Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Provinsi Jawa Timur

Sumber Foto : Dockumentasi Sanggar Ludruk Arboyo

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan DAFTAR ISI

A. Pendahuluan

B. Pengertian Warisan Budaya Tak Benda

C. Penjelasan Kesenian Ludruk

D. Hasil Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Kota Surabaya

a. Narasumber: Hengki Kusuma (Sanggar Ludruk RRI Surabaya)

b. Narasumber: Kaswanto/ Cak Lupus (Sanggar Ludruk Arboyo Surabaya)

E. Kesimpulan dan Koreksi Kegiatan

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur

Latar Belakang dan Tujuan 1. Membangun satu Master Referensi Nilai Budaya Tak Benda 2. Membangun Informasi Kebudayaan, Pendidikan dan Bahasa yang terintegrasi

Batasan Verifikasi Validasi 1. Verifikasi dan Validasi Kesenian Ludruk di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur

Waktu Pelaksanaan: Tgl 1 s/d 4 November 2016 Yang Terlibat 1. Tim Pusat a. Iis Iswanto (PDSPK - Kemendikbud) b. Gunawan Bayu Aji (PDSPK - Kemendikbud) 2. Tim Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya 3. Narasumber Kesenian Ludruk (Hengki Kusuma “Sanggar Ludruk RRI Surabaya”) 4. Narasumber Kesenian Ludruk (Kaswanto/ Cak Lupus “Sanggar Ludruk Arboyo”)

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Pengertian Warisan Budaya Tak Benda

Warisan Budaya Tak Benda merupakan warisan budaya yang tidak bisa diindera dengan mata dan tangan, namun sebuah warisan budaya tak benda (WBTB) hanya bisa diindera dengan telinga dan akal budi. Warisan Budaya Tak Benda meliputi juga tradisi dan ekspresi lain, termasuk bahasa, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritual dan perayaan perayaan.

Contoh dari macam-macam warisan budaya tak benda antara lain lagu daerah, tarian daerah, upacara adat, makanan tradisional, dan lain sebagainya.

Warisan Budaya Tak Benda Terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1. Kategori daftar representatif, 2. Kategori daftar yang memerlukan perlindungan mendesak, dan 3. Kategori praktek terbaik (best practice).

Sumber : http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/2319/seluk-beluk-warisan-budaya-takbenda

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Kesenian Ludruk

A. Asal-usul dan Sejarah Ludruk

Ludruk merupakan suatu kesenian drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan tarian, lawakan, kidungan dan diiringi dengan sebagai musik.

Asal kata ludruk sampai belum ada kesimpulan yang pasti karena banyaknya versi yang menjelaskan asal mula kata ludruk tersebut. Secara etimologis, kata ludruk berasal dari kata molo-molo dan gedrak-gedruk. Molo-molo berarti mulutnya penuh dengan tembakau sugi yang hendak dimuntahkan dan keluarlah kata-kata yang membawakan kidung, dan dialog. Sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentak-hentak pada saat menari di pentas. Pendapat lain mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata-kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Gela-gelo berarti menggeleng-nggelengkan kepala pada saat menari, dan gedrak-gedruk berarti menghentakkan kaki di pentas pada saat menari. Apabila disesuaikan, kedua pendapat tersebut memiliki pengertian yang sama, Sumber Foto : Dockumentasi Sanggar Ludruk Arboyo yaitu verbalisasi kata-kata dan visualisasi gerak. Dengan kata lain, terdapat unsur nyanyian (kidung) dan unsur tari atau unsur bahasa dan gerak. Unsur bahasa atau verbal dalam ludruk terdiri atas dua macam bentuk verbal, yaitu nyanyian (kidungan) dan dialog (narasi). Sedangkan unsur gerak dapat berupa tarian pada saat mengidung dan akting pada saat memainkan peran di pentas.

Menurut Cak Lupus kata ludruk berasal dari bahasa belanda yaitu “Loedruck” yang berarti sebuah tontonan. Menurut versi lain kata ludruk merupakan serapan dari bahasa belanda yaitu “leuk en druk” yang mempunyai arti bersenang-senang sambil menonton pertunjukan.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Secara historis perkembangan ludruk bermula dari kesenian bandhan. Kesenian bandhan ini mempertunjukkan sejenis pameran kekuatan dan kekebalan yang bersifat magis dengan menitikberatkan pada kekuatan batin.

