68 Situs Kraton Plered Sebagai Media Pembelajaran

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

68 Situs Kraton Plered Sebagai Media Pembelajaran IJSSE: Indonesian Journal of Social Science Education Volume 1, Nomor 1, Januari 2019 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse E-ISSN: 2655-6278 P-ISSN: 2655-6588 SITUS KRATON PLERED SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI SEJARAH FEBTA PRATAMA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Jl. Raya Tengah No. 80, Pasar Rebo, Jakarta Timur Email: [email protected] Abstract: The Palace Site Plered as a Learning Media of Historical Reconstruction. The purpose of research on the Palace Site Plered during Islamic Mataram was to see how big the potential and the prospective site of the Palace as a learning Medium Plered Reconstruction History either to students, a student of history, as well as lovers of history. This research uses qualitative deskriftif method with this type of research is historical. As for the method of this research consists of the stages of data collection, data analysis, and then the last stage of verification or conclusion. In the third stage of the four-stage research history. The results showed that the Palace historical site Plered beneficial to provide insight into the history of the Sultanate of Mataram Islam and has potential as a medium of instruction in developing the learning model reconstruction of history. The Palace site is useful as a productive activity of Plered as preparation of scientific papers, final project, the creation of media, and natural history education, laboratory for students, students of history and public history lovers. Keywords. Kraton Plered, Media of Learning, Reconstruction of History. Abstrak. Situs Kraton Plered sebagai Media Pembelajaran Rekonstruksi Sejarah. Tujuan penelitian terhadap Situs Kraton Plered pada masa Mataram Islam ini ialah untuk melihat seberapa besar potensi dan prospektif situs Keraton Plered sebagai Media Pembelajaran Rekonstruksi Sejarah baik itu kepada siswa, mahasiswa sejarah, maupun masyarakat pecinta sejarah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriftif dengan jenis penelitian historical. Adapun metode penelitian ini terdiri dari tahap pengumpulan data, kemudian analisis data, dan terakhir tahap verifikasi atau kesimpulan. Dalam ketiga tahapan tersebut termasuk empat tahap penelitian sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situs sejarah Kraton Plered bermanfaat untuk memberikan pemahaman tentang sejarah Kesultanan Mataram Islam dan memiliki potensi sebagai media pembelajaran dalam mengembangkan model pembelajaran rekonstruksi sejarah. Situs Kraton Plered bermanfaat sebagai kegiatan produktif seperti penyusunan makalah, tugas akhir ilmiah, pembuatan media, dan labolatorium alami Pendidikan Sejarah bagi siswa, mahasiswa sejarah dan masyarakat umum pecinta sejarah. Kata kunci. Kraton Plered, Media Pembelajaran, Rekonstruksi Sejarah. Febta Pratama: Situs Kraton Plered Yogyakarta sebagai… 68 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse IJSSE: Indonesian Journal of Social Science Education Volume 1, Nomor 1, Januari 2019 PENDAHULUAN menggantikan Sultan Agung (dalam Mataram Islam merupakan kerajaan Serat Babad Momana menyebutkan Islam terbesar di Jawa pada abad 16- angka tahun 1568 Jawa). Berdasarkan 17 Masehi. Mataram Islam diyakini oleh Serat Babad Momana, gelar yang masyarakat sebagai penerus dari digunakan saat naik tahta adalah Sunan kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Mangkurat Hanyakrakusuma Senapati Sultan Hadiwijaya. Ki Ageng Pemanahan ing Ngalaga Panatagama. adalah tokoh yang membangun daerah Pada masa pemerintahan Mataram. Mataram awalnya merupakan Amangkurat