KABA DAN SISTEM SOSIAL MINANGKABAU Suatu Problema Sosiologi Sastra
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
KABA DAN SISTEM SOSIAL MINANGKABAU suatu problema sosiologi sastra TIDAK DIPERJUALBELIKAN Proyek Bahan Pustaka Lokal Konten Berbasis Etnis Nusantara Perpustakaan Nasional, 2011 KABA DAN SISTEM SOSIAL MINANGKABAU Suatu Problema Sosiologi Sastra oleh UMAR JUNUS Perpustakaan Nasional Balai Pustaka R e p u b l i k I n d o n e s i a Penerbit dan Percetakan PN BALAI PUSTAKA BP No. 3171 Hak pengarang dilindungi undang-undang Cetakan pertama — 1984 Perancang Kulit: Bodhy Trisyanto KATA PENGANTAR Kaba sebagai sastra lisan Minangkabau sampai sekarang masih men- dapat tempat dalam masyarakat budaya Minangkabau. Sastra lisan ini pernah berkembang juga dalam bentuk penyampaian tulisan dan terbit dalam bentuk buku. Kajian terhadap sastra lisan kita jelaslah penting untuk menggali ber- bagai hal dan anasir-anasir yang merupakan kekuatan sastra lisan itu layak menjadi ilham bagi para pencipta sastra moderen Indonesia tidak saja sebagai upaya memperkaya khazanah sastra Indonesia, tetapi juga dalam kaitannya dengan upaya kita bersama dengan proses meng- Indonesia. Kajian terhadap kaba memang cukup langka, apalagi kajian yang mengkaitkannya dengan sistem sosial Minangkabau di mana kaba itu tumbuh dan berkembang. Upaya pengkajian terhadap Kaba dan Sistem Sosial. Minangkabau yang dikerjakan Umar Junus ini layak menjadi bahan studi lebih lanjut oleh para penelaah sastra kita dan para pencipta sastra moderen Indo- nesia. Dengan pertimbangan itulah PN Balai Pustaka dengan gembira me- nerbitkan buku ini. PN Balai Pustaka 5 DAFTAR ISI Kata pengantar Prakata Catatan mengenai ejaan 15 Tentang hakikat kaba 17 Fakta dari kaba 32 Sistem sosial Minangkabau 51 "Sastra sebagai cermin masyarakat" 57 Fakta dari Kaba dan sistem sosial Minangkabau: suatu dis- kusi... 66 Karya sastra dan realitas 114 Daftar kaba 130 Rujukan 133 7 PNRI PNRI PRAKATA Sebenarnya, kata pengantar ini mungkin juga dapat diartikan sebagai pendahuluan, karena di sini juga akan saya kemukakan persoalan yang akan terolah dalam pembicaraan ini. Keinginan saya untuk membicarakan kaba telah bermula sejak lama. Hal itu telah menjadi konkrit pada tahun 1968. Ketika itu, saya ingin menulis sebuah karangan tentang kaba dan. novel Minangkabau yang dilihat dalam rangka latar belakang sosio- budaya Minangkabau. Dan bermula dari saat itu, saya mulai lagi mengumpulkan kaba-kaba — saya tak ingat ke mana perginya kumpulan kaba yang saya punyai ketika mengajar di Malang dulu. Dan dalam rangka pengumpulan kaba ini saya sangat berterima kasih kepada sdr. (Prof. Dr.) Jakub Isman dari IKIP Padang, yang telah bermurah hati mendapatkan kaba-kaba itu bagi saya ketika itu. Kemudian 'kumpulan' ini saya tambah dengan kaba-kaba yang ada di Universitas Leiden, baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk manuskrip, yang dapat saya baca ketika cuti saba- tikal di Leiden pada tahun 1972. Koleksi saya juga bertambah ber- kat jasa baik sdr. Drs. Lukman Ali yang mendapatkan salinan bagi saya dari kaba-kaba yang ada dalam perpustakaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa di Jakarta dan dari koleksi pribadinya. Tapi ini berlaku jauh kemudian, yaitu