Download the Full Article In

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Download the Full Article In DUNIA MELAYU-INDONESIA DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA Gambar 1. ‘Prajurit Jawa’, William Daniell, sekitar 1817. Surat dari Pangeran Puger yang sedang dalam pelarian kepada Pemerintahan Agung, 5 Mei 1704 DAFTAR ISI 1 Pengantar 2 2 Transkripsi dari teks bahasa Belanda 5 3 Terjemahan bahasa Indonesia 8 4 Kolofon 11 5 Gambar folio 12 HARTA KARUN. KHAZANAHHARTA SEJARAH INDONESIA DARI ASIA-EROPA ARSIP DAN DI JAKARTA VOC www.sejarah-nusantara.anri.go.id DUNIA MELAYU-INDONESIA 2 DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA 1 Pengantar M.C. Ricklefs, “Surat Pangeran Puger yang adalah Puger. sedang dalam pelarian kepada Pemerintah- Puger juga melarikan diri ke arah barat menja- an Agung, 5 Mei 1704”. Dalam: Harta Karun. uhi keraton yang telah jatuh ke tangan musuh, Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dan kemudian memproklamasikan dirinya seba- dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 4. Jakarta: gai raja. Dalam sejumlah dokumen sejarah Jawa, Arsip Nasional Republik Indonesia, 2013. dia diberi berbagai gelar kerajaan seperti Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama, dan disapa dengan OLEH M.C. RICKLEFS sebutan Panembahan. Dalam sejumlah surat di Pangeran Puger adalah salah satu dari putra-putra masa itu, beliau menggunakan gelar Susuhunan. Susuhunan Amangkurat I (memerintah 1646-77) Bersama dengan dua saudaranya, pangeran Marta- dan adik dari Susuhunan Amangkurat II (meme- sana (yang kemudian juga memakai berbagai gelar rintah 1677-1703); maka dari itu, ketika surat ini kerajaan) dan pangeran Singasari, Puger balik ditulis, beliau adalah paman dari penguasa muda lagi ke Mataram dan merebut kembali keraton Amangkurat III (memerintah 1703-8) yang baru tua, paling lambat di pertengahan bulan Oktober saja naik tahta menyusul kematian ayahandanya. 1677 Surat ini merupakan salah satu dari sejumlah Ketika itu, dimulailah masa ketegangan yang dokumen yang memicu terjadinya Perang Pere- berlangsung lama antara Puger – yang tinggal butan Tahta Jawa Pertama (1704-8), menghantar di keraton lama Plered dan memerintah sebagai dilancarkannya intervensi militer VOC pertama seorang raja yang sah – dmelawan Amangkurat di dalam kerajaan Jawa serta pelantikan Puger II yang mendirikan istana baru di Kartasura dan sebagai Susuhunan Pakubuwana I (memerin- didukung oleh VOC. Di bulan November 1680, tah 1704-19). Perkembangan tersebut mengubah kekuatan militer VOC dan Kartasura berhasil garis ahli waris tahta dinasti Mataram. Selanjut- mengusir Puger bersama para pengikutnya keluar nya, para raja Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta dari Plered. Akhirnya, VOC memberikan jamin- merupakan keturunan dari Puger/Pakubuwana I. an keselamatan kepada Puger yang kemudian Jelaslah bahwa Puger lahir sekitar 1648. Ketika menyerahkan diri kepada Amangkurat II di bulan Trunajaya mengambil alih istana Plered di akhir November 1681. bulan Juni 1677, Amangkurat I bersama putra Sepanjang masa kepemerintahan Amangkurat mahkotanya – yang tak lama kemudian naik tah- II hingga akhir hayatnya di tahun 1703, berulang ta sebagai Amangkurat II – melarikan diri ke arah kali terjadi masa-masa sulit antara dirinya dengan HARTA KARUN. KHAZANAHHARTA SEJARAH INDONESIA DARI ASIA-EROPA ARSIP DAN DI JAKARTA VOC barat. Dalam pelarian tersebut, Amangkurat I Puger termasuk dengan keluarga besar Puger dan wafat dan dikebumikan di Tegal Wangi. Ketika bersamaan itu terjadi pula banyak konflik lain, itu sudah terjadi konflik antara Puger dan putra persekongkolan serta sejumlah intrik di dalam