I, keraton kembali sebuah alas (hutan) yang merupakan dipindahkan dari Kerta ke Plered. Selain hadiah sultan Pajang kepada Ki Ageng itu pada masa pemerintahan raja Pemanahan atas jasanya kepada keempat Kerajaan Mataram-Islam inilah kesultanan pajang. Kerajaan Mataram untuk pertama kalinya kota pusat berdiri pada tahun 1582 pusat kerajaan Kerajaan Mataram-Islam dipindahkan, ini terletak di sebelah tenggara kota yakni dari Kota Gede ke Pleret. Babad Yogyakarta, yakni di Kotagede. Setelah Sengkala mencatat perpindahan wafatnya Ki Ageng Pemanahan, Amangkurat I ke Keraton Pleret pada Pemerintahan mataram digantikan oleh tahun 1569 Jawa atau 1647 Masehi anaknya Danang Sutawijaya atau (Adrisijanti, 2000: 66). Berdasarkan Pangeran Ngabehi Loring Pasar dan serat babad Momana tahun 1570 J mengangkat dirinya menjadi raja (1648 M) ibukota Mataram oleh Sunan mataram yang bergelar Panembahan Amangkurat I diperintahkan untuk Senopati. Danang Sutawijaya melakukan dialihkan darikerto ke pleret. Sedangkan perluasan termasuk ke Pajang dan keraton kerto kemudian hanya membawa beberapa pusaka Kesultanan difungsikan sebagai pesanggrahan Pajang. keraton lama (Yudodipojo, 1995:28). Setelah Panembahan Senopati Perintah perpindahan ibukota darikerto meninggal kekuasaannya digantikan ke pleret ini dapat di ketahui dalam oleh anaknya yang bernama Mas Jolang Babad Tanah Jawi, Bahwa raja berkata: atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang “…serupane kawulangsun kabeh, hanya memerintah selama 12 tahun padha nyithaka bata, ingsun bakal (1601-1613), tercatat bahwa pada mingser teka ing kutha kerta, pemerintahannya beliau membangun patlasane kangieng rama ingsun tan sebuah taman Danalaya di sebelah barat arsa ngenggoni. Ingsun bakal yasa kraton. Pemerintahannya berakhir ketika kutha ing Plered….“ artinya kurang beliau meninggal di hutan Krapyak lebih “…semua rakyatku, kalian ketika beliau sedang berburu. buatlah bata. Saya akan pindah dari Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, kerta, karena saya tidak mau tinggal yang bergelar Sultan Agung di bekas (kediaman) ayahanda. Saya Hanyakrakusuma. Di bawah akan membangun kota plered….”. pemerintahannya (tahun 1613-1645) Berdasarkan keterangan babad Mataram mengalami masa kejayaan. tanah jawi di atas dapat diketahui, Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan bahwa setelah Sunan Amangkurat I ke Kraton Kerta. Sultan Agung tercatat dinobatkan sebagai raja Mataram, beliau melakukan beberapa kali penyerangan tidak ingin bertahta di kerto bekas ke Batavia untuk mengusir VOC. Pada kediaman ayahanda (Sultan Agung). tahun 1646 Amangkurat I naik tahta Beliau kemudian memerintahkan kepada Febta Pratama: Situs Kraton Plered Yogyakarta sebagai… 69 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse IJSSE: Indonesian Journal of Social Science Education Volume 1, Nomor 1, Januari 2019 rakyatnya untuk mencetak bata guna nantinya dibuat segarayasa (de graaf, membangun istana baru di pleret, 1986:114). dimana pleret sebelumnya memang Berdasarkan babad dan cacatan kolonial telah direncanakan sebagai bakal calon tersebut, pemerintah Yogyakarta dan Mataram yang baru. Semenjak itu Balai Arkeologi Yogyakarta mulai pembangunan istana oleh sunan melakukan pemetaan, survei dan Amangkurat terus dilakukan dan melakukan penggalian di sekitar lokasi berdasarkan informasi keraton Plered yang saat ini sudah berubah digambarkan sangat megah. Ini dapat nama menjadi kampung-kampung di diketahui berdasarkan cacatan Lons, kelurahan Plered. Penggalian dilakukan ketika mengunjungi Plered th 1733 dibeberapa titik dan ditemukan menggambarkan bahwa keraton Pleret beberapa benda peninggalan dan bekas dibuat dari batu dan lebih besar bangunan. Berdasarkan hasil pemetaan, daripada Kraton Kartasura. Babad ing survei dan penggalian didapati tinggalan sankala mencatat perpindahan sunan ke arkeologis berupa umpak (tiang) kraton yang baru (plered) terjadi padda kedaton Plered, Benteng Kedaton tahun 1569 J (1647 M) Kraton yan baru Plered, Masjid Agung Kauman, dan ini dinamakan Puraarya (Ras, sumur Gumulung (Nurhadi, 1978: 8). 