PERANAN BISNIS KELUARGA TERHADAP PEMBANGUNAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN KELUARGA TJONG YONG HIAN)

DISERTASI

Pin Pin

138122003

PROGRAM DOKTOR (S3) STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Universitas Sumatera Utara PERANAN BISNIS KELUARGA TERHADAP PEMBANGUNAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN KELUARGA TJONG YONG HIAN)

DISERTASI

UntukMemperoleh Gelar Doktor dalam Program Doktor Studi Pembangunan padaFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik Universitas Sumatera Utara

Oleh

Pin Pin 138122003

PROGRAM DOKTOR (S3) STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

PERANAN BISNIS KELUARGA TERHADAP PEMBANGUNAN (STUDI KASUS PERUSAHAAN KELUARGA TJONG YONG HIAN)

ABSTRAK

Penelitian ini fokuspada peranan Perusahaan KeluargaTjong Yong Hian yang sangat berhasil dan mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota Medan. Penelitian ini meneliti bagaimana Budihardjo Chandra, generasi keempat dari Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian berhasil bangkit kembali setelah kemunduran di generasi kedua sampai generasi ketiga, dengan sukses menjadi pemilik saham mayoritas PT. Industri Pembungkus /IPI, bagaimana peranan Perusahaan TjongYong Hian terhadap PT. Industri Pembungkus Indonesia, dan bagaimana peranan Perusahaan Keluarga PT. Industri Pembungkus Indonesia terhadap pembangunan di Indonesia khususnya kota Medan.Metode penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang kebangkitan sebuah perusahaan keluarga. Teori yang digunakan adalah teori kepemimpinan, produk, modal, jaringan usaha. Teori interaksionisme simbolik dipakai dimana pembagian warisan dipandang dari sudut hak dan kewajiban, juga pandangan dari sudut dramaturgi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa permainan peran bisa dilakukan dengan berbagai jenis carau ntuk mendapatkan kesuksesan, sentiment penghargaan yang tinggi terhadap leluhur diperankan dengan sangat baik. Itulah salah satu titik terpuji dari segi kewajiban dan titik lemah dalam mendapatkan hak. Titik kelemahan terjadi pada penguasaan warisans ecara sepihak dengan dramatisasi yang sempurna, menyimpang dari tujuan wasiat yang menginginkan kebersamaan seluruh keluarga besar dalam satu naungan. Memecahbelah keluarga melalui konflik yang berkepanjangan dimana konflik tersebut bisa beregenerasi secara turun temurun.

Kata kunci: Perusahaan Keluarga, PerananBisnisKeluarga,Dramaturgi.

Universitas Sumatera Utara

THE ROLE OF THE FAMILY BUSINESS ON DEVELOPMENT (CASE STUDY FAMILY COMPANY TJONG YONG HIAN)

ABSTRACT

This study focuses on the role of the highly successful Tjong Yong Hian Family Company and that has a huge contribution to the development of Medan City development. This research examines how Budihardjo Chandra, the fourth generation of Tjong Yong Hian Family Company managed to revive after the decline in the second generation to the third generation, successfully becoming the majority shareholder of PT. Packaging Industry Indonesia/IPI, how the role of Family Company Tjong Yong Hianfor PT. Indonesia Packaging Industry, and how the role of Family Company PT. Indonesia Packaging Industry on development in Indonesia, especially Medan City. The research method is done descriptively by using qualitative approach to get picture about resurrection of a family company. The theory used is the theory of leadership, product, capital, business network. Symbolic interactionism theory is used where the division of inheritance is viewed from the point of rights and obligations, as well as views from the point of dramaturgy. This research concludes that role playing can be done with various types of ways to gain success, high appreciation sentiments of ancestors played very well. That is one of the best points in terms of obligations and weak points in getting right. The point of weakness occurs in the mastery of inheritance unilaterally with perfect dramatization, deviating from the purpose of the wills who want togetherness of all the big families in one shade. Divide the family through prolonged conflicts where the conflict can regenerate from generation to generation.

Keywords: Family Company, Role of Family Business, Dramaturgy.

Universitas Sumatera Utara Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerahNya, sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Disertasi dengan judul Peranan Bisnis Keluarga Terhadap Pembangunan (Studi Kasus Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian) diselesaikan atas bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, Anggota Penguji, para dosen, dan sahabat-sahabat saya dalam pengumpulan data penelitian.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Runtung Sitepu, SH, M.Hum atas motivasinya. 2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si atas motivasi dan bantuannya. 3. Prof. Subhilhar, MA., Ph.D selaku Ketua Penguji dan Promotor atas bimbingan dan motivasi yang sangat terpuji. 4. Heri Kusmanto, MA., Ph.D selaku Anggota Penguji dan Co-Promotor atas bimbingan dan motivasi yang sangat terpuji. 5. Amir Purba, MA., Ph.D selaku Anggota Penguji dan Co-Promotor atas bimbingan dan motivasi yang sangat terpuji. 6. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Anggota Penguji atas bimbingan dan motivasi yang sangat terpuji. 7. Warjio, MA., Ph.D selaku Anggota Penguji atas pengarahan yang sangat bermanfaat. 8. Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.Si selaku Anggota Penguji luar dari Universitas Negeri Medan atas informasi sejarah yang sangat berguna untuk melengkapi Disertasi ini. 9. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Ketua Program S3 Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas motivasinya. 10. Dr. Humaizi, MA selaku Sekretaris Program S3 Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas motivasinya. 11. Husni Thamrin, S.Sos., MSP selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan motivasinya.

Universitas Sumatera Utara 12. Arifin Nasution, S.Sos., MSP selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Unversitas Sumatera Utara atas bimbingan dan motivasinya. 13. Dr. T. Thyrhaya Zein, MA selaku dosen penulis pada Program S1 Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, atas saran dan motivasi kepada penulis untuk menempuh perkuliahan di Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 14. Para narasumber terutama Rita Sri K. Chidmat atas bantuannya dalam pengumpulan data penelitian. Selain berterima kasih kepada narasumber utama Linda Setiawan yang mewakili Budihardjo Chandra, dan anaknya Sugiharto Chandra dan istri, penulis pada kesempatan ini juga merasa perlu meminta maaf kepada keluarga besar PT. Industri Pembungkus Indonesia, jika ada kesalahan dalam penyajian data. 15. Seluruh dosen dan pegawai sekretariat Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta Norman Achmadi selaku sahabat sekaligus teman diskusi penulis. 16. Kedua orang tua saya Lie Kim Poh dan Ong Phong yang berhasil membimbing dan mendidik saya sejak kecil, terutama ibu saya yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan pendidikan. 17. Suami tercinta Irwan Bratasida yang tidak pernah menghalangi penulis dalam menuntut ilmu, serta dukungan dan diskusinya tentang pendidikan. 18. Kedua anakku tersayang Rief Gilbert dan Mauritz Erick, atas motivasi dan saran yang diberikan untuk studi ini. 19. Seluruh sahabat dan tetangga penulis, H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH selaku Anggota DPR RI, H Chairulsyah Siregar, selaku Ketua KSU Hiwasbi dan Komisaris PT. Tasbi Aman Sentosa, Joefly J. Bahroeny, selaku Ketua Majelis Wali Amanat USU periode 2009-2014 dan Direktur PT. Lonsum, Kolonel Purn. dr. Mohd. Abrar Danial, Spm dan istrinya dr. Yarhaini Rifai, Ir. Marliza Harahap, MSP. 20. Novembri Yusuf Simanjuntak, S.Sos., MSP., M.IP teman penulis yang telah memberikan waktu dan pikiran untuk diskusi dan mengedit Disertasi ini. 21. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas motivasi dan diskusinya.

Penulis menyadari Disertasi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga Disertasi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca khususnya bagi regenerasi Perusahaan Keluarga. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, 24 Agustus 2017

Pin Pin

Universitas Sumatera Utara Riwayat Hidup

Pin Pin

Terlahir dari pasangan Lie Kim Poh dan Ong Poh pada tanggal 13 April 1962 di Bagansiapiapi, sebuah kota kecil yang merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Anak ketiga dari lima bersaudara, saat ini tinggal di kompleks Taman Setia Budi Indah blok RR No. 23 Medan. Istri dari Irwan Bratasida, dan ibu dari dua orang anak laki-laki.

Menempuh pendidikan dasar di SD Setia Budi Bagansiapiapi, tamat tahun 1975, pendidikan menengah di SMP Bintang Laut Bagansiapiapi tamat tahun 1978/1979 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas dari SMA Katolik Medan tahun 1981/1982. Melanjutkan pendidikan tinggi pada Program S1 Sastra Inggris di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, lulus tahun 2002 dengan gelar Sarjana Sastra (SS). Menyelesaikan Program S2 dari Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2013 dengan gelar Magister Studi Pembangunan (MSP). Tahun 2017 dinyatakan lulus ujian tertutup Disertasi pada Program S3 Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Memulai karir di beberapa perusahaan swasta nasional sejak tahun 1982 hingga tahun 2009 dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Cabang PT. Sulfindo Adiusaha dan PT. Bintang Mitra Semesta Raya, perusahaan yang bergerak dalam bidang kimia. Sejak tahun 1998 membantu suami menjalankan usaha sendiri dalam bidang distribusi bahan kebutuhan pokok, bahan kimia, dan bekerja sama dengan beberapa perusahaan lain. Ilmu dalam menjalankan usaha tersebut diperoleh dari hasil pengalaman kerja yang telah dijalani selama puluhan tahun di grup Perusahaan Salim dan grup Perusahaan Panin. Menjadi dosen luar biasa pada Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2015.

Medan, 24 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...... i

ABSTRACT ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

RIWAYAT HIDUP ...... v

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR TABEL ...... viii

DAFTAR GAMBAR ...... ix

BABI PENDAHULUAN ...... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2. Fokus Penelitian ...... 9 1.3. Tujuan Penelitian...... 9 1.4. Manfaat Penelitian...... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 12

2.1. Paradigma Penelitian ...... 12 2.2. Paradigma Fakta osial ...... 18 2.2.1. Teori Struktural Fungsional ...... 19 2.3. Teori Solidaritas ...... 21 2.4. Paradigma Defenisi Sosial ...... 24 2.5. Teori Interaksionisme Simbolik ...... 26 2.6. Teori Dramaturgi ...... 45 2.7. Teori Konstruksi Sosial ...... 49 2.8. Paradigma Perilaku Sosial ...... 55 2.9. Teori Pembangunan ...... 56 2.9.1. Modernisasi dan Perubahan Sosial ...... 61 2.9.2. Teori Peran ...... 62 2.10. Perusahaan Keluarga ...... 65 2.10.1. Teori Kepemimpinan ...... 76 2.10.2. Teori Modal ...... 82

Universitas Sumatera Utara 2.10.3. Produk ...... 86 2.10.4. Jaringan Usaha ...... 92 2.11. Hubungan Pemerintah dengan Perusahaan Keluarga ...... 101 2.11.1. Kerjasama Pemerintah dengan Perusahaan ...... 108 2.11.2. Kompetisi ...... 110 2.12. Penelitian Sebelumnya...... 112 2.13. Kerangka Teori ...... 170 2.14. Kerangka Pikir ...... 171 2.15. Keaslian Penelitian ...... 171

BAB III METODE PENELITIAN ...... 173

3.1. Jenis Penelitian ...... 173 3.2. Lokasidan Waktu Penelitian...... 177 3.3. Keterbatasan Penelitian ...... 177 3.4. Teknik Pengumpulan Data ...... 178 3.5. Sumber Data Penelitian ...... 179 3.6. Metode Analisis Data ...... 180

BAB IV HASIL PENELITIAN ...... 181

4.1. Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian ...... 181 4.2. Perusahaan Keluarga PT.IPI ...... 204 4.2.1. Kepemimpinan PT.IPI ...... 207 4.2.2. Modal PT. IPI ...... 213 4.2.2.1. Sumber Modal PT. IPI ...... 214 4.2.2.1.1. Modal Usaha ...... 214 4.2.2.1.2. Modal Manusia ...... 223 4.2.2.2. Penanganan Modal PT. IPI...... 225 4.2.3. Produk PT. IPI ...... 228 4.2.3.1. Jenis Produksi ...... 228 4.2.3.2. Dinamika Produk...... 229 4.2.3.3. Prospek Produk ...... 229 4.2.3.4. Perbandingan produk dengan sebelumnya ...... 230 4.2.3.5. Perbandingan dengan generasi sebelumnya ...... 234 4.2.4. Jaringan Usaha PT. IPI ...... 236 4.2.4.1. Jaringan Usaha Internasional ...... 242 4.2.4.2. Jaringan Usaha Nasional ...... 245 4.2.4.3. Jaringan Usaha dengan Pemerintah...... 245

Universitas Sumatera Utara 4.2.4.4. Jaringan Usaha dengan Swasta ...... 246 4.2.4.5. Keadaan Jaringan Usaha sekarang ...... 249 4.2.4.6. Keadaan Jaringan Usaha sebelumnya ...... 251 4.3.Hubungan PT. IPI dengan Pemerintah ...... 252 4.3.1. Peraturan Pemerintah ...... 252 4.3.2. Kerjasama PT. IPI Dengan Pemerintah...... 262 4.3.3. Kompetisi ...... 264 4.4.Slogan dan Ungkapan-Ungkapan ...... 266 4.5.Rangkuman Hasil Penelitian ...... 268

BAB V PEMBAHASAN ...... 269

5.1. Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian ...... 269

5.2. Perusahaan Keluarga PT.IPI ...... 285

5.3. Kepemimpinan PT. IPI ...... 289

5.4. Modal PT. IPI ...... 291

5.5. Produk PT. IPI ...... 295

5.6. Jaringan Usaha PT. IPI ...... 296

5.7. Peranan PT. IPI Terhadap Pembangunan ...... 299

5.8. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya ...... 302

5.9. Kebaruan (Novelty) ...... 305

5.10. Keterbatasan Penelitian ...... 307

5.11. Rangkuman Pembahasan ...... 308

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...... 312 6.1. Kesimpulan ...... 312 6.2. Saran ...... 317 6.2.1. Bagi Pemerintah...... 317 6.2.2. Bagi Masyarakat ...... 318

6.2.3. Bagi Peneliti Lain ...... 319

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA ...... 320

LAMPIRAN ...... 33

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. KerangkaBerpikir ...... 171

Gambar 2. FokusPenelitian ...... 172

Gambar 3. Sumber Data Informan ...... 180

Gambar 4. Perbandingan produk generasi pertama dengan PT. IPI ...... 232

Gambar 5. Company Profile PT. IPI ...... 246

Gambar 6. Peranan TYH dan PT. IPI terhadap pembangunan di Indonesia …..299

Gambar 7. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya ………………………….303

Gambar 8. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya ………………………….303

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

No. JUDUL

1. Matrix Informan

2. Dokumentasi Penelitian

3. Undang-Undang nomor 86 tahun 1958

4. Undang-Undang nomor 27 tahun 1964

5. Tap MPRS XXIII tahun 1966

6. Undang-Undang nomor 1 tahun 1967

7. Undang-Undang nomor 6 tahun 1968

8. Undang-Undang nomor 25 tahun 2007

9. PMK nomor 159 tahun 2015

10. PMK nomor 103 tahun 2016

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perusahaan Keluarga merupakan perusahaan yang telah lama memberi sumbangsih terbesar terhadap pembangunan ekonomi nasional(Augustinus, 2007).

Perusahaan Keluarga juga mempunyai andil yang cukup signifikan bagi pendapatan

Negara (Dewi Arianin, 2014). Oleh sebab itu adalah sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup setiap bisnis keluarga, agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar, sehingga kemakmuran bangsa dapat terbantu. Di Indonesia, 96 persen perusahaan yang ada merupakan perusahaan keluarga, dan berdasarkan data Biro

Pusat Statistik perusahaan keluarga di Indonesia merupakan perusahaan swasta yang mempunyai kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto yaitu mencapai 82,44 persen (Halim, 2013). Diperkirakan sekitar 85 persen dari bisnis di Uni Eropa dan 90 persen bisnis di Amerika Serikat adalah dikendalikan oleh keluarga. Bisnis keluarga di seluruh dunia mencapai sekitar 75 persen dari 100 perusahaan terkenal (Shri Ram,

Oct 2008). Pembangunan negara pada umumnya membela kepentingan masyarakat banyak dan terkadang mengorbankan kepentingan sedikit masyarakat, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur. Tetapi pembangunan melalui perusahaan terutama Perusahaan Keluarga yang cukup besar jumlahnya, selain menghasilkan pendapatan negara melalui pajak, juga mengurangi konflik sosial karena sebagian besar lapangan kerja sudah terpenuhi.

Universitas Sumatera Utara “Para wirausaha selalu menjadi ujung tombak bagi kemajuan ekonomi sebuah negara. Di negara-negara yang relatif maju perekonomiannya, selalu bertebaran para wirausaha yang tangguh. Mereka inilah sebenarnya pencetak keajaiban ekonomi. Para wirausaha ini selain mempunyai ide inovatif juga mempunyai kemampuan merealisasikan gagasan-gagasan yang ada di benak mereka. Langkah yang mereka tempuh untuk mewujudkan ide, tentunya adalah membuat sebuah badan usaha. Agar dapat merealisasikan ide sesuai keinginannya, maka perusahaan harus berada dalam kendalinya. Dan ketika idenya terealisasi, yang muncul adalah perusahaan keluarga” (Susanto, 2005).

Di Indonesia, suksesi dalam bisnis keluarga belum populer untuk diselidiki.

Di banyak Perusahaan Keluarga, berbicara dan merencanakan suksesi adalah

'terlarang', terutama ketika orang tua atau pendirinya masih hidup. Rasa hormat untuk orang tua dan keputusan mereka sangat dituntut (Ananda Sekarbumi, 2001). Tradisi regenerasi Perusahaan Keluarga di Indonesia adalah mewariskan usaha yang telah dimiliki yang dirintis oleh generasi pertama kepada generasi penerus, kebanyakan tradisi generasi Perusahaan Keluarga di Indonesia lebih banyak mengikuti tradisi warisan yang telah ada yaitu lebih diprioritaskan mewariskan perusahaan kepada anak lelaki dari pada anak perempuan. Konsep Perusahaan Keluarga biasanya dimulai dengan struktur sederhana dari keluarga, kebanyakan terdiri dari suami isteri, selanjutnya akan dilanjutkan oleh anak cucu dari pendiri Perusahaan Keluarga tersebut.

Bisnis keluarga biasanya didirikan, bukan dengan keinginan untuk menciptakan warisan, tetapi dengan keinginan untuk mandiri, menjadi wirausahawan, dan memiliki sesuatu yang menjadi milik pendirinya. Baru kemudian peran yang sangat penting bagi keluarga menjadi lebih jelas bagi pendiri. Pada titik ini, impian para pendiri menjadi matang, dan ancaman untuk melihat bisnis mati menjadi terlalu nyata (Ward, 1997). Salah satu tantangan yang paling signifikan bagi semua bisnis

Universitas Sumatera Utara keluarga adalah masalah kontinuitas. Dari sejarah perjalanan hidup manusia, suatu generasi pengusaha yang dapat berkelanjutan sampai beberapa generasi, adalah suatu kisah peristiwa yang sangat menarik perhatian, terutama sebuah generasi pengusaha yang pernah mencapai prestasi yang sangat sukses. Kisah kesuksesan seseorang bisa menjadi sebuah kisah yang bermanfaat bagi pembaca, baik dari segi mempelajari tentang seluk beluk kesuksesannya, maupun dari segi kemampuannya dalam melihat peluang sebuah usaha. Tentu ada banyak segi kehidupannya yang menarik untuk diteliti, baik dari segi kisah kesuksesannya, gaya kepemimpinannya, riwayat kehidupannya, gaya pendidikan dalam rumah tangganya, kisah pergaulannya, kisah keturunannya, dan lain-lain. Walau ada beberapa bisnis keluarga yang telah bisa melampaui beberapa generasi, bahkan ada yang sampai generasi ke delapan, tetapi itu hanya beberapa saja dari seluruh pengusaha di dunia.

Cukup banyak penulis yang mengangkat tema suksesi perusahaan keluarga, tetapi masih sedikit yang menulis dari segi kebangkitan sebuah perusahaan keluarga yang telah jatuh sampai berabad masih bisa bangkit kembali, dimana dengan mengenali unsur-unsur kemunduran juga bisa sangat bermanfaat bagi pembaca supaya bisa menghindari kesalahan langkah tersebut. Serta pembaca dapat memperkaya pengetahuan tentang usaha keluarga yang diwariskan. Cara pengambilan keputusan, teknik dan prosedur kepemimpinan, cara beradaptasi serta keuletan dan kerajinan dalam berusaha, transfer ilmu pengetahuan perdagangan dan masih banyak hal lain, menjadi beberapa topik yang sangat berkaitan dengan usaha

Universitas Sumatera Utara keluarga. Sering kita hanya melihat kejayaan seseorang disaat mereka berhasil, tetapi kita tidak tahu bagaimana hasil jerih payahnya dalam mencapai kesuksesan tersebut.

Perusahaan Keluarga menjadi topik yang penting untuk diteliti karena

Perusahaan Keluarga lebih bisa bertahan disaat menghadapi krisis dunia. Beberapa peneliti di beberapa negara menemukan bahwa Perusahaan Keluarga memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari krisis dan tampil lebih baik dari

Perusahaan Non Keluarga (Arif Singapurwoko, 2013). Banyak perusahaan besar tingkat dunia yang sampai sekarang masih bertahan (sustain), bermula dari

Perusahaan Keluarga yang berhasil melaksanakan suksesi kepemimpinan dalam perusahaannya. Beberapa perusahaan kelas dunia seperti Motorola, Nordstrom,

Bakrie, Gudang Garam, sampai sekarang tetap sebagai Perusahaan Keluarga meskipun mereka telah menjadi perusahaan yang telah terdaftar sebagai perusahaan publik dalam bursa pasar modal (Sentot Imam Wahjono,2004). Bisnis keluarga berkontribusi terhadap stabilitas dalam komunitas mereka. Mereka cenderung menyediakan pekerjaan jangka panjang untuk karyawan mereka, dan manajemen mereka cenderung berpartisipasi dalam pemerintah daerah, dewan sekolah, dan organisasi keagamaan dan sipil. Mereka juga cenderung menginvestasikan laba mereka ke dalam peluang jangka panjang karena mereka tidak perlu mengorbankan keuntungan jangka panjang untuk kredit jangka pendek, tidak seperti kecenderungan untuk perusahaan milik publik. Bisnis keluarga memberi contoh prinsip ekonomi dari kepemilikan pribadi, prinsip politik dari pluralisme, dan prinsip sosial keluarga

(Ward, 1997:18).

Universitas Sumatera Utara Terdata bahwa 88 persen perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga (The Jakarta Consulting Group). Ini membuktikan bahwa Perusahaan

Keluarga berperan besar dalam perekonomian (Susanto, 2007). Namun banyak bisnis keluarga yang sulit melewati tiga generasi karena banyak perusahaan keluarga terlibat dalam konflik untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan (Widyasmoro,

2008 dalam Wahjono, 2009). Konflik-konflik tersebut antara lain, karena pertama, konflik antara kepentingan bisnis dan kepentingan keluarga yang disebabkan oleh adanya perbedaan antara nilai keluarga dan nilai bisnis. Kedua, konflik antar anggota keluarga ini dapat dirangkum dalam empat hal, yaitu konflik tujuan, gaya hidup dan kerja, konflik menyangkut kendali perusahaan, dan leaving the nest (meninggalkan rumah).

Kegagalan penerusan Perusahaan Keluarga tentu saja sangat disayangkan.

Contoh di Kota Medan, pengusaha kaya-raya Tumpal Dorianus Pardede tidak berhasil meneruskan perusahaannya dengan lancar kepada anak cucunya, sehingga terjadi pertumpahan darah diantara pertikaian anak-anaknya. Di Jakarta pengusaha dari Asaba grup, Budi Harto Angsono tewas dibunuh oleh mantan menantunya karena sakit hati dijebloskan ke penjara sebagai akibat dari korupsi dana perusahaan, ini sebagai akibat dari manajemen perusahaan yang kurang baik.

Banyak Perusahaan Keluarga yang cukup sukses di Kota Medan, antara lain

Perusahaan Keluarga Rumah Makan Garuda, Rumah Makan ACC, Grup Perusahaan

Keluarga Arbie dengan Garuda Plaza dan Rumah Sakit Permata Bunda, Perusahaan

Keluarga Bahroeny yang saat ini sudah memasuki generasi ketiga dan makin sukses,

Universitas Sumatera Utara Grup Musim Mas yang baru memasuki generasi kedua yang sedang jaya-raya.

Masing-masing grup perusahaan tersebut ikut berkontribusi terhadap pembangunan.

Kegagalan bisnis milik keluarga bukan karena kekuatan seperti perpajakan, peraturan, persaingan ketat, atau tenaga kerja yang tidak produktif. Sebaliknya, Ward

(1997) berpendapat, kegagalan adalah karena tidak adanya tindakan dari manajer pemiliknya. Kelambanan ini biasanya tidak dapat mengenali kebutuhan masa depan perusahaan. Ini adalah hasil dari sikap-sikap seperti rasa puas diri, sedang sibuk dengan masa kini, dan puas dengan kekuatan yang dirasakan saat itu (Ward, 1997).

Pemilihan contoh pada kasus Tjong Yong Hian adalah seorang pengusaha yang sangat berhasil dan mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan pembangunan Kota Deli (Medan). Bukti dari kontribusi dan penghargaan pemerintah atas jasa Tjong Yong Hian saat ini bisa terlihat dari pemberian nama jalan atas nama Tjong Yong Hian di Kota Medan.

Tjong Yong Hian memulai usaha dengan perusahaan dagang miliknya bernama NV. Wan Yun Chong di Sumatera pada tahun 1870. Perusahaannya berkembang pesat, mulai dari dagang, perkebunan tebu dan tembakau, real estate, pelayaran dan perbankan. Kepiawaian Tjong Yong Hian dalam membina hubungan baik dengan para penguasa menjadi salah satu faktor yang paling menentukan kesuksesan dalam berusaha, Tjong Yong Hian dan adiknya Tjong A Fie bersahabat baik dengan keluarga Sultan Deli dan juga membina hubungan baik dengan penguasa kolonial Belanda pada waktu itu. Tjong Yong Hian sempat menjabat sebagai Mayor yang dipercayakan oleh Otorita Belanda. Perusahaan Tjong Yong Hian menjadi salah satu perusahaan dengan kapitalisasi modal terbesar di Asia Tenggara pada masa itu,

Universitas Sumatera Utara melebarkan sayap usahanya ke dunia internasional. Membangun rel kereta api di

China dan mendirikan dua perusahaan pelayaran, bekerja sama dengan Tjong Fatt

Tze untuk mengangkut penumpang dan kargo. Dengan dua perusahaan pelayaran ini, dapat mengatasi monopoli asing dibidang pelayaran. Perusahaan Keluarga pada generasi pertama Tjong bersaudara adalah berawal dari usaha kecil yang dimulai dengan modal yang sangat kecil dan dengan tekad baja. Semua usaha giat Tjong bersaudara berkembang menjadi perusahaan besar yang bergerak dibeberapa bidang usaha seperti perkebunan, pertambangan, bank dan perusahaan rel kereta api (Kam

Chung, 2011).

Kontribusi sosial Tjong Yong Hian antara lain membantu membangun tempat pemakaman, rumah sakit, penampungan tuna wisma, tempat peribadatan, sekolah- sekolah dan membentuk Asosiasi Bisnis Tionghoa. Membangun tempat pemakaman yang layak di kawasan Pulau Brayan, membangun rumah sakit dan penampungan tuna wisma termasuk pembangunan rumah sakit bagi penderita kusta di kawasan

Belawan. Kemudian membangun tempat ibadah untuk orang-orang Tionghoa agar jangan percaya takhayul. Membantu mendirikan Vihara Kuan Tee Bio (Vihara Setia

Budi di Jalan Irian Barat Medan, Vihara Tian Hou di Jalan Pandu Medan dan Vihara

Kuan Im di Jalan Yos Sudarso Medan, dan juga berkontribusi membangun Mesjid

Lama Gang Bengkok. Dan bersama adiknya Tjong A Fie, Tjong Yong Hian juga ikut menyumbang hingga sepertiga dari total biaya pembangunan Mesjid Raya Al Ma’sun di Jalan Sisingamangaraja Medan. Setelah rumah ibadah, Tjong Yong Hian juga peduli dengan dunia pendidikan, bersama adiknya Tjong A Fie, mereka mendirikan

Sekolah Dasar Dun Pen yang lokasinya di Vihara Tian Hou.

Universitas Sumatera Utara Sull (1999) menemukan bahwa perusahaan yang sukses bisa sangat rentan ketika mereka menghadapi perubahan besar yang berdampak pada mereka.

Masalahnya bukan satu-satunya tindakan, tetapi mereka sering gagal mengatasi dengan baik. Masalahnya kemungkinan adalah ketidakmampuan untuk mengambil tindakan yang tepat. Ketidakmampuan ini dapat didasarkan pada faktor mulai dari keras kepala hingga tidak kompeten. Namun, faktor yang umum diibaratkan seperti inersia operasional.

Generasi penerus dari Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian yang tidak dapat berkembang sampai di tangan generasi ketiga, tetapi di generasi keempat

Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian berhasil bangkit kembali saat ini dengan kesuksesan yang sangat terpuji, berhasil membangun satu pabrik packaging yang saat ini mempekerjakan ratusan tenaga kerja, suatu angka yang cukup besar bagi beberapa industri di Kota Medan, walaupun penyediaan jumlah lapangan kerjanya masih belum cukup besar dibanding tenaga kerja yang pernah dipunyai oleh generasi pertama, tetapi paling tidak generasi keempat ini dapat menunjukkan keberhasilan dari kebangkitan setelah kemunduran di generasi ketiga. Generasi keempat ini dengan gigihnya memulai usaha dari bawah kembali, dengan bermodalkan sedikit sisa warisan yang ada. Kegigihan Budihardjo Chandra kemudian sanggup berkembang dengan pabriknya yang memproduksi karton packaging, PT. Industri Pembungkus

Indonesia yang didirikan oleh Tjong Siu Han dan dilanjutkan oleh Budihardjo

Chandra sebagai generasi penerus keempat dari Tjong Yong Hian, sempat berjuang keras, dimana pada masa itu PT. Industri Pembungkus Indonesia (PT. IPI) dimulai pada tahun 1972 di daerah Mabar yaitu jalan Rumah Potong Hewan di Medan,

Universitas Sumatera Utara sebuah industri kecil atas hasil kerja sama dengan saudara dan teman baik Budiharjo

Chandra, dengan produksi awalnya kertas pembungkus nasi, sebuah produk yang masih jarang dimintai oleh masyarakat. Disebabkan produksinya yang kurang berhasil menarik minat pembeli, sehingga PT. Industri Pembungkus Indonesia ini awalnya hampir gagal. Akhirnya Budiharjo Chandra memutuskan untuk mengganti jenis produksi dari kertas nasi menjadi produksi kotak karton untuk keperluan industri. Penggantian jenis produksi packaging ini mendapat sambutan baik dari beberapa industri di Kota Medan yang membutuhkan kotak karton, disinilah awal suksesnya generasi keempat Tjong Yong Hian sampai saat ini.

1.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah meneliti bagaimana Budihardjo Chandra, generasi keempat dari Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian berhasil bangkit kembali setelah kemunduran di generasi kedua sampai generasi ketiga, dengan sukses atas menjadi pemilik saham mayoritas atas PT. Industri Pembungkus Indonesia (IPI). Bagaimana peranan Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian terhadap PT. Industri Pembungkus

Indonesia, dan bagaimana peranan Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian terhadap pembangunan Indonesia khususnya Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka penelitian ini bertujuan untuk:

Universitas Sumatera Utara 1. Mengetahui bagaimana perkembangan proses kebangkitan kembali Perusahaan

Keluarga Tjong Yong Hian pada generasi keempat.

2. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kebangkitan Perusahaan

Keluarga, sebagai dasar untuk mengembangkan pengusaha potensial, sehingga

menjadi contoh kesuksesan dan mengantipipasi kemunduran usaha yang pernah

terjadi.

3. Mengetahui apa kontribusi Perusahaan Keluarga PT. Industri Pembungkus

Indonesia terhadap pembangunan.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan pembaca dapat mengetahui bagaimana dinamika generasi Perusahaan Keluarga, khususnya Perusahaan Keluarga Tjong

Yong Hian. Serta mengetahui bagaimana terjadinya kebangkitan kembali regenerasi

Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian. Selain itu, melalui penelitian ini diharapkan bisa terungkap apa yang dapat menjadi faktor utama kebangkitan sebuah usaha yang diwariskan, agar dapat menjadi pendorong semangat bagi pihak Perusahaan Keluarga yang lain dan juga dapat dipakai sebagai bahan rujukan bagi para pengambil keputusan Perusahaan Keluarga.

Perencana kebijakan dan lembaga pemerintah diharapkan bisa mendapatkan manfaat dari penelitian ini karena beberapa wawasan dari penelitian diharapkan dapat memberikan pandangan dan pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendukung usaha keluarga. Sebab kesuksesan dan keberlanjutan dari ribuan usaha keluarga akan menjadi penopang ekonomi negara yang sangat kuat, dan bahkan tidak

Universitas Sumatera Utara tergoyahkan dalam menghadapi krisis ekonomi, membantu mengatasi masalah kekurangan lapangan pekerjaan dan membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Semakin banyak usaha kecil dalam satu negara, selain mengurangi beban negara dari kemerosotan ekonomi, juga sangat bermanfaat untuk mengatasi masalah ketergantungan akan ketenagakerjaan. Dari sudut pembangunan, penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan Perusahaan Keluarga dan pembangunan ekonomi negara. Dari hasil penelitian juga diharapkan dapat memperkuat pembangunan usaha yang berkelanjutan, berkeadilan antar generasi dan gambaran tentang warisan secara umum. Serta hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian dan mengembangkan kebudayaan bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Penelitian

Kata paradigma berasal dari bahasa Inggris “paradigm” yang berarti model pola. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata paradigma diartikan sebagai suatu model dalam ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara yang digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan.

Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990).

Paradigma menurut George Ritzer adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh

Universitas Sumatera Utara suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi paradigma adalah suatu sudut pandang dimana kita melihat suatu fenomena ataupun fakta atau sesuatu yang menjadi subyek dari ilmu. Paradigma menurut Thomas Kuhn dipergunakan dalam dua arti yang berbeda yakni paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu. Di sisi lain paradigma juga berarti menunjukkan pada sejenis unsur dalam konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang kongkret, yang jika digunakan sebagai model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan teka- teki sains yang normal yang masih tertinggal (Kuhn, 2002:180). Thomas Kuhn juga secara eksplisit menyampaikan bahwa perubahan paradigma dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam semesta. Realitas dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik.

Menurut Agust Comte pada tahun 1798-1857 adalah semuanya berasal dari

Tuhan. Tahapannya yaitu teologis (pola pikir yang berasal dari alam ataupun seorang pemimpin, dalam artian dari Tuhan atau sang pencipta), metafisika (sebab-akibat), dan positivisme (harus bisa dibuktikan). Terjadi perbedaan antar komunitas dalam suatu cabang ilmu, khususnya dalam sosiologi, George Ritzer mengungkapkan tiga faktor, yaitu karena dari semula pandangan filsafat yang mendasari pemikiran ilmuan tentang apa yang semestinya menjadi substansi itu berbeda, sebagai konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda itu maka teori-teori yang dibangun dan dikembangkan oleh masing-masing komunitas itu berbeda, metode yang dipergunakan untuk memahami substansi ilmu itu juga sangat berbeda.

Universitas Sumatera Utara Penelitian merupakan proses pencarian pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan teori baru dan masalah yang berkaitan dengan isu ekonomi, manajemen dan isu lain yang berkaitan. Konsekuensinya, penelitian yang dilakukan harus memperhatikan kaidah keilmuan. Penelitian harus dilakukan berdasarkan prinsip berpikir logis dan dilakukan secara berulang mengingat penelitian tidak pernah berhenti pada satu titik waktu tertentu (Lincoln dan Guba 1986).

Dalam berpikir logis, seorang peneliti harus mampu menggabungkan teori/ide yang ada dengan fakta di lapangan dan dilakukan secara sistematis. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan proses yang dilakukan secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan (knowledge), yang ditandai dengan dua proses yaitu, proses pencarian yang tidak pernah berhenti, dan proses yang sifatnya subyektif karena topik penelitian, model penelitian, obyek penelitian dan alat analisisnya sangat tergantung pada faktor subyektifitas si peneliti (Lincoln dan Guba

1986).

Sarantakos (1998) mengatakan bahwa ada beberapa pandangan dalam ilmu sosial tentang beberapa paradigma yang ada. Namun Lather (1992) berpendapat hanya ada dua paradigma, yaitu positivis dan pospositivis. Sebagai perbandingan,

Lincoln dan Guba (1994) mengidentifikasi empat paradigma utama, yaitu positivisme, pospositivisme, konstruksionisme dan kritik teori. Sarantakos (1998) berpendapat ada tiga paradigma utama dalam ilmu sosial, yaitu positivistik, interpretif, dan kritikal. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis data.

Universitas Sumatera Utara Dalam sosiologi, konsep atau pengertian dasar tidak selalu sama, hal ini berhubungan dengan pola pikir seseorang tentang hakikat masyarakat dan manusia.

Terdapat yang dapat dipahami yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial dan paradigma perilaku sosial. Paradigma dimaknai sebagai pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan.

Berdasarkan paradigma tertentu, ilmuwan merumuskan obyek atau sasaran ilmunya, merumuskan permasalahannya, serta menentukan metode yang dipakai untuk mencari jawaban.

Paradigma prilaku sosial tidak berpijak pada perbuatan sosial manusia, atau manusia yang berinteraksi. Perbedaan yang spesifik dengan paradigma definisi sosial yakni terdapat penekanan pada pendekatan obyektif empiris. Alasan yang mendasarinya karena hanya perilakulah yang dapat diamati dan dipelajari dari luar.

Fokus kajian dalam paradigma perilaku sosial adalah pada perilaku dan perulangan perilaku. Manusia dipandang sebagai makhluk yang perilakunya dipengaruhi

(deterministik), sehingga bisa dimanipulasi melalui indoktrinasi. Contoh penting paradigma ini adalah Teori Pertukaran (Exchange Theory) yang dikemukakan oleh

George Homas. Dalam teori tersebut, manusia digambarkan sebagai makhluk yang selalu bertindak sesuai dengan kepentingannya sendiri. Sehingga pokok kajian sosiologi berdasarkan paradigma perilaku sosial adalah memahami kepentingan- kepentingan manusia.

Burrell dan Morgan (1979:1) berpendapat bahwa ilmu sosial dapat dikonseptualisasikan dengan empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat manusia (human nature), dan metodologi. Ontologi adalah asumsi

Universitas Sumatera Utara yang penting tentang inti dari fenomena dalam penelitian. Pertanyaan dasar tentang ontologi menekankan pada apakah “realita” yang diteliti objektif ataukah

“realita”adalah produk kognitif individu. Oleh karena itu ontologi dibedakan antara realiseme (yang menganggap bahwa dunia sosial ada secara independen dari apresisasi individu dan nominalisme (yang mengananggap bahwa dunia sosial berada di luar kognitif individu yang berasal dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk menyusun realita).

Epistemologi adalah asumsi tentang landasan ilmu pengetahuan tentang bagaimana seseorang memulai memahami dunia dan mengkomunikasikan pengetahuna kepada orang lain. Pertanyaan dasar tentang epistemologi menekankan pada apakah mungkin untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai sesuatu yang keras, nyata dan berwujud, sehingga pengetahuan dapat dicapai, atau apakah pengetahuan itu lebih lunak, lebih subjektif, berdasarkan pengalaman dan wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting, sehingga pengetahuan adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi. Oleh karena itu epistemologi dibedakan antara positivisme (yang berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi apa yang akan terjadi pada dunia sosial dengan mencari kebiasaan dan hubungan kausal antara elemen-elemen pokoknya) dan antipositivisme (yang menentang pencarian hukum atau kebiasaan pokok dalam urusan dunia sosial yang berpendapat bahwa dunia sosial hanya dapat dipahami dari sudut pandang individu yang secara langsung terlibat dalam aktifitas yang diteliti).

Sifat manusia (human nature), adalah asumsi-asumsi tentang hubungan antar manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang sifat manusia menekankan

Universitas Sumatera Utara kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsif terhadap situasi yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat dipandang sebagai pencipta dari lingkungan mereka. Perdebatan tentang sifat manusia oleh karena itu dibedakan antara determinisme (yang menganggap bahwa manusia dan aktivitas mereka ditentukan oleh situasi atau lingkungan dimana mereka menetap) dan voluntarisme (yang menganggap bahwa manusia autonomous dan free-willed).

Penelitian yang menggunakan paradigma atau pendekatan holistik yaitu kaitan antara nilai-nilai dan struktur sosial. Penelitian holistik merupakan penelitian yang memadukan metode penelitian historis, kualitatif, dan eksperimen. Menurut Husein

Heriyanto, paradigma holistik dapat diartikan sebagai suatu cara pandang yang menyeluruh dari seorang peneliti dalam mempersepsi realitas. Berpandangan holistik artinya lebih memandang aspek keseluruhan daripada bagian-bagian, bercorak sistemik, terintegrasi, secara kompleks, secara dinamis, secara non-mekanik, dan non- linier.

Selain itu ada juga pengguna paradigma radical humanist, yaitu paradigma yang hampir serupa dengan interpretive namun lebih bersikap kritikal dan evaluatif. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk membebaskan individu dari berbagai sumber eksploitasi, dominasi, dan tekanan yang muncul dari tatanan sosial yang ada dengan tujuan untuk mengubah tatanan tersebut tidak sekedar memahami dan menjelaskannya. Pandangan ini sering dinamakan Critical

Theory. Critical Theory ini berusaha mengubah struktur yang melekat kondisi status quo yang berpengaruh pada perilaku individu dan mencoba mengubahnya dengan

Universitas Sumatera Utara menunjukkan pada individu bahwa struktur tersebut merugikan pihak lain karena adanya unsur dominan, tekanan dan eksploitasi.

Dalam konteks paradigma ini, pengembangan teori didasarkan pada agenda yang bersifat politis. Hal ini disebabkan tujuan dari teori ini adalah untuk menguji legitimasi tentang konsensus sosial dan tentang makna (meaning) dan untuk mengungkap adanya distorsi komunikasi dan bertujuan juga untuk mendidik individu memahami cara-cara yang menyebabkan munculnya distorsi tersebut (Forester 1983 dan Sartre 1943). Intinya, paradigma ini berusaha mengkritisi dan menjelaskan mengapa (why) realiatas sosial dibentuk, dan menanyakan alasan atau kepentingan apa yang melatarbelakangi pembentukan realitas sosial tersebut.

Menurut George Ritzer, paradigma dalam sosiologi terdiri dari:

1. Paradigma fakta sosial yang menyatakan bahwa struktur yang terdalam

masyarakat mempengaruhi individu.

2. Paradigma definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu dalam

masyarakat mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini

sekalipun struktur juga berpengaruh terhadap pemikiran individu, akan tetapi

yang berperanan tetap individu dan pemikirannya.

3. Paradigma perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku dari individu yang

terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini

interaksi antar-individu dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan

perilaku individu yang bersangkutan.

2.2. Paradigma Fakta Sosial

Universitas Sumatera Utara Paradigma ini dikembangkan oleh Emile Durkheim dalam “The Rules of

Sociological Method” pada tahun 1895 dan “Suicide” tahun 1897. Durkheim mengkritik sosiologi yang didominasi August Comte dengan positivismenya bahwa sosiologi dikaji berdasarkan pemikiran, bukan fakta lapangan. Durkheim menempatkan fakta sosial sebagai sasaran kajian sosiologi yang harus melalui kajian lapangan (field research) bukan dengan penalaran murni.

Berdasarkan paradigma fakta sosial, masyarakat dipandang sebagai suatu fakta yang berdiri sendiri, terlepas dari persoalan apakah individu suka atau tidak suka. Struktur masyarakat yang mencakup bentuk pengorganisasian, hirarki kekuasaan dan wewenang, peranan, nilai-nilai, pranata sosial merupakan suatu fakta yang terpisah dari individu, namun ikut mempengaruhi individu tersebut.

Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam:

1. Bentuk material, yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi.

Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external

world) contohnya arsitektur dan norma hukum.

2. Bentuk non-material, yaitu sesuatu yang dianggap nyata (eksternal). Fakta sosial

jenis ini merupakan fenomena yang bersifat subjektif yang hanya dapat muncul

dari dalam kesadaran manusia. Contohnya, opini, altruisme, egoisme.

Fakta sosial seperti arsitektur dan norma hukum adalah merupakan sesuatu yang berbentuk material. Alasannya karena dapat disimak dan diobservasi. Sedang fakta sosial lain seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai sesuatu, tidak dapat diraba. Adanya hanya dalam kesadaran manusia. Kedua macam fakta sosial itu adalah

Universitas Sumatera Utara sama-sama nyata (eksternal) bagi individu dan berpengaruh terhadap mereka. Ada empat varian teori dalam paradigma fakta sosial, yaitu:

1. teori fungsionalisme struktural,

2. teori konflik,

3. teori sistem, dan

4. teori sosiologi makro.

2.2.1. Teori Struktural Fungsional

Teori Struktural Fungsional menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes dan keseimbangan

(equilibrium). Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang teridri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi menyatu dalam keseimbangan.

Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.

Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu

Universitas Sumatera Utara masyarakat. Dengan demikian umpamanya peperangan, ketidaksamaan sosial, perbedaan ras bahkan kemiskinan “diperlukan” oleh suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-lahan (evolusi) dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut teori fungsionalisme struktural memusatkan perhatiannya kepada msalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.

Objek analisa sosiologi paradigma fakta sosial ini, seperti peranan sosial, pola-pola institusional (lembaga sosial), proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial dan sebagainya. Hampir semua penganut teori ini cenderung memusatkan perhatiannya kepada fungsi dari suatu fakta sosial terhadap fakta sosial yang lain.

Materi dan kompetensi dasar pendidikan sosilogi yang bisa dianalisa dengan teori ini antara lain:

1. Mendiskripsikan fakta sosial tentang nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat dan lingkungan.

2. Mendiskripsikan proses interaksi sosial sebagai dasar pengembangan pola

keteraturan dan dinamika sosial.

2.3. Teori Solidaritas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian kata solidaritas adalah, sifat (perasaan) solider, sifat satu rasa (senasib), perasaan setia kawan yang pada suatu kelompok anggota wajib memilikinya. Sedangkan istilah solidaritas dalam kamus ilmiah popular diartikan sebagai kesetiakawanan dan sepenanggunan.

Universitas Sumatera Utara Teori solidaritas menurut Emile Durkheim adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan solidaritas. Kelompok-kelompok sosial sebagai tempat berlangsungnya kehidupan bersama, masyarakat akan tetap ada dan bertahan ketika dalam kelompok sosial tersebut terdapat rasa solidaritas diantara anggota- anggotanya. Sementara Paul Johson mengungkapkan bahwa solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada keadaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan -hubungan serupa itu mengandaikan sekurang kurangnya satu tingkat/derajat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.

Pengertian tentang solidaritas ini lebih diperjelas oleh Durkheim, yaitu perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas.

Kalau orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu menjadi persahabatan, menjadi saling hormat-menghormati, menjadi terdorong untuk bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan.

Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi perhatian Durkheim dalam perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritasnya.

Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas yang berbeda dengan bentuk solidaritas pada masyarakat moderrn.

Universitas Sumatera Utara Durkheim paling tertarik pada cara yang berubah yang menghasilkan solidaritas sosial, dengan kata lain, cara yang berubah yang mempersatukan masyarakat dan bagaimana para anggotanya melihat dirinya sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Untuk menangkap perbedaan tersebut Emile Durkheim mengacu kepada dua tipe solidaritas yaitu Mekanik dan Organik. Suatu masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas mekanik bersatu karena semua orang adalah generalis. Ikatan diantara orang orang itu ialah karena mereka semua terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mirip dan mempunyai tanggung jawab-tanggung jawab yang mirip. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan oleh solidaritas organik dipersatukan oleh perbedaan perbedaan diantara orang-orang, oleh fakta bahwa semuanya mempunyai tugas-tugas dan tanggung jawab yang berbeda

Solidaritas mekanik adalah rasa solidaritas yang didasarkan pada suatu kesadaran kolektif yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan-kepercayaan yang rata-rata ada pada masyarakat yang sama, yaitu mempunyai pekerjaan yang sama pengalaman yang sama, sehingga banyak norma-norma yang dianut bersama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Emile Durkheim:

“Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Hal ini merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Karena itu individualitas tidak berkembang, individualitas terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas”.

Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religius. Solidaritas mekanik mempunyai

Universitas Sumatera Utara ciri pokok yaitu, sifat individualitas yang rendah, belum ada pembagian kerja yang jelas, dan hanya ada di dalam masyarakat pedesaan.

Solidaritas organik adalah solidaritas sosial yang berkembang pada

masyarakat kompleks, berasal lebih dari kesaling-tergantungan daripada kesamaan

bagian-bagian. Lebih jelasnya, Johnson menguraikan bahwa:

“Solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas itu didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi dan pembagian pekerjaan yang memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan individu”.

Masyarakat yang memiliki solidaritas organik, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging, dan isinya hanya kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral (George

Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 91-92).

Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yaitu masyarakat yang mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian. Setiap anggota menjalankan peran yang berbeda, dan saling ketergantungan seperti pada hubungan antara organisme biologis. Bisa dikatakan bahwa pada solidaritas organik ini menyebabkan masyarakat yang ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena adanya saling ketergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peran tertentu akan mengakibatkan gangguan pada sistem kerja dan kelangsungan hidup masyarakat.

Keadaan masyarakat dengan solidaritas organik ini, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran kolektif melainkan kesepakatan

Universitas Sumatera Utara yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi. Solidaritas organik mempunyai ciri pokok yaitu, kesadaran kolektif lemah, sudah ada pembagian kerja yang jelas, dan dapat terlihat di dalam masyarakat modern atau komplek (Kamanto Sunarto, 2004:

128).

2.4. Paradigma Defenisi Sosial

Paradigma defenisi sosial adalah salah satu aspek khusus dari karya Weber yang dalam analisanya tentang tindakan sosial (sosial action). Ada tiga teori yang termasuk dalam paradigma definisi sosial ini, yaitu teori aksi (action), interaksionisme simbolik (symbolic interaktionism), dan fenomenologi

(phenomenology). Paradigma definisi sosial memahami manusia sebagai orang yang aktif menciptakan kehidupan sosialnya sendiri. Penganut paradigma definisi sosial mengarahkan perhatian kepada bagaimana caranya manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana caranya mereka membentuk kehidupan sosial yang nyata.

Dalam penelitiannya, pengikut paradigma ini banyak tertarik kepada proses sosial yang mengalir dari pendefinisian sosial oleh individu. Melakukan pengamatan proses sosial untuk dapat mengambil kesimpulan tentang sebagian besar dari intrasubyektif dan intersubyektif yang tidak kelihatan yang dinyatakan oleh aktor adalah sesuatu yang sangat penting. Contoh eksemplar paradigma ini ialah karya Max Weber tentang tindakan sosial. Weber tertarik kepada makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakan yang dilakukan. Weber tidak tertarik untuk mempelajari fakta sosial yang bersifat makroskopik seperti struktur sosial dan pranata sosial.

Perhatiannya lebih mikroskopik. Baginya yang menjadi pokok persoalan ilmu sosial

Universitas Sumatera Utara adalah proses pendefinisian sosial dan akibat-akibat dari suatu aksi serta interaksi sosial.

Dalam penyelidikannya, Weber menyarankan untuk menggunakan metode interpretative-understanding atau yang lebih dikenal sebagai metode verstehen.

Namun demikian tidak semua karya Weber ditempatkan sebagai eksemplar dari paradigma definisi sosial karena sebagian juga masuk ke dalam golongan paradigma fakta sosial. Demikian halnya dengan Durkheim tidak semua bisa dimasukan dalam salah satu golongan saja, sehingga Ritzer menyebut kedua tokoh ini sebagai jembatan paradigma.

Herbert Blumer sebagai salah seorang tokoh interaksionisme simbolik menyatakan bahwa organisasi masyarakat manusia merupakan kerangka di mana terdapat tindakan sosial yang bukan ditentukan oleh kelakuan individunya. Ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J. B. Watson.

Behaviorisme radikal itu sendiri berpendirian bahwa peilaku individu adalah sesuatu yang dapat diamati secara obyektif dari luar, hanya saja justru action di dalamnya diabaikan pada pengamatannya, sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari tindakan manusia dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui barang sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor. Paradigma definisi sosial tidak berpijak pada fakta sosial yang obyektif, yaitu struktur dan pranata sosial, melainkan pada proses berpikir manusia.

Dalam merancang dan mendefinisikan arti aksi dan interaksi sosial, manusia diposisikan sebagai pelaku yang bebas dan bertanggung-jawab, dengan kata lain aksi dan interaksi sosial terjadi karena kemauan manusianya itu sendiri. Sehingga

Universitas Sumatera Utara tindakan sosial tidak berpangkal pada struktur-struktur sosial, namun pada definisi bersama yang dimiliki oleh masing-masing individu.

2.5. Teori Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme Simbolik pada awalnya merupakan suatu gerakan pemikiran dalam ilmu sosiologi yang dibangun oleh George Herbert Mead. Mead yang dikenal sebagai bapak Teori Interaksionisme Simbolik ini menekankan sebuah pemahaman dunia sosial berdasarkan pentingnya makna yang diproduksi dan diinterpretasikan melalui simbol-simbol dalam interaksi sosial (Ardianto dan Anees, 2007:135). Para pemikir dalam tradisi teori interaksionisme simbolik dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran Iowa dan Chicago. Aliran Iowa meskipun mengacu pada prinsip-prinsip dasar pemikiran teori interaksionisme simbolik, kalangan pemikir aliran Iowa banyak yang menganut tradisi epistemologi dan metodologi post-positivis.

Sedangkan Aliran Chicago banyak melakukan pendekatan interpretatif berdasarkan rintisan pemikiran George Herbert Mead. George Herbert Mead mengemukakan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun nonverbal. Melalui aksi dan respons yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu (Morissan, 2009:75). Dalam deskripsi Mead, proses “pengambilan peran” menduduki tempat yang penting.

Interaksi berarti bahwa para peserta masing-masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan berbuat demikian, mereka mencoba mencari maksud dari aksi yang diberikan oleh pihak lain, sehingga komunikasi dan

Universitas Sumatera Utara interaksi dimungkinkan. Jadi interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Artinya, geraklah yang menentukan. Dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerak orang lain dan bertindak sesuai dengan arti itu.

Menurut Alex Sobur, Mead mengemukakan bahwa dalam teori

Interaksionisme Simbolik, ide dasarnya adalah sebuah simbol, karena simbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dan dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Dalam tinjauannya di buku Mind, Self and Society, Mead berpendapat bahwa bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut. Dan analisa George Herbert Mead ini mencerminkan fakta bahwa masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan sosial menempati prioritas dalam analisanya, dan Mead selalu memberi prioritas pada dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial karena keseluruhan kehidupan sosial mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer. Individu yang berpikir dan sadar diri tidak mungkin ada sebelum kelompok sosial. Kelompok sosial hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan kondisi mental sadar -diri.

Dalam teorinya yang dinamakan Interaksionisme Simbolik ini, George Herbert Mead mengemukakan beberapa konsep yang mendasari teori yang ada, yaitu:

Tindakan

Universitas Sumatera Utara Perbuatan bagi George Herbert Mead adalah unit paling inti dalam teori ini, yang mana Mead menganalisa perbuatan dengan pendekatan behavioris serta memusatkan perhatian pada stimulus dan respon. Mead mengemukakan bahwa stimulus tidak selalu menimbulkan respon otomatis seperti apa yang diperkirakan oleh aktor, karena stimulus adalah situasi atau peluang untuk bertindak dan bukannya suatu paksaan. Mead menjelaskan bahwa ada empat tahap yang masing-masing dari tahap tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam setiap perbuatan.

1. Impuls adalah tahap paling awal dalam keempat tahap diatas. Dia adalah reaksi

yang paling awal dimana dia berfungsi untuk dirinya sendiri. Impuls melibatkan

stimulasi inderawi secara langsung dimana respon yang diberikan oleh aktor

adalah bertujuan untuk kebutuhan dirinya sendiri. Contohnya adalah

ketika seseorang mempunyai keinginan untuk menonton film di bioskop.

2. Persepsi adalah tahapan kedua, dimana dia adalah pertimbangan, bayangan

maupun pikiran terhadap bagaimana cara untuk bisa memenuhi impuls. Dalam

tahapan ini, aktor memberikan respon atau bereaksi terhadap stimulus yang

berkaitan dengan impuls tadi. Misal, berkaitan dengan contoh impul diatas, ketika

seseorang ingin menonton film di bioskop, maka dia akan mencari.

3. Manipulasi adalah tahapan selanjutnya yang masih berhubungan dengan tahap-

tahap sebelumnya. Dalam tahapan ini aktor mengambil tindakan yang berkaitan

dengan obyek yang telah dipersepsikan. Bagi Mead, tahapan ini menciptakan jeda

temporer dalam proses tersebut, sehingga suatu respon tidak secara langsung

dapat terwujud.

Universitas Sumatera Utara 4. Konsumsi adalah upaya terakhir untuk merespon impuls. Dalam tahapan ini,

dengan adanya pertimbangan maupun pemikiran secara sadar, aktor dapat

mengambil keputusan atau tindakan yang umumnya akan berorientasi untuk

memuaskan impuls yang ada di awal tadi.

Gesture (Gerakan)

Mead mempunyai pandangan bahwa gesture merupakan mekanisme dalam perbuatan sosial serta dalam proses sosial. Gestur adalah gerak organisme pertama yang bertindak sebagai stimulus yang menghasilkan respon dari pihak kedua sesuai dengan apa yang diinginkan.

Simbol

Simbol adalah jenis gesture yang hanya bisa dilakukan dan diinterpretasikan oleh manusia. Gesture ini menjadi simbol ketika dia bisa membuat seorang individu mengeluarkan respon–respon yang diharapkan olehnya yang juga diberikan oleh individu yang menjadi sasaran dari gesturenya, karena hanya ketika simbol-simbol ini dipahami dengan makna juga respon yang samalah seorang individu dapat berkomunikasi dengan individu yang lainnya. Dalam teori George Herbert Mead, fungsi simbol adalah memungkinkan terbentuknya pikiran, proses mental dan lain sebagainya.

Mind (Pikiran)

George Herbert Mead memandang akal budi bukan sebagai satu benda, melainkan sebagai suatu proses sosial. Sekali pun ada manusia yang bertindak dengan skema aksi reaksi, namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan suatu proses mental, yang artinya bahwa antara aksi dan reaksi terdapat suatu proses yang

Universitas Sumatera Utara melibatkan pikiran atau kegiatan mental. Dalam berinteraksi, orang belajar memahami simbol-simbol yang ada dan dalam suatu keadaan tertentu, mereka belajar menggunakannya sehingga mampu memahami peranan aktor-aktor lainnya (Mead dalam Ritzer dan Goodman, 2003).

Pikiran juga menghasilkan suatu bahasa isyarat yang disebut simbol. Simbol– simbol yang mempunyai arti bisa berbentuk gerak gerik atau gesture tapi juga bisa dalam bentuk sebuah bahasa. Kemampuan manusia dalam menciptakan bahasa inilah yeng membedakan manusia dengan hewan. Bahasa membuat manusia mampu untuk mengartikan bukan hanya simbol yang berupa gerak gerik atau gesture, melainkan juga mampu untuk mengartikan simbol yang berupa kata-kata. Kemampuan inilah yang memungkinkan manusia menjadi bisa melihat dirinya sendiri melalui perspektif orang lain dimana hal ini sangatlah penting dalam mengerti arti-arti bersama atau menciptakan respon yang sama terhadap simbol-simbol suara yang sama. Agar kehidupan sosial tetap bertahan, maka seorang aktor harus bisa mengerti simbol- simbol dengan arti yang sama, yang berarti bahwa manusia harus mengerti bahasa yang sama. Proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol-simbol yang penting dalam sebuah kelompok sosial mempunyai arti yang sama dan menimbulkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol- simbol itu, maupun pada orang yang bereaksi terhadap simbol-simbol itu.

Mead juga menekankan pentingnya fleksibilitas dari mind (akal budi). Selain memahami simbol-simbol yang sama dengan arti yang sama, fleksibilitas juga memungkinkan untuk terjadinya interaksi dalam situasi tertentu, meski orang tidak mengerti arti dari simbol yang diberikan. Hal itu berarti bahwa orang masih bisa

Universitas Sumatera Utara berinteraksi walaupun ada hal-hal yang membingungkan atau tidak mereka mengerti, dan itu dimungkinkan karena akal budi yang bersifat fleksibel dari pikiran.

Simbol verbal sangat penting bagi Mead karena seorang manusia akan dapat mendengarkan dirinya sendiri meski orang tersebut tidak bisa melihat tanda atau gerak-gerik fisiknya. Konsep tentang arti sangat penting bagi Mead. Suatu perbuatan bisa mempunyai arti kalau seseorang bisa menggunakan akal budinya untuk menempatkan dirinya sendiri di dalam diri orang lain, sehingga dia bisa menafsirkan pikiran-pikirannya dengan tepat. Namun Mead juga mengatakan, bahwa arti tidak berasal dari akal budi melainkan dari situasi sosial yang dengan kata lain, situasi sosial memberikan arti kepada sesuatu.

Self (Diri)

Mead menganggap bahwa kemampuan untuk memberi jawaban pada diri sendiri layaknya memberi jawaban pada orang lain, merupakan situasi penting dalam perkembangan akal budi. Mead juga berpendapat bahwa tubuh bukanlah diri, melainkan dia baru menjadi diri ketika pikiran telah perkembang. Dalam arti ini, self bukan suatu objek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, seperti:

1. Mampu memberi jawaban kepada diri sendiri seperti orang lain yang juga

memberi jawaban.

2. Mampu memberi jawaban seperti aturan, norma atau hokum yang juga memberi

jawaban padanya.

3. Mampu untuk mengambil bagian dalam percakapan sendiri dengan orang lain.

Universitas Sumatera Utara 4. Mampu menyadari apa yang sedang dikatakan dan kemampuan untuk

menggunakan kesadaran untuk menentukan apa yang garus dilakukan pada fase

berikutnya.

Bagi Mead, self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi, dan ada tiga fase dalam proses sosialisasi tersebut. Pertama adalah Play Stage atau tahap bermain. Dalam fase atau tahapan ini, seorang anak bermain atau memainkan peran orang-orang yang dianggap penting baginya. Contoh ketika seorang anak laki-laki yang masih kecil suka bermain bola, maka dia meminta dibelikan atribut yang berhubungan degan bola dan bermain dengan atribut tersebut serta berpura-pura menjadi pesepak bola idolanya.

Fase kedua dalam proses sosialisasi serta proses pembentukan konsep tentang diri adalah Game Stage atau tahap permainan, dimana dalam tahapan ini seorang anak mengambil peran orang lain dan terlibat dalam suatu organisasi yang lebih tinggi.

Contoh Anak kecil yang suka bola yang tadinya hanya berpura-pura mengambil peran orang lain, maka dalam tahapan ini anak itu sudah berperan seperti idolanya dalam sebuah team sepak bola anak, dia akan berusaha untuk mengorganisir timnya dan bekerjasama dengan timnya. Dengan fase ini, anak belajar sesuatu yang melibatkan orang banyak, dan sesuatu yang impersonal yaitu aturan-aturan dan norma-norma.

Sedang fase ketiga adalah generalized other, yaitu harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, standar-standar umum dalam masyarakat. Dalam fase ini anak- anak mengarahkan tingkah lakunya berdasarkan standar-standar umum serta norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh anak tadi dalam fase ini telah mengambil secara penuh perannya dalam masyarakat. Dia menjadi pesepak bola

Universitas Sumatera Utara handal dan dalam menjalankan perannya sudah punya pemikiran dan pertimbangan.

Jadi, dalam fase terakhir ini, seorang anak menilai tindakannya berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat.

I and Me

Inti dari teori George Herbert Mead yang penting adalah konsepnya tentang

“I” and “Me”, yaitu dimana diri seorang manusia sebagai subjek adalah “I” dan diri seorang manusia sebagai objek adalah “Me”. “I” adalah aspek diri yang bersifat non- reflektif yang merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa adanya pertimbangan. Ketika didalam aksi dan reaksi terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada saat itu “I” berubah menjadi “Me”.

Mead mengemukakan bahwa seseorang yang menjadi “Me”, maka dia bertindak berdasarkan pertimbangan terhadap norma-norma, generalized other, serta harapan-harapan orang lain. Sedangkan “I” adalah ketika terdapat ruang spontanitas, sehingga muncul tingkah laku spontan dan kreativitas diluar harapan dan norma yang ada.

Society (Masyarakat)

Masyarakat dalam konteks pembahasan George Herbert Mead dalam teori

Interaksionisme Simbolik ini bukanlah masyarakat dalam artian makro dengan segala struktur yang ada, melainkan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih mikro, yaitu organisasi sosial tempat akal budi (mind) serta diri (self) muncul. Bagi

Mead dalam pembahasan ini, masyarakat itu sebagai pola-pola interaksi dan institusi sosial yang adalah hanya seperangkat respon yang biasa terjadi atas berlangsungnya

Universitas Sumatera Utara pola-pola interaksi tersebut, karena Mead berpendapat bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dalam masyarakat.

Jadi, pada dasarnya Teori Interasionisme Simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna-makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna-makna itu terus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.

Oleh Max Weber, sosiologi didefinisikan sebagai suatu ilmu yang berupaya menginterpretasikan dan memahami tindakan sosial antar-hubungan sosial untuk memperoleh kejelasannya. Untuk itu, Max Weber mendefinisikan konsep yang terkandung dalam pokok permasalahan yang mencakup tindakan sosial antar- hubungan sosial dan upaya untuk memahaminya. Dalam hal ini tindakan didefinisikan sebagai perilaku individu yang ditunjukkan pada orang lain, sedangkan antar-hubungan sosial, yaitu perilaku dari beberapa orang yang berbeda dan mengandung makna serta ditujukan kepada orang lain. Interaksi simbolik mendasarkan gagasannya atas enam hal berikut ini:

1. Manusia membuat keputusan dan bertindak pada situasi yang dihadapinya sesuai

dengan pengertian subjektifnya.

2. Kehidupan sosial merupakan proses interaksi, kehidupan sosial bukanlah struktur

atau bersifat struktural dan karena itu akan terus berubah.

3. Manusia memahami pengalamannya melalui makna dari simbol yang digunakan

di lingkungan terdekatnya (primary group), dan bahasa merupakan bagian yang

sangat penting dalam kehidupan sosial.

Universitas Sumatera Utara 4. Dunia terdiri atas berbagai objek sosial yang memiliki nama dan makna yang

ditentukan secara sosial.

5. Manusia mendasarkan tindakannya atas interpretasi mereka, dengan

mempertimbangkan dan mendefenisikan objek-objek dan tindakan yang relevan

pada situasi saat itu.

6. Diri seseorang adalah objek signifikan dan sebagaimana objek sosial lainnya, diri

didefenisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Karya Mead yang paling terkenal ini, yang berjudul Mind, Self, and Society, menggarisbawahi tiga konsep kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi tentang teori interaksionisme simbolik. Ketiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain dalam teori interaksionisme simbolik. Ketiga konsep tersebut adalah pikiran manusia (mind), diri (self), dan masyarakat (society). Pikiran manusia (mind) dan interaksi sosial diri (self) dengan yang lain digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) dimana kita hidup. Ketiga konsep tersebut memiliki aspek-aspek yang berbeda, namun berasal dari proses umum yang sama, yang disebut tindakan sosial (social act). Tindakan sosial (social act) adalah suatu unit tingkah laku lengkap yang tidak dapat dianalisis ke dalam subbagian tertentu

(Morissan, 2009:144).

Mead mendefenisikan pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Mead percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain.

Bayi tidak dapat benar-benar berinteraksi dengan orang lainnya sampai ia

Universitas Sumatera Utara mempelajari bahasa (language), atau sebuah sistem simbol verbal dan nonverbal yang diatur dalam pola-pola untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan.

Bahasa bergantung pada apa yang disebut Mead sebagai simbol signifikan

(significant symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak orang (West dan Turner, 2009:105). Contohnya, ketika orangtua berbicara dengan lembut kepada bayinya, bayi itu mungkin akan memberikan respons, tetapi dia tidak seutuhnya memahami makna dari kata-kata yang digunakan orangtuanya.

Namun ketika bayi tersebut mulai mempelajari bahasa, bayi itu melakukan pertukaran makna atau simbol-simbol signifikan dan dapat mengantisipasi respons orang lain terhadap simbol-simbol yang digunakan. Hal ini, menurut Mead adalah bagaimana suatu kesadaran berkembang. Dengan menggunakan bahasa dan berinteraksi dengan orang lain, kita mengembangkan pikiran dan ini membuat kita mampu menciptakan setting interior bagi masyarakat yang kita lihat beroperasi di luar diri kita. Jadi, pikiran dapat digambarkan sebagai cara orang menginternalisasi masyarakat.

Namun, pikiran tidak hanya bergantung pada masyarakat. Mead menyatakan bahwa keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Pikiran merefleksikan dan menciptakan dunia sosial. Ketika seseorang belajar bahasa, ia belajar berbagai norma sosial dan aturan budaya yang mengikatnya. Selain itu, ia juga mempelajari cara-cara untuk membentuk dan mengubah dunia sosial melalui interaksi. Menurut Mead, salah satu dari aktivitas penting yang diselesaikan orang melalui pemikiran adalah pengambilan peran (role taking), atau kemampuan untuk secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam diri khayalan dari orang lain.

Universitas Sumatera Utara Proses ini juga disebut pengambilan perspektif karena kondisi ini mensyaratkan bahwa seseorang menghentikan perspektifnya sendiri terhadap sebuah pengalaman dan sebaliknya membayangkannya dari perspektif orang lain. Mead menyatakan bahwa pengambilan peran adalah sebuah tindakan simbolis yang dapat membantu menjelaskan perasaan kita mengenai diri dan juga memungkinkan kita untuk mengembangkan kapasitas untuk berempati dengan orang lain.