pada tahun 1980 dan 1981. Tapi keinginan saya itu tak pernah terwujud, atau tak pernah mengambil bentuk konkrit. Pernah saya tuliskan hasil penelitian- nya, tapi saya sendiri tak merasa púas. Ada banyak yang kurang mantap terasa di dalamnya. Yang paling utama ialah tak adanya landasan teori yang cukup dapat dipertanggungjawabkan. Hasil itu lebih terasa sebagai daftar atau register belaka, yang hanya mengurutkan unsur sosio-budaya dalam kaba dan novel. Jadi bu- kan penelitian sosiologi sastra dalam arti yang lebih dapat diper- tanggungjawabkan. Dengan begitu, usaha itu saya tinggalkan be- 9 PNRI gitu saja, dan ketika itu kelihatannya akan saya tinggalkan buat selama-lamanya. Tapi dalam perkembangan masa, dengan pengenalan saya yang makin intens dan mesra dengan teori-teori sosiologi sastra dan sastra, tampaklah kelihatan titik terang untuk mulai mendekati kaba lagi dengan pendekatan yang berbeda dari yang pernah saya fikirkan pada tahun 1968. Dan keinginan ini mendapat dorongan baru dari tantangan yang dikemukakan Navis ketika kami ber- temu pada Seminar Internasional Pengajian Melayu di Universiti Malaya pada bulan September 1978. Dikatakannya, maaf kalau saya salah ingat, bahwa kaba bukan asli Minangkabau, hanya pinjaman, karena sistem sosial yang ada di dalamnya bukan sistem sosial Minangkabau. Ini menimbulkan problematik dalam diri saya. Apakah mungkin sesuatu yang kelihatan begitu Minangka- bau, tapi bukan kepunyaan budaya Minangkabau? Dan saya ingin membuktikan bahwa ucapan Navis itu salah, karena ia telah ber- tolak dari suatu anggapan yang salah. Sejak itu saya mulai lagi "menggumuli" kaba dengan mening- galkan kerangka teori yang pernah saya punyai sebelumnya yang sifatnya positivistik, percaya kepada adanya hubungan langsung antara satu unsur dalam karya sastra dengan satu unsur dalam sosio-budaya. Dalam pergumulan ini saya menemui apa yang ditemui Navis. Ini menimbulkan pertanyaan dalam diri saya, kenapa hal itu di- terima oleh orang Minangkabau, oleh masyarakat Minangkabau yang tak mengenal dunia lain. Dan jawaban untuk ini ternyata tak tersedia dalam teori-teori sosiologi sastra yang pernah saya kenal dan saya pelajari. Hal ini makin menggairahkan saya. Penemuan saya dari kaba mungkin memberikan suatu sumbangan terhadap perkembangan teori sosiologi sastra. Dengan mempertentangkan dunia dalam kaba dengan dunia di luarnya, saya dapati suatu teori, bahwa apa yang positif dalam kaba (dan juga dalam karya sastra umumnya) berhubungan dengan sesuatu yang negatif di luarnya, pada dunia yang dilukiskannya. 'Penulis' dan pembaca akan selalu membandingkan antara keadaan yang disebabkan oleh unsur yang positif dalam kaba yang menim- bulkan akibat dengan keadaan dalam masyarakat bila unsur itu tak ada. Atau dibandingkan mereka bagaimana 'bahagianya' sebu- ah masyarakat dengan adanya unsur tertentu, jadinya positif, da- 10 PNRI lam masyarakat, dan bagaimana tragedi terjadi bila unsur ini tak ada, atau negatif, dalam kaba. Dengan penemuan ini, saya bukan hanya berharap akan dapat memberikan sumbangan teori terhadap perkembangan sosiologi sastra — ini yang mendorong saya untuk menyiapkannya pada mulanya dalam bahasa Inggris — tapi juga dapat menunjukkan bah- wa kita dapat membentuk teori dari bahan yang