<<

SEJARAH BISNIS KULINER LEMANG DI KOTA TEBING TINGGI,

SUMATERA UTARA TAHUN 1958 - 2005

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : SISKA ANDINI AULIA

NIM : 150706044

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan limpahan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan seluruh proses dalam penulisan skripsi ini. Adapun skripsi yang ditulis oleh penulis adalah mengenai Sejarah Bisnis Kuliner Lemang Di Kota

Tebing Tinggi, Sumatera Utara Tahun 1958 - 2005. Yang diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas tentang berdirinya bisnis kuliner lemang di Kota Tebing

Tinggi tepatnya di pusat penjualan lemang yaitu Jalan K.H.A.Dahlan. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan berupa saran maupun kritik, yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, September 2019 Penulis

Siska Andini Aulia NIM 150706044

i

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa adanya bantuan, dorongan, pelayanan, serta semangat baik yang bersifat moril maupun materl yang diberikan oleh banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara sekaligus menjadi Dosen Pembimbing, penulis

mengucapkan rasa hormat yang sedalam-dalamnya yang telah sabar dalam

membimbing, memberikan segala arahan dan waktu luang kepada penulis

sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Wakil Dekan

beserta Staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU. Tak lupa pula Ibu Dra. Nina Karina,

M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah yang turut membantu

penulis dalam kelancaran skripsi ini.

3. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, M.Si dan Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si., selaku

dosen pengajar dan dosen penguji yang telah memberikan saran serta kritik

yang sekiranya membantu penulis dapat menyempurnakan penulisan

skripsi ini.

ii

4. Tak lupa kepada Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmu, mengajar

dengan penuh kesabaran serta menasehati penulis dalam kehidupan selama

menjadi mahasiswa baik di dalam jam perkuliahan maupun tidak. Serta

kepada Staf Administrasi Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera yang

telah bnayak membantu penulis selama bangku perkuliahan.

5. Ayahanda tersayang M.Bachtiar dan Ibunda tercinta Yusnidar Indra orang

yang paling berjasa dalam hidup penulis yang sudah membesarkan,

menyekolahkan, tiada henti selalu setia mendengar keluh kesah, membantu

serta mendoakan yang terbaik buat penulis. Semoga Allah SWT selalu

memberi kesehatan dan melimpahi mereka dengan kasih sayang-Nya.

6. Narasumber atau informan penulis yang sudah bersedia meluangkan

waktunya dalam membantu penulis untuk mendapatkan informasi

mengenai skripsi yang penulis tulis.

7. Kepada sahabat-sahabat penulis diperkuliahan “Skipsi Fight” Rini Afsari,

Yuliza Parmadani, Hannah Usmalina, Ellis R. Siregar, Novita Siagian dan

Ida Defi Yulianti Gulo. Terima kasih telah mendengarkan, membantu dan

menemani penulis dalam penelitian serta meluangkan waktu untuk

menemani penulis bimbingan. Kenangan bersama kalian tidak akan saya

lupakan.

8. Kepada Seluruh Keluarga Besar Ilmu Sejarah stambuk 2015, Melisa, Sari

Nauli Sinaga, Novita Sari Tambunan, Nova Anggraini, David Raffael,

Putri Silitonga, Elvira dan seterusnya yang tidak bisa saya sebutkan satu

iii

per satu. Terima Kasih atas perjalanan kita selama di bangku perkuliahan

ini.

9. Kepada Senior saya Kak Atika Putri, Kak Yanti, Kak Uma, Bang Kiki,

Bang Handoko dalam memberikan saran sehingga banyak membantu saya

dalam menyelesaikan skrispsi.

10. Kepada sepupu penulis Fitri Ulan Sari, Melvi Ariati, Nur Aini (Eni), Eko

Syahputra, Yanto, dan juga Bibi penulis Ibu Arbaiyah - Ibu Unong yang

sudah mengerti penulis dan banyak memberikan dukungan baik batin

maupun materil.

11. Kepada adik dan kakak kost maupun asrama Nurul Syaindah, Nur Afni

Tanjung, Nur Jannah Turnip, Putri Turnip, Cut Asni, Cut Asfia Agustina,

Erwika Sari dan juga Firsa Ayunda. Terima kasih karena selalu

mendukung, membantu, mendengarkan cerita penulis dan tak lupa selalu

mengingatkan penulis untuk mengejar target yang ingin dicapai.

12. Kepada teman-teman seperjuangan SMA Siti Zainab Siregar, Puti Andini,

Nola Safitri, Winanta Br. Marpaung, dan lain seterusnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu, juga selalu disaat penulis membutuhkan

bantuan dalam pembuatan skripsi yang ditulis.

Medan, September 2019 Penulis

Siska Andini Aulia NIM: 150706044

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

UCAPAN TERIMA KASIH...... ii

DAFTAR ISI ...... v

DAFTAR TABEL...... vi

ABSTRAK ...... vii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 6

1.3 Tujuan Penelitian ...... 6

1.4 Manfaat Penelitian ...... 7

1.5 Tinjauan Pustaka ...... 7

1.6 Metode Penelitian ...... 14

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA TEBING TINGGI ...... 17

2.1 Sejarah Singkat Kota Tebing Tinggi ...... 17

2.2 Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Tebing Tinggi...... 19

2.3 Gambaran Penduduk Kota Tebing Tinggi ...... 22

2.4 Latar Belakang Berdirinya ...... 26

BAB III PERKEMBANGAN BISNIS KULINER LEMANG DI KOTA

TEBING TINGGI (1958-2005) ...... 33

3.1 Dana Modal ...... 33

v

3.2 Bahan Baku ...... 35

3.3 Tenaga Kerja ...... 42

3.4 Alat Produksi ...... 45

3.5 Proses Produksi Lemang ...... 46

3.6 Lokasi Penjualan ...... 48

3.7 Pemasaran ...... 51

3.8 Tantangan dan Hambatan ...... 56

BAB IV KONTRIBUSI KULINER LEMANG BAGI MASYARAKAT DI

KOTA TEBING TINGGI ...... 60

4.1 Bisnis Kuliner Lemang Bagi Pemilik ...... 60

4.1.1 Meningkatkan Pendapatan ...... 60

4.1.1 Meningkatkan Tingkat Pendidikan ...... 63

4.2 Bisnis Kuliner Bagi Perkembangan Kota Tebing Tinggi ...... 66

Bab V KESIMPULAN ...... 69

5.1 Kesimpulan ...... 69

5.2 Saran ...... 71

DAFTAR PUSTAKA ...... 73

DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Luas Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tebing Tinggi ( 1993) ...... 22

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Tebing Tinggi (1993)

...... 24

Tabel 3.1 Jumlah Produksi Lemang Berdasarkan Ukuran Bambu ...... 43

Tabel 3.2 Jumlah Pengusaha Lemang di Jalan K.H.A.Dahlan (1958 – 2005)……...... 55

Tabel 3.3 Harga Lemang di Jalan K.H.A.Dahlan (1958 – 2005) ...... 58

Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Pengusaha Lemang Tahun 2005...... 69

vii

ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang Sejarah Bisnis Kuliner Lemang di Kota Tebing Tinggi, Sumatra Utara Tahun 1958-2005, yang dapat digolongkan menjadi dalam kajian sejarah kuliner. dalam skripsi ini akan dibahas mengenai latar belakang berdirinya bisnis kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi (1958), perkembangan bisnis kuliner lemang (1958-2005), dan kontribusi bisnis kuliner lemang terhadap Kota Tebing Tinggi. Kajian ini menggunakan metode sejarah dalam proses penelitiannya. Pada proses heuristik, penulis melakukan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan informan yang terkait dengan bisnis kuliner lemang, melakukan penelitian di kantor Badan Pusat Statistik kota Tebing Tinggi dan Dinas Pariwisata sebagai data primer, serta buku, artikel, skripsi dan disertasi sebagai data sekunder. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan verifikasi yakni kritik intern dan ekstren untuk menemukan fakta-fakta. Selanjutnya fakta tersebut diinterpretasikan, sehingga diperoleh data yang objektif untuk diceritakan kembali dalam proses historiografi. Penelitian ini bertujuan menjelaskan Sejarah bisnis kuliner lemang di kota Tebing Tinggi (1958-2005),yang mencakup latar belakang berdirinya, perkembangan dan kontribusi bisnis kuliner lemang bagi Kota Tebing Tinggi. Namun sebelumnya juga dibahas mengenai kedatangan orang Minangkabau ke Kota Tebing Tinggi beserta faktor faktor yang melatarbelakangi kedatangan mereka. Bisnis kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi dari tahun ke tahun mengalami perkembangan, yang pada awalnya dijajalkan dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung akhirnya memiliki tempat berjualan tetap, yaitu di jalan K.H.A Dahlan atau lebih dikenal jalan Tjong A Fie. Tempat berjualan ini terletak sangat strategis, sehingga ramai pembeli dan menjadikan bisnis ini semakin berkembang. Akhirnya lemang yang awalnya bukan makanan asli Kota Tebing Tinggi sekarang menjadi salah satu ciri khas atau ikon kuliner Kota Tebing Tinggi itu sendiri. Hal ini kemudian membuat munculnya pengusaha-pengusaha kuliner lemang yang baru di kota ini.

Kata Kunci: Lemang, Bisnis Kuliner, Kota Tebing Tinggi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kota dari 33 kabupaten dan kota di

Sumatera Utara dan berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan. Tebing Tinggi dulunya adalah daerah kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Padang di sekitar awal abad ke-

17 yang di dirikan oleh Umar Baginda Saleh. Konon penamaan kerajaan ini karena wilayah kekuasaan berupa padang yang luas sehingga dinamakan Kerajaan Padang.

Secara historis, pertumbuhan Kota Tebing Tinggi sangat banyak ditunjang oleh munculnya perkebunan-perkebunan besar di sekitaran Tebing Tinggi tahun 1864 oleh orang-orang Eropa menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib atau mencari kesempatan kerja dengan harapan merubah keadaan ekonomi..1 Akibatnya berbagai macam kelompok etnik di antaranya seperti; etnis

Cina, Tamil, Jawa, Minangkabau dan Batak Toba menjadi penghuni Kota Tebing

Tinggi bersama-sama dengan etnik asli orang Melayu. Kedatangan para pendatang ini terus menerus meningkat, mereka semakin berkembang yang kemudian memegang peranan pada sektor-sektor tertentu terutama pada sektor ekonomi.

1 BAPPEDA Tingkat II Tebing Tinggi, Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri Kotamadya Tebing Tinggi Tingkat II, 1994/1995, hlm. 7.

1

Setelah kemerdekaan tepatnya pada tahun 1950, etnis Cina menguasai sektor pedagangan yang berpusat di jalan Bedagai, Patriot dan Veteran

(areal ini dikenal dengan Chinatown), mereka banyak menjual barang industri atau mentah, pedagang keliling dan pengumpul bahan bekas2 sedangkan etnis Jawa banyak berada disektor perkebunan dan etnis Batak pada umumnya merupakan wiraswasta atau membuka usaha seperti berdagang3. Begitu juga dengan etnis Minangkabau, walaupun migrasi Minangkabau ke Tebing Tinggi karena munculnya industri perkebunan ini namun sebenarnya orang Minangkabau ke sana bukanlah untuk menjadi buruh perkebunan tetapi untuk berdagang atau bisnis. 4

Etnis Minangkabau memiliki peran yang cukup penting di sektor perdagangan atau bisnis ini.5 Etnis Minangkabau memiliki prinsip tidak ingin memiliki ketergantungan lebih terhadap orang lain, ini dapat dilihat dalam pepatah adat

Minang yang berbunyi “taimpik nak di ateh, takuruang nak di lua” artinya kebenaran dikunci maka ia akan mendesak untuk dibebaskan jika ia terhimpit, ia akan mencari cara untuk ke atas alias bebas, sehingga keahlian memasak dalam mengolah rempah rempah () seperti cabai, kunyit, lengkuas, bawang putih dan bawang merah,

2 Ferry Ferdian Saputra, “Komunitas Etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi”, 2015, Skripsi S-1 Jurusan Pendidikan Sejarah, belum diterbikan , Medan : Universitas Negeri Medan, hlm. 5. 3 Daniel Perret dan Wardhany Saraswati., Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, Jakarta:KPG, 2010, hlm. 39. 4 Rizal Syam dkk. “Tebing Tinggi Dari Masa ke Masa”, dalam Media Pemerintah Sinergi No. 112. Tebing Tinggi: Bagian Administrasi Humas Pimpinan dan Protokol, 10 Juni 2012 hlm. 12. 5 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta :UGM, 1989, hlm. 104.

2 yang mereka miliki membuka peluang untuk menjalankan bisnis sendiri, salah satunya bisnis kuliner.6

Bisnis kuliner yang mereka geluti terus mengalami perkembangan dengan ciri khas dari masakan Minang itu sendiri, hingga banyak dari mereka yang membuka gerai baru di perantauan, maupun melanjutkan usaha dari generasi sebelumnya. Di daerah perantauan bisnis kuliner Minangkabau merupakan bisnis yang menjanjikan, dapat dilihat eksistensi kuliner Minangkabau mendominasi dan tersebar di berbagai daerah atau wilayah Indonesia mulai dari bisnis kecil, pedagang kaki lima maupun restoran atau rumah makan.7 Bisnis kuliner adalah sebuah peluang usaha ekonomi yang berkaitan dengan konsumsi pangan sehari-hari guna menambah dan memberikan energi dalam tubuh berupa makanan (termasuk jajanan) dan minuman.8

Bisnis kuliner etnis Minangkabau ini sangat berkembang dan digemari di Indonesia termasuk Sumatera Utara mulai dari Warung Padang, dan Lemang.

Lemang adalah makanan yang dihasilkan dari pulut atau beras ketan dalam seruas bambu yang sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang di dalamnya.

Lemang merupakan salah satu kuliner tradisonal Indonesia yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia yang memilki khasnya masing-masing di daerah tersebut.

Lemang menjadi makanan perayaan suku Dayak, suku Melayu menjadi kuliner

6 Ibid, hlm. 120. 7 Ibid, hlm. 105. 8 Soekarto, Dasar-Dasar Pengawasan Dan Standarisasi Mutu Pangan, Bogor: PAU-Pangan dan Gizi, IPB, 1990, hlm. 24.

3 , lemang juga merupakan kuliner khas masyarakat Samarinda begitupula dengan suku Minangkabau menjadikan lemang sebagai kuliner yang ada pada saat hari Raya Islam seperti Hari Lebaran, Hari Maulid Nabi, Hari Raya Idul Adha. Pada etnis Minangkabau sendiri kuliner lemang dimaksudkan sebagai kuliner pelengkap dalam melakukan silaturahmi ketika berkunjung ke rumah.

Lemang dikenal sebagai ikon kuliner khas Kota Tebing Tinggi bahkan kota ini dijuluki sebagai Kota Lemang.9 Lemang yang paling terkenal adalah Lemang Batok.

Kuliner lemang di Tebing Tinggi ini diperkenalkan etnis Minangkabau sekitaran tahun 1947, mereka menjadikan lemang sebagai sumber pendapatan. Pada tahun

1947, kuliner lemang dijualkan di terminal-terminal bis, stasiun kereta api dan pasar dengan cara dijunjung menggunakan tampah hingga salah satu mantan pekerja dari pengusaha lemang mendirikan usaha kuliner sendiri namun ia memilih menetap di jalan K.H.A.Dahlan atau jalan Tjong A Fie sampai akhirnya tempat tersebut dikenal sebagai pusat penjualan lemang di Tebing Tinggi. Bisnis Kuliner lemang di Tjong A

Fie sendiri pertama kali dirintis oleh Hj.Siti Akmar Tanjung atau Nenek Haji pada tahun 1958 yang berasal dari Singgalang, Sumatera Barat.

Pada tahun 1958, usaha kuliner lemang di jalan Tjong A Fie ini saat itu sudah memiliki steling kecil untuk berjualan. Pemilihan tempat ini sangat strategis karena terletak di pusat kota Tebing dimana merupakan daerah pusat keramaian, membuat

9 Ikon kuliner adalah sesuatu yang khas dan popular di daerah tersebut, syaratnya adalah kuliner tersebut harus menjadi ciri khas di tempat tersebut dan harus memiliki kelebihan dari tempat yg lain supaya bisa menjadi popular

4 pemasaran usaha lemang menjadi berkembang. Pada tahun-tahun berikutnya dilihat dari besarnya konsumen maka semakin banyak muncul pengusaha lemang lainnya di tempat yang sama dengan menggunakan merek atau nama mereka masing-masing, para pengusaha baru ini masih merupakan etnis Minangkabau. Sampai saat ini produksi usaha lemang sendiri dikelola secara turun temurun.10

Berdasarkan pemaparan diatas peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti hal ini karena selain menjadi ikon kuliner, lemang Tebing Tinggi ini berhasil meraih rekor MURI11 pada tahun 2013 sebagai “Lemang terbesar (ukuran diameter 10 sentimeter dengan panjang 50 sentimeter) dan varian rasa terbanyak (96 rasa)”.

