MAKARA PADA MASA ŚRĪWIJAYA

Sukawati Susetyo Pusat Arkeologi Nasional, Jl. Condet Pejaten No. 4, Jakarta Selatan 12510 [email protected]

Abstrak. Śrīwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di pada abad ke-7-12 M. Tinggalan bangunan suci dari masa Śrīwijaya tersebar di beberapa kawasan, yaitu Muara Jambi di Jambi, di Riau, Bumiayu di Sumatera Selatan, hingga beberapa kelompok bangunan suci Padang Lawas di Sumatera Utara. Makara merupakan salah satu unsur bangunan candi yang biasanya berpasangan dengan kala. Tujuan penulisan ini adalah ingin mengetahui ciri-ciri makara dari masa Śrīwijaya dengan cara membandingkannya dengan makara-makara dari candi masa Matarām Kuno. Dari hasil penelitian selama ini diketahui bahwa makara Śrīwijaya mempunyai ciri tersendiri, meskipun tidak menafikan adanya beberapa kesamaan dengan makara dari masa Matarām Kuno tersebut. Kata kunciARKENAS: Ciri-ciri khusus, Makara, Masa Śrīwijaya, Sumatera. Abstract. Makaras During the Śrīvijaya Period. Śrīvijaya was one of the big kingdoms in Indonesia in 7th - 12th Centuries CE. Remains of from the Śrīvijaya period are distributed in several areas, from Muara Jambi in Jambi, Muara Takus in Riau, Bumiayu in South Sumatera, up to the several complexes of Padang Lawas in North Sumatera. Makara is one element of the temple which is usually paired with kala. This paper will discuss Makaras from Śrīvijaya period that have specific characteristics compared to Makaras at the ancient Matarām, although there are also some similarities to those in Java. Keywords: Specific Characteristics, Makara, Śrīvijaya Period, Sumatera.

1. Pendahuluan Talang Tuo (684) ditemukan di sebelah Kerajaan Śrīwijaya adalah suatu barat kota Palembang, Prasasti Telaga Batu kerajaan maritim yang kuat di Pulau Sumatera ditemukan di dekat Palembang. Prasasti pada abad ke-7 Masehi hingga awal abad ke- Prasasti Kota Kapur 686 M ditemukan di 12 Masehi. Bukti mengenai keberadaan Bangka, Prasasti Karang Brahi ditemukan di kerajaan ini berasal dari catatan seorang tepi Sungai Merangin, Jambi hulu, Prasasti pendeta Tiongkok I Tsing. Ia mengunjungi Palas Pasemah ditemukan di Lampung Śrīwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 (Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto bulan untuk belajar tatabahasa Sanskerta dan 1993: 53-59). Sementara itu prasasti lainnya menterjemahkan kitab suci Buddha dari bahasa ditemukan di pantai timur Thailand Selatan Sanskerta ke bahasa Tionghoa (Soekmono yaitu Prasasti Ligor 774 M. 1973: 37-38). Selain prasasti, sumber tertulis tentang Selain berita Cina tersebut, Kerajaan Śrīwijaya didapatkan melalui berita Arab 844- Śrīwijaya juga diketahui berdasarkan tinggalan 848 yang mengatakan bahwa Kerajaan prasasti yang ditemukan di Palembang, Śrīwijaya merupakan kerajaan yang kaya akan Bangka, Jambi, Lampung dan Thailand. hasil bumi berupa kayu gaharu, kapur barus, Prasasti Kedukan bukit (683 M) ditemukan di kayu cendana, gading, timah, kayu hitam dan tepi Sungai Tatang dekat Palembang, Prasasti rempah-rempah. Hal itulah yang menyebabkan

Naskah diterima tanggal 28 Agustus 2014, disetujui tanggal 5 Oktober 2014.