Mead mendefenisikan diri (self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari perspektif orang lain. Mead meyakini bahwa diri tidak berasal dari introspeksi atau dari pemikiran sendiri yang sederhana, melainkan dari bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Meminjam konsep yang berasal dari sosiologis Charles

Cooley, Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin diri (looking-glass self), atau kemampuan kita untuk melihat diri kita sendiri dalam pantulan dari pandangan orang lain. Cooley (1972) meyakini tiga prinsip pengembangan yang dihubungkan dengan cermin diri, yaitu: pertama, kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata orang lain; kedua, kita membayangkan penilaian mereka mengenai penampilan kita; ketiga, kita merasa tersakiti atau bangga berdasarkan perasaan pribadi ini. Pemikiran Mead mengenai cermin diri ini mengimplikasikan kekuatan yang dimiliki label terhadap konsep diri dan perilaku. Label menggambarkan prediksi pemenuhan diri, yaitu harapan pribadi yang memengaruhi perilaku.

Herbert Blumer (1962) melakukan penelitian lanjutan terhadap penelitian

George Herbert Mead (1863-1931), dan Blumer menyakini bahwa penelitian terhadap manusia tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti penelitian pada benda mati. Blumern menghindari kuantitatif dan statistik dengan melakukan pendekatan

Universitas Sumatera Utara ilmiah terhadap riwayat hidup, otobiography, studi kasus, surat, buku harian dan wawancara tidak langsung. Sedangkan tradisi Chicago School melihat tindakan manusia sebagai kreatif, inovatif, dan berada dalam situasi yang tidak dapat diramalkan.

Interaksi simbolik merupakan salah satu persepektif teori yang baru muncul setelah adanya teori aksi (action teory), yang dipelopori dan dikembangkan oleh Max

Weber. Max Weber mengemukakan 5 ciri pokok yang berkaitan dengan teori aksi

(action teory):

1. Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini

meliputi tindakan nyata.

2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja

diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain

itu.

Menurut Blumer, latar belakang pokok pikiran interaksi simbolik ada 3:

1. Bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna

(meaning);

2. Makna itu berasal dari interaksi sosial seseorang dengan sesamanya;

3. Makna itu diperlukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran (interpretative

prosess), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya.

Intinya, blumer hendak mengatakan bahwa makna yang muncul dari interaksi

Universitas Sumatera Utara tersebut tidak begitu saja diterima seseorang, kecuali setelah individu itu

menafsirkannya terlebih dahulu.

Blumer menegaskan bahwa metodologi interaksi simbolik merupakan pengkajian fenomena sosial secara langsung. Tujuannya memperoleh gambaran lebih jelas mengenai apa yang sedang terjadi dalam lapangan subyek penelitian, dengan sikap yang selalu waspada atas urgensi menguji dan memperbaiki observasi- observasi. Hasil observasi itu disebut Blumer sebagai tindakan pemekaran konsep

(menambah kepekaan konsep yang digunakan). Sedangkan Prinsip metodologi interaksi simbolik ini sebagai berikut:

1. Simbol dan interaksi itu menyatu. Tidak cukup bila kita hanya merekam fakta.

Kita juga harus mencari yang lebih jauh dari itu, yakni mencari konteks sehingga

dapat ditangkap simbol dan makna sebenarnya.

2. Karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri subjek

perlu “ditangkap”. Pemahaman mengenai konsep jati diri subyek yang demikian

itu adalah penting.

3. Peneliti harus sekaligus mengkaitkan antara simbol dan jati diri dengan

lingkungan yang menjadi hubungan sosialnya. Konsep jati diri terkait dengan

konsep sosiologis tentang struktur sosial, dan lainnya.

4. Hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya, bukan

hanya merekam fakta sensual.

5. Metode-metode yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan bentuk

perilaku dan prosesnya.

6. Metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna dibalik interaksi.

Universitas Sumatera Utara 7. Sensitizing, yaitu sekadar mengarahkan pemikiran, itu yang cocok dengan

interkasionisme simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan

menjadi yang lebih operasional, menjadi scientific concepts.

Bias (nilai, kepentingan, kekuasaan) dalam Teori Interaksi simbolik menunjuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antar manusia. Herbert Blumer menyatakan, aktor tidak semata-mata bereaksi terhadap tindakan yang lain, tetapi dia menafsirkan dan mendefinisikan setiap tindakan orang lain tersebut. Respon individu, baik langsung maupun tidak langsung, selalu didasarkan atas penilaian tersebut.

Dengan demikian interaksi antar manusia dijembatani oleh penggunanan symbol- simbol penafsiran atau dengan menemukan makna tindakan orang lain.

Blumer melanjutan pernyataan tadi dengan mengatakan, behawa manusia itu memiliki kedirian dimana ia membuat dirinya menjadi objek dari tindakannya sendiri, atau ia bertindak menuju pada tindakan orang lain. Kedirian itu dijembatani oleh bahasa yang mendorong manusia untuk mengabstaraksikan sesuatu yang berasal dari lingkunganya.

Beberapa asumsi teori Interaksionisme Simbolik menurut Arnold Rose

(1957):

1. Manusia hidup dalam suatu lingkungan simbol-simbol. Manusia memberikan

tanggapan terhadap simbol-simbol melalui proses belajar dan bergaul dalam

masyarakat. Kemampuan manusia berkomunikasi, belajar, serta memahami

simbol-simbol itu merupakan kemampuan yang membedakan manusia dengan

binatang.

Universitas Sumatera Utara 2. Melalui symbol-simbol manusia kemampuan menstimulir orang lain dengan cara

yang mungkin berbeda dari stimulus yang diterimanya dari orang lain.

3. Melalui komunikasi simbol-simbol dapat dipelajari sejumlah besar arti dan nilai-

nilai, dank arena itu dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain.

4. Terdapat satuan-satuan kelompok yang mempunyai simbol-simbol yang sama

akan nada simbol kelompok.

5. Berfikir merupakan proses pencarian kemungkinan yang bersifat simbolis dan

untuk mempelajari tindakan-tindakan yang akan datang, menaksir keuntungan

dan kerugian relatif menurut individual, dimana satu diantaranya dipilih untuk

dilakukan. Kehidupan bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan

komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-

simbol yang dipahaminya melalui proses belajar.

Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari interprestasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori struktual. Perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.

Orang mampu melakukan modifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interprestasi mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interprestasi mereka atas situasi.

Secara ringkas interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis tersebut:

1. Individual merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan,

termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia) berdasarkan

Universitas Sumatera Utara makna yang dikandung, komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.

Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat mekanis.

Tidak pula ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Respon mereka bergantung

pada bagaimana mereka mendefenisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi

sosial. Jadi individu yang dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka

sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek,

melainkan dinegoisasikan melalui pengguna bahasa. Negoisasi itu dimungkinkan

karena manusia mampu menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik

tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau

peristiwa itu) namun juga gagasan yang abstrak.

3. Makna yang diinterprestasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu

sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.

Perubahan interprestasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses

mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan

atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan (Mulyana, 2008).

Blumer menekankan tiga asumsi yang mendasari tindakan manusia (Sutaryo,

2005), yaitu:

1. Human being act toward things on the basic of the meaning that the things have

for them (manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimilikinya).

2. The meaning of the things arises out of the social interactions one with one’s

fellow (makna tersebut muncul atau berasal dari interaksi individu dengan

sesamanya).

Universitas Sumatera Utara 3. The meaning of things is handled in and modified through an interpretative

process used by the person in dealing with the thing he encounters (makna

diberlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang

dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya).

Dari pendapat Blumer di atas maka dapat disimpulkan bahwa makna tidak melekat pada benda, melainkan terletak pada persepsi masing-masing terhadap benda tersebut. Menurut perspektif interaksi simbolik yang dinyatakan oleh Blumer, bahwa individu sebagai agen yang aktif terhadap pemberian simbol, melihat manusia sebagai keberadaan yang bersifat kognitif semata, mendapatkan suatu kritik yakni seolah-olah hanya memahami manusia dari pikiran pengetahuan mereka tentang dunia, maknanya dan konsepsi-konsepsi tentang dirinya. Interaksi simbolik dianggap mengabaikan variabel-variabel penjelas yang sebenarnya cukup penting. Padahal manusia juga mempunyai emosi-emosi atau dengan perkataan lain mereka pun mengalami proses- proses bawah sadar (Sudikin, 2002:49-52).

Disamping tiga premis tersebut, Muhajir (2000) menambahkan tujuh lagi proposisi yakni:

1. perilaku manusia itu mempunyai makna dibalik yang menggejala.

2. pemaknaan kemanusian perlu dicari sumbernya kedalam interaksi sosial.

3. komunitas manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tak terpisah,

tidak linier dan tidak terduga.

4. pemaknaan berlaku menurut penafsiran fenomeologi, yaitu sejalan dengan tujuan,

maksud, dan bukan berdasarkan mekanik.

5. konsep mental manusia berkembang secara dialektik.

Universitas Sumatera Utara 6. perilaku manusia itu wajar, konstruktif, dan kreatif, bukan elementer-reaktif.

7. perlu menggunakan metode introspeksi simpatetik, menekankan pendekatan

intutif untuk menangkap makna.

Melalui premis dan proporsi dasar diatas, muncul tujuh prinsip interaksionisme simbolik, yaitu;

1. Simbol dan interaksi menyatu. Karena itu tidak cukup seorang peneliti hanya

merekam fakta, melainkan harus sampai pada konteks.

2. Karena simbol bersifat personal diperlukan pemahaman tentang jati diri pribadi

subjek penelitian.

3. Penelitian sekaligus mengkaitkan antara simbol pribadi dengan komunitas budaya

yang mengitarinya.

4. Perlu direkam situasi yang melukiskan simbol.

5. Metode perlu merefleksikan bentuk perilaku dan prosesnya.

6. Perlu menangkap makna dibalik fenomena.

7. Ketika memasuki lapangan, sekedar mengarahkan pemikiran subjek, akan lebih

baik.

2.6. Teori Dramaturgi

Ketika berbicara mengenai dramaturgi, tidak terlepas dari Erving Goffman yang diilhami dari konteks interaksi simbolik. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, berupa pertukaran simbol yang diberi makna. Hal ini berkaitan dengan pemeranan karakter dari suatu individu tertentu.

Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau teknik

Universitas Sumatera Utara penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya.

Kenneth Duva Burke (May 5, 1897-November 19, 1993) seorang filsuf memperkenalkan konsep dramatisme sebagai metode untuk memahami fungsi sosial dari bahasa dan drama sebagai pentas simbolik kata dan kehidupan sosial. Tujuan dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan (Fox, 2002).

Dramatisme memperlihatkan bahasa sebagai model tindakan simbolik ketimbang model pengetahuan (Burke, 1978). Pandangan Burke adalah bahwa hidup bukan seperti drama, tapi hidup itu sendiri adalah drama.

Erving Goffman (11 Juni 1922-19 November 1982), seorang sosiolog interaksionis dan penulis, memperdalam kajian dramatisme tersebut dan menyempurnakannya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu sumbangan terbesar bagi teori ilmu sosial The Presentation of Self in Everyday Life.

Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep Dramaturgi. Salah satu kontribusi interaksionisme simbolik adalah menjabarkan berbagai macam pengaruh yang ditimbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra-diri individu yang merupakan objek interpretasi, yang lebih jauh dijabarkan Goffman sebagai “keutuhan diri”.

Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup mereka dan

Universitas Sumatera Utara lingkungan tempat dia berada demi memelihara keutuhan diri. Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday

Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi.

Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol.

Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran konsep diri, di mana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas daripada Mead

(menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang).

Menurut Goffman, panggung kehidupan sosial yang diperankan aktor terdiri dari wilayah depan (front region) dan wilayah belakang (back region). Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sedangkan wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa mempersiapkan perannya di wilayah dua bagian, yakni: front pribadi (personal front) dan setting personal front mencakup bahasa verbal dan

Universitas Sumatera Utara bahasa tubuh sang aktor. Sedang setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan pertunjukan. Menurut Goffman, panggung depan mengandung anasir struktural, cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Fokus perhatian dramaturgi sebenarnya bukan hanya individu, melainkan juga kelompok atau apa yang disebut tim. Selain memainkan peran dan karakter secara individu, aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap kelompoknya. Semua anggota kelompok, baik keluarga, organisasi, partai politik, dan sebagainya disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang mendramatisasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan.

Menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat berlangsung dalam episode- episode pendek (Mulyana, 2003). Berkaitan dengan interaksi, definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri. Contohnya seorang ibu saat mau ke pesta, akan berpakaian rapi lengkap dengan sepatu dan tas pesta, tetapi saat ibu tersebut kembali kerumah, dia akan kembali melakukan pekerjaannya selaku ibu rumah tangga, memakai baju rumah dan sandal untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti memasak dan berkomunikasi dengan anak- anak dan suami. Goffman tidak memusatkan perhatiannya pada struktur sosial. Ia lebih tertarik pada interaksi tatap muka atau kehadiran bersama. Interaksi tatap muka itu dibatasinya sebagai individu-individu yang saling mempengaruhi tindakan- tindakan mereka satu sama lain ketika masing-masing behadapan dengan fisik.

Universitas Sumatera Utara Individu diasumsikan selama kegiatan rutin akan mengetengahkan sosok dirinya yang ideal (sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya). Sebagaimana pemikiran

Blumer, pemikiran Goffman melihat masyarakat terdiri atas kehidupan yang diliputi oleh berbagai tingkah laku. Goffman selalu memandang bahwa perilaku keseharian dan interaksi tatap muka diibaratkan sama dengan panggung teater/drama.

Teori dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antara manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu.

2.7. Teori Konstruksi Sosial

Istilah konstruksi sosial atas realitas (sosial construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. (Poloma, 2004:301).

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik,

Universitas Sumatera Utara fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama

Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto 2004:13).

Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya. Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan perspektif structural fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

Universitas Sumatera Utara Konstruksi sosial merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Dalam menjelaskan paradigma konstruktivis, realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia yg bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai media produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya (Basrowi dan Sukidin, 2002: 194).

Sosiologi pengetahuan Berger dan Luckman adalah deviasi dari perspektif yang telah memperoleh “lahan subur” di dalam bidang filsafat maupun pemikiran sosial. Aliran fenomonologi mula pertama dikembangkan oleh Kant dan diteruskan oleh Hegel, Weber, Husserl dan Schutz hingga kemudian kepada Berger dan

Luckman. Akan tetapi, sebagai pohon pemikiran, fenomenologi telah mengalami pergulatan revisi. Sebagaimana dikatakan oleh Berger bahwa “posisi kami tidaklah muncul dari keadaan kosong (ex nihilo)”, akan jelas menggambarkan bagaimana keterpegaruhannya terhadap berbagai pemikiran sebelumnya. Jika Weber menggali masalah mengenai interpretatif understanding atau analisis pemahaman terhadap fenomena dunia sosial atau dunia kehidupan, Scheler dan Schutz menambah dengan konsep life world atau dunia kehidupan yang mengandung pengertian dunia atau semesta yang kecil, rumit dan lengkap terdiri atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, interaksi antara manusia (intersubyektifitas) dan nilai-nilai yang dihayati. Ia adalah realitas orang biasa dengan dunianya. Di sisi lain, Manheim tertarik dengan persoalan ideologi, dimana ia melihat bahwa tidak ada pemikiran manusia yang tidak

Universitas Sumatera Utara dipengaruhi oleh ideologi dan konteks sosialnya, maka dalam hal ini Berger memberikan arahan bahwa untuk menafsirkan gejala atau realitas di dalam kehidupan itu.

Usaha untuk membahas sosiologi pengetahuan secara teroitis dan sistematis melahirkan karya Berger dan Luckman yang tertuang dalam buku The Social

Construction of Reality, A Treatise in the Sociology of Knowledge (tafsiran sosial atas kenyataan, suatu risalah tentang sosiologi pengetahuan). Ada beberapa usaha yang dilakukan Berger untuk mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka pengembangan sosiologi.

Pertama, mendefinisikan kembali pengertian “kenyataan” dan “pengetahuan” dalam konteks sosial. Teori sosiologi harus mampu menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus-menerus. Gejala-gejala sosial sehari-hari masyarakat selalu berproses, yang ditemukan dalam pengalaman bermasyarakat. Oleh karena itu, pusat perhatian masyarakat terarah pada bentuk-bentuk penghayatan

(Erlebniss) kehidupan masyarakat secara menyeluruh dengan segala aspek (kognitif, psikomotoris, emosional dan intuitif). Dengan kata lain, kenyataan sosial itu tersirat dalam pergaulan sosial, yang diungkapkan secara sosial termanifestasikan dalam tindakan. Kenyataan sosial semacam ini ditemukan dalam pengalaman intersubyektif

(intersubjektivitas). Melalui intersubyektifitas dapat dijelaskan bagaimana kehidupan masyarakat tertentu dibentuk secara terus-menerus. Konsep intersubyektifitas menunjuk pada dimensi struktur kesadaran umum ke kesadaran individual dalam suatu kelompok khusus yang sedang saling berintegrasi dan berinteraksi.

Universitas Sumatera Utara Kedua, menemukan metodologi yang tepat untuk meneliti pengalaman intersubyektifitas dalam kerangka mengkonstruksi realitas. Dalam hal ini, memang perlu ada kesadaran bahwa apa yang dinamakan masyarakat pasti terbangun dari dimensi obyektif sekaligus dimensi subyektif sebab masyarakat itu sendiri sesungguhnya buatan kultural dari masyarakat (yang di dalamnya terdapat hubungan intersubyektifitas) dan manusia adalah sekaligus pencipta dunianya sendiri. Oleh karena itu, dalam observasi gejala-gejala sosial itu perlu diseleksi, dengan mencurahkan perhatian pada aspek perkembangan, perubahan dan tindakan sosial.

Dengan cara seperti itu, kita dapat memahami tatanan sosial atau orde sosial yang diciptakan sendiri oleh masyarakat dan yang dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.

Ketiga, memilih logika yang tepat dan sesuai. Peneliti perlu menentukan logika mana yang perlu diterapkan dalam usaha memahami kenyataan sosial yang mempunyai ciri khas yang bersifat plural, relatif dan dinamis. Yang menjadi persoalan bagi Berger adalah logika seperti apakah yang perlu dikuasai agar interpretasi sosiologi itu relevan dengan struktur kesadaran umum itu? Sosiologi pengetahuan harus menekuni segala sesuatu yang dianggap sebagai “pengetahuan” dalam masyarakat.

Berger berpandangan bahwa sosiologi pengetahuan seharusnya memusatkan perhatian pada struktur dunia akal sehat (common sense world). Dalam hal ini, kenyataan sosial didekati dari berbagai pendekatan seperti pendekatan mitologis yang irasional, pendekatan filosofis yang moralitis, pendekatan praktis yang fungsional dan semua jenis pengetahuan itu membangun akal sehat. Pengetahuan masyarakat yang kompleks, selektif dan akseptual menyebabkan sosiologi pengetahuan perlu

Universitas Sumatera Utara menyeleksi bentuk-bentuk pengetahuan yang mengisyaratkan adanya kenyataan sosial dan sosiologi pengetahuan harus mampu melihat pengetahuan dalam struktur kesadaran individual, serta dapat membedakan antara “pengetahuan” (urusan subjek dan obyek) dan “kesadaran” (urusan subjek dengan dirinya).

Di samping itu, karena sosiologi pengetahuan Berger ini memusatkan pada dunia akal sehat (common sense), maka perlu memakai prinsip logis dan non logis.

Dalam pengertian, berpikir secara “kontradiksi” dan “dialektis” (tesis, antitesis, sintesis). Sosiologi diharuskan memiliki kemampuan mensintesiskan gejala-gejala sosial yang kelihatan kontradiksi dalam suatu sistem interpretasi yang sistematis, ilmiah dan meyakinkan. Kemampuan berpikir dialektis ini tampak dalam pemikiran

Berger, sebagaimana dimiliki Karl Marx dan beberapa filosof eksistensial yang menyadari manusia sebagai makhluk paradoksal. Oleh karena itu, tidak heran jika kenyataan hidup sehari-hari pun memiliki dimensi-dimensi obyektif dan subjektif

(Berger dan Luckmann, 1990: 28-29).

Berger dan Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis proses terjadinya itu.

Dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat, maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya.

Waters mengatakan bahwa “they start from the premise that human beings construct sosial reality in which subjectives process can become objectivied” (Mereka mulai dari pendapat bahwa manusia membangun kenyataan sosial di mana proses hubungan dapat menjadi tujuan yang pantas). Pemikiran inilah barangkali yang mendasari

Universitas Sumatera Utara lahirnya teori sosiologi kontemporer “konstruksi sosial” (Basrowi dan Sukidin, 2002:

201).

Dalam sosiologi pengetahuan atau konstruksi sosial Berger dan Luckmann, manusia dipandang sebagai pencipta kenyataan sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana kenyataan obyektif mempengaruhi kembali manusia melalui proses internalisasi (yang mencerminkan kenyataan subjektif). Dalam konsep berpikir dialektis (tesis-antitesis-sintesis), Berger memandang masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Yang jelas, karya Berger ini menjelajahi berbagai implikasi dimensi kenyataan obyektif dan subjektif dan proses dialektis obyektivasi, internalisasi dan eksternalisasi.

Salah satu inti dari sosiologi pengetahuan adalah menjelaskan adanya dialektika antara diri (the self) dengan dunia sosiokultural. Proses dialektis itu mencakup tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan internalisasi (individu mengidentifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya).

Teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann mencoba mengadakan sintesa antara fenomena-fenomena sosial yang tersirat dalam tiga momen dan memunculkan suatu konstruksi kenyataan sosial yang dilihat dari segi asal-muasalnya merupakan hasil ciptaan manusia, buatan interaksi intersubjektif.

Masyarakat adalah sebagai kenyataan obyektif sekaligus menjadi kenyataan subjektif. Sebagai kenyataan obyektif, masyarakat sepertinya berada di luar diri manusia dan berhadap-hadapan dengannya. Sedangkan sebagai kenyataan subjektif,

Universitas Sumatera Utara individu berada di dalam masyarakat itu sebagai bagian yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, bahwa individu adalah pembentuk masyarakat dan masyarakat adalah pembentuk individu. Kenyataan atau realitas sosial itu bersifat ganda dan bukan tunggal, yaitu kenyataan subjektif dan obyektif. Kenyataan atau realitas obyektif adalah kenyataan yang berada di luar diri manusia, sedangkan kenyataan subjektif adalah kenyataan yang berada di dalam diri manusia.

2.8. Paradigma Perilaku Sosial

Menurut B.F. Skinner, obyek sosiologi adalah perilaku manusia yang tampak, serta kemungkinan perulangannya (hubungan antar individu & lingkungannya).

Perilaku sosial dengan tindakan sosial. Perilaku sosial: mekanisme stimulus dan respon, tindakan sosial: aktor hanya penanggap pasif dari stimulus yang datang padanya. Teori yg tergabung: Sosiologi Behavioral dengan konsep “reinforcement & proposisi “reward and punishment”, serta teori Exchange dengan asumsi selalu ada

“take and give” dalam dunia sosial. Aktor (Perilaku Sosial): hanya sekedar memproduksi kelakuan. Agen (Definisi Definisi Sosial): mereproduksi & memproduksi tindakan.

Hubungan antara individu dengan lingkungannya menjadi pusat perhatian paradigma perilaku sosial ini. Lingkungan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek non-sosial. Dan hubungan antara individu dengan obyek sosial dan individu dengan obyek non-sosial bersifat sama. Paradigma ini lebih

Universitas Sumatera Utara memfokuskan terhadap proses interaksi dengan menggunakan konseptual yang berbeda dengan paradigma lain. Dalam paradigma perilaku sosial, individu sebagai aktor sosial kurang memiliki kebebasan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh

B.F. Skinner yang menyatakan bahwa tindakan manusia tidak selamanya bebas atau self-controled beings, tetapi ditentukan oleh lingkungan. Tingkah laku manusia bersifat mekanik dimana tanggapan yang dilakukan manusia sangat ditentukan oleh rangsangan atau stimulus yang datang dari faktor lingkungannya.

2.9. Teori Pembangunan

Teori pembangunan adalah serangkaian teori yang digunakan sebagai acuan cara untuk membangun sebuah masyarakat. Ide tentang pentingnya perhatian terhadap teori pembangunan pada awalnya muncul ketika lahirnya keinginan dari negara-negara maju untuk mengubah kondisi masyarakat dunia ketiga yang baru merdeka. Pada perkembangannya teori pembangunan berkembang dan mempunyai beragam pendekatan yang memberikan kritik satu dengan yang lain. Oleh para ahli, keberagaman pendekatan ini diberi label teori pembangunan modernisasi, teori pembangunan struktural, poststruktural, postdevelopment, poskolonial, feminisme dan sebagainya.

Kata pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Sering kali kemajuan yang dimaksud adalah kemajuan matriel. Maka pembangunan sering kali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi (Warjio, 2016:91).

Universitas Sumatera Utara Secara umum, banyak orang beranggapan bahwa pembangunan adalah kata benda netral yang maksudnya adalah suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya, infrasturktur masyarakat dan sebagainya (Mansour Fakih: 2001). Dengan pemahaman seperti itu, pembangunan disejajarkan dengan kata perubahan sosial. Suatu usaha untuk memajukan kehidupan ekonomi, politik, serta sarana dan prasaran untuk mempermudah kehidupan bermasyarakat. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial adalah fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, terutama di bagian dunia yang disebut sebagai ‘dunia ketiga’.

Teori lain menyatakan bahwa pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam (Trijino Lambang, 2007). Pada konteks ini pembangunan disadari sebagai sebuah upaya pemenuhan kebutuhan manusia. Pembangunan disediakan oleh pemerintah untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui usaha- usaha yang terukur dan sistematis. Selanjutnya, dalam melaksanakan proses pembangunan tersebut, pemerintah harus mempertimbangkan konsekuensi yang akan didapat. Sehingga proses pembangunan yang dijalankan tidak menimbulkan kerusakan, baik kerusakan secara sosial maupun kerusakan alam.

Pembangunan ditinjau dari segi bahasa, adalah terjemahan dalam bahasa

Indonesia dari bahasa Inggris, development. Kata development diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Konsep pembangunan sebagaimana dinyatakan Harris (1957:4)

Universitas Sumatera Utara secara fundamental berasal dari ilmy biologi yang menumpuhkan pada analisis lahir, tumbuh dan berkembang kemudian mati. Namun demikian, perkembangan selanjutnya justru telah digunakan dalam ilmu-ilmu sosiologi, ekonomi, politik, dan kadang juga seni. Menurut Arief Budiman (2000:1), di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya.

Menyitir Richer Peet dan Elaine Hartwick, pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang (Richer Peet, Elaine

Hartwick: 2009). Selanjutnya Peet dan Hartwick membagi dua bagian besar teori pembangunan tersebut. Pertama ada teori pembangunan yang dikelompokan sebagai

Teori pembangunan konvensional, teori ini diposisikan sebagai sebuah teori yang menerima keberadaan struktur kapitalisme sebagai jenis terbaik masyarakat. Teori ini menekankan pada pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi. Sedangkan problem yang muncul sebagai akibat untuk mencapai tujuan tersebut, seperti ketidakadilan social, kerusakan lingkungan hidup, dipandang hanya dampak dari upaya untuk mencapai tujuan itu. Teori-teori yang berada dalam garis teori pembangunan konvensional adalah teori ekonomi klasik, teori ekonomi neo klasik, teori keynesian, teori modernisasi dan teori neo-liberalisme dan termasuk juga sustainable development. Meskipun berada dalam satu garis teori yang dapat digolongkan konvensional, teori-teori ini tetap melakukan kritik sekaligus saling melengkapi satu dengan yang lainya.

Teori konvensional hadir sebagai hasil zaman pencerahan yang telah melahirkan cara berpikir rasional dan empiris yang berkontribusi besar bagi

Universitas Sumatera Utara munculnya peradaban modern. Cara berpikir baru ini berpengaruh besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berdampak pada terjadinya perubahan tatanan kelas-kelas sosial dalam masyarakat barat yang sebelumnya didominasi oleh kelas-kelas bangsawan dan gereja menjadi didominasi oleh kelas- kelas pemilik modal. Dalam melakukan perannya sebagai pemain baru dalam proses perubahan social, kaum pemilik modal ini membutuhkan teori-teori yang melegitimasi peran penting mereka dalam kehidupan sosial dan ekonomi pada abad baru ini. Dalam hal teori konvensional awal, yaitu teori ekonomi klasik yang mengenalkan konsep akumulasi kapital dan pasar bebas mempunyai peran penting dalam proses awal perubahan ini. Dengan demikian kemunculan teori-teori konvensional tidak dapat dilepaskan dari kepentingan kelas kapitalis.

Kedua, Teori Unconventional. Teori ini merupakan antitesis dari teori pembangunan konvensional yang telah menndominasi peradaban modern saat ini.

Berkebalikan dengan teori konvensional, teori-teori yang berada pada garis pemikiran unconventional tidak menerima sistem kapitalisme sebagai sistem masyarakat terbaik, bahkan ada juga yang menolak ide-ide pencerahan yang telah membentuk peradaban modern. Meskipun sama-sama tidak menerima kapitalisme sebagai sebuah tatanan masyarakat yang ideal, teori-teori yang berada pada garis pikir unconventional tidak seragam. Teori-teori ini mempunyai perbedaan mendasar dalam memandang sistem ideal masyarakat. Perbedaannya adalah antara teori-teori yang dipengaruhi cara berpikir marxis dan teori yang tidak berada pada garis pemikiran marxis. Teori yang berada pada garis pikir marxis adalah teori yang mengkritik langsung dominasi kapitalisme dalam peradaban manusia, yang dianggap sebagai sebuah sistem ekonomi

Universitas Sumatera Utara yang eksploitatif terhadap kelas yang tidak bermodal, namun teori ini masih berada dalam satu cara berpikir dengan teori konvensional, yaitu masih berada dalam cara berpikir modern. Teori ini hadir ketika dominasi kapitalisme telah memunculkan dampak buruk bagi masyarakat eropa pada saat itu, yaitu kesenjangan sosial yang muncul akibat eksploitasi terhadap kaum buruh. Dalam hal pendekatan analisis teori ini menggunakan analisa struktural dalam menganalis hubungan-hubungan sosial yang ada didalam masyarakat. Dalam analisis ini perbedaan penguasaan terhadap faktor produksi menjadi variabel utama yang harus diperhatikan Teori pembangunan yang berada pada garis pikir marxis adalah teori ketergantungan.

Sedangkan teori kedua adalah yang tidak dipengaruhi oleh cara berpikir marxis. Teori ini menempatkan diri pada posisi teori yang melakukan kritik terhadap peradaban modern yang dibangun dari cari berpikir rasional dan empiris pada abad pencerahan. Menurut teori ini peradaban modern saat ini tidaklah membawa kehidupan masyarakat yang lebih baik. Peradaban modern dianggap telah menciptakan penunggalan kebenaran yang telah menindas kebenaran lain yang berbeda dengan cara berpikir moderen Menurut penganut teori ini dominasi kebenaran yang ciptakan dalam peradaban modern dianggap telah berdampak pada dehumanisasi. Teori Pembangunan yang berada pada posisi ini adalah teori postruktural dan poskolonialisme.

2.9.1. Modernisasi dan Perubahan Sosial

Modernisasi merupakan bagian dari perubahan sosial yang direncanakan, perubahan yang terjadi atas pergerakan modernisasi tergantung dari kebijakan

Universitas Sumatera Utara penguasa, pelaku yang berpartisipasi atas perubahan tersebut. Bidang yang mau dirubah bisa tergantung kepada penguasa. Masyarakat selalu mengalami perubahan yang terjadi, karena dampak dari modernisasi yang berkembang tanpa batas tidak dapat ditolak oleh pribadi seseorang. Disadari atau tidak perubahan dalam masyarakat itu pasti terjadi, meskipun terkadang perubahan di dalamnya tidak selamanya mencolok atau sangat berpengaruh terhadap kehidupan luas. Ada perubahan yang bersifat cepat dan mencakup aspek-aspek yang luas, ada pula yang berjalan sangat lambat. Perubahan akan terlihat dalam kurun waktu tertentu dan berbeda dalam susunan dan kehidupan masa lampau.

Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senantiasa terlibat dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat. Sedangkan Selo dan Soemarjan mengemukakan bahwa perubahan sosial diartikan sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner

(perubahan cepat dari tradisi ke modern). Selain itu modernisasi juga kompleks melalui berbagai cara dan disiplin ilmu, menjadi peranan global yang akan mempengaruhi semua peranan manusia, melalui proses yang bertahap.

Syarat-syarat Modernisasi adalah sebagai berikut (Soekanto, 1996:387), yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam kelas

pengusaha maupun masyarakat. Hal ini menghendaki suatu sistem pendidikan dan

pengajaran yang terencana dan baik.

2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.

3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan terpusat pada suatu lembaga atau

badan tertentu.

4. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi

dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.

5. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan

dilain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.

6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

2.9.2. Teori Peran

Menurut Soejono Soekanto dalam buku yang berjudul Sosiologi Suatu

Pengantar (2012:212), menjelaskan pengertian peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam- macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya, hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta

Universitas Sumatera Utara kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Setiap manusia memiliki peran dalam kehidupan, misalnya di lingkungan perkantoran, di lingkungan tersebut tentunya akan terdapat peran yang diambil tiap masing-masing individu, seperti peran sebagai kepala keluarga, peran sebagai pegawai, peran sebagai pengusaha, dan lain sebagainya. Namun dalam pembahasan ini akan dibatasi pada peranan pengusaha. Pengertian peranan diungkapkan oleh Soerjono Soekanto yaitu peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan (Soerjono Soekanto, 1990:268). Pendapat lain Alvin L.

Bertran yang diterjemahkan oleh Soeleman B. Taneko bahwa peranan adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memangku status atau kedudukan tertentu (Soeleman B. Taneko, 1986:220).

Selain itu Bruce J. Cohen (1992:25) mendeskripsikan beberapa bagian yang dimiliki oleh peranan, yaitu:

1. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan

seseorang dalam menjalankan suatu peranan.

2. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan

masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.

3. Konflik peranan (Role Conflict) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang

yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan

peranan yang saling bertentangan satu sama lain.

4. Kesenjangan peranan (Role Distance) adalah pelaksanaan peranan secara

emosional.

Universitas Sumatera Utara 5. Kegagalan peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan

peranan tertentu.

6. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh,

tiru, diikuti.

7. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan

individu lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.

8. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila seseorang

mengalami kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang

dijalankan dikarenakan adanya ketidakserasian yang bertentangan satu sama lain.

Menurut Soejono Soekanto (2012:213) peranan mencakup dalam tiga hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat.

Perilaku individu adalah aktivitas seorang atasan dalam perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian dan pengendalian untuk mengambil

keputusan tentang kecocokan antar individu, tugas pekerjaan dan efektivitas.

Universitas Sumatera Utara Keputusan tersebut dipengaruhi oleh ciri atasan dan bawahan yang dipengaruhi oleh

perilaku individu. Ada 4 ciri utama individu, yaitu:

1. Persepsi (perception) adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh

individu.

2. Sikap (attitude) adalah kesiap-siagaan mental yang diorganisasikan melalui

pengalaman yang memiliki pengaruh tertentu terhadap tanggapan seseorang

terhadap orang, objek, dan situasi yang berhubungan dengannya.

3. Kepribadian adalah serangkaian ciri yang relatif mantap, kecenderungan dan

perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan dan oleh faktor-

faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan.

4. Belajar adalah proses terjadinya prubahan yang relatif tetap dalam prilaku

sebagai akibat dari praktek (Siswanto, 2012:76).

2.10. Perusahaan Keluarga

Banyak definisi tentang perusahaan keluarga, beberapa ciri perusahaan keluarga adalah:

1. Dikontrol langsung oleh pemilik perusahaan.

2. Pengambilan keputusan ditangan pemilik perusahaan atau familinya.

3. Para pegawai lebih banyak dari hubungan kekeluargaan.

4. Mengharapkan usahanya bisa berlanjut bergenerasi.

Bisnis keluarga adalah perusahaan yang akan diteruskan untuk generasi berikutnya keluarga untuk dikelola dan kontrol (Ward, 1987:252). Suatu organisasi dinamakan Perusahaan Keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi

Universitas Sumatera Utara dalam keluarga itu dan mereka keberadaan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan (Robert G. Donnelley, 2002 dalam Susanto, 2007). Stuart Rock mendefinisikan bisnis keluarga sebagai perusahaan tempat keluarga memegang mayoritas saham suara, proporsi jabatan manajemen senior dipegang oleh anggota dari satu keluarga dan anak-anak mereka diharapkan untuk mengikutinya

(Rock,1991:5).

Pengusaha dan perusahaan pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha adalah:

1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri;

2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia

mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang

berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, perusahaan adalah:

1. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,

milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik

Universitas Sumatera Utara negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan

dalam bentuk lain;

2. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lain.

Penumbuhan minat kewirausahaan menjadi penting dalam pembangunan ekonomi mengingat kondisi kontras antara demand dan supply tenaga kerja.

Penawaran tenaga kerja sangat tinggi sedangkan permintaannya relatif rendah.

Sementara itu, jumlah penyedia lapangan pekerjaan di Indonesia masih sedikit.

Melalui kewirausahaan, unit-unit usaha baru perlu dibangun agar mampu menampung kelebihan tenaga kerja. Schumpeter (1934) adalah salah satu ekonom pengagas teori pertumbuhan ekonomi yang menyatakan entrepreneur mempunyai andil besar dalam pembangunan ekonomi melalui penciptaan inovasi, lapangan kerja, dan kesejahteraan. Dunia usaha yang dibangun entrepreneur akan mendorong perkembangan sektor-sektor produktif. Semakin banyak suatu negara memiliki pengusaha, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan semakin tinggi.

Lima kombinasi baru yang dibentuk oleh entrepreneur, menurut Schumpeter

(1934), yaitu:

1. memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru.

2. memperkenalkan metode produksi baru.

3. membuka pasar baru (new market).

4. memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru.

5. menjalankan organisasi baru dalam industri.

Universitas Sumatera Utara Schumpeter menjelaskan juga korelasi antara inovasi entrepreneur dengan kombinasi sumber daya. Kegiatan produktif inilah yang akan meningkatkan output pembangunan sehingga negara akan berlomba-lomba untuk menciptakan entrepreneur baru sebagai akselerator pembangunan.

Definisi entrepreneur (wirausaha) bisa juga berarti orang yang berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti (Kasmir, 2007). Peluang akan dengan mudah dimanfaatkan seorang entrepreneur untuk membuat usaha baru dengan potensi profit yang besar. Tidak hanya peluang dalam kondisi positif (baik), tetapi juga dalam kondisi buruk. Entrepreneur dapat dengan mudah menganalisa permintaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, bahkan dalam kondisi buruk seperti bencana dan kelangkaan. Jenis usaha yang digeluti entrepreneur dapat merupakan penciptaan usaha baru maupun membeli usaha yang telah lama berdiri.

Banyak hal yang dapat memotivasi entrepreneur dalam memulai usaha baru, Global

Entrepreneurship Monitor (merupakan sebuah penelitian yang dirintis oleh kemitraan antara London Business School dan Babson College, menjelaskan ada dua motivasi seseorang menjadi entrepreneur, yaitu atas dasar opportunity (peluang) dan necessity

(keterpaksaan). Motivasi seseorang untuk memulai usaha dengan memanfaatkan peluang sehingga menghasilkan pendapatan dan keuntungan di masa mendatang disebut opportunity entrepreneurship. Sedangkan necessity entrepreneurship merupakan motivasi memulai usaha karena faktor keterpaksaan dan tidak ada pilihan lain selain mendirikan usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Universitas Sumatera Utara Perusahaan Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian negara dan sekaligus memegang peran utama dalam pembangunan suatu daerah. Dalam beberapa penelitian tentang Perusahaan Keluarga telah tercatat peran yang sangat signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian suatu negara yaitu bahwa Perusahaan Keluarga mampu memberi sumbangan antara 45 persen sampai 70 persen dari produk domestik bruto dan banyak menyerap tenaga kerja di berbagai negara (Glassop dan Waddell, 2005).

Ketika seseorang hendak mendirikan suatu usaha, maka yang akan dipikirkan adalah tentang bentuk kepemilikan bisnisnya. Pilihan bentuk kepemilikan bisnis akan berimplikasi pada berbagai hal yang dapat mempengaruhi nilai dari perusahaan. Pada umumnya, yang dipilih oleh Perusahaan Keluarga adalah Perusahaan Perseorangan

(Individu) atau disebut juga Perusahaan Swasta, yaitu perusahaan yang dimiliki orang secara individu. Perusahaan ini umumnya merupakan perusahaan keluarga, yaitu perusahaan yang dijalankan oleh seluruh atau sebagian anggota keluarganya. Bentuk perusahaan perseorangan secara resmi tidak ada, tetapi dalam masyarakat dagang

Indonesia telah ada satu bentuk perusahaan perseorangan yang diterima masyarakat, yaitu Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) dan juga Perusahaan Otobus

(PO). Bentuk perusahaan ini bukan badan hukum dan tidak termasuk persekutuan atau perkumpulan, tetapi termasuk dalam lingkungan hukum dagang. Perusahaan

Dagang, Usaha Dagang dan Perusahaan Otobus dibentuk dalam suasana hukum perdata dan menjalankan perusahaan, sehingga dari badan ini timbul perikatan- perikatan keperdataan.

Universitas Sumatera Utara Menurut undang-undang, di Indonesia terdapat tiga penggolongan jenis badan usaha utama yang bisa dipakai para pebisnis, yaitu firma (Fa) yang berasal dari bahasa Belanda yaitu venootschap onder firma, Commanditaire Vennootshap (CV), dan Perseroan Terbatas (PT). Ketiga badan usaha ini memiliki prinsip-prinsip yang berbeda sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Perseroan Firma yaitu perserikatan dagang antara beberapa perusahaan atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk badan usaha untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih (disebut Firmant) dengan memakai nama bersama atau satu nama yang digunakan bersama untuk memperluas usahanya. Commanditaire

Vennootshap (CV) merupakan salah satu bentuk badan usaha yang ingin melakukan kegiatan usaha dengan modal terbatas. CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dan kekayaan para pendirinya tidak terpisahkan dari kekayaan CV.

Dalam perseroan komanditer atau CV terdapat beberapa sekutu yang secara penuh bertanggung jawab atas sekutu lainnya. Kemudian ada satu atau lebih sekutu yang bertindak sebagai pemberi modal. Tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan. Jadi, sekutu yang terdapat dalam CV yaitu sekutu komanditer (sekutu aktif) dan sekutu komplementer (sekutu pasif). Dari ketiga jenis usaha ini, hanya Perusahaan Terbatas yang termasuk kategori perusahaan yang berbadan hukum, dimana salah satu cirri perusahaan berbadan hukum adalah persekutuan atau badan yang dapat menjadi subjek hukum, yaitu segala sesuatu yang dapat menyandang hak dan kewajiban.

Sesuatu yang dapat menjadi subjek hukum adalah manusia

(natuurlijkpersoon) dan badan hukum (rechts-persoon). Badan hukum sebagai subjek

Universitas Sumatera Utara hukum ini menurut Satjipto Rahardjo merupakan hasil konstruksi fiktif dari hukum yang kemudian diterima, diperlakukan dan dilindungi seperti halnya hukum memberikan perlindungan terhadap manusia.

Banyak keluarga di Indonesia yang memilih PT sebagai badan usaha dalam menjalankan bisnis, karena PT merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri dengan tanggung jawab terbatas pada harta kekayaan perusahaan itu sendiri.

Sehingga, apabila suatu waktu terdapat hutang yang tidak mampu dibayar oleh perusahaan, maka si pemilik perusahaan dan direksi tidak ikut bertanggungjawab sampai harta kekayaan pribadinya. Kemandirian PT ini tentu membawa konsekuensi terhadap pola manajemen, yakni pengelolaannya perusahaan wajib tunduk pada hukum tersendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Dengan demikian, bisnis keluarga yang menggunakan PT sebagai badan usaha, selain tanggung jawab yang terbatas pada aset perusahaan, manajemen perusahaan juga mengalami pengaturan dan pembatasan menurut undang-undang.

Artinya, keluarga yang merupakan pemilik bisnis tidak sepenuhnya lagi mengendalikan perusahaan berdasarkan sistem manajemen bisnis keluarga (family business management).

Sebelum UUPT Tahun 2007, berlaku UUPT No. 1 Tahun 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) sampai dengan 15

Agustus 2007, UUPT Tahun 1995 tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya (terakhir dengan UU No. 4 Tahun 1971 yang mengubah sistem

Universitas Sumatera Utara hak suara para pemegang saham yang diatur dalam Pasal 54 KUHD dan Ordonansi

Perseroan Indonesia atas saham-Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op

Aandeelen (IMA) diundangkan dalam Staatsblad 1939 No. 569 jo 717.

Ada dua klasifikasi family business (Susanto, 2013), yaitu:

1. Family Owned Enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga

tetapi dikelola oleh eksekutif profesional yang berasal dari luar lingkaran

keluarga.

2. Family Business Enterprise (FBE), yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola

oleh anggota keluarga pendiri. Family business tipe ini dicirikan oleh

dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek

(BW), persaudaran dalam keluarga ada empat golongan. Golongan pertama ialah keluarga dalam garis lurus ke bawah (anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami/isteri. Golongan kedua, terdiri atas keluarga dalam garis lurus ke atas (orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka).

Golongan ketiga terdiri atas kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas. Golongan keempat terdiri dari anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. Penggolongan semacam ini lazimnya terkait dengan urutan keutamaan dalam pewarisan (Augustinus Simanjuntak, 2010).

Budaya perusahaan sebuah Perusahaan Keluarga memang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai keluarga sang pemilik. Sehingga latar belakang budaya sang pemilik akan sangat menentukan. Latar belakang etnik juga sering memberi nafas kepada

Universitas Sumatera Utara budaya perusahaan yang diperantarai oleh nilai yang diyakini oleh sang pemilik

(Lowe S, 1998).

Sebuah bisnis keluarga banyak yang akhirnya gagal karena manajemen yang tidak profesional dan tidak memiliki landasan budaya perusahaan yang kuat. Seperti organisasi lainnya, bisnis keluarga mengembangkan cara tertentu dalam menjalankan usahanya yang memberikan keunikan tersendiri pada perusahaan. Pola perilaku yang khusus dan unik akan membentuk budaya perusahaan, budaya perusahaan yaitu pola perilaku dan keyakinan yang membentuk karakteristik perusahaan (Longenecker,

2001). Contoh pola bisnis adalah sistem keyakinan dan perilaku perusahaan yang berkaitan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Pimpinan memberikan pengertian kepada seluruh karyawan agar selalu menjaga kualitas produk dan menjaga hubungan baik dengan konsumen. Karyawan memandang hal ini sebagai nilai-nilai budaya bisnis. Melalui keputusan dan praktek perusahaan yang menempatkan prioritas utama pada pelayanan konsumen, pimpinan bisnis keluarga dapat membangun pola bisnis berdasarkan komitmen yang kuat untuk memproduksi produk yang berkualitas tinggi.

Sid Lowe dalam menggambarkan Overseas Chinese Family Business (OCFB) di Hongkong. Mereka melakukan "hibridisasi budaya" antara modernis barat dan tradisionalis timur. OCFB melakukan pendekatan secara eklektik ide-ide barat maupun ide-ide timur, yang bercirikan jejaring entrepreneurial berlandaskan keterampilan dalam membangun kepercayaan dan fleksibilitas yang dapat menjadi modal organisasi virtual dan post modern yang sukses di abad ke dua puluh satu di

Barat. Hibridisasi nilai-nilai dari kedua budaya merupakan ciri khas sekaligus merupakan salah satu keunggulan budaya OCFB. Apalagi juga menyerap nilai dan

Universitas Sumatera Utara budaya dari masyarakat setempat, yang mempermudah dalam beradaptasi dan mengembangkan usaha dalam konteks budaya dimana mereka berada (Lowe S).

Pemerintah menjaring bekerjasama dengan perusahaan untuk membangun hubungan kooperatif dan tujuan yang saling menguntungkan. Dasar dari kerjasama ini terletak pada inti nilai-nilai sosial bangsa dan adat istiadat. Bekerja secara bersama-sama sebagai sebuah keluarga mengarahkan dua kekuatan ini untuk menghasilkan keuntungan bagi masyarakat dan perusahaan.

Dalam berhubungan dengan ekonomi global, bisnis dapat menghadapi pemerintah yang mempunyai kekuasaan atau hak berkuasa. Para pemimpin politik dapat secara ilegal membuat undang-undang atau kekuatan legislatif, yang dapat menjadi kekuatan ekonomi atas bisnis. Pemilihan dapat dilakukan dengan curang, atau kekuatan militer yang digunakan sebagai alat kendali pemerintahan atas para pebisnis.

Para manajer bisnis mungkin dihadapkan dalam kondisi untuk melakukan bisnis di suatu negara yang dipimpin oleh kekuasaan yang tidak sah. Kadangkala, mereka memilih untuk menjadi aktif secara politik, atau menolak untuk melakukan bisnis di negara tersebut sampai dengan pemerintahan yang sah dibentuk.

Kemampuan pemimpin pemerintahan dapat dipengaruhi oleh tindakan bisnis.

Bisnis dapat melakukan pemboikotan hubungan ekonomi dengan sebuah negara atau memutuskan untuk menarik operasinya dari negara itu, sebagaimana banyak dilakukan perusahaan Amerika di Afrika Selatan untuk memprotes apertheid tahun

1970.

Universitas Sumatera Utara Beberapa bisnis diperintahkan oleh negara mereka untuk tidak melakukan bisnis dengan negara lain karena perang atau dalam protes karena pemerintahan yang tidak sah. (https://rudipost.wordpress.com/2012/02/04/hubungan-bisnis-pemerintah/).

Sebuah perusahaan keluarga memiliki nilai selain dinilai dari nilai ril dan nilai materi, juga dinilai dari sesuatu yang tidak nampak secara nyata, antara lain:

1. Nilai penerus

2. Nilai sumber daya manusia

3. Nilai nama baik

4. Nilai kepercayaan masyarakat akan produk

5. Nilai kerjasama

6. Nilai merk produk

7. Nilai hubungan dengan masyarakat.

Sebuah perusahaan juga memiliki etos kerja, yang dapat diartikan sebagai kerja keras, ketekunan, loyalitas, komunikasi, cara pengambilan keputusan, sikap, perilaku, dedikasi, dan disiplin tinggi untuk menciptakan nilai tambah dalam perusahaan. Pada umumnya, perusahaan akan sangat berorientasi kepada keuntungan dan target-target dalam ukuran uang. Prestasi dan kinerja dari karyawan dan pimpinan akan dihitung dengan ukuran uang. Uang yang akan menentukan apakah seseorang berprestasi atau tidak, dan waktu adalah uang. Artinya, setiap karyawan dan pimpinan harus memiliki etos kerja untuk memaksimalkan waktu kerja mereka untuk bisa menciptakan produktifitas yang tinggi buat keuntungan perusahaan. Tapi, ada juga perusahaan yang memahami etos kerja tidak sekedar bekerja keras tanpa

Universitas Sumatera Utara etika untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Persoalannya, dunia bisnis adalah dunia tempat mencari keuntungan maksimal dengan biaya sekecil mungkin.

Oleh sebab itu, sering sekali perilaku bisnis selalu akan mengabaikan etika dan integritas, serta akan memaksa perusahaan untuk fokus kepada cara pencapaian keuntungan. Perusahaan dibuat untuk menciptakan lebih banyak kekayaan dan membuat para pemiliknya mampu mencapai puncak kesuksesan kehidupan ekonomi

(Djajendra, 2011 https://djajendra-motivator.com/?p=2714)

2.10.1. Teori Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun memengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak semua orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya (Winardi, 2001).

Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan dalam suatu organisasi.

Universitas Sumatera Utara Seorang yang secara resmi diangkat menjadi seorang kepala suatu kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada situasi-situasi yang berbeda (Irawati, 2004).

Dalam memimpin, seorang pemimpin akan menerapkan suatu gaya yang dipilih sesuai dengan tujuan akhir yang akan dicapainya. Menurut Glassman Edward

(1999) dalam Nursalam (2007), pola kepemimpinan adalah kemampuan yang digunakan untuk mempengaruhi bawahan supaya sasaran organisasional dapat dicapai. Pola kepemimpinan belum selalu apa yang diperkirakan tetapi adalah pola yang dipersepsikan oleh bawahannya.

Menurut Lippits dan White dalam Nursalam (2007) terdapat tiga gaya kepemimpinan, yaitu :

1. Otoriter, adalah pola kepemimpinan yang mengharuskan pelaksanaan sesuai

dengan instruksi.

2. Demokratis, adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia

bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berbagai kegiatan yang

akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

3. Liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar

bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan

pelaksanaannya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

Pola ini hampir sama dengan pendapat Lewin, Lippit dan White dalam

Muninjaya (2004), menyebutkan bahwa pola perilaku kepemimpinan yang umum ada

Universitas Sumatera Utara tiga sebutan umum untuk perilaku pemimpin, yaitu otokratik, demokratik, dan bebas/laissez faire.

Ada beberapa gaya kepemimpinan antara lain, gaya kepemimpinan menurut pendapat Hasibuan (2007:170) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar

mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem

sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya

ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk

memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas

kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan

bawahan.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan

dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan

loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar

merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan harus berpartisipasi memberikan

saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin

dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil

keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk

menerima tanggung jawab yang lebih besar.

3. Kepemimpinan Delegatif

Universitas Sumatera Utara Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Pada prinsipnya pemimpin bersikap menyerahkan dan mengatakan kepada bawahan inilah pekerjaan yang harus saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjan (kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan).

Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya dengan rasa yakin dan keterikatan.

Gaya kepemimpinan menurut Sutikno (2014:35) adalah gaya kepemimpinan atau perilaku kepemimpinan atau sering disebut Tipe

Kepemimpinan. Kepemimpinan yang luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah sebagai berikut:

1. Tipe Otokratik

Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak

pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang

lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin

yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya

Universitas Sumatera Utara dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik

adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan

sikap yang menonjolkan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan

bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran

dan pandangan bawahannya.

2. Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire)

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan

otokratik. Dalam kepemimpinan tipe ini sang pemimpin biasanya

menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar diri dari

tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung memilih

peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya

sendiri. Disini seorang pemimpin mempunyai keyakinan bebas dengan

memberikan kebebasan yang seluas-luasnya terhadap bawahan maka semua

usahanya akan cepat berhasil.

3. Tipe Paternalistik

Persepsi Seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam

kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan

kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu

berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai

tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian

terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang

paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan

penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasi.

Universitas Sumatera Utara 4. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus yaitu daya

tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang

sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara

konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi. Hingga sekarang, para ahli

belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin

memiliki kharisma. Yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian

mempunyai daya penarik yang amat besar.

5. Tipe Militeristik

Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin organisasi

militer. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam

menggerakan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem perintah,

senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan senang kepada

formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari

bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.

6. Tipe Pseudo-demokratik

Tipe ini disebut juga kepemimpinan manipulatif atau semi demokratik. Tipe

kepemimpinan ini ditandai oleh adanya sikap seorang pemimpin yang

berusaha mengemukakan keinginan-keinginannya dan setelah itu membuat

sebuah panitia, dengan berpura-pura untuk berunding tetapi yang sebenarnya

tiada lain untuk mengesahkan saran-sarannya. Pemimpin seperti ini

menjadikan demokrasi sebagai selubung untuk memperoleh kemenangan

tertentu. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratik hanya tampaknya saja

Universitas Sumatera Utara bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Pemimpin ini

menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan pemimpin

yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar-samar.

7. Tipe Demokratik

Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan kerena

dipilihnya si pemipin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana

pemimpin selalu bersedia menerima dan menghargai saran-saran, pendapat,

dan nasehat dari staf dan bawahan, melalui forum musyawarah untuk

mencapai kata sepakat. Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan

yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian

dilaksanakan secara tertib dan bertanggung-jawab. Pembagian tugas disertai

pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap

anggota berpartisipasi secara aktif.

2.10.2. Teori Modal

Menurut Soewartoyo (1992), modal adalah sejumlah uang atau barang yang digunakan untuk kegiatan perusahaan yang terdiri atas modal tetap seperti gedung pabrik, mesin-mesin dan modal kerja seperti piutang, sediaan barang, sediaan bahan, barang setengah jadi, barang jadi. Gilarso (1993), menyatakan bahwa dalam ilmu ekonomi istilah modal (capital, capital goods) sebagai faktor produksi menunjuk pada segala sarana dan prasarana (selain manusia dan pemberian alam) yang dihasilkan untuk digunakan sebagai masukan (input) dalam proses produksi, bangunan dan konstruksi, alat dan mesin, serta tambahan pada persediaan.

Universitas Sumatera Utara Modal tersebut dapat diperoleh dari dua sumber yaitu modal sendiri dan pinjaman. Modal sendiri terdiri atas modal disetor atau modal saham dan laba ditahan. Pinjaman dapat berupa pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam neraca, modal dalam arti uang dan barang dicatat di sisi kiri sebagai aktiva atau harta, sedangkan modal dalam arti sumber dana dicatat di sisi kanan sebagai utang dan modal.

Ada beberapa jenis modal menurut Bambang Riyanto (1996) yakni:

1. Modal Asing/Utang Modal asing

Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali.

Selanjutnya modal asing atau utang ini dibagi lagi menjadi tiga golongan yaitu: a. Modal asing/utang jangka pendek (short-term debt) berbentuk PT, modal yang

berasal dari pemiliknya adalah modal saham; bentuk firma ialah modal berasal

dari anggota Firma; bentuk CV ialah modal yang berasal dari anggota bekerja dan

anggota diam/komanditer; bentuk perusahaan perseorangan modalnya berasal dari

pemiliknya sendiri dan bentuk koperasi modal sendiri berasal dari simpanan-

simpanan pokok dan wajib yang berasal dari anggotanya, yaitu jangka waktunya

pendek berkisar kurang dari 1 tahun. b. Modal asing/utang jangka menengah (intermediate- term debt) dengan jangka

waktu antara 1 sampai 10 tahun. c. Modal asing/utang jangka panjang (long-term debt) dengan jangka waktu lebih

dari 10 tahun.

Universitas Sumatera Utara 2. Modal Sendiri

Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan “dana jangka panjang yang tidak tertentu likuiditasnya. Modal sendiri yang berasal dari sumber intern (dari dalam perusahaan) yaitu modal yang dihasilkan sendiri di dalam perusahaan dalam bentuk keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Modal sendiri yang berasal dari sumber ekstern ialah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang bentuknya tergantung dari bentuk hukum perusahaan misalnya PT, Firma, CV, dan perusahaan perseorangan.

Sumber modal perusahaan bisa berupa sumber internal dan sumber eksternal.

Sumber penawaran modal ditinjau dari asalnya pada dasarnya dapat dibedakan dalam sumber intern (internal sources) dan sumber ekstern (external sources). Modal yang berasal dari sumber internal adalah modal atau dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan. Sumber intern atau sumber dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri di dalam perusahaan adalah keuntungan yang ditahan (retained net profit) dan akumulasi penyusutan (accumulated depreciations). Sebenarnya ditinjau dari penggunaannya atau bekerjanya kedua dana tersebut di dalam perusahaan tidak ada bedanya.

Jenis modal yang berasal dari sumber internal perusahaan yaitu: a. Keuntungan/Laba ditahan, yaitu besarnya laba yang dimasukkan dalam cadangan

atau ditahan, selain tergantung kepada besarnya laba yang diperoleh selama

periode tertentu, juga tergantung kepada kebijakan deviden (dividend policy) dan

Universitas Sumatera Utara kebijakan penanaman kembali (plowing back policy) yang dijalankan oleh

perusahaan yang bersangkutan. Meskipun laba yang diperoleh selama periode

tertentu besar, tetapi oleh karena perusahaan mengambil kebijakan bahwa

sebagian besar dari laba tersebut dibagikan sebagai dividen maka bagian laba

yang dijadikan cadangan adalah kecil. Hal ini berarti sumber intern yang berasal

dari cadangan adalah kecil jumlahnya. b. Depresiasi Sumber intern, selain berasal dari laba/cadangan juga berasal dari

akumulasi penyusutan/depresiasi. Besarnya akumulasi depresiasi yang terbentuk

dari depresiasi setiap tahunnya adalah tergantung kepada metode depresiasi yang

digunakan oleh perusahaan bersangkutan. Sementara sebelum akumulasi

depresiasi itu digunakan untuk mengganti aktiva tetap yang akan diganti, dapat

digunakan untuk membelanjai perusahaan meskipun waktunya terbatas sampai

saat penggantian tersebut. Selama waktu itu akumulasi depresiasi merupakan

sumber penawaran modal di dalam perusahaan sendiri. Makin besar jumlah

akumulasi depresiasi berarti makin besar “sumber intern” dari dana yang

dihasilkan di dalam perusahaan yang bersangkutan.

Sumber eksternal yaitu sumber modal yang berasal dari luar perusahaan. Dana yang yang berasal dari sumber ekstern adalah dana yang berasal dari kreditur dan pemilik, peserta atau penanam saham di dalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah utang bagi perusahaan yang bersangkutan dan modal yang berasal dari kreditur tersebut adalah apa yang disebut sebagai modal asing. Metode pembelanjaan perusahaan dengan menggunakan modal asing dinamakan debt- financing.

Universitas Sumatera Utara Manfaat Modal adalah sebagai berikut: a. Mempermudah pendirian perusahaan baru. Salah satu kesulitan pendirian usaha

baru adalah adanya kesulitan memperoleh modal. Dengan adanya modal ventura,

kendala dapat dihilangkan. b. Membantu perkembangan perusahaan. Perusahaan yang sedang mengadakan

ekspansi membutuhkan dana yang besar dan dana ini tak selalu tersedia secara

cukup. Untuk masalah ini dapat mengandalkan modal ventura. Modal ventura

adalah suatu pembiayaan oleh perusahaan modal ventura (investor) dalam bentuk

penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan

pembiayaan (perusahaan pasangan usaha) untuk jangka waktu tertentu, dimana

setelah jangka waktu tersebut lewat, pihak investor akan melakukan divestasi atas

saham-sahamnya itu (Munir Fuady, 2005:125).

Modal ventura mengatasi kesulitan ini dengan keikutsertaannya dalam permodalan perusahaan yang berfungsi untuk: a. Meningkatkan investasi. Dalam sebuah ekonomi yang sedang berkembang sangat

dibutuhkan investasi. Dengan adanya pendirian usaha baru yang dipermudah oleh

modal ventura tingkat investasi akan meningkat. b. Memperlancar alih teknologi. Teknologi yang dimiliki perusahaan belum tentu

teknologi yang terbaik sementara untuk memperoleh teknologi yang terbaik

tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

2.10.3. Produk

Universitas Sumatera Utara Pengertian produk adalah segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia dengan barang dan jasa. Produk menurut Philip Kotler (1997:52) adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Basu Swastha dan Irawan (1990:165), menyatakan bahwa produk adalah suatu sifat kompleks, baik dapat diraba maupun tidak diraba, termasuk bungkus, warna, harga, prestise perusahaan, pelayanan pengusaha dan pengecer, yang diterima pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan. Fandy Tjiptono (1999:95) mengartikan produk sebagai segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan/dikonsumsi pasar sebagai pemenuh kebutuhan/keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik, jasa, orang/pribadi, organisasi, dan ide.

Secara lebih rinci, konsep produk meliputi barang, kemasan, merk, warna, label, harga, kualitas, pelayanan dan jaminan. Selama ini banyak penjual melakukan kesalahan dengan memberikan perhatian lebih banyak pada produk fisik daripada manfaat yang dihasilkan dari produknya. Mereka menempatkan diri lebih dari sebagai penjual daripada memberikan pemecahan kebutuhan. Padahal perusahaan harus berpusat pada kebutuhan pelanggan, bukan hanya pada keinginan yang sudah ada.

Hal ini dikarenakan produk merupakan alat untuk memecahkan masalah konsumen.

Fandy Tjiptono (1999:96-97) menyatakan bahwa dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar perlu memahami lima tingkatan produk, yaitu: a. Produk utama atau inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan

dan akan dikonsumsi pelanggan setiap produk.

Universitas Sumatera Utara b. Produk generik, yaitu produk dasar yang memenuhi fungsi produk paling

dasar/rancangan produk minimal dapat berfungsi. c. Produk harapan (expected product), yaitu produk formal yang ditawarkan dengan

berbagai atribut dan kondisinya secara normal diharapkan dan disepakati untuk

dibeli. d. Produk pelengkap (equipmented product), yaitu berbagai atribut produk yang

dilengkapi/ditambahi berbagai manfaat dan layanan sehingga dapat menentukan

tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk asing. e. Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin

dikembangkan untuk suatu produk dimasa datang.

Klasifikasi produk biasanya dilakukan berdasarkan beberapa sudut pandang, namun secara umum produk dapat dibagi 2, yaitu:

1. Produk barang. Menurut Fandy Tjiptono (1999:98), produk barang adalah produk

yang berwujud fisik sehingga dapat bisa dilihat, disentuh, dirasa, dipegang,

disimpan, dan perlakuan fisik lainnya. Ditinjau dari daya tahannya, terdapat dua

macam barang, yaitu:

a. Barang tahan lama (durable goods). Merupakan barang berwujud yang

biasanya bisa tahan lama dengan banyak pemakaian, atau umur ekonomisnya

untuk pemakaian normal satu tahun atau lebih. Contoh lemari es dan televisi.

b. Bahan tidak tahan lama (non durable goods). Merupakan barang berwujud yang

biasanya habis dikonsumsi dalam satu kali pemakaian, atau umur ekonomisnya

dalam pemakaian normal kurang dari sattu tahun. Contoh sabun mandi dan

makanan.

Universitas Sumatera Utara 2. Produk jasa, mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.

Produk juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan kriteria ini, Fandy Tjiptono mengklasifikasikan produk menjadi:

1. Barang Konsumen, yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen

akhir (individu atau rumah tangga), dan bukan untuk kepentingan bisnis. Barang

konsumen dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:

a. Convenience Goods merupakan barang yang pada umumnya memiliki

frekuensi pembelian yang tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu

segera dan memerlukan usaha yang minimum dalam perbandingan dan

pembelianya. Contohnya rokok, sabun mandi, pasta gigi, dan permen.

b. Shooping goods adalah barang yang proses pemilihan dan pembeliannya

dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia.

Kriteria pembanding meliputi harga, kualitas, dan model masing-masing.

Contohnya alat rumah tangga, pakaian, dan kosmetik.

c. Speciality goods adalah barang yang memiliki karakteristik atau identifikasi

merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha

khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang ini terdiri atas barang-

barang mewah, dengan merek dan model yang spesifik, seperti mobil jaguar

dan pakaian desain terkenal.

d. Unsought goods adalah barang yang tidak diketahui oleh konsumen atau

kalaupun sudah diketahui oleh konsumen, konsumen belum tentu tertarik

untuk membelinya. Contohnya batu nisan, ensiklopedi, dan tanah pekuburan.

Universitas Sumatera Utara 2. Barang industri adalah barang yang di konsumsi oleh industriawan (konsumen

antara atau konsumen bisnis). Barang industri digunakan untuk keperluan selain

di konsumsi langsung, yaitu untuk diolah menjadi barang lain atau untuk dijual

kembali. Barang industri dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Material and part, merupakan barang yang seluruhnya atau sepenuhnya

masuk ke dalam produk jadi. Kelompok ini dibagi menjadi dua kelas yaitu

bahan baku serta bahan jadi dan suku cadang.

b. Capital Items, merupakan barang tahan lama (long lasting) yang memberi

kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola produk jadi. Capital items

dibagi menjadi dua kelompok yaitu instalasi (meliputi bangunan dan peralatan

kantor).

c. Supplies and service, merupakan barang yang tidak tahan lama serta jasa yang

memberi kemudahan dalam mengembangkan atau mengelola keseluruhan

produk jadi (1999:98-101).

Masing-masing produk memiliki atribut produk. Menurut Kotler dan

Armstrong (2008) beberapa atribut yang menyertai dan melengkapi produk

(karakteristik atribut produk), antara lain:

1. Merek (branding) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau

kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau

jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian

merek itu mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil

Universitas Sumatera Utara atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada

produk (Kotler dan Armstrong, 2008).

2. Pengemasan (Packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wadah atau

pembungkus suatu produk. Pengemasan melibatkan merancang dan membuat

wadah atau pembungkus suatu produk.

3. Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk

melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan

operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Untuk meningkatkan kualitas

produk perusahaan dapat menerapkan program Total Quality Management

(TQM). Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah

untuk meningkatkan nilai konsumen.

Pada dasarnya produk memiliki tingkatan produk, yaitu sebagai berikut

(Tjiptono, 2008):

1. Produk Inti (Core Product). Produk inti terdiri dari manfaat inti untuk pemecahan

masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli produk atau jasa.

2. Produk Aktual (Actual Product). Seorang perencana produk harus menciptakan

produk aktual (actual product) disekitar produk inti. Karakteristik dari produk

aktual diantaranya, tingkat kualitas, nama merek, kemasan yang dikombinasikan

dengan cermat untuk menyampaikan manfaat inti (Kotler dan Armstrong, 2008).

3. Produk Tambahan. Produk tambahan harus diwujudkan dengan menawarkan jasa

pelayanan tambahan untuk memuaskan konsumen, misalnya dengan menanggapi

dengan baik klaim dari konsumen dan melayani konsumen lewat telepon jika

konsumen mempunyai masalah atau pertanyaan (Kotler dan Keller, 2009).

Universitas Sumatera Utara Semua produk memiliki klasifikasi masing-masing. Menurut Tjiptono (2008) klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama yaitu barang dan jasa. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam barang, yaitu:

1. Barang Tidak Tahan Lama (Nondurable Goods). Barang tidak tahan lama adalah

barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali

pemakaian. Contohnya adalah sabun, minuman dan makanan ringan, kapur tulis,

gula dan garam.

2. Barang Tahan Lama (Durable Goods). Barang tahan lama merupakan barang

berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur

ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Contohnya

antara lain TV, lemari es, mobil, dan komputer.