Atas dasar pemikiran diatas maka penulisan ini diberi judul “Sejarah Bisnis

Kuliner Lemang Di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara (1958 – 2005)”. Tahun

1958 dijadikan batasan awal penelitian ini karena pada rentang waktu tersebut berdirimya bisnis kuliner lemang di jalan K.H.A.Dahlan atau di jalan Tjong A Fie.

Tahun 2005 dijadikan batasan akhir dari penelitian ini karena pada rentang waktu itu, lemang Tebing Tinggi sebagai ikon kuliner Kota Tebing Tinggi mulai memiliki saingan penjualan yaitu Roti Kacang dimana kuliner ini menjadi ikon baru yang dikenal di Tebing Tinggi, sedangkan yang menjadi spasial lingkup penelitian adalah

10 Abdul Khalik, Negeri Padang-Tebing Tinggi dari Masa Ke Masa (Kerajaan Padang dan Kota Tebing Tinggi Sejak Berdiri Hingga Kini), Medan: Wal Ashri Publishing, 2014, hlm. 164. 11 MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) adalah museum yang didirikan oleh Jaya Suprana. Jaya Suprana memprakarsai berdirinya Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) di kawasan perindustrian Jago, Srondol, Semarang Selatan pada tanggal 27 Januari 1990. MURI didirikan demi menegakkan pilar-pilar kebanggaan nasional bangsa Indonesia bangsa Indonesia mampu dan mau menghargai karsa dan karya bangsa Indonesia sendiri.

5 pusat penjualan lemang yang berada dipinggir jalan tepatnya di Jalan K.H.A.Dahlan, kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kelurahan Pasar Baru dan lebih di kenal dengan nama jalan Tjong A Fie.

1.2 Rumusan Masalah

Pemilihan topik harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Adapun rumusan masalah dari penulisan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang berdirinya bisnis kuliner lemang di Kota

Tebing Tinggi 1958?

2. Bagaimana perkembangan bisnis kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi

(1958-2005)?

3. Bagaimana kontribusi bisnis kuliner lemang terhadap masyarakat di Kota

Tebing Tinggi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang penting tentunya, bukan hanya bagi peneliti tetapi juga masyarakat umum. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan latar belakang berdirinya bisnis kuliner lemang di Kota

Tebing Tinggi.

2. Menjelaskan perkembangan bisnis kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi

(1958-2005).

6

3. Menjelaskan kontribusi bisnis kuliner lemang terhadap masyarakat di

Kota Tebing Tinggi?

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan bagi masayarakat umum tentang berdirinya bisnis

kuliner lemang sebagai ikon kuliner kota Tebing Tinggi.

2. Mempromosikan kuliner lemang Tebing Tinggi secara luas sebagai ikon

kuliner Tebing Tinggi

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah maupun pihak

terkait untuk melakukan pengembangan bisnis dan salah satu mata

pencaharian masyarakat setempat.

4. Sebagai bahan acuan serta bahan referensi bagi mahasiswa dan peneliti

khususnya penulisan Ilmu Sejarah terutama di bidang sejarah kuliner.

1.5 Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan sebuah kegiatan penelitian dan penulisan membutuhkan buku-buku, skripsi, karya ilmiah, thesis maupun jurnal yang relevan dengan tujuan agar diperoleh gambaran umum tentang topik yang dibahas. Secara khusus belum ada buku, jurnal ataupun skripsi yang membahas mengenai sejarah kuliner lemang di kota

Tebing Tinggi, namun sudah ada tulisan mengenai tema lemang. Adapaun beberapa buku, skripsi, dan yang relevan dalam mendukung penulisan ini diantaranya:

7

Mochtar Naim dalam “Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau” (1979) menjelaskan dalam suku Minangkabau, perpindahan penduduk atau migrasi sering disebut dengan “Merantau”. Faktor-faktor penentu yang mempengaruhi terjadinya migrasi oleh suku Minangkabau seperti lingkungan, penduduk, ekonomi, social, pendidikan, daya tarik kota, dan juga politik. Suku Minangkabau dikenal sebagai perantau besar bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena banyaknya para perantau yang berhasil, mereka menghindari pekerjaan sebagai buruh dan memilih untuk merintis usaha-usaha kecil atau berdagang untuk bertahan hidup. Dijelaskan juga dalam buku ini bahwa nenek moyang etnis Minangkabau sekarang ini pastilah datang melalui jalan panjang merantau dari daratan Asia Tenggara terus melintasi

Semenanjung Malaya dalam masa prasejarah. Sewaktu melintasi Selat Malaka, mereka menggeser orang-orang menggeser orang (rakyat) yang telah lebih dulu datang (tinggal).12 Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan pola migrasi suku

Minangkabau dan adaptasi mereka di daerah rantauan terutama daerah Sumatera

Utara pada umumnya. Meskipun pembahasan mengenai kedatangan etnis ini ke kota

Tebing Tinggi sangat sedikit dan tidak terperinci.

Fadly Rahman dalam “Jejak Rasa Nusantara; Sejarah Makanan Indonesia”

(2016) menjelaskan terkait perkembangan kuliner tradisonal di Indonesia dengan citra beragam dan uniknya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh global yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Pembentukan makanan di Indonesia sudah

12 Mochtar Naim, Op.cit, hlm. 61.

8 berlangsung sejak masa kuno ditandai dengan memanfaatkan sumber daya disekitarnya. Masuknya berbagai pengaruh global ( Tiongkok, India, Arab dan Eropa) hingga abad ke-18 diikuti dengan masuknya jenis-jenis makanan baru (tanaman dan hewan) yang turut juga mempengaruhi perkembangan makanan Indonesia.

Perkembangan budidaya pangan sejak abad ke- 19 hingga awal abad ke-20 merupakan awal mula munculnya perkembangan ilmu makanan dan gastronomi yang ditandai dengan terciptanya Indische Keuken ( Kuliner Indis). Dalam buku ini juga menjelaskan unsur-unsur sejarah yang membentuk perkembangan citra makanan

Indonesia. Unsur-unsur itu meliputi budidaya pangan, politik, ekonomi dan silang budaya. Buku ini membantu penulis dalam memahami pola perkembangan makanan tradisional lemang sebagai salah satu makanan tradisonal Indonesia.

Andreas Maryoto dalam “Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya Dan Masa

Depan” (2009) menjelaskan sejarah bangsa-bangsa yang melakukan perjalanan keliling dunia untuk perdagangan maupun penaklukan akan menyebarkan atau membawa komoditi pangan ataupun jenis makanan mereka di wilayah yang dilalui atau duduki. Sejak zaman kerajaaan dulu, sektor pertanian pangan mempunyai peran yang cukup vital. Kesejahteraan suatu kerajaan diukur dari berlimpahnya produksi pangan lokal. Sebaliknya, minimnya ketersediaan pangan juga akan menjadi potensi timbulnya ketidakstabilan politik. Nusantara pernah dikenal sebagai daerah yang mempunya pengaruh besar dalam dunia pangan sewaktu Nusantara (khususnya

Maluku) merajai produksi rempah-rempah sehingga saat itu banyak bangsa-bangsa

9 datang ke Indonesia. Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan hubungan antara migrasi para pendatang dengan jenis makanan yang berkembang disuatu daerah karena pendatang yang berpindah dapat membawa budaya makanan atau kuliner ke daerah baru tersebut, dimana lemang di Tebing Tinggi adalah makanan yang dibawa oleh etnis Minangkabau sebagai pendatang.

Yuyun Alamsyah dalam “Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional” (2008) menjelaskan bahwa pertengahan tahun 1980-1990an pertumbuhan dunia kuliner di

Indonesia diwarnai oleh berkembangnya makanan atau restoran fast food ala barat yang menjamur. Makan ala fast food seolah mencapai level gaya hidup tingkat tinggi, sementara mengenai kuliner tradisional tidak ada yang memperkenalkan atau menyiarkan secara intens terutama dikebanyakan restoran-restoran dan hotel-hotel bintang lima cenderung menyajikan masakan dunia dibanding dengan masakan

Indonesia sendiri. Mereka cenderung malu dan tidak percaya diri dalam memperkenalkan makanan Indonesia jika ada tamu luar-negeri yang datang. Orang

Indonesia mencoba mengubah dengan makan burger, keju, spaghetti, pasta, pizza, kentang goreng. Kuliner tradisional ini tetap ada karena kekhasannya walaupun belum berkembang seperti restoran ala fast food dan kebanyakan masih ragu dalam bisnis makanan Indonesia karena dianggap tidak laku yang akibatnya merugi padahal makanan Indonesia tak kalah menarik dan banyak sekali peminatnya.13 Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan bagaimana kuliner tradisional lemang dapat

13 Yuyun Alamsyah, “Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional”, 2008, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, hlm. 4-5.

10 mempertahankan eksistensinya ditengah banyaknya saingan makanan atau restoran fast food ala barat dan kuliner tradisonal ini yang terkadang dianggap „pinggiran‟ sebenarnya merupakan mesin penggerak ekonomi yang potensial dan memberi kontribusi bagi kemajuan kuliner tradisional Indonesia yang mulai tergerus jaman.

Wulan Ayodya dalam “Business Plan Usaha Kuliner Skala UMKM” (2018) menjelaskan perkembangan berbagai usaha kuliner, jenis usaha, cara perencanaan usaha kuliner hingga cara awal membuka usaha kuliner, memanajemen usaha kuliner, untung rugi dalam bisnis ini, peluang kuliner yang sedang digemari pada bisnis ini.

UMKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. Kuliner masuk dalam kategori UMKM UMKM ini membantu negara dalam menciptakan lapangan kerja baru dan lewat UMKM pula banyak tercipta unit kerja baru dengan menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Buku ini dapat membantu penulis dalam menjelaskan perkembangan usaha kuliner, pasar/target konsumen, serta peluang bisnis kuliner lemang di Tebing Tinggi sehingga menjadi

Ikon.

Amin N. Tarigan dalam “Warung Peceren Tahun 1950-2000” (Skripsi)

(2017) menjelaskan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jawa yang ada di Desa

Peceren khususnya mengenai ikon kuliner yang terkenal ditengah-tengah masyarakat hingga menjadi usaha rumah makan di Kota Berastagi yang diberi nama „Warung

Wajik‟. wajik memiliki beberapa sebutan yang berbeda-beda di setiap tempat.

Wajik merupakan salah satu makanan tradisional khas Jawa yang mampu

11 berkembang meskipun etnis Jawa bukanlah mayoritas di Tanah Karo. Etnis Jawa yang merupakan etnis pandatang mampu membuka bisnis kuliner makanan tradisonal sebagai usaha sampingan mereka.14 Etnis Jawa sebelumnya bekerja sebagai buruh tani di ladang masyarakat Karo yang lambat laun kue wajik ini digemari oleh pembeli yang membuat usaha ini terus berkembang. Keunikan dan cita rasa yang enak dari makanan tradisonal ini yaitu kue wajik memilki potensi yang dapat dimanfaatkan potensi pariwisata khususnya menjadi tempat wisata kuliner. Skripsi ini membantu penulis menjelaskan kedatangan etnis pendatang dengan ketekunannya dalam usaha menjadikan usaha tersebut sebagai ikon kuliner di daerah tersebut, dimana lemang merupakan makanan khas Indonesia yang dibawa oleh perantauan minangkabau dan menjadi ikon kuliner kota Tebing Tinggi serta mampu bertahan selama puluhan tahun.

Bertha Araminta Wahyudi dan Felicia Agnes Octavia dalam “Lemang (

Bamboo) as a representative of typical Malay food in Indonesia” (Jurnal) menjelaskan Indonesia adalah negara dengan perpaduan berbagai suku. Moto resmi

Indonesia adalah "Bhinneka Tunggal Ika". Motto ini menggambarkan kesatuan

Indonesia, yang terdiri dari beragam suku, agama, dan suku bangsa. Salah satunya suku di Indonesia adalah etnis Melayu. Rice atau lebih dikenal dengan sebutan lemang adalah salah satu makanan khas Melayu yang ada di Sumatra,

Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa daerah lain di Indonesia. Lemang adalah

14 Amin Tarigan, “Warung Wajik Peceren Tahun 1950 – 2005”, 2017, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Sejarah, belum diterbtikan, Medan : Universitas Sumatera Utara, hlm. 81.

12 makanan Melayu yang terbuat dari beras ketan dan santan yang dimasak di dalam batang bambu.15 Jurnal ini menjelaskan budaya lemang sebagai makanan khas daerah yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat, menunjukkan bahwa hal ini sangat khas dari masing-masing daerah. Setiap daerah memiliki variasi yang berbeda, fungsi, dan cara penyajian lemang tetapi metode memasak yang sama. Penduduk setempat menggunakan metode tradisional untuk memasak lemang menggunakan api terbuka.

Atika Putri Ananda dalam “Gementee Tebing Tinggi (1917 – 1942)” (Skripsi)

(2019) menjelaskan terkait perkembangan kota Tebing Tinggi. Masuk dan meluasnya pembukaan perkebunan di wilayah Sumatera Timur hingga sampai ke daerah Padang dan Bedagei, telah mengubah wilayah ini. Tebing Tinggi tumbuh dari sebuah kampung menjadi kota sehingga saat itu menjadi salah satu daerah tujuan para para migrasi. Perubahan Tebing Tinggi ini adalah demi memenuhi kepentingan orang- orang Eropa dalam hal politik dan ekonomi.16 Tebing Tinggi dijadikan Gementee oleh

Kolonial Hindia-Belanda yang dibawah Controlir Belanda yang didasarkan adanya undang-undang desentralisasi yang lebih dikenal dengan Desentralisatie Wet 1903.

Penetapan Tebing Tinggi menjadi Gementee juga dikarenakan banyaknya penduduk

15 Bertha Araminta Wahyudi, dan Felicia Agnes Octavia “Lemang (Rice Bamboo) As A Representative Of Typical Malay Food In Indonesia”, dalam Journal of Ethnic Foods. Vol.4, hlm. 03.

16 Atika Putri Ananda, “Gementee Tebing Tinggi (1917 – 1942)”, 2019, Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Sejarah, belum diterbtikan, Medan : Universitas Sumatera Utara, hlm. 97.

13

Eropa dan Timur Asing di wilayah ini.17 Skripsi ini membantu penulis dalam melihat perkembangan kehidupan masyarakat serta sarana dan prasarana yang menunjang dalam perkembangan Kota Tebing Tinggi guna memberikan kehidupan yang layak bagi para penduduknya baik pendatang maupun lokal seperti kebutuhan yang mendasar yaitu air dengan dibangunnya jaringan air bersih, jaringan listrik, sekolah- sekolah dan fasilitas lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Penulisan penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu suatu perangkat aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang secara sistematis dipergunakan untuk mencari atau menggunakan sumber-sumber sejarah yang kemudian menilai sumber-sumber itu secara kritis dan menyajikan hasil-hasil dari penelitian itu umumnya dalam bentuk tertulis dari hasil-hasil yang telah dicapai. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.18 Metode penelitian sejarah terdiri dari empat tahapan pokok yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

Tahap pertama yaitu heuristik, tahap awal yang dilakukan mencari data-data melalui berbagai sumber-sumber yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam tahap ini sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu studi lapangan

(field research) dan studi perpustakaan (library research).

17 Ibid, hlm xxi. 18 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986. hlm. 32.

14

Dalam studi perpustakaan, pencarian awal di Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara. Kemudian dilanjutkan dengan mencari skripsi, tesis, jurnal yang terkait dengan Minangkabau dan kuliner. Dalam mendapatkan informasi pada studi pustaka ini, penulis mengumpulkan data dari berbagai perpustakaan yaitu

Perpustakaan Universitas Negeri Medan, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan

Tengku Lukman Sinar, Perpustakaan Pascasarjana, Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan Kota Tebing Tinggi, Toko Buku Gramedia, Toko Buku Bekas dan Toko

Buku Online. Dari tempat-tempat ini penulis juga banyak menemukan data pendukung atau sekunder sebagai referensi penulisan. Sumber tertulis baik buku, skripsi maupun jurnal mengenai kuliner terkhususnya lemang yang disajikan masih sangat sedikit, sehingga penulis harus meneliti lebih mendalam lagi. Ada beberapa buku lainnya yang menjadi sumber pustaka sebagai berikut; Urbanisasi dan Adaptasi

Peranan Misi Budaya Etnis Miangkabau dan Mandailing, Pengembangan

Kewirausahaan, Para Pendatang Di Kota-Kota Sumatera Timur, Negeri Padang-

Tebing Tinggi Dari Masa Ke Masa (Kerajaan Padang dan Kota Tebing Tinggi Sejak

Berdiri Hingga Kini), dan Gizi Kuliner.

Data hasil dari studi lapangan, dapat melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian yang digunakan seperti kepada pemilik usaha lemang saat ini, pekerja lemang, konsumen lemang, orang-orang terkait dan orang hidup yang relevan dengan tahun penelitian. Kesulitan peneliti dalam tahap ini adalah sebagian penjual lemang yang masih bertahan sudah dipegang oleh generasi ke-3 bahkan ke-4, mereka tidak terlalu mengetahui peristiwa atau kejadian terkait lemang,

15 pekerja lemang juga sedikit sulit diwawancarai dikarenakan banyaknya konsumen sehingga sangat sibuk, orang-orang yang berusia relevan dengan penelitian juga hanya mengetahui sedikit informasi mengenai objek penelitian serta tidak adanya sumber gambar atau foto pengusaha lemang generasi pertama.

