4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Sasaran Penelitian 4.1.1. Profil Persebaya Surabaya Persebaya Surabaya Adalah Suatu Klub
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Sasaran Penelitian 4.1.1. Profil Persebaya Surabaya Persebaya Surabaya adalah suatu klub sepak bola profesional Indonesia yang berbasis di Surabaya. Klub dengan julukan Bajol Ijo atau Green Force ini didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya. Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya. Pada musim 2009/2010 merupakan awal mula dualisme Persebaya Surabaya. Persebaya Surabaya (PT Persebaya Indonesia) mengalami degradasi ke Divisi Utama akibat dipaksa melakukan pertandingan ulang sebanyak 3 kali melawan Persik 37 Universitas Kristen Petra Kediri dengan tempat yang berbeda yaitu di Kediri, Yogyakarta, dan Palembang. Pada pertandingan ulang ketiga pihak Persebaya menolak melakukan pertandingan ulang, pihak manajemen tidak terima dan tidak mau ikut Divisi Utama kemudian mengikuti liga ilegal "Liga Primer Indonesia" dari sebelumnya bernama Persebaya Surabaya (PT Surabaya Indonesia) diubah menjadi Persebaya 1927 (PT Persebaya Indonesia). Kemudian Divisi Utama musim selanjutnya, Persikubar Kutai Barat diambil oleh Wisnu Wardhana dan diubah nama menjadi Persebaya Surabaya (kini Bhayangkara FC) untuk bisa mengikuti Liga Indonesia, kemudian berhasil promosi kembali ke Liga Super Indonesia pada musim 2014. Pada musim tersebut sayangnya liga diberhentikan setelah tidak diakui oleh Pemerintah dan kemudian Indonesia di Banned oleh FIFA. Sempat dibekukan oleh PSSI dan berubah nama menjadi Persebaya 1927 akibat dualisme internal yang terjadi di kubu Persebaya pada tahun 2009, akhirnya klub yang bermarkas di Stadion Gelora Bung Tomo (dahulu Gelora 10 November) ini kembali disahkan oleh PSSI. Adalah Edy Rahmayadi ketua umum PSSI terpilih yang mengesahkan kembali Persebaya menjadi anggota PSSI lewat kongres tahunan PSSI di Bandung, 8 Januari 2017. Setelah kembali menjadi anggota PSSI dan dapat mengikuti kompetisi kembali, manajemen Persebaya langsung melakukan pembenahan internal. Melalui RUPS pada 7 Februari 2017, kini 70% saham Persebaya Surabaya dimiliki oleh Jawa Pos Group melalui anak perusahaannya yaitu PT. Jawa Pos Sportainment. Sedangkan 30% sisanya dimiliki oleh 20 klub anggota Persebaya yang tergabung dalam Koperasi Surya Abadi Persebaya (KSAP). 38 Universitas Kristen Petra Gambar 4.1. Logo Persebaya Surabaya Sumber: www.emosijiwaku.com, 2017 4.1.2. Profil Bonekmania Persebaya memiliki pendukung fanatik yang menamakan dirinya Bonekmania. Suporter setia tim berjuluk Bajol Ijo ini dikenal dengan kreatifitas dan loyalitasnya dalam mendukung tim Persebaya ketika bertanding. Membicarakan Persebaya juga berarti tentang masyarakat Surabaya yang tegas dalam bersikap dan tidak ragu melawan kewenang-wenangan. Sikap itulah yang selalu dibawa Bonek, untuk menunjukan jati diri Persebaya dan Surabaya. Istilah nama Bonek berawal dari para pendukung Persebaya yang berasal dari masyarakat bawah sering nekat melakukan “away suporters” dengan dana yang sangat minim. Akan tetapi kondisi itu tidak dipedulikan masyarakat kalangan bawah yang berpartisipasi melakukan “away suporters” ke markas lawan. Nama Bonek berasal dari mulut ke mulut masyarakat Surabaya sendiri. Istilah itu baru ada pada kisaran tahun 1988/1989. Menurut Capo Ipul, “Bonek itu cuma ‘Bondho’ (modal) ‘Nekat’, jadi yang penting kita bermodal nekat itu sudah cukup. Kalau mau dukung tim kesayangan, apapun akan dilakukan.” Kini 39 Universitas Kristen Petra Bonekmania telah menjadi bagian sejarah dari kota Surabaya, Persebaya Surabaya dan juga Indonesia. Gambar 4.2. Logo Bonekmania Sumber : www.emosijiwaku.com, 2017 Gambar 4.3. Bonekmania, pendukung fanatik Persebaya Sumber : www.emosijiwaku.com, 2017 Tahun 1990-an dan 2000-an pendukung Persebaya Surabaya bernama Bonek atau Bondho Nekat (modal nekat) dianggap ancaman sekaligus bahan lawakan. Dikatakan ancaman karena Bonek dianggap sebagai suporter sepakbola yang akrab dengan kerusuhan, terutama ketika mengikuti pertandingan tandang Persebaya. Jika ada jadwal tandang Persebaya dan diikuti para Bonek, kebanyakan warung-warung merasa terancam karena aksi-aksi penjarahan yang dilakukan mereka. Belum lagi kejadian konfrontasi antara Bonek dengan suporter-suporter kesebelasan