Kemudian berkembang menjadi kesenian lerok yang dipelopori oleh Pak Santik dari Jombang. Kata lerok yang diambil dari kata lira, yaitu alat musik yang berbentuk seperti kecapi (cimplung siter) yang dipetik sambil bersenandung mengungkapkan isi hati. Pada saat itu, Pak Santik menghias dirinya dengan cara mencoret-coret mukanya, memakai ikat kepala, bertelanjang dada, mengenakan celana berwama hitam, dan mengenakan selendang sebagai sampur. Dalam pementasan kesenian lerok itu Pak Santik memanfaatkan suara-suara dari mulutnya sebagai iringan musik. Lambat laun pementasan lerok memanfaatkan gendhang yang digunakan sebagai cimplung (semacam ketipung) dan jidhor (tambur besar).

Sumber Foto : Dockumentasi Sanggar Ludruk Arboyo Kemudian, terjadi penambahan pemain, menjadi tiga orang dan timbullah nama baru, yaitu kesenian besutan. Nama ini diambil dari nama tokoh pemeran utama, yaitu Pak Besut. Pemain lainnya bernama Asmonah (isteri Besut) dan Paman Jamino. Besut juga berasal dari bahasa jawa yaitu mbesut yang berarti membersihkan yang kotor atau menghaluskan atau mengulas. Adapun yang dibersihkan, dihaluskan, dan diulas adalah isi pertunjukan. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana, ditingkatkan agar lebih baik, sehingga maknanya yang tersirat dapat diulas oleh penonton. Besut juga merupakan akronim dari mbeto maksud (membawa maksud). Maksud yang dibawa adalah isi pertunjukan, yaitu yang terkandung dalam kidungan, busana, dialog, maupun cerita.

Bentuk kesenian besutan berubah lagi menjadi kesenian ludruk yang berbentuk dengan tokoh yang semakin bertambah jumlahnya. Bentuk ini tetap mempertahankan ciri khas ludruk seperti tarian ngremo, kidungan, dagelan, dan cerita (lakon). Kesenian ludruk mengalami dua era yaitu era tobongan dimana pemain ludruk berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain untuk “ngamen” dengan waktu yang tidak pasti tergantung antusias penduduk setempat, jumlah pemain kurang lebih 40 orang. Selanjutnya era teropan (ditanggap) dimana para pemain ludruk dipanggil untuk menghibur pada waktu ada hajatan, jumlah pemain kurang lebih 70 orang (termasuk penari dan penabuh gamelan).

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan B. Fungsi Ludruk

Ludruk merupakan pertunjukan kesenian yang fungsi utamanya adalah sebagai media hiburan masyarakat. Selain itu ludruk juga berfungsi sebagai pengungkapan suasana kehidupan masyarakat. Di samping itu, kesenian ini juga sering dimanfaatkan sebagai penyaluran kritik sosial terhadap situasi pemerintahan dan juga persoalan masyarakat yang terjadi. Kesenian ludruk diduga merupakan budaya rakyat yang lahir untuk “memberontak” model kesenian keraton dan istana semacam dan yang ceritanya terlalu elit dan tak menyentuh rakyat. Cerita-cerita ludruk umumnya mengangkat masalah kehidupan orang kecil sehari-hari dengan penggunaan bahasa yang lebih merakyat atau sederajat dan terkesan “kasar” tanpa unggah-ungguh (bahasa ngetannan) bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam pewayangan ataupun ketoprak. Pada jaman revolusi, ludruk bukan hanya berfungsi sebagai sarana hiburan saja melainkan juga sarana komunikasi antara pejuang

Sumber Foto : Dockumentasi Sanggar Ludruk Arboyo bawah tanah dengan rakyat yang menyaksikannya. Pada zaman Jepang kesenian ludruk berfungsi sebagai media kritik terhadap pemerintah. Ini tampak terutama dalam ludruk Cak Durasim yang terkenal dengan parikan “Pagupon omahe dara, melok Nippon tambah sengsara”. Dengan parikan serupa itu Cak Durasim ternyata berhasil membangkitkan rasa tidak senang rakyat terhadap Jepang. Cak Durasim akhirnya ditangkap dan meninggal dalam tahanan Jepang

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan C. Tata Acara Ludruk

Ludruk sebagai drama tradisional memiliki ciri khas, antara lain: 1. Pertunjukan ludruk tidak menggunakan naskah. Kekuatan ludruk berada pada improvisasi setiap lakon atau pemain. 2. Terdapat pemeran wanita yang diperankan oleh laki-laki. 3. Terdapat lantunan kidungan jula-juli, baik pada tari remo, tari bedayan, dagelan, dan cerita. 4. Iringan musik berupa gamelan berlaras slendro atau pelog. 5. Pertunjukan dibuka dengan Tari Ngremo. 6. Terdapat adegan Bedayan. 7. Terdapat sajian/adegan lawak/dagelan. 8. Terdapat selingan parodi. 9. Cerita luduk diambil dari cerita keseharian rakyat, cerita sejarah, dan merupakan ekspresi kehidupan sehari-hari. 10. Busana menyesuaikan cerita yang akan dipentaskan. 11. Bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa (ngetanan), madura, dan .

Struktur pementasan kesenian ludruk adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan, diisi dengan atraksi Tari Remo pria maupun wanita. Penari Remo biasanya melantunkan kidungan Jula-juli. 2. Selanjutnya Tarian Bedayan, berupa tampilan beberapa parodi dengan berjoget ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli. 3. Kemudian atraksi dagelan berupa tampilan seorang pelawak yang melantunkan satu kidungan jula-juli disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu. 4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela bagian ini biasanya diisi selingan dengan melantunkan satu kidungan jula-juli.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan D. Pernak- pernik Ludruk

1. Tari Remo Tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

2. Tari Bedayan Tari Bedayan mengandung makna keterbukaan diri dan kesederhanaan. Tari Bedayan merupakan penggambaran sifat dan sikap keterbukaan yang diungkapkan melalui kesederhanaan dan lugas.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan 3. Gamelan Gamelan digunakan untuk mengiringi tari remo, tari bedayan dan kidungan. Gamelan ini menggunakan gamelan berlaras slendro atau pelog. Perangkat gamelan tersebut terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, slentem, siter, seruling, ketuk, kenong, kempul dan gong.

4. Panggung Panggung Ludruk biasanya berbentuk panggung bingkai karena penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon Gamelan Panggung melalui sebuah bingkai. Panggung ini terdiri dari 4-5 bingkai yang massing-masing bingkai dipasang layar panorama. Layar panorama dan berbagai macam perabot diseting sedemikian rupa sesuai dengan latar cerita. 5. Pakaian atau kostum Pakaian atau kostum yang digunakan disesuaiakan dengan peran yang dimainkan. Pakain ini biasanya disediakan oleh manajemen ludruk, akan tetapi tidak jarang para pemain atau aktor membawa pakaiannya sendiri karena dianggap lebih pas dan nyaman ketika berakting. Kostum1 Kostum2

Sumber Foto : verval_wbtb_pdspk_2016 Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Sanggar Ludruk RRI Surabaya

Pembentukan ludruk RRI Surabaya dirintis oleh Sudino, Sumarso, Sidik Riaman,Sumadi, M.A Remu, dan Madiorini (Surati) pada tahun 1957. Karawitan dibantu rombongan Wongsokadi dibawah pimpinan Kadir Wongsokadi. Sedangkan tokoh-tokoh ludruk luar adalah Timbul Sarisin, Katik Marsaid, Kadirasmoro, dan Duldasi. Organisasi tersebut dibawah nama Ludruk Keluarga Studio Surabaya (LKSS) pimpinan Sudino dan Sumadi. Dibawah kepemimpinan Sahlan Seputro, pada tahun 1960 dibentuk tenaga tetap melalui testing namun masih terbatas tenaga karawitan dibawah pimpinan Kadir Wongsokadi dengan masa kontrak satu tahun, terdiri dari dua belas orang pengrawit dan dua orang pesinden. Sekarang ini ludruk RRI Surabaya tetap eksis pada tugas dan peranannya sebagai media hiburan, informasi dan pendidikan. Ludruk RRI Surabaya dianggap oleh masyarakat sebagai ludruk pemerintah, dimana anggota ludruk adalah terdiri dari pegawai negri sipil (PNS) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, pegawai honorer RRI Surabaya dan tenaga sukarelawan. Hengki Kusuma merupakan penggiat, pemerhati, pengamat, kurator dan seniman ludruk. Sekarang ini beliau tergabung sebagai tenaga sukarelawan ludruk RRI surabaya. Sebelum masuk sanggar ludruk RRI surabaya beliau sudah terlebih dahulu melintang di dunia ludruk. Beliau lahir pada tanggal 28 April 1962. Beliau bukanlah orang berdarah jawa melainkan berdarah Palu, akan tetapi kecintaanya terhadap ludruk sungguhlah luar biasa. Beliau mulai masuk dalam dunia ludruk pada tahun 1981 atau sekitar umur 19 tahun. Awalnya beliau hanya bertugas sebagai tenaga dekorasi, kemudian berkembang menjadi pemain gontok (pemain dalam adegan perang). Seiring berjalannya waktu beliau pun diangkat menjadi pemain figuran. Suatu ketika beliau pun ditawari menjadi pemeran utama dikarenakan paras wajahnya yang tampan (sesuai pengakuan beliau). Tidak hanya sampai di sini saja, karena pengalaman di dunia ludruk yang cukup lama, sekarang ini beliau sering dipanggil sebagai juri pentas lomba ludruk, beliau pun juga sering diundang sebagai pembicara atau memberikan seminar terkait dengan eksistensi ludruk saat ini. Hengki Kusuma (54 tahun)

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Dokumentasi kegiatan verval WBTB di kediaman Bp. Hengki Kusuma dan Gedung RRI Surabaya

Sumber Foto : verval_wbtb_pdspk_2016 Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan - Lokasi Sanggar berada di Jl. Pemuda No.27, RT.003/RW.01, Embong Kaliasin, Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur - Jarak Lokasi Sanggar dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya (Gedung Siola) kurang lebih 1,6 km bila jalan kaki dan 2,6 km bila berkendara karena harus memutar.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Sanggar Ludruk Arboyo Surabaya

Sanggar Ludruk Arek Suroboyo atau lebih dikenal sebagai Arboyo didirikan oleh Kaswanto atau cak Lupus pada tahun 1996. Sanggar ludruk ini bermarkas di Kampung Seni THR (Taman Hiburan Rakyat). Kampung Seni THR merupakan wadah yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk menggelar berbagai macam kegiatan kesenian. Di dalam kampung seni ini terdapat Panggung Pringgodani dimana sanggar ludruk arboyo tersebut melangsungkan acara. Sanggar ludruk ini dibentuk untuk menampilkan kesenian dan juga untuk melestarikan budaya. Cak Lupus lahir pada tanggal 25 April 1964 atau berumur 52 tahun saat ini. Beliau merupakan keturunan dari keluarga seniman ludruk, sehingga sejak dari kecil beliau sudah mengenal ludruk. Akan tetapi sekitar umur 18 tahun beliau baru benar-benar terjun di dunia ludruk. Hingga pada tahun 1996 beliau berhasil mendirikan sanggar ludruk arboyo. Dalam perjalanannya tentunya banyak hambatan yang terjadi terutama pada sektor regenerasi anggota. Banyak cara dilakukan beliau untuk menarik minat anak muda untuk berkarya lewat kesenian ludruk. Seperti membidik anggota saat usia SD, awalnya banyak anak-anak yang antusias akan tetapi seiring bertambahnya umur anak-anak tersebut satu persatu keluar dari keanggotaan. Beliau tidak menyerah begitu saja, melalui media facebook dan youtube beliau gencar mempromosikan sanggar ludruknya, al hasil banyak anak-anak sampai dewasa tertarik untuk bergabung. Jerih payah beliau tidak terbuang sia-sia, sanggar ludruk arboyo berhasil menorehkan beberapa prestasi seperti Juara II Ludruk se Jawa Timur di Jombang pada 2013, juara I Piala Wali Kota Surabaya 2012 dan tiga beasr di Piala Dispora Jatim 2013. Sekarang ini sanggar ludruk arboyo masih tetap eksis dan semakin disegani.

Kaswanto/ Cak Lupus (52 tahun)

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Dokumentasi kegiatan verval WBTB Bersama Cak Lupus Di Kampung Seni THR

Sumber Foto : verval_wbtb_pdspk_2016 Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan - Lokasi Sanggar berada di Jl. Kusuma Bangsa No.116-118, Tambaksari, Kota Surabaya, Jawa Timur - Jarak Lokasi Sanggar dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya (Gedung Siola) kurang lebih 2,1km bila jalan kaki dan 3,6km bila berkendara karena harus memutar.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Kesimpulan Kegiatan

Kata Ludruk secara etimologis adalah berasal dari kata molo-molo dan gedrak-gedruk. Molo-molo berarti mulutnya penuh dengan tembakau sugi (dan kata-kata, yang pada saat keluar tembakau sugi) tersebut hendak dimuntahkan dan keluarlah kata-kata yang membawakan kidung, dan dialog. Sedangkan gedrak-gedruk berarti kakinya menghentak-hentak pada saat menari di pentas (Ahmadi, 1987:7). Pendapat lain mengatakan bahwa ludruk berasal dari kata-kata gela-gelo dan gedrak-gedruk. Gela-gelo berarti menggeleng-nggelengkan kepala pada saat menari, dan gedrak-gedruk berarti menghentakkan kaki di pentas pada saat menari.

Kesenian Ludruk mengalami beberapa perkembangan, perkembangan Ludruk berawal dari Periode Kesenian Bandhan yaitu kesenian yang mempertunjukan kekuatan bersifat magis dengan menitikberatkan pada kekuatan batin. Kemudian berkembang menjadi Periode Kesenian Lerok atau disebut juga kledek lanang yaitu suatu seni pertunjukan yang mengutamakan nyanyi-nyanyian dalam bentuk kidungan dan pantun (parikan) yang mempunyai tema sindirian. Periode Kesenian Besutan, pada masa ini terjadi penambahan pemain menjadi tiga atau empat orang. Isi pertunjukan nya adalah membawakan maksud (mbekta maksud atau pembawa maksud) yang terkandung dalam kidung, busana, dialog, maupun cerita. Kemudian berubah menjadi Kesenian Ludruk yang berbentuk sandiwara dengan toko/pemain semakin bertambah jumlahnya. Menurut bapak Hengki Kusuma toko ludruk RRI Surabaya (narasumber yang kami wawancara), kesenian ludruk mengalami perkembangan dua era yaitu era tobongan dan era teropan. Dimana era tobongan pemain ludruk berpindah-pindah dari desa ke desa lain untuk “ngamen” dengan waktu yang tidak pasti tergantung antusias penduduk setempat, jumlah pemain kurang lebih 40 orang. Selanjutnya era teropan (ditanggap) dimana para pemain ludruk dipanggil untuk menghibur pada waktu ada hajatan, jumlah pemain kurang lebih 70 orang (termasuk penari dan penabuh gamelan).

Meskipun ludruk telah mengalami beberapa perkembangan, namun Seni Ludruk tidak melepaskan empat unsur elemen penting yaitu Ngremo, Kidungan, Dagelan dan Cerita (Lakon). Cerita yang dibawakan adalah peristiwa saat ini yang berkaitan dengan cerita kehidupan rakyat, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan serta diiringi dengan gamelan musik. Sedangkan ketoprak membawakan kisah yang terjadi di masa lalu (berdasarkan sejarah atau dongeng).

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Koreksi Kegiatan

Tim Pusat 1. Agar memperbanyak referensi dan membuat format list pertanyaan untuk wawancara dengan narasumber (maestro) di daerah. 2. Mencari informasi terkait sanggar, padepokan ataupun tempat belajar yang akan dikunjungi.

Kendala 1. Kedatangan tim PDSPK tidak berketepatan dengan waktu pementasan kesenian ludruk, sehinga tidak dapat langsung melihat dan mengabadikan pementasan ludruk tersebut.

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan Arah Integrasi Informasi Berbasis Spasial Yang Terintegrasi Sudah ada di Data Warehouse Kemendikbud

Kantor Pendidikan

Sekolah Overlay dengan Google Maps Cagar Budaya

Rumah Direktorat Museum Jenderal Kebudayaa Tempat-tempat Umum n

Kawasan Cagar Budaya BIG Badan Informasi Geospasial (Kebijakan Satu Peta) Pusat Belajar (Bahasa, Kebudayaan, Ketrampilan, Kementerian Sanggar, Padepokan dll) Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan TERIMA KASIH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

BEKERJASAMA DENGAN

DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA SURABAYA

Kementerian Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan dan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud © 2016 Kebudayaan