2.10.4. Jaringan Usaha

Jaringan usaha dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Unsur-unsur tersebut pada umumnya berupa unit usaha, dapat juga berupa non-unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi penyelenggaraan unit usaha. Organisasi yang dimaksud dapat bersifat formal maupun informal (Prabatmodjo, 1996). Menghasilkan produk atau jasa dan membuat produk atau jasa itu tersedia bagi pembeli memerlukan pembangunan hubungan yang bukan hanya dengan pelanggan tetapi juga dengan pemasok kunci

Universitas Sumatera Utara dan penjual perantara dalam rantai pasokan perusahaan (Kotler dan Amstrong,

2008:39).

Jaringan sederhana berisikan dua benda (benda 1 dan 2). Sebuah jaringan memberikan gambaran interaksi antar benda. Interaksi atau hubungan yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi hubungan yang directional (dua arah) dan hubungan yang non-directional (satu arah) dan transitive (seimbang). Jaringan usaha melibatkan unit usaha lain dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh produsen, baik dalam kegiatan produksi maupun pemasaran produk. Produsen menggunakan perantara karena mereka menciptakan efisiensi yang lebih besar dalam menyediakan barang bagi pasar sasaran. Melalui kontak, pengalaman, spesialisasi dan skala operasi, perantara biasanya menawarkan perusahaan lebih dari apa yang dapat dicapai perusahaan sendiri (Kotler dan Amstrong, 2008:41).

Selain keempat konsep kepemimpinan, modal, produk dan jaringan usaha tersebut diatas, dalam perusahaan keluarga primordialisme juga merupakan suatu faktor yang sangat dominan. Primordialisme berasal dari kata primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya ikatan. Sedangkan isme adalah suatu faham. Menurut

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Primordialisme adalah perasaan kesukuan yang berlebihan. Menurut Kun Maryati, dkk (2014:17) primordialisme adalah ikatan- ikatan seseorang dalam kehidupan sosial yang sangat berpegang teguh terhadap hal- hal yang dibawa sejak lahir baik berupa suku bangsa, kepercayaan, ras, adat-istiadat, daerah kelahiran dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara Menurut Wibowo dan Hardiwinoto dalam Syamsuddin (1993) primordialisme adalah perasaan-perasaan yang mengikat seseorang dikarenakan oleh hal-hal yang dimilikinya sejak ia dilahirkan. Menurut Koentjaraningrat dalam Moeis (1993:47), sikap primordialisme memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan bermasyarakat yaitu, dampak Positif:

1. Dapat meneguhkan perasaan cinta tanah air.

2. Dapat mempertinggi kesetiaan terhadap bangsa.

3. Dapat mempertinggi semangat patriotisme.

4. Dapat menjaga keutuhan dan kestabilan budaya.

Dampak negatif dari primordialisme, yaitu:

1. menggangu kelangsungan hidup suatu bangsa

2. menghambat modernisasi, proses pembangunan

3. merusak integrasi internasional

Primordialisme dapat terjadi karena:

1. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa dalam suatu kelompok, seperti Agama,

budaya, dan suku.

2. Adanya sesuatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok dari

ancaman luar.

3. Adanya nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai-nilai agama.

Selain itu ada juga faktor konflik yang sangat mempengaruhi sebuah perusahaan keluarga. Teori konflik terinspirasi oleh pikiran Karl Marx pendiri teori konflik menyaksikan revolusi industri yang mentransformasikan Eropa. Ia melihat bahwa para petani yang telah meninggalkan lahannya untuk mencari pekerjaan di

Universitas Sumatera Utara kota harus bekerja dengan upah yang nyaris tidak cukup hanya untuk makan. Pekerja rata-rata meninggal pada usia 30 tahun. Sedangkan orang kaya, rata-rata meninggal dengan usia 50 tahun (Edgerton, 1993:87). Tergoncang oleh penderitaan dan eksploitasi ini, Marx mulai menganalisis masyarakat dan sejarah. Ia menyimpulkan bahwa, kunci sejarah manusia perjuangan kelas sosial. Dalam tiap masyarakat, beberapa kelompok kecil menguasai alat produksi dan menguasai orang-orang yang tidak menguasainya.

Dalam masyarakat industri, perjuangannya ialah antara kaum borjuis, kelompok kecil kapitalis yang memiliki alat untuk memproduksi kekayaan dan kaum proletariat yang dieksploitasi oleh kaum borjuis. Sewaktu Marx melakukan pengamatannya, kapitalisme berada pada masa kanak-kanak, dan para pekerja di bawah kekuasaan pemberi kerja mereka. Para pekerja di kala itu tidak memiliki apa yang sekarang diterima sebagai hal wajar, hak untuk mogok, upah minimum, delapan jam kerja per hari, rehat kopi, lima hari kerja per minggu, cuti dan libur yang dibiayai, jaminan kesehatan, cuti sakit, kompensasi untuk pengangguran, dan jaminan sosial. Analisis Marx mengingatkan kita bahwa keuntungan-keuntungan ini tidak datang dari kemurahan hati, melainkan dari pekerja yang berjuang demi mendapatkan hak khusus dari para pemberi kerja mereka (Henslin, 2007: 18). Menurut Wes

Sharrock (1977) seperti dikutip oleh Jones Pip, dkk dalam Pengantar Teori-Teori

Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga Post Modernisme, pandangan konflik dibangun atas asumsi bahwa, setiap masyarakat dapat memberikan kehidupan baik luar biasa bagi sebagian orang, tetapi hal ini biasanya hanya mungkin karena kebanyakan orang ditindas dan ditekan.

Universitas Sumatera Utara Oleh sebab itu, perbedaan kepentingan dalam masyarakat sama pentingnya dengan kesepakatan atas aturan dan nilai-nilai, dan sebagian besar masyarakat diorganisasi sedemikian sehingga masyarakat tersebut tidak hanya memberikan manfaat lebih besar bagi sebagian masyarakat lainnya. Manfaat lebih besar bagi sebagian warga berarti ketidaknyamanan bagi sebagian warga lain yang tidak mendapatkan kemudahan (Jones, 2016:17).

Kedua teori sosial masing-masing teori struktural fungsional dan teori konflik mengalami pertentangan yang cukup tajam. Menurut James M. Henslin dalam

Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, teori konflik memberikan perspektif ketiga mengenai kehidupan sosial.

Teori konflik dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung teori fungsionalisme struktural. Teori ini berasumsi bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsurnya. Kalau menurut teori fungsionalisme struktural setiap elemen atau setiap institusi memberi dukungan (fungsional) terhadap stabilitas maka teori konflik ini melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap disintegrasi.

Berbeda dengan para fungsionalis, yang memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang harmonis, dengan bagian-bagian yang bekerja sama. Para ahli teori konflik menekankan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan sengit mengenai sumber daya yang langka. Meskipun aliansi atau kerjasama dapat berlangsung di permukaan, namun di bawah permukaan tersebut terjadi pertarungan memperebutkan kekuasaan. (Henslin, 2007:18). George

Ritzer menyebut jika perspektif konflik muncul sebagai pengkritik utama teori

Universitas Sumatera Utara struktural fungsional. Salah satu kritikan yang dialamatkan pada teori struktural fungsional adalah perspektif ini dianggap menutup mata terhadap konflik yang selalu melekat pada setiap masyarakat, dan lebih memandang masyarakat dari sisi keseimbangan.

Parsons sebagai tokoh utama fungsional misalnya, dianggap terlalu menekankan keharmonisan antar hubungan. Bahkan kaum fungsional cenderung melihat konflik sebagai suatu yang bersifat merusak dan terjadi di luar kerangka kehidupan masyarakat. Penganut fungsionalis cenderung keliru mengira kekuasaan yang digunakan elit dalam masyarakat sebagai suatu realitas sosial. Sistem informatif diinterpretasikan sebagai cermin masyarakat secara keseluruhan, padahal sebenarnya lebih baik dilihat sebagai suatu sistem ideologi yang disebarkan oleh, dan diciptakan untuk anggota elit masyarakat.

Lebih dari itu, teori struktural fungsional dinilai mengabaikan praktik dominasi satu kelompok terhadap kelompok lain, dan justru teori struktural fungsional dituduh “berkolusi” dengan kelompok dominan (Maliki, 2003: 131). Teori konflik, setidaknya sebagian darinya berkembang sebagai reaksi terhadap teori fungsionalisme struktural yang menuai banyak kritik.

Akar teori konflik sangat beragam, seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Pada tahun 1950-an dan 1960-an teori konflik menjadi alternatif teori fungsionalisme struktural dan mengalami penurunan digantikan oleh berbagai varian teori neo-Marxian. Salah satu sumbangan utama teori konflik adalah meletakkan dasar bagi teori yang lebih memanfaatkan gagasan dan pemikiran Marx, yaitu teori yang menarik perhatian sosiologi (Suyanto 2010: 62).

Universitas Sumatera Utara Dalam praktiknya sebagai teori sosiologi, perspektif konflik sangat berseberangan dengan perspektif fungsional. Disebutkan sebelumnya bahwa perspektif fungsional mengandaikan masyarakat berada dalam keseimbangan sekaligus berusaha mencari keseimbangan terus-menerus, maka menurut perspektif konflik justru sebaliknya. Perspektif ini mengatakan bahwa masyarakat selalu berada dalam ruang konflik yang terjadi terus-menerus pula, baik yang terjadi dalam kelompok maupun kelas dalam setiap masyarakat. Pandangan perspektif konflik seperti ini didasarkan pada sebuah asumsi, bahwa masyarakat pada dasarnya telah terikat di bawah kekuatan-kekuatan dominan, baik kelas pemodal yang berkuasa, maupun kekuasaan negara misalnya.

Kritik mereka untuk pandangan dari kaum fungsionalis adalah bahwa nilai- nilai bersama yang diyakini telah menjadi kesepakatan antar masyarakat, bukanlah suatu nilai yang diciptakan bersama, melainkan telah terlebih dahulu diciptakan oleh kekuatan yang dominan. Nilai-nilai tersebut bukanlah suatu konsensus yang nyata, nilai-nilai tersebut tak lebih dari ciptaan kekuatan dominan yang dipaksakan kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat kelas bawah harus rela menerima paksaan tersebut.

Kritik yang lain datang dari perspektif konflik untuk kaum fungsionalis, yaitu pada apa yang sebetulnya disebut sebagai nilai-nilai yang bermanfaat, bermanfaat untuk siapa, benarkah hal tersebut bermanfaat untuk masyarakat itu sendiri, tidakkah hal tersebut justru merupakan cara kekuatan dominan untuk terus-menerus melanggengkan kekuasaan kelompok dominan atau yang berkuasa?

Universitas Sumatera Utara Disinilah perspektif konflik memandang kegagalan kaum fungsionalis

(Soeprapto, 2002:74-75). Selain itu bila penganut teori fungsionalisme struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh yang berkuasa.

Konsep sentral teori ini adalah wewenang dan posisi. Keduanya merupakan fakta sosial. Intinya adalah distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis.

Perbedaan wewenang adalah suatu tanda adanya berbagai posisi dalam masyarakat.

Perbedaan posisi serta perbedaan wewenang di antara individu dalam masyarakat inilah yang harus menjadi perhatian utama para sosiolog.

Struktur yang sebenarnya dari konflik harus diperhatikan di dalam susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap kemungkinan mendapat dominasi. Tugas utama menganalisa konflik adalah mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur.

Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi.

Dengan demikian, masyarakat disebut para tokoh teori ini sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coordinated associations).

Oleh karena kekuasaan selalu memisah dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai, maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling

Universitas Sumatera Utara bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan- golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi di mana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo, sedang golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur. Karena itu kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadan terancam bahaya dari golongan anti status quo.

Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan tertentu selalu dinilai objektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan (coherence) dengan posisi individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan diharapkan oleh golongannya.

Dalam situasi konflik seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peran yang diharapkan oleh golongannya itu, yang disebut sebagai peranan laten.

Pemaparan pendapat Karl Marx tentang teori konflik dibangun atas dasar asumsi bahwa:

1. Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap masyarakat,

2. Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap masyarakat,

3. Setiap unsur dalam masyarakat memberi sumbangan bagi terjadinya disintegrasi

dan perubahan sosial, Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau

dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap orang lain

Bertahannya sebuah usaha keluarga juga sangat bergantung kepada daya adaptasi generasi penerus, baik dari segi lingkungan keluarga sendiri maupun dari

Universitas Sumatera Utara segi luar lingkungan keluarga, misalnya keadaan ekonomi negara, kondisi politik, kondisi alam lingkungan seperti cuaca, gempa dan lain-lain.

Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi

(Gerungan,1991:55). Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk). Sedangkan pengertian yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain, plastis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya pasif yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya aktif, yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra,

1987:50).

2.11. Hubungan Pemerintah dengan Perusahaan Keluarga

Pada masa pasca kemerdekaan, karena keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain:

1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang

secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI

menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De

Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan

Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces

for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang

NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946,

Universitas Sumatera Utara pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik

Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya

jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.

2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk

menutup pintu perdagangan luar negeri RI.

3. Kas negara kosong.

4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Pemerintah Orde Lama melakukan usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan ekonomi, yaitu:

1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman

dengan persetujuan BP-KNIP dilakukan pada bulan Juli 1946.

2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mengadakan kontak

dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera

dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan

yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu

masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan

administrasi perkebunan-perkebunan.

4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.

5. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga

bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.

6. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa

petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan

Universitas Sumatera Utara perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat: sektor pertanian merupakan

sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957).

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain:

1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,

untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.

2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan

pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan

impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi

impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-

perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan

ekonomi nasional.

3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951

lewat UU No. 24 Tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank

sirkulasi.

4. Sistem ekonomi Ali-Baba (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Iskak

Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha China dan

pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-

latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan perizinan

atau lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.

Universitas Sumatera Utara 5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-

Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya,

sedangkan pada masa itu pengusaha-pengusaha pribumi belum sanggup

mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967).

Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik, dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).

Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain dikeluarkan peraturan-peraturan:

1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai

berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000

menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis

Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan

stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-

barang naik 400 persen.

3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp.

1.000,- menjadi Rp. 1,-

Universitas Sumatera Utara Pada masa orde baru sistem ekonomi berubah total. Berbeda dengan pemerintahan orde lama, dalam era Soeharto paradigma pembangunan ekonomi mengarah pada persiapan ekonomi pasar dan politik ekonomi diarahkan pada upaya- upaya dan cara-cara menggerakan kembali roda ekonomi. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan dengan pihak barat, dan menjauhi ideologi komunis.

Indonesia juga kembali masuk menjadi anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan

Dana Moneter Internasional (IMF) yang putus pada zaman Soekarno. Dengan membaiknya hubungan Indonesia dengan kedua lembaga tersebut, pemerintah

Indonesia mendapat pinjaman untuk membiayai defisit anggaran belanjanya, yang sumber dananya berasal dari pinjaman bilateral dari sejumlah negara barat seperti AS,

Inggris dan Belanda.

Pada awal era Soeharto, pemerintah mengambil beberapa langkah drastis yang bersifat strategis yang menandakan sedang berlangsungnya suatu perubahan yang cepat dalam sistem ekonomi Indonesia yang dari sistem ekonmi komando ke ekonomi pasar, diantaranya dikeluarkannya sejumlah paket kebijakan liberalisasi dalam perdagangan dan investasi. Paket-paket kebijakan jangka pendek tersebut adalah tindak lanjut dari diterbitkannya TAP MPRS No. XXIII Tahun 1966 tentang pembaruan Landasan Kebijakan Ekonomi, Keuangan dan pembangunan yang bertujuan untuk mendorong swasta masuk ke sektor-sektor strategis (Chaniago,

2001).

Salah satu paket kebijakan yang sangat penting dalam arti sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru

Universitas Sumatera Utara adalah UU Penanaman Modal Asing yang dikeluarkan pada tahun 1967 dan Undang-

Undang Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968. Untuk mendukung pelaksanaan kedua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan deregulasi yang berkaitan dengan perekonomian pada umunya dan investasi pada khususnya

(Salim, 2000). Selain itu, pada masa yang sama perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya.

Masa pemerintahan Soeharto ini, terbit Undang-Undang yang berkaitan dengan penanaman modal asing untuk pertama kalinya. Undang-Undang tersebut seperti membuka gerbang bagi masuknya negara lain untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal yang terdiri dari 13 BAB 31 pasal memuat berbagai ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing mulai dari pengertian penanaman modal hingga ketentuan penutup.

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 pasal 1 dan 2 berisi mengenai pengertian penanaman modal asing yang dimaksud oleh pemerintah tertuang dalam pasal ini, sedangkan pasal 3 dan 4 berisi mengenai bentuk hukum, kedudukan, dan daerah berusaha dalam derah berusaha perusahaan asing disebutkan jika pemerintah menetapkan derah berusaha perusahaan asing dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, ini menandakan jika perusahaan yang menanamkan modal asing di Indonesia diharapkan akan memberikan suatu angin segar dalam dunia ekonomi. Kemudian pasal 5,6,7, dan 8 berisikan tentang bidang usaha modal asing dijelaskan mengenai bidang usaha apa saja yang tidak

Universitas Sumatera Utara diperbolehkan di Indonesia namun tidak ditentukan bidang-bidang usaha yang diperbolehkan dimasuki penanaman modal asing.

Tenaga kerja dibahas pula dalam pasal ini yaitu pasal 9,10,11,12, dan 13 namun lagi-lagi pada pasal tentang tenaga kerja ini memberikan tuang untuk para pemodal asing untuk memiliki keleluasaan dalam hal tenaga kerja dan pemerintah tidak memberikan batasan yang jelas. Pasal 14 berisikan tentang pemakaian tanah yang bila ditelaah lebih jauh, para pemilik modal diberikan kebebasan seluas-luasnya dalam hal menggunakan pajak dan negara tidak memberikan batasan yang mendasar.

Pasal 15,16, dan 17 berisikan tentang kelonggran-kelonggaran perpajakan dan pungutan lainnya sehingga perusahaan-perusahaan asing dapat terbebas dari beberapa hal salah satunya yaitu pembebasan dari pajak perseroan atas keuntungan yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali. Selain itu juga perusahaan asing mendapat keringanan misalnya dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap.

Dalam Undang-Undang ini juga dibahas mengenai jangka waktu penanaman modal asing, hak transfer dan repatriasi yang tertuang dalam pasal 18,19, dan 20 dimana jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang penanaman modal asing yang berupa perusahaan hanya diizinkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun saja. Dibahas juga mengenai cara kerja transfer yang dimana negara disebutkan mendapatkan keuntungan. Pada pasal selanjutnya yaitu 21 dan 22 berisi mengenai nasionalisasi dan kompensasi, pada pasal ini dikatakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan nasionalisasi dan jika pemerintah melakukan nasionalisasi maka

Universitas Sumatera Utara perusahaan-perusahaan asing akan mendapatkan kompensasi. Kerja sama antara modal asing dan modal nasional dibahas dalam pasal 23, 24, dan 25.

Pasal 26 dan 27 membahas mengenai kewajiban-kewajiban lain bagi penanaman modal asing. Pasal 28 dan 29 berisikan tentang ketentuan-ketentuan lain dimana ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku untuk penanaman modal asing yang telah ada ataupun yang akan melakukan penanaman di Indonesia guna pembaharuan dan perluasan. Pasal 30 berisikan tentang ketentuan peralihan dan pasal

31 berisikan tentang ketentuan penutup.

Jika ditelaah lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 terdapat ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penanaman modal asing, terdapat pula ketentuan-ketentuan tentang pembebasan serta kelonggaran perpajakan kemudian fasilitas-fasilitas lain yang ditawarkan untuk menarik pemodal asing sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi nasional. Terlebih lagi pada saat itu Indonesia yang tergolong negara baru memerlukan pembangunan ekonomi nasional guna memajukan negara, karena jika mengandalkan pembangunan tanpa bantuan dari bangsa asing dengan jalan masuknya modal asing memerlukan waktu yang lama sedangkan stabilitas ekonomi memerlukan waktu yang relatif secepatnya.

2.11.1. Kerjasama Pemerintah dengan Perusahaan

Kemitraan diantara pemerintah dengan perusahaan atau disebut sektor publik dan privat atau PPP (public-private partnership) saat ini telah menjadi standar konsep dalam lingkungan pemerintahan lokal. Belum ada kesepakatan dari para ahli bahwa

Universitas Sumatera Utara PPP merupakan jawaban terhadap masalah-masalah pembangunan yang dihadapi negara dan pemerintah lokal saat ini. Namun secara umum mereka sepakat bahwa

PPP merupakan pendekatan yang penting dalam me ndesain dan melaksanakan strategi pembangunan.

Hal ini disebabkan isu-isu dan tantangan pembangunan menjadi terlalu rumit dan saling terkait. Disamping itu, sumberdaya keuangan dan manajerial untuk mengatasi hal itu sangat kurang, bagi sektor publik dan privat sebagai entitas yang terpisah, untuk menjawab secara efektif semua tantangan sosial-ekonomi tersebut.

Tentu saja PPP bukanlah obat bagi segala penyakit pembangunan. Di negara-negara berkembang, PPP dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan modal pembangunan yang perlu dikembangkan lebih lanjut, dipandang sebagai cara yang paling baik untuk mengatasi hubungan dan interaksi yang kompleks dalam suatu masyarakat modern berbasis jaringan (modern network society). Secara teoritis pemisahan diantara sektor publik dan privat masih dimungkinkan, namun secara praktis dinding pemisah diantara dua sektor ini mulai menghilang. Mekanisme organisasional yang secara tradisional merupakan bagian dari sektor publik atau bagian dari sektor privat, mulai berubah.

Kompetisi telah menjadi bagian dari rejim pemerintahan, dan kerjasama dan koordinasi telah menjadi bagian dari manajemen jaringan (Goss, 2001:63-68).

Perusahaan-perusahaan berjalan dalam jejaring industri, yang menyebabkan mereka tergantung kepada perusahaan-perusahaan lain dalam proses produksi dan pemasaran produk. Dalam jaringan ini perusahaan-perusahaan lebih bergantung kepada hubungan kesepakatan daripada transaksi pasar sederhana. Pemerintah, di pihak lain,

Universitas Sumatera Utara juga mengalami hal yang sama. Mereka makin tergantung kepada aktor-aktor privat atau semi privat dalam menjalankan kebijakan. Dapat dikatakan bahwa organisasi pemerintah dan aktoraktor privat berinteraksi dalam jaringan yang sama (Rhodes,

1996:200). Hal ini menyebabkan pelaksanaan kebijakan menjadi isu yang kompleks; memerlukan kerjasama dari berbagai aktor.

2.11.2. Kompetisi

Kompetisi berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, kompetisi. Sedangkan dalam kamus manajemen, persaingan adalah usaha-usaha dari 2 pihak/lebih perusahaan yang masing-masing bergiat‚ memperoleh pesanan dengan menawarkan harga/syarat yang paling menguntungkan. Persaingan ini dapat terdiri dari beberapa bentuk pemotongan harga, iklan/promosi, variasi dan kualitas, kemasan, desain, dan segmentasi pasar. Dalam kamus manajemen persaingan bisnis terdiri dari:

1. Persaingan sehat (healthy competition), persaingan antara perusahaan-perusahaan

atau pelaku bisnis yang diyakini tidak akan menuruti atau melakukan tindakan

yang tidak layak dan cenderung mengedepankan etika-etika bisnis.

2. Persaingan gorok leher (cut throat competition), persaingan ini merupakan bentuk

persaingan yang tidak sehat atau fair, dimana terjadi perebutan pasar antara

beberapa pihak yang melakukan usaha yang mengarah pada menghalalkan segala

cara untuk menjatuhkan lawan, sehingga salah satu tersingkir dari pasar dan salah

satunya menjual barang dibawah harga yang berlaku di pasar.

Universitas Sumatera Utara Persaingan merupakan kondisi ril yang dihadapi setiap orang dimasa sekarang. Kompetisi tersebut bila dihadapi secara positif atau negatif, bergantung pada sikap dan mental persepsi kita dalam memaknai persaingan tersebut. Hampir tiada hal yang tanpa kompetisi/persaingan, seperti halnya kompetisi dalam berprestasi, dunia usaha bahkan dalam proses belajar. Persaingan merupakan semacam upaya untuk mendukuki posisi yang lebih tinggi di dalam dunia usaha. Bila jumlah pesaing cukup banyak dan seimbang, persaingan akan tinggi sekali karena masing-masing perusahaan memiliki sumber daya yang relatif sama. Bila jumlah pesaing sama tetapi terdapat perbedaan sumber daya, maka terlihat sekali mana yang akan menjadi market leader, dan perusahaan mana yang merupakan pengikut.

Motivasi utama dalam kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam kegiatan bisnis, mereka harus bisa menghadapi persaingan usaha yang lazim terjadi dalam dunia bisnis. Oleh karena itu diperlukan kekuatan-kekuatan atau daya saing sebagaimana disebutkan oleh Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, antara lain: a) Daya saing produk-produk yang akan ditawarkan harus kualitasnya bisa bersaing

dengan baik. b) Daya saing harga tidak mungkin memenangkan persaingan jika produk-produk

yang dimiliki sangat mahal harganya. c) Daya saing marketing. Dunia marketing berbicara masalah pasar maka hal yang

terpenting adalah bagaimana menarik konsumen untuk membeli barang-barang

yang telah diproduksi.

Universitas Sumatera Utara d) Daya saing jaringan kerja (networking) suatu bisnis tidak akan memiliki daya

saing dan akan kalah jika bermain sendiri, dalam hal ini bermakna tidak

melakukan kerjasama, koordinasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga bisnis

lainnya di berbagai bidang.

Kompetisi merupakan persaingan yang merujuk kepada kata sifat siap bersaing dalam kondisi nyata dari setiap hal atau aktifitas yang dijalani. Ketika kita bersikap kompetitif maka berarti kita memiliki sikap siap serta berani bersaing dengan orang lain. Dalam arti yang positif dan optimis, kompetisi bisa diarahkan pada kesiapan dan kemampuan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan kita sebagai umat manusia. Kompetisi seperti ini merupakan motivasi diri sekaligus faktor penggali dan pengembang potensi diri dalam menghadapi bentuk-bentuk kompetisi, sehingga kompetisi tidak semata-mata diarahkan untuk mendapatkan kemenangan dan mengalahkan lawan. Dengan memaknai kompetisi yang seperti itu, kita menganggap kompetitor lain sebagai partner (bukan lawan) yang memotivasi diri untuk meraih prestasi. Inilah bentuk kompetisi yang dilandasi sifat sehat dan tidak mengarah kepada timbulnya permusuhan atau konflik, sehingga membahayakan kelangsungan dan keharmonisan kehidupan kita.

2.12. Penelitian Sebelumnya

Dari beberapa penelitian yang telah dipelajari, didapat bahwa sekitar 4 persen sampai dengan 5 persen usaha keluarga yang berhasil meneruskan usaha keluarga melewati generasi ketiga. Selebihnya tidak bisa bertahan, bahkan kebanyakan sudah gagal di generasi kedua. Beberapa contoh penelitian sebelumnya dipaparkan disini

Universitas Sumatera Utara sebagai bahan penelitian tentang Perusahaan Keluarga yang dapat melewati beberapa generasi dalam usaha yang telah dirintis dari generasi pertama, kebanyakan diambil dari penelitian dalam negeri Indonesia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Subhash Sharma & Vijay Mahajan yang dipublikasi pada Journal of Marketing, Fall (1980), menyimpulkan bahwa indikator kegagalan bisnis dipandang dari sudut keuangan, antara lain:

1. Deskripsi kinerja keuangan

2. Indikator keuntungan

3. Pengembalian aset: laba sebelum bunga dan pajak. Total aset rasio leverag

4. Laba: laba sebelum bunga dan pajak/mencakup bunga

5. Arus kas: arus kas/jumlah utang

6. Kapitalisasi: nilai pasar ekuitas/jumlah modal. Rasio likuiditas

7. Current Ratio: aktiva lancar/kewajiban lancar

8. Kas turnover: penjualan bersih/cash

9. Piutang perputaran: penjualan bersih/piutang

10. Perputaran persediaan: penjualan bersih/persediaan

11. Penjualan per modal kerja: penjualan bersih (lancar-kewajiban lancar).

Miscellaneous

12. Saldo laba/jumlah aktiva

13. Jumlah aktiva

Kesimpulan penelitiannya dijelaskan bahwa terlepas dari keterbatasan menganalisis kegagalan, identifikasi faktor penentu pasar dan kinerja keuangan perusahaan bisnis adalah kepentingan untuk baik praktisi dan akademisi. Bahwa ini

Universitas Sumatera Utara adalah penyelidikan empiris yang baru dilakukan, namun nampaknya terbatas pada kekhawatiran yang sedang berlangsung (misalnya, program dari pemerintah). Hasil dapat ditingkatkan dengan termasuk kegagalan. Hanya investigasi kegagalan dan keberhasilan dapat menjadi penentu kinerja bisnis, sehingga diidentifikasi dan diprediksi.

Perencana kebijakan dan para pakar ekonomi dan manajemen di seluruh dunia sangat prihatin tentang konsekuensi negatif dari kegagalan bisnis. Kegagalan bisnis menyiratkan kehilangan pekerjaan bagi sebagian besar orang, kekurangan barang dan jasa yang diinginkan dalam masyarakat, dan penurunan kesejahteraan sosial dan ekonomi, menempatkan tekanan besar pada pemerintah untuk menangani pengangguran akibat hilangnya pekerjaan.

Terdeteksi di seluruh dunia ada usaha kearah mendorong usaha kecil sebagai mekanisme untuk mengaktifkan peran sektor swasta membuat isu kegagalan bisnis dalam konteks usaha kecil yang penting. Bukti menunjukkan bahwa usaha kecil cenderung memiliki intensitas tenaga kerja yang tinggi dan potensi yang lebih baik untuk menciptakan lapangan kerja tambahan dengan biaya investasi yang lebih rendah. Selain itu, pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa pemilik usaha kecil memiliki kecenderungan tinggi untuk menyimpan dan menginvestasikan kembali, bahkan pada tingkat pendapatan cukup rendah, dan mereka mampu memanfaatkan bahan baku yang tersebar yang seharusnya tidak digunakan (Nelson,

1987, Salah, 1995).

Oleh karena itu, kegagalan usaha kecil menyiratkan kerugian besar dari pekerjaan di satu dekade yang telah menyaksikan penekanan besar pada usaha kecil.

Universitas Sumatera Utara Bahkan, beberapa ahli menyebut dekade ini "dekade perusahaan kecil." Dalam

Candalino dan Knowlton (1994) memiliki kata-kata "kecepatan, kualitas, dan inovasi yang diperlukan dalam bisnis saat memberikan keuntungan untuk perusahaan kecil, atau sebuah besar perusahaan yang bertindak seperti sebuah perusahaan kecil (Al-

Shaikh, Fuad N, 1998: 75-86).

Beberapa penelitian lainnya tentang usaha kecil (semua perusahaan yang mempekerjakan 20 karyawan atau kurang dianggap perusahaan kecil), yang telah gagal antara lain:

1. Peterson, Kozmetsky, (1983) survei Ridgway murah dari 1.000 pemilik usaha

kecil dan manajer di Amerika Serikat menemukan bahwa kurangnya keahlian

manajemen adalah penyebab yang paling sering dikutip dari kegagalan usaha

kecil. Survei menunjukkan bahwa apabila dapat memberikan pendidikan

manajemen yang lebih baik merupakan pendekatan penting yang dapat digunakan

untuk mengurangi tingkat kegagalan di kalangan usaha kecil.

2. Barsley dan Kleiner (1990) mengidentifikasi apa yang mereka sebut penyebab

utama kegagalan usaha kecil. Ini termasuk keahlian manajerial yang buruk,

rencana bisnis yang tidak memadai, tujuan tidak jelas, strategi penjualan yang

buruk, kelebihan ketergantungan pada satu pelanggan, kekurangan modal,

kurangnya kerja sama tim, dan kegagalan untuk mendapatkan saran pendapat

yang baik.

3. Dalam sebuah studi pada faktor-faktor penting untuk konsultasi bagi usaha kecil,

Pech dan Mathew (1993) menyoroti apa yang mereka sebut penyebab kegagalan

Universitas Sumatera Utara usaha kecil yang paling sering dikutip. Penyebab ini termasuk kurangnya

perencanaan keuangan, tidak adanya catatan bisnis, tidak adanya pemahaman atau

penggunaan catatan bisnis, manajemen arus keuangan yang buruk, manajemen

debitur yang buruk, manajemen persediaan jelek, perencanaan biaya yang jelek,

riset pasar yang buruk dan kelebihan dana pinjaman.

4. Dalam sebuah studi yang lumayan baru pada pendiri dan presiden Kaire

International, Maxwell (1996) menemukan kekurangan dana yang diyakini

sebagai penyebab paling umum dari kegagalan bisnis. Manajemen gagal

mengantisipasi biaya untuk menjaga kecukupan persediaan.

5. Pousson (1996) menyoroti penyebab utama kegagalan bisnis dan diklasifikasikan

mereka di bawah tiga kategori, yaitu kelemahan manajemen, kelemahan keuangan

dan kelemahan strategis. Kelemahan manajemen berkisar dari ketidakmampuan

teknis, kurangnya keterampilan interpersonal, atau hanya kurang dari manajemen

umum dan pengalaman bisnis. Kelemahan keuangan sering berasal dari

kurangnya pemahaman tentang dampak keuangan dari keputusan strategis kunci,

pembiayaan yang kurang memadai, terlalu banyak utang, tidak ada atau

kekurangan manajemen dalam menagih, dan campuran pembiayaan yang salah.

Akhirnya, alasan strategis utama untuk runtuhnya bisnis seperti yang

diidentifikasi oleh Pousson mencakup (1) kurangnya strategi dan arah yang jelas,

(2) Ketidakmampuan untuk menanggapi perubahan dan mengenali pesaing baru,

dan (3) menghabiskan terlalu banyak pada satu urusan.

Semua studi yang ditinjau di atas dilakukan di negara-negara Barat.

Sayangnya, dan untuk yang terbaik dari pengetahuan penulis, ada penelitian telah

Universitas Sumatera Utara dilakukan pada topik yang sama dalam konteks negara-negara berkembang di negara- negara Arab umumnya dan pada khususnya. Satu-satunya pengecualian adalah penelitian yang dilakukan oleh Alam (1991) pada masalah usaha kecil di Mesir. Ia menemukan bahwa masalah yang paling mendesak dalam urutan pentingnya adalah kurangnya pelanggan, intervensi pemerintah, dan kurangnya pengalaman pada bagian dari pemilik bisnis. Meskipun masalah ini juga mungkin menjadi penyebab kegagalan, seseorang tidak bisa berasumsi tanpa investigasi empiris.

Penelitian lainnya oleh Mike Myatt (2013) merumuskan 15 alasan mengapa seorang pemimpin/pengusaha bisa gagal, yaitu:

1. Kurangnya Karakter

Jika anda tidak melakukan hal yang benar untuk alasan yang tepat, anda akan

gagal. Pemimpin yang gagal untuk menunjukkan keteguhan karakter tidak akan

menciptakan kepercayaan, tidak akan menimbulkan rasa percaya diri dan tidak

akan menciptakan loyalitas.

2. Kurangnya Visi

Ini adalah peran CEO dengan jelas mendefinisikan dan mengkomunikasikan visi

perusahaan. Jika tidak ada visi, visi cacat, atau visi buruk dikomunikasikan,

tanggung jawab jatuh tepat di pangkuan kepemimpinan eksekutif. Selain itu, jika

visi tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai perusahaan juga akan ada masalah

kedepannya.

3. Kejelekan Merek

Sebuah merek jelek berarti kepemimpinan telah gagal. Merek jatuh ke penurunan

untuk satu alasan bahwa pemimpin telah melepaskan tanggung jawab mereka.

Universitas Sumatera Utara Mereka telah memungkinkan ekuitas merek mereka mengikis, dan gagal untuk

memenuhi janji merek. Pemimpin yang tidak pramugara merek mereka sebagai

salah satu aset perusahaan terbesar layak nasib yang menanti mereka.

4. Kurangnya Eksekusi

Segala sesuatu bermuara pada pelaksanaan, dan memastikan kepastian eksekusi

adalah pekerjaan nomor satu untuk kepemimpinan eksekutif. Pengusaha atau

CEO yang tidak fokus pada penggelaran bakat dan sumber daya yang diperlukan

untuk memastikan bahwa risiko terbesar secara memadai dikelola, atau bahwa

peluang terbesar dieksploitasi memiliki tim kepemimpinan ditakdirkan untuk

gagal.

5. Cacat Strategi

Strategi cacat hanya mengungkapkan kepemimpinan yang lemah. Meskipun ada

pengecualian untuk setiap aturan, perusahaan cenderung sukses dengan desain

dan gagal secara default. Jika ditunjukkan perusahaan dengan strategi cacat maka

akan menunjukkan anda seorang pemimpin tidak kompeten.

6. Kurangnya Modal

Telah terlihat bahwa baik usaha dikapitalisasi gagal total, dan sangat kekurangan

kapitalisasi usaha akhirnya tumbuh menjadi kategori merek yang dominan.

Kurangnya modal dapat memberikan alasan yang dapat diterima secara sosial

untuk kegagalan bisnis, tetapi itu bukan alasan bisnis gagal. Budidaya,

menyebarkan, dan mengelola modal adalah tanggung jawab kepemimpinan.

Jumlah modal yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis didasarkan pada

bagaimana bisnis dioperasikan. Oleh karena itu jika kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara mengoperasikan bisnis tanpa pertimbangan untuk keterbatasan modal, atau

terlepas dari masalah pembentukan modal, maka kesalahan menjadi tanggung

jawab di pundak kepemimpinan. Terlebih lagi apabila ada kepemimpinan

eksekutif membelanjakan modal melalui tindakan yang tidak bertanggung jawab,

maka akan ada juga konsekuensi berat.

7. Manajemen yang buruk

Adalah tugas kepemimpinan untuk merekrut, mentor, menyebarkan, dan

mempertahankan bakat manajemen. Jika tim manajemen tidak mendapatkan

pekerjaan yang dilakukan, itu bukan masalah manajemen, itu kesalahan dari

kepemimpinan eksekutif. Jika ada pemimpin yang menyalahkan tim

manajemennya untuk kegagalan untuk mengeksekusi, maka itu menunjukkan

anda seorang pemimpin yang buruk.

8. Kurangnya penjualan

Kurangnya penjualan pada akhirnya disebabkan kurangnya kepemimpinan.

Strategi, harga, pembagian posisi, merek, distribusi, kompensasi, atau sejumlah

strategi lainnya terkait dengan produktivitas tenaga penjualan menjadi masalah

dari kepemimpinan eksekutif. Kurangnya pendapatan bukanlah masalah orang

lain, tetapi itu masalah kepemimpinan.

9. Budaya beracun

Tidak bertingkah laku menghambat produktivitas dan tidak menciptakan konflik

seperti budaya beracun, budaya beracun tidak akan ada dimana kepemimpinan

yang baik hadir dan terlibat.

10. Tidak ada Inovasi

Universitas Sumatera Utara Pemimpin menciptakan budaya inovasi atau mereka membunuhnya. Pemimpin

yang tidak bisa tinggal di depan pasar cenderung mendapatkan tabrakan.

Pemimpin besar memiliki bias yang kuat untuk bertindak. Mereka tidak

beristirahat pada prestasi masa lalu, dan selalu berusaha untuk meningkatkan

melalui perubahan dan inovasi. Para pemimpin yang tidak secara terbuka

merangkul perubahan akan ditakdirkan oleh pandangan kuno mereka.

11. Tidak ada pasar

Fungsi kepemimpinan mengejar peluang pasar. Mengejar pasar yang salah, atau

mengejar pasar yang tepat tidak benar juga kesalahan dari kepemimpinan

eksekutif. Skala bisnis terlalu cepat, terlalu lambat, atau lebih buruk lagi tidak

merancang bisnis untuk memulai dengan adalah masalah kepemimpinan. Tidak

ada pasar sama dengan tidak ada kepemimpinan.

12. Miskin saran profesional

Tidak ada yang telah terpojok pasar pada pengetahuan dan kebijaksanaan. Jika

kepemimpinan tidak mencari kualitas saran terbaik yang tersedia bagi mereka,

maka mereka akan cenderung tidak membuat keputusan terbaik. Semua CEO dan

pengusaha perlu penasihat profesional berkualitas. Tidak ada alasan bagi para

pemimpin untuk memiliki kebutaan saran. Ketika seorang pemimpin "kehilangan"

atau buta saran, ia hanya menunjukkan arogansi beroperasi dalam keterbatasan

pemikiran mereka sendiri.

13. Ketidakmampuan untuk menarik dan mempertahankan bakat

Pemimpin besar mengelilingi diri dengan bakat besar. Mereka memahami bahwa

bakat melahirkan bakat lebih. Jika perusahaan Anda tidak memiliki bakat yang

Universitas Sumatera Utara dibutuhkan untuk mencapai tujuan bisnis tidak ada yang harus disalahkan selain

kepemimpinan.

14. Kesadaran kompetitif

Sebuah bisnis tidak perlu menjadi kategori pemain dominan untuk menghindari

kegagalan. Itu adalah tanggung jawab pimpinan untuk memahami gambaran

kompetitif dan menavigasi dengan sukses. Jika perusahaan tidak konsisten untuk

menang, itu bukan apa yang dilakukan pesaing, namun kepemimpinan agak

miskin yang menciptakan ketidakmampuan untuk bersaing.

15. Usang atau Pasar Perubahan

Jika kepemimpinan eksekutif adalah berhubungan dengan pasar akan sulit untuk

menangkap kejutan. Ini adalah tanggung jawab kepemimpinan eksekutif untuk

memastikan bahwa perhatian yang tepat harus dipusatkan pada inovasi, intelijen

bisnis dan riset pasar untuk mengelola risiko usang dan perubahan pasar.

Steinhoff & F. Burgess dalam Suryana (2003) mengemukakan beberapa karateristik yang diperlukan untuk mencapai the building-up of entrepreneurial success, sebagai berikut:

1. mempunyai visi mencapai tujuan

2. dapat mengantisipasi resiko waktu dan uang

3. rencana, mengorganisir, dan menindaklanjuti

4. bekerja keras

5. membangun kepercayaan langganan, pegawai, supplier, dan yang lainnya

6. tanggung jawab untuk sukses.

Universitas Sumatera Utara Definisi kegagalan bisnis menurut Moncarz Tavlin (1981) dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Kegagalan ekonomi

Terjadi ketika biaya suatu perusahaan melebihi pendapatan atau bahwa tarif

internal maupun pengembalian investasi kurang dibandingkan biaya modal.

2. Teknis kepailitan

Terjadi ketika sebuah perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Nilai

buku aset dapat melebihi kewajibannya, menunjukkan kekayaan bersih positif,

tetapi perusahaan tidak memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar

utangnya.

3. Kebangkrutan

Terjadi ketika kewajiban perusahaan sebenarnya lebih besar dari valuasi pasar

wajar dari aktiva, yang menunjukkan kekayaan bersih negatif. Perusahaan ini

benar-benar tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan

sedang dalam proses hukum reorganisasi.

Hasil usaha dapat ditingkatkan dengan termasuk mempelajari kegagalan.

Hanya investigasi kegagalan dan keberhasilan dapat menjadi penentu kinerja bisnis, sehingga diidentifikasi dan diprediksi. Perencana kebijakan dan para pakar ekonomi dan manajemen di seluruh dunia sangat prihatin tentang konsekuensi negatif dari kegagalan bisnis. Kegagalan bisnis menyiratkan kehilangan pekerjaan bagi sebagian besar orang, kekurangan barang dan jasa yang diinginkan dalam masyarakat, dan penurunan kesejahteraan sosial dan ekonomi, menempatkan tekanan besar pada pemerintah untuk menangani pengangguran akibat hilangnya pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara Terdapat beberapa faktor kegagalan usaha kecil di negara berkembang oleh

Al-Shaikh, Fuad N (1998). Temuan menunjukkan bahwa penyebab utama kegagalan usaha kecil, seperti yang dirasakan oleh 200 responden yang diteliti, dapat dikategorikan sebagai dua faktor utama, yaitu faktor manajerial dan faktor keuangan.

Berdasarkan temuan ini dan untuk meng-upgrade kemampuan pemilik usaha kecil, pertimbangan khusus harus diberikan untuk kedua jenis keterampilan. Responden tampaknya berharap terlalu banyak dukungan dari pemerintah. Mereka sangat percaya bahwa pemerintah dapat melakukan banyak hal untuk mendukung usaha kecil. Pembebasan pajak, perlindungan, dan regulasi bisnis antara peran utama pemerintah diharapkan untuk bermain. Harapan tersebut dipandang sebagai realistis mengingat lingkungan bisnis saat ini yang berkonsentrasi pada keterlibatan pemerintah sedikit dalam urusan bisnis

Terkait dengan suksesi kepemimpinan puncak (CEO) Perusahaan Keluarga di

Indonesia, penelitian Mooryati Soedibyo menunjukkan kecenderungan bahwa

Perusahaan Keluarga di Indonesia (Menurut Perspektif Penerus) ingin menghapus stigma bahwa penerus perusahaan yang berasal dari anggota keluarga tidak akan mampu melanjutkan tingkat kepemimpinan secara professional, karena generasi penerus biasanya tidak memiliki semangat entrepreneurship sekuat founder perusahaannya. Mooryati berpendapat bahwa kunci dari keberhasilan keluarga dalam mencapai tujuan panjang adalah Mapping Succession, yaitu transfer kepemimpinan yang terencana menyangkut filosofi bisnis, nilai dan identitas perusahaan keluarga

Universitas Sumatera Utara pada anggota keluarga yang perhatian dan mempunyai jiwa yang sesuai dengan bisnis yang dijalankan.

Mooryati menyebutkan, faktor kerukunan, profesionalitas dan disiplin menjadi penentu dalam mengembangkan usaha di perusahaan keluarga. Dengan faktor itulah, sebuah perusahaan keluarga seperti PT. Mustika Ratu, mampu bertahan di tengah pasar global yang modern, tanpa meninggalkan sumber daya lokal.

Mooryati mengatakan bahwa penerus perusahaan keluarga kadang tidak berlangsung lama, oleh sebab itu dari hasil penelitiannya di beberapa perusahaan, didapati bahwa transfer pengetahuan kepada generasi berikut adalah sangat penting dalam suksesi perusahaan.

Seperti yang terjadi dalam proses pergantian kepemimpinan perusahaan yang sukses di PT. Mustika Ratu, Tbk, dari BRA Mooryati Soedibyo ke anaknya Putri

Koeswisnu Wardani juga didahului dengan mekanisme pemagangan yang sungguh- sungguh. Proses pemagangan itu dijalaninya selama 5 tahun, dengan melibatkan pada pekerjaan yang berbeda-beda. Mulai dari bekerja di bagian pemasaran, kemudian pindah ke bagian keuangan, dengan perlakuan yang sama dengan karyawan biasa yang lain. Untuk menghindari terjadi tumpang tindih peran, dan adanya kemungkinan

“gangguan” dari anggota keluarga Putri yang lain, maka sang Ibu memberikan

“mainan lain” kepada anak-anak yang tak kebagian tongkat suksesi. Ada yang mengelola spa, untuk perawatan kecantikan tubuh, juga ada yang mengelola kontruksi yang sesuai dengan bakat dan pendidikan anak. Sedang anak yang lain yang tidak kebagian jabatan eksekutif tetap dilibatkan dalam menjaga bendera perusahaan dengan menempatkannya dalam jabatan komisaris.

Universitas Sumatera Utara Model Mooryati, seperti yang ditulis dalam disertasi Mooryati Soedibyo

(2007), suksesi direncanakan dengan sangat mendalam dan memakan waktu yang lama. Pengumuman (announcement) tentang siapa yang ditetapkan sebagai suksesor baru dilakukan 25 tahun setelah proses suksesi berlangsung. Pengumuman itu baru dilakukan pada hari Rabu 12 Januari 2011. BRA Mooryati Soedibyo menyerahkan tampuk pimpinan perusahaannya, PT. Mustika Ratu, kepada anak keduanya.

Mooryati Soedibyo (2007) dalam penelitian disertasinya menemukan bukti bahwa suksesi yang berhasil akan meningkatkan kinerja individu yang nanti pada gilirannya akan meningkatkan kinerja organisasi. Mooryati Soedibyo menyebutkan dalam penelitiannya tahun 2007, bahwa terdapat lima fakta penting dalam proses suksesi di perusahaan keluarga, yaitu:

1. Persiapan suksesi adalah sangat penting, itulah sebabnya persiapan suksesi harus

dikerjakan secara bersama-sama antara generasi tua dan generasi penerus.

Keberlanjutan perusahaan keluarga tergantung pada kualitas persiapannya.

2. Generasi muda yang kompeten adalah prasyarat untuk memelihara dan

meningkatkan kinerja perusahaan keluarga.

3. Mutu suksesi ditentukan oleh variabel yang dapat mengkomunikasikan konsep

dan filosofi kepada generasi muda.

4. Penanaman nilai-nilai keluarga adalah sangat penting untuk dilakukan bersama.

Untuk menghindari konflik, diperlukan pernyataan yang jelas atas hak dan

kewajiban masing-masing anggota keluarga sejak dini. Konsep unit entity

(pembedaan antara milik sendiri dan milik perusahaan) harus betul-betul

dipahami dengan jelas diantara anggota keluarga.

Universitas Sumatera Utara 5. Faktor lain yang menentukan keberhasilan suksesi adalah semangat, pamrih

(intention), kejujuran (honesty), dan ketulusan (sincerity) dalam melakukan

bisnis. Konflik antara generasi tua dan muda berasal dari perlakuan yang berbeda

dalam memandang bagaimana melanjutkan perusahaan keluarga.

Dalam karya Mooryati Soedibyo Family Business Responses to Future

Competition, menulis bahwa kegagalan perusahaan keluarga terjadi antara lain:

1. Kurangnya semangat bisnis

Bahwa apa pun peran kita, semangat kewirausahaan harus selalu ada.

Bagaimanapun juga, bisnis harus dibangun dengan tekad dan kemauan yang

keras. Kemampuan bukan segala-galanya, namun kemauan menjadi modal utama

dalam membangun bisnis atau usaha. Akumulasi pengetahuan tercipta sejak kita

kecil. Karenanya, membangun tekad dan kemauan keras yang melandasi

semangat bisnis harus dimulai sejak usia dini. Tekad dan kemauan harus

dibangun sejak kecil. Dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.

Pada umumnya orangtua menjadi sumber pengetahuan pertama bagi setiap orang.

Meskipun teori makro dan mikrobisnis berkembang pesat, kenyataannya menjadi

pengusaha bukanlah pilihan bagi banyak orang. Dalam keluarga, orangtua

memiliki tugas pertama untuk membentuk kemauan anak yang dilengkapi dengan

pendidikan untuk mendorong terbentuknya kemampuan anak menjadi lebih

sempurna. Seorang pengusaha sukses selalu dipenuhi kreativitas dan imajinasi

yang berasal dari semangat bisnis.

Ada empat hal utama yang perlu dilakukan orangtua terhadap anaknya untuk memiliki tekad dan kemauan yang keras dalam bisnis yaitu:

Universitas Sumatera Utara a. How to be independent, di mana anak didorong untuk mandiri, membutuhkan

orang lain tetapi tidak tergantung. b. Orangtua perlu mengajari anak-anaknya prinsip how to help yourself. If you want

to help yourself, you have to make a decision. Otherwise you will get more

problems. Orang pertama yang dapat menolong diri kita adalah diri kita sendiri. c. Mengajarkan how to solve a problem. Setiap saat kita akan dihadapkan pada

masalah. Namun hasil akhirnya tergantung bagaimana kita menyikapinya. d. Mengajari anak untuk memikirkan hal-hal yang luar biasa, thinking out of the box.

Semangat akan mendorong setiap anak untuk berpikir inovatif terhadap berbagai

permasalahan yang ada (hal: 4-8).

Kita dapat menarik suatu benang merah dari ini semua. Bahwa Perusahaan

Keluarga memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pertama, membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan. Semakin banyak Perusahaan

Keluarga yang didirikan, maka langsung ataupun tidak langsung, pasti akan memberi pengaruh yang signifikan dalam mereduksi masalah pengangguran. Kedua, makin banyaknya Perusahaan Keluarga baru yang berdiri secara tidak langsung menunjukkan pada dunia bahwa iklim bisnis di Indonesia memang kondusif.

Ketiga, Perusahaan Keluarga yang dapat bertahan dari generasi ke generasi akan membantu menjaga warisan budaya Indonesia, khususnya warisan dalam jiwa kekeluargaan dan melestarikan budaya Indonesia yang beraneka ragam. Keempat,

Perusahaan Keluarga akan menguatkan posisi Indonesia dalam percaturan perekonomian global. Bisnis keluarga merupakan komponen utama dari sistem perekonomian global dan Perusahaan Keluarga. Kelima, rasa kekeluargaan yang

Universitas Sumatera Utara sudah menjadi kultur perusahaan akan menjadikan Perusahaan Keluarga terasa lebih nyaman bagi para karyawannya.

Kita dapat menemukan bahwa Perusahaan Keluarga yang menggunakan sistem pengawasan internal formal lebih dikarenakan keinginan keluarga untuk memelihara kendali pribadi, bukannya menggunakan prosedur yang disusun secara baku. Kemampuan pengendalian perusahaan justru menjadi fokus strategi dalam

P0erusahaan Keluarga. Perbedaan yang paling penting antar kedua kelompok itu adalah bahwa bisnis keluarga lebih dipusatkan pada keinginan untuk melindungi anggota keluarga, sedangkan perusahaan yang dijalankan secara profesional cenderung lebih baik kinerjanya.

Banyak bisnis keluarga yang sulit melewati 3 generasi (Widyasmoro, 2008).

Kebanyakan Perusahaan Keluarga terlibat dalam konflik yang berkepanjangan untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. Banyak permasalahan yang melingkupi bisnis keluarga sehubungan dengan suksesi. Pada umumnya pemegang pucuk kekuasaan Perusahaan Keluarga menyadari bahwa dengan perencanaan yang baik akan didapatkan pemimpin perusahaan yang baru dengan kualitas dan kapabilitas serta penerimaan yang baik dari sebagian besar komponen pendukung

Perusahaan Keluarga.

Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute untuk the

Family Business Review (Hall, 2008), diketahui bahwa hanya 30 persen dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar generasi pada generasi kedua. Sementara itu hanya 12 persen mampu bertahan pada generasi ketiga, dan hanya 3 persen saja yang mampu berkembang sampai pada

Universitas Sumatera Utara generasi keempat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuhsuburnya idiom dalam Perusahaan Keluarga bahwa generasi pertama yang mendirikan, generasi kedua yang membangun, dan generasi ketiga yang merusak.

Suksesi generasi pertama, dimana pendiri Perusahaan Keluarga sudah merasa tidak kuat lagi memegang kendali perusahaan, biasanya karena faktor usia, merasa bahwa para pelanjutnya kurang siap, seperti dalam kasus Perusahaan Keluarga

Lombardi (Lansberg, 1999). Sementara itu bagi perusahaan generasi kedua terdapat permasalahan lain sehubungan dengan suksesi, yaitu pada umumnya pemegang puncak kendali perusahaan merasa sulit memutuskan dalam memilih pengganti.

Pertimbangan loyalitas dan kedekatan emosional antara suksesor menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan (Baer, 2007). Dan bila Perusahaan Keluarga telah mencapai generasi ketiga terdapat pergeseran permasalahan yaitu apakah memilih suksesor dari dalam anggota keluarga (Kellerman, et al, 2008) ataukah dari luar dengan pertimbangan profesionalisme (Hall, 2008) tingkat pendidikan (Royer, 2008), kecakapan pengelolaan usaha, dan gender (Harveston, 1997). Lebih jauh, ketika terjadi permasalahan suksesi di Perusahaan Keluarga generasi ke-empat, kebanyakan permasalahan suksesi disebabkan oleh faktor-faktor tata-nilai dari karyawan sehubungan dengan budaya perusahaan (Zulfikar, 2004).

Miller dan Miller (2005) menyatakan bahwa, meskipun telah menjadi perusahaan publik, Nordstrom, Inc. tetap sebagai perusahaan dengan karakteristik

Perusahaan Keluarga. Nordstrom, Inc. adalah perusahaan perdagangan retail khusus di bidang pakaian, sepatu, kosmetik, asesoris dan produk-produk fashion. Sebagai perusahaan yang berbasis di seattle, Washington, Amerika Serikat, Perusahaan

Universitas Sumatera Utara Keluarga ini mempunyai 166 toko yang berlokasi di 28 negara bagian. Perusahaan

Keluarga ini didirikan di tahun 1901. Saat ini keluarga Norstrom mempunyai 3 direktur dari 11 anggota dewan direktur dalam perusahaan termasuk Presiden

Direktur yaitu Blake W. Nordstrom, 48 tahun. Keluarga Nordstrom juga masih memegang kendali dalam keputusan-keputusan strategis perusahaan dan mempunyai

27,9 persen kepemilikan saham.

Tidak jauh berbeda dengan Nordstrom, Inc., Grup Gudang Garam juga masih mempertahankan karakteristiknya sebagai Perusahaan Keluarga. Menurut Basri dan

Eng (2004), PT. Gudang Garam sebagai satu dari empat perusahaan terbesar di

Indonesia adalah pabrikan rokok sigaret terbesar di Indonesia, dan perusahaan publik terbesar kedua di lantai Bursa Efek Indonesia. PT. Gudang Garam didirikan di Kediri

Jawa Timur di tahun 1958 oleh almarhum Surya Wonowidjojo dan kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Rachman Halim (meninggal dunia tahun

2008). Kepemilikan saham oleh keluarga Wonowidjojo mengalami penurunan, di tahun 1985 tercatat 94 persen saham perusahaan dimiliki oleh keluarga, menurun menjadi 80 persen di tahun 1996 dan terus menurun menjadi 76 persen di tahun 2000.

Meskipun terus mengalami penurunan porsi kepemilikan saham, PT. Gudang Garam sebagai entitas bisnis tetap mempunyai kinerja yang baik. Sampai dengan tahun 2004,

PT. Gudang Garam masih merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang paling menguntungkan, terutama bila dilihat dari indicator imbal hasil atas asset (ROA) dan imbal hasil atas ekuitas (ROE) yang masing-masing menunjuk angka lebih dari 20 persen sampai 30 persen. Kinerja usaha ini juga diperlihatkan saat terjadi krisis ekonomi dan periode setelahnya.

Universitas Sumatera Utara Ilustrasi dua perusahaan di atas menunjukkan keistimewaan Perusahaan

Keluarga dalam perekonomian suatu negara. Sebagai Perusahaan Keluarga yang telah menjalani suksesi masih tetap dan bahkan bisa meningkatkan kinerja perusahaan.

Bahkan beberapa Perusahaan Keluarga berhasil menunjukkan kinerja terbaiknya saat periode krisis melanda suatu negara. Hal ini merupakan pendidikan ekonomi yang baik bagi masyarakat dunia usaha.

Beberapa penelitian tentang Perusahaan Keluarga telah mencatatkan peran yang sangat signifikan dari Perusahaan Keluarga atas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perusahaan Keluarga telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi kegiatan ekonomi. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang mengalami pasang surut pertumbuhan, Perusahaan Keluarga justru menunjukkan kinerja yang stabil dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu, Perusahaan

Keluarga mampu memberi sumbangan antara 45 persen sampai 70 persen dari Produk

Domestik Kotor (GDP) dan banyak menyerap tenaga kerja di banyak negara (Glassop dan Waddell, 2005).

Meskipun terdapat perbedaan antar negara, persentase sumbangan Perusahaan

Keluarga di suatu negara secara rata-rata adalah di atas 60 persen. Jadi, secara umum

Perusahaan Keluarga menempati posisi utama khususnya di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar. Dengan kata lain, di negara-negara dengan sistem pasar, keberadaan Perusahaan Keluarga sangat menonjol dan mempunyai derajat keberlanjutan (sustainability) yang tinggi.

Berdasarkan data dari International Family Enterprise Research Academy

(2003), Perusahaan Keluarga menempati posisi penting dalam perekonomian suatu

Universitas Sumatera Utara negara-negara di dunia. Sebagai contoh di Amerika Serikat, dimana diperkirakan 96 persen dari keseluruhan perusahaan adalah Perusahaan Keluarga. Sedangkan di Italia jumlah itu sedikit lebih kecil yaitu 93 persen. Sementara itu di Chili, 75 persen dari keseluruhan perusahaan dapat digolongkan sebagai Perusahaan Keluarga, di Belgia sebanyak 70 persen, di Spanyol sebanyak 75 persen, sedangkan di Australia bagian

Perusahaan Keluarga adalah 75 persen dari keseluruhan unit bisnisnya.

Selain itu, Perusahaan Keluarga memberikan sumbangan yang besar terhadap pembentukan Produk Nasional Kotor (GNP). Di Amerika Serikat 40 persen dari

GNPnya disumbangkan oleh Perusahaan Keluarga. Perusahaan Keluarga di Brazil dan Portugal menyumbangkan 65 persen GNP, sedangkan Perusahaan Keluarga di

Australia menyumbangkan 50 persen GNP. Di Indonesia, sumbangan Perusahaan

Keluarga terhadap pembentukan GNP adalah sebesar 80 persen (Casillas, Jose C.,

Fransisco J. Acedo and Ana M. Moreno, 2007:22-24). Berdasar data BPS (2007) yang telah menyelenggarakan Survey Ekonomi Nasional (Susenas) di tahun 2006, di

Indonesia terdapat 48.929.636 perusahaan. Dari sejumlah itu, sebanyak 90,95 persen dapat dikategorikan sebagai Perusahaan Keluarga. Data Susenas tersebut juga menyebutkan bahwa Perusahaan Keluarga menyumbang 53,28 persen dari GDP dan menyerap 85.416.493 orang sebagai tenaga kerja atau 96,18 persen dari seluruh angkatan kerja.

Berbeda pada model suksesi Perusahaan Keluarga Lansberg dan Mooryati

Soedibyo, dimana suksesi direncanakan dalam waktu yang panjang, pada Perusahaan

Keluarga Lombardi (Lansberg, 1999) suksesi berjalan secara spontan. Ketika Paul

Lombardi Senior mengalami kecelakaan dan diputuskan untuk opname di rumah sakit

Universitas Sumatera Utara selama 2 tahun. Setelah masa pemulihan selama 1 tahun kemudian, dia kembali ke kantornya, dia merasa heran bahwa perusahaan keluarganya masih berjalan dengan baik, bahkan bertambah besar, terkelola dengan baik dan berkelanjutan. Kemudian dia tahu bahwa anak tertuanya, Paul Jr, mengambil alih manajemen tapi tidak kepemilikan. Keberlanjutan perusahaan keluarga Lombardi ini disebabkan kapabilitas manajemen dari anaknya yang dipimpin oleh Paul junior dan dukungan seluruh anggota keluarganya termasuk istri Paul senior, Anna, yang berfungsi sebagai pasak penjaga di poros roda (linchpin) dari budaya keluarga.

Pada penelitian Nancy Higginson dengan tema mempersiapkan Generasi

Berikut Bagi Usaha Keluarga, menunjukkan bahwa bisnis keluarga merupakan salah satu kekuatan kewirausahaan yang dominan dalam perekonomian global saat ini.

Sesuai dengan keinginan mereka untuk melihat bisnis mereka bertahan hidup dan berkembang dalam jangka panjang, sebagian besar pemilik bisnis keluarga merancang strategi untuk diri mereka sendiri yang pada akhirnya akan mengalihkan kepemilikan dan kontrol dari perusahaan kepada keturunannya.

Landasan persiapan ini adalah transfer pengetahuan dari pemilik saat ini untuk pemilik masa depan, sebuah proses yang difasilitasi dengan kuat oleh hubungan fungsional antar generasi. Masalah suksesi usaha keluarga telah dibahas secara luas dalam literatur, meskipun sampai saat ini, sebagian besar perkembangan teoritis telah berasal dari penelitian pada perusahaan milik laki-laki. Menggunakan metodologi berbasis kasus kualitatif, makalah ini mengintegrasikan konsep dari manajemen strategis, usaha keluarga kewirausahaan, dan bidang psikologi sosial untuk meneliti

Universitas Sumatera Utara proses transfer pengetahuan dalam sembilan usaha keluarga dimana strategi suksesi dari ibu ke anak terjadi.

Pada penelitian disertasi Sonji Lee yang berjudul A Historical Case Study Of

The Survival Of A Fourth Generation Family Business, dengan tema kunci studi kasus historis tentang evolusi bisnis kecil dan keluarga. Tinjauan pustaka ini mengeksplorasi apa yang dipelajari dan diteliti oleh studi penelitian lain tentang jenis organisasi ini. Ulasan ini membahas topik-topik definisi bisnis kecil, karakteristik dan kontribusi bisnis keluarga, ritel, sistem teori, mengamati organisasi

(termasuk teori bisnis), bisnis tumbuh fase, kontinuitas dan kegagalan, prinsip untuk bertahan hidup, perencanaan, perubahan dan mengubah kesiapan, teori proses perubahan, teori perubahan sistem besar, manajemen perubahan, tujuan, pengembangan organisasi, kepemimpinan, taktik pemasaran, dan adaptasi proaktif.

Sonji mengatakan bahwa bertentangan dengan apa yang lazim terjadi, sebuah usaha keluarga yang dimiliki dan dioperasikan di pedesaan Pennsylvania telah berkembang selama 86 tahun. Sepanjang hidup perusahaan, banyak kekuatan lingkungan substantif telah mengancam kelangsungan hidupnya. Penelitiannya difokuskan pada tindakan yang diambil oleh perusahaan untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut. Analisis datanya menunjukkan bahwa perusahaan selalu telah waspada terhadap dinamika lingkungan dan telah bertindak dengan desain untuk beradaptasi dengan perubahan yang mempengaruhi hal itu. Tindakan antisipatif dan inovatif sangat penting dalam membimbing operasi perusahaan ke dalam keempat generasi. Termasuk dalam penelitian ini adalah diskusi tentang filsafat perusahaan pemimpin.

Universitas Sumatera Utara Sonji Lee berpendapat bahwa penelitiannya kemungkinan akan mengungkapkan penyimpanan data yang bisa sangat berharga untuk peneliti dan pelaku usaha lainnya. Keputusan, kebijakan, dan prosedur dari Andre & Son, Inc. memiliki manajer yang dipekerjakan ternyata telah sukses sampai saat ini. Namun, mengulang praktek sukses masa lalu, tidak menjamin hasilnya bisa berkelanjutan.

Semua lingkungan bisnis terus berkembang, berkerumun dengan aktivitas, dan berkembang secara drastis. Perusahaan harus waspada dengan lingkungan baru mereka dan menghormati kebutuhan akan pemikiran baru. Untuk itu keberhasilan hari ini mungkin tidak menjamin keberhasilan besok.

Seperti halnya usaha kecil, Lee mengatakan sulit untuk menetapkan parameter yang dapat diterima secara luas untuk secara akurat mendefinisikan bisnis keluarga dan untuk menggambarkannya dari masalah non-keluarga. Tanpa parameter yang diterima dengan baik, penelitian ke dalam bisnis keluarga sangat menantang, dan, akibatnya, tidak banyak. Selain itu, tidak adanya data penelitian kuantitatif dapat secara sebagian menjelaskan mengapa banyak akademisi, pemerintah, dan pengumpul data lainnya telah gagal mengenali usaha bisnis keluarga sebagai entitas yang khas (Shanker & Astrachan, 1999). Kebanyakan penelitian pada bisnis mengabaikan operasional keluarga (Drucker, 1995).

Bisnis keluarga memang lazim, mencapai 90 persen dari 15 juta entitas bisnis di Amerika Serikat (Paisner, 1999). Lee mengatakan sebagian besar bisnis di seluruh dunia dikendalikan oleh keluarga dan dikelola oleh keluarga. Biasanya, bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh keluarga kecil. Namun, beberapa telah berkembang menjadi perusahaan yang sangat besar. Beberapa perusahaan yang lebih besar dan

Universitas Sumatera Utara lebih terkenal di AS adalah bisnis keluarga. Untuk seratus tujuh puluh tahun, yaitu hingga pertengahan 70-an, DuPont adalah entitas bisnis yang dikendalikan keluarga.

Levi Strauss adalah bisnis yang dikendalikan keluarga (Drucker, 1995). Rothschilds, didirikan di Frankfurt, Jerman pada 1744 (Sutton, 2000), adalah salah satu firma perbankan swasta premier yang terbaik di dunia dan masih tetap menjadi perusahaan keluarga (Drucker, 1995).

Menurut Lee, bisnis keluarga sering memiliki karakteristik yang membedakan mereka dari usaha non-keluarga. Menurut Montgomery dan Sinclair (2000), bisnis keluarga terutama difokuskan pada pengembangan kesetiaan pelanggan, aktif dalam komunitas mereka, dan mendukung karyawan mereka. Mereka berkonsentrasi pada pelanggan mereka dan kualitas dari pelayanan yang mereka tawarkan. Selain itu, operator keluarga biasanya sangat bangga dengan efek pemersatu dalam bisnis mereka pada kehidupan keluarga mereka (Montgomery & Sinclair, 2000). Penelitian menunjukkan bahwa salah satu aset yang diucapkan dari bisnis keluarga adalah bahwa mereka mengorientasikan diri ke arah tujuan jangka panjang dengan pertumbuhan yang lambat, metodis dan dengan penekanan khusus pada ekspektasi kustom yang memuaskan (Paisner, 1999).

Salah satu ciri penting dari setiap bisnis milik keluarga adalah bahwa kekuatan keluarga, atau keluarga, dapat menjadi sangat terkait dengan orang-orang dari bisnis. Selain itu, kekuatan yang berasal dari dalam keluarga dapat mempengaruhi organisasi secara substansial berbeda dari hubungan antarpribadi non- keluarga. Tujuan dari setiap bisnis keluarga ada tiga, yaitu untuk mencapai kemakmuran bisnis, keharmonisan keluarga, dan kesejahteraan pribadi. Namun dalam

Universitas Sumatera Utara kenyataan, banyak bisnis semacam itu berada di bawah melakukan dan dibebani dengan konflik keluarga dan ambiguitas tentang masa depan mereka.

Masalah antara keluarga dan bisnis sering dikaitkan dengan konflik di dalam nilai-nilai mereka. Untuk mengutip beberapa contoh, nilai-nilai keluarga didasarkan pada emosi, sedangkan dalam bisnis mereka berdasarkan fakta. Keluarga didorong oleh hubungan, sedangkan bisnis didorong oleh hasil. Nilai-nilai keluarga cenderung menolak perubahan, sedangkan bisnis cenderung merangkul dan mendorong perubahan. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa nilainya tidak sederhana berbeda, tetapi mereka bertentangan. Namun dalam bisnis keluarga mereka harus ditangani.

