A R T I K E L

Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Selatan Papua Barat (Potential and Utilization of Sago Starch to Support Food Security in South Sorong , )

Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jl. MH Thamrin No. 8 Jakarta Pusat Email: [email protected]

Diterima : 27 April 2015 Revisi : 3 Juni 2015 Disetujui : 19 Juni 2015

ABSTRAK Kabupaten Sorong Selatan memiliki potensi sagu (Metroxylon sp). Namun luas areanya masih belum pasti, pemanfaatan pati sagu masih terbatas sebagai pangan pokok masyarakat tertentu. Studi ini bertujuan mengetahui potensi dan pemanfaatan sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Metodologi yang digunakan adalah pemetaan dengan citra satelit dan survei lapangan. Potensi sagu dihitung menggunakan persamaan Yumte. Hasil pemetaan area potensi sagu mencapai 311,5 ribu ha dan tersebar di 8 distrik dengan potensi pati sagu sebesar 2,9 juta ton. Areal sagu terluas terdapat di distrik Kais sebesar 63,8 ribu ha, Kokoda 61,3 ribu ha, Inanwatan 55,5 ribu ha, Saefi 39,6 ribu ha dan Kokoda utara 34,5 ribu ha. Kerapatan pohon sagu masa tebang setiap ha mencapai 67 pohon dan diameter rata-rata 41,2 cm dengan tinggi pohon 9,9 m. Estimasi produksi sagu mencapai 9,7 ton per ha. Usulan untuk membuka pasaran pati sagu salah satu strarteginya adalah setiap pegawai negeri sipil di Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan jatah sagu setiap bulannya sebesar 10 kg sebagai bentuk implementasi penggunaan bahan baku lokal dalam mendukung ketahanan pangan. Pemanfaatan potensi sagu ini bila dapat diterapkan di lapangan akan membuka kegiatan ekonomi dan mendukung ketahanan pangan di wilayah Sorong Selatan kata kunci : potensi sagu, pemanfaatan, Kabupaten Sorong Selatan, Metroxylon sp

ABSTRACT South has the potential of sago (Metroxylon sp). However, its area remains unclear. The utilization of sago starch has been limited as a staple food of certain communities. This study aims to determine the potential and utilization of sago in South Sorong Regency.The methodology used is maping with satellite imagery and field surveys. Potential sago is calculated using Yumte formulation. The results show that the potential area reaches 311.5 thousand hectares and spreads over 8 districts, whilts sago starch potential is approximately 2.9 million tons. The widest sago areas are located in the districts of Kais (63.8 thousand ha), Kokoda (61.3 thousand ha), Inanwatan (55.5 thousand ha), Saefi (39.6 thousand ha) and in northern Kokoda (34.5 thousand ha). The Sago tree density is 67 trees per ha with an average diameter of 41.2 cm and height of 9.9 m.The estimation of sago production is about 9.7 tons per hectare. A strategy to open up the market is to impose a policy in which each civil servant in South Sorong regency would get sago of 10 kg/month as an implementation of the use of local production for food security. This strategy is hoped to open up the economic activities in the region of South Sorong. keywords: Sago’s potential, utilization,South Sorong regency, Metroxylon sp.

I. PENDAHULUAN 26, Tahun 2003 tentang Pemekaran 14 abupaten Sorong Selatan merupakan Kabupaten di Propinsi Papua Barat, dengan Ksalah satu kabupaten pemekaran yang Ibukota dan terdiri dari 13 distrik, dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 210 kampung dan kelurahan dengan jumlah penduduk 41.291 jiwa (Sorong Selatan dalam

