<<

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

PENERAPAN DIR FLOORTIME PADA ANAK DENGAN SPECTRUM DISORDER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL

Elita Kirana1), Ediasri T. Atmodiwirjo2), dan Debora Basaria3) Program Studi Magister Psikologi, Universitas Tarumanagara, 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]

ABSTRACT: Children with autism have deficit characteristics in social communication and social interaction, as well as restricted and repetitive patterns of behavior, and limited interests or activities. As children grow and engage in a wider environment, this is become a problem because of the lack of social skills on children with autism. The purpose of this research is to improve the social skills of children with autism. There are several methods that can be applied to children with autism to improve their social skills. One of them is the DIR (Developmental, Individual Differences, & Relationship Based) Floortime method. DIR Floortime aims to help children reach the stage of their emotional development through play activities. This type of research is a clinical case study, involving two middle childhood boys that are diagnosed with a mild level of autism. The instruments used in this study are Autism Social Skills Profile and Functional Emotional Assessment Scale. This research involves 20 sessions, conducted in May until June 2018, consisting of 10 sensory sessions and 10 symbolic sessions for each subject. The results of this research show an improvement in social skills in both participants, marked by an increase in the post test scores, but not significantly. Qualitatively, both subject demonstrates an improvement on social skills in their daily behavior after they had participated in the intervention. Keywords: disorder, middle childhood, DIR Floortime,social skills

ABSTRAK: Anak autistik memiliki karakteristik kesulitan dalam komunikasi dan interaksi sosial serta adanya yang minat terbatas, perilaku berulang, atau keterikatan dalam minat dan aktivitas. Hal ini menjadi masalah saat anak tumbuh seiring usia dan terlibat dalam lingkungan yang lebih luas karena kurangnya kemampuan sosial pada anak autistik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sosial anak autistik. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan pada anak autistik untuk meningkatkan kemampuan sosial. Salah satunya adalah metode DIR (Developmental, Individual Differences, & Relationship Based) Floortime. DIR Floortime bertujuan membantu anak mencapai tahap perkembangan emosionalnya melalui kegiatan bermain. Jenis penelitian ini adalah case study yang melibatkan dua orang partisipan, yaitu anak laki-laki berusia middle childhood dengan autisme level Mild. Instrumen dalam penelitian ini adalah Autism Social Skills Profile dan Functional Emotional Assesment Scale. Penelitian ini berlangsung selama 20 sesi intervensi yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2018. Sesi intervensi terdiri dari 10 sesi sensori auditori dan 10 sesi simbolik bagi masing-masing subjek. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada kapasitas emosi, tetapi kemampuan sosial kedua partisipan tidak meningkat secara signifikan. Secara kualitatif, kedua subjek menunjukkan kemampuan sosial yang lebih baik setelah mengikuti sesi intervensi, hal ini tampak dalam perilaku sehari-hari. Kata kunci: autisme, middle childhood, DIR Floortime, kemampuan sosial

PENDAHULUAN & Pelphrey, dalam Blaney, Krueger, Millon, 2015). Autisme kemudian dipahami Leo Kanner pada tahun 1943 sebagai disabilitas perkembangan yang pertama kali mendeskripsikan kata autisme berlangsung seumur hidup akibat dari untuk merujuk pada anak yang mengalami fungsi otak yang abnormal (Sharpe & gangguan perkembangan bahasa dan Baker, 2007). Austism spectrum disorder sosialisasi (Dixon, Tarbox, & Najdowski, mencakup rangkaian perbedaan dan 2010). Kemunculannya secara resmi pada kemampuan yang sangat luas (Levesque, tahun 1980 di DSM III menjadikan 2011). Pada umumnya, anak autistik penelitian mengenai autisme semakin menunjukkan tantangan dalam 2 macam meningkat dari waktu ke waktu (Volkmar area. Area pertama adalah fondasi dasar