Tahap kedua yaitu Kritik sumber. Kritik Sumber adalah proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi peneliti yang objektif. Dimana dalam tahap ini sumber-sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik kritik internal maupun eksternal. Kritik eksteren mencakup seleksi sumber-sumber yang didapatkan. Apakah sumber-sumber tersebut perlu digunakan atau tidak dalam penelitian. Kritik interen mencakup sumber-sumber yang telah diseleksi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kredibilitas atau kebenaran isi dari sumber yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan informan.

Tahap ketiga yaitu interpretasi, dilakukan penafsiran terhadap sumber-sumber yang sudah mengalami kritik internal dan eksternal. Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian penulis melakukan penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain.

Kemudian fakta-fakta tersebut akan disentesakan sehingga menjadi sebuah kesimpulan.19

19 Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Pemikiran dan Penulisan Sejarah, Jakarta: Dephankam, 1971, hlm. 13.

16

Tahap terakhir yaitu historiografi. Historiografi adalah penyampaian sintesis yang diperoleh melalui penelitian, setelah melalui tahapan-tahapan di atas dalam bentuk karya sejarah. Tahap ini merupakan tahap akhir untuk menyajikan semua fakta dalam bentuk tulisan skripsi yang berpedoman pada outline yang sudah direncanakan sebelumnya, dengan judul: Sejarah Bisnis Kuliner Lemang di Kota

Tebing Tinggi, Sumatera Utara Tahun 1958-2005.

17

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA TEBING TINGGI

2.1 Sejarah Singkat Kota Tebing Tinggi

Awalnya Tebing Tinggi adalah salah satu kampung yang terletak dibawah kekuasaan Kerajaan Padang. Kerajaan Padang sendiri dalam tahun 1865 oleh Belanda diserahkan kepada Deli yang sebelumnya merupakan kerajaan yang tunduk kepada

Serdang. Penyerahan Kerajaan Padang kepada Deli ini yang akhirnya di kemudian hari mempermudah Belanda dalam mendapatkan tanah di wilayah ini. Tebing Tinggi dalam catatan sejarah pertama kali dihuni pada tahun 1864. Tepat setahun setelah

Jacobus Nienhuys membuka perkebunan tembakau di Deli.

Dalam tahun 1882, perluasan perkebunan sampai pula di wilayah Padang,

Bedagei, dan lainnya. Hal ini karena di wilayah Deli, Serdang, dan Langkat sudah tidak ada lagi lahan untuk perluasan perkebunan. Sejalan dengan perluasan perkebunan inilah, yang akhirnya menjadikan Tebing Tinggi di tahun 1887 ditetapkan sebagai pusat dari Onderafdeeling20 Padang en Bedagei.21

Dapat dikatakan Tebing tidaklah sama dengan Kerajaan Padang, terjadinya pemisahan hukum, politik dan geografis antara Kerajaan Padang dengan kampung-

20 Onderafdeeling adalah wilayah pemerintahan di bawah afdeeling (wilayah pemerintahan yang merupakan bagian dari keresidenan atau provinsi yang dikepalai oleh seorang asisten residen) yang dikepalai oleh seorang controleur 21 Atika Putri, Ananda, Loc, cit.

18 kampung sekitarnya melalui Instellings Ordantie Van Staablad 1917 tanggal 1 juli

1917 tentang berdirinya Gementee (kotapraja) Tebing Tinggi. Undang undang tersebut kemudian memisahkan antara Tebing Tinggi dengan Kerajaan Padang, dimana Tebing Tinggi diperintah langsung oleh controleur dengan Sembilan dewan kota; lima diantaranya orang Eropa, tiga diantaranya oleh bumiputera, satu orang

Timur Asing, dan dikepalai oleh Voorzitter Gemente sedangkan Kerajaan Padang diperintah oleh Maharaja Wajir Negeri Padang. Sejak saat itu keduanya menjalani pemerintahan sendiri-sendiri.

Perkembangan kota Tebing Tinggi, karenanya banyak didorong oleh perkebunan-perkebunan dikawasan ini. Dibukanya perkebunan ini menyebabkan arus urbanisasi ke Kota Tebing Tinggi yang terus mengalami peningkatan. Sampai akhir masanya Belanda tetap menjadikan menjadi Kota Tebing Tinggi sebagai pusat pemerintahan. Masuknya Belanda ke kota ini membawa perubahan terutama dalam bidang insfrastruktur, seperti pembangunan kereta api, jalan penghubung darat yang mana mulai menyurutkan tradisi maritim, sarana pendidikan, Rumah Sakit, Tanah

Lapang, persediaan air bersih, jembatan,dan juga tempat ibadah.22 Tebing Tinggi pada masa kependudukan Jepang pada tahun 1942-1945 kota ini tidak mengalami perubahan yang drastis namun pada masa pemerintahan Jepang gemeente Tebing

Tinggi berubah nama menjadi Tebing Tinggi Shi.23

22 BAPPEDA Tingkat II Tebing Tinggi, Op.cit. hlm. 40. 23 Abdul Khalik,op.cit. hlm. 04.

19

Pada awal proklamasi kemerdekaan, terbentuk pula Komite Nasional Daerah

(KND) dengan nama Komite Nasional Padang dan Bedagai, yaitu mengikuti kedudukan Tebing tinggi sebagai ibukota Onderafdeeling Padang en Bedagei.

Kemudian Bedagai memisahkan diri dengan membentuk Komite Nasional sendiri yang berkedudukan di Sei Rampah.

Perkembangan Kota Tebing Tinggi menjadi sebuah kota baru nampak setelah tahun 1957 ketika Gubernur Sumatera Utara yang saat itu dijabat oleh Sutan Kumala

Pontas menyerahkan urusan pemerintahan umum kepada Kotapraja Tebing Tinggi sehingga mulai saat itu Tebing Tinggi memiliki pemerintahan sendiri yang terpisah dari Kabupaten Deli Serdang. Dalam hal ini kepala Kotapraja Tebing Tinggi disebut

Walikota melalui UU No.22 tahun 1956. Selanjutnya berdasarkan UU No.18 tahun 1965 tentang pokok - pokok Pemerintahan Daerah, istilah Kotapraja berubah menjadi Kotamadya.

2.2 Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Tebing Tinggi

Wilayah administratif Kota Tebing Tinggi dikelilingi oleh beberapa perkebunan besar milik negara (BUMN) dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan PTPN - III Kebun Rambutan,

Kabupaten Serdang Bedagai.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN - IV Kebun Pabatu dan

Perkebunan Paya Pinang.

20

- Sebelah Timur berbatasan dengan PT. Socfindo Tanah Besi dan PTPN -

III Kebun Rambutan, Kabupaten Serdang Bedagai.

- Sebelah Barat berbatasan dengan PTPN - III Kebun Bandar Bejambu

Kabupaten Serdang Bedagai.

Pada tahun 1950 seluruh daerah Tebing Tinggi masih merupakan sebuah kecamatan dalam wilayah kwedanan Padang dan Bedagai. Kecamatan ini terdiri dari

4 kampung yaitu Kampung Pasar Baru, Tebing Tinggi Lama, Badak Bejuang, dan

Kampung Rambung. Kemudian pemerintah memekarkan kota Tebing Tinggi sesuai dengan peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1979, yang sebelumnya seluas 345,6 ha menjadi 3,783,8 ha terbagi atas 3 kecamatan yaitu kecamatan padang hulu, kecamatan padang hilir, kecamatan rambutan meliputi 17 kelurahan. 24

Dapat dilihat dari tabel di bawah ini, pada tahun 1993, luas wilayah Kota

Tebing Tinggi adalah 3.784 Km2 atau sekitar 3.784,8 Ha. Pada tahun ini Kota Tebing

Tinggi terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Padang Hulu, Rambutan, dan

Padang Hilir. Kecamatan yang memiliki luas terbesar adalah Kecamatan Rambutan yang membawahi 5 kelurahan kemudian Kecamatan Padang Hilir yang membawahi 5 kelurahan sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Padang Hulu yang membawahi 7 kecamatan. Kemudian Tebing Tinggi dimekarkan menjadi seluas

38.438 Km2 atau sekitar 3.843,8 Ha.

24 BAPPEDA Tingkat II Tebing Tinggi, Op.cit, hlm. 2.

21

Sebanyak 41,56% dari luas tanah tersebut digunakan untuk pemukiman, sebesar

40,03% untuk lahan pertanian, perhubungan 4,84% dan selebihnya digunakan untuk sarana sosial budaya, industri, dan lain-lainnya. Namun dikarenakan pertumbuhan penduduk bertambah tiap tahunnya mengakibatkan akan tergesernya lahan persawahan atau pertanian dan rawa-rawa menjadi rumah-rumah penduduk sehingga pemukiman kota menjadi semakin padat.

Tabel 2.1 Luas Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tebing Tinggi (1993)

NO KECAMATAN KELURAHAN LUAS (Ha)

1 Padang Hulu 1.229 Pasar Baru 61 Pabatu 563 Lubuk Baru 210 Bandarsono 30 Mandailing 33 Pasar Baru 61 129 2 Rambutan 1.380 Bulian 432 Berohol 207 Bandar Sakti 110 Badak Bejuang 105 Rantau Laban 526 3 Padang Hilir 1.174 Bagelen 254 Tebing Tinggi 455 Rambung 72 TebingTinggi Lama 107 Tambangan 286 Kota Tebing Tinggi 3.784

Sumber : BPS Kota Tebing Ting Badan Statistik Pusat Kota Tebing Tinggi 1993

22

Lokasi pusat penjualan lemang dulunya berada di Kecamatan Padang Hulu dengan Kelurahan Pasar Baru sebelum wilayah Tebing Tinggi dimekarkan pada tahun 2006 menjadi 5 kecamatan dan beberapa kelurahan melalui Perda Nomor 15

Tahun 2006. Sejak tahun itu pusat penjualan lemang atau lebih dikenal dengan jalan

Tjong A Fie berada di Kecamatan Tebing Tinggi Kota dengan Kelurahan yang sama.

Daerah ini merupakan area pusat kota yang pada akan rumah penduduk, aktivitas perdagangan dan jalur lalu lintas antar kota. Tempat tersebut masih berada di tempat atau lokasi yang sama namun hanya berubah kecamatan saja.

2.3 Gambaran Penduduk Kota Tebing Tinggi

Penduduk merupakan modal dasar pembangunan suatu daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki baik ditinjau dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Potensi ini akan menjadi kekuatan besar dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki, pada akhirnya akan mempercepat proses pembangunan.

Berdasarkan sensus tahun 1993, Penduduk di Kota Tebing Tinggi berjumlah

116.573 orang dan memiliki berbagai macam mata pencaharian sebagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi pada tahun 1993 bahwa mata pencaharian Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 15.661 orang, berada di urutan teratas yang kemudian secara berurut terdapat pegawai swasta sebanyak 8.395 orang, pedagang sebanyak 6.921 orang, kemudian petani sebanyak 5.864 orang, di

23 bidang Industri sebanyak 3.683 orang, Militer sebanyak 1.751 orang serta jumlah

Usia Sekolah dan Usia Lanjut sebanyak 7.735 orang dan dengan jumlah yang terbanyak Anak yang belum sekolah sebesar 61. 346 orang. Adapun Mata

Pencaharian penduduk Kota Tebing Tinggi seperti dibawah ini sebagai berikut:

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Tebing

Tinggi (1993)

NO Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 15.661 2 Pegawai Swasta 8.935 3 Pedagang 6.921 4 Petani 5.864 5 Industri 3.683 6 Jasa 2.827 7 Perhubungan 1.850 8 Militer 1.751 9 Usia Sekolah + Usia Lanjut 7.735 10 Anak Yang Belum Sekolah 61.346 Total 116.573

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tebing Tinggi Tahun 1993

Seperti halnya kota-kota lainnya, Tebing Tinggi sebagai daerah hinterland menyebabkan arus migrasi terjadi karena daya tarik kota yang kuat sehingga penduduk Tebing Tinggi bersifat heterogen. Para pendatang tersebut dari berbagai etnis datang ke daerah ini dan hidup berdampingan, seperti etnis Melayu, Cina, India,

Arab, Minangkabau, Mandailing, Batak Toba, Simalungun, Aceh, Jawa dan sebagainya.

24

Masing-masing dari mereka membangun pemukiman di daerah-daerah maupun pola tertentu di kota Tebing Tinggi. Pada umumnya pemukiman etnis Jawa berada di dalam atau sekitaran perkebunan, etnis Cina sebagian besar berada di kota dan sebagian lagi berada di pinggiran kota, etnis Melayu berada di pinggiran kota atau berada dekat dengan sungai, dan etnis Minangkabau berada di pusat kota atau di sekitar pasar-pasar. Nama-nama kampung tersebut berdasarkan etnis seperti kelurahan atau Kampung Mandailing karena penduduknya di dominasi oleh etnis

Mandailing, ada Kampung Bagelen, para etnis Jawa yang bekerja sebagai buruh perkebunan menamai daerah ini dengan nama Bagelen serta ada pula Kampung Rao, terdapat banyak etnis Minangkabau dan etnis Melayu yang tinggal di kampung ini.25

Pengusaha atau pemilik usaha lemang sendiri merupakan etnis Minangkabau.

Mata pencaharian penduduk di Kota Tebing Tinggi yaitu Petani, kebanyakan dari mereka bercocok tanam padi maupun di perkebunan didominasi oleh etnis Jawa dan Mandailing dan sedikit etnis Cina. Biasanya ketika penghasilan atau upah ketika panen, akan mereka membeli kebutuhan sehari-harinya di pusat kota atau di pekan- pekan yang berada di sekitar tempat tinggal. Mereka keluar dari daerah perkebunan tersebut sedikitnya seminggu atau bahkan sebulan sekali.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) banyak didominasi oleh etnis Melayu dan sedikit etnis lain. biasanya ketika sudah gajian, banyak diantara mereka yang menghabiskan waktu dan uangnya ke pasar-pasar, tempat hiburan atau rekreasi. Di Kota Tebing

25 www. Wikipedia.com di akses pada tanggal 17 Mei 2019, pukul 22:18 WIB.

25

Tinggi mayoritas pedagang yang berjualan di pasar-pasar adalah etnis Minangkabau dan Mandailing disamping etnis Cina. Dagangan mereka berupa kain, baju,sepatu dan kuliner termasuk usaha lemang.26 Mereka biasa berjualan di pusat kota Tebing Tinggi dan di pekan-pekan di hari-hari tertentu ke daerah pedalaman sekitar Tebing Tinggi.

Biasa mereka ke daerah tersebut dengan menaiki truk besar secara berkelompok atau beramai-ramai.27

Sekitar tahun 1950-1980-an keadaan Tebing Tinggi masih banyak berupa rawa- rawa dan hutan-hutan karena saat itu penduduk pun masih sedikit. Kebanyakan rumah-rumah penduduk berupa rumah panggung (rumah Melayu) sedangkan di pusat kota berupa toko-toko/ruko yang merupakan rumah etnis Tionghoa berupa bangunan dua tingkat.28 Sehingga masyarakat akan beramai-ramai atau bersama bila ingin keluar dari rumah dengan menaiki becak.

Tahun 1970-1980an adanya Bioskop Ria (Sudirman) dan Deli (Kawasan Pajak

Mini), Metro (Iskandar Muda), Prince (KF.Tandean), dan Bioskop Kembar di tahun

1990-an menjadi sarana hiburan yang terkenal di Tebing Tinggi. Banyak dari muda- mudi kesini. Film yang diputar saat itu didominasi oleh Film India. Sehingga film ini menjadi salah satu film favorit warga Tebing Tinggi dan akan ramai di hari libur..

Namun sayangnya bioskop-bioskop ini tutup karena membludaknya pedagang kaset dengan harga murah.

26 Wawancara dengan Abu Hasyim, 01 Mei 2019, Tebing Tinggi. 27 Wawancara dengan Saiful, 03 Mei 2019, Tebing Tinggi. 28 Wawancara dengan Idham, 01 Mei 2019, Tebing Tinggi.

26

Pusat penjualan lemang sendiri berada di sekitar lokasi ini yang merupakan pusat perdagangan dan masa ini merupakan pengusaha lemang generasi pertama.