Potensi Dan Pemanfaatan Pati Sagu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat 97 Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto angka, 2013). Dari 13 distrik 5 diantaranya II. METODOLOGI terletak di daerah pantai bagian selatan. Luasan dan potensi sagu dilakukan melalui Secara geografis Kabupaten Sorong analisa peta satelit secara remote sensing dan Selatan terletak pada koordinat 01°00′ - 02°30′ survei lapangan. Peta satelit menggunakan LS dan 131°00′ – 133°00′ BT, dan berada Lansat TM Geo-Emata 2012. Survei lapangan pada ketinggian 0 – 1.362 m dpl, dengan luas dilakukan di distrik Inanwatan, Kais, Konda, wilayah 9.408,63 km2. Daerah terendah berada Metamani dan Saefi di Kabupaten Sorong di sepanjang garis pantai Laut Seram yang Selatan (Gambar 1) dengan luasan 2 (dua) ha. meliputi wilayah Distrik Kokoda, Inanwatan, Dalam melakukan pengukuran sampel sagu di Metamani, Kais dan Seremuk, sedang daerah lapangan menggunakan peta adminstratif yang tertinggi berada di distrik Fokour dan Sawiat. dikeluarkan oleh Bakosurtanal pada peta hasil telaahan tahun 2012. Lokasi dicatat secara Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki akurat menggunakan GPS (Global Posisioning Kabupaten Sorong Selatan saat ini adalah sagu, Sistem) Garmin 62sc dan Montana. Laser hasil tambang dan hasil perikanan. Selama ini distance digunakan untuk mengukur tinggi Kabupaten Sorong Selatan dikenal memiliki pohon. Dari luasan sampel 2 ha dibagi menjadi areal sagu terluas di Papua Barat, namun segmen-segmen dengan ukuran 50 m x 50 m. luasan dan potensi areal sagu belum terekam Setiap ha diambil antara 3 sampai 4 cuplikan. dengan baik. Bintoro, dkk., (2013) melaporkan Kerapatan sagu di tiap kecamatan didekati bahwa luas areal sagu di Sorong Selatan dengan hasil penghitungan per segmen dan mencapai 160 ribu ha. Selanjutnya perkiraan dihitung fase masing-masing pertumbuhan Bappeda Kabupaten Sorong Selatan luas areal sagu dan diambil rata-rata. Selanjutnya untuk sagu mencapai 148 ribu ha. Potensi sagu yang menghitung kerapatan per ha dikalikan dengan tersedia mendorong tumbuhnya industri sagu nilai 4 yang berasal dari konversi per ha (10000 dengan tercatatnya dua industri sagu besar di m2 dibagi luas segmen 2500 m2). distrik di pesisir selatan. Kedua industri sagu Dalam analisa kerapatan dan potensi pati tersebut memiliki areal 13 ribu ha hutan sagu di sagu dalam penelitian ini dibatasi hanya pada distrik Kais dan 40 ribu ha di distrik Metamani fase BMT (Belum Masak Tebang), MT (Masak (Bappeda, 2014). Sedangkan distrik lain masih Tebang) dan LMT (Lewat Masak Tebang) memiliki potensi sagu yang belum dimanfaatkan dengan pertimbangan efisiensi waktu, biaya dan terutama untuk skala kecil dan menengah. ketersediaan sumber daya manusia. Menurut Prabowo (2010) ketahanan Flach, (1977) menyatakan bahwa pangan nasional tidak terlepas dari ketahanan produktivitas pati per pohon sagu didasarkan pangan domestik/lokal. Dengan mengacu pada pada pohon sagu fase MT, karena diasumsikan hal tersebut maka dengan adanya otonomi hanya fase MT tanaman sagu memiliki daerah diharapkan dapat memaksimalkan kandungan pati yang terbesar di bagian batang. peran pemerintah daerah dalam meningkatkan Sedangkan sagu fase BMT belum menghasilkan sektor agribisnis dalam mewujudkan ketahanan pati yang maksimal sebagai cadangan makanan. pangan nasional. Sagu fase LMT adalah sagu yang sudah tidak memiliki cadangan pati karena terserap untuk Potensi sagu yang tersedia tersebut masa pembungaan dan pembuahan. Setelah merupakan salah satu aset dari ketahanan melewati fase LMT, pohon sagu secara alamiah pangan lokal. Untuk mengetahui luas areal yang akan mati dan roboh karena mengalami pasti maka perlu dilakukan pendataan luas areal pembusukan pada batangnya. sagu di kabupaten Sorong Selatan. Untuk menduga produksi sagu per pohon Tujuan penelitian ini adalah mengetahui menggunakan persamaan yang dikembangkan potensi sagu dan kemungkinan pemanfaatannya oleh Yumte (2008) dengan mengukur tinggi di Kabupaten Sorong Selatan sebagai upaya pohon sagu dan diameternya. Produktivitas rata- mendukung program ketahanan pangan. rata pati sagu per pohon akan menggambarkan