Selain semua masalah lain yang ditemukan dalam bisnis, semua pihak yang terlibat dalam operasi keluarga harus terus-menerus dan dengan hati-hati menyeimbangkan hubungan interpersonal mereka. Tindakan penyeimbangan tidak pernah berhenti untuk bisnis keluarga yang sukses (Fambiz.com, 1998).

Lee mengatakan bisnis keluarga berkontribusi terhadap stabilitas dalam komunitasnya. Mereka cenderung menyediakan pekerjaan jangka panjang untuk karyawan mereka, dan manajemen mereka cenderung berpartisipasi dalam pemerintah daerah, dewan sekolah, dan organisasi keagamaan dan sipil. Mereka juga cenderung menginvestasikan keuntungan mereka ke dalam peluang jangka panjang karena mereka tidak perlu mengorbankan keuntungan jangka panjang untuk kredit jangka pendek, tidak seperti kecenderungan untuk perusahaan milik publik. Bisnis keluarga “memberi contoh prinsip ekonomi untuk properti pribadi, prinsip politik dari pluralisme, dan prinsip sosial keluarga (Ward, 1997:18).

Universitas Sumatera Utara Teori sistem umum terbuka, diperkenalkan pada tahun 1960 oleh ilmuwan biologi von Bertalanaffy, mengusulkan bahwa sistem kehidupan beroperasi bersama dengan lingkungannya. Dalam hubungan ini, input dan output dapat dijelaskan sebagai umpan balik yang memungkinkan sistem kehidupan untuk beroperasi secara tertib (Houston, 1999). Penjelasan biologis mengacu pada organisme hidup. Ini menekankan bahwa mereka adalah sistem dari banyak bagian yang saling terkait dan bahwa mereka terbuka dan terkait dengan lingkungan mereka. Organisme hidup terus menerus bertukar dengan lingkungan mereka, dan interaksi lingkungan ini adalah dasar dari pemuasan diri. Baik organisme individu maupun lingkungannya berada dalam keadaan saling ketergantungan dan interaksi. Hubungan ini sangat penting untuk kehidupan organisme.

Organisasi dapat dilihat dalam konteks teori sistem terbuka. Mereka dapat diuji sebagai suatu sistem, keseluruhan yang berfungsi dan yang terdiri dari komponen atau subsistem yang, ketika digabungkan, membuat suatu entitas yang pada dasarnya berbeda dari komponen atau subsistem (Hong, Al-Khatib, Magagna, &

Coe, 1996). Teorinya mengimplikasikan bagaimanapun, itu mempelajari bagian- bagian dan proses-proses komponen dan kemudian merangkainya ke dalam keseluruhan bukanlah pendekatan yang valid untuk analisis yang akurat. Sebaliknya, keseluruhan harus diperiksa terlebih dahulu memahami apa yang masing-masing bagian lakukan (Thorpe & Havener, 1998).

Teori sistem terutama fokus dengan masalah hubungan, struktur, dan saling ketergantungan. Organisasi dapat dilihat sebagai sistem tertutup atau terbuka. Sistem tertutup menyiratkan bahwa organisasi terisolasi dan benar-benar terpisah dari

Universitas Sumatera Utara lingkungan eksternalnya. Teori sistem terbuka, sebaliknya, menggambarkan organisasi sebagai terbuka untuk, dan tergantung pada, lingkungan sekitarnya.

Karakteristik menonjol dari sistem terbuka adalah pemeliharaan diri berdasarkan pada proses sumber daya dari lingkungan dan interaksi dengan lingkungan (Hong, et al.,

1996).

Lee mengatakan untuk menganalisis secara akurat setiap entitas bisnis yang diberikan, sangat bermanfaat untuk dapat melihatnya dari berbagai perspektif.

Memisahkan dan kemudian memeriksa bagian-bagian individual dari bisnis memfasilitasi observasi dan menganalisa seluruh organisasi. Prosedur ini menyederhanakan fenomena yang lebih kompleks dan membantu mengidentifikasi pola yang terjadi di dalam organisasi.

Nadler, Shaw, Walton, dan rekan-rekan mereka (1995) melihat entitas bisnis dengan memisahkannya menjadi empat komponen individu, pekerjaan, orang-orang, dan formal dan informal pengaturan organisasi. Masing-masing komponen ini dapat dibagi lagi sesuai kebutuhan. Para peneliti menyatakan bahwa bekerja, biasanya alasan utama untuk keberadaan suatu organisasi, adalah titik awal untuk analisis.

Memahami sifat dari tugas yang harus dilakukan dan proses yang terlibat dalam organisasi sangat penting sebelum menganalisa tiga komponen lainnya. Pekerjaan menetapkan persyaratan keterampilan dan pengetahuan, imbalan karena telah berhasil dilaksanakan, dan kendala yang terlibat, seperti waktu, uang, fasilitas, dan tenaga kerja.

Komponen masyarakat berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, preferensi, keterbatasan, dan kebutuhan. Komponen organisasi formal mengacu pada

Universitas Sumatera Utara struktur, sistem, proses, metode, dan prosedur yang dirancang untuk memenuhi persyaratan tugas organisasi. Komponen terakhir, organisasi informal, adalah sesuatu yang disebut sebagai budaya organisasi. Ini termasuk yang tidak tertulis maupun yang eksplisit pengaturan, perilaku, dan pengaturan kerja informal yang cenderung bertambah dalam waktu yang lama. Komponen budaya ini dapat meningkatkan pekerjaan yang menghambat kinerja (Nadler, Shaw, Walton, & Associates, 1995).

Menurut Lee, Ward (1997) juga menemukan bahwa bisnis biasanya mengikuti siklus hidup yang pasti. Awalnya, ada permintaan di pasar untuk produk atau layanan, persaingan rendah, dan margin keuntungan relatif tinggi. Namun, ketika siklus berevolusi, pasar menjadi matang, persaingan semakin kuat, pasokan cenderung terisi, dan mungkin, melebihi permintaan. Margin untuk semua pemasok sekarang mulai menurun, dan karena biaya tetap tidak mereda, titik impas naik. Pada tahap ini, beberapa perusahaan beralih dari industri, dan yang lainnya gagal (Ward,

1997).

David Bork dan rekan-rekannya (1996) juga menyatakan bahwa sebagian besar bisnis berkembang secara bertahap yang dapat diprediksi. Para peneliti membuat daftar tahap awal dan kemudian tahap pertumbuhan yang cepat (yang dapat berlangsung selama beberapa tahun), diikuti oleh pertumbuhan dataran tinggi. Tahap terakhir ini sering diikuti oleh penurunan. Namun, ini dapat dihindari jika bisnis memperbarui dirinya dengan produk, layanan, ide, rencana baru (Bork, JafFe, Lane,

Dashew, & Heisler, 1996). Pembaharuan yang direncanakan seperti itu secara substansial meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup organisasi bisnis.

Universitas Sumatera Utara Penelitian menunjukkan bahwa siklus pengembangan industri berbeda-beda.

Sebagai contoh, laju industri semen jauh lebih lambat dibandingkan dengan industri elektronik. Gambarannya, bagaimanapun, adalah bahwa semua industri muncul untuk berevolusi lebih cepat seiring laju pasar, teknologi, pengetahuan, dan peningkatan komunikasi (Nadler et al, 1995).

Bisnis keluarga biasanya didirikan, bukan dengan keinginan untuk menciptakan warisan, tetapi dengan keinginan untuk mandiri, menjadi wirausahawan, dan memiliki sesuatu yang menjadi milik pendirinya. Baru kemudian peran yang sangat penting bagi keluarga menjadi lebih jelas bagi pendiri. Pada titik ini, impian para pendiri menjadi matang, dan ancaman untuk melihat bisnis mati menjadi terlalu nyata (Ward, 1997).

Salah satu tantangan yang paling signifikan bagi semua bisnis keluarga adalah masalah kontinuitas. Sebuah artikel fitur di theWall Street Journal menyatakan bahwa penelitian telah menunjukkan hal itu hanya sekitar 30 persen dari bisnis keluarga yang berhasil dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Artikel yang sama menjelaskan bahwa hampir dua pertiga dijual kepada pihak ketiga atau berhenti beroperasi (Ruffenach, 1999).

Rata-rata bisnis keluarga memiliki usia harapan hidup hanya 24 tahun, kesetaraan masa jabatan satu generasi (Montgomery dan Sinclair, 2000). Kurang dari dua pertiganya bertahan hidup generasi kedua, dan, sekitar 87 persen dari bisnis keluarga gagal sebelum generasi keempat. Bisnis keluarga yang sekarat begitu menembus budaya bisnis kami yang telah menjadi legendaris (Ward, 1997:1).

Universitas Sumatera Utara Karena kekuatan kompetitif, hampir setiap produk dan layanan akan mencapai titik penurunan. Pada saat itu, bisnis ini benar-benar membutuhkan pembaruan jika ingin terus tumbuh (Ward, 1997:28). Bisnis milik keluarga yang berhasil bertahan selama periode waktu biasanya mencapai ini dengan bergerak melampaui pertumbuhan besar pertama mereka atau keuntungan dataran tinggi. Pengembalian modal ini dapat disebut sebagai "regenerasi strategis" yang berfungsi untuk secara substansial mengubah karakteristik bisnis. Mereka adalah hasil dari perencanaan yang matang dan dikandung dari pengakuan oleh manajer-pemilik tentang perlunya ide-ide baru untuk perusahaan mereka (Ward, 1997).

Banyak kegagalan bisnis adalah karena fakta bahwa bisnis sering kekurangan beberapa alat analitis yang dapat membantu mereka mengatasi tantangan aliran konstan. Perencanaan adalah alat yang paling penting dan kritikal. Hubungan inherennya dengan perubahan sering mengancam perencanaan, perubahan menimbulkan banyak dilema karena kompromi yang diperlukan perubahan.

Berurusan dengan kompromi seperti itu menyakitkan, dan dengan demikian, bagi banyak orang bisnis, stress dan tidak perlu. Mereka mungkin beralasan bahwa keberhasilan mereka di masa lalu meniadakan kebutuhan untuk berubah, dan mereka secara alami ragu untuk mengesampingkan teori masa lalu mereka yang, sejauh ini, telah berhasil untuk mencoba gagasan yang lebih baru dan belum terbukti (Ward,

1997).

Menurut Lee, setiap perubahan dalam suatu organisasi adalah hasil dari suatu masalah. Perubahan ini dirancang untuk membantu meringankan masalah penyebab.

Mereka dirancang untuk membantu menyelesaikan masalah dan tantangan. Tekanan

Universitas Sumatera Utara kompetitif adalah tantangan, dan memang mewakili kekuatan signifikan dalam dunia bisnis. Kompetisi adalah kekuatan mengemudi yang berat. Meski sering tidak terlihat seperti itu, persaingan bisa menjadi kekuatan positif. Ketika pihak-pihak yang terlibat dalam situasi persaingan menggunakan kompetisi dalam bingkai positif, itu dapat berfungsi sebagai kekuatan yang kuat untuk inovasi dan upaya menuju penciptaan perubahan, yang pada gilirannya dapat menghasilkan hasil yang positif (Lauer, 1991).

Robert Kriegel dan David Brandt, dalam bukunya pada tahun 1996

Sapi-Sapi Suci Membuat Burger-Burger Terbaik-Mengembangkan Orang-Orang dan

Organisasi yang Siap-Siap Berubah, menekankan jumlah dari perubahan yang terjadi di tempat kerja. Perubahan ini mungkin melibatkan reengineering, program baru, proses baru, strategi berbeda, membeli kembali, akuisisi, merger, pengambilalihan, perampingan, outsourcing, pembandingan, analisis nilai ekonomi, atau banyak lagi, banyak kondisi lainnya. Semua ini adalah indikasi dari prevalensi dan perubahan kecepatan ditempat kerja (Kreigel & Brandt, 1996).

Penulis terkenal, Stephen Covey (1991) berpendapat bahwa dunia berubah sepanjang waktu dan di sekitar kita. Dia mengatakan bahwa kita hidup di dunia air putih, mengacu pada banyak kekuatan dinamis dan kompetitif yang mengelilingi kita

(Covey, 1991). Lingkungan di mana setiap usaha kecil beroperasi sangat dinamis.

Dan, efek dari lingkungan yang berubah menembus seluruh organisasi (Gaskill, Van

Auken, & Manning, 1993). Usaha kecil, khususnya, sensitif terhadap kekuatan lingkungan. Perubahan adalah proses, bukan tujuan sebuah perjalanan, bukan tujuan

(Kreigel & Brandt, 1996:308).

Universitas Sumatera Utara Perubahan cenderung mengganggu kontinuitas. Ini mengganggu orang dan pola mereka. Mereka tidak berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang tidak stabil.

Dengan demikian, perubahan harus terus didukung dan disertai dengan kepekaan. Ini menyiratkan saluran komunikasi yang kuat, karena orang-orang menerima penghiburan dari mengetahui apa yang terjadi di sekitar mereka dan kepada mereka.

Perubahan organisasi terkemuka sangat menekankan pada menjaga orang-orangnya secara akurat (Drucker, 1992). Dalam mengatasi penolakan terhadap perubahan, organisasi itu sendiri harus siap untuk perubahan. Komunikasi yang baik harus ada, dan persepsi semua karyawan harus positif (Freitner & Kinicki, 1998).

Perusahaan yang baik merespon dengan cepat. Perusahaan besar menciptakan perubahan. Antisipasi, jangan bereaksi. Bergerak sebelum gelombang. Ubah sebelum

Anda harus (Kreigel dan Brandt, 1996:307).

Proses termasuk pengambilan keputusan, komunikasi, pola interaksi, dan koordinasi. Proses dirancang untuk memfasilitasi kinerja tugas secara konsisten dan cara yang efisien. Namun, jika tugasnya berbeda dari yang asli, proses yang ditetapkan seperti itu cenderung menghambat pelaksanaan tugas. Perubahan terjadi di dalam dan disekitar organisasi sering membutuhkan perubahan proses yang ditetapkan itu sendiri, bukan tugas yang mudah. Nilai mengacu pada standar yang digunakan karyawan untuk menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan.

Sejauh mana nilai-nilai telah merasuki organisasi adalah valid pengukuran keberhasilan pengelolaannya.

Namun, perubahan revolusioner dan inovasi yang mengganggu menimbulkan kekhawatiran yang nyata, karena proses-proses yang ada dirancang untuk perubahan

Universitas Sumatera Utara evolusioner yang kurang traumatis. Juga, nilai-nilai yang ditetapkan belum dibangun di sekitar perubahan besar secara tiba-tiba. Faktor yang paling menjanjikan untuk dieksploitasi dalam peristiwa ini adalah sumber daya. Ini menguntungkan semua bisnis organisasi harus siap untuk menghadapi semua jenis perubahan dengan menciptakan dan mempertahankan keseimbangan dari tiga jenis kemampuan yang berbeda (Christensen dan Overdorf, 2000).

Kurt Lewin (1935), sepanjang bagian awal abad ke-20, mempelajari proses dan perubahan, terutama yang berkaitan dengan kepribadian dan pikiran. Dia meneliti interaksi antara entitas dan kekuatan eksternal untuk itu dan menulis: “Pasukan mengontrol jalannya proses" dan "kekuatan di lingkungan diubah oleh proses”

(Lewin, 1935:48). Kekuatan yang mendorong perubahan dibagi menjadi orang-orang

(atau entitas lain) dan mereka yang didorong atau dipaksakan oleh lingkungan. Untuk perubahan harus dilakukan sekitar lingkungan, kekuatan pendorong (yang mempromosikan perubahan) harus lebih besar daripada kekuatan penahan (mereka yang berusaha mempertahankan status quo) (Harris & DeSimone, 1994), (Lee : 38)

Dari karya awal Lewin, teori proses perubahan berevolusi. Teori proses perubahan dapat membantu menafsirkan dinamika yang terlibat dalam proses perbaikan organisasi dan perubahan. Bangkit dari proses pengembangan organisasi, teori, sebagaimana dijelaskan oleh Harris dan DiSimone (1994), berada dalam tiga fase, yaitu:

1. Fase Unfreezing, meyakinkan orang untuk menerima bahwa perubahan tidak

dapat dihindari dan berhenti melakukan hal-hal dengan cara kuno.

Universitas Sumatera Utara 2. Tahap bergerak, membuat orang menerima kebijakan, perilaku, dan/atau praktik

baru.

3. Tahap Refreezing, memiliki hal-hal baru yang diterima sebagai bagian permanen

dari operasi,metode untuk melakukan pekerjaan, dll. (Harris & DeSimone, 1994).

Teori Sistem Perubahan Besar

Pada tahun 1969, Richard Beckhard menulis Pengembangan Organisasi:

Strategi dan Model, di mana dia memeriksa beberapa tema yang memandu manajer dalam upaya mereka untuk mengatasi (dan membentuk) lingkungan mereka selama abad kedua puluh hingga tanggal tersebut. Dia mengakui bahwa dunia manajemen pada saat itu sangat dinamis, bahwa lingkungan bisnis berubah dari masa lalu, dan nilai-nilai itu juga berubah secara drastis, terutama ketika kondisi manusia membaik.

Dia mempresentasikan tema terbaru pada waktu itu, yang menjadi teori perubahan sistem besar. Dia membayangkan sebuah organisasi sebagai kompleks sistem manusia dengan sistem masing-masing nilai, budaya, dan karakter. Beckhard merasa bahwa prosedur sistem harus terus diperiksa, dan diperbaiki untuk mengoptimalkan produktivitas (Beckhard, 1969), (Lee:37).

E. H. Schein (1992) menjelaskan bagaimana agen perubahan harus mengelola tiga fase individual dari teori proses perubahan. Selama fase unfreezing, agen memotivasi orang untuk menerima perubahan dan menciptakan kesiapan untuk berubah. Akseptasi ini melalui satu atau lebih hal-hal berikut, yaitu diskonfirmasi atau kurangnya untuk mengkonfirmasi sikap orang tersebut, perilaku atau kinerja, melalui menciptakan kecemasan dalam diri seseorang, atau melalui memberikan keamanan psikologis kepada orang tersebut. Contoh, untuk memperbaiki

Universitas Sumatera Utara keterlambatan dalam pekerjaan, orang harus terlebih dahulu menerima bahwa keterlambatan bukanlah praktik yang dapat diterima (Lee:37).

Lee (2000:39) menemukan bahwa pada tahun 1969, Richard Beckhard menulis Pengembangan Organisasi: Strategi dan Model, di mana dia memeriksa beberapa tema yang memandu manajer dalam upaya mereka untuk mengatasi (dan membentuk) lingkungan mereka selama abad kedua puluh hingga tanggal tersebut.

Dia mengakui bahwa dunia manajemen pada saat itu sangat dinamis, bahwa lingkungan bisnis berubah dari masa lalu, dan nilai-nilai itu juga berubah secara drastis, terutama ketika kondisi manusia membaik. Dia mempresentasikan tema terbaru pada waktu itu, yang menjadi teori perubahan sistem besar. Dia membayangkan sebuah organisasi sebagai kompleks sistem manusia dengan sistem masing-masing nilai, budaya, dan karakter. Beckhard merasa bahwa prosedur sistem harus terus diperiksa, dan diperbaiki untuk mengoptimalkan produktivitas (Beckhard,

1969).

Harris dan rekan (1994), dalam mengikuti teori Beckhard, menunjukkan bahwa para pemimpin organisasi dihadapkan dengan beberapa jenis tantangan:

1. Perubahan bentuk organisasi.

2. Perubahan misi atau alasan untuk menjadi.

3. Perubahan cara melakukan bisnis.

4. Perubahan kepemilikan.

5. Perubahan ukuran perusahaan, seperti perampingan.

6. Perubahan dalam budaya dari suatu nasional (Harris & DeSimone, 1994: 419).

Universitas Sumatera Utara Lee berpendapat bahwa dalam organisasi yang lebih besar, perubahan yang direncanakan diawasi oleh setidaknya dua orang, masing-masing dengan banyak peran. Manajer perubahan memiliki tanggung jawab untuk mengawasi desain dari strategi intervensi, menentukan kegiatan terbaik, menerapkan strategi dan mengevaluasi hasilnya. Untuk membantu mengembangkan dan menerapkan strategi perubahan yang direncanakan, manajer perubahan biasanya meminta satu atau lebih agen perubahan. Agen memiliki tanggung jawab di sekitar pelaksanaan strategi.

Peran agen mungkin termasuk menjadi advokat (mempengaruhi mereka yang terlibat dalam perubahan), seorang spesialis teknis (memberikan rincian teknis tentang masalah tertentu), seorang pelatih-pendidik (memberikan informasi tentang strategi intervensi), seorang kolaborator dalam memecahkan masalah (membantu dalam identifikasi masalah dan analisis dan dalam mengembangkan kemungkinan solusi dan tindakan), pencari fakta (meneliti dan mengumpulkan data), dan seorang spesialis proses (memfasilitasi pertemuan dan proses kelompok), (Harris & DeSimone, 1994).

Dalam organisasi yang lebih kecil dan dalam operasi keluarga yang khas dengan sumber daya terbatas, waktu, pengetahuan, dan dana, semua tanggung jawab ini biasanya ditanggung oleh tetapi satu orang. Perubahan tujuan dirancang dan diimplementasikan sebagai respons terhadap masalah. Mereka dimaksudkan untuk mengatasi masalah atau tantangan. Karena itu, mereka dimaksudkan untuk memiliki hasil yang spesifik dan positif. Setiap perubahan, idealnya, dikembangkan setelah banyak analisis dan pertimbangan. Idealnya perubahan adalah hasil dari proses pemikiran strategis dan memiliki target, atau spesifik

Universitas Sumatera Utara tujuan, yang ingin dicapai. Tujuan, oleh karena itu, dirancang output dari pemikiran strategis.

Lee mengatakan bahwa untuk menetapkan tujuan, organisasi harus terlebih dahulu memutuskan dengan tepat apa yang ingin dicapai. Ini melibatkan analisis serius untuk semua aspek organisasi, seperti fiskal, personalia, etika, pelatihan dan pengembangan, fasilitas, produk, layanan, pasar, kepemilikan, dan manajemen.

Sasaran yang paling efektif dirancang untuk menjadi "SMART." Mereka termasuk fitur yang menjadi: Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Realistis, dan Nyata dengan tanggal Target (Eade, 1995). Mengikuti penetapan tujuan, rencana aksi spesifik dikembangkan untuk mencapai tujuan. Itu rencana pada dasarnya mencantumkan semua langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan rencana. Semua langkah harus dimasukkan secara rinci, terlepas dari apakah mereka kecil atau tampak tidak signifikan. Ketika rencana aksi dilaksanakan, harus selalu ditinjau untuk memantau kemajuannya menuju target. Prosesnya adalah yang cair.

Ketika perubahan terjadi, tujuan dan rencana aksi perlu disesuaikan dan diganti (Drucker, 1992). Organisasi biasanya mendapat manfaat dari memformalkan suatu proses yang sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka.

Penelitian telah menunjukkan bahwa pengaturan tujuan yang masuk akal, jelas, jangka pendek dan jangka panjang adalah sifat atau kebiasaan orang-orang sukses.

Orang-orang ini tahu bahwa tujuan tidak mudah dicapai dan bahwa mereka dapat gagal menjangkau mereka. Mereka juga tahu bahwa tujuan membutuhkan risiko.

Tidak ada yang benar-benar terjadi tanpa mengambil risiko yang cerdas dan dipahami dengan baik. Selanjutnya, risikonya menuntut pengorbanan, seperti waktu, uang,

Universitas Sumatera Utara reputasi, atau sumber daya lainnya. Tapi menuai Hadiah besok biasanya membutuhkan investasi hari ini. Buah-buahan untuk menetapkan tujuan dan membuat perubahan pergi kepada mereka yang secara hati-hati mengambil risiko dan melakukan investasi (Wax, 1997).

Studi kasus Sonji Lee (2000:280-282) ini dari sejarah Andre & Son, Inc. telah dilakukan secara kualitatif, beberapa perubahan signifikan yang terjadi di lingkungannya dan bagaimana beberapa tim manajemen menangani perubahan ini sehingga perusahaan ada saat ini sebagai bisnis yang kecil tetapi layak dan sukses.

Andre & Son, Inc. melacak permulaannya kembali ke tahun 1914, ketika Floyd

Andre dan William Sweet menyewakan gristmill kecil dan memulai perusahaan

Andre & Sweet.

Pabrik itu terbakar 2 tahun kemudian, tetapi segera dibangun kembali. Pada tahun 1924, para mitra membeli real estate. Sayangnya, tidak lama kemudian, Mr.

Sweet tewas dalam kecelakaan mobil. Pada tahun 1931, putra Floyd, DeWitt, membeli saham Nyonya Sweet dan biro itu menjadi Andre & Son. Floyd tetap aktif dalam bisnis sampai kematiannya pada tahun 1952.

DeWitt mengelola perusahaan itu sendiri sampai masing-masing dari ketiga putranya menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi dan dinas militernya dan bergabung dengan bisnis. Keterlibatan mereka memungkinkan ekspansi lanjutan fungsi pabrik dan toko pertanian dan awal aktivitas pupuk dan kapur yang agresif.

Fasilitas di Borough dari Montrose diperbesar dan timur kota dibuka. Juga, bisnisnya menjadi gabungan, sehingga perubahan nama menjadi Andre & Son, Inc. Dasawarsa yang lalu, para manajer bisnis Andre meramalkan pentingnya mendukung aspek

Universitas Sumatera Utara panen dari peternakan sapi perah. Itu diinvestasikan dalam waktu, personil fasilitas, dan pelatihan difokuskan pada pertanian lokal. Melalui kehati-hatian dan pemantapan pertumbuhan, perusahaannya menjadi pemimpin dalam penjualan komoditas ini dan dalam layanan yang terkait dengannya.

Pada awal tahun 1990-an, tiga anggota dari generasi keempat keluarga bergabung dalam bisnis ini. Pertumbuhan dan evolusi perusahaan terus berlanjut, termasuk pengembangan operasi rumput yang substansial. Setelah 86 tahun, Andre &

Son, Inc. menjadikan bisnis keluarga yang dimiliki dan dijalankan secara lokal.

Meskipun beberapa bisnis di komunitas Montrose dapat membanggakan menjadi milik keluarga dan beroperasi selama tiga generasi, tidak ada yang cocok dengan umur panjang Andre & Son, Inc. Bisnis Andre telah bertahan tiga suksesi, sebuah prestasi yang sangat penting, diberikan statistik nasional. Ini memiliki perbedaan menjadi satu-satunya generasi keempat, bisnis non-pertanian dikenal ada di

Susquehanna County. Keluarga bangga dengan warisan bisnis dan mengakui bahwa

Andre & Son masa kini, tidak akan ada, jika bukan karena upaya dedikasi semua pemiliknya, karyawan, dan pelanggannya, dulu dan sekarang.

Tak terhitung jumlah volume telah ditulis dan seminar disajikan dengan nasihat tentang bagaimana untuk berhasil dalam bisnis. Para peneliti dan penulis sering menyatakan bahwa salah satu dari tinta dalam rantai sukses adalah inovatif.

Dengan semua saran tentang kesuksesan bisnis, tidaklah sulit untuk mengenali bahwa menjadi inovatif dalam operasi bisnis adalah fungsi yang sangat penting bagi manajemen. Mengakui pentingnya ini, akibatnya, bukan merupakan tantangan nyata.

Tugas yang benar-benar tangguh terletak pada yang sebenarnya yaitu inovatif.

Universitas Sumatera Utara Relatif sedikit orang merupakan inovator sejati. Hanya sedikit orang yang memiliki kemampuan untuk berpikir, merencanakan, dan merencanakan dengan cara yang inovatif. Andres & Son jelas memiliki karakteristik untuk merancang, menciptakan, dan mengadaptasi-karakteristik yang jelas dalam sejarah mereka dan di hari ini berfungsi. Andre & Son, Inc. hari ini sangat bergantung pada kecerdikan dan motivasi Floyd Andre. Pemikiran dan perencanaannya yang inovatif, ditambah dengan dedikasi dan dorongan, mengatur landasan untuk tiga generasi selanjutnya.

Namun, tindakan inovatif tidak berakhir dengan generasi pertama. Mereka terus dikembangkan dan diimplementasikan melalui generasi selanjutnya.

Tahun-tahun sejarah Andre & Son, Inc. telah menunjukkan sejumlah besar ide-ide inovatif oleh berbagai orang manajemen. Ide-ide baru ini terlihat sebagai keduanya tindakan tidak berwujud dan benda-benda nyata. Tindakan tidak berwujud telah dilaporkan selama penelitian. Namun, arti penting adalah waktu umum dari tindakan-tindakan ini. Dalam banyak situasi, tindakan itu dilakukan pada awal perkembangan peristiwa yang mendorong mereka. Studi ini telah menunjukkan bahwa banyak tindakan ini bersifat alamiah dan juga inovatif.

Sekarbumi dalam disertasi yang berjudul Succession in Family Business in

Indonesia tahun 2001 menemukan bahwa budaya perusahaan budaya perusahaan mempengaruhi proses rencana suksesi. Budaya itu sendiri didefinisikan sebagai seperangkat simbol dan makna yang digunakan orang untuk mengatur ide-ide mereka, menafsirkan pengalaman mereka, membuat keputusan, dan akhirnya memandu tindakan mereka. Menurut Gonzales pada tahun 1997, budaya itu penting

Universitas Sumatera Utara karena dapat berdampak langsung pada motivasi, kepuasan kerja, dan moral organisasi.

Kita dapat melihat bagaimana orang-orang di perusahaan yang berbeda berperilaku tetapi perilaku mereka dipandu oleh kekuatan budaya seperti nilai dan filosofi (Fumham 1997:93). Menurut Deal dan Kennedy (1982), perusahaan atau budaya perusahaan memiliki sejumlah elemen khusus. Filosofi yang tersebar luas di lingkungan bisnis, nilai-nilai bersama, ritual dan ritual tertentu, dan jelas, meskipun garis-garis informal dari komunikasi (Fumham, 1997:92).

Sekarbumi (2001:39) menulis bahwa mengapa beberapa bisnis keluarga sukses dan yang lainnya gagal? Jawabannya sering ditemukan dalam dinamika interaksi budaya bisnis, budaya keluarga, dan budaya dewan pemerintahan. Dengan budaya, kita mengartikan asumsi dan nilai dasar yang mendasari keluarga, perilaku keluarga dan perusahaan. Untuk sebagian besar, ketiganya bagian dari konfigurasi budaya-bisnis, keluarga dan dewan menentukan apakah bisnis keluarga tidak akan terus bertahan dalam generasi berikutnya. Sayangnya, budaya dari kebanyakan bisnis keluarga tidak beradaptasi dengan baik ke dunia yang sedang berubah. Namun yang pasti ada bisnis keluarga yang disiapkan untuk mengelola transfer posisi kunci.

Mereka meredam kreativitas dan inovasi, menciptakan konflik yang tidak perlu, dan gagal menyiapkan generasi pemimpin berikutnya. Namun, beberapa jenis pola budaya di perusahaan keluarga cenderung menciptakan kondisi yang membantu memastikan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Dyer, Jr. 1986:13).

Nepotisme dapat membawa keuntungan bila digunakan dengan benar tetapi dapat menciptakan keadaan yang tidak menguntungkan juga. Kata nepotisme sering

Universitas Sumatera Utara dikaitkan dengan bisnis keluarga. Kami akan mendefinisikan nepotisme di sini untuk berarti memperhitungkan hubungan keluarga ketika membuat keputusan bisnis, apakah keputusan ini melibatkan perekrutan, perluasan, pembuatan surat wasiat, pengaturan organisasi, atau berbagai hal lain (Alcorn, 1982:191-192).

Umumnya, menyiapkan rencana suksesi bisnis sukses melibatkan tujuh tahap, yaitu:

1. Kelangsungan hidup. Setelah bisnis selamat dari tahap permulaan, pemilik harus

mempertimbangkan rencana suksesi bisnis.

2. Komitmen. Pemilik harus berkomitmen pada konsep yang harus dimiliki oleh

bisnis terus menciptakan peluang. Komitmen ini harus berkomunikasi dengan

jelas, ekstensif dan berulang.

3. Perekrutan. Merekrut orang yang baik selalu membayar dividen dan merupakan

bidang utama kepentingan dalam perencanaan suksesi.

4. Pengembangan. Menginvestasikan waktu dalam mengembangkan anggota

keluarga, dan memungkinkan mereka untuk melatih otoritas dan kontrol, akan

sangat penting untuk kesuksesan Anda.

5. Seleksi. Setelah mengembangkan rencana transisi dan merekrut orang yang tepat,

memilih pengganti atau penerus menjadi lebih mudah. Dengan memberdayakan

berbagai macam orang kunci, proses seleksi disederhanakan dan opsi pemilik

ditingkatkan.

6. Pengumuman. Setelah rencana suksesi di tempat, pemilik harus

mengkomunikasikan rencana. Komunikasi semacam itu memberi orang-orang

manajemen kunci dan/atau penerus keluarga pemahaman yang jelas tentang jalan

Universitas Sumatera Utara menuju masa depan, serta peran apa pun yang dapat mereka mainkan di jalan. Ini

juga memungkinkan mereka untuk mulai menetapkan tujuan dan sasaran masa

depan untuk diri mereka sendiri.

7. Implementasi. Dalam menerapkan rencana suksesi, pemilik harus siap untuk

melangkah kesampingkan dan izinkan suksesor untuk mengambil alih. Pemilik

harus siap untuk mengambil tantangan baru dalam masa pensiun, mengetahui

bahwa masa depan keuangannya aman (G K Amundson 1999), (Sekarbumi:26).

Budaya perusahaan mempengaruhi dewan dan direktur dalam melakukan strategi. Dyer menulis tentang konfigurasi budaya dari sebuah perusahaan keluarga dan memecah empat pola budaya yang biasa ditemukan dalam bisnis, dan asumsi dasar dari masing-masing sepanjang tujuh dimensi budaya. Empat pola ini mewakili tipe umum ditemukan di sisi bisnis perusahaan keluarga adalah Pola bisnis paternalistik, laissez-faire, partisipatif, dan profesional.

Sekarbumi menjelaskan tentang kriteria penerus bahwa ada pro dan kontra mempekerjakan keluarga yang membuat kriteria pengganti yang baik masih ambivalen. Faktor pro, yaitu : a. Adaptasi. Kerabat yang dipekerjakan ke dalam perusahaan cenderung memiliki

latar belakang yang sama dan setidaknya ada pemahaman dasar terhadap

kebijakan, tujuan dan fokus perusahaan. Penerimaan sosial dan persamaan

kepribadian sangat penting bagi perusahaan yang bertindak sebagai keluarga

besar. b. Ketertarikan dan partisipasi. Kerabat cenderung lebih tertarik pada pekerjaan dan

merasa lebih dalam tanggung jawab daripada yang bukan merupakan keluarga.

Universitas Sumatera Utara Dengan kerabat yang bekerja bersama. Bisnis menjadi inti kehidupan, dan setiap

anggota keluarga yang menerima posisi di perusahaan merasa memiliki kewajiban

yang lebih dalam berkinerja di atas rata-rata agar tidak mendiskreditkan nama

keluarga serta bisnis keluarga. Sekarbumi berpendapat bahwa kerabat yang

merupakan eksekutif sebenarnya dapat menghemat waktu dalam berlomba-lomba

untuk perhatian manajer dan mampu bersikap lebih terang-terangan tentang

kebijakan dan prosedur perusahaan daripada yang lainkaryawan untuk layanan

yang sama. c. Kontinuitas. Kerabat dalam manajemen yang memahami bidang dan rute bisnis

akan membantu menjamin kontinuitas dan implementasi kebijakan perusahaan

yang efektif (Alcorn, 1982:210-218).

Kerugian dalam mempekerjakan kerabat adalah kecemburuan, kekecewaan para profesional luar, kesulitan dalam menembak dan tekanan untuk mempekerjakan orang yang tidak kompeten. a. Kecemburuan. Karyawan yang sangat kesal dengan situasi keluarga adalah

mereka yang paling sedikit bekerja dan mengharapkan yang terbaik dari situasi

tertentu. Adalah normal dalam bisnis keluarga bahwa suatu keturunan (yang

kompeten) suatu hari nanti akan mengambil alih kepresidenan dan bahwa sanak

saudaranya mencapai tingkat manajemen yang jauh lebih tinggi daripada

karyawan yang tidak terkait. b. Keputusasaan dari luar profesional. Bisnis keluarga dapat mematahkan semangat

profesional para eksekutif dari mencari pekerjaan karena sikap yang berpikiran

adil, mobilitas ke atas dan remunerasi keuangan kurang.

Universitas Sumatera Utara c. Kesulitan dalam menembak. Seorang pengusaha yang sedang mempertimbangkan

penghentian seorang kerabat harus mempertimbangkan kinerja dan gejolak relatif

yang dibuat oleh pemutusan terhadap masalah tersebut. meninggalkan dia di

perusahaan. d. Tekanan untuk menyewa tidak kompeten: Ini adalah beban psikologis bagi

pengusaha yang dikelilingi oleh kerabat yang kurang beruntung. Perusahaan tidak

mampu menjadi seperti pengungsi bagi mereka yang putus asa.

Keluarga memiliki beberapa alternatif. John Ward menyarankan buat aturan tetap, pilih kandidat terbaik dari grup atau kembangkan pemimpin sementara non- keluarga. a. Membuat aturan tetap. Menurut aturan lama, anak tertua, atau anak yang paling

terdidik akan menjadi presiden berikutnya. Namun aturan seperti itu tidak selalu

diungkapkan dengan jelas dan dapat menciptakan konflik. b. Memilih kandidat terbaik. Dalam pendekatan lain, keturunan keluarga memilih

pemimpin mereka dengan memungkinkan dia untuk muncul secara alami selama

berbagai tugas kelompok. Pengesahan akhir dapat dilakukan oleh pemilik atau

oleh dewan direksi setelah mengamati bagaimana keturunan bekerja bersama. c. Memilih pemimpin sementara. Ini bekerja dengan sangat baik dalam situasi di

mana keturunannya jelas terlalu muda untuk menjadi presiden. Pengganti non-

keluarga menyediakan penyangga antara generasi yang mungkin terpisah selama

tiga puluh tahun (Ward, 1987:61-63). Dalam masa jabatannya, Dyer

mengemukakan bahwa transisi yang sukses akan menjadi salah satu di sini, baik

Universitas Sumatera Utara untuk bisnis dan keluarga relatif efektif setelah transisi berlangsung. Dengan

pikiran ini, beberapa kriteria digunakan untuk menentukan efektivitas.

Sekarbumi menyatakan pola bagaimana bisnis keluarga didirikan di Indonesia dapat dikategorikan secara umum ke dalam tiga kelompok berdasarkan latar belakang sosial budaya mereka, sebagai berikut:

1. Kelompok masyarakat adat. Ada beberapa ratus budaya etnis yang berbeda di

Indonesia. Jawa merupakan jumlah terbesar, diikuti oleh Sumatera, kemudian dari

Sulawesi dan Kalimantan.

2. Kelompok masyarakat non-pribumi khususnya warga keturunan Tionghoa yang

secara tradisionalaktif dalam perdagangan.

3. Campuran.

Kategori perusahaan menurut Sekarbumi bahwa mengkategorikan perusahaan kepada perusahaan kecil, menengah/menengah dan besar atau perusahaan publik, kami mengacu pada undang-undang bisnis kecil dan menengah (Undang-undang No.

9 Tahun 1995). Perusahaan dikelompokkan untuk ukuran kecil jika asetnya kurang dari Rupiah 1 miliar (setara dengan AS $ 125.000 dengan nilai tukar Rp8000), perusahaan sedang memiliki aset 1 Miliar Rupiah hingga 5 miliar Rupiah dan 5 miliar

Rupiah untuk perusahaan besar.

Bentuk umum dari perusahaan Indonesia adalah PT, singkatan dari

Perusahaan Terbatas (kewajiban terbatas). Manajemen dijalankan oleh para direktur, dipimpin oleh seorang direktur utama. Mereka diawasi oleh komisaris (ketua dewan) yang mewakili kepentingan pemegang saham. Tujuan dari penelitian Sekarbumi adalah untuk mengeksplorasi proses suksesi bisnis keluarga terhadap beberapa

Universitas Sumatera Utara perusahaan di Indonesia. Kisah suksesi para pendiri dan penerusnya. Bagian dari pendekatan fenomenologis dan dimaksudkan untuk membuat daftaratau memetakan cara-cara yang secara kualitatif berbeda di mana orang mengalami, membuat konsep,memahami dan memahami aspek-aspek dunia di sekitar mereka bahwa penelitian terkonsentrasi pada; yaitu proses suksesi dalam bisnis keluarga di

Indonesia. Sebelum setiap cerita, profil singkat perusahaan dan responden diceritakan. Bagian kedua adalah bracketing, kategorisasi demografi dan suksesi, diikuti oleh sintesis struktural dan analisisnya.

Sekarbumi menulis bahwa mayoritas responden memiliki rencana dalam pikiran. Para pendiri berpikir bahwa proses itu mengalir bersama dengan operasi perusahaan. Salah satu tanggung jawabnyamengelola papan adalah untuk mempelai penerus. Namun, sikap wait and see tidak disukai oleh penerus, karena itu mencerminkan ambiguitas dan ketidakpastian pendiri untuk calon penerus mereka.

Sikap positif dari generasi kedua diakibatkan oleh pengalaman mereka yang kurang baik. Para penerus APG, TBG dan GW G menyadari pentingnya perencanaan suksesi sejak awal tahun mereka di posisi teratas.

Dalam penelitian Sekarbumi terhadap bisnis keluarga lain, pendiri dari PPK membuat rencana suksesi tertulis yang berfokus pada keadilan bagi semua calon penerus termasuk istri dan anak-anak. Selain keadilan seperti imbalan, para pendiri secara proaktif menghindari gangguan yang mungkin terjadi dari proses suksesi untuk menjaga keharmonisan keluarga dan keberadaan perusahaan. Namun, para penerus menemukan bahwa rencana tertulis itu menantang untuk dipenuhi. Namun karena mereka khawatir akan tanggung jawab mereka, sebagian besar penerus menemukan

Universitas Sumatera Utara bahwa proses lima tahun tidak mencukupi. Generasi kedua dari seorang kolaborator membuat rencana suksesi tertulis untuk menetapkan aturan yang kuat bagi generasi berikutnya untuk mempertahankan apa yang telah didirikan oleh generasi pertama.

Mereka menyadari cinta dan penghargaan dari generasi ketiga kepada kakek mereka mungkin tidak sebanyak generasi kedua. APG membuat rencana resmi suksesi mengungkapkan pengutamaan mereka untuk memakai manajemen luar, meskipun hubungan yang kuat di antara saudara kandung di generasi kedua, kelangsungan perusahaan adalah prioritas utama.

Itulah mengapa konsorsium sepupu di generasi ketiga diatur hanya sebagai pemegang saham saja. Isi rencana yang dilegalisir termasuk menghapus kemungkinan anggota keluarga untuk terlibat dalam bisnis yang lain, sehingga mereka akan fokus pada kelompok perusahaan dengan mereka usaha terbaik. Jika ada perbedaan pendapat, perusahaan akan diserahkan ke yayasan sosial. Namun demikian, rencana suksesi tertulis tidak dapat dengan mudah diterima oleh semua responden karena tidak sesuai dengan etos Indonesia. Pendiri PC dan penerus TBG cenderung untuk mencegah keterlibatan keluarga di masa depan. Mereka sudah berpengalaman.

Waktu yang dipilih untuk menunjuk penerus oleh para pendiri adalah ketika yang terakhir bergabung dengan perusahaan. Keputusan ini mencerminkan pendiri perusahaan sebagai orang tua, karena tidak memberi beban kepada anak-anak mereka dengan beban kerja perusahaan karena mereka sadar bahwa mereka tidak dapat memaksa keturunan mereka untuk memikul tanggung jawab. Meskipun para pendiri memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka untuk memilih, beberapa dari para pendiri berharap bahwa anak-anak mereka akan tertarik dalam bisnis. Seperti yang

Universitas Sumatera Utara dikatakan oleh dua pendiri, menurut anda mendirikan bisnis untuk apa? Ini untuk anak-anak saya. Pendapat ini sejalan dengan keinginan untuk operasi perusahaan berkelanjutan untuk mengamankan ciptaan serta menjamin masa depan anak-anak.

Para penerus memahami keadaan, sehingga mereka sesuai, bergabung dengan bisnis.

Jika kita membantu orang lain dalam menjalankan perusahaan, mengapa kita tidak membantu keluarga kita sendiri? Ini adalah kesempatan berharga yang diberikan kepada kami. Kalimat itu juga berarti kesediaan penerus untuk mendukung keluarga dalam mempertahankan perusahaan dan pertumbuhannya.

Seorang sampel lain dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka tidak secara resmi menunjuk calon penerus, tetapi jalan menuju puncak adalah seperti proses alami. Sekali lagi langkah ini mencerminkan keengganan para pendiri untuk membebani penerus sebelum proses persiapan secara keseluruhan selesai dilaksanakan. Sekarbumi menjelaskan bahwa pijakan orang tua ditempatkan di dalam kotak persiapan lain dalam kerangka proses suksesi. Ini berarti persiapan lain tidak secara langsung menjadi bagian dari proses suksesi dalam sebuah perusahaan, namun, ia memberi kontribusi keuntungan yang signifikan kepada para penerusnya. Nasihat berharga itu sangat bermanfaat sebagai panduan informal untuk orang yang baik seperti baik sebagai seorang CEO yang baik. Misalnya, GT dari ANJ, SP dari PCK telah diajarkan untuk membedakan antara properti perusahaan dengan properti keluarga dan untuk menerima perbedaan latar belakang. Penerus dari GIC dan PCK terekspos kepada bisnis ayah mereka sejak sekolah dasar. Mereka sering menemani ayah mereka ke garasi, kantor pabrik. Dengan usia dewasa, mereka menyadari gairah mereka terhadap bisnis bukanlah kebetulan, tetapi mereka diingat.

Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan ini, cerita berikut adalah deskripsi singkat tentang penggunaan warisan orang tua yang berharga dalam bisnis keluarga di Amerika Serikat: Camp

Echo Lake, sebuah kamp musim panas milik keluarga senilai $ 2 juta dolar di

Warrensburg, NY, adalah contoh dari bisnis keluarga generasi ketiga yang sukses.

Dibangun oleh kakek-nenek Tony. Ayah Stein, Morry tidak memiliki rencana suksesi resmi, tetapi ia bertekad untuk mempersiapkan ketiga putranya untuk kepemilikan bisnisnya. Tidak ada anak laki-laki Morry yang berbisnis pada tahun 1984 tetapi mereka sudah mulai mengadakan pertemuan bisnis keluarga bulanan atau dua bulan sekali. Morris Stein merasa penting untuk menjaga agar anak-anak tetap mengikuti apa yang sedang terjadi. Ketika keluarga mendiskusikan semuanya dari proyek modal dan biaya kuliah meningkat menjadi perencanaan dan asuransi harta, peran masing- masing anak muncul secara alami. Yang tertua, Eric, adalah penasihat luar, George termuda, bersemangat pada penjualan dan Tony, Wharton MBA dengan pengalaman luar empat tahun tertarik terhadap administrasi dan tugas keuangan. Ketika Morris

Stein meninggal pada bulan November 1994, saudara-saudara sudah tahu persis apa yang harus dilakukan (Incorporated, January 1996:86), (Sekarbumi:130)

Mendukung warisan orang tua ini adalah teori Bowen yaitu keluarga adalah sistem. Sebuah sistem mentransmisikan aturan, pesan, pola atau harapannya untuk perilaku. Itu sulit, warisan perusahaan dan juga nama orang tua, membuat para penerus (dari GWG, APG, GPE) mencoba yang terbaik untuk membuat perusahaan beroperasi. Beberapa dari para pendiri telah membagikan tujuan perusahaan, visi, visi dengan calon penerus mereka sebagai fondasi dalam menjalankan operasi harian bagi penerusnya. Sosialisasi visi itu bukan pekerjaan mudah. Mencapai tujuannya adalah

Universitas Sumatera Utara yang paling penting. Penerapan visi seharusnya fleksibel sepanjang masa, dalam dunia yang berubah dengan cepat (Sekarbumi:130).

Sekarbumi menemukan hasil penelitian bahwa teori Dyer (1986) tentang pola keluarga patriarkal berlaku untuk pendiri dari SMG. Peneliti mencatat rasa takut dari pendiri SMG apakah ada satu dari lima anaknya akan memahami visi dan visinya.

Hal ini dapat dilihat dengan melihat perilaku anak-anak untuk masuk dan keluar dari perusahaan. Penulis lain juga menggambarkan situasi ini: “Dia memiliki sedikit atau tidak ada keyakinan dalam kemampuan keluarga untuk menangani informasi dan tanggung jawab, pemimpin sering kali tertutup, jarang mengambil orang lain (bahkan pasangan) ke dalam kepercayaan dirinya. Desain keluarga ini umumnya dibawa ke bisnis di mana pemimpin keluarga juga adalah bos. Anak-anak diharapkanmenjadi patuh, dan karyawan sering diperlakukan secara paternal (Brenson, Crego, Drucker,

1990”16).

Selanjutnya Sekarbumi menulis bahwa keluarga JT merupakan contoh keluarga kolaboratif (Dyer, 1986). Keluarga semakin beroperasi secara demokratis dengan partisipasi luas dalam keputusan keluarga. Keluarga kolaboratif memiliki beberapa karakteristik: tujuan dan masalah dibagi oleh kepala keluarga dengan pasangan dan anak-anak, yang memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan untuk mempengaruhi hasilnya. Ada kepercayaan tingkat tinggi, dengan prioritas diberikan kepada solidaritas keluarga. Anggota keluarga sadar akan ketergantungan mereka satu sama lain, dan penekanan pada kerja sama di antara mereka. Di lingkungan terbuka ini, impian dan masalah pemilik dibagikan dengan bebas. Isu-isu penting didiskusikan secara terbuka, dan masukan dari anggota keluargadihargai. Ini

Universitas Sumatera Utara mengarah pada pemahaman bisnis yang lebih besar oleh keluarga dan pendekatan bisnis yang lebih terpadu (Brenson, Crego, Drucker 1990:16).

Tujuan utama dari penelitian Sekarbumi ini adalah untuk mengeksplorasi proses suksesi bisnis keluarga di Indonesia. Ini dilakukan sehubungan dengan kurangnya kesadaran pihak-pihak terkait berkaitan dengan perencanaan suksesi yang tepat. Dihasilkan dari penelitian, sebuah pola suksesi dikembangkan untuk lebih memahami bagaimana proses suksesi bekerja. Proses terdiri dari beberapa tugas; alasan suksesi, ketersediaan rencana, dan persiapan untuk memilih penerus. Salah satu temuan studi adalah suksesi yang tidak disengaja yang disebabkan oleh kematian pendiri membuat keluarga meragukan siapa yang harus menggantikan atau bagaimana itu direalisasikan. Diharapkan bahwa ukuran perusahaan terkait dengan ketersediaan rencana suksesi.

Namun, dalam mayoritas keluarga bisnis, baik pendiri dan penerus menempatkan kontinuitas bisnis sebagai yang utama alasan suksesi. Pentingnya temuan ini adalah bahwa para pendiri menginginkan mereka penciptaan menjadi abadi sementara para penerus menunjukkan rasa hormat dan penghargaan mereka kepada mereka orang tua dengan mempertahankan operasi perusahaan tanpa memperhatikan kondisinya. Selanjutnya, dengan bisnis berlanjut tanpa kekhawatiran, minat para pemangku kepentingan lainnya juga ditampung.

Sejalan dengan apa yang memicu suksesi, Sekarbumi menyimpulkan bahwa perencanaan harus dilaksanakan jika keberlanjutan bisnis merupakan masalah yang serius. Mayoritas responden setuju bahwa yang tertulis diperlukan di samping komitmen verbal dan anggota keluarga. Notulensi pertemuan di antara anggota

Universitas Sumatera Utara keluarga atau di antara dewan direksi dapat menjadi referensi untuk melakukan suksesi. Rencana tertulis menunjukkan persiapan yang lebih baik karena mencakup kebutuhan bisnis untuk kesinambungan dan kebutuhan keluarga akan keamanan, keadilan dan menghindari perlakuan buruk. Dalam perjalanannya, masa depan bisnis keluarga tidak akan lagi tergantung pada diskusi informal tentang pemikiran semu, tetapi pada perencanaan menyeluruh yang dapat memastikan kelangsungan hidup dan kesuksesan jangka panjang perusahaan mereka. Pentingnya ketersediaan rencana suksesi juga terkait dengan kesadaran bahwa proses memerlukan waktu, minimal tiga tahun. Langkah-langkah lainnya mengembangkan peraturan internal untuk semua proses keputusan untuk memenuhi kriteria peraturan negara dengan baik.

Temuan Sekarbumi berbeda dengan Ward (1987), yang menyatakan bahwa para pendiri tidak ingin membebani penerus kandidat dengan tanggung jawab keluarga perusahaan sebelum usia tua. Di sisi lain, para penerus akan memiliki beberapa pilihan dalam mengejar karir mereka. Seorang responden mengatakan bahwa hal itu tidak perlu ketika anak-anak harus diberi nama penerus, tetapi itu adalah kewajiban pendiri mulai berpikir tentang suksesi setelah mereka mencapai 40 tahun.

Mengenai pelaksanaan persiapan, penelitian Sekarbumi menemukan bahwa pengalaman dan pemahaman budaya dan nilai perusahaan diperoleh melalui penerus keterlibatan sehari-hari dalam beberapa posisi tanggung jawab manajemen. Selain itu, dengan bekerja di perusahaan, keterampilan manajemen dan kapabilitas para calon penerus dikembangkan serta intuisi bisnis. Pada gilirannya, mayoritas dari generasi kedua mencatat bahwa sistem manajemen lama dari pendahulunya tidak lagi sesuai

Universitas Sumatera Utara untuk masa kini, oleh karena itu mereka memfasilitasi peningkatan sistem operasi perusahaan atau pengembangan manajemen, praktik dalam mencari perencanaan strategis keseluruhan yang lebih baik yang mencakup perencanaan suksesi di masa depan jangka panjang. Peningkatan ini terjadi sejak calon penerus terlibat dalam proses implementasi tetapi biasanya secara resmi direalisasikan setelah pengambilalihan.

Temuan penting dalam penelitian ini adalah pentingnya contoh orang tua untuk keturunan mereka. Selain pendidikan formal, bimbingan informal tentang nilai keluarga dan etika bisnis dari orang tua memiliki pengaruh besar bagi penerus dalam melaksanakan tanggung jawab manajemen. Selain itu, kearifan orang tua tentang filsafat hidup membantu anak-anak mengembangkan karakter yang baik. Itu adalah salah satu prasyarat yang disebutkan sebagai penerus yang baik. Terakhir, budaya keluarga, khususnya tentang bagaimana komunikasi dan pembagian informasi dilakukan, memberikan kontribusi keuntungan yang signifikan untuk memutuskan proporsi yang proporsional antara keluarga dan kebutuhan bisnis.

Sebagai kesimpulan, penelitian Sekarbumi ini telah menerangi beberapa kunci penentu proses perencanaan suksesi. Khususnya beberapa faktor yang mendorong perluasan dari suksesi proses perencanaan ditemukan unik untuk bisnis keluarga tertentu, sementara faktor-faktor lain sangat cocok untuk semua bisnis keluarga.

Model proses suksesi yang dikembangkan dari pendekatan fenomenologi studi ini memberikan kerangka kerja untuk kepastian aplikasi dan implikasi. Di sisi praktis, model ini menyajikan langkah-langkah untuk melakukan suksesi yang dapat

Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai panduan bagi para peneliti, praktisi, dan keluarga bisnis dalam mengembangkan rencana suksesi yang komprehensif.

Temuan penelitian Sekarbumi menarik beberapa implikasi untuk bisnis.

Pertama, kurangnya perencanaan pada generasi pertama, memberikan masalah kepada generasi kedua. Generasi pertama biasanya bergantung pada kepemimpinan pendiri dan mengatasi bagaimana iklim bisnis berubah, bisnis keluarga dapat mengubah strategi mereka terutama suksesi manajemen. Implikasi dari temuan ini adalah suksesi manajemen harus direncanakan dengan hati-hati untuk menghilangkan masalah yang mungkin mengganggu kelangsungan bisnis.

Temuan penelitian Sekarbumi (2001:145) yang lain adalah bahwa perencanaan suksesi belum pernah dilakukan dalam tiga ukuran perusahaan yang berbeda. Implikasinya adalah sementara pendiri semua bisnismungkin memiliki alasan untuk tidak merencanakan suksesi karena pemain marginal, ukuran yang lebih besar mungkin berisiko kehilangan keuangan yang lebih tinggi. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa rencana suksesi sebagian besar disimpan dalam pikiran pihak-pihak terkait, oleh karena itu calon penerus mengalami ketidakpastian masa depan mereka meskipun kemampuan dan kinerja mereka terbukti. Implikasinya untuk bisnis adalah bahwa rencana suksesi tertulis di mana peran keluarga dan bisnis didefinisikan dengan jelas, akan membantu mengurangi konflik yang mengesampingkan alasan bisnis.

Studi Sekarbumi juga mencatat pengalaman proses suksesi varietas.

Pendekatan yang tepat berkaitan dengan penentuan waktu, penetapan kriteria dan pemilihan metode untuk penerapan internal perusahaan. Implikasinya terhadap

Universitas Sumatera Utara praktik adalah kebijakan yang cocok untuk satu bisnis keluarga mungkin tidak cocok untuk bisnis lain. Jumlah keluarga yang terlibat dalam bisnis ini berkontribusi pada kompleksitas tertentu. Misalnya dalam satu keluarga, calon penerus mungkin memiliki usia yang sangat berbeda karena itu yang tertua memiliki hak istimewa untuk bergabung dengan perusahaan. Di keluarga lain, seleksi adalah untuk putra sulung pertama sedangkan ini tidak terjadi pada keluarga tanpa putra.

Berkenaan dengan kriteria dari penerus yang baik, satu dari kriteria yang ditetapkan yaitu memiliki karakter yang baik sangat subyektif untuk menilai.

Responden mendefinisikan istilah tersebut dalam beberapa cara, tetapi tanggung jawab pertama-tama dimasukkan dalam definisi untuk memiliki karakter yang baik.

Implikasinya adalah sementara pendidikan dan pengalaman mudah diukur, tetapi karakter yang baik tidak. Dalam periode implementasi proses suksesi, seorang pendiri dapat memilih untuk mendidik penerusnya sendiri untuk menyerahkan tugas kepada pihak ketiga. Implikasinya adalah hubungan antar generasi dapat menjadi salah satu masalah yang harus dipertimbangkan sebelum pelatihan kerja.

Salah satu temuan penting adalah untuk mulai membina penerus tidak selalu dalam batas perusahaan, tetapi melampaui lingkaran keluarga sejak masa kanak- kanak. Tradisi nilai-nilai keluarga dan bisnis serta hubungan antar pribadi terbukti sangat bermanfaat bagi penerus terutama dalam adaptasi terhadap lingkungan bisnis dan dalam masa transisi setelah pengambilalihan. Masalahnya mengimplikasikan bahwa keluarga, yang memiliki bisnis, dapat mulai mendidik anak-anak mereka tentang kehidupan tanpa beban untuk bergabung dengan bisnis. Kenyataan bahwa

Universitas Sumatera Utara anak-anak bersedia bergabung adalah secara langsung dan tidak langsung berdasarkan kebiasaan.

Jurnal yang dilakukan tahun 2015 oleh Ucok Yoantha, Budiman Ginting,

Suhaidi, Mahmul Siregar dalam jurnal Akibat Hukum Pembelian Saham Perusahaan bukan Penanaman Modal Asing Oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum

Asing, menyimpulkan ,

1. Bahwa Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dapat melakukan

pembelian saham secara (akuisisi) pada perusahaan bukan PMA namun

setelah diakuisisi, perusahaan bukan PMA tersebut wajib berbentuk Perseroan

Terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah

negara Republik Indonesia. Bahwa tidak semua perusahaan bukan PMA

sahamnya dapat diakuisisi oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum

Asing, dan walaupun dapat diakuisisi maka akan ada pembatasan kepemilikan

saham Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing pada perusahaan bukan

PMA tersebut.

2. Kedudukan hukum perusahaan bukan PMA setelah sahamnya dibeli

(diakuisisi)oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing adalah

perusahaan bukan PMA tersebut berubah menjadi perusahaan PMA, namun

setelah persyaratan-persyaratan administrasi dipenuhi termasuk permohonan

perubahan status kepada Kepala BKPM. Terkait dengan fasilitas penanaman

modal yang akan didapatkan oleh perusahaan bukan PMA yang sahamnya

dibeli oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing tersebut, Penanam

Universitas Sumatera Utara Modal Asing tersebut haruslah berbentuk badan hukum dan Penanam Modal

Asing tersebut harus memenuhi salah satu kriteria yang ditentukan dalam

Undang-Undang Penanaman Modal.

3. Pengendalian dan pengawasan Pemerintah terhadap pembelian saham

(akuisisi) perusahaan bukan PMA oleh Warga Negara Asing atau Badan

Hukum Asing pelaksanaannya dapat berupa pemantauan, pembinaan yang

dilakukan secara berjenjang dan pengawasan yang dlakukan oleh BKPM

2.13. Kerangka Teori

Dalam mempelajari Perusahaan Keluarga, maka dari sudut pengusaha dan perusahaan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup mereka.

Beberapa teori yang relevan dilakukan dalam analisa temuan penelitian ini, Teori- teori utama yang relevan adalah sebagai berikut:

1. Teori Sistem

2. Teori Kepemimpinan

3. Teori Modal

4. Teori Produk

5. Teori Jaringan

Teori sistem (Morgan, 1977) menyatakan bahwa organisasi, seperti organisme hidup, adalah sistem dari banyak bagian yang saling terkait dan bahwa mereka terbuka atas lingkungan mereka. Teori Proses Perubahan (Lewin, 1935) berusaha untuk menguji dinamika yang terlibat dalam proses perbaikan organisasi dan perubahan. Teori Perubahan Sistem Besar (Beckhard, 1969) membayangkan sebuah

Universitas Sumatera Utara organisasi sebagai sistem manusia yang kompleks dengan sistem individualnya yang bernilai, budaya, dan karakter. Dan akhirnya, Teori Setting Tujuan (Locke & Latham,

1984) mengemukakan bahwa motivasi dapat dipengaruhi secara positif dengan memanfaatkan sasaran.

2.14. Kerangka Pikir

Kerangka berpikir penelitian ini melihat bagaimana pengaruh beberapa aspek yang mempunya kontribusi terhadap sebuah Perusahaan Keluarga. Dalam kerangka pikir ini, peneliti melihat dari beberapa sudut seperti kepemimpinan, modal, produk dan jaringan usaha PT. IPI, dan fokus paling utama terletak dari peraturan pemerintah

Republik Indonesia yang berkontribusi dan mendorong berdirinya PT. Industri

Pembungkus Indonesia.

Gambar 1. Kerangka Berpikir

PERUSAHAAN KELUARGA Kepemimpinan Modal Produk Jaringan Usaha

GENERASI KEEMPAT PERUSAHAAN KELUARGA TJONG YONG HIAN (PT. INDUSTRI PEMBUNGKUS INDONESIA)

Universitas Sumatera Utara

Nasional • Peraturan Pemerintah (1970-an) • Kerjasama Pemerintah dengan IPI • Kompetisi

Gambar 2. Fokus Penelitian

(Periode kebangkitan)

(1972)

P4 saat ini

P= Perusahaan Keluarga Generasi ke 4

2.15. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan langsung oleh penulis dengan wawancara langsung kepada beberapa generasi penerus Tjong Yong Hian, baik yang berhubungan langsung dengan PT. Industri Pembungkus Indonesia, maupun generasi penerus lain

Universitas Sumatera Utara yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan PT. Industri Pembungkus

Indonesa. Boleh dikatakan bahwa semua hasil wawancara dan observasi di lapangan, merupakan penemuan baru dan tidak pernah ditulis oleh peneliti sebelumnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi adalah asumsi‐asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat pengetahuan tentang dunia sosial. Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan kepada apakah dunia sosial itu keras, nyata, kenyataan objektif berada di luar individu ataukah lebih lunak, kenyataan personal berada di dalam individu. Selanjutnya ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian penjelasan dan pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang dibandingkan dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan, memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka temukan sendiri

3.1. Jenis Penelitian

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif didasarkan pada eksplorasi masalah sosial dan manusia. Penelitian kualitatif diidentifikasi oleh beberapa aspek mendasar, yaitu:

1. terjadi dalam pengaturan alam,

2. peneliti adalah instrumen pengumpulan data,

3. data terdiri atas banyak kata dan gambar,

4. peneliti mengumpulkan gambaran yang kompleks dan holistik dari proyek,

5. peneliti menganalisis data secara induktif dan dengan perhatian serius

ditempatkan pada makna dari informasi yang diberikan oleh para informan.

6. materi yang dihasilkan bersifat ekspresif dan persuasif (Creswell, 1998).

Creswell menyatakan bahwa konteks melibatkan penempatan proyek dalam pengaturan yang pasti, baik itu yang fisik atau sosial, historis, atau pengaturan ekonomi atau kombinasi dari ini. Informasi yang dikumpulkan dalam data peneletian mencakup data dari wawancara, observasi, rekaman audio, dokumen, laporan, dan foto. Biasanya, data disajikan dalam urutan yang dirancang, sesuai dengan waktu kejadian, dan ini diikuti oleh presentasi rinci dari kejadian yang sangat relevan

(Creswell, 1998).

Studi kasus adalah eksplorasi sistem bounded system yang terjadi dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data mendalam dan terperinci yang melibatkan berbagai sumber informasi yang kaya dalam konteks (Creswell, 1998:61). Aspek yang dibatasi yang termasuk dalam definisi mengacu pada batasan yang ditempatkan pada proyek, baik berdasarkan lokasi atau waktu atau keduanya. Studi kasus mungkin terbatas pada satu situs fisik, atau mereka mungkin dibatasi dalam beberapa situs.

Universitas Sumatera Utara Dalam hal itu juga memiliki bagian-bagian yang saling terkait yang membentuk keseluruhan, penelitian ini juga sebuah sistem (Creswell, 1998).

Sebuah tim peneliti, dalam membahas penelitian lapangan, menggunakan istilah studi kasus untuk menggambarkan setiap studi yang melibatkan unit sosial tunggal atau fenomena (Singleton, Straits & Straits, 1993). Patton (1990) juga menyatakan bahwa studi kasus sangat membantu untuk meningkatkan pemahaman orang-orang khusus, masalah khusus, atau situasi unik (Patton, 1990).

Creswell (1998) menyatakan bahwa konteks melibatkan penempatan proyek dalam pengaturan yang pasti, baik itu yang fisik atau sosial, historis, atau pengaturan ekonomi atau kombinasi dari ini. Informasi yang dikumpulkan dalam kasus mencakup data dari wawancara, observasi, rekaman audio, dokumen, laporan, dan foto. Biasanya, data disajikan dalam urutan yang dirancang, biasanya sesuai dengan waktu kejadian, dan ini diikuti oleh presentasi rinci dari kejadian-kejadian yang sangat relevan (Creswell, 1998). Peneliti biasanya membuat pernyataan pada kesimpulan dari studi, berdasarkan pandangan pribadi atau teori dan konstruksi dalam literatur atau keduanya.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007:6)

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data,

Universitas Sumatera Utara menganalisis dan menginterpretasi. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

(Narbuko & Ahmadi, 2003: 44). Penelitian deskriptif bermaksud membuat pemeriaan

(penyanderaan) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat- sifat populasi tertentu (Usman & Akbar, 2003:4)

Metode jenis penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana sebuah usaha keluarga yang pada generasi pertamanya sangat jaya dan akan ditelusuri apakah kejayaan tersebut dapat atau malah sebaliknya tidak dapat diteruskan pada generasi penerusnya, dan apakah generasi penerus dapat bangkit dari kegagalan.

Penelitian ini tidak menggunakan grounded theory, karena desain naratif tidak sesuai untuk penelitian yang diajukan ini karena model ini tidak memadai untuk mengatasi masalah penelitian bisnis yang diterapkan (Petty et al., 2012). Metodologi grounded theory dikembangkan oleh Glaser dan Strauss (1967) pada awal 1960-an sebagai tanggapan terhadap positivisme ekstrim yang beredar dalam penelitian ilmu sosial.

Pada intinya, Glaser dan Strauss menentang “teori-teori besar” yang mendikte penelitian sosial pada saat itu dan menganggap bahwa tindakan pengamatan melalui interpretasi merupakan metodologi yang baik untuk menghasilkan teori. Dengan kata lain, penelitian dapat digunakan untuk menciptakan teori, bukan hanya membuktikannya. Untuk mendukung argumen ini untuk nilai penelitian kualitatif empiris, Glaser dan Strauss mengusulkan grounded theory. Mereka mengatakan bahwa generasi teori tidak membutuhkan banyak kasus.

Universitas Sumatera Utara Satu kasus dapat digunakan untuk menghasilkan kategori konseptual, pekerjaan peneliti bukanlah memberikan deskripsi yang sempurna tentang suatu area, tetapi untuk mengembangkan teori yang menjelaskan banyak perilaku yang relevan (Glaser dan Strauss, 1967:30). Sebagai metode praktis untuk melakukan penelitian, grounded theory dimaksudkan untuk digunakan untuk menafsirkan dan untuk menguji produksi sebenarnya makna dan konsep yang digunakan oleh aktor sosial dalam pengaturan nyata (Suddaby, 2006:633).

Penelitian ini berfokus pada kebangkitan satu perusahaan keluarga dan menguji data tentang konsep-konsep yang berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan keluarga PT. IPI dari segi kepemimpinan, modal, produk dan jaringan usaha.

Teknik penulisan rujukan dalam penelitian ini menggunakan body note.

Teknik body note ini terdiri dari tiga unsur, yaitu nama pengarang, tahun terbit dan menggunakan tanda kurung dan tahun serta halaman yang dipisah dengan titik dua.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di daerah Medan Kesawan. Waktu penelitian berlangsung dari Febuari tahun 2015 hingga tahun 2017, dengan teknik pengumpulan data secara wawancara langsung dari sumber primer yaitu keturunan langsung keluarga Tjong Yong Hian, dan sumber sekunder seperti kerabat jauh atau tetangga terdekat, dan data tambahan dari studi kepustakaan dan dokumen sejarah, juga dengan observasi atas hasil wawancara, dengan langkah reduksi data, dan penyajian data.