Sekitaran tahun 1970 sebenarnya sudah ada Pujasera (Pajak jajanan serba ada) di jalan Let. Jen. Suprapto dan rumah-rumah makan termasuk Restoran India yang menjadi restoran India terkenal di Tebing Tinggi, dan taman kota, biasanya dibuka setelah abis magrib sampai jam dua malam. Tebing Tinggi selalu ramai pada malam hari sampai sekarang. Adanya bioskop dan Pujasera ini dimanfaatkan warga untuk membuka kuliner-kuliner malam atau menambah jam buka termasuk usaha kuliner lemang. Penambahan jam buka ini tidak dilakukan setiap hari namun tergantung kondisi atau keadaan agar memastikan lemang yang dijual pada hari itu habis.29

2.4 Latar Belakang Berdirinya

Orang Minangkabau merupakan satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

Indonesia menempati bagian tengah pulau Sumatera sebagai kampung halamannya, yang bagian besarnya sekarang merupakan Provinsi Sumatera Barat. Sekalipun secara statistik orang Minangkabau hanya berupa kira-kira 3% dari seluruh penduduk

Indonesia, mereka adalah kelompok etnis utama yang keempat sesudah orang Jawa,

Sunda dan Madura; sedangkan di pulau Sumatera sendiri mereka merupakan

29 Wawancara dengan Eli, 02 Mei 2019, Tebing Tinggi.

27 kelompok etnis yang terbesar dengan jumlah penduduk seperempatdari seluruh penduduk di pulau Sumatera.30

Dalam pandangan orang Minangkabau bahwa daerah diluar ranah budayanya atau daerah “rantau” sebagai daerah yang penting sebagai daya dalam pengembangan kampong halaman agar lebih maju, daerah rantau ini berfungsi sebagai unutk memperkaya dan menguatkan alam Minangkabau; gagasan ini merupakan salah satu

„misi budaya‟ yang menggerakkan orang Minangkabau untuk merantau. Ketika mereka kembali dari daerah rantau, mereka harus membawa sesuatu (harta atau pengetahuan) sebagai simbol dari keberhasilan „misi‟ mereka. Karena itu dapat dipahami orang Minangkabau tidak hanya membawa misi budaya mereka tetapi juga membawa perubahan-perubahan dan rumusan-rumusan baru dalam adat mereka.31

Tebing Tinggi menjadi salah satu tujuan migrasi etnis Minangkabau untuk menjalankan „misi‟ mereka. Migrasi etnis ini bermula sekitar akhir abad yang lalu tatkala perkebunan-perkebunan besar mulai dibuka di sekitar Tebing Tinggi. Setelah revolusi berakhir, Sumatera Utara termasuk Tebing Tinggi, kembali menjadi tujuan utama merantau mereka. Dalam jumlah yang besar terutama terjadi sewaktu berlangsungnya pemberontakan PPRI untuk melarikan diri dan tahun-tahun sesudahnya. Migrasi mereka akan membawa istri-anak dan saudara untuk pindah dari kampung halaman dan menetap di daerah rantau sampai kampung halaman sudah

30 Mochtar Naim, op.cit, hlm. 15. 31 Usman Pelly,”Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing”, 1994, Medan: Unimed Press, hlm. 9 – 10.

28 kondusif. Namun banyak dari para perantau ini kemudian menetap di wilayah Tebing

Tinggi.32 .

Walaupun kedatangan dari orang Minangkabau datang ke Sumatera Timur terkhususnya Tebing Tinggi karena mulai dibukanya perkebunan-perkebunan yang besar, mayoritas mereka bukan bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan menjajakan barang dagangannya dari perkebunan ke perkebunan yang lain atau juga menetap di kota untuk berdagang.33 Orang Minangkabau bermukmim di daerah sekitar pusat kota atau pasar, kecenderungan ini dkarenakan jiwa dagang mereka.

Dagangan atau usaha yang dijalankan oleh etnis Minangkabau tersebut biasanya seperti berjualan makanan baik dalam jumlah yang besar seperti rumah makan atau warung, berjualan keliling, berjualan sate, menjual sarapan dan sebagainya. Etnis Minangkabau merupakan orang yang pandai dalam hal masak- memasak atau membuat makanan. Sehingga mereka memanfaatkan kepandaian atau bakat mereka tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi ada juga diantara mereka yang tidak berdagang dalam usaha makanan tetapi berdagang barang dagang kain, dagangan sepatu dan berdagang kebutuhan sehari-hari atau klontong. Usaha seperti ini biasanya dilakukan dengan membuka warung atau yang lebih dikenal dengan sebutan kedai klontong di depan rumah mereka.

32 Wawancara dengan Yusnidar, 02 Mei 2019, Tebing Tinggi. 33 Malah kenyataannya memang mereka menghindari kerja sebagai buruh seperti halnya yang dilakukan orang-orang Jawa yang dibawa dengan tujuan untuk diperkerjakan sebagai kuli atau buruh kontrak oleh pemerintah Hindia-Belanda sekitar tahun 1880.

29

Usaha di sektor informal ini merupakan salah satu kultur yang menonjol dalam masyarakat Minangkabau. Usaha seperti ini tidak hanya sekedar mencari nafkah dan mengejar kekayaan, tetapi juga sebagai bentuk eksistensi diri sebagai orang yang merdeka. Prinsip lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil dari pada menjadi anak buah organisasi besar (elok jadi kapalo samuik daripado ikua gajah) merupakan prinsip sebagaian besar masyarakat minang. Menjadi pemilik dari usaha atau bisnis merupakan salah satu cara memenuhi prinsip tersebut salah satunya yaitu usaha makanan atau usaha kuliner.

Usaha penjual kuliner lemang adalah salah satu usaha yang di ciptakan oleh etnis perantau Minangkabau yang ada di Kota Tebing Tinggi. Usaha ini di mulai sejak tahun 1947 oleh wanita etnis Minagkabau yang berada yaitu Kampung Rao dan

Kanpung Kurnia. Usaha ini awalnya adalah salah satu bentuk usaha sampingan yang dikerjakan untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Namun berbagai usaha ini belum mencukupi. Adanya keahlian memasak oleh orang- orang etnis Minangkabau di Kota Tebing Tinggi memunculkan ide untuk berjualan makanan tradisional Minangkabau yaitu lemang. Etnis Minangkabau memang terkenal ahli dalam bidang memasak dan makanan tradisionalnya, hal itu sudah di ketahui oleh masyarakat dan bukan lagi rahasia umum pada masyarakat di Nusantara termasuk di Tebing Tinggi.

Usaha berjualan ini biasanya dilakukan dengan cara meletakkan lemang dan pulut hitam yang di tata rapi di atas tampah dan di bawa keliling dengan cara di

30

Jujung34 di atas kepala kemudian mendatangi tempat-tempat yang ramai. Usaha berjualan lemang ini mulai populer, hal ini di sebabkan karna makanan ini sangat di sukai di kalangan ibu-ibu. Tempat yang sering di datangi oleh penjual kuliner lemang ini adalah sekitar ke dua kampung mereka yang mayoritas warganya etnis

Minangkabau, pasar tradisional, terminal-terminal bis, stasiun kereta api. Areal ini merupakan tempat-tempat yang sangat ramai di penuhi masyarakat Tebing Tinggi sendiri serta masyarakat luar kota yang berkunjung memilih kuliner untuk di bawa sehingga banyak dari mereka menjadi pelanggan yang rutin membeli kuliner lemang tersebut.35

Lemang adalah panganan memasak dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi beras ketan dicampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar/dipanggang diatas api menyala sampai matang. Lemang merupakan makanan tradisional yang mudah ditemukan di beberapa daerah di

Indonesia, seperti Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Kalimantan, dan Sumatera

Barat. Di Kalimantan, lemang biasanya dikenal dengan sebutan nasi lemang oleh masyarakat Dayak. Biasanya mereka menyajikan makanan ini dengan telur , bumbu habang dan lauk-pauk lainnya. Lebih dari sekedar makanan, di

Sumatera Barat, lemang yang oleh masyarakat di sana dikenal dengan lamang juga tampil sebagai makanan yang masuk ke dalam sebuah tradisi, yaitu malamang atau

34 Jujung adalah teknik mengangkat beban dengan cara meletakkan barang di atas kepala. 35 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi.

31 membuat lamang. Tradisi ini sudah menjadi perayaan turun-temurun bagi masyarakat yang dilaksanakan setiap tahunnya.36

Ramai nya lokasi yang menjadi tempat menjual lemang membuat penjual lemang berjualan setiap hari. Jarang ada kedai yang menjual jajanan di sekitaran lokasi penjualan membuat para penjual lemang salah satu jajanan yang dinantikan oleh masyarakat. Semakin ramainya peminat lemang ini membuat salah satu pekerja dari penjual lemang melepaskan diri dan mencoba untuk membuka usaha sendiri.37

Melepaskan diri seperti ini merupakan adapatasi etnis Minangkabau di tanah rantau,

Mereka akan tinggal sementara dan bekerja dengan saudara mereka yang terlebih dahulu menetap di rantau sehingga mereka akan membentuk suatu kelompok etnis yang sama di satu tempat tersebut. Setelah dirasa mereka mampu unutk mandiri, mereka akan melepaskan diri dari saudara mereka tersebut.38

Mantan pekerja ini bernama Siti Akmar Tanjung yang merupakan wanita perantau Minangkabau yang berasal dari Singgalang, Sumatera Barat. Siti Akmar

Tanjung mendirikan usahanya sendiri ketika ia sudah mempunyai modal dan pengetahuan yang cukup sebagai pekerja sebelumnya. Namun ia memutuskan untuk menetap di satu tempat untuk berjualan dan berhenti berkeliling ke berbagai tempat untuk berjualan. Pada tahun 1958 Siti Akmar Tanjung membuka usaha sendiri yang

36 www wikipedia, diakses tanggal 29 Agustus 2019, pukul 22:18 WIB. 37 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi. 38 Usman Pelly, Op.cit, hlm. 150.

32 bertempat di Jlan K.H.A.Dahlan ( dikenal dengan Jalan Tjong A Fie ) yaitu di trotoar atau didepan emperan toko. Jalan Tjong A Fie dipilih sebagai tempat berjualan karena letaknya tidak jauh sekitar satu km dari tempat tinggal dari Ibu Siti Akmar Tanjung.

Masjid Raya Nur-Addin yang terletak dekat dengan jalan ini merupakan masjid yang banyak di singgahi oleh orang-orang kota Tebing Tinggi karena pada saat itu masjid ini merupakan masjid utama.39

Usaha kuliner lemang ini masih terbilang sangat sederhana karena masih berupa steling kaca yang kecil yang di letakkan di atas meja kayu. Siti Akmar Tanjung akan membawa steling dan meja kayu tersebut dengan menaikki becak beserta lemang yang akan dijual namun lama kelamaan meja dan steling tersebut di tinggal, tidak di bawa pulang. Pada mula membuka usaha sendiri, ia hanya memproduksi lemang sekitar 2 kg - 3kg beras ketan putih lokal yang bisa dijadikan sekitar 12 – 15 batang lemang beserta pulut hitam sebagai pendamping. Batang-batang bambu lemang tersebut nantinya akan di taruh di dalam steling dan di susun berbentuk piramida. Ia mulai berjualan sekitar jam 14.00 atau abis dzuhur.

Usaha kuliner ini tutup antara pukul 16.00 – 17.00 (jam empat atau jam lima sore). Ketenaran kuliner lemang yang di kenalkan oleh para penjual lemang keliling ke seluruh kawasan di Kota Tebing Tinggi membuat masyarakat Tebing Tinggi mengenal dan menyukai kuliner ini. Pemilihan tempat ini membuat usaha kuliner oleh Siti Akmar Tanjung perlahan mulai berkembang. Kemajuan usaha kuliner

39 Wawancara dengan Siti Haryani, 29 April 2019, Tebing Tinggi.

33 lemang tersebut turut di sertai dengan munculnya usaha serupa pada sekitaran tahun

1960-1970 mulai muncul pengusaha lemang lain di tempat yang sama Lemang Jo

Tapai, Lemang Bahagia dan Lemang Batok. 40

40 Wawancara dengan Siti Haryani, 29 April 2019, Tebing Tinggi.

34

BAB III

PERKEMBANGAN BISNIS KULINER LEMANG DI KOTA TEBING

TINGGI TAHUN 1958-2005

3. 1 Dana Modal

Modal merupakan suatu hal yang sangat dominan dan penting dalam mendirikan atau menjalankan bisnis. Tanpa adanya modal ini suatu usaha tidak akan berjalan sebagaimana mestinya, bisnis yang kecil sampai yang besar pun membutuhkan modal (dana) untuk menjalankan usahanya.41 Sumber modal dalam menjalankan usaha atau memulai bisnis kuliner lemang ini sendiri adalah sumber internal yaitu modal atau dana yang didapatkan atau dihasilkan oleh perusahaan atau pengusaha itu sendiri.42 Modal merupakan sarana pokok bagi terciptanya usaha dan kelangsungannya, di samping minat, bakat, ketekunan dan keyakinan, modal berperan sangat penting untuk pengembangan kualitas dan kuantitas hasil produksi suatu usaha, terlebih lagi bila dihadapkan pada keadaan harga beras ketan maupun bahan

41 https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-modal.html diakses pada tanggal 17 Mei 2019, pukul 22:23. 42 Harmein Nasution, “Pengembangan Kewirausahaan”, Medan: USU Press, 1997, hlm. 92.

35 baku ysng lain sedang meningkat di pasaran, maka modal benar-benar menentukan keberlangsungannya usaha kuliner lemang.43

Pengusaha kuliner lemang dalam menjalankan usahanya memerlukan modal untuk kegiatan usaha yang mereka jalankan Modal utama para pengusaha lemang di

Tebing Tinggi diperoleh dai modal sendiri yang dikumpulkan terlebih dahulu sedikit demi sedikit dari hasil gaji atau pendapatan di pekerjaan mereka sebelumnya dan juga didapatkan dari dana simpanan pemilik usaha sebagai bekal di daerah rantau. Modal atau dana para pemilik usaha kuliner lemang tidak meminjam atau pinjaman dari bank karena modal untuk produksi termasuk dalam skala kecil dan tenaga kerja terdiri dari anggota keluarga, hal ini agar menghindarkan pemilik usaha dari utang.

Modal tersebut kemudian digunakan untuk membeli steling atau gerobak jualan, meja, bahan baku, alat-alat produksi, membayar tenaga kerja (diluar anggota keluarga) serta dana tak terduga yang dibutuhkan untuk kelancaran dari usaha ini.

Tempat produksi atau ruang pembuatan lemang juga berada dirumah para pengusaha lemang bila mereka memiliki sisa lahan atau pekarangan rumah yang lebih, tempat tersebut juga menjadi tempat bahan baku, tempat kayu bakar, tempat alat produksi.44 Selain rumah sebagai modal pembuatan lemang, berbagai peralatan yang dimiliki oleh pengusaha merupakan modal yang tetap yang diperoleh atas usaha

43 Merry Kristina, Silaban,”Industri Kacang Sihobuk di Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara (1990-2001)”, 2017, Skripsi S-1, Program Studi Ilmu Sejarah, belum diterbitkan, Medan: Universitas Sumatera Utara, hlm. 37. 44 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi.

36 mereka atau bantuan keluarga, tanpa meminta bantuan dari orang luar keluarga mereka. Sekitaran tahun 2005, pemerintah memberi gerobak baru kepada para pengusaha lemang. Bila gerobak ini rusak, dikemudian hari akan diganti oleh pengusaha lemang sendiri guna kelancaran usaha lemang tersebut.45

Kekhasan cita rasa lemang yang di produksi oleh para pemilik usaha pun harus dipertahankan dengan mengusahakan bahan baku yang berkualitas dan asli. Bahan baku buah kelapa dan bambu di pilih dengan cara langsung mendatangi kebun kelapa dan beberapa dari para pengrajin bambu menawarkan langsung hingga di temukan kecocokan kemudian pengusaha akan menjalin kerjasama jangka panjang dengan petani atau pengrajin tersebut. Kepentingan produksi seharusnya ditentukan secara tepat agar kelancaran produksi terjamin tanpa dibebani biaya-biaya tambahan atau resiko-resiko lain yang timbul dengan di pesiapkannya bahan baku untuk jangka waktu tertentu. Pada tahun 2005, pemerintah Kota Tebing Tinggi member gerobak kepada para pemilik usaha lemang yang berada di jalan Tjong A Fie. Bila gerobak ini rusak, di kemudian hari akan di ganti oleh pengusaha lemang itu sendiri demi kelancaran usaha kuliner lemang tersebut. (lihat lampiran 5)

3.2 Bahan Baku

Bahan baku merupakan faktor penting yang turut menentukan tingkat harga pokok dan kelancaran proses produksi suatu usaha. Pengertian bahan baku adalah

45 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi.

37 sebagai sebuah bahan dasar yang bisa berasal dari berbagai tempat, yang mana bahan tersebut digunakan untuk diolah dengan suatu proses tertentu atau bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu untuk dijadikan wujud yang lain.46 Setiap perusahaan atau usaha dalam kegiatan produksinya akan memerlukan persediaan bahan baku. Dengan tersedianya persediaan bahan baku maka diharapkan usaha tersebut dapat melakukan proses produksi sesuai kebutuhan atau permintaan konsumen. Selain itu dengan adanya persediaan bahan baku yang cukup tersedia di gudang juga diharapkan dapat memperlancar kegiatan produksi/ pelayanan kepada konsumen untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan baku. Keterlambatan jadwal pemenuhan produk yang dipesan dapat merugikan suatu usaha.47 Pembelian bahan baku yang akan diolah bisnis lemang ini dilakukan sekali dalam seminggu tujuannya agar selalu tersedia setiap kali dibutuhkan dalam pembuatan produksi sehingga dapat menjamin bisnis yang dijalankan berlangsung terus menerus. Untuk pembuatan lemang menggunakan bahan baku utama sebagai berikut:

1. Ketan (pulut)

Ketan (pulut) merupakan salah satu varietas dari padi yang merupakan tumbuhan semusim. Helaian daun berbentuk garis dan panjang 15 sampai 50 cm pada waktu masak, buahnya yang bewarna ada yang rontok ada yang tidak. Buah yang

46 Eddy Herjanto, “Manajemen Operasi”, Jakarta: Grasindo, hlm. 238. 47 Sudarsono, “Ekonomi Sumber Daya Manusia”, 2000, Jakarta: Erlangga, hlm. 45.