133

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871 dalam hubungan, komunikasi, dan berpikir, Anak dengan masalah perilaku akan seperti kesulitan dalam komunikasi sosial menunjukkan defisit pada kemampuan timbal balik, yang merupakan dasar dari sosial, karena memberikan respons pada hubungan. Area kedua adalah gejala-gejala stimulus sosial yang ada dengan cara yang khusus seperti perilaku repetitif, stimulasi tidak terprediksi (Shores & Jack, 1996). diri, dan self absorption (APA, 2013). Di Anak autistik cenderung mengalami Indonesia sendiri, Judarwanto kesulitan dalam kemampuan sosial yang memperkirakan bahwa pada tahun 2015 berhubungan dengan interaksi orang lain terdapat 1 dari 250 anak mengalami baik langsung maupun tidak langsung. autisme, sehingga kurang lebih terdapat Umumnya, kekurangan kemampuan sosial 12.800 anak dengan autisme dan 134.000 anak dengan ASD melibatkan area orang dengan autisme (Apa Kabar Anak berbicara, kaidah bahasa, dan interaksi dengan Autisme di Indonesia, 2017). interpersonal (White & Keonig, 2007). Walaupun berangkat dari kesamaan Tanda adanya gangguan sosial pada anak kriteria autisme, tetapi anak autistik autistik juga tampak pada rendahnya menunjukkan gejala utama yang berbeda komunikasi verbal dan nonverbal, satu sama lain. Menurut Mash dan Wolfe rendahnya kemampuan meniru, kurangnya (2013), hal ini dipengaruhi oleh tiga hal, afeksi normal, buruknya atau tidak adanya yaitu: (1) tingkat kecerdasan individu, yaitu kelekatan, kurangnya minat terhadap orang anak dapat berada dari rentang profound lain, dan rendahnya aktivitas imajinatif hingga kecerdasan diatas rata-rata. (2) seperti bermain (Pelios & Lund, 2001). tingkat keparahan gangguan bahasa, yaitu Defisit kemampuan sosial ini berpengaruh anak dengan ASD dapat berada pada titik di pada interaksi anak dengan keluarga, teman manapun antara 2 ekstrim, yaitu diam dan sebaya, dan orang dewasa lain (Rao, Beidel, banyak bicara, serta (3) perubahan perilaku & Murray, 2008). Defisit kemampuan seiring usia, yaitu beberapa anak sosial yang terus menerus menjadikan anak menunjukkan sedikit kemajuan, sementara dengan autisme kesulitan membentuk beberapa anak mengembangkan bicara atau sebuah hubungan (Tse, Strulovitch, lebih bersosialiasi, yang biasanya Tagalakis, Meng & Fombonne, 2007). dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan anak Sementara itu, beberapa penelitian dan mendapat terapi wicara sejak dini. mengenai metode intervensi autisme telah Pada saat anak memasuki usia banyak terbukti secara ilmiah berdampak sekolah, hubungan antara orang tua dan signifikan, misalnya: (a) Applied Behavior anak mengalami perubahan. Sementara itu, Analyis (ABA), (b) menjalin hubungan dengan teman sebaya (DTT), serta (c) Functional Communication memberi dampak penting dalam konteks Training (FCT). Sementara itu, beberapa perkembangan anak, seperti berkontribusi jenis intervensi yang menjanjikan bagi dalam pemahaman diri dan orang lain. penanganan autisme adalah: (a) play Pertemanan juga mengembangkan rasa therapy, (b) supportive therapies, dan (c) percaya dan sensitivitas (Berk, 2014). developmental relationship-based treatment Selain itu, interaksi positif dengan teman atau DIR Floortime (Lindgren & Doobay, juga membantu perkembangan kemampuan 2011). The Developmental, Individual sosial seperti kemampuan interpersonal, Difference, Relationship-Based, atau kemampuan komunikasi, pemahaman dan dikenal dengan DIR Floortime adalah regulasi emosi, serta kemampuan model kerangka interdisipliner yang mengontrol perilaku agresif (“Social memungkinkan orang tua, pendidik, atau Skills”, 2009). Namun, sulit untuk tenaga klinis bermain sekaligus melakukan memastikan bahwa semua anak dapat asesmen menyeluruh dan melaksanakan berada di sekolah dan mengetahui program intervensi yang komprehensif, bagaimana harus berperilaku dan memberi dengan mengembangkan keunikan anak dan respons yang sesuai pada berbagai situasi keluarga yang sesuai dengan profil defisit sosial (Johns, Crowley, & Guetzloe, 2005). pada anak (Hess, 2013).

134

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

The Autism Society of America Metode DIR Floortime termasuk dalam memperkirakan biaya merawat anak dengan format pendekatan perilaku naturalistik, ASD sepanjang usia berkisar antara 3,5 juta yang berbeda dengan pendekatan lain sampai dengan 5 juta US Dolar, yang karena mengajarkan anak pada situasi tidak termasuk dalam penelitian, kesehatan, terstruktur seperti bermain, kesempatan pendidikan, tempat tinggal, terapi, dan belajar diawali oleh anak, dan penggunaan biaya pengasuh (Lindgren & Doobay, bantuan, penguatan, maupun fading (Dixon, 2011). Sementara itu, DIR Floortime Tarbox, & Najdowski, 2010). Keuntungan dikenal sebagai metode intervensi yang dari penerapan metode ini dalam berbiaya rendah dan dapat diaplikasikan mengajarkan kemampuan sosial adalah oleh profesional sebagai konsultan banyak kemampuan sosial terjadi pada sementara orang tua berperan sebagai kondisi tidak terstuktur karena memang model terapis (Pajareya & seharusnya terjadi, seperti kemampuan Nopmaneejumruslers, 2011). DIR berbincang pada jam makan siang, Floortime dikembangkan oleh Stanley kemampuan berbagi pada saat bermain, Greenspan pada awal 1990an untuk kemampuan giliran pada saat bermain mendorong orang dewasa terlibat dalam permainan tertentu, dan lainnya (Dixon, sesi bermain terstruktur dan spontan yang Tarbox, & Najdowski, 2010). bertujuan membangun hubungan, DIR Floortime di Indonesia keterikatan sosial, berpikir kompleks, dan dikembangkan oleh Yayasan Ayo Main! pemecahan masalah pada anak dengan ASD dan masih jauh dari jangkauan masyarakat (Lang, Hancock, & Singh, 2016). Secara Indonesia karena keterbatasan informasi sederhana, Floortime dipahami sebagai dan sumberdaya manusia yang mendalami teknik di mana orang dewasa turun ke lantai pendekatan ini. Padahal, pendekatan ini dan bermain serta bekerja sama dengan amat ideal diterapkan pada daerah dengan anak selama 20 menit atau lebih untuk tingkat kemiskinan yang tinggi karena menguasai kapasitas perkembangan dengan dapat dipelajari, dimulai dan diterapkan memahami perbedaan kondisi emosi, sosial, secara mandiri di rumah maupun disekolah dan intelektual anak, serta perbedaan (Komunitas DIR/Floortime Indonesia, motorik, sensori, dan fungsi bahasa anak 2009). Penelitian penerapan Floortime di (Hess, 2013). Indonesia sendiri juga masih terbatas, Komponen utama dari DIR namun menunjukkan hasil yang positif. Floortime adalah interaksi sosial timbal Misalnya saja, ‘Pengaruh Penerapan balik, yang dinamakan lingkaran Floortime terhadap Kemampuan Berbahasa komunikasi (Lang, Hancock, & Singh, Pada Anak Autistik’ oleh Pangestika (2013) 2016). Aspek penting dari DIR Floortime pada 3 orang subyek yang mengalami adalah pemahaman pada aspek penting peningkatan kemampuan bahasa setelah kapasitas anak yang butuh dikembangkan, mengikuti sesi Floortime. Hal ini dibandingkan faktor perilaku (Mercer, menjadikan peneliti ingin mengetahui 2015). Tujuan penerapan Floortime antara dampak dari penerapan DIR Floortime pada lain mendorong munculnya atensi dan anak usia middle childhood dengan Autism keakraban, komunikasi dua arah, Spectrum Disorder untuk meningkatkan mendorong munculnya ekspresi dan kemampuan sosial. penggunaan perasaan serta gagasan, dan pemikian logis (Greenspan & Wieder, Autism Spectrum Disorder 2008). Autisme berasal dari kata “Autos” Anak dengan autisme kesulitan yang berarti diri sendiri dan “isme” yang mencapai tahapan dalam bermain karena berarti suatu paham atau aliran sehingga, adanya masalah motorik kasar atau halus, autism diartikan sebagai suatu paham atau komunikasi ekspresif atau reseptif, dan aliran yang tertarik pada dunianya sendiri imitasi, yang menjadi halangan bagi anak (Suryana, 2004). Wall (2004) menyatakan autisme dalam bermain (Hess, 2013). autisme sebagai anak yang tidak tertarik

