yang masih terjaga keasliannya (Christiyawaty, 2011:57).

Rumah ini terdiri dari tiga bangunan, yaitu satu bangunan utama (berada di tengah) dan dua bangunan yang masing-masing berada di sayap kanan (sisi selatan) dan sayap kiri (sisi utara). Antara rumah utama dengan bangunan disampingnya terdapat ruangan terbuka. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Di ruang terbuka tersebut terdapat sebuah sumur, baik disisi utara maupun selatan. Sementara itu bangunan utama berbentuk persegi panjang, ruang-ruangnya dibuat memutar mengelilingi suatu ruang terbuka berdenah segi empat yang ada di tengah rumah.

Semua ruangan di rumah utama ini mempunyai pintu akses ke ruang terbuka tersebut.

Bangunan utama lantai satu di bagian depan (sisi barat) adalah ruang tamu.

Ruang tamu ini terbagi menjadi tiga ruangan. Ruang tamu tengah adalah ruang tamu utama berukuran paling luas. Ruang tamu ini diperuntukkan untuk tamu-tamu yang

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sifatnya umum dan tidak mempunyai hubungan yang dekat dengan pemilik rumah.

Ruangan tengah ini mempunyai akses ke halaman depan (melalui pintu utama) maupun ke ruangan terbuka di tengah rumah. Ruang tamu sebelah kiri (sisi utara) diperuntukkan untuk para tamu dari etnis Melayu terutama Sultan Deli yang merupakan sahabat dekat Tjong A Fie. Dan yang terakhir ruang tamu sebelah kanan

(sisi selatan) disediakan untuk para tamu yang masih kerabat (etnis Tionghoa).

Tjong A Fie Mansion dibuka sebagai tempat wisata bersejarah pada tanggal

18 Juni 2009 yang dilatarbelakangi oleh keinginan keturunan Tjong A Fie untuk mengenang pengabdian dan amal perbuatan Tjong A Fie yang membuat sosok ketokohannya layak dikenang sebagai seseorang yang melengkapi sejarah perkembangan kota Medan, jasa-jasa dan peran serta Tjong A Fie dalam pembangunan kota Medan dianggap penting dan wajib dikenang sebagai pelengkap sejarah kota Medan dan juga untuk memperkenalkan serta melestarikan warisan budaya multicultural yang terdapat di rumah wisata Tjong A Fie Mansion, yaitu budaya Tionghoa, budaya Melayu dan Belanda. Pihak keluarga Tjong A Fie juga peduli atas sejarah budaya dan bangunan Tjong A Fie Mansion, sehingga dibuka untuk umum sebagai rumah bersejarah untuk melestarikan, meneliti, merawat dan mempublikasikan kepada masyarakat luas khususnya masyarakat kota Medan. Tjong

A Fie Mansion resmi dibuka untuk umum dan dapat dikunjungi pada hari Senin s/d

Jumat pukul 10.00-12.00 wib buka lagi pada pukul 14.00-16.30 wib dan pada Sabtu s/d Minggu pukul 10.00-17.00 wib dengan biaya karcis atau tiket masuk sebesar Rp.

35.000.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain batasan kajian penelitian, diperlukan juga batasan wilayah pada daerah letak Tjong A Fie Mansion. Batas-batas wilayah tersebut meliputi: (a). Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli; (b). Sebelah Timur berbatasan dengan

Kecamatan Medan Petisah; (c). Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

Medan Timur; dan (d). Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

LUKISAN-LUKISAN PADA TJONG A FIE MANSION

Sebuah peradaban tidak akan terlepas dari masa lampau yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat berupa benda fisik seperti candi, senjata, alat-alat rumah tangga, prasasti-prasasti, naskah- naskah kuno, maupun peninggalan-peninggalan lain dalam bentuk nonfisik seperti tradisi, budaya, pola pikir, dan sejenisnya yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam mengkaji warisan budaya yang tersebar diberbagai belahan dunia.

Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno.

Naskah-naskah kuno tersebut tersebar dipelbagai belahan dunia dan sangat disayangkan jika tidak diteliti dan dikaji. Dilihat dari bentuk fisik, maka objek kajian filologi adalah tulisan tangan (handschrift). Dalam perkembangannya, sentuhan teknologi menghasilkan beranekaragam bentuk fisik dari handschrift seperti tulisan tangan di daun lontar, kulit, kertas, serta tulisan cetakan pada kertas, kanvas, dan microfilm. Adanya bentuk cetakan dan microfilm merupakan usaha manusia untuk mengawetkan naskah lama dengan bantuan teknologi modern. Itulah sebabnya lukisan yang memiliki tulisan kuno didalamnya juga termasuk dalam kajian filologi.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ruang tamu sebelah kanan (sisi selatan) merupakan ruang tamu yang disediakan untuk para tamu yang masih kerabat (etnis Tionghoa). Dalam ruangan ini banyak terdapat ornamen-ornamen khas Tionghoa dan cenderung diberi warna merah sebagai warna khas masyarakat Tionghoa.

Berdasarkan rumusan masalah mengenai bagaimana bentuk lukisan yang ada dalam Tjong A Fie Mansion, maka pada bagian ini penulis akan membahasnya secara detail dan mendalam.

5.1 Lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Lautan

Kisah 8 Dewa (Hanzi: 八仙,Pinyin: ba xian) berasal dari Peng Lai (蓬莱) kota Yantai, Provinsi Shandong, Tiongkok. Diceritakan 8 Dewa tidak menggunakan perahu untuk menyeberangi lautan, melainkan menggunakan kesaktian mereka.

Mereka adalah simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Masing-masing

Dewa mewakili delapan kondisi kehidupan: anak muda, lansia, kemiskinan, kekayaan, rakyat jelata, ningrat, pria, dan wanita. Diceritakan bahwa sebagian besar dewa dilahirkan pada zaman dinasti Tang dan dinasti Song. Meskipun penjelasan mengenai mereka telah ada sejak dinasti Tang, namun pengelompokan ke dalam kategori delawan Dewa baru terjadi pada masa dinasti Ming.

Delapan dewa adalah salah satu tema favorit dari seniman-seniman Tiongkok dan kebanyakan menjadi objek yang menghiasi dan digambarkan dalam keramik maupun porselen. Gambar delapan Dewa juga banyak dipasang di setiap vihara

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maupun tempat ibadah bagi orang Tionghoa. Selain itu, delapan Dewa biasanya juga ditampilkan dalam lukisan- lukisan, bordiran, serta Festival Lentera / Lampion.

5.1.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐) dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾)

5.1.1.1 Li Tie Guai (李鐵拐)

Li Tie Guai mempunyai nama asli Li Suan (Li Yuan). Arti kata "Li" didalam namanya mengartikan "Tongkat Besi". Berasal dari San Zhou, hidup di zaman dinasti

Sui. Hari kebesarannya diperingati setiap tanggal 8 bulan 4 imlek. Li Tie Guai adalah salah satu dari 8 Dewa yang mempunyai rupa yang unik. Beliau sering ditampilkan sebagai seorang tua dengan wajah yang kotor, berjenggot panjang, dan berambut acak-acakan dengan pin emas dikepalanya. Li Tie Guai disimbolkan dengan botol labu dan tongkat besi. Sebentuk asap keluar dari ujung botolnya, melambangkan hun atau jiwanya, yang tidak berbentuk, atau berbentuk miniatur dirinya.

Li kadang-kadang juga digambarkan sebagai temperamen tinggi dan keras kepala. Walaupun dikenal pemarah, Li sangat murah hati terhadap kaum miskin, orang sakit dan mereka yang membutuhkan pertolongan. Dengan menggunakan obat khusus dari dalam labunya, dia dapat mengurangi penderitaan orang lain.

Li adalah murid dari Thai Sang Lao Jin ( Nabi Lao Zi). Beliau meninggalkan keduniawian & mendedikasikan hidupnya untuk mempelajari "Tao Ying Suk" selama

40 tahun. Diceritakan sebelum dirinya menjadi Dewa, Beliau adalah seorang pria yang tampan. Namun ketika Beliau sedang menghadiri sebuah pertemuan di

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA khayangan untuk melakukan meditasi bersama Dewa lain, Beliau berpesan kepada muridnya yang bernama Li Qing agar menunggu selama 7 hari untuk rohnya kembali.

Apabila Roh Beliau juga belum kembali dalam waktu 7 hari, maka Li Qing ditugaskan agar memakamkan jasadnya, itu berarti gurunya telah menjadi Dewa.

Namun baru 6 setengah hari, Li Qing mengubur jasad gurunya karena dia harus pergi melihat ibunya yang sedang sakit keras dan ia tidak berani meninggalkan jasad gurunya begitu saja. Ketika roh Li kembali, Beliau menemukan bahwa tubuhnya telah menghilang dan Beliau harus masuk ke badan orang lain, yang pada saat itu kebetulan terdapat seorang pengemis yang baru saja meninggal karena kelaparan.

Oleh karena itu, Li sering digambarkan sebagai seorang pengemis dengan pakaian compang-camping. Kemudian Guru dari Li (Thai Sang Lao Jin) menampakkan diri & memberikan buli-buli merah berisi obat yang dapat menyebuhkan segala macam penyakit dan isi dalam buli tersebut tidak pernah kosong.

Pada malam hari, Dewa Tongkat Besi merubah ukuran tubuhnya sekecil mungkin agar bisa tidur di dalam botol labunya.

5.1.1.2 Lu Dong Bin (吕洞宾)

Lu Dong Bin mempunyai nama asli Lu Yan, juga sering dipanggil Shunyang.

Beliau lahir di Provinsi Jingzhao sekitar 796 M masa dinasti Tang. Konon diceritakan bahwa saat Lu Dong Bin lahir, tercium harum seisi rumahnya, juga alunan musik yang merdu dari langit dan lintasan sinar putih yang masuk ke dalam ruangan melalui

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tirai kamar pada saat ibunya tengah melalui masa persalinan. Beliau menjabat sebagai

Bupati di masa pemerintahan kaisar Yi Zhong (860-873). Pada tahun 874 M, Lu

Dong Bin meletakkan jabatannya dan pergi berkelana. Beliau bertemu Zhong Li

Quan yang mengajarkan ilmu pedang. Sejak saat itu Lu Dong Bin selalu tampak membawa pedang yang menjadi ciri khasnya dan memperolah sebutan sebagai Chun

Yang Zi (純陽子). Kemudian Zhong Li Quan mengajarkan "Tao Ying Suk" (ilmu dan ajaran Tao dalam mencapai pencerahan) kepada Lu Dong Bin di gunung

Zhongnan.

Dipuncak He ling, Zhong Li Quan mengajarkan ilmu kedewaan kepada Lu

Dong Bin. Setelah memiliki ilmu tersebut dan menjadi Dewa, Lu Dong Bin berkelana disebuah Sungai Besar (Yang Zi). Kejadian-kejadian penting dalam pengembaraannya adalah bagaimana Lu Dong Bin membunuh seekor siluman naga yang mengganas di sungai besar, wilayah Jianghuai. Akhirnya Lu Dong Bin dengan pedang pusakanya berhasil membunuh sang siluman. Penduduk disana sangat berterima kasih kepadanya. Konon ceritanya sudah lama penduduk disana dicekam ketakutan akan keganasan naga itu. Pembesar Negeri juga tidak berdaya, sudah banyak orang pandai didatangkan tapi sang naga siluman tetap tak tertaklukan. Lu

Dong Bin sangat dihormati oleh kaum sastrawan dan biasa juga disebut sebagai Dewa pelindung pendidikan. Lu Dong Bin biasanya digambarkan dengan membawa sebuah pedang pusaka yang dapat menaklukan kekuatan jahat dengan gerakan terbang yang cepat. Ia dianggap sebagai penolong orang miskin dan pembasmi roh-roh jahat.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾) Dokumentasi: Rahelia, 2018

5.1.2 Lukisan Dewi He Xian Gu (何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu (曹国舅)

5.1.2.1 He Xian Gu (何仙姑)

Bernama asli He Qiong. Beliau dilahirkan di Kabupaten Zengcheng, provinsi

Guangzhou, desa Guangdong pada zaman Dinasti Tang (618-907 M). Beliau tinggal disebuah tempat di tepi sungai bernama Yun Mu, yang berarti Sungai Mika. Beliau meupakan satu-satunya perempuan diantara 8 Dewa. Saat usianya 14 tahun, seorang

Dewa muncul dalam mimpinya dan memberi petunjuk kepadanya untuk makan bubuk Mika, agar tubuhnya bisa menjadi sangat ringan dan abadi. Saat mendaki bukit

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dan menuruni lembah He Xian Gu dapat melintasinya dengan cepat, rasanya seperti terbang bagaikan makhluk bersayap.Beliau pergi ke bukit itu untuk mengambil buah

Dewa untuk Ibunya.