1992:337). Pemerintahan Amangkurat I Beberapa tinggalan arkeologis ini berakhir dengan pemberontakan sekarang dapat dilihat langsung di Trunajaya yang berhasil menguasai Plered dan oleh Pemerintah Daerah Kraton. Sunan Amangkurat dapat Yogyakarta disitus Kraton Plered ini meloloskan diri, Akan tetapi sampai di sudah dibangun Museum sebagai Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) tempat pameran barang temuan. Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya Melihat hal itu, jelas bahwa Kraton wafat. Plered memiliki nilai historis yang sangat Terletak dihampir +12 Km kearah berharga. Dengan demikian, bagi tenggara dari pusat kota jogja, sisa-sisa pendidikan sejarah Situs Kraton Plered kemegahan Kraton Pleret hampir tidak memiliki potensi prospektif untuk bisa kita lihat saat ini. Berdasarkan dikembangkan sebagai Sumber, Media, babad dan catatan kolonial, Plered pusat Labolatorium Natural dalam Model Kerajaan Mataram masa Amangkurat I Pembelajaran Metodologi Rekonstruksi (1646-1677) yang terletak +12 km ke Sejarah. arah tenggara dari kota Yogyakarta, dalam imajinasi historis boleh jadi METODE PENELITIAN merupakan ibu kota Mataram yang Penelitian ini menggunakan metode paling cantik dibanding masa sebelum kualitatif deskriftif dengan jenis dan sesudahnya. Bayangkan sebuah penelitian sejarah. Adapun metode kompleks istana dengan danau buatan penelitian ini terdiri dari tahap yang sangat luas dan batang-batang air pengumpulan data, kemudian analisis disekelilingnya, juga Pegunungan Seribu data, dan terakhir tahap verifikasi atau sebagai latar belakangnya. Berdasarkan kesimpulan. Dalam ketiga tahapan Babad sangkala 1565 J (1643 M), salah tersebut termasuk empat tahap satunya berupa pembangunan danau penelitian sejarah, yakni heuristic, kritik atau laut buatan dengan membendung sumber, interpretasi dan historiografi. sungai opak sebelah timur pleret, yang HASIL DAN PEMBAHASAN Febta Pratama: Situs Kraton Plered Yogyakarta sebagai… 70 http://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/ijsse IJSSE: Indonesian Journal
Recommended publications
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • Download the Full Article In
    DUNIA MELAYU-INDONESIA DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA Gambar 1. ‘Prajurit Jawa’, William Daniell, sekitar 1817. Surat dari Pangeran Puger yang sedang dalam pelarian kepada Pemerintahan Agung, 5 Mei 1704 DAFTAR ISI 1 Pengantar 2 2 Transkripsi dari teks bahasa Belanda 5 3 Terjemahan bahasa Indonesia 8 4 Kolofon 11 5 Gambar folio 12 HARTA KARUN. KHAZANAHHARTA SEJARAH INDONESIA DARI ASIA-EROPA ARSIP DAN DI JAKARTA VOC www.sejarah-nusantara.anri.go.id DUNIA MELAYU-INDONESIA 2 DOC 04 1.4 NEGARA, WILAYAH, PENGUASA DAN PERANTARA 1 Pengantar M.C. Ricklefs, “Surat Pangeran Puger yang adalah Puger. sedang dalam pelarian kepada Pemerintah- Puger juga melarikan diri ke arah barat menja- an Agung, 5 Mei 1704”. Dalam: Harta Karun. uhi keraton yang telah jatuh ke tangan musuh, Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dan kemudian memproklamasikan dirinya seba- dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 4. Jakarta: gai raja. Dalam sejumlah dokumen sejarah Jawa, Arsip Nasional Republik Indonesia, 2013. dia diberi berbagai gelar kerajaan seperti Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama, dan disapa dengan OLEH M.C. RICKLEFS sebutan Panembahan. Dalam sejumlah surat