135

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871 pada dunia sekitarnya. Secara harafiah untuk melakukan asesmen menyeluruh dan autism dapat diartikan sebagai ketertarikan mengembangkan program intervensi yang pada dunianya sendiri dan tidak pada dunia menyasar pada tantangan keunikan dan di luar dirinya. Autism Spectrum Disorder kekuatan anak dengan ASD atau gangguan adalah kelompok dari disabilitas perkembangan lainnya. Tujuan dari DIR perkembangan neuro yang didefinisikan Floortime a dalah membangun fondasi yang dengan penurunan signifikan pada interaksi sehat bagi kapasitas intelektual, emosi, dan sosial, defisit pada komunikasi, dan adanya social dibandingkan mengembangkan perilaku kaku atau minat yang terbatas kemampuan atau mengisolasi perilaku (Lindgren & Doobay, 2011). tertentu (Greenspan &Wieder, 2008). Secara umum, terdapat 6 tahapan Kemampuan Sosial perkembangan fungsi emosi dalam konsep Kemampuan sosial adalah perilaku DIR Floortime mengacu pada ICDL-DMIC belajar yang melibatkan interaksi dengan (2005). orang lain di mana memungkinkan individu untuk mampu berfungsi secara kompeten METODE PENELITIAN dalam tugas sosial (Cook, Gresham, Barreras, Thornton, and Crews, 2008). Partisipan dalam penelitian ini Kemampuan sosial melibatkan perilaku adalah dua orang anak laki-laki yang belajar spesifik dari inisiatif dan respons memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) perilaku, serta membutuhkan interaksi berusia middle childhood, (2) telah dengan orang lain (Little, Swangler, Akin- didiagnosa dengan autism spectrum Little, 2017). disorder, level mild, (3) taraf kognitif Bellini dan Hopf (2007) berada dalam rentang disabilitas intelektual, merumuskan aspek dalam kemampuan khususnya kategori moderate, dan (4) sosial adalah timbal balik sosial, partisipasi mendapat terapi lain seperti terapi wicara, sosial atau menarik diri, dan perilaku sosial okupasi, dan fisioterapi. Selain itu, kedua mengganggu. Timbal balik sosial, merujuk subjek merupakan siwa di sebuah SD-SLB pada kemampuan yang diperlukan untuk di daerah Jakarta Barat, yaitu SLB Tr. menjaga keberhasilan interaksi timbal balik Penelitian ini menggunakan sosial. Partisipasi sosial atau menarik diri, Clinical Case Study dengan A-B design. yaitu merujuk pada keterlibatan sosial atau Autism Social Skills Profile dianalisis untuk penarikan diri dari partisipasi sosial. mengetahui perbandingan hasil sebelum Perilaku sosial menganggu, merujuk pada dan sesudah pemberian intervensi. perilaku tidak pantas yang dapat mengarah Dalam pengukuran, Autism Social pada interaksi negatif dengan teman sebaya. Skills Profile (ASSP) digunakan untuk mengukur variable dependen dalam DIR Floortime penelitian ini, yaitu kemampuan sosial. DIR Floortime adalah pendekatan ASSP terdiri dari 45 item yang mengukur pragmatis sosial yang digunakan untuk fungsi sosial anak dan remaja dengan ASD membantu anak dengan autisme mengacu pada tiga bagian skala, yaitu mengembangkan kemampuan verbal dan timbal balik sosial, partisipasi sosial atau sosial, dan dikembangkan oleh Dr. Stanley menarik diri, dan perilaku sosial Greenspan melalui permainan dalam rangka mengganggu. Terdapat 23 item pada membangun lingkungan natural yang dimensi timbal balik sosial, 12 item pada membantu anak mencapai tahap dimensi partisipasi sosial atau menarik diri, perkembangan bahasa dan kemampuan dan 10 item pada bagian perilaku sosial yang sesuai (Matheson, 2016). DIR mengganggu. 33 butir merupakan bentuk adalah singkatan dari The Developmental, pernyataan positif, sedangkan 12 butir Individual Difference, Relationship-based, dalam bentuk pernyataan negatif. Contoh yaitu sebuah kerangka yang membantu butir pertanyaan dalam ASSP adalah petugas klinis, orang tua dan pendidik