Kaisar Wu Zen Tian yang mengetahui kesaktian He Xian Gu, memanggil

Beliau ke Istana. Dalam perjalanan ke Istana, Beliau lenyap dari pandangan orang biasa, dan menjelma menjadi Dewi. Beliau pernah menampakkan diri pada tahun 750

M, dan melayang diantara awan yang berkilauan diatas klenteng Magu dikota

Guangzhou. Menurut mitos lainnya, He Xian Gu tersesat dipengunungan ketika memetik daun teh. Disana ia bertemu dengan Lv Dong Bin yang memberinya buah peach. Sejak itu, ia berubah menjadi Dewi yang tidak pernah merasa lapar.

He Xian Gu dilukiskan sebagai seorang gadis yang cantik, membawa setangkai bunga Teratai dan Sheng (Instrumen musik). Sering kali beliau juga ditemani seekor burung Fenghuang dan membawa serta Irus Bambu dan Tongkat

Sabutan. Beliau merupakan salah satu anggota wanita dari 8 Dewa (ada juga yang menyebutkan Lan Cai He sebagai wanita).

5.1.2.2 Cao Guo Jiu (曹國舅)

Cao Guo Jiu mempunyai arti Paman Raja Cao. Nama asli Beliau adalah Cao

Yi, bergelar Jing Xiu dan sering dikenal dengan sebutan Cao Jing Xiu. Cao Guo Jiu merupakan Dewa terakhir dari 8 Dewa. Dia ditampilkan dengan pakaian pejabat resmi dan butiran batu giok. kadang-kadang Beliau terlihat memegang alat musik.

Keajaiban butiran gioknya adalah dapat memurnikan lingkungan. Cao Guo Jiu

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan paman dari seorang Kaisar pada zaman dinasti Song, yaitu adik terkecil dari Permaisuri Cao, yang merupakn istri dari Raja Ren Zong pada pemerintahan dinasti Song. Adik Cao Guo Jiu adalah seorang penggangu, tapi tidak ada yang berani menuntut dia karena koneksi yang kuat, bahkan setelah dia membunuh seseorang.

Cao Guo Ciu begitu malu dan merasa kewalahan oleh sikap adiknya.

Pada akhirnya, Cao Guo Jiu mundur dari jabatannya di istana dan memilih pergi ke puncak gunung untuk bertapa. Selama masa pertapaannya, Beliau bertemu

Dewa Zhong Li Quan dan Lu Dong Bin, yang mengajari Beliau ilmu kedewaan.

Setelah bertahun-tahun bertapa dan belajar ilmu kedewaan, akhirnya Cao Guo Jiu berhasil menjadi Dewa.

Cao Guo Jiu dilukiskan sebagai seorang pejabat tinggi dinasti Song dan membawa sebuah alat pengiring musim semacam castanet , dan Beliau sering dipuja sebagai Dewa Pelindung Seniman.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.2 Lukisan Dewi He Xian Gu(何仙姑)dan Dewa Cao Guo Zhen(曹国舅) Dokumentasi: Rahelia, 2018

5.1.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao(張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘子)

5.1.3.1 Zhang Guo Lao (張果老)

Zhang Guo Lao adalah seorang pertapa Tao yang hidup bertapa di Gunung

Zhongtiao. Sebelah tenggara Yong Ji, Shanxi di desa Heng zhou pada zaman dinasti

Tang (618-907). Zhang Guo Lao telah berusia ratuan tahun ketika Wu Zi Tian memerintah. Julukan "Lao" diakhir namanya berarti "Tua". Zhang Guo Lao memiliki kebiasaan unik, yaitu menunggang keledai putih secara terbalik, sehari berjalan bisa

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mencapai 10.000 li. Ketika Beliau ingin kesuatu tempat, keledainya dapat disulap menjadi selembar gambaran yang dapat dilipat dan dimasukkan kedalam sakunya,

Keledai itu merupakan keledai khayangan.

Sangat sedikit yang tau mengapa Beliau menunggang keledai dalam posisi terbalik. Dia menemukan bahwa berjalan kedepan berarti mundur ke belakang. Zhang

Guo Lao juga sering dilukiskan dengan membawa alat musik bernama Yugu yang berbentuk bambu dengan 2 tongkat penabuhnya.

5.1.3.2 Han Xiang Zi (韩湘子)

Han Xiang Zi adalah seorang sastrawan yang hidup pada zaman dinasti Tang

(618-907 M) dan memiliki nama kehormatan Qing Fu. Dia adalah kemenakan atau cucu dari Han Yu, seorang negarawan terkemuka di pengadilan Tang. Han Xiang belajar Taoisme dibawah bimbingan Lv Dong Bin. Pada suatu perjamuan dengan Han

Yu, Han Xiang membujuknya untuk melepaskan hidupnya sebagai pejabat dan ikut belajar TAO bersamanya. Tetapi Han Yu tetap pada pendiriannya dan sebaliknya mengatakan bahwa Han Xiang harus memberikan hidupnya untuk Taoisme, bukan

Konghucu, jadi Han Xiang menunjukkan kemampuan Tao yang ia pelajari dengan menuangkan anggur kedalam cangkir demi cangkir dari labu miliknya tanpa henti.

Sejak kecil Han Xiang telah menunjukkan kepintarannya. Beliau mampu membuat bunga peoni mekar dengan warna yang indah selama beberapa hari, setiap permulaan musim dingin, Beliau belajar ilmu kedewaan dari Lu Dong Bin. Han

Xiang Zi sering digambarkan membawa Di Zi berupa seruling tradisional Tiongkok.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Beliau juga sering disebut sebagai Dewa pelindung para penyuling. Han Xiang Zi juga merupakan pencipta karya musik Tao yaitu Tian Hua Yin. Selain itu, Beliau juga dikenal sebagai Dewa Pelindung Peramal. Dimana suatu ketika, Lu Dong Bin membawa Han Xiang Zi naik ke puncak pohon persik ajaib, Han Xiang Zi terpeleset jatuh. Dalam jatuhnya itu tiba-tiba Beliau menjadi Dewa. Han Xiang Zi dilukiskan dengan membawa seruling dan berwajah tampan, dan berpakaian seperti seorang terpelajar.

Gambar 5.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘子) Dokumentasi: Rahelia, 2018

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5.1.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和)

5.1.4.1 Zhong Li Quan (鐘離權)

Zhong Li Quan adalah dewa tertua kedua dalam Delapan Dewa, selain juga pemimpin mereka. Ia juga dikenal sebagai Han Zhong Li (Hanzi:漢鐘離) atau Zhong

Li dari Han karena dilahirkan pada zaman dinasti Han. Ia memiliki kipas dari daun palem yang dapat membangkitkan orang mati. Ia memiliki nama famili yang unik dan sangat jarang yaitu Zhong Li.

Berasal dari Yantai, konon Zhong Li Quan adalah panglima perang dinasti

Han yang memilih hidup bertapa di usia lanjutnya. Saat ia lahir, suatu cahaya yang sangat menyilaukan menerangi kamarnya. Sejak itu, ia tidak berhenti menangis sampai tujuh hari setelah kelahirannya. Sumber lainnya mengatakan ia seorang wakil panglima yang lari ke daerah pegunungan saat kalah dalam perang melawat bangsa

Tibet. Di sana ia ditahbiskan oleh lima dewa Taoisme untuk menjadi calon dewa.

Beberapa ratus tahun kemudian, dialah yang mengajari Lü Dong Bin untuk menjadi dewa.

Dalam kisah lainnya dia diceritakan bertemu dengan seorang pendeta Tao di hutan yang setelah diminta, memeberikan resep untuk menjadi dewa. Tidak lama setelah meninggalkannya, Zhong Li Quan hendak melihat gubuk pendeta itu untuk terakhir kalinya dan terkejut saat mendapati gubuk tersebut telah lenyap. Ada pula legenda yang mengatakan bahwa ia membagikan uang logam perak pada fakir miskin saat bencana kelaparan tiba. Satu hari, dinding gubuknya roboh saat ia sedang

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bermeditasi dan menemukan lambang dari batu pualam yang berisi resep menjadi dewa. Ia mengikuti petunjuk tersebut dan berubah menjadi dewa dalam selubung asap putih yang menjulang tinggi. Zhong Li Quan biasa digambarkan sebagai seorang yang tinggi besar berperut buncit dan bertelanjang dada dengan kumis dan janggut yang panjang.

5.1.4.2 Lan Cai He (藍采和)

Lan Cai He sering digambarkan sebagai seorang pemulung yang kumal memakai sepatu sebelah. Ia seringkali digambarkan sebagai seorang anak laki-laki namun dalam beberapa naskah cerita, juga sering digambarkan sebagai seorang anak perempuan. Lan biasanya ditampilkan dengan pemuda atau gadis yang membawa keranjang bunga yang terbuat dari bambu dan untaian uang logam. Lan dikenal sebagai Dewa pelindung para pujangga. Dalam tradisi lain, Lan adalah penyanyi wanita yang memiliki lirik lagu yang dapat memprediksi kejadian masa depan secara akurat.

Lan juga berkelana keseluruh negeri sambil bernyanyi dan membawa keranjang bunganya, itulah mengapa Beliau dipuja juga sebagai Dewa pelindung

Penjual Bunga. Dalam cerita lain Lan Cai He digambarkan membawa sepasang kastanet bambu yang akan di katupkan dan akan membunyikan irama sambil menghentakkan kakinya. Dari kedelapan Dewa, Beliau adalah yang paling sedikit memiliki informasinya.

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和) Dokumentasi: Rahelia,2018

5.2 Lukisan Seratus Bangau

Pada ruang tamu ini terdapat lukisan dengan bentuk burung bangau dan pohon song atau cemara. Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa burung bangau melambangkan panjang umur karena mampu hidup hingga 600 tahun dan saat menjejaki usia tersebut, burung bangau tidak lagi makan dan hanya minum air.

Masyarakat Tionghoa juga percaya bahwa ada empat jenis burung bangau, yaitu

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bangau hitam, bangau kuning, bangau putih, dan bangau biru, dimana bangau hitam yang memiliki umur paling panjang.

Sedangkan pohon song atau cemara dipercaya sebagai lambang umur panjang atau keabadian karena mampu bertahan hidup selama beribu-ribu tahun dan dapat bertahan dalam kondisi ekstrem sekalipun. Lukisan burung bangau dan pohon song sering diberikan sebagai ucapan selamat ulang tahun.

Menurut Bapak Anggie (30 tahun) selaku cicit dari Tjong A Fie mengatakan bahwa:

”Pada lukisan ini terdapat ribuan burung bangau yang disinari oleh cahaya matahari. Sejak zaman dahulu, masyarakat Tionghoa menganggap bahwa ribuan burung bangau disinari oleh cahaya matahari sebagai simbol keberuntungan, murah rejeki, kesehatan dan umur panjang.”

Gambar 5.5 Lukisan Seratus Bangau Dokumentasi: Rahelia, 2018

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5.3 Lukisan Ucapan Ulang Tahun

Pada lukisan ucapan ulang tahun yang terdapat dalam ruang tamu kerabat etnis tionghoa ini memiliki bentuk burung bangau dan pohon song atau cemara.

Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa burung bangau melambangkan panjang umur karena mampu hidup hingga 600 tahun dan saat menjejaki usia tersebut, burung bangau tidak lagi makan dan hanya minum air. Masyarakat Tionghoa juga percaya bahwa ada empat jenis burung bangau, yaitu bangau hitam, bangau kuning, bangau putih, dan bangau biru, dimana bangau hitam yang memiliki umur paling panjang.

Sedangkan pohon song atau cemara dipercaya sebagai lambang umur panjang atau keabadian karena mampu bertahan hidup selama beribu-ribu tahun dan dapat bertahan dalam kondisi ekstrem sekalipun. Lukisan burung bangau dan pohon song sering diberikan sebagai ucapan selamat ulang tahun.

Menurut Ibu Mimi Tjong (70 tahun) selaku cucu dari Tjong A Fie mengatakan bahwa :

“Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, biasanya lukisan dalam bentuk burung bangau dan pohon song atau pohon cemara diberikan sebagai lambang panjang umur. Maka lukisan ini diberikan oleh sahabat Tjong A Fie sebagai bentuk ucapan selamat ulang tahun dan semoga sehat dan panjang umur”

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.6 Lukisan Ucapan Ulang Tahun Dokumentasi: Rahelia,2018

5.4 Lukisan Qilin

Qilin (Tionghoa: 麒麟; Pinyin: qílín; Wade–Giles: ch'ilin), juga dieja Kylin, atau Kirin (bahasa Jepang dan Korea) adalah mahkluk mitologis yang terdapat dalam legenda-legenda di berbagai negara di Asia Timur (Tiongkok, Jepang, Korea,

Vietnam, dll.) dan dikisahkan selalu muncul bersamaan dengan datangnya seorang bijak. Qilin adalah sebuah pertanda baik yang menghadirkan ruì (Tionghoa: 瑞;

Pinyin: ruì; yang lebih kurang dapat diterjemahkan sebagai "ketenangan" atau

"kemakmuran").