di Pangeran Puger adalah salah satu dari putra-putra masa itu, beliau menggunakan gelar Susuhunan. Susuhunan Amangkurat I (memerintah 1646-77) Bersama dengan dua saudaranya, pangeran Marta- dan adik dari Susuhunan Amangkurat II (meme- sana (yang kemudian juga memakai berbagai gelar rintah 1677-1703); maka dari itu, ketika surat ini kerajaan) dan pangeran Singasari, Puger balik ditulis, beliau adalah paman dari penguasa muda lagi ke Mataram dan merebut kembali keraton Amangkurat III (memerintah 1703-8) yang baru tua, paling lambat di pertengahan bulan Oktober saja naik tahta menyusul kematian ayahandanya.
    [Show full text]
  • Preliminary Damageandloss Assessment
    The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A joint report of BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A Joint Report from BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I.Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 i FOREWORD The May 27, 2006 earthquake struck Yogyakarta and Central Java. Yogyakarta is a center for Javanese traditional arts and culture, the ancient temples of Borobudur and Prambanan, and is home to a royal family whose lineage goes back to the Mataram era in the 16th century. It is also a center of Indonesian higher education. Striking in the early morning hours, the earthquake took over 5,700 lives, injured between 40,000 and 60,000 more, and robbed hundreds of thousands of their homes and livelihoods. As if the devastation of the earthquake were not enough, the disaster may not be over. The increase in Mount Merapi’s volcanic activity, which began in March 2006, is producing lava flows, toxic gases, and clouds of ash, prompting the evacuation of tens of thousands of people. This report presents a preliminary assessment of the damage and losses caused by the earthquake.
    [Show full text]
  • Battle of Gegodog
    Battle of Gegodog Main article: Battle of Gegodog. included his former protégé Trunajaya.[28] In the few months after the victory in Gegodog, the rebels quickly took Javanese northern trading towns from Surabaya westward to Cirebon, including the towns of Kudus and Demak.[28] The towns fell easily, partly because their fortifications had been destroyed due to their conquest by Sultan Agung about 50 years earlier.[28] Only Jepara managed to. The Battle of Gegodog took place in 13 October 1676 during the Trunajaya rebellion, and resulted in the victory of the rebel forces over the Mataram army led by the Crown Prince Pangeran Adipati Anom. Gegodog is located in the northeastern coast of Java, east of Tuban. Battle of Gegodog. H. Battle of Halmstad. L. Lancaster raid. O. Battle of Öland. P. Battle of Palermo. Siege of Philippsburg (1676). R. Revolt of the Three Feudatories. Russo-Turkish War (1676â“1681). S. The Battle of Gegodog (also spelled Battle of Gogodog) took place in 13 October 1676 during the Trunajaya rebellion, and resulted in the victory of the rebel forces over the Mataram army led by the Crown Prince Pangeran Adipati Anom. Gegodog is located in the northeastern coast of Java, east of Tuban. The crown prince expected a sham battle from Trunajaya, his former protégé. However, Trunajaya offered a real fight which resulted in a decisive victory over the much larger royal army. For the 1945 battle commemorated as Heroes' day in Indonesia, see Battle of Surabaya. Battle of SurabayaPart o. at the Battle of Gegodog.[4][5] The rebels continued to win victories and gain territories in the following month, taking most of the northern coast of Java as far west as Cirebon.[5] Facing the imminent collapse of his authority, the Mataram King Amangkurat I sought help from the VOC in Batavia.[6] On 20 January 1677, Admiral Cornelis Speelman, recently named.