136

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

“Mengajak teman sebaya untuk bergabung sosial. Selain itu, peneliti memberikan dalam kegiatannya”. pelatihan kepada orang tua dan Selain itu, Functional Emotional menghimbau agar menerapkannya di Assesment Scale (FEAS) dari Greenspan rumah. Kemudian, peneliti melakukan dan DeGangi (2000) digunakan sebagai monitoring dan evaluasi kepada subjek instrumen observasi pada setiap sesi DIR selama 2 minggu. Floortime. FEAS terdiri 33 butir pernyataan Intervensi ini terdiri dari 5 sesi pre- perilaku yang terdiri dari 6 subtes, yaitu test, 20 sesi intervensi, dan 5 sesi post-test. berasal dari 6 tonggak perkembangan dari Setiap sesi dilaksanakan pada jam sekolah, Greenspan: (1) regulasi diri, (2) keakraban, dimana setiap harinya terdiri dari 2-3 sesi, (3) komunikasi 2 arah, (4) komunikasi masing-masing sesi berdurasi 20-30 menit. kompleks, (5) gagasan emosional, dan (6) Sehingga, total waktu yang dibutuhkan berpikir emosional. Sistem skoring FEAS untuk pelaksanaan intervensi adalah 2 hari menggunakan skala 0 sampai 2 untuk setiap untuk sesi pre-test, 7 hari untuk sesi tonggaknya. Skor kemudian dapat intervensi, dan 2 hari untuk sesi post-test. dijumlahkan per subtes maupun secara Setiap anak mendapatkan 2 macam keseluruhan untuk mendapat total skor. sesi, yaitu sesi permainan sensori dan sesi Semakin tinggi skor FEAS permainan simbolik berdasarkan profil mengindikasikan semakin tingginya keunikan individu. Hal ini ditentukan kapasitas fungsi emosi anak. Norma FEAS berdasar hasil observasi terhapap subjek mengacu pada Greenpan, DeGangi dan dan wawancara terhadap orang tua maupun Wider pada tahun 2001, yaitu 0-45 poin guru sebelum intervensi. Kebetulan, kedua kategori kurang, 46-47 poin kategori resiko, subjek sama-sama memiliki preferensi dan 48-66 kategori normal. sensori berupa auditori, sehingga rancangan Pada dua orang anak laki-laki dari permainan sensori subjek M dan H sama. SLB Tr yang memenuhi kriteria partisipan Sementara itu, rancangan permainan yaitu berusia middle childhood, telah simbolik bagi subjek H berdasarkan pada didiagnosa dengan autism level Mild, dan minatnya pada makanan dan kereta, mendapat terapi lain, peneliti melakukan sedangkan rancangan permainan subjek M observasi dan wawancara pada orang tua berdasarkan pada minatnya yang lebih maupun guru untuk mengetahui aspek besar pada mobil dan alat transportasi. Developmental, Individual Differences, dan Relationship. Subjek kemudian mengikuti 5 HASIL DAN PEMBAHASAN sesi baseline dengan menggunakan alat ukur Functional Emotional Assesment Pada sesi intervensi 1 hingga sesi Scale untuk mengetahui tingkat 20, dilakukan observasi secara mendetail perkembangan emosi dan pre-test Autism untuk mendapat gambaran dari subjek Social Skills Profile untuk mengetahui secara menyeluruh. Khususnya, dalam area kemampuan sosial keduanya. Dua macam perkembangan kapasitas emosi subjek. sesi kemudian dirumuskan, yaitu sesi Berikut adalah grafik yang menggambarkan sensori auditori dan sesi simbolik uraian total skor FEAS subjek H sejak sesi berdasarkan preferensi subjek. Terdapat 20 1 hingga sesi 20 intervensi DIR Floortime. sesi dilaksanakan, dengan setiap sesinya berlangsung 20-30 menit dan 2-3 sesi setiap Gambar 1. Skor FEAS sesi intervensi H harinya. Alat ukur ASSP kembali diadministrasikan setelah sesi terakhir intervensi dan dilaksanakan juga 5 sesi post-test. Hasil pre-tes dan post-tes untuk alat ukur FEAS dan ASSP kemudian akan di uji dengan Wilcoxon untuk mengetahui dampak dari program intervensi terhadap perkembangan emosi dan kemampuan

137

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

Pada H, secara umum grafik H intervensi, yaitu kurang tidur sejak dari menunjukkan peningkatan ke arah yang rumah. Sejak pagi hari datang ke sekolah, lebih tinggi. Namun, pada beberapa sesi M berceloteh dan marah-marah terus terjadi penurunan skor dibanding sesi-sesi menerus, hingga ayah dan ibunya harus sebelumnya. H menunjukkan skor terendah menenangkannya. Saat pelajaran di kelas pada 3 sesi di pertemuan 1. Hal ini pun, M berulang mengucapkan bahwa ia tampaknya dikarenakan intervensi baru ingin tidur dan marah saat di tegur. Bahkan, berjalan, sehingga H yang sejak awal sesi M sempat dibiarkan oleh sang guru agar baseline cenderung pasif dan bermain terlelap untuk beberapa saat karena kondisi dalam dunianya sendiri serta tidak M yang sudah tidak kondusif untuk menanggapi peneliti. H seperti belum mengikuti pelajaran dan juga menganggu terbiasa dan juga belum berminat teman-temannya. Saat dikonfirmasi kepada mengeksplorasi mainan. Sesi-sesi sang ibu, ternyata pada malam hari M selanjutnya menunjukkan skor H cenderung bangun dan mencari handphone sang ibu dalam arah meningkat. yang disembunyikan, kemudian Di sisi lain, pada sesi 7, 14, dan 19, memainkannya sepanjang malam tanpa H menunjukkan skor yang tinggi. Hal ini sepengetahuan sang ibu. tampaknya dipengaruhi oleh kesadaran H Sementara itu, pada sesi 9, M sejak awal bahwa ia akan mengikuti sesi menunjukkan skor yang sangat tinggi dengan peneliti. H menarik tangan peneliti hingga 50 poin karena suasana hati M yang dan menuju ruang guru untuk meminta ijin baik sejak pagi dan M yang sangat menanti- akan mengikuti sesi dengan peneliti, tanpa nantikan saatnya untuk mengikuti sesi peneliti mengajaknya terlebih dahulu. H intervensi bersama peneliti. Sejak pagi, M pun kemudian bersemangat menuju ruangan antusias mengatakan kepada gurunya intervensi dan antusias mengambil sendiri bahwa ia mau bermain dengan peneliti dan mainan singing bird kesukaannya. Selain berkali-kali mengintip ke ruangan tempat itu, pada sesi-sesi tersebut H juga intervensi biasa berlangsung. Hal ini menunjukkan variasi minat untuk bermain menjadikan M sangat ceria sepanjang berbagai macam mainan yang ada di bermain dan juga mampu menunjukkan hadapannya, sehingga H mendapat perasaannya kepada peneliti maupun kesempatan mengeksplorasi berbagai berempati kepada peneliti. M juga dapat mainan dan membuatnya dapat bermain dengan lebih variatif dan mengeluarkan berbagai gagasan emosional mengembangkan ide-ide berisi gagasan dalam permainannya. emosional. Berikut adalah grafik yang menggambarkan uraian total skor FEAS Evaluasi Perkembangan Kapasitas Emosi subjek M sejak sesi 1 hingga sesi 20 Hasil perbandingan perolehan skor intervensi DIR Floortime. pre-test dan post-test pada alat ukur FEAS dapat dilihat pada tabel 1. Gambar 2. Skor FEAS sesi sntervensi M Tabel 1. Perbandingan skor FEAS baseline dan post-test