mahkota yang berusia hampir sama dengannya. keraton yang terpecah belah. Sebenarnyalah, terdapat sejumlah bukti bahwa Menurut catatan sejarah, ketika Amangkurat di akhir hayatnya, Amangkurat I lebih memilih II wafat terjadi sejumlah peristiwa supranatu- Puger ketimbang putra mahkota. Bagaimanapun ral yang mengamanatkan bahwa wewenang raja juga, yang akhirnya memimpin perlawanan tera- yang dianugerahkan oleh para dewata, hendaknya khir menyusul keraton ditaklukan oleh Turnajaya diwariskan kepada Puger, dan tidak kepada putra DUNIA MELAYU-INDONESIA 3 DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA PENGANTAR Gambar 2. ‘Carta Soera de Nigrat : pertarungan antara Soerapatti, A Tak’, 1700-1799 mahkota yang digambarkan oleh catatan sejarah takan dirinya sebagai raja dengan gelar Prabu sebagai seorang lumpuh, berakhlak rendah serta Panatagama – atau dengan gelar yang lebih agung teramat zalim (gambaran ini mungkin mencer- – Susuhunan Waliollah Panatagama (artinya, minkan kepentingan para pewaris Puger yang ‘raja, sahabat Tuhan, pengatur agama’) Nampak- HARTA KARUN. KHAZANAHHARTA SEJARAH INDONESIA DARI ASIA-EROPA ARSIP DAN DI JAKARTA VOC memerintah di istana tempat catatan sejarah itu nya, kiprah Suryakusuma sama sekali tidak terkait ditulis). Walau demikian, putra mahkota itu tetap dengan ayahandanya, kendati demikian, di dalam mewarisi tahta kerajaan sebagai Amangkurat III. keraton, Puger dituduh telah memicu pemberon- Putra Puger, Raden Suryakusuma, mengiringi takan dan sebab itu dimasukkan dalam penjara jenazah Amangkurat II hingga ke tempat pema- dan kemudian menjadi tahanan rumah. kaman para raja di Imogiri, tetapi beliau sendiri Di awal 1704, sejumlah orang terkemuka lain kemudian tidak kembali ke Kartasura. Sebaliknya, juga berseberangan dengan raja yang baru. Di beliau pergi ke arah barat, ke Bagelen dan menya- antara mereka adalah Pangeran Cakraningrat II DUNIA MELAYU-INDONESIA 4 DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA PENGANTAR dari Madura yang sangat berkuasa (yang keti- Puger adalah seseorang yang memiliki sejum- ka itu berusia sekitar delapan puluh tahun, dan lah hubungan khusus telah membuat Kompa- salah seorang istrinya dikatakan telah diperkosa ni mendukung usahanya untuk merebut tahta oleh Amangkurat III), penguasa Surabaya Anga- kerajaan. Sementara itu, Amangkurat III menulis bei Jangrana II dan bupati Semarang (sebuah kepada Kompani, berjanji akan melunasi hutang kawasan di bawah kendali VOC), yaitu Tumeng- kerajaannya; namun VOC tidak memercayai gung Rongga Yudanagara. Menurut sumber- beliau. sumber Jawa, merekalah yang mendesak Puger Pada tanggal 7 Juli 1704, VOC memberitahu- untuk melancarkan pemberontakan. Pada tang- kan kepada Puger bahwa beliau diterima sebagai gal 10 Maret, beliau melarikan diri dari Kartasu- seorang raja yang sah. Kendati Puger mengaku rat di tengah malam dan menuju ke Semarang, tidak mengetahui apa isinya, beliau kemudian dan dengan demikian melancarkan usahanya berjanji akan menyetujui sebuah kontrak baru yang kedua untuk menjadi seorang raja. yang disesuaikan dengan persyaratan dan Kap- Maka dimulailah apa yang kemudian lazim ten Tack telah diberi wewenang untuk menye- disebut sebagai Perang Perebutan Tahta Jawa tujuinya sebelum beliau dibunuh di keraton di Pertama (1704-8) tahun 1686. Pada awalnya, Puger menggunakan Surat di bawah ini ditulis oleh Puger di Sema- gelar Susuhunan (atau Susuhunan ratu) Amang- rang. Perlu diingat bahwa ketika beliau menye- kurat, akan tetapi di bulan Okgober 1704, beliau rah di tahun 1681, Kompani menjamin kesela- menggunakan sejumlah gelar yang kemudian matannya, jadi boleh dikatakan bahwa beliau menjadi panggilannya: Susuhunan Pakubuwana