    [Show full text]
  • Out of a Crocodile's Mouth, Enter a Tiger's Snout
    Out of A Crocodile’s Mouth, Enter A Tiger’s Snout: Kingship in Cirebon and the Dutch East India Company’s Intervention in the Late Seventeenth Century M.A. Thesis Satrio Dwicahyo Supervisor: Dr. Lennart Bes Table of Contents Table of Contents.................................................................................................................................................... 1 List of Pictures, Maps, and Tables .......................................................................................................................... 2 Introduction ............................................................................................................................................................ 3 Cirebon as A Sovereign ..................................................................................................................................... 4 Cirebon between Major Powers ........................................................................................................................ 8 Research Question ........................................................................................................................................... 11 Previous Related Studies ................................................................................................................................. 12 Sources and Challenges .................................................................................................................................. 14 Structure of the Study.....................................................................................................................................
    [Show full text]
  • Candi Space and Landscape: a Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains
    Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains Proefschrift ter verkrijging van de graad van Doctor aan de Universiteit Leiden, op gezag van Rector Magnificus Prof. mr. P.F. van der Heijden, volgens besluit van het College voor Promoties te verdedigen op woensdag 6 mei 2009 klokke 13.45 uur door Véronique Myriam Yvonne Degroot geboren te Charleroi (België) in 1972 Promotiecommissie: Promotor: Prof. dr. B. Arps Co-promotor: Dr. M.J. Klokke Referent: Dr. J. Miksic, National University of Singapore. Overige leden: Prof. dr. C.L. Hofman Prof. dr. A. Griffiths, École Française d’Extrême-Orient, Paris. Prof. dr. J.A. Silk The realisation of this thesis was supported and enabled by the Netherlands Organisation for Scientific Research (NWO), the Gonda Foundation (KNAW) and the Research School of Asian, African and Amerindian Studies (CNWS), Leiden University. Acknowledgements My wish to research the relationship between Ancient Javanese architecture and its natural environment is probably born in 1993. That summer, I made a trip to Indonesia to complete the writing of my BA dissertation. There, on the upper slopes of the ever-clouded Ungaran volcano, looking at the sulfurous spring that runs between the shrines of Gedong Songo, I experienced the genius loci of Central Javanese architects. After my BA, I did many things and had many jobs, not all of them being archaeology-related. Nevertheless, when I finally arrived in Leiden to enroll as a PhD student, the subject naturally imposed itself upon me. Here is the result, a thesis exploring the notion of space in ancient Central Java, from the lay-out of the temple plan to the interrelationship between built and natural landscape.
    [Show full text]
  • State and the Statecract of the Centrals of Government Mataram Islam Kingdom in Java
    IJSS.Vol.12, No.2, September 2016 STATE AND THE STATECRACT OF THE CENTRALS OF GOVERNMENT MATARAM ISLAM KINGDOM IN JAVA HY. Agus Murdiyastomo3 Abstract This study is aimed to examine the dynamic of Islamic Mataram kingdom, focusing more on administrative system in Islam Mataram. This research used the five stages historical research method according to Kuntowijoyo, which are topic selection, heuristic, verification, interpretation and writing. Panembahan Senopati defeated Pajang and built a palace in Kotagede which later was used by Mataram kings until their peak of glory under Sultan AgungHanyakrakusuma. However the defeat of Mataram from VOC caused them to lose their ground, moreover after Sultan AgungHanyakrakusuma deceased. His successor, Amangkurat I think that Kotagede as the central of economic activities considered to be no longer suitable for the central of government. Therefore he ordered to move the palace from Kotagede to Pleret. Raden Mas Rahmat, as ‘Amangkurat II’, didn’t want to go back to Pleret because it had been taken by Puger Prince, and then built new palace in Kartasura. Amangkurat III escaped to the east when Kartasura was taken. But this palace would also be abandoned later, and moved to Surakarta when Pakubuwono II ruled the place. Mataram moved its government four times, from Kotagede, Plered, Kartasura, and lastly, Surakarta. Keywords: government, Islamic Mataram. 3 Yogyakarta State University. Email: [email protected] 31 HY. Agus Murdiyastomo:State and The Statecrac of the Centrals.... Introduction During the Islam period in Indonesia, many Initially Islam Mataram Kingdom had cities used territories in coastal area, such as the capital city in Kota Gede, 6 km far to the Samudra Pasai, Demak, Banten, and Makassar.