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Qilin atau kirin merupakan perwujudan makhluk mistis dari rusa, kuda, sapi, kambing, serigala. Makhluk ini memiliki bentuk kepala kambing, badan rusa, kaki kuda, menerjang seperti serigala, berekor sapi, dan di kepalanya memiliki tanduk.

Bentuk badan seperti sapi, sedangkan kepala dan ekor seperti naga. Ia seringkali digambarkan dengan api yang menutupi seluruh tubuhnya. Di Tiongkok dan Jepang, rakyat percaya bahwa Qilin adalah hewan suci, pelindung negeri dari bencana. Qilin adalah pelindung sebelah barat dan dilambangkan dengan kekuatan petir. Qilin berwujud menyerupai kura bersisik berkepala singa bertanduk rusa dan lambang bagi pelindung anak-anak.

Dalam Legenda Tiongkok Qilin melambangkan kemakmuran dan kedamaian.

Dia muncul saat pemerintahan makmur dan damai atau muncul bersamaan dgn adanya orang bijak. Konghucu mempunyai hubungan erat dgn mahluk ini. Karena

Qilin muncul saat Konghucu lahir dan mati terpanah menjelang Konghucu wafat

(sumber dari kitab Chun qiu 春秋). Pada tahun 1414, rombongan armada laksamana

Zheng He(鄭和) mendarat di Bengala India, dan saat kembali ke Beijing beliau membawa 2 ekor Jerapah hasil persembahan Raja Bengala, di Tiongkok saat itu bertahta Raja ming chengzu (明成祖), beliau mnganggap itu adalah qilin dan sebagai pertanda makmurnya negara dibawah pimpinan beliau.

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Bapak Anggie (30 tahun) selaku cicit dari Tjong A Fie mengatakan bahwa:

“Qilin merupakan makhluk suci yang dipercaya sebagai simbol kemakmuran bagi masyarakat Tionghoa. Pada lukisan ini qilin digambarkan sebagai hewan yang dengan bentuk badan rusa, kepala naga, kaki kuda, serta bertanduk rusa.”

Gambar 5.7 Lukisan Qilin Dokumentasi: Rahelia,2018

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VI

ARTI TEKS LUKISAN PADA TJONG A FIE MANSION

Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai artikulasi dari lukisan pada ruang tamu kerabat etnis tionghoa menggunakan teori semiotik oleh Roland Barthes.

Menurut Barthes, semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda, yang mengungkapkan gagasan (artinya atau bermakna), dan merupakan unsur yang terbentuk dari penanda-penanda, serta terdapat di dalam sebuah struktur. Maka tulisan atau aksara dalam lukisan-lukisan yang terdapat pada Tjong A Fie Mansion tersebut akan dikaji secara Filologi melalui teori semiotik yang membahas mengenai tanda dan penanda sehingga menghasilkan sebuah penjelasan mengenai arti dari lukisan tersebut.

Berdasarkan rumusan masalah mengenai bagaimana arti tulisan yang ada dalam lukisan pada Tjong A Fie Mansion, maka pada bagian ini penulis akan membahasnya secara detail dan mendalam.

6.1 Lukisan Delapan Dewa Menyeberangi Lautan

Lukisan Delapan Dewa menyeberangi lautan terdiri dari Dewa Li Tie Guai

(李铁拐), Dewa Lü Dong Bin (吕洞宾), Dewi He Xian Gu (何仙姑),Dewa Cao Guo

Jiu (曹国舅), Dewa Zhang Guo Lao(張果老), Dewa Han Xiang Zi (韩湘子), Dewa

Zhong Li Quan(鐘 離權),dan Dewa Lan Cai He (藍 采和). Lukisan tersebut

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan lukisan yang terdapat dalam ruang tamu kerabat etnis Tionghoa pada

Tjong A Fie Mansion. Lukisan ini diberikan oleh sahabat Tjong A Fie yang bernama

Wang Da Fan sebagai bentuk rasa kagum kepada Tjong A Fie atas kebaikan hatinya menolong siapapun tanpa memandang status, suku, ras, dan agama.

6.1.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾)

Gambar 6.1 Lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾) Dokumentasi: Rahelia, 2018

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾) terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字 :有道不穷心是月 无水宰泰恬如风

甲子年王大凡写松铁山

Pinyin : Yǒu dào bù qióng xīn shì yuè wú shuǐ zǎi tài tián rú fēng jiǎzǐ nián wáng dàfán xiě sōng tiě shān

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa

Lü Dong Bin (吕洞宾), menurut Bapak Kuang Bao Cheng/Petrus (58 tahun) adalah:

“Ada prinsip sehat dalam kehidupan, selama seseorang tidak pernah ada merasa kekurangan dalam hati dan tetap tenang seperti bulan, meskipun tidak memiliki permintaan baik harta benda kekayaan dalam kehidupan tetap merasa makmur, damai, kehidupannya tetap seperti angin sepoi mengalir dengan sangat baik, Sebuah periode tahun ke-60, ditulis oleh Wang Da Fan, di Tieshan (nama sebuah tempat di Malaysia).”

6.1.2 Lukisan Dewi He Xian Gu (何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu (曹国舅)

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 6.2 Lukisan Dewi He Xian Gu (何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu (曹国舅) Dokumentasi: Rahelia, 2018

Pada lukisan Dewi He Xian Gu(何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu (曹国舅) terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字: 荷花流水窗然去

另有天地非人间

甲子年王大凡写松铁山

Pinyin : Héhuā liúshuǐ chuāng rán qù

lìng yǒu tiāndì fēi rénjiān

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jiǎzǐ nián wáng dàfán xiě sōng tiě shān

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan Lukisan Dewi He Xian Gu(何仙姑) dan Dewa Cao Guo Jiu(曹国舅), menurut Bapak Kuang Bao Cheng/Petrus (58 tahun) adalah:

“Bunga teratai mengalir dari dalam air ke luar, Mengalir ke dalam surga yang bukan merupakan tempat kehidupan manusia ( yaitu surga dan bumi atau kehidupan pada dunia lainnya ), Sebuah periode tahun ke-60, ditulis oleh Wang Da Fan, di Tieshan (nama sebuah tempat di Malaysia).”

6.1.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao(張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘子)

Gambar 6.3 Lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘子) Dokumentasi: Rahelia,2018

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan Dewa Han Xiang Zi(韩湘

子) terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字 : 问余何意栖碧山 绉而不养心自闲 甲子年王大凡写松铁山

Pinyin : Wèn yú hé yì qī bì shān

Zhòu ér bù yǎng xīn zì xián

jiǎzǐ nián wáng dàfán xiě sōng tiě shān

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan

Dewa Han Xiang Zi(韩湘子), menurut Bapak Song Qing Liang (80 tahun) adalah:

“Pemandangan gunung yang indah, Sangat baik dijadikan tempat yang sesuai untuk beristirahat dari semua kesibukan, Sebuah periode tahun ke-60, ditulis oleh Wang Da Fan, di Tieshan (nama sebuah tempat di Malaysia).”

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6.1.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和)

Gambar 6.4 Lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和) Dokumentasi: Rahelia,2018

Pada lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和) terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字: 昙花具弃春三月

碧波浩渺达万顷

甲子年王大凡写松铁山

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pinyin : Tánhuā jù qì chūn sān yuè

bìbō hàomiǎo dá wànqǐng

jiǎzǐ nián wáng dàfán xiě sōng tiě shān

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan

Dewa Han Xiang Zi(韩湘子), menurut Bapak Song Qing Liang (80 tahun) adalah:

“Bunga Wijayakusuma (ratu malam) atau Epiphyllum oxypetalum dengan meninggalkan musim semi di bulan Maret, Ombaknya besar sekali sehingga menutupi area yang sangat luas, Sebuah periode tahun ke-60, ditulis oleh Wang Da Fan, di Tieshan (nama sebuah tempat di Malaysia).”

6.2 Lukisan Seratus Bangau

Lukisan seribu bangau merupakan lukisan yang terdapat dalam ruang tamu kerabat etnis Tionghoa di Tjong A Fie Mansion. Lukisan ini ditenun dan dilukis diatas kain.

Menurut Bapak Anggie (30 tahun) selaku cucu Tjong A Fie, mengatakan bahwa :

“Lukisan seratus bangau diberikan oleh kerabat Tjong A Fie dengan tujuan sebagai ucapan doa untuk Tjong A Fie dan keluarga agar tetap diberikan kesehatan dan murah rejeki.”

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 6.5 Lukisan Seratus Bangau Dokumentasi: Rahelia, 2018

Pada lukisan seribu bangau terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字 :百鹤朝阳

Pinyin : Bǎi hè cháoyáng

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan seribu bangau, menurut Bapak Song

Qing Liang (80 tahun) adalah:

“Sinar matahari yang menyinari ratusan burung bangau.”

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6.3 Lukisan Ucapan Ulang Tahun

Lukisan ucapan ulang tahun ini merupakan hadiah yang diberikan oleh seorang kerabat Tjong A Fie untuk memperingati hari ulang tahun istri Tjong A Fie yaitu Nyonya Lim Koei Yap yang ke-70 tahun. Lukisan ini ditenun dan dilukis di atas kain.

Gambar 6.6 Lukisan Ucapan Ulang Tahun Dokumentasi: Rahelia,2018

Pada lukisan ucapan ulang tahun terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字 : 松鹤遐龄

耀轩马腰大人七旬开一燊寿大庆

宗愚第韶光鞠躬敬贺

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pinyin : Sōng hè xiálíng

yào xuān mǎ yāo dàrén qī xún kāi yī shēn shòu dàqìng

zōng yú dì sháoguāng jūgōng jìng hè

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan seribu bangau, menurut Bapak Kuang

Bao Cheng/Petrus (58 tahun) adalah:

“Umur manusia seperti pohon pinus dan burung bangau, Yang dipercaya sebagai simbol umur panjang, Mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-70 (tujuh puluh) tahun, Tetap jaya, makmur dan sehat selalu.

6.4 Lukisan Qilin

Lukisan Qilin ini merupakan hadiah pemberian dari selir raja Tiongkok yang adalah sahabat Tjong A Fie. Ia memberikan lukisan tersebut sebagai lambang doa bagi keluarga Tjong A Fie agar selalu makmur dan beruntung.

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 6.7 Lukisan Qilin Dokumentasi: Rahelia,2018

Pada lukisan Qilin terdapat sebuah tulisan aksara Tiongkok kuno yang telah diubah oleh penulis ke dalam bentuk modern, sebagai berikut:

现代汉字: 麟趾贻休

诗人颂太姒仁厚之德日麟

之趾振振公子详曰性仁

厚故其趾亦仁厚文王后妃

仁厚故其子亦仁厚

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pinyin : Lín zhǐ yí xiū

shīrén sòng tài si rénhòu zhī dé rì lín

zhī zhǐ zhèn zhèn gōngzǐ xiáng yuē xìng rén

hòu gù qí zhǐ yì rénhòu wénwáng hòufēi

rénhòu gù qí zi yì rénhòu

Adapun arti dari tulisan dalam lukisan seribu bangau, menurut Bapak Kuang

Bao Cheng/Petrus (58 tahun) adalah:

“Sebagai hadiah lukisan dari selir raja, Dimana terdapat hewan qilin yang dipercaya sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran bagi masyarakat Tionghoa.”

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

Filologi merupakan ilmu yang membahas mengenai teks-teks dalam naskah kuno dan erat kaitannya dengan peninggalan sejarah dan kebudayaan di masa lampau.

Keberadaan teks atau naskah kuno tersebut sangat penting sebagai produk budaya yang perlu dikaji dan didalami. Hal ini dikarenakan dalam teks atau naskah tersebut terkandung banyak makna dari hasil pemikiran para cendekiawan terdahulu kita yang dapat dikembangkan sebagai bahan acuan dari ilmu yang terkait.

Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno.

Naskah-naskah kuno tersebut tersebar dipelbagai belahan dunia dan sangat disayangkan jika tidak diteliti dan dikaji. Dilihat dari bentuk fisik, maka objek kajian filologi adalah tulisan tangan (handschrift). Dalam perkembangannya, sentuhan teknologi menghasilkan beranekaragam bentuk fisik dari handschrift seperti tulisan tangan di daun lontar, kulit, kertas, serta tulisan cetakan pada kertas, kanvas, dan microfilm. Adanya bentuk cetakan dan microfilm merupakan usaha manusia untuk mengawetkan naskah lama dengan bantuan teknologi modern. Itulah sebabnya lukisan yang memiliki tulisan kuno didalamnya juga termasuk dalam kajian filologi.

Salah satu tokoh Legendaris etnis Tionghoa yang memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan kota Medan, yang dahulu bernama tanah Deli adalah

Tjong Fung Nam atau yang dikenal dengan nama Tjong A Fie. Ia berasal dari negeri

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tiongkok, tepatnya di kampung Songkou, Kabupaten Mei (Mei Xian), Provinsi

Guangdong, Tiongkok Selatan. Tjong A Fie lahir pada tahun 1860 dari sebuah keluarga Hakka, dan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Tjong Lian Xiang dan ibu yang bermarga Li.