sudah menganggap dirinya sebagai seorang (I), Senapati Ingalaga Ngabdulrahman Sayidin yang dilindungi VOC. Itulah sebabnya menga- Panatagama. pa beliau merujuk pada kebaikan yang sebelum- Di tahun 1705, dengan dukungan kekuatan nya telah diberikan oleh Kompani kepadanya, militer VOC dan sebuah koalisi para penduduk- dan percaya serta berharap pada VOC, ‘seiring ung Jawa, Pakubuwana I berhasil menguasai Kar- dengan Tuhan’. Beliau mengadu bahwa telah tasura, yang telah ditinggalkan oleh Amangkurat diperlakukan tidak baik oleh raja yang baru, dan III tanpa berusaha memberi perlawanan apapun. menyangkal tuduhan bahwa beliau bertanggung Selama kampanye beliau di tahun 1706, Surap- jawab atas terjadinya pemberontakan oleh Sur- ati terluka dalam pertempuran di Bangli dan yakusuma. wafat di Pasuruan. Demikianlah, maka Perang Pengakuan beliau bahwa telah mendapat Perebutan Tahta Jawa Pertama telah berakhir di dukungan besar dari Cakraningat II dan sejum- tahun 1708, dengan penyerahan diri Amangku- lah pihak lain, tak lama kemudian terbukti dibe- rat III yang kemudian dibuang ke Sri Lanka. sar-besarkan sebab ternyata sukar sekali untuk HARTA KARUN. KHAZANAHHARTA SEJARAH INDONESIA DARI ASIA-EROPA ARSIP DAN DI JAKARTA VOC membentuk sebuah koalisi untuk pergi ke Kar- Referensi tasura. Akan tetapi, ketika surat tersebut ditulis, • M. C. Ricklefs, War, culture and economy in rencana pembentukan koalisi tersebut nampak Java, 1677–1726: Asian and European imperia- sebagai janji besar di mata VOC. Sudah sejak lism in the early Kartasura period. Sydney: Asi- lama, Kompani tidak memercayai keraton Kar- an Studies Association of Australia in associa- tasura, khususnya Amangkurat III – yang diberi- tion with Allen and Unwin, 1993. takan menjalin hubungan dengan musuh utama VOC, Surapati – dan pandangan Kompani bahwa DUNIA MELAYU-INDONESIA 5 DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA 2 Transkripsi dari teks bahasa Belanda M. C. Ricklefs, “Surat dari Pangeran Puger yang sedang dalam pelarian kepada Peme- rintah Agung, 5 Mei 1704”. UIT: DAGHREGISTERS VAN BATAVIA, 5 MEI 1704 [BEGINNEND BIJ FOL. 215.] Translaat Javaanse missive door den Pangerang Poegar, jegenwoordig tot Samarang, aan Haar Edele de Hoge Regeringe tot Batavia geschreven. Desen brief uyt een suyver, rijn harte van den Pangarang Adypatty Poegar in handen van de gesanten de twee mantries genaamt Ingabey Djawriya, Demang Soerantaka
Recommended publications
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • Preliminary Damageandloss Assessment
    The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A joint report of BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A Joint Report from BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I.Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 i FOREWORD The May 27, 2006 earthquake struck Yogyakarta and Central Java. Yogyakarta is a center for Javanese traditional arts and culture, the ancient temples of Borobudur and Prambanan, and is home to a royal family whose lineage goes back to the Mataram era in the 16th century. It is also a center of Indonesian higher education. Striking in the early morning hours, the earthquake took over 5,700 lives, injured between 40,000 and 60,000 more, and robbed hundreds of thousands of their homes and livelihoods. As if the devastation of the earthquake were not enough, the disaster may not be over. The increase in Mount Merapi’s volcanic activity, which began in March 2006, is producing lava flows, toxic gases, and clouds of ash, prompting the evacuation of tens of thousands of people. This report presents a preliminary assessment of the damage and losses caused by the earthquake.
    [Show full text]
  • Battle of Gegodog
    Battle of Gegodog Main article: Battle of Gegodog. included his former protégé Trunajaya.[28] In the few months after the victory in Gegodog, the rebels quickly took Javanese northern trading towns from Surabaya westward to Cirebon, including the towns of Kudus and Demak.[28] The towns fell easily, partly because their fortifications had been destroyed due to their conquest by Sultan Agung about 50 years earlier.[28] Only Jepara managed to. The Battle of Gegodog took place in 13 October 1676 during the Trunajaya rebellion, and resulted in the victory of the rebel forces over the Mataram army led by the Crown Prince Pangeran Adipati Anom. Gegodog is located in the northeastern coast of Java, east of Tuban. Battle of Gegodog. H. Battle of Halmstad. L. Lancaster raid. O. Battle of Öland. P. Battle of Palermo. Siege of Philippsburg (1676). R. Revolt of the Three Feudatories. Russo-Turkish War (1676â“1681). S. The Battle of Gegodog (also spelled Battle of Gogodog) took place in 13 October 1676 during the Trunajaya rebellion, and resulted in the victory of the rebel forces over the Mataram army led by the Crown Prince Pangeran Adipati Anom. Gegodog is located in the northeastern coast of Java, east of Tuban. The crown prince expected a sham battle from Trunajaya, his former protégé. However, Trunajaya offered a real fight which resulted in a decisive victory over the much larger royal army. For the 1945 battle commemorated as Heroes' day in Indonesia, see Battle of Surabaya. Battle of SurabayaPart o. at the Battle of Gegodog.[4][5] The rebels continued to win victories and gain territories in the following month, taking most of the northern coast of Java as far west as Cirebon.[5] Facing the imminent collapse of his authority, the Mataram King Amangkurat I sought help from the VOC in Batavia.[6] On 20 January 1677, Admiral Cornelis Speelman, recently named.
    [Show full text]
  • Out of a Crocodile's Mouth, Enter a Tiger's Snout
    Out of A Crocodile’s Mouth, Enter A Tiger’s Snout: Kingship in Cirebon and the Dutch East India Company’s Intervention in the Late Seventeenth Century M.A. Thesis Satrio Dwicahyo Supervisor: Dr. Lennart Bes Table of Contents Table of Contents.................................................................................................................................................... 1 List of Pictures, Maps, and Tables .......................................................................................................................... 2 Introduction ............................................................................................................................................................ 3 Cirebon as A Sovereign ..................................................................................................................................... 4 Cirebon between Major Powers ........................................................................................................................ 8 Research Question ........................................................................................................................................... 11 Previous Related Studies ................................................................................................................................. 12 Sources and Challenges .................................................................................................................................. 14 Structure of the Study.....................................................................................................................................
    [Show full text]
  • Candi Space and Landscape: a Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains
    Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains Proefschrift ter verkrijging van de graad van Doctor aan de Universiteit Leiden, op gezag van Rector Magnificus Prof. mr. P.F. van der Heijden, volgens besluit van het College voor Promoties te verdedigen op woensdag 6 mei 2009 klokke 13.45 uur door Véronique Myriam Yvonne Degroot geboren te Charleroi (België) in 1972 Promotiecommissie: Promotor: Prof. dr. B. Arps Co-promotor: Dr. M.J. Klokke Referent: Dr. J. Miksic, National University of Singapore. Overige leden: Prof. dr. C.L. Hofman Prof. dr. A. Griffiths, École Française d’Extrême-Orient, Paris. Prof. dr. J.A. Silk The realisation of this thesis was supported and enabled by the Netherlands Organisation for Scientific Research (NWO), the Gonda Foundation (KNAW) and the Research School of Asian, African and Amerindian Studies (CNWS), Leiden University. Acknowledgements My wish to research the relationship between Ancient Javanese architecture and its natural environment is probably born in 1993. That summer, I made a trip to Indonesia to complete the writing of my BA dissertation. There, on the upper slopes of the ever-clouded Ungaran volcano, looking at the sulfurous spring that runs between the shrines of Gedong Songo, I experienced the genius loci of Central Javanese architects. After my BA, I did many things and had many jobs, not all of them being archaeology-related. Nevertheless, when I finally arrived in Leiden to enroll as a PhD student, the subject naturally imposed itself upon me. Here is the result, a thesis exploring the notion of space in ancient Central Java, from the lay-out of the temple plan to the interrelationship between built and natural landscape.
    [Show full text]
  • 68 Situs Kraton Plered Sebagai Media Pembelajaran
    IJSSE: Indonesian Journal of Social Science Education Volume 1, Nomor 1, Januari 2019 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse E-ISSN: 2655-6278 P-ISSN: 2655-6588 SITUS KRATON PLERED SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI SEJARAH FEBTA PRATAMA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Jl. Raya Tengah No. 80, Pasar Rebo, Jakarta Timur Email: [email protected] Abstract: The Palace Site Plered as a Learning Media of Historical Reconstruction. The purpose of research on the Palace Site Plered during Islamic Mataram was to see how big the potential and the prospective site of the Palace as a learning Medium Plered Reconstruction History either to students, a student of history, as well as lovers of history. This research uses qualitative deskriftif method with this type of research is historical. As for the method of this research consists of the stages of data collection, data analysis, and then the last stage of verification or conclusion. In the third stage of the four-stage research history. The results showed that the Palace historical site Plered beneficial to provide insight into the history of the Sultanate of Mataram Islam and has potential as a medium of instruction in developing the learning model reconstruction of history. The Palace site is useful as a productive activity of Plered as preparation of scientific papers, final project, the creation of media, and natural history education, laboratory for students, students of history and public history lovers. Keywords. Kraton Plered, Media of Learning, Reconstruction of History. Abstrak. Situs Kraton Plered sebagai Media Pembelajaran Rekonstruksi Sejarah. Tujuan penelitian terhadap Situs Kraton Plered pada masa Mataram Islam ini ialah untuk melihat seberapa besar potensi dan prospektif situs Keraton Plered sebagai Media Pembelajaran Rekonstruksi Sejarah baik itu kepada siswa, mahasiswa sejarah, maupun masyarakat pecinta sejarah.
    [Show full text]
  • State and the Statecract of the Centrals of Government Mataram Islam Kingdom in Java
    IJSS.Vol.12, No.2, September 2016 STATE AND THE STATECRACT OF THE CENTRALS OF GOVERNMENT MATARAM ISLAM KINGDOM IN JAVA HY. Agus Murdiyastomo3 Abstract This study is aimed to examine the dynamic of Islamic Mataram kingdom, focusing more on administrative system in Islam Mataram. This research used the five stages historical research method according to Kuntowijoyo, which are topic selection, heuristic, verification, interpretation and writing. Panembahan Senopati defeated Pajang and built a palace in Kotagede which later was used by Mataram kings until their peak of glory under Sultan AgungHanyakrakusuma. However the defeat of Mataram from VOC caused them to lose their ground, moreover after Sultan AgungHanyakrakusuma deceased. His successor, Amangkurat I think that Kotagede as the central of economic activities considered to be no longer suitable for the central of government. Therefore he ordered to move the palace from Kotagede to Pleret. Raden Mas Rahmat, as ‘Amangkurat II’, didn’t want to go back to Pleret because it had been taken by Puger Prince, and then built new palace in Kartasura. Amangkurat III escaped to the east when Kartasura was taken. But this palace would also be abandoned later, and moved to Surakarta when Pakubuwono II ruled the place. Mataram moved its government four times, from Kotagede, Plered, Kartasura, and lastly, Surakarta. Keywords: government, Islamic Mataram. 3 Yogyakarta State University. Email: [email protected] 31 HY. Agus Murdiyastomo:State and The Statecrac of the Centrals.... Introduction During the Islam period in Indonesia, many Initially Islam Mataram Kingdom had cities used territories in coastal area, such as the capital city in Kota Gede, 6 km far to the Samudra Pasai, Demak, Banten, and Makassar.
    [Show full text]
  • Konsep Mancapat-Mancalima Dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam 107
    Junianto, Konsep Mancapat-Mancalima dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam 107 KONSEP MANCAPAT-MANCALIMA DALAM STRUKTUR KOTA KERAJAAN MATARAM ISLAM Periode Kerajaan Pajang Sampai Dengan Surakarta Junianto Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang [email protected] ABSTRAK Unsur-unsur kota tradisional di Jawa pada masa kerajaan Mataram Islam, antara lain berupa Keraton, Alun-alun, Masjid, Pasar dan sejumlah permukiman Abdi-dalem. Susunan unsur-unsur kota tersebut, didasari keyakinan kosmologi Jawa yang bersumber dari kepercayaan Hindu-Budha. Kerajaan Mataram Islam bermula di Pajang dan berakhir di Surakarta dan Yogyakarta. Perpindahan kota kerajaan Mataram Islam mulai dari Pajang, Kotagede, Plered, Kartasura, hingga Surakarta, menunjukkan gejala pergeserah struktur kotanya. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi pergeseran atau perubahan struktur kota kerajaan Mataram Islam, dalam implementasi konsep mancapat-mancalima. Gambaran struktur kota kerajaan Mataram islam, dilakukan dengan metode deskriptif-ideographik, melalui analisis dokumen peta atau denah dan keterangan sejarah. Penggunaan metode ini, dimaksudkan untuk menggambarkan makna struktur atau susunan unsur-unsur kota kerajaan Mataram Islam, yang menjadi struktur kota awal. Identifikasi konsep mancapat-mancalima yang menjadi ciri kota Jawa, cukup signifikan sebagai struktur kota awal dalam menelusur perkembangan kota sekarang. Kata Kunci: konsep struktur kota tradisional, mancapat, kota surakarta ABSTRACT The elements of a traditional city in Java during the Islamic Mataram kingdom, including the Palace, Alun-alun, Mosque, Market and a number of Abdi-dalem settlements. The composition of the elements of the city, is based on Javanese cosmological beliefs originating from Hindu-Buddhist beliefs. The Islamic Mataram Kingdom began in Pajang and ended in Surakarta and Yogyakarta. The movement of the Islamic Mataram royal city starting from Pajang, Kotagede, Plered, Kartasura, to Surakarta, showed symptoms of a shift in the structure of the city.
    [Show full text]
  • Binary Opposition and Multiculturalism Shown in the Struggle of Mataram Kingdom Power During Reign of Amangkurat I
    BINARY OPPOSITION AND MULTICULTURALISM SHOWN IN THE STRUGGLE OF MATARAM KINGDOM POWER DURING REIGN OF AMANGKURAT I Akun; Endang Ernawati English Department, Faculty of Humanities, Binus University Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta 11480 [email protected]; [email protected] ABSTRACT This research aims to learn a potential and a struggle of the Chinese in clash of power during Amangkurat I (1646-1677) reign. The Chinese role was represented by Rara Oyi and her parents, Ki and Nyi Mangun. Literature study is done by applying binary opposition which is part of Post Collonialism theory. Analysis is done by showing evidences related to Binary opposition, which are good versus bad, man versus woman, powerful versus powerless, majority versus minority, oppressor and oppressed, rich versus poor, and love versus hate. It can be concluded that all aspects of binary oppositios and multiculturalism are presented clearly in Rembulan Ungu novel written by Bondan Nusantara. Keywords: binary opposition, power struggle, Mataram kingdom, Amangkurat I ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pembelajaran yang diperoleh dari perjuangan bangsa China selama pemerintahan Amangkurat I (1646-1677). Kelompok minoritas China diwakili oleh Rara Oyi, dan orangtuanya, yaitu Ki dan Nyi Mangun. Penelitian ini menggunakan studi pustaka dengan menerapkan post-kolonial teori, khususnya Binary opposition, meliputi kebaikan lawan keburukan, peran pria lawan wanita, kelompok kuat lawan kelompok lemah, kelompok mayoritas lawan minoritas, penindas lawan yang ditindas, kaya lawan miskin, dan cinta lawan benci. Simpulan yang dapat ditarik adalah bahwa semua aspek binary opposition dan multikultural dapat tergambar dengan jelas di novel Rembulan Ungu karya Bondan Nusantara.
    [Show full text]
  • Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia)
    Culture of Dwelling and Production of Space in the Post - Disaster Urban Transformation Processes (Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia) vorgelegt von Gregorius Sri Wuryanto Prasetyo Utomo M.Arch geb.in Yogyakarta, Indonesien von der Fakultät VI – Planen Bauen Umwelt der Technischen Universität Berlin zur Erlangung des akademischen Grades Doktor der Ingenieurwissenschaften -Dr.-Ing- genehmigte Dissertation Promotionsausschuss: Vorsitzender : Prof. Dr. Philipp Misselwitz Gutachter : Prof. Dr. Peter Herrle Gutachterin : Prof. Dr.-Ing. Andrea Haase Tag der wissenschaftlichen Aussprache: 14.Juli 2014 Berlin 2014 Acknowledgements This dissertation is my academic achievement; a dynamic process of developing knowledge and understanding about people and their culture of dwelling, including their transformation processes. It has been dealt with through an intellectual discourse and many academic encounters, fruitful discussions, and also trial and error processes which have been enriched by emotional integrity in between. This study is critically based on observations and acquaintances with people and their cultures of dwelling in Kotagede, the historical Javanese town in Yogyakarta, Indonesia. From first arriving in the series of field research, I have benefited from the friendship of numerous people who assisted and advised me with various information, knowledge, and data. The following mentioned people all assisted me in various ways. I would like to express my great appreciation and deep gratitude to my supervisors, Prof. Dr. Peter Herrle, and Prof. Dr. -Ing. Andrea Haase for their valuable and constructive suggestions during the planning and development of this research work. Their willingness to give their time so generously has been very much appreciated. Furthermore, I would like to extend my great appreciation to Prof.
    [Show full text]
  • Berita Penelitian Arkeologi
    BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI LAPORAN SURVAI KEPURRAKALAAN KERAJAAN MATARAM ISLAM E JAWA TENGAH) JAKARTA 1978 LAPORAN SURVAI KEPURBAKALAAN KERAJAAN MATARAM ISLAM (JAWA TENGAH) NO. 16 Penyusun Laporan : Nurhadi B. A. Armeini B. A. Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Departemen P & K Copyright Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional 1978 DAFTAR ISI Halaman L PENDAHULUAN 1 II. LATAR BELAKANG SEJARAH MATARAM ISLAM 1 IH. PELAKSANAAN PENELITIAN 2 IV. HASIGHASIL PENELITIAN 3 A. KECAMATAN KOTAGEDE 3 Dewan Redaksi : B. KECAMATAN PLERED 8 Satyawati Suleiman ketua C. KECAMATAN KARTOSURO 11 Rumbi Mulia wakil ketua V. PENUTUP 13 R. P. Soejono anggota Soejatml Satari anggota VI. SUMMARY 14 Hasan M. Ambary anggota VII. LAMPIRAN-LAMPIRAN 15 A. DAFTAR GAMBAR DAN FOTO 15 B. GAMBAR 16 C. FOTO 22 Percetakan Offset P T. "RORA KARYA" - Jakarta. I. PENDAHULUAN. di Kotagede, terutama ditekankan pada masalah kemasyarakatan dan perkembangannya serta Penelitian kepurbakalaan di Kotagede, Kerto, menguraikan kepurbakalaan di bekas ibukota Plered dan Kartosuro dilaksanakan oleh Bidang kerajaan Mataram ini. Selain dari itu, Dr. L. Adam, Arkeologi Islam dari Pusat Penelitian Purbakala pembantu residen Yogyakarta mengadakan dan Peninggalan Nasional di Jakarta. Tujuan dari pengamatan dan perurutan kembali nama-nama penelitian ini dimaksudkan mencari data mengenai tempat yang disebutkan dalam Babad ataupun pemukiman kerajaan Mataram Islam yang cerita rakyat yang dapat dikaitkan dengan berlangsung dari abad ke 16 — 18 Masehi. Keempat kepurbakalaan kerajaan Mataram Islam di daerah situs di atas diutamakan dalam penelitian ini Yogyakarta. Hasil-hasil pengamatan ini ditulis karena menurut kepercayaan penduduk merupakan dan diterbitkan dalam tahun 1934, dalam majalah pusat-pusat pemerintahan kerajaan Mataram Islam D JAWA.
    [Show full text]
  • Diplomatic Correspondence: a Comparative Study on Malay and Javanese Letters in 1800S
    IKAT | The Indonesian Journal of SoutheastDiplomatic Asian Studies Correspondence Vol. 2, No. 2, January 2019, pp.287-310 ISSN 2582-6580, E-ISSN 2597-9817 Diplomatic Correspondence: A Comparative Study on Malay and Javanese Letters in 1800s Gilang Maulana Majid1 Abstract A more established tradition may set an indirect consensus for the communication between rulers in any situation. This article identifies how diplomatic correspondence was conducted and how different perceptions could actually be negotiated to attain certain goals. Two diplomatic letters – one from the Panembahan of Sumenep and one from the Sultan of Yogyakarta dispatched to Thomas Stamford Raffles to address Raffles’ retirement during the British interregnum in Java from 1811 to 1816 – were analyzed. These letters were chosen due to the different scripts and languages used in the two letters: Classical Malay Jawi and Old Javanese 'aksara Jawa'. By applying content analysis, this study finds that the Malay language was not only influential throughout the Indonesian archipelago as a medium for verbal communication, but its letter-writing tradition even clearly affected its Javanese counterpart, setting a standard writing style for diplomatic letters. Keywords: Diplomatic Correspondence, Javanese Script, Malay Jawi, Raffles, British Interregnum in Java. 1Southeast Asian Studies, Goethe University of Frankfurt, Germany. Corresponding e-mail: [email protected]. 287 Gilang Maulana Majid Introduction Although Malay served as the lingua franca of the archipelago that would later be called 'Indonesia' after its independence in 1945, at some point it was deemed offensively coarse and uncultured by the aristocratic Javanese.2 In letter writing, most Javanese rulers, particularly in the interior, used the Javanese script instead of "the Malay Jawi (Perso-Arabic) script that has been the medium of international and inter-island mode of communication between Indonesian rulers and foreign monarchs, merchants, and officials" for over four hundred years (Jones, 1982, pp.
    [Show full text]