98 PANGAN, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106 Gambar 1. Peta Administrasi Per Distrik di Kabupaten Sorong Selatan kualitas pertumbuhan pohon pada kondisi saat wilayah Sorong Selatan menjadi 8 kelas, yaitu ini, di mana produktivitas pati sagu per hektar : (i) Awan dan bayangan awan; (ii) Badan air selain ditentukan kualitas pertumbuhan juga (sungai dan danau); (iii) Hutan alam (hutan ditentukan oleh kerapatan pohon per hektar. campuran); (iv) Hutan sagu (hutan sagu dan kampung sagu); (v) Hutan mangrove; (vi) Rawa; Estimasi rata-rata potensi pati sagu per (vii) Semak belukar (semak dan alang-alang); pohon didasarkan pada persamaan korelasi (viii) Tanah terbuka (termasuk pemukiman). antara rata-rata diameter setinggi dada (D ) bh Hutan sagu tersebut tersebar di 8 distrik dari 13 dalam cm, tinggi bebas pelepah (T ) dalam m bp distrik yang ada di Kabupaten Sorong Selatan. dan kandungan pati sagu (Ws) dalam kg per pohon. Yumte (2008) meformulasikan korelasi Hasil pemetaan dan survei lapangan antara 3 (tiga) parameter tersebut melalui Kabupaten Sorong Selatan menunjukkan luasan persamaan korelasi: total yang terekam adalah 311.591 ha (Tabel 1) dengan luasan terkecil terdapat di dua distrik = 1,792( )0,648 0,874 yaitu Seremuk dan Konda. W s Dbh (T bp ) Luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan Dbh dan Tbp diukur pada setiap pohon fase MT dalam suatu sampel segmen dan kemudian berdasarkan data remote sensing adalah dihitung rata-ratanya. Dengan memasukkan sebesar 694.221 ha dan luas areal sagu 311.591 ha. Dengan demikian luas areal sagu mencapai rata-rata Dbh dan Tbp ke dalam persamaan, maka akan diperoleh produktivitas rata-rata per pohon 44,88 persen dari luas wilayah Kabupaten pada setiap sampel. Hasil perhitungan rata-rata Sorong Selatan. produktivitas pati adalah dalam satuan kg per Hutan sagu di Sorong Selatan pada pohon berat basah (BB). Untuk mendapatkan umumnya tumbuh pada rawa belakang (back rata-rata potensi per hektar diperoleh melalui swamp) yang digenangi oleh air rawa baik yang hasil perkalian antara potensi per pohon dengan bersifat permanen maupun tidak permanen. kerapatan pohon per hektar. Penyebaran hutan sagu di wilayah ini umumnya pada ketinggian kurang dari 50 m dari permukaan III. HASIL DAN PEMBAHASAN laut (dpl), kelerengan antara 0 - 3 persen, 3.1. Potensi Sagu kedalaman air tanah kurang dari 1 m. Selain hutan sagu tutupan lahan dominan lain yang tersebar di Luasan administrasi dan luasan tutupan wilayah ini adalah hutan mangrove, hutan alam lahan diperoleh dari hasil klasifikasi citra satelit (campuran) dan badan air sungai. Lansat TM membedakan tutupan lahan di

Potensi Dan Pemanfaatan Pati Sagu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat 99 Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto Tabel 1. Luas Areal Sagu Per Distrik di Kabupaten Sorong Selatan