Berdasarkan grafik 2, M menunjukkan skor yang rendah pada sesi 2 dan sesi 7. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh kondisi M sebelum mengikuti

138

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

peningkatan sebesar 0,14 poin, sedangkan Berdasarkan tabel diatas, dapat M sebesar 0,09 poin. Pada subjek H, diketahui bahwa subjek M dan subjek H tampak bahwa H mengalami peningkatan secara umum sama-sama mengalami pada seluruh aspek, yaitu timbal balik peningkatan pada area kapasitas emosi sosial, partisipasi sosial, dan perilaku sosial subjek setelah mengikuti sesi intervensi menganggu. Peningkatan terbesar pada H DIR Floortime. Namun, rata-rata skor pre- terlihat pada dimensi perilaku sosial test dan post-test subjek H dan M masih mengganggu, yaitu hingga 0,3. Hal ini berada pada kisaran 0-45, yaitu tergolong menunjukkan bahwa H perilaku sosial dalam kategori kurang menurut Greenspan, mengganggu H cenderung menurun. DeGangi dan Wider (2001). Sementara, Sementara itu, subjek M menunjukkan berikut merupakan hasil uji statistik pre-test peningkatan pada dimensi timbal balik dan post-test skor FEAS. sosial dan partisipasi sosial, namun mengalami penurunan pada aspek perilaku Tabel 2. Uji signifikasi skor FEAS baseline sosial menganggu. Peningkatan tertinggi dan post-test terdapat pada dimensi timbal balik sosial, Baseline – post-test yaitu sebesar 0,19. Namun, M Z -2,499b menunjukkan adanya penurunan pada Asymp. Sig. ,012 dimensi perilaku sosial mengganggu (2-tailed) sebesar 0,05. Peneliti kemudian melakukan uji statistika untuk mengetahui signifikasi Berdasarkan tabel 2 dapat dari perubahan skor pre-test ke post-test. disimpulkan bahwa DIR Floortime efektif meningkatkan kapasitas emosi pada subjek Tabel 4. Uji signifikasi pre-test dan post- secara signifikan (p<0,05). Hal ini dilihat test ASSP dari perbedaan skor tonggak perkembangan Pre-test – post-test keseluruhan yang di observasi dari 5 sesi Z -1,782b baseline dan 5 sesi post-test. Asymp. Sig. 0,075 (2-tailed) Evaluasi Kemampuan Sosial Berikut merupakan hasil ringkasan Berdasarkan hasil uji signifikansi perbandingan perolehan skor pre-test dan pada tabel 4.23, dapat disimpulkan bahwa post-test pada alat ukur ASSP kedua subjek. peningkatan skor kedua subjek tergolong tidak signifikan (p>0,05). Hasil ini Tabel 3. Perbandingan pre-test dan post- dikarenakan skor peningkatan dari pre-test test ASSP ke post-test tidak cukup signfikan menggambarkan adanya perubahan berarti. Namun, peningkatan kemampuan sosial kedua subjek dapat diketahui secara kualitatif.

DISKUSI

Berdasarkan kesimpulan penelitian, diketahui bahwa DIR Floortime dapat meningkatkan kemampuan sosial pada anak autistik, walau tidak signifikan. Hasil ini Berdasarkan skor pada alat tes sejalan dengan penelitian dari Lal dan Autism Social Skills Profile, subjek M dan Chhabria (2013) bahwa intervensi subjek H sama-sama mengalami Floortime dapat meningkatkan kemampuan peningkatan pada tiga dimensi kemampuan sosial pada anak dengan ASD. Namun, sosial. Secara menyeluruh, H mengalami hasil yang tidak signifikan kemungkinan