38 dihasilkan dari tanaman ini berbeda ada yang pati ini disebut beras sedangkan buah kaya perekat disebut ketan.48 Ketan adalah salah satu komponen penting dalam pembuatan lemang dan hanya beras jenis inilah yang dapat digunakan karena ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amiloptekin (pati dengan struktur bercabang) sehingga sangat lekat, sementara beras memiliki kandungan amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar- pencar (tidak berlekatan) dan keras.

Pada tahun 1958 ketan yang digunakan adalah ketan (pulut) putih lokal karena pulut ini harganya murah dan banyak di temukan di pasar-pasar, seiring perkembangan maka digantilah pulut ini dengan pulut Thailand pada tahun 1990-an.

Pergantian ini dikarenakan pulut Thailand memiliki keunggulan dalam proses pembuatan. Bila pulut lokal membutuhkan waktu perendaman selama sekitar 7-8 jam

(dari malam-pagi) maka pulut Thailand hanya membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam.

Namun pergantian dari pulut ini pula membuat harga lemang juga menjadi lebih mahal dikarenakan harga pulut Thailand lebih mahal sekitar 15.000/kg – 30.000/ kg dari pada pulut lokal sekitar 12.000/kg – 15.000/kg.49 Pembelian beras ketan dilakukan dalam setiap minggu. Jumlah pembelian dalam sekali membeli sebesar

1.250 kg (50 karung @25kg) dengan tingkat harga sebesar Rp 15.000 per kg atau sebesar Rp 375.000,- per karung.

48 Ade Lihu, Sihombing, “Analisis Kelayakan Usaha Lemang Di Kota Tebing Tinggi”, 2017, Skripsi S-1, Departemen Agribisnis: Fakultas Pertanian, belum diterbitkan, Medan: Universitas Sumatera Utara, hlm. 7. 49 Wawancara dengan Rosmiyati, pada tanggal 1 Mei 2019, Tebing Tinggi.

39

Sekitaran tahun 1970 sampai 1980-an produksi lemang sangat banyak sehingga menggunakan ketan (pulut) sekitar 30 kg / 100 batang pada hari biasa dan

75 kg - 100 kg atau 300 –1000 batang bambu, disesuaikan pula dengan ukuran batang yang digunakan. Pada tahun 2000-an jumlah produksi lemang berkurang mulai menurun, ini disebabkan karena banyak nya kuliner- kuliner baru maupun makanan fast food serta ikon baru Tebing Tinggi yaitu roti kacang mulai berkembang dan diminati.

2. Santan Kelapa

Kelapa merupakan komoditas yang banyak dibudidayakan di Asisa Tenggara termasuk Indonesia, buah kelapa dapat dibuat menjadi berbagai macam olahan pangan, salah satunya adalah santan kelapa. Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih susu diperoleh dengan cara pemerasan parutan daging kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Salah satu ciri khas kuliner etnis Minangkabau adalah santan. Penggunaan santan di berbagai olahan masakan etnis Minangkabau sebagai unsur penting seperti rendang, , termasuk lemang. Dalam pembuatan lemang penggunaan santan guna menghasilkan rasa gurih dan menciptakan rasa lemak. Sebab itu, membuat lemang dengan kualitas yang baik tidak menggunakan sembarang santan.

Santan yang akan digunakan adalah santan dari kelapa pinggir laut. Citra rasa santan dari kelapa pinggir laut akan menghasilkan lemang lebih lembut, enak dan

40 tahan lama. Sejak awal berdirinya (1958- 2005) usaha kuliner lemang, santan kelapa pinggir laut inilah dari dulu digunakan oleh generasi pertama kemudian diteruskan oleh generasi selanjutnya yang menurunkan usaha lemang. Jumlah pasokan kelapa yang dibeli berkisar 500 – 1000 butir dalam setiap minggu dengan tingkat harga tergantung besar kecilnya ukuran kelapa. Kelapa yang berukuran kecil dibeli oleh usaha ini senilai Rp 1.000,- per butir, sedangkan kelapa berukuran besar dibeli senilai

Rp 2.500,- per butir. Berbeda dengan beras yang dibeli kelapa diantarkan langsung oleh penyuplai kelapa ke lokasi usaha.50

3. Bumbu

Bumbu adalah proses menyampaikan rasa atau meningkatkan rasa dari masakan. Bumbu atau herb adalah tanaman aromatic yang ditambahkan pada makanan sebagai penyedap dan pembangkit selera makan.51 Dapat dikatakan bahwa bumbu merupakan „jiwa‟ dari kuliner atau makanan yang akan dibuat. Bumbu sangat penting dalam unsur masakan. Bumbu masakan dapat berkembang seiring kebutuhan dan ketersediaan bahan baku dalam pembuatan masakan. Bumbu dalam pembuatan kuliner lemang tak lepas pula dari perkembangan tersebut. Hal ini adalah wajar dalam bisnis kuliner agar kualitas produk makanan atau kuliner tersebut lebih baik.

50 Wawancara dengan Rosmiyati, pada tanggal 1 Mei 2019, Tebing Tinggi. 51 www.meldafakhriana.blogspot.com, “Ilmu Pangan Dasar: Bumbu dan Rempah”. Diakses pukul15:28 pada tanggal 16 Mei 2019. Lihat juga dalam Fadly Rahman, “Jejak Rasa Nusantar: Sejarah Makanan Indonesia”, 2016, Jakarta: Gramedia, hlm. 22.

41

Pada tahun 1950 sampai 1970an untuk membuat lemang hanya diperlukan bumbu dasar atau bumbu original yaitu hanya garam yang kemudian dilarutkan dalam santan kelapa sebelum dicampur dengan pulut. Namun sekitar tahun 1980-an, bumbu seperti bawang merah dan bawang putih, fanili atau bisa juga daun pandan mulai digunakan. Penggunaan bumbu baru ini seiring perkembangan dari bisnis ini dan banyaknya saingan mulailah berenovasi dalam membuat lemang yang lebih baik dan gurih.

4. Bambu

Bambu sebagai media untuk memasak lemang merupakan bambu khusus yang disebut dengan bambu talang atau bambu lemang. (lihat lampiran 6). Ruas buluh bambu talang berbentuk lurus dengan penampang buluh berukuran sama dibagian ujung, tengah maupun pangkal. Dipilihnya bambu lemang atau bambu talang untuk memasak, juga atas pertimbangan lain. Meski sudah diberi lapisan daun pisang yang masih menggulung, air dalam ruas bambu talang atau bambu lemang ini juga akan berpengaruh terhadap rasa santan dan ketan.52

Pada tahun 1950–1970an bambu masih dicari sendiri oleh pemilik usaha atau pekerjanya di sekitar tempat tinggal maupun di pinggir hutan karna produksi pada saat itu masih sangat sedikit dan pada tahun tersebut jumlah bambu di Tebing Tinggi masih banyak berada di sekitar pemukiman penduduk maupun di sekitaran

52 Artikel Tabloid Kontan, “Bambu untuk Lemang”, 10 Juli - 16 Juli 2017, hlm. 21, diiakses pada tanggal 16 Mei 2019, pukul 15:45.

42 perkebunan. Pada tahun 1980 dikarenakan penjual lemang mulai banyak maka pengrajin bambu dari daerah pedalaman (Laut Tador, Deli Serdang, Simalungun) mulai menawarkan bambu mereka kepada para pengusaha lemang hingga sekarang bambu dipesan-antar, jumlah bambu yang disuplai oleh masing-masing pengrajin bambu dalam setiap dua kali seminggu atau sekali berkisar 200 – 300 batang bambu yang siap pakai dengan harga kisaran Rp. 1.000 – 2.000 per batang.

Ukuran bambu akan disesuaikan dengan ukuran yang diminta oleh para pemilik usaha, ukuran yang diminta biasanya berdiameter 4 cm - 8 cm, dan para penjual bambu akan mengantar langsung langsung ke tempat produksi lemang atau rumah pemilik usaha lemang tersebut.

Tabel 3.1 Jumlah Produksi Lemang Berdasarkan Ukuran Bambu

No Diameter Panjang 1 Kg Pulut (cm) (cm) Ketan (Batang) 1 4 (kecil) 10 4

2 6 (sedang) 15 3

3 8 (besar) 20 2

Sumber : Diolah Dari Wawancara dengan Pengusaha Lemang*(tergantung)

Berdasarkan tabel di atas, ukuran bambu yang di minta dan di buat oleh para pemilik usaha akan menghasilkan lemang dengan jumlah yang berbeda. Hal ini karena disesuaikan dengan panjang dan lebar diameter bambu lemang yang kan di buat oleh pemilik usaha.

43

Ukuran bambu dengan diameter 4 cm dengan panjang 10 cm (kecil), 1 kg pulut ketan akan menghasilkan 4 batang bambu lemang. Bambu dengan diameter 6 cm dengan panjang 15 cm (sedang), 1 kg pulut ketan dapat menghasilkan 3 batang bambu lemang dan bambu dengan ukuran berdiameter 8 cm dengan panjang 20 cm

(besar), 1 kg pulut ketan dapat menghasilkan 2 batang bambu lemang.

5. Daun Pisang

Daun pisang adalah daun yang dihasilkan oleh pohon pisang.Daun pisang dlam kuliner Nusantara memiliki peran utama sebagai pendukung dekorasi, pelengkap dan pengemas bahan makanan.53 Daun pisang sebagai bahan pelengkap dalam membuat berfungsi untuk menghasilkan aroma yang khas bagi Lemang.

Banyak macam daun pisang ini namun daun yang dianggap paling cocok digunakan dalam membuat lemang yang berkualitas baik yaitu daun pisang batu.Sebabnya, pisang batu memiliki helaian yang lebih tebal dan lebih kuat (tidak mudah robek) dan saat dibakar, daun pisang batu memberikan aroma yang lebih harum ke dalam lemang.54

Dari tahun 1958 – sekarang masih digunakan daun pisang ini unutk menjaga kualitas dari lemang yang akan dijual maka resep ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Daun pisang yang digunakan sebagai pelapis bambu didapat pengusaha dari tukang daun pisang atau sebagian pengusaha membeli di pajak/pasar

53 Wikipedia.com, diakses pada tanggal 17 Mei 2019, pukul 18:11. 54 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi.

44 dan harga daun pisang ini Rp 1.000 – 2.000 per pelepah. Jumlah daun pisang yang di beli sebanyak 200 lembar dalam 1 - 2 hari. per lembar dan dibayar secara tunai oleh para pengusaha lemang. Biasanya para penjual daun pisang ini memberikan potongan harga sebesar Rp 10.000,- - Rp 20.000,- dalam setiap pembelian karena banyaknya jumlah yang dibeli oleh pengusaha lemang tersebut.55

3.3 Tenaga Kerja

Dalam suatu proses berwirausaha atau bisnis yang dijalankan, tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting. Tenaga kerja turut andil dalam menentukan tercapainya tujuan dan proses kegiatan usaha untuk mencapai keberhasilan yang telah ditetapkan oleh wirausaha didalam bisnisnya. Tanpa adanya tenaga kerja yang berkualitas tidak akan ada proses kerja yang baik. Tenaga kerja dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengelola sumber daya alam tersebut dengan menggunakan tenaga dari manusia atau disebut dengan sumber daya manusia.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja, terdapat empat jenis perusahaan industri atau usaha yaitu : Industri Rumah Tangga, Industri Kecil, Industri Sedang Atau Menengah

Dan Industri Besar.56 Sehubungan dengan hal itu, bisnis kuliner lemang termasuk kedalam jenis industri rumah tangga. Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerjanya berjumlah antara 1-4 orang.

55 Ade Lihu, Sihombing, op.cit, hlm. 27. 56 Tambunan, Tulus. “Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”, Bogor: Ghalia Indonesia, 2017, hlm. 5

45

Pada tahun 1958-1970 tenaga kerja yang bekerja dalam bisnis kuliner lemang hanya sedikit karena produksi lemang juga sedikit. Tenaga kerja yang bekerja di usaha kuliner lemang khususnya dalam pembuatan lemang rata-rata adalah anggota keluarga dari pemilik usaha. Pemilik usaha ikut bekerja juga mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan bahkan sampai menjual hasil produksi.57

Pada tahun 1980-1990 tenaga kerja mulai bertambah seiring bertambahnya jumlah permintaan konsumen kuliner lemang ini. Jumlah tenaga kerja yang bekerja sekitar 10 orang atau bahkan lebih terutama bila hari weekend ( Sabtu dan Minggu) atau hari-hari libur nasional dan masih diutamakan anggota keluarga atau hubungan kekerabatan dengan pemilik usaha karena resep pembuatan lemang merupakan rahasia keluarga namun ada juga yang membutuhkan tenaga diluar dari keluarga.

Tenaga kerja diluar keluarga akan dibutuhkan bila kekurangan pekerja saja.58

Tenaga kerja yang dipekerjakan adalah pria dan wanita. Dalam pembagian tugas kerja, biasanya pekerja pria akan bekerja dalam proses membakar lemang

(memastikan lemang masak secara merata) dan biasanya membutuhkan 3-4 orang, mereka mulai bekerja sekitaran pukul 04.00 atau 05.00 sedangkan wanita akan bekerja dalam membuat lemang (membuat sesuai takaran) pukul 20.00 dan 04.30

WIB bila hari libur akan lebih pagi, biasanya membutuhkan 1-3 orang atau lebih tergantung banyaknya permintaan pemesanan dan membutuhkan 1-2 orang tenaga

57 Wawancara dengan Yusnidar, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi. 58 Wawancara dengan Dewi Oktaviana Tanjung, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi.

46 kerja wanita untuk menjual lemang di jalan Tjong A Fie. Sekitar pukul 08.00 atau

09.00 WIB tenaga kerja wanita sudah berada di tempat berjualan lemang yang telah disediakan oleh pemilik usaha. Lemang biasanya dijual dalam keadaan hangat oleh sebab itu maka beberapa lemang akan ditaruh di steling dan lainnya akan ditaruh didalam goni.

Dalam memilih pekerja tidak ada syarat khusus, terpenting mereka mau bekerja dengan sebaik mungkin. Bila tenaga kerja masih baru maka akan dibimbing atau dilatih oleh pemilik usaha senidiri atau pemilik usaha mempercayakan kepada pekerja yang sudah lama. Dalam membayar para tenaga kerja, mereka akan menerima upah perhari tergantung dengan bagian kerja dan banyaknya lemang yang dimasak.

Tenaga kerja pria biasanya bekerja di bagian pembakaran lemang diberikan upah sebesar Rp. 60.000 - 80.000,- per hari bila lemang yang dimasak 20 – 25 kg.

Pemberian upah yang tinggi karena bagian pembakaran memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih rumit. pekerja pria harus senantiasa berjaga dan membolak balik lemang yang dibakar agar bambu tidak pecah dan lemang dapat matang secara merata namun bila lemang yang dimasak lemang dimasak mencapai 100 kg maka upah yang diterima pun semakin besar sekitar Rp. 150.000 bahkan bisa mencapai Rp. 200.000 per harinya sedangkan untuk pekerja wanita, mereka akan menerima upah sebesar

Rp.80.000 - 100.000 untuk hari biasa dan mencapai Rp.150.000 bila ramai pembeli.

47

Pembayaran ini disesuaikan dengan mata uang dari tahun ke tahun dan sudah disesuaikan dengan kebijakan atau kesepakatan dari pemilik lemang sendiri.59

3.4 Alat Produksi

Dalam proses kegiatan mengolah suatu benda selain membutuhkan modal, bahan baku, tenaga kerja, dibutuhkan pula alat yang mendukung produksi suatu benda.60 Perkembangan teknologi banyak membantu dalam proses pembuatan lemang sehingga lebih efisien. Memperoleh alat produksi berasal dari pasar tradisional terdekat di Tebing Tinggi.

Adapun alat-alat produksi yang dibutuhkan sebgai berikut:

1. Mesin pemarut kelapa, menggunakan alat produksi ini pada akhir tahun

1990an dan awal 2000-an. Pada awalnya masih menggunakan parutan

yang sederhana dengan menggunakan tangan sehingga pengerjaannya

menjadi lama dan membutuhkan tenaga yang lebih banyak.

2. Pemeras kelapa, dulunya menggunakan tenaga tangan namun sekitaran

tahun 2000an sudah mulai menggunakan alat ini.

3. Tungku pembakaran (ditempah), digunakan untuk meletakkan lemang

secara vertikal dikedua seisi tungku. Alat ini merupakan alat operasional

yang paling penting. Penggunaan alat ini tidak berubah sedari dulu.

59 Wawancara dengan Dewi Oktaviana Tanjung, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi. 60 Merry Kristina, Silaban, Op,cit, hlm. 33.