Hasil cuplikan rumpun masing-masing Tabel 3 memberi petunjuk bahwa pertumbuhan sagu di 5 distrik yang dijadikan produktifitas rata-rata per pohon (berat basah) koleksi menunjukkan kisaran 57 sampai 186 adalah 147,8 ± 33,6 kg. Angka ini menunjukkan rumpun dengan rata-rata 145 ± 52 dimana hasil yang hampir sama dengan hasil penelitian distrik Metamani memiliki jumlah rumpun yang dilakukan oleh Jong (2011), di mana terkecil dan yang terbesar di distrik Konda. rata-rata produktivitas pati pada hutan sagu di Sedangkan fase sagu masa tebang (MT) yang Sorong Selatan mencapai 152 kg per pohon. siap panen kisarannya 42 sampai 101 pohon Tetapi bila dibandingkan antara produktivitas dengan rata-rata 67 ± 22 pohon. Distrik yang sagu Sorong Selatan dengan sagu di Maluku memiliki sagu masa tebang terbesar terdapat hasilnya hanya seperempatnya. Produktivitas di distrik Inanwatan dan yang terkecil di distrik sagu di Maluku dilaporkan oleh Louhenapessy, Saefi (Tabel 2). dkk., (2011), mencapai 640 kg (berat basah/ bb) per pohon. Sedangkan penelitian yang Diameter pohon sagu berkisar antara dilakukan oleh Yamamoto (2004) produktivitas 38 sampai 44 cm dengan rata-rata 41,1 ± 2,4 sagu dapat mencapai 700 kg per pohon. cm, sedangkan tinggi pohon sagu berkisar 8,4 sampai 13,6 m dengan rata-rata 9,9 ± 2,2 Sedangkan menurut penelitian Novarianto cm. Melihat bentuk diamater dan tinggi pohon (2011) menyebutkan pada perkebunan sagu di sagu yang ada maka sagu di distrik Metamani Kabupaten Meranti, Propinsi Riau, produktivitas memiliki ukuran yang paling besar dan ukuran sagu rata-rata 350 kg (bb) per pohon. Dengan paling kecil terdapat di distrik Inanwatan. demikian produksi sagu di Sorong Selatan ini Gambaran diameter dan tinggi pohon serta masih dapat ditingkatkan dengan pengelolaan prediksi produksi pati sagu per pohon disajikan hutan yang baik, misalnya melalui pengaturan pada Tabel 3. drainase, dan penjarangan. Muhidin, dkk., (2012)

100 PANGAN, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106 Tabel 3. Keragaan Diameter dan Tinggi Pohon Sagu di Distrik

Estimasi Produksi Distrik Diameter (cm) Tinggi (cm) per phn berat basah (kg)

Sumber : Data lapangan diolah (2015) melaporkan bahwa kondisi iklim di Sulawesi berkisar antara 87 – 368 kg dengan rata-rata Tenggara sampai batas tertentu berbanding berat basah tepung sagu 186,68 kg. Perbedaan lurus dengan potensi produksi tanaman sagu. ini diduga akibat perbedaan tempat tumbuh dan Rendemen pati sagu di Kendari berkisar antara lingkungan yang berbeda (Bintoro, dkk, 2013). 173 kg sampai 216 kg per pohon. Potensi sagu ini bila tidak diproses/diolah Flach (1977) melaporkan bahwa maka akan punah dengan sendirinya kembali produktivitas pati di perkebunan sagu Batu ke alam. Karena dalam perkembangannya Pahat, Malaysia, dapat mencapai 25 ton per sagu yang sudah masak tebang (MT) dan hektar. Sedangkan Novarianto (2013) me- tidak dipanen maka akan keluar bunga dan laporkan, bahwa hamparan sagu alam yang kandungan sagunya menurun secara drastis termasuk semi budidaya di Kabupaten Meranti (Flach,1977). (Riau) memiliki produktivitas 15 ton BB per Untuk menghitung potensi sagu di hektar per tahun. Perbedaan produktivitas pati Kabupaten Sorong Selatan dimana pada distrik sagu dari satu daerah dengan daerah lain, dapat yang tidak dilakukan cuplikan digunakan nilai disebabkan oleh perbedaan varietas sagu, rata-rata kabupaten lainnya, maka hasilnya dan perbedaan lingkungan tumbuh, misalnya ditunjukkan pada Tabel 4. kesuburan tanah, iklim, tingkat penggenangan dan lain-lain. Yumte (2008) melaporkan Tabel 4 menunjukkan potensi sagu bahwa diameter setinggi dada pohon sagu berdasarkan kriteria fase masa tebang yang di Kabupaten Sorong Selatan mencapai 64 total satu kabupaten mencapai 2,9 juta ton, cm dan tinggi bebas pelepah mencapai 21 m. dimana potensi terbesar di distrik Inanwatan, Hasil produksi basah tepung sagu per pohon Kokoda, Kais dan Metamani. Oleh sebab itu