Universitas Sumatera Utara

3.3. Keterbatasan Penelitian

Seperti disebutkan di atas, bahwa di banyak Perusahaan Keluarga, membicarakan dan merencanakan untuk suksesi adalah hal yang terlarang, terutama ketika orang tua atau pendiri masih hidup. Menghormati orang tua dan keputusan mereka sangat dituntut (Ananda Sekarbumi, 2001). Membicarakan sebuah kegagalan usaha, bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, juga menjadi sesuatu yang dianggap tabu atau mempermalukan anggota keluarga. Dan kekurang-tahuan generasi penerus tentang generasi sebelumnya juga menjadi suatu masalah dalam penelitian ini.

Penelitian ini akan banyak mengalami kendala dalam wawancara langsung dengan narasumber. Keterbatasan adalah kemungkinan kelemahan dari penelitian

(Henderson, Kimmelman, Fergusson, Grimshaw, dan Hackam .2013). Oleh sebab itu, observasi dan wawancara dengan pihak ketiga yang tidak mempunyai tali persaudaraan yang objek yang akan diteliti, akan menjadi panduan berikutnya, serta data pustaka dan dokumen sejarah yang dapat memberikan sumbangsih bagi penelitian ini akan sangat diperlukan. Keterbukaan informasi dari pihak yang diwawancarai juga menjadi salah satu kendala dalam penelitian ini. Sangat disayangkan bahwa informan penting sangat kurang terbuka dalam hal modal perusahaan, padahal modal ini menjadi tolak ukur penelitian ini untuk membuktikan tali penyambung antara perusahaan keluarga Tjong Yong Hian terhadap PT. Industri

Pembungkus Indonesia.

Universitas Sumatera Utara 3.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif adalah metode yang mampu menerangkan fenomena secara lengkap dan menyeluruh yang dapat menjelasakan tentang latar belakang penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui:

1. Observasi

2. Wawancara

3. Studi Pustaka

4. Dokumentasi

5. Arsip Sejarah

Alasan dipilih metode penelitian ini, bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah deskriptif. Ciri dari deskriptif adalah bahwa data yang telah dikumpulkan yaitu berupa ucapan yang dirangkai menjadi kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Data tersebut mungkin berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya

(Moleong, 2011).

Dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan kegiatan triangulasi secara intensif, baik triangulasi metode (menggunakan lintas metode dalam pengumpulan data) maupun triangulasi sumber data (menggunakan berbagai sumber data yang relevan), serta triangulasi petugas pengumpul data (beberapa peneliti mengumpulkan data secara terpisah).

3.5. Sumber Data Penelitian

Universitas Sumatera Utara Informan penelitian ini adalah dari beberapa sumber, yaitu:

1. Sumber Primer. Yaitu dari wawancara langsung dengan keturunan dari Tjong

Yong Hian, terutama keturuan dari generasi keempat dan generasi kelima Tjong

Yong Hian. Dari pemilik saham mayoritas Perusahaan Industri Pembungkus

Indonesia.

2. Sumber Sekunder. Yaitu dari sumber lain seperti pihak-pihak yang berhubungan

dengan keluarga Tjong Yong Hian, maupun pihak-pihak yang berhubungan

dengan perusahaan PT. IPI.

3. Data Pustaka. Yaitu dari buku tentang Tjong Yong Hian yang berjudul Warisan

Seorang Pemimpin Sejati, yang ditulis oleh Nyauw Kam Chung atas perintah

Budihardjo Chandra, dari data bacaan maupun dari data hasil pencarian jurnal,

dan data sejarah yaitu dari dokumen sejarah yang berhubungan dengan generasi

keempat pembangun PT. IPI sebagai penambah bahan yang tidak bisa didapatkan

dari wawancara maupun observasi lapangan.

Informan terdiri dari 10 orang informan primer dan 6 orang informan sekunder.

Gambar 3. Sumber Data Informan

Kategori Jumlah Keturunan Tjong Yong Hian 10 Keturunan Tjong A Fie 2 Famili jauh 2 Konsumen IPI 2 Jumlah Total 16

3.6. Metode Analisis Data

Universitas Sumatera Utara Metode analisis data penelitian ini berdasarkan beberapa teori seperti teori pembangunan, teori konflik, teori kepemimpinan, teori modal, teori produk, teori jaringan dan lain-lain. Analisis data bertujuan untuk menyusun data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Patton (1990) berpendapat bahwa tidak ada cara yang paling benar secara absolut untuk mengorganisasi, menganalisis, dan menginterpretasikan data kualitatif. Karena itu, maka prosedur analisis data dalam penelitian ini didasarkan kepada sejumlah teori (Creswell, 1994; Patton, 1990;

Bogdan & Taylor, 1984) dan disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Analisis dilakukan terhadap data berdasarkan logika induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang diperoleh di lapangan, ke arah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk penyajian pemaparan tentang

Perusahaan Keluarga yang akan dirangkum dan ditinjau dari segi definisi sosial, dimana hasil wawancara, observasi dan studi pustaka yang telah dikumpulkan, akan dikaji secara paradigmatik.

Data tentang Tjong Yong Hian hanya bisa didapat dari buku bacaan, dokumen sejarah dan hasil wawancara yang diperoleh dari generasi penerus Tjong Yong Hian, terutama generasi penerus ketiga dan keempat, serta yang paling utama dari buku

Universitas Sumatera Utara Warisan Seorang Pemimpin Sejati terbit tahun 2011 menandai 100 tahun wafatnya

Tjong Yong Hian, juga bertepatan dengan hari peringatan 105 tahun dibukanya jalan kereta api Chaoshan yang merupakan jalan kereta api pertama yang diciptakan oleh investor luar negeri Tiongkok pada masa itu, juga peringatan 95 tahun Jembatan

Kebajikan (Jembatan Tjong Yong Hian) yang disumbangkan oleh Chang Pu Ching tiga bersaudara, yang kala itu menjabat sebagai Konsulat Jenderal Republik Cina di

Medan pada tahun 1915 (Kam Chung, 2011: ii).

Tjong Yong Hian dikenal juga sebagai Yu Nan atau Zhang RongXuan lahir pada tahun 1850 di sebuah keluarga Hakka di Kota Songkou, Kabupaten Mei

Xian, Propinsi , China Selatan. Beliau adalah anak kedua dari enam bersaudara laki-laki dan satu perempuan. Menerima pendidikan tradisional China dan berkelakuan baik. Karena situasi kehidupan yang sulit setelah masa peperangan berakhir di China, ayahnya yang bernama Tjong Hie Liang (juga dikenal sebagai

Mian Sheng) berjuang keras mencari nafkah. Yong Hian muda harus keluar dari sekolah membantu ayahnya menjual biji-bijian, beras dan barang-barang kelontong di pasar-pasar tradisional di Songkou. Maka dari situ awal mulainya Tjong Yong Hian belajar berdagang dalam skala kecil (Kam Chung 2011:4).

Pada masa itu, di China, satu-satunya cara untuk menjadi sukses adalah dengan lulus ujian negara, dan itu adalah sesuatu yang tidak dapat dicapainya karena

Tjong Yong Hian muda telah berhenti sekolah. Akhirnya Tjong Yong Hian memutuskan untuk menjadi kaum terhormat dengan pergi ke ujung dunia untuk mencari kekayaan, atas izin ayahnya, dia meninggalkan China dengan seorang pedagang menuju Hindia Belanda.

Universitas Sumatera Utara Setelah berlayar 21 hari, tahun 1867 tiba di Batavia (sekarang Jakarta), dan selama tiga tahun bekerja pada seorang pedagang Tjong Bi Shi (Thio Tiaw Siat atau

Cheong Fatt Tze), pemilik toko yang sukses, karena rasa tanggung jawab Tjong Yong

Hian yang baik, maka majikannya perlahan-lahan mulai mempercayakan urusan bisnisnya.

Pada usia 20 tahun setelah mempunyai tabungan yang cukup sebagai modal usaha, Tjong Yong Hian meninggalkan Batavia menuju Sumatera dan mendarat di

Tanah Deli (sekarang Medan). Tjong Yong Hian dalam waktu yang sangat singkat tiga tahun di Indonesia, mampu memulai usahanya sendiri. Pada tahun 1870 Tjong

Yong Hian dengan NV. Wan Yun Chong, sebuah perusahaan dagang, dan sebagai pengusaha bahan pokok keperluan masyarakat, usahanya berkembang dengan pesat, dilanjutkan dengan berinvestasi di perkebunan tebu, perkebunan tembakau, karet dan produk agrikultur lainnya. Setelah itu dilanjutkan lagi dengan bekerjasama dengan bekas majikannya Tjong Fatt Tze (Tjong Bi Shi) memulai perkebunan karet dan pengolahan teh. Mereka memiliki perkebunan seluas ratusan kilometer. Begitu banyaknya usahanya, sehingga dapat menyediakan lapangan kerja untuk ribuan orang

(Kam Chung, 2011:4-8).

Melalui sebuah usaha patungan dengan Tjong Bi Shi, mendirikan Bank Jogja pada tahun 1903. Bank ini dibentuk untuk menjembatani antara perusahaan- perusahaan dagang dan berhasil mencapai kesuksesan finansial. Belasan tahun kemudian perusahaan-perusahaan Tjong Yong Hian menjadi perusahaan-perusahaan besar dengan omset puluhan juta gulden. Tahun 1907 bersama adiknya Tjong A Fie

Universitas Sumatera Utara mendirikan Bank Deli, dengan bank ini secara efektif menghilangkan monopoli oleh

Bank Hindia Belanda milik Belanda.

Dengan bantuan adiknya Tjong A Fie, Tjong bersaudara membangun real estate membangun perumahan dan pertokoan di Kota Medan. Dilanjutkan dengan bekerjasama dengan pengusaha Tionghoa yang lain, mengembangkan kawasan perdagangan di Tanah Deli, yang kemudian dikenal sebagai pusat bisnis kawasan

Kesawan. Bekerjasama dengan Tjong Fatt Tze dan adiknya Tjong A Fie, mendirikan dua perusahaan pelayaran Yi Chong dan Fuk Guang yang berbasis di Batavia untuk membawa penumpang dan kargo (Kam Chung, 2011:9-10).

Berdasarkan surat kabar Bataviaasch nieusblad tahun 1892, tercatat bahwa

Tjong Yong Hian pernah melakukan usaha bisnis sebagai pemasok makanan, bahan bakar dan kain, serta yang lain. Serta menjadi investor Perusahaan Air Minum, menurut Java-bode:

“Bataviaasch nieuwsblad, 25-07-1892: Untuk tgl 11 ini, oleh daerah tampaknya Intendant ke Medan pasokan makanan, bahan bakar, kain, dll atas nama Departemen Perang di Deli selama tahun 1893 dan juga untuk tahun 1894 dan 1895 telah didaftarkan oleh: Mohamed Jusouf, Tjong Yong Hian, Lie Sin Seng, dan Hattenbach & Co”. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29- 09-1894: ‘Di Medan didirikan perusahaan air minum dengan modal telah f 20.000 dengan investor sekaligus direktur KD van Assendelft. Anggota komisaris P. de Klerk dan Tjong Yong Hian’. (http://akhirmh.blogspot.co.id/2015/12/sejarah-kota-medan-10-tjong-fie- sosok.html).

Pada tahun 1870, Hindia Belanda dibanjiri penanam modal swasta dari Eropa.

Awalnya perkebunan-perkebunan besar di Sumatera Timur mendatangkan kuli dari daerah Bagelen di Jawa Tengah, namun karena tidak mencukupi permintaan, mereka

Universitas Sumatera Utara mendatangkan juga kuli dari daratan Cina. Tjong Yong Hian juga menjalin hubungan kerja-sama dengan dan Singapura sejak menjadi jasa agen kuli kontrak dari

China.

Pergaulannya membuat pemerintah Hindia Belanda mengakui kontribusi luar biasa dari Tjong Yong Hian, sehingga diangkat sebagai Letnan atau Kapten, kemudian pangkatnya dinaikkan lagi menjadi Mayor. Pada tahun 1894 ditunjuk menjadi wakil konsul China dari kerajaan Qing untuk pulau Penang, Malaysia.

Selama dua tahun Tjong Yong Hian menjabat disana, dan semua urusan diplomatik dapat diselesaikan dengan baik. Membangun hubungan yang baik dengan penguasa dan pengusaha di Penang. Sumbangannya untuk pembangunan Pulau Penang membuatnya menjadi sosok yang sangat dihormati oleh masyarakat Tionghoa setempat. Menyumbang untuk pembangunan Vihara Kek Lok Si di Penang.

Tahun 1903-1906 bersama adiknya Tjong A Fie dan Tjong Fatt Tze, menginvestasikan uangnya untuk membuka perusahaan kereta api Chao Shan di

China, melakukan pembangunan infrastruktur di kawasan pantai sebelah tenggara

China. Rel kereta api ini beroperasi selama 33 tahun, sayangnya tahun 1939, rel-rel baja tersebut dibongkar oleh penjajah Jepang di China.

Atas kontribusi pembangunannya bagi Kota Medan, sebuah penghargaan diberikan dengan dinamakannya jalan Tjong Yong Hian pada tahun 1904, tetapi pada masa Orde Baru, nama jalan tersebut sempat berganti nama menjadi jalan Bogor, dan atas usaha generasi penerusnya yang keempat Budihardjo Chandra berhasil melakukan pendekatan dengan pejabat kota Medan, dan mulai tahun 2016 jalan tersebut kembali berganti nama menjadi jalan Tjong Yong Hian.

Universitas Sumatera Utara Di akhir hidupnya, sebagai seorang Mayor, Tjong Yong Hian menempati posisi tertinggi dalam struktur masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Pemerintah

Hindia Belanda pada masa itu mempercayakan semua urusan menyangkut masyarakat Tionghoa diserahkan kepada Mayor Tjong Yong Hian dan segala permasalahan diselesaikan di kantor Asosiasi Bisnis Tionghoa.

Selain pujian yang diterimanya dari berbagai pihak seperti dari kaisar Qing dan otoritas Belanda serta dari sahabat karibnya Sultan Delin, penulis juga menemukan komentar Akhir Matua Harahap sebagai berikut:

“Hal yang membedakan anak-anak Padang Sidempuan (Mandailing dan Angkola) dengan anak-anak Swatow (kampong halaman Tjong A Fie dan Tjong Yong Hian) adalah anak-anak Padang Sidempuan membawa investasi dari kampong di Padang Sidempuan ke Medan, sebaliknya anak-anak Swatow dari Medan membawa investasi ke kampong halamannya. Akibatnya Swatow menjadi makmur (sebagaimana Amsterdam, Rotterdam dan lainnya di Belanda menjadi makmur). Jika di Hindia Belanda penduduk semakin melarat, maka di Padang Sidempuan semakin miskin. Namun bagi anak-anak Padang Sidempuan itu adalah risiko merantau, namun itu soal investasi pindah kantong saja (dari Padang Sidempoean ke Medan). Sebaliknya hal yang kurang lebih sama, perantau dari Minangkaboeu di Medan yang membawa investasinya ke kampong halamannya, hanyalah soal pindah kantong, Berbeda dengan ke Swatow, investasi yang mengalir ke Swatow (maupun Penang dan Singapoera) haruslah dipandang sebagai kebocoran ekonomi” (Matua Harahap, 2015).

Selain Akhir Matua Harahap, seorang warga Belanda Van Den Brand menulis amat positif mengenai bersaudara Tjong dan juga mengenai orang Tionghoa yang lain

Khoe Tjin Tek. Van Den Brand berpendapat bahwa mereka ini adalah orang orang yang pandai dan mempunyai moral yang baik. Sedangkan mengenai opsir Tionghoa lainnya, ia berpendapat tidak kompeten. Ia menulis ini berdasarkan pengalamannya

Universitas Sumatera Utara selama perkara dengan kuli dan opsir Tionghoa dipanggil untuk mendengarkan pendapat mereka (Letter van den Brand 29-3-1904). Interaksinya dengan orang-orang pemerintah boleh jadi membuat perjalanan bisnis Tjong Yong Hian lancer tanpa hambatan. Di dalam pergaulan di kalangan orang Eropa juga Tjong Yong Hian aktif seperti pacuan kuda. Kapasitas Tjong Yong Hian semakin kompleks, status Tjong

Yong Hian ditingkatkan dari Kapten menjadi Mayor. Ketika menjadi Mayor, ada kontribusi Tjong Yong Hian terhadap saudara sekampungnya yang menjadi kuli kontrak, ketika ikut merumuskan masalah undang-undang kuli kontrak, Tjong bersaudara lebih membela pihak kuli dengan meminta dihapuskan ponale santie. Ini suatu jiwa sosial dari seorang Tjong Yong Hian yang lebih membela kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadinya ketika meminta penghapusan ponale santie yang lebih berpihak kepada kaum kuli, sedangkan Tjong Yong Hian sendiri adalah pemakai kuli.

Ada sisi lain dari Wirtschaftswunder. Kondisi pekerja atau kuli-kuli sering buruk, khususnya sampai awal abad keduapuluh. Satu faktor yang berkontribusi terhadap itu biasa di panggil koelie ordinantie dengan poenale sanctie dari tahun

1880, dengan ini para pekerja dilarang meninggalkan perkebunan selama tiga tahun.

Poenale sanctie atau sanksi hukum artinya bahwa kalau ada kuli lari dari perkebunan maka dianggap kuli melanggar hukum dan bisa ditangkap oleh polisi.

Koelie Ordinantie (undang undang untuk kaum buruh/kuli) ini ditegakkan karena pada tahun tahun sebelumnya banyak pekerja keluar dari perkebunan mereka selama masih periode kontrak mereka. Walaupun dalam kontrak tidak begitu buruk, jika dibandingkan dengan kontrak pekerja di Malaysia, disitu banyak kelewatan

Universitas Sumatera Utara perilaku buruk. Pada tahun 1902 pengacara Medan J. Van Den Brand mempublikasikan brosur De millioenen uit Deli (Juta-jutaan dari Deli) tentang perlakuan buruk planter-planter terhadap kuli. Selanjutnya suatu sistem pemeriksaan tenaga kerja telah dibuat dan pada tahun berikutnya kondisi tenaga kerja di perkebunan meningkat. Walaupun kuli ordinansi baru berhenti di tahun 1934 (Dirk

A. Buiskool, https://ipie3.wordpress.com/2010/02/08/orang-orang-yang-membawa- kontribusi-yang-positif-terhadap-sumatera-timur-masa-1860-1942/).

Selain plantation sebagai sektor utama usaha Tjong Yong Hian, juga diiikuti dengan berkembangnya perusahaan lainnya, seperti listrik, transportasi, dan perdagangan serta lainnya. dari bisnis opium, permainan judi, minuman keras, perdagangan produk dan broker lelang plus jabatan di pemerintahan sebagai Kapten yang didukung oleh komunitas Tionghoa yang sangat banyak dari kampungnya di

Swatow, Tjong Yong Hian dan adiknya Tjong A Fie menjadi dua konglomerat yang sangat kuat. Kekuatan bisnisnya dari bisnis monopoli seperti opium dan minuman keras, merupakan buah kejelian Tjong Yong Hian dalam membina hubungan dekat dengan penguasa.

Menurut Koran Pertja Timor sejak 1902:

“Ketimpangan mulai terasa. Antara yang kaya sekali dengan yang miskin sekali menjadi sangat menganga. Layanan perumahan penduduk, air bersih, kesehatan, lapangan kerja, pendidikan sangat terabaikan. Yang menonjol adalah kemelaratan, penyakit, prostitusi, perampokan dan gangguan social lainnya. Inilah Medan, Bung! Haterogen dalam komposisi penduduk, tetapi terdapat variance yang besar soal kehidupan. Pemerintah (controleur), Sultan Deli dan Mayor Cina (termasuk pada Kapten dan Letnan) tutup mata terhadap sebagian besar warga kota yang papa ini. Aparat pemerintah asik berkolaborasi dengan pengusaha perkebunan, Sultan

Universitas Sumatera Utara Deli di dalam istana yang megah mabuk kepayang bergelimang kemewahan atas hasil sewa tanah, Tjong Yong Hian (dan adiknya serta bawahannya) selain masih berbisnis opium dan memiliki berbagai usaha juga menjadi bos (penguasa) bagi pedagang-pedagang kecil di pasar-pasar”.

Monopoli perdagangan opium adalah suatu usaha yang sangat membawa untung besar, karena opium membuat para pemakainya ketagihan untuk membeli kembali tanpa daya tawar. Dan dagang opium ini semakin memperkuat usahanya yang selain menjadi penyalur kuli kontrak, juga sekaligus membutuhkan sangat banyak kuli kontrak dari China untuk perkebunannya, pada zaman kolonial Belanda, kuli kontrak kebanyakan didatangkan dari China. Kuli kontrak yang telah habis masa kontrak dua tahun, tidak sanggup lagi kembali ke China karena hasil kerjanya habis dibelikan opium dan sebagian lagi habis di meja judi, dimana saat itu, Tjong Yong

Hian dan adiknya juga membuka usaha perjudian.

Para pedagang Cina memainkan peran yang cukup lama dalam perdagangan opium di Deli hingga pada tahun 1863 diambil alih secara monopoli oleh Sultan Al

Mamoen Rasyid Perkasa (1873-1924) dengan kesepakatan dengan Nienhuys, seorang pedagang asal Belanda. Setelah Sultan Deli menjadi makmur karena bisnis lahan konsesi, bisnis ini ditinggalkan dan diambil oleh pemimpin masyarakat China, Letnan

Tjong Yong Hian. Dari Tjong Yong Hian estafet perdagangan opium ini diteruskan oleh Tjong A Fie di dalam kartel Hokkian (Matua Harahap).

Tetapi generasi keturunan Tjong Yong Hian membantah berita tentang Tjong

Yong Hian dagang opium, menurut mereka, yang dagang opium adalah adik Tjong

Yong Hian yaitu Tjong A Fie, yang juga sudah menjadi pengusaha yang sangat

Universitas Sumatera Utara sukses pada masa itu. Kalau dikaitkan dengan isi Koran seperti dibawah ini, kemungkinan besar adalah benar bahwa Tjong Yong Hian tidak dagang opium.

Penulis menemukan hasil penelitian Baumler dan Alan Thomas, bahwa pemerintah Qing pada tahun 1906 memulai Kampanye anti-opium Cina, 1906-1919.

Pada tahun 1906 pemerintah telah secara drastis mengubah pandangannya tentang masalah opium dan berkomitmen pada proyek besar untuk membebaskan bangsa dari kejahatan besar ini. Ini karena mereka telah mengadopsi banyak ide barat tentang opium yang dibicarakan Berridge, Edwards, dan Courtwright. Alasan utamanya adalah setelah tahun 1900, Cina memulai kebijakan reformasi radikal, mengadopsi gagasan dan usaha Barat yang tak terhitung jumlahnya membuat dirinya menjadi negara modern yang akan dihormati oleh orang asing. Bahkan sebelum tahun 1900 misionaris telah berusaha menciptakan anti-opium gerakan di kedua negara asal mereka dan di Cina. Misionaris awal anti-opium Gerakan di China telah dipelajari oleh Kathleen Lodwick.48 Lodwick terutama bergantung pada Sumber-sumber berbahasa Barat, dan ceritakan kisah kampanye Kristen melawan opium seperti anggotanya yang akan menceritakannya. Misionaris sudah lama khawatir opium karena itu membuat orang terlalu bermoral menjadi orang Kristen dan juga karena hubungan antara orang asing dan obat itu tidak berhasil. Itu proyek misi ditujukan lebih dari sekedar konversi, itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan dan membudayakan orang Cina pada umumnya, dan penghapusan opium akan cocok di sini juga, karena obat itu diadakan untuk orang-orang yang membahayakan secara fisik. Pendapatan opium itu penting bukan hanya karena ada banyak, tapi karena sebagian besar pendapatan lainnya telah dialokasikan untuk biaya yang ada. Sebagian

Universitas Sumatera Utara besar uang untuk reformasi pasca-Boxer berasal dari opium Riens, Kathleen

Lodwick, Tentara Salib Melawan Opium: Misionaris Protestan di Tiongkok 1874 -

1917, Buku ini sebagian besar sama dengan disertasi 1976 dari Lodwick; Berridge dan Edwards, Opium dan Rakyat, memiliki bagian tentang gerakan terkait di Inggris, dan Musto, Penyakit Amerika, berurusan dengan itu di Amerika Serikat.

Direproduksi dengan izin dari pemilik hak cipta. Reproduksi lebih lanjut dilarang tanpa izin. Lodwick melacak perkembangan gerakan misionaris di China dan di luar negeri. Sebelum sekitar 1900 itu berdampak kecil di Cina, tetapi berpengaruh di negara barat. Lodwick mengakui gerakan itu dengan mendiskreditkan yang barat pembela perdagangan, yang mengklaim bahwa opium tidak berbahaya bagi orang

Cina. Misionaris memiliki naluri alami untuk melihat semua orang sama secara moral, dan mereka opini publik yang meyakinkan di Inggris bahwa opium berbahaya dan itu sama saja buruk bagi orang Tionghoa seperti untuk orang barat. Pada 1891

Parlemen Inggris menyatakan perdagangan secara moral tidak dapat dipertahankan.

Seperti yang diakui Lodwick, sedikit kemarahan moral ini tidak terlalu penting, karena perdagangan terus berlanjut sampai 1906. Arti sebenarnya dari gerakan opium misionaris pada periode ini, menurut saya, adalah klinik dan candu perlindungan mereka. Ketika gerakan untuk menekan opium benar-benar dimulai, itu akan menarik pada institusi-institusi ini dan metode-metode yang telah mereka kembangkan.

Lodwick menghubungkan perjanjian 1906 antara Inggris dan Cina dengan moral kebangkitan bahasa Inggris, yang menyebabkan mereka menerima apa yang selalu dimiliki oleh orang Tionghoa diketahui, bahwa candu itu berbahaya dan harus ditekan. Sebenarnya kampanye itu

Universitas Sumatera Utara karena perubahan di kedua sisi. Gerakan misionaris terus menunjukkan kepada

Pemerintah Inggris betapa tidak cocoknya perdagangan opium dengan peradaban

Inggris misi, tetapi setidaknya sama pentingnya adalah kenyataan bahwa impor opium India ke Cina menyusut, perdagangan itu tidak lagi bernilai lebih banyak.49

Motivasi utama dari Inggris akan memaksa Cina untuk menekan produksi domestik pada tingkat yang sama yang mereka berakhir impor, karena kalau tidak mereka hanya akan memberikan pangsa pasar kepada produsen Cina, yang akan membuat pemerintah terlihat konyol. Perjanjian 1907 melakukan kedua belah pihak Lodwick tidak membahas peran penurunan keuntungan opium di Inggris kesediaan pemerintah untuk meninggalkan perdagangan opium, tetapi dibahas dalam Thomas Reins, "Reformasi, Nasionalisme, dan

Internasionalisme."

De post, 14-01-1902:

“Pagi ini hak penyewaan bukan untuk penjualan opium skala kecil di Residentie Sumatra’s Oostkust kecuali untuk divisi Bengkaüs. Penyewaan terhitung untuk periode dari 1 April 1902 sampai akhir Maret 1905. Untuk sewa opium itu penawar tertinggi, Kapten Cina di Medan, Tjong A Fie yang menawarkan jumlah f128.300 untuk periode satu tahun dan selama tiga tahun f147,700 per tahun”.

Jika kita melihat isi De Sumatra post, 14-01-1902, maka usaha opium pada masa itu adalah legal. Legal adalah sah menurut hukum yang berlaku, sudah terjamin, tidak bersengketa.

Koran De Sumatra post, 17-01-1921 (Akhir Matua Harahap) menulis bahwa penyewaan opium telah dihapuskan tahun 1911 tetapi opiumlah yang menjadi sumber kekayaan Tjong A Fie. Ketika dihapuskan perdagangan opium pada tanggal 17

Universitas Sumatera Utara Januari 1921, maka jika dilakukan lagi perdagangan opium setelah tanggal tersebut illegal, illegal adalah tidak sah menurut hukum, dalam hal ini melanggar hukum, barang gelap, liar, ataupun tidak ada izin dari pihak yang bersangkutan

Banyaknya kuli dari China bisa terlihat dari surat kabar yang terbit pada tanggal

22 Nov 1898, ini juga menjadi salah satu bukti monopoli Tjong Yong Hian dalam usaha jasa penyediaan kuli kontrak dari Negara asalnya sendiri. Sebagai kaum sesama

China, mungkin timbul juga rasa iba dan juga kepentingan menenangkan hati para kuli kontrak sehingga terbit isi Koran seperti berikut Koran De locomotief:

“Samarangsch handels-en advertentie-blad, 22-11-1898: Dari Cina di sini adalah lebih dari 500 kontraktor tiba untuk bekerja sebagai kuli di beberapa perkebunan. Mereka disambut disini dan khawatir dengan linmigrantenasyl, Dewan Pengawas terdiri dari Mr. PJ. Kooreman, Resident, GM Herekenrath, Administrator van Deli Spoorweg-mij, Tjong Yong Hian, Mayor dari Cina dan Dr. HG W. Utermöhlen. Tuan-tuan ini memberikan jaminan bahwa nasib para koeli tidak lagi seperti sebelumnya yang disamakan dengan binatang”.

Tetapi biasanya sebagai manusia, kadang hati nurani bisa terkalahkan oleh kilauan materi yang berlimpah, sebab jika kita lihat bisnis Tjong Yong Hian dan saudaranya seperti agen kuli kontrak, opium, perjudian dan pelacuran, keempat usaha ini menjadi satu rangkaian usaha untuk saling mengikat para kuli kontrak agar betah di perantauannya dan juga menguras habis upah kulinya, baik di opium, pelacuran dan perjudian, ini tiga hal yang sangat merusak hidup seseorang, ketika seseorang telah masuk ketiga dunia ini, maka kehidupan keluarganya pasti sudah tidak terpikirkan lagi.

Dalam proses usaha Tjong Yong Hian mendapatkan monopoli dalam beberapa bidang usaha. Secara etimologi, monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu

“monos”, yang artinya satu atau sendiri, dan “polein” yang artinya menjual atau

Universitas Sumatera Utara penjual. Berdasarkan etimologi monopoli tersebut dapat diartikan bahwa monopoli adalah kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan satu barang dan jasa tertentu. (Suyud Margono, 2009:6). Kegiatan usaha monopoli dari Tjong Yong Hian membuahkan hasil usaha yang sangat pesat dan tidak tersaingi oleh pengusaha lain.

Hak monopoli biasanya didapatkan dari penguasa pemerintah, dalam hal ini Tjong

Yong Hian mendapatkan monopoli perdagangan melalui otoritas Hindia Belanda yang berkuasa di Indonesia pada zaman kolonial.

Tjong Yong Hian yang sukses menjadi pengusaha lokal, berusaha melebarkan sayap perdagangan keluar negeri, pertama dagang opium, lalu menjalin kerja-sama dengan kerajaan Qing dalam rangka membangun perusahaan kereta-api. Tjong Yong

Hian semakin diperhitungkan karena menjadi bagian dari sindikat opium Hokkian

(Keh-Kongsi) di Penang, Singapura. Langkah perdagangan internasional ini berjalan dengan lancar karena adanya dukungan dari otorita pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Lalu dilanjutkan dengan masuk ke dunia perbankan yang melakukan transfer keuangan ke manca Negara, seperti Malaysia, Singapura dan China.

Orang tua saya kurang berpendidikan, tetapi bisa sukses, dengan bisnisnya dengan diawali membawa bibit kelapa dari Aceh ke Medan (Joefly Joesoef Bahroeny, seorang sahabat penulis, seorang pengusaha dan juga direktur Lonsum. Joefly adalah generasi penerus ketiga Grup Bahroeny). Ternyata ada persamaan antara orang Aceh dengan orang Tiongkok, yaitu gigih berjuang dan mampu mencari solusi dalam berbisnis.

Peninggalan Tjong Yong Hian juga terlihat dari bekas kuburannya yang masih sangat megah yang dijaga dengan baik oleh keturunannya. Dan sebagian tanah

Universitas Sumatera Utara kuburan tersebut telah dirampas oleh penduduk yang mendirikan rumah, dimana menurut Linda Setiawan bahwa sebagian tanah tersebut telah dibeli kembali untuk dibangun gedung galleri bagi Tjong Yong Hian, yang merupakan suatu tindakan

Budihardjo Chandra yang cukup bernilai yang pantas untuk diberi penghargaan oleh keluarga besar Tjong Yong Hian. Bukti nyata keberhasilan Tjong Yong Hian masih bisa dilihat dari sisa sekitar tanah dari bekas rumah tinggalnya, yang dibangun kembali oleh Chang Pu Ching, dimana menurut cerita Rita bahwa “dulu besarnya rumah Tjong Yong Hian boleh dikatakan lebih besar 5 kali bangunan Tjong A Fie

Mansion, rumah tinggal adik Tjong Yong Hian.” Harta warisan Tjong Yong Hian sampai saat ini masih ada banyak rumah toko yang disewakan kepihak lain. Rita juga menjelaskan bahwa “ Abangku mendapat bagian dari Budihardjo Chandra atas penjualan asset Tjong Yong Hian yaitu dari penjualan tanah di Tahu Hang jalan perniagaan, tempat pembuatan tahu dari kacang kedelei: dan bahwa “Nenek saya sempat berusaha keras mau mengambil kembali tanah kuburan yang dibangun oleh penduduk menjadi rumah tinggal”

Mr X mengatakan : “Ada ruko di jalan Palangkaraya dan di jalan Bengkalis serta di daerah Kesawan yang disewakan, dimana tadinya hasil uang sewa tersebut dicantum dalam surat wasiat Tjong Yong Hian, untuk dipergunakan bagi dua yayasan yang dibuat dalam surat wasiat yaitu yayasan Tjie On Djie Jan dan yayasan Tjie Pa

Mei Chang.” Mr. X yang merupakan keturunan langsung dari Tjong Yong Hian di generasi keempat, memberikan informasi bahwa Tjong Yong Hian membuat dua surat wasiat yaitu surat wasiat Tjie On Jie Jan (surat wasiat Rumah Sakit Tjie On) dan surat wasiat Tjie Pa Mei Chang, Banyak rumah yang disewakan oleh Tjong Yong

Universitas Sumatera Utara Hian, sebagian besar di daerah kesawan Medan dan selain yang di jalan Plangkaraya dan jalan Bengkalis (sekitar pasar Sambu, Medan) , ada lagi kawasan pasar

Hongkong di jalan Cirebon. Dan menurut kabar dari informan Mr. X dan Rita mengatakan : bahwa dokumen kedua surat wasiat Tjong Yong Hian pada saat ini dipegang dan dikuasai oleh salah satu generasi penerus keempat Tjong Yong Hian, yaitu Budihardjo Chandra, sehingga tidak dapat terlacak bagaimana sebenarnya isi surat wasiat tersebut. Rita juga memberikan info bahwa : “sebenarnya abangku mungkin tahu tentang isi surat wasiat Tjong Yong Hian, karena dulu yang memegang surat wasiat Tjong Yong Hian adalah papaku”

Hasil wawancara dengan abang Rita yaitu Fajar Pranoto mengatakan : “Dua yayasan yang dibuat dalam dua surat wasiat yaitu yayasan Tjie On Djie Jan atau

Yayasan Budi Serumpun dan Yayasan Tjie Pak Me Chang atau Yayasan Balai Kasih.

Yayasan Budi Serumpun atau Tjie On Djie Jan memberikan kuasa kepada istri Tjong

Yong Hian yaitu Tjie On Yong untuk mengurus pembiayaan rumah tangga keluarga besar Tjong Yong Hian melalui penghasilan penyewaan rumah dan rumah toko yang disewakan disekitar jalan Bengkalis, jalan Surakarta, jalan Bogor, dan daerah kesawan, sedangkan wasiat kedua adalah Tjie Pe Mei Chang untuk mengurus keperluan sosial yang telah dirintis oleh Tjong Yong Hian melalui vihara jalan Irian

Barat, vihara daerah Pulau Brayan dan vihara jalan Pandu serta membiayai rumah sakit Tjie On Djie Jan. “

Dari hasil wawancara yang dilakukan langsung dengan generasi penerus

Tjong Yong Hian, sepintas hampir sama kasus kegagalan regenerasi usaha keluarga yang ditinggalkan oleh generasi pertama, yaitu kegagalan generasi penerus pada

Universitas Sumatera Utara Perusahaan Keluarga yang lain dalam mengembangkan usaha yang ditinggalkan, dan kesenangan generasi penerus dalam menikmati hidup nyaman dengan menghamburkan harta warisan. “Kakekku mempunya mobil rolls Royce, mobil yang sangat mahal, semua kehidupan mewah sudah dimiliki oleh kakekku”, “ Nenekku pandai berdansa” demikian Rita menjelaskan.

Tjong Yong Hian meninggal pada tahun 1911 pada usia 61 tahun, putra tertuanya Chang Pu Ching kembali ke Medan untuk melanjutkan usaha orangtuanya, saat itu Chang Pu Ching berusia 26 tahun. Seperti ayahnya, Chang Pu Ching juga seorang pekerja keras dan berjiwa sosial membantu orang lain. Pada tahun 1915-1929 diangkat sebagai Konsul China untuk Sumatera. Ia juga terlibat dalam bidang perumahan dan perkebunan melalui perusahaannya yang bernama, Chong Lee & Co, menjadi kepala di sekolah Ching Shi, dan salah seorang pendiri sekolah menengah pertama Su Tung.

Sebelum ayahnya meninggal Chang Pu Ching pada usia 19 tahun menjabat sebagai direktur umum yang membawahi perusahaan kereta Api Swatow.

Kementerian perdagangan Kerajaan Qing, China mengangkat Chang Pu Ching sebagai inspektur untuk mengawasi proyek pembangunan jalan kereta api antara kota

Chao Chow dan kota Chow Shan Tou, hal ini karena pemilik perusahaan pembangunan kereta api adalah Tjong Yong Hian dan adiknya Tjong A Fie, sedangkan pada tahun 1904 anak-anak Tjong A Fie masih dalam masa pendidikan sekolah. “Paman saya lebih ambisius dari ayah saya, paman merancang perusahaan kereta api Swatow dekat kampung halamannya, Meixian” (Queeny, 1981).

Universitas Sumatera Utara Chang Pu Ching/Tjong Hau Lung (lahir tanggal 12 Juni 1885 menurut Surat

Wasiat/tetapi menurut buku yang ditulis Nyauw Kam Chung, Budihardjo Chandra mengatakan bahwa Chang Pu Ching lahir tanggal 30 April 1885), Chang Pu Ching dan saudaranya Chan Cen Ching/Tjong Hian Lung dan Chang Min Ching/Tjong Seng

Lung, masih berada dalam lingkungan kondisi Indonesia dalam masa penjajahan

Belanda. Pada masa sekitar tahun 1920, itulah puncak kemewahan yang dinikmati oleh generasi penerus kedua ini. Dan segala kemewahan yang mereka nikmati sudah terkuras hampir habis dalam kurun waktu 60 tahun.

Tentang kemewahan kehidupan generasi penerus Tjong Yong Hian, tertulis dalam buku Queeny, keponakan Tjong Yong Hian bahwa “Kami menikmati mobil

Fiat kuning pertama di Medan tahun 1920, suamiku membuka bank barunya Kong

Siong Bank mengikuti jejak papa saya Tjong A Fie dengan Bank Delinya. Sesuai status barunya sebagai Konsul China, sepupu saya Chang Pu Ching merombak rumah

Tjong Yong Hian menjadi Konsulat China, disitu Chang Pu Ching tinggal dengan keluarganya menikmati kehormatan dari komunitasnya dan kekebalan hukum.

Saudara Chang Pu Ching, Kung We, Kung Lip dan Kung Tat selalu menjelajahi jalanan kota dengan model mobil terbaru seperti Hudson dan Cadillac, dan istri-istri mereka berusaha pamer satu sama lain dengan busana mewah dan perhiasan mahal.

Mereka seolah melupakan Perang Dunia Pertama yang baru terjadi, dan menyimpang dari kehidupan sebelumnya, mereka menjadi orang kaya baru. Mereka tidak bijaksana terhadap warisan orang tuanya yang bersusah payah dalam mendapatkan uang dan tidak menghormati warisannya. Mamanya istri Tjong Yong Hian dari desa, tante Hsi, seorang yang rajin dan hidup hemat sudah melihat kehidupan anaknya yang menjadi

Universitas Sumatera Utara bahan kritikan masyarakat. Dan ketika buku ini terbit, semua kehidupan mewah itu sudah sirna (Queeny Chang, 1981:59).

Pada tahun 1929, perusahaan perkebunan banyak yang mengalami kebangkrutan seiring dengan krisis keuangan (Mallaise) yang terjadi pada saat itu

(Lawrence W. Reed, 2010). Teror Mallaise adalah kegagalan menjelaskannya kata ekonom Alan Reynolds. Orang hanya merasa bahwa kontradiksi-kontradiksi massif ekonomi bisa terjadi setiap saat, tanpa peringatan, tanpa sebab. Kekhawatiran itu telah dimanfaatkan sejak saat itu sebagai pembenaran kuat untuk intervensi federal yang praktis tak terbatas dalam urusan-urusan ekonomi (Alan Reynolds, “What Do

We Know About the Great Crash?”).

Generasi kedua juga saat itu menghadapi situasi Indonesia yang dalam keadaan ekonomi serba tidak menentu, Kasus Gunting Syarifuddin yaitu pemotongan nilai uang (sanering) pada tanggal 20 Maret 1950 untuk mengurangi jumlah uang beredar dan agar tingkat harga turun. Nasionalisasi ke Javasche menjadi Bank

Indonesia pada tanggal 15 Desember 1951, lewat Undang-Undang No. 24 Tahun

1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

Chang Pu Ching sebagai anak tertua dari Tjong Yong Hian, langsung menjadi penerima hak dan kewajiban terbesar dari warisan perusahaan yang ditinggalkan oleh

Tjong Yong Hian. Tentu saja sebagai adat Tiongkok, biasanya ketua Yayasan dipegang oleh ibu Chang Pu Ching yaitu Tjie On Yong. Sebagai pucuk pimpinan yang membawahi perusahaan yang begitu besar dan dalam waktu mendadak tanpa persiapan, karena saat itu Chang Pu Ching masih bertugas di China mengurus

Perusahaan Kereta Api Swatow. Tanpa bimbingan dan tanpa pengalaman mengurus

Universitas Sumatera Utara perkebunan dan perbankan. Tetapi Chang Pu Ching terlihat berusaha mengikuti jejak orang-tuanya dalam berbisnis maupun dalam berderma. Chang Pu Ching giat ikut dalam pembangunan vihara maupun dalam pembangunan sekolah. Pada tanggal 25

Febuari 1931 Sekolah Menengah Su Tung diresmikan, Chang Pu Ching adalah salah seorang pendiri sekolah tersebut, dimana Su Tung diizinkan oleh Badan Pusat

Pendidikan Tionghoa untuk berafiliasi dengan 8 buah sekolah dasar Tionghoa kedalam Sekolah Su Tung. Chang Pu Ching menjadi anggota Dewan Kurator Sekolah lima tahun berturut-turut sejak tahun 1931 hingga 1935. Pada tahun 1958 untuk period ke 23, Chang Pu Ching diangkat menjadi Anggota Kehormatan Dewan

Kurator.

Tjong Yong Hian membangun rumah sakit dengan nama Tjie On Djie Jan, artinya rumah sakit Tjie On, nama rumah sakit ini diambil dari nama istri Tjong Yong

Hian yaitu Tjie On Yong. Sayangnya rumah sakit Tjie On Djie Jan yang dibangun dibongkar, generasi keempat Tjong Yong Hian, J. Fadjar Pranoto menjelaskan : “

Rumah Sakit Tjie On Djie Jan yang terletak disekitar jalan Surakarta, jalan Bandung dan jalan Bogor, dinasionalisasi oleh Negara pada masa nasionalisasi perusahaan milik warga asing, dan rumah sakit tersebut dibongkar, diatas tanah rumah sakit tersebut dibangun ruko (rumah toko) di sekitar jalan Surakart, Bandung dan Bogor.”

Chang Pu Ching juga membuat surat wasiat sebelum meninggal, pada hari minggu tanggal 15 September 1963 mendatangi notaris Marah Sutan Nasution, untuk membuat surat wasiat. Penulis agak kaget juga membaca bahwa notaris zaman dulu begitu rajin dan mau bekerja pada hari minggu.

Universitas Sumatera Utara Cuplikan Surat Wasiat No. 52 dari notaris Marah Sutan Nasution tertanggal

15 September 1963, berisi antara lain bahwa Chang Pu Ching yang lahir di Medan pada tanggal 12 Juni 1885 memutuskan:

1. Bahwa setelah meninggalnya Chang Pu Ching, maka wajib didirikan Yayasan

Chang Pu Ching.

2. Isi surat wasiat tersebut menjelas bahwa Chang Pu Ching mewariskan sebidang

tanah dengan grant sultan, dan beberapa pintu rumah batu disekitar rumah tempat

tinggal Chang Pu Ching yaitu jalan Perniagaan nomor 74, 76,78, 80 A, 82 dan 84

dan satu rumah tempat tinggal jalan Perniaggan nomor 80 berikut semua barang

barang perabot kepunyaan Chang Pu Ching.

3. Pasal 1, Yayasan bermaksud :

a. Menjadikan rumah jalan Perniagaan nomor 80 Medan untuk tempat

ibadah khusus untuk anak dan cucunya, dan semua keturunan mereka baik

laki laki maupun perempuan.

b. Penghasilan harta benda yayasan untuk keperluan agama dan

memperingati arwah nenek moyang dan Chang Pu Ching, dan jika perlu

memberi bantuan kepada anak Chang Pu Ching yaitu Tjong Tung Yin dan

cucu-cucu Chang Pu Ching yaitu Chang Fung Kiun dan Chang Fung Nian,

serta semua keturunan mereka laki-laki.

4. Pasal 2. Yayasan didirikan dengan harta yang tersebut diatas itu dan dengan harta-

harta, baik harta yang bergerak maupun tidak bergerak yang dibelakang hari

diperolah yayasan dengan jalan menerima pusaka, pemberian, pembelian,

pertukaran atau dengan jalan-jalan lain.

Universitas Sumatera Utara 5. Pasal 3. Sesudah pembangun Tjong Hau Lung (Chang Pu Ching) meninggal

dunia, maka harta benda dari yayasan dijaga oleh satu badan pengurus yang

terdiri dari ketua dan tiga orang komisaris dan buat pertama kali setelah

pembangun meninggal dunia diangkat sebagai ketua nyonya Wun Soek Lian,

partikelir, tinggal di Medan dan sebagai komisaris-komisaris tuan-tuan Chang

Tung Yin , Chang Fung Kuin dan Chang Fung Njan.

Pengangkatan nyonya Wun Soek Lian sebagai ketua dilakukan seumur hidup dan

pengangkatan para komisaris dilangsungkan untuk waktu yang tidak ditentukan

lamanya.

Jikalau salah satu dari mereka meninggal dunia, maka pengganti mereka akan

dipilih dalam rapat dari mereka yang menerima penghasilan dari yayasan dan

dipilih dari mereka yang meneriman penghasilan yang sudah akil baligh, yang

tinggal di Indonesia dengan suara terbanyak.

6. Pasal 4. Ketua akan mewakili yayasan didalam segala hal, baik didalam maupun

diluar hokum dengan pembatasan yang tersebut dalam pasal 10 dibawah ini.

7. Pasal 5. Keputusan dari rapat badan pengurus diambil dengan suara yang

terbanyak biasa, jikalau suara yang setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka

usul dianggap ditolak.

8. Pasal 6. Badan pengurus mengadakan rapat kapan saja dirasa perlu oleh salah

seorang anggota.

Panggilan buat mengajukan rapat dijalankan dengan perantaraan surat edaran oleh

yang menghendaki rapat itu dan dikirim kepada anggota badan pengurus lain.

Surat-surat panggilan itu juga ditanda-tangani oleh ketua.

Universitas Sumatera Utara Jikalau dlam rapat hadir atau diwakili semua anggota badan pengurus, maka rapat

itu boleh diadakan dengan tidak usah diadakan pangilan terlebih dahulu.

Rapa badan pengurus baru sah, jikalau pada rapat itu hadir atau diwakili

sekurang-kurangnya tiga orang anggota badan pengurus.

9. Pasal 7. Rumah jalan perniagaan nomor 80 Medan akan dipelihara dan dihormati

oleh badan pengurus sebagai rumah abu (rumah arwah) menurut adat istiadat

Tionghoa, dan tidak boleh dijual, diserahkan atau digadaikan.

10. Pasal 8. Setelah pembangun Chan Pu Ching meninggal dunia, diwajibkan kepada

badan pengurus untuk mendaftarkan semua harta benda dari yayasan dan

mengadakan buku-buku yang sempurna untuk yayasan.

11. Pasal 9. Buku-buku dari yayasan dijalankan dari satu Januari sampai dengan tiga

puluh satu Desember buat pertama kali mulai dari hari pembangun Chang Pu

Ching meninggal dunia.

Perkiraan dari tahun yang sudah lewat seberapa boleh ditanda tangani oleh semua

anggota badan pengurus dari yayasan.

Semua uang keluar, juga uang yang dikeluarkan menurut tujuan yang tersebut

diatas dianggap sebagai ongkos belanja dan dimasukkan dalam pemberitahuan

tahunan dengan buku-buku.

12. Pasal 10. Untuk meminjam atau meminjamkan uang atas nama Yayasan,

membeli, menjual, menggadaikan harus mempertanggung jawabkan dengan cara

lain, kekayaan Yayasan dan untuk menjadikan Yayasan menjadi penjamin, harus

ada persetujuan dari rapat suara terbanyak.

Universitas Sumatera Utara Juga mengangkat anak Tjong Tung Yin dan cucu-cucu Chang Pu Ching, Chong

Hung Kiun dan Chong Fun Njan tersebut, baik bersama-sama maupun masing-

masing menjadi kuasa pelaksana dari saya punya wasiat ini dengan sekalian

kekuasaan yang secukup-cukupnya menurut masing-masing, terutama buat

mengurus yayasan, mengurus dan menguasai sekalian harta dari saya punya.

13. Saksi-saksi dari surat wasiat nomor 52 ini adalah Mangara Hutapea dan

Mardjoeki, kedua saksi ini adalah pegawai Notaris Marah Sutan Nasution.

Untuk isi surat wasiat ini, penulis mendapatkan informasi antara lain,

1. Sebagian generasi penerus menyebut yayasan Chang Pu Ching sebagai yayasan

Naga Sakti.

2. Wun Soek Lian sebenarnya bermarga Ong, dan Chang Tung Yin merupakan anak

Chang Pu Ching dari istri kedua yaitu Wun Soek Lian, dan dua orang komisaris

lagi adalah cucu Chang Pu Ching dari istri pertama Wen Suk Jau, yaitu Chang

Fung Kuin (Budihardjo Chandra) dan Chang Fung Njan, adik dari Budiharjo

Chandra. Ayah dari Budihardjo sudah meninggal dunia sebelum Chang Pu Ching

meninggal dunia.

Sampai saat ini rumah tempat tinggal yang dibangun oleh Chang Pu Ching di jalan Perniagaan no. 80, tetap terawat dengan baik, dengan ada sedikit perubahan pada rumah tersebut. Beberapa kali penulis mendatangi rumah ini dan mendapati bahwa yang menempati rumah tersebut adalah dari keluarga Budihardjo Chandra saja dan seorang anak Budihardjo Chandra yaitu Sugiharto Chandra dengan keluarganya.

Dua anak laki-laki Budihardjo Chandra tidak tinggal di rumah Chang Pu Ching ini.

Memasuki rumah bekas Chang Pu Ching ini, masih banyak terlihat peninggalan

Universitas Sumatera Utara perabot lama seperti beberapa meja makan dari marmer putih lengkap dengan kursinya, yang terawat dengan baik.

Kegagalan puncak terjadi pada generasi ketiga, menurut informasi yang didapat di lapangan langsung dari wawancara dengan generasi penerus keempat dan kelima dari keluarga Tjong Yong Hian, disebutkan oleh pada generasi ketiga, segala perusahaan yang pernah dirintis oleh generasi terdahulu sudah tidak ada lagi yang tersisa, yang ada tersisa hanya sisa warisan yang berupa tanah dan rumah yang dalam jumlah yang sudah jauh dari angka yang memadai jika dibandingkan dengan generasi pertamanya. Menurut ibu Rita, keturunan generasi keempat dari Tjong Yong Hian yang saat ini bermukim di Pulau Penang, Malaysia (penulis beberapa kali melakukan wawancara langsung dengan ibu Rita), bahwa pada generasi ketiga yaitu orang tua ibu Rita, modal kerja mereka masih sangat kuat, tetapi usaha yang ditekuni orangtuanya disebabkan oleh kekurangan mampuan dalam mengurus usaha dan harta warisan yang banyak bukannya membuat mereka leluasa berbisnis dengan modal yang besar, tetapi justru modalnya difoya-foyakan demi kesenangan pribadi. Rita menjelaskan : “ papa saya sempat menjalankan usaha meminjamkan dana kepada pihak lain melalui salah satu kakak kandung Budihardjo Chandra, dan sebagian besar dananya sempat dibawa kabur orang dan tidak berhasil diminta kembali.”

Secara garis besar, hasil wawancara semua generasi penerus sampai di generasi ketiga dari keturunan Tjong Yong Hian tidak berhasil dalam bisnis, di generasi kedua hanya berusaha untuk bertahan meneruskan sisa usaha yang masih ada, sambil berfoya-foya. Generasi ketiga dengan kondisi sisa warisan yang masih ada, tetapi sudah sangat jauh kemewahan yang dapat mereka nikmati seperti yang

Universitas Sumatera Utara dinikmati generasi kedua, karena sebagian besar warisan Tjong Yong Hian sudah hampir habis di generasi kedua. Sukses bisa diraih generasi ketiga ini terlihat dibidang lain yaitu Prof. Dr. Zhang Yi Chun, seorang dokter yang telah mencapai bidang ilmu yang paling tinggi sebagai seorang professor ahli bedah bidang kedokteran.

Bangkitnya generasi keempat dari perusahaan keluarga Tjong Yong Hian dengan berdirirnya PT. Industri Pembungkus Indonesia, merupakan sebuah kebanggan bagi keluarga besar Tjong Yong Hian. Budihardjo Chandra memberikan sinyal kebangkitan generasi keturunan Tjong Yong Hian yang berhasil membangun keluarga sendiri dan berusaha membanggakan keluarga besar Tjong Yong Hian melalui pembangunan dua galleri yaitu satu galleri di Medan di tempat kuburan

Tjong Yong Hian dan istri, serta satu lagi galleri dibangun di Meixian dengan merehab kembali rumah Tjong Yong Hian di Meixian yang menghabiskan dana cukup besar. Fajar Pranoto mejelaskan : “ Budihardjo Chandra menghabiskan dana sekitar 70 miliar untuk merenovasi rumah leluhur Tjong Yong Hian yang dibangun sebagai museum/galleri, untuk mengenang lelulur”

Ringkasan dari bab ini adalah bahwa Perusahaan keluarga Tjong Yong Hian yang sangat sukses melebihi kesuksesan adiknya Tjong A Fie, dan sempat melebarkan sayap usaha ke manca Negara, mengalami kegagalan di generasi kedua dan generasi ketiga, tetapi pada generasi keempat ada indikasi bisa bangkit kembali.

4.2. Perusahaan Keluarga PT. IPI

Universitas Sumatera Utara Pada generasi penerus keempat dari Tjong Yong Hian yaitu Budihardjo

Chandra memulai lagi usahanya dari awal, dengan sisa modal yang sangat minim, menurut Linda Setiawan istri Budihardjo Chandra, dikatakan bahwa Budihardjo

Chandra menjualkan hasil pembuatan kue dari istrinya Linda Setiawan yang pandai membuat kue, kue dijual kepada teman dan tetangga dan sebagian dititipkan ke restoran Tip Top, yang berlokasi didepan rumah Tjong Yong Hian. Linda Setiawan adalah tetangga Budihardjo dari keluarga pengusaha yang tinggal disekitar daerah

Kesawan pada saat itu. Sama-sama berasal dari keturunan keluarga pengusaha, dan disaat menghadapi kesulitan hidup, tidak putus asa untuk memulai kembali, dan

Budihardjo Chandra kemudian menjadi pegawai di sebuah perusahaan yaitu PT.

Industri Pembungkus Indonesia. Selain berstatus sebagai pegawai, Budiharjo memiliki sedikit saham di PT. IPI, dan saat ini Budihardjo Chandra menjadi pemegang saham mayoritas.

Budiharjo Chandra menurut Linda Setiawan pada masa kecilnya yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan kakeknya Chang Pu Ching, Budiharjo

Chandra mengatakan bahwa Chang Pu Ching sangat terpukul dengan dibongkarnya rumah Tjong Yong Hian. Dua anak Budihardjo Chandra, yaitu Sugiharto Chandra dan Benson Chandra PT. IPI dan Evergreen, membantu Budihardjo Chandra di PT.

IPI, sedangkan satu lagi anak kedua Suhardiman Chandra membantu Budihardjo

Chandra mengurus properti grup Prima yang merupakan perusahaan patungan dengan pihak lain.

Selain properti, Sugihardiman Chandra juga mengurus perkebunan sawit dan pabrik kelapa sawit. Grup Prima yang dijalankan oleh Sugihardiman Chandra

Universitas Sumatera Utara bersama iparnya Tony Nauli(suami kakak perempuannya) dan teman lainnya, merupakan grup yang membangun properti di Medan dimulai awal dari proyek membangun ruko, lalu dilanjutkan dengan proyek pergudangan, misalnya pergudangan Prima di daerah Pondok Kelapa Medan dan pergudangan Prima Centre di jalan Gatot Subroto Medan, Grup Prima juga sudah melebarkan jaringan usahanya sampai ke Jakarta sejak 15 tahun lalu, juga antara lain membangun proyek pergudangan di Jakarta.

PT. Industri Pembungkus Indonesia (IPI) yang dijadikan objek penelitian ini, dapat dikatakan sebagai perusahaan keluarga karena struktur organisasi dan kepemilikannya melibatkan anggota keluarga. Bentuk Perusahaan PT. IPI adalah

Perseroan Terbatas yang terdiri dari beberapa komisaris dengan direktur, yang merupakan pemegang saham sendiri. PT. IPI adalah Family Business Enterprise

(FBE), yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga pendiri, dimana perusahaan ini dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga Budihardjo Chandra.

Perusahaan yang mempunyai inovasi produksi dan teknologi bisa meningkatkan produksi, penurunan biaya produksi yang pada akhirnya mampu meningkatkan daya saingnya dan kualitas suatu produk menjadi salah satu pertimbangan untuk membeli suatu barang (Jaffee dan Henson, 2004).

Dalam hal kualitas produk, ada dua kondisi yang mempengaruhi konsumen di pasar (Mbaye dan Gueye, 2015), yaitu, pertama adalah kondisi dimana konsumen mengetahui dan tidak mengetahui siapa produsen barang tersebut. Kedua adalah upaya untuk memperoleh informasi (signaling) menjadi mahal bagi konsumen.

Universitas Sumatera Utara Mahalnya upaya perolehan informasi ini tentu akan mempengaruhi minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Tanpa adanya informasi yang cukup, produk tersebut cenderung tidak diterima oleh masyarakat.

Suksesnya PT. IPI dilanjutkan Budihardjo Chandra dengan pembukaan perusahaan baru yaitu perusahaan bahan baku kertas untuk karton yang dibutuhkan oleh PT. IPI, yaitu PT. Evergreen International Paper yang berlokasi di Tanjung

Morawa, Medan. PT. Evergreen International Paper memulai produksinya pada

Oktober 2009, dengan jumlah pegawai 300 orang. Selanjutnya Budihardjo Chandra di tahun 2017 melebarkan sayap usahanya ke pulau Jawa yang mulai berproduksi di bulan Juli 2017.

Dari nama perusahaan PT. Industri Pembungkus Indonesia, jelas ini sebuah industri. Peraturan menteri perindustrian No. 64/M-IND/7/2016 pasal 1, menjelaskan bahwa industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Dan pasal

5 menyebutkan bahwa industri besar merupakan industri yang mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi lebih dari 15 miliar rupiah.

Dari segi jumlah tenaga kerjanya, PT. IPI dapat digolongkan sebagai perusahaan besar, tetapi dari segi modal investasinya, penulis tidak mempunyai data yang jelas. Kriteria perusahaan tiap negara berbeda, contohnya di Amerika, industri dengan jumlah karyawan kurang dari 500 orang dianggap perusahaan kecil. Para pemimpin SWPC (The Smaller War Plants Coorporation) melihat produsen atau perusahaan kecil sebagai mereka yang memiliki kurang dari 500 karyawan, dan satu

Universitas Sumatera Utara dengan pemilik dan operasi independen (Hooper, 1972), akan tetapi Sembilan puluh persen dari bisnis AS memiliki kurang dari 20 karyawan (Biro Sensus AS, 2014).

Visi dan misi PT. IPI adalah : Our Vision To be the leading integrated packaging manufacturer in Indonesia. Our Mission To provide the Indonesian market with reliable packaging solution, based on quality service and product that is favoured by all customers and consistent across the nation ( https://ptipi.com/about- company/).

Visi PT. IPI berusaha menjadi industri packaging terintergrasi dan terkemuka dan misinya menyediakan solusi pasar karton kemasan yang terpercaya berdasarkan kualitas dan pelayanan konsiten bagi semua pelanggan.

4.2.1. Kepemimpinan PT. IPI

PT. IPI saat ini dipimpin oleh dua anak dari Budihardjo Chandra yaitu anak

pertama Sugiharto Chandra beserta istrinya Fenny dan anak ketiga yaitu Benson

Chandra. Selain pucuk pimpinan yang diwakilkan oleh keluarga sendiri, pucuk

pimpinan yang paling tinggi dipegang oleh Budihardjo Chandra melalui istrinya

Linda Setiawan. PT. IPI juga mempekerjakan tenaga profesional seperti direktur

pada masing-masing bidang tugas dan bawahannya masing-masing.

Pada saat wawancaran, terlihat istri Budihardjo Chandra lebih memainkan

peranan sebagai pengambil keputusan usaha PT. IPI. Sempat terdengar instruksi

diberikan lewat telepon oleh Linda Setiawan kepada menantunya Rebecca istri

Sugihardiman Chandra. Selain pucuk pimpinan yang diatur dari rumah tinggal

Budihardjo Chandra di rumah bekas bangunan rumah Chang Pu Ching, menurut

Universitas Sumatera Utara Fenny, PT. IPI memiliki lima orang direktur profesional untuk masing-masing

bidang pekerjaan seperti, produksi, keuangan, perpajakan, distribusi dan

ketenagakerjaan.

Penulis manajemen terkenal Peter Drucker (1995) menawarkan perspektif lain tentang pandangan analitis dari sebuah organisasi bisnis. Dia menjelaskan bahwa teorinya tentang bisnis terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Asumsi tentang lingkungan, yaitu masyarakat dan strukturnya, pasar, pelanggan,

dan teknologi.

2. Asumsi tentang misi spesifik dari perusahaan, yaitu untuk mewujudkannya hasil

yang berarti.

3. Asumsi tentang kompetensi yang dibutuhkan untuk memenuhi misi, yaitu area di

organisasi mana yang harus unggul untuk mempertahankan posisi kepemimpinan

(Drucker, 1995). Drucker melanjutkan bahwa setiap teori bisnis harus terus diuji

dan disesuaikan untuk mengimbangi kondisi dari lingkungannya. Dia

merekomendasikan bahwa bisnis harus menggunakan pemantauan dan pengujian

yang sistematis untuk bisnis teorinya, yang lebih awal diagnosis masalah sangat

penting, dan bahwa teori bisnis harus diimbangi realitas yang baru berkembang

dari lingkungannya (Drucker, 1995). Untuk memastikan bahwa bisnis tetap

waspada dan mampu berubah sesuai kebutuhan, Drucker (1995) menyarankan

dua proses. Proses pertama adalah bahwa setiap tiga tahun bisnis harus tantang

setiap produk, layanan, kebijakan, dan saluran distribusi yang ditawarkannya.

Proses kedua bertujuan untuk mencegah diambil alih dengan mengubah acara dan

Universitas Sumatera Utara studi yang bersifat eksternal untuk bisnis, misalnya: non pelanggan, wilayah

geografis, dan pasar secara umum (Drucker, 1995).

Prinsip dagang tradisional yang dianut oleh Tjong Yong Hian adalah kepercayaan, ketekunan dan kehormatan (Kam Chung, 2011:5), bisa jadi prinsip ini juga sangat dihayati dan diimplementasikan oleh cicitnya Budihardjo Chandra, sebab Budihardjo

Chandra menyimpan buku, surat kabar, naskah tulisan dan foto peninggalan dari kakek buyutnya, dan buku “Warisan Seorang Pemimpin Sejati Tjong Yong Hian” terbit pada tahun 2011 atas perintah cicit Tjong Yong Hian yaitu Budihardjo

Chandra, boleh dikatatkan bahwa seluruh isi buku yang ditulis oleh Kam Chung tersebut adalah atas informasi dan pengetahuan Budihardjo Chandra.

Kepercayaan menurut beberapa peneliti adalah bahwa Kepercayaan telah

ditetapkan dan diperiksa dalam berbagai cara (Lewis & Weigert, 1985; Rotenberg,

1994) dan McAllister (1995) mencatat bahwa kepercayaan memungkinkan

seseorang mengambil risiko; kepercayaan memungkinkan lebih banyak kolaborasi

efektif di antara orang-orang bisnis yang saling bergantung. Rotter (1967, 1971,

1980) disebut kepercayaan harapan umum seseorang

bahwa dia dapat mengandalkan kata, janji, atau pernyataan dari yang lain.

Gurtman (1992), menyebutkan bahwa tindakan saling percaya adalah tindakan

yang dapat membawa aktor baik positif atau negatif konsekuensi, tergantung pada

yang lain, dipercaya, orang (Deutsch, 1973:149). Kepercayaan diberikan oleh

Budihardjo Chandra kepada istrinya untuk mengurus segala sesuatu baik urusan

pribadi maupun dalam urusan bisnis. Dalam hal ini Budihardjo Chandra mengambil

Universitas Sumatera Utara resiko untuk memberikan kepercayaan penuh dan mereka saling bergantung satu sama lain, dan hasil yang terlihat adalah positif.

Ketekunan adalah upaya berkesinambungan untuk mencapai tujuan tertentu tanpa mudah menyerah hingga meraih keberhasilan (Ranjit Singh Malhi, Enhancing

Personal Quality, 2005). Dalam hal ketekunan ini, bisa terlihat dari pribadi

Budihardjo Chandra yang sangat tekun, seperti kata pengantar yang diberikan oleh

Budihardjo Chandra: “di waktu luang saya beserta istri, secara bertahap merapikan barang peninggalan dari kakek buyut berupa buku, surat kabar, naskah tulisan, foto dan lukisan kaligrafi lainnya”.

Peterson dan Seligman (2004) telah merintis studi tentang kekuatan karakter dan dari ulasan mereka tentang penelitian mereka mendefinisikan ketekunan sebagai

"kelanjutan sukarela dari tujuan yang diarahkan tindakan meskipun rintangan, kesulitan, atau keputusasaan". Pada tahun 2007, istilah grit diperkenalkan oleh

Duckworth dan Peterson, mendefinisikannya sebagai "ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang”. Kehormatan adalah konsep yang sulit untuk didefinisikan. Pitt-Rivers (1966) menjelaskan kehormatan sebagai nilai seseorang dalam mata dirinya sendiri, serta sejauh mana nilai-nilai masyarakat menghargai.

Gaya kepemimpinan pemimpin PT. IPI, sangat berbeda dengan gaya kepemimpinan generasi sebelumnya, dimana Tjong Yong Hian dalam memimpin kuli kontrak, karena pengaruh kekuasaanya dari pihak otoritas Belanda, jadi cenderung lebih bersifat perintah yang harus dijalankan tanpa kompromi, walau dalam bermasyarakat, dalam organisasi sosialnya sebagai pimpinan sosial, selalu

Universitas Sumatera Utara mengandalkan gaya persuasif dengan bawahan dan berjiwa filantropi untuk

membantu sesame, tanpa memandang suku bangsa.

Kepemimpinan PT. IPI adalah jenis otoriter, menganut gaya kepemimpinan

tipe otokratik, dimana menurut Sutikno bahwa tipe kepemimpinan ini menganggap

bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu

berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur.

Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang

biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik

adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap

yang menonjolkan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan bawahan dalam

proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran dan pandangan

bawahannya. Semua keputusan penting dilakukan dari rumah Budihardjo Chandra

oleh istrinya Linda Setiawan, dengan menurunkan perintah kepada direkturnya yaitu

anaknya Sugiharto Chandra dan Benson Chandra.

Gaya kepemimpinan PT. IPI berbeda dengan generasi pendahulunya, yang

lebih memilih gaya tipe militeristik, yaitu pemimpin yang dalam menggerakkan

bawahannya lebih sering mempergunakan sistem perintah, senang bergantung

kepada pangkat dan jabatannya, dan senang kepada formalitas yang berlebih

lebihan.

Laporan keuangan sepuluh tahun sekali juga mencerminkan gaya organisasi yang otoriter, karena tidak memberikan penjelasan yang transparan dan tidak sesuai dengan peraturan sebuah perusahaan terbatas seperti pada umumnya yang harus memberikan laporan keuangan setiap tahun. Peraturan Pemerintah Republik

Universitas Sumatera Utara Indonesia nomor 24 tahun 1998 pasal 2 menyebutkan bahwa semua perusahaan wajib memberikan laporan setiap tahun kepada menteri dan bahwa laporan keuangan tersebut merupakan dokumen umum yang dapat diketahui oleh masyarakat.