kita punya, se- hingga kita tidak lagi bekerja hanya melaksanakan teori yang di- kembangkan oleh para saijana barat. Tapi di samping itu, saya terus juga membaca karangan yang berhubungan dengan teori sastra murni — ini mungkin sebagai akibat dari hakikat diri saya yang tak dapat menumpukan perha- tian kepada satu hai saja, apalagi hanya kepada satu teori saja. Dan dalam membaca ini, saya akhirnya menemui suatu konsep yang pernah diucapkan oleh Tzvetan Todorov (1977), yaitu presence dan absence yang dengan mudah dapat digunakan untuk kepentingan 'positif dan 'negatif yang saya kemukakan tadi. Konsep ini belum lagi saya gunakan untuk kertas keija saya (1980) untuk Seminar Internasional mengenai kesusasteraan, masyarakat dan kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi pada bulan September 1980, karena pada masa itu saya belum lagi sempat membaca karangan Todorov itu. Begitulah, dengan pembacaan karangan Todorov itu, yang mungkin suatu hai yang tragis, saya terpaksa mesti menggunakan konsep itu, yang bukan saja lebih tepat, tapi telah diucapkan lebih dulu. Tapi terlepas dari itu saya cukup puas, karena saya telah da- pat menemukan sesuatu yang baru bagi sosiologi sastra, karena apa yang diucapkan Todorov hanya diucapkan dalam hubungan teori sastra murni, dan selama ini tak digunakan dalam hubungan penyelidikan sosiologi sastra. Dan ini saya gali dari penelitian saya dari kaba dengan kegagalan untuk menggunakan teori-teori yang ada ketika saya memulainya. Dengan begitu, pembicaraan saya kali ini bukan hanya penting dalam hubungan saya mengungkapkan hakikat kaba yang selama ini tak pernah diberi perhatian yang serius dalam hubungan penyelidikan ilmu yang teoritis, tapi juga penting bagaimana saya dapat mengungkapkan sebuah teori darinya, bagaimana saya dapat menemukan teori itu. Hal yang terakhir ini, saya harap- kan, akan banyak berguna bagi sarjana kita, untuk menggali milik kita sendiri dengan tak banyak tergantung kepada teori 11 PNRI yang dikembangkan di luar. Mudah-mudahan saja harapan ini ter- capai. Dalam pengeijaan penelitian ini saya berhutang budi kepada banyak orang, antara lain telah saya sebutkan tadi. Tapi selain itu ada beberapa orang yang memberikan sumbangan yang tak dapat dilupakan. Pertama kali saya berhutang budi kepada Prof. Dr. Mohd. Taib Osman yang mendorong saya untuk mencempungkan diri dalam dunia sosiologi sastra. Karena itu, ketika kuliah ini pertama kali diperkenalkan di Universiti Malaya dengan nama 'Sastra, Masyarakat dan Budaya' pada tahun 1968, saya telah bersama- sama mengendalikannya dengan Prof. Taib Osman. Juga kepada Prof. Dr. P.E. de Josselin de Jong dari Universitas Leiden dengan adanya pertukaran fikiran antara saya dan beliau. Bahkan dengan usaha Prof, de Josselin de Jong saya dapat me- ngunjungi dan tinggal di Leiden selama sebulan (April/Mei) pada tahun 1981, bersamaan dengan waktu saya menghadiri simposium tentang Minangkabau yang diadakan di Amsterdam pada bulan Aprii 1981. Melalui usaha beliau saya mendapatkan dana ùntuk perjalanan dan menetap di Leiden selama sebulan. Untuk ini saya ucapkan banyak-banyak terima kasih. Saya juga berhutang budi kepada Leidsch Funds yang telah membiayai peijalanan saya ke Leiden pada bulan Aprii 1981 dan kepada