Tabel 4. Potensi Produksi Pati Sagu (ton/ha) Per Distrik di Kabupaten Sorong Selatan

Produksi per ha Produksi Distrik Luas areal (ha) (ton) (ton/ha)

Sumber : Data primer diolah (2014)

Potensi Dan Pemanfaatan Pati Sagu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat 101 Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto potensi sagu yang besar ini perlu dimanfaatkan pangan daerah dengan kebijakan ketahanan agar terjadi kegiatan ekonomi lainnya. pangan nasional. 3.2. Pemanfaatan Pati Sagu Ketiga, mendorong terjadinya perdagangan antar daerah. Sangat besarnya kapasitas produksi sagu di Sorong Selatan ditindaklanjuti dengan Keempat, mendorong terciptanya mekanisme dibangunnya pabrik pengolahan pati sagu di pasar yang berkeadilan. distrik Kais dan distrik Metamani dimana kedua Dengan memperhatikan beberapa distrik tersebut terletak di pantai selatan. Pada azas kebijakan ketahanan pangan di daerah status kapasitas maksimum alat terpasang tersebut, beberapa hal yang perlu dilakukan akan menghasilkan pati sagu sebanyak 60 oleh pemerintah daerah diantaranya pertama, ribu ton yang berasal dari 2 kali 30 ribu ton. pemerintah daerah perlu menyadari akan Dengan asumsi kedua pabrik tersebut telah pentingnya memperhatikan masalah ketahanan memiliki pasar tersendiri maka pengelolaan di pangan di wilayahnya. Kedua, perlunya apresiasi distrik lain misalnya di Saefi digunakan untuk tentang biaya, manfaat, dan dampak terhadap menggerakkan perekonomian masyarakat dan pembangunan wilayah dan nasional program mendukung ketahanan pangan. peningkatan ketahanan pangan di daerah Selama ini pohon sagu di Kabupaten Sorong kepada para penentu kebijakan di daerah. Selatan hanya digunakan untuk memenuhi Ketiga, pemerintah daerah perlu menyusun kebutuhan sendiri dalam kehidupan sehari- perencanaan dan strategi untuk menangani hari (subsisten). Guna mendorong masyarakat masalah ketahanan pangan di daerah. Keempat, mengusahakan tanaman sagu maka perlu perlu mengembangkan suatu wahana untuk ada percontohan bagaimana mengekstraksi saling tukar menukar informasi dan pengalaman sagu yang efisien. Selama ini masyarakat dalam menangani masalah ketahanan pangan mendapatkan pati sagu menggunakan peralat- antar pemerintah daerah. an tradisionil. Harga jual pati sagu basah per karung besar Rp. 200.000 dan yang karung kecil Dalam Peraturan Presiden (PerPres) No Rp. 150.000. Secara eceran harga 1 kg pati sagu 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan basah setara dengan Rp. 7000. Bila pati sagu Penganekaragaman Konsumsi Pangan Ber- basah ini dikeringkan maka harga sagu dari basis Sumber Daya Lokal pada pasal 1 ayat Sorong Selatan dapat mencapai Rp. 10.000. 2 disebutkan bahwa Kebijakan Percepatan Kondisi ini sangat berbeda dengan harga pati Penganekaragaman Konsumsi Pangan Ber- sagu kering dari Selat Panjang yang dijual di basis Sumber Daya Lokal menjadi acuan bagi Jakarta berkisar Rp. 6.000 – Rp. 6.500. Mahalnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam harga pati sagu di Sorong Selatan salah satu melakukan perencanaan, penyelenggaraan, sebabnya adalah belum berkembangnya bisnis evaluasi dan pengendalian Percepatan Peng- sagu di Kabupaten Sorong Selatan. Di pihak anekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis lain potensi sagu tersebut dapat dikelola oleh Sumber Daya Lokal. Oleh sebab itu dalam masyarakat dan juga sekaligus sebagai bentuk rangka pemanfaatan sumber daya pangan ketahanan pangan di kabupaten tersebut. lokal di Kabupaten Sorong Selatan ini adalah pengembangan sagu ini selaras dengan PerPres Suryana (2005) menyebutkan dalam upaya No 22 tahun 2009 tersebut dan harus didorong. meningkatkan ketahanan pangan di wilayah kerjanya perlu memperhatikan beberapa azas, Suryana (2007) menyebutkan kriteria yaitu: utama bagi keberhasilan pengembangan usaha pengolahan adalah efisiensi, efektifitas, kualitas Pertama, mengembangkan keunggulan dan fleksibilitas. Untuk meningkatkan efisiensi komparatif yang dimiliki oleh masing-masing diperlukan biaya rendah dan peningkatan daerah sesuai dengan potensi sumberdaya produktifitas tenaga kerja. Efektifitas mencakup spesifik yang dimilikinya, serta disesuaikan kemampuan pelayanan bagi pemasaran dan dengan kondisi sosial dan budaya setempat. teknis penanganan produksi. Kedua, menerapkan kebijakan yang terbuka dalam arti menselaraskan kebijakan ketahanan Agar produk sagu yang diproduksi dapat