Sebuah konflik akan terjadi apabila ada perbedaan pemahaman antara dua orang atau lebih terhadap berbagai perselisihan, ketegangan, kesulitan-kesulitan diantara para pihak yang tidak sepaham. Menurut Wood, Walace, Zeffane,

Schermerhom, Hunt dan Osbon (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah “Conflict is a situation which two or more people disagree over issue of organizational susbstance and/or experience some emotional antagonism with one other”. Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situais dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Ward juga menemukan bahwa bisnis biasanya mengikuti siklus hidup yang pasti. Awalnya, ada permintaan di pasar untuk produk atau layanan, persaingan rendah, dan margin keuntungan relatif tinggi. Namun, ketika siklus berevolusi, pasar menjadi matang, persaingan semakin kuat, pasokan cenderung terisi, dan mungkin, melebihi permintaan. Margin untuk semua pemasok sekarang mulai menurun, dan karena biaya tetap tidak berkurang, titik impas naik. Pada tahap ini, beberapa perusahaan beralih dari industri, dan yang lainnya gagal (Ward, 1997). Daya adaptasi yang dianut oleh Budihardjo Chandra atau oleh pendiri awal lain dari PT. IPI adalah daya adaptasi aktif, dengan bisa merubah situasi yang dihadapi dengan mencari solusi

Universitas Sumatera Utara penggantian produk dari produk kertas makanan yang tidak diminati, dirubah produksi ke produk karton kemasan, merupakan suatu inisiatif yang sangat terpuji.

Jika saja pada saat tahun 1972, PT. IPI tetap pasif tidak merubah diri, tentu saja mungkin hari ini IPI telah menjadi sejarah yang tidak berwujud lagi.

Ringkasan dari kepemimpinan PT. IPI adalah otoriter dengan menyanjung prinsip dagang leluhur yaitu kepercayaan, ketekunan dan kehormatan. Tetapi kesuksesan PT.

IPI dibarengi dengan konflik internal yang belum diselesaikang dengan sempurna.

4.2.2. Modal PT. IPI

Dalam kamus sosiologi, kata modal mengandung arti sumber-sumber yang dipergunakan untuk tujuan produktif, persediaan asset material suatu masyarakat atau kekayaan. Modal merupakan hak yang dimiliki perusahaan, komponen modal yang terdiri dari: modal setor, agio saham, laba ditahan, cadangan laba, dan lainnya.

(Kasmir 2010:311). Schwiedland (dalam Riyanto 2010:18) memberikan pengertian modal dalam artian yang lebih luas, dimana modal itu meliputi baik modal dalam bentuk uang (geldkapital), maupun dalam bentuk barang (sachkapital), misalnya mesin, barang-barang dagangan, dan lain sebagainya. Modal juga terdiri dari modal usaha dan modal manusia, dimana sumber daya manusia merupakan modal utama dalam operasional sebuah perusahan.

4.2.2.1. Sumber Modal PT. IPI

4.2.2.1.1. Modal Usaha

Universitas Sumatera Utara Sesuai hasil wawancara dengan Budihardjo Chandra yang selalu diwakilkan oleh istrinya Linda Setiawan, disebutkan bahwa modal awal PT. IPI bukan dari

Budihardjo Chandra, tetapi dari pihak lain, tetapi pihak lain tersebut bersedia disebutkan namanya oleh Linda Setiawan.

Linda Setiawan mengatakan bahwa :

“ Pada awal mula berdirinya PT. IPI, status Budihardjo Chandra adalah seorang pegawai.”

“ Dulu PT. IPI sudah sempat hampir bangkrut dan sudah berkali kali ditawarkan kepada pihak lain, sempat dating perusahaan mie instan dari Jakarta yaitu Intermi mau membeli PT. IPI, tetapi akhirnya tidak jadi.”

“ Dulu kami tidak mampu menjual produk karena masyarakat masih lebih suka memakai bungkusan makanan dengan daun pisang, lalu kami pernah mengganti juga dengan memproduksi kertas pembungkus rokok, tetapi itu juga tidak sukses

“ Kemudian tidak lama setelah berdiri, PT. IPI bisa dikuasai oleh Budihardjo Chandra dengan status sebagai pemilik saham mayoritas, masih ada sedikit saham pihak lain

.”.

“Budihardjo Chandra menyuntik dana ke PT. IPI untuk dapat mengimpor mesin baru dan mengganti produk baru agar perusahaan bisa diselamatkan.”

Pada saat penulis menanyakan tentang sumber dana modal dari Budihardjo

Chandra untuk menguasai saham mayoritas, Linda Setiawan menjawab sumbernya dari pinjaman kepada teman, dan ketika penulis menanyakan lagi, apakah mungkin seorang teman bersedia meminjamkan dana yang berjumlah besar untuk menguasai

Universitas Sumatera Utara saham mayoritas perusahaan, Linda Setiawan menjawab bahwa sebagian dari pinjaman bank.

Hasil wawancara dengan beberapa pihak lain yang memiliki hubungan dekat dengan pemegang saham awal di PT. IPI, didapat kabar bahwa saham awal

Budihardjo Chandra adalah 7 persen yang merupakan saham yang diberikan oleh pemegang saham mayoritas pada saat itu, kakak kandung Budihardjo Chandra, Tjong

Siu Han 51 persen, William Tiopan seorang pengusaha Medan 30 persen, serta 12 persen lagi adalah pihak lain.

Ketika terjadi perubahan porsi saham dari masing-masing pemegang saham, terjadi konflik internal perusahaan. Konflik terjadi dan tidak terselesaikan sampai saat ini, dimana pemegang saham terbesar pada awalnya adalah Tjong Siu Han, seorang warga negara Singapura yang saat ini masih hidup dan menetap di Singapura, yang merupakan kakak kandung Budihardjo Chandra harus menerima kondisi menjadi pemegang saham minoritas. Dari pihak William Tiopan yang ikut sejak awal menanamkan 30 persen saham, juga didapat kabar bahwa pembagian keuntungan perusahaan dilakukan sepuluh tahun sekali, dan tanpa laporan pembukuan yang transparan.

Dalam hal modal ini, awalnya terjadi karena adanya unsur primordialisme dalam hubungan pemegang saham di PT. IPI, adalah rasa persaudaraan yang kuat dari pendiri awal yaitu Tjong Siu Han, yang mempercayakan seluruh asetnya yang merupakan pemegang saham mayoritas di PT. IPI kepada Budihardjo Chandra.

Tetapi dalam perkembangannya terjadi konflik internal, ini dapat dikatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara kekuatan pragmatisme yang lebih dominan karena adanya orientasi kepada diri sendiri yang kuat. Terjadi pemanfaatan sentiment kekeluargaan untuk diri sendiri.

Mrs. X informan primer yang merupakan famili dekat Budihardjo Chandra mengatakan : “ Kakak kandungnya Tjong Siu Han memberikan kepercayaan modanya 51 persen kepada Budihardjo Chandra, karena saat itu Tjong Siu Han sudah menikah dengan warga Negara Singapore dan ikut suami berstatuskan WNA tersebut.

Tetapi yang kami dengar kemudian perusahaan itu menjadi milik dan dikuasai sendiri oleh Budihardjo Chandra, Tjong Siu Han dan William Tiopan tidak bisa berbuat apa- apa, laporan keuangan tidak jelas dan pembagian keuntungan juga tidak transparan”.

Ilustrasi dan aplikasi dramaturgi dalam hal modal ini diperankan dengan front stage sebagai usaha menyelamatkan perusahaan yang sedang diujung kebangkrutan, front region mencakup setting dan penampilan diri, setting dilakukan dari cara menyuntikkan dana dan cara mendapatkan dana. Sedangkan back region yaitu semua kegiatan diri (self) untuk melengkapi keberhasilan, dan acting penampilan diri untuk kegiatan front region.

Penulis mendapat informasi modal pendirian PT. IPI sebagian besar adalah dari harta warisan Tjong Yong Hian.

Mrs. X menjelaskan bahwa : “ Sampai saat ini, harta warisan baik dari generasi pertama Tjong Yong Hian, kami masih belum terima dan dari generasi kedua juga anak saya masih belum terima”. Dan dijelaskan juga bahwa : “ surat warisan dua generasi awal masih dipegang Budihardjo Chandra, bahkan kuburan buyut kami Tjong Yong Hian, juga dikunci dan dijaga oleh instruksi Budihardjo

Chandra, dan kami jika mau sembahyang leluhur, harus meminta izin kepada

Universitas Sumatera Utara Budihardjo Chandra, padahal kuburan leluhur itu milik bersama dan seharusnya menjadi hak kami bersama, kenapa kami harus meminta izin?”

Rita menjelaskan : “ Bu Linda pernah ditanya tentang masalah tempat kuburan Tjong Yong Hian yang merupakan tempat bagi semua anggota keturunan

Tjong Yong Hian untuk mendatangi pada saat sembahyang leluhur, kata bu Linda bahwa semua anggota keluarga boleh dating sembahyang, tetapi taman kebun bunga tersebut dijaga oleh satpam yang tentu saja tidak mengenal semua anggota keluarga

Tjong Yong Hian, jadi sebaiknya jika mau kesana, memberitahu dulu, agar dapat diberikan instruksi kepada penjaga pintu taman kebun bunga.”

Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan menurut hukum adat adalah harta warisan dapat berupa harta benda maupun yang bukan berwujud benda, misalnya gelar kebangsawanan. Harta warisan yang berupa harta benda menurut hukum waris adat adalah harta pencaharian yaitu harta yang diperoleh sebelum masa perkawinan dan harta bawaan. Harta bawaan yaitu harta yang diperoleh sebelum masa perkawinan maupun harta yang berasal dari warisan. Menurut hukum adat, selama pasangan suami isteri belum mempunyai keturunan, harta pencaharian dapat dipisahkan. Namun, bila pasangan suami isteri telah mempunyai keturunan, harta pencaharian menjadi bercampur.

Harta asal menurut Zainuddin Ali adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki oleh pewaris sejak pertama masuk ke dalam perkawinan dan kemungkinan bertambah sampai akhir hayatnya. Harta warisan menurut F. Satriyo

Wicaksono, terdiri dari harta asal itu yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Harta peninggalan

Harta asal adalah semua harta kekayaan yang dikuasai dan dimiliki oleh pewaris

sejak pertama masuk ke dalam perkawinan dan kemungkinan bertambah sampai

akhir hayatnya. Harta asal itu terdiri dari :

a) Peninggalan yang tidak dapat dibagi.

Biasanya berupa benda pusaka peninggalan turun-temurun dari leluhur dan

merupakan milik bersama keluarga.

b) Peninggalan yang dapat terbagi

Akibat adanya perubahan-perubahan dari harta pusaka menjadi harta

kekayaan keluarga serumah tangga yang dikuasai dan dimiliki oleh ayah dan

ibu karena melemahnya pengaruh kekerabatan, maka dimungkinkan untuk

terjadinya pembagian, bukan saja terbatas pembagian hak pakai, tetapi juga

pembagian hak miliknya menjadi perseorangan.

2. Harta bawaan Harta bawaan dapat berarti harta bawaan dari suami maupun istri, karena masing-

masing suami dan isteri membawa harta sebagai bekal ke dalam ikatan

perkawinan yang bebas dan berdiri sendiri. Harta asal yaitu sebagai harta bawaan

yang isinya berupa harta peninggalan (warisan). Harta bawaan yang masuk

menjadi harta perkawinan yang akan menjadi harta warisan.

3. Harta pemberian

Harta pemberian adalah juga harta warisan yang asalnya bukan didapat karena

jerih payah bekerja sendiri melainkan karena hubungan atau suatu tujuan.

Pemberian dapat dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang kepada

Universitas Sumatera Utara seseorang atau suami istri bersama atau sekeluarga rumah tangga. Pemberian

dapat terjadi secara langsung dapat pula melalui perantara, dapat berupa benda

bergerak maupun tidak bergerak. Dapat pula terjadi pemberian sebelum terjadinya

pernikahan atau setelah berlangsungnya pernikahan.

4. Harta pencarian

Harta pencarian adalah harta yang didapat suami istri selama perkawinan

berlangsung berupa hasil kerja suami ataupun istri.

5. Hak kebendaan

Apabila seseorang meninggal dimungkinkan pewaris mewariskan harta yang

berwujud benda, dapat juga berupa hak kebendaan. Sesuai dengan sistem

pewarisannya ada hak kebendaan yang dapat terbagi ada pula utang tidak terbagi.

Ahli waris

Ahli waris menurut hukum waris adat dibedakan dalam tiga sistem kekeluargaan, yaitu patrilineal, matrilineal dan parental. Ahli waris dalam hukum waris adat yang sistem kekeluargaan patrilineal menentukan bahwa hanya anak laki- laki yang menjadi ahli waris dari orang tuanya. Namun, anak laki-laki tidak dapat menentang jika orang tua memberikan sesuatu kepada anak perempuannya.

Lima ahli waris dalam sistem patrilineal ini yaitu sebagai berikut:

a) Anak laki-laki

Semua anak laki-laki yang sah mempunyai hak untuk mewarisi harta

pencaharian dan harta pusaka.

b) Anak angkat

Universitas Sumatera Utara Anak angkat berkedudukan sama dengan anak kandung tetapi sebatas harta

pencaharian.

c) Ayah dan ibu serta saudara-saudara sekandung Apabila tidak ada anak kandung

laki-laki maupun anak angkat, orang tua beserta sudara-saudara kandung

pewaris merupakan ahli waris.

d) Keluarga terdekat dalam derajat tidak tertentu

Apabila ahli waris tersebut sebelumnya tidak ada, keluarga terdekat dalam

derajat tidak tertentu adalah ahli warisnya

Harta tidak bewujud dari Tjong Yong Hian bisa berupa nama baik, bisa berupa ajaran budaya dari karya tulisannya maupun dari sikap sosialisasinya yang filantropis.

Secara umum, masyarakat keturunan Tiongkok menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu garis keturunan menurut orang tua lelaki.

Pada saat ini, ada 3 (tiga) surat wasiat di tangan Budihardjo Chandra yaitu dua surat wasiat dari Tjong Yong Hian dan 1 (satu) surat wasiat dari Chang Pu Ching.

Keterangan dari Rita :

“Sehari setelah papa saya meninggal di tahun 1979, pak Budihardjo datang

kerumah saya dan meminta semua file surat wasiat Tjong Yong Hian, karena

dulu surat wasiat tersebut berada di tangan papa saya setelah meninggalnya

anak angkat Tjong Yong Hian yaitu Teruno Soehardjo (Chong Toeng Soon)

tahun 1975”.

“Dulu Om saya Teruno Soehardjo sempat menggadaikan warisan Tjong Yong

Hian kepada seorang pengusaha developer di Medan yang bernama Lau Koh,

Universitas Sumatera Utara dan ketika file surat wasiat berpindah tangan ke pak Budihardjo, pak

Budihardjo sempat memenangkan perkara di pengadilan dan bisa mengambil

kembali warisan Tjong Yong Hian. Ada juga pertikaian warisan Tjong Yong

Hian di tanah bekas pajak Hongkong, juga sedang diurus oleh pak Budihardjo

Chandra”.

4.2.2.1.2. Modal Manusia

Selain modal fisik maupun modal ventura, dalam modal sosial ada modal manusia. Modal manusia adalah akumulasi dari pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja untuk menciptakan nilai ekonomi (Praag, van

Witteloostuijn, & van der Sluis, 2013). Modal sosial telah menjadi konsep yang rumit bagi sebagian ekonom dan peneliti untuk memahami karena sifat abstrak dan bentuk tidak berwujud. Untungnya, jalan untuk memahami modal sosial sebagai sumber daya telah menjadi bagian dari munculnya modal manusia di tahun 1960-an.

Modal manusia adalah pencapaian pendidikan angkatan kerja (Benhabib &

Spiegel, 1994) dan biasanya diukur sebagai rata-rata tahun sekolah dalam angkatan kerja (Mankiw, Romer, & Weil, 1992). Nilai dari penciptaan dan pemeliharaan sumber daya manusia adalah bahwa tenaga kerja terdidik yang lebih baik adalah yang lebih siap untuk mengadopsi teknologi baru dan beradaptasi dengan inovasi yang dapat meningkatkan laba perusahaan atau produksi domestik bruto (GDP) (Nelson &

Phelps, 1966; Romer, 1990). Kapan menguji kekuatan empiris dari tuduhan ini,

Benhabib & Spiegel (1994) tidak menemukan hasil yang signifikan ketika menguji hubungan langsung antara modal manusia dan pertumbuhan standar di suatu negara;

Universitas Sumatera Utara pertumbuhan standar sebagai agregat pertumbuhan pendapatan, angkatan kerja, dan populasi. Namun, para peneliti menemukan hasil yang signifikan ketika menguji hubungan antara stok sumber daya manusia dan kemampuan tenaga kerja negara untuk mengadopsi teknologi baru, baik yang dikembangkan di dalam negeri maupun di luar negeri.

Selain itu, model regresi lain menunjukkan bahwa persediaan modal manusia yang tinggi berkorelasi positif dengan akumulasi modal fisik bangsa. Kedua hasil ini menunjukkan bahwa stok modal manusia yang tinggi dapat dilihat sebagai prasyarat untuk pembangunan ekonomi di masa depan, menunggu keberhasilan dalam adopsi teknologi dan akumulasi modal fisik. Dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia adalah unsur penting dalam menciptakan suasana yang matang untuk pembangunan ekonomi.

Selain modal usaha dalam bentuk dana nyata yang dibutuhkan untuk operasional usaha sebuah perusahaan, seorang pengusaha masih sangat membutuhkan lagi modal sosial. Menurut Pierre Bourdieu dikutip oleh George Rtzer mendefinisikan modal sosial adalah sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (dengan kata lain keanggotaaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan secara kolektif.

Dalam hal modal sosial ini terlihat dari awal pendirian PT. IPI yang memberikan dukungan dan kepercayaan penuh kepada Budihardjo Chandra, dan saat ini Budihardjo Chandra memberikan kepercayaan penuh kepada istri dan anak-

Universitas Sumatera Utara anaknya serta menantunya, yang semuanya memberikan kontribusi yang sangat besar, serta seluruh pimpinan dan bawahan dalam operasional PT. IPI. Saat penelitian ini masih berlangsung di bulan Juli 2017, didapat informasi bahwa total pegawai PT. IPI sekitar 400 orang.

Pentingnya teori modal manusia dalam penelitian ini, karena teori merangkul konsep bahwa pengusaha adalah pengambil keputusan tentang manusia modal

(Becker, 1993). Pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi adalah bentuk investasi modal manusia. Mendapatkan modal manusia dapat meningkatkan status ekonomi individu siapa berinvestasi dalam pendidikan (Becker, 1993). Santarelli dan Tran (2013) menyarankan hubungan positif antara keberhasilan memulai perusahaan dan modal manusia.

Para peneliti telah menunjukkan bahwa organisasi membuat keputusan perekrutan berdasarkan karyawan modal manusia (McKee-Ryan & Harvey, 2011).

Dalam hal perekrutan tenaga kerja di PT. IPI, disesuaikan kebutuhan tenaga kerja dengan memberikan syarat kriteria berdasarkan pendidikan dan keahlian di bidang masing-masing.

4.2.2.2. Penanganan Modal PT. IPI

Modal awal PT. IPI digunakan untuk pembelian lahan tanah pabrik, membangun pabrik, mengimport mesin bekas dari Vietnam untuk kepentingan produksi. Selanjutnya masuk modal ventura untuk penambahan modal demi kepentingan import mesin baru dari Jerman, mengganti produk yang berlainan jenis dengan produk awal PT. IPI, serta melakukan penggantian bahan penunjang

Universitas Sumatera Utara produksi, dan mencari tenaga asing dari luar untuk mendidik pegawai pabrik sehubungan dengan penggantian teknologi baru.

Melakukan penahanan laba yang dilakukan pembagian hasil usaha 10 tahun sekali, juga merupakan suatu usaha penambahan modal yang sangat efektif bagi kelangsungan hidup PT. IPI.

Modal generasi pertama, dimana saat Tjong Yong Hian pertama memulai usahanya adalah dengan modal yang minim sekali hasil dari menabung setelah bekerja tiga tahun di kedai kelontong, modal yang dikumpulkan dengan susah payah digunakan untuk membuka sendiri usaha awal dengan usaha sendiri tanpa adanya kolaborasi dengan pihak lain, setelah usahanya sukses, kolabarasi kemudian terjadi dengan bekas majikan pertamanya.

Disini terlihat pribadi yang kuat disiplin dan bisa menjalin hubungan yang baik dengan bekas majikan. Sedangkan Budihardjo Chandra sebaliknya tanpa susah payah menabung untuk membuka usaha, mengandalkan hubungan family dan relasi, mendapat pekerjaan dan mendapat saham, lalu kemudian dengan mengandalkan sisa warisan dari generasi pertama dan generasi kedua, menyuntikkan modal ventura ke

PT. IPI. Jalan menuju sukses Budihardjo Chandra jauh sangat ringan dibandingkan dengan Tjong Yong Hian yang bersusah payah mengarungi samudra untuk menuju sukses.

Sukses bagi seorang Tjong Yong Hian adalah kehormatan dengan berusaha mencari keuntungan dari usaha dengan semangat baja. Mungkin bagi Budihardjo

Chandra adalah keberhasilan mensukseskan operasional PT. IPI. Pelatihan karyawan atas transfer teknologi dan pemakaian karyawan asing, merupakan salah satu langkah

Universitas Sumatera Utara pelaksanaan industri. Selain memakai tenaga kerja dalam negeri, PT. IPI juga memakai satu orang tenaga kerja asing, tenaga kerja asing ini digunakan dalam hal pelatihan transfer teknologi baru, karena PT. IPI memakai teknologi Jerman.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi manipulasi dan dramatisasi dalam modal ventura PT. IPI. Manipulasi terjadi pada modal tambahan ke PT. IPI terdapat dalam dua kasus, kasus pertama adalah cara menyuntikkan dana modal tambahan dan keuletan dalam merubah modal yang paling kecil dari perusahaan menjadi modal mayoritas, kemudian kasus kedua adalah sumber dana modal tambahan tersebut.

Tujuan dramatisme adalah memberikan penjelasan logis untuk memahami motif tindakan manusia, atau kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan

(Fox, 2002). Penjelasan logis atas penanganan modal di PT. IPI dengan menambah modal demi kepentingan likuiditas PT. IPI adalah suatu penjelasan yang sangat logis dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam hal ini manipulasi dan dramatisasi penyuntikan modal tambahan PT.

IPI mengandung motif untuk menguasai saham mayoritas demi kesuksesan perusahaan dan kesuksesan pribadi, dengan cara yang dirangkai sedemikian rupa sehingga tujuan akhir bisa tercapai. Cara memperoleh modal demi tujuan tersebut dilakukan dengan dramatisasi yang melibatkan beberapa pihak, dan akhirnya tujuan tersebut bisa tercapai.

Panggung kehidupan sosial yang diperankan aktor terdiri dari wilayah depan

(front region) dan wilayah belakang (back region) menurut Goffman ini sepertinya dilakukan dengan baik oleh Budihardjo Chandra dan keluarganya. Goffman

Universitas Sumatera Utara menjelaskan bahwa semua anggota kelompok, baik keluarga, organisasi, partai politik, dan sebagainya disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang mendramatisasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan.

Interaksi didalam pencapaian tujuan penambahan modal dan cara pencarian modal, sungguh merupakan suatu temuan yang sangat mengejutkan dalam penelitian ini. Peranan campur tangan beberapa pihak luar keluarga atau pihak luar organisasi juga merupakan suatu temuan yang sangat mengejutkan. Tetapi semua interaksi dramatisasi tersebut, walau sudah tercapai dengan rapi, apakah dalam “back stage” bisa membohongi pribadi sendiri? Hal ini sangat berkaitan erat dengan moral manusia.

Kesimpulan bab ini adalah bahwa modal PT. IPI berasal dari modal usaha, modal tambahan dan modal manusia. Sumber modal paling utama PT. IPI adalah dari

Tjong Siu Han pada awal berdiri.

4.2.3. Produk PT. IPI

Produk sesuai dengan artinya sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan, sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar (Tjiptono, 2002).

Universitas Sumatera Utara Produk PT. IPI adalah karton packaging dari daur ulang kertas atau Koran bekas.

4.2.3.1. Jenis Produksi

Jenis Produksi PT. IPI adalah produk barang yaitu barang dalam bentuk karton dan merupakana produk tidak tahan lama, artinya produk yang dihasilkan merupakan barang yang dipakai tidak lebih dari satu tahun, artinya karton yang dihasilkan tidak dipakai berulang oleh pabrik yang membutuhkan karton packaging serta konsumen juga tidak memakai berulang karton yang merupakan kemasan barang yang mereka beli, misalnya ketika konsumen membeli satu karton indomie, mie yang dikemas dalam karton tidak mempunya fungsi bagi konsumen kecuali untuk pengepakan dan efisiensi dalam pengantaran barang.

Pada saat ini adalah memproduksi karton packaging untuk kebutuhan industri yang membutuhkan karton untuk mengemas produk industri untuk keperluan pengiriman barang ke konsumen.

Produk dari PT. IPI telah mendapat pengakuan SNI 2007. SNI ini adalah daftar kualitas produksi yang telah diuji kelayakannya, dimana untuk produk pemasaran bagi konsumen lokal, Indonesia tidak memberikan kewajiban untuk ikut mendaftarkan SNI, tetapi hanya merupakan himbauan saja.

4.2.3.2. Dinamika Produk

Dinamika adalah suatu bentuk perubahan baik yang sifatnya besar-besaran atau kecil-kecilan, maupun secara cepat atau lambat, yang sifatnya nyata dan berhubungan dengan suatu kondisi keadaan (Kartono, 2007). Pergantian produk IPI

Universitas Sumatera Utara telah dilakukan beberapa tahun setelah pengoperasian pabrik, yaitu penggantian produk awal kertas pembungkus nasi menjadi karton packaging. Hal ini dilakukan karena pilihan produk awal berdirinya IPI, tidak sesuai dengan permintaan pasar pada saat itu.

4.2.3.3. Prospek Produk

Teori prospek adalah model deskriptif pengambilan keputusan individu di bawah risiko (Kahneman dan Tversky 1979), prospek produk berarti pengambilan keputusan atas pemilihan produk dengan resiko. Beresiko berarti mengandung kemungkinan gagal dan kemungkinan berhasi. Ketika pada awal PT. IPI berdiri pengambilan keputusan untuk memilih produk awal ternyata resikonya adalah kegagalan yang terjadi, selanjutnya penggantian produk membawa hasil sesuai yang diharapkan. Penggantian produk dengan penyuntikan dana juga merupakan suatu resiko yang besar, bisa berhasil bisa juga gagal, disini kembali teruji kemampuan

Budihardjo Chandra, tangguh dalam mencari inovasi produk baru, tangguh mencari teknologi baru dan sanggup merealisasikan penggantian produk serta sanggup mengisi permintaan sesuai keinginan pasar.

4.2.3.4. Perbandingan produk dengan sebelumnya

Pada awal berdirinya, produk PT. IPI menurut Linda Setiawan adalah kertas pembungkus nasi dari bahan kertas daur ulang yang dilapisi plastik, pada saat itu mesin produksi diimport mesin bekas dari Vietnam. Berhubung pada sekitar tahun

1970-an untuk kebutuhan pembungkus bahan makanan, penduduk Medan masih lebih

Universitas Sumatera Utara suka memakai bungkus nasi dari daun pisang ditambah kertas koran bekas, selain daun pisang menambah keharuman makanan, juga dirasa lebih murah karena persediaan bahan baku daun pisang yang melimpah pada saat itu. Oleh sebab itu kelangsungan hidup PT. IPI menjadi terancam, karena jumlah penjualan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan, sehingga biaya perusahaan tidak dapat ditutupi. Kemudian sempat juga PT. IPI mencoba memproduksi kertas pembungkus rokok, itu juga gagal.

Kegagalan produk awal PT. IPI memacu pemikirian untuk berinovasi dengan produk lain, dan terinspirasi dari beberapa produk packaging pada tahun 1970-an, antara lain keranjang dari rotan, kotak packaging dari bahan baku plastik, Linda

Setiawan mengatakan bahwa Budihardjo Chandra berpikir tentang kotak packaging yang ramah lingkungan yaitu dari bahan baku karton. Itulah sebabnya Budihardjo

Chandra memberikan ide mengganti produk PT. IPI. Produk PT. IPI saat ini yaitu karton packaging untuk keperluan industri. Dalam produksi PT. IPI mengandalkan nilai produksi, integritas, semangat untuk melayani, inovatif, respek, bertanggungjawab dan bisa dipercaya.

Menurut Fenny, produk karton packaging ini merupakan produksi yang ramah lingkungan, karena tidak menimbulkan banyak limbah, menggunakan bahan daur ulang serta masih bisa didaur ulang, dan PT. IPI juga telah menyediakan pengolahan limbah. Limbah dari sisa potongan karton juga sempat pada masa dulu dibuat menjadi produksi sampingan yaitu tempat wadah telur. Dan sampai saat ini produk

PT. IPI adalah produk yang belum ada penggantinya yang lebih bagus.

Universitas Sumatera Utara Produk awalnya adalah kertas pembungkus makanan, produk tersebut gagal, tetapi tidak berkaitan dengan daya beli, lebih berkaitan dengan tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk hijau adalah produk yang tidak akan mencemari bumi atau merusak sumber daya alam dan dilestarikan atau didaur ulang dengan keberlanjutan yang lebih besar (Shamdasani, Chon, dan Richmond, 1993).

Linda Setiawan mengatakan bahwa ide awal pemilihan produk adalah dari

Budihardjo Chandra. Sedangkan dari sumber lain yang bisa dipercaya, dikatakan bahwa ide awal pemilihan produk adalah dari Chang Siu Han dan suaminya Chew

Beow Beng, seorang warga negara Singapura, yang merupakan seorang pengusaha trading company di Singapore pada masa mudanya.

Linda Setiawan mengatakan bahwa PT. IPI selalu berusaha untuk meng- upgrade teknologi sebagai perbaikan dari mutu produksinya. Hal ini sangat disadari oleh Linda Setiawan, sebab terinspirasi dari langkah Budihardjo Chandra yang saat pertama permulaan produksi PT. IPI mengalami kegagalan, bisa diatasi dengan langkah mesin baru dan dengan menganti produk lain yang lebih disukai pasar.

Menurut Sviokla seperti dikutip Tjiptono (2002), kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut:

1. Kinerja (performance). Kinerja di sini merujuk pada karakter produk inti yang

meliputi merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kinerja

individu. Kinerja beberapa produk biasanya didasari oleh preferensi subyektif

pelanggan yang pada dasarnya bersifat umum.

2. Keragaman produk (features). Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu

produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk.

Universitas Sumatera Utara 3. Keandalan (reliability). Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan

suatu produk mengalami keadaan tidak berfungsi (malfunction) pada suatu

periode.

4. Kesesuaian (conformance). Dimensi lain yang berhubungan dengan kualitas suatu

barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya. Kesesuaian

suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu

penyelesaian termasuk juga perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan

yang tidak dapat diantisipasi dan beberapa kesalahan lain adalah kesesuaian

produk dengan standar dalam industrinya. Kesesuaian suatu produk dalam

industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga

perhitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak dapat diantisipasi

dan beberapa kesalahan lain.

5. Daya tahan/Ketahanan (durability). Ukuran ketahanan suatu produk meliputi segi

ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk didefinisikan

sebagai yang diperoleh oleh seseorang sebelum mengalami penurunan kualitas.

Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat

melalui jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan

keputusan mengganti produk.

6. Kemampuan pelayanan (service ability). Kemampuan pelayanan bisa juga disebut

dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dankemudahan produk untuk

diperbaiki. Dimensi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya

memperhatikan adanya penurunan kualitas produk, tetapi juga waktu sebelum

Universitas Sumatera Utara produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses komunikasi dengan staf,

frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan produk dan pelayanan lainnya.

7. Estetika (aesthetics). Merupakan dimensi pengukuran yang paling subyektif.

Estetika merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality). Konsumen tidak selalu memiliki

informasi yang lengkap mengenai atribut produk dan jasa. Namun demikian

biasanya konsumen memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung,

misalnya melalui merek, nama dan negara produsen.

Dalam hal kualitas produk PT. IPI, sesuai hasil wawancara dengan salah satu pelanggannya mengatakan bahwa mutu dan kualitas produk PT. IPI sudah sesuai dengan kebutuhan, hanya ada segi yang masih dirasa kurang puas yaitu keterlambatan pengantaran barang, biasanya bisa terlambat seminggu dari tanggal yang telah disepakati.

Pelanggan PT. IPI adalah pelanggan yang melakukan pemesanan barang secara berulang-ulang, sebab produk PT. IPI adalah produk core perusahaan industri.

Salah satu konsumennya mengeluh tentang keterlambatan pengiriman barang.

Keluhan keterlambatan oleh konsumen menandakan salah satu aspek motto

PT. IPI dalam produksi yaitu mengandalkan nilai produksi, integritas, semangat untuk melayani, inovatif, respek, bertanggungjawab dan bisa dipercaya. Semangat untuk melayani masih kurang sempurna.

Ada juga pelanggan PT. IPI yang member info bahwa harga PT. IPI kalah bersaing dari pabrik sejenis di kota Surabaya, padahal jarak Surabaya ke Medan masih memerlukan ongkos transport dari Surabaya ke Medan.

Universitas Sumatera Utara

4.2.3.5. Perbandingan dengan generasi sebelumnya

Generasi sebelumnya dari perusahaan PT. IPI adalah perusahaan keluarga

Tjong Yong Hian, dimana generasi muda tersebut memulai usaha dari bidang penjualan yang jauh berbeda dengan PT. IPI

Gambar 4. Perbandingan produk generasi pertama dengan PT. IPI

TAHUN PRODUK KETERANGAN NV. Wan Yun Chong 1870 – 1911 Barang Kelontong 1878 - 1911 Perkebunan Tebu 1878 - 1911 Perkebunan Tembakau 1878 - 1911 Perkebunan Karet 1878 – 1911 Perkebunan Kelapa 1878 - 1911 Perkebunan Teh 1878 - 1911 Perkebunan Kopi 1892 – 1911 Bahan Makanan 1892 – 1911 Bahan Bakar 1892 – 1911 Kain Perusahaan AIR Minum 1894 – 1911 Air Minum Keh kongsi 1896 – 1911 Opium Patungan dengan Tjong A Fie dan Tjong Bi Shi 1903-1911 Bank Jogja Patungan dengan Tjong Bi Shi 1903-1911 Real Estate Patungan dengan Tjong A Fie The Chao Chow & 1903-1911 Kereta api Patungan dengan Swatow Railway Tjong A Fie dan Tjong Bi Shi

Yi Chong 1903-1911 Pelayaran Patungan dengan Tjong A Fie dan Tjong Bi Shi

Fuk Guang 1903-1911 Pelayaran Patungan dengan Tjong A Fie dan Tjong Bi Shi Dun Pen 1908 – 1911 Sekolah Patungan dengan Tjong A Fie

Universitas Sumatera Utara TAHUN PRODUK KETERANGAN IPI 1972 – Karton Packaging Patungan dengan sekarang Tjong Siu Han dan William Tiopan

Akhir Matua Harahap (2015) mencatat:

Bataviaasch nieuwsblad, 25-07-1892: Untuk tgl 11 ini, oleh daerah tampaknya Intendant ke Medan pasokan makanan, bahan bakar, kain, dll atas nama Departemen Perang di Deli selama tahun 1893 dan juga untuk tahun 1894 dan 1895 telah didaftarkan oleh: Mohamed Jusouf, Tjong Yong Hian, Lie Sin Seng, dan Hattenbach & Co

Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-09- 1894: ‘Di Medan didirikan perusahaan air minum dengan modal telah f 20.000 dengan investor sekaligus direktur KD van Assendelft. Anggota komisaris P. de Klerk dan Tjong Yong Hian’.

De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-08-1896: ‘Opium di Pantai Timur Sumatera. Untuk leasings opium mendatang untuk wilayah ini di abu September dapat dilihat menuju persaingan ketat. The Hokian Cina di Penang, Singapura, Batavia dan Padang; persiapkanlah diri untuk menguatkan diri terhadap sekarang di sini tenancy memiliki Keh-Kongsi yang dikenal Tio Tiaaw Siat, sebagai kepala. Untuk perwakilan pantai timur Sumatra oleh bersaudara Tjong Yong Hian dan Tjong A Fie’

Pasokan monopoli makanan didapat Tjong Yong Hian dengan temannya pada tahun 1894 dan monopoli perusahaan air minum pada tahun 1894 serta monopoli opium pada tahun 1896

Kesimpulan dari produk PT. IPI adalah bahwa terjadi beberapa kali penggantian produk dengan harapan bisa sukses dan juga dengan resiko akan menghadapi kegagalan, beberapak kali kegagalan dan dihadapi dengan inovas penggantian produk serta penggantian mesin, sehingga akhirnya mencapai sukses sampai saat ini.

Universitas Sumatera Utara

4.2.4. Jaringan Usaha PT. IPI

Perencanaan organisasi yang dibentuk oleh PT. IPI adalah bersifat formal dalam bentuk sebuah Perusahaan Terbatas yang memiliki beberapa pemegang saham dengan bagian modal masing-masing dan mempunyai pembukuan tertulis.

Salah satu aspek penting dalam jaringan usaha adalah modal sosial, menurut

Lawang, dalam modal sosial, ada tiga unsur utama yaitu kepercayaan, jaringan dan norma. Kepercayaan adalah hubungan antar manusia dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak.

Jaringan memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama.

Dari informasi diatas yang menerangkan bahwa modal awal PT. IPI adalah dari beberapa pihak, itu mencerminkan bahwa PT. IPI berdiri dari modal sosial.

Modal sosial pertama kali didefinisikan oleh Pierre Bourdieu sebagai "agregat dari sumber daya aktual atau potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan atau lebih kurang sebagai dilembagakannya hubungan saling kenal atau pengakuan.

Modal sosial adalah sumber daya yang diukur oleh kekuatan dan daya tahan hubungan dalam suatu komunitas atau jaringan yang diyakini memiliki dampak pada kinerja ekonomi. Sejumlah besar modal sosial menunjukkan hubungan yang kuat yang dapat berorientasi pada tujuan bersama dan yang berhasil dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut.

Jika suatu komunitas lemah dalam modal sosial, baik melalui kurangnya hubungan yang dibangun atau hubungan historis yang buruk, akan lebih sulit untuk

Universitas Sumatera Utara mendorong keterlibatan penuh komunitas dan menciptakan kekuatan yang muncul yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah komunitas yang berat. Modal sosial relasional mencerminkan kualitas hubungan atau "hubungan pribadi yang telah dikembangkan satu sama lain melalui sejarah interaksi" (Nahapiet & Ghoshal, 1998).

Struktural modal sosial sering digambarkan sebagai pengaturan jaringan aktor dalam suatu komunitas (Anderson & Jack, 2002). Apakah ruang lingkup komunitas itu adalah sekelompok warga negara, organisasi, atau bangsa, cara di mana aktor yang teridentifikasi berinteraksi memainkan peran besar dalam menentukan kualitas modal sosial dalam masyarakat. Struktur modal sosial memfasilitasi interaksi aktor

(Coleman, 1988). Budihardjo Chandra, dengan mengantongi modal sebesar 7% ditambah modal Tjong Siu Han 51%, maka kekuatan modal yang ada di tangan

Budihardjo Chandra pada saat itu yaitu pada tahun 1972 adalah sebesar 58 % kepemilikan saham, maka kemampuan interaksi Budihardjo di IPI melebihi siapapun dalam kekuasaan modal sosial.

Oleh sebab itu pada saat tersebut, Budihardjo Chandra sangat leluasa dalam bertindak dalam segala bidang. Tetapi semuanya akan terbukti seiring berjalannya proses di PT. IPI. Biasanya seiring waktu berjalan, dievaluasi oleh sejauh mana kepercayaan, kekompakan dan timbal balik ada dalam suatu hubungan (Moran,

2005).

Mayfair Mei Hui mengatakan bahwa salah satu kebiasaan yang digunakan orang-orang Tiongkok dalam berbisnis, yang merupakan tradisi yang dibawa leluhurnya dari kampung halamannya di Tiongkok adalah suatu jaringan bisnis yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki hubungan-hubungan tertentu karena

Universitas Sumatera Utara adanya rasa saling percaya antara satu dengan yang lainnya. Melalui jaringan bisnis, orang-orang Tiongkok yang ada di dalamnya mempergunakan jaringan bisnis ini untuk saling membantu dalam menjalankan usahanya. Dalam jaringan bisnis ini terdapat satu elemen penting untuk membangun suatu hubungan yang sebenarnya cukup unik untuk dipakai dalam berbisnis, yaitu guanxi. Guanxi adalah suatu fenomena yang sangat unik di dalam kegiatan usaha orang-orang Tiongkok.

Meskipun sebenarnya guanxi atau yang mirip dengan hal itu juga dilakukan oleh banyak orang selain etnis Tiongkok, namun pada umumnya pola guanxi atau yang mirip dengan hal tersebut dijauhkan dari bisnis terutama oleh masyarakat barat.

Model-model bisnis yang ada, terutama yang berasal dari barat, kebanyakan menekan dan menghilangkan kegiatan bisnis yang didasari atas hubungan tertentu seperti pada guanxi. Akan tetapi orang-orang Tiongkok di berbagai tempat sampai sekarang terus menggunakan guanxi dalam kegiatan bisnisnya dan terbukti di berbagai tempat berhasil mendatangkan keuntungan dan menciptakan jaringan bisnis yang menguntungkan mereka. Guanxi merupakan suatu konsep yang telah lama ada di

Tiongkok yang juga terpengaruh ajaran Konfusius mengenai hubungan antara dua orang atau lebih yang orang-orang yang berada di dalam hubungan ini dapat saling memberikan sesuatu yang menguntungkan (baik yang bersifat bisnis atau pun politik) karena adanya hubungan tertentu dan tidak akan memberikan bantuan dalam bentuk sama pada orang lain yang tidak memiliki hubungan ini. Dalam hubungan ini yang terjadi adalah hubungan jangka panjang dan tidak terjadi dalam momen tertentu saja.

Dalam guanxi, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang bersifat interpersonal.

Dalam guanxi terdapat saling pengertian yang bersifat umum. Jika terdapat seseorang

Universitas Sumatera Utara yang berada di dalam guanxi memerlukan bantuan, maka orang lain yang ada di dalam guanxi itu secara otomatis memberikan bantuannya. Jika di masa mendatang orang yang sebelumnya memberikan bantuan memerlukan bantuan, maka orang yang sebelumnya dibantu akan secara otomatis memberikan bantuannya. Transfer ini akan terjadi secara terus menerus dalam bentuk sirkular selama hubungan guanxi ini terus terjaga. Ahli-ahli sosiologi menghubungkan guanxi dengan konsep social capital yang juga dapat dijabarkan sebagai sebuah Gemeinschaft struktur nilai. Ketika akan membuka sebuah usaha bisnis, orang-orang Cina akan mencari modal untuk menjalankan bisnisnya. Di sini modal (capital) tidak hanya terbatas kepada uang dan barang saja, tetapi juga mencakup guanxi. Guanxi sangat diperlukan baik oleh antar orang Tiongkok yang melakukan bisnis maupun orang yang tidak beretnis Tiongkok melakukan hubungan bisnis dengan orang Tiongkok. Dalam kenyataannya hampir seluruh jaringan bisnis yang dikembangkan oleh orang Tiongkok terjadi secara alamiah. Hal ini berkaitan dengan proses terciptanya jaringan bisnis Tiongkok. Ada dua kemungkinan yang dapat menghubungkan jaringan bisnis dengan guanxi.

Kemungkinan pertama yaitu terdapat suatu keterikatan antar orang karena adanya hubungan tertentu sehingga orang-orang tersebut menciptakan suatu jaringan berdasarkan hubungan yang telah mereka buat. Kata guanxi, ketika digunakan dalam konteks sosial mengacu pada hubungan interpersonal berdasarkan implisit, tetapi tidak secara eksplisit pada kepentingan dan manfaat bersama. Setelah guanxi didirikan antara dua orang, masing-masing dapat meminta bantuan dari yang lain, dengan harapan bahwa utang yang timbul akan dibayar kembali di masa depan (Mei

Hui, 1986:2). Ketika quanxi dijadikan sebagai ilmu atau seni maka katanya berubah

Universitas Sumatera Utara menjadi guanxixue dalam bahasa mandarin. Guanxixue artinya menggunakan orang.

Yang lain menyatakan bahwa baik bentuk maupun substansi merupakan bagian integral dari praktik sosial. Guanxixue adalah hubungan pertukaran antara dua orang yang sangat halus dan sopan dan sulit ditebak orang ketiga. Ini adalah hubungan yang melibatkan perhitungan dan pertimbangan saling menguntungkan.

Namun penjelasan lain menyiratkan bahwa guanxixue adalah bentuk perilaku menyimpang. Guanxixue adalah ketika kamu memperlakukan seseorang secara berbeda dari kamu kalau tidak, akan karena seberapa banyak gunanya bagi anda mereka. Guanxixue tidak tegak, itu bengkok dan licik (Mei Hui, 1986:15-16). Ikatan

Quanxi terbentuk dari Shouren, atau 'orang yang akrab'. Shouren adalah seseorang yang dapat diandalkan membantu mendapatkan sesuatu atau menyelesaikan sesuatu urusan. Karena dalam quanxi ada yang bengkok dan licik, maka sering terdengar, terkadang quanxi diucapkan dengan nada ironi dan kepahitan, terkadang dengan hiburan. Dalam menjalin quanxi seringa meberikan gambaran manipulasi hubungan aktif sosial, terutama melalui pemberian hadiah, dengan tujuan untuk memperoleh produk atau layanan yang langsung atau tidak langsung, dan dalam quanxi juga ada jalan pintu belakang, seakan mencari jalan pintas, memiliki keterampilan sosial yang cerdik dan berpengalaman seni penipuan sosial, manajemen kesan, dan manusia manipulasi. Orang-orang yang terikat memiliki jaringan sosial yang luas ,karena mereka tidak hanya tahu cara maju dengan bernegosiasi hubungan sosial, tetapi juga memiliki shi li van, atau 'mata kekuasaan' memperhitungkan dan mempertimbangkan posisi sosial, latar belakang, dan pengaruh orang lain. Ada juga yang mengatakan "Guanxixue menggunakan orang (liyonq

Universitas Sumatera Utara ren)”. Guanxixue mencakup praktik yang etis dan tidak etis; kedua prinsip moral yang tinggi dan perhitungan kecil. Hanya saja seperti dalam matematika, ada angka yang positif dan negatif"

Misalnya, seseorang dapat membantu orang lain dengan rasa syukur yang luar biasa, sedangkan yang lain tidak yang membutuhkan. Bagi orang Tionghoa, ada istilah mempraktekkan renqing adalah menjadi manusia sejati, bukan sebagai binatang.

Budong renging adalah tidak memahami cara-cara dunia, atau menjadi tidak pantas, tidak bermoral atau tidak disosialisasikan dalam berhubungan dengan orang lain dan tidak melepaskan kewajiban seseorang.

Singkatnya, renging dapat dianggap sebagai serangkaian ajaran sosial dalam budaya membatasi perilaku hubungan sosial Tiongkok. Seni guanxi berkaitan dengan jenis hubungan sosial khusus, yang meskipun tunduk pada prinsip-prinsip tradisional renging yang mengatur perilaku pertukaran sosial secara umum, juga memperkenalkan pertimbangan praktis dan strategis untuk mencapai tujuan tertentu di pihak para pelaku . Agar tidak menjadi korban oleh orang lain, seseorang harus dengan giat mengembangkan guanxi (gao hao guanxi) dengan semua orang. (Mei

Hui, 1986:20-21)

4.2.4.1. Jaringan Usaha Internasional

Dari sejak berdiri hingga penelitian ini berlangsung, tidak ada perjalinan usaha perdagangan antara PT. IPI dengan dunia luar Indonesia, kecuali modal awal dari luar Indonesia dan mesin diimport dari Vietnam serta dilanjutkan lagi dengan import mesin dari Jerman. Jaringan bisnis awal PT. IPI dimulai dari hubungan

Universitas Sumatera Utara guanxi, dimana pemikiran ide pembukaan perusahaan menggantungkan harapan besar kepada Budihardjo Chandra oleh Tjong Siu Han dan William Tiopan sebagai pemegang saham perdana.

Sebagai keturunan orang Tionghoa, tentu quanxi ini sangat mempengaruhi faktor pemikiran awal untuk mengambil keputusan atas orang yang bisa dipercaya untuk mengurus kepemimpinan dalam operasional sehari-hari. Tjong Siu Han memiliki keluarga di Singapura, dimana suaminya memiliki usaha bisnis di

Singapura. William Tiopan juga seorang pengusaha pabrik biskuit di Kota Medan.

Jadi masing-masing pemilik modal pada saat itu tidak mempunyai waktu untuk mengurus perusahaan.

Dalam hal ini, para pemegang saham awal menggunakan quanxi dalam memanfaatkan orang untuk mengurus bisnis baru yang mereka rintis, dan sebaliknya orang yang digunakan juga menggunakan quanxi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Di dalam prosesnya akan terjadi quanxi yang lurus atau terjadi quanxi yang bengkok dan licik, tentu saja ada banyak kemungkinan. Mei Hui dalam disertasinya The Art of Social Relationships dan Exchang in China, menjelaskan bahwa ciri khas masyarakat sosialis China kontemporer ini adalah bagian dari kesadaran yang diartikulasikan dan asas-asas budaya yang mendasari kebanyakan perjumpaan Cina. Memang, kesadaran sosial tentang pentingnya guanxi telah menjadi begitu jelas bahwa praktek pertukaran ini sebenarnya ditunjuk dalam bahasa populer dengan istilah baru yang hanya muncul dalam penggunaan dalam masyarakat sosialis baru: 'guanxixue'

(dilafalkan 'guan-shi-shwe'), yang berarti secara harfiah, 'studi tentang hubungan

Universitas Sumatera Utara sosial.' Ini adalah istilah teknis dengan putaran satir. Dalam bahasa Cina, akhiran nominatif xue, ketika ditambahkan ke kata berarti 'studi tentang' atau '-ologi', seperti dalam 'studi hewan' atau 'zoologi' (dongwuxue) (Chao 1968: 227). Oleh karena itu guanxixue dapat diterjemahkan 'studi guanxi' atau 'guanxiologi.' Konotasi guanxixue dalam penggunaan sosial yang sebenarnya, bagaimanapun, jauh berbeda dari pembelajaran yang tidak tertarik seperti 'matematika' (shuxue) atau 'biologi'

(shenwuxue) . Tepi satir dalam istilah guanxixue terletak pada peningkatan seni memanipulasi hubungan sosial menjadi cabang pengetahuan ilmiah yang lengkap sama-sama valid dan sama pentingnya dengan spesialisasi akademik lainnya.. Bahkan ada saran di sini bahwa guanxixue akan membawa seseorang lebih jauh di dunia daripada pembelajaran formal. Dengan pertimbangan resonansi yang ironis ini, guanxixue paling baik diterjemahkan sebagai 'seni hubungan sosial', menggambar pada rasa keterampilan dan taktik yang disampaikan oleh kata 'kesenian'. Selain itu, saat ini keterampilan dan taktik menyatu dalam cara pertukaran yang dikenal, mereka juga akan disebut sebagai 'ekonomi hadiah'. Analisis 'simbol-simbol kunci' dalam sistem budaya telah menyediakan perangkat metodologis utama dalam antropologi untuk memahami elemen-elemen kunci yang menginformasikan susunan struktural dari masyarakat tertentu dan di mana banyak tema budaya yang signifikan atau ketegangan diartikulasikan (Ortner 1973). Simbol kunci bisa dalam berbagai bentuk: benda-benda yang diinvestasikan dengan makna simbolik publik dan konvensional seperti salib dalam agama Kristen atau Buku Merah Kecil Mao selama Revolusi

Kebudayaan di Cina; melembagakan upacara ritual seperti upacara pemberian hadiah agonis dari potlatch di antara Northwest Coast American Indians; atau pola praktik

Universitas Sumatera Utara budaya yang informal tetapi berulang dalam kehidupan sehari-hari. Di mana pun seseorang menemukan suatu objek yang memunculkan minat budaya asli yang kuat atau menunjukkan banyak elaborasi budaya, objek simbolis atau serangkaian praktik itu mungkin merupakan unit penting yang mengandung arti yang konten dan ekspresinya atau mencerminkan aspek lain dari masyarakat. Dalam memilih seni guanxi sebagai simbol kunci yang dapat menjelaskan banyak segi masyarakat sosialis China, saya telah menyesuaikan dengan kelima indikator yang dapat diandalkan yang Ortner

(1973: 1339) ditata untuk identifikasi simbol kunci. Pertama, seni sosial hubungan dianggap oleh penduduk asli untuk menjadi penting secara budaya. Kedua, ia membangkitkan sentimen positif atau negatif yang pasti pada bagian pribumi dan merupakan objek yang sangat menarik, bahkan, kadang-kadang merupakan objek keasyikan tunggal, bukan ketidakpedulian. Ketiga, ekonomi hadiah muncul berulang kali dalam banyak konteks sosial yang berbeda.

Ketika penulis menanyakan tentang pembukaan jalur usaha ke luar negeri seperti generasi pertama, Linda Setiawan mengatakan : “Kami belum sebesar dan sehebat Tjong Yong Hian leluhur kami yang mempunya usaha sampai ke manca

Negara, kami masih membuka di dalam negeri Indonesia saja dan belum terpikir untuk mengembangkan keluar negeri”.

Tetapi Mr. X menjelaskan bahwa : “ Budiharjo Chandra membuka galeri di tanah leluhur dan diatas bangunan leluhur kami Tjong Yong Hian di China, seharusnya sebuah bangunan leluhur, jika mau dirombak menjadi suatu usaha, harus mengadakan rapat keluarga besar.”

Universitas Sumatera Utara

4.2.4.2. Jaringan Usaha Nasional

Jaringan nasional PT. IPI dalam hal organisasi terjalin dari hubungan quanxi dengan William Tiopan, pengusaha lokal Medan, dimana bertiga dengan kakak kandung Budihardjo Chandra yaitu Tjong Siu Han dengan suami, berelaborasi membangun sebuah perusahaan industry kertas bungkus makanana pada awalnya.

Salah seorang famili William Tiopan menjelaskan : “ Om saya William Tiopan mengadakan kerjasama dagang dengan Budihardjo Chandra dengan modal 30 persen, tetapi yang saya dengar bahwa transparansi PT. IPI sampai saat ini tidak jelas dilaporkan oleh Budihardjo Chandra” Temuan ini menjelaskan adanya konflik internal PT. IPI.

Jaringan usaha PT. IPI adalah industri pemakai hasil produksi karton yang ada di Sumatera, bahkan sampai ke Jawa. Penguasaan pangsa pasar di Sumatera sebesar

60 persen dari total pemakai produk karton packaging, adalah suatu prestasi yang sangat dibanggakan, serta para pemasok/supplier bahan baku PT. IPI.

Banyak industri di Kota Medan yang membutuhkan kotak karton ini, seperti pabrik mie, pabrik sabun, pabrik makanan kaleng, pabrik kosmetik dan lain-lain. Hal ini membuat usaha ini berkembang pesat, bahkan dari luar Sumatera juga datang permintaan. Tahun 2017, PT. IPI telah mengembangkan usahanya ke Jawa yaitu pabrik di Jakarta yaitu PT. Chandra Kusuma Abadi yang telah memulai produksi awal pada bulan Juli 2017.

4.2.4.3. Jaringan Usaha dengan Pemerintah

Universitas Sumatera Utara Menurut hasil wawancara langsung dengan sumber primer, dikatakan tidak ada hubungan kerjasama dagang antara PT. IPI dengan pemerintah. Kami menjualkan hasil produksi kami ke perusahaan lokal di Medan dan sekitarnya dan bahan baku kami peroleh dari pengusaha sekitar Medan juga, pada zaman dulu ada sebagian kertas Koran bekas kami beli dari kota-kota di pulau Jawa. Linda Setiawan menjelaskan : “ Kami tidak mengadakan kerjasama dengan pemerintah, kami hanya menjualkan hasil produksi kami kepada pabrik lokal.”

Ketika penulis menanyakan tentang gejolak politik di Indonesia pada zaman orde lama dan orde baru serta tahun 1998, Linda Setiawan kembali menjelaskan bahwa : “ Kami tidak mencampuri urusan politik Indonesia, kami hanya pedagang biasa, buktinya pada saat terjadi kerusuhan , rumah kami sama sekali tidak mendapatkan perlakuan seperti dilempar batu dan lain-lain”.

4.2.4.4. Jaringan Usaha dengan Swasta

Seperti dikutip dari bab tinjauan pustaka, menurut Prabatmodjo, jaringan usaha dapat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Unsur-unsur tersebut pada umumnya berupa unit usaha, dapat juga berupa non-unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi penyelenggaraan unit usaha. Organisasi yang dimaksud dapat bersifat formal maupun informal. Dalam hal ini PT. IPI membentuk jaringan usahanya melalui organisasi yang dibentuk awal dari saudara dan teman dekat.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Company Profile PT. IPI

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Company Profile PT. IPI diakses Juli 2018, tetapi web ini menghilang bulan Agustus

2018. https://ptipi.com/about-company/https://ptipi.com/about-company/

Tabel profile perusahaan PT. IPI mejelaskan bahwa PT. IPI dibangun oleh

Budihardjo Chandra dengan almarhum Chew Beow Beng dan alamarhum William

Tiopan, Chew Beow Beng adalah suami dari Tjong Siu Han, kakak kandung dari

Budihardjo Chandra, dan William Tiopan adalah pengusaha Medan yang merupakan sahabat Budihardjo Chandar dan Tjong Siu Han. Dan dijelaskan bahwa PT. IPI dimulai dengan status industri kecil dengan 40 orang pegawai.

Yang penulis dapat info dari informan primer Lina Setiawan istri Budihardjo Chandra mengataka : “ Dulu awalnya Budihardjo Chandra hanya sebagai pegawai di PT. IPI dengan saham yang sangat sedikit”

Jaringaan usaha juga disebut menghasilkan produk atau jasa dan membuat produk atau jasa itu tersedia bagi pembeli memerlukan pembangunan hubungan yang bukan hanya dengan pelanggan tetapi juga dengan pemasok kunci dan penjual perantara dalam rantai pasokan perusahaan (Kotler dan Amstrong, 2008:39). Seluruh operasional produksi PT. IPI adalah dengan bahan baku dari dalam negeri dan penjualan hasil produksi juga dilakukan di dalam negeri, hanya teknologinya yang diimport dari Jerman.

4.2.4.5. Keadaan Jaringan Usaha sekarang

Jaringan usaha organisasi PT. IPI pada saat ini berubah drastis dari organisasi awalnya, dimana organisasi awal PT. IPI merupakan bagian lebih dari 3 orang yang

Universitas Sumatera Utara mengadakan kerjasama membuka perusahaan dan memberikan kuasa wewenang kepada Budihardjo Chandra, saat ini Budihardjo sebagai pemegang saham mayoritas, menguasai hampir semua bidang bagian dari organisasi dengan mempercayakan kepada ketiga anak dan satu menantunya dalam mengelola PT. IPI. Ketika penulis menanyakan kepada informan primer Linda Setiawan tentang bagaimana bisa organisasi PT. IPI berubah menjadi mayoritas milik Budihardjo Chandra. Linda

Setiawan menjelaskan bahwa : “ Organisasi PT. IPI menjadi hak dan tanggung jawab

Budihardjo Chandra setelah menguasai saham mayoritas pada saat ini, tetapi pengelolaan organisasi PT. IPI saat ini sudah tidak terlalu banyak diurus Budiharjo lagi, semua pekerjaan sudah bisa diteruskan oleh anaknya, walau Budihardjo Chandra masih berstatus sebagai direktur aktif”.

Ketika penulis menanyakan tentang rencana suksesi perusahaan kepada informan primer Fenny mengatakan : “ Kami tidak memaksakan kehendak kepada generasi penerus untuk mengelola PT. IPI, semua tergantung kepada keinginan dan bakat penerus”.

Jaringan usaha penjualan produk pada saat ini berjalan dengan mulus tanpa ada rintangan baik dalam produksi maupun dalam penjualan, bahkan saat ini boleh dikatakan hasil produksi IPI adalah lebih besar permintaan dari pada penawaran.

Ketika penulis menanyakan tentang kondisi jaringan usaha kepada sumber primer ibu

Fenny menjawab :

“Kami bisa menguasai 60 persen dari total kebutuhan karton packing yang dibutuhkan oleh industri di medan saat ini, dan sebetulnya kebutuhan lokal Medan

Universitas Sumatera Utara masih kurang mencukupi, sehingga produk karton packaging dari Jawa bisa masuk industri di Medan”

Disaat ditanya lagi mengapa bisa sampai produk Jawa masuk ke Medan, apakah pabrik sejenis di Medan tidak dapat memenuhi permintaan pasar, kembali ibu Fenny

“menjelaskan bahwa sebenarnya bisa dipenuhi, tetapi kebutuhan dan keinganan pasar tidak bisa dipaksakan oleh produsen”

Dan ketika penulis menanyakan apakah akan ada produk pengganti yang lebih efisien di masa depan sebagai pengganti produk PT. IPI saat ini, Fenny kembali menjelaskan bahwa “ sampai saat ini belum ada produk pengganti yang lebih bagus maupun lebih efisien serta lebih ramah lingkungan seperti produk karton packaging PT. IPI sekarang”

4.2.4.6. Keadaan Jaringan Usaha sebelumnya

PT. IPI terbentuk atas adanya quanxi dengan saudara dan teman, sehingga timbul kepercayaan untuk membuka suatu usaha bersama dan mempercayakan kepada Budihardjo Chandra.

Dan usaha awal walau gagal, tetapi pengoperasian usahanya tetap dijaga dan dikembangkan dengan baik oleh Budihardjo Chandra. Produk lama yang dihasilkan pada saat ini kurang. Linda menjelaskan bahwa : “ Dulu PT. IPI tidak lama setelah berdiri, kami tidak mampu menjual produk karena masyarakat masih lebih suka memakai bungkusan makanan dengan daun pisang, lalu kami pernah mengganti juga dengan memproduksi kertas pembungkus rokok, tetapi itu juga tidak sukses, sehingga

Budihardjo Chandra mencari produk lain yang diproduksi saat ini, dan mencari

Universitas Sumatera Utara pinjaman ke teman dan bank untuk menambah dana membeli mesin baru”.

Penjelasan ini mencerminkan bahwa pada saat awal PT. IPI berdiri, Budihardjo hanya berstatus pegawai dan memiliki saham kecil.

4.3. Hubungan PT. IPI dengan Pemerintah

Sebuah penanaman modal perusahaan sudah jelas memberikan sumbangsih terhadap pembangunan, baik dari segi penyediaan tenaga kerja, kebutuhan persediaan bahan baku produksi sampai hasil produksi. Apalagi jika terjadi penanaman modal asing, masuknya penanam modal asing ke Indonesia akan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, karena ikut memacu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi.

Pada masa orde baru, pemerintah mulai merubah paradigma pembangunan dengan membuka kembali hubungan luar negeri. Untuk rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya Indonesia sangat membutuhkan dana sangat besar (Hiil,

1989). Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan dengan pihak barat, dan menjauhi ideologi komunis. Indonesia juga menjadi anggota Persatuan Bangsa-

Bangsa (PBB), dan menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang putus pada zaman

Soekarno. Pemerintah mengambil beberapa langkah yang sangat strategis yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama.

Kesimpulan yang bisa dilihat dari jaringan usaha PT. IPI adalah bahwa PT.

IPI terbentuk atas adanya quanxi dengan saudara dan teman, sehingga timbul kepercayaan untuk membuka suatu usaha bersama dan mempercayakan kepada

Universitas Sumatera Utara Budihardjo Chandra. Dan jaringan usahanya meluas antar pulau tetapi belum sanggup menjangkau pasar luar negeri sampai pada saat ini selama lebih kurang 46 tahun operasional PT. IPI.

4.3.1. Peraturan Pemerintah

Pada masa berdirinya PT. IPI tahun 1972 dimana saat tersebut pemerintah sedang menggalakkan perdagangan melalui perdagangan internasional, dimulai dengan Malaysia dan Singapura. Paket-paket kebijakan jangka pendek yaitu tindak lanjut dari diterbitkannya TAP MPRS No. XXIII Tahun 1966 tentang pribadi

Landasan Kebijakan Ekonomi, Salah satu paket kebijakan yang sangat penting dalam konteks ekonomi Indonesia saat pemerintahan orde baru adalah UU Penanaman

Modal Asing yang dikeluarkan pada tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam

Negeri pada tahun 1968. Untuk mendukung kedua UU tersebut, pemerintah juga mengeluarkan Kebijakan deregulasi yang berhubungan dengan ekonomi pada umumnya dan investasi pada khususnya (Salim, 2000). Selain itu, pada masa yang sama perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasikan pada masa orde lama dikembalikan ke pemiliknya.

Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan kebijakan landasan ekonomi keungan dan pembangunan, pada BAB VII Kebijaksanaan

Pembiayaan Pasal 47, bahwa dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara harus diusahakan agar defisit dalam waktu yang singkat dapat dihapuskan sehingga dengan demikian sumber utama inflasi dapat ditiadakan.

Universitas Sumatera Utara Pasal 56 MPRS No. XXIII/MPRS/1966 menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan hubungan ekonomi internasional sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif maka prinsip-prinsip kepentingan nasional harus senantiasa diutamakan, Ini antara lain berarti bahwa dalam penentuan transaksi-transaksi perdagangan luar negeri prinsip-prinsip ekonomi harus dipegang teguh. Kedua bab

VII dan bab VIII ini memberikan sambutan pemerintah kepada pihak swasta nasional maupun internasional dalam berusaha di Indonesia.

Kemudian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing, pada BAB VII Jangka Waktu Penanaman Modal Asing,

Hak Transfer dan Repatriasi. Pasal 18 menyatakan bahwa dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak melebihi 30

(tiga puluh) tahun.

Undang-undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing ini memberi semangat berdirinya PT. IPI seperti yang ditulis di bab 4.1.2 ini, yaitu dengan modal awal saham mayoritas dari warga negara asing pada tahun 1972 yaitu

Tjong Siu Han, menurut salah satu informan, bahwa berhubung susahnya pengurusan izin pada masa itu bagi sebuah perusahaan asing PMA, ini juga yang menjadi pemikiran para pendiri awal PT. IPI, sehingga kepemilikan saham Tjong Siu Han dipercayakan kepada adik kandungnya Budihardjo Chandra. Jadi dikatakan bahwa awal berdiri, PT. IPI adalah sebuah perusahaan penanaman modal asing, tetapi secara legalitasnya adalah penanaman modal dalam negeri.

Sejarah berdirinya PT. IPI sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah pada era orde baru, yang sedang menggalakkan perbaikan iklim usaha nasional dan

Universitas Sumatera Utara internasional untuk menopang perbaikan ekonomi yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi dan stabilitas bangsa setelah mengalami krisis moneter.

Jika bab VII pasal 18 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 dikaitkan dengan

IPI, jelas pasal ini bisa merugikan PT. IPI. Sebab saat ini usia PT. IPI telah 46 tahun, dan PT. IPI terselamatkan dari pasal tersebut, karena peminjaman nama Budihardjo

Chandra, sehingga status PT. IPI secara legalitas adalah perusahaan penanaman modal swasta nasional atau penanaman modal dalam negeri.

Mr. X menjelaskan bahwa : “ pada saat PT. IPI berdiri, Tjong Siu Han mempercayakan modalnya yang 51 persen kepada Budihardjo Chandra, karena pada saat itu untuk mengurus izin pendirian sebuah PMA membutuhkan birokrasi yang panjang di Medan dan Jakarta, bisa membutuhkan waktu yang sangat lama mungkin lebih dari 5 tahun, sehingga PT. IPI tidak didirikan dengan status PMA, tetapi PT. IPI adalah PMDN”.

Tidak ada usaha PT. IPI yang memonopoli seperti generasi pertamanya, sekarang di Indonesia yang mengizinkan monopoli perdangangan. Negara Indonesia melarang monopoli dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 menyebutkan sebagai berikut: a Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau

atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku

usaha. b Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih

pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas

Universitas Sumatera Utara barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat

dan dapat merugikan kepentingan umum. c Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar

bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga

barang dan atau jasa. d Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing

yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang

dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di

pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan

akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan

pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. e Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,

menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. f Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha. g Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan

diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis

maupun tidak tertulis.

Universitas Sumatera Utara h Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan

oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai

pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. i Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara

langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang

dan atau jasa. j Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah

pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau

sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut. k Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-

aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja

pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,

keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar. l Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam

kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai

tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target

penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.

Dari point tentang monopoli tersebut diatas, tidak ada satupun yang bersinggungan dengan usaha yang ditekuni oleh PT. IPI.

Dalam Bab III tentang Perjanjian Yang Dilarang khususnya Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa:

1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara

bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan

Universitas Sumatera Utara atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan

penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana

dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok

pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar

satu jenis barang atau jasa tertentu.

Dari ketentuan tentang larangan diatas, juga tidak ada satu pun yang dilanggar oleh PT. IPI, penguasaan pasar lokal Medan oleh PT. IPI baru mencakup sebesar 60

%. Kemudian tahun 2010, pada masa pemerintahan Presiden H. Susilo Bambang

Yudhoyono terbit lagi Undang-Undang Nomor 57 Tahun 2010 tentang penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambialihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Dari ketatnya Undang Undang tentang monopoli ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melarang dan menjaga supaya tidak terjadi praktik monopoli dalam iklim bisnis di Indonesia, karena praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum (bab 1 ayat 4).

Pada masa pemerintahan presiden yang terdahulu sampai masa Presiden

Jokowi, negara kita sangat mengharapkan masuknya investor asing dengan memberikan berbagai keringanan, salah satu keringanan yang diberikan dalam bentuk keringanan pajak. Pada 2017 kita sudah mencadangkan tax allowance dan tax

Universitas Sumatera Utara holiday, tetapi tidak ada investor yang tertarik. Oleh sebab itu Sri Mulyani lantas meminta kementerian dan lembaga yang berkorelasi dengan insentif ini untuk melakukan evaluasi. Ia sekaligus mencari kebijakan fiskal yang tepat sesuai dengan kebutuhan industri masa kini.

Tax holiday di zaman Presiden Jokowi adalah fasilitas pengurangan Pajak

Penghasilan (PPh) badan dalam jangka waktu 5-15 tahun bagi investor yang memenuhi syarat, bahkan bisa sampai 20 tahun bila mendapat persetujuan menteri keuangan. Sementara itu, tax allowance adalah insentif investasi bidang tertentu di wilayah tertentu untuk investor baru atau investor lama yang ekspansi bisnis, berlaku sejak 2008. Skemanya berupa insentif pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi yang dikeluarkan, insentif berlangsung selama 6 tahun atau 5% per tahun, sehingga akan mengurangi beban PPh yang disetorkan oleh investor.