Setelah melakukan tinjauan langsung terhadap lokasi penelitian yang berada di Jalan Jendral Ahmad Yani No.105, Kesawan, Medan Barat ini maka penulis mendapati sebanyak 24 buah lukisan yang didalamnya terdapat tulisan kuno yang dapat diteliti melalui kajian filologi. Lukisan-lukisan tersebut tidak secara keseluruhan dijadikan sebagai objek kajian dikarenakan penulis hanya akan mengkaji lukisan yang berada dalam Ruang Tamu Kerabat Etnis Tionghoa, dimana ruangan tersebut memiliki 8 lukisan yang didalamnya terdapat tulisan dengan aksara

Mandarin, namun yang akan dijadikan objek penelitian adalah sebanyak 7 lukisan. hal tersebut dikarenakan terdapat 2 lukisan yang memiliki tulisan dengan aksara yang sama, maka secara otomatis akan memiliki arti yang sama juga.

Ketujuh lukisan tersebut terdiri dari :

1. Empat lukisan yang merupakan bentuk dari penjelasan mengenai “Delapan

Dewa Menyeberangi Lautan ( 八 仙 过 海 ). Diceritakan 8 Dewa tidak

menggunakan perahu untuk menyeberangi lautan, melainkan menggunakan

kesaktian mereka. Mereka adalah simbol keberuntungan bagi masyarakat

Tionghoa. Masing-masing Dewa mewakili delapan kondisi kehidupan: anak

muda, lansia, kemiskinan, kekayaan, rakyat jelata, ningrat, pria, dan wanita.

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dewa-dewa tersebut yaitu : Dewa Li Tie Guai (李铁拐) dan Dewa Lü Dong

Bin(吕洞宾), Dewi He Xian Gu (何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu

(曹国舅), Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘

子), Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和).

2. Dua lukisan yang merupakan bentuk dari penjelasan mengenai “Burung

bangau dan pohon song”. Hubungan kedua bentuk tersebut berdasarkan

kepercayaan masyarakat Tionghoa, yaitu sebagai simbol panjang umur, murah

rejeki, keberuntungan, dan kesehatan.

3. Satu lukisan yang merupakan bentuk dari penjelasan mengenai “Qilin”.

Hewan dalam mitologi masyarakat Tionghoa yang dipercaya sebagai simbol

kemakmuran dan ketenangan.

6.2 Saran

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tjong A Fie merupakan seorang Mayor yang sangat dermawan dan suka membantu semua kalangan. Banyak kontribusi yang dihasilkan oleh beliau dan abangnya Tjong Yong Hian untuk perkembangan kota Medan.

Dari penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya dilakukan adanya publikasi secara terus-menerus untuk mengembangkan kajian mengenai ilmu filologi. Perlunya publikasi tersebut untuk membuka wawasan para peneliti lain, masyarakat umum yang tertarik dengan ilmu filologi serta semua jenis kalangan. Dengan begitu diharapkan ilmu filologi dapat diterapkan dan dipakai oleh peneliti lain dan sosok

Tjong A Fie dapat selalu dikenal dan dikenang sebagai pahlawan berjasa untuk kota

Medan.

DAFTAR PUSTAKA

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Saefudin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ardiani, Rahcma Dwi. 2013. Serat Kawruh Nabuh Gangsa dalam Kajian Filologis. Semarang: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Bahri. 2008. Konsep dan Definisi Konseptual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Baried, Siti Baroroh dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. 1994. Pengantar Teori Filologi, cetakan ke-2. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.

Barthes, Roland. 2006. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol dan Representasi (Dr. Wenig Udasmoro, Penerjemah). Yogyakarta: Jalasutra.

BPS Kota Medan. 2015. Kota Medan dalam Angka 2015. Medan: BPS Kota Medan.

Bremen, Jan. 1997. Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial pada Awal Abad ke-20. Jakarta: Grafiti.

Buiskool, Dirk. 2005. “Medan A Plantation City on the East Coast of Sumatera 1870-1942”, dalam Kota Lama Kota Baru: Sejarah Kota-Kota di Indonesia. Yogyakarta: Ombak, hal. 275-300).

Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana.

Chandra, Rebecca. 2011. Legacy of Great Leader: Tjong Yong Hian. Medan: Budihardjo Chandra and Family.

Chang, Queeny. 2000. Memories of a Nonya. Singapura: Singapura Post.

Christyawaty, Eny. 2011. Rumah Tinggal Tjong A Fie: Akulturasi dalam Arsitektur Bangunan pada Akhir Abad ke-19 di Kota Medan. Medan: Jurnal Sangkhakala, Vol. XIV No. 27/2011.

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Darusuprapta. 1984. “Beberapa Masalah Kebahasaan dalam Penelitian Naskah” Widyaparwa. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.

Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasko.

Fathurahman, Oman. 2017. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta: Kencana.

Groenenoer, Kees. 2002. Den Varst ander de Taal-Geleerden:Hermen Neubramer van der Tuuk Taalafgevaaardigde voor Indie van het Nederlandsch Bijbelgenoootschap. Leiden: KITLV Uitgeverij.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Hoon, C. Y. 2012. Identitas Tionghoa, Pasca Soeharto : Budaya, Politik dan Media. Jakarta: Yayasan Nabil dan LP3ES.

Hutauruk, Ahmad Fakhri. Penggunaan Biografi Tjong A Fie dalam Menggali Nilai Multikulturalisme Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah (Pembelajaran Naturalistik dalam Pembelajaran Sejarah Lokal di Kelas XI IPS SMA Al- Ulum Medan). Medan: Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014.

Jufrida. 2007. Masuknya Bangsa Cina ke Pantai Timur Sumatera. Medan: jurnal Historisme Edisi No.23/Tahun XI/Januari 2007.

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta

Kong Yuanzhi. 2005. Silang Budaya Indonesia-Tiongkok. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Krisyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Levy, J. 2000. Translation as a Decision Process. London: Routledge.

Liem, Dr. Yusiu. 2000. Prasangka terhadap Etnis Cina. Jakarta: Djambatan.

Lubis, M.Rajab. 1995. Pribumi di Mata Orang Cina. Medan: PT Pustaka Widyasarana.

Lubis, Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Luthfi, Khabibi Muhammad. 2016. Kontekstualisasi Filologi Dalam Teks-Teks Islam Nusantara. Jawa Tengah: Institut Pesantren Mathali‟ul Falah.

Mahsun. 2005. Metode Pnelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Press.

Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset.

Miles, M.B., & Huberman, A.M. 1984. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Nababan, Chrismas Ria. 2013. Analisis Program Publisitas Wisata Budaya Tjong A Fie Mansion dalam Meningkatkan Jumlah Wisatawan Domestik. Medan: Jurnal Ilmu Komunikasi Flow, Vol 1 No. 3 Tahun 2013.

Nurhaiza. 2015. Kajian Organisasi Ruang pada Bangunan Rumah Tjong A Fie Berdasarkan Kaidah Arsitektur Cina. Aceh: Jurnal Arsitekno Volume 5 No.5 Januari 2015.

Pamungkas, Naris Wari Ratih. 2014. Kajian Filologi dan Perbandingan Etiket Jawa- Belanda dalam Serat Soebasita. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Pasaribu, Cynthia Mutiara. 2015. Kajian Isu Pemekaran di Kota Medan: TinjauanBerdasarkan Kondisi Ketimpangan Wilayah. Semarang: Jurnal Wilayah dan Lingkungan Volume 3 No.3 Desember 2015.

Purcell, Victor. 1987. The Chinese in Southeast Asian. London: Oxford University.

Reynold, L.D., & Wilson, N.G. 1975. Scribes and Scholars: A Guide to the Transmission of Greek & Latin Literature. Oxford: Clarendon Press.

Ricklefs, M.C dan P. Voorhoeve. 1977. Indonesian Manuscripts in Great Britain. London: Oxford University Press.

Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: URL.

Rohmatun, Siti. 2013. Serat Rahsaning Salat (Suatu Tinjauan Filologis). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Singarimbun, Masri., & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA . 2009. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Soeratno, Siti Chamamah, Michael Vatikiotis, dkk. 2004. Kraton Jogja: The History and Cultural Heritage. Jakarta: Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Indonnesia Marketing Association (IMA).

Sudaryanto. 1993. Metode Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudibyo. 2007. Kembali ke Filologi: Filologi Indonnesia dan Tradisi Orientalisme. Yogyakarta: Jurnal Humaniora Volume 19 No.2 Juni 2007.

Sugiyono. 2009. Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryadinata, Leo. 1978. The Chinese Minority in Indonesia: Seven Papers. Singapore: Chopmen Enterprises.

. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: LP3ES.

Sutrisno, S. 1981. Relevansi Studi Filologi. Yogyakarta: Liberty.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Tylor, Edward Burnett. 1871. Primitive Culture. London: John Murray.

Wahid, H.M. Hidayat Nur. 2006. Suku Tionghoa Dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Jakarta: Suara Kebangsaan Tionghoa Indonesia (Sakti) Asosiasi Wartawan Muslim (Awam) Indonesia.

Wang, Shouye., Liang, Minhe., Liu Xinsheng. 2006. Indonesia. Beijing: Social Sciences Academic Press.

Wicaksana, Pandu. 2013. Kajian Filologi Naskah Piwulang Patraping Agesang. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Widodo. 2009. Kajian Filologi Serat Patraping Ngelmu Pangukudan. Semarang: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Yusita, Kusumarini. 2006. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia. http://staff.uny.ac.id/sites/default/../DIKTAT-Filologi-2:P (diakses 13 September 2018) http://hendyyuniarto.blogspot.com/2018/12/filologi-di-kawasan-nusantara.html (diaskses 15 September 2018) http://museologi2010.blogspot.com/2010/10/sejarah-perkembangan-filologi.html (diakses 15 September 2018) http://journal.ugm.ac.id/index.php/jurnal-humaniora/article/download/ (diakses 15 September 2018) http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera- utara/detail/1271/kota-medan (diakses 18 September 2018) http://pemkomedan.go.id/new/hal-lambang-kota-medan.html (diakses 18 September 2018) http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kesawan,_Medan&oldid=14062655 (diakses 19 Oktober 2018) http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jwl (diakses 19 Oktober 2018)

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN I

Pertanyaan

1. Bagaimana sepak terjang Tjong A Fie hingga bisa menjadi sosok dermawan

yang kaya raya di kota Medan?

2. Apa saja peninggalan-peninggalan Tjong A Fie yang dapat diteliti melalui

kajian filologi?

3. Bagaimana keadaan lukisan yang akan dijadikan sebagai objek kajian filologi?

4. Apa yang menjadi latar belakang lukisan tersebut diletakkan pada ruang tamu

kerabat etnis tionghoa Tjong A Fie Mansion?

5. Apakah lukisan tersebut masih asli atau sudah merupakan duplikat dan hasil

pembaharuan?

6. Apakah sudah pernah ada penelitian sebelumnya yang juga meneliti lukisan

ini?

7. Bagaimana ketertarikan wisatawan baik lokal maupun mancanegara terhadap

Tjong A Fie Mansion?

8. Bagaimana cara pengurus mempromosikan Tjong A Fie Mansion ini?

9. Bagaimana bentuk lukisan pada ruang tamu kerabat tionghoa yang menjadi

objek kajian penulis?

10. Apakah bentuk lukisan tersebut disesuaikan berdasarkan arti dari tulisan

dalam lukisan tersebut?

11. Bagaimana arti dari tulisan dalam lukisan tersebut?

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Tjong Nyie Mie / Mimi Wahyudharma

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 70 tahun

Suku : Tionghoa

Keterangan : Cucu Tjong A Fie

Hasil Wawancara

Tanggal : 15 Desember 2018

Waktu : 11.00 – 13.00

Tempat : Tjong A Fie Mansion

No Hasil Wawancara

1 Pertanyaan :

Bagaimana sepak terjang Tjong A Fie hingga bisa menjadi sosok dermawan

yang kaya raya di kota Medan?

Jawaban :

Pada tahun 1879, pada usia 18 tahun, Tjong A Fie meninggalkan kampusng

halamannya menuju tanah Deli. Berbekal kiat-kiat dagang yang

diturunkannya melalui ayahnya, yang merupakan seorang pedagang, Tjong

A Fie mampu mendirikan kerajaan bisnis yang sukses di tanah Deli.

2 Pertanyaan :

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apa saja peninggalan-peninggalan Tjong A Fie yang dapat diteliti melalui

kajian filologi?

Jawaban :

Menurut saya, peninggalan yang dapat diteliti melalui kajian filologi pada

mansion ini, yaitu: lukisan, kain, keramik, buku serta objek lainnya yang

memiliki tulisan kuno.