    [Show full text]
  • Konsep Mancapat-Mancalima Dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam 107
    Junianto, Konsep Mancapat-Mancalima dalam Struktur Kota Kerajaan Mataram Islam 107 KONSEP MANCAPAT-MANCALIMA DALAM STRUKTUR KOTA KERAJAAN MATARAM ISLAM Periode Kerajaan Pajang Sampai Dengan Surakarta Junianto Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang [email protected] ABSTRAK Unsur-unsur kota tradisional di Jawa pada masa kerajaan Mataram Islam, antara lain berupa Keraton, Alun-alun, Masjid, Pasar dan sejumlah permukiman Abdi-dalem. Susunan unsur-unsur kota tersebut, didasari keyakinan kosmologi Jawa yang bersumber dari kepercayaan Hindu-Budha. Kerajaan Mataram Islam bermula di Pajang dan berakhir di Surakarta dan Yogyakarta. Perpindahan kota kerajaan Mataram Islam mulai dari Pajang, Kotagede, Plered, Kartasura, hingga Surakarta, menunjukkan gejala pergeserah struktur kotanya. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi pergeseran atau perubahan struktur kota kerajaan Mataram Islam, dalam implementasi konsep mancapat-mancalima. Gambaran struktur kota kerajaan Mataram islam, dilakukan dengan metode deskriptif-ideographik, melalui analisis dokumen peta atau denah dan keterangan sejarah. Penggunaan metode ini, dimaksudkan untuk menggambarkan makna struktur atau susunan unsur-unsur kota kerajaan Mataram Islam, yang menjadi struktur kota awal. Identifikasi konsep mancapat-mancalima yang menjadi ciri kota Jawa, cukup signifikan sebagai struktur kota awal dalam menelusur perkembangan kota sekarang. Kata Kunci: konsep struktur kota tradisional, mancapat, kota surakarta ABSTRACT The elements of a traditional city in Java during the Islamic Mataram kingdom, including the Palace, Alun-alun, Mosque, Market and a number of Abdi-dalem settlements. The composition of the elements of the city, is based on Javanese cosmological beliefs originating from Hindu-Buddhist beliefs. The Islamic Mataram Kingdom began in Pajang and ended in Surakarta and Yogyakarta. The movement of the Islamic Mataram royal city starting from Pajang, Kotagede, Plered, Kartasura, to Surakarta, showed symptoms of a shift in the structure of the city.
    [Show full text]
  • Binary Opposition and Multiculturalism Shown in the Struggle of Mataram Kingdom Power During Reign of Amangkurat I
    BINARY OPPOSITION AND MULTICULTURALISM SHOWN IN THE STRUGGLE OF MATARAM KINGDOM POWER DURING REIGN OF AMANGKURAT I Akun; Endang Ernawati English Department, Faculty of Humanities, Binus University Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta 11480 [email protected]; [email protected] ABSTRACT This research aims to learn a potential and a struggle of the Chinese in clash of power during Amangkurat I (1646-1677) reign. The Chinese role was represented by Rara Oyi and her parents, Ki and Nyi Mangun. Literature study is done by applying binary opposition which is part of Post Collonialism theory. Analysis is done by showing evidences related to Binary opposition, which are good versus bad, man versus woman, powerful versus powerless, majority versus minority, oppressor and oppressed, rich versus poor, and love versus hate. It can be concluded that all aspects of binary oppositios and multiculturalism are presented clearly in Rembulan Ungu novel written by Bondan Nusantara. Keywords: binary opposition, power struggle, Mataram kingdom, Amangkurat I ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pembelajaran yang diperoleh dari perjuangan bangsa China selama pemerintahan Amangkurat I (1646-1677). Kelompok minoritas China diwakili oleh Rara Oyi, dan orangtuanya, yaitu Ki dan Nyi Mangun. Penelitian ini menggunakan studi pustaka dengan menerapkan post-kolonial teori, khususnya Binary opposition, meliputi kebaikan lawan keburukan, peran pria lawan wanita, kelompok kuat lawan kelompok lemah, kelompok mayoritas lawan minoritas, penindas lawan yang ditindas, kaya lawan miskin, dan cinta lawan benci. Simpulan yang dapat ditarik adalah bahwa semua aspek binary opposition dan multikultural dapat tergambar dengan jelas di novel Rembulan Ungu karya Bondan Nusantara.
    [Show full text]
  • Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia)
    Culture of Dwelling and Production of Space in the Post - Disaster Urban Transformation Processes (Case Study: Kotagede, Yogyakarta - Indonesia) vorgelegt von Gregorius Sri Wuryanto Prasetyo Utomo M.Arch geb.in Yogyakarta, Indonesien von der Fakultät VI – Planen Bauen Umwelt der Technischen Universität Berlin zur Erlangung des akademischen Grades Doktor der Ingenieurwissenschaften -Dr.-Ing- genehmigte Dissertation Promotionsausschuss: Vorsitzender : Prof. Dr. Philipp Misselwitz Gutachter : Prof. Dr. Peter Herrle Gutachterin : Prof. Dr.-Ing. Andrea Haase Tag der wissenschaftlichen Aussprache: 14.Juli 2014 Berlin 2014 Acknowledgements This dissertation is my academic achievement; a dynamic process of developing knowledge and understanding about people and their culture of dwelling, including their transformation processes. It has been dealt with through an intellectual discourse and many academic encounters, fruitful discussions, and also trial and error processes which have been enriched by emotional integrity in between. This study is critically based on observations and acquaintances with people and their cultures of dwelling in Kotagede, the historical Javanese town in Yogyakarta, Indonesia. From first arriving in the series of field research, I have benefited from the friendship of numerous people who assisted and advised me with various information, knowledge, and data. The following mentioned people all assisted me in various ways. I would like to express my great appreciation and deep gratitude to my supervisors, Prof. Dr. Peter Herrle, and Prof. Dr. -Ing. Andrea Haase for their valuable and constructive suggestions during the planning and development of this research work. Their willingness to give their time so generously has been very much appreciated. Furthermore, I would like to extend my great appreciation to Prof.
    [Show full text]
  • Berita Penelitian Arkeologi
    BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI LAPORAN SURVAI KEPURRAKALAAN KERAJAAN MATARAM ISLAM E JAWA TENGAH) JAKARTA 1978 LAPORAN SURVAI KEPURBAKALAAN KERAJAAN MATARAM ISLAM (JAWA TENGAH) NO. 16 Penyusun Laporan : Nurhadi B. A. Armeini B. A. Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Departemen P & K Copyright Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional 1978 DAFTAR ISI Halaman L PENDAHULUAN 1 II. LATAR BELAKANG SEJARAH MATARAM ISLAM 1 IH. PELAKSANAAN PENELITIAN 2 IV. HASIGHASIL PENELITIAN 3 A. KECAMATAN KOTAGEDE 3 Dewan Redaksi : B. KECAMATAN PLERED 8 Satyawati Suleiman ketua C. KECAMATAN KARTOSURO 11 Rumbi Mulia wakil ketua V. PENUTUP 13 R. P. Soejono anggota Soejatml Satari anggota VI. SUMMARY 14 Hasan M. Ambary anggota VII. LAMPIRAN-LAMPIRAN 15 A. DAFTAR GAMBAR DAN FOTO 15 B. GAMBAR 16 C. FOTO 22 Percetakan Offset P T. "RORA KARYA" - Jakarta. I. PENDAHULUAN. di Kotagede, terutama ditekankan pada masalah kemasyarakatan dan perkembangannya serta Penelitian kepurbakalaan di Kotagede, Kerto, menguraikan kepurbakalaan di bekas ibukota Plered dan Kartosuro dilaksanakan oleh Bidang kerajaan Mataram ini. Selain dari itu, Dr. L. Adam, Arkeologi Islam dari Pusat Penelitian Purbakala pembantu residen Yogyakarta mengadakan dan Peninggalan Nasional di Jakarta. Tujuan dari pengamatan dan perurutan kembali nama-nama penelitian ini dimaksudkan mencari data mengenai tempat yang disebutkan dalam Babad ataupun pemukiman kerajaan Mataram Islam yang cerita rakyat yang dapat dikaitkan dengan berlangsung dari abad ke 16 — 18 Masehi. Keempat kepurbakalaan kerajaan Mataram Islam di daerah situs di atas diutamakan dalam penelitian ini Yogyakarta. Hasil-hasil pengamatan ini ditulis karena menurut kepercayaan penduduk merupakan dan diterbitkan dalam tahun 1934, dalam majalah pusat-pusat pemerintahan kerajaan Mataram Islam D JAWA.
    [Show full text]
  • Diplomatic Correspondence: a Comparative Study on Malay and Javanese Letters in 1800S
    IKAT | The Indonesian Journal of SoutheastDiplomatic Asian Studies Correspondence Vol. 2, No. 2, January 2019, pp.287-310 ISSN 2582-6580, E-ISSN 2597-9817 Diplomatic Correspondence: A Comparative Study on Malay and Javanese Letters in 1800s Gilang Maulana Majid1 Abstract A more established tradition may set an indirect consensus for the communication between rulers in any situation. This article identifies how diplomatic correspondence was conducted and how different perceptions could actually be negotiated to attain certain goals. Two diplomatic letters – one from the Panembahan of Sumenep and one from the Sultan of Yogyakarta dispatched to Thomas Stamford Raffles to address Raffles’ retirement during the British interregnum in Java from 1811 to 1816 – were analyzed. These letters were chosen due to the different scripts and languages used in the two letters: Classical Malay Jawi and Old Javanese 'aksara Jawa'. By applying content analysis, this study finds that the Malay language was not only influential throughout the Indonesian archipelago as a medium for verbal communication, but its letter-writing tradition even clearly affected its Javanese counterpart, setting a standard writing style for diplomatic letters. Keywords: Diplomatic Correspondence, Javanese Script, Malay Jawi, Raffles, British Interregnum in Java. 1Southeast Asian Studies, Goethe University of Frankfurt, Germany. Corresponding e-mail: [email protected]. 287 Gilang Maulana Majid Introduction Although Malay served as the lingua franca of the archipelago that would later be called 'Indonesia' after its independence in 1945, at some point it was deemed offensively coarse and uncultured by the aristocratic Javanese.2 In letter writing, most Javanese rulers, particularly in the interior, used the Javanese script instead of "the Malay Jawi (Perso-Arabic) script that has been the medium of international and inter-island mode of communication between Indonesian rulers and foreign monarchs, merchants, and officials" for over four hundred years (Jones, 1982, pp.
    [Show full text]