102 PANGAN, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106 Gambar 2. Bagan Pengelolaan Bisnis Sagu Berbasis Masyarakat dijual maka perlu dibuka pasar. Untuk tahap bantuan peralatan dari Pemerintah Daerah awal, produk sagu yang diproduksi oleh (Pemda) agar diperoleh hasil lebih cepat. masyarakat memiliki kepastian pasar maka salah Namun pemilik sagu boleh memilih apakah satu cara melalui strategi “melalui penggantian hanya menjual pohon sagu saja tanpa harus subsitusi jatah beras bagi para pegawai negeri memotong dan memarut sendiri. Bentuk lain sipil di Kabupaten Sorong Selatan diberikan dapat juga memotong pohon sagu dan menjual dalam bentuk pati sagu. Pada tahap awal setiap ke pengumpul. Tetapi bila petani memiliki kepala keluarga PNS mendapat jatah pati sagu pemarut juga dapat memarut sagunya. Yang sebanyak 10 kg per KK. Bila tahap awal ini paling baik adalah petani dapat menebang, berhasil maka proporsi pati sagu ditingkatkan memotong dan memarut serta mengekstrak pati menjadi 20 kg. Konsep pola kemitraan sagu sagunya sendiri dengan menggunakan tenaga rakyat juga perlu dikembangkan agar penetrasi kerja yang dimiliki. Tenaga pendamping akan pasar dapat menjangkau lebih luas dan produksi melakukan sosialisasi aspek teknis dan dari sisi makin meningkat. harga jual yang disepakati bersama. Dengan asumsi kesepakatan antara pemilik sagu Alfons dan Rivai (2011) menyebutkan dan tenaga pengumpul maka akan diperoleh bahwa kebijakan ketahanan pangan dalam harga jual yang sesuai apakah menjual pohon pelaksanaanya memanfaatkan semaksimal sagu, tual sagu, ela sagu ataupun pati sagu. mungkin pangan lokal merupakan suatu Semuanya itu dapat dimusyawarahkan antara langkah yang sangat tepat, karena pangan lokal pengumpul lewat tenaga pendamping dengan tersedia dalam jumlah yang cukup di daerah masyarakat. dan mudah dikembangkan karena sesuai agroklimat setempat. Sagu sebagai salah satu Pihak pengumpul diharapkan adalah komoditas tanaman merupakan pangan lokal perusahaan swasta yang bekerjasama dengan bagi masyarakat di beberapa wilayah memiliki perusahaan daerah (perusda) atau dapat juga peluang pengembangan yang sangat strategis swasta murni untuk mengeluarkan modalnya sebagai komponen ketahanan pangan dalam dalam mengelola produksi sagu berbasis memantapkan ketahanan pangan lokal maupun masyarakat. Bila pihak pengumpul bekerjasama nasional. Untuk itu pola kemitraan perlu dengan PERUSDA (Perusahaan Daerah) maka dibangun (Gambar 2). pengumpul mendapatkan modal dari perusda untuk dapat membeli sagu dari masyarakat Gambar 2 menunjukkan bahwa petani dengan berbagai bentuk produknya. Dipihak lain akan melakukan pengolahan sagu mulai pihak pengumpul juga harus memiliki beberapa dari memotong sagu, memarut sagu sampai peralatan yang diperlukan untuk memproses meremas dan memisahkan sagunya dengan