48

4. Batok kelapa atau kayu rambung digunakan untuk bahan membakar

lemang. Biasanya kayu akan dibakar 5-10 menit sebelum lemang

diletakkan di tungku.

5. Ember atau tong, saringan, pisau dan cangkir. Alat-alat perlengkapan ini

digunakan dalam proses produksi lemang sebagai wadah beras ketan

maupun santan kelapa dan menyaring air santan kelapa yang baru di

parut.

3.5 Proses Produksi Lemang

Produksi dalam arti umum adalah menghasilkan suatu barang. Produksi adalah semua kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa, untuk kegiatan ini diperlukan faktor-faktor produksi yang tersedia.40 Sedangkan yang lain mengatakan bahwa produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.41 Produksi merupakan kegiatan menghasilkan barang atau menambah nilai guna dan manfaat suatu barang dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam pemenuhan kebutuhan. Konsep produksi sebenarnya mempunyai arti lebih luas dari pada hanya pengolahan ataupun pengubahan tetapi bagaimana mengatur, mengelola, mengadministrasikan kegiatan produksi menjadi efektif dan efesien.

49

Proses produksi dilakukan terus menerus sebagai proses untuk mengubah bentuk barang-barang yang dikembangkan sebgai hasil produksi. Dalam menjalankan pembuatan suatu produk memerlukan beberapa faktor yaitu bahan baku, alat produksi, tenaga kerja, dan juga modal.61 Pembuatan lemang membutuhkan waktu yang lama sehingga pengerjaannya akan dilakukan pada malam hari sampai menjelang pagi. Adapun pembuatan lemang dilakukan dengan cara sederhana memiliki empat tahap yakni sebagai berikut:

Tahap pertama adalah bambu akan dipotong terlebih dahulu sesuai dengan tuasnya atau garis pada bambu lalu dicuci bersih karena bambu tersebut membuat kulit gatal-gatal (miang) dan selanjutnya memotong daun pisang sesuai ukuran, yang akan dimasukkan kedalam bambu, daun pisang yang dimasukkan kedalam ruas bambu harus rapi, hal ini bertujuan agar ketan tidak mudah pecah saat pembakaran dan rendam ketan selama 3-4 jam agar ketam menjadi lembut. Biasanya tahap ini dilakukan pada pukul 20.00 WIB.

Tahap kedua adalah pada pukul 04.00 WIB beras ketan yang direndam pada malamnya, dicuci hingga bersih dan pada pukul 04.30 WIB kelapa dikupas dan diparut dengan mesin pemarut kelapa lalu dimasukkan ke pemeras kelapa sehingga menjadi santan kelapa. Santan kelapa tersebutakan dicampurkan dengan ketan yang sudah dicuci sebelumnyadengan bumbu yang sudah dibuat pada malam harinya lalu

61 Merry Kristina, Silaban,”Industri Kacang Sihobuk di Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara (1990-2001)”, 2017, Skripsi S-1, Program Studi Ilmu Sejarah, belum diterbitkan, Medan: Universitas Sumatera Utara, hlm. 39.

50 diaduk hingga rata. Pada pukul 05.00 WIB masukkan daun pisang ke dalam bambu dengan cara digulung sebagai pelapis dari ketan di dalam bambu

Tahap ketiga adalah pembakaran. Sebelumnya taruh kayu rambung atau batok kelapa ditengah-tengah tungku kemudian posisikan bambu agak miring atau condong kearah api. Diusahakan matangnya rata, dengan cara sering-sering memutar bambu.

Api yang digunakan juga tidak boleh besar dan tidak boleh terlalu kecil, bolak balik lemang agar masaknya merata. Proses membakar ini membutuhkan kurang lebih 3-4 jam pembakaran.

Tahap terakhir adalah setelah lemang sudah matang. Masukkan lemang kedalam goni agar tetap hangat karena lemang nikmat dimakan saat hangat.62

3.6 Lokasi Penjualan

Lokasi selalu dipersoalkan pada saat usaha akan didirikan atau akan mengadakan perluasan usaha (ekspansi). Masalah lokasi usaha sangat mendasar karena akan mempengaruhi penghasilan dan biaya. Ada beberapa yang perlu diperhatikan yakni:

1. Dekat dengan pusat pasarnya,

2. Dekat dengan bahan baku

3. Dekat dengan sarana transportasi63

62 Wawancara dengan Rosmiyati, pada tanggal 01 Mei 2019, Tebing Tinggi. 63 Harmein Nasution, op.cit, hlm. 125.

51

Sesuai dengan kriteria dalam mencari lokasi penjualan, lokasi dari penjualan lemang dianggap sudah „ideal‟ karena lokasi pusat penjualan lemang berada dipusat kota atau pasar yaitu terletak dekat kurang lebih 15 meter dari jalan Lintas Sumatera, di depan Masjid Raya Tebing Tinggi serta dekat dengan pemukiman penduduk dan pasar-pasar yang biasa tempat mereka membeli bahan baku dan berada di dekat pangkalan becak. Lokasi ini memudahkan para pengusaha lemang dalam menarik konsumen.

Kota Tebing Tinggi sendiri karena letak staregis Kota Tebing Tinggi yang menjadi jalur Lintas Sumatera sehingga tempat persinggahan dan peristirahatan para pelancong yang ingin ke kota lain. Tebing tinggi yang merupakan daerah hinterland yang berkembang menjadi kota maju menjadikan sebagian besar masyarakat daerah tetangga atau daerah sekitarnya memanfaatkan kota Tebing Tinggi dalam pemenuhan kebutuhan mereka baik primer sampai tersier. Dapat dikatakan kota ini ramai dikunjungi sehingga sangat mendukung dalam perkembangan bisnis kuliner lemang itu sendiri. Tak mengherankan apabila tidak hanya konsumen lokal tetapi berasal dari berbagai daerah. Para pembeli dari Medan ke Siantar atau juga sebaliknya, ada juga

Kisaran, Tanjung Balai, dan lain–lain yang melewati kota ini. Lokasi penjualan inilah merupakan salah satu alasan bertahannya usaha kuliner lemang di Tebing Tinggi.

Pada tahun 1960 - 1970 beberapa penjual lemang berjualan di stasiun kereta api, dua penjual lemang memilih untuk membuat stand nya sendiri tanpa harus dijunjung seperti beberapa penjual lemang yang lain. Mereka yang berada di stasiun

52 akan menjual lemang sesuai dengan jam keberangkatan dan kedatangan kereta api.

Beberapa penjual lemang akan masuk ke dalam gerbong kereta api dan akan turun ketika kereta api tersebut akan pergi. Mereka berjualan antara pukul 09.00-10.00 dan pukul 15.00- 18.00 WIB. Dua pengusaha lemang yang memiliki stand juga ikut membuka gerai di Tjong A Fie, mereka akan berjualan setelah pukul 10.00 WIB dan tutup pukul 15.00 WIB. Pada tahun 1975 dan 1980 dua pengusaha lemang memutuskan untuk pindah ke jalan Tjong A Fie. Setelah itu mereka berjualan pukul

14.00 – 00.00 WIB, tergantung hari.64

Namun pada tahun 1990-an ketika masa Rohani Darus menjabat sebagai

Walikota Tebing Tinggi (ke-11) para pengusaha lemang diminta oleh pemerintah untuk pindah lokasi berjualan ke PSP (Pondok Sri Padang) atau terminal lama. Pada saat itu, Beliau ingin menjadikan kota Tebing Tinggi sebagai Kota Adipura sebab itulah masa pengusaha lemang dan pedagang kaki lima diminta untuk pindah lokasi yang disediakan. Perpindahan tersebut dimaksudkan guna menata ruang Kota Tebing

Tinggi menjadi lebih baik dan bersih sehingga masyarakat akan merasa nyaman.

Sayangnya, di lokasi ini daya jual beli lemang berbeda, lemang yang dijualkan tidak laku sehingga para pengusaha lemang mengalami kerugian. Kondisi seperti ini terus berlangsung selama sebulan akibatnya para pengusaha lemang nekat memindahkan gerobak mereka kembali ke tempat sebelumnya yaitu Tjong A Fie pada malam harinya. Pindahnya para pengusaha lemang kembali ke jalan Tjong A Fie

64 Wawancara dengan Eli, pada tanggal 02 Mei 2019, Tebing Tinggi.

53 membuat Satpol PP (Pamong Praja) beberapa kali datang, meminta kembali lagi ke tempat yang baru namun para pengusaha lemang tidak mau dan memohon kepada pemerintah untuk tetap berjualan di Tjong A Fie. Diterimalah usulan ini yang oleh

Pemko yang kemudian akan mengutip pajak kebersihan pada masing-masing pengusaha lemang sebesar Rp.2000 – Rp. 3000/hari.

Sebelum pemindahan lokasi berjualan oleh Rohani Darus, beberapa kali usaha lemang ini diusir oleh Pamong Praja. Mereka boleh berjualan lemang asalkan jangan berjualan di Tjong A Fie. Karena pada saat itu gerobak jualan mereka masih disorong maka tak jarang gerobak jualan tersebut disimpan atau disembunyikan agar tidak kena razia, mereka akan menutup gerobak dengan spanduk atau kain besar di Majid

Raya An-Nuddin. Pada malam harinya anggota keluarga mereka akan menjaga gerobak agar tidak dipindahkan ataupun dicuri. 65

3.7 Pemasaran

Pemasaran adalah bagian dari kegiatan usaha yang ditunjukkan untuk mempengaruhi konsumen agar berusaha melaksanakan tindakan membeli terhadap produk yang dihasilkan serta menciptakan dan mengembangkan permintaan terhadap produk yang akan dihasilkan. Transaksi jual beli terjadi apabila terdapat kata sepakat

65 Wawancara dengan Rosmiyati, pada tanggal 01 Mei 2019, Tebing Tinggi.

54 antara penjual dan pembeli yang sama-sama akan merasa diuntungkan dari pelaksaan transaksi tersebut. Terjadinya transaksi ini maka diperlukan pemasaran.66

Pemasaran yang dilakukan oleh pengusaha lemang masih berskala lokal. Pada tahun 1958, pengusaha lemang yang berada di Tjong A Fie tidak pernah menggunakan promosi apapun termasuk iklan maupun spanduk namun ketika adanya lemang yang dulu dijualkan dengan cara di junjung keliling di tempat-tempat ramai pada tahun 1947. Tempat-tempat tersebut seperti pasar, terminal dan stasiun kereta api secara tidak langsung menjadi bagian dari promosi kuliner lemang dengan masyarakat lokal dan luar daerah.

Tabel 3.2 Jumlah Pengusaha Lemang di Jalan K.H.A.Dahlan (1958 – 2005)

No Tahun Jumlah Gerobak 1 1958 1

2 1960 2 (+1)

3 1970 4 (+2)

4 1980 6 (+2)

5 1990 9 (+3)

6 2005 10 (+1) Sumber : Wawancara

Pada tahun 1958 penjual atau pengusaha lemang masih satu orang kemudian muncul satu orang pada tahun 1960, pada tahun 1970 bertambah dua orang lagi sehingga paada tahun 1970 pengusaha atau penjual lemang menjadi empat orang.

66 Ibid, hlm. 156.

55

Mengalami peningkatan di tahun 1980 sampai 1990 menjadi Sembilan orang dan di tahun 2005 bertambah satu orang menjadi sepuluh gerobak.

Pada tahun 1990 - 2000an para pengusaha mulai menggunakan merek untuk memudahkan konsumen untuk membeli, juga merupakan bagian promosi mereka kepada konsumen. Pada tahun 1990-an ini ada 5 usaha kuliner sudah menggunakan merek dan sisa penjual atau pedagang lainnya tidak menggunakan nama atau merek karena mereka hanya buka setiap Sabtu dan Minggu saja. Nama atau merek yang muncul seperti Lemang Singgalang, Lemang Liana, Lemang Jo , Lemang Upik

Nareh dan Lemang Batok. Lemang Liana dan Lemang Batok ini adalah lemang yang pernah berjualan di stasiun kereta api dengan menggunakan meja dan steling diatasnya (stand). Lemang Batok menjadi merek lemang yang paling terkenal karena namanya yang membuat para konsumen penasaran. Rasa penasaran ini membuat konsumen ingin membeli dan beranggapan “Lemang Batok” sesuai namanya akan menjual lemang dari batok padahal penamaan merek ini berasal dari nama pemilik usaha yang saat itu menjalankan usaha orang tuanya bernama Batok.67

Para pengusaha lemang merasa mampu untuk membuka gerai baru di daerah lain namun sayangnya penjualan lemang tersebut tidak baik akibatnya gerai baru tersebut tutup. Para pembeli merasa tidak percaya dengan keaslian lemang yang di jual di daerah tersebut. Padahal para pengusaha lemang sudah menjamin bahwa

67 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 23 April 2019, Tebing Tinggi.

56 lemang yang mereka dagangkan merupakan lemang asli Tebing yang pusatnya berada di Jalan Tjong A Fie.

Pada tahun 1990-an ditemukan varian penambah rasa untuk menikmati lemang.

Awalnya lemang dinikmati dengan tape ketan hitam. Kemudian lama kelamaan pengusaha lemang mencari inovasi baru dengan menambah varian rasa yaitu srikaya, yang terbuat dari santan, telur, gula serta diberi aroma pandan atau vanili. Pada saat itu srikaya mulai diminati. Srikaya untuk lemang sedikit berbeda, srikaya ini sedikit encer dibanding srikaya biasa. Pada awalnya, para pengusaha lemang membeli srikaya tersebut dari pengusaha Cina namun karena rasanya tidak sesuai, para pengusaha lemang tersebut memutuskan srikaya sendiri. Karena proses membutuhkan waktu yang lama dan proses yang rumit akhirnya mereka berinisiatif unutk membeli srikaya ke pengusaha lemang yang lain yang mempunyai rasa berkualitas.

Pada tahun 2000-an para pengusaha mulai menerima pesanan untuk acara-acara besar seperti pernikahan maupun acara-acara tertentu yang dilakukan pemerintah, para pengusaha akan turut ikut memeriahkan. Seiring dengan naiknya harga bahan baku maka naik pula harga lemang di jual sesuai dengan kualitas yang menjadi jaminan pengusaha lemang. Harga yang ditawarkan juga disesuaikan dengan ukuran dari bambu mulai dari kecil, sedang dan besar.

Sejauh ini tidak pernah terjadi konflik antar sesame penjual lemang di Jalan

K.H.A.Dahlan. Mereka menjalin hubungan dengan baik, tidak hanya di karenakan

57 merupakan sesame etnis perantau Minangkabau namun juga dalam berjualan mereka sudah memiliki kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut yaitu untuk tidak menarik pelanggan atau konsumen yang sudah berdiri di stand pengusaha lain. maksudnya ketika pembeli masih belum menentukan maka pengusaha bebas memanggil atau menarik konsumen untuk membei ke tempatnya.

Tabel 3.3 Harga Lemang di Jalan K.H.A.Dahlan (1958 -2005)

Harga (Rp) No Tahun Kecil Sedang Besar 1 1958 – 1970 500 750 1.000 2 1980 – 1990 5.000 7.500 10.000 3 1990 – 2005 15.000 25.000 35.000 Sumber : Wawancara

Pada tahun 1950 an - 1970 lemang dijual dengan harga Rp. 500, Rp. 750, dan

Rp. 1.000.per batangnya. Pada tahun 1980 – 1990 dijual dengan harga Rp. 5.000, Rp.

7.500, dan Rp. 10.000 per batangnya dan pada tahun 1990 an – 2005 dijual dengan harga Rp. 15.000, Rp. 25.000, dan Rp. 35.000. per batangnya.

Dari harga yang dijualkan oleh pemilik usaha maka diperkirakan pendapatan yang diperoleh oleh pemilik lemang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendapatan itu sendiri adalah jumlah semua hasil suatu pekerjaan yang diterima oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang atau barang. Pendapatan rata-rata kuliner lemang berdasarkan narasumber dapat dihitung sebagai berikut:

58

Modal : 1) Ketan = Rp. 18.000/kg, biasanya dibutuhkan sekitar 10 kg

sehari. Dapat dihitung Rp. 18.000 x 10 = Rp. 180.000.

2) Kelapa = Rp.4.000 x 8 kelapa = Rp. 32.000

3) Bambu = Rp. 2000 x 60 batang = Rp.120.000

4) Daun Pisang = Rp. 8.000

5) Bumbu = Rp. 5.000

6) Kayu Bakar = Rp.2.000 x 10 ikat = Rp. 20.000

Jumlah Modal = (Rp. 180.000 + Rp. 32.000 + Rp.120.000 +

Rp. 8.000 + Rp. 5.000 + Rp. 20.000) x 7 hari =

Rp 2.555.000,-

Penjualan : Para penjual lemang dapat memproduksi dan menjual sekitar 10-

15 kg atau 40 – 60 batang /hari

Harga satu batang bambu lemang yang kecil = Rp. 15.000 x 60 =

Rp. 900.000, Maka penghasilan dari penjualan lemang Rp.

900.000 x 7 = Rp 6.300.000,-

Pendapatan : Penjualan – Modal

Rp. 6.300.000 - Rp. 2.555.000 = Rp. 3.745.000,- / minggu

Bila dalam sebulan pendapatan dari usaha lemang ini adalah Rp.