lain yang daerahnya terlewati. Atau gesekan bisa tercipta dengan suporter yang menjadi tuan rumah pertandingan. Di sisi lain, Bonek yang nekat, sesuai kepanjangan nama mereka yaitu Bondho 40 Universitas Kristen Petra Nekat, menempuh ratusan kilometer dengan uang seadanya, dan membawa gitar mini ukulele sebagai hiburan atau alat pencari uang di jalanan, menjadi bahan ejekan oleh suporter kesebelasan sepakbola Indonesia lainnya. Tapi di balik itu, Bonek menjadi salah satu kelompok suporter yang diwaspadai hampir seluruh suporter sepakbola di Indonesia atas aksi-aksi kenekatannya. Dan juga, Bonek menjadi salah satu simbol perlawanan dan kepahlawanan Surabaya saat ini. Pada 8 Januari lalu, status Persebaya resmi dipulihkan Federasi Sepakbola Indonesia (PSSI) setelah sekitar empat tahun vakum karena tidak diakui pada Kongres Luar Biasa (KLB) 2013. Dan Bonek adalah pemegang peran dalam pengembalian status dan hak Persebaya yang sesungguhnya karena sebelumnya diambil alih PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB). Menurut Capo Ipul, “Surabaya ini kota Pahlawan, harus berani membela kebenaran”. Sudah sekitar empat tahun Bonek melakukan berbagai aksi perjuangannya. Dalam kurun waktu itu juga ragam aksi dilakukan Bonek agar Persebaya yang asli dipulihkan statusnya di kompetisi resmi sepakbola Indonesia. Dengan memasuki era baru Bonek, kini Bonek dikenal dengan dua kelompok besar yakni Bonek tribun utara (Green Nord) dan juga Bonek tribun selatan (Bonek Kidul). Diyakini Rizal selaku Bonek senior di tribun selatan, Bonek itu semua sama, sama-sama mendukung Persebaya, hanya saja bentuk dukungan yang berbeda-beda. 4.1.2.1. Budaya Tret Tet Tet Mungkin jaman sekarang Tret Tet Tet bagi suporter sepakbola pada umumnya lebih dikenal dengan istilah laga tandang, bertandang atau away days. Tapi bagi kalangan pendukung Persebaya, istilah ikonik melancong ke kandang lawan adalah Tret Tet Tet. Bahkan sampai sekarang pun 41 Universitas Kristen Petra beberapa kelompok pendukung Persebaya atau media- media Surabaya masih memakai istilah Tret Tet Tet ketika kesebelasannya bertandang ke kandang lawan. Dahlan Iskan selaku Pimpinan Redaksi Jawa Pos itu lah yang pertama kali menciptakan istilah tersebut pada tahun 1987. Bagi pendukung Persebaya, hadir memberi dukungan di kandang lawan sudah menjadi tradisi sejak kompetisi perserikatan. Di mana pun Persebaya bertanding, selalu diikuti para pendukungnya. Dukungan semakin deras ketika Persebaya bangkit pada kompetisi Perserikatan 1986/1987 hingga menjadi juara kedua. Pada laga puncak itulah nama Tret Tet Tet semakin sah menjadi ikon dari pendukung Persebaya yang menyaksikan pertandingan di luar Kota Surabaya. Saat itulah Jawa Pos membuka pendaftaran bertema Tret Tet Tet yang menjadi fenomena di kalangan pendukung Persebaya. Pendaftaran dibuka dengan berbagai harga bermacam-macam, dimulai 15.000 sampai 125.000. Berbagai macam harga itu memiliki paket mendapatkan tiket pertandingan, slayer, makan dan baju berwarna hijau bertulis Green Force yang bergambar wajah memakai ikat kepala bertulis "Persebaya". Tahun-tahun itu belum ada suporter yang memakai seragam secara massal. Persebaya menjadi pionir suporter yang memakai seragam secara massal, dan melakukan Tret Tet Tet 135 bus berangkat dari Surabaya ke Senayan, di lain sisi suporter lain belum ada yang seperti itu. Bisa disebut suporter modern diawali dari Surabaya. 4.1.2.2. Aksi Estafetan Kata "Nekat" menjadi bagian sejarah dari singkatan nama Bonek itu sendiri. Salah satu kenekatan Bonek dalam 42 Universitas Kristen Petra melakukan Tret Tet Tet paling mencolok yaitu tentu saja proses perjalanan tandang bernama "estafetan". Berbeda dengan kelompok pendukung sepakbola lainnya yang kebanyakan membeli tiket transportasi resmi ketika bertandang. Lumrahnya, membeli tiket resmi kereta api, pesawat atau mengangkut kelompok pendukungnya dengan menyewa bus. Tapi bagi istilah estafetan, tidak ada sewa menyewa maupun membeli tiket transportasi pada umumnya. Kenekatan Bonek melakukan Tret Tet Tet dengan uang yang minim membuat mereka melakukan perjalanan dengan cara lain di istilah estafetan ini. Bonek penikmat jalur estafetan rela berkali-kali naik turun di setiap tanah berbeda demi mendapatkan angkutan yang setidaknya melewati jalur ke kota tujuannya. Bonek estafetan pun tidak pilih-pilih kendaraan