3 Pertanyaan :

Bagaimana keadaan lukisan yang akan dijadikan sebagai objek kajian

filologi?

Jawaban :

Ada sebagian kain, keramik dan buku yang sudah rusak dan tulisannya sudah

tidak jelas untuk di baca dan di telaah, namun tulisan pada lukisan-lukisan di

mansion ini masih cukup jelas untuk diteliti. Keadaan lukisan tersebut masih

cukup baik karena dirawat dan dilukis pada bahan yang bagus.

4 Pertanyaan :

Apa yang menjadi latar belakang lukisan tersebut diletakkan pada ruang

tamu kerabat etnis tionghoa Tjong A Fie Mansion?

Jawaban :

Ketujuh lukisan dalam ruang tamu kerabat etnis tionghoa merupakan hadiah

dari teman dekat maupun saudara Tjong A Fie yang diberikan dengan

maksud dan tujuan masing-masing.

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5 Pertanyaan :

Apakah lukisan tersebut masih asli atau sudah merupakan duplikat dan hasil

pembaharuan?

Jawaban :

Lukisan tersebut merupakan pembaharuan yang diprint kembali pada kanvas

atau media cetak.

6 Pertanyaan :

Apakah sudah pernah ada penelitian sebelumnya yang juga meneliti lukisan

ini?

Jawaban :

Menurut saya dan dari sepengetahuan saya belum pernah ada sebelumnya

penelitian yang membahas mengenai filologi dan mengambil objek

kajiannya pada lukisan.

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nama : Anggie Prawira

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Suku : Tionghoa

Keterangan : Cicit Tjong A Fie

Hasil Wawancara

Tanggal : 28 Agustus 2018

Waktu : 14.00-16.00

Tempat : Tjong A Fie Mansion

No Hasil Wawancara

1 Pertanyaan :

Bagaimana ketertarikan wisatawan baik lokal maupun mancanegara terhadap

Tjong A Fie Mansion?

Jawaban :

Menurut saya, baik wisatawan lokal maupun mancanegara memiliki

ketertarikan yang besar. Hal itu dibuktikan melalui banyaknya kunjungan atau

pengunjung yang datang ke mansion ini setiap harinya. Pengunjung tersebut

datang dengan tujuan yang berbeda-beda, mulai dari hanya sekedar melihat-

lihat saja, untuk tugas penelitian, kunjungan kerja, pembelajaran budaya dan

sejarah masa lampau, dan lain sebagainya. Pengunjung yang datang juga

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berasal dari berbagai daerah, suku, agama, serta instansi maupun perorangan

baik dalam negeri maupun luar negeri.

2 Pertanyaan :

Bagaimana cara pengurus mempromosikan Tjong A Fie Mansion ini?

Jawaban :

Cara yang dilakukan oleh pengurus dalam mempromosikan mansion ini yaitu

melalui mengundang media untuk meliput acara atau kegiatan yang dilakukan

di mansion ini, memgadakan aktivitas program budaya yang rutin dikakukan

setiap tahunnya, serta membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para peneliti

untuk menggali lebih dalam baik budaya maupun sejarah Tjong A Fie.

Nama : Bapak Song Qing Liang

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 80 tahun

Suku : Tionghoa

Keterangan : Pengurus Klub Belajar Shufa di Jl. Monginsidi No. 32, Anggrung,

Medan Polonia.

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil Wawncara

Tanggal : 23 September 2018

Waktu : 15.00-17.00

Tempat : Ho Teh Tiam (HTT)

No Hasil Wawancara

1 Pertanyaan :

Bagaimana bentuk lukisan pada ruang tamu kerabat tionghoa yang menjadi

objek kajian penulis?

Jawaban :

4 lukisan merupakan lukisan delapan dewa menyeberangi lautan.

Dikisahkan bahwa kedelapan dewa tersebut menyeberangi lautan dengan

kesaktian mereka masing-masing. Delapan dewa adalah simbol

keberuntungan bagi kepercayaan masyarakat tionghoa.

2 lukisan mengenai burung bangau dan pohon song. Dalam kepercayaan

masyarakat tionghoa burung bangau yang disinari oleh cahaya matahari

merupakan simbol murah rejeki. Biasanya lukisan ini diberikan untuk

hadiah ulang tahun.

1 lukisan mengenai qilin. Dalam legenda Tiongkok qilin melambangkan

kemakmuran dan kedamaian. Qilin biasanya digambarkan dalam wujud

rusa, kuda, sapi, kambing maupun serigala.

2 Pertanyaan :

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Apakah bentuk lukisan tersebut disesuaikan berdasarkan arti dari tulisan

dalam lukisan tersebut?

Jawaban :

Ya, bentuk dalam setiap lukisan sesuai dengan arti dari tulisan-tulisan

tersebut.

Nama : Kuang bao cheng (Bapak Petrus)

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 58 tahun

Suku : Tionghoa

Keterangan : Pengurus Klub Belajar Shufa di Jl. Monginsidi No. 32, Anggrung,

Medan Polonia.

Hasil Wawncara

Tanggal : 23 September 2018

Waktu : 15.00-17.00

Tempat : Ho Teh Tiam (HTT)

No Hasil Wawancara

1 Pertanyaan :

Bagaimana bentuk lukisan pada ruang tamu kerabat tionghoa yang

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi objek kajian penulis?

Jawaban :

4 lukisan digambarkan dalam bentuk delapan dewa menyeberangi lautan.

Delapan dewa merupakan salah satu favorit dari para seniman tiongkok

karena melambangkan keberuntungan karena kedelapan dewa memiliki

kebaikan hati memberi pertolongan pada orang miskin dan yang

membutuhkan.

2 lukisan mengenai burung bangau dan pohon song merupakan simbol

panjang umur serta kesehatan bagi kepercayaaan masyarakat tionghoa.

Dikarenakan burung bangau dan pohon song mampu bertahan hidup

selama ratusan tahun bahkan hingga mencapai usia 600 tahun.

1 lukisan mengenai qilin. Dipercaya qilin merupakan lambang kedamaian

bagi masyarakat tionghoa. Qilin biasanya digambarkan dengan bentuk

kepalla kambing, badan rusa, kaki kuda, berekor sapi, dan bertannduk

rusa juga.

2 Pertanyaan :

Apakah bentuk lukisan tersebut disesuaikan berdasarkan arti dari tulisan

dalam lukisan tersebut?

Jawaban :

Ya, bentuk lukisan sesuai dengan arti tulisannya.

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN II

Foto bersama narasumber

Foto bersama Bapak Kuang bao cheng (Bapak Petrus) di Ho Teh Tiam (HTT) di jl.

Monginsidi No. 32, Anggrung, Medan Polonia.

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Foto bersama Ibu Mimi Tjong dan Bapak Rudiansyah

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Foto saat penelitian di Tjong A Fi Mansion

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN III

Foto Lukisan di Ruang Tamu Kerabat Etnis Tionghoa

1. Lukisan Dewa Li Tie Guai (李铁拐)dan Dewa Lü Dong Bin(吕洞宾)

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Lukisan Dewi He Xian Gu (何仙姑)dan Dewa Cao Guo Jiu (曹国舅)

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Lukisan Dewa Zhang Guo Lao (張果老)dan Dewa Han Xiang Zi (韩湘子)

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Lukisan Dewa Zhong Li Quan(鐘離權) dan Dewa Lan Cai He (藍采和)

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Lukisan Seribu Bangau

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6. Lukisan Ucapan Ulang Tahun

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7. Lukisan Qilin

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 摘要

本论文的题目是《印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究》。本论文的目的是了解

绘画文本的形式和了解绘画文本的意义。本研究的概念是棉兰华人、文献学

和张耀轩公馆。作者采用描述性和定性方法。本研究的数据是文献研究、观

察、面试和问卷调查。研究现场在张耀轩公馆。那座公里有很多传统汉字绘

画。所以笔者将在文献学研究的基础上,对 7 幅绘画进行研究。本出版物的

目的是让公众了解第七幅画的形式和意义。

关键词:文献学;张耀轩公馆;棉兰

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 目录

摘要 ...... i 目录 ...... ii 第一章 引言

1.1 选题背景 ...... 1 1.2 研究目的 ...... 2 1.3 前人研究 ...... 2 1.4 研究办法 ...... 3 1.5 理论意义 ...... 3 第二章 概念

2.1 棉兰华人 ...... 4 2.2 文献学 ...... 6 2.3 张耀轩公馆 ...... 8 第三章 印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究

3.1 绘画文本的形式 ...... 10 3.1.1 八仙过海的绘画 ...... 10 1 铁拐李 ...... 11 2 钟离权 ...... 13 3 张果老 ...... 15 4 曹国舅 ...... 15 5 韩湘子 ...... 17 6 蓝采和 ...... 18 7 何仙姑 ...... 18 8 吕洞宾 ...... 19 3.1.2 百鹤的绘画 ...... 21 3.1.3 生日祝福的绘画 ...... 23

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.1.4 麒麟的绘画 ...... 25 3.2 绘画文本的意义 ...... 27 3.2.1 八仙过海的绘画 ...... 27 3.2.5 百鹤的绘画 ...... 29 3.2.6 生日祝福的绘画 ...... 29 3.2.7 麒麟的绘画 ...... 30 第四章 结论

4.1 结论 ...... 31 4.2 建议 ...... 32 参考文献 ...... 33 致谢 ...... 34

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 第一 章 引言

1.1 选题背景

棉兰位于印尼苏门答腊岛东北部,是北苏门答腊省的首府,也是仅次于雅

加达和泗水的印尼第三大城市,人口超过两百万。这里是海外客家人后裔的重

要聚居城市。

直到十九世纪初期,棉兰仍是人口只有一两百人的小村庄,一八六一年闽

南移民开始来到这里。一八六三年几位住在爪哇岛上的荷兰人来到这里种植烟

草,卖往欧洲市场后很受欢迎,因而种植规模不断扩大。他们需要大批劳力,

华人劳工不断到此谋生。

张耀轩(1860-1921 年),耀轩公讳鸿南,印尼名称张阿辉(Tjong A Fie),

系中国广东梅县松口堡人。张氏有兄弟 7 人及 1 个妹妹。张榕轩之弟,18 岁随

兄到南洋创业,是张榕轩开发棉兰地区与建设潮汕铁路的主要合作者。他积极

支持孙中山领导的辛亥革命、事业家、慈善家和爱国侨领。

张耀轩于清光绪五年(1879 年),应其兄张榕轩之邀前往棉兰并委任为企业

总管,鼎力协助发展事业。后来张耀轩也在西甫兰地区买下一处荷兰人经营不

善之大种植园,并委任另一荷兰人安尼斯为其 30 多个种植园的总管,经营种

植橡胶,成为该 地委任白人为其总管的第一个华侨种植园主。

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1921 年 2 月 8 日,张耀轩在棉兰侨居地病逝。出殡之日,不分种族和国

籍,人们从亚齐、巴东、爪哇、槟榔屿、新加坡等地赶来参加葬礼,对这位曾

为发展棉兰地区的经济、为当地社会做过许多好事的一代华侨先贤表示哀悼。

座落于棉兰 KESAWAN SQUARE 地区的张耀轩先生的故居,建于 1895 年,

为一间双层中式大宅,当时这间大宅的设计师融合了中国,欧洲及马来元素于

一体,白墙绿瓦、雕梁画栋、古色古香。

1.2 研究目的

1. 了解释绘画文本的形式。

2. 了解释绘画文本的意义。

1.3 前人研究

刘一斌 (2016),在《中国和印度尼西亚的故事》 中国和印尼地理相近,人

文相亲。早在 2000 多年前的中国汉代,两国人民就冲破大海的重重阻隔,打开

交往的大门。1950 年中印尼建交以来,两国关系历经风雨,走过不平凡历程,

取得历史性成就。特别是 1998 年两国全面战略伙佯关系建交立后,中印尼关系

进入全面、深入、健康、快速发展的新轨道。

饷淦中(2011),在《楷范垂芬耀千秋 : 印尼张榕轩先贤逝世一百周年纪念文

集》中国近代华侨历史上,有两位遐迩闻名的华侨企业家、慈善家和事业报国

的爱国侨领。他们就是祖籍广东梅县华侨投资商办铁路的张榕轩、张耀轩兄弟

俩。张榕轩(1850-1911 年),名煜南,家名爵干;张耀轩(1860-1921 年),

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 名鸿南,家名爵辉,系梅县松口溪南人。

1.4 研究方法

作者采用描述性方法和定性方法:

1. 在张耀轩公馆中,用观察法找到一些绘画。

2. 与“定性访谈”研究相关的文献学。

1.5 理论意义

本文所使用的理论是符号学理论。

《符号学原理》为作者的文化符号学理论代表作,20 世纪 60 年代发表以

来,风行世界各国,已成为当代西方文学理论的经典之一。《符号学原理》涉

及语言学、文学理论、文化理论等广阔人文领域,对结构主义和符号学的基本

方法论,提供了一份简明教材,适合于关心美学、文化理论的广大读者研读。

罗兰·巴尔特(Roland Barthes,1915-1980),法国著名结构主义文学理

论家与文化评论家。其一生经历可以大致划分为三个阶段:媒体文化评论期

(1947-1962)、高等研究院教学期(1962-1976),以及法兰西学院讲座教授

期(1976-1980)。

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 第二章 概念

2.1 棉兰华人

印度尼西亚苏门答腊岛第一大城市,北苏门答腊省首府。位于苏门答腊岛

东北部日里河畔,棉兰市由巴塔克人、瓜哇人、马来人、华人等民族组成,其

中华人占 19%以上,大多数人从事工商贸易。棉兰市设有 21 个区和 151 个分区,

人口约 211 万 。

城市为海拔 25 米的低地,气候宜人。19 世纪末属棉兰小村,附近种植园

兴起后,发展为城市,一时是烟草 、橡胶、椰子、茶叶、油棕等农产品集散

地和加工中心。作为新兴城市,市区街道与建筑物布局整齐,重要的商业城,

是苏门答腊岛北部地区经济中心。工业以炼油、 化工、纺织、机械制造、椰

油、橡胶制品、卷烟、肥皂、饮料等为主。设有种植园、油田和铁路管理局、

货栈及与之紧密联系的国内外银行机构,是仅次于雅加达的金融和商业中心。

外港勿老湾是现代化港口,是石油装运港,也是国内橡胶、烟草、剑麻和棕油

的最大出口港。进出口船舶吨位居印尼第四,仅次于雅加达、巨港和泗水。附

近是全国最大的种植园区 。北苏门答腊铁路 、公路枢纽进出方便,国际机场

可通马来西亚、泰国等地。

市内主要历史建筑是日里苏丹宫,还有清真寺、博物馆、烟草研究所、北

苏门答腊大学和北苏门答腊伊斯兰大学等。棉兰的名字 Medan 实际上是来自伊

斯兰教圣城-沙特阿拉伯的麦地那 (Madina)。

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 印度尼西亚华人是居住于印度尼西亚的华族,源自于过去数百年来从中国

南方的迁移。 印尼华人拥有不同的祖籍地、移民时间,分布于印尼不同的地

区。根据研究,印尼华人大多来自于中国的南方省份,如福建、海南、广东。

印尼华人大多分布于城市如雅加达、泗水、棉兰、北干巴鲁、三宝珑、坤甸

(庞提纳克)、锡江(马卡萨)、巨港、万隆及邦加槟港等。

最早的华人移民潮发生在荷兰殖民的早中期,大多数都是寻找商机的商贩。

华人与印尼原住民的关系直到今天都还是问题重重。一些评论者认为这可以追

溯到荷兰殖民时期。当时荷兰人的殖民政策偏爱华人,因此华人在这一地区建

立了经济上的主导地位。

荷兰人建立的社会等级制度使得华人很难与当地原住民融合。因为华人和

阿拉伯裔是社会的第二等级,土著是社会的最底层,欧洲人位于社会的最高等

级。荷兰人是选择性的优待某个少数民族或宗教而达到其破坏原有社会体制策

略的发明者。 华人成为他们殖民统治的道具,成为缓冲其与原住民矛盾的缓

冲器。法国人和英国人后来采用了同样的策略,他们利用当地的天主教信徒和

犹太人来统治阿拉伯世界。

由于华人被荷兰人认为聪明,勤奋,有能力管理大农场而受优待,许多华

人成了殖民统治的支持者。事实上,在荷兰殖民早期,华人积极支持荷兰人在

这片地区建立其统治地位。例如,17 世纪时万丹省的“中国船长”Souw Beng

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kong(宋八公)在他管理雅加达的时期大量组织华人移民到印尼,这极大的动

摇了这一地区的经济,使得荷兰人更容易征服伊斯兰万丹王国。

作为奖励,在 1619 年宋八公成为第一个 Kapitein der Chinezen。并奖励给

他的继承人封地,授予世袭的 Sia 称号。这些贵族化的峇峇娘惹掌握了爪哇岛

上从原住民贵族手中没收来的大量土地和财富。通过这种手法,他们统治了雅

加达的峇峇娘惹和华人。这种体系后来延伸到了爪哇在内的其他的岛屿上。

2.2 文献学

文献学是以文献和文献发展规律为研究对象的一门科学。研究内容包括:

文献的特点、功能、类型、生产和分布、发展规律、文献整理方法及文献与文

献学发展历史等。治学的基础、资料的源头、深入研究的门径。它可以根据学

科领域划分为历史文献学、古典文献学等。

文献学是在文献工作经验积累的基础上产生和发展起来的。为了收集、整理、交

流和利用文献,就必须对文献的特点、生产方式和整理方法进行研究,从中总结出规

律,从而逐渐形成了文献学。

中国古代虽无“文献学”一词,但许多学者在开展学术研究的同时,进行

了大量文献整理和研究工作;历代文献收藏家也积累了丰富的经验。从中国古

代文献研究的情况来看,其内涵比较广泛,除研究一般的文献发展史外,还涉

及文字的校订,版本的鉴别,对内容得失的评品及目录的编制等。如汉代刘向、

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 刘歆父子校理群书,编制《别录》、《七略》是整理文献;郑玄为群经作注,

也属整理文献。最早以专著形式系统讨论文献学的是南宋的郑樵。他在《通

志·校雠略》中从理论上阐述了文献工作中的文献收集、鉴别真伪、分类编目、

流通利用等问题。郑樵以后,系统研究文献学理论的是清代的章学诚,其著名

观点是“辨章学术、考镜源流”,即要求在文献整理过程中要明确反映并细致

剖析各种学术思想的发生、发展过程及相互关系等。但他和郑樵一样,都把这

些工作称为“校雠学”。最早以“文献学”作为书名的著作是郑鹤声、郑鹤春

合著的《中国文献学概要》(1933),书中认为:文献学的基本内容是文献的

结集、审订、讲习、翻译、编纂和刻印。张舜徽在《中国文献学》(1982)和

王欣夫的《文献学讲义》(1986)则是研究中国古典文献学的专著,二书认为

文献学就是版本学、校勘学(见校雠学)和目录学三者的结合。其中张舜徽还

认为文献学就是校雠学。由于“文献”这一概念在中国历史上有特定涵义,所

以传统意义上的中国文献学实际上是以考证典籍源流为核心 内容的中国古典

文献学。由于文献数量、内容、形式和载体的发展以及由此决定的文献工作的

复杂性,古典文献学的研究内容已不能全面反映现代文献的实际和揭示 其发

展规律。因此,作为现代文献学,还必须研究现代文献及其规律。20世纪80年

代以后,中国学者较多地借鉴和吸收西方国家文献研究的理论和方法特别是计

量学方法,丰富了文献学的内容。80年代中期以后,专科文献学受到重视,专

科文献检索与利用方面的著述大量问世。

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 历史与古典

文献学应该算是历史类的。考据学、目录学、版本学都是历史文献学的传

统分支学支学科组成了历史文献学,使它指出从文献中收集史料的门径,鉴别

史料、确定其来源、性质、可靠程度与实际价值的方法。所以,虽都是文献,

差别还是很大的。

文献学与古代史

中国文献学是以研究中国古代文献为主的学科,它包括已经出土的文献和

一些散存的历史资料主要包括版本学、目录学、校勘学、训诂学、音韵学、文

字学、出土文献研究。

中国古代文学史主要是研究中国文学发展脉络,传承体系,文学名著和主

要文人,旨在理顺文学发展的模式,为研究古代文学做保障。

2.3 张耀轩公馆

张耀轩故居位于棉兰 Kesawan 地区,建于 1895 年,为一间双层中式大

宅 ,当时这间大宅的设计师融合了中国、欧洲及马来元素于一体,白墙绿瓦、

雕梁画栋、古色古香。

张耀轩,印尼名称 Tjong A Fie,在棉兰可谓享有盛名,也是棉兰华人的骄

傲,甚至可以说是整个华侨世界的骄傲。但是国内对他在棉兰的事迹却是知之

甚少。

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“荷兰倚若屏藩,中国资为砥柱”。当时的清政府与民国政府,曾先后授

予张榕轩四品官和三品官的荣誉官衔,并聘任为中国政府驻槟榔屿副领事、南

洋商务考察钦差大臣、农商部高级顾问,还授予三等嘉禾勋章。另 外,当时

荷兰殖民者对印尼统治实行分而治之的办法,即用华人来管理华人、用印尼人

来管理印尼人。鉴于张榕轩兄弟的才干以及他们在当地华侨华人中拥有的崇高

威望,荷印当局先后授予张榕轩兄弟雷珍(Letnan)、甲必丹(Kapitan)、玛腰

(Mayor)的职位,让他俩管理棉兰的华社事务。玛腰(Mayor)是授予华人的最高

官衔了。

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 第三章 印尼棉兰张耀轩公馆文献的研究

3.1 绘画文本的形式

3.1.1 八仙过海的绘画

八仙过海是一种流传最广的中国民间传说。八仙分别为汉钟离、张果老、

韩湘子、铁拐李、吕洞宾、何仙姑、蓝采和及曹国舅。

八仙最脍炙人口的故事之一,最早见于杂剧《争玉板八仙过海》中。相传

白云仙长有回于蓬莱仙岛牡丹盛开时,邀请八仙及五圣共襄盛举,回程时铁拐

李建议不搭船而各自想办法,就是后来“八仙过海、各显神通”或“八仙过海、

各凭本事”的起源。后来,人们把这个典故用来比喻那些依靠自己的特别能力

而创造奇迹的事。

八仙人物出处不一,时代不同。最初见于史籍且确有其人的,是初盛唐时

道术之士张果。五代宋初,关于吕洞宾的仙话传说,流传甚盛,与道教内丹修

炼法的传播相煽助,两宋之际即盛传“钟吕金丹道”。金元时全真道教兴起,

为回应民间信仰及传说以宣扬其教法,将钟离权、吕洞宾等推为北五祖,民间

传说、杂剧戏谈等便与道教神仙相互演衍,八仙故事流传益广,内容益繁富。

吕洞宾是八仙形成的核心人物,道教称之为吕祖,各地道观,尤其全真道观祭

祀不辍。

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 道教的八仙缘起于唐宋时期,当时民间已有“八仙图”,在元朝马致远的

《岳阳楼》、范子安的《竹叶船》和谷子敬的《城南柳》等杂剧中,都有八仙

的踪迹,但成员经常变动。马致远的《吕洞宾三醉岳阳楼》中,并没有何仙姑,

取而代之的是徐神翁。在岳伯川《吕洞宾度铁拐李岳》中,有张四郎却没有何

仙姑。明《三宝太监西洋记演义》中的八仙,则以风僧寿、玄虚子取代张果老、

何仙姑。

在民间, 刘海(或作刘海蟾)虽然现代不在八仙当中,但在许多地区仍

位于八仙之列。明《列仙全传》用刘海顶替了张果老,在江西某些地区的“跳

八仙”中,也有以刘海代替汉钟离的,而台湾亦有用刘海替代蓝采和。

“八仙”一词在中国历史上一直拥有不同的含意,直至明吴元泰《八仙出

处东游记》始定为:铁拐李、钟离权(汉钟离)、吕洞宾、张果老、曹国舅、

韩湘子、蓝采和、何仙姑。

1. 铁拐李

铁拐李又称李铁拐,李凝阳,李洪水,李玄,是中国民间传说及道教中的

八仙之首。相传名为李凝阳或李洪水,或名李玄,字拐儿,自号李孔目。生卒

年约公元前 418-326 年。

巴国津琨人(现重庆市江津区石门镇李家坝),现今李家坝仍有药王观和

拐李祠等遗迹,该遗迹坐落于九本秋柑橘果园内,大部分建筑毁于清代,现仍

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 保留基石残垣,铁拐李晚年修道于石笋山,现今河蹁李家大院仍遗留李玄故居

等遗迹,药湾大院曾是铁拐李炼丹济世的地方,现更名为(乐湾大院)虽为著

名的道教八仙之首,但其见诸文献则相对较晚。

据华轩居士根据多分民间史料考证铁拐李幼年时天资聪慧而闻名于巴国,

李耳(太上老君)骑牛云游巴国机缘识得幼年李玄见其非凡给予点化,巴王多

次邀李玄为官均遭其拒绝,公元前 316 年巴国遭秦(秦惠文王)所灭,当时连

年战乱,百姓民不聊生,处处饿殍,遭受国破家亡的李玄从此灰心丧气,看破

红尘,离家出走,去华山学道访仙,晚年修道于石笋山。成仙后,铁拐李精专

于药理,并炼得专治风湿骨痛之药膏,恩泽乡里,普救众生,深得百姓拥戴,

被封“药王”。八仙中,铁拐李为年代最久,资历最深者,于江津牛郎织女发

源地故事相同,中国民间传说为八仙之首,相传现今李家坝的多数李姓仍属铁

拐李后裔。

铁拐李幼年时天资聪慧(空葫久酒)而闻名于巴国, 李耳(太上老君)骑牛

云游巴国机缘识得幼年李玄见其非凡给予点化,巴王多次邀李玄为官均遭其拒

绝,公元前 316 年巴国遭秦惠文王所灭,当时连年战乱,百姓 民不聊生,处

处饿殍,遭受国破家亡的李玄从此灰心丧气,看破红尘,离家出走,去华山学

道访仙,晚年修道于石笋山。成仙后,铁拐李精专于药理,并炼得专治风 湿

骨痛之药膏,恩泽乡里,普救众生,深得百姓拥戴,被封“药王”。八仙中,

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 铁拐李为年代最久,资历最深者,民间传说为八仙之首,与四面山金凤村牛郎

织女处于同一年代。

不同于会龙庄会龙庄兴建较晚,会龙庄被誉为西南第一庄,据华轩居士根

据《洪化犒录册》记载考证:会龙庄原名“北定宫”始建于明永历二十八年

(公元 1674 甲寅年)竣工于昭武元年(公元 1678 戊午年)祖宪禄、王屏铎奉

周王吴公诏入川修建北定宫,(现址江津四面山双凤村)洪化二年更名会龙庄,

说铁拐李曾住会龙庄根本是讹传,年代足足差距 2100 多年。

2. 钟离权

钟离权姓钟离,生卒年约(公元 168.农历 7 月 27 日-256)东汉、魏晋时

期人物,中国民间及道教传说中的神仙。天下道教主流全真道祖师,名权,字

云房,一字寂道,号正阳子,又号和谷子,汉咸阳人。因为原型为东汉大将,

故又被称做汉钟离。少工文学,尤喜草圣,身长八尺,官至大将军。后因兵败

入,乃隐于晋州羊角山。道成,束双,衣槲叶。自称“天下都散汉钟离权”。

全真道尊他为“正阳祖师”。后列为全真北宗第二祖。亦为道教传说中的八仙

之一。他受铁拐李点化,上山学道。下山后又飞剑斩虎,点金济众。最后与兄

简同日上天。度吕纯阳而去。元世祖尊其为正阳开悟传道真君,元武宗又尊为

正阳开悟传道重教帝君,相传于北宋时期聚仙会时应铁拐李之邀在石笋山列入

八仙。贵州赤水二郎坝成极阴绝地,居住者后人渐衰而绝嗣。

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 天下道教主流全真道祖师,有关钟离权的记载,约出现在五代、宋初之际。

《宣和年谱》、《夷坚志》、《宋史》等书都有他事迹的记载。只是后来讹传

其名为汉钟离,才附会为东汉人。其父钟离章为东汉大将,以征北胡有功,封

燕台侯。其兄钟离简为中郎将,后也得道成仙。

钟离权在八仙之中成仙较早,名气较大,钟离权曾经十试吕洞宾,度吕成

仙,还传授吕“点石成金”的道法。也因为此法,钟、吕受到民间的崇奉,认

为有护佑金矿、财运的功能。

全真北宗第二祖,据载钟离权少工文学,尤喜草圣,俊目美髯,身长 8 尺,

一表人材,不久官谏议大夫。当时吐蕃造反,钟离权奉诏出征。权臣梁冀妒

忌,怕他立了头功,就给他老弱残兵二万,军至前防扎营未稳,敌人乘机劫营,

军士尽散。钟离权败走独骑逃往山谷,迷失道路,夜进深山密林,后遇到一个

蓬头佛 额、身穿草衣的胡僧,引钟离权行走数里来到了一个村庄。说:“此

处是东华先生成道的地方,将军可以歇息矣。钟离权未敢惊动庄中人,不一会

儿,忽听有人说: “此碧眼胡僧饶舌也!”只见来人身披白鹿裘、扶青藜杖,

接着又问说:“来者莫非汉大将军钟离权否?”钟离权应声道:“是”。老人

又说:“你为何不寄宿山僧之所?”钟离权闻而大惊,仔细一 想,老人怎么已

知道我前来,此必异人。此时钟离权已饥饿交迫,疲惫不堪,已有鸾鹤之志,

乃回心向道,向老人哀求度世之方。这位老人乃东华先生(也说是铁拐李),

叫王玄甫,是位上仙。他授钟离权以长生真诀、金丹火侯及青龙剑法。后来,

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 又遇到华阳真人传其太乙刀圭、火符内丹、洞晓玄玄之道。在崆洞紫金四皓峰

得玉匣秘诀,道成,束双,衣槲叶,遂成为真仙。玉帝封其为太极左宫真人。

3. 张果老

张果老是中国古代神话传说八仙之一,在中国民间有广泛影响,他是一位

真实的历史人物。张果老(张果),本为甘肃两当的道人,他姓张名果,号通

玄先生,受武则天和玄宗征召,御赐邢州五峰山(今邢台张果老山)。

据记载,张果老是唐朝(618-907 年)人,本名张果,由于他年纪很大,

所以人们在他的名字上加一个"老"字,表示对他的尊敬。相传他久隐山西中条

山。往来晋汾间。唐武则天时已数百岁。则天曾遣使,欲召见之,即佯死。后

人复见其居恒州山中。他常倒骑白驴,日行数万里。休息时即将驴折叠,藏于

巾箱。曾被唐玄宗召至京师,演出种种法术,授以银青光禄大夫,赐号通玄先

生。以后他以“年老多病”为由,又回到中条山去。因为他经常手中拿着竹子

做的一种说唱用具,所以后世人们就把他看作是"道情"(中国的一种传统说唱

艺术)的祖师,相传于北宋时期聚仙会时应铁拐李之邀在石笋山列入八仙。

4. 曹国舅

曹国舅是中国民间传说中的八仙之一。他出现最晚,在宋代就被内丹道收

编为吕洞宾弟子,但是关于他的故事却迟至元明时期才出现于有关记载之中。

有关曹国舅的情况,叶慈氏、浦江清、赵景深、周晓薇、白化文、李鼎霞等人

先后作了勾勒,班友书在考察黄梅戏《卖花记》的源流时,对曹国舅公案故事

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 作了梳理,视角独到,相传于北宋时期聚仙会时应铁拐李之邀在石笋山列入八

仙。

曹国舅乃北宋开国王曹彬之孙、吴王曹玘之子,曹氏祖上自曹彬之父曹芸

以上世居在宁晋,曹芸的父亲及以上曹氏诸人死后均葬于其原籍宁晋县延白村

曹氏祖茔,后世迁徙灵寿,遂灵寿成为籍里,但曹彬却让其第五子曹玘居住宁

晋,守护宁晋县之曹氏祖坟,以示不忘根本之意。曹玘后被仁宗封为吴王,曹

玘之女应诏入宫被宋仁宗册封为皇后,而后曹皇后之长弟曹佾成为曹国舅。根

据此历史记载,曹国舅为邢台宁晋人,曹皇后之弟。后世被尊奉为道教八仙之

一。

曹国舅是道教八仙中地位最尊贵的人物,尽管地位很高,被封为国舅,而

且天资聪明,但是他并不喜欢享受富贵的生活,不喜欢利用特权,而是喜好道

教的修行。

曹国舅有一弟自恃为帝室的亲戚,逞强行恶,抢夺百姓的田地据为己有,

而且不法的小人多出自其门。国舅自始至终竭力规劝他,都不能使其改过自新,

最后竟被其视为仇人。国舅说:“天下之理,积善者昌,积恶者亡,这是不可

更改的。我家行善事,累积阴功,才有今日之富贵。如今我弟积恶至极,虽然

明里他能逃脱刑典的制裁,但暗里却难逃天法。如果一旦祸起,家破身亡,到

那时想牵只黄狗出东门,都是不可能的,我即感到耻辱又害怕真的会发生此

事。”

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 于是他散尽家财,周济贫苦之人。最后,他辞别家人和朋友,身着道服,

隐迹于山岩,修心炼性。数年之后,他已达到心与道合、形随神化的境界。突

然有一天,汉钟离和吕洞宾游至他修道之处,问他:“你闲居时修养什么。”

国舅答:“其他的无所作为,只修道而已。”二仙问:“道在哪里?”国舅指

着天。二仙问:“天又在哪里?”国舅指着心。钟离笑道:“心即天,天即道,

你已经洞悟道之真义了。”于是授他《还真秘旨》,令他精心修道。不多久,

他由汉钟离、吕洞宾引入仙班。曹国舅事迹见于《纯阳帝君神化妙通记》、

《宋史》、《陔余从考》、《历代神仙史》、《神仙通鉴》等记载。

5. 韩湘子

韩湘子,字清夫,唐代人,是古代中国民间传说中的八仙之一,擅吹洞箫,

拜吕洞宾为师学道,是八仙中风度翩翩的斯文公子,道教音乐《天花引》,相

传为韩湘子所作。据《新唐书·宰相世系表》记载,韩湘子是唐代大文学家、

刑部侍郎韩愈的侄孙。韩湘子的宝物名为紫金箫,早期传说的宝物还有百花篮,

吹箫会龙女、十二度文公、韩湘子讨封等传说流传广泛。华轩居士据《道论诠

绎》记载,应铁拐李之邀于著名仙苑石笋山聚会列入八仙之列。

根据《韩湘子全传》记载,汉丞相安抚之女灵灵有才貌,汉帝欲将其赐婚

皇侄,安抚坚辞不允。汉帝大怒,将其罢职发配。灵灵郁郁而死,投生为白鹤,

白鹤受钟离权、吕洞宾点化,投生为昌黎县韩会之子,乳名湘子,幼丧父母,

由叔祖韩愈抚养、湘子长大,又得钟吕二仙传授修行之术。韩愈怒斥之,因遁

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 至终南山修道,得成正果,成为八仙之列。位列仙班后,玉皇大帝赐其三道金

书、三面金牌,上管三十三天、一十八重地狱,中管人间善恶、四海龙王,下

管地府冥司、府州县城隍,又赐其缩地花篮、冲天渔鼓等宝物,并封为开元演

法大阐教化普济仙。

6. 蓝采和

蓝采和,姓许名杰,字伯通,公元(615-760),是中国民间及道教传说

中的八仙之一,唐朝人,在淮南道濠州钟离濠梁之上(今安徽凤阳)得道成仙

(又说在青海出生,青海湖、昆仑山一带,诺木洪的黑风口是他的诞生地),

出生于塘河古镇石龙门,陆游在 《南唐书》中说他是唐末逸士。元代杂剧

《蓝采和》说他姓许名杰。蓝采和是他的乐名。他常穿破蓝衫,一脚穿靴,一

脚跣露,手持大拍板,行于闹市,乘醉而歌, 周游天下。其饮酒量多而不醉,

精通酿酒技艺,自酿自饮,以蓝酒自成一体,蓝采和也是中国酿酒界最有权威

的人。后在酒楼,闻空中有笙箫之音,忽然升空而去,当代华轩居士据《道论

诠绎》记载,于北宋时期聚仙会时应铁拐李之邀在著名仙苑石笋山列入八仙。

7. 何仙姑

何仙姑——八仙之一,八仙中唯一的女性,巧降及时雨。歙南 覆船山,

十道石门内,有座何仙姑庙,传承千年,坐落在倒挂荷花的龙穴里面,因为她

在这个荷花形里面羽化登仙的,隐喻二层意思:一,倒挂,迎合 覆船 山的妙

意(也称佛全山,山上全是佛),是佛光覆盖,普照的意思,二,荷花,佛的

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 莲花座,佛生于莲,佛的空性,佛的根性。所以她的形象是手持荷花,是故雅

称:“荷仙姑”。

何仙姑是治世渡生得八仙之一,在华夏中国世界广有信众。西安建有八仙

宫,在泰山王母池等处亦有香火。自唐宋以来,有关何仙姑与吕洞宾得事迹,

载世颇多。

何仙姑在“八仙”中,是富于人情得女仙。因此,庙会活动——"何仙姑

诞",各地庆者甚重,广州得增城庆祝诞期,是太阴历:三月初七,西安八仙

宫得庆祝诞期则以四月初九为准——因地点不同而庆祝日期略有差异。

何仙姑得家乡与驻世来历,也有多地之说,有广东增城说,还有广西、福

建、浙江、安徽、湖南等多种说法。说法不一,大概是因为一直以来,各地庆

祝何仙姑诞辰者甚多,人们出于敬礼之情,因此常常将何仙姑当作本地家乡,

灵应一方得长者仙师。据《古今图书集成·神异典》引《安庆府志》《祁阳县

志》《福建通志》《浙江通志》及《歙县志》等方志记载,在安徽桐城、祁门,

福建武平,浙江昌化等地,都有"何仙姑"在当地治世渡生得灵迹仙踪。

8. 吕洞宾

吕洞宾,道教主流全真派祖师。名喦("喦”或作“岩”),字洞宾,道

号纯阳子,自称回道人,河东蒲州河中府(今山西芮城永乐镇)人,现在山西

运城市芮城有元代丘处机奉皇帝御旨兴建的永乐宫,属全国重点文物保护单位

的,又名大纯阳万寿宫。吕洞宾是道教中的大宗师。目前道教全真派北派(王

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 重阳真人的全真教)、南派(张紫阳真人)、东派(陆潜虚)、西派(李涵