139

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adanya berpengaruh pada peningkatan fungsi emosi peningkatan signifikan pada perkembangan pada diri M. emosi, namun hasil yang tidak signifikan Temuan menarik lainnya adalah pada kemampuan sosial menunjukkan dalam hal kapasitas fungsi emosional yang perbedaan keduanya, yaitu internal dan tidak lepas dari kemampuan kognitif. M eksternal. Perkembangan emosi yang lebih yang memiliki tingkat inteligensi lebih bersifat internal tampaknya lebih mudah unggul dari H menunjukkan rentang skor terlihat oleh orang di sekitarnya, sementara kapasitas fungsi emosional yang lebih kemampuan sosial yang bersifat eksternal, tinggi dibandingkan H. Semakin tinggi cenderung membutuhkan waktu yang lebih tingkat inteligensi, maka semakin besar panjang untuk dikenali perubahannya oleh kapasitas individu untuk menunjukkan orang di sekitar subjek. perbedaan, mengekspresikan afeksi, dan Faktor lain adalah kapasitas menggunakannya dalam interaksi untuk kognitif pada kedua subjek penelitian yang berkomunikasi dan memecahkan masalah berada pada taraf disabilitas intelektual. (Greenspan, 2001). Individu dengan autisme dan disabilitas M juga menunjukkan peningkatan intelektual berimplikasi pada prognosis skor pada sesi post-test dibandingkan sesi yang lebih buruk dan intensitas intervensi baseline dan sesi intervensi, sementara H yang dibutuhkan, yaitu membutuhkan mengalami penurunan pada sesi post-test bantuan yang jauh lebih individual dibandingkan sesi intervensi. Perbedaan dibandingkan individu lain tanpa autisme hasil ini menggambarkan bahwa intervensi pada level inteligensi yang sama (Howlin, DIR Floortime lebih bersifat permanen 2000). pada M dibanding pada diri H. Kondisi Berdasarkan perbandingan hasil yang mempengaruhi perbedaan hasil pada penelitian, subjek H menunjukkan H adalah H yang tidak mampu mencapai peningkatan skor kemampuan sosial yang tonggak perkembangan pertama secara lebih baik dibanding subjek M. Menurut mandiri selama sesi post-test tanpa adanya Ryan et al (2011), DIR Floortime diketahui peneliti sebagai fasilitator yang mengikuti memberikan kesempatan bagi individu tuntunan anak. Menurut Hess (2013), saat untuk mengalami tahapan penting dalam individu tidak mampu mencapai tonggak bermain yang kurang dialami oleh individu regulasi diri, maka individu akan kesulitan sebelumnya. Individu pun menjadi lebih untuk belajar dari pengalaman bermain dan menikmati proses menjalin hubungan bergerak ke arah tahap perkembangan melalui pemahaman profil sensori dan selanjutnya. motoriknya yang diterapkan dalam sesi DIR Di samping itu, kedua subjek sama- Floortime (Greenspan, 2001). Manfaat DIR sama menunjukkan penurunan skor pada Floortime inilah yang tampaknya H alami sesi-sesi tertentu. Secara umum, kondisi ini sehingga H menunjukkan kemampuan dipengaruhi oleh munculnya periode sosial yang tadinya belum ada pada diri H. skimming, scripting dan tantrum sehingga Namun, subjek M mengalami peningkatan keduanya menunjukkan kesulitan keduanya skor fungsi emosi yang lebih tinggi dalam mengelola dorongan dalam diri. dibandingkan subjek H. Menurut Kondisi ini tampaknya dipengaruhi oleh Greenspan (2001), DIR Floortime juga fungsi eksekutif anak dengan autisme yang menjadikan subjek lebih mampu dalam cenderung kurang dalam inhibisi respons, interaksi timbal balik, negosiasi, dan yaitu kemampuan untuk menekan informasi menyampaikan mengenai apa yang ia atau dorongan yang tidak sesuai dan rasakan. Individu juga lebih dapat menganggu (Robinson et al, 2009). mengekspresikan kebutuhan, keinginan, Sementara itu, kedua subjek juga pikiran dan perasaannya (Sulungbudi, mengalami penurunan skor setelah hari 2013). Manfaat DIR Floortime ini yang libur dan tidak mengikuti sesi intervensi. mempengaruhi M sehingga menjadi lebih Kedua subjek sama-sama banyak mampu untuk mengekspresikan dirinya dan menghabiskan waktu dengan handphone

140

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871 dan menonton Youtube. Media diketahui ini dibuat berdasarkan keunikan subjek memberi dampak pada perkembangan anak, pada area fisik, kognitif, dan psikososial. khususnya dalam area psikososial, seperti Sehingga, adalah hal yang sangat mustahil munculnya perilaku anti soial dan kesulitan untuk menemukan subjek dengan kriteria regulasi diri (Canadian Paediatric Society, yang sama persis dengan penelitian ini. 2017). Waktu penggunaan gadget secara Keterbatasan lain adalah tidak adanya tidak langsung juga berdampak pada kelompok kontrol dan kontrol dari peneliti kurangnya waktu tidur keduanya. Jam tidur terhadap kondisi subjek menjadikan di malam hari tidak secara kuat sulitnya mengetahui dampak faktor memprediksi masalah perilaku di hari eksternal yang tidak terduga terhadap hasil berikutnya, namun durasi tidur selama 8 intervensi. hari memprediksi masalah perilaku pada anak dengan autisme (Cohen et al, 2019). SIMPULAN DAN SARAN Sementara itu, tingginya tingkat paparan media pada anak berhubungan Berdasarkan hasil analisa yang dengan rendahnya level stimulasi di rumah dilakukan terhadap data hasil penelitian, dan kurangnya keterlibatan orang tua pada kedua subjek menunjukkan adanya anak (Canadian Paediatric Society, 2017). peningkatan signifikan dalam tonggak Kondisi inilah yang terjadi pada kedua perkembangan. Peningkatan ini tampak dari subjek di mana status orang tua yang mulai bergeraknya jenis permainan individu merupakan ibu rumah tangga dengan anak ke tonggak ke-5, yaitu gagasan emosional. lebih dari 1 dan ayah bekerja, sehingga ibu Selain itu, kedua subjek juga menunjukkan merupakan figur tunggal dalam mengurus adanya peningkatan kapasitas emosi. kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, penerapan DIR Terdapat juga keterbatasan pada Floortime untuk meningkatkan penelitian ini. Keterbatasan penelitian yang kemampuan sosial pada anak dengan pertama adalah keterbatasan waktu autisme belum menunjukkan hasil yang penelitian, sehingga peneliti hanya signifikan, walaupun terdapat perubahan melaksanakan 20 sesi intervensi yang secara kualitatif pada subjek. dilaksanakan dalam 7 hari saja karena benturan dengan jadwal kegiatan anak di Saran sekolah. Selain itu, subjek juga mengalami Saran yang dapat diberikan oleh banyak hari libur, baik hari libur nasional peneliti bagi penelitian selanjutnya, antara maupun hari libur dari sekolah. Hal ini lain: (a) pelaksanaan sesi dengan jumlah berpengaruh pada pelaksanaan sesi yang sesi yang lebih banyak dan waktu yang tidak beruntun, namun terpotong jeda hari lebih panjang, (b) sesi intervensi menyasar libur. Keterbatasan kedua adalah peneliti pada 1 tonggak yang hendak yang memilih menggunakan pedoman dikembangkan, dan (c) melaksanaan tonggak perkembangan sebagai kesatuan penelitian dengan jumlah partisipan yang yang dinamis. Hal ini menjadikan peneliti lebih banyak. tidak fokus untuk mencapai salah satu Saran kepada orang tua untuk tonggak saja dalam melaksanakan meningkatkan kemampuan sosial anak intervensi. Sehingga, terkadang setiap autistik adalah mempelajari metode DIR sesinya berjalan terlalu luas dan tidak Floortime serta orang tua dapat terarah, serta tidak dapat menggambarkan menerapkanya di rumah secara rutin, seluruh indikator perilaku dari skala terutama jenis permainan yang sesuai lengkap FEAS dalam pengukuran dengan profil anak dan kemungkinan anak perilakunya karena penelitian ini berangkat lebih mampu mengembangkan dirinya. dari asumsi bahwa perkembangan emosi Orang tua juga dapat mempersiapkan diri anak dapat meningkatkan kemampuan dengan menyediakan bermacam mainan sosial. Keterbatasan ketiga adalah sulitnya yang tidak terbatas pada jenis kelamin anak, replikasi penelitian serupa karena penelitian sehingga anak dapat lebih mengeksplorasi.