101

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

Kerajaan Śrīwijaya menjadi pusat perdagangan 2. Metode Penelitian selama berabad-abad. Selain sebagai pusat Tulisan ini dimulai dengan perdagangan, hingga abad ke-11 Kerajaan mengumpulkan data yaitu melakukan Śrīwijaya merupakan tempat pengajaran observasi baik langsung maupun tidak agama Buddha yang bersifat internasional langsung terhadap objek penelitian, selain (Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto itu juga dilakukan studi pustaka. Berkaitan 1993: 68-69). dengan cara memperoleh data tersebut, maka Tinggalan arkeologi berupa bangunan jenis data yang dipergunakan adalah data suci (Candi) dari masa Śrīwijaya tersebar di primer yaitu makara-makara yang terdapat beberapa kawasan, misalnya Muara Jambi di Candi Gumpung, Candi Kedaton, Candi di Jambi, Muara Takus di Riau, Bumiayu di Bumiayu dan Biaro-biaro di Padang Lawas. Sumatera Selatan, hingga beberapa kelompok Khusus untuk makara-makara Padang Lawas, bangunan suci Padang Lawas di Sumatera penulis telah melakukan studi lebih mendalam Utara. Tulisan ini membahas mengenai ragam dengan mengamati makara-makara yang ada, hias candi,ARKENAS khususnya makara yang terdapat baik pada biaro-biaro yang masih berdiri pada candi-candi masa Śrīwijaya. Sebagai maupun terhadap temuan dari biaro yang bangunan keagamaan, ragam hias dibuat sudah/hampir musnah. Adapun data sekunder selain untuk memperindah bangunan suci, juga adalah data yang didapatkan dengan cara memiliki filosofi yang berkaitan dengan makna mengamati sumber sekunder, dalam hal simbolik. ini adalah foto relief Candi Solok Sipin. Makara adalah unsur bangunan candi Sebenarnya penulis juga sudah melakukan berwujud makhluk mitologi yang merupakan deskripsi langsung terhadap makara Solok kombinasi dua ekor binatang yaitu kombinasi Sipin yang saat ini berada di Museum ikan dengan gajah yang dikenal sebagai gaja- Nasional, namun karena kondisinya sudah mina dengan variasi tertentu yang digambarkan rusak maka penulis lebih mengutamakan dengan mulut terbuka lebar. Makara biasanya pada sumber sekunder tersebut. dipahatkan bersama-sama dengan kepala kala Metode yang dipergunakan adalah dan diletakkan pada bagian pintu masuk baik di deskriptif-komparatif, yaitu suatu penelitian kanan kiri maupun ambang pintu masuk candi, deskriptif dengan melakukan studi komparatif. pada relung candi, dan di ujung pipi tangga. Penelitian deskriptif bertujuan memberikan Hingga saat ini belum pernah ada yang gambaran tentang suatu fakta atau gejala membahas secara khusus mengenai makara- yang dalam arkeologi biasanya dikaitkan makara pada masa Śrīwijaya, oleh karena itu hal dengan kerangka ruang, waktu, dan bentuk ini dirasa penting dilakukan untuk memberikan dari fakta atau gejala yang ada. Oleh karena suatu gambaran mengenai ciri-ciri makara dari itu penelitian ini lebih mengutamakan kajian masa Śrīwijaya. Sebagai pembanding adalah data dibandingkan dengan konsep-konsep, makara dari masa Matarām Kuno, suatu masa hipotesis atau teori-teori tertentu (Tanudirjo pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah pada 1988-1989: 34). Studi komparatif bertujuan abad ke-8, yang kemudian berpindah ke Jawa menemukan suatu gejala yang timbul baik Timur pada abad ke-10. Para raja dari kerajaan berupa persamaan maupun perbedaan, yang ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa didapatkan dengan membandingkan data. prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah Adapun metode penalaran yang digunakan dan Jawa Timur, serta membangun banyak adalah metode induktif, yaitu penggunaan candi baik yang bercorak Hindu maupun metode yang diawali dengan pengumpulan Buddha. data yang relevan. Data yang terkumpul

102

Sukawati Susetyo, Makara Pada Masa Śrīwijaya

dikelompokkan kemudian dianalisis, dan penggambaran gigi berbentuk segi empat akhirnya ditarik kesimpulan (Mundardjito atau segitiga, mempunyai 4 taring, dan di 1986: 197-203). penghujung gigi atas dipahatkan cula. Di bagian langit-langit mulut makara atas dipahatkan 3. Hasil dan pembahasan garis-garis yang mewakili figur kulit ular. Di 3.1 Makara masa Matarām Kuno dalam mulut makara dipahatkan figur binatang Masa Matarām Kuno adalah suatu yang bentuknya bervariasi, terkadang singa, masa pusat pemerintahan berada di wilayah burung kakak tua, ada juga yang dipahatkan Jawa Tengah, akhir periode ini ditandai oleh figur manusia misalnya pada Candi dan perpindahan pusat pemerintahan ke wilayah Candi Gaṇ a, sedangkan di Candi Lumbung Jawa Timur. Sebagian besar nama raja-raja dari dipahatkan bunga. periode Matarām Kuno diketahui dari prasasti Di bagian samping depan kiri dan kanan yang berasal dari awal abad ke-10 yaitu terdapat belalai gajah dengan ujung belalai Prasasti Mantyāsih (907) dan Wanua Tengah melengkung ke bawah membentuk ukel. Figur III (908) (NaerssenARKENAS 1977: 46-47; Dwiyanto gajah ini dipertegas dengan bentuk mata sipit 1986; Rahardjo 2002: 63-64). Selain prasasti, di kanan dan kiri makara. Adanya binatang sumber sejarah mengenai keberadaan Kerajaan ikan digambarkan dalam bentuk insang yang Matarām Kuno berupa bangunan-bangunan dipahatkan pada makara bagian samping, candi di Jawa Tengah, yaitu Candi Dieng, di belakang telinga. Di bagian puncak atas Candi Gedong Songo, yang terletak di Jawa makara dipahatkan binatang-binatang yang Tengah Utara, dan Candi , Candi berbeda antara satu makara dengan lainnya, , Candi , Candi , terkadang berbentuk singa, ular, dan ada juga Candi Sambi Sari, dan lain-lain yang terletak yang berbentuk bunga. Di antara binatang yang di Jawa Tengah bagian selatan. berada di bagian atas makara dengan binatang Secara umum makara-makara pada yang berada di dalam mulut makara selalu masa Matarām Kuno berbentuk gaja-mina dipahatkan bentuk bunga dan benangsari yang (kombinasi antara gajah dengan ikan) dengan menjuntai ke bawah dengan ujung benangsari mulut terbuka lebar, tampak lidah dan berbentuk bunga juga. deretan gigi bagian atas dan bawah dengan Berdasarkan pengamatan terhadap makara-makara masa Matarām kuno, diketahui bahwa pada sebuah makara paling lengkap digambarkan gajah-ikan dengan variasi (diberi hiasan) binatang lain yaitu singa, ular, dan burung. Di samping hiasan binatang, makara masa Matarām Kuno juga terdapat hiasan berupa manusia dan bunga. Dari gambaran makara masa Matarām Kuno tersebut, bagaimanakah penggambaran makara dari masa Śrīwijaya? Apakah mempunyai persamaan ataukah mempunyai ciri tersendiri.