虚),还有隐于民间的道门教外别传,皆自谓源于吕祖。原为儒生,40 岁遇郑

火龙真人传剑术,64 岁遇钟离权传丹法,道成之后,普度众生,世间多有传说,

被尊为剑祖剑仙。华轩居士据《全真诠绎》记载,于北宋期间应八仙之首铁拐

李邀在著名仙苑石笋山聚会时列入八仙之列。

八仙过海的绘画 八仙过海的绘画

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

八仙过海的绘画 八仙过海的绘画

3.1.2 百鹤的绘画

自古人们将“仙鹤朝阳”看作吉祥的象征,看作健康长寿的象征。

中国人对仙鹤的崇拜,既是超凡的又是兼有人性和人格烙印的。在原始人朴实

的信奉中, 集中体现出仙鹤所具有的神奇力量。如民间传说《鹤仙子》中,

讲述仙鹤守护了百鸟王国的和睦与平安;《丹鹤播绿》中,描写仙鹤从天界衔

来芦种播绿了贫瘠的大 地;《扎龙湖与丹顶鹤》中,赞颂仙鹤舍羽化千鸟拯

救了困龙并解除了人间的久旱之灾。

仙鹤之“仙”,在中国道家凸显理性,道教把仙鹤当作步履上苍的使者,

将其由自然转向神灵是鹤文化的重大飞跃。仙 鹤之“仙”,彰显于宫廷则更

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 加尊贵,有吉祥的含义,有祝福的作用,有清正的象征,更有护佑皇权江山的

功利性。本世纪初,秦皇墓中出土 6 件高大逼真的青铜仙 鹤,可见他还想在

死后通过仙鹤实现成仙的夙愿。明朝至清朝,一品文官的补子,绣的就是仙鹤,

朝廷把仙鹤看作“一鸟之下,万鸟之上”者,为仅次于皇族专用的龙凤的一种

标识。此外,仙鹤之仙,在朝臣的心目中并非虚无,而是高风亮节和正直贤达

的忠臣良相的象征。

白鹤在中国文化中占一席之地,象征吉祥长寿,洁白一身体现纯真之雅,

也代表着吉祥如意。

传说神仙和道人云游都有仙鹤随行,被称为【一品鸟】。鹤被称为长寿仙

禽,具有仙风道骨。《相鹤经》中称其“寿不可量”。崔豹《古今注》云:鹤

千年则变苍,又两千岁则变黑焉,所谓玄鹤也,古谓之仙禽。

在鄱阳湖越冬的白鹤,10 月下旬飞来,主要在大湖池浅水处觅食,在蚌湖集群

过夜;至 3 月底已全部迁走,越冬期达 150 天。活动时主要以家庭为单位,多

为 2 成 1 幼,亚成体集成 10~12 只小群在一起活动;觅食时,双亲还要饲喂

幼鹤,直到翌年 2 月中旬幼鹤才开始自己挖泥取食。

白鹤为国家一级保护动物。最近的调查统计全球约 4000 只左右白鹤,今

年在鄱阳湖越冬白鹤的种群数量约 3000 余只。

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

百鹤的绘画

3.1.3 生日祝福的绘画

在道教中,鹤是长寿的象征,因此有仙鹤的说法,而道教的 先人大都是

以仙鹤或者神鹿为座骥。中国传统年长的人去世有驾鹤西游的说法。在中国、

朝鲜和日本,人们常把仙鹤和挺拔苍劲的古松画在一起,作为益年长寿的象征。

其实,传说中的仙鹤,就是丹顶鹤。丹顶鹤性情高雅,形态美丽,素以喙、颈、

腿“三长”著称,直立时可达一米多高,看起来仙风道骨,被称为“一品鸟”,

地位仅次于凤凰。除此之外,鹤在中 国的文化中占着很重要的地位,它跟仙

道和人的精神品格有密切的关系。鹤雌雄相随,步行规矩,情笃而不淫,具有

很高的德性。古人多用翩翩然有君子之风的白鹤,比喻具有高尚品德的贤能之

士,把修身洁行而有时誉的人称为“鹤鸣之士”。鹤为长寿仙禽,具有仙风道

骨,据说,鹤寿无量,与龟一样被视为长寿之王,后世常以“鹤寿”、“鹤

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 龄”、“鹤算”作为祝寿之词。鹤常为仙人所骑,老寿星也常以驾鹤翔云的形

象出现。鹤的文化含义。

鹤也常和松被画在一起,取名为“松鹤长春”、“鹤寿松龄”;鹤与龟画

在一起,其吉祥意义是龟鹤齐龄、龟鹤延年;鹤与鹿、梧桐画在一起,表示

“六合同春”。画着众仙拱手仰视寿星驾鹤的吉祥图案,谓为“群仙献寿”图。

鹤立潮头岩石的吉祥图案,名叫“一品当朝”。两只鹤向着太阳高飞的图案,

其吉祥意义是希望对方高升。鹤、凤、鸳鸯、苍鹭和黄鸽的画,表示人与人之

间的五种社会关系。其中,鹤象征着父子关系,因为当鹤长鸣时,小鹤也鸣叫。

鹤成了道德轮序的父鸣子和的象征。

生日祝福 的绘画

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.1.4 麒麟的绘画

麒麟(qí lín):中国传统瑞兽,性情温和,传说能活两千年。古人认为,

麒麟出没处,必有祥瑞。有时用来比喻才能杰出、德才兼备的人。麒麟为四灵

之首,麟凤龙龟。后由于封建皇帝对龙凤的褒扬,麒麟被排挤到民间,成为民

间祥瑞的独特代表。从其外部形状上看,龙首,麋身,牛尾,马蹄(史籍中

有说为“狼蹄”),鱼鳞。有角,为龙角,其角极为坚硬,为浅灰色。据古籍

的描述,它的身子像麕,也可以写成麇,古籍中指鹿;尾巴像牛;蹄子像马;

圆的头 顶,有一对角。但据说麒的开头大略像鹿。它被古人视为神兽、仁兽。

麒麟长寿,能活两千年。能吐火,声音如雷。“有毛之虫三百六十,而麒麟为

之长”(有毛之 虫的意思是有毛的动物)。

历史起源

古人把雄性称麒,雌性称麟,《宋书》:麒麟者,仁兽也。牡曰麒,牝曰

麟。麒麟是吉祥神宠,主太平、长寿;麒麟因其深厚的文化内涵,在中国传统

民俗礼仪中,被制成各种饰物和摆件用于佩戴和安置家中,有祈福和安佑的用

意。

麒麟每次出现都将是一个非常特别的时期。据记载,孔子与麒麟密切相关,

相传孔子出生之前和去世之前都出现了麒麟,据传孔子出生前,有麒麟在他家

的院子里“口吐玉书”,书上写道“水精之子,系衰周而素王”,孔子在《春

秋》哀公十四年春天,提到“西狩获麟”,对此孔子为此落泪,并表示“吾道

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 穷矣”。孔子曾写歌:“唐虞世兮麟凤游,今非其时来何求?麟兮麟兮我心

忧。”不久孔子去世,所以亦被视为儒家的象征。

从其外部形状上看,集狮头、鹿角,虎眼、麋身、龙鳞、牛尾就于一体;

尾巴毛状像龙尾,有一角带肉。但据说麒麟的身体像麝鹿,它被古人视为神宠、

仁宠。麒麟长寿,能活两千年。能吐火,声音如雷。“有毛之虫三百六十,而

麒麟为之长”(有毛之虫:有毛的动物)。

麒麟是中国古人相信存在的神灵。在中国众多民间传说中,关于麒麟的故

事虽然并不是很多,但其在民众生活中都实实在在地无处不体现出它特有的珍

贵和灵异。

从古至今不乏能人志士将麒麟的形象以各种形式展现出来。自青铜文化兴

起后,铜雕麒麟也变得更加广受欢迎,以铜打造麒麟形象,使人触及可摸,这

样麒麟在人们心中的形象就变得更加明确。

麒麟的绘画

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.2 绘画文本的意义

3.2.1 八仙过海的绘画

现代汉字 : 有道不穷心是月 无水宰泰恬如风 甲子年王大凡写松铁山

3.2.2 八仙过海的绘画

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 现代汉字: 荷花流水窗然去 另有天地非人间 甲子年王大凡写松铁山

3.2.3 八仙过海的绘画

现代汉字: 问余何意栖碧山 绉而不养心自闲 甲子年王大凡写松铁山

3.2.4 八仙过海的绘画

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 现代汉字: 昙花身弃春三月 碧波浩渺达万顷 甲子年王大凡写松铁山

3.2.5 百鹤的绘画

拼音:百鹤朝阳

3.2.6 生日祝福 的绘画

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 现代汉字 : 松鹤遐龄 耀轩马腰大人七旬开一燊寿大庆 宗愚第韶光鞠躬敬贺

3.2.7 麒麟的绘画

拼音:麟趾贻休 诗人颂太似仁厚之德日麟 之趾振振公子详曰性仁 厚故其趾亦仁厚文王后妃 仁厚故其子亦仁厚

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 第四 章结论

4.1 结论

中国文献学是以研究中国古代文献为主的学科,它包括已经出土的文献和

一些散存的历史资料主要包括版本学、目录学、校勘学、训诂学、音韵学、文

字学、出土文献研究。

中国古代文学史主要是研究中国文学发展脉络,传承体系,文学名著和主

要文人,旨在理顺文学发展的模式,为研究古代文学做保障。

张耀轩(1860-1921 年),耀轩公讳鸿南,印尼名称张阿辉(Tjong A Fie),

系中国广东梅县松口堡人。张氏有兄弟 7 人及 1 个妹妹。张榕轩之弟,18 岁随

兄到南洋创业,是张榕轩开发棉兰地区与建设潮汕铁路的主要合作者。他积极

支持孙中山领导的辛亥革命、事业家、慈善家和爱国侨领。

座落于棉兰 KESAWAN SQUARE 地区的张耀轩先生的故居,建于 1895 年,

为一间双层中式大宅,当时这间大宅的设计师融合了中国,欧洲及马来元素于

一体,白墙绿瓦、雕梁画栋、古色古香。

那座公里有很多传统汉字绘画,本人对绘画感兴趣。所以笔者将在文献学

研究的基础上,对 7 幅绘画进行研究。

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 建议

本文从研究的角度出发,认为文献学研究对《宗五府图七》的翻译是必要

的。本出版物的目的是让公众了解第七幅画的形式和意义。这也使得研究人员

更容易检索和获取张耀轩和文献学研究的资料。作者也希望这篇文章能成为下

一位研究者寻找张耀轩和文献学研究信息的材料。

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 参考文献

[1] 程良玉著.易冒:世界知识出版社,2015

[2] 范艳林. 《研究性学习与其实施过程中所面临的困难》. 2008.

[3] 客家联盟.《印尼棉兰华人社会的先驱—张煜南、张鸿南兄弟》. 2015.

[4] 刘一斌.《中国和印度尼西亚的故事》[M].北京:五洲传播出版社,2016.

[5] 毛爷爷. 《定性研究方法的比较》. 2016.

[6] 沈剑平,瞿堡奎:《社会研究范式简论〉,《华东师大学报》(社会科学

版),1990年第1期.

[7] 深巷老头.《近代人物 (062) 张鸿南(1860-1921)》. 新浪博客,2014.

[8] 饷淦中.《楷范垂芬耀千秋 : 印尼张榕轩先贤逝世一百周年纪念文集》

[M].香港:香港日月星出版社,2011.

[9] 严可均.全后汉文:中华书局,1965

[10] 余龙晖.《介绍潮汕铁路创办人张煜南张鸿南兄弟》. 客家铮骨,2008.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 致谢

在此,我要感谢我的导师 Julina,B.A.,MTCSOL 文学学士, MTCSOL 和

Rudiansyah,S.S.,M.Hum。从选题、文档收集、框架设计、结构布局到最终

论文定稿、从内容到格式、标题到标点符号,大家都在努力。没有两位老师的

辛勤耕耘和辛勤教学,我的论文不可能圆满完成。其次,我要感谢所有教过我

的老师。没有他们的细心指导,我就不会有今天。老师的教导和爱将永远被我

铭记。

感谢和我一起度过四年时光的老师、同学和朋友们。与您的交流让我受益

匪浅。感谢我的家人和朋友对我的理解、支持、鼓励和帮助。正是因为你,我

所做的一切才有意义。正是因为有你,我才有勇气和信心去追求进步。非常感

谢所有的告密者。他们有很多关于张耀轩的资料,第七幅画的形式和意义。

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA