Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL DALAM MITOS “MALIN KUNDANG”

Yulita Fitriana Balai Bahasa Riau [email protected]

Abstract

This study aims to know the problem solving of economy, socio-culture, and religion in respect to matrilineal concept of society. The problems raised in this study are about the problem of economy, socio- culture, and religion related to matrilineal concept. The result of study proves that the “surface structure” that belongs to this story contained “deep structure” that reflects the cultural identity of the matrilineal society of Minangkabau. This study uses a qualitative approach. Data obtained through library research with the presentation of descriptive data analysis. After investigation, It can be concluded that the matrilineal kinship system in Minangkabau society affects the way the society in addressing the problems that arise, as seen in the myth of “Malin Kundang”. The myth illustrates matters as follows. 1. The economic issues that arise is solved by wandering famous tradition in Minang community. 2. After marriage, a man will stay in the family of woman (matrilocal). If the opposite happens, it becomes a disgrace to the family. 3. Punishment of Malin Kun-dang figures closely associated with the position of Minangkabau women who are considered high in society, in the tradition and values of Islam exposed by Minangkabau community.

Keywords: matrilineal, kinship, myth, custom, Minangkabau

PENDAHULUAN dayaan dianggap sebagai refleksi

dari keseluruhan kebudayaan ma- Cerita rakyat merupakan ba- syarakat yang bersangkutan (Levi gian dari karya sastra yang ber- Strauss dalam Ahimsa Putra, 2006: media bahasa. Bahasa dianggap 27). Jika suatu masyarakat me- sebagai salah satu unsur kebu- nyatakan ide-ide abstraknya dayaan (Koentja raningrat dalam melalui tulisan, lokasi kebudayaan Nurhalimah, 2015: 242). Ba- ideal itu terdapat dalam berbagai hasa sebagai suatu fenomena kebu-

48

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

karangan atau hasil sastra karya Akan tetapi, Malin Kundang masyarakat yang bersangkutan merasa malu melihat kondisi (Koentjaraningrat dalam Suwondo, ibunya. Dia menolak mengakui 2003: 90). Dengan demikian, dalam ibunya itu di hadapan istrinya. karya sastra terdapat gam-baran Akibatnya, sang ibu merasa sedih masyarakat dengan berbagai dan juga marah. Dia berdoa pemikiran, keinginan-keinginan, kepada Tuhan supaya anaknya itu angan-angan, nalar, dan nilai-nilai diberi ganjaran. Angin kencang yang dianutnya yang “dibungkus” dan badai turun dan memorak- sedemikian rupa sehingga sering- porandakan kapal dan segala yang kali tidak dapat terlihat secara ada di dalamnya. Malin Kundang langsung. menyesal, tetapi sudah terlambat. Dia menjadi batu bersama harta Salah satu wujud “penjel- bendanya. Sekarang, batu yang maan” penggunaan bahasa di dianggap jelmaan Malin Kundang dalam masyarakat itu adalah cerita itu berada di Pantai Airmanis, rakyat dengan berbagai jenisnya. , Barat. Cerita rakyat ini hidup secara tu- run-temurun di dalam masyarakat. Walaupun berasal dari ma- syarakat Minangkabau di Provinsi Salah satu cerita rakyat (se- Sumatera Barat, mitos “Malin lanjutnya disebut mitos) yang ada Kundang” juga dikenal oleh seba- di dalam masyarakat Sumatera gian besar masyarakat . Barat adalah “Malin Kundang”. Bahkan, mitos ini dapat diang-gap Masyarakat menganggap mitos ini sebagai ikon dari cerita anak bertema anak durhaka. Ceritanya durhaka di Indonesia. Apabila ada mengenai sebuah keluarga yang anak yang durhaka, tidak jarang terdiri atas ibu dan anak yang mereka dijuluki si Malin Kundang. miskin dan tinggal di sebuah kam- pung. Untuk memperbaiki kehidu- Kepopuleran mitos “Malin pan mereka, si anak yang bernama Kundang” ini tidak hanya terlihat Malin Kundang pergi merantau. Di dari pengetahuan masyarakat rantau, dia sukses dan meni-kahi Minangkabau terhadap mitos ini. seorang gadis. Suatu ketika dia Akan tetapi, juga dapat dilihat dari kembali ke kampung halaman-nya. berbagai bentuk transformasi yang Sang ibu yang mengetahui hal terjadi terhadap mitos ini. Mitos tersebut, langsung menemuinya. yang awalnya berupa kaba ini

49

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

menjelma ke dalam bentuk puisi, dalam berbagai genre, cerita “Ma- misalnya “Reinkarnasi Malin Kun- lin Kundang” sudah banyak di- dang” yang dikarang oleh Lina perbincangkan/dianalisis oleh para Amalina dan syair “Syair Hikayat kritikus sastra. Beberapa ahli yang Malin Kundang” oleh Sri Azmadila. menulis mengenai mitos ini di an- Mitos ini juga bertransformasi ke taranya “Malin Kundang dan Du- dalam bentuk drama “Malin Kun- nia Kini” yang ditulis oleh Junus dang” yang diperankan oleh Desy (2001). Junus membahas mengenai Ratnasari sebagai Bu Zainab dan kehidupan Malin Kundang dalam Fachry Albar sebagai Malin konteks masyarakat Minangkabau, Kundang. Drama yang disutradarai baik yang berperspektif tradisional Emil G. Kampp ini pernah tayang di (menolak ibunya) maupun yang SCTV, RTM2, TV3, TV9 dan men-dekonstruksi legenda tersebut mendapat Anugerah Program Ngetop sehingga ibunyalah yang diang-gap SCTV 2005. bersalah. Di dalam penelitian “Malin Kundang, Ibunya Durhaka: Selain mitos “Malin Kundang” Suatu Pendekatan Genetik,” Roni- yang ditulis kembali dengan alur din (2011) memandang mitos yang cerita yang sama, ada pula yang ditulis A.A. Navis dalam bentuk kemudian menulis cerita dengan cerpen parodi tersebut sebagai ben- jalan cerita yang berbeda dari yang tuk kritik sosial terhadap ma- dikenal masyarakat Minangkabau. syarakat, khususnya masyarakat Cerpen “Malin Kundang, Ibunya Minangkabau yang semakin ma- Durhaka” dalam Antologi Leng-kap terialistis dan semakin jauh dari Cerpan A.A. Navis (2005), cerpen nilai-nilai religius. Dalam cerpen “Malin Kundang 2000” (Irwansyah tersebut, tokoh ibulah yang digam- Budiar Pu-tra) “Ma-lin Kundang barkan sebagai sosok yang tidak Pulang Kampung” (Achmad baik; berbeda dengan sosok ibu di Muchlis Amrin, 2007), dan “Si dalam mitos Malin Kundang yang Lugu dan Malin Kundang” hidup dalam masyarakat (Hamsad Rangkuti, 2007) serta film Minangkabau. komedi “Bukan Malin Kun-dang” (2009) yang disutradarai Iqbal Rais Zulfadhli (2009) menulis ini mendekonstruksi legenda “Dekonstruksi dalam Cerpen Malin tersebut. Kundang, Ibunya Durhaka Karya A.A. Navis.” Dalam penelitian Selain bertransformasi ke ini, Zulfadhli menganggap cerpen

50

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

“Malin Kundang Ibunya Durhaka” dengan manusia lain berupa sikap sebagai bentuk dekonstruksi ter- berbakti kepada orangtua, tolong- hadap cerita rakyat “Malin Kun- menolong, kasih sayang ibu terha- dang” yang hidup dalam masyara- dap anaknya, meminta maaf, dan kat Minangkabau. Perbedaan yang berterima kasih; dan (c) hubungan mencolok terlihat pada tokoh ibu manusia dengan dirinya sendiri yang dianggap sebagai pembe- berupa sadar akan perbuatan salah rontak; bukan tokoh anak (Malin dan rajin bekerja. Adapun bentuk Kundang) seperti yang dikenal ma- penyampaian nilai moral yang di- syarakat. Ada pula “Cerpen “Malin gunakan, yaitu secara langsung Kundang 2000”, “Malin Kundang dan tidak langsung. Pulang Kampung”, dan “Si Lugu Dalam “Malin Kundang” dan Malin Kundang” dalam Tin- karya Wisran Hadi: Sebuah jauan Intertekstual” yang di-tulis Perbandingan”yang ditulis oleh oleh Halimah (2008). Seperti yang Hidayat (2010) disimpulkan bah- terlihat pada judulnya, Halimah wa perbedaan legenda “Malin berupaya melihat hubungan in- Kundang” dengan drama “Malin tertekstual yang ada pada ketiga Kundang” disebabkan reaksi, re- karya tersebut dengan cerita “Ma- spon, inter-pretasi, latar belakang, lin Kundang” sebagai hipogram. dan ekspektasi cakrawala yang Dengan cara membandingkan, me- berbeda dari pembaca. nyejajarkan, dan mengontraskan, serta mengaitkannya dengan unsur Melalui “Analisis Komparatif kesejarahan teks-teks itu, dia dapat Nilai Pendidikan dalam Legenda memaknai karya-karya tersebut se- Malin Kundang dan Pulau Paku” cara lebih baik dan utuh. diketahui bahwa terdapat enam nilai

Di dalam penelitian “Nilai-Ni- religius, delapan nilai moral, empat lai Moral yang Terkandung dalam nilai sosial, dan satu ni-lai budaya Cerita Rakyat Malin Kundang”, di dalam cerita “Malin Kundang”. Hidayanti (2015) menyimpulkan Sementara itu, di dalam cerita bahwa wujud nilai moral yang “Pulau Paku”, ditemukan lima nilai ditemukan di dalam cerita “Malin religius, sebelas nilai moral, enam nilai sosial, dan lima nilai budaya Kundang” meliputi: (a) hubungan (Andani, 2016). manusia dengan Tuhan dalam ben- tuk sikap berdoa dan bersyukur ke- Romario dan Lakoro (2014) pada Tuhan; (b) hubungan manusia membuat “Perancangan Komik

51

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Aksi Fantasi Cerita Rakyat Malin terkenal dengan teori evolusinya Kundang” dilatari berkurangnya mengatakan bahwa garis ketu- minat untuk menuliskan kembali runan matrilineal merupakan garis cerita rakyat. Dengan demikian, keturunan yang tertua dibanding- diperlukan cara lain untuk me- kan garis keturunan lainnya. nyampaikan cerita rakyat secara Malinowsky, seperti yang di- efektif dan menyenangkan, yaitu kutip Rauda (dalam Munir, 2015, melalui komik. Rancangan komik hlm. 15) menyatakan bahwa sistem yang dibuat berdasarkan “Immer- matrilineal memiliki ciri sebagai sive Fantasy Action”. berikut. (1) Keturunan dihitung Adapun di dalam penelitian menurut garis ibu; (2) Suku ter- “Transformasi Kaba ke Naskah bentuk menurut garis ibu; (3) Pem- Drama: Studi Komparatif Kaba balasan dendam merupakan satu Minangkabau dan Naskah Drama kewajiban bagi seluruh suku; (4) Ma-lin Kundang Karya Wisran Kekuasaan di dalam suku, menurut Hadi”, Musfeptial (2007) me- teori, berada di tangan “ibu”, tetapi nyatakan bahwa transformasi kaba jarang sekali dipergunak-an; (5) ke naskah “Malin Kundang” ter- Tiap orang harus meni-kah dengan jadi, baik segi struktur, maupun isi orang luar sukunya (eksogami); (6) teks. Dia menggunakan konsep re- Yang sebenarnya berkuasa adalah sepsi di dalam penelitian tersebut. saudara laki-laki “ibu”; dan (7) Perkawinan bersi-fat matrilokal, KONSEP yaitu suami men-gunjungi rumah Masyarakat Minangkabau istrinya. Munir (2015, hlm. 2) merupakan masyarakat dengan menyebutkan tiga dari tujuh asas sistem kekerabatan yang berasal sistem kekerabatan matrilineal dari garis keturunan ibu yang dike- tersebut, di antaran-ya: (1) Garis nal dengan sistem matrilineal. Pada keturunan dihitung menurut garis dasarnya, da-lam susunan kekera- keturunan ibu; (2) Suku anak batan masyarakat yang mem- menurut suku ibu (ba-suku ka pertahankan garis ibu (matrilineal), bakeh ibu, babangso ka bakeh ayah. yang berhak menjadi ahli waris Jauah mancari suku, dakek mancari adalah anak-anak perempuan, se- ibu, tabang basi-tumpu, hinggok dangkan anak-anak laki-laki bukan mancakam ‘ber-suku ke pihak ibu, ahli waris (Thaher, 2006). Wilken berbangsa ke pihak ayah. Jauh (dalam Munir, 2015: 14) yang mencari suku,

52

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

dekat mencari ibu, terbang bertum- dan sistem kekerabatan masyara- pu, hinggap mencengkeram’); dan kat Minangkabau secara lebih luas (3) Pusako tinggi turun dari ma- kepada masyarakat. mak ka kama-nakan, pusako ran- Untuk menemukan jawaban dah turun dari bapak kapado anak dari per-masalahan-permasalahan ‘Pusaka tinggi turun dari paman di dalam tulisan ini, dipergunakan ke kemenakan, pusaka rendah teori Strukturalisme Levi-Strauss. turun dari bapak ke anak’ Hal ini Claude Levi-Strauss adalah berarti “ganggam bauntuak” seorang pemikir Perancis yang ‘genggam beruntuk’ hak kuasa berdarah Yahudi. Na-manya, tidak pada perem-puan, hak memelihara dapat dipisahkan dari aliran fil- kepada laki-laki. safat strukturalisme. Dalam kary- Di dalam penelitian ini, anya Les Structures Elementaires dibahas masalah-masalah de la Parente (Struktur Elementer bagaimanakah penyelesaian masa- Kekerabatan), dia menganalisis lah ekonomi, sosial-budaya, dan sis-tem kekerabatan primitif den- religi yang berkaitan dengan kon- gan menggunakan metode struk- sep matrilineal yang dianut ma- turalisme (Munir, 2015: 11). syarakat Minangkabau. Adapun Menurut Levi-Strauss, ada tujuan penelitian ini adalah untuk alasan kuat untuk menyetarakan mengetahui penyelesaian masalah kekerabatan dengan objek linguis- ekonomi, sosial budaya, dan re- tik. Baginya kekerabatan dapat di- ligi yang berkaitan dengan konsep anggap sebagai semacam bahasa matrilineal yang dianut masyara- sebab aturan-aturan yang diikuti kat Minangkabau. klan-klan primitif di bidang keker- Penelitian ini memiliki man- abatan dan perkawinan memang faat teoritis dan praktis. Secara merupa-kan suatu sistem. Sistem- teoretis, penelitian ini diharap-kan sistem itu terdiri atas relasi-relasi dapat menyumbang hasil pe- dan oposisi-oposisi, seperti suami- mikiran yang berkenaan dengan istri, bapak-anak, saudara laki- penerapan teori Strukturalisme laki-saudara per-empuan (Bertens Levi-Strauss. Secara praktis, pene- melalui Munir, 2015: 13). litian ini diharapkan dapat men- Levi-Strauss juga menemukan genalkan mitos “Malin Kundang” bahwa ada kaitan antara bahasa dan yang berasal dari Su-matera Barat kekerabatan. Ba-hasa dan kekera-

53

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

batan merupakan sistem komu-ni- tra, 2006: 25). Dengan berpe-gang kasi (Bartens melalui Munir, 2015, pada konsep tersebut, bahasa dan hlm. 13) dan di dalamnya terdapat kebudayaan dianggap memi-liki “ketidaksadaran”; ada unsur-unsur korelasi. dan aturan-aturan yang tidak dis- Levi-Strauss membagi struk-tur adari (Munir, 2015: 13). mitos tersebut atas dua macam, Levi-Strauss memiliki ket- yaitu struktur lahir; struktur luar ertarikan terhadap mitos. Dalam (surface structure) dan struktur ba- Thaum (2011: 1), dia men- tin; struktur dalam (deep structure). ganggap mitos sebagai upaya un- Struktur luar adalah relasi-relasi tuk mencari pemecahan terhadap antarunsur yang dapat dibuat atau kontradiksi-kontradiksi empiris dibangun berdasarkan atas ciri-ciri yang dihadapi dan tidak terpahami luar atau empiris dari relasi-relasi oleh nalar manusia. tersebut. Sementara struktur dalam adalah susunan tertentu yang Lebih lanjut, Levi-Strauss dibangun berdasarkan atas struktur (dalam Ahimsa-Putra, 2006: 186) menyatakan bahwa mitos luar yang kita bangun (Ahimsa- Putra, 2006: 61). merupakan ungkapan simbolis dari konflik-konflik batiniah yang ada di Di dalam penelitian ini, mitos dalam suatu masyarakat atau di-analisis tidak hanya untuk dit- merupakan sarana untuk menga- ampilkan struktur luarnya, tetapi lahkan, memudahkan, dan men- juga untuk diketahui dan diten- gatasi kontradiksi-kontradiksi em- tukan relasi-relasinya dengan piris yang tidak terpecahkan. struktur-struktur yang lain yang ada di dalam masyarakat pemi-liknya. Levi-Strauss menganggap mi- Melalui mitos akan dapat tos mengandung apa yang disebut diungkapkan struktur budaya ma- Ahimsa Putra sebagai nalar manu- syarakat pendukung mitos tersebut sia yang dasar atau primitif. Akti- sehingga mitos di sini dapat dija- vitas bahasa dan kebudayaan di- dikan sebuah jendela bukan hanya anggap berasal dari nalar manusia untuk melihat batin sosial suatu (human mind). Untuk mengetahui masyarakat, tetapi juga untuk meli- nalar manusia tersebut, struktur hat ke dalam struktur dalam (deep mitos yang dialektis tersebut “di- structure) suatu masyarakat (Wira- bongkar” sehingga mendapatkan jaya, 2010). oposisi-oposisi biner (Ahimsa-Pu-

54

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

METODE pembacaan terhadap mitos tidak boleh hanya dibaca seperti saat kita Pendekatan yang dipergunak- membaca buku, dari kiri ke kanan, an di dalam penelitian ini adalah tetapi harus dibaca juga dari atas ke pendekatan kualitatif. Menurut bawah (Bertens melalui Ahimsa Danim (2002: 51), dalam Putra, 2006: 200). Kedua, cerita penelitian kualitatif, data yang di- dibagi ke dalam beberapa miteme. kumpulkan berbentuk kata-kata, Miteme ada-lah unsur terkecil gambar, bukan angka-angka. dalam wacana mitis yang Data yang disajikan bersifat merupakan satuan-satuan yang deskriptif. Hal ini berarti penelitian bersifat oposisional, relatif, dan ditujukan untuk mendeskripsikan negatif. Miteme tersebut memper- atau menggambarkan fenomena- lihatkan adanya suatu relasi yang fenomena yang ada, baik fenomena melukiskan hubungan antarelemen alamiah maupun rekayasa manusia di dalam cerita (Ahimsa-Putra, (Moleong, 2000: 17). 2006: 94-96).

Penelitian ini bersifat studi Setelah itu, cerita dibagi ke pustaka. Da-ta didapat melalui dalam episode-episode yang meru- cerita “Malin Kundang” yang di- pakan ceriteme-ceriteme dari ceri- ambil dari buku Cerita Asli Nus- ta. Ahimsa-Putra (dalam Thaum, antara yang ditulis oleh Faza pada 2011: 12) mendefinisikan sebagai 2016. Buku ini memuat 20 cerita kata-kata, frasa, kalimat, bagian rakyat di Indonesia. Adapun data dari alinea yang ditempat-kan yang berkaitan dengan budaya dalam relasi tertentu dengan matrilineal masyarakat Minangk- ceriteme yang lain sehingga dapat abau (data etnografis) didapat dari menampakkan makna-makna ter- berbagai tulisan yang terdapat di tentu. Ceriteme dapat mendeskrip- jurnal dan laporan penelitian. sikan suatu pengalaman, sifat-sifat, latar belakang kehidupan, interaksi, Penelitian ini dilakukan den- atau hubungan sosial, status sosial, gan tahapan-tahapan sebagai ataupun hal-hal lain dari tokoh berikut. Pertama, membaca ke- cerita yang penting arti-nya bagi seluruhan cerita untuk melihat ana-lisis cerita. Ceriteme adalah tokoh, cerita, dan tindakan yang sebuah unit yang mengand-ung dilakukan tokoh. Dalam hal ini di- pengertian tertentu yang hanya tekankan bahwa dalam melakukan dapat diketahui maknanya setelah

55

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

ditempatkan dalam ceriteme- A. MITEME-MITEME DALAM ceriteme lainnya. Keempat, men- MITOS “MALIN KUNDANG“ emukan relasi-relasi oposisional Mitos “Malin Kundang” me- antartokoh. Kelima, relasi-relasi oposisi yang didapat akan dijelas- miliki sepuluh miteme yang akan dibahas sebagai berikut. kan dengan data etnografis. Tera- khir, dari penjelasan-penjelasan Miteme Satu “Malin Kundang tersebut disimpulkan bagaimana dan ibunya, Mande Rubayah, hid- masyarakat Minangkabau meny- up miskin di kampung, tetapi mer- elesaikan persoalan-persoalan eka tetap saling mengasihi” ekonomi, sosial budaya, dan religi yang mereka hadapi, yang berkai- Di dalam miteme ini dicerita- tan dengan konsep matrilineal kan mengenai dua anak beranak, Mande Rubayah dan Malin Kun- yang mereka anut. dang, yang hidup miskin di se- HASIL DAN PEMBAHASAN buah kampung. Walaupun mereka

Pada bagian ini, dibahas men- miskin, mereka saling mengasihi genai miteme dan episode dalam dan saling membantu. Jadi, ada mitos “Malin Kundang“. Pemba- oposisi antara kehidupan yang hasan mengenai mitos “Malin Kun- miskin (aspek fisik) dengan hati yang senang (aspek batin). dang“ dibagi atas sepuluh miteme, sedangkan pembahasan mengenai Miteme Kedua “Malin Kun- episode dibagi atas tiga bagian, dang meminta izin untuk merantau sesuai dengan masalah yang diba- demi memperbaiki kehidupannya. has di dalam penelitian ini, yaitu: Ibunya merestui dengan berat hati” (1) Masalah ekonomis yang di- kaitkan dengan realitas merantau Tokoh Malin Kundang berke- inginan un-tuk merantau supaya dalam masyarakat Minangkabau; (2) Masalah pulang ke keluarga dapat meningkatkan kondisi ke- ibu setelah menikah dan realitas hidupan perekonomiannya yang sosial-budaya dalam masyarakat miskin. Walaupun si Ibu merasa Minangkabau; dan (3) Penghor- keberatan, akhirnya dia menyetu- jui juga. matan terhadap ibu dan pandangan religius masyarakat Minangkabau. Miteme Ketiga “Di rantau, Ma- lin Kundang menjadi orang kaya dan memiliki istri yang cantik”

56

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Pada bagian ini terdapat pe- pannya itu membuatnya malu rubahan nasib tokoh Malin Kun- men-gakuinya sebagai ibunya. Di dang. Sebelumnya di kampung, dalam miteme ini terkandung Malin Kundang dan ibunya hidup penging-karan terhadap jati diri miskin. Setelah merantau ke dae- dan masa lalu Malin Kundang. rah lain, Malin Kundang ber-hasil Miteme Keenam “Ibu Malin meningkatkan taraf hidupnya se- Kundang sedih dan marah” cara ekonomis dan sosial. Hal ini berarti, perubahan tempat berim- Miteme ini memuat bagian bas pada perubahan ekonomis dan akibat perlakuan Malin Kundang sosial. terhadap ibunya. Ibunya, Mande Rubayah, bersedih hati dan juga Miteme Keempat “Malin marah karena sikap anaknya itu. Kun-dang dan istrinya berlabuh di Perasaan senang dan rindu karena kam-pungnya” akan bertemu anaknya berubah Setelah sekian lama merantau menjadi kesedihan dan kemarahan. dan mencapai keberhasilan, Malin Miteme Ketujuh “Ibu Malin Kundang dan istrinya bermaksud mengunjungi kampong halaman Kundang berdoa supaya anaknya diberi hukuman oleh Tuhan” Malin Kundang. Istri Malin Kun- dang berkeinginan untuk menge-nal Sikap Malin Kundang yang ibu Malin Kundang, suaminya; tidak mau mengakui Mande mengenal asal-usul suaminya. Rubayah sebagai ibunya, membuat Mande Rubayah berdoa kepada Miteme Kelima “Mande Tuhan supaya menghukum anaknya Rubayah menemui Malin Kun- itu. Pada bagian ini, ke-marahan dang, tetapi Malin Kundang tidak memuncak menjadi se-buah mengakuinya sebagai ibu karena kutukan. Hubungan manusia malu kepada istrinya” dengan manusia (ibu dan anaknya) Di dalam miteme kelima di melibatkan Tuhan sebagai penentu dalam mitos “Malin Kundang” ini hubungan keduanya. diceritakan bahwa ketika Mande Miteme Kedelapan “Angin Rubayah menemui Malin Kun- kencang dan badai meluluhlan- dang, Malin Kundang terkejut me- takkan kapal Malin Kundang dan lihat kondisi ibunya itu. Kondisi isinya” perempuan tua yang ada di hada-

57

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Pada bagian ini, doa si ibu belahan dunia. Hal itu menunjuk- dikabulkan Tuhan. Tuhan menu- kan mobilitas orang Minangkabau runkan hukumannya melalui angin yang sangat tinggi. Salah satu kencang dan badai yang menghan- penyebab hal tersebut adalah di curkan lambang keangkuhan Malin dalam masyarakat Minangkabau, Kundang, yaitu harta benda dan ada anjuran untuk merantau, sep- juga istrinya. erti yang terlihat dari peribahasa

berikut. Miteme Kesembilan “Malin Kundang menyesali perbuatannya” Mandi madang di ulu Babuah babungo balun Miteme ini memuat penyesa- Marantau bujang daulu Di lan Malin Kundang karena telah kampuang baguno alun mengingkari keberadaan ibunya. (Desyandri, Dardini, dan Miteme Kesepuluh “Malin Astuti, 2015: 127)

Kundang men-jadi batu” Menurut Kamus Besar Bahasa

Di dalam bagian ini terkand- Indone-sia (KBBI: 2016), meran- ung bentuk hukuman kepada Ma- tau adalah ‘berlayar (mencari ke- lin Kundang. Dia dikutuk menjadi hidupan) di sepanjang rantau (dari batu. Penyesalan yang datang be- satu sungai ke sungai lain). Menu- lakangan itu tidak berhasil meng- rut Echols dan Shadily (dalam hentikan hukuman Tuhan terhadap Kato, 2005: 5), kata kerja ran-tau Malin Kundang. adalah merantau, berarti ‘pergi ke negeri lain; meninggalkan kam- B.EPISODE-EPISODE DALAM pung halaman, berlayar melalui MITOS “MALIN KUNDANG” sungai, dan sebagainya’. Naim

Pada bagian ini, dianalisis tiga (dalam Septian, 2015) mendefi- episode yang didapatkan di dalam nisikan meran-tau sebagai ‘segala jenis perpindahan tempat tinggal, mitos “Malin Kundang”. dekat atau jauh, dengan kemauan Masalah Ekonomis dan Re- sendiri atau tidak, untuk sementara alitas Merantau dalam Merantau atau selamanya, dengan atau tu-juan dalam Masyarakat Minangkabau yang pasti, dengan atau tanpa

Masyarakat Minangkabau maksud atau untuk kembali pu- digambarkan sebagai masyarakat lang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak.’ yang dapat ditemui di berbagai

58

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Di dalam mitos “Malin Kun- pendapatannya tidak seberapa. dang” terlihat bahwa tokoh-tokoh “Ibu, aku ingin pergi merantau. utamanya (Malin Kundang dan Aku akan bekerja keras. Aku ber- Mande Rubayah) berasal dari ma- janji jika pulang nanti kubawakan syarakat dengan tingkat ekonomi banyak harta untuk Ibu,” kata Ma- rendah. Mereka hidup dalam ke- lin Kundang memohon izin. susahan, walaupun sudah bekerja keras setiap harinya. “Jangan Malin, Ibu takut ter-

Dahulu kala, di sebuah kam- jadi sesuatu padamu di tanah ran- pung nelayan di pantai itu, hidu- tau. Menetaplah di sini. Temani plah seorang wanita tua bernama ibumu yang sudah tua ini,” ucap ibunya sedih. Mande Rubayah. Mande Rubayah adalah seorang janda miskin yang “Tak perlu khawatir, Ibu. Tak tinggal bersama putra semata way- akan terjadi apa-apa padaku. Aku angnya, Malin Kundang. Putranya berjanji akan membuat ibu hidup itu sungguh anak kecil yang rajin. dengan layak dan sejahtera!” ujar Setiap hari ia membantu ibunya Malin Kundang bersungguh. berjualan kue. Memang, uang yang (Faza, 2016: 115) didapat tidak seberapa, tapi mereka cukup bahagia. Di dalam mitos “Malin Kun-

(Faza, 2016: 114) dang” tersebut, tokoh Malin Kun- dang berhasil meyakinkan ibunya Untuk mengatasi kesulitan bahwa kepergiannya untuk me- ekonomi tersebut, tokoh Malin rantau akan memperbaiki kehidu- Kundang berinisiatif untuk pergi pan mereka. Berkat ketekunan dan merantau; keluar dari kampung kejujuran yang diperlihatkannya hala-mannya, walaupun sang ibu selama di perantauan, Malin Kun- merasa keberatan dengan maksud dang berhasil menjadi orang kaya. anaknya itu. Dia lebih suka apabila Kondisi ini terbalik dari sebelum anaknya tetap menemaninya. ketika Malin Kundang pergi dari

... Saat beranjak dewasa, Ma- kampungnya. lin Kundang pun jadi ingin pergi Sementara itu, ibu Malin Kun- merantau ke kota besar. Ia merasa dang, Mande Rubiyah, yang tetap kasian pada ibunya yang bekerja berada di kam-pungnya, hidupnya membanting tulang setiap hari, tapi

59

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

tidak berubah. Dia tetap dalam dari sistem matrilineal yang dianut kondisi miskin dan status masyarakat Minangkabau. Perem- sosialnya juga tidak naik. puan dianggap sebagai penjaga harta pusaka. Perempuan Minangk- Dengan demikian, merantau abau merupakan pewaris harta pu- merupakan salah satu cara untuk saka dari kaumnya dan juga peme- memperbaiki kehidupan ekonomis gang kunci tempat tokoh di dalam mitos “Malin Kun- tinggal bersama, di samping juga dang” yang hidup di dalam ma- sebagai penerus keturunan (dalam syarakat Minangkabau. Nurti, Ermayanti, dan Zamzami, Seperti yang disampaikan oleh 2007). Dengan demikian, ada ke- Naim (dalam Septian, 2015), fak- cenderungan perempuan Minangk- tor penyebab Minangkabau meran- abau akan tetap berada di kampung tau, ada sepuluh, yaitu 1. faktor halaman; tidak merantau kecuali fisik: ekologi dan lokasi; 2. faktor untuk beberapa alasan, misalnya ekonomi dan demokrasi; 3. fak-tor ikut suami atau mengikuti pen-didi- pendidikan; 4. daya tarik kota; kan. 5. keresahan politik; 6. faktor- Pilihan untuk pergi tersebut, faktor sosial; 7. arus baru; 8. fak- tidak hanya membuat taraf hidup tor so-sial bagi migrasi di antara tokoh Malin Kundang menjadi masyarakat-masyarakat yang lain; meningkat secara ekonomi dan 9. faktor-faktor agregatif bagi mi- sosial. Pergi dari kampung juga grasi; dan 10. tipologi migrasi. menimbulkan masalah terhadap Sementa-ra itu, Sjarifoedin (dalam hubungan Malin Kundang dengan Septian, 2015) menyerhanakan ibunya yang sebelumnya terja-lin faktor penyebabnya menjadi ada dengan sangat baik. Kekayaan yang empat, yaitu faktor budaya, faktor didapatnya telah membuat Malin ekonomi, faktor perang, dan men- Kundang tidak lagi men-gakui dalami ilmu. ibunya. Dia mendurhakai ibunya Seperti yang sudah disampai- karena malu mengakui ibu-nya kan sebelumnya, di dalam mitos yang miskin kepada istrinya. Hal itu “Malin Kundang”, tokoh ibu tidak dapat digambarkan seperti bagan ikut merantau. Dia tetap ting-gal di berikut. kampung. Ketidakikutsertaan tokoh “Pulang ke Keluarga Ibu ibu dalam perantauan tersebut Setelah Menikah” dan Realitas tampaknya mendapat pengaruh

60

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Sosial Budaya dalam Masyarakat mendapatkan sanksi adat. Menurut Minangkabau Lestari (2015), kawin sasuku yang dimaksud di sini adalah suatu Seperti yang sudah disebutkan hubungan pergaulan dan perkawi- sebelumnya, di dalam mitos “Ma- nan/pernikahan yang dilakukan lin Kundang”, tokoh Malin Kun- antara laki-laki dengan perempuan dang pergi merantau dengan niat Minangkabau yang masih hubun- meningkatkan taraf hidup. Seperti gan satu suku (satu marga). Dia pendapat Navis (dalam Septian, memberi contoh, misalnya si A 2015: 3), falsafah matrilineal menikah dengan si B yang sama- Minangkabau itu mendorong anak sama bersuku Jambak satu peng- mudanya supaya kuat mencari har- hulu, maupun beda penghulu. ta kekayaan yang bertujuan untuk memperkukuh atau meningkatkan Amir menyatakan bahwa martabat kaum kerabat agar setaraf kawin sesuku dilarang berkenaan dengan orang lain. dengan keselamatan hubungan sosial dan kerusakan keturunan Setelah berhasil, di dalam mi- (dalam Munir, 2015: 18). tos disebutkan bahwa tokoh Malin Kundang menikah dengan seorang Sementara itu, perkawinan gadis di perantauan. Walaupun yang ideal adalah perkawinan tidak dijelaskan suku dari gadis den-gan bako. Di dalam Kamus tersebut, diperkirakan gadis yang Besar Bahasa Indonesia daring, dinikahi tersebut tidak sesuku bako adalah ‘keluarga di pihak (satu klan) dengan Malin ayah’. Tujuan perkawinan dengan Kundang. Hal itu disebabkan di bako atau keluarga lainnya dalam masyara-kat Minangkabau dianggap dapat memelihara harta ada larangan untuk menikah pusaka supa-ya tidak berpindah dengan orang yang sesuku. menjadi milik orang lain.

Dalam masyarakat Minangk- Di dalam masyarakat abau yang menganut sistem matri- Minangkabau, hal itu disebut den- lineal, perkawinan sesama suku gan istilah pulang ke bako atau tidak diperkenankan. Mereka ha- pulang ke anak mamak. Hal ini rus menikah dengan orang dari dimaksudkan supaya hubungan suku yang berbeda (eksogami). keluarga tidak terputus dan ber- Pelanggaran terhadap hal tersebut kesinambungan pada generasi membuat sang pelanggar akan berikutnya. Adat ini juga diang-

61

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

gap berkenaan dengan harta pu- Di dalam mitos “Malin Kun- saka yang dapat dipergunakan dang”, disebutkan pula bahwa oleh anak dan kemenakan. setelah pernikahan, Malin Kun- dang mengunjungi kampung hala- Di dalam adat, hubungan mannya. Awalnya, Ibu Malin perkawinan dengan keluarga dekat Kun-dang, Mande Rubayah pun ini diungkapkan melalui pepatah dengan senang hati menerima kuah tatumpah ka nasi, siriah kembali anaknya itu. Akan tetapi, pulang ka gagangnyo ‘kuah ter- setelah bertemu dengan ibunya tumpah ke nasi, sirih pulang ke itu, Malin Kundang malu gagangnya’. Apabila yang terjadi mengakui ibunya kepada istrinya. sebaliknya, yaitu seorang laki-laki menikah dengan orang di luar na- Kedatangan Malin Kundang garinya, dia akan diberi sanksi dapat dimaknai sebagai keingi-nan dalam pergaulan adat. Ketidak- untuk kembali kepada ke-luarga senangan keluarga akan semakin ibunya. Padahal, dalam masyarakat kuat apabila laki-laki yang meni- Minangkabau yang menganut kah dengan orang luar tersebut matrilokal, setelah perkawinan, sukses dalam kehidupannya. Dia seorang laki-laki ikut tinggal ke dianggap ibarat mamaga karambia dalam lingkungan ke-luarga istrinya condong, buahnyo jatuah kaparak seperti yang dis-ampaikan oleh urang ‘memagar kelapa condong, Chairiyah (dalam Primanita, 2012: buahnya jatuh ke kebun orang’ 2). Hal ini berarti bahwa suami (Munir, 2015: 21). bertempat tinggal di rumah istrinya setelah perkawinan. Ketika ada Berdasarkan hal tersebut, pelangga-ran terhadap hal tersebut, dapat dipahami apabila perkawi- masyara-kat akan menganggap hal nan Malin Kundang dengan orang tersebut sebagai sebuah aib. Di luar dianggap sebagai sesuatu dalam mitos “Malin Kundang”, yang tidak menyenangkan dan hukuman terse-but berbentuk menguntungkan bagi keluarganya. perubahan tokoh Malin Kundang Malin Kundang dianggap memilih menjadi batu. untuk “menyejahterakan” orang lain dibandingkan dengan keluar- “Penghormatan terhadap Ibu” ga (klan) nya sendiri. Oleh karena dan Pandangan Religius Masyara- itu, dia memeroleh hukuman atas kat Minangkabau sikapnya tersebut.

62

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Masalah yang ada di dalam dang mengetahui bahwa sosok di cerita “Malin Kundang”, menca- hadapannya adalah ibunya. Akan pai puncaknya (klimaks) pada saat tetapi, rasa malu melihat kondisi Malin Kundang tidak mengakui ibunya (tua, kotor, dan pakaiannya ibunya di hadapan istrinya. Pe- compang-camping) membuatnya nolakan tersebut membuat Malin malu mengakuinya sebagai ibu. Kundang dipandang sebagai anak Sikap tersebut didorong pula oleh durhaka, seperti tema yang keberadaan istrinya. dilekat-kan pada mitos ini. Cara pandang yang mengang- Tentu saja Malin Kundang gap Malin Kundang sudah melaku- mengenali Mande Rubayah seb- kan pendurhakaan kepada orangtua agai ibunya. Tapi ia berdiri diam (dalam hal ini ibunya) sebenarnya dan kaku. Ia malu melihat ibunya. tidak terlepas dari dua hal, yaitu Mande Rubayah memang terlihat (1) Sistem kekerabatan matrilineal semakin tua renta dan kumal. Pak- dan (2) ajaran Islam. aiannya kotor dan compang-camp- Pertama, sistem kekerabatan ing. matrilineal yang mengambil garis “Sungguhkah ia ibumu, Sua- keturunan dari pihak ibu, me- miku?” tanya istrinya. Malin Kun- nyarankan penghargaan yang dang menggeleng cepat tanpa be- tinggi terhadap ibu. Hal itulah se- rani menatap istrinya. babnya ketika keberadaan sosok ibu dinihilkan oleh sikap Ma-lin “Siapa engkau? Pengemis tua. Kundang yang menolak ibunya, Tak tahu malu mengaku sebagai Malin Kundang diberi hukuman ibuku!” ujar Malin Kundang men- dengan cara dikutuk menjadi batu. dorong mundur ibunya. “Dia bu- kan ibuku. Pantai ini bukan pantai Kedua, dalam masyarakat kampung halamanku. Kita pasti Minangkabau terdapat pedoman sudah salah berlabuh,” katanya yang menyatakan bahwa “Adat dengan suara keras hingga semua basandi syarak, syarak basandi orang bisa mendengarnya. kitabullah”‘Adat bersendi syarak/ agama, syarak bersendi kitabul-lah (Faza, 2016: 119-120) (kitab Allah). Walaupun sistem Melalui kutipan tersebut, terli- matrilineal tidak sesuai dengan hat bahwa sebenarnya Malin Kun- ajaran Islam yang mengambil na-

63

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

sab dari ayah, tetapi penghargaan SIMPULAN yang tinggi terhadap ibu, salah sa- Dari kajian di atas, terlihat tunya bersumber dari ajaran Islam, bahwa mitos “Malin Kundang” seperti hadis berikut ini. yang ada di Sumatera Barat tidak Dari Abu Hurairah radhiyal- sekadar menceritakan mengenai laahu ‘anhu, beliau berkata, “Ses- anak yang durhaka kepada ibunya. eorang datang kepada Rasulullah Dengan paradigma strukturalisme shalallahu ‘alaihi wasallam dan Levi-Strauss, dapat diungkap berkata, ‘Wahai Rasulullah, ke- bahwa mitos ini mengandung nalar pada siapakah aku harus berbakti masyarakat Minangkabau men- pertama kali?’ Nabi shalallaahu genai hubungan kekerabatan yang ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibu- mereka anut. mu!’ Dan orang tersebut kembali Berdasarkan penjelasan bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ sebelumnya, diketahui bahwa ma- Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam syarakat Minangkabau, Sumatera menjawab, ‘Ibumu!’ Orang terse- Barat, menganut sistem kekera- but bertanya kembali, ‘Kemudian batan matrilineal. Sistem kekera- siapa lagi?’ Beliau menjawab, batan ini berpengaruh pada re-alitas ‘Ibumu.’ Orang terse-but bertanya ekonomi, sosial budaya, dan juga kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ religi. Sistem kekerabatan yang Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam matrilineal cenderung mem-buat menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” seorang laki-laki Minangk-abau (Sa’id, 2011) meninggalkan kampung halaman (merantau). Hal itu dise-babkan Penghargaan yang tinggi ter- mereka tidak memiliki hak terhadap hadap ibu tersebut dalam Islam harta keluarganya yang dikuasai menjiwai mitos-mitos anak durha- oleh perempuan. Merantau juga ka, termasuk mitos Malin Kun- menjadi alasan bagi laki-laki dang. Hal itu berpengaruh Minangkabau un-tuk me- terhadap akhir dari mitos yang ningkatkan ekonomi. Dari segi so- menghukum si anak yang sial budaya Minangkabau, seorang dianggap telah men-durhakai laki-laki yang menikah dengan orang tuanya, yang di dalam mitos seorang perempuan bertempat “Malin Kundang”, ibunya. tinggal di keluarga istrinya (matri- lokal). Tradisi Minangkabau tidak

64

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

memperkenankan hal yang seba- Lagu Minang untuk Memban- liknya. Adapun dari segi religiusi- gun Karakter Peserta Didik: tas, sistem matrilineal mendukung (Analisis Hermeneutik). Jur- sikap masyarakat Minangkabau nal Pembangunan Pendidikan: untuk memberikan penghorma-tan Fondasi dan Aplikasi, Vol. 3. terhadap perempuan (ibu). No. 3. Desember 2015. Hal.

127. DAFTAR PUSTAKA Faza. (2016). Cerita Asli Nusan- Ahimsa-Putra, Heddy Ahimsa. tara. Jakarta: PT Elex Media (2006). Strukturalisme Levi- Komputindo. Strauss, Mitos dan Karya Sas- tra. Yogyakarta: Kepel. Hidayat, Herry Nur. (2010). “Ma- lin Kundang” karya Wisran Amir, M.S. (2006). Adat Minangk- Hadi: Sebuah Perbandingan” abau: Pola dan Tujuan Hidup dalam wacanaetnik.fib.unand. Orang Minang. Jakarta: PT ac.id/index.php/wacanaetnik/ Mutiara Sumber Media. article/download/2/4 Andani, Lia. (2016). “Analisis Hidayanti, Nita. (2015). “Nilai- Komparatif Nilai Pendidi-kan Nilai Moral yang Terkandung dalam Legenda Ma-lin dalam Cerita Rakyat Malin Kundang dan Pulau Paku” Kundang” dalam https://do- dalam http://jurnal.umrah. kumen.tips/documents/malin- ac.id/?p=6110. skripsipdf.html.

Danim, Sudarwan. (2002). Men- Junus, Umar. (2001). “Malin Kun- jadi Peneliti Kualitatif Ran- dang dan Dunia Kini” dalam cangan Metodologi, Pre- http://journalarticle.ukm. sentasi, dan Publikasi Hasil my/1213/1/Malin_Kundang_ Penelitian untuk Mahasiswa dan_Dunia_Kini.pdf dan Penelitian Pemula Bidang Ilmu Sosial, Pendidikan, dan Lestari, Ys. Ayu. (2015). “6 Ala- Humaniora. Ban-dung: Rema- san Mengapa Pernikahan ja Rosdakarya.Cet. I, hlm. 51. Sesuku Dilarang di Minangk- abau” dalam http://sumbar.co/ Desyandri, Ahmad Dardiri, dan budaya/alasan-mengapa-per- Kun Setyaning Astuti. (2015). nikahan-sesuku-dilarang-di- “Nilai_Nilai Edukatif Lagu- minangkabau/.

65

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Maqassary, Ardi Al. (2013).”Un- mi, L. (2007). “Peranan Kelu- sur-Unsur Ke-budayaan.” arga Matrilineal Minangkabau dalam http://www.e-jurnal. terhadap Keberadaan Perem- com/2013/10/unsur-unsur ke- puan Lanjut Usia: Studi Kasus budayaan.html?m=1. di Kelurahan Payonibung, Ke- camatan Payakumbuh Utara” Moleong, J. Lexy. (2000). Met- dalam reposito-ry.unand. odologi Penelitian Kualitatif. ac.id/3779/1/. Bandung: PT Remaja Rosda- karya. hlm. 3. Primanita, Astrini. (2012). “Gam- baran Tipe Marital Power Munir, Misnal. (2015). “Sistem pada Perkawinan Anta-ra Kekerabatan dalam Kebuday- Suku Minangkabau dengan aan Minangkabau: Perspektif Suku Lain” dalam http:// Aliran Filsafat Struktural- repository. usu . ac . id/han - isme Jean Claude Levi- dle123456789/33723/. Chap- Strauss” dalam Jurnal Filsafat, ter I. hlm.2. Vol. 25, No. 1 Febru-ari 2015. Ronidin, R. (2011). “Malin Musfeptial (2007). “Transformasi Kundang, Ibunya Durhaka: Kaba ke Naskah Drama: Studi Suatu Pendekatan Gene-tik,” Komparatif Ka-ba Minangk- dalam http://download. abau dan Naskah Drama Malin portalgaruda . org/article . Kundang Karya Wisran Hadi” php?article=24208&val=1476 dalam http://eprints.undip. ac.id/18311/1/Musfeptial.pdf. Sa’id, Ummu. (2013). “Ibumu… Kemudian Ibumu…Kemu- Nurhalimah. (2015). “Upaya Di- dian Ibumu…” dalam https:// nas Ke-budayaan Pariwisata, muslimah.or.id/1861-ibumu- Pemuda, dan Olahraga dalam kemudian-ibumu-kemudian- Menyelenggarakan Kegiatan ibumu.html. 23 April 2013. Bidang Bidang Kebudayaan di Kabupaten Nunukan” Septian, Haris. (2015). “Motif dalam http://eJournal.ip.fisip- Marantau dalam Kaba yang unmul. ac.id/. Volume 3, (1) Berjudul Nama-Nama Perem- 2015. hlm. 242. puan: Tinjauan Sosiologi Sas- tra”. Skripsi Universitas Nurti, Y., Ermayanti, dan Zamza- Anda-las.

66

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 15, No. 1 Agustus Tahun 2018

Suwondo, Tirto. (2003). “Pema- Ummu Sa’id. (2011). Ibumu… haman Pola Pikir Jawa melalui Kemudian Ibumu… Kemudi-an Mitos ” dalam Studi Ibu-mu… https://muslimah. Sastra Beberapa Alter-natif. or.id/1861-ibumu-kemudi-an- Yogyakarta: PT Hanindita Gra- ibumu-kemudian-ibumu. ha Widya. hlm. 90. html.23 April 2011.

Taum, Yoseph Yapi. (2011). “Teo- Wirajaya, Asep Yudha. (2010). ri-Teori Ana-lisis Sastra Lisan: “Pelapisan So-sial dan Per- Strukturalisme Levi-Strauss” nikahan Ideal dalam Mitos dalam http://www.academia. “Sangkuriang”: Telaah Struk- edu/3478000/TEORI_TEO- tural An-tropologis Levi RI_ANALISIS_SASTRA_ Stauss” Atavisme, Vol. 13. LISAN _ STRUKTURAL - No. 1, Juni 2010. ISME_LEVIS-Staruss/. Bab VI dalam buku Studi Sastra Zulfadhli. (2012). “Dekonstruksi Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dalam Cerpen Malin Kundang, dan Pendekatan, Disertai den- Ibunya Durhaka Karya A.A. gan Contoh Penerapannya. Navis.” dalam http://ejournal. Yog-yakarta: Lamalera. hlm. unp.ac.id/index.php/kompo- 159—193). sisi/article/view/62 Thaher, Asri. (2006). “Sistem Zulhamdani. (2015). “Ibu dalam Pewarisan Kekerabatan Matri- Al-Qur’an: Kajian Tematik”. lineal dan Perkem-bangannya Skripsi pada Jurusan Ilmu Al- di Kecamatan Banuhampu Qur’an dan Tafsir, Fakultas Pemerintahan Kota Agam Ushuluddin dan Pemikiran Is- Propinsi Sumatera Barat” da- lam, Universitas Islam Negeri lamhttp://eprints.undip. Sunan Kali-jaga. ac.id/15137/1/.

67