3.2 Makara-makara Masa Śrīwijaya Makara-makara yang diamati adalah makara yang berasal dari candi-candi di

103

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

Sumatera khususnya dari masa Śrīwijaya Makara Candi Gumpung berada di depan yaitu: tangga naik menuju candi induk, dan hanya 1. Makara Candi Gumpung, Muara Jambi tinggal satu. Makara dibuat dari batu andesit (abad ke-9-10) berbentuk kepala binatang dengan mulut 2. Makara Candi Bumiayu (abad ke-9-10) terbuka lebar, tampak lidah dan deretan gigi 3. Makara Candi Solok Sipin (1064 M) bagian atas yang berbentuk bulatan-bulatan 4. Makara Candi Kedaton, Muara Jambi tidak menyerupai gigi. Gigi bagian bawah (abad ke-11) tidak dipahatkan. Di bagian langit-langit mulut 5. Makara Biaro Padang Lawas (abad ke-11-14). atas dipahatkan garis-garis yang mewakili figur kulit ular. Pada sudut mulut dipahatkan 3.3 Makara Candi Gumpung, Muara taring, sedangkan di penghujung gigi yang di Jambi (abad ke-9-10) atas dipahatkan cula. Di atas lidah dipahatkan Candi Gumpung merupakan salah satu tokoh manusia setengah badan dari perut ke candi yang cukup luas di kompleks percandian atas, kedua tangan di depan perut berada di Muara Jambi,ARKENAS memiliki halaman yang dibatasi atas padmāsana. Wajah menghadap ke depan pagar keliling berbentuk bujursangkar tampak kedua mata, hidung dan mulut dalam berukuran 150 meter x 155 meter, sedangkan ekspresi memandang ke depan, dan kepalanya bangunan induk yang ada di dalam pagar memakai mahkota. Di atas tokoh manusia menghadap ke timur berukuran 17,9 meter x dipahatkan bentuk untaian menjuntai ke bawah 17,3 meter. mengenai kepala tokoh manusia tersebut. Candi Gumpung terbagi atas beberapa Bagian samping (kanan dan kiri): ruang yang masing-masing berpagar bata digambarkan lengkungan belalai yang dihiasi dilengkapi pintu. Pada saat ini pagar-pagar dan flora, bagian atas membulat membentuk ukel pintu tersebut hanya tersisa bagian bawahnya. ke bawah. Matanya bulat, bagian kelopak mata Beberapa prasasti emas berisi data-data dihias sulur-suluran. Sedangkan di belakang mengenai asal candi ini ditemukan di Candi mata agak ke bawah digambarkan telinga Gumpung. Dalam prasasti itu disebutkan berbentuk ukel. bahwa Candi Gumpung merupakan candi umat Buddha yang dibangun pada pertengahan abad 3.4 Makara Candi Bumiayu (Abad ke-9-10) ke-9 hingga permulaan abad ke-10 Masehi. Candi Bumiayu berada di Desa Bumiayu, Hal ini juga didukung dengan adanya temuan Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Muara arca Prajñāpāramitā serta artefak lain yang Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Situs berhubungan dengan ajaran Buddha. percandian Bumiayu memiliki tinggalan

arkeologis, antara lain empat bangunan candi (Candi 1, 2, 3, dan 8), satu struktur bangunan (Candi 7), lima gundukan tanah (Candi 4, 5, 6, 9, dan 10), satu danau candi, sejumlah hiasan bangunan, pecahan-pecahan tembikar, keramik dan lain-lain yang semuanya tersebar di dalam lahan kompleks percandian seluas kurang lebih 15 hektar (Susetyo dkk. 2007: 2). Dari analisis arsitektur diduga bahwa pembangunan Candi 1 Bumiayu dilakukan pada abad ke-9-10 M, ditandai oleh sejumlah ciri yang mempunyai kemiripan dengan candi-candi

104

Sukawati Susetyo, Makara Pada Masa Śrīwijaya

masa Matarām Kuno. Profil bangunan Candi Makara dari Candi Bumiayu lainnya 1 terdiri dari bingkai datar, pelipit kumuda, yang diamati berasal dari Candi III Bumiayu bingkai mistar serta pelipit padma. Ciri Matarām dibuat dari terakota. Bagian depan puncaknya Kuno juga ditunjukkan oleh adanya panil dari membulat, di kiri dan kanannya dipahatkan terakota dihiasi relief sulur-suluran, bunga mata besar, yang berada di dalam lengkungan padma dan burung kakaktua, temuan arca-arca belalai. Di bagian tengah di bawah mata dari batu kapur serta komponen-komponen tersebut dipahatkan bunga dan kelopaknya, di bangunan seperti kemuncak, arca-arca singa dsb. bawahnya terdapat benangsari yang menjuntai Pengaruh budaya tersebut mungkin dibawa oleh ke bawah mengenai kepala burung. Burung Bālaputradewa dari Jawa Tengah (Satari 2002: dalam posisi mendekam di atas lidah makara, 120-126). Pembangunan tahap kedua Candi dan hanya dipahatkan bagian badan hingga Bumiayu 1 diperkirakan terjadi sekitar abad ke- kepala. Matanya bulat pelatuknya runcing 13 M. yang ditandai oleh pembangunan antarala agak bengkok. Bagian bawah tampak deretan dengan arca-arca singa dan roda. Penggambaran gigi berbentuk bulat di bagian bawah, dan roda denganARKENAS binatang penarik ditemukan pada runcing di bagian atas. Bagian samping makara bangunan candi di Orissa, India Utara yang (kanan dan kiri): digambarkan pinggiran mulut didirikan sekitar abad ke-13 M. (Satari 2002: berbentuk lengkungan belalai dan dipahatkan 122). gigi-gigi bagian atas. Di sudut kanan kiri mulut Makara Candi Bumiayu yang diamati dipahatkan taring atas dan bawah sedangkan di disimpan di museum lapangan Candi III gigi atas ujungnya dipahatkan cula. Bumiayu, berupa makara berukuran tinggi 1 meter, terbuat dari terakota, kondisi arca sudah terpecah-pecah sehingga tidak dapat dideskripsikan secara detail. Akan tetapi makara ini sangat menarik karena di dalam mulutnya terdapat tokoh kurus berjenggot sedang bersemadi dengan muka tenang dalam posisi duduk bersila dengan sikap tangan añjalimudrā. Tampaknya tokoh ini menggambarkan seorang resi (Hardiati 2007:88). Di bagian bawah resi atau di bagian bawah makara terlihat deretan gigi, gigi tersebut berbentuk bulat di bagian bawah dan meruncing di bagian atas.

3.5 Makara Candi Solok Sipin (1064 M)

Situs Solok Sipin secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Jambi Kota, Kotamadya Jambi. Pada situs tersebut ditemukan sekurang-kurangnya empat

kelompok bangunan bata. Tinggalan lain yang

ditemukan berupa arca Buddha, sebuah stūpa, dan empat makara yang semuanya terbuat dari batupasir. Empat makara masing-masing berukuran tinggi 1,10 meter, 1,21 meter, 1,40 meter, dan 1,45 meter. Salah satu makara

105

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

berbentuk flora. Di samping belalai juga digambarkan mata dan kelopaknya. Mata digambarkan melotot dengan lingkaran- lingkaran dari bentuk kecil hingga besar. Di belakang mata dipahatkan telinga mengenakan sumping dan anting bulat. Di bawah telinga digambarkan insang.

3.6 Makara Candi Kedaton, Muara Jambi (Abad ke-11) Candi Kedaton merupakan salah satu tersebut mempunyai tarikh 986 Śaka atau 1064 candi yang terletak di wilayah I Situs Percandian Masehi dan tulisan yang berbunyi //(pasumba) Muarajambi. Secara administratif berada dalam lini mpu Dharmmawira (?)//i śaka 986//. wilayah Desa Danaulamo, Kecamatan Marosebo, Prasasti angkaARKENAS tahun ini ditemukan pada tahun Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. 1902 dan pertama kali dibaca dan diterbitkan Di dalam kompleks terdapat candi oleh Brandes (NBG1902: 34-36; Utomo 2011: induk yang menghadap ke utara dan berdenah 62). Menurut Satyawati Suleiman hiasan yang bujursangkar berukuran 26 x 26 meter. dipahatkan pada makara menunjukkan suatu Tinggalan arkeologis yang ditemukan selain gaya seni yang tinggi yang dapat disejajarkan candi induk adalah gapura, padmāsana batu, dengan gaya seni di Jawa pada abad ke-8 umpak-umpak batu, ubin bata serta tidak jauh Masehi (Suleiman 1976:3). dari lokasi candi pernah ditemukan sebuah Dari empat makara Candi Solok Sipin belanga yang cukup besar, yang kini tersimpan tersebut akan dideskripsikan satu makara yang di Museum Situs. Adapun 3 makara terdapat dianggap mewakili, sebagai berikut: bagian di ujung pipi tangga gapura Candi Kedaton, puncak makara membulat agak meruncing, di satu buah makara di gapura sisi utara tepatnya bagian tengah depan berhias untaian bunga. Di pada ujung pipi tangga sebelah kanan, yang dalam mulut makara terdapat tokoh laki-laki merupakan tangga masuk ke candi induk, yang digambarkan berdiri miring, kaki kanan sedangkan 2 makara di ujung pipi tangga turun lurus sedangkan kaki kiri agak ditekuk. Bagian menuju ke candi induk. kepala tokoh tersebut hilang. Mengenakan kalung, perut, dan gelang kaki. Panjang kain sampai di atas lutut, cawat berbentuk segitiga. Tangan kanannya menopang gada yang berdiri setinggi ketiaknya. Mulut makara yang terbuka di bawah tidak tampak deretan gigi namun di sudut mulut terdapat taring. Di bagian samping kanan kiri atas terdapat cula. Di antara cula dan taring digambarkan deretan gigi atas makara yang berbentuk sulur-suluran. Bagian samping (kanan dan kiri): Di bagian ini digambarkan pinggiran mulut dan belalai melengkung dengan bagian atas melingkar membentuk ukel. Pada belalai, kelopak mata dan cula dihias dengan pahatan

106

Sukawati Susetyo, Makara Pada Masa Śrīwijaya

Makara yang berada pada ujung pipi andesit dengan ukuran lebar 65 cm, tinggi tangga gapura Candi Kedaton ini dibuat 125 cm, dan panjang 130 cm. Bagian depan: dari batu andesit, bagian depan: puncaknya puncaknya meruncing, di bagian tengah depan meruncing, di bagian tengah depan atas atas dipahatkan wajah kala memakai mahkota dipahatkan wajah kala memakai mahkota yang yang distilir, di bawah kepala kala tersebut distilir. Di bawah kepala kala tersebut terdapat menjuntai benangsari dan di bawahnya terdapat kuncup bunga dan di bawahnya menjuntai bunga dalam keadaan kuncup. Di dalam mulut benangsari berujung kepala putik tepat makara terdapat figur ular kobra dalam posisi mengenai kepala figur “binatang mitos” yang kepalanya tegak, tampak jelas bagian mata, berada di bawahnya. Figur “binatang mitos” hidung, telinga, dan pada mulutnya menggigit tersebut menyerupai monyet namun bertanduk, untaian bunga yang menjuntai ke bawah. Tubuh ia digambarkan mendekam dengan kedua ular digambarkan garis garis mendatar. Gigi atas kaki ditekuk. Tampak bagian mata, hidung, makara digambarkan bulatan besar yang saling telinga, dan mulut. Bagian dadanya dihiasi menyambung, di bagian paling atas terdapat kalung berbentukARKENAS bulatan-bulatan, mengapit cula. Deretan gigi bawah kecil-kecil tanpa figur tersebut berupa deretan gigi atas makara taring, lidah dipahatkan dibawah figur ular. yang berbentuk bulat saling menyambung Bagian samping (kanan dan kiri): menempel pada mulut makara. Mulut makara digambarkan belalai yang bagian atasnya terbuka, tampak di bagian bawah deretan gigi membulat membentuk ukel ke bawah. Di atas kecil-kecil dipahatkan dalam bentuk sulur. belalai tersebut berupa hiasan sulur-suluran. Bagian samping (kanan dan kiri), Di bagian samping makara ini digambarkan digambarkan pinggiran mulut yang terbuka, mata dan kelopaknya dengan penggambaran belalainya dihiasi sulur-suluran, bagian atas tampak samping, pelupuk matanya dihiasi membulat membentuk ukel ke bawah. Di bagian sulur-suluran dan bulu mata berupa garis- samping makara terdapat bentuk hiasan sulur garis. Di belakang mata digambarkan telinga menutupi matanya yang sipit. Sedangkan di dan mengenakan jamang. Di belakang telinga belakang mata digambarkan telinga distilir. Di digambarkan insang berbentuk melengkung belakang telinga digambarkan insang berbentuk dengan ujung di bawah, di tepian insang ini melengkung dengan ujung di bawah, di tepian digambarkan deretan bulatan. Pada makara ini insang ini digambarkan deretan bulatan. di bagian samping kanan terdapat prasasti yang Makara selanjutnya adalah Makara yang berbunyi[1] ||pamursitanira mpu ku [2] suma berada di ujung pipi tangga turun menuju ke || 0 \\(…..). (dibaca oleh Bambang Budi Utomo candi induk Kedaton. Makara dibuat dari batu dan Trigangga 2011).

Foto 7. Makara Candi Kedaton, tampak depan, samping dan belakang (Sumber: BPCB Jambi)

107

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

Bagian belakang makara, berupa bidang samping hingga di atas mata. Tokoh yang miring ke bawah dengan bentuk runcing di berada dalam mulut makara berupa prajurit bagian atas. Bidang miring di bagian belakang ada yang dipahatkan setengah badan dan tersebut dihias pola flora (sulur). Bagian ada yang penuh, ada pula yang digambarkan paling bawah berbentuk menonjol ke atas bentuk sulur. dengan puncak seperti mahkota, bagian ini Bagian samping (kanan dan kiri): mungkin dimaksudkan sebagai ujung ekor digambarkan lengkungan belalai yang dihiasi ular, sedangkan bagian kiri dan kanan bawah flora, bagian atas membulat membentuk ukel berupa sulur memanjang, hiasan ini berada di ke bawah. Penggambaran mata bervariasi, bagian bawah kepala ular. ada yang lonjong, terkesan mata sipit, ada yang agak bulat, bagian alis digambarkan 3.7 Makara Biaro Padang Lawas Abad ke- garis-garis. Di belakang mata agak ke 11-14 bawah digambarkan telinga. Bentuk telinga Padang Lawas adalah suatu kawasan bervariasi, ada yang runcing seperti daun, dengan tinggalanARKENAS arkeologi berjumlah ada yang persegi, dan ada yang melengkung setidaknya 26 situs. Situs-situs tersebut berada seperti kipas. di Kecamatan Gunung Tua, Kecamatan Di atas makhluk yang berada dalam Portibi, Kecamatan Padang Bolak, Kecamatan mulut dipahatkan bentuk bunga dan Padang Bolak Julu, Kecamatan Barumun, benangsari. Bagian paling atas ada yang Kecamatan Barumun Tengah, dan Kecamatan digambarkan makhluk yang tidak jelas, Sosopan yang kesemuanya termasuk dalam mungkin wajah kala (monster), berupa wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara dan penggambaran mata di samping kanan dan Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera kiri; Untuk makara yang di dalam mulutnya Utara. terdapat figur prajurit dalam posisi berdiri Makara dari biaro-biaro di Padang utuh, maka bagian puncak makara tidak Lawas dibuat dari batu pasir berbentuk kepala dipahatkan apa apa. Berbeda dengan makara- binatang dengan mulut terbuka lebar. Deretan makara lainnya, makara-makara Padang gigi bagian atas kadang tidak digambarkan, Lawas di bagian samping digambarkan tangan jika digambarkan gigi-gigi tersebut berbentuk atau kaki depan binatang, jari-jari dengan bulat di bagian bawah dan runcing di bagian kuku panjang tersebut mirip cakar binatang. atasnya. Sepasang cula digambarkan pada Di lengannya digambarkan memakai gelang bagian atas deretan giginya, menjuntai ke lengan (keyura). Bagian atas makara: Bagian ini sebenarnya merupakan bagian belakang makara, pada umumnya berupa bidang miring ke bawah. Bagian ujung kadang-kadang panjang, karena dipasang ke dalam pipi tangga. Bidang yang miring dihias dengan pola sulur gelung (recalcitrant) yang diisi dengan garis-garis tegak membentuk kelopak bunga. Sulur gelung tersebut kadang-kadang berbentuk bulatan-bulatan yang tidak bertolak belakang, pola isiannya tetap sama yaitu garis- Foto 8. Makara Biaro Bahal, Padang Lawas, tampak garis tegak yang membentuk kelopak bunga depan dan samping (Sumber: Pusat Arkeologi Nasional) (Susetyo 2010: 171-174).

108

Sukawati Susetyo, Makara Pada Masa Śrīwijaya

4. Persamaan dan perbedaan makara Di dalam mulut makara masa Matarām masa Matarām Kuno dengan makara Kuno dipahatkan figur binatang yang Śrīwijaya bentuknya bervariasi, yang paling banyak Persamaan dan perbedaan makara masa dijumpai adalah figur singa dan burung Matarām Kuno dengan makara masa Śrīwijaya kakak tua, namun ada juga yang dipahatkan diamati berdasarkan penggambaran komponen figur manusia misalnya pada Candi Sewu yang hampir selalu dijumpai dalam makara. dan Candi Gaṇ a, bahkan di Candi Lumbung Seperti sudah disebutkan di bagian depan bahwa dipahatkan bunga. Penggambaran bentuk makara adalah unsur bangunan candi berwujud bunga dalam mulut makara dijumpai pada makhluk mitologi yang merupakan kombinasi candi perwara, bukan candi utama. Di dalam dua ekor binatang atau lebih yang digambarkan mulut makara-makara Śrīwijaya figur yang dengan mulut terbuka lebar. Komponen yang dipahatkan ada tiga macam, yaitu manusia, selalu hadir adalah bagian kepala makara binatang dan flora. Figur manusia terdiri dari dengan mulut yang terbuka lebar, serta binatang- empat macam yaitu resi atau pendeta di Candi binatang yangARKENAS mewujud di dalamnya. Bumiayu, figur penjaga (Candi Solok Sipin), Penggambaran gigi makara pada masa figur prajurit (Biaro Padang Lawas), dan figur Matarām Kuno, umumnya berbentuk segiempat manusia yang belum jelas maksudnya siapa mirip gigi manusia, atau segitiga dengan (Candi Gumpung). Figur manusia dalam bagian atas runcing. Gigi-gigi tersebut selalu mulut makara Candi Gumpung dipahatkan dipahatkan, baik deretan gigi atas maupun setengah badan, penggambaran wajahnya bawah. Pada makara-makara masa Śrīwijaya kaku dengan dua tangan di depan badan pemahatan gigi berbeda bentuknya, pada namun tidak jelas menggambarkan siapa. Candi Kedaton misalnya, gigi atas berbentuk Figur prajurit ditemukan pada makara-makara bulat-bulat dengan dua goresan horizontal Padang Lawas dengan membawa senjata pada masing-masing gigi, sebenarnya bentuk dan perisai, sedangkan pada Candi Solok seperti ini agak sulit ditafsirkan sebagai gigi; Sipin berupa penjaga yang memegang gada. pemahatan gigi bawah terkadang berbentuk Makara dengan hiasan prajurit di mulutnya seperti sulur-suluran. Selain itu gigi pada yang dijumpai pada hampir semua makara makara Śrīwijaya juga ada yang berbentuk Padang Lawas, ditemukan juga di Kamboja bulat di bawah dan runcing di atas, misalnya (Khmer), Vietnam (Campa) dari Dong Duong ditemukan di Candi Bumiayu dan Padang dan Chanh Lo (Mulia 1982: 141). Tokoh Lawas. Selain bentuknya yang berbeda resi/pendeta pada makara Candi Bumiayu, pemahatan gigi pada makara Śrīwijaya kadang merupakan sesuatu yang menarik, figur resi hanya dipahatkan deretan gigi yang bawah ini jarang ditemukan di tempat lain. Figur saja atau atas saja. Dengan demikian yang binatang yang ditemukan pada makara-makara merupakan pembeda, pemahatan gigi pada Śrīwijaya berupa ular kobra dan binatang makara masa Śrīwijaya adalah bentuk dan mitos, keduanya ditemukan di Candi Kedaton. kehadiran (pemahatannya). Selain di Kedaton, figur-figur binatang mitos Pemahatan lidah selalu ditemukan pada yang menyerupai perpaduan antara monyet makara Matarām Kuno, pada makara Śrīwijaya dengan kambing ini juga ditemukan pada pemahatan lidah dijumpai pada makara-makara makara Candi Simangambat, suatu candi di di Candi Gumpung, Candi Kedaton, Candi Sumatera Utara dengan pertanggalan abad ke- Solok Sipin dan Candi Bumiayu, sedangkan 12-13 (Soedewo 2012). Mengenai figur pada Biaro-biaro Padang Lawas, lidah tidak burung kakak tua yang terdapat dalam makara dipahatkan. Candi Bumiayu, merupakan hal yang sangat

109

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

lazim ditemukan pada makara-makara zaman Padang Lawas penggambaran mata bervariasi, Matarām Kuno. ada yang sipit dengan bentuk mata lonjong dan Pada makara bagian tengah depan selalu ada yang agak bulat. dipahatkan untaian mutiara dan bunga baik Tidak semua candi-candi masa Śrīwijaya dalam bentuk kuncup atau mekar penuh (ceplok memahatkan bentuk insang sebagai “wakil” bunga). Untaian mutiara yang menggambarkan figur ikan, sedangkan di candi-candi Matarām benangsari bentuknya besar sepintas mirip Kuno hampir selalu ada. Penggambaran insang jagung, sehingga tidak proporsional jika hanya ditemui pada makara di Candi Solok dibandingkan dengan bunganya. Hampir semua Sipin dan Kedaton, sedangkan pada Candi makara memahatkan untaian mutiara ini, hanya Gumpung dan biaro-biaro Padang Lawas tidak saja makara Padang Lawas khususnya yang dijumpai. memahatkan figur prajurit dalam posisi berdiri Keistimewaan makara-makara dari penuh tidak terdapat untaian mutiara, mungkin Padang Lawas adalah adanya pemahatan karena tidak ada tempat lagi. Pada makara tangan atau kaki depan binatang yang berisi prajuritARKENAS setengah badan masih dipahatkan dipahatkan pada makara bagian samping. untaian mutiara di atas figur prajurit tersebut. Tangan tersebut digambarkan memakai gelang Pada bagian puncak atas makara lengan (keyura), demikian juga jika merupakan Matarām Kuno dipahatkan binatang dengan kaki depan binatang juga tetap menggunakan variasi yang tidak selalu sama pada setiap gelang lengan. Jari-jari kaki depan binatang candi, yang sering ditemukan adalah bentuk tersebut mempunyai cakar yang panjang. Hal singa, ada juga yang berbentuk ular, dan seperti ini tidak dijumpai pada makara-makara bunga. Bagaimana dengan candi-candi masa masa Matarām Kuno. Śrīwijaya? Di Candi Gumpung, Bumiayu dan Solok Sipin tidak ditemukan tokoh dimaksud, 5. Penutup namun pada Candi Kedaton, posisi tersebut Tujuan tulisan ini adalah ingin diisi oleh bentuk kepala kala yang mengenakan mengetahui ciri-ciri makara masa Śrīwijaya mahkota. Di biaro-biaro Padang Lawas dengan cara mencari persamaan dan perbedaan jarang ditemukan tokoh binatang di bagian makara masa Śrīwijaya dengan makara masa atas makara, hanya satu ditemukan yaitu di Matarām Kuno. Persamaan makara kedua biaro Bahal 1 berupa tokoh monster dengan masa terlihat pada bentuk makara berupa penggambaran mata besar dan wajah yang kepala binatang dengan mulut terbuka lebar. menakutkan. Di dalam mulut makara terdapat figur baik Pemahatan belalai gajah merupakan berupa binatang, manusia atau flora, terdapat hal yang umum dijumpai baik pada makara- pahatan bunga dan benangsari yang menjuntai makara masa Matarām kuno maupun Śrīwijaya. di atasnya. Pahatan yang selalu ada adalah Bentuk belalai tersebut pada prinsipnya sama belalai gajah. yaitu melengkung ke atas dan melingkar ke Adapun perbedaannya sekaligus dalam membentuk ukel. menjadi ciri khas dari makara masa Śrīwijaya : Pemahatan mata gajah pada candi-candi 1. Pemahatan gigi distilir menjadi bentuk masa Śrīwijaya dibuat bervariasi sesuai selera yang agak susah dikenali sebagai bentuk pemahatnya, ada yang bentuknya sipit ada pula gigi, bentuk gigi distilir tersebut dibuat yang besar. Pada Candi Gumpung dan Solok menyerupai suluran atau berbentuk bulat- Sipin mata dipahatkan bulat besar terkesan bulat terlalu besar. Selain gigi yang distilir, melotot, sedangkan pada Candi Kedaton mata gigi dibuat berbentuk kerucut, yaitu bulat gajah digambarkan sipit. Pada Biaro-biaro di bagian bawah dan runcing di atas.

110

Sukawati Susetyo, Makara Pada Masa Śrīwijaya

2. Figur manusia dalam mulut makara banyak Daftar Pustaka dijumpai pada makara-makara masa Hardiati, Endang Sri. 2007. “Seni Arca dan Śrīwijaya, tetapi jenisnya berbeda-beda, Pola Hias Percandian Bumiayu”, dalam figur prajurit merupakan ciri khas makara Tabir Peradaban Sungai Lematang. Hal. dari Padang Lawas, figur penjaga dijumpai 80-95. Palembang: Balar Palembang. pada makara Solok Sipin, sedangkan tokoh ------. 2010. “Sisa-sisa keindahan Pola resi dijumpai di makara Bumiayu Hias percandian Bumiayu, Sumatera Selatan”, dalam Pentas Ilmu di Ranah 3. Figur binatang yang ditemukan pada Budaya Sembilan Windu Prof. Dr. Edi makara-makara Śrīwijayaberupaularkobra Sedyawati. Hal. 753-770. Denpasar: dan “binatang mitos”, keduanya ditemukan Pustaka Larasan dan Tembi Rumah di Candi Kedaton. Selain di Kedaton, figur Budaya. “binatang mitos” juga ditemukan pada Mundardjito. 1986. “Metode Induktif- makara Candi Simangambat, suatu candi Deduktif“, dalam Penelitian Arkeologi Indonesia”, PIA IV. Jakarta: Puslit di Sumatera Utara dengan pertanggalan Arkenas. abad ke-12-13. ARKENASMulia, Rumbi. 1982. “Perbandingan Yaksa 4. Pada makara masa Matarām Kuno bagian dan Dvarapala dari Padang Lawas puncak hampir selalu dipahatkan binatang dengan Arca/Relief Sejenis di Asia seperti singa dan ular, hal seperti itu Tenggara”. Pertemuan Ilmiah Arkeologi tidak ditemukan pada makara Śrīwijaya, II. Hal. 141-151. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. khususnya di Candi Gumpung, Bumiayu dan Solok Sipin. Figur bagian atas makara Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional tersebut di Candi Kedaton diganti dengan Indonesia II. Jakarta: Departemen bentuk lainnya, pada Candi Kedaton Pendidikan dan Kebudayaan, Balai posisi tersebut diisi oleh bentuk kepala Pustaka. kala mengenakan mahkota. Di biaro-biaro Rahardjo, Supratikno. 2002. Peradaban Jawa Padang Lawas jarang ditemukan tokoh Dinamika Pranata Politik, Agama, binatang di bagian atas makara, hanya satu dan Ekonomi Jawa Kuno. Jakarta: Komunitas Bambu. ditemukan yaitu di Biaro Bahal 1 berupa tokoh monster dengan penggambaran mata Satari, Sri Soejatmi. 2002. “Sebuah Situs Hindu di Sumatera Selatan: Temuan Kelompok besar dan wajah yang menakutkan. Candi dan Arca di Bumiayu”. 25 Tahun 5. Tidak semua candi-candi masa Śrīwijaya Kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi memahatkan bentuk insang sebagai wakil dan École française d’Extrême-Orient. Hal. 113 -132. Jakarta: Pusat Penelitian ikan, sedangkan di candi-candi Matarām Arkeologi, École française d’Extrême- Kuno hampir selalu ada. Penggambaran Orient bekerja sama dengan Kedutaan insang hanya ditemui pada makara Candi Besar Prancis di Indonesia. Solok Sipin dan Kedaton. Soedewo, Ery, Andri Restiyadi, Repelita 6. Pada makara Padang Lawas tidak Wahyoe Oetomo. 2012. Jejak Peradaban dipahatkan lidah, pada bagian samping Hindu-Buddha di DAS Batang Gadis Kab. Mandailing, Sumatera Utara. makara digambarkan tangan atau kaki Laporan Penelitian Arkeologi. Medan: depan binatang. Pada bagian lengan/kaki Balar Medan, tidak terbit. tersebut selalu digambarkan memakai Soekmono R. 1973. Pengantar Sejarah gelang lengan (keyura). Kebudayaan Indonesia II. Yogyakarta: Kanisius. ***** Susetyo, Sukawati. 2007. “Permukiman di Lingkungan Kompleks Percandian

111

KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 23 No. 2, November 2014: 81-150

Bumiayu”, dalam Tabir Peradaban Utomo, Bambang Budi. 2001. “Kerajaan- Sungai Lematang. Kajian Sriwijaya di kerajaan Kuno di sekitar Selat Malaka Situs Candi Bumiayu. Hal.127-144. dalam Konteks Regional”, Proceeding Palembang: Balar Palembang. EHPA Mencermati Nilai Budaya Masa Lalu dalam Menatap Masa Depan. Hal. Susetyo, Sukawati. 2010. “Kepurbakalaan 145-159. Jakarta: Proyek Peningkatan Padang Lawas, Sumatera Utara: Penelitian Arkeologi Jakarta Tinjauan Gaya Seni Bangun, Seni Arca dan Latar Keagamaan”. Thesis. Jurusan Utomo, Bambang Budi. 2011. Kebudayaan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya, Zaman Klasik Indonesia di Batanghari. Universitas Indonesia, Depok: tidak Jambi: Dinas Kebudayaan dan terbit. Pariwisata Provinsi Jambi. Tanudirjo, Daud Aris. 1998-1999. Ragam Metode Penelitian Arkeologi dalam Skripsi Karya Mahasiswa Arkeologi Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta: Fak. ARKENASSastra UGM.

112