Malin Kundang”
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018 SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL DALAM MITOS “MALIN KUNDANG” Yulita Fitriana Balai Bahasa Riau [email protected] Abstract This study aims to know the problem solving of economy, socio-culture, and religion in respect to matrilineal concept of Minangkabau society. The problems raised in this study are about the problem of economy, socio- culture, and religion related to matrilineal concept. The result of study proves that the “surface structure” that belongs to this story contained “deep structure” that reflects the cultural identity of the matrilineal society of Minangkabau. This study uses a qualitative approach. Data obtained through library research with the presentation of descriptive data analysis. After investigation, It can be concluded that the matrilineal kinship system in Minangkabau society affects the way the society in addressing the problems that arise, as seen in the myth of “Malin Kundang”. The myth illustrates matters as follows. 1. The economic issues that arise is solved by wandering famous tradition in Minang community. 2. After marriage, a man will stay in the family of woman (matrilocal). If the opposite happens, it becomes a disgrace to the family. 3. Punishment of Malin Kun-dang figures closely associated with the position of Minangkabau women who are considered high in society, in the tradition and values of Islam exposed by Minangkabau community. Keywords: matrilineal, kinship, myth, custom, Minangkabau PENDAHULUAN dayaan dianggap sebagai refleksi dari keseluruhan kebudayaan ma- Cerita rakyat merupakan ba- syarakat yang bersangkutan (Levi gian dari karya sastra yang ber- Strauss dalam Ahimsa Putra, 2006: media bahasa. Bahasa dianggap 27). Jika suatu masyarakat me- sebagai salah satu unsur kebu- nyatakan ide-ide abstraknya dayaan (Koentja raningrat dalam melalui tulisan, lokasi kebudayaan Nurhalimah, 2015: 242). Ba- ideal itu terdapat dalam berbagai hasa sebagai suatu fenomena kebu- 48 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018 karangan atau hasil sastra karya Akan tetapi, Malin Kundang masyarakat yang bersangkutan merasa malu melihat kondisi (Koentjaraningrat dalam Suwondo, ibunya. Dia menolak mengakui 2003: 90). Dengan demikian, dalam ibunya itu di hadapan istrinya. karya sastra terdapat gam-baran Akibatnya, sang ibu merasa sedih masyarakat dengan berbagai dan juga marah. Dia berdoa pemikiran, keinginan-keinginan, kepada Tuhan supaya anaknya itu angan-angan, nalar, dan nilai-nilai diberi ganjaran. Angin kencang yang dianutnya yang “dibungkus” dan badai turun dan memorak- sedemikian rupa sehingga sering- porandakan kapal dan segala yang kali tidak dapat terlihat secara ada di dalamnya. Malin Kundang langsung. menyesal, tetapi sudah terlambat. Dia menjadi batu bersama harta Salah satu wujud “penjel- bendanya. Sekarang, batu yang maan” penggunaan bahasa di dianggap jelmaan Malin Kundang dalam masyarakat itu adalah cerita itu berada di Pantai Airmanis, rakyat dengan berbagai jenisnya. Padang, Sumatra Barat. Cerita rakyat ini hidup secara tu- run-temurun di dalam masyarakat. Walaupun berasal dari ma- syarakat Minangkabau di Provinsi Salah satu cerita rakyat (se- Sumatera Barat, mitos “Malin lanjutnya disebut mitos) yang ada Kundang” juga dikenal oleh seba- di dalam masyarakat Sumatera gian besar masyarakat Indonesia. Barat adalah “Malin Kundang”. Bahkan, mitos ini dapat diang-gap Masyarakat menganggap mitos ini sebagai ikon dari cerita anak bertema anak durhaka. Ceritanya durhaka di Indonesia. Apabila ada mengenai sebuah keluarga yang anak yang durhaka, tidak jarang terdiri atas ibu dan anak yang mereka dijuluki si Malin Kundang. miskin dan tinggal di sebuah kam- pung. Untuk memperbaiki kehidu- Kepopuleran mitos “Malin pan mereka, si anak yang bernama Kundang” ini tidak hanya terlihat Malin Kundang pergi merantau. Di dari pengetahuan masyarakat rantau, dia sukses dan meni-kahi Minangkabau terhadap mitos ini. seorang gadis. Suatu ketika dia Akan tetapi, juga dapat dilihat dari kembali ke kampung halaman-nya. berbagai bentuk transformasi yang Sang ibu yang mengetahui hal terjadi terhadap mitos ini. Mitos tersebut, langsung menemuinya. yang awalnya berupa kaba ini 49 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018 menjelma ke dalam bentuk puisi, dalam berbagai genre, cerita “Ma- misalnya “Reinkarnasi Malin Kun- lin Kundang” sudah banyak di- dang” yang dikarang oleh Lina perbincangkan/dianalisis oleh para Amalina dan syair “Syair Hikayat kritikus sastra. Beberapa ahli yang Malin Kundang” oleh Sri Azmadila. menulis mengenai mitos ini di an- Mitos ini juga bertransformasi ke taranya “Malin Kundang dan Du- dalam bentuk drama “Malin Kun- nia Kini” yang ditulis oleh Junus dang” yang diperankan oleh Desy (2001). Junus membahas mengenai Ratnasari sebagai Bu Zainab dan kehidupan Malin Kundang dalam Fachry Albar sebagai Malin konteks masyarakat Minangkabau, Kundang. Drama yang disutradarai baik yang berperspektif tradisional Emil G. Kampp ini pernah tayang di (menolak ibunya) maupun yang SCTV, RTM2, TV3, TV9 dan men-dekonstruksi legenda tersebut mendapat Anugerah Program Ngetop sehingga ibunyalah yang diang-gap SCTV 2005. bersalah. Di dalam penelitian “Malin Kundang, Ibunya Durhaka: Selain mitos “Malin Kundang” Suatu Pendekatan Genetik,” Roni- yang ditulis kembali dengan alur din (2011) memandang mitos yang cerita yang sama, ada pula yang ditulis A.A. Navis dalam bentuk kemudian menulis cerita dengan cerpen parodi tersebut sebagai ben- jalan cerita yang berbeda dari yang tuk kritik sosial terhadap ma- dikenal masyarakat Minangkabau. syarakat, khususnya masyarakat Cerpen “Malin Kundang, Ibunya Minangkabau yang semakin ma- Durhaka” dalam Antologi Leng-kap terialistis dan semakin jauh dari Cerpan A.A. Navis (2005), cerpen nilai-nilai religius. Dalam cerpen “Malin Kundang 2000” (Irwansyah tersebut, tokoh ibulah yang digam- Budiar Pu-tra) “Ma-lin Kundang barkan sebagai sosok yang tidak Pulang Kampung” (Achmad baik; berbeda dengan sosok ibu di Muchlis Amrin, 2007), dan “Si dalam mitos Malin Kundang yang Lugu dan Malin Kundang” hidup dalam masyarakat (Hamsad Rangkuti, 2007) serta film Minangkabau. komedi “Bukan Malin Kun-dang” (2009) yang disutradarai Iqbal Rais Zulfadhli (2009) menulis ini mendekonstruksi legenda “Dekonstruksi dalam Cerpen Malin tersebut. Kundang, Ibunya Durhaka Karya A.A. Navis.” Dalam penelitian Selain bertransformasi ke ini, Zulfadhli menganggap cerpen 50 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018 “Malin Kundang Ibunya Durhaka” dengan manusia lain berupa sikap sebagai bentuk dekonstruksi ter- berbakti kepada orangtua, tolong- hadap cerita rakyat “Malin Kun- menolong, kasih sayang ibu terha- dang” yang hidup dalam masyara- dap anaknya, meminta maaf, dan kat Minangkabau. Perbedaan yang berterima kasih; dan (c) hubungan mencolok terlihat pada tokoh ibu manusia dengan dirinya sendiri yang dianggap sebagai pembe- berupa sadar akan perbuatan salah rontak; bukan tokoh anak (Malin dan rajin bekerja. Adapun bentuk Kundang) seperti yang dikenal ma- penyampaian nilai moral yang di- syarakat. Ada pula “Cerpen “Malin gunakan, yaitu secara langsung Kundang 2000”, “Malin Kundang dan tidak langsung. Pulang Kampung”, dan “Si Lugu Dalam “Malin Kundang” dan Malin Kundang” dalam Tin- karya Wisran Hadi: Sebuah jauan Intertekstual” yang di-tulis Perbandingan”yang ditulis oleh oleh Halimah (2008). Seperti yang Hidayat (2010) disimpulkan bah- terlihat pada judulnya, Halimah wa perbedaan legenda “Malin berupaya melihat hubungan in- Kundang” dengan drama “Malin tertekstual yang ada pada ketiga Kundang” disebabkan reaksi, re- karya tersebut dengan cerita “Ma- spon, inter-pretasi, latar belakang, lin Kundang” sebagai hipogram. dan ekspektasi cakrawala yang Dengan cara membandingkan, me- berbeda dari pembaca. nyejajarkan, dan mengontraskan, serta mengaitkannya dengan unsur Melalui “Analisis Komparatif kesejarahan teks-teks itu, dia dapat Nilai Pendidikan dalam Legenda memaknai karya-karya tersebut se- Malin Kundang dan Pulau Paku” cara lebih baik dan utuh. diketahui bahwa terdapat enam nilai Di dalam penelitian “Nilai-Ni- religius, delapan nilai moral, empat lai Moral yang Terkandung dalam nilai sosial, dan satu ni-lai budaya Cerita Rakyat Malin Kundang”, di dalam cerita “Malin Kundang”. Hidayanti (2015) menyimpulkan Sementara itu, di dalam cerita bahwa wujud nilai moral yang “Pulau Paku”, ditemukan lima nilai ditemukan di dalam cerita “Malin religius, sebelas nilai moral, enam nilai sosial, dan lima nilai budaya Kundang” meliputi: (a) hubungan (Andani, 2016). manusia dengan Tuhan dalam ben- tuk sikap berdoa dan bersyukur ke- Romario dan Lakoro (2014) pada Tuhan; (b) hubungan manusia membuat “Perancangan Komik 51 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018 Aksi Fantasi Cerita Rakyat Malin terkenal dengan teori evolusinya Kundang” dilatari berkurangnya mengatakan bahwa garis ketu- minat untuk menuliskan kembali runan matrilineal merupakan garis cerita rakyat. Dengan demikian, keturunan yang tertua dibanding- diperlukan cara lain untuk me- kan garis keturunan lainnya. nyampaikan cerita rakyat secara Malinowsky, seperti yang di- efektif dan menyenangkan, yaitu kutip Rauda (dalam Munir, 2015, melalui komik. Rancangan komik hlm. 15) menyatakan bahwa sistem yang dibuat berdasarkan “Immer- matrilineal memiliki ciri sebagai sive Fantasy Action”. berikut. (1) Keturunan dihitung Adapun di dalam penelitian menurut garis ibu; (2) Suku ter- “Transformasi Kaba ke Naskah bentuk menurut garis ibu; (3) Pem- Drama: Studi Komparatif Kaba balasan