3.745.000 x 4 = Rp. 14.980.000,-

Berdasarkan perhitungan diatas maka dap at diketahui bahwa penghasilan rata- rata dari pengusaha lemang perminggu atau perbulan nya sekitar Rp. 3.745.000,-

59 atau Rp. 14.980.000,- Pendapatan yang didapatkan bisa lebih besar jika pada hari weekend (Sabtu dan Minggu), hari lebaran dan hari libur besar lainnya. Bila di perkirakan dalam seminggu (termasuk hari weekend) keuntungan yang diperoleh atau didapatkan dari usaha lemang berkisar Rp. 5.000.000 – Rp.6.000.000 bahkan lebih.

Konsumen kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi sebagian besar berasal dari luar daerah atau kota yang melewati maupun singgah ke kota ini untuk dijadikan oleh- oleh.68

3.8 Tantangan dan Hambatan

Dalam menjalankan bisnis atau usaha pasti akan melalui berbagai tantangan dan hambatan, baik ketika memulai bisnis maupun ketika bisnis sudah berjalan. Pada awalnya lemang termasuk makanan khas yang biasa dihidangkan saat hari raya dan berbagai perayaan lainnya, tetapi kini lemang telah dipasarkan secara luas. Lemang mampu meningkatkan nilai tambah dari berbagai bahan baku yang merupakan bahan pertanian sendiri dan mampu meningkatkan pendapatan produsen pengolah lemang.

Rasanya yang khas membuat lemang bambu menjadi incaran penikmat makanan tradisional, sehingga gerobak yang menjual lemang bambu terus ramai disinggahi warga dari pagi hingga malam hari. Sebagian besar masyarakat menjadikan usaha

68 Wawancara dengan Rosmiyati, pada tanggal 02 Mei 2019, Tebing Tinggi.

60 lemang sebagai mata pencaharian. Mereka menganggap terbatasnya lapangan pekerjaan membuat mereka semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan.69

Usaha Kuliner lemang tentunya tidak terlepas pula dari tantangan dan hambatan, baik dari segi permodalan, sumber daya manusia, manajemen, penguasaan teknologi informasi, iklim berusaha serta kualitas produk. Semakin banyaknya usaha sejenis yang bermunculan dalam wilayah pasar yang sama menimbulkan persaingan yang begitu ketat dengan penjual lemang lainnya.70

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usaha lemang di jalan K.H.A.Dahlan diantaranya ketersediaan bahan baku dalam jumlah dan mutu sesuai kebutuhan, ketersediaan sumberdaya manusia dalam hal ini tenaga kerja serta aspek peningkatan kualitas produk. Ketersediaan bahan baku terutama beras ketan

(pulut) dan bambu yang sedikit dengan harga yang semakin mahal menjadi hambatan yang cukup serius. Keberhasilan suatu bisnis atau usaha sangat ditentukan oleh kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas memiliki arti yang sangat penting dalam keputusan pembelian konsumen. Apabila kualitas produk yang dihasilkan baik maka konsumen cenderung akan melakukan pembelian ulang terhadap suatu produk.

Sebaliknya jika kualitas produk tidak sesuai dengan harapan, maka konsumen akan mengalihkan pembeliannya pada produk sejenis lainnya. Seba itulah persediaaan

69 Irvina, Safitri, “Strategi Pengembangan Usaha Kuliner: Studi Kasus Warung Lemang di Jeneponto, Sulawesi Selatan”, 2018, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 14, No. 2, hlm. 185. 70 Ibid, hlm. 183.

61 bahan baku sangatlah penting bagi suatu usaha, karena tanpa adanya bahan baku maka proses produksi akan terhambat.

Tidak hanya persaingan antar pedagang kuliner di tempat atau pasar yang sama tetapi juga persaingan dengan penjual lemang di lokasi berbeda. Banyak penjual lemang yang berada di dalam gerobong kereta api mengatasnamakan lemang yang berada di jalan Tjong A Fie dan di jual juga dengan harga yang murah sekitar 10.000 per batangnya. lemang tersebut tentunya memiliki rasa yang berbeda sehingga para konsumen tidak percaya lagi dengan lemang ini padahal lemang yang dijual bukanlah lemang di jalan Tjong A Fie.

Pada tahun 2005 munculnya kuliner baru yang lebih menarik dan enak serta dengan harga yang murah pula seperti roti kacang membuat tantangan dan hambatan dari bisnis kuliner ini semakin banyak. Akibat dari munculnya kuliner roti kacang, esensi dari Kota Lemang berkurang karena banyak konsumen mereka beralih membeli dan menjadi pelanggan tetap kuliner baru ini sehingga menjadi buah tangan baru di Tebing Tinggi.

Lokasi penjualan juga memiliki plus-minus bagi pengusaha. Plus nya adalah merupakan lokasi yang berada di pusat keramaian sedangkan minusnya adalah tidaknya adanya lahan parkir yang luas, sempitnya jalan di lokasi tersebut sehingga di rasa kurang nyaman oleh konsumen karena banyak nya kendaraan yang melalui jalan ini dengan kapasitas jalan yang kurang luas. Selain itu sering terjadi banjir di daerah

62 ini menyebabkan terhambatnya proses jual-beli menambah tantangan dan hambatan bagi para pengusaha. (lihat lampiran 4).

63

BAB IV

KONTRIBUSI KULINER LEMANG BAGI MASYARAKAT DI KOTA

TEBING TINGGI (1958 – 2005)

4.1 Kuliner Lemang Bagi Pemilik Usaha

4.1.1 Meningkatkan Pendapatan

Kuliner lemang merupakan salah satu kuliner pekerjaan yang akan dijalani bagi kaum perantauan Minangkabau. Mereka menyadari keahlian mereka dalam memasak.

Tidak hanya karena keahlian mereka, tetapi mereka juga menyadari bahwa kebutuhan akan makanan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang harus terpenuhi.

Melihat peluang inilah mereka mulai membangun dan mengembangkan bisnis kuliner mereka hingga sangat terkenal. Sebelum beralih membuka bisnis kuliner lemang, para perantau Minangakabau membuka usaha sarapan pagi atau kedai kelontong, berdagang dari pekan ke pekan lain, usaha jagung bakar untuk mereka bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Meskipun begitu usaha yang mereka geluti mapun lakukan tetap saja perekonomian mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anak-anaknya, sehingga saat itu mereka hidup apa adanya.

Adanya bisnis kuliner lemang membantu meningkatkan taraf kehidupan mereka. Keuntungan dari hasil penjualan bisnis ini dapat menghidupi kebutuhan hidup lebih dari cukup, sehingga banyak kemudian masyarakat menggeluti bisnis

64 kuliner lemang ini. Sebagai salah satu pekerjaan yang menguntungkan banyak diantara mereka yang akan terus meneruskan bisnis tersebut sampai ke generasi selanjutnya. Seperti halnya yang terjadi pada bisnis kuliner lemang di Tebing Tinggi. kuliner ini bahkan sudah diturunkan bahkan sampai generasi ke-4.

Lemang yang terkenal di Tebing Tinggi adalah Lemang Batok, bisnis ini dirintis pada tahun 1970 oleh Ibu Siti Maimunah dan Hj. Abu Bakar Sikumbang datang ke Tebing Tinggi. Bisnis kuliner lemang ini berkembang dan ketika mereka wafat diteruskan oleh anak pertama mereka bernama Batok. Batok inilah menggunakan nama nya sebagai merek usaha nya. Setelah wafatnya Batok, anak- anaknya yang berjumlah 10 orang berinisiatif membagi penjualan bisnis setiap sebulan setengah atau 45 hari, agar tidak terjadi perselisihan dan dirasa akan lebih adil. Dimulai dari anak pertama yang berlanjut seterusnya sampai ke anak terakhir.

Walaupun diantara mereka sudah ada yang meninggal, tetap dijalankan namun hasil usaha akan diberikan ke anak dari turunan tersebut.

Dilakukannya hal yang demikian, karena mereka menyadari bahwa bisnis kuliner lemang sebagai salah salah satu mata pencaharian mereka banyak memberikan kontribusi selama ini.71 Para pengusaha lemang Batok ini akan mempercayakan hasil usaha kepada anak pertama. Anak pertama akan menyediakan rumahnya sebagai tempat pembuatan lemang. Hasil usaha yang didapat akan di

71 Wawancara dengan Rosmiyati, 02 Mei 2019, Tebing Tinggi.

65 kasihkan langsung ke rumah saudaranya atau melalui transferan kepada saudara yang tinggal jauh.

Pendapatan yang didapatkan oleh usaha lemang akan lebih besar jika pada hari weekend, hari lebaran dan hari libur besar. Setiap masyarakat dalam hidupnya pasti mengalamai perubahan perubahan. Perubahan ini ada yang sedikit ada yang menyolok, ada yang lambat dan ada juga yang cepat. Perubahan perubahan tersebut dapat diketahui pada satu waktu dan kemudian membandingkannya dengan susunan kehidupan masyarakat tersebut di masa atau waktu lampau.72 Bisnis kuliner lemang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat para pemilik usaha lemang.

Pendapatan yang diperoleh para pemilik usaha tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Besarnya keuntungan yang diperoleh dari bisnis kuliner lemang, banyak perubahan yang dirasakan oleh para pengusaha lemang. Pendapatan yang didapat tidak hanya memenuhi kebutuhan primer tetapi juga kebutuhan sekunder maupun tersier. Kenuntungan yang mereka dapatkan akan dikumpul sedikit demi sedikit sehingga mereka dapat membangun rumah yang dulunya terbuat dari kayu menjadi rumah setengah batu (semi permanen) dan kemudian menjadi rumah gedung atau seluruhnya terbuat dari batu.

Tidak hanya pengusaha Lemang Batok saja namun masing-masing dari para pemilik usaha lemang mampu membangun rumah yang bagus dan baik yang awalnya

72 Merry Kristina, Silaban, op.cit, hlm. 61.

66 dari kayu menjadi rumah gedung. Pendapatan yang mereka peroleh diperlukan untuk membeli brang atau jasa-jasa yang dibutuhkan dalam rumah tangga sebagai kelancaran dan meningkatkan perekonomian keluarga mereka guna demi mencapai sebuah tujuan kearah yang lebih baik lagi dan berusaha demi tujuan tersebut.

Pendapatan usaha lemang yang meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka. Para pemilik usaha lemang mampu membeli kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, peralatan dan alat elektronik rumah tangga sedikit demi sedikit seperti kulkas, mesin cuci; mereka memiliki perhiasan, bahkan mereka mampu berangkat Haji sehingga menaikkan status sosial diri sendiri dan keluarganya. Hal ini terlihat pula pada tahun 1980-an para pemilik usaha lemang yang berada di jalan K.H.A.Dahlan secara bersamaan melakukan Ibadah Haji. Para pengusaha ini mampu memenuhi kebutuhan hidup baik pokok sampai sekunder.73

4.1.2 Meningkatkan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu upaya manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana membebaskan dirinya dari keterbelakangan dan berbagai belenggu sosial yang menghambat tercapainya kesejahteraan bersama. Pendidikan dapat diperoleh dari sekolah (formal) dan keluarga (informal). Antara masyarakat dan pendidikan terdapat suatu kaitan yang bersifat dialektis, yaitu bahwa pendidikan

73 Wawancara dengan Yusnidar, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi.

67 merupakan produk masyarakat, dan dalam berbagai hal pendidikan merupakan suatu faktor yang dapat menimbulkan perubahan.74

Kuliner lemang merupakan bisnis yang menghasilkan keuntungan yang banyak bagi pemiliknya. Sejak menggeluti bisnis kuliner lemang, kehidupan ekonomi mereka semakin baik. Tidak hanya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari keluarga namun dapat pula membiayai kebutuhan pendidikan anak mereka. Mereka menyadari akan pentingnya pendidikan. Bagi etnis Minangkabau, pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mereka berusaha untuk memberikan kebutuhan anaknya dengan maksimal termasuk kebutuhan pendidikan yang terbaik melalui sekolah terbaik dan jenjang pendidikan yang sangat tinggi.

Kebanyakan pengusaha lemang generasi pertama awalnya menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan sedikit sekali menempuh Sekolah Menegah

Pertama (SMP) namun juga ada yang tamat dan ada yang hanya setengah jalan bersekolah. Ini disebabkan mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak mampu untuk meneruskan atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Biaya kebutuhan pokok yang semakin besar membuat para pengusaha lemang memilih untuk membuka usaha sebagai salah satu cara pemenuhan kebutuhan hidup. Adanya bisnis lemang ini para pemilik lemang berusaha menyekolahkan anak-anaknya ke

74 Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo, “Sejarah Pendidikan di Sumatera Utara”, Medan: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan, 1983, Hal. 10.

68 tingkat yang lebih tinggi bahkan sampai ke tingkat perguruan tinggi.75 Mereka menyadari bahwa tingkat pendidikan ini akan sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan, pendapatan serta status sosial ekonomi. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang didapat maka semakin tinggi juga status sosial ekonomi yang akan diperoleh anak mereka nantinya.76

Pendapatan dari penjualan kuliner lemang mereka pergunakan tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup saja tetapi juga untuk anak-anak mereka menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya.

Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Pengusaha Lemang Tahun 2005

No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang 1 Tamat SD/Sederajat 2

2 Tamat SLTP/Sederajat 2

3 Tamat SLTA/Sederajat 4

4 S1 2

Total 10 Sumber : Diolah Dari Wawancara dengan Para Pengusaha Lemang

Tingkat pendidikan para pengusaha lemang terbesar dengan jumlah terbesar adalah tamat SLTA/Sederajat dan sisanya dengan jumlah yang sama tamat SD/Sederajat dan

SLTP/Sederajat, dan 2 orang menyelesaikan gelar S1. Dapat dikatakan bahwa tingkat

75 Wawancara dengan Yusnidar, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi. 76 Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo, op.cit, hlm. 12.

69 pendidikan yang ditempuh para pengusaha lemang terbesar pada tingkat

SLTA/Sederajat di tahun 2005.

Kemudian anak-anak mereka tidak dipaksa untuk melanjutkan usaha, mereka bebas memilih untuk tetap meneruskan usaha keluarganya atau mereka memilih pekerjaan atau usaha yang berbeda. Beberapa dari anak-anak mereka tetap meneruskan atau melanjutkan usaha kuiner lemang ini sebagai sumber pendapatan maupun kerja sampingan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Mereka menyadari bahwa usaha tersebut perlu dilanjutkan, karena tidak hanya sebagai sumber pendapatan namun juga sebagai warisan keluarga mereka yang sudah ada sejak puluhan tahun. Tak dapat dielakkan, mereka yang memilih untuk melanjutkan bisnis ini akan mendapat cemooh dari orang sekitar terutama mereka yang berpendidikan tinggi.77 Keahlian memasak atau membuat lemang sendiri mereka dapatkan tidak dari pendidikan formal yang mereka tempuh namun berasal dari resep turun menurun dari keluarga atau orang tuanya.

4.2 Bisnis Kuliner Lemang Bagi Perkembangan Kota Tebing Tinggi

Salah satu munculnya suatu usaha atau bisnis termasuk bisnis kuliner lemang karena faktor ekonomi. Kebutuhan hidup mereka yang serba kekurangan ataupun tidak cukup membuat mereka mencari jalan untuk dapat memenuhi segala kebutuhan sehari-hari. Bisnis kuliner lemang sebagai salah satu mata pencaharian banyak

77 Wawancara dengan Siti Hariani, pada tanggal 2 Mei 2019, Tebing Tinggi.

70 memberikan banyak kontribusi tidak hanya bagi masyarakat yang memiliki bisnis kuliner ini tetapi juga bagi kotanya sendiri. Pemanfaatan potensi suatu daerah baik baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya menyebabkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.78

Kuliner sebagai suatu kebutuhan pangan yang menarik wisatawan dan pendatang berkunjung untuk melakukan kegiatan wisata selalu menyempatkan diri, berkunjung ataupun singgah mendatangi tempat-tempat, daerah tau kota yang merupakan lokasi wisata atau usaha kuliner. Banyak wisatawan yang datang atau singgah ke Tebing Tinggi akan membawa kuliner lemang dengan membeli oleh-oleh untuk diri sendiri maupun sanak saudara mereka. hal ini tentunya dapat menguntungkan pemerintah setempat karena daerah atau kota tersebut selalu ramai dikunjungi menyebabkan pemasukan daerah juga meningkat. Banyaknya wisatawan yang ramai datang ke Kota Tebing Tinggi untuk singgah membeli kuliner lemang sebagai buah tangan (oleh-oleh), dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Tebing Tinggi untuk membuat usaha lain yang kiranya dapat menguntungkaan baik.

Adanya bisnis kuliner lemang ini membuat terciptanya kesempatan kerja terutama lapangan pekerjaan baru di bidang kegiatan ekonomi lain baik itu usaha berskala kecil, menengah maupun skala besar sehingga berdampak pada berkurangnya jumlah pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkanya pendapatan masyarakat di kota atau daerah tersebut terutama di sekitar pemukiman

78 James Scoot, Moral Ekonomi Petani, Jakarta: LP3ES, 1976, hlm. 46.

71 para pengusaha lemang. Lapangan pekerjaan ini tentunys merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi mereka untuk meningkatkan taraf hidup dan sebagai alat penopang ekonomi masyarakat.