Potensi Dan Pemanfaatan Pati Sagu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat 103 Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto pohon sagu menjadi pati sagu dengan standar 4.2. Saran ekspor yang meliputi warna, ukuran partikel Pertama, diperlukan dukungan regulasi oleh dan viskositas. Oleh sebab itu pihak pengumpul pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam juga harus memiliki jaringan pasar sebagai mengelola sagu untuk mendukung ketahanan penampung produk yang dibeli dari masyarakat. pangan di wilayah tersebut. Dengan adanya model ini masyarakat Kedua, perlunya dukungan legislatif tentang pemilik sagu tidak harus menjual sagunya keluar pemanfaatan sagu dalam mendukung daerah yang membutuhkan biaya transpot dan ketahanan pangan. sekaligus setiap pemilik sagu yang bekerja akan menghasilkan uang sehingga setiap hari pemilik Ketiga, perlunya sosialisasi produk berbasis sagu dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sagu dengan segala kelebihan pati sagu. seperti untuk keperluan makan atau pendidikan Keempat, perlunya komitmen yang kuat dari anak-anaknya. pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber daya alam yang dapat menggerakan IV. KESIMPULAN DAN SARAN perekonomian masyarakat 4.1. Kesimpulan UCAPAN TERIMA KASIH Berdasarkan hasil yang diperoleh maka disimpulkan sebagai berikut : Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Pengkajian dan Penerpan Pertama, potensi sagu di Kabupaten Sorong Teknologi (BPPT) atas bantuan dan fasilitas yang Selatan mencapai 311,5 ribu ha dengan potensi diberikan untuk melakukan survei ke Sorong Selatan patinya mencapai 2,9 juta ton per tahun. Propinsi Papua Barat Kedua, areal sagu terluas terdapat di distrik DAFTAR PUSTAKA Kais sebesar 63,8 ribu ha, Kokoda 61,3 ribu ha, Inanwatan 55,5 ribu ha, Saefi 39,6 ribu ha dan Alfons, J.B. dan Arivin, A. Rivai. 2011. Sagu Kokoda utara 34,5 ribu ha. Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim. Jurnal Ketiga, kerapatan pohon sagu masa tebang Perspektif Vol 10 No 2. Desember. setiap ha mencapai (67± 22) pohon dan diameter Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2014. rata-rata (41,1 ± 2,4) cm dengan tinggi pohon Master Plan Pengembangan Sagu di kabupaten (9,9 ± 2,2) m Sorong Selatan. Kerjasama dengan BPPT Enjinering. Jakarta Keempat, estimasi produksi sagu di Kabupaten Badan Statistik Daerah. 2014. Kabupaten Sorong Sorong menggunakan formula Yumte Selatan Dalam Angka tahun 2013. Temnibuan. menghasilkan 9,7 ton per ha. Sorong Selatan Kelima, data diameter dan tinggi pohon sagu Bintoro, D, Shandra A, Ratih K D, Destieka A. hasil penelitian ini hasilnya berbeda dengan 2013. Sagu Mutiara Hijau Khatulistiwa yang pengukuran yang dilakukan oleh Yumte dilupakan. Digreat Publishing. Bogor. Bintoro, D, Ngadiyono, Setia H. 2013. Master Keenam, usulan untuk membuka pasaran Plan Pengembangan Sagu di Papua dan pati sagu maka salah satu strateginya adalah Papua Barat. Unit Percepatan Pembangunan setiap pegawai negeri sipil di kabupaten Papua dan Papua Barat. Unit Percepatan Sorong Selatan mendapatkan jatah sagu Pembangunan Papua dan Papua Barat(UP4) setiap bulannya sebesar 10 kg sebagai bentuk kerjasama dengan IPB Bogor. Bogor implementasi penggunaan bahan baku lokal Flach. M. 1997. Sago Palm Metroxylon Sagu Rottb. dalam mendukung ketahanan pangan. International Plant Generic Resources Institute. Rome. Promoting The Conservation and The Ketujuh, pemanfaatan potensi sagu ini bila use of under utilized ang neglected Crops. dapat diterapkan di lapangan akan membuka Louhenapessy, J.E. A. Sarjana, M. Luhukay, H. kegiatan ekonomi dan mendukung ketahanan Talahattu, F. Polnaya, H. Salampessy, R.B. Riry, pangan di Kabupaten Sorong Selatan. A. Ngingi, S. Handal, Ilyas Nurdin, J. Latuputty, M. Hursepuny dan A. Patimukay. 2011. Usulan Pelepasan Varietas Sagu Molat Maluku. Dinas