141

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

Orang tua diharapkan meningkatkan Relationships: A Systematic interaksi dan komunikasi dengan anak, Approach to Teaching Social sehingga secara tidak langsung akan Interactin Skills to Children and meningkatkan kemampuan sosial anak. Adolescents with Autism Spectrum Selain itu, orang tua dihimbau untuk DIsorders and Other Social mengurangi penggunaan gadget dan Difficulties. Diunduh dari memberikan kegiatan alternatif bagi anak. https://www.ocali.org/up_doc/Autis Orang tua juga dapat mendukung m_Social_Skills_Profile.pdf pada 8 mengembangkan minat dan bakat anak Maret 2018 dengan mengikutkan dalam kegiatan yang Bellini, S., & Hopf, A. (2007). The disukai anak, disamping hanya development of the Autism Social mengembangkan kemampuan akademis Skills Profile: A preliminary anak. analysis of psychometric Sementara itu, beberapa saran properties. Focus on Autism and praktis yang dapat peneliti berikan kepada Other Developmental guru dan sekolah untuk meningkatkan Disabilities, 22(2), 80-87. kemampuan sosial bagi anak dengan Berk, L. E. (2014). Development through autisme adalah dengan menerapkan prinsip the lifespan, 6th Edition. Boston : DIR Floortime dalam kegiatan belajar Pearson Education. mengajar dengan mengikuti preferensi anak Blaney, P. H., Krueger, R.F. & Millon, T. agar dapat meningkatkan interaksi dan (2015). Oxford textbook of komunikasi anak. Guru dan sekolah anak psychopathology. Oxford dengan autisme juga perlu memberikan University Press. tugas yang sesuai dengan kapasitas dan Canadian Paediatric Society. (2017). Screen minat anak, dikarenakan anak dengan time and young children: autisme cenderung kesulitan untuk Promoting health and development mengikuti kegiatan terstuktur yang dapat in digital world. Paediatrics & menghambat proses belajar anak. Selain itu, Child Health, 2017, 461–468 guru dan sekolah juga perlu menyadari Charman, T. & Stone, W. (2006). Social & bahwa setiap anak degnan ASD pasti communication development in memiliki bakat. Maka, pihak sekolah dan autisme spectrum disorders: Early guru dapat membantu menemukan bakat identification, diagnosis & tersebut dengan melakukan observasi untuk intervention. New York: The mengetahui bidang minat dan kelebihan Guilford Press. anak, sehingga dapat berfokus untuk Cohen, S., Fulcher, B. D., Rajaratnam, S. mengembangkan bakat anak disamping M., Conduit, R., Sullivan, J. P., St kemampuan akademis anak. Hilaire, M. A., ... & Braga‐Kenyon, P. (2018). Sleep patterns predictive DAFTAR PUSTAKA of daytime challenging behavior in individuals with low‐functioning American Psychiatric Association. (2013). autism. Autism Research, 11(2), Diagnostic and statistical manual 391-403. of mental disorders, Fifth edition. Cook, C. R., Gresham, L. K., Barreras, R. Washington, D.C.: American B., Thornton, S., & Crews, S. D. Psychiatric Publishing. (2008). Socials skills training for Anderson, K. (2010). Visual support & secondary students with emotional beyond. Diunduh dari and/or behavioral disorders: A http://www.visualsupportsandbeyon review and analysis of the meta- d.co.uk/how/downloads/Sensory%2 analytic literature. Journal of 0Problems%20Assessment%20Que Emotional and Behavioral stionnaire%20(2010).pdf Disorders, 16, 131–144. Bellini, S. (2006). Building Social Dionne, M., & Martini, R. (2011). Floor