Tidak hanya terciptanya lapangan pekerjaan bagi para pekerja yang bekerja di usaha kuliner lemang, masyarakat yang berada di sekitar pusat penjualan lemang juga di untungkan dengan ramainya pengunjung atau pembeli. Berkumpulnya para pengunjung di lokasi penualan lemang dimanfaatkan oleh warga untuk membuka usaha dengan berjualan buah-buahan dan usaha kuliner lainnya seperti warung etnis Cina yang berada tepat dibelakang usaha kuliner lemang. Warung kopi ini akan ramai oleh konsumen terutama para konsumen lemang yang ingin makan di tempat atau tidak dibawa pulang. Para pembeli kuliner yang ingin makan di tempat ini biasanya akan ke Warung tersebut untuk duduk serta memesan minuman sembari beristirahat. Sempat beberapa kali pemilik warung tersebut tidak memperbolehkan untuk berjualan di depan pelataran rumahnya dan pemindahan lokasi penjualan lemang oleh pemerintah ke lokasi lain menyebabkan usaha warung tersebut turut sepi. Hal ini menyebabkan pemilik warung tersebut memperbolehkan para pemilik usaha untuk berjuaan di depan warungnya. Memanfaatkan konsumen usaha kuliner lemang, pemilik warung tersebut juga mengizinkan ataupun bekerja sama dengan pedagang lain unutk berjualan di depan warungnya seperti berjualan nasi dan lauk.

Diharapkan untuk saling menguntungkan baik bagi usaha lemang maupun usaha nasi tersebut.

72

Tidak hanya menguntungkan bagi pemilik usaha dan pemilik usaha dagang lain namun juga memudahkan bagi masyarakat. Bisnis kuliner yang dibuka setiap hari memudahkan para etnis-etnis tertentu yang menjadikan makanan tradisional lemang sebagai makaan khas etnisnya seperti etnis Melayu, Batak maupun etnis

Minangkabau itu sendiri untuk mencicipi makanan ini tanpa perlu bersusah payah untuk membuat lemang sendiri. Pembuatan lemang yang membutuhkan waktu lama dalam membuatnya sehingga perlu orang banyak untuk mengerjakannya. Munculnya usaha ini masyarakat penikmat lemang dapat membeli. Pada hari maupun acara tertentu jika ingin membeli jumlah yang banyak hanya perlu menghubungi satu pengusaha dan besoknya pesanan akan diambil sesuai jam kesepakatan yang sebelumnya sudah dilakukan.

73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kuliner adalah suatu suatu bagian hidup yang erat kaitannya dengan konsumsi pangan sehari-hari guna menambah dan memberikan energi didalam tubuh sedangkan kuliner tradsional adalah makanan, minuman dan makanan ringan atau jajanan serta bahan-bahan campuran (ingredient) yang secara tradisional telah berkembang di daerah atau masyarakat Indonesia. Kuliner ini memberikan kontribusi yang tidak sedikit pada perekonomian baik bagi pemilik maupun pemerintah.79

Bisnis kuliner lemang memberikan banyak konribusi yang merubah kehidupan sosial dan ekonomi. Lemang yang merupakan panganan tradisional

Indonesia dan makanan khas etnis terentu seperti Etnis Dayak, Melayu, Batak dan

Minangkabau, Bisnis kuliner lemang di Kota Tebing Tinggi dimulai atau dibawa oleh perantauan Minangkabau sebagai sumber pendapatan mereka di kota ini. Bisnis ini sudah ada sejak tahun 1940-an oleh wanita-wanita Minang yang menjualkannya dengan menjunjung di tempat-tempat ramai seperti Pasar, Terminal, dan Stasiun

Kereta Api.

79 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Identitas Kultural Bangsa Melaui Kuliner”, 2014, Jurnal Sejarah Dan Budaya , Vol 9, No 1, hlm, 69.

74

Peminat dari makanan ini sangat banyak selain karena pada saat itu tidak banyak kuliner , kekhasan dari lemang membuat kuliner yang dijualkan laris-manis.

Akhirnya pada tahun 1958 pekerja wanita dari lemang yang dijunjung tersebut melepaskan diri dan membuat bisnis nya sendiri dengan pengalaman yang sudah didapatkannya. Setelah memilih tempat yang strategis, Ibu Siti Akmar Tanjung memilih untuk menjualkan dagangan lemangnya di depan Masjid Raya An-Nuddin dengan sebuah meja yang di atasnya steling dan lokasi inilah kemudian menjadi pusat penjualan lemang sampai sekarang.

Sekitaran tahun 1960-1980 an bisnis kuliner ini berkembang ditandai dengan munculnya pengusaha lemang lainnya yang juga merupakan perantauan etnis

Minangkabau. Melihat potensi dari kuliner lemang ini maka pemerintah setempat menjadikan kuliner ini sebagai ikon kuliner daerah sehingga sejak tahun 1970-an

Tebing Tinggi dikenal dengan julukan Kota Lemang. Kota Lemang cocok disandang saat itu karena hanya Kota Tebing Tinggi yang menjualkan lemang saat itu dan lemang yang dijualkan terkenal enak dan gurih.

Pada tahun 1990-an mulai memakai merek/nama dagang, dikarenakan agar konsumen tidak bingung dan muncullah nama-nama seperti Lemang Singgalang,

Lemang Liana, Lemang Jo Tapai, Lemang Sikumbang dan Lemang Batok. Lemang

Batok merupakan lemang yang paling terkenal di Tebing Tinggi. Nama ini membuat para konsumen merasa penasaran. Pada tahun ini juga penggunaan vanili sebgai

75 penambah rasa pada lemang di tambahkan dan srikaya juga sebagai pendamping lemang yang awalnya hanya pulut hitam dan tapai.

Kehidupan para pengusaha lemang menjadi lebih baik, mereka dapat menaikkan taraf kehidupan mereka. Kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, bangunan rumah dan juga terlaksananya spiritual muslimin yaitu menunaikan Ibadah

Haji di Tanah Suci, menunjukkan bisnis ini memiliki keuntungan lebih dari cukup bagi mereka. Adanya bisnis ini juga membantu dalam proses perkembangan kota

Tebing Tinggi, ramainya kota ini dikunjungi menyebabkan masyarakat memanfaatkan hal ini untuk membuka usaha-usaha baru baik di bidang kuliner maupun bidang dagang lainnya. Bagi pemerintah adanya bisnis ini menjadikan kota

Tebing Tinggi tidak hanya sebagai Kota Lemang, juga sebagai Kota Dagang dan

Perindustrian.

5.2 Saran

Ada beberapa yang harus diperhatikan bila berbicara bisnis kuliner khususnya

Bisnis kuliner lemang ini. Kuliner sebagai hasil dari kekayaan budaya etnis di

Indonesia yang bersumber dari berbagai suku dan kekayaan etnik ini memungkinkan untuk diperkenalkan secara intensif ke beberbagai daerah dan dunia. Kuliner tradisional di Indonesia sebagai kekayaan budaya bangsa terancam sebuan berbagai jenis kuliner Barat melalui sistem waralaba.80 Sehingga perkembangan kuliner

80 Ibid, hlm. 1.

76 terutama untuk masyarakat yang menjadikan kuliner sebagai mata pencaharian harus diperhatikan. Berdasarkan data-data yang diperoleh melalui observasi/ wawancara, maka penulis mencoba memberikan beberapa saran. Saran yang dikemukakan penulis adalah sebagai berikut:

1. Mencari/ mendapatkan „ciri khas‟ atau „ikon‟ itu sulit sehingga pemerintah

harus memperhatikan perkembangan dari bisnis kuliner lemang ini sebagai

kuliner khas daerah. Pemerintah perlu membuat kegiatan atau acara yang

banyak melibatkan kuliner lemang didalamnya. Acara atau kegiatan yang

dimaksudkan seperti Acara Diesnatalis Kota, Acara Idul Fitri. Jika tidak

memungkinkan, kegiatan lain contohnya bila di rapat-rapat Pemko, adanya

lemang di kotak kue atau kotak makanan yang disajikan dan dibawa oleh

para audience rapat. Tindakan seperti ini dilakukan agar pengembangan

bisnis kuliner lemang bisa lebih besar dan mempertahankan eksistensi

kuliner ini di Kota Tebing itu sendiri dan promosi secara tidak langsung ke

daerah luar.

2. Karena para pengusaha lemang sudah berada di Jalan K.H.A.Dahlan (Tjong

A Fie) selama puluhan tahun maka kelayakan tempat juga perlu

diperhatikan agar para pembeli merasa aman untuk singgah ke lokasi

penjualan lemang ini seperti tempat parkir. Munculnya pedagang lemang di

lokasi yang baru dengan jumlah yang banyak seperti di sekitaran Kampung

77

Rambutan - Tebing Tinggi perlu ditinjau lebih lanjut juga karena lokasi ini

pun sedikit berbahaya (terlalu dekat dengan pasar besar).

3. Diharapkan pengusaha lemang membuka jaringan yang lebih luas dengan

cara membuka gerai baru atau menggunakan media social sebagai tempat

promosi yang lebih mudah atau bisa bekerja sama dengan aplikasi online

yang memiliki fitur antar-jemput makanan (Go Food/Grab Food dan lain-

lain)

78

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Yuyun. 2008. Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Ayodya, Wulan. 2018. Business Plan Usaha Kuliner Skala UMKM. Jakarta: Gramedia. BAPPEDA Tingkat II Tebing Tinggi, 1994/1995, Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri Kotamadya Tebing Tinggi Tingkat II.

Basundoro, Purnawan. 2016. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak. Dwi Yuni, 2010. Bisnis Rumah Tangga. Yogyakarta : Jogja Bangkit Publisher.

Griffin, Ebert. 2014. Pengantar Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Gotchalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Herjanto, Eddy. Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo,

Khalik, Abdul. 2014. Negeri Padang-Tebing Tinggi Dari Masa Ke Masa (Kerajaan Padang dan Kota Tebing Tinggi Sejak Berdiri Hingga Kini). Medan: Wal Ashri Publishing.

Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:Bentang Budaya.

Lazuardi, Mandra. 2015. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Kuliner Nasional (2015-2019). Jakarta:PT.Republik Solusi.

Maryoto, Andreas. 2009. Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya Dan Masa Depan. Jakarta: Buku Kompas. Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo. 1983. Sejarah Pendidikan di Sumatera Utara. Medan: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan.

Naim, Mochtar. 1979. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta :UGM.

Nasution, Harmein. 1997. Pengembangan Kewirausahaan. Medan: USU Press

Nazief, Chatib, 1995. Para Pendatang Di Kota-Kota Sumatera Timur, Medan:Universitas Sumatera Utara.

79

Notosutanto, Nugroho. 1984. Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah. Jakarta: Mega Book Store.

Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-Norma Dasar Pemikiran dan Penulisan Sejarah, Jakarta: Dephankam. Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Medan: Unimed Press.

Perret, Daniel dan Wardhany, Saraswati.. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, Jakarta:KPG.

Scoot, James. 1976. Moral Ekonomi Petani, Jakarta: LP3ES.

Soekarto, 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Dan Standarisasi Mutu Pangan, Bogor: IPB.

Sudarsono. 2000. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.

Syam, Rizal, dkk. 2012. Tebing Tinggi Dari Masa ke Masa, dalam Sinergi No. 112. Tebing Tinggi: Bagian Administrasi Humas Pimpinan dan Protokol.

Rahman, Fadly. 2016, Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta:PT.Mutiara Sumber Widya.

------. 2017. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Bogor: Ghalia Indonesia.

Karya Ilmiah atau Jurnal

Anggraeni, Pipit. (2015). Menu Populer Hindia Belanda (1901-1942): Kajian Pengaruh Budaya Eropa Terhadap Kuliner Indonesia. Jurnal Sejarah Dan Budaya, No.1, 88-94.

Aramintha Wahyudi, Bertha. (2017). Lemang (Rice Bamboo) As A Representative Of Typical Malay Food In Indonesia. Jurnal Of Ethnic Foods, Vol. 4, 3-7.

Ferdian Saputra, Ferry. (2015). Komunitas Etnis Tionghoa di Kota Tebing Tinggi. Skripsi S-1 Jurusan Pendidikan Sejarah, Medan : Universitas Negeri Medan.

80

KEMDIKBUD. (2014). Identitas Kultural Bangsa Melalui Kuliner. Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 9(1). 1- 96.

Putri Ananda, Atika. 2019. Gementee Tebing Tinggi 1917-1942, Skripsi S-1. Medan: Pogram Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

Rahman, Fadly. (2018). Kuliner Sebagai Identitas Keindonesiaan. Jurnal Sejarah, Vol. 2(1), 43-63.

Salman, D., Ramadanih, R., Safitri, I. (2018). Strategi Pengembangan Usaha Kuliner Lemang. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. Vol. 14 (2).

Safitri, Irvina. 2018. Strategi Pengembangan Usaha Kuliner: Studi Kasus Warung Lemang di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 14, No. 2

Silaban, Merry Kristina. 2017. Industri Kacang Sihobuk di Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara (1990-2001). Skripsi S-1, Program Studi Ilmu Sejarah, Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tarigan, Amin. 2017. Warung Wajik Peceran Tahun 1950-2000, Skripsi S-1. Medan: Pogram Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

Sumber Internet

Artikel Tabloid Kontan, Bambu untuk Lemang, 10 Juli - 16 Juli 2017,diiakses pada tanggal 16 Mei 2019, pukul 15:45 WIB. https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-modal.html diakses pada tanggal 17 Mei 2019, pukul 22:23 WIB. www.meldafakhriana.blogspot.com, Ilmu Pangan Dasar: Bumbu dan Rempah. Diakses pukul15:28 pada tanggal 16 Mei 2019

Wikipedia.com, diakses pada tanggal 17 Mei 2019, pukul 18:11 WIB.

81

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Siti Hariani Piliang Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-3 Alamat : Jln. Kol. Yos Sudarso

2. Nama : Rosmiyati Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-3 Alamat : Kampung Semut

3. Nama : Hj. Yusnidar Umur : 66 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-2 Alamat : Jln. Sei Bahilang, Kampung Kurnia

4. Nama : Dewi Oktaviana Tanjung Umur : 39 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-3 Alamat : Kampung Kurnia

5. Nama : Ibu Eli Tanjung Umur : 57 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-4 Alamat : Kampung Durian

6. Nama : Yusnidar Umur : 42 Tahun Pekerjaan : Pemilik Usaha Lemang Generasi Ke-4 Alamat : Kampung Durian

7. Nama : Leni Umur : 29 Tahun Pekerjaan : Tenaga Kerja Alamat : -

8. Nama : Idham Umur : 71 Tahun Pekerjaan : Pensiunan PNS (Konsumen Lemang) Alamat : -

9. Nama : Hj. Abu Hasyim Siregar Umur : 70 Tahun Pekerjaan : Ustad Alamat : Jl. Mahoni 3, Perumnas Bagelen (Konsumen Lemang)

10. Nama : Arbaiyah Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Wirausaha Alamat : Jl. Soekarno Hatta (Konsumen Lemang)

11. Nama : Ali Umur : 25 Tahun Pekerjaan : Tenaga Kerja Alamat : Kampung Semut

12. Nama : Ayu Umur : 45 Tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (Konsumen Lemang) Alamat : Siantar

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Peta Wilayah Kota Tebing Tinggi

Sumber : Badan Statistik Kota Tebing Tinggi Dalam Angka 2004

Lampiran 2. Suasana Pusat Kota (Simpang Empat) tahun 1950-an

Sumber : Dinas Pariwisata dan Olahraga Pemerintah Kota Tebing Tinggi (31 Juli 2019) Lampiran 3. Piagam Penghargaan Rekor MURI Lemang Dengan Rasa Terbanyak

Sumber : Dinas Pariwisata dan Olahraga Pemerintah Kota Tebing Tinggi (31 Juli 2019)

Lampiran 4. Suasana Pusat Penjualan Lemang di Jalan K.H.A.Dahlan

Sumber: www.google.com (diakses 31 Juli 2019)

Lampiran 5. Gerobak yang diberikan oleh Pemerintah dan yang sudah diperbaiki oleh Pengusaha

Sumber : Dokumentasi Pribadi (31 Juli 2019)

Lampiran 6. Penyangga Bambu dalam Pembuatan Lemang

Sumber : Dokumentasi Pribadi (31 Juli 2019)

Lampiran 7. Proses Memasukkan Daun Pisang kedalam Bambu

Sumber : Dokumentasi Pribadi (31 Juli 2019)

Lampiran 8. Proses Pembuatan Lemang

Sumber : Journal of Etnic Foods (Lemang (Rice bamboo) as a representative of typical Malay food in Indonesia ) oleh Bertha Araminta Wahyudi*, Felicia Agnes Octavia, Marissa Hadipraja, Sabrina Isnaeniah, Vicky Viriani. Lampiran 9. Salah Satu Pemilik Lemang Batok Generasi ke-3

Sumber : Dokumentasi Pribadi (31 Juli 2019)