104 PANGAN, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106 Pertanian Provinsi Maluku dan BBP2TP Ambon Ditjen Perkebunan-Kementrian Pertanian. 52 BIODATA PENULIS : hal. Bambang Haryanto lahir di Kendal tanggal 17 Muhidin, Siti L, Makmur J. A dan Sumarlin. 2012. Maret 1954, pendidikan S1, S2 dan S3 bidang Pengaruh Perbedaan Karakteristik Iklim Tehnik Pertanian dan Pangan di tempuhnya di Terhadap Produksi Sagu. Jurnal Agroteknos Institut Pertanian Bogor. Nopember. Volume 2 No 3. ISSN 2087-7706 Agus Tri Putranto lahir di Jakarta tanggal 5 Novarianto, 2011. Sumber Daya Genetik Sagu Agustus 1967, pendidikan S1 di bidang Fisika Mendukung Pengembangan Sagu di . Universitas Indonesia dan Manajemen di IPWI. Penguatan Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat. Mubekti, lahir di Tuban 5 Mei 1956, pendidikan S1 Balai Penelitian Tanaman Palma Manado. jurusan Ilmu Tanah di IPB dan S2 jurusan Remote Sensing di Universitas Cranfield, Bedford United Jong, F.S. 2011. Growth and Yield Parameters Kingdom. of Natural Sago Forests for Commercial Operations. Abstract In Program Book: The 10 International Sago Symposium. Sago for Food Security, Bio-energy, and Industry from Research to Market. IPB International Convention Center. 29-30 October 2011, Bogor, Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. www. hukumonline.com (diakses tgl 17 Juni 2015) Prabowo, R. 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia. Jurnal MEDIAGRO 62 VOL 6. NO 2, HAL 62 - 73 Suryana, A 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah IPB. Bogor. Suryana, A. 2007. Arah dan Strategi Pengembangan Sagu di Indonesia. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Bogor. Puslitbangbun. Yumte, Y. 2008. Penyusunan Model Penduga Berat Basah Tepung Sagu Duri (Metroxylon rumphii) di Kabupaten Sorong Selatan. Tesis S2. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 82 h.

Potensi Dan Pemanfaatan Pati Sagu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat 105 Bambang Haryanto, Mubekti dan Agus Tri Putranto Halaman ini sengaja dikosongkan

106 PANGAN, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 95-104