142

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

time play with a child with autisme: Disorders-Volume I. InTech. Lang, A single-subject study. Canadian R., Hancock, T. B., & Singh, N. N. Journal of Occupational (Eds.). (2016). Early Intervention Therapy, 78(3), 196-203. for Young Children with Autism Dixon, D. R., Tarbox, J., & Najdowski, A. Spectrum Disorder. Springer. (2010). Social skills in autisme Lang, R., Hancock, T. B., & Singh, N. N. spectrum disorders. In Social (Eds.). (2016). Early intervention behavior and skills in children (pp. for young children with autism 117-140). Springer, New York, spectrum disorder. Springer. NY. Levesque, R. J. (Ed.). (2011). Encyclopedia Greesspan, S. & DeGangi, G.A. (2000). of adolescence. Springer Science & Functional Emotional Assessment Business Media. Scale. Pediatric Disorders of Lindgren, S., & Doobay, A. (2011). Regulation in Affect and Behavior, Evidence-based interventions for pp.341-360 autisme spectrum disorders. The Greenspan, S., & Wieder, S. (2008). University of Iowa, Iowa. DIR®/Floortime™ Model. The Little, S. G., Swangler, J., & Akin-Little, A. International Council on (2017). Defining Social Skills. Developmental and Learning In Handbook of Social Behavior Disorders. and Skills in Children (pp. 9-17). Greenspan, S. I. (2001). The affect diathesis Springer, Cham. hypothesis: The role of emotions in Lord, C., Cook, E. H., Leventhal, B. L., & the core deficit in autism and in the Amaral, D. G. (2000). Autism development of intelligence and spectrum disorders. Neuron, 28(2), social skills. Journal of 355-363. Developmental and Learning Mash, E.J., & Wolfe, D.A. (2013). Disorders, 5(1), 1-45. Abnormal child psychology (5th Hess, E. B. (2013). DIR®/Floortime™: ed.). Boston, MA: Wadsworth, Evidence based practice towards Cengage Learning. the treatment of autisme and Matheson, R. C. (2016). DIR Floortime sensory processing disorder in Therapy Rebecca C. Matheson children and Lynchburg College July 2016. adolescents. International Journal Mercer, J. (2015). Examining of Child Health and Human DIR/Floortime™ as a treatment for Development, 6(3), 267-274. children with autisme spectrum Howlin, P. (2000). Autism and intellectual disorders: A review of research and disability: diagnostic and treatment theory. Research on Social Work issues. Journal of the Royal Society Practice, 27(5), 625-635. of Medicine, 93(7), 351-355. Pangestika, V. (2013). Pengaruh ICDL DMIC. (2005). Diagnostic Manual pendekatan floor time terhadap for Infancy and Early Childhood. kemampuan berbahasa pada anak Bethesda : Interdisciplinary Council autistik. Journal-online.um.ac.id on Developmental and Learning Pajareya, K., & Nopmaneejumruslers, K. Disorder. (2011). A pilot randomized Johns, B. H., Crowley, E. P., & Guetzloe, controlled trial of DIR/Floortime™ E. (2005). The central role of parent training intervention for pre- teaching social skills. Focus on school children with autistic Exceptional Children, 37(8). spectrum disorders. Autism, 15(5), Lal, R., &Chhabria, R. (2013). Early 563-577. intervention of autisme: A case for Pelios, L. V., & Lund, S. K. (2001). A Floor Time approach. In Recent selective overview of issues on Advances in Autism Spectrum classification, causation, and early

143

Jurnal Psibernetika Versi Online: http://journal.ubm.ac.id Vol.11 (2): 133-144. Oktober 2018 Hasil Penelitian ISSN: 1979-3707 E-ISSN: 2581-0871

intensive behavioral intervention Sharpe, D. L., & Baker, D. L. (2007). for autisme. Behavior Financial issues associated with Modification, 25(5), 678-697. having a child with Pijar Psikologi. (2017). Apa Kabar anak autisme. Journal of Family and dengna autisme di Indonesia. Economic Issues, 28(2), 247-264. Diunduh pada 2 Januari 2018 dari Shores, R., & Jack, S. (1996). Special issue http://pijarpsikologi.org/apa-kabar- on research needs and issues in anak-dengan-autisme-di-indonesia/ education for students with Powers, M.D. (2010). Children with emotional and behavioral disorders. autisme: A parent’s guide. Behavioral Disorders, 22(1), 5-7. Bethesda, MD: Woodbine House. Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak Rao, P. A., Beidel, D. C., & Murray, M. J. berbakat dan anak hiperaktif. (2008). Social skills interventions Jakarta: Progres Jakarta. for children with Asperger’s Tse, J., Strulovitch, J., Tagalakis, V., Meng, syndrome or high-functioning L., & Fombonne, E. (2007). Social autisme: A review and skills training for adolescents with recommendations. Journal of and high- autisme and developmental functioning autisme. Journal of disorders, 38(2), 353-361. autisme and developmental Robinson, S., Goddard, L., Dritschel, B., disorders, 37(10), 1960-1968. Wisley, M, and Howlin, P. (2009). Wall, K. (2004). Autism and early practice: "Executive functions in children A guide for early years with autism spectrum professional, teachers and parents. disorders." Brain and cognition 71, London: Paul Chapman Publishing. no. 3 (2009): 362-368. White, S. W., Keonig, K., & Scahill, L. Ryan, J. B., Hughes, E. M., Katsiyannis, A., (2007). Social skills development in McDaniel, M., & Sprinkle, C. children with autisme spectrum (2011). based educational practices disorders: A review of the for students with autism spectrum intervention research. Journal of disorders. Teaching Exceptional autisme and developmental Children, 43(3), 56-64. disorders, 37(10), 1858-1868. Sattler, J.M. (2002). Assessment of Yayasan Ayo Main. (2009). Komunitas Children: Behavioral and Clinical DIR/Floortime Indonesia. Diunduh Applications. San Diego: Jerome pada 2 Januari 2018 dari M. Sattler, Publisher, Inc. http://www.ayomain.org/

144