Lahirnya kedua insentif perpajakan untuk investasi memang tidak terpisahkan dari upaya menarik investasi besar-besarnya di tengah persaingan memperebutkan aliran modal atau investasi asing terutama di kawasan ASEAN. Selain Indonesia, negara-negara di ASEAN juga sudah menerapkannya, dengan skema yang beda-beda termasuk syarat dan kemudahan mendapatkannya.

Menurut kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha

Indonesia (Apindo) untuk mendapatkan insentif pajak di Indonesia, seperti tax holiday memang tidak mudah. Selain terbatas di sektor industri tertentu, batas minimal nilai investasi yang harus dikucurkan juga sangat besar.

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 103/2016) tentang

Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan atau skema tax holiday, penanaman modal yang dapat fasilitas ini paling sedikit sebesar Rp 1 triliun sebagai wajib pajak baru dan industri pionir. Investor akan mendapatkan pengurangan PPh badan sebagaimana paling banyak 100 persen (penghapusan) dan paling sedikit 10 persen. Namun, syaratnya bisa diturunkan di bawah Rp1 triliun hingga minimal

Rp500 miliar asalkan investor memperkenalkan teknologi tingkat tinggi. Namun, insentif yang bisa diberikan hanya dalam bentuk pengurangan PPh yang bisa diberikan kepada investor paling banyak hanya 50 persen saja.

Kebijakan tax holiday, termasuk yang paling banyak direvisi terutama pada era pemerintahan Presiden Jokowi. Tujuannya memang untuk lebih merelaksasi persyaratan agar bisa dipenuhi oleh investor. Namun, tetap saja bagi investor atau pengusaha masih dianggap berat untuk bisa lolos persyaratan. Di sisi lain, ada perubahan yang mendasar, pada saat diluncurkan pada 2011 secara tegas menyebutkan "Pembebasan" PPh badan selama 5-10 tahun sesuai PMK No

130/PMK.011/2011 tentang pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh badan.

Namun, semenjak 2015 direvisi dalam PMK 159/PMK.010/2015 tentang pemberian fasilitas pengurangan PPh badan lebih menekankan pada pengurangan PPh badan. Istilah "pembebasan" dan "pengurangan" dimaknai sebagai inkonsistensi pemerintah. Terlalu tinggi, jadi susah comply. Selain itu, pemerintah juga tidak konsisten memberikan insentif pajak kepada investornya.

Universitas Sumatera Utara Contohnya menurut Hariyadi Sukamdani Ketua Apindo, sewaktu kasus

Samsung uang pernah menanamkan modalnya di Indonesia sebesar US$20 juta, dan dijanjikan mendapatkan insentif pajak. Namun, insentif tersebut ternyata tidak kunjung diberikan. Selain itu, sepinya peminat juga disebabkan masih lesunya geliat bisnis sepanjang tahun lalu, terutama di sektor industri pionir yang menjadi fokus pemerintah untuk mendapatkan insentif pajak. Industri pionir itu antara lain seperti industri logam hulu; industri pengilangan minyak bumi; industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam; industri permesinan yang menghasilkan mesin industri. Lalu, industri transportasi kelautan; industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi; dan infrastruktur yang menggunakan skema selain Kerjasama

Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Herman Juwono sebagai Wakil Ketua Tetap Bidang Perpajakan KADIN mengatakan bahwa hal ini karena sektor industri yang menjadi fokus insentif pajak itu sedang lesu sepanjang tahun lalu, sehingga minim peminatnya. Akan tetapi akan berbeda ceritanya kalau dibuka bebas.

Menteri Industri Airlangga Hartarto mengusulkan adanya insentif pajak untuk mendorong seluruh industri pengolahan mengembangkan inovasi dan kualitas tenaga kerja melalui vokasi, yang dapat mengerek nilai ekspor. Potongan pajak (tax allowance) untuk belanja terkait vokasi sebesar 20%, sedangkan 300% untuk belanja terkait inovasi (Research and Development/R&D).

Airlangga juga memberi usul terkait dengan besarnya pajak yang disumbangkan oleh industri pengolahan, yaitu suatu skema insentif baru untuk

Universitas Sumatera Utara industri pengolahan. Kontribusi pajak dari sektor industri mencapai Rp224,9 triliun.

Ini dilihat dari kontribusi produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan terhadap

PDB perekonomian pada triwulan III 2017 yang mencapai 19,9%. Sampai dengan

Agustus 2017 penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan bahkan mencapai 17,01 juta orang atau sekitar 14,05% dari total tenaga kerja di Indonesia.

Sektor industri telah terbukti memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional dalam hal penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, dan penerimaan negara. Nilai ekspor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar di sektor non-migas, pada Januari-Oktober sebesar 74,48% atau senilai

103,131 miliar dolar AS.

Usulan insentif pajak ini telah diajukan Menteri Industi kepada Menteri

Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan mendapat tanggapan yang positif. Saat ini, masih dalam proses negosiasi, tapi ditargetkan sebelum kuartal I 2018 telah selesai.

Adanya insentif tax allowance ini diharapkan juga dapat mendorong tingkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia.

Data World Economic Forum saat ini, EoDB Indonesia terkait tenaga kerja dan inovasi teknologi, masih rendah, level di atas 90. Menurut Airlangga hal ini akan diperbaiki. Namun, kebijakan tax holiday di Indonesia bukan berarti tanpa hasil. Pada tahun 2015, sedikitnya ada 11 perusahaan yang meminta fasilitas tax holiday, di antaranya adalah PT Unilever. Perusahaan multinasional itu menjadi badan usaha pertama yang diberikan tax holiday. Setelahnya ada, PT Unilever Oleochemical

Indonesia, PT Petrokimia Butadiene Indonesia, PT Energi Sejahtera Mas, dan PT

OKI Pulp and Paper (https://tirto.id/q/tax-holiday-d9t. diakses Mei 2018).

Universitas Sumatera Utara

4.3.2. Kerjasama PT. IPI dengan Pemerintah

PT. IPI berdiri pada masa Orde Baru di tahun 1970an, dimana saat itu ekonomi Indonesia sudah mulai membaik. Pada masa tersebut pemerintah sedang menggalakkan perdagangan melalui perdagangan internasional, dimulai dengan

Malaysia dan Singapura. Momen ini yang disambut oleh pendiri IPI untuk mengimpor mesin bekas dari Vietnam.

Hasil wawancara dengan Linda Setiawan mengatakan bahwa : “ tidak ada kerjasama khusus antara PT. IPI dengan pemerintah, kecuali dalam CSR. PT. IPI setiap tahun memberikan sumbangan kepada penduduk sekitar wilayah pabrik, maupun bagi mesjid sekitar pabrik. Sumbangan pembangunan sebuah sekolah juga disalurkan melalui pemerintah, semua sumbangan atas sekolah tersebut diberikan berikut surat tanah dan izin mendirikan bangunan sekolah tersebut, termasuk perlengkapan kelas.”

Sumber modal usaha awal PT. IPI yang mayoritas berasal dari seorang warga

Negara asing menandakan terjadinya gerakan modal (capital movement) dari

Singapura masuk ke Indonesia. Ini sebenarnya merupakan sebuah kegiatan yang menguntungkan bagi Indonesia, apapun cara yang dipakai dalam legalitas perusahaan, sama sekali tidak merugikan Indonesia.

Peraturan pemerintah yang menyokong berdirinya PT. IPI tidak memberikan ruang monopoli bagi PT. IPI, ini berbeda dengan generasi awalnya dimana Tjong

Yong Hian atas kepiawainya bergaul dengan Sultan dan Otoritas Belanda,

Universitas Sumatera Utara mendapatkan perdagangan monopoli dari kerjasamanya dengan Sultan Deli

Makmoen Al Rasyid.

Monopoli dalam perdagangan opium membawa hubungan kedekatan Tjong

Yong Hian ke kaisar dinasti Qing melalui bekas majikannya, Tjong Bi Shi. Pada tahun 1906, tahun ketika pemerintah Qing meluncurkan kampanye penindasan opium berskala penuh, masalah opium telah menjadi untuk banyak orang yang hidup di bawah rezim Manchu sebagai simbol dari penyakit politik, disini terindikasi mulai surutnya usaha monopoli opium di China.

Pada tahun 1907, pemerintahan Kaisar Qing mengangkat Tjong Yong Hian sebagai komisioner kekaisaran untuk mengamati kegiatan bisnis di Asia Tenggara sebagai bagian dari langkah persiapan bagi terbentuknya perusahaan Chang Jiang.

Pada tanggal 11 September 1911, pada saat melakukan persiapan penyerahan laporan ke China, Tjong Yong Hian meninggal di Medan pada usia 61 tahun. Pemerintahan

Kaisar Qing menunjuk adiknya Tjong Yao Hian (Tjong A Fie) untuk melanjutkan tugas abangnya (Kam Chung, 2011:60). Pada tahun 1906, di Tiongkok sedang dirancang program anti opium, dimana pemerintah Qing pada masa itu merasa kasihan melihat rakyatnya yang sangat menderita dan hidup susah karena pemakaian opium.

Pada bulan Oktober 1911 meletuslah revolusi di kota Wu Chang yang dikenal sebagai Revolusi Xin Hai, yang menumbangkan Kerajaan Qing dan mengantarkan terbentuknya Republik China (Kam Chung, 2011: 68). Bagi orang China yang sadar sosial, solusinya akan sama pentingnya dengan berakhirnya ekstra teritorialitas dan pemulihan hak-hak perkereta-apian jika China pernah menjadi bangsa yang kuat,

Universitas Sumatera Utara sehat, dan merdeka. Meskipun Kampanye Penindasan Opium pada akhirnya menjadi korban dari kepentingan ekonomi yang membudaya dan pergolakan politik Era

Warlord, gerakan anti-opium menumbuhkan ekspresi konsensus nasional yang membantu memobilisasi kekuatan reformasi sosial (Paul Wilson, 1998)

4.3.3. Kompetisi

Model bisnis boleh berbeda, tetapi visi dan misinya hampir sama, yaitu mencapai keuntungan besar dengan kualitas yang lebih baik. Karena kekuatan kompetitif, hampir setiap produk dan layanan akan mencapai titik penurunan. Pada saat itu, bisnis ini benar-benar membutuhkan pembaruan jika ingin terus tumbuh

(Ward, 1997:28). Bisnis milik keluarga yang berhasil bertahan selama periode waktu biasanya mencapai ini dengan bergerak melampaui pertumbuhan besar pertama mereka atau keuntungan dataran tinggi. Breakout ini dapat disebut sebagai regenerasi strategis yang berfungsi untuk secara substansial mengubah karakteristik bisnis.

Semua itu adalah hasil dari perencanaan yang matang dan dikandung dari pengakuan oleh manager pemiliknya tentang perlunya ide baru untuk perusahaan mereka (Ward,

1997)

Kekuatan kompetisi dalam nasional PT. IPI sudah cukup teruji dengan diperolehnya SNI 2007. Standar Nasional Indonesia (SNI) mempunyai peranan untuk penguatan pasar dalam egeri dan memiliki daya saing untuk ekspor. Untuk memenuhi ketangguhan dalam kompetisi perdagangan, maka kedepan PT. IPI masih perlu melakukan peningkatan dan pengembangan mutu produksi.

Universitas Sumatera Utara SNI bukan merupakan peraturan yang harus ditaati setiap industri, karena SNI adalah bagian dari kapabilitas produk perusahaan. Tetapi dalam rangka kepentingan umum, keamanan, keselamatan, dan pelestarian lingkungan hidup, serta perkembangan perekonomian nasional, SNI dapat diberlakukan secara wajib oleh pemerintah.

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-

IND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri, antara lain bahwa dalam rangka mewujudkan persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen dan meningkatkan mutu dan daya saing industri dalam negeri telah disusun Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-

IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang industri.

Peraturan ini mengatur ketentuan mengenai perumusan SNI, penerapan SNI, pemberlakuan SNI secara wajib, penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian, pembinaan SNI, dan pengawasan SNI bagi barang dan atau jasa di bidang Industri.

Standardisasi dan mutu produk bertujuan untuk mendukung kegiatan ekonomi, perlindungan konsumen, keselamatan, dan kesehatan. Selain itu, standardisasi juga berperan dalam memfasilitasi kegiatan perdagangan, baik pada level domestik, regional, maupun internasional (KADIN, 2012). Standar mutu barang mempunyai ikatan yang kuat dengan daya saing, dengan standar memperkuat hubungannya dengan kualitas produk barang yang beredar di pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (internasional).

Daya saing produk bisa ditelaah melalui, setidaknya, tiga dimensi daya saing yaitu (Mbaye dan Gueye, 2015): a. daya saing harga

Universitas Sumatera Utara b. daya saing biaya produksi (efisiensi produksi) c. daya saing kualitas.

Perusahaan yang mempunyai inovasi produksi dan teknologi bisa meningkatkan produksi, penurunan biaya produksi yang pada akhirnya mampu meningkatkan daya saingnya dan kualitas suatu produk. Teori Ward tentang perlunya ide baru terdapat dalam PT. IPI yang mengganti produk dengan ide baru dan ternyata ini membuahkan kesuksesan sampai saat ini.

4.4. Slogan dan Ungkapan-Ungkapan

Membahas Perusahaan Keluarga tidak lepas dari slogan dan ungkapan- ungkapan yang sering terdengar di masyarakat, sebenarnya slogan dan ungkapan- ungkapan tersebut timbul karena adanya pengalaman pribadi maupun hasil observasi masyarakat terhadap fenomena yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari maupun dari hasil pendengaran terhadap percakapan generasi yang lebih tua.

Keanon J. Alderson dalam bukunya Understanding the Family Business

(2011) mengatakan bahwa pepatah memiliki kebenaran secara umum, antara lain, di

Portugal, generasi pertama adalah membayar nasi (petani kaya), generasi kedua adalah mulia (anak mulia), dan generasi ketiga adalah pori bersih (cucu miskin). Di

Meksiko, bahwa ayah/pengusaha, anak/playboy, cucu/pengemis. Di Cina, dikatakan bahwa generasi pertama membangun kesejahteraan, generasi kedua hidup seperti pria sejati, generasi ketiga harus mulai dari awal lagi. Di Barat, ada yang mengatakan bahwa generasi pertama membangun bisnis, yang kedua membuatnya sukses, dan generasi ketiga membuatnya jadi bangkai kapal, "Di Cina, itu terjadi di generasi

Universitas Sumatera Utara kedua," kata warga Inggris Alex Newman, seorang dosen dalam bisnis internasional di Nottingham University Business School di Ningbo, Zhejiang.

Slogan tersebut di atas mencerminkan rentannya kegagalan sebuah

Perusahaan Keluarga, terutama pada generasi kedua dan generasi ketiga. Hal ini juga terjadi pada generasi keluarga Tjong Yong Hian, diakui oleh generasi penerusnya bahwa harta bisa juga membuat rusak generasi penerus.

Pepatah Tiongkok “Hai ren zhi xin bu ke you; fang ren zhi xin bu ke wu”. “A heart for harming others must not be harbored; A heart for defending against others must not be lacking”. Artinya keinginan hati untuk menyakiti orang lain tidak boleh ada; keinginan hati untuk membela orang lain tidak boleh tidak ada. Pepatah ini menganjurkan untuk tidak mempunyai pikiran berbuat jahat terhadap orang lain, dan sebaliknya menganjurkan untuk memaafkan orang lain.

4.5. Rangkuman Hasil Penelitian

Hasil penelitian secara garis besar menemukan bahwa kepemimpinan perusahaan keluarga Tjong Yong Hian adalah kehormatan, kepercayaan dan lebih cenderung kepada kemiliteran, dimulai dengan prinsip dagang tradisional yaitu kepercayaan, ketekunan dan kehormatan (Kam Chung 2011:5), sedangkan

Budihardjo Chandra dengan PT. IPI mengandalkan kepemimpinan otoriter melalui sentralisasi perintah dari Budihardjo Chandra kepada istrinya yaitu Linda Setiawan, dilanjutkan kepada anaknya dan bawahannya.

Sedangkan modal Tjong Yong Hian adalah bermodalkan kepercayaan dan ketekunan dan berbisnis, berbeda dengan Budihardjo Chandra yang lebih beruntung memiliki saudara dan sahabat yang mempercayai untuk mengurus usaha industry

Universitas Sumatera Utara baru dan juga Budihardjo Chandara memiliki sisa modal dari warisan kakek buyut dan juga hubungan quanxi atau primordialisme keluarga dan sahabat. Kemudian produksi yang dihasilkan oleh PT. IPI adalah hasil usaha industri yang berbeda dengan generasi pendahulunya yang dimulai dengan usaha dagang bahan kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian masing-masing jaringan usaha juga berbeda sesuai dengan bidang usahanya.

BAB V

PEMBAHASAN

5.1.Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian

Usaha Tjong Yong Hian dimulai pada tahun 1870an sejak Tjong Yong Hian memutuskan berhenti bekerja dari Tjong Fatt Tze. Pada generasi pertama, tentu saja saat tersebut permasalahan internal keluarga belum terlalu kompleks, yang ada pada saat itu hanya bagaimana mencari kesuksesan, mencari kekayaan demi mencapai kehormatan keluarga supaya lepas dari kemiskinan dan lepas dari ketidak-sanggupan mengikuti pendidikan tinggi. Saat itu karena masih terdiri dari suami istri Tjong

Universitas Sumatera Utara Yong Hian dan anak-anaknya yang belum ikut terjun membantu usaha orang tuanya.

Pemilihan pegawai merupakan hasil keputusan satu orang yaitu Tjong Yong Hian.

Pada saat itu Tjong Yong Hian yang sudah cukup sukses di Indonesia, sebagai pemasok sembako, bahan bakar, kain, dan lain-lain, merasa membutuhkan orang yang bisa dipercaya untuk mengembangkan usahanya, sehingga meminta bantuan adiknya Tjong A Fie yang saat itu masih di kampung halaman di Guangdong, China.

Ini mencerminkan adanya ikatan primordialisme atau quanxi yang kuat dalam keluarga Tjong Yong Hian.

Tjong Yong Hian awal pertama kali mendarat di Batavia di saat Indonesia berada dalam masa penjajahan Belanda. Kejelian Tjong Yong Hian dalam melihat kesempatan usaha sangat terpuji, berangkat dari seorang kuli toko, Tjong Yong Hian membaca kondisi keperluan masyarakat dan kebutuhan pengusaha pada saat itu.

Tjong Yong Hian bergaul baik dengan otoritas Hindia Belanda dan juga menjaga hubungan yang baik dengan Raja Sultan Deli pada masa itu (hubungan dengan Sultan

Deli dimulai oleh adiknya Tjong A Fie). Hubungan yang baik dengan para penguasa tersebut, membuat perusahaan Tjong Yong Hian mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dari jalinan hubungan yang baik tersebut, Tjong Yong Hian boleh memonopoli perdagangan opium dan garam dan perjudian. Tjong Yong Hian diangkat sebagai

Letnan pada tahun 1890 untuk menjadi wakil dari masyarakat Tionghoa di Deli, kemudian dinaikkan lagi menjadi Kapten pada tahun 1893 dan kemudian naik pangkat lagi menjadi mayor. Dalam kapasitasnya, para pemimpin masyarakat ini diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berbisnis, sebagai perpanjangan tangan bisnis kolonial. Tjong Yong Hian menjadi salah satu vendor pengadaan di tanah Deli,

Universitas Sumatera Utara sebagai pemasok makanan, bahan bakar, kain dan lain-lain. Ini mencerminkan keuletan dalam berusaha dan keluwesan dalam menjalin hubungan dengan penguasa dan hubungan dengan pembeli. Keharmonisan dijaga dengan baik antara pemasok dan penguasa serta antara yang membutuhkan hasil jasanya, membuat seorang Tjong

Yong Hian bisa berhasil dengan sangat cepat.

Pada zaman kolonial Belanda, penduduk dibagi ke dalam kelompok Eropa, pribumi dan timur asing, inilah taktik Belanda membeda-bedakan golongan masyarakat dan memanfaatkan keturunan Tionghoa untuk menjadi kaki-tangannya dalam membereskan masalah pemerintahan maupun perkebunan. Hal ini dibaca dengan jeli oleh Tjong Yong Hian, sehingga bisa melancarkan usahanya dengan kedekatannya dengan otorita Hindia Belanda. Tjong Yong Hian berhasil menangani perselisihan tenaga buruh perkebunan yang kebanyakan adalah orang Tionghoa yang berasal dari Guangdong maupun Fujian, perdamaian dan ketentraman dapat terjaga dengan baik berkat kepiawaian Tjong Yong Hian dan saudaranya, ini juga merupakan suatu peranan sosial yang sangat baik dari Tjong bersaudara bagi saudara sekampungnya.

Jika diperhatikan permulaan kerja-sama Tjong Yong Hian dengan pemerintahan Qing yang dimulai sejak 1906 untuk pembangunan rel kereta api, dan jika diperhatikan lagi bahwa usaha Tjong Yong Hian adalah opium yang sedang dirancang untuk dibasmi oleh pemerintah Qing, hal ini bisa menjadi satu dugaan tentang kebaikan moral seorang pedagang opium Tjong Yong Hian yang mau menggalang kerjasama dengan pemerintah Qing yang jelas pada saat yang bersamaan sedang menentang usaha opium yang membawa keuntungan besar bagi Tjong Yong

Universitas Sumatera Utara Hian. Disini kemungkinan ada tersembunyi suatu niat baik Tjong Yong Hian untuk secara moral mengurangi keuntungan pribadi demi orang banyak, demi kaum yang tersakiti karena opium. Dalam hal ini Tjong Yong Hian bisa membantu membasmi pemakaian opium atau paling tidak bisa membantu mengurangi pemakaian opium bagi bangsa Indonesia. Sama halnya dengan bagi pemerintah Qing yang sedang berusaha membasmi pemakaian opium bagi wargaTiongkok.

Peranan Tjong Yong Hian dalam membela kepentingan kuli serta peranan sosial Tjong Yong Hian di bidang kesehatan dan pendidikan adalah suatu prestasi yang sangat terpuji, malah di saat sebelum meninggal, Tjong Yong Hian selain memikirkan keluarga sendiri dengan menyiapkan dana untuk menjaga keutuhan keluarga sendiri, juga menyiapkan surat wasiat khusus untuk membiayai kepentingan pengobatan gratis bagi yang kurang mampu melalui rumah sakit Djie On Djie Jan, hanya sayangnya rumah sakit tersebut dinasionalisasi pada era orde lama dan dibangun menjadi ruko (rumah toko). Jika kita memperhatikan pendapat J. Fadjar

Pranoto yang menjelaskan : “ Rumah Sakit Tjie On Djie Jan yang terletak disekitar jalan Surakarta, jalan Bandung dan jalan Bogor, dinasionalisasi oleh Negara pada masa nasionalisasi perusahaan milik warga asing, dan diatas tanah rumah sakit tersebut dibangun ruko(rumah toko) di sekitar jalan Surakart, Bandung dan Bogor.”

Masalah nasionalisasi perusahaan asing yang diperoleh penulis dari undang-undang yang berlaku untuk nasionalisasi perusahaan milik asing pada zaman orde lama, dijumpai Undang-Undang no. 86 tahun 1966 tentang nasionalisasi perusahaan- perusahaan Belanda, dengan pertimbangan bahwa dengan nasionalisasi perusahaan- perusahaan milik Belanda tersebut dimaksudkan untuk kemantaatan sebesar-besarnya

Universitas Sumatera Utara pada masyarakat Indonesia dan pula untuk memperkokoh keamanan dan pertahanan

Negara. Undang-Undang no 86 tahun 1966 yang ditanda-tangani oleh Perdana

Menteri pada masa itu Djuanda G.A. tidak terdapat tulisan tentang nasionalisasi perusahaan asing lain selain milik Belanda dan juga semua perusahaan yang dinasionalisasi diganti rugi oleh Negara Indonesia. Ada kemungkinan dalam implementasi peraturan nasionalisasi tersebut ada kelalainan atau bisa juga ada perbuatan pihak lain yang mengatas-namakan Negara, sebab dalam kenyataannya, memang kita masih bisa melihat ada banyak sekolah milik keturunan China yang saat ini menjadi sekolah negeri. Dalam hal rumah sakit Tjie On Djie Jan, ada keraguan penulis tentang ada sesuatu hal yang sedang ditutupi oleh Budihardjo

Chandra, sebab dalam buku Kam Chung yang diperintahkan terbit oleh Budihardjo

Chandra tersebut, sama sekali tidak menyinggung tentang rumah sakit ini. Padahal data-data tentang rumah sakit ini ada di tangan Budihardjo Chandra melalu surat wasiat Tjong Yong Hian.

Tanah perkebunan yang beribu-ribu hektar hilang tanpa bekas, hal ini bisa sebagian besar disebabkan karena sistem konsesi yang diterapkan Sultan Deli yang biasanya membuat perjanjian konsesi tanah selama 20 tahun. Lalu sebagian lagi disebabkan tidak terurus sehingga diduduki penduduk sekitar. Warisan tanah perkebunan besar yang tidak terkontrol dengan baik jelas akan sulit untuk dipertahankan seutuhnya.

Generasi kedua mulai memasuki usaha orang tuanya disaat Tjong Yong Hian meninggal mendadak pada tahun 1911, sehingga anak-anaknya yang baru menyelesaikan pendidikannya, kecuali Chang Pu Ching yang sempat mengalami

Universitas Sumatera Utara pengalaman mengurus perusahaan kereta api di Tiongkok, ketiga anak laki-laki Tjong

Yong Hian langsung terjun ke Perusahaan Keluarga tanpa mendapat bimbingan langsung dari orang tuanya.

Generasi kedua penerus Tjong Yong Hian ada 7 orang, tiga laki-laki dan empat perempuan, sesuai tradisi orang Tionghoa, bahwa pemimpin di keluarga adalah berada di tangan penerus lakik-laki yang akan menyambung garis keturunan keluarga, maka ketiga anak lelaki Tjong Yong Hian yang meneruskan usaha keluarga, anak lelaki pertama Tjong Yong Hian adalah Chang Pu Ching yang langsung meneruskan usahanya, disinilah letak kekuatan penguasaan modal yang lebih kuat dari cucu

Chang Pu Ching yaitu Budihardjo Chandra yang menguasai saham mayoritas PT. IPI pada saat ini. Chang Pu Ching juga meneruskan usaha amal yang telah dirintis oleh

Tjong Yong Hian dan Chang Pu Ching.

Pada generasi ketiga, sekitar tahun 1950-an bimbingan langsung dari generasi kedua yang sudah berada dalam kondisi usaha keluarga yang sudah mapan dan kelangsungan kehidupan dalam tahap yang sangat makmur, keuangan dan aset keluarga yang berlimpah. Generasi ketiga ini tidak merasakan bagaimana sulitnya generasi pertama dalam merintis usaha, mereka sejak lahir sudah berada dalam lingkungan keluarga yang sangat berada, hidup tanpa kekurangan dan serba berkecukupan, segala sesuatu yang diinginkan dengan gampang dipenuhi oleh orange tuanya, disinilah letak kelemahan generasi ketiga ini, karena nilai uang yang dihamburkan tidak disadarinya, hal ini membuat mereka tidak memiliki semangat berjuang yang besar, tidak ada kebutuhan akan membangun sesuatu, dan dengan tidak

Universitas Sumatera Utara disadari, generasi ketiga pada masa itu sudah menghadapi situasi kondisi Perusahaan

Keluarga yang sudah mulai mundur sejak di generasi kedua.

Hasil wawancara dengan generasi penerusnya, kebanyakan menjawab bahwa anak cucu jangan diberi uang yang banyak, ini mengindikasikan bahwa harta kekayaaan selain bisa membantu usaha seseorang, tetapi sekaligus bisa merusak hidup seseorang (Cun Cun, keturunan ketiga dari adik Tjong Yong Hian yang saat ini masih hidup dan sudah menetap di Penang, Malaysia, sangat tegas mengatakan anak cucu jangan diberi uang). Ini juga cukup mengindikasikan bagaimana generasi penerus keluarga yang sangat gampang dalam menghamburkan uang warisan dan tidak membawa manfaat.

Hal ini sejalan dengan informasi yang didapat oleh peneliti dari lingkungan sekitar generasi penerusnya, bahwa generasi ketiga hidup senang dan hunya berfoya- foya, para lelaki anak cucunya sibuk dengan kepuasan menikmati mobil mewah dan hidup mewah, kebanyakan dari generasi ketiga ini mempunya istri lebih dari satu, dengan kondisi demikian maka perhatian ke bidang usaha menjadi berkurang dan tidak jeli lagi mencari bidang usaha lain, karena merasa materi sudah cukup berlimpah.

Tulisan Akhir Matua Harahap tentang pelarian modal keluar dari Indonesia, menjelaskan cara pandang dari pihak lain yang tidak sejalan dengan anak-cucu Tjong

Yong Hian yang memandang segi perluasan investasi ke luar negeri yang membawa nama baik Indonesia. Pendapat mengenai Tjong Yong Hian bersaudara dan pendapat dari etnis lain adalah berbeda-beda. Di tahun 1904, Van Den Brand menyelenggarakan pertemuan pribadi dengan menteri kolonial, Idenburg, di Den

Universitas Sumatera Utara Haag Belanda tentang masalah penyiksaan kuli-kuli di Deli. Van Den Brand berpendapat bahwa mereka ini adalah orang orang yang pandai dan mempunyai moral yang baik. Dalam hal ini tentu semua pendapat orang dikondisikan sesuai dengan persepsi masing-masing dan kondisi lingkungan yang dirasakan oleh yang bersangkutan.

Dalam waktu tidak sampai 40 tahun, Tjong Yong Hian meraih sukses yang luar biasa besar, dengan tanpa mewarisi modal dari orangtuanya. Semua diraih mengandalkan kegigihan dan kejelian dalam melihat kesempatan pada suatu kondisi akan kebutuhan masyarakat banyak dan kebutuhan pejabat yang berwenang.

Pada generasi kedua krisis keuangan (Mallaise), krisis ini juga menjadi salah satu penyebab usaha di generasi kedua Tjong Yong Hian merosot atau bisa jadi hanya melanjutkan usaha tanpa memikirkan inovasi baru

Jika diperhatikan tahun lahir Chang Pu Ching adalah 1885, sementara Tjong

Yong Hian lahir pada tahun 1850, berarti Tjong Yong Hian mempunyai anak pertama pada saat berumur 35 tahun. Hal ini agak kurang lazim bagi warga keturunan

Tionghoa pada masa lampau yang biasanya sudah mulai menikah di usia 20 an, jika kita lihat adik Tjong Yong Hian, yaitu Tjong A Fie yang ketika berusia 17 tahun merantau ke Indonesia dan meninggalkan seorang istri di kampong untuk mengurus orang tuanya. Walau keturuan Tjong Yong Hian tidak mengakui adanya istri lain

Tjong Yong Hian, buku Queeny Chang menjelaskan Tjong Yong Hian memiliki istri lain dan sempat terjadi keributan diantara istri tersebut.

Lalu kehidupan para istri dari keturunan Tjong Yong Hian juga dipenuhi dengan kemewahan dan saling pamer kekayaan, hidup berpesta pora, lantai dansa menjadi

Universitas Sumatera Utara kegiatan sehari-hari, selain itu juga berjudi dengan sesama keluarga maupun dengan teman-teman dekat menjadi rutinitas yang sangat disukai. Akhirnya di saat memasuki usia senja, satu persatu usahanya sudah tidak dapat dipertahankan lagi, satu-satunya jalan untuk menghidupi keluarga dan melanjutkan kesenangan berdansa dan berjudi, mereka melakukan penjualan aset, seperti tanah maupun rumah. Bahkan hasil penjualan satu rumah bisa habis di meja judi dalam waktu tidak lebih dari tiga hari.

Sungguh amat disayangkan, usaha dan hasil jerih payah generasi pertama difoya- foyakan dengan tanpa pertimbangan. Terakhir setelah tanah hampir habis terjual, rumah sisa sedikit lagi, maka yang dijual adalah isi rumah seperti perabot kuno maupun perhiasan yang sangat berharga, bahkan memiliki nilai sejarah, karena sebagian besar perhiasan merupakan peninggalan dari generasi pertama.

Tjong Yong Hian membuat dua surat wasiat, satu surat wasiat dengan Yayasan

Tjie On Djie Jan atau Yayasan Budi Serumpun untuk memperhatikan keperluan anak cucunya. Selain keperluan anak cucu, untuk keperluan sosial di vihara yang sebagian besar dibangun dari sumbangan dana Tjong Yong Hian dan bahkan keperluan pengobatan warga yang kurang mampu juga menjadi rencana yang disusun dengan rapi melalui surat wasiat Tjong Yong Hian, yaitu surat wasiat dengan Yayasan Tjie

Pa Me Chang atau Yayasan Balai Kasih, keperluan dana sosial Balai Kasih didukung dari Yayasan Budi Serumpun yang mempunyai penghasilan dari penyewaan asset properti.

Ironisnya, rumah besar peninggalan Tjong Yong Hian dibongkar atas inisiatif sebagian besar generasi kedua dan dibangun bagi hasil menjadi 21 pintu ruko, hal ini dikatakan ironis, karena peristiwa pembongkaran rumah besar Tjong Yong Hian

Universitas Sumatera Utara terjadi tahun 1963, menghilangkan nilai sejarah keluarga dan masalah pembongkaran ini menimbulkan perlawanan dari Chang Pu Ching yang merupakan konflik besar dalam keluarga Tjong Yong Hian, dan kesedihan atas pembongkaran rumah warisan

Tjong Yong Hian ini mungkin memberikan suatu pemikiran mendalam bagi diri

Chang Pu Ching, sehingga Chang Pu Ching membuat wasiat yang memberikan hak dan kewajiban kepada anak cucunya agar menjaga dan merawat rumah yang dibangun oleh Chang Pu Ching dari hasil pembagian warisan tanah dari bekas bangunan megah Tjong Yong Hian yang dibongkar. Beberapa bulan setelah wasiat tentang kewajiban Yayasan Chang Pu Ching, Chang Pu Ching, sang Konsul China, meninggal dunia.

Generasi kedua Tjong Yong Hian mengikuti jejak orang tuanya membuat

Surat wasiat No. 52 dari notaris Marah Sutan Nasution (salinan surat wasiat ini didapat penulis dari generasi keempat Tjong Yong Hian) berisi antara lain bahwa

Chang Pu Ching yang lahir di Medan pada tanggal 12 Juni 1885 memutuskan:

1. Bahwa setelah meninggalnya Chang Pu Ching, maka wajib didirikan Yayasan

Chang Pu Ching.

Catatatan penulis :Sebagian generasi penerus menyebut yayasan Chang Pu

Ching sebagai yayasan Naga Sakti. Dalam surat wasiat ini tidak ada

disebutkan tentang Naga Sakti.

2. Badan pengurus Yayasan adalah seorang ketua dari pemegang wasiat tersebut

adalah istri kedua Chang Pu Ching, Wun Soek Lian, selain ketua Yayasan,

Yayasan Chang Pu Ching juga memiliki tiga orang komisaris yaitu Chang

Universitas Sumatera Utara Tung Yin dan dua orang komisaris lagi yaitu Chang Fung Kuin dan Chang

Fung Njan.

Catatan penulis: Chang Tung Yin merupakan anak Chang Pu Ching dari istri

kedua yaitu Wun Soek Lian, dan dua orang komisaris lagi adalah cucu Chang

Pu Ching dari istri pertama Wen Suk Jau, yaitu Chang Fung Kuin (Budihardjo

Chandra) dan Chang Fung Njan, adik dari Budiharjo Chandra.

3. Isi surat wasiat tersebut menjelas bahwa Chang Pu Ching mewariskan

sebidang tanah dengan grant sultan, dan beberapa pintu rumah batu disekitar

rumah tempat tinggal Chang Pu Ching. Yayasan Chang Pu Ching membuat

anggaran dasar bahwa rumah tinggal Chang Pu Ching dijadikan sebagai

rumah ibadah khusus untuk anak cucu keturunan Chang Pu Ching, baik laki-

laki maupun perempuan.

Catatan penulis : Rumah tinggal Chang Pu Ching tersebut saat ini hanya

ditempati keluarga Budihardjo Chandra

4. Penghasilan dari harta benda warisan dari Chang Pu Ching, dipergunakan

untuk keperluan agama dan memperingati arwah nenek moyang dan arwah

Chang Pu Ching sendiri.

Catatan penulis : ini mengikuti cara wasiat Tjong Yong Hian yang mewarisi

hasil dana dari sisa warisan untuk keperluan keluarga.

5. Dan Yayasan berhak memberikan bantuan kepada keturunan dari Chang Pu

Ching, terutama keturunan laki-laki.

6. Penerus dari Yayasan dilakukan dengan rapat dengan suara terbanyak dan dari

keturunan yang sudah cukup umur serta bertempat tinggal di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara 7. Rumah Chang Pu Ching akan dipelihara dan dihormati oleh badan pengurus

sebagai rumah abu (rumah arwah) menurut adat istiadat Tionghoa, dan tidak

boleh dijual, diserahkan atau digadaikan.

Catatan penulis : ada keturunan Tjong Yong Hian yang memberikan informasi

bahwa rumah Chang Pu Ching tersebut saat ini hanya dikuasai oleh

Budihardjo Chandra.

8. Untuk meminjam atau meminjamkan uang atas nama Yayasan, membeli,

menjual, menggadaikan harus mempertanggung jawabkan dengan cara lain,

kekayaan Yayasan dan untuk menjadikan Yayasan menjadi penjamin, harus

ada persetujuan dari rapat suara terbanyak.

Catatan penulis : untuk meminjam dan menjadikan aset yayasan Chang pu

Ching harus ada persetujuan rapat suara terbanyak, informan yang berkaitan

dengan yayasan ini menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah memberikan

persetujuan, jika dikatakan bahwa di tahun 1980 an Budihardjo Chandra ada

meminjam uang ke bank untuk modal ventura PT. IPI.

Menjadi teka teki dari mana Budihardjo Chabdra memberikan jaminan asset

untuk pinjaman ke bank? Sesuai informasi Linda Setiawan tentang modal

ventura Budihardjo Chandra adalah dari pinjaman Bank dan Budihardjo

Chandra sebelum bergabung dengan PT. IPI belum pernah mempunyai usaha

lain selain menjual kue. Maka salah satu kemungkinan lain adalah

menggadaikan asset Tjong Yong Hian, sebab sesuai dengan keterangan Rita,

bahwa surat wasiat Tjong Yong Hian ada dua lembar di tangan Budihardjo

Chandra yang diambilnya dari tangan papa Rita yaitu

Universitas Sumatera Utara 9. Saksi-saksi dari surat wasiat nomor 52 ini adalah Mangara Hutapea dan

Mardjoeki, kedua saksi ini adalah pegawai Notaris Marah Sutan Nasution.

Sikap perasaan ikatan keluarga yang kuat dari Chang Pu Ching ini bisa juga diilhami dari Tjong Yong Hian maupun pamannya Tjong A Fie yang mana kedua pengusaha konglomerat tersebut juga membuat wasiat sebelum meninggal dunia.

Oleh sebab itu kewajiban dari wasiat Chang Pu Ching tidak terealisasi denga baik, dan tidak dapat dituntut oleh pemberi wasiat.

Generasi ketiga pada masa itu menghadapi keadaan politik yang sedang rawan, dimana Indonesia pada saat itu sedang memperjuangkan kemerdekaan

Indonesia, lalu pasca kemerdekaan.

Usaha yang digeluti oleh Fajar Pranoto generasi keempat Tjong Yong Hian yaitu bidang usaha travel, juga memberikan contoh bagaimana generasi penerus

Tjong Yong Hian memang mewarisi bakat bisnis yang baik, cukup jeli dalam membaca situasi dan kesempatan usaha di masa yang bersangkutan. Dan kemampuan berinovasi ke bidang usaha asuransi juga merupakan sebuah daya juang dalam membaca perubahan dunia usaha.

Tulisan Akhir Matua Harahap bahwa generasi kedua dari Tjong Yong Hian tidak muncul, sebenarnya kurang tepat karena prestasi Chang Pu Ching sebagai

Konsul Republik China di Indonesia pada tahun 1916 sampai 1926 dan sebagai

Konsul Jenderal Kementerian Luar Negeri China untuk Indonesia pada tahun 1926-

1929. Kalau tentang tidak sehebat generasi terdahulu itu betul dan diakui oleh generasi penerusnya. Tetapi jika dikatakan tanpa saingan, itu juga jelas tidaklah benar, di setiap zaman kehidupan manusia, selalu ada saingan dalam bisnis, mungkin

Universitas Sumatera Utara yang dimaksud oleh Matua Harahap adalah bahwa adanya monopoli yang didapat oleh Tjong bersaudara pada masa itu, sehingga bisnis monopolinya tanpa saingan.

Generasi kedua Tjong Yong Hian tampil dengan Chang Pu Ching yang saat berusia 19 tahun diangkat oleh Kerajaan Qing menjadi inspektur untuk mengawasi proyek pembangunan jalan kereta api antara kota Chao Chow dan Shan Tou, hal ini dikarenakan hubungan baik antara Tjong Yong Hian yang bekerja-sama dengan

Kerjaan Qing dalam pembangunan keretaapi tersebut.

Setelah Tjong Yong Hian meninggal, Chang Pu Ching kembali ke tanah Deli, melanjutkan usaha orang-tuanya tanpa mendapat bimbingan langsung karena Tjong

Yong Hian meninggal mendadak karena pendarahan otak. Ini menjadi salah satu penyebab ketidak-siapan anak-anak Tjong Yong Hian dalam melanjutkan usaha.

Malaise yang terjadi sekitar tahun 1929, menurunkan angka perdagangan antar negara, hal ini juga menyebabkan usaha generasi kedua Tjong Yong Hian mengalami penurunan. Pada masa Orde Lama, pemerintah Indonesia tetap menjalankan komitmen politik bebas-aktif, namun dengan kesan agak condong ke barat. Hal ini terlihat pada kebijakannya yang menjalin kerjasama baik dengan amerika Serikat, Australia, Singapura, Inggris, dan Malaya. Pada tahun 1953

Pemerintah Indonesia menasionalisasi De Javasche Bank (DJB) menjadi Bank

Indonesia (BI). Dan pemotongan nilai uang juga menjadi salah satu faktor yang membuat generasi kedua ini menurunkan volume perdagangannya.

Pada masa Orde Lama, politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif, walau

Soekarno lebih condong ke negara sosialis seperti China. Hal ini menguntungkan bagi pengusaha keturunan China yang mau mengadakan kerja-sama bisnis dengan

Universitas Sumatera Utara negara leluhurnya. Tetapi pada masa Orde Lama ini, keadaan politik yang serba kacau dan kondisi keuangan negara yang tidak baik, membuat usaha dalam negeri juga tidak berjalan dengan baik. Dimasa ini dimana penduduk hidup dalam kesusahan, generasi penerus Tjong Yong Hian hidup penuh kemewahan. Masa inilah yang banyak menghabiskan sebagian besar warisan Tjong Yong Hian yang telah dikumpulkan dengan susah payah.

Masa Orde baru yang lebih konsisten dengan politik luar negeri yang bebas aktif, tetapi Presiden Soeharto pada masa itu, yang anti komunisme membuat hubungan Indonesia dengan Negara-negara Komunis tidak terlalu baik, Soeharto lebih mengarah kepada negara-negara Barat. Hal ini membuat hubungan kerjasama internasional dari perusahaan keluarga Tjong Yong Hian dengan China tertutup sama sekali pada masa Orde Baru ini.

Jika dilihat dari bisnis generasi keempat Tjong Yong Hian saat ini dari pihak yang lebih sukses adalah PT. IPI, jenis usahanya tidak ada mengikuti usaha Tjong

Yong Hian yang lebih fokus pada kebutuhan pada zaman kolonial Belanda di

Indonesia, yaitu sebagai perusahaan jasa yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dan perusahaan jasa di bidang tenaga kerja. Yang ada persamaan adalah di bidang perkebunan yang digeluti oleh anak kedua Budihardjo Chandra, yaitu

Sugihardiman Chandra yang selain memiliki perkebunan dan pabrik kelapa sawit, juga mulai masuk ke dunia perbankan melalui Bank Perkreditan Rakyat Prima.

Persamaan lain bisa dari segi daya juang, dimana saat pertama menginjak kaki di bumi Indonesia, Tjong Yong Hian tidak memiliki modal yang kuat, begitu juga

Budihardjo Chandra memiliki kondisi yang sama, hanya bedanya Budihardjo

Universitas Sumatera Utara Chandra memiliki sisa warisan dari Tjong Yong Hian yang diturunkan melalui kakeknya Chang Pu Ching, karena disaat Chang Pu Ching meninggal, ayah

Budihardjo Chandra sudah meninggal duluan di usia muda. Simbol kesuksesannya diimplementasikan dalam bentuk penguasaan warisan leluhur dengan membeli kembali tanah sekitar kuburan leluhur yang telah dirampas oleh warga sekitar atas pembangunan rumah liar oleh warga sekitar terhadap tanah milik Tjong Yong Hian, yang mana warga sekitar tersebut telah memiliki sertifikat resmi dari pemerintah.

Penulisan buku sejarah leluhur Tjong Yong Hian yang ditulis di Tiongkok dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris oleh Rebecca, menantu

Budihardjo Chandra, juga merupakan simbol kesuksesan yang ingin ditonjolkan oleh

Budihardjo Chandra. Yang terakhir, simbol kesuksesannya ditonjolkan kembali dengan membuka galeri di atas rumah leluhurnya yaitu di rumah peninggalan Tjong

Yong Hian di Tiongkok.

Ada beberapa keturunan Tjong Yong Hian yang ketika ditanya tentang keberadaan perkebunan teh, tembakau, tebu, kelapa dan kopi yang luasnya tanahnya sampai ribuan kilometer, sebagian menjawab dirampas oleh Otoritas Belanda dan sebagian menjawab tidak tahu, sedangkan Linda Setiawan menjawab bahwa masalah perkebunan diambil alih pengurusannya oleh Tjong A Fie, karena sejak dulu kedua

Tjong bersaudara ada memiliki kerjasama usaha, tetapi dari pihak keturunan Tjong A

Fie sendiri juga tidak mengetahui dengan jelas tentang perkebunannya, karena ketika

Tjong A Fie meninggal tahun 1921, istri Tjong A Fie dan anaknya meninggalkan

Indonesia menuju Swiss, untuk keperluan pendidikan anak cucu Tjong A Fie yang semuanya masih belum cukup dewasa untuk melanjutkan usaha Tjong A Fie, jadi

Universitas Sumatera Utara semua usaha perkebunan Tjong A Fie diurus oleh pegawai Tjong A Fie yang berkebangsaan Belanda yaitu Onner. Seharusnya tentang keberadaan perkebunan milik Tjong Yong Hian bisa lebih jelas terbaca dalam surat wasiat Tjong Yong Hian, sebab Tjong Yong Hian yang berpangkat mayor tahu jelas tentang peraturan Otoritas

Belanda, dan surat wasiat Tjong Yong Hian berada di tangan satu keturunan Tjong

Yong Hian yaitu Budihardjo Chandra. Dan Budihardjo Chandra berpendapat bahwa,

Pemerintah Hindia Belanda sudah terbiasa melakukan diskriminasi atas warga

Tionghoa. Contohnya orang Tionghoa saat meninggal dunia, jika tidak membuat surat wasiat, maka seluruh properti dan harta kekayaannya akan diambil alih oleh

Pemerintah colonial dengan dalih “dikelola sementara” yang pada hakekatnya adalah merampas harta orang Tionghoa.

5.2. Perusahaan Keluarga PT. IPI

Budihardjo Chandra generasi keempat Tjong Yong Hian, dengan mengandalkan quanxi dengan saudara dan sahabat dan terakhir mengandalkan sisa warisan yang masih ada, berusaha untuk kembali membuka usaha baru, pada tahun

1972 didirikan PT. IPI dengan pegawai sekitar 40 orang dan saat ini PT. IPI dikuasai hampir sepenuhnya oleh Budihardjo Chandra dan keturunannya saja. Jika dilihat dari segi penguasaan saham mayoritas perusahaan ini yang saat ini berada disatu tangan

Budihardjo Chandra saja, ini mengindikasikan adanya perpecahan diantara para pemegang saham. Konflik para pemegang saham ini dari informan yang menginformasikan bahwa pembagian keuntungan perusahaan tidak transparan dan

Universitas Sumatera Utara dilakukan 10 tahun sekali, ini mencerminkan ketidak-puasan para pemegang saham, tetapi juga mengindikasikan ketidak-berdayaan para pemegang saham lain terhadap tindakan kekurangan-transparansi laporan keuangan PT. IPI.

Pada bulan Juli 2018 penulis menemukan website data perusahaan (company profile) PT.IPI, tetapi pada bulan Agustus 2018, dicari lagi website tersebut sudah tidak ada, data website tersebut sempat difoto oleh penulis, data tersebut cocok sesuai data yang diperoleh dari informan lain tentang pemegang saham PT. IPI yang terdiri dari Tjong Siu Han dan William Tiopan. Dalam website tersebut ditulis almarhum

Cher Beow Beng adalah suami dari Tjong Siu Han yang warga Negara Singapore.

Bidang usaha Perusahaan PT. IPI sangat jauh berbeda dengan bidang usaha yang pernah ditekuni oleh generasi pertama Tjong Yong Hian, yaitu bidang usaha pembuatan karton dari daur ulang Koran bekas dan kertas bekas, sedangkan generasi pertama Tjong Yong Hian memulai usaha dari penjualan bahan makanan seperti beras, gula dan lain-lain, lalu dilanjutkan ke usaha perkebunan dan lain-lain. Selain perbedaan jenis usaha yang satu industri dan yang satunya adalah penyalur, tetapi persamaan keduanya adalah sama-sama berusaha untuk memenuhi keperluan masyarakat banyak.

Model bisnis berbeda, tetapi visi dan misinya hampir sama, yaitu mencapai target perusahaan besar dengan kualitas yang lebih baik. Suksesnya PT. IPI dilanjutkan lagi oleh Budihardjo Chandra dengan pembukaan perusahaan baru yaitu perusahaan bahan baku kertas untuk karton yang dibutuhkan oleh PT. IPI, yaitu PT.

Evergreen International Paper yang berlokasi di Tanjung Morawa, Medan. Dengan demikian maka kebutuhan bahan baku kertas untuk pembuatan kotak karton yang

Universitas Sumatera Utara selama ini masih mengandalkan pembelian dari pabrik lain diluar sumatera, dapat diproduksi sendiri, sehingga menghemat biaya pengiriman dan mempercepat produksi.

Dari sejarah PT. IPI yang dipaparkan diatas, informasi dari pihak pendiri yang saat ini menguasai saham terbesar. Setelah informasi tersebut diteliti dan dilakukan triangulasi data, dapat disimpulkan bahwa sebagaian data sejarah yang disampaikan oleh pemilik PT. IPI melalui Linda Setiawan, adalah kurang akurat, walau sebagian besar ada benarnya. Sebuah ide cemerlang tentang pembangunan sebuah perusahaan besar, tentu saja berangkat dari ide seseorang yang merasa mampu untuk membiayai permodalan pembukaan suatu industri, jika dikaitkan dengan data yang didapat, bahwa Budihardjo Chandra sempat menjual kue hasil produksi rumahan dari istri sendiri, dan dikaitkan dengan hasil wawancara bahwa Budihardjo Chandra sejak awal adalah seorang karyawan di PT. IPI, tentu saja data tersebut tidak sesuai dengan hasil wawancara yang menyatakan bahwa PT. IPI dimulai dari ide Budiharjo Chandra.

Biasanya sebuah ide besar dating dari pemilik saham mayoritas, dan pemegang saham mayoritas pada awal berdirinya PT. IPI adalah Chew Beow Beng suami Tjong

Siu Han dengan saham 51 %. Hal ini juga bisa menjadi dasar pembenaran informasi dari pihak lain bahwa Budihardjo Chandra memainkan peran yang cukup penting disaat terjadi pertukaran susunan pemegang saham, yang dimulai dengan adanya penyuntikan dana untuk inovasi produksi.

Tujuan penelitian ini adalah melihat cara sebuah kebangkitan dan dan kontribusi yang dibentuk oleh pengusaha PT. IPI ini sudah mencakup keseluruhan

Universitas Sumatera Utara kelima kombinasi baru seorang entrepreneur yang disimpulkan oleh Schumpeter, yaitu:

1. memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru

2. memperkenalkan metode produksi baru

3. membuka pasar baru (new market)

4. memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru

5. menjalankan organisasi baru dalam industri.

Selain kontribusi pembangunan sebuah industri baru yang membawa beragam manfaat bagi masyarakat sekitarnya, PT. IPI juga membawa manfaat bagi negara, yaitu menambah perputaran iklim ekonomi. Persamaan dari sudut pembukaan usaha oleh generasi pertama Tjong Yong Hian dan Budihardjo Chandra sebagai generasi keempat terletak pada keuletan dan kerajinannya, serta daya juang yang cukup besar.

Rahasia bisnis orang Cina bertumpu kepada kerja keras. Mereka mulai bekerja dari pagi buta, tatkala subuh tiba hingga larut malam. Mereka tak kenal putus asa, tak kenal lelah, optimis, dan selalu positif thinking. Pendapat Ann Wan Seng ini cukup terlihat pada kemampuan dan ketangguhan daya juang Budihardjo Chandra.

Perbedaan entrepreneur dari generasi pertama dengan generasi keempat ini, lebih terletak pada pergaulan dengan pemerintah. Tjong Yong Hian piawai dalam pergaulan dengan otorita Belanda pada masa itu, sehingga bisa mendapatkan hak monopoli dan berbagai jenis perdagangan lain seperti yang telah dipaparkan di atas, sedangkan Budihardjo Chandra piawai dalam mengelola industri baru dengan mengandalkan sisa modal yang ada, dengan terbantukan oleh kondisi politik ekonomi

Universitas Sumatera Utara Indonesia yang mulai membaik, dan adanya kesempatan dari penanaman modal pihak lain, serta adanya teknologi yang lebih maju.

Kepemimpinan PT. IPI sejak awal dikuasai oleh Budihardjo Chandra dibantu oleh istrinya Linda Setiawan. Sikap-sikap pemimpin sukses yang ditunjukkan dalam model sifat-sifat pemimpin, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan, visi dan implementasi merupakan model kepemimpinan Budihardjo Chandra diterapkan dengan penguasaan pengetahuan, keahlian dan kemampuan dalam memimpin PT.

IPI, pemberian perintah melalui orang yang dipercayanya, lalu dibarengi dengan ketekunan dan pemahaman yang baik dari pengetahuan tentang pengelolaan sebuah industri kotak karton, serta keahliannya dalam memimpin perusahaan dan kemampuannya dalam mengelola PT. IPI.

Visi PT. IPI menurut Linda Setiawan adalah selalu berusaha mengikuti perkembangan teknologi dalam produksi. Selalu meng up-grade teknologi untuk memperbaiki mutu produksi.

Sayangnya disaat penelitian ini berlangsung, kondisi kesehatan Budihardjo

Chandra sudah agak menurun, sehingga istrinya Linda Setiawan tidak mengizinkan untuk mengadakan wawancara langsung dengan Budihardjo Chandra.

5.3. Kepemimpinan PT. IPI

Prinsip dagang tradisional yang dianut oleh Tjong Yong Hian adalah kepercayaan, ketekunan dan kehormatan , prinsip ini memberikan suatu dukungan dan bimbingan bagi pandangan hidup Budihardjo Chandra dalam menjalankan usaha.

Universitas Sumatera Utara Dari segi kepercayaan, kita bisa melihat kepercayaan yang selama hidupnya dipelihara dengan sangat baik, sehingga bisa mendapatkan kepercayaan dari para pemegang saham awal kepada Budihardjo Chandra untuk mengoperasikan pabrik IPI.

Dari segi ketekunan sudah pasti ketekunan seorang Budihardjo Chandra dan istrinya

Linda Setiawan, tidak bisa diragukan, dengan melihat keberhasilan mereka dalam menjalankan usaha selama lebih dari 46 tahun (1972 sampai sekarang).

Sedangkan dari segi kehormatan, seseorang yang telah sukses dalam usaha tentu dengan sendirinya kesuksesannya akan membawa kehormatan. Hanya jika dari segi pandangan dan informasi yang didapat dari pihak lain tentang adanya konflik internal para pemegang saham, tentu saja segi kehormatan ini akan menjadi suatu pandangan yang berbeda dari pihak keluarga Budihardjo Chandra dan dari pihak lain yang bersangkutan.

Model kepemimpinan Linda Setiawan adalah otoriter, yaitu pola kepemimpinan yang mengharuskan pelaksanaan sesuai dengan instruksi, ini sesuai dengan orientasi sebuah perusahaan yang menekankan pelaksanaan perintah untuk tujuan mencari laba, dan sebuah industri sudah mempunyai sistem kerja dan prosedur yang telah tersusun rapi, sehingga karyawan hanya perlu menjalankan instruksi. Hal ini bahkan terlihat pada saat wawancara, ketika penulis mendengar pembicaraan telepon antar Linda Setiawan dengan menantunya Rebecca, dimana Rebecca menanyakan letak sebuah foto yang akan dipajang di galleri kebun bunga, Medan.

Kepercayaan diberikan kembali oleh Linda Setiawan dari Budihardjo Chandra, dan ketekunan tercermin juga dari kegiatan Linda Setiawan yang sukses dalam melaksanakan tugas sehari-hari atas nama Budihardjo Chandra.

Universitas Sumatera Utara Dalam hal kehormatan, sebuah masyarakat sebagai budaya kehormatan sejauh nilai pribadi anggotanya didefinisikan dalam hal nilai orang dekat lainnya seperti anggota keluarga, anggota budaya non-kehormatan dapat mendefinisikan diri mereka sebagai terhormat berdasarkan evaluasi mereka sendiri tentang harga diri mereka.

Nilai diri mereka mungkin atau tidak mungkin memiliki kaitan dengan nilai orang- orang yang berhubungan dengan mereka. Dalam budaya kehormatan, di sisi lain, perilaku tidak hanya mencerminkan satu hal orang lain yang berhubungan (seperti anggota keluarga), tetapi juga perilaku orang lain tersebut mencerminkan pada kehormatan seseorang.

Kehormatan bukan hanya perilaku seseorang saja, tetapi juga mencakup orang yang dekat dengan aktor tersebut. Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh Linda

Setiawan mencerminkan kehormatan keluarga Budihardjo Chandra, dan apa yang dilakukan Budihardjo Chandra mencerminkan keluarga besar Tjong Yong Hian.

5.4. Modal PT. IPI

Modal PT. IPI dari hasil penelitian dikatakan oleh Linda Setiawan bahwa semua adalah dari hasil usaha Budihardjo Chandra sendiri tanpa adanya sisa warisan dari Tjong Yong Hian yang diwariskan oleh kakeknya. Hal ini dapat harus dilihat melalui triangulasi data yang didapat pada saat wawancara dengan Linda

Setiawandan wawancara dengan berbagai pihak lain serta dokumen sejarah yang penulis dapatkan. Jika modal awal dari Budihardjo Chandra adalah sangat kecil di

PT. IPI sebesar 7%, kenapa tiba-tiba bisa menjadi pemegang saham mayoritas?

Pendapat Linda Setiawan bahwa Budihardjo Chandra berusaha mencari tambahan

Universitas Sumatera Utara modal, baik dari meminjam dari pihak lain yang dikenal baik maupun dari bank. Jika dikatakan bahwa modal dari hasil meminjam dari pihak lain, kemungkinan bisa mengandalkan kepercayaan yang telah lama dibina dalam persahabatan maupun dan kekeluargaan, tetapi dalam hal meminjam dari bank. Jika dibaca kembali surat wasiat dari Chang Pu Ching yang menyatakan bahwa rumah warisannya yang ditempati oleh

Budihardjo Chandra saat ini, adalah tidak boleh dijual maupun digadaikan, melarang penjualan dan pengalihan serta penggadaian hak warisan kepada pihak lain, tanpa persetujuan anggota besar dan musyawarah keluarga besar.

Keberanian dan kepiawaian Budihardjo Chandra mengambil keputusan untuk menambah modal ke PT. IPI jelas merupakan suatu usaha besar suatu langkah yang sangat dapat dipuji. Mengapa disebut sebagai keberanian, karena untuk menyuntikkan dana tambahan kepada sebuah perusahaan yang sudah hampir bangkrut dan tidak ada pihak lain yang mau mengambil alih saat ditawakan untuk dijual, jelas itu adalah sebuah tindakan keputusan yang mengandung resiko yang sangat besar. Dan langkah besar ini membutuhkan modal besar untuk merombak total sebuah produk industri.

Apakah famili atau sahabat dekat mau memberikan pinjaman besar untuk keperluan industri tanpa keikut-sertaan dalam perusahaan? Logika yang paling besar adalah meminjam ke bank dengan jaminan aset lain seperti yang disebutkan dalam surat wasiat Chang Pu Ching yang mengatakan selain rumah tinggal yang ditempati, masih ada tanah dan beberapa pintu rumah batu di dekat rumah tinggal mereka, atau menggadaikan sisa warisan property Tjong Yong Hian yang ada di sekitar jalan

Surakarta, jalan Plangkaraya, daerah Sambu dan daerah Kesawan.

Universitas Sumatera Utara Keberhasilan PT. IPI merupakan hasil upaya kepiawaian Budihardjo Chandra dalam menghimpun modal tambahan untuk menyelamatkan PT. IPI. Hanya persepsi istri Budihardjo Chandra bahwa tidak ada sumbangsih modal dari Tjong Yong Hian dalam PT. IPI jelas merupakan sebuah penyangkalan dari fakta yang ada. Ini merupakan produk dari interaksionisme simbolik yang salah persepsi.

Masalah modal awal PT. IPI dari mayoritas dari Tjong Siu Han yang merupakan cicit perempuan generasi keempat dari Tjong Yong Hian, ini juga merupakan suatu benang merah antara Tjong Siu Han dengan Tjong Yong Hian, sayangnya penulis yang sempat membuat janji untuk wawancara dengan Tjong Siu

Han, dibatalkan mendadak oleh Tjong Siu Han dengan alasan tidak nyaman membicarakan masalah keluarga.

Tjong Siu Han : “ Sorry , is not convenient for to me to discuss about the family…” dan ketika penulis mengatakan hanya akan berdiskusi tentang kebangkitan

PT. IPI, Tjong Siu Han kembali menjawab : “ Also is not convenient to comment this matter.”

Kim, anak perempuan Tjong Siu Han juga sempat menjawab atas nama ibunya, ketika penulis mencoba membuat perjanjian untuk wawancara di Singapura pada akhir Juni 2018 : “ Hello this is Kim and replying on behalf of my mother, she has no intention of sharing any info, so please do not ask any more question on this topic. Thanks.” Dari jawaban wawancara lewat pesan pendek aplikasi whatsup, penolakan untuk wawancara temu muka yang telah disetujui sebelumnya, penulis bisa merasakan adanya keraguan dari sumber primer untuk membagi informasi. Keraguan ini bisa dipersepsikan sebagai adanya sesuatu masalah yang ditutupi dan belum

Universitas Sumatera Utara terselesaikan, atau malah sebaliknya masalah yang ditutupi tersebut telah diselesaikan antara adik dan kakak kandung dengan solusi yang memuaskan, walau sebuah kesalahan yang telah diterima bisa menyisakan kekecewaan yang tidak dapat dibayar kembali dengan puas.

Penyuntikan modal tambahn oleh Budihardjo Chandra ke PT. IPI pada 1980- an menyimpan tanda tanya besar. Jika benar ada peminjaman dana dari bank. Sebab peminjaman dana ke bank harus menggadaikan asset, sedangkan asset properti

Budihardjo Chandra pada saat itu sudah tidak ada, kecuali warisan dan Tjong Yong

Hian dan warisan dari Chang Pu Ching dalam bentuk surat wasiat yang belum final pembagiannya. Budihardjo Chandra sejak lahir tinggal dirumah warisan Tjong Yong

Hian, dan pada tahun 1963 ketika rumah Tjong Yong Hian dibongkar, Budihardjo

Chandra tinggal dibelakang bekas rumah Tjong Yong Hian yang dibongkar dan dibangun oleh kakeknya Chang Pu Ching sampai saat ini. Keuntungan dari suksesnya

IPI, dengan modal berlebih digunakan dengan baik oleh pendiri IPI untuk keperluan pembukaan industri baru dan ekspansi industri baru di Kota Medan maupun di luar

Sumatera.

Modal tambahan yang didapatkan oleh Budihardjo Chandra ini menjadi sebuah temuan yang sangat memberi titik cerah dalam penelitian ini, karena modal inilah yang menjadi sebuah tanda tanya besar dan sebuah tantangan besar untuk mencari kebenarannya. Peneliti berpersepsi bahwa modal tambahan yang diinfokan oleh Linda Setiawan tentang sumber modal tersebut dari pinjaman bank, adalah merupakan pinjaman dengan jaminan agunan properti dari generasi pertama Tjong

Yong Hian. Sebab menurut sumber primer keturungan langsung dari Tjong Yong

Universitas Sumatera Utara Hian yang lain, mengatakan bahwa pada saat terjadinya penyuntikan modal tersebut, penyelesaian pembagian warisan milik generasi kedua Chang Pu Ching masih belum selesai pembagian diantara para ahli waris. Sedangkan untuk pembagian warisan dari wasiat generasi pertama sudah hampir selesai. Dan surat wasiat Tjong Yong Hian jatuh ketangan Budihardjo Chandra pada tanggal 22 November 1979, yaitu sehari setelah meninggalnya Chong Tong Joek, papa dari Rita. Informasi dari ibu Rita bahwa semua abangnya dan adik lakinya sudah menekan perjanjian dan mendapatkan bagiannya dari Budiharjo Chandra (kebanyakan keturunan Tionghoa lebih memperhitungkan hak keturunan laki-laki dalam masalah warisan).

Karena Budihardjo Chandra seperti diakui oleh Linda Setiawan hanya menjual kue hasil buatan istri. Dan Budihardjo Chandra dari dulu sampai sekarang menempati rumah warisan peninggalan dari Chang Pu Ching yang merupakan bagian pembagian dari pembongkaran rumah Tjong Yong Hian. Yang jelas dua surat wasiat dari generasi pertama dan generasi kedua yang berada di tangan Budihardjo Chandra, bisa menjadi pegangan bagi Budihardjo Chandra untuk meminjam dana ke pihak lain, karena sebagian besar keturunan Tjong Yong Hian telah menanda-tangani pembagian warisan Tjong Yong Hian, walau ada sebagian kecil yang masih belum dibagi dan silsilah keluarga yang sudah sampai generasi keempat, merupakan sebuah silsilah keluarga yang sangat panjang dan sulit terlacak dengan akurat, bahkan diantara sesame generasi penerus bisa saling tidak mengenal satu sama lain. Pegangan

Budihardjo Chandra adalah sebuah surat wasiat dengan pedoman sebuah yayasan yang dapat diwakilkan turun temurun.

Universitas Sumatera Utara 5.5. Produk PT. IPI

Produksi PT. IPI saat ini adalah produk yang merupakan produk industri yaitu produk yang dibutuhkan oleh konsumennya PT. IPI, industri-industri yang membutuhkan karton packaging untuk keperluan supplies dan service, produk industri ini digunakan oleh pelanggan PT. IPI untuk keperluan membungkus barang yang dihasilkan dan untuk keperluan distribusi, dan produk kotak karton ini adalah produk yang tidak membawa merk PT. IPI, tetapi membawa merk konsumen, dan produk PT. IPI ini tidak tahan lama, sehingga permintaan konsumen industri terus menerus ada setiap bulan sesuai kapasitas kebutuhan konsumen.

Sampai saat ini menurut Fenny, produk PT. IPI adalah produk yang belum ada penggantinya yang lebih bagus. Dulu ada packaging yang terbuat dari plastik, tetapi plastik bukanlah merupakan pilihan terbaik, karena tidak ramah lingkungan. Produk awalnya adalah kertas pembungkus makanan, produk tersebut gagal, tetapi tidak berkaitan dengan daya beli, lebih berkaitan dengan tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.

5.6. Jaringan Usaha PT. IPI

Jaringan usaha PT. IPI yang sudah meluas ke Palembang dan pulau Jawa, merupakan suatu langkah sukses dalam pengembangan PT. IPI. Walau jika dibandingkan dengan generasi pertama yang sanggup melebarkan sayap usaha sampai ke mancanegara, usaha PT. IPI sudah tergolong sukses dengan perbandingan karyawan di zaman Tjong Yong Hian ribuan orang, sedangkan total karyawan IPI dan

PT. Evergreen belum mencapai angka seribu.

Universitas Sumatera Utara Kekuatan sentimen primordialisme bisa membawa dampak positif dan dampak negatif. Primordialisme yang kuat dalam hal sejarah pembukaan pabrik PT.

IPI ini bisa dilihat dari sentimen kekeluargaan yang tinggi antar saudara dalam hal pendukungan Budihardjo Chandra sebagai karyawan dan pemberian kepercayaan yang sangat besar dalam hal peminjaman identitas untuk keperluan sebuah penanaman modal asing yang dialihkan menjadi penanaman modal dalam negeri.

Selain Budihardjo Chandra, menurut data yang didapat di lapangan, juga ada beberapa keturunan Tjong Yong Hian yang pernah bekerja di PT. IPI, serta sebagian karyawan dari keturunan Tionghoa.

Dari sentimen primordialisme tersebut, terbentuklah PT. IPI yang saat ini sukses, membangkitkan kembali generasi perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian yang sudah lama hilang tidak berbekas. Kekuatan primordialisme juga menjadi penyebab terbesar dari konflik yang timbul kemudian. Dalam hal ini primordialisme menjadi rusak karena adanya pragmatisme yang kuat dari ego pribadi untuk kepentingan pribadi.

Peraturan Pemerintah pada zaman Orde Lama yang mulai memudahkan investasi modal asing, membuka peluang berdirinya PT. IPI, sebab penyandang dana terbesar PT. IPI datang dari warga negara Singapura yang merupakan kakak kandung

Budiharjo Chandra, walau pada saat itu di tahun 1970-an, peraturan bagi penanam modal asing masih sangat ketat, disinilah awal mula terjadinya peminjaman nama adik kandung untuk sebuah investari warga negara asing yang tadinya merupakan warga negara Indonesia yang menikah dengan warga asing. Undang-Undang nomor

11 tahun 1970 (ditandatangani oleh Alamsjah, Sekretaris Negara, tanggal 7 Agustus

Universitas Sumatera Utara 1970) tentang penanaman modal asing, yang merupakan perubahan dan tambahan untuk Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 (yang berlaku mulai tanggal 10 Januari

1967, ditanda-tangani oleh Presiden Soekarno) tidak melakukan perubahan terhadap pasal 14 (Pasal 14: untuk keperluan perusahaan-perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai menurut peraturan perundangan yang berlaku).

Pembelian aset tanah tidak mendapatkan hak milik, ini salah satu penyebab banyak investor asing yang sering memakai atau meminjam nama warga negara

Indonesia dalam investasi di Indonesia. Selain itu prosedur perizinan pembukaan sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing pada zaman dulu, butuh dana besar dan butuh waktu yang lama sekitar lima tahun.

Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 1969, dan Keputusan Presiden Nomor

23 tahun 1973, tetap mengharuskan prosedur pengurusan izin usaha sementara, lalu dilanjutkan dengan pengurusan izin usaha tetap di wilayah operasional perusahaan penanaman modal asing tersebut, selanjutnya diurus lagi pengesahan oleh

Departemen Kehakiman. Prosedural yang rumit dan memakan jangka waktu yang lama ini yang membuat sebagian penanaman modal asing sering tidak jadi berinvestasi di Indonesia, ini disebabkan oleh sentralisasi pembangunan Orde Baru berada di pusat.

Tidak ada kerjasama khusus antara PT. IPI dengan pemerintah, tidak seperti zaman generasi pertamanya yang sering bekerjasama dengan pemerintah. Dengan demikian, tidak ada bisnis monopoli yang digeluti oleh PT. IPI. Umumnya pengusaha sukses tidak mau mengadakan hubungan terlalu dekat dengan pihak penguasa, hal ini

Universitas Sumatera Utara beda dengan pengusaha yang baru mulai merintis. Pengusaha yang baru mulai merintis usaha awal, kebanyakan dalam kondisi modal yang terbatas, sehingga tidak ada perasaan takut dimintai sumbangan atau takut dibebani pajak tinggi.

Morgan (1997) menyatakan bahwa organisasi dapat dilihat dalam berbagai cara. Dilihat sebagai mesin, mereka muncul sebagai apa yang biasa disebut birokrasi.

Dilihat sebagai organisme hidup, faktor lingkungan secara cepat menjadi faktor yang relevan. Dilihat sebagai otak, proses belajar menjadi relevan. Ketika perspektif budaya digunakan sebagai titik fokus dalam memeriksa organisasi, perbedaan orang- orang yang terlibat menjadi isu serius.

Morgan berpendapat bahwa organisasi juga dapat dilihat sebagai politis sistem. Sudut pandang ini menunjukkan keterlibatan kelompok atau kelas orang diorganisasi (Morgan, 1997). Dalam hal ini bisa terlihat dari pergaulan Budihardjo

Chandra dengan beberapa kelompok organisasi di masyarakat Medan, contohnya dengan statusnya sebagai ketua kehormatan beberapa organisasi sosial Hakka di

Indonesia, perhimpunan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia, paguyuban dan pergaulannya dengan organisasi pemuda setempat.

Tidak ada kompetisi yang serius yang dihadapi PT. IPI, sebab industri sejenis di Sumatera masih kurang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, bahkan banyak konsumen yang masih memesan produk sejenis dari pulau Jawa, hal ini tentu kalah bersaing harga dengan industri lokal, paling tidak sudah kalah saing dan ongkos perjalanan dan efisiensi waktu. Juga untuk mendirikan perusahaan sejenis membutuhkan pasokan modal yang cukup besar.

Universitas Sumatera Utara 5.7. Peranan PT. IPI Terhadap Pembangunan

Ketika seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Dan pembangunan seperti yang disebutkan dalam bab 2.9 bahwa pembangunan merupakan upaya untuk memenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok. Jika diperhatikan peranan PT. IPI, dari segi hak dan kewajiban, yaitu, hak PT. IPI adalah melakukan investasi dalam bentuk usaha industri, pembangunan pabrik, melakukan transfer teknologi, mempekerjakan pegawai dan buruh di pabrik, melakukan pembelian bahan baku, melakukan produksi serta melakukan penjualan hasil produksi dan distribusi. Kewajiban PT. IPI adalah membuka lapangan kerja, merangsang pertumbuhan ekonomi ,melakukan pembayaran pajak, upah buruh dan gaji pegawai, pembayaran pembelian bahan baku dan biaya-biaya yang timbul dari hasil produksi, adalah merupakan kewajiban utama PT. IPI terhadap pemerintah, buruh dan karyawan, serta terhadap rekan bisnisnya.

Sesuai dengan pendapat Warjio bahwa kata pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Sering kali kemajuan yang dimaksud adalah kemajuan matriel. Maka pembangunan sering kali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi , tetapi sebenarnya tujuan utama pembangunan adalah mencapai kesejahteraan masyarakat umum dalam kebutuhan pokok dan pendidikan.

Pembangunan merupakan proses dan cara yang dipakai untuk mencapai kemajuan, pembangunan bagi PT. IPI merupakan tujuan pencapaian kesuksesan bagi perusahaan pada awalnya, dan dalam prosesnya melibatkan pihak lain, dan kemajuan

Universitas Sumatera Utara bisa dirasakan juga oleh pihak lain tanpa disadari, dan tanpa direncanakan, tetapi seiring berjalannya waktu, maka ketika para pegawai di perusahaan bisa mendapatkan pekerjaan, menikmati hasil kerjanya, bisa mencukupi kehidupannya, disini peranan pembangunan dari perusahaan muncul, karena tidak ada perusahaan swasta yang awal didirikan merancang tentang pembangunan.

Dalam hal peranan PT. IPI terhadap pembangunan, yang sangat bisa terlihat mata adalah peranannya dalam hal pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat, dan modernisasi dalam impor teknologi dari Jerman. Suksesnya PT. IPI dilanjutkan oleh

Budihardjo Chandra dengan pembukaan perusahaan baru, itu juga merupakan sumbangsih terhadap pembukaan kesempatan kerja untuk masyarakat banyak. Dari segi sejarah, pembangunan galeri Tjong Yong Hian di Medan dan di Tiongkok oleh

Budiharjo Chandra, juga merupakan sebuah langkah besar untuk bidang sejarah bagi masyarakat banyak dan bagi generasi penerus. Pembangunan satu sekolah kecil dekat pabrik PT. IPI juga merupakan salah satu sumbangsih bagi masyarakat setempat, dan satu peran yang paling signifikan adalah peran yang sangat signifikan dari PT. IPI atas pertumbuhan ekonomi bagi Sumatera khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Berbagi dengan penduduk setempat ketika ada acara umum seperti lebaran, dan berpartisipasi dalam segi CSR (Corporate Social Responsibility).

Gambar 6. Peranan Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian (TYH) dan PT. Industri Pembungkus Indonesia (PT. IPI) terhadap pembangunan di Indonesia

TYH PT. IPI KETERANGAN Lapangan kerja bagi 10000-an Lapangan kerja bagi 700-an - orang orang Menjadi pejabat - Sebagai mayor tahun 1886 Tempat pemakaman umum - Pulau Brayan Rumah sakit untuk warga - RS Tjie On Djiee Jan, di miskin Medan

Universitas Sumatera Utara Sekitar jl. Surakarta, jl. Bandung dan jl.Bogor Medan Rumah penampungan tuna - wisma Rumah sakit kusta sicanang - Sicanang, Belawan Penyumbang pertama tempat - - Vihara Kuan Tek Bio/Setia peribadatan Budi Jl. Irian Barat - Vihara Tian Ho Jl. Pandu - Vihara Kuan Im Jl. Yos Sudarso - Mesjid Lama Gang Bengkok - 1/3 total biaya pembangunan Mesjid Raya Medan - Sekolah khusus anak Sekolah Dasar Pelita, Desa Medan dan sekitarnya perempuan pribumi Dalu X tahun 2012

Sekolah Dun Pen 1909 - Sumbangan 150.000 gulden bersama tjong a fie Ketua Asosiasi Bisnis Ketua kehormatan senior abadi Tjong Yong Hian 1910 Tionghoa 1910 perkumpulan hakka sumut 2011 Budihardjo Chandra 2011 - Penasehat kehormatan asosiasi Budihardjo Chandra persaudaraan hakka dunia 2011 - Ketua kehormatan asosiasi Budihardjo Chandra dunia Hakka Tsung Tsin 2011 - Wakil Ketua Umum Budihardjo Chandra Perhimpunan Hakka Indonesia 2011 - Ketua kehormatan Paguyuban Budihardjo Chandra Meizhou Indonesia 2011 - Ketua kehormatan Budihardjo Chandra Perhimpunan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia cabang sumut 2011 5.8. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya

Ketika Moeryati Soedibyo melakukan langkah suksesi dengan perencanaan jangka panjang yang matang, maka hal ini merupakan kebalikan dari PT. IPI. Hanya satu anak Tjong Yong Hian yang sempat dilatih untuk memegang cabang usaha di

Tiongkok pada saat ekspansi usaha Tjong Yong Hian ke bidang perusahaan pembangunan rel kereta api, sebuah usaha yang sama sekali berbeda dengan inti usaha Tjong Yong Hian di Indonesia yang lebih ke usaha perkebunan, properti dan bank. Faktor lain yang menentukan keberhasilan suksesi menurut Mooryati adalah

Universitas Sumatera Utara semangat, pamrih (intention), kejujuran (honesty), dan ketulusan (sincerity) dalam melakukan bisnis.

Konflik antara generasi tua dan muda berasal dari perlakuan yang berbeda dalam memandang bagaimana melanjutkan perusahaan keluarga, hal ini kurang tercermin dari Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian, kecuali dari segi kejujuran yang mirip dengan quanxi, faktor lain seperti ketulusan dan pamrih belum nampak dari hasil penelitian di keturunan keluarga Tjong Yong Hian. Generasi keempat dari

Tjong Yong Hian, Budihardjo Chandra harus memulai lagi dari awal, pada saat jumlah warisan dirasa mulai menipis dan tidak mempunyai mata pencaharian yang lain kecuali menjual kue, Budihardjo harus memulai karir sebagai karyawan di IPI, hal ini hampir sama dengan Tjong Yong Hian yang juga memulai karir sebagai penjaga toko kelontong, bedanya adalah Budihardjo Chandra memiliki asset warisan yang dapat diagunkan untuk modal ventura, sedangkan Tjong Yong Hian benar-benar mengandalkan kemampuan dirinya.

Tingkat kegagalan usaha kecil mendukung pernyataan bahwa beberapa orang memulai inisiatif bisnis kecil karena kebutuhan dan tanpa persiapan yang memadai, sedangkan PT. IPI memulai bisnis dengan persiapan yang cukup matang, karena merupakan kolaborasi dari beberapa pihak dengan pertimbangan dan persiapan modal yang cukup baik. Tetapi pada prosesnya, PT. IPI juga sempat mengalami kegagalan, walau akhirnya bisa bangkit kembali setelah berinovasi. Perbedaan yang paling besar bisa dilihat dari segi kebangkitan, dimana generasi penerus Tjong Yong Hian sanggup bangkit kembali setelah gagal di generasi ketiga.

Universitas Sumatera Utara Perbedaan dengan jurnal yang dilakukan tahun 2015 oleh Ucok Yoantha,

Budiman Ginting, Suhaidi, Mahmul Siregar dalam jurnal Akibat Hukum Pembelian

Saham Perusahaan bukan Penanaman Modal Asing Oleh Warga Negara Asing atau

Badan Hukum Asing, menemukan bahwa terjadinya akuisisi dalam sebuah perseroan tentu berpengaruh dengan anggaran dasar perusahaan. Akuisisi sebuah perseroan dapat merubah atau tidak merubah anggaran dasar suatu perseroan. Apabila akuisisi tidak mengakibatkan perubahan anggaran dasar, maka akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan akta akuisisi di hadapan Notaris. Sedangkan jika akuisisi diikuiti dengan perubahan anggaran dasar yang membutuhkan persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan anggaran dasar Menkumham. Apabila akuisisi disertai perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggak pendaftaran akta akuisisi dalam daftar perusahaan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menjelaskan bahwa bagi penanaman modal dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana dengan berlakunya undang-undang ini juga menegaskan bahwasannya bentuk penanaman modal hanya terbagi atas Perusahaan Nasional yang bermodalkan Dalam Negeri (PMDN),

Perusahaan Nasional yang bermodalkan Asing/campuran (PMA) dan Perusahaan

Asing (PA). Yang mana apabila adanya percampuran modal antara modal dalam negeri dengan modal asing maka perusahaan tersebut langsung dikategorikan sebuah perusahaan PMA.

Universitas Sumatera Utara Secara prosedural, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dalam pengajuan permohonan PMA atas pendirian perusahaan baru maupun penyertaan atas perusahaan PMDN yang telah ada sebelumnya, karena dengan beralihnya suatu

PMDN menjadi PMA, maka PMDN tersebut harus meminta persetujuan-persetujuan layaknya mendirikan perusahaan baru. Yang berbeda hanyalah terhadap perusahaan eksisting, tidak perlu melakukan pendaftaran perusahaan (TDP dan NPWP), melainkan hanya memerlukan persetujuan Menteri dalam rangka terjadinya perubahan struktur modal. Bahwa perlindungan hukum baru diberikan ketika masalah atau sengketa sudah terjadi, sehingga perlindungan hukum yang diberikan oleh

Peradilan Umum bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Begitu juga dengan teori- teori lain yang menyinggung tentang perlindungan hukum juga membahas sarana perlindungan hukum yang bersifat represif.

Perwujudan sarana perlindungan hukum yang bersifat preventif dapat dilihat dalam peraturan mengenai, perlindungan hukum terhadap pemilik saham minoritas dalam sebuah perusahaan bukan PMA yang sahamnya dibeli oleh warga negara asing atau badan hukum asing, contohnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Perlindungan hukum yang diberikan berkaitan dengan direksi ataupun komisaris yang melanggar fiduciary duty, sehingga merugikan pemegang saham minoritas dalam sebuah perusahaan bukan PMA yang sahamnya dibeli oleh warga negara asing atau badan hukum asing.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan perbedaan antara penelitian ini dengan jurnal Akibat Hukum Pembelian Saham Perusahaan bukan Penanaman Modal

Universitas Sumatera Utara Asing oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing, dapat disebutkan dalam tabel sebagai berikut:

Gambar 7. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya

Sonji PT. IPI A Historical Case Study Of The Survival of A Fourth Generation Family Business Perbedaan Bangkit kembali Ber-regenerasi sukses sampai 86 tahun atau setelah gagal 4 generasi

Pernah gagal Pernah Tidak pernah Pelatihan/suksesi Tidak ada Ada

Gambar 8. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya Indikator Disertasi Pin Pin Jurnal Ucok Yoantha dkk Penyuntikan Modal Ventura Ada Tidak ada Akuisisi Tidak Ada Ada Perjanjian Pengalihan Tidak Ada Ada

5.9. Novelty (Kebaruan)

Dr. Sunu Wibirama menulis bahwa saat seseorang mahasiswa S3 menempuh ujian doktoral, hal paling sulit untuk dipertahankan pada saat ujian adalah pertanyaan seputar “novelty” (kebaruan) dan kontribusi riset, baik untuk kemajuan bidang ilmu maupun untuk masyarakat secara umum. Pertanyaan pertama biasanya dimulai dengan kalimat seperti “Apa yang baru dari risetmu dan apa perbedaannya dengan riset sebelumnya?” Sedangkan pertanyaan kedua biasanya dilontarkan dengan kalimat “Kalau kamu meneliti ini, apa dampaknya untuk masyarakat umum?”

Disertasi yang baik adalah disertasi yang mampu memotivasi pembaca untuk terus membaca dari awal sampai akhir. Pada bagian Pembahasan Hasil Penelitian dan

Kesimpulan, hal-hal umum tersebut kembali dicantumkan dan dikaitkan dengan penelitian yang sudah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini, novelty yang penulis temukan adalah bahwa setiap keluarga, dalam hal ini kita fokus pada perusahaan keluarga, dimana setiap perusahaan keluarga pasti akan mewariskan sisa warisannya, dan ternyata perusahaan keluarga bisa bangkit kembali dari sisa warisan yang telah lewat lebih dari 60 tahun

(dari tahun 1911 sejak meninggalnya Tjong Yong Hian), dimana setiap perusahaan keluarga pasti akan mewariskan sisa warisannya, dan ternyata perusahaan keluarga bisa bangkit kembali dari sisa warisan yang telah lewat lebih seabad yang lalu.

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa generasi perusahaan keluarga akan hilang selamanya ketika gagal dipertahankan oleh generasi berikutnya. Dan ternyata warisan Tjong Yong Hian bisa kembali lagi ke Indonesia setelah warisan tersebut dibawa cicitnya keluar negeri melalui perkawinan antar Negara.

Walaupun pada saat awal berdirinya, perusahaan tidak pernah berpikir tentang warisan , tetapi ternyata sisa warisan bisa menjadi sangat bermanfaat jika dikelola dengan baik dan tekun. Syarat utama sebuah perusahaan adalah memiliki modal awal yang cukup memadai, dan ternyata penambahan modal perusahaan keluarga PT. IPI mendapat kontribusi yang sangat besar dari sisa warisan Tjong Yong Hian, dimana pada saat Budihardjo Chandra melakukan penyuntikan tambahan modal ke IPI, begitu juga modal awal Tjong Siu Han, cicit Tjong Yong Hian juga ada kontribusi dari warisan Tjong Yong Hian yang diberikan kepada orang tua Tjong Siu Han. Walau hal ini memilik pertentangan dari informan primer dan informan sekunder, dimana informan Linda Setiawan tidak mengakui adanya sumbangsih maupun kontribusi dari warisan modal tambahannya, baik dari generasi pertama Tjong Yong Hian maupun generasi kedua Chang Pu Ching.

Universitas Sumatera Utara Satu hal utama yang dapat ditemui disini adalah bahwa biasanya sebuah perusahaan menginginkan pembebasan pajak, dan pembebasan pajak atau insentif pajak yang paling besar di Indonesia diberikan kepada Penanaman Modal Asing

(PMA), dan sebaliknya dalam hal ini yang terjadi justru PT. IPI tidak menggunakan haknya sebagai PMA, dikarenakan sesuatu hal yang harus diabaikan, maka PT. IPI lebih memilih jalan yang lebih mudah yaitu menjadi PMDN atau Penanaman Modal

Dalam Negeri. Beberapa informasi yang diterima dari pihak yang sangat bisa dipercaya, menyebutkan kemungkinan adalah disebabkan oleh urusan perizinan sebuah PMA pada tahun 1970-an melalui prosedur yang berbelit-belit dan membutuhkan jangka waktu yang panjang.

5.10. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian adalah bahwa ada informasi yang sangat penting tentang dramatisasi dan konflik keluarga, tetapi karena penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini hanya pada kebangkitan generasi keempat, maka dramatisasi dalam pengelolaan modal di PT. IPI, diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti selanjutnya, karena masih dibutuhkan penelitian yang lebih komprehensif. Dalam hal data nyata, sebenarnya bisa didapatkan dari laporan keuangan internal yang transparan, bisa juga didapat dari catatan keuangan di lembaga keuangan yang berhubungan langsung dengan PT. IPI, yang lebih akurat lagi bisa dicocokkan dengan laporan keuangan di kantor pajak dan kantor keuangan Negara, sebab sesuai Undang-

Undang no. 24 tahun 1998 dan Undang-Undang no. 40 tahun 2007 mengharuskan laporan keuangan Perusahaan Terbatas setiap tahun.

Universitas Sumatera Utara

5.11.Rangkuman Pembahasan

Di awal menjalankan usaha yang kemudian menjadi sukses, langkah Tjong

Yong Hian meminta bantuan adiknya Tjong A Fie mencerminkan adanya ikatan primordialisme atau quanxi yang kuat dalam keluarga Tjong Yong Hian. Komunikasi dan pergaulan Tjong Yong Hian yang cukup baik dengan pemerintah membuatnya memperoleh pangkat Mayor dan ikut merumuskan undang-undang tentang kuli kontrak (koelie ordinantie), serta adiknya Tjong A Fie memberikan tuntutan penghapusan ponale sanctie. Sebenarnya ponale sanctie lebih mementingkan pihak pemberi kerja terhadap para kuli kontrak, dalam hal ini sebenarnya bertentangan dengan Tjong bersaudara yang berdiri di pihak pemberi kerja.

Kekuatan bisnisnya meluas ke luar negeri dengan memonopoli bisnis opium dan minuman keras, judi, perbankan dan perkeretaapian. Hal ini merupakan buah kejelian Tjong Yong Hian dalam membina hubungan dekat dengan penguasa Hindia

Belanda. Dapat dikatakan pada generasi pertama, bisnis Tjong Yong Hian meraih kesuksesan, meski tanpa modal yang kuat dan hanya mengandalkan daya juang tinggi. Kemudian di awal abad ke 20, Tjong bersaudara melebarkan sayap melakukan hubungan kerja sama bisnis dengan Negara leluhurnya yaitu Tiongkok, jika dilihat dari segi ini jelas bertentangan antara kepentingan bisnis Tjong Yong Hian yang menggeluti bisnis opium, sedangkan pada masa itu adalah era Tiongkok sedang berusaha memerangi kecanduan masyarakatnya terhadap opium, dimana era ini disebut sebagai perang opium oleh pemerintah Qing.

Universitas Sumatera Utara Generasi kedua dimulai sejak meninggalnya Tjong Yong Hian secara mendadak karena pendarahan otak pada tahun 1911. Saat itu keturunannya tidak mendapat bimbingan langsung dari orang tuanya untuk mengurus Perusahaan

Keluarga. Chang Pu Ching anak pertama Tjong Yong Hian meneruskan usaha dengan kekuatan penguasaan modal dan diberi kepercayaan untuk mengawasi proyek oleh

Kerajaan Qing. Namun ketiadaan bimbingan dari Tjong Yong Hian serta adanya krisis Mallaise membuat keturunan Tjong Yong Hian tidak siap dalam menjalankan usaha keluarga.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, pada generasi ketiga hidup dalam kondisi usaha keluarga yang sudah mapan, sangat makmur, keuangan dan aset keluarga yang berlimpah, hidup tanpa kekurangan, segala sesuatu yang diinginkan dapat dipenuhi orang tua, membuat kemunduran dalam Perusahaan Keluarga.

Generasi ketiga tidak merasakan bagaimana sulitnya generasi pertama dalam merintis usaha. Uang yang dihamburkan tidak disadari, tidak memiliki semangat juang yang besar, tidak ada kebutuhan akan membangun sesuatu, berfoya-foya, berpesta, berjudi yang pada akhirnya membuat usaha bangkrut sehingga menjual aset tanah, rumah beserta perabotnya, serta perhiasan yang memiliki nilai sejarah berharga.

Bahkan rumah besar warisan peninggalan Tjong Yong Hian dibongkar. Hal ini yang kemudian membuat Chang Pu Ching membuat wasiat yang memberikan hak dan kewajiban kepada anak cucunya agar menjaga dan merawat rumah yang dibangun oleh Chang Pu Ching dari hasil pembagian warisan tanah dari bekas bangunan megah Tjong Yong Hian yang dibongkar. Sikap Chang Pu Ching ini

Universitas Sumatera Utara menunjukkan perasaan ikatan keluarga yang kuat. Namun, kewajiban dalam surat wasiat tersebut tidak memiliki suatu sanksi apabila tidak dijalankan, sehingga kewajiban dari wasiat Chang Pu Ching tidak terealisasi dengan baik, dan tidak dapat dituntut oleh pemberi wasiat.

Kebangkitan Perusahaan Keluarga muncul pada generasi keempat Tjong

Yong Hian. Budihardjo Chandra (anak Chang Pu Ching) bersama satu saudara kandungnya perempuan dan teman baiknya yaitu William Tiopan, dengan jeli mendirikan perusahaan kertas pembungkus makanan dari daur ulang bahan bekas kertas maupun karton. Hal ini patut dipuji, karena saat itu usaha keluarga sudah tidak ada lagi, dan sisa harta warisan yang ada tinggal sedikit namun usaha Budihardjo

Chandra terus berkembang hingga dapat mendirikan pabrik PT. IPI (PT. Industri

Pembungkus Indonesia) yang berlokasi di Kawasan Industri Medan dengan pekerja sebanyak 400 orang.

Generasi keempat ini memberikan contoh bagaimana generasi penerus Tjong

Yong Hian memang mewarisi bakat bisnis yang baik, cukup jeli dalam membaca situasi dan kesempatan usaha di masa yang bersangkutan. Bidang usaha PT. IPI yaitu pembuatan karton dari daur ulang koran bekas dan kertas bekas sangat jauh berbeda dengan bidang usaha yang pernah ditekuni oleh Tjong Yong Hian, yaitu penjualan bahan makanan seperti beras, gula, dilanjutkan ke usaha perkebunan dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan daya inovasi yang cukup bagus dari generasi keempat ini.

Terdapat kekuatan sentimen primordialisme dalam hal sejarah pembukaan pabrik PT. IPI yang dapat dilihat dari sentimen kekeluargaan yang tinggi antar saudara dalam hal pendukungan Budihardjo Chandra sebagai karyawan dan

Universitas Sumatera Utara pemberian kepercayaan yang sangat besar dalam hal peminjaman identitas untuk keperluan sebuah penanaman modal asing yang dialihkan menjadi penanaman modal dalam negeri. Selain Budihardjo Chandra, dari data yang diperoleh dari hasil penelitian, juga ada beberapa keturunan Tjong Yong Hian yang pernah bekerja di PT.

IPI, serta sebagian karyawan dari keturunan Tionghoa.

Simbol kesuksesan Tjong Yong Hian dan Budihardjo Chandra diimplementasikan dalam bentuk penguasaan warisan leluhur dengan membeli kembali tanah sekitar kuburan leluhur yang telah dirampas oleh warga sekitar atas pembangunan rumah liar oleh warga sekitar terhadap tanah milik Tjong Yong Hian, yang mana warga sekitar tersebut telah memiliki sertifikat resmi dari pemerintah atas penguasaan tanah milik Tjong Yong Hian.

Keberhasilan PT. IPI menunjukkan kesuksesan besar karena kemampuan bangkit pada generasi keempat Tjong Yong Hian, hanya sayangnya Budihardjo

Chandra kurang mampu menjalankan amanat leluhurnya untuk menjaga keutuhan keluarga besar keturunan Tjong Yong Hian, kurang berusaha untuk merangkul saudara dekat sehingga terjadi konflik keluarga.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Universitas Sumatera Utara Ketika pendiri awal IPI melakukan tujuan mereka mendirikan pabrik, persepsi dari tujuannya sudah diwujudkan dengan dijalankannya pabrik PT. IPI, setelah tujuan pndirian tercapai, langkah selanjutnya adalah mewujudkan keberhasilan pabrik.

Langkah awal dimulainya pembangunan pabrik sudah merupakan salah satu aspek pembangunan.

Pembangunan mengharapkan adanya pembangunan berkelanjutan dalam segala bidang. Perusahaan Keluarga juga merupakan satu aspek ekonomi yang sangat membantu perekonomian Indonesia, oleh sebab itu pengusahaan Perusahaan

Keluarga yang berkelanjutan akan menjadi daya topang ekonomi yang kuat bagi negara, sebab membicarakan pembangunan tentu saja melibatkan negara sebagai tujuan utama.

Peranan bisnis keluarga Tjong Yong Hian seperti dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa generasi pertama Tjong Yong Hian yang lebih besar peranannya dalam pembangunan Kota Medan, pembangunan untuk masyarakat secara umum adalah sumbangan pembangunan Mesjid Raya Al Ma’sun dan Mesjid Lama Gang

Bengkok, pembangunan rumah sakit untuk orang miskin di Medan dan rumah sakit lepra di Belawan, membangun tempat pemakaman orang Tionghoa, pembangunan sekolah khusus untuk anak perempuan pribumi, membangun sekolah Dun Pen sekolah berbahasa China, serta sumbangan pembangunan beberapa vihara di Medan dan Belawan. Sedangkan peranan pembangunan yang dilakukan oleh PT. IPI saat ini selain berkontribusi terhadap penanaman investasi, pembukaan lapangan kerja, kontribusi lain adalah pembangunan sekolah di Tanjung Morawa dan pemberian sumbangan sembako setiap hari raya kepada warga sekitar pabrik dan sumbangan

Universitas Sumatera Utara untuk mesjid dan vihara, serta sumbangan sosial melalui Lions Club dari pribadi

Linda Setiawan.

Banyak Perusahaan Keluarga yang tidak dapat mempertahankan usahanya sampai beregenerasi, hal ini sangat disayangkan. Ternyata modal yang besar bukan merupakan faktor utama kesuksesan sebuah regenerasi Perusahaan Keluarga, tetapi yang lebih penting adalah kesadaran dalam berusaha dan kemampuan untuk menghadapi perubahan kondisi, baik dari dalam lingkungan keluarga maupun dari luar seperti kondisi ekonomi dan peraturan negara. Seseorang akan lebih bisa menjaga hasil usahanya yang didapatkannya dengan susah payah.

Dalam kasus Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian yang telah dipaparkan di atas, membuktikan kondisi tersebut. Warisan besar yang diwariskan kepada generasi penerus, yang tidak terlaksana sesuai wasiat pembagiannya, akan membawa konflik bagi sesama saudara kandung, tidak jarang malah bisa membawa malapetaka besar, generasi penerus Tjong Yong Hian sudah jelas pasti menghadapi konflik dalam pembagian warisan. Sedangkan faktor kondisi ekonomi dan politik negara, baik dalam negeri maupun internasional juga menjadi faktor yang menentukan usaha seseorang.

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini terhadap kegagalan

Perusahaan Keluarga Tjong Yong Hian di generasi ketiganya antara lain:

- Ketidaksiapan generasi pertama mempersiapkan generasi penerus (suksesor)

- Politik dalam negeri Indonesia yang tidak stabil karena Perang Dunia ke II dan pasca kemerdekaan RI yang membutuhkan banyak dana untuk perbaikan perekonomian kacau.

Universitas Sumatera Utara - Peraturan dalam negeri yang mulai dijalankan oleh Orde Lama, membuat banyak permasalahan status tanah dan status perkebunan.

- Konflik dalam keluarga atas pembagian warisan. Penerima mandat warisan tidak melakukan kewajibannya dengan baik.

- Kebiasaan generasi penerus Tjong Yong Hian yang sudah terbiasa hidup mewah.

- Tidak adanya karakter dalam usaha yang diwarisi.

- Tidak memiliki strategi yang baik dalam mengurus perusahaan.

- Manajemen yang buruk.

- Miskin saran professional.

- Konflik keluarga

Kesimpulan yang bisa ditarik dari naik kembalinya generasi Perusahaan

Keluarga Tjong Yong Hian di generasi keempat antara lain:

*Adanya inovasi, jeli melihat peluang usaha baru dari kebutuhan pasar.

*Adanya perkembangan teknologi baru yang dapat membantu mewujudkan inovasi.

*Adanya kesempatan, kondisi ekonomi dan sosial politik Indonesia yang sudah mulai membaik di tahun 1970an, dalam era Orde Baru yang berusaha memperlancar penanaman modal asing, dan memperbaiki bidang perekonomian, membuat kehidupan perekonomian lebih stabil. Adanya primordialisme dan quanxi yang memberi kesempatan kepada Budihardjo Chandra untuk bekerja di PT. Industri

Pembungkus Indonesia dengan saham 7 persen.

*Adanya inovasi mesin baru dari luar negeri, sehingga ada inovasi baru penggantian produk.

*Ketekunan dalam berusaha.

Universitas Sumatera Utara *Sumber daya manusia yang cukup memadai dalam membantu kelangsungan pabrik.

*Terdapat visi dan misi yang jelas dalam membuka usaha baru.

*Adanya pasar.

*Adanya kesadaran kompetitif. Dalam hal PT. IPI, kompetisi pabrik sejenis ada beberapa, dan hal ini bisa dilalui dengan baik.

*Adanya modal.

*Adanya semangat juang yang besar yang berasal dari percobaan dari jatuhnya generasi terdahulu, mendorong untuk giat bangkit kembali.

Kekuatan sejarah berdirinya PT. IPI antara lain:

-Etnisitas, rasa kesukuan dari pertemanan membantu daya rangkul kepada sahabat untuk ikut serta dalam kepemilikan saham PT. IPI.

-Daya juang pendiri yang kuat sehingga mampu mengatasi masalah kegagalan produk.

-Daya saing produk kuat karena tidak banyak pabrik sejenis.

-Kekuatan modal menjadi benteng PT. IPI.

-Ditopang sumber daya manusia yang professional

Faktor utama terjadinya konflik keluarga generasi penerus Tjong Yong Hian ini adalah cara pembagian warisan yang sangat didominasi oleh primordialisme dari sentimen mempertahankan warisan yang diturunkan kepada generasi penerus. Dalam perspektif interaksionisme simbolik, pembagian warisan dipandangan dari sudut hak dan kewajiban, perwujudan interaksionisme simbolik melalui dramaturgi dalam

Universitas Sumatera Utara mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban. Dimana permainan peran bisa dilakukan dengan berbagai jenis cara untuk mendapatkan hak lebih dan permainan peran dalam menjalankan kewajiban dalam primordialisme sentimen penghargaan yang tinggi terhadap leluhur diperankan dengan sangat baik, itulah salah satu titik terpuji dari segi kewajiban dan titik lemah dalam mendapatkan hak. Titik kelemahan terjadi pada penguasaan warisan secara sepihak dengan dramaturgi yang sempurna, menyimpang dari tujuan wasiat yang menginginkan kebersamaan seluruh keluarga besar dalam satu naungan. Memecah belah keluarga melalui konflik yang berkepanjangan dimana konflik tersebut bisa turun temurun bergenerasi. Dalam perspektif umum, terlihat seperti sebuah keluarga besar yang sangat sukses dalam membangun komplek kuburan leluhur, tetapi terbungkus dalam ketidak-kompakkan keluarga besar. Penafsiran kebaktian diinteraksikan dengan dramatisasi manipulasi tanpa mempertimbangkan sisi kedamaian keluarga besar Tjong Yong Hian. Persepsi

Budihardjo Chandra terhadap tindakan Chang Pu Ching menghalangi pembongkaran rumah leluhur, disimbolkan dengan penjagaan aset leluhur saja dan mengabaikan tujuan utama leluhur yang menginginkan keutuhan sebuah keluarga besar.

Persamaan dari hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah adanya persiapan suksesi yang baik dari Budihardjo Chandra pemilik saham mayoritas di PT.

Universitas Sumatera Utara IPI, dan ide menantunya Fenny untuk mengadakan suksesi berdasarkan bakat anak cucu, adalah sebuah pendapat yang sudah berada pada jalur yang sudah tepat.

Perbedaan penelitian ini adalah dari sudut kemampuan untuk bangkit kembali, sebuah tindakan yang ditopang oleh kemampuan modal yang terpenuhi dari generasi sebelumnya yang telah berlalu selama 3 generasi atau sekitar hampir 70 tahun kemudian. Tjong Yong Hian meninggal tahun 1911, dan sisa warisan properti Tjong

Yong Hian bisa bermanfaat untuk penambahan modal Budihardjo Chandra IPI beberapa tahun setelah PT. IPI berdiri tahun 1972. Kerelaan pendiri perdana PT. IPI dalam melepaskan kesempatan memperoleh insentif perpajakan bagi sebuah PMA dengan mendirikan PMDN walau ada sumber modal mayoritas dari luar negeri.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi negara dalam pelayanan pembukaan usaha atau pemberian izin usaha yang lebih sederhana tidak berbelit-belit demi kemajuan ekonomi nasional, serta dapat menjadi informasi dan memberikan data serta wawasan bagi pembuat peraturan, sehingga dapat membuat undang-undang yang bersahabat dengan pengusaha, saling mengisi antara pemerintah, agar tercapai tujuan kedua belah pihak dan terbuka lapangan kerja bagi masyarakat serta tercapai pembangunan nasional, karena bisnis adalah penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

6.2.2. Bagi Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Peneliti mengharap agar pembaca bisa mengambil manfaat dari penelitian ini, terutama kalangan pengusaha, agar dapat sedini mungkin menyusun strategi penerusan perusahaan kepada generasi penerus, agar terhindar dari konflik dan agar suksesi dapat berjalan seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu, diharapkan penelitian ini dapat diteruskan dengan usaha menggalang pihak Perusahaan Keluarga dalam mempersiapkan diri untuk regenerasi. Pemahaman dan kesadaran adalah usaha yang tidak sederhana dan memerlukan kemauan dan kesadaran yang tinggi.

Saran yang disampaikan bagi pemilik Perusahaan Keluarga, sebaiknya dilakukan langkah antisipasi konflik sebagai berikut:

1. Persiapakan suksesi sejak awal, bila perlu sediakan team suksesor dari pihak

professional yang cukup dapat diandalkan.

2. Persiapkan data sejarah perusahaan yang ingin diwarisi, agar generasi penerus

lebih paham tentang usahanya.

3. Hindari pemaksaan kehendak kepada generasi penerus, jika penerus tidak ingin

melanjutkan perusahaan yang diwarisi, berikan solusi jangan berikan kewajiban.

4. Sebaiknya menghindari pemaksaan pembagian warisan yang tidak dapat

dipindah-tangan, sebab setelah hak warisan diterima, maka segala hak telah

berpindah kepada yang menerima, kewajiban untuk tidak memindah-tangankan

warisan yang telah diterima, tidak dapat terlaksana dengan baik, karena tidak ada

sanksi yang mengikat.

5. Lakukan pembagian warisan yang adil sesuai kehendak kita dan langsung dibagi

sesuai keinginan kita dengan mempersiapkan notulen tertulis dari notaris.

Universitas Sumatera Utara 6.2.3. Bagi Peneliti Lain

Saran bagi peneliti berikutnya adalah bahwa penelitian ini belum sempurna dan membutuhkan penelitian lebih lanjut, terutama kaitan benang merah antara modal dari Tjong Yong Hian atas kontribusinya terhadap PT. IPI. Perlu ketahanan persiapan mental yang kuat atas penolakan wawancara dari sumber primer.

Saran yang sangat perlu ditekankan disini adalah penulis sangat mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut terhadap PT. IPI dari segi modal dan dari segi kepemimpinan, berhubung penelitian ini sesuai yang ditulis dalam bab sebelumnya bahwa terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, dikarenakan belum terbukanya pihak yang diteliti, sehingga penulis lebih banyak mengandalkan informasi dari pihak lain yang saling berhubungan, dan dari informasi tersebut dirangkai observasi dan persepsi sesuai hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, 1994. Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara.

Ann, Wan Seng, 2013. Rahasia Bisnis Orang China, Jakarta: Noura Books (PT Mizan Publika).

A.B. Susanto, 2005. World Class Family Business, Jakarta: Quantum Bisnis & Manajemen.

Universitas Sumatera Utara Alan Reynolds, 1979. What Do We Know About the Great Crash?, National Review, 9 November 1979.

Ali, Fachry, Bahtiar Effendy, Umar Juoro, and Mustihin Dahlan, 2003. Politik Bank Sentral: Posisi Gubernur Bank Indonesia dalam Mempertahankan Independensi, Jakarta: LSPEU Indonesia.

Alam, S., 1991. Small manufacturing firms in Egypt, The Scientific Journal for Research and Business Studies, 5, 238-275, Al-Khaleej Newspaper, News from Jordan, Jan 25.

Altman, E. I., & Levallee, M. L.,1981. Business failure classification in Canada, Journal of Business Administration, 12(1), 147-164.

Anderson, A. R., & Jack, S. L., 2002. The Articulation of Socialcapital in Entrepreneurial Networks: a Glue or a Lubricant? Entrepreneurship & Regional Development, 14(3), 193–210. https://doi.org/10.1080/08985620110079.

Ascher, William, 1998. From Oil to Timber: The Political Economy of Off-Budget Development Financing in Indonesia, Indonesia 65 (1):37-61.

Aspinall, Edward, and Mark T. Berger, 2001. The Break-up of Indonesia? Nationalisms after Decolonisation and the Limits of the Nation-State in Post- Cold War Southeast Asia, Third World Quarterly 22 (6): 1003-1024.

Athukorala, Prema-chandra, 1998. Malaysia. In East Asia in Crisis: From Being a Miracle to Needing One?, edited by Ross H. McLeod and Ross Gamaut. London: Routledge.

Bakrie, Aburizal, 1997. Pembauran Pri-Nonpri di Tanah Air Pembangunan Ekonomi, In Pembangunan Ekonomi Nasional: Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, edited by M. Dawam Rahardjo, Jakarta: PT Intermasa.

Bankruptcy Yearbook & Almanac, Health Care, 2003. Boston: New Generation Research Inc., Publications and Services.

Ball, R, 1994. The Development, Accomplishments and Limitations of The Theory of Stock Market Efficiency, Managerial Finance, 20(3), 3-49. Retrieved March 17, 2007, from ApolloLibrary.com (ProQuest).

Bass, B. M., 1990. Handbook of leadership. Theory, Research & Managerial Applications. (3rd ed.). New York: The free press.

Universitas Sumatera Utara Basrowi dan Sukidin, 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, Surabaya: Insan Cendekia.

Becker, G. S., 1993. Nobel Lecture: The Economic Way of Looking at Behavior. Journal of Political Economy, 101, 385-409. Retrieved from http://www.journals.chicago.edu/toc/jpe/current.

Berger, Peter dan Luckman, Thomas, 1990. Tafsiran Sosial Atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES.

Bertens, K., 1999. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius.

Berg, Andrew, 1999. The Asian Crisis: Causes, Policy Responses, and Outcomes, IMF Working Paper WP/99/138.

Black, Cyril Edwin, 1966. Change as a Condition of Modern Life (In Modernization: The Dynamic of Growth), Ed. By MyronWeiner, Voice of America Forum Lectures, Cambridge, Massachusets.

Booth, Anne, 2000. The Impact of the Indonesian Crisis on Welfare: What Do We Know Two Years On? In Indonesia in Transition: Social Aspects of Reformasi and Crisis, edited by Chris Manning and Peter van Diermenm. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Bourdieu, P., 1985. The Social Space And The Genesis Of Groups, Information (International Social Science Council), 24(2), 195–220.

Bungin, Burhan, 2009. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya), Jakarta: Kencana.

------, 2009. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group.

Budiman, Arief, 2002. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia.

Calvo, Guillermo A., 1986. Fractured Liberalism: Argentina under Martinez de Hoz, Economic Development and Cultural Change 34 (3):511-533.

Chang, Roberto, and Andres Velasco, 1998. The Asian Liquidity Crisis, NBER Working Paper No. 6796.

Chang, Queeny, 1981. Kisah Nyata Queeny Chang Putri Orang Terkaya Indonesia Asal Medan.

Universitas Sumatera Utara Charon, J.M., 1989. Symbolic Interactionalism: An Introduction, An Interpretation, An Integration, Englewood Cliffs NJ: Prentice Hall.

Chen, Yehning, 1999. Banking Panics: The Role of the First-Come, First-Served Rule and Information Externalities. Journal of Political Economy 107 (5): 946-968.

Chinn, Menzie, and Hiro Ito, 2006. What Matters for Financial Development? Capital Controls, Institutions, and Interactions, Journal of Development Economics 81 (1): 163-192.

Chua, Christian, 2004. Defining Indonesian Chineseness Under the New Order, Journal of Contemporary Asia 34 (4): 465-479.

Chee, Stephen, 1991. Consociational Political Leadership and Conflict Regulation in Malaysia, In Leadership and Security in Southeast Asia: Institutional Aspects, edited by Stephen Chee, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. 53- 86.

Carr, E. H., 1985. What Is History? Harmondsworth, Middlesex, England: Penguin Books, Ltd.

Clad, James, 1989. Behind the Myth: Business, Money and Power in Southeast Asia, London: Unwin Hyman Limited.

Cohen, Benjamin J., 1996. Phoenix Risen: The Resurrection of Global Finance, World Politics 48 (2): 268-296.

Cole, David C., and Betty F. Slade, 1998. Why Has Indonesia's Financial Crisis Been So Bad? Bulletin of Indonesian Economic Studies 34 (2): 61-66.

Coleman, J. S., 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital, American Journal of Sociology, 94, S95–S120. https://doi.org/10.2307/2780243

Crouch, Harold, 1975-1976. Generals and Business in Indonesia, Pacific Affairs 48 (4): 519-540.

Chang, Ha-Joon, 2003. Globalisation, Economic Development and the Role of The State, New York: Zet Books Ltd, TWN.

Creswell, J. W., 1998. Qualitative Inquiry and Research Design, Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc.

Universitas Sumatera Utara ------, 2005. Educational Research, Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, (2nd ed), Upper Saddle River NJ: Merrill, Prentice Hall.

Cohen, D., & Nisbett, R. E. (1994). Self-protectionand culture of honor: Explaining southern violence. Personality and Social Psychology Bulletin, 20,551-567.

Cooper, D.R., & Schindler, P.S., 2003. Business Research Methods, (8th ed), New York: McGraw Hill Irwin.

Delhaise, Philippe, 1998. Asia in Crisis: The Implosion of the Banking and Finance Systems, Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

David, Vogel, 1984. The Political Impact of the Large Corporation: A Legislative History of Federal Clean Air Policy, 1963-1981, In B. Bock et al., eds., The Modern Corporation: Size and Impacts, New York: Columbia University Press.

Denzin, Norman K., dan Lincoln, Yvonna S., 2009. Handbook of Qualitative Research, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Derichs, Claudia, 2001. Competing Politicians, Competing Visions, Mahathir.

Deutsch, M., 1973. The Resolution Of Conflict, New Haven: Yale University.

Duckworth, A. L, & Seligman, M., 2005. Self-Discipline Outdoes iq in Predicting Academic Performance of Adolescents, Psychological Science,76(12), 939- 944.

Djiwandono, J., Soedjati, 1988. The Military and National Development in Indonesia. In Soldiers and Stability in Southeast Asia, edited by J. Soedjati Djiwandono and Yong Mun Cheong, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Dooley, Michael P., 1996. A Survey of Literature on Controls Over International Capital Transactions, IMF Staff Papers 43 (4): 639-687.

Drucker, P. F., 1995. Managing In A Time of Great Change, New York: Truman Talley Books/Dutton, Family Business, 1999. Ward, J., & Aronoff, C. (1994, November), Managing The Family Business Conflict. Nation’s Business, 82(11), 54-55.

Donnelley, Robert G., 2002. The Family Business, Dalam Aronoff et. al., Family Business, Sourcebook, Merietta: Family Enterprise Publishers.

Universitas Sumatera Utara Emmerson, Donald K., 1983. Understanding the New Order: Bureaucratic Pluralism in Indonesia, Asian Survey 23 (11): 1220-1241.

------, 1999a. Exit and Aftermath: The Crisis of 1997-98. In Indonesia beyond Suharto: Polity, Economy, Society, Transition, edited by Donald K. Emmerson. Armonk, NY: M.E. Sharpe, Inc. 295-343.

------, 1999b. A Tale of Three Countries, Journal of Democracy 10 (4):35-53.

Fane, George, 2000. Indonesian Monetary Policy during the 1997-98 Crisis: A Monetarist Perspective, Bulletin of Indonesian Economic Studies 36 (3): 49- 64.

Farish, A. Noor, 2002. The Other Malaysia: Writings on Malaysia's Subaltern History, Kuala Lumpur: Silverfishbooks.

Fatah, Eep Saefulloh, 2000. Zaman Kesempatan: Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca-Orde Baru, Bandung: Penerbit Mizan.

Felker, Greg, 2000. Malaysia in 1999: Mahathir's Pyrrhic Deliverance, Asian Survey 40 (l): 49-60.

F. Satriyo Wicaksono, Hukum Waris Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta Warisan, Jakarta : Visimedia, 2011, hlm 156-157

Feridhanusetyawan, Tubagus, 1997. Survey of Recent Developments, Bulletin of Indonesian Economic Studies 33 (2): 3-39.

Fisk, E. K., 1982. Development in Malaysia, In the Political Economy of Malaysia, edited by E.K. Fisk and H. Osman-Rani, Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Frecaut, Olivier, 2004. Indonesia's Banking Crisis: A New Perspective on $50 Billion of Losses, Bulletin of Indonesian Economic Studies 40 (2): 37-57.

Garrett, Geoffrey, 1995. Trade, Capital Mobility, and the Domestic Politics of Economic Policy, International Organization 49 (4): 657-687.

------, 2000. The Causes of Globalization, Comparative Political Studies 33 (6/7): 941-991.

Glaser, B. G., & Strauss, A. L., 1967. The Discovery Of Grounded Theory: Strategies For Qualitative Research, Chicago, IL: Aldine.

Universitas Sumatera Utara Glassbumer, Bruce, 1976. In the Wake of General Ibnu: Crisis in the Indonesian Oil Industry, Asian Survey 16 (12): 1099-1.

Glick, Reuven, and Michael Hutchison, 1999. Banking and Currency Crises: How Common are Twins?, Working Paper, Department of Economics, University of Califomia-Santa Cruz.

Glowacki-Dudka, M., Murray, J., & Isaacs, K. P., 2013. Examining Social Capital Within A Local Food System. Community Development Journal, 48(1), 75–88. https://doi.org/10.1093/cdj/bss007.

Gomez, Edmund Terence, 1990. Politics in Business: UMNO's Corporate Investments, Kuala Lumpur: Forum.

Goffman, E., 1956. The Presentation of Self in Everyday Life, Edinburgh: University of Edinburgh Sosial Science Research Centre.

Guba, Egon, 1990. The Paradigm Dialog, California: Sage Publication Inc.

Gurtmann, M. B., 1992. Trust, Distrust, and Interpersonal Problems: a Circumplex Analysis. Journal o f Personality and Social Psychology. 62. 989-1002

Habibie, B. J., 1995. Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan, dan IPTEK, In Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan, dan Kemiskinan, edited by Loekman Soetrisno and Faraz Umaya, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Haggard, Stephan, and Andrew MacIntyre, 1998. The Political Economy of the Asian Economic Crisis, Review of International Political Economy 5 (3): 381-392.

Halim, Yonathan, 2013. Analisa Suksesi Kepemimpinan Pada Perusahaan Keluarga PT. Fajar Artasari di Sidoarjo. Agora Vol. 3, No. 1.

Handoyo, S. Stefan, Agustus 2010. Structure of Family-Owned and Controlled Corporations, Makalah dalam Pelatihan yang diselenggarakan oleh Indonesia Institute for Corporate Directorship (IICD), Jakarta.

Hansen, Gary, 1975. Indonesia 1974: A Momentous Year, Asian Survey 15 (2): 148- 156.

Hanson, James, and Jaime de Melo, 1983. The Uruguayan Experience with Liberalization and Stabilization 1974-1981, Journal of Interamerican Studies and World Affairs 25 (4): 477-508.

Universitas Sumatera Utara Haseman, John B., 1986. The Dynamics of Change: Regeneration of the Indonesian Army, Asian Survey 26 (8): 883-896.

Henderson, Callum, 1998. Asia Falling: Making Sense of the Asian Currency Crisis and Its Aftermat, Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Henderson, V. C., Kimmelman, J., Fergusson, D., Grimshaw, J. M., & Hackam, D. G. (2013). Threats to validity in the design and conduct of preclinical efficacy studies: A systematic review of guidelines for in vivo animal experiments. PLoS Medicine.

Heng, Pek Koon, 1988. Chinese Politics in Malaysia: A History of the Malaysian Chinese Association, Singapore: Oxford University Press.

------, 1992. The Chinese Business Elite of Malaysia, In Southeast Asian Capitalists, edited by Ruth McVey, Ithaca, NY: Southeast Asia Program, Cornell University.

Henslin, J., 2007. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Jakarta: Erlangga.

Heng, Pek Koon, and Lee Mei Ling Sieh, 2000. The Chinese Business Community in Peninsular Malaysia, 1957-1999, In the Chinese in Malaysia, edited by Lee Kam Hing and Tan Chee-Beng, Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Heryanto, Ariel, 1998. Ethnic Identities and Erasure: in Public Culture, In Southeast Asian Identities: Culture and the Politics of Representation in Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand, edited by Joel S. Kahn, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Higley, John, and Michael G. Burton, 1989. The Elite Variable in Democratic Transitions and Breakdowns, American Sociological Review 54(1): 17-32.

Hill, Hal, 1996. Indonesia's Industrial Policy and Performance: 'Orthodoxy' Vindicated, Economic Deve.

------, 1998. The Indonesian Economy: The Strange and Sudden Death of a Tiger. In the Fall of Soeharto, edited by Geoff Forrester and R. J. May. Bathurst, NSW: Crawford House Publishing Pte Ltd.

------, 1999. The Indonesian Economy in Crisis: Causes, Consequences, and Lessons, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

------, 2000. Indonesia: The Strange and Sudden Death of a Tiger Economy, Oxford Development Studies 28 (2): 117-139.

Universitas Sumatera Utara Hindiey, Donald, 1967. Political Power and the October 1965 Coup in Indonesia, Journal of Asian Studies 26 (2): 237-249.

Hinich, Melvin, and Michael C. Munger, 1994. Ideology and the Theory of Political Choice, Ann Arbor: University of Michigan Press.

Hiscox, Michael J., 2002. International Trade and Political Conflict: Commerce, Coalitions, and Mobility, Princeton: Princeton University Press.

Hofinan, Bert, Ella Rodrick-Jones, and Thee Kian Wie, 2004. Indonesia: Rapid Growth, Weak Institutions, Working Paper prepared for the Shanghai Conference, May 25- 27, 2004.

Honna, Jun, 1999. Military Ideology in Response to Democratic Pressure During the Late Suharto Era: Political and Institutional Contexts, Indonesia.

Hooper, C. N. (1972). Defining "small business” in government program. Journal of Small Business Management, 10(4), 28-34. Retrieved from http://onlinelibrary.wiley.com.ezp.waldenulibrary.org/journal/10.1111/(ISSN) 154.

Harper, D. A., 2003. Foundations of Entrepreneurship and Economic Development, London: Routledge.

Hayek, F. A., 1967. Studies in Philosophy, Politics, and Economics, Universtiy of Chicago Press, Chicago.

Hudayana, Bambang, 2002. Profesionalisme TNI dan Polri. In Demiliterisasi, Demokratisasi, dan Desentralisasi, edited by Arie Sujito and Sutoro Eko.

Hughes, Helen, 1999. Crony Capitalism and the East Asian Currency and Financial 'Crises', Policy 1999 (Spring).

Henderson, H., 2004. Twenty-First Century Strategies for Sustainability, Foresight, Vol. 8 No. 1, pp. 21-38.

Howard, Paul Wilson., 1998. Opium Suppression In Qing China : Responses To A Social Problem, 1729-1906. University of Pennsylvania. International Journal of Business and Commerce Vol. 2, No.5: Jan 2013(35-43)

Carr, E. H., 1985. What Is History?, Harmondsworth, Middlesex, England: Penguin Books, Ltd.

Universitas Sumatera Utara J. Touwen, Extremes in the Archipelago: Trade and Economic Development in the Outer Islands of Indonesia, 1900-1942.

Jackson, Robert & Sorensen, George, 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jackson, Karl D., 1978. Bureaucratic Polity: A Theoretical Framework for the Analysis of Power and Communications in Indonesia, In Political Power and Communications in Indonesia, edited by Karl D. Jackson and Lucian W. Pye. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

------, 1978. The Political Implications of Structure and Culture in Indonesia, In Political Power and Communications in Indonesia, edited by Karl D. Jackson and Lucian W. Pye. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

J. Alderson, Keanon, 2011. Understanding the Family Business, New York: Business Expert Press LLC.

Jarosz, L., 2008. The City In The Country: Growing Alternative Food Networks In Metropolitan Areas. Journal of Rural Studies, 24(3), 231–244. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2007.10.002

Jaffee, Steven and Spencer Henson, 2004. Standards and Agro-Food Exports from Developing Countries: Rebalancing teh Debate. World Bank Policy Research Working Paper 3348, June 2004

Jones, P., 2016. Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga Post Modernisme, Jakarta: Pustaka Obor.

Kahneman, D., and A. Tversky, 1979. Prospect Theory: An Analysis of Decision Under Risk, Econometrica47: 263-291.

Kartono, K. 2007. Patologi Sosial 1. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Khairuddin, 1992. Pembangunan Masyarakat. Tinjauan Aspek; Sosiologi, Ekonomi, dan Perencanaan, Yogyakarta: Liberty.

Kuhn, T., 1970. The Structure of Scientific Revolutions, Chicago: The University of Chicago Press. Second Edition, Enlarged, Jakarta: Jurnal Disertasi, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia.

Lansberg, Ivan, 1999. Succeeding Generations: Realizing the Dream of Families in Business. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.

Universitas Sumatera Utara Lawang, Robert M. Z., 2004. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, Fisip UI Press.

Lee, Sonji, 2000. A Historical Case Study Of The Survical Of A Fourth Generation Family Business, Bell & Howell Information and Learning Company.

Lewis, J. D., & Weigert, A., 1985. Trust As A Social Reality, Social Forces. 63. 967- 985.

Locke, Edwin A, Shelley Kirkpatrick, Jill K. Wheeler, Jodi Schneir, Kathryn Niles, Harold Goldstein, Kurt Welsh, Dong-Ok Chah, 1991. The Essence of Leadership, The Four Keys to Leading Successfully, New York : Lexington Books.

Luo Yadong, 1997. Guanxi: Principles, Philosophies, and Implications, Human System Management, Vol. 16, No. 1.

Long, John B. J. and Plosser, C. I., 1983. Real Business Cycles, The Journal of Political Economy, 91(1): 39–69.

McAllister, D J., 1995. Affect- and cognition-based trust as foundations for interpersonal cooperation in organizations. Academy of Management Journal. 38. 24-59.

McKee-Ryan, F. M., & Harvey, J., 2011. I have a job, but: A review of underemployment. Journal of Management, 37, 962-996. doi:10.1177/0149206311398134

M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c.1200.

Mead, George H., 1934. Mind, Self, and Society, Chicago: The University of Chicago Press.

Mead. G.H., 1936. Movements of Thought in the 19th Century, Chicago: University of Chicago Press.

Mijid, N., & Bernasek, A., 2013. Decomposing racial and ethnic differences in small 156 business lending: Evidence of discrimination, Review of Social Economy, 71, 443-473. doi:10.1080/00346764.201 2.761751 .

Mbaye, Ahmadou Aly and Adama Gueye, 2015. SPS standards and international competitiveness in Africa: teh case of Senegal, Connecting to global .markets

Mei-Hui, Yang, 1986. The Art of Social Relationships and Exchange in China, Berkeley University of California.

Universitas Sumatera Utara

Moleong, J. L., 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Molly, V. Laveren, D. & Deloof, M, 2010. Family Business Succession and Its Impact on Financial Structure and Performance, Family Business Review, 23 (2): 131-147.

Moran, P., 2005. Structural vs. Relational embeddedness: Social Capital and Managerial Performance. Strategic Management Journal, 26(12), 9–1151. https://doi.org/10.1002/smj.486

Murat Bayar, 2009. Reconsidering Primordialism: An Alternative Approach To The Study of Ethnicity, Ethnic and Racial Studies, 32.9, pp. 1-20, (p. 2).

Nahapiet, J., & Ghoshal, S., 1998. Social Capital, Intellectual Capital, and the Organizational Advantage, The Academy of Management Review, 23(2), 242–266. https://doi.org/10.2307/259373.

Nicholas Sambanis, 2001. Do Ethnic and Nonethnic Civil Wars Have the Same Causes? A Theoretical and Empirical Inquiry (Part 1), Journal of Conflict Resolution, 45, 259-282 (p. 263).

O’ Driscoll, Jr., G. P., 2009. Money And The Present Crisis, Cato Journal, 29(1): 167- 186.

Petty, N. J., Thomson, O. P., & Stew, G., 2012. Ready for paradigm shift? Part 2: Introducing Qualitative Research Methodologies And Methods, Manual Therapy, 17, 378-384. doi:10.1016/j.math.2012.03.004.

Peterson, R,. Kozmetsky, G., & Ridgway, N., 1983. Perceived Causes of Small Business Failure Peter Verhezen. From A Culture Of Gift Exchange To A Culture Of Exchanging Gifts, Jurnal Antropologi, University of Indonesia Jakarta, November 2003, American Journal of Small Business, 13 (1), 15-19.

Peterson, C, & Seligman, M. E. P., 2004. Character Strengths and Virtues: a Handbook and Classification, Washington, DC: American Psychological Association.

Pitt-Rivers, J., 1966. Honor and Social Status, InJ. G. Peristiany (Ed.), Honour and shame: The values of Mediterranean society (pp. 19-77). London: Weidenfeld & Nicolson.

Universitas Sumatera Utara

Praag, M., van Witteloostuijn, A., & van der Sluis, J., 2013. The Higher Returns to Formal Education for Entrepreneurs Versus Employees, Small Business Economics, 40, 375-396.

Punzo, L. F., 2009. A Nonlinear History of Growth and Cycle Theories. History of Political Economy, 41(Supplement 1):88–106.

Ritzer, G. dan Goodman, DJ, 2003. Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana.

Ritzer, G., 1983. Contemporary Sosiological Theory, New York: Alfreda Knopt.

Ritzer George, 2009. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rodrik, D., 2007. One Economics, Many Recipes: Globalization, Institutions, and Economic Growth, Princeton: Princeton University Press.

Rodriguez Mosquera, P. M., Manstead, A. S. R., & Fischer, A. H., 2002. The Role Of Honor Concerns In Emotional Reactions To Offences, Cognition and Emotion, 16,143-163.

Rotenberg, K. J., 1994. Loneliness And Interpersonal Trust, Journal of Social and Clinical Psychology. 13. 152-173.

Rotter, J. B., 1967. A New Scale For The Measurement Of Interpersonal Trust. Journal of Personality. 35. 651-665.

Rotter, J. B., 1971. Generalized Expectancies For Interpersonal Trust. American Psychologist. 26. 443-452.

Rotter, J. B., 1980. Interpersonal Trust, Trustworthiness, And Gullibility, American Psychologist. 35. 1-7.

Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sandra Fullerton, Joireman, 2003. Primordialism, in Nationalism and Political Identity, (Cornwall: MPG Books Ltd), pp. 19-35 (p. 19-20).

Santarelli, E., & Tran, H. T., 2013. The Interplay of Human and Social Capital in Shaping Entrepreneurial Performance: The Case of Vietnam. Small Business Economics, 40, 435-458. doi:10.1007/s11187-012-9427-y.

Universitas Sumatera Utara

Schumpeter, J. A., 1934. In Theory of Economic Development: an Inquiry Into Profits, Capital, Credit, Interest, and The Business Cycle, New York: Oxford University Press.

Setiono, Benny. G., 2002. Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta: Elkasa.

Shamdasani, P., G. O. Chon-Lin, and D. Richmond, 1993. Exploring Green Consumers In An Oriental Culture: Role Of Personal And Marketing Mix Factors, Advances in consumer research 20: 488-493.

Simanjuntak, A., 2010. Prinsip-Prinsip Manajemen Bisnis Keluarga Dikaitkan Dengan Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 12, No.2.

Siagian, Sondang P., 1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Penerbit Rhineka Cipta.

Siswanto, B., 2016. Handbook Teori Sosial, Malang: Pascasarjana Universitas Merdeka.

Sjamsuddin, Helius, 1996. Metodologi Sejarah, Jakarta: Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Sobirin, Achmad, 2012. Pola Kepemimpinan dan Suksesi Perusahaan Keluarga Pada Industri.

Soekanto, Soerjono, 2001. Sosiologi Sebagai Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

------, 2008. Strategi Pembangunan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Soedibyo, Moorjati, 2007. Kajian terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO) Perusahaan Keluarga Indonesia Menurut Perspektif Penerus, Jakarta: Disertasi, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia.

Sunal, C. S., dan Haas, M. E., 1993. Social Studies and The Elementary/Middle School Student, Harcourt Brace Jovanovich, Orlando: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Syamsul Hadi, 2005. Strategi Pembangunan, Mahatir & Soeharto, Jakarta: Japan Foundation.

Universitas Sumatera Utara

Sekarbumi, Ananda, 2001. The Netherland, The Maastricht School of Management (MSM).

Sharma, Subhas & Vijay Mahajan, 1980. Early Warning Indicators of Business Failure, Journal of Marketing, Vol 44 (Fall).

Steven Gryosby, 1994. The Verdict of History: The Inexpungeable Tie of Primordiality Huth – A Response to Eller and Coughlan, Ethnic and Racial Studies 17(1), pp. 164-171, (p. 168).

Soeprapto, R., 2002. Interaksionisme Simbolik. Malang: Averroes Press.

Soekamto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: Rajawali Press.

Suddaby,R., 2006. From the editors: What Grounded Theory Is Not. Academy of Management Journal, 49(4),633–642.

Suparno, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Susanto, A., Susanto, P., Wijanarko, H., & Mertosono, S., 2008. The Jakarta Consulting Group on Family Business, Jakarta: Jakarta Consulting Group.

Suyanto, B, dkk., 2010. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial, Malang: Aditya Media Publishing.

Sztompka, Piort, 2004. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada.

Talib Idris, Bentuk Putusan Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Mediasi, Jurnal Lex et Societatis, Vol.1 Jan-Maret 2013.

Tait, J., 2000. How Are Governments Influencing Innovation and Uptake of Technologies For Sustainable Farming Systems, paper presented the OECD Workshop On The Adoption of Technologies for Sustainable Farming Systems, Wageningen, July, pp. 4-7.

Thomas Kuhn, 1970. The Structure of Scientific Revolutions, Ed. 2, Chicago: University of Chicago Press,

Thomas W Dunfee, Danielle E Warren, Is Guanxi Ethical? A Normative Analysis of Doing Business in China, Journal of Business Ethics, Vol.32, No.3, Aug 2001.

Tolba, M. K., 1987. Sustainable Development: Constraints and Opportunities London: Butterworths.

Universitas Sumatera Utara Tse, D., Lee, K., Vertinsky, I. and Wehrung, D., 1988. Does Culture Matter? A Cross Cultural Study of Executives Choice, Decisiveness, and Rick Adjustment in International Marketing, Journal of Marketing, 52(4), 81-95.

Turner, J. H., 1998. The Structure of Sociological Theory (sixth edition), Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company.

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil, Jakarta: CV. Eko Jaya.

Ville, A. S. S., Hickey, G. M., Locher, U., & Phillip, L. E., 2016. Exploring The Role Of Social Capital In Influencing Knowledge Flows And Innovation Insmallholder Farming Communities In The Caribbean. Food Security, 8(3), 535–549. https://doi.org/10.1007/s12571-016-0581-y.

Ward, J. L., 1988. Keeping The Family Business Healthy, San Francisco: Jossey- Bass.

Wardhani, Baiq, 2016. Teori Hubungan Internasional: Constructivism, Diambil dari perkuliahan Teori Hubungan Internasional, 8 Juni 2016, Surabaya: Universitas Airlangga.

Wahjono, 2009. Suksesi dalam Perusahaan Keluarga, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.3, Weber, Cynthia, 2005. International Relations Theory: A Critical Introduction, New York: Routledge. No.1.

Sull, D., 1999. Why Good Companies Go Bad, Harvard Business Review. Julv- August. 42-52.

Ward, J. L., 1997. Keeping The Family Business Healthy, Marietta, GA: Business Owner Resources.

Wiersma, W., 1995. Research Methods In Education: An Introduction, Boston: Allyn and Bacon.

Wilbert E. Moore, 1965. Social Verandering dalam Social Change, Diterjemahkan oleh A. Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen.

Yoanta, Ucok, dkk., Akibat Hukum Pembelian Saham Perusahaan Bukan Penanaman Modal Asing oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing, USU Law Journal, Vol.3.No.1 (April 2015), 156-166.

Zainuddin Ali, 2008. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Zehfuss, Maja, 2004. Constructivism in Internasional Relations: The Politics of Reality, Cambridge: Cambridge University Press

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1.

MATRIX INFORMAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara FOKUS PENELITIAN NO NAMA STATUS YANG DITANYAKAN 1 Linda IstriBudihardjo 1,2,4,5,9,10,11,12,13,14,15, Chandra 16,22,23,24 2 Fenny GenerasiKelima 1,3,4,6,7,15,17,18,19,21,24, Tjong Yong Hian 25,26 (MenantuCicit) 3 Cecilia Goh(Yu GenerasiKetiga 2,11,12 YekNiang) Tjong Yong Hian (MenantuCucu) 4 J.FadjarPranoto GenerasiKeempat 2,11,10,12,15,29 Tjong Yong Hian 5 Tommy GenerasiKeempat 2,12 Tjong Yong Hian 6 Rita GenerasiKeempat 2,11,12,22,23 Tjong Yong Hian 7 HusniTjonnadi (Cun-Cun) GenerasiKetiga 11,22 Tjong A Fie 8 Mimi GenerasiKetiga 11 Tjong A Fie 9 Yoyo Tjong GenerasiKetiga 22 Tjong A Fie 10 Mr. X GenerasiKeempat 2,10,12 Tjong Yong Hian 11 Mrs. X FamiliPemegangSaha 2,22 mPT. IPI 12 Agus Karim PT. LambangUtama 2,11 (Customer PT. IPI) 13 Moni PT. LambangUtama 15,20 (CustomerPT. IPI) 14 Tjong Siu Han GenerasiKeempat 1,2,4,5,9,10,11,12,13,14,15, Tjong Yong Hian 16,22,23,24 15 Chew … Kim GenerasiKelima 13 Tjong Yong Hian 16 Sugiharto Chandra GenerasiKeempat 8 Tjong Yong Hian Dokumentasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Tjong Yong Hian

Gambar 2. Kuburan Tjong Yong Hian

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Surat Saham Kereta Api Choo Chow-Shatow

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Peneliti dengan Bapak Budihardjo Chandra dan Ibu Linda Setiawan

Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Ibu Rita, Generasi Keempat Tjong Yong Hian

Gambar 6. Family Tree Tjong Yong Hian versi Budihardjo Chandra

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Peresmian The Chao Chow & Swatow Railway

Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. Ibu Cecillia Goh

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Baju Tjong Yong Hian

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Sisa Rumah Tjong Yong Hian

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Gambar 11. Profil PT. IPI

Gambar 12. Silsilah Anak keempat Tjong Yong Hian

Universitas Sumatera Utara

PENELITI BERSAMA IBU RITA , GENERASI KEEMPAT DARI KETURUNAN TJONG YONG HIAN DI PENANG, MALAYSIA

Gambar 13.Peneliti bersama ibu Rita, generasi keempat keturunan Tjong Yong Hian di Penang, Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara